ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TIFUS ABDOMINALIS DI KOTA SIBOLGA TAHUN 2015

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TIFUS ABDOMINALIS DI KOTA SIBOLGA TAHUN 2015"

Transkripsi

1 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TIFUS ABDOMINALIS DI KOTA SIBOLGA TAHUN 2015 Oleh MANOTAR SINAGA, S.KEP, M.KES. Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (Stikes) Nauli Husada Sibolga PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, yang pada hakekatnya merupakan upaya penyelenggaraan kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pembangunan nasional dapat terlaksana sesuai dengan cita-cita bangsa jika diselenggarakan oleh manusia yang cerdas dan sehat. Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat dipengaruhi oleh tersedianya sumber daya manusia yang sehat, terampil dan ahli, serta memiliki perencanaan kesehatan dan pembiayaan terpadu dengan justifikasi kuat dan logis yang didukung oleh data dan informasi epidemiologi yang valid (Kepmenkes RI Nomor 1116, 2003). Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini mempunyai beban ganda (double burden). Penyakit infeksi masih memerlukan perhatian besar dan sementara itu telah terjadi peningkatan penyakit-penyakit tidak menular. Kemajuan transportasi dan komunikasi, membuat penyakit dapat berpindah dari satu daerah atau negara ke negara lain dalam waktu yang relatif singkat serta tidak mengenal batas wilayah administrasi. Selanjutnya berbagai penyakit baru (New emerging diseases) ditemukan, serta kecenderungan meningkatnya kembali beberapa penyakit yang selama ini sudah berhasil dikendalikan (Re-emerging diseases) (Kepmenkes RI Nomor 1116, 2003). Di Negara Indonesia penyakit Tifus bersifat endemik. Berdasarkan data kasus di rumah sakit besar di Indonesia, penyakit Tifus menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun dengan rata-rata kesakitan 500/ penduduk dengan Case Fatality Rate (CFR) antara 0,6-5% atau 3-25/ (Kepmenkes RI No. 364, 2006). Pasien Tifus

2 sanagt dianjurkan dirawat di rumah sakit karena penyakit ini relatif mudah menular kepada anggota keluarga lain (Tambayong, 2000). Tifus banyak ditemukan dalam kehidupan masyarakat Indonesia, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Penyakit Tifus sangat erat kaitannya dengan kualitas higiene pribadi (higiene perorangan dan higiene perjamah makanan yang rendah) dan sanitasi lingkungan (lingkungan yang kumuh, kebersihan tempat-tempat umum yang kurang) serta perilaku masyarakat yang tidak mendukung untuk hidup sehat (Kepmenkes RI No. 364, 2006). Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI (2009) bahwa dari hasil Riset Kesehatan Daerah Sumatera Utara tahun 2007 dalam 12 bulan terakhir, Tifus dapat dideteksi di Provinsi Sumatera Utara dengan prevalensi 900/ , dan tersebar di seluruh kabupaten/kota dengan rentang 200/ / Prevalensi Tifus tertinggi dilaporkan di Kabupaten Nias Selatan (3.300/ ). Prevalensi Tifus di Kota Sibolga dilaporkan adalah 600/ Kota Sibolga, merupakan salah satu Kota di Provinsi Sumatera Utara terdiri dari 4 Kecamatan, memiliki luas wilayah 10,77 km 2 dengan jumlah penduduk orang dan tingkat kepadatan orang/km 2 (BPS Kota Sibolga, 2013). Data surveilens terpadu penyakit berbasis rumah sakit sentinel di RSUD Dr. Ferdinand Lumbantobing Sibolga Tahun 2014, menunjukkan bahwa untuk kasus rawat inap, jumlah kasus tifus perut klinis sebanyak 149 kasus dan tifus perut widal/kultur sebanyak 193 kasus. Sementara itu, untuk kasus rawat jalan diperoleh jumlah kasus tifus perut klinis sebanyak 61 kasus dan tifus perut widal/kultur sebanyak 148 kasus (Rekam Medik RSUD Dr. Ferdinand Lumbantobing Sibolga Tahun 2014). Sebagai upaya pencegahan penyakit Tifus di Kota Sibolga, maka perlu diketahui faktorfaktor yang paling signifikan mempengaruhi terjadinya penyakit tifus abdominalis tersebut sehingga diketahui rencana upaya yang paling efektif untuk mencegah penyakit tersebut. Penelitian epidemiologi dapat dilakukan untuk menjawab frekuensi, distribusi dan determinan penyakit tifus abdominalis secara deskriptif dan analitik. Untuk itulah maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang faktor-faktor apakah yang paling signifikan mempengaruhi kejadian Tifus di Kota Sibolga Provinsi Sumatera Utara.

3 2. Permasalahan Permasalahan sebagai berikut : Faktor-faktor apakah yang paling signifikan berhubungan dengan kejadian Tifus di Kota Sibolga Provinsi Sumatera Utara?. 3. Tujuan Penelitian Untuk menganalisa faktorfaktor yang paling signifikan berhubungan dengan kejadian tifus abdominalis di Kota Sibolga Provinsi Sumatera Utara. 4. Manfaat Penelitian Bagi Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit Umum Daerah Dr. F.L. Tobing Sibolga dapat dijadikan sebagai data dasar kasus Tifus di Kota Sibolga dan sebagai masukan dalam pencegahan penyakit Tifus di Kota Sibolga. 5. Hipotesis Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah hipotesa alternatif (Ha), yaitu : 1. Ada hubungan yang signifikan mencuci tangan terhadap kejadian Tifus 2. Ada hubungan yang signifikan higiene makanan dan minuman terhadap kejadian Tifus 3. Ada hubungan yang signifikan penyediaan air bersih terhadap kejadian Tifus 4. Ada hubungan yang signifikan penyediaan jamban kelurga terhadap kejadian Tifus 5. Ada hubungan yang signifikan sarana pembuangan air limbah terhadap kejadian Tifus 6. Ada hubungan yang signifikan sarana pembuangan sampah/tempat sampah terhadap kejadian Tifus 7. Ada hubungan yang signifikan kebiasaan makan di luar terhadap kejadian Tifus TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Epidemiologi Tifus Definisi epidemiologi dapat diartikan sesuai dengan komponen kata yang menyusun istilahnya yaitu epi yang artinya atas, demos artinya penduduk dan logos artinya ilmu. Dengan demikian epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang menimpa/terjadi pada penduduk (Lapau, 2013). 2. Basil Salmonella dan Reservoir Mikoorganisme penyebab Tifus adalah bakteri Salmonella Typhi dari genus Salmonella.

4 3. Gambaran Epidemiologis Tifus Di Indonesia, Kasus Tifus di rumah sakit besar di Indonesia, menunjukkan angka kesakitan cenderung meningkat setiap tahun dengan rata-rata 500/ penduduk. Case Fatality Rate (CFR) diperkirakan sekitar / sebagai akibat dari keterlambatan mendapat pengobatan serta tingginya biaya pengobatan. 4. Cara Penularan Tifus dan Faktor-Faktor yang Berperan Bakteri Salmonella Typhi Salmonella menular ke manusia melalui makanan dan minuman. Makanan dan minuman yang dikonsumsi manusia dapat tercemar oleh komponen feses atau urin dari pengidap Tifus 5. Pengertian Tifus Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi bakteri hebat yang terjadi di selaput lendir usus dan jika tidak diobati secara progresif menyerang jaringan di seluruh tubuh. 6. Etiologi Tifus Etiologi Tifus adalah bakteri Salmonella. Bakteri Salmonella adalah bakteri gram negatif, tidak berkapsul, mempunyai flagella dan tidak membentuk spora. Bakteri Salmonella Tpypi mempunyai 3 antigen penting untuk pemeriksaan laboratorium, yaitu Antigen O (Somatik), antigen H (flagella) dan antigen K (selaput) (Kunoli, 2013). 7. Patofisiologi Tifus Penularan penyakit Tifus terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi urin/feces dari penderita tifus akut dan dari para pembawa kuman/carrier. Penularan penyakit Tifus terjadi melalui Finger, Files, Fomites, dan Fluids (Empat F) ke makanan, minuman, buah dan sayuran yang sering dimakan tanpa dicuci/dimasak (Kunoli, 2013). 8. Gejala Klinik Tifus Kumpulan gejala-gejala klinis Tifus disebut dengan sindrom Tifus Beberapa gejala klinis yang sering pada Tifus diantaranya adalah (Kepmenkes RI No. 364, 2006) : a. Demam b. Gangguan saluran pencernaan c. Gangguan kesadaran d. Hepatosplenomegali e. Bradikardia relatif dan gejala lain 9. Penularan Tifus Penularan penyakit Tifus terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi

5 oleh tinja dan urine dari penderita atau carrier. Lalat dapat juga berperan sebagai perantara penularan memindahkan mikroogranisme dari tinja ke makanan. Di dalam makanan, mikroorganisme berkembang biak memperbanyak diri mencapai dosis infektif, dimana dosisnya lebih rendah pada Tifus dibandingkan dengan Paratifoid (Kunoli, 2013). 10. Masa Inkubasi Masa inkubasi tergantung pada besarnya jumlah bakteri yang menginfeksi ; masa inkubasi berlangsung dari 3 hari sampai dengan 1 bulan dengan rata-rata 8-14 hari. Untuk Gastroenteris yang disebabkan oleh Paratifoid masa inkubasi berkisar antara 1-10 hari (Kunoli, 2013). 11. Komplikasi Tifus Komplikasi Tifus sering timbul pada minggu ke 2 atau lebih, mulai dari komplikasi ringan sampai berat bahkan kematian. Beberapa komplikasi Tifus yang sering terjadi diantaranya (Kepmenkes RI No. 364, 2006) : a. Tifoid Toksik (Tifoid Enselofapati) b. Syok Septik 12. Gambaran Laboratorium Tifus Pemeriksaan laboratorium yang digunakan untuk pasien Tifus adalah (Kepmenkes RI No. 364, 2006) : a. Gambaran darah tepi b. Pemeriksaan bakteriologis 13. Pengobatan Tifus Pengobatan Tifus dilakukan dengan prinsip triologi penatalaksanaan (Widoyono, 2011) yaitu : 1. Pemberian antibiotik 2. Istirahat dan perawatan 3. Terapi penunjang 14. Pencegahan dan Pemberantasan Tifus 1. Pencegahan a. Penyuluhan kepada masyarakat. b. Pembuangan kotoran pada jamban yang baik dan yang tidak terjangkau oleh lalat. c. Sumber air perlu dilindungi dari zat yang bias mengkontaminasi. d. Pemberantasan lalat dengan menghilangkan tempat berkembangbiaknya dengan sistem pengumpulan dan pembuangan sampah yang baik (Kunoli, 2013). Secara lebih detail, strategi pencegahan Tifus

6 mencakup hal-hal berikut (Widoyono, 2011) : a. Penyediaan sumber air minum yang baik b. Penyediaan jamban yang sehat c. Sosialisasi budaya cuci tangan d. Sosialisasi budaya merebus air sampai mendidih sebelum diminum e. Pembersihan lalat f. Pengawasan kepada para penjual makanan dan minuman g. Sosialisasi pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada ibu menyusui h. Imunisasi Jenis vaksinasi yang tersedia adalah : a. Vaksin parenteral utuh b. Vaksin oral Ty21a c. Vaksin parenteral polisakarida 2. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya 3. Penanggulangan wabah 2. Landasan Teori Faktor Pejamu (Host = Tuan Rumah) Pejamu adalah manusia atau mahluk hidup lainnya, termasuk burung dan arthropoda, yang menjadi tempat terjadi proses alamiah perkembangan penyakit. Faktor Agen Agen (faktor penyebab) adalah suatu unsur, organisme hidup atau kuman infektif yang dapat menyebabkan terjadinya suatu penyakit. Faktor lingkungan Lingkungan adalah semua faktor luar dari suatu individu yang dapat berupa lingkungan fisik, biologis dan sosial Kerangka Konsep Kerangka konsep penelitian ini menggambarkan faktor-faktor yang diduga berhubungan terhadap kejadian Tifus di Kota Sibolga (Gambar 2.2) METODE PENELITIAN 3. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang akan digunakan adalah studi analitik dengan desain studi case control dengan memilih kasus yang menderita Tifus dan kontrol yang tidak menderita Tifus Dalam penelitian ini dilihat paparan yang dialami subjek pada waktu yang lalu (retrospektif) dengan menggunakan instrumen berupa kuesioner penelitian, lembar observasi, dan data rekam medik RSUD. Dr. Ferdinan Lumbantobing Sibolga tahun Lokasi Penelitian Penelitian akan dilakukan di Kota Sibolga. Pengambilan kasus Tifus dari RSUD. Dr. Ferdinan Lumbantobing Sibolga.

7 2. Populasi dan sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini dibagi dalam dua (2) kelompok, yaitu : 1. Populasi Kasus Populasi kasus adalah seluruh pasien Tifus telah didiagnosis dokter di RSUD. Dr. Ferdinan Lumbantobing Sibolga. 2. Populasi Kontrol Populasi kontrol adalah seluruh tetangga pasien terdekat yang tidak pernah didiagnosis tifus 2. Sampel a. sampel Maka berdasarkan hasil perhitungan di atas didapatkan jumlah sampel minimal kasus = 88 penderita Tifus dan kontrol 88 orang yang tidak menderita Tifus Dengan demikian jumlah sampel sebanyak 176 orang. b. Cara pengambilan sampel Pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling. Sampel diambil berdasarkan kriteria didiagnosis Tifus di RSUD. Dr. Ferdinan Lumbantobing Sibolga mulai bulan Desember 2015-Januari Metode pengumpulan data 1. Sumber data 1. Data primer adalah data yang diperoleh melalui wawancara langsung dan observasi oleh penulis kepada responden (kelompok kasus dan kontrol) dengan menggunakan kuesioner penelitian dan lembar observasi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian Tifus 2. Data sekunder diambil dari data rekam medik penderita Tifus di RSUD. Dr. Ferdinan Lumbantobing Sibolga Tahun Pengolahan data Data yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah dengan tahapan sebagai berikut : a. Editing (pemeriksaan data) b. Coding (pemberian kode) c. Entry (pemasukan data ke komputer) d. Cleaning data HASIL PENELITIAN 1. Karakteristik Responden Karakteristik responden pada penelitian ini terdiri dari umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir dan pekerjaan.

8 2. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen yaitu faktor determinan (mencuci tangan, higiene makanan dan minuman, penyediaan air bersih, penyediaan jamban keluarga, sarana pembuangan air limbah, sarana pembuangan sampah/tempat sampah, dan kebiasaan makan diluar rumah) dengan variabel terikat (kejadian Tifus Adbominalis). Uji statistik yang dilakukan pada analisis bivariat ini adalah uji Chi Square dengan derajat kepercayaan 95% (α = 0,05). Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa responden yang mencuci tangan dengan baik lebih banyak pada kelompok kontrol (39,2%) dibandingkan dengan pada kelompok kasus (23,9%). Sedangkan responden yang mencuci tangan dengan buruk lebih banyak pada kelompok kasus (26,1%) dibandingkan dengan kelompok kontrol (10,8%). Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai p=0,000 < 0,05, artinya ada hubungan antara variabel mencuci tangan dengan kejadian Tifus Responden yang memiliki higiene makanan dan minuman yang baik lebih banyak pada kelompok kontrol (36,9%) dibandingkan dengan pada kelompok kasus (25,6%). Sedangkan responden yang memiliki higiene makanan dan minuman yang buruk lebih banyak pada kelompok kasus (24,4%) dibandingkan dengan kelompok kontrol (13,1%). Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai p=0,002 < 0,05, artinya ada hubungan antara variabel higiene makanan dan minuman dengan kejadian Tifus Responden yang memiliki penyediaan air bersih yang baik lebih banyak pada kelompok kontrol (43,2%) dibandingkan dengan pada kelompok kasus (25,6%). Sedangkan responden yang memiliki penyediaan air bersih yang buruk lebih banyak pada kelompok kasus (24,4%) dibandingkan dengan kelompok kontrol (6,8%). Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai p=0,000 < 0,05, artinya ada hubungan antara variabel penyediaan air bersih dengan kejadian Tifus Responden yang memiliki penyediaan jamban keluarga yang baik lebih banyak pada kelompok kontrol (46,6%) dibandingkan dengan pada kelompok kasus (39,8%). Sedangkan responden yang memiliki penyediaan jamban keluarga yang buruk lebih banyak pada kelompok kasus (10,2%) dibandingkan dengan kelompok kontrol (3,4%). Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai p=0,008 < 0,05, artinya ada hubungan antara variabel penyediaan jamban keluarga dengan kejadian Tifus

9 Responden yang memiliki sarana pembuangan air limbah yang baik lebih banyak pada kelompok kontrol (43,8%) dibandingkan dengan pada kelompok kasus (36,4%). Sedangkan responden yang memiliki sarana pembuangan air limbah yang buruk lebih banyak pada kelompok kasus (13,6%) dibandingkan dengan kelompok kontrol (6,3%). Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai p=0,014 < 0,05, artinya ada hubungan antara variabel sarana pembuangan air limbah dengan kejadian Tifus Responden yang memiliki sarana pembuangan sampah yang baik lebih banyak pada kelompok kontrol (39,8%) dibandingkan dengan pada kelompok kasus (23,9%). Sedangkan responden yang memiliki sarana pembuangan sampah yang buruk lebih banyak pada kelompok kasus (26,1%) dibandingkan dengan kelompok kontrol (10,2%). Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai p=0,000 < 0,05, artinya ada hubungan antara variabel sarana pembuangan sampah dengan kejadian Tifus Responden yang tidak memiliki kebiasaan makan diluar rumah lebih banyak pada kelompok kontrol (39,8%) dibandingkan dengan pada kelompok kasus (28,4%). Sedangkan responden yang memiliki kebiasaan makan diluar rumah lebih banyak pada kelompok kasus (21,6%) dibandingkan dengan kelompok kontrol (10,2%). Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai p=0,001 < 0,05, artinya ada hubungan antara variabel kebiasaan makan diluar rumah dengan kejadian Tifus PEMBAHASAN 1. Hubungan mencuci tangan terhadap kejadian Tifus Adbominalis Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pada kelompok kasus lebih banyak responden yang mencuci tangan dengan buruk yaitu sebanyak 46 responden (32,5%) dan pada kelompok kontrol lebih banyak responden yang mencuci tangan dengan baik sebanyak 69 orang (39,2%). Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa responden yang mencuci tangan dengan baik lebih banyak pada kelompok kontrol (39,2%) dibandingkan dengan pada kelompok kasus (23,9%). Sedangkan responden yang mencuci tangan dengan buruk lebih banyak pada kelompok kasus (26,1%) dibandingkan dengan kelompok kontrol (10,8%). Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai p=0,000 < 0,05, artinya ada hubungan antara variabel mencuci tangan dengan kejadian Tifus

10 2. Hubungan higiene makanan dan minuman terhadap kejadian Tifus Adbominalis Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Pada kelompok kasus lebih banyak responden memiliki higiene makanan dan minuman yang baik yaitu sebanyak 45 responden (25,6%) dan pada kelompok kontrol lebih banyak responden yang memiliki higiene makanan dan minuman yang baik yaitu sebanyak 65 responden (36,9%). Responden yang memiliki higiene makanan dan minuman yang baik lebih banyak pada kelompok kontrol (36,9%) dibandingkan dengan pada kelompok kasus (25,6%). Sedangkan responden yang memiliki higiene makanan dan minuman yang buruk lebih banyak pada kelompok kasus (24,4%) dibandingkan dengan kelompok kontrol (13,1%). Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai p=0,002 < 0,05, artinya ada hubungan antara variabel higiene makanan dan minuman dengan kejadian Tifus 3. Hubungan penyediaan air bersih terhadap kejadian Tifus Adbominalis Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Pada kelompok kasus lebih banyak responden memiliki penyediaan air bersih yang baik yaitu sebanyak 45 responden (25,6%) dan pada kelompok kontrol lebih banyak responden yang memiliki penyediaan air bersih yang buruk yaitu sebanyak 76 responden (43,2%). Responden yang memiliki penyediaan air bersih yang baik lebih banyak pada kelompok kontrol (43,2%) dibandingkan dengan pada kelompok kasus (25,6%). Sedangkan responden yang memiliki penyediaan air bersih yang buruk lebih banyak pada kelompok kasus (24,4%) dibandingkan dengan kelompok kontrol (6,8%). Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai p=0,000 < 0,05, artinya ada hubungan antara variabel penyediaan air bersih dengan kejadian Tifus 4. Hubungan penyediaan jamban keluarga terhadap kejadian Tifus Adbominalis Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Pada kelompok kasus lebih banyak responden memiliki penyediaan jamban keluarga yang baik yaitu sebanyak 70 responden (39,8%) dan pada kelompok kontrol lebih banyak responden yang memiliki penyediaan jamban keluarga yang baik yaitu sebanyak 82 responden (46,4%). Responden yang memiliki penyediaan jamban keluarga yang baik lebih banyak pada kelompok kontrol (46,6%) dibandingkan dengan pada

11 kelompok kasus (39,8%). Sedangkan responden yang memiliki penyediaan jamban keluarga yang buruk lebih banyak pada kelompok kasus (10,2%) dibandingkan dengan kelompok kontrol (3,4%). Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai p=0,008 < 0,05, artinya ada hubungan antara variabel penyediaan jamban keluarga dengan kejadian Tifus 5. Hubungan sarana pembuangan air limbah terhadap kejadian Tifus Adbominalis Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Pada kelompok kasus lebih banyak responden memiliki sarana pembuangan air limbah yang baik yaitu sebanyak 64 responden (36,4%) dan pada kelompok kontrol lebih banyak responden yang memiliki sarana pembuangan air limbah yang baik yaitu sebanyak 77 responden (70,5%). Responden yang memiliki sarana pembuangan air limbah yang baik lebih banyak pada kelompok kontrol (43,8%) dibandingkan dengan pada kelompok kasus (36,4%). Sedangkan responden yang memiliki sarana pembuangan air limbah yang buruk lebih banyak pada kelompok kasus (13,6%) dibandingkan dengan kelompok kontrol (6,3%). Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai p=0,014 < 0,05, artinya ada pengaruh antara variabel sarana pembuangan air limbah dengan kejadian Tifus 6. Hubungan sarana pembuangan sampah/tempat sampah terhadap kejadian Tifus Adbominalis Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Pada kelompok kasus lebih banyak responden memiliki sarana pembuangan sampah yang baik yaitu sebanyak 42 responden (23,9%) dan pada kelompok kontrol lebih banyak responden yang memiliki sarana pembuangan sampah yang baik yaitu sebanyak 70 responden (39,8%). Responden yang memiliki sarana pembuangan sampah yang baik lebih banyak pada kelompok kontrol (39,8%) dibandingkan dengan pada kelompok kasus (23,9%). Sedangkan responden yang memiliki sarana pembuangan sampah yang buruk lebih banyak pada kelompok kasus (26,1%) dibandingkan dengan kelompok kontrol (10,2%). Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai p=0,000 < 0,05, artinya ada hubungan antara variabel sarana pembuangan sampah dengan kejadian Tifus

12 7. Hubungan kebiasaan makan diluar rumah terhadap kejadian Tifus Adbominalis Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pada kelompok kasus lebih banyak responden yang tidak memiliki kebiasaan makan di luar rumah yaitu sebanyak 50 responden (23,9%) dan pada kelompok kontrol lebih banyak responden yang memiliki kebiasaan makan di luar rumah yaitu sebanyak 70 responden (39,8%). KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan 1. Ada hubungan antara mencuci tangan dengan kejadian tifus abdominalis di Kota Sibolga. 2. Ada hubungan antara higiene makanan dan minuman dengan kejadian tifus abdominalis di Kota Sibolga. 3. Ada hubungan antara penyediaan air bersih dengan kejadian tifus abdominalis di Kota Sibolga. 4. Ada hubungan antara penyediaan jamban keluarga dengan kejadian tifus abdominalis di Kota Sibolga. 5. Ada hubungan antara sarana pembuangan limbah keluarga dengan kejadian tifus abdominalis di Kota Sibolga. 6. Ada hubungan antara sarana pembuangan sampah (tempat sampah) dengan kejadian tifus abdominalis di Kota Sibolga. 7. Ada hubungan antara kebiasaan makan diluar rumah dengan kejadian tifus abdominalis di Kota Sibolga. 2. Saran 1.Bagi Responden Responden hendakanya tetap memperhatikan mencuci tangan, higiene makanan dan minuman, penyediaan air bersih, penyediaan jamban keluarga, sarana pembuangan air limbah, sarana pembuangan sampah/tempat sampah, dan kebiasaan makan diluar rumah agar terhindar dari penyakit tifus abdominalis. 2.Bagi RSUD Dr. Ferdinand Lumbantobing dan RS Metta Medika Sibolga Pihak rumah sakit hendakanya lebih lagi meningkatkan pelayanan tatalaksana pengobatan dan juga perawatan pasien dengan penyakit tifus abdominalis. 3.Bagi Penelitian Selanjutnya Diharapkan perlunya melakukan penelitian lanjutan mengenai faktor yang mempengaruhi kejadian tifus abdominalis melalui metode penelitian lain, seperti penelitian kualitatif.

13 DAFTAR PUSTAKA Achmadi, U. F. Dasar-Dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. Jakarta : Rajawali Pers. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI Laporan Hasil Riset Kesehatan Daerah Sumatera Utara Tahun Diakses dari terbitan.litbang.depkes.go.id Bustan, N Pengantar Epidemiologi. Jakarta : PT. Rineka Cipta Depkes RI Ditjen PPM dan PL Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat. Djauli, S Raih Kembali Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas Herawati, M. H dan Ghani, L Hubungan Faktor Determinan Dengan Kejadian Tifoid di Indonesia Tahun 2007 (Association of Determinant Factors with Prevalence of Typhoid in Indonesia). Artikel Media Penelitian dan Pengembang. Kesehatan. Volume XIX Nomor 4 Tahun Puslitbang Biomedis dan Farmasi. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Rumah Tangga Melalui Tim Penggerak PKK. Kepmenkes RI Nomor 364, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 364 /Menkes/SK/V/2006 Tentang Pedoman Pengendalian Demam Tifoid. Kepmenkes RI Nomor 1116, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1116/Menkes/SK/VIII/2003 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan. Kepmenkes RI Nomor 1479, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1479/Menkes/SK/X/2003 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular Dan Penyakit Tidak Menular Terpadu. Kunoli, F. J Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular Untuk Mahasiswa Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Trans Info Media. Lapau, B Prinsip dan Metode Epidemiologi. Jakarta : Badan Penerbit FKUI Kemenkes RI Panduan Pembinaan dan Penilaian

14 Noor, N. N Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta : Penerbit Rineka Cipta. Ochiai, R Leon., dkk A Study Typhoid Fever In Five Asian Countries : Disease Burden And Implications For Controls. Bulletin of the World Health Organization. Rakhman, A., Humardewayanti, R., Pramono, D Faktor- Faktor Resiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Demam Tifoid Pada Orang Dewasa. Berita Kodokteran Masyarakat Vol. 25. No 4. Simanjuntak, C H Masalah Demam Tifoid di Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran No.60. Tambayong, J Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC Raflizar dan Herawati, M. H Hubungan faktor determinan kejadian tifoid di Pulau Jawa. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol.9 No.4 Desember 2010 : Saraswati, N. A., AR Junaidi., dan Ulfa, M. Karakteristik Tersangka Demam Tifoid Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Periode Tahun Jurnal Syifa MEDIKA, Vol. 3 (No.1), September Sastroasmoro, S., Ismael, S. Dasar- Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta : Sagung Seto. Slamet, J. S Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta : Gadjah mada University Press.

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pembangunan nasional dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pembangunan nasional dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, yang pada hakekatnya merupakan upaya penyelenggaraan kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Demam tifoid adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella typhi dan paratyphiditandai dengan keluhan dan gejala penyakit yang tidak khas, berupa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesadaran (Rampengan, 2007). Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella

BAB 1 PENDAHULUAN. kesadaran (Rampengan, 2007). Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid atau tifus abdominalis banyak ditemukan dalam kehidupan masyarakat kita, baik diperkotaan maupun di pedesaan. Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian demam tifoid (Ma rufi, 2015). Demam Tifoid atau

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian demam tifoid (Ma rufi, 2015). Demam Tifoid atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan merupakan masalah yang sangat kompleks, yang saling berkaitan dengan masalah lain diluar kesehatan itu sendiri. Demikian pula untuk mengatasi masalah

Lebih terperinci

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2 ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2 Lintang Sekar Langit lintangsekar96@gmail.com Peminatan Kesehatan Lingkungan,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menyusun istilahnya yaitu epi yang artinya atas, demos artinya penduduk dan logos

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menyusun istilahnya yaitu epi yang artinya atas, demos artinya penduduk dan logos BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Epidemiologi Tifus Abdominalis Definisi epidemiologi dapat diartikan sesuai dengan komponen kata yang menyusun istilahnya yaitu epi yang artinya atas, demos artinya penduduk

Lebih terperinci

PERILAKU IBU DALAM MENGASUH BALITA DENGAN KEJADIAN DIARE

PERILAKU IBU DALAM MENGASUH BALITA DENGAN KEJADIAN DIARE PENELITIAN PERILAKU IBU DALAM MENGASUH BALITA DENGAN KEJADIAN DIARE Andreas A.N*, Titi Astuti**, Siti Fatonah** Diare adalah frekuensi dan likuiditas buang air besar (BAB) yang abnormal, ditandai dengan

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG. JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 922-933 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KESEMBUHAN PASIEN PENDERITA DEMAM TYPHOID DI RUANG PERAWATAN INTERNA RSUD KOTA MAKASSAR

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KESEMBUHAN PASIEN PENDERITA DEMAM TYPHOID DI RUANG PERAWATAN INTERNA RSUD KOTA MAKASSAR FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KESEMBUHAN PASIEN PENDERITA DEMAM TYPHOID DI RUANG PERAWATAN INTERNA RSUD KOTA MAKASSAR Siti Nasrah 1, Andi Intang 2, Burhanuddin Bahar 3 1 STIKES Nani Hasanuddin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian penyakit Tifoid (Thypus) di masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian penyakit Tifoid (Thypus) di masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan merupakan masalah yang sangat kompleks, yang saling berkaitan dengan masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Demikian pula untuk mengatasi masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak saja di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Selain virus sebagai penyebabnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN ). Penyakit Typhoid Abdominalis juga merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN ). Penyakit Typhoid Abdominalis juga merupakan masalah kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Typhoid Abdominalis merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella Typhi yang ditandai dengan gangguan pada sistem pencernaan dan terkadang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menular yang banyak menyebabkan kematian. Masalah tersebut menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. menular yang banyak menyebabkan kematian. Masalah tersebut menjadi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejarah epidemiologi bermula dengan penanganan masalah penyakit menular yang banyak menyebabkan kematian. Masalah tersebut menjadi permasalahan kesehatan baik dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rendah, cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka

BAB I PENDAHULUAN. rendah, cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan rendah, cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka kejadian tinggi pada daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella sp. Demam tifoid merupakan masalah yang serius di negara berkembang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Visi pembangunan kesehatan yaitu hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat diantaranya memiliki kemampuan hidup sehat, memiliki kemampuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit diare hingga saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia, dimana setiap tahunnya kejadian kasus diare sekitar 4 miliar, dengan jumlah kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada bayi dan balita. United Nations Children's Fund (UNICEF) dan

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada bayi dan balita. United Nations Children's Fund (UNICEF) dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diare hingga menjadi salah satu penyebab timbulnya kesakitan dan kematian yang terjadi hampir di seluruh dunia serta pada semua kelompok usia dapat diserang oleh diare,

Lebih terperinci

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DIDUGA AKIBAT INFEKSI DI DESA GONDOSULI KECAMATAN BULU KABUPATEN TEMANGGUNG

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DIDUGA AKIBAT INFEKSI DI DESA GONDOSULI KECAMATAN BULU KABUPATEN TEMANGGUNG Volume, Nomor, Tahun 0, Halaman 535-54 Online di http://ejournals.undip.ac.id/index.php/jkm HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DIDUGA AKIBAT INFEKSI DI DESA GONDOSULI KECAMATAN BULU KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Tahun 2006, World Health Organization melaporkan lebih dari seperempat

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Tahun 2006, World Health Organization melaporkan lebih dari seperempat BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Antibiotika merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan di dunia. Tahun 2006, World Health Organization melaporkan lebih dari seperempat anggaran Rumah Sakit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. besar di Indonesia, kasus tersangka tifoid menunjukkan kecenderungan

I. PENDAHULUAN. besar di Indonesia, kasus tersangka tifoid menunjukkan kecenderungan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan salah satu penyakit yang masih mengancam kesehatan masyarakat di Indonesia. Di Indonesia, penyakit ini bersifat endemik dan merupakan masalah kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada iklim, tetapi lebih banyak di jumpai pada negara-negara berkembang di

BAB I PENDAHULUAN. pada iklim, tetapi lebih banyak di jumpai pada negara-negara berkembang di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Typus Abdominalis masih merupakan penyakit endemik di Indonesia. Penyakit ini termasuk penyakit menular yang dapat menular pada siapa saja dan menyerang banyak orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber penularan penyakit demam typhoid adalah penderita yang aktif,

BAB I PENDAHULUAN. Sumber penularan penyakit demam typhoid adalah penderita yang aktif, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam typhoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan rendah, cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka kejadian tinggi pada daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. WHO memperkirakan jumlah kasus demam thypoid di seluruh dunia

BAB I PENDAHULUAN. WHO memperkirakan jumlah kasus demam thypoid di seluruh dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang WHO memperkirakan jumlah kasus demam thypoid di seluruh dunia mencapai 17 juta jiwa per tahun, angka kematian akibat demam typhoid mencapai 600.000 dan 70% nya terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella Typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella Typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Typhoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella Typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi dan Salmonella para thypi. Demam

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi dan Salmonella para thypi. Demam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam thypoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi dan Salmonella para thypi. Demam thypoid biasanya mengenai saluran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan beban global. terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah diare.

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan beban global. terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah diare. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak umur bawah lima tahun (balita) merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit, terutama penyakit infeksi (Notoatmodjo, 2011). Gangguan kesehatan

Lebih terperinci

PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM TIFOID PADA MAHASISWA PREVENTION BEHAVIOR IN STUDENTS TYHPOID FEVER

PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM TIFOID PADA MAHASISWA PREVENTION BEHAVIOR IN STUDENTS TYHPOID FEVER PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM TIFOID PADA MAHASISWA PREVENTION BEHAVIOR IN STUDENTS TYHPOID FEVER Syilvie De Nanda 1 ; Maulina 2 1 Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Penyakit menular masih merupakan salah satu masalah kesehatan utama dinegara berkembang. Salah satu penyakit menular tersebut adalah demam tifoid. Penyakit ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Demam Typhoid (typhoid fever) merupakan salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Demam Typhoid (typhoid fever) merupakan salah satu penyakit BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Demam Typhoid (typhoid fever) merupakan salah satu penyakit menular yang erat hubungannya dengan lingkungan, terutama lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. Tujuan Surveilans Epidemiologi 2 Tujuan surveilans epidemiologi yaitu:

BAB II PEMBAHASAN. Tujuan Surveilans Epidemiologi 2 Tujuan surveilans epidemiologi yaitu: BAB I PENDAHULUAN Surveilans epidemiologi adalah pengumpulan dan pengamatan secara sistematik berkesinambungan, analisa dan interpretasi data kesehatan dalam proses menjelaskan dan memonitoring kesehatan

Lebih terperinci

STUDI KASUS KEJADIAN DIARE PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAYANAN TAHUN 2015

STUDI KASUS KEJADIAN DIARE PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAYANAN TAHUN 2015 STUDI KASUS KEJADIAN DIARE PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAYANAN TAHUN 2015 Mahmudah FKM Uniska, Banjarmasin, Kalimantan Selatan E-mail: mahmudah936@gmail.com Abstrak Latar belakang: Diare

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid (enteric fever) merupakan penyakit infeksi akut pada saluran cerna yang disebabkan oleh bakteri gram negatif Salmonella enterica serotipe Typhi. Bila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu program pemberantasan penyakit menular, salah satunya adalah program

BAB I PENDAHULUAN. yaitu program pemberantasan penyakit menular, salah satunya adalah program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hak bagi setiap warga Negara Indonesia, termasuk anak-anak. Setiap orang tua mengharapkan anaknya tumbuh dan berkembang secara sehat dan

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENGETAHUAN MAHASISWA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN TENTANG PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM TIFOID

PERBEDAAN PENGETAHUAN MAHASISWA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN TENTANG PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM TIFOID ISSN : 2087-2879, e-issn : 2580-2445 PERBEDAAN PENGETAHUAN MAHASISWA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN TENTANG PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM TIFOID The Difference of the Knowledge between Male and Female Students on

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Demam typhoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut pada usus halus yang disebabkan oleh Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi) (Kidgell

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang menyerang seperti typhoid fever. Typhoid fever ( typhus abdominalis, enteric fever ) adalah infeksi

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang menyerang seperti typhoid fever. Typhoid fever ( typhus abdominalis, enteric fever ) adalah infeksi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kesehatan merupakan suatu hal yang paling penting. Dengan hidup sehat kita dapat melakukan segala hal, sehat tidak hanya sehat jasmani saja namun juga sehat

Lebih terperinci

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEBERADAAN BAKTERI Escherichia coli PADA JAJANAN ES BUAH YANG DIJUAL DI SEKITAR PUSAT KOTA TEMANGGUNG

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEBERADAAN BAKTERI Escherichia coli PADA JAJANAN ES BUAH YANG DIJUAL DI SEKITAR PUSAT KOTA TEMANGGUNG Volume 1, Nomor 2, Tahun 212, Halaman 147-153 FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEBERADAAN BAKTERI Escherichia coli PADA JAJANAN ES BUAH YANG DIJUAL DI SEKITAR PUSAT KOTA TEMANGGUNG * ) Alumnus FKM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal sangat ditentukan oleh tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal sangat ditentukan oleh tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat yang optimal sangat ditentukan oleh tingkat kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan berperilaku sehat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menurunkan tingkat kesadaran (Rahmatillah et al., 2015). Demam tifoid

BAB I PENDAHULUAN. dapat menurunkan tingkat kesadaran (Rahmatillah et al., 2015). Demam tifoid BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit demam tifoid merupakan infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam lebih dari satu minggu, mengakibatkan gangguan pencernaan dan dapat menurunkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Demam tifoid adalah salah satu infeksi yang terjadi di usus halus dan banyak terjadi di negara yang beriklim tropis. persamaan demam tifoid masyarakat umum biasa menyebutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia. 11 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah kesehatan adalah masalah kompleks yang merupakan hasil dari berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia. Datangnya penyakit

Lebih terperinci

Promotif, Vol.2 No.2 April 2013 Hal

Promotif, Vol.2 No.2 April 2013 Hal HUBUNGAN PENYAJIAN MAKANAN TERHADAP TINGKAT KEPUASAN PASIEN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ANUNTALOKO PARIGI KABUPATEN PARIGI MOUTONG 1) Megawati 1) Bagian Gizi FKM Unismuh Palu ABSTRAK Pembangunan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya

Lebih terperinci

Kata Kunci : Diare, Anak Balita, Penyediaan Air Bersih, Jamban Keluarga

Kata Kunci : Diare, Anak Balita, Penyediaan Air Bersih, Jamban Keluarga HUBUNGAN SARANA PENYEDIAAN AIR BERSIH DAN JENIS JAMBAN KELUARGA DENGAN KEJADIAN DIARE PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PILOLODAA KECAMATAN KOTA BARAT KOTA GORONTALO TAHUN 2012 Septian Bumulo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia demam tifoid sering disebut dengan penyakit tifus. Penyakit ini biasa dijumpai di daerah sub tropis terutama di daerah dengan sumber mata air yang tidak

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DI MASYARAKAT DESA MARANNU KECAMATAN PITUMPANUA KABUPATEN WAJO YURIKA

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DI MASYARAKAT DESA MARANNU KECAMATAN PITUMPANUA KABUPATEN WAJO YURIKA FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DI MASYARAKAT DESA MARANNU KECAMATAN PITUMPANUA KABUPATEN WAJO YURIKA Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIK) Makassar Program Studi Ilmu Keperawatan ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari spesimen-spesimen yang diperiksa. Petugas laboratorium merupakan orang

BAB I PENDAHULUAN. dari spesimen-spesimen yang diperiksa. Petugas laboratorium merupakan orang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laboratorium kesehatan sangat potensial untuk dapat menularkan penyakit dari spesimen-spesimen yang diperiksa. Petugas laboratorium merupakan orang yang rentan terpajan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. (triple burden). Meskipun banyak penyakit menular (communicable disease) yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. (triple burden). Meskipun banyak penyakit menular (communicable disease) yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor kesehatan Indonesia saat ini sedang berada dalam situasi transisi epidemiologi (epidemiological transition)yang harus menanggung beban berlebih (triple burden).

Lebih terperinci

PHBS yang Buruk Meningkatkan Kejadian Diare. Bad Hygienic and Healthy Behavior Increasing Occurrence of Diarrhea

PHBS yang Buruk Meningkatkan Kejadian Diare. Bad Hygienic and Healthy Behavior Increasing Occurrence of Diarrhea PHBS yang Buruk Meningkatkan Kejadian Diare Merry Tyas Anggraini 1, Dian Aviyanti 1, Djarum Mareta Saputri 1 1 Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang. ABSTRAK Latar Belakang : Perilaku hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prasarana kesehatan saja, namun juga dipengaruhi faktor ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. prasarana kesehatan saja, namun juga dipengaruhi faktor ekonomi, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat Indonesia ditentukan oleh banyak faktor, tidak hanya ditentukan oleh pelayanan kesehatan dan ketersediaan sarana prasarana kesehatan saja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama ini pengertian konsep surveilans epidemiologi sering di pahami hanya sebagai kegiatan pengumpulan dana dan penanggulangan KLB, pengertian seperti itu menyembunyikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi penyakit multisistemik yang disebabkan oleh kuman Salmonella

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi penyakit multisistemik yang disebabkan oleh kuman Salmonella 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Typhoid Abdominalis atau sering disebut Thypus Abdominalis merupakan penyakit infeksi akut pada saluran pencernaan yang berpotensi menjadi penyakit multisistemik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Asia Tenggara termasuk di Indonesia terutama pada penduduk yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Asia Tenggara termasuk di Indonesia terutama pada penduduk yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes aegypty dan atau Aedes albopictus. Infeksi virus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari tujuan dan upaya pemerintah dalam memberikan arah pembangunan ke depan bagi bangsa Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi pada usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi.

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi pada usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Typhoid atau Typhus Abdominalis adalah suatu infeksi akut yang terjadi pada usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi. Typhi dengan masa tunas 6-14

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan infeksi bakteri sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang dijumpai di berbagai negara berkembang terutama di daerah tropis

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013 JURNAL KEBIDANAN Vol 1, No 2, Juli 2015: 57-62 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013 Ana Mariza

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 3,5% (kisaran menurut provinsi 1,6%-6,3%) dan insiden diare pada anak balita

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 3,5% (kisaran menurut provinsi 1,6%-6,3%) dan insiden diare pada anak balita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit diare merupakan penyakit endemis di Indonesia yang terus terjadi di suatu tempat tertentu biasanya daerah pemukiman padat penduduk, termasuk penyakit

Lebih terperinci

Ririh Citra Kumalasari 1. Bagian Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Undip *)Penulis korespondensi:

Ririh Citra Kumalasari 1. Bagian Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Undip *)Penulis korespondensi: HUBUNGAN SANITASI DENGAN STATUS BAKTERIOLOGI (STATUS Koliform DAN KEBERADAAN Salmonella sp) PADA JAJANAN DI SEKOLAH DASAR WILAYAH KECAMATAN TEMBALANG, SEMARANG Ririh Citra Kumalasari 1 1) Bagian Epidemiologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian pada

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak seluruh dunia, yang menyebabkan 1 miliyar kejadian sakit dan 3-5 juta kematian setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh salmonella typhi, salmonella paratyphi A, salmonella

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh salmonella typhi, salmonella paratyphi A, salmonella 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Typhoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh salmonella typhi, salmonella paratyphi A, salmonella paratyphi B, salmonella typhi C. Penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus diperhatikan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus diperhatikan untuk 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus diperhatikan untuk kemajuan suatu bangsa selain pendidikan dan ekonomi sekaligus merupakan investasi sumber daya manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Giardia intestinalis. Penyakit ini menjadi salah satu penyakit diare akibat infeksi

BAB I PENDAHULUAN. Giardia intestinalis. Penyakit ini menjadi salah satu penyakit diare akibat infeksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Giardiasis adalah penyakit diare yang disebabkan oleh protozoa patogen Giardia intestinalis. Penyakit ini menjadi salah satu penyakit diare akibat infeksi protozoa

Lebih terperinci

MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol.1 No.2 Mei 2014

MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol.1 No.2 Mei 2014 RASIONALITAS PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DEMAM TIFOID DI RSUD UNDATA PALU TAHUN 2012 Puspita Sari*, Oktoviandri Saputra** * Bagian Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB. I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Thypoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh salmonella thypi. Demam Thypoid dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh daerah geografis di dunia. Menurut data World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. seluruh daerah geografis di dunia. Menurut data World Health Organization BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diare merupakan penyakit yang berbasis lingkungan dan terjadi hampir di seluruh daerah geografis di dunia. Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2013,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Usia anak dibawah lima tahun (balita) merupakan usia dalam masa emas

BAB 1 PENDAHULUAN. Usia anak dibawah lima tahun (balita) merupakan usia dalam masa emas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usia anak dibawah lima tahun (balita) merupakan usia dalam masa emas periode pertumbuhan (Golden Age Periode) dimana pada usia ini sangat baik untuk pertumbuhan otak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ancaman penyakit yang berkaitan dengan higiene dan sanitasi khususnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ancaman penyakit yang berkaitan dengan higiene dan sanitasi khususnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ancaman penyakit yang berkaitan dengan higiene dan sanitasi khususnya yang berkaitan dengan makanan dan minuman masih menjadi masalah yang paling sering ditemukan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) selalu merupakan beban

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) selalu merupakan beban BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) selalu merupakan beban masalah kesehatan masyarakat terutama ditemukan di daerah tropis dan subtropis. DBD banyak ditemukan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization atau WHO (2006), mendefinisikan foodborne disease sebagai istilah umum untuk menggambarkan penyakit yang disebabkan oleh makanan dan minuman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. WHO (World Health Organization) mendefinisikan Diare merupakan

BAB I PENDAHULUAN. WHO (World Health Organization) mendefinisikan Diare merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang WHO (World Health Organization) mendefinisikan Diare merupakan penyakit dimana buang air besar dalam bentuk cair sebanyak 3 kali sehari atau lebih dari normal, terkadang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid termasuk dalam 10 besar masalah kesehatan di negara berkembang dengan prevalensi 91% pada pasien anak (Pudjiadi et al., 2009). Demam tifoid merupakan penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Demam berdarah adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue, yang ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini ditemukan di daerah tropis dan sub tropis, dan menjangkit

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE IBU DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI DI POSYANDU CEMPAKA DAN MAWAR DESA CUKANGKAWUNG TASIKMALAYA PERIODE BULAN APRIL 2015

HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE IBU DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI DI POSYANDU CEMPAKA DAN MAWAR DESA CUKANGKAWUNG TASIKMALAYA PERIODE BULAN APRIL 2015 HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE IBU DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI DI POSYANDU CEMPAKA DAN MAWAR DESA CUKANGKAWUNG TASIKMALAYA PERIODE BULAN APRIL 2015 Oleh : Beti khotipah ABSTRACT Di Negara berkembang dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia, terutama di negara berkembang, termasuk Indonesia. Penyakit diare adalah penyebab utama kedua kematian

Lebih terperinci

UKDW. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara

UKDW. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya yang tinggi. Survei morbiditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang. disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di

BAB I PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang. disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS TERAPI AROMA TERHADAP PENURUNAN SKALA NYERI DISMENOREA PADA REMAJA PUTRI DI SMA NEGERI 1 KABUN TAHUN 2015

EFEKTIFITAS TERAPI AROMA TERHADAP PENURUNAN SKALA NYERI DISMENOREA PADA REMAJA PUTRI DI SMA NEGERI 1 KABUN TAHUN 2015 Ns. Apriza, M.Kep EFEKTIFITAS TERAPI AROMA TERHADAP PENURUNAN SKALA NYERI DISMENOREA PADA REMAJA PUTRI DI SMA NEGERI 1 KABUN TAHUN 2015 Ns. Apriza, M.Kep Dosen S1 Keperawatan STIKes Tuanku Tambusai Riau

Lebih terperinci

BAB I. Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh

BAB I. Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh mikroorganisme Leptospira interogans yang mempengaruhi baik manusia maupun hewan. Manusia terinfeksi melalui

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung ini merupakan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung ini merupakan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross-sectional yaitu jenis pendekatan penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dikonsumsi masyarakat dapat menentukan derajat kesehatan masyarakat tersebut. (1) Selain

BAB 1 : PENDAHULUAN. dikonsumsi masyarakat dapat menentukan derajat kesehatan masyarakat tersebut. (1) Selain BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Air dan kesehatan merupakan dua hal yang saling berhubungan. Kualitas air yang dikonsumsi masyarakat dapat menentukan derajat kesehatan masyarakat tersebut. (1) Selain

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak merupakan titipan illahi dan merupakan suatu investasi bangsa

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak merupakan titipan illahi dan merupakan suatu investasi bangsa 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan titipan illahi dan merupakan suatu investasi bangsa karena mereka adalah sebagai salah satu penerus bangsa. Kualitas bangsa di masa depan sangat tergantung

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG HYGIENE MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS JATIBOGOR TAHUN 2013

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG HYGIENE MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS JATIBOGOR TAHUN 2013 HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG HYGIENE MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS JATIBOGOR TAHUN 2013 Nurjanatun Naimah 1, Istichomah 2, Meyliya Qudriani 3 D III Kebidanan Politeknik

Lebih terperinci

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR A. Pengantar Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang kedokteran mendorong para tenaga ahli selalu mengadakan riset terhadap berbagai penyakit termasuk salah

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA HIGIENE PERORANGAN, FREKUENSI KONSUMSI DAN SUMBER MAKANAN JAJANAN DENGAN KEJADIAN DIARE

HUBUNGAN ANTARA HIGIENE PERORANGAN, FREKUENSI KONSUMSI DAN SUMBER MAKANAN JAJANAN DENGAN KEJADIAN DIARE HUBUNGAN ANTARA HIGIENE PERORANGAN, FREKUENSI KONSUMSI DAN SUMBER MAKANAN JAJANAN DENGAN KEJADIAN DIARE NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Gizi Pada Fakultas

Lebih terperinci

SURVEI PENGETAHUAN TENTANG DEMAM TYPOID PADA KELUARGA KLIEN YANG DIRAWAT DI RUMAH SAKIT UMUM HAJI MAKASSAR

SURVEI PENGETAHUAN TENTANG DEMAM TYPOID PADA KELUARGA KLIEN YANG DIRAWAT DI RUMAH SAKIT UMUM HAJI MAKASSAR SURVEI PENGETAHUAN TENTANG DEMAM TYPOID PADA KELUARGA KLIEN YANG DIRAWAT DI RUMAH SAKIT UMUM HAJI MAKASSAR Harliani Poltekkes Kemenkes Makassar ABSTRAK Penelitian ini mengungkapkan gambaran Pengetahuan

Lebih terperinci

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak merupakan individu yang berada dalam suatu rentang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak merupakan individu yang berada dalam suatu rentang 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan individu yang berada dalam suatu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. cross sectional. Dalam penelitian cross sectional peneliti melakukan

BAB III METODE PENELITIAN. cross sectional. Dalam penelitian cross sectional peneliti melakukan 36 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Dalam penelitian cross sectional peneliti melakukan observasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Di dalam bab ini akan dibahas tentang latar belakang penelitian, masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Di dalam bab ini akan dibahas tentang latar belakang penelitian, masalah BAB 1 PENDAHULUAN Di dalam bab ini akan dibahas tentang latar belakang penelitian, masalah penelitian, tujuan penelitian, identifikasi kerangka kerja konseptual, pertanyaan penelitian, variabel penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare Departemen Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare Departemen Kesehatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti di Indonesia karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi. Survei

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit Diare Penyakit diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan bagi masyarakat Indonesia. Selain penyakit ini masih endemis di hampir semua daerah, juga sering muncul

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Herdianti STIKES Harapan Ibu Jambi Korespondensi penulis :

PENDAHULUAN. Herdianti STIKES Harapan Ibu Jambi Korespondensi penulis : HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN MOTIVASI SERTA PERAN KELUARGA TERHADAP UPAYA PENCEGAHAN PENULARAN PENYAKIT TUBERKULOSIS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PERAWATAN SUBAN KECAMATAN BATANG ASAM TAHUN 2015 Herdianti STIKES

Lebih terperinci

FAKTOR RISIKO KEJADIAN DEMAM TYPOID PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT TMC TASIKMALAYA TAHUN Heti Damayanti 1) Nur Lina dan Sri Maywati 2)

FAKTOR RISIKO KEJADIAN DEMAM TYPOID PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT TMC TASIKMALAYA TAHUN Heti Damayanti 1) Nur Lina dan Sri Maywati 2) FAKTOR RISIKO KEJADIAN DEMAM TYPOID PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT TMC TASIKMALAYA TAHUN 2016 Heti Damayanti 1) Nur Lina dan Sri Maywati 2) Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan Peminatan Epidemiologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan di indonesia terutama pada anak-anak. Diare harus

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan di indonesia terutama pada anak-anak. Diare harus BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Menurut Depkes RI & DITJEN PPM & PLP (1999) dalam buku Sodikin (2010), sampai saat ini penyakit diare (gastroenteritis) masih menjadi masalah kesehatan di indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit akibat infeksi bakteri Salmonella enterica serotipe typhi. Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia yang timbul secara

Lebih terperinci