EFEK CEKAMAN KEKERINGAN DAN PENAMBAHAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA (FMA) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI LEGUMINOSA SKRIPSI MUHAMMAD ILHAM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EFEK CEKAMAN KEKERINGAN DAN PENAMBAHAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA (FMA) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI LEGUMINOSA SKRIPSI MUHAMMAD ILHAM"

Transkripsi

1 EFEK CEKAMAN KEKERINGAN DAN PENAMBAHAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA (FMA) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI LEGUMINOSA SKRIPSI MUHAMMAD ILHAM DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 RINGKASAN MUHAMMAD ILHAM. D Efek Cekaman Kekeringan dan Penambahan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) terhadap Pertumbuhan dan Produksi Leguminosa. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Panca Dewi M.H.K., M.Si Pembimbing Anggota : Nur Rochmah Kumalasari, S.Pt, M.Si Salah satu hijauan yang berkualitas tinggi adalah leguminosa, karena memiliki kandungan protein yang tinggi (15%-25%). Budidaya leguminosa dipengaruhi oleh iklim dimana musim kemarau sering kali menjadi suatu kendala karena ketersediaan air menurun. Salah satu alternatif yang dapat diterapkan dan dikembangkan untuk beberapa jenis tanaman budidaya dalam mengatasi cekaman air tersebut adalah dengan pemanfaatan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) pada tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) terhadap pertumbuhan dan produksi leguminosa Desmodium sp, Indigofera sp, Stylosanthes scabra dan Leucaena leucocephala pada kondisi cekaman kekeringan sehingga dapat diketahui jenis leguminosa yang adaptif. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah empat jenis tanaman legum yaitu, Desmodium sp, Indigofera sp, Stylosanthes scabra dan Leucaena leucocephala. Perlakuan yang digunakan pada penelitian ini antara lain: M0W0 = Tanpa mikoriza dan disiram tiap hari; M0W1 = Tanpa mikoriza dan tidak disiram; M1W0 = Dengan mikoriza dan disiram tiap hari; M1W1 = Dengan mikoriza dan tidak disiram. Desain percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan 4 ulangan. Setiap jenis legum merupakan penelitian yang terpisah. Peubah yang diamati pada penelitian ini antara lain kadar air tanah, tinggi vertikal tanaman, berat kering daun, berat kering batang, berat kering akar, infeksi akar dan indeks sensitivitas kekeringan. Lama pengamatan pada masing-masing legum yaitu Desmodium sp 16 hari, Indigofera sp 20 hari, Stylosanthes scabra 24 hari dan Leucaena leucocephala 28 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman legum yang diberikan perlakuan mikoriza pada kondisi cekaman kekeringan ternyata belum mampu meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas dari tanaman legum yang diteliti, namun pemberian mikoriza pada kondisi disiram setiap hari dapat meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas dari tanaman legum yang diteliti. Legum yang diberi perlakuan cekaman kekeringan memberikan pengaruh pada pertumbuhan dan produksi yang lebih rendah bila dibandingkan dengan legum yang diberikan perlakuan penyiraman setiap hari. Urutan jenis legum yang mempunyai pertumbuhan dan produktivitas yang baik dalam kondisi cekaman kekeringan, baik yang diberikan mikoriza maupun tanpa pemberian mikoriza dihasilkan oleh legum L. Leucocephala, Indigofera sp, S. Scabra dan Desmodium sp. Dari keempat legum yang diteliti, legum L. Leucocephala merupakan legum yang paling adaptif dan memiliki pertumbuhan dan produksi yang lebih baik bila dibandingkan dengan ketiga legum lain yang diteliti. Kata kunci : legum, Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA), cekaman kekeringan i

3 ABSTRACT Effect of Drought Stress and Addition of Arbuscula Mycorrhizal Fungi (AMF) on Growth and Production of Legume M. Ilham, Panca Dewi M. H. K. and Nur R. Kumalasari One of high-quality forage is legume due to its have high protein content (15%-25%). Legume cultivation affected by climatic factors especially the dry season since decreases soil water content. One of alternative that can be applied and developed for several types of plants cultivated in overcoming drought stress is to use Arbuskula Mycorrhizal Fungi (AMF) in plants. The aim of this study was to observed the effect of Arbuscula Mycorrhizal Fungi (AMF) to growth and production of legumes in drought stress condition. There were four species of legume for this research: Desmodium sp, Indigofera sp, Stylosanthes scabra and Leucaena leucocephala. The research was used Randomized design with 4 treatments and 4 replicates. Four treatments in this research were as follows: M0W0 = without mycorrhiza and daily watering; M0W1 = without mycorrhiza and without watering; M1W0 = with mycorrhiza and daily watering; M1W1 = with mycorrhiza and without watering. Each type of legume was a separate study. The observed variable were water content of soil, height of plant, dry weight of leaf, dry weight of stem, dry weight of root, root infection in each legume species and sensitivity index. The result showed that mycorrhiza and drought stress were not yet able to increase water content of soil, height of plant, dry weight of leaf, dry weight of stem, dry weight of root and root infection. L. Leucocephala is a legume of the most adaptive. Leucaena Leucocephala have growth and better production than Indigofera sp, S. Scabra and Desmodium sp. Keywords : legume, Arbuskula Mycorrhizal Fungi (AMF), drought stress ii

4 EFEK CEKAMAN KEKERINGAN DAN PENAMBAHAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA (FMA) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI LEGUMINOSA MUHAMMAD ILHAM D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 iii

5 Judul Nama NIM : Efek Cekaman Kekeringan dan Penambahan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) terhadap Pertumbuhan dan Produksi Leguminosa : Muhammad Ilham : D Menyetujui, Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota, (Dr. Ir. Panca Dewi M. H. K., MSi) (Nur Rochmah Kumalasari, SPt. MSi) NIP NIP Mengetahui: Ketua Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Institut Pertanian Bogor (Dr. Ir. Idat Galih Permana, MSc. Agr) NIP: Tanggal Ujian : 22 Juli 2011 Tanggal Lulus : iv

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 21 Januari 1989 di Jambi sebagai anak kedua dari tujuh bersaudara dari pasangan H. Kms. Erman Syawiran dan Hj. Atmi Khairati. Tahun 1995, Penulis mengawali pendidikan dasarnya di Sekolah Dasar Negeri 66 Kota Jambi dan diselesaikan pada tahun Pendidikan lanjutan tingkat pertama dimulai tahun 2001 dan diselesaikan pada tahun 2004 di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 17 Kota Jambi. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Swasta Titian Teras Jambi pada tahun 2004 dan diselesaikan pada tahun Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Fakultas Peternakan dan pada tingkat dua masuk di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Selama menjalani pendidikan perguruan tinggi, Penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan, diantaranya pada tahun 2008/2009 dan 2009/2010 Penulis menjadi Ketua Komisi 3 Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Peternakan IPB (DPM-D IPB), kemudian Penulis juga menjadi Wakil Ketua Himpunan Mahasiswa Jambi (Himaja) wilayah Bogor tahun Tahun 2009/2010 penulis aktif di Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (MPM KM IPB) Badan Pekerja (BP) II MWA. Penulis pernah mengikuti kegiatan magang selama 2 minggu di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB pada tahun 2009, kemudian di Peternakan Tapos, Bogor, Jawa Barat selama 3 minggu pada tahun Penulis bersama teman satu tim pernah mendapatkan dana hibah dari DIKTI untuk PKM Kewirausahaan yang berjudul Permen Karamel Susu Kambing dengan Isi Ekstrak Temu Lawak Chandy curcum-milk untuk Penambah Nafsu Makan Anak dan Merupakan Komersialisasi Produk Peternakan (Upaya Peningkatan Jiwa Kewirausahaan Mahasiswa) pada tahun Penulis pernah menjadi juara 3 Sepak Bola OMI IPB tahun 2009 dan Penulis juga pernah menjadi juara 2 Futsal Fapet Cup Dirjen Peternakan se-indonesia tahun 2009 dan juara 3 Futsal Fapet Cup Dirjen Peternakan se-indonesia tahun v

7 KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah SWT, karena atas Rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam selalu terlimpah curahkan kepada junjungan dan suri tauladan kita Rasulullah SAW, kepada keluarga, sahabat dan kita selaku umatnya. Penyusunan skripsi yang berjudul Efek Cekaman Kekeringan dan Penambahan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) terhadap Pertmbuhan dan Produksi Leguminosa ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana dari Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Salah satu hijauan yang berkualitas tinggi adalah leguminosa, karena memiliki kandungan protein yang tinggi (15%-25%). Budidaya leguminosa dipengaruhi oleh iklim dimana musim kemarau sering kali menjadi suatu kendala karena ketersediaan air menurun. Salah satu alternatif yang dapat diterapkan dan dikembangkan untuk beberapa jenis tanaman budidaya dalam mengatasi cekaman air tersebut adalah dengan pemanfaatan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) pada tanaman. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun semua pihak yang membutuhkan. Aamiin. Bogor, Juli 2011 Penulis vi

8 DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT... LEMBAR PERNYATAAN... LEMBAR PENGESAHAN... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Peranan Air pada Tanaman... 3 Pengaruh Stres Kekeringan Pada Tanaman Fungi Mikoriza Arbuskula Hubungan Mikoriza dengan Tanaman Desmodium sp Indigofera sp Stylosanthes scabra Leucaena leucocephala MATERI DAN METODE 13 Tempat dan Waktu Materi Prosedur Pemilihan jenis leguminosa Persiapan Media Tanam Penanaman Perlakuan Kekeringan Pemeliharaan Panen Pengamatan Peubah yang Diamati Kadar Air Tanah Pertambahan Tinggi Vertikal Tanaman Berat Kering Daun i ii iii iv v vi vii ix x xi vii

9 Berat Kering Batang Berat Kering Akar Infeksi Akar Indeks Sensitivitas terhadap Cekaman Kekeringan Metode Rancangan Percobaan Model Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Umum Penelitian Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Air Tanah Pengaruh Perlakuan terhadap Pertambahan Tinggi Vertikal Tanaman 21 Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Kering Daun Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Kering Batang. 25 Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Kering Akar 27 Pengaruh Perlakuan terhadap Persen Infeksi Akar.. 29 Indeks Sensitivitas terhadap Kekeringan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran. 33 UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN viii

10 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Respon Tanaman terhadap Cekaman Kekeringan Menurut Waktu Lama Pengamatan pada Setiap Jenis Legum Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Persen Kadar Air Tanah Pengaruh Perlakuan terhadap Pertambahan Tinggi Vertikal Tanaman Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Berat Kering Daun, Batang dan Akar (gram/pot) Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Persen Infeksi Akar Indeks Sensitivitas terhadap Cekaman Kekeringan 32 ix

11 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. (a) Arbuskula (b) Vesikula (c) Hifa Eksternal (d) Spora Bentuk Legum Desmodium sp 8 3. Bentuk Legum Indigofera sp Bentuk Legum S. scabra Bentuk Legum L. leucocephala.. 12 x

12 Nomor DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Data Suhu Pengamatan Legum Desmodium sp, Indigofera Sp dan Leucaena Leucocephala ( C) Data Suhu Pengamatan Legum Stylosanthes scabra ( C) Hasil Sidik Ragam pada Legum Desmodium sp untuk Peubah Kadar Air Tanah Hasil Sidik Ragam pada Legum Desmodium sp untuk Peubah Pertambahan Tinggi Vertikal Tanaman Hasil Sidik Ragam pada Legum Desmodium sp untuk Peubah Berat Kering Daun Hasil Sidik Ragam pada Legum Desmodium sp untuk Peubah Berat Kering Batang Hasil Sidik Ragam pada Legum Desmodium sp untuk Peubah Berat Kering Akar Hasil Sidik Ragam pada Legum Desmodium sp untuk Peubah Infeksi Akar Hasil Sidik Ragam pada Legum Indigofera sp untuk Peubah Kadar Air Tanah Hasil Sidik Ragam pada Legum Indigofera sp untuk Peubah Pertambahan Tinggi Vertikal Tanaman Hasil Sidik Ragam pada Legum Indigofera sp untuk Peubah Berat Kering Daun Hasil Sidik Ragam pada Legum Indigofera sp untuk Peubah Berat Kering Batang Hasil Sidik Ragam pada Legum Indigofera sp untuk Peubah Berat Kering Akar Hasil Sidik Ragam pada Legum Indigofera sp untuk Peubah Infeksi Akar Hasil Sidik Ragam pada Legum S. scabra untuk Peubah Kadar Air Tanah Hasil Sidik Ragam pada Legum S. scabra untuk Peubah Pertambahan Tinggi Vertikal Tanaman Hasil Sidik Ragam pada Legum S. scabra untuk Peubah Berat Kering Daun Hasil Sidik Ragam pada Legum S. scabra untuk Peubah Berat Kering Batang xi

13 19. Hasil Sidik Ragam pada Legum S. scabra untuk Peubah Berat Kering Akar Hasil Sidik Ragam pada Legum S. scabra untuk Peubah Berat Infeksi Akar Hasil Sidik Ragam pada Legum L. leucocephala untuk Peubah Kadar Air Tanah Hasil Sidik Ragam pada Legum L. leucocephala untuk Peubah Pertambahan Tinggi Vertikal Tanaman Hasil Sidik Ragam pada Legum L. leucocephala untuk Peubah Berat Kering Daun Hasil Sidik Ragam pada Legum L. leucocephala untuk Peubah Berat Kering Batang Hasil Sidik Ragam pada Legum L. leucocephala untuk Peubah Berat Kering Akar Hasil Sidik Ragam pada Legum L. leucocephala untuk Peubah Infeksi Akar Perhitungan Indeks Sensitivitas terhadap Cekaman Kekeringan pada Legum Desmodium sp (Dd), Indigofera sp (Id), S. scabra (Sc) dan L. leucocephala (Ll) untuk Peubah Kadar Air Tanah Perhitungan Indeks Sensitivitas terhadap Cekaman Kekeringan pada Legum Desmodium sp (Dd), Indigofera sp (Id), S. scabra (Sc) dan L. leucocephala (Ll) untuk Peubah Pertambahan Tinggi Vertikal Tanaman Perhitungan Indeks Sensitivitas terhadap Cekaman Kekeringan pada Legum Desmodium sp (Dd), Indigofera sp (Id), S. scabra (Sc) dan L. leucocephala (Ll) untuk Peubah Berat Kering Daun Perhitungan Indeks Sensitivitas terhadap Cekaman Kekeringan pada Legum Desmodium sp (Dd), Indigofera sp (Id), S. scabra (Sc) dan L. leucocephala (Ll) untuk Peubah Berat Kering Batang Perhitungan Indeks Sensitivitas terhadap Cekaman Kekeringan pada Legum Desmodium sp (Dd), Indigofera sp (Id), S. scabra (Sc) dan L. leucocephala (Ll) untuk Peubah Berat Kering Akar Perhitungan Indeks Sensitivitas terhadap Cekaman Kekeringan pada Legum Desmodium sp (Dd), Indigofera sp (Id), S. scabra (Sc) dan L. leucocephala (Ll) untuk Peubah Infeksi Akar xii

14 PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha untuk meningkatkan produktivitas ternak ruminansia menghadapi kendala utama dalam hal penyediaan pakan hijauan. Penurunan produksi ternak tidak dapat dihindari ketika keadaan hijauan terbatas terutama pada musim kering, karena hijauan merupakan porsi terbesar dalam ransum pakan ruminansia. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk dapat menyediakan pakan hijauan yang berkualitas tinggi dan berkesinambungan sepanjang waktu. Salah satu hijauan yang berkualitas tinggi adalah leguminosa. Leguminosa adalah jenis tumbuhan yang termasuk keluarga kacang-kacangan atau polong-polongan. Hijauan leguminosa adalah hijauan yang mempunyai nilai gizi lebih tinggi dibandingkan dengan rumput. Hijauan leguminosa memiliki kandungan protein kasar yang cukup tinggi (15%-25%) dan sebagai sumber vitamin serta mengandung mineral yang lebih banyak dibandingkan rumput (Reksohadiprodjo, 1985). Komponen iklim yang mempengaruhi leguminosa antara lain musim, terutama panjangnya musim kemarau atau musim kering, karena ketersediaan air pada tanaman menurun dan dapat menyebabkan cekaman kekeringan pada tanaman. Faktor kekeringan pada tanaman merupakan salah satu masalah utama bagi pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman. Kekeringan dapat memberikan dampak permanen apabila tidak diatasi dengan segera. Kekurangan air secara internal pada tanaman berakibat langsung pada penurunan pembelahan dan pembesaran sel. Pada tahap pertumbuhan vegetatif, air digunakan oleh tanaman untuk pembelahan dan pembesaran sel yang terwujud dalam pertambahan tinggi tanaman, pembesaran diameter, perbanyakan daun, dan pertumbuhan akar. Keadaan cekaman air menyebabkan penurunan turgor pada sel tanaman dan berakibat pada menurunnya proses fisiologis (Sasli, 2004). Secara fisiologis, tanaman-tanaman yang tumbuh pada kondisi cekaman kekeringan akan mengurangi jumlah stomata sehingga menurunkan laju kehilangan air yang diikuti dengan penutupan stomata dan menurunnya serapan CO 2 bersih pada daun. Hal ini akan menyebabkan menurunnya laju fotosintesis serta fotosintat yang dihasilkannya (Sasli, 2004). 1

15 Antisipasi terhadap musim kering yang berkepanjangan pada lahan-lahan yang bermasalah dengan ketersediaan air, dapat berupa manajemen/pengelolaan air yang baik. Manajemen air ini memerlukan investasi yang cukup besar dan mahal dalam proses penyediaan air tersebut. Oleh karena itu diperlukan suatu teknik budidaya yang tepat guna, efisien dan efektif untuk mengatasi masalah ketersediaan air dan ancaman kekeringan dengan baik tanpa investasi yang besar. Salah satu alternatif yang dapat diterapkan dan dikembangkan untuk beberapa jenis tanaman budidaya dalam mengatasi cekaman air tersebut adalah dengan pemanfaatan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) pada tanaman. FMA memiliki peran dalam meningkatkan serapan unsur hara (terutama P) melalui hifa eksternalnya dan mampu memberikan ketahanan terhadap kekeringan. Ketahanan ini timbul akibat meningkatnya kemampuan tanaman untuk menghindari pengaruh langsung dari kekeringan dengan jalan meningkatkan penyerapan air melalui sistem gabungan akar dan mikoriza (Rungkat, 2009). Menurut Setiadi (1999), hifa cendawan ternyata masih mampu untuk menyerap air dari pori-pori tanah pada saat akar tanaman sudah kesulitan. Penyebaran hifa di dalam tanah juga sangat luas sehingga tanaman dapat mengambil air relatif lebih banyak. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh mikoriza pada tanaman leguminosa saat kondisi ketersediaan air normal dan stres kekeringan. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) terhadap pertumbuhan dan produksi leguminosa Desmodium sp, Indigofera sp, Leucaena leucocephala dan Stylosanthes scabra pada kondisi cekaman kekeringan sehingga dapat diketahui jenis leguminosa yang adaptif. 2

16 TINJAUAN PUSTAKA Peranan Air pada Tanaman Air merupakan sumber kehidupan bagi seluruh makhluk hidup. Air mempunyai peranan sangat penting karena air merupakan bahan pelarut bagi kebanyakan reaksi dalam tubuh makhluk hidup. Air juga digunakan sebagai medium enzimatis. Air sangat penting bagi tumbuhan, karena 30% sampai 90% berat tumbuhan tersusun atas air. Tumbuhan menggunakan air pada proses fotosintesis. Mineral-mineral yang diserap oleh akar harus terlarut juga dalam air (Astuti dan Dewi, 2008). Dalam siklus hidup suatu tanaman, mulai dari perkecambahan sampai tumbuh dan berkembang, tanaman selalu membutuhkan air. Fungsi air bagi tanaman diantaranya sebagai unsur esensial di dalam protoplasma, pelarut garam-garam, gas dan zat lain dalam proses translokasi, pereaksi fotosintesis dan berbagai proses hidrolisis, esensial untuk menjaga turgiditas, pembukaan stomata, serta sebagai penyangga bentuk daun muda yang berlignin sedikit. Kebutuhan air pada tanaman dapat dipenuhi melalui tanah dengan jalan penyerapan oleh akar. Besarnya air yang diserap oleh akar tergantung ketersedian atau kadar air tanah yang ada dan laju transpirasi. Pada kondisi kadar air tanah rendah atau berada di bawah kapasitas lapang, dan dalam kondisi laju evapotranspirasi melebihi laju absorbsi air, maka tanaman akan dihadapkan pada kondisi cekaman air atau kekeringan (Sasli, 2004). Air dapat membatasi pertumbuhan dan produktivitas pertumbuhan hampir disegala tempat, baik karena periode kering tak terduga maupun curah hujan normal yang rendah sehingga diperlukan pengairan yg teratur (Salisbury dan Ross, 1995). Pengaruh ketersediaan air terhadap pertumbuhan tanaman sangat besar. Kekurangan air pada tanaman yang diikuti berkurangnya air pada daerah perakaran berakibat pada aktivitas fisiologis tanaman (Khaerana et al., 2008). Pengaruh Cekaman Kekeringan pada Tanaman Pengaruh ketersediaan air terhadap pertumbuhan tanaman sangat besar. Kekurangan air pada tanaman yang diikuti berkurangnya air pada daerah perakaran berakibat pada aktivitas fisiologis tanaman. Mekanisme yang terjadi pada tanaman yang mengalami cekaman kekeringan adalah dengan mengembangkan mekanisme 3

17 respon terhadap kekeringan. Pengaruh yang paling nyata adalah mengecilnya ukuran daun untuk meminimumkan kehilangan air (Khaerana, 2008). Hong-Bo et al. (2008) juga menyebutkan cekaman air akan menekan pertumbuhan sel, sehingga akan mengurangi pertumbuhan tanaman. Kekurangan air akan mengganggu aktifitas fisiologis maupun morfologis, sehingga mengakibatkan terhentinya pertumbuhan. Defisiensi air yang terus menerus akan menyebabkan perubahan irreversibel (tidak dapat balik) dan pada gilirannya tanaman akan mati (Haryati, 2003). Cekaman kekeringan mempengaruhi semua fase pertumbuhan tanaman, baik pertumbuhan vegetatif maupun pertumbuhan generatif, yang pada akhirnya akan mempengaruhi hasil tanaman. Cekaman kekeringan pada saat pertumbuhan vegetatif akan mempengaruhi ukuran dan intensitas source (daun dan akar). Cekaman kekeringan pada saat pertumbuhan generatif akan mempengaruhi intensitas dan durasi source serta ukuran dari sink (misalnya buah atau bagian lain yang dipanen). Ukuran, intensitas dan durasi source serta ukuran sink akan mempengaruhi asimilasi total, dan akhirnya mempengaruhi hasil tanaman (Haryati, 2003). Pengaruh dari cekaman air terhadap tanaman menurut Muns (2002) dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa tingkatan waktu, yaitu mulai dari menit, jam, hari, minggu dan bulan. Tabel 1. Respon Tanaman terhadap Cekaman Kekeringan Menurut Waktu. Waktu Menit Pengaruh yang terlihat pada saat cekaman air Penyusutan seketika laju pemanjangan daun dan akar yang kemudian diikuti dengan peneyembuhyan sebagian. Jam Hari Laju pemanjangan akar kembali normal tapi lebih rendah dari laju sebelumnya Pertumbuhan daun lebih dipengaruhi daripada pertumbuhan akar. Laju mekarnya daun berkurang Minggu Ukuran akhir daun dan/atau jumlah pucuk lateral berkurang Bulan Mengubah saat pembungaan, menyusutkan produksi biji. Sumber: Munns

18 Cekaman kekeringan dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu kekurangan suplai air di daerah perakaran atau laju kehilangan air (evapotranspirasi) lebih besar dari absorbsi air meskipun kadar air tanahnya cukup (Sasli, 2004). Tanaman-tanaman yang tumbuh pada kondisi cekaman kekeringan akan mengurangi jumlah stomata sehingga menurunkan laju kehilangan air. Penutupan stomata dan serapan CO 2 bersih pada daun berkurang secara pararel (bersamaan) selama kekeringan. Proses asimilasi karbon terganggu sebagai akibat dari rendahnya ketersediaan CO 2 pada kloroplas karena cekaman air yang menyebabkan terjadinya penutupan stomata. Jadi, kekeringan yang hebat akan merubah/membatasi proses asimilasi, translokasi, penyimpanan dan penggunaan karbon fotoasimilat secara terpadu (Sasli, 2004). Fungi Mikoriza Arbuskula Struktur akar umumnya dipelajari dari tanaman yang ditanam di rumah kaca, namun di alam akar muda sebagian besar spesies terlihat sedikit berbeda karena terinfeksi cendawan mikoriza (Salisbury dan Ross, 1995). Mikoriza merupakan salah satu bentuk simbiosis mutualistik antara cendawan (mykes) dan perakaran (rhiza) tumbuhan tingkat tinggi. Adanya bentuk asosiasi antara cendawan mikoriza dan akar, sebenarnya adalah suatu bentuk parasitism dimana cendawan menyerang sistem perakaran tetapi tidak sebagaimana halnya parasit yang berbahaya (patogen). Dalam hal ini cendawan tidak merusak atau membunuh inangnya tetapi memberikan keuntungan kepada tanaman inangnya dengan mensuplai mineral anorganik yang berasal dari tanah untuk tanaman inang dan sebaliknya cendawan dapat memperoleh karbohidrat dan faktor pertumbuhan lainnya dari tanaman inang (Rungkat, 2009). Secara umum mikoriza di daerah tropis tergolong dalam dua tipe berdasarkan struktur dan cara infeksinya terhadap tanaman inangnya yaitu : ektomikoriza dan endomikoriza (Rungkat, 2009). Jamur yang terlibat dalam ektomikoriza termasuk Basidiomisetes yang meliputi Amanitaceae, Bolateceae, Cortinariaceae, Russulaceae, Tricholomataceae, Rizhopogonaceae dan Sclerodemataceae. Suatu perakaran ektomikoriza tidak memiliki rambut akar dan tertutup oleh selapis atau selubung hifa jamur yang hampir tampak mirip dengan jaringan inang. Jaringan ini disebut selubung pseudoparenkimatis (Rao, 1994). Endomikoriza dibagi menjadi tiga kelompok yaitu : (1) Eriacaeous mikoriza, merupakan asosiasi antara akar Ericales dengan jamur dari kelompok Ascomycotina, 5

19 (2) Orchidaceous mikoriza, merupakan asosiasi antara anggrek dengan jamur dari kelompok Basidiomycotina, dan (3) Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) adalah salah satu tipe fungi mikoriza dan termasuk kedalam Glomeromycota dengan ordo Glomales yang mempunyai dua sub-ordo yaitu Gigasporoineae dan Lomineae (INVAM, 2006). Arbuskula adalah struktur yang paling berarti dalam kompleks FMA yang berfungsi sebagai penukaran metabolit antara fungi dan tanaman (Delvian, 2006) sedangkan vesikula berbentuk gloose dan berasal dari menggelembungnya hifa internal dari FMA (Brundrett et al,. 1996). Struktur utama dari Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) adalah arbuskula, vesikula, hifa eksternal dan spora antara lain yaitu (Dewi, 2007) : (1) Arbuskula adalah struktur hifa yang bercabang-cabang seperti pohon-pohon kecil yang mirip haustorium (membentuk pola dikotom), berfungsi sebagai tempat pertukaran nutrisi antara tanaman inang dengan jamur. (2) Vesikel merupakan suatu struktur berbentuk lonjong atau bulat, mengandung cairan lemak, yang berfungsi sebagai organ penyimpanan makanan atau berkembang menjadi klamidospora, yang berfungsi sebagai organ reproduksi dan struktur tahan. (3) Hifa Eksternal merupakan struktur lain dari FMA yang berkembang di luar akar. Hifa ini berfungsi menyerap hara dan air di dalam tanah. (4) Spora, merupakan propagul yang bertahan hidup dibandingkan dengan hifa yang ada di dalam akar tanah. Spora terdapat pada ujung hifa eksternal dan dapat hidup selama berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Perkecambahan spora bergantung pada lingkungan seperti ph, temperature dan kelembaban tanah serta kadar bahan organik. Bentuk struktur arbuskula, vesikula, hifa eksternal dan spora dapat dilihat pada Gambar 1. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. (a) Arbuskula (b) Vesikula (c) Hifa Eksternal (d) Spora Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) yang menginfeksi sistem perakaran tanaman inang akan memproduksi hifa secara intensif sehingga tanaman bermikoriza 6

20 akan mampu meningkatkan kapasitasnya dalam penyerapan unsur hara dan air serta meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan patogen tanah (Brundrett et al., 1996). Beberapa manfaat yang dapat diperoleh tanaman inang dari adanya asosiasi FMA adalah sebagai berikut : (1) meningkatkan unsur hara, (2) meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan, (3) tahan terhadap serangan patogen akar, dan (4) FMA dapat memproduksi hormon dan zat pengatur tumbuh. Hubungan Mikoriza dan Tanaman Simbiosis antara mikoriza dan tanaman inangnya (jamur, tanah, dan akar tanaman) merupakan simbiosis mutualisme (saling menguntungkan) (Brundrett, 2000). Simbiosis ini meliputi penyediaan fotosintat oleh inang untuk jamur dan sebaliknya tanaman inang memperoleh nutrien yang diambil oleh tanah dari jamur. Pada asosiasi ini infeksi pada akar tidak menyebabkan penyakit. Mikoriza dikenal efektif dalam meningkatkan penyerapan hara, terutama akumulasi fosfor dan dan biomassa dari banyak tanaman di dalam tanah dengan kandungan fosfor yang rendah (Rungkat, 2009). Turk et al. (2006) mengatakan bahwa peran utama dari FMA adalah untuk menyediakan fosfor bagi akar tanaman yang terkena infeksi, karena fosfor adalah salah satu unsur yang sangat tidak mobil di dalam tanah, meskipun jika fosfor ditambahkan di tanah dalam bentuk segera larut, fosfor tersebut akan menjadi tidak mobil seperti fosfor organic dan kalsium fosfat. Rungkat (2009) menjelaskan bahwa tanaman yang bermikoriza biasanya tumbuh lebih baik dari pada tanaman yang tidak bermikoriza. Mikoriza memiliki peranan bagi pertumbuhan dan produksi tanaman, peranan mikoriza bagi tanaman sebagai berikut : a) mikoriza meningkatkan penyerapan unsur hara, b) mikoriza melindungi tanaman inang dari pengaruh yang merusak yang disebabkan oleh stres kekeringan, c) mikoriza dapat beradaptasi dengan cepat pada tanah yang terkontaminasi, d) mikoriza dapat melindungi tanaman dari patogen akar e) mikoriza dapat memperbaiki produktivitas tanah dan tanah memantapkan struktur tanah. Desmodium sp Desmodium sp merupakan tanaman perdu pendek bertahunan dengan batang yang menanjak atau melata. Desmodium sp adalah tanaman dari famili Fabaceae, 7

21 tanaman semak tegak berumur pendek dengan tinggi 1-3 m (Sutrasno et al., 2009). Bentuk legum Desmodium sp dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Bentuk Legum Desmodium sp Daun Desmodium sp memiliki ciri berhelai tiga (trifoliate) bundar atau bulat telur dengan ujung helai daun sedikit tajam. Daunnya memiliki beragam tekstur, bentuk, ukuran, kebanyakan mengertas, berbentuk bundar telur, tetapi yang di ujung berbentuk menjorong, ujung daun bertakik atau lebih atau kurang meruncing, ditutupi dengan rambut melekap pada permukannya dan permukaan bawah lebih banyak ditutupi dengan rambut keperakan melekat. Daun samping memiliki ukuran yang sama. Helai daun biasanya agak tebal, panjang 5-7 cm, ditutupi oleh bulu yang halus. Perbungaan tandan di ketiak atau di ujung, bunga berwarna merah muda, lembayung muda, ungu, violet atau putih, pada umumnya berpasangan. Buah polong dengan 6-8 biji. Biji kecil dan keras, berwarna hijau yang berubah coklat kekuningan sampai coklat seiring kemasakan. Polong merekah ketika cukup masak. Jumlah biji mencapai sekitar biji/kg (Sutrasno et al., 2009). Di daerah alaminya, Desmodium sp tumbuh pada daerah-daerah beriklim sublembab yang memiliki curah hujan tahunan sebesar mm, dengan lima bulan masa kering. Rata-rata suhu minimum tahunannya berkisar pada C, dan rata-rata suhu maksimumnya di bawah 42 C. Berdasarkan ketinggian, tumbuhan ini tersebar dari batas permukaan air laut hingga 1500 m. Desmodium sp tumbuh secara alami pada tahap awal atau pertengahan suksesi dari tipe-tipe vegetasi yang mengalami gangguan, seperti daerah bukit berpasir di pantai, tepi-tepi sungai, dan dataran tergenang. Tumbuhan ini juga dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah, baik yang bersifat basa maupun asam, namun lebih toleran pada tanah asam dan tidak subur (Sutrasno et al., 2009). 8

22 Indigofera sp Indigofera sp adalah genus besar dari sekitar 700 jenis tanaman berbunga milik keluarga Fabaceae (Schrire, 2005). Terdapat di seluruh daerah tropis dan subtropis di dunia, dengan beberapa jenis mencapai zona di kawasan timur Asia. Indigofera sp memberikan peluang yang menjanjikan dalam hal pemenuhan kebutuhan ternak ruminansia terhadap penyediaan hijauan pakan. Menurut Hassen et al., (2008) produksi tanaman Indigofera sp adalah sebesar kg/ha. Indigofera sp memiliki kandungan protein yang tinggi, toleran terhadap musim kering, genangan air, dan tahan terhadap salinitas. Bentuk legum Indigofera sp dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Bentuk Legum Indigofera sp Legum Indigofera sp merupakan salah satu leguminosa yang memiliki kandungan protein cukup tinggi, yaitu sebesar 24,3%. Indigofera sp memiliki sifat yang toleran terhadap kekeringan dan salinitas (Skerman, 1982). Saat akar terdalamnya dapat tumbuh kemampuannya untuk merespon curah hujan yang kurang dan ketahanan terhadap herbivora merupakan potensi yang baik sebagai cover crop (tanaman penutup tanah) untuk daerah semi- kering dan daerah kering (Hassen et al. 2004, 2006). Interval defoliasi tanaman ini yaitu 60 hari dengan intensitas defoliasi 100 cm dari permukaan tanah pada batang utama dan 10 cm dari pangkal percabangan pada cabang tanaman (Suharlina, 2010). Produksi bahan kering (BK) total Indigofera sp. adalah 21 ton/ha/tahun dan produksi bahan kering daun total 5 ton/ha/tahun (Hassen et al. 2008). Indigofera sp adalah jenis Indigofera yang relatif baru dikembangkan di Indonesia. Tanaman ini dapat digunakan sebagai hijauan pakan terutama untuk pakan kambing perah yang memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan. Indigofera sp jenis leguminosa pohon ini cocok dikembangkan di Indonesia karena toleran 9

23 terhadap musim kering, genangan air, dan tahan terhadap salinitas (Hassen et al, 2008). Stylosanthes scabra Stylosanthes scabra (S. scabra ) merupakan tanaman semak tahunan dengan tinggi dapat mencapai 2 meter, dengan akar tunggang yang kuat dan dalam (sampai 4 m). Batang muda bervariasi dari warna hijau sampai merah, tergantung dari tipe, biasanya dengan bulu-bulu yang padat dan kasar, menjadi lebih berkayu seiring umur tanaman. Helai daun berbulu pada kedua permukaan, berwarna hijau pucat sampai hijau tua dan hijau kebiruan, panjang mm dan lebar 4-12 mm. Bunga berwarna kuning pucat sampai kuning tua. Buah polong dengan 2 segmen, kedua segmen biasanya subur, segmen bagian atas panjang 4-5 mm dan segmen bagian bawah panjang 2 mm, coklat pucat sampai coklat muda, biji dalam buah polong/kg dan biji bersih/kg (CSIRO, 2005). Bentuk legum S. scabra dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Bentuk Legum S. scabra Stylosanthes scabra biasanya digunakan sebagai padang gembala tahunan, ditanam bersama dengan rumput unggul dan rumput alam. Digunakan sebagai tanaman potong angkut pada beberapa negara. Tanaman muda cocok untuk diawetkan (CSIRO, 2005). Stylosanthes scabra dapat tumbuh dengan baik pada tanah pasir tidak subur, asam dan mudah menyusut atau keras; demikian pula tumbuh dengan baik pada tanah dengan tekstur lebih berat, sedikit asam, dan tidak cocok sama sekali pada semua jenis tanah liat berat (CSIRO, 2005). Stylosanthes scabra merupakan spesies yang sangat tahan terhadap kekeringan dan tumbuh pada daerah dengan curah hujan rendah sampai 350 mm/tahun. Dalam penanamannya, tanaman ini terutama digunakan pada daerah 10

24 dengan curah hujan tahunan sekitar 600 dan 2000 mm/tahun. Musim kering yang panjang dapat menjadi faktor pembatas pada daerah dengan curah hujan rendah dan tanah yang lebih dangkal, dimana tanaman semusim atau tanaman tahunan dengan kemampuan berperilaku sebagai tanaman semusim (misalnya S. hamata ), biasanya lebih berhasil. Pertumbuhan bibit biasanya terlalu lambat pada S. scabra karena tanaman ini berperilaku sebagai tanaman semusim. Beberapa tipe tidak tahan terhadap penggenangan air (CSIRO, 2005). Nilai nutrisi S. scabra akan menurun seiring bertambahnya umur tanaman, PK daun dari 20% menjadi 10%, P dari 0,3% menjadi 0,1% dan kecernaan bahan kering in vitro dari 70% menjadi 50%. Proporsi batang meningkat bersamaan dengan bertambahnya umur, dari sekitar 20% pada pertumbuhan awal menjadi 75% pada akhir musim (dan lebih tinggi pada padang gembala yang digembalakan) (CSIRO, 2005). Produksi bahan kering S. scabra pada tanah yang tidak subur dengan curah hujan rendah mungkin kurang dari 1 ton/ha, tetapi bisa sampai 10 ton/ha dibawah kondisi yang lebih ideal. Pada padang gembala rumput/legum tanaman ini dapat menyumbang BK 2-7 ton/ha (CSIRO, 2005). Leucaena leucocephala Leucaena leucocephala (L. leucocephala) merupakan salah satu spesies dari genus Leucaena, Famili Mimosasea. Leucaena leucocephala adalah tanaman pohon dengan tinggi dapat mencapai 18 meter, bercabang banyak dan kuat, dengan kulit batang abu-abu dan lenticel yang jelas. Daun bersirip dua dengan 4-9 pasangan sirip, bervariasi dalam panjang sampai 35 cm, dengan glandula besar (sampai 5 mm) pada dasar petiole, helai daun pasang/sirip, 8-16 mm x 1-2 mm, akut. Bunga sangat banyak dengan diameter kepala 2-5 cm, stamen (10 per bunga) dan pistil sepanjang 10 mm. Buah polong cm x 1,5-2 cm, pendant, coklat pada saat tua. Jumlah biji per buah polong, berwarna coklat (CSIRO, 2005). Leucaena leucocephala merupakan tanaman legum pohon serba guna, berasal dari Amerika Tengah dan Meksiko. Leucaena leucocephala umumnya ditanam sebagai tanaman pagar dan tanaman pelindung untuk tanaman komersial. Daunnya (L. leucocephala) dipergunakan sebagai pakan ternak dan batangnya dimanfaatkan sebagai kayu bakar (Soeseno, 1992). Daun L. leucocephala telah banyak digunakan 11

25 untuk meningkatkan produksi ternak di daerah tropis (Khamseekhiew et al., 2001). Legum L. leucocephala mengandung protein yang cukup tinggi, sekitar 21%-25% (Khamseekhiew et al., 2001 ; Rajendran et al., 2001). Bentuk legum L. leucocephala dapat pada Gambar 5. Gambar 5. Bentuk Legum L. leucocephala Leucaena leucocephala termasuk legum yang produktif menghasilkan hijauan, tahan pemotongan dan penggembalaan berat, dan sebagai pakan tambahan yang bermutu tinggi (Soeseno, 1992). Sifat pertumbuhan L. leucocephala sangat baik dan batangnya cepat besar. Daunnya kecil-kecil dan bersirip tunggal. Daun yang muda atau setengah tua dapat digunakan sebagai makanan ternak yang dapat diambil secara terus menerus. Leucaena leucocephala dapat digunakan sebagai hijauan potongan maupun sebagai tanaman di padang penggembalaan. Diantara berbagai jenis kacangkacangan di daerah tropis, tanaman L. leucocephala memiliki kandungan gizi yang tinggi untuk produksi ternak. Nilai nutrisi bagian yang dimakan memiliki nilai kecernaan 55-70% (CSIRO, 2005). Diantara berbagai jenis kacang-kacangan daerah tropis, tanaman L. leucocephala mempunyai kemungkinan yang lebih luas dalam pemanfaatannya. Leucaena leucocephala merupakan alternatif yang dapat digunakan untuk menutup kekurangan jumlah ataupun mutu hijauan pada musim panceklik karena Tahan terhadap musim kering yang panjang dan tetap berdaun pada musim kering (CSIRO, 2005). Leucaena leucocephala sangat baik digunakan sebagai pakan ternak, karena L. leucocephala dapat diberikan kepada ternak berupa hijauan segar, kering, tepung, silase dan pellet. Ranting hijaun berdiameter 5-6 mm masih dapat dimakan oleh ternak meskipun kurang palatable dan kandungan gizinya lebih rendah dibandingkan daun atau ranting muda (Soeseno, 1992). 12

26 MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Kaca University Farm, Cikabayan, Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Agrostologi, Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan penelitian dimulai bulan Agustus 2010 sampai dengan April Materi Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah empat jenis tanaman legum yaitu, Desmodium sp, Indigofera sp, S. scabra, L. leucocephala. Tanah yang digunakan adalah tanah latosol dari Laboratorium Agrostologi Fakultas Peternakan IPB, pupuk kandang, Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dan pupuk NPK. Alat-alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah timbangan kapasitas 5 kg, pot kapasitas 5 kg, mikofer, gunting, timbangan digital, alat ukur, mulsa plastik, oven, kantong kertas, mikroskop, coverglass, KOH 2,5%, HCl 2% dan larutan staining. Prosedur Pemilihan jenis leguminosa Empat jenis tanaman leguminosa yang akan ditanam yaitu, Desmodium sp, Indigofera sp, S. scabra dan L. leucocephala. Setiap jenis legum merupakan penelitian yang terpisah. Persiapan Media Tanam Sebagai media tumbuh digunakan jenis tanah latosol dari daerah Darmaga dengan cara mengambil lapisan tanah bagian atas pada kedalaman 0-20 cm. Tanah tersebut dicampur dengan pupuk kandang dengan perbandingan 9:1, tanah sebanyak 4,5 kg dan pupuk kandang sebanyak 0,5 kg. Penanaman Legum ditanam di dalam pot kapasitas 5 kg tanah, setiap pot ditanam 2 individu bibit legum. Sebelum penanaman diberikan perlakuan dengan penambahan FMA sebanyak 20 gram setiap pot tanaman (untuk pot yang mendapat penambahan mikoriza). Tanaman ditumbuhkan terlebih dahulu selama satu bulan sebelum 13

27 mendapatkan perlakuan penyiraman. Setelah tumbuh dengan baik maka dapat dimulai perlakuan yaitu dengan disiram dan tidak disiram. Dosis pemberian pupuk NPK setelah tanaman tumbuh selama satu bulan adalah 3 gram per pot tanaman. Perlakuan Kekeringan Sebelum perlakuan kekeringan dimulai, semua pot mendapatkan perlakuan yang sama yaitu disiram satu kali sehari. Kemudian pot diberi plastik mulsa yang dibentuk bulat dengan diameter ± 35 cm untuk menutupi permukaan pot. Pada perlakuan tidak disiram (W1) plastik mulsa diselotip di sekeliling pot sedangkan pada perlakuan disiram (W0) diberi celah yang tidak diselotip untuk memudahkan proses penyiraman. Perlakuan dimulai pada keesokan harinya dan dihitung sebagai H0. Pada pot perlakuan W0 dilakukan penyiraman setiap pagi sedangkan untuk perlakuan W1 tidak dilakukan penyiraman sampai tanaman mati dan ini berarti perlakuan dihentikan kemudian dilakukan pemanenan. Pemeliharaan Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, pembersihan gulma dan pemberantasan hama dan penyakit. Penyiraman dilakukan satu kali sehari yaitu pada pagi hari. Pembersihan gulma dilakukan secara manual yaitu dengan cara mencabut gulma. Penyemprotan hama dilakukan apabila tanaman terkena hama. Penyemprotan menggunakan peptisida yang terbuat dari bahan organik, yaitu dengan sistem kerja langsung kontak terhadap hama yang menyerang tanaman legum sehingga tidak meninggalkan residu yang dapat mempengaruhi tanaman selama penelitian. Panen Pemanenan dilakukan setelah semua tanaman perlakuan tidak disiram (W1) mati atau berada dalam kondisi titik layu permanen. Kemudian semua tanaman di panen pada semua perlakuan untuk memperoleh daun, batang dan akar yang selanjutnya akan dioven. Pengamatan Pengamatan dilakukan setiap empat hari sekali dengan mengukur pertambahan tinggi vertikal tanaman dan pengambilan sampel tanah untuk mengukur kadar air tanah. 14

28 Peubah yang Diamati Kadar Air Tanah Sampel tanah diambil sebanyak 5 g pada masing-masing pot tanaman kemudian dimasukkan ke dalam oven 105 ºC selama 24 jam. Setelah itu timbang berat sampel setelah dioven. Kadar air didapat dari berat sampel sebelum dimasukkan ke oven dikurangi berat sampel setelah dioven dibagi berat sampel setelah dioven kemudian dikalikan 100%. Kadar air tanah = W0 Wt W0 x 100% Keterangan : W0 = berat sampel tanah sebelum dioven Wt = berat sampel tanah setelah dioven Pertambahan Tinggi Vertikal Tanaman Pengukuran pertambahan tinggi vertikal tanaman dimulai dari bagian tanaman di atas permukaan tanah sampai ujung tanaman dengan menggunakan pita ukur. Pertambahan tinggi vertikal tanaman = Tt T0 Keterangan : T0 Tt = tinggi vertikal awal tanaman (cm) = tinggi vertikal akhir tanaman (cm) Berat Kering Daun Untuk pengukuran berat kering daun dilakukan pada akhir percobaan, dengan cara dioven pada suhu 70 ºC selama 48 jam atau 2 hari. Setelah dioven, daun ditimbang. Berat kering daun yang diperoleh dalam satuan gram/pot. Berat Kering Batang Untuk pengukuran berat kering batang dilakukan pada akhir percobaan, dengan cara dioven pada suhu 70 ºC selama 48 jam atau 2 hari. Setelah dioven, batang ditimbang. Berat kering batang yang diperoleh dalam satuan gram/pot. Berat Kering Akar Untuk pengukuran berat kering akar dilakukan pada akhir percobaan, dengan cara dioven pada suhu 70 ºC selama 48 jam atau 2 hari. Setelah dioven, akar ditimbang. Berat kering akar yang diperoleh dalam satuan gram/pot. 15

29 Infeksi Akar Banyaknya infeksi diukur dengan melihat persentase akar yang terinfeksi oleh hifa. Pengukuran terhadap infeksi akar oleh mikoriza dilakukan dengan teknik pewarnaan yang dikembangkan oleh Phillips dan Hayman (1970). Proses pewarnaan akar diawali oleh pencucian akar hingga bersih, kemudian dimasukkan ke tabung film, setelah itu KOH 2,5% ditambahkan sampai akar terendam lalu tabung ditutup. Setelah akar berwarna bening, KOH 2,5% dibuang, kemudian akar dicuci dibawah air mengalir dan disaring menggunakan saringan teh. Setelah dicuci, akar dimasukkan kembali ke tabung film dan ditambahkan dengan HCl 2%, lalu direndam selama 24 jam. Setelah 24 jam, HCl dibuang, kemudian larutan staining dimasukkan ke tabung film. Apabila pewarnaan terlalu pekat, larutan destaining ditambahkan, untuk menghitung infeksi akar, akar dengan panjang sekitar 1 cm diambil sebanyak 10 buah, diletakkan diatas gelas objek lalu ditutup dengan coverglass. Perhitungan jumlah akar yang terinfeksi dilakukan dibawah mikroskop. Persentase akar yang terinfeksi dihitung dengan rumus sebagai berikut : % Infeksi akar = Jumlah akar yang terinfeksi Jumlah contoh akar x 100% Indeks Sensitivitas kekeringan Toleransi tanaman legum terhadap cekaman kekeringan dinilai dengan indeks sensitivitas terhadap kekeringan (S) dengan rumus (Fischer dan Maurer, 1978): S = (1-Y/Yp)/(1-X/Xp), Y = nilai respon jenis legum pada perlakuan cekaman kekeringan (W1), Yp = nilai respon rata-rata empat jenis legum pada perlakuan cekaman kekeringan (W1), X = nilai respon jenis legum pada perlakuan disiram setiap hari (W0), Xp = nilai respon rata-rata empat jenis legum pada perlakuan disiram setiap hari (W0). Peubah setiap jenis legum dikelompokkan menjadi toleran (T) jika ISK 0,5; agak toleran (AT) jika 0,5 < ISK 1,0; dan peka (P) terhadap cekaman kekeringan jika ISK > 1,0. Setelah dilakukan penentuan tingkat toleransi, selanjutnya dilakukan skoring terhadap tingkat toleransi dengan kaidah sebagai berikut : P = skor 0, AT = skor 1 dan T = skor 2. Hasil dari perhitungan skoring kemudian dikalikan dengan skoring terhadap hari dengan kaidah : H16 = skor 1, H20 = skor 2, H24 = skor 3 dan H28 = skor 4. 16

30 Metode Rancangan percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan 4 ulangan. Jenis legum yang digunakan, yaitu Desmodium sp, Indigofera sp, S. scabra, L. leucocephala. Setiap jenis legum merupakan penelitian yang terpisah. Perlakuan yang digunakan pada penelitian ini antara lain: M0W0 = Tanpa mikoriza dan disiram tiap hari. M0W1 = Tanpa mikoriza dan tidak disiram. M1W0 = Dengan mikoriza dan disiram tiap hari. M1W1 = Dengan mikoriza dan tidak disiram. Model Model statistik yang digunakan adalah sebagai berikut : Yij = μ + ρi + ε ij Keterangan: i = 1, 2, 3, 4 j = 1, 2, 3, 4 Yij = Nilai pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j = Nilai rataan umum ρi = Pengaruh perlakuan ke-i ε ijk = pengaruh galat Analisis Data Data yang diperoleh dari penelitian dianalisis menggunakan analisa ragam (Analyses of Variance, ANOVA) dan bila terjadi perbedaan dilanjutkan dengan uji pembanding berganda Duncan (Program SAS 9.1). 17

31 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Umum Penelitian Pada penelitian ini semua jenis tanaman legum yang akan diamati (Desmodium sp, Indigofera sp, L. leucocephala dan S. scabra) ditanam dengan menggunakan anakan/pols yang masih muda. Tanaman tumbuh dengan baik pada awal pertumbuhan sebelum mendapatkan perlakuan karena masih mendapatkan perlakuan yang sama yaitu disiram satu kali sehari. Hal ini bertujuan agar tanaman tumbuh sampai pada kondisi yang siap untuk diberikan perlakuan cekaman kekeringan. Pengamatan pada tanaman diberhentikan bila tanaman yang mendapatkan perlakuan cekaman kekeringan tidak dapat tumbuh lagi atau mati. Kondisi tanaman yang tidak dapat tumbuh lagi atau mati yang diakibatkan oleh cekaman kekeringan ditandai dengan terjadinya pelayuan pada daun (daun berwarna kuning) kemudian rontok, lalu diikuti dengan pembusukan pada batang. Pada kondisi ini biasa disebut dengan kondisi titik layu permanen, yaitu kondisi kandungan air tanah dimana akarakar tanaman mulai tidak mampu lagi menyerap air dari tanah sehingga tanaman mengalami layu permanen dalam arti sukar disembuhkan kembali meskipun telah ditambahkan sejumlah air yang mencukupi. Pada tanaman Desmodium sp, tanaman yang mendapatkan perlakuan cekaman kekeringan mengalami kematian pada hari ke-16, sedangkan pada tanaman Indigofera sp, S. scabra dan L. leucocephala mengalami kematian pada hari ke-20, ke-24 dan ke-28. Lama pengamatan pada setiap jenis legum dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Lama Pengamatan pada Setiap Jenis Legum. Jenis Legum Lama Pengamatan (Hari) Desmodium sp 16 Indigofera sp 20 S. scabra 24 L. leucocephala 28 Keadaan suhu pada rumah kaca selama penelitian berkisar antara 23 C-34 C. Pada pagi hari suhu rumah kaca berkisar antara 23 C-26 C, dengan suhu rata-rata 25 C. Pada siang hari suhu rumah kaca berkisar antara 29 C-34 C, dengan suhu rata- 18

32 rata 32 C, sedangkan pada sore hari suhu rumah kaca berkisar antara 24 C-30 C, dengan suhu rata-rata 26 C. Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Air Tanah Kadar air tanah menggambarkan besarnnya air tersedia yang diserap oleh tanaman untuk melakukan pertumbuhan hingga batas dimana air menjadi tidak tersedia dan tanaman mengalami layu. Rataan persen kadar air tanah dari legum Desmodium sp, Indigofera sp, S. scabra dan L. leucocephala dapat dilihat pada Tabel 3. Data rataan kadar air tanah pada Tabel 3 merupakan data kadar air tanah pada saat panen dilakukan, artinya data kadar air tanah perlakuan tersebut merupakan data kadar air tanah kondisi titik layu permanen pada perlakuan M1W1 dan M0W1. Berdasarkan hasil sidik ragam perlakuan memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air tanah pada legum Desmodium sp, Indigofera sp, S. scabra dan L. leucocephala. Pengaruh perlakuan terhadap rataan persen kadar air tanah dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Persen Kadar Air Tanah. Persen Kadar Air Tanah (%) Perlakuan Desmodium sp Indigofera sp S. scabra L. leucocephala M0W0 37,2±0,9 A 37,5±0,8 A 38,5±2,5 A 39,5±2,5 A M0W1 22,7±0,6 B 23,5±0,7 B 20,4±0,4 B 23,8±0,2 B M1W0 32,3±5,8 A 35±2,7 A 38,1±1,8 A 41.6±2,2 A M1W1 22,5±0,1 B 23±0,8 B 20±1,1 B 25,3±2,2 B Keterangan : Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang sangat berbeda nyata (F 0,01 ). M0W0 : Tanpa mikoriza dan disiram tiap hari; M0W1 : Tanpa mikoriza dan tidak disiram; M1W0 : Dengan mikoriza dan disiram tiap hari; M1W1 : Dengan mikoriza dan tidak disiram. Tanaman yang berbeda dilakukan penelitian yang terpisah. Pada Tabel 3, setiap perlakuan menghasilkan kadar air tanah yang berbedabeda pada tiap jenis legum yang diujikan. Kisaran rataan kadar air tanah pada masing-masing legum sebagai berikut : 22,5%-37,2% pada legum Desmodium sp; 23%-37,5% pada legum Indigofera sp; 20%-38,5% pada legum S. scabra dan 23,8%- 41,6% pada legum L. leucocephala. Hasil uji jarak Duncan menunjukkan bahwa untuk legum Desmodium sp, Indigofera sp, S. sacbra dan L. leucocephala perlakuan M0W0 (32,7%, 37,5%, 38,5% dan 39,5%) dan perlakuan M1W0 (32,3%, 35%, 19

TINJAUAN PUSTAKA Peranan Air pada Tanaman Pengaruh Cekaman Kekeringan pada Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Peranan Air pada Tanaman Pengaruh Cekaman Kekeringan pada Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Peranan Air pada Tanaman Air merupakan sumber kehidupan bagi seluruh makhluk hidup. Air mempunyai peranan sangat penting karena air merupakan bahan pelarut bagi kebanyakan reaksi dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Umum Penelitian Pada penelitian ini semua jenis tanaman legum yang akan diamati (Desmodium sp, Indigofera sp, L. leucocephala dan S. scabra) ditanam dengan menggunakan anakan/pols

Lebih terperinci

Gambar 2. Centrosema pubescens

Gambar 2. Centrosema pubescens TINJAUAN PUSTAKA Pengaruh Cekaman Kekeringan pada Tanaman Cekaman kekeringan merupakan istilah untuk menyatakan bahwa tanaman mengalami kekurangan air akibat keterbatasan air dari lingkungannya yaitu media

Lebih terperinci

EFEK PENAMBAHAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA (FMA) PADA TANAMAN LEGUMINOSA MERAMBAT DALAM KONDISI CEKAMAN KEKERINGAN SKRIPSI ARISTYA WULANDARI

EFEK PENAMBAHAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA (FMA) PADA TANAMAN LEGUMINOSA MERAMBAT DALAM KONDISI CEKAMAN KEKERINGAN SKRIPSI ARISTYA WULANDARI EFEK PENAMBAHAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA (FMA) PADA TANAMAN LEGUMINOSA MERAMBAT DALAM KONDISI CEKAMAN KEKERINGAN SKRIPSI ARISTYA WULANDARI DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Bahan Alat Prosedur Larutan Peroksida Pemilihan Jenis Leguminosa Persiapan Media Tanam

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Bahan Alat Prosedur Larutan Peroksida Pemilihan Jenis Leguminosa Persiapan Media Tanam MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai bulan Maret 2012, bertempat di Laboratorium Lapang Agrostologi, Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Laboratorium

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Tanaman Bayam Bayam (Amaranthus sp.) merupakan tanaman semusim dan tergolong sebagai tumbuhan C4 yang mampu mengikat gas CO 2 secara efisien sehingga memiliki daya adaptasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

BEBERAPA SKRIPSI DEPARTEMEN

BEBERAPA SKRIPSI DEPARTEMEN PENGARUH CEKAMAN KEKERINGAN DAN PENAMBAHAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA (FMA) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS BEBERAPA RUMPUT TROPIKA (Chloriss gayana, Paspalum dilatatum, danpaspalum notatum) SKRIPSI

Lebih terperinci

METODE Lokasi dan Waktu Materi Alat dan Bahan Rancangan percobaan Perlakuan Model

METODE Lokasi dan Waktu Materi Alat dan Bahan Rancangan percobaan Perlakuan Model METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrostologi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada bulan Maret sampai Juni

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan, yakni perbanyakan inokulum cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. Perbanyakan inokulum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumput Gajah Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) adalah tanaman yang dapat tumbuh di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa tambahan nutrien

Lebih terperinci

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2005 sampai dengan Januari 2006. Penanaman dan pemeliharaan bertempat di rumah kaca Laboratorium Lapang Agrostologi, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kacang Hijau Kacang hijau termasuk dalam keluarga Leguminosae. Klasifikasi botani tanman kacang hijau sebagai berikut: Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Classis

Lebih terperinci

EFEK PEMOTONGAN DAN PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS Borreria alata (Aubl.) SEBAGAI HIJAUAN MAKANAN TERNAK KUALITAS TINGGI

EFEK PEMOTONGAN DAN PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS Borreria alata (Aubl.) SEBAGAI HIJAUAN MAKANAN TERNAK KUALITAS TINGGI EFEK PEMOTONGAN DAN PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS Borreria alata (Aubl.) SEBAGAI HIJAUAN MAKANAN TERNAK KUALITAS TINGGI SKRIPSI Ajeng Widayanti PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dapat menyebabkan rendahnya produksi ternak yang di hasilkan. Oleh karena itu,

I. PENDAHULUAN. dapat menyebabkan rendahnya produksi ternak yang di hasilkan. Oleh karena itu, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan pakan merupakan salah satu faktor penting dalam peningkatan usaha peternakan karena berkaitan dengan produktivitas ternak, sehingga perlu dilakukan peningkatan

Lebih terperinci

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Papilionaceae; genus Arachis; dan spesies Arachis hypogaea L. Kacang tanah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika. 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengenalan Tanaman Sorgum Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika. Tanaman ini sudah lama dikenal manusia sebagai penghasil pangan, dibudidayakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Fungi mikoriza arbuskular (FMA) merupakan fungi obligat, dimana untuk

TINJAUAN PUSTAKA. Fungi mikoriza arbuskular (FMA) merupakan fungi obligat, dimana untuk II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fungi Mikoriza Arbuskular Fungi mikoriza arbuskular (FMA) merupakan fungi obligat, dimana untuk kelangsungan hidupnya fungi berasosiasi dengan akar tanaman. Spora berkecambah dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Caisin Caisin (Brassica chinensis L.) merupakan tanaman asli Asia. Caisin dibudidayakan di Cina Selatan dan Tengah, di negara-negara Asia Tenggara seperti Indonesia,

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Cendawan Mikoriza Arbuskula terhadap Pertumbuhan dan Produksi Rumput Setaria splendida Stapf yang Mengalami Cekaman Kekeringan

Pengaruh Pemberian Cendawan Mikoriza Arbuskula terhadap Pertumbuhan dan Produksi Rumput Setaria splendida Stapf yang Mengalami Cekaman Kekeringan Media Peternakan, Agustus 24, hlm. 63-68 ISSN 126-472 Vol. 27 N. 2 Pengaruh Pemberian Cendawan Mikoriza Arbuskula terhadap Pertumbuhan dan Produksi Rumput Setaria splendida Stapf yang Mengalami Cekaman

Lebih terperinci

TANAMAN STYLO (Stylosanthes guianensis) SEBAGAI PAKAN TERNAK RUMINANSIA

TANAMAN STYLO (Stylosanthes guianensis) SEBAGAI PAKAN TERNAK RUMINANSIA TANAMAN STYLO (Stylosanthes guianensis) SEBAGAI PAKAN TERNAK RUMINANSIA TANAMAN Leguminosa Styloshanthes guianensis (Stylo) merupakan salahsatu tanaman pakan yang telah beradaptasi baik dan tersebar di

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman dilakukan di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman okra adalah sebagai berikut: Tanaman okra merupakan tanaman terna tahunan dengan batang yang tegak.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman okra adalah sebagai berikut: Tanaman okra merupakan tanaman terna tahunan dengan batang yang tegak. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Okra (Abelmoschus esculentus L.) Klasifikasi tanaman okra adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Malvales Famili

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Pertumbuhan tanaman buncis Setelah dilakukan penyiraman dengan volume penyiraman 121 ml (setengah kapasitas lapang), 242 ml (satu kapasitas lapang), dan 363 ml

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. endomikoriza atau FMA (Fungi Mikoriza Arbuskula) pada jenis tanaman. (Harley and Smith, 1983 dalam Dewi, 2007).

TINJAUAN PUSTAKA. endomikoriza atau FMA (Fungi Mikoriza Arbuskula) pada jenis tanaman. (Harley and Smith, 1983 dalam Dewi, 2007). TINJAUAN PUSTAKA Mikoriza merupakan suatu bentuk simbiosis mutualistik antara jamur dan akar tanaman (Brundrett, 1991). Hampir pada semua jenis tanaman terdapat bentuk simbiosis ini. Umumya mikoriza dibedakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Hijau Kacang-kacangan (leguminosa), sudah dikenal dan dimanfaatkan secara luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Febuari hingga April 2015.

III. BAHAN DAN METODE. Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Febuari hingga April 2015. 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Produksi Perkebunan dan rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Febuari hingga April

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Interval Pemanenan (cm) H 30 H 50 H 60

HASIL DAN PEMBAHASAN. Interval Pemanenan (cm) H 30 H 50 H 60 HASIL DAN PEMBAHASAN Pertambahan Tinggi Tiap Minggu Pertambahan tinggi tanaman mempengaruhi peningkatan jumlah produksi. Berdasarkan analisis ragam diketahui bahwa perlakuan pemupukan dan perlakuan interval

Lebih terperinci

VIABILITAS DAN VIGORITAS BENIH Stylosanthes guianensis (cv. Cook) YANG DISIMPAN PADA SUHU BERBEDA DAN DIRENDAM DALAM LARUTAN GIBERELIN SKRIPSI OLEH

VIABILITAS DAN VIGORITAS BENIH Stylosanthes guianensis (cv. Cook) YANG DISIMPAN PADA SUHU BERBEDA DAN DIRENDAM DALAM LARUTAN GIBERELIN SKRIPSI OLEH VIABILITAS DAN VIGORITAS BENIH Stylosanthes guianensis (cv. Cook) YANG DISIMPAN PADA SUHU BERBEDA DAN DIRENDAM DALAM LARUTAN GIBERELIN SKRIPSI OLEH IKKE YULIARTI E10012026 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan pangan dari tahun ke tahun meningkat, hal ini sejalan dengan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan pangan dari tahun ke tahun meningkat, hal ini sejalan dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan pangan dari tahun ke tahun meningkat, hal ini sejalan dengan pertumbuhan penduduk yang juga meningkat. Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

tanaman pada fase perkembangan reproduktif sangat peka terhadap cekaman kekeringan. Kondisi cekaman kekeringan dapat menyebabkan gugurnya

tanaman pada fase perkembangan reproduktif sangat peka terhadap cekaman kekeringan. Kondisi cekaman kekeringan dapat menyebabkan gugurnya 55 5 DISKUSI UMUM Cekaman kekeringan merupakan salah satu faktor lingkungan terpenting yang menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman yang menghambat aktivitas fotosintesis dan translokasi fotosintat

Lebih terperinci

KELARUTAN MINERAL KALSIUM (Ca) DAN FOSFOR (P) BEBERAPA JENIS LEGUM POHON SECARA IN VITRO SKRIPSI SUHARLINA

KELARUTAN MINERAL KALSIUM (Ca) DAN FOSFOR (P) BEBERAPA JENIS LEGUM POHON SECARA IN VITRO SKRIPSI SUHARLINA KELARUTAN MINERAL KALSIUM (Ca) DAN FOSFOR (P) BEBERAPA JENIS LEGUM POHON SECARA IN VITRO SKRIPSI SUHARLINA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan kering, Desa Gading PlayenGunungkidul Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober Januari 2014 di

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober Januari 2014 di BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013- Januari 2014 di Laboratorium Lapangan Terpadu Universitas Lampung dan Laboratorium Rekayasa Sumber

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah 3 TINJAUAN PUSTAKA Pemadatan Tanah Hillel (1998) menyatakan bahwa tanah yang padat memiliki ruang pori yang rendah sehingga menghambat aerasi, penetrasi akar, dan drainase. Menurut Maryamah (2010) pemadatan

Lebih terperinci

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Hasil análisis data penelitian dari masing-masing parameter adalah sebagai berikut: a. Hasil Analisis Kandungan Tabel 1. Tandan Kosong Kelapa Sawit *) Parameter

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) Mikoriza berasal dari bahasa Yunani yaitu mycos yang berarti cendawan, dan rhiza yang berarti akar. Mikoriza dikenal sebagai jamur tanah, karena

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Rosales, Famili: Leguminosae, Genus: Glycine, Species: Glycine max (L.) Merrill

II. TINJAUAN PUSTAKA. Rosales, Famili: Leguminosae, Genus: Glycine, Species: Glycine max (L.) Merrill II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Botani Tanaman Kedelai Berdasarkan taksonominya, tanaman kedelai dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisi: Spermatophyta, Klas: Dicotyledonae,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. akar-akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. akar-akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Susunan akar kedelai pada umumnya sangat baik, pertumbuhan akar tunggang lurus masuk kedalam tanah dan mempunyai banyak akar cabang. Pada akar-akar cabang banyak terdapat

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Percobaan ini dilaksanakan di rumah plastik, dan Laboratorium Produksi

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Percobaan ini dilaksanakan di rumah plastik, dan Laboratorium Produksi III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilaksanakan di rumah plastik, dan Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung Bandar Lampung,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa 1. Tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hasil Uji

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrobioteknologi,

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrobioteknologi, III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrobioteknologi, Laboratorium Penelitian, lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penanaman dilakukan pada bulan Februari 2011. Tanaman melon selama penelitian secara umum tumbuh dengan baik dan tidak ada mengalami kematian sampai dengan akhir penelitian

Lebih terperinci

Ketersediaan pakan khususnya pakan hijauan masih merupakan kendala. yang dihadapi oleh para peternak khususnya pada musim kemarau.

Ketersediaan pakan khususnya pakan hijauan masih merupakan kendala. yang dihadapi oleh para peternak khususnya pada musim kemarau. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan pakan khususnya pakan hijauan masih merupakan kendala yang dihadapi oleh para peternak khususnya pada musim kemarau. Pemanfaatan lahan-lahan yang kurang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Green House Fak. Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Varietas Burangrang berasal dari segregat silangan alam, diambil

II. TINJAUAN PUSTAKA. Varietas Burangrang berasal dari segregat silangan alam, diambil II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Varietas Kedelai (1) Varietas Burangrang Varietas Burangrang berasal dari segregat silangan alam, diambil dari tanaman petani di Jember, Seleksi lini murni, tiga generasi asal

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan. Penelitian dilakukan bulan Juni 2011 Oktober 2011.

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan. Penelitian dilakukan bulan Juni 2011 Oktober 2011. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian dilakukan bulan Juni 2011 Oktober 2011. Bahan dan Alat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai Februari-Agustus 2009 dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan jenis tanah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan studi populasi tanaman terhadap produktivitas dilakukan pada dua kali musim tanam, karena keterbatasan lahan. Pada musim pertama dilakukan penanaman bayam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat Tomat (Lycopersicum esculantum MILL.) berasal dari daerah tropis Meksiko hingga Peru. Semua varietas tomat di Eropa dan Asia pertama kali berasal dari Amerika Latin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mikoriza merupakan fungi akar yang memiliki peran dan manfaat yang penting

I. PENDAHULUAN. Mikoriza merupakan fungi akar yang memiliki peran dan manfaat yang penting I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Mikoriza merupakan fungi akar yang memiliki peran dan manfaat yang penting dalam dunia pertanian, karena mikoriza memiliki kemampuan menunjang pertumbuhan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di green house milik UMY dan Laboratorium

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di green house milik UMY dan Laboratorium III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di green house milik UMY dan Laboratorium Agrobioteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Jambu Biji Merah Nama ilmiah jambu biji adalah Psidium guajava. Psidium berasal dari bahasa yunani yaitu psidium yang berarti delima, guajava

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E

II. TINJAUAN PUSTAKA. daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kacang Tanah Kacang tanah tumbuh secara perdu setinggi 30 hingga 50 cm dan mengeluarkan daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Juli 2017 di Laboratorium Bioteknologi dan Greenhouse Fakultas

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Juli 2017 di Laboratorium Bioteknologi dan Greenhouse Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan selama 6 bulan pada bulan Februari Juli 2017 di Laboratorium Bioteknologi dan Greenhouse Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. untuk menentukan suatu keberhasilan dari sebuah peternakan ruminansia, baik

PENDAHULUAN. untuk menentukan suatu keberhasilan dari sebuah peternakan ruminansia, baik I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan pakan khususnya hijauan pakan menjadi salah satu faktor untuk menentukan suatu keberhasilan dari sebuah peternakan ruminansia, baik secara kuantitas maupun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang termasuk dalam famili Cruciferae dan berasal dari Cina bagian tengah. Di

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang termasuk dalam famili Cruciferae dan berasal dari Cina bagian tengah. Di 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Radish Radish (Raphanus sativus L.) merupakan tanaman semusim atau setahun (annual) yang termasuk dalam famili Cruciferae dan berasal dari Cina bagian tengah. Di Indonesia,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A)

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman 1. Tinggi tanaman Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang mudah untuk diamati dan sering digunakan sebagai parameter untuk mengukur pengaruh dari lingkungan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN TEKNIK PROPAGASI VEGETATIF Trichnntera gigantea DENGAN PEMBERIAN ASAM INDOL BUTIRAT (IBA) DAN INOKULASI CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA

PENGEMBANGAN TEKNIK PROPAGASI VEGETATIF Trichnntera gigantea DENGAN PEMBERIAN ASAM INDOL BUTIRAT (IBA) DAN INOKULASI CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA PENGEMBANGAN TEKNIK PROPAGASI VEGETATIF Trichnntera gigantea DENGAN PEMBERIAN ASAM INDOL BUTIRAT (IBA) DAN INOKULASI CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA SKRIPSI HERI IRAWAN PROGRAM STUD1 NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. D. cinereum (nama lainnya Desmodium rensonii) merupakan tanaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. D. cinereum (nama lainnya Desmodium rensonii) merupakan tanaman 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Desmodium cinereum D. cinereum (nama lainnya Desmodium rensonii) merupakan tanaman semak tegak berumur pendek, tinggi tanaman sekitar 1-3 m. Daun biasanya agak tebal, bulat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan produksi protein hewani untuk masyarakat Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh peningkatan penduduk, maupun tingkat kesejahteraan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengapuran pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dolomit yang memiliki 60 mesh. Hasil analisa tanah latosol sebelum diberi dolomit dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang, akar sekunder yang tumbuh dari akar tunggang, serta akar cabang yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika Darmaga, Bogor (Tabel Lampiran 1) curah hujan selama bulan Februari hingga Juni 2009 berfluktuasi. Curah hujan terendah

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di laboratorium pengolahan limbah Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan di Laboratorium

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Famili ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Teh Morfologi Tanaman Teh Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Teh Morfologi Tanaman Teh Syarat Tumbuh 3 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Teh Teh termasuk famili Transtromiceae dan terdiri atas dua tipe subspesies dari Camellia sinensis yaitu Camellia sinensis var. Assamica dan Camellia sinensis var.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Hortikultura Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Hortikultura Fakultas Pertanian 19 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Hortikultura Fakultas Pertanian Universitas Lampung yang dimulai pada bulan November 2014 sampai April

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berubah kembali ke asal karena adanya tambahan substansi, dan perubahan bentuk

TINJAUAN PUSTAKA. berubah kembali ke asal karena adanya tambahan substansi, dan perubahan bentuk TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Tanaman Pertumbuhan adalah peristiwa perubahan biologis yang terjadi pada makhluk hidup, berupa perubahan ukuran yang bersifat ireversibel. Ireversibel artinya tidak berubah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mikoriza merupakan suatu bentuk asoasiasi mutualisme antara cendawan (myces)

I. PENDAHULUAN. Mikoriza merupakan suatu bentuk asoasiasi mutualisme antara cendawan (myces) 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Mikoriza merupakan suatu bentuk asoasiasi mutualisme antara cendawan (myces) dan perakaran (rhiza) tumbuhan tingkat tinggi. Simbiosis mikoriza melibatkan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016 III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016 di Lahan Percobaan, Laboratorium Penelitian dan Laboratorium Tanah Fakultas

Lebih terperinci

EFEK PEMBERIAN MIKORIZA DAN PEMBENAH TANAH TERHADAP PRODUKSI LEGUMINOSA PADA MEDIA TAILING LIAT DARI PASCA PENAMBANGAN TIMAH

EFEK PEMBERIAN MIKORIZA DAN PEMBENAH TANAH TERHADAP PRODUKSI LEGUMINOSA PADA MEDIA TAILING LIAT DARI PASCA PENAMBANGAN TIMAH EFEK PEMBERIAN MIKORIZA DAN PEMBENAH TANAH TERHADAP PRODUKSI LEGUMINOSA PADA MEDIA TAILING LIAT DARI PASCA PENAMBANGAN TIMAH SKRIPSI NOVRIDA MAULIDESTA DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

umbinya tipis berwarna kuning pucat dengan bagian dalamnya berwarna putih

umbinya tipis berwarna kuning pucat dengan bagian dalamnya berwarna putih TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Van Steenis (2005), klasifikasi tanaman bengkuang adalah sebagai berikut: Kingdom Divisio Sub Divisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Spermatophyta :

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor mulai bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010. Areal penelitian memiliki topografi datar dengan

Lebih terperinci

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Cikabayan-University Farm IPB, Darmaga Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan elevasi 250 m dpl dan curah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Lahan pertanian milik masyarakat Jl. Swadaya. Desa Sidodadi, Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatra

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan yang telah diperoleh terhadap tinggi tanaman cabai setelah dilakukan analisis sidik ragam (lampiran 7.a) menunjukkan bahwa pemberian pupuk

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Selatan yang diketahui memiliki jenis tanah Ultisol dan Laboratorium Ilmu Tanah

III. BAHAN DAN METODE. Selatan yang diketahui memiliki jenis tanah Ultisol dan Laboratorium Ilmu Tanah 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, termasuk ke dalam jenis tanaman polong-polongan. Saat ini tanaman

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, termasuk ke dalam jenis tanaman polong-polongan. Saat ini tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merill.), merupakan salah satu sumber protein penting di Indonesia, termasuk ke dalam jenis tanaman polong-polongan. Saat ini tanaman kedelai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Rumah Kaca Kebun Percobaan Cikabayan, Institut Pertanian Bogor, pada bulan April 2009 sampai dengan Agustus 2009. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Jumlah Spora Sebelum Trapping Hasil pengamatan jumlah spora pada kedua jenis lahan sayur dan semak sebelum trapping disajikan pada Tabel 3. Lahan sayuran

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 9 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini merupakan percobaan lapang yang dilakukan di ebun Percobaan University Farm Cikabayan Darmaga IPB, sedangkan analisis tanah dan tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Steenis (2005), bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.))

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Steenis (2005), bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.)) TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Van Steenis (2005), bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.)) termasuk ke dalam Kelas : Magnoliopsida, Ordo : Fabales, Famili : Fabaceae, Genus : Pachyrhizus, Spesies

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Morfologi Tanaman Gladiol Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang sesuai dengan bentuk daunnya yang meruncing dan memanjang.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian yang dilakukan terbagi menjadi dua tahap yaitu pengambilan Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap pengambilan Bio-slurry dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Pertumbuhan Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) mempunyai sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang yang terbentuk dari calon akar, akar sekunder,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) Jenis A. cadamba Miq. ini bersinonim dengan A.chinensis Lamk. dan A. indicus A. Rich. Jabon (A. cadamba Miq.) merupakan pohon yang dapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Tunggak. Kacang tunggak (Vigna unguiculata L. Walp) termasuk keluarga

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Tunggak. Kacang tunggak (Vigna unguiculata L. Walp) termasuk keluarga II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kacang Tunggak Kacang tunggak (Vigna unguiculata L. Walp) termasuk keluarga Leguminoceae. Tanaman ini diperkirakan berasal dari Afrika Barat yang didasarkan atas keberadaan tetuanya,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung

III. BAHAN DAN METODE. Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca, Laboratorium Produksi Tanaman, dan Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Objek yang digunakan pada penelitian adalah tanaman bangun-bangun (Coleus amboinicus, Lour), tanaman ini biasa tumbuh di bawah pepohonan dengan intensitas cahaya yang

Lebih terperinci