V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROFIL RESPONDEN Identifikasi permasalahan proses sertifikasi halal diperoleh berdasarkan hasil diskusi bersama pakar LPPOM MUI, pengamatan langsung selama kegiatan magang, dan berdasarkan data kuesioner. Penggalian informasi berupa kuesioner, diberikan kepada perusahaan-perusahaan yang telah memiliki sertifikat halal. Hasil data kuesioner ini dikelompokan berdasarkan klasifikasi perusahaan dan tahapan-tahapan proses sertifikasi. Klasifikasi dan jumlah perusahaan yang menjadi responden dapat dilihat pada Tabel 1. Sementara itu, data responden dapat dilihat pada Lampiran 4. Tabel 1. Klasifikasi dan jumlah perusahaan yang menjadi responden No. Klasifikasi Perusahaan Jumlah 1. Industri Pengolahan (skala menengah dan besar) 8 2. Industri Pengolahan (skala kecil) 6 3. Industri bahan tambahan pangan 6 4. Distributor 3 5. Restoran dan katering 4 6. Rumah Potong Hewan (RPH) 3 Total 30 Berdasarkan informasi di atas, dapat diketahui pula status sertifikat halal yang mereka ajukan. Hasil data kuesioner menunjukkan bahwa sebagian besar status pengajuan sertifikasi halal dari perusahaan mereka adalah baru pertama kali mengajukan sertifikasi halal. Presentase status sertifikasi halal dari 30 perusahaan responden pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5. Kategori jangkauan pemasaran produk pun berbeda-beda pada setiap jenis perusahaan. Bagi industri pengolahan berskala besar, distributor, dan industri bahan tambahan pangan memiliki jangkauan pemasaran produk lebih dari satu provinsi dan hingga ke luar negeri. Bagi industri pengolahan berskala kecil, restoran/katering, dan RPH memiliki jangkauan pemasaran produk yang sama yaitu di dalam dan di luar provinsi tempat pengolahan produk tersebut. Klasifikasi industri berdasarkan jangkauan pemasaran dapat dilihat pada Gambar 6. Presentase Status Sertifikat Halal Perusahaan 3% 3% 10% 13% 37% baru perpanjangan pengembangan 34% baru & perpanjangan baru & pengembangan Gambar 5. Presentase status sertifikat halal 18

2 Jangkauan Pemasaran Produk Perusahaan Jumlah perusahaan Provinsi > 1 Provinsi Luar Negeri Jangkauan pemasaran > 1 Provinsi & Luar negeri Industri pengolahan (skala menengah/besar) Industri pengolahan (skala kecil) Industri bahan tambahan pangan Distributor Restoran dan katering Rumah Potong Hewan (RPH) Gambar 6. Jangkauan pemasaran produk perusahaan B. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN SERTIFIKASI HALAL Secara umum hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa permasalahan yang sering kali dialami oleh perusahaan selama proses sertifikasi halal. Penjabaran permasalahan terkait sertifikasi halal berdasarkan tahapan-tahapan sertifikasi halal adalah sebagai berikut : 1. Persiapan Pengajuan Sertifikat Halal Tahapan persiapan merupakan langkah-langkah yang harus dipenuhi oleh perusahaan yang akan mengajukan sertifikasi halal. Pada tahap ini, perusahaan harus memenuhi prasyarat pengajuan sertifikasi halal, berupa penyusunan manual Sistem Jaminan Halal berdasarkan kategori perusahaan beserta bukti implementasinya. Sistem Jaminan Halal (SJH) merupakan bagian tak terpisahkan dalam proses sertifikasi halal. Sistem Jaminan Halal merupakan suatu perangkat kerja yang tersusun dari komitmen manajemen, sumber daya, dan prosedur yang saling berhubungan untuk menjamin kehalalan produk sesuai dengan persyaratan sehingga status kehalalannya konsisten dan berkelanjutan. Sistem Jaminan Halal harus ditulis dalam bentuk Manual SJH. Manual SJH merupakan dokumentasi SJH perusahaan yang telah melengkapi seluruh persyaratan SJH dan telah disesuaikan dengan lingkup bisnis proses perusahaan. Dokumentasi SJH meliputi Manual SJH dan arsip pelaksanaan SJH (instruksi kerja, form, dan lain-lain). Manual SJH harus ditulis terpisah, sedangkan arsip pelaksanaan dapat diintregasikan dengan arsip dari sistem lain (HACCP, ISO, dan sebagainya). Dokumen SJH dalam bentuk Manual SJH memiliki komponen-komponen seperti terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Dokumentasi Sistem Jaminan Halal No. Komponen Bagian Keterangan 1. Kendali 1.1 Daftar isi - dokumen 1.2 Lembar pengesahan Daftar distribusi - manual 1.4 Daftar revisi dokumen - 19

3 Tabel 2. Dokumentasi Sistem Jaminan Halal No. Komponen Bagian Keterangan 2. Pendahuluan 2.1 Profil Perusahaan Identitas perusahaan 2.2 Tujuan penerapan Menjamin kehalalan produk secara konsisten sesuai dengan syariat Islam 3. Sistem Jaminan Halal 2.3 Ruang lingkup penerapan Menjelaskan jangkauan penerapan SJH di lingkungan perusahaan 3.1 Kebijakan Halal Komitmen perusahaan untuk memproduksi produk halal 3.2 Panduan Halal (Hasil Penetapan Titik Kritis) Pedoman dan acuan perusahaan dalam memproduksi produk halal 3.3 Organisasi Manajemen Halal 3.4 Standard Operating Procedure 3.5 Acuan Teknis Masing-masing departemen 3.6 Sistem Administrasi 3.7 Sistem Dokumentasi 3.8 Sosialisasi 3.9 Pelatihan 3.10 Komunikasi Internal dan Eksternal 3.11 Audit Internal Pemantauan dan evaluasi SJH 3.12 Tindakan Perbaikan 3.13 Kaji Ulang Manajemen 4. Lampiran 4.1 Panduan Halal 4.2 Diagram alir penetapan titik kritis Identifikasi titik kritis bahan,produksi, dan distibusi 4.3 SOP tiap bagian 4.4 Daftar Bahan Disertai titik kritis dan pencegahannya 4.5 Daftar proses produksi Disertai titik kritis dan pencegahannya. 4.6 Matriks Bahan Semua bahan yang digunakan untuk produk 4.7 Formulir audit halal internal 4.8 Format laporan berkala 4.9 Format laporan ketidaksesuaian 4.10 Daftar Lembaga Sertifikasi Halal Diakui oleh LPPOM MUI 4.11 Notulen Pertemuan 4.12 Tindakan Manajemen 4.13 Surat keputusan pengangkatan Auditor Halal Internal 4.14 Formulir Administrasi Di setiap bidang di perusahaan 20

4 Manual SJH yang telah disusun harus disosialisasikan kepada seluruh stakeholder perusahaan. Selain itu, harus dilaksanakan sesuai dengan yang telah direncanakan. Kemudian melakukan pemantauan dan evaluasi. Pemantauan dan evaluasi SJH, pelaksanaannya diwujudkan dalam bentuk audit internal. Apabila terdapat ketidaksesuaian atau penyimpangan, perusahaan perlu melakukan tindakan perbaikan. Kerangka SJH dapat ditampilkan dalam bentuk siklus operasional seperti pada Gambar 7. Gambar 7. Siklus operasional Sistem Jaminan Halal Ruang lingkup audit internal meliputi pemeriksaaan dokumentasi SJH dan pelaksanaan SJH. Audit halal internal dilaksanakan sekurang-kurangnya setiap enam bulan sekali. Audit halal internal dilakukan oleh Tim Auditor Halal Internal (AHI) dari perusahaan yang bersangkutan. Pelaksana audit internal dilakukan oleh AHI dari departemen yang berbeda (cross audit). Audit Internal dilakukan dengan mengisi form daftar pertanyaan audit internal setiap departemen. Ringkasan hasil audit internal dilaporkan kepada LPPOM MUI sekurang-kurangnya setiap enam bulan sekali. Contoh formulir laporan berkala dapat dilihat pada lampiran 5. Prasyarat adanya Sistem Jaminan Halal tidak dipungkiri bahwa baik dalam penyusunan, maupun penerapannya terdapat beberapa kendala yang dialami oleh perusahaan. Berdasarkan hasil data kuesioner, secara umum diperoleh hasil bahwa terdapat kesulitan dalam melengkapi dokumen-dokumen penyusun Manual SJH. Hal ini, hampir dialami oleh semua jenis perusahaan. Tak sedikit dari mereka yang merasa bingung antara penyusunan dengan sistem implementasinya. Selain itu, panduan yang terdapat pada Buku Panduan Umum Sistem Jaminan Halal tidak spesifik untuk jenis industri. Kesulitan-kesulitan tersebut umumnya dapat diatasi apabila perusahaan telah mengikuti pelatihan Sistem Jaminan Halal yang rutin diadakan oleh LPPOM MUI setiap satu bulan sekali. Pelatihan SJH akan memberikan informasi terperinci terkait tata cara penyusunan Manual SJH dan prosedur sertifikasi halal. Selain itu, perusahaan dapat berkonsultasi langsung dengan pakar LPPOM MUI. Permasalahan tersebut tentunya harus dapat segera diatasi, mengingat bahwa Sistem Jaminan Halal merupakan kunci awal dalam melakukan pengajuan sertifikasi halal. Hal ini tentunya tidak dapat dibiarkan berlarut-larut, karena akan menghambat perusahaan untuk mempercepat proses sertifikasi halal. Oleh karena itu, diperlukan suatu kebijakan untuk dapat mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut. 21

5 2. Pendaftaran Sertifikasi Halal Perusahaan yang ingin mengajukan pendaftaran sertifikasi halal dapat dilakukan di tiga tempat, yaitu 1) BPOM, 2) LPPOM MUI Pusat, dan 3) LPPOM MUI Provinsi. Perbedaan lokasi pendaftaran ini disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan dan jangkauan pemasarannya. Pendaftaran yang dilakukan di BPOM ditujukan untuk produk yang membutuhkan pencantuman label halal pada kemasannya. Selain itu, produk dijual secara langsung untuk konsumsi masyarakat (industri pengolahan yang menghasilkan produk retail). Pendaftaran yang dilakukan di LPPOM MUI Pusat ditujukan untuk industri pengolahan dan restoran yang memiliki jangkauan pemasaran atau outlet lebih dari satu provinsi. Sedangkan, pendaftaran melalui LPPOM MUI Provinsi ditujukan untuk industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK), bleaching earth, dan karbon aktif. Selain itu, bagi restoran atau katering yang pemasarannya bersifat lokal dan Rumah Potong Hewan (RPH) di daerahnya. Pendaftaran dapat dilakukan setiap hari kerja, sesuai dengan jam jam kerja yang berlaku. Saat ini, biaya pendaftaran sertifikasi halal sebesar Rp. 100,000. Dokumen yang akan didapatkan setiap perusahaan mendaftar sertifikasi halal, yaitu : a) Formulir pendaftaran sesuai dengan jenis perusahaannya. b) Buku Panduan Sertifikasi Halal. c) Buku Panduan Penyusunan Sistem Jaminan Halal (hanya untuk perusahaan yang belum terdaftar sebagi pemegang Sertifikat Halal MUI). d) Lembar Panduan Pengisian Formulir Pendaftaran. Setelah melakukan pendaftaran, perusahaan dapat menyerahkan berkas pendaftaran sesuai dengan tempat pendaftarannya. Penyerahan berkas dapat dilakukan secara langsung, via , maupun pos. Berkas pendaftaran yang diserahkan terdiri dari : a) Formulir pendaftaran b) Alur proses produksi c) Daftar produk d) Daftar bahan baku/tambahan/penolong e) Matriks produk vs bahan baku f) Dokumen pendukung; sertifikat halal/spesifikasi/bagan alir/asal usul/coa (Certificate Of Analysis/ informasi produk) g) Dokumen Manual Sistem Jaminan Halal h) Dokumen Implementasi Sistem Jaminan Halal i) Daftar alamat pabrik, baik pabrik milik perusahaan maupun maklon (untuk industri pengolahan) j) Daftar alamat outlet restoran (untuk jenis perusahaan restoran). Berkas pendaftaran yang telah diserahkan oleh perusahaan akan diperiksa kelengkapannya oleh LPPOM MUI Pusat/Daerah/BPOM sesuai dengan tempat pendaftarannya. Jika berkas pendaftaran dinyatakan belum lengkap, maka perusahaan akan diberitahukan oleh LPPOM MUI Pusat/Daerah. Setelah dinyatakan lengkap, maka pihak LPPOM MUI Pusat akan menentukan biaya sertifikasi halal dalam bentuk dokumen akad sertifikasi halal. Perusahaan harus menandatangani Akad Sertifikasi dan melunasi biaya yang telah disepakati. Kemudian, pihak LPPOM MUI akan menjadwalkan waktu untuk audit. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar responden merasa pihak LPPOM MUI telah memberikan penjelasan secara informatif kepada perusahaan saat melakukan pendaftaran. Selain itu, Buku Panduan Sertifikasi Halal dan 22

6 Buku Pedoman Sistem Jaminan Halal yang mereka terima pada saat pendaftaran, dinilai informatif oleh pihak responden, seperti terlihat pada Gambar 8. Tingkat Penerimaan Informasi Pada Responden Selama Pendaftaran Jumlah respon Penjelasan dari pihak LPPOM MUI Buku Pedoman Sertifikasi Halal & Sistem Jaminan Halal Sangat informatif Informatif Cukup informatif Tidak informatif Gambar 8. Grafik penerimaan informasi pada responden selama pendaftaran Namun tidak dapat dipungkiri, ditemukan beberapa kendala dalam melakukan pendaftaran sertifikasi halal. Secara umum, kendala-kendala tersebut dialami perusahaan pada saat melakukan pengisian pendaftaran, menyusun matriks produk vs bahan baku, dan melengkapi dokumen pendukung. Selain itu, terdapat permasalahan terkait biaya sertifikasi halal dan waktu untuk proses pendaftaran. Permasalahan dalam melakukan pendaftaran dijabarkan sesuai dengan klasifikasi perusahaan, seperti di bawah ini: a. Industri Pengolahan (Skala Menengah dan Besar) Bagi perusahaan berskala menengah atau besar, permasalahan pada saat melakukan mengisi formulir pendaftaran adalah sikronisasi pencantuman lokasi pada formulir pendaftaran dan akad sertifikasi. Saat pendaftaran dicantumkan dua lokasi pabrik pada formulir pendaftaran, namun pada akad sertifikasi hanya dicantumkan satu lokasi pabrik. Hal ini tentunya memerlukan penjelasan lebih lanjut dari LPPOM MUI. Bagi perusahaan yang letaknya jauh dari LPPOM MUI Pusat, pembelian formulir pendaftaran pun dilakukan di Jakarta. Sehingga, untuk melakukan pendaftaran saja membutuhkan waktu yang cukup lama. Hal tersebut tentunya menghambat proses sertifikasi menjadi semakin lama. Selain itu, pengiriman formulir melalui pos pun memakan waktu yang lama dan menjadi tidak kooperatif. Contoh formulir pendaftaran dapat dilihat pada Lampiran 5. Permasalahan dalam hal penyusunan matrik produk vs bahan baku adalah klasifikasi bahan penolong yang masih kurang jelas. Hal ini membutuhkan data-data bahan secara terperinci. Dokumen matriks produk vs bahan baku merupakan daftar terperinci keseluruhan bahan yang digunakan untuk memproduksi suatu produk. Permasalahan lain terjadi ketika perusahaan melengkapi beberapa dokumen pendukung, diantaranya: sertifikat halal bahan, spesifikasi, bagan alir, asal usul, dan, 23

7 COA (Certificate Of Analysis/ informasi produk). Perusahaan harus melengkapi beberapa dokumen tersebut dan harus dikonfirmasikan dengan LPPOM MUI. Masalah yang timbul adalah tanggapan persetujuan beberapa kelengkapan dokumen tersebut terkadang cepat bahkan terkadang lama. Hal ini tentunya membuat perusahaan harus menunggu mendapat persetujuan. Bagi industri menengah dan besar, tampaknya tidak ditemukan kendala dalam hal biaya sertifikasi halal. Mereka menganggap biaya yang dibebankan kepada perusahaan sudah proporsional. Selain itu, biaya yang dikeluarkan sesuai dengan jumlah produk yang disertifikasi. Namun, untuk pembayaran biaya di awal proses rupanya sedikit menyulitkan perusahaan. Hal ini dikarenakan proses pencairan biaya memerlukan waktu dua hingga tiga minggu setelah penetapan biaya diperoleh. b. Industri Pengolahan (Skala Kecil) Sebagian besar responden dari industri kecil, tidak memiliki kendala pada saat mengisi formulir pendaftaran dan menyusun matriks produk vs bahan baku. Hal ini mungkin dikarenakan sebelumnya mereka telah berkonsultasi dengan pihak LPPOM MUI. Selain itu, jumlah produk serta bahan-bahan yang digunakan pun tidak banyak seperti pada industri besar. Sehingga, tidak terlalu menyulitkan untuk proses pendaftaran. Permasalahan terjadi ketika perusahaan harus melengkapi beberapa dokumen pendukung seperti sertifikat halal bahan yang digunakan. Ada beberapa sebagian kecil produsen atau suplier yang tidak memberikan copy sertifikat halal bahan. Sehingga perusahaan, harus menghubungi produsen atau suplier untuk mendapatkan copy sertifikat halal bahan. Sebagian besar dari mereka merasa biaya sertifikasi halal yang dibebankan oleh LPPOM MUI, cukup memberatkan untuk perusahaan berskala kecil. Hal ini dikarenakan omset yang mereka dapatkan tidak sebesar dibandingkan dengan industri besar. Selain itu, pengeluaran yang besar bagi industri kecil akan menyebabkan mereka merugi, mengingat modal yang digunakan pun tidak besar. Hal ini tentunya harus menjadi pertimbangan bagi pihak LPPOM MUI dalam menentukan biaya bagi industri kecil. c. Distributor Perusahaan yang bergerak sebagai distributor merupakan perusahaan yang menyalurkan bahan setengah jadi atau pun barang jadi kepada perusahaan lain atau pun langsung kepada konsumen. Pengajuan sertifikasi halal dapat dilakukan oleh distributor, akan tetapi prioritas kesempatan diberikan kepada produsen. Saat ini, banyak distributor yang mengajukan sertifikasi halal. Bagi distributor, permasalahan yang terjadi pada saat melakukan pendaftaran adalah ketika melengkapi dokumen pendukung. Kelengkapan dokumen tersebut harus diperoleh dan dikirim langsung dari pabrik atau produsen yang bersangkutan. Hal ini tentunya membuat distributor harus menunggu beberapa kelengkapan dokumen pendukung. Selain itu, beberapa dokumen pendukung seperti sertifikat halal bahan atau produk berasal dari badan sertifikasi halal yang tidak diakui oleh LPPOM MUI. Hal ini menyebabkan pihak distributor harus dapat meyakinkan produsen di luar negeri untuk mengikuti ketentuan MUI perihal badan sertifikasi halal yang diakui oleh LPPOM MUI. 24

8 Pihak distributor merasa biaya sertifikasi halal yang dibebankan kepada mereka sudah proporsional. Hanya saja, biaya total sertifikasi halal tidak diketahui sejak awal. Hal ini membuat pihak distibutor tidak dapat memperkirakan anggaran dana yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. d. Restoran dan Katering Restoran dan katering merupakan suatu tempat yang diorganisasi secara komersial yang menyelenggarakan pelayanan dengan baik kepada semua konsumen baik berupa makan atau pun minum (Marsum 2004). Berdasarkan hasil penilitian, terdapat beberapa permasalahan yang dialami oleh pihak restoran dan katering selama proses pendaftaran. Pertama, pada saat menyusun dokumen matriks produk vs bahan baku. Pihak restoran ataupun katering memerlukan bimbingan lebih lanjut dari pihak LPPOM MUI. Hal ini dikarenakan banyak sekali menu dan bahan baku yang digunakan oleh restoran dan katring. Mereka kesulitan untuk menyusun semua itu dalam bentuk suatu dokumen. Kedua, pada saat melengkapi beberapa dokumen pendukung. Perusahaan sering merasa kesulitan karena beberapa bahan baku tidak memiliki sertifikat halal. Oleh karena itu, perusahaan harus mengganti dengan produk atau bahan baku yang bersertifikat halal. Selain itu, perusahaan harus menunggu dokumen dari suplier, terutama yang berasal dari luar negeri. Ketiga, permasalahan dalam pembebanan biaya sertifikasi halal. Perusahaan berasumsi bahwa biaya yang dibebankan masih terlalu berat. Selain itu, biaya sertifikasi halal tidak dirinci secara detail, terutama untuk pengembangan produk baru. Saat ini, jumlah restoran atau pun katering bersertifikat halal MUI di Indonesia masih tergolong cukup rendah. Menurut Hakim (2011b) hanya 10% dari total restoran atau tempat makan yang ada di Indonesia memiliki sertifikat halal. Rendahnya jumlah restoran yang tidak memiliki sertifikat halal MUI dapat disebabkan pemahaman dan edukasi tentang pangan halal yang masih kurang baik. Oleh karena itu, diperlukan sosialisasi dan kemudahan bagi mereka untuk memperoleh sertifikat halal. e. Industri Bahan Tambahan Pangan Penggolongan industri bahan tambahan pangan pada penelitian ini berdasarkan pada jenis produk yang dihasilkan oleh industri tersebut. Produk yang dihasilkan antara lain seasoning, flavor, pewarna makanan, dan bahan kimia yang digunakan untuk proses produksi. Produk-produk tersebut memiliki tingkat kerumitan yang cukup tinggi untuk proses sertifikasi halal. Beberapa perusahaan mengalami kesulitan selama proses pendaftararan. Hal ini dikarenakan pendaftaran sertifikasi halal masih bersifat manual. Oleh karena itu, perusahaan harus mengisi formulir pendaftaran yang telah disediakan dengan cara manual. Hal ini tentunya menyulitkan bagi perusahaan yang letaknya jauh dari LPPOM MUI. Selain itu, format penyusunan matriks produk vs bahan baku sangat menyulitkan karena bahan baku yang digunakan sangat banyak. Dokumen matriks prosuk vs bahan baku yang telah disusun ini terkadang memiliki versi yang berbeda pada setiap auditor. Permasalahan lainnya adalah perincian biaya sertifikasi masih belum jelas. Selain itu, apabila perusahaan ingin menambahkan produk yang akan disertifikasi, sedangkan akad sertifikasi telah disusun oleh LPPOM MUI, maka akan memperlama pembayaran biayanya. Pembebanan biaya untuk pengembangan produk pun sebaiknya perlu dipertimbangkan oleh LPPOM MUI. 25

9 f. Rumah Potong Hewan (RPH) Rumah Potong Hewan adalah suatu bangunan atau kompleks bangunan dengan disain tertentu yang digunakan sebagai tempat memotong hewan selain unggas bagi konsumsi masyarakat luas (Manual Kesmavet, 1993). Saat ini, jumlah RPH di Indonesia cukup banyak. Menurut Data Kesmavet (2010) ada 894 unit RPH sapi dan 40 unit rumah potong unggas (RPU) skala besar. Berdasarkan data LPPOM MUI menyebutkan bahwa kurang lebih dari 900 RPH yang ada di Indonesia baru 115 RPH, atau sekitar 11% saja yang baru mendapatkan sertifikat halal. Ternyata masih banyak pula RPH milik pemerintah belum bersertfikat halal (Anonim 2011). Hal ini didukung pula berdasarkan hasil wawancara dengan pihak RPH yang menyebutkan bahwa kurangnya informasi mengenai prosedur sertifikasi halal untuk RPH. Oleh karena itu diperlukan kerja sama yang baik antara pihak LPPOM MUI dengan dinas terkait untuk memberikan edukasi dan informasi kepada RPH. 3. Audit Sertifikasi Halal Setelah perusahaan mengisi formulir pendaftaran dan melengkapai lampiranlampirannya, maka langkah selanjutnya adalah penilaian Sistem Jaminan Halal. Pihak LPPOM MUI akan melakukan penilaian dalam bentuk kecukupan Manual SJH (on desk appraisal) dan audit implementasi SJH. Penilaian kecukupan Manual SJH dilakukan pihak LPPOM MUI dengan cara memeriksa kecukupan dan kesesuaian Manual SJH berdasarkan komponen-komponen seperti pada Tabel 2. Hasil penilaian Manual SJH akan ditentukan oleh auditor dan diperiksa ulang oleh manajemen LPPOM MUI. Kemudian, ringkasan penilaian akan diinformasikan kepada perusahaan dalam bentuk audit memorandum. Apabila hasil penilaian Manual SJH belum mencukupi, maka perusahaan harus melakukan revisi sesuai dengan yang ditentukan LPPOM MUI. Sementara itu, apabila hasil penilaian Manual SJH sudah sesuai dan mencukupi ketentuan yang berlaku, maka perusahaan siap dilakukan audit sertifikasi sekaligus audit implementasi oleh pihak LPPOM MUI. Pihak LPPOM MUI akan melakukan audit halal ke perusahaan, apabila perusahaan telah melengkapi beberapa persyaratan seperti : a) Telah melengkapi semua dokumen halal untuk seluruh bahan yang digunakan b) Manual SJH Perusahaan telah memenuhi standar kecukupan c) Telah menerapkan SJH sedikitnya selama enam bulan d) Telah melakukan audit internal SJH e) Telah menandatangani Akad Sertifikasi dan melunasi biaya yang telah disepakati. Audit sertifikasi halal merupakan suatu proses pemeriksaan independen, sistematis, dan fungsional terhadap produk yang dilakukan oleh tim Auditor LPPOM MUI. Pemerikasaan secara umum meliputi : (1) bahan baku (raw material), (2) proses dan kendali halal (halal control), dan (3) administrasi yang berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan persoalan kehalalan. Pengambilan sampel terkadang dilakukan untuk pengujian laboratorium. Audit halal akan dilakukan apabila proses produksi sedang berlangsung di perusahaan. Jika perusahaan belum dapat melakukan proses produksi pada saat audit dilakukan, maka audit akan dilakukan pada skala laboratorium. Jika proses produksi 26

10 sudah berjalan, maka akan dilakukan audit ulang untuk melihat kesesuaian proses skala produksi dengan skala laboratorium yang sudah pernah diaudit sebelumnya. Audit halal dilaksanakan di semua fasilitas berkaitan dengan produk yang disertifikasi. Audit di RPH dilakukan diseluruh fasilitas pemotongan. Bagi industri pengolahan, audit dilakukan di pabrik, tempat penyimpanan bahan, atau pun tempat maklon. Audit untuk restoran dilakukan di kantor pusat, gudang distribusi, dan seluruh gerai. Tim Auditor LPPOM MUI pun secara bersamaan melakukan audit implementasi Sistem Jaminan Halal di perusahaan berdasarkan Manual Sistem Jaminan Halal yang telah disusun sebelumnya oleh perusahaan. Auditor akan mewawancara semua karyawan yang terkait, mengumpulkan bukti-bukti dokumen implementasi sistem, dan memverifikasi pelaksanaan Sistem Jaminan Halal. Hasil evaluasi dan penilaian Sistem Jaminan Halal akan ditentukan dalam Rapat Auditor. Setelah melewati serangkaian audit, maka hasil audit dan analisa laboratorium akan didiskusikan dalam rapat auditor dan tenaga ahli. Selain itu, LPPOM MUI akan memberikan hasil penilaian atas kinerja pelaksanaan Sistem Jaminan Halal di perusahaan. Kategorisasi penilaian status Sistem Jaminan Halal adalah sebagai berikut: a) Baik (A), jika pencapaian telah mencapai 90% - 100% b) Cukup (B), jika pencapaian baru mencapai 80% - 90% c) Kurang (C), jika pencapaian baru mencapai 70% - 80% d) Tolak (D), jika pencapaian berada di bawah 70% Kemudian, hasilnya dituangkan dalam bentuk Laporan Audit Sertifikasi. Laporan ini kemudian disampaikan dan dipertanggungjawabkan oleh Direktur LPPOM MUI dalam Rapat Komisi Fatwa MUI Pusat. Pada rapat komisi fatwa ini, diputuskan kehalalan produk yang periksa. Jika disetujui untuk mendapatkan Sertifikat Halal, maka MUI akan mengeluarkan Sertifikat Halal. Selain itu, perusahaan hanya akan mendapatkan sertifikat halal, jika status implementasi SJH bernilai minimum B (LPPOM MUI 2010b). Namun apabila dalam Laporan Audit Sertifikasi ditemukan bahan baku, alur proses, atau kendali mutu yang dapat mengubah status kehalalan produk, maka LPPOM MUI akan memberitahukan perusahaan melalui audit memorandum. Pihak LPPOM MUI akan meminta perusahaan untuk melakukan tindakan koreksi. Tindakan koreksi yang dilakukan berupa perbaikan, perubahan bahan baku, proses maupun kendali halal. Setelah perusahaan melakukan tindakan koreksi tersebut, LPPOM MUI akan melakukan evaluasi ulang dengan memasukkan tindakan koreksi ini dalam Laporan Audit Sertifikasi. Selanjutnya, laporan ini kembali diajukan dalam Komisi Fatwa MUI untuk diputuskan status kehalalannya. Proses audit sertifikasi ini tidak dipungkiri terdapat beberapa permasalahan dan kendala yang dialami oleh perusahaan. Berdasarkan hasil data kuesioner, ditemukan beberapa kendala selama proses audit sertifikasi. Secara umum kendala-kendala yang dialami oleh perusahaan selama audit sertifikasi diantaranya : a) Terdapat perbedaan pandangan, kompetensi, dan profesionalisme pada auditor b) Kurangnya tenaga auditor, terutama untuk mengaudit restoran atau katering c) Penentuan nama auditor yang akan melakukan audit terkadang mendadak dan masih belum pasti d) Pemberitahuan fatwa MUI terkadang mendadak sehingga waktu untuk persiapan sampel sangat singkat 27

11 e) Nilai status SJH belum dapat diketahui lebih awal f) Penetapan jadwal audit untuk pabrik di luar negeri g) Implementasi SJH untuk pabrik di luar negeri, contohnya di China, tidak memiliki karyawan muslim sehingga perlu effort yang besar untuk implementasi SJH. Permasalahan-permasalahan tersebut sebaiknya harus segera diatasi. Hal ini jika dibiarkan terus-menerus akan menghambat proses audit sertifikasi selanjutnya. Pihak LPPOM MUI dan perusahaan harus dapat berinteraktif dengan baik selama proses audit. 4. Penerbitan Sertifikat Halal Perusahaan yang telah ditetapkan status kehalalannya oleh Komisi Fatwa MUI dan telah mendapatkan status implementasi Sistem Jaminan Halal (SJH) minimal B, maka akan mendapatkan sertifikat halal yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama MUI. Sertifikat Halal ini ditandatangani oleh Ketua Umum MUI, Direktur LPPOM MUI, dan Ketua Komisi Fatwa MUI. Gambar 9 memperlihatkan Sertifikat Halal MUI dan Gambar 10 memperlihatkan Status Sistem Jaminan Halal. Sertifikat Halal dan Status SJH berlaku selama dua tahun sejak tanggal penetapan status halal produk. Dalam sertifikat halal dicantumkan nomor sertifikat, nama dan alamat perusahaan, nama dan alamat pabrik, nama produk secara rinci serta masa berlaku sertifikat. Jika terdapat beberapa nama pabrik atau nama produk cukup banyak, maka data tersebut dituliskan dalam lampiran sertifikat, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari sertifikat halal. Sertifikat SJH akan diberikan kepada perusahaan, apabila implementasi SJH bernilai A secara tiga kali berturut-turut. Sertifikat SJH ini berlaku selama empat tahun. Gambar 9. Sertifikat Halal MUI Gambar 10. Status Sistem Jaminan Halal Pihak LPPOM MUI akan menyerahkan sertifikat halal, status nilai Sistem Jaminan Halal, ataupun beserta Sertifikat Sistem Jaminan Halal kepada perusahaan secara kolektif. Sertifikat halal dapat diambil di Kantor LPPOM MUI Jakarta. Selain itu, jika memang 28

12 tidak memungkinkan, maka LPPOM MUI akan mengirimkan sertifikat halal ke perusahaan yang bersangkutan. Penerbitan sertifikat halal ini tampaknya memiliki beberapa masalah bagi perusahaan. Berdasarkan hasil penelitian, secara umum permasalahan yang hampir dialami oleh seluruh perusahaan adalah jangka waktu penerbitan sertifikat halal. Beberapa perusahaan mengeluhkan lamanya penerbitan sertifikat halal setelah komisi fatwa. Hal ini terjadi pula untuk produk ekspor karena harus melalui LPPOM Provinsi setempat. Bagi perusahaan yang letaknya jauh dari kantor LPPOM Jakarta, penyerahan sertifikat halal seharusnya dapat dikirim melalui pos agar memudahkan perusahaan. Selain itu, beberapa dari perusahaan memerlukan informasi dari pihak LPPOM MUI mengenai jangka waktu penerbitan sertifikat halal setelah proses audit. Sejauh ini, pihak LPPOM MUI belum dapat memperkirakan secara pasti tentang perkiraan waktu penerbitan sertifikat halal. Oleh karena itu, diperlukan perkiraan perincian waktu sertifikasi halal dari pihak LPPOM MUI. Hal ini dikarenakan pentingnya sertifikat halal bagi perusahaan, terutama bagi mereka yang akan mencantumkan logo halal pada kemasannya. 5. Sistem Pengawasan Perusahaan yang telah mendapatkan sertifikat halal MUI berkewajiban untuk menandatangani surat perjanjian untuk tetap konsisten menggunakan bahan yang ada dalam Matrik Bahan. Jika perusahaan berencana melakukan perubahan, baik mengganti atau menambah bahan, maka wajib melaporkan terlebih dahulu kepada pihak LPPOM MUI sebelum digunakan dalam proses produksi atau pun trial produksi. Perusahaan dapat mengajukannya dalam bentuk Dokumen Permohonan Bahan Baku, kemudian dikirim via ke alamat Kewajiban lain yang harus dipenuhi oleh perusahaan adalah mengimplementasikan Sistem Jaminan Halal sepanjang berlakunya sertifikat halal. Kemudian, menyerahkan laporan audit internal setiap enam bulan sekali setelah terbitnya sertifikat halal. Selain itu, organisasi manajemen halal di perusahaan wajib mengikuti pelatihan tentang Sistem Jaminan Halal minimal sekali dalam dua tahun. Tiga bulan sebelum berakhir masa berlakunya sertifikat halal, perusahaan harus mendaftar kembali untuk mendapatkan Sertifikat Halal yang baru. Prosedur pemeriksaan sama seperti pada saat pendaftaran produk baru. Perusahaan yang tidak memperpanjang masa berlaku sertifikat halal, tidak diizinkan lagi menggunakan Sertifikat Halal yang telah kadaluarsa. Pihak LPPOM MUI tidak bertanggung jawab mengenai status kehalalan produk tersebut. Berdasarkan data kuesioner, terdapat 34% responden dari berbagai perusahaan yang sebelumnya telah mendapatkan sertifikat halal. Berdasarkan data tersebut pula, dapat diketahui permasalahan yang dialami oleh perusahaan. Secara umum, permasalahan yang dialami oleh mereka adalah pada saat melakukan pengajuan bahan baru atau penggantian bahan. Permasalahan yang dihadapi adalah terkadang pihak LPPOM MUI memberikan tanggapan cukup lama perihal persetujuan penggunaan bahan. Hal ini tentunya akan menyebabkan perusahaan menunggu waktu yang lama pula untuk dapat mengetahui kepastian status kehalalan bahan tersebut. Bahan-bahan tersebut tentunya akan digunakan untuk proses produksi. Apabila respon dari LPPOM MUI lambat, maka 29

13 perusahaan belum diizinkan melakukan proses produksi dengan menggunakan bahanbahan tersebut. Permasalahan lain adalah beberapa bahan baku belum memiliki sertifikat halal. Hal ini tentunya akan menghambat proses penggunaan bahan baku tersebut dan mengganggu proses sertifikasi halal. Permasalahan-permasalahan tersebut harus dapat ditangani sesegera mungkin. Respon yang cepat dalam menanggapi penggunaan bahan baru merupakan sesuatu yang penting bagi perusahaan. Oleh karena itu, diperlukan solusi terbaik dari pihak LPPOM MUI. C. INFORMASI SERTIFIKASI HALAL Hasil penggalian informasi sertifikasi halal yang dilakukan dengan kuesioner untuk melihat permasalahan selama proses sertifikasi halal di Indonesia menunjukkan bahwa masih banyak terdapat kendala-kendala di setiap tahapan sertifikasi halal. Melalui hasil data kuesioner, terdapat perbedaan sumber informasi mengenai proses sertifikasi halal bagi masing-masing responden seperti terlihat pada Tabel 3. Tabel 3. Sumber informasi tentang sertifikasi halal Jenis Perusahaan Industri besar atau menengah Industri kecil atau mikro Industri bahan tambahan pangan Distributor Restoran dan katering Rumah Potong Hewan (RPH) Sumber Informasi seminar/pelatihan, instansi terkait, dan rekan pengusaha instansi terkait, rekan pengusaha, dan media massa seminar/pelatihan dan media massa seminar/pelatihan, instansi terkait, dan media massa seminar/pelatihan, rekan pengusaha, dan media massa instansi terkait Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa media informasi melalui seminar atau pelatihan mendominasi beberapa perusahaan untuk memperoleh informasi terkait sertifikasi halal. Hanya saja untuk industri kecil dan RPH, informasi mengenai setifikasi halal mayoritas didapatkan melalui instansi terkait. Instansi terkait yang memungkinkan untuk memberikan informasi sertifikasi halal antara lain Departemen Kesehatan, Departemen Agama, BPOM, atau pun LPPOM MUI. Peranan seminar atau pelatihan sangat berguna bagi perusahaan untuk memperoleh informasi sertifikasi halal. Bentuk seminar atau pelatihan misalnya Pelatihan Sistem Jaminan Halal yang diselenggarakan oleh LPPOM MUI. Kegiatan ini akan memberikan pengetahuan bagi perusahaan dalam melakukan sertifikasi halal dan menyusun Sistem Jaminan Halal di perusahaan. Sosialisasi seputar pelatihan dan seminar sebaiknya lebih ditingkatkan kembali terutama bagi industri kecil dan RPH. Hal ini akan membantu mereka untuk memahami proses sertifikasi halal dan penyusunan Sistem Jaminan Halal. Selain itu, media informasi yang tak kalah pentingnya adalah media massa. Informasi sertifikasi halal dari media massa dapat diperoleh melalui iklan atau tayangan di televisi, radio, surat kabar, atau pun internet. Peranan media massa pun harus lebih ditingkatkan agar penyampaian informasi seputar sertifikasi halal, penyelenggaraan seminar atau pelatihan, atau pun kegiatan lainnya yang diselenggarakan oleh LPPOM MUI dapat diketahui oleh perusahaan dan masyarakat. 30

14 Peningkatan sosialisasi media informasi dapat meningkatkan kesadaran para pelaku usaha untuk dapat menghasilkan produk halal. Media informasi dapat memberikan edukasi kepada para pelaku usaha dan konsumen. Edukasi pentingnya sertifikasi halal pun sangat baik diberikan kepada para pelajar dalam bentuk poster, leaflet, atau bentuk acara lain. Sertifikasi halal diharapkan dapat meningkatkan produk halal secara legal di Indonesia. Hal ini dikarenakan berdasarkan hasil penelitian Marina (2003) terdapat produk pangan berlabel halal dipasaran namun tidak memiliki sertifikat halal. Kesadaran produsen untuk menjamin kehalalan produk pangan yang dihasilkan diharapkan bisa menjawab tuntutan ketersediaan pangan halal di tengah-tengah masyarakat. Selain itu, kesadaran halal pada masyarakat merupakan faktor pendukung ketersediaan pangan halal. Penelitian Nurul (2007) menyebutkan bahwa sebagian besar konsumen (54%) tidak menjadikan halal sebagai pertimbangan utama. Lemahnya kesadaran masyarakat menjadi hambatan tersendiri bagi upaya penyediaan pangan halal. Oleh karena itu, aspek sosialisasi dan edukasi kepada para pelaku usaha dan masyarakat dapat menjadikan salah satu alternatif dalam menangani kehalalan pangan. Hasil penelitian juga memunculkan beberapa informasi yang diperlukan oleh perusahaan selama proses sertifikasi halal yang dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil ini kemudian dijadikan sebagai acuan identifikasi terhadap tindakan perbaikan atau solusi permasalahan sertifikasi halal yang dialami oleh para pelaku usaha. Tabel 4 menunjukkan bahwa kebutuhan informasi tertinggi yang diperlukan perusahaan selama proses sertifikasi halal adalah adanya perincian biaya sertifikasi halal dari pihak LPPOM MUI. Rincian biaya sertifikasi halal sangat penting bagi perusahaan. Hal ini berguna untuk memperkirakan total biaya sertifikasi. Selain itu dengan adanya perincian biaya, perusahaan dapat lebih mudah untuk menyampaikan kepada pihak manajemen di perusahaan, sehingga pihak perusahaan pun dapat menyiapkan anggarannya. Adanya rincian biaya sertifikasi ini dapat membuat pihak LPPOM MUI bersifat lebih terbuka dalam menentukan biaya kepada perusahaan. Tabel 4. Daftar informasi yang dibutuhkan perusaahan Urutan Informasi 1 Perincian biaya sertifikasi halal 2 Perkiraan waktu setiap tahapan proses sertifikasi halal 3 Penerbitan sertifikat halal setelah rapat komisi fatwa MUI 4 Progress Report pascaaudit 5 Update List Lembaga Sertifikasi Halal yang diakui MUI 6 Daftar produsen dan bahan bersertifikat halal MUI 7 Lain-lain Kebutuhan informasi di urutan kedua adalah perkiraan waktu setiap tahapan proses sertifikasi halal. Informasi perkiraan waktu dapat membantu perusahaan untuk memperkirakan progress tahapan sertifikasi. Selain itu, dengan adanya perkiraan waktu yang diberikan LPPOM MUI, perusahaan dapat memprediksi ketepatan waktu penerbitan sertifikat halal. Perkiraan waktu ini akan mempermudah perusahaan dalam mempersiapkan kekurangan dan perbaikan selama proses sertifikasi halal. Sehubungan dengan hal itu, ada sebagian responden yang memiliki pengalaman ketika mengajukan perpanjangan sertifikat halal sebelum expire date, selalu selesai satu atau dua bulan setelah masa berlaku sertifikat halal. Informasi ketiga yang dibutuhkan perusahaan adalah jangka waktu penerbitan sertifikat halal setelah rapat komisi fatwa. Penetapan waktu ini diperlukan oleh perusahaan untuk memprediksi ketepatan waktu untuk mendapatkan sertifikat halal. Selain itu, apabila hasil komisi fatwa menyebutkan bahwa perusahaan masih membutuhkan revisi, maka perusahaan akan lebih 31

15 mudah untuk melakukan perbaikan. Informasi keempat adalah adanya progress report audit. Progress report audit ini dibutuhkan perusahaan untuk mengetahui perkembangan pengajuan sertifikasi setelah dilakukan audit di perusahaan. Progress report ini akan membantu perusahaan untuk mengetahui kekurangan dan hasil audit yang dilakukan di perusahaan. Informasi kelima yang dibutuhkan perusahaan adalah update list Lembaga Sertifikasi Halal yang diakui MUI. Informasi keenam adalah daftar produsen dan bahan bersertifikat halal MUI. Sesungguhnya kedua informasi ini rutin diinformasikan oleh LPPOM MUI. Kedua informasi ini dapat diakses melalui website LPPOM MUI yaitu Selain itu, dapat pula dilihat di Majalah Jurnal Halal yang rutin diterbitkan oleh LPPOM MUI setiap dua bulan sekali. Setiap perusahaan yang sudah mendapatkan sertifikat halal secara otomatis akan berlangganan Majalah Jurnal Halal. Kedua informasi tersebut dapat pula dilihat di Indonesia Halal Directory yang terbit setiap satu tahun sekali. Kebutuhan kedua informasi ini seharusnya dapat terpenuhi oleh perusahaan. Hal ini mungkin dapat terjadi karena perusahaan tidak mengetahui cara untuk mendapatkan informasi-informasi tersebut. Sebaiknya, pihak LPPOM MUI meningkatkan komunikasi kepada perusahaan mengenai informasi-informasi tersebut. Informasi lainnya yang dibutuhkan perusahaan adalah daftar bahan bersertifikat halal MUI yang ada di daerah. Informasi ini dibutuhkan oleh restoran yang memiliki beberapa cabang di berbagai daerah. Hal ini berguna bagi mereka untuk menggunakan bahan-bahan yang halal, karena ada beberapa bahan yang berasal dari daerah-daerah tersebut. Oleh karena itu, diperlukan pula informasi bahan-bahan halal yang diakui oleh LPPOM Provinsi. Informasi lainnya adalah konfirmasi waktu pelaksanaan audit. Hal ini akan berguna untuk menentukan kesepakatan antara pihak LPPOM dan perusahaan mengenai waktu pelaksanaan audit. Selain itu, pihak perusahaan pun dapat mempersiapkan segala sesuatunya menjelang proses audit. Kebutuhan informasi-informasi di atas diharapkan dapat meningkatkan kualitas LPPOM MUI sebagai lembaga sertifikasi halal. Adanya informasi-informasi tersebut dapat mempermudah perusahaan untuk mendapatkan sertifikat halal. Informasi-informasi tersebut sebaiknya dapat dipenuhi oleh LPPOM MUI. Hal ini juga dapat bermanfaat untuk menjalin komunikasi yang baik antara perusahaan dengan pihak LPPOM MUI. D. TINDAKAN PERBAIKAN SERTIFIKASI HALAL Tindakan perbaikan memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas pelaksanaan sertifikasi halal di Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian, percepatan proses sertifikasi halal merupakan tindakan perbaikan yang paling banyak disarankan oleh para responden. Hal ini sesuai dengan permasalahan sertifikasi halal yang ditemukan pada tahap awal. Waktu yang dibutuhkan dari awal pendaftaran hingga mendapatkan sertifikasi halal seringkali dikeluhkan oleh beberapa perusahaan. Salah satu faktor penyebabnya adalah belum adanya standardisasi waktu proses sertifikasi halal yang jelas untuk mendapatkan sertifikat halal. Berdasarkan data LPPOM MUI tahun 2010, jumlah produk yang mendapatkan sertifikat halal meningkat lebih dari 100% dari tahun sebelumnya. Peningkatan jumlah produk bersertifikat halal ini perlu diimbangi dengan adanya percepatan proses sertifikasi halal. Sehingga dalam waktu tiga minggu produsen sudah mendapatkan sertifikat halal dengan catatan tidak ada masalah. Percepatan proses sertifikasi halal ini akan meningkatkan jumlah produk bersertifikat halal. Selain itu, percepatan sertifikasi akan memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk mendapatkan sertifikat halal. Pertimbangan biaya sertifikasi halal merupakan tindakan perbaikan yang disarankan oleh perusahaan setelah percepatan proses sertifikasi halal. Harus diakui bahwa pembiayaan 32

16 sertifikasi halal adalah aspek yang selama ini menghambat penanganan kehalalan pangan, terutama bagi industri kecil. Hal ini sesuai dengan hasil identifikasi masalah proses sertifikasi halal pada tahap awal. Kalangan dunia usaha pangan terutama industri kecil dan rumah tangga menganggap pembiayaan untuk penjaminan kehalalan produk adalah sebuah permasalahan tersendiri. Dengan modal yang terbatas, industri kecil dan rumah tangga tidak akan mampu untuk melakukan proses sertifikasi kehalan produknya. Berdasarkan data GAPMMI (2010), saat ini jumlah total industri pangan di Indonesia mencapai Dari total industri tersebut tercatat industri skala rumah tangga mencapai , industri kecil sebesar , dan industri besar menengah sebesar (GAPMMI 2010). Hal ini menunjukkan bahwa hampir sebagian besar pelaku usaha di sektor pangan adalah industri kecil dan rumah tangga. Oleh karena itu, diperlukan suatu kebijakan bagi mereka dalam hal pembiayaan sertifikasi halal. Sebagai salah satu upaya untuk menyelesaikan permasalahan di atas, berdasarkan hasil penelitian Saifullah (2008) diperlukan peranan pemerintah untuk menerapkan kebijakan penanganan kehalalan pangan. Pemerintah dan LPPOM MUI dapat bekerja sama agar proses sertifikasi halal dapat berjalan secara efektif dan efisien serta dapat diakses oleh seluruh dunia, terutama bagi industri kecil. Upaya-upaya yang dapat dilakukan diantaranya pemberian fasilitas kemudahan subsidi pembiayaan sertifikasi halal bagi industri kecil, pembuatan mekanisme atau standar baku penanganan kehalalan pangan, dan edukasi kepada dunia usaha tentang pentingnya sertifikasi halal. Tabel 5 menunjukkan bahwa tindakan perbaikan yang perlu dilakukan oleh LPPOM MUI berbeda-beda. Hal ini tergantung pada klasifikasi perusahaan. Berdasarkan hasil penelitian, tindakan perbaikan berupa percepatan proses sertifikasi halal sangat diperlukan oleh industri pengolahan berskala besar dan kecil, industri bahan tambahan pangan, RPH, restoran, dan katering. Sementara itu, pertimbangan biaya sertifikasi halal sangat diperlukan bagi industri pengolahan berskala kecil, industri bahan tambahan pangan, distributor, restoran, dan katering. Tabel 5. Tindakan perbaikan yang diperlukan oleh responden Jenis Perusahaan Industri pengolahan (skala menengah/besar) Industri pengolahan (skala kecil) Industri bahan tambahan pangan Distributor Restoran dan katering Rumah Potong Hewan (RPH) Tindakan Perbaikan 1. Percepatan proses sertifikasi halal 2. Peningkatan kinerja LPPOM MUI 3. Peningkatan kualitas auditor 1. Pertimbangan biaya sertifikasi halal 2. Percepatan proses sertifikasi halal 1. Percepatan proses sertifkasi halal 2. Peningkatan kinerja LPPOM MUI 3. Pertimbangan biaya sertifikasi halal 1. Pertimbangan biaya sertifikasi halal 1. Percepatan proses sertifkasi halal 2. Pertimbangan biaya sertifikasi halal 3. Peningkatan kinerja LPPOM MUI 4. Peningkatan kualitas auditor 1. Percepatan proses sertifikasi halal Sejauh ini kinerja LPPOM MUI untuk melayani perusahaan selama proses sertifikasi dinilai baik dan kooperatif oleh seluruh perusahaan yang menjadi responden. Para responden menilai bahwa pihak LPPOM MUI sangat komunikatif untuk memberikan penjelasan-penjelasan 33

17 selama proses sertifikasi halal. Hal ini sangat membantu perusahaan terutama industri kecil untuk dapat menjalankan prosedur sertifikasi halal sesuai dengan standar yang telah ditentukan oleh LPPOM MUI. Perusahaan berharap pihak LPPOM MUI dapat terus meningkatkan kinerjanya agar timbul kesan mudah bagi mereka yang mengajukan sertifikasi halal. Selain itu, diperlukan peningkatan komunikasi lebih baik lagi dengan perusahaan terutama menyangkut dokumen atau proses sertifikasi halal. Salah satu cara untuk meningkatkan kinerja LPPOM MUI adalah melakukan pelatihan bagi karwayan LPPOM MUI terutama bagi karyawan baru. Hal ini berguna untuk memberikan pengetahuan yang sama dengan karyawan lain terutama dalam melayani perusahaan. Para responden pun menilai kualitas auditor dari Tim LPPOM MUI sangat baik dan profesional selama proses audit berlangsung. Para auditor sering kali memberikan saran kepada perusahaan. Perusahaan berharap kompetensi dan profesionalisme auditor dapat terus ditingkatkan. Hal ini berguna untuk meningkatkan kualitas auditor. Selain itu, dapat menciptakan kerja sama yang baik antara perusahaan dan auditor sehingga proses audit dapat berjalan dengan lancar. E. PERBANDINGAN SISTEM SERTIFIKASI HALAL DI INDONESIA DENGAN BEBERAPA NEGARA LAIN Proses sertifikasi halal di Indonesia yang dilakukan oleh LPPOM MUI tergolong cukup ketat jika dibandingkan dengan beberapa negara lain. Misalnya saja, jika dibandingkan dengan lembaga sertifikasi halal Malaysia yaitu Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM) dan lembaga sertifikasi halal Singapura yaitu Majlis Ugama Islam Singapura (MUIS). Kedua lembaga ini memiliki sistem sertifikasi yang lebih cepat dan memiliki standardisasi waktu setiap tahapan proses sertifikasi halal. Namun, terdapat perbedaan yang mendasar dengan LPPOM MUI, yaitu pemberian keputusan kehalalan suatu produk ditentukan oleh para auditornya. Hal ini sangat berbeda dengan LPPOM MUI dalam menentukan keputusan kehalalan suatu produk diserahkan kepada Komisi Fatwa MUI, bukan pada para auditornya. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa sistem sertifikasi halal di Indonesia tergolong sangat ketat. Hal ini dikarenakan terdapat perbedaan wewenang antara pihak auditor dan Komisi Fatwa MUI. Selain itu, terdapat lembaga sertifikasi halal luar negeri yang hanya ditangani oleh dua hingga tiga orang dan diragukan kredibilitasnya (Sucipto 2009). Oleh karena itu, langkah LPPOM MUI dinilai tepat untuk tidak mengakui lembaga sertifikasi halal luar negeri yang tidak sesuai dengan standar halal yang dilakukan oleh pihak LPPOM MUI. Akan tetapi, ada beberapa hal yang perlu ditiru oleh LPPOM MUI dari sistem sertifikasi halal Malaysia (JAKIM 2011) dan lembaga sertifikasi halal Singapura (MUIS 2011), diantaranya: 1. Menerapkan sistem pendaftaran sertifikasi halal secara online 2. Memiliki standardisasi waktu setiap tahapan proses sertifikasi halal 3. Memiliki rincian biaya sertifikasi halal untuk setiap jenis perusahaan atau industri 4. Menerapkan sistem E-learning atau E-service Poin-poin tersebut dapat dilihat pada website masing-masing lembaga sertifikasi halal, yaitu untuk lembaga sertifikasi halal Malaysia dan untuk lembaga sertifikasi halal Singapura. Informasi-informasi yang tercantum pada website kedua lembaga sertifikasi halal tersebut dinilai sangat lengkap dan informatif, baik bagi industri maupun masyarakat. 34

18 F. ALTERNATIF SOLUSI TENTANG PERMASALAHAN SERTIFIKASI HALAL Setelah mengetahui berbagai permasalahan sertifikasi halal, langkah selanjutnya adalah mencari alternatif solusi untuk memperbaiki proses sertifikasi halal. Solusi-solusi ini disusun berdasarkan hasil pengamatan, hasil kuesioner, dan diskusi dengan pihak LPPOM MUI. Penyusunan solusi ini menggunakan acuan tahapan sertifikasi halal. Kegiatan ini diharapkan dapat memperbaiki kebijakan yang telah ada dan mempermudah proses sertifikasi, baik bagi pihak LPPOM MUI maupun bagi pihak perusahaan. Penyusunan alternatif solusi tentang permasalahan sertifikasi halal adalah sebagai berikut : 1. Persiapan Pengajuan Sertifikat Halal a. Membuat Buku Panduan Umum Sistem Jaminan Halal berdasarkan skala industri b. Mewajibkan mengikuti Pelatihan Sistem Jaminan Halal bagi perusahaan baru dan perusahaan yang memiliki nilai implementasi SJH yaitu C dan D. c. Meningkatkan edukasi dan pelayanan konsultasi tentang Sistem Jaminan Halal, terutama bagi industri kecil. d. Mengadakan Pelatihan Sistem Jaminan Halal di daerah-daerah, tidak terpusat hanya di Bogor atau Jakarta saja. 2. Pendaftaran Sertifikasi Halal a. Memfasilitasi pendaftaran bagi perusahaan secara online melalui website LPPOM MUI. b. Proses pembayaran sertifikasi halal sebaiknya menggunakan uang muka terlebih dahulu, setelah itu membuat kebijakan baru waktu pelunasan biaya sertifikasi halal. c. Mempertimbangkan biaya sertifikasi halal bagi industri pengolahan berskala kecil, industri bahan tambahan pangan, distributor, restoran, katering, dan bagi perusahaan sering yang melakukan pengembangan produk. Bagi perusahaan yang sering melakukan pengembangan produk, sebaiknya tidak diberikan lagi Buku Panduan Umum Sertifikasi Halal dan Sistem Jaminan Halal. Hal ini tentunya dapat meringankan biaya sertifikasi halal. d. Membuat rincian biaya sertifikasi halal. 3. Audit Sertifikasi Halal a. Mengadakan pelatihan dan standardisasi kompetensi bagi para auditor. b. Meningkatkan jumlah auditor, terutama untuk mengaudit restoran atau katering. c. Memberikan kepastian penetapan jadwal audit dan auditor kepada perusahaan. d. Memberikan tenggang waktu kepada perusahaan untuk melakukan persiapan sampel. 4. Penerbitan Sertifikat Halal a. Membuat standardisasi waktu penerbitan sertifikasi halal setelah rapat komisi fatwa MUI. b. Melakukan pengiriman sertifikat halal melalui pos untuk perusahaan yang letaknya jauh dari LPPOM MUI Pusat. c. Meningkatkan ketelitian dalam mencetak sertifikat halal agar terhindar dari kesalahan penamaan produk atau perusahaan. 35

Persyaratan Sertifikasi Halal. Kebijakan dan Prosedur HAS 23000:2

Persyaratan Sertifikasi Halal. Kebijakan dan Prosedur HAS 23000:2 Persyaratan Sertifikasi Halal Kebijakan dan Prosedur HAS 23000:2 Tujuan : Peserta memahami prinsip-prinsip dari Kebijakan dan Prosedur dalam Sertifikasi Halal. Peserta dapat menerapkan Prinsip-prinsip

Lebih terperinci

SISTEM JAMINAN HALAL (S J H)

SISTEM JAMINAN HALAL (S J H) SISTEM JAMINAN HALAL (S J H) 2014 MANUAL SISTEM JAMINAN HALAL [PERUSAHAAN ] Disiapkan oleh, Disahkan oleh, (Ketua Tim Manajemen Halal) (Perwakilan Manajemen) DAFTAR ISI Daftar Isi... 1 Halaman Pengesahan...

Lebih terperinci

MANUAL SISTEM JAMINAN HALAL [PERUSAHAAN ]

MANUAL SISTEM JAMINAN HALAL [PERUSAHAAN ] MANUAL SISTEM JAMINAN HALAL [PERUSAHAAN ] Disiapkan oleh, Disahkan oleh, (Ketua Tim Manajemen Halal) (Perwakilan Manajemen) Daftar Isi... 1 Halaman Pengesahan... 2 1. Pendahuluan...3 1.1 Informasi Umum

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA III. TINJAUAN PUSTAKA A. PANGAN HALAL Pangan di dalam UU RI No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber daya hayati dan air, baik yang diolah maupun yang

Lebih terperinci

SERTIFIKASI HALAL OLEH LPPOM DAN MUI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) adalah

SERTIFIKASI HALAL OLEH LPPOM DAN MUI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) adalah IV. SERTIFIKASI HALAL OLEH LPPOM DAN MUI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) adalah lembaga yang berfungsi membantu Majelis Ulama Indonesia

Lebih terperinci

MANUAL Sistem Jaminan Halal

MANUAL Sistem Jaminan Halal MANUAL Sistem Jaminan Halal Perusahaan : (Diisi Nama Perusahaan) Disusun Oleh : Manual SJH 0 HALAMAN PENGESAHAN Manual Sistem Jaminan Halal Perusahaan [.] ini merupakan dokumen perusahaan terhadap pemenuhan

Lebih terperinci

Manual SJH. Dokumen perencanaan yang menggambarkan cara perusahaan memenuhi 11 kriteria SJH Berfungsi sebagai panduan bagi perusahaan

Manual SJH. Dokumen perencanaan yang menggambarkan cara perusahaan memenuhi 11 kriteria SJH Berfungsi sebagai panduan bagi perusahaan MANUAL SJH STANDAR Manual SJH Dokumen perencanaan yang menggambarkan cara perusahaan memenuhi 11 kriteria SJH Berfungsi sebagai panduan bagi perusahaan dalam menerapkan SJH Prinsip Manual Sistem Menuliskan

Lebih terperinci

AUDIT INTERNAL UNTUK MENJAWAB 11 KRITERIA SJH

AUDIT INTERNAL UNTUK MENJAWAB 11 KRITERIA SJH AUDIT INTERL UNTUK MENJAWAB 11 KRITERIA SJH 1. Ringkasan Hasil Audit Internal : 1a. Waktu Audit Internal : 1b. Auditor : 1c. Auditee : 1d. Temuan : 1e. Tindakan Koreksi : Form Laporan Berkala 2. Ringkasan

Lebih terperinci

SERTIFIKASI HALAL DALAM PRODUK KULINER UMKM

SERTIFIKASI HALAL DALAM PRODUK KULINER UMKM SERTIFIKASI HALAL DALAM PRODUK KULINER UMKM UMKM ( Usaha Mikro Kecil dan Menengah ) merupakan pelaku ekonomi nasional yang mempunyai peran yang sangat penting dalam pembangunan perekonomian. Karena. kegiatan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSEP MODEL SISTEM JAMINAN HALAL PRODUK DAGING AYAM DI RUMAH POTONG AYAM 1

PENGEMBANGAN KONSEP MODEL SISTEM JAMINAN HALAL PRODUK DAGING AYAM DI RUMAH POTONG AYAM 1 PENGEMBANGAN KONSEP MODEL SISTEM JAMINAN HALAL PRODUK DAGING AYAM DI RUMAH POTONG AYAM 1 WAHYUNI AMELIA WULANDARI 2, WIWIT ESTUTI 3 dan GUNAWAN 2 2 BPTP Bengkulu, Jl. Irian Km 6,5 Kota Bengkulu 38119 3

Lebih terperinci

BAB III USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) DAN SERTIFIKASI HALAL

BAB III USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) DAN SERTIFIKASI HALAL BAB III USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) DAN SERTIFIKASI HALAL A. UMKM Makanan dan Minuman di Surabaya Usaha mikro kecil menengah (UMKM) merupakan pelaku ekonomi nasional yang mempunyai peran yang sangat

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017

- 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 - 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENERBITAN SERTIFIKAT PENERAPAN PROGRAM MANAJEMEN MUTU TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal

2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Di Indonesia, Usaha Kecil Menengah (UKM) memiliki peranan penting dalam lajunya perekonomian masyarakat. UKM sangat berperan dalam peningkatan lapangan pekerjaan.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT GIA sebagai perusahaan perisa yang berlokasi di Cianjur. Waktu penelitian dimulai sejak Juli 2010 sampai Maret 2011.

Lebih terperinci

apoteker123.wordpress.com 1 dari 5 DAFTAR PERIKSA Halal Assurance System 23000:1 PERTANYAAN PERIKSA HASIL PERIKSA

apoteker123.wordpress.com 1 dari 5 DAFTAR PERIKSA Halal Assurance System 23000:1 PERTANYAAN PERIKSA HASIL PERIKSA 1 Kebijakan Halal Apakah pimpinan perusahaan memilik kebijakan tertulis yang menunjukkan bahwa perusahaan berkomitmen untuk memproduksi produk halal secara konsisten? Apakah kebijakan halal disosialisasikan

Lebih terperinci

Sertifikasi dan Sistem Jaminan Halal

Sertifikasi dan Sistem Jaminan Halal Sertifikasi dan Sistem Jaminan Halal Apa itu Perbuatan Hukum asal perbuatan adalah terikat dengan hukum syara. (Wajib, Sunnah, Mubah, Makruh, Haram) Hukum Halal/Haram Menjadi dasar dalam proses Sertifikasi

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Agama R.I. Nomor 518 Tahun 2001 Tanggal 30 Nevember 2001 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN DAN PENETAPAN PANGAN HALAL

Keputusan Menteri Agama R.I. Nomor 518 Tahun 2001 Tanggal 30 Nevember 2001 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN DAN PENETAPAN PANGAN HALAL Keputusan Menteri Agama R.I. Nomor 518 Tahun 2001 Tanggal 30 Nevember 2001 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN DAN PENETAPAN PANGAN HALAL MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

DEPARTEMEN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS HASANUDDIN FAKULTAS KEDOKTERAN

DEPARTEMEN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS HASANUDDIN FAKULTAS KEDOKTERAN DEPARTEMEN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS HASANUDDIN FAKULTAS KEDOKTERAN MANUAL PROSEDUR AUDIT MUTU AKADEMIK INTERNAL (AMAI) FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN Baru FAKULTAS

Lebih terperinci

Kepala Bidang Auditing : Dr. Ir. Mulyorini R. Hilwan, MS dan Dr. Liesbetini Hartoto, MS

Kepala Bidang Auditing : Dr. Ir. Mulyorini R. Hilwan, MS dan Dr. Liesbetini Hartoto, MS LAMPIRAN 41 Lampiran 1. Susunan pengurus LPPOM MUI Sesuai dengan SK Dewan Pimpinan MUI No. Kep - 459/MUI/VIII/2010 tentang Penetapan Pengurus LPPOM-MUI, maka ditetapkan susunan Pengurus LPPOM-MUI PERIODE

Lebih terperinci

PROSEDUR PENELITIAN REGULER

PROSEDUR PENELITIAN REGULER Halaman 1 No Revisi Bagian Yang Diubah Disetujui 01 02 03 04 1. Prosedur kegiatan penelitian disesuaikan dengan hibah dalam Peraturan Yayasan Nomor 4 Tahun 2013 dan Peraturan Rektor Nomor III/PRT/2013-01/013

Lebih terperinci

MENU CEROL DAN KEBIJAKAN BARU

MENU CEROL DAN KEBIJAKAN BARU 1 MENU CEROL DAN KEBIJAKAN BARU 1. Pengajuan persetujuan bahan baru di Cerol 2. Pengajuan Surat Keterangan di Cerol 3. Pengiriman Laporan Berkala di Cerol 4. Kebijakan mengenai Daftar Bahan yang Disetujui

Lebih terperinci

MANUAL PROSEDUR AUDIT MUTU AKADEMIK INTERNAL

MANUAL PROSEDUR AUDIT MUTU AKADEMIK INTERNAL MANUAL PROSEDUR AUDIT MUTU AKADEMIK INTERNAL POLITEKNIK LP3I JAKARTA TAHUN 2016 ii iii DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... iv Bab I Penjelasan Umum... 2 A. Definisi dan

Lebih terperinci

LEMBAGA SERTIFIKASI PRODUK

LEMBAGA SERTIFIKASI PRODUK PT. ANUGERAH GLOBAL SUPERINTENDING DOKUMEN PENDUKUNG KETENTUAN DAN TATA CARA SERTIFIKASI PRODUK Depok, 22 Juni 2016 Disahkan oleh, Nurhayati Syarief General Manager Edisi : A No. Revisi : 0 Halaman : 1

Lebih terperinci

PERATURAN DEPARTEMEN AUDIT INTERNAL

PERATURAN DEPARTEMEN AUDIT INTERNAL PERATURAN DEPARTEMEN AUDIT INTERNAL Bab I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Tujuan Peraturan ini dibuat dengan tujuan menjalankan fungsi pengendalian internal terhadap kegiatan perusahaan dengan sasaran utama keandalan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan dengan cara wawancara dengan manajemen PT GIA yang terdiri dari direktur dan manajer umum, dan dilanjutkan dengan

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93

2016, No Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2154, 2016 KEMEN-KP. Sertifikat Kelayakan Pengolahan. Penerbitan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72/PERMEN-KP/2016 TENTANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DATA. Sampel uji diterima oleh Manajer Teknis. Kaji ulang terhadap permintaan pemeriksaan Permintaan Ditolak NOT OK

BAB V ANALISA DATA. Sampel uji diterima oleh Manajer Teknis. Kaji ulang terhadap permintaan pemeriksaan Permintaan Ditolak NOT OK BAB V ANALISA DATA 5.1 Perbaikan Alur Kerja Penanganan Sampel Uji Sesudah Proses Akreditasi ISO 17025:2008 5.1.1 Alur Kerja Penanganan Sampel Uji Sebelum Proses Akreditasi Sampel uji diterima oleh Manajer

Lebih terperinci

KIAT MEMILIH PRODUK HALAL

KIAT MEMILIH PRODUK HALAL Serial artikel sosialisasi halalan toyyiban PusatHalal.com Materi 5 KIAT MEMILIH PRODUK HALAL Oleh DR. Anton Apriyantono Mengkonsumsi pangan yang halal dan thoyyib (baik, sehat, bergizi dan aman) adalah

Lebih terperinci

PEDOMAN KNAPPP 01:2005. Kata Pengantar

PEDOMAN KNAPPP 01:2005. Kata Pengantar Kata Pengantar Pertama-tama, kami mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT yang atas izinnya revisi Pedoman Komisi Nasional Akreditasi Pranata Penelitian dan Pengembangan (KNAPPP), yaitu Pedoman KNAPPP

Lebih terperinci

DOKUMENTASI SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9001:2000

DOKUMENTASI SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9001:2000 DOKUMENTASI SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9001:2000 Dokumen? Media dan informasi pendukungnya (ISO 9000:2000) Dokumen dapat berupa: Hard copy (hasil cetakan) Soft copy (file elektronik) Rekaman suara Gambar

Lebih terperinci

DOKUMEN KEHALALAN BAHAN

DOKUMEN KEHALALAN BAHAN DOKUMEN KEHALALAN BAHAN Tujuan Memahami pentingnya analisa dokumen. Memahami jenis-jenis dokumen kehalalan bahan dan penggunaannya dalam sertifikasi halal Memahami dokumen standar untuk bahan hewani, tumbuhan,

Lebih terperinci

AUDIT MUTU INTERNAL SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN IMMI SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN IMMI

AUDIT MUTU INTERNAL SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN IMMI SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN IMMI AUDIT MUTU INTERNAL AUDIT MUTU INTERNAL SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN IMMI SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN IMMI JL. RAYA TANJUNG BARAT NO. 11 PS. MINGGU JAKARTA SELATAN TELP. 021 781 7823, 781 5142 FAX. -21 781 5144

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG SERTIFIKASI PRODUK HASIL KELAUTAN DAN PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG SERTIFIKASI PRODUK HASIL KELAUTAN DAN PERIKANAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG SERTIFIKASI PRODUK HASIL KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MASA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA HALAL DETECTOR : APLIKASI CERDAS PENDETEKSI KEHALALAN PRODUK DI HANDPHONE BERBASIS ANDROID

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA HALAL DETECTOR : APLIKASI CERDAS PENDETEKSI KEHALALAN PRODUK DI HANDPHONE BERBASIS ANDROID LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA HALAL DETECTOR : APLIKASI CERDAS PENDETEKSI KEHALALAN PRODUK DI HANDPHONE BERBASIS ANDROID BIDANG KEGIATAN: PKM-KC Disusun oleh: Prawito Hudoro H54100010 2010

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM.63/UM.001/MPEK/2013 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM.63/UM.001/MPEK/2013 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM.63/UM.001/MPEK/2013 TENTANG PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 381/Kpts/OT.140/10/2005 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 381/Kpts/OT.140/10/2005 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 381/Kpts/OT.140/10/2005 TENTANG PEDOMAN SERTIFIKASI KONTROL VETERINER UNIT USAHA PANGAN ASAL HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERJANJIAN SERTIFIKASI PERATURAN SERTIFIKASI

LAMPIRAN PERJANJIAN SERTIFIKASI PERATURAN SERTIFIKASI BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI BALAI BESAR BAHAN DAN BARANG TEKNIK Jl. Sangkuriang No. 14 Bandung 40135 JAWA BARAT INDONESIA Telp. 022 2504088, 2510682, 2504828 Fax. 022 2502027 Website : www.b4t.go.id

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN. digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau

BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN. digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau 1 BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN A. TINJAUAN PANGAN OLAHAN 1. Pengertian Pangan Olahan Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004 pangan adalah segala sesuatu yang berasal

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PERINDUSTRIAN. Produk Halal. Jaminan. Bahan. Proses. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 295) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

CODES OF PRACTICE. Dokumen: Codes of Practice Edisi / Rev: 1 / 2 Tanggal: 03 April 2017 Hal : Hal 1 dari 7

CODES OF PRACTICE. Dokumen: Codes of Practice Edisi / Rev: 1 / 2 Tanggal: 03 April 2017 Hal : Hal 1 dari 7 1. Pendahuluan Codes of Practice ini telah ditulis sesuai dengan persyaratan badan akreditasi nasional dan dengan persetujuan PT AJA Sertifikasi Indonesia yang saat ini beroperasi. PT. AJA Sertifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produk daging. Di Indonesia sendiri, daging yang paling banyak digemari

BAB I PENDAHULUAN. produk daging. Di Indonesia sendiri, daging yang paling banyak digemari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perilaku konsumen adalah studi tentang bagaimana individu, kelompok, dan organisasi memilih, membeli, menggunakan, dan bagaimana barang, jasa, ide, dan pengalaman

Lebih terperinci

188/72/KPTS/211.1/2012. Nomor SOP Tgl Pembuatan Tgl revisi Tgl Pengesahan Disahkan oleh Nama SOP 1 OKTOBER OKTOBER 2012

188/72/KPTS/211.1/2012. Nomor SOP Tgl Pembuatan Tgl revisi Tgl Pengesahan Disahkan oleh Nama SOP 1 OKTOBER OKTOBER 2012 Dasar Hukum 1. UU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Publik 2. PerKI No 1 tahun 2010 tentang Standar Layanan Publik 3. Permenpan No. PER/21/M.PAN/11/2008 tentang Pedoman Penyusunan SOP Administrasi Pemerintahan

Lebih terperinci

INSTRUKSI KERJA (IK) UNIT PENGEMBANGAN PENELITIAN (UPP)

INSTRUKSI KERJA (IK) UNIT PENGEMBANGAN PENELITIAN (UPP) (IK) UNIT PENGEMBANGAN PENELITIAN (UPP) FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG PENERIMAAN PROPOSAL PENELITIAN 1. Memberitahukan kepada segenap staf dosen/ pengajar Fakultas Kedokteran UB bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas beragama Islam terbesar di dunia. Sebanyak 87,18 % dari

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas beragama Islam terbesar di dunia. Sebanyak 87,18 % dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki penduduk dengan mayoritas beragama Islam terbesar di dunia. Sebanyak 87,18 % dari 237.641.326 penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.1279, 2013 KEMENTERIAN PARIWISATADAN EKONOMI KREATIF. Informasi. Dokumentasi. Pengelolaan. Pencabutan.

BERITA NEGARA. No.1279, 2013 KEMENTERIAN PARIWISATADAN EKONOMI KREATIF. Informasi. Dokumentasi. Pengelolaan. Pencabutan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1279, 2013 KEMENTERIAN PARIWISATADAN EKONOMI KREATIF. Informasi. Dokumentasi. Pengelolaan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PARIWISATADAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. perusahaan, seorang auditor seharusnya menyususun perencanaan pemeriksaan.

BAB IV PEMBAHASAN. perusahaan, seorang auditor seharusnya menyususun perencanaan pemeriksaan. BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Perencanaan Kegiatan Audit Operasional Sebelum memulai pemeriksaan operasional terhadap salah satu fungsi dalam perusahaan, seorang auditor seharusnya menyususun perencanaan pemeriksaan.

Lebih terperinci

MENU CEROL DAN KEBIJAKAN BARU

MENU CEROL DAN KEBIJAKAN BARU 1 MENU CEROL DAN KEBIJAKAN BARU 1. Pengajuan approval bahan baru di Cerol 2. Pengajuan Surat Keterangan di Cerol 3. Pengiriman Laporan Berkala di Cerol 4. Kebijakan mengenai Daftar Bahan yang Disetujui

Lebih terperinci

PERSYARATAN SERTIFIKASI F-LSSM

PERSYARATAN SERTIFIKASI F-LSSM PERSYARATAN SERTIFIKASI LEMBAGA SERTIFIKASI SISTIM MUTU () KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN R.I BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI PALEMBANG JL. PERINDUSTRIAN II

Lebih terperinci

Persyaratan Umum Lembaga Sertifikasi Ekolabel

Persyaratan Umum Lembaga Sertifikasi Ekolabel Pedoman KAN 801-2004 Persyaratan Umum Lembaga Sertifikasi Ekolabel Komite Akreditasi Nasional Kata Pengantar Pedoman ini diperuntukkan bagi lembaga yang ingin mendapat akreditasi sebagai Lembaga Sertifikasi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 381/Kpts/OT.140/10/2005 TENTANG PEDOMAN SERTIFIKASI KONTROL VETERINER UNIT USAHA PANGAN ASAL HEWAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 381/Kpts/OT.140/10/2005 TENTANG PEDOMAN SERTIFIKASI KONTROL VETERINER UNIT USAHA PANGAN ASAL HEWAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 381/Kpts/OT.140/10/2005 TENTANG PEDOMAN SERTIFIKASI KONTROL VETERINER UNIT USAHA PANGAN ASAL HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

SERTIFIKASI HALAL SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PRODUK OLAHAN KOMODITAS PERTANIAN UNGGULAN DAERAH

SERTIFIKASI HALAL SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PRODUK OLAHAN KOMODITAS PERTANIAN UNGGULAN DAERAH 86 SERTIFIKASI HALAL SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PRODUK OLAHAN KOMODITAS PERTANIAN UNGGULAN DAERAH Pujiati Utami Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuhwaluh PO BOX

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN NASIONAL SERTIFIKASI PROFESI NOMOR : 3 / BNSP / III / 2014 TENTANG PEDOMAN KETENTUAN UMUM LISENSI LEMBAGA SERTIFIKASI PROFESI

PERATURAN BADAN NASIONAL SERTIFIKASI PROFESI NOMOR : 3 / BNSP / III / 2014 TENTANG PEDOMAN KETENTUAN UMUM LISENSI LEMBAGA SERTIFIKASI PROFESI PERATURAN BADAN NASIONAL SERTIFIKASI PROFESI NOMOR : 3 / BNSP / III / 2014 TENTANG PEDOMAN KETENTUAN UMUM LISENSI LEMBAGA SERTIFIKASI PROFESI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA BADAN NASIONAL SERTIFIKASI

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Tahap Penelitian. Tahapan penelitian dibagi menjadi beberapa bagian yaitu: a. Tahap Pendahuluan

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Tahap Penelitian. Tahapan penelitian dibagi menjadi beberapa bagian yaitu: a. Tahap Pendahuluan BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Tahap Penelitian Tahapan penelitian dibagi menjadi beberapa bagian yaitu: a. Tahap Pendahuluan Pada tahap ini dikumpulkan informasi mengenai sistem pembelian dan pengelolaan persediaan

Lebih terperinci

- 1 - LEMBAGA SANDI NEGARA PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG

- 1 - LEMBAGA SANDI NEGARA PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG - 1 - LEMBAGA SANDI NEGARA PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL DAN PROSEDUR DI LEMBAGA SANDI NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.295, 2014 PERINDUSTRIAN. Produk Halal. Jaminan. Bahan. Proses. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5604) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

CODES OF PRACTICE. 1. Pendahuluan

CODES OF PRACTICE. 1. Pendahuluan 1. Pendahuluan Codes of Practice ini telah ditulis sesuai dengan persyaratan badan akreditasi nasional dan dengan persetujuan PT AJA Sertifikasi Indonesia yang saat ini beroperasi. PT. AJA Sertifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Data BPS tahun 2006-2010 menunujukkan bahwa UKM mengalami peningkatan yang sangat pesat, karena UKM berhasil menyumbangkan 57% dari PDB yang mampu menyediakan lapangan

Lebih terperinci

MANUAL PROSEDUR AUDIT MUTU INTERNAL SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL STIKES HARAPAN IBU JAMBI

MANUAL PROSEDUR AUDIT MUTU INTERNAL SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL STIKES HARAPAN IBU JAMBI MANUAL PROSEDUR AUDIT MUTU INTERNAL SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL STIKES HARAPAN IBU JAMBI LEMBAGA PENJAMINAN MUTU STIKES HARAPAN IBU JAMBI TAHUN 2016 LEMBAGA PENJAMINAN MUTU STIKES HI JAMBI VISI Menjadi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. TEMPAT DAN WAKTU Penelitian terhadap kecukupan Sistem Keamanan Pangan untuk Industri Jasa Boga dilakukan dengan pengambilan data di beberapa instansi terkait yaitu Direktorat

Lebih terperinci

Nomor SOP Tgl Pembuatan Tgl revisi Tgl Pengesahan Disahkan oleh Nama SOP

Nomor SOP Tgl Pembuatan Tgl revisi Tgl Pengesahan Disahkan oleh Nama SOP DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAWA TIMUR Nomor SOP Tgl Pembuatan Tgl revisi Tgl Pengesahan Disahkan oleh Nama SOP 522/691/117.01/ 2012 2 Nopember 2012 - - Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur Pelayanan

Lebih terperinci

Langkah Ke-1 PENETAPAN SASARAN AKREDITASI SEKOLAH/MADRASAH Langkah Ke-2 PENETAPAN SEKOLAH/MADRASAH SASARAN VISITASI DAN PENUGASAN ASESOR...

Langkah Ke-1 PENETAPAN SASARAN AKREDITASI SEKOLAH/MADRASAH Langkah Ke-2 PENETAPAN SEKOLAH/MADRASAH SASARAN VISITASI DAN PENUGASAN ASESOR... Langkah Ke-1 PENETAPAN SASARAN AKREDITASI SEKOLAH/MADRASAH... 1 Langkah Ke-2 PENETAPAN SEKOLAH/MADRASAH SASARAN VISITASI DAN PENUGASAN ASESOR... 5 Langkah Ke-3 VISITASI KE SEKOLAH/MADRASAH... 13 Langkah

Lebih terperinci

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR 0027 TAHUN 2005 TENTANG

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR 0027 TAHUN 2005 TENTANG MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 0027 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PEMBUBUHAN TANDA SNI DAN TANDA KESELAMATAN Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan pasal 24 ayat

Lebih terperinci

SYARAT DAN ATURAN SERTIFIKASI PRODUK LEMBAGA SERTIFIKASI PRODUK PALEMBANG LSPRO BIPA

SYARAT DAN ATURAN SERTIFIKASI PRODUK LEMBAGA SERTIFIKASI PRODUK PALEMBANG LSPRO BIPA F-BIPA 07.01.00.04 SYARAT DAN ATURAN SERTIFIKASI PRODUK LEMBAGA SERTIFIKASI PRODUK PALEMBANG LSPRO BIPA LEMBAGA SERTIFIKASI PRODUK BARISTAND INDUSTRI PALEMBANG Jl. Perindustrian II No. 12 Kec. Sukarami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang halal, karena setiap makanan yang kita konsumsi akan mendarah. daging dalam tubuh dan menjadi sumber energi yang penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang halal, karena setiap makanan yang kita konsumsi akan mendarah. daging dalam tubuh dan menjadi sumber energi yang penting untuk BAB I PENDAHULUAN A LATAR BELAKANG MASALAH Dalam Islam umat muslim diwajibkan mengkonsumsi makanan yang halal, karena setiap makanan yang kita konsumsi akan mendarah daging dalam tubuh dan menjadi sumber

Lebih terperinci

MANUAL PROSEDUR AUDIT MUTU AKADEMIK INTERNAL PROGRAM PASCASARJANA UNHAS

MANUAL PROSEDUR AUDIT MUTU AKADEMIK INTERNAL PROGRAM PASCASARJANA UNHAS DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS HASANUDDIN MANUAL PROSEDUR AUDIT MUTU AKADEMIK INTERNAL PROGRAM PASCASARJANA UNHAS Revisi - PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN Dokumen Akademik MPA.PPs-Unhas.MMAK.08

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan perilaku konsumen, kebijakan pemerintah, persaingan bisnis, hanya mengikuti perkembangan penduduk namun juga mengikuti

BAB I PENDAHULUAN. perubahan perilaku konsumen, kebijakan pemerintah, persaingan bisnis, hanya mengikuti perkembangan penduduk namun juga mengikuti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dalam segala bidang di Indonesia akan mengalami perubahan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya perubahan perilaku konsumen, kebijakan

Lebih terperinci

Sistem manajemen halal

Sistem manajemen halal RSNI4 RSNI4 99001:2016 Rancangan Standar Nasional Indonesia 4 Sistem manajemen halal Pengguna dari RSNI ini diminta untuk menginformasikan adanya hak paten dalam dokumen ini, bila diketahui, serta memberikan

Lebih terperinci

INFORMASI SERTIFIKASI ISO 9001

INFORMASI SERTIFIKASI ISO 9001 Nomor : 8/1 Edisi-Revisi : E-2 Tanggal : 01 Juni 2016 Hal : 1 dari 9 LSSM BBTPPI Semarang (BISQA) adalah lembaga sertifikasi sistem manajemen mutu yang telah diakreditasi (diakui) oleh Komite Akreditasi

Lebih terperinci

SKEMA SERTIFIKASI PIPA BAJA SALURAN AIR DENGAN ATAU TANPA LAPISAN SENG NO FUNGSI PENILAIAN KESESUAIAN PERSYARATAN I. SELEKSI

SKEMA SERTIFIKASI PIPA BAJA SALURAN AIR DENGAN ATAU TANPA LAPISAN SENG NO FUNGSI PENILAIAN KESESUAIAN PERSYARATAN I. SELEKSI Halaman : 1 dari 9 I. SELEKSI 1. Permohonan 1) Surat Aplikasi Permohonan 2) Dokumen permohonan SPPT SNI disertai dengan melampirkan dokumen legal perusahaan, daftar informasi terdokumentasi, diagram alir

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENERAPAN PROGRAM MANAJEMEN RISIKO KEAMANAN PANGAN DI INDUSTRI

Lebih terperinci

Penerapan Skema Sertifikasi Produk

Penerapan Skema Sertifikasi Produk Penerapan Skema Sertifikasi Produk Barang Rumah Tangga Lainnya dan Peralatan Komersiel (21.06) Daftar isi 1 Ruang lingkup 2 Acuan Normatif 3 Sistem sertifikasi 4 Definisi 5 Proses sertifikasi 6 Persyaratan

Lebih terperinci

Penerapan skema sertifikasi produk

Penerapan skema sertifikasi produk LEMBAGA SERTIFIKASI PRODUK CHEMPACK BALAI BESAR KIMIA DAN KEMASAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI E-mail : lspro_chempack@yahoo.com LSPr-021-IDN Penerapan skema sertifikasi produk Sub kategori

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI BARAT,

GUBERNUR SULAWESI BARAT, GUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 31 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DI LINGKUP PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI BARAT

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN PROSEDUR PENETAPAN FATWA

PEDOMAN DAN PROSEDUR PENETAPAN FATWA PEDOMAN DAN PROSEDUR PENETAPAN FATWA Dr. HM. Asrorun Ni am Sholeh,MA Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia @ans PENGERTIAN Fatwa adalah jawaban atau penjelasan dari ulama mengenai masalah keagamaan

Lebih terperinci

2012, No

2012, No 2012, No.1211 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PADA TPT

PEDOMAN PELAKSANAAN VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PADA TPT Lampiran 3.8. Peraturan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Nomor : P. /VI-BPPHH/2013 Tanggal : 2013 Tentang : Standar dan Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN PERATURAN KEPALA BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SELAKU OTORITAS

Lebih terperinci

SYARAT DAN ATURAN SERTIFIKASI B4T - QSC

SYARAT DAN ATURAN SERTIFIKASI B4T - QSC A. JASA SERTIFIKASI B4T QSC LINGKUP SERTIFIKASI B4T QSC Lingkup sertifikasi B4T QSC meliputi sertifikasi : 1. Sertifikasi sistem manajemen mutu ( ISO 9001:2008 ) 2. Sertifikasi sistem manajemen lingkungan

Lebih terperinci

Struktur Organisasi. PT. Akari Indonesia. Pusat dan Cabang. Dewan Komisaris. Direktur. General Manager. Manajer Sumber Daya Manusia Kepala Cabang

Struktur Organisasi. PT. Akari Indonesia. Pusat dan Cabang. Dewan Komisaris. Direktur. General Manager. Manajer Sumber Daya Manusia Kepala Cabang 134 Struktur Organisasi PT. Akari Indonesia Pusat dan Cabang Dewan Komisaris Direktur Internal Audit General Manager Manajer Pemasaran Manajer Operasi Manajer Keuangan Manajer Sumber Daya Manusia Kepala

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.951, 2012 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Pengelolaan Informasi Publik. Standar Layanan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR

Lebih terperinci

BAB IV AUDIT OPERASIONAL ATAS PENGELOLAAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU PADA PT NORITA MULTIPLASTINDO

BAB IV AUDIT OPERASIONAL ATAS PENGELOLAAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU PADA PT NORITA MULTIPLASTINDO BAB IV AUDIT OPERASIONAL ATAS PENGELOLAAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU PADA PT NORITA MULTIPLASTINDO IV.1 Perencanaan Audit Operasional Audit operasional merupakan suatu proses sistematis yang mencakup serangkaian

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PADA PEMILIK HUTAN HAK

PEDOMAN PELAKSANAAN VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PADA PEMILIK HUTAN HAK Lampiran 3.3. Peraturan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Nomor : P.5/VI-BPPHH/2014 Tanggal : 14 Juli 2014 Tentang : Standar dan Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publ

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publ BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1252, 2017 BEKRAF. Pengelolaan Informasi dan Dokumentasi. PERATURAN KEPALA BADAN EKONOMI KREATIF NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI DI

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG 1 PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG AKREDITASI LEMBAGA PENILAIAN KESESUAIAN PENYEDIA JASA DI BIDANG INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN

Lebih terperinci

MANUAL SJH PT EVIGO INDONESIA MAN-SJH-01

MANUAL SJH PT EVIGO INDONESIA MAN-SJH-01 MANUAL SJH PT EVIGO INDONESIA MAN-SJH-01 JAKARTA 2014 Halaman 1 dari 26 HALAMAN PENGESAHAN Manual Sistem Jaminan Halal (SJH) PT EVIGO INDONESIA ini merupakan dokumen perencanaan penerapan Sistem Jaminan

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA DAN PERSYARATAN PEMBERIAN IZIN LINGKUNGAN DI KABUPATEN SUKOHARJO

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA DAN PERSYARATAN PEMBERIAN IZIN LINGKUNGAN DI KABUPATEN SUKOHARJO BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA DAN PERSYARATAN PEMBERIAN IZIN LINGKUNGAN DI KABUPATEN SUKOHARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang

Lebih terperinci

Prosedur registrasi terhadap layanan perijinan perdagangan secara online via web INATRADE.

Prosedur registrasi terhadap layanan perijinan perdagangan secara online via web INATRADE. Registrasi Hak Akses INATRADE Revisi : - Nomor : v1.6.2 Tanggal : 10 Feb 2010 Halaman : 1 dari 7 A. Deskripsi Prosedur registrasi terhadap layanan perijinan perdagangan secara online via web INATRADE.

Lebih terperinci

INFORMASI SERTIFIKASI ISO 9001

INFORMASI SERTIFIKASI ISO 9001 LSSM BBTPPI Semarang (BISQA) adalah lembaga sertifikasi sistem manajemen mutu yang telah diakreditasi (diakui) oleh Komite Akreditasi Nasional - Badan Standardisasi Nasional (KAN-BSN) dalam memberikan

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

BUPATI BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 32 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, KEHUTANAN DAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN BANYUMAS DENGAN

Lebih terperinci

PROSEDUR KERJA Tanggal Revisi : 19 April 2011 Pengendalian Dokumen Tanggal Berlaku : 26 April 2011 Kode Dokumen : PK STEKPI PPMA 001/R2

PROSEDUR KERJA Tanggal Revisi : 19 April 2011 Pengendalian Dokumen Tanggal Berlaku : 26 April 2011 Kode Dokumen : PK STEKPI PPMA 001/R2 PROSEDUR KERJA Tanggal Revisi : 19 April 2011 Pengendalian Dokumen Tanggal Berlaku : 26 April 2011 Kode Dokumen : PK STEKPI PPMA 001/R2 HALAMAN PENGESAHAN Dibuat oleh: Diperiksa oleh: Disahkan oleh: Nama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta dan sekitar 87%

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta dan sekitar 87% 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta dan sekitar 87% beragama Islam merupakan potensi pasar yang sangat besar bagi produk-produk halal. Apabila

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN BAB 4 HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN Pembahasan audit operasional atas fungsi penjualan dan penerimaan kas pada Lei Garden Restaurant dijelaskan pada bab keempat ini. Berdasarkan ruang lingkup yang telah

Lebih terperinci

Pertama : Peraturan Badan Nasional Sertifikasi Profesi ini merupakan acuan bagi Lembaga Sertifikasi Profesi untuk pembentukan tempat uji kompetensi.

Pertama : Peraturan Badan Nasional Sertifikasi Profesi ini merupakan acuan bagi Lembaga Sertifikasi Profesi untuk pembentukan tempat uji kompetensi. PERATURAN BADAN NASIONAL SERTIFIKASI PROFESI NOMOR : 5 / BNSP / VII / 2014 TENTANG PEDOMAN PERSYARATAN UMUM TEMPAT UJI KOMPETENSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA BADAN NASIONAL SERTIFIKASI PROFESI,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STANDAR SERTIFIKASI PENYEMBELIHAN HALAL DAN URGENSINYA. A. Analisis Terhadap Standar dan Prosedur Sertifikasi Penyembelihan Halal

BAB IV ANALISIS STANDAR SERTIFIKASI PENYEMBELIHAN HALAL DAN URGENSINYA. A. Analisis Terhadap Standar dan Prosedur Sertifikasi Penyembelihan Halal 60 BAB IV ANALISIS STANDAR SERTIFIKASI PENYEMBELIHAN HALAL DAN URGENSINYA A. Analisis Terhadap Standar dan Prosedur Sertifikasi Penyembelihan Halal 1. Analisis terhadap standar sertifikasi penyembelihan

Lebih terperinci