KONTESTASI AKTOR DAN KEPENTINGAN TERHADAP SUMBER DAYA AIR DI SUKABUMI NINING ERLINA FITRI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KONTESTASI AKTOR DAN KEPENTINGAN TERHADAP SUMBER DAYA AIR DI SUKABUMI NINING ERLINA FITRI"

Transkripsi

1 KONTESTASI AKTOR DAN KEPENTINGAN TERHADAP SUMBER DAYA AIR DI SUKABUMI NINING ERLINA FITRI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kontestasi Aktor dan Kepentingan Terhadap Sumber Daya Air di Sukabumi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, July 2014 Nining Erlina Fitri NIM I

4 RINGKASAN NINING ERLINA FITRI. Kontestasi Aktor dan Kepentingan Terhadap Sumber Daya Air di Sukabumi. Dibimbing oleh SOERYO ADIWIBOWO dan NURMALA K PANDJAITAN. Tonggak perubahan penguasaan dan pengelolaan sumber daya air di Indonesia oleh swasta dilegitimasi dengan ditetapkannya Undang-Undang No.7 tahun 2004 tentang sumber daya air. Undang-undang ini memberi kewenangan kepada swasta untuk mengusahakan sumber daya air untuk kepentingan komersial. Akibat liberalisasi sumber daya air tersebut beragam akses masyarakat pedesaan berkurang, bahkan hilang dan berimplikasi pada hilangnya sumber mata pencaharian petani dan ikut berkontribusi besar pada perubahan lingkungan di pedesaan. Eksploitasi sumber daya air yang berlebihan menyebabkan terjadinya kelangkaan sumber daya air yang berujung pada terjadinya konflik perebutan sumber daya air antara masyarakat dengan perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis latar belakang terjadinya konflik dan menganalisis berbagai kepentingan yang bertarung dalam memperebutkan akses terhadap sumber daya air di Cidahu dan Cicurug, Kabupaten Sukabumi. Penelitian dilakukan dari bulan Februari sampai September 2013 di tiga desa yang berbatasan langsung dengan lokasi eksploitasi dan pabrik air minum dalam kemasan di Kecamatan Cidahu dan Cicurug. Metode pengumpulan dan analisa data dilakukan dengan mengkombinasikan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Penelitian ini menunjukkan hilang/berkurangnya akses masyarakat terhadap sumber daya air karena hilangnya hak kepemilikan masyarakat terhadap tanah yang mengandung sumber-sumber air tersebut. Hilangnya akses masyarakat tidak hanya disebabkan oleh hilangnya kepemilikan tapi karena faktor-faktor lain yang saling mempengaruhi. Perusahaan mampu mengontrol masyarakat dengan kekuatan modal, teknologi dan relasi yang terbangun dengan pihak pemerintah lokal (pemda/desa), elit-elit desa dan sebagian LSM lokal. Kepemilikan sumber air dan tanah di desa terkonsentrasi kepada perusahaan karena kebutuhan perusahaan untuk membangun pabrik, meningkatkan kapasitas produksi, dan kebutuhan untuk melakukan konservasi (perlindungan) terhadap sumber air tanah sesuai dengan yang disyaratkan oleh undang-undang. Dorongan permintaan pasar (market) berkelindan dengan kuasa peraturan (regulation) berhasil menyingkirkan masyarakat dari sumber air, tanah dan mata pencahariannya. Keberadaan perusahaan di desa menyebabkan terjadinya perubahan bentang alam (landscape) karena pembangunan pabrik, perumahan, dan bangunan lain untuk menunjang aktifitas perusahaan di desa. Perubahan lingkungan fisik ini menyebabkan hilang/berkurangnya air permukaan (air sumur), dan mata air di beberapa tempat serta mengubah drastis daerah pertanian menjadi lahan-lahan kering yang tidak produktif. Kontestasi untuk mendapatkan akses terhadap sumber daya air mengemuka sebagai isu kekeringan dan kesulitan untuk mendapatkan air, sejatinya merupakan akibat dari minimnya akses yang dimiliki oleh masyarakat terhadap pekerjaan di perusahaan AMDK dan akibat dari hilangnya mata

5 pencaharian. Pertarungan tidak saja melibatkan masyarakat dan perusahaan tapi menarik aktor lain seperti LSM untuk terlibat dan ikut memanfaatkan situasi demi kepentingan masing-masing. Negara sebagai pemilik sumber daya air yang diamanatkan oleh UUD 1945 memiliki peran dalam penyediaan air untuk kepentingan masyarakat justru menyerahkan penyediaan fasilitas air bersih kepada perusahaan dengan memberikan kewenangan kepada swasta untuk mengusahakan dan mengelola sumber daya air dengan menetapkan payung hukum Undang-Undang No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air beserta peraturan turunannya. Pendelegasian peran negara kepada swasta melalui undang-undang ini mempercepat terjadinya liberalisasi sumber daya air di pedesaan. Kata kunci: Sumber Daya Air, Kontestasi, Akses, Konflik, Ekslusi, Perusahaan Air, Sukabumi.

6 SUMMARY NINING ERLINA FITRI. Contestation of Actors and the Interests on Water Resources in Sukabumi. Supervised by SOERYO ADIWIBOWO and NURMALA K PANDJAITAN. Changes in the control and management by private sector of water resources in Indonesia was legitimized by the enactment of Law No 7 of 2004 on water resources. This law gives authority to the private sector to commercialize water resources. Liberalization of water resource have an impact on the demise of people access to resources, with some implications to the reduction of local livelihood source and also contribute to environmental changes in rural areas. Water resources exploitation causing water scarcity and it end up on the water resources conflict between local community and the water company. The objective of this study is to elaborate the background of the conflict and also analysing the contestation of various people interest in competing water resources access in Cidahu and Cicurug villages, Sukabumi District. The study was conducted from February to September 2013 in three villages. Those three villages were located in adjacent with the water drinking company in Cidahu and Cicurug. The methods employs in this research for data gathering and analysis was a combination of qualitative and quantitave approaches. This study show that the reduction of people access to water resources due to the loss of land ownership by local people. The land is the area with water resources. The demise of public access is not only causing by the loss of local ownership but also due to other factors may affect each other. The company's ability to control the people with the power of capital, technology and the relationship that was built with the local government (local government / village), village elites and some local NGOs. Ownership of water resources and land in the village was concentrated to the company because the company needs to build a plant, increasing production capacity, and the need for conservation (protection) against ground water sources as required by law. High market demand intertwined with power regulation got rid the local community from their water sources, land and livelihood. The existence of the company in the village leads to changes in the landscape for the construction of factories, housing, and other structures to support the company's activities in the village. Changes in the physical environment lead to loss / reduction of surface water (well water), and springs in some places, and change drastically agricultural areas into unproductive arid lands. Contestation to gain access to water resources issues surfaced as drought and difficult to get water, is actually the result of a lack of access to livelihood source by the public in the drinking water company and as a result of loss of livelihood. The fight does not only involve the community and other companies but also other actors such as NGOs, with their engagement and participation in using the situation for their own benefit. State as the owner of water resources mandated by the National Constitution 1945 has a role in water provision for the benefit of the community, but they handed provision of clean water to the company by giving authority to the private sector to commercialize and manage water resources to

7 establish legal protection Law No.7 of 2004 on Water Resources and its derivatives regulation. Delegating role of the state to the private sector through legislation is accelerating the liberalization of water resources in rural areas. Keywords: Water Resources, Contestation, Access, Conflict, Exclusion, Water Company, Sukabumi

8 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

9 KONTESTASI AKTOR DAN KEPENTINGAN TERHADAP SUMBER DAYA AIR DI SUKABUMI NINING ERLINA FITRI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Sosiologi Pedesaan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

10 Penguji pada Ujian Tesis : Dr.Ir.Arya Hadi Dharmawan, Msc.Agr

11 Judul Tesis : Kontestasi Aktor dan Kepentingan Terhadap Sumber Daya Air di Sukabumi Nama : Nining Erlina Fitri NIM : I Disetujui oleh Komisi Pembimbing Dr.Ir.Soeryo Adiwibowo, MS Ketua Dr.Nurmala K Pandjaitan, MS.DEA Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Dr.Ir.Arya Hadi Dharmawan, Msc.Agr Dr.Ir.Dahrul Syah, Msc.Agr Tanggal Ujian: 18 Juli 2014 Tanggal Lulus:

12

13 PRAKATA Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini Kontestasi Aktor dan Kepentingan Terhadap Sumberdaya Air di Sukabumi. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Soeryo Adiwibowo MS dan Ibu Dr Nurmala K Pandjaitan MS DEA selaku pembimbing, serta Bapak Dr.Ir. Arya Hadi Dharmawan yang telah banyak memberi saran, arahan dan kritikan Penulis beruntung dibimbing dan diuji oleh ketiganya sehingga tesis ini menjadi lebih berbobot. Secara khusus penulis berterimakasih kepada Gagak (Eko Cahyono) yang telah menjadi reviewer sekaligus editor untuk tesis ini, dan inspirasi awal untuk melaksanakan penelitian di ranah ekologi politik sumber daya air yang belum banyak menjadi perhatian peneliti lain sebelumnya. Terimakasih untuk Umam, dan Ita untuk bantuannya mengolah data kuantitatif yang rumit dan membingungkan. Terimakasih kepada Khadafi yang telah memudahkan proses wawancara dengan biyong di Sukabumi. Penulis berterimakasih kepada keluarga besar Bapak Cece Supratman di desa Caringin, keluarga besar Pak Zainuddin (Jae) di Papisangan Lio, keluarga umi Mbat Papisangan Tongoh dan Mak OO di Babakan Pari yang telah bersedia berbagi tempat tinggal, informasi dan lainnya selama penulis melakukan penelitian di Cicurug dan Cidahu. Penulis beruntung mendapatkan kesempatan berdiskusi dengan temanteman di Sosiologi Pedesaan terutama teman-teman SPD angkatan 2011, hari-hari yang berkejaran akhirnya bisa kita taklukkan bersama-sama. Untuk teman-teman di Bina Desa ( Mbak wiwi, Nisa and the gang), terimakasih telah memberikan kesempatan untuk mendialogkan antara teori dan praktek dalam kehidupan nyata di pedesaan. Tesis ini didedikasikan untuk Ibunda Yuerlis, Sri, Wandi, Leni, keponakan kecil Atha, Faris dan Zikri untuk semua kasih sayang dan dukungan yang tiada berbatas. Terakhir terimakasih untuk semua teman-teman petani, perempuan di pedesaan dan pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Karya ini tentu saja masih jauh dari sempurna, penulis membuka diri atas kritikan, saran untuk penelitian-penelitian lain di masa yang akan datang. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juli 2014 Nining Erlina Fitri

14 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 3 Tujuan Penelitian 6 Manfaat Penelitian 6 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 Ekologi Politik 7 Teori Property Rights 11 Teori Akses 13 Konflik, Penyebab dan Bentuk Konflik 15 Perubahan Paradigma tentang Air 17 Kerangka Pemikiran 20 3 METODE 23 Lokasi dan Waktu Penelitian 23 Metode dan Strategi Penelitian 24 Jenis Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data 24 4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Kecamatan Cicurug 26 Desa Caringin 28 Desa Mekar Sari 32 Kecamatan Cidahu 34 Desa Babakan Pari 36 Potensi Sumber Daya Air Cekungan Sukabumi 40 5 KEBIJAKAN, AKSES DAN PERUBAHAN PENGUASAAN SUMBER DAYA AIR 43 Kebijakan Sumber Daya Air 43 Masa Orde Lama 43 Masa Orde Baru 44 Masa Orde Reformasi 45 Izin Pengusahaan Air Tanah 47 Akses Perusahaan Terhadap Sumber Daya Air 49 Proses Masuknya Perusahaan AMDK 51 Eksploitasi Air Oleh Perusahaan AMDK 53 Penguasaan Lahan Oleh Perusahaan AMDK 57 Akses Masyarakat Terhadap Sumber Daya Air 61 Perubahan Penguasaan dan Hak Kepemilikan Terhadap Sumber Daya Air 63 Pemenuhan Kebutuhan Masyarakat Terhadap Air 65 6 KONTESTASI KEPENTINGAN TERHADAP SUMBER DAYA AIR 69 Diskursus Politik Sumber Daya Air 69 Akar Penyebab Konflik 72

15 Perubahan Lingkungan Fisik 73 Perubahan Peluang Bekerja dan Berusaha 77 Perubahan Makna Air Bagi Masyarakat 79 Perlawanan Masyarakat 83 Peran Lembaga Swadaya Masyarakat 88 Peran Negara/Pemerintah 90 Kondisi Pasca Perlawanan 94 7 SIMPULAN DAN SARAN 97 Simpulan 97 Saran 98 DAFTAR PUSTAKA 100 RIWAYAT HIDUP 104

16 DAFTAR TABEL 1 Dimensi-dimensi dari Politicised environment 9 2 Gambaran Tiga Diskursus Dalam Pembuatan Kebijakan 10 3 Status Kepemilikan sumber daya alam 12 4 Karaketristik responden pada lokasi penelitian 25 5 Jumlah rumah tangga pemanfaat sumber air di Kecamatan Cicurug 27 6 Perusahaan pemakai sumber air di Kecamatan Cicurug 27 7 Tingkat pendidikan penduduk Desa Caringin 29 8 Jumlah penduduk Desa Caringin berdasarkan mata pencaharian 30 9 Kepemilikan tanah pertanian di Desa Caringin Sumber daya air di Desa Caringin yang dimanfaatkan penduduk untuk keperluan sehari-hari Jumlah penduduk Desa Mekar Sari Berdasarkan Mata Pencaharian Kepemilikan lahan pertanian di Desa Mekar Sari Jumlah rumah tangga pemakai sumber air untuk keperluan sehari-hari Jumlah rumah tangga pemanfaat sumber air di Kecamatan Cidahu Perusahaan-perusahaan yang memanfaatkan sumber daya air di Cidahu Jumlah penduduk Babakan Pari menurut umur Jumlah penduduk Babakan Pari menurut mata pencaharian Rumah tangga pemakai sumber air untuk keperluan sehari-hari Mata air di Desa Babakan Pari Pertumbuhan Pemanfaatan Sumber Air Tanah Berdasarkan Jenis Sumber Air Tanah Daftar Perusahaan yang Mengeksploitasi Sumber Daya Air di Wilayah Kubang Debit Pengambilan Air Tanah oleh PT. AGM dan PT. TI Debit Pengambilan Air oleh PT. TBT Penjualan/Pengalihan Tanah kepada Pihak Lain Mata air di Wilayah Kubang Perubahan Penguasaan dan Kepemilikan Sumber Daya Air Alasan Masyarakat Menjual Tanah Bentuk-Bentuk Perlawanan Penerimaan Pajak Air Tanah Januari-Agustus 2013 dari Eksplorasi Wilayah Kubang Tindakan Perusahaan AMDK dalam Mengontrol Perilaku Masyarakat 93 DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka Pemikiran Penelitian 22 2 Lokasi Penelitian 23 3 Peta Potensi Air Tanah Kabupaten Sukabumi 41 4 Perubahan Kepemilikan Lahan Sesudah Keberadaan Perusahaan 60 5 Penggunaan Air Selokan oleh Masyarakat 68 6 Sikap Masyarakat Terhadap Kehadiran Perusahaan AMDK 72

17 7 Kesulitan Mendapatkan Air Bersih Sebelum dan Sesudah Keberadaan Perusahaan 76 8 Makna sumber air bagi masyarakat 80 9 Makna Sumber Air Bagi Masyarakat Makna Sumber Air Bagi Masyarakat Cisaat (Pembanding) Makna Sumber Air Bagi Masyarakat Cisaat (Pembanding) 83

18

19 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Air merupakan kebutuhan dasar dan kebutuhan vital untuk menunjang kehidupan, terutama untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari seperti kebutuhan minum, memasak, mencuci dan mandi. Sejalan dengan itu Shiva (2007) dalam tulisannya yang berjudul The Nine principles of Water, menulis sembilan prinsip penting tentang air yaitu : (1) air adalah hadiah dari alam, (2) air sangat penting untuk kehidupan, air merupakan sumber kehidupan bagi semua makhluk (3) hidup saling terhubung dengan menggunakan air, (4) air harus tersedia dengan gratis untuk kelangsungan hidup, (5) air sangat terbatas dan dapat habis, (6) air harus dijaga, (7) air adalah milik umum, (8) Tidak satupun memiliki hak untuk menghancurkannya dan yang terakhir (9) air tidak dapat digantikan. Dengan begitu air sangat penting bagi kehidupan tidak saja bagi kelangsungan hidup manusia tapi juga bagi kelangsungan hidup makhluk lain di muka bumi, dan sampai saat ini belum ditemukan barang lain atau barang subsitusi yang dapat menggantikan fungsi air bagi kehidupan makhluk hidup. Bagi Negara seperti Indonesia yang sebagian besar penduduknya menggantungkan hidup dari pertanian maka air menjadi kebutuhan penting untuk berproduksi. Lahan pertanian memerlukan air dalam jumlah yang sangat besar. Manusia membutuhkan air sebanyak km 3 per tahun dan 69 persen di antaranya digunakan untuk sektor pertanian (Air Telapak 2009). Untuk keperluan minum, memasak dan mencuci manusia membutuhkan minimal 50 liter air dalam sehari. Air juga merupakan kebutuhan penting dalam dunia industri dan usaha. Penggunaan air meningkat menjadi enam kali lipat dalam seratus tahun terakhir (Kruha 2011). Peningkatan kebutuhan terhadap air disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan jumlah industri-industri yang menggunakan air sebagai bahan baku produksi. Sebagai bahan baku utama, air dipergunakan oleh perusahaan air minum dalam kemasan yang berkembang sejak tahun 1980an di Indonesia. Perusahaan-perusahaan ini memanfaatkan sumber daya air yang terdapat di wilayah pedesaan untuk dijual sebagai komoditas. Air dianggap sebagai emas biru (golden blue) yang diperdagangkan dan dieksploitasi secara bebas (Shiva 2002). Sebelumnya, air merupakan barang publik (public goods) yang dapat diakses dan dimanfaatkan oleh semua pihak yang membutuhkan (open access). Perubahan makna air dari barang publik menjadi barang ekonomi yang dikuasai oleh perusahaan perusahaan swasta (privat) untuk menghindari terjadinya tragedy of the commons (Hardin 1968) yaitu terjadinya kerusakan sumber daya karena keinginan semua pihak untuk memanfaatkan dan mengeksploitasi sumber daya alam tersebut. Untuk itu status kepemilikan akses terbuka (open acces property) perlu dialihkan menjadi kepemilikan swasta (privat property). Privatisasi dalam pengelolaan sumber daya air merupakan solusi dari kegagalan publik mengelola sumber daya air secara efektif dan efisien (Rees 1998). Di Indonesia praktek privatisasi air dilegalkan dengan disahkannya Undang- Undang No.7 tahun 2004 mengenai Sumber Daya Air. Undang-undang ini mengatur tentang hak guna air, hak guna pakai air dan hak guna usaha air. Hak

20 2 guna air adalah hak untuk memperoleh dan memakai atau mengusahakan air untuk berbagai keperluan. Hak guna pakai air adalah untuk memperoleh dan memakai air sedangkan hak guna usaha air adalah hak untuk memperoleh dan mengusahakan air. Penyerahan penguasaan dan pengelolaan sumber daya air ke tangan swasta untuk mendapatkan keuntungan ekonomi menyebabkan terjadinya eksploitasi yang berlebihan terhadap sumber daya air tersebut yang didorong oleh meningkatnya permintaan terhadap air bersih dari masyarakat perkotaan. Peningkatan permintaan ini dipergunakan oleh perusahaan-perusahaan yang melihat adanya peluang bisnis yang sangat besar dan menguntungkan. Pada tahun 2012 diperkirakan volume konsumsi air minum dalam kemasan (AMDK) mencapai 19.8 miliar liter, sementara tahun 2011, konsumsi air minum dalam kemasan mencapai 17.9 miliar liter, dengan rata-rata kenaikan 11 sampai 12 persen per tahun, yang dihasilkan dari 1500 perusahaan air minum dalam kemasan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia (Pokja AMPL 2012). Indonesia memiliki cadangan air yang cukup besar yaitu mencapai miliar meter kubik/tahun dengan ketersediaan air perkapita meter kubik pertahun (Antara News.com 2012). Secara spesifik Indonesia memiliki potensi air tanah yang relatif cukup besar yaitu 4.7 x 10 9 m 3 yang tersebar dalam 224 cekungan air tanah (Rejekiningrum 2009). Namun ketersediaan air ini tidak tersebar merata di semua wilayah Indonesia. Khusus untuk pulau Jawa yang penduduknya sangat padat dengan tutupan hutan yang minim, memiliki ketersediaan air sejumlah juta m 3 per tahun sedangkan kebutuhan air pada tahun 2000 mencapai juta m 3 pertahun, pada tahun 2015 diperkirakan kebutuhan air di Pulau Jawa akan mencapai ,0 juta m 3 pertahun (KLH dalam Nugroho 2007). Dari data ini dapat disimpulkan adanya indikasi terjadinya krisis air di Pulau Jawa. Krisis air ditandai dengan terjadinya kelangkaan air (water scarcity), penurunan kualitas air (water quality) dan bencana alam terkait dengan air (water related disaster) seperti banjir, kekeringan dan pencemaran air tanah (Unesco 2003). Kelangkaan air ini terutama terjadi pada musim kemarau dan pada wilayah-wilayah yang sumber daya airnya dieksploitasi untuk kepentingan bisnis. Penyerahan penguasaan pengelolaan sumber daya air kepada swasta juga menutup akses masyarakat terhadap sumber daya air tersebut. Perusahaan-perusahaan mendapatkan keuntungan dari naiknya permintaan terhadap air sementara masyarakat kehilangan haknya atas air dan kehilangan mata pencaharian (Shiva 2002). Dalam jangka panjang kelangkaan air mengakibatkan terkendalanya proses produksi pertanian sehingga petani kehilangan pekerjaan yang selama ini menghidupinya dan kesulitan masyarakat mengakses air bersih untuk keperluan sehari-hari. Ancaman terjadinya krisis air dan hilangnya akses masyarakat terhadap sumber daya air dapat memicu terjadinya konflik perebutan sumber daya air baik konflik vertikal maupun konflik horizontal. Konflik perebutan sumber daya air merupakan konflik kontemporer yang didorong oleh kepentingan ekonomi (Porto 2002 dikutip Baiquni 2003). Hal ini mengacu pada Mac.Neil et.all (1991) dalam Kinseng (2007) bahwa konflik yang disebabkan oleh perubahan iklim, pencemaran lingkungan, kelangkaan sumber

21 daya air dan sumber daya lainnya akan menjadi ancaman terhadap masa depan dunia. Konflik ini muncul sebagai akibat dari perbuatan manusia yang menyebabkan kerusakan lingkungan dan langkanya sumber daya; (1) kegiatan manusia dapat menyebabkan penurunan jumlah dan kualitas sumber daya terutama jika sumber daya dieksploitasi dengan tingkat kecepatan yang melebihi daya pulihnya, (2) Penurunan atau kelangkaan sumber daya disebabkan oleh pertumbuhan penduduk, dengan pertambahan penduduk berarti pemakaian tanah dan air semakin berkurang karena tanah dan air tidak bertambah, (3) akses terhadap lingkungan dan sumber daya alam yang tidak seimbang, yang disebabkan oleh pranata hukum atau hak kepemilikan yang tidak seimbang yang terkonsentrasi pada sekelompok kecil masyarakat sehingga menyebabkan kelangkaan hak kepemilikan dan akses bagi kelompok lain (Dixon 1999) Perumusan Masalah Sukabumi bagian utara merupakan wilayah yang sangat kaya dengan sumber daya air baik air permukaan maupun air bawah tanah. Pemetaan potensi air bawah tanah yang dilakukan oleh Rejekiningrum (2009) memperlihatkan tingginya potensi air tanah di DAS Cicatih Kabupaten Sukabumi yang meliputi 15 kecamatan dengan debit 2.5 l/dtk/km 2 terdapat di Kecamatan Cidahu bagian selatan, Cicurug, Nagrak bagian selatan, Kadudampit bagian selatan, Caringin bagian selatan dan kecamatan Cisaat. Sumber air terbesar terdapat di kecamatan Cidahu, Cicurug dengan 37 buah mata air dengan total debit liter perdetik (DGTL dalam Kruha 2007 ). Ketersediaan air yang berlimpah mengundang perusahaan-perusahaan untuk datang dan ikut memanfaatkan sumber daya air di kedua kecamatan tersebut. Di kedua kecamatan ini beroperasi sebanyak 37 perusahaan yang melakukan eksploitasi terhadap sumber daya air di kedua wilayah tersebut 1. Diantara 37 perusahaan tersebut terdapat 11 perusahaan air minum dalam kemasan (AMDK). Kebanyakan perusahaan-perusahaan itu membeli lahan di kecamatan Cidahu dan Cicurug lalu kemudian membangun sumur bor di daerah-daerah yang menghasilkan air yang besar. Air lalu dialirkan melalui pengolahan dan pengemasan yang letaknya tak jauh dari jalan raya (Amrta 2011). Di Cidahu beroperasi salah satu perusahaan air minum terbesar di Asia Pasifik. Perusahaan ini mengeksploitasi sumber mata air Cikubang I dan Cikubang II yang terletak di Desa Babakan Pari. Mata air Cikubang dieksploitasi sejak tahun 1992, awalnya yang dieksploitasi adalah air permukaan yaitu air yang langsung keluar tanpa dibor namun pada tahun 1994, perusahaan mulai mengeksploitasi air bawah tanah dengan cara menggali jalur air dengan mesin bor bertekanan tinggi (Nugraha 2012). Wilayah mata air kubang yang dulunya merupakan kawasan pertanian, mulai dibeli oleh perusahaan dan dirubah menjadi kawasan hutan, di sekitar mata air dipagari tembok oleh perusahaan dan dijaga dengan ketat oleh petugas keamanan selama 24 jam penuh setiap harinya. Perusahaan ini menyedot Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Sukabumi (2007) dalam Kruha (2007)

22 4 liter perdetik air bawah tanah untuk didistribusikan dan dijual ke berbagai wilayah di Jawa. Jumlah air yang dieksploitasi oleh satu perusahaan ini setara dengan jumlah air yang disalurkan oleh PDAM Sukabumi (Amrta 2011). Belum lagi jumlah air yang dieksploitasi oleh perusahaan-perusahaan lain di lokasi tersebut. Perusahaan air minum dalam kemasan dalam operasinya mengantongi izin pengambilan air (SIPA) yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah melalui Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Sukabumi. Pemerintah sebagai pihak pemberi izin pengambilan air berharap mendapatkan sumber pendapatan asli daerah (PAD) yang dibayarkan oleh perusahaan dalam bentuk pajak air bawah tanah dan air permukaan. Pada tahun 2012 pemerintah kabupaten memperoleh PAD sebesar 2.3 milyar pertahun yang ditenggarai tidak sebanding dengan kerusakan lingkungan yang telah diakibatkan oleh eksploitasi sumber daya air tersebut (Radar Sukabumi 2012). Surat izin pengambilan air dikeluarkan oleh pemerintah kabupaten dengan disertai kesepakatan yang mewajibkan perusahaan yang melakukan eksploitasi air di wilayah Sukabumi untuk menghijaukan daerah resapan air, namun hanya satu perusahaan saja yang melakukannya. Fasilitas umum di dua kecamatan ini sangat minim, jalan-jalan desa banyak yang mengalami kerusakan. Sarana pendidikan yang bisa diakses oleh masyarakat juga sangat minim. Di sisi lain keberadaan perusahaan-perusahaan telah mengakibatkan kekeringan, sehingga masyarakat kesulitan mendapatkan air bersih untuk keperluan rumah tangga dan kesulitan mendapatkan air untuk keperluan pengairan. Penelitian tentang dampak eksploitasi air yang berlebihan telah dilakukan oleh KRUHA (Koalisi Rakyat Untuk Hak Atas Air) pada tahun Penelitian yang dilakukan di Kecamatan Cicurug dan Cidahu Sukabumi Jawa Barat memperlihatkan terjadinya perubahan kondisi sosio ekologi masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Dampak yang paling dirasakan langsung oleh masyarakat adalah kesulitan mendapatkan air bersih untuk keperluan rumah tangga dan untuk pemenuhan kebutuhan irigasi lahan pertanian dan terjadinya penurunan muka air. Sebelum masuknya perusahaan untuk mengeksploitasi air, air sumur bisa dengan mudah didapatkan pada kedalaman 5-8 meter, tapi sejak keberadaan perusahaan kedalaman sumur terpaksa harus di tambah menjadi meter, yang pada musim kemarau masih mengalami kekeringan. Pengalihan penguasaan sumber air berakibat pada kurangnya ketersediaan air untuk kebutuhan pertanian sehingga sawah-sawah menjadi kering dan tidak bisa ditanami. Penelitian yang sama dilakukan pula oleh Endang Indriati (2011) yang menyimpulkan bahwa eksploitasi yang dilakukan oleh perusahaan di Cidahu dan Cicurug telah berdampak pada munculnya masalah lingkungan, ekonomi dan masalah sosial. Penguasaan sumber air oleh perusahaan menyebabkan hilang/berkurangnya akses masyarakat terhadap sumber daya air di kedua wilayah ini. Sejak tahun 1999 telah terjadi berbagai kasus penyorobotan yang dilakukan oleh pihak masyarakat lokal terhadap perusahaan. Aksi-aksi ini terutama disebabkan karena sulitnya masyarakat mendapatkan air bersih dan hilangnya mata pencaharian warga sekitar yang dulunya adalah petani. Aksi-aksi yang dilakukan oleh masyarakat seringkali dapat diredam dan diselesaikan dengan dipenuhinya

23 tuntutan masyarakat oleh perusahaan. 2 Tuntutan yang sering diajukan oleh masyarakat kepada pihak perusahaan adalah penyediaan air bersih untuk kebutuhan warga. Permintaan adanya bantuan air bersih kepada perusahaan hanya dapat direalisasikan melalui prosedur-prosedur yang rumit. Bantuan air bersih yang diberikan dinilai tidak mencukupi kebutuhan masyarakat sekitar, bahkan tak jarang bantuan sumur bor dari perusahaan seringkali mengalami kekeringan. Tidak terpenuhinya kebutuhan air bersih semua warga oleh perusahaan memicu pula timbulnya konflik horizontal antar sesama warga. Belakangan tidak hanya perusahaan dan masyarakat yang menikmati keuntungan dari kekayaan sumber daya air yang berlimpah, kedatangan perusahaan yang memiliki modal besar dan teknologi canggih dalam mengeksploitasi sumber daya air berhadapan dengan masyarakat yang hanya memiliki kemampuan modal, pengetahuan dan teknologi yang terbatas mengundang pihak lain seperti lembaga swadaya masyarakat untuk turut memperjuangkan kepentingan masyarakat terhadap sumber daya air di Sukabumi. Lembaga-lembaga ini beberapa berasal dari luar wilayah Sukabumi, dan sebagian besar merupakan lembaga lokal yang muncul sebagai respon atas keberadaan perusahaan di wilayah Sukabumi. Pertentangan antar aktor ini berlangsung secara diam-diam (laten) dan masing-masing pihak memainkan strategi masing-masing untuk memperoleh kemenangan atas aktor lain. Pihak masyarakat memainkan strategi caikna herang, ikanna benang (airnya tetap bersih namun ikannya dapat ditangkap), begitu pula pihak perusahaan. Kritik masyarakat terhadap perusahaan mulai terjadi sejak tahun 1999, sejak kemarau panjang, yang menyebabkan masyarakat kesulitan mendapatkan air bersih. Lembaga swadaya masyarakat memainkan peranan sebagai pembela masyarakat pada awalnya, namun belakangan sebagian dari mereka berkolaborasi dengan perusahaan untuk mengerjakan CSR (corporate social responsibility) perusahaan. Penelitian tentang perebutan sumber daya air dilakukan oleh Stroma Cole di Bali yang mengkaji tentang perebutan sumber daya air antara sektor pertanian dengan sektor pariwisata dalam tulisannya yang berjudul A Political Ecology of Water Equity and Tourism : A Case Study From Bali memperlihatkan bagaimana mismanagement pengelolaan air untuk sektor pariwisata di Bali berdampak terhadap kehidupan masyarakat lokal terutama petani dan memicu timbulnya konflik. Sementara penelitian tentang perebutan sumber daya air antara perusahaan dan masyarakat lokal selama ini belum pernah dilakukan. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji dan menganalisis relasi antara berbagai aktor dan kepentingan yang terlibat dalam perebutan sumber daya air yang terjadi di Cidahu dan Cicurug, terutama mengkaji konflik yang terjadi antara perusahaan yang memiliki modal besar (uang, pengetahuan, akses dll) berhadapan dengan masyarakat yang sama sekali tidak mempunyai kekuatan. Berdasarkan masalah masalah yang telah disebutkan diatas maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : 5 2 Misalnya aksi yang dilakukan oleh sekelompok ibu-ibu di Kampung Pojok, Desa Babakan Pari pada tahun 1999, menuntut salah satu perusahaan menepati janjinya untuk menyediakan fasilitas air bersih untuk masyarakat sekitar.

24 6 1. Bagaimana latar belakang terjadinya konflik, dan bagaimana hubungan konflik dengan perubahan akses dan kepemilikan sumber daya air serta penurunan ketersediaan air yang diakses oleh masyarakat? 2. Siapa saja aktor-aktor yang berkepentingan dalam mengakses sumber daya air, dan bagaimana relasi antar aktor dan kepentingan dalam mengakses sumber daya air tersebut? 3. Bagaimana bentuk perlawanan (resistensi) dari masyarakat lokal terhadap pihak atau aktor lain yang mengakses sumber daya air di Cidahu dan Cicurug? Apa bentuk resistensi tersebut? dan dimana peran pemerintah? Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menganalisis penyebab konflik antara masyarakat dengan perusahaan air minum dalam kemasan (AMDK). 2. Mengidentifikasi aktor-aktor yang berkepentingan dalam mengakses sumber daya air, dan menganalisis relasi antar aktor dan kepentingan tersebut dalam mengakses sumber daya air. 3. Menganalisis bentuk-bentuk perlawanan (resistensi) yang dilakukan masyarakat terhadap pihak atau aktor luar yang mengakses sumber daya air di Cidahu dan Cicurug serta menganalisis peran pemerintah. Manfaat Penelitian Dari penelitian ini diharapkan akan bermanfaat untuk meningkatkan pemahaman berbagai pihak yang terkait dengan penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam terutama air dan dalam upaya penyelesaian konflik-konflik yang terjadi di masyarakat secara tepat. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberi masukan kepada pihak pembuat kebijakan untuk mempertimbangkan cara-cara yang lebih bijak dalam pengelolaan sumber daya air sehingga tercipta situasi dan kondisi yang adil bagi semua pihak yang berkepentingan terhadap sumber daya air tersebut.

25 7 2 TINJAUAN PUSTAKA Ekologi politik Kemunculan ekologi politik dimulai dengan tulisan Wolf (1972) seperti dikutip Bryant dan Bailey (1997) dalam bukunya Third World Political Ecology, dan Robbins (2004) dalam buku yang berjudul Political Ecology. Menurut Blaikie (1999), ekologi politik merupakan pendekatan yang menggabungkan pendekatan ekologi dengan geografi tradisional untuk (1) melihat interaksi antara perubahan lingkungan dengan sosial ekonomi dalam wilayah sebagai sebuah dialektika yang berasal dari sejarah dan hubungan antara pemanfaatan sumber daya dengan relasi sosial ekonomi politik yang membentuk, (2) karakteristik dari ekologi politik adalah identifikasi sebagai sebuah pemeriksaan perbedaan kondisi alamiah, perubahannya dari waktu ke waktu, dan diperebutkan dengan kekuatan yang berbeda (un equal power). Sejak kemunculannya, pengertian ekologi politik terus berkembang sampai sekarang. Robbins (2004) dalam bukunya yang berjudul Political Ecology, mencoba merangkum sejarah dan perkembangan dari ekologi politik sejak tahun 1979 : Dimulai dengan Cockburn dan Ridgeway pada tahun 1979 melihat ekologi sebagai suatu cara untuk menggambarkan gerakan radikal di Amerika, Eropa barat, dan negara industri maju lainnya yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran lengkap tentang degradasi lingkungan perkotaan dan pedesaan yang disebabkan oleh aktifitas perusahaan, kesalahan managemen, dan respon aktifis sosial. Blaikie dan Brookfield pada tahun 1987 berpendapat bahwa ekologi politik merupakan kombinasi perhatian dari ekologi dan politik dalam arti luas, meliputi dialektika terus menerus antara masyarakat dengan sumber daya dan antara kelas dan kelompok dalam masyarakat dan menjelaskan perubahan lingkungan yang dibatasi oleh pilihan produksi lokal dan regional dalam kekuatan ekonomi politik global. Greenberg dan Park tahun 1994 melihat ekologi politik sebagai sintesis ekonomi politik dengan kebutuhan untuk melihat distribusi kekuasaan dengan aktifitas produktif dan ekologi. Peet dan Watts pada tahun 1996 mengatakan bahwa ekologi politik adalah pertemuan antara ekologi yang berakar pada ilmu sosial dengan prinsip-prinsip ekonomi politik yang mendorong munculnya gerakan lingkungan untuk mempertahankan hidup dan keadilan sosial sebagai akibat dari kontradiksi dan ketegangan yang terjadi akibat krisis sumber daya alam. Hempel pada tahun yang sama yaitu tahun 1996 mempertegas bahwa studi dengan pendekatan ekologi politik merupakan studi tentang saling ketergantungan dan keterkaitan antara politik dengan lingkungan terkait dengan konsekwensi politik terhadap perubahan lingkungan, yang bertujuan untuk mengeksplorasi dan menjelaskan tindakan politik tingkat komunitas dan regional di ranah global sebagai respon terhadap degradasi dan kelangkaan sumber daya alam.

26 8 Watts tahun 2000 menjelaskan bahwa ekologi politik digunakan untuk memahami hubungan yang kompleks antara alam dan masyarakat dengan menggunakan analisis tentang bentuk akses dan kontrol terhadap sumber daya alam dan akibatnya terhadap lingkungan dan kelangsungan hidup dengan menjelaskan konflik lingkungan terutama dalam pertarungan pengetahuan, kekuasaan, praktek, politik, keadilan dan pemerintahan. Scott dan Sullivan pada tahun 2000, melihat ekologi politik sebagai proses identifikasi kondisi politik yang menggerakkan kegiatan manusia yang menyebabkan kerusakan lingkungan dan menggambarkan dimensi politik dari narasi lingkungan dan mendekonstruksi narasi tertentu untuk menunjukkan bahwa ide-ide yang diterima tentang degradasi dan kerusakan lingkungan bukan merupakan kecenderungan sederhana yang mendominasi. Berbeda dengan Robbins, Bryant (1997) membagi perkembangan ekologi politik menjadi dua fase yaitu : 1. Fase pertama, periode 1970an sampai pertengahan 1980an. Pada fase ini umumnya studi tentang ekologi politik berangkat dari basis teori Neo Marxian yang menganalisis pertautan antara marjinalisasi (penindasan) masyarakat lokal dan kerusakan lingkungan dengan kekuatan ekonomi dan politik supra desa, yang merupakan kritik terhadap Neo-Malthusian dan ekologi budaya. Fokus kajian pada fase pertama ini adalah dengan menggunakan analisis struktural yang melihat konflik atau perubahan timbul sebagai akibat proses produksi global. 2. Fase kedua akhir 1980an sampai 1990an. Fase ini didasarkan pada teori Neo Weberianisme, teori gerakan sosial dan teori feminisme, dan merupakan kritik terhadap Neo-Marxism. Fase ini lebih fokus untuk menjelaskan konflik atau perubahan pada berbagai level sebagai hasil interaksi dari berbagai aktor yang memiliki kekuasaan dan kemampuan yang tidak setara dengan cara mengidentifikasi hubungan yang tidak seimbang (un equal power) antara berbagai aktor, serta mengidentifikasi motivasi dan kepentingan dari berbagai aktor. Perkembangan ekologi politik terus berlanjut sampai sekarang, saat ini pendekatan ekologi politik bertitik tolak dari teori Post Strukturalisme dengan melihat pertarungan diskursus antara para aktor dengan menggunakan analisis pengetahuan dan kekuatan masing-masing aktor sebagai kerangka analisa. Dari berbagai definisi yang dilontarkan oleh para ahli tentang ekologi politik, dapat ditarik benang merah bahwa ide utama dari ekologi politik adalah melihat masalah-masalah lingkungan, persoalan sumber daya alam sebagai persoalan sosial, ekonomi, dan politik. Perubahan lingkungan bukanlah sesuatu yang bersifat netral, tapi merupakan suatu bentuk politizied environment yang melibatkan aktor-aktor yang berkepentingan baik pada tingkat lokal, regional maupun global (Bryant 1997). Dengan cara melihat hubungan antara aktor dengan lingkungan fisik yang diciptakan oleh hubungan kekuasaan yang tidak adil, disebabkan oleh perbedaan kekuasaan (power) dalam pertarungan untuk mendapatkan akses terhadap sumber daya alam (Bryant 1997).

27 Perubahan lingkungan dilihat dalam tiga dimensi yaitu : (1) harian, (2) episodik dan (3) sistemik. Ketiga dimensi ini berhubungan dengan perubahan fisik, tingkat dampak, respon politik dan dampak pada manusia. Dimensi sehari-hari memperlihatkan terjadinya perubahan fisik (misalnya pengundulan hutan), dimensi periodik yaitu berupa perubahan fisik seperti banjir, kekeringan dan lainlain yang seringkali membawa dampak besar bagi kehidupan manusia. Sedangkan dimensi ketiga merupakan perubahan fisik yang berasal dari kegiatan industri (Bryant & Bailey 1997). Tabel 1 Dimensi-dimensi dari politicised environment Dimensi Perubahan Fisik Respon Politik Konsep kunci Harian (everyday) Erosi tanah, deforestasi, salinasi Livelihood resistensi protests, 9 Marginality Episodik (episodics) Banjir, badai, kekeringan Bantuan bencana Kerentanan Sistemik (systemic) Konsentrasi Pestisida, nuklir GMO, Ketidakpercayaan terhadap pakar/ahli Resiko Sumber : Bryant dan Bailey (2001) dalam Satria (2007) Robbins (2004) mengemukakan empat tesis dari ekologi politik yaitu : 1. Degradasi dan marjinalisasi. Merupakan dampak dari pembangunan yang menyebabkan terjadinya over-eksploitasi terhadap sumber daya alam, dan menyebabkan meningkatnya kemiskinan, cyclically. 2. Konflik lingkungan : kelangkaan sumber daya alam mendorong pembatasan dan pemberian oleh pemerintah, perusahaan, atau elit sosial dan mempercepat konflik diantara kelompok masyarakat (gender, kelas atau etnis) 3. Kontrol dan konservasi. Kontrol atas lanskap dan sumber daya alam direbut dari masyarakat melalui penerapan berbagai usaha untuk memelihara keberlanjutan, komunitas atau alam. Dalam proses ini sistem kelembagaan sosial politik lokal, livelihood, sistem produksi dilumpuhkan oleh kepentingan global untuk menyelamatkan lingkungan. 4. Identitas lingkungan dan gerakan sosial. Perubahan rezim pengelolaan dan kondisi lingkungan menciptakan peluang bagi kelompok lokal untuk melindungi dan mewakili diri mereka sendiri secara politik. Gerakan sosial muncul sebagai perjuangan untuk mempertahankan hidup dan melindungi lingkungan. Relasi kuasa dalam ekologi politik terbentuk dari kekuasaan (power) sebagai kontrol salah satu pihak terhadap sumber daya alam atas pihak lainnya (Adams dalam Bunker dalam Bryant 1997). Lebih jauh Bryant menjelaskan bahwa kekuasaan memainkan peranan dalam interaksi antara manusia dengan

28 10 lingkungannya. Dari pengertian-pengertian diatas terlihat bahwa pendekatan aktor merupakan pusat kajian dari ekologi politik, untuk menjelaskan perubahan lingkungan yang terjadi yang dilatarbelakangi oleh berbagai kepentingan. Ada banyak cara yang dilakukan oleh aktor untuk mengontrol lingkungan aktor lain yaitu : (1) Salah satu aktor dapat mengontrol akses aktor lain terhadap sumber daya seperti tanah, hutan, air, kehidupan laut atau darat, dan mineral yang bertujuan untuk memonopoli nilai manfaat dari sumber daya tersebut, (2) Mengontrol lingkungan aktor lain melalui proyek-proyek sosial dan lingkungan, aktor dapat mempengaruhi pengelolaan lingkungan yang menjadi prioritas negara, (3) Salah satu aktor dapat mengontrol lingkungan aktor pihak lain melalui caracara tidak langsung melalui wacana (diskursus), kekuasaan tidak hanya mengontrol materi tapi juga merupakan usaha untuk mengatur ide (Bryant 1997). Bryant dan Bailey (1997) melihat ada beberapa aktor yang terkait dengan perubahan lingkungan yaitu negara (The State), lembaga multilateral (multilateral institutions), pengusaha (business), NGO lingkungan (environmental nongovernmental organisations), dan aktor lokal (grassroots actors). Kelima aktor tersebut di atas memainkan peran dan memiliki kepentingan yang berbeda dan mengusung wacana atau diskursus yang berbeda dalam mempengaruhi lingkungan dan sumber daya alam. Heidi Wittmer dan Regina Birner (2007) dalam studinya di Thailand dan Indonesia menemukan tiga diskursus dalam proses pembuatan kebijakan konservasi yang dinamakan dengan conservationist, eco-populist dan developmentalist. Perbedaan ketiga diskursus yang didukung oleh masing-masing aktor tersebut disajikan dalam tabel di bawah ini : Tabel 2 Gambaran tiga diskursus dalam pembuatan kebijakan Tipe Pendukung Argumen utama Prioritas/misi Posisi pendukung Posisi Lawan Relasi Keilmuan Konservasi Eco-populis Developmentalis LSM konservasi LSM (advokasi) Organisasi pembangunan Ahli biologi dan ekologi Budayawan dan antropolog (Negara, LSM, donor, Harus ada sebuah wilayah minimum yang dipertahankan untuk menghindari hilangnya spesies dan untuk menjaga keseimbangan ekologi, termasuk fungsi Konservasi, dan perlindungan terhadap spesies langkan Masyarakat lokal/adat adalah penjaga lingkungan, mereka telah membuktikan bahwa mereka dapat menjaga hutan lebih baik daripada yang dilakukan negara Mengizinkan masyarakat lokal untuk mempertahankan kehidupan tradisional mereka Alam dan spesies langka Hak pribumi/masyarakat lokal Kemiskinan Masyarakat lokal dilihat sebagai pengrusak sumber daya alam. LSM eko-populis dilihat mengabaikan kebutuhan ekologi. Ilmu alam (konservasi, biologi, ekologi, hidrologi) sebagai dasar argumentasi Sumber: Witmer dan Birner (2007) Negara dan sektor swasta telah menghilangkan keberadaan masyarakat lokal sedangkan konservasi dilihat mengabaikan hak manusia. Kajian kritis posmodernis, tergantung pada kajian sosial kualitatif, dan penghargaan yang sangat tinggi terhadap pengetahuan lokal ekonom) Peningkatan populasi dan kemiskinan merupakan penyebab dari pengrusakan hutan dan hilangnya keanekaragaman hayati. Penanggulangan kemiskinan sangat penting untuk menyelamatkan lingkungan Penanggulangan kemiskinan Eko-populis dilihat sebagai romantiasasi masyarakat setempat, sedangkan konservasionis dianggap mengabaikan kebutuhan untuk mengentaskan kemiskinan. Tergantung pada disiplin ilmu teknis (agronomi, teknik dll) dan studi sosial ekonomi.

29 Ketiga diskursus ini berkontestasi dalam proses pembuatan kebijakan konservasi di kedua negara. Secara umum ketiga diskursus ini bisa dihubungkan dengan proses penetapan kebijakan terkait sumber daya alam di Indonesia, seperti dalam proses penetapan kebijakan sumber daya air. Proses penetapan kebijakan sumber daya air (Undang-Undang no 7 tahun 2004) merupakan proses pertarungan wacana mulai dari tingkat global sampai ke tingkat lokal. Masingmasing aktor dalam proses penetapan sumber daya air mengusung kepentingan yang berbeda satu sama lain. Teori property rights Perubahan pengelolaan sumber daya alam dari publik ke privat bertujuan untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya alam tersebut. Didasari oleh teori dari Garret Hardin bahwa untuk menghindari terjadinya tragedy of the common dan untuk meningkatkan efisiensi dalam pemanfaatan sumber daya maka pengelolaan sumber daya perlu diserahkan kepada swasta (Hardin 1968). Bromley (1991) memandang property (kepemilikan) sebagai aliran manfaat/keuntungan dan property rights (hak kepemilikan) merupakan klaim untuk mendapatkan manfaat atau keuntungan yang di dalamnya terdapat otoritas (kewenangan) untuk melindungi dari gangguan orang lain. Properti bukanlah sebuah objek (benda) tapi mencerminkan sebuah hubungan sosial antara pemegang properti (property holder) dengan sesuatu yang bernilai untuk mendapatkan keuntungan. Hak kepemilikan mengandung pengertian hak untuk mengakses, memanfaatkan, mengelola, mengubah dan memindahkan hak tersebut kepada orang lain. Lebih jauh Ostrom and Schlager (1992) membagi hak kepemilikan sebagai berikut : 1. Hak akses (acces right) : hak untuk masuk ke wilayah sumber daya yang memiliki batas batas yang jelas dan untuk menikmati manfaat non ekstraktif. 2. Hak pemanfaatan (withdrawal right): hak untuk memanfaatkan sumber daya dan hak untuk berproduksi 3. Hak pengelolaan (management right): hak untuk menentukan aturan operasional pemanfaatan sumber daya 4. Hak Eksklusi (exclusion right) : hak untuk menentukan siapa yang boleh memiliki hak akses dan bagaimana hak akses itu dialihkan kepada pihak lain. 5. Hak pengalihan (alienation right): hak untuk menjual atau menyewakan sebagian atau seluruh hak-hak kolektif tersebut diatas. Hak kepemilikan ini membedakan status kepemilikan terhadap sumber daya alam (Satria 2009), misalnya seseorang dengan status sebagai pengunjung (authorized entrant) hanya memiliki hak untuk mengakses sumber daya untuk kepentingan rekreasi seperti hiking, lintas alam dan lain-lain. Status sebagai pengguna berhak mendapatkan manfaat dari sumber daya alam tersebut dengan mengikuti aturan-aturan yang ditetapkan oleh pengelola sumber daya tersebut. Sedangkan pihak dengan status pemilik memiliki semua hak terhadap sumber daya alam termasuk mengalihkan sumber daya alam tersebut ke pihak lain. Tabel 11

30 berikut menyajikan hak kepemilikan sumber daya alam berdasarkan status kepemilikan. Tipe Hak (rights) Tabel 3 Status kepemilikan sumber daya alam Pemilik Owner Pengesahan Proprietor Pengakuan Claimant Pengguna Authorized user Pengunjung Authorized entrant Akses X X X X X Pemanfaatan (withdrawal) Pengelolaan (management) Pelarangan (exclusion) Pengalihan (alienation). X X X X X X X Sumber : Ostrom dan Schlager (1996) X X X Berdasarkan hak kepemilikan maka sumber daya dapat dibagi menjadi empat tipe kepemilikan (Bromley 1992) yaitu : (1) Akses terbuka (open access): tidak ada hak penguasaan/pemilikan atas sumber daya. Sumber daya terbuka dan bebas diakses oleh siapapun, tidak ada regulasi yang mengatur tentang kapan, dimana dan siapa saja yang berhak, terjadi persaingan bebas (free of all), hak-hak kepemilikan (property right) tidak didefinisikan dengan jelas; (2) Milik negara (state property) : hak pemanfaatan sumber daya alam secara ekslusif dimiliki oleh pemerintah. Pemerintah memutuskan tentang akses dan tingkat eksploitasi sumber daya alam. Rezim negara berada di tingkat daerah hingga pusat. Hak kepemilikan ini berlaku pada sumber daya yang menjadi hajat hidup orang banyak. Intervensi pemerintah adalah dalam mengatur pengelolaan sumber daya yang bertujuan untuk alokasi, keadilan dan stabilisasi yang bersifat formal. Pengelolaan sumber daya milik negara membutuhkan biaya transaksi yang tinggi terutama dalam tahap pelaksanaan, pemantauan dan pengawasan karena sulitnya melaksanakan aturan dan menegakkan hukum. Aturan aturan yang dibuat untuk pengelolaan sumber daya milik negara seringkali berbenturan dan tidak sesuai dengan kondisi lapang, sehingga respon respon terhadap setiap permasalahan lapang menjadi lambat. Kendala lain yang dihadapi adalah koordinasi yang lemah serta terjadinya konflik kewenangan baik antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah maupun dengan pihak lain; (3) Milik kelompok masyarakat (common property) : sumber daya dikuasai oleh sekelompok masyarakat yang para anggotanya punya kepentingan untuk kelestarian pemanfaatan, pihak luar yang bukan anggota tidak boleh memanfaatkan, hak kepemilikan tidak bersifat ekslusif, dapat dipindah tangankan sepanjang sesuai dengan aturan yang disepakati bersama; (4) Milik privat (private property) : sumber daya bukan milik negara melainkan dimiliki oleh organisasi atau individu, ada aturan yang mengatur hak hak pemilik dalam pemanfaatan

31 sumber daya alam, manfaat dan biaya ditanggung sendiri oleh pemilik dimana hak kepemilikan dapat dipindah tangankan, kepemilikan ini biasanya merupakan hak kepemilikan yang bersifat temporal (dalam jangka waktu tertentu) karena izin pemanfaatan yang diberikan oleh pemerintah. Pemanfaatan sumber daya oleh swasta ini dengan menggunakan teknologi tinggi untuk tujuan komersial. Aliran pemikiran tentang hak kepemilikan berpendapat bahwa kepemilikan pribadi merupakan cara yang sangat efisien untuk menginternalisasikan faktor-faktor eksternal yang muncul ketika akses terhadap sumber daya tidak diatur, dan beranggapan bahwa hak milik pribadi akan mampu meningkatkan efisiensi (Demsetz 1967). Perubahan kepemilikan dan penguasaan sumber daya air, berpengaruh terhadap perubahan konfigurasi akses terhadap sumber daya air tersebut. Kumpulan hak yang dimiliki oleh pemilik sebelumnya akan berkurang dengan diberikannya hak kepemilikan kepada pihak lain. Di sisi lain pengelolaan sumber daya air oleh swasta untuk kepentingan komersial tetap akan membawa kerusakan dan kelangkaan sumber daya tersebut karena keinginan swasta untuk memperoleh keuntungan dari sumber daya. Teori Akses Persoalan akses tidak hanya dikendalikan oleh property rights (hak kepemilikan) yang dikendalikan oleh sekelompok hak (a bundle of rights) tapi juga dikendalikan oleh kekuasaan, pengetahuan dan jejaring aktor dalam upaya memperjuangkan akses terhadap sumber daya dimana akses dikendalikan oleh sekumpulan kekuasaan (a bundle of power). Ribot dan Peluso (2003) dalam tulisannya yang berjudul A Theory of Access mendefinisikan akses sebagai kemampuan menghasilkan keuntungan dari sesuatu, termasuk diantaranya objek material, perorangan, institusi dan simbol. Analisa akses digunakan untuk memahami mengapa beberapa orang atau institusi mendapatkan keuntungan dari sumber daya dengan ada atau tidak kepemilikan barang pada mereka. Studi akses membantu memahami keanekaragaman cara orang untuk mendapatkan keuntungan dari sumber daya. Kemampuan untuk mendapatkan keuntungan dari sumber daya dimediasi oleh kerangka ekonomi politik dan budaya dimana akses terhadap sumber daya dapat dicari. Kekuasaan yang dimaksud Peluso dibentuk melalui berbagai mekanisme, proses, dan relasi sosial yang mempengaruhi kemampuan untuk mendapatkan keuntungan dari sumber daya. Kekuasaan yang dimaksud adalah terdiri dari kekuasaan material, budaya, ekonomi dan politik yang membentuk bundles (buntelan/kumpulan) dan webs (jaringan) terhadap sumber daya alam. Beberapa institusi/orang memiliki kemampuan untuk mengontrol sumber daya alam sementara yang lain mempertahankan akses mereka melalui kontrol orang lain tersebut. Lebih lanjut Ribot dan Peluso (2003) menjelaskan tentang mekanisme terbentuknya akses melalui proses dan hubungan yang didasarkan kepada dua mekanisme yaitu (1) mekanisme rights-based access (akses berbasis hak) yang merupakan ketetapan hukum, adat, dan konvensi, (2) mekanisme structural and relational access (akses relasional dan struktural) yang bekerja sejalan dengan 13

32 14 mekanisme akses berbasis hak yang menentukan manfaat yang akan diperoleh, pengawasan dan pemeliharaan, termasuk di dalamnya akses terhadap teknologi, kapital, tenaga kerja, pengetahuan, wewenang, identitas dan hubungan sosial. Hak muncul sebagai klaim yang dilegitimasi oleh seperangkat pengakuan sosial dalam bentuk hukum, adat kebiasaan, dan konvensi yang merupakan konsensus yang menjadi titik tolak praktek-praktek hegemoni dengan cara-cara represif dan koersif (Peluso 2006). Akses berbasis hak yang diberikan negara untuk menguasai dan mengelola sumber daya air melalui seperangkat aturan atau undang-undang kepada pihak lain terjalin dengan akses relasional dan struktural (akses terhadap teknologi, kapital, tenaga kerja, pengetahuan, wewenang, hubungan sosial dan pasar) yang dimiliki oleh pihak tersebut sehingga masyarakat yang tidak memiliki klaim hak berdasarkan undang-undang dan dalam kenyataannya memiliki akses relasional dan struktural yang terbatas dibandingkan dengan pihak lain dalam hal ini perusahaan terpinggirkan dari sumber daya air. Akses berbasis hak, akses relasional dan struktural sebagaimana telah dijelaskan oleh Ribot dan Peluso (2003) membentuk bundles (kumpulan) dan webs (jaringan) kekuasaan yang memungkinkan orang / institusi mendapatkan manfaat dari sumber daya air dan memungkinkan hilangnya hak masyarakat dari sumber daya yang dimilikinya. Mengacu pada Derek Hall dan Tania li (2011) tentang empat faktor kuasa yang dapat mengekslusi (power of exclusion) masyarakat dari tanah yang bisa juga diaplikasikan pada sumber daya lain. Menurutnya faktor faktor tersebut adalah : (1) peraturan (regulation, pasar (market), legitimasi (legitimation), dan paksaan (force). Peraturan (regulation) menjadi salah satu faktor yang dapat menyebabkan orang tersingkir dari kepemilikan atau keuntungan untuk mendapat manfaat atas tanah. Peraturan yang dimaksud baik berupa peraturan formal maupun peraturan informal. Peraturan formal adalah peraturan apapun yang dibuat oleh lembaga formal yang merepresentasikan negara. Sedangkan peraturan informal adalah peraturan yang dibuat atau dikembangkan oleh otoritas di luar negara, misalkan hukum adat ataupun kebiasaan yang diterapkan masyarakat dalam mengatur pembagian dan penggunaan sumber daya alam. Pasar (market) yang bekerja sebagai pengontrol kegiatan ekonomi yang dilakukan terhadap tanah dan manusia. Campur tangan pasar tidak hanya terbatas pada distribusi produk, melainkan juga pada kemampuannya untuk ikut menentukan bagaimana dan dimana produksi kebutuhan pasar akan dilakukan. Tekanan inilah yang menentukan siapa yang akan tersingkir dalam pengelolaan sumber daya alam. Legitimasi (legitimation) berkaitan dengan justifikasi atas nilai-nilai moral yang menjadi dasar tentang apa yang baik atau buruk, benar atau salah. Legitimasi dalam praktiknya hadir dalam wujud penyingkiran atas nama pembangunan (developmentalism), peradaban (civilization), modernisasi (modernity) dan juga paham lingkungan (environmentalism). Sedangkan paksaan (force), paksaan atau kekuatan terhadap petani akan membuat mereka tersingkir dari sumber daya alam (air) yang selama ini menjadi bagian penting dalam kehidupannya. Beberapa faktor di atas bekerja dalam proses penyingkiran petani dari sumber daya alamnya melalui beberapa cara yaitu (1) regulasi hak atas tanah, (2) ekspansi wilayah dengan konversi hutan, (3) new boom crop, konversi lahan

33 untuk ditanami tanaman monokultur, (4) konversi lahan untuk kebutuhan non pertanian (perumahan, perkantoran, industri dan lain-lain), (5) proses formasi kelas agraria di desa (intimate exclusion), (6) mobilisasi kelompok-kelompok untuk mempertahankan akses mereka terhadap tanah dengan membiayai penguna tanah. Penyingkiran orang/masyarakat dari tanah yang menjadi miliknya terjadi karena disebabkan oleh faktor kuasa (satu atau lebih faktor) yang saling berkelindan, melalui salah satu proses yang disebutkan oleh Derek dan Li (2011) diatas. Dengan demikian penyingkiran orang/masyarakat dari sumber daya air juga bekerja dengan cara yang sama dan secara langsung berakibat pada perpindahan penguasaan lahan-lahan/tanah pertanian kepada pihak yang swasta. 15 Konflik, Penyebab dan Bentuk Konflik Kelangkaan sumber daya dapat memicu terjadinya konflik untuk memperebutkan sumber daya tersebut. Konflik memperebutkan sumber daya ini telah berlangsung berkepanjangan di berbagai belahan dunia yang dalam skala lebih besar memicu terjadinya perang antar negara. Pada tahun 1995 mantan presiden Bank Dunia, Ismail Seregeldin dalam Shiva (2002) mengatakan bahwa perang yang akan terjadi pada abad berikutnya (masa depan) adalah perang untuk memperebutkan air. Konflik diartikan oleh Simon Fisher (2007) sebagai hubungan antara dua orang/kelompok yang memiliki tujuan yang berbeda. Sebagian besar masyarakat sering menyamakan antara konflik dan tindak kekerasan (violence). Sementara kekerasan (violence) berupa tindakan, kata-kata dan perilaku yang menyebabkan kerusakan fisik, psikologi, sosial dan lingkungan. Ritzer (2003) menjelaskan ada tiga ide pokok yang mendasari terjadinya konflik. Pertama bahwa masyarakat selalu berada dalam proses perubahan yang ditandai dengan adanya pertentangan terus menerus diantara unsur-unsurnya. Kedua, setiap elemen akan memberikan sumbangan pada disintegrasi sosial. Ketiga keteraturan yang terdapat dalam masyarakat disebabkan oleh adanya tekanan atau pemaksaan kekuasaan dari atas oleh golongan yang berkuasa. Teori konflik pertama kali dikembangkan oleh Karl Marx yaitu tentang masyarakat kelas dan pertentangan kelas. Marx membagi masyarakat dalam dua kelas yaitu kaum buruh dan pemilik modal. Hubungan kedua kelas ini merupakan hubungan kekuasaan dimana kelas pemilik modal berkuasa atas kelas buruh (Suseno 1999). Marx menekankan pada kenyataan sosial yaitu pengakuan tentang adanya struktur kelas dalam masyarakat, kepentingan ekonomi yang saling bertentangan di antara orang orang dalam kelas berbeda, pengaruh posisi kelas ekonomi terhadap gaya hidup seseorang, bentuk kesadaran dan pengaruh dari konflik kelas dalam menimbulkan perubahan struktur sosial. Pemikiran marx berusaha membuka kedok sistem nilai masyarakat, pola kepercayaan dan bentuk kesadaran sebagai idiologi yang mencerminkan dan memperkuat kepentingan kelas yang berkuasa (Johnson 1986). Marx dalam Turner (1998) dalam Syaf ( 2010 ) mengatakan bahwa mereka yang tersubordinasi akan menjadi peduli terhadap kepentingan kolektif mereka atas dominasi kelompok ordinat dengan mempertanyakan pola distribusi

34 16 sumberdaya alam yang tidak merata tersebut. Akibatnya adalah rusaknya relasi (hubungan) antara kelompok ordinat dengan kelompok subordinat disebabkan disposisi aleanatif yang diciptakan oleh kelompok ordinat terhadap kelompok subordinat. Dalam kondisi seperti ini, kelompok subordinat membangun kesatuan ideologi untuk mempertanyakan sistem yang berlangsung dan melakukan perlawanan melalui kepemimpinan kolektif terhadap kelompok ordinat. Hal inilah yang kemudian menyebabkan polarisasi antara kelompok ordinat dengan kelompok subordinat yang berkepanjangan. Berbeda dengan Marx, Dahrendorf dalam Poloma (1979) melihat hubungan kekuasaan dalam memicu terjadinya pertentangan kelas. Dalam setiap asosiasi yang ditandai oleh pertentangan terdapat ketegangan diantara mereka yang ikut dalam struktur kekuasaan. Pertentangan kelompok dapat dianalisis dengan melihat sebagai pertentangan mengenai legitimasi hubungan-hubungan kekuasaan. Dalam setiap asosiasi, kepentingan kelompok penguasan merupakan nilai-nilai yang merupakan idiologi keabsahan kekuasaannya, sementara kepentingan-kepentingan kelompok bawah melahirkan ancaman bagi idiologi serta hubungan-hubungan sosial yang terkandung di dalamnya (Dahrendorf dikutip Poloma 1979). Dapat disimpulkan bahwa konflik sosial dalam pandangan Dahrendorf adalah persoalan dinamika masyarakat yang mengaitkan kekuasaan, kepentingan dan kelompok sosial. Kepentingan yang dimaksudkan Dahrendorf bersifat manifes (disadari) dan laten (kepentingan potensial). Kepentingan laten adalah tingkah laku potensial (undercurrent behavior) yang telah ditentukan bagi seseorang karena dia telah karena dia menduduki peranan tertentu, tetapi masih belum disadari. Kepentingan-kepentingan yang tidak disadari atau laten kemudian tampil ke permukaan dalam bentuk tujuan-tujuan yang disadari dalam bentuk tuntutan-tuntutan yang kemudian menjelma menjadi kelompok-kelompok manifes. Lebih jauh Fisher (2000) mendefinisikan konflik laten sebagai konflik yang tidak nyata yaitu adanya ketegangan yang muncul antara kelompok kepentingan dalam pemanfaatan sumberdaya alam, sedangkan konflik manifest merupakan konflik terbuka yang ditandai dengan adanya peristiwa konfrontasi fisik dan/atau konfrontasi non fisik. Namun secara garis besar ada beberapa teori yang menyebabkan terjadinya konflik sosial yaitu (Fisher 2000) : (1) Teori hubungan masyarakat (community relation theory). Teori ini beranggapan bahwa konflik terjadi karena polarisasi, ketidakpercayaan dan permusuhan diantara kelompok yang berbeda di dalam masyarakat. (2) Teori negosiasi prinsip (principled negotiation theory), teori ini beranggapan bahwa konflik disebabkan oleh karena posisi yang tidak seimbang/tidak selaras dan pandangan zero sum yang diambil oleh pihak-pihak yang berkonflik. (3) Teori kebutuhan manusia (human needs theory), teori ini berasumsi bahwa konflik yang berakar dalam masyarakat disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia (fisik, psikologi dan sosial). Keamanan, identitas, pengakuan dan otonomi adalah beberapa poin yang sering disebutkan. (4) Teori identitas (identity theory), konflik disebabkan oleh perasaan adanya ancaman terhadap identitas, yang berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan dimasa lalu yang tidak terselesaikan. (5) Teori kesalah pahaman antar budaya (intercultural miscommunication theory, konflik disebabkan oleh ketidak cocokkan dalam cara-cara komunikasi antara budaya yang berbeda. Tujuan dari teori ini adalah (1) untuk meningkatkan pengetahuan pihak-pihak yang berkonflik

35 tentang budaya pihak lain, (2) mengurangi stereotype negatif yang dimiliki oleh salah satu pihak tentang pihak lain, (3) untuk meningkatkan kefektifan komunikasi antar budaya. (6) Teori transformasi konflik (conflict transformation theory). Teori ini beranggapan konfllik disebabkan oleh masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidak adilan yang muncul sebagai masalah sosial, budaya dan ekonomi. Sedangkan faktor-faktor yang menjadi penyebab konflik menurut Fisher (2000) dapat dibedakan menjadi : 1. Kekuasaan. Kekuasaan merupakan kekuatan, legitimasi, otoritas atau kemampuan memaksa orang lain. Kekuasaan dapat bersumber pada otoritas, akses ke sumber daya, jaringan kerja, kemampuan/keahlian, informasi serta sumber yang disebabkan kepribadian seseorang. 2. Budaya Budaya sangat menentukan cara orang berfikir dan bertindak. Perbedaan budaya sering menyebabkan munculnya konflik. 3. Identitas Konflik sering muncul akibat dipaksakannya atau tidak diakuinya suatu identitas tertentu pada seseorang atau sekelompok orang atau karena munculnya prasangka. 4. Gender Gender merupakan perbedaan antara pria dan wanita yang dikontruksi secara sosial yang berakibat pada terjadinya perbedaan kekuasaan antara laki-laki dan permpuan. Hal ini cendrung berpotensi menyebabkan terjadinya konflik. 5. Hak Merupakan dimensi konflik sosial dan politik. Kelangkaan sumber daya air akan menyebabkan masyarakat/manusia mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan mereka terhadap air. Kebutuhan manusia terhadap air merupakan kebutuhan yang sangat penting dan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya tidak dapat digantikan oleh barang lain. Beda halnya dengan kebutuhan manusia akan pangan, yang tersedia dalam jenis dan beraneka bentuk. Berdasarkan uraian Fisher tersebut di atas kelangkaan sumber daya air akan memicu terjadinya konflik horizontal maupun vertikal. 17 Perubahan Paradigma Tentang Air Isu-isu lingkungan seperti pemanasan global (global warming), perubahan iklim (climate change), yang di tenggarai di sebabkan oleh terjadinya kerusakan sumber daya alam seperti rusaknya hutan, tanah, terumbu karang dan sumberdaya air menjadi perhatian yang sangat menarik bagi semua kalangan di semua level beberapa dekade belakangan ini mulai dari tingkat global, nasional dan lokal yang saling terkait satu sama lain (Adiwibowo 2005). Peningkatan jumlah penduduk dunia dikhawatirkan berakibat pada terjadinya kerusakan dan kelangkaan sumber daya alam termasuk air disebabkan kemampuan manusia yang sangat tinggi

36 18 untuk mengubah dan merusak lingkungan hidupnya yang berpotensi menimbulkan berbagai bahaya bagi lingkungan. Kekhawatiran semakin parahnya kerusakan lingkungan dan kelangkaan air mulai mewacana pada konferensi yang diadakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Lingkungan Hidup (Declaration of the United Nations Conference on the Human Environment) yang berlangsung di Stockholm, 5 sampai 16 Juni 1972 yang menyatakan pentingnya untuk menjaga dan melestarikan lingkungan hidup termasuk di dalamnya menjaga kelestarian sumber daya alam seperti air, tanah, flora dan fauna untuk generasi sekarang dan masa yang akan datang melalui perencanaan dan manajemen yang sesuai (Un 1972). Konferensi ini menghasilkan kesepakatan untuk menggunakan pendekatan yang lebih komprehensif terhadap air, mengurangi kerusakan lingkungan/polusi yang membahayakan terhadap ketersediaan air, dan meminta negara berkembang untuk mempromosikan tentang sanitasi dan air bersih. Sejarah perkembangan paradigma dan wacana untuk menyelamatkan sumber daya air di mulai pada tahun Tahun 1977 Perserikatan Bangsa Bangsa mengadakan konferensi pertama tentang air, Un Water Conference, Mar del Plata, Argentina membahas tentang : (1) Masalah kesehatan yang disebabkan karena kurangnya air bersih dan sanitasi, (2) Memprioritaskan kebutuhan orang miskin dan orang yang kurang beruntung untuk mendapatkan air bersih terutama di daerah yang mengalami kelangkaan air bersih. Konferensi ini bertujuan untuk memastikan tersedianya pasokan air yang berkualitas untuk memenuhi kebutuhan sosial dan ekonomi bagi populasi yang sedang berkembang (Biswas 1978 dalam Biswas 2003). Pembicaraan tentang bagaimana cara menyelamatkan sumber daya air berlanjut pada tahun 1990 di New Delhi The Global Consultation on safe Water and Sanitation. Dengan merefleksikan tentang hak azasi manusia yang bersifat universal salah satunya adalah hak untuk mendapatkan atau mengakses air bersih. Pertemuan ini menyepakati beberapa hal yaitu : (1) Perlindungan lingkungan dan kesehatan melalui pengelolaan air secara terpadu, (2) Mempromosikan reformasi kelembagaan melalui pendekatan yang terintegrasi, termasuk perubahan prosedur, sikap dan perilaku dan partisipasi penuh perempuan pada berbagai sektor dan tingkatan kelembagaan, (4) Manajeman pelayanan yang didukung dengan penguatan institusi lokal untuk melaksanakan program sanitasi dan air bersih, (5) Menyuarakan praktek keuangan untuk pengelolaan sumber daya air yang lebih baik dengan menggunakan aset yang ada dan memperluas penggunaan teknologi tepat guna. Kerusakan lingkungan menyebabkan terjadinya krisis air dunia dan menyebabkan meningkatnya kematian anak yang di sebabkan oleh masalah sanitasi dan air bersih yang tidak memadai, sehingga penyediaan air bersih dan sanitasi yang sehat untuk anak-anak dan komunitas harus di promosikan (World Summit for Children pada tahun 1990). Perkembangan wacana air berlanjut pada konferensi internasional tentang air dan lingkungan (International Conference on Water and the Environment) yang diadakan di Dublin Irlandia pada tahun Januari 1992 dengan isu utama tentang kelangkaan air (water scarcity). Dalam konferensi ini disepakati perlunya pendekatan politis dalam pengelolaan air untuk menyelamatkan lingkungan. Konferensi Dublin merupakan tonggak penting yang merubah wacana air sebagai barang publik (public goods) menjadi barang ekonomi/komoditi (economic

37 goods) yang tercantum dalam prinsip ke empat deklarasi Dublin Water has an economic value in all its competing uses and should be recognized as an economics goods (UN 1992) yang sangat menekankan pada prinsip pengelolaan dan penggunaan sumber daya air secara efisien dan seimbang. Konferensi ini juga mensyaratkan perubahan kebijakan (deregulasi) di tingkat lokal, nasional dan internasional serta mendorong pelaksanaan proyek-proyek air di dunia ketiga. Ketika air dimaknai sebagai barang ekonomi maka akan sangat tergantung pada nilai manfaat yang dihitung dengan nilai uang, dan didasari oleh harga pasar (market prices). Seperti barang lain, air memiliki nilai bagi penggunanya, yaitu orang yang bersedia untuk membayar untuk mendapatkannya (C.J Perry, R Michael, D. Seckler 1997). Sebagai barang ekonomi akan lebih efektif dan efisien jika air dikelola oleh swasta (privat) yang bertujuan untuk mengurangi kerusakan terhadap sumber daya air. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Hardin (1968) yaitu kerusakan alam dan lingkungan diakibatkan karena pemanfaatan sumber daya alam yang berlebihan oleh semua pengguna yang saling berkompetisi untuk mendapatkan manfaat atas sumber daya tersebut. Menindaklanjuti hasil konferensi Dublin, Bank Dunia (World Bank) pada tahun 1993 mengeluarkan kebijakan yang dikenal dengan water resources management policy yang berisikan keharusan untuk mereformasi kebijakan, perencanaan dan manajemen pengelolaan sumber daya air, dan mendukung keterlibatan swasta (private) dalam pengelolaan sumber daya air (World Bank 1993). Bank Dunia kemudian mempromosikan sebuah konsep tentang hak atas air yang dikenal dengan Tradable Water Rights yaitu hak atas air yang dapat diperdagangkan atau diperjualbelikan kepada pihak lain. Konsep ini merupakan solusi yang ditawarkan oleh Bank Dunia untuk menjawab ketidak efektifan dan ketidak efisienan pengelolaan sumber daya air yang dianggap menyebabkan terjadinya kelangkaan air (water scarcity) dan krisis air (water crisis). Tradable Water Rights dibangun berdasarkan konsep Property Rights (hak kepemilikan) yang terdiri dari hak untuk mengkonsumsi/menggunakan dan hak untuk memperoleh pendapatan dari sumber daya atau untuk menjual sumber daya tersebut untuk tujuan mendapatkan keuntungan yang lebih baik (maksimal). Sumberdaya di sini dipandang sebagai asset. Hak atas air dipahami dalam wacana ini sebagai water rights bukan rights to water. Dengan konsep tradable water rights ini mempermudah masuknya investasi/modal dalam pengelolaan sumber daya air. Tradable Water Rights memungkinkan air dihargai dengan nilai ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah air yang digunakan untuk memproduksi sebuah komoditi. Harga air merupakan cerminan dari nilai alternatif penggunaan. Misalnya petani diizinkan untuk menegosiasikan harga air yang dimilikinya untuk digunakan oleh perusahaan dan mendapatkan harga yang menguntungkan atau lebih tinggi ketimbang air tersebut digunakan untuk kegunaan lain yang menghasilkan nilai yang lebih rendah. Privatisasi air sebagai suatu upaya untuk melakukan pengelolaan sumber daya air secara efketif dan efisien disepakati pada pertemuan World Water Forum kedua, yaitu pertemuan tingkat menteri yang diadakan di Hague, Belanda, pada tahun Pertemuan ini mendeklarasikan tentang dukungan dari seluruh negara-negara di dunia terhadap pengelolaan sumber daya air oleh swasta, 19

38 20 walaupun banyak aksi dan protes yang menentang privatisasi air tesebut (Bakker 2011). Indonesia sebagai negara yang ikut menandatangani Deklarasi The Hague ikut mengubah kebijakan sumber daya air yang sebelumnya tertuang dalam Undang-Undang Pengairan tahun Bulan November tahun 2000 pemerintah Indonesia bersama stakeholder yang terkait dengan pengelolaan sumber daya air membentuk Forum Air Indonesia (Sutosuromo 2000). Selain itu untuk melakukan berbagai perbaikan atau reformasi kebijakan sektor air di Indonesia, bank dunia memfasilitasi Indonesia dengan memberikan pinjaman melalui program WATSAL (Water Resources Sector Adjusment Loan) (Siregar 2004). Perubahan paradigma tentang air di tingkat global berpengaruh mendorong lahirnya kebijakan di tingkat lokal yang lebih melegitimasi praktek-praktek pengelolaan dan penguasaan sumber daya air yang telah dilakukan sebelumnya di Indonesia. Pengelolaan dan penguasaan sumber daya air untuk tujuan mendapatkan keuntungan (komersialisasi) sudah dimulai sejak tahun 1973 yang didasarkan kepada Undang-Undang Penanaman Modal. Dengan kata lain praktek pengusahaan air oleh badan usaha/swasta sudah dimulai di Indonesia, jauh sebelum terjadinya perubahan paradigma global tentang air. Pada level global pengelolaan dan penguasaan sumber daya air oleh swasta dimaksudkan untuk mencegah terjadinya tragedy of the common, namun di Indonesia pada tahun 1973 tersebut, pengelolaan dan penguasaan sumber daya air oleh swasta murni didasarkan kepada kepentingan ekonomi untuk mendapatkan keuntungan dari investasi. Kerangka Pemikiran Studi ini pertama kali melihat perubahan konfigurasi penguasaan dan pemilikan sumber daya air dengan membagi peristiwa menjadi beberapa periode penting yang didasari dengan perubahan konstalasi politik di tingkat nasional. Perubahan ini terutama terkait dengan perubahan penguasaan sumber daya air yang dulunya merupakan barang publik (public goods) yang bisa diakses dan dimanfaatkan oleh siapa saja (open access regime) menjadi menjadi milik pribadi (privat property regimes). Langkah-langkah dalam penelitian ini mengacu pada langkah-langkah penelitian yang dikembangkan oleh Comstock (1980) dalam Zainuddin (2012) yaitu : (1) Identifikasi kelompok-kelompok dan gerakan-gerakan sosial progresif. (2) Mengembangkan seluruh hubungan inter-subjektif untuk memahami makna, nilai dan motivasi masyarakat lokal. (3) Mempelajari perkembangan kondisi-kondisi sosial historis dari strukturstruktur sosial masa kini yang menjadi kendala aksi. (4) Membangun model hubungan antara kondisi sosial, interpretasi, intersubjektif terhadap kondisi-kondisi tersebut dan menjadi partisipan aksi. (5) Menjelaskan kontradiksi-kontradiksi fundamental sebagai hasil dari proses riset yang didasarkan pada : perbandingan kondisi dengan

39 pemahaman, kritik idiologi, dan menemukan kemungkinankemungkinan baru untuk aksi. (6) Partisipasi dalam program pendidikan bersama dengan masyarakat sekaligus mencari cara-cara baru dalam memenuhi dunia mereka (7) Partisipasi dalam menyusun program aksi untuk memecahkan masalah yang dihadapi dan melakukan riset kritis lebih lanjut. Penelitian ini hanya dilaksanakan sampai tahap kelima mengingat waktu dan kedalaman penelitian yang dihasilkan. Untuk sampai pada tahap ke-enam dan ke-tujuh seperti yang disampaikan Comstock diatas diperlukan waktu yang lebih lama, untuk melakukan proses-proses menumbuhkan kesadaran kritis yang dilanjutkan ke tataran aksi. Identifikasi aktor-aktor yang berkepentingan akan dilihat dengan menggunakan pendekatan yang dikemukan oleh Bryant dan Blaikie (1997). Merujuk pada Bryant (1997) relasi antar aktor dalam kasus perebutan akses terhadap sumberdaya air memiliki posisi/kekuasaan yang berbeda (unequal power), dimana salah satu aktor mengontrol lingkungan / kehidupan aktor lain. Relasi kekuasaan antara para aktor mewujud dalam bentuk fisik atau bisa diamati dengan melihat lingkungan fisik (landscape) dan perubahan lingkungan fisik secara keseluruhan. Dalam relasi hubungan yang tidak imbang (un equal power relation), dimana salah satu aktor memiliki kekuasaan untuk mengontrol lingkungan dan kehidupan aktor lain yang lebih lemah. Lebih lanjut kontrol yang dimiliki oleh salah satu aktor mengakibatkan hilangnya kontrol aktor lain terhadap sumber daya air. Dalam kasus ini terjadi perubahan akses masyarakat terhadap sumber daya air atau dengan kata lain menyebabkan tertutupnya akses masyarakat terhadap sumber daya air yang dulunya mereka miliki. aktor yang lemah biasanya bertahan atau melakukan perlawanan terhadap aktor yang lebih kuat. Ada banyak cara dan alasan kenapa aktor yang lemah mampu bertahan berhadapan dengan kepentingan yang lebih besar. Pada ujungnya perlawanan-perlawanan yang dilakukan oleh aktor yang lemah dapat menjelma menjadi konflik laten dan manifest. Penelitian ini berangkat dari alur berfikir terjadinya perubahan akses masyarakat terhadap sumber daya air disebabkan oleh terjadinya perubahan kebijakan di tingkat nasional yang berimplikasi pada perubahan penguasaan dan kepemilikan sumber daya air seperti yang digambarkan pada gambar 2.1 dibawah ini : 21

40 22 Perubahan rezim penguasaan dan kepemilikan sumber daya Air (open access, common property, state property, private property) Perubahan akses masyarakat terhadap sumber daya air dan perubahan lingkungan fisik Perubahan peluang bekerja dan berusaha Eksklusi Kontestasi antar aktor terhadap sumber daya air di Sukabumi (masyarakat, Perusahaan, LSM, Pemerintah) Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

41 23 3 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di dua kecamatan yaitu di Kecamatan Cidahu dan Cicurug, Kabupaten Sukabumi tepatnya di 3 desa yang menjadi lokasi eksploitasi dan lokasi pabrik perusahaan air minum dalam kemasan. Desa-desa ini dipilih karena masyarakat di ketiga desa melakukan aksi-aksi protes kepada pihak perusahaan maupun pemerintahan berdasarkan studi yang telah dilakukan sebelumnya dan laporan dari berbagai media tentang dampak eksploitasi sumber daya air di Sukabumi. Desa Caringin, Mekar Sari dan Babakan Pari, meskipun secara administratif berada dalam wilayah dua kecamatan yang berbeda, tapi ketiga desa ini saling berbatasan satu sama lain. Ketiga desa dihubungkan dengan jalan desa yang kondisinya sangat memprihatinkan, rusak dan berlubang. Secara umum ketiga desa mengalami perubahan yang sama, hanya terdapat sedikit perbedaan antara satu desa dengan desa yang lainnya jika dilihat dari berbagai aspek yang ada. Gambar 2. Lokasi penelitian Tiga desa tersebut mewakili kondisi di beberapa desa lainnya, penduduk di ketiga desa menggantungkan hidupnya dari pertanian. Hampir semua desa yang berada di kecamatan Cidahu dan Cicurug merupakan daerah yang sumber daya airnya dieksploitasi oleh perusahaan air minum dalam kemasan. Ketiga desa mewakili tipe wilayah yang berbeda yaitu desa yang berbatasan langsung dengan sumber air yang dieksploitasi perusahaan yaitu Desa Babakan Pari dan Desa Caringin yang masyarakatnya merupakan pemanfaat langsung sumber air sebelum dikuasai oleh perusahaan. Satu desa lagi yaitu Desa Mekar Sari, walaupun tidak

42 24 terdapat sumber air yang dieksploitasi oleh perusahaan di desa ini tapi masyarakat di Desa Mekar Sari sebelumnya merupakan masyarakat yang memanfaatkan aliran air yang berasal dari sumber air yang dieksploitasi. Penelitian lapangan dilakukan mulai pertengahan Februari 2013 sampai dengan bulan September Metode dan Strategi Penelitian Penelitian menggunakan strategi studi kasus sebagaimana ditekankan oleh Blaikie (1999) bahwa penelitian yang menggunakan pendekatan ekologi politik pada umumnya merupakan penelitian lapangan (field work) yang berlangsung pada aras mikro dan meso ((Blaikie 1999). Penelitian ini menggunakan unit analisis komunitas dengan pendekatan terhadap aktor yang berkepentingan. Sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode kualitatif dan kuantitatif (mix methods). Metode Kualitatif dalam penelitian digunakan untuk mendapatkan pemaknaan yang mendalam tentang hubungan antara aktor dalam konflik yang terjadi di kecamatan Cidahu dan Cicurug. Metode kualitatif menyiratkan penekanan pada proses dan makna yang tidak dikaji secara ketat atau belum diukur dari sisi kuantitas, intensitas maupun frekwensinya dan peneliti menekankan pada sifat realita yang terbangun secara sosial, hubungan erat antara si peneliti dengan subjek yang diteliti dan tekanan pada situasi penyelidikan. Sementara metode kuantitatif dengan menggunakan kuisioner digunakan peneliti untuk melengkapi penelitian dalam melihat perubahan makna masyarakat terhadap air dan untuk menangkap adanya potensi konflik di wilayah tersebut yang berkaitan dengan akses terhadap sumber daya air. Jenis, Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data Metode kualitatif untuk menghasilkan data kualitatif yang dikumpulkan melalui beberapa teknik pengumpulan data yaitu: (1) wawancara yaitu sebuah bentuk perbincangan, seni bertanya dan mendengar atau sebuah proses komunikasi/interaksi untuk mengumpulkan informasi dengan cara tanya jawab. Dalam penelitian ini dilakukan wawancara mendalam (In-depth interview) pada sejumlah informan untuk menggali informasi secara mendalam dan peneliti terlibat langsung dengan kehidupan informan dan bertanya jawab secara bebas tanpa pedoman pertanyaan yang disiapkan sebelumnya sehingga suasananya jadi hidup dan dilakukan berkali-kali (Rahardjo 2011), (2) Melalui observasi (pengamatan) dan (3) FGD (focus Group Discussion) sebagai upaya menemukan makna oleh sekelompok orang lewat diskusi. Pemilihan informan ditentukan dengan metode snowbolling. Sedangkan data sekunder didapatkan dengan mempelajari dokumen-dokumen yang terkait dengan topik penelitian. Sementara itu data kuantitatif dihasilkan melalui wawancara terstruktur menggunakan perangkat kuisioner yang disebarkan kepada 100 responden terdiri dari 80 responden di wilayah penelitian dan 20 responden dari desa lain yang memiliki sumber air tapi belum dieksploitasi oleh perusahaan. Dua puluh responden terakhir digunakan sebagai pembanding untuk memperoleh perubahan makna air bagi masyarakat desa setelah keberadaan perusahaan di desa mereka.

43 Sumber informasi ditentukan secara purposive sampling yaitu tokoh masyarakat, perempuan, pemuda dan orang tua yang memahami sejarah desa dan mengalami perubahan-perubahan yang terjadi di desa. Tabel 4. Karakteristik responden pada lokasi penelitian No Karakteristik responden Jumlah (%) 1 Tingkat Pendidikan Tidak Sekolah 1.25 SD tapi tidak lulus Lulus SD SLTP 25 SLTA 8.75 Jumlah Pekerjaan Petani Buruh tani/pabrik Pegawai swasta 3.75 Wiraswasta 27.5 Ojek dan lainnya Tidak bekerja 30 Jumlah 100 Sumber : data lapangan (2012) Untuk memperkuat kredibilitas temuan penelitian, digunakan teknik trianggulasi yaitu gabungan atau kombinasi berbagai metode yang dipakai untuk mengkaji fenomena yang saling terkait dari sudut pandang dan perspektif yang berbeda (Denzin & Lincoln 2009). Di sini peneliti membandingkan informasi yang diperoleh dari metode wawancara, observasi dan FGD untuk mengecek kebenaran sebuah informasi. Analisa data kualitatif dilakukan melalui tiga jalur yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan (Miles & Huberman 1984 dikutip Denzin & Lincoln 2009). Analisis data kualitatif dilakukan dengan metode analisis naratif. Upaya penarikan kesimpulan dilakukan secara berulang dengan melihat hubungan antara penyajian data dengan teks analitik. Sedangkan untuk data kuantitatif dianalisa dengan metode tabulasi silang, yang digunakan untuk menganalisa perubahan kondisi masyarakat sebelum dan sesudah keberadaan perusahaan di desa. 25

44 26 4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Secara umum ketiga desa yang menjadi lokasi penelitian merupakan desakota (periurban) yang mengalami perubahan pengunaan lahan dari lahan pertanian menjadi lahan-lahan untuk kepentingan industri, perumahan, kepentingan komersial dan lain sebagainya. Perubahan-perubahan kondisi sosial masyarakat disebabkan karena pertumbuhan industri garmen dan perubahan industri air minum dalam kemasan yang menjadi ciri khas desa-desa di wilayah Cidahu dan Cicurug. Perkembangan industri dapat dilihat dari kemacetan yang ditimbulkan sepanjang jalan dari Cidahu-Ciawi oleh mobil-mobil yang mengangkut hasil produksi perusahaan ke luar daerah seperti ke Jakarta dan ke kota besar lainnya. Perusahaan-perusahaan ini tidak hanya dimiliki oleh pengusaha asal Indonesia tapi beberapa di antaranya adalah perusahaan perusahaan yang pemiliknya berasal dari luar negeri (asing) seperti dari Korea, Perancis dll. Perkembangan industri disebabkan oleh besarnya potensi angkatan kerja dan potensi sumber daya air yang bisa dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan di kedua kecamatan ini. Kedua kecamatan terletak di antara Gunung Salak, Gunung Endut dan Gunung Gede Pangrango yang menyimpan potensi sumber daya air yang sangat besar. Seiring dengan berkembangnya industri, sektor jasapun mengalami pertumbuhan yang sangat cepat di Cicurug dan Cidahu. Alfamart, indomart menjadi pemandangan biasa di jalan masuk ke desa-desa di Cicurug dan Cidahu. Masuknya industri-industri tentu saja akan menyebabkan terjadinya perubahan wajah di desa-desa di kedua kecamatan ini. Kecamatan Cicurug Kecamatan Cicurug merupakan kecamatan paling utara di Kabupaten Sukabumi, terletak pada ketinggian 500 m sampai 700 m di atas permukaan laut dengan luas wilayah ha yang terdiri dari sawah seluas ha dan lahan bukan sawah (pemukiman, tegalan dan lain-lain) seluas ha. Wilayah Kecamatan Cicurug berbatasan dengan Gn. Gede di sebelah timur, kecamatan Parung Kuda di sebelah selatan, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bogor, dan di sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Cidahu. Untuk mencapai kecamatan ini dari Bogor dihabiskan waktu berjam-jam di perjalanan karena kemacetan yang luar biasa sepanjang jalur Ciawi menuju Cicurug. Dari ibu kota Kabupaten Sukabumi Kecamatan Cicurug berjarak 97 km, sedangkan dari ibu kota Propinsi Jawa Barat, kecamatan ini berjarak 126 km. Secara administratif Kecamatan Cicurug terdiri dari 13 desa dengan jumlah penduduk jiwa terdiri dari laki-laki dan perempuan. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 terdapat 606 kelahiran setiap tahun yang terdiri dari 304 kelahiran bayi laki-laki dan 302 kelahiran bayi perempuan. Di kecamatan ini terdapat banyak pendatang dari berbagai daerah di Indonesia, yang bekerja sebagai pedagang di Pasar Cicurug, karyawan swasta, dan buruhburuh di pabrik yang banyak terdapat di Cicurug. Pada tahun 2010 sebanyak 506 orang pendatang tinggal dan menetap di kecamatan Cicurug.

45 Penduduk yang tinggal di bagian dalam yang jauh dari jalan raya menggantungkan hidup dari pertanian. Sedangkan wilayah pinggir, yang dekat dengan jalan raya berubah menjadi areal industri, pusat pertokoan dan lain-lain. Wilayah ini dulunya merupakan areal persawahan yang subur. Hal ini dibuktikan oleh sensus pertanian tahun Terjadi penurunan jumlah rumah tangga pertanian di Kecamatan Cicurug dari rumah tangga pada tahun 2003 menjadi rumah tangga petani pada tahun 2013 atau terjadi penurunan sebesar persen dari jumlah rumah tangga petani pada tahun Petani petani di Kecamatan Cicurug memanfaatkan air sungai dan air mata air untuk pengairan. Sedangkan untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat memanfaatkan ledeng, sumur pompa, perigi dan mata air. Di bawah ini disajikan data jumlah rumah tangga pemanfaat sumber air di Kecamatan Cicurug Tabel 5. Jumlah Rumah Tangga Pemanfaat Sumber Air di Kecamatan Cicurug, Tahun 2010 No Sumber Air Jumlah (RT) % Pemanfaat 1 Ledeng (PAM) Sumur Pompa Perigi Sungai Mata Air Jumlah Sumber : Cicurug dalam angka (2011) Saat ini terdapat 831 industri di Cicurug terdiri dari 37 industri besar, 23 industri menengah, 116 industri kecil dan 655 industri rumah tangga (BPS Sukabumi 2011). Dari 831 industri yang ada tersebut, 23 perusahaan adalah perusahaan-perusahaan yang memanfaatkan sumber sumber air (mata air dan air bawah tanah) di kecamatan Cicurug. Tabel 6. Perusahaan Pemakai Sumber Air di Kecamatan Cicurug, Tahun 2012 No Nama Perusahaan Desa 1 PT. PAM II Tenjo Ayu 2 PT. PAM I Benda 3 PT. PAM V Nyangkowek 4 BCA SC Purwasari 5 PT. AGS Tenjojaya 6 PT. AI Tenjo Ayu 7 PT. STP/PT.CAS Purwasari 8 PT. I Pasawahan 9 PT. IE Pasawahan 10 PT. YIP Pasawahan 11 PT. DJ Pasawahan 12 PT. E Pasawahan 13 PT. SIF Benda 14 PT. YJ/PT.HI Benda 15 PT. YJ II Benda 16 PT. TL Nyangkowek 17 PT. MW Tenjoayu 27

46 28 18 PT. MW 2 Benda 19 PT. TG Kuta Jaya 20 PT. PPS Tenjo Ayu 21 PT. PKP/SGF Purwasari 22 PT. DKR Benda 23 PT. EK Caringin Sumber : Daftar pengguna air tanah kabupaten Sukabumi (DPESDM 2012) Perusahaan-perusahaan tersebut, seperti halnya masyarakat di Kecamatan Cicurug, ikut mengambil dan memanfaatkan sumber daya air yang berasal dari mata air dan air bawah tanah yang diambil dengan cara pengeboran. Setiap harinya sebanyak m 3 air per hari dikeluarkan dari kecamatan Cicurug (DPESDM Sukabumi 2012). Desa Caringin. Kondisi Topografi Desa Caringin, merupakan salah satu desa dari 13 desa di Kecamatan Cicurug. Luas wilayah Desa Caringin mencapai ha terdiri dari sawah irigasi ½ teknis seluas 60 ha, sawah tadah hujan 25 ha, tegal/ladang ha, pemukiman ha, sawah desa ha, perkantoran 0.1 ha (100m2) lainnya 1.00 ha. Topografi desa Caringin berupa bentang wilayah berbukit, terletak pada ketinggian m di atas permukaan laut, suhu rata-rata harian berkisar antara 18 o 29 o C, curah hujan mm/tahun dengan 6 bulan basah dan 6 bulan kering. Desa Caringin berbatasan dengan Desa Bangbayang di sebelah timur, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Mekar Sari, sebelah utara dengan Desa Cisaat, dan di sebelah barat berbatasan dengan Desa Babakan Pari dan Desa Tangkil (Cidahu). Secara administratif Desa Caringin terbagi atas 2 dusun, 10 kampung, 5 RW dan 24 RT. Dalam kehidupan bermasyarakat nama kampung jauh lebih dikenal daripada RT dan RW. Kampung-kampung di Desa Caringin adalah Kampung Cisaat, Kampung Cibaregbeg I (atas), Kampung Cibaregbeg II (bawah), Kampung Kebon Kelapa, Kampung Jami, kampung Sasak, Kampung Papisangan Tongoh, Kampung Papisangan Lebak, Kampung Papisangan Lio dan Kampung Padangenyang. Desa Caringin dapat ditempuh dengan menggunakan ojek dari kota Kecamatan (Cicurug) dengan jarak 2.5 km dan merupakan satu-satunya sarana tranportasi yang tersedia di Desa Caringin. Jarak ke Ibu kota kabupaten Sukabumi (Pelabuhan Ratu) lebih kurang 80 km, dengan jarak tempuh 3 jam menggunakan bis. Sedangkan jarak desa ke ibukota propinsi sekitar 156 km dengan jarak tempuh 4 jam menggunakan bis. Prasarana jalan yang menghubungkan Desa Caringin dengan ibukota kecamatan dalam kondisi yang tidak begitu baik, berlubang dan rusak, penuh kubangan di musim hujan. Drainase/saluran air tidak di pelihara oleh masyarakat dan pemerintah menyebabkan air melimpah ke jalanjalan di saat musim hujan. Di sebagian wilayah desa terlihat sawah-sawah membentang di sisi kiri dan kanan jalan. Sebelum tahun 1982 Desa Caringin adalah bagian dari Desa Nyangkowek. Pada tahun 1982 Desa Nyangkowek dimekarkan menjadi 2 desa yaitu desa Nyangkowek dan Desa Caringin, tahun 1988 Desa Caringin dimekarkan lagi

47 menjadi dua desa yaitu Desa Caringin dan Desa Bangbayang. Di desa Caringin terdapat tiga kampung yang berbatasan langsung dengan sumber air yang dieksploitasi oleh perusahaan air minum dalam kemasan, yaitu kampung Papisangan Tonggoh, Lio dan Wetan. Kondisi Demografi Berdasarkan data Cicurug dalam angka tahun 2011 jumlah penduduk Desa Caringin tercatat berjumlah rumah tangga, jiwa terdiri dari laki-laki dan perempuan, kepadatan 45 jiwa /ha dengan rata-rata jiwa per rumah tangga 4 jiwa. Jumlah kelahiran pada tahun 2010 sebanyak 21 orang berbanding dengan jumlah kematian pada tahun yang sama 14 orang. Angka kemiskinan di Desa Caringin pada tahun 2008 tercatat sebanyak 178 kepala keluarga, keluarga hampir miskin 190 kepala keluarga, keluarga sangat miskin 133 kepala keluarga, keluarga miskin tambahan satu kepala keluarga. Jumlah total penduduk miskin yaitu 502 kepala keluarga atau sekitar 44.5 % dari total kepala keluarga yang ada di Desa Caringin. Bila dilihat dari segi pendidikan, penduduk Desa Caringin rata-rata hanya menamatkan pendidikan setingkat sekolah dasar. Rendahnya tingkat pendidikan di Desa Caringin disebabkan karena minimnya fasilitas pendidikan yang tersedia di desa. Di desa ini terdapat satu sekolah TK (Taman Kanak-kanak) dan 2 unit SD (Sekolah Dasar). Fasilitas pendidikan yang lebih tinggi setingkat SLTP maupun SLTA tidak terdapat di Desa Caringin, sehingga anak-anak yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi harus ke luar desa bahkan ke ibu kota kecamatan sedangkan orang tuanya harus mengeluarkan biaya cukup banyak setiap harinya untuk transportasi ke sekolah. Disebabkan oleh alasan tersebut, kebanyakan orang tua di Desa Caringin yang hanya berpenghasilan paspasan akhirnya menyuruh anaknya untuk berhenti sekolah dan bekerja di pabrikpabrik terutama bagi anak perempuan. Tabel 7. Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Caringin (2006) No Pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%) 1 Buta Huruf Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Tamat D Tamat D Tamat D Tamat S Jumlah Sumber : profil Desa Caringin tahun (2006) Mata pencaharian penduduk Desa Caringin sangat beragam, mulai dari bertani, menjadi buruh tani, buruh swasta dan lain sebagainya. Berikut disajikan 29

48 30 data jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian di Desa Caringin yang bersumber dari profil Desa Caringin tahun Tabel 8. Jumlah Penduduk Desa Caringin Berdasarkan Mata Pencaharian, Tahun No Mata Pencaharian Jumlah % (orang) 1 Buruh Tani, pabrik Petani Wiraswasta: pedagang, pengrajin Karyawan (PNS/Polri/Swasta) Jasa Angkutan (sopir, ojek) Pertukangan (Kayu, jahit, montir) Jasa Kesehatan PRT Pensiunan PNS/TNI/Polri Jumlah Sumber : profil Desa Caringin (2009) Dari data PRA (Participatory Rural Appraisal 3 yang dilakukan pada tahun 2007 ditemukan perubahan mata pencaharian yang sangat signifikan di Desa Caringin (Dokumen PRA 2007) dimana pada tahun 1970-an seratus persen penduduk desa Caringin menggantungkan kehidupan dari pertanian. Setiap tahun jumlah penduduk yang bekerja sebagai petani menunjukkan kecendrungan mengalami penurunan yang sangat pesat sehingga saat ini hanya sekitar 19.07% penduduk Desa Caringin yang masih bertani. Penurunan jumlah penduduk yang bekerja sebagai petani disebabkan oleh beberapa hal misalnya karena munculnya industri-industri di Caringin. Terdapat beberapa industri di desa Caringin yang digolongkan menjadi : satu industri besar, dua industri kecil, dan sembilan industri rumah tangga. Penurunan ini juga disebabkan oleh perubahan kepemilikan lahan, yang mengakibatkan perubahan status petani dari petani pemilik tanah menjadi petani penggarap dan buruh tani/buruh kuli. Pada tahun 1970 persentase petani penggarap di desa Caringin sekitar 50 persen meningkat menjadi 90 persen pada tahun 2005, sedangkan buruh tani dan buruh kuli pada tahun 1970 hanya sekitar 20 orang meningkat menjadi 960 pada tahun Kecenderungan penurunan penduduk yang menggantungkan hidupnya di bidang pertanian sangat terkait dengan kepemilikan lahan yang dimiliki oleh setiap rumah tangga di Desa Caringin yang juga mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Sebagian besar masyarakat desa hanya memiliki tanah sempit dan sebagian lainnya sama sekali tidak memiliki tanah pertanian. Berikut disajikan tabel kepemilikan tanah pertanian di Desa Caringin : 3 PRA (Participatory Rural Appraisal) pada tahun 2007 dilakukan di dua lokasi yaitu di Kampung Papisangan dan di kantor desa Caringin difasilitasi oleh Bina Desa Jakarta.

49 31 Tabel 9. Kemilikan tanah pertanian, Desa Caringin (2006) No Kepemilikan Lahan Pertanian Jumlah (RT) % 1 Tidak memiliki tanah pertanian Memiliki kurang dari 0,5 ha Memiliki lebih dari 0,5 1 ha Memiliki lebih dari 1 ha Jumlah Sumber : profil Desa Caringin (2009) Dari tabel diatas jika dibandingkan dengan jumlah rumah tangga yang ada di Desa Caringin, sekitar persen merupakan rumah tangga tak bertanah (landless). Perubahan-perubahan ini terjadi sejak tahun 1970an, disebabkan oleh terjadinya perubahan kepemilikan tanah dari penduduk desa menjadi milik orang luar sehingga saat ini sebagian besar tanah di Desa Caringin dimiliki oleh orang dari luar desa bahkan dari luar Kecamatan Cicurug. Petani di Desa Caringin adalah petani tanaman pangan yaitu petani padi sawah dengan luasan areal sawah 85 ha (74.4% dari luas wilayah desa Caringin) terdiri dari sawah irigasi ½ teknis seluas 60 ha, sawah tadah hujan 25 ha. Petani juga menanami tegalan dengan tanaman singkong, pisang, pepaya dan lainnya yang ditanam pada lahan tegalan/ladang seluas ha. Beberapa penduduk desa selain bertani juga memiliki kolam-kolam ikan/empang yang diisi dengan ikan Mas, ikan mujair, ikan lele, dan udang galah, jika digabungkan luas keseluruhan kolam/empang yang ada di Desa Caringin adalah seluas 4,2 ha. Kegiatan pertanian di Desa Caringin menggunakan sumber air yang berasal dari sumber air Cikombo yang berlokasi di Desa Cisaat. Sumber air Cikombo ini mengaliri sawah-sawah di empat desa yaitu : 1. Desa Tenjolaya 2. Desa Cisaat 3. Desa Bangbayang 4. Desa Caringin. Desa Caringin merupakan desa terakhir yang dialiri oleh air yang bersumber dari Cikombo ini, artinya desa Caringin selalu kebagian sisa-sisa air setelah dipergunakan terlebih dahulu oleh desa-desa yang ada di hulu. Karena berada di hilir sawah-sawah di Desa Caringin seringkali mengalami kekeringan terutama pada musim kemarau. Kekeringan sangat dirasakan oleh petani-petani yang berada di Kampung Papisangan Lebak, Kampung Papisangan Tongoh dan Kampung Papisangan Lio (RW 04 dan RW 05). Kekeringan mulai dirasakan petani sejak tahun 1986 karena sumber air Cikombo yang dipergunakan untuk mengairi sawah petani pada tahun 1984 tidak sepenuhnya bisa dipergunakan untuk keperluan pertanian. Sebagian air Cikombo dipergunakan oleh PDAM Sukabumi untuk melayani para pelanggan rumah tangga yang membutuhkan air bersih untuk keperluan sehari-hari. Di ketiga kampung ini petani hanya menanam padi selama satu kali musim tanam. Sedangkan musim tanam selanjutnya kebanyakan sawah-sawah dibiarkan kering, dan petani beralih profesi menjadi kuli bangunan ke kota-kota dan menjadi pedagang keliling. Di Kampung Papisangan Lio kekeringan lebih parah lagi dirasakan masyarakat karena tidak mengalirnya air dari sumber air Cikombo menyebabkan

50 32 sawah-sawah menjadi kering dan berubah menjadi tegalan. Tegalan-tegalan ini ditanami singkong dan sebagian besar dibiarkan menjadi tanah terlantar yang dipenuhi dengan semak belukar dan alang-alang. Selain sumber air Cikombo di Desa Caringin juga dialiri oleh 3 sungai yaitu Sungai Cipapisangan, Cibaregbeg, dan Sungai Cianteri. Untuk keperluan sehari-hari penduduk desa Caringin menggunakan mata air, sumur gali, sumur pompa, PAM, dan air sungai. Tabel 10. Sumber daya air di Desa Caringin yang dimanfaatkan penduduk untuk keperluan sehari-hari, tahun 2006 No Sumber Air Jumlah Jumlah Pemanfaat % Pemanfaat KK) 1 Mata air Sumur gali Sumur pompa PAM Sungai Jumlah Sumber : Profil desa Caringin (2006) Dari tabel di atas terlihat bahwa sebagian besar kepala keluarga di desa Caringin menggunakan air sumur gali untuk memenuhi kebutuhan air bersih mereka. Sebagian kecil masih menggunakan air sungai dan air mata air untuk keperluan sehari-hari. Dari hasil pengamatan keluarga-keluarga di desa Caringin tidak bergantung kepada satu jenis sumber air dalam memenuhi kebutuhan mereka terhadap air. Masyarakat lebih cenderung menggunakan air sumur untuk minum, sedangkan untuk mencuci mereka menggunakan air sungai/selokan yang sedikit lebih kotor dibandingkan dengan air sumur ataupun mata air. Desa Mekar Sari Kondisi Topografi Desa Mekar Sari merupakan desa yang cukup ramai di Kecamatan Cicurug. Desa Mekar Sari berbatasan dengan desa Caringin di sebelah utara, sebelah barat berbatasan dengan desa Babakan Pari, sebelah selatan berbatasan dengan desa Nyangkowek, sedangkan sebelah timur berbatasan dengan desa Purwasari. esa Mekar Sari terletak pada ketinggian mdpl dengan kemiringan 15 % - 30 % dan suhu udara berkisar antara 20 0 C 29 0 C. Berbatasan langsung dengan pasar Cicurug menjadikan desa ini menjadi desa yang sangat ramai. Di desa ini terdapat pabrik Air Minum Dalam Kemasan terbesar di Asia Tenggara. Desa ini dapat dijangkau dengan ojek ataupun dengan angkutan umum dari pasar Cicurug ataupun dengan berjalan kaki karena jaraknya yang amat dekat dengan pasar Cicurug dan jalan raya yang menghubungkan Sukabumi dan Ciawi. Kondisi Demografi Mekar Sari memiliki luas wilayah 109 ha yang dibagi menjadi tanah sawah seluas 20 ha, tanah kering 25 ha, bangunan/pekarangan seluas 64 ha. Pada

51 tahun 2010 tercatat penduduk Desa Mekar Sari berjumlah sekitar jiwa atau 2000 kepala keluarga yang terdiri dari laki-laki dan perempuan, dengan kepadatan penduduk 84 orang/ha (Cicurug dalam angka 2011). Mata pencaharian masyarakat Desa Mekar Sari pada tahun 2011, sangat beragam (Profil Desa 2011). Masuknya perusahaan-perusahaan ke Desa Mekar sari menyebabkan semakin berkembang dan beragamnya jenis pekerjaan yang dilakoni oleh masyarakat Mekar Sari untuk mempertahankan hidupnya. Berdasarkan data profil Desa Mekar Sari dapat dilihat struktur mata pencaharian masyarakat desa Mekar Sari sebagai berikut : Tabel 11. Jumlah penduduk Desa Mekar Sari berdasarkan mata pencaharian, tahun 2010 No Pekerjaan Jumlah (jiwa) % 1 Petani/penggarap 38 0,51 2 Belum/tidak bekerja 330 4,47 3 Mengurus Rumah ,22 4 Pensiunan 36 0,49 5 Karyawan a. PNS b. TNI c. Polisi d. Swasta e. Honorer ,03 6 Perdagangan ,74 7 Jasa : a. Pembantu Rumah Tangga b. Buruh c. Transportasi (sopir, ojek) d. Paraji ,13 8 Industri 398 5,39 9 Pertukangan 83 1,12 10 Jasa Keagamaan : imam/ustad 73 0,99 11 Wartawan 5 0,07 12 Wiraswasta ,84 Jumlah Sumber : profil Desa Mekar Sari (2011) Dari tabel diatas terlihat bahwa sebagian besar warga desa Mekar Sari bekerja mengurus rumah % terdiri dari laki-laki maupun perempuan. Kebanyakan laki-laki di Mekar Sari berperan mengurus rumah atau dalam bahasa lain menganggur, terutama sejak berdirinya industri-industri garmen dan makanan yang lebih banyak mempekerjakan perempuan muda (usia antara tahun). Sebanyak % penduduk bergerak di bidang perdagangan, dengan menjadi pedagang keliling, membuka warung makan dan lain sebagainya. Penduduk yang masih berprofesi sebagai petani tersisa 0.51% atau sebanyak 38 jiwa karena saat ini di Desa Mekar Sari hanya terdapat lahan sawah seluas 20 ha yang terbagi menjadi sawah dengan irigasi teknis seluas 3 ha, sawah 33

52 34 dengan irigasi setengah teknis seluas 17 ha (BP3K dalam Cicurug dalam Angka 2011). Sedangkan jumlah kepala keluarga yang masih memiliki lahan sawah di Mekar Sari tinggal 60 kepala keluarga, rinciannya dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 12. Kepemilikan lahan pertanian di Desa Mekar Sari, 2010 No Luas Lahan Jumlah KK % 1 < 0,25 ha ,26 0, ,51 0, >1 ha - Jumlah Sumber : Dinas pertanian kecamatan Cicurug (2011) Penguasaan dan kepemilikan lahan pertanian relatif sangat kecil di Desa Mekar Sari karena perubahan penggunaan lahan pertanian yang sangat cepat menjadi bangunan perumahan, pertokoan, pabrik, dan lain-lain. Peningkatan kebutuhan terhadap air cenderung disebabkan karena pertumbuhan penduduk baik yang berasal dari kelahiran maupun migrasi dari luar. Untuk keperluan pengairan, petani di Desa Mekar Sari menggunakan air sungai. Sedangkan untuk kebutuhan sehari-hari penduduk menggunakan beberapa jenis sumber air untuk memenuhi kebutuhannya tersebut. Di beberapa kampung (RW) masyarakat masih menggunakan air sungai untuk mencuci. Desa Mekar Sari dilalui oleh beberapa sungai yang airnya cukup besar. Tabel 13. Jumlah rumah tangga pemakai sumber air untuk keperluan sehari-hari, Desa Mekar Sari, 2010 No Jenis Sumber Air Jumlah KK % 1 Ledeng ,25 2 Sumur Pompa ,64 3 Perigi ,46 4 Mata Air 208 9,64 Jumlah Sumber : Cicurug dalam angka (2011) Kecamatan Cidahu Kecamatan Cidahu berbatasan langsung dengan kecamatan Cicurug dan Gn. Salak di sebelah utara. Sebelah selatan berbatasan dengan kecamatan Cicurug dan Parung Kuda, sebelah barat dengan kecamatan Parakan Salak dan di sebelah timur berbatasan dengan kecamatan Cicurug. Secara Geografis kecamatan Cidahu terletak pada 106 o o BT dan 6 o o LS. Kecamatan Cidahu terletak pada ketinggian mdpl dengan luas wilayah ha yang terdiri dari sawah ha, darat ha dan hutan negara seluas ha (Cidahu dalam Angka 2011). Sebanyak ha dari

53 luas sawah yang ada di kecamatan Cidahu merupakan sawah tadah hujan, sedangkan ha lainnya menggunakan irigasi sederhana. Pada tahun 2010 penduduk Cidahu tercatat sebanyak jiwa ( rumah tangga) terbagi menjadi laki-laki dan perempuan dengan kepadatan 244 jiwa per hektar. Pertambahan penduduk di Kecamatan Cidahu disebabkan oleh kelahiran dan perpindahan penduduk dari luar daerah ke desadesa di Kecamatan Cidahu. Jumlah kelahiran pada tahun 2010 di Kecamatan Cidahu tercatat sebesar 497 jiwa, sedangkan migrasi masuk ke Kecamatan Cidahu pada tahun 2011 sebanyak 307 orang. Dari jiwa penduduk tersebut sebanyak kk merupakan keluarga yang tergolong kurang mampu. Penduduk Kecamatan Cidahu pada tahun 2003 sebagian besar masih menggantungkan kehidupannya pada pertanian yaitu sebanyak rumah tangga pertanian. Pada tahun 2013 jenis pekerjaan (mata pencaharian) di Kecamatan Cidahu sangat beragam dengan masuknya industri ke desa-desa di Kecamatan Cidahu. Berdasarkan sensus pertanian tahun 2013, rumah tangga yang masih menggantungkan hidupnya pada bidang pertanian di Kecamatan Cidahu sebanyak rumah tangga, berarti berdasarkan sensus pertanian tahun 2013 terjadi penurunan sebesar % jumlah rumah tangga petani di Kecamatan Cidahu (Sensus Pertanian 2013). Untuk keperluan pengairan petani memanfaatkan 13 sungai dan 23 mata air yang terdapat di kecamatan Cidahu. Sedangkan untuk keperluan sehari-hari (untuk masak, minum, dan mencuci pakaian), masyarakat memanfaatkan air ledeng (PDAM), sumur pompa, dan mata air. Tabel 14. Jumlah rumah tangga pemanfaat sumber air di Kecamatan Cidahu (2010) No Sumber Air Jumlah (RT) % Pemanfaat 1 Ledeng/PAM Sumur Pompa Mata air Jumlah Sumber : Cidahu dalam Angka (2011) Seperti halnya di Kecamatan Cicurug, desa-desa di Kecamatan Cidahu mulai dimasuki banyak industri. Terdapat 39 perusahaan yang beroperasi di Kecamatan Cidahu, 2 perusahaan industri sandang (garmen) mempekerjakan tenaga kerja dan 7 perusahaan industri pangan mempekerjakan orang tenaga kerja, serta 30 perusahaan lainnya adalah perusahaan industri rumah tangga. Tiga belas di antara perusahaan ini adalah perusahaan yang memanfaatkan sumber daya air yang tersebar di Kecamatan Cidahu, baik yang digunakan untuk penunjang proses produksi maupun untuk digunakan sebagai bahan baku utama produksi. Perusahaan-perusahaan ini memanfaatkan air yang berasal dari mata air dan air bawah tanah dengan menggunakan sumur bor dan berlokasi di beberapa desa di Kecamatan Cidahu. 35

54 36 Tabel 15. Perusahaan-perusahaan yang memanfaatkan sumber daya air di Kecamatan Cidahu (2012) No Nama Desa Nama Perusahaan 1 PT. AHEB Babakan Pari 2 PT. AGM Babakan Pari 3 PT. TI/TBP Babakan Pari 4 PT. TBT Babakan Pari 5 PT. GSS Babakan Pari 6 PT. ATM Babakan Pari 7 PT. BSP Pondokaso Tengah 8 PT. STS/PT. IS Pondokaso Tengah 9 PT. CJT Jayabakti 10 PT. AMU Pasirdoton 11 PT. CDB Pondok Kaso Tongoh 12 PT. DNM Pondok Kaso Tongoh 13 BIP Tangkil Sumber : DPESDM kabupaten Sukabumi (2012) Tabel di atas menunjukkan sebaran pemanfaatan sumber daya air oleh perusahaan. Diantara 8 (delapan) desa yang ada di kecamatan Cidahu, perusahaan air berlokasi di 6 (enam) desa dan sebagian besar dari perusahaan-perusahaan itu berlokasi di desa Babakan Pari yaitu sebanyak 6 (enam) perusahaan. Desa Babakan Pari Kondisi Topografi Desa Babakan Pari terletak di Kecamatan Cidahu dengan luas wilayah ha, merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian mdpl dari permukaan laut, suhu udara berkisar antara 23 0 C 27 0 C, jenis tanah bertekstur pasir dengan warna hitam. Desa Babakan Pari berbatasan di sebelah utara dengan Desa Caringin, sebelah timur dengan Desa Mekar Sari, sebelah selatan dengan Desa Pondok Kaso Tengah dan sebelah barat dengan Desa Tangkil. Desa ini dikelilingi oleh tiga sungai yaitu Sungai Citugu, Cibaregbeg dan Cicatih. Desa Babakan Pari memiliki 2 dua iklim yaitu musim penghujan dan musim kemarau, angin bertiup dari arah utara ke arah selatan dengan kecepatan 15 km perjam dan curah hujan rata-rata 26,4 mm/tahun. Secara administratif Desa Babakan Pari dibagi menjadi 6 Rukun Warga (RW) dan 23 Rukun Tetangga (RT) dan 3 dusun (dusun I, II, III) meliputi 13 kampung yaitu (1) Kampung Pasir Dalem, (2) Kampung Pojok, (3) Kampung Kubang Jaya, (4) Kampung Darmaga, (5) Kampung Pasir, (6) Kampung Sawah, (7) Kampung Duku, (8) Kampung Babakan Pari Bawah, (9) Kampung Babakan Pari Tongoh, (10) Kampung Babakan Pari Atas, (11) Kampung Kuta dan (12) Tangkil Warung serta Kampung Kebun Cau. Desa Babakan Pari dapat ditempuh dari cicurug dengan menggunakan Ojek atau menggunakan mikrolet yang melayani rute Cicurug-Cidahu. Dari pusat kecamatan Cidahu sendiri, Desa Babakan pari berjarak sekitar 4 km. Untuk masuk lebih jauh ke kampung-kampung di Desa Babakan Pari, ada banyak ojek

55 tersedia di setiap persimpangan, bahkan banyak pula yang berkeliaran di jalanjalan desa. Pemandangan utama yang disajikan di pintu gerbang masuk desa adalah sebuah desa yang sangat padat, dengan bangunan-bangunan baru yang berjejer di sepanjang jalan desa. Ada Alfa mart, Indomart, dan bangunan bangunan yang bertuliskan menerima kos puteri. Warung-warung yang menyediakan makanan berjejer di sepanjang jalan, berbaur dengan gerobak-gerobak para pedagang bakso dan pedagang keliling lainnya. Sekilas seperti sebuah pasar desa, tapi bukan, warung-warung ini adalah respon warga Babakan Pari dan masyarakat lain yang datang dari tempat yang jauh untuk turut serta berebut sedikit kue rezeki di Desa Babakan Pari. Kantor desa terletak di gerbang utama Desa Babakan Pari tepatnya di Kampung Pasir Dalem, berada di antara swalayan-swalayan dan pabrik- pabrik. Tak jauh dari kantor desa terdapat sebuah pabrik garmen milik pengusaha Korea Gunung Salak (GS). Perusahaan ini mempekerjakan lebih dari 1000 orang tenaga kerja yang berasal dari desa Babakan Pari dan dari desa-desa sekitar Babakan pari, serta dari kabupaten lain bahkan dari propinsi lain di Indonesia. Mayoritas pekerja adalah perempuan perempuan muda yang berusia antara 18 tahun sampai 40 tahun. Arah selatan kantor desa berdiri sebuah pabrik perusahaan air minum dalam kemasan milik pengusaha asal Thailand yang menjual air kemasan dengan label Krating Deng. Perusahaan ini hanya menempatkan pabriknya di Desa Babakan Pari, sedangkan air untuk bahan baku diambil dari sumber air ciburial yang masuk ke dalam wilayah Desa Pondokaso. Di wilayah desa yang berbatasan dengan desa Mekar Sari, berdiri perusahaan air minum TBI yang masih satu group dengan PT. AGM. Perusahaan ini terletak di Kampung Pojok, hanya berjarak kurang lebih satu kilometer dari PT. AW. Masuk lebih jauh ke kampung pasir, berdiri PT. TBA perusahaan air minum dalam kemasan dengan merek dagang A. Kondisi Demografi Berdasarkan data profil Desa Babakan Pari tahun 2011, jumlah Penduduk Desa Babakan Pari tercatat sebanyak jiwa, terdiri dari laki-laki, dan perempuan. Mengacu kepada komposisi penduduk berdasarkan umur, angka kelahiran di Desa Babakan Pari cukup tinggi seperti yang disajikan pada tabel di bawah ini: 37

56 38 Tabel 16. Jumlah Penduduk Babakan Pari menurut Umur, 2010 No Kelompok Umur (tahun) Jumlah (jiwa) % > 55 tahun Jumlah Sumber : RPJM Babakan Pari (2011) Masyarakat Babakan Pari bermukim di areal yang sangat padat, rumahrumah dibangun berdempetan satu sama lain, jalan-jalan kecil terbuat dari semen coran yang hanya bisa dilewati motor, dan dimanfaatkan warga untuk akses keluar masuk dari perkampungan. Jalan-jalan itu dulunya adalah bekas saluran-saluran air yang mengalir ke kolam-kolam milik warga. Kepadatan penduduk desa disebabkan oleh pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Disamping itu kepadatan penduduk di tiap-tiap kampung, terutama kampung-kampung yang terdekat dengan lokasi perusahaan lebih disebabkan karena banyaknya pendatang yang bekerja di pabrik garmen dan tinggal di desa Babakan Pari. Masyarakat memanfaatkan migran yang datang ke desa mereka dengan membangun rumah-rumah kontrakan dan kos-kosan. Rumah-rumah kontrakan ini sangat sederhana, terdiri dari satu ruang tamu, satu kamar, satu kamar mandi dan dapur. Rumah rumah ini dapat ditemukan di lokasi-lokasi yang dekat dengan pabrik GS, Aqua dan Alto. Namun belakangan rumah-rumah kontrakan ini tidak saja dihuni oleh pekerja dari luar desa, sebagian besar pasangan muda yang berasal dari Desa Babakan Pari sudah mulai menggunakan dan memanfaatkan rumah kontrakan di desa mereka karena tidak memiliki tanah untuk membangun rumah sendiri. Sebagian besar penduduk Babakan pari yaitu sebesar 523 jiwa menggantungkan kehidupan mereka pada sektor pertanian dengan luas lahan sawah ha yang terdiri dari sawah irigasi sederhana seluas ha dan sawah tadah hujan atau tegalan dengan luas ha. Proporsi mata pencaharian kedua terbesar adalah sebagai karyawan swasta dengan jumlah 345 orang, selanjutnya adalah buruh tani sejumlah 298 orang. Sejak keberadaan pabrikpabrik di desa Babakan Pari, sebagian kecil dari masyarakat beralih bekerja sebagai karyawan perusahaan swasta. Keberadaan perusahaan-perusahaan turut memunculkan jenis lapangan usaha baru yaitu jasa angkutan ojek yang menjamur di desa. Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian disajikan secara lengkap pada tabel di bawah ini:

57 39 Tabel 17. Jumlah penduduk Babakan Pari berdasarkan mata pencaharian (2010) No Jenis Mata Pencaharian Jumlah Jiwa (%) 1 Petani Jasa a. Buruh Tani 298 b. Pembantu Rumah Tangga 24 c. Sopir, dll 27 d. Buruh migran 59 3 Karyawan a. PNS 33 b. Swasta 388 c. TNI 1 4 Pengrajin Pedagang keliling Pertukangan Pemulung Pensiunan Seniman Wiraswasta Jumlah Sumber : RPJM Babakan Pari (2011) Luas wilayah Babakan Pari terbagi menjadi lahan sawah seluas ha, tanah kering seluas ha, bangunan/pekarangan seluas ha dan lainnya seluas 2.90 ha. Pengairan sawah di Desa Babakan Pari masih menggunakan irigasi sederhana seluas ha, lainnya seluas ha masih mengandalkan air hujan untuk pengairan. Di samping pertanian, masyarakat Babakan Pari memelihara ikan di kolam-kolam kecil di samping rumah mereka, kolam ini juga berfungsi untuk tempat mandi, mencuci dan mencuci piring. Untuk mengisi air kolam tersebut masyarakat menggunakan air sawah yang mengalir dari mata air Citaman di Desa Tangkil. Kebutuhan air untuk keperluan sehari hari diperoleh dari beberapa sumber seperti ledeng (PAM), Sumur Pompa dan Mata Air. Tabel 18. Rumah tangga pemakai sumber air untuk keperluan sehari-hari, tahun 2010 No Jenis Sumber Air Jumlah Pemakai (RT) % Pemanfaat 1 Ledeng (PAM) 76 4,27 2 Sumur Pompa ,41 3 Mata Air ,33 Jumlah ,00 Sumber : Cidahu dalam angka (2011)

58 40 Berdasarkan data Cidahu dalam angka (2011) terdapat 2 industri sandang di Desa Babakan Pari dengan jumlah tenaga kerja 1600 orang, dan 3 industri pangan dengan jumlah tenaga kerja 728 orang. Perusahaan-perusahaan tersebut adalah perusahaan air minum dalam kemasan PT. TBI, PT. KD, PT. TB, PT. AW dan perusahaan garmen PT. GS. Potensi Sumber daya Air Cekungan Sukabumi Kecamatan Cidahu dan Cicurug terletak di cekungan Sukabumi, sehingga kedua kecamatan ini sangat kaya akan sumber daya air. Kelimpahan air di kedua kecamatan ini sejak dua puluh tahun terakhir tidak hanya dimanfaatkan oleh masyarakat di kedua kecamatan tapi telah mengundang pihak luar untuk ikut serta terlibat mengambil manfaat dari sumber daya air tersebut. Berdasarkan data dari DPESDM Kabupaten Sukabumi (2012) terdapat 105 perusahaan yang memanfaatkan sumber daya air di Kabupaten Sukabumi dan 36 diantara perusahaan tersebut melakukan kegiatan usaha di Kecamatan Cidahu dan Cicurug. Perusahaan-perusahaan ini menggunakan sumber daya air sebagai bahan baku utama produksi (perusahaan air minum dalam kemasan) dan sebagai bahan pendukung (industri garmen, dan lain-lain). Air sebagai bahan baku utama diolah menjadi air kemasan yang dijual tidak hanya di wilayah Kabupaten Sukabumi tapi juga ke berbagai wilayah di Indonesia bahkan mancanegara. Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 26 Tahun 2011 tentang Cekungan Air Tanah, luas cekungan air tanah Sukabumi adalah 868 km 2 membentang di wilayah kabupaten Sukabumi dan kota Sukabumi dan digolongkan sebagai Cekungan Air Tanah dengan klasifikasi a yaitu cekungan air tanah lintas kabupaten dan kota. Cekungan air tanah ini terletak pada bujur dan dengan potensi air tanah bebas (Q1) sebesar 759 juta m3/tahun dan potensi air tanah dalam (Q2) sebesar 34 juta m3/tahun. Secara administratif cekungan air tanah Sukabumi terletak di beberapa kecamatan di Sukabumi bagian utara yaitu kecamatan Cicurug, Cidahu, Parung Kuda, Nagrak, Cibadak, Cikembar, Sukabumi dan Sukalarang. Namun yang banyak dimanfaatkan dan dipergunakan untuk kepentingan industri berada di wilayah Kecamatan Cidahu dan Kecamatan Cicurug.

59 41 Gambar 3. Peta potensi air tanah Kabupaten Sukabumi (jabarprov.go.id) Potensi sumber daya air yang sangat besar ini terlihat dari banyaknya jumlah sumber air yang ditemukan di kedua kecamatan terutama di ketiga desa yang menjadi lokasi penelitian. Umumnya desa-desa ini dilalui oleh sungai-sungai dan memiliki mata air yang tersebar di banyak tempat. Di Cicurug misalnya terdapat 27 sungai, dan 47 mata air (Cicurug dalam Angka 2010). Begitu juga dengan di Kecamatan Cidahu terdapat 13 sungai dan 23 mata air. Lokasi kecamatan atau tepatnya lokasi ketiga desa penelitian yang tepat berada di atas Cekungan Sukabumi merupakan salah satu penyebab berlimpahnya ketersediaan air di ketiga desa. Sejarah ketiga desa tidak bisa dilepaskan dari kehidupan pertanian yang ditopang oleh berlimpahnya ketersediaan air. Air untuk pengairan berasal dari mata air-mata air yang mengalir melalui susukan atau kali kecil dan air nyusu atau aliran air yang muncul ke permukaan tanah yang bermunculan di sawah-sawah masyarakat. Di desa yang menjadi lokasi penelitian terdapat beberapa mata air yaitu di Desa Caringin terdapat 8 mata air yang berada di beberapa kampung seperti kampung papisangan tongoh dan kampung cisaat (Profil desa Caringin, 2006). Sedangkan di desa Babakan Pari terdapat beberapa sumber mata air di antaranya:

60 42 Tabel 19. Mata air di Desa Babakan Pari NO Nama Mata Air Lokasi 1 Citugu Kampung Dukuh 2 Cikubang Hulu Kubang Jaya 3 Cikubang Hilir Kubang Jaya 4 Cai gede Babakan Pari Tongoh 5 Cisalada Kuta 6 Cai lebak Kampung sawah 7 Kebon Kawung Kampung Papisangan 8 Ciburial Kampung Pasir Dalam 9 Pisangan Kampung Pojok Sumber : data lapangan (2013) Penelitian untuk mengukur berapa potensi sumber daya air setiap mata air belum banyak dilakukan sehingga data-data untuk melihat potensi masing-masing mata air belum tersedia kecuali untuk mata air Cikubang Hulu dan Hilir yang dilakukan oleh Ardyati, Dari penelitian ini diketahui potensi sumberdaya air Cikubang sebesar 147 l/s yang terdiri dari dua sumber mata air yaitu Cikubang Hilir : 27 l/s dan Cikubang 120 l/s.

61 43 5 KEBIJAKAN, AKSES DAN PERUBAHAN PENGUASAAN SUMBER DAYA AIR Kebijakan Sumber Daya air Penguasaan dan penggunaan sumber daya air dalam Undang-Undang Dasar 1945 secara explisit disebutkan pada pasal 33 ayat 2 dan 3 bahwa Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hidup orang banyak dikuasai oleh negara, Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Negara dalam pasal 33 tersebut mempunyai hak menguasai bumi, air (sumber daya alam) dan kekayaan alam lain yang terkandung dalam seluruh wilayah negara Republik Indonesia, tapi kepemilikan terhadap sumberdaya alam adalah milik kolektif oleh seluruh rakyat Indonesia. Rakyat secara kolektif memberikan mandat kepada negara untuk mengadakan kebijakan (beleid) dan tindakan pengurusan (bestuursdaad), pengaturan (regelendaad), pengelolaan (beheersdaad), dan pengawasan (toezichthousedensdaad) untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Fungsi pengurusan (bestuursdaad) oleh negara dilakukan oleh pemerintah dengan kewenangannya untuk mengeluarkan dan mencabut fasilitas perijinan (vergunning), lisensi (licentie), dan konsesi (consessie) (Hakim 2011). Sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut, negara memiliki hak menguasai sumber daya alam yang ada di seluruh wilayah Indonesia dan bertindak sebagai penyelenggara dalam memaksimalkan pemanfaatan sumber daya alam untuk menjamin dan memastikan terwujudnya kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Masa Orde Lama Setelah kemerdekaan, Undang-undang yang mengatur tentang sumber daya alam yang pertama adalah Undang-Undang Pokok Agraria/Undang-Undang No. 5 tahun Dalam Undang-Undang ini dinyatakan bahwa sumber daya alam (seluruh bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan yang terkandung di dalamnya) yang berada dalam wilayah Republik Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara yang digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur. Undang-Undang ini menegaskan tentang hubungan yang diperbolehkan dengan bumi, air dan ruang angkasa, dan hanya warga negara Indonesia yang dapat memiliki hubungan abadi dengan bumi, air dan ruang angkasa tersebut. Dalam Undang-Undang Pokok Agraria disebutkan tentang hak-hak atas tanah, air dan ruang angkasa (Bab II bagian I tentang ketentuan ketentuan umum, pasal 16 ayat 1 dan 2). Bagian ini mengatur hak atas tanah yaitu berupa hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak sewa dll. Hak atas air diatur dalam pasal 16 ayat 2 berbarengan dengan ruang angkasa. Hak-hak atas air berupa hak guna air, hak pemeliharaan dan penangkapan ikan. Sedangkan yang dimaksud dengan hak guna air yaitu hak memperoleh air untuk keperluan tertentu dan/atau mengalirkan

62 44 air itu di atas tanah orang lain (pasal 47 ayat 1), sedangkan hak guna air serta pemeliharaan dan penangkapan ikan diatur dengan peraturan pemerintah (pasal 47 ayat 2). Kebijakan yang diambil oleh negara pada masa Orde Lama ini terlihat jelas lebih mengutamakan dan melindungi kepentingan rakyat dibandingkan dengan kepentingan perusahaan atau pihak lain. Sumber daya alam dan sumber daya air yang dimiliki digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Namun sayangnya Undang-Undang Pokok Agraria ini tidak benar-benar diberlakukan hingga saat ini. Masa Orde Baru Perubahan konstalasi politik dari Orde Lama ke Orde Baru yang berimplikasi pada perubahan idiologi pembangunan yang dianut oleh rezim yang bersangkutan. Pembangunan dengan paradigma modernisasi yang dilakukan pada masa orde baru merupakan proses sistemik yang melibatkan perubahan pada hampir segala aspek tingkah laku sosial, termasuk didalamnya industrialisasi, urbanisasi, diferensiasi, sekularisasi, sentralisasi dan sebagainya (Suwarsono, 1994). Pembangunan yang dijalankan sangat menguntungkan pertumbuhan dan expansi modal serta proses akumulasi kapital bagi perekonomian barat serta global (Darmawan, 2010) yang dijalankan dengan membuka ruang investasi sebesar-besarnya kepada investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk mendukung proses ini pemerintah kemudian menetapkan sejumlah Undang-Undang (regulasi). Khusus untuk sumber daya air pada masa pemerintahan orde baru ditetapkan undang-undang tentang pengairan yaitu undang-undang nomor 11 tahun Sebelum ditetapkannya undang-undang ini penanaman modal di sektor pengairan dan sumber daya air berangkat dari Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri Nomor 6 tahun 1968 serta Undang-Undang No 12 tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang- Undang No.6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Undang-Undang Pengairan Nomor 11 tahun 1974 menjelaskan bahwa air beserta sumber-sumbernya, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, mempunyai fungsi sosial digunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pada bab VI, pasal 11 disinggung tentang pengusahaan air dan atau sumbersumber air yang ditujukan untuk meningkatkan kemanfaatannya bagi kesejahteraan rakyat, pada dasarnya dilakukan oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah. Badan Hukum, Badan Sosial dan atau perorangan yang melakukan pengusahaan air dan atau sumber sumber air, harus memperoleh izin dari pemerintah, dengan berpedoman kepada azas usaha bersama dan kekeluargaan. Untuk mengimplementasikan Undang-Undang No. 11 tahun 1974 ini pemerintah kemudian menetapkan Peraturan Pemerintah No. 22 tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air. PP No. 22 tahun 1982 yang mengatur pengurusan sumber air bawah tanah sebagai sumber mineral yang wilayah pengelolaannya berada dalam wewenang Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang pertambangan. PP ini menekankan penyediaan air untuk keperluan air minum sebagai prioritas utama, dan menegaskan tentang penggunaan sumber air untuk kepentingan industri, pertambangan, lalu lintas air, pengapungan, rekreasi,

63 kesehatan dan keperluan lain sesuai dengan perkembangan harus mendapatkan izin dari pemerintah. PP No.22 Tahun 1982 ini juga menyebutkan bahwa badan hukum, kelompok masyarakat dan perorangan memiliki hak akses, hak pemanfaatan dan hak pengelolaan yang disertai dengan kewajiban untuk melakukan perlindungan terhadap sumber daya air agar sumber daya air tetap terjaga dari sisi kualitas dan kuantitas. Pada masa Orde Baru, sumber daya air seperti mata air mulai dikelola untuk kepentingan komersial, dibawah payung Undang-Undang Penanaman Modal yang telah disebutkan diatas. Izin pengusahaan air untuk dikelola oleh Badan hukum, perorangan mulai dikeluarkan dan secara tidak langsung dengan memberikan izin pengusahaan kepada pihak lain pemerintah telah mengurangi hak masyarakat disekitar sumber air untuk memanfaatkan air dari sumber yang sama. Pada masa ini untuk menarik para inevstor pemerintah juga memberikan insentif-insentif dan kemudahan-kemudahan bagi inevestor dalam menjalankan investasinya di tanah air. Masa Orde Reformasi Pengelolaan sumber daya air pada masa Orde Reformasi diatur melalui Undang-Undang No. 7 tahun 2004 tentang sumber daya air. Undang-Undang Sumber Daya Air ini ditetapkan setelah penandatanganan deklarasi The Hague di negara Belanda. Undang-Undang Sumber Daya Air memberikan legitimasi yang sangat kuat terhadap pengusahaan sumber daya air yang telah dilakukan sebelumnya. Dalam Undang-Undang ini mulai dinyatakan bahwa air tidak saja memiliki fungsi sosial, dan lingkungan hidup tapi juga memiliki fungsi ekonomi yang bisa diusahakan. Hal ini diperkuat dengan adanya pasal yang mengatur tentang hak guna air. Hak guna air adalah hak untuk memperoleh air dan memakai atau mengusahakan air untuk berbagai keperluan. Hak guna air berdasarkan undang-undang sumber daya air ini dibagi menjadi dua yaitu (1) hak guna pakai air adalah hak untuk memperoleh dan memakai air tanpa izin untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari bagi perseorangan dan bagi pertanian rakyat yang berada dalam sistem irigasi, (2) hak guna usaha air adalah hak untuk memperoleh dan mengusahakan air yang diberikan kepada perseorangan atau badan usaha dengan izin dari pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. Perizinan yang diberikan oleh pemerintah atau pemerintah daerah secara mendasar merubah penguasaan sumber daya air dari barang publik (public good) yang bisa diakses secara bebas menjadi barang milik pribadi (privat good) yang diusahakan untuk tujuan komersial dan bisa dipindahkan ke daerah lain (transfarable). Beralihnya penguasaan air kepada badan usaha/pribadi untuk tujuan usaha secara otomatis menutup akses masyarakat terhadap sumber daya air tersebut dan memperbesar peran swasta untuk menguasai dan mengusahakan sumber-sumber air yang terdapat di pedesaan. Sumber air yang dimaksud dalam undang-undang ini yang boleh diusahakan adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat (pasal 1 ayat 2). Untuk melaksanakan undang-undang ini pemerintah kemudian menetapkan beberapa peraturan pemerintah yaitu : 45

64 46 1. Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sumber Daya Air 2. Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 2008 tentang Air Tanah 3. Perpres Republik Indonesia No. 12 Tahun 2008 Tentang Dewan Sumber Daya Air 4. Perpres No. 33 Tahun 2011 tentang Kebijakan Nasional Pengelolaan Sumber Daya Air 5. Keputusan Presiden No.26 Tahun 2011 tentang Cekungan Air Tanah 6. Peraturan Menteri ESDM No. 15 Tahun 2012 tentang Penghematan Penggunaan Air Tanah 7. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 88 tahun 2012 tentang Kebijakan Pengelolaan Sistem Informasi Hidrologi, Hidrometeorologi dan Hidrogeologi Pada Tingkat Nasional 8. Keputusan Presiden No. 26 Tahun 2011 tentang Penetapan Cekungan Air Tanah 9. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 3261/K/40/MFM/2011 tentang Pelimpahan Wewenang Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Kepada Kepala Badan Geologi Dalam Pemberian Rekomendasi Teknis Untuk Penerbitan Izin Pemakaian Air Tanah dan Izin Pengusahaan Air Tanah Pada Cekungan Air Tanah Lintas Provinsi dan Cekungan Air Tanah Lintas Negara. Undang-undang ini memungkinkan penguasaan sumber daya air oleh swasta baik itu swasta lokal, nasional maupun internasional yang diberikan oleh pemerintah. Di sisi lain undang- undang ini menggeser peran pemerintah yang sebelumnya sebagai penyedia (provider) air bersih untuk masyarakat menjadi pemberdaya (enabler) yakni sebagai pihak yang berwenang menyelenggarakan upaya agar dalam proses pembangunan, semua stakeholder yakni masyarakat dan dunia usaha bisa berperan seluas-luasnya secara seimbang (Pudjaka 2000). Pemberian peran yang seluas-luasnya kepada pihak masyarakat dan swasta dalam prakteknya tentu saja tidak akan bisa berimbang. Memberikan kesempatan kepada masyarakat dan swasta untuk berkompetisi dalam satu ruang jelas akan menempatkan masyarakat dalam pihak yang kalah. Dengan demikian maka jaminan pelayanan hak dasar bagi rakyat banyak, akan ditentukan oleh swasta melalui mekanisme pasar mengalir kepada yang mampu secara ekonomi (Yakub, Siregar 2004) Undang-Undang ini secara substansial bertentangan dengan undangundang secara substansi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 2 dan 3 yang berbunyi : UUD 1945 ayat 2 : Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. UUD 1945 ayat 3 : Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Mengacu kepada Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 2 dan 3 diatas, maka air sebagai salah satu sumber kehidupan yang sangat penting bagi rakyat sejatinya tetap harus berada dalam kekuasaan negara tanpa harus diserahkan

65 penguasaannya kepada swasta atau pihak lain melalui pemberian izin pengusahaan sumber daya air yang akan meningkatkan akumulasi modal dan kekayaan pihak swasta sebagai pemegang hak usaha/kelola. 47 Izin Pengusahaan Air Tanah Sumber daya air tanah yang diperbolehkan diusahakan adalah air tanah yang berada dalam wilayah cekungan air tanah sebagaimana yang ditetapkan dalam keputusan presiden No 26 tahun Hak guna usaha air tanah diberikan kepada badan usaha swasta maupun pemerintah yang dimaksudkan sebagai usaha untuk pendayagunaan air tanah. Pengusahaan air tanah diperbolehkan untuk kepentingan memenuhi kebutuhan bahan baku produksi, pemanfaatan potensi, media usaha atau bahan pembantu proses produksi (pasal 57 ayat 1 PP No. 43 Tahun 2008). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan PP no. 38 tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah, pemerintah daerah propinsi, kabupaten/kota izin pengusahaan air tanah diberikan oleh pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota mengacu kepada peraturan pemerintah (Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 2008) dan peraturan menteri. Sedangkan izin dalam peraturan ini dibagi menjadi dua yaitu izin pemakaian air tanah dan izin pengusahaan air tanah. Izin pemakaian air tanah adalah izin untuk memperoleh hak guna pakai air dari pemanfaatan air tanah, izin pengusahaan air tanah adalah izin untuk memperoleh hak guna usaha air dari pemanfaatan air tanah. Izin pengusahaan air tanah diberikan oleh Bupati/Walikota dengan memperhatikan berbagai kriteria seperti : 1. Rencana pengelolaan air tanah; 2. Kelayakan teknis dan ekonomi; 3. Fungsi sosial air tanah; 4. Kelestarian kondisi dan lingkungan air tanah; dan 5. Ketentuan lainnya. Peraturan Pemerintah ini memuat juga tentang tata cara memperoleh izin pengusahaan air tanah. Izin pengusahaan air tanah harus mendapat rekomendasi dari pejabat yang berwenang sesuai dengan kriteria cekungan air tanah yang akan dieksplorasi. Cekungan air tanah Sukabumi termasuk ke dalam cekungan air tanah dengan kriteria kedua atau b, yaitu cekungan air tanah yang melintasi kabupaten/kota sehingga rekomendasi teknis dikeluarkan oleh gubernur Jawa Barat. Izin pengusahaan air tanah diberikan selama 3 tahun dan dapat diperpanjang kembali, tapi tidak dijelaskan sampai berapa lama perpanjangan izin dapat dilakukan. Namun perpanjangan izin ini bisa dilaksanakan dengan memperhatikan beberapa hal yaitu ketersediaan air tanah dan kondisi serta lingkungan air tanah. Peraturan ini juga memuat hak dan kewajiban pemegang izin pengusahaan air tanah seperti kewajiban untuk memberikan air paling sedikit 10 % (sepuluh persen) dari batasan debit pemakaian atau pengusahaan air tanah yang ditetapkan dalam izin bagi pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari

66 48 masyarakat setempat. Pada level Propinsi, peraturan pengelolaan sumber daya air khususnya air tanah diatur melalui Perda propinsi. Peraturan daerah propinsi Jawa Barat yang mengatur secara khusus tentang sumber daya air adalah Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Air Tanah. yang diperbarui kembali dengan Peraturan Daerah No. 8 Tahun Sedangkan di Kabupaten Sukabumi sendiri, tempat penelitian dilaksanakan, Undang-Undang No. 7 tahun 2004 dan peraturanperaturan lain yang terkait tentang pengusahaan dan pengelolaan air tanah diterjemahkan ke dalam Perda Kabupaten Sukabumi Nomor 14 tahun 2007 tentang Pengelolaan Air Tanah. Pada tahun 2010 pemerintah kabupaten Sukabumi kembali menetapkan perda tentang Air Tanah yaitu Perda No 14 tahun Perda ini menjabarkan tentang pemberian izin pengusahaan dan pengelolaan air tanah di Sukabumi. Izin pengusahaan air tanah di berikan oleh Bupati kepada pemohon. Jenis izin yang diberikan oleh Bupati terdiri dari : a. Izin usaha perusahaan pengeboran air tanah b. Izin Juru Bor c. Izin Explorasi air tanah d. Izin Pengeboran air tanah e. Izin Pengambilan air tanah. Izin pengeboran diberikan untuk setiap titik pengeboran yang akan dilakukan oleh perusahaan. Izin pengusahaan air, pengeboran, eksplorasi hanya berlaku untuk jangka waktu yang telah ditetapkan. Mekanisme untuk mendapatkan izin pengusahaan air di Kabupaten Sukabumi adalah dimulai dengan pengajuan kepada dinas tata ruang, pemukiman dan kebersihan kabupaten Sukabumi dengan surat surat kelengkapan yang dibutuhkan seperti profil perusahaan, proposal, kelengkapan gambar/ konstruksi pabrik, amdal, amdal lalu lintas (dari dinas perhubungan), dan lain sebagainya. Sebelum mengajukan permohonan izin pengusahaan air kepada Bupati/Walikota, badan usaha yang akan mengusahakan air, harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari masyarakat sekitar yang disebut sebagai izin lingkungan. Izin yang diberikan oleh Bupati kepada pengusaha baik perorangan maupun badan usaha hanya izin untuk mengambil air tanah, sementara izin perusahaanperusahaan yang mengambil air dari sumber mata air izinnya dikeluarkan oleh pemerintah daerah propinsi Jawa Barat. Pemberian izin pengusahaan air tanah oleh pemerintah propinsi, kabupaten/kota sesuai dengan kriteria cekungan yang telah disebutkan diatas, memberi peluang kepada pemerintah Propinsi, Kabupaten dan Kota untuk membuka peluang investasi kepada swasta dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah Kabupaten Sukabumi menggulirkan kebijakan untuk meningkatkan investasi padat modal dan padat karya guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan masyarakat (Fitra 2011). Sehingga pada tahun 2013 terdapat 105 perusahaan yang diizinkan untuk memanfaatkan sumber air tanah yang berada dalam cekungan Sukabumi, terdiri dari industri air minum dalam kemasan sebanyak 14 perusahaan, industri makanan dan minuman yang bahan baku utamanya air sebanyak 6 perusahaan, peternakan, dan lain sebagainya (DPESDM 2013).

67 Berdasarkan izin yang diberikan oleh pemerintah Kabupaten Sukabumi, perusahaan-perusahaan memanfaatkan beberapa jenis sumber air tanah untuk di eksploitasi yaitu (1) mata air, (2) sumur bor dan (3) sumur pantek. Pengambilan sumber air tanah yang dilakukan cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seperti yang terlihat pada tabel dibawah ini: Tabel 20. Pertumbuhan Pemanfaatan Sumber Air Tanah Berdasarkan Jenis Sumber Air Tanah Tahun No Jenis Sumber Air Mata air Sumur Bor Sumur Pantek Total Sumber : DPESDM Kabupaten Sukabumi 2013 Pemberian izin pengusahaan air kepada perusahaan swasta di Kabupaten Sukabumi yang terus meningkat dari tahun ke tahun tentu saja akan berdampak pada ketersediaan air tanah di Cekungan Sukabumi yang memerlukan waktu lama untuk pemulihannya. Bertambahnya perusahaan air minum dalam kemasan, dan meningkatnya pertumbuhan sumur-sumur bor yang menyedot air dari dalam tanah akibat terjadinya peningkatan permintaan akan menimbulkan dampak dalam jangka panjang. Pengambilan air tanah yang berlebihan (over pumping) atau yang melebihi Safe Yield (batas aman) telah terbukti menimbulkan dampak negatif terhadap kondisi dan lingkungan air tanah seperti penurunan muka air tanah secara terus menerus hingga melebihi batas aman akan menyebabkan terjadinya penurunan cadangan air tanah dan dalam jangka panjang akan menyebabkan terjadinya kekeringan (Hendrayana 2013). Akses Perusahaan Terhadap Sumber daya Air Di perbatasan Desa Babakan Pari, Caringin terdapat sebuah wilayah yang disebut masyarakat dengan sebutan Kubang yang memiliki sejumlah mata air diantaranya sumber air Cikubang, dan Cipapisangan. Sebagian besar dari mata air-mata air yang berada di wilayah ini telah dikuasai oleh perusahaan AMDK. Penguasaan sumber daya air oleh perusahaan terjadi melalui proses jual beli antara pihak masyarakat pemilik tanah dengan pihak perusahaan yang difasilitasi oleh pemerintah desa dan biyong (perantara). Sebelum masuknya perusahaan mata air Cikubang dan Cipapisangan di akses secara bebas oleh masyarakat (open access) dan dikelola secara bersama. Perpindahan kepemilikan lahan di sekitar mata air Kubang dari masyarakat Babakan Pari kepada salah seorang Jenderal dari Jakarta mengakibatkan terjadinya perubahan pengelolaan sumber daya air Cikubang dari yang semula dikelola secara bersama oleh masyarakat (communal property regime) menjadi milik pribadi dalam hal ini adalah individual (privat property regime). Penguasaan sumber daya air Cikubang dan Cipapisangan oleh individual/bukan badan usaha masih membuka ruang bagi masyarakat sekitar untuk mengakses dan memanfaatkan sumber daya air tersebut. Perpindahan penguasaan dan 49

68 50 kepemilikan sumber air Cikubang dan Cipapisangan kepada pihak perusahaan (badan usaha) (privat property regime) terjadi melalui proses jual beli antara pihak perusahaan dengan dilakukan dengan membeli tanah-tanah yang di dalamnya terdapat mata air tersebut dari pemiliknya. Perpindahan kepemilikan tanah-tanah beserta mata airnya terjadi melalui jual beli formal antara masyarakat pemilik tanah dengan pihak perusahaan. Perpindahan hak kepemilikan menjadikan pihak perusahaan memiliki hak pengelolaan (management right) dan hak pelarangan (exclusion rights) sehingga sumber air Cikubang dipagari dengan tembok setinggi 3 meter, yang menyebabkan masyarakat tidak bisa lagi masuk dan mengakses sumber air tersebut. Lokasi sumber juga dijaga dengan ketat oleh satpam yang bertugas bergantian menjaga sumber-sumber air. Beda dengan Cikubang, masyarakat sekitar sumber air Cipapisangan masih diperbolehkan memasuki lokasi sumber air yang dijaga oleh dua orang satpam secara bergiliran, namun tidak lagi diperkenankan untuk memakai air yang keluar dari mata air tersebut. Mata air ditutup rapat, dan hanya air buangannya saja yang bisa digunakan oleh masyarakat. Akses yang dipunyai oleh perusahaan untuk mengelola dan mendapatkan keuntungan dari sumber daya air diberikan oleh negara dalam hal ini pemerintah melalui pemberian izin, atau pemberian hak untuk mengelola dan menguasai sumber daya air tersebut (Rights-based access) yang diberikan atas dasar Undang-Undang Sumber Daya Air, Peraturan pemerintah, dan turunannya serta peraturan daerah. Negara sebagai pemilik sumber daya air memberikan hak kepada swasta (privat) untuk menguasai, mengelola dan mengusahakan sumber daya air tersebut dengan memberikan izin pengusahaan sumber daya air. Izin pengusahaan sumber daya air diberikan dalam bentuk izin pengusahaan air tanah (SIPA/Surat Izin Pengusahaan Air). Perusahaan diberi izin untuk memanfaatkan sumber daya air yang berasal dari mata air dan air tanah dalam dengan cara melakukan pengeboran. Secara umum mata air-mata air yang sudah dikuasai oleh perusahaan tersebut dibagi ke dalam dua kelompok besar yaitu mata air Cikubang (1,2,3,4,hilir) yang secara administratif masuk ke dalam wilayah Desa Babakan Pari dan mata air Cipapisangan yang masuk ke dalam wilayah Desa Caringin. Berikut daftar perusahaan-perusahaan yang melakukan eksploitasi di wilayah Kubang. Tabel 21. Daftar Perusahaan yang mengeksploitasi sumber daya air di wilayah Kubang (2012) No Nama Perusahaan Sumber Air Lokasi Pabrik 1 PT. AGM Cikubang Mekar Sari 2 PT. TBI Cikubang Kp. Pojok, Babakan Pari 3 PT. TBT Cikubang Kp.Pasir Dalam, Babakan Pari 4 PT. GS Cikubang Kp.Pasir Dalam, Babakan Pari 5 PT. AW Ciburial Kp. Pojok, Babakan Pari 6 PT. EK Cipapisangan Kp.Papisangan Tongoh, Caringin Sumber: DPESDM Kab. Sukabumi (2012), data lapangan (2012)

69 Perusahaan-perusahaan ini dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu : 1. Perusahaan yang menggunakan air sebagai bahan pendukung proses produksi yaitu PT. GS, milik pengusaha Korea yang bergerak dalam industri Garmen. 2. Perusahaan yang menggunakan air sebagai bahan baku utama proses produksi yaitu perusahaan air minum dalam kemasan untuk selanjutnya disebut perusahaan AMDK yaitu: PT. AGM, PT. TBI, PT. TBT, PT. AW dan PT. EK. Perusahaan-perusahaan AMDK ini merupakan milik pengusaha nasional dan internasional. Sedangkan yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah melihat akses perusahaan yang mengelola sumber daya air sebagai bahan baku utama dalam proses produksi (kelompok kedua). Sumber daya air yang dieksploitasi oleh perusahaan-perusahaan ini berdekatan satu sama lain. Jarak antara sumber daya air yang dieksploitasi oleh PT. AGM/PT. TI dengan sumber daya air yang dieksploitasi oleh PT. TBT lebih kurang 100 meter. Jarak dari sumber daya air yang diekspolitasi oleh PT. TBT ke sumber daya air yang dieksploitasi oleh PT. AW berjarak 50 meter. Sedangkan jarak ke sumber daya air yang dieksploitasi oleh PT. EK adalah 100 meter. Perusahaan-perusahaan ini dalam melakukan kegiatan eksploitasi terhadap sumber daya air di kawasan Kubang melakukan pengeboran dengan memanfaatkan air tanah yang berasal dari akuifer tidak tertekan (Dinas Pertambangan Propinsi Jawa Barat, LPPM ITB 2003). Hanya PT. EK yang menggunakan mata air untuk kegiatan produksinya. Anehnya tidak terdapat data di DPESDM kabupaten Sukabumi tentang kegiatan yang dilakukan oleh PT. EK. 51 Proses Masuknya Perusahaan AMDK Mekanisme terbentuknya akses yang dimiliki oleh perusahaan tidak saja terbentuk melalui mekanisme akses berbasis hak (Rights-based access) tapi saling terkait dengan mekanisme struktural dan relasional. Akses berbasis hak yang dimiliki oleh perusahaan didukung oleh hubungan (relasi) yang dibangun oleh perusahaan dengan pihak pemerintahan lokal (desa) dan elit desa di ketiga desa yang menjadi lokasi penelitian. Proses mediasi dan fasilitasi yang diberikan oleh pihak pemerintahan desa pada waktu itu dengan harapan agar warga desa bisa diterima bekerja di perusahaan yang akan dibangun di desa mereka tersebut. Pihak pemerintahan desa membantu pihak perusahaan menemukan tanahtanah yang di dalamnya terdapat mata air. Masuknya perusahaan air minum dalam kemasan untuk ke Desa Babakan Pari, Mekar Sari dan Caringin, berawal pada tahun Dipelopori oleh PT. AGM yang ingin membeli mata air untuk mengembangkan perusahaan yang sudah ada sebelumnya. Pencarian sumber air dan lokasi untuk pembangunan pabrik difasilitasi oleh pemerintahan desa Babakan Pari dan kepala desa yang berperan sebagai perantara antara masyarakat pemilik tanah dengan perusahaan. Atas bantuan kepala desa, PT. AGM kemudian mengeksploitasi mata air Ciburial untuk kepentingan bisnisnya. Awal masuknya PT. AGM ke Babakan Pari diawali sebagai perusahaan maclon (penyedia air) untuk perusahaan lain yaitu PT. PMU. Peningkatan permintaan air minum dalam kemasan, membuat PT. AGM harus mencari dan mendapatkan sumber mata air baru, karena mata air Ciburial tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan tersebut. Tahun 1993, perusahaan AMDK

70 52 ini difasilitasi kembali oleh kepala desa, dan berhasil mendapatkan mata air Cikubang untuk dieksploitasi. Proses masuknya perusahaan AGM diawali dengan pertemuan antara pihak perusahaan dengan tokoh masyarakat dan pemilik tanah di wilayah Kubang. Musyawarah antara kedua pihak ini membahas keinginan perusahaan untuk mengeksploitasi sumber air Cikubang. Tokoh-tokoh masyarakat yang hadir dalam pertemuan tersebut menyetujui penjualan lahan sawah di Kubang beserta mata air yang terdapat di dalamnya kepada pihak perusahaan dengan syarat anak-anak mereka bisa bekerja di perusahaan yang akan dibangun tersebut nantinya. Ada kesepakatan lain yang sampai saat ini belum dipenuhi oleh perusahaan yaitu tentang pembayaran kontribusi ke desa sebesar Rp 1,- per satu liter air yang diambil oleh perusahaan. 4 Dalam musyawarah, masyarakat mengizinkan pengambilan air yang bersumber dari mata air Cikubang dan mengizinkan perusahaan membuat satu sumur pengeboran sedalam 100 meter lebih. Pada waktu itu izin pengeboran di berikan oleh desa bukan oleh Bupati. Keputusan rapat disampaikan kepada Bupati dan Bupati menyetujui untuk melakukan pengeboran satu sumur. Lokasi yang diperlukan oleh perusahaan digambar terlebih dahulu, setelah datanya lengkap, para pemilik tanah diundang untuk datang ke kantor desa. Proses jual beli terjadi setelah dilakukan pengukuran oleh BPN (Badan Pertanahan Nasional). Pembayaran tanah-tanah didasarkan hasil ukuran dari BPN. Setelah diketahui luasan areal lahan masing-masing pemilik, para pemilik tanah kemudian dipanggil ke notaris untuk melakukan proses jual beli dengan disaksikan oleh kepala desa Babakan Pari. Perusahaan membeli tanah-tanah di Kubang kepada 127 orang pemilik tanah termasuk satu orang pemilik tanah (H. Jenderal) dari Jakarta. Dari keseluruhan pemilik tanah, rata-rata hanya memiliki lahan seluas 2000 meter persegi sedangkan H. Jenderal memiliki tanah yang lebih luas, sekitar lebih kurang 2 hektar. Proses yang sama dilalui pula oleh perusahaan-perusahaan AMDK lainnya yaitu perusahaan menghubungi pihak pemerintahan desa terlebih dahulu. Pihak pemerintahan desa kemudian memfasilitasi perusahaan menemukan tanah dan mata air untuk dieksploitasi dan menghubungkan pihak perusahaan dengan pemilik tanah. Sebelum adanya pertemuan antara pemilik tanah dengan perusahaan, sudah ada kesepakatan harga antara oknum aparat desa dengan perusahaan dan dengan pemilik tanah, sehingga oknum aparat bisa memperoleh keuntungan dari penjualan tanah tersebut. Masyarakat pemilik tanah tergiur untuk menjual tanah dan sumber airnya kepada pihak perusahaan karena ditawari harga yang tinggi. Sebanyak 27,27 % responden yang diwawancarai mengaku menjual tanahnya kepada pihak perusahaan karena diiming-imingi harga tinggi. Dengan demikian akses perusahaan terhadap sumber daya air di Kabupaten Sukabumi pada awalnya terbentuk melalui mekanisme hubungan (relasi) antara pihak perusahaan dengan pihak pemerintahan desa (elit desa) yang dikukuhkan dengan kekuatan modal yang bekerja mempengaruhi akses tersebut. 4 Wawancara dengan mantan kepala desa Babakan Pari.

71 Eksploitasi Air oleh Perusahaan AMDK Kekuatan modal yang dimiliki oleh perusahaan, serta permintaan pasar air kemasan yang cenderung meningkat menyebabkan terjadinya peningkatan eksploitasi terhadap sumber daya air di Cikubang dan Cipapisangan. Hak untuk menguasai dan mengelola sumber air yang diberikan oleh negara kepada perusahaan memberikan status kepada perusahaan sebagai proprietor dalam mengelola sumber daya tersebut. Mengacu kepada teori hak kepemilikan (property rights) dari Ostrom, perusahaan memiliki (1) hak akses (access right) yaitu hak untuk masuk ke wilayah sumber daya air tersebut, (2) hak pemanfaatan (withdrawal rights), hak untuk memanfaatkan sumber daya dan hak untuk berproduksi, (3) hak pengelolaan (management right) : hak untuk menentukan aturan operasional pemanfaatan sumber daya air serta (4) hak eksklusi (exclusion right) yaitu hak untuk menentukan siapa yang boleh memiliki hak akses dan bagaimana hak akses itu dialihkan kepada pihak lain. Berikut adalah gambaran eksploitasi sumber daya air yang dilakukan oleh perusahaan AMDK di kedua wilayah tersebut : 1. Eksploitasi oleh PT. AGM dan PT. TI Pada awal operasinya perusahaan AMDK ini diberikan izin oleh masyarakat Babakan Pari untuk melakukan satu pengeboran sumber mata air Kubang. Izin pengeboran diberikan oleh kepala desa setelah bermusyawarah dengan LMD (Lembaga Masyarakat Desa). Air disalurkan dan diolah di pabrik yang bernaung di bawah bendera PT. TBI/TBP (TBP). Tahun 1995 PT. TBI membangun pabrik di desa Mekar Sari dengan menerapkan teknologi inline system, yaitu teknologi yang memungkinkan proses produksi berlangsung secara bersamaan dengan proses pembuatan PET (kemasan). Air dari sumber air Kubang selanjutnya digunakan untuk memasok kebutuhan dua pabrik milik perusahaan tersebut. Pada tahun 2012 jumlah titik pengeboran yang dilakukan oleh perusahaan mencapai 5 titik yaitu Kubang 1, 2, 3,4,5, dan satu sumur digunakan sebagai sumur pantau. Penambahan jumlah sumur bor disebabkan oleh meningkatnya permintaan air minum dalam kemasan. Dalam daftar izin pengambilan air, PT AGM tercatat mengambil air mata air untuk keperluan produksinya. Perusahaan menggunakan mata air yang direkayasa, sejumlah mata air Kubang ditimbun dengan batu-batu dalam jumlah besar, jumlahnya mencapai 300 truk untuk menghindari air mengalir ke permukaan tanah dan terbuang. Di sekitar mata air yang telah ditimbun tersebut, perusahaan membenam pipapipa dengan diameter 10 inci sampai kedalaman antara 50 sampai 100 meter. Rekayasa mata air ini bertujuan untuk memperbesar debit mata air, dengan cara memperbesar lubang mata air 5. Dalam Laporan pengambilan air yang dikeluarkan oleh DPESDM, perusahaan AGM dinyatakan tetap menggunakan lima sumber mata air sebagai bahan baku utama proses produksinya. Dari lokasi eksploitasi air dialirkan ke dua pabrik, yang berada di bawah dua perusahaan yaitu PT. AGM di Mekar Sari dan PT. TI/TBP di Kampung Pojok, Desa Babakan Pari. Di pabrik Mekar Sari terdapat 12 line mesin yang memproduksi air kemasan cup 240 ml, botol 330 ml, botol 600 ml, botol 1500 ml dan galon 19 liter. Ada 6 line yang khusus untuk 53 5 Wawancara dengan Mr. X, Pensiunan DPESDM Kabupaten Sukabumi.

72 54 memproduksi air galon, setiap jam minimal menghasilkan 1200 galon. Sebagian air dari Mekar Sari dibawa dalam bentuk raw material (air bersih) dengan mobil tangki ke pabrik milik perusahaan yang terdapat di Bogor. Mesin mesin di Mekar Sari beroperasi selama 22 jam 45 menit dalam sehari. Eksploitasi sumber daya air yang dilakukan oleh perusahaan AGM terhadap sumber air Kubang merupakan yang terbesar di kabupaten Sukabumi. Pabrik air minum dalam kemasan TBP khusus memproduksi air galon isi 19 liter yang dipasarkan ke wilayah Sukabumi dan sekitarnya termasuk wilayah Jakarta, Bandung dan lain sebagainya. Di pabrik TBP ini terdapat 4 mesin merk Burdy 6 yang beroperasi selama 24 jam penuh dengan karyawan yang bekerja dengan sistem shift (satu shift = 8 jam). Satu mesin mengisi 2400 galon dalam satu jam, jadi dalam satu hari satu mesin bisa menghasilkan galon. Dengan demikian dalam satu hari rata-rata produksi air galon yang dihasilkan oleh PT. TBP sebanyak galon setara dengan liter air dalam sehari. Debit pengambilan air yang dizinkan untuk PT. TI adalah 300 m 3 /hari atau sama dengan liter (1 m 3 = 1000 liter) (DPESDM 2012). Jika diperbandingkan maka pengambilan air yang dilakukan oleh PT. TBI jauh melampui debit pengambilan yang diizinkan oleh pemerintah kabupaten Sukabumi. Debit air yang di izinkan oleh DPESDM untuk PT. AGM dan PT. TBI adalah : Tabel 22. Debit Pengambilan Air Tanah Oleh PT. AGM dan PT. TI (2012) No Sumber Air Debit yang diizinkan Debit perbulan yg Laporan produksi (x /bln) (m 3 /hr) dizinkan (30 hari) (m 3 ) 1 Cikubang AGM: Cikubang Cikubang Cikubang Sumur Bor (Mekar Sari) 6 Cikubang TI : Jumlah m m m 3 Sumber data : DPESDM Kabupaten Sukabumi (2012), diolah Perusahaan air minum AGM merupakan perusahaan air minum dalam kemasan terbesar di Asia-Timur Tengah dan Fasifik (Zenith International). Pabrik-pabrik air minum dalam kemasan milik AGM terdapat di beberapa propinsi di Indonesia seperti di Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sumatera Utara, Barat. Pabrik ini menyuplai permintaan pasar di berbagai negara seperti Singapura, Malaysia, Maldives, Fiji, Australia, Timur Tengah dan Afrika. Perusahaan pelopor air minum dalam kemasan ini sempat mengalami kesulitan dengan penurunan laba yang dihasilkan perusahaan pada tahun Wawancara dengan mantan Karyawan TBP

73 Untuk menyelamatkan perusahaan pada tanggal 4 September 1998 AGM menjual 40 % sahamnya kepada perusahaan Transnational Corporation yang berasal dari Perancis yaitu Danone yang mengharuskan AGM mengganti label produknya menjadi Aqua-Danone. Kepemilikan saham danone di Aqua pada tahun 2002 meningkat menjadi 74 % dan 26 % merupakan saham milik publik yang diperdagangkan di bursa saham. Dengan semakin membaiknya laba yang dihasilkan perusahaan, pada tahun 2001 Aqua berupaya menjadi perusahaan tertutup sehingga sahamnya hanya dimiliki oleh 2 pemilik yaitu PT. TI dan Danone. Secara keseluruhan PT.TI dan AGM memiliki akses yang sangat kuat terhadap sumber daya air di Sukabumi, sebagai perusahaan AMDK terbesar di Asia Tenggara, perusahaan ini memiliki kemampuan modal yang sangat besar yang didukung dengan penggunaan teknologi canggih untuk memaksimalkan manfaat dari sumber daya air. 2. PT. AW PT. AW mengeksploitasi sumber air di Kampung Pojok, Desa Babakan Pari. Perusahaan ini mengeksploitasi mata air Cikubang Hilir dengan debit pengambilan air pada waktu itu 10 liter perdetik. Dalam kegiatan eksploitasinya perusahaan membuat sumur bor sebanyak satu titik. Perusahaan ini tidak hanya menjual air untuk dipasarkan sendiri tapi menerima pesanan dari pabrik air lain (maclon). Saat ini perusahaan berhenti beroperasi disebabkan oleh beberapa hal yaitu (1) jalan air yang membawa air dari sumber ke pabrik tertutup oleh keberadaan pabrik garmen, (2) konflik internal dalam komisaris perusahaan. Perusahaan ini dimiliki oleh 4 orang mantan pejabat di era orde baru, dua orang ingin menjual perusahaan tersebut kepada orang lain karena takut terseret-seret dalam kasus korupsi dll,, sedangkan 2 orang lainnya tetap mempertahankan perusahaan tersebut dan tetap ingin melanjutkan proses produksi. 3. PT. TBT Pada tahun 1998 di Kampung Pasir Dalam berdiri satu perusahaan lagi yaitu PT. TBT. Sumber air yang dieksploitasi berada tidak terlalu jauh dari lokasi pengeboran AGM/TI. Perusahaan ini menggunakan tiga sumber air, satu mata air dan 2 sumur bor. Debit pengambilan yang di izinkan : Tabel 23. Debit Pengambilan Air PT. TBT (2012) No Sumber Air Debit pengambilan Debit pengambilan Debit pengambilan yang diizinkan yang dizinkan (x /bln (m3)) (m 3 /hari) (m 3 /bln) 1 Sumur Bor Mata Air Sumur Bor Jumlah m m m 3 Sumber : DPESDM Sukabumi (2012), diolah oleh penulis Eksploitasi yang dilakukan perusahaan ini memang tidak sebesar yang dilakukan Aqua. Perusahaan yang menjual air minum dalam kemasan dengan 55

74 56 merek Alto ini pada kenyataannya setiap pagi memberangkatkan 30 truk berisi 350 sampai 1100 box air minum dalam kemasan, tergantung besar/kecilnya truk yang di berangkatkan. Perusahaan ini memproduksi air kemasan gelas (cup) isi 240 ml dan kemasan botol isi 600 ml PT. EK Perusahaan terakhir yang mengeksploitasi air di wilayah Kubang adalah PT. EK. Perusahaan ini berlokasi di Cibaregbeg, Desa Caringin, sedangkan lokasi pengambilan air berlokasi di Kampung Papisangan Tongoh. Pada tahun 1995, ada seorang pengusaha dari Jakarta yang tertarik untuk berbisnis air minum dalam kemasan. Dengan difasilitasi oleh kepala desa Caringin, pengusaha ini kemudian membeli tanah milik masyarakat yang di dalamnya terdapat mata air. Pada saat itu, tanah tersebut hanya dijual seharga 15 juta Rupiah. Sebelum beroperasi perusahaan tidak hanya membeli tanah yang ada sumber airnya, perusahaan masih memerlukan tanah-tanah lain di sekitar sumber air dan tanah untuk membangun pipa-pipa yang akan mengalirkan air dari sumber air ke pabrik milik perusahaan yang terletak di Cibaregbeg Desa Bangbayang. Tanah-tanah di sekitar sumber yang dibeli dari petani di peruntukkan untuk daerah penghijauan. Tanah untuk memasang pipa-pipa perusahaan di beli dari masyarakat dengan harga Rp permeter lari. PT. EK memanfaatkan sumber mata air Cipapisangan 8 tanpa melakukan pengeboran. Pada saat penelitian ini dilakukan PT. EK tidak beroperasi secara normal, bahkan dalam data perusahaan pemegang izin usaha air di DPESDM Kabupaten Sukabumi PT. EK tidak tercantum sebagai pengguna air. Perusahaan ini menggunakan satu titik mata air, yang ditembok dengan semen, dan dipagari dengan kawat serta dijaga oleh satpam. Warga yang memerlukan air tetap bisa masuk ke lokasi mata air, tapi hanya bisa memanfaatkan air buangan dari perusahaan. Selain memproduksi air minum merek sendiri, perusahaan ini merupakan perusahaan maclon dengan perusahaan lain. Perusahaan memproduksi air dalam kemasan dalam wadah cup 240ml, jumlah produksi perhari 3000 box (satu box isinya 40 cup air), artinya dalam satu hari PT. EK mengeksploitasi air sejumlah liter atau 864 m 3 setiap bulan. Eksploitasi sumber daya air cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Secara akumulatif terjadi peningkatan pemakaian air tanah di Kabupaten Sukabumi sebanyak m 3 menjadi m 3 pada tahun 2012 dan sekitar 28,05% eksploitasi ini dilakukan di wilayah sumber air Kubang. Namun kenyataan yang diambil perusahaan bisa jauh melebihi dari jumlah yang dilaporkan karena penghitungan air yang diambil hanya berdasarkan meteran yang dipasang di tiap sumur dan tidak semua orang diizinkan memasuki wilayah tersebut. Dari kegiatan eksploitasi yang dilakukan, perusahaan AMDK mendapatkan keuntungan ekonomi sebesar 3 64 trilyun pertahun dengan perhitungan : rata-rata air yang dieksploitasi tiap bulan adalah ,95 m 3, 7 Wawancara dengan satpam perusahaan. 8 Mata air Cipapisangan ini disebut juga dengan nama lain oleh masyarakat yaitu Cisalada.

75 jika separuh dari air ini diproduksi menjadi produk AMDK yang dijual dengan harga 2 (dua) juta rupiah/m 3 maka keuntungan yang didapatkan oleh perusahaan sekitar 303 milyar perbulan. Air sebagai sumber bahan baku produksi tidak dibayar oleh perusahaan kepada pemerintah, perusahaan hanya diwajibkan membayar pajak air tanah senilai Rp 1500/m 3. Gambaran diatas memperlihatkan sumber daya air tidak hanya dikendalikan oleh sekelompok hak (a bundle of rights) tapi juga dikendalikan oleh kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dari sumber daya tersebut seperti yang disebut oleh Ribot dan Peluso (2003) sebagai bundle of power yang kemudian membentuk web of power. Jaring-jaring kekuasaan yang terbentuk akan dibahas pada Bab berikutnya. 57 Penguasaan Lahan oleh Perusahaan AMDK Tidak hanya tanah yang di dalamnya terdapat mata air yang dibeli oleh perusahaan air minum dalam kemasan. Selain membutuhkan tanah yang mengandung sumber air, perusahaan membutuhkan tanah- tanah untuk jalur pipa, membangun pabrik dan untuk kegiatan konservasi/penghijauan. Perusahaan diwajibkan melakukan pengelolaan kawasan lindung yang bertujuan untuk pengatur tata air, dan untuk melindungi mata air dari kegiatan budidaya yang dapat merusak kualitas dan kondisi fisik kawasan sekitar mata air tersebut (Keppres No.32 th 1990). Kawasan sekitar mata air ini sekurang-kurangnya adalah sesuai dengan jari-jari 200 meter di sekitar mata air. Untuk keperluan ini masyarakat di dua desa yaitu di Desa Babakan Pari dan Caringin harus melepaskan tanahnya untuk kepentingan perusahaan. Selain itu perusahaan membutuhkan tanah-tanah dalam jumlah yang cukup luas untuk tempat parkir kendaraan-kendaraan (truk-truk) pengangkut air minum kemasan ke wilayah lain di Sukabumi. Salah satu perusahaan AMDK misalnya memiliki empat lahan parkir kendaraan yang tersebar di empat titik di Kabupaten Sukabumi bagian Utara. Kekuatan pasar (market) yaitu peningkatan permintaan terhadap AMDK bekerja dalam proses mempersempit ruang hidup masyarakat yang berkelindan dengan peraturan (regulation) seperti Undang-Undang no 7 tahun 2004 dan peraturan turunannya beserta kewajiban-kewajiban perusahaan untuk menyediakan kawasan lindung di sekitar mata air (Keppres No.32 th.1990). Kepemilikan lahan oleh perusahaan cenderung meningkat dari tahun ke tahun sejak kehadiran perusahaan di desa. Kecendrungan peningkatan ini di dorong oleh meningkatnya permintaan pasar terhadap air minum dalam kemasan. Pada tahun 2010 permintaan pasar terhadap air minum dalam kemasan mencapai persen dari tahun sebelumnya. Sedangkan pada tahun 2013 permintaan pasar terhadap air minum dalam kemasan naik menjadi 15 persen (Bisnis.com 2013). Jika diambil rata-rata kenaikan permintaan air minum dalam kemasan di pasaran berkisar pada angka 12 persen setiap tahunnya. Kenaikan permintaan ini menyebabkan perusahaan menaikkan kapasitas produksinya. Untuk meningkatkan kapasitas produksi perusahaan perlu menambah sumur-sumur air untuk dieksploitasi, dan penambahan penguasaan tanah yang mengandung sumber air serta penambahan wilayah konservasi untuk melakukan

76 58 perlindungan terhadap sumber air. Peningkatan kapasitas produksi juga dilakukan oleh perusahaan dengan menaikkan debit pengambilan air tanah. Proses ini dapat dilihat dengan terjadinya peningkatan jumlah pengeboran yang dilakukan oleh setiap perusahaan AMDK di wilayah Kubang seperti yang dilakukan oleh PT AGM dan TI. Pada tahun 1995, perusahaan ini hanya melakukan pengeboran di satu titik dan mengalami peningkatan hingga tahun 2012 menjadi 5 titik pengeboran. Proses pelepasan tanah kepada pihak lain atau perusahaan, berlangsung melalui pihak ketiga/makelar atau biasa disebut masyarakat dengan istilah biyong 9. Biyong biyong memiliki akses terhadap informasi-informasi tentang tanah-tanah yang diperlukan perusahaan dan memiliki kemampuan negosiasi dan komunikasi yang lebih baik daripada masyarakat. Sehingga para biyonglah yang mendapatkan keuntungan lebih besar dan berlipat dibandingkan dengan masyarakat yang memiliki tanah. Akses mereka kepada perusahaan menyebabkan mereka memiliki informasi lebih banyak. Setelah mendapatkan informasi tentang pembelian lahan yang akan dilakukan oleh perusahaan biasanya para biyong akan langsung mencari tanah-tanah dan membeli dengan harga jauh di bawah harga yang ditetapkan oleh perusahaan. Untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar para biyong jauh-jauh hari telah membeli tanah-tanah di sekitar sumber mata air dari masyarakat untuk kepentingan spekulasi. Biyong-biyong ini ada yang berasal dari dalam desa dan ada yang dari luar desa, bahkan sebagian dari mereka adalah orang-orang yang bekerja sebagai perangkat desa. Praktek per biyongan memperkuat status para biyong di desa, karena dalam waktu yang singkat bisa meraup keuntungan berlipat dari penjualan tanah ke perusahaan. Seorang biyong yang menjual tanah ke salah satu perusahaan AMDK berhasil memperoleh keuntungan milyaran rupiah dari proses jual beli tanah, dan bisa membeli tanah yang lebih luas di tempat lain. Pola pengalihan hak kepemilikan tidak hanya melalui perantara (biyong), ada satu cara yang cukup menarik yang digunakan oleh perusahaan agar masyarakat melepaskan lahan miliknya yaitu dengan iming-iming akan diterima bekerja di perusahaan. Orangorang yang memiliki tanah di sekitar sumber mata air, dijanjikan akan diterima bekerja di perusahaan. Dengan harapan anak anaknya bisa bekerja di perusahaan dan mendapatkan gaji setiap bulan, para pemilik tanah di sekitar sumber air kemudian dengan rela melepaskan tanahnya. Salah satu perusahaan air minum dalam kemasan saat ini memiliki lahan yang relatif luas dibandingkan dengan empat perusahaan lainnya yaitu seluas lebih kurang ha yang terbagi kedalam dua wilayah desa yaitu desa Caringin 5,5 ha) 11 dan desa Babakan Pari (20 ha) dengan status kepemilikan hak milik. Penjualan tanah kepada perusahaan berlangsung terus menerus sejak tahun 1992 sampai sekarang. 12 Di Papisangan Lio, hanya tanah-tanah perumahan yang tersisa 9 Biyong adalah sebutan dalam bahasa Sunda untuk orang-orang yang berperan sebagai perantara (makelar) dalam proses jual beli tanah antara pihak masyarakat dan pihak perusahaan atau dengan pihak lainnya. 10 Wawancara dengan tokoh masyarakat di kedua desa. 11 Data pembayaran pajak tanah desa Caringin. 12 Wawancara dengan seorang tokoh masyarakat desa Caringin yang bertindak sebagai biyong, dalam wawancara tersebut beliau mengatakan sedang menegosiasikan penjualan tanah kepada pihak perusahaan AMDK.

77 dan menjadi milik masyarakat, sedangkan bagian lainnya sudah dimiliki perusahaan AMDK. Proses perpindahan kepemilikan tanah berlangsung tanpa hambatan karena proses ini telah berlangsung sejak lama. Pada zaman Jepang (1942) tanah di desadesa sekitar sumber air sudah beberapa kali berpindah kepemilikan, pemiliknya menjualnya karena berbagai alasan. Penjualan lahan yang terjadi pada zaman Jepang, disebabkan karena sulitnya untuk mendapatkan pangan sehingga masyarakat cenderung menjual tanah-tanah yang mereka miliki untuk melangsungkan hidupnya. Penjualan tanah pada awalnya hanya dilakukan antar warga desa, antara warga desa yang membutuhkan uang dengan orang orang kaya di desa yang memiliki kelebihan uang, Namun sejak tahun 1980an lahan lahan mulai dimiliki oleh orang orang yang berasal dari luar desa seperti dari Cicurug, Jakarta dan lain sebagainya yang membutuhkan tanah untuk keperluan investasi maupun untuk membangun villa tempat peristirahatan. Proses-proses penjualan tanah terus berlanjut sampai sekarang, dan hampir 75 % dari seluruh lahan/tanah yang ada di ketiga desa dikuasai oleh orang lain dari luar desa. Motivasi menjual tanah bukan lagi karena disebabkan untuk mempertahankan kehidupan tapi untuk mengikuti budaya dan gaya hidup yang mereka anggap lebih modern, misalnya untuk melaksanakan ibadah haji, umroh, membeli Hp, motor dan lain sebagainya. Pengalihan hak kepemilikan dan penguasaan terhadap tanah secara otomatis menyebabkan berubahnya penguasaan kepemilikan dan penguasaan terhadap sumber daya air yang terkandung di dalam tanah tersebut. Tabel 24. Penjualan/pengalihan tanah kepada pihak lain No Keterangan Jumlah (%) 1 Dijual ke Perusahaan AMDK Dijual ke Tuan Tanah Tanah bagi hasil/sewa yang diambil pemiliknya Lainnya Jumlah 100 Sumber : data lapangan (2013) Sejak kehadiran perusahaan di desa, terjadi perubahan kepemilikan terhadap lahan seperti yang disajikan pada diagram di bawah ini: 59

78 Bertambah sama saja Berkurang/lebih sempit Gambar 4. Perubahan kepemilikan lahan sesudah keberadaan perusahaan Pertambahan kepemilikan lahan hanya terjadi pada sebagian kecil orang yaitu 6.25 %. Orang-orang ini adalah orang-orang yang berperan sebagai perantara saat masuknya perusahaan ke desa dan menikmati keuntungan yang lebih besar dibandingkan masyarakat lainnya. Mantan kepala Desa Babakan Pari yang menjadi kepala desa selama 5 periode dan berakhir pada tahun 2000, mendapatkan keuntungan yang sangat atas jasanya memfasilitasi beberapa perusahaan air minum dalam kemasan beroperasi di Babakan Pari dan Caringin. Sebagian besar responden (43.75%) mengaku sejak kehadiran perusahaan tanahnya berkurang atau menjadi lebih sempit. Tanah-tanah ini sebagian besar dijual kepada perusahaan AMDK. Sedangkan responden yang menjawab memiliki tanah dengan luas yang sama sebelum dan sesudah keberadaan perusahaan berjumlah 50% atau sebagian dari responden dalam penelitian ini. Sebagian besar masyarakat Babakan Pari, Caringin dan Mekar Sari hanya memiliki tanah perumahan tempat mereka tinggal, jadi kedatangan perusahaan tidak merubah kepemilikan mereka terhadap tanah tersebut. Sama dengan sumber air, tanah-tanah jalan pipa dan tanah untuk penghijauan milik perusahaan juga dipagari dengan pagar tinggi dan diberi pintu besi tebal, untuk menghindari warga masuk ke tanah-tanah tersebut. Namun beberapa tahun belakangan beberapa orang petani diizinkan untuk bercocok tanam di lahan-lahan penghijauan tersebut, dengan syarat petani harus menjaga dan memelihara tanaman milik perusahaan. Kerjasama tidak tertulis ini dilakoni oleh petani-petani yang sudah tidak punya tanah dari desa Caringin dan Desa Babakan Pari. Petani penggarap di lahan AMDK tidak hanya memiliki kewajiban untuk menjaga tanaman milik perusahaan tapi mereka berkewajiban pula untuk merawat dan memupuk tanaman tersebut. Petani diperbolehkan menggarap lahan dan menanami dengan tanaman tanaman muda (palawija) di sela-sela tanaman milik perusahaan asal tidak mengganggu pertumbuhan tanaman tanaman kayu-kayuan milik perusahaan. Perusahaan tidak memungut sewa atas tanah yang digarap petani, dan petani juga tidak punya kewajiban untuk menyetorkan separuh hasil pertaniannya kepada

79 perusahaan. Sistem penguasaan lahan dengan pola ini lebih menguntungkan penggarap, dibandingkan saat mereka masih menggarap di lahan-lahan milik orang lain yang menerapkan sistem sewa dan sistem bagi hasil. Namun sistem penguasaan lahan dengan imbalan pemeliharaan tanaman pemilik tanah tidak akan bertahan lama, karena seiring dengan bertambahnya usia tanaman, petani penggarap tidak bisa lagi bercocok tanam di lahan tersebut, karena tanaman-tanaman utama akan menghalangi cahaya matahari dan menghambat pertumbuhan tanaman milik petani. Sistem ini sangat rapuh karena mengandalkan kemurahan hati pihak perusahaan, yang sesekali bisa mengambil alih tanah tersebut bila diperlukan oleh pemiliknya. Sistem ini tidak berlaku di semua tanah yang menjadi milik perusahaan AMDK, masing-masing perusahaan memiliki kebijakan sendiri dalam mengelola tanahnya dan tidak semua perusahaan mematuhi aturan melakukan perlindungan mata air dalam radius 200 m tersebut. Perusahaan AMDK yang lain, ada yang memiliki lahan di areal pemukiman masyarakat. Pengolahan lahan ini dilakukan dengan sistem bagi hasil seperti yang selama ini berlaku dan mengakar di tengahtengah masyarakat. 61 Akses Masyarakat Terhadap Sumber Daya Air Sumber sumber air di wilayah Kubang dan sekitarnya sebelum tahun 1980, dikuasai oleh masyarakat (Communal property regime). Pada masa ini masyarakat memiliki hak untuk mengakses dan memanfaatkan sumber air di wilayah tersebut (access right dan withdrawal right). Sumber air dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berbagai keperluan, mandi, mencuci, bahkan untuk minum. Waktu itu hanya sebagian kecil saja keluarga yang memiliki sumur karena mengandalkan air yang mengalir melalui selokan-selokan di depan rumah mereka. Masyarakat membangun kolam-kolam kecil di samping rumah yang difungsikan sebagai tempat untuk mencuci, mencuci piring dan mandi. Air-air yang mengalir lewat selokan-selokan ini menurut masyarakat sangat bersih dan bening. Kutipan wawancara dibawah ini mengisyaratkan kelimpahan air di sekitar wilayah Kubang pada waktu itu. Dulunya air sangat melimpah, sangat subur, gemiricik air mengalir terdengar sampai dalam rumah (W, Pasir Dalam) Pada musim kemarau, pada saat air selokan berhenti mengalir, untuk keperluan sehari-hari masyarakat menggunakan sumber sumber air yang banyak terdapat di desa terutama sumber air di wilayah Kubang yang airnya sangat besar dan tidak pernah kering. Menurut mitos yang beredar, sumber air Kubang pada musim kemarau lebih berlimpah dibandingkan pada musim penghujan. Wilayah Kubang, merupakan kawasan yang dikelilingi oleh tebing-tebing tinggi dan di dalamnya terdapat beberapa mata air. Secara administratif kawasan ini berlokasi di dua desa yaitu Caringin dan Babakan Pari. Untuk mencapai mata air yang terdapat di Kubang, masyarakat harus menuruni jalan setapak karena mata air mata air ini terletak di bawah pemukiman penduduk. Beberapa mata air yang berlokasi di kawasan Kubang yaitu :

80 62 Tabel 25. Mata air di wilayah Kubang No Nama Mata Air Desa 1 Cikubang Hulu Babakan Pari 2 Cikubang Hilir Babakan Pari 3 Cikubang 2 Babakan Pari 4 Cikubang 3 Babakan Pari 5 Cikubang 4 Babakan Pari 6 Ciburial Babakan Pari 7 Pisangan Babakan Pari 8 Cipapisangan/Cisalada Caringin 9 Cisalada pak Tobing Caringin Sumber : data wawancara (2012) Sebagian besar dari mata air ini sudah dikuasai oleh perusahaan dan sudah dijual kepada orang lain. Mata air Cikubang 1,2,3,4, hilir dan mata air Cipapisangan dikuasai oleh perusahaan AMDK sedangkan mata air Cisalada Pak Tobing, sudah dimiliki oleh Pak Tobing seorang pengusaha dari Jakarta, namun airnya sampai sekarang belum dieksploitasi. Sumber sumber air tersebut dulunya dikelola secara bersama oleh masyarakat (common property) dan dapat diakses oleh siapapun (open access). Masyarakat membendung air yang keluar dari dalam tanah dan membuat tempat mandi dan mencuci sederhana. Tidak ditemukan adanya aturan-aturan yang dibuat bersama dalam pemanfaatan sumber daya air di sekitar lokasi penelitian. Salah seorang tetua Kampung Pasir Dalam, Desa Babakan Pari mengatakan: Sebenarnya Kubang itu tidak ada yang punya, ngak boleh ada yang jual, sekarang jadi milik perusahaan, yang jual waktu itu salah terka, saya yang tau seluk beluknya, dulunya tidak boleh dijual karena sumber air Kubang itu adalah milik bersama, saya dari kecil ada disini, tidak boleh dijual itu mah, cuma diaku sama jenderal Asep. Punya rakyat di sini semuanya mah, tapi semua disatukan jadi sertifikat yang punya Pak Asep itu (Pak I, Kubang Jaya) Sumber air Cikubang, terletak di Kampung Kubang Jaya, Desa Babakan Pari. Sumber air ini dimanfaatkan warga untuk mencuci, mandi dan MCK dan untuk kebutuhan pengairan sawah-sawah yang berlokasi di sekitar Kubang. Masyarakat dari Kampung Darmaga, dan kampung lain sekitar Kampung Kubang Jaya sering pula datang untuk memanfaatkan sumber air Kubang tersebut. Dulunya sumber air Cikubang, berupa kolam besar, tanah di sekitarnya adalah tanah rawa yang sangat dalam. Menurut masyarakat Babakan Pari, sumber air Cikubang merupakan pusarnya air atau pusatnya air di kecamatan Cidahu dan Cicurug karena tidak pernah kering, airnya sangat banyak dan mengeluarkan suara bergemuruh. Menurut ceritanya di dalam tanah terdapat danau besar yang aliran airnya sampai Cigombong (Bogor) dan terdapat banyak percabangan air di dalamnya.

81 Anak anak sekitar memanfaatkan lokasi sumber air untuk tempat bermain. Banyak rusa dan binatang lainnya bermain dan ikut menikmati keindahan alam di sana. Sawah-sawah di sekitar sumber air sangat dalam, dan airnya dingin, sehingga produktifitas padi yang ditanam di sana tidak begitu baik. Menurut masyarakat tanah-tanah itu sebelumnya sama sekali tidak bernilai, karena jauh dari jalan raya. Banyak sekali mitos yang beredar di tengah masyarakat mengenai mata air Cikubang sebagai tempat yang angker dan dihuni oleh dedemit. Tahun 1980-an tanah di sekitar sumber air Cikubang dijual kepada seorang Jenderal yang bernama Asep dari Jakarta seharga Rp sampai Rp perkotak. Pembelian tanah dilakukan terus menerus sehingga, saat dijual ke AMDK Pak Jenderal sudah memiliki lahan seluas 3.5 ha di wilayah Kubang tersebut, namun sumber air Cikubang tidak pernah dijual ke Pak Acep karena milik bersama. Tanah-tanah di sekitar Cikubang dimanfaatkan untuk kepentingan budidaya ikan, seperti ikan lele, belut, ikan hias dan ikan mas. Masyarakat sekitar hanya jadi pekerja di tempat tersebut. Walaupun tanah-tanah disekitar Cikubang telah dimiliki oleh orang luar, masyarakat masih bisa mengakses, menggunakan dan memanfaatkan sumber air Cikubang untuk keperluan sehari-hari, malah pada waktu itu menurut masyarakat oleh pemilik tanah dibuatkan tempat khusus (MCK) yang bisa digunakan oleh masyarakat sekitar Cikubang. Pada tahun 1992, tanah tersebut dijual oleh pemiliknya kepada sebuah perusahaan air minum dalam kemasan seharga Rp 350 juta. Berbeda dengan Cikubang, mata air Cipapisangan berada di atas lahan milik pribadi (privat) yang kepemilikannya dibuktikan dengan girik. Mata air ini terletak di kawasan Kubang, secara administratif masuk ke dalam wilayah Desa Caringin tepatnya berada di Kampung Papisangan Tonggoh. Sebelum dikuasai oleh perusahaan mata air ini dipergunakan warga untuk keperluan sehari-hari dan untuk mengairi sawah di sekitar sumber air (communal property regime) dan dapat diakses oleh siapapun yang membutuhkan air dari sumber air tersebut. Mata air Cipapisangan terletak di lahan sawah seluas 0,1 ha milik salah satu keluarga di Kampung Papisangan. Tanah ini dijual kepada seorang pengusaha air minum dalam kemasan seharga Rp 15 juta. Motivasi pemilik menjual tanah karena harga yang ditawarkan oleh pembeli tergolong sangat tinggi pada masa itu. Tanah mata air Cipapisangan dijual pemiliknya karena keinginan untuk menunaikan ibadah haji ke Mekah. Dengan berpindahnya kepemilikan dan penguasaan mata air Cipapisangan ke tangan pengusaha AMDK, pengusaha memiliki hak akses, hak pemanfaatan, pengelolaan dan hak untuk melarang orang untuk memanfaatkan sumber air tersebut (hak pelarangan). Masyarakat sekitar sumber air Cipapisangan sedikit lebih beruntung karena masih diizinkan oleh pihak perusahaan AMDK untuk mengakses sumber daya air tersebut dan memanfaatkan air buangan/air sisa produksi perusahaan. Perubahan Penguasaan dan Hak Kepemilikan Terhadap Sumber Daya Air Sebelum kemerdekaan, sumber daya air di wilayah ini secara de facto diatur, dikuasai dan dikontrol oleh masyarakat berdasarkan kesepakatan yang berlaku di masyarakat tersebut (de facto common property regime). Masyarakat pada periode ini merupakan pemilik (owner) dari sumber air Cikubang dan Cipapisangan yang berarti bahwa masyarakat yang tinggal di sekitar sumber air dan di sekitar aliran 63

82 64 air memiliki hak untuk mengelola dan mengatur penggunaan air tersebut (management & exclusion right). Setelah Indonesia merdeka, sumber daya air dikuasai oleh negara (state property regime), yang ditujukan untuk kemakmuran rakyat. Masyarakat sekitar tetap diperbolehkan/memiliki hak untuk memanfaatkan sumber air tersebut sebagai authorized user (pengguna) untuk keperluan pengairan, dan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari serta mengelola wilayah sekitar sumber air sebagai tempat membuat kolam, memelihara ikan dan lain sebagainya. Pemanfaatan sumber air Cikubang dan Cipapisangan oleh masyarakat berlangsung sampai tahun Pengalihan penguasaan dan kepemilikan sumber daya air Kubang kepada swasta (privat property regime) terjadi pada masa Orde Baru tepatnya pada tahun 1972 untuk tujuan eksplorasi, dan diatur berdasarkan Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri No.6 Th 1968 dan UU No.12 Th 1970 tentang perubahan UU No.6 Th Pada masa Orde Baru izin pengusahaan sumber daya air yang terjadi di Sukabumi justru diberikan oleh masyarakat melalui izin lingkungan yang dikeluarkan oleh kepala desa dan lembaga permusyawaratan desa yang kemudian dikukuhkan oleh Bupati. Perpindahan hak dari masyarakat ke perusahaan, berakibat pada hilangnya hak masyarakat untuk mengakses dan memanfaatkan secara langsung sumber air Cikubang dan Cipapisangan tersebut. Dengan sendirinya perusahaan memiliki hak untuk mengelola dan mengusahakan sumber air untuk tujuan usaha. Pada era reformasi sumber daya air merupakan milik negara (state property regime). Negara sebagai pemilik (owner) melimpahkan penguasaan dan pengelolaan sumber daya air kepada pihak swasta (privat) dengan maksud untuk meningkatkan efisiensi penggunaan dan pemanfaatan sumber daya air tersebut. Pelimpahan penguasaan sumber daya air kepada swasta ini dilakukan dibawah payung Undang-Undang No.7 tahun 2004 tentang sumber daya air. Undangundang ini dalam beberapa pasalnya menyatakan bahwa air tidak saja memiliki fungsi sosial, dan lingkungan tapi juga fungsi ekonomi yang dapat diusahakan untuk memperoleh keuntungan, karenanya air berubah dari public goods yang bisa diakses oleh siapapun (open access) menjadi barang ekonomi (economics goods) yang dapat diperdagangkan (komoditi) dan dipindahkan ke wilayah lain (transfarable). Berikut disajikan perubahan penguasaan sumber daya air yang menyebabkan terjadinya perubahan hak kepemilikan (properti rights) terhadap sumber Cikubang dan Cipapisangan didasarkan kepada teori hak kepemilikan (property right) dari Ostrom dan Schlager (1996) :

83 65 Tabel 26. Perubahan Penguasaan dan Hak Kepemilikan Sumber daya Air No Sumber Air Tanah 1 Cikubang 1,2,3,4, hilir (Babakan Pari) 2 Cipapisangan (Caringin) Kom pone n Rezi m Aktor Aktor Periode Pra Kemerdekaan Orde Lama Orde Baru s Communal State State Property Property Property Masyarakat Masyarakat Perusahaan (owner) (authorized (proprietor) user) Masyarakat (Owner) Masyarakat (authorized user) Masyarakat (Authorized Entrant) Orde Reformasi State Property Perusahaan (proprietor) Masyarakat (Authorized Entrant) Perusahaan (proprietor) Perusahaan (proprietor) Sumber : Data Lapangan (2012), diolah Dari tabel diatas terlihat bahwa pada masa orde baru dan orde reformasi masyarakat kehilangan haknya untuk memanfaatkan sumber air, digantikan oleh perusahaan yang memiliki status sebagai proprietor/pemilik. Berbeda dengan owner, perusahaan tidak memilik hak pengalihan (alienation right) yaitu hak untuk menjual atau menyewakan sebagian/seluruh hak untuk mengakses, memanfaatkan dan mengelola sumber daya kepada pihak lain. Namun sebagai proprietor, perusahaan AMDK berhak menentukan siapa yang boleh memasuki wilayah sumber air atau melarang pihak lain untuk memasukinya dengan melakukan pemagaran. Sebagai proprietor perusahaan juga berhak untuk menentukan aturan operasional pemanfaatan sumber air di Cikubang dan Cipapisangan. Pemenuhan Kebutuhan Masyarakat Terhadap Air Kebutuhan masyarakat terhadap air untuk keperluan sehari-hari mengalami peningkatan dari tahun ke tahun disebabkan karena kecendrungan peningkatan jumlah penduduk dari kelahiran dan migrasi masuk. Pembangunan perumahan juga meningkat terutama rumah kontrakan dan kos-kosan yang disediakan masyarakat untuk karyawan pabrik. Berlawanan dengan kebutuhan air untuk keperluan sehari-hari, kebutuhan air untuk pengairan cenderung mengalami penurunan karena menyempitnya lahan pertanian akibat alih fungsi lahan. Sebelum adanya perusahaan AMDK masyarakat memanfaatkan air sumur, dan air selokan untuk keperluan mandi, mencuci, untuk air minum mereka memanfaatkan air yang ada di mata air. Air dari sumber mata air dulunya mengalir ke rumah-rumah masyarakat melalui selokan-selokan kecil, namun sejak kehadiran perusahaan air selokan ini berhenti mengalir karena sawah yang menjadi sumber air selokan tersebut telah berubah menjadi lahan-lahan kering yang ditanami perusahaan dengan bambu dan tanaman kayu-kayuan.

84 66 Setelah dikuasai oleh perusahaan, masyarakat dilarang masuk dan tidak lagi memiliki hak untuk mengakses dan memanfaatkan air dari sumber air yang sama. Masyarakat kemudian mengandalkan air sumur untuk memenuhi kebutuhan sehari-setiap musim kemarau, air sumur ini tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga masyarakat yang memiliki sumur di rumahnya harus menggali sumur lebih dalam, untuk mendapatkan air bersih. Sejak tahun 1998, hampir setiap musim kemarau masyarakat selalu menambah kedalaman sumur. Kedalaman sumur milik masyarakat saat ini berkisar antara 15 m hingga 17 m, sebelumnya kedalaman sumur hanya berkisar antara 5 m hingga 7 m. Dengan menambah kedalaman air sumur, bukan berarti air yang tersedia untuk dimanfaatkan semakin banyak, airnya tetap (saat)/ kering sehingga ada beberapa warga yang memutuskan menutup sumurnya tersebut, karena mereka sudah tidak sanggup lagi menggali sumur tersebut lebih dalam. Beberapa warga yang nekat tetap melakukan penggalian sampai kedalaman 21 meter atau lebih mulai mencium bau gas. Masyarakat kampung Kubang Jaya yang sangat dekat dengan sumber air harus melompati pagar pembatas antara lahan milik perusahaan dengan pemukiman masyarakat untuk mendapatkan air bersih. Sedangkan di Kampung Pojok, Papisangan Lio, dan Mekar Sari yang dekat dengan lokasi pabrik TBI, masyarakat memanfaatkan air buangan/limbah pabrik yang dibuang ke kali Cicatih. Air buangan ini adalah air sisa dari proses produksi yang terkadang berwarna keruh, dan berminyak. Untuk minum masyarakat menggunakan air dari air resapan yang mereka temukan di bawah akar pohon-pohon bambu dalam jumlah yang sangat terbatas. Kondisi ini berlangsung sampai tahun , karena pada tahun 1999, masyarakat melakukan berbagai tekanan terhadap pihak perusahaan dalam bentuk pengrusakan, pemotongan pipa dan demo demo yang dilakukan oleh ibu-ibu yang mengalami kesulitan air bersih. Tahun 2003 perusahaan mulai memberikan fasilitas air bersih kepada masyarakat dengan membangun MCK-MCK di tiap kampung, dan menyediakan bak-bak penampungan untuk menampung air. Sebagian air untuk masyarakat ini dialirkan langsung dari sumber air yang dieksploitasi oleh perusahaan. Fasilitas air bersih didapatkan tergantung dari usaha RT masing- masing kampung dan banyaknya orang kampung tersebut yang bekerja di perusahaan. Pengajuan permintaan air bersih untuk kampung Kubang Jaya direalisasikan pada tahun 2003 setelah masyarakat di Pasir Dalem, Pojok dan Kubang menandatangani surat permohonan. Perusahaan membangun MCK dan dua buah bak penampung air di kampung Kubang Jaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di 3 RT (125 KK) atau sekitar 85 rumah. Air untuk mengisi bak penampung dialirkan langsung dari sumber dengan menggunakan pompa listrik. Biaya listrik dan biaya paralon untuk mengalirkan air 13 Pembangunan fasilitas air bersih oleh salah satu perusahaan AMDK dilaksanakan dalam waktu yang berbeda untuk tiap-tiap Kampung yang ada di Desa Babakan Pari, Caringin dan Mekar Sari. Kampung Kubang Jaya mendapatkan fasilitas air bersih dari perusahaan pada tahun 2003, Kampung Dramaga mendapatkan fasilitas air bersih sejak tahun 2007, Kampung Papisangan Lio tahun Pada saat penelitian ini berakhir hampir semua kampung sudah mendapatkan fasilitas air bersih dari perusahaan hanya saja air yang diberikan hanya bertahan dua bulan sejak pembangunan saluran.

85 ke rumah-rumah ditanggung oleh tiap rumah yang ingin mendapatkan fasilitas air tersebut. Paralon-paralon dengan ukuran yang lebih kecil dipasang di dekat bak penampung air tersebut. Sejak tahun 2009, biaya listrik untuk mengalirkan air ditanggung oleh perusahaan, hanya biaya kerusakan/perawatan mesin tetap ditanggung oleh masyarakat. Masyarakat setiap bulan mengeluarkan biaya pemeliharaan dan perawatan yang disetorkan kepada ketua RT sebesar 2 sampai 5 ribu setiap bulan. Ketua RT dan keluarganya berperan sebagai pengatur air yang dialirkan ke rumah-rumah. Masing-masing rumah hanya mendapatkan jatah air selama 2 jam setiap hari. Untuk mengalirkan air ke rumah rumah dengan pipa kecil masyarakat membiayai sendiri semua peralatan dan bahan yang di butuhkan, setiap rumah mengeluarkan biaya dari Rp sampai ,- untuk biaya pembelian pipa dan pemasangan. Di Papisangan Lio, air bersih yang diberikan perusahaan kepada 53 rumah berasal dari air pembuangan pabrik salah satu perusahaan. Air buangan itu dinilai masyarakat masih bersih dan dapat di pergunakan untuk keperluan sehari-hari. Di kampung ini masyarakat membayar Rp.5000 ke pengelola. Menariknya, dibandingkan dengan kampung-kampung lain di kampung Papisangan Lio telah terbentuk kepengurusan yang secara khusus mengelola pemakaian air dan memperbaiki kerusakan-kerusakan mesin dan peralatan lainnya. Namun saat ini fasilitas yang diberikan oleh perusahaan kepada masyarakat tidak sesuai dengan kebutuhan. Air dari perusahaan dimanfaatkan secara bergilir dan hanya mengalir 2-3 jam sehari. Untuk memenuhi kebutuhannya, masyarakat menggunakan beberapa jenis air (air sumur, air dari mata air lain, air bersih dari perusahaan, air selokan, air galon) dan melakukan pengiritan pemakaian air. Sementara itu masyarakat di Kampung Babakan Pari Atas, Tonggoh dan Bawah, hingga saat ini karena ketiadaan air bersih untuk mandi, mencuci dan berwudhu memilih untuk menggunakan air sawah yang dialirkan ke kolamkolam/bak penampungan di dekat rumah dan ke mushalla. Air sawah yang sudah tercemar pestisida dan berwarna keruh terlebih dahulu disaring/diendapkan di bak penampungan untuk kemudian disalurkan ke dalam bak yang terletak di dalam rumah untuk kemudian digunakan. Dari 80 orang responden yang diwawancara sebanyak % mengatakan menggunakan sampai saat ini menggunakan air selokan untuk mencuci, mandi dan kakus seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini : 67

86 Persentase Pengguna Air Selokan di Babakan Pari Mencuci Mandi Kakus Memasak Minum Membersihkan Rumah Jenis Kebutuhan Selokan Selokan Gambar 5. Penggunaan Air Selokan oleh Masyarakat Babakan Pari Kebutuhan air minum dipenuhi dengan membeli air kemasan dari salah satu perusahaan AMDK di desa, ataupun dibeli dari depot isi ulang air minum dalam kemasan. Untuk mengangkut air dari depot air minum, masyarakat terutama ibuibu menggunakan jasa ojek dengan bayaran Rp sampai Rp ,- satu kali angkut, sedangkan untuk mendapatkan satu galon air mereka harus mengeluarkan uang antara Rp 1 000,- sampai Rp 3 000,- jika membeli ke salah satu perusahaan AMDK yang menyediakan air galon untuk masyarakat setiap hari Rabu (disetorkan kepada perusahaan sebagai biaya listrik). Sedangkan jika membeli dari depot air minum dalam kemasan mereka harus mengeluarkan uang sampai dengan Rp ,-. Ketiadaan air bersih untuk keperluan sehari-hari memaksa masyarakat untuk mencari sumber air yang belum dikuasai oleh perusahaan dan masih bisa digunakan dengan bebas, walaupun untuk mengaksesnya mereka harus berjalan sangat jauh 500 m sampai satu kilometer ke kampung lain. Dalam keadaan terdesak masyarakat biasanya memanfaatkan air galon yang mereka beli. Sebelumnya ketiga kampung ini pernah difasilitasi oleh perusahaan untuk mendapatkan air bersih, namun Ketiga kampung ini terletak cukup jauh dan berada pada sisi sebelah atas sumber air yang dieksploitasi perusahaan. Pada tahun 2008 Perusahaan AMDK pernah memfasilitasi pembangunan MCK di ketiga kampung, namun hanya berfungsi selama dua bulan saja setelah itu airnya terhenti karena kendala teknis. Karena tidak ada air, pipa-pipa yang menyalurkan air ke MCK dibongkar oleh masyarakat, bangunan MCK difungsikan menjadi tempat penyimpanan sampai sekarang. Air untuk MCK diambil dari kampung Dramaga yang secara geografis posisinya ada di bawah kampung Babakan Pari Bawah. Untuk mengatasi kesulitan menyalurkan air, pihak perusahaan melakukan pengeboran di tanah milik warga Babakan Pari Atas sedalam 80 meter, tapi sampai sekarang sumur bor tersebut tidak ada airnya.

87 6 KONTESTASI KEPENTINGAN TERHADAP SUMBER DAYA AIR 69 Diskursus Politik Sumber Daya Air Bryant dan Bailey (1997) menyebutkan terdapat empat aktor utama yang menyebabkan terjadinya perubahan lingkungan yaitu negara (state), lembaga multilateral (multilateral institutions), pengusaha (business), NGO (Non- Governmental Organisations) dan aktor lokal (grassroots actors). Kelima aktor ini mengusung dan memainkan diskursus yang berbeda dalam mempengaruhi lingkungan dan sumber daya alam. Diskursus memainkan peranan penting dalam merubah pendekatan terhadap sumber daya alam termasuk sumber daya air. Analisis diskursus ini digunakan oleh Heidi Wittmer dan Regina Binner (2007) dalam konflik tentang konservasi alam pada dua kasus yang terjadi di Thailand dan di Indonesia. Diskursus dipengaruhi oleh idiologi, orientasi nilai dari berbagai aktor, hubungan mereka dengan ilmu dan pengetahuan lokal, kemampuan mereka untuk menghubungkan kisah mereka terhadap diskursus sosio politik yang lebih umum, dan menjadi koalisi diskursus yang memainkan peranan penting untuk penyelesaian konflik. Studi kasus ini juga mengidentifikasi mekanisme bagaimana cara diskursus di produksi di berbagai level berbeda, mulai dari tingkat lokal sampai tingkat internasional. Diskursus dipahami sebagai sebuah ansambel dari ide, konsep, dan kategorisasi yang dihasilkan, direproduksi dan ditransformasikan dalam seperangkat praktek tertentu melalui pemberian makna pada realitas sosial dan fisik. Dengan memberi makna baru dan mengubah pola kognitif serta posisi, diskursus memainkan peran sentral dalam perubahan kebijakan. Untuk menghasilkan sebuah hegemoni diskursus, aktor mencoba untuk mengamankan dukungan untuk penafsiran mereka tentang realitas, ditentukan oleh tiga faktor: (1) kredibilitas, (2) akseptabilitas, dan (3) kepercayaan. Penelitian ini mencoba untuk melihat diskursus yang saling bertentangan dalam pertarungan memperebutkan akses terhadap sumber daya air di Sukabumi. Penetapan kebijakan tentang Sumber Daya Air di Indonesia dipengaruhi oleh perubahan wacana di tingkat global. Berangkat dari upaya untuk menyelamatkan kehidupan dari kepunahan dan dari bencana krisis air (water crisis) dan kelangkaan air (water scarcity) dan untuk menghindari tragedy of the common yang di sebut Hardin (1968) kepemilikan sumber daya air oleh swasta (privat property regime) dianggap jauh lebih efektif dan efisien. Sebelumnya sumber daya air merupakan barang miik publik (public goods) yang dapat diakses oleh siapapun (open access). Ada dua diskursus utama yang dipertentangkan oleh jaringan aktor yang bermain dalam mempengaruhi proses penetapan kebijakan dan pertarungan untuk mendapatkan hak akses terhadap sumber daya air di pedesaan yang menjadi wilayah eksploitasi yaitu diskursus developmentalis dan diskursus populis. Aktor yang bermain pada aras penetapan kebijakan tentang sumber daya air (Undang- Undang No. 7 Tahun 2004) adalah pemerintah, swasta (perusahaan air minum

88 70 dalam kemasan), lembaga multilateral (Bank Dunia), LSM peduli petani dan lingkungan yang membantu petani mengadvokasi akses mereka terhadap air. 1. Diskursus Developmentalis mengusung kebijakan privatisasi, penyerahan penguasaan dan pengelolaan sumber daya air kepada pihak swasta. Dilatar belakangi oleh kekhawatiran kerusakan sumber daya air oleh tindakan manusia dan krisis/kelangkaan air yang terjadi di beberapa negara beberapa tahun belakangan. Pertambahan jumlah penduduk juga dilihat sebagai salah satu faktor yang dapat merusak kelestarian sumber daya air. Pendekatan politis yang diambil untuk menyelamatkan sumber daya air adalah dengan menjadikan air sebagai barang ekonomi (economic goods) seperti yang tertulis dalam Undang-Undang No.7 tentang Sumber Daya Air tesebut. Sebagai barang ekonomi, air diperdagangkan dengan harga jual yang lebih tinggi dari harga bensin. Untuk mendukung diskursus ini isu-isu lain dimunculkan untuk memberi legitimasi penguasaan dan pengolahan air oleh sektor swasta misalnya isu-isu kesehatan, kebersihan dan lain sebagainya. Diskursus developmentalis didukung oleh pemerintah, pihak perusahaan AMDK (nasional/multinasional) serta Bank Dunia (World Bank). Bank dunia mempromosikan konsep tradable water rights yang memperbolehkan sumber daya diperjualbelikan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih baik dan mendanai sejumlah proyek untuk melancarkan kebijakan privatisasi air seperti WATSAL (Water Resources Sector Adjustment Loan). 2. Diskursus Populis. Diskursus ini menentang pengelolaan sumber daya air oleh swasta karena dianggap akan meminggirkan masyarakat lokal dan petani atas sumber daya air yang selama ini mereka manfaatkan sebagai salah satu faktor produksi penting dalam kehidupan mereka. Diskursus populis di level nasional diusung oleh beberapa lembaga swadaya masyarakat seperti FSPI (Federasi Serikat Petani Indonesia, KAU (Koalisi Anti Utang), Bina Desa dan lain-lain, ditambah petani dan akademisi. Ada tiga argumentasi mendasar yang mendukung diskursus populis yaitu 14 : a. Pemberian wewenang kepada swasta untuk menguasai dan mengelola sumber daya dinilai mempersempit ruang masyarakat dan petani dalam mengakses dan memanfaatkan sumber daya air. b. Pemberian ruang yang luas kepada swasta untuk mengelola sumber daya air untuk kepentingan komersial. c. Pemberian ruang yang luas bagi privatisasi pengelolaan air dan penyediaan air baku untuk irigasi pertanian. Pertarungan diskursus untuk mempengaruhi kebijakan di tingkat nasional, berpengaruh pada pertarungan di tingkat implementasi pada level lokal (desa dan kabupaten). Dalam pertarungan memperebutkan akses terhadap sumber daya air di Cidahu dan Cicurug dikenali beberapa aktor dominan yaitu negara, perusahaan AMDK, LSM/Ormas, Biyong, dan elit lokal. Sedangkan aktor inferior adalah masyarakat bawah, preman dan aparat yang menjadi sub-ordinat atau pendukung pihak perusahaan AMDK. Di Cidahu dan Cicurug jejaring aktor saling 14 Disarikan dari Briefing Paper Judicial review Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air oleh Achmad Ya kub (FSPI) dan Radja P. Siregar (KAU), Jakarta 7 April 2004.

89 berkelindan untuk mendapatkan dan mempertahan akses yang mereka miliki terhadap sumber daya air. Negara dalam hal ini adalah pemerintah daerah Kabupetan Sukabumi, berkepentingan memberikan kewenangan kepada perusahaan air minum dalam kemasan dengan harapan meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) melalui pajak air tanah. Guna memenuhi tujuan ini negara memberikan ruang dan peran seluas-luasnya kepada pihak perusahaan (swasta) untuk melakukan eksploitasi terhadap sumber daya air yang ada di Cidahu dan Cicurug. Perusahaan AMDK menjalin hubungan baik dengan pemerintah kabupaten dan pemerintah desa dengan membiayai berbagai kegiatan yang ada di kabupaten dan desa. Jaminan keamanan perusahaan AMDK beroperasi di desa didapatkan dari hubungan baik dengan pemerintah desa, elit-elit lokal dan kemampuan perusahaan untuk memobilisasi preman dan aparat dengan kekuatan yang dimilikinya. Biyong atau dalam bahasa lain disebut makelar tanah, adalah aktor yang berperan menghubungkan antara pihak perusahaan dengan masyarakat pemilik tanah, dan memfasilitasi proses jual beli antara pihak perusahaan dengan masyarakat. Biyong memiliki hubungan baik dengan perusahaan dan dengan masyarakat. Hubungan baik dengan kedua belah pihak ini membantu biyong mendapatkan keuntungan yang cukup besar dari proses jual beli yang terjadi antara perusahaan AMDK dengan perusahaan. Elit lokal terbagi menjadi dua kelompok, elit yang pendukung keberadaan perusahaan di desa dan elit yang menentang. Elit yang mendukung adalah orangorang yang mendapatkan keuntungan ekonomis dari kehadiran perusahaan di desa mereka seperti mendapatkan akses untuk bekerja di perusahaan AMDK atau diberi kesempatan untuk mengelola program-program CSR (Corporate Social Responsbility) perusahaan. Elit lokal yang tidak mendukung adalah orang-orang yang khawatir melihat kondisi masyarakat desa mereka yang mengalami kesulitan mendapatkan air, miskin dan berpendidikan rendah. Lembaga swadaya masyarakat, terlibat dalam mengadvokasi kepentingan masyarakat seperti AMRTA Institut dari Semarang, AMPHAL, Tut Wuri dan lain-lain. Lembaga-lembaga ini selalu menyuarakan kesulitan masyarakat ke pihak pemerintahan dan perusahaan. LSM-LSM ini selalu berkonfrontasi dengan pemerintah dan pihak perusahaan. Kepentingan masyarakat di ketiga desa dengan perusahaan diwakili oleh ketua rukun tetangga (RT) dan kepala desa. Hubungan sebagian masyarakat dengan perusahaan sering menegang terutama ketika kebutuhan mereka akan air bersih tidak terpenuhi dan pembagian CSR dalam bentuk bantuan yang tidak tepat sasaran. Tabel berikut memperlihatkan tingkat kesukaan masyarakat terhadap kehadiran perusahaan di ketiga desa yang menjadi wilayah penelitian. 71

90 perempuan Laki-laki setuju tidak setuju Gambar 6. Sikap masyarakat terhadap kehadiran perusahaan AMDK di desa. Gambar di atas memperlihatkan perempuan lebih menyukai kehadiran perusahaan AMDK dibandingkan dengan laki-laki. Dari hasil wawancara diketahui kebanyakan dari perempuan-perempuan ini merasa cukup senang dengan kehadiran perusahaan karena anggota keluarga mereka bekerja di AMDK. Mereka juga melihat keuntungan dari keberadaan perusahaan berupa bantuanbantuan air pada hari raya, bantuan air bersih dan lain sebagainya. Relasi yang dibangun oleh aktor-aktor ini membentuk jaring-jaring kekuasaan (web of power) dalam merebut, menjaga dan mempertahankan akses terhadap sumber daya air. Gambaran pertarungan dan relasi antar aktor dalam mengakses sumber daya air di Cidahu dan Cicurug akan diuraikan lebih lanjut pada sub bab di bawah. Akar Penyebab Konflik Proses marjinalisasi terhadap masyarakat yang tinggal di sekitar sumber air berlangsung melalui penguasaan lokasi-lokasi sumber air oleh pihak swasta (privat) yang menyebabkan hilangnya hak masyarakat untuk mengakses dan memanfaatkan secara langsung sumber daya air tersebut. Eksploitasi dan kehadiran perusahaan di tengah-tengah kehidupan masyarakat pedesaan menyebabkan terjadinya perubahan lingkungan dan mata pencaharian masyarakat sekitar. Konflik laten yang terjadi di wilayah sekitar perusahaan air dalam kemasan disebabkan oleh pendelegasian wewenang pemerintah kepada swasta untuk menguasai dan mengusahakan sumber daya air untuk mendapatkan keuntungan ekonomi (liberalisasi sumber daya air). Pendelegasian ini mengakibatkan (1) hilang/berkurangnya akses masyarakat terhadap sumber air, (2) kehilangan akses terhadap mata pencaharian, (3) penyempitan ruang hidup dan ruang kelola masyarakat, (4) tereklusinya masyarakat dari ruang hidup. Implikasi yang diterima masyarakat sekitar perusahaan AMDK tersebut diatas disebabkan oleh beberapa perubahan yang terjadi di desa.

91 73 Perubahan Lingkungan Fisik Keberadaan perusahaan di desa membawa perubahan-perubahan terhadap lingkungan fisik wilayah desa. Pembangunan pabrik-pabrik milik perusahaan dan eksploitasi terhadap sumber daya air yang dilakukan terus menerus dalam jangka panjang telah menyebabkan kekeringan dan hilangnya mata air mata air yang dulu banyak terdapat di desa, yang dipergunakan untuk mandi dan mencuci dan untuk kebutuhan pengairan. 1. Kekeringan pada Lahan Pertanian Lima tahun sejak kehadiran perusahaan atau tepatnya sejak tahun 1999 masyarakat sekitar mulai merasakan kekeringan atau berkurangnya ketersediaan air terutama pada musim kemarau untuk pengairan maupun untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Kondisi ini berlangsung sampai sekarang, bahkan lebih parah, saat ini kekurangan air tidak hanya dirasakan pada musim kemarau tapi juga pada musim hujan. Ketiadaan air untuk pengairan dijumpai di Kampung Papisangan Lio, Tongoh dan Wetan, serta Kampung Kuta. Sawah sawah berubah fungsi menjadi kebun-kebun singkong dan menjadi padang alang-alang. Di kampung Papisangan Lio, tidak ada lagi sawah-sawah untuk menghasilkan padi, semuanya berubah menjadi tegalan, dan umumnya lahan-lahan tersebut merupakan milik perusahaan air minum dalam kemasan. Lahan milik masyarakat yang tersisa hanya tanahtanah perumahan dan pemakaman yang berbatasan dengan tanah perusahaan. Masyarakat Papisangan Lio menggarap di lahan milik perusahaan, lahan-lahan ini dipagari, dan di beri pintu masuk terbuat dari besi yang sangat tebal. Di Kampung Papisangan Tongoh dan Wetan, Desa Caringin masih memiliki sawah seluas 40 ha. Sawah-sawah ini pada musim kemarau tidak ditanami padi, dan dibiarkan begitu saja. Dulunya pengairan sawah ini berasal dari air nyusu dan dari kali Cigombong. Menurut masyarakat dulunya pada musim kemarau tanah-tanah sawah ini masih berair atau lembab karena banyak air yang muncul dari dalam tanah sedangkan sekarang kalau kemarau tanah sawah benarbenar gersang dan tidak bisa ditanami apapun. Masyarakat Papisangan merasakan perbedaan ini sejak kehadiran perusahaan, mereka beranggapan air-air yang ada di dalam tanah habis tersedot oleh perusahaan air minum dalam kemasan. PRA (participatory rural appraisal) yang diadakan pada tahun 2007 memperlihat perubahan yang sangat mendasar pada luasan areal persawahan milik masyarakat dan tingkat ketersediaan air di Kampung Papisangan Lio, Wetan dan Tongoh. Di Desa Babakan Pari kurangnya ketersediaan air untuk pengairan disebabkan karena berdirinya lokasi pabrik di lahan sawah yang memutus aliran air ke sawah-sawah lainnya. Di samping itu di Kampung Kuta sawah-sawah menjadi kering karena menghilangnya air resapan (air nyusu) di lahan-lahan sawah mereka. Sebelum kehadiran perusahaan terdapat 8 saluran air di Desa Babakan Pari. Saat ini hanya tersisa saluran air yang mengairi sawah-sawah di Kampung Sawah dan Kampung Duku, karena alirannya berasal dari sumber mata air lain (Citaman) yang terdapat di Desa Tangkil. Kurangnya ketersediaan air untuk pengairan juga terjadi di Kampung Kubang Jaya, Pojok karena sumber air untuk pertanian sudah dikuasai oleh perusahaan sehingga tidak ada lagi air yang

92 74 mengalir dari sumber tersebut ke sawah-sawah masyarakat yang berlokasi di sekitar sumber air tersebut. 2. Konversi Lahan Di desa Babakan Pari, 50 hektar lebih sawah berubah fungsi menjadi lokasi pabrik, areal perumahan dan lahan konservasi. Lahan-lahan ini dulunya menurut masyarakat merupakan sawah-sawah yang subur dan sawah terbaik di kecamatan Cidahu dan Cicurug. Pada tahun 1970an di desa Babakan Pari terdapat 130 ha lahan sawah yang ditanami padi oleh petani. Saat ini lahan sawah hanya tersisa sebesar ha. Alih fungsi lahan ini dipicu oleh kebutuhan perusahaan terhadap lahan-lahan masyarakat di desa sekitar sumber air yang dipergunakan untuk pabrik dan area konservasi/wilayah perlindungan kawasan mata air. Namun di sisi lain, alih fungsi lahan ini didorong pula oleh faktor berkurangnya ketersediaan air untuk bercocok tanam. Lahan-lahan ini sebagian dijual oleh pemiliknya kepada pihak lain (perusahaan, pengusaha perumahan, lain-lain) dan sebagian ditanami singkong. Sementara itu sawah-sawah di sekitar lokasi sumber air yang dieksploitasi, seluas lebih kurang 10 ha dijadikan sebagai lahan konservasi/penghijauan oleh salah satu perusahaan dan ditanami dengan bambu, albasia dan tanaman kayu-kayuan lainnya. Kekeringan dan meningkatnya kebutuhan kos-kosan di Desa Babakan Pari mendorong masyarakat untuk membangun rumah-rumah kontrakan yang disewakan kepada karyawan perusahaan AMDK dan perusahaan pabrik garmen. Selain itu tanah-tanah disekitar pabrik berubah pula menjadi pertokoan yang menyediakan kebutuhan karyawan perusahaan AMDK dan perusahaan garmen. Kebijakan pemerintah tentang penanaman modal dalam negeri dan dilegitimasi dengan kebijakan tentang pengelolaan sumber daya air dan pemberian izin kepada perusahaan (swasta) untuk mengelola sumber daya air, telah menghilangkan hak kepemilikan masyarakat terhadap sumber daya air tersebut dan mengeklusi masyarakat dari tanah-tanah dan sumber daya air miliknya yang sebelumnya mereka manfaatkan dan usahakan baik sebagai petani maupun sebagai petani penggarap maupun sebagai masyarakat pengguna air untuk keperluan sehari-hari. Kebutuhan perusahaan AMDK terhadap tanah dan sumber daya air di Sukabumi terus mengalami peningkatan karena terjadinya peningkatan permintaan dan peningkatan penjualan air minum dalam kemasan. Peningkatan kebutuhan ini menyebabkan perusahaan yang berorientasi keuntungan akan terus mencari sumber daya air yang untuk di eksploitasi dalam upaya memenuhi permintaan pasar tersebut. Di Kabupaten Sukabumi, berdasarkan Peraturan Daerah Perencanaan Tata Ruang dan Tata Wilayah, wilayah Kecamatan Cidahu, Cicurug dan Parung Kuda merupakan wilayah yang diperuntukkan untuk pengembangan industri yang berbasiskan air sebagai bahan baku produksinya. Walaupun sudah ada keputusan dari Bupati untuk membatasi pengambilan air tanah di Wilayah Cidahu dan Cicurug 15 dan Undang-Undang yang melarang tentang alih fungsi lahan namun ketika wawancara dengan Dinas Tata Ruang Kabupaten Sukabumi, diketahui masih adanya kesempatan untuk membuka usaha 15 Wawancara dengan Ketua Forum Masyarakat Peduli Cidahu. Ketua Forum meyakini janji Bupati ke masyarakat untuk membatasi izin perusahaan yang akan mengusahakan air di wilayah Cidahu dan Cicurug.

93 air di Wilayah Cidahu, Cicurug dan Parung Kuda asalkan mendapatkan izin lingkungan dari masyarakat sekitar sebagai syarat pengajuan izin kepada Bupati. 16 Kehadiran perusahaan AMDK ditengah-tengah masyarakat Cidahu dan Cicurug dengan kekuatan modal yang memberikan bantuan air dan pemberian CSR dianggap sebagai kebaikan hati perusahaan sehingga sebagian masyarakat (terutama yang berpendidikan rendah) menerima setiap perubahan dan kesulitan yang ditimbulkan dengan kehadiran perusahaan sebagai sesuatu yang alamiah dan mereka merasa sangat diuntungkan dengan keberadaan perusahaan AMDK di desa. Dorongan untuk menjual tanah yang tinggi, ditambah dengan kekuatan yang dimiliki (modal dan lain-lain) oleh perusahaan mempercepat terjadinya pengalihan lahan dari lahan pertanian ke lahan industri, pabrik AMDK dan lainlain. Tidak heran kenapa salah satu sebab terbesar menjual lahannya adalah karena dibutuhkan oleh perusahaan AMDK seperti digambarkan pada tabel di bawah: Tabel 27. Alasan masyarakat menjual tanah No Alasan menjual tanah Jumlah (%) 1 Kebutuhan Ekonomi Biaya sekolah anak Diiming-imingi harga tinggi Diperlukan perusahaan Ikut-ikutan Untuk naik haji Jumlah 100 Sumber : data lapangan (2013) 3. Berkurangnya Ketersediaan Air untuk Kebutuhan Sehari-Hari Lima tahun sejak perusahaan mengeksploitasi sumber daya air atau tepatnya sejak tahun 1999 masyarakat sekitar sumber air mulai merasakan kesulitan untuk mendapatkan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari. Kesulitan mendapatkan air ini sangat dirasakan masyarakat pada musim kemarau. Sebelum perusahaan melakukan eksploitasi terhadap sumber daya air di desa, masyarakat tidak merasakan kesulitan untuk mendapatkan air bersih. Lima belas persen dari responden yang ditanya mengalami kesulitan mendapatkan air bersih sebelum perusahaan melakukan kegiatan eksploitasinya di desa. Jumlah orang yang merasakan kesulitan mendapatkan air bersih meningkat menjadi 62.5% setelah perusahaan melakukan kegiatan eksploitasi di desa seperti yang digambarkan dibawah ini: Wawancara dengan Bapak A, Dinas Tata Ruang dan Tata Wilayah Kabupaten Sukabumi.

94 76 Kesulitan Mendapatkan Air Bersih ya tidak ya tidak sebelum ada perusahaan Sesudah ada perusahaan Gambar 7. Kesulitan mendapatkan air bersih sebelum dan sesudah kehadiran perusahaan. Saat ini beberapa kampung di Desa Babakan Pari seperti Kampung Pasir dalam, kampung Kuta dan lain-lain mengalami kesulitan mendapatkan air bersih. Kesulitan mendapatkan air digambarkan oleh salah satu informan dalam petikan wawancara di bawah ini : Sebelum ada perusahaan tidak ada kesulitan air di musim kemarau, air-air subur, kering di sumur, semua pergi kebawah, ke sumber air, sekarang airnya sudah tidak ada. Dulu di bawah ada bendungan, ada air sumber, sekarang sudah tidak ada, mungkin sudah kesedot ke sana ke sini. Mata-mata air sudah tidak ada, dulukan pinggiran jalan ini air semua, ada air mengalir, sekarang mah tidak ada, dulu banyak kolam di sini, tapi sekarang aliran air sudah seperti di Jakarta, airnya kotor, hanya air yang berasal dari limbah rumah tangga saja. Kalau kemarau ibu pakai air di mesjid atau lari ke tetangga yang masih punya air, kemarau tahun lalu cukup panjang, airnya diepet-epet, kadang-kadang saya pakai air galon untuk mandi dan memasak, sumur hanya berair pagi hari, siang dan sore suka tidak ada air sehingga memakainya harus diirit-irit.(t, Pasir Dalam) Perubahan-perubahan lingkungan fisik atau kekeringan, terjadi sejak kehadiran perusahaan di desa. Eksploitasi air tanah dalam yang dilakukan oleh perusahaan sesungguhnya bukan menjadi penyebab utama dari kekeringan dan hilangnya sumber-sumber air permukaan yang dulunya tersedia berlimpah di ketiga desa. Perusahaan dalam operasinya mengambil air tanah dalam, melakukan pengeboran sedalam m ke dalam permukaan tanah. Sedangkan air yang dipergunakan masyarakat adalah air permukaan yang berada pada lapisan berbeda dengan air tanah yang diambil oleh perusahaan. Kehadiran perusahaan/industri di tengah-tengah masyarakat mendorong terjadinya perubahan lingkungan fisik wilayah desa, bentang alam (landscape). Pertambahan jumlah bangunan pabrik, perumahan, kos-kosan, toko-toko, tempat parkir, gudang dan bangunan lain menyebabkan berkurangnya daerah resapan air

95 dan pada jangka panjang telah menyebabkan terjadinya kekeringan dan kesulitan untuk mendapatkan air bersih. 4. Pemagaran Pemagaran dilakukan oleh perusahaan untuk mengamankan sumber-sumber air, lahan konservasi beserta jalur-jalur pipa yang dipergunakan untuk menyalurkan air ke pabrik-pabrik air minum dalam kemasan. Namun pemagaran yang dilakukan di Papisangan Lio, justru membelah kampung tersebut menjadi dua bagian. Rumah-rumah masyarakat dipisahkan oleh pagar panel setinggi 3 meter. Pagar-pagar pembatas ini dibangun perusahaan pada tahun 2007 setelah meminta izin kepada warga, diawali dengan pembebasan tanah seluas 5.5 ha untuk penghijauan dan jalur pipa. Proses pembebasan lahan ini diikuti pula dengan kesepakatan yang dibuat antara masyarakat dengan perusahaan satu diantaranya adalah setelah masyarakat memberi izin lingkungan untuk pembuatan pagar setinggi 3 meter, perusahaan berjanji akan menerima karyawan dari RT 4 RW 4 kampung Papisangan Lio, Desa Caringin dan akan memberi masyarakat fasilitas air bersih, tapi sampai akhir tahun 2008 janji ini belum ditepati oleh perusahaan. Tahun 2012, janji memberikan fasilitas air bersih kepada masyarakat Papisangan Lio akhirnya dipenuhi dengan membangunkan bak penampungan dan penyaluran air secara langsung dari sumber air yang dieksploitasi. 77 Perubahan Peluang Bekerja dan Berusaha Peluang Bekerja Perubahan kepemilikan terhadap sumber daya air menyebabkan masyarakat kehilangan akses terhadap sumber daya air tersebut dan kehilangan hak untuk memanfaatkan sumber air. Seperti telah diuraikan di atas, perubahan penguasaan sumber daya air dan eksploitasi yang dilakukan oleh perusahaan telah menyebabkan kekeringan dan berubahnya lahan-lahan pertanian (sawah) menjadi tegalan/lahan-lahan kering yang tidak produktif. Selain itu penguasaan lahan oleh perusahaan dan oleh orang luar desa menyebabkan petani/penggarap kehilangan mata pencaharian. Idealnya ketika terdapat banyak industri di desa maka masyarakat di desa tersebut mendapatkan peluang yang lebih besar untuk mengakses pekerjaanpekerjaan yang tersedia di perusahaan. Berdasarkan data demografi desa Babakan Pari hanya 300 orang yang tercatat bekerja sebagai karyawan di perusahaanperusahaan air minum dan di industri garmen. Di Kampung Kubang Jaya, ada 35 orang dari 125 KK yang bekerja di perusahaan air minum dalam kemasan. Sedangkan di kampung Papisangan Lio hanya 3 orang yang bekerja di perusahaan AMDK. Pada proses awal kehadiran perusahaan di desa, karena berharap mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan didorong oleh perasaan bahwa bekerja sebagai petani tidak begitu menguntungkan, masyarakat melepaskan tanah-tanah di sekitar mata air. Dalam perjalanannya, tidak mudah untuk mengakses pekerjaan di perusahaan-perusahaan air minum karena ada beberapa syarat yang harus di penuhi seperti syarat pendidikan dan keahlian, yang sangat

96 78 sulit untuk di penuhi oleh masyarakat. Pada waktu itu hanya ada beberapa orang saja yang bisa menamatkan pendidikan setingkat SLTA di ketiga desa seputar perusahaan air minum. Salah seorang informan yang diwawancarai harus menunggu sampai dua tahun untuk mendapatkan pekerjaan sebagai satpam setelah dia menjual tanah milik orang tuanya kepada salah satu perusahaan air minum. Setelah rekrutmen karyawan di ambil alih oleh yayasan, persyaratan penerimaan karyawan semakin diperketat dan semakin banyak warga masyarakat yang tidak bisa mengakses pekerjaan di perusahaan air minum. Alasan perusahaan tidak menerima masyarakat sekitar perusahaan air untuk bekerja adalah karena masyarakat sekitar tidak memenuhi kualifikasi yang di tetapkan. Penerapan teknologi baru yang lebih efektif dan efisien memungkinkan air yang telah di proses langsung masuk ke kemasan / galon, bahkan langsung naik ke truk-truk pengangkut, ikut pula mengakibatkan terseingkirnya masyarakat yang dulu menjadi buruh muat dari pekerjaannya. Penerapan teknologi menuntut karyawan dengan spesifikasi tinggi, sementara pada umumnya penduduk di ketiga desa di lingkaran perusahaan air minum dalam kemasan sampai saat ini hanya mampu menamatkan pendidikan setingkat SMP dan SLTA. Dalam beberapa wawancara dengan tokoh masyarakat dan masyarakat lainnya, keluhan tidak bisa bekerja di perusahaan selalu dipertentangkan dengan jumlah air yang dieksploitasi setiap harinya di kawasan sumber air. Peluang Berusaha Masyarakat yang kehilangan pekerjaan di sektor pertanian beralih bekerja di sektor informal dengan menjadi tukang ojek dan pedagang keliling. Sebagian lainnya tidak memiliki pekerjaan tetap. Pekerjaan-pekerjaan ini tidak secara signifikan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Bagi sebagian kecil masyarakat keberadaan perusahaan di desa justru sangat menguntungkan secara ekonomi. Orang-orang ini berprofesi sebagai Biyong yaitu orang yang berperan sebagai makelar dalam proses pelepasan tanah-tanah masyarakat untuk kepentingan perusahaan maupun pihak lain. Para Biyong dalam kasus ini tidak saja berperan sebagai perantara antara pembeli (perusahaan) dengan penjual (masyarakat) tapi juga melakukan pembelian tanah-tanah masyarakat dengan harga murah untuk tujuan spekulasi. Akses informasi ke dalam perusahaan yang dimiliki oleh para biyong, menyangkut rencana pembelian tanah masyarakat, memungkinkan biyong untuk melakukan spekulasi spekulasi untuk kepentingan pribadi. Biyong yang memiliki modal besar untuk membeli tanah-tanah yang sudah dibidik perusahaan dengan harga yang lebih murah untuk dijual kembali kepada perusahaan dengan harga berlipat ganda. Beberapa orang pemillik lahan yang berlokasi di sekitar sumber air yang ditanya tentang bagaimana proses terjadinya pelepasan hak, sebagian besar mereka menjawab, pemilik lahan tidak menjual langsung lahan/tanahnya tersebut ke perusahaan tapi menjualnya kepada orang lain sebelum berpindah tangan kepada perusahaan. Tak heran, jika kemudian ditemukan salah seorang yang menjadi biyong di Kampung Papisangan, Desa Caringin, bisa membeli tanah berhektar-hektar di Desa Bangbayang dan mampu membeli vila dari seorang pengusaha dari Jakarta.

97 Diantara biyong bekerja sebagai perangkat di desa, sehingga memudahkan mereka mengetahui rencana-rencana yang sedang disusun oleh perusahaan. Praktek biyong ini mendongkrak dengan cepat kesejahteraan dan penghasilan mereka. Seorang mantan pejabat desa yang terlibat langsung dalam proses pengalihan hak tanah di sekitar mata air menjadi kaya raya dalam sekejab karena selisih keuntungan yang dia dapatkan dari penjualan tanah-tanah milik masyarakat tersebut. 79 Perubahan Makna Air Bagi Masyarakat Selama lebih kurang 30 tahun masyarakat di sekitar sumber air minum dalam kemasan melihat, dan mengalami berbagai perubahan perubahan yang terjadi seperti perubahan lingkungan, mata pencaharian dan merasakan dampak negatif maupun positif dari kehadiran perusahaan. Kehadiran perusahaan di desa, membeli tanah yang ada sumber airnya, untuk selanjutnya diproduksi dan dijual kepada konsumen untuk mendapatkan keuntungan mempengaruhi makna sumber air bagi masyarakat. Sebelum tahun 1993 tidak satupun masyarakat yang pernah berfikir tentang keuntungan besar yang akan didapatkan jika seseorang memiliki mata air. Dulu, air yang berasal dari mata air dianggap sebagai barang milik bersama tidak diperjualbelikan dan dapat dimiliki secara bebas, bahkan sumber air Kubang dan tanah di sekitarnya dianggap masyarakat sebagai tanah yang tidak produktif yang airnya dingin sehingga padi tidak bisa tumbuh dengan baik disana. Tanah sekitar sumber air Kubang dianggap tidak bernilai dan dengan mudah dipindah tangankan oleh pemiliknya kepada orang lain dengan harga murah. Kuantitas air yang sangat tinggi sebelum ada perusahaan membuat masyarakat tidak pernah dirisaukan oleh ketersediaan sumber air. Sebelum keberadaan perusahaan, masyarakat hanya menggunakan tiga jenis sumber air untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan untuk pengairan yaitu air selokan, mata air dan air sumur. Keberadaan perusahaan memunculkan kebiasaan baru dalam masyarakat desa yaitu mulai mengkonsumsi air minum dalam kemasan, dengan jalan membeli air-air yang dulunya mereka manfaatkan dengan gratis. Sumber air yang digunakan masyarakat menjadi lebih beragam yaitu sumur, air bersih dari perusahaan yang disebut masyarakat dengan air Aqua, air galon, mata air dan air selokan. Makna air bagi masyarakat dibedakan berdasarkan jenis sumber air dan dilihat dari aspek kualitas, kuantitas dan akses untuk mendapatkannya dengan menggunakan metode semantik (bahasa) untuk menangkap makna masyarakat terhadap satu jenis sumber air. Makna sumber air bagi masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah eksploitasi AMDK disajikan pada lampiran 1. Dari beberapa jenis air yang digunakan oleh masyarakat, masyarakat memaknai air yang berasal dari air sumur mereka sebagai air yang sangat berharga, murah dan mudah didapat serta paling bersih. Air yang berasal dari sumur dapat mereka akses dan gunakan setiap hari. Bagi mereka yang sudah tidak dapat lagi mengakses air bersih dari sumber mata air akan melakukan berbagai cara untuk memelihara agar air sumur tetap mengalir misalnya dengan menggali sumur lebih dalam pada musim kemarau. Mereka tidak perlu mengeluarkan biaya untuk mendapatkan air sumur kecuali biaya listrik.

98 80 Hampir setiap rumah menggunakan sumur untuk keperluan sehari-hari, berbeda dengan sebelum tahun 1993, rumah-rumah yang memiliki sumur dapat dihitung dengan jari. Sumur-sumur ini menggantikan fungsi air selokan dan mata air yang dulunya digunakan untuk mandi, mencuci, dan untuk minum. Bagi masyarakat air sumur ini tidak boleh diperjualbelikan, harus dilindungi, dan dipelihara. Artinya dari sekian banyak jenis sumber air yang mereka gunakan air sumur sangat berperan dalam kehidupan mereka. Makna sumber air bagi masyarakat dapat dilihat pada grafik dibawah ini : Sumur Mata air PAM Air Aqua Air selokan Air Kemasan/galon Gambar 8. Makna sumber air bagi masyarakat

99 Sumur Mata air PAM Air Aqua Air Selokan Air Kemasan/galon Gambar 9. Makna sumber air bagi masyarakat Mata air mereka anggap sebagai barang yang sudah langka dan sulit untuk didapatkan, walaupun begitu jenis sumber air ini dinilai berharga dari sisi ekonomi dan boleh diperjualbelikan kepada orang lain untuk mendapatkan keuntungan. Seperti telah diuraikan di atas, mata air yang dulunya banyak terdapat di desa, setelah kehadiran perusahaan dan perubahan kondisi lingkungan (landscape) berubah menjadi lahan kering. Walaupun masyarakat mengalami kesulitan air dan tidak bisa lagi mengakses sumber air Kubang, sebanyak 39 orang (48,75%) dari responden masih ingin menjual mata air seandainya mereka memiliki mata air tersebut di tanahnya. Tanah yang di dalamnya terdapat mata air akan menghasilkan uang dalam jumlah besar, karena pengusaha air minum dalam kemasan tidak segan-segan membayar tanah tersebut dengan harga mahal. Uang hasil penjualan tanah tersebut nantinya akan dipergunakan untuk memperbaiki rumah, naik haji dan membeli tanah yang lebih luas di tempat lain. Responden yang menolak menjual mata air sebanyak 51,25 % adalah mereka yang sadar dengan dampak yang ditimbulkan oleh eksploitasi air yang dilakukan oleh perusahaan. Mereka menilai jika air diambil terus menerus maka air di dalam tanah akan menjadi kosong, dan tidak ada lagi air yang menyangga tanah, menurut mereka otomatis suatu hari nanti tanah permukaan akan amblas ke dalam. Pemberitaan media tentang bencana lumpur Sidoarjo sering diasosiasikan dengan kondisi desa mereka saat ini. Air selokan dianggap sebagian besar responden tidak berharga (63,8%) karena menurut mereka air selokan tidak bisa mereka manfaatkan karena ketiadaan lahan pertanian. Namun bagi petani, air selokan jauh lebih berharga dari pada air lainnya karena dengan air selokan petani

II. PENDEKATAN TEORITIS

II. PENDEKATAN TEORITIS II. PENDEKATAN TEORITIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Teori Kepemilikan Sumber Daya (Property rights) Kondisi tragedy of the common didorong oleh kondisi sumber daya perikanan yang bersifat milik bersama

Lebih terperinci

KONFLIK DAN REZIM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM (Kuliah VII)

KONFLIK DAN REZIM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM (Kuliah VII) KONFLIK DAN REZIM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM (Kuliah VII) Tim Pengajar MK Ekologi Manusia 2010 HAK KEPEMILIKAN (PROPERTY RIGHT) Rezim Hak Kepemilikan Hak Kepemilikan Tipe Hak Kepemilikan Akses Terbuka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan dua pertiga wilayahnya berupa perairan serta memiliki jumlah panjang garis

I. PENDAHULUAN. dengan dua pertiga wilayahnya berupa perairan serta memiliki jumlah panjang garis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki 17.508 pulau dengan dua pertiga wilayahnya berupa perairan serta memiliki jumlah panjang garis pantai 91.000

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

Teori Sumberdaya Bersama (Common- Pool Resource / Common Property Resource)

Teori Sumberdaya Bersama (Common- Pool Resource / Common Property Resource) Teori Sumberdaya Bersama (Common- Pool Resource / Common Property Resource) Kuliah Pengelolaan Kolaboratif Sumberdaya Alam Soeryo Adiwibowo Tragedi Sumberdaya Bersama (Tragedy of the Common, Garret Hardyn)

Lebih terperinci

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA 1 PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

TATA KELOLA PEMERINTAHAN, KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK. Hendra Wijayanto

TATA KELOLA PEMERINTAHAN, KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK. Hendra Wijayanto TATA KELOLA PEMERINTAHAN, KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK Hendra Wijayanto PERTANYAAN Apa yang dimaksud government? Apa yang dimaksud governance? SEJARAH IDE GOVERNANCE Tahap 1 Transformasi government sepanjang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mempengaruhi debit air khususnya debit air tanah. Kelangkaan sumberdaya air

II. TINJAUAN PUSTAKA. mempengaruhi debit air khususnya debit air tanah. Kelangkaan sumberdaya air II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelangkaan Sumberdaya Air Peningkatan jumlah penduduk merupakan salah satu penyebab pemanfaatan berlebihan yang dilakukan terhadap sumberdaya air. Selain itu, berkurangnya daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang meliputi kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang meliputi kegiatan BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang meliputi kegiatan produksi primer, kegiatan produksi sekunder, dan kegiatan produksi tersier. Industri merupakan salah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA G U B E R N U R NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH i STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 iii PERNYATAAN

Lebih terperinci

8 KESIMPULAN DAN SARAN

8 KESIMPULAN DAN SARAN 8 KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Dalam konteks kelembagaan pengelolaan hutan, sistem pengelolaan hutan bukan hanya merupakan representasi keberadaan lembaga regulasi negara, melainkan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai hal tersebut menuai pro dan kontra. Kuswijayanti (2007) menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. mengenai hal tersebut menuai pro dan kontra. Kuswijayanti (2007) menjelaskan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada 2001, pembahasan mengenai penetapan Gunung Merapi sebagai kawasan taman nasional mulai digulirkan. Sejak saat itu pula perbincangan mengenai hal tersebut menuai

Lebih terperinci

IMBAL JASA LINGKUNGAN DALAM PELESTARIAN SUMBER DAYA AIR (Studi kasus : Kabupaten Karanganyar Kota Surakarta) TUGAS AKHIR

IMBAL JASA LINGKUNGAN DALAM PELESTARIAN SUMBER DAYA AIR (Studi kasus : Kabupaten Karanganyar Kota Surakarta) TUGAS AKHIR IMBAL JASA LINGKUNGAN DALAM PELESTARIAN SUMBER DAYA AIR (Studi kasus : Kabupaten Karanganyar Kota Surakarta) TUGAS AKHIR OLEH : TOMMY FAIZAL W. L2D 005 406 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa air tanah mempunyai

Lebih terperinci

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH (Kasus Program Community Development Perusahaan Star Energy di Kabupaten Natuna dan Kabupaten Anambas) AKMARUZZAMAN

Lebih terperinci

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M.

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. MUNTADHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam 11 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan, termasuk hutan tanaman, bukan hanya sekumpulan individu pohon, namun merupakan suatu komunitas (masyarakat) tumbuhan (vegetasi) yang kompleks yang terdiri dari pohon,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu-isu tentang pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam, seperti air, tanah, hutan dan kelautan-perikanan, merupakan topik yang semakin penting dalam kajian akademik,

Lebih terperinci

PERANAN KELEMBAGAAN DAN TINDAKAN KOMUNIKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON ETIK SULISTIOWATI NINGSIH

PERANAN KELEMBAGAAN DAN TINDAKAN KOMUNIKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON ETIK SULISTIOWATI NINGSIH PERANAN KELEMBAGAAN DAN TINDAKAN KOMUNIKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON ETIK SULISTIOWATI NINGSIH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir Daerah peralihan (interface area) antara ekosistem daratan dan laut. Batas ke arah darat: Ekologis: kawasan yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Dengan pemaparan dan analisa sebagaimana diuraikan di atas maka dapat disusun beberapa kesimpulan sebagai berikut; 1. Latarbelakang lahirnya kontestasi multi

Lebih terperinci

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG (Studi Kasus Wilayah Seksi Bungan Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun di Provinsi

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Laswell dan Kaplan (1970) mengemukakan bahwa kebijakan merupakan suatu program yang memroyeksikan tujuan, nilai, dan praktik yang terarah. Kemudian Dye (1978) menyampaikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya Alam dan Lingkungan (SDAL) sangat diperlukan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila dilakukan secara berlebihan dan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Muka bumi yang luasnya ± juta Km 2 ditutupi oleh daratan seluas

BAB I PENDAHULUAN. Muka bumi yang luasnya ± juta Km 2 ditutupi oleh daratan seluas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muka bumi yang luasnya ± 510.073 juta Km 2 ditutupi oleh daratan seluas 148.94 juta Km 2 (29.2%) dan lautan 361.132 juta Km 2 (70.8%), sehingga dapat dikatakan bahwa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Air merupakan kebutuhan dasar makhluk hidup dan sebagai barang publik yang tidak dimiliki oleh siapapun, melainkan dalam bentuk kepemilikan bersama (global commons atau common

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE

MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE (Environmental Study of University of Pattimura) Memiliki 1.340 pulau Pulau kecil sebanyak 1.336 pulau Pulau besar (P. Seram,

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN NILAI EKONOMI AIR AKIBAT PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN Studi Kasus Di DAS Cidanau Propinsi Banten

ANALISIS PERUBAHAN NILAI EKONOMI AIR AKIBAT PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN Studi Kasus Di DAS Cidanau Propinsi Banten TESIS ANALISIS PERUBAHAN NILAI EKONOMI AIR AKIBAT PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN Studi Kasus Di DAS Cidanau Propinsi Banten OLEH : IGNATIUS ADI NUGROHO SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 Hak

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan keseimbangan antara

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 20 TAHUN 2015 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERIZINAN PENGEBORAN DAN PENGAMBILAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan salah satu upaya manusia dalam meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan salah satu upaya manusia dalam meningkatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan salah satu upaya manusia dalam meningkatkan kualitas hidupnya. Pembangunan suatu negara merupakan pembangunan secara nasional dimana

Lebih terperinci

OTONOMI DAERAH. Terjadi proses desentralisasi

OTONOMI DAERAH. Terjadi proses desentralisasi OTONOMI DAERAH Otda di Indonesia dimulai tahun 1999 yaitu dengan disyahkannya UU No.22 thn 1999 ttg Pemerintah Daerah yang kemudian disempurnakan dengan UU No.32 thn 2004. Terjadi proses desentralisasi

Lebih terperinci

PENGARUH STRUKTUR MODAL TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN SEKTOR KEUANGAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TEDY SAPUTRA

PENGARUH STRUKTUR MODAL TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN SEKTOR KEUANGAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TEDY SAPUTRA PENGARUH STRUKTUR MODAL TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN SEKTOR KEUANGAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TEDY SAPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

TINDAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA DENPASAR DALAM MELINDUNGI KEBERADAAN AIR TANAH DI KOTA DENPASAR

TINDAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA DENPASAR DALAM MELINDUNGI KEBERADAAN AIR TANAH DI KOTA DENPASAR TINDAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA DENPASAR DALAM MELINDUNGI KEBERADAAN AIR TANAH DI KOTA DENPASAR Oleh : Ketut Eddy Budiadnyana Giri I Made Arya Utama Cokorda Dalem Dahana Bagian Hukum Pemerintahan Fakultas

Lebih terperinci

PENGUATAN KELEMBAGAAN TANI IKAN MINA SARI. (Studi Kasus di Desa Tegal Arum Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo Propinsi Jambi)

PENGUATAN KELEMBAGAAN TANI IKAN MINA SARI. (Studi Kasus di Desa Tegal Arum Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo Propinsi Jambi) PENGUATAN KELEMBAGAAN TANI IKAN MINA SARI (Studi Kasus di Desa Tegal Arum Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo Propinsi Jambi) RONALD FRANSISCO MARBUN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH 30 Juni 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI UTARA, Menimbang : a. bahwa pengaturan pengelolaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dari air bermula kehidupan dan karena air peradaban tumbuh dan berkembang. Logika

BAB I PENDAHULUAN. Dari air bermula kehidupan dan karena air peradaban tumbuh dan berkembang. Logika BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan asal muasal dari segala macam bentuk kehidupan di planet bumi ini. Dari air bermula kehidupan dan karena air peradaban tumbuh dan berkembang. Logika

Lebih terperinci

KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT

KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT I. Perumusan Masalah Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang optimal membutuhkan sebuah pemahaman yang luas dimana pengelolaan SDA harus memperhatikan aspek

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2007

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2007 BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PERIZINAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PENGAMBILAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL (Studi Kasus Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta)

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danau merupakan perairan umum daratan yang memiliki fungsi penting bagi pembangunan dan kehidupan manusia. Secara umum, danau memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi ekologi

Lebih terperinci

PENERAPAN KAMPANYE BANGGA UNTUK MENGUBAH POLA PENGELOLAAN TERNAK MASYARAKAT DALAM MENDUKUNG KONSERVASI HARIMAU SUMATERA DI JANTHO ACEH BESAR

PENERAPAN KAMPANYE BANGGA UNTUK MENGUBAH POLA PENGELOLAAN TERNAK MASYARAKAT DALAM MENDUKUNG KONSERVASI HARIMAU SUMATERA DI JANTHO ACEH BESAR PENERAPAN KAMPANYE BANGGA UNTUK MENGUBAH POLA PENGELOLAAN TERNAK MASYARAKAT DALAM MENDUKUNG KONSERVASI HARIMAU SUMATERA DI JANTHO ACEH BESAR CUT MEURAH INTAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL SEKOLAH PASCSARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (Studi Kasus Kecamatan Sumedang Utara dan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang, Provinsi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan luas 49 307,19 km 2 memiliki potensi sumberdaya hayati laut yang tinggi. Luas laut 29 159,04 Km 2, sedangkan luas daratan meliputi

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2006 TENTANG PENDAYAGUNAAN AIR TANAH GUBERNUR JAWA BARAT

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2006 TENTANG PENDAYAGUNAAN AIR TANAH GUBERNUR JAWA BARAT SALINAN Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2006 TENTANG PENDAYAGUNAAN AIR TANAH GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang : a. bahwa dalam rangka pengendalian, pengambilan dan penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan utama bagi setiap insan dipermukaan bumi baik manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Setiap kegiatan mereka tidak lepas dari kebutuhan akan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN 2004-2012 RENALDO PRIMA SUTIKNO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan fakta fisiknya, Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km (terpanjang

Lebih terperinci

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM

Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM DAS Bengawan Solo merupakan salah satu DAS yang memiliki posisi penting di Pulau Jawa serta sumber daya alam bagi kegiatan sosial-ekonomi

Lebih terperinci

5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan

5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan Bab 5 5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan 5.2.1 Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan Perhatian harus diberikan kepada kendala pengembangan,

Lebih terperinci

I. 0PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. 0PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. 0PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya alam baik hayati maupun non-hayati sangat besar peranannya bagi kelangsungan hidup manusia. Alam memang disediakan untuk memenuhi kebutuhan manusia di bumi,

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK BIDANG KESEJAHTERAAN SOSIAL TAHUN 2015 JUDUL:

LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK BIDANG KESEJAHTERAAN SOSIAL TAHUN 2015 JUDUL: LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK BIDANG KESEJAHTERAAN SOSIAL TAHUN 2015 JUDUL: PENYEDIAAN AIR BERSIH:STUDI PERAN PEMERINTAH, PEMERINTAH DAERAH, SWASTA DAN MASYARAKAT DI PROVINSI JAWA BARAT DAN SUMATERA SELATAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PERIZINAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PENGAMBILAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKIMAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PERIZINAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PENGAMBILAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKIMAN BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PERIZINAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PENGAMBILAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 522 TAHUN : 2001 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG IJIN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

xvii Damage, Loss and Preliminary Needs Assessment Ringkasan Eksekutif

xvii Damage, Loss and Preliminary Needs Assessment Ringkasan Eksekutif xvii Ringkasan Eksekutif Pada tanggal 30 September 2009, gempa yang berkekuatan 7.6 mengguncang Propinsi Sumatera Barat. Kerusakan yang terjadi akibat gempa ini tersebar di 13 dari 19 kabupaten/kota dan

Lebih terperinci

DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR DI KOTA TANGERANG OLEH : DADAN SUHENDAR

DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR DI KOTA TANGERANG OLEH : DADAN SUHENDAR DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR DI KOTA TANGERANG OLEH : DADAN SUHENDAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 ABSTRAK DADAN SUHENDAR. Dampak Perubahan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON 2 NOMOR 8 TAHUN 2010 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIREBON, Menimbang : a.

Lebih terperinci

KAJIAN AGRARIA (KPM 321) PENDAHULUAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA / DEPARTEMEN -KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN ASYARAKAT.

KAJIAN AGRARIA (KPM 321) PENDAHULUAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA / DEPARTEMEN -KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN ASYARAKAT. KAJIAN (KPM 321) PENDAHULUAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA / DEPARTEMEN -KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN ASYARAKAT. 2009/10 1 FOKUS Mempelajari hubungan antara manusia yang mengatur penguasaan

Lebih terperinci

VANDANA SHIVA: MEMBANGUN DEMOKRASI AIR. Oleh: Heru Nugroho

VANDANA SHIVA: MEMBANGUN DEMOKRASI AIR. Oleh: Heru Nugroho VANDANA SHIVA: MEMBANGUN DEMOKRASI AIR Oleh: Heru Nugroho VANDANA SHIVA SEBAGAI ENTRY POINT Mengkritisi stagnasi penelitian perebutan sumber daya air dan solusinya di Indonesia Memahami keunikan pemikiran

Lebih terperinci

STRATEGI NAFKAH RUMAHTANGGA DESA SEKITAR HUTAN

STRATEGI NAFKAH RUMAHTANGGA DESA SEKITAR HUTAN STRATEGI NAFKAH RUMAHTANGGA DESA SEKITAR HUTAN Studi Kasus Desa Peserta PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat) di Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat AGUSTINA MULTI PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS 5 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konservasi Salah satu upaya yang dianggap efektif untuk dilakukan dalam melindungi ekosistem dan sumberdaya adalah dengan menetapkan kawasan konservasi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10, Pasal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI, KABUPATEN KUNINGAN, PROVINSI JAWA BARAT

FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI, KABUPATEN KUNINGAN, PROVINSI JAWA BARAT FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI, KABUPATEN KUNINGAN, PROVINSI JAWA BARAT FARMA YUNIANDRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan garis pantai sepanjang 81.290 km dan luas laut termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 5,8 juta km 2 (Dahuri et al. 2002).

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR BERSIH BERBASIS MASYARAKAT

PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR BERSIH BERBASIS MASYARAKAT PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR BERSIH BERBASIS MASYARAKAT (Studi Kasus di Desa Bumijawa, Kecamatan Bumijawa Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah) YUDO JATMIKO SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Indikator Perkuliahan Menjelaskan kawasan yang dilindungi Menjelaskan klasifikasi kawasan yang dilindungi Menjelaskan pendekatan spesies Menjelaskan

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bekasi, adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Barat yang terletak di sebelah timur Jakarta. Batas administratif Kota bekasi yaitu: sebelah barat adalah Jakarta, Kabupaten

Lebih terperinci

PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI PADA PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI BELIMBING

PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI PADA PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI BELIMBING PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI PADA PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI BELIMBING (Kasus Kelompok Tani Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok) DIARSI EKA YANI SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 5 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 5 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, 30 Juni 30 Juni 2008 2008 PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 5 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa pengaturan

Lebih terperinci

NILAI EKONOMI EKOTURISME KEBUN RAYA BOGOR

NILAI EKONOMI EKOTURISME KEBUN RAYA BOGOR NILAI EKONOMI EKOTURISME KEBUN RAYA BOGOR Oleh: Nadya Tanaya Ardianti A07400018 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya alam (SDA) merupakan unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam hayati, sumberdaya alam non hayati dan sumberdaya buatan. SDA merupakan

Lebih terperinci

SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM BERBASIS MASYARAKAT REGIONAL PASIGALA SEBAGAI ANTISIPASI DEGRADASI KETERSEDIAAN AIR PERMUKAAN DI KOTA PALU

SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM BERBASIS MASYARAKAT REGIONAL PASIGALA SEBAGAI ANTISIPASI DEGRADASI KETERSEDIAAN AIR PERMUKAAN DI KOTA PALU JURNAL GEOGRAFI Geografi dan Pengajarannya ISSN 1412-6982 e-issn : 2443-3977 Volume 15 Nomor 1 Juni 2017 SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM BERBASIS MASYARAKAT REGIONAL PASIGALA SEBAGAI ANTISIPASI DEGRADASI KETERSEDIAAN

Lebih terperinci

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRACT

Lebih terperinci

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN AIR MINUM PROVINSI BANTEN Oleh:

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN AIR MINUM PROVINSI BANTEN Oleh: KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN AIR MINUM PROVINSI BANTEN Oleh: R.D Ambarwati, ST.MT. Definisi Air Minum menurut MDG s adalah air minum perpipaan dan air minum non perpipaan terlindung yang berasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Bab VI Analisa Pendahuluan

Bab VI Analisa Pendahuluan Bab VI Analisa Pendahuluan Dalam konteks Atauro, kata kunci yang menjadi isu utama adalah hadirnya perubahan. Berkaitan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis di Atauro dan mengingat penulis juga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan perekonomian Indonesia yang semakin membaik ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Peningkatan pertumbuhan ekonomi salah satunya didorong oleh

Lebih terperinci

Achmad Sjafrudin Laboratorium Geomorfologi, Fakutas Teknik Geologi, UNPAD ABSTRACT

Achmad Sjafrudin Laboratorium Geomorfologi, Fakutas Teknik Geologi, UNPAD ABSTRACT Dampak Lingkungan Eksploitasi Air Tanah dan Pembangunan Pabrik AMDK PT. Tirta Investama di Kampung Salam, Desa Darmaga dan Pasanggrahan, Kecamatan Cisalak, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat (Achmad

Lebih terperinci