VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA MANGROVE DI KELURAHAN MANGUNHARJO, KECAMATAN TUGU, KOTA SEMARANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA MANGROVE DI KELURAHAN MANGUNHARJO, KECAMATAN TUGU, KOTA SEMARANG"

Transkripsi

1 Available online at Indonesian Journal of Fisheries Science and Technology (IJFST) Website: Saintek Perikanan Vol.12 No.1: 67-74, Agustus 2016 VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA MANGROVE DI KELURAHAN MANGUNHARJO, KECAMATAN TUGU, KOTA SEMARANG Economic Valuation of Mangrove Resources in the Mangunharjo Village Tugu Sub District, Semarang City Desti Setiyowati, Supriharyono dan Imam Triarso Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara Jl. Taman Siswa (Pekeng) Tahunan, Jepara Diserahkan tanggal 10 Mei 2016, Diterima tanggal 29 Juli 2016 ABSTRAK Hutan mangrove merupakan salah satu sumberdaya yang memiliki fungsi dan peran penting dalam satu kesatuan ekosistem. Keberadaannya mendapat tekanan yang serius sebagai dampak dari konversi lahan untuk budidaya tambak intensif dan abrasi gelombang laut. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pemanfaatan sumberdaya mangrove,menganalisis valuasi ekonomi total (TEV) sumberdaya mangrove setelah dikonversi menjadi tambak, dan menganalisis nilai manfaat sumberdaya mangrove. Metode penelitian menggunakan metode proportional stratified random sampling. Metode analisis yang digunakan adalah metode identifikasi pemanfaatan sumberdaya mangrove, metode identifikasi manfaat dan fungsiekosistem mangrove, dan metode evaluasi kebijakan sumberdaya mangrove dengan menggunakan Analisis Manfaat Biaya. Hasil penelitian menunjukkan pemanfaatan sumberdaya mangrove yang dilakukan masyarakat lokal: perikanan tangkap ikan belanak, perikanan budidaya/tambak ikan bandeng dan udang windu, pembibitan mangrove, dan buah mangrove. Nilai ekonomi total sumberdaya mangrove di Kelurahan Mangunharjo saat ini seluas 7,1 ha ekosistem mangrove dan 75 ha tambak produktif sebesar Rp / tahun atau Rp / ha / tahun. Nilai manfaat sumberdaya mangrove yang tertinggi yaitu manfaat tidak langsung 63,77% (Rp / tahun atau Rp /Ha /tahun), nilai manfaat lainnya adalah manfaat langsung 33,30% (Rp /tahun atau Rp /ha /tahun), manfaat keberadaan 2,87% (Rp /tahun atau Rp /Ha /tahun), dan manfaat pilihan 0,07% (Rp / tahun atau Rp /ha /tahun). Kata kunci: sumberdaya, mangrove, konversi, manfaat, valuasi ekonomi ABSTRACT Mangrove forest is one resource that has function and role in the ecosystems. Mangrove forests in Mangunharjo Village are under increasing pressures as the impact of land conversion for intensive aquaculture and ocean wave abrasion. The aim of this research was to 1)identify the utilization ofmangrove resource, 2) analyze the value of the total economic (TEV) resources after mangrove converted into ponds,and 3) analyze the value of the benefits of mangrove resources. The method applied in the research was a purposive random sampling proportional to get representative respondents. Data were analyzed with several methods of analysis:a methodof resource utilization of mangrove identification, methods of identifying the benefits and functions of mangrove ecosystems, and mangrove resource policy evaluation method using Cost Benefit Analysis. This research results showed that the utilization of mangrove resources by local people is mullet fishing, aquaculture/ponds milkfish and shrimp, mangrove seeds, and mangrove fruits.the total economic value of mangrove resources in the Mangunharjo Village currently covering 7,1 ha of mangrove forest and 75 ha for the ponds that is still productive for IDR per year or IDR /ha / year.value of the benefits of mangrove resources is the highest 63,77% indirect use value (IDR /year or /ha /year), the value of other benefits are the direct use value of 33,30% (IDR /year or IDR /ha /year), the existence use value of 2,87% (IDR /year or /ha /year), and option use value of 0,07% (IDR /year or /ha /year). Keywords: resources, mangrove, conversion, benefits, economic valuatio PENDAHULUAN Hutan mangrove merupakan sumberdaya alam yang penting di lingkungan pesisir, dan memiliki tiga fungsi utama yaitu fungsi fisik, biologis, dan ekonomis. Fungsi fisik adalah sebagai penahan angin, penyaring bahan pencemar, penahan ombak, pengendali banjir dan pencegah intrusi air laut ke daratan. Fungsi biologis adalah sebagai daerah pemijahan (spawningground), daerah asuhan ( nursery ground),dan sebagai daerah mencari makan ( feeding ground) bagi ikan dan 67

2 Saintek Perikanan Vol.12 No.1: 67-74, Agustus 2016 Valuasi Ekonomi Sumberdaya Mangrove di Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Tugu, Kota Semarang 68 biota laut lainnya. Fungsi ekonomis adalah sebagai penghasil kayu untuk bahan baku dan bahan bangunan, bahan makanan dan oba t-obatan. Selain itu, fungsi tersebut adalah strategis sebagai produsen primer yang mampu mendukung dan menstabilkan ekosistem laut maupun daratan (Romimotarto, 2001). Kegiatan eksploitasi yang berlebihan dan alih fungsi hutan mangrove mengakibatkan degradasi kawasan hutan mangrove yang ditunjukkan secara nyata dengan semakin berkurangnya luasan hutan mangrove. Degradasi hutan mangrove mengakibatkan terjadinya perubahan ekosistem kawasan pantai, seperti intrusi air laut, abrasi pantai, punahnya beberapa jenis flora, fauna dan biota tertentu, menurunnya keanekaragaman hayati serta kerusakan habitat yang meluas sampai daratan (Saparinto, 2007). Sumberdaya mangrove dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan asalkan tingkat pemanfaatannya tidak melampaui kapasitas produksinya. Potensi sumberdaya alam wilayah pesisir dan lautan di Indonesia yang sangat besartersebut membutuhkan pengelolaan yang baik, sehingga pemanfaatannya dapat berlangsung secara berkesinambungan, sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan yang menjadi dasar konsep pembangunan nasional. Kenyataannya dalam pelaksanaan pengelolaan tersebut, faktor keberlanjutan sumberdaya alam sering diabaikan dengan terjadinya degradasi sumberdaya alam yang memprihatinkan di berbagai daerah, juga karena kebijakan pengelolaan sekarang sering memperkuatkecenderungan untuk mengeksploitasi sumberdaya secara berlebihan, sehingga kebijakan baru perlu dikembangkan untuk memperbaiki kegagalan pasar (Sobari et al., 2006). Salah satunya, kegiatan konversi lahan hutan mangrove yang tidak terkendali terjadi di Kota Semarang. Kelurahan Mangunharjo adalah salah satu wilayah pesisir di Kota Semarang yang terletak di Kecamatan Tugu, dengan panjang pantai 3,5 km dari Sungai Bringin sampai dengan SungaiPlumbon. Dulunya merupakan kawasan mangrove seluas ± 30 ha. Namun, sejak terjadinya kerusakan lingkungan yang dimulai tahun 1998, telah hilang 11 ha hutan mangrove karena terkena abrasi gelombang laut dan sebagian juga telah dikonversi untuk budidaya udang windu pada saat itu, kemudian abrasi begitu cepat sehingga pada akhir tahun 2010 sudah melenyapkan 161 Ha tambak penduduk, maka secara pasti petani tambak kehilangan mata pencaharian. Luas areal hutan mangrove di Kelurahan Mangunharjo diperkirakan 7,22 Ha (RTRP Kota Semarang, 2008). Mengingat masih rendahnya penghargaan masyarakat terhadap potensi hutan mangrove sebagai aset ekonomi, maka perlu dilakukan penilaian (valuasi) ekonomi sumberdaya mangrove di Kelurahan Mangunharjo, sehingga dengan penelitian ini dapat diketahui besarnya manfaat dan fungsi hutan mangrove baik itu manfaat secara ekonomi maupun manfaat ekologi. Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengidentifikasipemanfaatan sumberdaya mangrove oleh masyarakat lokaldi Kelurahan Mangunharjo. 2. Menganalisis valuasi ekonomi total (TEV) dari sumberdaya mangrove setelah dikonversi menjadi tambak di Kelurahan Mangunharjo. 3. Menganalisis nilai manfaat dari sumberdaya mangrovedi Kelurahan Mangunharjo. METODE PENELITIAN Lokasi dari penelitian ini adalah kawasan mangrove di Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Tugu Kota Semarang.Daerah yang diteliti mencakup Kampung Krajan (Ngebruk), Karanggayam, Tegalsari, Panggung, dan Tanggulsari. Penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai dengan September Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara propotional stratifiedrandom sampling, berdasarkan stratifikasi jenis kegiatan pemanfaatan sumberdaya ekosistem mangrove. Jumlah sampel sebanyak 50 responden. Masyarakat yang dijadikan responden adalah masyarakat yang memanfaatkan sumberdaya mangrovedan juga masyarakat yang berhubungan dengan mangrove secara tidak langsung. Untuk mengetahui keadaan umum lokasi penelitian dan kondisi mangrove yang ada, dilakukan wawancara dengan Aparat Desa, Dinas terkait dan LSM. Penelitian dilakukan melalui tiga tahap analisis, yaitu: 1) Identifikasi pemanfaatan sumberdaya mangrove Proses identifikasi dilakukan dengan wawancara yang mendalamuntuk menganalisis 4 komponen menurut Kovacs (1999) dalam Maedar (2008) diantaranya: a. Identifikasi jenis mangrove yang dimanfaatkan b. Pemanfaatan yang potensial c. Pemanfaatan nyata yang sedang dilakukan d. Pilihan untuk perbedaan lingkungan dan kesesuaian pemanfaatan darimangrove 2) Identifikasi manfaat dan fungsiekosistem mangrove sebagai berikut: A. Mantaat Langsung (ML) (Direct Use Value) Manfaat langsung adalah nilai yang dihasilkan dari pemanfaatan langsungdari hutan mangrove seperti perikanan, kayu bakar dan wisata (Fauzi, 2002). ML= ML1 + ML2 + ML MLn Keterangan: ML1 = Manfaat langsung, total dari hasil perikanan ML2 = Manfaat langsung, total dari hasil tambak ML3 = Manfaat langsung, total hasil bibit bakau ML4= Manfaat langsung, total dari hasil buah mangrove B. Manfaat Tidak Langsung (MTL) (Indirect Use Value) Manfaat tidak langsung adalah nilai yang dirasakan secara tidak langsung terhadap barang dan jasa yang dihasilkan sumberdaya dan lingkungan (Fauzi, 2002). Manfaat tidak langsung dari hutan mangrove diperoleh dari suatu ekosistem secara tidak langsung seperti penahan abrasi pantai dan penyedia bahan organik bagi biota-biota yang hidup didalamnya (Fahrudin, 1996). MTL = MTLe + MTLb Keterangan: MTLe=Manfaat tidak langsung ekologis sebagai penahan abrasi pantai MTLb=Manfaat tidak langsung biologis sebagai tempat pembesaran ikan Estimasi manfaat tidak langsung ekologis hutan mangrove sebagai penahan abrasi pantai didekati dengan pembuatan green belt yang setara dengan fungsi hutan mangrove sebagaipenahan abrasi pantai. Metode yang digunakan untuk mengukur nilaitersebut adalah replacement cost.

3 69 Saintek Perikanan Vol.12 No.1: 67-74, Agustus 2016 Desti Setiyowati, Supriharyono dan Imam Triarso Estimasi manfaat tidak langsung biologis hutan mangrove sebagai nursery ground, spawning ground dan feeding ground bagi biota perairan didekati darihasil tangkapan nelayan untuk ikan di wilayah perairan lautsekitarnya. Menurut Adrianto (2004) teknik pengukuran untukmenilai manfaat tersebut adalah pendekatan produktivitas (productivity approach). C. Manfaat Pilihan (MP) (Option Value) Manfaat pilihan adalah suatu nilai yang menunjukkan kesediaan seseorang untuk membayar guna melestarikan ekosistem mangrove bagi pemanfaatan di masa depan. Nilai ini didekati dengan mengacu pada nilai keanekaragaman hayati ( biodiversity) hutan mangrove di Indonesia. Nilai ini didekati dengan mengacu pada nilai keanekaragaman hayati (biodiversity) hutan mangrove di Indonesia yaitu US$ 1.500/km²/tahun atau US$15/ha/tahun (Ruitenbeek, 1998 dalam Supriyadi 2009). Menurut Fahrudin (1996), Maedar (2008), Hiariey (2009), Benu, et al. (2010) dan Linda dan Fitria (2013)nilai ini dapat dipakai di seluruh hutan mangrove yang ada di Indonesia apabila ekosistem hutan mangrovenya secara ekologis penting dan tetap dipelihara secara alami. Jika dirumuskan: MP =MPb (Manfaat Pilihanbiodiversity) = US$ 15 per ha x Luas hutan mangrove D. Manfaat Eksistensi (ME) (Exsistence Value) Manfaat eksistensi adalah manfaat yang dirasakan oleh masyarakat dari keberadaan ekosistem yang diteliti setelah manfaat lainnya (manfaat langsung, tidak langsung dan manfaat pilihan). Pengukuran manfaat eksistensi tersebut didekati denganpengukuran langsung terhadap preferensi individu melalui ContingentValuation Method (CVM), mengukur seberapa besar keinginanmembayar ( Willingness to Pay, WTP) dari responden terhadapkeberadaan dan perbaikan ekosistem mangrove (Fauzi, 2004). Nilai Manfaat Keberadaan di peroleh dengan cara mengalikan nilai rata-rata (Rp) yang diberikan oleh responden terhadap keberadaan hutan mangrove per ha per tahun dengan luas hutan mangrove secara keseluruhan. Menurut FAO (2000) dalam Adrianto (2005). Formulasinya adalah sebagai berikut: n ME = ( ME i ) / n i 1 dimana: MEi =Manfaat Eksistensi dari responden ke-i n =Jumlah responden E. Kuantifikasi seluruh manfaat Nilai Ekonomi Total (Total Economic Value) merupakan penjumlahan dariseluruh manfaat yang telah diidentifikasi, yaitu: NET = ML + MTL + MP + ME Keterangan: NET = Nilai ekonomi total (TEV) (Rp/ha/tahun atau Rp/tahun) ML = Nilai manfaat langsung MTL = Nilai manfaat tidak langsung MP = Nilai manfaat pilihan ME = Nilai manfaat keberadaan 3) Evaluasi kebijakan sumberdaya mangrove Setelah penilaian ekonomi sumberdaya mangrove dilakukan, maka perlu menganalisis suatu proyek dari segi ekonomi yaitu dengan menggunakan metode Analisis Biaya Manfaat (Cost-Benefit Analysis atau CBA). Dalam analisis ini terdapat beberapa asumsi yang dipakai: 1. Produksi ikan tetap karena adanya usaha untuk mempertahankan kelestarian sumberdaya mangrove. 2. Pertambakan tetap karena adanya usaha untuk mempertahankan kondisi sumberdaya mangrove yang baik. 3. Pembibitan tetap karena adanya usaha untuk mempertahankan kelestarian sumberdaya mangrove. 4. Produksi buah mangrove tetap karena adanya usaha untuk memelihara kawasan sumberdaya mangrove. 5. Jenis pemanfaatan sumberdaya mangrove tetap dan dikonversi menjadi satuan luasan. 6. Analisis biaya manfaat dilakukan melalui kondisi sumberdaya mangrove pada kondisi awal dan pada kondisi yang sekarang. 7. Kehilangan manfaat langsung, manfaat tidak langsung, manfaat pilihan dan manfaat keberadaan akibat konversi hutan mangrove menjadi biaya kehilangan bagi pengelolaan hutan mangrove. 8. Jangka waktu analisis adalah 10 tahun, secara ekologi kurun waktu tersebut digunakan berdasarkan perkiraan bahwa umur mangrove sudah mencapai pada pembentukan sistem ekologis. 9. Tingkat suku bunga ( discount rate) yang dipakai adalah 15%. Digunakan discount rate 15% atas dasar bahwa discount rate untuk analisis ekonomi dalam pemanfaatan sumberdaya adalah 8% sampai 15% (Gittinger, 2008), dipilih 15% karena dalam analisis ekonomi tidak ada nilai yang pasti untuk discount rate, sehingga diambil nilai discount rate yang tertinggi. Kriteria evaluasi kebijakan yang dipergunakan adalah Net Present Value (NPV). Nilai NPV ini didekati dengan menggunakan pendekatan yang dikembangkan Abelson (2005), dengan rumus sebagai berikut: n ( Bt Ct ) NPV = t t 1 (1 r) dimana : NPV =Net Present Value (nilai manfaat bersih sekarang) =Manfaat langsung yang diperoleh pada waktu t (Rp) =Biaya langsung yang dikeluarkan pada waktu t (Rp) t =Kurun waktu penilaian (10 tahun) r =Discount rate Kriteria keputusan, sebuah proyek layak untuk dikembangkan dari segi ekonomi jika nilai NPV > 0.

4 Saintek Perikanan Vol.12 No.1: 67-74, Agustus 2016 Valuasi Ekonomi Sumberdaya Mangrove di Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Tugu, Kota Semarang 70 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum wilayah Data mengenai keadaan umum wilayah Mangunharjo Kecamatan Tugu Kota Semarang merupakan data sekunder yang bersumber dari data monografi Kelurahan Mangunharjo Semarang. Letak Administratif Kelurahan Mangunharjo merupakan salah satu Kelurahan di Kecamatan Tugu yang mempunyai panjang pantai 3,5 km dari Sungai Beringin sampai dengan Sungai Plumbon. Kelurahan Mangunharjo memiliki luas wilayah 482,370 Ha. Adapun batas-batas wilayah Kelurahan Mangunharjo adalah sebagai berikut : 1. Sebelah utara berbatasan deng an Laut Jawa. 2. Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Mangkang Wetan. 3. Sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Wonosari, Kecamatan Ngaliyan. 4. Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Mangkang Kulon. Kependudukan Penduduk di Kelurahan Mangunharjo sampai dengan tahun 2010 berjumlah jiwa yang terdapat pada Kepala Keluarga (KK) yang terdiri dari laki -laki jiwa dan perempuan jiwa. Tingkat Pendidikan Penduduk Kelurahan Mangunharjo yang menyelesaikan pendidikan di Akademi sebesar 39 jiwa, sedangkan jumlah yang paling besar adalah penduduk yang menamatkan pendidikan Sekolah Dasar yaitu jiwa. Mata Pencaharian Berdasarkan data mata pencaharian penduduk di Kelurahan Mangunharjo dapat diketahui sebagian besar penduduk bekerja sebagai buruh. Baik buruh industri, buruh bangunan, buruh tani dan petani atau nelayan kecil serta pekerjaan lain yang kurang membutuhkan pendidikan dan keterampilan. Hal ini didukung pula dengan banyaknya kawasan industri di sekitar Kecamatan Tugu untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian di Kel. Mangunharjo Mata Pencaharian Jumlah Jiwa % Petani sendiri 172 4,68 Buruh tani 157 4,26 Nelayan 135 3,67 Pengusaha 41 1,11 Buruh industri ,42 Buruh bangunan 121 3,29 Pedagang 79 2,14 Pengangkutan 76 2,06 PNS 62 1,68 TNI/Polri 11 0,29 Pensiunan 21 0,57 Lainnya ,83 Jumlah Sumber: Data Monografi Kelurahan Mangunharjo, 2010 Keadaan Kawasan Ekosistem Mangrove Menurut hasil wawancara, bahwa mangrove di Kelurahan Mangunharjo sudah ada sejak tahun Dalam rangka budidaya udang windu oleh investor dari Cina mangrove tersebut ditebangi dan digantikan oleh sabuk pantai namun tidak berhasil menahan abrasi karena adanya perubahan iklim sehingga usaha budidaya udang windu tidak dapat dilanjutkan kembali dan mengalami kerugian. Sejak terjadi kerusakan lingkungan pada tahun 1998, hutan mangrove di Kelurahan Mangunharjo hilang sekitar 11 Ha akibat abrasi dan pembukaan lahan untuk budidaya udang windu. Dari tahun ke tahun laju abrasi semakin cepat, sehingga pada akhir tahun 2010 melenyapkan sebanyak 161 Ha tambak (Biota Foundation, 2011). Data sebaran dan luasan mangrove di Kecamatan Tugu dapat dilihat pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. Sebaran dan luasan Mangrove di Kecamatan Tugu Tahun 2003 dan 2007 Kelurahan Luas (Ha) Pada Tahun Jerakah 9,72 0,08 Karanganyar 25,08 8,65 Mangkang Kulon 4,11 1,54 Mangkang Wetan 6,40 4,77 Mangunharjo 6,23 7,22 Randugarut 20,14 8,02 Tugurejo 38,22 17,08 Jumlah 109,9 47,36 Sumber: RTRP Kota Semarang, 2008 Identifikasi Pemanfaatan Sumberdaya Mangrove Luas kawasan mangrove di Kelurahan Mangunharjo yang diteliti, yaitu 7,1 Ha. Pemanfaatan sumberdaya mangrove di Kelurahan Mangunharjo oleh masyarakat saat ini cukup beragam, baik sebagai usaha subsisten maupun yang komersial.berdasarkan hasil olahan data primer yang diperoleh dari hasil wawancara dan pengisian kuosioner dengan responden, dapat diidentifikasi beberapa manfaat sumberdaya mangrove yang secara langsung dirasakan oleh masyarakat. Rincian pemanfaatan mangrove per responden per Ha per tahun dapat dilihat pada Tabel 3. Pada Tabel 3, dapat dilihat beberapa jenis pemanfaatan sumberdaya mangrove yang ada di lokasi penelitian dan secara langsung dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat yang berada di sekitar lokasi hutan mangrove tersebut. Jenis vegetasi mangrove yang dominan ada di lokasi penelitian dan yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar adalah jenis bakau (Rhizophora mucronata) dan api-api (Avicenniamarina).

5 71 Saintek Perikanan Vol.12 No.1: 67-74, Agustus 2016 Desti Setiyowati, Supriharyono dan Imam Triarso Tabel 3. Pemanfaatan sumberdaya Mangrove di Kelurahan Mangunharjo No. Manfaat Pemanfaatan Rata-rata per Responden per Ha per Tahun 1. Ikan Belanak (kg) Tambak Silvofishery - Bandeng (kg) - Udang (kg) Bibit Mangrove (batang) Buah Mangrove (kg) 204 Sumber: Data primer setelah diolah, 2011 Pendugaan Nilai Ekonomi Sumberdaya Mangrove 1. Nilai Manfaat Langsung (Direct Use Value) Pemanfaatan sumberdaya mangrove di Kelurahan Mangunharjo oleh masyarakat saat ini cukup beragam, dapat diidentifikasi beberapa manfaat sumberdaya mangrove yang secara langsung dirasakan oleh masyarakat antara lain yaitu: (1) pemanfaatan perikanan tangkap (ikan belanak), (2) pemanfaatan p erikanan budidaya (tambak bandeng dan udang windu), (3) pemanfaatan bibit bakau, dan (4) pemanfaatan buah mangrove. Metode yang digunakan dalam penaksiran manfaat langsung adalah dengan pendekatan langsung berdasarkan nilai pasar. Pendekatan ini menghitung jenis jumlah produk langsung yang dapat dinikmati oleh masyarakat dari sumberdaya mangrove dikalikan dengan harga pasar yang berlaku dari setiap unit produk, yang dapat dilihat pada Tabel 4.Dari tabel tersebutdiperoleh nilai manfaat sumberdaya mangrove sebesar Rp ,00 /ha /tahun. Tabel 5 menyajikan rekapitulasi jenis dan nilai manfaat langsung sumberdaya mangrove di Kelurahan Magunharjo pada tahun Tabel 4. Nilai manfaat sumberdaya Mangrove berdasarkan volume produksi dan harga pasar per ha per tahun di Kelurahan Mangunharjo tahun 2011 No. Jenis Harga Pasar Volume Nilai per Ha (Rp) (Rp/Satuan) Produksi per Tahun 1. Ikan Belanak /kg kg Tambak Silvofishery - Bandeng - Udang Windu /kg /kg 726 kg 70 kg Bibit Mangrove 500/batang batang Buah Mangrove 5.000/kg 204 kg Jumlah Sumber: Data primer setelah diolah, 2011 Tabel 5. Rekapitulasi jenis dan nilai manfaat langsung sumberdaya Mangrove di Kelurahan Magunharjo Tahun 2011 Jenis Manfaat Nilai Manfaat Biaya Manfaat Bersih Biaya Total Persentase (Rp per Ha Investasi Operasional (Rp per Ha per (Rp) (%) per tahun) (Rp/tahun) (Rp) tahun) 1. Ikan Belanak , Tambak Silvofishery ,14 (Bandeng dan Udang Windu) 3. Bibit Bakau ,19 4. Buah ,45 Jumlah Sumber: Data primer setelah diolah, 2011 Berdasarkan analisis manfaat biaya dari setiap jenis manfaat tersebut, diperoleh jumlah nilai manfaat bersih sumberdaya mangrove di Kelurahan Mangunharjo kecuali tambak sebesar Rp ,00 /ha/tahun, kemudian dikalikan dengan luas mangrove sekarang ini 7,1 ha didapatkan nilai sebesar Rp ,00 /tahun. Nilai manfaat bersih tambak sebesar Rp ,00 dikalikan dengan luasan mangrove yang dikonversi menjadi tambak yang masih produktif yaitu 75 ha didapatkan nilai sebesar Rp ,00/tahun. Nilai manfaat langsung secara keseluruhan didapatkan sebesar Rp ,00 /tahun. Nilai manfaat bersih yang tertinggi pada jenis pemanfaatan hasil penangkapan ikan belanak sebesar Rp ,00 /ha/ tahun (71,22%) sedangkan nilai manfaat bersih yang terendah pada jenis pemanfaatan buah mangrove sebagai bahan makanan sebesar Rp ,00 /ha/tahun (1,45%). Nilai manfaat bersih yang lainnya adalah pada jenis pemanfaatan bibit mangrove sebesar Rp ,00 (14,19%) dan pemanfaatan tambak (ikan bandeng dan udang windu) dengan sistem silvofishery sebesar Rp ,00 (13,14%). Berdasarkan analisis ekonomi, total manfaat langsung sumberdaya mangrove di Kelurahan Mangunharjo dalam kondisi awal (hutan murni atau belum dikonversi menjadi

6 Saintek Perikanan Vol.12 No.1: 67-74, Agustus 2016 Valuasi Ekonomi Sumberdaya Mangrove di Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Tugu, Kota Semarang 72 tambak) seluas 82,1 ha sebesar Rp ,00 /ha/tahun, sedangkan total manfaat langsung sumberdaya mangrove dalam kondisi sekarang (hutan seluas 7,1 Ha dan tambak produktif seluas 75 Ha) sebesar Rp ,00 /ha/tahun. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan nilai manfaat langsung sumberdaya mangrove di Kelurahan Mangunharjo akibat adanya konversi menjadi lahan pertambakan, sehingga luasan mangrove menjadi berkurang. 2. Nilai Manfaat Tidak Langsung (Indirect Use Value) Pengukuran manfaat tidak langsung dari sumberdaya mangrove di Kelurahan Mangunharjo adalah manfaat fisik dan manfaat biologi. Manfaat tidak langsung berupa fisik adalah sebagai penahan abrasi pantai yang diestimasi melalui replacement cost dari pembangunan sabuk pantai ( green belt). Menurut Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Tengah (2008), sabuk pantai merupakan satu kesatuan konstruksi bangunan yang terdiri dari groin yang posisinya tegak lurus garis pantai, berguna untuk memecah ombak. Pembangunan sabuk pantai sejajar dengan garis pantai dan di belakang sabuk pantai berupa urugan tanah yang ditanami mangrove berfungsi sebagai penahan sabuk pantai. Pada kawasan pesisir yang telah dibangun sabuk pantai, mampu menangkap sedimen dan melindungi tambak atau bangunan lain di belakangnya, lebihlebih dengan tumbuhnya mangrove dapat memperkokoh bangunan sabuk pantai. Hasil yang diperoleh berdasarkan biaya pengganti dari pembangunan sabuk pantai ( green belt), diacu dari estimasi yang dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Tengah (1990), yaitu bahwa nilai pembuatan pemecah ombak (groin) ukuran 1 m x 10 m x 2 m (panjang x lebar x tinggi) dengan daya tahan 10 tahun sebesar Rp ,00. Panjang pantai di Kelurahan Mangunharjo adalah 3,5 km atau 3500 m, maka biaya pembuatan pemecah ombak (groin) dengan daya tahan 10 (sepuluh) tahun seluruhnya adalah Rp ,00. Nilai tersebut dibagi dengan 10 untuk mendapatkan nilai per tahun. Dengan demikian, nilai manfaat fisik hutan mangrove sebagai penahan abrasi adalah sebesar Rp ,00 /tahun atau Rp ,00 /ha/tahun Nilai manfaat biologis sebagai tempat pembesaran ikan (nursery ground) melalui pendekatan produktivitas (productivity approach). Menurut Adrianto (2004), ekosistem mangrove memiliki fungsi sebagai tempat pembesaran ikan (nursery ground), sehingga luasekosistem menjadi input bagi produktivitas hasil tangkapan ikan yangmenjadi produk akhir bagi masyarakat. Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Semarang (2010), total produksi perikanan laut oleh nelayan di Kelurahan Mangunharjo pada tahun 2010 sebesar kg dengan nilai produksi sebesar Rp ,00, sehingga nilai manfaat biologinya sebesar Rp ,00 /ha/tahun. Total manfaat tidak langsung sumberdaya mangrove dari manfaat fisik dan manfaat biologi adalah Rp ,00 /ha/tahun atau Rp ,00 /tahun 3. Nilai Manfaat Pilihan (Option Value) Nilai manfaat ini didekati dengan menggunakan nilai dari keanekaragaman hayati (biodiversity). Mengacu pada nilai keanekaragaman hayati hutan mangrove di Teluk Bintuni, Irian Jaya adalah sebesar US $ 15 /ha/tahun yang dilakukan oleh Ruitenbeek (1998), merupakan contoh yang baik untuk kajian ekonomi-lingkungan yang diaplikasikan terhadap kebijakan dalam berbagai penggunaan sumberdaya di wilayah pesisir (Supriyadi, 2009). Nilai manfaat pilihan ekosistem mangrove di Kelurahan Mangunharjo diasumsikan sama dengan nilai biodiversity di Teluk Bintuni Irian Jaya. Asumsi yang sama pernah dilakukan oleh Maedar (2008) di Kecamatan Merawang Kabupaten Bangka dengan luasan hutan mangrove 12,50 ha dan Hiariey (2009) di Desa Tawiri Ambon dengan luasan hutan mangrove hanya 3,08 ha. Nilai manfaat pilihan didapatkan dengan mengalikan nilai biodiversity dengan nilai kurs Rupiah terhadap Dollar pada saat penelitian sebesarrp8.560,00 (12 Agustus 2011). Berdasarkan perhitungan, maka diperoleh hasil bahwa nilai manfaat pilihan hutan mangrove di Kelurahan Mangunharjo adalah sebesar Rp ,00 /ha/tahun (US$ 15 /ha/tahun dikalikan dengan Rp8.560,00 per US$). Luas hutan mangrove di Kelurahan Mangunharjo saat ini sebesar 7,1 ha, sehingga nilai manfaat pilihan ( option value) secara keseluruhan adalah nilai manfaat pilihan per Ha per tahun Rp ,00 dikalikan dengan luasan mangrove tersebut. Total manfaat pilihan hutan mangrove di Kelurahan Mangunharjo sebesar Rp ,00 /tahun. 4. Nilai Manfaat Keberadaan (Existence Value) Berdasarkan pendekatan penilaian dengan menggunakan Contingent Valuation Method (CVM) terhadap 50 responden, dapat diketahui bahwa nilai manfaat eksistensi (keberadaan) sumberdaya mangrove di Kelurahan Mangunharjo adalah sebesar Rp ,00 /ha/tahun atau nilai manfaat eksistensi total Rp ,00 /tahun. Pendugaan Total Nilai Ekonomi (TEV) Sumberdaya Mangrove Nilai ini didasarkan pada hasil identifikasi seluruh jenis manfaat dari sumberdaya mangrove di Kelurahan Mangunharjo, kemudian dilakukan perhitungan terhadap seluruh nilai manfaat tersebut. Rekapitulasi hasil estimasi seluruh manfaat sumberdaya mangrove di Kelurahan Mangunharjo disajikan pada Tabel 6. Manfaat tersebut terdiri dari manfaat langsung (ML), manfaat tidak langsung (MTL), manfaat pilihan (MP), dan manfaat keberadaan atau eksistensi (ME). Ni lai ekonomi total (NET) sumberdaya mangrove merupakan hasil penjumlahan dari keempat jenis manfaat tersebut. Pada Tabel 6 terlihat bahwa nilai ekonomi total dari sumberdaya mangrove di Kelurahan Mangunharjo seluas 7,1 ha sebesar Rp ,00 /tahun atau Rp ,00 /ha/tahun. Dari nilai ekonomi total tersebut diketahui bahwa manfaat tidak langsung diketahui bahwa manfaat tidak langsung menunjukkan nilai tertinggi yaitu sebesar 63,77%, disusul manfaat langsung yang dapat langsung dirasakan oleh masyarakat sebesar 33,30% pada urutan kedua. Kemudian manfaat keberadaan pada urutan ketiga, yaitu sebesar 2,87%, dan manfaat pilihan sebesar 0,07% berada pada urutan terakhir. Nilai ekonomi total tersebut mengindikasikan bahwa sumberdaya alam dan lingkungan memerlukan penghargaan yang lebih tinggi dan memang menjadi dasar informasi secara kuantitatif untuk menentukan berbagai pilihan kebijakan, baik kebijakan fiskal maupun moneter, penyesuaian struktural dan upaya stabilisasi, karena mempunyai dampak terhadap sektor yang bergantung pada sumberdaya alam.

7 73 Saintek Perikanan Vol.12 No.1: 67-74, Agustus 2016 Desti Setiyowati, Supriharyono dan Imam Triarso Tabel 6. Nilai ekonomi total sumberdaya Mangrove di Kelurahan Mangunharjo Tahun 2011 Kategori Manfaat Nilai Manfaat (Rp per Ha per tahun) Nilai Manfaat (Rp per tahun) Persentase (%) Manfaat 33, Langsung Manfaat Tidak 63, Langsung Manfaat 0, Pilihan Manfaat 2, Keberadaan Total Sumber: Data primer setelah diolah, 2011 Penelitian serupa yang dilakukan Paryono, et al. (1999) di Segara Anakan Cilacap mendapatkan nilai total ekonomi hutan mangrove sebesar Rp per tahun atau rata-rata Rp ,00 per Ha per tahun. Sementara itu Maedar (2008) yang melakukan penelitian di Keca matan Merawang, Kabupaten Bangka mendapatkan nilai total ekonomi hutan mangrove sebesar Rp per tahun. Adanya perbedaan nilai ekonomi yang terjadi pada masing-masing peneliti yang sejenis, antara lain disebabkan karena perubahan nilai tukar rupiah terhadap US$, perbedaan harga dan karakteristik atau ciri khas masing-masing kawasan hutan mangrove dan keanekaragaman pemanfaatan yang dilakukan oleh masyarakat setempat. Berdasarkan nilai manfaat yang diperoleh pada kajian ini dapat saja berubah pada masa yang akan datang, karena adanya perubahan jenis pemanfaatan, terutama nilai manfaat langsung yang perhitungannya atas dasar pemanfaatan ekstraktif sumberdaya hayati yang berlangsung di lokasi penelitian sampai saat ini. Evaluasi kebijakan pengelolaan sumberdaya mangrove Pengelolaan sumberdaya hutanmangrove di Kelurahan Mangunharjo digunakan sebagai lahan pertambakan yang masih produkif seluas 75 Ha. Akibat dari konversi menjadi lahan pertambakan tersebut, terjadi pengurangan luas kawasan mangrove yang berdampak pada penurunan nilai-nilai produk manfaat langsung, manfat tidak langsung, manfaat pilihan, dan manfaat keberadaan yang berhubungan dengan luasan kawasan mangrove. Penurunan nilai ini disebabkan adanya biaya kehilangan dari masing-masing manfaat tersebut akibat konversi kawasan mangrove menjadi tambak. Dari hasil perhitungan dengan analisis biaya dan manfaat diperoleh Net Present Value (NPV) atau manfaat bersih proyek hutan mangrove Kelurahan Mangunharjo sebagai lahan pertambakan pada discount factor 15% selama kurun waktu 10 tahun negatif sebesar Rp ,00 yang berarti bahwa pemanfaatan lahan kawasan mangrove sebagai pertambakan tidak layak untuk dilaksanakan. Hal ini disebabkan oleh manfaat bersih yang diperoleh pada tahun proyek lebih kecil dari manfaat bersih tanpa proyek karena besarnya manfaat yang hilang pada tahun proyek akibat konversi lahan serta tingginya nilai manfaat tidak langsung sebagai pencegah abrasi, sehingga tambahan manfaat yang diberikan tidak mampu menutupi besarnya nilai manfaat tidak langsung. KESIMPULAN 1. Pemanfaatan sumberdaya mangrove di Kelurahan Mangunharjo yang secara langsung dapat dirasakan oleh masyarakat ada 4 jenis pemanfaatan, yaitu: (1) pemanfaatan perikanan tangkap ikan belanak, (2) pemanfaatan perikanan budidaya/tambak ikan bandeng dan udang windu, (3) pemanfaatan bibit mangrove, dan (4) pemanfaatan buah mangrove. 2. Nilai Ekonomi Total (TEV) sumberdaya mangrove di Kelurahan Mangunharjo saat ini seluas 7,1 Ha untuk ekosistem mangrove dan 75 Ha untuk tambak yang masih produktif sebesar Rp ,00 /tahun atau rata-rata Rp /ha/tahun. 3. Nilai manfaat sumberdaya mangrove di Kelurahan Mangunharjo tertinggi yaitu manfaat tidak langsung, memiliki persentase paling besar dibandingkan dengan manfaat lainnya. Manfaat tidak langsung 63,77% dengan nilai sebesar Rp ,00 /tahun (Rp ,00 /ha/tahun), manfaat langsung 33,30% dengan nilai sebesar Rp ,00 /tahun (Rp ,00 /ha/tahun), manfaat keberadaan 2,87% dengan nilai sebesar Rp ,00 /tahun (Rp ,00 /ha/tahun), dan manfaat pilihan 0,07% dengan nilai sebesar Rp ,00 /tahun (Rp ,00 /ha/tahun). UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut membantu dalam penyelesaian artikel ini, terutama kepada Prof. Dr. Ir. Supriharyono, MS. dan Ir. Imam Triarso, M.Si. sebagai pembimbing terlebih kepada para tim perevisi, Prof. Dr. Ir. Sutrisno Anggoro, MS. dan Ir. Bambang Argo Wibowo, MSi. DAFTAR PUSTAKA Abelson, P. W Cost Benefit Analysis and Enviromental Problems. Macquarie University. New South Wales. Adrianto, L Bahan Pengantar Survey Valuasi Ekonomi Sumberdaya Mangrove. Kerjasama antara Departemen Kelautan dan Perikanan, PT. Plarenco dan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan-IPB. Bogor. Benu, Suzana L. Olfie, J. Timban, Rine. K, dan A. Fandi Valuasi Ekonomi Sumberdaya Huta Mangrove Di Desa Palaes Kecamatan Likupang Barat Kabupaten Minahasa Utara. Jurnal ASE. 7 (2): Dinas Kelautan dan Perikanan Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Pesisir Kota Semarang. CV. Adicipta Manunggal. Semarang. Fauzi, A Valuasi Ekonomi Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Makalah pada Pelatihan Pengelolaan

8 Saintek Perikanan Vol.12 No.1: 67-74, Agustus 2016 Valuasi Ekonomi Sumberdaya Mangrove di Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Tugu, Kota Semarang 74 Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan. Universitas Diponegoro. Semarang Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Teori dan Aplikasi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Gittinger, J.P Analisis ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. UI-Press. Jakarta. Hiariey, L. S Identifikasi Nilai Ekonomi Ekosistem Hutan Mangrove di Desa Tawiri Ambon. Jurnal Organisasi dan Manajemen. 5(1): Linda, W. Z. dan Fitria Ulfah Valuasi Ekonomi Hutan Mangrove Di Pulau Dompak Kota Tanjungpinang Propinsi Kepulauan Riau. Jurnal Dinamika Maritim IV (1): Maedar, F Analisis Ekonomi Pengelolaan Mangrove di Kecamatan Merawang Kabupaten Bangka. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Paryono, T.J, Kusumastanto, T, Dahuri, R dan Bengen, D.G Kajian Ekonomi Pengelolaan Tambak di Kawasan Mangrove Segara Anakan, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Jurnal Pesisir dan Lautan Indonesia. 2 (3): 8 6. Romimotarto, K Biologi laut: Ilmu pengetahuan tentang biota laut. Djambatan. Jakarta. Ruitenbeek, H. I Mangrove Management: An Economic Analysis of Management Option with a Focus an Bintury Bay Irian Jaya. Environment Management in Indonesia Project (EMDI). Jakarta. Saparinto, C Pendayagunaan Ekosistem Mangrove Mengatasi Kerusakan Wilayah Pantai (Abrasi) Meminimalisasi Dampak Gelombang Tsunami.Effhar dan Dahara Prize. Semarang. Supriyadi, H. I, Pentingnya Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam Untuk Pengambil Kebijakan. Oseana. XXXIV (3):

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN BAB III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada lokasi hutan mangrove yang ada diwilayah Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat sebagaima tercantum dalam peta lokasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Mangrove 1. Pengertian Hutan Mangrove Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan sub tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove mampu tumbuh

Lebih terperinci

PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE OLEH MASYARAKAT DESA BABULU LAUT KECAMATAN BABULU KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA

PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE OLEH MASYARAKAT DESA BABULU LAUT KECAMATAN BABULU KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE OLEH MASYARAKAT DESA BABULU LAUT KECAMATAN BABULU KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA Eko Kurniawan 1, Djuhriansyah 2 dan Helminuddin 2 1 Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kaltim,

Lebih terperinci

Valuasi Ekonomi Pemanfaatan Ekosistem Mangrove di Desa Bedono, Demak. Arif Widiyanto, Suradi Wijaya Saputra, Frida Purwanti

Valuasi Ekonomi Pemanfaatan Ekosistem Mangrove di Desa Bedono, Demak. Arif Widiyanto, Suradi Wijaya Saputra, Frida Purwanti Valuasi Ekonomi Pemanfaatan Ekosistem Mangrove di Desa Bedono, Demak Arif Widiyanto, Suradi Wijaya Saputra, Frida Purwanti Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Jurusan Perikanan Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM MANGROVE DI DESA BAROWA KECAMATAN BUA KABUPATEN LUWU

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM MANGROVE DI DESA BAROWA KECAMATAN BUA KABUPATEN LUWU 1 VALUASI EKONOMI EKOSISTEM MANGROVE DI DESA BAROWA KECAMATAN BUA KABUPATEN LUWU Dharma Fidyansari, S.Pi., M.M. Sri Hastuty, S.E., M.Pd. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis valuasi ekonomi

Lebih terperinci

Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Jurusan Perikanan 2) Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Jurusan Perikanan

Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Jurusan Perikanan 2) Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Jurusan Perikanan NILAI MANFAAT EKONOMI EKOSISTEM MANGROVE DI DESA KARTIKA JAYA KECAMATAN PATEBON KABUPATEN KENDAL JAWA TENGAH Economic Valuation of Mangrove Ecosystem in Kartika Jaya Village Patebon Subdistrict Kendal

Lebih terperinci

KAJIAN PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DI KELURAHAN KARIANGAU KECAMATAN BALIKPAPAN BARAT MELALUI PENDEKATAN EKONOMI

KAJIAN PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DI KELURAHAN KARIANGAU KECAMATAN BALIKPAPAN BARAT MELALUI PENDEKATAN EKONOMI Jurnal Harpodon Borneo Vol.8. No.2. Oktober. 205 ISSN : 2087-2X KAJIAN PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DI KELURAHAN KARIANGAU KECAMATAN BALIKPAPAN BARAT MELALUI PENDEKATAN EKONOMI ) Nurul Ovia Oktawati,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI MANFAAT HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN BARRU

KAJIAN EKONOMI MANFAAT HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN BARRU KAJIAN EKONOMI MANFAAT HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN BARRU Andi Nur Apung Massiseng Universitas Cokroaminoto Makassar e-mail : andinur_pasca@yahoo.com Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI NEGERI PASSO KOTA AMBON

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI NEGERI PASSO KOTA AMBON VALUASI EKONOMI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI NEGERI PASSO KOTA AMBON Willem Talakua Jurusan Teknologi Hasil Perikanan, Program Studi Agribisnis Perikanan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai, 19 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Penelitian telah dilaksanakan di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur pada bulan April Mei 2013. Peta lokasi penelitian

Lebih terperinci

6 ASSESMENT NILAI EKONOMI KKL

6 ASSESMENT NILAI EKONOMI KKL 6 ASSESMENT NILAI EKONOMI KKL 6.1 Nilai Ekonomi Sumberdaya Terumbu Karang 6.1.1 Nilai manfaat ikan karang Manfaat langsung dari ekosistem terumbu karang adalah manfaat dari jenis-jenis komoditas yang langsung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan lautan. Hutan tersebut mempunyai karakteristik unik dibandingkan dengan

I. PENDAHULUAN. dan lautan. Hutan tersebut mempunyai karakteristik unik dibandingkan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah salah satu ekosistem hutan yang terletak diantara daratan dan lautan. Hutan tersebut mempunyai karakteristik unik dibandingkan dengan formasi hutan

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI HUTAN MANGROVE DAN SKENARIO PENGELOLAANNYA DI DESA MUARA BENGALON KECAMATAN BENGALON KABUPATEN KUTAI TIMUR

VALUASI EKONOMI HUTAN MANGROVE DAN SKENARIO PENGELOLAANNYA DI DESA MUARA BENGALON KECAMATAN BENGALON KABUPATEN KUTAI TIMUR VALUASI EKONOMI HUTAN MANGROVE DAN SKENARIO PENGELOLAANNYA DI DESA MUARA BENGALON KECAMATAN BENGALON KABUPATEN KUTAI TIMUR Rusmiyati dan Bambang Indratno Gunawan Laboratorium Sosial dan Ekonomi FPIK Unmul,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove yang dikenal sebagai hutan payau merupakan ekosistem hutan

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove yang dikenal sebagai hutan payau merupakan ekosistem hutan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove yang dikenal sebagai hutan payau merupakan ekosistem hutan yang memiliki ciri khas didominasi pepohonan yang mampu tumbuh di perairan asin. Komunitas pepohonan

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA RUMPUT LAUT DI KOTA PALOPO

VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA RUMPUT LAUT DI KOTA PALOPO Prosiding Seminar Nasional Volume 03, Nomor 1 ISSN 2443-1109 VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA RUMPUT LAUT DI KOTA PALOPO Muhammad Arhan Rajab 1, Sumantri 2 Universitas Cokroaminoto Palopo 1,2 arhanrajab@gmail.com

Lebih terperinci

Kajian Valuasi Ekonomi Hutan Mangrove Di Desa Pasar Banggi, Kecamatan Rembang, Kabupaten Rembang

Kajian Valuasi Ekonomi Hutan Mangrove Di Desa Pasar Banggi, Kecamatan Rembang, Kabupaten Rembang Kajian Valuasi Ekonomi Hutan Mangrove Di Desa Pasar Banggi, Kecamatan Rembang, Kabupaten Rembang Aurora Hanifa *), Rudhi Pribadi, Nirwani Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi

PENDAHULUAN. lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi PENDAHULUAN Latar Belakang Meningkatnya harga udang windu di pasaran mendorong pembukaan lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi untuk pertambakan adalah hutan mangrove.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI PENGELOLAAN TAMBAK DI KAWASAN MANGROVE SEGARA ANAKAN, KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH

KAJIAN EKONOMI PENGELOLAAN TAMBAK DI KAWASAN MANGROVE SEGARA ANAKAN, KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH Pes~sir & Lautan - - - - - - Volume 2, No.3, 1999 KAJIAN EKONOMI PENGELOLAAN TAMBAK DI KAWASAN MANGROVE SEGARA ANAKAN, KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH T. J. PARYONO Balai Pengkajian Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI DESA WAIHERU KOTA AMBON

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI DESA WAIHERU KOTA AMBON VALUASI EKONOMI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI DESA WAIHERU KOTA AMBON Hellen Nanlohy Jurusan Teknologi Hasil Perikanan, Program Studi Agribisnis Perikanan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang... DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... x xiii xv xvi I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 5 1.3.Tujuan dan Kegunaan Penelitian...

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI NILAI EKONOMI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI DESA TAWIRI, AMBON

IDENTIFIKASI NILAI EKONOMI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI DESA TAWIRI, AMBON IDENTIFIKASI NILAI EKONOMI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI DESA TAWIRI, AMBON Lilian Sarah Hiariey (phall_ian@yahoo.com) Universitas Terbuka ABSTRACT The ecological role of mangrove ecosystem is, economically,

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI HUTAN MANGROVE DI PULAU DOMPAK KOTA TANJUNGPINANG PROPINSI KEPULAUAN RIAU

VALUASI EKONOMI HUTAN MANGROVE DI PULAU DOMPAK KOTA TANJUNGPINANG PROPINSI KEPULAUAN RIAU VALUASI EKONOMI HUTAN MANGROVE DI PULAU DOMPAK KOTA TANJUNGPINANG PROPINSI KEPULAUAN RIAU Linda Waty Zen dan Fitria Ulfah Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. hutan mangrove non-kawasan hutan. Selain itu, adanya rehabilitasi hutan

METODE PENELITIAN. hutan mangrove non-kawasan hutan. Selain itu, adanya rehabilitasi hutan IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini berada di Kawasan Pesisir Pantai Tlanakan, Kecamatan Tlanakan, Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur. Pemilihan lokasi dilakukan secara

Lebih terperinci

Jurnal Sylva Lestari ISSN Vol. 2 No. 3, September 2014 (19 28)

Jurnal Sylva Lestari ISSN Vol. 2 No. 3, September 2014 (19 28) NILAI EKONOMI TOTAL HUTAN MANGROVE DESA MARGASARI KECAMATAN LABUHAN MARINGGAI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR (TOTAL ECONOMIC VALUE OF MANGROVE FOREST IN MARGASARI VILLAGE SUB DISTRICT OF LABUHAN MARINGGAI DISTRICT

Lebih terperinci

Analisis Ekonomi Alternatif Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Kecamatan Bintan Timur Kabupaten Bintan. Oleh ABSTRACT

Analisis Ekonomi Alternatif Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Kecamatan Bintan Timur Kabupaten Bintan. Oleh ABSTRACT Analisis Ekonomi Alternatif Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Kecamatan Bintan Timur Kabupaten Bintan Oleh Tince Sofyani Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau ABSTRACT The aims of the research

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ekosistem mangrove di dunia saat ini diperkirakan tersisa 17 juta ha. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al, 1998), yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan taraf hidup manusia. Dalam pelaksanaan proses pembangunan, manusia tidak terlepas dari aktivitas pemanfaatan

Lebih terperinci

JURNAL MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

JURNAL MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN JURNAL MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN Volume 8, Nomor 1, April 2012 AN APPROACH TO THE MANAGEMENT OF MUD CRAB Scylla serrata THROUGH THE REPRODUCTIVE STATUS OF MUD CRAB AND SOCIO-ECONOMY AND INSTITUTIONAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Model Genesi dalam Jurnal : Berkala Ilmiah Teknik Keairan Vol. 13. No 3 Juli 2007, ISSN 0854-4549.

BAB I PENDAHULUAN. Model Genesi dalam Jurnal : Berkala Ilmiah Teknik Keairan Vol. 13. No 3 Juli 2007, ISSN 0854-4549. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan pertemuan antara wilayah laut dan wilayah darat, dimana daerah ini merupakan daerah interaksi antara ekosistem darat dan ekosistem laut yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia sebagai suatu negara kepulauan dengan panjang garis pantai sekitar 81.000 Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial. Salah satu ekosistem

Lebih terperinci

WORKSHOP ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM

WORKSHOP ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM WORKSHOP ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM Dinas Kelautan, Perikanan & Pengelola Sumberdaya Kawasan Segara Anakan Kabupaten Cilacap Oleh : Supriyanto Kepala DKP2SKSA Kab. Cilacap Disampaikan pada : Workshop Adaptasi

Lebih terperinci

Economic value analysis of mangrove forest ecosystems in Sorong, West Papua Province

Economic value analysis of mangrove forest ecosystems in Sorong, West Papua Province Aquatic Science & Management, Edisi Khusus 2, 39-43 (Oktober 2014) Pascasarjana, Universitas Sam Ratulangi http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jasm/index ISSN 2337-4403 e-issn 2337-5000 jasm-pn00068

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang sangat kaya raya akan keberagaman alam hayatinya. Keberagaman fauna dan flora dari dataran tinggi hingga tepi pantai pun tidak jarang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 16,9 juta ha hutan mangrove yang ada di dunia, sekitar 27 % berada di Indonesia

I. PENDAHULUAN. 16,9 juta ha hutan mangrove yang ada di dunia, sekitar 27 % berada di Indonesia 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Wilayah pesisir dan lautan merupakan salah satu wilayah yang kaya akan sumberdaya alam hayati dan non hayati. Salah satu sumberdaya alam hayati tersebut adalah hutan mangrove.

Lebih terperinci

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove bagi kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungan hidup memiliki fungsi yang sangat besar, yang meliputi fungsi fisik dan biologi. Secara fisik ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan hidup. Oleh karena adanya pengaruh laut dan daratan, dikawasan mangrove terjadi interaksi kompleks

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI NEGERI TAWIRI KOTA AMBON

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI NEGERI TAWIRI KOTA AMBON VALUASI EKONOMI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI NEGERI TAWIRI KOTA AMBON Lillian Mathilda Soukotta Jurusan Teknologi Hasil Perikanan, Program Studi Agribisnis Perikanan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir sebagai daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut memiliki karakteristik fisik, biologi, sosial, dan ekonomi yang unik dan layak untuk dipertahankan.

Lebih terperinci

MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN.

MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN. MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN Faisyal Rani 1 1 Mahasiswa Program Doktor Ilmu Lingkungan Universitas Riau 1 Dosen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai fungsi produksi, perlindungan dan pelestarian alam. Luas hutan

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai fungsi produksi, perlindungan dan pelestarian alam. Luas hutan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan salah satu sumberdaya alam daerah pantai payau yang mempunyai fungsi produksi, perlindungan dan pelestarian alam. Luas hutan mangrove di

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Ekosistem mangrove tergolong ekosistem yang unik. Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem dengan keanekaragaman hayati tertinggi di daerah tropis. Selain itu, mangrove

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir bukan merupakan pemisah antara perairan lautan dengan daratan, melainkan tempat bertemunya daratan dan perairan lautan, dimana didarat masih dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memberikan kontribusi produksi perikanan yang sangat besar dan tempat aktivitas manusia paling banyak dilakukan; bahkan menurut

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR : 17 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DI KAWASAN SEGARA ANAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA BUPATI CILACAP,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam penggunaan sumberdaya alam. Salah satu sumberdaya alam yang tidak terlepas

BAB I PENDAHULUAN. dalam penggunaan sumberdaya alam. Salah satu sumberdaya alam yang tidak terlepas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara berkembang yang terus menerus melakukan pembangunan nasional. Dalam mengahadapi era pembangunan global, pelaksanaan pembangunan ekonomi harus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dari pada daratan, oleh karena itu Indonesia di kenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan berbagai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan menggunakan jenis data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dari sumber data secara langsung.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam suatu wilayah pesisir terdapat beragam sistem lingkungan (ekosistem). Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, terumbu karang,

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan 29 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan ekosistem laut. Mangrove diketahui mempunyai fungsi ganda

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis PENDAHULUAN Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang memiliki peranan penting dalam pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis kondisi dan keberadaannya. Beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yakni 3,2 juta ha (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar mulai dari Sumatera,

Lebih terperinci

Valuasi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Ekosistem Terumbu Karang Pada Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta

Valuasi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Ekosistem Terumbu Karang Pada Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta Valuasi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Ekosistem Terumbu Karang Pada Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta Julianto Subekti, Suradi Wijaya Saputra, Imam Triarso Program Studi Manajemen Sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. Ekosistem mangrove

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik dan Persepsi Masyarakat 5.1.1. Karakteristik dan Persepsi Responden Pantai Indah Kapuk Terhadap Lingkungan Hutan Angke Kapuk Jumlah responden untuk studi CVM

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sumberdaya alam hayati dan non hayati. Salah satu sumberdaya alam hayati

II. TINJAUAN PUSTAKA. sumberdaya alam hayati dan non hayati. Salah satu sumberdaya alam hayati 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Mangrove Wilayah pesisir dan lautan merupakan salah satu wilayah yang kaya akan sumberdaya alam hayati dan non hayati. Salah satu sumberdaya alam hayati tersebut adalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari PENDAHULUAN Latar Belakang ndonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17 508 pulau dan panjang garis pantainya kira-kira 81 000 kin serta wilayah laut pedalaman dan teritorialnya

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM MANGROVE DI DESA TELUK PAMBANG KECAMATAN BANTAN KABUPATEN BENGKALIS PROVINSI RIAU

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM MANGROVE DI DESA TELUK PAMBANG KECAMATAN BANTAN KABUPATEN BENGKALIS PROVINSI RIAU Valuasi ekonomi ekosistem ISSN 1978-5283 mangrove Qodrina, L., Hamidy, R., Zulkarnaini 2012:6 (2) VALUASI EKONOMI EKOSISTEM MANGROVE DI DESA TELUK PAMBANG KECAMATAN BANTAN KABUPATEN BENGKALIS PROVINSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.508 pulau dan panjang garis pantai lebih dari 81.000

Lebih terperinci

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R Oleh : Andreas Untung Diananto L 2D 099 399 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE DI KELURAHAN TERITIP KOTA BALIKPAPAN

VALUASI EKONOMI PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE DI KELURAHAN TERITIP KOTA BALIKPAPAN VALUASI EKONOMI PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE DI KELURAHAN TERITIP KOTA BALIKPAPAN Petrijansah Noor 1 dan Helminuddin 2 1 Sub Bag Penyusunan Program pada Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Timur.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis berbentuk kepulauan dengan 17.500 pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km, yang merupakan kawasan tempat tumbuh hutan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan taraf hidup manusia tidak terlepas dari aktifitas pemanfaatan sumberdaya alam (Bengen 2004). Peluang

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Dusun Bauluang termasuk salah satu Dusun di Desa Mattirobaji. Kecamatan Mappakasunggu Kabupaten Takalar dan

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Dusun Bauluang termasuk salah satu Dusun di Desa Mattirobaji. Kecamatan Mappakasunggu Kabupaten Takalar dan IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Wilayah Dusun Bauluang termasuk salah satu Dusun di Desa Mattirobaji Kecamatan Mappakasunggu Kabupaten Takalar dan merupakan sebuah pulau yang terpisah dari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir PENDAHULUAN Latar belakang Wilayah pesisir merupakan peralihan ekosistem perairan tawar dan bahari yang memiliki potensi sumberdaya alam yang cukup kaya. Indonesia mempunyai garis pantai sepanjang 81.000

Lebih terperinci

36 2. Menghitung kerugian ekonomi perubahan ekologi CPAD dan tambak sekitarnya akibat kenaikan muka laut 3. Mengidentifikasi upaya peningkatan resilie

36 2. Menghitung kerugian ekonomi perubahan ekologi CPAD dan tambak sekitarnya akibat kenaikan muka laut 3. Mengidentifikasi upaya peningkatan resilie 35 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian prediksi dampak kenaikan muka lauit ini dilakukan di Cagar Alam Pulau Dua (CAPD) dan kawasan penyangga di sekitarnya dengan batasan wilayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan manusia dalam memanfaatkan sumberdaya alam diduga menjadi faktor penting penyebab kerusakan lingkungan (Gumilar, 2012). Pertambahan jumlah penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang terdiri dari 13.667 pulau dan mempunyai wilayah pantai sepanjang 54.716 kilometer. Wilayah pantai (pesisir) ini banyak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu sumberdaya pesisir yang penting adalah ekosistem mangrove, yang mempunyai fungsi ekonomi dan ekologi. Hutan mangrove dengan hamparan rawanya dapat menyaring dan

Lebih terperinci

RINGKASAN. Berbagai Macam Kegiatan Pertanian Di Pesisir Pantai Timur Kecamatan Tulung

RINGKASAN. Berbagai Macam Kegiatan Pertanian Di Pesisir Pantai Timur Kecamatan Tulung ANALISIS EKONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA HUTAN MANGROVE UNTUK BERBAGAl MACAM I

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di wilayah pesisir. Hutan mangrove menyebar luas dibagian yang cukup panas di dunia, terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dengan luas daratan ± 1.900.000 km 2 dan laut 3.270.00 km 2, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dan ditinjau dari luasnya terdiri atas lima pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan sehingga perlu dijaga kelestariannya. Hutan mangrove adalah

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan sehingga perlu dijaga kelestariannya. Hutan mangrove adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove (bakau) merupakan suatu bentuk ekosistem yang mempunyai keragamanan potensi serta memberikan manfaat bagi kehidupan manusia baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan 1) Perikanan Tangkap dan Budidaya Kawasan pantai Kecamatan Merawang yang membentang dari arah selatan menyisir ke bagian barat, menyusuri pesisir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN km. Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya laut yang menimpah baik dari

BAB I PENDAHULUAN km. Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya laut yang menimpah baik dari BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan suatu negara kepulauan terdiri dari 17,508 buah pulau yang besar dan yang kecil secara keseluruhan memiliki panjang garis pantai sekitar

Lebih terperinci

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN 8.1. Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove Pendekatan AHP adalah suatu proses yang dititikberatkan pada pertimbangan terhadap faktor-faktor

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim Provinsi Banten secara geografis terletak pada batas astronomis 105 o 1 11-106 o 7 12 BT dan 5 o 7 50-7 o 1 1 LS, mempunyai posisi strategis pada lintas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai sebuah negara yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas lautan, Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan yang potensial untuk dikembangkan sebagai salah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia kaya dan beranekaragam sumberdaya alam. Satu diantara sumberdaya alam di wilayah pesisir adalah ekosistem mangrove. Ekosistem mangrove merupakan ekosistem

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN MANGROVE DI DESA PALAES KECAMATAN LIKUPANG BARAT KABUPATEN MINAHASA UTARA

VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN MANGROVE DI DESA PALAES KECAMATAN LIKUPANG BARAT KABUPATEN MINAHASA UTARA ASE Volume 7 Nomor 2, Mei 2011: 29-38 VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN MANGROVE DI DESA PALAES KECAMATAN LIKUPANG BARAT KABUPATEN MINAHASA UTARA Benu Olfie L. Suzana Jean Timban Rine Kaunang Fandi Ahmad

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tabel 1.1 Luas Hutan Mangrove di Indonesia Tahun 2002 No Wilayah Luas (ha) Persen

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tabel 1.1 Luas Hutan Mangrove di Indonesia Tahun 2002 No Wilayah Luas (ha) Persen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia dengan panjang garis pantai sekitar 81.000 km serta lebih dari 17.508 pulau dan luas laut sekitar 3,1 juta km

Lebih terperinci

KAJIAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP TUGAS AKHIR

KAJIAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP TUGAS AKHIR KAJIAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP TUGAS AKHIR Oleh: PROJO ARIEF BUDIMAN L2D 003 368 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pesisir memiliki peranan sangat penting bagi berbagai organisme yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pesisir memiliki peranan sangat penting bagi berbagai organisme yang berada di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesisir memiliki peranan sangat penting bagi berbagai organisme yang berada di sekitarnya. Kawasan pesisir memiliki beberapa ekosistem vital seperti ekosistem terumbu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI MANGROVE DESA PEJARAKAN, KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG

VALUASI EKONOMI MANGROVE DESA PEJARAKAN, KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG VALUASI EKONOMI MANGROVE DESA PEJARAKAN, KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG OLEH: IDA AYU PUTU RIYASTINI, S.Si NIP. 19820219 201101 2 003 Statistisi Pertama DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI BALI

Lebih terperinci

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010 PENGARUH AKTIVITAS EKONOMI PENDUDUK TERHADAP KERUSAKAN EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI KELURAHAN BAGAN DELI KECAMATAN MEDAN BELAWAN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyarataan Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki 18 306 pulau dengan garis pantai sepanjang 106 000 km (Sulistiyo 2002). Ini merupakan kawasan pesisir terpanjang kedua

Lebih terperinci

Oleh. Firmansyah Gusasi

Oleh. Firmansyah Gusasi ANALISIS FUNGSI EKOLOGI HUTAN MANGROVE DI KECAMATAN KWANDANG KABUPATEN GORONTALO UTARA JURNAL Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Menempuh Ujian Sarjana Pendidikan Biologi Pada Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti

BAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu bagian terpenting dari kondisi geografis Indonesia sebagai wilayah kepulauan adalah wilayah pantai dan pesisir dengan garis pantai sepanjang 81.000

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang didominasi oleh beberapa jenis mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KABUPATEN BARRU

ANALISIS PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KABUPATEN BARRU ANALISIS PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KABUPATEN BARRU Abdul Malik Universitas Hasanuddin e-mail; malik9950@yahoo.co.id Abstrak Kondisi ekosistem mangrove di kabupaten Barru mengalami perubahan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam pesisir merupakan suatu himpunan integral dari komponen hayati (biotik) dan komponen nir-hayati (abiotik) yang dibutuhkan oleh manusia untuk hidup dan

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM WILAYAH DESA PABEAN UDIK KECAMATAN INDRAMAYU, KABUPATEN INDRAMAYU

V. KEADAAN UMUM WILAYAH DESA PABEAN UDIK KECAMATAN INDRAMAYU, KABUPATEN INDRAMAYU V. KEADAAN UMUM WILAYAH DESA PABEAN UDIK KECAMATAN INDRAMAYU, KABUPATEN INDRAMAYU Wilayah Kabupaten Indramayu terletak pada posisi geografis 107 o 52 sampai 108 o 36 Bujur Timur (BT) dan 6 o 15 sampai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut TINJAUAN PUSTAKA Hutan Manggrove Hutan mangrove oleh masyarakat Indonesia dan negara Asia Tenggara lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut Kusmana dkk (2003) Hutan mangrove

Lebih terperinci

adalah untuk mengendalikan laju erosi (abrasi) pantai maka batas ke arah darat cukup sampai pada lahan pantai yang diperkirakan terkena abrasi,

adalah untuk mengendalikan laju erosi (abrasi) pantai maka batas ke arah darat cukup sampai pada lahan pantai yang diperkirakan terkena abrasi, BAB.I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan lingkungan hidup yang serasi dan seimbang sangat diperlukan untuk menjaga keberlanjutan. MenurutHadi(2014), menyebutkan bahwa lingkungan adalah tempat manusia

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya 1 Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya PENDAHULUAN Wilayah pesisir merupakan ruang pertemuan antara daratan dan lautan, karenanya wilayah ini merupakan suatu

Lebih terperinci

VII NILAI EKONOMI SUMBERDAYA EKOSISTEM LAMUN

VII NILAI EKONOMI SUMBERDAYA EKOSISTEM LAMUN 61 VII NILAI EKONOMI SUMBERDAYA EKOSISTEM LAMUN 7.1. Nilai Manfaat Langsung (Direct Use Value) Berdasarkan hasil analisis data diperoleh total nilai manfaat langsung perikanan tangkap (ikan) sebesar Rp

Lebih terperinci

JURNAL VALUASI EKONOMI HUTAN MANGROVE DI DESA TIWOHO KECAMATAN WORI KABUPATEN MINAHASA UTARA WINDA DESITHA KALITOUW

JURNAL VALUASI EKONOMI HUTAN MANGROVE DI DESA TIWOHO KECAMATAN WORI KABUPATEN MINAHASA UTARA WINDA DESITHA KALITOUW JURNAL VALUASI EKONOMI HUTAN MANGROVE DI DESA TIWOHO KECAMATAN WORI KABUPATEN MINAHASA UTARA WINDA DESITHA KALITOUW 110314008 Dosen Pembimbing : 1. Ir. Ribka M. Kumaat. MS 2. Ir. Lyndon R.J. Pangemanan.

Lebih terperinci