BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Belajar Matematika. Motivasi berasal dari bahasa latin, yaitu movere yang berarti

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Belajar Matematika. Motivasi berasal dari bahasa latin, yaitu movere yang berarti"

Transkripsi

1 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Belajar Matematika 1. Pengertian Motivasi Belajar Motivasi berasal dari bahasa latin, yaitu movere yang berarti menggerakkan (to move). Setiap tindakan manusia pasti didorong oleh sesuatu hal, baik yang datang dari dalam diri individu itu sendiri maupun faktor yang berasal dari luar individu. Dorongan untuk melakukan sesuatu inilah yang biasa disebut sebagai motivasi. Jadi, Motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah dan kegigihan perilaku (Santrock, 2004). Suryabrata (2006) menyatakan bahwa motivasi belajar dapat diartikan sebagai keseluruhan daya penggerak psikis dalam diri individu yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar, dan mengarahkan kegiatan belajar yang dapat timbul di dalam dirinya maupun di luar dirinya. Motivasi belajar sebagai keseluruhan daya penggerak psikis dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan belajar, dan memberikan arah pada kegiatan belajar itu demi tercapai suatu tujuan (Winkel, 1996). Brophy (2004) menyatakan bahwa motivasi belajar lebih mengutamakan respon kognitif, yaitu kecenderungan siswa untuk mencapai aktivitas akademis yang bermakna dan bemanfaat, serta mencoba untuk mendapatkan keuntungan dari aktivitas tersebut. McCown dkk (1996) menyatakan bahwa motivasi belajar adalah suatu disposisi yang dimiliki oleh siswa, ditandai dengan kesediaan mereka untuk

2 14 memulai aktivitas belajar, kemudian dilanjutkan dengan keterlibatan mereka dalam suatu tugas pelajaran, serta komitmen jangka panjang mereka untuk belajar. Harackiewicz (1985), menyebutkan bahwa penetapan tujuan belajar siswa mempengaruhi motivasi intrinsik siswa, jika siswa memiliki penetapan tujuan belajar yang baik maka siswa memiliki motivasi belajar intrinsik yang tinggi, begitupun sebaliknya. Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak psikis dalam diri individu yang dapat menimbulkan gairah berupa perasaan senang dan semangat belajar dan menyelesaikan tugas. Motivasi berasal dari dua sumber yaitu motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. 2. Pengertian Matematika Matematika sebagai salah satu mata pelajaran dasar pada setiap jenjang pendidikan formal yang memegang peran penting dalam peningkatan kualitas pendidikan. Oleh karena itu, mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif, serta berkemampuan bekerjasama (Badan Standar Nasional Pendidikan, 2007). Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (Purwodarminto, 2012) Matematika adalah ilmu pengetahuan tentang bilangan, hubungan antar bilangan dengan prosedur operasional yang kemudian digunakan dalam menyelesaikan permasalahan tentang bilangan. Matematika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada di dalamnya.

3 15 Uno (2007) mengatakan bahwa karakteristik Matematika adalah logis, sistematis, objektif dan eksak. Matematika bersifat logis karena merupakan ilmu yang menyandarkan pada kebenaran logika, kesimpulan hasil kerja Matematika harus dapat dijelaskan, dipahami, dan diterima secara akal sehat. Matematika juga bersifat sistematis, maksudnya adalah hasil kerja Matematika yang logis itu haruslah diperoleh dengan langkah langkah yang runtut berdasarkan tata kerja tertentu. Matematika juga dikenal sebagai ilmu yang terstruktur, dimana konsep konsepnya tersusun secara hirarkis, terstruktur, logis, dan sistematis mulai dari konsep yang sederhana sampai pada konsep yang paling kompleks. Soedjadi (2000) mengemukakan bahwa ada beberapa definisi atau pengertian matematika berdasarkan sudut pandang pembuatnya, yaitu : a. Matematika sebagai cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistemik. b. Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi. c. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan dengan bilangan. d. Matematika adalah pengetahuan fakta fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk. e. Matematika adalah pengetahuan tentang struktur struktur yang logik. f. Matematika adalah pengetahuan tentang aturan aturan yang ketat. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa hakekat matematika adalah ilmu pengetahuan eksak yang berisi kumpulan objek kajian yang berhubungan dengan angka dan kalkulasi, terstruktur dan hubungannya diatur menurut aturan logis, sistematis serta konsisten dalam sistemnya.

4 16 Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar Matematika adalah keseluruhan daya penggerak dalam diri individu yang mendorong individu mengadakan perubahan seluruh sikap dan perilaku untuk belajar ilmu pengetahuan eksak yang berisi kumpulan objek kajian yang berhubungan dengan angka dan kalkulasi, terstruktur dan hubungannya diatur menurut aturan logis, sistematis serta konsisten dalam sistemnya. 3. Aspek-aspek Motivasi Belajar Aspek-aspek motivasi belajar menurut McCown dkk (1996) adalah sebagai berikut : a. Keinginan atau inisiatif sendiri untuk belajar Keinginan atau inisiatif untuk belajar merupakan kekuatan atau energi dalam diri siswa. Energi tersebut merupakan salah satu hal yang paling mendasar pada motivasi. Kekuatan yang bersifat internal pada individu inilah yang berfungsi mendorong siswa sehingga memiliki keinginan untuk belajar. Semakin tinggi kekuatan dari dalam diri siswa, maka semakin tinggi pula keinginan untuk belajar. Siswa memiliki motivasi belajar bila mempunyai kesadaran untuk mau melibatkan diri dalam belajar. b. Keterlibatan secara sungguh-sungguh dalam proses belajar dan tugas yang diberikan Siswa dengan motivasi belajar yang tinggi akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar yang ditandai dengan keterlibatan secara bersungguh-sungguh dalam proses belajar. Selain itu, keterlibatan dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru merupakan wujud interaksi antara kekuatan internal siswa dengan situasi dari luar siswa. De

5 17 Caco dan Crowford (Dimyati, 2000) menunjukkan siswa yang termotivasi untuk belajar akan melibatkan diri baik secara mental maupun fisik dalam proses belajar. c. Komitmen untuk terus belajar sehingga bertahan dalam pelajaran Pilihan terhadap suatu perilaku menjadi bertahan setelah memiliki komitmen atau keyakinan yang kuat terhadap nilai dan arah yang positif terhadap perilaku tersebut. Siswa yang memiliki komitmen atau keyakinan yang kuat, pada dasarnya sangat sulit dipengaruhi untuk beralih pada perilaku lain yang bertentangan. Menurut Baron dkk (Kuncoro, 2000), konsisten atau keajegan ini timbul karena adanya keyakinan individu terhadap perilaku tersebut, sehingga individu sulit meninggalkan perilaku yang dipilihnya. Saat seorang siswa mempunyai keinginan untuk belajar, maka ia akan bertahan pada situasi tersebut. Dengan adanya motivasi belajar membuat siswa bisa mempertahankan perilakunya tersebut dalam waktu lama sehingga siswa tidak akan merasa bosan dalam mengikuti setiap proses belajar. Menurut Santrock (2008) dimensi dalam motivasi belajar meliputi : a. Aktivitas Ketika seseorang termotivasi mereka akan melakukan sesuatu, perilaku yang mereka tunjukkan diaktivasi atau dibangkitkan. Bila mereka termotivasi untuk memperoleh nilai yang baik, mereka akan belajar rajin. b. Arah Jika seseorang termotivasi, perilaku mereka terarah pada apa yang ingin mereka tuju.

6 18 Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa aspek-aspek dari motivasi belajar menurut McCown dkk (1996) adalah sebagai berikut : 1) keinginan atau inisiatif sendiri untuk belajar; 2) keterlibatan secara bersungguhsungguh dalam proses belajar dan tugas yang diberikan; 3) komitmen untuk terus belajar sehingga bertahan dalam pelajaran yang akan dijadikan sebagai alat ukur motivasi belajar. Ada pertimbangan peneliti menggunakan teori motivasi belajar dari McCown (1996) adalah aspek-aspek motivasi belajar yang ada dinilai dapat mengukur motivasi belajar siswa dalam melakukan aktivitas belajar, komitmen jangka panjang mereka untuk belajar. 4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar Menurut Mudjiono dan Dimyati (2006), motivasi belajar dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : a. Cita-cita atau aspirasi siswa Cita-cita akan memperkuat motivasi belajar. Keinginan yang ingin dicapai dapat memperbesar kemauan dan semangat belajar. Segi pembelajaran, penguatan dengan hadiah atau juga hukuman dapat mengubah keinginan menjadi kemauan, dan kemudian kemauan menjadi cita-cita. Keinginan berlangsung sesaat atau dalam jangka waktu singkat, sedangkan kemauan dapat berlangsung dalam waktu lama, bahkan sepanjang hayat. Cita-cita seorang siswa akan memperkuat semangat belajar dan mengarahkan perilaku belajar.

7 19 b. Kemampuan siswa Keinginan seseorang anak perlu diimbangi dengan kemampuan atau kecakapan mencapainya. Kemampuan akan memperkuat anak untuk melakukan tugas-tugas perkembangan. c. Kondisi siswa Kondisi siswa juga berpengaruh terhadap motivasi belajar. Kondisi siswa tersebut meliputi kondisi jasmani dan rohani. Seorang siswa yang sedang sakit, lapar, atau marah-marah akan mengganggu perhatian belajar. d. Kondisi lingkungan siswa Lingkungan siswa berupa keadaan alam, tempat tinggal, pergaulan sebaya dan kehidupan sosial. e. Unsur-unsur dinamis dalam belajar dan pembelajaran Siswa yang masih berkembang jiwa raganya, lingkungan yang semakin bertambah baik berkat dibangun, merupakan kondisi yang dinamis dan bagus dalam pembelajaran. f. Upaya guru membelajarkan siswa Upaya pembelajaran di sekolah dilakukan dengan menyelenggarakan, membina disiplin belajar, pemanfaatan waktu dan pemeliharaan fasilitas sekolah. Santrock (2008) mengungkapkan faktor-faktor motivasi belajar terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi motivasi belajar antara lain : a. Tujuan belajar

8 20 Perumusan tujuan merupakan alat motivasi yang sangat penting. Sebab dengan memahami tujuan yang harus dicapai maka akan timbul gairah untuk terus belajar. b. Persepsi siswa mengenai kecerdasannya Cara berfikir siswa mengenai kecerdasan dapat mempengaruhi keinginan untuk menguasai materi akademik. c. Keyakinan akan kemampuannya Siswa yang yakin akan kemampuannya akan menunjukkan usahausaha dalam belajar sehingga yakin bahwa mereka dapat menguasai materi pelajaran. Selain faktor internal, ada pula faktor eksternal yang mempengaruhi motivasi belajar antara lain : a. Persaingan Saingan atau kompetisi dapat dipergunakan sebagai alat motivasi untuk mendorong belajar siswa. Persaingan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Persaingan ini sangat baik digunakan untuk meningkatkan kegiatan belajar siswa. b. Tingkat kesulitan tugas Siswa yang berorientasi pada tugas akan terfokus pada kemampuan mereka dan memperhatikan strategi belajarnya. Siswa akan mengarahkan diri mereka sendiri untuk memperhatikan, berfikir dengan hati-hati, dan mengingat strategi yang dalam situasi sebelumnya telah membuat mereka berhasil. Siswa seringkali merasa tertantang oleh tugas yang sulit, daripada terancam oleh tugas tersebut.

9 21 c. Pola asuh Pola asuh yang diberikan kebebasan pada anak untuk eksplorasi sehingga mereka terbiasa untuk menghadapi tugas yang menantang dan belajar menangani masalah sendiri akan membuat anak mempunyai motivasi belajar yang tinggi. Dari pendapat para ahli di atas faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain tujuan belajar, cita-cita atau aspirasi siswa, kemampuan siswa, kondisi siswa, persepsi siswa mengenai kecerdasannya, keyakinan akan kemampuannya. Faktor eksternal antara lain persaingan, tingkat kesulitan tugas, dan pola asuh. B. Pelatihan Motivasi Berprestasi (AMT) 1. Pengertian Motivasi Berprestasi Menurut McClelland (1987) mengungkapkan motivasi berprestasi adalah dorongan untuk meraih sukses pada penyelesaian tugas-tugas yang diberikan dan berbuat lebih baik dari orang lain guna mencapai kesuksesan dengan standar kemampuan yang ditetapkan sendiri. Menurut Donald (Hamalik, 1999) merumuskan bahwa, Motivation is on energy change within the person characterized by affective arounsal and anticipatory goal reaction, yang dapat diartikan, bahwa motivasi adalah suatu perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Winkel (1996) menegaskan bahwa motivasi berprestasi merupakan daya penggerak dalam diri siswa untuk mencapai taraf prestasi akademik yang setinggi mungkin demi penghargaan kepada diri sendiri. Dalam mencapai

10 22 prestasi yang setinggi mungkin, setiap individu harus memiliki keinginan yang kuat demi mencapai tujuannya. Dimana hal itu sangat tergantung pada usaha, kemampuan dan kemauan dari individu itu sendiri. 2. Ciri-ciri Motivasi Berprestasi Ciri-ciri seseorang dengan motif berprestasi yang tinggi antara lain adalah (McClelland dalam Sukadji, 2001) : 1. Selalu berusaha, tidak mudah menyerah dalam mencapai sukses maupun dalam berkompetisi, dengan menentukan sendiri standar bagi prestasinya 2. Secara umum tidak menampilkan hasil yang lebih baik pada tugas-tugas rutin, tetapi mereka biasanya menampilkan hasil yang lebih baik pada tugastugaas khusus yang memiliki arti bagi mereka 3. Dalam melakukan sesuatu tidak didorong atau dipengaruhi oleh reward (hadiah, uang) 4. Cenderung mengambil resiko yang wajar (bertaraf sedang) dan diperhitungkan. Mereka tidak akan melakukan hal-hal yang dianggapnya terlalu mudah ataupun terlalu sulit 5. Mencoba memperoleh umpan balik dari perbuatannya 6. Mencermati lingkungan dan mencari kesempatan/peluang 7. Bergaul lebih untuk memperoleh pengalaman 8. Menyenangi situasi menantang, di mana mereka dapat memanfaatkan kemampuannya 9. Cenderung mencari cara-cara yang unik dalam menyelesaikan suatu masalah 10. Kreatif

11 Dalam bekerja atau belajar seakan-akan dikejar waktu 3. Pelatihan Motivasi Berprestasi Motivasi berprestasi (AMT) pertama kali diperkenalkan tahun 1962 oleh McClelland (guru besar Psikologi Harvard University). Pelatihan ini merupakan penemuan terbesar oleh McClelland dalam penelitiannya yang membahas mengenai motivasi individu. Pelatihan ini mengamplikasikan terhadap penerapan belajar secara experience learning kepada peserta pelatihan yang hal ini diharapkan mampu menciptakan situasi dan mengembangkan motif berprestasi di dalam diri individu dan menjadikan perilaku prestatif sebagai target perilaku dari pelatihan tersebut akan dapat terwujud. Pelatihan motivasi berprestasi ini merupakan sebuah program pelatihan untuk pengembangan diri, khususnya dalam hal peningkatan motivasi berprestasi/belajar bagi para pesertanya. AMT pertama kali dikembangkan oleh McClelland (1987). Ini merupakan suatu pelatihan pengembangan individu yang dapat membuka wawasan baru pada individu tersebut, dimana pelatihan ini berimplikasi terhadap penerapan belajar secara experience learning kepada peserta pelatihan, sehingga diharapkan mampu menciptakan situasi dan mengembangkan motif berprestasi/belajar dalam diri individu dan menjadikan perilaku prestatif sebagai targetnya (Koentjoro, 1990). Pada pelatihan ini lebih menenkankan pada suatu konsep pengelolaan diri pribadi, sehingga individu lebih menghayati terhadap sesuatu yang telah dimiliki dan apa yang menjadi kebutuhannya. Pelatihan ini bertujuan untuk memberikan keasadaran akan pentingnya achievement motivation, sehingga dapat menimbulkan perubahan pandangan

12 24 dalam diri peserta. Peserta pelatihan diharapkan mampu memahami akan pentingnya motivasi berprestasi/belajar pada sekolah. Atkinson menyatakan bahwa kekuatan motivasi diasumsikan sebagai multifungsi kekuatan motif pada individu, kemungkinan untuk mencapai kesuksesan dan persepsi individu mengenai nilai sebuah tugas. Pelatihan ini memiliki beberapa materi yang menjadi landasan dalam pelaksanaan materi. McClelland dan Winter (Koenjoro, 1990) mengelompokkan materi motivasi berprestasi ke dalam empat kelompok besar, yang dimana keempat faktor tersebut merupakan aspek penting dalam materi pelatihan motivasi berprestasi yaitu: 1) Achievement Syndrome (AS) Acvievement syndrome merupakan pengenalan konsepsi mengenai motif, yang didefinisikan sebagai sekumpulan asosiasi yang diwarnai afeksi dan telah tersusun berdasarkan kekuatan dan kepentingannya dalam diri individu. Kemudian setelah mengenali dan memahami apa yang dimaksud motif dan motivasi berprestasi, maka peserta pelatihan akan dibiasakan untuk menggunakan pemahaman ini dalam perilakunya di setiap pelatihan, maka motif berpretasi akan terjangkit dalam diri peserta, yang kemudian akan mengakibatkan munculnya perilaku yang berorientasi prestasi (McCleland dalam Koentjoro, 1990). Menurut McClelland asumsi yang mendasari achievement syndrome adalah sebagai berikut : 1) Semakin individu memahami dan mengembangkan asosiasi yang menerangkan suatu motif, maka motif akan berkembang semakin besar

13 25 2) Jika individu dapat mengkaitkan sekumpulan asosiasi baru dengan tindakan-tindakan yang berhubungan, maka kemungkinan perubahan dalam berpikir dan tindakan akan besar 3) Jika individu dapat mengkaitkan tindakan asosiasi yang kompleks dikembangkan dengan peristiwa sehari-hari, maka kompleks motif tersebut akan mempengaruhi cara berpikir dan tindakan pada situasi di luar pelatihan Dalam pengembangan achievement syndrome, terdapat empat macam ciri yang merupakan inti latihan pengembangan tersebut, yaitu : 1) Menentukan sasaran yang moderat bagi diri sendiri, dan bekerja lebih giat apabila kemungkinan sukses adalah moderat/haluan yang lunak 2) Menyenangi situasi kerja yang menuntut tanggung jawab pribadi bagi pekerjaan yang dibutuhkan dalam mencapai sasaran 3) Ditumbuhkan keinginan untuk memperoleh umpan balik hasil kerja dan tanggap akan umpan balik yang dimaksud 4) Ditumbuhkan inisiatif dalam menjajaki lingkungan dan berani mencoba hal yang baru 2) Self Study (SS) Materi self study ini peserta akan diberikan banyak kesempatan untuk mempelajari diri mereka sendiri dengan cara menghubungkan AS dengan perjalanan hidup, pengalaman diri, pengenalan diri dan tujuan hidup. Peserta juga harus mengetahui apa yang dibutuhkan pada diri sendiri, apa yang dimiliki dan bagaimana keadaan lingkungan sekitarnya, peserta harus dapat menemukan potret diri mereka dengan mengkaji

14 26 pada kelemahan dan kekuatan yang ada pada dirinya, apa yang menjadi tujuan hidupnya dan norma, nilai-nilai hidup dalam lingkungannya. Dengan materi self study yang ada pada program AMT, dimana peserta dituntut untuk belajar sendiri, untuk mempelajari dan mengolah terhadap materi yang disampaikan untuk dapat lebih memahami potret diri yang akan menjadi pandangan baru terhadap tujuan diri ke depan. Terdapat tiga asumsi yang mendasari kelompok materi ini adalah (McClelland dan Winter dalam Koentjoro, 1990) : 1) Jika individu merasa bahwa pengembangan motif dibutuhkan dalam karier maupun dalam kehidupan sehari-harinya, maka penelitian yang dirancang mengembangkan motif akan cenderung berhasil 2) Jika individu menganggap bahwa motif yang dikembangkan konsisten dengan gambaran dari ideal, maka motif akan mempengaruhi cara berpikir dan tindakan di masa yang akan datang 3) Jika individu menganggap dan mengalami bahwa motif yang dikembangkan konsisten dengan nilai-nilai dan norma-norma budayanya, maka motif akan cenderung mempengaruhi cara berpikr dan tindakannya di masa yang akan datang 3) Goal Setting Asumsi dasar dalam materi ini McClelland dan Winter (Koentjoro, 1990) mengungkapkan bahwa : 1) Semakin jelas alasan individu untuk meyakini bahwa dirinya itu mampu dan merasa harus mengembangkan motif, maka pelatihan yang dirancang akan cenderung lebih sukses

15 27 2) Jika individu memutuskan untuk mencapai tujuan yang konkrit dalam hidup dengan motif yang baru dikembangkan, maka motif ini akan mempengaruhi cara berpikir dan tindakannya di masa datang 3) Jika individu menyimpan catatan tentang kemajuannya untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan, maka motif yang baru cenderung mempengaruhi cara berpikir dan pola tindakannya Moran (Sukadji, 2001) mengajukan prinsip goal setting yang disebut dengan SMART yaitu : 1) S = Spesific (Spesifik) Makin jelas dan spesifik sasaran belajar yang dibuat, maka akan lebih besar kemungkinan untuk mencapainya. Misalnya mengahafalkan kata kerja saya ingin hafal kata kerja tak beraturan, dan setiap hari harus hafal 20 kata akan lebih besar pengaruhnya terhadap motivasi dari pada saya mungkin akan menghafalkan kata kerja bila memiliki waktu. 2) M = Measurable (Terukur) Terukur, apabila tidak mampu mengukur kemajuan terhadap sasaran, maka seseorang cenderung akan kehilangan minat dalam mencapai sasaran. Oleh karena itu, sangat penting untuk selalu menyimpan dokumen kemajuan. Misalnya bila sasaran belajar di atas, maka perlu memiliki dokumen mengenai peningkatan pelaksanaan. Apabila kemarin hanya hafal 20 kata, maka setelah tiga hari akan hafal 60 kata. 3) A = Action-related (Langkah-langkah)

16 28 Agar tidak dibingungkan oleh urutan langkah yang perlu dilakukan, perlu menentukan sejumlah langkah yang yang berurutan semakin dekat dengan pencapaian sasaran. Langkahlangkah tersebut harus berada dibawah kendali. Misalnya pagi hari setelah bangun tidur menghafal 10 kata, dan sore hari lima kata, kemudian menjelang tidur lima kata. 4) R = Realistic (Realistis) Sasaran belajar harus realistik dan dapat dicapai dengan memanfaatkan sumber-sumber yang dapat diperoleh. Misalnya, mempertimbangkan kemampuan dalam menghafal, tidak menetapkan target terlalu sulit maupun terlalu mudah. 5) T = Time-based (Waktu) Seringkali kita bekerja saat mendekati batas akhir penyampaian tugas tertentu. Tekanan waktu menimbulkan kepentingan yang membuat kita termotivasi, meskipun kepanikan seringkali ikut mengiringi penyelesaian tugas demikian. Oleh karena itu, sebaiknya mengatur waktu dan menetapkan waktu dalam mencapai tujuan. Berdasarkan beberapa pendapat Locke, dkk (1981), lima komponen utama goal setting, yaitu : a. Clarity/kejelasan yaitu bahwa tujuan itu harus yang spesifik, menantang dan sulit sehingga membawa pada hasil yang lebiih tinggi dari pada tujuan yang samar-samar atau tidak jelas. Tujuan yang spesifik juga membawa pada kinerja yang lebih tinggi dari pada tujuan yang umum seperti kerjakan sebaik mungkin.

17 29 b. Challenge/tantangan, bahwa target yang sulit menghadirkan suatu tantangan yang membangkitkan dorongan untuk mencapai tujuan dalam diri siswa, tetapi target ini dalam batas masih dapat dicapai c. Task complexity/kompleksitas tugas yaitu jika menggunakan tugas yang relatif simpel dan tujuan dapat ditetapkan dengan mudah. d. Commitment yaitu mengimplikasikan bahwa seseorang telah setuju untuk mengikatkan dirinya dengan tujuan yang ditetapkan. Komitmen penerimaan tujuan dan keterikatan tujuan merupakan hal yang hampir sama, meskipun secara konseptual dapat dibedakan. Tujuan tersebut bisa merupakan tujuan yang telah ditetapkan (assigned goal), atau ditetapkan secara partisipatif, atau tujuan yang ditetapkan oleh dirinya sendiri. Sedangkan penerimaan tujuan mengimplikasikan bahwa seseorang telah setuju untuk mengikatkan dirinya dengan tujuan yang ditetapkan atau diusulkan orang lain e. Feedback/umpan balik, seseorang akan melakukan pekerjaan dengan lebih baik jika diberi umpan balik yang menunjukkan seberapa hasil atau kemajuan yang dicapai terhadap tujuan, karena umpan balik menolong untuk mengidentifikasi ketidaksesuaian antara apa yang mereka kerjakan dan apa yang mereka akan capai, maka umpan balik bertindak sebagai penunjuk (guide) tingkah laku, sehingga umpan balik membawa pada kinerja yang lebih tinggi dari pada umpan balik Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan goal setting harus memiliki tujuan yang spesific, measurable, action, realistic, time, komitmen, dan umpan balik.

18 30 Goal setting adalah konsep penetapan tujuan yang dikenalkan kepada peserta dengan maksud agar peserta merasakan betapa pentingnya tujuan dalam kehidupan sehari-hari, yang meliputi jangka panjang dan tujuan jangka pendek, selain itu memahami arti penting suatu tujuan, faktor penghambat serta faktor pendukungnya dan diajarkan tentang hubungan antara motif dan tingkah laku. Akan tetapi untuk lebih mudah memahami tujuan seseorang terlebih dahulu harus menggali potret diri orang tersebut, kemudian disusun tujuannya yang realistis, sesuai dengan kondisi dan kemampuan yang dimiliki supaya peserta dapat mengenali kembali dan memperbaiki harapan hidupnya menjadi lebih pasti dan spesifik. Dengan demikian goal setting yang terbentuk akan semakin jelas dan lebih realistik dalam perwujudannya. 6) Interpersonal Support (IS) Dalam interpersonal support, adalah kondisi yang diciptakan dalam pelatihan ini, dimana peserta dianggap sebagai subjek yang dinamis, dapat saling mempengaruhi dan saling membantu antara satu dengan yang lainnya. Pematangan proses belajar sangat dipengaruhi oleh kontak antar peserta dan juga trainer. Maka keterbukaan serta kehangatan perlu diciptakan sejak awal dalam kelompok pelatihan ini, agar semua proses dapat terlaksana dengan baik. Tiga asumsi yang mendasari materi ini (McClelland dan Winter dalam Koentjoro, 1990) adalah : 1) Perubahan motif akan cenderung terjadi dalam suasana interpersonal, yang akan menyebabkan individu merasa

19 31 mendapatkan dukungan yang hangat dan jujur, serta penghargaan dari orang lain sebagai pribadi yang mampu mengarahkan perilakunya di masa depan 2) Perubahan motif cenderung terjadi dan menetap bila motif baru ini menjadi tanda keanggotaan pada kelompok referensi yang baru dan berkelanjutan Konsep belajar dalam pelatihan motivasi berprestasi dikenal dengan sebutan belajar pengalaman secara terstruktur (experience learning) dengan siklus dari proses pengalaman (experinece), kemudian mengungkapkan (publishing), kemudian memikirkannya (processing) dan kemudian menyimpulkannya (generalizing) yang terakhir dengan mengaplikasikannya. Siklus ini terus mengalami perputaran untuk kembali ke awal, dengan maksud agar setelah dari pelatihan ini peserta memilki pandangan yang berbeda dan motivasi yang lebih, yang telah tertanam pada diri peserta tersebut. C. Pengaruh Pelatihan Motivasi Berprestasi (AMT) untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Matematika Siswa Matematika merupakan mata pelajaran yang utama dalam jurusan AK (Akuntansi) dan juga merupakan salah satu mata pelajaran yang diujikan dalam Ujian Nasional (UN) memiliki ketentuan nilai standar sebagai syarat siswa dinyatakan lulus sekolah. Oleh karena itu, siswa harus memiliki motivasi belajar siswa Matematika yang tinggi agar mampu memenuhi tuntutan prestasi. Siswa yang tidak memiliki motivasi belajar Matematika, akan berdampak buruk pada hasil belajarnya. Keadaan yang terjadi diketahui banyak siswa yang

20 32 menganggap bahwa belajar Matematika itu sulit dan siswa cenderung tidak menyukai pelajaran tersebut. Hal ini berpengaruh pada motivasi belajar siswa yang rendah dalam menekuni pelajaran Matematika dan berdampak pada nilai belajarnya. Penelitian yang dilakukan oleh Miru (2009) dengan judul hubungan antara motivasi belajar terhadap pretasi belajar mata diklat instalasi listrik siswa SMK Negeri 3 Makasar, menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan berarti antara motivasi belajar dengan prestasi belajar. Motivasi belajar diyakini mampu memberikan dampak pada proses dan hasil belajar sehingga, perlu diupayakan suatu intervensi yang mampu meningkatkan motivasi belajar. McClelland (Koentjoro, 1990) mengatakan bahwa pelatihan motivasi berpretasi/amt merupakan metode pelatihan yang menitik beratkan kepada konsep pengelolaan pribadi dan lebih berorientasi kepada perubahan individu dalam menghadapi tugas. Hal ini akan mempengaruhi perilaku motivasi belajar pada diri siswa dimana perilaku tersebut muncul karena faktor eksternal dan faktor internal yaitu keadaan psikis. Program pelatihan motivasi berprestasi ini terdapat berbagai materi program untuk meningkatkan berbagai potensi diri yang akan menjadikan pribadi yang baru dan memiliki motivasi dan rasa optimis dalam melihat goal ke depan. Berdasarkan aspek yang dikemukakan oleh McClelland (Koenjoro, 1990) yaitu AS (achievement syndrome) dimana dalam sifat tugas dalam materi ini peserta diajak untuk mengenali motif berprestasi, serta menanamkan pemahaman akan motivasi belajar dan keyakinan akan keberhasilan dengan menyingkirkan perasaan takut.

21 33 Materi lainnya melalui konsep SS (self study) dimana konsep pengelolaan diri sendiri mengenali potret diri dengan menerima feedback dari orang lain dan akan dijadikan sebagai bahan untuk memahami apa yang dimiliki diri pribadi. Materi lainnya adalah GS (goal setting) dimana tugas yang diberikan dengan memberikan pengetahuan yang baru mengenai cara penetapan tujuan yang ditambah dengan keyakinan usahanya akan mencapai kesuksesan dengan berbekal pada kemampuan dan dibarengi dengan berpikir secara realistis agar dapat berani mengambil resiko yang telah diperhitungkan secara matang. Siswa harus memiliki tujuan belajar yang spesific (spesifik) yang lebih jelas dalam belajar dan menyelesaikan tugas yang diberikan. Measurable (terukur) dibutuhkan agar siswa dapat mengukur kemajuan yang dilakukan dalam mencapai sasaran belajar yang telah dibuatnya. Action merupakan langkah konkrit berikutnya dengan membuat urutan yang akan dilakukan dalam mencapai tujuan belajarnya dan penyelesaian tugas. Selain itu realistic dibutuhkan siswa untuk menargetkan belajar sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Time diperlukan untuk siswa dalam menggunakan waktu dalam pengerjaan tugasnya sehingga tidak membuang waktu dan bisa digunakan untuk pengerjaan tugas yang lain. Komitmen juga diperlukan untuk mengarahkan siswa komit pada tujuan belajar dengan harapan untuk terus berusaha dalam mencapai tujuan yang sudah dibuat seperti penyelesaian tugas. Umpan balik untuk membantu siswa dalam mengevaluasi strategi dalam belajarnya apakah sudah sesuai atau ada hal yang perlu untuk diperbaiki berdasarkan pendapat yang didapat dari orang lain atau berupa nilai (Locke dkk, 1981).

22 34 IS (interpersonal support) dimana individu dituntut untuk melakukan suatu tugas berdasarkan tanggung jawab pribadi dengan metode umpan balik dalam bentuk games yang akan membantu peserta dalam mengukur kemampuannya sesuai kapasitas yang ditentukan sendiri serta realistis terhadap kemampuan yang dimiliki. Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti mencoba mengangkat pelatihan ini sebagai intervensi psikologis dalam bentuk pengaruh pelatihan motivasi berprestasi untuk meningkatkan motivasi belajar Matematika pada siswa SMK N 1 X di Yogyakarta.

23 35 Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Permasalahan : 1. Rendahnya respon umpan balik dari siswa terhadap pertanyaan dan penjelasan guru dalam pelajaran Matematika 2. Siswa pasif saat pelajaran 3. Bercerita atau tidur saat pelajaran berlangsung 4. Tidak selesai mengerjakan tugas rumah (PR) 5. Mengumpulkan tugas seadanya 6. Mencontek pekerjaan teman 7. Harus sering diingatkan menjelang ujian dan pengumpulan tugas 8. Prestasi belajar siswa menunjukkan nilai di bawah KKM Pemberian Pelatihan Motivasi Berprestasi : 1. My idola Mengajarkan kemampuan dalam mengenal dan memahami karakteristik idola yang dapat menjadi acuan dalam belajar dan sukses dalam pelajaran Matematika 2. Potensi diri Mengajarkan kemampuan memahami kelebihan dan kelemahan dalam pelajaran Matematika Mengajarkan kemampuan dalam mengenal dan memahami potensi diri dalam pembelajaran Matematika 3. Goal setting Mengajarkan kemampuan dalam membuat perencanaan target dalam belajar Matematika dengan cara membuat perencanaan belajar yang efektif untuk dilakukan 4. Sharing pengalaman Mengajarkan kemampuan untuk saling memberikan support antara sesama dengan saling memberikan timbal balik dalam usaha mencapai sukses dalam pelajaran Matematika Harapan Setelah Pelatihan : 1. Siswa merespon terhadap pertanyaan guru saat belajar di kelas 2. Siswa mulai aktif dan memperhatikan guru 3. Jarang tidur dan bercerita di kelas 4. Tuntas mengerjakan tugas 5. Tidak mencontek 6. Mengingat jika ada ujian dan pengumpulan tugas 7. Nilai Matematika mencapai KKM Keterangan : :diberikan intervensi sebagai usaha dengan harapan pada peningkatan

24 36 D. Hipotesis Penelitian Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah apakah ada pengaruh pelatihan Motivasi Berprestasi untuk meningkatkan motivasi belajar Matematika siswa. Siswa memiliki motivasi belajar Matematika lebih tinggi setelah mengikuti pelatihan motivasi berprestasi dibandingkan siswa yang tidak mengikuti pelatihan motivasi berprestasi.

BAB II KAJIAN TEORETIS. Motivasi berasal dari kata motif yang artinya daya upaya yang mendorong seseorang

BAB II KAJIAN TEORETIS. Motivasi berasal dari kata motif yang artinya daya upaya yang mendorong seseorang BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Pengertian Motivasi Belajar Motivasi berasal dari kata motif yang artinya daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN GOAL SETTING PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS. Program Magister Psikologi Profesi. Konsentrasi Psikologi Pendidikan

MODUL PELATIHAN GOAL SETTING PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS. Program Magister Psikologi Profesi. Konsentrasi Psikologi Pendidikan MODUL PELATIHAN GOAL SETTING PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS Program Magister Psikologi Profesi Konsentrasi Psikologi Pendidikan Oleh : Muhammad Erwan Syah, S.Psi 13915022 PROGRAM MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. bahasa Arab merupakan salah satu bahasa asing yang diajarkan di sejumlah

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. bahasa Arab merupakan salah satu bahasa asing yang diajarkan di sejumlah 1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Bahasa Arab merupakan salah satu bahasa internasional. Di Indonesia bahasa Arab merupakan salah satu bahasa asing yang diajarkan di sejumlah Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pada bab satu dibahas mengenai latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, asumsi penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi.

Lebih terperinci

Nama Mata Kuliah ETIK UMB

Nama Mata Kuliah ETIK UMB Modul ke: Nama Mata Kuliah ETIK UMB Tujuan Hidup dan Motivasi Berprestasi Fakultas Ilmu Komunikasi Nama Dosen Muhtadi, S.Ag, M.Si Program Studi Hubungan Masyarakat www.mercubuana.ac.id Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu yang menyebabkan

BAB II KAJIAN TEORITIS. diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu yang menyebabkan BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Motif Berprestasi Ditinjau dari asal katanya, motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat meneruskan pembangunan di Indonesia. Upaya yang dapat dilakukan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Motivasi Berprestasi 2.1.1 Pengertian Motivasi Motivasi (motivation) melibatkan proses yang memberikan energi, mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku

Lebih terperinci

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS Diajukan Kepada Program Studi Manajemen Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan negara di segala bidang. Agar mendapatkan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan negara di segala bidang. Agar mendapatkan manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia sangat memerlukan sumber daya manusia yang berkualitas untuk mendukung perkembangan dan pembangunan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya yang terpenting adalah manusia. Sejalan dengan tuntutan dan harapan jaman

BAB I PENDAHULUAN. daya yang terpenting adalah manusia. Sejalan dengan tuntutan dan harapan jaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia bukan hanya merupakan negara yang sedang berkembang melainkan juga negara yang sedang membangun. Dalam usaha untuk membangun itu dibutuhkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. setiap manusia akan selalu berusaha untuk menambahi ilmu pengetahuannya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. setiap manusia akan selalu berusaha untuk menambahi ilmu pengetahuannya. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Belajar Ilmu pengetahuan sangat penting bagi kehidupan seseorang dengan ilmu pengetahuan seseorang akan berpikir lebih maju dari sebelumnya. Oleh karena itu, setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah kualitas guru dan siswa yang mesing-masing memberi peran serta

BAB I PENDAHULUAN. adalah kualitas guru dan siswa yang mesing-masing memberi peran serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini Indonesia sebagai salah satu negara berkembang telah didera oleh berbagai keterpurukan, yang diantara penyebab keterpurukan tersebut terjadi karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi Pada Atlet Sepak Bola. Menurut McClelland (dalam Sutrisno, 2009), motivasi berprestasi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi Pada Atlet Sepak Bola. Menurut McClelland (dalam Sutrisno, 2009), motivasi berprestasi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Berprestasi Pada Atlet Sepak Bola 1. Pengertian Motivasi Berprestasi Menurut McClelland (dalam Sutrisno, 2009), motivasi berprestasi yaitu usaha pada tiap individu dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan cepat dan mudah dari berbagai sumber dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan perkembangan yang dialami oleh seseorang menuju kearah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan perkembangan yang dialami oleh seseorang menuju kearah 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaran Kooperatif 1. Teori Belajar Belajar merupakan perkembangan yang dialami oleh seseorang menuju kearah yang lebih baik. Menurut Sardiman (1986: 22), secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi setiap kecerdasan individu yang beragam. Dengan begitu guru

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi setiap kecerdasan individu yang beragam. Dengan begitu guru 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu pilihan dalam meningkatkan taraf hidup manusia. Maka kunci kemajuan bangsa dapat diukur dari kualitas pendidikannya. Sehingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Menyelesaikan Skripsi. Motivasi berasal dari kata bahasa Latin movere yang berarti menggerakkan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Menyelesaikan Skripsi. Motivasi berasal dari kata bahasa Latin movere yang berarti menggerakkan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Menyelesaikan Skripsi 1. Pengertian Motivasi Menyelesaikan Skripsi Motivasi berasal dari kata bahasa Latin movere yang berarti menggerakkan.makmun (2001:37) mendefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal dimana tempat

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal dimana tempat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal dimana tempat berlangsungnya kegiatan belajar mengajar. Kegiatan belajar mengajar merupakan inti kegiatan pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIK

BAB II KAJIAN TEORETIK BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Penalaran Matematis Penalaran merupakan konsep yang paling umum menunjuk pada salah satu proses pemikiran untuk memperoleh suatu kesimpulan sebagai

Lebih terperinci

PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING PADA MATERI LINGKARAN SISWA KELAS VIII

PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING PADA MATERI LINGKARAN SISWA KELAS VIII PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING PADA MATERI LINGKARAN SISWA KELAS VIII SMP PGRI SUDIMORO, KABUPATEN PACITAN TAHUN AJARAN 2014/2015 Endah Dwi Nur Qori ah dan Dwi Avita

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR. pendidikan. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR. pendidikan. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar 5 BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Teori 1. Fasilitas Belajar Penelitian ini fasilitas belajar identik dengan sarana prasarana pendidikan. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia, melalui upaya pengajaran dan pelatihan, serta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Berprestasi 1. Pengertian Motivasi Berprestasi Motivasi berasal dari kata movere yang berarti dorongan atau daya gerak. Motivasi adalah penting karena dengan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu wahana berkumpul dan belajar para. komunitas insan untuk memperoleh ilmu pengetahuan.

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu wahana berkumpul dan belajar para. komunitas insan untuk memperoleh ilmu pengetahuan. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekolah merupakan salah satu wahana berkumpul dan belajar para komunitas insan untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Pentingnya ilmu pengetahuan dikarenakan permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menjadi mandiri. Secara umum dapat dikatakan bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menjadi mandiri. Secara umum dapat dikatakan bahwa pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses interaksi bertujuan, interaksi ini terjadi antara guru dan siswa, yang bertujuan meningkatkan perkembangan mental sehingga menjadi mandiri.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. KAJIAN TEORI 1. Pembelajaran Matematika a. Pembelajaran Matematika di SD Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menyelesaikan pendidikan di bangku sekolah, sebagian siswa ada yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menyelesaikan pendidikan di bangku sekolah, sebagian siswa ada yang 17 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Mahasiswa 1. Pengertian Mahasiswa Secara umum, mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi, baik di universitas, institut, maupun akademi. Menurut Kamus Bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata motivasi berasal dari bahasa Latin yaitu movere, yang berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata motivasi berasal dari bahasa Latin yaitu movere, yang berarti BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Motivasi Belajar 2.1.1 Pengertian Motivasi Belajar Kata motivasi berasal dari bahasa Latin yaitu movere, yang berarti bergerak (move). Motivasi menjelaskan apa yang membuat orang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIK

BAB II LANDASAN TEORITIK BAB II LANDASAN TEORITIK 2.1. Prestasi Belajar Prestasi belajar merupakan gabungan dari prestasi belajar dan pengetahuan teknologi informasi dan komunikasi. Prestasi dalam buku Kamus Besar Bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang tua ingin anaknya menjadi anak yang mampu. menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam kehidupannya.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang tua ingin anaknya menjadi anak yang mampu. menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam kehidupannya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap orang tua ingin anaknya menjadi anak yang mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam kehidupannya. Untuk mencapai hal itu, maka orang tua

Lebih terperinci

budaya, alam sekitar, dan meningkatkan pengetahuan peserta didik untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi dan untuk mengembangkan

budaya, alam sekitar, dan meningkatkan pengetahuan peserta didik untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi dan untuk mengembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah sarana yang sangat penting dalam pembangunan nasional, karena dengan pendidikan dapat menciptakan sumber daya manusia berkualitas yang mampu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Minat Belajar Secara bahasa, minat berarti kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Minat merupakan sifat yang relatif menetap pada diri seseorang. Minat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk kemajuan pembangunan. Salah satu lembaga pendidikan yang penting adalah perguruan tinggi.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakikat Belajar Manusia dalam hidupnya tidak pernah lepas dari proses belajar, karena dengan belajar pengetahuan seseorang akan terus bertambah. Menurut Syah (2002:89),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang ada di sekolah. Matematika dipelajari dari jenjang pendidikan sekolah dasar sampai dengan jenjang perguruan tinggi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan dan membentuk

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan dan membentuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan dan membentuk watak serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keterampilan berhitung merupakan aspek yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Keterampilan berhitung merupakan aspek yang sangat penting dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keterampilan berhitung merupakan aspek yang sangat penting dalam pembelajaran matematika bahkan sebelum disebut matematika, pembelajaran ini dinamakan pelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang Undang Dasar 1945 alinea ke 4 serta ingin mencapai tujuan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang Undang Dasar 1945 alinea ke 4 serta ingin mencapai tujuan pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan cara untuk mencerdaskan bangsa yang sesuai dengan pembukaan Undang Undang Dasar 1945 alinea ke 4 serta ingin mencapai tujuan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang membatasi antar negara terasa hilang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang membatasi antar negara terasa hilang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Arus informasi mengalir cepat seolah tanpa hambatan, jarak dan ruang yang membatasi antar negara terasa hilang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di belahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses pembentukan kepribadian manusia. Pendidikan mempunyai peran penting dalam membentuk manusia yang berakal, berilmu, dan bermoral.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Strategi Pembelajaran Increasing the Capacity to Think (ICT)

BAB II KAJIAN TEORI. A. Strategi Pembelajaran Increasing the Capacity to Think (ICT) BAB II KAJIAN TEORI A. Strategi Pembelajaran Increasing the Capacity to Think (ICT) 1. Pengertian Strategi Pembelajaran Increasing the Capacity to Think (ICT) Strategi pembelajaran increasing the capacity

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepadaorang lain. Kemandirian dalam kamus psikologi yang disebut independence yang

BAB II LANDASAN TEORI. dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepadaorang lain. Kemandirian dalam kamus psikologi yang disebut independence yang BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Kemandirian 2.1.1. Pengertian Kemandirian Menurut Sumahamijaya, 2003 Kemandirian berasal dari kata mandiri yang berarti dalam keadaan dapat berdiri sendiri, tidak bergantungpada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menengah adalah pendidikan yang dijalankan setelah selesai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menengah adalah pendidikan yang dijalankan setelah selesai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menengah adalah pendidikan yang dijalankan setelah selesai melalui jenjang pendidikan dasar (SMA, MTs, dan sederajatnya). Hal ini dicantumkan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Matematika perlu. diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar untuk

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Matematika perlu. diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia mulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Sekolah Menengah Atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan, di dalam suatu pembelajaran harus ada motivasi belajar, agar

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan, di dalam suatu pembelajaran harus ada motivasi belajar, agar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting terutama bagi generasi muda agar dapat menghadapi masa depan yang penuh tantangan. Pada setiap jenjang pendidikan,

Lebih terperinci

adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun

adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Persepsi menurut Irwanto, et al (dalam Rangkuti & Anggaraeni, 2005), adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun peristiwa) sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pendidikan yang baik. Pendidikan menjadi pilar pembangunan bagi

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pendidikan yang baik. Pendidikan menjadi pilar pembangunan bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam masa globalisasi, suatu negara dianggap maju apabila memiliki kualitas pendidikan yang baik. Pendidikan menjadi pilar pembangunan bagi suatu negara untuk

Lebih terperinci

BAB I. bekerjasama yang efektif. Cara berpikir seperti ini dapat dikembangkan. melalui belajar matematika karena matematika memiliki struktur dan

BAB I. bekerjasama yang efektif. Cara berpikir seperti ini dapat dikembangkan. melalui belajar matematika karena matematika memiliki struktur dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan melimpah, cepat, dan mudah dari berbagai sumber dan tempat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam arti belajar. Perubahan yang terjadi dalam aspek-aspek kematangan, pertumbuhan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam arti belajar. Perubahan yang terjadi dalam aspek-aspek kematangan, pertumbuhan dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1.Belajar dan Pembelajaran Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku baru secara keseluruhan. Perubahan yang terjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada saat belajar di sekolah, guru jarang memberi penjelasan kepada siswa

I. PENDAHULUAN. Pada saat belajar di sekolah, guru jarang memberi penjelasan kepada siswa 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang masalah Pada saat belajar di sekolah, guru jarang memberi penjelasan kepada siswa bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial adalah keilmuan yang sangat dekat dengan mereka karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menengah Pertama individu diberikan pengetahuan secara umum, sedangkan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Menengah Pertama individu diberikan pengetahuan secara umum, sedangkan pada 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya seorang individu, memasuki dunia pendidikan atau masa sekolah formal semenjak masa Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Disiplin merupakan perasaan taat dan patuh terhadap nilai-nilai yang

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Disiplin merupakan perasaan taat dan patuh terhadap nilai-nilai yang 6 BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1 Disiplin Belajar Disiplin merupakan perasaan taat dan patuh terhadap nilai-nilai yang dipercaya termasuk melakukan pekerjaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Hasil Belajar a. Pengertian Belajar Belajar adalah suatu kata yang tidak asing lagi bagi semua orang terutama bagi para pelajar. Kegiatan belajar merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan yang terjadi semakin ketat, individu dituntut untuk memiliki tingkat pendidikan yang memadai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Belajar Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memeperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, pemerintah memprogramkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sebagai acuan dan pedoman bagi pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan jumlah karyawan yang relatif banyak dan memiliki karakteristik pola

BAB I PENDAHULUAN. dengan jumlah karyawan yang relatif banyak dan memiliki karakteristik pola BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT Total Bangun Persada Tbk. adalah sebuah perusahaan di bidang konstruksi dengan jumlah karyawan yang relatif banyak dan memiliki karakteristik pola operasional pekerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu kompetensi keahlian lagi, yaitu kompetensi keahlian multimedia.

BAB I PENDAHULUAN. satu kompetensi keahlian lagi, yaitu kompetensi keahlian multimedia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah SMK Kristen (BM) merupakan salah satu Sekolah Menengah Kejuruan swasta bidang keahlian bisnis dan manajemen yang berada di kota Salatiga. Awalnya SMK Kristen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara kelompok maupun secara individual. Hal ini dimaksudkan agar prestasi

BAB I PENDAHULUAN. secara kelompok maupun secara individual. Hal ini dimaksudkan agar prestasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam proses pembelajaran di kelas, setiap guru SD berperan sebagai pengajar dan pembimbing, wajib melakukan layanan bimbingan belajar baik secara kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi intelektual dan sikap yang dimilikinya, sehingga tujuan utama

BAB I PENDAHULUAN. potensi intelektual dan sikap yang dimilikinya, sehingga tujuan utama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu fondasi yang menentukan ketangguhan dan kemajuan suatu bangsa. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal dituntut untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun terakhir terjadi perubahan yang semakin pesat dalam berbagai sektor kehidupan. Perubahan tersebut terjadi sebagai dampak dari kemajuan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan. Terkadang orang yang pendidikannya rendah memiliki kehidupan yang rendah juga jika tidak didukung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan seseorang untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan mengembangkan potensi yang dimilikinya agar dapat bermanfaat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pada siswa-siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pada siswa-siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Motivasi Belajar 1. Pengertian motivasi belajar Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Flow Akademik 1. Definisi Flow Akademik Menurut Bakker (2005), flow adalah suatu keadaan sadar dimana individu menjadi benar-benar tenggelam dalam suatu kegiatan, dan menikmatinya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Motivasi Motivasi berasal dari bahasa latin yaitu movere yang berarti bergerak (move). Motivasi menjelaskan apa yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu, dan membantu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dianugerahi kemampuan dan kekuatan berpikir. Berpikir

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dianugerahi kemampuan dan kekuatan berpikir. Berpikir 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dianugerahi kemampuan dan kekuatan berpikir. Berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang dialami seseorang jika mereka dihadapkan pada suatu masalah atau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam proses belajar disiplin belajar sangat penting dalam menunjang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam proses belajar disiplin belajar sangat penting dalam menunjang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Disiplin Belajar 1. Pengertian Disiplin Dalam proses belajar disiplin belajar sangat penting dalam menunjang keberhasilan siswa di kelas maupun di sekolah. Ini bertujuan agar siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan kualitas pendidikan terus dilakukan oleh pemerintah dari waktu ke waktu, melalui berbagai upaya perubahan dan peningkatan, seperti perubahan kurikulum, peningkatan

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORETIS. kebiasaan yang rutin dilakukan. Oleh karena itu diperlukan adanya sesuatu

II. KERANGKA TEORETIS. kebiasaan yang rutin dilakukan. Oleh karena itu diperlukan adanya sesuatu 6 II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Motivasi belajar Melakukan perbuatan belajar secara relatif tidak semudah melakukan kebiasaan yang rutin dilakukan. Oleh karena itu diperlukan adanya sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Olahraga merupakan suatu fenomena yang tidak dapat dilepaskan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Olahraga merupakan suatu fenomena yang tidak dapat dilepaskan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga merupakan suatu fenomena yang tidak dapat dilepaskan dalam kehidupan modern. Hal ini ditunjukkan dengan adanya minat untuk memandang olahraga dari berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kualitas setiap individu secara langsung atau tidak langsung dipersiapkan untuk menopang dan mengikuti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perubahan dan perkembangan dalam berbagai aspek kehidupan perlu

BAB 1 PENDAHULUAN. Perubahan dan perkembangan dalam berbagai aspek kehidupan perlu 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan dan perkembangan dalam berbagai aspek kehidupan perlu direspon oleh kinerja pendidikan yang profesional dan bermutu tinggi. Mutu pendidikan sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. pergaulan Pasar Bebas seperti GATT, WTO, AFTA dan pergaulan dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. pergaulan Pasar Bebas seperti GATT, WTO, AFTA dan pergaulan dunia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap

Lebih terperinci

2015 PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL SISWA

2015 PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL SISWA BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai proses manusia memperoleh ilmu pengetahuan sangat penting dalam membentuk kemampuan berfikir. Pemahaman manusia terhadap kehidupan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya teknologi

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya teknologi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya teknologi informasi sekarang ini telah memberikan dampak positif dalam semua aspek kehidupan manusia termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius. Pendidikan dapat menjadi media untuk memperbaiki sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius. Pendidikan dapat menjadi media untuk memperbaiki sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu bidang yang penting dan perlu mendapatkan perhatian serius. Pendidikan dapat menjadi media untuk memperbaiki sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan IPTEK sekarang ini telah memberikan dampak positif. kemampuan untuk mendapatkan, memilih, dan mengolah informasi.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan IPTEK sekarang ini telah memberikan dampak positif. kemampuan untuk mendapatkan, memilih, dan mengolah informasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan IPTEK sekarang ini telah memberikan dampak positif dalam semua aspek kehidupan manusia termasuk juga aspek pendidikan. Aspek ini memungkinkan kita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi yang dimiliki peserta didik melalui proses pembelajaran (Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. potensi yang dimiliki peserta didik melalui proses pembelajaran (Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu sektor penting dalam pembangunan di setiap negara. Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai macam perubahan yaitu perubahan biologis, kognitif, sosial dan emosional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa, karena dengan pendidikan suatu bangsa dapat mempersiapkan masa

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa, karena dengan pendidikan suatu bangsa dapat mempersiapkan masa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang sangat penting dalam kehidupan suatu bangsa, karena dengan pendidikan suatu bangsa dapat mempersiapkan masa depannya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS. seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS. seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka 1. Motivasi Belajar Siswa Motivasi berasal dari kata motif yang artinya daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Pendidikan merupakan kebutuhan setiap manusia untuk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Pendidikan itu sendiri bisa didapatkan melalui pembelajaran

Lebih terperinci

Universitas Kristen Maranatha

Universitas Kristen Maranatha 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan atau proses pembelajaran mempunyai peran yang amat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan Bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran saintifik dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pembelajaran tematik

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran saintifik dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pembelajaran tematik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum 2013 pada tingkat dasar menggunakan pendekatan pembelajaran saintifik dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pembelajaran tematik saintifik mengedepankan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakikat Matematika Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir pada semua bidang ilmu pengetahuan. Menurut Suherman (2003:15), matematika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konsep diri adalah berkaitan dengan ide, pikiran, kepercayaan serta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konsep diri adalah berkaitan dengan ide, pikiran, kepercayaan serta BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Konsep Diri 2.1.1 Pengertian Konsep Diri Konsep diri adalah berkaitan dengan ide, pikiran, kepercayaan serta keyakinan yang diketahui dan dipahami oleh individu tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pembukaan UUD 1945 menyatakan dengan tegas bahwa mencerdaskan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pembukaan UUD 1945 menyatakan dengan tegas bahwa mencerdaskan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembukaan UUD 1945 menyatakan dengan tegas bahwa mencerdaskan bangsa merupakan salah satu cita-cita luhur dari perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan sangat bergantung pada kualitas sumber daya manusia dalam. mengoptimalkan dan memaksimalkan perkembangan seluruh dimensi

BAB I PENDAHULUAN. akan sangat bergantung pada kualitas sumber daya manusia dalam. mengoptimalkan dan memaksimalkan perkembangan seluruh dimensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keberhasilan pembangunan nasional Indonesia disegala bidang akan sangat bergantung pada kualitas sumber daya manusia dalam mengoptimalkan dan memaksimalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) di dunia secara. global dan kompetitif memerlukan generasi yang memiliki kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) di dunia secara. global dan kompetitif memerlukan generasi yang memiliki kemampuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) di dunia secara global dan kompetitif memerlukan generasi yang memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, memanfaatkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Teori 2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam Dalam bahasa inggris Ilmu Pengetahuan Alam disebut natural science, natural yang artinya berhubungan dengan alam dan science artinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan siswa dalam berpikir kreatif, logis dan analisis, yang dicirikan. yang benar dalam menyelesaikan soal yang dihadapi.

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan siswa dalam berpikir kreatif, logis dan analisis, yang dicirikan. yang benar dalam menyelesaikan soal yang dihadapi. 1 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Matematika sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah merupakan sarana dan wahana utama untuk pengembangan kecerdasan siswa. Hal ini cukup beralasan, karena matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. logis, kreatif serta mampu menggunakan nalarnya untuk memperoleh,

BAB I PENDAHULUAN. logis, kreatif serta mampu menggunakan nalarnya untuk memperoleh, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini menuntut sumber daya manusia yang handal dan mampu berkompetisi secara global. Untuk itu diperlukan keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. studi di Perguruan Tinggi. Seorang siswa tidak dapat melanjutkan ke perguruan

BAB I PENDAHULUAN. studi di Perguruan Tinggi. Seorang siswa tidak dapat melanjutkan ke perguruan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Akhir belajar di Sekolah Menengah Atas (SMA) merupakan awal untuk studi di Perguruan Tinggi. Seorang siswa tidak dapat melanjutkan ke perguruan tinggi apabila

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah menentukan model atau metode mengajar tentang

Lebih terperinci