DESAIN DAN KARAKTERISASI PERFORMA SPEKTROMETER SMALL ANGLE NEUTRON SCATTERING (SANS) BATAN MENGGUNAKAN PROGRAM SIMULASI VITESS 3.1 M.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DESAIN DAN KARAKTERISASI PERFORMA SPEKTROMETER SMALL ANGLE NEUTRON SCATTERING (SANS) BATAN MENGGUNAKAN PROGRAM SIMULASI VITESS 3.1 M."

Transkripsi

1 DESAIN DAN KARAKTERISASI PERFORMA SPEKTROMETER SMALL ANGLE NEUTRON SCATTERING (SANS) BATAN MENGGUNAKAN PROGRAM SIMULASI VITESS 3.1 M. ARIF EFENDI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Desain dan Karakterisasi Performa Spektrometer Small Angle Neutron Scattering (SANS) BATAN Menggunakan Program Simulasi Vitess 3.1 adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2014 M. Arif Efendi NIM G

4 ABSTRAK M. ARIF EFENDI. Desain dan Karakterisasi Performa Spektrometer Small Angle Neutron Scattering (SANS) BATAN Menggunakan Program Simulasi Vitess 3.1. Dibimbing oleh TONY IBNU SUMARYADA dan EDY GIRI RACHMAN PUTRA. Small Angle Neutron Scattering (SANS) merupakan teknik yang mampu memetakan dan memberikan informasi struktur dan dinamika secara tiga dimensi bentuk, ukuran, dan orientasi suatu inhomogenitas dalam skala nanometer. Performa spektrometer SANS dapat ditingkatkan melalui simulasi ataupun eksperimen. Metoda Monte Carlo merupakan metoda yang paling tepat untuk simulasi eksperimen SANS, salah satu program simulasi yang menggunakan Metoda Monte Carlo adalah Vitess 3.1. Salah satu parameter penting dalam SANS ini adalah fluks neutron pada pada posisi sampel yang menurun secara eksponensial sebagai fungsi panjang kolimator dan secara linear sebagai fungsi panjang neutron guide berdasarkan hasil simulasi. Distribusi fluks neutron pada berkas neutron tidak homogen dengan nilai rata-ratanya sama dengan hasil pengukuran fluks neutron pada seluruh luasan berkas neutron. Hasil simulasi pengukuran fluks neutron sesuai dengan hasil eksperimen. Kata kunci: fluks neutron, simulasi, Small Angle Neutron Scattering (SANS) ABSTRACT M. ARIF EFENDI. Design and Characterizing Performance of Small Angle Neutrons Scattering (SANS) BATAN Spectrometer Using Program Simulation Vitess 3.1. Supervised by TONY IBNU SUMARYADA and EDY GIRI RACHMAN PUTRA. Small Angle Neutron Scattering (SANS) is a technique for mapping and providing the information of structure and dynamics in three dimension of shape, size, and orientation of an inhomogenitas in nanometer scale. The performance of SANS spectrometer can be improved through simulation or experiment. Monte Carlo method is the most appropriate method for simulating SANS experiment. One of the simulation program based on Monte Carlo method is Vitess 3.1. From the simulation, the neutron flux at the sample position decreases exponentially as a function of collimator length and decreases linearly as a function of the neutron guide length. Neutron flux distribution in the neutron beam is inhomogenous with the average value is equal to the neutron flux measurement results on the entire area of the neutron beam. The simulation result on neutron flux measurement is comparable with the experimental results. Keywords: neutron flux, simulation, Small Angle Neutron Scattering (SANS)

5 DESAIN DAN KARAKTERISASI PERFORMA SPEKTROMETER SMALL ANGLE NEUTRON SCATTERING (SANS) BATAN MENGGUNAKAN PROGRAM SIMULASI VITESS 3.1 M. ARIF EFENDI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Fisika DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

6

7 Judul Skripsi : Desain dan Karakterisasi Performa Spektrometer Small Angle Neutron Scattering (SANS) BATAN Menggunakan Program Simulasi Vitess 3.1 Nama : M. Arif Efendi NIM : G Disetujui oleh Dr Tony Ibnu Sumaryada Pembimbing I Dr Edy Giri Rachman Putra Pembimbing II Diketahui oleh Dr Akhiruddin Maddu Ketua Departemen Fisika Tanggal Lulus:

8 PRAKATA Alhamdulillahirabbil'alamin. Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat, hidayah dan karunia-nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Desain dan Karakterisasi Performa Spektrometer Small Angle Neutron Scattering (SANS) BATAN Menggunakan Program Simulasi Vitess 3.1 yang dilaksanakan sejak bulan Juni Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Tony Ibnu Sumaryada dan Bapak Dr Edy Giri Rachman Putra selaku pembimbing. Terima kasih penulis sampaikan kepada khususnya Bapak Drs Abarrul Ikram, M.Sc. PhD, Bapak Dr Epung Saepul Bahrum M.T, dan Bapak Ir Tagor Malem Sembiring yang telah memberi masukan dan revisi yang sangat berguna bagi kesempurnaan karya tulis ini. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada kedua dosen penguji, Ibu Mersi Kurniati S.Si, M.Si dan Bapak Drs Mahfuddin Zuhri M.Si yang telah memberikan banyak masukan dan dukungan kepada penulis. Ungkapan terima kasih setulus hati penulis sampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas doa dan kasih sayangnya kepada penulis. Begitu juga dengan rekan-rekan mahasiswa/i fisika angkatan 47 yang senantiasa memberikan motivasi, saran dan bimbingannya selama ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk mengembangkan simulasi hamburan neutron di Departemen Fisika FMIPA-IPB. Bogor, April 2014 M. Arif Efendi

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 1 Tujuan Penelitian 2 Hipotesis 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 Small Angle Neutron Scattering (SANS) 2 Vitess (Virtual Instrumentation Tool for the European Spallation Source) 3 Modul Source Constant Wave 3 Modul Guide 4 Modul Velselect 5 Modul Spacewindow 5 Modul Collimator 6 Modul Capture Flux 6 METODE 6 Waktu dan Tempat 6 Alat 7 Persiapan 7 Pengenalan Spektrometer SANS BATAN 7 Studi Pustaka 7 Simulasi Monokromatisasi Neutron Polikromatik 7 Pengukuran Fluks Neutron 8 Hubungan Kecepatan Putar MVS Terhadap Panjang Gelombang dan Fluks Neutron 8 Distribusi Fluks Neutron pada Panjang Gelombang 3.2 Å 8 HASIL DAN PEMBAHASAN 8 Hasil Simulasi Monokromatisasi Neutron Polikromatik 8 Fluks Neutron pada Posisi Sampel Sebagai Fungsi Panjang Kolimator 10 Fluks Neutron Sebagai Fungsi Panjang Neutron Guide 12 Hubungan Kecepatan Putar MVS Terhadap Panjang Gelombang dan Fluks Neutron 13 vii vii vii

10 Distribusi Fluks Neutron pada Panjang Gelmbang 3.2 Å 15 SIMPULAN DAN SARAN 16 Simpulan 16 Saran 17 DAFTAR PUSTAKA 17 LAMPIRAN 18 RIWAYAT HIDUP 27

11 DAFTAR TABEL 1 Fluks neutron pada posisi sampel sebagai fungsi panjang kolimator 11 2 Perbandingan fluks neutron hasil simulasi dengan eksperimen 11 3 Fluks neutron sebagai fungsi panjang neutron guide 12 4 Panjang gelombang dan fluks neutron pada berbagai kecepatan putar MVS 14 5 Perbandingan panjang gelombang teori, eksperimen dan simulasi 14 6 Distribusi fluks neutron pada panjang tabung pemandu neutron 16.5 m menggunakan panjang gelombang 3.2 Å 16 DAFTAR GAMBAR 1 Diagram skematik spektrometer SANS 3 2 Koordinat moderator 4 3 Koordinat neutron guide 5 4 Koordinat spacewindow 6 5 Hasil analisis kalibrasi berbagai panjang gelombang berdasarkan simulasi pada kecepatan putar MVS (a) 6300 RPM (b) 5160 RPM dan (c) 3480 RPM 10 6 Hasil simulasi hubungan fluks neutron pada posisi sampel terhadap panjang kolimator tanpa perhitungan gravitasi 11 7 Hasil simulasi hubungan fluks neutron pada posisi sampel terhadap panjang kolimator dengan perhitungan gravitasi 12 8 Hasil simulasi hubungan fluks neutron terhadap panjang neutron guide tanpa perhitungan gravitasi 13 9 Hasil simulasi hubungan fluks neutron terhadap panjang neutron guide dengan perhitungan gravitasi Profil berkas neutron pada panjang tabung pemandu neutron 16.5 m Koordinat berkas neutron pada panjang tabung pemandu neutron 16.5 m 15 DAFTAR LAMPIRAN 1 Layout fasilitas hamburan neutron BATAN 18 2 Neutron guide 18 3 Diagram skematik SANS BATAN 18 4 Konfigurasi pengukuran fluks neutron pada panjang kolimator (a) 1.5 m m (b) 4 m (c) 8 m (d) 13 m (e) 18 m 19 5 Konfigurasi pengukuran fluks neutron pada panjang neutron guide (a) 5 m (b) 10 m (c) 14 m (d) 16.5 m 20 6 Contoh tampilan layar pada Program Vitess Kurva neutron termal polikromatik 21 8 Profil berkas neutron setelah MVS pada panjang gelombang (a) 3.2 Å (b) 3.9 Å (c) 5.7 Å 22

12 9 Distribusi berkas neutron pada posisi sampel dengan panjang gelombang 3.2 Å pada panjang kolimator (a) 1.5 m (b) 4 m (c) 8 m (d) 13 m (e) 18 m Distribusi berkas neutron pada posisi sampel dengan panjang gelombang 3.9 Å pada panjang kolimator (a) 1.5 m (b) 4 m (c) 8 m (d) 13 m (e) 18 m Distribusi berkas neutron pada posisi sampel dengan panjang gelombang 5.7 Å pada panjang kolimator (a) 1.5 m (b) 4 m (c) 8 m (d) 13 m (e) 18 m Distribusi berkas neutron setelah neutron guide dengan panjang gelombang 3.2 Å pada panjang neutron guide (a) 5 m (b) 10 m (c) 14 m (d) 16.5 m Distribusi berkas neutron setelah neutron guide dengan panjang gelombang 3.9 Å pada panjang neutron guide (a) 5 m (b) 10 m (c) 14 m (d) 16.5 m Distribusi berkas neutron setelah neutron guide dengan panjang gelombang 5.7 Å pada panjang neutron guide (a) 5 m (b) 10 m (c) 14 m (d) 16.5 m 26

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Hamburan neutron sudut kecil, Small Angle Neutron Scattering (SANS) merupakan teknik yang mampu memetakan dan memberikan informasi struktur dan dinamika secara tiga dimensi baik bentuk, ukuran, dan orientasi suatu inhomogenitas dalam skala nanometer, yaitu nm. 1 Perkembangan di dunia saat ini, SANS telah digunakan untuk investigasi struktur dan dinamika material, bahan biologi dan polimer pada berbagai kondisi seperti perubahan temperatur, tekanan dan gesekan (shear). Untuk memenuhi tantangan penelitian dalam nanosains dan nanoteknologi diperlukan spasial, temporal dan resolusi energi yang tinggi. 2 Fasilitas penelitian BATAN di Puspiptek Serpong memiliki spektrometer SANS dengan panjang total 36 meter memanfaatkan berkas neutron termal dari Reaktor Serba Guna G.A. Siwabessy (RSG-GAS) memberikan peluang untuk melakukan karakterisasi struktur dan dinamika material dalam skala nanometer di Indonesia. 1 Fluks neutron pada posisi sampel adalah faktor penting dalam karakteristik performa spektrometer SANS. Fluks neutron yang tinggi diperlukan untuk penelitian dinamika material. 3 Penggunaan neutron dengan panjang gelombang lebih besar akan memungkinkan untuk mencapai momentum transfer minimum (Qmin) yang lebih rendah akan tetapi fluks neutron akan berkurang. Terlebih lagi bila panjang sistem kolimasi diperbesar untuk mendapatkan resolusi yang lebih tinggi. Dengan demikian untuk mendapatkan fluks neutron dan resolusi lebih tinggi pada panjang gelombang neutron yang besar, maka sumber neutron harus sedekat mungkin dengan sampel atau menggunakan ukuran slit (aperture) yang besar. Keadaan ini sangat sulit untuk tercapai oleh spektrometer SANS tanpa kehilangan resolusi dan memperoleh fluks neutron yang tinggi. Berdasarkan alasan tersebut, karakteristik performa SANS BATAN khususnya fluks neutron perlu diketahui, baik secara simulasi ataupun eksperimen. 3 Metoda Monte Carlo merupakan metoda yang paling tepat untuk simulasi eksperimen hamburan neutron, salah satu program simulasi yang menggunakan Metoda Monte Carlo adalah Vitess 3.1. Program Vitess 3.1 digunakan untuk desain instrumen baru serta untuk meningkatkan performa instrumen. 4 Perumusan Masalah 1. Bagaimanakah konfigurasi spektrometer SANS BATAN sebagai masukan data pada program simulasi? 2. Berapakah fluks neutron yang sampai ke posisi sampel dan perbandingannya terhadap hasil eksperimen? 3. Bagaimanakah meningkatkan fluks neutron pada spektrometer SANS BATAN?

14 2 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan karakteristik fluks neutron pada berbagai konfigurasi spektrometer SANS BATAN menggunakan program simulasi Vitess 3.1. Hipotesis Fluks neutron tertinggi dihasilkan pada panjang kolimator terpendek, namun berkas neutron yang dihasilkan akan tidak sejajar. Pada pertambahan panjang kolimator, fluks neutron akan menurun secara eksponensial. TINJAUAN PUSTAKA Small Angle Neutron Scattering (SANS) SANS adalah teknik yang digunakan untuk mencirikan struktur statis dan dinamis partikel pada skala nanometer, nm. Informasi tentang ukuran ratarata dan distribusi spasial korelasi, serta bentuk dan struktur internal partikel dapat diperoleh dari profil berkas hamburan SANS. Analisis kuantitatif pada nomor atau kerapatan volume dari investigasi struktur dalam mediumnya dapat ditentukan melalui skala intensitas hamburannya. Dengan demikian, SANS merupakan teknik yang handal untuk karakterisasi dalam ilmu material dan biologi, seperti paduan (alloys), keramik, polimer, koloid, vesikel, dan virus. 5 Reaktor merupakan sumber neutron polikromatik pada spektrometer SANS. Monokromatisasi neutron polikromatik menggunakan Mechanical Velocity Selector (MVS) yang terdiri dari cakram berputar. Karakteristik terpenting MVS ditentukan oleh geometri cakram. Panjang gelombang neutron (λ) yang dihasilkan oleh MVS dapat dirumuskan melalui hubungan antara parameter mekanik dan fisik MVS. 6 (1) dimana c adalah konstanta yang bernilai (Å rpm mm/derajat), α adalah sudut spiral rotor, n adalah kecepatan putar, dan l adalah panjang rotor. Sistem kolimasi diperlukan pada spektrometer SANS karena neutron tidak mudah untuk difokuskan seperti radiasi elektromagnetik cahaya atau sinar-x. Pemfokusan neutron menggunakan lensa sering diterapkan untuk pengembangan spektrometer SANS. Pada sistem kolimasi, fluks neutron menurun sebagai faktor kuadrat jarak. 7 Berkas neutron yang sampai pada posisi sampel ditentukan oleh ukuran slit (aperture). Slit terbuat dari bahan kadmium berbentuk lingkaran atau persegi dengan berbagai macam ukuran. Resolusi dapat ditingkatkan dengan memperpanjang sistem kolimasi serta mengurangi ukuran slit. Setelah sampel neutron akan melewati detektor yang disebut monitor. Monitor dapat bergerak mendekati atau menjauhi posisi sampel dalam tabung vakum. Diagram skematik spektrometer SANS terlihat pada Gambar 5. Detektor gas proporsional counter

15 merupakan detektor yang paling banyak digunakan pada spektrometer SANS. Gas yang umum digunakan digunakan sebagai detektor neutron adalah helium ( 3 He). Penyerapan neutron oleh molekul helium ( 3 He) menyebabkan terjadinya reaksi fisi dan emisi partikel bermuatan yaitu triton dan proton, dalam arah yang berlawanan. Reaksi akan menghasilkan energi kinetik total 760 kev yang mengakibatkan ionisasi dalam gas. Keuntungan dari detektor isian gas adalah efisiensinya yang tinggi yaitu sekitar 80% pada panjang gelombang 6 Å dan sensitivitas dari radiasi gamma yang rendah. 7 3 Gambar 1 Diagram skematik spektrometer SANS. 7 Vitess (Virtual Instrumentation Tool for the European Spallation Source) Vitess menggunakan Metoda Monte Carlo ray-tracing untuk mensimulasikan trayektori neutron dari modul sumber melalui berbagai komponen instrumen sampai ke detektor. Vitess merupakan program yang berguna untuk pengembangan instrumen baru atau meningkatkan performa instrumen yang sudah ada. Modul sumber merupakan modul untuk menghasilkan neutron, sedangkan modul lain dapat membaca trayektori neutron dari modul sebelumnya atau data dari file keluaran yang dibuat dalam simulasi sebelumnya. Seluruh modul tersebut digunakan untuk menghitung interaksi neutron dengan komponen instrumen, dan kemudian membuat trayektorinya. Simulasi seluruh instrumen selesai setelah semua modul dijalankan berturut-turut dalam pipe, di mana program akan menghasilkan modul tunggal dalam bentuk GUI. Transfer data dilakukan untuk neutron. 8 Struktur modular yang fleksibel membuat program Vitess 3.1 mudah untuk mensimulasikan instrumen menjadi beberapa bagian dan untuk memodifikasi instrumen secara intuitif oleh penyusunan modul yang berbeda, melalui baris perintah langsung, Graphic User Interface (GUI). Virtual instrumen dapat diekspor dari GUI ke batch atau tcl untuk simulasi lebih lanjut dalam bahasa scripting. Pengguna dapat membuat dan menambahkan modul baru atau mengubah modul yang sudah ada. 8 Beberapa modul yang terdapat dalam program Vitess 3.1 diantaranya adalah: Modul Source Constant Wave Modul source constant wave merupakan modul yang berfungsi untuk menghasilkan neutron yang berasal dari sumber kontinu, continous source (CWS).

16 4 Posisi awal neutron didistribusikan secara acak pada permukaan moderator persegi panjang. Parameter seperti perbedaan panjang gelombang dan waktu di moderator ditentukan secara acak. Modul ini mensimulasikan hanya neutron yang mencapai propagasi window yang dapat dilanjutkan ke modul selanjutnya. Sistem koordinat terlihat pada Gambar 2, dimana neutron berpusat pada tengah permukaan moderator dan bergeser secara sejajar terhadap sumbu-x, koordinat x dari setiap neutron yang melewati propagasi window adalah nol. 9 z y x Sumber n n Moderator pada x=0 Propagasi window Gambar 2 Koordinat moderator. 9 Efek gravitasi diperhitungkan dalam modul ini. Jika opsi ini dipilih, maka parameter berat minimal diabaikan. Setiap trayektori neutron mewakili jumlah neutron yang lewat per waktu atau arus neutron, jumlah dari semua trayektori merupakan total perhitungan jumlah neutron. Jumlah trayektori menurun jika window atau sampel tidak dilewati neutron. Intensitas dapat menurun karena pemantulan atau penyerapan didalam sebuah material. Dalam kasus ini jumlah trayektori tidak berubah tetapi perhitungan rata-rata per-trayektori yang menurun. Jadi nilai mutlak perhitungan trayektori neutron ditentukan pada semua bagian dalam instrumen. 9 Sumber CWS membutuhkan data distribusi panjang gelombang. Data ini terdiri dari panjang gelombang dalam angstrom (Å) dan fluks neutron dalam fluks unit (cm - ² s -1 Å -1 str -1 ). Fungsi distribusi Maxwellian dapat digunakan untuk menggambarkan hubungan panjang gelombang dengan fluks neutron. 9 ( ) (2) Temperatur hanya akan digunakan jika data distribusi panjang gelombang tidak ada. Modul Guide Modul guide mensimulasikan trayektori neutron melalui tabung pemandu neutron. Modul guide menghitung penurunan intensitas untuk setiap pemantulan neutron. Tabung pemandu neutron bisa divergen maupun konvergen, atau terdiri dari beberapa bagian lurus yang membentuk bagian poligon dengan kelengkungan tertentu, seperti terlihat pada Gambar 3. Tabung pemandu neutron juga dapat (3)

17 terdiri dari beberapa saluran vertikal yang dipisahkan oleh bilah (bender). Modul berikutnya selalu mengikuti modul yang sebelumnya yang dihasilkan secara otomatis oleh program, dalam kasus kelengkungan trayektori neutron mengikuti bentuk kelengkungan tabung pemandu neutron. Efek gravitasi diperhitungkan dalam modul ini. Jika opsi ini dipilih, trayektori dengan probabilitas atau perhitungan yang kurang dari berat minimal neutron akan keluar dari simulasi. 9 5 Gambar 3 Koordinat neutron guide. 9 Modul Velselect Modul Velselect mensimulasikan MVS. Posisi MVS sejajar dengan koordinat yz dengan jarak 0 dari modul sebelumnya. Setelah neutron melintasi MVS nilai dari koordinat y dan z akan sama dengan nilai koordinat sebelumnya, sementara koordinat x akan menjadi 0. Modul berikutnya akan membaca koordinat baru. Modul ini akan memberikan hasil yang benar, jika dan hanya jika semua neutron yang masuk sudah berada pada window y-z, karena itu hanya modul guide, window atau source yang dapat mendefinisikan masukan yang benar untuk modul velselect. 9 Modul Spacewindow Modul spacewindow mensimulasikan slit pada spektrometer SANS. Slit dapat berbentuk lingkaran atau persegi. Koordinat modul spacewindow terlihat pada Gambar 4. Modul ini akan memperhitungkan gravitasi jika efek gravitasi diaktifkan. Slit memiliki ketebalan inner material dan outer material. Pada kasus transmisi yang ideal didalam dan penyerapan ideal diluar, hanya neutron yang sudah melewati propagasi window yang dapat diteruskan ke modul selanjutnya, sebaliknya atenuasi dihitung untuk neutron yang melewati inner material dan outer material. Modul spacewindow juga bisa digunakan untuk mensimulasikan beamstop dengan mendefinisikan window negatif, di mana neutron diteruskan di luar dan diserap di dalam slit. Dua jenis material dapat dipilih, outer material merupakan absorbsi dan inner material merupakan transmisi. Ketebalan untuk setiap material harus dimasukkan. Jika ketebalan material dimasukkan nol maka penyerapan ideal untuk outer material dan transmisi ideal untuk inner material. 9

18 6 z y g x Neutron pada x=0 Jarak Propagasi window Gambar 4 Koordinat Spacewindow. 9 Modul Collimator Modul collimator mensimulasikan sebuah kolimator dengan panjang, lebar dan tinggi tertentu yang terdiri dari sejumlah saluran yang dipisahkan oleh bilah. Lebar dan tinggi neutron yang keluar dapat dibedakan dengan lebar dan tinggi neutron yang masuk. Setiap trayektori dapat digunakan untuk memeriksa apakah neutron berada didalam atau diluar kolimator. Jika neutron berada didalam kolimator maka trayektori neutron akan diteruskan ke modul selanjutnya, sebaliknya jika neutron berada diluar kolimator maka trayektori neutron akan dihilangkan. 9 Modul Capture Flux Modul capture flux menghitung fluks pada setiap titik dari modul sebelumnya. Metode penangkapan fluks digunakan untuk menentukan nilai mutlak fluks dalam berkas neutron. Dalam simulasi, metode penangkapan fluks ini dapat menggunakan bahan foil emas, sedangkan secara eksperimen foil emas ini diekspos dengan neutron selama beberapa waktu dan kemudian diukur aktivas menggunakan metode analisis pengaktifan neutron. 9 Integral penyerapan neutron meningkat secara linear terhadap panjang gelombang. ( ) (4) Panjang gelombang referensi adalah Å, sehingga memungkinkan perbandingan langsung dengan pengukuran. Ukuran dan bentuk dari foil emas perlu dimasukkan ke dalam modul. METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai bulan Januari Tempat penelitian dilakukan di laboratorium hamburan neutron, Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN) BATAN dan laboratorium Fisika Teori dan Komputasi, Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

19 7 Alat Penelitian ini menggunakan peralatan berupa alat tulis (kertas/buku tulis, pena, pensil), netbook HP Mini dengan processor intel atom N GHz dan memori 2GB. Netbook tersebut dilengkapi dengan Program Vitess 3.1 sebagai simulator SANS BATAN, dan Program Igor Pro 5.04B sebagai pengolah grafik. Persiapan Pengenalan Spektrometer SANS BATAN RSG-GAS merupakan sumber neutron untuk SANS. Neutron dipandu oleh neutron guide sepanjang 49 m dari RSG-GAS sampai ke spektrometer SANS. Spektrometer SANS BATAN terdiri dari 18 m tabung yang berfungsi sebagai sistem kolimasi dan 18 m tabung yang mengakomodasi detektor dua dimensi He (2D-PSD). Pada sistem kolimasi terdapat empat bagian tabung pemandu neutron dan kolimator yang dapat divariasikan penggunaannya dan satu bagian tabung kolimator tetap. Konfigurasi penggunaan tabung pemandu neutron dan kolimator akan menghasilkan panjang kolimasi yang berbeda pada spektrometer SANS BATAN. Variasi jarak kolimasi dari posisi sampel adalah 1.5, 4, 8, 13 dan 18 m yang dapat dikontrol menggunakan komputer. Monokromatisasi neutron termal menggunakan MVS jenis MDR , yang memiliki kecepatan rotasi minimum 700 RPM dan maksimum 7000 RPM. Studi Pustaka Studi pustaka dilakukan untuk memahami dan mempelajari konsep rancangan spektrometer SANS BATAN, sumber yang digunakan, fungsi masingmasing instrumen, variasi kecepatan MVS, panjang gelombang yang digunakan, dan konfigurasi sistem kolimasi agar mendapatkan performa SANS yang optimal. Simulasi Monokromatisasi Neutron Polikromatik Sumber neutron yang digunakan pada penelitian ini adalah neutron termal polikromatik pada akhir tabung pemandu neutron sepanjang 49 m yang menghubungkan Reaktor Serba Guna G.A Siwabessy dengan MVS. Data fluks neutron pada akhir tabung pemandu neutron sepanjang 49 m atau sebelum MVS hasil eksperimen adalah cm 2 s 1. 2 Dalam perhitungan simulasi, monokromatisasi neutron polikromatik menggunakan modul velselect. MVS diputar dengan kecepatan yang bervariasi dan akan menghasilkan panjang gelombang monokromatis yang berbeda. Visualisasi data pada Program Vitess 3.1 menggunakan GNUplot dan X3D, sehingga dapat dilihat output hubungan fluks neutron terhadap panjang gelombang dan monitor 2D. Data distribusi fluks neutron sebagai panjang gelombang yang diperoleh melalui Program Vitess 3.1, dan fitting dengan formula Gaussian untuk menentukan posisi puncak dan lebar setengah tinggi puncak, Full Width Half Maximum (FWHM) menggunakan program Igor Pro 5.04B.

20 8 Pengukuran Fluks Neutron Pengukuran fluks neutron dilakukan menggunakan modul capture flux pada beberapa posisi dan konfigurasi instrumen, yaitu pada akhir tabung pemandu neutron, setelah MVS, dan setelah sistem kolimasi. Pengukuran juga dilakukan dengan menggunakan beberapa panjang gelombang neutron, yaitu 3.2 Å, 3.9 Å, dan 5.7 Å. Fluks neutron sebagai fungsi panjang neutron guide diukur pada panjang tabung pemandu neutron 5, 10, 14, dan 16.5 m. Fluks neutron pada posisi sampel sebagai fungsi panjang kolimator diukur pada panjang kolimator 1.5, 4, 8, 13 dan 18 m, dan kemudian dibandingkan dengan hasil eksperimen. Hubungan Kecepatan Putar MVS Terhadap Panjang Gelombang dan Fluks Neutron Kecepatan putar MVS divariasikan dari 3000 RPM sampai 7000 RPM, dengan interval 500 RPM. Variasi kecepatan putar MVS akan menghasilkan panjang gelombang dan fluks neutron yang beragam. Visualisasi data pada program Vitess 3.1 menggunakan GNUplot sehingga dapat dilihat output hubungan antara fluks neutron terhadap panjang gelombang. Data dianalisis menggunakan program Igor Pro 5.04B untuk mengetahui panjang gelombang dan FWHM. Selanjutnya, fluks neutron diukur menggunakan modul capture flux. Distribusi Fluks Neutron pada Panjang Gelombang 3.2 Å Distribusi fluks neutron dianalisis pada panjang tabung pemandu neutron 16.5 m dan diletakkan slit berukuran 3 5 cm pada akhir tabung pemandu neutron, agar berkas neutron dapat dibagi menjadi 15 bagian dengan ukuran 1 cm 2. Berkas neutron dibagi menjadi lima belas bagian sesuai dengan koordinatnya. Fluks neutron diukur sesuai dengan koordinat berkas neutron menggunakan modul capture flux. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Simulasi Monokromatisasi Neutron Polikromatik Neutron monokromatik memiliki distribusi fluks neutron berbentuk Gaussian. Panjang gelombang neutron ditentukan melalui posisi puncak Gaussian seperti terlihat pada Gambar 5. Penentuan panjang gelombang 3.2 Å, 3.9 Å dan 5.7 Å yang dihasilkan sebagai fungsi kecepatan putar MVS perlu dilakukan untuk mengkarakterisasi spektrometer SANS secara simulasi dan membandingkannya dengan hasil eksperimen. Hasil simulasi yang dianalisis menggunakan program Igor Pro 5.04B, menunjukkan pada kecepatan putar MVS 6300 RPM menghasilkan panjang gelombang Å dengan FWHM (Gambar 5(a)), pada kecepatan putar MVS 5160 RPM menghasilkan panjang gelombang Å dengan FWHM (Gambar 5(b)), dan pada kecepatan putar MVS 3480 RPM

21 menghasilkan panjang gelombang Å dengan FWHM (Gambar 5(c)). Hasil eksperimen untuk panjang gelombang 3.2 Å, 3.9 Å dan 5.7 Å dihasilkan berturut-turut pada kecepatan putar MVS 6500 RPM, 5000 RPM dan 3500 RPM. Hasil ini menunjukkan bahwa penentuan panjang gelombang neutron monokromatik sebagai fungsi kecepatan putar MVS secara simulasi dan eksperimen tidak terlalu jauh berbeda. Sehingga program simulasi dapat digunakan untuk memperkirakan panjang gelombang neutron yang dihasilkan sebagai fungsi kecepatan putar MVS. FWHM menunjukkan tingkat kemonokromatisan neutron termal. Jika FWHM makin kecil maka neutron akan semakin monokromatik. Dari hasil simulasi menunjukkan semakin kecil panjang gelombang neutron, maka FWHM akan semakin kecil artinya neutron akan semakin monokromatik. Profil berkas neutron pada monitor 2D dapat dilihat pada Lampiran 8. 9 (a) (b)

22 10 (c) Gambar 5 Hasil analisis kalibrasi berbagai panjang gelombang berdasarkan simulasi pada kecepatan putar MVS (a) 6300 RPM (b) 5160 RPM dan (c) 3480 RPM Fluks Neutron pada Posisi Sampel Sebagai Fungsi Panjang Kolimator Fluks neutron polikromatik yang didapat melalui eksperimen pada akhir tabung pemandu neutron sepanjang 49 m atau sebelum MVS adalah cm 2 s 1. 2 Fluks neutron setelah MVS diukur menggunakan foil emas pada modul capture flux yang berbentuk persegi dengan ukuran cm. Fluks neutron hasil simulasi setelah MVS untuk panjang gelombang 3.2 Å, 3.9 Å dan 5.7 Å masing-masing adalah , , cm 2 s 1 untuk tanpa perhitungan gravitasi, dan , , cm 2 s 1 dengan perhitungan gravitasi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa fluks neutron monokromatik menurun satu orde dibanding fluks neutron polikromatik. Hasil simulasi fluks neutron pada posisi sampel sebagai fungsi panjang kolimator tersaji pada Tabel 1, terlihat fluks neutron tanpa dan dengan perhitungan gravitasi tidak terlalu besar perbedaannya. Artinya pengaruh efek gravitasi sangat kecil dalam sistem kolimasi. Gambar 6 dan 7 menunjukkan fluks neutron pada posisi sampel berkurang secara eksponensial pada pertambahan panjang kolimator dari 1.5 m sampai 18 m. Hal ini sesuai dengan teori, yaitu pada sistem kolimasi fluks neutron menurun sebagai faktor kuadrat jarak. 7 Tabel 2 menunjukkan bahwa hasil simulasi fluks neutron pada posisi sampel sebagai fungsi panjang kolimator ini sesuai dengan hasil eksperimen, namun fluks neutron simulasi lebih besar dibandingkan eksperimen disebabkan pada simulasi kondisinya ideal atau belum pada kondisi sesungguhnya di lapangan.

23 11 Tabel 1 Fluks neutron pada posisi sampel sebagai fungsi panjang kolimator Panjang kolimator (m) Fluks Neutron (10 7 cm 2 s 1 ) Tanpa perhitungan gravitasi Dengan perhitungan gravitasi 3.2 Å 3.9 Å 5.7 Å 3.2 Å 3.9 Å 5.7 Å Setelah MVS Perbandingan hasil simulasi fluks neutron pada posisi sampel sebagai fungsi panjang kolimator dengan perhitungan gravitasi dan hasil eksperimen tersaji pada Tabel 2. Tabel 2 Perbandingan fluks neutron hasil simulasi dengan eksperimen Fluks Neutron (10 7 cm 2 s 1 ) Panjang Hasil simulasi dengan perhitungan kolimator Hasil eksperimen gravitasi (m) 3.2 Å 3.9 Å 5.7 Å 3.2 Å 3.9 Å 5.7 Å Setelah MVS Gambar 6 Hasil simulasi hubungan fluks neutron pada posisi sampel terhadap panjang kolimator tanpa perhitungan gravitasi

24 12 Gambar 7 Hasil simulasi hubungan fluks neutron pada posisi sampel terhadap panjang kolimator dengan perhitungan gravitasi Fluks Neutron Sebagai Fungsi Panjang Neutron Guide Neutron guide merupakan tabung pemandu neutron yang berfungsi untuk memindahkan neutron dengan prinsip pemantulan. Tabung tersebut dilapisi bahan isotop nikel-58 yang memiliki kemampuan memantulkan neutron pada sudut tertentu. Selama neutron bergerak dengan sudut dibawah sudut kritisnya yaitu sekitar 0.5 derajat, maka neutron akan direfleksikan sempurna pada tabung pemandu neutron. Hasil simulasi fluks neutron sebagai fungsi panjang neutron guide tersaji pada Tabel 3. Terlihat bahwa fluks neutron tanpa dan dengan perhitungan gravitasi tidak terlalu besar perbedaannya, artinya pengaruh efek gravitasi sangat kecil dalam neutron guide. Gambar 8 dan 9 menunjukkan fluks neutron menurun secara linear sebagai fungsi panjang neutron guide, artinya neutron tidak benar-benar ideal dipindahkan melainkan ada pengurangan secara linear. Tabel 3 Fluks neutron sebagai fungsi panjang neutron guide Panjang Neutron Guide (m) Tanpa perhitungan gravitasi Fluks Neutron (10 7 cm 2 s 1 ) Dengan perhitungan gravitasi 3.2 Å 3.9 Å 5.7 Å 3.2 Å 3.9 Å 5.7 Å Setelah MVS

25 13 Gambar 8 Hasil simulasi hubungan fluks neutron terhadap panjang neutron guide tanpa perhitungan gravitasi Gambar 9 Hasil simulasi hubungan fluks neutron terhadap panjang neutron guide dengan perhitungan gravitasi Hubungan Kecepatan Putar MVS Terhadap Panjang Gelombang dan Fluks Neutron Hasil simulasi kecepatan putar MVS terhadap panjang gelombang dan fluks neutron tersaji dalam Tabel 4. Hasil simulasi menunjukkan semakin cepat putaran MVS maka panjang gelombang yang dihasilkan akan semakin kecil dan fluks neutron yang dihasilkan semakin besar, hal ini sesuai dengan kurva neutron termal polikromatik (Lampiran 7) yaitu fluks neutron akan menurun pada pertambahan panjang gelombang neutron. Tabel 5 menunjukkan perbandingan antara panjang gelombang teori, eksperimen dan simulasi. Panjang gelombang teori lebih mendekati simulasi dibandingkan eskperimen. Hal ini disebabkan karena pada

26 14 simulasi beberapa parameter instrument diasumsikan kondisinya ideal, seperti kualitas transmisi tabung pemandu neutron, konfigurasi tabung pemandu neutron, transmisi MVS, hamburan udara dan lainnya Panjang gelombang hasil eksperimen dapat ditentukan berdasarkan hukum Bragg dengan menggunakan sampel standar AgBE. Bubuk AgBE memiliki parameter kisi (d) ± Å dan puncak Bragg muncul pada momentum transfer (Q) Å -1 untuk semua panjang gelombang neutron dari hasil eksperimen. Dengan mengetahui parameter kisi dari sampel standar tersebut dan sudut difraksi yang dihasilkan dari eksperimen, maka panjang gelombang pada spektrometer SANS yang dihasilkan oleh MVS dapat ditentukan. 10 Panjang gelombang teori didapatkan berdasarkan persamaan yang dirumuskan melalui hubungan antara parameter mekanik dan fisik MVS. Pada simulasi nilai panjang gelombang didapatkan melalui metode numerik. Pada metode numerik hanya diperoleh nilai yang menghampiri atau mendekati nilai yang sebenarnya. Solusi numerik disebut juga solusi hampiran atau solusi pendekatan. Solusi hampiran tidak tepat sama dengan nilai sebenarnya. Sehingga ada selisih antara keduanya, yang disebut simpangan baku. Tabel 4 Panjang gelombang dan fluks neutron pada berbagai kecepatan putar MVS Kecepatan (RPM) Panjang gelombang simulasi (Å) FWHM panjang gelombang (Å) Fluks neutron (10 7 cm 2 s 1 ) Simpangan baku fluks neutron (%) Tabel 5 Perbandingan panjang gelombang teori, eksperimen dan simulasi Kecepatan (RPM) Panjang Gelombang (Å) Teori Eksperimen Simulasi

27 15 Distribusi Fluks Neutron pada Panjang Gelombang 3.2 Å Distribusi fluks berkas neutron yang ditunjukkan pada Gambar 10, merupakan profil berkas neutron dengan panjang tabung pemandu neutron 16.5 m. Pada konfigurasi inidiletakkan slit berukuran 3 5 cm pada akhir tabung pemandu neutron tersebut agar berkas neutron dapat dibagi menjadi 15 bagian dengan ukuran 1 cm 2. Berkas neutron dibagi menjadi lima belas bagian sesuai dengan koordinatnya seperti terlihat pada Gambar 11. Pada Tabel 6 tersaji hasil dari simulasi pengukuran fluks neutron pada masing-masing foil emas. Hasil menunjukkan distribusi neutron tidak homogen dengan fluks tertinggi pada koordinat y(-1.5,-0.5) dan z(1.5,-2.5) dengan nilai fluks neutron cm 2 s 1. Rata-rata fluks neutron dari kelima belas foil emas tersebut adalah cm 2 s 1 dengan simpangan baku 8.60%. Jika berkas neutron tersebut diukur menggunakan foil emas berbentuk persegi dengan ukuran 3 5 cm nilai fluks neutronnya adalah cm 2 s 1 dengan simpangan baku 25.26%. Jadi hasil rata-rata dari distribusi fluks neutron akan sama dengan hasil pengukuran fluks neutron pada seluruh luasan berkas neutron tersebut, tetapi dengan nilai simpangan baku atau kesalahan yang lebih besar. Gambar 10 Profil berkas neutron pada panjang tabung pemandu neutron 16.5 m Gambar 11 Koordinat berkas neutron pada panjang tabung pemandu neutron 16.5 m

28 16 Tabel 6 Distribusi fluks neutron pada panjang tabung pemandu neutron 16.5 m menggunakan panjang gelombang 3.2 Å No Fluks neutron (10 7 cm 2 s 1 Simpangan baku ) fluks neutron (%) Rata-rata SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Performa spektrometer SANS BATAN, meliputi penentuan panjang gelombang neutron monokromatik, fluks neutron pada posisi sampel serta fluks neutron sebagai fungsi panjang neutron guide dapat ditentukan atau diperkirakan dengan menggunakan program simulasi. Hasil simulasi fluks neutron pada posisi sampel sebagai fungsi panjang kolimator sebanding dengan hasil eksperimen yang menurun secara eksponensial sebagai fungsi panjang kolimator dan menurun secara linear sebagai fungsi panjang neutron guide. Perbedaan panjang gelombang teori, eksperimen dan simulasi disebabkan penggunaan metode yang berbeda. Panjang gelombang hasil eksperimen dapat ditentukan berdasarkan hukum Bragg dengan menggunakan sampel standar AgBE. Panjang gelombang secara teori didapatkan melalui perhitungan analitik. Pada simulasi nilai panjang gelombang didapatkan melalui metode numerik menggunakan program simulasi. Saran Simulasi Reaktor Serba Guna G.A Siwabessy sebagai sumber neutron termal polikromatik hanya dipakai pendekatan saja karena keterbatasan informasi. Oleh karena itu diperlukan simulasi lanjutan dan menggali informasi lebih dalam lagi mengenai Reaktor Serba Guna G.A Siwabessy sehingga fluks neutron pada

29 akhir tabung pemandu neutron sepanjang 49 m secara simulasi bisa didapatkan dan dibandingkan dengan data eksperimen. 17 DAFTAR PUSTAKA 1. Putra EGR, Bharoto, Santoso E, Suparno N, Sairun. Aplikasi Teknologi Hamburan Neutron Sudut Kecil (SANS) Untuk Investigasi Ultrastruktur dan Mekanisme Self-Assembly Virus Demam Berdarah Sebagai Dasar Pengembangan Target Obat dan Vaksin. Prosiding InSINas Anderson IS, Horton L, Isaacs E, Ratner MA Juni. X-rays and Neutrons: Essential Tools for Nanoscience Research. Report of the National Nanotechnology Initiative Workshop, siap terbit. 3. Putra EGR, Bahrum ES, Maulana A, Sairun. Development of Focusing Neutron Small-Angle Scattering Spectrometer in Serpong, Indonesia for Macromolecular Structure Investigation. Chinese Journal Of Physics. 50(2): Han YS, Choi SM, Kim TH, Leea CH, Kima HR. Current Status Of The 40 M Small-Angle Neutron Scattering Instrumen Development At The Hanaro Research Reactor. J.Appl.Cryst. 2007;40: Putra EGR, Ikram A, Kohlbrecher J. Smarter For 3-Magnetic Structure Studies. Journal of physics. 2008; 71(5): Anonim SANS (PM-105) Operation Manual (Hardware). Tokyo (JP): Sumitomo Corporation. p Grillo Small-Angle Neutron Scattering and Applications in Soft Condensed Matter. Berlin(DE): Springer-Verlag. 8. Lieutenant K, Zendler C, Manoshin S, Fromme M, Houben A, Nekrassov D. VITESS 2.10 Virtual Instrumenation Tool for the European Spallation Source. Journal of Neutron Research. 2013; 10(4):1 7. doi: /jnr [HZB] Helmholtz Zentrum Berlin (DE) Virtual Instrumenation Tool for the European Spallation Source (VITESS). MEST [internet]. Senin 8 April :26:58; [diunduh 2014 Jan 31]. Tersedia pada : berlin.de/forschung/oe/grossgeraete/neutronenstreuung/projekte/vitess/index_ en.html. 10. Putra EGR, Ikram A, Bharoto, Santoso E. Wavelength Calibration and Instrumental Resolution of 36m SANS BATAN (SMARTer) using Silver Behenate Powder. J Nucl & Re Tech. 2008; 5(2):57-63.

30 18 Lampiran 1 Layout fasilitas hamburan neutron BATAN Lampiran 2 Neutron guide Lampiran 3 Diagram skematik SANS BATAN

31 Lampiran 4 Konfigurasi pengukuran fluks neutron pada panjang kolimator (a) 1.5 m (b) 4 m (c) 8 m (d) 13 m (e) 18 m 19 (a) (b) (c) (d) (e)

32 20 Lampiran 5 Konfigurasi pengukuran fluks neutron pada panjang neutron guide (a) 5 m (b) 10 m (c) 14 m (d) 16.5 m (a) (b) (c) (d)

33 21 Lampiran 6 Contoh tampilan layar pada Program Vitess 3.1 Lampiran 7 Kurva neutron termal polikromatik

34 22 Lampiran 8 Profil berkas neutron setelah MVS pada panjang gelombang (a) 3.2 Å (b) 3.9 Å (c) 5.7 Å (a) (b) (c) Lampiran 9 Distribusi berkas neutron pada posisi sampel dengan panjang gelombang 3.2 Å pada panjang kolimator (a) 1.5 m (b) 4 m (c) 8 m (d) 13 m (e) 18 m (a) (b) (c)

35 23 (d) (e) Lampiran 10 Distribusi berkas neutron pada posisi sampel dengan panjang gelombang 3.9 Å pada panjang kolimator (a) 1.5 m (b) 4 m (c) 8 m (d) 13 m (e) 18 m (a) (b) (c) (d) (e)

36 24 Lampiran 11 Distribusi berkas neutron pada posisi sampel dengan panjang gelombang 5.7 Å pada panjang kolimator (a) 1.5 m (b) 4 m (c) 8 m (d) 13 m (e) 18 m (a) (b) (c) (d) (e)

37 Lampiran 12 Distribusi berkas neutron setelah neutron guide dengan panjang gelombang 3.2 Å pada panjang neutron guide (a) 5 m (b) 10 m (c) 14 m (d) 16.5 m 25 (a) (b) (c) (d) Lampiran 13 Distribusi berkas neutron setelah neutron guide dengan panjang gelombang 3.9 Å pada panjang neutron guide (a) 5 m (b) 10 m (c) 14 m (d) 16.5 m (a) (b) (c)

38 26 (d) Lampiran 14 Distribusi berkas neutron setelah neutron guide dengan panjang gelombang 5.7 Å pada panjang neutron guide (a) 5 m (b) 10 m (c) 14 m (d) 16.5 m (a) (b) (c) (d)

39 27 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Bukittinggi pada tanggal 3 September 1992 dari Ayah Agusnil Efendi dan Ibu Elniwati. Penulis adalah anak pertama dari 3 bersaudara. Pada tahun 2010 penulis berhasil menyelesaikan studi di SMA Negeri 2 Bukittinggi dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Saringan Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten responsi listrik magnet tahun ajaran 2012/2013 dan asisten praktikum tahun ajaran 2012/2013. Penulis juga aktif mengajar mata kuliah Pengantar Matematika dan Kalkulus TPB di bimbingan belajar dan privat mahasiswa Gemilang Excellent. Penulis juga pernah aktif menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Fisika (HIMAFI) dan Ketua Klub Instrumentasi Departemen Fisika Institut Pertanian Bogor (IPB).

PENINGKATAN AKURASI DATA HRSANS DENGAN MODIFIKASI PERANGKAT LUNAK KENDALI PADA BAGIAN SAMPLE CHANGER

PENINGKATAN AKURASI DATA HRSANS DENGAN MODIFIKASI PERANGKAT LUNAK KENDALI PADA BAGIAN SAMPLE CHANGER Prosiding Seminar Nasional Hamburan Neutron dan Sinar-X ke 8 Serpong, 4 Oktober 2011 ISSN : 1410-7686 PENINGKATAN AKURASI DATA HRSANS DENGAN MODIFIKASI PERANGKAT LUNAK KENDALI PADA BAGIAN SAMPLE CHANGER

Lebih terperinci

RANCANGAN SOFTWARE UNTUK DESAIN KRISTAL FOTONIK SATU DIMENSI BERBASIS GRAPHICAL USER INTERFACE DICKY ARDIYANTO WIBOWO

RANCANGAN SOFTWARE UNTUK DESAIN KRISTAL FOTONIK SATU DIMENSI BERBASIS GRAPHICAL USER INTERFACE DICKY ARDIYANTO WIBOWO RANCANGAN SOFTWARE UNTUK DESAIN KRISTAL FOTONIK SATU DIMENSI BERBASIS GRAPHICAL USER INTERFACE DICKY ARDIYANTO WIBOWO DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER)

MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER) MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER) Oleh: Kusnanto Mukti / M0209031 Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta 2012 I. Pendahuluan

Lebih terperinci

SIMULASI PENGUKURAN EFFISIENSI DETEKTOR HPGe DAN NaI (Tl) MENGGUNAKAN METODE MONTE CARLO MCNP5

SIMULASI PENGUKURAN EFFISIENSI DETEKTOR HPGe DAN NaI (Tl) MENGGUNAKAN METODE MONTE CARLO MCNP5 ABSTRAK SIMULASI PENGUKURAN EFFISIENSI DETEKTOR HPGe DAN NaI (Tl) MENGGUNAKAN METODE MONTE CARLO MCNP5 Annisatun Fathonah dan Suharyana Jurusan Fisika FMIPA Universitas Sebelas Maret Jl. Ir Sutami No.36

Lebih terperinci

Copyright all right reserved

Copyright  all right reserved Latihan Soal UN SMA / MA 2011 Program IPA Mata Ujian : Fisika Jumlah Soal : 20 1. Gas helium (A r = gram/mol) sebanyak 20 gram dan bersuhu 27 C berada dalam wadah yang volumenya 1,25 liter. Jika tetapan

Lebih terperinci

APLIKASI BASIS L 2 LAGUERRE PADA INTERAKSI TOLAK MENOLAK ANTARA ATOM TARGET HIDROGEN DAN POSITRON. Ade S. Dwitama

APLIKASI BASIS L 2 LAGUERRE PADA INTERAKSI TOLAK MENOLAK ANTARA ATOM TARGET HIDROGEN DAN POSITRON. Ade S. Dwitama APLIKASI BASIS L 2 LAGUERRE PADA INTERAKSI TOLAK MENOLAK ANTARA ATOM TARGET HIDROGEN DAN POSITRON Ade S. Dwitama PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

EKSPERIMEN SPEKTROSKOPI RADIASI ALFA

EKSPERIMEN SPEKTROSKOPI RADIASI ALFA Laporan Praktikum Fisika Eksperimental Lanjut Laboratorium Radiasi PERCOBAAN R4 EKSPERIMEN SPEKTROSKOPI RADIASI ALFA Dosen Pembina : Herlik Wibowo, S.Si, M.Si Septia Kholimatussa diah* (080913025), Mirza

Lebih terperinci

SIMULASI EFISIENSI DETEKTOR GERMANIUM DI LABORATORIUM AAN PTNBR DENGAN METODE MONTE CARLO MCNP5

SIMULASI EFISIENSI DETEKTOR GERMANIUM DI LABORATORIUM AAN PTNBR DENGAN METODE MONTE CARLO MCNP5 290 Simulasi Efisiensi Detektor Germanium Di Laboratorium AAN PTNBR Dengan Metode Monte Carlo MCNP5 ABSTRAK SIMULASI EFISIENSI DETEKTOR GERMANIUM DI LABORATORIUM AAN PTNBR DENGAN METODE MONTE CARLO MCNP5

Lebih terperinci

PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07)

PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07) PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07) 1. Gambar di samping ini menunjukkan hasil pengukuran tebal kertas karton dengan menggunakan mikrometer sekrup. Hasil pengukurannya adalah (A) 4,30 mm. (D) 4,18

Lebih terperinci

EKSPERIMEN HAMBURAN RUTHERFORD

EKSPERIMEN HAMBURAN RUTHERFORD Laporan Praktikum Fisika Eksperimental Lanjut Laboratorium Radiasi PERCOBAAN R3 EKSPERIMEN HAMBURAN RUTHERFORD Dosen Pembina : Herlik Wibowo, S.Si, M.Si Septia Kholimatussa diah* (080913025), Mirza Andiana

Lebih terperinci

Gambar 2.1. momen magnet yang berhubungan dengan (a) orbit elektron (b) perputaran elektron terhadap sumbunya [1]

Gambar 2.1. momen magnet yang berhubungan dengan (a) orbit elektron (b) perputaran elektron terhadap sumbunya [1] BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Momen Magnet Sifat magnetik makroskopik dari material adalah akibat dari momen momen magnet yang berkaitan dengan elektron-elektron individual. Setiap elektron dalam atom mempunyai

Lebih terperinci

DINAS PENDIDIKAN KOTA PADANG SMA NEGERI 10 PADANG Cahaya

DINAS PENDIDIKAN KOTA PADANG SMA NEGERI 10 PADANG Cahaya 1. EBTANAS-06-22 Berikut ini merupakan sifat-sifat gelombang cahaya, kecuali... A. Dapat mengalami pembiasan B. Dapat dipadukan C. Dapat dilenturkan D. Dapat dipolarisasikan E. Dapat menembus cermin cembung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker adalah penyakit akibat pertumbuhan yang tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Sel-sel kanker ini dapat menyebar ke

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING DAN KENDALI JARAK JAUH PERCOBAAN HAMBURAN NEUTRON PADA FASILITAS SPEKTROMETER NEUTRON HAMBURAN SUDUT KECIL (SANS)

PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING DAN KENDALI JARAK JAUH PERCOBAAN HAMBURAN NEUTRON PADA FASILITAS SPEKTROMETER NEUTRON HAMBURAN SUDUT KECIL (SANS) PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING DAN KENDALI JARAK JAUH PERCOBAAN HAMBURAN NEUTRON PADA FASILITAS SPEKTROMETER NEUTRON HAMBURAN SUDUT KECIL (SANS) Nadi Suparno, Indarto Prio Utomo Pusat Teknologi Bahan Industri

Lebih terperinci

1BAB I PENDAHULUAN. sekaligus merupakan pembunuh nomor 2 setelah penyakit kardiovaskular. World

1BAB I PENDAHULUAN. sekaligus merupakan pembunuh nomor 2 setelah penyakit kardiovaskular. World 1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat baik di dunia maupun di Indonesia. Di dunia, 21% dari seluruh kematian

Lebih terperinci

SIMULASI KURVA EFISIENSI DETEKTOR GERMANIUM UNTUK SINAR GAMMA ENERGI RENDAH DENGAN METODE MONTE CARLO MCNP5

SIMULASI KURVA EFISIENSI DETEKTOR GERMANIUM UNTUK SINAR GAMMA ENERGI RENDAH DENGAN METODE MONTE CARLO MCNP5 SIMULASI KURVA EFISIENSI DETEKTOR GERMANIUM UNTUK SINAR GAMMA ENERGI RENDAH DENGAN METODE MONTE CARLO MCNP5 Rasito, P. Ilham Y., Muhayatun S., dan Ade Suherman Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri

Lebih terperinci

KARAKTERISASI DIFRAKSI SINAR X DAN APLIKASINYA PADA DEFECT KRISTAL OLEH: MARIA OKTAFIANI JURUSAN FISIKA

KARAKTERISASI DIFRAKSI SINAR X DAN APLIKASINYA PADA DEFECT KRISTAL OLEH: MARIA OKTAFIANI JURUSAN FISIKA KARAKTERISASI DIFRAKSI SINAR X DAN APLIKASINYA PADA DEFECT KRISTAL OLEH: MARIA OKTAFIANI 140310110018 JURUSAN FISIKA OUTLINES : Sinar X Difraksi sinar X pada suatu material Karakteristik Sinar-X Prinsip

Lebih terperinci

Bab IV Simulasi Metode Monte Carlo Mengatasi Masalah dalam Distribusi Data

Bab IV Simulasi Metode Monte Carlo Mengatasi Masalah dalam Distribusi Data 24 Bab IV Simulasi Metode Monte Carlo Mengatasi Masalah dalam Distribusi Data IV.1 Mengenal Metode Monte Carlo Distribusi probabilitas digunakan dalam menganalisis sampel data. Sebagaimana kita ketahui,

Lebih terperinci

Mata Pelajaran : FISIKA

Mata Pelajaran : FISIKA Mata Pelajaran : FISIKA Kelas/ Program : XII IPA Waktu : 90 menit Petunjuk Pilihlah jawaban yang dianggap paling benar pada lembar jawaban yang tersedia (LJK)! 1. Hasil pengukuran tebal meja menggunakan

Lebih terperinci

Dualisme Partikel Gelombang

Dualisme Partikel Gelombang Dualisme Partikel Gelombang Agus Suroso Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi, Institut Teknologi Bandung agussuroso10.wordpress.com, agussuroso@fi.itb.ac.id 19 April 017 Pada pekan ke-10 kuliah

Lebih terperinci

SKRIPSI POLA INTENSITAS GELOMBANG TERHAMBUR PADA SISTEM TOMOGRAFI GELOMBANG MIKRO DENGAN KONFIGURASI COMMON MID POINT. Oleh : Sugiono

SKRIPSI POLA INTENSITAS GELOMBANG TERHAMBUR PADA SISTEM TOMOGRAFI GELOMBANG MIKRO DENGAN KONFIGURASI COMMON MID POINT. Oleh : Sugiono SKRIPSI POLA INTENSITAS GELOMBANG TERHAMBUR PADA SISTEM TOMOGRAFI GELOMBANG MIKRO DENGAN KONFIGURASI COMMON MID POINT Oleh : Sugiono 011810201141 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

Fisika EBTANAS Tahun 1996

Fisika EBTANAS Tahun 1996 Fisika EBTANAS Tahun 1996 EBTANAS-96-01 Di bawah ini yang merupakan kelompok besaran turunan A. momentum, waktu, kuat arus B. kecepatan, usaha, massa C. energi, usaha, waktu putar D. waktu putar, panjang,

Lebih terperinci

Sifat gelombang elektromagnetik. Pantulan (Refleksi) Pembiasan (Refraksi) Pembelokan (Difraksi) Hamburan (Scattering) P o l a r i s a s i

Sifat gelombang elektromagnetik. Pantulan (Refleksi) Pembiasan (Refraksi) Pembelokan (Difraksi) Hamburan (Scattering) P o l a r i s a s i Sifat gelombang elektromagnetik Pantulan (Refleksi) Pembiasan (Refraksi) Pembelokan (Difraksi) Hamburan (Scattering) P o l a r i s a s i Pantulan (Refleksi) Pemantulan gelombang terjadi ketika gelombang

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR - - GELOMBANG ELEKTROMAGNET - G ELO MB ANG ELEK TRO M AG NETIK

LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR - - GELOMBANG ELEKTROMAGNET - G ELO MB ANG ELEK TRO M AG NETIK LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR Diberikan Tanggal :. Dikumpulkan Tanggal : Nama : Kelas/No : / Elektromagnet - - GELOMBANG ELEKTROMAGNET - G ELO MB ANG ELEK TRO M AG NETIK Interferensi Pada

Lebih terperinci

LATIHAN UJIAN NASIONAL

LATIHAN UJIAN NASIONAL LATIHAN UJIAN NASIONAL 1. Seorang siswa menghitung luas suatu lempengan logam kecil berbentuk persegi panjang. Siswa tersebut menggunakan mistar untuk mengukur panjang lempengan dan menggunakan jangka

Lebih terperinci

CAHAYA. CERMIN. A. 5 CM B. 10 CM C. 20 CM D. 30 CM E. 40 CM

CAHAYA. CERMIN. A. 5 CM B. 10 CM C. 20 CM D. 30 CM E. 40 CM CAHAYA. CERMIN. A. 5 CM B. 0 CM C. 20 CM D. 30 CM E. 40 CM Cahaya Cermin 0. EBTANAS-0-2 Bayangan yang terbentuk oleh cermin cekung dari sebuah benda setinggi h yang ditempatkan pada jarak lebih kecil

Lebih terperinci

Xpedia Fisika. Optika Fisis - Soal

Xpedia Fisika. Optika Fisis - Soal Xpedia Fisika Optika Fisis - Soal Doc. Name: XPFIS0802 Version: 2016-05 halaman 1 01. Gelombang elektromagnetik dapat dihasilkan oleh. (1) muatan listrik yang diam (2) muatan listrik yang bergerak lurus

Lebih terperinci

Sistem Pencacah dan Spektroskopi

Sistem Pencacah dan Spektroskopi Sistem Pencacah dan Spektroskopi Latar Belakang Sebagian besar aplikasi teknik nuklir sangat bergantung pada hasil pengukuran radiasi, khususnya pengukuran intensitas ataupun dosis radiasi. Alat pengukur

Lebih terperinci

Fisika Ujian Akhir Nasional Tahun 2003

Fisika Ujian Akhir Nasional Tahun 2003 Fisika Ujian Akhir Nasional Tahun 2003 UAN-03-01 Perhatikan tabel berikut ini! No. Besaran Satuan Dimensi 1 Momentum kg. ms 1 [M] [L] [T] 1 2 Gaya kg. ms 2 [M] [L] [T] 2 3 Daya kg. ms 3 [M] [L] [T] 3 Dari

Lebih terperinci

PEMETAAN FLUKS NEUTRON PADA PUSAT TERAS PASCA PERGANTIAN BAHAN BAKAR REAKTOR KARTINI SKRIPSI

PEMETAAN FLUKS NEUTRON PADA PUSAT TERAS PASCA PERGANTIAN BAHAN BAKAR REAKTOR KARTINI SKRIPSI PEMETAAN FLUKS NEUTRON PADA PUSAT TERAS PASCA PERGANTIAN BAHAN BAKAR REAKTOR KARTINI SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT PAKET 1

SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT PAKET 1 SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT PAKET 1 1. Terhadap koordinat x horizontal dan y vertikal, sebuah benda yang bergerak mengikuti gerak peluru mempunyai komponen-komponen

Lebih terperinci

METODE X-RAY. Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :

METODE X-RAY. Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut : METODE X-RAY Kristalografi X-ray adalah metode untuk menentukan susunan atom-atom dalam kristal, di mana seberkas sinar-x menyerang kristal dan diffracts ke arah tertentu. Dari sudut dan intensitas difraksi

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS MATERIAL REFLEKTOR TERHADAP FAKTOR KELIPATAN EFEKTIF REAKTOR TEMPERATUR TINGGI PROTEUS

PENGARUH JENIS MATERIAL REFLEKTOR TERHADAP FAKTOR KELIPATAN EFEKTIF REAKTOR TEMPERATUR TINGGI PROTEUS PENGARUH JENIS MATERIAL REFLEKTOR TERHADAP FAKTOR KELIPATAN EFEKTIF REAKTOR TEMPERATUR TINGGI PROTEUS Disusun oleh : TEGUH RAHAYU M0209052 SKRIPSI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

MATA PELAJARAN WAKTU PELAKSANAAN PETUNJUK UMUM

MATA PELAJARAN WAKTU PELAKSANAAN PETUNJUK UMUM MATA PELAJARAN Mata Pelajaran Jenjang Program Studi : Fisika : SMA/MA : IPA Hari/Tanggal : Kamis, 3 April 009 Jam : 08.00 0.00 WAKTU PELAKSANAAN PETUNJUK UMUM. Isikan identitas Anda ke dalam Lembar Jawaban

Lebih terperinci

MATA PELAJARAN WAKTU PELAKSANAAN PETUNJUK UMUM

MATA PELAJARAN WAKTU PELAKSANAAN PETUNJUK UMUM MATA PELAJARAN Mata Pelajaran Jenjang Program Studi : Fisika : SMA/MA : IPA Hari/Tanggal : Kamis, 3 April 009 Jam : 08.00 0.00 WAKTU PELAKSANAAN PETUNJUK UMUM. Isikan identitas Anda ke dalam Lembar Jawaban

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kupang, September Tim Penyusun

KATA PENGANTAR. Kupang, September Tim Penyusun KATA PENGANTAR Puji syukur tim panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-nya tim bisa menyelesaikan makalah yang berjudul Optika Fisis ini. Makalah ini diajukan guna memenuhi

Lebih terperinci

SOAL SELEKSI PENERIMAAN MAHASISWA BARU (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1984

SOAL SELEKSI PENERIMAAN MAHASISWA BARU (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1984 SOAL SELEKSI PENERIMAAN MAHASISWA BARU (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1984 BAGIAN KEARSIPAN SMA DWIJA PRAJA PEKALONGAN JALAN SRIWIJAYA NO. 7 TELP (0285) 426185) 1. Besarnya usaha untuk menggerakkan mobil

Lebih terperinci

A. DISPERSI CAHAYA Dispersi Penguraian warna cahaya setelah melewati satu medium yang berbeda. Dispersi biasanya tejadi pada prisma.

A. DISPERSI CAHAYA Dispersi Penguraian warna cahaya setelah melewati satu medium yang berbeda. Dispersi biasanya tejadi pada prisma. Optika fisis khusus membahasa sifat-sifat fisik cahaya sebagai gelombang. Cahaya bersifat polikromatik artinya terdiri dari berbagai warna yang disebut spektrum warna yang terdiri dai panjang gelombang

Lebih terperinci

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR A V PERAMATAN GELOMANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR 5.. Pendahuluan erkas (beam) optik yang merambat pada medium linier mempunyai kecenderungan untuk menyebar karena adanya efek difraksi; lihat Gambar

Lebih terperinci

D. I, U, X E. X, I, U. D. 5,59 x J E. 6,21 x J

D. I, U, X E. X, I, U. D. 5,59 x J E. 6,21 x J 1. Bila sinar ultra ungu, sinar inframerah, dan sinar X berturut-turut ditandai dengan U, I, dan X, maka urutan yang menunjukkan paket (kuantum) energi makin besar ialah : A. U, I, X B. U, X, I C. I, X,

Lebih terperinci

D. 6,25 x 10 5 J E. 4,00 x 10 6 J

D. 6,25 x 10 5 J E. 4,00 x 10 6 J 1. Besarnya usaha untuk menggerakkan mobil (massa mobil dan isinya adalah 1000 kg) dari keadaan diam hingga mencapai kecepatan 72 km/jam adalah... (gesekan diabaikan) A. 1,25 x 10 4 J B. 2,50 x 10 4 J

Lebih terperinci

Efek Sudut Divergensi Horizontal Kolimator 3 terhadap Performa Difraktometer Neutron Serbuk DN3

Efek Sudut Divergensi Horizontal Kolimator 3 terhadap Performa Difraktometer Neutron Serbuk DN3 Prosiding Seminar Nasional Hamburan Neutron dan Sinar-X ke 7 Serpong, 7 Oktober 9 ISSN : 1411-198 Efek Sudut Divergensi Horizontal Kolimator 3 terhadap Performa Difraktometer Neutron Serbuk DN3 A. Fajar

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. Gambar 2.1 Lenturan Gelombang yang Melalui Celah Sempit

BAB II PEMBAHASAN. Gambar 2.1 Lenturan Gelombang yang Melalui Celah Sempit BAB II PEMBAHASAN A. Difraksi Sesuai dengan teori Huygens, difraksi dapat dipandang sebagai interferensi gelombang cahaya yang berasal dari bagian-bagian suatu medan gelombang. Medan gelombang boleh jadi

Lebih terperinci

Spektroskopi Difraksi Sinar-X (X-ray difraction/xrd)

Spektroskopi Difraksi Sinar-X (X-ray difraction/xrd) Spektroskopi Difraksi Sinar-X (X-ray difraction/xrd) Spektroskopi difraksi sinar-x (X-ray difraction/xrd) merupakan salah satu metoda karakterisasi material yang paling tua dan paling sering digunakan

Lebih terperinci

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah.

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah. 1 D49 1. Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah. Hasil pengukuran adalah. A. 4,18 cm B. 4,13 cm C. 3,88 cm D. 3,81 cm E. 3,78 cm 2. Ayu melakukan

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 12 Fisika

Antiremed Kelas 12 Fisika Antiremed Kelas 12 Fisika Optika Fisis - Latihan Soal Doc Name: AR12FIS0399 Version : 2012-02 halaman 1 01. Gelombang elektromagnetik dapat dihasilkan oleh. (1) Mauatan listrik yang diam (2) Muatan listrik

Lebih terperinci

Rancang Bangun Spektrofotometer untuk Analisis Temperatur Matahari di Laboratorium Astronomi Jurusan Fisika UM

Rancang Bangun Spektrofotometer untuk Analisis Temperatur Matahari di Laboratorium Astronomi Jurusan Fisika UM Rancang Bangun Spektrofotometer untuk Analisis Temperatur Matahari di Laboratorium Astronomi Jurusan Fisika UM NOVITA DEWI ROSALINA*), SUTRISNO, NUGROHO ADI PRAMONO Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri

Lebih terperinci

2 A (C) - (D) - (E) -

2 A (C) - (D) - (E) - 01. Gaya F sebesar 12 N bekerja pada sebuah benda yang masanya m 1 menyebabkan percepatan sebesar 8 ms -2. Jika F bekerja pada benda yang bermassa m 2 maka percepatannya adalah 2m/s -2. Jika F bekerja

Lebih terperinci

BAB GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

BAB GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK BAB GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK I. SOAL PILIHAN GANDA Diketahui c = 0 8 m/s; µ 0 = 0-7 Wb A - m - ; ε 0 = 8,85 0 - C N - m -. 0. Perhatikan pernyataan-pernyataan berikut : () Di udara kecepatannya cenderung

Lebih terperinci

ANALISIS KRISTAL DAN MORFOLOGI PERMUKAAN KOMPOSIT PARTIKEL MARMER KALSIT ANA ARMALIA K

ANALISIS KRISTAL DAN MORFOLOGI PERMUKAAN KOMPOSIT PARTIKEL MARMER KALSIT ANA ARMALIA K ANALISIS KRISTAL DAN MORFOLOGI PERMUKAAN KOMPOSIT PARTIKEL MARMER KALSIT ANA ARMALIA K DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ANALISIS KRISTAL

Lebih terperinci

D. 30 newton E. 70 newton. D. momentum E. percepatan

D. 30 newton E. 70 newton. D. momentum E. percepatan 1. Sebuah benda dengan massa 5 kg yang diikat dengan tali, berputar dalam suatu bidang vertikal. Lintasan dalam bidang itu adalah suatu lingkaran dengan jari-jari 1,5 m Jika kecepatan sudut tetap 2 rad/s,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah penyakit yang timbul karena adanya pertumbuhan yang tidak normal pada sel jaringan tubuh. Disebut tidak normal, karena sel-sel tumbuh dengan cepat dan

Lebih terperinci

1. Persamaan keadaan gas ideal ditulis dalam bentuk = yang tergantung kepada : A. jenis gas B. suhu gas C. tekanan gas

1. Persamaan keadaan gas ideal ditulis dalam bentuk = yang tergantung kepada : A. jenis gas B. suhu gas C. tekanan gas 1. Persamaan keadaan gas ideal ditulis dalam bentuk = yang tergantung kepada : jenis gas suhu gas tekanan gas D. volume gas E. banyak partikel 2. Seorang anak duduk di atas kursi pada roda yang berputar

Lebih terperinci

EVALUASI FLUKS NEUTRON THERMAL DAN EPITHERMAL DI FASILITAS SISTEM RABBIT RSG GAS TERAS 89. Elisabeth Ratnawati, Jaka Iman, Hanapi Ali

EVALUASI FLUKS NEUTRON THERMAL DAN EPITHERMAL DI FASILITAS SISTEM RABBIT RSG GAS TERAS 89. Elisabeth Ratnawati, Jaka Iman, Hanapi Ali Buletin Pengelolaan Reaktor Nuklir. Vol. 13 No. 1, April 2016 EVALUASI FLUKS NEUTRON THERMAL DAN EPITHERMAL DI FASILITAS SISTEM RABBIT RSG GAS TERAS 89 Elisabeth Ratnawati, Jaka Iman, Hanapi Ali ABSTRAK

Lebih terperinci

A. 5 B. 4 C. 3 Kunci : D Penyelesaian : D. 2 E. 1. Di titik 2 terjadi keseimbangan intriksi magnetik karena : B x = B y

A. 5 B. 4 C. 3 Kunci : D Penyelesaian : D. 2 E. 1. Di titik 2 terjadi keseimbangan intriksi magnetik karena : B x = B y 1. x dan y adalah dua kawat yang dialiri arus sama, dengan arah menuju pembaca. Supaya tidak dipengaruhi oleh medan magnetik, sebuah kompas harus diletakkan di titik... A. 5 B. 4 C. 3 Kunci : D D. 2 E.

Lebih terperinci

Pertanyaan Final (rebutan)

Pertanyaan Final (rebutan) Pertanyaan Final (rebutan) 1. Seseorang menjatuhkan diri dari atas atap sebuah gedung bertingkat yang cukup tinggi sambil menggenggam sebuah pensil. Setelah jatuh selama 2 sekon orang itu terkejut karena

Lebih terperinci

D. 30 newton E. 70 newton. D. momentum E. percepatan

D. 30 newton E. 70 newton. D. momentum E. percepatan 1. Sebuah benda dengan massa 5 kg yang diikat dengan tali, berputar dalam suatu bidang vertikal. Lintasan dalam bidang itu adalah suatu lingkaran dengan jari-jari 1,5 m Jika kecepatan sudut tetap 2 rad/s,

Lebih terperinci

PETA MATERI FISIKA SMA UN 2015

PETA MATERI FISIKA SMA UN 2015 PETA MATERI FISIKA SMA UN 2015 Drs. Setyo Warjanto setyowarjanto@yahoo.co.id 081218074405 SK 1 Ind 1 Memahami prinsip-prinsip pengukuran dan melakukan pengukuran besaran fisika secara langsung dan tidak

Lebih terperinci

Fisika UMPTN Tahun 1986

Fisika UMPTN Tahun 1986 Fisika UMPTN Tahun 986 UMPTN-86-0 Sebuah benda dengan massa kg yang diikat dengan tali, berputar dalam suatu bidang vertikal. Lintasan dalam bidang itu adalah suatu lingkaran dengan jari-jari, m. Jika

Lebih terperinci

SPEKTROSKOPI-γ (GAMMA)

SPEKTROSKOPI-γ (GAMMA) SPEKTROSKOPI-γ (GAMMA) SPEKTROSKOPI-γ (GAMMA) Veetha Adiyani Pardede M0209054, Program Studi Fisika FMIPA UNS Jl. Ir. Sutami 36 A, Kentingan, Surakarta, Jawa Tengah email: veetha_adiyani@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB 4 Difraksi. Difraksi celah tunggal

BAB 4 Difraksi. Difraksi celah tunggal BAB 4 Difraksi Jika muka gelombang bidang tiba pada suatu celah sempit (lebarnya lebih kecil dari panjang gelombang), maka gelombang ini akan meng-alami lenturan sehingga terjadi gelombanggelombang setengah

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 12 Fisika

Antiremed Kelas 12 Fisika Antiremed Kelas 12 Fisika Persiapan UAS 1 Doc. Name: AR12FIS01UAS Version: 2016-09 halaman 1 01. Sebuah bola lampu yang berdaya 120 watt meradiasikan gelombang elektromagnetik ke segala arah dengan sama

Lebih terperinci

Jurnal Radioisotop dan Radiofarmaka ISSN Journal of Radioisotope and Radiopharmaceuticals Vol 10, Oktober 2007

Jurnal Radioisotop dan Radiofarmaka ISSN Journal of Radioisotope and Radiopharmaceuticals Vol 10, Oktober 2007 PERHITUNGAN PEMBUATAN KADMIUM-109 UNTUK SUMBER RADIASI XRF MENGGUNAKAN TARGET KADMIUM ALAM Rohadi Awaludin Pusat Radioisotop dan Radiofarmaka (PRR), BATAN Kawasan Puspiptek, Tangerang, Banten ABSTRAK PERHITUNGAN

Lebih terperinci

TRY OUT UJIAN NASIONAL SMA PROGRAM IPA AKSES PRIVATE. Mata pelajaran : MATEMATIKA Hari/Tanggal : / 2013

TRY OUT UJIAN NASIONAL SMA PROGRAM IPA AKSES PRIVATE. Mata pelajaran : MATEMATIKA Hari/Tanggal : / 2013 TRY OUT UJIAN NASIONAL SMA PROGRAM IPA AKSES PRIVATE Mata pelajaran : MATEMATIKA Hari/Tanggal : / 2013 Waktu : 120 Menit PETUNJUK UMUM: 1. Isikan nomor ujian, nama peserta, dan data pada Lembar Jawaban

Lebih terperinci

LEMBARAN SOAL. Mata Pelajaran : FISIKA Sat. Pendidikan : SMA/MA Kelas / Program : XII ( DUA BELAS )

LEMBARAN SOAL. Mata Pelajaran : FISIKA Sat. Pendidikan : SMA/MA Kelas / Program : XII ( DUA BELAS ) LEMBARAN SOAL Mata Pelajaran : FISIKA Sat. Pendidikan : SMA/MA Kelas / Program : XII ( DUA BELAS ) PETUNJUK UMUM 1. Tulis nomor dan nama Anda pada lembar jawaban yang disediakan 2. Periksa dan bacalah

Lebih terperinci

CATATAN KULIAH PENGANTAR SPEKSTOSKOPI. Diah Ayu Suci Kinasih Departemen Fisika Universitas Diponegoro Semarang 2016

CATATAN KULIAH PENGANTAR SPEKSTOSKOPI. Diah Ayu Suci Kinasih Departemen Fisika Universitas Diponegoro Semarang 2016 CATATAN KULIAH PENGANTAR SPEKSTOSKOPI Diah Ayu Suci Kinasih -24040115130099- Departemen Fisika Universitas Diponegoro Semarang 2016 PENGANTAR SPEKTROSKOPI Pengertian Berdasarkan teori klasik spektoskopi

Lebih terperinci

PETUNJUK PENGGUNAAN PROGRAM RIETICA UNTUK ANALISIS DATA DIFRAKSI DENGAN METODE RIETVELD

PETUNJUK PENGGUNAAN PROGRAM RIETICA UNTUK ANALISIS DATA DIFRAKSI DENGAN METODE RIETVELD PETUNJUK PENGGUNAAN PROGRAM RIETICA UNTUK ANALISIS DATA DIFRAKSI DENGAN METODE RIETVELD I. PENDAHULUAN Analisis Rietveld adalah sebuah metode pencocokan tak-linier kurva pola difraksi terhitung (model)

Lebih terperinci

SPEKTROSKOPI-γ (GAMMA)

SPEKTROSKOPI-γ (GAMMA) SPEKTROSKOPI-γ (GAMMA) Veetha Adiyani Pardede M2954, Program Studi Fisika FMIPA UNS Jl. Ir. Sutami 36 A, Kentingan, Surakarta, Jawa Tengah email: veetha_adiyani@yahoo.com ABSTRAK Aras-aras inti dipelajari

Lebih terperinci

KALIBRASI PERALATAN DIFRAKTOMETER NEUTRON SERBUK RESOLUSI TINGGI ( DN3 )

KALIBRASI PERALATAN DIFRAKTOMETER NEUTRON SERBUK RESOLUSI TINGGI ( DN3 ) KALIBRASI PERALATAN DIFRAKTOMETER NEUTRON SERBUK RESOLUSI TINGGI ( DN3 ) Herry Mugirahardjo, Tri Hardi Priyanto, Andon Insani Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir BATAN, Kawasan Puspiptek, Tangerang E-mail:mugirahardjo@gmail.com

Lebih terperinci

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

PERCOBAAN 1 PENENTUAN PANJANG GELOMBANG MAKSIMUM SENYAWA BAHAN PEWARNA

PERCOBAAN 1 PENENTUAN PANJANG GELOMBANG MAKSIMUM SENYAWA BAHAN PEWARNA PERCOBAAN 1 PENENTUAN PANJANG GELOMBANG MAKSIMUM SENYAWA BAHAN PEWARNA A. TUJUAN 1. Mempersiapkan larutan blanko dan sampel untuk digunakan pengukuran panjang gelombang maksimum larutan sampel. 2. Menggunakan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSAMAAN SCHRODINGER TIGA DIMENSI UNTUK POTENSIAL NON-SENTRAL ECKART DAN MANNING- ROSEN MENGGUNAKAN METODE ITERASI ASIMTOTIK

PENYELESAIAN PERSAMAAN SCHRODINGER TIGA DIMENSI UNTUK POTENSIAL NON-SENTRAL ECKART DAN MANNING- ROSEN MENGGUNAKAN METODE ITERASI ASIMTOTIK PENYELESAIAN PERSAMAAN SCHRODINGER TIGA DIMENSI UNTUK POTENSIAL NON-SENTRAL ECKART DAN MANNING- ROSEN MENGGUNAKAN METODE ITERASI ASIMTOTIK Disusun oleh : Muhammad Nur Farizky M0212053 SKRIPSI PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

UN SMA IPA 2011 Fisika

UN SMA IPA 2011 Fisika UN SMA IPA 2011 Fisika Kode Soal Doc. Name: UNSMAIPA2011FIS999 Doc. Version : 2012-12 halaman 1 1. Sebuah benda bergerak dengan lintasan seperti grafik berikut : Perpindahan yang dialami benda sebesar.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Komputasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret, Surakarta dengan

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Fisika Eksperimental Lanjut Laboratorium Radiasi

Laporan Praktikum Fisika Eksperimental Lanjut Laboratorium Radiasi Laporan Praktikum Fisika Eksperimental Lanjut Laboratorium Radiasi PERCOBAAN R1 EKSPERIMEN DETEKTOR GEIGER MULLER Dosen Pembina : Drs. R. Arif Wibowo, M.Si Septia Kholimatussa diah* (080913025), Mirza

Lebih terperinci

FABRIKASI KRISTAL FOTONIK ASIMETRIK SATU DIMENSI DENGAN DEFEK GEOMETRIS TAHYUDI

FABRIKASI KRISTAL FOTONIK ASIMETRIK SATU DIMENSI DENGAN DEFEK GEOMETRIS TAHYUDI FABRIKASI KRISTAL FOTONIK ASIMETRIK SATU DIMENSI DENGAN DEFEK GEOMETRIS TAHYUDI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 28 Tahyudi (G741328). FABRIKASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa radiasi berbahaya karena dapat mengionisasi bahan yang dilaluinya,

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa radiasi berbahaya karena dapat mengionisasi bahan yang dilaluinya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radiasi merupakan pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam bentuk panas, partikel atau gelombang yang dapat diserap oleh benda lain. Beberapa radiasi berbahaya

Lebih terperinci

Fisika EBTANAS Tahun 1991

Fisika EBTANAS Tahun 1991 Fisika EBTNS Tahun 99 EBTNS-9-0 Sebuah benda dijatuhkan dari ujung sebuah menara tanpa kecepatan awal. Setelah detik benda sampai di tanah (g = 0 m s ). Tinggi menara tersebut. 40 m B. 5 m C. 0 m D. 5

Lebih terperinci

Kumpulan Soal Fisika Dasar II.

Kumpulan Soal Fisika Dasar II. Kumpulan Soal Fisika Dasar II http://personal.fmipa.itb.ac.id/agussuroso http://agussuroso102.wordpress.com Topik Gelombang Elektromagnetik Interferensi Difraksi 22-04-2017 Soal-soal FiDas[Agus Suroso]

Lebih terperinci

STUDI MODEL NUMERIK KONDUKSI PANAS LEMPENG BAJA SILINDRIS YANG BERINTERAKSI DENGAN LASER NOVAN TOVANI G

STUDI MODEL NUMERIK KONDUKSI PANAS LEMPENG BAJA SILINDRIS YANG BERINTERAKSI DENGAN LASER NOVAN TOVANI G 1 STUDI MODEL NUMERIK KONDUKSI PANAS LEMPENG BAJA SILINDRIS YANG BERINTERAKSI DENGAN LASER NOVAN TOVANI G74104018 DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PERANGKAT LUNAK AKUISISI DATA DAN SISTEM KONTROL SPEKTROMETER HAMBURAN NEUTRON SUDUT KECIL RESOLUSI TINGGI DI BATAN-SERPONG

PERANGKAT LUNAK AKUISISI DATA DAN SISTEM KONTROL SPEKTROMETER HAMBURAN NEUTRON SUDUT KECIL RESOLUSI TINGGI DI BATAN-SERPONG PERANGKAT LUNAK AKUISISI DATA DAN SISTEM KONTROL SPEKTROMETER HAMBURAN NEUTRON SUDUT KECIL RESOLUSI TINGGI DI BATAN-SERPONG Bharoto, Irfan Hafid, dan Alan Maulana Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir-BATAN,

Lebih terperinci

LAPORAN KIMIA ANALITIK KI3121. Percobaan 04 PENENTUAN KEKERUHAN AIR SECARA TURBIDIMETRI

LAPORAN KIMIA ANALITIK KI3121. Percobaan 04 PENENTUAN KEKERUHAN AIR SECARA TURBIDIMETRI LAPORAN KIMIA ANALITIK KI3121 Percobaan 04 PENENTUAN KEKERUHAN AIR SECARA TURBIDIMETRI Nama : Agam Muarif Nim : 10510070 Kelompok : 05 Tanggal Percobaan : 09 November 2012 Tanggal Laporan : 19 November

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gelombang Gelombang adalah gangguan yang terjadi secara terus menerus pada suatu medium dan merambat dengan kecepatan konstan (Griffiths D.J, 1999). Pada gambar 2.1. adalah

Lebih terperinci

ARSIP SOAL UJIAN NASIONAL FISIKA (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1996

ARSIP SOAL UJIAN NASIONAL FISIKA (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1996 ARSIP SOAL UJIAN NASIONAL FISIKA (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1996 BAGIAN KEARSIPAN SMA DWIJA PRAJA PEKALONGAN JALAN SRIWIJAYA NO. 7 TELP (0285) 426185) 1. Kelompok besaran berikut yang merupakan besaran

Lebih terperinci

PEMBUATAN SEL SURYA HYBRID p-n HETEROJUNCTION CADMIUM SULFIDE DAN CAMPURAN POLY(3-HEXYLTHIOPHENE)/KITOSAN SYAFWA OKTAWANDI

PEMBUATAN SEL SURYA HYBRID p-n HETEROJUNCTION CADMIUM SULFIDE DAN CAMPURAN POLY(3-HEXYLTHIOPHENE)/KITOSAN SYAFWA OKTAWANDI PEMBUATAN SEL SURYA HYBRID p-n HETEROJUNCTION CADMIUM SULFIDE DAN CAMPURAN POLY(3-HEXYLTHIOPHENE)/KITOSAN SYAFWA OKTAWANDI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

STRUKTUR KRISTAL DAN MORFOLOGI TITANIUM DIOKSIDA (TiO 2 ) POWDER SEBAGAI MATERIAL FOTOKATALIS

STRUKTUR KRISTAL DAN MORFOLOGI TITANIUM DIOKSIDA (TiO 2 ) POWDER SEBAGAI MATERIAL FOTOKATALIS STRUKTUR KRISTAL DAN MORFOLOGI TITANIUM DIOKSIDA (TiO 2 ) POWDER SEBAGAI MATERIAL FOTOKATALIS SKRIPSI Oleh : Ahsanal Holikin NIM 041810201063 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

PAKET SOAL 1.c LATIHAN SOAL UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2011/2012

PAKET SOAL 1.c LATIHAN SOAL UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2011/2012 UJI COBA MATA PELAJARAN KELAS/PROGRAM ISIKA SMA www.rizky-catatanku.blogspot.com PAKET SOAL 1.c LATIHAN SOAL UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2011/2012 : FISIKA : XII (Dua belas )/IPA HARI/TANGGAL :.2012

Lebih terperinci

Fungsi distribusi spektrum P (λ,t) dapat dihitung dari termodinamika klasik secara langsung, dan hasilnya dapat dibandingkan dengan Gambar 1.

Fungsi distribusi spektrum P (λ,t) dapat dihitung dari termodinamika klasik secara langsung, dan hasilnya dapat dibandingkan dengan Gambar 1. Fungsi distribusi spektrum P (λ,t) dapat dihitung dari termodinamika klasik secara langsung, dan hasilnya dapat dibandingkan dengan Gambar 1. Hasil perhitungan klasik ini dikenal sebagai Hukum Rayleigh-

Lebih terperinci

Fisika Untuk Universitas

Fisika Untuk Universitas Fisika Untuk Universitas i ii Fisika Untuk Universitas Fisika Untuk Universitas iii iv Fisika Untuk Universitas FISIKA UNTUK UNIVERSITAS Penulis: Ir. Sutarno, M.Sc. Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 21 Analisis output dilakukan terhadap hasil simulasi yang diperoleh agar dapat mengetahui variabel-variabel yang mempengaruhi output. Optimasi juga dilakukan agar output meningkat mendekati dengan hasil

Lebih terperinci

Difraksi. Agus Suroso Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi, Institut Teknologi Bandung

Difraksi. Agus Suroso Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi, Institut Teknologi Bandung Difraksi Agus Suroso (agussuroso@fi.itb.ac.id) Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi, Institut Teknologi Bandung Agus Suroso (FTETI-ITB) Difraksi 1 / 38 Gejala Difraksi Materi 1 Gejala Difraksi

Lebih terperinci

SOAL LATIHAN PEMBINAAN JARAK JAUH IPhO 2017 PEKAN VIII

SOAL LATIHAN PEMBINAAN JARAK JAUH IPhO 2017 PEKAN VIII SOAL LATIHAN PEMBINAAN JARAK JAUH IPhO 2017 PEKAN VIII 1. Tumbukan dan peluruhan partikel relativistik Bagian A. Proton dan antiproton Sebuah antiproton dengan energi kinetik = 1,00 GeV menabrak proton

Lebih terperinci

FISIKA 2014 TIPE A. 30 o. t (s)

FISIKA 2014 TIPE A. 30 o. t (s) No FISIKA 2014 TIPE A SOAL 1 Sebuah benda titik dipengaruhi empat vektor gaya masing-masing 20 3 N mengapit sudut 30 o di atas sumbu X positif, 20 N mnegapit sudut 60 o di atas sumbu X negatif, 5 N pada

Lebih terperinci

Metode Monte Carlo adalah metode komputasi yang bergantung pada. pengulangan bilangan acak untuk menemukan solusi matematis.

Metode Monte Carlo adalah metode komputasi yang bergantung pada. pengulangan bilangan acak untuk menemukan solusi matematis. Bab II. Teori Dasar II.1. Metode Monte Carlo Metode Monte Carlo adalah metode komputasi yang bergantung pada pengulangan bilangan acak untuk menemukan solusi matematis. Metode ini sering digunakan untuk

Lebih terperinci

4. Sebuah sistem benda terdiri atas balok A dan B seperti gambar. Pilihlah jawaban yang benar!

4. Sebuah sistem benda terdiri atas balok A dan B seperti gambar. Pilihlah jawaban yang benar! Pilihlah Jawaban yang Paling Tepat! Pilihlah jawaban yang benar!. Sebuah pelat logam diukur menggunakan mikrometer sekrup. Hasilnya ditampilkan pada gambar berikut. Tebal pelat logam... mm. 0,08 0.,0 C.,8

Lebih terperinci

Kunci dan pembahasan soal ini bisa dilihat di dengan memasukkan kode 5976 ke menu search. Copyright 2017 Zenius Education

Kunci dan pembahasan soal ini bisa dilihat di  dengan memasukkan kode 5976 ke menu search. Copyright 2017 Zenius Education 01. Batas ambang frekuensi dari seng untuk efek fotolistrik adalah di daerah sinar ultraviolet. Manakah peristiwa yang akan terjadi jika sinar-x ditembakkan ke permukaan logam seng? (A) tidak ada elektron

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

Analisis Persamaan Respon Dosis Thermoluminescent Dosimeter (TLD) Pada Spektrum Sinar-X Menggunakan Metode Monte Carlo

Analisis Persamaan Respon Dosis Thermoluminescent Dosimeter (TLD) Pada Spektrum Sinar-X Menggunakan Metode Monte Carlo Analisis Persamaan Respon Dosis Thermoluminescent Dosimeter (TLD) Pada Spektrum Sinar-X Menggunakan Metode Monte Carlo Merina Handayani 1, Heru Prasetio 2, Supriyanto Ardjo Pawiro 1 1 Departemen Fisika,

Lebih terperinci

KAJIAN MODEL MIKROSKOPIK DAN MODEL KINETIK LALU LINTAS KENDARAAN DAN SIMULASINYA DESYARTI SAFARINI TLS

KAJIAN MODEL MIKROSKOPIK DAN MODEL KINETIK LALU LINTAS KENDARAAN DAN SIMULASINYA DESYARTI SAFARINI TLS KAJIAN MODEL MIKROSKOPIK DAN MODEL KINETIK LALU LINTAS KENDARAAN DAN SIMULASINYA DESYARTI SAFARINI TLS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

PELURUHAN GAMMA ( ) dengan memancarkan foton (gelombang elektromagnetik) yang dikenal dengan sinar gamma ( ).

PELURUHAN GAMMA ( ) dengan memancarkan foton (gelombang elektromagnetik) yang dikenal dengan sinar gamma ( ). PELURUHAN GAMMA ( ) Peluruhan inti yang memancarkan sebuah partikel seperti partikel alfa atau beta, selalu meninggalkan inti pada keadaan tereksitasi. Seperti halnya atom, inti akan mencapai keadaan dasar

Lebih terperinci