BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menyusun istilahnya yaitu epi yang artinya atas, demos artinya penduduk dan logos

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menyusun istilahnya yaitu epi yang artinya atas, demos artinya penduduk dan logos"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Epidemiologi Tifus Abdominalis Definisi epidemiologi dapat diartikan sesuai dengan komponen kata yang menyusun istilahnya yaitu epi yang artinya atas, demos artinya penduduk dan logos artinya ilmu. Dengan demikian epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang menimpa/terjadi pada penduduk (Lapau, 2013). Epidemiologi memiliki cakupan yang luas, yaitu mulai dari mempelajari wabah, penyakit infeksi, penyakit non infeksi, kekurangan gizi dan kelainan metabolisme. Menurut Mac Mahon, 1970 (dalam Lapau, 2013) epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari kejadian dan distribusi penyakit berserta determinan atau faktor-faktor yang berhubungan dengan atau mempengaruhi penyakit tersebut Basil Salmonella dan Reservoir Mikoorganisme penyebab Tifus Abdominalis adalah bakteri Salmonella Typhi dari genus Salmonella. Bakteri Salmonella Typhi berbentuk basil atau batang, gram negatif, bergerak, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, tetapi memiliki fimbria, bersifat aerob dan anaerob fakultatif. Bakteri Salmonella Typhi memiliki ukuran antara 2-4x0,6 µm. Suhu optimum untuk bakteri ini berkembang biak adalah 37 0 C dengan ph antara 6-8. Bakteri Salmonella Typhi ini dapat hidup sampai beberapa minggu di lingkungan seperti di dalam air, es, sampah dan debu. Reservoir bakteri Salmonella Typhi adalah manusia yang sedang sakit atau karier. Bakteri Salmonella

2 Typhi mati pada pemanasan (suhu 60 0 C) selama menit, pasteurisasi, pendidihan dan khlorisasi. Masa inkubasi Tifus Abdominalis hari pada anak, variasi 5-40 hari, dengan perjalanan penyakit kadang-kadang tidak teratur. Pembiakan bakteri Salmonella Typhi selama satu malam dalam kaldu, maka akan terjadi kekeruhan menyeluruh tanpa pembentukan selaput. Koloni bakteri Salmonella Typhi tampak besar dengan garis tengah 2-3 mm, bulat agak cembung, jernih, licin dan tidak menyebabkan hemolisis (Kepmenkes RI No. 364, 2006) Gambaran Epidemiologis Tifus Abdominalis Penyakit Tifus Abdominalis terdapat di seluruh dunia, terutama di negaranegara berkembang di daerah tropis. Penyakit ini telah ada sejak beberapa abad yang lalu. Periode Tahun 1607 sampai dengan Tahun 1624 di Kota Jamestown Virginia Amerika Serikat dilaporkan lebih kematian akibat wabah Tifus Abdominalis. Peperangan di Negara Afrika Selatan akhir abad XIX, Negara Inggris dilaporkan kehilangan serdadu akibat Tifus Abdominalis, padahal kematian akibat perang itu sendiri hanya serdadu. Sampai awal abad XXI ini Tifus Abdominalis masih ada, diperkirakan 17 juta kasus pertahun, dengan kematian sekitar kasus. Case Fatality Rate (CFR) berkisar / dan menurun menjadi 1.000/ bila mendapat pengobatan yang adekuat. Di Indonesia, Tifus Abdominalis jarang dijumpai secara epidemis tapi bersifat endemis dan banyak dijumpai di kota-kota besar. Tidak ada perbedaan yang nyata insiden Tifus Abdominalis pada pria dan wanita. Insiden tertinggi didapatkan pada

3 usia remaja dan usia dewasa muda. Simanjuntak (1990) mengemukakan bahwa insiden Tifus Abdominalis di Indonesia masih sangat tinggi berkisar per penduduk. Kasus Tifus Abdominalis di rumah sakit besar di Indonesia, menunjukkan angka kesakitan cenderung meningkat setiap tahun dengan rata-rata 500/ penduduk. Case Fatality Rate (CFR) diperkirakan sekitar / sebagai akibat dari keterlambatan mendapat pengobatan serta tingginya biaya pengobatan. Tifus Abdominalis masih ada di gegara yang telah maju, bersifat sporadik terutama yang berhubungan dengan kegiatan wisata ke negara-negara sedang berkembang. Insiden Tifus Abdominalis Amerika Serikat tidak berbeda antara lakilaki dan wanita. Secara umum insiden Tifus Abdominalis dilaporkan 75% didapatkan pada umur kurang dari 30 tahun. Pada usia anak-anak biasanya diatas 1 tahun dan terbanyak diatas 5 tahun dengan manifestasi klinik lebih ringan (Kepmenkes RI No. 364, 2006). Penelitian yang dilakukan oleh Saraswati dkk (2012) karakteristik tersangka Demam Tifoid Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Periode Tahun 2010 diperoleh hasil bahwa tersangka Tifus Abdominalis lebih banyak ditemukan pada rentang usia tahun (50,76%), terbanyak perempuan (60%), dan tersebar merata di Kota Palembang. Gambaran klinik penderita Tifus Abdominalis yang paling banyak ditemui adalah demam (100%), mual (58,46%), muntah (50,31%), anoreksia (32,31%), nyeri perut (35,38%), batuk (32,31%), nyeri kepala (29,23%), lidah kotor (27,69%), diare (18,46%) dan konstipasi (12,31%). Rata-rata

4 lama demam penderita Tifus Abdominalis adalah 12,28 hari, waktu rata-rata munculnya gejala demam sampai pasien masuk Rumah Sakit adalah 7 hari. Rata-rata demam penderita Tifus Abdominalis turun pada hari ke 5,50 setelah pasien masuk Rumah Sakit. Rata-rata lama rawat inap penderita Tifus Abdominalis adalah 7,91 hari. Gambaran hasil pemeriksaan hematologi penderita Tifus Abdominalis diperoleh Anemia 61,54%, Leukopeni 52,31%, Leukositosis 10,77%, Trombositopeni 46,16, Aneosinofilia 47,69%, Limfositopeni 1,54% dan Limfositosis 44,62%. Hasil tes Widal penderita Tifus Abdominalis paling banyak Typhi O 1/320 (67,70%), dan Typhi H 1/320 (61,53%). Obat-obat antibiotika yang paling banyak digunakan penderita Tifus Abdominalis adalah Seftriakson (30,77%) dan Kloramfenikol (27,69%) Cara Penularan Tifus Abdominalis dan Faktor-faktor yang Berperan Bakteri Salmonella Typhi Salmonella menular ke manusia melalui makanan dan minuman. Makanan dan minuman yang dikonsumsi manusia dapat tercemar oleh komponen feses atau urin dari pengidap Tifus Abdominalis. Beberapa kondisi kehidupan manusia yang sangat berperan pada penularan penyakit Tifus Abdominalis adalah (Kepmenkes RI No. 364, 2006) : 1. Higiene perorangan yang rendah, seperti budaya cuci tangan yang tidak terbiasa. Budaya cuci tangan yang tidak terbiasa tampak jelas pada anak-anak, penyaji makanan serta pengasuh anak. Penelitian yang dilakukan oleh Rakhman, dkk (2009) tentang faktor faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian demam tifoid pada orang dewasa di RSUD dr H. Soemarno Sosroatmodjo Kabupaten

5 Bulungan Provinsi Kalimantan Timur diperoleh bahwa faktor resiko kejadian Tifus Abdominalis adalah kebiasaan mencuci tangan pakai sabun sebelum makan, dimana diketahui bahwa kebiasaan tidak mencuci tangan pakai sabun sebelum makan, risiko terkena demam tifoid meningkat 2,625 kali lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa yang mempunyai kebiasaan mencuci tangan pakai sabun. 2. Higiene makanan dan minuman yang rendah Higiene makanan dan minuman yang rendah merupakan faktor paling berperan pada penularan Tifus Abdominalis. Banyak sekali contoh untuk ini, diantaranya : makanan yang dicuci dengan air yang terkontaminasi (seperti sayur-sayuran dan buah-buahan), sayuran yang dipupuk dengan tinja manusia, makanan yang tercemar dengan debu, sampah, dihinggapi lalat, air minum yang tidak dimasak dan sebagainya. Menurut Rakhman, dkk (2009) kebiasaan jajan makanan di luar rumah berisiko terkena Tifus Abdominalis meningkat 1,17 kali lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa yang tidak pernah jajan makanan di luar penyediaan rumah. 3. Sanitasi lingkungan kumuh, dimana pengelolaan air limbah, kotoran dan sampah yang tidak memenuhi syarat kesehatan Penelitian yang dilakukan oleh Herawati dan Ghani (2007) diperoleh bahwa determinan kejadian Tifus Abdominalis di Indonesia adalah variabel lingkungan yaitu adanya saluran pembuangan limbah dan mempunyai tempat sampah diluar

6 rumah masing-masing Odds Ratio (OR) untuk terkena Tifus Abdominalis adalah 1,180 dan 1, Penyediaan air bersih yang tidak memadai Penelitian yang dilakukan oleh Herawati dan Ghani (2007) diperoleh bahwa salah satu determinan kejadian Tifus Abdominalis di Indonesia adalah penyediaan air bersih. Kualitas air yang buruk mempunyai peluang sebesar 1,401 untuk terkena Tifus Abdominalis. 5. Jamban keluarga yang tidak memenuhi syarat Menurut Rakhman, dkk (2009) keluarga yang tidak mempunyai jamban mempunyai risiko terkena Tifus Abdominalis 1,1 kali lebih besar dibandingkan dengan keluarga yang mempunyai jamban. 6. Pasien atau karier Tifus Abdominalis yang tidak diobati dengan sempurna Penyakit Tifus Abdominalis, meskipun sudah dinyatakan sembuh, penderita belum dikatakan sembuh total karena mereka masih dapat menularkan penyakitnya kepada orang lain (bersifat carrier). Penderita dengan jenis kelamin perempuan kemungkinan untuk menjadi carrier 3 kali lebih besar dibandingkan laki-laki. Menurut Rakhman, dkk (2009) adanya riwayat Tifus Abdominalis mempunyai risiko terkena Tifus Abdominalis meningkat 2,244 kali lebih besar dibandingkan dengan orang yang anggota keluarganya tidak mempunyai riwayat Tifus Abdominalis.

7 2.2. Konsep Medik Tifus Abdominalis Pengertian Tifus Abdominalis Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi bakteri hebat yang terjadi di selaput lendir usus dan jika tidak diobati secara progresif menyerang jaringan di seluruh tubuh. Aspek paling penting dari infeksi ini adalah kemungkinan terjadinya perforasi usus karena satu kali organisme ini memasuki perut pasti timbul Peritonitis yang mengganas, bila ini terjadi progonosisnya sangat jelek. Komplikasi lain ialah pendarahan per anus dan infeksi terlokalisasi (Meningitis, dan lain lain) (Tambayong, 2000). Menurut Ochiai, R Leon (2008) Tifus Abdominalis merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmenella Enterica serotipe Typhi (Salmonella Tyhpi) Etiologi Tifus Abdominalis Etiologi Tifus Abdominalis adalah bakteri Salmonella. Bakteri Salmonella adalah bakteri gram negatif, tidak berkapsul, mempunyai flagella dan tidak membentuk spora. Bakteri Salmonella Tpypi mempunyai 3 antigen penting untuk pemeriksaan laboratorium, yaitu Antigen O (Somatik), antigen H (flagella) dan antigen K (selaput) (Kunoli, 2013) Patofisiologi Tifus Abdominalis Penularan penyakit Tifus Abdominalis terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi urin/feces dari penderita tifus akut dan dari para pembawa kuman/carrier. Penularan penyakit Tifus Abdominalis terjadi melalui Finger, Flyes,

8 Fomites, dan Fluids (Empat F) ke makanan, minuman, buah dan sayuran yang sering dimakan tanpa dicuci/dimasak (Kunoli, 2013) Gejala Klinik Tifus Abdominalis Kumpulan gejala-gejala klinis Tifus Abdominalis disebut dengan sindrom Tifus Abdominalis. Beberapa gejala klinis yang sering pada Tifus Abdominalis diantaranya adalah (Kepmenkes RI No. 364, 2006) : a. Demam Gejala utama Tifus Abdominalis adalah Demam. Pada awal sakit, demam kebanyakan samar-samar saja, selajutnya suhu tubuh sering turun naik. Demam pada pagi hari lebih rendah dibandingkan sore dan malam (demam intermitten). Intensitas demam dari hari ke hari makin tinggi yang disertai gejala lain seperti sakit kepala (pusing) yang sering dirasakan di area frontal, nyeri otot, pegal, insomnia, anoreksia, mual dan muntah. Pada minggu ke 2 intensitas demam makin tinggi, kadang-kadang terus menerus (demam kontinyu). Bila kondisi pasien membaik maka pada minggu ke 3 suhu badan berangsur turun dan dapat normal kembali pada akhir minggu ke 3. Demam intermitten pada pasein Tifus Abdominalis tidak selalu ada. Hal ini bias terjadi karena intervensi pengobatan atau komplikasi yang dapat terjadi lebih awal. Pada anak khususnya balita, demam tinggi dapat menimbulkan kejang. b. Gangguan saluran pencernaan Pada penderita Tifus Abdominalis sering ditemukan bau mulut yang tidak sedap karena demam yang lama, bibir kering dan kadang-kadang pecah-pecah, lidah

9 kelihatan kotor dan ditutupi selaput putih, ujung dan tepi lidah kemerahan dan tremor (coated tongue atau selaput putih), Pada umumnya penderita Tifus Abdominalis sering mengeluh sakit perut, terutama pada regio epigastric (nyeri ulu hati), disertai mual dan muntah. Pada awal sakit, sering terjadi meteorismus dan konstipasi dan pada minggu selanjutnya kadang-kadang timbul diare. c. Gangguan kesadaran Pada penderita Tifus Abdominalis umumnya terdapat gangguan kesadaran yang berupa penurunan kesadaran ringan. Penderita Tifus Abdominalis tampak apatis dengan kesadaran seperti berkabut. Bila gejala klinis berat, tidak jarang penderita Tifus Abdominalis sampai somnolen dan koma atau dengan gejala-gejala psikosis (Organic Brain Syndrome). Pada penderita Tifus Abdominalis toksik, gejala delirium lebih menonjol. d. Hepatosplenomegali Pada penderita Tifus Abdominalis sering ditemukan pembesaran hati dan atau limpa. Organ hati terasa kenyal dan terdapat nyeri tekan. e. Bradikardia relatif dan gejala lain Pada penderita Tifus Abdominalis bradikardi relatif tidak sering ditemukan, mungkin karena teknis pemeriksaan yang sulit dilakukan. Bradikardi relatif adalah peningkatan suhu tubuh yang tidak diikuti dengan peningkatan frekuensi nadi. Patokan yang paling sering digunakan adalah bahwa setiap peningkatan suhu tubuh 1 0 C tidak diikuti peningkatan frekuensi nadi 8 denyut dalam 1 menit. Gejala-gejala lain yang dapat ditemukan pada Tifus Abdominalis adalah rose

10 spot yang biasanya ditemukan di regio abdomen atas, serta gejala-gejala klinis yang berhubungan dengan komplikasi. Rose spot pada anak sangat jarang ditemukan malahan lebih sering epistaksis Penularan Tifus Abdominalis Penularan penyakit Tifus Abdominalis terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh tinja dan urine dari penderita atau carrier. Di beberapa negara penularan terjadi karena mengkonsumsi kerang-kerangan yang berasal dari air yang tercemar, buah-buahan, sayur-sayuran mentah yang dipupuk dengan kotoran manusia, susu dan produk susu yang terkontaminasi oleh carrier atau penderita yang tidak teridentifikasi. Lalat dapat juga berperan sebagai perantara penularan memindahkan mikroogranisme dari tinja ke makanan. Di dalam makanan, mikroorganisme berkembang biak memperbanyak diri mencapai dosis infektif, dimana dosisnya lebih rendah pada Tifus Abdominalis dibandingkan dengan Paratifoid (Kunoli, 2013) Masa Inkubasi Masa inkubasi tergantung pada besarnya jumlah bakteri yang menginfeksi ; masa inkubasi berlangsung dari 3 hari sampai dengan 1 bulan dengan rata-rata 8-14 hari. Untuk Gastroenteris yang disebabkan oleh Paratifoid masa inkubasi berkisar antara 1-10 hari (Kunoli, 2013).

11 Komplikasi Tifus Abdominalis Komplikasi Tifus Abdominalis sering timbul pada minggu ke 2 atau lebih, mulai dari komplikasi ringan sampai berat bahkan kematian. Beberapa komplikasi Tifus Abdominalis yang sering terjadi diantaranya (Kepmenkes RI No. 364, 2006) : a. Tifoid Toksik (Tifoid Enselofapati) b. Syok Septik 1) Perdarahan dan Perforasi Intestinal 2) Peritonitis 3) Hepatitis Tifosa 4) Pankreatitis Tifosa 5) Pneumonia 6) Komplikasi lain Gambaran Laboratorium Tifus Abdominalis Pemeriksaan laboratorium yang digunakan untuk pasien Tifus Abdominalis adalah (Kepmenkes RI No. 364, 2006) : a. Gambaran darah tepi b. Pemeriksaan bakteriologis 1) Jenis pemeriksaan menurut biakan spesimen yaitu biakan darah, biakan bekuan darah, biakan tinja, biakan cairan empedu, dan biakan air kemih. 2) Biakan Salmonella Typhi 3) Serologis Widal

12 Tes serologi Widal adalah reaksi antara antigen (suspensi Salmonella yang telah dimatikan) dengan aglutinin yang merupakan antibodi spesifik terhadap komponen basil Salmonella di dalam darah manusia (saat sakit, karier atau pasca vaksinasi). Prinsip tes serologi Widal adalah terjadinya reaksi aglutinasi antara antigen dan aglutinin yang dideteksi yaitu aglutinin O dan H. Aglutinin O mulai dibentuk pada akhir minggu pertama demam sampai puncaknya pada minggu ke 3 sampai ke 5. Aglutinin O dapat bertahan sampai lama 6-12 bulan. Aglutinin H mencapai puncak lebih lambat minggu ke 4-6 dan menetap dalam waktu lebih lama, sampai 2 tahun kemudian. Interpretasi hasil Widal : a) Belum ada kesepakatan tentang nilai titer patokan. Masing-masing daerah tidak memiliki patokan nilai titer berbeda, tergantung endemisitas daerah masing-masing dan tergantung hasil penelitiannya. b) Batas titer yang dijadikan diagnosis hanya berdasarkan kesepakatan atau perjanjian pada satu daerah tersebut. Kebanyakan pendapat bahwa titer O 1/320 sudah menyokong kuat diagnosis Tifus Abdominalis. c) Reaksi Widal negatif tidak menyingkirkan diagnosis Tifus Abdominalis d) Diagnosis Tifus Abdominalis dianggap diagnosis pasti adalah bila didapatkan kenaikan titer 4 kali lipat pada pemeriksaan ulang dengan interval 5-7 hari. Perlu diingat bahwa banyak faktor yang mempengaruhi reaksi Widal sehingga mendatangkan hasil yang keliru baik negatif palsu atau positif palsu. Hasil negatif palsu seperti pada keadaan pembentukan

13 antibodi yang rendah yang dapat ditemukan pada keadaan-keadaan gizi buruk, mengkonsumsi obat-obat imunosupresif, penyakit Agammaglobulinemia, Leukemia, Karsinoma lanjut, dan lain-lain. Hasil test positif palsu dapat dijumpai pada keadaan pasca vaksinasi, mengalami infeksi subklinis beberapa waktu yang lalu, aglutinasi silang, dan lain-lain. 4) Mencari kuman pembawa Tifus Abdominalis 5) Pemeriksaan lain : PCR (Polymerase Chain Reaction), Typhi Dot IEA Pengobatan Tifus Abdominalis Pengobatan Tifus Abdominalis dilakukan dengan prinsip triologi penatalaksanaan (Widoyono, 2011) yaitu : 1. Pemberian antibiotik Pemberian antibiotik dimaksudkan untuk membunuh kuman penyebab Tifus Abdominalis. Obat-obatan yang sering digunakan adalah : a. Kloramfenikol 100 mg/kg berat badan/hari, dibagi 4 dosis selama 14 hari b. Pemberian Amoksilin 100 mg/kg berat badan/hari/4 kali c. Pemberian Kotrimoksazol 480 mg, 2x2 tablet selama 14 hari d. Sefalosporin generasi II dan III (Ciprofloxacin 2x500 mg) selama 6 hari; Ofloxacin 600 mg/hari selama 7 hari; Ceftriaxone 4 gram/hari selama 3 hari). 2. Istirahat dan perawatan Istirahat dan perawatan berguna untuk mencegah terjadinya komplikasi. Penderita sebaiknya beristirahat total di tempat tidur selama 1 minggu setelah bebas dari

14 Tifus Abdominalis. Mobilisasi dilakukan secara bertahap, sesuai dengan keadaan penderita. Mengingat mekanisme penularan penyakit ini, kebersihan perorangan perlu dijaga karena ketidak berdayaan pasien untuk buang air besar dan kecil. 3. Terapi penunjang Terapi penunjang dilakukan agar tidak memperberat kerja usus. Pada tahap awal penderita Tifus Abdominalis diberi makanan berupa bubur saring, selanjutnya dapat diberi makanan yang lebih padat dan akhirnya nasi biasa, sesuai dengan kemampuan dan kondisinya. Pemberian zat gizi dan mineral perlu dipertimbangkan agar dapat menunjang kesembuhan pasien Pencegahan dan Pemberantasan Tifus Abdominalis 1. Pencegahan primer Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tidak sakit dengan cara mengendalikan penyebab-penyebab penyakit dan faktor risikonya. Pencegahan primer dapat dilakukan dengan cara : a. Imunisasi dengan vaksin yang dibuat dari strain Salmonella typhi yang dilemahkan Walaupun imunisasi tidak dianjurkan di Amerika Serikat (kecuali pada kelompok yang beresiko tinggi), imunisasi pencegahan Tifus Abdominalis termasuk dalam program pengembangan imunisasi yang dianjurkan di Indonesia. Akan tetapi, program ini masih belum diberikan secara gratis karena keterbatasan sumber daya pemerintah. Oleh sebab itu, orangtua harus membayar biaya imunisasi untuk anaknya.

15 Jenis vaksinasi yang tersedia adalah : 1) Vaksin parenteral utuh Berasal dari sel Salmonella Typhi yang sudah mati. Setiap cc vaksin mengandung sekitar 1 miliar kuman. Dosis untuk anak usia 1-5 tahun adalah 0,1 cc, anak usia 6-12 tahun 0,25 cc, dan dewasa 0,5 cc. Dosis diberikan 2 kali dengan interval 4 minggu. Karena efek samping dan tingkat perlindungannya yang pendek, vaksin jenis ini sudah tidak beredar lagi. 2) Vaksin oral Ty21a Ini adalah vaksin oral yang mengandung Salmonella Typhi strain Ty21a hidup. Vaksin diberikan pada usia minimal 6 tahun dengan dosis 1 kapsul setiap 2 hari selama 1 minggu. Menurut laporan, vaksin oral Ty21a bisa memberikan perlindungan selama 5 tahun. 3) Vaksin parenteral polisakarida Vaksin ini berasal dari polisakarida Vi dari kuman Salmonella. Vaksin diberikan secara parenteral dengan dosis tunggal 0,5 cc intra muscular pada usia mulai 2 tahun dengan dosis ulangan (booster) setiap 3 tahun. Lama perlindungan sekitar 60-70%. Jenis vaksin ini menjadi pilihan utama karena relatif paling aman. Imunisasi rutin dengan vaksin tifoid pada orang yang kontak dengan penderita seperti anggota keluarga dan petugas yang menangani penderita tifoid dianggap kurang bermanfaat, tetapi mungkin berguna bagi mereka yang terpapar oleh carrier. Vaksin oral tifoid bisa juga memberi perlindungan

16 parsial terhadap demam Paratifoid, karena sampai saat ini belum ditemukan vaksin yang efektif untuk demam Paratifoid. b. Memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat agar menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang pentingnya mencuci tangan setelah buang air besar dan sebelum memegang makanan dan minuman, sediakan fasilitas untuk mencuci tangan secukupnya. Hal ini penting terutama bagi mereka yang pekerjaannya sebagai penjamah makanan dan bagi mereka yang pekerjaannya merawat penderita dan mengasuh anak-anak. c. Penyediaan sumber air minum yang baik Sumber air perlu dilindungi dari zat yang bias mengkontaminasi. Lakukan pemurnian dan pemberian klorin terhadap air yang akan didistribusikan kepada masyarakat. Sediakan air yang aman bagi perorangan dan rumah tangga. Hindari kemungkinan terjadinya pencemaran (back flow) antara sistem pembuangan kotoron (sewer system) dengan sistem distribusi air. d. Pemberantasan lalat dengan menghilangkan tempat berkembangbiaknya dengan sistem pengumpulan dan pembuangan sampah yang baik (Kunoli, 2013). e. Kebersihan makanan dan minuman sangat penting dalam pencegahan Tifus Abdominalis. Merebus air minum dan makanan sampai mendidih juga sangat membantu. Sanitasi lingkungan, termasuk pembuangan sampah dan imunisasi, berguna untuk mencegah penyakit. Secara lebih detail, strategi pencegahan Tifus Abdominalis mencakup hal-hal berikut (Widoyono, 2011) :

17 f. Penyediaan jamban yang sehat g. Mengonsumsi makanan sehat untuk meningkatkan daya tahan tubuh h. Pembuangan kotoran pada jamban yang baik dan yang tidak terjangkau oleh lalat. i. Pengawasan kepada para penjual makanan dan minuman 2. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder adalah upaya yang dilakukan untuk menemukan kasus secara dini, pengobatan bagi penderita dengan tepat serta mengurangi akibat-akibat yang lebih serius. Pencegahan sekunder dapat berupa: a. Pencarian penderita maupun carrier secara dini melalui peningkatan usahasurveilans Tifus abdominalis. b. Perawatan Penderita Tifus abdominalis perlu dirawat yang bertujuan untuk isolasi dan pengobatan. Penderita harus tetap berbaring sampa i minimal 17 hari demam atau kurang lebih 14 hari. Keadaan ini sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya komplikasi. Penderita dengan kesadaran menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus. Defekasi dan buang air kecil pada penderita Tifus abdominalis perlu diperhatikan karena dapat terjadi konstipasi dan retensi air kemih.

18 c. Diet Penderita Tifus abdominalis sebaiknya mengonsumsi makanan yang cukup cairan, berkalori, tinggi protein, lembut dan mudah dicerna seperti bubur nasi. Pemberian makanan tersebut dimaksudkan untuk menghindari komplikasi perdarahan usus dan perforasi usus karena usus perlu diistirahatkan. Tidak dianjurkan mengonsumsi bahan makanan yang mengandung banyak serat dan mengahasilkan banyak gas. Pemberian susu dilakukan 2 kali sehari. Jenismakanan untuk penderita dengan kesadaran menurun adalah makanan cair yang dapat diberikan melalui pipa lambung. Untuk penderita dengan komplikasi perforasi usus, tidak dianjurkan makanan yang dapat mengiritasi lambung seperti makanan pedas dan asam (Kepmenkes RI No. 364, 2006). 3. Pencegahan Tersier Pencegahan tersier adalah upaya untuk mengurangi keparahan atau komplikasi penyakit yang sudah terjadi. Apabila penderita Tifus abdominalis telah dinyatakaan sembuh, sebaiknya tetap menjaga kesehatan dan kebersihan sehingga daya tahan tubuh dapat pulih kembali dan terhindar dari infeksi ulang Tifus abdominalis. Disamping itu, penderita tersebut harus melakukan pemeriksaan serologis sebulan sekali untuk mengetahui keberadaan Salmonella Typhi di dalam tubuh (Kepmenkes RI No. 364, 2006).

19 2.3. Landasan Teori Segitiga epidemiologi (trias epidemiologi) merupakan konsep dasar epidemiologi yang memberikan gambaran tentang hubungan antara tiga faktor utama yang berperan dalam terjadinya penyakit dan masalah kesehatan lainnya. Segitiga ini merupakan gambaran interaksi antara tiga faktor yakni host (tuan rumah = pejamu), agent (agen = faktor penyebab), dan environment (lingkungan). Timbulnya penyakit berkaitan dengan terjadinya ketidakseimbangan interaksi antara ketiga faktor ini. Keterkatian antara pejamu, agen, dan lingkungan merupakan suatu kesatuan yang dinamis yang berada dalam keseimbangan (equilibrium) pada seorang individu yang sehat. Jika terjadi gangguan terhadap keseimbangan hubungan segitiga inilah yang menimbulkan status sakit (Bustan, 2012). Gangguan keseimbangan yang memungkinkan terjadinya penyakit berkaitan dengan : a. Tersedianya pejamu yang rentan (susceptible host) b. Keterpaparan oleh faktor agen yang potensial beresiko (faktor resiko) c. Keadaan perubahan lingkungan yang mendukung keterpaparan oleh agen dan pejamu yang makin rentan. 1. Faktor pejamu (host = tuan rumah) Pejamu adalah manusia atau mahluk hidup lainnya, termasuk burung dan arthropoda, yang menjadi tempat terjadi proses alamiah perkembangan penyakit. Faktor pejamu yang berkaitan dengan kejadian penyakit dapat berupa : umur, jenis kelamin, ras, etnik, anatomi tubuh, dan status gizi. Faktor pejamu adalah :

20 a. Genetik : misalnya sickle cell disease b. Umur : ada kecenderungan penyakit menyerang umur tertentu c. Jenis kelamin (gender) : ditemukan penyakit yang terjadi lebih banyak atau hanya mungkin pada wanita d. Suku/ras/warna kulit : dapat ditemukan perbedaan antara ras kulit putih (white) dengan orang kulit hitam (black) di Amerika. e. Keadaan fisiologi tubuh : kelelahan, kehamilan, pubertas, stres, keadaan gizi f. Keadaan imunologis : kekebalan yang diperoleh karena adanya infeksi sebelumnya, memperoleh antibodi dari ibu, atau pemberian kekebalan buatan (vaksinasi) g. Tingkah laku (behavior) : gaya hidup (life style), personal hygiene, hubungan antar pribadi, dan rekreasi. 2. Faktor agen Agen (faktor penyebab) adalah suatu unsur, organisme hidup atau kuman infektif yang dapat menyebabkan terjadinya suatu penyakit. Pada beberapa penyakit agen ini adalah sendiri (single), misalnya pada penyakit-penyakit infeksi, sedangkan pada penyakit yang lain bisa terdiri dari beberapa agen yang bekerjasama misalnya pada penyakit kanker. Agen dapat berupa unsur biologis, unsur nutrisi, unsur kimiawi dan unsur fisika. Faktor agen adalah : a. Faktor nutrisi (gizi) : bisa dalam bentuk kelebihan gizi misalnyua tinggi kadar kolesterol, atau kekurangan gizi baik lemak, protein dan vitamin

21 b. Penyebab kimiawi : misalnya zat-zat beracun (karbon monoksida), asbes, cobalt, atau zat alergen. c. Penyebab fisik : misalnya radiasi dan trauma mekanik (pukulan, tabrakan) d. Penyebab biologis : 1) Metazoa : Cacing Tambang, Cacing Gelang, Schistosomiasis 2) Protozoa : Amoeba, Malaria 3) Bakteri : Sifilis, Typhoid, Pneumonia, Tuberculosis 4) Fungi (jamur) : Histoplasmosis, Taenia Pedis 5) Rickettsia : Rocky Mountain Spotted Fever 6) Virus : Campak, Cacar (Smallfox), Poliomyelitis Konsep faktor agen ini secara klasik memang hanya mendefinisikan sebagai organisme hidup atau kuman infektif yang dapat menyebabkan penyakit. Pengertian agen ini tentunya hanya sebatas penyebab untuk penyakit infeksi. Dalam pengertian klinik faktor agen ini sama penggunaannya dengan isitlah etiologi. Dari segi epidemiologi terjadi perkembangan konsep faktor agen ini dengan mempergunakan terminologi faktor resiko (risk factor). Istilah faktor resiko mencakup seluruh faktor yang dapat memberikan kemungkinan yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit. Di dalamnya termasuk faktor gaya hidup dan bukan mikroorganisme saja seperti gangguan gizi, ekonomi (kemiskinan) dan lain-lain. Selain itu penggunaan faktor resiko ini juga tidak hanya dipakai dalam hal penyakit sebagai outcome atau akibatnya, tetapi mencakup kematian dan seluruh masalah kesehatan yang sedang diamati. Contoh faktor resiko yang bersifat tingkah laku tidak sehat (unhealthy behavior) adalah : minum alkohol, menggunakan marijuana/cocain (drug abuse),

22 merokok, bertengkar fisik (physical fight), tidak menggunakan tali pengaman (seat belt) dalam mengendarai mobil, kurang olahraga (kurang dari 3 kali seminggu), kurang mengkonsumsi buah/sayuran, dan sexual intercourse prakawin. 3. Faktor lingkungan Lingkungan adalah semua faktor luar dari suatu individu yang dapat berupa lingkungan fisik, biologis dan sosial. Faktor lingkungan meliputi : a. Lingkungan fisik : geologi, iklim dan geografi b. Lingkungan biologis : misalnya kepadatan penduduk, flora (sebagai sumber bahan makanan) dan fauna (sebagai sumber protein). c. Lingkungan sosial : berupa migrasi/urbanisasi, lingkungan kerja, keadaan perumahan, keadaan sosial masyarakat (kekacauan, bencana alam, perang, banjir). Agen Tifus abdominalis Pejamu Lingkungan Gambar 2.1. Trias Epidemiologi pada Kejadian Tifus Abdominalis

23 2.4. Kerangka Konsep Kerangka konsep penelitian ini menggambarkan faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap kejadian Tifus Abdominalis di Kota Sibolga (Gambar 2.2) Variabel Independen Faktor-faktor yang mempengaruhi : 1. Mencuci tangan 2. Higiene makanan dan minuman 3. Penyediaan air bersih 4. Penyediaan jamban keluarga 5. Sarana pembuangan air limbah 6. Sarana pembuangan sampah/tempat sampah 7. Kebiasaan makan di luar rumah Variabel Dependen Kejadian Tifus Abdominalis Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TIFUS ABDOMINALIS DI KOTA SIBOLGA TAHUN 2015

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TIFUS ABDOMINALIS DI KOTA SIBOLGA TAHUN 2015 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TIFUS ABDOMINALIS DI KOTA SIBOLGA TAHUN 2015 Oleh MANOTAR SINAGA, S.KEP, M.KES. Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (Stikes) Nauli Husada Sibolga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pembangunan nasional dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pembangunan nasional dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, yang pada hakekatnya merupakan upaya penyelenggaraan kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara berkembang, salah satunya di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID Definisi: Typhoid fever ( Demam Tifoid ) adalah suatu penyakit umum yang menimbulkan gejala gejala sistemik berupa kenaikan suhu dan kemungkinan penurunan kesadaran. Etiologi

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Salmonella sp. 2.1.1 Klasifikasi Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C termasuk famili Enterobacteriaceae, ordo Eubacteriales, kelas Schizomycetes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid (enteric fever) merupakan penyakit infeksi akut pada saluran cerna yang disebabkan oleh bakteri gram negatif Salmonella enterica serotipe Typhi. Bila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak saja di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Selain virus sebagai penyebabnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi tropik sistemik, yang disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Demam tifoid adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella typhi dan paratyphiditandai dengan keluhan dan gejala penyakit yang tidak khas, berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit akibat infeksi bakteri Salmonella enterica serotipe typhi. Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia yang timbul secara

Lebih terperinci

Laporan Pendahuluan Typhoid

Laporan Pendahuluan Typhoid Laporan Pendahuluan Typhoid Di UGD RSU AL-ISLAM H.M.MAWARDI KRIAN-SIDOARJO DISUSUN OLEH : Rani Nurlelasari 1101040 AKADEMI KEBIDANAN MITRA SEHAT SIDOARJO TAHUN AJARAN 2011-2012 KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesadaran (Rampengan, 2007). Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella

BAB 1 PENDAHULUAN. kesadaran (Rampengan, 2007). Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid atau tifus abdominalis banyak ditemukan dalam kehidupan masyarakat kita, baik diperkotaan maupun di pedesaan. Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian demam tifoid (Ma rufi, 2015). Demam Tifoid atau

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian demam tifoid (Ma rufi, 2015). Demam Tifoid atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan merupakan masalah yang sangat kompleks, yang saling berkaitan dengan masalah lain diluar kesehatan itu sendiri. Demikian pula untuk mengatasi masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella sp. Demam tifoid merupakan masalah yang serius di negara berkembang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan infeksi bakteri sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang dijumpai di berbagai negara berkembang terutama di daerah tropis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salmonella typhi, suatu bakteri gram-negative. Demam tifoid (typhoid fever atau

BAB I PENDAHULUAN. Salmonella typhi, suatu bakteri gram-negative. Demam tifoid (typhoid fever atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit menular masih merupakan salah satu masalah kesehatan utama di negara berkembang termasuk di Indonesia. Penyakit menular ini terkait erat dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid akut merupakan penyakit infeksi akut bersifat sistemik yang disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang dikenal dengan Salmonella

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ciri-ciri Salmonella sp. Gambar 1. Mikroskopis kuman Salmonella www.mikrobiologi Lab.com) sp. (http//. Salmonella sp. adalah bakteri batang lurus, gram negatif, tidak berspora,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia demam tifoid sering disebut dengan penyakit tifus. Penyakit ini biasa dijumpai di daerah sub tropis terutama di daerah dengan sumber mata air yang tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Tentang Demam Thypoid 2.1.1 Pengertian Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman Salmonella thypii ( Arief Mansjoer, 2000). Tifus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rendah, cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka

BAB I PENDAHULUAN. rendah, cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan rendah, cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka kejadian tinggi pada daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Demam typhoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut pada usus halus yang disebabkan oleh Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi) (Kidgell

Lebih terperinci

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio Pengertian Polio Polio atau poliomyelitis adalah penyakit virus yang sangat mudah menular dan menyerang sistem saraf. Pada kondisi penyakit yang bertambah parah, bisa menyebabkan kesulitan 1 / 5 bernapas,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Demam Tifoid a. Definisi Penyakit demam tifoid merupakan infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam lebih dari satu minggu, mengakibatkan gangguan pencernaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid termasuk dalam 10 besar masalah kesehatan di negara berkembang dengan prevalensi 91% pada pasien anak (Pudjiadi et al., 2009). Demam tifoid merupakan penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi pada usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi.

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi pada usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Typhoid atau Typhus Abdominalis adalah suatu infeksi akut yang terjadi pada usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi. Typhi dengan masa tunas 6-14

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Farmakoekonomi juga didefenisikan sebagai deskripsi dan analisis dari biaya terapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Farmakoekonomi juga didefenisikan sebagai deskripsi dan analisis dari biaya terapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmakoekonomi Farmakoekonomi adalah ilmu yang mengukur biaya dan hasil yang diperoleh dihubungkan dengan penggunaan obat dalam perawatan kesehatan (Orion, 1997). Farmakoekonomi

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK. sakit umum terbesar di daerah Pekanbaru, Riau. Rumah Sakit ini berada di Jalan

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK. sakit umum terbesar di daerah Pekanbaru, Riau. Rumah Sakit ini berada di Jalan 6 BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK 2.1 Objek Penelitian Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad merupakan salah satu dari rumah sakit umum terbesar di daerah Pekanbaru, Riau. Rumah Sakit ini berada di Jalan Diponegoro

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Pengetahuan 1. Definisi Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan didapat setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Demam tifoid adalah salah satu infeksi yang terjadi di usus halus dan banyak terjadi di negara yang beriklim tropis. persamaan demam tifoid masyarakat umum biasa menyebutnya

Lebih terperinci

ASKEP THYPOID A. KONSEP DASAR

ASKEP THYPOID A. KONSEP DASAR ASKEP THYPOID A. KONSEP DASAR 1. Pengertian Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh Salmonella thypi (S thypi). Pada masa inkubasi gejala awal penyakit tidak tampak, kemudian

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 NAMA NIM : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 PROGRAM S1 KEPERAWATAN FIKKES UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SEMARANG 2014-2015 1 LAPORAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit Diare Penyakit diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan bagi masyarakat Indonesia. Selain penyakit ini masih endemis di hampir semua daerah, juga sering muncul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber penularan penyakit demam typhoid adalah penderita yang aktif,

BAB I PENDAHULUAN. Sumber penularan penyakit demam typhoid adalah penderita yang aktif, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam typhoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan rendah, cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka kejadian tinggi pada daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian penyakit Tifoid (Thypus) di masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian penyakit Tifoid (Thypus) di masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan merupakan masalah yang sangat kompleks, yang saling berkaitan dengan masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Demikian pula untuk mengatasi masalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DEMAM TIFOID 1. Definisi Tifus abdominalis (demam tifoid, enteric fever) ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. PENGUMPULAN/PENYAJIAN DATA DASAR SECARA LENGKAP

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. PENGUMPULAN/PENYAJIAN DATA DASAR SECARA LENGKAP BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. PENGUMPULAN/PENYAJIAN DATA DASAR SECARA LENGKAP Pengumpulan dan penyajian data penulis lakukan pada tanggal 28 Maret 2016 pukul 15.00 WIB,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diberikan antibiotik pada saat dirawat di rumah sakit. Dari jumlah rekam medik

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diberikan antibiotik pada saat dirawat di rumah sakit. Dari jumlah rekam medik A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini telah dilakukan di RSU Puri Asih Salatiga pada tanggal 23-25 Januari 2017. Data penelitian diperoleh dari 67 rekam medis pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari berbagai macam segi kehidupan, kesehatan merupakan harta terindah bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari berbagai macam segi kehidupan, kesehatan merupakan harta terindah bagi setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dilihat dari berbagai macam segi kehidupan, kesehatan merupakan harta terindah bagi setiap manusia. Sering kali manusia tidak mengindahkan kesehatan, walaupun hanya

Lebih terperinci

UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK TANAMAN PUTRI MALU (Mimosa pudica) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella dysentriae

UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK TANAMAN PUTRI MALU (Mimosa pudica) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella dysentriae UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK TANAMAN PUTRI MALU (Mimosa pudica) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella dysentriae SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Prodi Pendidikan Biologi

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN PUSTAKA. jalan seperti es dawet, es kelapa muda, dan es rumput laut. Pecemaran oleh

BAB II TUJUAN PUSTAKA. jalan seperti es dawet, es kelapa muda, dan es rumput laut. Pecemaran oleh BAB II TUJUAN PUSTAKA A. ES JUS Es Jus merupakan salah satu bentuk minuman ringan yang dapat langsung diminum sebagai pelepas dahaga. Es Jus terbuat dari beberapa bahan antara lain es batu,buah,,sirup,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella Typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella Typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Typhoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella Typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama

Lebih terperinci

MACAM-MACAM PENYAKIT. Nama : Ardian Nugraheni ( C) Nifariani ( C)

MACAM-MACAM PENYAKIT. Nama : Ardian Nugraheni ( C) Nifariani ( C) Nama : Ardian Nugraheni (23111307C) Nifariani (23111311C) MACAM-MACAM PENYAKIT A. Penyakit DBD (Demam Berdarah Dengue) 1) Pengertian Terjadinya penyakit demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada iklim, tetapi lebih banyak di jumpai pada negara-negara berkembang di

BAB I PENDAHULUAN. pada iklim, tetapi lebih banyak di jumpai pada negara-negara berkembang di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Typus Abdominalis masih merupakan penyakit endemik di Indonesia. Penyakit ini termasuk penyakit menular yang dapat menular pada siapa saja dan menyerang banyak orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi merupakan penyakit infeksi sistemik, bersifat endemis dan masih menjadi masalah kesehatan penting di banyak negara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Asia Tenggara termasuk di Indonesia terutama pada penduduk yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Asia Tenggara termasuk di Indonesia terutama pada penduduk yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes aegypty dan atau Aedes albopictus. Infeksi virus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. besar di Indonesia, kasus tersangka tifoid menunjukkan kecenderungan

I. PENDAHULUAN. besar di Indonesia, kasus tersangka tifoid menunjukkan kecenderungan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan salah satu penyakit yang masih mengancam kesehatan masyarakat di Indonesia. Di Indonesia, penyakit ini bersifat endemik dan merupakan masalah kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN ). Penyakit Typhoid Abdominalis juga merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN ). Penyakit Typhoid Abdominalis juga merupakan masalah kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Typhoid Abdominalis merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella Typhi yang ditandai dengan gangguan pada sistem pencernaan dan terkadang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Typhoid 1. Pengertian Typhoid Demam Typhoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang di sebabkan oleh Salmonella Typhi. Penyakit ini di tandai oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. subtropis terutama di negara berkembang dengan kualitas sumber air yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. subtropis terutama di negara berkembang dengan kualitas sumber air yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan.demam tifoid dapat dijumpai secara luas di daerah tropis dan subtropis terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al.

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al. 2004). Penyakit

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN DEMAM TIFOID DI BANGSAL ANGGREK RSUD SUKOHARJO

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN DEMAM TIFOID DI BANGSAL ANGGREK RSUD SUKOHARJO ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN DEMAM TIFOID DI BANGSAL ANGGREK RSUD SUKOHARJO KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Ahli Madya Keperawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Tahun 2006, World Health Organization melaporkan lebih dari seperempat

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Tahun 2006, World Health Organization melaporkan lebih dari seperempat BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Antibiotika merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan di dunia. Tahun 2006, World Health Organization melaporkan lebih dari seperempat anggaran Rumah Sakit

Lebih terperinci

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR A. Pengantar Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang kedokteran mendorong para tenaga ahli selalu mengadakan riset terhadap berbagai penyakit termasuk salah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DINAS KESEHATAN PUSKESMAS LENEK Jln. Raya Mataram Lb. Lombok KM. 50 Desa Lenek Kec. Aikmel

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DINAS KESEHATAN PUSKESMAS LENEK Jln. Raya Mataram Lb. Lombok KM. 50 Desa Lenek Kec. Aikmel PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DINAS KESEHATAN PUSKESMAS LENEK Jln. Raya Mataram Lb. Lombok KM. 0 Desa Lenek Kec. Aikmel EVALUASI LAYANAN KLINIS PUSKESMAS LENEK 06 GASTROENTERITIS AKUT. Konsistensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid termasuk dalam 10 besar masalah kesehatan di negara berkembang dengan prevalensi 91% pada pasien anak (Pudjiadi et al., 2009). Demam tifoid merupakan penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Konstipasi adalah kelainan pada sistem pencernaan yang ditandai dengan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Konstipasi adalah kelainan pada sistem pencernaan yang ditandai dengan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konstipasi adalah kelainan pada sistem pencernaan yang ditandai dengan adanya tinja yang keras sehingga buang air besar menjadi jarang, sulit dan nyeri. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B HEPATITIS REJO PENGERTIAN: Hepatitis adalah inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus dan reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan kimia ETIOLOGI : 1. Ada 5

Lebih terperinci

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) tidak hanya disebabkan oleh asites pada sirosis hati melainkan juga disebabkan oleh gastroenteritis dan pendarahan pada saluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut pada saluran pencernaan yang masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian demam tifoid di

Lebih terperinci

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN PENDAHULUAN Seorang ibu akan membawa anaknya ke fasilitas kesehatan jika ada suatu masalah atau

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG. JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 922-933 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Nosokomial Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien menjalani proses perawatan lebih dari 48 jam, namun pasien tidak menunjukkan gejala sebelum

Lebih terperinci

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI 1 BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI TUGAS I Disusun untuk memenuhi tugas praktikum brosing artikel dari internet HaloSehat.com Editor SHOBIBA TURROHMAH NIM: G0C015075 PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Usus Besar Kanker usus besar merupakan kanker yang paling umum terjadi di Hong Kong. Menurut statistik dari Hong Kong Cancer Registry pada tahun 2013, ada 66 orang penderita kanker usus besar dari

Lebih terperinci

Anjing Anda Demam, Malas Bergerak dan Cepat Haus? Waspadai Leptospirosis

Anjing Anda Demam, Malas Bergerak dan Cepat Haus? Waspadai Leptospirosis Anjing Anda Demam, Malas Bergerak dan Cepat Haus? Waspadai Leptospirosis Leptospirosis adalah penyakit berbahaya yang diakibatkan oleh bakteri Leptospira interrogans sensu lato. Penyakit ini dapat menyerang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi penyakit multisistemik yang disebabkan oleh kuman Salmonella

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi penyakit multisistemik yang disebabkan oleh kuman Salmonella 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Typhoid Abdominalis atau sering disebut Thypus Abdominalis merupakan penyakit infeksi akut pada saluran pencernaan yang berpotensi menjadi penyakit multisistemik

Lebih terperinci

STUDI KASUS KEJADIAN DIARE PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAYANAN TAHUN 2015

STUDI KASUS KEJADIAN DIARE PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAYANAN TAHUN 2015 STUDI KASUS KEJADIAN DIARE PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAYANAN TAHUN 2015 Mahmudah FKM Uniska, Banjarmasin, Kalimantan Selatan E-mail: mahmudah936@gmail.com Abstrak Latar belakang: Diare

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit infeksi bakteri yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam tifoid masih merupakan penyakit endemik di Indonesia. Hal ini dikaitkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara

BAB I PENDAHULUAN. oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang, terutama

Lebih terperinci

BAB XXV. Tuberkulosis (TB) Apakah TB itu? Bagaimana TB bisa menyebar? Bagaimana mengetahui sesorang terkena TB? Bagaimana mengobati TB?

BAB XXV. Tuberkulosis (TB) Apakah TB itu? Bagaimana TB bisa menyebar? Bagaimana mengetahui sesorang terkena TB? Bagaimana mengobati TB? BAB XXV Tuberkulosis (TB) Apakah TB itu? Bagaimana TB bisa menyebar? Bagaimana mengetahui sesorang terkena TB? Bagaimana mengobati TB? Pencegahan TB Berjuang untuk perubahan 502 TB (Tuberkulosis) merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Usia anak dibawah lima tahun (balita) merupakan usia dalam masa emas

BAB 1 PENDAHULUAN. Usia anak dibawah lima tahun (balita) merupakan usia dalam masa emas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usia anak dibawah lima tahun (balita) merupakan usia dalam masa emas periode pertumbuhan (Golden Age Periode) dimana pada usia ini sangat baik untuk pertumbuhan otak

Lebih terperinci

HUBUNGANRESPON IMUN DAN STRES DENGAN TINGKAT KEKAMBUHAN DEMAM TIFOID PADA MASYARAKAT DIWILAYAH PUSKESMAS COLOMADU KARANGANYAR

HUBUNGANRESPON IMUN DAN STRES DENGAN TINGKAT KEKAMBUHAN DEMAM TIFOID PADA MASYARAKAT DIWILAYAH PUSKESMAS COLOMADU KARANGANYAR HUBUNGANRESPON IMUN DAN STRES DENGAN TINGKAT KEKAMBUHAN DEMAM TIFOID PADA MASYARAKAT DIWILAYAH PUSKESMAS COLOMADU KARANGANYAR SKRIPSI Untuk MemenuhiSalah Satu Persyaratan MencapaiDerajat Sarjana S-1 Keperawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh manusia, baik dalam bentuk segar maupun sudah diproses dalam bentuk produk. Susu adalah bahan pangan

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. dikenal orang karena lalat ini biasanya hidup berasosiasi dengan manusia.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. dikenal orang karena lalat ini biasanya hidup berasosiasi dengan manusia. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lalat Rumah (Musca domestica) Lalat rumah (M. domestica) merupakan lalat yang paling umum dikenal orang karena lalat ini biasanya hidup berasosiasi dengan manusia. M. domestica

Lebih terperinci

Sehat merupakan kondisi yang ideal secara fisik, psikis & sosial, tidak terbatas pada keadaan bebas dari penyakit dan cacad (definisi WHO)

Sehat merupakan kondisi yang ideal secara fisik, psikis & sosial, tidak terbatas pada keadaan bebas dari penyakit dan cacad (definisi WHO) 1 Sehat merupakan kondisi yang ideal secara fisik, psikis & sosial, tidak terbatas pada keadaan bebas dari penyakit dan cacad (definisi WHO) Sakit : pola respon yang diberikan oleh organisme hidup thd

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ancaman penyakit yang berkaitan dengan higiene dan sanitasi khususnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ancaman penyakit yang berkaitan dengan higiene dan sanitasi khususnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ancaman penyakit yang berkaitan dengan higiene dan sanitasi khususnya yang berkaitan dengan makanan dan minuman masih menjadi masalah yang paling sering ditemukan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Selatan dan 900/ /tahun di Asia (Soedarmo, et al., 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Selatan dan 900/ /tahun di Asia (Soedarmo, et al., 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia, terutama di negara yang sedang berkembang. Besarnya angka pasti pada kasus demam tifoid di

Lebih terperinci

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2 ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2 Lintang Sekar Langit lintangsekar96@gmail.com Peminatan Kesehatan Lingkungan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang. disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di

BAB I PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang. disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan di indonesia terutama pada anak-anak. Diare harus

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan di indonesia terutama pada anak-anak. Diare harus BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Menurut Depkes RI & DITJEN PPM & PLP (1999) dalam buku Sodikin (2010), sampai saat ini penyakit diare (gastroenteritis) masih menjadi masalah kesehatan di indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi karena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sanitasi Makanan 1. Pengertian Hygiene dan Sanitasi Makanan Makanan adalah salah satu kebutuhan pokok menusia untuk kelangsungan hidup, selain kebutuhan sandang dan perumahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Makanan merupakan salah satu dari tiga unsur kebutuhan pokok manusia,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Makanan merupakan salah satu dari tiga unsur kebutuhan pokok manusia, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan merupakan salah satu dari tiga unsur kebutuhan pokok manusia, selain kebutuhan sandang dan papan. Sandang dan papan menjadi kebutuhan pokok manusia karena

Lebih terperinci

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 8 Anak menderita HIV/Aids. Catatan untuk fasilitator. Ringkasan Kasus:

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 8 Anak menderita HIV/Aids. Catatan untuk fasilitator. Ringkasan Kasus: Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Bab 8 Anak menderita HIV/Aids Catatan untuk fasilitator Ringkasan Kasus: Krishna adalah seorang bayi laki-laki berusia 8 bulan yang dibawa ke Rumah Sakit dari sebuah

Lebih terperinci

SURVEI PENGETAHUAN TENTANG DEMAM TYPOID PADA KELUARGA KLIEN YANG DIRAWAT DI RUMAH SAKIT UMUM HAJI MAKASSAR

SURVEI PENGETAHUAN TENTANG DEMAM TYPOID PADA KELUARGA KLIEN YANG DIRAWAT DI RUMAH SAKIT UMUM HAJI MAKASSAR SURVEI PENGETAHUAN TENTANG DEMAM TYPOID PADA KELUARGA KLIEN YANG DIRAWAT DI RUMAH SAKIT UMUM HAJI MAKASSAR Harliani Poltekkes Kemenkes Makassar ABSTRAK Penelitian ini mengungkapkan gambaran Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Tifoid 1. Pengertian Demam Tifoid Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang terdapat pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhi ditandai dengan

Lebih terperinci

Hepatitis Virus. Oleh. Dedeh Suhartini

Hepatitis Virus. Oleh. Dedeh Suhartini Hepatitis Virus Oleh Dedeh Suhartini Fungsi Hati 1. Pembentukan dan ekskresi empedu. 2. Metabolisme pigmen empedu. 3. Metabolisme protein. 4. Metabolisme lemak. 5. Penyimpanan vitamin dan mineral. 6. Metabolisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar di Indonesia bersifat sporadic endemic dan timbul sepanjang tahun. Kasus

BAB I PENDAHULUAN. besar di Indonesia bersifat sporadic endemic dan timbul sepanjang tahun. Kasus BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Demam typoid abdominalis atau demam typhoid masih merupakan masalah besar di Indonesia bersifat sporadic endemic dan timbul sepanjang tahun. Kasus demam tifoid di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bumbu bawang merah, bawang putih, jahe, garam halus, tapioka, minyak,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bumbu bawang merah, bawang putih, jahe, garam halus, tapioka, minyak, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sosis 1. Pengolahan sosis Bahan dasar sosis adalah daging giling, dan bahan tambahan antara lain bumbu bawang merah, bawang putih, jahe, garam halus, tapioka, minyak, penyedap,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dengan atau tanpa gangguan kesadaran yang disebabkan oleh Salmonella typhi. 14

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dengan atau tanpa gangguan kesadaran yang disebabkan oleh Salmonella typhi. 14 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Tifus abdominalis Tifus abdominalis merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Makanan dan minuman merupakan kebutuhan primer bagi manusia sebagai penghasil energi yang digunakan tubuh dalam melakukan aktivitas demi kelangsungan hidupnya. Ada berbagai jenis

Lebih terperinci

Jika ciprofloxacin tidak sesuai, Anda akan harus minum antibiotik lain untuk menghapuskan kuman meningokokus.

Jika ciprofloxacin tidak sesuai, Anda akan harus minum antibiotik lain untuk menghapuskan kuman meningokokus. CIPROFLOXACIN: suatu antibiotik bagi kontak dari penderita infeksi meningokokus Ciprofloxacin merupakan suatu antibiotik yang adakalanya diberikan kepada orang yang berada dalam kontak dekat dengan seseorang

Lebih terperinci

Mengapa disebut sebagai flu babi?

Mengapa disebut sebagai flu babi? Flu H1N1 Apa itu flu H1N1 (Flu babi)? Flu H1N1 (seringkali disebut dengan flu babi) merupakan virus influenza baru yang menyebabkan sakit pada manusia. Virus ini menyebar dari orang ke orang, diperkirakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebersihan makanan dan minuman sangatlah penting karena berkaitan dengan kondisi tubuh manusia. Apabila makanan dan minuman yang dikonsumsi tidak terjaga kebersihannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyebab mikrobiologi (Cristin Hancock, 2003). Gastroentritis adalah

BAB I PENDAHULUAN. penyebab mikrobiologi (Cristin Hancock, 2003). Gastroentritis adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gastroentritis adalah inflamasi membrane mukosa lambung dan usus halus yang terjadi akibat salah makan, biasanya di sebabkan oleh penyebab mikrobiologi (Cristin Hancock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, yang disebabkan oleh agen infeksius yang dapat menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan F. KEPERAWATAN Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan Kaji TTV, catat perubahan TD (Postural), takikardia, demam. Kaji turgor kulit, pengisian kapiler dan

Lebih terperinci