6 TINGKAT PERKEMBANGAN DESA-DESA SEKITAR KAWASAN DAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN
|
|
- Fanny Sri Lie
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 6 TINGKAT PERKEMBANGAN DESA-DESA SEKITAR KAWASAN DAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN 65 Hirarki Tingkat Perkembangan Desa Sekitar TNBTS Kegiatan ekonomi yang timbul dari kegiatan wisata alam di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) juga memberikan dampak terhadap perkembangan wilayah di sekitar kawasan. Kegiatan wisata ini akan menciptakan perkembangan di bidang jasa berupa penyediaan fasilitas dan layanan untuk memenuhi kebutuhan para wisatawan, yang akhirnya akan meningkatkan hirarki atau tingkat pertumbuhan di suatu wilayah. Susunan hirarki perkembangan desa menggambarkan susunan urutan tingkat perkembangan desa-desa serta pusatpusat kegiatan berdasarkan kelengkapan fasilitas dan layanan yang disediakan. Tingkat perkembangan desa-desa di sekitar kawasan TNBTS ditentukan dengan metode skalogram dimodifikasi yang dicerminkan oleh nilai Indeks Perkembangan Wilayah (IPW). Analisis skalogram merupakan analisis yang digunakan untuk menentukan hierarki wilayah terhadap jenis dan jumlah sarana dan prasarana yang tersedia. Umumnya semakin semakin tinggi nilai IPW, semakin tinggi pula kapasitas pelayanan suatu desa dan tingkat perkembangannya. Jenis data yang digunakan dalam analisis ini meliputi data jumlah sarana pendidikan, sarana kesehatan, dan sarana publik lainnya. Masing-masing peubah tersebut dilakukan pembobotan dan standarisasi. Urutan tingkat hierarki adalah berdasarkan pengakumulatifan dari masing-masing desa/kelurahan. Urutan paling atas merupakan tingkat hierarki yang terbesar, demikian seterusnya hingga urutan hierarki terkecil. Hasil dari analisis skalogram ini dapat menggambarkan keadaan wilayah. Wilayah yang mempunyai nilai IPW paling besar dapat dikategorikan ke dalam wilayah dengan tingkat perkembangan maju. Hal ini dapat dicirikan oleh jumlah dan jenis sarana, prasarana, serta infrastruktur yang tersedia sudah memadai. Wilayah-wilayah yang mempunyai indeks perkembangan sedang-lambat atau wilayah terbelakang dicirikan dengan tingkat ketersediaan sarana dan prasarana yang sangat terbatas. Analisis skalogram dilakukan terhadap 72 desa yang berdekatan dan berbatasan langsung dengan kawasan TNBTS, yang termasuk dalam 17 kecamatan dari 4 kabupaten. Berdasarkan analisis skalogram yang dilakukan terhadap data Podes () diketahui nilai standar deviasi (Stdev) adalah 7,74 dan rataan sebesar 14,64. Hasil yang diperoleh dari analisis skalogram yaitu Hierarki I mempunyai ID lebih dari 30,11, Hierarki II mempunyai ID antara 14,63-30,11 dan Hierarki III mempunyai nilai ID kurang dari 14,63. Selain itu juga diperoleh hasil bahwa nilai IPW paling tinggi untuk desa yang ada di sekitar kawasan TNBTS sebesar 53,50 dan terendah sebesar 5,71. Berdasarkan tingkat hirarki atau perkembangan, desa-desa di sekitar kawasan TNBTS yang masuk dalam Hierarki I, Hierarki II dan Hierarki III berturut-turut yaitu 5,5%, 33,3% dan 61,11%. Sebagian besar desa yang ada masih masuk dalam Hirarki III dan merupakan desa dengan perkembangan rendah. Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa sesungguhnya desa di pinggiran
2 66 atau yang berbatasan dengan kawasan hutan pada umunya merupakan desa yang miskin dengan tingkat sarana dan prasarana yang minim. Selain itu jarak dan akses yang sulit serta tingkat kesejahteraan masyarakat yang rendah. Daerah dengan Hierarki III ditunjukkan oleh tingkat sarana dan prasarana yang tersedia di wilayah tersebut relatif sangat kurang dan jarak masing-masing wilayah terhadap pusat pemerintahan relatif lebih sulit. Wilayah yang termasuk dalam tingkat Hierarki II merupakan daerah atau wilayah dengan tingkat perkembangan sedang. Hal ini ditunjukkan oleh tingkat sarana dan prasarana yang tersedia cukup memadai dan jarak ke pusat kota yang lebih dekat dibandingkan dengan wilayah dengan Hierarki III. Dari 72 desa yang merupakan desa penyangga kawasan TNBTS, desa yang masuk dalam Hierarki I yaitu Desa Pronojiwo, Ranupane dan Ngadisari dan Desa Gucialit. Desa-desa yang masuk dalam Hirarki I ini memiliki beberapa fasilitas penciri yang menjadikannya sebagai pusat pertumbuhan dan memiliki Indeks Perkembangan Desa yang lebih dari pada desa yang lain. Desa Pronojiwo dan Desa Gucialit merupakan ibukota kecamatan dengan kegiatan ekonomi yang cukup tinggi. Hal ini ditandakan dengan banyaknya toko dan warung yang terdapat di desa tersebut. Kedua desa lainnya yaitu Desa Ranupane dan Desa Ngadisari memiliki faktor penciri di bidang penyediaan fasilitas dan layanan jasa dalam memenuhi kebutuhan wisatawan yang datang. Fasilitas yang disediakan berupa warung/kedai makan, serta hotel atau penginapan. Secara administrasi, Desa Ranupane masuk ke dalam Kabupaten Lumajang dan merupakan desa enclave yang berada di kaki Gunung Semeru. Desa ini juga merupakan permukiman terakhir yang ditemukan sebelum pendakian ke Gunung Semeru. Desa Ngadisari merupakan desa dengan fasilitas dan sarana umum yang sudah sangat baik. Desa Ngadisari merupakan desa terdekat dengan kawasan wisata Pegunungan Tengger dengan laut pasir dan Gunung Bromo. Banyak terdapat penginapan atau hotel di desa ini dan beberapa masyarakat bekerja pada bidang jasa dan wisata. Desa-desa di sekitar kawasan TNBTS memiliki pertumbuhan daerah yang beragam. Hal ini dapat dilihat dari perubahan nilai Indeks Perkembangan Desa (IPD) tiap desa dari tahun -. Beberapa desa mengalami kenaikan nilai IPD dan beberapa desa lainnya mengalami penurunan. Kenaikan dan penurunan nilai IPD ini pada akhirnya berpengaruh pada tingkat hierarki perkembangan suatu desa. Desa-desa yang mengalami kenaikan nilai IPD secara umum disebabkan karena adanya peningkatan fasilitas atau unit pelayanan di desa tersebut atau juga mengalami pengurangan jumlah penduduk yang cukup signifikan. Begitu juga sebaliknya, turunnya nilai IPD suatu desa dipengaruhi penurunan jumlah unit fasilitas atau pelayanan di desa tersebut atau karena terjadinya kenaikan jumlah penduduk. Perubahan jumlah desa berdasarkan perkembangan desa dari tahun sampai dengan dapat dilihat pada Tabel 19.
3 67 Tabel 19 Perbandingan Jumlah Desa berdasarkan Tingkat Hirarki Perkembangan Wilayah dan tahun Tingkat Hirarki Jumlah % Jumlah % Hirarki 1 3 4,17 4 5,56 Hirarki , ,33 Hirarki , ,11 Jumlah Kegiatan wisata alam di kawasan TNBTS memberikan pengaruh atau dampak terhadap perkembangan wilayah desa di sekitarnya. Hal ini dapat dilihat dari kondisi desa-desa dengan tingkat hirarki perkembangan tinggi memiliki unitunit pelayanan jasa bagi wisatawan yang datang berkunjung ke kawasan TNBTS yang tidak dimiliki oleh desa-desa lainnya. Salah satu desa yang mengalami peningkatan tingkat hirarki perkembangan wilayah adalah Desa Ranupane, yang merupakan salah satu desa yang mengalami peningkatan hirarki perkembangan wilayah, yaitu dari Hirarki III menjadi Hirarki I (Tabel 20). Jumlah pengunjung atau wisatawan yang meningkat setiap tahunnya membawa dampak pada bertambahnya peluang usaha bagi masyarakat, berupa warung makan atau kedai. Tabel 20 Tingkat Hirarki Perkembangan Wilayah Desa Sekitar TNBTS Kecamatan Desa IPD Tingkat Hirarki Sukapura Ngadisari 35,75 42,36 Hirarki 1 Hirarki 1 Sapikerep 12,83 10,60 Hirarki 3 Hirarki 3 Wonokerto 19,92 14,67 Hirarki 2 Hirarki 2 Ngadirejo 11,31 10,50 Hirarki 3 Hirarki 3 Ngadas 10,80 12,07 Hirarki 3 Hirarki 3 Jetak 23,68 23,45 Hirarki 2 Hirarki 2 Wonotoro 20,28 17,43 Hirarki 2 Hirarki 2 Sumber Ledokombo 9,17 9,78 Hirarki 3 Hirarki 3 Pandansari 12,86 15,35 Hirarki 3 Hirarki 2 Wonokerso 9,63 8,61 Hirarki 3 Hirarki 3 Sumber 24,03 17,17 Hirarki 2 Hirarki 2 Cepoko 11,26 11,08 Hirarki 3 Hirarki 3 Lumbang Sapih 8,25 11,65 Hirarki 3 Hirarki 3 Pronojiwo Sidomulyo 9,64 8,49 Hirarki 3 Hirarki 3 Pronojiwo 53,35 53,50 Hirarki 1 Hirarki 1 Sumberurip 7,53 13,44 Hirarki 3 Hirarki 3 Oro Oro Ombo 6,01 5,71 Hirarki 3 Hirarki 3 Supiturang 9,75 8,79 Hirarki 3 Hirarki 3
4 68 Tabel 20 (Lanjutan) IPD Tingkat Hirarki Kecamatan Desa Candipuro Sumberwuluh 8,81 9,22 Hirarki 3 Hirarki 3 Sumbermujur 9,57 9,30 Hirarki 3 Hirarki 3 Penanggal 20,77 21,54 Hirarki 2 Hirarki 2 Pasrujambe Pasrujambe 15,24 14,69 Hirarki 2 Hirarki 2 Jambekumbu 10,87 12,54 Hirarki 3 Hirarki 3 Senduro Burno 18,23 13,80 Hirarki 2 Hirarki 3 Kandangtepus 15,72 14,67 Hirarki 2 Hirarki 2 Kandangan 11,75 9,98 Hirarki 3 Hirarki 3 Bedayutalang 16,30 18,04 Hirarki 2 Hirarki 2 Wonocepokoayu 6,88 8,90 Hirarki 3 Hirarki 3 Argosari 6,14 7,85 Hirarki 3 Hirarki 3 Ranupane 12,76 32,57 Hirarki 3 Hirarki 1 Gucialit Pakel 12,90 10,41 Hirarki 3 Hirarki 3 Kenongo 18,10 14,92 Hirarki 2 Hirarki 2 Gucialit 30,71 32,42 Hirarki 1 Hirarki 1 Kertowono 9,98 8,18 Hirarki 3 Hirarki 3 Sombo 12,07 20,96 Hirarki 3 Hirarki 2 Tutur Blarang 8,44 9,04 Hirarki 3 Hirarki 3 Kayu Kebek 8,24 15,04 Hirarki 3 Hirarki 2 Ngadirejo 10,09 7,13 Hirarki 3 Hirarki 3 Andono Sari 25,64 12,26 Hirarki 2 Hirarki 3 Puspo Keduwung 7,85 11,41 Hirarki 3 Hirarki 3 Pusung Malang 5,41 11,27 Hirarki 3 Hirarki 3 Tosari Mororejo 11,78 20,47 Hirarki 3 Hirarki 2 Ngadiwono 14,75 11,09 Hirarki 2 Hirarki 3 Podokoyo 11,32 11,59 Hirarki 3 Hirarki 3 Wonokitri 14,03 9,66 Hirarki 3 Hirarki 3 Sedaeng 7,93 5,79 Hirarki 3 Hirarki 3 Lumbang Wonorejo 13,56 16,95 Hirarki 3 Hirarki 2 Tirto Yudo Tamansatriyan 6,59 7,03 Hirarki 3 Hirarki 3 Ampelgading Sidorenggo 8,10 9,75 Hirarki 3 Hirarki 3 Argoyuwono 9,20 14,12 Hirarki 3 Hirarki 3 Mulyoasri 12,13 11,15 Hirarki 3 Hirarki 3 Tamansari 8,98 18,30 Hirarki 3 Hirarki 2 Poncokusumo Sumberejo 20,63 19,88 Hirarki 2 Hirarki 2 Pandansari 14,93 17,19 Hirarki 2 Hirarki 2 Poncokusumo 21,19 11,58 Hirarki 2 Hirarki 3 Wringinanom 13,52 22,66 Hirarki 3 Hirarki 2 Gubukklakah 22,02 19,16 Hirarki 2 Hirarki 2 Ngadas 18,55 16,12 Hirarki 2 Hirarki 2
5 Tabel 20 (Lanjutan) IPD Tingkat Hirarki Kecamatan Desa Wajak Sumberputih 16,51 14,21 Hirarki 2 Hirarki 3 Wonoayu 15,31 21,94 Hirarki 2 Hirarki 2 Bambang 9,57 9,59 Hirarki 3 Hirarki 3 Patokpicis 15,74 13,49 Hirarki 2 Hirarki 3 Tumpang Benjor 16,59 15,77 Hirarki 2 Hirarki 2 Duwet 16,91 13,25 Hirarki 2 Hirarki 3 Duwet Krajan 12,10 11,65 Hirarki 3 Hirarki 3 Jabung Ngadirejo 11,24 12,80 Hirarki 3 Hirarki 3 Taji 20,52 14,73 Hirarki 2 Hirarki 2 Pandansari Lor 13,89 15,73 Hirarki 3 Hirarki 2 Sukopuro 14,85 11,63 Hirarki 2 Hirarki 3 Gading Kembar 16,38 11,71 Hirarki 2 Hirarki 3 Argosari 13,81 12,06 Hirarki 3 Hirarki 3 Kemiri 16,52 12,20 Hirarki 2 Hirarki 3 Sumber: Podes () Berdasarkan hasil dari analisis skalogram yang dilakukan pada desa-desa sekitar kawasan TNBTS, tingkat perkembangan desa sekitar kawasan TNBTS dikelompokkan ke dalam tiga hierarki wilayah, yaitu: 1. Hierarki I, merupakan wilayah desa dengan tingkat perkembangan tinggi. Wilayah ini dicirikan oleh indeks perkembangan wilayah yang paling tinggi dan ditentukan oleh jumlah ketersediaan sarana dan prasarana yang cukup memadai, terutama sarana pendidikan (bangunan sekolah SD, SMP, SLTP, SLTA), sarana kesehatan, sarana perekonomian dan sarana publik lainnya. Hanya terdapat empat desa atau 5,55% dari keseluruhan desa yang berbatasan dengan kawasan TNBTS. Desa-desa yang masuk dalam hierarki I yaitu Desa Pronojiwo, Gucialit, Ranupane dan Ngadisari dengan nilai IPW berturut-turut adalah 53,35, 32,42, 32,57 dan 42,36. Desa-desa yang termasuk dalam Hierarki I umumnya memiliki ketersediaan sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan yang lebih tinggi, lebih lengkap dan lebih memadai dari pada desa dengan hierarki yang lebih rendah. Keempat desa tersebut juga memiliki keunggulan tertentu sehingga infrastruktur dan pusat pelayanan banyak terpusat di wilayahnya. Desa Ranupane dan Ngadisari merupakan desa yang maju karena adanya aktivitas atau kegiatan wisata alam yang ada di kawasan TNBTS sehingga dikedua desa tersebut banyak tersedia fasilitas pelayanan dan jasa. 2. Hierarki II, termasuk wilayah dengan tingkat perkembangan sedang. Terdapat 24 desa atau sekitar 33,33% dari keseluruhan desa yang berbatasan dengan kawasan. Pada hierarki II ditunjukkan oleh tingkat sarana dan prasarana yang tersedia di wilayah tersebutlebih sedikit dari hierarki I dengan jarak masingmasing wilayah terhadap pusat pelayanan yang lebih jauh. 3. Hierarki III termasuk wilayah dengan tingkat perkembangan rendah. Terdapat 44 desa atau sekitar 61,11% dari keseluruhan desa yang berbatasan dengan 69
6 70 kawasan. Pada Hierarki III sarana dan prasarana yang ada sangat minim dengan jarak yang sangat jauh dari pusat pelayanan sehingga sulit untuk mengakses ke pusat-pusat pelayanan yang ada. wilayah yang masuk dalam Hierarki III mempunyai kehidupan yang relatif kurang maju dibandingkan dengan wilayah yang masuk dalam Hierarki I dan II. Dilihat dari administrasi wilayah, Kabupaten Malang dan Kabupaten Lumajang memilliki desa yang berbatasan dengan kawasan TNBTS lebih banyak dibanding dua kabupaten lainnya. Desa dengan Hirarki III juga secara umum banyak terdapat di Kabupaten Lumajang (Tabel 21). Tabel 21 Pusat Perkembangan Desa Sekitar Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru berdasarkan Kecamatan Kabupaten Kecamatan Hirarki 1 Tingkat Hirarki Hirarki 2 Hirarki 3 Jumlah Kabupaten Lumajang Candipuro Gucialit Pasrujambe Pronojiwo Senduro Kabupaten Malang Ampelgading Jabung Poncokusumo Tirto Yudo Tumpang Wajak Kabupaten Pasuruan Lumbang Puspo Tosari Tutur Kabupaten Probolinggo Sukapura Sumber Lumbang Jumlah Sumber: Podes Dilihat dari sebaran tingkat Hirarki Perkembangan Desa di sekitar kawasan TNBTS dapat dikatakan bahwa kegiatan wisata alam di kawasan ini telah memberikan pengaruh terhadap perkembangan di daerah sekitarnya. Desa-desa yanhg terletak berdekatan dan menjadi akses utama menuju lokasi wisata merupakan desa dengan Hirarki I dengan unit fasilitas pelayanan jasa yang tinggi. Unit fasilitas pelayanan jasa bagi wisatawan berupa hotel, penginapan dan rumah
7 makan tidak terdapat di desa-desa yang terletak cukup jauh dari lokasi wisata sehingga desa-desa tersebut tidak menjadi pusat pertumbuhan. Desa-desa di Kabupaten Lumajang juga merupakan desa yang terletak cukup jauh dan akses yang sulit dari lokasi wisata baik Kawasan Pegunungan Tengger dan Kawasan Pendakian Gunung Semeru sehingga mendapatkan dampak dan pengaruh dari kegiatan wisata alam relatif rendah. Sebaran desa berdasarkan hirarki tingkat perkembangan desa dapat dilihat pada Gambar Gambar 10 Peta Hirarki Perkembangan Desa Sekitar Kawasan TNBTS Akses atau rute menuju lokasi wisata di TNBTS dapat dicapai melalui 4 jalur, yaitu melalui Desa Wonokitri (Kabupaten Pasuruan), Desa Ngadisari (Kabupaten Probolinggo), dan Desa Ranupani yang dapat dicapai melalui Tumpang (Kabupaten Malang) atau Senduro (Kabupaten Lumajang). Jalur yang paling strategis dan paling mudah ditempuh adalah melalui Desa Ngadisari untuk kekawasan Pegunungan Tengger dan Desa Ranupane melalui Kecamatan Tumpang untuk menuju kawasan Pendakian Gunung Semeru. Jalur ini lebih mudah dilalui dengan kondisi jalan yang relatif baik dan sarana transportasi yang mudah didapat sehingga sebagian besar wisatawan yang datang memilih jalur ini. Untuk meningkatkan dampak kegiatan wisata alam di kawasan TNBTS bagi desa-desa di sekitar kawasan dapat dilakukan dengan membuka atau memperbaiki akses menuju kawasan yanng sudah ada sehingga pengunjung memiliki banyak pilihan jalur atau rute menuju lokasi wisata. Dengan demikian wisatawan yang akan berkunjung melalui jalur tersebut akan mampu menciptakan transaksi ekonomi melalui belanja wisatwan dan mendorong tumbuhnya unit-unit penyediaan barang dan jasa dalam rangka memenuhi kebutuhan para wisatawan.
8 72 Perubahan Penutupan Lahan dalam Kawasan TNBTS Penutupan Lahan dalam Kawasan TNBTS Bentuk penggunaan lahan di suatu wilayah terkait dengan aktivitas pembangunan yang dilakukan oleh penduduk di daerah tersebut, atau juga dikarenakan tekanan dari jumlah penduduk yang semakin meningkat. Lahan merupakan sumber daya alam utama yang bersifat mudah berubah peruntukannya (mobile factor). Dengan demikian perubahan penggunaan lahan menjadi sangat dinamis dari waktu ke waktu seiring dengan perubahan aktivitas pembangunan yang dilakukan masyarakat. Berdasarkan kondisi tersebut, maka perubahan penggunaan lahan yang dilakukan di suatu wilayah akan saling berbeda tergantung pada kondisi dan kebijakan pembangunan wilayah tersebut. Secara umum penutupan lahan di kawasan TNBTS terdiri dari hutan primer dan hutan sekunder, serta sedikit lahan terbuka dan beberapa bagian berupa hutan tanaman dan lahan pertanian (Tabel 22). Lahan terbuka yang ada dalam kawasan ini berupa lautan pasir Tengger yang masuk dalam kompleks Pegunungan Tengger dan menjadi daerah wisata alam yang terkenal. Lahan pertanian yang ada merupakan lahan pertanian milik penduduk yang terletak di tengah-tengah kawasan dan berstatus enclave, yaitu wilayah yang ada di tengah kawasan konservasi tetapi tidak berstatus sebagai kawasan konservasi. Terdapat dua desa enclave dari kawasan TNBTS, yaitu Desa Ngadas dan Desa Ranupane. Tabel 22 Tipe Penutupan Lahan di Kawasan TNBTS Tipe Penutupan Lahan Luas (Ha) % Hutan Primer ,16 32,57 Hutan Sekunder ,88 48,08 Hutan Tanaman Industri 1.842,67 3,66 Semak Belukar 1.337,17 2,65 Tanah Terbuka 4.159,66 8,26 Savanna 1.233,65 2,45 Danau 15,07 0,03 Pertanian Lahan Kering 1.157,05 2,30 Luas Total ,30 100,00 Sumber: Badan Planologi () Sebagian besar masyarakat yang ada di sekitar kawasan TNBTS adalah petani. Seiring bertambahnya jumlah penduduk maka kebutuhan akan lahan semakin meningkat. Keadaan demikian bisa menjadi salah satu penyebab terjadinya perubahan penutupan lahan di kawasan TNBTS. Secara umum, sebaran penutupan lahan di kawasan TNBTS dapat dilihat pada Gambar 11.
9 73 Gambar 11 Sebaran Tipe Penutupan Lahan di Kawasan Taman Nasional Perubahan Penutupan Lahan Bromo di Tengger Kawasan Semeru TNBTS Perubahan penggunaan lahan merupakan semua bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup baik materiil maupun spiritual (Arsyad 2006). Perubahan tersebut akan terus berlangsung sejalan dengan meningkatnya jumlah dan aktifitas penduduk dalam menjalankan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya, yang pada akhirnya berdampak positif maupun negatif akibat perubahan penggunaan lahan tersebut. Perubahan penggunaan lahan dari hutan ke non-hutan misalnya, dapat mengakibatkan menurunnya daya kemampuan hutan untuk menjalankan fungsi ekologisnya. Hal ini dapat menimbulkan dampak pada lingkungan yang serius seperti perubahan iklim, berkurangnya keanekaragaman hayati, dan ketersediaan sumber daya air, serta terjadinya erosi tanah. Perubahan penggunaan lahan pada akhirnya akan berpengaruh pada perubahan penutupan lahan di kawasan tersebut. Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi deforestasi sangat beragam. Beberapa penyebab deforestasi antara lain akibat pengembalaan, pertanian, penebangan hutan, pertambangan dan lain-lain. Pertambahan jumlah penduduk serta berkembangnya kegiatan perekonomian menyebabkan permintaan terhadap lahan semakin tinggi untuk berbagai keperluan seperti pertanian, perkebunan, pemukim-an, industri, dan sebagainya (Antoko et al. ). Perubahan hutan Negara pada periode dipengaruhi oleh infrastruktur, subsidi, kesempatan kerja dan tekanan penduduk (Vanclay 2005). Secara ekonomi, masyarakat yang ingin mengkonversi hutan ke penggunaan lain akan mempertimbangkan manfaat bersih yang akan diterima relatif terhadap hutan, dimana keputusan tersebut akan dipengaruhi oleh harga input dan output, termasuk potensi biaya yang harus dikeluarkan (Angelsen et al. 1999). Di samping itu, tingkat upah dan resiko dalam pertanian akan menentukan keputusan
10 74 tersebut. Menurut Bergeron dan Pender (1999) dalam Dwiprabowo et al. (2012) faktor penentu mikro dari perubahan penggunaan lahan adalah menggunakan faktor masyarakat, rumah tangga dan plot historis. Di samping itu, pertanian ekstensif juga berpengaruh dalam perubahan penutupan lahan. Kebakaran hutan juga merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan perubahan penutupan lahan. Kebakaran hutan dapat disebabkan oleh kegiatan manusia yang disengaja, misalnya perladangan dan/atau perluasan kebun. Namun ada juga perubahan penutupan lahan yang diakibatkan oleh kondisi alami. Menurut Paul (1998), degradasi hutan dan deforestasi dapat dipengaruhi oleh konversi yang direncanakan dan yang tidak direncanakan. Konversi hutan yang tidak direncanakan, sepenuhnya disebabkan oleh faktor-faktor ekonomi, tapi konversi hutan yang direncanakan umumnya disebabkan oleh kebijakan pemerintah. Secara umum perubahan penutupan lahan yang terjadi di kawasan TNBTS relatif cukup besar (Tabel 23) yaitu sekitar 39,04% dari total luas kawasan. Perubahan penggunaan lahan ini sebagian besar terjadi pada kawasan hutan primer yang mengalami degradasi menjadi hutan sekunder dan pertanian lahan kering. Perubahan kawasan ini terjadi karena perambahan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar. Perambahan terjadi di bekas lahan Perusahaan Umum (Perum) Perhutani yang dahulu merupakan hutan produksi, yang kemudian dialihkan menjadi kawasan konservasi. Hutan produksi yang dikelola Perum Perhutani biasanya diperkenankan untuk dikelola masyarakat dalam bentuk penanaman lahan di bawah tegakan, sehingga sampai saat ini hal tersebut menjadi pola fikir masyarakat yang sulit dirubah. Untuk kegiatan penyadartahuan kepada masyarakat untuk menunjukkan bahwa sekarang lahan tersebut tidak boleh dikelola lagi karena telah menjadi kawasan konservasi, merupakan hal yang tidak mudah sehingga sampai saat ini perambahan di sekitar wilayah tersebut masih terjadi. Sebagian besar penggunaan lahan berubah menjadi hutan sekunder, lahan pertanian dan hutan tanaman. Tabel 23 Perubahan Penutupan Lahan Kawasan TNBTS Tipe Penggunaan Lahan Danau Hutan Tanaman Industri Hutan Primer Hutan Sekunder Pertanian Lahan Kering Savanna Semak Belukar Dilihat secara spasial dalam kurun waktu antara tahun 2000 sampai, perubahan penutupan lahan yang terjadi di kawasan TNBTS terjadi dengan luasan cukup luas dan tersebar merata di bagian selatan (Gambar 12). Perubahan penutupan lahan sebagian besar terdapat di sekitaran desa yang termasuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Lumajang. Selain itu, tingkat perubahan Tanah Terbuka Danau 15, Hutan Tanaman Industri , Hutan Primer , ,56 34, Hutan Sekunder , Pertanian Lahan Kering , Savanna , Semak Belukar ,17 - Tanah Terbuka ,66 Luas Total 15, , , , , , , Sumber Data: Badan Planologi ()
11 penutupan lahan terbesar berada di sekitar desa dengan wilayah perkembangan desa yang rendah atau masuk dalam tingkat Hirarki III. 75 Gambar 12 Perubahan Penutupan Lahan Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Salah satu cara untuk menjaga keberlangsungan kelestarian kawasan TNBTS adalah melalui kegiatan ekowisata ataupun kegiatan wisata alam dengan pemanfaatan sumber daya alam lainnya yang terdapat di kawasan TNBTS secara terbatas. Adanya kegiatan wisata akan mampu membantu masyarakat sekitar meningkatkan pendapatannya melalui penyedian lapangan perkerjaan. Dampak wisata alam ataupun tingkat perkembangan wilayah yang tinggi masih belum dirasakan secara merata di seluruh desa yang berbatasan dengan kawasan. Desadesa sekitar kawasan TNBTS yang berada di wilayah Kabupaten Lumajang merupakan desa yang memperoleh atau merasakan dampak ekonomi dari kegiatan wisata alam paling kecil. Salah satu penyebab kecilnya dampak ekonomi yang dirasakan oleh desa di sekitar kawasan yang ada di Kabupaten Lumajang adalah karena kurangnya akses atau jauhnya letak desa dari lokasi wisata alam yang ada. Dengan kata lain, desa-desa tersebut tidak bersentuhan langsung dengan kegiatan wisata alam yang ada.
BAB I PENDAHULUAN. Sapikerep yaitu Gunung Bromo yang merupakan gunung terkenal di Jawa. Kabupaten Pasuruan, dan Kabupaten Lumajang.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desa Sapikerep adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo. Desa ini berada dalam wilayah Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
Lebih terperinciTabel V. A. Daftar Kelompok Tani Tahura (KTT)sampai dengan Tahun 2012
Tabel V. A. Daftar Kelompok Tani Tahura (KTT)sampai dengan Tahun 2012 NO. KAB/KOTA/KEC. DESA KTT TAHURA R. SOERJO KET. 1 2 3 4 5 1. Kabupaten Malang : 1. Kec. Lawang 1. Wonorejo 1. KTT Wono Agung 2. Kec.
Lebih terperinciTabel V. A. Daftar Kelompok Tani Tahura (KTT) sampai dengan Tahun 2013
Tabel V. A. Daftar Kelompok Tani Tahura (KTT) sampai dengan Tahun 2013 No. Kab/Kota/Kec. Desa KTT Tahura R. Soerjo Ket. 1 2 3 4 5 1. Kabupaten Malang : 1. Kec. Lawang 1. Wonorejo 1. KTT Wono Agung 2. Kec.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengembangan potensi wisata bertujuan untuk meningkatkan perekonomian
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam hayati dan non hayati. Kekayaan sumberdaya alam tersebut dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan
Lebih terperinciJURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)
A714 Pembuatan Peta Daerah Rawan Bencana Tanah Longsor dengan Menggunakan Metode Fuzzy logic (Studi Kasus: Kabupaten Probolinggo) Arief Yusuf Effendi, dan Teguh Hariyanto Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 6186/Kpts-II/2002,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pengelolaan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dilaksanakan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 6186/Kpts-II/2002, tanggal 10 Juni 2002. Selanjutnya
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan terletak di garis khatulistiwa dengan luas daratan 1.910.931,32 km 2 dan memiliki 17.504 pulau (Badan Pusat Statistik 2012). Hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat dilakukan secara tradisional untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat di sekitar hutan memiliki ketergantungan yang sangat besar dengan keberadaan hutan disekitarnya, pemanfaatan hutan dan hasil hutan oleh masyarakat dilakukan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terjadi setiap tahun dan cenderung meningkat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Peningkatan kebakaran hutan dan lahan terjadi
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI
V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI 5.1. Gambaran Umum Kabupaten Pasuruan Kabupaten Pasuruan adalah salah satu daerah tingkat dua di Propinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibukotanya adalah Pasuruan. Letak geografi
Lebih terperinciSTUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR
STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
Lebih terperinciWilayah rawan bencana Wilayah rawan bencana adalah Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Malang, dan Kabupaten Pasuruhan
I. Pokok permasalahan Gunung Bromo yang terletak di Kabupaten Probolinggo Provinsi Jawa Timur, merupakan gunung yang masih aktif hingga saat ini. Saat ini Gunung Bromo mengalami peningkatan aktifitas dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan banyak digunakan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, selain itu lahan
Lebih terperinciBERITA RESMI STATISTIK
BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR No. 16/02/35/Th. XIII, 16 Februari 2015 Tipologi Wilayah Jawa Timur Hasil Pendataan Potensi Desa 2014 Pendataan Potensi Desa (Podes) dilaksanakan
Lebih terperinciKONDISI TUTUPAN HUTAN PADA KAWASAN HUTAN EKOREGION KALIMANTAN
KONDISI TUTUPAN HUTAN PADA KAWASAN HUTAN EKOREGION KALIMANTAN oleh: Ruhyat Hardansyah (Kasubbid Hutan dan Hasil Hutan pada Bidang Inventarisasi DDDT SDA dan LH) Kawasan Hutan Hutan setidaknya memiliki
Lebih terperinciDasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG
Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah karunia alam yang memiliki potensi dan fungsi untuk menjaga keseimbangan lingkungan. Potensi dan fungsi tersebut mengandung manfaat bagi populasi manusia
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kayu, rotan, getah, dan lain-lain, tetapi juga memiliki nilai lain berupa jasa
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan asset multi guna yang tidak saja menghasilkan produk seperti kayu, rotan, getah, dan lain-lain, tetapi juga memiliki nilai lain berupa jasa lingkungan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati. Negara ini dikenal sebagai negara megabiodiversitas
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KARAWANG TAHUN
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KARAWANG TAHUN 2011 2031 UMUM Ruang wilayah Kabupaten Karawang dengan keanekaragaman
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.645, 2012 PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2012 TENTANG BATAS DAERAH KABUPATEN LUMAJANG DENGAN KABUPATEN PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR
Lebih terperinciUmu Habibah, Ely Setyo Astuti 1, Dwi Puspitasari 2. Program Studi Teknik Informatika, Jurusan Teknologi Informasi, Politeknik Negeri Malang.
RANCANG BANGUN SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN UNTUK MENENTUKAN PRIORITAS PERBAIKAN SARPRAS WISATA ALAM DI TAMAN NASIONAL BROMO TENGGER SEMERU MENGGUNAKAN METODE SAW Umu Habibah, Ely Setyo Astuti 1, Dwi Puspitasari
Lebih terperinciAnalisis skalogram merupakan analisis yang digunakan untuk menentukan. hierarki wilayah terhadap jenis dan jumlah sarana dan prasarana yang tersedia.
5.3 Keragaan Relatif Tingkat Perkembangan Desa-desa Pesisir Dibanding Desa/kelurahan pada Umumnya di Kota Bandar Lampung Berdasarkan Hasil Analisis Tipologi Wilayah 5.3.1 Hasil Tipologi Desa Menurut Analisis
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kawasan Pelestarian Alam (KPA). KSA adalah kawasan dengan ciri khas
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya menyatakan bahwa kawasan konservasi di Indonesia dibedakan menjadi dua yaitu
Lebih terperinciINDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN
INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika
Lebih terperinciOleh/By : Agung Wahyu Nugroho 1) dan/and Wida Darwiati 2) 1)
STUDI DAERAH RAWAN GANGGUAN TAMAN NASIONAL BROMO TENGGER SEMERU DAN DESA SEKITARNYA (Study of Prone Disturbance Area in National Park of Bromo Tengger Semeru and Surrounding Area)*) Oleh/By : Agung Wahyu
Lebih terperinciPengembangan Wisata Terpadu Berdasarkan Daya Tarik Kawasan Konservasi di Kecamatan Cimenyan
Pengembangan Wisata Terpadu Berdasarkan Daya Tarik Kawasan Konservasi di Kecamatan Cimenyan Oleh: Wanjat Kastolani Abstrak Wisata yang berada pada kawasan konservasi merupakan sumberdaya yang potensial.
Lebih terperinciKAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA
KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA (Studi Kasus: Kawasan sekitar Danau Laut Tawar, Aceh Tengah) TUGAS AKHIR Oleh: AGUS SALIM L2D
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. salah satu daya tarik bagi wisatawan yang berasal dari negara kawasan sub-tropis
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang berada di daerah khatulistiwa. Dengan letak Indonesia yang berda di kawasan khatulistiwa ini Indonesia memilki iklim tropis. Iklim
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Sumberdaya hutan yang ada bukan hanya hutan produksi, tetapi juga kawasan konservasi.
Lebih terperinci5. SIMPULAN DAN SARAN
5. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Citra ALOS PALSAR dapat digunakan untuk membangun model pendugaan biomassa di ekosistem transisi yang telah mengalami transformasi dari hutan sekunder menjadi sistem pertanian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tindakan dalam mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat suatu bencana.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Ilmu tentang bencana semakin berkembang dari tahun ke tahun seiring semakin banyaknya kejadian bencana. Berawal dengan kegiatan penanggulangan bencana mulai berkembang
Lebih terperinciOleh : ERINA WULANSARI [ ]
MATA KULIAH TUGAS AKHIR [PW 09-1333] PENELITIAN TUGAS AKHIR Oleh : ERINA WULANSARI [3607100008] PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. Ngadas, merupakan sebuah desa pertanian yang terletak di Kabupaten
BAB V KESIMPULAN Ngadas, merupakan sebuah desa pertanian yang terletak di Kabupaten Malang Jawa Timur. Bersama desa Ranu Pani di Kabupaten Lumajang, Ngadas menjadi daerah enclave di dalam Taman Nasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Intensitas dan dampak yang ditimbulkan bencana terhadap manusia dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Intensitas dan dampak yang ditimbulkan bencana terhadap manusia dan sektor ekonomi secara keseluruhan mengalami peningkatan (Berz, 1999; World Bank, 2005 dalam Lowe,
Lebih terperinciDasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG
Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 gg Tentang Penataan Ruang 1 Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman
Lebih terperinciTUGAS AKHIR PW Penentuan Kawasan Agroindustri Berbasis Komoditas Unggulan Sektor Pertanian Kabupaten Probolinggo
TUGAS AKHIR PW09-1328 Penentuan Kawasan Agroindustri Berbasis Komoditas Unggulan Sektor Pertanian Kabupaten Probolinggo OLEH : FIRDA NURUL LAILIA 3610100070 L/O/G/O DOSEN PEMBIMBING : Dr. Ir. EKO BUDI
Lebih terperinciTabel V. A. Daftar Kelompok Tani Tahura (KTT) sampai dengan Tahun 2015
Tabel V. A. Daftar Kelompok Tani Tahura (KTT) sampai dengan Tahun 2015 No. Kab/Kota/Kec. Desa KTT Tahura R. Soerjo Ket. 1 2 3 4 5 1. Kabupaten Malang : 1. Kec. Lawang 1. Wonorejo 1. KTT Wono Agung 2. Kec.
Lebih terperinciBAB V RENCANA PROGRAM DAN PRIORITAS DAERAH
BAB V RENCANA PROGRAM DAN PRIORITAS DAERAH 5.1. Prioritasdan Arah Kebijakan RKPD Tahun 2013 5.1.1. Prioritas dan Arah Kebijakan Spasial Arah kebijakan spasial akan berintegrasi dengan kebijakan sektoral
Lebih terperinciKriteria Pengembangan Kawasan Wisata Alam Air Terjun Madakaripura, Kabupaten Probolinggo
Kriteria Pengembangan Kawasan Wisata Alam Air Terjun Madakaripura, Kabupaten Probolinggo JOS OKTARINA PRATIWI 3609100037 Dosen Pembimbing Dr. Ir. RIMADEWI SUPRIHARJO MIP. PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. individual tourism/small group tourism, dari tren sebelumnya tahun 1980-an yang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pergeseran tren kepariwisataan di dunia saat ini lebih mengarah pada individual tourism/small group tourism, dari tren sebelumnya tahun 1980-an yang didominasi oleh mass
Lebih terperinci2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat dibutuhkan. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup seperti untuk membangun
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman merupakan wilayah sistem penyangga kehidupan terutama dalam pengaturan tata air, menjaga kesuburan tanah, mencegah erosi, menjaga keseimbangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya (UU RI No.41
Lebih terperinciANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN YANG BERKELANJUTAN DI PULAU BUNAKEN MANADO
Sabua Vol.7, No.1: 383 388, Maret 2015 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN YANG BERKELANJUTAN DI PULAU BUNAKEN MANADO Verry Lahamendu Staf Pengajar JurusanArsitektur,
Lebih terperinciMENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2014 TENTANG
SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2014 TENTANG BATAS DAERAH KABUPATEN MALANG DENGAN KABUPATEN PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR
Lebih terperinciDAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN ii iii iv PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 4 Tujuan Penelitian... 9 Pengertian dan Ruang Lingkup Penelitian... 9 Manfaat
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Wilayah Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Wilayah Joglosemar terdiri dari kota Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Secara geografis ketiga
Lebih terperinci5 NILAI DAN DAMPAK EKONOMI WISATA ALAM TAMAN NASIONAL BROMO TENGGER SEMERU
48 5 NILAI DAN DAMPAK EKONOMI WISATA ALAM TAMAN NASIONAL BROMO TENGGER SEMERU Jumlah dan Asal Wisatawan Wisatawan yang datang ke kawasan TNBTS umunya terbagi menjadi dua kelompok yaitu yang mengunjungi
Lebih terperinciEtnofarmakologi Dan Pengetahuan Tumbuhan Obat Masyarakat Tengger Di Bromo Tengger Semeru Jawa Timur
Etnofarmakologi Dan Pengetahuan Tumbuhan Obat Masyarakat Tengger Di Bromo Tengger Semeru Jawa Timur 1) Jati Batoro, 2) Dede Setiadi, Tatik Chikmawati, 3) Y. Purwanto 1) Fakultas MIPA UB, 2) Sekolah Pascasarjana
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG
I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem
Lebih terperinciKondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan
Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan Iman Santosa T. (isantosa@dephut.go.id) Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumberdaya Hutan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang murah untuk mencari oleh oleh dan menjadi tujuan utama bagi pengunjung
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu kota besar yang memiliki banyak potensi untuk dikembangkan adalah kota Yogyakarta. Dengan jumlah penduduk yang cukup padat dan banyaknya aset wisata yang
Lebih terperinciTahap II. Penilaian/ pembobotan Kriteria Penilaian Daya Dukung Lingkungan dalam Rangka Pengembangan Kawasan Wisata Alam
Tahap II. Penilaian/ pembobotan Kriteria Penilaian Daya Dukung Lingkungan dalam Rangka Pengembangan Kawasan Wisata Alam Untuk penentuan prioritas kriteria dilakukan dengan memberikan penilaian atau bobot
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Hutan sebagai sumberdaya alam mempunyai manfaat yang penting bagi
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sumberdaya alam mempunyai manfaat yang penting bagi kehidupan manusia baik secara ekonomi, ekologi dan sosial. Dalam Undangundang Nomor 41 Tahun 1999 disebutkan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah
II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Wilayah dan Hirarki Wilayah Secara yuridis, dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta
Lebih terperinciKETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP
LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI
Lebih terperinciPENDAHULUAN. karena Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai mencapai
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, karena Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai mencapai sepanjang 81.000 km. Selain menempati
Lebih terperinciMata Pencaharian Penduduk Indonesia
Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Pertanian Perikanan Kehutanan dan Pertambangan Perindustrian, Pariwisata dan Perindustrian Jasa Pertanian merupakan proses untuk menghasilkan bahan pangan, ternak serta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan
Lebih terperinciPOTENSI SEKTOR PERDAGANGAN, HOTEL, DAN RESTORAN
3 POTENSI SEKTOR PERDAGANGAN, HOTEL, DAN RESTORAN 4 POTENSI SEKTOR JASA - JASA X IDENTIFIKASI POTENSI KECAMATAN KESELURUHAN Potensi Sektoral Kecamatan Di Kabupaten Lumajang NO. KABUPATEN / POTENSI SEKTOR
Lebih terperinciKAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar
BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah
Lebih terperinciPenataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian
Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil
Lebih terperinciIdentifikasi Desa Dalam Kawasan Hutan
Identifikasi Desa Dalam Kawasan Hutan 2007 Kerja sama Pusat Rencana dan Statistik Kehutanan, Departemen Kehutanan dengan Direktorat Statistik Pertanian, Badan Pusat Statistik Jakarta, 2007 KATA PENGANTAR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya alam yang menyimpan kekayaan keanekaragaman hayati dan sumber daya alam lain yang terdapat di atas maupun di bawah tanah. Definisi hutan
Lebih terperinciArahan Pemanfaatan Ruang Kawasan Budidaya Perikanan di Kecamatan Pajukukang Kabupaten Bantaeng
TEMU ILMIAH IPLBI 2015 Arahan Pemanfaatan Ruang Kawasan Budidaya Perikanan di Kecamatan Pajukukang Kabupaten Bantaeng Fadhil Surur Laboratorium Keahlian Perencanaan Tata Ruang Pesisir dan Kepulauan, Jurusan
Lebih terperinciRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin
2.1 Tujuan Penataan Ruang Tujuan penataan ruang wilayah kabupaten merupakan arahan perwujudan ruang wilayah kabupaten yang ingin dicapai pada masa yang akan datang (20 tahun). Dengan mempertimbangkan visi
Lebih terperinciIII. METODOLOGI 3.1. Kerangka Pikir Penelitian
III. METODOLOGI 3.1. Kerangka Pikir Penelitian Pembangunan yang telah dilaksanakan selama ini sebagian telah menimbulkan permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kesejahteraan antar wilayah yang tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kaedah dasar yang melandasi pembangunan dan perlindungan lingkungan hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah dasar ini selanjutnya
Lebih terperinciKAJIAN PERMUKIMAN DI KAWASAN HUTAN BAKAU DESA RATATOTOK TIMUR DAN DESA RATATOTOK MUARA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA
KAJIAN PERMUKIMAN DI KAWASAN HUTAN BAKAU DESA RATATOTOK TIMUR DAN DESA RATATOTOK MUARA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA Marthen A. Tumigolung 1, Cynthia E.V. Wuisang, ST, M.Urb.Mgt, Ph.D 2, & Amanda Sembel,
Lebih terperinciLUAS KAWASAN HUTAN PERUM PERHUTANI BERDASARKAN PERUNTUKANNYA TAHUN
Tabel I.A.. KABUPATEN Blora (Jateng) Lamongan Gresik Magetan Ponorogo 0 Pacitan (Kota) Trenggalek Tulungagung 0 Kota Batu Bangkalan Sampang Pamekasan Sumenep Lumajang Jember 0 Situbondo Banyuwangi Tiap
Lebih terperinciArahan Penataan Lahan Kritis Bekas Kegiatan Pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan di Sekitar Kaki Gunung Tampomas, Kabupaten Sumedang
Prosiding Perencanaan Wilayah dan Kota ISSN: 2460-6480 Arahan Penataan Lahan Kritis Bekas Kegiatan Pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan di Sekitar Kaki Gunung Tampomas, Kabupaten Sumedang 1 Thaariq
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. langsungnya adalah bagi pemerintah, pengelola, dan masyarakat yang secara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu dari sekian banyak industri yang tidak dapat diabaikan dalam perekonomian, terutama di negara Indonesia. Dengan adanya industri pariwisata
Lebih terperinciBAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN
BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,
Lebih terperinciIDENTIFIKASI POTENSI DAN KENDALA PENGEMBANGAN OBYEK WISATA ALAM DI KECAMATAN CIGUDEG, KABUPATEN BOGOR. Oleh ;
IDENTIFIKASI POTENSI DAN KENDALA PENGEMBANGAN OBYEK WISATA ALAM DI KECAMATAN CIGUDEG, KABUPATEN BOGOR Oleh ; Dwi Prasetiyo Putra 1, Edy Mulyadi 2, Janthy. T. Hidayat 3 Abstrak Kawasan wisata di Kabupaten
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai dan Permasalahannya Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan Pariwisata dikenal sebagai suatu bentuk rangkaian kegiatan kompleks yang berhubungan dengan wisatawan dan orang banyak, serta terbentuk pula suatu sistem di dalamnya.
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
25 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Cakupan Wilayah Kabupaten Bandung Barat Kabupaten Bandung Barat terdiri dari 13 kecamatan dan 165 desa. Beberapa kecamatan terbentuk melalui proses pemekaran. Kecamatan yang
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Laju dan Pola Konversi Lahan Pertanian di Kabupaten Tangerang 5.1.1. Laju Konversi Lahan di Kabupaten Tangerang Penggunaan lahan di Kabupaten Tangerang dikelompokkan menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (UU RI No. 41
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan hamparan landscape yang luas dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan hamparan landscape yang luas dan menggambarkan keindahan alam yang beragam serta unik. Kondisi yang demikian mampu menjadikan Indonesia
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang terdapat di daerah pantai dan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang terdapat di daerah pantai dan selalu atau secara teratur digenangi oleh air laut atau dipengaruhi oleh pasang surut air laut,
Lebih terperinciTitle : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009
Contributor : Doni Prihatna Tanggal : April 2012 Posting : Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009 Pada 19 Januari 2012 lalu, Presiden Republik Indonesia mengeluarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di Indonesia tergolong besar. Saat ini berdasarkan survey terakhir, jumlah penduduk Indonesia adalah 230 juta lebih. Laju pertumbuhan penduduk
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Taman Nasional Komodo 4.1.1. Sejarah Kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) merupakan salah satu TN pertama di Indonesia. Kawasan TNK ditetapkan melalui pengumuman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pulau-pulau tersebut memiliki pulau-pulau berukuran kecil, memiliki
BAB I PENDAHULUAN I. I. Latar belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari beribu-ribu pulau, tersebar dari Sabang sampai Merauke. Sejumlah besar dari pulau-pulau tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kuningan berada di provinsi Jawa Barat yang terletak di bagian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kabupaten Kuningan berada di provinsi Jawa Barat yang terletak di bagian timur Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Cirebon, Kabupaten Majalengka, dan
Lebih terperinciOleh : Sri Wilarso Budi R
Annex 2. The Training Modules 1 MODULE PELATIHAN RESTORASI, AGROFORESTRY DAN REHABILITASI HUTAN Oleh : Sri Wilarso Budi R ITTO PROJECT PARTICIPATORY ESTABLISHMENT COLLABORATIVE SUSTAINABLE FOREST MANAGEMENT
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA Konversi Lahan Konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konversi Lahan Konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang membawa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting di dalam pembangunan nasional karena sektor ini memanfaatkan sumber daya alam dan manusia yang sangat besar (Soekartawi,
Lebih terperinci- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA R. SOERJO
- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA R. SOERJO I. UMUM Tahura R. Soerjo merupakan salah satu aset hutan Jawa Timur yang paling
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan
118 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Objek wisata Curug Orok yang terletak di Desa Cikandang Kecamatan
Lebih terperinci2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah
2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda berdiri pada tanggal 7 Desember 1956, dengan dasar hukum Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain dari sektor
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain dari sektor migas yang sangat potensial dan mempunyai andil besar dalam membangun perekonomian yang saat
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah. Olehkarenanya, sektor ini menjadi sangat potensial untuk dikembangkan
TINJAUAN PUSTAKA Pariwisata dan Ekowisata Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah memilikikontribusi ekonomi yang cukup penting bagi kegiatan pembangunan. Olehkarenanya, sektor ini
Lebih terperinci