EKSPLORASI SUMBERDAYA MINERAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EKSPLORASI SUMBERDAYA MINERAL"

Transkripsi

1 Diktat Mata Kuliah EKSPLORASI SUMBERDAYA MINERAL Oleh: Dr. Arifudin Idrus Ir. Anastasia Dewi Titisari, MT. Dr. I Wayan Warmada Dr. Lucas Donny Setijadji Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada 2007

2 KATA PENGANTAR Syukur alhamdulillah, akhirnya edisi pertama Diktat untuk Mata Kuliah Eksplorasi Sumberdaya Mineral (sebelumnya: Geologi Eksplorasi Tambang ) dapat diselesaikan. Mata kuliah ini merupakan salah satu mata kuliah keahlian untuk mahasiswa yang memfokuskan diri pada Konsentrasi Geologi Sumberdaya Mineral. Diktat ini berisi pengetahuan-pengetahuan dasar mengenai ekplorasi (terutama untuk endapan mineral bijih) mulai dari pengertian dan konsep ekplorasi, kriteria geologi dalam eksplorasi, pemodelan eksplorasi, program (tahapan dan metoda), model eksplorasi, pengambilan dan pengolahan data eksplorasi, klasifikasi dan metoda estimasi sumberdaya/cadangan (klasik dan geostatistik), studi kelayakan industri pertambangan sampai pada pembahasan singkat mengenai metode penambangan. Dalam penyelesaian diktat ini, banyak pihak-pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan, kritik dan masukan. Oleh sebab itu kami haturkan terima kasih kepada Bapak Ir. Widiasmoro, MT., Yuki Yunika Agulia, ST., Noviana Masmansari, ST. dan pihak-pihak yang luput untuk disebutkan. Pengadaan diktat ini didanai oleh Program Hibah Pengajaran, PHK A3 2007, Jurusan Teknik Geologi, FT-UGM. Kami haturkan terima kasih kepada pengelola PHK A3 tersebut. Kami yakin, edisi pertama diktat ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu, kritik dan masukan pembaca kami sangat harapkan. Semoga bermanfaat. Yogyakarta, 6 Desember 2007 Dr. Arifudin Idrus Ir. Anastasia Dewi Titisari, MT. Dr. I Wayan Warmada Dr. Lucas Donny Setijadji

3 Daftar Isi Halaman Judul... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Gambar... Daftar Tabel... Bab I. Pendahuluan... I.1 Ruang lingkup bahasan... I.2 Pengertian eksplorasi... I.3 Konsep eksplorasi... I.4 Bahan galian dan SNI klasifikasi sumberdaya/cadangan... Bab II. Kriteria Geologi dalam Eksplorasi... II.1 Kriteria geologi dalam eksplorasi... II.2 Petunjuk ke arah bijih... II.3 Korelasi fenomena geologi... Bab III. Pemodelan Endapan... III.1 Pengertian pemodelan... III.2 Jenis pemodelan endapan... Bab IV. Program Eksplorasi... IV.1 Tahapan eksplorasi... IV.2 Metoda eksplorasi (geologi, geokimia dan geofisika)... Bab V. Model Eksplorasi... V.1 Model eksplorasi endapan Cu-Au porfiri... V.2 Model eksplorasi endapan Au-Ag epitermal sulfidasi rendah... V.3 Model eksplorasi endapan Ni-laterit... V.4 Model eksplorasi endapan Sn-placer... Bab VI. Pengambilan dan Pengolahan Data Eksplorasi... VI.1 Pengambilan data geologi endapan... VI.2 Pengambilan conto... Halaman i ii iii v vii iii

4 VI.3 Analisis conto di laboratorium... Bab VII. Klasifikasi dan Metoda Estimasi Sumberdaya/Cadangan... VII.1 Klasifikasi sumberdaya/cadangan... VII.2 Estimasi sumberdaya/cadangan dengan metoda konvensional... Bab VIII. Estimasi Sumberdaya/Cadangan dengan Metoda Geostatistik... VIII.1 Parameter statistik... VIII.2 Variogram... VIII.3 Kriging... Bab IX. Studi Kelayakan Industri Pertambangan... IX.1 Ciri utama industri pertambangan... IX.2 Indikator penilaian investasi... IX.3 Analisis mengenai dampak lingkungan... Bab X. Metoda Penambangan... X.1 Penambangan terbuka (open mining)... X.2 Penambangan bawah tanah (underground mining)... Daftar Pustaka iv

5 Daftar Gambar Gambar 3.1. Model endapan Cu-Au porfiri (Lowell & Guilbert, 1984)... Gambar 3.2. Model endapan VMS (sumber utama logam dasar seperti Cu, Zn, Pb)... Gambar 3.3. Penampang vertikal endapan Au-Ag epitermal sulfidasi rendah (Buchanan, 1981 dalam Bonham, 1984)... Gambar 3.4. Gambar model endapan blok... Gambar 3.5. Contoh model kadar dan tonase yang dibuat dalam format grafik... Gambar 4.1. Tahapan eksplorasi... Gambar 4.2. Skema metoda eksplorasi... Gambar 5.1. Model eksplorasi tembaga porfiri... Gambar 4.1. Pengambilan conto sedimen sungai aktif (foto diambil dari kegiatan pengambilan sampel Freeport, Irian Jaya)... Gambar 4.2. Geologist mengambil sampel dulang (pan concentrate) untuk mendapatkan mineral-mineral berat... Gambar 4.3. Contoh peta geokimia sebaran unsur tembaga (Cu) dari data endapan sungai aktif di Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa bagian Barat (Meiyanto, 2004)... Gambar 4.4. Pola pengambilan sampel ridge and spur pada daerah punggungan bukit (Rose et al., 1979)... Gambar 5.2. Realisasi tahapan eksplorasi emas di daerah Gunung Pongkor Jabar... Gambar 5.3. Model eksplorasi endapan timah placer... Gambar 6.1. Bentuk penampang parit uji (Projosumarto, 1998)... Gambar 7.1. Pembagian daerah dengan metoda penampang (Sulistyana, 1997)... Gambar 7.2. Penampang endapan dengan bentuk dan ukuran relatif sama (Sulistyana, 1997)... Gambar 7.3. Keadaan endapan berbentuk piramid/kerucut dan membaji... Gambar 7.4. Keadaan penampang endapan berbentuk kerucut terpancung... Gambar 7.5. Keadaan endapan yang berbentuk prismoida... Gambar 7.6. Keadaan endapan dengan penampang dengan jarah h... Gambar 7.7. Konstruksi dari area R untuk rumus Bauman s... Halaman v

6 Gambar 7.8. Sketsa teknik interpolasi pada metoda isoline... Gambar 7.9. Peta kontur dengan kadar tinggi dan rendah... Gambar Metoda poligon... Gambar Triangular grouping... Gambar Metoda pembobotan dengan jarak terbalik... Gambar 8.1. Ilustrasi peubah regional (atas) dan peubah acak (bawah)... Gambar 8.2. Kondisi data stasioner (atas) dan data yang memiliki dua kondisi stationer (bawah)... Gambar 8.3. Model Matheron... Gambar 8.4. Analisi variogram... Gambar 8.5. (Semi) variogram, misalnya pada ketebalan suatu endapan berlapis... Gambar 8.6. Struktur bersarang (nested structure) suatu contoh teoritis... Gambar 8.7. Nugget variance dan struktur mikro... Gambar 8.8. Anisotropi geometri... Gambar 8.8. Anisotropi zonal... Gambar 9.1. Peningkatan potensi sumberdaya bumi sesuai dengan tahapan eksplorasinya (atas), skema perilaku resiko dan investasi pada industri mineral (bawah)... Gambar Topografi yang dihasilkan dari penambangan yang menggunakan metoda open-pit mining (lokasi penambangan Batu Hijau, Sumbawa)... Gambar Tampilan sebuah rancangan tambang bawah tanah non batubara (Hamrin, 1982 dalam Hartman, 1987) vi

7 Daftar Tabel Tabel 1. Pokok bahasan yang akan dibahas dalam mata kuliah geologi eksplorasi tambang... Tabel 4.1. Penyelidikan dengan metoda magnetik (Kuzvart dan Boehmer, 1986 dengan modifikasi)... Tabel 4.2. Penyelidikan dengan metoda gravitasi (Kuzvart dan Boehmer, 1986 dengan modifikasi)... Tabel 4.3. Penyelidikan dengan metoda seismik (Kuzvart dan Boehmer, 1986 dengan modifikasi)... Tabel 4.4. Penyelidikan dengan metoda listrik (Kuzvart dan Boehmer, 1986 dengan modifikasi)... Tabel 4.5. Penyelidikan dengan metoda radioaktif (Kuzvart dan Boehmer, 1986 dengan modifikasi)... Tabel 5.1. Program eksplorasi endapan nikel laterit (Harju, 1979 dalam Edwards dkk., 1986)... Tabel 5.2. Ciri fisik dan lingkungan pengendapan beberapa mineral ekonomis endapan placer (Evans, 1993)... Tabel 7.1. Rancangan Standar Nasional Indonesia. Klasifikasi Sumberdaya dan Cadangan Mineral (Sulistyana, 1997)... Tabel 8.1. Koefisien variasi dari berbagai macam endapan bijih... Tabel Faktor-faktor kualitatif dalam pemilihan metoda penambangan (Peters, 1976) Tabel 9.1. Resiko-resiko dalam pengembangan mineral... Tabel Perbandingan beberapa kondisi pada penambangan terbuka (Hartman, 1987). Tabel Perbandingan beberapa kondisi pada penambangan terbuka (Hartman, 1987). Tabel Unit operasi dan peralatan dalam penambangan terbuka (Hartman, 1987)... Halaman vii

8 Bab I. Pendahuluan I.1 Ruang Lingkup Bahasan Ruang lingkup pembahasan dalam diktat ini meliputi pendahuluan, kriteria geologi dalam eksplorasi, pemodelan endapan, program eksplorasi, model eksplorasi, pengambilan dan pengolahan data eksplorasi, klasifikasi dan metoda estimasi sumberdaya/cadangan, estimasi sumberdaya/cadangan dengan metoda geostatistik, studi kelayakan industri pertambangan dan metoda penambangan. Ruang lingkup bahasan lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 1 berikut : Tabel 1. Pokok bahasan yang akan dibahas dalam mata kuliah geologi eksplorasi tambang Bab Pokok Bahasan Sub Bahasan I Pendahuluan a). Ruang lingkup bahasan II Kriteria geologi dalam eksplorasi b). Pengertian eksplorasi c). Konsep eksplorasi d). Bahan galian dan SNI klasifikasi sumberdaya / cadangan a). Kriteria geologi dalam eksplorasi b). Petunjuk ke arah bijih c). Korelasi fenomena geologi III Pemodelan endapan a). Pengertian pemodelan b). Jenis pemodelan endapan IV Program eksplorasi a). Tahapan eksplorasi b). Metoda eksplorasi (geologi, geokimia dan geofisika) Bab I. Pendahuluan 1

9 (Lanjutan Tabel 1.1) V Model eksplorasi a). Model eksplorasi endapan Cu-Au porfiri b). Model eksplorasi endapan Au-Ag epitermal sulfidasi rendah c). Model eksplorasi endapan Ni-laterit d). Model eksplorasi endapan Sn-placer VI Pengambilan dan pengolahan data eksplorasi a). Pengambilan data geologi endapan b). Pengambilan conto c). Analisis conto di laboratorium VII Klasifikasi dan metoda estimasi sumberdaya/cadangan a). Klasifikasi sumberdaya/cadangan (standar nasional dan negara lain) b). Estimasi sumberdaya/cadangan dengan metoda konvensional VIII Estimasi sumberdaya/cadangan dengan metoda inkonvensional (geostatistik) a). Parameter statistik b). Variogram c). Kriging IX Studi kelayakan industri pertambangan a). Ciri utama industri pertambangan b). Indikator penilaian investasi c). Analisis mengenai dampak lingkungan X Metoda penambangan a). Penambangan terbuka (open mining) b). Penambangan bawahtanah (underground mining) I.2 Pengertian Eksplorasi Secara umum pengertian eksplorasi adalah mengetahui, mencari dan menilai suatu endapan mineral. Menurut Dhadar (1980), eksplorasi bahan galian didefinisikan sebagai penyelidikan yang dilakukan untuk mendapatkan suatu keterangan mengenai letak, sifat-sifat, bentuk, cadangan, mutu serta nilai ekonomis dari endapan bahan galian. Bab I. Pendahuluan 2

10 Koesoemadinata (1995) berpendapat bahwa eksplorasi adalah suatu aktivitas untuk mencari tahu keadaan suatu daerah, ruang ataupun realm yang sebelumnya tidak diketahui keberadaannya, sedangkan istilah eksplorasi geologi adalah mencari tahu tentang keadaan suatu objek geologi yang umumnya berupa cebakan mineral. Koesoemadinata (1995) mengibaratkan eksplorasi dengan sebuah perburuan. Seorang ahli geologi atau seorang ahli eksplorasi dipersamakan dengan pemburu. Pemburu tersebut harus dapat memperhatikan model binatang yang diburu, habitat di mana buruan itu hidup, petunjuk-petunjuk atau jejak-jejak yang ditinggalkannya, kelemahan dan kekuatan dari binatang tersebut, senjata yang ampuh untuk merobohkannya, serta strategi untuk dapat sampai mendekati sasaran dalam jarak tembak. Tujuan dari eksplorasi adalah untuk menemukan serta mendapatkan sejumlah maksimum dari cebakan mineral ekonomis baru dengan biaya dan waktu seminimal mungkin (to find and acquire a maximum number of new economic mineral deposits within a minimum cost and in a minimum time (Baily, 1968 dalam Koesoemadinata 1995). I.3 Konsep Eksplorasi Koesoemadinata (1995) menyebutkan bahwa untuk melakukan eksplorasi atau pencarian suatu cebakan, seseorang yang bekerja di bidang eksplorasi ini harus mempunyai bayangan tentang apa yang akan dicari, di daerah mana akan dicari serta metoda dan sistem apa yang efektif digunakan, dengan kata lain harus memiliki konsep. Konsep ini akan digunakan sebagai dasar suatu sistem pencarian. Terakhir adalah menentukan metoda untuk melacak, sehingga secara singkat konsep eksplorasi akan merumuskan strategi dan taktik serta program kegiatan eksplorasi. Dalam melakukan eksplorasi, ada 2 (dua) macam pendekatan, yaitu pendekatan tradisional dan pendekatan modern/scientific. Pendekatan tradisional meliputi prospeksi (pelacakan/penyisiran langsung terhadap obyek yang dicari) dan eksplorasi (mencari tahu akan kelanjutan suatu singkapan dari obyek (endapan) yang dicari secara lateral maupun ke dalam). Pendekatan modern/scientific merupakan eksplorasi geologi yang merupakan pencarian suatu objek geologi (endapan) secara ilmiah dan berencana. Bab I. Pendahuluan 3

11 Metoda/teknik eksplorasi tidak dapat digunakan tanpa suatu konsep eksplorasi. Konsep eksplorasi menentukan sasaran eksplorasi sehingga pemakaian metoda dan teknik ekplorasi dapat tepat guna, efektif dan efisien. Dari persamaan pengertian antara eksplorasi dengan perburuan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa eksplorasi geologi adalah pencarian suatu obyek geologi (dalam hal ini adalah endapan bahan galian) secara ilmiah dan berencana yang mencakup: 1. Model geologi dari endapan yang dicari atau dari lingkungan geologinya dimana endapan bahan galian itu biasanya berada 2. Strategi untuk pencarian itu 3. Pemilihan metoda yang akan dipakai, dan 4. Pertimbangan ekonomis. Sebagai suatu aktifitas ekonomi, perencanaan suatu eksplorasi harus memenuhi tiga prinsip utama, yaitu : 1. Efektif, yaitu penggunaan metoda atau peralatan harus sesuai dengan sasaran eksplorasi. 2. Efisien, yaitu dari sisi waktu dan biaya dapat dilakukan secara efisien. 3. Manfaat biaya (Cost-benefit), yaitu eksplorasi ini harus memiliki nilai manfaat baik bagi perusahaan maupun bagi masyarakat sekitar (community development). I.4 Bahan Galian dan SNI Klasifikasi Sumberdaya/Cadangan Berdasarkan draft Peraturan Pemerintah tentang Konservasi Bahan Galian, pasal 2a, yang dimaksud dengan bahan galian adalah unsur kimia, mineral, batuan dan bijih, termasuk batubara, gambut, bitumen padat, air tanah, panas bumi, mineral radioaktif yang terjadi secara alamiah dan mempunyai nilai ekonomis. Dan pasal 2b menyebutkan yang dimaksud dengan eksplorasi penyelidikan geologi adalah untuk mengidentifikasi, menentukan lokasi, ukuran, bentuk, letak, sebaran, kuantitas dan kualitas suatu endapan bahan galian untuk kemudian dapat dilakukan analisis/kajian kemungkinan dilakukannya penambangan. Jadi, eksplorasi mineral bertujuan untuk mendapatkan dan mengetahui Bab I. Pendahuluan 4

12 kualitas dan kuantitas cebakan mineral sampai tingkat kepastian yang paling tinggi (Indarto dkk., 1999). Tingkat kepastian kualitas dan kuantitas sumberdaya mineral atau disebut juga Tingkat Keyakinan Geologi dalam Standarisasi Nasional Indonesia (SNI ) tentang Klasifikasi Sumberdaya Mineral dan Cadangan, yaitu (dari terendah sampai tertinggi): (a) Sumberdaya Mineral Hipotetik, (b) Sumberdaya Mineral Tereka, (c) Sumberdaya Mineral Terunjuk, (d) Sumberdaya Mineral Terukur, (e) Cadangan Terkira, dan (f) Cadangan Terbukti. Tingkat Keyakinan Geologi ditentukan oleh tahapan eksplorasi yang telah dilakukan, penerapan metoda, sumberdaya manusia dan peralatan yang digunakan. Konsep dan pentahapan eksplorasi bersifat dinamis, sesuai dengan data awal yang dimiliki, perkembangan metoda, teori dan pemodelan geologi empiris. Secara umum, tahapan-tahapan dalam eksplorasi mineral adalah sebagai berikut: Eksplorasi Pendahuluan, Eksplorasi Lanjutan, dan Eksplorasi Rinci yang akan dijelaskan lebih lanjut pada bab selanjutnya. Bab I. Pendahuluan 5

13 Bab II. Kriteria Geologi dalam Eksplorasi II.1. Kriteria Geologi Kriteria geologi merupakan gejala yang mengendalikan terdapatnya endapan mineral dan pengetahuan ini bertujuan melokalisir daerah yang mempunyai indikasi kuat akan terdapatnya mineral. Kriteria geologi meliputi kriteria stratigrafi, litologi, struktur, magmatogenik, geomorfologi, paleogeografi, paleoklimat, dan historis. Perencanaan eksplorasi hanya bisa dilakukan jika diketahui beberapa hal terlebih dahulu, yaitu : 1. Apa yang dicari (formulasi obyektif serta spesifikasinya) 2. Dimana harus dicarinya (pada lingkungan geologi yang bagaimana) 3. Bagaimana cara mencarinya (strategi pentahapan serta metoda yang dipakai) Dalam pencarian deposit mineral adalah tidak mungkin untuk memeriksa secara detail setiap luas daerah. Di suatu daerah yang terdapat indikasi kuat adanya sumberdaya mineral, maka dapat dilakukan pembatasan daerah prospek dengan memanfaatkan kriteria geologi. Menurut Kuzvart and Bohmer (1986), kriteria geologi secara langsung maupun tidak langsung dapat memberikan dugaan adanya keberadaan sumberdaya mineral yang ekonomis. Beberapa kriteria geologi tersebut adalah kriteria stratigrafi, litologi, struktur, magmatogenik, metamorfogenik, geomorfologi, paleogeografi, iklim purba, dan sejarah geologi. 1. Kriteria stratigrafi Kriteria stratigrafi digunakan jika suatu endapan mineral ditemukan dalam lapisan stratigrafi. Tugas utama dalam tahap prospeksi yaitu menentukan secara stratigrafi kedudukan endapan mineral, seperti determinasi singkapan dan menentukan luas horison (singkapan horison diikuti sepanjang strike dan dip), kemudian dipetakan secara detail. Kriteria stratigrafi penting artinya untuk mencari endapan sedimen dan endapan hipogene Bab II. Kriteria Geologi dalam Eksplorasi 6

14 yang berasosiasi dengan lapisan sedimen, seperti batubara, bijih tembaga sedimen, uranium, bauksit, endapan placer, lempung, karbonat dan garam. 2. Kriteria litologi Kriteria litologi terbagi menjadi dua, pada endapan primer dan pada endapan sekunder. Pada endapan primer, dilihat secara genetik (dari komposisi endapan mineral yang terbentuk). Pada endapan sekunder, contohnya seperti endapan placer, litologi batuan sangat penting karena variasi litologi awal yang tererosi akan mempengaruhi produk/akumulasi mineral berat yang terbentuk. 3. Kriteria struktur Struktur pada kerak bumi sering merupakan faktor pengontrol dalam formasi endapan mineral (seperti perlipatan yang diiringi dengan intrusi). Smirnov (1957) dalam Kuzvart and Bohmer (1986) membagi struktur mineralisasi menjadi 6 grup, yaitu : 1. Struktur konkordan dari lapisan batuan 2. Endapan mineral yang berasosiasi dengan sesar 3. Endapan mineral dalam zona stress akibat tektonik 4. Endapan mineral pada kontak dengan batuan beku 5. Endapan mineral dalam kombinasi struktur 6. Endapan mineral dalam intrusi. 4. Kriteria magmatogenik Kriteria magmatogenik terbagi menjadi : 1. Hubungan antara deposit dengan komposisi magma 2. Hubungan antara deposit dengan diferensiasi magma dan kristalisasi 3. Hubungan antara endapan/deposit dengan alterasi batuan 4. Hubungan antara deposit dengan ukuran butir batuan. 5. Kriteria geomorfologi Kriteria geomorfologi memiliki peranan yang penting pula, sebagai contoh dalam prospeksi endapan placer/letakan. Bab II. Kriteria Geologi dalam Eksplorasi 7

15 6. Kriteria paleogeografi Kriteria paleogeografi dapat diterapkan pada eksplorasi endapan placer, nikel laterit dan sebagainya. Sebagai contoh untuk mengetahui perkembangan lembah. 7. Kriteria paleoklimat Kriteria paleoklimat diterapkan pada endapan mineral yang mengalami pengkayaan akibat pelapukan. Contoh, kaolin yang merupakan hasil lapukan batuan feldspatik, dan timah sekunder di P. Bangka. 8. Kriteria historis Kriteria sejarah meliputi laporan tambang tua, peta terdahulu, bekas-bekas penambangan, dan nama-nama/sebutan masyarakat lokal untuk endapan mineral tersebut. II.2. Petunjuk ke arah bijih Kata bijih (ore) pada awalnya hanya terbatas untuk mendefinisikan material yang dapat mengandung logam yang bernilai ekonomis. Suatu endapan bijih yang ekonomis sering disebut sebagai tubuh bijih (orebody). Kedua istilah ini (bijih dan tubuh bijih) sering memberikan kerancuan, meskipun masih tetap digunakan oleh ahli geologi (ekonomi). Mineral bijih dapat diartikan sebagai suatu mineral yang dapat diekstraksi menjadi logam. Mineral industri telah didefinisikan sebagai suatu batuan, mineral atau bahan alam yang lain yang memiliki nilai ekonomis tinggi, selain mineral bijih, minyak bumi dan batupermata. Sehingga yang termasuk dalam kategori ini misalnya asbes, barit, atau oksida atau ikatan kimia yang lain yang dihasilkan dari mineral yang dapat digunakan untuk industri (pengguna). Ini termasuk granit, pasir, kerikil, batugamping yang dapat digunakan untuk bahan konstruksi (yang sering disebut sebagai agregat bahan bangunan), begitu juga mineral-mineral yang memiliki sifat kimia dan fisika yang khusus, seperti florit, fosfat, kaolinit dan perlit. Mineral industri sering disebut sebagai mineral bukan logam (non-metallics). Bab II. Kriteria Geologi dalam Eksplorasi 8

16 Sekarang ini telah terjadi pergeseran paradigma dalam industri pertambangan. Menurut Taylor (1989) dalam Evans (1993) mendefinisikan bijih sebagai batuan yang diharapkan dapat ditambang dan darinya suatu logam yang bernilai dapat diekstraksi. Bijih juga didefinisikan sebagai suatu agregat mineral dalam bentuk padat yang terbentuk secara alamiah, yang dengan keinginan ekonomis suatu bahan ternilai dapat diekstraksi melalui suatu perlakuan. Bahan lain yang dapat diperoleh pada eksploitasi mineral bijih adalah mineral pengotor (gangue), yang kadang-kadang bisa mempunyai nilai ekonomis, misalnya pada eksploitasi logam emas pada endapan epitermal dan urat kuarsa yang kadar emasnya rendah dapat dipergunakan sebagai bahan baku perhiasan (gemstone). Untuk mengetahui dan menilai ekonomis tidaknya suatu cebakan mineral perlu dilakukan penyelidikan lapangan atau eksplorasi geologi. Eksplorasi ini dilakukan secara bertahap dari penyelidikan yang bersifat umum atau sepintas sampai terperinci (detail). Berbagai tahap eksplorasi yang dilakukan bergantung kepada jenis dan sifat cebakan yang diselidiki (Sudrajat, 1982). Darijanto (1992) menyebutkan faktor utama yang perlu diperhatikan dalam mencari adalah asosiasi batuan, dimana setiap jenis batuan akan memberikan lingkungan pengendapan unsur/endapan bahan galian tertentu, seperti : Pada batuan asam, mineral-mineral sulfida yang ada umumnya mengandug logamlogam berharga seperti tembaga (Cu), timbal (Pb), seng (Zn), air raksa (Hg), emas (Au), perak (Ag). Selain itu terdapat pula mineral-mineral oksida seperti timah (Sn) dan mineral-mineral hidroksida seperti alumunium (Al). Batuan intermediet umumnya mengandung emas (Au) dan perak (Ag). Batuan basa atau ultra basa akan memberikan lingkungan pengendapan yang baik untuk intan, nikel (Ni), kobalt (Co), platina (Pt), kromit (Cr) serta beberapa jenis batupermata seperti garnet dan lain-lain. Pada batuan metamorf (malihan) memungkinkan ditemukan endapan marmer, asbes, batupermata dan lain-lain. Batuan sedimen dapat menghasilkan asosiasi dengan karbonat (CaCO 3 ataupun MnCO 3 ), sedangkan pada endapan aluvial dapat memberikan endapan bijih yang relatif tahan terhadap perlapukan seperti timah (kasiterit/sno 2 ), emas (Au dalam Bab II. Kriteria Geologi dalam Eksplorasi 9

17 bentuk nugget), perak (Ag), pasir besi (Fe). Sedangkan untuk endapan laut dapat dijumpai antara lain nodul nikel atau Ca/Gips. II.3. Korelasi fenomena geologi Dalam melakukan kegiatan eksplorasi, korelasi gejala-gejala geologi yang terdapat di daerah penyelidikan merupakan hal yang sangat penting untuk mendapatkan petunjuk-petunjuk daerah yang mengalami mineralisasi (Darijanto, 1992). Fenomena geologi yang ada di alam perlu dicermati untuk mengetahui gejala geologi yang mengendalikan terdapatnya endapan mineral sehingga kita dapat melokalisir daerah yang mempunyai indikasi kuat akan terdapatnya mineral tertentu. Korelasi ini didasarkan atas : 1. Tipe batuan, yaitu : a. Korelasi outcrops (singkapan) atau float b. Korelasi litologis c. Korelasi paleontologis d. Korelasi vegetasi e. Korelasi topografis 2. Struktur geologi, yaitu : a. perlipatan (folding) b. Patahan/sesar (fault) 1. Tipe batuan a. Korelasi outcrops Dari pemetaan singkapan atau float dapat dibuat gambaran penyebaran mineralisasi endapan. Dari penggambaran tersebut, kemudian dapat diduga/diinterpretasi letak atau dimensi badan bijih yang sebenarnya. Kelemahan-kelemahan yang harus diperhatikan, yaitu : Karena kemungkinan outcrops tertutup oleh overburden, maka kontinuitas terganggu. Kemungkinan terdapatnya patahan-patahan yang mengganggu. Bab II. Kriteria Geologi dalam Eksplorasi 10

18 b. Korelasi litologis Korelasi berdasarkan sifat-sifat batuan yang sama dapat memberikan gambaran mengenai jenis serta dimensi batuan. Sifat-sifat tersebut adalah : Tipe batuan (berupa batuan beku, batuan sedimen maupun batuan metamorf) Kandungan mineral Tekstur, warna dan bentuk struktur-struktur batuan primer Urutan stratigrafis Tebal/lebar singkapan Penentuan urutan stratigrafis dapat ditentukan dengan 2 macam cara, yaitu : 1. Pengenalan urutan stratigrafi yang sama terhadap suatu formasi pada tempattempat yang berbeda namun dapat dikorelasikan. Dalam keadaan normal, maka lapisan yang berada di atas selalu lebih muda. 2. Pengenalan suatu lapisan tertentu yang penyebarannya luas dan memiliki selang umur yang pendek, serta mudah dikenal yang dapat dipakai sebagai suatu marker bed (key bed). c. Korelasi paleontologis Cara ini dalam keadaan tertentu dapat sangat membantu terutama pada daerah yang memiliki litologi berupa batuan sedimen yang mengandung fosil. Dalam hal ini keterdapatan fossil index sangat penting. d. Korelasi vegetasi Korelasi vegetasi dilihat dari adanya tumbuhan tertentu yang bersifat sangat selektif dalam pertumbuhannya terhadap lingkungan, seperti : Kondisi air (dangkal/dalam) Tipe tanah (kandungan mineral, pelapukan, dll). e. Korelasi topografis Batuan yang bersifat resisten terhadap pelapukan/erosi umumnya memiliki topografi yang lebih menonjol dibanding batuan yang mudah lapuk/lunak. Bab II. Kriteria Geologi dalam Eksplorasi 11

19 Cara ini banyak dipakai dalam penyelidikan-penyelidikan pendahuluan dalam eksplorasi, tetapi tidak terlalu reliable untuk penentuan kontinuitas suatu formasi. 2. Struktur Geologi Cara korelasi ini didasarkan atas penyelidikan terhadap struktur geologi yang ada seperti lipatan, patahan, kekar, dan lain-lain. Pada korelasi ini, hal yang sangat penting ialah kepastian akan adanya struktur tersebut sebelum dikorelasi. Hal ini memerlukan penguasaan yang baik atas tandatanda yang ada di lapangan dan harus berdasarkan fakta bukan berdasarkan interpretasi. Bab II. Kriteria Geologi dalam Eksplorasi 12

20 Bab III. Pemodelan Endapan dan Model Eksplorasi III.1 Pengertian pemodelan Terminologi model telah banyak didefinisikan, salah satunya berupa suatu idealisasi fungsional dari suatu kondisi real untuk menganalisis suatu masalah (Evans, 1993). Model cebakan bijih dikembangkan berdasarkan observasi dan penelitian baik di lapangan maupun di laboratorium terhadap cebakan-cebakan bijih yang sudah ditemukan. Jadi, Model endapan mineral adalah penggambaran informasi yang diatur secara sistematik tentang sifat-sifat penting suatu kelompok endapan mineral (Cok dan Singer, 1986 dalam Mosier dan Bliss, 1992). III.2 Jenis pemodelan endapan Dalam pemodelan endapan mineral terdapat dua jenis model yang sering dibahas, yaitu model empiris yang didasarkan atas pemerian endapan dan model genetik yang menjelaskan endapan atas dasar proses-proses geologi. Model genetik membahas sifatsifat endapan yang dihubungkan dengan beberapa konsep dasar, mungkin lebih bersifat subyektif, tetapi dapat lebih berguna sebagaimana dapat menduga endapan yang belum tersedia pada basis data deskriptif. Model lain yang berguna pada evaluasi ekonomi awal adalah suatu model kadar tonase bijih. Penerapan suatu model endapan tertentu akan tergantung kepada kualitas data yang dimiliki (basis data). Berikut penjelasan lebih lanjut dari model geologi, model empiris, model genetik (konseptual), model eksplorasi dan model cadangan dari endapan mineral. a). Model Geologi Regional Model geologi regional adalah lingkungan geologi dimana proses-proses geologi yang membentuk obyek geologi berlangsung serta faktor-faktor pengendalinya yang menyebabkan obyek geologi tersebut terbentuk pada tempat dan waktu tertentu (skala regional). Unsur-unsur model geologi regional : Bab III. Pemodelan Endapan 13

21 Batuan sumber atau asosiasi batuan yang berhubungan erat dengan obyek geologi yang dimaksud (endapan mineral) Proses geologi yang membentuk obyek geologi Waktu pembentukan obyek geologi b). Model Geologi Lokal Model geologi lokal merupakan lingkungan geologi lokal dimana proses-proses geologi yang membentuk obyek geologi (endapan mineral) berlangsung serta faktorfaktor pengendalinya yang menyebabkan obyek geologi tersebut di tempat dan pada waktu tertentu (berskala lokal). Meliputi : Bentuk tubuh dan dimensi endapan mineral (obyek geologi) Posisi obyek geologi terhadap struktur geologi batuan induknya (host rock) Sifat geologi dan mineralogi obyek geologi (endapan) Sifat fisika-kimia obyek geologi (endapan) c). Model Empiris Model empiris adalah model geologi yang berdasarkan karakteristik endapanendapan mineral yang diketahui, mengandung data, tapi tidak diinterpretasi (Babcock, 1984). Jenis endapan tertentu terdapat pada tatanan geologi tertentu, yang seharusnya dijumpai pada tatanan geologi yang sama di tempat lain (Walshe, 1984). Model empiris endapan, dikarakterisasi oleh : Lingkungan tektonik Batuan induk (host rock) Mineralisasi Tipe dan zonasi alterasi hidrotermal Penyebaran dalam waktu dan ruang Ukuran dan kadar endapan Model empiris dapat dijadikan model pembanding dalam menjalaskan model genetik endapan suatu daerah. Beberapa contoh model endapan empiris dapat dilihat pada Bab III. Pemodelan Endapan 14

22 Gambar Model empiris endapan Cu-Au porfiri terlihat pada Gambar 3.1, model endapan VMS pada Gambar 3.2, dan endapan Au-Ag epitermal pada Gambar 3.3. SAN MANUEL FAULT KALAMAZOO SEGMENT SAN MANUEL SEGMENT?? Propylitic (Chl-Ep-Carb) Adul-Ab? Phyllic Qtz-Ser-Py?? PERIPHERAL Ccp-Gn-Sp-Au-Ag PERIPHERAL Ccp-Gn-Sp-Au-Ag Argillic Qtz-Kln- Chl Potassic Qtz-Kfs-Bt- +Ser+Anh LOW PYRITE SHELL Py ~2% ORE SHELL Py 1% Ccp 1-3% Mo 0.03% PYRITE SHELL Py ~10% Ccp 0.1-3% Mo rare LOW GRADE CORE low total Ccp-Py-Mo? Chl-Ser- Ep-Mag? Qtz-Ser- Chl-Kfs Mag>Py Mag>Py & Ccp A Gambar 3.1. Model endapan Cu-Au porfiri (Lowell & Guilbert, 1984) Gambar 3.2. Model endapan VMS (sumber utama logam dasar seperti Cu, Zn, Pb) (Large et al., 1990). Bab III. Pemodelan Endapan 15

23 Gambar 3.3. Penampang vertikal endapan Au-Ag epitermal sulfidasi rendah (Buchanan, 1981 dalam Bonham, 1984). d). Model Genetik (Model Konseptual) Model genetik adalah model konseptual analisis komponen-komponen utama endapan bijih, dan menjelaskan hubungan komponen-komponen tersebut (Babcock, 1984). Model genetik ini dikembangkan dari model empiris (model geologi) yang berdasarkan pada proses pembentuk endapan mineral tersebut. Komponen-komponen genetik utama, antara lain : Batuan induk (host rock) dan umurnya Mineralisasi dan alterasi hidrotermal Sifat fisika-kimia dan komposisi fluida pembawa biji Sekuen paragenesa Geometri endapan (bentuk dan dimensi) Kontrol struktur, dsb. Bab III. Pemodelan Endapan 16

24 e). Model Cadangan Model cadangan adalah cara dan sistematika estimasi cadangan suatu endapan mineral berdasarkan metoda penaksiran yang sesuai, tergantung pada kompleksitas geometri dan penyebaran kadar. Output-nya adalah cadangan endapan (probable atau proven reserve). Model cadangan ini dapat dilakukan secara komputerisasi (model komputer) : Model Blok Teratur (Regular Block Model); cebakan dibagi dalam blok-blok dengan dimensi tertentu. Tiap blok memiliki atribut jenis batuan, alterasi, mineralisasi, kadar, kode topografi, dsb (lihat Gambar 3.4). Gridded Seam Model; pemodelan untuk batubara atau cebakan yang berlapis, yang dibagi dalam sel-sel yang teratur (dimensi tertentu). Metoda-metoda penaksiran : Penaksiran manual (cross section) Metoda poligon Metoda segitiga Metoda Jarak Terbalik (Inverse Distance Method) Metoda geostatistik dan Kriging g). Model Kadar dan Tonase Dari beberapa model deskriptif (empiris) yang diketahui ukuran dan kadarnya, dapat dikembangkan Model Kadar dan Tonase (lihat Gambar 3.5). Estimasi tonase dan kadar dilakukan pada COG (cut of grade) yang paling rendah. Model kadar dan tonase ini biasanya dibuat dalam format grafik untuk memudahkan dalam pembacaan data dan membandingkan jenis endapan yang satu dengan yang lainnya (Cox dan Singer, 1986 dalam Mosier dan Bliss, 1992). Bab III. Pemodelan Endapan 17

25 Gambar 3.4. Model endapan blok. Bab III. Pemodelan Endapan 18

26 Gambar 3.5. Contoh model tonase endapan disseminated Ag-Au yang dibuat dalam format grafik (Cox, 1992). Bab III. Pemodelan Endapan 19

27 Bab IV. Program Eksplorasi IV.1 Tahapan eksplorasi Pentahapan dalam eksplorasi mutlak dilakukan untuk meminimalkan kerugian/resiko kegagalan karena eksplorasi merupakan aktivitas yang berisiko tinggi. Pentahapan dalam eksplorasi harus dilakukan sesuai dengan karakteristik tiap endapan mineral untuk mengurangi resiko kegagalan (kerugian) yang lebih besar dalam menemukan endapan mineral tersebut. Setelah suatu tahapan eksplorasi selesai dilakukan, perlu adanya evaluasi untuk pengambilan keputusan yang akan dilakukan selanjutnya. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam merancang suatu kegiatan eksplorasi adalah : Efektifitas, yaitu mengenai sasaran dengan metoda dan strategi yang tepat Efisiensi, dengan usaha (biaya dan waktu) yang seminimal mungkin untuk mendapatkan hasil yang optimal Unsur ekonomi, biaya eksplorasi harus sesuai dengan hasil yang diharapkan dengan memperhitungkan resiko. Hal ini disebabkan karena lebih tinggi resiko maka keuntungan yang dicapai makin berlipat ganda. Eksplorasi dapat dibagi menjadi sejumlah tahap yang saling berhubungan dan teratur. Tahap-tahap penting di dalam industri pertambangan suatu endapan bijih meliputi: (a) Eksplorasi mineral : untuk menemukan tubuh bijih; (b) Studi kelayakan : untuk menentukan apakah secara komersial memenuhi; (c) Pengembangan tambang : membangun seluruh infrastruktur pada lokasi tambang; (d) Penambangan : ekstraksi bijih dari lapisan pembawa bijih; (e) Pengolahan mineral : penghancuran dan penggilingan bijih, pemisahan mineral bijih dari mineral penyerta/pengotor, pemisahan bijih menjadi konsentrat, seperti pada konsentrat tembaga; Bab IV. Program Eksplorasi 19

28 (f) Pemisahan logam : pengambilan logam dari konsentrat mineral; (g) Pemurnian : memurnikan logam dari logam ikutannya; (h) Pemasaran : pengiriman produk tambang (konsentrat logam, jika tidak dipisahkan atau dimurnikan di lokasi tambang) ke pembeli. Khusus kegiatan eksplorasi, beberapa tahapan harus dilakukan sebagaimana terlihat pada Gambar 4.1: TAHAP EKSPLORASI STUDI PENDAHULUAN SURVEI TINJAU Daerah Prospeksi PROSPEKSI EKSPLORASI UMUM Daerah Sasaran EKSPLORASI RINCI Daerah Target Gambar 4.1. Tahapan Eksplorasi. STUDI KELAYAKAN (Feasibility Study) Tujuan dari eksplorasi adalah untuk mengidentifikasi ada tidaknya cebakan mineral bijih primer pada suatu daerah. Pemilihan daerah prospek didasarkan pada kajian data sekunder, interpretasi model-model genetik geologi dan mineralisasi. Tahap pendahuluan ini dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu survei tinjau dan prospeksi. Survei Bab IV. Program Eksplorasi 20

29 tinjau bertujuan untuk mendapatkan data geologi tinjau dan indikasi mineralisasi. Pada tahap ini dilakukan pemetaan geologi dan geokimia regional. Prospeksi bertujuan untuk mendelineasi daerah anomali dan daerah pengaruh mineralisasi. 1. Studi pendahuluan Pada studi pendahuluan yang dilakukan persiapan lapangan sebelum menuju ke tempat yang akan diselidiki. Dalam hal ini dilakukan pengumpulan data-data yang dapat berupa literatur keadaan geologi regional maupun lokal daerah yang ingin di eksplorasi, studi citra landsat / foto udara, data laboratorium yang mendukung, eksplorasi geofisika maupun eksplorasi geokimia. 2. Survei tinjau Tahap survei tinjau mulai dilakukan pembuatan peta geologi berskala kecil ( 1 : : ), selain itu terkadang dilakukan pula pengambilan sampel stream sediment dan survei aeromagnetic/airborne radiometric. Data yang didapat pada survei tinjau masih bersifat umum, hasil yang didapat digunakan untuk menentukan daerah tertentu yang dianggap memiliki prospek. 3. Prospeksi Tahap prospeksi membutuhkan pembuatan peta geologi daerah prospek yang lebih terperinci, peta yang diperlukan berskala (1: : ). Pada tahap ini akan dikumpulkan data mengenai keadaan dan jenis batuan, struktur, stratigrafi (dilakukan MS sepanjang lintasan tertentu) dan pengumpulan sampel lapangan yang dilakukan secara lebih sistematik. Di tahap ini juga umumnya dilakukan land atau aero magnetic/radioactivity, survei seismik dan survei gravitasi, juga pengambilan sampel stream sediment. Seluruh data di tahap ini akan digunakan untuk menentukan daerah sasaran. 4. Eksplorasi umum Tahap eksplorasi umum dilakukan pada peta berskala 1 : : Pemetaan yang dilakukan ditunjang pula dengan pekerjaan pembuatan paritan (trench), Bab IV. Program Eksplorasi 21

30 pembuatan sumur uji (test pit), pengukuran geofisika detail, pengambilan sampel geokimia detail (soil sampling dan hidrokimia) serta pemboran dangkal. Data yang diharapkan dalam tahap eksplorasi ini adalah mengetahui penyebaran lateral dan vertikal secara umum endapan mineral, juga kualitas dan kuantitasnya. 5. Eksplorasi rinci/detail Eksplorasi rinci dilakukan pada peta dengan skala 1 : : 200. Pada tahap ini juga dilakukan pula pemetaan geologi detail bawah permukaan (studi struktur geologi tubuh deposit) juga program pemboran dan pengambilan sampel yang terperinci dan sistematis untuk estimasi cadangan terukur dan perencanaan penambangan. IV.2 Metoda eksplorasi (geokimia, geofisika dan geologi) Pemilihan metoda eksplorasi yang akan digunakan harus sesuai dengan petunjuk geologi yang diturunkan dari model geologi. Pemilihan metoda eksplorasi yang tepat dipakai untuk mendapatkan kepastian yang tinggi sehingga dapat dilakukan pada daerah yang terbatas dengan tingkat kegagalan yang rendah. Metoda eksplorasi yang biasa dilakukan dalam kegiatan eksplorasi bahan galian khususnya endapan bijih adalah (lihat Gambar 4.2) : 1. Metoda Geofisika metoda eksplorasi tidak langsung 2. Metoda Geokimia 3. Metoda Eksplorasi Langsung (Geologi) Pemilihan metoda eksplorasi yang dipakai harus disesuaikan dengan jenis dan sifat bahan galian yang akan dicari untuk mengefisiensikan dan mengefektifkan biaya, waktu dan tenaga yang tersedia. Selain itu pemilihan metoda eksplorasi juga harus menyesuaikan tingkat tahapan eksplorasi yang dilakukan. Bab IV. Program Eksplorasi 22

31 EKSPLORASI GEOFISIKA Magnetik Gravitasi EKSPLORASI GEOKIMIA EKSPLORASI LANGSUNG / GEOLOGI Seismik Listrik Radioaktif Bedrock Soil Air Vegetasi Stream sediment Permukaan Bawah permukaan refraksi refleksi polarisasi induksi (IP) potensial diri (SP) geolistrik telluric current electromagnetic tracing float tracing dgn panning trenching test pitting pemboran inti pemboran inti adit test Gambar 4.2. Skema metoda eksplorasi. 1. Metoda Geofisika Metoda geofisika dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan diantaranya perencanaan wilayah, pengidentifikasian potensi sumber daya geologi untuk pemahaman fenomena geologi dalam masalah kebencanaan dan lingkungan geologi serta pemberian rekomendasi dalam rangka konservasi potensi sumber daya geologi. Dalam pengidentifikasian sumberdaya geologi seperti eksplorasi bahan galian, metoda geofisika dimaksudkan untuk melokalisir daerah anomali, yang ditimbulkan oleh keberadaan cebakan mineral logam dan non logam. Tujuannya untuk menduga sebaran cebakan di bawah permukaan berdasarkan pola anomali sifat-sifat fisiknya. Kegunaan metoda ini adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk pekerjaan selanjutnya, seperti pembuatan sumur uji, parit uji dan/atau penentuan titik pemboran inti. Bab IV. Program Eksplorasi 23

32 Metoda pengambilan data geofisika pada umumnya bersifat survai, dilakukan berdasarkan lintasan-lintasan yang telah ditentukan, pada umumnya berupa kisi. Eksplorasi geofisika disebut pula prospeksi geofisika (geophysical prospecting). Beberapa macam metoda geofisika yang dapat dilakukan adalah: 1.1 Metoda magnetik Metoda magnetik (Tabel 4.1) sangat baik digunakan untuk melokalisir daerahdaerah intrusi yang mengandung mineral-mineral yang bersifat magnetik seperti magnetit, pirrhotit dan titano magnetit. Tabel 4.1. Penyelidikan dengan metoda magnetik (Kuzvart dan Boehmer, 1986 dengan modifikasi). Metoda Parameter, karakteristik sifat fisik Anomali utama Langsung Aplikasi: penyelidikan tidak langsung MAGNETIC ground, airborne, marine, logging Magnetik bumi: intensitas total, gradien vertikal ( 1 = 1 n T) magnetic susceptibility Kandungan magnetik pada material yang kontras termagnetisasi Magnetit, pirhotit, titanomagnetit Bijih besi, kromit, bijih tembaga, kimberlit, pemetaan struktur geologi 1.2 Metoda gravitasi Metoda gravitasi (lihat Tabel 4.2) dapat digunakan jika daerah yang menjadi sasaran studi cukup luas, terutama pada endapan yang memiliki spesific gravity yang kontras dengan batuan sampingnya. Bab IV. Program Eksplorasi 24

33 Tabel 4.2. Penyelidikan dengan metoda gravitasi (Kuzvart dan Boehmer, 1986 dengan modifikasi). Metoda Parameter, karakteristik sifat fisik Anomali utama Langsung Aplikasi : Penyelidikan tidak langsung GRAVITY ground, marine Gravity milligal (1mgl = 10 µms -2 ) density Endapan bijih berat, perbedaan penyebaran densitas Bijih kromit, kalkopirit besi, pirit, Pemetaan struktur geologi, konfigurasi endapan letakan 1.3 Metoda seismik (refraksi dan refleksi) Metoda seismik (Tabel 4.3) biasanya umum digunakan untuk penyelidikan struktur bawah permukaan yang lebih bersifat lokal. Metoda ini menggunakan pantulan (refleksi dan refraksi) gelombang suara sehingga dapat mengetahui gambaran kondisi geologi bawah permukaan berdasarkan perbedaan respon lapisan batuan dalam meneruskan/memantulkan gelombang yang diterima. Survei seismik ini juga merupakan metoda utama yang digunakan dalam eksplorasi minyak dan gas bumi serta batubara. Tabel 4.3. Penyelidikan dengan metoda seismik (Kuzvart dan Boehmer, 1986 dengan modifikasi). Metoda Parameter, karakteristik sifat fisik Anomali utama Langsung Aplikasi: Penyelidikan tidak langsung SEISMIC ground Refraksi, refleksi, waktu tempuh gelombang elastis, m/detik, kecepatan gelombang elastis, modulus dinamik Kontras kecepatan, tanda pada variabel kedalaman, rekahanrekahan batuan Saluran-saluran terkubur, sesar, tektonik yang umum, pasir, endapan kerikil, mineral-mineral berat Timah, endapan plaser, mineralmineral berat, batubara, uranium Bab IV. Program Eksplorasi 25

34 1.4 Metoda listrik (meliputi: polarisasi induksi (Induced Polarization), potensial diri (Self Potential), geolistrik (resistivity), mise-a-la-masse, dan electromagnetic). Lebih lengkap informasi tentang metoda listrik dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut : Tabel 4.4. Penyelidikan dengan metoda listrik (Kuzvart dan Boehmer, 1986 dengan modifikasi). Metoda Parameter, karakteristik sifat fisik Anomali utama Langsung Aplikasi: Penyelidikan tidak langsung INDUCED POLARIZATION ground, logging Daerah waktu, kemampuan menembus (meter/detik), kemampuan polarisasi (%), daerah frekuensi, efek frekuensi (%), faktor logam, ionelektronik, kelebihan tegangan listrik Daya hantar mineralisasi, menyebar atau masif Daya hantar sulfida, oksida Asosiasi mineral, seng, timah, emas, perak SELF-POTENTIAL ground, logging Potensi alami lapangan, mv, konduktivitas, kemampuan oksida Daya hantar bijih masif, grafit, penyaringan Sulfida pirit, pirhotit, kalkopirit, galena, petlandit Asosiasi mineral, timah, kobal, emas, perak RESISTIVITY ground, marine, logging Tahanan jenis terukur (ohm meter), tahanan jenis, daya hantar Konduksi urat, tubuh bijih lapisan sedimen, lapisan tahanan, batugamping, intrusi volkanik, zona gerusan, sesar, pelapukan Sulfida masif, kuarsa, kalsit, lempunglempung tertentu, batugaram Tektonik detil, logam dasar, posfat, uranium, potash, batubara Bab IV. Program Eksplorasi 26

35 (Lanjutan Tabel 4.4) ELECTROMAGNETIC ground, airborne, marine, logging Induksi elektromagnetik lapangan oleh kawat melingkar, elektromagnetik alami lapangan, transmisi standar VLF, gelombang elektromagnetik lapangan, daya hantar listrik Konduksi mineralisasi, konduktor permukaan, zona gerusan Konduksi sulfida, oksida, grafit, magnetit Asosiasi mineral ikutan dasar, zona gerusan, zona lapukan, kimberlit 1.5 Metoda radioaktif Metoda ini terutama diterapkan pada eksplorasi cebakan mineral radioaktif seperti uranium dan thorium (lihat Tabel 4.5). Tabel 4.5. Penyelidikan dengan metoda radioaktif (Kuzvart dan Boehmer, 1986 dengan modifikasi). Metoda Parameter, karakteristik sifat fisik Anomali utama Langsung Aplikasi: Penyelidikan tidak langsung RADIOACTIVITY ground, airborne, logging Radiasi gamma (µ Roentgen), radioaktif Unsur radioaktif, uranium, torium, potassium Mineral radioaktif, batubara, posfat, monasit Tindak lanjut dasar, pemetaan struktur geologi, diferensiasi granit Bab IV. Program Eksplorasi 27

36 2. Metoda Geokimia Pengertian geokimia secara tradisional adalah deskripsi kimia bumi yang ditekankan pada distribusi unsur isotopnya pada atmosfir, hidrosfer, kerak, mantel dan inti bumi (Fyfe, 1974), sedangkan secara modern diartikan sebagai integrasi pendekatan kimia dan geologi dalam memahami masalah bumi dan (matahari) sejak pembentukannya (Fyfe, 1974). Pengertian geokimia eksplorasi/prospeksi geokimia diartikan sebagai penerapan praktis prinsip-prinsip geokimia teoritis pada eksplorasi mineral (Levinson, 1973 dalam Eego, 1997) dengan tujuan agar mendapatkan endapan mineral baru dari logam-logam yang dicari dengan metoda kimia. Metoda tersebut meliputi pengukuran sistematik satu atau lebih unsur kimia pada batuan, stream sediment, tanah, air, vegetasi dan udara. Metoda ini dilakukan agar mendapatkan beberapa dispersi unsur di atas (di bawah) normal yang disebut anomali, dengan harapan menunjukkan mineralisasi yang ekonomis. Anomali geokimia merupakan suatu conto/kelompok conto yang mengandung satu atau lebih unsur dalam konsentrasi di atas/ di bawah normal dari populasi tersampling, dimana karakter geokimia dan ruangnya dapat menunjukkan adanya mineralisasi (Joyce, 1984). Tujuan dilakukan metoda geokimia adalah: Menemukan dan melokalisir tubuh mineralisasi Menentukan ukuran (size) dan nilai (value) dari tubuh mineralisasi Mengetahui adanya anomali unsur target, penyebaran kadar, indikasi mineralisasi, dan melacak batuan sumber. Pemilihan metoda geokimia yang ada didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan : Biaya Tahap eksplorasi Karakter terrain Target jenis mineral, ukuran Sejarah eksplorasi Iklim Geomorfologi Bab IV. Program Eksplorasi 28

37 Goldsmichmidt (1920) mengklasifikasi unsur berdasarkan afinitas geokimianya (asosiasi geokimia), sebagai berikut : Siderophile, afinitas besi, terkonsentrasi pada inti bumi. Chalcophile, afinitas sulfur, terkonsentrasi pada sulfida. Lithophile, afinitas silicates, terkonsentrasi pada kerak bumi. Atmophile, sebagai gas dalam atmosfir (lihat tabel periodik unsur). Penerapan klasifikasi ini sangat berguna untuk menjelaskan distribusi unsur jejak dan minor dalam batuan dan mineral. Walaupun tidak sempurna, akan tetapi klasifikasi ini baik untuk perkiraan awal, khususnya unsur-unsur lithopile. Dimana, migrasi dan konsentrasi unsur dikontrol oleh : Kondisi Eh-Ph Reaksi hidrolistik Fenomena kolloidal Biological Absorpsi dan reaksi-reaksi pertukaran ion Diffusi Solubilitas Beberapa macam metoda geokimia yang dapat dilakukan adalah : 1. Lithogeochemistry Sedimen sungai Tanah / soil Paling umum dipakai Batuan 2. Hydrogeochemistry 3. Biochemistry/Geobotany 4. Atmogeochemistry/Gas Surveys 1. Metoda sedimen sungai Beberapa pertimbangan dan alasan pemilihan metoda sedimen sungai adalah: Dipakai dalam eksplorasi tahap awal (regional geochemical reconnaissance) di areal yang luas Bab IV. Program Eksplorasi 29

38 Menangkap dispersi geokimia sekunder di sepanjang aliran sungai Keuntungan: mampu menjangkau daerah yang luas dalam waktu yang singkat, jumlah conto yang relatif sedikit, dan biaya yang relatif murah. Sedangkan faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan survei sedimen sungai adalah : Waktu, biaya dan luas area yang disurvei Lokasi penyontoan/penyamplingan, densitas conto Sensitifitas, akurasi dan presisi Kemungkinan adanya kontaminasi Beberapa metoda yang dilakukan dalam metoda sedimen sungai adalah: Sedimen sungai aktif (stream sediment, SS), yaitu mengambil fraksi berukuran silt-clay dengan cara menyaring sedimen dengan saringan berukuran -80#. Tujuan dari metoda ini adalah menangkap butiran emas dan base metal berukuran halus (lihat Gambar 4.1). Gambar 4.1. Pengambilan conto sedimen sungai aktif (foto diambil dari kegiatan pengambilan sampel Freeport, Irian Jaya). Konsentrat dulang (pan concentrate, PC), yaitu mengambil fraksi mineral berat dalam sedimen sungai dengan cara mendulang dengan tujuan menangkap emas berbutir kasar dan mineral berat lainnya (Gambar 4.2). Bab IV. Program Eksplorasi 30

39 Gambar 4.2. Geologist mengambil sampel dulang (pan concentrate) untuk mendapatkan mineral-mineral berat. Bulk Leach Extractable Gold (BLEG), semua fraksi sedimen diambil tanpa terkecuali. Tujuannya untuk menangkap semua butiran emas dan mampu mendeteksi kadar emas yang sangat rendah (ambang deteksi 0,1 ppb). Dalam prakteknya BLEG dilakukan pada tahap awal dengan densitas 1 conto per 5-10 km 2, sedangkan SS dan PC dilakukan pada tahap berikutnya dengan densitas 1 conto per 1-3 km 2. Contoh peta yang dihasilkan dengan menggunakan metoda geokimia dapat dilihat pada Tabel 4.3. Gambar 4.3. Contoh peta geokimia sebaran unsur tembaga (Cu) dari data endapan sungai aktif di Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa bagian Barat (Meiyanto, 2004). Bab IV. Program Eksplorasi 31

40 2. Metoda percontoan tanah (soil sampling) Tahapan eksplorasi lanjutan setelah stream sediment Menangkap dispersi geokimia sekunder di sekitar (di atas) tubuh mineralisasi Metoda: Grid atau spurs and ridges Alat : hand auger Situasi dimana survei soil dilakukan antara lain : Survei pendahuluan dilakukan di daerah yang pola pengalirannya tidak berkembang Survei lanjutan dilakukan di daerah anlomali yang dilokalisir oleh survei sedimen sungai Survei lanjutan di daerah anomali yang dilokallisir oleh survei geofisika Survei lanjutan di sekitar lokasi gossan Mendeliniasi target bor uji di sekitar mineralisasi yang diketahui Gambar 4.4. Pola pengambilan sampel ridge and spur pada daerah punggungan bukit (Rose et al., 1979) Kondisi yang harus diperhatikan pada waktu melakukan sampling dengan metoda percontoan tanah adalah : Cukup material yang diambil untuk analisis Conto diambil dari horison yang sama (umumnya B) Jika horison soil tidak berkembang, conto diambil pada kedalaman yang sama Bab IV. Program Eksplorasi 32

41 Conto harus diambil dari jenis soil yang sama (residual / transported) Faktor yang menyebabkan adanya kontaminasi pada sampel harus diketahui. 3. Metoda percontoan batuan (rock sampling) Dilakukan dalam tahap akhir eksplorasi permukaan Lokasi pengambilan conto: singkapan, float, pits, trenches, drill holes Menangkap dispersi geokimia primer Dimaksudkan untuk keperluan analisis kimia mineral (unsur utama, unsur target, unsur pathfinder) dan fisika mineral (petrografi, X-Ray, dan inklusi fluida). Beberapa cara pengambilan conto yang dapat dilakukan adalah dengan : Grab / specimen Chip Channel / Panel Drill cutting / Core 4. Hydrogeochemistry (water sampling) Metoda ini merupakan metoda untuk menganalisis/menghitung komposisi kimia material yang terlarut dalam air. Jenis-jenis air (natural water) yang dapat dipakai sebagai media sampling yaitu air sungai, danau, air tanah, mata air, dan lainlain. Permasalahan yang dapat muncul dalam metoda ini : 1. Konsentrasi yang sangat rendah (ppb) Analytical difficulties Serious risk of contamination 2. Kimia air sangat sensitif terhadap kondisi cuaca dan lingkungannya 3. Merupakan indikator yang paling baik untuk serangkaian endapan U, V, Rn 2- (Radon), He, Mo, Zn, Bi, F dan SO 4 4. Indikator Cu dan Pb umumnya sulit untuk diinterpretasi. Bab IV. Program Eksplorasi 33

42 5. Biogeochemistry surveys Metoda ini memanfaatkan komposisi kimia tumbuhan yang dipakai sebagai media conto. Akar tumbuhan potensial sebagai media sampling karena sifatnya yang menyerap larutan dalam air tanah. Larutan ini mungkin membawa garam-garam inorganik yang dapat diendapkan di berbagai tumbuhan, seperti daun, kulit kayu, buah dan bunga. Pada bagian tertentu dari beberapa jenis tumbuhan telah terbukti menunjukkan kadar konsentrasi unsur-unsur tertentu yang lebih tinggi jika tumbuh pada soil yang berkembang di atas cebakan mineral daripada di soil biasa. Istilah geobotany melibatkan identifikasi visual jenis spesies tumbuhan yang hidup di daerah tertentu. Pengamatan terhadap jenis tumbuhan penutup mungkin dapat mengindikasikan mineralisasi di bawahnya. Contoh : Becium homblei dipakai di Afrika bagian selatan untuk mengindikasikan anomali Cu dalam soil. Di daerah tropis bagian atas porfiri sistem yang kaya sulfida biasanya tidak ditumbuhi tumbuhan atau hanya semak rumput, misalnya Grasberg di Irian Jaya. Fenomena ini dapat terlihat dalam foto udara dan Landsat. 6. Gas surveys Survei gas ini didasarkan dari banyakya cebakan mineral yang mengandung volatile. Karena mobilitasnya tinggi, material volatile ini dapat mencapai permukaan dan dilepaskan ke atmosfer. Contoh : Mercury di atas cebakan logam dasar (base metals) dan emas epitermal Radon sebagai hasil peluruhan U 238 dalam cebakan uranium Helium dari cebakan U dan Th SO 2 terdeteksi sebagai hasil oksidasi sulfida Berbagai hidrokarbon volatile dalam survei minyak dan gas bumi Teknik penyontoan bervariasi dari mulai dengan pesawat terbang atau helikopter, detektor yang dipasang dalam tanah atau dalam air, sampai anjing yang dilatih untuk mendeteksi sulfida dari kehadiran H 2 S. Bab IV. Program Eksplorasi 34

43 3. Metoda Eksplorasi Langsung Metoda eksplorasi ini dilakukan langsung pada endapannya, baik dipermukaan (pemetaan geologi), maupun bawah permukaan (test pitting, trenching & pemboran inti) : 3.1 Pemetaan geologi endapan Pemetaan geologi endapan dilakukan untuk mendapatkan data geologi endapan yang representatif mencakup aspek litologi, stratigrafi, struktur geologi, pola alterasi dan mineralisasi, pola serta arah urat dan lain sebagainya. Pemetaan geologi endapan umumnya dilakukan pada skala rinci (1 : : 200) untuk mendapat gambaran detail kondisi geologi endapan. 3.2 Paritan uji (trenching) Tujuannya: Untuk mengetahui penyebaran vertical dan horizontal tubuh bijih. Dibuat pada lokasi yang menunjukkan adanya gejala mineralisasi dan dibuat tegak lurus terhadap jurus tubuh bijih atau formasi. Pada singkapan atau overburden yang tipis. Kedalaman yang efektif/ekonomis ,5 m Dibuat mulai dari bagian yang rendah, sehingga terjadi pengeringan langsung. 3.3 Sumur uji (test pitting) Untuk mengetahui perkembangan secara vertikal suatu tubuh bijih serta ketebalannya. Dibuat sumur uji untuk endapan yang terlalu dalam bila dibuat parit uji. Penyanggaan sesedikit mungkin / tidak mudah longsor Kedalaman sumur uji dapat mencapai 30 meter, hal ini tergantung pada kestabilan dinding, tubuh bijih, dan kemampuan pekerja/peralatan. 3.4 Pemboran inti Teknik ini dilakukan pada tubuh bijih. Bab IV. Program Eksplorasi 35

44 Tujuannya : untuk mengetahui kondisi bawah permukaan dan penyebaran dari tubuh bijih Dengan mengkorelasikan kolom-kolom litologi dari titik-titik bor akan didapatkan gambaran penampang bawah permukaan daerah mineralisasi. Untuk mendapatkan sampel endapan yang representatif untuk di analisis di laboratorium. Bab IV. Program Eksplorasi 36

45 Bab V. Model Eksplorasi (Studi Kasus) Model eksplorasi adalah keseluruhan sistematika dan metoda eksplorasi yang diterapkan pada endapan mineral tertentu pada suatu daerah. Model eksplorasi bergantung pada kriteria geologi, geokimia dan geofisika, disamping model genetik endapan tersebut. Menurut Babcock (1984), model eksplorasi adalah penerapan model genetik pada kegiatan eksplorasi endapan bijih dengan mengembangkan kriteria geologi yang costeffective pada endapan bijih yang dimodelkan. V.1 Model eksplorasi endapan Cu-Au porfiri Endapan Cu-Au porfiri merupakan salah satu sumber bijih tembaga dan emas yang selanjutnya dapat diolah sebagai konsentrat tembaga. Konsentrat tembaga merupakan komoditi yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan industri seperti bahan baku peralatan elektronik (kabel listrik, trafo dan sebagainya), bahan baku pembuatan alat-transportasi, alat-alat pertanian, perkakas rumah tangga, perhiasan dan lain sebagainya. Permintaan akan konsentrat tembaga menunjukkan peningkatan baik dari tahun ke tahun untuk kebutuhan dalam negeri maupun ekspor. Hal ini dapat dikarenakan oleh jumlah penduduk yang semakin padat dan pembangunan berbagai bidang semakin meningkat. Dalam melakukan prospeksi dan eksplorasi terhadap endapan tembaga porfiri, perlu diketahui daerah-daerah yang secara geologi memungkinkan keterdapatannya terlebih dahulu. Endapan bahan galian ini erat hubungannya dengan intrusi batuan Complex Subvolcanic Calc-alkaline yang sering bertekstur porfiritik, pada umumnya berupa batuan intrusi asam-intermediet yang berkomposisi granodioritik, granitik dan monzonit. Bijih tembaga dapat ditemukan secara tersebar dalam bentuk urat-urat (vein) yang halus-halus membentuk meshed network (stockwork), sehingga derajat mineralisasinya merupakan fungsi dari derajat stockwork (jejaring) yang terdapat pada Bab V. Model Eksplorasi 37

46 batuan induknya. Mineralisasi bijih sulfidanya berkembang sesuai dengan pola ubahan hidrothermal. STUDI AWAL Foto udara / citra satelit Metallogenic province Peta geologi Studi literatur Hukum & kebijakan pemerintah Sejarah eksplorasi Sosial Budaya Masyarakat Dsb SURVAI TINJAU Pemetaan geologi regional (data sekunder) 1 : Geokimia regional (aeromagnetic) Geofisika regional (stream sediment) Geobotani Quick survey & sampling MODEL GENETIK REGIONAL MODEL PROSPEKSI MODEL GENETIK LOKAL Pemetaan geologi lokal (1 : : 10000) Geokimia lokal (soil geochemistry) Geofisika lokal (ground magnetic) Trenching, tes pitting Pemboran uji spasi 400 m Perkiraan sumberdaya MODEL EKSPLORASI RINCI Pemetaan geologi rinci (1 : : 5000) Pemetaan zona alterasi Pemetaan pola & arah urat (stockwork) Ore modelling Geokimia rinci rock geochemistry Geofisika ground magnetic Pemboran eksplorasi (spasi rapat m) Tunneling Subsurface mapping Perhitungan sumberdaya terukur Model penambangan Analisis laboratorium (kimia unsur) Analisis geoteknik COG (cut of grade) MEASURED RESOURCE PROVEN RESERVES PENAMBANGAN PENGOLAHAN KOMODITI (KONSENTRAT TEMBAGA) FEASIBILITY STUDY Analisis ekonomi Infra struktur Rencana pabrik Peralatan AMDAL, dsb. Gambar 5.1. Model eksplorasi tembaga porfiri Bab V. Model Eksplorasi 38

47 Pelaksanaan kegiatan eksplorasi endapan tembaga porfiri dapat dilakukan kapan saja. Yang terpenting adalah KP Eksplorasinya sudah ada dan komponen-komponen yang diperlukan dalam kegiatan eksplorasi tersebut telah siap. Komponen-komponen yang dimaksud meliputi sumberdaya manusianya, peralatan dan kelengkapan pendukung, serta konsep, data dan model eksplorasi yang direncanakan. Biasanya kegiatan eksplorasi endapan tembaga porfiri berkisar 2 5 tahun. Untuk kelancaran dalam pencapaian sasaran kegiatan, maka disusun suatu jadwal penambangan. Suatu model eksplorasi yang mengacu pada konsep eksplorasi, model genetik, karakteristik geologi, geofisika dan geokimia endapan perlu dibuat dalam melakukan eksplorasi terhadap endapan tembaga porfiri. Model eksplorasi endapan tembaga secara umum meliputi studi awal (desk investigation), survai tinjau (reconnaissance), eksplorasi pendahuluan, eksplorasi rinci dan studi kelayakan (feasibility study). Secara garis besar, model eksplorasi endapan tembaga pofiri ini terlihat pada Gambar 5.1. V.2 Model eksplorasi endapan Au-Ag epitermal sulfidasi rendah Kegiatan eksplorasi endapan emas di lapangan sangat umum menggunakan metoda geokimia, dikarenakan emas merupakan media conto yang ideal. Conto yang ideal untuk eksplorasi geokimia seperti : 1. Conto harus mengakumulasi dan mengkonsentrasikan unsur-unsur bijih atau unsurunsur dalam senyawa lainnya yang berasosiasi dengan tubuh bijih. 2. Conto dapat diambil dengan mudah dan cepat di daerah penyelidikan. 3. Dapat menghasilkan lingkar penyebaran (dispersion halo) hipogen maupun supergen atau dispersi yang panjang dari anomali unsur-unsur atau senyawa bijih dalam bentuk yang dapat diramalkan ke arah bijih. 4. Dapat mendeteksi endapan bijih yang di bawah permukaan (blind deposit) 5. Conto mudah dianalisis di laboratorium. Dalam aplikasinya untuk perburuan emas, metoda geokimia yang digunakan di lapangan dibagi menjadi tiga yaitu metoda geokimia endapan sungai (stream sediment), geokimia soil, dan geokimia batuan. Bab V. Model Eksplorasi 39

48 Contoh tahapan eksplorasi emas yang dilakukan di daerah Gunung Pongkor Jawa Barat dapat dilihat pada Gambar 5.2 berikut : PENDAHULUAN TAHAP I TAHAP II TAHAP III TAHAP IV CITRA LANDSAT I. GEOLOGI I. GEOLOGI I. GEOLOGI I. GEOLOGI ANALISA STRUKTUR STUDI LITERATUR 100 х 100 Km 2 EVALUASI GO GEOKIMIA ENDAPAN SUNGAI (SS) 1140 CT DULANG (PC) 499 CT CONTO BATUAN 240 CT PEMETAAN GEOLOGI SEPINTAS HA ANALISA KIMIA 1380 CT PEMETAAN GEOLOGI DETAIL 1: HA 1: HA BUKAAN M 2 PARITAN M 3 LOGGING 693 M ANALISA CT II. PENGUKURAN GRID TTK III. GEOFISIKA IP TTK MAGNIT TTK IV. PEMBORAN BOR UJI 3 TTK, 693 M PEMETAAN GEOLOGI DETAIL 1: ,5 HA 1: HA PARITAN 140 LOKASI, (10m x 1m x 2m) PERCONTOAN DETAIL 1: CT LOGGING M ANALISA CT II. PEMBORAN : SCOUT DRILL JARAK M 32 TTK TOTAL KEDALAMAN 5618,7 M ANALISA 4470 CT LOGGING M II. PENGUKURAN: TOPOGRAFI 1: HA 1: ,4 HA III. PEMBORAN BOR EVALUASI JARAK 25M 50M 149 TTK TOTAL ,8 M IV. PRAFEASIBILITY STUDY 6 BLN II. EVALUASI GO/ NO GO V. EVALUASI GO III. EVALUASI GO V. EVALUASI GO LUAS: HA WAKTU: NOP-DES 1988 BIAYA : Rp. 10 JUTA LUAS : HA WAKTU: JAN-APR 1988 (4 BLN) BIAYA: RP LUAS : HA WAKTU: MEI-OKT 1989 (5 BLN) BIAYA: RP LUAS : HA WAKTU: NOP-MEI 1990 (8 BLN) BIAYA: RP LUAS : HA WAKTU: 20 BLN BIAYA: RP TARGET STRUKTUR KONTROL DAERAH PROSPEK ANOMALI GEOKIMIA PENYEBARAN MINERALISASI PERMUKAAN CADANGAN HIPOTETIK/POSIBLE KORELASI MINERALISASI BAWAH PERMUKAAN PENYEBARAN KADAR MINERALISASI PENYEBARAN KADAR/MINERALISA SI PADA TUNNEL KORELASI MINERALISASI BAWAH PERMUKAAN CANGAN PROBABLE CADANGAN PROBABLE-PROVEN (TERUKUR) DATA TERSISIH Gambar 5.2. Realisasi tahapan eksplorasi emas di daerah Gunung Pongkor Jabar. STUDI KELAYAKAN AMDAL 2 THN Bab V. Model Eksplorasi 40 CADANGAN TERUKUR

49 Mineralisasi yang sering ditemukan pada endapan emas adalah mineral pirit yang biasanya menyebar dalam batuan berbentuk halus, kubik dan berwarna kuning metalik. Khusus dalam batuan ubahan seperti argilik, propilik, silisifikasi, kaolinisasi, mineral pirit biasanya berbentuk halus dan menyebar dalam batuan. Bila dalam batuan ubahan ini ditemukan urat kuarsa maka diduga bahwa ubahan batuan yang terjadi berkaitan dengan alterasi hidrotermal. Jika anomali Au muncul pada lokasi percontohan stream sediment, maka dapat disimpulkan terdapat alterasi dan mineralisasi batuan di daerah hulu. Dari pengamatan singkapan batuan dilakukan pula percontoan batuan terutama pada zona urat atau zona mineralisasi dari batuan yang mengalami silisifikasi. Conto batuan ini kemudian dikirim ke laboratorium untuk dianalisa kadar kandungan emas dan unsur-unsur lainnya seperti Cu, Ag, Zn, Pb, As, Sb dan Hg. V.3 Model eksplorasi endapan Ni-laterit Konsentrasi nikel yang terdapat pada batuan beku rata-rata adalah 80 ppm, dan sangat baik terdapat pada batuan ultramafik. Pada keadaan ini, unsur Ni dapat hadir sebagai kristal kecil dari nikel sulfida berupa pentlandite dan millerite, namun dapat juga telah tersubstitusi oleh Fe dan Mg pada silikat (terutama olivin) dan oksida (magnetit). Pada endapan residual, nikel merupakan hasil pencucian dari mineral olivin, serpentin atau nickeliferous magnetite dan hadir sebagai garnierit. Nikel laterit yang memiliki peran penting dalam perekonomian, dan umumnya memiliki batuan asal berupa peridotit. Zona saprolit merupakan zona yang berada di atas batuan induk, zona ini sangat poros, dimana olivin dan piroksen dari batuan induk telah hancur. Disini, serpentin dan klorit mengalami pengurangan kandungan Mg, tetapi Ni dan Fe-nya mengalami peningkatan yang tajam. Kuarsa dan mineral smektit hadir sebagai pseudomorphous yang mulai menggantikan olivin dan serpentin. Pada analisis conto nikel laterit, elemen yang didapat biasanya adalah nikel, cobalt, besi, magnesia, silika dan LOI. Eksplorasi yang kebanyakan pada daerah hutan hujan tropis dapat dilakukan dengan melakukan remote sensing (Allum, 1982 dalam Edwards dkk., 1986), analisis yang dilakukan meliputi analisis topografi, keberadaan struktur geologi dan kesamaan spesies vegetasi yang dapat disebandingkan dengan Bab V. Model Eksplorasi 41

50 batuan di sekelilingnya (terdapat vegetasi tertentu yang dapat hidup pada tanah batuan ultramafik). Contoh program eksplorasi endapan nikel laterit di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 5.1. Tabel 5.1. Program eksplorasi endapan nikel laterit (Harju, 1979 dalam Edwards dkk., 1986). Tahun Sulawesi, Indonesia Aerial photographic assessment 50 km 2 sampled on 200 x 400 m dan 200 x 200 m grid yielding m of drilling, each metre sampled for Ni, Co, Fe (using AAS). Geological mapping recognizes two bedrock types giving different chemical and physical types of ore Bulk samples (totaling 5000 tonnes) mined for metallurgical testing. Further m of drilling, 275 test pits (total 2450 m) plus 44 backhoe trenches. Stage 1 of project agreed. Further exploration outlines additional ore. Stage 2 of project agreed (annual production forecast tonnes nickel in matte). Additional m, 800 test pits (3935 m) dan 230 trenches. Also detailed mine development sampling at 25 to 12.5 m spacing 3900 holes (45000 m), 173 large test pits (1385 m) 2000 tonnes of material from trenches and test pits processed. V.4 Model eksplorasi endapan Sn-placer Jebakan ini merupakan jebakan terpenting untuk unsur/mineral tanah jarang karena umumnya mineral REE dalam batuan primer mempunyai konsentrasi yang sedikit dan karena sifatnya yang resisten terhadap pelapukan, maka mineral ini dapat terkonsentrasi membentuk endapan placer. Endapan placer dibentuk oleh konsentrasi mekanik terhadap mineral-mineral yang resisten. Proses ini dimulai dari batuan asal yang mengalami pelapukan karena pergerakan air atau udara, mineral-mineral yang terdapat pada materaial hasil lapukan Bab V. Model Eksplorasi 42

51 dipisahkan secara gaya berat sehingga mineral-mineral yang lebih berat terkonsentrasi membentuk endapan dan dikenal sebagai endapan placer (placer deposit). Komoditi-komoditi utama yang berasal dari endapan placer ini adalah timah, emas, platinum, niobium, tantalum, zircon dan intan. Prinsip dalam konsentrasi mekanik dilakukan dengan cara material hasil lapukan batuan dicuci secara perlahan oleh air kearah downslope. Pergerakan aliran air akan menyapu lebih bersih matrik-matrik tersebut sehingga melepas mineral-mineral dari matriknya, mineral-mineral yang mempunyai berat jenis lebih besar akan mengendap lebih dahulu atau bergerak relatif lebih dekat. Demikian juga untuk gelombang dan arus pantai akan memisahkan minral-mineral berat dari mineral yang lebih ringan dan memisahkan butiran-butiran kasar dari butiran yang lebih halus. Laju pengendapan material selain dipengaruhi oleh kecepatan pergerakan fluida, juga dipengaruhi oleh perbedaan berat jenis, ukuran dan bentuk partikel. Karakteristik fisik dan lingkungan pengendapan beberapa mineral ekonomis endapan placer dapat dilihat pada Tabel 5.2, setelah hal tersebut diketahui maka dapat dilakukan perencanaan untuk melakukan penambangan. Contoh model eksplorasi endapan placer dapat dilihat pada Gambar 5.3. Tabel 5.2. Ciri fisik dan lingkungan pengendapan beberapa mineral ekonomis endapan placer (Evans, 1993). Mineral Formula Specific Hardness Principal placer gravity environment Heavy heavy minerals Gold Platinum Cassiterite Wolframite Au Pt SnO 2 (FeMn)(WO 4 ) Fluvial, eluvial (beach) Fluvial Eluvial, fluvial, marine Eluvial, colluvial Light heavy minerals Magnetite Ilmenite Rutile Columbitetantalite Pyrochlore Xenotime Monazite Bastnaesite Baddeleyite Zircon Diamond Fe 3 O 4 Fe 3 TiO 4 TiO 2 (Fe,Mn,Mg)(Nb,Ta) 2 O 6 (NaCa) 2 Nb 2 O 6 (Oh,F) YPO 4 (Ce,La,Nd,Th)PO 4 CeFCO 3 ZrSiO 4 ZrSiO 4 C Beach sand Beach sand Beach sand Fluvial Eluvial Beach sand Beach sand Eluvial Eluvial Beach sand Beach, fluvial, eluvial Bab V. Model Eksplorasi 43

52 STUDI LITERATUR 1. Penelitian terdahulu 2. Inventarisasi data-data: Foto udara Peta geologi Peta rupa bumi Peta topografi Keadaan sosial masyarakat STUDI ATAS MEJA (Analisis Data Studi Literatur) Analisis foto udara untuk melokalisir sebaran aluvial purba Analisis foto udara untuk melokalisir sebaran aluvial aktif Analisis peta geologi untuk mengetahui litologi regional Analisis peta topografi untuk mengetahui pola sungai Perancangan lintasan survei tinjau Perancangan lintasan survei geofisika (kalau diperlukan) STOP DESKRIPSI MODEL EMPIRIS Mineral; kasiterit berasosiasi dengan mineral berat (ukuran lanau kerikil), pada alluvial sungai purba atau aktif Tipe batuan; alluvial, gravel, konglomerat, umumnya berumur tersier akhir holosen Lingkungan pengendapan; umumnya pada aluvial sungai, kadangkadang berupa endapan pantai/laut Tatanan tektonik; berasal dari granodiorit dan tektonik stabil sepanjang proses pelapukan dan pengendapan Asosiasi; ilmenit, magnetit, zirkon, monazit, kolumbit, tantalit Kontrol bijih; terkonsentrasi pada dasar endapan sungai atau terperangkap dalam perngkap-perangkap alam (umumnya endapan placer terkonsentrasi kurang lebih 8 km dari sumber) Petunjuk geokimia; anomali pada unsur Sn, As, B, F, W, Be, Cu, Pb, Zn. Umum dilakukan sampling dengan dulang TIDAK MODEL EMPIRIS RESOURCE MODEL GENETIK LOKAL SURVEI TINJAU Pengecekan jenis alluvial Pengecekan batas sebaran alluvial Sampling acak (dulang) Identifikasi mineral pada conto Model Genetik Regional Perkiraan jenis alluvial (aktif atau purba) Perkiraan lingkungan pengendapan EKSPLORASI PROSPEKSI (PENDAHULUAN) Geologi Pemetaan Pendataan lapangan Identifikasi struktur Lokalisir endapan alluvial Geokimia Sampling stream sedimen Samping bor uji Uji mineral (grain) Uji kadar Geofisika Magnetik, resistivity Identifikasi struktur Identifikasi profil bawah permukaan (ketebalan aluvial, bed rock) DAERAH TARGET dan KONSEP EKSPLORASI LANJUT EKSPLORASI LANJUT/DETIL Survei Seismik Refraksi Pemetaan geologi rinci Pemetaan topografi rinci Sampling stream sedimen rinci Sampling pada sumuran uji (kalau memungkinkan) Pemboran (bor banka) rapat Analisis kadar Analisis, evaluasi dan perhitungan candangan MODEL ENDAPAN RINCI EKONOMIS PRODUKSI EKONOMIS DITAMBANG STUDI KELAYAKAN Jumlah cadangan Kadar Sn Design tambang Pengolahan Tinjauan ekonomi DAERAH PROSPEK TAMBANG Yes POTENSI TERUKUR TIDAK LAYAK Gambar 5.3. Model eksplorasi endapan timah placer Bab V. Model Eksplorasi 44

53 Sifat-sifat yang harus dimiliki oleh mineral supaya dapat terkonsentrasi secara mekanik adalah : Mempunyai berat jenis (BJ) tinggi Resisten terhadap pelapukan kimia Mempunyai daya tahan (malleability, toughness, hardness). Bab V. Model Eksplorasi 45

54 Bab VI. Pengambilan dan Analisis Data Eksplorasi VI.1 Pengambilan data geologi endapan Pengambilan data geologi endapan dapat dimulai dari studi pendahuluan yaitu berupa data sekunder dari hasil penelitian terdahulu (pemetaan, data geofisika regional, geokimia regional) maupun data primer yang dapat diambil langsung melalui observasi lapangan/pemetaan maupun maupun tidak secara langsung misalnya dari foto udara/citra landsat. Kegiatan penyelidikan secara umum dalam pengambilan data (dari Projosumarto, 1998) untuk menentukan daerah yang prospek endapan mineral, seperti: 1. Penelusuran tebing-tebing di tepi sungai dan lereng-lereng bukit Kegiatan ini bermaksud untuk melakukan pengamatan terhadap singkapan (outcrop) yang dapat memberi petunjuk keberadaan suatu endapan bahan galian. Jika ditemukan singkapan yang menarik dan menunjukkan tanda-tanda mineralisasi, maka letak dan kedudukan batuan tersebut diukur dan dipetakan, disertai dengan pengambilan conto batuan secara sistematis untuk diselidiki di laboratorium. 2. Penelusuran jejak serpihan mineral (tracing float) Metoda ini dilakukan dengan tujuan untuk menemukan letak sumber serpihan mineral (mineral cuts = float) yang umumnya berupa urat bijih (vein) endapan promer di tempat-tempat yang elevasinya tinggi. Metoda ini dilakukan dengan cara mencari serpihan atau potongan mineral-mineral yang berharga (emas, intan, kasiterit, dsb) yang bersifat keras, tidak mudah larut dalam larutan asam maupun basa lemah, dan memiliki berat jenis yang tinggi. Metoda ini dilakukan dengan cara mendulang sedimen pada tubuh sungai, dimulai dari kelokan sungai bagian hilir. Bila dalam pendulangan ditemukan mineral berharga, maka kegiatan pendulangan diteruskan hingga ke hulu sungai sampai serpihan mineral berharga tidak ditemukan lagi. Bab VI. Pengambilan dan Pengolahan Data Eksplorasi 46

55 3. Penyelidikan dengan sumur uji (test pit) Penyelidikan dengan sumur uji dan parit uji dilakukan untuk melengkapi metoda penelusuran jejak agar diperoleh bukti mengenai keberadaan suatu endapan bahan galian di bawah tanah, disertai pengambilan conto batuan. Test ini dapat menggunakan peralatan sederhana seperti cangkul, linggis, sekop, pengki dsb. Bentuk penampang sumur uji dapat dibuat membentuk persegi panjang, bujur sangkar, bulat atau elips. Bentuk penampang yang sering dibuat adalah persegi panjang berukuran 75 х 100 cm hingga 150 х 200 cm, dengan kedalaman yang bervariasi tergantung dari kedalaman endapan bahan galian. 4. Penyelidikan dengan parit uji (trench) Maksud dan tujuan enyelidikan ini pada dasarnya sama dengan penyelidikan sumur uji, demikian pula cara penggaliannya, namun bentuk parit uji berbeda dengan sumur uji. Parit uji digali memanjang di permukaan bumi dengan bentuk penampang trapesium (lihat Gambar 6.1), dengan kedalaman 2-3 m, panjang parit tergantung dari lebar atau tebal singkapan endapan bahan galian yang dicari, dan jumlah (volume) conto batuan yang ingin diperoleh. Gambar 6.1. Bentuk penampang parit uji (Projosumarto, 1998) Bab VI. Pengambilan dan Pengolahan Data Eksplorasi 47

56 5. Penyelidikan dengan metoda geofisika (geophysical prospecting) Metoda geofisika dipakai sebagai alat untuk menemukan adanya perbedaan (anomali) yang disebabkan karena endapan bahan galian tertentu di bawah permukaan bumi. Bermacam-macam metoda geofisika dapat dilihat pada Bab IV. 6. Penyelidikan dengan metoda geokimia (geochemistry prospecting) Metoda geokimia digunakan untuk merekam perubahan-perubahan kimia yang sangat kecil, yaitu dalam ukuram ppm (part per million), seperti pada air permukaan (air sungai), air tanah, lumpur yang mengendap di dasar sungai, tanah, dan bagian-bagian dari akar tanaman (pepohonan) seperti pucuk daun, kulit pohon dan akar yang disebabkan karena di dekatnya ada endapan bahan galian atau endapan bijih (ore body). 7. Prospeksi dengan bor tangan (hand drill prospecting) Metoda prospeksi dengan bor tangan diterapkan apabila endapan bahan galian dperkirakan letaknya tidak terlalu dalam (10 15 m) dan hanya tertutup oleh lapisan batuan yang relatif lunak (seperti batuan sedimenter atau batuan yang sudah sangat lapuk). Dengan bor tangan ini kita bisa langsung memperoleh conto batuan sebagai bukti keberadaan bahan galian. Kegiatan pengeboran tangan di satu titik tidak pernah berlangsung lama dan daerah yang terpengaruh oleh kegiatan ini juga tidak terlalu luas. VI.2 Pengambilan conto Pengambilan conto dilakukan untuk memperoleh bukti-bukti nyata yang rinci dan meyakinkan dari endapan bahan galian terutama yang berada di bawah permukaan (Prodjosumarto, 1998). Pengambilan conto juga berguna untuk melakukan analisis lebih jauh mengenai endapan mineral yang dicari, contohnya untuk mengetahui ciri fisik atau kandungan mineral melalui serangkaian analisis. Pengambilan conto batuan dapat dilakukan dengan berbagai cara mulai dari pengambilan conto secara sederhana, misalnya dengan palu geologi untuk singkapan di permukaan, sampai dengan berbagai peralatan tertentu sebagai berikut : Bab VI. Pengambilan dan Pengolahan Data Eksplorasi 48

57 1. Pengeboran inti (core drilling) Untuk memperoleh inti bor, maka alat bor putar (rotary drill) dilengkapi dengan mata bor berlubang (hollow drill bit), tabung inti bor (core barrel) dan penangkap inti bor (core catcher). Arah pengeboran dapat dilakukan vertikal maupun horisontal, akan tetapi pengeboran secara vertikal lebih sering dilakukan hingga mencapai batuan dasar (bedrock) dengan pola pengeboran dan jarak bor (spasi) yang teratur, sehingga akan diperoleh sejumlah inti bor yang representatif sehingga bentuk, letak atau posisi endapan bahan galian dapat diketahui dengan pasti. Inti bor kemudian diselidiki lebih lanjut di laboratorium untuk mengetahui mutu atau kadar mineral berharga, sifat fisik, kimia dan mineraloginya secara lengkap. 2. Penggalian sumur uji ((test pit) atau sumuran dalam (test shaft) Pada daerah penyelidikan yang relatif datar, dapat dibuat sejumlah sumur uji untuk endapan bahan galian yang diperkirakan memiliki kedalaman yang dangkal, atau sumuran dalam bila endapan diperkirakan cukup dalam (>5 mm). Penggalian kedua macam sumur tersebut harus memakai pola yang teratur (sistematis). Kedalaman sumur uji atau sumuran dalam harus dibuat mencapai batuan dasar (bedrock) agar dapat diketahui variasi ketebalan dan bentuk endapan bahan galian. 3. Penggalian terowongan buntu (ADIT) Penggalian terowongan buntu ini digunakan jika daerah yang diselidiki memiliki topografi yang berbukit-bukit. Topografi yang tidak rata ini menyebabkan pengambilan data mengenai endapan mineral dapat dilakukan dengan cara menggali sejumlah terowongan buntu (adit) di lereng-lereng bukit. Penggalian terowongan ini juga harus dilakukan dengan jarak-jarak yang teratur. Pada awalnya penggalian dapat dibuat dengan jarak yang jarang, namun jika endapan bahan galian menunjukkan mutu atau kadar mineral berharga yang meyakinkan, maka jarak penggalian terowongan buntu dapat dibuat lebih rapat. Bab VI. Pengambilan dan Pengolahan Data Eksplorasi 49

58 VI.3 Analisis conto di laboratorium 1. Petrografi Dari pengamatan petrografi atau analisis pada sayatan tipis batuan dapat didapatkan beberapa informasi penting, seperti : Tipe batuan/tekstur primer Mineralogi dan alterasi (mineral sekunder) Hubungan tekstur (breksiasi, veining, dsb) Tujuan dari dilakukannya analisis petrografi adalah untuk mengetahui: Litologi primer atau sejarah pengendapan/pembentukan batuan Kimia dan temperatur alterasi dan mineralisasi 2. Mineragrafi Informasi yang bisa didapat dari analisis ini adalah : Identifikasi mineral opak (cth. sulfida) Identifikasi gangue minerals Hubungan tekstur/mineralogi Tujuan dilakukannya analisis ini adalah untuk mengetahui : Litologi primer/history Kimia dan temperatur alterasi dan mineralisasi Paragenesa 3. Analisis XRD (X-Ray Diffraction) Prinsip dalam analisis ini adalah menghitung jarak atom pada mineral kemudian dibandingkan dengan standar yang telah diketahui untuk mengidentifikasi fase mineral. Deteksi limit untuk mineral dalam campuran : 1 5%. Secara teknis, analsis XRD dilakukan dalam beberapa perlakuan : 1. Air-dried : Quartz, illit, montmorilonit, kaolinit, ankerit 2. Glycolated : Kuarsa, illit-smektit, klorit, plagonit 3. Heated : Kuarsa, kaolinit, serisit. Informasi yang dapat diketahui, seperti : Struktur kristal Bab VI. Pengambilan dan Pengolahan Data Eksplorasi 50

59 Identifikasi mineral sekunder : mineral lempung, zeolit, karbonat, feldspar Identifikasi mineral semi-kuantitatif. Tujuan analisis XRD adalah untuk melakukan : Identifikasi mineral Umumnya pada zona alterasi (argilik) Kimia dan temperatur alterasi Kelimpahan komparatif dari lempung yang menunjukkan alterasi. 4. Analisis PIMA (Portable Infra-Red Mineral Analyser) Analisis PIMA merupakan metode analisis yang cepat, murah, portable (lapangan), baru dikembangkan akhir-akhir ini, prinsip analisis seperti XRD, dan menggunakan conto kecil dan kering (dry). Absorpsi panjang gelombang dari radiasi IR. Tujuan analisis untuk mengetahui : Mineralogi conto batuan Alterasi batuan, khususnya mineral lempung dan batuan karbonat. Membedakan ilit, kaolinit dan pyrophyllit clays. 5. Micropobe (EDAX) Prinsip dalam analisis micropobe ini : Termasuk variasi teknik yang menggunakan sinar-x dan mikroskop elektron. Akurasi tinggi Mineral (titik) kecil (sub-mikron) di permukaan Bisa untuk mineral transparan dan opak Bisa dilakukan pada sayatan poles/polish section Informasi yang dapat diketahui adalah komposisi kimia (unsur > berat dari oksigen). Sedangkan tujuan dilakukannya analisis : Analisis kuantitatif dari single mineral Analisis semi-kuantitatif penyebaran unsur dari suatu mineral Mikro-paragenesis Bab VI. Pengambilan dan Pengolahan Data Eksplorasi 51

60 6. SEM (Scanning Electrone Microscope) Prinsip kerja analisis SEM : Termasuk variasi teknik yang menggunakan sinar-x dan mikroskop elektron. Akurasi tinggi Mineral (titik) kecil (sub-mikron) di permukaan Bisa untuk mineral transparan dan opak Bisa dilakukan pada polish section Akan memperlihatkan gambar permukaan conto pada layar CRT. Informasi yang didapat dengan menggunakan analisis SEM adalah : Tekstur permukaan mineral pada skala submikroskop. Terutama tekstur replacement pada feldspar, clays dan zeolites. Pada studi reservoir minyak, digunakan untuk microporosity pada conto core (inti bor). 7. Inklusi Fluida Analisis inklusi fluida dilakukan dengan mencermati adanya inklusi fluida yang merupakan material berukuran sangat kecil (mikron), berfase cair, gas dan padat yang terperangkap saat pembentukan mineral (Roedder, 1984). Host mineral : Kuarsa, anhidrit, kalsit, sfalerit, barit, fluorit dan adularia. Preparasi dengan menggunakan double polished section. Alat yang digunakan dalam analisis : Mikroskop polarisasi Freezing dan heating stage Informasi yang didapat : 1. Analisis non destruktif Fasa dan tipe paragenetik inklusi Th (temperature of homogenization) Tm (temperature of melting) Salinitas Bab VI. Pengambilan dan Pengolahan Data Eksplorasi 52

61 2. Analisis destruktif Kandungan CO 2 (microscope crushing stage) Tujuan : Komposisi kimia fluida Temperatur pembentukan endapan Evolusi temperatur Kedalaman pembentukan dari paleosurface Horizon mineralisasi Interpretasi tipe endapan (hidrotermal) 8. Bulk Rock Chemistry (BRC) Analisis : XRF (X-Ray Fluorecence) AAS (Atomic Absorption Specroscopy) NAA (Neutron Atoms Absorption) ICP (Inductively Coupled-Plasma_Mass Spectrometry) Informasi : Bulk composition of rock or minerals (komposisi kimia keseluruhan dari batuan atau mineral). Tujuan : Komposisi kimia batuan fresh dan ubahan (alterasi) Mass balance calculation 9. Analisis Isotop Stabil Mineral Secara teknis, analisis dilakukan pada crushed powder mineral (individual) yang telah dipisahkan misalnya dengan teknis magnetik atau gravity. Informasi yang didapat : Rasio isotop dari sulfur, karbon, hidrogen dan oksigen. Tujuan analisis yaitu untuk mengetahui : Temperatur fluida Bab VI. Pengambilan dan Pengolahan Data Eksplorasi 53

62 Sumber fluida (magmatik, meteorik, metamorfik dan sebagainya) 10. Metode Dating (Umur Obsolut) Prinsip/informasi : Crushed mineral separates Umur batuan Umur alterasi mineralisasi (tahun) Jenis-jenis metode dating : Radiokarbon K-Ar Rb-Sr U-Pb dan Seri yang berhubungan Fission Track Dating (Apatit dan Zirkon) Metode Dating yang lain : TL (Thermoluminescence) untuk kuarsa, AAR (Amino Acid Raminescence) untuk kuarsa, AAR (Amino Acid Racemisation), ESR (Electron Spin Resonance), U-Th dating. Bab VI. Pengambilan dan Pengolahan Data Eksplorasi 54

63 Bab VII. Klasifikasi dan Metoda Estimasi Sumberdaya/Cadangan Eksplorasi dan proyek evaluasi tambang umumnya membutuhkan biaya yang besar, saat ini hanya sebagian kecil penambangan yang dikembangkan, sedangkan sebagian yang lain tidak dilakukan sebelum dilakukan evaluasi lebih lanjut karena berbagai faktor. Derajat keyakinan geologi dan kelayakan bahan galian merupakan dasar dalam mengklasifikasi sumberdaya/cadangan bahan galian tersebut. Istilah resources (sumberdaya) diartikan sebagai komoditi mineral potensial yang dapat dieksploitasi. Reserves (cadangan) didefinisikan sebagai jumlah kuantitas terhitung dari bijih yang ekonomis untuk ditambang berdasarkan segi teknologi dan kondisi ekonomi dan aspek lingkungan saat ini. Jika kita menggunakan istilah cadangan berarti endapan mineral tersebut harus sudah mineable (baik tambang terbuka atau tambang bawah tanah) dan bankable (berdasarkan potensi kekayaan yang dimiliki untuk mencari modal dari bank). Sumberdaya (resources) dapat menjadi cadangan (reserves) dengan melakukan studi kelayakan tambang yang meliputi studi ekonomi (cth. harga komoditi dalam tahun terakhir), penambangan (ongkos dan metoda penambangan, biaya infrastruktur), metalurgi (ongkos pengolahan), pemasaran (kondisi pasar), peraturan/hukum (kontrak harga, kerjasama, kebijakan pemerintah, lingkungan dan sosial. VII.1 Klasifikasi Sumberdaya/Cadangan Kepastian geologi, teknik penambangan dan aspek perekonomian merupakan kriteria utama dalam pengklasifikasian cadangan maupun sumberdaya. Klasifikasi sumberdaya dan cadangan merupakan alat untuk menggolongkan besarnya sumberdaya dan cadangan endapan mineral. Klasifikasi cadangan mineral yang standar sangat diperlukan pada industri pertambangan mineral dan melibatkan banyak pihak terkait seperti perusahaan pertambangan, perusahaan di bidang lain, pemerintah, pemegang saham, bank, ahli ekonomi, ahli hukum, ahli lingkungan, dan masyarakat luas. Bab VII. Klasifikasi dan Motoda Estimasi Sumberdaya/Cadangan 55

64 Klasifikasi sumberdaya dan cadangan endapan mineral telah menjadi kebutuhan industri pertambangan, sejak adanya modernisasi industri ini, setelah Perang Dunia II. Sejumlah negara maju membuat klasifikasi cadangan yang kemudian diikuti dengan negara-negara lain yang juga membuat klasifikasi cadangan, baik berupa system baru, modifikasi, atau kombinasi dari sistem yang telah ada. Rancangan klasifikasi dirintis oleh US Geological Survey pada tahun 1970-an, yang kemudian di akhir tahun tersebut muncul banyak sistem klasifikasi cadangan mineral. Karena masing-masing klasifikasi mempunyai kriteria dan istilah yang berbeda, hal ini merepotkan komunikasi antara pihak-pihak yang terkait dalam industri pertambangan. Oleh karena itu timbul usaha standarisasi klasifikasi, termasuk oleh PBB pada tahun Pada tahun 1995, PBB yang diwakili oleh Komisi Ekonomi Eropa, memprakarsai penyusunan standar sistem klasifikasi. Indonesia (ditujukan pada Direktorat Jendral Geologi dan Sumberdaya Mineral (DJGSM)) merupakan salah satu negara yang diminta data masukan oleh PBB. Usaha PBB kemudian berhasil dengan tersusunnya rancangan klasifikasi cadangan mineral pada tahun 1996 yang lebih berorientasi pada ekonomi pasar dan juga dibuat mudah dimengerti tidak saja oleh ahli geologi atau pertambangan tetapi oleh pihak-pihak terkait. Menindaklanjuti komunikasi dengan PBB, DJGSM menyusun rancangan standar nasional klasifikasi cadangan mineral (lihat Tabel 7.1). Keuntungan dengan adanya klasifikasi yang standar, maka : 1. Apabila suatu pihak mengumumkan angka sumberdaya atau cadangan mineral, maka otomatis pihak lain mengerti data apa yang dimaksud, apakah angka sumberdaya hasil eksplorasi pada tahapan tertentu, atau sudah angka cadangan terbukti hasil studi kelayakan. 2. Masyarakat yang terlibat dalam usaha pertambangan, apakah pelaku bisnis langsung atau pemegang saham, mempunyai posisi lebih aman untuk mengambil keputusan secara tepat. Bab VII. Klasifikasi dan Motoda Estimasi Sumberdaya/Cadangan 56

65 Tabel 7.1. Rancangan Standar Nasional Indonesia Klasifikasi Sumberdaya dan Cadangan Mineral. PENINGKATAN TINGKAT KEYAKINAN Tahap Eksplorasi Kelayakan Tambang LAYAK : Ekonomi Penambangan Metalurgi Pemasaran Peraturan Perundangundangan Lingkungan BELUM LAYAK Eksplorasi Rinci (detailed exploration) CADANGAN TERBUKTI (PROVEN RESERVES) SUMBER DAYA TERUKUR (MEASURED RESOURCES) Eksplorasi Umum (General exploration) CADANGAN TERKIRA (PROBABLE RESERVES) SUMBER DAYA TERUNJUK (INDICATED RESOURCES) Prospeksi (Prospecting) SUMBER DAYA TEREKA (INFERRED RESOURCES) Survei Tinjau (Reconnaissance Survey) SUMBER DAYA HIPOTETIK (HYPOTHETICAL RESOURCES) PENINGKATAN KEYAKINAN GEOLOGI Bila eksplorasi masih dalam tahap awal, jumlah perkiraan sumberdaya memiliki status hipotetik (hypothetical resources) yang memiliki tingkat kesalahan yang masih besar (90%), angka ini kemudian mengecil menjadi 60% pada sumberdaya tereka. Tingkat kesalahan terus akan mengecil dengan semakin rincinya eksplorasi yang dilakukan, sumberdaya terunjuk memiliki potensi kesalahan 20 40%, sedangkan sumberdaya terukur 20 10%. Suatu daerah yang secara geologi telah diyakini mengandung endapan mineral dengan kualitas dan kuantitas tertentu, selanjutnya perlu dilakukan penilaian apakah endapan mineral tersebut layak secara ekonomi, teknologi dan lingkungan untuk ditambang. Penilaian kelayakan suatu endapan mineral biasanya dilakukan setelah tahap akhir eksplorasi menjelang kegiatan penambangan. Sehingga, dalam melakukan suatu kegiatan eksplorasi, terdapat dua hal penting yang perlu diperhatikan, yaitu keyakinan geologi dan tingkat kelayakan, dimana kedua hal ini merupakan faktor dalam suatu klasifikasi sumberdaya/cadangan endapan mineral. Bab VII. Klasifikasi dan Motoda Estimasi Sumberdaya/Cadangan 57

66 VII.2 Estimasi Sumberdaya/Cadangan dengan Metoda Konvensional A. Cara penampang (cross section method) Tubuh endapan dibagi menjadi beberapa penampang sepanjang lintasan pemboran dan digunakan dua metoda yaitu : gradual change dan step change. Gambar 7.1. Pembagian daerah dengan metoda penampang. Cadangan blok dihitung berdasarkan luas dua penampang yang bersebelahan. Kadar blok adalah rata-rata dari kadar setiap penampang. Sedangkan perhitungan volume cadangan yang dihitung dilakukan dengan menggunakan rumus-rumus sebagai berikut : a. Rumus mean area Rumus ini merupakan rumus sederhana untuk perhitungan cadangan. Volume cadangan yang dihitung adalah volume di antara dua penampang yang pararel. Gambar 7.2. Penampang endapan dengan bentuk dan ukuran relatif sama. Bab VII. Klasifikasi dan Motoda Estimasi Sumberdaya/Cadangan 58

67 hampir sama. Keadaan endapan untuk setiap penampang mempunyai ukuran dan bentuk yang V ( S ) 1 S2 2 Keterangan : V : volume L : jarak antar penampang S1 : luas penampang pertama S2 : luas penampang kedua Jika keadaan kelompok kompak dan dianggap homogen untuk suatu blok perhitungan dan jarak antara penampang yang satu dengan yang lain sama, maka rumus (a) menjadi : L V ( S1 2S2 2S3... Sn) 2 Sedangkan bila jarak antara penampang berubah-ubah maka rumus menjadi : V Keterangan : L 1, L 2,... L n : jarak antar penampang S 1, S 2, S n : luas penampang ( S S ) 2 ( S ( S1 S2) 2 3 n1 L1 L Sn) Ln 2 b. Rumus endapan berbentuk piramid (kerucut) dan membaji (wedge) Pada bagian akhir endapan berbentuk lensa, keadaan tubuh dari endapan akan membentuk suatu piramid/kerucut atau membaji, dengan hanya satu penampang S, lihat Gambar 7.3A-D. Jika suatu blok berbentuk meruncing membentuk garis seperti Gambar A, perhitungan volume menggunakan rumus : V = S 2 L Bila endapan berbentuk seperti Gambar B, maka rumus tersebut menjadi : S V (2 ) sin 2 a a b 1 Bab VII. Klasifikasi dan Motoda Estimasi Sumberdaya/Cadangan 59

68 Keterangan : a dan b : panjang sisi-sisi bagian dasar α a 1 : sudut antar a dan b : panjang bidang yang berbentuk trapezoid 1 Gambar 7.3. Keadaan endapan berbentuk piramid/kerucut dan membaji Pada cetakan endapan yang berbentuk meruncing membentuk titik (Gambar C dan D) maka rumus yang dipakai : V = S 3 L c. Rumus Frustum Rumus ini digunakan untuk keadaan cebakan bahan galian yang menyerupai kerucut terpancung. Rumus ini kurang teliti apabila diterapkan pada endapan yang berbentuk baji (lihat Gambar 7.4). Gambar 7.4. Keadaan penampang endapan berbentuk kerucut terpancung. Bab VII. Klasifikasi dan Motoda Estimasi Sumberdaya/Cadangan 60

69 Rumus yang digunakan : L V S 3 Keterangan : V = volume S 1 = luas penampang pertama S 2 = luas penampang kedua L = jarak antar penampang 1 S 2 S 1 S 2 d. Rumus Prismoida Rumus prismoida merupakan penurunan dari rumus Simpson s untuk luas area yang tidak beraturan (Gambar 2.5). Rumus yang digunakan adalah : Keterangan : S = luas area h = jarak antar offset n = ganjil a = offset h S a aganjil agenap a n Gambar 7.5. Keadaan endapan yang berbentuk prismoida. Rumus prismoidal : S V 4M S2 6 1 L Keterangan : V = volume S 1 = luas penampang awal S 2 = luas penampang akhir Bab VII. Klasifikasi dan Motoda Estimasi Sumberdaya/Cadangan 61

70 L = jarak antara penampang pertama dan akhir M = luas penampang tengah a1 a2 b1 b2 2 2 Apabila persamaan di atas disubstitusikan maka rumus menjadi : L V S1 S 3 2 a1. b2 a2. b1 2 e. Rumus Trapesoida Rumus ini mengasumsikan bahwa daerah dibentuk oleh bangun trapesium yang berurutan sebagai berikut (lihat Gambar 7.6) : Gambar 7.6. Keadaan endapan dengan penampang dengan jarah h f. Rumus Bauman's Rumus Bauman s ini digunakan untuk keadaan tubuh endapan yang tidak beraturan di antara dua penampang yang paralel (lihat Gambar 7.7). Rumus yang digunakan : L LR atau L V S1 S2 V 3S1 3S2 R Bab VII. Klasifikasi dan Motoda Estimasi Sumberdaya/Cadangan 62

71 Gambar 7.7. Konstruksi dari area R untuk rumus Bauman s Keterangan : S 1 S 2 = luas penampang pertama = luas penampang kedua L = luas daerah yang dihasilkan dari konstruksi, yang dihasilkan dari : Gambar dari setiap batas daerah dan proyeksikan (AA, BB, ) menjadi (AA BB, ), dari titik O (Gambar D) buatlah garis yang sama panjang ke titik A, B,, dan sambungkanlah hasilnya sehingga membentuk daerah R. B. Cara isoline Cara ini dilakukan untuk menghitung volume dengan memanfaatkan kontur (tempat kedudukan titik-titik yang mempunyai harga sama, lihat Gambar 7.8) Bab VII. Klasifikasi dan Motoda Estimasi Sumberdaya/Cadangan 63

72 Gambar 7.8. Sketsa teknik interpolasi pada metoda isoline. Perhitungan dilakukan dengan cara: 1. Tentukan luas daerah diantara kontur 2. Kalikan luas daerah dengan ketebalan rata-rata dari kedua kontur tersebut 3. Jumlahkan hasil perkalian tersebut, maka akan diperoleh volume seluruh endapan 4. Untuk mencari ketebalan rata-rata seluruh daerah endapan yaitu volume dibagi luas seluruh endapan 5. Untuk memperoleh tonase dapat dilakukan dengan mengalikan volume dengan densitas endapan tersebut. Kadar rata-rata diperoleh dengan cara : Beri bobot nilai ketebalan dari setiap titik dengan kadar masing-masing Buat peta kontur misalnya ketebalan lapisan Kemudian ikuti langkah-langkah seperti perhitungan cadangan di atas. Kadar rata-rata diperoleh menggunakan rumus: g g 0 A 0 g / 2 ( A 0 2A1 A 0 2A 2... A n ) Bab VII. Klasifikasi dan Motoda Estimasi Sumberdaya/Cadangan 64

73 Keterangan : g : kadar rata-rata blok g 0 : kadar minimum g : harga interval kadar antar kontur A 0 : luas kontur dengan kadar g 0 A 1 : luas kontur dengan kadar g 0 + g A 2 : luas kontur dengan kadar g 0 + 2g A n : luas kontur dengan kadar g 0 + ng Metoda ini memerlukan jumlah data yang cukup banyak, kerapatan data yang sesuai dan sebaran data yang baik. Apabila metode ini diterapkan pada suatu peta yang menunjukkan daerah kadar yang tinggi dan kadar rendah seperti terlihat pada Gambar 7.9. Gambar 7.9. Peta kontur dengan kadar tinggi dan rendah. Dari Gambar 7.9 di atas maka kadar rata-ratanya adalah : g g = g 2 0. A0 + A0 + 2A1 + 2 Metode isoline (method of contouring) ini sebaiknya hanya digunakan pada endapan-endapan yang teratur dan hanya bervariasi pada ketebalan dan kadar saja, terutama yang mempunyai ketebalan dan kadar yang membesar ke arah tengah. Untuk endapan-endapan yang sangat kompleks dan diskontinyu, maka metoda ini tidak dapat digunakan. (A A A 22 )+(A 31 + A 32 ) Bab VII. Klasifikasi dan Motoda Estimasi Sumberdaya/Cadangan 65

74 C. Cara poligon Metoda poligon disebut juga metoda daerah pengaruh (area of influence). Pada metoda ini semua faktor ditentukan untuk suatu titik tertentu pada endapan mineral, diekstensikan sejauh setengah jarak dari titik di sekitarnya yang membentuk suatu daerah pengaruh (Gambar 7.10). Batas daerah pengaruh terluar dari poligon ini bisa hanya sampai pada titik-titik bor terluar saja (included area), atau diekstensikan sampai sejauh setengah jarak (extended area). Gambar Metoda poligon. Bab VII. Klasifikasi dan Motoda Estimasi Sumberdaya/Cadangan 66

75 Untuk perhitungan cadangan cara poligon dapat dilakukan sebagai berikut: Untuk setiap lubang bor ditentukan suatu batas daerah pengaruh yang dibentuk oleh garis-garis berat antara titik tersebut dengan titik-titik terdekat di sekitarnya. Masing-masing daerah atau blok diperlakukan sebagai suatu polygon yang mempunyai kadar dan ketebalan yang konstan yaitu sama dengan kadar dan ketebalan titik bor di dalam poligon tersebut. Cadangan endapan diperoleh dengan menjumlahkan seluruh tonase tiap blok/poligon, sedangkan kadar rata-ratanya dihitung memakai pembobotan tonase. D. Cara pengelompokan segitiga (triangular grouping) Pada cara ini setiap blok dibentuk oleh tiga titik bor terdekat sedemikian sehingga secara tiga dimensi blok tersebut berbentuk prisma terpancung dengan sisi prisma adalah kedalaman ketiga titik bor tersebut. Pembentukan setiap blok harus diusahakan sedemikian rupa sehingga pemakaian setiap titik bor kurang lebih sama (Gambar 7.11). Gambar Triangular grouping. Gambar 7.11 memperlihatkan bahwa titik 1, 2, dan 3 merupakan penentu besarnya cadangan, jika pembobotan pada titik-titik tersebut sama untuk setiap perhitungan blok (titik 1 akan dipakai sebanyak enam kali). Apabila harga titik-titik 1, 2, Bab VII. Klasifikasi dan Motoda Estimasi Sumberdaya/Cadangan 67

76 dan 3 tersebut besar maka hasil perhitungan akan terlalu besar (over estimate), atau sebaliknya, terlalu kecil (under estimate). Volume blok dihitung dengan mengalikan luas penampang prisma terpancung dengan ketebalan rata-rata blok yaitu: V L ( t t 3) 1 2 t 3 Keterangan : V : volume L : luas penampang prisma terpancung t 1 : ketebalan bor 1 t 2 : ketebalan bor 2 t 3 : ketebalan bor 3 Untuk kadar rata-rata blok dihitung dengan rumus: g g 1 t 1 t 1 g 2 t t 2 2 t 3 g 3 t 3 Keterangan : g : kadar rata-rata blok g 1 : kadar bor 1 g 2 : kadar bor 2 g 3 : kadar bor 3 t 1 : ketebalan bor 1 t 2 : ketebalan bor 2 t 3 : ketebalan bor 3 Cadangan endapan diperoleh dengan menjumlahkan seluruh tonase tiap blok, sedangkan kadar rata-ratanya dihitung memakai pembobotan tonase. Bab VII. Klasifikasi dan Motoda Estimasi Sumberdaya/Cadangan 68

77 E. Cara sistem blok Metoda ini membagi daerah yang akan dihitung cadangannya atas blok-blok yang sama luasnya. Blok umumnya berbentuk bujur sangkar dengan panjang sisi sekitar ½ - 1/3 jarak lubang bor. Cadangan dihitung dengan menjumlahkan tonase masing-masing blok dan kadar rata-rata blok diperoleh dengan cara perhitungan kadar dengan pembobotan tonase. Kadar dan ketebalan setiap blok dihitung berdasarkan data lubang bor di sekitarnya yang terdekat dengan cara pembobotan jarak terbalik (inverse distance) atau kriging (cara geostatistik). Sebaran data yang tidak teratur umumnya memberikan persoalan di dalam meramal suatu blok yang tidak mempunyai data yang terletak di antara blok-blok yang mempunyai data seperti yang ditunjukkan dalam Gambar Gambar Metoda pembobotan dengan jarak terbalik. Untuk memecahkan persoalan ini digunakan suatu metoda penaksiran yang didasarkan atas jarak conto terhadap blok tersebut. Pembobotan berdasarkan jarak yang biasa dipakai adalah : inverse distance (ID), inverse distance square (IDS), inverse distance cubed (ID3). Bab VII. Klasifikasi dan Motoda Estimasi Sumberdaya/Cadangan 69

78 Formula pembobotan jarak (distance weighting) adalah: Z ( v) n i1 i n 1 i n i1 i1 i 1 d d Z( xi) i 1 i Dimana : Z (v) = kadar blok yang diestimasi Z (xi) = kadar titik/blok pada jarak xi λ i = nilai pembobotan jarak d i = jarak blok yang diestimasi dengan titik bor tertentu Berikut ini adalah contoh perhitungan menggunakan pembobotan IDS : Dari Gambar di atas diperoleh : λ = 32 = d i= = 2 0,464 Bab VII. Klasifikasi dan Motoda Estimasi Sumberdaya/Cadangan 70

79 Dengan cara yang sama maka diperoleh : (kadar blok yang diestimasi). Bab VII. Klasifikasi dan Motoda Estimasi Sumberdaya/Cadangan 71

80 Bab VIII. Estimasi Sumberdaya/Cadangan dengan Metoda Inkonvensional (Geostatistik) Setelah tubuh bijih ditemukan, maka perlu dilakukan evaluasi mengenai kuantitas dan kualitas dari tubuh bijih tersebut. Untuk mengetahui kuantitasnya atau besar sumberdayanya perlu dilakukan perhitungan sumberdaya/cadangan, sedangkan untuk mengetahui kualitasnya perlu dilakukan analisis laboratorium (analisis kimia) guna mengetahui kadarnya. Kedua informasi tersebut sangat penting dan sifatnya saling melengkapi untuk mengetahui besarnya dan kadar dari tubuh bijih. Problematik yang terkandung pada metoda-metoda konvensional dan inverse distance dicoba untuk dipecahkan dengan metoda geostatistik, karena metoda ini berlandaskan konsep yaitu the theory of regionalized variables (Gambar 8.1). Teori ini menganut konsep bahwa data dari titik-titik conto mempunyai korelasi satu sama lain sesuai dengan karakteristik penyebaran endapan mineralnya. Tingkat korelasi, kontinuitas/ketergantungan spasial dari data tercermin dari besaran yang terdapat pada parameter-parameter variogramnya. Hal inilah yang tidak pernah disinggung dalam statistik biasa, karena pengolahan data dengan statistik biasa tidak menghiraukan aspek spasial dari data. VARIABEL REGIONAL A 5% % B VARIABEL ACAK A 5% 4 1% B Gambar 8.1. Ilustrasi peubah regional (atas) dan peubah acak (bawah). Bab VIII. Estimasi Sumberdaya/Cadangan dengan Metoda Inkonvensional (Geostatistik) 72

81 Kelebihan metoda geostatistik dalam menganalisa sumberdaya/cadangan bijih yaitu : Metoda ini mempertimbangkan struktur spasial dari data Geometri dan karakter endapan terlihat dari struktur spasial dari data The best set of weights untuk kriging Saat ini dikenal dua cara dalam menganalisis karakteristik cebakan mineral secara statistik, yaitu statistik klasik dan statistik spasial. Penggunaan statistik klasik untuk menyatakan suatu sifat nilai conto dengan asumsi bahwa nilai conto merupakan realisasi peubah acak. Komposisi conto secara relatif diabaikan, dan diasumsikan bahwa semua nilai conto di dalam cebakan mineral mempunyai kemungkinan sama untuk dipilih. Hadirnya kecenderungan-kecenderungan, zona pengkayaan dan pay shoot pada mineralisasi akan diabaikan. Kenyataan pada ilmu kebumian menunjukkan bahwa dua conto yang saling berdekatan seharusnya mempunyai nilai yang mirip jika dibandingkan conto lain yang berjauhan. Sebaliknya, statistik spasial digunakan jika nilai conto merupakan realisasi fungsi acak. Pada hipotesis ini, nilai conto merupakan suatu fungsi dari posisi cebakan, dan posisi relatif conto dimasukkan dalam pertimbangan. Kesamaan nilai-nilai conto yang merupakan fungsi jarak conto serta yang saling berhubungan ini merupakan dasar teori statistik spasial. Untuk mengetahui sejauh mana hubungan spasial antara titik-titik di dalam cebakan, maka harus diketahui fungsi strukturalnya yang dicerminkan oleh model semi variogramnya. Analisis variogram menghasilkan parameter-parameter jarak pengaruh, nugget variance, sill, serta arah umum homogenitas penyebaran mineral yang selanjutnya digunakan untuk menaksir nilai kadar blok pada posisi tertentu dengan teknik kriging (metode geostatistik). Geostatistik merupakan aplikasi ilmu-ilmu statistik untuk menerangkan fenomena-fenomena ilmu kebumian, terutama pada ilmu geologi dan pertambangan. Selain itu geostatistik meninjau tentang heterogenitas (sifat penyebaran, kontinuitas) Bab VIII. Estimasi Sumberdaya/Cadangan dengan Metoda Inkonvensional (Geostatistik) 73

82 mineralisasi terhadap pengambilan conto berjarak 5 meteran pada dua terowongan (tunnel, drift) berikut : D-1 (ppm) : D-2 (ppm) : Analisis statistik menghasilkan nilai rata-rata = 3 ppm dan ukuran penyebarannya (standar baku, SD) = 1,054 baik untuk Drift-1 maupun Drift-2, sehingga hanya dengan statistik klasik tidak dapat menerangkan perbedaan fenomena mineralisasi pada kedua drift di atas. γ(h), m 2 sill C Co Geo : Fungsi acak Statistik spasial GEO a STATISTIK h, m Statistik : Peubah acak, random Statistik klasik Fenomena-fenomena perbedaan penyebaran mineralisasi di atas akan sangat mudah diterangkan dengan (semi) variogram, γ(h), yang merupakan fungsi jarak (h) dan menyatakan besarnya penyimpangan sampai sejauh jarak pengaruh (a). Analisis geostatistik memiliki tiga tahapan utama, yaitu : Analisis statisik klasik Analisis variografi Analisis kriging Bab VIII. Estimasi Sumberdaya/Cadangan dengan Metoda Inkonvensional (Geostatistik) 74

83 VIII.1 Parameter statistik Parameter-parameter statistik yang dianggap penting untuk dapat menjelaskan fenomena alam, antara lain : rata-rata, median, modus, standar deviasi (simpangan baku), variasi, koefisien variasi (CV), histogram, regresi unit dan multi variat, dan lain-lain. Koefisien variasi (CV) merupakan perbandingan antara simpangan baku (SD) terhadap rata-rata hitung. CV digunakan sebagai pendekatan statistik terhadap besaran variabilitas alami suatu populasi data, dan biasanya juga digunakan sebagai representasi dari kontinuitas berbagai endapan dipandang dari sisi genesa bahan galiannya (lihat Tabel 8.1). Tabel 8.1. Koefisien variasi dari berbagai macam endapan bijih. MACAM ENDAPAN BIJIH Emas; kalifornia, USA; placer Tersier Emas; Loraine, Afrika Selatan; Black Bar Emas; Norseman, Australia; Princess Royal Reef *) Emas; Carlin, USA Tungsten; Alaska Emas; Shamva, Rhodesia Emas; Western Holdings, Afrika Selatan Uranium; Yeelirrie, Australia Emas; Mt.Charlotte, Australia **) Emas; Fimiston, Australia *) Emas; Vaal Reefs, Afrika Selatan Seng; Frisco, Meksiko Emas; Loraine, Afrika Selatan; Basal Reef Nikel; Kambalda Australia Tembaga; Mangan Timbal; Frisko, Meksiko Bijih Besi Bauksit *) conto bijih dari daerah penambangan **) conto dari pemboran inti KOEFISIEN VARIASI 5,10 2,81 2,22 1,63 1,58 1,56 1,55 1,28 1,19 1,19 1,12 1,02 0,85 0,80 0,74 0,70 0,58 0,57 0,27 0,22 Bab VIII. Estimasi Sumberdaya/Cadangan dengan Metoda Inkonvensional (Geostatistik) 75

84 Koefisien Variasi (CV) = SD/mean CV = 0 1,2 = rendah, sederhana 1,5 2 = mulai problem 2 3 = kompleks > 3 = sangat kompleks SD = 1 / n xi X X = 1/n ( xi) Dimana SD = standar deviasi X = rata-rata (mean) n = jumlah data = data ke-i x i Kegunaan teknik geostatistik : 1. Tahap geologi Reconnaissance 2 Penggunaan varians estimasi untuk memperkirakan potensi mineralisasi secara awal, berdasarkan beberapa data lubang bor yang meliput daerah penyelidikan. 2. Estimasi suatu bahan galian Dari perhitungan varians estimasi bisa diketahui perlu tidaknya penambahan lubang bor / perubahan pola pemboran (Resource Reserve). Estimasi cadangan lokal berdasarkan cut of grade untuk mendapatkan cadangan tambang yang ekonomis. Persyaratan dalam penerapan geostatistik adalah data yang ada harus memiliki distribusi normal dan stationer (Gambar 8.2). Stationer Harga kadar hampir sama 5 12 Terdapat 2 kondisi stationer Gambar 8.2. Kondisi data stasioner (atas) dan data yang memiliki dua kondisi stationer (bawah). Bab VIII. Estimasi Sumberdaya/Cadangan dengan Metoda Inkonvensional (Geostatistik) 76

85 VIII.1 Variogram Tahapan untuk memvisualisasikan, memodelkan dan mengekploitasi hubungan fenomena-fenomena alam yang terdistribusi dalam ruang disebut dengan variografi, sedangkan hasil yang didapatkan disebut dengan (semi) variogram. Variogram diformulasikan sebagai berikut : h) N i1 ( ( Z i Z ih 2 N( h) ) 2 Dengan : γ(h) = variogram Z i = kadar pada posisi ke-i Z i+h = kadar berjarak h terhadap Z i N(h) = jumlah pasangan data Model Variogram 1. Model variogram dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : Perilaku variogram dekat titik awal Parabolik, kontinuitas variabel tinggi, data teratur : data tebal Linear, kontinuitas sedang : data kadar bijih Ketidakaturan tinggi, diawali lompatan : data eratik Horisontal, variabel random, distribusi acak 2. Kehadiran sill (variansi statistik) Dengan sill : model Matheron, Formery (eksponensial), Gaussian Tanpa sill : model linear dan logaritmik (de Wijsian) 3. Kehadiran anisotropi, struktur bersarang, drift dan lain-lain. Umum digunakan saat ini pada endapan mineral adalah model Matheron (Gambar 8.3) Bab VIII. Estimasi Sumberdaya/Cadangan dengan Metoda Inkonvensional (Geostatistik) 77

86 γ(h), m 2 γ(h) = C {3/2 (h/a) 1 / 2 (h/a) 3 } + Co h a C +Co.h > a sill C Co a h, m Gambar 8.3. Model Matheron Kecocokan model antara variogram eksperimental dan model matematis (terpilih model Matheron) kemudian dianalisis untuk menghasilkan parameter-parameter variogram (a, Co, C) dan sill pada satu arah perhitungan, misal Barat-Timur. Contoh perhitungan variogram: Tinjau ulang drift-1 dan drift-2 : h h h h h h h h h Drift-1 : h 2h 2h 2h γ(h=5m) = [(3-2) 2 + (2-4) 2 +(4-4) 2 +(4-2) (2-2) 2 ] / 2x9 = 23/18 = 1,278 γ(h=10m) = [(3-4) 2 + (2-4) (5-2) 2 ] / 2x8 = 26/16 = 1,562 γ(h=15m) = [(3-4) 2 + (2-2) (3-2 )2 ] / 2x7 = 14/14 = 1,000 γ(h=20m) = [(3-2) 2 + (2-3) (3-2) 2 ] / 2x6 = 5/12 = 0,417 γ(h=25m) = [(3-3) 2 + (2-3) (2-2) 2 ] / 2x5 = 6/10 = 0,600 γ(h=30m) = [(3-3) 2 + (2-5) (4-2) 2 ] / 2x4 = 17/8 = 2,125 γ(h=35m) = [(3-5) 2 + (2-2) 2 + (4-2) 2 ] / 2x3 = 8/6 = 1,333 γ(h=40m) = [(3-2) 2 + (2-2) 2 ] / 2x2 = ¼ = 0,25 γ(h=45m) = [(3-2) 2 ] / 2x1 = 1 / 2 = 0,5 Bab VIII. Estimasi Sumberdaya/Cadangan dengan Metoda Inkonvensional (Geostatistik) 78

87 Gambar Variogram Eksperimental Drift-1 Analisis Variogram Untuk analisis variogram diperlukan perhitungan variogram ke segala arah (Gambar 8.4), dengan maksud untuk menentukan jarak pengaruh masing-masing arah sehingga dapat ditentukan jarak pengaruh terpanjang (homogen) dan jarak terpendek (heterogen) pada arah tertentu. a 0 N 20 0 E N 70 0 W a 45 a 90 a 135 Gambar 8.4. Analisi variogram Sifat-sifat struktur variogram Kontinuitas satu ketergantungan variabel sangat erat hubungannya dengan perilaku suatu semivariogram di dekat titik awal. Bab VIII. Estimasi Sumberdaya/Cadangan dengan Metoda Inkonvensional (Geostatistik) 79

88 γ(h) (a) Suatu perilaku parabolik di dekat titik awal memperlihatkan suatu kontinuitas variabel yang tinggi, yaitu sifat data yang teratur, seperti variabel geofisika, geokimia, atau kadang-kadang data ketebalan. h (a) γ(h) (b) Perilaku linier dekat titik awal menyatakan suatu variabel dengan kontinuitas sedang. Variogram semacam ini biasanya berlaku pada data kadar bijih. (b) h γ(h) (c) h (c) Variabel dengan ketidakaturan yang tinggi akan memberikan variogram yang diawali dengan lompatan. Ketidak-kontinuan ini dinamakan dengan nugget effect. Efek ini dapat diartikan, bahwa perubahan variabel terregional terjadi pada jarak yang lebih kecil dibandingkan dengan jarak h yang digunakan untuk perhitungan semivariogram. Nugget effect ini umumnya merupakan kesalahan pada pengukuran variabel-variabel termaksud. γ(h) (d) Suatu semivariogram yang berperilaku horisontal adalah hasil dari perhitungan variabel dengan distribusi acak. (d) h Daerah Pengaruh (Range) Secara umum γ(h) akan naik dengan bertambahnya harga h, artinya besrnya perbedaan harga pada dua titik akan sangat tergantung dengan jarak ke dua titik tersebut. Bab VIII. Estimasi Sumberdaya/Cadangan dengan Metoda Inkonvensional (Geostatistik) 80

89 Kenaikan harga γ(h) tersebut akan berlangsung selama masih terdapat pengaruh harga antar titik, daerah ini dikenal dengan daerah pengaruh suatu conto, sampai akhirnya konstan di suatu harga γ( ) = c (sill) yang merupakan varians populasi (varians a prion). Daerah pengaruh suatu conto ini (Gambar 8.5) mempunyai suatu jarak dengan notasi a yang dikenal dengan nama daerah pengaruh (range). Di luar jarak ini maka ratarata variasi harga Z(x) dan Z(x+h) tidak lagi tergantung dengan jarak, dengan kata lain Z(x) dan Z(x+h) tidak berkorelasi satu dengan lainnya. Range a adalah suatu ukuran untuk daerah pengaruh. γ(h) γ( c = sill model variogram variogram eksperimental a (range) h Gambar 8.5. (Semi) variogram, misalnya pada ketebalan suatu endapan berlapis a semakin > makin bagus masih ada a semakin <<< tidak dapat memakai geostatistik Struktur Bersarang (Nested Structure) Jika pada suatu endapan bahan galian terdapat beberapa struktur yang berbeda, maka untuk setiap struktur akan memberikan variogram dengan harga a yang berbeda (ukuran untuk perbedaan dimensi struktur) dan harga sill yang berbeda (ukuran untuk rata-rata simpangan variabel). Pengaruh-pengaruh struktur ini akan saling tumpang tindih sehingga akan memberikan satu variogram gabungan (Gambar 8.6), yang bisa diuraikan atas komponenkomponennya B). Bab VIII. Estimasi Sumberdaya/Cadangan dengan Metoda Inkonvensional (Geostatistik) 81

90 Variogram-variogram semacam ini biasanya akan muncul pada endapan fluviatil, seperti endapan bentuk lensa yang saling tumpang tindih atau fingering. γ(h) C C 2 C 1 Merupakan gabungan C 1 & C 2 σ 2 >> populasi kadar tinggi σ 2 << populasi kadar rendah a 1 a 2 h Gambar 8.6. Struktur bersarang (nested structure) suatu contoh teoritis Nugget Variance dan Struktur Mikro Variogram dengan struktur bersarang umumnya terbentuk jika jarak pasangan antar conto sangat kecil dibandingkan dengan range a. Dalam hal jarak pasangan antar conto dipilih sedemikian besarnya sehingga bagian awal dari variogram tidak terekam, maka ekstrapolasi kurva menuju ke h = 0 tidak memberikan γ(0) = 0 melainkan γ(0) = CO, yang dikenal sebagai nugget variance (Gambar 8.7). γ(h) C C 2 C 1 C 0 a 1 a 2 h Gambar 8.7. Nugget variance dan struktur mikro Pengaruh dari struktur mikro terhadap pemilihan jarak antar pasangan antar conto ini akan terlihat dengan muncul tidaknya nugget variance. Nugget effect ini bisa dihindarkan dengan memperkecil jarak h. Adanya nugget variance ini juga bisa diakibatkan oleh kesalahan pada analisa. Bab VIII. Estimasi Sumberdaya/Cadangan dengan Metoda Inkonvensional (Geostatistik) 82

91 Anisotropi Mengingat h merupakan suatu vektor, maka suatu variogram harus ditentukan untuk berbagai arah. Suatu penyelidikan perubahan γ(h) sesuai dengan arah orientasinya memungkinkan munculnya anisotropi. Isotropi Jika variogram-variogram pada berbagai arah sama, maka dapat diartikan bahwa γ(h) merupakan suatu fungsi dari harga absolut vektor h. ( h) h h h , jika h 1, h 2, dan h 3 adalah komponen-komponen vektor h. Anisotropi Geometri Jika pada beberapa γ(h) dengan arah yang berbeda tetap mempunyai harga sill C dan nugget variance yang sama, sedangkan kenaikan variogram-variogram yang dinyatakan dengan harga range a berbeda, maka akan terlihat apa yang disebut dengan anisotropi geometri (Gambar 8.8). γ(h) C a US a TL a BT a TC h Keterangan : Gambar 8.8. Anisotropi geometri a US : range pada arah UTARA SELATAN a TL : range pada arah TIMURLAUT BARATDAYA a RT : range pada arah TIMUR BARAT a TC : range pada arah BARATLAUT TENGGARA Bab VIII. Estimasi Sumberdaya/Cadangan dengan Metoda Inkonvensional (Geostatistik) 83

92 Umumnya suatu besaran range a tersebut akan tersebar menuruti bentangan elipsoida (gambar ). Kondisi seperti ini sering dijumpai pada endapan placer (mis. Endapan pasir besi pantai). a US a TL a BT a TC Anisotropi Zonal Dalam beberapa hal mungkin dijumpai bahwa variogram pada arah tertentu sangat berbeda sekali misalnya, pada endapan bahan galian yang mempunyai struktur perlapisan, dimana variasi kadar pada arah tegaklurus terhadap bidang perlapisan sangat besar dibandingkan variasinya pada bidang perlapisannya (Gambar 8.8). Pada kasus ini model variogramnya benar-benar anisotrop sempurnya dan dapat diuraikan sebagai berikut : Komponen isotrop h h h3 Dan suatu komponen anisotrop murni yang diperoleh dari variogram arah tegak lurus bidang perlapisan γ 2 (h 3 ) (h) c 2 c 1 vertikal 2 horizontal 1 Sehingga diperoleh : ( h1 h2 h3 ) 1 h1 h2 h3 ) 2( h3 ) h Gambar 8.8. Anisotropi zonal Bab VIII. Estimasi Sumberdaya/Cadangan dengan Metoda Inkonvensional (Geostatistik) 84

93 VIII.2 Kriging Analisis kriging dilakukan erdasarkan pada data masukan parameter-parameter variogram yang dipakai. Kadar taksiran : Kriging n Z 0 i1 Wi. σ ij + µ = σ oi a Z i. i Dalam bentuk matriks [A]. [x] = [B] Dimana : [A] : Matriks kovariansi antar contoh [x] : Matriks bobot dan µ yang dicari [B] : Matriks kovariansi antara blok dengan contoh Variansi Kriging = σ o 2 + µ - N i1 Wi σ oi (σ k 2 ) Pembobot (a) dihitung dengan batasan-batasan : Jumlah keseluruhan pembobot sama dengan satu ( a = 1) Memenuhi persamaan matriks : [a] = [A] -1 = [B] Dengan [A] merupakan matriks variogram titik terhadap titik lain, dan [B] merupakan matriks variogram titik terhadap blok. Latihan perhitungan kadar blok dengan metoda kriging : Pertanyaan : berapa kadar blok? Bab VIII. Estimasi Sumberdaya/Cadangan dengan Metoda Inkonvensional (Geostatistik) 85

94 Bab IX. Studi Kelayakan Industri Pertambangan Apabila suatu daerah secara geologi telah diyakini mengandung endapan mineral dengan kualitas dan kuantitas tertentu, maka selanjutnya dilakukan penilaian untuk meninjau kelayakan endapan mineral tersebut dari aspek ekonomi dan aspek lain untuk ditambang. Penilaian kelayakan suatu endapan mineral biasanya dilakukan setelah tahap akhir eksplorasi menjelang penambangan. Penilaian kelayakan suatu endapan mineral sebelum ditambang adalah untuk melihat kelayakannya secara: a. Ekonomi Layak dari sisi ekonomi artinya endapan bahan galian yang akan ditambang tersebut dapat menghasilkan keuntungan apabila ditambang, diproses dan kemudian dijual. b. Penambangan Layak penambangan berarti dengan teknologi yang ada saat ini, endapan bahan galian tersebut dapat ditambang secara aman dan menguntungkan. c. Metalurgi Layak metalurgi maksudnya adalah endapan bahan galian dapat diolah atau diambil logamnya dengan teknologi yang ada sekarang secara mudah dan menguntungkan. d. Pemasaran Dalam hal pemasaran, bahan galian yang akan ditambang harus sudah ada peminatnya, pasar yang meminta atau bersedia membelinya, dan menguntungkan. e. Peraturan / Perundang-undangan Keberadaan atau letak endapan bahan galian harus dipelajari untuk memastikan tidak adanya kepentingan-kepentingan lain yang saling tumpang tindih pada calon lokasi penambangan, misalnya areal tersebut bukan merupakan daerah hutan lindung atau daerah konservasi. Jadi harus melihat rencana tata ruang sesuai dengan peraturan yang ada atau peruntukannya. Bab IX. Studi Kelayakan Industri Pertambangan 86

95 f. Lingkungan Dalam hal lingkungan, harus dipelajari dampak-dampak positif maupun negatif yang mungkin atau akan muncul apabila daerah tersebut akan ditambang, baik dampak bagi manusia, flora-fauna maupun lingkungan abiotiknya. Usaha yang harus dilakukan adalah dengan memaksimalkan dampak positifnya dan meminimalkan dampak negatif yang akan muncul. Semua itu harus dihitung secara ekonomi, dan usaha untuk mengatasi dampak negatif yang akan muncul tetap dapat memberikan keuntungan apabila dibebankan pada biaya penambangan. Selain itu pelaksanaan reklamasi pasca penambangan dan usaha dalam mengembalikan lingkungan pasca penambangan juga termasuk hal yang penting untuk diperhatikan dalam studi kelayakan pra-tambang ini. IX.1 Ciri Utama Industri Pertambangan Beberapa karakter penting yang perlu diketahui seputar industri pertambangan yaitu : 1. Kegiatan penambangan merupakan kegiatan yang berisiko tinggi. Hal ini menjadi permasalahan karena kegiatan penambangan melibatkan modal yang besar. Terdapat berbagai macam resiko yang harus diperhatikan dalam industri pertambangan (lihat Gambar 9.1), dari yang paling beresiko tinggi adalah resiko geologi, resiko politik, resiko teknis, resiko ekonomi, dan resiko alam. Yang termasuk dalam resiko geologi misalnya potensi keterdapatan sumberdaya mineral, mutu atau kadar bahan galian. Resiko politik seperti perubahan nilai tukar mata uang, lingkungan, pajak, peraturan dan nasionalisasi. Resiko teknis berupa cadangan, penyelesaian (completion), produksi. Resiko ekonomi dapat berupa perubahan harga, jumlah permintaan, dan devisa. Resiko alam dapat terjadi sewaktu-waktu sehingga terkadang kurang diperhitungkan, seperti adanya gempabumi, banjir, badai, yang dapat merusak infrastruktur atau mengganggu kegiatan pertambangan sehingga tidak dapat bekerja optimal. Bab IX. Studi Kelayakan Industri Pertambangan 87

96 Gambar 9.1. Peningkatan potensi sumberdaya bumi sesuai dengan tahapan eksplorasinya (atas), skema perilaku resiko dan investasi pada industri mineral (bawah). 2. Endapan mineral yang dikelola tidak menentu terhadap volume yang keberadaannya di dalam bumi. Hal ini dikarenakan proses alam yang berbeda-beda di belahan bumi sesuai dengan kondisi geologinya dan perkembangan bumi. Oleh karena itu, maka volume endapan-endapan mineral tentunya berbeda-beda antara wilayah yang satu dengan wilayah yang lain. 3. Selalu ada tenggang waktu antara penemuan dan produksi. Jika kita telah menemukan suatu endapan mineral di suatu wilayah, maka tahap-tahap eksplorasi, termasuk studi kelayakan ekonomi harus dilakukan terlebih dahulu. Persiapan dalam melakukan penambangan harus matang sehingga modal yang dikeluarkan seringkali tidak sedikit, dan baru dapat kembali apabila kegiatan produksi telah dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu. 4. Mineral termasuk sumberdaya non renewable. Karena endapan mineral yang ditambang merupakan sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui, selain membuat harga jualnya relatif tinggi, diperlukan kebijakan dalam eksploitasi dan penggunaannya. Agar dapat beroperasi maksimum, maka dibutuhkan perencanaan yang matang antara jumlah produksi dan umur penambangan. Hal ini dikarenakan Bab IX. Studi Kelayakan Industri Pertambangan 88

97 jika endapan mineral di suatu wilayah penambangan telah habis, maka kegiatan penambangan di tempat itu telah selesai atau harus pindah ke tempat lain dan menambang endapan mineral baru. 5. Penyebarannya tidak merata pada daerah/pulau/negara. Karena penyebarannya yang tidak merata di tiap daerah/pulau sesuai dengan kondisi geologinya masingmasing, maka setiap penambangan mineral tertentu tentunya akan dilakukan pada daerah yang sesuai dengan tatanan geologinya. IX.2 Indikator Penilaian Investasi Eksplorasi mineral adalah suatu komitmen jangka panjang dan harus mempunyai perencanaan yang hati-hati. Ini seharusnya memerlukan pananganan yang khusus terutama pada sumberdaya perusahaan dan perubahan lingkungan dimana operasi akan dilakukan. Ada beberapa faktor yang dapat berpengaruh: (a) Lokasi kebutuhan produk. Hal ini tergantung kepada daerah pengembangan kebutuhan. Sebagai contoh, logam, daerah yang paling membutuhkan adalah negaranegara yang sedang mengembangkan industri seperti daerah di lingkar Pasifik. (b) Harga logam. Siklus harga harus diduga sejauh mungkin begitu juga penyediaan dan kebutuhan pasar. (c) Faktor politik negara. Situasi perkembangan politik negara yang tidak menentu dapat menyebabkan investasi pada sektor ini cenderung menurun. (d) Struktur industri pertambangan. Salah satu penghalang untuk menjadi produsen baru adalah kompetisi dari produsen yang telah ada dan membutuhkan modal untuk mencapai skala ekonomi. Pemilihan strategi eksplorasi sangat bervariasi, tergantung kepada objek perusahaan dan keinginannya untuk mengambil resiko. Bagi perusahaan yang baru, pilihannya adalah mengakuisisi prospek yang telah ada dan memulai eksplorasi dari awal. Akuisisi membutuhkan modal yang cukup besar, tetapi membawa risiko yang lebih rendah. Karena karakternya yang unik dan berisiko tinggi, maka sebelum melakukan penambangan, harus dilakukan ujian kelayakan endapan mineral terlebih dahulu. Bab IX. Studi Kelayakan Industri Pertambangan 89

98 Investasi Investasi adalah nilai pertukaran uang saat sekarang (telah pasti) dengan nilai harapan perolehan uang yang akan datang (belum pasti) (Arsegianto, 1996). Adanya investasi diperlukan untuk mendanai kegiatan awal suatu proyek sebelum proyek mampu membiayai dirinya sendiri. Investasi merupakan sesuatu yang dinamis, tidak hanya berupa pembelanjaan aset atau uang yang dibelanjakan untuk aset perusahaan, tetapi meliputi keseluruhan proses. Banyak manfaat yang bisa diperoleh dari suatu kegiatan investasi, seperti penyerapan tenaga kerja, peningkatan devisa ataupun penghematan devisa, dan lain sebagainya. Proyek investasi merupakan suatu rencana untuk menginvestasikan sumberdaya yang bisa dinilai secara cukup independen. Proyek tersebut bisa merupakan proyek besar maupun proyek kecil. Karakteristik dasar dari suatu pengeluaran modal adalah umumnya proyek tersebut memerlukan pengeluaran saat ini untuk memperoleh manfaat di masa yang akan datang. Manfaat ini bisa berwujud manfaat dalam bentuk uang bisa juga tidak. Pengeluaran modal tersebut misalnya berbentuk pengeluaran untuk tanah, mesin, bangunan, penelitian dan pengembangan, serta program-program latihan. Investasi terdiri dari : Investasi kapital; yaitu bila investasi tersebut berupa barang-barang yang memiliki pengurangan nilai (depresiasi) terhadap waktu umur barang yang relatif lama seperti gadung, mesin, peralatan produksi, dan alat-alat transportasi. Investasi non kapital; merupakan investasi yang dianggap tidak memiliki pengurangan nilai, seperti biaya-biaya operasi dan pemeliharaan. Biaya Pengeluaran biaya-biaya dikelompokkan menjadi beberapa komponen untuk memudahkan perhitungan. Menurut Jelen (1970) dalam Gentry & O neill (1984), biaya diklasifikasikan menjadi : 1. Biaya kapital (biaya awal/investasi kapital), yaitu biaya/pengeluaran untuk memperoleh/membangun aset dimana manfaat atau keuntungannya diperoleh beberapa tahun kemudian. 2. Biaya produksi, terdiri dari : Bab IX. Studi Kelayakan Industri Pertambangan 90

99 Biaya operasi, yaitu seluruh pengeluaran pada lokasi tambang : 1. Biaya langsung (direct cost) atau biaya variabel seperti tenaga kerja, material, dan suplai yang digunakan langsung dalam proses produksi, 2. Biaya tidak langsung (indirect cost) atau biaya tetap adalah biaya yang tidak berhubungan dengan tingkat produksi, seperti pajak, asuransi dan depresiasi. 3. Biaya distribusi 4. Biaya tak terduga Pengeluaran umum 1. Pengeluaran pemasaran 2. Pengeluaran admistrasi Menurut Kuiper (1971) dalam Kodoatie (1997) biaya dikelompokkan menjadi dua, yaitu : Biaya modal (capital cost), adalah semua pengeluaran yang dibutuhkan mulai dari pra studi hingga proyek selesai dibangun. Semua pengeluaran biaya modal ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu : 1. biaya langsung; merupakan biaya yang diperlukan untuk pembangunan suatu proyek, dan 2. biaya tak langsung Biaya tahunan (annual cost), adalah biaya yang masih diperlukan sepanjang umur proyek. Biaya tahunan terdiri dari : a. Biaya tahunan konstan; dasar perhitungannya adalah membuat biaya yang diperlukan menjadi biaya yang sama jumlahnya setiap tahun, b. Biaya tahunan bervariasi; variasi biaya bisa naik atau turun karena adanya tambahan atau pengurangan biaya pada periode tahun tertentu. Untuk membandinggkan beberapa alternatif biaya tahunan akan sulit. Oleh karena itu, cara termudah adalah dengan membuat semua biaya yang ada menjadi biaya sekarang (present value) dan yang paling ekonomis adalah biaya dengan nilai terkecil. Bab IX. Studi Kelayakan Industri Pertambangan 91

100 Analisis Aliran Kas (Cash Flow) Analisis investasi diawali dengan membuat prakiraan mengenai jumlah uang yang dikeluarkan untuk eksplorasi, pengembangan, operasi, pajak dan aktivitasaktivitas lainnya, serta jumlah penerimaan dari produksi mineral. Jumlah uang tersebut dinyatakan sebagai cash flow atau aliran kas (Gocht, 1988). Cash flow adalah aliran uang; terdiri dari cash-in (uang masuk) dan cash-out (uang keluar). Cash flow dibuat dalam lajur yang paling tidak terdiri dari 3 kolom, yaitu kolom waktu, kolom pengeluaran, dan kolom penerimaan. Cash-flow dapat juga digambarkan dalam suatu diagram dimana aliran uang masuk dan keluar diplot terhadap waktu. Cash-in ditunjukkan oleh anak panah yang mengarah ke atas, sedang cash-out ditunjukkan oleh anak panah yang mengarah ke bawah. Pada umumnya ada 3 (tiga) kriteria yang biasa dipertimbangkan untuk dipakai dalam penilaian investasi dalam analisis cash flow. Kriteria-kriteria tersebut adalah : 1. Net Present Value (Nilai Sekarang Bersih) 2. Rate of Return (Laju Pengembalian) 3. Payback Period (Periode Pengembalian) 1. Net Present Value (NPV) NPV menghitung selisih antara nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang. Jika penerimaan kas lebih besar daripada nilai sekarang investasi (NPV positif), maka proyek tersebut dikatan menguntungkan sehingga proyek diterima. Sedangkan, apabila lebih kecil (NPV negatif), maka proyek ditolak karena dinilai tidak menguntungkan. NPV dinyatakan dalam persamaan (Arsegianto, 1996): Bab IX. Studi Kelayakan Industri Pertambangan 92

101 R 0 n R1 R2 (1 i) (1 i) j 0 n k 0 (1 i) CF q R j j j j n 2 j 0... C C j (1 i) j 0 C1 C2 (1 i) (1 i) 2... Dimana R = revenue (penerimaan), C = cost (biaya), CF = cash flow (aliran kas), i = discount rate, j = tahun (0,, n), dan q = (1 + i). 2. Rate of Return (ROR) Apabila sebuah perusahaan akan melakukan investasi, maka sumber dana dapat diperoleh dari milik sendiri (equity), atau pinjaman dari pihak lain (bank, penjualan obligasi, dsb). Jika uang yang digunakan berasal dari pinjaman bank, maka ROR-nya harus lebih besar daripada bunga bank (interest rate) yang harus dibayar. Ada dua macam Rate of Return, yaitu : 1. Ekstermal, yaitu return yang diperoleh bila investasi dilakukan di luar organisasi, misalnya perusahaan menyimpan uangnya di bank atau membeli saham-saham perusahaan (pihak) lain, dan 2. Internal, yaitu return yang diperoleh dari investasi di dalam organisasi. Pengertian secara mendasar dari laju pengembalian (ROR) adalah besarnya tingkat bunga (discount interest rate) yang menjadikan biaya pengeluaran dan biaya pemasukan sama besar atau selisihnya sama dengan nol. Supaya bisa dibandingkan, maka semua dibuat dalam kondisi harga sekarang (PV). Prosedur perhitungan ROR adalah sebagai berikut : PV untuk semua biaya = PV untuk semua pemasukan Perhitungan di atas tidak dipengaruhi oleh suku bunga komersil yang berlaku sehingga ROR sering juga disebut dengan istilah Internal Rate of Return (IRR). Apabila hasilnya lebih besar daripada suku bunga komersil yang berlaku, maka sering disebutkan bahwa proyek tersebut menguntungkan, tetapi bila lebih kecil maka dianggap rugi. Bab IX. Studi Kelayakan Industri Pertambangan 93

102 Secara matematis, tingkat bunga tersebut dinyatakan dengan i (IRR) dan bentuk persamaannya adalah (Rudawsky, 1986) : NPV n j 0 CF q j j n CFj j (1 i) n CFj 0 j (1 i) j j Cf j adalah aliran kas pada periode j, dan n adalah periode terakhir aliran kas yang diharapkan. Jadi, i (IRR) adalah tingkat bunga yang men-discount aliran kas di waktu mendatang (CF sampai dengan Cf n ). Di sini secara implisit dianggap bahwa kas masuk yang diterima dari investasi diinvestasikan kembali dan mendapat tingkat keuntungan yang sama dengan i (IRR). Penentuan IRR dilakukan dengan cara coba-coba (trial & error) dan interpolasi linear dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Tetapkan sutu bunga sebarang i 1 hingga didapat NPV positif (NPV 1 ) 2. Tetapkan suatu bunga sebarang i 2 (sedekat mungkin dengan i 1 ) dan hitung NPV dengan berbagai nilai i 2 hingga didapat nilai negatif (NPV 2 ) dan 3. Hitung rumus IRR dengan rumus : NPV IRR i j ( i2 ( NPV NPV ) 1 1 i1 2 ) 3. Payback Period (PBP) Payback period adalah jangka waktu pengembalian yang diperlukan untuk mengembalikan modal investasi yang ditanam (Arsegianto, 1996). Metoda ini mencoba mengukur seberapa cepat investasi bisa kembali. Karena itu satuan hasilnya bukan prosentase, tetapi satuan waktu (bulan, tahun, dan sebagainya). Kalau periode pengembalian lebih pendek daripada yang disyaratkan, maka proyek dinyatakan menguntungkan, sedangkan kalau lebih lama maka proyek perlu dipertimbangkan untuk ditolak. Bab IX. Studi Kelayakan Industri Pertambangan 94

103 Masalah utama dari metoda ini adalah sulitnya menentukan periode pengembalian maksimum yang disyaratkan untuk dipergunakan sebagai angka pembanding. Kelemahan-kelemahan lain dari metoda ini adalah : 1. Diabaikannya nilai waktu uang, 2. Diabaikannya aliran kas setelah periode payback. Analisis Statis Dalam melakukan perhitungan metoda statis, investasi ditetapkan sebagai aset nyata (real investment), seperti lahan, mesin dan sebagainya yang dapat rusak dan memiliki umur pemakaian yang pasti. Depresiasi dihitung menggunakan depresiasi linear (straight line) dengan harga tahunan Io/n dan diharapkan tidak ada nilai sisa (salvage value) pada akhir umur pemakaian. Dalam analisis statis, kriteria penilaian investasi yang dihitung adalah : 1. Keuntungan bersih tahunan rata-rata (ANa), 2. Rate of return (ROR), 3. Pay off period Perhitungan Biaya dan Keuntungan Perhitungan biaya dan keuntungan terdiri dari 3 bagian, yaitu : Keuntungan kotor tahunan rata-rata (AGa), dinyatakan dalam persamaan : Aga = Aa Oca Io/n Keuntungan bersih tahunan rata-rata (ANa), dinyatakan dalam persamaan : Ana = Aa Oca Io/n (Io/2)i = Gsa Io/n (Io/2)i Biaya tahunan (rata-rata) total (TCa), dinyatakan dalam persamaan : TCa = Oca + Io/n + (Io/2)i Keterangan : Aa = penerimaan tahunan OCa = biaya operasi tahunan Io = biaya investasi kapital n = umur pemakaian Io/n = harga depresiasi tahunan Bab IX. Studi Kelayakan Industri Pertambangan 95

104 GSa = pendapatan kotor i = interest rate Proyek investasi dikatakan menguntungkan jika Ana 0, yang berarti : Aa TCa, atau GSa Io/n + Io Rate of Return (ROR) Rate of return secara umum adalah perbandingan antara keuntungan dan investasi kapital. Perhitungan rate of return terdiri dari : 1. Gross rate of return (r G ); dihitung berdasarkan keuntungan (kotor) tahunan ratarata. 2. Net rate of return (r N ); dihitung berdasarkan keuntugan bersih tahunan rata-rata. Rumus yang digunakan adalah : Proyek investasi menguntungkan, jika : r G AGa GSa Io/ n (1/ th) Io/ 2 Io/ 2 r G i, atau r N 0 Apabila umur pemakaian (n) tidak dapat ditentukan, maka rate of return dinyatakan dalam persamaan : Aa r F ( 1/ th) Io Aa100 (%/ th) Io Proyek investasi akan menguntungkan jika : r F i Pay-off Period Perhitungan pay-off period terdiri dari : 1. Metoda tak terkoreksi (L) Pada metoda ini, investasi awal dibagi dengan pendapatan kotor yang dinyatakan dalam persamaan : Bab IX. Studi Kelayakan Industri Pertambangan 96

105 Proyek menguntungkan jika : L n 2. Metoda terkoreksi (n) Persamaan : Io L (tahun) GSa Io n GSa ( Io/ 2) i Proyek investasi menguntungkan jika : n n Analisis Risiko (Analisis Sensitivitas) Risiko adalah suatu ukuran tingkat perubahan penerimaan dan biaya yang mungkin dikeluarkan pada masa yang akan datang (Gocht, 1988). Investasi berisiko rendah memiliki potensi perubahan pengembalian finansial yang lebih kecil dibandingkan dengan investasi berisiko tinggi. Investasi pada pengembangan cadangan mineral termasuk berisiko tinggi. Penerimaan dan biaya akan datang yang berhungungan dengan pengembangan mineral tidak mugkin diketahui secara pasti, sebab faktor-faktor yang menentukan penerimaan dan biaya tersebut tidak mungkin diketahui secara pasti pada saat investasi. Gocht, 1988 mengelompokkan faktor-faktor risiko menjadi 3 (tiga) kategori risiko seperti ditunjukkan pada Tabel 9.1. Kategori pertama adalah resiko pasar, kadang-kadang disebut resiko bisnis atau ekonomis. Tipe resiko ini ditentukan oleh sistem ekonomi keseluruhan. Beberapa tipe resiko termasuk di dalamnya. Resiko harga adalah kemungkinan perubahan harga mineral yang akan datang. Harga mineral, bersama dengan tingkat produksi, menentukan penerimaan. Adanya perbedaan harga akan datang dengan harga yang diharapkan pada saat analisis cash flow menyebabkan penerimaan dan keuntungan akan berbeda dari yang diharapkan. Tipe resiko pasar yang lain adalah resiko permintaan, yaitu perubahan permintaan mineral akan datang. Perbedaan antara permintaan sebenarnya dengan yang diharapkan akan mempengaruhi produksi dan penerimaan. Risiko devisa adalah perubahan tingkat penerimaan devisa. Tingkat Bab IX. Studi Kelayakan Industri Pertambangan 97

106 devisa akan mempengaruhi penerimaan perusahaan yang beroperasi di luar negeri, dan penerimaan perusahaan yang menjual produknya berdasarkan mata uang asing. Resiko pasar : Harga Permintaan Devisa Tabel 9.1. Resiko-Resiko dalam Pengembangan Mineral Kategori dan tipe Akibat pada : Harga produksi mineral Produksi tambang, penerimaan Penerimaan, biaya Resiko teknis : Cadangan Penyelesaian (Completion) Produksi Resiko politik : Perubahan nilai tukar mata uang Lingkungan Pajak Peraturan-peraturan lain Nasionalisasi Produksi tambang, biaya Produksi tambang, biaya Produksi tambang, baiya Penerimaan Biaya Biaya Biaya Produksi tambang Kategori kedua adalah resiko teknis yang terdiri dari tiga tipe. Resiko cadangan, ditentukan oleh alam (distribusi mineral pada kerak bumi) dan estimasi kualitas cadangan, memungkinkan adanya perbedaan antara jumlah cadangan sebenarnya dengan estimasi awal. Resiko penyelesaian (completion) menggambarkan adanya kemungkinan bahwa proyek pengembangan mineral tidak dilanjutkan hingga tahap produksi sebab, sebagai contoh, biaya terlalu tinggi, penundaan konstruksi, dan kerusakan teknis atau desain. Resiko produksi, menggambarkan kemungkinan bahwa produksi tidak sesuai yang diharapkan, baik karena masalah peralatan atau proses ekstraksi, atau karena manajemen yang jelek. Kategori ketiga adalah resiko politik yang ditentukan oleh kebijasanaan pemerintah. Resiko politik menggambarkan kemungkinan bahwa kebijaksanaan pemerintah akan mempengaruhi keuntungan dari suatu investasi. Kebijaksanaan pemerintah meliputi nasionalisasi dan perubahan-perubahan peraturan, seperti, lingkungan, perpajakan, nilai tukar mata uang atau impor. Bab IX. Studi Kelayakan Industri Pertambangan 98

107 Salah satu metoda yang paling banyak digunakan dalam analisis resiko adalah analisis sensitivitas. Analisis sensitivitas adalah studi untuk menentukan perubahan ukuran dan keputusan ekonomi apabila faktor-faktor yang mempengaruhinya berubah (Blank & Tarquin, 1989). Tujuan dari analisis sensitivitas adalah untuk mengetahui variabel-variabel yang perubahannya dapat mempengaruhi keuntungan. Evaluasi kebijaksanaan Evaluasi kebijaksanaan dilakukan untuk mengukur kekuatan mineral, kekuatan ekonomi, dan teknik pada produksi dan konsumsi mineral. Hal yang perlu dipertimbangkan dalam evaluasi kebijaksanaan adalah hubungannya dengan pengambilan keputusan politik. Evaluasi kebijaksanaan adalah suatu masukan ke dalam arena politik dimana keputusan dibuat. Semua evaluasi kebijaksanaan mengkuantisir pengaruh masing-masing keputusan terhadap produksi dan konsumsi mineral. Keadaan ekonomi dan peramalan ekonomi meraupakan unsur-unsur penting dalam evaluasi kebijaksanaan. Seringkali evaluasi kebijaksanaan digunakan untuk menunjukkan betapa merugikannya (atau menguntungkannya) akibat dari suatu kebijaksanaan. Terdapat dua macam pertimbangan kebijaksanaan, yaitu : 1. Allocative efficiency (efisiensi berdasarkan alokasi) Suatu kebijaksanaan berdasarkan allocative eficiency apabila menghasilkan jumlah mineral yang masimum dengna biaya terendah dan imbalan yang setimpal untuk perusahaan yang memproduksinya. 2. Distributive efficiency (efisiensi berdasarkan distribusi) Merupakan perwujudan maksud pembuat keputusan pemerintah maupun perusahaan untuk memilih alokasi mineral yang tidak efisien secara ekonomi dengan berbagai macam pertimbangan, yaitu mempertimbangkan pengaruh kebijaksanaan pada kelompok tertentu di masyarakat. Evaluasi model yang digunakan untuk kasus sebelum-sesudah kebijaksanaan meliputi dua kurun waktu yang berbeda, yaitu : 1. Pendekatan melihat ke depan (ex ante) Bab IX. Studi Kelayakan Industri Pertambangan 99

108 Pada pendekatan ini dibandingkan peramalan keadaan di masa datang dengan atau tanpa kebijaksanaan baru. Salah satu cara melakukan evaluasi pada kebijaksanaan ini adalah menganalisis kebijaksanaan yang sama yang telah dilakukan untuk industri mineral yang lain. 2. Pendekatan melihat ke belakang (ex post) Pada pendekatan ini dibandingkan keadaan sebenarnya (dengan kebijaksanaan lama) dengan keadaan andaikan di masa lalu tersebut dilakukan kebijaksanaan baru. IX.3 Analisis mengenai dampak lingkungan Aspek lain dari eksplorasi adalah mengenai dampak terhadap lingkungan. Hal ini sangat penting dalam pengembangan cebakan mineral menjadi pertambangan. Masalah dampak lingkungan yang dapat timbul pada saat penambangan terutama berupa perusakan bentang alam atau topografi. Pengupasan tanah hingga ke batuan dasar (bedrock) seperti pada penambangan terbuka dapat meninggalkan lubang raksasa yang dapat merusak vegetasi dan keseimbangan ekologi di tempat tersebut. Hal ini harus diantisipasi sehingga kerusakan yang terjadi dapat diminimalisir seperti dengan cara melakukan reklamasi, sehingga daerah yang digali dapat dipulihkan kembali. Perusakan dan pencemaran tatanan air tanah (kondisi hidrologi) dapat terjadi pada pemboran maupun pada pengusahaan sistem tambang dalam. Demikian pula masalah limbah tambang yang dapat mencemari air sungai karena sifatnya sifatnya yang asam. Bab IX. Studi Kelayakan Industri Pertambangan 100

109 Bab X. Metoda Penambangan Agar dapat menghasilkan keuntungan yang lebih besar dari usaha yang telah dikeluarkan dalam suatu penambangan, maka penambangan harus tetap dilanjutkan sambil mempelajari keadaan di kerak bumi sehingga dapat menemukan daerah konsentrasi cadangan yang lebih spesifik. Pemilihan metoda penambangan yang paling tepat sangat diperlukan agar seluruh energi yang dikeluarkan dapat lebih efisien. Penambangan merupakan kegiatan yang mencakup pemberaian (loosering/ breaking), pemuatan (loading) dan pengangkutan (transportasi) bahan galian dari lokasi penambangan. Tambang merupakan lokasi dimana terjadinya penggalian (eksploitasi) bahan galian oleh sekelompok orang. Prinsip dasar untuk melakukan penambangan yaitu untuk mendapatkan hasil yang optimal dengan biaya yang seminim mungkin dengan tetap memperhatikan keselamatan kerja, analisis dampak lingkungan dan kerusakan lingkungan yang mungkin ditimbulkan dengan adanya kegiatan penambangan. Metoda penambangan yang digunakan saat ini dapat dibedakan menjadi penambangan terbuka (surface/open mining), penambangan bawahtanah (subsurface/underground mining) dan tambang bawah air (deep ocean mining). Penambangan terbuka dan penambangan bawahtanah merupakan metoda penambangan yang paling umum digunakan sehingga akan dibahas lebih lanjut. Sebelum memutuskan metoda penambangan yang tepat perlu diketahui ukuran, bentuk dan karakteristik alamiah endapan bijih yang akan diambil untuk mengetahui potensi kadar yang dapat diambil. Sebagai contoh, endapan permukaan dengan sebaran luas meskipun kadarnya rendah dapat ditambang dengan metoda tambang terbuka. Endapan berbentuk urat yang tipis akan memakan biaya yang sangat mahal jika ditambang dengan metoda bawah permukaan. Bentuk endapan yang beraturan tentunya dapat lebih mudah ditambang dibandingkan dengan endapan yang bentuknya tidak beraturan. Masing-masing metoda penambangan memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga pemilihan metoda yang tepat sangat diperlukan supaya usaha penambangan Bab X. Metoda Penambangan 101

110 yang dilakukan dapat menghasilkan hasil yang meksimal. Berikut ini disebutkan beberapa faktor kualitatif yang dapat mempengaruhi pemilihan metoda penambangan pada Tabel 10.1 berikut : Fisik Tabel Faktor-faktor kualitatif dalam pemilihan metoda penambangan (Peters, 1976) Geometri Geologi Geografi Ukuran, bentuk, kontinuitas, dan kedalaman tubuhbijih atau kumpulan tubuhbijih yang akan ditambang bersamaan. Kisaran dan pola tingkatan bijih Karakteristik fisik dari bijih, batuan dan tanah Kondisi struktur geologi Kondisi geotermal Topografi Iklim Teknologi Keamanan Sumberdaya manusia Fleksibilitas Experimental aspect Aspek waktu Identifikasi bencana alam Keahlian pekerja yang tersedia Pemilahan dalam produk dan tonase Teknologi lama atau baru Persyaratan untuk menjaga serangkaian kegiatan tetap berjalan Ketersediaan daya Energi Ketersediaan air Keadaan area permukaan Lingkungan Ekonomik Batas biaya Umur penambangan maksimum Panjang tenure Dimaksudkan untuk melindungi permukaan, sumberdaya air dan sumberdaya mineral yang lain Prospek tambang dalam jangka panjang Selain tinjauan faktor-faktor kualitatif yang diperlukan untuk pemilihan metoda penambangan, terdapat pula faktor kuantitatif seperti pengupasan lapisan tanah penutup endapan mineral. Faktor ini merupakan aspek yang perlu diperhatikan dalam pemilihan Bab X. Metoda Penambangan 102

111 metoda penambangan. Sebagai contoh, perhitungan nisbah pengupasan (stripping ratio) yang dapat dirumuskan sebagai berikut: Nisbah pengupasan (stripping ratio) = Jumlah tanah penutup yang harus dikupas Jumlah bahan galian yang dapat ditambang m 3 = ton Contoh soal : α L 2 L B α L 1 55 m L A Dens : 1,3 Ton/m 3 Dari gambar di atas, terlebih dahulu kita hitung berat endapan : (60 73) L 1 5 = 332,5 m 2 2 L 332,5 m ,5 332,5 Volume endapan = 10 2 = 3325 m 3 Berat = 3325 m 3 x 1,3 ton/m 3 = 4322,5 ton Bab X. Metoda Penambangan 103

112 Perhitungan overburden : L A = = 687,5 m 2 2 L B = 687,5 m 2 687,5 687,5 Volume overburden = 10 2 Sehingga stripping ratio (SR) = = 6875 m ,5 = 1,59 2 : 1 hasil : Selain itu dikenal pula istilah BESR (break even stripping ratio) yang merupakan Recoverable value production cost Stripping cost Contoh perhitungan : RV = PC = SC = Maka nilai BESR yang didapat = 4 Apabila stripping ratio yang didapat lebih besar atau sama dengan nilai BESR maka penambangan bawahtanah menjadi pilihan yang lebih efisien dan ekonomis. Dalam kasus tersebut, penambangan terbuka menjadi tidak ekonomis karena dibutuhkan biaya untuk membuang lapisan penutup yang besar. Sebaliknya, apabila nilai stripping ratio lebih kecil dari BESR maka penambangan terbuka lebih ekonomis dilakukan. Semakin besar keuntungan yang didapat oleh suatu perusahaan pertambangan, maka modal yang dikeluarkan akan cepat kembali. Bab X. Metoda Penambangan 104

113 X.1 Penambangan terbuka (open mining) Metoda penambangan terbuka (open mining) biasanya dilakukan jika endapan mineral terletak relatif dekat dengan permukaan. Metoda penambangan terbuka biasanya lebih umum digunakan dalam dunia pertambangan dikarenakan biaya yang lebih sedikit dikeluarkan, dan lebih aman dibanding penambangan bawah permukaan. Tambang terbuka dapat memiliki beberapa keuntungan yaitu : 1. Karena beroperasi di udara terbuka maka masalah ventilasi tidak perlu dikhawatirkan 2. Keselamatan kerja lebih terjamin 3. Dapat berproduksi besar karena dapat menggunakan banyak alat-alat besar 4. Mudah dalam melakukan pengawasan dan pengendalian 5. Bahan tambang yang diambil bisa tinggi (hingga 100%) Namun karena berproduksi di udara terbuka inilah maka kegiatan penambangan menjadi tergantung pada cuaca. Contohnya seperti adanya hujan deras atau kabut yang mempengaruhi jarak pandang sehingga penambangan harus berhenti. Selain itu, karena tambang terbuka beroperasi di permukaan yang berpotensi merusak topografi dan habitat aslinya, maka metoda ini membutuhkan biaya untuk reklamasi lingkungan yang besar pula. Metoda penambangan terbuka dapat dibedakan secara umum menjadi 2 cara, yaitu mechanical dan aqueous. Metoda mechanical dapat berupa open-pit mining, glory hole mining, strip mining dan quarryng. Sedangkan metoda aqueous meliputi hydraulicking, dredging, bore hole mining dan leaching. Pada perkembangannya, metoda mekanikal berupa open-pit mining dan strip mining merupakan metoda yang paling umum dilakukan. Open-pit mining digunakan jika penutup lapisan endapan bijih meliputi area yang sangat besar baik pelamparan maupun kedalamannya. Penambangan dimulai dari alat pengeruk (scrapers) yang memindahkan material non-bijih (overburden) di atas lapisan endapan bijih. Peledak kemudian digunakan untuk meledakkan sebagian tubuh bijih itu sendiri. Fragmen yang dihasilkan dari ledakan diangkut dengan menggunakan truk besar. Ketika para pekerja menggali lebih dalam ke lapisan bijih, perluasan penambangan dilakukan dalam bentuk melingkar. Seiring berjalannya waktu penambangan yang dilakukan dengan metoda ini akan Bab X. Metoda Penambangan 105

114 menghasilkan topografi mangkuk besar disertai teras dibagian pinggirnya (lihat Gambar 10.1). Open-pit mining terus akan dilanjutkan sampai bagian yang paling kaya kandungan bijih terambil. Gambar Topografi yang dihasilkan dari penambangan yang menggunakan metoda open-pit mining (lokasi penambangan Batu Hijau, Sumbawa). Jika penutup lapisan bijih yang ingin ditambang meliputi area yang luas namun tidak terlalu dalam (contoh : penambangan batubara), digunakan metoda strip mining. Bagian awal penambangan dimulai dengan proses yang sama dengan open-pit mining, pengeruk dan mesin-mesin lainnya memindahkan over-burden secara pararel. Secara keseluruhan, lahan yang ditambang akan membentuk baris-baris pararel dengan bukit dan lembah dari tanah hasil kerukan. Dari segi kondisi geologi dan keadaan alamnya, penerapan penambangan terbuka dapat mengacu pada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu : Pada prinsipnya pemilihan metoda yang dapat dilakukan pada penambangan terbuka tergantung dari beberapa faktor seperti keadaan bijih dan kekuatan batuan, kemiringan lapisan endapan dan tingkatan derajat bijih. Penambangan ini tergantung pada ukuran dan bentuk endapan, ketidakselarasan bijih, dan kedalaman. Bab X. Metoda Penambangan 106

115 Penambangan ini ideal untuk endapan yang luas secara lateral, memiliki lapisan yang relatif datar (masif) dan tebal, dan berada dekat permukaan. Metoda ini tidak cocok diterapkan untuk endapan yang kecil, tipis atau tidak seragam, punya kemiringan yang curam, atau pada kedalaman yang sangat dalam. Ekstraksi endapan secara mekanik dengan berbagai peralatan merupakan metoda yang lebih umum diterapkan secara luas, dan mudah untuk memodifikasi. Perbandingan beberapa aspek dari dilakukannya tambang terbuka dapat tercermin dari Tabel berikut ini : Tabel Perbandingan beberapa kondisi pada penambangan terbuka (Hartman, 1987). Mechanical Extraction Characteristic Open Pit Quarrying Open Cast Augering 1. Mining cost 2. Production rate 3. Productivity 4. Capital investment 5. Development rate 6. Depth capacity 7. Selectivity 8. Recovery 9. Dilution 10. Flexibility 11. Stability of openings 12. Environmental risk 13. Waste disposal 14. Health and safety 10% Large-scale High Large Rapid Limited Low High Moderate Moderate High High Extensive Good 100% (highest) Small-scale Very low Small Moderate Limited High High Low Low Highest Moderate Moderate Good 10% Large-scale High Large Rapid Limited Low High Low Moderate High Very high Minor Good 5% Moderate Very high Small Rapid Limited Low Moderate Low Very low High Low None Good 15. Other Low break Waste No waste Restrictive; age cost; intensive; haulage; low used for rainfall and labor breakage cost; remnant coal weather problems; intensive; high breakage large scale best large scale cost best Berikut ini merupakan rangkuman beberapa macam dari unit operasi beserta peralatan yang digunakan dalam melakukan penambangan terbuka (lihat Tabel 10.3). Bab X. Metoda Penambangan 107

116 Tabel Unit operasi dan peralatan dalam penambangan terbuka (Hartman, 1987). Cycle/Unit Operations Condition Equipment A. Standard Cycle 1. Rock breakage a. Drilling b. Blasting c. Secondary blasting Weak rock Intermediate rock Hard rock Weak rock Hard rock Boulders Auger bit, water jet Roller bit Percussion bit, jet piercer ANFO Slurry Explosive charge, drop ball, impact hammer 2. Materials handling a. Excavation b. Haulage c. Hoisting B. Modified Cycle 1. Breakage (fragmented) 2. Breakage (dimensioned) a. Cutting b. Wedging 3. Combined breakageexcavation 4. Continous mining 5. Combined excavationtransport (aqueous) Load only Load + tram Flat, low-grade Steep-grade Vertical Consolidated, weak Soft stone Hard stone All stone Unconsolidated Consolidated, weak Consolidated, strong Consolidated Slurry Solution Fusion Solvent extraction Power shovel, dragline Front-end loader, scraper, dozer Truck, truck-trailer, rail, scraper, dozer Conveyer (belt, high-angle, hydraulic) Skip hoist, derrick, crane Ripper Saw (rotary, chain, rope saw) Channeler (percussion, flame jet, water jet) Drill and broach, plug and feathers, light blasting Dragline, wheel excavator, power shovel, hydraulic monitor Cutting-head excavator Explosive casting Auger, highwall miner Hydraulic monitor, dredge, wellbore Wellbore Wellbore Leach (in situ, heap), wellbore Bab X. Metoda Penambangan 108

117 X.2 Penambangan bawahtanah (underground mining) Metoda penambangan bawahtanah digunakan untuk mengambil endapan yang terletak jauh di bawah permukaan (contoh, lihat Gambar 10.2). Penambangan ini biasanya dilakukan untuk pengambilan beberapa mineral strategis seperti fluorspar, lead, potash, trona dan zinc, yang lain dapat berupa bituminous coal, emas, molibdenum, garam dan perak. Beberapa alasan dilakukannya penambangan bawahtanah adalah : Semakin besarnya kedalaman endapan Mengurangi mobilitas mesin-mesin besar seperti yang ada di permukaan. Mengurangi terjadinya kerusakan lingkungan Yang perlu diperhatikan dalam melakukan tambang bawahtanah, adalah : Kontrol ventilasi dan kualitas udara Kontrol terhadap amblesan (subsidence) penyanggaan Kontrol atap dan dasar terowongan Kontrol air dan banjir drainage / penirisan Pencahayaan penerangan Distribusi daya Komunikasi Transportasi pekerja Metoda tambang bawahtanah mengenal tiga macam metoda, yaitu : 1. Metoda tanpa penyangga buatan (open stope method), prinsipnya dilakukan dengan menggunakan tubuh bijih yang disisakan (tidak ditambang) untuk digunakan sebagai pilar-pilar penopang atap tambang agar tidak runtuh. Metode ini umum digunakan. 2. Caving method, dilakukan dengan cara membuat jalur-jalur pengambilan endapan melalui lubang-lubang (gua). 3. Metoda dengan penyangga buatan (supported stoped), menggunakan peralatan / teknologi tertentu sebagai penyangga tambang agar stabil. Metoda ini mahal dalam pelaksanaannya sehingga digunakan hanya pada kondisi tertentu, seperti jika bijih Bab X. Metoda Penambangan 109

118 atau lapisan batuan yang digunakan untuk menyangga tambang sangat rapuh/kurang stabil sehingga dikuatirkan tidak akan kuat menyangga tambang. Gambar Tampilan sebuah rancangan tambang bawahtanah non batubara (Hamrin, 1982 dalam Hartman, 1987). Bab X. Metoda Penambangan 110

Bab II. Kriteria Geologi dalam Eksplorasi

Bab II. Kriteria Geologi dalam Eksplorasi Bab II. Kriteria Geologi dalam Eksplorasi II.1. Kriteria Geologi Kriteria geologi merupakan gejala yang mengendalikan terdapatnya endapan mineral dan pengetahuan ini bertujuan melokalisir daerah yang mempunyai

Lebih terperinci

KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN. Oleh : Tim Penyusun

KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN. Oleh : Tim Penyusun KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN Oleh : Tim Penyusun 1. PENDAHULUAN Kegiatan usaha pertambangan harus dilakukan secara optimal, diantaranya termasuk melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan sumberdaya mineral di Indonesia khususnya di pulau Jawa banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai penyelidikan yang dilakukan

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN EKSPLORASI BAHAN GALIAN

PENYELIDIKAN EKSPLORASI BAHAN GALIAN PENYELIDIKAN EKSPLORASI BAHAN GALIAN ISTILAH DAN DEFINISI Beberapa istilah dan definisi yang digunakan diambil dari acuan-acuan, yang dimodifikasi sesuai kebutuhan, yaitu : Bahan galian, segala jenis bahan

Lebih terperinci

EKSPLORASI TIMAH DAN REE DI PULAU JEMAJA, KECAMATAN JEMAJA KABUPATEN ANAMBAS, PROVINSI KEPULAUAN RIAU

EKSPLORASI TIMAH DAN REE DI PULAU JEMAJA, KECAMATAN JEMAJA KABUPATEN ANAMBAS, PROVINSI KEPULAUAN RIAU EKSPLORASI TIMAH DAN REE DI PULAU JEMAJA, KECAMATAN JEMAJA KABUPATEN ANAMBAS, PROVINSI KEPULAUAN RIAU Wahyu Widodo*, Rudy Gunradi* dan Juju Jaenudin** *Kelompok Penyelidikan Mineral, **Sub Bidang Laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penambangan (mining) dapat dilakukan dengan menguntungkan bila sudah jelas

BAB I PENDAHULUAN. Penambangan (mining) dapat dilakukan dengan menguntungkan bila sudah jelas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penambangan (mining) dapat dilakukan dengan menguntungkan bila sudah jelas diketahui berapa besar cadangan mineral (mineral reserves) yang ditemukan. Cadangan ini

Lebih terperinci

PENYUSUNAN PEDOMAN TEKNIS EKSPLORASI BIJIH BESI PRIMER. Badan Geologi Pusat Sumber Daya Geologi

PENYUSUNAN PEDOMAN TEKNIS EKSPLORASI BIJIH BESI PRIMER. Badan Geologi Pusat Sumber Daya Geologi PENYUSUNAN PEDOMAN TEKNIS EKSPLORASI BIJIH BESI PRIMER Badan Geologi Pusat Sumber Daya Geologi Latar Belakang Besi. merupakan bahan logam penting yang banyak memberikan sumbangan pada perkembangan peradaban

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN DAN INTERPRETASI

BAB V PEMBAHASAN DAN INTERPRETASI BAB V PEMBAHASAN DAN INTERPRETASI Hasil pengolahan data yang didapat akan dibahas dan dianalisis pada bab ini. Analisis dilakukan untuk mengetahui kondisi bawah permukaan secara geometri yang berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penelitian Emas termasuk bahan galian mineral logam mulia yang harganya sangat tinggi sehingga keberadaannya perlu diteliti secara detail. Oleh karena itu penelitian

Lebih terperinci

TA5212 Eksplorasi Cebakan Mineral. Pengenalan Eksplorasi Geokimia

TA5212 Eksplorasi Cebakan Mineral. Pengenalan Eksplorasi Geokimia TA5212 Eksplorasi Cebakan Mineral Pengenalan Eksplorasi Geokimia Pendahuluan Awalnya geokimia digunakan dalam program eksplorasi hanya untuk menentukan kadar dari material yang akan ditambang. Pada akhirnya

Lebih terperinci

PERAN REMOTE SENSING DALAM KEGIATAN EKSPLORASI GEOLOGI

PERAN REMOTE SENSING DALAM KEGIATAN EKSPLORASI GEOLOGI PERAN REMOTE SENSING DALAM KEGIATAN EKSPLORASI GEOLOGI Penginderaan jauh atau disingkat inderaja, berasal dari bahasa Inggris yaitu remote sensing. Pada awal perkembangannya, inderaja hanya merupakan teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Emas (Au) telah dimanfaatkan sejak era prasejarah sebagai mineral ekonomis yang bernilai tinggi. Mineral emas dianggap berharga karena kilauan cahaya yang dipantulkan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Estimasi Sumber Daya Bijih Besi Eksplorasi adalah suatu rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk mencari sumberdaya bahan galian atau endapan mineral berharga dengan meliputi

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Tata cara umum penyusunan laporan eksplorasi bahan galian BSN. ICS Badan Standardisasi Nasional

SNI Standar Nasional Indonesia. Tata cara umum penyusunan laporan eksplorasi bahan galian BSN. ICS Badan Standardisasi Nasional SNI 13-6606-2001 Standar Nasional Indonesia Tata cara umum penyusunan laporan eksplorasi bahan galian ICS 73.020 Badan Standardisasi Nasional BSN Daftar isi Prakata.. Pendahuluan. 1. Ruang Lingkup 2. Acuan...

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 07 SUMBERDAYA MINERAL Sumberdaya Mineral Sumberdaya mineral merupakan sumberdaya yang diperoleh dari hasil ekstraksi batuan atau pelapukan p batuan (tanah). Berdasarkan

Lebih terperinci

Survei Polarisasi Terimbas (IP) Dan Geomagnet Daerah Parit Tebu Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Bangka-Belitung

Survei Polarisasi Terimbas (IP) Dan Geomagnet Daerah Parit Tebu Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Bangka-Belitung Survei Polarisasi Terimbas (IP) Dan Geomagnet Daerah Parit Tebu Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Bangka-Belitung Oleh : Yudi Aziz Muttaqin Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan Pusat Sumber Daya Geologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan Maksud Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan Maksud Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan berbagai macam bahan galian, yang kemudian bahan galian tersebut dimanfaatkan oleh industry pertambangan untuk memnuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB VI DISKUSI. Dewi Prihatini ( ) 46

BAB VI DISKUSI. Dewi Prihatini ( ) 46 BAB VI DISKUSI 6.1 Evolusi Fluida Hidrotermal Alterasi hidrotermal terbentuk akibat adanya fluida hidrotermal yang berinteraksi dengan batuan yang dilewatinya pada kondisi fisika dan kimia tertentu (Pirajno,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karakteristik dari suatu endapan mineral dipengaruhi oleh kondisi pembentukannya yang berhubungan dengan sumber panas, aktivitas hidrotermal, karakteristik

Lebih terperinci

JENIS DAN TIPE ENDAPAN BAHAN GALIAN

JENIS DAN TIPE ENDAPAN BAHAN GALIAN JENIS DAN TIPE ENDAPAN BAHAN GALIAN Jenis Bahan Galian Bahan Galian (Mineral) Logam: bahan galian yang terdiri dari mineral logam dan dalam pengolahan diambil/diekstrak logamnya. Bahan Galian (Mineral)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. administratif termasuk ke dalam provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Di Pulau

BAB I PENDAHULUAN. administratif termasuk ke dalam provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Di Pulau BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Pulau Sumbawa terletak di sebelah timur dari Pulau Lombok yang secara administratif termasuk ke dalam provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Di Pulau Sumbawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Endapan mineral merupakan sumberdaya alam yang memiliki peranan penting dan dapat memberikan kontribusi terhadap sektor pembangunan industri terutama dibidang infrastruktur,

Lebih terperinci

Abstrak

Abstrak PENENTUAN KARAKTERISTIK ENDAPAN MINERAL LOGAM BERDASARKAN DATA INDUCED POLARIZATION (IP) PADA DAERAH PROSPEK CBL, BANTEN Wahyu Trianto 1, Adi Susilo 1, M. Akbar Kartadireja 2 1 Jurusan Fisika FMIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Alterasi dan Endapan Hidrotermal Alterasi hidrotermal merupakan suatu proses yang kompleks yang melibatkan perubahan mineralogi, tekstur, dan komposisi kimia batuan. Proses tersebut

Lebih terperinci

MAKALAH MANAJEMEN TAMBANG KLASIFIKASI SUMBERDAYA DAN CADANGAN MINERAL

MAKALAH MANAJEMEN TAMBANG KLASIFIKASI SUMBERDAYA DAN CADANGAN MINERAL MAKALAH MANAJEMEN TAMBANG KLASIFIKASI SUMBERDAYA DAN CADANGAN MINERAL Oleh: KELOMPOK IV 1. Edi Setiawan (1102405/2011) 2. Butet Sesmita (1102414/2011) 3. Irpan Johari (1102419/2011) 4. Reynold Montana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi di bidang pertambangan memerlukan jumlah dana yang sangat besar agar investasi yang akan dikeluarkan tersebut menguntungkan. Komoditas endapan mineral yang

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. Judul penelitian Studi Karakteristik Mineralogi dan Geomagnetik Endapan

BAB. I PENDAHULUAN. Judul penelitian Studi Karakteristik Mineralogi dan Geomagnetik Endapan BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Judul Penelitian Judul penelitian Studi Karakteristik Mineralogi dan Geomagnetik Endapan Bijih Besi di Daerah Kecamatan Pelaihari Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan. 1.2. Latar

Lebih terperinci

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN 50 KOTA DAN SIJUNJUNG, PROVINSI SUMATERA BARAT

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN 50 KOTA DAN SIJUNJUNG, PROVINSI SUMATERA BARAT INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN 50 KOTA DAN SIJUNJUNG, PROVINSI SUMATERA BARAT Oleh: Armin Tampubolon P2K Sub Direktorat Mineral Logam SARI Pada tahun anggaran 2005, kegiatan inventarisasi mineral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya mineral merupakan komoditas yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Hal inilah yang melatarbelakangi adanya pencarian lokasi sumber mineral baru. Setelah adanya

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS INVENTARISASI SUMBER DAYA MINERAL DAN ENERGI

PEDOMAN TEKNIS INVENTARISASI SUMBER DAYA MINERAL DAN ENERGI LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1452 K/10/MEM/2000 TANGGAL : 3 November 2000 PEDOMAN TEKNIS INVENTARISASI SUMBER DAYA MINERAL DAN ENERGI I. PENDAHULUAN 1. Data dan informasi

Lebih terperinci

FORMULIR ISIAN BASIS DATA SUMBER DAYA MINERAL LOGAM

FORMULIR ISIAN BASIS DATA SUMBER DAYA MINERAL LOGAM FORMULIR ISIAN BASIS DATA SUMBER DAYA MINERAL LOGAM No. Record : Judul Laporan : DATA UMUM Instansi Pelapor : Penyelidik : Penulis Laporan : Tahun Laporan : Sumber Data : Digital Hardcopy Provinsi : Kabupaten

Lebih terperinci

I. Metode Eksplorasi Langsung

I. Metode Eksplorasi Langsung I. Metode Eksplorasi Langsung Metode eksplorasi langsung mempunyai pengertian bahwa pengamatan dapat dilakukan dengan kontak visual dan fisik dengan kondisi permukaan/bawah permukaan, terhadap endapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. curam, hanya beberapa tempat yang berupa dataran. Secara umum daerah Pacitan

BAB I PENDAHULUAN. curam, hanya beberapa tempat yang berupa dataran. Secara umum daerah Pacitan BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Daerah Pacitan merupakan wilayah perbukitan dengan topografi tinggi dan curam, hanya beberapa tempat yang berupa dataran. Secara umum daerah Pacitan tersusun oleh

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pegunungan Menoreh terletak di ujung utara pegunungan Kulon Progo, bagian timur dari zona jajaran punggungan oblong domes / ridges, di sebelah barat perbatasan Propinsi

Lebih terperinci

BIJIH BESI OLEH : YUAN JAYA PRATAMA ( ) KEOMPOK : IV (EMPAT) GENESA BIJIH BESI

BIJIH BESI OLEH : YUAN JAYA PRATAMA ( ) KEOMPOK : IV (EMPAT) GENESA BIJIH BESI BIJIH BESI OLEH : YUAN JAYA PRATAMA (12 02 0034) KEOMPOK : IV (EMPAT) GENESA BIJIH BESI Proses terjadinya cebakan bahan galian bijih besi berhubungan erat dengan adanya peristiwa tektonik pra-mineralisasi.

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Penyusunan Basis Data Assay

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Penyusunan Basis Data Assay BAB V PEMBAHASAN 5.1 Penyusunan Basis Data Assay Basis data Assay dan data informasi geologi adalah data data dasar di dalam proses permodelan dan estimasi sumberdaya bijih. Prosedur awal setelah data

Lebih terperinci

Perencanaan dan Manajemen Eksplorasi

Perencanaan dan Manajemen Eksplorasi Pekerjaan eksplorasi dengan tujuan untuk mendapatkan data mengenai endapan (bentuk, penyebaran, letak, posisi, kadar/kualitas, jumlah endapan, serta kondisikondisi geologi) harus dilakukan sebelum rencana

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Emas merupakan salah satu logam yang memiliki nilai yang tinggi ( precious metal). Tingginya nilai jual emas adalah karena logam ini bersifat langka dan tidak banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang berhubungan dengan ilmu Geologi. terhadap infrastruktur, morfologi, kesampaian daerah, dan hal hal lainnya yang

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang berhubungan dengan ilmu Geologi. terhadap infrastruktur, morfologi, kesampaian daerah, dan hal hal lainnya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Maksud dan Tujuan Maksud penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar kesarjanaan di Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik Mineral, Universitas Trisakti,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan dunia terhadap mineral logam semakin tahun semakin

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan dunia terhadap mineral logam semakin tahun semakin BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kebutuhan dunia terhadap mineral logam semakin tahun semakin meningkat seperti emas, tembaga dan logam lainnya. Hal tersebut didasari dengan meningkatnya kebutuhan

Lebih terperinci

BAB IV PROSPEK MINERAL LOGAM DI DAERAH PENELITIAN

BAB IV PROSPEK MINERAL LOGAM DI DAERAH PENELITIAN BAB IV PROSPEK MINERAL LOGAM DI DAERAH PENELITIAN 4.1. KONSEP DASAR EKSPLORASI Konsep eksplorasi adalah alur pemikiran yang sistimatis, dimana kita menentukan objek dari pencaharian itu atau jenis dan

Lebih terperinci

sumber daya alam yang tersimpan di setiap daerah. Pengelolaan dan pengembangan

sumber daya alam yang tersimpan di setiap daerah. Pengelolaan dan pengembangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi sumber daya mineral yang sangat besar. Sumber daya mineral terbentuk melalui pembentukan pegunungan, aktivitas magma pada gunung api danproses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Alterasi hidrotermal adalah suatu proses kompleks yang meliputi perubahan mineralogi, tekstur, dan komposisi kimia yang terjadi akibat interaksi larutan hidrotermal

Lebih terperinci

GEOSTATISTIKA. Peranan Geostatistik dalam Kegiatan Eksplorasi Sumber Daya Alam

GEOSTATISTIKA. Peranan Geostatistik dalam Kegiatan Eksplorasi Sumber Daya Alam GEOSTATISTIKA Peranan Geostatistik dalam Kegiatan Eksplorasi Sumber Daya Alam Oleh : Ristio Efendi 270110120047 Geologi E FAKULTAS TEKNIK GEOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN Peranan Geostatistik dalam Kegiatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem bijih porfiri berasal dari fluida magmatik hidrotermal bertemperatur tinggi,

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem bijih porfiri berasal dari fluida magmatik hidrotermal bertemperatur tinggi, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sistem bijih porfiri berasal dari fluida magmatik hidrotermal bertemperatur tinggi, dan disebut sistem porfiri karena tekstur porfiritik dari intrusi yang

Lebih terperinci

BAB I TAHAPAN EKSPLORASI BATUBARA

BAB I TAHAPAN EKSPLORASI BATUBARA BAB I TAHAPAN EKSPLORASI BATUBARA Tahapan Eksplorasi Kegiatan eksplorasi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk dimensi,

Lebih terperinci

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Inventarisasi Potensi Bahan Tambang di Wilayah Kecamatan Dukupuntang dan Kecamatan Gempol, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat Inventory of Mining Potential

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Daerah Sumatera merupakan salah satu daerah yang memiliki tatanan geologi sangat kompleks, baik dari segi sedimentologi, vulkanologi, tektonik dan potensi sumber daya

Lebih terperinci

BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA

BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA 4.1 Tinjauan Umum Menurut kamus The Penguin Dictionary of Geology (1974 dalam Rusman dan Zulkifli, 1998), mineralisasi adalah proses introduksi (penetrasi atau akumulasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bijih besi, hal tersebut dikarenakan daerah Solok Selatan memiliki kondisi geologi

BAB I PENDAHULUAN. bijih besi, hal tersebut dikarenakan daerah Solok Selatan memiliki kondisi geologi I.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Daerah Solok Selatan merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki potensi sebagai penghasil sumber daya mineral terutama pada sektor bijih besi,

Lebih terperinci

3. HASIL PENYELIDIKAN

3. HASIL PENYELIDIKAN Survei Polarisasi Terimbas (IP) Dan Geomagnet Daerah Ulusuiti dan Tanjung Lima Kapas, Kabupaten Solok Selatan, Provinsi Sumatera Barat Oleh : Yudi Aziz Muttaqin Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan Pusat

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN BIJIH BESI DENGAN METODE GEOMAGNET DAN GEOLISTRIK

PENYELIDIKAN BIJIH BESI DENGAN METODE GEOMAGNET DAN GEOLISTRIK PENYELIDIKAN BIJIH BESI DENGAN METODE GEOMAGNET DAN GEOLISTRIK Yeremias K. L. Killo 1, Rian Jonathan 2, Sarwo Edy Lewier 3, Yusias Andrie 4 2 Mahasiswa Teknik Pertambangan Upn Veteran Yogyakarta 1,3,4

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batubara merupakan bahan galian strategis dan salah satu bahan baku energi nasional yang mempunyai peran besar dalam pembangunan nasional. Informasi mengenai sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kaolin merupakan massa batuan yang tersusun dari mineral lempung dengan kandungan besi yang rendah, memiliki komposisi hidrous aluminium silikat (Al2O3.2SiO2.2H2O)

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi

BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi Metode geologi yang dipergunakan adalah analisa peta geologi regional dan detail. Peta geologi regional menunjukkan tatanan geologi regional daerah tersebut, sedangkan

Lebih terperinci

BAB V GEOKIMIA DAERAH PENELITIAN

BAB V GEOKIMIA DAERAH PENELITIAN BAB V GEOKIMIA DAERAH PENELITIAN 5.1 Data AAS (Atomic Absorption Spectrometry) AAS (Atomic Absorption Spectrometry) atau dikenal juga sebagai Spektrometri Serapan Atom merupakan suatu metode kimia yang

Lebih terperinci

EKSPLORASI ENDAPAN BAUKSIT

EKSPLORASI ENDAPAN BAUKSIT EKSPLORASI ENDAPAN BAUKSIT PENDAHULUAN Latar Belakang Bahan galian merupakan salah satu sumber daya alam non hayati yang keterjadiannya disebabkan oleh proses proses geologi. Berdasarkan keterjadian dan

Lebih terperinci

BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Pengolahan dan interpretasi data geofisika untuk daerah panas bumi Bonjol meliputi pengolahan data gravitasi (gaya berat) dan data resistivitas (geolistrik)

Lebih terperinci

BAB VI NIKEL LATERIT DI DAERAH PENELITIAN

BAB VI NIKEL LATERIT DI DAERAH PENELITIAN BAB VI NIKEL LATERIT DI DAERAH PENELITIAN 6.1. Kondisi dan Penyebaran Singkapan. Geomorfologi daerah penelitian berupa perbukitan dan dataran. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap sebaran singkapan

Lebih terperinci

Potensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan BAB I PENDAHULUAN

Potensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya energi yang melimpah dan beraneka ragam, diantaranya minyak bumi, gas bumi, batubara, gas alam, geotermal, dll.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meilani Magdalena/

BAB I PENDAHULUAN. Meilani Magdalena/ BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sistem porfiri merupakan suatu endapan hipotermal yang dicirikan oleh stockwork yang tersebar (disseminated) dalam massa batuan yang besar yang berhubungan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Endapan nikel laterit di Pulau Gee terbentuk akibat dari proses pelindian pada batuan ultrabasa. Air hujan yang mengandung CO 2 dari udara meresap ke bawah sampai ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, kebutuhan akan sumber daya energi dan mineral semakin banyak. Salah satu yang paling banyak diminati oleh penduduk di dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar belakang penelitian ini secara umum adalah pengintegrasian ilmu dan keterampilan dalam bidang geologi yang didapatkan selama menjadi mahasiswa dan sebagai syarat

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Batubara merupakan salah satu sumber energi alternative disamping minyak dan gas bumi. Dipilihnya batubara sebagai sumber energi karena batubara relatif lebih murah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM

BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM Tujuan utama analisis variogram yang merupakan salah satu metode geostatistik dalam penentuan hubungan spasial terutama pada pemodelan karakterisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. resolusi tinggi, metode geokimia yang dapat menganalisa unsur unsur dalam

BAB I PENDAHULUAN. resolusi tinggi, metode geokimia yang dapat menganalisa unsur unsur dalam BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sistem informasi geografis (SIG) ialah suatu sistem komputasi yang memiliki kemampuan untuk melakukan proses manipulasi, analisa, hingga menampilkan data yang memiliki

Lebih terperinci

GEOFISIKA EKSPLORASI. [Metode Geolistrik] Anggota kelompok : Maya Vergentina Budi Atmadhi Andi Sutriawan Wiranata

GEOFISIKA EKSPLORASI. [Metode Geolistrik] Anggota kelompok : Maya Vergentina Budi Atmadhi Andi Sutriawan Wiranata GEOFISIKA EKSPLORASI [Metode Geolistrik] Anggota kelompok : Maya Vergentina Budi Atmadhi Andi Sutriawan Wiranata PENDAHULUAN Metoda geofisika merupakan salah satu metoda yang umum digunakan dalam eksplorasi

Lebih terperinci

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SUMBA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SUMBA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SUMBA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Armin Tampubolon Kelompok Program Penelitian Mineral SARI Secara regional, Pulau Sumba disusun oleh litologi yang berdasar

Lebih terperinci

Gambar 1. Lokasi kesampaian daerah penyelidikan di Daerah Obi.

Gambar 1. Lokasi kesampaian daerah penyelidikan di Daerah Obi. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya harga dan kebutuhan beberapa mineral logam pada akhirakhir ini telah menarik minat para kalangan investor tambang untuk melakukan eksplorasi daerah prospek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Eksploitasi cadangan minyak bumi dan gas di bagian Barat Indonesia kini sudah melewati titik puncak kejayaannya, hampir seluruh lapangan minyak di bagian barat Indonesia

Lebih terperinci

KONSEP PEDOMAN TEKNIS INVENTARISASI BAHAN GALIAN TERTINGGAL DAN BAHAN GALIAN BERPOTENSI TERBUANG PADA WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN. Oleh : Tim Penyusun

KONSEP PEDOMAN TEKNIS INVENTARISASI BAHAN GALIAN TERTINGGAL DAN BAHAN GALIAN BERPOTENSI TERBUANG PADA WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN. Oleh : Tim Penyusun KONSEP PEDOMAN TEKNIS INVENTARISASI BAHAN GALIAN TERTINGGAL DAN BAHAN GALIAN BERPOTENSI TERBUANG PADA WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN Oleh : Tim Penyusun 1. PENDAHULUAN Pemanfaatan bahan galian sebagai sumber

Lebih terperinci

EKSPLORASI ENDAPAN BIJIH NIKEL LATERIT

EKSPLORASI ENDAPAN BIJIH NIKEL LATERIT EKSPLORASI ENDAPAN BIJIH NIKEL LATERIT I. PENDAHULUAN Latar Belakang Bahan galian merupakan salah satu sumber daya alam non hayati yang keterjadiannya disebabkan oleh proses proses geologi. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN DAN DISKUSI

BAB VI PEMBAHASAN DAN DISKUSI BAB VI PEMBAHASAN DAN DISKUSI 6.1 Alterasi dan Fluida Hidrotermal Zona alterasi (Gambar 6.3) yang ditemukan pada Sumur BWS-H01 terdiri empat zona alterasi yaitu zona argilik (kaolinit, dikit, kuarsa sekunder,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat tinggi. Hal ini dikarenakan emas biasanya digunakan sebagai standar

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat tinggi. Hal ini dikarenakan emas biasanya digunakan sebagai standar BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Emas merupakan salah satu logam mulia yang memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi. Hal ini dikarenakan emas biasanya digunakan sebagai standar keuangan di banyak

Lebih terperinci

Geologi dan Analisis Struktur Daerah Cikatomas dan Sekitarnya, Kabupaten Lebak, Banten. BAB I PENDAHULUAN

Geologi dan Analisis Struktur Daerah Cikatomas dan Sekitarnya, Kabupaten Lebak, Banten. BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tugas Akhir adalah matakuliah wajib dalam kurikulum pendidikan sarjana strata satu di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Lintasan Dan Hasil Penelitian Penelitian yang dilakukan dalam cakupan peta 1212 terdiri dari 44 lintasan yang terbentang sepanjang 2290 km, seperti yang terlihat pada peta

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bandung, Maret Penulis

KATA PENGANTAR. Bandung, Maret Penulis KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Alloh SWT, karena atas rahmat dan hidayahnya penyusunan tesis ini dapat penulis selesaikan. Tesis mengenai Kandungan emas pada sedimen laut sebagai indikasi adanya batuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Perubahan perekonomian secara global dapat mempengaruhi kondisi ekonomi pada suatu negara. Salah satunya adalah nilai tukar uang yang tidak stabil, hal tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sebagai negara kepulauan tergabung kedalam rangkaian sirkum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sebagai negara kepulauan tergabung kedalam rangkaian sirkum BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia, sebagai negara kepulauan tergabung kedalam rangkaian sirkum gunung api pasifik (ring of fire) yang diakibatkan oleh zona subduksi aktif yang memanjang dari

Lebih terperinci

KCMI ( Kode Cadangan Mineral Indonesia )

KCMI ( Kode Cadangan Mineral Indonesia ) KCMI ( Kode Cadangan Mineral Indonesia ) Perkembangan dunia menuntut adanya transparansi, standarisasi dan accountability termasuk di dalam dunia eksplorasi dan pertambangan mineral dan batubara di Indonesia.

Lebih terperinci

Keselarasan dan Ketidakselarasan (Conformity dan Unconformity)

Keselarasan dan Ketidakselarasan (Conformity dan Unconformity) Keselarasan dan Ketidakselarasan (Conformity dan Unconformity) a) Keselarasan (Conformity): adalah hubungan antara satu lapis batuan dengan lapis batuan lainnya diatas atau dibawahnya yang kontinyu (menerus),

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN GEOFISIKA DI DAERAH GUNUNG RAWAN, KECAMATAN SEKAYAM, KABUPATEN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PENYELIDIKAN GEOFISIKA DI DAERAH GUNUNG RAWAN, KECAMATAN SEKAYAM, KABUPATEN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT PENYELIDIKAN GEOFISIKA DI DAERAH GUNUNG RAWAN, KECAMATAN SEKAYAM, KABUPATEN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT Yudi Aziz. M., A.Md., Reza Marza. D., ST. Kelompok Penyelidikan Mineral, Pusat Sumber Daya

Lebih terperinci

Metode Geofisika untuk Eksplorasi Panasbumi

Metode Geofisika untuk Eksplorasi Panasbumi 1 Metode Geofisika untuk Eksplorasi Panasbumi Pendahuluan 2 Pendahuluan (1) Metoda geofisika menyelidiki gejala fisika bumi dengan mengukur parameter-parameter fisik yang berkaitan. Beberapa metode geofisika

Lebih terperinci

BAB V MINERALISASI Mineralisasi di daerah Sontang Tengah

BAB V MINERALISASI Mineralisasi di daerah Sontang Tengah BAB V MINERALISASI 5.1. Mineralisasi di daerah Sontang Tengah Studi mineralisasi pada penelitian ini dibatasi hanya pada mineralisasi Sulfida masif dengan komposisi mineral galena, sfalerit, pirit, Ag

Lebih terperinci

EKSPLORASI BIJIH BESI DENGAN METODE DIPOLE-DIPOLE DAN GEOMAGNET DI WILAYAH GANTUNG, KABUPATEN BLITUNG TIMUR, PROVINSI BLITUNG

EKSPLORASI BIJIH BESI DENGAN METODE DIPOLE-DIPOLE DAN GEOMAGNET DI WILAYAH GANTUNG, KABUPATEN BLITUNG TIMUR, PROVINSI BLITUNG EKSPLORASI BIJIH BESI DENGAN METODE DIPOLE-DIPOLE DAN GEOMAGNET DI WILAYAH GANTUNG, KABUPATEN BLITUNG TIMUR, PROVINSI BLITUNG Andi Agus Noor Laboratorium Geofisika, Fakutas Teknik Geologi, UNPAD ABSTRACT

Lebih terperinci

APLIKASI METODE GEOFISIKA UNTUK GEOTEKNIK. Oleh: Icksan Lingga Pradana Irfan Fernando Afdhal Joni Sulnardi

APLIKASI METODE GEOFISIKA UNTUK GEOTEKNIK. Oleh: Icksan Lingga Pradana Irfan Fernando Afdhal Joni Sulnardi APLIKASI METODE GEOFISIKA UNTUK GEOTEKNIK Oleh: Icksan Lingga Pradana Irfan Fernando Afdhal Joni Sulnardi Pengertian Geofisika Geofisika: bagian dari ilmu bumi yang mempelajari bumi melalui kaidah atau

Lebih terperinci

PENYEBARAN CEBAKAN TIMAH SEKUNDER DI DAERAH KECAMATAN AIRGEGAS KABUPATEN BANGKA SELATAN PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

PENYEBARAN CEBAKAN TIMAH SEKUNDER DI DAERAH KECAMATAN AIRGEGAS KABUPATEN BANGKA SELATAN PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PENYEBARAN CEBAKAN TIMAH SEKUNDER DI DAERAH KECAMATAN AIRGEGAS KABUPATEN BANGKA SELATAN PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Heru Sigit Purwanto Program Pascasarjana Magister Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB 3. PENDEKATAN DAN METODOLOGI

BAB 3. PENDEKATAN DAN METODOLOGI BAB 3. PENDEKATAN DAN METODOLOGI 3.1. Kerangka Pikir Dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Undangundang Nomor 24 tahun 1992 tentang Tata Ruang Wilayah dan Undang-undang No.

Lebih terperinci

3. HASIL PENYELIDIKAN

3. HASIL PENYELIDIKAN Survei Polarisasi Terimbas (IP) Dan Geomagnet Daerah Santong, Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat Oleh : Yudi Aziz Muttaqin, Iqbal Takodama Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan Pusat Sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Harga komoditi untuk mineral-mineral saat ini telah mendekati rekor harga tertingginya, seperti Logam-logam industri (bijih besi, tembaga, alumunium, timbal, nikel

Lebih terperinci

Bab I - Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Bab I - Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Unit Bisnis Pertambangan Emas (UBPE) Gunung Pongkor, yang merupakan daerah konsesi PT. Aneka Tambang, adalah salah satu endapan emas epitermal di Indonesia

Lebih terperinci

Tambang Terbuka (013)

Tambang Terbuka (013) Tambang Terbuka (013) Abdullah 13.31.1.350 Fakultas Teknik Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Pejuang Republik Indonesia Makassar 2013 Pendahuluan Aturan utama dari eksploitasi tambang adalah memilih

Lebih terperinci

KONSEP PEDOMAN TEKNIS INVENTARISASI BAHAN GALIAN TERTINGGAL PADA WILAYAH BEKAS TAMBANG EMAS ALUVIAL. Oleh : Tim Penyusun

KONSEP PEDOMAN TEKNIS INVENTARISASI BAHAN GALIAN TERTINGGAL PADA WILAYAH BEKAS TAMBANG EMAS ALUVIAL. Oleh : Tim Penyusun KONSEP PEDOMAN TEKNIS INVENTARISASI BAHAN GALIAN TERTINGGAL PADA WILAYAH BEKAS TAMBANG EMAS ALUVIAL Oleh : Tim Penyusun 1. Pendahuluan Endapan emas aluvial umumnya sudah diusahakan oleh masyarakat menggunakan

Lebih terperinci

PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KECAMATAN SUBI KABUPATEN NATUNA - PROVINSI KEPULAUAN RIAU Wahyu Widodo Kelompok Penyelidikan Mineral Logam

PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KECAMATAN SUBI KABUPATEN NATUNA - PROVINSI KEPULAUAN RIAU Wahyu Widodo Kelompok Penyelidikan Mineral Logam PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KECAMATAN SUBI KABUPATEN NATUNA - PROVINSI KEPULAUAN RIAU 2014 Wahyu Widodo Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI Morfologi Desa Meliah terdiri dari morfologi perbukitan bergelombang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sistem penambangan adalah suatu cara atau teknik yang dilakukan untuk membebaskan atau mengambil endapan bahan galian yang mempunyai arti ekonomis dari batuan induknya

Lebih terperinci

Bab III Pengolahan dan Analisis Data

Bab III Pengolahan dan Analisis Data Bab III Pengolahan dan Analisis Data Dalam bab pengolahan dan analisis data akan diuraikan berbagai hal yang dilakukan peneliti untuk mencapai tujuan penelitian yang ditetapkan. Data yang diolah dan dianalisis

Lebih terperinci

SURVEI ALIRAN PANAS (HEAT FLOW) DAERAH PANAS BUMI PERMIS KABUPATEN BANGKA SELATAN, PROVINSI BANGKA BELITUNG

SURVEI ALIRAN PANAS (HEAT FLOW) DAERAH PANAS BUMI PERMIS KABUPATEN BANGKA SELATAN, PROVINSI BANGKA BELITUNG SURVEI ALIRAN PANAS (HEAT FLOW) DAERAH PANAS BUMI PERMIS KABUPATEN BANGKA SELATAN, PROVINSI BANGKA BELITUNG Edy Purwoto, Yuanno Rezky, Robertus S.L. Simarmata Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Dalam penelitian ini, penulis menggunakan 2 metode geofisika, yaitu gravitasi dan resistivitas. Dimana kedua metode tersebut saling mendukung, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tugas akhir sebagai mata kuliah wajib, merupakan pengintegrasian ilmu dan keterampilan dalam bidang geologi yang didapatkan selama menjadi mahasiswa dan sebagai syarat

Lebih terperinci