1.1. Latar Belakang dan Masalah

Transkripsi

1 1.1. Latar Belakang dan Masalah Secara agregat, perekonomian suatu negara atau wilayah dapat dibagi ke dalam sektor-sektor pertanian, industri dan jasa-jasa. Masing-masing sektor ini memiliki peranan penting dalam perekonmian secara keseluruhan, yang ditunjukkan oleh kontribusi relatif masing-masing sektor tersebut terhadap PDRB. Dari perkembangan ekonomi di negara-negara maju tampak bahwa pada tahap awal pembangunan, kontribusi relatif sektor pertanian sangat dominan, namun akan terus menurun sampai pada tahap tertentu. Di sisi lain kemampuan sektor tersebut dalam menyerap tenagakerja juga menurun yang diimbangi oleh peningkatan peran sektor industri dan jasa. Fenomena seperti ini oleh Malassis < 1975), Todaro (1977), Hayami dan Rutan (1985) disebut proses transformasi struktural. Banyak pakar termasuk ekonom beranggapan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi selalu dibarengi dengan peningkatan ketimpangan distribusi pendapatan atau ketimpangan relatif. Dengan kata lain, adanya suatu tradeoff antara pertumbuhan ekonomi dan d istr ibusi pendapatan. Artinya, distribusi pendapatan yang merata hanya dapat dicapai jika laju pertumbuhan ekonomi diturunkan. Sebaliknya, laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan disertai oleh distribusi pendapatan senakin timpang. Silang pendapat antar para pakar ekonomi terhadap anggapan ini masih berlanjut sampai kini.

2 2 Kuznets dari Universitas Harvard untuk pertama kalinya merintis penelitian mencari hubungan jangka panjang antara pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pada tahap awal pembangunan ekonomi, umumnya diikuti oleh distribusi pendapatan semakin timpang, kemudian pada tahap pembangunan selanjutnya berbalik nenuju distribusi pendapatan semakin merata (Wie, 1981). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh berbagai ahli ekonomi seperti, Chenery dan Syrquin (1975), Ahluwalia (1976), Aldelman dan Moris (1973), dan Papanek (1977). akhirnya Wie (1981) sampai pada suatu kesinpulan yakni, pertumbuhan ekonomi yang pesat tidak selalu disertai kemerosotan distribusi pendapatan, karena sangat tergantung pada kebijaksanaan ekonomi khusus yang diterapkan oleh negara tersebut. Pembangunan di propinsi Bali diarahkan pada bidang ekonomi dengan titik berat pada sektor pertanian dalam arti luas, pengembangan sektor pariuisata dengan karakter kebudayaan Bali yang dijiwai oleh agama Hindu, serta sektor industri dan kerajinan terutana yang berkaitan dengan sektor pertanian dan sektor pariwisata (Anonin, 1989). Kebijakan prioritas tiga sektor ini, menurut Nurkse, 1953 (lihat Yotopoulos dan Nugent, 1976) dapat digolongkan ke dalam model pertumbuhan seimbang, yakni ada keterkaitan penawaran dan permintaan antara satu sektor dengan sektor lainnya, atau pengembangan sektor-sektor itu dapat menciptakan permintaan nereka sendiri.

3 3 Sektor pertanian yang mendapat prioritas utama dalam pembangunan, karena sektor ini memiliki peranan penting dalam perekonomian Bali. Dalam tahun 1983, kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB propinsi Bali (atas harga konstan 1980) adalah milyar rupiah (42.6%). Sedangkan tahun 1990 dan 1993 kontribusinya masing-masing milyar rupiah (32.5%) dan nilyar rupiah (25.9%) (berdasarkan harga konstan 1983)(Anonim, 1994). Dalam tiga tahun pelita VI yaitu, tahun 1994 kontribusinya sebesar milyar rupiah (20.89 X), tahun 1995 sebesar nilyar rupiah (20.23 %) dan tahun 1996 nenjadi milyar rupiah (19.45%) berdasarkan harga konstan 1993)(Anonim, 1997a). Bila ditinjau dari aspek penyerapan tenagakerja secara sektoral, sektor pertanian masih yang terbesar yakni 52.0 persen tahun 1980, namun turun nenjadi 45.3 persen tahun 1990 dan kemudian turun lagi menjadi 41.0 persen tahun Keadaan ini sesuai dengan tujuan pembangunan ekonomi nasional yaitu, mendorong terjadinya perubahan struktur ekonomi lebih berimbang. Sektor pariwisata yang berkembang pesat, ditandai oleh beberapa indikator antara lain: kunjungan wisatawan mancanegara yang langsung datang ke Bali selama pelita V meningkat 19.9 persen per tahun, lama tinggal lebih kurang 10 hari dengan pengeluaran US$ per orang per hari (Anonin, 1995a: 1995b). Tahun 1994, kunjungan wisatawan

4 sebanyak orang, untuk Wisman dan Wisnu lama tinggal masing-masing 10 hari dan 5 hari, dan pengeluaran masing-masing US$ dan US$ per orang per hari. 4 Tahun 1996, kunjungan wisatawan sebanyak orang, yang terdiri dari orang Wisman dan orang Wisnu. dengan lama tinggal masing-masing 9.2 hari dan 6.5 hari, dan pengeluaran masing-masing US$ dan US$ per orang per hari (Anonim, 1997b). Peningkatan kunjungan wisatawan, lama tinggal dan pengeluaran wisatawan, telah menjadikan sektor pariwisata semakin penting dalam perekonomian Bali. Oleh karenanya tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa sektor pariwisata telah menjadi mesin penggerak perekonomian Bali. < Sesuai dengan kondisi objektif propinsi Bali yang miskin sumberdaya alam dan tidak memungkinkan tumbuhnya industri besar, maka yang dikembangkan adalah industri kecil dan kerajinan rumahtangga. Di lain pihak, tersedianya tenagakerja yang ulet, rajin, terampil, kreatif, berjiwa seni, adanya desain yang bernilai seni budaya daerah, serta bersifat luwes terhadap permintaan pasar, dan adanya peningkatan kunjungan wisatawan yang mendorong kreasi desain, adalah merupakan faktor-faktor pendukung tumbuhnya industri kecil dan kerajinan rumah tangga di daerah Bali. Pertumbuhan ekonomi Bali ternyata sangat pesat, dalam pelita I sebesar 7.32 persen, pelita I1 sebesar 8.55 persen, ' pelita I11 sebesar persen, pelita IV sebesar 8.28 persen, dan pelita V mencapai 8.40 persen per tahun dari

5 target 6.30 X (Anonim, 1994). Sedangkan pertumbuhan tiga tahun pelita VI ( ), berturut-turut 7.51 persen, 7.93 persen, dan 8.16 persen menurut harga konstan tahun 1993 (Anonim 1S97a). Tingginya pertumbuhan tahun 1996, didukung oleh pertumbuhan beberapa sektor di antaranya, industri pengolahan, listrik/gas/air minum, perdagangan/ hotel/restoran, pengangkutan/telekomunikasi, dan keuangan/ persewaan/perusahaan. Namun dibalik pertumbuhan perekonomian Bali yang pesat, 5 terjadi ketimpangan laju pertumbuhan antar sektor dan antar wilayah. Pertumbuhan sektor pertanian dalan tiga tahun pelita VI ( ), berturut-turut 1.93 persen, 4.52 persen, dan 3.97 persen. Pertumbuhan sektor industri pengolahan dalam periode yang sama berturut-turut persen, persen dan persen. Sedangkan pertumbuhan sektor perdagangan/hotel/restoran berturut-turut persen, 9.00 persen dan persen, menurut harga konstan 1993 (Anonim, 1997a). Pertumbuhan perekonomian Bali yang relatif tinggi sejak Pelita I sampai tahun 1996, dicapai melalui alokasi investasi, salah satu di antaranya adalah pengeluaran pemerintah (government expenditure, G). Pengeluaran pemerintah pusat dan daerah untuk membiayai pembangunan sektor-sektor pada hakekatnya bertujuan untuk mempengruhi perekonoian yaitu, mendorong pertumbuhan perekonomian regional, meningkatkan pendapatan masyarak kesempatan kerja.

6 6 Melalui berbagai program dan proyek yang bersumber dari anggaran pusat dan daerah, pemerintah juga membangun berbagai fasilitas fisik dan ekonomi termasuk fasilitas kepariwisataan untuk mengantisipasi peningkatan kunjungan wisatawan. Peningkatan kunjungan wisatawan akan meningkatkan pengeluaran wisatawan, dan akhirnya meningkatkan efek pengganda dan perolehan devisa. Jelasnya, pengeluaran pemerintah dan wisatawan berperan sebagai injeksi perekonomian Bali. Namun, krisis yang melanda perekonomian nasional sejak Juli 1997 yang berlanjut sepanjang 1999 telah menurunkan penerimaan pemerintah, yang akhirnya menurunkan pengeluaran pemerintah (secara rii1)l) untuk membiayai pembangunan sektor-sektor ekonomi. Demikian pula krisis keamanan yang mengikuti krisis ekonomi, telah memaksa Pemda Bali untuk menurunkan target kunjungan wisatawan dari 10 persen menjadi 5 persen (Erawan, 1998: Personal Communication), sehingga menurunkan target total pengeluaran wisatawan. 1) Inf lasi tahun 1998 adalah sekitar 80 persen, sehingga dengan tingkat inflasi sebesar ini pengeluaran, pemerintah untuk pembangunan pasca 1998 secara riil menurun dibandingkan tahun 1996.

7 7 Dari latar belakang yang diuraikan di atas, maka secara ringkas dapat dirumuskan berbagai permasalahan yaitu: 1. Ket impangan pertumbuhan antar sektor, terutama pertumbuhan sektor pertanian yang relatif rendah, tidak disertai transformasi tenagakerja ke luar namun sektor pertanian, akan menimbulkan ketimpangan distribusi pendapatan f aktor ial (antar f aktor produksi), institusional (antar golongan rumahtangga) dan regional (antar wilayah). 2. Krisis ekonomi telah menurunkan pengeluaran pemerintah (secara riil) untuk membiayai pembangunan sektor-sektor ekonomi, yang berdampak terhadap kinerja perekononin Bali. 3. Kr isis keamanan telah menurunkan target kunjungan wisatawan ke Bali, tentunya juga menurunkan total pengeluaran wisatawan, sehingga berdampak terhadap kinerja perekonomian Bali Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang diungkapkan, maka tujuan penelitian adalah mengkaji: 1. Distribusi pendapatan faktorial (antar faktor produksi), institusional (antar golongan rumahtangga) dan regional (antar wilayah).

8 2. Efek pengeluaran pemerintah dan wisatawan, peningkatan produksi pertanian, industri dan jasa terhadap pendapatan faktor produksi, pendapatan rumahtangga, dan permintaan output sektor-sektor produksi. 3. Dampak pengeluaran pemerintah dan wisatawan terhadap kinerja perekonomian yang meliputi pertumbuhan nilai tambah faktor produksi, pendapatan rumahtangga, pendapatan sektor produksi pertanian, industri, jasa, dan distribusi pendapatan institusional Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini antara lain: 1. Sebagai sumber informasi bagi pembuat kebijakan di Propinsi Bali, khususnya dalam proses penyusunan perencanaan penbangunan regional yang menyangkut berbagai aspek pembangunan pertanian, pariwisata dan industri kecil. Juga sebagi sumber informasi bagi pembuat kebijakan di Propinsi lain di Indonesia yang sedang dan akan mengembangkan pariwisata. 2. Memperkaya khasanah pengetahuan tentang ekonomi nakro regional dengan penerapan social accounting matrix (SAM). yang menasukkan wisatawan dalam neraca institusi model SAM. 8

9 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mengkaji dampak pengeluaran pemerintah dan wisatawan terhadap kinerja perekonomin Bali dengan menggunakan pendekatan SAM. Kinerja perekonomian Bali meliputi aspek-aspek: (1) Neraca produk domestik regional bruto, (2) pengeluaran institusi (rumahtangga, pemerintah, dan perusahaan), (3) distribusi pendapatan faktorial (antar faktor produksi), institusional (antar golongan rumahtangga) dan regional (antar wilayah), (4) efek pengganda pengeluaran rumahtangga, pemerintah dan perusahaan, (5) efek pengganda pengeluaran wisatawan, (6) ef ek pengganda peningkatan produksi pertanian, industri dan jasa, (7) efek transfer, open-loop, dan closed-loop, dan (8) dampak pengeluaran pemerintah, wisatawan dan investasi swasta terhadap pertumbuhan nilai tambah faktor produksi, pendapatan rumahtangga, pendapatan sektor produksi pertanian, industri, jasa, dan distribusi pendapatan institusional.