BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 13 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Blended Learning Secara etimologi istilah blended learning terdiri dari dua kata blended dan learning. Kata blend berarti campuran, bersama untuk meningkatkan kualitas agar bertambah baik (Zhao, 2008), atau formula suatu penyelarasan kombinasi atau perpaduan. Sedangkan learning memiliki makna umum yakni belajar. Dengan demikian blended learning sepintas mengandung makna yaitu pola pembelajaran yang mengandung unsur percampuran atau penggabungan antara satu pola dengan pola lainnya. Zhao (2008) menyampaikan bahwa yang dicampurkan adalah dua unsur utama, yakni pembelajaran di kelas (classroom lesson) dengan online learning. Pada perkembangannya yang lebih dikenal adalah istilah blended e- learning dibandingkan dengan blended learning. Kedua istilah tersebut merupakan isu pendidikan terbaru dalam perkembangan globalisasi dan teknologi blended e- learning. Zhao (2008) menjelaskan bahwa isu mengenai blended e-learning sulit untuk didefinisikan karena merupakan sesuatu yang baru. Blended e-learning yaitu penggabungan aspek blended e-learning yang termasuk web-based instruction, streaming video, audio, synchronous and asychronous communication atau aspek terbaik pada aplikasi teknologi informasi blended e-learning, yang dipadukan dengan kegiatan tatap muka. Blended e-learning adalah kombinasi atau 13

2 14 penggabungan pendekatan aspek blended e-learning yang berupa web-based instruction, video streaming, audio, komunikasi synchronous dan asynchrounous dalam jalur blended learning system LSM dengan pembelajaran tradisional tatapmuka termasuk metode dan teori belajar mengajar (Rosenberg, 2001). 2.2 Karakteristik Blended e-learning Karakteristik blended e-learning adalah merupakan sumber suplemen dengan menggunakan pendekatan tradisional juga mendukung lingkungan belajar virtual melalui suatu lembaga dan rancangan pembelajaran yang mendalam pada saat perubahan tingkatan praktik pembelajaran dan pandangan tentang semua teknologi digunakan untuk mendukung pembelajaran. Penerapan suatu model pembelajaran harus berdasarkan teori belajar yang cocok untuk proses pembelajaran agar kelangsungan proses tersebut dapat sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan (Rosenberg, 2001). Individual learning dalam teori ini berarti pelajar adalah peserta yang aktif, dapat membangun pengetahuan mereka sendiri, secara subjektif, dinamis dan berkembang. Kemudian memproses dan memahami suatu informasi, sehingga pelajar memilik pembelajarannya sendiri. Pelajar membangun pengetahuan mereka berdasarkan atas pengetahuan dari pengalaman yang mereka alami sendiri. Teori belajar berikutnya yang melandasi model blended e-learning adalah teori belajar kognitf. Pendekatan kognitif menekankan bagan sebagai satu struktur pengetahuan yang diorganisir (Gagne & Griggs, 2005) dimana Bloom mengindentifikasi enam tingkatan belajar kognitif yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, dan sintesis.

3 Pengembangan Model Blended e-learning Secara terminologis maka blended e-learning menekankan pada penggunaan internet (Rosenberg, 2001) yaitu menekankan bahwa blended e- learning merujuk pada penggunaan teknologi internet untuk mengirimkan serangkaian solusi yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Dalam pendidikan, blended e-learning memiliki makna sebagai berikut (Zhao, 2008) yaitu : Blended e-learning merupakan penyampaian informasi, komunikasi, pendidikan, pelatihan-pelatihan tentang materi keguruan, baik substansi materi pelajaran maupun ilmu pendidikan secara online. Blended e-learning menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai belajar secara konvensional (kajian terhadap buku teks, CD-ROM, dan latihan berbasis komputer) sehingga dapat menjawab tantangan perkembangan globalisasi. Blended e-learning tidak berarti menggantikan model belajar konvesional di dalam kelas, tetapi memperkuat model belajar tersebut melalui pengayaan content dan pengembangan teknologi pendidikan. Kapasitas amat bervariasi tergantung pada bentuk isi dan cara penyampaiannya. Makin baik keselarasan antar content dan alat penyampaian dengan gaya belajar, maka akan lebih baik kapasitas siswa sehingga akan memberikan hasil yang lebih baik.

4 16 Memanfaatkan jasa teknologi elektronik, dimana guru dan siswa, siswa dan sesama siswa atau guru dan sesama guru dapat berkomunikasi dengan relatif mudah tanpa dibatasi oleh hal-hal yang protokoler. Memanfaatkan keunggulan komputer (digital media dan komputer networks). Menggunakan bahan ajar bersifat mandiri (self learning materials) yang dapat diakses oleh guru dan siswa kapan saja dan di mana saja bila yang bersangkutan memerlukannya. Memanfaatkan jadwal pembelajaran, kurikulum, hasil kemajuan belajar dan hal-hal yang berkaitan dengan administrasi pendidikan lainnya yang dapat diakses setiap saat. Haughey (dalam Yuhetty & Hardjito, 2004) menjelaskan mengenai pengembangan blended e-learning bahwa terdapat tiga kemungkinan dalam pengembangan sistem pembelajaran berbasis internet, yaitu: Web course adalah penggunaan internet untuk keperluan pendidikan, dimana peserta didik dan pengajar sepenuhnya terpisah dan tidak diperlukan adanya tatap muka. Web centric course adalah penggunaan internet yang memadukan antar belajar jarak jauh dan tatap muka (konvesional). Web enhanced course adalah pemanfaatan internet untuk menunjang peningkatan kualitas pembelajaran yang dilakukan di kelas.

5 Prosedur Blended Learning dalam Pembelajaran Peningkatan kualifikasi tenaga pengajar merupakan salah satu prioritas pemerintah Indonesia. Untuk itu pemerintah menggiatkan program pengajaran yang berbasis pada teknologi informasi dan komunikasi dengan menggunakan internet sebagai media utama, dan tatap muka dilakukan hanya beberapa kali pada program residensial, selebihnya menggunakan program e-learning. Keberhasilan sistem pembelajaran jarak jauh yang menggunakan e-learning sebagai alat utama, sangat menentukan model learning management system (LMS) yang dikembangkan. Model blended e-learning merupakan kombinasi dari beberapa pendekatan pembelajaran yaitu pembelajaran konvensional berupa tatap muka dan e-learning berbasis internet (Yuhetty & Hardjito, 2004). Gagne dan Griggs (2005) mengemukakan mengenai kriteria belajar yang efektif yaitu melibatkan pembelajaran dalam proses belajar; mendorong munculnya keterampilan untuk belajar mandiri; meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pembelajar; dan memberi motivasi untuk belajar lebih lanjut. Haughey (dalam Yuhetty & Hardjito, 2004) mengemukakan bahwa tutor dalam pelaksanaan tugasnya memiliki peran yang berfungsi sebagai motivator; fasilitator; sebagai pembimbingan dan evaluator; pengembangan materi pelajaran; pengelola proses belajar mengajar; dan agen pembaharuan. Di samping itu, tugas tutor selaku pengajar meliputi fungsi sebagai informator, organisator, motivator, pengarah, inisiator, transmiter, fasilitator, mediator, dan evaluator. Konsep tutorial adalah suatu proses pemberian bantuan dan bimbingan belajar dari seseorang kepada orang lain, baik secara perorangan maupun kelompok. Dalam konsep ini, tutorial merupakan layanan belajar yang

6 18 memungkinkan terjadinya proses pembelajaran dengan karakteristik yang berbeda, seperti dosen yang berfungsi sebagai fasilitator kegiatan belajar bukan sebagai pengajar. Jenis tutorial yang umumnya dilakukan adalah tutorial on-line (Yuhetty & Hardjito, 2004). Model tutorial on-line adalah model tutorial yang menggunakan jaringan komputer. Materi diberikan dalam bentuk naskah tutorial yang dapat diakses dimana saja tanpa harus bertatap muka dengan tutor. Dalam model ini, tutor harus mempersiapkan naskah tutorial yang memungkinkan terjadinya interaksi antar tutor dan siswa. Selain itu, partisipasi secara aktif dari siswa juga sangat diperlukan karena mempengaruhi nilai akhir tutorial. 2.5 Learning Style Gaya belajar atau learning style adalah cara yang konsisten yang dilakukan oleh seorang siswa dalam menangkap stimulus atau informasi, cara mengingat, berpikir, dan memecahkan soal (Nasution, 2008). Gaya belajar juga dapat diartikan sebagai cara yang cenderung dipilih seseorang untuk menerima informasi dari lingkungan dan memproses informasi tersebut. Gaya belajar juga merupakan preferensi siswa terhadap proses atau aktivitas di dalam pembelajaran. DePorter dan Hernacki (2006) mengemukakan bahwa secara umum gaya belajar terbagi menjadi tiga kategori bagian yang biasa dikenal dengan VAK (Visual / penglihatan, Auditori / Pendengaran, dan Kinestetik / Gerakan). Kemampuan yang dimiliki otak dalam menyerap, mengelola dan menyampaikan informasi, cara belajar individu dapat di bagi ke dalam tiga kategori. Ketiga kategori tersebut adalah cara belajar visual, auditorial dan kinestetik yang ditandai dengan ciri-ciri perilaku tertentu. Pengkategorian ini tidak berarti bahwa individu

7 19 hanya yang memiliki salah satu karakteristik cara belajar yang lain. Pengkategorian ini hanya merupakan pedoman bahwa individu hanya memiliki salah satu karakteristik yang paling menonjol sehingga ketika mendapatkan rangsangan yamg sesuai dalam belajar maka akan memudahkan untuk menyerap pelajaran. Gaya belajar menunjukkan cara seorang individu dalam memproses informasi dengan tujuan mempelajari dan menerapkannya. Vermunt (1992) menggunakan istilah gaya belajar sebagai keseluruhan dari tiga domain yaitu proses kognisi dan afeksi terhadap materi, model belajar mental, dan orientasi belajar. Orientasi belajar diartikan sebagai keseluruhan domain yang memuat tujuan, intensi, motif, harapan, sikap dan ketertarikan mengenai individu terhadap proses belajar. Beberapa ahli membagi gaya belajar melalui perspektif yang bervariasi sehingga didapatkan varian varian pembagian gaya belajar. DePorter dan Hernacki (2006) membagi gaya belajar individu berdasarkan jenis tampilan informasi yang diberikan kepada siswa menjadi tiga kategori, yaitu: (1) gaya visual yang menjelaskan individu lebih menyukai memproses informasi melalui penglihatan, (2) auditori yang menyukai informasi melalui pendengaran, dan (3) kinestetik yang menyukai informasi melalui gerakan, praktek atau sentuhan. 2.6 Motivasi Berprestasi Motivasi berprestasi adalah dorongan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengejar dan mencapai tujuan (Newstrom & Davis, 1997). Corsini (2002) mendefinisikan motivasi berprestasi sebagai kebutuhan untuk mengatasi rintangan

8 20 dan menguasai tantangan yang sulit. Menurut Sukmadinata (2005), motivasi berprestasi adalah motif untuk berkompetisi baik dengan dirinya atau dengan orang lain dalam mencapai prestasi yang tertinggi. Motivasi berprestasi adalah motivasi intrinsik untuk mencapai yang terbaik untuk diri sendiri dan tidak mengikuti motif yang dimiliki orang lain. Sedangkan menurut Henson dan Eller (1999), motivasi berprestasi didefinisikan sebagai tindakan dan perasaan yang dihubungkan dengan mencapai standar internal dari kesempurnaan. Chaplin (2006) berpendapat bahwa motivasi berprestasi mempunyai empat pengertian. Pertama, kecenderungan memperjuangkan kesuksesan atau memperoleh hasil yang sangat didambakan. Kedua, keterlibatan ego dalam suatu tugas. Ketiga, pengharapan untuk sukses dalam melaksanakan suatu tugas. Keempat, motif untuk mengatasi rintangan-rintangan atau berusaha melaksanakan secepat dan sebaik mungkin pekerjaan-pekerjaan yang sulit. Jadi motivasi berprestasi adalah kecenderungan seseorang untuk berjuang demi kesuksesan penampilannya, mengevaluasi kembali standar yang dimilikinya agar dapat terus maju, serta dapat menikmati kesuksesan yang telah didapatkan. Motivasi berprestasi adalah penggerak psikis dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar, dan memberikan tujuan pada kegiatan belajar demi tercapainya suatu tujuan tertentu (Sukmadinata, 2005). Menurut Kusuma (2002) motivasi berprestasi adalah dorongan seseorang untuk mengerjakan suatu tugas dengan sebaik-baiknya karena kebutuhan yang didasarkan pada kerangka acuan keberhasilan. McClelland dan Atkinson (Slavin, 1997) berpendapat bahwa motivasi berprestasi adalah kecenderungan secara umum untuk berjuang dalam mencapai sukses dan untuk

9 21 menentukan bagaimana cara untuk mencapai kesuksesan suatu kegiatan. Murray (Alwisol, 2004) berpendapat bahwa motivasi berprestasi adalah kecenderungan seseorang untuk menyelesaikan sesuatu yang sulit dan menarik, menguasai, mengatasi rintangan, mencapai standar, dan berbuat sebaik mungkin agar dapat bersaing mengungguli orang lain. 2.7 Jenis-jenis Motivasi Lepper, Greene, dan Nisbett (Santrock, 2001) membagi motivasi menjadi dua bagian besar yaitu motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi instrinsik adalah kecenderungan alamiah untuk mencari dan menaklukkan semua tantangan dengan kemampuan yang kita punyai yang kita dapat dari hasil latihan dan kemampuan pribadi. Pada motivasi instrinsik, individu meraih kesuksesan atau prestasi untuk memperoleh rasa puas akan penguasaan dan pembelajaran materi. Motivasi instrinsik meliputi faktor keingintahuan, tantangan, usaha, dan pengendalian diri, sedangkan motivasi ekstrinsik meliputi faktor di luar diri seperti hukuman dan hadiah atau penghargaan (Santrock, 2001). Sejalan dengan pendapat di atas, Gottfried, Renninger, Hidi, dan Krapp (dalam Slavin, 1997) mengatakan bahwa motivasi belajar tergantung kepada dua aspek, yaitu: instrinsic incentive dan extrinsic incentive. Instrinsic incentive adalah apabila siswa menyukai belajar tentang topik tertentu seperti serangga, dinosaurus, atau orang-orang terkenal dalam sejarah dan hanya membutuhkan sedikit dorongan atau hadiah untuk melakukan kegiatan tersebut. Extrinsic incentive adalah apabila penghargaan atau hadiah terhadap suatu kegiatan seperti peringkat yang bagus, pujian, dan lain-lain adalah hal yang membuat anak menjadi termotivasi untuk belajar.

10 22 Motivasi ekstrinsik adalah ketika melakukan sesuatu karena takut akan hukuman, menyenangkan orang lain, dan mendapatkan penghargaan. Individu dengan motivasi ekstrinsik berusaha untuk berprestasi karena adanya hadiah yang akan mereka peroleh apabila mereka melakukannya dengan baik sedangkan akan memperoleh hukuman apabila hasil kerja mereka jelek atau buruk. Brunner (Steinberg, 2005) menyatakan bahwa karena motivasi instrinsiklah keinginan untuk belajar dapat bertahan, maka motivasi instrinsiklah yang dapat membuat efek yang signifikan dibandingkan dengan motivasi eksternal. McClelland dan Atkinson (dalam Slavin, 1997) menyatakan bahwa motivasi terdiri dari 3 jenis yaitu motivasi afiliasi, motivasi berkuasa, dan motivasi berprestasi. Motivasi afiliasi adalah kebutuhan untuk bergaul. Jika kadar motivasi afiliasi seseorang tinggi, artinya kita selalu berusaha menjaga hubungan baik pertemanan. Motivasi berkuasa adalah keinginan kita mengatur orang atau institusi tertentu. Motivasi ketiga dan yang paling berpengaruh pada kinerja siswa adalah motivasi berprestasi (need for achievement). Jika seseorang mempunyai need for achievement yang tinggi, ia cenderung punya prestasi tinggi. Hal ini senada dengan yang dikemukakan Uyun (1998) yang menyatakan bahwa faktor yang memegang peranan penting dalam pengembangan prestasi akademik adalah motivasi berprestasi. 2.8 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Berprestasi Santrock (2001) mengemukakan mengenai beberapa hal yang mempengaruhi motivasi yaitu faktor biologis, faktor kognitif, dan faktor lingkungan sosial. Faktor biologis adalah faktor yang meliputi bagaimana otak

11 23 kita berproses terhadap motivasi dan kerja hormon-hormon dalam tubuh seseorang yang akan mempengaruhi apa dan bagaimana motivasi yang dialami oleh individu. Faktor kognitif menurut Petri (Santrock, 2001) adalah kepercayaan terhadap kemampuan kita untuk melakukan sesuatu dengan baik dan pengaharapan akan kesuksekan yang akan kita raih akan membantu kita untuk lebih santai, berkonsentrasi dengan lebih baik, dan belajar dengan efektif, hal-hal itulah yang menimbulkan motivasi yang tinggi dalam belajar. Faktor lingkungan sosial mencakup lingkungan tempat tinggal yang mempengaruhi seseorang akan termotivasi atau tidak. Santrock (2001) menyatakan bahwa ada 3 faktor yang membuat seseorang dapat termotivasi untuk berprestasi, yaitu goal setting, planning, dan monitoring. Goal setting dapat membuat seseorang lebih terarah dalam mencapai impian, individu lebih disiplin, dan mempertahankan ketertarikan (interest). Bandura dan Schunk (Santrock, 2001) menemukan bahwa individu yang mempunyai prestasi yang tinggi membuat tujuan (goals) yang spesifik, jangka waktu pendek, dan menantang dirinya. Perencanaan (planning) sangat dibutuhkan dalam mencapai tujuan. Dalam planning siswa dibantu oleh pengajar atau gurunya untuk membuat rencana bagaimana siswa mencapai tujuan awal yang sudah dibuatnya, guru juga berperan dalam mengatur waktu secara efektif, mengatur prioritas, dan mengorganisasinya (Santrock, 2001). Eccles, Wigfield, dan Schiefele (Santrock, 2001) menyatakan bahwa membuat goal setting serta merencanakannya saja tidak cukup. Memonitor atau mengawasi bagaimana rencana berjalan dan terus mengevaluasi tujuan yang dibuat adalah juga hal yang sangat penting. Santrock (2001) mengatakan bahwa penting bagi siswa untuk

12 24 melakukan self-monitoring terhadap seluruh rencana yang sudah dibuatnya dengan bantuan guru agar para siswa dapat lebih bertanggungjawab terhadap perilakunya sendiri. Penelitian Zimmerman, Bonner, dan Kovach (Santrock, 2001) menemukan bahwa individu yang berprestasi memonitor sendiri semua rencana yang sudah dibuatnya dan mengevaluasi setiap kemajuan yang terjadi dalam goal setting mereka lebih banyak daripada individu dengan prestasi yang rendah. McClelland & Atkinson (Slavin, 1997) berpendapat bahwa ada dua hal yang mempengaruhi motivasi berprestasi seseorang. Pertama, aspek yang berasal dari lingkungan individu itu sendiri dan kedua adalah hal-hal yang berkaitan dengan keluarga, yaitu pola asuh, harapan orang tua terhadap anaknya, hubungan antar anggota keluarga, besar-kecilnya keluarga, dan tingkat sosio-ekonomi keluarganya. Guru juga memiliki peran dalam meningkatkan motivasi berprestasi siswa. Menurut Gunarsa dan Gunarsa (2004), guru berperan dalam mengembangkan motivasi berprestasi siswa yang dapat dilakukan melalui cara guru berinteraksi dengan siswa. Variasi dalam mengajar sangat diperlukan oleh siswa karena siswa merespon secara berbeda terhadap cara mengajar, dan kelas biasanya lebih menarik jika siswa saling berdiskusi, mengerjakan suatu proyek, dan mendemonstrasikan keahliannya. Persaingan yang sehat dengan teman sebaya juga dapat mempengaruhi motivasi berprestasi siswa. Penelitian yang dilakukan oleh Ryan (Papalia, Olds, & Feldman, 2008), menemukan bahwa siswa yang mempunyai teman yang berprestasi tinggi cenderung memiliki prestasi tinggi pula. Jenis kelamin ikut mempengaruhi motivasi berprestasi seseorang. Remaja lelaki biasanya lebih

13 25 termotivasi pada bidang matematika dan olahraga, sedangkan remaja putri lebih termotivasi pada bidang bahasa, membaca, dan kegiatan sosial (Santrock, 2001). Menurut Harold dan Eccles (Huffman, Vernoy & Verney, 2000), terdapat tujuh faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi seseorang, yaitu: 1) Lingkungan tempat proses belajar mengajar berupa lingkungan sekolah termasuk para guru, teman-teman di sekolah, sarana dan prasarana di sekolah akan mempengaruhi motivasi berprestasi individu. Para guru yang dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, seperti memberikan perhatian, sikap optimis dan mendorong individu untuk berprestasi serta memberikan umpan balik terhadap pekerjaan individu sangat berperan dalam menumbuhkan motivasi berprestasi bagi individu. Selain itu, teman yang memiliki sikap positif terhadap belajar serta sarana dan prasarana yang baik seperti keadaan ruangan kelas yang baik dapat mempengaruhi motivasi berprestasi individu. 2) Lingkungan tempat individu dibesarkan yang menekankan pentingnya sikap inisiatif, kompetitif dan keuletan akan menumbuhkan motivasi berprestasi pada individu. Selain itu, anak-anak yang didorong untuk mengandalkan dirinya sendiri dan berusaha sendiri terlebih dahulu sebelum meminta pertolongan dari orang lain serta diberikan kebebasan untuk mengambil keputusan yang penting bagi dirinya, akan menumbuhkan motivasi berprestasi yang tinggi. Sebaliknya, orang tua yang cenderung selalu membuatkan keputusan bagi anaknya akan menghasilkan anak dengan motivasi berprestasi rendah.

14 26 3) Pengalaman akan kesuksesan dan kegagalan akan mempengaruhi motivasi berprestasi individu. Individu yang berhasil pada suatu tugas cenderung lebih terpacu untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik lagi. Individu yang pernah mengalami kegagalan kemudian berusaha lagi dan ternyata berhasil akan mempengaruhi motivasi berprestasi individu, karena akan memberikan kepuasan bagi individu. 4) Pengalaman masa lalu dapat menyebabkan tinggi rendahnya kecenderungan berprestasi pada individu. Hal ini diperoleh dan dipelajari pada masa anakanak awal, terutama melalui interaksi dengan orang tuanya. Pada umumnya, anak yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi memiliki orang tua yang menghargai keberhasilannya dan mendorong kemandirian. 5) Meniru perilaku orang lain terutama meniru perilaku orang tua sebagai model biasa dilakukan oleh anak, sehingga sering terjadi bahwa orang tua dengan motivasi berprestasi yang tinggi akan mempunyai anak yang memiliki motivasi yang kuat berprestasi. Pada umumnya, anak akan belajar meniru perilaku orang tua dan orang lain yang berperan besar dalam hidupnya termasuk kebutuhannya untuk berprestasi. 6) Kecemasan merupakan salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam motivasi berprestasi yang dimiliki individu. Kecemasan yang tinggi yang dirasakan oleh individu dapat menurunkan motivasi berprestasi sebaliknya kecemasan yang rendah memiliki nilai yang positif sebab dapat meningkatkan motivasi berprestasi pada individu. 7) Reaksi terhadap harapan dan tingkah laku orang tua akan mempengaruhi motivasi berprestasi individu. Orang tua yang menekankan harapan terhadap

15 27 anaknya agar selalu berusaha demi meraih kesuksesan dan memuji tingkah laku anak yang mengarah pada pencapaian prestasi akan mendorong anaknya untuk berprestasi. Namun apabila harapan orang tua terlalu tinggi tanpa melihat kemampuan anak, maka yang akan terjadi adalah perasaan takut gagal sehingga motivasi berprestasi anak menjadi rendah. Sebaliknya, menurut Akbar dan Hawadi (2001) kurangnya hasrat untuk berprestasi pada anak disebabkan oleh tiga hal. Pertama, belajar di sekolah dalam kelompok dengan kurikulum yang sudah ditentukan dengan sistem nilai tertentu pula. Hal ini menyebabkan anak tidak lagi seorang diri, ia hanya merupakan satu dari sejumlah anak yang semuanya juga sama-sama membutuhkan perhatian dan mengikuti pelajaran yang telah terprogram. Kedua, cara memperoleh pengetahuan dan keterampilan dirasakan begitu majemuk dan memakan waktu. Dibutuhkan waktu, energi, konsentrasi, refleksi maupun pemikiran yang kritis berikut disiplin akademik. Bagi sebagian anak, hal ini akan membuat minatnya justru menghilang. Ketiga, motivasi secara umum, sebenarnya hanya terbatas dalam mensuplai energi. Merupakan hal yang sulit bagi anak untuk melakukan lebih dari satu kegiatan dalam waktu yang bersamaan. 2.9 Karakteristik Individu Yang Memiliki Motivasi Berprestasi Tinggi McClelland dan Atkinson (Slavin, 1997) menyebutkan bahwa terdapat lima karakteristik individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi. Pertama, individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi lebih memilih untuk bekerja dalam taraf kesulitan sedang yang menjanjikan kesuksesan. Mereka tidak suka

16 28 bekerja pada tugas yang mudah dimana tidak ada tantangan dan kepuasan pada kebutuhan motivasi berprestasinya. Mereka juga tidak suka pada tugas yang terlalu sulit, karena tingkat keberhasilannya dianggap rendah. Karakteristik individu seperti ini suka bersikap realistik terhadap tugas dan pekerjaannya. Karena itu mereka suka membuat perbandingan antara kemampuan dengan tuntutan yang diberikan kepada mereka. Kedua, individu yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi menyukai tugas-tugas di mana performa mereka dapat dibandingkan dengan orang lain. Mereka juga menyukai feedback terhadap bagaimana cara mereka bekerja. Ketiga, individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi cenderung untuk gigih dalam bekerja yang berhubungan dengan karir atau yang memperlihatkan karakteristik personal. Mereka termasuk orangorang yang selalu ingin menjadi yang terdepan. Keempat, ketika individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi sukses atau berhasil, mereka cenderung meningkatkan atau meninggikan level aspirasi mereka dengan cara yang realistis ketika mereka sukses atau berhasil. Akibatnya mereka akan lebih tertantang dalam tugas-tugas yang sulit. Kelima, individu yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi gemar bekerja dalam situasi di mana mereka mempunyai kontrol terhadap hasil akhir (outcome) dari pekerjaan mereka, bukan tipe yang menyukai spekulasi. Menurut Uyun (1998) terdapat beberapa ciri pada individu yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi, yaitu mempunyai keinginan untuk berprestasi sebaik-baiknya, mengadakan antisipasi yang terencana terhadap semua kegiatan yang dilakukan, mempunyai keinginan dan kreatif dalam mencapai citacita, mempunyai perasaan yang kuat dalam mencapai tujuan, tidak takut gagal dan berani menanggung resiko, dan mempunyai perasaan tanggung jawab personal.

17 29 Secara rinci McClelland dan Winter (Baharuddin & Wahyuni, 2007) menyatakan bahwa terdapat enam karakteristik yang membedakan individu yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi dan rendah. Pertama, individu yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi akan merasa bertanggung jawab atas tugas yang dikerjakannya dan tidak akan meninggalkan tugas itu sebelum ia menyelesaikannya. Kedua, individu dengan motivasi berprestasi yang tinggi akan memilih tugas yang memiliki taraf resiko sedang (moderat). Ia tidak menyukai tugas dengan resiko yang sangat tinggi untuk mengalami kegagalan. Hal ini terjadi karena individu dengan motivasi berprestasi tinggi tidak terlihat akan bekerja keras untuk menyelesaikan tugas yang tidak akan menghasilkan perasaan sukses. Menurut Steers, Porter, dan Bigley (1996) hal ini terjadi karena individu lebih menyukai tugas yang sudah diperhitungkan resikonya. Ketiga, individu dengan motivasi berprestasi yang tinggi cenderung kreatif dan kurang menyukai tugas atau pekerjaan rutin. Keempat, individu dengan motivasi berprestasi yang tinggi adalah individu yang kreatif dan kurang menyukai pekerjaan yang rutin. Kelima, individu menyukai umpan balik yang diberikan orang lain atas pekerjaan yang telah dilakukan, sehingga individu akan memahami efektivitas usahanya dan terdorong untuk meningkatkannya. Keenam, individu dengan motivasi berprestasi yang tinggi selalu berusaha menunjukkan hasil kerja sebaik mungkin dengan tujuan agar meraih predikat yang terbaik.

18 Cara Meningkatkan Motivasi Berprestasi Djamarah (2002) menyatakan bahwa terdapat beberapa cara untuk meningkatkan motivasi berprestasi siswa, yaitu menggairahkan anak didik untuk belajar, memberi harapan yang realistis, dan mengarahkan perilaku anak didik. Menggairahkan anak didik untuk belajar dilakukan dengan menghindari hal-hal yang monoton dan membosankan dalam memberikan tugas. Guru dapat mendiskusikan terlebih dahulu kepada siswa tugas seperti apa yang dikehendaki siswanya agar siswanya dapat lebih memahami dan mengerti materi yang diberikan oleh gurunya. Memberikan harapan yang realistis kepada siswa dapat dilakukan dengan cara memberikan pujian yang tidak berlebihan kepada siswa agar siswa dapat mempertahankan perilakunya yang baik dan tidak memberi hukuman yang terlalu keras kepada siswa, agar siswa dapat belajar dari kesalahan tetapi tidak membuatnya kehilangan rasa percaya diri. Mengarahkan perilaku dapat dilakukan dengan memberi tugas-tugas kepada siswa, membina hubungan yang baik dengan siswa baik di dalam maupun di luar kelas, memberi hukuman yang wajar, dan menegur dengan tidak dengan perkataan yang kasar dan keras. Woolfolk (2004) menyatakan terdapat empat cara untuk meningkatkan motivasi berprestasi siswa. Pertama, situasi kelas harus terorganisir dan bebas dari gangguan baik dari dalam maupun dari luar kelas. Kedua, guru harus suportif. Guru tidak boleh menghukum, mengkritik, atau mempermalukan siswa karena kesalahannya di depan kelas, karena setiap siswa harus belajar menjadi lebih baik setelah melakukan kesalahan. Ketiga, tugas yang diberikan guru harus menantang tetapi masuk akal, agar siswa tidak kehilangan motivasi karena tugas yang diberikan terlalu sulit atau terlalu mudah. Keempat, kegiatan belajar mengajar

19 31 harus mempunyai makna, artinya guru harus dapat memastikan agar siswa tidak hanya mengingat dan menghafal tetapi juga mengerti dan memahami misalnya dengan memberikan contoh-contoh nyata dan sesederhana mungkin ketika memberikan materi. Hal-hal tersebut sesuai dengan pernyataan dari Steinberg (2005) yang menyatakan bahwa siswa akan melakukan yang terbaik ketika guru menghabiskan lebih banyak waktu untuk belajar, memberikan umpan balik yang jelas, dan memberi pujian ketika siswa mengerjakan tugas dengan baik Studi Terdahulu Penelitian Piret (2006) mengenai Web-based learning or face-to-face teaching preferences of Estonian Students dilakukan di sekolah-sekolah yang ada di Estonia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa blended learning tidak dipengaruhi oleh letak daerah (rural atau urban), dan kaum pria maupun wanita tidak secara signifikan memilih web based learning atau distance learning. Penelitian Azis (2013) mengenai The Effectiveness Of Blended Learning, Prior Knowledge to The Understanding Concept In Economics menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan kemampuan untuk mengerti konsep matematika antara kelas individu dan grup dengan menggunakan strategi blended learning, serta terdapat perbedaan signifikan pada kemampuan mengerti akan konsep matematika fungsi linear pada siswa yang high prior knowledge dengan siswa yang low prior knowledge. Di samping itu terdapat interaksi dalam strategi pembelajaran antara individual blended learning dan group blended learning, kemampuan prior knowledge untuk mengerti konsep matematika fungsi linear.

20 32 Penelitian Tanta (2010) mengenai Pengaruh Gaya Belajar Terhadap Hasil Belajar Mahasiswa Pada Mata Kuliah Biologi Umum menunjukkan bahwa gaya belajar secara signifikan berpengaruh terhadap hasil belajar mahasiswa, dimana 73 % hasil belajar mahasiswa ditentukan oleh gaya belajar mahasiswa itu sendiri. Penelitian Carolina (2012) mengenai Penerapan Strategi Active Learning Berbasis Web (Blended Learning) Dalam Upaya Menciptakan Pembelajaran Aktif Dan Pengaruhnya Terhadap Hasil Belajar menunjukkan bahwa strategi active learning berbasis web (Blended Learning) mampu menciptakan pembelajaran aktif yang berkualitas dan berpengaruh terhadap peningkatan hasil belajar siswa. Penelitian Sjukur (2012) mengenai Pengaruh Blended Learning Terhadap Motivasi Belajar dan Hasil Belajar Siswa di Tingkat SMK menunjukkan bahwa terdapat perbedaan motivasi belajar siswa yang diajar dengan metode blended learning dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional, serta terdapat perbedaan hasil belajar dimana terdapat peningkatan motivasi belajar siswa akibat penerapan pembelajaran model blended learning. Penelitian Hermawanto, Kusairi & Wartono (2013) mengenai Pengaruh Blended Learning terhadap Penguasaan Konsep dan Penalaran Fisika Peserta Didik Kelas X menunjukkan bahwa terdapat pengaruh blended learning terhadap penguasaan konsep fisika maupun terhadap penalaran fisika. Di samping itu, pembelajaran blended learning dapat meningkatkan penguasaan konsep dan penalaran fisika serta melatih peserta didik untuk lebih mandiri dan aktif. Penelitian Sandi (2012) mengenai Pengaruh Blended Learning terhadap Hasil Belajar Kimia Ditinjau dari Kemandirian Siswa menunjukkan bahwa hasil belajar kimia siswa yang mengikuti blended learning lebih tinggi daripada hasil

21 33 belajar siswa yang mengikuti pembelajaran langsung, dan terdapat interaksi yang signifikan antara model pembelajaran dan kemandirian siswa terhadap hasil belajar kimia, dimana hasil belajar siswa dengan kemandirian tinggi yang mengikuti blended learning lebih baik daripada hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran langsung, serta tidak terdapat perbedaan antara siswa dengan kemandirian rendah yang mengikuti kedua model pembelajaran tersebut. Penelitian Novianto dan Subkhan (2015) mengenai Pengaruh Minat Belajar, Motif Berprestasi Dan Kesiapan Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa menunjukkan hasil bahwa terdapat pengaruh positif yang signifikan antara Minat Belajar, Motif Berprestasi dan Kesiapan Belajar terhadap Prestasi Belajar secara simultan sebesar 93,8%. Kontribusi parsial variabel bebas adalah 39,81% minat belajar, 17,55% motif berprestasi dan 27,56% kesiapan belajar. Ada pengaruh signifikan antara minat belajar, motif berprestasi dan kesiapan belajar terhadap prestasi belajar siswa baik secara simultan maupun parsial. Penelitian Novitayati (2013) mengenai Pengaruh Metode Blended Learning dan Self Regulated Learning Terhadap Hasil Belajar Kognitif IPS menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara metode blended learning dan self regulated learning dalam mempengaruhi hasil belajar kognitif siswa, dimana melalui metode blended learning tersebut dapat meningkatkan self regulated siswa sehingga akhirnya meningkatkan hasil belajar kognitif siswa. Penelitian Syarif (2012) mengenai Pengaruh Model Blended Learning Terhadap Motivasi Dan Prestasi Belajar Siswa SMK menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara motivasi dan prestasi belajar siswa yang menggunakan model blended learning dengan yang menggunakan model

22 34 face-to-face learning. Terdapat peningkatan motivasi dan prestasi belajar siswa secara signifikan akibat penerapan model blended learning, dan tidak terdapat interaksi pengaruh penerapan model pembelajaran dan motivasi terhadap prestasi belajar siswa.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi saat ini berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi saat ini berlangsung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi saat ini berlangsung demikian pesat, sehingga menimbulkan suatu perubahan dalam kehidupan masyarakat. Demikian juga

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. self-regulated learning dapat dikatakan berlangsung bila peserta didik secara

BAB II LANDASAN TEORI. self-regulated learning dapat dikatakan berlangsung bila peserta didik secara BAB II LANDASAN TEORI A. SELF REGULATED LEARNING 1. Pengertian Self-Regulated Learning Zimmerman (dalam Schunk & Zimmerman, 1998) mengatakan bahwa self-regulated learning dapat dikatakan berlangsung bila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya yang terpenting adalah manusia. Sejalan dengan tuntutan dan harapan jaman

BAB I PENDAHULUAN. daya yang terpenting adalah manusia. Sejalan dengan tuntutan dan harapan jaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia bukan hanya merupakan negara yang sedang berkembang melainkan juga negara yang sedang membangun. Dalam usaha untuk membangun itu dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Motivasi Motivasi berasal dari bahasa latin yaitu movere yang berarti bergerak (move). Motivasi menjelaskan apa yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu, dan membantu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi Pada Atlet Sepak Bola. Menurut McClelland (dalam Sutrisno, 2009), motivasi berprestasi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi Pada Atlet Sepak Bola. Menurut McClelland (dalam Sutrisno, 2009), motivasi berprestasi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Berprestasi Pada Atlet Sepak Bola 1. Pengertian Motivasi Berprestasi Menurut McClelland (dalam Sutrisno, 2009), motivasi berprestasi yaitu usaha pada tiap individu dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Rosenberg (dalam Surjono, 2009: 3), mendefinisikan e-learning sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Rosenberg (dalam Surjono, 2009: 3), mendefinisikan e-learning sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA A. E-learning Rosenberg (dalam Surjono, 2009: 3), mendefinisikan e-learning sebagai pemanfaatan teknologi internet untuk mendistribusikan materi pembelajaran, sehingga siswa dapat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Motivasi Berprestasi 2.1.1 Pengertian Motivasi Motivasi (motivation) melibatkan proses yang memberikan energi, mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha sadar, terencana untuk mewujudkan proses belajar dan hasil belajar yang optimal sesuai dengan karekteristik peserta didik. Dalam proses pendidikan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB II LANDASAN TEORITIS A. KEMATANGAN KARIR 1. Pengertian Kematangan Karir Crites (dalam Salami, 2008) menyatakan bahwa kematangan karir sebagai sejauh mana individu dapat menguasai tugas-tugas perkembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Berprestasi 1. Pengertian Motivasi Berprestasi Motivasi berasal dari kata movere yang berarti dorongan atau daya gerak. Motivasi adalah penting karena dengan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya membekali siswa dengan kemampuan akademik atau hard skill,

BAB I PENDAHULUAN. hanya membekali siswa dengan kemampuan akademik atau hard skill, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peran penting dalam kemajuan suatu bangsa, termasuk di Indonesia. Pendidikan kejuruan, atau yang sering disebut dengan Sekolah Menengah Kejuruan

Lebih terperinci

Konsep Pembelajaran Mandiri. Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar

Konsep Pembelajaran Mandiri. Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar Konsep Pembelajaran Mandiri Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar Jurusan Pendidikan Bahasa Jerman Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta 2012 BAB I Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Definisi mahasiswa menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Kamisa,

BAB 2 LANDASAN TEORI. Definisi mahasiswa menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Kamisa, BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Mahasiswa yang Bekerja 2.1.1 Definisi Mahasiswa Definisi mahasiswa menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Kamisa, 1997), bahwa mahasiswa merupakan individu yang belajar di perguruan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Motivasi Berprestasi 1. Pengertian Motivasi Berprestasi Suatu prestasi atau achievement berkaitan erat dengan harapan (expection). Inilah yang membedakan motivasi berprestasi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mata Kuliah Psikodiagnostik merupakan mata kuliah khas dari program studi Psikologi. Mata kuliah ini menjadi khas karena hanya program studi Psikologi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, diantaranya dalam bidang pendidikan seperti tuntutan nilai pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, diantaranya dalam bidang pendidikan seperti tuntutan nilai pelajaran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dari waktu ke waktu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi makin pesat mengikuti arus globalisasi yang semakin hebat. Akibat dari fenomena ini antara lain

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. kebutuhan ini tercermin dengan adanya dorongan untuk meraih kemajuan dan

BAB II LANDASAN TEORI. kebutuhan ini tercermin dengan adanya dorongan untuk meraih kemajuan dan BAB II LANDASAN TEORI A. Motivasi Berprestasi 1. Definisi Motivasi berprestasi Menurut Mc. Clelland (1987) motivasi berprestasi adalah sebuah kebutuhan untuk dapat bersaing atau melampaui standar pribadi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan yang terjadi semakin ketat, individu dituntut untuk memiliki tingkat pendidikan yang memadai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata motivasi berasal dari bahasa Latin yaitu movere, yang berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata motivasi berasal dari bahasa Latin yaitu movere, yang berarti BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Motivasi Belajar 2.1.1 Pengertian Motivasi Belajar Kata motivasi berasal dari bahasa Latin yaitu movere, yang berarti bergerak (move). Motivasi menjelaskan apa yang membuat orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi, diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas untuk menghadapi

Lebih terperinci

Universitas Kristen Maranatha

Universitas Kristen Maranatha 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan atau proses pembelajaran mempunyai peran yang amat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan Bangsa

Lebih terperinci

PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.)

PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.) PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.) 1. PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DALAM PENDIDIKAN IPS DI SMP 1.1. Latar Belakang Pembelajaran Kontekstual Ada kecenderungan dewasa ini utnuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam tantangan dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. macam tantangan dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi sekarang ini, setiap orang dihadapkan pada berbagai macam tantangan dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut maka setiap

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH. kerja, mendorong perguruan tinggi untuk membekali lulusannya dengan kemampuan

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH. kerja, mendorong perguruan tinggi untuk membekali lulusannya dengan kemampuan BAB I LATAR BELAKANG MASALAH 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan yang sangat cepat di semua sektor kehidupan khususnya dunia kerja, mendorong perguruan tinggi untuk membekali lulusannya dengan kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tidak dipahami kemudian dilihat, diamati hingga membuat seseorang

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tidak dipahami kemudian dilihat, diamati hingga membuat seseorang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan menjadi salah satu hal yang penting bagi setiap manusia. Melalui pendidikan seseorang dapat belajar mengenai banyak hal, mulai dari hal yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan mengalami perubahan-perubahan bertahap dalam hidupnya. Sepanjang rentang kehidupannya tersebut,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Profil Motivasi Belajar Siswa SMA Kelas XI pada Setiap Indikator Motivasi Belajar

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Profil Motivasi Belajar Siswa SMA Kelas XI pada Setiap Indikator Motivasi Belajar 43 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Profil Motivasi Belajar Siswa SMA Kelas XI pada Setiap Indikator Motivasi Belajar Motivasi belajar siswa dijaring dengan hasil observasi siswa selama pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepadaorang lain. Kemandirian dalam kamus psikologi yang disebut independence yang

BAB II LANDASAN TEORI. dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepadaorang lain. Kemandirian dalam kamus psikologi yang disebut independence yang BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Kemandirian 2.1.1. Pengertian Kemandirian Menurut Sumahamijaya, 2003 Kemandirian berasal dari kata mandiri yang berarti dalam keadaan dapat berdiri sendiri, tidak bergantungpada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Keberhasilan dan kegagalan proses belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor yang secara garis besar dibagi menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik, untuk membentuk Sumber Daya Manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik, untuk membentuk Sumber Daya Manusia yang berkualitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia yang selalu berkembang dan berubah sesuai dengan perubahan zaman. Saat ini pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu yang menyebabkan

BAB II KAJIAN TEORITIS. diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu yang menyebabkan BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Motif Berprestasi Ditinjau dari asal katanya, motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pada bab satu dibahas mengenai latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, asumsi penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi.

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORETIS. pembelajaran fisika masalah dipandang sebagai suatu kondisi yang sengaja

II. KERANGKA TEORETIS. pembelajaran fisika masalah dipandang sebagai suatu kondisi yang sengaja II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Model Problem Based Learning (PBL) Masalah merupakan kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Dalam konteks pembelajaran fisika masalah dipandang sebagai suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia (SDM) yang mempunyai kompetensi yang tinggi baik dilihat dari aspek

BAB I PENDAHULUAN. Manusia (SDM) yang mempunyai kompetensi yang tinggi baik dilihat dari aspek 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Untuk menghadapi tantangan di era globalisasi ini diperlukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mempunyai kompetensi yang tinggi baik dilihat dari aspek koneksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prokrastinasi Akademik 2.1.1 Pengertian Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan pro yang berarti mendorong maju atau bergerak maju dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, pemerintah memprogramkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sebagai acuan dan pedoman bagi pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat meneruskan pembangunan di Indonesia. Upaya yang dapat dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk kemajuan pembangunan. Salah satu lembaga pendidikan yang penting adalah perguruan tinggi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan manusia. Pendidikan nasional di Indonesia memiliki tujuan sebagaimana tertulis dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siswa dan interaksi antara keduanya, serta didukung oleh berbagai unsurunsur

BAB I PENDAHULUAN. siswa dan interaksi antara keduanya, serta didukung oleh berbagai unsurunsur BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pembelajaran dikatakan berkualitas apabila pembelajaran melibatkan seluruh komponen utama proses belajar mengajar, yaitu guru, siswa dan interaksi antara keduanya, serta

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Belajar Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa Indonesia. Disana dipaparkan bahwa belajar diartikan sebagai perubahan yang relatif permanen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang tua ingin anaknya menjadi anak yang mampu. menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam kehidupannya.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang tua ingin anaknya menjadi anak yang mampu. menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam kehidupannya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap orang tua ingin anaknya menjadi anak yang mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam kehidupannya. Untuk mencapai hal itu, maka orang tua

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Bedasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Bedasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Bedasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa: 1. Hampir setengah dari siswa kelas XI IS di SMA Negeri 1 Tasikmalaya memiliki self-efficacy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dianugerahi kemampuan dan kekuatan berpikir. Berpikir

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dianugerahi kemampuan dan kekuatan berpikir. Berpikir 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dianugerahi kemampuan dan kekuatan berpikir. Berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang dialami seseorang jika mereka dihadapkan pada suatu masalah atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Belajar merupakan key term, istilah kunci yang paling vital dalam setiap usaha pendidikan sehingga tanpa belajar sesungguhnya tak pernah ada pendidikan (Muhibbin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pemanfaatan teknologi dalam dunia pendidikan khususnya dalam sistem

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pemanfaatan teknologi dalam dunia pendidikan khususnya dalam sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemanfaatan teknologi dalam dunia pendidikan khususnya dalam sistem pembelajaran telah mengubah sistem pembelajaran pola konvensional menjadi pola modern yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Motivasi 1. Pengertian Kata motivasi berasal dari bahasa latin yaitu movere, yang berarti bergerak ( move ). Motivasi menjelaskan apa yang membuat orang melakukan sesuatu, membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini setiap orang berusaha untuk dapat bersekolah. Menurut W. S

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini setiap orang berusaha untuk dapat bersekolah. Menurut W. S BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini setiap orang berusaha untuk dapat bersekolah. Menurut W. S Winkel 1987 dalam bukunya yang berjudul Psikologi Pengajaran salah satu kemampuan pokok

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF PADA PEMBELAJARAN SEJARAH. Yusni Pakaya Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF PADA PEMBELAJARAN SEJARAH. Yusni Pakaya Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF PADA PEMBELAJARAN SEJARAH Yusni Pakaya Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo Abstrak : Untuk meningkatkan mutu pendidikan dan pembelajaran sejarah di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas dan mempunyai daya saing tinggi sangat diperlukan dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas dan mempunyai daya saing tinggi sangat diperlukan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas dan mempunyai daya saing tinggi sangat diperlukan dalam menghadapi persaingan di berbagai bidang kehidupan, terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan dan perkembangan aspek kehidupan perlu direspon dengan

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan dan perkembangan aspek kehidupan perlu direspon dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan dan perkembangan aspek kehidupan perlu direspon dengan kinerja pendidikan yang profesional dan bermutu tinggi. Mutu pendidikan sangat diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. dilakukan terus menerus sepanjang hidup manusia baik secara formal maupun

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. dilakukan terus menerus sepanjang hidup manusia baik secara formal maupun BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Belajar merupakan suatu proses yang ada dalam diri manusia dan dilakukan terus menerus sepanjang hidup manusia baik secara formal maupun informal. Belajar secara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menengah Pertama individu diberikan pengetahuan secara umum, sedangkan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Menengah Pertama individu diberikan pengetahuan secara umum, sedangkan pada 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya seorang individu, memasuki dunia pendidikan atau masa sekolah formal semenjak masa Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak menuju masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa. Pada masa transisi ini, remaja mengalami perubahan dalam aspek fisik, mental, spiritual,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam menyiapkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang mampu bersaing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menengah adalah pendidikan yang dijalankan setelah selesai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menengah adalah pendidikan yang dijalankan setelah selesai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menengah adalah pendidikan yang dijalankan setelah selesai melalui jenjang pendidikan dasar (SMA, MTs, dan sederajatnya). Hal ini dicantumkan dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Flow Akademik 1. Definisi Flow Akademik Menurut Bakker (2005), flow adalah suatu keadaan sadar dimana individu menjadi benar-benar tenggelam dalam suatu kegiatan, dan menikmatinya

Lebih terperinci

UPI Bandung. Tugas Kuliah Komputer Masyarakat

UPI Bandung. Tugas Kuliah Komputer Masyarakat UPI Bandung Beberapa Definisi Pembelajaran jarak jauh Pembelajaran dengan perangkat komputer Pembelajaran formal vs informal Pembelajaran yang ditunjang oleh para ahli dibidang masing-masing Definisi E-Learning

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Era globalisasi yang ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang semakin pesat dewasa ini menuntut masyarakat untuk menyikapinya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. perilaku, memainkan peran penting dalam proses pembelajaran. Salah satu proses

BAB II LANDASAN TEORI. perilaku, memainkan peran penting dalam proses pembelajaran. Salah satu proses BAB II LANDASAN TEORI A. Self Regulated Learning 1. Definisi self regulated learning Teori sosial kognitif menyatakan bahwa faktor sosial, kognitif serta faktor perilaku, memainkan peran penting dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Self Regulated Learning 1. Pengertian Self Regulated Learning Zimmerman berpendapat bahwa self regulation berkaitan dengan pembangkitan diri baik pikiran, perasaan serta tindakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUATAKA. tujuan (Mc. Donald dalam Sardiman A.M, 2001:73-74). Menurut Mc. Donald. motivasi mengandung 3 elemen penting, yaitu:

BAB II KAJIAN PUATAKA. tujuan (Mc. Donald dalam Sardiman A.M, 2001:73-74). Menurut Mc. Donald. motivasi mengandung 3 elemen penting, yaitu: 7 BAB II KAJIAN PUATAKA A. Motivasi 1. Pengertian Motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya feeling dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan (Mc.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. sebagai proses dimana pelajar menemukan kombinasi aturan-aturan yang

BAB II KAJIAN TEORITIK. sebagai proses dimana pelajar menemukan kombinasi aturan-aturan yang BAB II KAJIAN TEORITIK A. Kemampuan Pemecahan Masalah Menurut Nasution (2010), memecahkan masalah dapat dipandang sebagai proses dimana pelajar menemukan kombinasi aturan-aturan yang telah dipelajarinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyelesaikan seluruh mata kuliah yang diwajibkan dan tugas akhir yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. menyelesaikan seluruh mata kuliah yang diwajibkan dan tugas akhir yang biasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang yang memutuskan untuk melanjutkan sekolahnya sebagai mahasiswa di salah satu universitas pasti memiliki tujuan yang sama yaitu mendapatkan gelar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy

BAB II LANDASAN TEORI. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy BAB II LANDASAN TEORI A. SELF-EFFICACY 1. Pengertian Self-efficacy Self-efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi (www.freelists.org). Perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi (www.freelists.org). Perguruan tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada jaman sekarang ini, semakin banyak individu yang menempuh pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi (www.freelists.org). Perguruan tinggi (PT) adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu pengetahuan mendasar yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu pengetahuan mendasar yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu pengetahuan mendasar yang dapat menumbuhkan kemampuan penalaran siswa dan berfungsi sebagai dasar pengembangan sains dan teknologi.

Lebih terperinci

Omega: Jurnal Fisika dan Pendidikan Fisika 2 (1), (2016)

Omega: Jurnal Fisika dan Pendidikan Fisika 2 (1), (2016) ISSN: 2502-2318 (Online) ISSN: 2443-2911 (Print) Alamat URL http://omega.uhamka.ac.id/ ω o m e g a Omega: Jurnal Fisika dan Pendidikan Fisika 2 (1), 16-20 (2016) Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Fisika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. motivasi dan prestasi yang membentuk suatu kesatuan makna dan. berprestasi adalah usaha seseorang dalam menguasai tugasnya,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. motivasi dan prestasi yang membentuk suatu kesatuan makna dan. berprestasi adalah usaha seseorang dalam menguasai tugasnya, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Motivasi Berprestasi Istilah motivasi berprestasi merupakan perpaduan dari dua istilah motivasi dan prestasi yang membentuk suatu kesatuan makna dan intepretasi. Menurut Murray

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sehingga secara tidak langsung akan

PENDAHULUAN. dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sehingga secara tidak langsung akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hal yang sangat penting bagi suatu bangsa agar bangsa tersebut dapat meningkatkan kualitas SDM yang dimilikinya. Dengan SDM yang berkualitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Pembelajaran Langsung

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Pembelajaran Langsung BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kajian Pembelajaran Langsung a. Pengertian Pembelajaran Langsung Menurut Arends (1997) model pengajaran langsung adalah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Belajar Matematika. Motivasi berasal dari bahasa latin, yaitu movere yang berarti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Belajar Matematika. Motivasi berasal dari bahasa latin, yaitu movere yang berarti 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Belajar Matematika 1. Pengertian Motivasi Belajar Motivasi berasal dari bahasa latin, yaitu movere yang berarti menggerakkan (to move). Setiap tindakan manusia pasti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan untuk menghafal, dan bukan untuk berpikir secara kreatif, seperti

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan untuk menghafal, dan bukan untuk berpikir secara kreatif, seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pendidikan merupakan sarana utama untuk mempersiapkan diri dengan keterampilan dan pengetahuan dasar. Sekolah merupakan sarana yang diharapkan mampu menolong individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan di era globalisasi sangat menuntut sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan di era globalisasi sangat menuntut sumber daya manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Persaingan di era globalisasi sangat menuntut sumber daya manusia yang kompeten dalam bidangnya dan mampu mengembangkan kemampuan intelektual yang mereka miliki

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nasution (2008: 93) mengemukakan bahwa gaya belajar atau learning style

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nasution (2008: 93) mengemukakan bahwa gaya belajar atau learning style 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gaya Belajar Nasution (2008: 93) mengemukakan bahwa gaya belajar atau learning style siswa yaitu cara ia bereaksi dan menggunakan perangsang-perangsang yang diterimanya dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menjadi mandiri. Secara umum dapat dikatakan bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menjadi mandiri. Secara umum dapat dikatakan bahwa pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses interaksi bertujuan, interaksi ini terjadi antara guru dan siswa, yang bertujuan meningkatkan perkembangan mental sehingga menjadi mandiri.

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORETIS. kebiasaan yang rutin dilakukan. Oleh karena itu diperlukan adanya sesuatu

II. KERANGKA TEORETIS. kebiasaan yang rutin dilakukan. Oleh karena itu diperlukan adanya sesuatu 6 II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Motivasi belajar Melakukan perbuatan belajar secara relatif tidak semudah melakukan kebiasaan yang rutin dilakukan. Oleh karena itu diperlukan adanya sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai salah satu disiplin ilmu yang berhubungan dengan dunia pendidikan yang dapat mengembangkan kemampuan untuk berargumentasi, memberi kontribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini pendidikan memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Pada dasarnya, pendidikan merupakan suatu proses yang membantu manusia dalam mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan tinggi adalah salah satu lembaga pendidikan, idealnya harus mampu

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan tinggi adalah salah satu lembaga pendidikan, idealnya harus mampu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah salah satu lembaga pendidikan, idealnya harus mampu memberikan pengetahuan dasar dan sejumlah keterampilan khusus serta pelatihan yang

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INTERAKTIF DALAM IPS

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INTERAKTIF DALAM IPS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INTERAKTIF DALAM IPS SUMINAH Dosen KSDP Universitas Negeri Malang E-mail: suminahpp3@yahoo.co.id Abstrak: Model pembelajaran interaktif adalah suatu pendekatan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN B. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN B. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN B. Latar Belakang Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan usaha sengaja, terarah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nasional, pada Pasal 3 menyebutkan tentang tujuan pendidikan nasional yaitu. warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN. Nasional, pada Pasal 3 menyebutkan tentang tujuan pendidikan nasional yaitu. warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan merupakan salah satu dari kebutuhan manusia saat ini. Tingginya tingkat pendidikan dapat mendukung seseorang untuk mencapai citacita dan masa depan

Lebih terperinci

2015 PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA AUDIO LAGU DALAM PROSES PEMBELAJARAN TERHADAP PENGUASAAN TABEL PERIODIK PADA MATA PELAJARAN KIMIA DI SMA

2015 PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA AUDIO LAGU DALAM PROSES PEMBELAJARAN TERHADAP PENGUASAAN TABEL PERIODIK PADA MATA PELAJARAN KIMIA DI SMA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah sebuah sistem untuk menghasilkan sumber daya manusia yang unggul dan berkualitas, serta dapat menjadi aset bangsa demi mewujudkan kehidupan

Lebih terperinci

Pembelajaran Berbasis Kontekstual 2

Pembelajaran Berbasis Kontekstual 2 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL Pembelajaran Berbasis Kontekstual 2 Ada sesuatu yang salah dengan proses pendidikan Sebelum Sekolah 1. Anak lincah 2. Selalu belajar apa yang diinginkannya dengan gembira,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah ilmu pengetahuan yang mengkaji berbagai disiplin ilmu sosial dan humaniora serta kegiatan dasar manusia yang dikemas secara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Tentang Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Pengertian mandiri berarti mampu bertindak sesuai keadaan tanpa meminta atau tergantung pada orang lain. Mandiri adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu faktor penting dalam perkembangan suatu negara. Dengan pendidikan yang lebih baik akan mengarah pada perkembangan suatu negara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pendidikan yang baik. Pendidikan menjadi pilar pembangunan bagi

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pendidikan yang baik. Pendidikan menjadi pilar pembangunan bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam masa globalisasi, suatu negara dianggap maju apabila memiliki kualitas pendidikan yang baik. Pendidikan menjadi pilar pembangunan bagi suatu negara untuk

Lebih terperinci

II. KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Teori Yang Melandasi Model Pembelajaran Make A Match

II. KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Teori Yang Melandasi Model Pembelajaran Make A Match II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Yang Melandasi Model Pembelajaran Make A Match 2.1.1 Teori Vygotski Karya Vygotski didasarkan pada tiga ide utama : (1) bahwa intelektual berkembang pada saat individu menghadapi

Lebih terperinci

APLIKASI KOMPUTER. Pokok Bahasan : PENGENALAN E-LEARNING. Anggun Puspita Dewi, S.Kom., MM. Modul ke: Fakultas MKCU

APLIKASI KOMPUTER. Pokok Bahasan : PENGENALAN E-LEARNING. Anggun Puspita Dewi, S.Kom., MM. Modul ke: Fakultas MKCU APLIKASI KOMPUTER Modul ke: Pokok Bahasan : PENGENALAN E-LEARNING Fakultas MKCU www.mercubuana.ac.id Anggun Puspita Dewi, S.Kom., MM Program Studi Sistem Informasi & MarComm PENGENALAN E-LEARNING E-Learning

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang diselenggarakan di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN STRATEGI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS BLENDED LEARNING

PENGEMBANGAN STRATEGI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS BLENDED LEARNING PENGEMBANGAN STRATEGI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS BLENDED LEARNING Sukardi Ks 1 dan Sri Harjo 2 sukardi@ecampus.ut.ac.id 1, dan sharjo@ecampus.ut.ac.id 2 UPBJJ-UT Semarang Abstrak Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan terpenting dalam kehidupan manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan mengembangkan sumber

Lebih terperinci

2016 PENINGKATAN KEMAND IRIAN BELAJAR SISWA D ENGAN MENGGUNAKAN MOD EL D ISCOVERY LEARNING D ALAM PEMBELAJARAN IPS

2016 PENINGKATAN KEMAND IRIAN BELAJAR SISWA D ENGAN MENGGUNAKAN MOD EL D ISCOVERY LEARNING D ALAM PEMBELAJARAN IPS BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan hasil pengamatan di kelas VII-C di SMP Negeri 2 Lembang, peneliti menemukan beberapa masalah pada proses pembelajaran IPS, salah satu masalah yang

Lebih terperinci