Aplikasi Teknik Diagnosis Schistosomiasis Berbasis Molekuler. Mollecular Based Technique Application for Schistosomiasis Diagnosis

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Aplikasi Teknik Diagnosis Schistosomiasis Berbasis Molekuler. Mollecular Based Technique Application for Schistosomiasis Diagnosis"

Transkripsi

1 Aplikasi Teknik Diagnosis Schistosomiasis Berbasis Molekuler Mollecular Based Technique Application for Schistosomiasis Diagnosis Anis Nurwidayati* Balai Litbang P2B2 Donggala, Badan Litbang Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI Jl. Masitudju No.58 Labuan Panimba, Labuan, Donggala, Sulawesi Tengah, Indonesia INFO ARTIKEL A B S T R A C T / A B S T R A K Article History: Received: 7 Apr Revised: 6 Jun Accepted: 19 Jun 2015 Keywords: Schistosomiasis, DNA, PCR, LAMP, Snails Schistosomiasis ranks second only to malaria in a public health problem in the world. Schistosomiasis in Indonesia is endemic in Central Sulawesi, which is in Lindu, Napu and Bada Highland. The disease is caused by trematodes worm, Schistosoma spp and requires freshwater snails as the intermediate host. The World Health Organization (WHO) recommends schistosomiasis research focus is the development and evaluation of new strategies and tools for disease control. This paper aims to describe several molecular techniques to detect schistosomiasis in human or intermediate snails. This paper arranged by compiled based search journals and scientific articles related molecular techniques for detecting schistosomiasis using PCR and LAMP. Molecular based techniques for schistosomiasis diagnostic have been developed in several countries, such as pcr and lamp. Several studies have compared the techniques of schistosomiasis diagnosis in human by polymerase chain reaction (PCR) with the technique of loopmediated isothermal amplification (LAMP). Several studies show the results of pcr and lamp applications to detect dna schistosoma on snails. Based on the results of various studies, it is known applications, advantages and disadvantages of each - each technique. Kata Kunci: Schistosomiasis, DNA, PCR, LAMP, Keong Schistosomiasis menempati urutan kedua setelah malaria dalam masalah kesehatan masyarakat di dunia. Schistosomiasis di Indonesia ditemukan endemis di Sulawesi Tengah, yaitu di Dataran Tinggi Lindu, Napu dan Bada. Penyakit ini disebabkan oleh cacing Trematoda, Schistosoma spp dan membutuhkan keong air tawar sebagai hospes perantaranya. Badan Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan fokus penelitian schistosomiasis adalah pengembangan dan evaluasi strategi dan alat baru untuk pengendalian penyakit. Tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan beberapa teknik molekuler untuk mendeteksi schistosomiasis baik pada manusia maupun keong perantaranya. Tulisan disusun berdasarkan penelusuran jurnal dan artikel ilmiah terkait teknik molekuler PCR dan LAMP untuk mendeteksi schistosomiasis. Teknik diagnosis schistosomiasis berdasarkan molekuler telah banyak dikembangkan di beberapa negara, diantaranya adalah PCR dan LAMP. Beberapa penelitian membandingkan teknik diagnosis schistosomiasis dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) dengan teknik Loop-Mediated Isothermal Amplification (LAMP). Beberapa studi menunjukkan hasil dari aplikasi teknik PCR dan LAMP untuk mendeteksi DNA Schistosoma pada keong. Berdasarkan hasil dari berbagai penelitian tersebut, dapat diketahui aplikasi, kelebihan dan kekurangan dari masing masing teknik Jurnal Vektor Penyakit. All rights reserved *Alamat Korespondensi : anisnurw21@gmail.com 29

2 Aplikasi Teknik Diagnosis Schistosomiasis... (Anis Nurwidayati) PENDAHULUAN Schistosomiasis yang juga disebut bilharziasis menempati urutan kedua setelah malaria dalam masalah kesehatan masyarakat 1 di dunia. Schistosomiasis endemis di 74 negara berkembang terutama di daerah pedesaan. Saat ini diperkirakan terdapat 650 juta orang tinggal di daerah endemis. Schistosomiasis di Asia ditemukan di Asia Timur (China dan Jepang) dan di Asia Tenggara (Philipina, Indonesia, Vietnam, Laos, Thailand, Kamboja). Schistosomiasis di Asia disebabkan oleh cacing Schistosoma japonicum yang hidup di vena porta hepatika, sehingga penyakit ini dapat menyebabkan p e m b e s a r a n l i m f a m a u p u n h e p a r 2 penderitanya. Schistosomiasis atau penyakit demam keong di Indonesia diketahui terdapat di Dataran Tinggi Lindu, Dataran Tinggi Napu dan Bada, Sulawesi Tengah. Kasus penyakit ini pertama kali ditemukan oleh Muller dan Tesch (1937). Hospes perantara schistosomiasis ditemukan tahun 1971 dan diidentifikasi sebagai Oncomelania hupensis lindoensis. Proporsi kasus schistosomiasis di Lindu tahun yaitu 1,4%, 2,32%, 3,21%, 2,67%, 0,76%. Proporsi kasus schistosomiasis di Napu tahun yaitu 2,44%, 3,8%, 4,78%, 2,15%, 1,44%.3 Fluktuasi kasus terjadi karena banyaknya faktor dalam penularan schistosomiasis, di antaranya adalah adanya hospes perantara schistosomiasis yaitu keong O.h lindoensis. Infection rate pada keong tahun 2012 adalah sebesar 1,2%. B a d a n Ke s e h a t a n D u n i a ( W H O ) merekomendasikan fokus penelitian schistosomiasis adalah pengembangan dan evaluasi strategi dan alat baru untuk pengendalian penyakit. Teknik diagnosis schistosomiasis berdasarkan molekuler telah banyak dikembangkan di beberapa negara. Teknik yang sudah cukup dikenal adalah Polymerase Chain Reaction (PCR) yang dikembangkan sekitar ahun Teknik ini menggunakan beberapa tingkatan suhu dan dengan bantuan enzim Taq Polymerase untuk mengamplifikasi / memperbanyak DNA (Deoxy ribose nucleic acid). Deteksi urutan D N A s p e s i f i k m e n g g u n a k a n P C R menunjukkan hasil yang bagus dalam diagnosis patogen berbagai penyakit infeksi. Penelitian Abath et al tahun 2006 menunjukkan bahwa PCR cukup sensitif dan spesifik mendeteksi S.mansoni, dan dapat juga diaplikasikan untuk mendeteksi infeksi pada keong, memantau lokasi penularan serta 4 infeksi pada manusia. Teknik molekuler lain yang mulai berkembang sekitar tahun 2000 adalah Loop- Mediated Isothermal Amplification (LAMP). Berbeda dengan PCR konvensional yang menggunakan beberapa tingkatan suhu, LAMP menggunakan suhu tertentu (60-65ºC) yang konstan untuk amplifikasi DNA. LAMP dapat digunakan sebagai alternatif untuk mendeteksi penyakit tertentu. LAMP dapat dikombinasikan dengan tahap reverse transcription sehingga memungkinkan untuk 5 mendeteksi RNA (Ribose Nucleic Acid). Beberapa penelitian membandingkan teknik diagnosis schistosomiasis dengan P o l y m e r a s e C h a i n R e a c t i o n ( P C R ) konvensional dengan teknik Loop-Mediated I s o t h e r m a l A m p l i f i c a t i o n ( L A M P ). Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat diketahui kelebihan dan kekurangan dari masing masing teknik. Perkembangan cacing Schistosoma dalam tubuh keong dipengaruhi oleh jumlah parasit dan genetik keong perantaranya, sehingga pengendalian keong berbasis genetik memiliki peran yang penting dalam pengendalian schistosomiasis. Pengendalian keong berbasis genetik bertujuan untuk mengubah strain keong yang rentan infeksi menjadi strain yang resisten terhadap infeksi Schistosomiasis. Pengendalian keong diketahui merupakan salah satu upaya paling efektif dan cepat dalam mengurangi penularan schistosomiasis. Penelitian Lotfy tahun 2005 menggunakan PCR dalam mendeteksi keong Biomphalaria glabrata di Mesir. Hasilnya menunjukkan bahwa spesies keong tersebut tidak ditemukan di Mesir. Adapaun keong yang ditemukan adalah Biomphalaria alexandrina, dan diketahui tidak 6,7 terjadi persilangan dengan B.glabrata. Tulisan ini bertujuan mendeskripsikan aplikasi teknik molekuler PCR dan LAMP untuk mendeteksi schistosomiasis, baik pada manusia maupun keong perantaranya yang telah diteliti di beberapa negara. Informasi yang dihasilkan diharapkan dapat menjadi 30

3 masukan bagi perkembangan penelitian schistosomiasis di Indonesia. METODE Metode penulisan ini menggunakan penelusuran literatur dengan menelaah artikel dan jurnal ilmiah terkait penelitian diagnosis schistosomiasis berbasis molekuler, terutama PCR dan LAMP. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengertian Teknik LAMP Loop-Mediated Isothermal Amplification (LAMP) adalah teknik aplifikasi asam nukleat isotermal menggunakan suhu konstan dan tidak memerlukan mesin thermo cycler. Pada teknik ini sekuen target diampplifikasi / diperbanyak pada suhu konstan antara C. Teknik ini menggunakan dua atau tiga pasang primer dan enzim polimerase yang memiliki fungsi pemindahan untai DNA sebagai tambahan fungsi replikasi. Teknik LAMP khas dengan empat primer yang berbeda digunakan untuk mengidentifikasi enam area berbeda pada gen target, sehingga meningkatkan spesifisitasnya. Sepasang p rimer ya n g disebut loop primer ditambahkan untuk meningkatkan kecepatan reaksi. Lama waktu proses LAMP adalah sekitar 30 menit sampai 1 jam. Penambahan primer tersebut juga dapat meningkatkan jumlah DNA yang diamplifikasi lebih tinggi 8 daripada amplifikasi dengan PCR. Deteksi produk amplifikasi teknik LAMP dapat ditentukan dengan fotometri atau turbiditas karena adanya peningkatan jumlah endapan magnesium pyrophosphate sebagai 9,10 produk sampingan LAMP. Hal tersebut memudahkan pembacaan hasil dengan mata langsung, khususnya untuk reaksi dengan volume besar. Penambahan reagen pewarna / dye seperti SYBR green dapat memunculkan perubahan warna pada larutan sampel, sehingga memudahkan pembacaan hasil tanpa membutuhkan alat yang mahal. Molekul reagen pewarna akan berinterkalasi / secara langsung menempel pada DNA, sehingga dapat dikorelasikan dengan jumlah copy DNA 11 yang dihasilkan. Kelebihan Teknik LAMP. LAMP adalah teknik amplifikasi DNA yang relatif baru dan cukup sederhana, mudah dibaca dan lebih hemat biaya, sehingga teknik ini memiliki banyak kelebihan. Proses LAMP memakan waktu yang relatif lebih singkat 8 dibanding PCR, yaitu sekitar 1 jam. LAMP dapat digunakan sebagai alat untuk survei skrining di lapangan atau di fasilitas kesehatan di lapangan, karena LAMP lebih bagus digunakan untuk diagnosis. LAMP menggunakan suhu yang konstan yang tidak memerlukan mesin thermo cycler, tetapi bisa dilakukan dengan waterbath atau heating block sehingga bisa lebih murah. LAMP dapat juga mendeteksi secara real time seperti PCR kuantitatif. Hasil amplifikasi LAMP lebih efisien dan sensitif, serta mudah dibaca dengan adanya perubahan warna yang ditimbulkan oleh reagen pewarna SYBR 12 Green I. Beberapa studi menunjukkan LAMP berhasil mendeteksi patogen pada sampel yang diproses secara sederhana, seperti sampel darah yang dipanaskan atau material 13 biologis lain. Keterbatasan Teknik LAMP Teknik LAMP disebutkan kurang sensitif daripada PCR untuk sampel yang kompleks, karena perbedaan enzim polimerase yang digunakan (pada LAMP digunakan Bst DNA polymerase, dan Taq polymerase pada PCR). Hal tersebut menyebabkan LAMP tidak dapat digunakan untuk aplikasi molekuler yang kompleks, seperti cloning, pembuatan rekombinan, dan aplikasi lain yang dapat 12 dilakukan dengan PCR. LAMP menggunakan 4 atau 6 pasang primer untuk mendeteksi 6 atau 8 target sekuen gen, menyebabkan 12,14 penyusunan primer menjadi cukup rumit. Penelitian Diagnosis Schistosomiasis Menggunakan LAMP Pe n e l i t i a n Wa n g e t a l t a h u n membandingkan aplikasi teknik PCR dan LAMP dalam mendiagnosis schistosomiasis. Pada penelitian tersebut digunakan gen target yang sama, yaitu SjR2 (301 bp). Hasil penelitian menunjukkan kemampuan yang berbeda dari setiap teknik untuk mendeteksi plasmid rekombinan SjR2. LAMP dapat mendeteksi plasmid pada konsentrasi 10-4 ng, sedangkan PCR dapat mendeteksi plasmid 31

4 Aplikasi Teknik Diagnosis Schistosomiasis... (Anis Nurwidayati) dengan konsentrasi lebih tinggi, yaitu 10-2 ng. Dengan demikian, LAMP lebih sensitif dalam mendeteksi patogen, sehingga lebih sesuai d i g u n a k a n u n t u k s k r i n i n g a w a l schistosomiasis, atau pada daerah dengan tingkat endemisitas yang rendah. Akan tetapi, LAMP kurang sesuai untuk mendeteksi parasit schistosomiasis setelah program pengobatan, karena sensitivitasnya terlalu tinggi, yaitu semua sampel serum terdeteksi positif meskipun tidak terdapat telur cacing 15 Schistosoma lagi. Penelitian untuk mendeteksi infeksi S.japonicum pada keong Oncomelania hupensis menggunakan PCR dan LAMP juga telah dilakukan. Penelitian menggunakan gen 28S rdna S.japonicum (405 bp) sebagai target amplifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua teknik tersebut dapat mendeteksi gen 28S rdna dari satu ekor mirasidium. Penelitian tersebut juga menyatakan bahwa PCR dapat mendeteksi keberadaan S.japonicum tahap serkaria bahkan pada sporocyst awal pada keong yang diambil dari daerah endemis. Penggunaan PCR dalam skala besar di lapangan kurang praktis dan lebih mahal karena perlu mesin thermal cycler. Teknik LAMP digunakan untuk mendeteksi infeksi S.japonicum pada keong dari lapangan. Hasilnya menunjukkan bahwa LAMP dapat mendeteksi gen 28S rdna 16 S.japonicum pada keong yang terinfeksi. Pengertian teknik PCR Teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan teknik amplifikasi DNA dengan target gen tertentu. PCR menggunakan suhu yang bertingkat dan bantuan enzim Taq polymerase untuk mengamplifikasi DNA. Proses PCR menggunakan satu pasang primer untuk amplifikasi DNA target. PCR meliputi lima tahap dengan suhu dan waktu yang berbeda beda. Tahap pertama adalah predenaturasi, atau pemisahan rantai DNA awal dengan enzim Taq polymerase pada suhu 94 C. Tahap selanjutnya adalah denaturasi pada suhu 94 C dengan waktu yang lebih lama. Selanjutnya adalah tahap yang cukup kritis, menentukan berhasil tidaknya PCR, yaitu a n n e a l i n g. A n n e a l i n g a d a l a h t a h a p penempelan primer pada gen target. Annealing sangat tergantung pada suhu yang optimum (55-60 C, dan komposisi primer), apabila suhu terlalu tinggi, primer tidak dapat menempel pada gen target, jika suhu terlalu rendah maka primer akan menempel pada gen bukan target. Tahap selanjutnya adalah elongasi, yaitu perpanjangan rantai DNA yang berlangsung pada suhu 72 C. Tahap kelima adalah extention yaitu pemanjangan total DNA, berlangsung pada suhu 72 C dengan waktu yang lebih lama dari tahap elongasi. Produk PCR tidak dapat dilihat secara langsung, melainkan harus dipisahkan dengan alat elektroforesis. Penambahan reagen pewarna seperti EtBR atau SYBR Green akan membantu visualisasi gen target dengan sinar UV dengan panjang gelombang 254 atau nm. Kelebihan teknik PCR PCR digunakan secara luas untuk diagnosis berbasis molekuler, misalnya deteksi virus, bakteri, protozoa, dan cacing parasit. PCR juga dapat digunakan sebagai alternatif gold standard apabila parasit yang hidup tidak ditemukan dalam tubuh.12 DNA hospes dan parasit memiliki urutan yang berbeda, sehingga PCR dapat mendeteksi keberadaan parasit dalam tubuh secara spesifik. PCR dapat mendeteksi DNA parasit dalam sampel yang berjumlah sedikit. PCR dapat membedakan spesies parasit tunggal dengan adanya primer spesifik untuk DNA target. Primer yang digunakan di PCR relatif lebih sederhana dibandingkan dengan LAMP, karena hanya satu pasang primer forward dan 17 reverse untuk menempel pada gen target. Kekurangan teknik PCR Pemeriksaan dengan PCR memiliki kekurangan diantaranya adalah proses PCR harus diawali dengan preparasi sampel yang cukup rumit dan reagen yang mahal. Proses PCR memerlukan mesin pengatur suhu (thermal cycler) dan waktu relatif lebih lama dari LAMP, yaitu sekitar 3 4 jam untuk 35 siklus. Hasil PCR tidak dapat dilihat secara langsung, harus diproses lagi dengan elektroforesis dan dilihat dengan alat gel documentation. Pemeriksaan dengan PCR tidak dapat membedakan apakah parasit 12,17 dalam tubuh masih hidup atau sudah mati. 32

5 Penelitian menggunakan PCR dalam mendeteksi schistosomiasis D r i s c o l l t a h u n m e l a ku kan penelitian menggunakan PCR untuk mendeteksi serkaria S.japonicum, dengan gen target SjR2 retrotransposon. Penelitian tersebut berhasil mendeteksi satu ekor serkaria S.japonicum dari keong O.hupensis dengan PCR. Hasil penelitian tersebut merekomendasikan bahwa PCR dapat digunakan untuk mendeteksi serkaria pada s a m p e l a i r d a r i d a e r a h e n d e m i s schistosomiasis. Dengan demikian, teknik ini dapat digunakan untuk mendukung p e n e n t u a n r i s i k o l i n g k u n g a n, d a n 18,19 mengidentifikasi tingkat risiko individu. Penelitian untuk mengidentifikasi spesies keong dan mendeteksi infeksi schistosomiasis pada keong perantara sudah banyak dilakukan di beberapa negara. PCR digunakan untuk mengidentifikasi beberapa spesies keong Biomphalaria dari wilayah Amazon yang sulit dibedakan secara morfologi. Hasil PCR menunjukkan adanya lima spesies keong yang berbeda yaitu B. straminea, B. peregrina, 20 B. kuhniana, B. intermedia dan B. amazonia. Penelitian oleh Chen et al. Tahun 2006 dalam Hamed (2010) menunjukkan bahwa PCR sensitif dan spesifik dalam mendeteksi infeksi S.japonicum pada O.hupensis dengan gen 18S-rRNA S.japonicum (469 bp) sebagai gen target. Pemeriksaan PCR menunjukkan pita DNA gen 18S-rRNA S.japonicum pada pemeriksaan keong O.hupensis yang 2 1 terinfeksi. Penelitian di Brazil juga menunjukkan PCR dapat mendeteksi infeksi S.mansoni pada keong Biomphalaria menggunakan primer spesifik untuk gen target Internal Transcribed Spacer 2 (ITS2) 22 rdna S.mansoni. Berdasarkan beberapa penelitian yang menggunakan PCR terhadap keong perantara schistosomiasis, terlihat adanya variasi genetik antara keong yang suseptibel dan 23 resisten terhadap infeksi schistosomiasis. Delapan gen diekspresikan secara berbeda pada keong suseptibel dan resisten. Gen tersebut diketahui berperan dalam proses sitotoksik dalam melawan parasit. Pada strain keong yang resisten, gen gen penyandi protein yang terlibat dalam sistem pengaturan tubuh seperti ferritin, serrin-protease diekspresikan lebih tinggi dibandingkan 24 strain yang suseptibel. Para peneliti menyatakan bahwa keberadaan nitrogen oxide (NO) dan hidrogen peroksidase (H2O2) dalam tubuh keong B. glabrata berperan dalam hemocyte-mediated toxicity melawan S. 25 mansoni. KESIMPULAN Teknik molekuler untuk mendeteksi schistosomiasis pada manusia dan keong dengan PCR dan LAMP memiliki kelebihan dan kekurangan masing masing. Pemilihan teknik dapat didasarkan pada tujuan yang akan dicapai, ketersediaan alat, dan alokasi anggaran. SARAN Pe r l u d i l a ku k a n p e n e l i t i a n d a n pengembangan terkait teknik molekuler untuk diagnosis schistosomiasis yang dapat diaplikasikan di Indonesia. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kami ucapkan kepada Mitra Bestari dan reviewer Jurnal Vektor Penyakit atas saran yang membangun untuk penyempurnaan tulisan ini. DAFTAR PUSTAKA 1. WHO. Schistosomiasis Fact Sheet. (2010). disitasi 11 Oktober 2010; Pinardi, Hadidjaja, Schistosomiasis di Sulawesi Tengah, Indonesia. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (1985) hal: Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Tengah. Prevalensi Schistosomiasis di Sulawesi Tengah. (2012). 4. Abath, F.G., A.L. Gomes, F.L. Melo, C.S. Barbosa and R.P. Werkhuser. Molecular Approaches for the detection of Schistosoma mansoni: Possible applications in the detection of snail infection, monitoring of transmission sites, and diagnosis of human infection. Mem. Inst. Oswaldo Cruz (101): diakses pada: 20 Maret 5. Notomi T, Okayama H, Masubuchi, Yonekawa T, Watanabe K, Amino N, Hase T. Loop- 33

6 Aplikasi Teknik Diagnosis Schistosomiasis... (Anis Nurwidayati) Mediated Isothermal amplification of DNA. Nucleic Acids Res (12): E63. doi: /nar/28.12.e63.pmc PMID diakses pada: 20 Maret 6. Da Silva D, S. Sobral-Hamaguchi, R.G.M. Spada, A.Z. Abdel Hamid and N.R.B. Zuim et al., Biomphalaria tenagophila: Genetic variability between intermediate snail hosts susceptible and resistant to Schistosoma mansoni infection. Parasite (11): diakses pada: 20 Maret 7. Lotfy, W.M., R.J. DeJong, B.S. Black and E.S. Loker. Spesific identification of Egyptian Biomphalaria species and possible hybrids using the polymerase chain reaction r and m i t o c h o n d r b a s e d o n n u c l e a r a n d mitochondrial loci. Mol. Cell Prob (19): diakses pada: 20 Maret 8. Nagamine K, Hase T, Notomi T. Accelerated reaction by loop-mediated isothermal amplification using loop primers. Mol. Cell Probes (3): doi: /mcpr PMID diakses pada: 20 Maret 9. Mori Y, Nagamine K, Tomita N, Notomi T. Detection of loop-mediated isothermal amplification reaction by turbidity derived from magnesium pyrophosphate formation. Biochem. Biphys. Res. Commun (1): doi: /bbrc PMID diakses pada: 20 Maret 10. Mori Y, Kitao M, Tomita N, Notomi T. Real-time turbidimetry of LAMP reaction for quantifying template DNA. J. Biochem. Biophys. Methods ( 2 ) : doi: /j.jbbm PMID diakses pada: 20 Maret 11. Tomita N, Mori Y, Kanda H, Notomi T. Loopmediated isothemal amplification (LAMP) of gene sequences and simple visual detection of products. Nat. Protoc (5): doi: /nprot PMID diakses pada: 20 Maret 12. Parida M, Santosh S, Dash P.K, Rao P.V.L, Morita K. Loop mediated isothermal amplification (LAMP): a new generation of innovative gene amplification technique; perspectives in clinical diagnosis of infectious diseases. Rev. M e d. V i r o l ; 1 8 : w w w. i n t e r s c i e n c e. w i l e y. c o m. doi: /rmv.593 diakses pada: 20 Maret 13. Curtis KA, Rudolph DL, Owen SM. Rapid detection of HIV-1 by reverse-transcription, loop-mediated isothermal amplification (RT- LAMP). J. Virol. Methods (2): doi: j.jviromet PMID diakses pada: 20 Maret 14. Torres C, Vitalis E A, Baker BR, Gardner SN, et al. LAVA: an open-source approach to designing LAMP (loop-mediated isothermal amplification) DNA signatures BMC B i o i n f o r m a t i c s : doi: / PMC PMID Wang C, Chen L, Yin X, Hua W, Hou M, et al. Application of DNA-based diagnosis in detection of schistosomal DNA in early infection and after drug treatment. Parasites & V e c t o r s , 4 : / doi: / diakses pada: 20 Maret 16. Kumagai T, Shimogawara R.F, Ohmae H, Wang T.P, et al. Detection of early and sigle infection of Schistosoma japonicum in the intermediate host snail, Oncomelania hupensis, by PCR and Loop-mediated isothermal amplification (LAMP) Assay. Am.J.Trop.Med.Hyg (3): doi: /ajtmh diakses pada: 20 Maret 17. Sudjadi. Bioteknologi Kesehatan. Kanisius. Yogyakarta. 2008: Driscoll J, Kyle J.L, and Remais J. Development a novel assay capable of detecting a single Schistosoma japonicum cercaria recovered from Oncomelania hupensis. Parsitology : d o i : /S diakses pada: 19 Maret 19. Worrell C, Xiao N, Vidal J.E, Chen L, et al,. Field Detection of Schistosoma japonicum cercariae in environmental water samples by quantitative PCR. Applied and Environmental Microbiology : http: aem.asm.org. doi: /AEM/ diakses pada: 19 Maret 20. Velasquez, L.E, R.L. Caldeira, V. Estrada and O.S Carvalho. Morphological and polymerase chain reaction-restriction fragment lenght p o l y m o r p h i s m c h a r a c t e r i z a t i o n o f Biomphalaria kuhniana and Biomphalaia amazonia from Colombia. Mem. Inst. Oswaldo Cruz : diakses pada: 19 Maret 21. Hamed, M.A. Strategic Control of Intermediate Host. Asian J. Epidemiol (3): Diakses pada: 19 Maret 22. Janotti-Passos, L.K., K.G Magalhaes, O.S. 34

7 Carvalho and T.H Vidigal. Multiplex PCR for both identification of Brazilian Biomphalaria species (Gastropoda: Planorbidae) and diagnosis of infection by Schistosoma mansoni (Trematoda: Schistosomatidae). J. Parasitol : diakses pada: 19 Maret 23. Abdel-Hamid, Z.A., S.M. Rawi and A.F Arafa. Identification of genetic marker associated with the resistance to Schistosoma mansoni: Possible application in the detection of snail infection, monitoring of transmission sites, and diagnosis of human infection. Mem. Inst. Oswaldo Cruz : diakses pada: 19 Maret 24. Lockyer A.E., J. Sprinks, L.R. Noble, D. Rollinson and C.S. Jones. Identification of genes involved in interactions between Biomphalaria glabrata and Schistosoma mansoni by suppression subtractive hybridization. Mol. Biochem. Parasitol : diakses pada: 19 Maret 25. Hahn, U.K., R.C. Bender, J.K. Brooks and C.J. Bayne. Involvement of nitric oxide in killing of Schistosoma mansoni sporocysts by hemocytes from resistant Biomphalaria glabrata. J. Parasitol : diakses pada: 19 Maret 35

DIAGNOSIS VIRUS PENYAKIT JEMBRANA (VPJ) BERBASIS ASAM NUKLEAT

DIAGNOSIS VIRUS PENYAKIT JEMBRANA (VPJ) BERBASIS ASAM NUKLEAT Prosiding Konferensi Ilmiah Veteriner Nasional (KIVNAS) ke-13 Palembang, 23-26 November 2014 DIAGNOSIS VIRUS PENYAKIT JEMBRANA (VPJ) BERBASIS ASAM NUKLEAT *Asmarani Kusumawati 1,2, Atik Ratnawati 1, Ida

Lebih terperinci

LABORATORIUM PARASITOLOGI DAN ENTOMOLOGI

LABORATORIUM PARASITOLOGI DAN ENTOMOLOGI LABORATORIUM PARASITOLOGI DAN ENTOMOLOGI Kegiatan Infeksi cercaria Schistosoma japonicum pada hewan coba (Tikus putih Mus musculus) 1. Latar belakang Schistosomiasis atau disebut juga demam keong merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang menjadi permasalahan utama di dunia. Penyakit ini disebabkan oleh virus Dengue yang jika tidak

Lebih terperinci

KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN

KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN KEGIATAN PENELITIAN Schistosomiasis atau disebut juga demam keong merupakan penyakit parasitik yang disebabkan oleh infeksi cacing yang tergolong dalam genus Schistosoma. Ada tiga spesies Schistosoma yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ekonomi Pertanian tahun menunjukkan konsumsi daging sapi rata-rata. Salah satu upaya untuk mensukseskan PSDSK adalah dengan

I. PENDAHULUAN. Ekonomi Pertanian tahun menunjukkan konsumsi daging sapi rata-rata. Salah satu upaya untuk mensukseskan PSDSK adalah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan bahan pangan asal ternak untuk memenuhi konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia masih tergolong rendah. Data Survei Sosial Ekonomi Pertanian tahun 2007-2011

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi yang dalam beberapa tahun ini telah menjadi permasalahan kesehatan di dunia. Penyakit DBD adalah penyakit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan kerapu (Epinephelus sp.) merupakan jenis ikan air laut yang

I. PENDAHULUAN. Ikan kerapu (Epinephelus sp.) merupakan jenis ikan air laut yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan kerapu (Epinephelus sp.) merupakan jenis ikan air laut yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, banyak dikonsumsi karena rasanya lezat. Komoditas kerapu diekspor dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang

I. PENDAHULUAN. perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang I. PENDAHULUAN Kanker serviks menduduki urutan kedua dari penyakit kanker yang menyerang perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang berkembang (Emilia, dkk., 2010). Berdasarkan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei penyakit klorosis dan koleksi sampel tanaman tomat sakit dilakukan di sentra produksi tomat di daerah Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Deteksi

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and 23 BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and Cancer Biology of the University of Indonesia (IHVCB-UI), Jl. Salemba

Lebih terperinci

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI Di dalam Bab XII ini akan dibahas pengertian dan kegunaan teknik Reaksi Polimerisasi Berantai atau Polymerase Chain Reaction (PCR) serta komponen-komponen dan tahapan

Lebih terperinci

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Oleh: TIM PENGAMPU Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jember Tujuan Perkuliahan 1. Mahasiswa mengetahui macam-macam teknik dasar yang digunakan

Lebih terperinci

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Disusun oleh: Hanif Wahyuni (1210411003) Prayoga Wibhawa Nu Tursedhi Dina Putri Salim (1210412032) (1210413031) SEJARAH Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1985

Lebih terperinci

Diterima: 27 Januari 2014; Direvisi: 3 Juli 2014; Disetujui: 27 Maret 2015 ABSTRACT

Diterima: 27 Januari 2014; Direvisi: 3 Juli 2014; Disetujui: 27 Maret 2015 ABSTRACT KO-INFEKSI SCHISTOSOMA JAPONICUM DAN SOIL TRANSMITTED HELMINTH DI DAERAH ENDEMIS SCHISTOSOMIASIS KECAMATAN LORE UTARA DAN LORE TIMUR, KAB. POSO, SULAWESI TENGAH Co-infection of Schistosoma japonicum and

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN IV (ISOLASI RNA DARI TANAMAN) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI RNA DARI TANAMAN TUJUAN Tujuan

Lebih terperinci

Mujiyanto* ), Jastal **)

Mujiyanto* ), Jastal **) PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DALAM IDENTIFIKASI FOKUS BARU SCHISTOSOMIASIS DI DATARAN TINGGI BADA KABUPATEN POSO PROVINSI SULAWESI TENGAH Mujiyanto* ), Jastal **) *) Balai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Multidrug resistant tuberculosis (MDR-TB) merupakan salah satu fenomena

BAB I PENDAHULUAN. Multidrug resistant tuberculosis (MDR-TB) merupakan salah satu fenomena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Multidrug resistant tuberculosis (MDR-TB) merupakan salah satu fenomena resistensi tuberkulosis ( TB). MDR-TB didefinisikan sebagai keadaan resistensi terhadap setidaknya

Lebih terperinci

ARTIKEL PENULARAN SCHISTOSOMIASIS DIDESA DODOLO DAN MEKARSARIDATARAN TINGGINAPU SULAWESI TENGAH. Rosmini,* Soeyoko,** Sri Sumarni**

ARTIKEL PENULARAN SCHISTOSOMIASIS DIDESA DODOLO DAN MEKARSARIDATARAN TINGGINAPU SULAWESI TENGAH. Rosmini,* Soeyoko,** Sri Sumarni** ARTIKEL PENULARAN SCHISTOSOMIASIS DIDESA DODOLO DAN MEKARSARIDATARAN TINGGINAPU SULAWESI TENGAH Rosmini,* Soeyoko,** Sri Sumarni** THE TRANSMISSION OF SCHISTOSOMIASIS IN DODOLO AND MEKARSARI VILLAGES OF

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri patogen penyebab tuberkulosis.

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri patogen penyebab tuberkulosis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri patogen penyebab tuberkulosis. Secara umum penyebaran bakteri ini melalui inhalasi, yaitu udara yang tercemar oleh penderita

Lebih terperinci

THE EFFECTIVENESS OF DUCKS RELEASE AS SNAILS CONTROL IN THE AREA OF SCHISTOSOMIASIS IN NAPU, POSO DISTRICT, CENTRAL SULAWESI PROVINCE

THE EFFECTIVENESS OF DUCKS RELEASE AS SNAILS CONTROL IN THE AREA OF SCHISTOSOMIASIS IN NAPU, POSO DISTRICT, CENTRAL SULAWESI PROVINCE Efektivitas Pelepasan Itik Dalam Pengendalian Keong Oncomelania hupensis... (Anis Nurwidayati 1, Jastal 1, Gunawan 1, Murni 1 ) Efektivitas Pelepasan Itik dalam Pengendalian Keong Oncomelania hupensis

Lebih terperinci

Balai Litbang P2B2 Donggala, Sulawesi Tengah, Indonesia

Balai Litbang P2B2 Donggala, Sulawesi Tengah, Indonesia Bul. Penelit. Kesehat, Vol. 42, No. 2, Juni 2014: 79-84 VARIASI GENETIK Oncomelania hupensis lindoensis DENGAN METODE RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA POLYMERASE CHAIN REACTION (RAPD-PCR) DI SULAWESI TENGAH

Lebih terperinci

ANALISIS GEN PENYANDI Schistosoma japonicum Gluthation s Transferase (SJ26GST) DI DATARAN TINGGI LINDU, SULAWESI TENGAH INDONESIA

ANALISIS GEN PENYANDI Schistosoma japonicum Gluthation s Transferase (SJ26GST) DI DATARAN TINGGI LINDU, SULAWESI TENGAH INDONESIA Bul. Penelit. Kesehat, Vol. 42, No. 4, Desember 2014: 231-236 ANALISIS GEN PENYANDI Schistosoma japonicum Gluthation s Transferase (SJ26GST) DI DATARAN TINGGI LINDU, SULAWESI TENGAH INDONESIA Anis Nurwidayati,

Lebih terperinci

Received date: 18/2/2014, Revised date: 22/4/2014, Accepted date: 24/4/2014

Received date: 18/2/2014, Revised date: 22/4/2014, Accepted date: 24/4/2014 BALABA Vol. 10 No. 01, Juni 2014 : 9-14 EFEKTIVITAS EKSTRAK BIJI JARAK MERAH (Jatropha gossypiifolia), JARAK PAGAR (J. curcas) DAN JARAK KASTOR (Riccinus communis) FAMILI EUPHORBIACEAE TERHADAP HOSPES

Lebih terperinci

Spot survey on rats and schistosomiasis intermediate host snails in endemic area Bada Plateau, Poso District, Central Sulawesi Province

Spot survey on rats and schistosomiasis intermediate host snails in endemic area Bada Plateau, Poso District, Central Sulawesi Province Penelitian Jurnal Epidemiologi dan Penyakit Bersumber Binatang (Epidemiology and Zoonosis Journal) Vol. 5, No. 3, Juni 2015 Hal : 115-120 Penulis : 1. Anis Nurwidayati 2. Yusran Udin 3. Risti 4. Hasrida

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan PCR, terlebih dahulu dilakukan perancangan primer menggunakan program DNA Star. Pemilihan primer dilakukan dengan mempertimbangkan parameter spesifisitas,

Lebih terperinci

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis KATAPENGANTAR Fuji syukut ke Hadirat Allah SWT. berkat rahmat dan izin-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang beijudul "Skrining Bakteri Vibrio sp Penyebab Penyakit Udang Berbasis Teknik Sekuens

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR...... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT... PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang...

Lebih terperinci

Metode-metode dalam biologi molekuler : isolasi DNA, PCR, kloning, dan ELISA

Metode-metode dalam biologi molekuler : isolasi DNA, PCR, kloning, dan ELISA Metode-metode dalam biologi molekuler : isolasi DNA, PCR, kloning, dan ELISA Dr. Syazili Mustofa, M.Biomed Lektor mata kuliah ilmu biomedik Departemen Biokimia, Biologi Molekuler, dan Fisiologi Fakultas

Lebih terperinci

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( ) Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella (10.2011.185) Identifikasi gen abnormal Pemeriksaan kromosom DNA rekombinan PCR Kromosom waldeyer Kromonema : pita spiral yang tampak pada kromatid Kromomer : penebalan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah PENDAHULUAN Latar Belakang Canine Parvovirus merupakan penyakit viral infeksius yang bersifat akut dan fatal yang dapat menyerang anjing, baik anjing domestik, maupun anjing liar. Selama tiga dekade ke

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Masyarakat FIKK Universitas Negeri Gorontalo Abstrak (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI 1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu

Lebih terperinci

DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER

DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER Sunaryati Sudigdoadi Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran 2015 KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah Subhanahuwa ta

Lebih terperinci

AMPLIFIKASI in vitro GEN PENGKODE PEMSILIN V ASILASE dari Bacillus sp. strain BACS

AMPLIFIKASI in vitro GEN PENGKODE PEMSILIN V ASILASE dari Bacillus sp. strain BACS ABSTRAK' AMPLIFIKASI in vitro GEN PENGKODE PEMSILIN V ASILASE dari Bacillus sp. strain BACS Di dalam materi genetik Bacillus sp. strain diketahui - - ' terdapat gen Penisilin V Asilase. Hal ini terbukti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Multi-Drug Resistance Mycobacterium tuberculosis (MDR-TB) adalah jenis

BAB I PENDAHULUAN. Multi-Drug Resistance Mycobacterium tuberculosis (MDR-TB) adalah jenis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Multi-Drug Resistance Mycobacterium tuberculosis (MDR-TB) adalah jenis Tuberkulosis (TB) yang resisten terhadap dua atau lebih Obat Anti Tuberkulosis (OAT) lini pertama,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan menggunakan primer NA. Primer NA dipilih karena protein neuraminidase,

Lebih terperinci

MODIFIKASI LINGKUNGAN UNTUK PENGENDALIAN SCHISTOSOMIASIS DI DAERAH ENDEMIS SULAWESI TENGAH

MODIFIKASI LINGKUNGAN UNTUK PENGENDALIAN SCHISTOSOMIASIS DI DAERAH ENDEMIS SULAWESI TENGAH MODIFIKASI LINGKUNGAN UNTUK PENGENDALIAN SCHISTOSOMIASIS DI DAERAH ENDEMIS SULAWESI TENGAH THE ENVIRONMENTAL MODIFICATION TO SCHISTOSOMIASIS CONTROL IN ENDEMIC AREAS, CENTRAL SULAWESI Anis Nurwidayati*

Lebih terperinci

Prevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung

Prevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung Prevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung THE PREVALENCE OF TREMATODES IN BALI CATTLE BREEDERS REARED IN THE SOBANGAN VILLAGE, MENGWI

Lebih terperinci

I. PENGANTAR. Separuh dari keseluruhan penduduk dunia, diperkirakan 3,3 miliar orang,

I. PENGANTAR. Separuh dari keseluruhan penduduk dunia, diperkirakan 3,3 miliar orang, I. PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Separuh dari keseluruhan penduduk dunia, diperkirakan 3,3 miliar orang, hidup di wilayah endemis malaria dengan sekitar 250 juta orang terinfeksi malaria untuk tiap

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR TABEL.. DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR SINGKATAN INTISARI... ABSTRACT...

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR TABEL.. DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR SINGKATAN INTISARI... ABSTRACT... DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN. KATA PENGANTAR DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR TABEL.. DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR SINGKATAN INTISARI... ABSTRACT... BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bakteri Micobacterium tuberculosis (M. tuberculosis). Tuberkulosis disebarkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bakteri Micobacterium tuberculosis (M. tuberculosis). Tuberkulosis disebarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Micobacterium tuberculosis (M. tuberculosis). Tuberkulosis disebarkan melalui partikel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 2 Gen GH exon 2 pada ternak kambing PE, Saanen, dan persilangannya (PESA) berhasil diamplifikasi menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Pasangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini pada umumnya menyerang paru-paru

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini pada umumnya menyerang paru-paru BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini pada umumnya menyerang paru-paru (pulmonary tuberculosis),

Lebih terperinci

Diagnosis Schistosomiasis dengan Metode Dot Blot

Diagnosis Schistosomiasis dengan Metode Dot Blot Diagnosis Schistosomiasis dengan Metode Dot Blot... (Samarang, Made Agus Nurjana. et.al) Diagnosis Schistosomiasis dengan Metode Dot Blot The Diagnosis of Schistosomiasis by Dot Blot Method Samarang*,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah

BAB I. PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah 1 BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan bahwa Asia menempati urutan pertama dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Amplifikasi Gen Mx Amplifikasi gen Mx telah berhasil dilakukan. Hasil amplifikasi gen Mx divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

DAFTAR ISI. BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... i LEMBAR PERSETUJUAN... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x BAB

Lebih terperinci

ABSTRAK. OPTIMASI AMPLIFIKASI BAGIAN GEN parc DENGAN METODE PCR PADA ISOLAT Salmonella typhi DARI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 2006

ABSTRAK. OPTIMASI AMPLIFIKASI BAGIAN GEN parc DENGAN METODE PCR PADA ISOLAT Salmonella typhi DARI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 2006 ABSTRAK OPTIMASI AMPLIFIKASI BAGIAN GEN parc DENGAN METODE PCR PADA ISOLAT Salmonella typhi DARI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 2006 Hadi Sumitro Jioe, 2008. Pembimbing I : Ernawati Arifin Giri Rachman,

Lebih terperinci

BIONOMIK SCHISTOSOMA TAPONICUM PADAMENCIT(Musmusculus)DILABORATORIUM

BIONOMIK SCHISTOSOMA TAPONICUM PADAMENCIT(Musmusculus)DILABORATORIUM BIONOMIK SCHISTOSOMA TAPONICUM PADAMENCIT(Musmusculus)DILABORATORIUM Anis Nurwidayatir, Phetisya PFSr, htan Tr' Ristil,Balai Litban gp\b?donggala, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan' Kementerian

Lebih terperinci

ABSTRAK. Deteksi Mutasi pada Quinolone Resistant Determining Regions (QRDRs ) gen gyra pada Salmonella typhi Isolat Klinik dan Galur Khas Indonesia

ABSTRAK. Deteksi Mutasi pada Quinolone Resistant Determining Regions (QRDRs ) gen gyra pada Salmonella typhi Isolat Klinik dan Galur Khas Indonesia ABSTRAK Deteksi Mutasi pada Quinolone Resistant Determining Regions (QRDRs ) gen gyra pada Salmonella typhi Isolat Klinik dan Galur Khas Indonesia Kirby Saputra, 2008 Pembimbing I : Ernawati Arifin Giri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak beberapa tahun terakhir ini, berbagai penyakit infeksi mengalami peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai belahan dunia

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN SCHISTOSOMIASIS DI DESA PUROO KECAMATAN LINDU KABUPATEN SIGI TAHUN 2014 ABSTRAK

ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN SCHISTOSOMIASIS DI DESA PUROO KECAMATAN LINDU KABUPATEN SIGI TAHUN 2014 ABSTRAK ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN SCHISTOSOMIASIS DI DESA PUROO KECAMATAN LINDU KABUPATEN SIGI TAHUN 2014 Rasyika Nurul 1, Muh. Jusman Rau 2, Lisdayanthi Anggraini 2 1.Bagian Promosi Kesehatan, Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit infeksi bakteri yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam tifoid masih merupakan penyakit endemik di Indonesia. Hal ini dikaitkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,

BAB I PENDAHULUAN. sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Gejala utama adalah batuk selama 2 minggu atau lebih, batuk disertai

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Sintesis fragmen 688--1119 gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005 dilakukan dengan teknik overlapping extension

Lebih terperinci

PCR Cabinet, Thermocycler (PCR Mechine) and Real Time -PCR

PCR Cabinet, Thermocycler (PCR Mechine) and Real Time -PCR PCR Cabinet, Thermocycler (PCR Mechine) and Real Time -PCR Meet 6, Instrumentasi Bioteknologi Universitas Esa Unggul By: Seprianto, S.Pi, M.Si Thermocycler (Mesin PCR) Thermocyclers, or thermal

Lebih terperinci

ARTIKEL PENELITIAN Akurasi Deteksi Mycobacterium tuberculosis

ARTIKEL PENELITIAN Akurasi Deteksi Mycobacterium tuberculosis ARTIKEL PENELITIAN Akurasi Deteksi Mycobacterium tuberculosis dengan Teknik PCR menggunakan Primer X dibandingkan dengan Pemeriksaan Mikroskopik (BTA) dan Kultur Sputum Penderita dengan Gejala Tuberkulosis

Lebih terperinci

ABSTRAK. ISOLASI, OPTIMASI AMPLIFIKASI DAN KLONING GEN phoq PADA Salmonella typhi

ABSTRAK. ISOLASI, OPTIMASI AMPLIFIKASI DAN KLONING GEN phoq PADA Salmonella typhi ABSTRAK ISOLASI, OPTIMASI AMPLIFIKASI DAN KLONING GEN phoq PADA Salmonella typhi Patrisia Puspapriyanti, 2008. Pembimbing I : Ernawati A.Girirachman, Ph.D. Pembimbing II : Johan Lucianus, dr., M.Si. Salmonella

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) memerlukan deteksi cepat untuk kepentingan diagnosis dan

Lebih terperinci

Situasi Terkini Daerah Fokus Keong Hospes Perantara di Daerah Endemis Schistosomiasis di Sulawesi Tengah

Situasi Terkini Daerah Fokus Keong Hospes Perantara di Daerah Endemis Schistosomiasis di Sulawesi Tengah http://dx.doi.org/10.22435/bpk.v45i4.7570.215-222 Situasi Daerah Fokus Keong Hospes Perantara di Daerah... (Junus Widjaja, Hayani Anastasia, at.al) Situasi Terkini Daerah Fokus Keong Hospes Perantara di

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kerangka Konsep. Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai. berikut :

METODE PENELITIAN. Kerangka Konsep. Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai. berikut : 25 METODE PENELITIAN Kerangka Konsep berikut : Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai Manajemen Unggas di TPnA - Keberadaan SKKH - Pemeriksaan - Petugas Pemeriksa - Cara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi ini membutuhkan primer spesifik (sekuen oligonukelotida khusus) untuk daerah tersebut. Primer biasanya terdiri dari 10-20 nukleotida dan dirancang berdasarkan daerah konservatif

Lebih terperinci

BIO306. Prinsip Bioteknologi

BIO306. Prinsip Bioteknologi BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 7. PUSTAKA GENOM DAN ANALISIS JENIS DNA Konstruksi Pustaka DNA Pustaka gen merupakan sumber utama isolasi gen spesifik atau fragmen gen. Koleksi klon rekombinan dari

Lebih terperinci

Kata kunci : sel punca, darah tali pusat, FcγRIIb, Reseptor Fc, Imunoglobulin

Kata kunci : sel punca, darah tali pusat, FcγRIIb, Reseptor Fc, Imunoglobulin ABSTRAK EKSPRESI FC γ RIIB YANG DIISOLASI DARI SEL PUNCA DARAH TALI PUSAT Elvine, 2009 Pembimbing I : Caroline Tan Sardjono,dr., PhD Pembimbing II: DR. Susi Tjahjani,dr., M.Kes Penggunaan sel punca sebagai

Lebih terperinci

Seminar Nasional Biologi 2010 SB/P/BF/08 GREEN FLUORESCENT PROTEIN PADA UBUR-UBUR LOKAL SEBAGAI ALTERNATIF MARKA DNA Cahya Kurnia Fusianto 1, Zulfikar Achmad Tanjung 1,Nugroho Aminjoyo 1, dan Endang Semiarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar belakang. orang yang sudah meninggal, kegunaan golongan darah lebih tertuju pada

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar belakang. orang yang sudah meninggal, kegunaan golongan darah lebih tertuju pada 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar belakang Golongan darah sistem ABO yang selanjutnya disebut golongan darah merupakan salah satu indikator identitas seseorang. Pada orang hidup, golongan darah sering digunakan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU KEPALA KELUARGA TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT SCHISTOSOMIASIS DI DESA PUROO KEC. LINDU KAB.

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU KEPALA KELUARGA TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT SCHISTOSOMIASIS DI DESA PUROO KEC. LINDU KAB. HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU KEPALA KELUARGA TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT SCHISTOSOMIASIS DI DESA PUROO KEC. LINDU KAB. SIGI Vail Alfadri A. Mahmud 1, Yusran Haskas 2, Akmal 3 1 2 3 (Alamat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Gen GH exon 3 pada kambing PE, Saanen, dan PESA (Persilangan PE dan Saanen) berhasil diamplifikasi menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Panjang fragmen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Virus hepatitis B (VHB) merupakan virus yang dapat. menyebabkan infeksi kronis pada penderitanya (Brooks et

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Virus hepatitis B (VHB) merupakan virus yang dapat. menyebabkan infeksi kronis pada penderitanya (Brooks et BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Virus hepatitis B (VHB) merupakan virus yang dapat menyebabkan infeksi kronis pada penderitanya (Brooks et al., 2008). Virus ini telah menginfeksi lebih dari 350 juta

Lebih terperinci

ABSTRAK. Analisis Mutasi Gen Pengekspresi Domain B dan C DNA Polimerase HBV Dari Pasien Yang Terinfeksi Dengan Titer Rendah.

ABSTRAK. Analisis Mutasi Gen Pengekspresi Domain B dan C DNA Polimerase HBV Dari Pasien Yang Terinfeksi Dengan Titer Rendah. ABSTRAK Analisis Mutasi Gen Pengekspresi Domain B dan C DNA Polimerase HBV Dari Pasien Yang Terinfeksi Dengan Titer Rendah. Natalia, 2006 Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping : Johan Lucianus, dr., M.Si.

Lebih terperinci

Media Litbangkes Vol 23 No. 3, Sept 2013,

Media Litbangkes Vol 23 No. 3, Sept 2013, FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU MASYARAKAT DALAM MENCEGAH PENULARAN SCHISTOSOMIASIS DI DUA DESA DI DATARAN TINGGI NAPU KAPUPATEN POSO, SULAWESI TENGAH TAHUN 2010 FACTORS RELATED TO COMMUNITY

Lebih terperinci

ABSTRACT Development Method of Detection Contaminant Bacterial Pathogen Escherichia coli in Milk with Real-Time Polymerase Chain Reaction (RTi- PCR)

ABSTRACT Development Method of Detection Contaminant Bacterial Pathogen Escherichia coli in Milk with Real-Time Polymerase Chain Reaction (RTi- PCR) ABSTRACT Development Method of Detection Contaminant Bacterial Pathogen Escherichia coli in Milk with Real-Time Polymerase Chain Reaction (RTi- PCR) By Amalia Masturotul M 09/283370/PA/12532 Detection

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kronik dan termasuk penyakit hati yang paling berbahaya dibandingkan dengan. menularkan kepada orang lain (Misnadiarly, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. kronik dan termasuk penyakit hati yang paling berbahaya dibandingkan dengan. menularkan kepada orang lain (Misnadiarly, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatits B disebabkan oleh virus hepatitis B (HBV) yang termasuk virus DNA, yang menyebakan nekrosis hepatoseluler dan peradangan (WHO, 2015). Penyakit Hepatitis B

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hewan Babi Hewan babi berasal dari Genus Sus, Linnaeus 1758 mempunyai bentuk hidung yang rata sangat khas, hewan ini merupakan jenis hewan omnivora atau hewan pemakan segala.

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini akan dipaparkan hasil dari tahap-tahap penelitian yang telah dilakukan. Melalui tahapan tersebut diperoleh urutan nukleotida sampel yang positif diabetes dan sampel

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Wajwalku Wildlife Laboratory, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Kasetsart

III. METODE PENELITIAN. Wajwalku Wildlife Laboratory, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Kasetsart III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Februari hingga Maret 2016. Preparasi penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler, Fakultas Teknobiologi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah.

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus : Animalia : Chordata

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI Halaman : 1 dari 5 ISOLASI TOTAL DNA HEWAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan hewan, dapat dari insang, otot, darah atau jaringan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasar pangan yang semakin global membawa pengaruh baik, namun

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasar pangan yang semakin global membawa pengaruh baik, namun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasar pangan yang semakin global membawa pengaruh baik, namun masyarakat patut berhati-hati dengan bahan makanan dalam bentuk olahan atau mentah yang sangat mudah didapat

Lebih terperinci

URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan

URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan sekuen non kode (sekuen yang tidak mengalami sintesis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Purifikasi DNA Total DNA total yang diperoleh dalam penelitian bersumber dari darah dan bulu. Ekstraksi DNA yang bersumber dari darah dilakukan dengan metode phenolchloroform,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG DAFTAR ISI ABSTRAK... Error! ABSTRACT... Error! KATA PENGANTAR... Error! DAFTAR ISI... i DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG... Error! BAB I PENDAHULUAN... Error! 1.1 Latar Belakang... Error! 1.2 Rumusan Masalah...

Lebih terperinci

DESAIN PRIMER SECARA IN SILICO UNTUK AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN rpob Mycobacterium tuberculosis DENGAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

DESAIN PRIMER SECARA IN SILICO UNTUK AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN rpob Mycobacterium tuberculosis DENGAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Desain Primer secara in silico untuk Amplifikasi Fragmen Gen rpob Mycobacterium tuberculosis DESAIN PRIMER SECARA IN SILICO UNTUK AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN rpob Mycobacterium tuberculosis DENGAN POLYMERASE

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 4 Amplifikasi gen GH exon 4 pada kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA (Persilangan PE-Saanen) diperoleh panjang fragmen 200 bp (Gambar 8). M 1 2 3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan salah satu. Penurunan imunitas seluler penderita HIV dikarenakan sasaran utama

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan salah satu. Penurunan imunitas seluler penderita HIV dikarenakan sasaran utama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan salah satu infeksi yang perkembangannya terbesar di seluruh dunia, dalam dua puluh tahun terakhir diperkirakan

Lebih terperinci

Variasi Genus Keong di Daerah Fokus Keong Perantara Schistosomiasis di Dataran Tinggi Lindu, Sulawesi Tengah

Variasi Genus Keong di Daerah Fokus Keong Perantara Schistosomiasis di Dataran Tinggi Lindu, Sulawesi Tengah Variasi Genus Keong di Daerah Fokus Keong Perantara Schistosomiasis di Dataran Tinggi Lindu, Sulawesi Tengah Snail Genera Variation in Focus Area Of Schistosomiasis Intermediate Snail in Lindu Plateau,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. daging yang beredar di masyarakat harus diperhatikan. Akhir-akhir ini sering

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. daging yang beredar di masyarakat harus diperhatikan. Akhir-akhir ini sering BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Produk makanan olahan saat ini sedang berkembang di Indonesia. Banyaknya variasi bentuk produk makanan olahan, terutama berbahan dasar daging yang beredar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan masih ada sekitar 99%. Metagenomik muncul sebagai metode baru

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan masih ada sekitar 99%. Metagenomik muncul sebagai metode baru 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mikroorganisme yang tidak dapat dikulturkan dengan teknik standar diperkirakan masih ada sekitar 99%. Metagenomik muncul sebagai metode baru yang dapat mempelajari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Babi Babi adalah sejenis hewan ungulata yang bermoncong panjang dan berhidung leper dan merupakan hewan yang aslinya berasal dari Eurasia. Didalam Al-Qur an tertera dengan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN 14 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Konfirmasi bakteri C. violaceum dan B. cereus dilakukan dengan pewarnaan Gram, identifikasi morfologi sel bakteri, sekuensing PCR 16s rdna dan uji kualitatif aktivitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan insiden dan mortalitas yang tinggi (Carlos et al., 2014). Sampai saat ini telah

I. PENDAHULUAN. dengan insiden dan mortalitas yang tinggi (Carlos et al., 2014). Sampai saat ini telah I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kanker serviks masih merupakan masalah kesehatan perempuan sehubungan dengan insiden dan mortalitas yang tinggi (Carlos et al., 2014). Sampai saat ini telah tedapat 529.000

Lebih terperinci

19/10/2016. The Central Dogma

19/10/2016. The Central Dogma TRANSKRIPSI dr.syazili Mustofa M.Biomed DEPARTEMEN BIOKIMIA DAN BIOLOGI MOLEKULER FK UNILA The Central Dogma 1 The Central Dogma TRANSKRIPSI Transkripsi: Proses penyalinan kode-kode genetik yang ada pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk 56 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk mengamplifikasi Gen FNBP1L. B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan gejala saraf yang progresif dan hampir selalu berakhir dengan kematian. Korban

BAB I PENDAHULUAN. dengan gejala saraf yang progresif dan hampir selalu berakhir dengan kematian. Korban BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rabies merupakan penyakit hewan menular yang bersifat zoonosis. Kasus rabies sangat ditakuti dikalangan masyarakat, karena mengakibatkan penderitaan yang berat dengan

Lebih terperinci