PENERAPAN BADAN LAYANAN UMUM DAN IMPLIKASINYA BAGI PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL MANDIRI YANG BERKELANJUTAN DESI INDRIANI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENERAPAN BADAN LAYANAN UMUM DAN IMPLIKASINYA BAGI PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL MANDIRI YANG BERKELANJUTAN DESI INDRIANI"

Transkripsi

1 PENERAPAN BADAN LAYANAN UMUM DAN IMPLIKASINYA BAGI PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL MANDIRI YANG BERKELANJUTAN DESI INDRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Penerapan Badan Layanan Umum dan Implikasinya Bagi Pengelolaan Taman Nasional Mandiri yang Berkelanjutan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Desi Indriani E

4 ABSTRACT DESI INDRIANI. Implementation of Public Service Agency and Its Implications to Sustainable Self-Financed National Park Management. Under supervision of SAMBAS BASUNI and BAMBANG SUPRIYANTO. The Strategic Plan of the Ministry of Forestry for the period of has mandated the revitalization of 12 national parks to become Public Service Agencies. It would allow national parks to be self-financed. Unfortunately, efforts which have been made have not shown an encouraging progress yet. This research aims : (1) to identify the elaboration of main tasks and functions of national park, (2) to analyze the accuracy of the implementation of the Public Service Agency to the national park management, and (3) to formulate implications for the implementation of Public Service Agency to the Sustainable Self-Financed National Parks management. The result shows that the elaboration of 8 out of 10 main tasks and functions of national park provide goods and services to the public and its performance can be promoted through Public Service Agency, while the other 2 are identified as government liabilities. The implementation of Public Service Agency models for Self-Financed National Park Management both at KNPO and BTS NGPO meets the requirement substantially and technically. Furthermore, the KNPO Cost Benefit Analysis projection of 6 main tasks and functions for the coming 5 years shows the feasibility. This research concluded that national park can be self-financed through the implementation of Public Service Agency scheme. Therefore, it is suggested that in order to implement self-financed national park through Public Service Agency scheme, business development must be included as one of the main tasks and functions and its organization structure and management must be adjusted. Keywords : self-financed national park, public service agency, bromo tengger semeru national park, komodo national park

5 RINGKASAN DESI INDRIANI. Penerapan Badan Layanan Umum dan Implikasinya Bagi Pengelolaan Taman Nasional Mandiri Yang Berkelanjutan. Dibimbing oleh SAMBAS BASUNI dan BAMBANG SUPRIYANTO. Kawasan konservasi memiliki sumber pendanaan dari anggaran negara namun anggaran yang dialokasikan untuk kawasan konservasi relatif sangat sedikit. Manfaat langsung taman nasional (TN) ditinjau dari sisi ekonomi sungguh sangat memprihatinkan. Pada tahun 2010 jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang diperoleh seluruh TN di Indonesia dengan luas + 16 juta ha hanya 16 milyar, hanya setara dengan PNBP yang dihasilkan kebun raya di Indonesia yang luasnya kurang dari 1 juta ha (Kemenhut 2011a). Pemerintah telah melakukan berbagai rencana kebijakan dalam upaya mengoptimalkan potensi kawasan konservasi pada umumnya dan TN pada khususnya dalam mengatasi permasalahan pembiayaan keuangannya. Rencana Strategis Kementerian Kehutanan periode memberikan mandat untuk merevitalisasi 12 Taman Nasional menjadi Badan Layanan Umum yang memungkinkan TN untuk menjadi mandiri, perlu didukung oleh data dan informasi yang penting bagi pelaksanaannya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi penjabaran tugas pokok dan fungsi (tupoksi) Taman Nasional, menganalisis ketepatan penerapan model Badan Layanan Umum dalam pengelolaan menuju TN Mandiri dan merumuskan implikasi penerapan Badan Layanan Umum menuju pengelolaan TN Mandiri yang berkelanjutan. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2012 sampai Juni Tempat yang menjadi lokasi penelitian, yaitu Sekretariat Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Balai TN Komodo (BTNK) dan Balai Besar TN Bromo Tengger Semeru (BBTN BTS). BTNK dan BBTN BTS dipilih karena merupakan TN Efektif sesuai dengan Road Map Pembangunan Kehutanan Berbasis Taman Nasional dan merupakan TN yang menjadi target untuk diterapkannya Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU) pada Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Ditjen PHKA). Analisis data dilakukan dengan analisis deskiptif, analisis isi dan analisis manfaat biaya. Identifikasi penjabaran tupoksi TN dilakukan untuk kurun waktu lima tahun terakhir yaitu periode 2007 sampai 2011 dengan mengacu pada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.03/Menhut-II/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional. Penjabaran tupoksi TN kemudian diidentifikasi barang dan/atau jasa yang dihasilkannya berdasarkan PP No. 28 tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA). Ketepatan penerapan model BLU dalam pengelolaan menuju TN Mandiri dilaksanakan melalui analisis deskriptif dan analisis isi terhadap pelaksanaan penjabaran tupoksi TN dan membandingkannya dengan persyaratan substantif dan teknis BLU sesuai dengan PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU. Analisis Manfaat Biaya (Cost Benefit Analysis) ditambahkan sebagai salah satu bahan pertimbangan pengambilan keputusan yaitu dengan membandingkan akumulasi perolehan pendapatan (Benefit) dengan besarnya akumulasi biaya (Cost) untuk kegiatan pengelolaan.

6 Penelitian ini menemukan bahwa terdapat delapan tupoksi dari 10 tupoksi TN yang penjabaran pelaksanaannya berupa pelayanan kepada masyarakat dalam bentuk penyediaan barang dan/atau jasa dan kinerjanya dapat ditingkatkan melalui BLU yaitu tupoksi (1) Pengelolaan kawasan TN, (2) Penyidikan, perlindungan, dan pengamanan kawasan TN, (3) Pengendalian kebakaran hutan, (4) Promosi, informasi konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, (5) Pengembangan bina cinta alam serta penyuluhan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, (6) Kerja sama pengembangan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya serta pengembangan kemitraan, (7) Pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan TN, (8) Pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan dan pariwisata alam. Dua tupoksi lainnya merupakan pelayanan sipil yang merupakan kewajiban pemerintah yaitu tupoksi (1) Penataan zonasi, penyusunan rencana kegiatan, pemantauan dan evaluasi pengelolaan kawasan TN dan (2) Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga. Hasil kajian terhadap persyaratan substantif dan teknis menunjukkan BTNK dan BBTN BTS memenuhi kelayakan untuk dikelola dengan model BLU. Enam tupoksi diantara delapan tupoksi ysng menghasilkan barang dan/atau jasa, tercantum dalam Renstra Bisnis dan dirancang dapat menghasilkan PNBP pada periode 2012 sampai 2016 yaitu tupoksi (1) Pengelolaan kawasan TN, (2) Promosi, informasi konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, (3) Pengembangan bina cinta alam serta penyuluhan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, (4) Kerja sama pengembangan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya serta pengembangan kemitraan, (5) Pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan TN, (6) Pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan dan pariwisata alam, di mana pada saat ini dua tupoksi telah menghasilkan PNBP yaitu tupoksi (1) Pengelolaan kawasan TN dan (2) Pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan dan pariwisata alam. Penjabaran enam tupoksi tersebut memiliki 17 kegiatan berbasis daratan dan tujuh kegiatan yang berbasis perairan dan laut serta 10 kegiatan berbasis darat dan/atau perairan/laut. Penelitian juga menemukan bahwa dengan dua tupoksi saja pendapatan ratarata TN dalam lima tahun terakhir meningkat. Lebih daripada itu, hasil proyeksi Analisis Manfaat Biaya terhadap enam tupoksi pada BTNK dalam lima tahun ke depan menunjukkan kelayakan. Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa TN sangat mungkin dapat mandiri secara finansial melalui skema BLU. Untuk merealisasikan TN Mandiri dengan skema BLU disarankan agar pengembangan bisnis ditetapkan sebagai tupoksi TN dan penyesuaian struktur organisasi dan tata kelolanya. Kata Kunci : taman nasional mandiri, badan layanan umum, taman nasional bromo tengger semeru, taman nasional komodo.

7 Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

8

9 PENERAPAN BADAN LAYANAN UMUM DAN IMPLIKASINYA BAGI PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL MANDIRI YANG BERKELANJUTAN DESI INDRIANI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi pada Program Studi Konservasi Keanekaragaman Hayati SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

10 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof. Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, M.S.

11 Judul Tesis Nama Mahasiswa NRP Program Studi : Penerapan Badan Layanan Umum dan Implikasinya Bagi Pengelolaan Taman Nasional Mandiri Yang Berkelanjutan : Desi Indriani : E : Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH) Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, M.S. Ketua Dr. Ir. Bambang Supriyanto, M.Sc. Anggota Diketahui Ketua Program Studi Konservasi Keanekaragaman Hayati Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Agus Priyono Kartono, M.Si. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr, Tanggal Ujian : 19 September 2012 Tanggal Lulus :

12

13 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi, Mayor Konservasi Keanekaragaman Hayati, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berjudul Penerapan Badan Layanan Umum dan Implikasinya Bagi Pengelolaan Taman Nasional Mandiri yang Berkelanjutan yang dilaksanakan pada bulan April 2012 hingga bulan Juni Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, M.S. selaku ketua komisi pembimbing penelitian yang telah memberikan arahan serta masukan terhadap penyusunan karya ilmiah ini. 2. Dr. Ir. Bambang Supriyanto, M.Sc. selaku anggota komosi pembimbing yang telah memberikan arahan serta masukan terhadap penyusunan karya ilmiah ini dan telah memfasilitasi penulis selama penelitian. 3. Prof. Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, M.S. selaku penguji luar komisi pada saat ujian tesis yang telah memberikan arahan dan masukan terhadap penyempurnaan karya ilmiah ini. 4. Dr. Ir. Agus Priyono Kartono, M.S. selaku Ketua Program Studi Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA yang telah banyak memberi masukan kepada penulis. 5. Suamiku Heru Tri Widarto, dan anak-anakku Rudi, Hani dan Naafila atas kasih sayang, dorongan, semangat dan kesabarannya selama ini. 6. Mama dan Papa di Medan serta Ibu dan Bapak di Jepara atas doa dan dukungannya. 7. Rekan-rekan seperjuangan Program Magister Profesi Konservasi Keanekaragaman Hayati angkatan 2010 atas kebersamaan dan kerja samanya. 8. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya karya ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, September 2012 Desi Indriani

14 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 26 Januari 1976 dari ayah Amir Husni Siregar, BBA dan ibu Dra. Rusminah Kasma, M.Pd. Penulis merupakan putri pertama dari lima bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh pada Program Studi Agribisnis, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian IPB, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan lulus pada tahun Penulis menamatkan pendidikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Medan pada tahun Pada tahun 1991 penulis menamatkan pendidikan sekolah menengah pertama di SMP Negeri 3 Medan dan pada tahun 1988 menamatkan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 99 Medan. Pada tahun 2010 atas biaya dari Kementerian Kehutanan, Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, penulis berkesempatan melanjutkan studi pada Program Magister Profesi Konservasi Keanekaragaman Hayati, Sekolah Pascasarjana IPB. Penulis bekerja pada Bagian Kepegawaian Sekretariat Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam sejak tahun 2007 sampai dengan sekarang. Sebelumnya penulis bekerja pada Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumareta Utara II pada tahun 2001 sampai 2007 dan pada Dinas Kehutanan Kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera Utara pada tahun 1999 sampai 2001.

15 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i Halaman DAFTAR LAMPIRAN... vii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Kerangka Pemikiran Perumusan Masalah Tujuan Manfaat Penelitian... 6 II. TINJAUAN PUSTAKA Konsep Taman Nasional Tugas Pokok dan Fungsi Taman Nasional Permasalahan Pengelolaan Perubahan Paradigma Pengelolaan Pemanfaatan Taman Nasional Tipologi Barang dan Jasa Taman Nasional Mandiri Badan Layanan Umum Definisi Badan Layanan Umum Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Mengapa Badan Layanan Umum Syarat Menjadi Badan Layanan Umum Mewirausahakan Birokrasi (Reinventing Government) Pelayanan Publik Beberapa Contoh BLU Pendidikan dan Pelatihan Penelitian Kesehatan Kesatuan Bisnis Mandiri Perum Perhutani III. METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Jenis dan Sumber Data Teknik Pengumpulan Data Metode Analisis Data Identifikasi Penjabaran Tupoksi TN Analisis Ketetapan Penerapan Model BLU Persyaratan Substantif Persyaratan Teknis Analisis Manfaat Biaya (Cost Benefit Analysis) i ii iv vi

16 Analisis Implikasi Penerapan BLU IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Taman Nasional Komodo Sejarah Kawasan Luas, Lokasi dan Batas Zonasi Terestrial Perairan Organisasi BTNK Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Sejarah Kawasan Luas, Lokasi dan Batas Zonasi Terestrial Perairan Organisasi BBTN BTS Objek Wisata Alam V. HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Penjabaran Tupoksi TN Tupoksi Penataan Zonasi, Penyusunan Rencana Kegiatan, Pemantauan dan Evaluasi Pengelolaan Kawasan TN Tupoksi Pengelolaan Kawasan TN Tupoksi Penyidikan, Perlindungan, dan Pengamanan Kawasan Tupoksi Pengendalian Kebakaran Hutan Tupoksi Promosi, Informasi Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya Tupoksi Pengembangan Bina Cinta Alam serta Penyuluhan Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya Tupoksi Kerjasama Pengembangan Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta Pengembangan Kemitraan Tupoksi Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Kawasan TN Tupoksi Pengembangan dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Pariwisata Alam Tupoksi Pelaksanaan Urusan Tata Usaha dan Rumah Tangga Analisis Ketepatan Penerapan Model BLU Persyaratan Substantif Kriteria Substantif Penyediaan Barang dan/atau Jasa Layanan Umum Kriteria Substantif Pengelolaan wilayah/kawasan Tertentu Untuk Tujuan Meningkatkan Perekonomian Masyarakat atau Layanan Umum Persyaratan Teknis Identifikasi Tupoksi yang Kinerja Pelayanan di Bidang Tupoksinya Layak Dikelola dan Ditingkatkan Pencapaiannya Melalui BLU ii

17 Analisis Kinerja Keuangan Satuan Kerja Instansi Yang Bersangkutan Adalah Sehat Sebagaimana Ditunjukkan Dalam Dokumen Usulan Penetapan BLU Analisis Biaya Pendapatan Analisis Implikasi Penerapan BLU Beberapa Permasalahan yang Ditemukan Langkah-langkah Penerapan PK-BLU dan Implikasinya VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iii

18 DAFTAR TABEL iv Halaman 1. Tipologi barang dan jasa Tipologi barang dan jasa Jenis data yang dikumpulkan dan sumber data Zonasi TNK Zonasi BBTN BTS Penjabaran tupoksi Penataan Zonasi, Penyusunan Rencana Kegiatan, Pemantauan dan Evaluasi Pengelolaan Kawasan TN Penjabaran tupoksi Pengelolaan Kawasan Taman Nasional Penjabaran Tupoksi Penyidikan, Perlindungan, dan Pengamanan Kawasan Taman Nasional Jumlah pengunjung BBTN BTS dan BTNK periode Penjabaran tupoksi Pengendalian Kebakaran Hutan Penjabaran tupoksi Promosi, Informasi Konservasi Sumberdaya Alam Hayati Dan Ekosistemnya Penjabaran tupoksi Pengembangan Bina Cinta Alam serta Penyuluhan Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya Penjabaran tupoksi Kerjasama Pengembangan Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta Pengembangan Kemitraan Penjabaran tupoksi Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Kawasan TN Penjabaran tupoksi Pengembangan dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Pariwisata Alam Sumber PNBP tupoksi pengembangan pemanfaatan jasling dan PWA Variasi barang dan/atau jasa yang dijual dengan kriteria quasi public goods per tupoksi TN Karakteristik dan kategori barang dan jasa lingkungan Manfaat indikatif TN Rencana barang dan/atau jasa yang dijual periode Tupoksi BTNK dan BBTN BTS yang layak ditingkatkan kinerjanya selama periode Realisasi PNBP BTNK dan BBTN BTS periode Realisasi Anggaran BTNK tahun Proyeksi Biaya BTNK tahun Realisasi Anggaran BBTN BTS tahun

19 26. Proyeksi Biaya BBTN BTS tahun Proyeksi Pendapatan dan biaya BTNK tahun dengan PK-BLU serta perhitungan B/C Proyeksi Pendapatan dan biaya BTNK tahun dengan PK-BLU dan menggunakan WTP serta perhitungan B/C Proyeksi Pendapatan dan biaya tahun dengan PK-BLU BBTN BTS serta perhitungan B/C Realisasi PNBP BTNK berdasarkan jenis pungutan tahun Strategi peningkatan kinerja keuangan TN dengan PPK-BLU v

20 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Peta kawasan Taman Nasional Komodo Peta administratif kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru vi

21 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Struktur organisasi kantor pusat Perum Perhutani Struktur organisasi Kantor Unit Perum Perhutani Visi, misi dan sasaran strategis Ditjen PHKA, BTN Komodo dan BBTN Bromo Tengger Semeru Tahun Penjabaran tugas pokok dan fungsi Bala Taman Nasional Komodo tahun Penjabaran tudas pokok dan fungsi Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru tahun Visi, misi dan sasaran strategis Direktorat Konservasi Kawasan dan Bina Hutan Lindung, Direktorat Konservasi Keanekargaman Hayati, dan Direktorat Penyidikan dan Pengamanan Hutan Ditjen PHKA tahun Visi, misi dan sasaran strategis Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan, Kawasan Konservasi dan Hutan Lindung Ditjen PHKA tahun Biaya pengembangan pariwisata alam Balai Taman Nasional Komodo Proyeksi pendapatan BTN Komodo sebagai BLU tahun Proyeksi pendapatan Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru sebagai BLU tahun Proyeksi pendapatan BNTK sebagai BLU tahun dengan WTP 138 vii

22 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan hutan konservasi (KHK) berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 tahun1999 terdiri dari kawasan suaka alam (KSA), kawasan pelestarian alam (KPA) dan Taman Buru. KHK merupakan sebagian dari kawasan konservasi di Indonesia. Penunjukan dan penetapan kawasan konservasi di Indonesia saat ini telah mencapai 521 unit dengan luas + 27,206 juta hektar. Menurut Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1990, Taman Nasional (TN) merupakan KPA yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. Taman Nasional di Indonesia yang telah ditunjuk dan atau ditetapkan sebanyak 50 unit dengan luas total + 16,327 juta hektar yang terdiri dari 43 TN darat dan tujuh TN laut (Kemenhut 2010). Kawasan konservasi memainkan peranan penting dalam pola keseluruhan penggunaan lahan dan pembangunan ekonomi (McNeely 1995). Fungsi pokok kawasan konservasi adalah sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Potensi ekonomi kawasan konservasi diantaranya adalah berupa jasa wisata alam, jasa penyimpanan/penyerapan karbon, air, panas bumi serta sumber plasma nutfah yang berguna bagi pemuliaan tumbuhan/hewan dan industri kesehatan. Potensi TN dari sisi bio-ekologis sudah banyak diteliti, sementara dari sisi ekonomi belum banyak diungkap. Keseluruhan potensi kawasan konservasi sampai saat ini belum dikembangkan dan dimanfaatkan secara optimal (Kemenhut 2011a). Perubahan paradigma pembangunan TN dicoba digagas dalam Road Map Pembangunan Kehutanan Berbasis Taman Nasional dari berbasis perlindungan dan pengawetan menjadi berbasis pemanfaatan lestari bagi penguatan fungsi perlindungan dan pengawetan melalui pembangunan TN Mandiri. Berbagai program dan kegiatan pembangunan direncanakan untuk mencapai TN Mandiri salah satunya adalah melalui penguatan kapasitas kelembagaan dengan membentuk Badan Layanan Umum (BLU) (Kemenhut 2011a).

23 2 Kementerian Kehutanan merencanakan program pengembangan kawasan konservasi dalam bentuk BLU sebanyak 12 unit melalui Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.08/Menhut-LL/2010 tentang Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun Kementerian Kehutanan juga mengeluarkan kebijakan penguatan pemanfaatan sumberdaya alam untuk tujuan perlindungan dan pelestarian alam dengan strategi percepatan pembentukan BLU pada TN yang mempunyai potensi tinggi dan tantangan rendah melalui Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : 49/Menhut-II/2011 tentang Rencana Kehutanan Tingkat Nasional Tahun Selanjutnya, Kementerian Kehutanan merencanakan program dan kegiatan peningkatan usaha kehutanan, salah satunya yaitu terbangunnya persiapan sistem pengelolaan BLU di 1 Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Ditjen PHKA) melalui Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.57/Menhut-II/20011 tentang Rencana Kerja Kementerian Kehutanan Rencana pembangunan BLU pada UPT Ditjen PHKA tidak terlepas dari pertimbangan potensi ekonomi yang besar dari kawasan konservasi yang jika dikelola dengan baik dan legal maka kawasan konservasi secara finansial dapat membiayai secara mandiri pelaksanaan tugas-tugas pokok pengelolaan kawasannya sehingga anggaran pemerintah yang terbatas dapat digunakan secara lebih efisien (Hartono 2008a) Kerangka Pemikiran Taman Nasional merupakan sumberdaya milik bersama (common-pool resources) (Schlager & Ostrom 1992). Sumberdaya ini menghasilkan manfaat produk yang tidak eksklusif, tetapi memerlukan persaingan untuk mendapatkannya. Pengelolaan TN dilakukan secara sistematis melalui kegiatankegiatan perencanaan, perlindungan, pengawetan, pemanfaatan, dan evaluasi kesesuaian fungsi (Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011). Pengelolaan kawasan TN diatur dengan sistem zonasi yang bertujuan untuk mewujudkan sistem pengelolaan TN yang efektif dan optimal sesuai dengan fungsinya (Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 56 tahun 2006). Kawasan TN ditetapkan dan ditunjuk oleh Negara. Oleh karena itu hak kepemilikan TN termasuk ke dalam rezim kepemilikan oleh Negara (state

24 3 property regime) yaitu hak kepemilikan dan aturan-aturannya ditetapkan oleh Negara, individu tidak boleh memilikinya serta hak pengelolaannya diserahkan kepada pemerintah (Governance by government) (Hanna et al. 1996). Hak-hak tersebut memberikan konsekuensi kewajiban untuk menjaga tujuan dan manfaat sosial dari TN sehingga alokasi anggaran dalam pengelolaan TN menjadi tanggung jawab Negara melalui pemerintah. Menurut Basuni (2009) semakin besar manfaat kawasan hutan konservasi maka semakin besar dukungan dari pemerintah (dalam bentuk alokasi anggaran), dari masyarakat dan dari sektor lain, atau semakin besar biaya manajemen kawasan konservasi semakin rendah dukungan yang didapat. Salah satu agenda reformasi keuangan negara adalah adanya pergeseran dari pengganggaran tradisional menjadi pengganggaran berbasis kinerja yaitu arah penggunaan dana pemerintah tidak lagi berorientasi pada input, tetapi pada output. Perubahan ini penting dalam rangka proses pembelajaran untuk menggunakan sumber daya pemerintah yang makin terbatas, tetapi tetap dapat memenuhi kebutuhan dana yang makin tinggi (Kemenkeu 2012). Penganggaran yang berorientasi pada output merupakan praktik yang telah dianut luas oleh pemerintahan modern di berbagai negara. Pendekatan penganggaran yang demikian sangat diperlukan bagi satuan kerja instansi pemerintah yang memberikan pelayanan kepada publik. Salah satu alternatif untuk mendorong peningkatan pelayanan publik adalah dengan mewiraswastakan pemerintah. Mewiraswastakan pemerintah (reinventing government) adalah paradigma yang memberi arah yang tepat bagi sektor keuangan publik. Ketentuan tentang penganggaran tersebut telah dituangkan dalam UU No.17/2003 tentang Keuangan Negara (Kemenkeu 2012). Kegiatan TN berpotensi untuk dikelola secara lebih efisien dan efektif melalui Pola Pengelolaan Keuangan BLU (PPK-BLU) terutama terkait dengan tugas pokok dan fungsinya yang layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU. Hal ini merupakan upaya peng-agenan aktivitas yang tidak harus dilakukan oleh lembaga birokrasi murni, tetapi oleh instansi pemerintah dengan pengelolaan ala bisnis, sehingga pemberian layanan kepada masyarakat menjadi lebih efisien dan efektif. Penerapan BLU pada pengelolaan TN memungkinkan

25 4 manajemen TN melaksanakan bisnis (wirausaha) dan mempunyai pola tata kelola (organisasi) tersendiri. Penerapan BLU TN juga memungkinkan penetapkan tarif tersendiri sesuai perhitungan biaya per unit layanan atau hasil per investasi dengan memperhatikan asas keadilan dan kepatutan, dan memungkinkan TN untuk menerima hibah dari masyarakat atau badan lain serta menggunakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk pengelolaan menuju TN Mandiri Perumusan Masalah Pengelolaan kawasan konservasi menghadapi berbagai kendala, di samping berbagai peran dan manfaat yang dimilikinya. Menurut McNeely (1995) permasalahan kawasan konservasi berbeda-beda pada setiap negara, namun secara umum permasalahan penting pengelolaan kawasan konservasi adalah lemahnya dukungan nasional, konflik dengan masyarakat lokal, konflik dengan institusi pemerintah lainnya, manajemen yang lemah dan pendanaan yang lemah dan tidak terjamin. Kawasan konservasi memiliki sumber pendanaan dari anggaran negara namun anggaran yang dialokasikan untuk kawasan konservasi relatif sangat sedikit. Pada tahun 2010 realisasi anggaran konservasi adalah kurang dari 1 trilyun rupiah sedangkan realisasi APBN 1.289,6 trilyun atau hanya sekitar 0,07% dari total realisasi APBN (Kemenhut 2011b). Bahkan, walaupun suatu kawasan konservasi mampu memberikan kontribusi yang nyata bagi keuangan negara, tetapi hanya sebagian kecil saja dari dana tersebut yang dikembalikan untuk keperluan pengelolaan kawasan konservasi (McNeely 1995). Kecukupan pendanaan, kestabilan pendanaan dan pengelolaan keuangan memiliki korelasi cukup tinggi terhadap efektivitas pengelolaan (Leverington et al. 2010). Manfaat langsung TN ditinjau dari sisi ekonomi sungguh sangat memprihatinkan. Pada tahun 2010 jumlah PNBP yang diperoleh seluruh TN di Indonesia hanya 16 milyar rupiah, hanya setara dengan PNBP yang dihasilkan kebun raya di Indonesia yang luasnya kurang dari 1 juta ha (Kemenhut 2011a). Pemerintah telah melakukan berbagai rencana kebijakan dalam upaya mengoptimalkan potensi kawasan konservasi pada umumnya dan TN pada khususnya dalam mengatasi permasalahan pembiayaan keuangannya. Upaya tersebut diantaranya dengan Penunjukan 20 Taman Nasional Model dengan target

26 5 menjadi Taman Nasional Mandiri melalui Surat Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Nomor : SK.69/IV- Set/HO/2006 tanggl 3 Mei 2006 sebagai tindak lanjut dari Rencana Strategis Departemen Kehutanan Namun, pada perkembangannya, Taman Nasional Model dan Taman Nasional Mandiri belum dapat direalisasikan karena belum adanya arahan, pedoman, kriteria, indikator, monitoring dan penilaian kinerja lebih lanjut untuk operasionalisasinya (Hartono 2008b). Kegiatan TN berpotensi untuk dikelola secara lebih efisien dan efektif melalui BLU terutama terkait dengan tugas pokok dan fungsinya yang layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU. Melalui BLU, TN diharapkan mampu melaksanakan tugas-tugas pokok pengelolaan dengan baik yang berimplikasi pada kelestarian kawasan, di sisi lain kesejahteraan masyarakat dan kemandirian dapat tercapai serta pembangunan ekonomi terlaksana. Hal ini sesuai dengan prinsip pembanguan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan merupakan pembangunan untuk memenuhi kebutuhan pada masa sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi masa depan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri (WCED 1987). Rencana program pengembangan kawasan konservasi dalam bentuk Badan Layanan Umum (BLU) sebanyak 12 unit melalui Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.08/Menhut-LL/2010 tanggal 27 Januari 2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Kehutanan Tahun , perlu didukung oleh data dan informasi yang penting bagi pelaksanaannya. Menurut Hartono (2008a) pembentukan TN Mandiri secara finansial dengan status BLU perlu didahului dengan kajian yang mendalam terutama terkait dengan peran TN dalam memproduksi barang atau jasa apakah sebagai operator atau sebatas regulator, penentuan jenis kegiatan yang sekaligus menghasilkan barang/jasa dan menghasilkan PNBP serta standar barang/jasa pelayanan, jenis dan tarif penerimaan, mekanisme penerimaan dan penggunaan dan lingkup penggunaan penerimaan Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi penjabaran tugas pokok dan fungsi TN.

27 6 2. Menganalisis ketepatan penerapan model BLU dalam pengelolaan menuju TN Mandiri. 3. Merumuskan implikasi penerapan BLU menuju pengelolaan TN Mandiri yang berkelanjutan Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan strategis bagi Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) dalam upaya mewujudkan penerapan BLU pada pengelolaan TN Mandiri sehingga tujuan program dapat dicapai secara optimal serta menjamin pemanfaatan TN yang berkelanjutan.

28 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Taman Nasional Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 mendefinisikan taman nasional sebagai kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. Zonasi yang dimaksud terdiri dari zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan, serta zona lain sesuai dengan keperluan yang ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri (Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2011). Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2011, suatu kawasan dapat ditunjuk sebagai kawasan taman nasional apabila memenuhi kriteria antara lain mempunyai luasan yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologis secara alami, mempunyai sumberdaya alam yang khas dan unik, memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih utuh, memiliki keadaan alam yang asli dan alami untuk dikembangkan sebagai pariwisata alam serta dapat dibagi ke dalam zona-zona pengelolaan sesuai ketentuan. Peraturan Menteri Kehutanan No. P. 56/Menhut-II/2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional mengatur lebih lanjut mengenai zonasi taman nasional. Zonasi taman nasional disebutkan sebagai suatu proses pengaturan ruang dalam taman nasional menjadi zona-zona, yang mencakup kegiatan tahap persiapan, pengumpulan dan analisi data, penyusunan draft rancangan zonasi, konsultasi publik, perancangan, tata batas, dan penetapan, dengan mempertimbangkan kajian-kajian dari aspek-aspek ekologis, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Zona taman nasional adalah wilayah di dalam kawasan taman nasional yang dibedakan menurut fungsi dan kondisi ekologis, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Pembagian zona taman nasional menurut Permenhut No. P.56/Menhut-II/2006 adalah : 1. Zona inti adalah bagian taman nasional yang mempunyai kondisi alam baik biota ataupun fisiknya masih asli dan tidak atau belum diganggu oleh manusia yang mutlak dilindungi, berfungsi untuk perlindungan keterwakilan keanekaragaman hayati yang asli dan khas.

29 8 2. Zona rimba, untuk wilayah perairan laut disebut zona perlindungan bahari adalah bagian taman nasional yang karena letak, kondisi dan potensinya mampu mendukung kepentingan pelestarian pada zona inti dan zona pemanfaatan. 3. Zona pemanfaatan adalah bagian taman nasional yang letak, kondisi dan potensi alamnya, yang terutama dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata alam dan kondisi/jasa lingkungan lainnya. 4. Zona tradisional adalah bagian dari taman nasional yang ditetapkan untuk kepentingan pemanfaatan tradisional oleh masyarakat yang karena kesejarahan mempunyai ketergantungan dengan sumber daya alam. 5. Zona rehabilitasi adalah bagian dari taman nasional yang karena mengalami kerusakan, sehingga perlu dilakukan kegiatan pemulihan komunitas hayati dan ekosistemnya yang mengalami kerusakan. 6. Zona religi, budaya dan sejarah adalah bagian dari taman nasional yang di dalamnya terdapat situs religi, peninggalan warisan budaya dan atau sejarah yang dimanfaatkan untuk kegiatan keagamaan, perlindungan nilai-nilai budaya atau sejarah. 7. Zona khusus adalah bagian dari taman nasional karena kondisi yang tidak dapat dihindarkan telah terdapat kelompok masyarakat dan sarana penunjang kehidupannya yang tinggal sebelum wilayah tersebut ditetapkan sebagai taman nasional antara lain sarana telekomunikasi, fasilitas transportasi dan listrik Tugas Pokok dan Fungsi Taman Nasional Sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.03/Menhut-II/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional maka tugas TN adalah melakukan penyelenggaraan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dan pengelolaan kawasan taman nasional berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, TN menyelenggarakan fungsi : 1. Penataan zonasi, penyusunan rencana kegiatan, pemantauan dan evaluasi pengelolaan kawasan TN. 2. Pengelolaan kawasan TN.

30 9 3. Penyidikan, perlindungan, dan pengamanan kawasan TN. 4. Pengendalian kebakaran hutan. 5. Promosi, informasi konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. 6. Pengembangan bina cinta alam serta penyuluhan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. 7. Kerja sama pengembangan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya serta pengembangan kemitraan. 8. Pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan TN. 9. Pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan dan pariwisata alam. 10. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Permasalahan Pengelolaan Pengelolaan kawasan konservasi menghadapi berbagai kendala, di samping berbagai peran dan manfaat yang dimilikinya. Menurut McNeely (1995), permasalahan kawasan konservasi berbeda-beda pada setiap negara, namun secara umum permasalahan penting pengelolaan kawasan konservasi adalah lemahnya dukungan nasional, konflik dengan masyarakat lokal, konflik dengan institusi pemerintah lainnya, manajemen yang lemah dan pendanaan yang lemah dan tidak terjamin. Kawasan konservasi memiliki sumber pendaaan dari anggaran negara namun anggaran yang dialokasikan untuk kawasan konservasi relatif sangat sedikit. Bahkan, walaupun suatu kawasan konservasi mampu memberikan kontribusi yang nyata bagi keuangan negara, hanya sebagian kecil saja dari dana tersebut yang dikembalikan untuk keperluan pengelolaan kawasan konservasi (McNeely 1995). Berdasarkan hasil studi, indikator kecukupan pendanaan, kestabilan pendanaan dan pengelolaan keuangan memiliki korelasi cukup tinggi terhadap efektivitas pengelolaan (Leverington et al. 2010). Permasalahan pengelolaan TN di Indonesia secara umum berkaitan erat dengan berbagai aspek seperti masalah kelembagaan, masalah kawasan, konflik kawasan, serta rendahnya komitmen para pihak dalam mendukung keberhasilan kegiatan konservasi (Kemenhut 2011a). Hasil survey cepat mengenai efektivitas pengelolaan TN di Indonesia, pada tahun 2010 sampai 2011 dengan metode Rapid Assesment on Protected Area Management-Management Effectiveness Tracking Tool (RAPPAM-METT) menunjukkan sebagian besar pengelolaan TN belum

31 10 berjalan efektif. Pengelolaan yang efektif hanya dicapai oleh lima Balai TN (BTN) dari 50 TN yang ada yaitu BTN Komodo, BTN Bali Barat, Balai Besar TN (BBTN) Bromo Tengger Semeru, BBTN Gunung Gede Pangrango dan BTN Way Kambas, sisanya sedang dan buruk. Faktor utama belum efektifnya pengelolaan TN terkait erat dengan keterbatasan SDM dan anggaran Pemerintah Perubahan Paradigma Pengelolaan Perubahan ekspektasi mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun masyarakat di sekitar kawasan konservasi dilatarbelakangi dorongan situasi saat ini. Situasi-situasi ini, yaitu 1) Perubahan nilai-nilai sosial pada masyarakat yang mengakibatkan berubahnya harapan masyarakat terhadap pengelolaan sumberdaya alam di TN; 2) Perubahan tatanan pemerintah dari sentralistik menjadi desentralistik dan otonomi; 3) Perubahan paradigma manajemen yang disebabkan menurunnya kemampuan pembiayaan kegiatan; dan 4) Semakin tingginya perhatian dunia internasional terhadap isu-isu sumberdaya alam dan lingkungan. Perubahan situasi ini berimplikasi pada tuntutan para pihak yang berkepentingan dan adaptasi pengelolaan TN. Tuntutan untuk adaptasi pengelolaan kawasan konservasi memunculkan paradigma baru pengelolaan kawasan konservasi (Santosa 2008). Tren pemanfaatan TN terus berkembang. Sebelumnya, konservasi hanya ditujukan untuk tujuan konservasi dan pengembangannya diprioritaskan kepada perlindungan dan pengawetan hidupan liar. Dewasa ini pengembangannya cenderung ke arah pemanfaatan lestari (Kemenhut 2011a). Kecenderungan tersebut semakin menguat setelah diselenggarakannya Kongres TN Sedunia ke-5 di Durban pada tahun 2003 yang menghasilkan kesepakatan bahwa setiap entitas kawasan konservasi harus dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dan para pihak Pemanfaatan Taman Nasional Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2011 menyatakan bahwa TN dapat dimanfaatkan untuk kegiatan : a. Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. b. Pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam.

32 11 c. Penyimpanan dan/atau penyerapan karbon, pemanfaatan air serta energi air, panas, dan angin serta wisata alam. d. Pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar. e. Pemanfaatan sumber plasma nutfah untuk penunjang budidaya. f. Pemanfaatan tradisional oleh masyarakat setempat. Pemanfaatan tradisional merupakan kegiatan pemungutan hasil hutan bukan kayu, budidaya tradisional, serta perburuan tradisional terbatas untuk jenis yang tidak dilindungi. Kegiatan ini menjadi batasan bagi pengelola TN untuk pemanfaatan barang dan jasa yang terdapat di TN Tipologi Barang dan Jasa Nilai dan tujuan keberadaan sumberdaya alam dapat diinterpretasikan kembali berdasarkan tipologi barang dan jasa yang dapat dihasilkan, yaitu sebagai private goods, club goods, common pool goods, dan public goods (Ostrom 1977, diacu dalam Berge 2004) (Tabel 1). Pengetahuan ini juga menentukan ketepatan pemilihan bentuk kelembagaan, misalnya kelembagaan untuk pengelolaan common pool goods didasarkan pada beberapa prinsip yaitu penetapan batas-batas alokasi sumberdaya, teknologi yang digunakan dan cara pemanfaatan, pemantauan, sanksi, penyelesaian konflik, maupun pengakuannya oleh peraturan dan perundangan yang lebih tinggi. Tabel 1 Tipologi barang dan jasa Pengguna Jenis Sumberdaya Non-substractable Substractable Non-excludable Public Goods Common Pool Goods Excludable Club Goods Private Goods Sumber : (Ostrom 1977, diacu dalam Berge 2004), dimodifikasi. Dalam setiap tipologi mengandung sifat yang melekat pada barang dan jasa tersebut. Sifat tersebut merupakan atribut yang sepatutnya disertakan ke dalam sifat-sifat lain dari barang dan jasa yang sedang dibicarakan. Terdapat dua faktor yang menentukan atribut tersebut, yaitu : 1. Sifat rivalitas (persaingan/ substraktif) atas barang dan jasa. Dalam hal ini apabila barang dan jasa dimanfaatkan seseorang akan mengurangi jumlah yang tersedia bagi orang lain, maka diklasifikasikan sebagai private goods

33 12 (misalnya, air kemasan, kayu, ikan, dan lain-lain (dll)) dan common pool goods (misalnya danau, sungai, dll). Sebaliknya apabila dimanfaatkan seseorang tetapi, dalam jangka pendek, tidak mengurangi jumlah yang tersedia bagi orang lain, maka diklasifikasikan sebagai club goods (misalnya air dalam Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), dll) dan public goods (misalnya udara, keamanan, dll). 2. Sifat dapat dipisahkan (excludability) pengguna barang dan jasa. Apabila pengguna barang dan jasa dapat dipisahkan satu dari yang lain, maka private goods dan club goods termasuk di dalamnya. Apabila penggunanya tidak dapat dipisahkan satu dari lainnya, maka common pool goods dan public goods masuk di dalamnya. Barang dan jasa common pool goods, dapat terjadi fenomena open access sebagaimana dalam public goods, apabila kelembagaan pengelolaan sumberdaya alam yang diterapkan tidak dapat mengatasi para pencari kesempatan atau penunggang gratis (free riders). Tipe barang dan jasa ini menurut IUCN (2000) dikategorikan berdasarkan sifat dapat dipisahkan (excludable) dan sifat pembagian (divisible) seperti pada Tabel 2. Tabel 2 Tipologi barang dan jasa Non-divisible Divisible Non-excludable Public Common Pool Excludable Toll Goods Private Sumber : IUCN (2000). 1. Public good adalah setiap barang dan jasa yang tidak dikecualikan/dipisahkan (non-excludable) dan tidak dibagikan (non-divisible) yang artinya bahwa barang dan jasa tersebut tersedia untuk masyarakat umum. Contoh public good adalah jasa hutan lindung, penyerapan karbon dan perlindungan habitat kritis. 2. Private good merupakan barang dan jasa yang bersifat dipisahkan (excludable) dan dapat dibagi (divisible) yang berarti bahwa setelah diberikan kepada seseorang maka hanya tersedia untuk individu tersebut. Contoh private good adalah berburu, memancing, berkemah dan hasil hutan non-kayu di mana setelah binatang diburu, ikan tertangkap, izin berkemah dialokasikan dan

34 13 produk hutan non kayu dipanen, tidak ada orang lain yang dapat menggunakannya. 3. Toll goods adalah barang dan jasa yang bersifat dapat dipisahkan (excludable) tetapi tidak dapat dibagi (non-divisibel) misalnya adalah tiket masuk kawasan di mana hanya yang membayar yang dapat masuk tetapi barang dan jasa tersebut tidak habis dibagi. 4. Common pool adalah barang dan jasa yang bersifat tidak dapat dipisahkan (non-excludable) tetapi dapat dibagi (divisible) contohnya adalah kolam renang di mana jika digunakan, maka orang lain tidak dapat menggunakan tetapi akses untuk mendapatkannya terbuka untuk siapapun. Contoh lainnya adalah jamur di hutan. Mengakses jamur terbuka bagi siapa saja yang melalui hutan, tetapi begitu dipanen oleh seorang individu maka tidak tersedia lagi untuk orang lain (IUCN 2000) Taman Nasional Mandiri Menurut Hartono (2008a) TN Mandiri adalah TN yang mampu membiayai sebagian atau seluruh pelaksanaan tugas pokok di luar gaji dan kegiatan rutin lainnya dari penerimaan yang diperoleh dari pelaksanaan kegiatan tersebut dalam bentuk PNBP. TN Mandiri dengan definisi tersebut dapat dikategorikan sebagai Badan Layanan Umum (BLU). TN Mandiri harus merupakan TN Efektif (Kemenhut 2011). TN Efektif memiliki indikator sebagai berikut : 1. Memiliki kelembagaan (organisasi pengelola) yang meliputi ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang cukup baik jumlah dan kualitas, memiliki sarana (perlindungan dan perpetaan) memadai, memiliki Tata Hubungan Kerja (internal dan eksternal) yang baik. 2. Inventarisasi sumber daya hayati (SDH) yang meliputi ketersediaan data potensi SDH dan keberlanjutan program inventarisasi SDH. 3. Rencana Pengelolaan TN (RPTN) yang meliputi adanya zonasi, desain tapak dan peta interpretasi. 4. Kemantapan kawasan hutan yang meliputi penetapan kawasan TN dan pengakuan dari para pemangku kepentingan terhadap kawasan TN.

35 14 5. Sistem monitoring dan pelaporan yang meliputi ketersediaan data hasil monitoring/pelaporan dan program monitoring dan pelaporan. 6. Konflik masyarakat/tekanan terhadap kawasan TN yang meliputi adanya peta konflik, strategi penyelesaian konflik (Nota Kesepahaman, manajemen kolaborasi, relokasi, penegakan hukum dan penyuluhan) dan implementasi dan antisipasi konflik. Menurut Kemenhut (2011a) TN Mandiri didefinisikan sebagai TN Efektif yang dapat menjamin fungsi ekologis dan sosial TN serta diperkuat dengan investasi pemerintah dan swasta untuk pemanfaatan jasa lingkungan (wisata alam, air, karbon dan penangkaran/budidaya satwa dan tumbuhan liar) yang dari usahanya diperoleh pendapatan paling tidak 80% untuk membiayai pengelolaan TN yang bersangkutan. Pencapaian hal tersebut memerlukan strategi peningkatan PNBP agar 80% biaya pengelolaan terpenuhi Badan Layanan Umum Definisi Badan Layanan Umum Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, Badan Layanan Umum (BLU) adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produkstivitas Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Pola Pengelolaan Keuangan BLU (PPK-BLU) adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik-praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. PPK-BLU menggunakan praktik bisnis yang sehat yaitu proses penyelenggaraan fungsi organisasi berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam rangka pemberian layanan yang bermutu dan berkesinambungan. Instansi yang dapat menerapkan PPK-BLU adalah :

36 15 1. Instansi yang langsung memberikan layanan kepada masyarakat (organic view). 2. Memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif Mengapa Badan Layanan Umum Pemerintahan Indonesia memiliki banyak satuan kegiatan yang berpotensi untuk dikelola secara lebih efisien dan efektif melalui pola BLU. Ada yang mendapatkan imbalan dari masyarakat dalam proporsi yang signifikan terkait dengan pelayanan yang diberikan, dan ada pula yang bergantung sebagian besar pada dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) / Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Satuan kerja (satker) yang memperoleh pendapatan dari layanannya dalam porsi signifikan, dapat diberikan keleluasaan dalam mengelola sumber daya untuk meningkatkan pelayanan yang diberikan (Kemenkeu 2012). BLU diperlukan karena dapat dilakukan peningkatan pelayanan instansi pemerintah kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Instansi pemerintah dapat memperoleh fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas dengan menerapkan praktik bisnis yang sehat dan dapat dilakukan pengamanan atas aset negara yang dikelola oleh instansi terkait Syarat Menjadi Badan Layanan Umum Suatu satuan kerja instansi pemerintah dapat diizinkan mengelola keuangan dengan PPK-BLU apabila memenuhi persyaratan substansi, teknis dan administrasi. Persyaratan Substantif yaitu instansi pemerintah yang menyelenggarakan layanan umum yang berhubungan dengan : 1. Penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum; 2. Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan umum; dan/atau 3. Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada masyarakat.

37 16 Persyaratan Teknis, meliputi : 1. Kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU sebagaimana direkomendasikan oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sesuai dengan kewenangannya. 2. Kinerja keuangan satuan kerja yang bersangkutan sehat sebagaimana ditunjukkan dalam dokumen usulan penetapan BLU. Persyaratan Administratif, meliputi Pernyataan Kesanggupan untuk Meningkatkan Kinerja, Pola Tata Kelola, Rencana Strategis Bisnis, Laporan Keuangan Pokok, Standar Pelayanan Minimal (SPM), Laporan Audit terakhir atau Pernyataan Bersedia untuk diaudit. Berdasarkan hasil penilaian atas persyaratan tersebut, Menteri Keuangan/Gubernur/Bupati/Walikota dapat menentukan apakah suatu unit dapat ditetapkan sebagai BLU dengan satus BLU Penuh atau Bertahap, ataupun ditolak. Status BLU Penuh diberikan apabila seluruh persyaratan substantif, teknis dan administrasi telah dipenuhi dengan memuaskan. Status BLU Bertahap diberikan apabila persyaratan substantif dan teknis telah terpenuhi namun persyaratan administratif belum terpenuhi secara memuaskan. Status BLU Bertahap berlaku paling lama 3 tahun Mewirausahakan Birokrasi (Reinventing Government) Menurut Osborne et al. (1996) pemerintahan dan bisnis adalah lembaga yang berbeda secara mendasar. Pemerintah tidak bisa meraih efisiensi pasar seperti bisnis. Kenyataan bahwa pemerintah tidak dapat dijalankan seperti sebuah bisnis tentu saja tidak berarti bahwa pemerintah tidak bisa mewirausaha. Pemerintah yang berwirausaha dapat menjadi pemerintahan yang lebih baik namun membutuhkan keahlian yang lebih baik. Pemerintah bisa mengarahkan secara lebih efektif dan membiarkan orang lain lebih banyak mengayuh (melaksanakan) (Osborne et al. 1996). Mengarahkan akan sangat sulit jika energi dan otak yang terbaik dari suatu organisasi dipergunakan untuk mengayuh. Pemerintah yang memfokuskan pada mengarahkan, secara aktif mereka membentuk masyarakat, negara dan bangsanya.

38 Pelayanan Publik Pelayanan publik adalah pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara Negara (Sinambela et al. 2008). Pada hakikatnya Negara dalam hal ini pemerintah (birokrat) haruslah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Tujuan pelayanan publik pada dasarnya adalah memuaskan masyarakat. Untuk mencapai kepuasan itu dituntut kualitas pelayanan prima yang tercermin dari transparansi, akuntabilitas, kondisional, partisipatif, kesamaan hak dan keseimbangan hak dan kewajiban. Pelayanan prima diharapkan mampu mendorong terciptanya sistem pengelolaan pemerintahan yang baik (good governance) yang berorientasi pada kepentingan publik sebagai tujuan utama. Good governance sendiri diartikan sebagai suatu proses yang mengorientasikan pemerintah pada distribusi kekuatan dan kewenangan yang merata dalam seluruh elemen masyarakat untuk dapat mempengaruhi keputusan dan kebijakan yang berkaitan dengan kehidupan publik beserta seluruh upaya pembangunan politik, ekonomi, sosial, dam budaya mereka dalam sistem pemerintahan (Sinambela et al. 2008) Beberapa Contoh BLU Pendidikan dan Pelatihan Satuan kerja (satker) yang menerapkan PPK-BLU pada bidang pendidikan dan pelatihan per 15 Februari 2012 adalah sebanyak 62 satker meliputi beberapa perguruan tinggi dan lembaga pendidikan negeri. Adapun jenis layanan yang disediakan meliputi paket pendidikan Diploma, Sarjana, Magister dan Dokter pada perguruan tinggi serta paket pelatihan sesuai dengan tupoksi satker masingmasing. Balai Besar Pengembangan Latihan kerja Luar Negeri dlh contoh satker yang menyediakan pelatihan bahasa, elektronik industri, fabrikasi, listrik dan lainnya dengan tarif tertentu (Kemenkeu 2012). Fasilitas yang disediakan diantaranya adalah ruangan kelas, fasilitas internet, pengajar yang professional dan lainnya. Pada beberapa perguruan tinggi yang menerapkan BLU maka Pemimpin Universitas atau Rektor bertanggungjawab terhadap penyiapan Rencana Strategis Bisnis dan Rencana Bisnis dan Anggaran.

39 Penelitian Satuan kerja (satker) yang menerapkan PPK-BLU pada bidang penelitian per 15 Desember 2011 adalah sebanyak 3 satker diantaranya adalah Balai Besar Industri Agro (BBIA) yang memiliki tupoksi penelitian, pengembangan, kerjasama, standarisasi, pengujian, sertifikasi dan pengembangan kompetensi industri agro dengan jenis layanan meliputi jasa pengujian (analisis proksimat, mikrobiologi, label nutrisi, dan lain-lain), jasa kalibrasi (kalibrasi massa, volume, suhu, optik), jasa riset (pengembangan produk dan proses, mengatasi permasalahan teknlogi, rekayasa dan rancang bangun peralatan industry agro, studi kelayakan usaha), jasa sertifikasi (sertikikasi Sistem Manajemen Mutu, sertifikasi produk, dan lainnya), jasa konsultasi (pemecahan masalah teknologi, penganekaragaman produk, perbaikan produksi, pengembangan produk, penggunaan bahan tambahan makanan, pendirian usaha). Fasilitas yang disediakan meliputi laboratorium analisis komoditi (LAK) yang melaksanakan uji yang telah terakreditasi oleh National Accreditation of Territory Agency (NATA) Australia dan Komite Akreditasi Nasional (KAN) serta tersedia peneliti profesional yang berpengalaman. BBIA memiliki Kepala Seksi Pemasaran yang secara khusus menangani pemasaran produk dan layanannya Kesehatan Satker yang menerapkan PPK-BLU pada bidang kesehatan per 15 Februari 2012 adalah sebanyak 48 satker di antaranya adalah Rumah Sakit dan Balai Kesehatan Masyarakat. Layanan yang diberikan berupa konsultasi dokter, layanan rawat inap dan rawat jalan, tindakan gawat darurat, tindakan operasi dan lain-lain. Fasilitas yang tersedia antara lain ruang pemeriksaan, laboratorium, kamar rawatan, ruang ICU, ruang operasi dan tenaga medis professional Kesatuan Bisnis Mandiri Perusahaan Umum Kehutanan Negara (KBM Perum Perhutani) Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menyelenggarakan kegiatan usaha pengelolaan hutan dan usaha-usaha lain yang dapat menunjang maksud dan tujuan perusahaan (Perhutani 2010). Dalam melaksanakan kegiatan usaha pengelolaan hutan dan usaha-usaha lain tersebut

40 19 perlu dilakukan secara efektif, efisien dengan memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan. Wilayah kerja perusahaan terbagi menjadi 3 Unit dengan 57 Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH). Dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan perusahaan, Perum Perhutani didukung pula oleh 13 Kesatuan Bisnis Mandiri (KBM), satuan kerja perencanaan sumberdaya hutan (SDH) yang terdiri dari 13 Seksi Perencanaan Hutan (SPH), dengan rincian sebagai berikut : 1. Unit I Jawa Tengah terdiri dari : 20 KPH ; 2 KBM Pemasaran; 2 KBM Industri Kayu; 1 KBM Industri Non Kayu; 1 KBM Agroforestry dan 1 KBM Jasa Lingkungan dan Produksi lainnya serta 4 SPH ; seluas Ha. 2. Unit II Jawa Timur terdiri dari: 23 KPH ; 3 KBM Pemasaran; 1 KBM Industri Kayu; 1 KBM Industri Non Kayu; 1 KBM Agroforestry dan 1 KBM Jasa Lingkungan dan Produksi lainnya serta 5 SPH ; seluas Ha. 3. Unit III Jawa Barat dan Banten terdiri dari:14 KPH ; 1 KBM Pemasaran; 1 KBM Industri Kayu Non Kayu; 1 KBM Agroforestry, Ekologi dan Jasa Lingkungan (AEJ) serta 4 SPH ; seluas Ha. Selain itu Perum Perhutani juga memiliki satuan kerja pendukung yaitu Kantor Pusat, 3 Kantor Unit, 1 Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) SDH, 1 Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) SDM dan 3 Kantor Biro Perencanaan. Satuan organisasi yang berada di bawah kantor unit adalah KPH (Kesatuan Pemangkuan Hutan). KPH dipimpin oleh seorang Administrator/Kepala Kesatuan Pemangkuan Hutan (Adm/KKPH) yang bertugas menyususn rencana pengelolaan hutan serta rencana kerja dan anggaran, memimpin penyelenggaraan aktivitas pengelolaan sumberdaya hutan, melaksanakan tata laksana administrasi dan pembukuan perusahaan, melaksanakan pembinaan SDM di wilayah KPH, melaksanakan pembinaan masyarakat, memberikan pelayanan kepada masyarakat, dan melakukan koordinasi dengan instansi terkait. Satuan organisasi lainnya di bawah kantor unit adalah KBM yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pengelolaan usaha bisnis perusahaan secara mandiri untuk meningkatkan pendapatan perusahaan. Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomor : 1080/Kpts/Dir/2011 tentang Struktur Organisasi Perum Perhutani maka pada kantor unit terdiri dari beberapa KBM

41 20 tergantung pada jenis usaha yang akan dikembangkan meliputi KBM Kayu, KBM Industri Hasil Hutan Non Kayu, KBM Jasa Lingkungan dan Produksi Lainnya, KBM Agroforestry, KBM Perdagangan (Trading) dan KBM Industri Kayu. Masing-masing KBM dipimpin oleh seorang General Manager dan membawahi seorang Kepala Tata Usaha dan beberapa orang Manager. KBM pada masing-masing unit dibentuk guna lebih memfokuskan serta mendukung kegiatan pemasaran hasil hutan secara maksimal yang berfokus kepada pelayanan pelanggan untuk mendapatkan keunggulan kompetitif. Struktur Organisasi Kantor Pusat dan Kantor Unit Perhutani dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2. Beberapa produk dan layanan yang dihasilkan Perum Perhutani adalah sustainable product (kayu olahan dan kayu bundar), produk kimia hutan (gondorukem, terpentin, minyak kayu putih, kopal, lak, minyak ylang-ylang) ekoturisme, flora dan fauna, produk pangan dan kesehatan (madu Perhutani, madu Wanajava, Air Perhutani, minuman madu Perhutani), benih dan bibit (jati plus Perhutani), Forestry Training and Development (paket training dan konsultasi bisnis kehutanan), Clean Energy (mikro hydro) dan zona komersial (area pameran, papan reklame, tower, penyewaaan gedung pertemuan dan sebagainya). Fasilitas yang tersedia untuk mendukung usahanya adalah sarana dan prasarana gedung dan obyek wisata, outlet pemasaran, pabrik produk kimia hutan, pabrik produk pangan dan kesehatan dan lainnya serta tenaga yang profesional dan handal.

42 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April sampai dengan Juni Tempat yang menjadi lokasi penelitian, yaitu Sekretariat Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Ditjen PHKA), Balai TN Komodo (BTNK) dan Balai Besar TN Bromo Tengger Semeru (BBTN BTS). BTNK dan BBTN BTS dipilih karena merupakan TN Efektif sesuai dengan Road Map Pembangunan Kehutanan Berbasis Taman Nasional yang menjadi target untuk dijadikan TN Mandiri pada Milestone I (Kemenhut 2011). Selain itu, BNTK dan BBTN BTS merupakan TN yang merupakan target BLU Ditjen PHKA Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan informan kunci. Data sekunder diperoleh dari berbagai dokumen terkait dengan tujuan penelitian yang berasal dari Kementerian Kehutanan, Kementerian Keuangan, satuan kerja yang telah menerapkan BLU, Perum Perhutani, pemerintah daerah, pihak swasta, petugas TN, organisasi non pemerintah, masyarakat dan penelusuran online. Data yang dikumpulkan meliputi sejarah pengelolaan TN, kegiatan pengelolaan TN, produk/jenis layanan yang dihasilkan TN, sumber-sumber PNBP, jenis dan jumlah sumber daya, rencana strategi bisnis, laporan keuangan, struktur organisasi dan tata kerja, pelibatan stakeholder dan peraturan perundangan Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan kajian dokumen. Wawancara dilakukan melalui wawancara mendalam dengan informan kunci yang dilakukan secara sengaja (purposive sampling). Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu (Sugiyono 2011). Wawancara mendalam merupakan proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan yang dilakukan berkali-kali dan membutuhkan waktu yang lama (Prastowo 2011). Informan kunci berasal dari Kementerian Kehutanan yang

43 22 terkait, Kementerian Keuangan, satuan kerja yang telah menerapkan BLU, Perum Perhutani, pemerintah daerah, pihak swasta, petugas TN, organisasi non pemerintah dan masyarakat. Kajian dokumen dilaksanakan dengan mempelajari berbagai tulisan, gambar atau karya monumental yang terkait dengan topik penelitian (Sugiyono 2011). Tabel 3 Jenis data yang dikumpulkan dan sumber data Ruang Lingkup Data yang dikumpulkan Sumber Data Identifikasi Penjabaran Tupoksi TN Ketepatan Penerapan Model BLU - Persyaratan Substantif - Persyaratan Teknis Implikasi Penerapan BLU bagi Pengelolaan TN Mmandiri yang Berkelanjutan. Penjabaran tupoksi berdasarkan inovasi kreasi pengelolaan TN, program dan kegiatan TN Barang dan jasa yang dihasilkan TN, dokumentasi terkait, peraturan perundangan Dokumentasi terkait anggaran dan biaya pengelolaan, sumber dan jumlah pendapatan PNBP, jenis dan jumlah sumber daya, jumlah pengunjung, tarif, peraturan perundangan, dokumentasi terkait pelibatan stakeholder. Penerapan BLU satker lain, penerapan bisnis mandiri dan persiapan sistem pengelolaan BLU Ditjen PHKA Dokumentasi TN dan informan kunci Dokumentasi terkait dan informan kunci Dokumentasi terkait dan informan kunci 3.4. Metode Analisa Data Analisis data dilakukan secara bertahap berdasarkan ruang lingkup penelitian, yaitu identifikasi penjabaran tupoksi TN, analisis ketepatan penerapan model BLU dalam pengelolaan menuju TN Mandiri, dan analisis implikasi model BLU menuju pengelolaan TN Mandiri yang berkelanjutan Identifikasi Penjabaran Tupoksi TN Identifikasi penjabaran tupoksi TN dilaksanakan melalui analisis deskriptif (Miles & Huberman 1992) dan analisis isi (content analysis) (Neuman 2006). Penjabaran tupoksi TN diidentifikasi untuk kurun waktu 5 tahun terakhir yaitu periode 2007 sampai 2011 sesuai Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.03/Menhut-II/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional yang menyatakan bahwa tugas pokok TN adalah melakukan penyelenggaraan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dan

44 23 pengelolaan kawasan TN sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dan menjalankan fungsi yang meliputi : 1. Penataan zonasi, penyusunan rencana kegiatan, pemantauan dan evaluasi pengelolaan kawasan TN. 2. Pengelolaan kawasan TN. 3. Penyidikan, perlindungan, dan pengamanan kawasan TN. 4. Pengendalian kebakaran hutan. 5. Promosi, informasi konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. 6. Pengembangan bina cinta alam serta penyuluhan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. 7. Kerja sama pengembangan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya serta pengembangan kemitraan. 8. Pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan TN. 9. Pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan dan pariwisata alam. 10. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga. Masing-masing penjabaran tupoksi TN kemudian diidentifikasi barang dan/atau jasa yang dihasilkannya berdasarkan PP No. 28 tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA) yang menyatakan bahwa TN dapat dimanfaatkan untuk kegiatan : 1. Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. 2. Pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam. 3. Penyimpanan dan/atau penyerapan karbon, pemanfaatan air serta energi air, panas, dan angin serta wisata alam. 4. Pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar. 5. Pemanfaatan sumber plasma nutfah untuk penunjang budidaya. 6. Pemanfaatan tradisional berupa kegiatan pemungutan hasil hutan bukan kayu, budidaya tradisional, serta perburuan tradisional terbatas untuk jenis yang tidak dilindungi. Menurut Sinambela et al. (2008) pelayanan publik adalah pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara negara.

45 Analisis Ketepatan Penerapan Model BLU Ketepatan penerapan model BLU dalam pengelolaan menuju TN Mandiri dilaksanakan melalui analisis deskriptif dan analisis isi terhadap pelaksanaan tupoksi TN dan membandingkannya dengan persyaratan substantif dan teknis BLU sesuai dengan PP No.23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU. Penelitian ini membatasi kajian pada persyaratan substantif dan persyaratan teknis yang menjadi persyaratan mutlak sebagai dasar pertimbangan penetapan BLU. Persyaratan administrasi belum dikaji karena penetapan BLU dapat dilakukan bertahap yaitu apabila persyaratan substantif dan teknis telah terpenuhi namun persyaratan administrasi belum terpenuhi secara memuaskan. Persyaratan administrasi pada BLU dengan status Bertahap berlaku paling lama 3 tahun Persyaratan Substantif Persyaratan substantif dilaksanakan melalui analisis deskriptif dan analisis isi dengan melakukan pengkajian terhadap hasil penjabaran tupoksi TN yang memenuhi kriteria layanan umum yang berhubungan dengan : 1. Penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum, yaitu barang dan jasa yang merupakan barang/jasa semi publik (quasi public goods) yang dapat dijual kecuali yang bersifat pelayanan sipil yang hanya merupakan kewajiban (monopoli) Pemerintah karena peraturan perundang-undangan. 2. Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan umum. 3. Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada masyarakat. Jika penjabaran tupoksi TN mengandung salah satu kriteria dan/atau beberapa kriteria tersebut di atas, maka TN dinyatakan memenuhi persyaratan substantif untuk menjadi BLU Persyaratan Teknis Persyaratan teknis dilaksanakan melalui analisis deskriptif dan analisis isi melalui 2 pendekatan yaitu : 1. Melalui identifikasi terhadap tupoksi yang kinerja pelayanannya layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU yaitu identifikasi penjabaran tupoksi berupa kegiatan-kegiatan yang menghasilkan pendapatan dan

46 25 berpotensi untuk ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU. Jika penjabaran tupoksi TN mengandung kegiatan-kegiatan yang menghasilkan pendapatan dan/atau berpotensi untuk dapat ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU maka memenuhi persyaratan teknis butir pertama ini. 2. Melalui penilaian kinerja kesehatan keuangan satuan kerja yang bersangkutan sebagaimana ditunjukkan dalam dokumen usulan penetapan BLU dengan kriteria : (1) Pendapatan satker menunjukkan tren naik dari tahun ke tahun, sehingga satker cenderung akan dapat lebih mandiri, (2) Ada potensi pendapatan yang dapat ditingkatkan Analisis Manfaat Biaya (Cost Benefit Analysis) Analisis Manfaat Biaya (Cost Benefit Analysis (CBA)) ditambahkan sebagai salah satu bahan pertimbangan pengambilan keputusan yaitu dengan membandingkan akumulasi perolehan pendapatan (Benefit) dengan besarnya akumulasi biaya (Cost) untuk kegiatan pengelolaan dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Gittinger 1982) : B/C = di mana B/C adalah Benefit-Cost Ratio, B adalah Benefit, C adalah Cost, t adalah tahun dan i adalah tingkat suku bunga (%). Jika B/C>1 maka layak untuk dilaksanakan, tetapi jika B/C<1 dan maka tidak layak untuk dilaksanakan (Gittinger 1982). Menurut Muhsonim dan Nuraini (2006) pada pemanfaatan sumberdaya maka yang digunakan untuk menghitung kelayakan adalah B/C, jika B/C >1 maka layak untuk dilaksanakan jika B/C<1 tidak layak dilaksanakan. Perhitungan pendapatan dan biaya mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi dan Pelaporan Keuangan BLU. Pendapatan satker BLU adalah pendapatan arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas BLU selama satu periode yang mengakibatkan penambahan ekuitas bersih. Klasifikasi pendapatan BLU adalah Pendapatan Usaha dari Jasa Layanan, Hibah, Pendapatan APBN, Pendapatan

47 26 Usaha Lainnya, Keuntungan Penjualan Aset Non Lancar dan Pendapatan dari Kejadian Luar Biasa. Biaya satker BLU adalah penurunan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar kas atau berkurangnya aset atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas bersih. Klasifikasi biaya BLU adalah Biaya Layanan, Biaya Umum dan Administrasi, Biaya Lainnya, Rugi Penjualan Aset Non Lancar dan Biaya dari Kejadian Luar Biasa. Sesuai definisi TN Mandiri menurut Hartono (2008a) yaitu TN yang mampu membiayai sebagian atau seluruh pelaksanaan tupoksi di luar gaji dan kegiatan rutin lainnya, maka dalam perhitungan pendapatan TN, pendapatan yang diperhitungkan dalam pendapatan APBN hanyalah pendapatan dari Belanja Pegawai dan Belanja Modal sedangkan untuk pendapatan dari Belanja Barang tidak dimasukkan ke dalam unsur pendapatan karena diharapkan mampu dibiayai dari pendapatan layanan sehingga TN Mandiri dapat terwujud Analisis Implikasi Penerapan BLU Analisis implikasi penerapan BLU menuju pengelolaan TN Mandiri yang berkelanjutan dilaksanakan melalui analisis terhadap hasil kajian pada tujuan pertama dan hasil kajian pada tujuan kedua dan membandingkannya dengan persyaratan BLU. Implikasi lainnya ditentukan sesuai hasil analisis yang berkembang selama penelitian.

48 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Taman Nasional Komodo Sejarah Kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) merupakan salah satu TN pertama di Indonesia. Kawasan TNK ditetapkan melalui pengumuman Menteri Pertanian Republik Indonesia pada tanggal 6 Maret 1980 dan kemudian dikukuhkan dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 306/Kpts-II/1992 tanggal 29 Februari 1992 tentang Perubahan Fungsi Suaka Margasatwa Pulau Komodo, Pulau Rinca, Pulau Padar seluas ha serta Penunjukan Perairan Laut di Sekitarnya seluas ha yang terletak di Kabupaten Daerah Tingkat II Manggarai, Propinsi Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Timur menjadi Taman Nasional dengan nama Taman Nasional Komodo dan ditetapkan sesuai SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor : 172/Kpts-II/2000 tanggal 29 Juni 2000 tentang Penetapan KPA Perairan TN Komodo. Pengelolaan TNK merupakan upaya untuk mempertahankan keaslian suatu ekosistem kawasan dengan menjaga kelestarian keanekaragaman hayati dan unsur-unsur non hayati secara insitu (BTNK 2012a). Penunjukan TNK tahun 1980 berdasarkan pengumuman Menteri Pertanian tanggal 6 Maret 1980 bersamaan dengan dideklarasikannya 4 TN pertama lainnya di Indonesia yaitu TN Ujung Kulon, TN Gunung Gede Pangrango, TN Gunung Leuser, dan TN Baluran. TNK juga dinyatakan sebagai Cagar Biosfer pada tahun 1986 dan Warisan Alam Dunia pada tahun 1991 oleh UNESCO (BTNK 2012a). Menurut BTNK (2012a) satwa komodo menjadi terkenal di dunia sejak tahun 1911 ketika JKH. Van Steyn van Hensbroek, seorang perwira Pemerintah Hindia Belanda melaporkannya kepada PA. Ouwens, yang menjadi kurator Museum Zoologi Bogor. Komodo yang unik dan langka tersebut kemudian menjadikan Pulau Padar, dan bagian-bagian Selatan dan Barat Pulau Rinca dibentuk menjadi Suaka Margasatwa (SM) pada tahun Pada tahun 1965 Pulau Komodo ditetapkan sebagai SM di bawah wewenang Departemen Kehutanan (SK No. 66 tanggal 21 Oktober 1965), sehingga terdapat 2 (dua) SM yaitu SM Padar dan sebagian Rinca, dan SM Komodo. TNK juga merupakan kawasan laut paling kaya di dunia (BTNK 2012a). TNK meliputi ha habitat laut dengan keanekaragaman tinggi, termasuk

49 28 karang, mangrove, rumput laut, gunung laut, dan teluk yang semi tertutup. Habitat-habitat tersebut mempunyai lebih dari spesies ikan, sekitar 260 spesies karang, dan 70 spesies bunga karang. Dugong (Dugong dugon), lumbalumba (10 spesies), paus (6 spesies), penyu sisik (Eretmochelys imbricata) dan penyu hijau (Chelonia mydas) beruaya di TN ini Luas, Lokasi dan Batas TNK memiliki luas ha sesuai dengan SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor : 172/Kpts-II/2000 tanggal 29 Juni 2000 tentang Penetapan KPA Perairan Taman Nasional Komodo. Penetapan Kawasan TNK terletak di antara 119 o o Bujur Timur dan 8 o o Lintang Selatan jika dilihat secara astronomis. Letak TNK secara geografis merupakan pemisah antara Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Kawasan TNK merupakan pintu masuk dari Propinsi NTB ke Propinsi NTT. Secara administrasi TNK terletak di Kecamatan Komodo Kabupaten Manggarai Barat Propinsi NTT (Gambar 1). Gambar 1 Peta kawasan Taman Nasional Komodo.

50 Zonasi Sistem zonasi TNK ditetapkan sesuai dengan SK Dirjen PHKA No. 65/Kpts/DJ-V/2001 tertanggal 30 Mei 2001 tentang Zonasi TNK yang kemudian mengalami perubahan sesuai dengan Surat Keputusan Ditjen PHKA Nomor : SK.21/IV-SET/2012 tanggal 24 Februari Zonasi TNK terdiri dari 9 tipe zonasi yang meliputi daratan dan perairan. Zona-zona yang meliputi kawasan darat dan laut memiliki peraturan khusus sesuai dengan Undang-Undang Nomor. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemya (KSDAE). Penentuan zonasi yang ada di Taman Nasional didasarkan atas hasil pengkajian secara teknis konservasi, bukan berdasarkan aspek kepentingan ekonomis semata (BTNK 2012a). Tipe-tipe zona tersebut sebagaimana pada Tabel 4. Tabel 4 Zonasi TNK No. ZONA Luas 1 Zona inti Ha 2 Zona rimba Ha 3 Zona bahari Ha 4 Zona pemanfaatan khusus pelagis Ha 5 Zona pemanfaatan tradisional bahari Ha 6 Zona pemanfaatan tradisional daratan Ha 7 Zona pemanfaatan wisata bahari Ha 8 Zona pemanfaatan wisata daratan Ha 9 Zona pemukiman masyarakat tradisional Ha Terestrial Kondisi iklim kering yang panjang dengan curah hujan yang rendah sangat mempengaruhi ekosistem terestrial di TNK. Flora dan fauna yang ada di TNK merupakan peralihan antara Australia dan Asia. Ekosistem terestrial TNK mencakup vegetasi seperti : a. Padang savana terbuka b. Hutan tropika deciduous c. Hutan kuasi awan Perairan Wilayah perairan di TNK mengelilingi Pulau Komodo, Pulau Rinca, Pulau Padar, Gili Motang, Nusa Kode dan pulau-pulau kecil lainnya. Ekosistem perairan di TNK mencakup 67 % dari total kawasan TNK. Daerah-daerah penting di

51 30 ekosistem perairan antara lain perairan pelagis, terumbu karang, padang lamun dan mangrove Organisasi BTNK Struktur organisasi Balai TNK mengacu pada Peraturan Menteri Kehutanan No. P.03/Menhut-II/2007 tanggal 1 Februari 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional. BTNK dipimpin oleh Kepala Balai TNK (Eselon IIIA) yang dibantu oleh Kepala Sub Bagian Tata Usaha (Eselon IVA), Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Pulau Rinca (Eselon IVA), Kepala SPTN Wilayah II Pulau Komodo (Eselon IVA), dan Kepala SPTN Wilayah III Pulau Padar (Eselon IVA) Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Sejarah Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 278 / kpts VI / 1997 tanggal 23 Mei 1997 dengan luas , 20 ha (BBTNBTS 2012). Potensi ekosistem atau kekayaan alam yang melatarbelakangi ditunjuknya kawasan ini sebagai taman nasional adalah : 1. Fenomena atau gejala alam yang unik yaitu berupa aktivitas gunung berapi (gunung Tengger) yang saat ini telah berubah menjadi 5 (lima) buah yaitu : Gunung (G.) Bromo (2.392 m dpl), G. Batok (2.440 m dpl), G. Widodaren (2.614 m dpl), G. Watangan (2.601 m dpl) dan G. Kursi (2.581 m dpl) serta Laut Pasir sebagai akibat dari letusan Gunung Tengger tersebut. Di samping itu, adanya G. Semeru yang merupakan gunung berapi tertinggi di Pulau Jawa yang sampai saat ini masih sangat aktif. 2. Flora langka endemik yaitu dari famili Orchidaceae terdapat 40 jenis anggrek langka, 15 jenis di antaranya endemik Jawa Timur dan 3 jenis anggrek langka endemik Semeru Selatan yang merupakan anggrek yang dilindungi oleh Undang-undang. 3. Potensi hidrologis yaitu sebagai daerah tangkapan air bagi daerah aliran sungai (DAS) penting di Jawa Timur yaitu antara lain DAS Brantas dan DAS Sampeyan Madura. Potensi hidrologis ini amat menonjol sebagai penyangga sistem kehidupan.

52 Luas, Lokasi dan Batas Luas kawasan TNBTS adalah ,20 ha, terdiri atas daratan dan perairan yang berupa danau atau ranu. Secara geografis kawasan TNBTS terletak antara "39' "35' Lintang Selatan dan " 44' " 45' Bujur Timur. Berdasarkan wilayah administrasi pemerintahan, TN BTS termasuk dalam 4 (empat) wilayah kabupaten yakni Kabupaten Malang, Pasuruan, Probolinggo, dan Lumajang - Provinsi Jawa Timur (Gambar 2). Batas kawasan taman nasional, sebelah barat : Kabupaten Malang meliputi Kecamatan Wajak, Poncokusumo, Tumpang dan Jabung, sebelah timur : Kabupaten Probolinggo meliputi Kecamatan Sumber dan Kabupaten Lumajang meliputi Kecamatan Gucialit dan Senduro, sebelah utara : Kabupaten Pasuruan meliputi Kecamatan Tutur, Tosari, Puspo dan Lumbang. Kabupaten Probolinggo meliputi Kecamatan Lumbang dan Sukapura, sebelah selatan : Kabupaten Malang meliputi Kecamatan Ampelgading dan Tirtoyudo, serta Kabupaten Lumajang meliputi Kecamatan Pronojiwo dan Candipuro. Gambar 2 Peta administratif kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru

53 Zonasi Pembagian zonasi TNBTS atas dasar Surat Keputusan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam Nomor : 68/kpts/DJ-VI/98 tanggal 4 Mei 1998 sebagaimana pada Tabel 5. Tabel 5 Zonasi BBTN BTS No. ZONA Luas 1 Zona inti Ha 2 Zona rimba Ha 3 Zona bahari 425 Ha 4 Zona pemanfaatan intensif Ha 5 Zona rehabilitasi Ha Terestrial TNBTS terdiri dari 2 ekosistem yaitu terestrial dan perairan. Ekosistem tersetrial pada umumnya berupa hutan, meskipun demikian dapat dijumpai tipetipe khusus seperti Laut Pasir dan ekosistem puncak gunung (Bromo dan Semeru). Berdasarkan perbedaan tinggi tempat dan perbedaan suhu, formasi hutan TNBTS dibagi menjadi 3 tiga zona : 1. Zona Sub Montane ( m dpl) Pada zona ini secara keseluruhan tergolong tipe hutan hujan tropis dataran rendah sampai pegunungan dengan tingkat keanekaragaman jenis dan kerapatan yang paling tinggi. Formasi ini merupakan hutan primer dan bisa dijumpai di kawasan TN BTS bagian Semeru Selatan, Semeru Timur (Burno) dan Semeru Barat (Patok Picis). Kawasan ini termasuk dalam zona inti TN BTS. Tegakan pada hutan ini terdiri dari pohon-pohon besar dan tinggi berusia ratusan tahun, sehingga membentuk lapisan tajuk yang dominan. Pada zona ini lapisan tajuk didominasi oleh jenis-jenis dari famili Fagaceae, Moraceae, Anacardiaceae, Sterculiaceae dan Rubiaceae. Jenis tumbuhan bawah dan liana sangat melimpah, antara lain terdiri dari berbagai genus Calamus, Piper, Asplenium, Begonia, serta famili Anacardiaceae, Araceae, Poaceae dan Zingiberaceae. Di samping potensi tersebut di atas, pada zona ini terdapat ekosistem hutan bambu yang cukup luas (500 ha), serta merupakan habitat berbagai jenis anggrek alam baik yang tumbuh sebagai epifit maupun terestrial.

54 33 2. Zona Montane ( m dpl) Pada zona ini sebagian besar merupakan hutan sekunder yang keanekaragaman jenisnya sudah mulai berkurang dan didominasi jenis tumbuhan pioner yang tidak dapat hidup di bawah tajuk yang tertutup. Secara umum jenis pohon yang mudah dijumpai di zona ini antara lain : cemara (Casuarina junghuhniana), mentigi (Vaccinium varingifolium), kemlandingan gunung (Albizzia lophanta), akasia (Acacia decurrens), serta tumbuhan bawah seperti tanah layu/edelweis (Anaphalis longifolia), senduro (Anaphalis javanica), alang-alang (Imperata cylindrica), paku-pakuan (Pteris sp.), rumput merakan(themeda sp.) dan calingan/cantigi (Centella asiatica). Jenis cemara (Casuarina junghuhniana) di beberapa tempat/blok merupakan jenis pohon yang sangat dominan sehingga membentuk ekosistem hutan yang homogen (Blok Cemorokandang, Arcopodo). Di Kaldera Tengger terdapat ekosistem yang khas yaitu Ekosistem Laut Pasir yang massa tanahnya merupakan endapan vulkanik dengan bahan induk abu dan pasir/batuan hasil aktivitas gunung Bromo yang sudah mengalami pelapukan bertahun tahun. Laut Pasir Tengger ditumbuhi oleh vegetasi yang tahan terhadap kondisi alam pegunungan serta pengaruh asap belerang yang keluar dari kawah Gunung Bromo, seperti: cemara gunung, mentigi, kemlandingan gunung, akasia (Acacia decurrens) dan tumbuhan bawah seperti tanah layu/edelweis, senduro (Anaphalis javanica), alang-alang, pakupakuan (Pteris sp.), rumput merakan (Themeda sp.), adas (Foeniculum vulgare) dll. Selain itu TN BTS merupakan habitat anggrek tanah yang endemik yaitu Habenaria tosariensis. 3. Zona Sub Alpin (2.400 m dpl. ke atas). Pada zona ini ditumbuhi pohon-pohon yang kerdil pertumbuhannya dan miskin jenis. Jenis yang dominan pada ketinggian ini adalah mentigi (Vaccinium varingifolium), dan cemara gunung (Casuarina junghuhniana). Di beberapa tempat juga dapat dijumpai kemlandingan gunung (Albizzia lophanta), dan bunga edelweis (Anaphalis longifolia). Di Gunung Semeru pada ketinggian lebih dari m.dpl kondisinya merupakan hamparan abu, pasir, dan batuan, tanpa vegetasi sama sekali.

55 Perairan Berdasarkan inventarisasi tahun 2006, di dalam kawasan TN BTS terdapat lima buah danau (ranu), dua buah air terjun, 28 mata air dan 25 sungai. Tambahan satu buah danau adalah setelah dilakukan inventarisasi tersebut, yaitu Danau Tompe (0,5 ha). Sebuah telaga terletak di ketinggian 900 m.dpl yaitu Ranu Darungan (Pronojiwo, Lumajang) dan 4 lainnya di atas ketinggian 2000 m.dpl yaitu Ranu Pani dan Ranu Regulo (Desa Ranu Pani) serta Ranu Tompe dan Ranu Kumbolo (Lereng Gunung Semeru). Ranu Pani, Regulo, Tompe dan Kumbolo merupakan danau vulkanik yang secara geologis terbentuk dari celah kawat dari gunung berapi yang sudah mati. Danau yang berada di kawasan pada umumnya berupa danau tadah yang merupakan kubangan air, tidak mempunyai sumber sendiri. Ranu Kuning yang terletak di Desa Ranu Pani juga merupakan danau tadah hujan hanya Ranu Regulo yang diduga mempunyai sumber sendiri Organisasi BBTN BTS Melalui Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.03/Menhut-II/2007, tanggal 01 Februari 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional, Balai Taman Nasional Bromo Tengger Semeru menjadi Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BBTNBTS) Tipe IIB. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor SK. 69/IV-Set/HO/2006 tanggal 03 Mei 2006 tentang Penunjukan 20 (Dua Puluh) Taman Nasional sebagai Taman Nasional Model, yang dirubah dengan SK.128/IV-Set/ HO/2006 tanggal 25 Juli 2006 tentang Perubahan Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor SK. 69/IV-Set/HO/2006 tanggal 03 Mei 2006 tentang Penunjukan 21 (Dua Puluh Satu) Taman Nasional sebagai Taman Nasional Model. Taman Nasional Bromo Tengger Semeru ditunjuk sebagai Taman Nasional Model dengan tujuan untuk optimalisasi pengelolaan sesuai dengan kekhasan, dalam rangka mewujudkan taman nasional mandiri Obyek Wisata Alam Objek wisata alam TNBTS terdiri dari : a. Komplek Gunung Semeru, dengan beberapa obyek di sepanjang rute menuju Gunung Semeru yang biasa dilalui pendaki adalah Ranu Kumbolo, Kalimati,

56 35 Arcopodo, Padang Rumput Jambangan, Oro Oro Ombo, Cemoro Kandang, dan Pangonan Cilik. b. Komplek PegununganTengger dengan beberapa objek yaitu Kaldera Tengger, Gunung Bromo, Gua/Gunung Widodaren, Gunung Batok, Gunung Batok dan Gunung Penanjakan. c. Danau Ranu Pani Regulo d. Hutan Alam e. Ranu Darungan f. Hutan Pananjakan Dingklik Obyek Wisata Budaya Objek wisata budaya TNBTS adalah sebagai berikut : a. Pure Agung Poten b. Gua Widodaren c. Sumur Pitu/Gua Lava d. Pura/Padanyangan Rondo Kuning e. Prasasti Arcopodo f. Prasasti Ranu Kumbolo g. Pure Ngadas h. Vihara Ngadas

57 36

58 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Identifikasi Penjabaran Tupoksi TN Identifikasi penjabaran tugas pokok dan fungsi TN meliputi penjabaran tupoksi TN sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.03/Menhut- II/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional dilaksanakan dengan mengkaji dokumen yang berasal dari Laporan Tahunan, Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) dan Laporan Keuangan selama lima tahun terakhir yaitu selama periode tahun 2007 sampai 2011 serta RENSTRA Ditjen PHKA sebagaimana terlihat pada Lampiran 3. Menurut Sutherland (2006) setelah suatu rencana telah disetujui maka perlu mengubahnya menjadi serangkaian program dan kegiatan serta mengubahnya menjadi output. Suatu tupoksi yang telah disepakati perlu dijabarkan kepada urutan yang logis dengan tata waktu yang baik serta perhitungan biaya dan jangka waktu yang tepat. Menurut Hockings et al. (2000) dalam penjabaran tupoksi, pengelola kawasan konservasi perlu melihat nilai-nilai kawasan, status kawasan, peluang dan ancaman serta kebijakan lingkungan global. Hal ini mampu memberikan informasi kepada pengelola dalam rangka pengambilan keputusan pengelolaan yang berkaitan dengan identifikasi prioritas pengelolaan, alokasi waktu dan alokasi sumberdaya untuk kawasannya sehingga membantu dalam menetapkan fokus pengelolaan. Penjabaran tupoksi BTNK dan BBTN BTS setiap tahunnya sebagaimana disajikan pada Lampiran 4 dan Lampiran Tupoksi Penataan Zonasi, Penyusunan Rencana Kegiatan, Pemantauan dan Evaluasi Pengelolaan Kawasan TN Penjabaran tupoksi Penataan Zonasi, Penyusunan Rencana Kegiatan, Pemantauan dan Evaluasi Pengelolaan Kawasan TN secara garis besar terdiri dari dua kelompok program yaitu perencanaan pengelolaan kawasan konservasi yang meliputi kegiatan Penyusunan Rencana Strategis, Penyusunan Zonasi, Penyusunan Rencana Pengelolaan TN dan Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Wisata Alam, serta program monitoring dan evaluasi dengan penjabaran kegiatan antara lain Penyusunan Laporan Keuangan dan Penilaian Efektivitas Pengelolaan seperti terlihat pada Tabel 6.

59 38 Tabel 6 Penjabaran tupoksi Penataan Zonasi, Penyusunan Rencana Kegiatan, Pemantauan dan Evaluasi Pengelolaan Kawasan TN No Program Penjabaran Tupoksi BTNK BBTN BTS Barang /Jasa 1. Perencanaan Penyusunan Rencana Strategis V V - Pengelolaan Penyusunan Rencana Kerja V V - Kawasan Review Zonasi/ Kajian Perubahan Zonasi V V - Konservasi Pengusulan Revisi Zonasi - V - Penelusuran Dokumentasi Pemantapan V - - Kawasan dan Zonasi Analisa Kebutuhan Minimal Sarana dan V - - Prasarana Pengelolaan TNK Data dan Informasi TN Komodo V - - Review Rencana Pengelolaan TN Balai - V - Besar BTS Perencanaan Teknis Sarana Prasarana - V - Finalisasi Usulan Revisi Zonasi ke Pusat - V - Sosialisasi Rencana Pembangunan Jangka - V - Menengah Tahun Rencana Pengelolaan Zonasi - V - Rencana Induk Pengembangan Wisata Alam - V - Penyusunan Usulan Proyek Reforestasi - V - 2. Monitoring dan Evaluasi meliputi kegiatan : CDM Penyusunan Laporan Keuangan, Penyusunan Laporan Tahunan, Penyusunan LAKIP, Penyusunan Laporan Keuangan Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan TN. Pemantauan Kegiatan di Seksi Pengelolaan Taman Nasional Monitoring dan Pembinaan Kegiatan, Monitoring Evaluasi Aset Tetap (Barang Milik Negara) V V - V V - Monitoring Evaluasi PJLWA - V - Penilaian Efektivitas Pengelolaan TN BTS - V - Keterangan : V = dilaksanakan, - : tidak dilaksanakan. Beberapa kegiatan rutin dilaksanakan setiap tahun yaitu Penyusunan Rencana Kerja (RENJA), Penyusunan Laporan Keuangan, Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) dan Penyusunan Laporan Keuangan (Lampiran 4 dan 5). Penjabaran kegiatan pada tupoksi ini tidak menghasilkan barang dan jasa layanan umum yaitu barang dan jasa yang memenuhi keinginan dan kebutuhan masyarakat (Sinambela et al. 2008) Tupoksi Pengelolaan Kawasan Taman Nasional Pelaksanaan tupoksi yang kedua yaitu Pengelolaan Kawasan Taman Nasional pada masing-masing lokasi penelitian dijabarkan sesuai kebutuhan pengelolaan. Penjabaran pelaksanaan tupoksi Pengelolaan Kawasan Taman Nasional menghasilkan barang dan jasa sebagaimana terlihat pada Tabel 7.

60 39 Tabel 7 Penjabaran tupoksi Pengelolaan Kawasan TN No Program Penjabaran Tupoksi BTNK BBTN BTS 1. Pengelolaan Taman Nasional Model 2. Restorasi/ Perbaikan Habitat/ Rehabilitasi 3. Pengelolaan Keanekaragaman Hayati dan Ekosistemnya : Barang / Jasa Koordinasi Pengelolaan TN V - - Rekontruksi Pal Batas V - - Penyusunan Konsep BLU V - - Persiapan Satuan Kerja PK-BLU V - - Selesainya Draft Dokumen PK-BLU V - Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi V - - Berbasis Resort Pengelolaan TN Berbasis Resort : V - - Studi Banding Pengelolaan TN Berbasis Resort V - - Tahap II di TN Alas Purwo Registrasi Kerusakan Hutan dan Potensi Resort V - - Pengelolaan Sistem Informasi Pengelolaan V - - Kawasan (SILOKA) Pembiayaan Kebutuhan Resort V - - Pemeliharaan dan Penataan Batas V V - Pembuatan Peta Hasil Orientasi Batas Kawasan - V - Pembuatan Peta - V - Pembuatan Film Dokumenter - V - Penyusunan Data Base Pengelolaan Kawasan - V - Studi Banding - V - Restorasi/Perbaikan Habitat V - Rehabilitasi Lahan pada Gerakan Rehabilitasi - V - Hutan dan Lahan Rehabilitasi Kawasan di Seksi Pengelolaan TN - V - Revitalisasi Ekosistem - V - Pemeliharaan Tahun I Tanaman Gerakan - V - Rehabilitasi Penanaman Bibit pada Kegiatan CDM - V - Pembibitan Tanaman di Resort - V - Sosialisasi One Man One Tree : Pembagian - V - Bibit Bertepatan Hari Bakti Kehutanan Revitalisasi Ekosistem Blok Agrowulan - - V - JIFPRO Perbaikan Ekosistem - V - Pengelolaan Jenis dan Genetik : Kajian Daya Dukung Rusa di Pulau Padar V - (1) Pembuatan Bak Minum Satwa V - - Pelaporan Perkembangan Spesies Terancam - - Punah Proiritas Pembuatan Buku Flora dan Fauna V - - Pengelolaan Habitat V - (2) Pembinaan Habitat Lutung - V (2) Pembinaan Habitat Anggrek - V (2) Penangkaran Rusa Insitu V - (3) Penangkaran Penyu V - (3) Survey Ekologi Nusa Kode dan Gilomotang V - (1) Studi Perilaku Harian Anak Komodo V - (1) Studi Perilaku Satwa Komodo V - (1) Survey Sarang Aktif Komodo V - (1) Inventarisasi Flora dan Fauna : (1) Inventarisasi Kakatua Jambul Kuning V - (1)

61 40 Tabel 7 Penjabaran tupoksi Pengelolaan Kawasan TN (lanjutan) No Program Penjabaran Tupoksi BTNK BBTN BTS 3. Pengelolaan Keanekaragaman Hayati dan Ekosistemnya : Barang/ Jasa Inventarisasi Reptil V - (1) Inventarisasi Komodo V - (1) Inventarisasi Satwa Mangsa Komodo V - (1) Inventarisasi Terumbu Karang V - (1) Inventarisasi Lokasi Bertelur Penyu V - (1) Inventarisasi Burung V - (1) Inventarisasi Herpetofauna V - (1) Inventarisasi Hasil Laut yang Dimanfaatkan V - (1) Masyarakat Updating Data Tumbuhan dan Satwa - V (1) Kajian Flag Spesies Flora Fauna - V (1) Rencana dan Aksi Strategi Pengelolaan - V (1) Satwa Monitoring Evaluasi Satwa - V (1) Penanaman dan Pemasangan Nama Jenis - V (1) Pohon di Blok Ireng-Ireng Monitoring dan Evaluasi Perkembangan Populasi Satwa Hasil Pelepasliaran (Lutung) - V (1) Inventarisasi Satwa - V (1) Inventarisasi Flora Penting - V (1) Inventarisasi Tanaman Hias - V (1) Inventarisasi Tumbuhan dan Satwa - V (1) Endemik Inventarisasi Anggrek - V (1) Inventarisasi Aves di Resort Ranupani - V (1) Inventarisasi Tumbuhan - V (1) Inventarisasi Rumput Pegunungan - V (1) Inventarisasi Potensi Bambu di Seksi Pengelolaan Taman Nasional IV - V (1) Keterangan: V = dilaksanakan, - : tidak dilaksanakan, (1) Jasa Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan, (2) Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar serta Pemanfaatan Tradisional, (3) Jasa Pemanfaatan Sumber Plasma Nutfah Penunjang Budidaya. Secara garis besar kegiatan Pengelolaan Kawasan TN terdiri atas program Pengelolaan Kawasan TN, Restorasi/Perbaikan Habitat/Rehabilitasi, dan Pengelolaan Keanekaragaman Hayati dan Ekosistemnya. BBTN BTS melaksanakan kegiatan Rehabilitasi Lahan pada Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN)/RHL yang rutin dilaksanakan setiap tahun selama periode tahun 2007 sampai Kegiatan tersebut selain mendapat dukungan dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA 29/RHL) juga didukung dengan adanya kerjasama antara BBTN BTS dengan Sumitomo Forestry co. Ltd melalui Program Pengembangan Clean Development Mechanism (CDM) seluas hektar selama 60 tahun ( ) dan dukungan dari Japan International Forestry Promotion and Coorperation Center (JIFPRO). Penjabaran tupoksi ini

62 41 juga mengacu pada RENSTRA Direktorat Kawasan Konservasi dan Bina Hutan Lindung dan RENSTRA Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati Ditjen PHKA (Lampiran 6). Kegiatan pada tupoksi ini yang menghasilkan barang yaitu Pembinaan Habitat. Kegiatan Pembinaan Habitat dapat menjamin pemanfaatan tradisional tumbuhan dan satwa liar (TSL) yang tidak dilindungi secara berkelanjutan seperti pengambilan kayu bakar, anggrek dan lainnya. Pemenuhan kebutuhan ini terutama kepada masyarakat yang hidupnya tergantung pada kawasan. Kawasan yang lestari menjamin pemanfaatan TN yang berkelanjutan. Kegiatan pada tupoksi ini yang menghasilkan jasa yaitu Jasa Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan serta Jasa Pemanfaatan Sumber Plasma Nutfah Penunjang Budidaya. Kegiatan-kegiatan yang mendukung penyediaan jasa penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan diantaranya adalah survey ekologi, studi perilaku satwa, kegiatan survey spesies, inventarisasi TSL dan kajian-kajian spesies. Kegiatan yang menyediakan Jasa Pemanfaatan Sumber Plasma Nutfah Penunjang Budidaya adalah kegiatan penangkaran. Pelaksanan kegiatan pada tupoksi ini telah secara langsung menghasilkan PNBP berupa jasa penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan sesuai PP No. 59 Tahun 1998 tentang Tarif Jasa Jenis PNBP yang berlaku pada Departemen Kehutanan dan Perkebunan yang terdiri dari kegiatan Ijin Penelitian dan Ijin Shooting Film/Video dalam bentuk Surat Ijin Masuk Kawasan Konservasi (SIMAKSI). Sementara jasa yang lainnya berpotensi untuk dijual namun belum menghasilkan PNBP sampai saat ini. Sampai dengan tahun 2010 terdapat 61 judul penelitian pada BBTN BTS dengan PNBP kegiataan shooting dan penelitian pada tahun 2010 sebesar Rp ,- (BBTN BTS 2011). SIMAKSI untuk kegiatan shooting dan penelitian pada BTNK sampai dengan tahun 2011 berjumlah 30 judul penelitian dengan PNBP pada kegiatan shooting dan penelitian sebesar Rp ,- (BTNK 2012). Satuan kerja (satker) dengan tupoksi bidang penelitian yang telah menerapkan PPK-BLU adalah sebanyak 3 satker diantaranya adalah Balai Besar Industri Agro (BBIA). Jasa penelitian yang dijual oleh BBIA diantaranya adalah jasa pengujian, jasa riset, jasa sertifikasi dan jasa konsultasi (Kemenkeu 2012).

63 Tupoksi Penyidikan, Perlindungan, dan Pengamanan Kawasan TN Penjabaran tupoksi Penyidikan, Perlindungan dan Pengamanan Kawasan TN sebagaimana terlihat pada Tabel 8. Tabel 8 Penjabaran Tupoksi Penyidikan, Perlindungan, dan Pengamanan Kawasan TN No Program Penjabaran Tupoksi BTNK BBTN BTS 1. Pemantapan Keamanan Dalam Negeri 2. Penyelesaian Kasus Hukum Pelanggaran/ Kejahatan Hutan : Keterangan : Barang / Jasa Pengamanan Kawasan Hutan : Pra Operasi Pengamanan Hutan - V - Operasi Pengamanan Hutan V V - Operasi Pengamanan Fungsional V - - Patroli Rutin V V - Operasi Hutan Intelijen V - - Koordinasi Kegiatan Pengamanan/ Koordinasi V V - dan Pengamanan Hutan Perjalanan Pembinaan ke Lokasi V - - Operasi Gabungan/ Operasi Gabungan V V - Pengamanan Hutan Patroli Perairan / Patroli Pengamanan Hutan V V - Fungsional Penyusunan Standard Operasional Prosedur V - - (SOP) Perlindungan dan Pengamanan Hutan Operasi Pengamanan Hutan PAM Swakarsa - V - Kerjasama dengan Instansi Penegak Hukum - V - Operasional Pasca Operasi Pengamanan Hutan V - Penyuluhan/Kampanye Perlindungan Pengamanan Hutan dan Penanggulangan Kebakaran Hutan - V - Operasi Pengamanan Kasada - V (1) Operasi/Pembinaan Masyarakat Mitra Polisi - V - Kehutanan Pengelolaan TN Model V - Pengamanan Pengunjung Akhir Tahun - V (1) Pengamanan Pendaki HUT RI di Gunung Semeru - V (1) Operasi SAR/Evakuasi Pengunjung - V (1) Operasi Pengamanan Pendakian Gunung Semeru - V (1) Operasi Pengamanan Idul Fitri - V (1) Pengembangan Usaha Ekonomi : V (2) Pembinaan Daerah Penyangga - V (2) Bantuan Pembinaan Daerah Penyangga - V (3) Penanganan Tunggakan Kasus Tindak Pidana V - - Gelar Perkara, Pengamanan Barang Bukti, - V - Pengukuran dan Pengujian Barang Bukti Penanganan Barang Bukti dan Penyelesaian - V - Perkara Penanganan Kasus - V - Penyelesaian dan Penanganan Tindak Pidana - V - Kehutanan Tunggakan Kasus - V - Identifikasi/Inventarisasi/Pendataan Barang Bukti - V - Penyelesaian Kasus Perambahan Hutan - V - V = dilaksanakan, - : tidak dilaksanakan (1) Jasa Pengamanan, (2) Jasa Pendidikan dan Peningkatan Kesadartahuan Konservasi Alam, (3) Barang dan Modal.

64 43 Penjabaran tupoksi ini selain mengacu pada RENSTRA masing-masing Balai dan RENSTRA Ditjen PHKA, juga mengacu pada RENSTRA Direktorat Penyidikan dan Pengamanan Hutan sebagaimana dapat dilihat pada Lampiran 6. Penjabaran tupoksi ini menghasilkan jasa yang berpotensi untuk dijual yaitu jasa pengamanan dan jasa pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam. Adapun menghasilkan barang dan modal yang dihasilkan berupa bantuan pembinaan daerah penyangga seperti terlihat pada Tabel 8. Kegiatan BBTN BTS pada tupoksi ini terutama terlihat pada kegiatan yang berhubungan dengan pengamanan pengunjung pada puncak kunjungan yaitu pada saat akhir tahun, upacara Yadnya Kasada, Hari Ulang Tahun (HUT) RI dan Idul Fitri. Hal ini karena jumlah total pengunjung BBTN BTS relatif lebih banyak dibandingkan dengan jumlah pengunjung BTNK seperti terlihat pada Tabel 9. Jumlah total pengunjung pada BTNK hanya sebesar 28,48% dari total pengunjung BBTN BTS selama periode 2007 sampai Tabel 9 Jumlah pengunjung BBTN BTS dan BTNK periode No. Tahun BBTN BTS Jumlah (Orang) BBTNK Jumlah (Orang) Wisnu Wisman Total Wisnu Wisman Total JUMLAH Sumber : Statistik BBTN BTS 2011, Statistik BTNK Tupoksi Pengendalian Kebakaran Hutan Pelaksanaan penjabaran tupoksi Pengendalian Kebakaran Hutan (Karhut) pada BBTN BTS dan BTN Komodo seperti terlihat pada Tabel 10. Penjabaran tupoksi ini juga mengacu pada RENSTRA Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan selain mengacu pada RENSTRA Ditjen PHKA dan RENSTRA Balai seperti terlihat pada Lampiran 7. Penjabaran tupoksi ini menghasilkan jasa yaitu jasa pencegahan kebakaran hutan dan jasa pemadaman kebakaran hutan. Selama periode 2007 sampai 2011 tercatat tujuh kasus kebakaran hutan dengan kebakaran terluas terjadi pada tahun 2009 seluas kurang dari 1 hektar

65 44 yaitu 0,09 ha pada BTNK (BTNK 2012). Sementara jumlah kasus kebakaran hutan pada BBTN BTS untuk periode yang sama berjumlah 61 dengan luas kebakaran terbesar yaitu 705,50 ha (BBTN BTS 2012). Kejadian kebakaran yang relatif tinggi pada BBTN BTS memberikan peluang jasa pada tupoksi ini berpotensi untuk dijual, mengingat kawasan BBTN BTS sebagian berbatasan langsung dengan Perum Perhutani serta 68 desa lainnya. Perum Perhutanai berpotensi untu membeli jasa pada tupoksi ini. Tabel 10 Penjabaran tupoksi Pengendalian Kebakaran Hutan No Program Penjabaran tupoksi BTNK BBTN BTS Barang / Jasa 1. Pencegahan, Deteksi Hot Spot /Monitoring Hot Spot dan V V - Pemadaman, Penanganan Pasca Kebakaran Pemantauan Kebakaran Hutan (Karhut) V - - Pasca Penyuluhan/Kampanye Pengendalian Karhut V V - Kebakaran Operasi Apel Siaga Dalam Rangka Pengendalian V - - Hutan dan Penyelamatan Karhut Pembinaan Regu Brigade Pengendalian Karhut V - - Apel Siaga Dalam Rangka Pengendalian Karhut V - - Perbaikan Habitat Pasca Kebakaran V - - Patroli Pengamanan dan Pencegahan Karhut V - - Operasi Pemadaman Karhut V - - Patroli Pencegahan Karhut V V - Pemadaman Karhut Secara Tradisional - V (1) Pengendalian Pemadaman Kebakaran Berbasis - V - Masyarakat Pemadaman Karhut Secara Mandiri - V - Identifikasi, Evaluasi dan Monitoring Areal - V - Bekas Kebakaran Penyelesaian Kasus Kebakaran - V - Pembuatan Ilaran Api, Sekat Bakar, Embung Air - V (2) Pengendalian Kebakaran dan Perlindungan - V (2) Pengamanan Hutan di Lokasi CDM/Restorasi Ekosistem Keterangan : V = dilaksanakan, - : tidak dilaksanakan, (1) Jasa Pemadaman Karhut dan Lahan, (2) Jasa Pencegahan Karhut dan Lahan Tupoksi Promosi, Informasi Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Penjabaran tupoksi Promosi, Informasi Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya pada BBTN BTS dan BTNK seperti terlihat pada Tabel 11. Pelaksanaan kegiatan promosi, informasi konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya tidak secara khusus diprogramkan tetapi tetap dilaksanakan dalam bentuk kegiatan. Penjabaran tupoksi ini menghasilkan jasa iklan yaitu penyediaan kebutuhan informasi melalui beberapa Pelaksanaan Kegiatan Pameran, Sosialisasi dan Publikasi. kegiatan diantaranya

66 45 Kegiatan yang menghasilkan barang adalah pencetakan bahan promosi atau produk branding seperti pencetakan leaflet, kaos, poster, booklet dan lainnya. Tabel 11 Penjabaran tupoksi Promosi, Informasi Konservasi Sumberdaya Alam Hayati Dan Ekosistemnya No Program Penjabaran Tuppoksi BTNK BBTN BTS Barang / Jasa 1. - Pencetakan Bahan Promosi, Pengadaan V V (1)&(2) Leaflet, Poster, Buletin, Booklet dan CD Promosi Pembuatan Materi Promosi dan Informasi - V (2) Pengembangan Pusat Informasi (2) Pembuatan Website, Re design Website V V (2) Pengelolaan Website V - (2) Pendampingan Promosi New Seven Wonders V - Pembuatan Buku Panduan Interpretasi Wisata V - Alam Pameran Wisata Alam Tingkat Propinsi V - (2) Pameran Wisata Alam Tingkat Kabupaten V - (2) Pameran Pembangunan - V (2) Penyusunan Modul Pendidikan Konservasi di - V - TNBTS Penyuluhan dan Penyebaran Informasi berupa - V - Modul. Publikasi Hasil Inventaris Edelweis - V - Desain Penerjemahan Penyusunan Pencetakan - V - dan Distribusi Bahan Promosi Wisata Sosialisasi Program Balai Besar TNBTS Ke 4 Kabupaten, Sosialisasi Program TNBTS di 10 - V - Kecamatan, Sosialisasi Program CDM, Sosialisasi Review RPTN Pembuatan Banner Profil Resort dan Flora - V (2) Fauna Jurnalism Traveling V - Kehumasan dan Peliputan - V - Fasilitas Forum/Rapat Teknis - Pembuatan Baner Potensi Flora dan Fauna - V (2) Seksi Pengelolaan Taman Nasional Pembuatan dan Pemasangan Baliho di Airport - V (2) Peliputan/Coffe Morning - V - Lomba Membuat Maskot TN Bromo Tengger - V - Semeru Road Show Identifikasi Minat Kerjasama - V - Keterangan : V = dilaksanakan, - : tidak dilaksanakan, (1) Produk Branding, (2) Jasa Iklan Tupoksi Pengembangan Bina Cinta Alam serta Penyuluhan Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya Penjabaran pelaksanaan tupoksi Bina Cinta Alam serta Penyuluhan Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya dapat dilihat pada Tabel 12.

67 46 Tabel 12 Penjabaran tupoksi Pengembangan Bina Cinta Alam serta Penyuluhan Konservasi Sumberdaya Alam Hayati Dan Ekosistemnya No Program Penjabaran Tupoksi BTNK BBTN BTS Barang/ Jasa 1. Pengembangan Pelaksanaan Bina Cinta Alam V V (1) Bina Cinta Alam Pemberdayaan Generasi Muda V V (1) dan Pembinaan Pramuka Saka V V (1) Pembentukan Kader Wanabhakti Pembentukan Kader Konservasi V - (1) Konservasi Pembinaan Kader Konservasi V V (1) Pendidikan Lingkungan Bagi - V (1) Masyarakat (Kerjasama ESP) Kemah Kerja/ Lintas Alam - V - Sekolah Lapangan Konservasi dan - V (1) Pendidikan Konservasi Pembinaan Kelompok Binaan Sekitar - V (1) Kawasan Bina Cinta Alam Bagi Siswa Sekolah - V (1) Lomba Lintas Alam Ranu Regulo - V - Keterangan : V = dilaksanakan, - : tidak dilaksanakan (1) Jasa Pendidikan dan Peningkatan Kesadartahuan Konservasi Alam Pelaksanaan penjabaran tupoksi Pengembangan Bina Cinta Alam serta Penyuluhan Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya pada BBTN BTS dan BTNK menghasilkan jasa pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam melalui kegiatan Pelaksanaan Bina Cinta Alam, Pembentukan Kader Konservasi, Pembinaan Kader Konservasi, Pembinaan Pramuka Saka Wanabakti dan Pembinaan Generasi Muda, Sekolah Lapang Konservasi dan Pendidikan Konservasi, Pendidikan Lingkungan Bagi Masyarakat, Bina Cinta Alam Bagi Siswa Sekolah. Satker yang menerapkan PK-BLU pada bidang pendidikan dan pelatihan sebanyak 62 satker yang terdiri dari beberapa perguruan tinggi dan lembaga pendidikan negeri (Kemenkeu 2012). Sehingga, jasa yang dihasilkan TN pada tupoksi ini berpotensi untuk dijual Tupoksi Kerjasama Pengembangan Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta Pengembangan Kemitraan Penjabaran tupoksi Kerjasama Pengembangan Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta Pengembangan Kemitraan dapat dilihat pada Tabel 13.

68 47 Tabel 13 Penjabaran tupoksi Kerjasama Pengembangan Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta Pengembangan Kemitraan No Program Penjabaran Tupoksi BTNK BBTN Barang BTS / Jasa 1. Pembinaan/ Penyelenggaraan Komodo Survival Program : Mendukung penelitian populasi dan habitat komodo. V - (1) Kerjasama/ Kementerian Perhubungan : Mendukung V - (2) Kemitraan : pembangunan dermaga wisata di Loh Liang. Swisscontact : Membantu dalam pembuatan V - (3) dan publikasi buku Diving in West Flores- Komodo. PT. Telkomsel : Mendukung sarana prasarana V - (2) komunikasi seluler, wisata, wisata dan pengembangan sumberdaya masyarakat. Koperasi Taman Nasional Komodo : V - (2) Pengelolaan usaha jasa wisata. Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata : V - (2) Mendukung promosi. Pemerintahan Daerah : Menyediakan sarpras V - (2) pendukung wisata di Labuan Bajo. Biro Perjalanan Wisata : Mengorganisir V - (2) perjalanan wisatawan ke TNK. Dive Operator : Mengorganisir paket diving V - (2) wisatawan ke TNK. IPB, UGM, ITB, Udayana, Undana,STIPAR V - (1) Bandung, Unmer Malang, SMK Ruteng, SMK Labuan Bajo : Melakukan praktek dan penelitian. UNESCO : Dalam konteks Taman Nasional V - - Komodo sebagai Man and Biosphere Reserve dan World Heritage Site. Rapat Koordinasi Kerjasama Teknis - V - Terbentuknya Forum Pelaku Usaha Wisata Alam - V - Pembangunan Sarana Prasarana Wisata - V (2) (Kerjasama dengan BNI) Kolaborasi Pemanfaatan Kawasan Untuk - V (1) Penelitian (3 Perguruan Tinggi) Kolaborasi Konservasi Sumber Daya Air (3 - V (4) desa) Proyek CDM (Kerjasama dengan Sumitomo - V (5) Forestry) Forum Komunikasi dan Konsultasi Publik - V - Road Show/Fasilitasi Kerjasama - V - Fasilitasi Forum Komunikasi Pelaku Jasa - V - PWA Fasilitasi Kerjasama Pemanfaatan Jasling - V - Fasilitas Kegiatan Penelitian dan PKL - V (1) Fasilitasi Program CDM - V - Pelatihan Pengelolaan Jasa Wisata - V (2) Evaluasi Pelaksanaan Kerjasama - V - Keterangan : V = dilaksanakan, - : tidak dilaksanakan, (1) Jasa Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan, (2) Jasa Pengembangan dan Pemanfaatan Wisata Alam, (3) Jasa Pendidikan dan Peningkatan Kesadartahuan Konservasi Alam, (4) Jasa Pengembangan dan Pemanfaatan Air, (5) Jasa Pemanfaatan Karbon.

69 48 Penjabaran tupoksi Kerjasama Pengembangan Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta Pengembangan Kemitraan ini menghasilkan barang berupa pengadaan sarana dan prasarana (sarpras) pengembangan pemanfaatan Pariwisata Alam (PWA) antara lain berupa pembangunan dermaga, sapras komunikasi seluler dan sarpras wisata yang berasal dari hasil kerjasama dengan Kementerian Perhubungan, Bank Negara Indonesia (BNI), Telkomsel dan Pemerintah Daerah (PEMDA). Jasa yang dihasilkan pada tupoksi ini adalah jasa penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, jasa pengembangan dan pemanfaatan PWA, jasa pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam dan jasa pengembangan dan pemanfaatan air dan jasa pemanfaatan karbon Tupoksi Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Kawasan TN Pelaksanaan penjabaran tupoksi ini sebagaimana disajikan pada Tabel 14. Tabel 14 Penjabaran tupoksi Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Kawasan TN No Program Penjabaran Tupoksi BTNK BBTN BTS 1. Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Kawasan Hutan 2 Penguatan Kelembagaan Kelompok Masyarakat Barang/ Jasa Pelatihan Pembuatan Sirup Asam V - (1) Budidaya Lebah Madu V - (2) Penangkaran Ikan Sancara V - (3) Budidaya Terumbu Karang V - (2) Budidaya Teripang V - (2) Pengolahan Ikan Lada V - (3) Budidaya Mata Tujuh V - (2) Budidaya Rumput Laut V - (2) Pelatihan Pengolahan Hasil Laut V - (1) Model Desa Konservasi - V - Pelatihan Pemandu Wisata dan Interpreter - V (4) Evaluasi Keberhasilan Daerah Penyangga - V - Pemberdayaan Masyarakat - V (1) Penyusunan Baseline Pendapatan Masyarakat - V - Penguatan Kelembagaan Lumbung Kayu - V - Bakar Desa Enclave Ranupani Belajar Antar Petani - V (1) Stimulasi Peningkatan Perekonomian Petani - V (1) Penggarap Eks Perhutani Pelatihan Batu Bata di Ranu Pani - V (1) Pembinaan Kelompok Lebah Madu Alam V - (1) Pembinaan Budidaya Rumput Laut V - (1) Pendataan Nelayan di Dalam Kawasan V - - Pembinaan Kelompok Pembuatan Dendeng V - (1) Pembinaan Kel. Pembuat Patung/ Souvenir V - (1) Pengembangan Desa Model V - - Pemberdayaan Masyarakat Peduli Api V (1) Keterangan : V = dilaksanakan, - : tidak dilaksanakan, (1) Jasa Pendidikan dan Peningkatan Kesadartahuan Konservasi Alam (2) Pemanfaatan Sumber Plasma Nutfah untuk Penunjang Budidaya, (3) Pemanfaatan TSL, (4) Jasa Pengembangan dan PWA.

70 49 Pelaksanaan tupoksi ini menyediakan jasa pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam diantaranya melalui kegiatan pelatihan, pemberdayaan masyarakat, belajar antar petani, dan pembinaan kelompok masyarakat. Jasa lainnya yaitu jasa pengembangan pemanfaatan wisata alam melalui kegiatan pelatihan pemandu wisata dan interpreter. Selain itu, pelaksanaan tupoksi ini juga menghasilkan barang berupa pemanfaatan sumber plasma nutfah untuk penunjang budidaya dan pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar (TSL) melalui kegiatan-kegiatan budidaya TSL, penangkaran dan pengolahan TSL Tupoksi Pengembangan dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Pariwisata Alam. Penjabaran tupoksi Pengembangan dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Pariwisata Alam dapat dilihat pada Tabel 15. Penjabaran tupoksi ini memenuhi layanan umum penyedia barang dan jasa kebutuhan masyarakat. Kegiatan pada tupoksi ini pada umumnya berupa kegiatan yang dibutuhkan masyarakat dan bermanfaat bagi meningkatkan pelayanan kepada pengunjung seperti Pembangunan Sarana dan Prasarana Kepariwisataan, Pengembangan Atraksi Wisata, Pengamanan Pengunjung, Pengembangan Kawasan Wisata Minat Khusus dan kegiatan lainnya yang dapat meningkatkan jumlah kunjungan dan meningkatkan kepuasan pengunjung. Kegiatan lainnya pada tupoksi ini selain wisata alam yang menghasilkan barang yaitu pemanfaatan air serta energi panas dan karbon. Penjabaran tupoksi ini selain mengacu pada RENSTRA masing-masing Balai dan RENSTRA Ditjen PHKA, juga mengacu pada RENSTRA Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan, Kawasan Konservasi dan Hutan Lindung sebagaimana dapat dilihat pada Lampiran 7. Penjabaran tupoksi ini menghasilkan jasa pengembangan pemanfaatan PWA, jasa pengembangan pemanfaatan jasa lingkungan, jasa pemanfaatan karbon dan jasa pemanfaatan air. BBTN BTS melaksanakan tupoksi melalui program Pengembangan dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Pengembangan Pemanfaatan PWA dalam 2 kelompok program yaitu Pengembangan Pemanfaatan PWA dan Pengembangan Pemanfaatan Jasa Lingkungan. Namun BTNK hanya

71 50 melaksanakan kegiatan pada program Pengembangan Pemanfaatan Wisata Alam dan tidak terdapat kegiatan pada program Pengembangan Pemanfaatan Jasa Lingkungan. Tabel 15 Penjabaran tupoksi Pengembangan dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Pariwisata Alam No Program Penjabaran tupoksi BTNK BBTN Barang/ BTS Jasa 1. Pengembangan Sarana dan Prasarana Kepariwisataan V - (1) Pemanfaatan Survey Kepuasan Pengunjung V - (1) Wisata Alam : Studi Banding Pengelolaan TN Berbasis V - (1) Resort di TN Alas Purwo Monitoring Evaluasi Pengusahaan PWA - V (1) Studi Banding Kegiatan Ekowisata - V (1) Penyusunan Design Fisik Pengembangan - V (1) Wisata Alam di Blok Ireng-Ireng Desain Fisik Pengembangan ODTWA - V (1) Monitoring Evaluasi Aktivitas G. Semeru dan - V (1) G. Bromo Monitoring Evaluasi Aktivitas Gunung - V (1) Semeru Pengembangan Atraksi Wisata, Lomba Lintas - V (1) Alam, Wisata Minat Khusus dan Even Khusus Pembersihan Jalan Pendakian Gn. Semeru - V (1) Pengamanan Pendakian G. Semeru - V (1) Pengamanan Pengunjung di G.. Semeru - V (1) Monitoring dan Evaluasi Aktivitas G. Berapi - V (1) Pelayanan dan Pengamanan Pengunjung Idul - V (1) Fitri Paket Kegiatan Wisata - V (1) Desain Interior - V (1) Monitoring Pengembangan Wisata Alam - V (1) Kepada Pengunjung dan Pelaku Jasa Wisata Pembersihan Survey dan Pembersihan Jalur - V (1) Pendakian G. Semeru Pembersihan Kawah G. Bromo dan Laut Pasir - V (1) 2 Pengembangan Sosialisasi Penetapan Tarif Di Luar PP No.59 - V Pemanfaatan Tahun Jasa Monitoring Ijin Pemanfaatan PWA - V - Lingkungan : Penyusunan Program Inisiatif Pembayaran - V (2) Jasa Lingkungan Inventarisasi Penutupan Lahan untuk Kegiatan - V (3) Reforestasi CDM Kolaborasi Konservasi Sumber Daya Air (3 - V (4) desa) Kajian Lingkungan Penambangan Pasir - V - Taman Satryan Evaluasi Dampak Ekonomi Wisata Alam - V - Monitoring Dampak Lingkungan Wisata Alam - V - Keterangan : V = dilaksanakan, - : tidak dilaksanakan, (1) Jasa Pengembangan Pemanfaatan Pariwisata Alam, (2) Jasa Pengembangan Pemanfaatan Jasa Lingkungan, (3) Jasa Pemanfaatan Karbon, (4) Jasa Pemanfaatan Air.

72 51 BBTN BTS telah melakukan inventarisasi potensi sumber air berupa sungai sebanyak 25 lokasi dengan potensi sumber air berupa mata air sebanyak 28 lokasi, potensi sumber air berupa danau sebanyak lima lokasi dan potensi sumber air berupa air terjun sebanyak dua lokasi (BBTNBTS 2012). potensi air tersebut telah dihitung dimensi fisiknya. Beberapa diantara Pelaksanaan kegiatan pada tupoksi ini pada kedua lokasi secara langsung menghasilkan PNBP sebagaimana terlihat pada Tabel 16. Tabel 16 Sumber PNBP pada tupoksi pengembangan pemanfaatan jasa lingkungan dan pariwisata alam No. Jenis Pungutan BTNK BBTN BTS 1. Pungutan masuk pengunjung V V 2. Pungutan masuk kendaraan air V - 3. Pungutan masuk kendaraan darat - V 4. Pungutan kamera foto V V 5. Pungutan handycame V V 6. Pungutan snorkeling V - 7. Pungutan menyelam V - 8. Pungutan rumah dinas - V Keterangan : V = dilaksanakan, - : tidak dilaksanakan. Pada BTNK, PNBP bersumber dari pungutan masuk pengunjung, pungutan masuk kendaraan air, pungutan kano, pungutan kamera foto, pungutan handycame, pungutan snorkeling dan pungutan menyelam. Sementara pada BBTN BTS tidak terdapat pungutan snorkeling, pungutan menyelam dan pungutan masuk kendaraan air melainkan pungutan masuk kendaraan darat. Namun pada BBTN BTS terdapat pungutan rumah dinas (BBTNBTS 2012) Tupoksi Pelaksanaan Urusan Tata Usaha dan Rumah Tangga Penjabaran tupoksi Pelaksanaan Urusan Tata Usaha dan Rumah Tangga memiliki kegiatan dengan bagian yang paling banyak baik pada BBTN BTS maupun pada BTNK. Penjabaran pelaksanaan tupoksi Pelaksanaan Urusan Tata Usaha dan Rumah Tangga adalah sebagaimana terlihat pada Lampiran 4 dan 5. Penjabaran Pelaksanaan Urusan Tata Usaha dan Rumah Tangga pada BTNK dan BBTN BTS secara garis besar meliputi kegiatan sebagai berikut : a. Pembayaran Gaji, Lembur, Honorarium dan Vakasi. b. Penyelenggaraan Operasional dan Pemeliharaan Perkantoran. c. Pengadaan Sarana dan Prasarana. d. Rehab Berat Sarana dan Prasarana.

73 52 e. Pengembangan Sumber Daya Manusia. f. Penguatan Kelembagaan Pengelolaan Kawasan Taman Nasional. g. Penguatan Kapasitas Kelembagan Perlindungan Hutan. h. Penguatan Kelembagaan Pengembangan Pemanfaatan Wisata Alam. i. Rapat-rapat Koordinasi/Kerja/Dinas/Pimpinan Kelompok Kerja/Konsultasi meliputi kegiatan Rapat Koordinasi Pengamanan dan rapat lainnya dan Penjabaran tupoksi Sistem Informasi Pengelolaan Kawasan (SILOKA). Berdasarkan hasil penjabaran tupoksi TN tersebut terdapat delapan tupoksi dari 10 tupoksi TN yang penjabaran pelaksanaannya berupa pelayanan kepada masyarakat dalam bentuk penyediaan barang dan/atau jasa dan kinerjanya dapat ditingkatkan melalui BLU yaitu tupoksi : 1. Pengelolaan kawasan TN. 2. Penyidikan, perlindungan, dan pengamanan kawasan TN. 3. Pengendalian kebakaran hutan. 4. Promosi, informasi konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. 5. Pengembangan bina cinta alam serta penyuluhan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. 6. Kerja sama pengembangan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya serta pengembangan kemitraan. 7. Pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan TN. 8. Pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan dan pariwisata alam. Dua tupoksi diantara delapan tupoksi yang menghasilkan barang dan/atau jasa tersebut di atas, telah menghasilkan PNBP yaitu Pengelolaan kawasan TN dan Pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan dan pariwisata alam. Tupoksi yang merupakan pelayanan sipil yang merupakan kewajiban pemerintah berjumlah dua yaitu Penataan zonasi, penyusunan rencana kegiatan, pemantauan dan evaluasi pengelolaan kawasan TN serta Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga. Penjabaran tupoksi TN dalam bentuk pelaksanaan kegiatan pada masing-masing Balai memiliki persamaan dan perbedaan sesuai dengan kebutuhan pengelolaan. Menurut Barrow et al. (2000) penggunaan sumberdaya memerlukan pemahaman spesifik lokasi (site specific), memerlukan

74 53 perhitungan terhadap variasi tipe lahan dan spesies, tekanan terhadap penggunaan sumberdaya dan permintaan potensial Analisis Ketepatan Penerapan Model BLU Ketepatan penerapan model BLU dalam pengelolaan menuju TN Mandiri dianalisis melalui analisis deskriptif dan analisis isi yaitu dengan membandingkan persyaratan substantif dan teknis BLU sesuai dengan PP No.23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU dengan penjabaran tupoksi TN Persyaratan Substantif Persyaratan substantif dilaksanakan melalui analisis deskriptif dan analisis isi dengan melakukan pengkajian tupoksi TN yang memenuhi kriteria layanan umum yang berhubungan dengan : 1. Penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum; 2. Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan umum; dan /atau 3. Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada masyarakat. Persyaratan substantif yang dianalisis pada penelitian ini meliputi kriteria pertama dan kedua. Kriteria ketiga tidak dianalisis karena TN tidak memiliki tupoksi pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada masyarakat Kriteria Substantif Penyediaan Barang dan/atau Jasa Layanan Umum Berdasarkan penjelasan atas Peraturan Pemerintah Nomor : 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, pasal 4 ayat 1 dijelaskan bahwa bidang layanan umum yang diselenggarakan oleh instansi dengan PK-BLU meliputi kegiatan pemerintah yang bersifat operasional dalam menyelenggarakan pelayanan umum yang menghasilkan semi barang/jasa publik (quasipublic goods). Variasi barang dan/atau jasa yang dijual dengan kriteria quasipublic goods per tupoksi TN sesuai dengan identifikasi penjabaran tupoksi, sebagaimana terlihat pada Tabel 17. Berdasarkan variasi barang dan/atau jasa yang dihasilkan TN tersebut maka TN memenuhi persyaratan substantif penyedia barang dan/atau jasa layanan umum.

75 54 Tabel 17 Variasi barang dan/atau jasa yang dijual dengan kriteria quasipublic goods per tupoksi TN No. Tupoksi Barang dan/atau Jasa yang Dijual 1 Penataan Zonasi, Penyusunan Rencana Kegiatan, Pemantauan Evaluasi Pengelolaan Kawasan TN 2 Pengelolaan Kawasan TN 3 Penyidikan, Perlindungan, dan Pengamanan Kawasan TN 4 Pengendalian Kebakaran Hutan 5 Promosi, Informasi KSDAHE 6 Pengembangan Bina Cinta Alam serta Penyuluhan KSDAHE 7 Kerjasama Pengembangan KSDAHE 8 Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Kawasan TN 9 Pengembangan dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Pariwisata Alam Sumber Pendapatan Tambahan Satuan Pelaksana a. Jasa Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan* b. Jasa Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar c. Ijin Pemanfaatan Sumber Plasma Nutfah untuk Penunjang Budidaya d. Jasa Pemanfaatan Tradisional a. Jasa Pengamanan b. Jasa Pendidikan dan Peningkatan Kesadartahuan Konservasi Alam c. Barang dan Modal a. Jasa Pemadaman Karhut dan Lahan b. Jasa Pencegahan Karhut (Pembuatan Ilaran Api, Sekat Bakar, Embung Air) a. Jasa Iklan b. Produk Branding Jasa Pendidikan dan Peningkatan Kesadartahuan Konservasi Alam a. Jasa Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan b. Jasa Pengembangan dan PWA c. Jasa Pendidikan dan Peningkatan Kesadartahuan Konservasi Alam d. Jasa Pengembangan dan Pemanfaatan Air e. Jasa Pemanfaatan Karbon a. Jasa Pendidikan dan Peningkatan Kesadartahuan Konservasi Alam b. Jasa Pemanfaatan Sumber Plasma Nutfah untuk Penunjang Budidaya c. Jasa Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar d. Jasa Pengembangan dan Pemanfaatan Wisata Alam a. Jasa Pengembangan Atraksi Wisata dan Even Khusus b. Jasa Penyewaaan Guest House c. Jasa Pengembangan dan Pemanfaatan Air d. Kerjasama Pemanfaatan Karbon e. Kerjasama Pemanfaatan Energi Panas f. Jasa Pengembangan dan Pemanfaatan Wisata Alam* g. Kerjasama Pengusahaan PWA* Pungutan Pungutan dan Iuran Pungutan dan Iuran Pungutan dan Iuran Pungutan Pungutan Pungutan Pungutan Pungutan Pungutan Pungutan Pungutan Hibah Hibah Hibah Pungutan dan Iuran Pungutan Pungutan Pungutan dan Iuran Pungutan dan Iuran Pungutan Pungutan Pungutan Pungutan dan Iuran Pungutan Pungutan dan Iuran Pungutan dan Iuran Pungutan dan Iuran Unit Bisnis Unit Bisnis Unit Bisnis Unit Bisnis Unit Bisnis Unit Bisnis Unit Bisnis Unit Bisnis Unit Bisnis Unit Bisnis Unit Bisnis Unit Bisnis Unit Bisnis Unit Bisnis Unit Bisnis Unit Bisnis Unit Bisnis Unit Bisnis Unit Bisnis Unit Bisnis Unit Bisnis Unit Bisnis Unit Bisnis Unit Bisnis Unit Bisnis Unit Bisnis Unit Bisnis Unit Bisnis 10 Pelaksanaan TURT Keterangan : * merupakan barang/jasa yang telah menghasilkan pendapatan sesuai PP No.59 tahun 1998.

76 55 Berdasarkan Permenpan Nomor : PER/02/M.PAN/1/2007 tentang Pedoman Organisasi dan Satuan Kerja di Lingkungan Instansi Pemerintah yang Menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK BLU) menyatakan bahwa tidak semua barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu satker boleh dijual. Barang/jasa yang memenuhi kriteria sebagai barang/jasa semi publik (quasi public goods) yang boleh dijual di mana disebutkan bahwa tugas dan fungsi satker PPK BLU adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dapat dijual, kecuali pelayanan yang bersifat mandatory atau pelayanan sipil yang hanya merupakan kewajiban (monopoli) Pemerintah karena perintah peraturan perudang-undangan, seperti pelayanan KTP, Imigrasi, Sertifikat Pertanahan, STNK dan SIM. Menurut Turner et al. (1994), barang dan jasa pada kawasan konservasi yang secara substantif memenuhi kriteria semi barang/jasa publik (quasipublic goods) di antaranya adalah cadangan air dalam tanah, air sungai untuk energi dan pertanian serta wisata alam yang mendukung pemenuhan kriteria substantive penyedia barang dan/atau jasa. Menurut Turner et al. (1994), kategori barang dan jasa lingkungan terdiri dari pure private goods, quasi-private goods, quasi-public goods dan pure public goods. Untuk kategori quasi-public goods karakteristik sumberdayanya adalah non-exclusive, only partially dan divisible dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18 Karakteristik dan kategori barang dan jasa lingkungan Karakteristik Sumberdaya Penggunaan/ Konsumsi Contoh Barang dan Jasa Lingkungan Karakteristik dan Kategori Barang dan Jasa Lingkungan Kategori Pure Private Quasi-Private Quasi-Public Pure Public Goods Goods Goods Goods Exclusive Non-xclusive Non-exclusive Non-exclusive, Indivisible Divisible Divisible Only partially Divisible Excludable Non- Non-excludable, Non-excludable, Nonrivalness Rivalness Excludable, Congestion Kayu, buah rakyat getah, hutan Sumber : Turner et al. (1994) Rivalness Wisata satwa dan flora langka dan unik. Air dari mata air dalam kawasan hutan Cadangan air dalam tanah, air sungai untuk energy dan pertanian, wisata alam. Fungsi hidrologis (pengendalian banjir, erosi, sedimentasi). Iklim mikro dan global, pelestarian kehati, habitat satwa.

77 56 Karakretistik quasi-public goods berdasarkan definisi Turner et al. (1994) sesuai dengan tipologi barang dan jasa common pool menurut IUCN (2000) dan common pool goods menurut Ostrom (1977), diacu dalam Berge (2004) yaitu barang dan jasa yang bersifat tidak dapat dipisahkan (non-excludable) tetapi dapat dibagi (divisible/substractable) di mana jika digunakan, maka orang lain tidak dapat menggunakan tetapi akses untuk mendapatkannya terbuka untuk siapapun. Contoh instansi yang menyelenggarakan penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum dan menerapkan PK-BLU adalah pelayanan bidang kesehatan seperti rumah sakit pusat dan daerah, penyelenggaraan pendidikan serta pelayanan jasa penelitian dan pengujian. Contoh instansi yang menerapkan PK-BLU dan melaksanakan kegiatan pengelolaan wilayah atau kawasan secara otonom adalah otorita dan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu. Contoh instansi yang menerapkan PK-BLU dan melaksanakan pengelolaan dana adalah pengelola dana bergulir untuk usaha kecil dan menengah, pengelola penerusan pinjaman dan pengelola tabungan perumahan. Menurut IUCN (2000), manfaat indikatif dari kawasan yang dilindungi terdiri dari Manfaat Guna (Use) dan Manfaat Bukan Guna (non-use) yang kemudian terbagi lagi ke dalam Manfaat Guna Langsung (direct), Manfaat Guna Tidak Langsung (indirect), pilihan (option), Manfaat Warisan dan Manfaat Keberadaan (existence benefits). Tipe-tipe manfaat yang dihasilkan oleh kawasan yang dilindungi berupa barang dan jasa seperti terlihat pada Tabel 19. Penyediaan barang dari kawasan yang dilindungi misalnya kesempatan rekreasi, bahan makanan pokok dan material genetik. Penyediaan jasa diantaranya adalah konservasi keanekaragaman hayati, penyerbukan tanaman, pemurnian air dan menyaksikan pertunjukan. Barang dan jasa tersebut menyediakan manfaat bagi masyarakat dengan keberadaan kawasan yang dilindungi (IUCN 2000). Barang dan jasa yang disediakan oleh kawasan yang dilindungi dapat mencakup lebih dari satu ketegori. Misalnya adalah kegiatan memancing merupakan manfaat langsung (direct use) bagi masyarakat yang mengunjungi kawasan yang dilindungi dan melakukan kegiatan memancing. Memancing juga merupakan manfaat pilihan (option benefit) bagi orang yang berharap dapat memancing pada taman nasional tetapi belum sempat melakukannya, atau dapat merupakan

78 57 manfaat warisan (bequest) bagi orang yang berharap bahwa generasi mendatang memiliki kesempatan untuk memancing. Tabel 19 Manfaaat indikatif dari taman nasional Manfaat Langsung (Direct Use) Rekreasi Pemanenan berkelanjutan (sustainable harvesting) Pemanenan hidupan liar (Wildlife harvesting) Kayu Bakar Manfaat Guna (Use) Manfaat Tidak Langsung (Indirect use) Jasa ekosistem (ecosystem services) Stabilisasi iklim (climate stabilization) Penyediaan air tanah (groundwater recharge) Penambatan karbon (carbon sequestering) Manfaat Bukan Guna (Non-Use) Pilihan Warisan Keberadaan (existence) Nilai guna dan Keanekaragama nilai bukan guna n hayati untuk warisan (Biodiversity) Informasi masa depan (future information) Pemanfaatan masa depan (langsung dan tidak langsung) Kegiatan ritual dan spiritual (Ritual or spiritual) Budaya dan warisan (Culture, heritage) Nilai-nilai masyarakat (Community values) Merumput (Grazing) Habitat Pemandangan (Landscape) Pertanian Penyedia pakan (Nutrient retention) Pemanenan Sumberdaya Genetik (Gene harvesting) Pencegahan bencana alam (natural disaster prevention) Pendidikan (education) Research (penelitian) Sumber : IUCN (2000) Perlindungan DAS (watershed protection) Jasa alam (Natural service) Pemenuhan kriteria substantif penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum dikuatkan dengan penyelenggaraan kegiatan pemanfaatan pada Taman Nasional sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA) yang terdiri atas pemanfaatan kondisi lingkungan dan pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar. Selanjutnya dalam pasal 35 PP No. 28 Tahun 2011 juga menyatakan bahwa Taman Nasional dapat dimanfaatkan untuk kegiatan: (1) Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, (2) Pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam, (3) Penyimpanan dan/atau penyerapan karbon, pemanfaatan air serta energi air, panas, dan angin serta wisata alam, (4) Pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar, (5) Pemanfaatan sumber plasma nutfah untuk penunjang budidaya dan (6) Pemanfaatan tradisional berupa kegiatan pemungutan hasil hutan bukan

79 58 kayu, budidaya tradisional, serta perburuan tradisional terbatas untuk jenis yang tidak dilindungi Kriteria Substantif Pengelolaan Wilayah/Kawasan Tertentu Untuk Tujuan Meningkatkan Perekonomian Masyarakat atau Layanan Umum Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.03/Menhut-II/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional pasal 2 disebutkan bahwa TN melakukan penyelenggaraan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dan pengelolaan kawasan taman nasional berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penyelenggaraan Pengelolaan Kawasan TN pada definisi tersebut memenuhi kriteria substantif khususnya untuk kriteria Pengelolaan Wilayah/Kawasan. TN menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.56/Menhut-II/2006 yang menyebutkan bahwa Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam baik daratan maupun perairan yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi. Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam sesuai definisi tersebut menguatkan pemenuhan kriteria substantif khususnya untuk kriteria Pengelolaan Wilayah/Kawasan Persyaratan Teknis Identifikasi Tupoksi yang Kinerja Pelayanan Di Bidang Tugas Pokok Dan Fungsinya Layak Dikelola Dan Ditingkatkan Pencapaiannya Melalui BLU Mengacu kepada Rencana Strategi Bisnis pada masing-masing lokasi penelitian, variasi penjabaran pelaksanaan tupoksi yang menghasilkan barang dan jasa dalam 5 tahun ke depan periode 2012 sampai 2016 yang direncanakan akan dijual sebagaimana terlihat pada Tabel 20. Barang dan/atau jasa yang akan dijual tersebut sebagaimana tercantum dalam Rencana Strategis Bisnis BTNK dan BBTN BTS. Terdapat 17 kegiatan berbasis daratan dan tujuh kegiatan yang berbasis perairan dan laut serta 10 kegiatan berbasis darat dan/atau perairan/laut.

80 59 Tabel 20 Rencana barang dan/atau jasa yang dijual periode No Kegiatan BTNK BBTN Barang/ Tupoksi Basis Kegiatan BTS Jasa 1. Tiket Masuk Kawasan Mancanegara V V (1) (IX) Darat, Air, Laut 2. Tiket Masuk Kawasan Nusantara V V (1) (IX) Darat, Air, Laut 3. Penelitian Mancanegara V V (2) (II) Darat, Air, Laut 4. Penelitian Nusantara V V (2) (II) Darat, Air, Laut 5. Kendaraan Air V - (1) (IX) Air, Laut 6. Kendaraan Darat - V (1) (IX) Darat 7. Snapshot Mancanegara (Kamera, Handycam, V V (1) (IX) Darat, Air, Laut Shooting) 8. Snapshot Nusantara (Kamera, Handycam, V V (1) (IX) Darat, Air, Laut Shooting) 9. Olahraga Alam Mancanegara V - (1) (IX) Air, Laut 10. Olahraga Alam Nusantara V - (1) (IX) Air, Laut 11. Penginapan/Resort/Guesshouse/Asrama V V (1) (IX) Darat, Air, Laut 12. Guide / Jasa Pemanduan V V (3) (VI)/(VIII) Darat, Air, Laut 13. Glass buttom boat V - (1) (IX) Air, Laut 14. Penyewaan Alat Olahraga Air dan Tracking V - (1) (IX) Air, Laut 15. Porter V - (3) (VIII) Darat 16. Wartel V - (1) (IX) Darat 17. Penyewaan Jet Sky V - (1) (IX) Air, Laut 18. Penyewaan Banana Boat V - (1) (IX) Air, Laut 19. Penjualan Barang/ Souvenir Shop V - (6) (V) Darat 20. Wisata Minat Khusus Geovulkanologi - V (1) (IX) Darat 21. Paket Outbond - V (1) (IX) Darat 22. Paket Agrowisata - V (1) (IX) Darat 23. Wisata Pendakian - V (1) (IX) Darat 24. Paket Wisata Minat Khusus (Wisata Religi) - V (1) (IX) Darat 25. Camping Ground - V (1) (IX) Darat 26. Penjualan Tanaman Hias - V (4) (II) Darat 27. Wisata Rehabilitasi - V (1) (IX) Darat 28. Regulasi Pemanfaatan tanaman Adas - V (4) (II) Darat 29. Regulasi Penanaman Rumput Gajah di Zona - V (4) (II) Darat Pemanfaatan Tradisional 30. Regulasi Pemanfaatan Air - V (5) (IX)/(VII) Darat 31. Paket Kunjungan ke PPKA Bodogol - V (1) (IX) Darat 32. Paket Wisata Minat Khusus dan Pendidikan Konservasi Alam - V (1)/(3) (IX)/(VII) Darat, Air, Laut 33. Pengamatan Tumbuhan dan Satwa Liar V V (1)/(3) Darat, Air, Laut 34. Jasa Catering - V (1)/(5) Darat Keterangan : (1) Jasa Pemanfaatan PWA, (2) Jasa Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan, (3) Jasa Pendidikan dan Peningkatan Kesadartahuan Konservasi Alam, (4) Jasa Pemanfaatan TSL dan Pemanfaatan Tradisional, (5) Jasa Pemanfaatan Air, (6) Produk Branding. (II) Tupoksi Pengelolaan Kawasan TN, (V) Tupoksi Promosi KSDAHE, (VI) Tupoksi Pengembangan BCA dan Penyuluhan KSDAHE, (VII) Tupoksi Kerjasama Pengembangan KSDAHE, (VIII) Tupoksi Pemberdayaan Masyarakat, (IX) Tupoksi Pengembangan Jasling dan PWA. Tupoksi TN yang kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU berjumlah 6 tupoksi yang merupakan hasil dianalisis pada masing-masing butir tupoksi sebagaimana tercantum dalam Rencana Strategi Bisnis BTNK dan BBTN BTS dalam tahun 2012 sampai 2016 sebagaimana terlihat pada Tabel 21.

81 60 Tabel 21 Tupoksi BTNK dan BBTN BTS yang layak ditingkatkan kinerjanya selama periode No. Tupoksi Barang dan/atau Jasa yang Dijual 1 Penataan Zonasi, Penyusunan Rencana Kegiatan, Pemantauan Evaluasi Pengelolaan Kawasan TN 2 Pengelolaan Kawasan TN 3 Penyidikan, Perlindungan, dan Pengamanan Kawasan TN 4 Pengendalian Kebakaran Hutan 5 Promosi, Informasi KSDAHE 6 Pengembangan Bina Cinta Alam serta Penyuluhan KSDAHE 7 Kerjasama Pengembangan KSDAHE 8 Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Kawasan TN 9 Pengembangan dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Pariwisata Alam Sumber Pendapatan Tambahan Satuan Pelaksana a. Jasa Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan* b. Jasa Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar c. Jasa Pemanfaatan Sumber Plasma Nutfah untuk Penunjang Budidaya d. Jasa Pemanfaatan Tradisional c. Jasa Iklan d. Produk Branding Jasa Pendidikan dan Peningkatan Kesadartahuan Konservasi Alam a. Jasa Pendidikan dan Peningkatan Kesadartahuan Konservasi Alam b. Jasa Pengembangan Jasa Lingkungan dan PWA Jasa Pendidikan dan Peningkatan Kesadartahuan Konservasi Alam a.jasa Pengembangan Atraksi Wisata dan Even Khusus b. Jasa Penyewaaan Guest House c. Kerjasama Pemanfaatan Air d. Jasa Pengembangan Paket Wisata Alam* e.kerjasama Pengusahaan Pariwisata Alam* f.jasa Penyewaan Kendaraan g. Kerjasama Pemanfaatan Karbon Pungutan Pungutan dan Iuran Pungutan dan Iuran Pungutan dan Iuran Pungutan Pungutan Pungutan Hibah Pungutan, Iuran dan Hibah Pungutan Pungutan Pungutan Pungutan dan Iuran Pungutan Pungutan dan Iuran Pungutan Pungutan dan Iuran Unit Bisnis Unit Bisnis Unit Bisnis Unit Bisnis Unit Bisnis Unit Bisnis Unit Bisnis Unit Bisnis Unit Bisnis Unit Bisnis Unit Bisnis Unit Bisnis Unit Bisnis Unit Bisnis Unit Bisnis Unit Bisnis Unit Bisnis 10 Pelaksanaan TURT Keterangan : * merupakan barang/jasa yang telah menghasilkan pendapatan sesuai PP No.59 tahun Hasil analisis menunjukkan bahwa sampai saat ini hanya dua tupoksi TN yang telah dikelola untuk menghasilkan pendapatan sesuai PP No.59/1998 yaitu tupoksi Pengelolaan Kawasan TN dengan jasa Ijin Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan tupoksi Pengembangan Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Pariwisata Alam dengan kegiatan Jasa Pengembangan Paket Wisata Alam dan

82 61 Kerjasama Pengusahaan Pariwisata Alam. Tupoksi lainnya juga menghasilkan barang/jasa yang dihasilkan dan dapat melakukan penyesuaian tarif, pungutan dan iuran yang dapat ditingkatkan capaiannya melalui BLU (PP No.23/2005) dengan mempertimbangkan kontinuitas dan pengembangan layanan, daya beli masyarakat, asas keadilan dan kepatutan dan kompetisi yang sehat, yang berpotensi menghasilkan pendapatan. Sehingga berdasarkan kriteria kinerja pelayanannya layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU maka BTNK dan BBTN BTS memenuhi persyaratan tersebut. Menurut IUCN (2000) pilihan lain yang tersedia untuk para pengelola kawasan adalah untuk mengembangkan produk terkait untuk dijual dalam bisnis lokal atau di sebuah toko. Sebagian dari keuntungan penjualan maka bisa dikembalikan ke kawasan. Produk yang dapat dikembangkan seperti madu dan makanan tradisional lainnya, obat tradisional, paket benih asli, makanan herbal atau kerajinan lokal. Produk tersebut juga bisa menjadi bahan pendidikan seperti panduan wisata alam, buku gambar atau video. Dalam upaya untuk menyelesaikan beberapa masalah, IUCN (2000) juga mengkritik perundangan yang menguntungkan perusahaan pemegang ijin yang bekerja di taman nasional. IUCN (2000) menggambarkan sulitnya mengelola efektivitas pemegang ijin di dalam konteks hukum dan kelembagaan yang lebih besar, di mana kepentingan kawasan dinomorduakan. Kawasan konservasi dapat membentuk dana dari bisnisnya dan menggalang berbagai sumber dana sehingga memberikan kontribusi terhadap pengelolaan. Pengelolaan TN dengan PK BLU memungkinkan TN memiliki kewenangan yang lebih dalam menggali sumbersumber pendapatan dan membiayai pengelolaan kawasannya menuju kelestarian yang berkelanjutan Analisis Kinerja Keuangan Satuan Kerja Instansi yang Bersangkutan Adalah Sehat Sebagaimana Ditunjukkan dalam Dokumen Usulan Penetapan BLU Penilaian persyaratan teknis lainnya adalah analisis untuk menilai kinerja keuangan satuan kerja yang bersangkutan sehat sebagaimana ditunjukkan dalam dokumen usulan penetapan BLU. Menurut Kepala Seksi Pembinaan PK-BLU III C, Direktorat Pembinaan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, Wahyu Joko Susilo, pemenuhan persyaratan teknis merupakan domain

83 62 Kementerian/Lembaga. Untuk kinerja keuangan sehat, dapat diketahui melalui instrument, antara lain sebagai berikut : 1. Pendapatan satker menunjukkan tren naik dari tahun ke tahun, sehingga satker cenderung akan dapat lebih mandiri. 2. Ada potensi pendapatan yang dapat ditingkatkan. PNBP pada satker BTNK dan BBTN BTS selama periode 2007 sampai 2011 dapat dilihat pada Tabel 22. PNBP BTNK mengalami kenaikan rata-rata setiap tahunnya sebesar 70,36% sedangkan PNBP BBTN BTS hanya mengalami kenaikan rata-rata sebesar 19,91%. Proyeksi pendapatan BTNK dan BBTN BTS sebagaimana yang tercantum dalam dokumen Rencana Strategis Bisnis juga menunjukkan tren naik dari tahun ke tahun sebagaimana terlihat pada Tabel 27 dan Tabel 29. Tabel 22 Realisasi PNBP BTNK dan BBTN BTS periode Tahun BTNK Kenaikan BBTN BTS Kenaikan ,71% ,46% ,58% ,63% ,39% ,63% ,75% (17,08%) Rata-rata : 70,36% Rata-rata : 19,91% Sumber : BTNK (2012b), BBTNBTS 2012, Ket : angka dalam kurung menunjukkan nilai negatif Analisis Biaya Biaya yang diperhitungkan berdasarkan pada biaya pengelolaan dalam satu tahun. Prediksi Biaya dilakukan dengan menghitung rata-rata realisasi anggaran selama 5 tahun terakhir ditambah dengan tambahan biaya yang tercantum dalam Rencana Strategi Bisnis usulan penetapan BLU masing-masing satker. Realisasi Anggaran BTNK selama Periode 2007 sampai 2011 seperti terlihat pada Tabel 23. Rata-rata kenaikan Belanja Pegawai selama lima tahun terakhir adalah 5%, kenaikan rata-rata Belanja Barang 27% dan kenaikan rata-rata Belanja Modal 36%. Kenaikan belanja tahun 2010 sebesar 574% dianggap pencilan dalam perhitungan rata-rata kenaikan Belanja Modal, dan dikeluarkan dari perhitungan rata-rata biaya. Hal ini karena kenaikan Belanja Modal mengalami

84 63 penurunan pada tahun 2011 sebesar 6%. ditampilkan pada Tabel 24. Proyeksi biaya BTNK seperti Tabel 23 Realisasi Anggaran BTNK tahun Jenis Belanja Realisasi Belanja Pegawai Kenaikan Rata-rata (%) Kenaikan per tahun (%) 13 (1) Belanja Barang Kenaikan per tahun (%) Belanja Modal Kenaikan per tahun (%) (47) (0,06) 36 Jumlah Kenaikan per tahun (%) Sumber : BTNK (2012b), diolah. Tabel 24 Proyeksi Biaya BTNK tahun Jenis Belanja Realisasi Proyeksi Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Jumlah Proyeksi Total Realisasi anggaran pada BBTN BTS selam periode lima tahun terakhir yaitu periode dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25 Realisasi Anggaran BBTN BTS tahun Jenis Belanja Realisasi Kenaikan Rata-rata (%) Belanja Pegawai Kenaikan per tahun (%) 0,26 0,01 0,12 0,09 0,12 Belanja Barang Kenaikan per tahun (%) (0,10) 0,01 0,20 0,23 0,09 Belanja Modal Kenaikan per tahun (%) (0,76) 5,05 0,61 (0,10) -0,06 Belanja Lain-Lain Kenaikan per tahun (%) Jumlah Kenaikan per tahun (%) (0,04) 0,22 0,24 0,08 0,13 Sumber : BBTNBTS (2012), diolah.

85 64 Sumber dana pada BBTN BTS setiap tahunnya ada 2 yaitu berasal dari DIPA Bagian Anggaran 29 serta dari DIPA Bagian Anggaran 69 atau DIPA Bagian Anggaran 29 BPDAS BRANTAS. DIPA Bagian Anggaran 69 serta DIPA DIPA Bagian Anggaran 29 BPDAS BRANTAS merupakan sumber pendanaan tambahan untuk kegiatan Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan sehingga dalam perhitungan proyeksi Biaya PK-BLU maka anggaran tersebut dikeluarkan dari perhitungan. Rata-rata kenaikan Belanja Pegawai selama 5 tahun terakhir adalah 12%, kenaikan rata-rata Belanja Barang 9% dan penurunan rata-rata Belanja Modal 6%. Dalam menghitung rata-rata kenaikan Belanja Modal, kenaikan belanja tahun 2009 sebesar 505% dianggap pencilan dan dikeluarkan dari perhitungan rata-rata biaya. Proyeksi realisasi biaya seperti ditampilkan pada Tabel 26. Tabel 26 Proyeksi Biaya BBTN BTS tahun Jenis Belanja Realisasi Proyeksi Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Jumlah Proyeksi Total Biaya Investasi dengan adanya BLU seperti tertulis dalam dokumen Rencana Strategis Bisnis usulan penetapan Pengelolaan Keuangan BLU (PK- BLU) BTNK dapat dilihat pada Lampiran 8. BBTN BTS tidak menganggarkan biaya investasi BLU. Total Biaya merupakan penjumlahan dari Proyeksi Biaya Pengelolaan di luar Biaya Pegawai ditambah dengan Biaya Investasi dengan penerapan satker PK-BLU seperti terlihat pada Tabel 27, Tabel 28 dan Tabel Pendapatan Proyeksi pendapatan PK-BLU BTNK dan BBTN BTS sebagaimana yang tercantum dalam dokumen usulan penetapan Rencana Strategis Bisnis Pengelolaan Keuangan BLU (PK-BLU) seperti pada Lampiran 9 dan Lampiran 10. Proyeksi pendapatan dan biaya tahun 2012 sampai 2016 dengan PK BLU Balai Taman Nasional Komodo seperti terlihat pada Tabel 27. Proyeksi pendapatan sebagaimana yang tercantum dalam dokumen Rencana Strategis

86 65 Bisnis BTN Komodo menunjukkan tren pendapatan yang menaik dengan nilai B/C > 1, dengan asumsi sebagai berikut : a. Tiket Masuk Kawasan Mancanegara, jumlah pengunjung sekitar jiwa/tahun : a. PNBP : Rp ; b. Pemerintah Daerah Rp ; c. Conservation fee Rp Total pungutan dari 3 jenis tiket dijadikan 1 tiket dengan harga Rp /pengunjung maka Pendapatan pada Tahun T-0 dengan jumlah pengunjung sebannyak jiwa x Rp ; = Rp ; sampai pada T-5 setiap tahunnya naik 10 %. b. Tiket masuk Kawasan Wisatawan Nusantara Wisatawan Nusantara harga tiket sebesar Rp dengan asumsi pada T-0 jumlah pengunjung jiwa maka pendapatan T-0 = Rp x jiwa = Rp c. Penelitian Mancanegara. Pada Tahun 2007 peneliti mancanegara sebanyak 6 orang, Asumsi pada T-1 ada 8 orang peneliti Mancanegara dengan Tarif Rp per orang selama ½ bulan maka pendapatan pada T-1 sebesar Rp ; d. Penelitian Nusantara. Asumsi pada T-1 ada 10 orang peneliti nusantara dengan Tarif Rp per orang selama 1 bulan maka pendapatan pada T-1 sebesar Rp ; e. Kendaraan Air Pendapatan kendaraan air sebesar Rp ; Boat 40 PK kebawah = 1.260/tahun x = ,- Boat PK = 588/tahun x = ,- Boat 81 PK keatas = 336/tahun x = ,- Kapal besar (kapal pesiar) = 7/ tahun x = ,- Sewa kendaraan air berdasarkan PP Nomor 59 tahun 1998 tentang PNBP untuk Rayon I. f. Snapshot Mancanegara, pada T-I pendapatan diasumsikan sebesar Rp ,- dan akan mengalami kenaikan 10% setiap tahunnya.

87 66 Rincian snapshot mancanegara pada T-I yaitu pengambilan gambar (film komersial) sebanyak 14 x Rp ,- = Rp ,-; sementara Rp ,- berasal dari kamera foto (Rp ,-/ kamera) dan handycam non komersial (Rp ,-/ handycam). g. Snapshot Nusantara Pendapatan yang dapat diperoleh pada T-1 diperkirakan sebesar Rp ,-,dengan asumsi pengunjung yang mengambil film komersial sebanyak 3 orang (3 Orang x = Rp ,-) dan 200 orang yang memakai handycam non komersial sehingga pendapatan 200 orang x ; = Rp ,- h. Olahraga Alam Mancanegara Olahraga Alam yang ditawarkan terdiri atas diving, snorkeling dan berkano. Apabila diasumsikan jumlah pengunjung mancanegara sebanyak orang/ tahun maka pendapatan yang dapat diperoleh dari ketiga jenis olahraga alam tersebut adalah sebagai berikut: - Diving : untuk diving per jam Rp ,- dengan asumsi sebanyak 25% pengunjung (5.250 orang) melakukan diving dan setiap orang menyelam selama 3 jam maka pendapatan diving sebesar Rp ,- x 3 jam x orang = Rp ,- - Snorkeling : untuk snorkel per jam Rp ; dengan asumsi olah raga Snorkel 50 % ( orang) dari jumlah total pengunjung 1 tahun (15.000) dan setiap orang menyelam selama 1 jam maka pendapatan snorkel sebesar Rp ,- x 1 jam x orang = Rp ,- - Kano : untuk Kano per jam Rp ; dengan asumsi olaha raga Kano 5% (1.050 orang) dari jumlah total pengunjung 1 tahun (15.000) dan setiap berkano selama 2 jam maka pendapatan sewa kano sebesar Rp ,- orang x 2 jam x 1.050= Rp ,- Total pendapatan olahraga alam pengunjung mancanegara = Rp ,- Tarif untuk Olahraga alam berdasarkan PP Nomor 59 tahun 1998 tentang PNBP untuk Rayon I.

88 67 i. Olahraga Alam Nusantara Pendapatan yang dapat diperoleh dari olahraga alam, dengan asumsi pengunjung nusantara sebanyak orang /tahun adalah sebagai berikut: - Diving : untuk diving per jam Rp ,- dengan asumsi pengunjung yang melakukan Diving sebanyak 10 % (131 Orang) dari jumlah total pengunjung dan setiap orang menyelam selama 3 jam maka pendapatan Diving sebesar Rp ,- x 3 jam x 131orang = Rp ,- - Snorkel : untuk snorkel per jam Rp ,- dengan asumsi olaha raga Snorkel 25 % (327 orang) dari jumlah total pengunjung dan setiap orang menyelam selama 1 jam maka pendapatan Snorkel sebesar Rp ,- x 1 jam x 327 orang = Rp ,-. Sehingga Total pendapatan olahraga alam wisatawan nusantara = Rp ,- j. Penginapan. Pada tahun 2007 dari koperasi Taman Nasional Komodo mendapat keuntungan dari penginapan sebesar Rp ; dan Pada T-1 Penginapan di asumsikan 5 % dari pengunjung mancanegara (1.050 orang) menggunakan penginapan dengan sewa per malam sebesar Rp ,- maka pendapatan sebesar Rp ,- k. Guide. Jasa Guide pada tahun 2007 sebesar Rp ,- dengan asumsi naik 10% setiap tahun maka pada tahun berikutnya bertambah pendapatan 10%. l. Glass buttom boat. Glass buttom boat akan disewakan pada T-III dengan asumsi yang menyewa sebesar 2 % (420 orang) dari jumlah pengunjung. Sewa glass buttom boat sebesar Rp ,-/ orang sehingga besarnya pendapatan yang diperoleh adalah Rp ,-. m. Penyewaan alat olahraga dan tracking. Pendapatan yang dapat diperoleh dari penyewaan alat diving dengan asumsi pengunjung yang menyewa sebanyak 50 % pengunjung (2.625 orang) dari pengunjung yang beraktivitas diving dengan sewa sebesar Rp ,-. maka pendapatan yang diperoleh sebesar Rp ,-. n. Porter. Porter disediakan bagi pengunjung yang akan melakukan diving, penelitian dan shooting. Diasumsikan dalam setahun pengguna jasa porter

89 68 adalah sebanyak orang dengan tarif sebesar Rp ,- maka pendapatan yang dapat diperoleh adalah sebanyak Rp ,-. o. Wartel. Perhitungan pendapatan yang dapat diperoleh dari jasa komunikasi (wartel) berdasarkan pendapatan yang diperoleh pada tahun 2007 adalah sebesar Rp ,-. Dengan pendapatan pada T-0 setara dengan pendapatan tahun 2007, maka pendapatan pada 5 tahun berikutnya diasumsikan mengalami kenaikan sebesar 10%. p. Penyewaan Jet sky, Penyewaan jet sky direalisasikan pada T-IV dan diperkirakan dalam setahun sebanyak pengunjung menyewa jet sky dengan tarif sewa Rp ,-/ orang; sehingga pendapatan yang dapat diperoleh sebesar Rp ,- q. Penyewaan Banana Boat. Penyewaan banana boat direalisasikan pada T-IV dan diperkirakan dalam setahun sebanyak pengunjung menyewa jet sky dengan tarif sewa Rp / orang; sehingga pendapatan yang dapat diperoleh sebesar Rp ,-. r. Penjualan Souvenir. Pendapatan di asumsikan pada T-0, pada T-1 sampai T- 5 pendapatan harus lebih besar dengan penjualan Souvenir keuntungan per hari Rp ,- maka pendapatan selama 1 tahun sebesar Rp ,- dan tahun berikutnya naik 10 %. s. Penjualan minuman dan makanan. Pendapatan dari penjualan minuman dan makanan oleh Koperasi Taman Nasional Komodo pada tahun 2007 sebesar ,- di jadikan pendapatan T-0 dan pada tahun berikutnya akan naik 10%. t. CD Film Penjualan CD film dilakukan pada T-2 dengan asumsi 100 pengunjung yang membeli CD film dengan harga /keeping maka pendapatan dalam satu tahun sebesar Rp ,-. u. Buku Informasi Penjualan Buku informasi dilakukan pada T-2 dengan asumsi 100 pengunjung yang membeli Buku Informasi dengan harga Rp ,-/buah maka pendapatan dalam satu tahun sebesar Rp ,-.

90 69 Proyeksi pendapatan BTNK sesuai dengan Renstra Bisnis PK-BLU masih menggunakan asumsi data dasar tahun 2007 sebagai dasar perhitungan jumlah wisatawan. Penetapan tarif masuk wisatawan mancanegara sebesar Rp ,- juga tidak menggunakan tarif masuk sesuai hasil kajian rata-rata kesediaan membayar (Willingness to Pay (WTP)) yaitu USD 11,70 (Walpole et al. 2000) dan penetapan tarif masuk wisatawan nusantara sebesar Rp ,- belum berdasarkan kajian ilmiah. Proyeksi pendapatan BTNK pada penelitian ini dengan menggunakan data kunjungan tahun 2011 dan tarif wisatawan mancanegara sesuai rata-rata WTP sebesar Rp ,- (Walpole et al. 2000) dan tariff wisatawan nusantara sebesar Rp ,- kembali dihitung sebagaimana terlihat pada Lampiran 11 dengan menggunakan asumsi sebagai berikut : a. Kunjungan wisatawan mancanegara orang dan kunjungan wisatawan nusantara orang. b. Tarif masuk wisatawan mancanegara sesuai rata-rata WTP USD 11,70 setara dengan Rp ,- (1 USD = Rp.9.500,-) dan tarif masuk wisatawan nusantara tetap Rp 2.500,-. c. Penjualan barang sesuai dengan pendapatan koperasi tahun 2011 adalah Rp d. Penerimaan dari jasa guide sesuai dengan pendapatan koperasi tahun 2011 adalah Rp ,-. e. Pendapatan diasumsikan naik rata-rata 10% setiap tahunnya. f. Data lainnya yang tidak tersedia untuk tahun 2011 tetap menggunakan asumsi data tahun Proyeksi pendapatan dan biaya tahun dengan PK BLU BTNK dengan WTP seperti terlihat pada Tabel 28. Hasil perhitungan dengan menggunakan asumsi-asumsi tersebut di atas juga memperlihatkan tren pendapatan yang menaik bahkan menghasilkan nilai yang lebih besar, demikian juga dengan hasil perhitungan B/C >1 dan memperlihatkan nilai yang lebih besar. Proyeksi pendapatan BTNK menunjukkan tren yang menaik selama 5 tahun ke depan sehingga BTN Komodo layak ditetapkan menjadi BLU sesuai PP No.23 tahun Hal ini diperkuat dengan hasil perhitungan B/C dengan nilai lebih

91 70 besar dari 1 maka Balai TN Komodo layak untuk melaksanakan BLU (Gittinger 1982). Tabel 27 Proyeksi pendapatan dan biaya BTNK tahun dengan PK- BLU serta perhitungan B/C No I URAIAN PENDAPATAN Pendapatan Usaha/Jasa Layanan TAHUN Jasa Layanan Hibah - Terikat Tidak Terikat Pendapatan APBN - Operasional Investasi Pendapatan Usaha Lainnya - Hasil Kerjasama dengan Pihak Lain Sewa Jasa Lembaga Keuangan Lain-lain Jumlah Pendapatan (Benefit) II BIAYA Biaya Layanan Biaya Umum dan Adm Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Jumlah Biaya (Cost) SURPLUS/DEFISIT (Benefit-Cost) ( ) ( ) (1+0,07) ᶵ 1 1,07 1,1449 1, , Present Value B-C ( ) ( ) NPV Gross B Gross C B/C 1,0056

92 71 Tabel 28 Proyeksi pendapatan dan biaya BTNK tahun dengan PK- BLU dan menggunakan WTP serta perhitungan B/C No I URAIAN PENDAPATAN Pendapatan Usaha/Jasa Layanan TAHUN Jasa Layanan Hibah - Terikat Tidak Terikat Pendapatan APBN - Operasional Investasi Pendapatan Usaha Lainnya - Hasil Kerjasama dengan Pihak Lain Sewa Jasa Lembaga Keuangan Lain-lain Jumlah Pendapatan (Benefit) II BIAYA Biaya Layanan Biaya Umum dan Adm Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Jumlah Biaya (Cost) SURPLUS/DEFISIT (Benefit-Cost) ( ) (1+0,07) ᶵ 1 1,07 1,1449 1, , Present Value B-C ( ) NPV Gross B Gross C B/C 1,0639

93 72 Proyeksi pendapatan dan biaya BBNT BTS tahun 2012 sampai 2016 dengan PK BLU seperti terlihat pada Tabel 29. Tabel 29 Proyeksi Pendapatan dan Biaya Tahun dengan PK-BLU BBTN BTS serta perhitungan B/C No I URAIAN PENDAPATAN Pendapatan Usaha/Jasa Layanan TAHUN Jasa Layanan Hibah - Terikat Tidak Terikat Pendapatan APBN - Operasional Investasi Pendapatan Usaha Lainnya - Hasil Kerjasama dengan Pihak Lain Sewa Jasa Lembaga Keuangan Lain-lain Jumlah Pendapatan (Benefit) II BIAYA Biaya Layanan Biaya Umum dan Adm Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Biaya Layanan Pengembangan Usaha BLU Jumlah Biaya (Cost) SURPLUS/DEFISIT (Benefit-Cost) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) (1+0,07) ᶵ 1 1,07 1,1449 1, , Present Value B-C ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) NPV ( ) Gross B Gross C Gross B/C 0,9194

94 73 Proyeksi pendapatan sebagaimana yang tercantum dalam dokumen Rencana Strategis Bisnis BBTN BTS menunjukkan tren yang menaik sehingga BBTN BTS layak ditetapkan menjadi BLU. Namun hasil perhitungan B/C menunjukkan nilai yang lebih kecil dari 1 yang menunjukkan hasil yang tidak layak (Gittinger 1982). Menurut Hanley (2000) Analisis Biaya Manfaat / Cost Benefit Analysis (CBA) telah digunakan sebagai alat untuk menganalisis kebijakan dan proyek di seluruh dunia. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menggabungkan dampak lingkungan dengan CBA. Penggunaan CBA bertujuan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan pemerintah dan pengambil keputusan Analisis Implikasi Penerapan BLU Analisis implikasi penerapan BLU menuju pengelolaan TN Mandiri yang berkelanjutan dilaksanakan melalui analisis deskriptif dan analisis isi dengan memperhatikan hasil kajian terhadap tujuan pertama dan hasil kajian terhadap tujuan kedua. Implikasi penerapan model BLU menuju pengelolaan TN Mandiri diantaranya akan merumuskan pola tata kelola dan struktur organisasi TN yang sesuai dengan model BLU Beberapa Permasalahan yang Ditemukan Beberapa permasalahan yang ditemukan selama pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut : a. TN tidak memiliki tupoksi melaksanakan dan mengembangkan bisnis sehingga struktur organisasi TN tidak memiliki pejabat yang bertanggung jawab dalam mengelola bisnis dan tidak fokus melaksanakan bisnis. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Kepala Bidang Teknis BBTN BTS, Emy Endah Suwarni dan Kepala Sub Bagian Tata Usaha BTNK Heru Rudiharto, yang menyatakan perlunya penambahan SDM bagi TN untuk melaksanakan bisnis. Menurut Stoner et al. (1996), pengorganisasian adalah proses mengatur dan mengalokasikan pekerjaan, wewenang, dan sumber daya di antara anggota organisasi, sehingga sasaran organisasi dapat tercapai. Menurut hasil wawancara dengan pihak Putri Naga Komodo (PNK), selaku pemegang Ijin Pemanfaatan Pariwisata Alam (IPPA) pada Balai TN Komodo, yaitu dengan Bapak Mulyana, pimpinan PNK menyatakan jika TN melaksanakan bisnis, maka akan terjadi conflict of interest dan beliau berpendapat TN sebaiknya

95 74 meningkatkan kinerja tupoksi yang sekarang dan menyerahkan urusan bisnis kepada pihak ketiga. TN yang berupaya melaksanakan bisnis akan berperan sebagai operator dan juga regulator dan tupoksi tersebut menjadi semakin berat. Menurut Mulyana, kerjasama bisnis dengan pihak ketiga dapat meringankan TN dalam melaksanakan tupoksinya. Berbeda dengan Bapak Mulyana, Manager pemegang IPPA Bromo Permai pada BBTN BTS, Indra, menyatakan tidak keberatan dengan rencana penerapan bisnis pada BBTN BTS tetapi menyarankan pengaturan produk yang dijual sehingga tidak terjadi persaingan antara sesama pelaku bisnis. b. Kecilnya pendapatan karena rendahnya tarif PNBP dan belum optimalnya pengawasan terhadap sumber-sumber pendapatan. Tarif masuk kawasan untuk wisatawan domestik hanya Rp ,- dan tarif masuk untuk wisatawan asing hanya Rp ,-. Jika tarif masuk dapat ditetapkan minimal sama dengan biaya per unit layanan, maka potensi pendapatan akan semakin besar. Belum optimalnya pengawasan juga menjadi salah satu kendala tidak optimalnya pendapatan. Komposisi jumlah penerimaan berdasarkan jenis pungutan pada BTNK dapat dilihat pada Tabel 30. Tabel 30 Realisasi PNBP BTNK berdasarkan jenis pungutan tahun 2011 No Jenis Pungutan Volume/Banyak Total Per Tahun 1 Pengunjung Shooting Film/Video Menyelam/Diving Snorkling Handycame Kamera Foto Penelitian (1-6 Bulan) Kano Kendaraan Air 0-40 PK PK 81 PK Ke atas JUMLAH Sebagai contoh adalah pengawasan kegiatan snorkeling dan diving pada BTNK di mana kegiatan tersebut memiliki tarif per jam layanan tetapi karena kekurangan SDM pengawas pada titik-titik snorkeling dan diving maka sejumlah besar potensi pendapatan hilang. Seperti terlihat pada Tabel 30, dari pengunjung, jumlah snorkling hanya dan jumlah kamera hanya

96 Jika kegiatan snorkling dapat ditingkatkan 10 kali lipat maka potensi pendapatan dari snorkling melebihi 1,6 milyar rupiah. Demikian juga dengan pungutan kamera foto, jika jumlah kamera foto dapat ditingkatkan 2 kali lipat maka potensi penambahan pendapatan lebih dari 1,7 milyar rupiah. c. Walaupun penelitian ini tidak mengkaji Persyaratan Administrasi dalam penetapan BLU, namun persyaratan administrasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam mengkaji persyaratan substantif dan teknis. Beberapa permasalahan yang ditemui terkait dengan permasalahan administrasi diantaranya adalah pada dua satker yang di teliti yaitu BBTN BTS dan BTNK menggunakan format penulisan dan substansi penulisan yang berbeda dalam penyusunan Rencana Strategi Bisnis dan menggunakan asumsi yang berbeda. Penetapan tarif misalnya, pada BBTN BTS menggunakan tarif sesuai dengan PP No. 59 tahun 1998 tentang Tarif Jasa Jenis PNBP yang berlaku pada Departemen Kehutanan dan Perkebunan, sementara pada BTNK tidak sepenuhnya menggunakannya. Hal lainnya adalah perhitungan biaya, pada Renstra Bisnis BLU BTNK biaya telah diperhitungkan, sementara pada BBTN BTS belum diperhitungkan. Penyusunan Renstra Bisnis ini perlu peyempurnaan guna mendukung pemenuhan persyaratan BLU terutama persyaratan teknisnya. Permasalahan lainnya terkait persyaratan administrasi adalah terkendalanya pemenuhan persyaratan administrasi seperti penyusunan Rencana Strategi Bisnis, Rencana Bisnis dan Anggaran, penyusunan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan penyusunan Pola Tata Kelola. d. Instansi Pembina di pusat tidak memiliki tupoksi pembinaan BLU, sehingga upaya pencapaian pembentukan BLU menjadi terhambat. Instansi Pembina BLU ini penting keberadaaannya dalam mensukseskan pembentukan BLU. Permasalahan ini berdampak minimnya alokasi sumber daya terhadap perwujudan satker BLU baik dalam hal sumberdaya manusia, metode dan anggaran yang berkaitan dengan BLU. Bahkan sampai dengan bulan Juni tahun 2012 belum ada realisasi anggaran terkait BLU pada instansi Pembina di pusat. Padahal perwujudan persiapan BLU merupakan salah satu indikator kinerja utama (IKU) Kementerian Kehutanan Tahun 2012 seperti yang tertulis pada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.57/Menhut-II/2011

97 76 tanggal 14 Juli 2011 tentang Rencana Kerja (Renja) Kementerian Kehutanan Menurut hasil wawancara dengan Kepala Seksi Pembinaan PK-BLU III C Direktorat Pembinaan PK-BLU, Ditjen Perbendaharaan, Kementerian Keuangan, Bapak Wahyu Joko Susilo, meyatakan bahwa salah satu permasalahan yang terjadi terhadap kegagalan peningkatan kinerja satker BLU adalah instansi Pembina Pusat lepas tangan terhadap satker sehingga satker BLU tidak mampu memenuhi beberapa kewajibannya dan meningkatkan kinerja layanannya. Kesatuan gerak dan sinergitas antara satker BLU dan instansi Pembina merupakan syarat mutlak dalam mewujudkan keberhasilan pembentukan BLU. Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Teknis BBTN BTS, Emy Endah Suwarni menyatakan bahwa persiapan pembentukan BLU BBTN BTS saat ini tinggal menunggu arahan dari pusat di mana masing-masing satker telah mengalokasikan anggaran Persiapan Pembentukan BLU namun terkendala belum optimalnya arahan dari pusat. Hasil wawancara dengan Kepala Balai TNK Sustyo Iriono dan Kepala Balai Besar TN BTS Ayu Dewi Utari yang menyatakan bahwa perangkat organisasi pada satkernya siap melaksanakan PK-BLU Langkah-langkah Penerapan PK-BLU dan Implikasinya Berdasarkan hasil analisis dan tinjauan permasalahan yang telah disebutkan di atas maka langkah-langkah yang dapat ditempuh adalalah sebagai berikut : a. Penambahan tupoksi pengembangan bisnis pada satker (UPT TN) BLU yaitu revisi pada P.03/Menhut-II/2007 dan penyesuaian struktur organisasi dan tata kelolanya. Sesuai dengan Permenpan Nomor : PER/02/M.PAN/1/2007 tentang Pedoman Organisasi Satuan Kerja di Lingkungan Instansi Pemerintah yang Menerapkan PPK-BLU menyatakan bahwa pembagian unit organisasi harus memperhatikan sifat pekerjaan dalam organisasi dalam arti mendukung terwujudnya institutional coherence, namum tugas-tugas yang bersesuaian tidak perlu dipecah-pecah ke dalam beberapa unit. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Biro Perum Perhutani Unit III, Ir. Lies Bahunta, MSc pada awalnya Perum Perhutani juga tidak memiliki unit bisnis, namun karena pelaksanaan bisnis menjadi tidak fokus maka dibentuklah Kesatuan Bisnis Mandiri (KBM) di bawah Kepala Unit. KBM

98 77 dipimpin oleh seorang General Manager. Struktur organisasi KBM berkembang dinamis sesuai kebutuhan organisasi dan setelah terbentuknya KBM, pendapatan menjadi meningkat secara signifikan yaitu Rp ,- pada tahun 2007, meningkat sampai dengan Rp ,- pada tahun 2011 atau terjadi peningkatan pendapat sebesar hampir 400%. Untuk memenuhi kebutuhan organisasi yang baru maka perlu peningkatan kapasitas SDM melalui Pelatihan-Pelatihan, Penambahan Jumlah maupun perekrutan tenaga lepas. Berdasarkan hasil wawancara dengan General Manager KBM Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten, Bapak Slamet, kekurangan tenaga juga terjadi pada unit kerjanya terutama untuk tenaga pemasaran. Hal ini diatasi dengan merekrut tenaga lepas yang handal dan terus melaksanakan pelatihan-pelatihan dan penyegaran. Menurut Osborne et al (1996), pemerintahan dan bisnis adalah lembaga yang berbeda secara mendasar. Pemerintah tidak bisa meraih efisiensi pasar seperti bisnis. Kenyataan bahwa pemerintah tidak dapat dijalankan seperti sebuah bisnis tentu saja tidak berarti bahwa pemerintah tidak bisa mewirausaha. Pemerintah yang berwirausaha dapat menjadi pemerintahan yang lebih baik namun membutuhkan keahlian yang lebih baik. b. Untuk meningkatkan kinerja keuangan perlu dilakukan optimalisasi pendapatan dan efisiensi biaya (Tabel 31). Optimalisasi pendapatan dilakukan pada tupoksi yang direncanakan menghasilkan pendapatan dengan mengoptimalkan pengawasan pada sumber-sumber pendapatan, penyesuaian tarif berdasarkan hasil survey kesediaan membayar bagi TN yang berpotensi untuk diterapkannya PK-BLU secara berkala guna mendukung penyesuaian tarif sesuai biaya per unit layanan serta efisiensi pada sumber-sumber biaya (Tabel 31). Menurut Walpole et al. (2000), kesediaan membayar wisatawan mancanegara (willingness to pay (WTP)) pada tiket masuk ke TN Komodo dapat mencapai nilai tertinggi yaitu USD 32 atau setara dengan Rp ,- dengan asumsi kurs 1 USD = Rp ,-

99 78 Tabel 31 Strategi peningkatan kinerja keuangan TN dengan PPK-BLU No. Tupoksi Strategi 1 Penataan Zonasi, Penyusunan Efisiensi Biaya Rencana Kegiatan, Pemantauan Evaluasi Pengelolaan Kawasan TN 2 Pengelolaan Kawasan TN Efisiensi Biaya dan Optimalisasi Pendapatan 3 Penyidikan, Perlindungan, dan Efisiensi Biaya Pengamanan Kawasan TN 4 Pengendalian Kebakaran Hutan Efisiensi Biaya 5 Promosi, Informasi KSDAHE Efisiensi Biaya dan Optimalisasi Pendapatan 6 Pengembangan Bina Cinta Alam Efisiensi Biaya dan Optimalisasi Pendapatan serta Penyuluhan KSDAHE 7 Kerjasama Pengembangan Efisiensi Biaya dan Optimalisasi Pendapatan KSDAHE 8 Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Efisiensi Biaya dan Optimalisasi Pendapatan Kawasan TN 9 Pengembangan dan Pemanfaatan Efisiensi Biaya dan Optimalisasi Pendapatan Jasa Lingkungan dan Pariwisata Alam 10 Pelaksanaan TURT Efisiensi Biaya c. Kerjasama dengan pihak ketiga baik tenaga ahli dan konsultan dalam Pemenuhan Persyaratan Administrasi seperti penyusunan Rencana Strategis Bisnis, Rencana Bisnis dan Anggaran, pembuatan SPM dan penyusunan Pola Tata Kelola. Berdasarkan hasil wawancara dengan General Manager KBM Jasa Lingkungan dan Produk LainnyaPerum Perhutani Unit III Slamet Winarto, Penyusunan Master Plan KBM dilakukan oleh pihak ketiga sehingga memungkinkan hasil yang lebih baik. Menurut Basuni (2009), manajemen kawasan hutan konservasi menjadi lebih kompleks sejalan dengan munculnya konsep biodiversitas yang mencakup level genetik, species dan ekosistem bahkan lanskap-lanskap. Implementasi konsep ini tentu saja membawa implikasi pada semakin banyaknya macam obyek dan aktivitas konservasi serta semakin perlu untuk melibatkan banyak profesional yang berlainan dari banyak bidang keahlian yang berbeda yang bekerja ke arah tujuan yang sama yaitu konservasi biodiversitas dalam kawasan hutan konservasi. d. Optimalisasi alokasi sumber daya pada instansi Pembina pusat baik dalam hal sumberdaya manusia, metode dan anggaran yang berkaitan dengan BLU guna mendukung perwujudan satker BLU.

100 VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Penelitian ini menemukan bahwa terdapat delapan tupoksi dari 10 tupoksi TN yang penjabaran pelaksannaannya berupa pelayanan kepada masyarakat dalam bentuk penyediaan barang dan/atau jasa dan kinerjanya dapat ditingkatkan melalui BLU. Dua tupoksi lainnya merupakan pelayanan sipil yang merupakan kewajiban pemerintah. Hasil kajian terhadap persyaratan substantif dan teknis menunjukkan BTNK dan BBTN BTS memenuhi kelayakan untuk dikelola dengan model BLU. Enam tupoksi diantara delapan tupoksi ysng menghasilkan barang dan/atau jasa, tercantum dalam Renstra Bisnis dan dirancang dapat menghasilkan PNBP pada periode 2012 sampai 2016, di mana pada saat ini dua tupoksi diantaranya telah menghasilkan PNBP. Penjabaran enam tupoksi tersebut terdapat 17 kegiatan berbasis daratan, tujuh kegiatan yang berbasis perairan dan laut serta 10 kegiatan berbasis darat dan/atau perairan/laut. Penelitian juga menemukan bahwa dengan dua tupoksi saja pendapatan rata-rata TN dalam lima tahun terakhir meningkat. Lebih daripada itu, hasil proyeksi Analisis Biaya Manfaat terhadap enam tupoksi pada BTNK dalam lima tahun ke depan menunjukkan kelayakan. Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa TN sangat mungkin dapat mandiri secara finansial melalui skema BLU Saran Untuk merealisasikan TN Mandiri dengan skema BLU disarankan agar pengembangan bisnis ditetapkan sebagai tupoksi TN dan penyesuaian struktur organisasi dan tata kelolanya. Untuk meningkatkan kinerja keuangan perlu dilakukan penggalian sumber-sumber pendapatan dan mengoptimalkan pengawasan pada sumber-sumber pendapatan serta penetapan tarif berdasarkan hasil survey kesediaan membayar.

101 80

102 DAFTAR PUSTAKA [BBTN BTS, siap terbit] Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Statistik Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Malang : BBTN BTS. [BBTN BTS] Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Statistik Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Malang : BBTN BTS. [BTNK] Balai Taman Nasional Komodo. 2012a. LAKIP Balai Taman Nasional Komodo Labuan Bajo : BTNK. [BTNK] Balai Taman Nasional Komodo. 2012b. Statistik Balai Taman Nasional Komodo Labuan Bajo : BTNK. [IUCN] International Union for Conservation of Nature and Natural Resources Guidelines for Protected Area Management Categories. Gland, Switzerland dan UK: IUCN. [IUCN] International Union for Conservation of Nature and Natural Resources - World Commission on Protected Area Financing Protected Area Guidelines for Protected Area Managers. Phillips A, editor. Wales UK : IUCN. [IUCN] International Union for Conservation of Nature and Natural Resources - World Commission on Protected Area Guidelines for Management Planning of Protected Area. Wales UK : IUCN. [Kemenhut] Kementerian Kehutanan Statistik Kehutanan Indonesia Jakarta: Kemenhut. [Kemenhut] Kementerian Kehutanan. 2011a. Road Map Pembangunan Kehutanan Berbasis Taman Nasional. Jakarta: Kemenhut. [Kemenhut] Kementerian Kehutanan. 2011b. Statistik Kehutanan Indonesia Jakarta: Kemenhut. [Kemenkeu] Kementerian Keuangan Badan Layanan Umum. Jakarta: Kemenkeu. http//pkblu.perbendaharaan.go.id [1 Feb 2012] [Perhutani] Perusahaan Umum Kehutanan Negara Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomr : 060/Kpts/DIR/2010 tentang Struktur Organisasi Perum Perhutani. Jakarta : Perhutani. [WCED] World Commission on Environment and Development Hari Depan Kita Bersama (Our Common Future), Edisi Terjemahan. Jakarta : PT. Gramedia. Barrow E, Gichohi H, Infield M Rhetoric or Reality? A Review of Community Conservation Policy and Practice in East Africa. UK : Economic and Social Research Council. Basuni S, Masa depan manajemen kawasan hutan konservasi : Buku II Pemikiran Guru Besar IPB, disunting oleh Sumarjo et al. Bogor : IPB.

103 82 Berge E Environmental protection in the theory of commons. Trondheim Norway : Departement of Sociology and Political Science, Norwegian University of Science and Technology. Gittinger J.P Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. UI-Press. Jakarta. Hanley N Cost-benefit analysis. Di dalam : Folmer H, Gabel HL, editor. Principles of Environmental and Resource Economics A Guide for Student and Decision-Makers. Ed ke-2. UK : Edward Elgar. hlm Hanna SS, Folke C, Maler KG, editor Property Right and the Natural Environment. Di dalam : Hanna SS, Folke C, Male KG, editor. Right to Nature : Ecological, Economic, Cultural and Political Principles of Institutions for the Environment.Washington, USA ; Island Press. Hlm Hartono. 2008a. Taman Nasional Mandiri. Makalah disampaikan dalam Reuni Akbar dan Seminar Lustrum IX. Fakultas Kehutanan UGM, Yogyakarta 6-8 Nopember Tidak dipublikasikan. Hartono. 2008b. Mencari bentuk pengelolaan Taman Nasional Model, sebuah tinjauan reflektif pengelolaan Taman Nasional di Indonesia. Makalah disampaikan dalam Workshop Sistem Pengelolaan Kawasan Konservasi dengan tema Mengembangkan kemandirian TN Alas Purwo Melalui Pengelolaan Berbasis Ekosistem. Banyuwangi, 24 April Tidak dipublikasikan. Hockings M, Stolton S, Dudy N Evaluating Effectiveness A Framework for Assessing the Management of Protected Areas. Phillips A, editor. Wales UK : World Commission on Protected Area, IUCN. Leverington F, Costa KL, Courrau J, Pavese H, Nolte C, Marr M, Coad L, Burgess N, Bomhard B, Hockings M Management Effectiveness Evaluation in Protected Area Global Study. Second Edition. Brisbane Australia: The University of Queensland. MacKinnon J, MacKinnon K, Child G, Thorsell J Pengelolaan Kawasan Yang Dilindungi di Daerah Tropika. Amir HH, Penerjemah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Managing Protected Area in the Tropics. McNeely, J.A Expanding Partnership in Conservation. IUCN-The World Conservation Union. Washington DC, Covelo, California : Island Press. Miles M.B, Huberman A.M Analisis Data Kualitatif. Rohidi T. R, penerjemah; Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Terjemahan dari Qualitative Data Analysis. Muhsonim F. F, Nuraini C Kajian tingkat pemanfaatan sumber daya ikan di perairan Selat Madura dengan mengggunakan metode holistik serta analisis ekonominya. Kajian Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Ikan Vol. 13 No.1 (2006). Madura : Universitas Trunojoyo. Neuman W. L Social Research Methods : Qualitative and Quantitative, Approaches. Boston : Allyn and Bacon.

104 83 Osborne D., Geabler Ted Mewirausahakan Birokrasi : Mentransformasi Semangat Wirausaha ke Dalam Sektor Publik, penerjemah : Rosyid A. Jakarta : Pustaka Binaman Pressindo. Terjemahan dari Reinventing government : how the entrepreneurial spirit is transforming the public sector. Pearce D Cost benefit analysis and environmental policy. Oxford Review of Environmental Policy 14 (4) (1998): [84-100] Oxford : Oxford University Press. Peraturan Menteri Kehutanan No. P. 56/Menhut-II/2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.03/Menhut-II/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.08/Menhut-LL/2010 tanggal 27 Januari 2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Kehutanan Tahun Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : 49/Menhut-II/2011 tentang Rencana Kehutanan Tingkat Nasional Tahun Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.57/Menhut-II/20011 tanggal 14 Juli 2011 tentang Rencana Kerja (Renja) Kementerian Kehutanan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. Santosa A, editor Konservasi Indonesia, Sebuah Potret Pengeloaan dan Kebijakan. Jakarta: Pokja kebijakan konservasi. Schlager E, Ostrom E, Property-rights regimes and natural resources : A Conceptual analysis. Land Economics, Vol. 68 No 3 (Aug., 1992) : [ ]. University of Wisconsin Press. Serageldin, I Promoting Sustainable Development to World. New Paradigment Enfollowing the Environmental Proceding of the First Annual and International Conference and Environmentally Sustainable Development. Sept. 30 Dec. 1, Sinambela et al Reformasi Pelayanan Publik. Jakarta : Bumi Aksara. Stoner JAF, Freeman RE, Gilbert DR Jr Manajemen. Sindoro A, penerjemah; Sayaka B, editor; Jakarta : PT. Prenhallindo. Terjemahan dari : Management. Sutherland WJ The Conservation Handbook : Research, Management and Policy. Norwich United Kingdom : Blackwell Publishing Company. Sugiyono Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung : Alfabeta. Turner RK, Pearce D, Bateman I Environmental Economic : An Elementary Introduction. United Kingdom : Harvester Wheatsheat.

105 84 Walpole JW, Goodwin HJ, Ward KGR Pricing policy for tourism in protected area ; lessons from Komodo National Park, Indonesia. Conservation Biology. 2001; No.1 Vol 15 February : Kent, UK : Durrell Institute of Conservation and Ecology (DICE), University of Kent. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

106 Lampiran 1 Struktur organisasi kantor pusat Perum Perhutani Sumber : Perhutani (2011) 85

107 Lampiran 2 Struktur organisasi Kantor Unit Perum Perhutani 86

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan hutan konservasi (KHK) berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 tahun1999 terdiri dari kawasan suaka alam (KSA), kawasan pelestarian alam (KPA) dan Taman Buru. KHK

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April sampai dengan Juni 2012. Tempat yang menjadi lokasi penelitian, yaitu Sekretariat Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Taman Nasional

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Taman Nasional II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Taman Nasional Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 mendefinisikan taman nasional sebagai kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi

Lebih terperinci

PENERAPAN BADAN LAYANAN UMUM DAN IMPLIKASINYA BAGI PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL MANDIRI YANG BERKELANJUTAN

PENERAPAN BADAN LAYANAN UMUM DAN IMPLIKASINYA BAGI PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL MANDIRI YANG BERKELANJUTAN PENERAPAN BADAN LAYANAN UMUM DAN IMPLIKASINYA BAGI PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL MANDIRI YANG BERKELANJUTAN (Implementation of Public Service Agency and Its Implications to Sustainable Self-Financed National

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Pada

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.330, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Pelestarian. Suaka. Kawasan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5798) PERATURAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KEWENANGAN PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA.

KEWENANGAN PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA. KEWENANGAN PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA http://www.birohumas.baliprov.go.id, 1. PENDAHULUAN Hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan dan penghidupan Bangsa Indonesia,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai hal tersebut menuai pro dan kontra. Kuswijayanti (2007) menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. mengenai hal tersebut menuai pro dan kontra. Kuswijayanti (2007) menjelaskan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada 2001, pembahasan mengenai penetapan Gunung Merapi sebagai kawasan taman nasional mulai digulirkan. Sejak saat itu pula perbincangan mengenai hal tersebut menuai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. individual tourism/small group tourism, dari tren sebelumnya tahun 1980-an yang

I. PENDAHULUAN. individual tourism/small group tourism, dari tren sebelumnya tahun 1980-an yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pergeseran tren kepariwisataan di dunia saat ini lebih mengarah pada individual tourism/small group tourism, dari tren sebelumnya tahun 1980-an yang didominasi oleh mass

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.49/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.49/Menhut-II/2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.49/Menhut-II/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN EVALUASI KESESUAIAN FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.16/Menhut-II/2011 Tanggal : 14 Maret 2011 PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Konservasi Kawasan konservasi dalam arti yang luas, yaitu kawasan konservasi sumber daya alam hayati dilakukan. Di dalam peraturan perundang-undangan Indonesia yang

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA ANI MARDIASTUTI JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Kawasan Konservasi Indonesia UURI No 5 Tahun 1990 Konservasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengelolaan Taman Nasional di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengelolaan Taman Nasional di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Pengelolaan Taman Nasional di Indonesia Secara fisik, karakteristik taman nasional digambarkan sebagai kawasan yang luas, relatif tidak terganggu, mempunyai nilai alam yang menonjol,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.150, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. PNPM Mandiri. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.16/MENHUT-II/2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL

Lebih terperinci

2 tentang Fasilitasi Biaya Operasional Kesatuan Pengelolaan Hutan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara

2 tentang Fasilitasi Biaya Operasional Kesatuan Pengelolaan Hutan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.811, 2015 KEMEN-LHK. Biaya Operasional. Kesatuan Pengelolaan Hutan. Fasilitasi. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.20/MenLHK-II/2015

Lebih terperinci

Oleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan

Oleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan Oleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan DIREKTORAT KONSERVASI KAWASAN DAN JENIS IKAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL KEMENTERIAN KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

Pasal 68 UU no. 1 Tahun 2004

Pasal 68 UU no. 1 Tahun 2004 BADAN LAYANAN UMUM Dasar Hukum 1. UU no. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara 2. PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum 3. PP No. 74 Tahun 2012 tentang Perubahan atas

Lebih terperinci

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : P.20/MenLHK-II/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : P.20/MenLHK-II/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA 013 NOMOR : P.20/MenLHK-II/2015 TENTANG FASILITASI BIAYA OPERASIONAL KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

2016, No Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, Menteri Keuangan dapat menetapkan pola pengelolaan k

2016, No Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, Menteri Keuangan dapat menetapkan pola pengelolaan k BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1792, 2016 KEMENKEU. PPK-BLU Satker. Penetapan. Pencabutan Penerapan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 180/PMK.05/2016 TENTANG PENETAPAN DAN PENCABUTAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.43/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2017 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI SEKITAR KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 03/Menhut-II/2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS TAMAN NASIONAL MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 03/Menhut-II/2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS TAMAN NASIONAL MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 03/Menhut-II/2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS TAMAN NASIONAL MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa Keputusan Menteri Kehutanan Nomor

Lebih terperinci

http://www.jasling.dephut.go.id DIREKTORAT PJLKKHL-DITJEN PHKA KEMENTERIAN KEHUTANAN R.I.

http://www.jasling.dephut.go.id DIREKTORAT PJLKKHL-DITJEN PHKA KEMENTERIAN KEHUTANAN R.I. 3/21/14 http://www.jasling.dephut.go.id DIREKTORAT PJLKKHL-DITJEN PHKA KEMENTERIAN KEHUTANAN R.I. OUTLINE : 1. PERMENHUT NOMOR : P.64/MENHUT-II/2013 TENTANG PEMANFAATAN AIR DAN ENERGI AIR DI SUAKA MARGASATWA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Dr. Ir. H. NAHARDI, MM. Kepala Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah

Dr. Ir. H. NAHARDI, MM. Kepala Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah Dr. Ir. H. NAHARDI, MM. Kepala Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah 1 Pengelolaan Taman Hutan Raya (TAHURA) Pengertian TAHURA Taman Hutan Raya adalah Kawasan Pelestarian Alam (KPA) Untuk tujuan

Lebih terperinci

TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM MENTERI KEHUTANAN,

TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 02/Menhut-II/2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa Keputusan Menteri Kehutanan

Lebih terperinci

Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar?

Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar? Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? Ekologi Hidupan Liar http://staff.unila.ac.id/janter/ 1 2 Hidupan liar? Mencakup satwa dan tumbuhan Pengelolaan hidupan liar PENGERTIAN perlindungan populasi satwa untuk

Lebih terperinci

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM PERATURAN DIREKTUR JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM NOMOR : P. 11/KSDAE/SET/KSA.0/9/2016

Lebih terperinci

Pedoman Teknis Penyiapan Kelembagaan Kawasan Konservasi Perairan di Daerah. Satker Direktorat Konservasi dan Taman Nasional laut 2008

Pedoman Teknis Penyiapan Kelembagaan Kawasan Konservasi Perairan di Daerah. Satker Direktorat Konservasi dan Taman Nasional laut 2008 1 Pedoman Teknis Penyiapan Kelembagaan Kawasan Konservasi Perairan di Daerah Satker Direktorat Konservasi dan Taman Nasional laut 2008 2 3 Pedoman Teknis Penyiapan Kelembagaan Kawasan Konservasi Perairan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN PADA ACARA FINALISASI DAN REALISASI MASTERPLAN PUSAT KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI (PPKH) Pongkor, Selasa, 23 April 2013

SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN PADA ACARA FINALISASI DAN REALISASI MASTERPLAN PUSAT KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI (PPKH) Pongkor, Selasa, 23 April 2013 SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN PADA ACARA FINALISASI DAN REALISASI MASTERPLAN PUSAT KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI (PPKH) Pongkor, Selasa, 23 April 2013 Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kawasan Pelestarian Alam (KPA). KSA adalah kawasan dengan ciri khas

I. PENDAHULUAN. Kawasan Pelestarian Alam (KPA). KSA adalah kawasan dengan ciri khas I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya menyatakan bahwa kawasan konservasi di Indonesia dibedakan menjadi dua yaitu

Lebih terperinci

Kebijakan Bioenergi, Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Kebijakan Bioenergi, Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kebijakan Bioenergi, Lingkungan Hidup dan Kehutanan Oleh : Arief Yuwono Staf Ahli Menteri Bidang Energi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Latar Belakang (1) Pasal 33 UUD 45 menyatakan bahwa bumi,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan terletak di garis khatulistiwa dengan luas daratan 1.910.931,32 km 2 dan memiliki 17.504 pulau (Badan Pusat Statistik 2012). Hal

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.35/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2016 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN PADA KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA

VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA 7.1 Kerangka Umum Analytical Network Process (ANP) Prioritas strategi pengembangan TN Karimunjawa ditetapkan berdasarkan pilihan atas variabel-variabel

Lebih terperinci

2. Seksi Pengembangan Sumberdaya Manusia; 3. Seksi Penerapan Teknologi g. Unit Pelaksana Teknis Dinas; h. Jabatan Fungsional.

2. Seksi Pengembangan Sumberdaya Manusia; 3. Seksi Penerapan Teknologi g. Unit Pelaksana Teknis Dinas; h. Jabatan Fungsional. BAB XVII DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Bagian Kesatu Susunan Organisasi Pasal 334 Susunan organisasi Dinas Kehutanan dan Perkebunan terdiri dari: a. Kepala Dinas; b. Sekretaris, membawahkan: 1. Sub Bagian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan adanya kecenderungan menipis (data FAO, 2000) terutama produksi perikanan tangkap dunia diperkirakan hanya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini 57 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Hutan Indonesia Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini mencapai angka 120,35 juta ha atau sekitar 61 % dari luas wilayah daratan Indonesia.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA PEDOMAN TEKNIS PEMBINAAN USAHA PERKEBUNAN TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2012 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

2016, No Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19

2016, No Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 No. 164, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Taman Nasional. Zona. Pengelolaan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.76/Menlhk-Setjen/2015

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.76/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.76/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.76/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG KRITERIA ZONA PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL DAN BLOK PENGELOLAAN CAGAR ALAM, SUAKA MARGASATWA, TAMAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 34/Menhut -II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pergeseran tren kepariwisataan di dunia saat ini lebih mengarah pada

I. PENDAHULUAN. Pergeseran tren kepariwisataan di dunia saat ini lebih mengarah pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pergeseran tren kepariwisataan di dunia saat ini lebih mengarah pada individual tourism/small group tourism, dari tren sebelumnya tahun 1980-an yang didominasi oleh mass

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.41 /Menhut-II/2008 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C 25102021.1 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah

BAB I PENDAHULUAN. hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kaedah dasar yang melandasi pembangunan dan perlindungan lingkungan hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah dasar ini selanjutnya

Lebih terperinci

Policy Brief. Skema Pendanaan Perhutanan Sosial FORUM INDONESIA UNTUK TRANSPARANSI ANGGARAN PROVINSI RIAU. Fitra Riau

Policy Brief. Skema Pendanaan Perhutanan Sosial FORUM INDONESIA UNTUK TRANSPARANSI ANGGARAN PROVINSI RIAU. Fitra Riau Skema Pendanaan Perhutanan Sosial FORUM INDONESIA UNTUK TRANSPARANSI ANGGARAN PROVINSI RIAU Fitra Riau 1 Skema Pendanaan Perhutanan Sosial SKEMA PENDANAAN PERHUTANAN SOSIAL LANDASAN KEBIJAKAN (HUKUM) Banyak

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 92 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 92 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 92 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN PURWOREJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah

Lebih terperinci

(2) Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Balai Pengelolaan Taman Hutan Raya Banten mempunyai fungsi sebagai berik

(2) Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Balai Pengelolaan Taman Hutan Raya Banten mempunyai fungsi sebagai berik BAB XXXVIII BALAI PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BANTEN PADA DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN PROVINSI BANTEN Pasal 173 Susunan Organisasi Balai Pengelolaan Taman Hutan Raya Banten terdiri dari : a. Kepala

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Pelestarian. Suaka. Kawasan. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 330). PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

1 S A L I N A N. No. 150, 2016 GUBERNUR KALIMANTAN BARAT BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 150 TAHUN 2016 NOMOR 150 TAHUN 2016 TENTANG

1 S A L I N A N. No. 150, 2016 GUBERNUR KALIMANTAN BARAT BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 150 TAHUN 2016 NOMOR 150 TAHUN 2016 TENTANG 1 S A L I N A N GUBERNUR KALIMANTAN BARAT BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 150 TAHUN 2016 NOMOR 150 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang No. 05 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya (KSDHE), Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II Bab II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah, setiap satuan kerja perangkat Daerah, SKPD harus menyusun Rencana

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1938, 2017 KEMEN-LHK. Penugasan bidang LHK kepada 33 Gubernur. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.66/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017

Lebih terperinci

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera

Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera 1 2 3 Pendahuluan (Sistem Perencanaan Tata Ruang - Kebijakan Nasional Penyelamatan Ekosistem Pulau Sumatera) Penyelamatan Ekosistem Sumatera dengan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Puskesmas Sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Ditulis oleh Administrator Selasa, 24 May 2011 08:55 -

Puskesmas Sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Ditulis oleh Administrator Selasa, 24 May 2011 08:55 - Badan Layanan Umum Daerah atau disingkat BLUD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau Unit Kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan pemerintah daerah di Indonesia yang dibentuk untuk

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI Oleh Pengampu : Ja Posman Napitu : Prof. Dr.Djoko Marsono,M.Sc Program Studi : Konservasi Sumberdaya Alam Dan Lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Jogjakarta,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT. Nomor 4 Tahun 2007 Seri E Nomor 4 Tahun 2007 NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT. Nomor 4 Tahun 2007 Seri E Nomor 4 Tahun 2007 NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT Nomor 4 Tahun 2007 Seri E Nomor 4 Tahun 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT ACEH (RENJA-SKPA) BAPEDAL ACEH TAHUN 2015

RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT ACEH (RENJA-SKPA) BAPEDAL ACEH TAHUN 2015 RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT ACEH (RENJA-SKPA) BAPEDAL ACEH TAHUN 2015 BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN (BAPEDAL ) Nomor : / /2014 Banda Aceh, Maret 2014 M Lampiran : 1 (satu) eks Jumadil Awal

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN WULANING DIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT

6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT 6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT 6.1 Pengelolaan Kawasan Taman Nasional Manapeu Tanahdaru Wilayah karst dapat menyediakan air sepanjang tahun. Hal ini disebabkan daerah karst memiliki

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 119/PMK.05/2007 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 119/PMK.05/2007 TENTANG Page 1 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 119/PMK.05/2007 TENTANG PERSYARATAN ADMINISTRATIF DALAM RANGKA PENGUSULAN DAN PENETAPAN SATUAN KERJA INSTANSI PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1999 tentang Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah serta Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hampir separuh wilayah daratnya berupa hutan. Untuk itu pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Hampir separuh wilayah daratnya berupa hutan. Untuk itu pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia adalah sebuah negara yang kaya akan hutan. Hampir separuh wilayah daratnya berupa hutan. Untuk itu pemerintah berupaya memaksimalkan fungsi

Lebih terperinci

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010 KRITERIA KAWASAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010 PENETAPAN FUNGSI KAWASAN Tiga kriteria konservasi bagi perlindungan jenis dan komunitas: Kekhasan Perlindungan, Pengawetan & Pemanfaatan Keterancaman

Lebih terperinci

SISTEMATIKA PENYAJIAN :

SISTEMATIKA PENYAJIAN : KEPALA BIRO PERENCANAAN PERAN LITBANG DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN SEKTOR KEHUTANAN JAKARTA, 11 JULI 2012 SISTEMATIKA PENYAJIAN : 1. BAGAIMANA ARAHAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN? 2. APA YANG SUDAH DICAPAI? 3.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PENATAAN KORIDOR RIMBA

PENATAAN KORIDOR RIMBA PENATAAN KORIDOR RIMBA Disampaikan Oleh: Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Dalam acara Peluncuran Sustainable Rural and Regional Development-Forum Indonesia DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN

Lebih terperinci

2 Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 (Lem

2 Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 (Lem BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.754, 2014 KEMENHUT. Tarif. Kegiatan Tertentu. Tata Cara. Persyaratan. Pembangunan PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.38/Menhut-II/2014 TENTANG TATA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, Menimbang : a. bahwa Taman

Lebih terperinci

RENCANA KERJA BAGIAN ADM. PEMERINTAHAN SETDAKAB. JOMBANG. Tahun 2015 B A G I A N A D M I N I S T R A S I P E M E R I N T A H A N

RENCANA KERJA BAGIAN ADM. PEMERINTAHAN SETDAKAB. JOMBANG. Tahun 2015 B A G I A N A D M I N I S T R A S I P E M E R I N T A H A N RENCANA KERJA BAGIAN ADM. PEMERINTAHAN SETDAKAB. JOMBANG Tahun 2015 B A G I A N A D M I N I S T R A S I P E M E R I N T A H A N 2 0 1 5 Puji dan syukur kami panjatkan ke Khadirat Allah SWT, atas Rahmat

Lebih terperinci

KONSEP PEMBENTUKAN POLA PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH (PPK-BLUD)

KONSEP PEMBENTUKAN POLA PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH (PPK-BLUD) KONSEP PEMBENTUKAN POLA PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH (PPK-BLUD) Oleh: Ahmad Mu am 1. PENDAHULUAN Sesuai dengan Peraturan perundang-undangan definisi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) adalah

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA U M U M Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa kekayaan berupa

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur

Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur 1. Visi dan Misi Provinsi Jawa Timur Visi Provinsi Jawa Timur : Terwujudnya Jawa Timur Makmur dan Berakhlak dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia Misi Provinsi

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN

RENCANA STRATEGIS BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN RENCANA STRATEGIS BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2016-2021 Kata Pengantar Alhamdulillah, puji syukur kehadirat ALLAH SWT, atas limpahan rahmat, berkat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan

Lebih terperinci