STRATEGI PENGELOLAAN MANDIRI TAMAN NASIONAL BROMO TENGGER SEMERU PRISCILLIA CHRISTIANI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STRATEGI PENGELOLAAN MANDIRI TAMAN NASIONAL BROMO TENGGER SEMERU PRISCILLIA CHRISTIANI"

Transkripsi

1 STRATEGI PENGELOLAAN MANDIRI TAMAN NASIONAL BROMO TENGGER SEMERU PRISCILLIA CHRISTIANI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Strategi Pengelolaan Mandiri Taman Nasional Bromo Tengger Semeru adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Mei 2016 Priscillia Christiani NIM E

4 ABSTRAK PRISCILLIA CHRISTIANI. Strategi Pengelolaan Mandiri Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Dibimbing oleh HADI SUKADI ALIKODRA dan RINEKSO SOEKMADI. Kawasan konservasi memiliki permasalahan yang sama, yaitu mengenai pendanaan. Pendanaan berperan penting untuk menentukan keberhasilan pengelolaan taman nasional. Saat ini, Taman Naional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) dibiayai sepenuhnya oleh pemerintah. Di masa depan, dikhawatirkan kapasitas pendanaan pemerintah akan menurun. Oleh karena itu, penelitian ini berusaha untuk merancang kemungkinan strategi kemandirian bagi TNBTS. Penelitian ini menganalisis perbedaan antara kondisi TNBTS saat ini dengan kondisi ideal yang ingin dicapai TNBTS dalam rangka menuju kemandirian. Strategi kemandirian akan dijabarkan ke dalam tiga hal, yaitu strategi kelola usaha, strategi kelola kelembagaan, dan strategi kelola sosial. Data dalam penelitian ini didapatkan dengan menggunakan metode wawancara dan studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan TNBTS sudah mampu menjadi TN Mandiri. Akan tetapi, untuk mencapai kemandirian diperlukan kematangan rencana bisnis dan kapasitas pengelola yang mampu menjalankan bisnis dengan tetap memperhatikan prinsip konservasi. Kata kunci: dana konservasi, pembiayaan mandiri, taman nasional Bromo Tengger Semeru ABSTRACT PRISCILIA CHRISTIANI. Self-Financing Strategies for Bromo Tengger Semeru National Park. Supervised by HADI SUKADI ALIKODRA and RINEKSO SOEKMADI. Funding is one of a key factor that can determine the success of national park management. Currently, Bromo Tengger Semeru National Park (BTSNP) is fully funded by the government. In the future, national parks in Indonesia are expected to build a self-financing system because there will be a decrease in the capacity of government funding. This research investigated possible sustainable strategies for self-financing by BTSNP; the research used gap analysis of the difference between real and ideal scenarios for BTSNP s self-financing and sustainability criteria. This strategy is divided into: business strategy, institutional strategy, and social strategy. Research data was collected by interview and literature review. The results of this research have shown that BTSNP could attain complete financial self-sufficiency. However, to achieve self-financing BTSNP need to prepare the institution than can run the business well and need to build the capacity of the managers. Keywords: Bromo Tengger Semeru national park, conservation fund, selffinancing

5 STRATEGI PENGELOLAAN MANDIRI TAMAN NASIONAL BROMO TENGGER SEMERU PRISCILLIA CHRISTIANI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYAHUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

6

7

8 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Tritunggal atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. sehingga penyusunan skripsi berjudul Strategi Pengelolaan Mandiri Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, terutama kepada Prof Dr Ir Hadi S Alikodra, Ms dan Dr Ir Rinekso Soekmadi, MScF selaku Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran dan nasihat yang bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan penulisan tugas akhir ini; Bapak dan Ibu dosen di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor untuk ilmu yang diberikan; seluruh pihak Taman Nasional Bromo Tengger Semeru yang telah bersedia bekerja sama dalam pengambilan data; Bapak dan Ibu Staf Tata Usaha di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor untuk waktu dan bantuan yang diberikan; Papi, Mami, Papa, Ci Jessica, Nazir Foead, dan Delima Saragih yang telah memberikan semangat, dukungan, dan doa; Adithya Ananta Halim dan keluarga, yang selalu memperhatikan, membantu, dan mendoakan; sahabat-sahabat terbaik Ken Dara Cita, Galuh Masyithoh, Ilham Ananda, Rizka Hari Yulianti Pratami, dan Panji Prakoso atas semangat, dukungan, hiburan, keceriaan yang diberikan; seluruh teman-teman, khususnya KSHE 48 atas bantuan, dukungan, doa dan keceriaan yang senantiasa berlimpah; seluruh pemuda Gereja Reformed Injili Indonesia BSD-Bintaro, Hamburg (Trio Flüchtlinge), Bogor (Abe), dan Kelapa Gading (Ci Erni) atas penghiburan dan penguatan yang selalu diberikan; Gannady Girsang, Made Ari, dan seluruh teman-teman di Goettingen yang selalu memotivasi untuk segera menyelesaikan skirpsi ini; dan pihak terkait yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Mei 2016 Priscillia Christiani

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR vii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 3 Manfaat Penelitian 3 METODE 3 Lokasi dan Waktu Penelitian 3 Alat dan Obyek Penelitian 3 Jenis Data 4 Teknk Pengumpulan Data 4 Analisis Data 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 7 Kondisi Umum TNBTS 7 Sumberdaya Manusia Eksisting TNBTS 8 Fasilitas TNBTS 10 Elemen Pendanaan TNBTS 11 Perbandingan Pendanaan TNBTS dengan Negara Lain 14 Kondisi Eksisting Pendanaan dan Bisnis Kawasan TNBTS 15 Strategi Kemandirian TNBTS 18 Strategi Pencapaian Kemandirian TNBTS 22 SIMPULAN DAN SARAN 27 Simpulan 27 Saran 27 DAFTAR PUSTAKA 28

10 DAFTAR TABEL 1 Jenis, metode pengumpulan, dan sumber data 5 2 PNBP TNBTS 11 3 Jumlah Pengunjung TNBTS 12 4 Anggaran dan belanja TNBTS 13 5 Dana Konservasi Negara Lain 14 6 Rencana dan alokasi pendanaan serta penerimaan TNBTS 15 7 Presentase alokasi anggaran belanja TNBTS 16 8 Tarif masuk kawasan Bromo dan sekitarnya 17 9 Tarif masuk kawasan Semeru dan sekitarnya Proyeksi PNBP skenario pesimis Proyeksi PNBP skenario optimis Total pemasukan PNBP TNBTS skenario optimis 21 DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka pikir penelitian 2 2 Denah objek wisata TNBTS 8 3 Struktur organisasi TNBTS 9 4 Laju perkembangan PNBP TNBTS 11 5 Laju perkembangan pengunjung TNBTS 12 6 PNBP TNBTS Perbandingan proyeksi skenario pesimis, moderat, dan optimis 22

11 PENDAHULUAN Latar Belakang Kawasan konservasi berperan penting dalam pola keseluruhan penggunaan lahan dan pembangunan ekonomi (McNeely 1995). Fungsi pokok kawasan konservasi adalah sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Potensi taman nasional (TN) dari sisi bio-ekologis sudah banyak diteliti, sementara dari sisi ekonomi belum banyak diungkap. Keseluruhan potensi kawasan konservasi sampai saat ini belum dikembangkan dan dimanfaatkan secara optimal (Kemenhut 2011a). Penunjukan dan penetapan kawasan konservasi di Indonesia saat ini telah mencapai 521 unit dengan luas ± juta hektar. Permasalahan pengelolaan TN di Indonesia secara umum berkaitan erat dengan berbagai aspek seperti masalah kelembagaan, masalah kawasan, konflik kawasan, serta rendahnya komitmen para pihak dalam mendukung keberhasilan kegiatan konservasi (Kemenhut 2011a). Hasil survey cepat mengenai efektivitas pengelolaan TN di Indonesia, pada tahun 2010 sampai 2011 dengan metode Rapid Assesment on Protected Area Management-Management Effectiveness Tracking Tool (RAPPAM-METT) menunjukkan sebagian besar pengelolaan TN belum berjalan efektif. Pengelolaan yang efektif hanya dicapai oleh lima Balai TN (BTN) dari 50 TN yang ada yaitu BTN Komodo, BTN Bali Barat, Balai Besar TN (BBTN) Bromo Tengger Semeru, BBTN Gunung Gede Pangrango dan BTN Way Kambas, sisanya sedang dan buruk. Faktor utama belum efektifnya pengelolaan TN terkait erat dengan keterbatasan sumber daya manusia (SDM) dan anggaran pemerintah. Pemerintah telah melakukan berbagai kebijakan dalam upaya mengoptimalkan pengelolaan kawasan konservasi, termasuk dalam mengatasi permasalahan pembiayaan keuangannya. Upaya tersebut diantaranya dengan Penunjukan 20 Taman Nasional Model dengan target menjadi Taman Nasional Mandiri melalui Surat Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Nomor : SK.69/IV-Set/HO/2006 tanggl 3 Mei 2006 sebagai tindak lanjut dari Rencana Strategis Departemen Kehutanan TN di Indonesia menyimpan nilai ekonomi yang tidak kurang dari 596 trilyun rupiah. Namun, pada tahun 2010 jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang diperoleh seluruh TN di Indonesia hanya 16 milyar rupiah, hanya setara dengan PNBP yang dihasilkan kebun raya di Indonesia yang luasnya kurang dari 1 juta ha (Kemenhut 2011a). Bahkan, walaupun suatu kawasan konservasi mampu memberikan kontribusi yang nyata bagi keuangan negara, tetapi hanya sebagian kecil saja dari dana tersebut yang dikembalikan untuk keperluan pengelolaan kawasan konservasi (McNeely 1995). Kecukupan pendanaan, kestabilan pendanaan dan pengelolaan keuangan memiliki korelasi cukup tinggi terhadap efektivitas pengelolaan (Leverington et al. 2010). Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) ditunjuk sebagai Taman Nasional Model dengan tujuan untuk optimalisasi pengelolaan sesuai dengan kekhasan, dalam rangka mewujudkan Taman Nasional Mandiri. Pada tahun 2014, pagu anggaran pemerintah untuk TNBTS adalah sebesar Rp

12 2 dan realisasi anggaran kegiatan TNBTS adalah sebesar Rp Sementara penghasilan PNBP TNBTS pada tahun 2014 adalah Rp (BBTNBTS 2014). Hal ini menunjukkan bahwa penerimaan yang diperoleh TNBTS sudah mencukupi biaya pengelolaannya. TNBTS saat ini masih bergantung kepada pembiayaan yang berasal dari APBN pemerintah pusat. Kedepannya dikhawatirkan pemerintah akan lebih memprioritaskan pendanaan untuk isu-isu mengenai kependudukan, masalah sosial, dan infrasturktur, sehingga kemampuan pendanaan pemerintah di bidang konservasi akan menurun. Oleh karena itu, diperlukan suatu strategi kemandirian khususnya dalam hal pendanaan agar TNBTS dapat membiayai kebutuhannya sendiri dan tidak bergantung sepenuhnya kepada pemerintah. Diharapkan, dengan kemandirian pendanaan, maka TNBTS dapat memberikan kontribusi kepada pemerintah sehingga kawasan konservasi di Indonesia dipandang penting dan mendapat dukungan dari masyarakat. Perumusan Masalah Sumber pendanaan taman nasional saat ini berasal dari APBN, PNBP, dan sumber lainnya. Ketika kemampuan sumber pendanaan tersebut menurun, diperlukan suatu pendapatan tambahan bagi pengelolaan taman nasional (Gambar 1). Pendanaan tambahan tersebut dapat dimanfaatkan dengan mengoptimalkan sumber daya alam yang dimiliki TNBTS. Sumber daya alam (SDA) ini diharapkan mampu memberikan kontribusi berkelanjutan bagi penyelengaraan kegiatan pengelolaan TNBTS sehingga dapat mencapai kondisi ideal taman nasional mandiri. Dalam mengoptimalkan SDA kawasan TNBTS diperlukan beberapa strategi, yakni strategi kelola usaha, strategi kelola kelembagaan, dan strategi kelola sosial. Ketiga strategi ini akan disusun dengan mempertimbangkan kebijakan dan aturan yang berlaku saat ini. Gambar 1 Kerangka pikir penelitian

13 3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah menyusun strategi self-financing (kemandirian) pengelolaan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Untuk merumuskan strategi ini, terdapat tiga focus utama, yakni strategi kelola usaha, strategi kelola kelembagaan, dan strategi kelola sosial. Manfaat Penelitian Manfaat dari dilaksanakannya penelitian ini bagi pihak internal adalah memberikan masukan untuk pengembangan pengelolaan TNBTS sehingga tercapai kemandirian pengelolaan kawasan TNBTS. Sedangkan bagi pihak ekternal, penelitian ini dapat memberikan data yang dibutuhkan. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bukti bahwa kawasan konservasi merupakan aset penting dan dapat memberikan keuntungan bagi masyarakat. Taman nasional diharapkan tidak lagi dipandang sebelah mata oleh masyarakat, namun mampu meberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan negara. Strategi kemandirian yang disusun diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan pengelola untuk mendorong kesiapan kemandirian taman nasional di Indonesia. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Tempat yang menjadi lokasi penelitian adalah Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dipilih karena merupakan TN Efektif sesuai dengan Road Map Pembangunan Kehutanan Berbasis Taman Nasional yang menjadi target untuk dijadikan TN Mandiri pada Milestone I (Kemenhut 2011a). Selain itu, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru juga merupakan salah satu taman nasional di Indonesia yang memberikan PNBP dalam jumlah yang besar. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni Alat dan Obyek Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, kuesioner, dan kamera. Selain itu, penelitian dilakukan dengan mengacu kepada beberapa dokumen, yaitu Sustainable Financing for Protected Areas oleh IUCN (Emerton et al. 2006), dan dokumen Road Map Pembangunan Kehutanan Berbasis Taman Nasional oleh Kementerian Kehutanan Republik Indonesia (Kementerian Kehutanan 2011). Obyek penelitian adalah pihak yang terlibat dalam proses penyelenggaraan anggaran serta pengelolaan TNBTS.

14 4 Jenis Data Data yang dikumpulkan adalah data mengenai pendapatan TNBTS, jenis kegiatan dan biaya pengelolaan TNBTS, dan kapasitas pengelola kawasan mendukung keberlanjutan pendanaan. Data ini digunakan untuk menggambarkan kondisi eksisting atau tingkat kemandirian pengelolaan kawasan TNBTS saat ini serta mengumpulkan peluang-peluang pelaksanaan strategi pencapaian kondisi ideal pengelolaan dengan pertimbangan peraturan dan kebijakan yang terkait. Data ini juga menjadi informasi pendukung pemilihan strategi. Teknik Pengumpulan Data Metode penelitian secara umum terbagi menjadi dua, yakni studi literatur dan wawancara. Studi literatur Studi literatur dilakukan terhadap penelitian terdahulu, dokumen pengelolaan, peraturan perundang-undangan serta kebijakan terkait dan pustaka lain yang terkait dengan bahasan. Studi literatur tidak hanya dilakukan di Balai Besar TNBTS tetapi juga terhadap publikasi ilmiah terkait yang dapat ditemukan. Dokumen pendanaan TNBTS, PNBP saat ini, pengeluaran TN, skema pendistribusian pendanaan dibutuhkan untuk mengetahui persentase PNBP terhadap pengeluaran TN serta jumlah, jenis dan alokasi anggaran TNBTS. Penelusuran dokumen ini dilakukan untuk mengetahui kondisi eksisting saat ini dan kondisi ideal TNBTS Mandiri Untuk mengkaji strategi pembiayaan TNBTS, jenis data yang diperlukan adalah pendapatan TNBTS dan jenis kegiatan serta biaya pengelolaan TNBTS. Parameter yang diukur adalah pagu anggaran dari pemerintah, PNBP TNBTS, dan alokasi penggunaan anggaran dari pemerintah berdasarkan kegiatan belanja pegawai, belanja modal, dan belanja barang. Jenis data yang diperlukan untuk mengembangkan strategi Balai Besar TNBTS mandiri adalah dokumen rencana bisnis TNBTS, struktur organisasi TNBTS saat ini, dan kondisi sosial pihak pengelola TNBTS. Variabel yang diukur adalah kondisi TNBTS saat ini menuju kemandirian. Wawancara Wawancara dilakukan kepada pihak pengelola Balai Besar TNBTS. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data strategi pendanaan kawasan dan skema alokasi anggaran guna membantu mengerti dokumen tertulis (Tabel 1). Berikut disajikan sebagai ringkasan atas jenis data dan metode pengumpulan data di atas.

15 Tabel 1 Jenis, metode pengumpulan, dan sumber data Tujuan Jenis data Variabel/Parameter Metode Sumber data 1. Pendapatan TNBTS 1.1 Pagu anggaran dari Review dokumen pemerintah keuangan 1.2 PNBP TNBTS saat ini 1. Mengkaji strategi pembiayaan TNBTS Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) TNBTS 2. Jenis-jenis kegiatan dan biaya pengelolaan 2.1 Alokasi penggunaan anggaran dari pemerintah berdasarkan kegiatan belanja pegawai, belanja barang, dan belanja modal Wawancara Kepala Subbagian Umum Balai Besar TNBTS dan review dokumen keuangan Rencana Strategis Balai Besar TNBTS, Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) TNBTS, Statistik Balai Besar TNBTS 2. Mengembangkan strategi Balai Besar TNBTS yang mandiri 1.1 Bisnis 1.2 Kelembagaan 1.3 Sosial Kondisi pengelolaan TNBTS menuju kemandiran Wawancara pengelola Balai Besar TNBTS dan review dokumen Dokumen Rencana Strategis Bisnis Balai Besar TNBTS, Dokumen struktur organisasi Balai Besar TNBTS 5

16 6 Analisis dan Sintesis Data Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data yang diperoleh diolah dengan metode tabulasi silang dan deskriptif. Metode tabulasi silang digunakan untuk menghitung laju pertumbuhan pengunjung, laju peningkatan dan penurunan PNBP, serta jumlah anggaran dan biaya pengelolaan TNBTS. Hasil sintesis ini digunakan untuk menggambarkan kondisi TNBTS saat ini. Kemandirian TNBTS akan dirancang dari tiga analisis, yaitu analisis kelola usaha, analisis kelola kelembagaan, dan analisis kelola social. Pada dasarnya, penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kondisi TNBTS saat ini dengan kondisi kemandirian idela yang ingin dicapai. Gap yang terdapat antara kondisi saat ini dengan kondisi ideal akan diatasi dengan beberapa pilihan strategi mencakup strategi kelola usaha, strategi kelola kelembagaan, dan strategi kelola sosial. Berikut penjabaran strategi tersebut: 1. Strategi kelola usaha Data yang dianalisis adalah data pendapatan dan pengeluaran TNBTS. Sintesis yang dilakukan untuk menghasilkan strategi ini adalah menghubungkan kondisi pendanaan TNBTS saat ini dengan data pendanaan ideal TNBTS Mandiri. Diharapkan dengan hal ini kendala yang berhubungan dengan pendanaan demi kemandirian finansial taman nasional dapat diketahui. Strategi kelola usaha akan menghasilkan sumber-sumber pendapatan tambahan bagi TNBTS melalui penggunaan sumber daya alam kawasan. Strategi kelola usaha akan dijabarkan menjadi 3 skenario, yaitu skenario pesimis, moderat dan optimis. Skenario pesimis adalah skenario yang menggambarkan penurunan penerimaan TNBTS, sehingga kemandirian tidak dapat dicapai TNBTS. Hal yang menyebabkan TNBTS masuk ke dalam skenario pesimis adalah akibat penurunan pengunjung yang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Skenario moderat menggambarkan TNBTS tetap menjalankan bisnis seperti saat ini, tidak ada penambahan pendapatan yang berarti. Skenario optimis menggambarkan TNBTS menggunakan sumber daya alam kawasan yang dimiliki sehingga mampu memperoleh pendapatan tambahan. TNBTS akan masuk ke dalam skenario optimis apabila menjalankan unit bisnis yang mampu mendongkrak pendapatannya, seperti membuka bisnis wisata baru. 2. Strategi kelola kelembagaan Strategi ini berusaha untuk merancang bentuk kelembagaan yang sesuai untuk mengelola TNBTS mandiri. Data yang dianalisis adalah kondisi pengelola saat ini dan dihubungkan dengan tipe institusi pengelola taman nasional menurut Barborak (1995). Pemilihan bentuk institusi yang paling ideal dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi TNBTS saat ini serta kendala yang dihadapi. 3. Strategi kelola sosial Strategi ini didapatkan dengan menghubungkan kondisi pengelola saat ini dengan kriteria ideal pengelola dan masyarakat sekitar TNBTS untuk mengelola TNBTS yang mandiri. Strategi kelola sosial akan menentukan langkah agar pengelola serta masyarakat sekitar kawasan mampu menerima dan beradaptasi dengan strategi kelola usaha dan kelembagaan yang telah dibuat. Ketiga strategi di atas akan menjadi bagian dari strategi pencapaian TNBTS mandiri. Strategi pencapaian akan dibuat senyata mungkin sehingga realistis untuk diimplementasikan oleh pihak TNBTS.

17 7 HASIL DAN PEMBAHASAN TN Mandiri adalah TN efektif yang mampu memenuhi 80% dari biaya pengelolaannya melalui PNBP sendiri (Kemenhut 2011). Secara internasional, kemandirian diartikan sebagai kemampuan suatu lembaga konservasi untuk mencukupi keseluruhan biaya pengeluarannya sendiri (Emerton et al. 2006). Kemampuan ini dilihat dari pendanaan saat ini, SDM, dan institusi yang menopang manajemen dari TN itu sendiri. Kemandirian ini dapat digambarkan dalam derajat yang berbeda-beda. Kelestarian merupakan suatu kondisi yang dituju seiiring dan setelah kemandirian tersebut tercapai. Kelestarian ini memiliki arti bahwa kemandirian tersebut bertahan dan bahwa tujuan dari pengelolaan terjamin (Muthiah 2015). Strategi pencapaian kemandirian dan kelestarian TNBTS dibagi ke dalam tiga strategi besar yakni strategi kelola usaha, strategi kelola kelembagaan, dan strategi kelola sosial. Kondisi Umum TNBTS Secara geografis kawasan TNBTS terletak antara " 39' " 35' Lintang Selatan dan " 44' " 45' Bujur Timur. Berdasarkan wilayah administrasi pemerintahan, TNBTS termasuk dalam 4 wilayah kabupaten yakni Kabupaten Malang, Pasuruan, Probolinggo, dan Lumajang - Propinsi Jawa Timur. Batas kawasan taman nasional, sebelah barat: Kabupaten Malang meliputi lima wilayah Kecamatan antara lain Tirtoyudo, Wajak, Poncokusumo, Tumpang dan Jabung, sebelah timur: Kabupaten Probolinggo meliputi Kecamatan Sumber dan Kabupaten Lumajang wilayah Kecamatan Gucialit dan Senduro, sebelah utara: Kabupaten Pasuruan wilayah Kecamatan Tutur, Tosari, Puspo dan Lumbang. Kabupaten Probolinggo wilayah Kecamatan Lumbang dan Sukapura, sebelah selatan: Kabupaten Malang antara lain wilayah Kecamatan Ampelgading dan Tirtoyudo, serta Kabupaten Lumajang wilayah Kecamatan Pronojiwo dan Candipuro. Luas kawasan TNBTS adalah ,20 Ha, terdiri dari ,95 Ha daratan dan 10,25 Ha perairan yang berupa danau atau ranu (BBTNBTS 2014a). TNBTS memiliki obyek wisata yang saat ini sudah dibuka dan dapat dikunjungi oleh umum. Obyek wisata tersebut diantaranya Gunung Semeru (dengan beberapa obyek di sepanjang rute menuju Gunung Semeru yang biasa dilalui pendaki adalah Ranu Kumbolo, Kalimati, Arcopodo, Padang Rumput Jambangan, Oro Oro Ombo, Cemoro Kandang, dan Pangonan Cilik), komplek Pegunungan Tengger (dengan beberapa objek yaitu Kaldera Tengger, Gunung Bromo, Gua/Gunung Widodaren, Gunung Batok, Gunung Batok dan Gunung Penanjakan), Danau Ranu Pani, Ranu Regulo, dan Ranu Darungan, Hutan Penanjakan-Dingklik, Pura Agung Poten, Gua Widodaren, Sumur Pitu/Gua Lava, Pura/Padanyangan Rondo Kuning, Prasasti Arcopodo, Prasasti Ranu Kumbolo, Pure Ngadas, Vihara Ngadas (Gambar 2).

18 8 Gambar 2 Denah obyek wisata TNBTS Sumberdaya Manusia Eksisting TNBTS Taman Nasional Bromo Tengger Semeru ditetapkan sebagai Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam (PKA) berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 1049/Kpts-II/1992 tanggal 12 November Kemudian berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 185/Kpts-II/1997 tanggal 31 Maret 1997 Organisasi Taman Nasional mengalami perubahan menjadi Balai Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Tahun 2006 berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.29/Menhut-II/2006 diterbitkan peraturan tentang Perubahan Pertama Atas Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 6186/Kpts-II/2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Taman Nasional. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.03/Menhut-II/2007 tanggal 1 Februari 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional, Balai Taman Nasional Bromo Tengger Semeru ditingkatkan menjadi Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (klasifikasi UPT TN Kelas I-eselon IIb) dan struktur organisasi Balai Besar Taman Nasional Tipe B. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Nomor SK. 69/IV-Set/HO/2006 tanggal 3 Mei 2006 tentang Penunjukkan 20 Taman Nasional sebagai Taman Nasional Model, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru termasuk dalam penunjukkan ini. Keputusan ini disusul dengan SK.128/IV-Set/HO/2006 tanggal 25 Juli 2006 tentang Perubahan Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi

19 Alam Nomor SK. 69/IV-Set/HO/ 2006 tanggal 3 Mei 2006 tentang Penunjukkan 21 Taman Nasional sebagai Taman Nasional Model. Taman Nasional Bromo Tengger Semeru ditunjuk sebagai Taman Nasional Model dengan tujuan penunjukan adalah untuk optimalisasi pengelolaan sesuai dengan kekhasan, dalam rangka mewujudkan taman nasional mandiri. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.03/Menhut-II/2007, struktur organisasi Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru terdiri dari (Gambar 3): 9 BBTNBTS Jabatan Fungsional Bagian Tata Usaha Bidang Teknis Bidang Wilayah PTN I Bidang Wilayah PTN II Subbagian Umum Seksi Pemanfaatan SPTN I SPTN III Subbagian Perencanaan dan Kerjasama Seksi Perlindungan SPTN II SPTN IV Subbagian Evaluasi dan Pelaporan serta Humas Gambar 3 Struktur organisasi TNBTS 1. Jabatan Struktural, yang terdiri dari : Kepala Balai Besar, mempunyai tugas melaksanakan kebijakan, koordinasi, bimbingan teknis dan pelaksanaan administrasi dalam rangka penyelenggaraan konservasi SDAH dan ekosistemnya dan pengelolaan kawasan TN berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jabatan di bawahnya adalah Kepala Bagian Tata Usaha, Kepala Bidang Teknis Konservasi Taman Nasional serta Kepala Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I dan II. Kepala Bagian Tata Usaha, mempunyai tugas melaksanakan pengurusan administrasi persuratan, ketatalaksanaan, kepegawaian, keuangan, perlengkapan, kearsipan dan rumah tangga, penyusunan perencanaan dan kerja sama, pengumpulan dan analisis data, pemantauan dan evaluasi, pelaporan serta kehumasan. Jabatan di bawahnya adalah Kepala Subbagian Umum, Kepala Subbagian Perencanaan dan Kerjasama, serta Kepala Subbagian Data, Evaluasi, Pelaporan dan Humas. Kepala Bidang Teknis Konservasi Taman Nasional, mempunyai tugas penyiapan rencana kerja di bidang perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan kawasan TN, pelayanan dan promosi di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Jabatan di bawahnya adalah Kepala Seksi Pemanfaatan dan Pelayanan, dan Kepala Seksi Perlindungan, Pengawetan dan Perpetaan.

20 10 Kepala Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I dan II, mempunyai tugas mengkoordinasikan pelaksanaan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, serta pengelolaan kawasan Taman Nasional di wilayah kerjanya. Nama jabatan di bawahnya adalah Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional. Kepala SPTN Wilayah I dan II berada di bawah Kepala BPTN Wilayah I dan Kepala SPTN Wilayah III dan IV berada di bawah Kepala BPTN Wilayah II. 2. Jabatan Fungsional Umum (Non Struktural) Jabatan fungsional umum (non struktural) ditempati pegawai di bawah Kepala Seksi/Sub Bagian, memiliki tugas pokok dan fungsi masing-masing. 3. Jabatan Fungsional Jabatan ini terdiri dari jabatan fungsional Pengendali Ekosistem Hutan (PEH), Polisi Kehutanan (Polhut), dan Penyuluh Kehutanan dimana masingmasing jabatan fungsional dikoordinasikan oleh seorang Ketua Kelompok/ Koordinator yang ditetapkan oleh Kepala BBTNBTS. Tenaga Fungsional, mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masingmasing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam menunjang pelaksanaan tugas pokok dan fungsi BBTNBTS, struktur organisasi ditambah dengan masing-masing 3 kepala resort untuk Kepala Seksi Pengelolaan TN, dan masing-masing koordinator teknis serta koordinator administrasi umum untuk Kepala Bidang Pengelolaan Taman Nasional. Dalam tahun 2014 terdapat 12 calon pegawai negeri sipil (CPNS) yang ditempatkan di Balai Besar TNBTS terdiri dari 4 fungsional umum, 8 fungsional khusus (PEH = 4; Penyuluh= 2; Polhut=2) sehingga jumlah keseluruhan pegawai baik pegawai negeri sipil dan CPNS sebanyak 116 orang (BBTNBTS 2014a). Fasilitas TNBTS Fasilitas yang dimiliki TNBTS adalah perlengkapan kantor, peralatan olah data, peralatan perpetaan, sarana prasarana wisata alam, kendaraan operasional roda dua dan empat, sarana prasarana komunikasi, perpustakaan, gedung dan bangunan kantor, peralatan pengamanan hutan, perlengkapan SAR (Search and Rescue), perlengkapan pengendalian kebakaran hutan, peralatan penelitian, serta sarana prasarana penyebaran informasi dan promosi. Sarana perkantoran yang ada di TNBTS sudah memenuhi standar di Rencana Pengelolaan Taman Nasional (RPTN), bahkan lebih dari target yang telah ditetapkan. Namun sarana prasarana yang dimiliki oleh TNBTS seperti kamera dan sepeda motor, beberapa kondisinya rusak, dan yang menjadi permasalahan adalah barang-barang yang rusak belum diperbaiki karena biaya untuk perbaikan hampir mendekati dengan barang baru. Elemen Pendanaan TNBTS Pendanaan TNBTS dibahas kedalam tiga elemen, yaitu penerimaan, anggaran, dan alokasinya. 1. Penerimaan TNBTS Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) TNBTS dihasilkan dari pungutan ijin masuk kawasan dari adanya kegiatan wisata alam. PNBP ini memiliki kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan terjadinya

21 peningkatan trend kunjungan wisatawan (Tabel 2). Sejak tahun 2006 PNBP seluruhnya langsung masuk ke pemerintah pusat. Tabel 2 PNBP TNBTS No Tahun Jumlah Setoran PNBP (Rp) Peningkatan (%) Total Sumber: BBTNBTS (2014a) data diolah Pada tahun 2011, terjadi penurunan PNBP sebanyak 17.08% dikarenakan terjadi penurunan pengunjung sebanyak orang (Tabel 3). Tahun 2013, terjadi kenaikan PNPB tertinggi selama 6 tahun terakhir dikarenakan meningkatnya jumlah pengunjung sebanyak orang (Tabel 3). PNBP tertinggi terjadi pada tahun 2014 yaitu sebesar Rp dikarenakan diberlakukannya tarif baru masuk kawasan TNBTS sesuai dengan PP No. 12 tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Kementrian Kehutanan. Fluktuasi PNBP dapat dilihat pada Gambar PNBP (milyar rupiah) Tahun Gambar 4 Laju perkembangan PNBP TNBTS Jumlah Setoran PNBP (Rp) Secara umum, kenaikan pengunjung terbesar terjadi pada tahun 2012, yaitu sebesar % (Tabel 3). Setelah tahun 2012, jumlah pengunjung juga terus meningkat. Hal ini dikarenakan adanya kegiatan promosi yang dilakukan TNBTS. Banyak kegiatan syuting dan pengambilan gambar yang dilakukan di daerah

22 12 Gunung Bromo dan Gunung Semeru. Sementara itu, penurunan pengunjung pada tahun 2006 dan 2011disebabkan oleh adanya aktivitas vulkanik Gunung Semeru, sehingga kawasan pendakian ditutup. Tahun Pengunjung Nusantar a (orang) Tabel 3 Jumlah pengunjung TNBTS Perkemba Pengunjunbangan Perkem- -ngan Total Jumlah Mancanegara Pengun- Jumlah (orang) Pengunjung (%) (orang) jung (%) Perkembangan Jumlah Pengunjung (%) Sumber: BBTNBTS (2014a) data diolah Pengunjung TNBTS umumnya didominasi oleh wisatawan nusantara (Gambar 5). Fluktuasi pengunjung nusantara mengikuti fluktuasi secara umum. Penurunan pengunjung diakibatkan aktivitas vulkanik Gunung Semeru dan kenaikan pengunjung diakibatkan adanya kegiatan promosi. Hal yang menarik adalah fluktuasi pengunjung mancanegara. Trend pengunjung mancanegara tidak mengikuti trend pengunjung secara umum. Pada tahun 2014 terjadi penurunan pengunjung mancanegara sebesar 27.92%. Hal ini masih tidak diketahui penyebabnya. Diperkirakan krisis politik dan ekonomi internasional dapat mempengaruhi minat wisatawan mancanegara untuk datang ke Indonesia. Jumlah pengunjung (orang) Pengunjung Nusantara (orang) Pengunjung Mancanegara (orang) Tahun Gambar 5 Laju perkembangan pengunjung TNBTS

23 2. Anggaran dan belanja TNBTS Pagu anggaran TNBTS cenderung fluktuatif sedangkan belanja dari TNBTS cenderung untuk mengalami kenaikan setiap tahunnya. Belanja dari anggaran ini dapat dibedakan menjadi tiga alokasi yakni belanja pegawai, belanja barang dan belanja modal, kenaikan anggaran setiap tahunnya tidak semata-mata karena peningkatan belanja pegawai (Tabel 4). Tabel 4 Anggaran dan belanja TNBTS Tahun Uraian Belanja Pagu Anggaran Realisasi Serapan (Rp) (Rp) (%) 2009 Belanja Modal Belanja Barang Belanja Pegawai Jumlah Belanja Modal Belanja Barang Belanja Pegawai Jumlah Belanja Modal Belanja Barang Belanja Pegawai Jumlah Belanja Modal Belanja Barang Belanja Pegawai Jumlah Belanja Modal Belanja Barang Belanja Pegawai Jumlah Belanja Modal Belanja Barang Belanja Pegawai Jumlah Sumber: BBTNBTS (2014a) data diolah Tabel 2 dan Tabel 4 menunjukkan perbedaan antara penerimaan dan pengeluaran dari TNBTS. Taman nasional mandiri dituntut untuk dapat mencukupi minimal 80% biaya pengelolaannya sendiri (Kementerian Kehutanan 2011). Jika mengacu kriteria ini, maka pada tahun 2014 TNBTS dapat dikatakan telah mampu menjadi TN Mandiri. Pada tahun 2014, PNBP TNBTS sebesar Rp dan realisasi belanja TNBTS sebesar Rp PNBP TNBTS telah mampu menutupi biaya belanja TNBTS, bahkan melebihi biaya belanja TNBTS. Hal ini dikarenakan pada tahun 2014 telah diberlakukan PP No. 12 tahun 2014 yang membuat PNBP TNBTS meningkat. Sebelum 13

24 14 diberlakukannya PP No. 12 tahun 2014, PNBP TNBTS tidak dapat mencukupi biaya belanja TNBTS. PNBP hanya mampu mencukupi 8.24% sampai 32.40% dari biaya belanja TNBTS. Perbandingan Pendanaan TNBTS dengan Dana Konservasi di Negara Lain Dana konservasi ideal untuk kawasan Asia Tenggara menurut Paine et al. (1997) adalah USD 509/km 2. Tahun 2014, TNBTS dikelola dengan pagu anggaran sebesar Rp atau ± USD dengan realisasi sebesar Rp atau ± USD [diakses pada Dengan luas TNBTS sebesar ha atau km 2, maka ratarata pendanaan TNBTS pada tahun 2014 adalah USD 1 049/ km 2, lebih tinggi daripada rata-rata pendanaan untuk kawasan Asia Tenggara pada tahun Dana ini juga lebih tinggi dari rata-rata dana pengelolaan taman nasional di Indonesia menurut Soekmadi (2002) sebesar USD 33.95/ km 2 ataupun menurut Panda (2012) yang mengatakan anggaran pengelolaan kawasan konservasi oleh pemerintah Indonesia rata-rata sebesar USD 400/ km 2. Tabel 5 menunjukkan dana konservasi yang dimiliki oleh negara lain. Dana yang dimiliki TNBTS sudah lebih tinggi jika dibandingkan dengan Filipina, Peru, dan Karibia. Tabel 5 Dana konservasi negara lain Negara Dana Konservasi (USD/ km 2 ) Peru 109 Filipina 643 Karibia Thailand Amerika Serikat Eropa Sumber: Paine et al. (1997) Hasil evaluasi kinerja tahunan menunjukkan bahwa TNBTS telah mampu melaksanakan hampir seluruh kegiatan yang tercantum dalam rencana strategis maupun rencana kerja tahunan. Sejauh ini pagu anggaran dari pemerintah cenderung cukup untuk memenuhi seluruh biaya pengelolaan TNBTS (Tabel 6). PNBP TNBTS juga cenderung meningkat setiap tahunnya. Pendanaan kawasan konservasi yang berkelanjutan dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk menjamin kecukupan, kestabilan, dan pembiayaan jangka panjang, serta mengalokasikannya pada waktu dan bentuk yang tepat, untuk mencukupi seluruh kebutuhan kawasan konservasi dan untuk memastikan kawasan konservasi dikelola dengan efektif dan efisien dengan tetap mengutamakan konservasi dan kepentingannya (Emerton et al. 2006). Keberlanjutan pendanaan lebih memiliki peran penting daripada jumlah pendanaan yang tinggi dalam suatu kawasan konservasi. Pendanaan yang besar tidak menjamin akan membawa kawasan kepada upaya konservasi yang lebih baik.

25 Tabel 6 Rencana dan alokasi pendanaan serta penerimaan TNBTS Tahun Renstra (Rp) Pendanaan Pemerintah Pagu (Rp) Realisasi (Rp) PNBP (Rp) Sumber: BBTNBTS (2014a) data diolah Tabel 6 menunjukkan pemerintah sanggup membiayai seluruh kebutuhan TNBTS. Yang menjadi sorotan adalah PNBP TNBTS tahun tidak mampu menutupi biaya pengelolaan TNBTS. Setelah ada perubahan tarif sesuai dengan PP No. 12 Tahun 2014, maka PNBP tahun 2014 mampu menutupi biaya pengelolaan TNBTS. Jika diasumsikan PNBP 2015 mencapai target yang diberikan pemerintah pusat yaitu sebesar 16 milyar, maka PNBP tahun 2015 akan kembali tidak mencukupi biaya pengelolaan TNBTS tahun Pagu anggaran TNBTS tahun 2015 sebesar Rp dan diasumsikan serapan 100% sehingga seluruh pagu terealisasikan untuk biaya pengelolaan. Proyeksi PNBP 2015 hanya mampu memenuhi 63% biaya pengelolaan TNBTS. Angka pendanaan ini belum memenuhi syarat untuk menjadi TN Mandiri. Sesuai dengan organisasi pengelola dalam kemandiriannya, ada tiga kemungkinan yakni tetap seperti saat ini yaitu secara keseluruhan dipenuhi oleh pemerintah pusat, parastatal atau otonom dimana hanya belanja rutin yang dipenuhi oleh pemerintah dan model swasta dimana keseluruhan pendanaan dipenuhi sendiri dari pendapatannya. Diasumsikan pada tahun 2015 anggaran belanja TNBTS di renstra sesuai dengan pagu anggaran pemerintah 2015 yaitu sebesar 25 M dengan alokasi belanja pegawai sebesar 10 M; belanja kegiatan sebesar 9 M; dan belanja modal sebesar Rp 6 M serta PNBP 2015 adalah 16 milyar. TNBTS dapat mencapai kemandirian secara parastatal, karena PNBP TNBTS dapat memenuhi belanja kegiatan dan belanja modal. Namun, untuk mencapai kemandirian sepenuhnya masih tidak dapat dipenuhi karena membutuhkan dana tambahan sebesar 9.5 M (dibulatkan). 15 Kondisi Eksisting Pendanaan dan Bisnis Kawasan TNBTS Pendanaan TNBTS saat ini masih bergantung sepenuhnya kepada pemerintah. Setiap tahunnya, TNBTS membuat Rencana Kerja Tahunan (RKT) yang termasuk perencanaan anggaran di dalamnya. Anggaran yang turun dari pemerintah umumnya tidak jauh berbeda dengan yang telah ditetapkan dalam RKT. Anggaran ini digunakan untuk belanja pegawai, belanja modal, dan belanja barang.

26 16 Belanja pegawai adalah kompensasi dalam bentuk uang maupun barang yang diberikan kepada pegawai negeri, pejabat negara, dan pensiunan serta pegawai honorer yang akan diangkat sebagai pegawai lingkup pemerintahan baik yang bertugas di dalam maupun di luar negeri sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan dalam rangka mendukung tugas dan fungsi unit organisasi pemerintah. Belanja barang adalah pengeluaran untuk pembelian barang dan/atau jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan/atau jasa yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan serta pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat di luar kriteria belanja bantuan sosial serta belanja perjalanan. Belanja modal adalah pengeluaran untuk pembayaran perolehan asset dan/atau menambah nilai asset tetap/asset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi dan melebihi batas minimal kapitalisasi asset tetap/asset lainnya yang ditetapkan pemerintah. Presentase alokasi anggaran yang digunakan dapat dilihat dalam Tabel 7. Tabel 7 Presentase alokasi anggaran belanja TNBTS Tahun Realisasi Anggaran Total Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal (%) (%) (%) (%) ,26% 27,81% 20,93% 100% ,19% 26,76% 27,05% 100% ,69% 30,74% 22,56% 100% ,81% 40,29% 15,90% 100% ,94% 35,83% 33,22% 100% ,55% 41,97% 17,48% 100% Rata- Rata Sumber: BBTNBTS (2014a) data diolah 43,24% 33,90% 22,86% 100% Anggaran dari pemerintah sebanyak 43.24% digunakan untuk belanja pegawai, 33.9% digunakan untuk belanja barang, dan 22.86% digunakan untuk belanja modal (Tabel 7). Hal ini menunjukkan bahwa pengeluaran TNBTS yang paling besar ditujukan untuk belanja pegawai. Anggaran yang sudah ditetapkan oleh pemerintah tidak langsung cair seluruhnya di awal tahun untuk memulai kegiatan operasional TN. Anggaran pemerintah umumnya cair secara bertahap. Anggaran yang sudah ditetapkan pun dalam perjalanannya selama satu tahun dapat berubah, umumnya mengalami pemotongan. Anggaran dari pemerintah dapat berupa Rupiah Murni (RM) dan Penerimaan Non Pajak (PNP). PNP memiliki tingkat ketidakpastian yang cukup tinggi. Akibatnya cukup dirasakan pihak TNBTS, yaitu beberapa kegiatan yang dananya bersumber dari PNP tidak dapat dilaksanakan atau ditunda untuk tahun berikutnya. Selama satu tahun periode kerja, anggaran dari pemerintah harus dikeluarkan untuk hal yang sudah ditetapkan di RKT. Namun, dalam perjalanannya banyak hal tidak terduga yang dapat muncul dan memerlukan

27 biaya, seperti SAR, kebakaran hutan, dan penanganan kasus. Sistem yang kaku dalam pendanaan ini mengganggu keefektifan pengelolaan kawasan. Satu-satunya penerimaan TNBTS hanya berasal dari PNBP dengan memanfaatkan jasa kegiatan wisata alam. TNBTS termasuk 5 TN yang memberikan kontribusi PNBP terbesar. PNBP TNBTS diperoleh dengan penjualan tiket masuk kawasan dengan tarif berdasarkan PP No. 12 Tahun 2014 (Tabel 8 dan 9). Namun, PNBP ini sejak tahun 2006 disetorkan langsung ke pusat dan dikelola dengan sistem APBN. Sebagian dana dapat digunakan untuk kegiatan yang berkaitan dengan PNBP dari instansi pemerintah melalui suatu mekanisme pengajuan yang diatur dalam UU No. 20 tahun 1997 dan PP No. 73 tahun Bromo dan sekitarnya Wisatawan nusantara Wisatawan mancanegara Tabel 8 Tarif masuk kawasan Bromo dan sekitarnya Sebelum Setelah PP No. 12/2014 (Rp) PP No. 12/2014 (Rp) Hari kerja Hari libur Hari kerja Hari libur Sumber: BBTNBTS (2014a) data diolah Tabel 9 Tarif masuk kawasan Semeru dan sekitarnya Sebelum Setelah Semeru dan PP No. 12/2014 (Rp) PP No. 12/2014 (Rp) sekitarnya Hari kerja Hari Libur Hari kerja Hari Libur Wisatawan nusantara Wisatawan mancanegara Sumber: BBTNBTS (2014a) data diolah TNBTS berupaya mengajukan perubahan untuk menjadi Badan Layanan Umum (BLU). TNBTS sudah mengajukan Rencana Strategis Bisnis Badan Layanan Umum (Renstra BLU). Namun, hingga saat ini masih belum mendapat respon dari pemerintah pusat. Pendanaan TNBTS hanya berasal dari pemerintah dan tidak ada sumber lain. Berbagai peluang pendanaan dari luar negeri juga belum menarik perhatian untuk dijadikan salah satu sumber pendanaan. Karena hubungan dengan internasional akan membutuhkan kewenangan yang lebih tinggi, ada kemungkinan rencana ini disusun pada level yang berbeda yang informasinya tidak diketahui oleh peneliti. Sebagai bagian dari institusi pemerintah, maka TNBTS memiliki keterbatasan. Pemerintah memberikan pendanaan untuk TNBTS setiap tahun dengan fleksibilitas yang sangat rendah. Walaupun saat pengajuan pendanaan memperhatikan kondisi riil di lapangan, namun banyak hal selama pengelolaan yang tidak terduga dan membutuhkan dana yang bisa jadi tidak dianggarkan pada RKT. Dengan sistem yang rigid, maka akan membatasi ruang gerak pengelolaan. 17

28 18 Athanas et al. (2001) menyatakan bahwa sumber anggaran dari pemerintah terkadang memiliki ketidaksesuaian pada tata waktu atau pada saat dibutuhkan. Ketidakpastian ini akan mempengaruhi efektivitas pengelolaan kawasan (Hardansyah 2013). Strategi Kemandirian TNBTS Strategi kelola usaha dilakukan dengan menganalisis kemungkinan pencapaian kemandirian TNBTS. Strategi ini mencoba untuk menutupi jarak antara pendanaan saat ini dengan pendanaan ideal. Usaha yang diproyeksikan merupakan usaha yang sesuai dengan sumberdaya yang dimiliki TNBTS. TNBTS telah menyusun strategi kelola usaha dalam bentuk Rencana Srategi Bisnis Badan Layanan Umum TNBTS tahun Namun, rencana ini belum dijalankan karena masih belum mendapat persetujuan pemerintah pusat. Hal yang perlu diperhatikan adalah saat ini pemasukan TNBTS hanya berasal dari tiket masuk pengunjung, sementara bisnis wisata dan bisnis konservasi belum dilaksanakan. Strategi kelola usaha ini dibedakan dalam tiga skenario, yaitu skenario pesimis, moderat, dan optimis. Strategi kelola usaha ini dirancang dengan tetap memperhatikan kelestarian kawasan. Strategi kelola usaha disusun untuk mencapai visi pengelolaan TNBTS. Strategi ini diharapkan dapat membantu TNBTS mencapai tujuan dan sasaran pengelolaan TNBTS. Skenario optimis diterapkan apabila kondisi tertentu yang berkaitan dengan pengelolaan TNBTS yang mempunyai kecenderungan mendukung tercapainya hasil yang diharapkan. Maksud dari hasil yang diharapkan adalah TNBTS mampu mendapatkan sumber pendapatan tambahan untuk kegiatan pengelolaannya. Sedangkan skenario moderat diterapkan apabila kondisi tertentu yang berkaitan dengan pengelolaan TNBTS diasumsikan berjalan normal. Pada skenario moderat, TNBTS diasumsikan tetap menjalankan bisnis seperti saat ini dan tidak ada penambahan aktivitas bisnis lain di kawasan TNBTS. Skenario pesimis diterapkan apabila kondisi tertentu yang berkaitan dengan pengelolaan TNBTS yang mempunyai kecenderungan untuk menghambat tercapainya hasil yang diharapkan. Skenario pesimis menggambarkan kondisi dimana terjadi penurunan penerimaan TNBTS sehingga kemandirian tidak tercapai. Ketiga skenario tersebut merupakan asumsi yang dapat terjadi dalam pengelolaan TNBTS beberapa tahun ke depan. Ketiga skenario ini memiliki kriteria sendiri, seperti hal yang diperlukan untuk mecapai dan kemungkinan penyebab terjadinya skenario tersebut. Keberhasilan suatu strategi yang telah ditetapkan sangat ditentukan oleh seberapa besar tingkat kesesuaian strategi tersebut dengan perubahan lingkungan, persaingan, serta situasi organisasi. Strategi pengembangan selanjutnya dijadikan sebagai pedoman untuk penyusunan program dan rencana operasional. a. Skenario Pesimis Skenario pesimis menggambarkan terjadinya penurunan PNBP (Tabel 10). Skenario ini menggunakaan asumsi PNBP TNBTS mengalami penurunan setiap tahunnya sebanyak 17.08%. Jumlah penurunan ini dipakai berdasarkan jumlah penurunan pengunjung yang terjadi pada tahun 2011 akibat erupsi Gunung Bromo.

29 Tabel 10 Proyeksi PNBP skenario pesimis Tahun PNBP tahun Pengurangan 17.08% sebelumnya (Rp) (Rp) PNBP (Rp) Jika TNBTS masuk ke dalam skenario pesimis, maka PNBP akan semakin menurun dan kemandirian tidak tercapai. Hal yang dapat menurunkan PNBP adalah penurunan jumlah pengunjung, mengingat saat ini penerimaan TNBTS hanya berasal dari pungutan tiket masuk pengunjung. Menurut Faizah (2007) penurunan pengunjung dapat disebabkan oleh adanya bahaya di sekitar kawasan TNBTS seperti berikut : 1. Bencana alam, seperti meningkatnya aktivitas Gunung Bromo atau Semeru, gempa bumi, dan longsor; 2. Ketidakpastian harga, seperti sewa jeep dan kuda yang dipakai untuk memasuki kawasan 3. Perilaku penyedia jasa, termasuk dalam penyewaan jeep dan kuda yang menawarkan jasanya kepada pengunjung secara paksa sehingga mengurangi kenyamanan pengunjung dan enggan untuk datang kembali; 4. Gangguan kebersihan, seperti banyak sampah dan kotoran kuda di kawasan TNBTS, vandalisme, pengambilan tumbuh-tumbuhan seperti bunga anggrek dan edelweis, membakar ranting atau serasah sehingga potensial menimbulkan kebakaran; 5. Buruknya fasilitas umum di kawasan wisata, seperti WC yang kotor, ketersediaan tempat sampah yang memadai. Kelima faktor yang telah disebutkan merupakan beberapa hal yang dapat menyebabkan TNBTS mengalami penurunan PNBP. Oleh karena itu, TNBTS harus memperhatikan kondisi tempat wisata yang dimiliki agar pengunjung tetap nyaman dan ingin berkunjung kembali ke TNBTS. b. Skenario Moderat Skenario moderat menggambarkan kegiatan bisnis TNBTS pada saat ini. Penerimaan berasal dari tiket masuk pengunjung. Dalam 10 tahun terakhir, jumlah pengunjung TNBTS cenderung meningkat. Hal ini cukup menjanjikan untuk menjamin bahwa pendapatan TNBTS akan meningkat seiring bertambahnya jumlah pengunjung. Namun hal yang perlu diingat adalah masalah daya dukung kawasan untuk kegiatan wisata. Menurut Cahyadi (2016), wisatawan nusantara masih nyaman berada di kawasan Pananjakan I, namun wisatawan mancanegara menilai bahwa kawasan tersebut sudah terlalu padat dan tidak nyaman lagi. Pernyataan ini sesuai dengan kondisi di lapangan, di mana pengunjung berdesakan dan tidak nyaman saat melihat sunrise di Penanjakan serta banyaknya jeep yang menyebabkan kemacetan dan antrian panjang saat menuju Penanjakan. 19

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan hutan konservasi (KHK) berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 tahun1999 terdiri dari kawasan suaka alam (KSA), kawasan pelestarian alam (KPA) dan Taman Buru. KHK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan potensi wisata bertujuan untuk meningkatkan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan potensi wisata bertujuan untuk meningkatkan perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam hayati dan non hayati. Kekayaan sumberdaya alam tersebut dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 03/Menhut-II/2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS TAMAN NASIONAL MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 03/Menhut-II/2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS TAMAN NASIONAL MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 03/Menhut-II/2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS TAMAN NASIONAL MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa Keputusan Menteri Kehutanan Nomor

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Taman Nasional Komodo 4.1.1. Sejarah Kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) merupakan salah satu TN pertama di Indonesia. Kawasan TNK ditetapkan melalui pengumuman

Lebih terperinci

TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM MENTERI KEHUTANAN,

TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 02/Menhut-II/2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa Keputusan Menteri Kehutanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 6186/Kpts-II/2002,

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 6186/Kpts-II/2002, BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pengelolaan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dilaksanakan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 6186/Kpts-II/2002, tanggal 10 Juni 2002. Selanjutnya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April sampai dengan Juni 2012. Tempat yang menjadi lokasi penelitian, yaitu Sekretariat Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. individual tourism/small group tourism, dari tren sebelumnya tahun 1980-an yang

I. PENDAHULUAN. individual tourism/small group tourism, dari tren sebelumnya tahun 1980-an yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pergeseran tren kepariwisataan di dunia saat ini lebih mengarah pada individual tourism/small group tourism, dari tren sebelumnya tahun 1980-an yang didominasi oleh mass

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan terletak di garis khatulistiwa dengan luas daratan 1.910.931,32 km 2 dan memiliki 17.504 pulau (Badan Pusat Statistik 2012). Hal

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM BALAI BESAR TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM BALAI BESAR TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM BALAI BESAR TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO KEPUTUSAN KEPALA BALAI BESAR TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO No. SK.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Menteri Kehutanan No. 134/Menhut-II/2004 tentang Perubahan fungsi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Menteri Kehutanan No. 134/Menhut-II/2004 tentang Perubahan fungsi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Taman Nasional (TN) Gunung Merapi ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 134/Menhut-II/2004 tentang Perubahan fungsi Kawasan Hutan Lindung, Cagar

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM BALAI TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM BALAI TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM BALAI TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA Jalan Dr. Wahidin Sudirohusodo No. 75 Telp. / Fax ( 0565 ) 23521 Sintang 78611

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. yang dimaksud adalah taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam

BAB I. PENDAHULUAN. yang dimaksud adalah taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wisata alam oleh Direktorat Jenderal Pariwisata (1998:3) dan Yoeti (2000) dalam Puspitasari (2011:3) disebutkan sebagai kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pergeseran tren kepariwisataan di dunia saat ini lebih mengarah pada

I. PENDAHULUAN. Pergeseran tren kepariwisataan di dunia saat ini lebih mengarah pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pergeseran tren kepariwisataan di dunia saat ini lebih mengarah pada individual tourism/small group tourism, dari tren sebelumnya tahun 1980-an yang didominasi oleh mass

Lebih terperinci

2016, No d. bahwa Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a, sudah tidak sesuai dengan

2016, No d. bahwa Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a, sudah tidak sesuai dengan BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.204, 2016 KEMEN-LHK. UPT Taman Nasional. Orta. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.7/MENLHK/SETJEN/OTL.0/1/2016 TENTANG

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan luas 49 307,19 km 2 memiliki potensi sumberdaya hayati laut yang tinggi. Luas laut 29 159,04 Km 2, sedangkan luas daratan meliputi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Draft 19 April 2009 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 9 /Menhut-II/2011. /Menhut-II/2009 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG KEHUTANAN TAHUN 2011

Lebih terperinci

2011, No.68 2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Ind

2011, No.68 2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Ind No.68, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Bidang Kehutanan. 9PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 9/Menhut-II/2011. /Menhut-II/2009 TENTANG PELIMPAHAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Pemerintah. Provinsi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Pemerintah. Provinsi. 13, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Pemerintah. Provinsi. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2009 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN

Lebih terperinci

(2) Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Balai Pengelolaan Taman Hutan Raya Banten mempunyai fungsi sebagai berik

(2) Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Balai Pengelolaan Taman Hutan Raya Banten mempunyai fungsi sebagai berik BAB XXXVIII BALAI PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BANTEN PADA DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN PROVINSI BANTEN Pasal 173 Susunan Organisasi Balai Pengelolaan Taman Hutan Raya Banten terdiri dari : a. Kepala

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 35 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS UNIT DINAS PERMUKIMAN, TATA RUANG DAN LINGKUNGAN HIDUP BUPATI TASIKMALAYA

KEPUTUSAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 35 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS UNIT DINAS PERMUKIMAN, TATA RUANG DAN LINGKUNGAN HIDUP BUPATI TASIKMALAYA B U P A T I TASIKMALAY A KEPUTUSAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 35 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS UNIT DINAS PERMUKIMAN, TATA RUANG DAN LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN TASIKMALAYA BUPATI TASIKMALAYA Menimbang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.202,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.6/Menhut-II/2012 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG KEHUTANAN TAHUN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/262/KPTS/013/2015 TENTANG TIM BRIGADE PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : bahwa

Lebih terperinci

2014, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I

2014, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I No.2023, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN LHK. Pelimpahan. Urusan. Pemerintahan. (Dekonsentrasi) Bidang Kehutanan. Tahun 2015 Kepada 34 Gubernur. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 29 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN BANYUMAS

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 29 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN BANYUMAS BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 29 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BANYUMAS, Menimbang

Lebih terperinci

6 TINGKAT PERKEMBANGAN DESA-DESA SEKITAR KAWASAN DAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN

6 TINGKAT PERKEMBANGAN DESA-DESA SEKITAR KAWASAN DAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN 6 TINGKAT PERKEMBANGAN DESA-DESA SEKITAR KAWASAN DAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN 65 Hirarki Tingkat Perkembangan Desa Sekitar TNBTS Kegiatan ekonomi yang timbul dari kegiatan wisata alam di kawasan Taman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Konservasi Kawasan konservasi dalam arti yang luas, yaitu kawasan konservasi sumber daya alam hayati dilakukan. Di dalam peraturan perundang-undangan Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hampir separuh wilayah daratnya berupa hutan. Untuk itu pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Hampir separuh wilayah daratnya berupa hutan. Untuk itu pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia adalah sebuah negara yang kaya akan hutan. Hampir separuh wilayah daratnya berupa hutan. Untuk itu pemerintah berupaya memaksimalkan fungsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata secara luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk

I. PENDAHULUAN. Pariwisata secara luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata secara luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain. Pariwisata telah menjadi bagian

Lebih terperinci

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA ANI MARDIASTUTI JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Kawasan Konservasi Indonesia UURI No 5 Tahun 1990 Konservasi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG, 1 PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG NOMOR P.7/PDASHL/SET/KUM.1/11/2016 TENTANG STANDAR OPERASIONALISASI KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

2. Seksi Pengembangan Sumberdaya Manusia; 3. Seksi Penerapan Teknologi g. Unit Pelaksana Teknis Dinas; h. Jabatan Fungsional.

2. Seksi Pengembangan Sumberdaya Manusia; 3. Seksi Penerapan Teknologi g. Unit Pelaksana Teknis Dinas; h. Jabatan Fungsional. BAB XVII DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Bagian Kesatu Susunan Organisasi Pasal 334 Susunan organisasi Dinas Kehutanan dan Perkebunan terdiri dari: a. Kepala Dinas; b. Sekretaris, membawahkan: 1. Sub Bagian

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II Bab II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah, setiap satuan kerja perangkat Daerah, SKPD harus menyusun Rencana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengelolaan Taman Nasional di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengelolaan Taman Nasional di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Pengelolaan Taman Nasional di Indonesia Secara fisik, karakteristik taman nasional digambarkan sebagai kawasan yang luas, relatif tidak terganggu, mempunyai nilai alam yang menonjol,

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR Oleh : TEMMY FATIMASARI L2D 306 024 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari pajak. Menurut UU Republik Indonesia No 28 tahun 2007, pajak

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari pajak. Menurut UU Republik Indonesia No 28 tahun 2007, pajak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak mempunyai peran penting dalam kehidupan bernegara terutama dalam menjalankan pemerintahan di suatu negara, karena diperlukan sumber daya untuk melaksanakan kegiatan

Lebih terperinci

GubernurJawaBarat. Jalan Diponegoro Nomor 22 Telepon : (022) Faks. (022) BANDUNG

GubernurJawaBarat. Jalan Diponegoro Nomor 22 Telepon : (022) Faks. (022) BANDUNG GubernurJawaBarat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, RINCIAN TUGAS UNIT DAN TATA KERJA BADAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI JAWA BARAT Menimbang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan adanya kecenderungan menipis (data FAO, 2000) terutama produksi perikanan tangkap dunia diperkirakan hanya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI MODEL KOTAWARINGIN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang No. 05 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya (KSDHE), Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai

Lebih terperinci

Kebijakan Bioenergi, Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Kebijakan Bioenergi, Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kebijakan Bioenergi, Lingkungan Hidup dan Kehutanan Oleh : Arief Yuwono Staf Ahli Menteri Bidang Energi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Latar Belakang (1) Pasal 33 UUD 45 menyatakan bahwa bumi,

Lebih terperinci

RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT ACEH (RENJA-SKPA) BAPEDAL ACEH TAHUN 2015

RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT ACEH (RENJA-SKPA) BAPEDAL ACEH TAHUN 2015 RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT ACEH (RENJA-SKPA) BAPEDAL ACEH TAHUN 2015 BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN (BAPEDAL ) Nomor : / /2014 Banda Aceh, Maret 2014 M Lampiran : 1 (satu) eks Jumadil Awal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Bangsa Indonesia dikaruniai Tuhan Yang Maha Esa sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang terdiri dari alam hewani, alam nabati ataupun berupa fenomena alam, baik secara

Lebih terperinci

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 14 TAHUN 2013

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 14 TAHUN 2013 GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 14 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4. 1. Sejarah dan Status Kawasan Taman Wisata Alam Gunung Tangkuban Parahu Taman Wisata Alam Gunung Tangkuban Parahu telah dikunjungi wisatawan sejak 1713. Pengelolaan

Lebih terperinci

PERENCANAAN PROGRAM INTERPRETASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT ADAM FEBRYANSYAH GUCI

PERENCANAAN PROGRAM INTERPRETASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT ADAM FEBRYANSYAH GUCI PERENCANAAN PROGRAM INTERPRETASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT ADAM FEBRYANSYAH GUCI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, 9PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.99/MENLHK/SETJEN/SET.1/12/2016 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN 2017

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

BUPATI BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS UNIT PELAKSANA TEKNIS PADA DINAS PEMUDA, OLAHRAGA, KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 99 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KEBUDAYAAN DAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja. No.585, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1144/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA

Lebih terperinci

BUPATI WAY KANAN PROVINSI LAMPUNG

BUPATI WAY KANAN PROVINSI LAMPUNG -1- BUPATI WAY KANAN PROVINSI LAMPUNG PERATURAN BUPATI WAY KANAN NOMOR 49 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PEMUDA, OLAHRAGA DAN PARIWISATA KABUPATEN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KESATUAN PENGELOLAAN

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KESATUAN PENGELOLAAN PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG KABUPATEN LUWU TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

1 S A L I N A N. No. 150, 2016 GUBERNUR KALIMANTAN BARAT BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 150 TAHUN 2016 NOMOR 150 TAHUN 2016 TENTANG

1 S A L I N A N. No. 150, 2016 GUBERNUR KALIMANTAN BARAT BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 150 TAHUN 2016 NOMOR 150 TAHUN 2016 TENTANG 1 S A L I N A N GUBERNUR KALIMANTAN BARAT BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 150 TAHUN 2016 NOMOR 150 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia yang dikenal dengan negara kepulauan memiliki lebih dari 18.000 pulau, memiliki luasan hutan lebih dari 100 juta hektar dan memiliki lebih dari 500 etnik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Taman Nasional Teluk Cenderawasih (TNTC) merupakan salah satu kawasan pelestarian alam memiliki potensi untuk pengembangan ekowisata. Pengembangan ekowisata di TNTC tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Faktor kepuasan kerja dijelaskan oleh Umam (2010) bahwa terdapat dua indikator yaitu adanya ciri-ciri instrinsik dan ekstrinsik dari suatu pekerjaan yang menentukan

Lebih terperinci

DIGANDAKAN DAN SEBARLUASKAN OLEH PUSAT KETEKNIKAN KEHUTANAN DAN LINGKUNGAN

DIGANDAKAN DAN SEBARLUASKAN OLEH PUSAT KETEKNIKAN KEHUTANAN DAN LINGKUNGAN DIGANDAKAN DAN SEBARLUASKAN OLEH PUSAT KETEKNIKAN KEHUTANAN DAN LINGKUNGAN PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN NOMOR : P.7/SETJEN/ROKUM/KUM.1/12/2017 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 62 TAHUN 2004 TENTANG

KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 62 TAHUN 2004 TENTANG WALIKOTA TASIKMALAYA KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 62 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS LINGKUNGAN HIDUP DAN PELAYANAN KEBERSIHAN KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA

Lebih terperinci

Analisis Keuangan Taman Nasional di Indonesia:

Analisis Keuangan Taman Nasional di Indonesia: Analisis Keuangan Taman Nasional di Indonesia: Pendekatan Inovatif Penggalangan Dana Tambahan Konservasi dan Ide Penerapan Desentralisasi Sistem Pembiayaan Taman Nasional Oleh: Elfian Effendi NRM/EPIQ

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN PADA ACARA FINALISASI DAN REALISASI MASTERPLAN PUSAT KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI (PPKH) Pongkor, Selasa, 23 April 2013

SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN PADA ACARA FINALISASI DAN REALISASI MASTERPLAN PUSAT KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI (PPKH) Pongkor, Selasa, 23 April 2013 SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN PADA ACARA FINALISASI DAN REALISASI MASTERPLAN PUSAT KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI (PPKH) Pongkor, Selasa, 23 April 2013 Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Yang

Lebih terperinci

BAB V PENDAPATAN DAERAH DARI SEKTOR KEHUTANAN

BAB V PENDAPATAN DAERAH DARI SEKTOR KEHUTANAN BAB V PENDAPATAN DAERAH DARI SEKTOR KEHUTANAN 76 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara BAB V PENDAPATAN DAERAH DARI SEKTOR KEHUTANAN A. Pendapatan Daerah dari Sektor Kehutanan 1. PDRB Sektor Kehutanan

Lebih terperinci

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA MENUJU PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL MANDIRI: PENGELOLAAN BERBASIS RESORT, DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO, KABUPATEN BANYUWANGI, JAWA TIMUR Bidang Kegiatan : PKM Artikel Ilmiah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Taman Nasional menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1938, 2017 KEMEN-LHK. Penugasan bidang LHK kepada 33 Gubernur. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.66/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017

Lebih terperinci

cenderung akan mencari suasana baru yang lepas dari hiruk pikuk kegiatan sehari hari dengan suasana alam seperti pedesaan atau suasana alam asri yang

cenderung akan mencari suasana baru yang lepas dari hiruk pikuk kegiatan sehari hari dengan suasana alam seperti pedesaan atau suasana alam asri yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya akan sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati dan dikenal sebagai salah satu negara megabiodiversitas terbesar

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) KECAMATAN SLAWI KABUPATEN TEGAL TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN TEGAL KECAMATAN SLAWI

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) KECAMATAN SLAWI KABUPATEN TEGAL TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN TEGAL KECAMATAN SLAWI RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) KECAMATAN SLAWI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2014-2019 PEMERINTAH KABUPATEN TEGAL KECAMATAN SLAWI Alamat : Jalan Hos Cokroaminoto No.1 Slawi i KATA PENGANTAR Review Rencana Strategis

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Taman Nasional. ORTA. Pelaksana. Teknis. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Taman Nasional. ORTA. Pelaksana. Teknis. Perubahan. No.223, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Taman Nasional. ORTA. Pelaksana. Teknis. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 52/Menhut-II/2009 TENTANG

Lebih terperinci

Rencana Strategis Pusat Data dan Informasi Tahun

Rencana Strategis Pusat Data dan Informasi Tahun Rencana Strategis Pusat Data dan Informasi Tahun 2015-2019 1 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 2 DAFTAR ISI 3 PENDAHULUAN... 4 Latar Belakang... 4 Landasan Hukum. 5 Tugas Pokok dan Fungsi. 6 SASARAN KEGIATAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 17.000 pulau dengan panjang garis pantai mencapai 81.000 km, dan membentang antara garis

Lebih terperinci

NUNUNG NURYARTONO RETNANINGSIH

NUNUNG NURYARTONO RETNANINGSIH RINGKASAN EKSEKUTIF ANITA WIDIYANINGRUM, 2010. Analisis Preferensi dan Segmentasi Pengunjung terhadap Kawasan Wisata Alam Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Di bawah bimbingan NUNUNG NURYARTONO dan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.41 /Menhut-II/2008 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Gambaran Umum Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Bengkunat (SPTN II Bengkunat)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Gambaran Umum Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Bengkunat (SPTN II Bengkunat) IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Bengkunat (SPTN II Bengkunat) Taman Nasional Bukit Barisan Selatan memiliki daerah pembagian wilayah yang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1488, 2013 KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Dekosentrasi. Lingkungan Hidup. Penyelenggaraan. Petunjuk Teknis PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Lombok memiliki luas 467.200 ha. dan secara geografis terletak antara 115 o 45-116 o 40 BT dan 8 o 10-9 o 10 LS. Pulau Lombok seringkali digambarkan sebagai

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM BAGIAN PENGELOLAAN DAN PENGADAAN PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

BAB II GAMBARAN UMUM BAGIAN PENGELOLAAN DAN PENGADAAN PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO BAB II GAMBARAN UMUM BAGIAN PENGELOLAAN DAN PENGADAAN PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO 2.1 Uraian Tentang Instansi Kabupaten Probolinggo merupakan salah satu Kabupaten di wilayah Jawa Timur yang memiliki

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 554 TAHUN 2012 TENTANG BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN (BP4K)

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 554 TAHUN 2012 TENTANG BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN (BP4K) BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 554 TAHUN 2012 TENTANG BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN (BP4K) Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sapikerep yaitu Gunung Bromo yang merupakan gunung terkenal di Jawa. Kabupaten Pasuruan, dan Kabupaten Lumajang.

BAB I PENDAHULUAN. Sapikerep yaitu Gunung Bromo yang merupakan gunung terkenal di Jawa. Kabupaten Pasuruan, dan Kabupaten Lumajang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desa Sapikerep adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo. Desa ini berada dalam wilayah Taman Nasional Bromo Tengger Semeru

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 93 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS LINGKUNGAN HIDUP

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN KESEHATAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Air merupakan kebutuhan dasar makhluk hidup dan sebagai barang publik yang tidak dimiliki oleh siapapun, melainkan dalam bentuk kepemilikan bersama (global commons atau common

Lebih terperinci

2 dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

2 dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 752, 2014 KEMENHUT. Penetapan Rayon. Taman Nasional. Taman Hutan Raya. Taman Wisata Alam. Taman Buru. PNBP. Pariwisata Alam. Penetapan Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.7/Menhut-II/2010P. /Menhut-II/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.7/Menhut-II/2010P. /Menhut-II/2009 TENTANG Draft 10 November 2008 Draft 19 April 2009 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.7/Menhut-II/2010P. /Menhut-II/2009 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Billions RPJMD Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2016-2021 BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Kinerja pelaksanaan APBD Provinsi Kepulauan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 541 TAHUN 2012 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS SUMBER DAYA AIR DAN PERTAMBANGAN KABUPATEN GARUT

PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 541 TAHUN 2012 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS SUMBER DAYA AIR DAN PERTAMBANGAN KABUPATEN GARUT 1 PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 541 TAHUN 2012 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS SUMBER DAYA AIR DAN PERTAMBANGAN KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN 2015 RENCANA KINERJA TAHUNAN DINAS KEHUTANAN PROVINSI LAMPUNG Bandar Lampung, 2015 i KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil alamin, puji syukur Kami kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan ridhonya, penyusunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan lingkungan menjadi semakin serius pada dekade terakhir ini.

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan lingkungan menjadi semakin serius pada dekade terakhir ini. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan lingkungan menjadi semakin serius pada dekade terakhir ini. Hal tersebut diawali dengan makin kompleksnya pembangunan industri dan sektor lainnya sehingga

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN KEBUN RAYA BOGOR SEBAGAI OBJEK WISATA

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN KEBUN RAYA BOGOR SEBAGAI OBJEK WISATA ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN KEBUN RAYA BOGOR SEBAGAI OBJEK WISATA SKRIPSI MUHAMMAD SALIM R H34076107 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 RINGKASAN

Lebih terperinci

KEBUTUHAN SARANA DAN PRASARANA OPERASIONALISASI KPH

KEBUTUHAN SARANA DAN PRASARANA OPERASIONALISASI KPH KEBUTUHAN SARANA DAN PRASARANA OPERASIONALISASI KPH Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan Disampaikan pada Sosialisasi DAK Bidang Kehutanan Tahun 2014 Jakarta, 6 Februari 2014 Mandat Perundang-undangan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN LANDAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN LANDAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN LANDAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI LANDAK, : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 80 TAHUN 2016

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 80 TAHUN 2016 SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 80 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, telah dikenal memiliki kekayaan alam, flora dan fauna yang sangat tinggi. Kekayaan alam ini, hampir merata terdapat di seluruh wilayah

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 534 TAHUN 2012 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS DINAS KEHUTANAN KABUPATEN GARUT

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 534 TAHUN 2012 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS DINAS KEHUTANAN KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 534 TAHUN 2012 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS DINAS KEHUTANAN KABUPATEN GARUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK Oleh : Dina Dwi Wahyuni A 34201030 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN,

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS KEHUTANAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS KEHUTANAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS KEHUTANAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PENERAPAN BADAN LAYANAN UMUM DAN IMPLIKASINYA BAGI PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL MANDIRI YANG BERKELANJUTAN DESI INDRIANI

PENERAPAN BADAN LAYANAN UMUM DAN IMPLIKASINYA BAGI PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL MANDIRI YANG BERKELANJUTAN DESI INDRIANI PENERAPAN BADAN LAYANAN UMUM DAN IMPLIKASINYA BAGI PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL MANDIRI YANG BERKELANJUTAN DESI INDRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS. Direktorat Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung. Tahun (Perubahan)

RENCANA STRATEGIS. Direktorat Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung. Tahun (Perubahan) RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Tahun 2015-2019 (Perubahan) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Direktorat Jenderal Pengendalian Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1999 tentang Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah serta Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan

Lebih terperinci