BAB II LANDASAN TEORI. dalam ruang lingkup sekolah konsep engagement meliputi beberapa bagian, yang
|
|
- Suhendra Tan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II LANDASAN TEORI A. STUDENT ENGAGEMENT 1. Definisi Student Engagement Menurut National Research Council dan Institute of Medicine (2004), dalam ruang lingkup sekolah konsep engagement meliputi beberapa bagian, yang pertama adalah perilaku, yang tediri dari ketekunan, usaha, perhatian, mengikuti kelas yang menantang. Selanjutnya, yang kedua adalah emosi, yang terdiri dari ketertarikan, rasa bangga dalam keberhasilan, dan yang ketiga adalah kognitif yang terdiri dari evaluasi dalam belajar dan regulasi diri siswa. Definisi student engagement terdiri dari komponen psikologis yang berkaitan dengan rasa memiliki siswa kepada sekolah, penerimaan aturan yang ada di sekolah, dan komponen perilaku yang berkaitan dengan partisipasi dalam kegiatan sekolah (Finn, 1993). Banyak defenisi student engagement, diantaranya menurut Kuh (dalam Trowler, 2010) yang menyatakan bahwa student engagement adalah berpartisipasi secara efektif dalam praktek pendidikan, baik di dalam maupun di luar kelas yang mengarah ke berbagai hasil yang terukur dan sejauh mana siswa terlibat dalam kegiatan di sekolah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa student engagement dihubungkan dengan hasil belajar yang baik (Trowler, 2010). Menurut Appleton (dalam Trowler, 2010) student engagement adalah sejauh mana siswa termotivasi dan berkomitmen untuk belajar, menunjukkan perilaku dan sikap positif, dan 14
2 15 memiliki hubungan baik dengan guru, teman sebaya, serta adanya dukungan orang tua dalam pembelajaran. Siswa yang tinggi dalam student engagement akan beraprtisipasi dalam kegiatan belajar, memiliki emosional yang positif, dan mereka dapat bertahan dalam menghadapi tantangan (Connell, 1990 dan Connell & Wellborn, 1991). Sebaliknya, siswa yang rendah pada student engagement akan menjadi pasif, tidak berusaha keras, bosan, mudah menyerah, dan menampilkan emosi negatif, seperti marah, menyalahkan, dan penolakan (Skinner & Belmont, 1993). Fredricks (2004) menyebutkan bahwa student engagement berkaitan dengan hasil akademik yang positif, termasuk prestasi dan ketekunan di sekolah. Hal itu akan meningkat dengan dukungan dari guru serta rekan-rekan di kelas, tantangan sebuah tugas, peluang untuk mengambil pilihan, dan struktur yang memadai. Komponen psikologis (affective) menekankan pada rasa memiliki siswa atau keterikatan ke sekolah, yang ada hubungannya dengan perasaan diterima dan dihargai oleh rekan-rekan mereka, dan oleh orang lain di sekolah mereka (Willms, 2007). Saat ini student engagement telah berperan dalam upaya memperbaiki rendahnya tingkat prestasi akademik, mengatasi tingginya tingkat kebosanan siswa dan ketidakpuasan siswa di sekolah, serta mengatasi angka putus sekolah yang tinggi di daerah perkotaan (National Research Council & Institute of Medicine, 2004). Berdasarkan uraian di atas, maka defenisi student engagement adalah sejauh mana siswa dapat mengatur dirinya dan memberikan usaha yang efektif dalam belajar sehinngga memiliki evaluasi belajar yang baik, bagaimana siswa
3 16 dapat mengidentifikasi sekolahnya, merasa terikat, serta memiliki hubungan yang baik dengan guru, teman sebaya, dan ada dukungan orang tua dalam pembelajaran. 2. Aspek Student Engagement Appleton (dalam Doll, 2010) menyatakan bahwa aspek dari student engagement adalah kognitif dan afektif, yaitu : a. Cognitive Engagement Aspek ini merujuk pada keadaan yang lebih internal, seperti regulasi diri siswa, usaha yang dilakukan dalam mengerjakan pekerjaan sekolah, hasil yang diperoleh dalam belajar, serta tujuan pribadi dan otonomi. Aspek kognitif ini terdiri dari 3 sub indikator, yaitu kontrol dan relevansi tugas sekolah, harapan dan tujuan siswa di masa mendatang, dan motivasi intrinsik siswa (Doll, 2010). b. Affective Engagement Aspek ini merujuk pada sejauh mana siswa berinteraksi dengan guru dan teman-temannya dalam lingkungan sekolah, serta siswa memiliki rasa memiliki dengan sekolah dan menjadi bagian dari sekolah. Aspek afektif ini terdiri dari 3 sub indikator, yaitu hubungan antara guru-siswa, dukungan teman sebaya dalam belajar, dan dukungan keluarga dalam belajar (Doll, 2010). 3. Faktor yang Mempengaruhi Student Engagement Fredricks (2004), membagi faktor-faktor yang mempengaruhi student engagement menjadi 2 faktor besar yaitu :
4 17 a. Faktor eksternal (lingkungan) Faktor eksternal atau faktor lingkungan mencakup tingkat sekolah dan konteks kelas. Tingkat sekolah menggambarkan apa dasar siswa memilih sekolah tersebut, siswa memiliki tujuan yang jelas, ukuran sekolah, partisipasi siswa dalam kebijakan dan manajemen sekolah, kesempatan bagi staf dan mahasiswa untuk terlibat dalam upaya yang kooperatif, serta tugas akademik yang memungkinkan untuk pengembangan diri. Dalam faktor konteks kelas mencakup dukungan dari guru di dalam kelas, teman-teman, struktur kelas, tingkatan kelas, dan karakteristik tugas yang diberikan. b. Faktor internal Faktor internal mencakup kebutuhan individu yang berisi tentang kebutuhan untuk keterkaitan, kebutuhan untuk otonomi, kebutuhan untuk berkompetensi. B. PENDIDIKAN MULTIKULTURAL 1. Defenisi Pendidikan Multikultural Menurut Banks (2010) Pendidikan multikultural mencakup tiga hal yaitu ide atau konsep, gerakan pembaharuan pendidikan, dan proses. Pendidikan multikultural mengandung ide bahwa semua siswa terlepas dari perbedaan jenis kelamin, kelas sosial, karakteristik etnis, ras, atau budaya dan harus memiliki kesempatan yang sama untuk belajar di sekolah. Sedangkan menurut Gollnick & Chinn (2013), pendidikan multikultural merupakan suatu konsep yang mengakui pentingya perbedaan di dalam kehidupan peserta didik serta mendorong kesetaraan dan keadilan dalam pendidikan. Budaya
5 18 dari setiap individu mempengaruhi keseluruhan hidup individu tersebut. Budaya mendefenisikan siapa manusia. Menurut Gumono (2011) budaya mempengaruhi bagaimana individu makan, berpakaian, berbicara, berpikir, dan lain sebagainya. Di dalam konteks pendidikan, siswa berasal dari budaya yang berbeda-beda. Tidak semua siswa dapat diajari dengan cara yang sama. Guru perlu menyadari bahwa budaya dari setiap siswa akan mempengaruhi bagaimana mereka belajar, dan setiap siswa memiliki perbedaan kebutuhan, kemampuan dan pengalaman. 2. Dimensi Pendidikan Multikultural Secara spesifik, Banks (2010) menyatakan bahwa pendidikan multikultural dapat dikonsepsikan atas lima dimensi, yaitu : a. Integrasi konten yaitu pemaduan konten menangani sejauh mana guru menggunakan contoh dan konten dari beragam budaya dan kelompok untuk menggambarkan konsep, prinsip, generalisasi serta teori utama dalam bidang mata pelajaran atau disiplin mereka. b. Proses penyusunan pengetahuan adalah sesuatu yang berhubungan dengan sejauh mana guru membantu siswa paham, menyelidiki, dan untuk menentukan bagaimana asumsi budaya yang tersirat, kerangka acuan, perspektif dan prasangka di dalam disiplin mempengaruhi cara pengetahuan disusun di dalamnya. c. Menurunkan prasangka yaitu aspek ini fokus pada karakteristik dari sikap rasial siswa dan bagaimana sikap tersebut dapat diubah dengan metode dan materi pengajaran. d. Kesetaraan pedagogi adalah ketika guru mengubah cara pengajaran mereka ke cara yang akan memfasilitasi prestasi akademis dari siswa dari
6 19 berbagai kelompok ras, budaya, dan kelas sosial. Termasuk dalam pedagogi ini adalah penggunaan beragam gaya mengajar yang konsisten dengan banyaknya gaya belajar di dalam berbagai kelompok budaya dan ras. e. Pemberdayaan budaya sekolah harus diperiksa oleh semua anggota staf sekolah. Mereka semua juga harus berpartisipasi dalam penataan ini. Adanya praktek pengelompokan dan pelabelan, keikutsertaan dalam bidang olahraga, ketidakseimbangan dalam prestasi, ketidakseimbangan dalam penerimaan program pendidikan berbakat/khusus, dan interaksi antara staf dan siswa di seluruh bagian etnis dan ras yang merupakan variabel penting untuk menciptakan budaya sekolah yang memberdayakan siswa dari kelompok ras dan etnis yang beragam. C. YAYASAN PENDIDIKAN SULTAN ISKANDAR MUDA Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda didirikan pada tanggal 25 Agustus 1987 di daerah Sunggal Medan oleh seorang pemuda Tionghoa bernama Sofyan Tan. Sejak awal didirikan, Yayasan ini sudah memiliki visi untuk mengatasi dua permasalahan besar yang ada di Indonesia yakni kemiskinan, dan diskriminasi yang merugikan masyarakat marjinal di Indonesia. Sofyan Tan percaya bahwa kondisi tersebut dapat diatasi lewat pendidikan. Kemiskinan yang dikarenakan oleh kebodohan dapat berkurang jika generasi muda mendapatkan akses pendidikan pendidikan yang murah dan berkualitas. Inilah yang menjadi kerinduan sang pendiri, agar generasi muda Indonesia dapat bersekolah dengan mutu dan fasilitas yang baik tanpa membeda-bedakan (YPSIM, 2012).
7 20 Yayasan ini didirikan dengan prinsip memberikan kesempatan kepada semua anak bangsa, tanpa membeda-bedakan suku, agama, ras, gender dan tingkat sosial dan ekonomi untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas. Pendidikan berkualitas yang ditawarkan adalah pendidikan yang mengedepankan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi tetap memprioritaskan pembelajaran budi pekerti dan pembentukan karakter anak yang berpedoman pada nilai-nilai saling menghargai, saling menghormati dan gotong royong di dalam bingkai keberagaman (YPSIM, 2012). Untuk siswa yang kurang mampu secara ekonomi, yayasan ini mengadakan program anak asuh silang dengan sistem silang dan berantai, yaitu program yang bertujuan untuk memberikan beasiswa bagi anak yang kurang mampu, serta bertujuan untuk meminimalisir prasangka terhadap kelompok etnis atau agama tertentu dengan memasangkan anak dan orangtua asuh yang berbeda etnis maupun agama. Misalnya, anak dari etnis Jawa mendapatkan orangtua asuh dari etnis Batak, dan sebagainya. Sedangkan bagi mereka yang tidak lulus anak asuh, YPSIM memberikan alternatif pengurangan uang sekolah yang tercipta dengan adanya inisiatif subsidi silang yang dilakukan. Hal ini menunjukkan inisiatif YPSIM untuk turut melibatkan pihak orangtua dan masyarakat luas untuk turut serta menyukseskan pendidikan multikultural di Indonesia (YPSIM, 2012). Proses pembelajaran yang diterapkan di kelas adalah pembelajaran bermuatan multikutural. Artinya, mata pelajaran yang diterapkan sama dengan mata pelajaran di sekolah umum, namun yang membedakan adalah muatan topiktopik multikultural yang diintegrasikan ke dalam setiap mata pelajaran. Sehingga,
8 21 nuansa multikultural di YPSIM tidak hanya dirasakan dalam kultur sekolah dan kultur kelas seperti adanya rumah ibadah dari tiap agama besar di Indonesia, pembagian tempat duduk yang lintas budaya, tetapi juga terdapat dalam setiap pembelajaran yang diterapkan di dalam kelas. Sebagai contoh, dalam pelajaran IPA SD, ketika mempelajari bahwa pohon menghasilkan oksigen, guru menambahkan ilustrasi, bahwa mungkin saja pohon tersebut terdapat di rumah keluarga orang Batak, namun oksigen tersebut tetap dapat dirasakan oleh tetangga mereka yang adalah orang Jawa. Dalam hal ini guru mengajarkan arti berbagi tanpa membeda-bedakan. Ini adalah contoh kecil yang dapat diterapkan oleh guru di YPSIM dalam mengajarkan siswa untuk menjadi pribadi yang menghargai keberagaman (YPSIM, 2012). YPSIM telah merancang pedoman pembelajaran yang disusun berdasarkan sejumlah nilai, deskripsi, maupun indikator yang menjadi acuan kompetensi yang harus dicapai siswa dalam pembelajaran multikultural. Nilai-nilai tersebut yang akhirnya dipakai untuk kemudian merancang Rencana Kegiatan Harian (bagi tingkat TK), serta Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (bagi tingkat SD, SMP, SMA/SMK). Dengan adanya RKH, RPP, dan Silabus inilah guru dapat mengintegrasikan nilai dan indikator multikultural ke dalam setiap pembelajaran di kelas. Adapun 18 nilai yang di integrasikan kedalam sistem pembelajaran multikultural, adalah sebagai berikut :
9 22 a. Nilai religius Yang dimaksud dalam hal ini adalah bagaimana sikap dan perilaku siswa dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. b. Nilai jujur Nilai jujur yang dimaksud adalah upaya menjadikan siswa sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. c. Nilai toleransi Nilai toleransi adalah sikap dan tindakan siswa yang mampu menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. d. Nilai disiplin Nilai disiplin mencakup perilaku tertib dan patuh pada berbagai peraturan dan yang berlaku di sekolah dan di luar sekolah. e. Kerja keras Nilai kerja keras mencakup upaya siswa yang sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas. f. Nilai kreatif Nilai kreatif dan mandiri mencakup berpikir dan melakukan sesuatu dengan menggunakan cara cara yang baru dan inovatif serta tidak mudah tergantung pada orang lain dalam pelaksanaan suatu tugas.
10 23 g. Nilai demokratis Nilai demokratis di tunjukkan oleh cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang memberikan kesempatan yang sama bagi dirinya dan orang lain dalam berekspresi, memberikan pendapat, menjalankan hak dan kewajiban tanpa membeda-bedakan. h. Nilai rasa ingin tahu Nilai ini ditunjukkan oleh sikap dan tindakan yang berusaha mengetahui lebih mendalami dari sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan didengar. i. Nilai Nasionalisme Dilihat dari cara berpikir, sikap dan perbuatan yang menunjukkan kepedulian dan penghargaan tinggi terhadap suatu bahasa, lingkungan, sosial budaya ekonomi dan poltik bangsa. j. Nilai menghargai prestasi Ditunjukkan oleh sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi orang lain, serta mampu mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain. k. Nilai bersahabat dan komunikatif Ditunjukkan oleh rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerjasama dengan orang lain. l. Nilai cinta damai Dilihat dari sikap dan perbuatan siswa yang mampu menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
11 24 m. Nilai gemar membaca Ditunjukkan oleh kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang bermanfaat. n. Nilai peduli lingkungan Ditunjukkan oleh perilaku yang berupaya mencegah kerusakan alam dan upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi. o. Nilai peduli sosial dan kesejahteraan Ditunjukkan oleh kerelaan memberi bantuan pada setiap orang yang membutuhkan. p. Nilai tanggung jawab Ditunjukkan dari sikap dan perilaku seseorang dalam melaksanakan tugas dan kewajiban yang harus dilakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan, dan Tuhan Yang Maha Esa. q. Nilai keseteraan gender Mencakup sikap dan perilaku yang tidak membedakan laki-laki dan perempuan dalam hak dan kewajiban dalam lingkungan keluarga, sekolah dam masyarakat. r. Nilai pluralisme Ditunjukkan oleh sikap dan perilaku yang mampu mengakui, memahami, dan menghargai berbagai perbedaan yang meliputi perbedaan suku, ras, agama, gender, status sosial, status ekonomi, kondisi fisik, kemampuan akademis, bahasa.
12 25 D. STUDENT ENGAGEMENT SISWA SMA SULTAN ISKANDAR MUDA Student engagement adalah sejauh mana siswa termotivasi dan berkomitmen untuk belajar, menunjukkan perilaku dan sikap positif, dan memiliki hubungan baik dengan guru, teman sebaya, serta adanya dukungan orang tua dalam pembelajaran (Trowler, 2010). Menurut Appleton (dalam Doll, 2010) student engagement bukan sebagai atribut dari siswa, melainkan sebagai keadaan yang sangat dipengaruhi oleh kapasitas sekolah, keluarga, dan masyarakat untuk memberikan dukungan yang konsisten untuk belajar. Selanjutnya, student engagement membutuhkan aspek afekktif dalam lingkungan akademik, misalnya perilaku positif siswa dan hubungan antar teman, serta perilaku aktif dari siswa, misalnya kehadiran, partisipasi dalam kelas, usaha, perilaku prososial (Doll, 2010). Menurut Appleton (dalam Doll, 2010), student engagement terdiri dari 2 aspek, yaitu afektif dan kognitif. Aspek yang pertama adalah afektif. Aspek ini mengarah pada bagaimana siswa dapat berinteraksi di lingkungan sekolah baik kepada teman-teman sebaya maupun kepada guru serta apakah siswa tersebut mendapatkan dukungan dari orang tuanya dalam belajar. Aspek ini memiliki 3 sub indikator, yaitu hubungan antara siswa dengan guru, hubungan siswa dengan siswa lainnya dan adanya dukungan orang tua dalam belajar. Aspek yang kedua adalah kognitif. Aspek ini bersifat lebih internal, aspek ini melihat bagaimana siswa tersebut dapat meregulasi dirinya dalam kegiatan belajar, kemudian melihat bagaimana usaha siswa dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh sekolah, dan selanjutnya bagaimana hasil yang diperoleh siswa tersebut dalam
13 26 kegiatan belajar. Aspek ini terdiri dari 3 sub indikator, yaitu kontrol dan relevansi tugas, harapan dan tujuan siswa di masa mendatang dan motivasi intrinsik siswa tersebut di sekolah. Berdasarkan aspek dari student engagement yang disebutkan oleh Appleton, maka perlu diketahui juga hal- hal apa saja yang bisa mempengaruhi student engagement. Menurut Fredericks (2004) faktor yang mempengaruhi student engagement terdiri dari 2 faktor, yaitu faktor eksternal atau lingkungan dan faktor internal. Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari lingkungan siswa tersebut, dalam hal ini lingkungan terbesar pada siswa adalah lingkungan sekolahnya. Bagaimana hubungan siswa tersebut dengan guru-guru di sekolahnya ataupun dengan teman-temannya. Serta apakah kegiatan-kegiatan di sekolah tersebut bagus dan bisa menarik minat dari siswa nya untuk mengikuti berbagai kegiatan sekolah. Selain lingkungan sekolah, lingkungan keluarga juga mempengaruhi student engagement siswa. Bagaimana orang tua mendukung kegiatan belajar anaknya dan memantau perkembangan anaknya di sekolah. Faktor- faktor ini menjadi penentu tinggi rendahnya student engagement seorang siswa. Siswa yang tinggi dalam student engagement akan beraprtisipasi dalam kegiatan belajar, memiliki emosional yang positif, dan mereka dapat bertahan dalam menghadapi tantangan (Connell, 1990 dan Connell & Wellborn, 1991). Sebaliknya, siswa yang rendah pada student engagement akan menjadi pasif, tidak berusaha keras, bosan, mudah menyerah, dan menampilkan emosi negatif, seperti marah, menyalahkan, dan penolakan (Skinner & Belmont, 1993).
14 27 Hasil penelitian terbesar mengenai student engagement adalah penelitian yang dilakukan oleh Johnson et al. (2001) terhadap 134 sekolah yang tersebar di Amerika. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa siswa Afrika Amerika lebih engagement daripada siswa kulit putih dan Amerika Hispanik, setidaknya dalam salah satu aspek student engagement yaitu behavior yang telah diukur. Dari hasil penelitian ini bisa dilihat bahwa terdapat fenomena yang berbeda pada tingkat student engagement yang terkait dengan perbedaan ras/etnis di sekolah yang tersebar di Amerika. Penelitian sebelumnya ini mendorong peneliti untuk melihat student engagement pada sekolah yang memiliki komposisi dari berbagai ras, etnis, dan agama, atau sering disebut sekolah bermuatan pendidikan multikultural. Yayasan Pendidikan Sultan Iskandar Muda (YPSIM) merupakan sekolah yang bermuatan pendidikan multikultural. Sekolah ini sudah berdiri sejak tahun 1987 dan sudah mengemban sebuah visi untuk mengatasi permasalahan sosial yang ada di dalam masyarakat, yakni kemiskinan dan diskriminasi yang merugikan masyarakat marjinal di Indonesia (YPSIM, 2012). Selain itu YPSIM juga mengemban beberapa misi. Secara keseluruhan misi tersebut sejalan dengan tujuan sekolah yang berbasis multikultural, diantaranya sekolah YPSIM menyelenggarakan pendidikan dari tingkat playgroup sampai SMA/SMK dengan dasar kurikulum nasional yang berbasis budaya, karakter dan kewirausahaan. Sekolah ini sangan mendukung konsep pendidikan multikultural. Dilihat dari fasilitas 5 rumah ibadah yang disediakan oleh pihak sekolah, program beasiswa
15 28 anak asuh silang yang dimana program ini juga masih berkaitan mendukung konsep tersebut Selain aspek student engagement, terdapat juga faktor-faktor yang bisa mempengaruhi student engagement. Fredericks et al. (2004) mengemukakan faktor yang mempengaruhi student engagement yaitu dari eksternal dan internal. Faktor yang mempengaruhi student engagement dari eksternal adalah tingkat sekolah, pada faktor ini mencakup bagaimana cara siswa memilih sekolahnya, ada tujuan yang jelas dan konsisten di sekolah, partisipasi siswa dalam kebijakan dan manajemen sekolah, kesempatan bagi staf dan mahasiswa untuk terlibat dalam upaya yang kooperatif, dan tugas akademik yang memungkinkan untuk pengembangan produk. Dari hasil wawancara pada siswa YPSIM bisa mengidentifikasi salah satu faktor yang mempengaruhi student engagement, yaitu dari cara mereka memilih bersekolah di YPSIM, terlihat ada beberapa siswa yang memilih sekolah YPSIM karena memang ingin bersekolah di sekolah tersebut dan mengatakan bahwa sekolah tersebut merupakan sekolah yang bagus, tetapi ada juga yang memilih bersekolah di YPSIM karena mereka tidak lulus di sekolah lain. Hal ini bisa mempengaruhi student engagement. Selain itu terdapat faktor konteks kelas dimana pada faktor ini mengandung hal-hal yang berkaitan dengan dukungan dari guru dan rekan-rekan di dalam kelas, tingkatan kelas, bagaimana struktur di dalam kelas, dan karakteristik tugas. Terkait dengan faktor konteks kelas, berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh peneliti, faktor konteks kelas dapat diidentifikasi di sekolah YPSIM yaitu ada beberapa siswa yang mengakui bahwa ia menyukai lingkungan
16 29 kelasnya baik dari guru-guru yang berbeda-beda suku dan agama, maupun dari teman-teman sendiri yang juga berbeda-beda suku dan agamanya. Faktor yang mempengaruhi student engagement dari dari faktor eksternal merupakan faktor yang cenderung tergantung pada lingkungan sekolah. Lippman and Rivers (2008) mengemukakan bahwa lingkungan sekolah yang baik dapat menjadi instrumen dalam meningkatkan student engagement. Berdasarkan penejelasan di atas peneliti merasa perlu melakukan penelitian student engagement di sekolah bermuatan pendidikan multikultural dalam hal ini peneliti memilih SMA Sultan Iskandar Muda.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan kondisi yang kaya akan suku bangsa atau sering
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan kondisi yang kaya akan suku bangsa atau sering disebut multikultural, negara Indonesia dibangun dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Semboyan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. SIKAP 1. Definisi Sikap Sikap atau attitude dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Latin yaitu aptus. Kata ini memiliki arti fit atau siap untuk beraksi. Jika mengacu pada definisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seberapa besar perkembangan pendidikannya (Sanjaya, 2005). Menurut UU RI No
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan merupakan suatu proses yang sangat menentukan untuk perkembangan individu di masyarakat. Kemajuan pada individu bisa dilihat dari seberapa besar perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pendidikan adalah suatu upaya sadar dan terencana yang
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada dasarnya, pendidikan adalah suatu upaya sadar dan terencana yang dilakukan untuk mengubah perilaku individu, agar dapat mencapai potensi terbaik dari dalam diri
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. dimensi, yaitu behavioral engagement (partisipasi, tidak adanya perilaku yang
BAB II LANDASAN TEORI A. STUDENT ENGAGEMENT 1. Definisi Student Engagement Fredricks, dkk (2004) mendefinisikan student engagement melalui tiga dimensi, yaitu behavioral engagement (partisipasi, tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai sebuah negara yang masyarakatnya majemuk, Indonesia terdiri
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai sebuah negara yang masyarakatnya majemuk, Indonesia terdiri dari berbagai suku, ras, adat-istiadat, golongan, kelompok dan agama, dan strata sosial. Kondisi
Lebih terperinciKompetensi Inti Kompetensi Dasar
Kompetensi Inti 2. Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsif dan proaktif) dan menunjukan sikap sebagai
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karakter di Sekolah Dasar Negeri 2 Botumoputi Kecamatan Tibawa Kabupaten
A. Deskripsi Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengelolaan pendidikan karakter di Sekolah Dasar Negeri 2 Botumoputi Kecamatan Tibawa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha mewujudkan suasana belajar bagi peserta
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha mewujudkan suasana belajar bagi peserta didik. Pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian Tempat yang digunakan untuk penelitian adalah SDN 2 Pasirtamiang. Hal ini disebabkan, visi sekolah yang menjunjung pendidikan
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI 2. 1 Definisi Pendidikan Karakter 2.1.1 Pendidikan Karakter Menurut Lickona Secara sederhana, pendidikan karakter dapat didefinisikan sebagai segala usaha yang dapat dilakukan untuk
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. School Connectedness 1. Definisi School Connectedness Definisi school connectedness masih berkembang hingga saat ini. Secara umum school connectedness dijelaskan sebagai tingkat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya mencapai kedewasaan subjek didik yang mencakup segi intelektual, jasmani dan rohani, sosial maupun emosional. Undang-Undang Sisdiknas
Lebih terperinciKETERKAITAN NILAI, JENJANG KELAS DAN INDIKATOR UNTUK SMP-SMA
KETERKAITAN NILAI, JENJANG KELAS DAN INDIKATOR UNTUK SMP-SMA NILAI INDIKATOR 7 9 10-12 Religius: Sikap dan perilaku patuh dalam melaksanakan ajaran agama dianutnya, Toleran terhadap pelaksanaan ibadah
Lebih terperinciMemahami Budaya dan Karakter Bangsa
Memahami Budaya dan Karakter Bangsa Afid Burhanuddin Kompetensi Dasar: Memahami budaya dan karakter bangsa Indikator: Menjelaskan konsep budaya Menjelaskan konsep karakter bangsa Memahami pendekatan karakter
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Astrid Sutrianing Tria, 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia akan menjadi negara yang tentram apabila sumber daya manusianya memiliki budi pekerti yang baik. Budi pekerti yang baik dapat diupayakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seutuhnya sangatlah tidak mungkin tanpa melalui proses pendidikan.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan merupakan sebuah usaha yang ditempuh oleh manusia dalam rangka memperoleh ilmu yang kemudian dijadikan sebagai dasar untuk bersikap dan berperilaku. Karena
Lebih terperinciWALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 60 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER PADA SATUAN PENDIDIKAN
WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 60 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER PADA SATUAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dapat membantu suatu negara dalam mencetak SDM (Sumber
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat membantu suatu negara dalam mencetak SDM (Sumber Daya Manusia) yang berkualitas, baik dari segi spiritual, intelegensi, dan skill. Menteri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pendidikan formal merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pendidikan formal merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap manusia yang didapatkan lewat sekolah. Setiap orang yang bersekolah harus
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. suatu objek (Azwar, 2010). Sikap (attitude) ialah pernyataan evaluatif, baik yang
BAB II LANDASAN TEORI A. Sikap 1. Definisi Sikap Sikap adalah kecenderungan, pandangan, pendapat atau pendirian seseorang untuk menilai suatu objek atau persoalan dan bertindak sesuai dengan penilaiannya
Lebih terperinciPERAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER BELAJAR DAN SARANA PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA
PERAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER BELAJAR DAN SARANA PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA OLEH: DR. SUKIMAN, M.PD. DIREKTUR PEMBINAAN PENDIDIKAN KELUARGA DITJEN PAUD DAN DIKMAS KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN YOGYAKARTA,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pembelajaran di sekolah baik formal maupun informal. Hal itu dapat dilihat dari
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan kewarganegaraan (PKn) menjadi bagian penting dalam suatu pembelajaran di sekolah baik formal maupun informal. Hal itu dapat dilihat dari keberadaan pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan dapat diartikan secara umum sebagai usaha proses pembentukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat diartikan secara umum sebagai usaha proses pembentukan budi-pekerti dan akhlak-iman manusia secara sistematis, baik aspek ekspresifnya yaitu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan pada jaman ini sangat berkembang di berbagai negara. Sekolah sebagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan pada jaman ini sangat berkembang di berbagai negara. Sekolah sebagai lembaga formal merupakan sarana dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan.
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
35 BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini akan diuraikan tentang metode penelitian, defenisi operasional, sumber data dan data, instrument penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendidikan merupakan salah satu pondasi dasar suatu bangsa, sehingga pendidikan merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu faktor yang memengaruhi kemajuan suatu bangsa adalah pendidikan karena pendidikan merupakan salah satu pondasi dasar suatu bangsa, sehingga pendidikan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Dari rangkaian pembahasan yang telah dipaparkan di atas,
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari rangkaian pembahasan yang telah dipaparkan di atas, maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Bidayat al-hidayah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. anggota suatu kelompok masyarakat maupun bangsa sekalipun. Peradaban suatu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Moral dalam kehidupan manusia memiliki kedudukan yang sangat penting. Nilai-nilai moral sangat diperlukan bagi manusia, baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merubah dirinya menjadi individu yang lebih baik. Pendidikan berperan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan manusia untuk merubah dirinya menjadi individu yang lebih baik. Pendidikan berperan penting dalam proses
Lebih terperinciRENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN RPP
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN RPP I. IDENTITAS 1. Nama Sekolah : 2. Mata Pelajaran : PKn 3. Materi Pokok : Globalisasi 4. Kelas/Program : XII 5. Pertemuan Minggu ke : 16 dan 17 6. Alokasi Waktu : 6
Lebih terperinciKurikulum SD Negeri Lecari TP 2015/ BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pengolahan data, pembahasan hasil penelitian yang telah
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan pengolahan data, pembahasan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab VI, penulis dapat menarik kesimpulan dan saran yang kiranya dapat bermanfaat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masih jauh dari harapan nilai keadilan. Ditambah pula
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berangkat dari rasa keprihatinan atas kondisi bangsa kita dengan maraknya peristiwa-peristiwa yang mendera saat ini, antara lain tingginya tingkat kriminalitas,
Lebih terperinciom KOMPETENSI INTI 13. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu.
www.kangmartho.c om KOMPETENSI INTI 13. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. (PKn) Pengertian Mata PelajaranPendidikan Kewarganegaraan
Lebih terperinciIMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA DALAM PEMBELAJARAN SMA
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA DALAM PEMBELAJARAN SMA Heri Supranoto Pendidikan Ekonomi FKIP Universitas Muhammadiyah Metro Heri_supranoto@yahoo.com Abstrak Mengacu kepada berbagai peraturan perundang-undangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap pasangan suami istri yang telah menikah pasti mengharapkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap pasangan suami istri yang telah menikah pasti mengharapkan kehadiran seorang anak sebagai buah cinta dan kasih sayang mereka, tetapi untuk dapat mendidik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini dunia mengalami perubahan dengan begitu cepatnya. Perubahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang masalah Dewasa ini dunia mengalami perubahan dengan begitu cepatnya. Perubahan tersebut begitu terasa dan terus meningkat ke arah yang semakin maju. Untuk mengantisipasinya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang cacat, termasuk mereka dengan kecacatan yang berat di kelas pendidikan umum,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini banyak sekali program pendidikan yang diselenggarakan di Indonesia, salah satunya yaitu sekolah inklusi. Sekolah inklusi merupakan ketentuan pelayanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Salah satu tantangan yang cukup
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejalan dengan perkembangan masyarakat dewasa ini, pendidikan banyak menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Salah satu tantangan yang cukup menarik adalah
Lebih terperinciPENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1 Oleh Drs. H. Syaifuddin, M.Pd.I Pengantar Ketika membaca tema yang disodorkan panita seperti yang tertuang dalam judul tulisan singkat
Lebih terperinciStudi Deskriptif Student Engagement pada Siswa Kelas XI IPS di SMA Pasundan 1 Bandung
Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Student Engagement pada Siswa Kelas XI IPS di SMA Pasundan 1 Bandung 1 Rida Ayu Mustika, 2 Sulisworo Kusdiyati 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Islam
Lebih terperinci2015 PENERAPAN METODE TIMED PAIR SHARE UNTUK MENUMBUHKAN SIKAP DEMOKRATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Pendidikan di Indonesia selalu mengalami perubahan. Perubahan tersebut dilakukan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, relevansi pendidikan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran merupakan perpaduan yang harmonis antara kegiatan pengajaran yang dilakukan guru dan kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa. Dalam kegiatan pembelajaran
Lebih terperinciPENDIDIKAN KEPRAMUKAAN SEBAGAI PEMBENTUKKAN KARAKTER SISWA KELAS V SDN NGLETH 1 KOTA KEDIRI
PENDIDIKAN KEPRAMUKAAN SEBAGAI PEMBENTUKKAN KARAKTER SISWA KELAS V SDN NGLETH 1 KOTA KEDIRI Wahyu Nur Aida Universitas Negeri Malang E-mail: Dandira_z@yahoo.com Abstrak Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tes merupakan sebuah instrumen yang berfungsi sebagai media evaluasi. Tes biasa digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa selama periode tertentu. Tes di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangannya, dan terjadi pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak usia dini sering disebut anak prasekolah, memiliki masa peka dalam perkembangannya, dan terjadi pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang siap merespons
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang lebih dikenal dengan multikultural yang terdiri dari keragaman ataupun
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang dicirikan oleh adanya keragaman budaya. Keragaman tersebut antara lain terlihat dari perbedaan bahasa, etnis dan agama.
Lebih terperinci29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D)
29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D) A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI. Latar belakang pengelolaan pendidikan multikultural terdiri dari (1) latar
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Dari hasil penelitian di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. Latar belakang pengelolaan pendidikan multikultural terdiri dari (1)
Lebih terperincicommit to user BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan yang ditanamkan untuk siswa tidak hanya untuk mencapai nilai akademik yang tinggi saja. Tetapi perlu juga pendidikan untuk meningkatkan nilai-nilai
Lebih terperinci2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas suatu bangsa ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Manusia sebagai pemegang dan penggerak utama dalam menentukan kemajuan suatu bangsa. Melalui
Lebih terperinciINTEGRASI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR
INTEGRASI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR Ni Luh Sakinah Nuraini Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang 5 Malang Email: niluh.sakinah.fip@um.ac.id
Lebih terperinciPrioritas pembangunan nasional sebagaimana yang dituangkan
PENDIDIKAN KARAKTER LATAR BELAKANG Prioritas pembangunan nasional sebagaimana yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional Tahun 2005 2025 (UU No 17 Tahun 2007) antara lain
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah generasi penerus yang menentukan nasib bangsa di masa depan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sesungguhnya memiliki modal besar untuk menjadi sebuah bangsa yang maju, adil, makmur, berdaulat, dan bermartabat. Hal itu didukung oleh sejumlah fakta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan Undang Undang Dasar Pendidikan Nasional harus tanggap. terhadap tuntutan perubahan zaman. Untuk mewujudkan cita-cita ini,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Pendidikan Nasional harus tanggap terhadap tuntutan perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini permasalahan yang terjadi di kalangan remaja semakin beragam. Permasalahan yang muncul tidak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini permasalahan yang terjadi di kalangan remaja semakin beragam. Permasalahan yang muncul tidak hanya pada masalah belajar seperti membolos, mencontek,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat dipisahkan dengan proses pembelajaran. Di dalam proses pembelajaran, guru
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal penting bagi setiap insan manusia. Pendidikan dapat dilakukan baik secara formal maupun non formal. Setiap pendidikan tidak dapat
Lebih terperinciBAB I LATAR BELAKANG MASALAH. kerja, mendorong perguruan tinggi untuk membekali lulusannya dengan kemampuan
BAB I LATAR BELAKANG MASALAH 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan yang sangat cepat di semua sektor kehidupan khususnya dunia kerja, mendorong perguruan tinggi untuk membekali lulusannya dengan kemampuan
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
207 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI Bab V ini peneliti akan menyajikan penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian. Bab lima ini merupakan kesimpulan dari hasil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan penelitian pendahuluan melalui wawancara dengan salah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan penelitian pendahuluan melalui wawancara dengan salah seorang guru mata pelajaran PKn kelas VIII dan hasil observasi, ditemukan bahwa : 1. Pada
Lebih terperinciNASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S- I Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah
NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER PADA MATERI AJAR SERIBU PENA BAHASA INDONESIA UNTUK SMA/MA KELAS XII KARANGAN PUDJI ISDRIANI TERBITAN ERLANGGA TAHUN 2009 NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dari ketiga hal tersebut terlihat jelas bahwa untuk mewujudkan negara yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak zaman pemerintahan Ir. Soekarno, ada tiga hal penting yang menjadi tantangan. Pertama adalah mendirikan negara yang bersatu dan berdaulat, kedua adalah membangun
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Belajar Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa Indonesia. Disana dipaparkan bahwa belajar diartikan sebagai perubahan yang relatif permanen
Lebih terperinci520 Seminar Nasional dan Launching ADOBSI
NILAI KARAKTER DALAM BUKU PELAJARAN BAHASA INDONESIA SMP Nuryani UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Abstrak Banyaknya buku ajar yang beredar di kalangan siswa dan guru patut menjadi perhatian tersendiri.
Lebih terperinciPEMBENTUKAN WATAK BANGSA INDONESIA MELALUI PENDIDIKAN PANCASILA SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN BANGSA INDONESIA ABAD 21
PEMBENTUKAN WATAK BANGSA INDONESIA MELALUI PENDIDIKAN PANCASILA SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN BANGSA INDONESIA ABAD 21 Machful Indra Kurniawan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan nasional yang dirumuskan dalam Undang-undang nomor 20 tahun
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan nasional yang dirumuskan dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003 adalah untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan dapat diartikan secara umum sebagai usaha proses
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dapat diartikan secara umum sebagai usaha proses pembentukan budi-pekerti dan akhlak-iman manusia seacara sistematis, baik aspek ekspresifnya yaitu kegairahan,
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 23 TAHUN 2006 Tentang STANDAR KOMPETENSI KELULUSAN (SKL)
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 23 TAHUN 2006 Tentang STANDAR KOMPETENSI KELULUSAN (SKL) Pengertian Kompetensi adalah kemampuan bersikap, berpikir, dan bertindak
Lebih terperinciILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS)
KURIKULUM 2013 KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) / MADRASAH TSANAWIYAH (MTS) KELAS VII - IX MATA PELAJARAN : ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) Nama Guru NIP/NIK Sekolah : : : 1
Lebih terperinciKode Buku : Bobot (B) Skor (S) KOMPONEN DAN ASPEK A. MATERI/ISI. Materi/isi sesuai dan mendukung pencapaian tujuan pendidikan nasional.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PUSAT KURIKULUM DAN PERBUKUAN INSTRUMEN B1 PENILAIAN BUKU PENGAYAAN PENGETAHUAN Kode Buku : NO. A. MATERI/ISI KOMPONEN DAN ASPEK Skor (S)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterikatan siswa pada sekolah didefinisikan seberapa terlibat dan tertarik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keterikatan siswa pada sekolah didefinisikan seberapa terlibat dan tertarik seorang siswa dengan proses belajar dan seberapa terhubung mereka dengan kelas, institusi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indri Cahyani
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menurut UNESCO merupakan upaya mempersiapkan manusia untuk bisa hidup di masyarakat dan harus sesuai dengan tuntutan kebutuhan pendidikan masa lalu,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan nasional dari negara Indonesia yang tercantum dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan nasional dari negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) tahun 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Leli Nurlathifah, 2015
1 BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman menuntut disiapkannya penerus bangsa yang siap menghadapi berbagai tantangan. Individu yang siap adalah individu yang sukses
Lebih terperinciBAB VI SIMPULAN DAN SARAN. ditarik beberapa kesimpulan dan dirumuskan beberapa saran sebagai berikut.
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang dikemukakan pada Bab V dapatlah ditarik beberapa kesimpulan dan dirumuskan beberapa saran sebagai berikut. 6.1 Simpulan Memperhatikan rumusan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan potensi ilmiah yang ada pada diri manusia secara. terjadi. Dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya pendidikan merupakan suatu pembentukan dan pengembangan kepribadian manusia secara menyeluruh, yakni pembentukan dan pengembangan potensi ilmiah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan intervasi yang paling utama bagi setiap
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan intervasi yang paling utama bagi setiap bangsa. Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan
Lebih terperinci13. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu.
KOMPETENSI INTI 13. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. (PKn) Pengertian Mata PelajaranPendidikan Kewarganegaraan Berdasarkan UU Nomor
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. yaitu: sikap, proses, produk, dan aplikasi. Keempat unsur utama tersebut
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (Sains) pada hakikatnya meliputi empat unsur utama yaitu: sikap, proses, produk, dan aplikasi. Keempat unsur utama tersebut saling berkaitan
Lebih terperinciPERAN PENDIDIKAN DAN PENELITIAN TERHADAP PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA
1 PERAN PENDIDIKAN DAN PENELITIAN TERHADAP PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA Seminar Nasional, LPPM UNY, 11 Mei 2012 Paul Suparno Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta Pendahuluan Setelah cukup lama, persoalan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis untuk memotivasi, membina, membantu, serta membimbing seseorang untuk mengembangkan segala
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Atas dasar pemikiran tersebut, pendidikan karakter. dengan metode serta pembelajaran yang aktif.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang mengembangkan nilainilai karakter bangsa pada diri peserta didik, sehingga peserta didik dapat memaknai karakter bangsa
Lebih terperinci: Pendidikan Kewarganegaraan (PKN)
KTSP Perangkat Pembelajaran Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) PERANGKAT PEMBELAJARAN STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR Mata Pelajaran Satuan Pendidikan Kelas/Semester : Pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. konsisten terhadap prinsip dan semangat kebangsaan dalam kehidupan. Indonesia, khususnya generasi muda sebagai generasi penerus.
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga Negara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia yang berkualitas akan dihasilkan dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan adanya globalisasi yang berpengaruh pada bidang-bidang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan adanya globalisasi yang berpengaruh pada bidang-bidang kehidupan, maka Indonesia memerlukan sumber daya manusia yang berkualitas yang memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terpenting dalam suatu perkembangan bangsa. Oleh karena itu, perkembangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kualitas pendidikan di Indonesia selalu berusaha untuk ditingkatkan agar mencapai hasil yang semakin baik kedepannya. Pendidikan merupakan aspek terpenting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peran penting dalam pembangunan nasional. Melalui pendidikan yang baik, akan lahir manusia Indonesia yang mampu
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peran penting dalam pembangunan nasional. Melalui pendidikan yang baik, akan lahir manusia Indonesia yang mampu bersaing di era globalisasi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan karena pendidikan merupakan suatu proses yang berlangsung seumur hidup, pendidikan mampu melakukan proses
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
9 BAB II LANDASAN TEORI A. Moral dalam Sastra Moral dari segi etimologis berasal dari bahasa latin yaitu Mores yang berasal dari suku kata Mos. Mores berarti adat istiadat, kelakuan, tabiat, watak, akhlak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. serta ketrampilan yang diperlukan oleh setiap orang. Dirumuskan dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan manusia seutuhnya bertujuan agar individu dapat mengekspresikan dan mengaktualisasi diri dengan mengembangkan secara optimal dimensi-dimensi kepribadian
Lebih terperinciPENANAMAN KARAKTER CINTA TANAH AIR PADA SISWA KELAS VII SMP KASATRIYAN 1 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2012/2013
PENANAMAN KARAKTER CINTA TANAH AIR PADA SISWA KELAS VII SMP KASATRIYAN 1 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2012/2013 NASKAH PUBLIKASI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana
Lebih terperinciINSTRUMEN B2 PENILAIAN BUKU PENGAYAAN KETERAMPILAN
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PUSAT KURIKULUM DAN PERBUKUAN INSTRUMEN B2 PENILAIAN BUKU PENGAYAAN KETERAMPILAN Kode Buku: NO. KOMPONEN DAN ASPEK Skor (S) Bobot (B) S
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk hidup manusia dituntut memiliki perilaku yang lebih baik dari
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk hidup manusia dituntut memiliki perilaku yang lebih baik dari makhluk hidup yang lainnya. Oleh sebab itu, perlu adanya pendidikan. Pendidikan
Lebih terperinciPERBANDINGAN KTSP DAN K13 PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI KELAS 7
PERBANDINGAN KTSP DAN K13 PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI KELAS 7 (oleh aendydasaint.wordpress.com) KURIKULUM 2013 (Kompetensi Inti:) 1. Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pendidikan karakter merupakan suatu upaya penanaman nilai-nilai karakter
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan karakter merupakan suatu upaya penanaman nilai-nilai karakter kepada generasi penerus bangsa yang berakar pada nilai karakter dari budaya bangsa dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Masyarakat terus berkembang dan berubah menyesuaikan dengan kondisi jaman dan peradaban. Manusia sebagai bagian dari perkembangan jaman adalah faktor penentu keberlangsungan
Lebih terperinci