POLA ADAPTASI NELAYAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DAN CUACA PADA PERIKANAN PAYANG DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "POLA ADAPTASI NELAYAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DAN CUACA PADA PERIKANAN PAYANG DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT"

Transkripsi

1 i POLA ADAPTASI NELAYAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DAN CUACA PADA PERIKANAN PAYANG DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT DEDY PUTRA WAHYUDI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

2 ii PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Pola Adaptasi Nelayan Terhadap Perubahan Iklim dan Cuaca pada Perikanan Payang di Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Adapun semua sumber data dan informasi berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi. Bogor, 14 Agustus 2010 Dedy Putra Wahyudi

3 iii ABSTRAK DEDY PUTRA WAHYUDI, C Pola Adaptasi Nelayan Terhadap Perubahan Iklim dan Cuaca pada Perikanan Payang di Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. Dibimbing oleh EKO SRI WIYONO. Cuaca merupakan komponen penting dalam kegiatan operasional penangkapan ikan. Seringkali cuaca menjadi pembatas para nelayan atau pemilik kapal untuk melakukan penangkapan ikan karena akan berpengaruh terhadap pendapatan yang diperoleh berupa keuntungan atau kerugian. Nelayan dituntut untuk menyusun strategi agar tetap dapat berpenghasilan dengan keterbatasan sumberdaya yang dimiliki. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perikanan payang di PPN Palabuhanratu, dan mempelajari kondisi aktual nelayan payang ditinjau dari aspek sosial dan ekonomi terkait perubahan cuaca sehingga dapat menganalisis strategi adaptasi nelayan payang dalam menghadapi perubahan cuaca yang sangat berperan penting dalam operasi penangkapan ikan. Jumlah responden yang digunakan sebanyak 15 orang yang terdiri dari nelayan dan pemilik usaha perikanan. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode survei. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa faktor cuaca utama yang mempengaruhi kegiatan penangkapan ikan menggunakan payang meliputi kecepatan angin dan faktor turunan fisik meliputi kecepatan arus, dan ketinggian gelombang di Teluk Palabuhanratu. Data pengamatan faktor-faktor cuaca selama lima tahun terakhir digunakan untuk melihat hubungan antara keadaan cuaca dengan hasil produksi nelayan payang. Data mengenai operasional unit penangkapan payang digunakan untuk mengetahui dampak perubahan cuaca yang terjadi di Teluk Palabuhanratu dan mengetahui strategi-strategi yang digunakan untuk mengatasi dampak tersebut. Secara umum permasalahan cuaca dalam perikanan payang dipengaruhi oleh kecepatan angin, kecepatan arus, dan ketinggian gelombang sehingga menyebabkan minimnya penghasilan nelayan pada masa paceklik. Guna mengatasi masalah tersebut, nelayan payang melakukan beberapa pola adaptasi yakni mengganti alat tangkap, berganti profesi, menganggur, mengurangi jumlah trip, mengurangi jumlah ABK, dan mengurangi jumlah BBM. Kata kunci: Palabuhanratu, perubahan cuaca, pola adaptasi nelayan, perikanan payang.

4 Hak cipta IPB, Tahun 2010 Hak cipta dilindungi Undang-Undang 1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber: a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB. iv

5 v POLA ADAPTASI NELAYAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DAN CUACA PADA PERIKANAN PAYANG DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT. DEDY PUTRA WAHYUDI Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

6 vi Judul Skripsi Nama NRP Departemen : Pola Adaptasi Nelayan Terhadap Perubahan Iklim dan Cuaca pada Perikanan Payang di Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. : Dedy Putra Wahyudi : C : Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Disetujui, Komisi Pembimbing Dr. Eko Sri Wiyono, S.Pi, M.Si NIP Diketahui, Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Dr. Ir. Budy Wiyawan, M.Sc NIP Tanggal Lulus :

7 vii RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Pinrang, Sulawesi Selatan, pada tanggal 4 Agustus 1988 dari pasangan Dr. Andi Nuddin M.Si dan Dra. Hj. Munawarah sebagai anak kedua dari tiga bersaudara. Riwayat pendidikan penulis dimulai dari SD Negeri Sudirman II tahun , SLTP Negeri 12 Makassar tahun , dan SMU Negeri 6 Makassar tahun Selanjutnya pada tahun 2006 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Tahun pertama di IPB, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB). Tahun kedua, setelah itu penulis terseleksi masuk ke Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis aktif pada organisasi kemahasiswaan HIMAFARIN (Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan) periode sebagai staf Deartemen Penelitian dan Pengembangan Profesi dan periode sebagai ketua Departemen Penelitian dan Pengembangan Profesi. Penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul Pola Adaptasi Nelayan Terhadap Perubahan Iklim dan Cuaca pada Perikanan Payang di Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat.

8 vii KATA PENGANTAR Skripsi yang disusun ini berjudul Pola Adaptasi Nelayan Terhadap Perubahan Iklim dan Cuaca pada Perikanan Payang di Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa skripsi tidak lepas dari kekurangan, sehingga penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya. Bogor, Agustus 2010 Dedy Putra Wahyudi

9 viii DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Tujuan Manfaat TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Payang Metode Pengoperasian Payang Daerah dan Musim Penangkapan Ikan Metode Penentuan Daerah Penangkapan Cuaca dan Iklim Adaptasi Nelayan Payang Interaksi Sosial Musim Penangkapan Ikan Hasil Tangkapan METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Alat Peneltian Metode Penelitian Analisis Data Analisis Aspek Teknis Analisis Aspek Ekonomi Analisis Aspek Sosial Pola Adaptasi Nelayan KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Palabuhanratu Keadaan Umum Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu Kondisi Perikanan PPN Palabuhanratu... 23

10 ix 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Unit Penangkapan Ikan Kapal Alat tangkap Nelayan Metode Pengoperasian Payang Hasil Tangkapan Cuaca di Palabuhanratu Arah dan kecepatan mata angin Arah dan kecepatan arus permukaan laut Arah dan ketinggian gelombang Hubungan Antara Cuaca dan Hasil Tangkapan Hubungan kecepatan angin dengan hasil tangkapan Hubungan kecepatan arus dengan hasil tangkapan Hubungan ketinggian gelombang dengan hasil tangkapan Dampak Perubahan Cuaca Terhadap Kehidupan Nelayan Payang Keadaan sosial nelayan Pola operasi penangkapan ikan Hasil tangkapan nelayan payang Pendapatan usaha penangkapan payang Adaptasi Nelayan Payang KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 57

11 x DAFTAR TABEL Halaman 1. Luas Wilayah Palabuhanratu Jumlah dan nilai produksi hasil perikanan laut yang didaratkan di PPN Palabuhanratu tahun Jumlah dan nilai produksi hasil tangkapan dominan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu tahun Produksi ikan dari luar daerah PPN Palabuhanratu melalui jalur darat ke PPN Palabuhanratu tahun Perkembangan alat tangkap yang beroperasi di PPN Palabuhanratu tahun Perkembangan jumlah nelayan di PPN Palabuhanratu tahun Spesifikasi jaring payang Palabuhanratu... 34

12 xi DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Jumlah produksi hasil perikanan laut PPN Palabuhanratu tahun Nilai produksi hasil perikanan laut PPN Palabuhanratu tahun Pola pemasaran ikan di PPN Palabuhanratu Perkembangan jumlah perahu atau kapal di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Periode Frekuensi masuk kapal motor dan perahu motor tempel di PPN Palabuhanratu tahun Distribusi nelayan di PPN Palabuhanratu tahun Jumlah kapal payang Rata-rata hasil tangkapan payang Rata-rata kecepatan angin di Teluk Palabuhanratu Rata-rata kecepatan arus permukaan air laut di Palabuhanratu Rata-rata tinggi gelombang air laut di Palabuhanratu Hubungan kecepatan angin dan produksi payang di Palabuhanratu Tahun Hubungan kecepatan arus dan produksi payang di Palabuhanratu Tahun Hubungan ketinggian gelombang dan produksi payang di Palabuhanratu Tahun Jumlah trip rata-rata alat tangkap payang Rata-rata hasil tangkapan payang Rata-rata penerimaan dan pengeluaran pada musim puncak dan paceklik Persentase pemilihan jenis adaptasi nelayan payang dalam memenuhi kebutuhannya di PPN Palabuhanratu... 52

13 xii DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Peta lokasi penelitian Hasil kuesioner nelayan Arah arus, angin, dan gelombang Alat tangkap payang Kapal payang Data cuaca palabuhanratu Foto-foto hasil penelitian... 70

14 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Secara umum kegiatan perikanan di Palabuhanratu didominasi oleh perikanan skala kecil dimana aktivitas penangkapan dilakukan dengan teknologi penangkapan sederhana. Keterbatasan nelayan dalam hal armada penangkapan menyebabkan sebagian besar nelayan di Palabuhanratu hanya melakukan operasi penangkapan di sekitar Teluk Palabuhanratu saja. Seiring dengan meningkatnya tingkat pemanfaatan sumberdaya yang dilakukan oleh nelayan menyebabkan ketersediaan sumberdaya semakin menipis sehingga pendapatan nelayan akan menurun atau bahkan merugi. Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu merupakan pusat aktivitas perikanan di Kabupaten Sukabumi. Nelayan melakukan operasi penangkapan menggunakan payang hampir setiap hari (one day fishing). Perikanan payang dipilih sebagai objek penelitian karena perikanan payang merupakan sebuah unit penangkapan tradisional yang secara aktif mencari target tangkapan. Sistem kerja unit penangkapan ini yaitu mencari lokasi gerombolan ikan mengandalkan pengalaman dan tanda-tanda alam sebagai petunjuk yang kemudian membatasi gerak renang ikan sehingga ikan terkurung pada badan jaring dan selanjutnya masuk kedalam kantong. Dengan keadaan seperti itu maka perikanan payang merupakan sebuah unit penangkapan tradisional yang operasioalnya bertumpu pada keadaan cuaca dalam mendapatkan sumberdaya ikan secara optimal. Keadaan iklim dan cuaca yang tidak bersahabat dan tidak dapat ditebak mendesak nelayan untuk lebih kreatif dalam beradaptasi agar dapat mengatur keseimbangan biaya antara pengeluaran dan penerimaan baik dalam usaha penangkapan maupun dalam kehidupan sehari-hari. Apabila kegiatan penangkapan menggunakan payang tidak dapat memberikan jaminan ekonomi bagi nelayan, maka opsi-opsi yang tersedia di lingkungan akan dimanfaatkan sebagai suatu strategi adaptasi yang dapat dikembangkan untuk mempertahankan hidup dan kelangsungan aktivitas penangkapan.

15 2 1.2 Permasalahan Perikanan payang merupakan unit penangkapan tradisional yang sulit bersaing dengan usaha perikanan yang lebih modern dalam hal metode penentuan daerah penangkapan ikan. Hal ini disebabkan sistem kerja unit penangkapan ini yaitu mencari lokasi gerombolan ikan masih mengandalkan pengalaman dan tanda-tanda alam sebagai petunjuk dalam penentuan daerah penangkapan ikan. Ada beberapa faktor yang sangat menentukan kegiatan operasional penangkapan ikan salah satunya yaitu keadaan cuaca di lokasi penangkapan. Hal ini sangat mempengaruhi kegiatan operasional nelayan dan ketersediaan jenis hasil tangkapan yang diinginkan. Seringkali cuaca menjadi pembatas para nelayan atau pemilik kapal untuk melakukan penangkapan ikan karena akan berpengaruh terhadap pendapatan yang diperoleh berupa keuntungan atau dapat juga menimbulkan kerugian. Dengan adanya isu climate change seharusnya pemerintah melakukan studi mengenai kondisi aktual lingkungan terutama cuaca di teluk Palabuhanratu dan meninjau kembali pola operasi penangkapan dan strategi nelayan payang dalam menghadapi perubahan musim penangkapan, sehingga tidak semakin menambah dampak terhadap keadaan sosial dan ekonomi masyarakat nelayan di Palabuhanratu khususnya nelayan payang. Dengan adanya studi mengenai kondisi aktual nelayan keadaan lingkungan dan nelayan payang di Palabuhanratu maka pemerintah dapat menentukan musim penangkapan yang ideal bagi operasi penangkapan payang dan kebijakan yang lebih menguntungkan pemerintah dan nelayan di Palabuhanratu. 1.3 Tujuan 1) Mempelajari perikanan payang di PPN Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi. 2) Mempelajari kondisi aktual nelayan Payang ditinjau dari aspek sosial dan ekonomi terkait perubahan cuaca. 3) Menganalisis strategi adaptasi nelayan payang dalam menghadapi perubahan cuaca yang sangat berperan penting dalam operasi penangkapan ikan. 4) Menganalisis hubungan antara cuaca dan hasil tangkapan payang.

16 3 1.4 Manfaat 1) Membantu pemerintah dalam menentukan kebijakan terhadap nelayan terkait perubahan cuaca. 2) Memberikan solusi terhadap nelayan payang di palabuhanratu dalam menyelesaikan masalah akibat perubahan cuaca. 3) Memberikan gambaran pola adaptasi nelayan payang di palabuhanratu. 4) Memberikan gambaran keadaan sosial dan ekonomi nelayan payang di palabuhanratu

17 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Payang Berdasarkan klasifikasi International Standard Statistical Classification of Fishing Gear (ISSCFG) dalam Adhiar (2007), payang digolongkan kedalam boat seine. Desain payang terdiri dari dua buah sayap, badan jaring, yang dalam banyak segi sangat mirip dengan jaring trawl. Jaring ini dioperasikan dengan cara ditarik dari kapal mengunakan dua buah tali selambar. Menurut klasifikasi Von Brandt (1984), jaring payang termasuk kedalam kelompok besar Seine net atau Danish seine, yaitu alat tangkap yang memiliki sayap dan warp penarik yang sangat panjang dengan atau tanpa kantong, sedangkan menurut Nomura dan Yamazaki (1977), payang termasuk kedalam kelas Towing net dan sub kelas Danish seine, yang tujuan utamanya menangkap ikan pelagis. Alat tangkap ini membatasi gerak renang ikan sehingga ikan terkurung pada badan jaring dan selanjutnya masuk kedalam kantong. Ciri khusus dari jaring payang adalah tali ris atas lebih panjang dibanding tali ris bawah atau bibir bawah lebih panjang dibanding bibir atas, hal ini dimaksudkan agar ikan tidak lolos ke arah bawah. Jaring payang dioperasikan dekat permukaan laut yang ditujukan untuk menangkap jenis ikan pelagis yang hidup bergerombol, misalnya ikan terbang (Clupea. sp), kembung (Rastrelliger sp), layang (Decapterus sp), tongkol (Euthynnus sp), cakalang (Katsuwonus pelamis) (Mawardi, 1990). Menurut Sari N (2004) terdapat berbagai macam tipe dari alat tangkap payang. Dapat dikatakan setiap daerah mempunyai bentuknya sendiri. Berikut ini beberapa contoh tipe-tipe dari alat tangkap payang. 1) Payang uras. Payang uras termasuk salah satu jenis payang yang menggunakan lampu sebagai alat bantu sewaktu dilakukannya proses penangkapan. Hal yang membedakan jenis payang ini dari payang yang lain adalah perbedaan dari cara penggunaannya.

18 5 2) Jala oras. Jala oras adalah tipe payang yang dikhususkan untuk menangkap ikan roa/julung-julung. Berbeda dengan jenis payang pada umumnya, jala oras mempunyai kantong yang relatif besar. 3) Payang rebon. Payang rebon adalah jenis payang yang dikusukan untuk menangkap jenis udang rebon. Hal yang membedakan payang rebon dengan jenis payang lainnya adalah pada ukuran mata jaringnya yang lebih kecil karena dikhususkan untuk menangkap udang rebon yang berukuran kecil. Alat tangkap ini tidak dimasukkan ke dalam jenis alat tangkap pukat udang karena secara metode operasi dan konstruksinya memiliki kesamaan dengan metode dan konstruksi pukat kantong (payang). 4) Payang besar. Payang besar adalah jenis payang yang dikhususkan untuk menangkap ikan layang. Hal yang membedakan jenis payang besar dengan jenis payang yang lain adalah pada semua ukuran panel jaring yang digunakan. Sesuai dengan namanya, panel-panel yang digunakan pada alat tangkap payang besar ini berukuran lebih besar dibandingkan dengan ukuran panel payang pada umumnya. Hal ini menyebabkan ukuran jaring pada payang besar lebih besar dari payang bisa. 5) Payang klitik. Payang klitik adalah jenis payang yang terdiri dari dari kantong, badan (ulon), dan sayap (sikil). Targen utama dari Jenis payang ini adalah menangkap jenis ikan teri, sehingga ukuran mata jaring yang digunakan adalah mata jaring yang berukuran kecil. Mata jaring yang digunakan berbeda-beda semakin kearah kantung maka ukuran mata jaring akan semakin kecil. Hal ini untuk mencegah lolosnya hasil tangkapan ketika berada di bagian kantong. Bagaian badan terletak antara cakem babak (bibir atas) dan cakel (bibir bawah). Bagian badan terdiri atas beberapa lembar jaring dengan penamaan yang berbeda-beda. Bagian badan dimulai dari payang 400 hingga payang 900.

19 6 Penaman ini diambil dari jumlah mata jaring dalam keliling badan. Ukuran mata jaring pada bagian badan semakin kecil kearah kantong Perahu yang digunakan dalam unit penangkapan payang ini terbuat dari bahan kayu, ciri khusus perahu payang adalah adanya tiang pengamat di atas dek yang disebut tiang Kakapa dan adanya meja dibagian belakang yang berfungsi untuk menaruh pemberat saat dilakukan penarikan jaring. Perahu ini menggunakan tenaga gerak berasal dari motor tempel. Jumlah nelayan dalam satu unit penangkapan payang sekitar orang dengan pembagian tugas sebagai berikut (Mawardi, 1990): 1. Juru mudi, bertugas untuk mengemudikan perahu dan bertanggung jawab terhadap kondisi mesin; 2. Pengawas, bertugas untuk mencari atau mengintai gerombolan ikan (Schooling) 3. Petawur, bertugas untuk melemparkan jaring; 4. luru batu, bertugas untuk membereskan pemberat, pelampung dan jaring sebelum dan setelah operasi penangkapan dilakukan; 5. Bubulung, bertugas untuk memperbaiki jaring yang rusak saat operasi penangkapan; 6. Pandega, bertugas untuk menarik jaring. 2.2 Metode Pengoperasian Payang Metode pengoperasian payang adalah dengan cara melingkarkan jaring pada area atau wilayah seluas-luasnya dan kemudian menariknya ke perahu. Saat arah pergerakan renang ikan sudah diketahui, perahu akan mengejar sejajar dengan arah pergerakan ikan kemudian memotongnya dan melemparkan pelampung tanda yang pertama. Pelingkaran jaring dilakukan dengan kondisi mesin motor dipacu dengan kecepatan penuh, setelah semua jaring diturunkan dan tali selambar yang depan telah bertemu dengan selambar belakang, jaring mulai diangkat keatas perahu dengan kondisi mesin motor dimatikan Bagian yang pertama kali diangkat adalah pelampung tanda yang pertama. Operasi penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap payang dapat dilakukan baik pada malam maupun siang hari. Operasi penangkapan pada

20 7 malam hari terutama pada hari-hari gelap dengan menggunakan alat bantu lampu petromaks dan penangkapan yang dilakukan pada siang hari menggunakan alat bantu rumpon atau kadang-kadang tanpa alat bantu rumpon, yaitu dengan cara menduga-duga tempat-tempat yang diperkirakan banyak ikan atau dengan cara mencari gerombolan ikan. Penangkapan dengan payang dapat dilakukan baik dengan menggunakan perahu layar atau dengan menggunakan kapal motor. Penggunaan tenaga kerja manusia berkisar antara 6 orang untuk payang berukuran kecil dan 16 orang untuk payang besar (Subani dan Barus, 1989). 2.3 Daerah dan Musim Penangkapan Ikan Daerah penangkapan ikan adalah tempat dimana ikan terdapat dan alat tangkap dapat dioperasikan. Daerah operasi penangkapan alat tangkap payang tidak jauh dari pantai dan kedalaman yang relatif dangkal, hal ini disebabkan karena keterbatasan perahu yang digunakan relatif kecil sehingga tidak bisa digunakan pada perairan yang bergelombang besar. Secara umum alat tangkap payang dapat dioperasikan dimana saja, tetapi dalam kegiatan penangkapannya payang banyak dioperasikan didaerah-daerah yang memiliki kedalaman antara m, atau daerah yang mempunyai substrat lumpur dan berpasir. Payang tidak dapat dioperasikan pada daerah yang bersubstrat karang karena apabila jaring sampai ke dasar perairan dapat menyebabkan kerusakan pada jaring. Daerah penangkapan payang di Pelabuhanratu dapat dibagi menjadi dua daerah utama, yaitu daerah sebelah selatan dan daerah sebelah barat. Pada bagian barat, daerah penangkapannya adalah Cisolok, Tanjung Layar, Bayah, dan yang pa1ing jauh Binuangeun, Pulau Tinjil dan Pulau Deli. Sebelah selatan adalah daerah Cisaat, Karang Bolong, Ciletuh, Karang Antu, dan yang paling jauh yaitu sekitar Ujung Genteng. Penangkapan dengan menggunakan payang dapat dilakukan sepanjang tahun kecuali pada bulan-bulan tertentu dimana terjadi musim barat. Pada musim barat biasanya gelombang sangat besar sehingga nelayan tidak berani untuk melaut karena dapat membahayakan keselamatan jiwa mereka, selain itu pada musim barat hasil tangkapannya relatif sedikit.

21 8 2.4 Metode Penentuan Daerah Penangkapan Hal yang harus diketahui oleh nelayan sebelum melakukan operasi penangkapan ialah mengetahui keberadaan ikan yang menjadi sasaran penangkapan berdasar pada spesies dan musimnya. Menurut Nomura dan Yamazaki (1977), ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menentukan daerah penangkapan ikan, yaitu : 1) Memperkirakan bahwa daerah tersebut cocok dengan tingkah laku ikan yang akan ditangkap berdasar kepada data-data oseanografi dan meteorologi. 2) Memperkirakan musim dan daerah yang cocok dari pengalaman menangkap ikan sebelumnya. 3) Memilih daerah penangkapan ikan secara ekonomis berdasar kepada jarak dari Fishing base (pelabuhan), kepadatan gerombolan ikan, kondisi oseanografi, meteorologi dan lain-lain. Hal lainnya yang sangat penting untuk diperhatikan dalam menentukan daerah penangkapan ikan ialah dengan memperhatikan karakteristik dan kondisi dari daerah tersebut. Karakteristik dan kondisi yang diperlukan dalam menentukan daerah penangkapan ikan tersebut yaitu : 1) Daerah tersebut harus mempunyai kondisi dimana ikan akan datang secara bergerombol dan daerah tersebut merupakan daerah yang cocok bagi habitat ikan tersebut, 2) Daerah tersebut harus mempunyai karakteristik, dimana alat tangkap dapat dioperasikan dengan mudah oleh nelayan, 3) Daerah tersebut secara ekonomis tidak terlalu jauh dari pelabuhan. Dalam praktek penangkapan di lapangan metode yang dapat digunakan untuk mencari gerombolan ikan (schooling) ikan diantaranya ialah : 1) Cara langsung, yaitu mencari gerombolan ikan secara langsung di lapangan baik dengan menggunakan alat bantu maupun secara manual tanpa alat bantu apapun. Beberapa alat bantu yang dapat digunakan untuk mencari gerombolan ikan diantaranya ialah fish finder, sonar, echosounder dan lain-lain, sedangkan tanpa penggunaan alat bantu elektronik dapat dilakukan dengan cara melihat indikator lingkungan. Menurut Ayodhyoa

22 9 (1982), indikator dalam menentukan gerombolan (schooling) ikan pelagis, ialah : a) Adanya perubahan warna pennukaan air laut, karena gerombolan ikan berenang dekat pada permukaan air, b) Adanya ikan-ikan yang melompat ke permukaan, c) Adanya buih-buih di permukaan laut akibat udara yang dikeluarkan ikan, dan d) Adanya burung-burung laut yang menyambar permukaan laut. 2) Cara tidak langsung, yaitu mencari gerombolan ikan dengan menggunakan alat bantu satelit, dalam hal ini cara yang dilakukan dengan melihat citra yang didapat dari satelit Landsat maupun NOAA. Dengan cara ini pencarian gerombolan ikan dilakukan dengan melihat warna permukaan laut, kemudian dari warna tersebut akan diketahui sebaran suhu permukaan laut yang optimum untuk plankton yang merupakan sumber makanan bagi ikan pelagis. 2.5 Cuaca dan Iklim Cuaca adalah keadaan udara pada saat tertentu dan di wilayah tertentu yang relatif sempit dan pada jangka waktu yang singkat. Cuaca itu terbentuk dari gabungan unsur cuaca dan jangka waktu cuaca bisa hanya beberapa jam saja. Misalnya: pagi hari, siang hari atau sore hari, dan keadaannya bisa berbeda-beda untuk setiap tempat serta setiap jamnya. Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun yang penyelidikannya dilakukan dalam waktu yang lama (± minimal 30 tahun) dan meliputi wilayah yang luas. Iklim dapat terbentuk karena adanya: 1) Rotasi dan revolusi bumi sehingga terjadi pergeseran semu harian matahari dan tahunan 2) Perbedaan lintang geografi dan lingkungan fisis. Perbedaan ini menyebabkan timbulnya penyerapan panas matahari oleh bumi sehingga besar pengaruhnya terhadap kehidupan di bumi. Terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi cuaca dan iklim yaitu suhu, curah hujan, dan angin. Angin merupakan faktor yang paling penting dalam

23 10 usaha penangkapan ikan karena nelayan tradisional masih tergantung kepada kondisi angin dalam melakukan operasi penangkapannya (Hutabarat & Evans, 1985) Suhu dan perpindahan panas Kemampuan daratan dalam menyimpan panas tidak sama dengan air, akibatnya daratan akan semakin cepat bereaksi untuk menjadi panas ketika menerima radiasi daripada lautan. Sebaliknya, daratan akan lebih cepat pula menjadi dingin ketika tidak ada insolation (pemanasan sinar matahari yang diterima permukaan bumi. Perpindahan panas yang terjadi antara udara dengan lautan atau tanah di bawahnya akan menyebabkan kenaikan tekanan atmosfer pada daerah di sekitarnya. Udara cenderung berpindah dari daerah yang bertekanan atmosfer tinggi ke daerah bertekanan rendah. Kadaan inilah yang menyebabkan terjadinya sistem angin di dunia Curah hujan dan Siklus air Sebagian besar air (97.3%) yang terdapat di permukaan bumi berasal dari lautan di seluruh dunia. Sedangkan yang berasal dari atmosfer yang berbentuk uap air berjumlah sangat kecil yaitu 0.01% dari seluruh air yang terdapat di bumi ini. Hilangnya air dari lautan sebagian besar disebabkan karena penguapan yang kemudian menjadi uap air di atmosfer. Besarnya penguapan yang terjadi selalu seimbang dengan curah hujan yang terjadi. Hal ini biasanya dikenal sebagai hydrologic cycle. Hal yang menyebabkan tidak seimbangnya hydrologic cycle adalah adanya perbedaan yang sangat besar antara penguapan dan curah hujan di beberapa daerah tertentu. Penguapan cenderung lebih tinggi pada daerah yang mempunyai suhu tinggi, angin kuat dan kelembaban rendah Tekanan Udara dan Angin Angin disebabkan karena adanya perbedaan tekanan udara yang merupakan hasil ketidakseimbangan pemanasan matahari pada tempat-tempat berbeda di permukaan bumi. Seluruh permukaan bumi dapat dibagi menjadi beberapa daerah utama yang mempunyai tekanan rendah dan tinggi yang tergantung kepada letak lintang. Hal ini menyebabkan timbulnya tiga sistem angin utama yaitu: 1) Angin yang terletak pada lintang antara 0 º dan 30º yang dikenal sebagai

24 11 Trade Winds dimana angin bertiup dari arah timur ke barat. 2) Angin yang terletak antara lintang 30º dan 60º yang bertiup dari arah barat ke timur. 3) Angin yang terletak di daerah kutub (antara 60º sampai ke kutub) yang umumnya bertiup dari arah timur ke barat. 2.6 Adaptasi Nelayan Payang Masyarakat yang memiliki daya tahan yang paling tinggi terhadap kemiskinan adalah nelayan (Kusnadi 2003) karena dengan segala keterbatasan yang ada, masyarakat nelayan memiliki sifat otonom dan independensi yang tinggi dalam hal mengatasi kebutuhan hidup mereka sehari-hari sehingga strategi adaptasi yang mereka lakukan telah melalui proses yang panjang. Strategi adaptasi merupakan pilihan tindakan yang bersifat rasional dan efektif sesuai dengan konteks lingkungan sosial-politik-ekonomi-ekologi, dimana penduduk miskin itu hidup (Barlett, 1993 yang diacu dalam Kusnadi, 2000). Pemilihan tindakan tersebut dimaksudkan untuk mengalokasikan sumberdaya yang tersedia dilingkungannya guna mengatasi tekanan-tekanan sosial ekonomi. Beberapa strategi adaptasi yang dikembangkan untuk menjaga kelangsungan hidup di kalangan penduduk miskin pedesaan (Corner, 1988 dalam Adhiar, 2007) adalah: 1) Melakukan beraneka ragam pekerjaan untuk memperoleh penghasilan. Pekerjaan-pekerjaan yang tersedia di desa dan dapat merendahkan martabat pun akan tetap diterima, kendatipun upahnya rendah. 2) Jika kegiatan-kegiatan tersebut masih kurang memadai, penduduk miskin akan beralih pada sistem penunjang yang ada di lingkungannya. Sistem ikatan kekerabatan, ketetanggaan, dan pengaturan tukar menukar secara timbal balik merupakan sumberdaya yang sangat berharga bagi penduduk miskin. Dalam menghadapi penghasilan dan peluang yang semakin kecil, penduduk miskin masih dapat bertahan dengan harapan para kerabat dan keluarganya untuk berbagi kelebihan apapun yang mereka miliki. Polapola hubungan sosial demikian dapat memberikan rasa aman dan perlindungan bagi masyarakat miskin.

25 12 3) Bekerja lebih banyak meskipun lebih sedikit pemasukan. Strategi yang bersifat ekonomis ini ditempuh untuk mengurangi tingkat kebutuhan konsumsi sehari-hari. 4) Memilih alternatif lain jika ketiga alternatif diatas sulit dilakukan dan kemungkinan hidup di desa sudah sangat kritis. Rumah tangga miskin tersebut harus menghadapi pilihan terakhir agar segera meninggalkan desa dan bermingrasi ke kota. Keputusan ini dipertimbangkan sebelumnya dimana mereka memiliki anggota keluarga lainnya yang telah bekerja di kota sehingga dapat mencari pekerjaan dan memperoleh penghasilan. sehingga rumah tangga miskin dapat memperoleh sumber-sumber pendapatan dari luar desa. Keempat pola strategi di atas akan terus berputar di sekitar akses sumberdaya dan pekerjaan. Dalam perebutan sumberdaya ini, kelompokkelompok miskin tidak hanya bersaing dengan pihak kaya dan kuat tetapi juga dengan pihak mereka sendiri. Adaptasi nelayan merupakan sebuah sistem atau cara yang dilakukan nelayan agar dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang sedang dihadapi. Tujuan dari jenis adaptasi ini adalah agar nelayan dapat melakukan aktifitasnya seperti biasa maupun untuk memperoleh keuntungan lebih. 2.7 Interaksi Sosial Proses interaksi sosial rnerupakan cara untuk menciptakan hubungan sosial yang terpola yang disebut jaringan-jaringan hubungan sosial atau pengorganisasian sosial dan struktur sosial. Kata sosial menyatakan bahwa lebih dari seorang yang terlibat, dan interaksi berarti bahwa terjadi saling mempengaruhi satu sama lain. Menurut Soekanto (1985), interaksi sosial merupakan hubunganhubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-perorang, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang-perorang dengan kelompok manusia. Soekanto (1985) rnengemukakan, bila individu-individu berinteraksi dan saling mempengaruhi, maka terjadilah: (1) proses belajar yang

26 13 meliputi aspek kognitif dan afektif (aspek berfikir dan aspek merasa), (2) proses penyampaian dan penerimaan lambang-iambang (komunikasi), dan (3) mekanisme penyesuaian diri seperti sosialisasi, permainan peran, identifikasi, proyeksi, agresi, dan sebagainya. Suatu interaksi sosial tidak mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat yaitu adanya kontak sosial dan komunikasi. Kontak adalah salah satu hal yang terpenting untuk mendekatkan pihak-pihak yang saling berinteraksi. Makin sering kontak makin dekat antara pihak-pihak yang tadinya saling tidak mengenal, saling bersikap negatif, atau saling bermusuhan (Sarwono, 2005). Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu: (1) hubungan perorangan, misalnya antara nelayan buruh dengan juragannya, (2) antara individu dengan suatu kelompok, misalnya antara nelayan dengan pihak HNSI (Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia), dan (3) antara suatu kelompok dengan kelompok lainnya, misalnya kelompok nelayan payang dan kelompok nelayan gillnet Kontak sosial bisa bersifat positif atau negatif. Kontak sosial positif, mengarah pada kerjasama yang mendekatkan atau mempersatukan (asosiatif), sedangkan kontak sosial negatif rnengarah pada suatu pertentangan yang saling menjauhkan atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan interaksi sosial (disosiatif) (Sarwono, 2005). Salah satu bentuk interaksi sosial dalam bidang perikanan adalah hubungan antara kelompok elit dan nelayan. Sarwono (2005) menyatakan hubungan tersebut berbentuk hubungan bapak-anak buah atau (Patron-Client Relationship). Fungsi hubungan bapak-anak buah ini mendukung terbentuknya hubungan ketergantungan golongan ekonomi lemah pada golongan ekonomi kuat. Hal ini dapat berarti adanya hubungan kekuasaan yang dicirikan oleh kemampuan pihak yang kuat untuk mempengaruhi tingkah laku pihak lain. 2.8 Musim Penangkapan Ikan Menurut Nontji (1987), pola musim berlangsung di suatu perairan dipengaruhi oleh pola arus dan perubahan pola arah angin. Arus permukaan di Indonesia akan selalu berubah tiap setengah tahun akibat adanya arah angin disetiap musimnya. Angin yang sangat berperan di Indonesia adalah angin muson.

27 14 Berdasarkan arah utama angin yang bertiup (secara periodik) di atas wilayah Indonesia, maka dikenal dengan istilah musim barat dan musim timur. Berhubungan dengan musim penangkapan ikan di Indonesia dikenal adanya empat musim yang sangat mempengaruhi kegiatan penangkapan, yaitu musim barat, musim timur, musim peralihan awal tahun dan musim peralihan akhir tahun. Kedua musim peralihan tersebut sering disebut sebagai musim pancaroba. Pada bulan Desember hingga Februari adalah musim dingin di belahan bumi bagian utara dan musim panas di belahan bumi bagian selatan, dimana saat itu terjadi pusat tekanan tinggi di atas daratan Asia dan pusat tekanan rendah di atas daratan Australia. Keadaan ini menyebabkan angin berhembus dari Asia menuju Australia, yang di Indonesia dikenal sebagai angin musim barat. Selama bulan Maret, angin barat masih bertiup tetapi kecepatan dan kemantapannya berkurang. Pada bulan April and Mei arah angin sudah tidak menentu dan periode ini dikenal sebagai musim peralihan atau pancaroba awal tahun. Sedangkan pada bulan Juni hingga Agustus terjadi pusat tekanan tinggi di atas daratan Australia dan pusat tekanan rendah di atas daratan Asia sehingga di Indonesia berhembuslah angin musim timur. Kemudian memasuki bulan Oktober dan November arah angin tidak lagi menentu, maka periode ini dikenal sebagai musim peralihan atau pancaroba akhir tahun. Pada daerah-daerah di sebelah selatan khatulistiwa, umumnya musim barat banyak membawa hujan, dimana curah hujan ini mempengaruhi sebaran salinitas di permukaan lautan (Nontji, 1987). 2.9 Hasil Tangkapan Hasil tangkapan adalah spesies ikan maupun binatang air lainnya yang tertangkap saat kegiatan operasi penangkapan. Jenis sumberdaya ikan yang diperbolehkan ditangkap di kawasan konservasi laut dalam persepektif hukum nasional adalah semua jenis ikan yang tidak dilarang dan tidak terancam punah serta usaha penangkapannya tidak menyebabkan kerusakan. Namun jenis ini dapat berbeda untuk setiap kawasan konservasi laut, tergantung dari fungsi kawasan, daya dukung dan pola pengembangan kawasan. Hasil tangkapan dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan. Hasil tangkapan utama adalah

28 15 hasil tangkapan yang menjadi target utama penangkapan nelayan. Hasil tangkapan sampingan menurut Hall (1999) diacu dalam Jayanti (2009) dibedakan lagi menjadi dua kategori, yaitu : 1. Spesies yang kebetulan tertangkap (incidental catch), merupakan hasil tangkapan yang sesekali tertangkap dan bukan merupakan spesies target dari unit penangkapan, namun masih dapat dimanfaatkan oleh nelayan. 2. Spesies yang dikembalikan ke laut (discarded catch), merupakan bagian dari hasil tangkapan sampingan yang dikembalikan ke laut karena pertimbangan ekonomis (ikan yang tertangkap bernilai ekonomis rendah) atau spesies ikan yang tertangkap adalah spesies yang dilindungi. Tujuan utama dari operasi penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap payang di Palabuhanratu adalah jenis-jenis ikan pelagis yang hidup bergerombol, seperti: cakalang (Katsuwonus pelamis), tongkol (Auxis thazard), ikan terbang (Clupea sp.), layang (Decapterus sp.), kembung (Rastrelliger sp.), dan lain-lain.

29 16 3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Tinjauan lapang dilaksanakan pada bulan Mei tahun 2009, penelitian dan pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Februari tahun 2010 di PPN Palabuhanratu (Lampiran 1). 3.2 Alat Peneltian Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kuesioner mengenai pola adaptasi nelayan terhadap cuaca dan iklim. 3.3 Metode Penelitian. Metode penelitian yang digunakan dalam proses pengumpulan data adalah metode survei, yaitu upaya pengumpulan informasi dari sebagian populasi yang dianggap dapat mewakili populasi tertentu untuk mendapatkan gambaran yang dapat mewakili keadaan perikanan tangkap di daerah penelitian. Hal ini dimulai dari pengamatan langsung, pendefinisian masalah dengan jelas, mengidentifikasi faktor-raktor cuaca yang berpengaruh dalam usaha penangkapan payang dan mengidentifikasi tindakan alternatif yang biasanya dilakukan oleh nelayan guna mengatasi permasalahan cuaca tersebut. Objek penelitian yang dikaji adalah unit penangkapan ikan payang di PPN Palabuhanratu yang meliputi nelayan dan pemilik alat tangkap atau usaha perikanan tangkap payang. Data yang digunakan diperoleh melalui penyebaran kuesioner, wawancara dan observasi di lapangan secara langsung kepada pihak nelayan dan pemilik usaha payang. Data yang diambil meliputi aspek-aspek pendukung untuk mengetahui pola adaptasi perikanan tangkap payang yang terjadi di PPN Palabuhanratu. Data-data tersebut meliputi data teknis seperti data-data mengenai kapal dan alat tangkap payang, metode penangkapan, biaya operasional yang digunakan untuk kegiatan penangkapan, hasil tangkapan, harga ikan, keuntungan dan strategi adaptasi terhadap perubahan cuaca (Lampiran 2).

30 17 Data pendukung lainnya didapatkan dari Dinas Perikanan PPN Palabuhanratu, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Sukabumi. Data tersebut meliputi data keadaan umum Kabupaten Sukabumi dan PPN Palabuhanratu yang meliputi letak geografis, topografi, luas wilayah, data perikanan payang selama lima tahun terakhir meliputi jumlah hasil tangkapan, jumlah upaya penangkapan ikan. Data citra satelit mengenai cuaca selama lima tahun terakhir yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga jenis yaitu data arah dan kecepatan angin sebagai variabel utama pembentuk cuaca dan dua variabel lainnya yaitu kecepatan dan arah arus serta arah dan ketinggian gelombang sebagai variabel turunan dari kecepatan angin. Data citra satelit yang dikumpulkan meliputi (Lampiran 3): 1. Arah (º) dan kecepatan angin (knot), 2. kecepatan (cm/s) dan arah arus (º), 3. arah (º) serta ketinggian gelombang (meter). Data citra satelit yang diperoleh merupakan data pengamatan yang dilakukan setiap empat jam, yang kemudian data-data tersebut dirata-ratakan perhari, perminggu, perbulan untuk melihat pola yang terbentuk (Lampiran 6). Penggunaan ketiga jenis variabel tersebut sebagai data penunjang dalam penelitian ini didasarkan pada hasil wawancara nelayan dimana faktor iklim dan cuaca yang paling mempengruhi operasi penangkapan ikan menggunakan alat tangkap payang adalah faktor kecepatan angin, ketinggian gelombang dan kecepatan arus. Pengumpulan data terbagi menjadi empat bagian, yaitu; untuk mengetahui keadaan umum Kota Palabuhanratu dan PPN Palabuhanratu, keadaan cuaca di sekitar Teluk Palabuhanratu selama lima tahun terakhir, keadaan perikanan payang selama lima tahun terakhir, serta pola adaptasi nelayan payang di PPN Palabuhanratu terhadap cuaca di Teluk Palabuhanratu. Secara lebih rinci, metode pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut;

31 18 NO JENIS DATA CARA PENGAMBILAN DATA 1. Keadaan umum Kabupaten Sukabumi dan PPN Palabuhanratu. Keadaan umum Kabupaten Sukabumi dan Kota Palabuhanratu Keadaan umum PPN Palabuhanratu Studi literatur melalui arsip statistik di Badan Pusat Statistik Kab. Sukabumi Studi literatur melalui arsip pelabuhan di PPN Palabuhanratu serta wawancara dengan petugas yang berwenang di PPN Palabuhanratu 2. Keadaan cuaca di sekitar Teluk Palabuhanratu selama lima tahun terakhir. Keadaan cuaca di Teluk Palabuhanratu Data cuaca yang mempengaruhi perikanan payang Studi literatur melalui arsip di BMKG Jakarta, wawancara dengan staf maritim BMKG dan nelayan di PPN Palabuhanratu Studi literatur melalui arsip di BMKG Jakarta, wawancara dengan nelayan di PPN Palabuhanratu 3. Keadaan perikanan payang selama lima tahun terakhir. Data Teknis (Jumlah, mesin, dan trip) Produksi Hasil Tangkapan Studi literatur melalui arsip pelabuhan, wawancara dengan staf PPN Palabuhanratu Studi literatur melalui arsip pelabuhan, wawancara dengan Nelayan PPN Palabuhanratu 4. Pola adaptasi nelayan payang di PPN Palabuhanratu terhadap cuaca di Teluk Palabuhanratu. Pola adaptasi nelayan Wawancara dengan nelayan serta staf PPN Palabuhanratu Dampak perubahan cuaca terhadap Wawancara dengan nelayan di PPN kehidupan nelayan Palabuhanratu

32 Analisis Data Analisis Aspek Teknis Biaya Kebutuhan Melaut Biaya kebutuhan melaut merupakan biaya yang dikeluarkan nelayan untuk melakukan satu trip penangkapan terkait kebutuhan teknis nelayan dalam operasi penangkapn ikan Dimana : C : Total biaya kebutuhan melaut cvi : Biaya variabel i Analisis Aspek Ekonomi Pendapatan Usaha Analisis pendapatan usaha bertujuan untuk mengetahui komponenkomponen input dan output yang terlibat dalam usaha dan besar keuntungn ( ) yang diperoleh dari usaha yang dilakukan oleh nelayan untuk melakukan operasi penangkapan ikan dengan alat tangkap payang. = TR TC dimana Keterangan : TR (Total Revenue) = Pendapatan total TC (Total Cost) = Biaya pengluaran total Cim = Spesies hasil tangkapan i pada bulan m Pim = Harga hasil tangkapan i pada bulan m cmv = Biaya variabel pada bulan m fm = Upaya penangkapan

33 20 Apabila : TR > TC maka usaha menguntungkan TR < TC maka usaha mengalami kerugian TR = TC maka usaha impas Analisis Aspek Sosial Analisis aspek sosial merupakan analisis yang bertujuan untuk mengetahui dampak yang terjadi pada keadaan sosial masyarakat nelayan yang disebabkan oleh jenis adaptasi nelayan terhadap perubahan cuaca. Analisis aspek sosial nelayan dilakukan dangan melakukan survei terhadap dampak-dampak sosial yang disebabkan adaptasi nelayan terhadap perubahan cuaca. Apabila dampakdampak yang terjadi telah diketahui maka dapat digambarkan perubahanperubahan apa saja yang terjadi terhadap keadaan sosial masyarakat nelayan yang disebabkan adaptasi nelayan terhadap keadaan cuaca Pola Adaptasi Nelayan Faktor cuaca dalam operasi penangkapan sangat berpengaruh terhadap pendapatan nelayan. Berdasarkan perubahan pendapatan yang disebabkan faktor cuaca yang tidak memungkinkan sehingga nelayan tidak dapat melakukan operasi penangkapan ikan, maka dapat diketahui strategi pola adaptasi nelayan payang yang terjadi di PPN Pelabuanratu sesuai dengan kondisi saat ini. Kondisi tersebut dapat diproyeksikan pada kondisi yang sama beberapa tahun mendatang ataupun dapat diproyeksikan untuk daerah lain sebagai acuan pola adaptasi nelayan. Penentuan strategi adaptasi nelayan untuk merasionalkan perolehan pendapatan dalam kondisi perikanan saat ini, maka analisis prolehan hasil tangkapan, komposisi hasil tangkapan serta keuntungan digunakan sebagai informasi pendukung dalam menentukan pola adaptasi nelayan payang di Pelabuanratu.

34 21 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Palabuhanratu Secara astronomis wilayah Palabuhanratu berada pada 106º31' BT-106º37' BT dan antara 6 57' LS-7 04' LS, sedangkan secara administratif wilayah Palabuhanratu meliputi dua kecamatan, yaitu Kecamatan Palabuhanratu dan Kecamatan Simpenan. Dalam unit kelurahan atau desa, cakupan wilayah Palabuhanratu meliputi satu Kelurahan dan empat Desa, yaitu Kelurahan Palabuhanratu, Desa Citepus, Desa Citarik, Desa Cidadap dan Desa Loji. Batasbatas wilayah Palabuhanratu adalah sebagai berikut (Bappeda Kabupaten Sukabumi, 2008): Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Cibodas dan Desa Buniwangi yang merupakan wilayah Kecamatan Palabuhanratu; Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Cikadu. Desa Tonjong dan Desa Cibuntu yang merupakan wilayah Kecamatan Palabuhanratu, serta Desa Langkapjaya yang merupakan wilayah Kecamatan Lengkong; Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Kertajaya dan Desa Cihaur yang merupakan wilayah Kecamatan Simpenan; Sebelah Barat berbatasan dengan Teluk Palabuhanratu dan Samudera Hindia. luas wilayah Palabuhanratu adalah 8.124,2 ha. Proporsi wilayah terluas adalah Desa Loji seluas 3.390,82 ha atau 41,74% dari keseluruhan luas wilayah Palabuhanratu, sedangkan proporsi terkecil adalah Desa Citarik sebesar 1.011,50 ha atau 12,45% dari luas wilayah Palabuhanratu (Tabel 1). Tabel 1 Luas Wilayah Palabuhanratu No Kelurahan/desa Luas wilayah (ha) Palabuhanratu Citarik Citepus Cidadap Loji 1.023, , , , ,82 Proporsi luas terhadap kota (%) 12,59 12,45 16,58 16,64 41,74 Jumlah 8.214,20 100,00 Sumber: BPS Kabupaten Sukabumi (2009)

35 22 Dalam konstelasi wilayah yang lebih luas, baik dalam lingkup kabupaten, provinsi bahkan nasional, wilayah Palabuhanratu akan diperankan sebagai pusat pertumbuhan (growth center) bagi Pantai Selatan Jawa Barat dan Banten. Diharapkan perkembangan dan pertumbuhan wilayah Palabuharatu akan menjadi pemicu (trigger) bagi perkembangan wilayah Selatan Jawa Barat, Banten dan sekitarnya (BPS Kabupaten Sukabumi, 2009). 4.2 Keadaan Umum Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu Departemen Pertanian (tahun 1999 mengalami perubahan menjadi Departemen Kelautan dan Perikanan) pada tahun anggaran 1988/1989 membangun Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu dengan dana pembangunan pada tahap awal bersumber dari Asian Development Bank (ADB) dan Islamic Developmnet Bank (ISDB) dilengkapi dengan berbagai sarana dan prasarananya dan mulai operasional setelah diresmikan pada tanggal 18 Pebruari tahun 1993 oleh Presiden RI. Lokasi Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu terletak di kecamatan Palabuhanratu yang merupakan ibu kota kabupaten Sukabumi. Secara geografis Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu terletak pada posisi 06º 59' 47, 156" LS dan 106º 32 61, 884" BT, merupakan daerah pesisir selatan Kabupaten Sukabumi yang berhadapan langsung dengan Samudera Indonesia (UPT PPN Palabuhanratu, 2009). Keberadaan Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu telah banyak dirasakan manfaatnya oleh para pengguna jasa Pelabuhan Perikanan juga oleh masyarakat sekitar selain itu juga mampu memberikan manfaat ganda bagi pembangunan sosial dan ekonomi dalam rangka menunjang Pendapatan Asli Daerah (PAD), antara lain sebagai berikut (UPT PPN Palabuhanratu, 2009) : Sebagai tempat penghasil komoditi Sumber Daya Alam terutama Sumber Daya Ikan (SDI) yang cukup melimpah untuk memenuhi kebutuhan lokal maupun ekspor. Sebagai daerah tujuan wisata baik Domestik maupun Mancanegara. Mempunyai Asset Sumber Daya Manusia terkait yang berprofesi sebagai nelayan, pedagang ikan, produsen pengolahan hasil perikanan laut pada berbagai sektor produksi yang cukup berkualitas.

36 23 Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu sesuai dengan fungsinya memiliki peranan strategis karena letaknya berada pada posisi dekat dengan daerah penangkapan (fishing ground) perairan Samudera Hindia (Wilayah Pengelolaan Perikanan atau WPP-9) dan akses pemasaran domestik maupun ekspor. Secara khusus, Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu menampung kegiatan masyarakat perikanan, terutama terhadap aspek produksi, pengolahan dan pemasaran, serta pembinaan masyarakat nelayan. Pelayanan terhadap kapal perikanan sebagai sarana produksi meliputi; penyediaan basis (home base) bagi armada penangkapan, menjamin kelancaran bongkar ikan hasil tangkapan, menyediakan suplai logistik bagi kapal-kapal ikan seperti air tawar, BBM, dan es untuk perbekalan ke laut dan lain-lain sedangkan pelayanan terhadap nelayan sebagai unsur tenaga produksi meliputi: aspek fasilitasi pengolahan, aspek pemasaran, dan aspek pembinaan masyarakat nelayan atau kelompok usaha bersama. bukti keberhasilan pelayanan jasa yang telah diberikan oleh Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu dalam melayani kebutuhan nelayan dan masyarakat perikanan telah membuahkan hasil yang menggembirakan. Penghargaan yang diterima dari Menteri Pertanian Republik Indonesia pada tahun 1999 berupa Piala Abdibakti Tani. Sedangkan penghargaan yang diterima pada tahun 2005 yaitu Adibakti Mina Bahari sebagai unit kerja pelayanan yang berprestasi di lingkup Departemen Kelautan dan Perikanan dan tahun 2007 predikat terbaik sebagai DKP Mini (UPT PPN Palabuhanratu, 2009) Kondisi Perikanan PPN Palabuhanratu 1) Jumlah dan nilai produksi perikanan laut di PPN Palabuhanratu Produksi Ikan yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu berasal dari hasil tangkapan kapal-kapal ikan domisili (Palabuhanratu) dan kapal-kapal ikan pendatang yang diantaranya berasal dari Cilacap, Jakarta, Bali, Sibolga dan Binuangeun. Daerah penangkapan ikan bagi nelayan yang menggunakan fishing base port-nya Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu antara lain perairan Teluk Palabuhanratu, Cisolok, Ujung Genteng, perairan sebelah Selatan Pulau Jawa dan sebelah Barat Pulau Sumatra.

37 24 Berdasarkan Tabel 2, Gambar 1 dan 2, terlihat sejak tahun 2002 sampai tahun 2009, produksi ikan dan nilai produksi ikan yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu mengalami fluktuasi. Produksi ikan yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu pada tahun 2008 mengalami penurunan sebesar 24,36% dari tahun sebelumnya dan begitu pula produksi pada tahun 2009 yang turun sebesar 13,76% dibandingkan tahun sebelumnya. Secara umum rata-rata kenaikan produksi ikan sebesar 11% dan ratarata nilai produksi sebesar 32% setiap tahun. Tabel 2 Jumlah dan Nilai Produksi Hasil Perikanan Laut yang Didaratkan di PPN Palabuhanratu tahun Pendaratan ikan Fluktuasi Tahun Jumlah Nilai Volume Nilai (Kg) (Rp) (%) (%) ,04 54, ,97 2, ,01 105, ,26 1, ,89 18, ,36 9, ,76 33,3 Rata-rata Sumber: PPN Palabuhanratu, ,000,000 6,000,000 5,000,000 4,000,000 3,000,000 2,000,000 1,000, ,000,000,000 50,000,000,000 40,000,000,000 30,000,000,000 20,000,000,000 10,000,000, Sumber: PPN Palabuhanratu, 2009 Gambar 1 Jumlah produksi hasil perikanan laut PPN Palabuhanratu tahun Sumber: PPN Palabuhanratu, 2009 Gambar 2 Nilai produksi hasil perikanan laut PPN Palabuhanratu tahun

38 25 Berdasarkan Tabel 2 dan gambar 1 dan 2, dapat dilihat bahwa besarnya jumlah produksi tidak sepenuhnya mempengaruhi besarnya nilai dari produksi tersebut. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan nilai jual atau harga dari masingmasing jenis ikan hasil tangkapan. Jumlah produksi hasil perikanan laut di PPN Palabuhanratu berfluktuasi tiap tahunnya, dimana jumlah terendah berada pada tahun 2002 yaitu sebesar kg dan terbesar berada pada tahun 2005 sebesar kg. Adapun untuk nilai dari produksi perikanan laut yang terbesar ada pada tahun 2009 sebesar Rp walaupun untuk jumlah produksinya berada pada urutan ke empat. Hal ini dapat terjadi mungkin dikarenakan ikan yang tertangkap pada tahun ini umumnya merupakan ikan yang memiliki nilai jual tinggi atau adanya kenaikan harga jual pada tahun ini dibandingkan pada tahun-tahun sebelumnya. Sedangkan nilai jual terendah berada pada tahun 2002 sebesar Rp Secara spesifik jenis ikan yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu didominasi oleh jenis ikan Cakalang, Cucut, Tongkol, Tuna, Layur, Peperek dan Tembang. Produksi ikan dominan yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu tersebut selalu berfluktuasi tiap tahunnya. Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa ikan tuna merupakan ikan yang paling dominan baik jumlah maupun nilai produksinya, selain itu ikan tuna ini memiliki nilai jual yang tinggi karena ikan tuna ini pada umumnya di ekspor atau di jual ke luar Indonesia. Pada tahun 2008 dan 2009 produksi tuna mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2007, namun nilai produksi tuna ini terus meningkat dan nilai yang tertinggi berada pada tahun 2009 sebesar Rp Ikan dengan jumlah produksi yang terendah yaitu ikan cucut dengan besar rata-rata selama tiga tahunnya sebesar kg (Tabel 3).

39 26 Tabel 3 Jumlah dan nilai produksi hasil tangkapan dominan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu tahun Jumlah Produksi (Kg) No. Nama Spesies Cakalang Cucut Tongkol Tuna Layur Peperek Tembang Nilai Produksi (Rp) No. Nama Spesies Cakalang Cucut Tongkol Tuna Layur Peperek Tembang Sumber: PPN Palabuhanratu, 2008 dan PPN Palabuhanratu, ) Pemasaran ikan di PPN Palabuhanratu Ikan hasil tangkapan baik yang didaratkan maupun didatangkan ke PPN Palabuhanratu akan sampai ditangan konsumen dengan jalur yang berbeda-beda, baik melalui agen, pengolah, pengecer, bakul, maupun PT atau perusahaan. Ikanikan yang merupakan komoditi ekspor akan mengalami proses yang lebih panjang dan lebih selektif (Gambar 3).

40 27 Ikan dari luar PPNP lewat jalan darat Produksi ikan PPN Palabuhanratu Ikan didaratkan langsung di dermaga PPNP Non TPI Non TPI TPI Pengecer Pengolah Konsumen lokal Agen longline Cold storage di Jakarta Agen layur Cold storage P.Ratu Pengecer Bakul Pengolah Pengecer Konsumen luar Palabuhanratu : Jakarta, Bandung, Sukabumi, Cianjur, Bogor Sumber: PPN Palabuhanratu, Gambar 3 Pola pemasaran ikan di PPN Palabuhanratu. 3) Jumlah produksi ikan dari luar daerah PPN Palabuhanratu Ikan yang ada di lingkungan Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, selain hasil tangkapan kapal-kapal perikanan yang mendarat di kolam pelabuhan juga kiriman dari daerah lain yang melalui jalan darat seperti Jakarta, Juwana, Binuangeun, Indramayu, Pameungpeuk dan sentral pendaratan ikan lainnya yang ada di kabupaten Sukabumi seperti Loji, Cisolok, Ujung Genteng. Agen Ikan segar untuk konsumsi lokal Ekspor melalui Jakarta Ke Jepang Ekspor melalui Jakarta Ke Korea Konsumen lokal Berdasarkan Tabel 4, terlihat bahwa jumlah ikan yang berasal dari luar daerah Palabuhanratu (melalui jalan darat) pada tahun 2008 sebesar 4,256,260 Kg dan rata-rata perbulan sebesar 354,688 Kg dengan produksi terbesar terjadi pada bulan Juni Adapun daerah yang memberikan kontribusi terbesar bagi kebutuhan ikan di Palabuhanratu adalah Jakarta sebesar 1,613,500 Kg (37.91%), Cisolok sebesar 112,810 Kg (2.65%), Ujung Genteng sebesar 587,800 Kg (13,81%), Binuangeun sebesar 290,850 Kg (6,83%), Cidaun sebesar 210,000 Kg (0,35%), Loji sebesar 14,800 Kg (4,93%), Lampung 54,000 Kg (1,27%), Indramayu 266,000 Kg (6,25%) dan Juwana sebesar 1,106,500 Kg (11,8%). Daerah Ujung Genteng merupakan daerah yang memberikan kontribusi terbesar, diduga karena jenis ikan yang didaratkan Pantai Utara Jawa saling melengkapi dengan jenis ikan yang dihasilkan di Palabuhanratu (Pantai Selatan Jawa).

41 28 Sehingga pada kondisi/musim tertentu saling membutuhkan, dimana ada beberapa jenis ikan di Pantai Utara Jawa yang produksinya tidak mencukupi sedangkan di Pantai Selatan Jawa produksinya berlebih. Akibatnya terjadi arus distribusi pemasaran ikan dari Palabuhanratu kedaerah Jakarta dan sebaliknya (PPN Palabuhanratu, 2009). Tabel 4. Produksi ikan dari luar daerah PPN Palabuhanratu melalui jalur darat ke PPN Palabuhanratu tahun 2008 Bln Jkt Jawa Barat Jateng CSK UG BNG CDN LOJI LPG IDR JWN Total (Kg) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jml Ratarata Ket : JKT = Jakarta, CSK = Cisolok, UG = Ujung Genteng, BNG = Binuangeun, CDN= Cidaun, IDR = Indramayu, LPG = Lampung, JWN = Juwana. Sumbe : PPN Palabuhanratu, ) Unit penangkapan ikan di PPN Palabuhanratu a. Perahu atau Kapal Penangkap Ikan Kapal penangkap ikan berguna sebagai alat transportasi yang membawa seluruh unit penangkapan ikan menuju fishing ground atau daerah penangkapan tempat alat tangkap akan diopernsikan, serta membawa pulang kembali ke fishing base atau pangkalan beserta hasil tangkapan yang didapat. Kapal atau perahu yang digunakan di Palabuhanratu terdiri dari dua macam, yaitu perahu motor tempel (PMT) dan kapal motor (KM). Perahu motor tempel menggunakan motor tempel (outboard engine) yang diletakkan di bagian luar kapal, umurnnya perahu motor tempel ini digunakan dalam usaha perikanan skala kecil karena harga perahu yang terjangkau. Sedangkan kapal motor menggunakan mesin yang diletakkan di bagian dalam badan kapal (inboard engine), umumnya kapal motor ini digunakan untuk usaha perikanan yang mempunyai skala cukup besar yang hanya dimiliki nelayan bermodal besar.

42 29 Jenis armada penangkapan ikan yang menggunakan base fishing port-nya Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu adalah jenis kapal motor dengan ukuran kapal < 10 GT s/d > 30 GT dengan berbagai macam alat tangkap seperti Gill net, Payang, Jaring Rampus, Bagan, Purse seine, Pancing ulur, Tuna Longline, Pancing rawai, dan lainnya (Gambar 4) Sumber: PPN Palabuhanratu Gambar 4 Perkembangan Jumlah Perahu atau Kapal di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Periode Berdasarkan Gambar 4, dapat dilihat jumlah unit kapal di Palabuhanratu banyak mengalami fluktuasi. Jumlah unit tertinggi terdapat pada tahun 2007 dengan komposisi PMT sebanyak 531 unit (62%) dan kapal motor sebanyak 321 unit (38%), sedangkan jumlah unit terendah terdapat pada tahun 2003 dengan komposisi PMT sebanyak 253 unit (66,4%) dan kapal motor sebanyak 128 unit (33.6%). Perahu Motor Tempel (PMT) (Outboard Boat) Kapal Motor (KM) (Inboard Boat) Fluktuasi dari frekuensi masuk perahu motor tempel cukup tinggi tiap tahunnya dibandingkan fluktuasi dari kapal motor. Jumlah frekuensi masuk terbesar yaitu di tahun 2007 sebesar kali dan yang terendah sebesar kali pada tahun Tingkat fluktuasi yang tinggi bagi perahu motor tempel dapat menunjukkan tingginya ketidakpastian para nelayan yang menggunakan perahu motor tempel yang pada umumnya merupakan nelayan kecil (Gambar 5).

43 30 kali Sumber: PPN Palabuhanratu Gambar 5 Frekuensi masuk kapal motor dan perahu motor tempel di PPN Palabuhanratu tahun b. Alat penangkap ikan Untuk mendapatkan hasil tangkapan yang diinginkan baik itu jenis ikan pelagis maupun demersal nelayan diperlukan pengetahuan tentang tingkah laku ikan, daerah penangkapan ikan (fishing ground) dan kemampuan menggunakan alat tangkap yang akan digunakan dalam operasional penangkapan ikan. Ada suatu konstruksi alat tangkap yang khusus digunakan untuk menangkap ikan tertentu seperti gill net yang merupakan salah satu alat tangkap untuk menangkap beberapa jenis ikan pelagis seperti ikan Tongkol, Cakalang, Tuna dan jenis ikan pelagis lainnya. 45,000 40,000 35,000 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5, Kapal Motor 1,771 1,675 2,857 5,005 3,638 5,279 4,694 3,646 Perahu Motor Tempel 28,031 15,101 12,738 11,505 19,884 34,919 27,641 17,679 Jumlah Kapal 29,802 16,776 15,595 1,651 23,522 40,198 32,335 21,325 Tabel 5 Perkembangan alat tangkap yang beroperasi di PPN Palabuhanratu tahun No Tahun Alat Tangkap (Unit) Jumlah Fluktuasi RMP PCG PYG BGN PRS GNT RWI L.LN (Unit) (%) , , , , , , ,29 Rata- Rata Kenaikan 71,27 Sumber: PPN Palabuhanratu 2008 dan PPN Palabuhanratu 2009 Ket: RMP = Rampus; PCG = Pancing; PYG = Payang; BGN = Bagan; PRS = Purse Saine; GNT = Gillnet; RWI = Rawai; L.LN = Long Line

44 31 Berdasarkan Tabel 5, dapat dilihat bahwa jenis alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di PPN Palabuhanratu pada saat ini adalah pancing, payang, bagan, gill net, rawai, rawai tuna dan purse seine. Alat tangkap yang dominan dipergunakan oleh nelayan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu pada tahun 2009 adalah pancing, bagan, payang, dan gill net. Adapun perkembangan jumlah alat tangkap yang digunakan dari tahun 2002 sampai dengan 2009 secara umum kecenderungan mengalami kenaikan sebesar 71% per tahun. Rata-rata kenaikan jumlah alat tangkap yang mencapai angka 70% tersebut sebagian besar diakibatkan oleh tingkat kenaikan pada tahun 2009 yang mencapai 430% atau 4 kali lipat dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2009 ini hampir semua jenis alat tangkap mengalami pertambahan jumlahnya kecuali alat tangkap bagan dan rawai yang mengalami penurunan. c. Nelayan Nelayan merupakan salah satu komponen penting dalam unit penangkapan ikan, karena nelayan adalah orang-orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam kegiatan penangkapan ikan. Jumlah nelayan yang ada di PPN Palabuhanratu terus mengalami perubahan tiap tahunnya. Perkembangan jumlah nelayan dapat dilihat pada Tabel 6 dan Gambar 6. Tabel 6 Perkembangan jumlah nelayan di PPN Palabuhanratu tahun No. Tahun Jumlah (Orang) Fluktuasi (%) , , , , , , ,18 Rata Rata 11,23 Sumber: PPN Palabuhanratu 2008 dan PPN Palabuhanratu 2009

45 32 2,000 1,838 1,500 1,168 Orang 1, Pancing Gillnet Payang Dogol Bagan Rawai Sumber: PPN Palabuhanratu 2009 Gambar 6 Distribusi nelayan di PPN Palabuhanratu tahun Berdasarkan Gambar 6 dan Tabel 6, dapat diketahui bahwa jumlah nelayan yang ada di PPN Palabuhanratu terus meningkat, kecuali pada tahun 2008 yang mengalami penurunan sebesar 34% dari tahun sebelumnya. Namun demikian jika dirata-ratakan pertumbuhan nelayan dari tahun 2002, nelayan yang ada di PPN Palabuhanratu cenderung berkembang dengan angka 11% tiap tahunnya. Jumlah nelayan di PPN Palabuhanratu yang terbesar ada pada tahun 2007 sebesar 5994 orang dan yang terendah sebesar 2519 orang pada tahun Nelayan-nelayan ini paling banyak bekerja sebagai nelayan rawai dan nelayan payang. Hal ini dikarenakan jumlah nelayan yang dibutuhkan nelayan payang dan rawai tiap kapalnya relatif jauh lebih banyak daripada jumlah nelayan pada kapal lainnya. Kapal rawai yang umumnya menyerap banyak nelayan adalah kapal rawai tuna.

46 33 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Unit Penangkapan Ikan Kapal Kapal payang yang dioperasikan di Palabuhanratu terbuat dari bahan kayu dengan jenis kayu yang digunakan adalah kayu bungur, meranti, bayur, dan sebagainya. Kapal dengan bahan kayu ini dapat bertahan kurang lebih tahun (Lampiran 4). Desain kapal payang di Palabuhanratu adalah tipe round bottom yang umumnya memiliki tiang kakapa yang berfungsi sebagai tempat bagi pengawas (fishing master) dalam mencari schooling ikan. Peralatan yang dibawa untuk menunjang operasi penangkapan ikan pada kapal payang adalah boks tempat penyimpanan es, drum-drum plastik atau biasa disebut blong sebagai palka ikan dan ban dalam mobil yang digunakan sebagai alat bantu renang untuk menakut-nakuti ikan agar tidak lolos dari jaring. Berdasarkan data hasil pengamatan dilapangan diketahui bahwa ukuran kapal payang relatif seragam yaitu 5 GT dengan ukuran panjang (LOA) 10,9 meter, lebar (B) 2,65 meter, dan dalam (D) 1 meter. Jumlah kapal payang yang beroperasi di PPN Palabuhanratu cenderung menurun pada tahun 2005 hingga tahun 2008 dimana pada tahun 2005 jumlah kapal payang sebanyak 168 unit menjadi 68 unit pada tahun 2008, dan kembali meningkat hingga tahun 2009 yaitu sebanyak 75 unit, terjadinya penurunan jumlah kapal yang menggunakan alat tangkap payang disebabkan karena potensi hasil tangkapan pada tahun 2005 hingga 2008 terus menurun dilihat dari data jumlah hasil tangkapan (Gambar 8). Hal ini menyebabkan ketidaktertarikan kepada pemilik modal untuk menambah armada penangkapan payangnya maupun mendirikan usaha penangkapan baru menggunakan alat tangkap payang. (Gambar 7).

47 34 Unit Kapal Sumber: PPN Palabuhanratu 2010 Gambar 7 Jumlah kapal payang Alat tangkap 1) Jaring Jaring payang yang digunakan di Palabuhanratu (Lampiran 5) mempunyai desain yang cukup kompleks karena ukuran mata jaring yang digunakan pada tiap-tiap bagian jaring berbeda (Tabel 7). Tabel 7 Spesifikasi jaring payang Palabuhanratu. Bagian Jaring Jumlah Mata Ukuran Mata Jaring (Cm) Sayap Badan Kantong ,0-16 Sumber: data primer. Berdasarkan pada Tabel 7 terlihat untuk spesifikasi jaring payang yang digunakan nelayan Palabuhanratu yaitu pada bagian sayap jumlah mata yang digunakan antara mata dengan ukuran mata jaring cm, pada bagian badan jaring jumlah mata yang digunakan antara mata dengan ukuran mata jaring cm dan pada bagian kantong jumlah mata yang digunakan antara mata dengan ukuran mata jaring 1-16 cm. berdasarkan data tersebut terlihat bahwa semakin kearah kantong maka jumlah mata jaring yang digunakan semakin banyak dan ukuran mata jaring yang digunakan semakin mengecil. 2) Tali ris Tali ris payang terbuat dari bahan PE multifilament dengan panjang tali ris bagian atas selalu lebih panjang dari tali ris bagian bawah, karena payang

48 35 digunakan untuk menangkap ikan-ikan pelagis yang hidup di lapisan permukaan laut sehingga gerombolan ikan tersebut akan bergerak ke bawah jika merasa terkurung oleh jaring. Oleh karena itu mulut bagian bawah harus lebih menjorok kedepan dibanding bagian atas. Tali ris atas mempunyai diameter sekitar 3 mm sampai 4 mm dengan panjang tali antara m, sedangkan tali ris bawah biasanya mempunyai diameter 5 mm sampai 6 mm dengan panjang tali kurang lebih m. 3) Tali selambar atau penarik Tali selambar biasanya terbuat dari bahan PE multifilament dengan diameter ±16 mm. Untuk tali selambar atau penarik depan di bagian sayap kiri mempunyai panjang sekitar 15 m sampai 20 m dan untuk tali selambar atau penarik belakang mempunyai panjang tali sekitar 120 m sampai 200 m. 4) Pelampung Pelampung yang digunakan pada alat tangkap ini terdiri dari duajenis yaitu pelampung bambu serta pelampung plastik ataufiber. Pelampung bambu terbuat dari bahan bambu dengan bentuk silinder yang mempunyai panjang sekitar cm dan berdiameter antara crn. sedangkan pelampung plastik atau fiber terbuat dari bahan plastik dengan bentuk lonjong berukuran 20 liter dan satu pelampung plastik berbentuk bulat berukuran. 50 liter atau biasa disebut unjul-unjul yang terletak di tengah-tengah mulut jaring pada tali ris atas. Pelampung dipasang dengan jarak antar pelampung antara 6-8 m dengan jumlah pelampung bambu sekitar buah. sedangkan pelampung plastik berbentuk lonjong berjum1ah 4-6 buah dan satu pelampung bulat atau unjulunjul. 5) Pemberat Pemberat yang dipakai pada jaring ini terbuat dari timah dengan berat tiap pemberat 1,5 kg sampai 2 kg. Pemberat yang dipakai rata-rata berbentuk silinder dengan panjang cm dan diameter 4-5 cm sebanyak buah. Pemberat ini dipasang dengan jarak antara dua pemberat sekitar 6-8 m.

49 Nelayan Nelayan merupakan salah satu komponen penting dalam pengoperasian alat tangkap ini karena rata-rata operasi penangkapan payang membutuhkan jumlah nelayan yang cukup banyak. Biasanya pada unit penangkapan payang Anak Buah Kapal (ABK) berjumlah rata-rata 15 orang. Masing-masing nelayan mempunyai tugas dalam operasi penangkapan, sebagai : a. Seorang jurumudi yang merangkap sebagai pemimpin operasi penangkapan antara lain mengemudikan perahu menuju fishing ground sampai kembali ke fishing base, menentukan dan memutuskan daerah pergerakan unit penangkapan, serta memimpin sistem bagi basil para nelayan. b. Pengawas yang bertugas mencari atau mengintai gerombolan ikan dari atas tiang kapal (tiang kakapa). c. Petawur yang bertugas melemparkan jaring pada saat setting alat. d. Juru batu yang betugas melemparkan batu pada saat setting dan mengatur batu pada saat hauling. e. Beberapa orang gugulung yang bertugas memperbaiki jaring, serta menata jaring berikut pelampung dan pemberatnya setelah hauling untuk persiapan setting selanjutnya. f. Perenang yang berjumlah 4-6 orang. bertugas menakut-nakuti ikan agar tidak lolos melewati bagian bawah kapal dan sayap payang dengan cara loncat ke dalam air dan dilakukan berulang-ulang. 5.2 Metode Pengoperasian Payang Unit penangkapan payang di Palabuhanratu hanya beroperasi pada saat keadaan cuaca tenang dan memungkinkan melakukan operasi penangkapan. Pada saat cuaca memungkinkan operasi penangkapan, payang dioperasikan setiap hari kecuali hari jumat sebagai hari libur bagi para nelayan. Payang beroperasi pada pukul hingga pukul 17.00, namun adakalanya payang pulang lebih malam tergantung dari bahan bakar yang dibawa serta muatan palka.

50 37 Pengoperasian payang terdiri dari beberapa tahap yaitu: a. Tahap Persiapan Persiapan yang harus dilakukan nelayan meliputi persiapan perbekalan (bahan bakar, es, makanan dan minuman, dan sebagainya), persiapan peralatan untuk perbaikan jaring yang rusak pada saat di tengah laut, pemasangan mesin motor di kapal, pemasangan pemberat dan tali ris serta penataan jaring agar jaring siap dioperasikan. b. Menentukan daerah penangkapan ikan (fishing ground) Daerah penangkapan ikan biasanya ditentukan oleh jurumudi, fishing ground ini dapat ditentukan berdasarkan operasi penangkapan sebelumnya pada saat mendapatkan banyak ikan. atau berdasarkan informasi dari nelayan lain tentang dimana daerah banyak ikan berada. Dalam perjalanan menuju fishing ground, nelayan yang bertugas sebagai pengawas mencari dan mengintai di daerah sekeliling dari atas tiang kakapa untuk melihat tanda-tanda adanya gerombolan ikan seperti lompatan-iompatan ikan yang menimbulkan gelembung udara di permukaan air, lalu adanya burung-burung laut yang menukik ke permukaan perairan untuk memakan ikan, atau warna perairan yang berubah menjadi sedikit lebih gelap karena adanya schooling ikan di lapisan permukaan air. c. Setting atau penurunan jaring Setelah fishing ground ditentukan dan gerombolan ikan ditemukan maka selanjutnya adalah setting alat. Kapal segera melakukan pengejaran dan memposisikan agar gerombolan ikan berada pada sebelah kiri kapal, setelah itu setting dimulai dengan penurunan pelampung tanda dan tali selambar kiri serta seorang perenang yang mengiringi terjun ke dalam air, diikuti dengan pelepasan bagian sayap sebelah kiri beserta pelampung bambu dan pemberatnya, kemudian pelemparan pelampung plastik dan unjul-unjul, dilanjutkan dengan badan dan kantong jaring, sayap sebelah kanan dan tali selambar kanan yang berarti gerombolan ikan sudah dilingkari oleh jaring. Beberapa perenang yang terjun ke air memukul-mukulkan tangannya ke air agar ikan terhalangi untuk melarikan diri.

51 38 Pelingkaran jaring terhadap gerombolan ikan ini harus dilakukan dengan kecepatan kapal yang cepat dan relatif konstan sehingga kemungkinan ikan lolos sangat kecil. Setting alat ini biasanya memakan waktu sekitar menit. d. Hauling atau pengangkatan jaring Setelah setting selesai, segera dilakukan pengangkatan jaring dengan keadaan mesin motor dimatikan. Masing-masing nelayan berada pada posisinya dan mulai menarik tali selambar kiri diikuti tali selambar kanan secara perlahanlahan agar ikan tidak terkejut. kemudian secara bersama-sama jaring bagian kiri dan kanan, pelampung, dan pemberat diangkat dengan hitungan yang sama hingga bagian kantong yang berisi ikan terangkat seluruhnya. Selanjutnya hasil tangkapan dimasukkan ke dalam blong-blong yang telah diisi es sebelumnya. Jaring ditata kembali agar siap untuk dilakukan setting berikutnya. 5.3 Hasil Tangkapan Tujuan utama dari operasi penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap payang di Palabuhanratu adalah jenis-jenis ikan pelagis yang hidup bergerombol, seperti: cakalang (Katsuwonus pelamis), tongkol (Auxis thazard), ikan terbang (Clupea sp.), layang (Decapterus sp.), kembung (Rastrelliger sp.), dan lain-lain. Dalam lima tahun terakhir hasil tangkapan payang menurun drastis yaitu kg pada tahun 2005 menjadi kg pada tahun Persentase penurunan hasil tangkapan payang terbesar terjadi pada tahun 2006 dan Pada tahun 2006 terjadi penurunan sebesar 45.7 % atau sebesar kg yaitu dari kg menjadi kg. Pada tahun 2007 terjadi penurunan sebesar 14 % atau sebesar kg yaitu dari kg menjadi kg. Pada tahun 2008 terjadi penurunan sebesar 85.8 % atau sebesar kg yaitu dari kg menjadi kg dan pada tahun 2009 terjadi peningkatan produksi sebesar 4.5 % atau sebesar kg yaitu dari menjadi 216,043 kg (Gambar 8).

52 39 Produksi (kg) 3,500,000 3,106,329 3,000,000 2,500,000 2,000,000 1,687,489 1,500,000 1,451,120 1,000, , , , Produksi payang Tahun Produksi Sumber: PPN Palabuhanratu 2010 Gambar 8 Rata-rata hasil tangkapan payang Cuaca di Palabuhanratu Cuaca merupakan komponen penting dalam kegiatan operasional penangkapan ikan. Keadaan cuaca sangat mempengaruhi dalam pengambilan keputusan apakah nelayan payang melakukan operasi penangkapan ikan atau tidak. Berdasarkan data wawancara yang diperoleh diketahui bahwa nelayan beranggapan cuaca di Teluk Palabuhanratu dipengaruhi oleh dua jenis musim yaitu angin musim barat dimana angin bertiup dari barat ke timur, dan angin musim timur dimana angin bertiup dari timur ke barat, dimana pada saat terjadinya musim angin barat, kecepatan angin relatif cepat sehingga menyebabkan arus dan gelombang yang tinggi sehingga merupakan masa paceklik bagi nelayan payang yang biasanya berlangsung pada bulan Desember hingga maret. Sedangkan pada saat terjadinya angin musim timur yang terjadi pada bulan April hingga November, keadaan cuaca cenderung bersahabat sehingga nelayan dapat beroperasi tanpa hambatan dari cuaca di Teluk Palabuhanratu. Berdasarkan hasil wawancara nelayan, diketahui bahwa faktor yang berpengaruh terhadap operasi penangkapan payang di PPN Palabuhanratu yaitu kecepatan angin, kecepatan arus, dan ketinggian gelombang. Berdasarkan data pengamatan cuaca di Teluk Palabuhanratu selama lima tahun terakhir terlihat

53 40 bahwa telah terjadi perubahan pola pada variable-variabel tersebut dimana ketiga variabel tersebut cenderung mencapai nilai tertingginya pada bulan Juni, Juli, September, dan Oktober. Hal ini berbeda dengan dengan teori yang dianut nelayan dimana pada saat itu seharusnya keadaan cuaca di Teluk Palabuhanratu cenderung bersahabat. Berikut disajikan data pengamatan dari indikatorindikator cuaca di Teluk Palabuhanratu Arah dan kecepatan mata angin Arah dan kecepatan mata angin merupakan salah satu faktor penting karena arah dan kecepatan mata angin sangat mempengaruhi aktifitas nelayan saat berada di perairan. Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui kecenderungan arah mata angin yang terjadi di Teluk Palabuhanratu pada tahun 2005 hingga 2009 dimana pada bulan Januari hingga bulan Maret arah mata angin cenderung kearah Barat Daya, dan pada bulan April hingga November arah mata angin cenderung kearah Tenggara, sedangkan pada bulan Desember arah mata angin cenderung kearah Selatan. Nontji (1987) mengatakan bahwa musim penangkapan ikan, di Indonesia terbagi dalam empat musim yaitu musim barat,musim peralihan awal tahun, musim timur, dan musim peralihan akhir tahun. Jika dikaitkan dengan teori ini maka terjadinya perubahan arah mata angin pada bulan Maret-April merupakan musim peralihan awal tahun dan pada bulan November-Desember merupakan musim peralihan akhir tahun. Berdasarkan data pengamatan kecepatan angin diketahui bahwa kecepatan angin di sekitar Teluk Palabuhanratu berkisar antara 4.9 knot hingga 11 knot, dimana pada bulan Januari hingga april tidak terjadi perubahan kecepatan angin yang signifikan yaitu berkisar antara 4.9 knot hingga 6.2 knot. Peningkatan kecepatan angin yang cukup signifikan terjadi pada bulan April yaitu dari 4.9 knot hingga bulan September yaitu 11 knot dan menurun drastis hingga bulan Desember yaitu 5.4 knot (Gambar 8).

54 jan feb mar apr mei jun jul agt sep okt nov des kecepatan angin Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika 2010 Gambar 9 Rata-rata kecepatan angin di Teluk Palabuhanratu Berdasarkan Gambar 9, dapat dilihat bahwa kecepatan angin tertinggi cenderung terjadi pada bulan Juli, Agustus, dan September dimana pada saat tersebut merupakan angin musim timur. Dengan adanya gambaran ini maka teori yang digunakan nelayan sudah tidak sesuai dengan kondisi aktual kecepatan angin di Teluk Palabuhanratu. Karena selama ini nelayan beranggapan bahwa kondisi kecepatan angin pada musim timur lebih rendah dibanding angin musim barat Arah dan kecepatan arus permukaan laut Arus permukaan laut adalah faktor penting yang mempengaruhi perubahan lingkungan laut, sehingga perubahan arah maupun kecepatan arus diduga mempengaruhi tingkah laku maupun ketersediaan ikan di laut. Berdasarkan data pengamatan arah arus permukaan di sekitar Teluk Palabuhanratu diketahui kecenderungan arah arus permukaan selama lima tahun ( ) mengalir kearah Barat Laut kecuali pada bulan maret yaitu mengalir kearah barat. Berdasarkan data pengamatan tersebut dapat dikatakan arah arus cenderung stabil sepanjang tahun. Kecepatan arus permukaan tertinggi terjadi pada bulan Juli yaitu 59,3 cm/detik dan kecepatan terendah pada bulan Januari yaitu 31,5 cm/detik. Berdasarkan data pengamatan kecepatan arus tertinggi cenderung terjadi pada bulan Juni, Juli, dan Agustus dimana pada saat tersebut merupakan angin musim

55 42 timur. Serupa dengan keadaan kecepatan angin yang telah dijelaskan sebelumnya maka teori yang digunakan nelayan sudah tidak sesuai dengan kondisi aktual arus permukaan laut di Teluk Palabuhanratu sebab selama ini nelayan beranggapan bahwa kecepatan arus permukaan air pada musim timur lebih rendah dibanding angin musim barat (Gambar 10). Cm/det jan feb mar apr mei jun jul agt sep okt nov des kecepatan arus Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika 2010 Gambar 10 Kecepatan arus permukaan air laut di Palabuhanratu Arah dan ketinggian gelombang Gelombang merupakan faktor yang sangat penting dalam operasi penangkapan. Keadaan gelombang suatu perairan sangat mempengaruhi dalam pengambilan keputusan apakah nelayan melakukan operasi penangkapan di daerah tersebut. Berdasarkan data yang diperoleh, arah pergerakan gelombang di sekitar Teluk Palabuhanratu cenderung berubah-ubah. Terjadinya perubahan arah gelombang permukaan tersebut dipengaruhi oleh pola arah angin yaitu peralihan dari angin musim barat menjadi angin musim timur begitu pula sebaliknya. hal ini dapat dilihat dari rata-rata pola pergerakan arah gelombang permukaan dimana terjadi siklus perubahan arah gelombang dari arah barat daya kearah tenggara dan kembali kearah barat daya. Berdasarkan data pengamatan ketinggian gelombang diketahui bahwa ketinggian gelombang di sekitar Teluk Palabuhanratu berkisar antara 1,43 meter hingga 1,78 meter dimana gelombang tertinggi cenderung terjadi pada bulan Juli, Agustus, dan September dimana pada saat tersebut merupakan angin musim

56 43 timur. Serupa dengan keadaan kecepatan angin dan arus yang telah dijelaskan sebelumnya maka teori yang digunakan nelayan sudah tidak sesuai dengan kondisi aktual ketinggian gelombang di Teluk Palabuhanratu. Karena selama ini nelayan beranggapan bahwa ketinggian gelombang pada musim timur lebih rendah dibanding angin musim barat (Gambar 11). Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika 2010 Gambar 11 Tinggi gelombang air laut di Palabuhanratu Hubungan Antara Cuaca dan Hasil Tangkapan Cuaca merupakan komponen penting dalam kegiatan penangkapan ikan dimana pada bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa terdapat beberapa faktor cuaca yang sangat berpengaruh dalam operasi penangkapan ikan. Berdasarkan data yang diperoleh dari wawancara dengan nelayan di PPN Palabuhanratu, dijelaskan bahwa penyebab menurunya jumlah hasil tangkapan sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca pada saat dilakukannya operasi penangkapan ikan. Berikut hubungan pola cuaca dengan hasil tangkapan nelayan payang di Palabuhanratu jan feb mar apr mei jun jul agt sep okt nov des tinggi gelombang Hubungan kecepatan angin dengan hasil tangkapan Berdasarkan data kecepatan angin yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya diketahui bahwa kecepatan angin tertinggi cenderung terjadi pada bulan Juli, Agustus, dan September dimana pada saat tersebut merupakan angin musim timur. Dengan adanya gambaran ini maka teori yang digunakan nelayan sudah tidak sesuai dengan kondisi aktual kecepatan angin di Teluk

57 44 Palabuhanratu. Karena selama ini nelayan beranggapan bahwa kondisi kecepatan angin pada musim timur lebih rendah dibanding angin musim barat. Berdasarkan data pengamatan kecepatan angin selama lima tahun yang diperoleh dapat dilihat bahwa antara kecepatan angin dengan hasil tangkapan cenderung terjadi hubungan yang saling berlawanan dimana pada saat kecepatan angin meningkat maka hasil tangkapan cenderung berkurang. Data pengamatan tersebut dapat dilihat pada Gambar 12 berikut ini. Kecepatan angin 2005 Kecepatan angin 2006 produksi payang produksi payang ,200,000 1,000, , , , , , , , ,000 - Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Kecepatan angin 2007 Kecepatan angin 2008 produksi payang produksi payang , , , , , ,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 - Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Kecepatan angin 2009 produksi payang Rata-rata kecepatan angin Vs Hasil Tangkapan Rata-rata tahun ,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10, Jan Mar Mei Jul Sep Nov jan feb mar apr mei jun jul agt sep okt nov des HT kecepatan angin Gambar 12 Hubungan kecepatan angin dan produksi payang di Palabuhanratu Tahun Berdasarkan Gambar 12, diketahui bahwa pola kecepatan angin pada tahun 2005 hingga tahun 2009 berbeda setiap tahunnya sehingga tidak dapat

58 45 mengacu pada teori angin musim barat dan angin musim timur yang selama ini dianut nelayan payang di Palabuhanratu. Hal ini menyebabkan keadaan produksi payang setiap tahunnya tidak menentu namun secara umum terdapat kecenderungan kecepatan angin tertinggi terjadi pada bulan Juli, Agustus, dan September. Dengan keadaan pola cuaca tersebut dapat terlihat bahwa produksi payang tertinggi cenderung terjadi antara bulan April dan Mei atau dengan kata lain produksi payang tertinggi tidak terjadi pada saat angin musim timur akan tetapi terjadi pada saat musim peralihan awal tahun yaitu pada bulan April dan Mei Hubungan kecepatan arus dengan hasil tangkapan Berdasarkan data kecepatan arus permukaan yang diperoleh diketahui bahwa kecepatan arus permukaan tertinggi cenderung terjadi pada bulan Juni, Juli, dan Agustus dimana pada saat tersebut merupakan angin musim timur. Serupa dengan keadaan kecepatan angin yang telah dijelaskan sebelumnya maka teori yang digunakan nelayan sudah tidak sesuai dengan kondisi aktual arus permukaan laut di Teluk Palabuhanratu. Berdasarkan data pengamatan kecepatan arus permukaan selama lima tahun yang diperoleh dapat dilihat bahwa antara kecepatan arus dengan hasil tangkapan cenderung terjadi hubungan yang saling berlawanan dimana pada saat kecepatan arus meningkat maka hasil tangkapan cenderung berkurang. Berdasarkan data yang diperoleh, terlihat bahwa pola kecepatan arus permukaan pada tahun 2005 hingga tahun 2009 cenderung sama dimana kecepatan arus permukaan tertinggi cenderung terjadi pada saat pertengahan tahun yang jika dibandingkan dengan data produksi payang dapat dilihat bahwa kenaikan produksi payang cenderung terjadi sebelum atau sesudah terjadinya kecepatan arus tertinggi. Namun jika dilihat secara umum terdapat kecenderungan kecepatan arus permukaan tertinggi terjadi pada bulan Juli, dan Agustus. Dengan keadaan pola cuaca tersebut dapat terlihat bahwa produksi payang tertinggi cenderung terjadi antara bulan April hingga bulan Mei. Jika kita melihat kurva kecepatan arus pada bulan April dan Mei, kecepatan arus tidak mencapai titik terendahnya pada bulan-bulan tersebut. Dengan keadaan seperti itu maka akan timbul pertanyaan mengapa produksi tidak meningkat pada bulan Januari

59 46 sedangkan kecepatan arus mencapai titik terendahnya. Mungkin terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keadaan ini seperti keadaan indikator cuaca yang lain dan adanya anggapan nelayan bahwa pada bulan Desember hingga bulan Maret merupakan masa-masa paceklik sehingga tidak sedikit dari jumlah armada payang yang tidak beroperasi (Gambar 13). Kecepatan arus 2005 produksi payang Kecepatan arus 2006 produksi payang ,200,000 1,000, , , , , , , , , , ,000 50,000 - Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Kecepatan arus 2007 produksi payang Kecepatan arus 2008 produksi payang Jan Mar Mei Jul Sep Nov 500, , , , , Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10, Kecepatan arus 2009 produksi payang 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 - Rata-rata kecepatan arus Vs Hasil Tangkapan Rata-rata tahun , , , Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des jan feb mar apr mei jun jul agt sep okt nov des HT kecepatan arus Gambar 13 Hubungan kecepatan arus dan produksi payang di Palabuhanratu Tahun Hubungan ketinggian gelombang dengan hasil tangkapan Berdasarkan data ketinggian gelombang yang diperoleh diketahui bahwa gelombang tertinggi cenderung terjadi pada bulan Juli, Agustus, dan September. dimana pada saat tersebut merupakan angin musim timur. Berdasarkan hal

60 47 tersebut maka anggapan nelayan mengenai musim barat yang dianggap berbahaya untuk melaut tidak sesuai dengan kondisi aktual ketinggian gelombang di Teluk Palabuhanratu. Berdasarkan data pengamatan selama lima tahun yang diperoleh, diketahui bahwa antara ketinggian gelombang dengan hasil tangkapan cenderung terjadi hubungan yang saling berlawanan. Ketinggian gelombang dengan hasil tangkapan dapat dilihat pada Gambar 14 berikut ini. produksi payang tinggi gelombang produksi payang tinggi gelombang ,200,000 1,000, , , , , , , , , , ,000 50,000 - Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov produksi payang tinggi gelombang tinggi gelombang produksi payang , , , , , ,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 - Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov tinggi gelombang produksi payang 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 - Rata-rata Ketinggian Gelombang Vs Hasil Tangkapan Rata-rata tahun , , , Jan Mar Mei Jul Sep Nov jan feb mar apr mei jun jul agt sep okt nov des HT tinggi gelombang Gambar 14 Hubungan ketinggian gelombang dan produksi payang di Palabuhanratu Tahun Pada Gambar 14, terlihat bahwa pola ketinggian gelombang pada tahun 2005 hingga tahun 2009 berbeda setiap tahunnya sehingga tidak dapat mengacu pada teori angin musim barat dan angin musim timur. Hal ini menyebabkan

61 48 keadaan produksi payang setiap tahunnya tidak menentu. Namun secara umum terdapat kecenderungan kecepatan angin tertinggi terjadi pada bulan Juli, Agustus, dan September. Dengan keadaan pola cuaca tersebut dapat terlihat bahwa produksi payang tertinggi cenderung terjadi antara bulan April dan Mei dimana ketinggian gelombang mencapai titik terendah. 5.6 Dampak Perubahan Cuaca Terhadap Kehidupan Nelayan Payang Keadaan cuaca merupakan salah satu faktor penting yang menentukan apakah armada pengkapan payang melakukan operasi penangkapan atau tidak. Keadaan cuaca yang tidak menguntungkan dan perubahan cuaca yang tidak dapat diprediksi oleh nelayan sangat mempengaruhi kehidupan sosial nelayan payang, hal ini disebabkan nelayan payang tidak dapat melakukan operasi penangkapan ikan Keadaan sosial nelayan Ketidakpastian perikanan Indonesia khususnya di Palabuhanratu memaksa nelayan untuk beradaptasi dengan kondisi yang mereka alami. Proses adaptasi yang mereka lakukan tentunya mengakibatkan berbagai perubahan khususnya dalam aspek sosial masyarakat nelayan payang di Palabuhanratu. Berdasarkan data hasil wawancara yang diperoleh diketahui bahwa anggapan nelayan terhadap kondisi paceklik pada musim barat mengakibatkan bebagai dampak sosial. Dampak sosial yang paling mencolok terlihat dari pola pemilihan dan jumlah ABK yang dilibatkan dalam operasi penangkapan ikan. dalam kondisi paceklik, jurumudi kapal sebagai pemimpin dalam operasi penangkapan cenderung memilih nelayan yang lebih tua dan berpengalaman sebagai ABK dibanding nelayan-nelayan yang lebih muda. Selain itu, jumlah nelayan yang dilibatkan cenderung lebih sedikit. Hal ini dilakukan dengan harapan pembagian upah dan hasil tangkapan akan lebih baik. Selain itu hasil tangkapan akan lebih baik dengan tenaga-tenaga berpengalaman. Dampak sosial lainnya yaitu adanya perubahan gaya hidup nelayan pada saat musim paceklik dan puncak. Hal ini terlihat gaya hidup nelayan pada saat musim puncak dimana nelayan cenderung untuk menghabiskan upah yang mereka peroleh untuk membeli kebutuhan sekunder seperti alat elektroni dan

62 49 perhiasan sehingga pada saat terjadinya musim paceklik, mereka tidak memiliki tabungan atau jumlah tabungan yang mereka miliki tidak mencukupi. Hal ini mereka atasi dengan menjual barang-barang primer yang mereka miliki atau meminta bantuan pinjaman uang pada juru mudi atau pemilik kapal mereka Pola operasi penangkapan ikan Kondisi iklim di Palabuhanratu dipengaruhi oleh dua jenis musim yaitu angin musim barat dimana angin bertiup dari timur ke barat, dan angin musim timur dimana angin bertiup dari barat ke timur. Dengan adanya anggapan turun temurun bahwa pada pada bulan Desember hingga Maret merupakan musim angin barat dimana kecepatan angin relatif cepat sehingga menyebabkan arus dan gelombang yang tinggi, maka musim barat dianggap masa paceklik bagi nelayan payang, dampak dari masa paceklik ini dapat dilihat dari pola operasi alat tangkap payang dimana pada saat terjadinya musim angin barat maka jumlah trip alat tangkap payang menurun secara signifikan. Hal ini dilakukan nelayan guna menghindari kerugian dari operasi penangkapan karena kurangnya hasil tangkapan. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa jumlah trip terendah terjadi pada bulan Februari yakni sebesar 86 trip sedangkan jumlah trip tertinggi terjadi pada bulan Mei yakni sebesar 247 trip (Gambar 15) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des jumlah trip Sumber: PPN Palabuhanratu 2010 Gambar 15 Jumlah trip alat tangkap payang Hasil tangkapan nelayan payang Dengan berkurangnya jumlah trip penangkapan maka otomatis berpengaruh terhadap hasil tangkapan dari alat tangkap payang tersebut. Berdasarkan data jumlah trip penangkapan payang yang diperoleh, diketahui

63 50 pada bulan Januari hingga Maret merupakan bulan dengan trip terendah hal ini berpengaruh terhadap keadaan hasil tangkapan payang yang pada bulan Januari hingga Maret cenderung lebih redah dari bulan lainnya (Gambar 16). Produksi (000 kg) 250, , , ,000 50,000 - Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Hasil Tangkpan Sumber: PPN Palabuhanratu 2009 Gambar 16 Hasil tangkapan payang Pendapatan usaha penangkapan payang Keuntungan usaha penangkapan ditentukan oleh besarnya komponen input dan output. Komponen input dalam usaha penangkapan payang terdiri atas biaya pembelian BBM beserta pelumas, pembelian es balok dan pembelian air tawar, sedangkan biaya output terdiri dari nilai semua hasil tangkapan yang diperoleh dalam operasi penangkapan tersebut. Komponen input dan output pada musim penangkapan paceklik dan puncak berbeda, hal ini disebabkan pada musim paceklik, nelayan payang cenderung mengurangi pemberian modal kepada usaha perikanan payang seperti mengurangi trip dan BBM. Hal ini dilakukan guna menghindari kerugian yang disebabkan buruknya cuaca dan kelangkaan hasil tangkapan. Sedangkan pada pada musim puncak, pemilik usaha cenderung menambah jumlah trip dan komponen-komponen input-nya seperti BBM, pelumas dan es balok. Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa terdapat perbedaan antara penerimaan (output) dan pengeluaran (input) pada musim puncak dan paceklik. Pada musim paceklik, total pengeluaran/input cenderung lebih tinggi dibanding komponen penerimaan/output (TR < TC), dimana nilai pengeluaran rata-rata mencapai Rp sedangkan penerimaan rata-rata hanya mencapai Rp sehingga usaha penangkapan payang mengalami kerugian sebesar

64 51 Rp Sedangkan pada musim puncak total pengeluaran/input cenderung lebih rendah dibanding komponen penerimaan/output (TR > TC), dimana nilai pengeluaran rata-rata mencapai Rp sedangkan penerimaan rata-rata mencapai Rp sehingga usaha penangkapan payang mengalami keuntungan sebesar Rp (Gambar 17). Total Revenue (TR) Total Cost (TC) Keuntungan 3,000,000 2,738,667 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,495, ,243,333 1,000, , , ,133 - (500,000) Sumber: Data Primer. Gambar 17 Rata-rata penerimaan dan pengeluaran pada musim puncak dan paceklik. 5.7 Adaptasi Nelayan Payang PACEKLIK -192, PUNCAK Faktor cuaca dalam operasi penangkapan sangat bepengaruh terhadap pendapatan nelayan dimana nelayan tidak dapat melakukan operasi penangkapan. Berdasarkan kondisi krisis tersebut memaksa nelayan untuk melakukan adaptasi sehingga tetap dapat memenuhi kebutuhan keluarganya. Berdasarkan data yang diperoleh selama penelitian, terdapat enam jenis adaptasi yang kerap dilakukan nelayan payang di Palabuhanratu dalam memenuhi kebutuhan keluarganya. Berdasarkan keenam jenis adaptasi tersebut dapat dikelompokkan dalam dua jenis pola adaptasi pokok yang pertama adalah menghentikan kegitan usaha penangkapan payang selama cuaca tidak memungkinkan dan yang kedua adalah mengurangi biaya-biaya produksi (cost) dalam usaha penangkapan payang. Pada pola daptasi yang pertama dimana nelayan menghentikan kegiatan usaha penangkapan payang terdiri dari tiga jenis adaptasi yaitu; mengganti alat tangkap, berganti profesi, dan menganggur. Sedangkan untuk pola adaptasi yang kedua terdiri dari tiga jenis adaptasi yaitu;

65 52 mengurangi jumlah trip, mengurangi jumlah ABK dan mengurangi jumlah BBM yang digunakan (Gambar 18). Jenis Adaptasi Nelayan Payang Terhadap Perubahan Cuaca 120% 100% 100% 80% 60% 73% 53% 67% 40% 20% 13% 27% 0% Keterangan: 1. Mengganti alat tangkap, 2. Mengganti profesi, 3. Menganggur, 4. Mengurangi jumlah trip, 5. Mengurangi jumlah ABK, 6. Mengurngi jumlah BBM. Sumber: Data Primer. Gambar 18 Persentase pemilihan jenis adaptasi nelayan payang dalam memenuhi kebutuhannya di PPN Palabuhanratu. Berdasarkan Gambar 18 dapat dilihat bahwa terdapat enam jenis opsi yang biasanya dilakukan nelayan dalam memenuhi kebutuhannya ditengah krisis yang diakibatkan perubahan cuaca yang menyebabkan nelayan tidak dapat mengoperasikan alat tangkap payang. Strategi adaptasi yang pertama adalah mengganti alat tangkap. Berdasarkan data responden yang diperoleh, persentase responden yang memilih jenis adaptasi ini sebagai alternatif dalam memenuhi kebutuhannya adalah 13%. Dalam hal ini mengganti alat tangkap adalah berpindah menjadi nelayan alat tangkap lain yang masih bisa dioperasikan ditengah buruknya cuaca dan hasil tangkapannya masih memberikan keuntungan. Pada saat usaha penangkapan payang tidak beroperasi, biasanya nelayan-nelayan payang beralih kepada penangkapan menggunakan pancing rumpon. Beralihnya nelayan yang tadinya sebagai ABK/nelayan payang menjadi nelayan pancing rumpon disebabkan karena pada saat cuaca buruk maka usaha penangkapan payang tidak memberikan keuntungan/tidak beroperasi, sedangkan usaha pancing rumpon masih beroperasi. Strategi adaptasi kedua adalah

66 53 mengganti profesi. Berdasarkan data responden yang diperoleh, persentase responden yang mengganti profesinya sebesar 27%. Dalam hal ini mengganti profesi adalah perpindahan profesi ke bidang selain nelayan seperti bertani, ojek dan kuli bangunan. Jenis adaptasi ketiga adalah menganggur. Dalam hal ini dikatakan menganggur karena dalam menunggu hingga cuaca kembali memungkinkan untuk melakukan operasi penangkapan, nelayan tidak melakukan apa-apa sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, biasanya nelayan menggadaikan barang-barang berharga yang mereka miliki seperti emas dan peralatan elektronik lainnya. Persentase nelayan yang memilih untuk menganggur adalah 73%. Strategi adaptasi yang keempat adalah mengurangi jumlah trip penangkapan. Dalam hal ini pengurangan julah trip adalah berkurangnya waktu operasi penangkapan nelayan payang dari yang biasanya setiap hari menjadi beberapa hari saja tergantung keadaan cuaca dan informasi yang diperoleh dari nelayan lain. Pengurangan jumlah trip dilakukan oleh semua responden yang digunakan sebagai objek dalam penelitian ini guna menekan biaya (cost) yang digunakan dalam operasi penangkapan. Hal ini dilakukan karena pendapatan nelayan tidak dapat menutupi biaya produksi yang dilakukan nelayan sehingga terjadi kerugian. Strategi adaptasi kelima adalah mengurangi jumlah ABK. Persentase responden yang memilih jenis adaptasi ini sebagai alternatif dalam memenuhi kebutuhannya adalah sebesar 53%. Maksud dari pengurangan ABK dalam hal ini adalah memberhentikan sementara ABK yang perannya tidak terlalu penting pada saat operasi penangkapan seperti ABK muda yang statusnya bukan ABK tetap pada kapal tersebut. Hal ini dilakukan agar pendapatan masing-masing nelayan tidak terlalu kecil karena sistem pemberian upah terhadap nelayan tersebut adalah sistim bagi hasil. Jenis adaptasi yang terakhir adalah mengurangi jumlah BBM. Jumlah responden yang menggunakan jenis adaptasi ini sebagai alternatif dalam memenuhi kebutuhannya adalah sebesar 67%. Alasan nelayan dalam melakukan pengurangan BBM tidak jauh berbeda dengan jenis adaptasi ketiga yaitu menekan biaya operasi (cost) dalam melakukan operasi penangkapan. Dalam hal ini BBM yang dimaksud adalah solar dan pelumas.

67 54 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1) Perikanan payang merupakan sebuah usaha perikanan tradisional yang masih mengandalkan teknologi sederhana dan sistem berburu. Hal ini menyebabkan sulitnya nelayan dalam melakukan operasi penangkapan dan tidak dapat bersaing dengan usaha perikanan lainnya. Hal ini dibuktikan dengan semakin menurunnya produksi payang. 2) Minimnya pendapatan pada saat cuaca buruk memaksa nelayan untuk mencari alternatif lain agar dapat menutupi kebutuhan hidupnya seperti menjadi petani hingga berpindah ke daerah lain yang masih memiliki peluang untuk menunjang kehidupannya. 3) Terdapat enam jenis adaptasi yang kerap dilakukan nelayan payang untuk menutupi kebutuhan keluarganya pada saat cuaca tidak mendukung usaha penangkapan yaitu; mengganti alat tangkap, berganti profesi, menganggur, mengurangi jumlah trip, mengurangi jumlah ABK, dan mengurangi jumlah BBM. Dari keenam jenis adaptasi tersebut terdapat tiga jenis adaptasi yang paling sering dilakukan yakni menganggur, mengurangi jumlah trip, dan mengurangi jumlah BBM. 4) Hasil tangkapan tertinggi nelayan payang tidak terjadi pada saat angin musim timur melainkan terjadi pada saat musim peralihan awal tahun. Hal ini disebabkan pola operasi nelayan payang yang masih menganggap bahwa keadaan cuaca pada musim angin barat lebih buruk dibanding cuaca saat angin timur sedangkan berdasarkan data pengamatan yang diperoleh terlihat bahwa keadaan cuaca yang terjadi adalah sebaliknya. 6.2 Saran 1) Pihak PPN Palabuhanratu perlu melakukan penyuluhan kepada nelayan payang mengenai kondisi aktual cuaca di Teluk Palabuhanratu 2) Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai pengaruh keadaan cuaca di Teluk Palabuhanratu terhadap target tangkapan utama alat tangkap payang

68 55 DAFTAR PUSTAKA Aprianto, Adhiar Adaptasi Nelayan Garuk Terhadap Kenaikan Harga BBM di Pangkalan Pendaratan Ikan Mundu Pesisir Kabupaten Cirebon. Skripsi. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. 94 hal Ayodhyoa, A.U Meode penangkapan ikan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 95 hal Citrasari, Nina Evaluasi Teknis Unit Penangkapan Payang di Perairan Ulak Karang, Sumatera Barat. Skripsi. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. 90 hal Gunarso, W Tingkah laku ikan dlam hubungannya dengan alat, metode, dan taktik penangkapan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 86 hal Hutabarat, S dan Evans, S. M Pengantar Oseanografi. Jakarta: UI Press. 159 hal Mawardi, W Suatu studi modifiksi jaring payang untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas penangkapan ikan di pelabuhanratu. Sukabumi. Skripsi. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. 89 hal Nontji, Anugerah Laut Nusantara. Jakarta: Djambatan.367 hal Nomura, M & T. Yamazaki Fishing techniques 1 (compilation of transcript of lectures). Japan International Coorperation Agency. Tokyo. 206 p Jayanti, Putri Dewi Pola usaha perikanan tangkap di PPP Cilauteureun Kab.Garut, Jawa Barat. Skripsi. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. 69 hal Kusnadi Nelayan: Strategi Adaptasi dan Jaringan Sosial. Bandung: Humaniora Utama Press 248 hal, Akar Kemiskinan Nelayan. Yogyakarta: LKIS. 246 hal Sarwono, S W Psikologi Sosial, Psikologi Kelompok, dan Psikologi Terapan. Jakarta. Balai Pustaka. 122 hal Sastrawidjaja dan Manadiyanto Nelayan Nusantara. Jakarta: Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. 91 hal Simamora, Bilson Analisis Multivariat Pemasaran. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Halaman

69 56 Subani, W & H.R. Barus Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut Di Indonesia.Balai Penelitian Perikana Laut. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. 248 hal Soekanto, Soerjno Aturan-aturan Metode Sosiologi. Jakarta: Rajawali. 41 hal Von Brandt, A Fish catching method of the world. Fishing News Book Ltd. Farnham-Surrey-London. 418 p Zaenuri, Muhammad Pengoperasian Payang Rebon dan Permasalahannya di Kecamatan Ambuten, Kabupaten Sumenep Madura. Skripsi. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. 68 hal

70 LAMPIRAN 57

71 58 Lampiran-1 Peta Lokasi Penelitian Keterangan: Lokasi Penelitian 7 o 00 LS U lokasi penelitian (Sumber: 2 Agustus 2010) 106 o 30 BT

72 59 Lampiran-2 Hasil Kuesioner Nelayan di PPN Palabuhanratu, Sukabumi. PerincianHasil Tangkapan Responden tatang abe Eeng odon ipang akang budi No. hasil tangkapan (Kg) Paceklik Puncak Paceklik Puncak Paceklik Puncak Paceklik Puncak Paceklik Puncak Paceklik Puncak Paceklik Puncak 1 tongkol etem-etem petek kembung tuna layur total ncum retno aan Aib ukan ucup oom engkan Paceklik Puncak Paceklik Puncak Paceklik Puncak Paceklik Puncak Paceklik Puncak Paceklik Puncak Paceklik Puncak Paceklik Puncak

73 60 Perincian Nilai Hasil Tangkapan Responden tatang abe eeng odon ipang Akang budi No. hasil tangkapan (Kg) Paceklik Puncak Paceklik Puncak Paceklik Puncak Paceklik Puncak Paceklik Puncak Paceklik Puncak Paceklik Puncak 1 tongkol etem-etem petek kembung tuna layur total ncum retno aan aib ukan ucup oom engkan Paceklik Puncak Paceklik Puncak Paceklik Puncak Paceklik Puncak Paceklik Puncak Paceklik Puncak Paceklik Puncak Paceklik Puncak jenis Harga/Kg tongkol ,00 etem-etem 8.000,00 petek 2.000,00 kembung ,00 tuna ,00 layur ,00

74 61 Perincian Jenis Pengeluaran Dalam Operasi Penangkapan tatang (kapal 1) abe (kapal 2) eeng (kapal 3) odon (kapal 4) ipang (kapal 5) akang (kapal 6) budi (kapal 7) No. Jenis Paceklik Puncak Paceklik Puncak Paceklik Puncak Paceklik Puncak Paceklik Puncak Paceklik Puncak Paceklik Puncak 1 Bahan Bakar (ltr) Pelumas (ltr) Es (balok) Ransum/makanan Air Tawar (galon) Garam Rokok ncum (kapal 8) retno (kapal 9) aan (kapal 10) aib (kapal 11) ukan (kapal 12) ucup (kapal 13) oom (kapal 14) engkan (kapal 15) Paceklik Puncak Paceklik Puncak Paceklik Puncak Paceklik Puncak Paceklik Puncak Paceklik Puncak Paceklik Puncak Paceklik Puncak , jenis harga BBM 5700 Pelumas es galon 7000

75 62 Perincian Biaya Pengeluaran Dalam Operasi Penangkapan tatang (kapal 1) abe (kapal 2) eeng (kapal 3) odon (kapal 4) ipang (kapal 5) akang (kapal 6) budi (kapal 7) No. Jenis Sarana Paceklik Puncak Paceklik Puncak Paceklik Puncak Paceklik Puncak Paceklik Puncak Paceklik Puncak Paceklik Puncak 1 Bahan Bakar Pelumas Es Ransum/makanan 5 Air Tawar Garam 7 Rokok 8 total ncum (kapal 8) retno (kapal 9) aan (kapal 10) aib (kapal 11) ukan (kapal 12) ucup (kapal 13) oom (kapal 14) engkan (kapal 15) Paceklik Puncak Paceklik Puncak Paceklik Puncak Paceklik Puncak Paceklik Puncak Paceklik Puncak Paceklik Puncak Paceklik Puncak

76 63 Perincian keuntungan Dalam Operasi Penangkapan Paceklik Kapal responden TR TC , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,00 rata-rata , ,33 keuntungan ,00 rugi Puncak data puncak TR TC , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,00 rata-rata , ,333 keuntungan ,333 keuntungsn

77 64 Lampiran-3 Arah arus, Angin, dan Gelombang Arah arus air laut di Palabuhanratu RATA-RATA ARAH Januari Barat_Laut Februari Barat_Laut Maret Barat April Barat_Laut Mei Barat_Laut Juni Barat_Laut Juli Barat_Laut Agustus Barat_Laut September Barat_Laut Oktober Barat_Laut November Barat_Laut Desember Barat_Laut Sumber : Badan Meteorologi Klimatologi Dan Geofisika 2010 Arah Mata Angin Di Teluk Palabuhanratu RATA-RATA ARAH Januari Barat Daya Februari Barat Daya Maret Barat Daya April Tenggara Mei Tenggara Juni Tenggara Juli Tenggara Augustus Tenggara September Tenggara Oktober Tenggara November Tenggara Desember Selatan Sumber : Badan Meteorologi Klimatologi Dan Geofisika 2010

78 65 Tabel 14 Arah Arus Air Laut Di Palabuhanratu RATA-RATA ARAH Januari Barat_Laut Februari Barat_Laut Maret Barat April Barat_Laut Mei Barat_Laut Juni Barat_Laut Juli Barat_Laut Agustus Barat_Laut September Barat_Laut Oktober Barat_Laut November Barat_Laut Desember Barat_Laut Sumber : Badan Meteorologi Klimatologi Dan Geofisika 2010

79 Lampiran-4 Kapal Payang 66

80 67 Lampiran-5 Alat Tangkap Payang Keterangan 1) Kantong 2) Badan jaring 3) Sayap 4) Tali ris atas 5) Tali ris bawah 6) Tali selambar 7) Pelampung bambu 8) pemberat

81 68 Lampiran-6 Data Cuaca Palabuhanratu TANGG AL ARAH ANGIN KEC. ANGIN (KNOT) ARAH ARUS KEC. ARUS (CM/S) ARAH GELOMBANG TINGGI GELOBANG 1 Jun ,6853 7, , , ,713 1, Jul ,0125 7, , , ,1083 1, Aug , , , , ,8887 1, Sep ,5192 9, , , ,18 1,749 5 Oct ,9924 9, , , ,1262 1, Nov ,1066 7, , , ,3456 1, Dec ,7077 4, , , ,3866 1, Jan ,6931 3, , , ,78 1, Feb ,3331 3, , , ,0205 1, Mar ,2952 3, , , ,5089 1, Apr ,3256 4, , , ,2285 1, May ,0885 5, , , ,785 1, Jun ,4167 5, , , ,6277 1, Jul ,9723 9, ,879 62, ,4439 1, Aug ,4103 9, , , ,6424 1, Sep , , , , ,6815 1, Oct ,5441 9, ,522 36, ,0143 1, Nov ,1958 7, ,156 31, ,7751 1, Dec ,7723 5, ,296 50, ,7094 1, Jan ,4894 6, , , ,4221 1, Feb ,3417 4, , , ,4688 1, Mar ,5549 5, ,431 33, ,7752 1, Apr ,3773 5, , , ,6278 1, May ,9618 5, , , ,3966 1, Jun , , , , ,056 1, Jul , , , , ,2449 1, Aug , , ,407 58, ,3637 1, Sep , , , , ,7216 1, Oct , , , , ,5158 1, Nov ,9992 7, , , ,1475 1, Dec ,38 6, , , ,743 1, Jan ,4141 5, , , ,4354 1, Feb ,4225 3, , , ,169 1, Mar ,2386 7, , , ,8199 1, Apr ,7516 3, , , ,3598 1, May ,6913 5, , , ,7279 1, Jun ,1794 8, , , ,8484 1, Jul ,7369 8, , , ,5969 1, Aug , , , , ,8047 1, Sep ,961 11, , , ,3253 1,80725

82 69 41 Oct ,9141 8, , , ,8968 1, Nov ,1348 6, , , ,692 1, Dec ,1841 6, , , ,1901 1, Jan ,5744 5, , , ,2533 1, Feb ,6107 9, , , ,0288 2, Mar ,3572 5, , , ,0811 1, Apr ,6029 5, , , ,3888 1, May ,4015 8, , , ,7857 1, Jun ,4517 7, , , ,5037 1, Jul , , , , ,6474 1, Aug ,1614 9, , , ,2357 1, Sep , , , , ,8372 1, Oct ,7734 7, , , ,1589 1, Nov ,2873 5, , , ,392 1, Dec ,765 5, ,726 38, ,339 1, Jan ,3325 6, , , ,799 1, Feb ,2213 9, , , ,7184 2, Mar ,4117 5, , , ,2521 1, Apr ,4131 4, , , ,1797 1, May ,4365 5, ,358 51, ,64 1, Jun ,3636 5, , , ,9053 1, Jul ,4043 8, , , ,4049 1, Aug ,2883 9, , ,9 146,5647 1, Sep , , , , ,1165 1, Oct ,811 8, , , ,5375 1, Nov ,1738 5, , , ,3033 1, Dec ,8481 3, , , ,5986 1, Jan ,992 6, , , ,5346 1, Feb ,8441 3, , , ,6127 1, Mar ,76 4, , , ,1628 1, Apr ,1643 5, ,116 40, ,863 1,449833

83 70 Lampiran-7 Foto-foto Hasil Penelitian Kapal Payang Alat Tangkap Payang Mesin Kapal Payang (Motor Tempel) Display Informasi Cuaca Pasar Ikan Tempat Pelelangan Ikan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Payang

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Payang 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Payang Berdasarkan klasifikasi International Standard Statistical Classification of Fishing Gear (ISSCFG) dalam Adhiar (2007), payang digolongkan kedalam boat

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 21 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Palabuhanratu Secara astronomis wilayah Palabuhanratu berada pada 106º31' BT-106º37' BT dan antara 6 57' LS-7 04' LS, sedangkan secara administratif

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 21 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu terletak di Kecamatan Palabuhanratu yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Tempat Penelitian Palabuhnratu merupakan daerah pesisir di selatan Kabupaten Sukabumi yang sekaligus menjadi ibukota Kabupaten Sukabumi. Palabuhanratu terkenal

Lebih terperinci

PEMETAAN POLA PERGERAKAN ARMADA PAYANG DI PELABUHAN RATU

PEMETAAN POLA PERGERAKAN ARMADA PAYANG DI PELABUHAN RATU PEMETAAN POLA PERGERAKAN ARMADA PAYANG DI PELABUHAN RATU Oleh : EDWIN SUHARYADIE C05499058 Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Letak Geografis Kabupaten Sukabumi yang beribukota Palabuhanratu termasuk kedalam wilayah administrasi propinsi Jawa Barat. Wilayah yang seluas 4.128 Km 2, berbatasan dengan

Lebih terperinci

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Kota Serang Kota Serang adalah ibukota Provinsi Banten yang berjarak kurang lebih 70 km dari Jakarta. Suhu udara rata-rata di Kota Serang pada tahun 2009

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi SPL Dari pengamatan pola sebaran suhu permukaan laut di sepanjang perairan Selat Sunda yang di analisis dari data penginderaan jauh satelit modis terlihat ada pembagian

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 4.1 Keadaan Umum Daerah Kabupaten Sukabumi

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 4.1 Keadaan Umum Daerah Kabupaten Sukabumi 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Kabupaten Sukabumi 4.1.1 Letak geografis Kabupaten Sukabumi terletak di Provinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 0 57-7 0 25 Lintang

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Georafis dan Topografi Palabuhanratu merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di wilayah Kabupaten Sukabumi. Secara geografis, Kabupaten Sukabumi terletak

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Payang Alat tangkap payang

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Payang Alat tangkap payang 5 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Payang 2.1.1 Alat tangkap payang Payang termasuk alat tangkap yang memiliki produktivitas relatif cukup tinggi karena termasuk alat tangkap aktif, payang dikenal

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Topografis dan Luas Wilayah Kabupaten Ciamis merupakan salah satu kota yang berada di selatan pulau Jawa Barat, yang jaraknya dari ibu kota Propinsi

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian 4.1.1 Letak geografis Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat, secara geografis terletak di antara 6 0.57`- 7 0.25`

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Teluk Pelabuhanratu Kabupaten Sukabumi, merupakan salah satu daerah

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Teluk Pelabuhanratu Kabupaten Sukabumi, merupakan salah satu daerah V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Daerah Penelitian 5.1.1. Letak Geografis Teluk Pelabuhanratu Kabupaten Sukabumi, merupakan salah satu daerah perikanan potensial di perairan selatan Jawa

Lebih terperinci

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Pengamatan Aspek Operasional Penangkapan...di Selat Malaka (Yahya, Mohammad Fadli) PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Mohammad Fadli Yahya Teknisi pada Balai

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU

PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU Zulkhasyni Fakultas Pertanian Universitas Prof. Dr. Hazairin, SH Bengkulu ABSTRAK Perairan Laut Bengkulu merupakan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 20 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Letak Topografi dan Luas Sibolga Kota Sibolga berada pada posisi pantai Teluk Tapian Nauli menghadap kearah lautan Hindia. Bentuk kota memanjang

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Partisipatif Daerah Penangkapan Ikan kurisi dapat ditangkap dengan menggunakan alat tangkap cantrang dan jaring rampus. Kapal dengan alat tangkap cantrang memiliki

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Perikanan Tangkap 4.1.1 Armada Kapal Perikanan Kapal penangkapan ikan merupakan salah satu faktor pendukung utama dalam melakukan kegiatan penangkapan

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kabupaten Pati 4.1.1 Kondisi geografi Kabupaten Pati dengan pusat pemerintahannya Kota Pati secara administratif berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 20 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah 4.1.1 Geografi, topografi dan iklim Secara geografis Kabupaten Ciamis terletak pada 108 o 20 sampai dengan 108 o 40 Bujur Timur (BT) dan 7 o

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Sukabumi 4.1.1 Letak geografis Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Provinsi Jawa Barat dengan jarak tempuh 96 km dari Kota Bandung dan 119 km

Lebih terperinci

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU 6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU 6.1 Tujuan Pembangunan Pelabuhan Tujuan pembangunan pelabuhan perikanan tercantum dalam pengertian pelabuhan perikanan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Payang Alat tangkap

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Payang Alat tangkap 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Payang Payang merupakan unit penangkapan ikan yang memiliki konstribusi terbesar dalam penyediaan stok ikan pada tahun 2011, yaitu sebesar 62,88% dari total volume

Lebih terperinci

SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA

SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM. 4.1Keadaan umum Kabupaten Sukabumi

4 KEADAAN UMUM. 4.1Keadaan umum Kabupaten Sukabumi 16 4 KEADAAN UMUM 4.1Keadaan umum Kabupaten Sukabumi 4.1.1 Letak geografis Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Provinsi Jawa Barat dengan jarak tempuh 96 km dari Kota Bandung dan 119 km dari Kota Jakarta.

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR KAJIAN FASILITAS DAN PRODUKSI HASIL TANGKAPAN DALAM MENUNJANG INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU SUKABUMI JAWA BARAT SUMIATI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Wilayah Banten berada pada batas astronomi 5º7 50-7º1 11 Lintang Selatan dan 105º1 11-106º7 12 Bujur Timur. Luas wilayah Banten adalah

Lebih terperinci

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas 26 4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi 4.1.1 Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas Menurut DKP Kabupaten Banyuwangi (2010) luas wilayah Kabupaten Banyuwangi

Lebih terperinci

KAPAL IKAN PURSE SEINE

KAPAL IKAN PURSE SEINE KAPAL IKAN PURSE SEINE Contoh Kapal Purse Seine, Mini Purse Seine, Pengoperasian alat tangkap. DESAIN KAPAL PURSE SEINE Spesifikasi kapal ikan yang perlu di perhatikan : 1. Spesifikasi teknis : khusus

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG Oleh: DONNA NP BUTARBUTAR C05400027 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Kota Serang 4.1.1 Letak geografis Kota Serang berada di wilayah Provinsi Banten yang secara geografis terletak antara 5º99-6º22 LS dan 106º07-106º25

Lebih terperinci

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU 5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU 5.1 Jenis dan Volume Produksi serta Ukuran Hasil Tangkapan 1) Jenis dan Volume Produksi Hasil Tangkapan Pada tahun 2006, jenis

Lebih terperinci

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO Teknik Penangkapan Ikan Pelagis Besar... di Kwandang, Kabupaten Gorontalo (Rahmat, E.) TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

Lebih terperinci

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR 5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR 5.1 Sumberdaya Ikan Sumberdaya ikan (SDI) digolongkan oleh Mallawa (2006) ke dalam dua kategori, yaitu SDI konsumsi dan SDI non konsumsi. Sumberdaya ikan konsumsi

Lebih terperinci

PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON. Oleh: Asep Khaerudin C

PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON. Oleh: Asep Khaerudin C PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON Oleh: Asep Khaerudin C54102009 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan suatu wilayah/kota berdampak pada perubahan sosial, ekonomi, geografi, lingkungan dan budaya sehingga diperlukan fasilitas penunjang untuk melayani kebutuhan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Indramayu Kabupaten Indramayu secara geografis berada pada 107 52'-108 36' BT dan 6 15'-6 40' LS. Berdasarkan topografinya sebagian besar merupakan

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Perairan Palabuhanratu terletak di sebelah selatan Jawa Barat, daerah ini merupakan salah satu daerah perikanan yang potensial di Jawa

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan 6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan Daerah penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) oleh nelayan di Kabupaten Kupang tersebar diberbagai lokasi jalur penangkapan.

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) merupakan pelabuhan perikanan tipe B atau kelas II. Pelabuhan ini dirancang untuk melayani kapal perikanan yang

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Daerah Penelitian Kabupaten Kupang merupakan kabupaten yang paling selatan di negara Republik Indonesia. Kabupaten ini memiliki 27 buah pulau, dan 19 buah pulau

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan Menurut Lubis (2006), pelabuhan perikanan sebagai pelabuhan khusus adalah suatu wilayah perpaduan antara wilayah daratan dan wilayah

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Geografis dan Administratif Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru terbentuk di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun

Lebih terperinci

Geografi. Kelas X ATMOSFER IV KTSP & K-13. I. Angin 1. Proses Terjadinya Angin

Geografi. Kelas X ATMOSFER IV KTSP & K-13. I. Angin 1. Proses Terjadinya Angin KTSP & K-13 Kelas X Geografi ATMOSFER IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini kamu diharapkan memiliki kemampuan untuk memahami proses terjadinya angin dan memahami jenis-jenis angin tetap

Lebih terperinci

Lokasi penelitian di UPPPP Muncar dan PPN Pengambengan Selat Bali (Bakosurtanal, 2010)

Lokasi penelitian di UPPPP Muncar dan PPN Pengambengan Selat Bali (Bakosurtanal, 2010) 37 3 METODOLOGI UMUM Penjelasan dalam metodologi umum, menggambarkan secara umum tentang waktu, tempat penelitian, metode yang digunakan. Secara spesifik sesuai dengan masing-masing kriteria yang akan

Lebih terperinci

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Sukabumi Secara geografis wilayah Kabupaten Sukabumi terletak di antara 6 o 57-7 o 25 Lintang Selatan dan 106 o 49-107 o 00 Bujur Timur dan mempunyai

Lebih terperinci

4 HASIL PENELITIAN. 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang

4 HASIL PENELITIAN. 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang 4.1.1 Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang Produksi ikan terbang (IT) di daerah ini dihasilkan dari beberapa kabupaten yang

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian (1) Letak dan Kondisi Geografis

4 KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian (1) Letak dan Kondisi Geografis 4 KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian (1) Letak dan Kondisi Geografis Palabuhanratu merupakan ibukota Kabupaten Sukabumi, Palabuhanratu juga merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 28 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis dan Perairan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu adalah sebuah kabupaten administrasi di Provinsi DKI Jakarta dimana sebelumnya menjadi salah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan suatu sistem yang terdapat dalam sektor perikanan dan kelautan yang meliputi beberapa elemen sebagai subsistem yang saling berkaitan dan mempengaruhi

Lebih terperinci

6 USAHA PENANGKAPAN PAYANG DI DESA BANDENGAN

6 USAHA PENANGKAPAN PAYANG DI DESA BANDENGAN 40 6 USAHA PENANGKAPAN PAYANG DI DESA BANDENGAN Tujuan akhir dari usaha penangkapan payang di Desa Bandengan adalah meningkatkan kesejahteraaan nelayan bersama keluarga. Karena itu sasaran dari kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan pelampung di sisi atasnya dan pemberat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaring Arad Jaring arad (mini trawl) adalah jaring yang berbentuk kerucut yang tertutup ke arah ujung kantong dan melebar ke arah depan dengan adanya sayap. Bagian-bagiannya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Palabuhanratu Kecamatan Palabuhanratu berada di Kabupaten Sukabumi yang memiliki delapan Desa atau Kelurahan diantaranya Desa Palabuhanratu, Citarik, Citepus,

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN aa 16 a aa a 4.1 Keadaan Geografis dan Topografis Secara geografis Kabupaten Indramayu terletak pada posisi 107 52' 108 36' BT dan 6 15' 6 40' LS. Batas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

PENGGUNAAN PANCING ULUR (HAND LINE) UNTUK MENANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI PERAIRAN BACAN, HALMAHERA SELATAN

PENGGUNAAN PANCING ULUR (HAND LINE) UNTUK MENANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI PERAIRAN BACAN, HALMAHERA SELATAN PENGGUNAAN PANCING ULUR (HAND LINE) UNTUK MENANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI PERAIRAN BACAN, HALMAHERA SELATAN Enjah Rahmat ) ) Teknisi Litkayasa pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta Teregristasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan RI (nomor kep.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan RI (nomor kep. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kelautan dengan kekayaan laut maritim yang sangat melimpah, negara kepulauan terbesar di dunia dengan garis pantai yang terpanjang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun memiliki hak yang sama untuk mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya didalamnya. Nelayan menangkap

Lebih terperinci

KAJIAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KRONJO, TANGERANG

KAJIAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KRONJO, TANGERANG KAJIAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KRONJO, TANGERANG Oleh : Harry Priyaza C54103007 DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 36 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Teknik Unit penangkapan pancing rumpon merupakan unit penangkapan ikan yang sedang berkembang pesat di PPN Palabuhanratu. Berikut adalah penjelasan lebih rinci tentang

Lebih terperinci

3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Deskripsi umum lokasi penelitian 3.1.1 Perairan Pantai Lovina Kawasan Lovina merupakan kawasan wisata pantai yang berada di Kabupaten Buleleng, Bali dengan daya tarik

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS ALAT TANGKAP TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN DI KELURAHAN TEGALSARI DAN MUARAREJA, TEGAL, JAWA TENGAH DINA MAHARDIKHA SKRIPSI

PENGARUH JENIS ALAT TANGKAP TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN DI KELURAHAN TEGALSARI DAN MUARAREJA, TEGAL, JAWA TENGAH DINA MAHARDIKHA SKRIPSI PENGARUH JENIS ALAT TANGKAP TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN DI KELURAHAN TEGALSARI DAN MUARAREJA, TEGAL, JAWA TENGAH DINA MAHARDIKHA SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Terdahulu. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saskia (1996), yang menganalisis

II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Terdahulu. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saskia (1996), yang menganalisis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saskia (1996), yang menganalisis masalah Kemiskinan dan Ketimpangan pendapatan nelayan di Kelurahan Bagan Deli dan

Lebih terperinci

Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang. menyimpan kekayaan sumber daya alam laut yang besar dan. belum di manfaatkan secara optimal.

Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang. menyimpan kekayaan sumber daya alam laut yang besar dan. belum di manfaatkan secara optimal. A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang memiliki lebih dari 17.508 pulau dan garis pantai sepanjang 81.000 km. Hal ' ini menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN)

BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN) BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN) 2.1 Potensi dan Usaha Perikanan di Indonesia 2.1.1 Perikanan dan Potensi Indonesia Berdasarkan UU. No 31 tahun 2004. Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan

Lebih terperinci

SISTEM BAGI HASIL USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA (PPS) BUNGUS KOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT. Oleh

SISTEM BAGI HASIL USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA (PPS) BUNGUS KOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT. Oleh 1 SISTEM BAGI HASIL USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA (PPS) BUNGUS KOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT Oleh Wendy Alan 1) Hendrik (2) dan Firman Nugroho (2) Email : wendyalan@gmail.com

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum PPN Palabuhanratu Secara geografis Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu (PPN Palabuhanratu) terletak pada posisi 06 59 47, 156 LS dan 106 32 61.

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN UTAMA DAN SAMPINGAN PADA ALAT TANGKAP DOGOL DI GEBANG MEKAR, KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT ISTRIANA RACHMAWATI

ANALISIS HASIL TANGKAPAN UTAMA DAN SAMPINGAN PADA ALAT TANGKAP DOGOL DI GEBANG MEKAR, KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT ISTRIANA RACHMAWATI ANALISIS HASIL TANGKAPAN UTAMA DAN SAMPINGAN PADA ALAT TANGKAP DOGOL DI GEBANG MEKAR, KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT ISTRIANA RACHMAWATI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

DINAMIKA PERIKANAN PAYANG DI PALABUHANRATU, JAWA BARAT R RIZKY ADI BILOWO

DINAMIKA PERIKANAN PAYANG DI PALABUHANRATU, JAWA BARAT R RIZKY ADI BILOWO DINAMIKA PERIKANAN PAYANG DI PALABUHANRATU, JAWA BARAT R RIZKY ADI BILOWO MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara Kepulauan (Archipelagic state) terbesar di dunia. Jumlah Pulaunya mencapai 17.506 dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Kurang lebih 60%

Lebih terperinci

PENENTUAN DAERAH POTENSIAL PENANGKAPAN IKAN CAKALANG(Katsuwonus pelamis) BERDASARKAN SEBARAN SPL DAN KLOROFIL DI LAUT FLORES SKRIPSI

PENENTUAN DAERAH POTENSIAL PENANGKAPAN IKAN CAKALANG(Katsuwonus pelamis) BERDASARKAN SEBARAN SPL DAN KLOROFIL DI LAUT FLORES SKRIPSI PENENTUAN DAERAH POTENSIAL PENANGKAPAN IKAN CAKALANG(Katsuwonus pelamis) BERDASARKAN SEBARAN SPL DAN KLOROFIL DI LAUT FLORES SKRIPSI ADRIANI GUHAR L231 07 032 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki luas perairan wilayah yang sangat besar. Luas perairan laut indonesia diperkirakan sebesar 5,4 juta km 2 dengan garis pantai

Lebih terperinci

RIKA PUJIYANI SKRIPSI

RIKA PUJIYANI SKRIPSI KONDISI PERIKANANN TANGKAP DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI LEMPASING, BANDAR LAMPUNG RIKA PUJIYANI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 61 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis 4.1.1 Kota Ambon Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1979, luas Kota Ambon adalah 377 Km 2 atau 2/5 dari luas wilayah Pulau Ambon.

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Pulau Pramuka secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu, Kotamadya Jakarta

Lebih terperinci

b) Bentuk Muara Sungai Cimandiri Tahun 2009

b) Bentuk Muara Sungai Cimandiri Tahun 2009 32 6 PEMBAHASAN Penangkapan elver sidat di daerah muara sungai Cimandiri dilakukan pada malam hari. Hal ini sesuai dengan sifat ikan sidat yang aktivitasnya meningkat pada malam hari (nokturnal). Penangkapan

Lebih terperinci

STUDI PERUBAHAN LUASAN TERUMBU KARANG DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DI PERAIRAN BAGIAN BARAT DAYA PULAU MOYO, SUMBAWA

STUDI PERUBAHAN LUASAN TERUMBU KARANG DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DI PERAIRAN BAGIAN BARAT DAYA PULAU MOYO, SUMBAWA STUDI PERUBAHAN LUASAN TERUMBU KARANG DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DI PERAIRAN BAGIAN BARAT DAYA PULAU MOYO, SUMBAWA Oleh Riza Aitiando Pasaribu C64103058 PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP.. Rumahtangga Nelayan Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang berperan dalam menjalankan usaha perikanan tangkap. Potensi sumberdaya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Perikanan adalah kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau budidaya ikan atau binatang air lainnya serta

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Luas Wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung secara geografis terletak pada 104 0 50 sampai 109 0 30 Bujur Timur dan 0 0 50 sampai 4 0 10 Lintang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota pada seluruh pemerintahan daerah bahwa pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 41 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung 1. Keadaan Umum Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi di Republik Indonesia dengan areal daratan seluas 35.288 km2. Provinsi

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 40 V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1. Kondisi Fisik Geografis Wilayah Kota Ternate memiliki luas wilayah 5795,4 Km 2 terdiri dari luas Perairan 5.544,55 Km 2 atau 95,7 % dan Daratan 250,85 Km 2 atau

Lebih terperinci

KAJIAN UNIT PENANGKAPAN PURSE SEINE DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI INDRAMAYU

KAJIAN UNIT PENANGKAPAN PURSE SEINE DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI INDRAMAYU KAJIAN UNIT PENANGKAPAN PURSE SEINE DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI INDRAMAYU PROGRAM STUD1 PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 22 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Topografi dan Geografi Topografi wilayah Palabuhanratu adalah bertekstur kasar, sebagian besar wilayahnya merupakan dataran bergelombang dan terdiri atas daerah

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai September 2010. Pengambilan data lapangan dilakukan di wilayah Kabupaten Maluku Tenggara, sejak 21 Juli

Lebih terperinci

PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TONGKOL BERDASARKAN PENDEKATAN SUHU PERMUKAAN LAUT DAN HASIL TANGKAPAN DI PERAIRAN BINUANGEUN, BANTEN TOPAN BASUMA

PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TONGKOL BERDASARKAN PENDEKATAN SUHU PERMUKAAN LAUT DAN HASIL TANGKAPAN DI PERAIRAN BINUANGEUN, BANTEN TOPAN BASUMA PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TONGKOL BERDASARKAN PENDEKATAN SUHU PERMUKAAN LAUT DAN HASIL TANGKAPAN DI PERAIRAN BINUANGEUN, BANTEN TOPAN BASUMA DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo

5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo 58 5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo Dalam pengoperasiannya, bagan rambo menggunakan cahaya untuk menarik dan mengumpulkan ikan pada catchable area. Penggunaan cahaya buatan yang berkapasitas

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1 Kondisi Umum Kecamatan Labuan 5.1.1 Kondisi Geografis Kecamatan Labuan terletak di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Daerah ini memiliki luas 15,65 Km 2. Kecamatan Labuan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi SPL secara Spasial dan Temporal Pola distribusi SPL sangat erat kaitannya dengan pola angin yang bertiup pada suatu daerah. Wilayah Indonesia sendiri dipengaruhi

Lebih terperinci

OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPP SUNGAILIAT, BANGKA

OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPP SUNGAILIAT, BANGKA OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPP SUNGAILIAT, BANGKA DODY SIHONO SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

6 BESARAN KERUGIAN NELAYAN DALAM PEMASARAN TANPA LELANG

6 BESARAN KERUGIAN NELAYAN DALAM PEMASARAN TANPA LELANG 66 6 BESARAN KERUGIAN NELAYAN DALAM PEMASARAN TANPA LELANG Hubungan patron-klien antara nelayan dengan tengkulak terjadi karena pemasaran hasil tangkapan di TPI dilakukan tanpa lelang. Sistim pemasaran

Lebih terperinci

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN Pelabuhan Perikanan. Pengertian pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN Pelabuhan Perikanan. Pengertian pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN 1.1.1. Pelabuhan Perikanan Pengertian pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan, 2006. Menyatakan bahwa pelabuhan perikanan adalah tempat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan laut yang sangat luas, terdiri dari wilayah perairan teritorial dengan luas sekitar 3,1 juta km 2 dan zona ekonomi ekslusif (ZEE)

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis 29 4 KEADAAN UMUM 4.1 Letak dan Kondisi Geografis Keadaan geografi Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten yang memiliki luas laut yang cukup besar. Secara geografis Kabupaten Aceh Besar berada

Lebih terperinci