BAB II LANDASAN TEORI. konselor, dimana komunikasi antar pribadi tersebut dapat dimanfaatkan untuk
|
|
- Harjanti Darmadi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konseling Kelompok Pengertian Konseling Kelompok Layanan konseling kelompok pada hakekatnya adalah suatu proses antar pribadi yang dinamis, terpusat pada pikiran dan perilaku yang disadari, dibina dalam suatu kelompok kecil mengungkapkan diri kepada sesama anggota dan konselor, dimana komunikasi antar pribadi tersebut dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pemahaman dan penerimaan diri terhadap nilai-nilai kehidupan dan segala tujuan hidup serta untuk belajar perilaku tertentu ke arah yang lebih baik dari sebelumnya (Winkel dan Sri Hastuti, 2004) Prayitno (1999) mengemukakan bahwa layanan konseling kelompok adalah layanan yang menggunakan dinamika kelompok sebagai media kegiatannya, apabila dinamika kelompok dikembangkan dan dimanfaatkan secara efektif dalam layanan ini diharapkan tujuan yang ingin dicapai akan tercapai. Salah satu dari tujuan konseling kelompok ini adalah agar para konseli belajar berkomunikasi dengan seluruh anggota kelompok secara terbuka, dengan saling menghargai dan saling menaruh perhatian. Pengalaman komunikasi yang demikian akan membawa dampak positif dalam kehidupan dengan orang lain yang dekat padanya. 1
2 Tujuan Konseling Kelompok Konseling kelompok berfokus pada usaha membantu konseli dalam melangkah melakukan perubahan dengan menaruh perhatian pada perkembangan dan penyesuaian sehari-hari, misalnya modifikasi tingkah laku, pengembangan keterampilan hubungan personal, nilai, sikap atau membuat keputusan karier (Gibson dan Mitchell, 1981). Ohlsen, Dinkmeyer, Corey, dan Muro, (dalam Winkel dan Hastuti, 2004) mengemukakan sejumlah tujuan umum dari pelayanan bimbingan dalam bentuk konseling kelompok sebagai berikut : 1. Masing-masing konseli memahami dirinya dengan baik dan menemukan dirinya sendiri. Berdasarkan pemahaman diri itu konseli lebih rela menerima dirinya sendiri dan lebih terbuka terhadap aspekaspek positif dalam kepribadiannya. 2. Para konseli mengembangkan kemampuan berkomunikasi satu sama lainnya, sehingga konseli dapat saling memberikan bantuan dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan yang khas untuk fase perkembangan. 3. Para konseli memperoleh kemampuan mengatur dirinya sendiri dan mengarahkan hidupnya sendiri, mula-mula dalam kontak antar pribadi dari dalam kelompok dan kemudian juga dalam kehidupan sehari-hari di luar lingkungan kelompoknya. 4. Para konseli menjadi lebih peka terhadap kebutuhan orang lain dan lebih mampu menghayati perasaan orang lain. Kepekaan dan 2
3 penghayatan ini akan membuat konseli lebih sensitif juga terhadap kebutuhan psikologis dan alam perasaan sendiri. 5. Masing-masing konseli menetapkan suatu sasaran yang ingin mereka capai, yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku yang lebih konstruktif. 6. Para konseli lebih menyadari dan menghayati makna dari kehidupan manusia sebagai kehidupan bersama, yang mengandung tuntutan menerima orang lain dan harapan akan diterima oleh orang lain. 7. Masing-masing konseli semakin menyadari bahwa hak-hak yang memprihatinkan bagi dirinya kerap juga menimbulkan rasa prihatin dalam hati orang lain dengan demikian, dia tidak akan merasa terisolir lagi, seolah-olahnya hanya dialah yang mengalami. 8. Para konseli belajar berkomunikasi dengan seluruh anggota kelompok secara terbuka, dengan saling menghargai dan saling menaruh perhatian, pengalaman bahwa komunikasi dengan demikian dimungkinkan, akan membawa dampak positif dalam kehidupan dengan orang lain dekat dengan konseli. Untuk dapat mencapai tujuan-tujuan di atas dibutuhkan adanya suatu program konseling kelompok yang terencana dengan baik. Layanan konseling kelompok sangat dipengaruhi oleh peran pemimpin kelompok. Menurut Loekmono (2003) tanggung jawab terpenting pemimpin kelompok adalah : 3
4 1. Menggunakan hal-hal penting yang harus dipelajari tersebut sebagai dasar dalam membuat perencanaan kegiatan bersama-sama dalam kelompok dan untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. 2. Membantu kelompok untuk menghadapi minat-minat dan kebutuhan yang bermacam-macam. 3. Membantu kelompok untuk dapat mengenali kebutuhan-kebutuhan yang lain dan dapat memenuhinya Komponen Konseling Kelompok Komponen dalam kegiatan layanan konseling kelompok adalah : 1. Konselor Sebagai pemimpin kelompok dalam konseling kelompok, seorang konselor harus mempunyai kemampuan/ketrampilan, kemampuan seorang konselor dalam memimpin konseling kelompok antara lain : a. Menciptakan suasana kelompok sehingga terciptanya dinamika kelompok. b. Berwawasan luas (ilmiah dan moral) c. Mampu membina hubungan antarpersonal yang hangat, damai, berbagi empatik, jauh dari kesukaran untuk membuat kelompok. Seorang konselor yang mempunyai kemampuan dan ketrampilan seorang konselor juga mempunyai peranan sebagai pemimpin kelompok anatara lain: 4
5 a. Membuat kelompok Seorang konselor mempunyai tugas untuk membentuk kelompok dan memilih para anggotanya untuk melakukan konseling kelompok. b. Melakukan penstrukturan Sebelum melaksanakan proses konseling kelompok, konselor melakukan penstrukturan dalam kelompok dan menjelaskan bagaimana langkah-langkah dalam melaksanakan konseling kelompok ini. c. Mengembangkan dinamika kelompok Konselor juga berkewajiban untuk mengembangkan dinamika kelompok agar dapat berjalan dengan lancar dan dapat mencapai tujuan yang diinginkan. d. Mengevaluasi proses dari hasil belajar Setelah kegiatan konseling kelompok berlangsung konselor harus mengevaluasi dan menilai hasil dari kegiatan konseling kelompok yang sudah dilaksamakan. 2. Anggota kelompok Jumlah anggota kelompok dalam konseling kelompok sebanyak 8-10 orang dengan memperhatikan homogenitas dan heterogenitas kemampuan anggota kelompok. Peran anggota kelompok dalam layanan bimbingan konseling kelompok antara lain adalah : 5
6 a. Aktif, mandiri melalui aktivitas langsung melalui sikap 3 M (mendengar dengan aktif, memahami dengan positif dan merespon dengan tepat sikap seperti seorang konselor). b. Berbagi pendapat, ide dan pengalaman Konseli diharapkan dapat menceritakan pengalaman pribadinya untuk dapat bertukar pendapat dengan anggota kelompok lainnya. c. Empati Konseli dapat merasakan mengidentifikasi dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan anggota kelompok yang lainnya. d. Aktif membina keakraban, membina keikatan emosional Konseli hendaknya membina keakraban dan ikatan emosional diantara anggota kelompok yang lain sehingga dapat terjalin hubungan yang baik dengan anggota kelompok lain. e. Mematuhi etika kelompok Anggota kelompok harus mematuhi etika dalam peraturan yang telah diberikan konselor dan disepakati oleh semua anggota kelompok supaya dalam proses konseling kelompok dapat berjalan dengan lancar. f. Menjaga kerahasiaan, perasaan, dan membantu anggota kelompok yang lain. Dalam kegiatan kelompok diharapkan untuk menjaga kerahasiaan dan perasaan anggota kelompok yang lainnya. g. Membina kelompok untuk menyukseskan kegiatan kelompok. 6
7 Tahapan Konseling Kelompok Menurut Corey& Corey (dalam Loekmono 2003) konseling kelompok dilaksanakan secara bertahap. Terdapat 6 tahap yaitu tahap pembentukan kelompok, tahap permulaan, tahap transisi, tahap kerja tahap akhir, serta tahap evaluasi dan tidak lanjut. Berikut tahap-tahap konseling kelompok dijelaskan secara singkat. a. Tahap pembentukan kelompok Tahap ini merupakan tahap persiapan pelaksanaan konseling kelompok. Pada tahap ini terutama pembentukan kelompok, yang dilakukan dengan seleksi anggota dan menawarkan program kepada calon peserta konseling sekaligus membangun harapan kepada calon peserta. Dalam konseling kelompok yang dipandang penting adalah adanya seleksi anggota. Ketentuan yang mendasari konseling kelompok ini adalah minat bersama, sukarela atau atas inisiatifnya sendiri, adanya kemauan untuk berpartisipasi dalam proses konseling kelompok mau untuk berpartisipasi dalam proses kelompok. b. Tahap permulaan (orientasi dan eksplorasi) Pada tahap ini mulai menentukan struktur kelompok, mengeksplorasi harapan anggota, anggota mulai belajar fungsi kelompok, seklaigus mulai menegaskan tujuan kelompok. Setiap anggota kelompok mulai mengenalkan dirinya dan menjelaskan tujuan atau harapannya. Pada tahap ini deskripsi tentang dirinya masihbersifat superficial (permukaan 7
8 saja), sedangkan persoalan yang lebih tersembunyi belum diungkapkan pada fase ini. Kelompok mulai membangun norma untuk mengontrol aturanaturan kelompok dan menyadari makna kelompok untuk mencapai tujuan. Peran konselor pada tahap ini membantu menegaskan tujuan untuk kelompok dan makna kelompok untuk mencapai tujuan. c. Tahap transisi Pada tahap transisi ini para anggota masih merasa takut dan cemas perasaan ini masih cukup tinggi. Pada awal tahap kedua anggota kelompok mempunyai keinginan untuk terbuka tetapi disisi lain takut untuk terbuka didalam kelompoknya. Selain itu pada fase kedua ini kadang-kadang pertentangan masih nampak dan muncul dalam fase kedua ini. Namun disisi lain ada usaha untuk mengarah pada saling terbuka, keinginan bekerjasama, saling menolong, dan saling menghargai. d. Tahap bertumbuh atau berkembang Pada tahap ini anggota kelompok sudah mulai mengungkapkan permasalahan pribadinya secara terbuka dan apa adanya. Dalam tahap ini anggota kelompok juga sudah mulai berinteraksi dan beradaptasi dalam kelompok dan telah meninggalkan fase bagaimana belajar dan berinteraksi dengan kelompok. e. Tahap penutup Tahap ini adalah tahap dimana kelompok sudah memasuki tahap dimana lamanya waktu sesi kelompok yang sudah disepakati bersama. Apabila 8
9 dalam tahap akhir ini ada tugas yang belum terselesaikan maka ini dapat dibahas dalam kelompok. Latihan untuk merubah perilaku bukan hanya terjadi dalam konseling kelompok saja, tetapi diharapkan masih dilanjutkan dalam kehidupan sehari-hari. Anggota masih diharapkan untuk belajar menerima dan memberi umpan balik dalam situasi kehidupan yang nyata. f. Tahap evaluasi dan tindak lanjut Dalam hal ini yang perlu diungkap dan dibahas dalam tahap akhir dari konseling kelompok adalah merangkum pengalaman kelompok yang diperoleh dari masing-masing anggota kelompok dan oleh kelompok. Dari rangkuman pengalaman kelompok ini diharapkan anggota kelompok mampu memanfaatkannya untuk mengambil makna dari apa yang telah dipelajarinya dan kemudian mengevaluasi pengaruh kelompok dalam dirinya. Setelah mengevaluasi anggota konseling kelompok diharapkan dapat menindak lanjuti apa yang harus mereka lakukan setelah konseling kelompok berakhir Client Centered Pengertian Client Centered Istilah Client Centered dapat dideskripsikan dengan mengatakan bahwa konseling yang menekankan peranan konseli sendiri dalam proses konseling. Pada awalnya konseling ini disebut konseling nondirektif untuk membedakannya dari konseling yang mengandung banyak pengarahan dan kontrol terhadap proses konseling di pihak konselor. Kemudian mulai di 9
10 gunakan nama Client Centered Counseling, dengan maksud menggaris bawahi individualitas konseli yang setaraf dengan individualitas konselor, sehingga dapat dihindari kesan bahwa konseli menggantungkan diri pada konselor. Pelopor dan promotor utama adalah Carl Roger (Winkel, W.S dan Sri Hastuti, 2004). Menurut Roger (dalam Winkel dan Hastuti, 2004) konseling client centered menekankan pada kecakapan konseli untuk menentukan isu yang penting bagi dirinya dan pemecahan masalah dirinya. Konsep pokok yang mendasari adalah hal yang menyangkut konsep-konsep mengenai diri (self), aktualisasi diri, teori kepribadian, dan hakekat kecemasan. Konsep inti konseling berpusat pada konseli adalah konsep tentang diri pribadi dan konsep menjadi diri atau pertumbuhan perwujudan diri Proses Konseling Client Centered Konseling dengan Client Centered lebih menekankan peranan konseli sendiri dalam proses konseling. Apapun keputusan yang diambil konseli, sepenuhnya hak dari konseli dimana konselor hanya sebagai alternatif solusi, selebihnya konseli sebagai pengambil keputusan. Berikut ini adalah proses konseling kelompok Client Centered a. Konseling memusatkan pada pengalaman individual b. Konseling berupaya meminimalisir rasa diri terancam dan memaksimalkan serta menopang eksplorasi diri. Perubahan perilaku datang melalui pemanfaatan potensi individu untuk menilai 10
11 pengalamannya, membuat untuk memperjelas dan mendapat tilikan perasaan yang mengarah pada pertumbuhan. c. Melalui penerimaan terhadap konseli, konselor membantu untuk menyatakan, mengkaji dan memadukan pengalaman-pengalaman sebelumnya ke dalam konsep diri. d. Melalui redefinisi pengalaman individu mencapai penerimaan diri dan menerima orang lain dan menjadi orang yang berkembang penuh. e. Wawancara merupakan alat utama dalam konseling untuk menumbuhkan hubungan timbal balik Langkah-langkah Konseling Kelompok Client Centered Penyelenggaraan konseling kelompok memerlukan persiapan dan praktik pelaksanaan yang memadai dari awal sampai dengan evaluasi dan tindak lanjutnya. Berikut langkah-langkah yang dapat ditempuh : a. Langkah Awal Langkah awal diselenggarakan dalam rangka pembentukan kelompok sampai dengan mengumpulkan para peserta yang siap melaksanakan kegiatan konseling kelompok. b. Perencanaan Kegiatan Perencanaan Kegiatan Konseling Kelompok meliputi penetapan : 1) Materi layanan 2) Tujuan yang ingin dicapai 3) Waktu dan tempat 4) Sasaran kegiatan 11
12 5) Bahan dan sumber bahan untuk konseling kelompok 6) Rencana penilaian c. Pelaksanaan Kegiatan Kegiatan yang telah direncanakan kemudian dilaksanakan melalui rangkaian kegiatan berikut : 1) Persiapan 2) Pelaksanaan tahap-tahap kegiatan d. Evaluasi Kegiatan Penilaian kegiatan konseling kelompok difokuskan pada perkembangan pribadi secara positif dan hal-hal yang dirasakan mereka berguna. e. Analisis dan Tindak Lanjut Hasil penilaian kegiatan konseling kelompok perlu dianalisis untuk mengetahui lebih lanjut kemajuan para peserta dan penyelenggaraan konseling kelompok Karakteristik Konseling berpusat pada Konseli Eko (dalam Fuad 2009) mengemukakan ada beberapa karakteristik konseling Client Centered antara lain : a. Fokus utama adalah kemampuan individu menyelesaikan masalah bukan terselesaikannya masalah. b. Lebih mengutamakan sasaran perasaan dari pada intelek dalam konseling Client Centered lebih mengutamakan perasaan konselinya. 12
13 c. Masa kini lebih banyak diperhatikan dari masa lalu. Keadaan masa kini konseli lebih diperhatikan dalam konseling Client Centered ini dibandingkan dengan masa lalu konseli. d. Pertumbuhan emosional konseli terjadi dalam hubungan konseling saat konseling Client Centered berlangsung. e. Proses terapi merupakan penyelesaian antara gambaran diri konseli dengan keadaan dan pengalaman diri yang sesungguhnya. f. Hubungan konselor dan konseli merupakan situasi pengalaman terapeutik yang berkembang menuju kepada kepribadian konseli yang integral dan mandiri. g. Konseli memegang peran aktif dalam konseling sedangkan konselor bersifat reflektif Teknik-Teknik yang Digunakan dalam Konseling Kelompok Client Centered Menurut Sudirman (dalam, Fuad 2009) mengemukakan bahwa terdapat beberapa teknik konseling Client Centered yang digunakan antara lain : a. Rapport, yaitu teknik yang bertujuan untuk membuat pendekatan dan hubungan yang baik dengan konseli agar selama proses terapi dapat berlangsung dengan lancar. b. Teknik klarifikasi, yaitu suatu cara konselor untuk menjernihkan dan meminta konseli untuk menjelaskan hal-hal yang dikemukakan oleh konselor. 13
14 c. Teknik refleksi (isi dan perasaan), yaitu usaha konselor untuk memantulkan kembali hal-hal yang telah dikemukakan konseli (isi pembicaraan) dan memantulkan kembali perasaan-perasaan yang ditampakkan oleh konselor dengan konseli dan menggali atau memberikan kesempatan kepada konseli untuk mengekplorasi diri dan masalahnya. d. Teknik free expression, yaitu memberikan kebebasan kepada konseli untuk berekpresi, terutama emosinya. e. Teknik silence, yaitu kesempatan yang berharga diberikan oleh terapis kepada konseli untuk mempertimbangkan dan meninjau kembali pengalaman-pengalaman dan ekpresinya yang lampau. Kesempatan ini dapat diberikan diantara waktu konseling dan dapat berlangsung cukup lama. Jika terlalu lama maka konselor perlu mengambil inisiatif untuk memulai lagi komunikasi dengan konseli. f. Teknik transference yaitu ketergantungan konseli kepada konselor. Hal ini dapat terjadi pada awal terapi, tapi bukan merupakan dasar untuk kemajuan terapi. Kemungkinan transference terjadi karena sikap konselor yang memberikan kebebasan tanpa menilai atau mengevaluasi konseli. 14
15 2.3. Konsep Diri Pengertian Konsep Diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain (Stuart dan Sundeen, 1991, hlm. 372). Termasuk persepsi individu akan sifat dan kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta keinginannya. Beck, Willian dan Rawlin (1986, hlm.293) lebih menjelaskan bahwa konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara utuh: fisikal, emosional, intelektual, sosial dan spiritual. Secara umum disepakati bahwa konsep diri belum ada saat lahir. Konsep diri berkembang secara bertahap saat bayi mulai mengenal dan membedakan dirinya dengan orang lain. Perkembangan konsep diri terpacu cepat dengan perkembangan bicara. Nama dan panggilan anak merupakan aspek bahasa yang utama dalam membantu perkembangan identitas. Dengan memanggil nama, anak mengartikan dirinya istimewa, unik dan mandiri. Konsep diri dipelajari melalui kontak sosial dan pengalaman berhubungan dengan orang lain. Pandangan individu tentang dirinya dipengaruhi oleh bagaimana individu mengartikan pandangan orang lain tentang dirinya. Keluarga mempunyai peran yang penting dalam membantu perkembangan konsep diri terutama pada pengalaman masa kanak-kanak. Combs dan Snygg (dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1991, hlm. 373) mengemukakan pengalaman 15
16 awal kehidupan dalam keluarga merupakan dasar pembentukan konsep diri. Keluarga dapat memberikan: 1. Perasaan mampu atau tidak mampu. 2. Perasaan diterima atau ditolak. 3. Kesempatan untuk identifikasi 4. Penghargaan yang pantas tentang tujuan, perilaku dan nilai. Suasana keluarga yang saling menghargai dan mempunyai pandangan yang positif akan mendorong kreatifitas anak, menghasilkan perasaan yang positif dan berarti. Penerimaan keluarga akan kemampuan anak sesuai dengan perkembangannya sangat mendorong aktualisasi diri dan kesadaran akan potensi dirinya. Tidak dianjurkan menggunakan kata-kata: Jangan, Tidak boleh, Nakal tanpa penjelasan lebih lanjut. Dapat disimpulkan, konsep diri merupakan aspek kritikal dan dasar dari perilaku individu. Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang terlihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan. Konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang maladaptif. Dasar konsep diri positif adalah penerimaan diri. Orang yang mengenal dirinya dengan baik merupakan orang yang mempunyai konsep diri positif begitu pula sebaliknya. (Suprapto, 2007). Konsep diri merupakan gambaran mengenai diri dan evaluasi diri (Piers, 1984). Piers Harris dalam (Burn,1993:139) membuat Piers Harris Children s 16
17 Self-concept Scale (PHCSS) menggunakan teori berasal dari Jersild tahun Konsep diri menurut Jersild dalam (Burn, 1993:139) dilukiskan sebagai The label self-concept has been widely used to identify these subjective states, even though the self embodies far more than just a conceptual framework. Sikap terhadap diri sendiri diperoleh dari pengalaman individu berinteraksi dengan orang lain sehingga mempunyai arti penting dalam hidupnya. Konsep diri seseorang bukan hanya merupakan faktor bawaan, tetapi juga yang dipelajari dan dibentuk melalui pengalaman individu berhubungan dengan orang lain. Konsep diri meliputi penampilan fisik, perilaku sosial, status akademik, depresiasi, ketidakpuasan dan perasaan puas terhadap diri, dan semua persepsi dari seluruh aspek yang diharapkan. Konsep diri akan terbentuk melalui persepsi diri dengan nilai-nilai yang dihubungkan dengan kualitas dan hubungan sebagaimana mereka persepsikan sebagai masa lalu, sekarang atau masa yang akan datang. Menurut Brooks, konsep diri adalah pandangan dan perasaan individu tentang diri individu itu sendiri. (dalam Rakhmat, 2005). Sedangkan menurut Hurlock (1990) konsep diri adalah gambaran yang dimiliki orang tentang dirinya. Masa remaja merupakan masa yang potensial untuk mengembangkan konsep diri, sebab masa remaja adalah masa yang penuh dengan tekanan yang memungkinkan individu menemukan identitas dirinya. Pada masa remaja, individu mulai menilai kembali berbagai bawaan yang telah terbentuk sebelumnya dan konsep dirinya menjadi semakin abstrak. Penilaian kembali pandangan dan nilai-nilai sesuai dengan tahap perkembangan kognitif remaja, dari pemikiran yang bersifat konkret menjadi lebih abstrak dan subjektif. Jersild dalam (Burn, 1993) masa remaja merupakan masa terpenting bagi seseorang untuk menemukan 17
18 dirinya. Remaja harus menemukan nilai-nilai yang berlaku dan yang akan remaja capai di dalam kehidupannya. Remaja harus mulai belajar untuk mengatasi masalah-masalah, merencanakan masa depan, dan mulai memilih karir yang akan digeluti secara rasional. Perkembangan kognitif yang terjadi selama masa remaja membuat individu melihat dirinya dengan pemahaman yang berbeda. Kapasitas kognitif didapatkan selama melakukan pengamatan terhadap perubahanperubahan yang dipahami sebagai perubahan diri yang disebabkan oleh perubahan fisik secara kompleks dan perubahan sistem sosial. Pada masa remaja individu mulai dapat melihat siapa dirinya, ingin menjadi seperti apa, bagaimana orang lain menilainya, dan bagaimana mereka menilai peran yang mereka jalani sebagai identitas diri. Bisa dikatakan bahwa salah satu tugas penting yang harus dilakukan remaja adalah mengembangkan persepsi identitas untuk menemukan jawaban terhadap pertanyaan Siapakah saya? dan Mau jadi apa saya?. Konsep diri adalah konsep abstrak. Dapat diukur dengan perilaku yang dapat diamati. Konsep diri terbentuk melalui pengalaman nyata dan persepsi tentang dirinya. Ketika seseorang melihat pengalaman dengan cara yang negatif terhadap dirinya, maka konsep diri mereka akan terbentuk negatif. Dan sebaliknya, ketika seorang melihat pengalaman dengan cara yang positif terhadap dirinya, maka konsep diri mereka akan terbentuk positif Isi Konsep Diri Sewaktu anak sedang tumbuh meluas, isi dari konsep dirinya juga berkembang meluas, termasuk pemilikan, teman-teman, nilai-nilai dan khususnya 18
19 orang-orang yang disayangi melalui proses identifikasi. Menurut Jersild dalam (Burn, 1993) dalam penelitiannya mendeskripsikan isi dari konsep diri adalah : a. Karakteristik fisik Karakteristik merupakan suatu ciri atau hal yang membedakan dari individu dengan individu yang lain yaitu, yang mencakup penampilan secara umum, ukuran dan berat tubuh, dan detail-detail dari kepala dan tungkai lengan. Karakteristik fisik dapat menyebabkan adanya pandangan yang berbeda tiap individu satu dengan individu yang lain tentang dirinya sendiri. Contohnya kalau seorang bintang film yang cantik dapat dijadikan idola. Hal ini kadang menjadi masalah, karena individu itu sendiri merasa memiliki kekurangan dibandingkan dengan temannya yang memiliki kelebihan, seperti kurang tinggi, terlalu gemuk, tidak cantik, perasaan ini dapat berkembang menjadi konsep diri yang negatif apabila masyarakat memperhatikan dan menjunjung individu yang mempunyai kelebihan dibandingkan dengan individu yang tidak mempunyai kelebihan. b. Penampilan Penampilan dari setiap individu berbeda antara individu yang satu dengan individu yang lain, sehingga dapat menggambarkan kepribadian seseorang. Penampilan mencakup cara berpakaian, model rambut dan make up, dengan keadaan seperti ini, individu dimungkinkan percaya diri atau tidak. Misalnya, seseorang yang tidak pernah memakai make up suatu saat disuruh temannya memakainya, 19
20 tentunya pada saat itu ada perbedaan antara temannya yang sudah terbiasa memakai make up dengan dirinya yang malu dan menutupi wajahnya dengan kain. c. Kesehatan dan kondisi fisik Kesehatan dan kondisi fisik sangat diperlukan bagi setiap individu dalam menjalani hidup ini, terutama dalam mencapai karir. Individu yang mempunyai kesehatan dan kondisi fisik yang tidak baik dapat mengakibatkan gangguan pada individu yang merasa tidak aman atau kurang percaya diri, dapat berakibat pada penilaian terhadap dirinya sendiri secara negative. Individu yang memiliki kesehatan dan kondisi fisik yang baik akan percaya diri dibandingkan dengan individu yang memiliki kesehatan dan kondisi fisik yang tidak baik atau kurang sehat. d. Rumah dan hubungan keluarga Rumah dan hubungan keluarga merupakan lingkungan pertama yang dikenal atau ditempati individu saat lahir dan mengenal lingkungan luar. Di dalam rumah, hubungan keluarga akan tercipta susasana dan kondisi yang menyenangkan atau tidak, dapat dijadikan sebagai suatu informasi, pengalaman, yang dijadikan pegangan individu untuk berinteraksi. Rumah dan hubungan keluarga yang terjalin dengan baik akan membuat individu senang dan bahagia tinggal di rumah dan berhubungan dengan keluarganya, tetapi seorang individu yang rumah dan hubungan keluarganya yang tidak terjalin dengan baik, misalnya 20
21 kedua orang tuanya sering bertengkar, bercerai atau broken home ini dapatmenyebabkan individu memiliki pandangan negatif tentang rumah dan hubungan keluarganya. e. Hobi dan permainan Hobi dan permaianan sangat berhubungan, karena dari percobaan setiap permainan akan muncul pengembangan hobi, dengan terkuasainya permainan itu, individu akan berusaha mengembangkan kemampuan dan percaya diri terhadap hobi dan permainannya. Individu yang memiliki hobi dan permainan yang dapat dikembangkan secara baik akan terarah dan adanya dukungan dari diri, keluarga dan lingkungan dekatnya, individu akan termotivasi untuk mengembangkannya dan tentunya individu itu akan dipandang lingkungan sekitarnya. f. Sekolah dan pekerjaan sekolah Sekolah merupakan tempat belajar individu dalam tahap pencarian ilmu. Dalam sekolah ada tugas-tugas yang diberikan individu. Individu yang mengerjakan tugasnya sebelum batas waktu pengumpulan, disinilah terlihat bagaimana kemampuan dan sikap individu terhadap sekolah apakah ia merasa mampu dan berprestasi didalam mengerjakan tugas-tugas sekolah. Seorang individu yang selalu mendapat nilai tidak bagus ini akan mempengaruhi cara belajarnya atau pandangan individu bahwa dirinya seorang yang cenderung gagal atau bodoh. 21
22 g. Kecerdasan Kecerdasan berkaitan dengan status intelektual yang dimiliki individu. Kecerdasan ini ada yang tinggi dan ada yang rendah, dari kecerdasan ini cara berfikir atau daya tangkap individu berbeda, sehingga pandangan dirinya sendiri tentunya juga berbeda-beda, misalnya anak yang memiliki kecerdasan yang baik atau tinggi akan dipuji oleh guru, orang tua dan temannya yang kemudian individu itu akan percaya diri saat mengerjakan tugas atau mengikuti tes. h. Bakat dan minat Bakat dan minat yang dimiliki individu itu berbeda-beda walaupun individu itu kembar sekalipun. Seseorang yang memiliki bakat dan minat yang terlatih atau disalurkan akan mengakibatkan individu itu mempunyai keingingan untuk maju dan berkembang dan biasanya timbul perasaan percaya diri bahwa dirinya memiliki suatu kelebihan berbeda dengan individu yang bakat dan minatnya yang tidak jelas atau asal-asalan, sehingga ini dapat menyebabkan individu putus asa atau tidak percaya diri. i. Ciri kepribadian Ciri kepribadian seseorang ini berhubungan dengan tempramen, karakter dan tendensi emosional dan lain sebagainya. Ciri kepribadian ini akan mempengaruhi individu dalam bertindak atau dalam berfikir, misalnya seseorang individu yang selalu mengatur, dalam segi 22
23 kegiatan individu itu akan selalu mengatur atau berpandangan kalau dia berhak mengaturnya. j. Sikap dan hubungan sosial Sikap dan hubungan sosial yang dilakukan oleh individu akan berpengaruh terhadap orang-orang yang berada disekitarnya, pergaulan dengan teman sebaya. Seorang individu yang ekstrovertcenderung akan senang dengan keadaan ramai dan akan mudah dalam mencari teman atau memulai pembicaraan, hal ini dapat membuat individu itu semakin bertambah wawasan, informasi, pengalaman dan pengetahuan. Sedangkan pada individu yang introvert akan cenderung menutup diri, dan berusaha menjauh dari teman-temannya dengan berpikiran dirinya mempunyai banyak kelemahan. Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sikap dan hubungan sosial ini akan mempengaruhi individu dalam memandang dirinya sendiri, misalnya anak introvert memandang lingkungan yang ditempati saat ini membosankan dan menyakitkan bagi dirinya sendiri. k. Religius Manusia hidup tidak dapat terlepas dari hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, karena tanpa bantuan dan Karunianya, kita tidak bisa hidup. Seseorang yang memiliki segi religius positif akan menjalankan perintahnya dan meninggalkan larangannya, untuk itu religius yang positif ini akan mempengaruhi cara berpikir dan bertingkah laku atau bertindak yang mengarah kepada penilaian diri yang percaya diri dan 23
24 positif. Dari beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa isi konsep diri meliputi penampilan, kepribadian, kecerdasan, kesehatan dan kondisi fisik, keluarga, hubungan sosial, penyesuaian dengan orang-orang disekitar dan lawan jenis, bakat dan minat serta hobi. Konsep diri seseorang terbentuk secara tidak sengaja dan tidak disadari secara langsung oleh seseorang. Karena proses terbentuknya konsep diri pada seseorang memerlukan waktu yang cukup lama dan dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman hidup seseorang. Konsep diri seseorang terbentuk dari komponen yang ada dan berbeda. Oleh karena itu dalam penyusunan skala Konsep Diri, Piers Harris mengambil beberapa kelompok item-item yang berasal dari koleksi Jersild (Burn, 1993:139) mengenai pernyataan-pernyataan anak-anak. Beberapa aspek yang diambil dari Jersild dalam skala Konsep Diri Piers- Harris antara lain fisik, penampilan, kesehatan dan kondisi fisik, rumah dan hubungan keluarga, sekolah dan pekerjaan sekolah, kecerdasan, bakat dan minat, ciri kepribadian, sikap dan hubungan sosial. Skala Konsep Diri Piers Harris merupakan skala yang bercangkupan luas yang meliputi penampakan fisik, tingkah laku sosial, status akademis, depresiasi, ketidakpuasan dan perasaan puas terhadap diri, dengan pernyataan yang seimbang dibagi diantara bentuk-bentuk yang positif dan negatif dan diantara refleksi-refleksi konsep diri yang tinggi dan rendah. Piers-Harrisdalam (Burn, 1993) menyatakan konsep diri ke dalam 6 faktor berdasarkan Piers Harris Children s Self-concept Scale(PHCSS) yaitu : 24
25 1. Penyesuaian Perilaku Meliputi : sifat, perilaku, persahabatan dalam suatu permainan atau olahraga, ciri kepribadian, persepsi terhadap diri 2. Kecerdasan (Intellectual) Meliputi : ide dan gagasan, keterampilan, bakat, kemampuan, prestasi, sikap terhadap sekolah 3. Penampilan Fisik Meliputi : ciri fisik, sikap terhadap diri 4. Tidak cemas (freedom from anxiety) Meliputi : Sikap terhadap diri, teman, keluarga, sekolah 5. Popularitas Meliputi : Posisi dalam lingkungan pergaulan, keinginan dan harapan 6. Kegembiraan dan kepuasan (happiness and satisfaction) Meliputi : perasaan terhadap diri, nasibnya dan kepribadiannya. Ke enam komponen diri merupakan hasil klarifikasi melalui analisis statistik memakai rumus analisis faktor terhadap 80 item pada alat pengukuran konsep diri yang disusun oleh Piers-Harris Children s self Concept Scale. 25
26 Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri Menurut Jersild (Burn, 1993) faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri adalah : a. Peran orang tua Ketika masih kecil, orang tua penting bagi seorang anak adalah orang tua dan saudara-saudaranya yang tinggal serumah. Merekalah yang pertama-tama menanggapi perilaku anak, sehingga secara perlahanlahan terbentuklah konsep diri anak. Segala sanjungan, senyuman, pujian dan penghargaan akan menyebabkan penilaian positif terhadap diri sendiri. b. Peranan faktor sosial Konsep diri terbentuk karena adanya interaksi seseorang dengan orang-orang disekitarnya. Apa yang dipersepsikan seseorang tentang dirinya, tidak terlepas dari struktur, peran dan status sosial merupakan gejala yang duhasilkan dari adanya interaksi antara individu yang satu dengan individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok. c. Belajar Konsep diri merupakan produk belajar. Proses belajar ini terjadi setiap hari dan umumnya tidak disadari oleh individu. Belajar disini bisa diartikan sebagai perubahan psikologis yang relatif permanen yang terjadi sebagai konsekuensi dari pengalaman. 26
27 2.4. Penelitian Yang Relevan Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Dahlani (2006) mengenai keberhasilan konseling kelompok dalam membantu seseorang yang minder. Diperoleh hasil yang menunjukkan hasil f=25,670, dengan p= 0,000 yang berarti bahwa ada perbedaan signifikan antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan (mean) antar antar kelompok diketahui bahwa rata-rata kelompok kontrol sebesar 2,2425 sedangkan kelompok perlakuan sebesar 2,5888, kelompok perlakuan memiliki selisih lebih besar 0,3463. Berdasarkan hasil analisis tersebut berarti perlakuan layanan diberikan dengan konseling kelompok dengan pendekatan Client Centered memiliki keberhasilan. Sedangkan Tutik Lestari (2009) mengatakan ada penurunan rasa rendah diri yang signifikasikan pada individu yang diberikan layanan konseling kelompok dengan pendekatan dengan teknik teknik Client Centered. Dengan hasil mean pre test 143,0000 dengan standar deviasi 1, Sedangkan mean pada post test 100,0000 dengan standar deviasi 1,41421 dengan nilai t hitung 21,500 dan p=0,030 (p<0,50). Jadi dengan dilaksanakan konseling kelompok dengan teknik Client Centered, hal ini dapat membantu para siswa mengatasi rasa rendah diri. 27
28 2.5. Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah yang telah diungkapkan sebelumnya, maka penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut: Ada Penurunan yang signifikan konsep diri melalui layanan konseling kelompok dengan pendekatan Client Centered pada siswa kelas X Otomotif 2 SMK Muhammadiyah Salatiga Tahun Pelajaran 2013/
BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Layanan Bimbingan Kelompok Pengertian layanan bimbingan kelompok
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Layanan Bimbingan Kelompok 2.1.1 Pengertian layanan bimbingan kelompok Menurut Romlah (2001), bimbingan kelompok adalah proses pemberian bantuan yang diberikan pada individu dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap individu mempunyai kepribadian yang berbeda-beda. Menurut Hurlock
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap individu mempunyai kepribadian yang berbeda-beda. Menurut Hurlock (1978) mengemukakan konsep diri adalah gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya.
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh
Lebih terperinciMembangun Konsep Diri Positif Pada Anak
Membangun Konsep Diri Positif Pada Anak Sri Redjeki FIP IKIP Veteran Semarang Email : basiroh_1428@yahoo.co.id ABSTRAK Setiap manusia sebagai organisme memiliki dorongan untuk berkembang sampai mencapai
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. berhubungan dengan orang lain. Stuart dan Sundeen (dalam Keliat,1992).
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Diri 2.1.1 Pengertian Konsep Diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Tentang Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Pengertian mandiri berarti mampu bertindak sesuai keadaan tanpa meminta atau tergantung pada orang lain. Mandiri adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di sepanjang kehidupannya sejalan dengan pertambahan usianya. Manusia merupakan individu
Lebih terperinciKETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN
KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN oleh Rosita E.K., M.Si Konsep dasar dari konseling adalah mengerti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Guru dihadapkan pada karakterisktik siswa yang beraneka ragam dalam kegiatan pembelajaran. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajar secara lancar dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Fenomena remaja yang terjadi di Indonesia khususnya belakangan ini terjadi penurunan atau degredasi moral. Dalam segala aspek moral, mulai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemandirian 2.1.1. Pengertian Kemandirian Menurut Masrun, dkk (1986), kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian,
1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan asumsi penelitian, hipotesis, metode penelitian,
Lebih terperinciTahap-tahap Tumbuh Kembang Manusia
Tahap-tahap Tumbuh Kembang Manusia Rentang Perkembangan Manusia UMBY 1. Neonatus (lahir 28 hari) Pada tahap ini, perkembangan neonatus sangat memungkinkan untuk dikembangkan sesuai keinginan. 2. Bayi (1
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan manusia lainnya. Ketika seorang anak masuk dalam lingkungan sekolah, maka anak berperan sebagai
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.
7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 KONTEKS MASALAH Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia yang tidak akan pernah terlepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Kita mengetahui bahwa manusia merupakan makhluk yang
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana
1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian anak, baik di luar dan di dalam sekolah yang berlangsung seumur hidup. Proses
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Peranan bimbingan dan konseling dalam dunia pendidikan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu kemampuan memahami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. rohani. Kedua aspek ini terbagi lagi atas sejumlah sub aspek dengan ciri- ciri
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara garis besar manusia terdiri atas dua aspek, yaitu jasmani dan rohani. Kedua aspek ini terbagi lagi atas sejumlah sub aspek dengan ciri- ciri tertentu.
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap
BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap individu yang diperoleh selama masa perkembangan. Kemandirian seseorang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial, oleh karena itu setiap manusia tidak lepas dari kontak sosialnya dengan masyarakat, dalam pergaulannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ke arah positif maupun negatif, maka intervensi edukatif dalam bentuk
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja (adolescence) diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosial emosional.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu berhubungan dengan lingkungannya dan tidak dapat hidup sendiri. Ia selalu berinteraksi dengan
Lebih terperincimendapatkan penguasaan pengetahuan, kecakapan, kebijaksanaan.
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kedisiplinan Belajar 2.1.1. Pengertian Kedisiplinan Belajar Kedisiplinan belajar adalah suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan dari sekolah yang
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan hal yang penting dalam suatu penelitian. Dalam metode penelitian dijelaskan tentang urutan suatu penelitian yang dilakukan yaitu dengan teknik dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan menjadi perilaku yang tidak baik dalam kehidupan sehari-hari. Fenomena
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini prokrastinasi sudah menjadi fenomena di kalangan umum dan menjadi perilaku yang tidak baik dalam kehidupan sehari-hari. Fenomena penunda-nundaan pekerjaan
Lebih terperinciEFEKTIFITAS PELAKSANAAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KONSEP DIRI POSITIF PADA SISWA KELAS VIIIG SMP NEGERI 14 MADIUN TAHUN PELAJARAN
i EFEKTIFITAS PELAKSANAAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KONSEP DIRI POSITIF PADA SISWA KELAS VIIIG SMP NEGERI 14 MADIUN TAHUN PELAJARAN 2014/2015 SKRIPSI Disusun Oleh : PIPIT DIAN SIDHARTO
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan sering menilai seseorang berdasarkan pakaian, cara bicara, cara berjalan, dan bentuk tubuh. Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Individu disadari atau tidak harus menjalani tuntutan perkembangan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu disadari atau tidak harus menjalani tuntutan perkembangan. Individu senantiasa akan menjalani empat tahapan perkembangan, yaitu masa kanak-kanak, masa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan masa dewasa, berlangsung antara usia 12 sampai 24 tahun (WHO,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak dan masa dewasa, berlangsung antara usia 12 sampai 24 tahun (WHO, 2010). Berdasarkan tinjauan teori
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa, salah satu dari tugas perkembangan kehidupan sosial remaja ialah kemampuan memahami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak selalu membawa kebaikan bagi kehidupan manusia, kehidupan yang semakin kompleks dengan tingkat stressor
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. seseorang karena konsep diri merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam
BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep diri Konsep diri adalah gambaran tentang diri individu itu sendiri, yang terjadi dari pengetahuan tentang diri individu itu sendiri, yang terdiri dari pengetahuan tentang
Lebih terperinciBAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan
BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini, kita sedang memasuki suatu abad baru yang banyak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi ini, kita sedang memasuki suatu abad baru yang banyak menimbulkan perubahan dan perkembangan, sekaligus menjadi tantangan. Tantangan akibat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dapat diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak menuju masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional (Hurlock,
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. kelas VIII-3, VIII-7, VIII-8, VIII-10, maka diperoleh data mengenai siswa
62 BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Hasil Sosiometri Setelah data yang berasal dari sosiometri yang diberikan kepada siswa kelas VIII-3, VIII-7, VIII-8, VIII-10, maka diperoleh data mengenai siswa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian
1 BAB I PENDAHULUAN Bab I ini menguraikan inti dari penelitian yang mencakup latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi. 1.1 Latar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sosial di lingkungan sekolah. Dalam melaksanakan fungsi interaksi sosial, remaja
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah yang banyak di hadapi oleh remaja adalah interaksi sosial di lingkungan sekolah. Dalam melaksanakan fungsi interaksi sosial, remaja melakukan komunikasi
Lebih terperinciBAB I. Pendahuluan. Nasional pada Bab II menyebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi
BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu proses pembelajaran bagi individu untuk mencapai pengetahuan dan pemahaman yang lebih tinggi mengenai obyek-obyek tertentu dan spesifik.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu fase dalam perkembangan individu adalah masa remaja. Remaja yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak ke
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi. Terjadi pada usia kurang lebih lima
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi. Terjadi pada usia kurang lebih lima belas tahun sampai dengan dua puluh dua tahun. Pada masa tersebut, remaja akan mengalami beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan antara individu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan yang lainnya pasti membutuhkan kerjasama. Ketergantungan manusia satu dengan yang lain merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 (1) Pendidikan adalah Usaha sadar dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 (1) Pendidikan adalah Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sendiri baik, dan juga sebaliknya, kurang baik. sebagai individu yang sedang berkembang mencapai taraf perkembangan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Usia remaja merupakan saat pengenalan/ pertemuan identitas diri dan pengembangan diri. Pandangan tentang diri sendiri yang sudah berkembang
Lebih terperinciMEMBIMBING MAHASISWA. Agus Taufiq Jurusan PPB FIP UPI 2010
MEMBIMBING MAHASISWA MELALUI STATEGI KELOMPOK Agus Taufiq Jurusan PPB FIP UPI 2010 Hakikat Bimbingan kelompok merupakan suatu proses pemberian bantuan kepada individu melalui suasana kelompok yang memungkinkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Layanan bimbingan pada dasarnya upaya peserta didik termasuk remaja untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi termasuk masalah penerimaan diri. Bimbingan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Kartu Bergambar 2.1.1 Pengertian Media Kartu Bergambar Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti perantara. Dengan demikian media dapat
Lebih terperinciLampiran 2 : Lampiran 3:
LAMPIRAN Lampiran 1: Lampiran 2 : Lampiran 3: Lampiran 4: SKALA KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI Bacalah setiap pernyataan dengan seksama, kemudian berikan jawaban Anda pada lembar jawaban bagi setiap pernyataan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah pada dasarnya merupakan lingkungan sosial yang berfungsi sebagai tempat bertemunya individu satu dengan yang lainnya dengan tujuan dan maksud yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Konsep Diri Istilah konsep diri biasanya mengarah kepada sebuah pembentukan konsep pribadi dari diri seseorang. Secara umum konsep diri adalah pandangan dan sikap
Lebih terperinciKEBUTUHAN HARGA DIRI DAN KONSEP DIRI NIKEN ANDALASARI
1 KEBUTUHAN HARGA DIRI DAN KONSEP DIRI NIKEN ANDALASARI Apakah harga diri atau self esteem itu? Coopersmith (Gilmore, 1974) mengemukakan bahwa:.self esteem is a personal judgement of worthiness that is
Lebih terperinciPENGGUNAAN KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KONSEP DIRI PADA SISWA KELAS XI SMK
PENGGUNAAN KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KONSEP DIRI PADA SISWA KELAS XI SMK Emilia Roza (Eroza82@yahoo.com) 1 Muswardi Rosra 2 Ranni Rahmayanthi Z 3 ABSTRACT The objective of this research was
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan berkembang pertama kalinya. Menurut Reiss (dalam Lestari, 2012;4), keluarga adalah suatu kelompok
Lebih terperinciPsikologi Konseling. Psikologi Konseling. Psikologi Psikologi
MODUL PERKULIAHAN Psikologi Konseling Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 05 61033 Abstract Dalam perkuliahan ini akan didiskusikan mengenai Ketrampilan Dasar Konseling:
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORETIS
BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan pustaka 2.1.1 Komunikasi Teraupetik Menurut Stuart (1998), mengatakan komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara perawat dengan klien dalam memperbaiki
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakikat Bimbingan Kelompok dengan Teknik Symbolic Modeling a. Bimbingan Kelompok 1) Pengertian Bimbingan
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakikat Bimbingan Kelompok dengan Teknik Symbolic Modeling a. Bimbingan Kelompok 1) Pengertian Bimbingan Kelompok Bimbingan dan Konseling memiliki layanan untuk
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Minat Belajar 1. Pengertian Minat Belajar Slameto (2003) berpendapat bahwa minat adalah suatu kecenderungan untuk mempelajari sesuatu dengan perasaan senang. Apabila individu membuat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang rentang kehidupannya individu mempunyai serangkaian tugas perkembangan yang harus dijalani untuk tiap masanya. Tugas perkembangan tersebut terbentang
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. bekerja yang ditandai secara khas dengan adanya kepercayaan diri, motivasi diri
BAB II LANDASAN TEORI A. Semangat Kerja 1. Pengertian Semangat Kerja Chaplin (1999) menyatakan bahwa semangat kerja merupakan sikap dalam bekerja yang ditandai secara khas dengan adanya kepercayaan diri,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya setiap manusia membutuhkan orang lain. Naluri untuk hidup bersama orang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap manusia membutuhkan orang lain. Naluri untuk hidup bersama orang lain pada manusia ternyata sudah muncul sejak ia lahir,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia terlahir dalam keadaan yang lemah, untuk memenuhi kebutuhannya tentu saja manusia membutuhkan orang lain untuk membantunya, artinya ia akan tergantung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai makhul sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. Interaksi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhul sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. Interaksi dengan lingkungan senantiasa dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhannya. Salah
Lebih terperincikeberhasilan belajar yang semakin tinggi dan tanggung jawab terhadap perilaku
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan jalur pendidikan formal yang berfungsi untuk mendidik, mengajar dan melatih siswa mempersiapkan dirinya di masa yang akan datang. Sekolah Menengah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah lakunya dengan situasi orang lain. Sebagai mahluk sosial, manusia membutuhkan pergaulan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi, terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru. Emosi remaja sering
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan merupakan dasar bagi kemajuan dan kelangsungan hidup
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan dasar bagi kemajuan dan kelangsungan hidup individu. Melalui pendidikan, individu memperoleh informasi dan pengetahuan yang dapat dipergunakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia
14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Sosial 1. Pengertian Penyesuaian Sosial Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Anak merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga dan dipelihara karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran dan emosi
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Asertif 2.1.1. Pengertian Perilaku Asertif Menurut Smith (dalam Rakos, 1991) menyatakan bahwa perilaku asertif merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran
Lebih terperinciFUNGSI DAN PRINSIP BIMBINGAN DAN KONSELING
PPG DALAM JABATAN Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi 2018 Hak cipta Direktorat Pembelajaran, Dit Belmawa, Kemenristekdikti RI, 2018 FUNGSI DAN PRINSIP BIMBINGAN DAN KONSELING Dr. Catharina
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Erni Purnamasari, 2015 PENGARUH RELIGIUSITAS TERHADAP ETIKA PADA SISWA KELAS XI MIA 4 DAN XI IIS 2 SMA NEGERI 14 KOTA BANDUNG
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan, yang ditempuh oleh seseorang dari kanak-kanak menuju dewasa. Atau dapat dikatakan bahwa masa remaja adalah perpanjangan masa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang saling membutuhkan dan saling berinteraksi. Dalam interaksi antar manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mega Sri Purwanida, 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu periode dalam rentang kehidupan individu, masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang disebut juga masa transisi. Siswa SMA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak terlepas dari manusia lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu melibatkan orang
Lebih terperinciINVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD. Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan
L A M P I R A N 57 INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan Anda diminta untuk memilih 1 (satu) pernyataan dari setiap rumpun yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik, dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Pasien Dalam konteks teori consumer behaviour, kepuasan lebih banyak didefinisikan dari perspektif pengalaman pasien setelah mendapatkan pelayanan rumah sakit. Kepuasan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Membolos 1. Pengertian Membolos Menurut Gunarsa (1981) membolos adalah pergi meninggalkan sekolah tanpa sepengetahuan pihak sekolah. Membolos sering terjadi tidak hanya saat ingin
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Untuk memenuhi kebutuhan
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG DAN MASALAH 1. Latar Belakang Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sangat tergantung pada bantuan orang-orang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang dan Masalah. 1. Latar Belakang. Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu upaya menyiapkan manusia
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu upaya menyiapkan manusia agar mampu mandiri, menjadi anggota masyarakat yang berdaya guna dan
Lebih terperinciReality Therapy. William Glasser
Reality Therapy William Glasser 1. Latar Belakang Sejarah William Glasser lahir tahun 1925, mendapatkan pendidikan di Cleveland dan menyelesaikan sekolah dokter di Case Western Reserve University pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 pasal 3
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 pasal 3 menyatakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ridwan, Penanganan Efektif Bimbingan Dan Konseling di Sekolah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998, hlm.9.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bidang pendidikan telah mengawali masuknya konseling untuk pertama kalinya ke Indonesia. Adaptasi konseling dengan ilmu pendidikan diharapkan dapat meningkatkan kualitas
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. ini maka dapat dijelaskan bahwa tinjauan pustaka adalah teori-teori yang relevan
19 II. TINJAUAN PUSTAKA Berdasarkan dengan ruang lingkup permasalahan yang di teliti dalam penelitian ini maka dapat dijelaskan bahwa tinjauan pustaka adalah teori-teori yang relevan yang dapat digunakan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kecemasan Komunikasi Interpersonal 2.1.1 Pengertian Komunikasi Interpersonal Komunikasi mengacu pada tindakan, oleh salah satu atau lebih, yang mengirim dan menerima pesan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesadaran dunia pendidikan di Indonesia untuk memberikan layanan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kesadaran dunia pendidikan di Indonesia untuk memberikan layanan belajar terhadap siswa-siswa berinteligensi tinggi semakin meningkat, hal ini ditandai dengan munculnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berlangsung sejak usia 10 atau 11 tahun, atau bahkan lebih awal yang disebut
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Unconditional Self-Acceptance (USA). USA yang timbul dari penilaian individu
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penerimaan diri 2.1.1 Definisi Penerimaan Diri Ellis (dalam Richard et al., 201) konsep penerimaan diri disebut Unconditional Self-Acceptance (USA). USA yang timbul dari penilaian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perilaku seseorang, sehingga setiap siswa memerlukan orang lain untuk berinteraksi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke masa dewasa. Periode ini dianggap sangat penting dalam kehidupan seseorang, khususnya dalam pembentukan
Lebih terperinciPEROLEHAN SISWA SETELAH MENGIKUTI LAYANAN KONSELING PERORANGAN
Volume 1 Nomor 1 Januari 2013 KONSELOR Jurnal Ilmiah Konseling http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor Halaman 62-70 Info Artikel: Diterima21/02/2013 Direvisi25/02/2013 Dipublikasikan 01/03/2013 PEROLEHAN
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Disiplin mempunyai makna yang luas dan berbeda beda, oleh karena itu. batasan lain apabila dibandingkan dengan ahli lainnya.
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Disiplinan Belajar 2.1.1. Pengertian Disiplinan Belajar Disiplin mempunyai makna yang luas dan berbeda beda, oleh karena itu disiplin mempunyai berbagai macam pengertian. Pengertian
Lebih terperinci