MODEL KUALITAS LINGKUNGAN PERUMAHAN UNTUK PEREMAJAAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MODEL KUALITAS LINGKUNGAN PERUMAHAN UNTUK PEREMAJAAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN"

Transkripsi

1 MODEL KUALITAS LINGKUNGAN PERUMAHAN UNTUK PEREMAJAAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN Dimas Hastama Nugraha Balai Litbang Sosial Ekonomi dan Lingkungan Bidang Permukiman Jl. Laksda Adi Sucipto No.165 Yogyakarta Tanggal diterima: 16 Oktober 2011 ; Tanggal disetujui 17: November 2011 ABSTRACT Cigugur Tengah is a slum area in the city of Cimahi, West Java that shall be improved parallel with improving their environmental quality. However, those program have not directly accepted by designated community. This will affect the delaying the program implementation conducted by Local Government as well as Central Government. To anticipate the occurring a greater impact, the research is carried out to identify factors that causing the community reluctance agents the program for settlement improvements the research is carried out using the observation, consultation and facilitating. The research is begins with mapping of the condition of designated settlements from the demographyc as well as physical aspects and the access to the settlement infrastructures. The mapping for the environmental quality is done using the indicators of population density, percentage of immigrant population, the percentage of low-income and low education. While the mapping of the area problem is carried out by the local community. The results of mapping of the environmental quality of settlements (IK2KIM) concludes that the RT 03 in the RW 05 Cigugur Tengah have the best environmental quality and RT 07 gave the most unfavorable results. The results of mapping of the areas problem concludes that all the existing RT have a similar physical problems. Keywords: Environment Quality, Settlement improvement, Urbanization, Community participation, Housing ABSTRAK Cigugur Tengah merupakan kawasan kumuh di Kota Cimahi, Jawa Barat yang harus diremajakan, seraya memperbaiki kualitas lingkungannya. Namun, program peremajaan tersebut tidak serta merta dapat diterima oleh masyarakatnya. Hal tersebut berakibat pada tertundanya pelaksanaan program yang telah direncanakan oleh Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Pusat. Dalam rangka mengantisipasi dampak yang lebih besar lagi, dilakukan penelitian tentang faktor faktor penyebab penolakan masyarakat terhadap program peremajaan kawasan. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode observasi, wawancara, dan pendampingan. Penelitian diawali dengan melakukan pemetaan terhadap kondisi dan potensi wilayah ditinjau dari aspek demografi maupun fisik serta ketersediaan prasarana dan sarana permukiman. Pemetaan kualitas lingkungan dilakukan dengan memakai indikator kepadatan penduduk, prosentase penduduk pendatang, prosentase berpenghasilan rendah dan pendidikan rendah. Sedangkan pemetaan permasalahan kawasan dilaksanakan oleh masyarakat setempat. Hasil pemetaan kualitas lingkungan permukiman (IK2KIM) secara demografis menyimpulkan bahwa RT 03 di Kelurahan Cigugur mempunyai kualitas lingkungan terbaik dan RT 07 memberikan hasil yang paling tidak baik. Hasil pemetaan permasalahan kawasan secara fisik menyimpulkan bahwa semua RT yang ada memberikan gambaran permasalahan fisik yang rata- rata relatif sama. Kata Kunci: Kualitas lingkungan, Peremajaan Permukiman, Urbanization, Partisipasi masyarakat, Perumahan PENDAHULUAN Seiring dengan pembangunan kawasan perkotaan, urbanisasi makin hari makin meningkat. Salah satu Salah satu dampak urbanisasi adalah penurunan kualitas lingkungan permukiman (kumuh). Kawasan kumuh adalah sebuah kawasan dengan tingkat kepadatan populasi tinggi di sebuah kota yang umumnya dihuni oleh masyarakat miskin. Kawasan kumuh dapat ditemui di berbagai kota besar di dunia (wikipedia.org). Kawasan kumuh mengindikasikan terjadinya penurunan kualitas lingkungan. Undang- Undang No.17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPNas) mengisyaratkan bahwa salah satu hal terpenting dari aspek sarana prasarana adalah tujuan kota bebas kawasan kumuh. Undang-Undang No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman juga mengisyaratkan ketentuan penataan kualitas lingkungan permukiman kumuh. Target ke-11 Millenium Development Goals (MDGs)

2 Model Kualitas Lingkungan Perumahan untuk Peremajaan Kawasan Permukiman Perkotaan Dimas Hastama Nugraha mengisyaratkan bahwa semua kota harus bebas kawasan kumuh di tahun 2025 (DJCK,2010). Hasil evaluasi terhadap sasaran dan target Cipta Karya periode tahun dan Rencana Stratejik Bidang Cipta Karya menimpulkan bahwa 200 kota sudah bebas kumuh di tahun 2010, sedangkan sebanyak 350 kota harus bebas kawasan kumuh di tahun 2015 dan 2025 semua kota bebas kawasan kumuh (DJCK, 2010). Dengan adanya target demikian maka diperlukan perencanaan pengentasan lingkungan kumuh. Sementara itu, untuk memastikan bahwa program perbaikan kawasan kumuh dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana dan dapat dukungan masyarakat kawasan yang akan diremajakan, diperlukan penelitian penelitian sosial, ekonomi, dan lingkungan. Pemetaan sosial, ekonomi, dan lingkungan adalah salah satu kegiatan penelitian yang dilakukan untuk menggali faktor-faktor keberterimaan masyarakat. Kawasan Cigugur Tengah merupakan salah satu kawasan kumuh di perkotaan yang menjadi lokasi bahasan pada paper ini. Kawasan Cigugur Tengah dipilih karena kompleksitasnya permasalahan sosial, ekonomi, maupun lingkungan fisik yang terjadi terkait penurunan kualitas lingkungan permukiman. Penduduk Cigugur Tengah, dalam perkembangan yang terjadi terkait kegiatan ini, mulai dilibatkan dalam peningkatan kualitas lingkungan agar tidak menjadi kumuh, dimana tahap diawali dengan pemetaan kualitas lingkungan permukiman. Permasalahannya adalah bagaimana langkah-langkah pemetaan yang efektif? Bagaimana mengembangkan dan memanfaatkan indikator kondisi sosial ekonomi dan lingkungan wilayah kajian? Bagaimana model kualitas lingkungan perumahan yang akan diremajakan tersebut? Makalah ini ditujukan untuk membahas langkah-langkah pemetaan kondisi dan potensi wilayah penelitian, pengembangan dan penggunaan indikator pemetaan masalah kepadatan perumahan, dan model kualitas lingkungan permukiman yang memerlukan peremajaan. KAJIAN PUSTAKA Penyelenggaraan perumahan dan permukiman dilaksanakan dengan mengutamakan pencapaian tujuan pembangunan lingkungan yang responsif namun secara komprehensif sekaligus dapat mengakomodasikan dalam satu kesatuan sistem dengan pencapaian tujuan pembangunan sosial dan pembangunan ekonomi. Dan dalam melakukan peremajaan kawasan kumuh perlu untuk dilakukan pemetaan guna mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang ada. (Balai Sosekkim,2008). Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan. Permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Sedangkan perumahan kumuh adalah perumahan yang mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian (UU No.1 Tahun 2011). Definisi kumuh sendiri adalah sebuah kawasan dengan tingkat kepadatan populasi tinggi di sebuah kota yang umumnya dihuni oleh masyarakat miskin. Kawasan kumuh dapat ditemui di berbagai kota besar di dunia. Kawasan kumuh umumnya dihubung-hubungkan dengan tingkat kemiskinan dan pengangguran tinggi. Kawasan kumuh dapat pula menjadi sumber masalah sosial seperti kejahatan, obat-obatan terlarang dan minuman keras. Peningkatan kawasan kumuh juga berkembang seiring dengan meningkatnya populasi penduduk, khususnya di dunia ketiga. Namun demikian kondisi kumuh tidak dapat digeneralisasi antara satu kawasan dengan kawasan lain karena kumuh bersifat spesifik dan sangat bergantung pada penyebab terjadinya kekumuhan. Tidak selamanya kawasan yang berpenduduk jarang atau kawasan dengan mayoritas penghuni musiman/liar masuk dalam kategori kumuh. Kerenanya penilaian tingkat kekumuhan harus terdiri dari kombinasi dari beberapa indikator kumuh yang ada ( Model digunakan karena adanya eksistensi masalah publik yang kompleks. Model merupakan pengganti kenyataan. Dengan kata lain model adalah representasi sederhana mengenai aspek-aspek yang terpilih dari suatu kondisi masalah yang disusun untuk tujuan tertentu (Dunn dalam Santoso, 2010). Model dapat dinyatakan dalam bentuk konsep/teori, diagram, grafik atau persamaan matematis. Model memiliki karakteristik sederhana & jelas (clear), Ketepatan identifikasi aspek penting problem kebijakan (precise), Menolong utk pengkomunikasian (communicable), Usaha langsung utk memahami kebijakan publik secara lebih baik (manageable), Memberikan penjelasan & memprediksi konsekuensi (consequences). 175

3 Jurnal Sosek Pekerjaan Umum Vol. 3 No. 3 November 2011 Hal Asal dan Kepadatan Penduduk Kawasan Persoalan Kependudukan dan Fisik Kawasan Keteraturan Bangunan Rumah Akses Prasarana dan Sarana Perumahan Fungsi Hunian Rumah Kualitas Lingkungan Perumahan Gambar 1. Kerangka Konseptual Pemetaan Kualitas Lingkungan Perumahan Untuk Peremajaan Permukiman Perkotaan Studi dan/atau penelitian terkini yang dinilai terkait dengan pendekatan model antara lain dilakukan oleh Utama, 2007 (Analisa model penanganan kawasan kumuh di Kota Denpasar). Dalam studi ini yang dibahas adalah bagaimana menganalisis model penanganan kawasan yang sudah ada. Studi lainnya adalah Basri, 2010 (Model Penanganan permukiman kumuh studi kasus permukiman Kelurahan Pontap Kecamatan Wara Timur Kota Palopo). Naing, N. Dkk. (2005) Model Pengelolaan Permukiman Kumuh Menjadi Permukiman Layak Huni di Sulawesi Selatan Dalam studi- studi ini yang dibahas adalah model penanganan kawasan kumuh. Model pemetaan kualitas lingkungan belum pernah diteliti pada studi- studi sebelumnya. Berdasarkan hasil kajian tersebut, maka kerangka konseptual pemetaan kualitas perumahan untuk peremajaan kawasan permukiman perkotaan disajikan pada Gambar 1. Mempelajari ketersediaan data sekunder Merumuskan dan menetapkan Variabel atau Indikator Kualitas Kawasan Permukiman Mengumpulkan data sekunder dan primer (observasi) Lengkap Identifikasi kekurangan data Menyiapkan dan Mengisi Matrik Permasalahan Kawasan Menyiapkan dan Mengisi Matrik Variabel Data Peta Permasalahan Kawasan Permukiman Standardisasi Satuan Variabel Data Menyiapkan dan Mengisi Matrik Jarak Ideal Menghitung Indeks Komposit Kualitas Kawasan Permukiman (Ik2KIM) Gambar. 1 Model Proses Pemetaan Kualitas Kawasan dan Permasalahan Permukiman 176

4

5 METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2008-November 2008 dan bulan Februari November Lokasi penelitian adalah di Kelurahan Cigugur Tengah Kota Cimahi. Kelurahan Cigugur Tengah. Pemilihan lokasi didasarkan pertimbangan bahwa (i) adanya proyek pembangunan rumah susun, (ii) ada kegiatan pendampingan dalam rangka penyiapan masyarakat yang akan menerima manfaat pembangunan. Dalam Gambar 1, dijelaskan tentang kegiatan pemetaan kualitas lingkungan perumahan yang diawali dengan pengumpulan data sekunder. Data tersebut meliputi data statistik Kota Cimahi, data kecamatan dalam angka. Tahap selanjutnya adalah mempelajari ketersediaan data sekunder. Kemudian dilakukan proses merumuskan indikator kualitas kawasan permukiman. Apabila tahap tersebut sudah lengkap, maka ada 2 tahap yang dilakukan pararel yaitu matriks permasalahan kawasan dan variabel data. Setelah itu, pemetaan dilakukan melalui proses observasi lapngan disertai juga dengan wawancara dengan masyarakat, khususnya terkait dengan masalah banjir atau genangan, kondisi jalan lingkungan permukiman, penggunaan bangunan, dan keteraturan bangunan. Pemetaan dilakukan dengan langkah langkah sebagaimana disajikan pada Gambar 1. Berdasarkan hasil pengumpulan data, dikembangkan dan dipilih indikator-indikator yang sesuai untuk mengukur kondisi kualitas lingkungan permumahan yang dinilai dari aspek demiografis dan aspek fisik kawasan. Karena satuan satuan indikator tidak sama, maka sebelum dilakukan perhitungan lebih lanjut, dilakukan standardisasi data atau menetralisir satuan yang berbeda tersebut dengan persamaan sebagai berikut : Rtx Rata S tan darisasidata Stdev...(1) Dengan keterangan : RTx Rata Stdev = RT ke... = rerata jumlah indikator RT = standar deviasi Tahap berikutnya adalah menyiapkan dan mengisi matrik jarak ideal. Matriks jarak ideal dihitung dengan rumus : Jarakideal S tan darisasidatartx Min( RTx) (2) Untuk menghitung Indeks kualitas Kawasan Permukiman (IK2-KIM) dipergunakan metode encluidance distance. Dalam matematika, jarak Euclidean atau metrik Euclidean adalah "biasa" digunakan untuk mengukur jarak antara dua titik yang satu akan mengukur dengan penggaris, dan diberikan oleh rumus Pythagoras. Dengan menggunakan rumus seperti jarak, ruang Euclidean (atau bahkan setiap ruang hasilkali dalam) menjadi ruang metrik. Norma terkait disebut norma Euclidean. Literatur lama mengacu pada metrik metrik Pythagoras. Rumus Encludiance Distance adalah sebagai berikut : d(p,q) = ((p 1 q 1) 2 + (p 2 q 2) (p i q i) (p n q n) 2 )^0,5...(3) Dengan rumus di persamaan (3) tersebut dapat dilakukan perhitungan Indeks kualitas kawasan permukiman dan dapat dilakukan pemeringkatan/ rangking kualitas lingkungan. HASIL DAN PEMBAHASAN Proses dan Peta Kualitas Kawasan Permukiman Kawasan studi dalam makalah ini adalah RW.05 Cigugur Tengah Kota Cimahi Jawa Barat, yang terdiri dari 9 Rukun Tetangga (RT). Jumlah penduduk di kawasan pemetaan sebanyak jiwa, terdiri dari Jiwa Penduduk asli dan jiwa penduduk pendatang/pengontrak (Balai Sosekkim,2008). Sedangkan dikaitkan dengan masing-masing luas wilayahnya, kepadatan penduduk rata-rata di kawasan pemetaan tahun 2003 sebesar 826 jiwa/hektar. Kepadatan penduduk tertinggi terdapat di RT.08 dengan kepadatan 1959 jiwa/ha areal permukimannya yang cukup dominan, relatif dekat dengan pusat kegiatan industri. Sedangkan kepadatan penduduk terendah terdapat di RT.04 sebesar 21 jiwa/hektar, yang disebabkan oleh jumlah penduduk kecil dibandingkan dengan luas lahan (Balai Sosekkim, 2008). Variabel data yang digunakan dalam analisis dirangkum pada Tabel-1. Berdasarkan data tersebut ada rata rata penduduk pendatang diwilayah studi adalah antara -0,131 sampai dengan +0,131; kepadatan -572 sampai dengan Pekerjaan Berpenghasilan Rendah antara - 0,146 sampai dengan +0,146. Pendidikan dasar - 0,104 sampai dengan +0,

6 Jurnal Sosek Pekerjaan Umum Vol. 3 No. 3 November 2011 Hal Lokasi RT Tabel.1. Mapping Umum Kawasan RW Pra Peremajaan Pendatang Kepadatan PBR PDDR % Total Orang/Ha % Total % Total RT-1 0, ,320 0,270 RT-2 0, ,320 0,269 RT-3 0, ,207 0,138 RT-4 0, ,167 0,433 RT-5 0, ,511 0,447 RT-6 0, ,305 0,393 RT-7 0, ,438 0,406 RT-8 0, ,589 0,241 RT-9 0, ,200 0,313 Rata rata 0, ,340 0,323 STADEV 0, ,146 0,104 Sumber: Balai Sosek Kim, 2008 (diolah) Terlihat pula bahwa proporsi penduduk pendatang paling sedikit terdapat di RT 05 dan paling banyak terdapat di RT 08, dimana makin banyak penduduk pendatang maka maka makin heterogen dan makin baik strukstur sosial yang ada. Untuk kepadatan, makin tinggi kepadatan penduduk yang ada maka makin menurunkan kualitas lingkungan permukiman yang ada, RT yang di atas rerata kepadatannya adalah RT 9, RT 8,RT 6 dan RT 1. Sedangkan untuk pekerjaan, RT 08 memiliki % pekerjaan buruh terbanyak. Makin banyak penduduk yang berprofesi sebagai buruh/ sektor informal maka makin berpotensi menurunkan kualitas lingkungan permukiman. Untuk tingkat pendidikan, RT 4,5,6,dan 7 memiliki potensi untuk penurunan kualitas lingkungan permukiman karena banyaknya prosentase pendidikan SD/ tidak tamat SD. Dengan demikian semua RT yang ada di RW 05 memiliki potensi untuk penurunan kualitas lingkungan permukiman (Kumuh). Kekumuhan dilihat dari indikasi prosentase penduduk pendatang, tingkat kepadatan, prosentase pekerjaan buruh dan prosentase tingkat pendidikan. Banyaknya penduduk pendatang, dapat menimbulkan banyak masalah, terutama masalah-masalah sosial. Kawasan permukiman yang terlalu padat, juga menimbulkan masalah sanitasi, kesehatan, penyediaan sumber air baku air minum dan lainnya. Pekerja Berpenghasilan Rendah (PBR) juga masalah karena tidak mampu menyediakan dana untuk mengelola fasilitas sanitasi yang baik, membayar tarif air minum, sampah dan air limbah. Pendidikan yang terlalu rendah (PDDR), apalagi secara formal memperoleh pendidikan dasar, juga menimbulkan potensi masalah karena berhubungan dengan kemampuan menghasilkan pendapatan bagi keluarganya. Karena satuan keempat variabel data tersebut tidak sama, maka untuk dapat diproses lebih lanjut, perlu distandarkan terlebih dahulu. Hasil standarisasi variabel data dirangkum pada Tabel 2. Tabel 2. Matriks Standarisasi Data Lokasi Pendatang Kepadatan PBR PDDR RT-1 0,4601 0,0016-0,1342-0,5123 RT-2-0,4454-0,7906-0,1342-0,5223 RT-3-0,4794-0,7416-0,9099-1,7876 RT-4-0,6988-1,1316-1,1858 1,0592 RT-5-1,2569-0,1838 1,1766 1,1891 RT-6 1,2753 1,2711-0,2365 0,6748 RT-7-1,0209-0,4339 0,6717 0,7982 RT-8 1,4553 1,9234 1,7094-0,7937 RT-9 0,7107 0,0855-0,9572-0,1053 Ideal -1,2569-1,1316-1,1858-1,7876 Sumber : Analisis,

7

8 Model Kualitas Lingkungan Perumahan untuk Peremajaan Kawasan Permukiman Perkotaan Dimas Hastama Nugraha Tabel 3. Matriks Jarak Lokasi Pendatang Kepadatan PBR PDDR RT-1 1,7170 1,1332 1,0517 1,2754 RT-2 0,8116 0,3410 1,0517 1,2654 RT-3 0,7775 0,3900 0,2759 0,0000 RT-4 0,5581 0,0000 0,0000 2,8468 RT-5 0,0000 0,9478 2,3625 2,9767 RT-6 2,5323 2,4027 0,9494 2,4624 RT-7 0,2360 0,6977 1,8576 2,5858 RT-8 2,7123 3,0550 2,8952 0,9940 RT-9 1,9677 1,2171 0,2286 1,6823 Sumber : Analisis, 2011 Setelah semua satuan variabel data telah sama atau netral, maka proses pemetaan berikut ini adalah menghitung jarak ideal masing masing variabel data untuk setiap lokasi RT. Setelah mengetahui adanya matriks jarak terhadap angka ideal di atas maka didapatkan indeks Kualitas Kawasan Permukiman (IK2M). Dengan adanya IK2M maka bisa ditentukan rangking kawasan kumuh. Gambar model indeks kualitas lingkungan kawasan permukiman terdapat pada Gambar 2. Setelah dilakukan pengukuran IK2M maka dapat dirangking kualitas indeks IK2M dari masing-masing RT. Semakin rendah indeks IK2KIM maka makin baik rangking kualitas yang ada. Sebaliknya, semakin tinggi indeks IK2KIM maka makin buruk rangking kualitas yang ada. Tabel 4 memberikan penilaian kualitas lingkungan permukiman di RW 05 Cigugur Tengah. Proses dan Peta Permasalahan Kawasan Permukiman Di dalam study case ini, terlihat dari hasil mapping dan hasil observasi kawasan Cigugur Tengah ini sangat sarat akan dinamika permasalaahan yang berkembang, Dari lokasi studi banyak permasalahan terkait sosial, ekonomi, maupun lingkungan (fisik). Peta yang ada relatif berimbang antara RT satu dengan RT yang lain. Peta permasalahan kawasan RW 05 Kelurahan Cigugur Tengah terdapat pada Tabel 5 di bawah ini. Gambar 2. Model Indeks Kualitas Lingkungan Kawasan Permukiman 179

9 Jurnal Sosek Pekerjaan Umum Vol. 3 No. 3 November 2011 Hal Tabel.4. Model Penilaian Kualitas Lingkungan Permukiman dan Peringkatnya Lokasi IK2KIM Peringkat Keterangan RT-3 0, Penilaian kualitas dengan RT-2 1, menggunakan Ercluidance Distance RT-1 2, Angka terkecil menunjukkan RT-6 kedekatan dengan angka 2, kualitas yang lebih ideal RT-8 2, RT-4 3, RT-9 3, RT-5 4, RT-7 5, Sumber : Analisis, 2011 Dari RT- RT yang ada, potensi kualitas lingkungan yang mengalami penurunan yang relatif berimbang. Permasalahan yang ada dilihat melalui proses observasi lapangan disertai juga dengan wawancara dengan masyarakat, khususnya terkait dengan masalah banjir atau genangan, kondisi jalan lingkungan permukiman, penggunaan bangunan, dan keteraturan bangunan. Indikasi tersebut dilihat sebagai persoalan kawasan kumuh yang mengalami penurunan kualitas lingkungan permukiman. Proses kegiatan wawancara terhadap masyarakat terdapat pada Gambar 3. Sedangkan proses pemetaan permasalahan kawasan terdapat pada gambar 4. Setelah dilakukan pemetaan kawasan dan peta kualitas lingkungan, maka dapat dilakukan Komparasi/ perbandingan antara perhitungan dengan indeks IK2KIM dan peta permasalahan yang ada di kawasan dapat diperbandingkan sebagai berikut : Tabel 5. Peta Indikasi Permasalahan kualitas Lingkungan Permukiman No. RT Frekuensi Genangan & Banjir Kualitas Lingkungan Permukiman Indikator Permasalahan Drainase Jalan Akses Lingkungan Keteraturan Bangunan Kepadatan 1 RT RT RT RT RT RT RT 9 3 Total Total 180

10 Model Kualitas Lingkungan Perumahan untuk Peremajaan Kawasan Permukiman Perkotaan Dimas Hastama Nugraha Gambar 3.Wawancara dengan Masyarakat Terkait dengan permasalahan fisik. RT 7 sebagai rangking IK2KIM terendah juga memiliki permasalahan fisik yang relatif sama dengan RT- RT yang lain. IK2KIM memberikan suatu nilai indeks yang mengindikasikan potensi awal penurunan kualitas lingkungan permukiman. IK2KIM dapat dipergunakan sebagai alat untuk melihat seberapa besar suatu kawasan berpotensi untuk kumuh dibandingkan dengan Gambar 4.Pemetaan Permasalahan Kawasan kawasan lainnya. Diharapkan dengan adanya IK2KIM dapat memberikan masukan kepada stakeholders terkait (pemerintah dan swasta) dalam membuat perencanaan program prioritas. Dari hasil perbandingan antara IK2KIM dan peta fisik tersebut dapat dijadikan sebagai pemetaan untuk menentukan langkah selanjutnya dalam peremajaan kawasan kumuh. Tabel 6. Perbandingan antara Indeks IK2KIM dan banyaknya permasalahan fisik Peringkat Banyaknya Lokasi IK2KIM IK2-KIM Permasalahan fisik RT-3 0, RT-2 1, RT-1 2, RT-6 2, RT-8 2, RT-4 3, RT-9 3, RT-5 4, RT-7 5, Sumber : Analisis,

11 Model Kualitas Lingkungan Perumahan untuk Peremajaan Kawasan Permukiman Perkotaan Dimas Hastama Nugraha KESIMPULAN 1. Model pemetaan kualitas lingkungan permukiman ini memberikan arah bagaimana pemetaan kualitas lingkungan dilaksanakan. Model ini terdiri dari 2 bagian yaitu mengukur IK2KIM dan memetakan permaslahan kawasan. 2. Pemetaan permasalahan memberikan gambaran secara riil permasalahan kawasan terkait. Permasalahan yang ditunjau dalam model adalah permasalahan terkait dengan kondisi fisik kawasan tersebut. 3. Indeks IK2KIM dalam model memberikan suatu indeks tentang kualitas lingkungan permukiman. Indeks teresebut diambil dari variabel demografi kawasan yang ada. Variabel yang dimaksud yaitu kepadatan penduduk, prosentase penduduk pendatang, prosentase pekerjaan berpenghasilan rendah dan prosentase pendidikan rendah. 4. Dalam pemetaan permasalahan yang dilakukan, RT- RT yang ada mempunyai permasalahan fisik yang hampir berimbang. RT 02,07, dan 08 mempunyai permasalahan fisik yang sedikit lebih banyak daripada RT yang lainnya 5. Dalam pemodelan yang dilakukan di RW 05 Cigugur Tengah, RT 03 mempunyai indeks IK2KIM paling rendah. Ini mengindikasikan bahwa RT03 mempunyai kualitas lingkungan yang lebih baik dibandingkan dengan RT- RT lainnya di kawasan RW 05 tersebut. Sebaliknya RT 07 mempunyai IK2KIM paling tinggi dimana mengindikasikan penurunan kualitas lingkungan di RT 07 lebih banyak dibandingkan dengan RT- RT yang lainnya 6. Dengan adanya 2 bagian dalam model ini, maka dapat ditentukan perencanaan program prioritas oleh stakeholders terkait. Naing, N. Dkk. (2005) Model Pengelolaan Permukiman Kumuh Menjadi Permukiman Layak Huni di Sulawesi Selatan, Jurnal Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, Utama, 2007 Analisa Model Penanganan Kawasan Kumuh di Kota Denpasar), Institut teknologi 10 November, Surabaya Undang- Undang Republik Indonesia nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Akses Internet (Dunn dalam Santoso,2010 ) L_DALAM_KEBIJAKAN_PUBLIK.pdf di akses 21 November di akses 21 november 2011 DAFTAR PUSTAKA [Balai Litbang Permukiman, Puslitbang Sebranmas], Balai Penelitian dan Pengembangan Permukiman, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan, 2008, Kajian Peningkatan Kualitas Sosial Ekonomi dalam Rangka Peremajaan Kawasan Kumuh Perkotaan, Yogyakarta, 2008 Basri, 2010 Model Penanganan permukiman kumuh studi kasus permukiman kelurahan Pontap Kecamatan Wara Timur Kota Palopo, Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan 175

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan akan dipaparkan mengenai latar belakang dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan infrastruktur permukiman kumuh di Kecamatan Denpasar

Lebih terperinci

UPAYA PEMERINTAH KOTA DENPASAR DALAM MENGATASI LINGKUNGAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN KUMUH DI KOTA DENPASAR

UPAYA PEMERINTAH KOTA DENPASAR DALAM MENGATASI LINGKUNGAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN KUMUH DI KOTA DENPASAR UPAYA PEMERINTAH KOTA DENPASAR DALAM MENGATASI LINGKUNGAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN KUMUH DI KOTA DENPASAR oleh A.A Ngurah Putra Prabawa Marwanto Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum, Universitas Udayana ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Peraturan Perumahan dan Kawasan Permukiman Peraturan terkait dengan perumahan dan kawasan permukiman dalam studi ini yaitu Undang-Undang No. 1 Tahun 11 tentang Perumahan dan Kawasan

Lebih terperinci

PEREMAJAAN PEMUKIMAN KAMPUNG PULO DENGAN PENDEKATAN PERILAKU URBAN KAMPUNG

PEREMAJAAN PEMUKIMAN KAMPUNG PULO DENGAN PENDEKATAN PERILAKU URBAN KAMPUNG PEREMAJAAN PEMUKIMAN KAMPUNG PULO DENGAN PENDEKATAN PERILAKU URBAN KAMPUNG Jesieca Siema, Michael Tedja, Indartoyo Universitas Bina Nusantara, Jl. K.H. Syahdan No. 9, Kemanggisan, Jakarta Barat 11480,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di wilayah perkotaan. Salah satu aspek

Lebih terperinci

Menuju Pembangunan Permukiman yang Berkelanjutan

Menuju Pembangunan Permukiman yang Berkelanjutan Menuju Pembangunan Permukiman yang Berkelanjutan Urbanisasi dan Pentingnya Kota Tingginya laju urbanisasi menyebabkan semakin padatnya perkotaan di Indonesia dan dunia. 2010 2050 >50% penduduk dunia tinggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk kota kota di Indonesia baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN PENDEKATAN PENELITIAN TAHAPAN PENELITIAN METODE PENGUMPULAN DATA METODE ANALISA VARIABEL PENELITIAN METODE SAMPLING BAB III METODE PENELITIAN 10 PENDEKATAN PENELITIAN Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penduduk dapat ditampung dalam ruang-ruang sarana sosial dan ekonomi, tetapi tidak akan berjalan dengan baik tanpa didukung oleh pelayanan infrastruktur yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Berdasarkan pengalaman masa lalu pelaksanaan pembangunan sanitasi di Kab. Bima berjalan secara lamban, belum terintegrasi dalam suatu perencanaan komprehensipif dan

Lebih terperinci

Pemahaman atas pentingnya Manual Penyusunan RP4D Kabupaten menjadi pengantar dari Buku II - Manual Penyusunan RP4D, untuk memberikan pemahaman awal

Pemahaman atas pentingnya Manual Penyusunan RP4D Kabupaten menjadi pengantar dari Buku II - Manual Penyusunan RP4D, untuk memberikan pemahaman awal BUKU 2 Manual Penyusunan RP4D Kabupaten Pemahaman atas pentingnya Manual Penyusunan RP4D Kabupaten menjadi pengantar dari Buku II - Manual Penyusunan RP4D, untuk memberikan pemahaman awal bagi penyusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Millenium Development Goals (MDG s) atau tujuan pembangunan millennium adalah upaya untuk memenuhi hak-hak dasar kebutuhan manusia melalui komitmen bersama antara

Lebih terperinci

RANCANGAN PERDA KUMUH KOTA YOGYAKARTA

RANCANGAN PERDA KUMUH KOTA YOGYAKARTA RANCANGAN PERDA KUMUH KOTA YOGYAKARTA Gambaran Umum Wilayah Luas wilayah Kota Yogyakarta: 3.250 Ha (32,5 Km 2 ) Kota Yogyakarta memiliki 14 Kecamatan, 45 Kelurahan, 614 Rukun Warga (RW), dan 2.524 Rukun

Lebih terperinci

Kebijakan Nasional Pengentasan Permukiman Kumuh. Direktorat Perkotaan, Perumahan, dan Permukiman, Kementerian PPN/Bappenas Manado, 19 September 2016

Kebijakan Nasional Pengentasan Permukiman Kumuh. Direktorat Perkotaan, Perumahan, dan Permukiman, Kementerian PPN/Bappenas Manado, 19 September 2016 Kebijakan Nasional Pengentasan Permukiman Kumuh Direktorat Perkotaan, Perumahan, dan Permukiman, Kementerian PPN/Bappenas Manado, 19 September 2016 Persentase Juta Jiwa MENGAPA ADA PERMUKIMAN KUMUH? Urbanisasi

Lebih terperinci

PEREMAJAAN PEMUKIMAN RW 05 KELURAHAN KARET TENGSIN JAKARTA PUSAT MENJADI RUMAH SUSUN

PEREMAJAAN PEMUKIMAN RW 05 KELURAHAN KARET TENGSIN JAKARTA PUSAT MENJADI RUMAH SUSUN LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PEREMAJAAN PEMUKIMAN RW 05 KELURAHAN KARET TENGSIN JAKARTA PUSAT MENJADI RUMAH SUSUN Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh

Lebih terperinci

Clustering Permukiman Kumuh di Kawasan Pusat Kota Surabaya

Clustering Permukiman Kumuh di Kawasan Pusat Kota Surabaya JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-172 Clustering Permukiman Kumuh di Kawasan Pusat Kota Surabaya Patrica Bela Barbara dan Ema Umilia Jurusan Perencanaan Wilayah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pembangunan perkotaan yang begitu cepat, memberikan dampak terhadap pemanfaatan ruang kota oleh masyarakat yang tidak mengacu pada tata ruang kota yang

Lebih terperinci

Identifikasi Karakteristik Lingkungan Permukiman Kumuh Berdasarkan Persepsi Masyarakat Di Kelurahan Tlogopojok

Identifikasi Karakteristik Lingkungan Permukiman Kumuh Berdasarkan Persepsi Masyarakat Di Kelurahan Tlogopojok 1 Identifikasi Karakteristik Lingkungan Permukiman Kumuh Berdasarkan Persepsi Masyarakat Di Kelurahan Tlogopojok Fachrul Irawan Ali dan Ema Umilia Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 1 PENDAHULUAN

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah susun ini dirancang di Kelurahan Lebak Siliwangi atau Jalan Tamansari (lihat Gambar 1 dan 2) karena menurut tahapan pengembangan prasarana perumahan dan permukiman

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta yang mencakup Jabodetabek merupakan kota terpadat kedua di dunia dengan jumlah penduduk 26.746.000 jiwa (sumber: http://dunia.news.viva.co.id). Kawasan Jakarta

Lebih terperinci

Buletin Warta Desa. Tentang Program Kotaku. Manfaat & Target Program. Tujuan. Tujuan Antara

Buletin Warta Desa. Tentang Program Kotaku. Manfaat & Target Program. Tujuan. Tujuan Antara Tentang Program Kotaku Program KOTAKU (Kota Tanpa Kumuh) adalah program pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh nasional yang merupakan penjabaran dari pelaksanaan Rencana Strategis Direktorat

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Indonesia adalah negara agraris dimana mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Berbagai hasil pertanian diunggulkan sebagai penguat

Lebih terperinci

KELOMPOK KERJA SANITASI KABUPATEN BERAU BAB I PENDAHULUAN

KELOMPOK KERJA SANITASI KABUPATEN BERAU BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sanitasi didefinisikan sebagai upaya membuang limbah cair domestik dan sampah untuk menjamin kebersihan dan lingkungan hidup sehat, baik ditingkat rumah tangga maupun

Lebih terperinci

`BAB I PENDAHULUAN. tertentu. Pada dasarnya pembangunan dalam sektor permukiman adalah

`BAB I PENDAHULUAN. tertentu. Pada dasarnya pembangunan dalam sektor permukiman adalah 1 `BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memperhatikan arti penting permukiman yang tidak dapat dipisahkan dari ruang yang harus dimanfaatkannya, maka lingkup permukiman meliputi masalah-masalah yang menyangkut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akses terhadap air bersih dan sanitasi telah diakui PBB sebagai hak asasi manusia melalui deklarasi dalam Sidang Umum PBB yang berlangsung pada akhir bulan Juli 2010.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang 1-1

PENDAHULUAN Latar Belakang 1-1 Bab 1 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi dan perkembangan wilayah dewasa ini semakin meningkat, namun tidak diimbangi secara optimal dengan penyediaan layanan sektor sanitasi dasar yang layak bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi (BPS) Kabupaten Kapuas Hulu Tahun Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi (BPS) Kabupaten Kapuas Hulu Tahun Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buku Putih Sanitasi berisi tentang pengkajian dan pemetaan sanitasi awal kondisi sanitasi dari berbagai aspek, yaitu mengenai Persampahan, Limbah Domestik, Drainase

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi untuk menjamin keberlangsungan hidup manusia. Seiring dengan rutinitas dan padatnya aktivitas yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

L a p o r a n S t u d i E H R A K a b. T T U Hal. 1

L a p o r a n S t u d i E H R A K a b. T T U Hal. 1 Bab I PENDAHULUAN Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) atau Studi Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan adalah sebuah survey partisipatif di tingkat Kabupaten/kota yang bertujuan untuk memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN TA Latar Belakang PENATAAN KAWASAN PERMUKIMAN SUNGAI GAJAH WONG DI YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN TA Latar Belakang PENATAAN KAWASAN PERMUKIMAN SUNGAI GAJAH WONG DI YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinamika dalam sebuah kota tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan yang membawa kemajuan bagi sebuah kota, serta menjadi daya tarik bagi penduduk dari wilayah lain

Lebih terperinci

STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN PROVINSI BANTEN

STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN PROVINSI BANTEN STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN PROVINSI BANTEN Tiar Pandapotan Purba 1), Topan Himawan 2), Ernamaiyanti 3), Nur Irfan Asyari 4) 1 2) Program Studi Perencanaan Wilayah

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN BANJARNEGARA. Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Banjarnegara

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN BANJARNEGARA. Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Banjarnegara LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN BANJARNEGARA Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Banjarnegara Kabupaten Banjarnegara September 2011 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 DAFTAR TABEL...

Lebih terperinci

Peran Masyarakat Tingkat Lokal dalam Perencanaan Ruang Kawasan Permukiman Kota

Peran Masyarakat Tingkat Lokal dalam Perencanaan Ruang Kawasan Permukiman Kota Peran Masyarakat Tingkat Lokal dalam Perencanaan Ruang Kawasan Permukiman Kota bandung, 4 agustus 2008 ; disampaikan pada seminar nasional peran arsitektur perkotaan dalam mewujudkan kota tropis Universitas

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBANGUNAN KAMPUNG PERKOTAAN TERHADAP KONDISI FISIK LINGKUNGAN PERMUKIMAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT

PENGARUH PEMBANGUNAN KAMPUNG PERKOTAAN TERHADAP KONDISI FISIK LINGKUNGAN PERMUKIMAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PENGARUH PEMBANGUNAN KAMPUNG PERKOTAAN TERHADAP KONDISI FISIK LINGKUNGAN PERMUKIMAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT (Studi Kasus: Kampung Kanalsari Semarang) Tugas Akhir Oleh : Sari Widyastuti L2D

Lebih terperinci

BAB V Area Beresiko Sanitasi

BAB V Area Beresiko Sanitasi BAB V Area Beresiko Sanitasi 6 BAB 5 Area Beresiko Sanitasi Buku Putih Sanitasi sangat penting bagi kabupaten dalam menetapkan prioritas wilayah pengembangan sanitasi yang meliputi pengelolaan air limbah,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR ISI PERNYATAAN... i KATA PENGANTAR... ii UCAPAN TERIMAKASIH... iii ABSTRAK... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang...

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR UJI MODEL PENINGKATAN KUALITAS SOSIAL DAN EKONOMI DALAM RANGKA PENATAAN KAWASAN KUMUH PERKOTAAN

LAPORAN AKHIR UJI MODEL PENINGKATAN KUALITAS SOSIAL DAN EKONOMI DALAM RANGKA PENATAAN KAWASAN KUMUH PERKOTAAN LAPORAN AKHIR UJI MODEL PENINGKATAN KUALITAS SOSIAL DAN EKONOMI DALAM RANGKA PENATAAN KAWASAN KUMUH PERKOTAAN Tahun 2011 BAB 1. PENDAHULUAN BAB I I.1. Latar belakang Penanganan kawasan kumuh seringkali

Lebih terperinci

STARTEGI SANITASI KABUPATEN (SSK) KELOMPOK KERJA AMPL KABUPATEN ENREKANG

STARTEGI SANITASI KABUPATEN (SSK) KELOMPOK KERJA AMPL KABUPATEN ENREKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Perkembangan pembangunan kota yang terus berkembang dan pertumbuhan populasi penduduk dengan berbagai aktifitasnya yang terus meningkat dengan pesat menyebabkan pemenuhan

Lebih terperinci

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Sanitasi di Indonesia telah ditetapkan dalam misi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMPN) tahun 2005 2025 Pemerintah Indonesia. Berbagai langkah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN SSK. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN SSK. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kondisi umum sanitasi di Indonesia sampai dengan saat ini masih jauh dari kondisi faktual yang diharapkan untuk mampu mengakomodir kebutuhan dasar bagi masyarakat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kelurahan Kapuk merupakan suatu wilayah dimana mengacu pada dokumen Direktori RW Kumuh 2011 dalam Evaluasi RW Kumuh di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2011 adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi (BPS) Kota Bima

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi (BPS) Kota Bima BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sanitasi merupakan salah satu pelayanan dasar yang kurang mendapatkan perhatian dan belum menjadi prioritas pembangunan di daerah. Dari berbagai kajian terungkap bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN MEMORANDUM PROGRAM SANITASI (MPS) 1.1 Latar Belakang.

BAB 1 PENDAHULUAN MEMORANDUM PROGRAM SANITASI (MPS) 1.1 Latar Belakang. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Pemerintah Indonesia mempunyai komitmen sangat kuat untuk mencapai salah satu target dalam Millenium Development Goals (MDGs), yaitu menurunnya jumlah penduduk yang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 129 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian mengenai Konsep Penataan Kawasan Permukiman Kumuh di kelurahan Kampung Makasar dan Soa-sio, kota Ternate,

Lebih terperinci

Untuk Pemerintah Kota/Kabupaten BANTUAN STIMULAN PENINGKATAN KUALITAS PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH (BSPK) TAHUN ANGGARAN...

Untuk Pemerintah Kota/Kabupaten BANTUAN STIMULAN PENINGKATAN KUALITAS PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH (BSPK) TAHUN ANGGARAN... 17 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN BANTUAN STIMULAN PENINGKATAN KUALITAS PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH Untuk Pemerintah Kota/Kabupaten

Lebih terperinci

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Salam Sejahtera Bagi Kita Semua,

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Salam Sejahtera Bagi Kita Semua, KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PRODUK UNDANG-UNDANG YANG BERPIHAK PADA PERTUMBUHAN EKONOMI, KESEMPATAN KERJA, DAN KESEJAHTERAAN RAKYAT Makalah disampaikan pada Musyawarah Nasional Real

Lebih terperinci

Interpretasi dan Uji Ketelitian Interpretasi. Penggunaan Lahan vii

Interpretasi dan Uji Ketelitian Interpretasi. Penggunaan Lahan vii DAFTAR ISI Halaman Judul... i Intisari... ii Abstract... iii Kata Pengantar... iv Daftar Isi... vi Daftar Tabel... ix Daftar Gambar... xi Daftar Lampiran... xiii BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota dengan segala macam aktivitasnya menawarkan berbagai ragam

BAB I PENDAHULUAN. Kota dengan segala macam aktivitasnya menawarkan berbagai ragam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota dengan segala macam aktivitasnya menawarkan berbagai ragam potensi, peluang dan keuntungan dalam segala hal. Kota juga menyediakan lebih banyak ide dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. kegiatan ini dimaksudkan untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan,

III. METODE PENELITIAN. kegiatan ini dimaksudkan untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan, III. METODE PENELITIAN Dalam pelaksanaan studi terdiri dari beberapa tahapan proses penelitian antara lain tahap persiapan, tahap pengumpulan data, dan tahap analisis. Tahapan kegiatan ini dimaksudkan

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN FISIK PERMUKIMAN KECAMATAN PAKUALAMANKOTA YOGYAKARTA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN FISIK PERMUKIMAN KECAMATAN PAKUALAMANKOTA YOGYAKARTA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN FISIK PERMUKIMAN KECAMATAN PAKUALAMANKOTA YOGYAKARTA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perumahan merupakan kebutuhan masyarakat yang paling mendasar, dan dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan rendah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepadatan penduduk di DKI Jakarta bertambah tiap tahunnya. Dari data yang didapat dari Badan Pusat Statistik (BPS) angka kepadatan penduduk DKI Jakarta pada tahun 2010

Lebih terperinci

IV.B.7. Urusan Wajib Perumahan

IV.B.7. Urusan Wajib Perumahan 7. URUSAN PERUMAHAN Penataan lingkungan perumahan yang baik sangat mendukung terciptanya kualitas lingkungan yang sehat, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Dengan meningkatnya kualitas

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul Halaman Pengesahan Halaman Pernyataan Halaman Persembahan Kata Pengantar. Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar

DAFTAR ISI. Halaman Judul Halaman Pengesahan Halaman Pernyataan Halaman Persembahan Kata Pengantar. Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar DAFTAR ISI Halaman Judul Halaman Pengesahan Halaman Pernyataan Halaman Persembahan Kata Pengantar Intisari Abstract Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar i ii iii iv v vii viii ix xii xiii BAB I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

STRATEGI SANITASI KABUPATEN KABUPATEN TANGGAMUS PROPINSI LAMPUNG

STRATEGI SANITASI KABUPATEN KABUPATEN TANGGAMUS PROPINSI LAMPUNG PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN TAHUN 2013 STRATEGI SANITASI KABUPATEN KABUPATEN TANGGAMUS PROPINSI LAMPUNG POKJA SANITASI KABUPATEN TANGGAMUS POKJA BADAN SANITASI PERENCANAAN KABUPATEN

Lebih terperinci

TINGKAT KEKUMUHAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN TAMBORA JAKARTA BARAT

TINGKAT KEKUMUHAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN TAMBORA JAKARTA BARAT Antologi Pendidikan Geografi, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2016 1 TINGKAT KEKUMUHAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN TAMBORA JAKARTA BARAT Oleh Ambarwati, D. Sugandi *), D. Sungkawa **) Departemen Pendidikan Geografi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ruang Kota dan Perkembangannya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ruang Kota dan Perkembangannya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Ruang Kota dan Perkembangannya Ruang merupakan unsur penting dalam kehidupan. Ruang merupakan wadah bagi makhluk hidup untuk tinggal dan melangsungkan hidup

Lebih terperinci

MODEL PERATURAN DAERAH TENTANG PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH TAHUN 2016

MODEL PERATURAN DAERAH TENTANG PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH TAHUN 2016 Revisi 1 MODEL PERATURAN DAERAH TENTANG PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH TAHUN 2016 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan jumlah penduduk dan urbanisasi merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan jumlah penduduk dan urbanisasi merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk dan urbanisasi merupakan salah satu permasalahan yang umumnya terjadi di daerah perkotaan. Dampak langsung yang dihadapi oleh pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sasaran Pembangunan Millennium (Millennium Development Goals atau disingkat dalam bahasa Inggris MDGs) adalah delapan tujuan yang diupayakan untuk dicapai pada tahun

Lebih terperinci

Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Cipta Karya Direktorat Pengembangan Permukiman

Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Cipta Karya Direktorat Pengembangan Permukiman Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Cipta Karya Direktorat Pengembangan Permukiman Permukiman Kumuh : RPJPN 2005-2024 TANTANGAN BERTAMBAHNYA LUASAN PERMUKIMAN KUMUH*: 2004 = 54.000 Ha 2009 =

Lebih terperinci

KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DALAM MENCAPAI TARGET PEMBANGUNAN RPJMN 2015-2019 DIREKTORAT PERKOTAAN, PERUMAHAN, DAN PERMUKIMAN BAPPENAS JAKARTA 22 MEI 2017 Arah Kebijakan 2015-2019

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan(PLP2K-BK) 1 Buku Panduan Penanganan Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh Berbasis

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan(PLP2K-BK) 1 Buku Panduan Penanganan Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh Berbasis BAB I PENDAHULUAN 1.4. Latar Belakang Permukiman kumuh merupakan permasalahan klasik yang sejak lama telah berkembang di kota-kota besar. Walaupun demikian, permasalahan permukiman kumuh tetap menjadi

Lebih terperinci

Tingkat Partisipasi Masyarakat pada Permukiman Kumuh Kelurahan Ploso

Tingkat Partisipasi Masyarakat pada Permukiman Kumuh Kelurahan Ploso JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-191 Partisipasi Masyarakat pada Permukiman Kumuh Kelurahan Ploso Sekar Ayu Advianty dan Ketut Dewi Martha Erli Handayeni Program

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN PALU SELATAN KOTA PALU

IDENTIFIKASI PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN PALU SELATAN KOTA PALU IDENTIFIKASI PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN PALU SELATAN KOTA PALU Abdul Gani Akhmad* * Abstract This study aims at identifying the condition of housing and settlement. This is due to obtaining

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. prasarana lingkungan di kawasan Kelurahan Tegalpanggung Kota Yogyakarta ini

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. prasarana lingkungan di kawasan Kelurahan Tegalpanggung Kota Yogyakarta ini BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Kesimpulan dari evaluasi pelaksanaan program Penataan dan peremajaan prasarana lingkungan di kawasan Kelurahan Tegalpanggung Kota Yogyakarta ini antara lain:

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI 3.1. Visi dan Misi Sanitasi Visi merupakan harapan kondisi ideal masa mendatang yang terukur sebagai arah dari berbagai upaya sistematis dari setiap elemen dalam

Lebih terperinci

Analisis Ketersediaan Dan Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Pada Kawasan Pusat Pelayanan Kota (Studi Kasus Kecamatan Palu Timur, Kota Palu)

Analisis Ketersediaan Dan Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Pada Kawasan Pusat Pelayanan Kota (Studi Kasus Kecamatan Palu Timur, Kota Palu) Analisis Ketersediaan Dan Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Pada Kawasan Pusat Pelayanan Kota (Studi Kasus Kecamatan Palu Timur, Kota Palu) ANDI CHAIRUL ACHSAN 1* 1. Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 16 BAB II LANDASAN TEORI 1. Permukiman A. Tinjauan Pustaka Secara formal, definisi permukiman di Indonesia tertulis dalam UU No 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Dalam dokumen tersebut,

Lebih terperinci

Indikasi Rencana Program Prioritas dan Kebutuhan Pendanaan Dinas Pekerjaan Umum Kota Denpasar Tahun

Indikasi Rencana Program Prioritas dan Kebutuhan Pendanaan Dinas Pekerjaan Umum Kota Denpasar Tahun Indikasi Rencana dan Kebutuhan Pendanaan Dinas Pekerjaan Umum Tahun 2016-2021 Tujuan Capaian dan Kerangka Pendanaan (jutaan rupiah) akhir periode 1 URUSAN WAJIB 1 03 DINAS PEKERJAAN UMUM 1 03 01 Pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Masalah Sanitasi, khususnya sanitasi di perkotaan adalah isu yang sampai hari ini belum terselesaikan secara maksimal bahkan sehingga sangat memerlukan perhatian semua

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Pemahaman Judul dan Tema

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Pemahaman Judul dan Tema BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkotaan dengan kompleksitas permasalahan yang ada di tambah laju urbanisasi yang mencapai 4,4% per tahun membuat kebutuhan perumahan di perkotaan semakin meningkat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN MADIUN

BAB I PENDAHULUAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN MADIUN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hampir 30% penduduk Indonesia masih buang air besar sembarangan (BABS), baik langsung maupun tidak langsung 18,1% diantaranya di perkotaan. Genangan di permukiman dan

Lebih terperinci

POLA PENGEMBANGAN RUMAH DI KAMPUNG KOTA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

POLA PENGEMBANGAN RUMAH DI KAMPUNG KOTA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA POLA PENGEMBANGAN RUMAH DI KAMPUNG KOTA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA Nina Nurdiani Jurusan Arsitektur, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Bina Nusantara Jln K.H. Syahdan No. 9, Kemanggisan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kondisi eksisting sanitasi di perkotaan masih sangat memprihatinkan karena secara pembangunan sanitasi tak mampu mengejar pertambahan jumlah penduduk yang semakin

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KOMPONEN PERMUKIMAN DAN KEBERHASILAN METODE BANK SAMPAH DALAM PENGELOLAAN SAMPAH BERKELANJUTAN DI KOTA SURAKARTA

HUBUNGAN ANTARA KOMPONEN PERMUKIMAN DAN KEBERHASILAN METODE BANK SAMPAH DALAM PENGELOLAAN SAMPAH BERKELANJUTAN DI KOTA SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA KOMPONEN PERMUKIMAN DAN KEBERHASILAN METODE BANK SAMPAH DALAM PENGELOLAAN SAMPAH BERKELANJUTAN DI KOTA SURAKARTA Mohamad Nuriman, Soedwiwahjono, Rufia Andisetyana Putri Program Studi Perencanaan

Lebih terperinci

LAPORAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

LAPORAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT PROGRAM PENERAPAN IPTEK LAPORAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT IDENTIFIKASI PERMASALAHAN FISIK DI KELURAHAN ARJOSARI, KEC. BLIMBING, KOTA MALANG Oleh : Ir. Daim Triwahyono, MSA Ir. Bambang Joko Wiji Utomo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Oleh karena itu,bukan suatu pandangan yang aneh bila kota kota besar di

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Oleh karena itu,bukan suatu pandangan yang aneh bila kota kota besar di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota di Indonesia merupakan sumber pengembangan manusia atau merupakan sumber konflik sosial yang mampu mengubah kehidupan dalam pola hubungan antara lapisan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PENANGANAN KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH MELALUI UPAYA PEREMAJAAN

IDENTIFIKASI DAN PENANGANAN KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH MELALUI UPAYA PEREMAJAAN IDENTIFIKASI DAN PENANGANAN KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH MELALUI UPAYA PEREMAJAAN (Studi Kasus Kelurahan Pasar Baru dan Kelurahan Balai-Balai Kota Padang Panjang) Febri Rahman 1), Ir Hamdi Nur 2), Harne Julianti

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR 118 PEREMAJAAN RUMAH SUSUN PEKUNDEN SEMARANG BAB I PENDAHULUAN

TUGAS AKHIR 118 PEREMAJAAN RUMAH SUSUN PEKUNDEN SEMARANG BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan, perumahan, dan pemukiman pada hakekatnya merupakan pemanfaatan lahan secara optimal, khususnya lahan di perkotaan agar berdaya guna dan berhasil guna sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Objek Penelitian Perumahan dan permukiman merupakan hak dasar bagi setiap warga negara Indonesia sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD tahun 1945 pasal 28 H ayat (I) bahwa: setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota menurut Alan S. Burger The City yang diterjemahkan oleh (Dyayadi, 2008) dalam bukunya Tata Kota menurut Islam adalah suatu permukiman yang menetap (permanen) dengan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PERMUKIMAN KUMUH DI KOTA MEDAN (STUDI KASUS ; KECAMATAN MEDAN BELAWAN) OLEH JULINTRI HUTAPEA

ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PERMUKIMAN KUMUH DI KOTA MEDAN (STUDI KASUS ; KECAMATAN MEDAN BELAWAN) OLEH JULINTRI HUTAPEA SKRIPSI ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PERMUKIMAN KUMUH DI KOTA MEDAN (STUDI KASUS ; KECAMATAN MEDAN BELAWAN) OLEH JULINTRI HUTAPEA 080501026 PROGRAM STUDI S1-EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

Identifikasi Permukiman Kumuh Berdasarkan Tingkat RT di Kelurahan Keputih Kota Surabaya

Identifikasi Permukiman Kumuh Berdasarkan Tingkat RT di Kelurahan Keputih Kota Surabaya C389 Identifikasi Permukiman Kumuh Berdasarkan Tingkat RT di Kelurahan Keputih Kota Surabaya Elpidia Agatha Crysta dan Yanto Budisusanto Departemen Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON I - 1

BAB I PENDAHULUAN BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sanitasi adalah segala upaya yang dilakukan untuk menjamin terwujudnya kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan. Layanan yang tidak optimal dan buruknya kondisi

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP INFRASTRUKTUR JARINGAN DRAINASE KOTA RANTEPAO

STUDI PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP INFRASTRUKTUR JARINGAN DRAINASE KOTA RANTEPAO STUDI PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP INFRASTRUKTUR JARINGAN DRAINASE KOTA RANTEPAO Meny Sriwati Jurusan Teknik Sipil Sekolah Tinggi Teknik Dharma Yadi Makassar ABSTRACT This study aimed (1)

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PREFERENSI BERMUKIM BERDASARKAN PERSEPSI PENGHUNI PERUMAHAN FORMAL DI KELURAHAN MOJOSONGO KOTA SURAKARTA

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PREFERENSI BERMUKIM BERDASARKAN PERSEPSI PENGHUNI PERUMAHAN FORMAL DI KELURAHAN MOJOSONGO KOTA SURAKARTA T U G A S A K H I R FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PREFERENSI BERMUKIM BERDASARKAN PERSEPSI PENGHUNI PERUMAHAN FORMAL DI KELURAHAN MOJOSONGO KOTA SURAKARTA Diajukan Sebagai Syarat Untuk Mencapai Jenjang Sarjana

Lebih terperinci

WALI KOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT

WALI KOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT WALI KOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR (TL- 40Z0) DESAIN

LAPORAN TUGAS AKHIR (TL- 40Z0) DESAIN No. Urut : 1109 / 0304 / D LAPORAN TUGAS AKHIR (TL- 40Z0) DESAIN Perencanaan Penerapan Teknologi Lingkungan Tepat Guna dalam Pengelolaan Persampahan di Lingkungan Kumuh melalui Pemberdayaan Masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan paradigma pembangunan pada masa orde baru, dari sistem sentralistik ke sistem desentralistik bertujuan untuk memberikan pelimpahan wewenang kepada otonomi daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang Sanitasi di berbagai daerah selama ini belum menjadi prioritas, terlihat di Indonesia berada di posisi bawah karena pemahaman penduduknya mengenai

Lebih terperinci

Menakar Kinerja Kota Kota DiIndonesia

Menakar Kinerja Kota Kota DiIndonesia Menakar Kinerja Kota Kota DiIndonesia Oleh Doni J Widiantono dan Ishma Soepriadi Kota-kota kita di Indonesia saat ini berkembang cukup pesat, selama kurun waktu 10 tahun terakhir muncul kurang lebih 31

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Sujarto (dalam Erick Sulestianson, 2014) peningkatan jumlah penduduk yang tinggi dan perpindahan penduduk ke daerah perkotaan, merupakan penyebab utama pesatnya

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN DAN PERDESAAN

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN DAN PERDESAAN KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA DIREKTORAT PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN DAN PERDESAAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 4 Tahun 2017 Seri E Nomor 2 PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 4 Tahun 2017 Seri E Nomor 2 PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR Nomor 4 Tahun 2017 Seri E Nomor 2 PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH Diundangkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Laporan Akhir PENYUSUNAN LAYANAN PERSAMPAHAN KOTA BOGOR

KATA PENGANTAR. Laporan Akhir PENYUSUNAN LAYANAN PERSAMPAHAN KOTA BOGOR KATA PENGANTAR Dokumen Layanan Persampahan Kota Bogor merupakan dokumen yang memuat keadaaan terkini kondisi persampahan Kota Bogor. Penyusunan dokumen ini pada dasarnya ditujukan pada pendayagunaan segenap

Lebih terperinci

LAMPIRAN V DESKRIPSI PROGRAM/KEGIATAN

LAMPIRAN V DESKRIPSI PROGRAM/KEGIATAN LAMPIRAN V DESKRIPSI PROGRAM/KEGIATAN Sub Sektor Air Limbah Program Penyusunan Master Plan Air Limbah Latar Belakang Dokumen masterplan merupakan suatu tahap awal dari perencanaan. Dokumen ini sangat diperlukan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Konsep Hunian Vertikal sebagai Alternatif untuk Mengatasi Masalah Permukiman Kumuh, Kasus Studi Kampung Pulo

Konsep Hunian Vertikal sebagai Alternatif untuk Mengatasi Masalah Permukiman Kumuh, Kasus Studi Kampung Pulo Konsep Hunian Vertikal sebagai Alternatif untuk Mengatasi Masalah Permukiman Kumuh, Kasus Studi Kampung Pulo Felicia Putri Surya Atmadja 1, Sri Utami 2, dan Triandriani Mustikawati 2 1 Mahasiswa Jurusan

Lebih terperinci

ISSN No Jurnal Sangkareang Mataram 27 PEMETAAN TINGKAT RESIKO KEKUMUHAN DI LINGKUNGAN JURING LENENG KABUPATEN LOMBOK TENGAH.

ISSN No Jurnal Sangkareang Mataram 27 PEMETAAN TINGKAT RESIKO KEKUMUHAN DI LINGKUNGAN JURING LENENG KABUPATEN LOMBOK TENGAH. ISSN No. 2355-9292 Jurnal Sangkareang Mataram 27 PEMETAAN TINGKAT RESIKO KEKUMUHAN DI LINGKUNGAN JURING LENENG KABUPATEN LOMBOK TENGAH Oleh: Indah Arry Pratama Dosen Fakultas Teknik Universitas Nusa Tenggara

Lebih terperinci