BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. DEFINISI KONSEP DAN BATASAN KONSEP 1. Representasi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. DEFINISI KONSEP DAN BATASAN KONSEP 1. Representasi"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DEFINISI KONSEP DAN BATASAN KONSEP 1. Representasi Seperti yang dikatakan oleh Barker dalam buku Cultural Studies bahwa bagaimana dunia ini dikonstruksi dan direpresentasikan secara sosial kepada dan oleh kita. Bahkan unsur utama cultural studies dapat dipahami sebagai studi atas kebudayaan sebagai praktik signifikasi representasi. Ini mengharuskan kita mengeksplorasi pembentukan makna tekstual. Ia juga menghendaki penyelidikan tentang cara dihasilkannya makna pada beragam konteks. Representasi dan makna kultural memiliki materialitas tertentu, mereka melekat pada bunyi, prasasti, obyek, citra, buku, majalah, dan program televisi. Mereka diproduksi, ditampilkan, digunakan dan dipahami dalam konteks sosial tertentu. Representasi adalah hubungan antara konsep-konsep dan bahasa yang memungkinkan pembaca menunjuk pada dunia yang sesungguhnya dari suatu obyek, realitas, atau pada dunia imajiner tentang obyek fiktif, manusia atau peristiwa. Representasi (Representation) adalah tindakan menghadirkan atau mempresentasikan sesuatu lewat sesuatu yang lain di luar dirinya, biasanya berupa tanda atau simbol (Piliang, 2003:21). Representasi diartikan sebagai suatu tindakan yang menghadirkan sesuatu yang lain di luar dirinya, biasanya berupa tanda, baik suara maupun gambar. Representasi merupakan penggambaran realitas yang dikomunikasikan atau diwakilkan dalam tanda. Konsep representasi dapat berubah-ubah, karena makna sendiri tidak pernah

2 tetap, ia selalu berada dalam proses negosiasi dan disesuaikan dengan situasi yang baru intinya adalah makna selalu dikonstruksikan, diproduksi lewat proses representasi. Ada dua hal berkait dengan representasi yakni, pertama: apakah seseorang, kelompok atau gagasan tersebut ditampilkan sebagaimana mestinya, apa adanya ataukah diburukkan. Penggambaran yang tampil bisa jading adalah penggambaran yang buruk dan cenderung memarjinalkan seseorang atau kelompok tertentu. Hanya citra buruk saja yang ditampilkan sementara citra atau sisi yang baik luput dari penampilan. Kedua: bagaimana representasi tersebut ditampilkan, dengan kata, kalimat, aksentuasi dan bantuan foto macam apa seseorang atau kelompok atau gagasan tersebut ditampilkan dalam program (Eriyanto, 2006: 113). 2. Subkultur Menurut Fitrah Hamdani, subkultur adalah gejala budaya dalam masyarakat industri maju yang umumnya terbentuk berdasarkan usia dan kelas. Secara simbolis diekspresikan dalam bentuk penciptaan gaya (style) dan bukan hanya merupakan penentangan terhadap hegemoni atau jalan keluar dari suatu ketegangan sosial (Tammaka, 2007:164). Secara sosiologis, sebuah subkultur adalah sekelompok orang yang memiliki perilaku dan kepercayaan yang berbeda dengan kebudayaan induk mereka. Secara harfiah, subkultur terdiri dari dua kata. Sub yang berarti bagian, sebagian dan kultur kebiasaan dan pembiasaan. Tapi secara konseptual, subkultur adalah sebuah gerakan atau kegiatan atau kelakuan (kolektif) atau bagian dari kultur yang

3 besar. Secara kasar itu bisa diartikan sebagai budaya yang menyimpang. Keakuratan subkultur merupakan hal yang berdaya mobilitas mengkonstitusi obyeknya dari studi. Hal ini merupakan suatu istilah klasifikatori yang mencoba memetakan dunia sosial di dalam suatu tindakan terhadap representasi. Keakuratan subkultur bukan pada sejauh mana mampu berfungsi dalam pemakaiannya. Kata Sub bermakna sebagai istilah dan menunjukkan perbedaan dengan jelas arus utama budaya dominan dalam masyarakat. Dengan kata lain, subkultur dimaksudkan agar bagian masyarakat tertentu mampu memaknai hidup secara baru sehingga dapat menikmati kesadaran menjadi yang lain dalam perbedaan terhadap budaya dominan masyarakat. Masyarakat minoritas atau masyarakat subkultur ini juga terjadi pada Kpopers. Mereka merupakan kalangan minoritas yang menyukai segala sesuatu yang berbau Korea. Apa yang mereka sukai tidak banyak orang lain yang menyukainya. Terkadang di sini mereka dipandang sebelah mata bahkan dipandang negatif karena beberapa Kpopers terkadang mengeluarkan reaksi yang berlebihan ketika mereka melihat hal-hal yang berbau Korea. Di sinilah masyarakat melihat mereka dengan tatapan sinis. Tapi tidak bagi mereka sesama Kpopers. Bagi mereka itu adalah reaksi yang biasa mereka lakukan. Subkultur adalah budaya minoritas, kelas sosial tertentu atau kelompok yang bukan merupakan bagaian dari budaya populer mainstream. Subkultur anak muda adalah subkultur khusus pemuda. Ada rasa yang kuat homogenitas dalam subkultur pemuda karena pemuda ingin berjalan, berbicara, bertindak dan terlihat seperti orang lain usia mereka merasa seperti mereka milik kelompok. Pada saat yang sama, pemuda juga memiliki rasa yang kuat dari identitas yang

4 berbeda dari generasi tua yang mereka ekspresikan melalui pakain dan tindakan, dan kebanyakan subluktur pemuda memiliki rasa perlawanan baik terhadap masyarakat atau generasi tua. Ini adalah melalui kerangka umum ini pikiran dan interaksi bahwa anggota subkultur pemuda datang bersama-sama. 3. Budaya Pop Kata culture menurut sosiologi, kebudayaan adalah total dari warisan ide-ide, keyakinan, nilai-nilai, dan pengetahuan yang merupakan basis bersama dalam aksi sosial (Liliweri, 2014; 3) Menurut Greme (1999), budaya populer didefinisikan oleh kepercayaan dan nilai, oleh perilaku dan nilai, dan oleh pemahaman terhadap sejarah dan terhadap keberadaan semua hal tersebut dimiliki oleh kelompok sosial tertentu. Konsep-konsep kunci budaya populer mencangkup hal-hal berikut ini : a. Pemahaman tentang perbedaan dan identitas b. Bagaimana identitas direpresentasikan c. Bagaimana budaya diproduksi d. Cara hubungan sosial dan hubungan budaya disamakan dengan barang-barang e. Bagaimana makna tentang perbudakan diproduksi dalam teks f. Bagaimana ideologi beroprasi dalam praktik dan barang kebudayaan

5 Logika dasar tesis kedekatan budaya itu sendiri. Dalam sejarah budaya populer, hal yang asing dan jauh dapat menjadi sumber daya tarik, sama halnya dengan hal yang akrab dan dekat. Aktor tampan, potongan rambut, pakaian dan rumah yang bergaya, pemandangan indah, serta santapan merupakan sebagian dari daya tarik utama bagi para penggemar drama televisi Asia Timur ini. Dapat dikatakan semua hal itu memukau para penonton, justru karena asing dan bukan bagian dari kehidupan sehari-hari para penonton itu (Heryanto, 2015; 264). 4. Budaya Pop Korea Budaya pop Korea disebut juga Hallyu yang dalam bahasa Inggris disebut Korean Wave. Budaya pop Korea tersebar sangat luas karena perkembangan teknologi media massa yang semakin modern. Dalam penelitian yang ditulis oleh Nesya Amellita (2010) yang berjudul Kebudayaan Populer Korea : Hallyu dan Perkembangannya Di Indonesia mengatakan bahwa demam Hallyu menyebabkan banyak orang menyukai produk-produk budaya pop Korea seperti drama seri, film dan musik. Kini, kecintaan khalayak terhadap budaya pop Korea ini semakin berkembang ke gaya hidup seperti makanan, fashion, pariwisata (lokasi syuting film Korea), dan olahraga (Hallyu Academy, 2005). Banyak remaja di negara yang terkena fenomena Hallyu mencontoh gaya hidup, penampilan, bahkan mulai menyukai olahraga yang sering ditampilkan televisi dalam drama ataupun film-film Korea. Budaya pop Korea mempunyai keunikan hingga berhasil merebut pangsa pasar di Asia, khususnya Indonesia. Keunikan-keunikan budaya Korea itu, antara lain drama seri Korea memiliki tema yang kuat. Budaya pop selalu menjadi perdebatan di kalangan para ahli. Tidak ada definisi secara umum yang menjelaskan budaya pop. Budaya populer dipahami sebagai berbagai suara, gambar, dan pesan

6 yang diproduksi secara massal dan komersial termasuk film, musik, busana dan acara televisi serta praktik pemaknaan terkait, yang berupaya menjangkau sebanyak mungkin konsumen, terutama sebagai hiburan. Budaya populer juga mengakui adanya berbagai bentuk praktik komunikasi lain yang bukan hasil industrialisasi yang memanfaatkan berbagai forum dan berbagai acara. (Heryanto, 2015; 22). Budaya populer mempunyai watak yang mudah berubah tergantung pada konteksnya. Yang paling menonjol dari budaya populer adalah sifatnya yang mudah diakses dan mudah menarik perhatian orang banyak. Budaya populer relatif murah dan mudah menarik perhatin dari berbagai kalangan, gender dan usia. Daya tarik dari budaya populer ini adalah kesederhanaan, keakrabannya dan kemudahan ketika digunakan (Heryanto, 2015; 23). K-Pop merupakan kepanjangan dari Korea Pop yang dikenal juga dengan Korean Wave atau gelombang Korea. Pada sejarahnya K- Pop berkembang di Indonesia setelah masuknya budaya Tiongkok, Taiwan dan Jepang. Kesamaan ras di antara Tiongkok, Taiwan dan Jepang mengakibatkan tidak susahnya budaya Korea yang ikut masuk ke Indonesia. Masuknya K-Pop di Indonesia diawali dengan masukknya drama Korea yang ditayangkan di televisi Indonesia. Beberapa drama Korea yang sempat menarik perhatian public di antaranya Jewel in The Palace, Full House, Winter Sonata, Coffe Prince, Princess Hours dan Boys Before Flowers. Drama Korea mempertontonkan berbagai pemandangan negara Korea yang indah, gedung-gedung yang menjulang tinggi, tekhnologi yang canggih dan para pemain yang cantik dan tampan. Berkembangnya drama Korea ikut menaikkan minat penonton terhadap pemandangan negara Korea yang disuguhkan di dalam drama tersebut. Selain pemandangan yang disuguhkan, kecintaan masyarakat

7 terhadap budaya Korea semakin berkembang ke gaya hidup seperti makanan, fashion, musik dan tekhnologi. Banyak remaja yang kini mengikuti fashion Korea seperti apa yang mereka lihat di drama Korea. Musik Korea yang kini menjadi yang paling populer untuk penggemar Korea dengan mudah mereka unduh melalui internet. Bahkan di antara mereka mampu menghafal lirik Korea tanpa mereka tahu apa artinya. Semakin banyaknya restoran Korea bisa memanjakan minat masyarakat untuk bisa ikut serta merasakan makanan yang selama ini mereka lihat di berbagai tayangan Korea. Budaya Korea semakin mudah masuk ke Indonesia dengan masukknya tekhnologi Korea yang semakin maju seperti handphone yang bermerk Samsung yang banyak diminati oleh masyarakat Indonesia. Masuknya drama Korea yang diikuti oleh musik, fashion, makanan dan tekhnologi Korea menjadikan salah satu faktor yang menarik minat masyarakat Indonesia untuk mengkonsumsi budaya Korea tersebut. Tontonan Indonesia yang akhir-akhir ini dianggap kurang mendidik masyarakatnya menimbulkan kebosanan masyarakat untuk mengkonsumsi tontonan yang disuguhkan oleh negara sendiri. Drama Korea yang dianggap lebih variatif, memiliki tema yang beragam, pemain yang cantik dan tampan dan cerita yang tidak monoton dan ending yang tak terduga menjadi salah satu yang menarik minat masyarakat untuk menonton tayangan Korea dibandingnkan dengan tayangan televisi Indonesia. Drama Korea menyuguhkan berbagai cerita unik seperti drama Blood yang menceritakan kisah seorang dokter yang terinfeksi virus langka yang menyebabkan dia menjadi seperti seorang vampire yang haus akan darah. You Who Came From The Star yang bercerita tentang seorang alien yang tertinggal di bumi selama 300 tahun dan ketika di saat terkahir dia bisa kembali ke planetnya, dia justru menemukan orang yang dicintainya. I Hear Your Voice yang menceritakan kisah seorang pria yang bisa mendengar suara hati atau batin orang lain

8 hanya dengan melihat matanya sejak ayahnya dibunuh di hadapannya ketika dia masih kecil. School 2013 tentang kisah persahabatan dua murid SMA yang meskipun hal buruk terjadi padanya, seorang teman akan ada untuk selalu membantunya. Beberapa masyarakat Indonesia menemui kebosanan dengan tontonan tayangan yang monoton. Masyarakat modern yang didominasi oleh kaum wanita ini menemukan solusi yang sedang populer saat ini yaitu masukknya budaya Korea. Berbagai moral value mereka temukan di berbagai tayangan seperti cerita persahabatan, keluarga dan sekolah. Dalam sejarah budaya populer, hal yang asing dan jauh dapat menjadi sumber daya tarik, sama halnya dengan hal yang akrab dan dekat. Aktor tampan, potongan rambut, pakaian dan rumah yang bergaya, pemandangan indah, serta santapan merupakan sebagian dari daya tarik utama bagi para penggemar drama televisi Asia Timur ini. Dapat dikatakan semua hal itu memukau para penonton, justru karena asing dan bukan bagian dari kehidupan sehari-hari para penonton itu (Heryanto, 2015; 264). Masukknya drama Korea memberikan pengaruh yang lain seperti munculnya OST atau soundtrack yang muncul dalam drama tersebut. Sekarang ini yang paling populer dari konsumsi budaya Korea adalah musik yang dibawakan oleh berbagai penyanyi yang berasal dari negri gingseng itu. Mudahnya akses untuk mengunduh lagu-lagu tersebut memudahkan masyarakat untuk mengkonsumsinya. Pengaruh selanjunya dari musik Korea adalah pakaian yang dipakai oleh para penyanyinya. Budaya Korea yang paling diminati masyarakat selain drama adalah musiknya. Bahkan musik bisa menarik massa yang sangat banyak hingga menciptakan sekelompok fans yang bergabung menjadi satu sesuai dengan artis yang mereka sukai. Untuk saat ini K-Pop didominasi oleh peminat musik Korea. Musik Korea banyak diminati karena mengadaptasi musik barat dengan gaya Korea

9 dan dengan visual artisnya yang bagus. Dengan kemasan yang menarik, musik yang ceria, efek music video yang modern serta pemasaran global dengan didukungnya media sosial internet yang mudah diakses oleh siapa saja menyebabkan merebaknya para penggemar Korea. Secara khusus, bentuk paling khas dari tindakan para penggemar K-Pop di awal abad ini meliputi lomba menyanyi (dalam bahasa Korea), cover dance yakni tarian yang meniru para idola mereka (termasuk pakaian, potongan rambut, koreografi kelompok musik idola hingga rinci), atau flash mob, yakni penampilan pertunjukkan tari dadakan di tempat umum, misalnya pusat perbelanjaan (Heryanto, 2015; 246). Cover dance sering ditirukan khususnya oleh para kalangan remaja. Untuk memberikan kesan mirip dengan idola mereka, mereka menirukan keseluruhan dari apa yang idola mereka kenakan. Mulai dari gaya berpakaian hingga gaya rambut. Begitu inginnya mereka mirip dengan idola mereka, mereka mengecat rambut sama dengan warna rambut idola mereka. Bentuk representasi yang paling digemari saat ini adalah cover dance. Cover dance sebagai bentuk representasi untuk seorang cover dance yang ingin menjadi idol wanna be atau melakukan hal yang dilakukan oleh idola mereka. Sedangkan bagi yang melihatnya itu adalah wujud dari keinginan mereka untuk melihat idola mereka secara langsung yang tertunda. Cover dance merupakan perwujudan yang hampir mirip dengan idola mereka. Pada tahapan sejarah ini, impian seperti ini beririsan dengan politik identitas yang sedikit berbeda tapi masih berhubungan, yakni merosotnya budaya maskulin seiring jatuhnya pemerintahan militeristik Orde Baru, hasrat selruh bangsa untuk mencari model alternative untuk menjadi laki-laki dan perempuan di Indonesia modern (Clark 2010; Nilam 2009), menguatnya perasaan kebebasan

10 dan kepentingan di anatara sebagian kelas mengengah baru dalam mengejar tren global dalam budaya konsumen (Gerke 2000; Heryanto 1999; van Leeuwen 2011), berkurangnya secara mencolok ketegangan ras terhadap minoritas Tionghoa, dan kebangkitan islamisasi (Heryanto, 2015; 244). 5. Kpopers Kpopers adalah istilah yang diberikan kepada seseorang atau sekelompok orang yang menyukai kebudayaan Korea. Mulai dari budaya, musik dan lagu, gaya berbusana, pariwisata, makanan, dan lain-lain. Akan tetapi pada masa sekarang, istilah Kpopers lebih sering digunakan untuk seseorang atau sekelompok orang yang menyukai boysband atau girlsband Korea. Hal ini dikarenakan boyband atau girlband dan girlsband Korea adalah salah satu sub kebudayaan Korea yang paling populer saat ini. Kpopers biasanya memiliki grup masingmasing yang mereka sukai. Mereka memiliki wadah yang berisi sesama anggota Kpopers yang terkadang ada event tertentu yang khusus diadakan untuk Kpopers yang sering disebut dengan K-Fest atau Korean Festival. Para penggemar ini bekerja sama menciptakan ulang teks dan gambar, lalu menyebarkan isi yang mereka ubah itu. Meniru tarian merupakan salah satu bentuk kerja sama penggemar yang paling umum ditemui di dunia. Istilah `cover dance` biasanya berarti satu versi lagu yang dinyanyikan oleh seorang artis yang berbeda dari penyanyi aslinya. Namun, dalam kasus kegiatan penggemar, istilah itu mengacu pada satu versi nyanyian atau tarian yang ditampilkan oleh penggemar. Di Thailand, beberapa kelompok yang mendedikasikan diri untuk meniru kelompok idola K-Pop mereka telah mendapatkan popularitas di Youtube dan menjadi pesohor kecil tersendiri (Heryanto, 2015: 246). Di Kota Surakarta sendiri sudah mulai menjamur kelompok cover dance yang berkiblat boyband dan girlband yang berasal dari

11 Negara Korea. Umumnya mereka memfokuskan kelompok mereka pada satu boyband atau girlband yang tarian mereka akan mereka tirukan. Banyaknya boyband dan girlband asal Korea mengakibatkan banyak pula kelompok cover dance yang bermunculan di Kota Surakarta. Kelompok cover dance ini ada yang bergabung dalam suatu komunitas dan adapula yang berdiri sendiri. Adanya acara Korean Festival (K-Fest), dijadikan wadah bagi mereka untuk menampilkan bakat dan kemampuan yang mereka miliki. Selain kelompok cover dance, seseorang bisa dikatakan sebagai Kpopers jika dia menyukai hal-hal yang berbau Korea seperti lagulagu yang boyband dan girlband nyanyikan, drama Korea dan style Korea. Kpopers sendiri lebih mengacu pada apa yang ada pada boyband dan girlband Korea. Apa yang mereka nyanyikan, baju atau style apa yang mereka pakai, bagaimana mereka berinteraksi dengan orang lain, drama apa yang mereka perankan, tempat mana yang mereka kunjungi, bagaimana tingkah dan perilaku mereka dan lain sebagainya. Kebanyakan orang yang menyukai Korea dan menjadi Kpopers adalah orang-orang yang mengikuti setiap gerak-gerik artis Korea yang mereka sukai. Artis atau idola yang mereka sukai, mereka jadikan panutan dalam kehidupan sehari-hari. mulai dari cara berpakaian, cara bertingkah dan berperilaku, gaya berbahasa dan bagaimana mereka menyikapi hidup mereka. 6. Komunitas Komunitas dapat diartikan sebagai sekelompok orang yang memiliki kesukaan yang sama yang berkumpul menjadi satu yang saling berinteraksi. Dalam penelitian Aulia Dwi Nastiti (2012) yang berjudul Identitas Kelompok Disabilitas Dalam Media Komunitas Online (Studi Mengenai Pembentukan Pesan dalam Media Komunitas Kartunet.com oleh Kelompok Disabilitas Tunanetra)

12 dalam pemikiran Morse (1998) juga Wilson dan Peterson (2002) yang berpendapat bahwa pertama, definisi komunitas saat ini tidak lagi didefinisikan dengan latar belakang geografis atau etnis, namun komunitas saat ini berpusat pada kesamaan minat. Kedua, komunitas digambarkan dengan adanya kesamaan nilai-nilai, gaya hidup, serta adanya keberjarakan anatara insider dan outsider (Noonan, 2007: 461). Ketiga, komunitas dilihat sebagai jaringan interaksi, baik anatar individu dengan kelompok, maupun kelompok dengan kelompok. Komunitas didefinisikan sebagai perasaan yang sama terkait dengan identitas di antara individu-individu dimana hal ini berhubungan solidaritas bersama, perasaan yang sama atau sense of community merupakan hal dasar bagi terbentuknya komunitas. 7. Komunitas Universe Cover Ease Entry (U-CEE) Komunitas Universe Cover Ease Entry (U-CEE) di Kota Surakarta. U-CEE adalah komunitas anak muda dominan pecinta K- pop yang dapat menyalurkan hobi menari dan menyanyi dengan genre K-pop, J-pop, Hip Hop, dan lain-lain. Universe Cover Ease Entry (U- CEE) adalah sebuah komunitas dan juga sebuah perusahaan agensi yang dibangun di kota Solo. U-CEE Entertainment menampung segala bentuk aktivitas positif kaum remaja yang berada di kota Solo dan sekitarnya terutama dalam hal dancing, singing, band, modelling, dan lain sebagainya. Komunitas ini sudah beberapa kali mengadakan berbagai acara yang bertemakan budaya Korea dimana di dalamnya menampilkan berbagai pertunjukan dancing, singing dan lomba lainnya yang disesuaikan dengan artis atau idola yang ada di Korea.

13 B. PENELITIAN TERDAHULU Subkultur merupakan salah satu kajian dalam Sosiologi Budaya khususnya adalah Budaya Populer yang merupakan penolakan dari sebuah budaya mayoritas. Subkultur merupakan sebuah gerakan atau kegiatan atau kelakuan (kolektif) atau bagian dari kultur yang besar. Kata sub bermakna sebagai istilah dan menunjukkan perbedaan dengan jelas arus utama budaya dominan dalam masyarakat. Saat ini subkultur mulai merambah ke setiap bidang kehidupan salah satunya dalam bidang kebudayaan. Subkultur mulai dinikmati oleh kalangan-kalangan minoritas yang pada umumnya menentang hal-hal yang biasa ada di kalangan mayoritas. Fenomena ini tentunya menimbulkan reaksi positif dan negatif. Dalam hal ini penulis mengulas mengennai difusi budaya pop Korea dan perilaku sosial masyarakat subkultur dalam menjaga eksistensi mereka. Kini penelitian yang berkenaan dengan kebudayaan telah banyak dilakukan baik oleh kalangan peneliti, dosen, mahasiswa atau pihak-pihak yang berkepentingan lainnya. Hasil penelitian tersebut nantinya bisa dijadikan acuan bagi peneliti lain dalam melakukan penelitian serupa atau bahkan dijadikan pertimbangan oleh pemerintah atau pihak yang berwenang dalam mengkaji subkultur budaya populer ini. Sebuah penelitian dengan judul Kebudayaan Populer Korea : Hallyu dan Perkembangannya di Indonesia oleh Nesya Amellita (2010) menjadi salah satu rujukan penulis. Penelitian ini mengulas bahwa Korea sukses mengemas produk budaya mereka menjadi komoditas ekspor yang potensial. Padahal sebelumnya Korea hanyalah importir produk budaya negara lain. Kesuksesan invansi budaya pop Korea sampai ke luar batasbatas wilayah negara lain menjadi Korea sebagai pusat budaya pop baru di Asia, khususnya di Indonesia, yang dulu didominasi oleh Jepang. Keberhasilan Hallyu membuka peluang bagi Korea untuk meningkatkan investasi mereke di bidang pariwisata, pendidikan, hubungan diplomatik dengan negara lain serta kehidupan sosial. Kebijakan-kebijakan terbuka yang dilansir pemerintah Korea sangat membantu keberhasilan Hallyu.

14 Manajemen serta strategi pemasaran pemerintah Korea menjadi penyebab utama Hallyu mampu menggeser posisi budaya pop yang sebelumnya pernah berkembang di Indonesia. Selain itu, konten serta teknik pengemasan budaya pop Korea yang berbeda dengan budaya pop lainnya membuat Hallyu semakin mendapatkan tempat di hati masyarakat Indonesia. Hallyu dengan mudah dapat diterima di Indonesia karena masyarakat Indoneis cenderung mampu beradaptasi dengan budaya asing yang masuk. Apalagi produk-produk budaya Korea dikemas dengan gaya global sehingga mudah dimengerti dan diterima oleh khalayak luar. Penelitian yang lain yang berjudul K-Pop Dan Identitas Diri : Studi Kasus Pembentukan Identitas Diri Dalam Fandom di Kalangan Penggemar K-Pop di Solo oleh Dhyanayu Luthfia (2013) menjadi rujukan lain peneliti dalam menulis skripsi ini. Penulisan ini mengulas tentang bagaimana penggemar K-Pop menggunakan konsep identitas I dan Me dalam kehidupan sehari-harinya. Dalam pembentukan identitas pribadi (I) penggemar K-Pop di Kota Solo ditemukan berbagai macam alas an mengapa mereka menyukai K-Pop. Berbagai alasannya di antara lain adalah karena music, fisik, style dan fashion, kepribadian, proses training, konsep dan video klip. Mereka meniru idola mereka dalam berperilaku dan berpenampilan, mengikuti style dan fashion, belajar bahasa Korea, meniru tarian, menyukai makanan Korea, hingga menjadikan idola K-Pop sebagai inspirasi dan motivasi sehingga para penggemar Korea tersebut membentuk identitas pribadinya. Selain itu penggemar K-Pop juga menjadi konsumen benda-benda memorabilia idola. Setelah melakukan adopsi, penggemar merasakan perubahan pada diri secara pribadi. Mereka merasa lebih stylish, menjadi lebih rajin menabung, berubahnya selera music, menambah lingkup pertemanan hingga mempunyai khayalan tentang idolanya. Dalam penelitian ini juga membahas mengenai pembentukan identitas kelompok (Me) di kalangan penggemar K-Pop di Kota Solo. Dalam pembahasan ini dapat disimpulkan bahwa para penggemar Korea

15 ini melakukan berbagai kegiatan dengan fandom K-Pop yang mereka lakukan di tempat umum seperti restoran agar masyarakat umum mengetahui keberadaan mereka. Selain itu penggemar Korea ini juga menyaksikan berbagai konser K-Pop yang diadakan di Indonesia. Fandom atau kelompok pecinta Korea berdasarkan artis yang mereka sukai ini juga mengadakan berbagai kegiatan seperti gathering dan flash mob. Pada berbagai kegiatan ini biasanya para penggemar Korea memakai dress code atau property yang biasa idol mereka gunakan. Perilaku ini sebagai wujud dukungan penggemar terhadap idolanya. Pembahasan terakhir tentang penelitian ini adalah mengenai pergeseran antara identitas pribadi (I) dan identitas kelompok (Me). Ketika proses pembentukan identitas pribadi (I) dan identitas kelompok (Me) berlangsung terdapat pergeseran-pergeseran yang timbul. Berbagai aturan yang ada di dalam fandom ternyata menimbulkan ketidaknyamanan bagi beberapa penggemar Korea ini. Dengan aturan memakai dress code, penggemar merasa kehilangan jati dirinya. Mereka menolak untuk mengikuti aturan tersebut. Namun mereka tetap menjadi penggemar K-Pop dengan selalu memberikan dukungan seperti membeli album, mengikuti berita-berita idol K-Pop, mengikuti gathering dan tetap menyaksikan konser. Namun bagi sebagian besar penggemar K-Pop, mengikuti aturan yang berlaku dengan selalu menggunakan dress code saat gathering dan konser, membawa lightstick dan banner saat konser merupakan kebanggaan tersendiri. Selain merasa mampu memberikan dukungan terhadap idolanya, mereka beranggapan dengan melakukan hal tersebut dapat menunjukkan kepada lingkungan siapa diri mereka. Bagi penggemar fanatic K-Pop ini, menunjukkan eksistensi melalui atribut yang dikenakan kepada lingkungan adalah sebuah kebutuhan. Mereka yang telah sepenuhnya menjadi penggemar Korea berusaha menyebar luaskan demam K-Pop kepada keluarga, teman dan lingkungan di sekitarnya. Tak jarang hal tersebut membawa dampak negatif kepada mereka. Terkadang

16 penggemar K-Pop harus menomor duakan aktifitas sehari-hari demi kegiatan K-Pop. Selain itu pandangan negatif juga banyak mereka terima. Dilihat dari hasil penelitian ini, identitas kelompok (Me) akan lebih kuat dan mengikat ketika mereka berkumpul bersama di dalam fandom. Saat berada di luar fandom, identitas kelompok yang mereka pertahankan akan lebih rapuh. Mereka akan lebih mudah berubah dan kembali pada identitas pribadi (I) ketika berada di luar fandom. Selain itu dalam penelitian ini seperti yang dikatakan oleh Joli Jensen mengenai fandom sebgai sebuah penyimpangan (pathology), dapat dibuktikan dengan segala tindakan yang dilakukan oleh penggemar dalam fandom K-Pop. Mereka melakukan kegiatan dengan segala nilai-nilai yang diterapkan, seperti mengenakan pakaian dan aksesori K-Pop, dan merasa bangga akan hal itu. Di mana hal tersebut tidak mungkin dilakukan oleh orang di luar fandom. Dalam sebuah jurnal internasional yang berjudul Korean Wave : Enjoyment factors of Korean dramas in the U.S dari International Journal of Intercultural Relations oleh Lisa M. Chuang dan Hye Eun Lee (2013) bahwa drama Korea juga meraih populeritas di Amerika Serikat. Populeritas drama Korea di AS dapat dikaitkan dengan beberapa hal. Pertama, stasiun Korea lokal seperti KBFD, di Hawaii, California, dan New York adalah perintis dalam menempatkan sub judul bahasa Inggris pada drama untuk menarik khalayak yang lebih luas. Selain itu, mereka mengandung alur cerita yang berakar pada situasi keluarga kehidupan nyata, karakter yang mengalahkan rintangan, dan fi nite de mengakhiri episode dibandingkan dengan inde fi nite Amerika sinetron (Chun, 2005). Akhirnya, datang dengan cerita-garis yang mencakup karakter yang penonton mampu mengembangkan disposisi yang kuat terhadap juga dapat berkontribusi untuk khalayak Amerika tumbuh. Jurnal internasional selanjutnya berjudul Influence of Populer Culture on Special Interest Tourists` Destination Image dari Tourism Management oleh So Jung Lee dan Billy Bay (2015) dalam kaitannya

17 dengan hubungan antara perilaku konsumen dan citra tujuan turis dapat dibagi menjadi 3 tahap: tahap kunjungan sebelumnya, selama kunjungan dan setelah kunjungan. Mengenai tahap pra-kunjungan, gambar tujuan memengaruhi para tentions di- dan keputusan dari wisatawan potensial karena produk tujuan tidak berwujud dan pengetahuan yang terbatas. Terutama, citra positif yang kuat dari tujuan dapat memainkan peran penting dalam niat seorang musafir untuk mengunjungi tujuan (Alhemoud & Armstrong, 1996; Hunt, 1975; Ross, 1993). Kaitannya dengan waktu turis selama kunjungan seperti tinggal wisatawan lebih lama, mereka memiliki lebih banyak kesempatan untuk mendapatkan persepsi yang lebih benar dari tempat yang ingin mereka kunjungi. Ross (1993) melaporkan bahwa sikap tujuan warga adalah faktor yang paling penting yang mempengaruhi pengalaman turis dan pembentukan citra mereka selama kunjungan mereka. Dalam kaitan dengan perilaku pasca kunjungan, Alhemoud dan Armstrong (1996) dan Fakeye dan Crompton (1991) dibahas kepuasan tujuan dengan memeriksa hubungan antara harapan kunjungan pra- wisatawan dan pengalaman nyata selama kunjungan. Milman dan Pizam (1995) dan Ross (1993) meneliti dampak dari gambaran destinasi dihasilkan oleh pengalaman tujuan yang sebenarnya pada perilaku perjalanan masa depan. Mereka menemukan bahwa ada hubungan positif antara citra tujuan dan niat kunjungan kembali. Joppe dkk. (2001) membahas dimensi tujuan loyalitas tujuan terpengaruh seperti budaya dan transportasi. Jurnal internasional yang terakhir berjudul The effect of likability of Korean celebrities, dramas, and music on preterences for Korean restaurants: A mediating effect of a country image of Korea dari International Journal of Hospitality Management oleh Bum Jun Lee, Sunny Ham dan Dong Hoon Kim (2015) membahas mengenai musik yang digunakan sebagai alat promosi dalam menciptakan gambar dan kepentingan di Negara tertentu untuk tujuan pemasaran pariwisata. Dalam keadaan seperti itu, suku Korea generasi baru konsumen, agresif dalam

18 mengadopsi dan meniru gaya hidup Korea dalam bidang fashion, makanan dan pola konsumsi lainnya. Populasi ini biasanya belajar bahasa Korea dan membuat ziarah ke Korea. Sebagian besar orang pergi ke Korea disebabkan oleh dampak budaya populer Korea (Cho, 2005). Penelitian ini bertujuan untuk fokus pada selebriti, drama televisi, dan musik populer di kalangan segmen budaya populer Korea. Sebagai sarana berkolaborasi dengan budaya populer untuk promosi dari merek atau produk, pemasaran selebriti dan penempatan produk (PPL) adalah teknik pemasaran utama. Pemasaran selebriti mengacu pada pemasaran produk dan kegiatan promosi dari corporation sementara kontrak perusahaan dengan memanfaatkan dan selebriti untuk mendorong kepentingan konsumen. Pemasaran selebriti membuat dampak besar, khususnya, pada konsumen muda, seperti remaja akhir dan awal 20-an (Son et al., 2005). Selain itu, PPL adalah bentuk baru komunikasi iklan melalui mana produk korporasi secara alami terekspos di media gambar, seperti televisi drama sion, video musik, dan game online. Hasil PPL efek yang lebih besar, karena konsumen mengakui dan menerima PPL sebagai bagian dari isi bukan iklan itu sendiri (Su et al., 2011). Dilihat dari praktik industri, dua teknik pemasaran utama, pemasaran selebriti dan PPL, merupakan pemanfaatan modal manusia (hubungan selebriti) dan isinya, masing-masing. Selebriti dan isinya juga telah terbukti sebagai variabel independen dalam penelitian sebelumnya (Smith dan MacKay, 2001; Rajaguru, 2013). Sebuah studi (Rajaguru, 2013) dari selebriti, visual, efek vokal terpancar dari gambar gerak Korea pada kunjungan niat wisatawan 'untuk kunjungan dan aktual back- tetes juga didukung independensi variabel selebriti dan isi (efek visual dan efek vokal). Penelitian terdahulu dari jurnal nasional yang berjudul Representasi Budaya dalam Iklan Pariwisata (Analisis Semiotika pada Video Musik S.E.O.U.L dan Fly to Seoul) oleh Rotua Uly Inge 2012) membahas tentang video musik S.E.O.U.L dan Fly to Seoul

19 merupakan salah satu video promosi yang menjadikan pariwisata kota Seoul Korea Selatan sebagai objeknya. Video musik S.E.O.U.L dibintangi oleh boyband terkenal Super Junior dan girlband Girls Generation. Sedangkan video musik Fly to Seoul juga dibintangi oleh boyband terkenal 2PM. Pada proses representasi ada tiga prooses yang dilakukan. Pertama yakni level realitas. Dalam video ini ditunjukan kegiatan yang biasa masyarakat lakukan pada umumnya seperti berbelanja, bermain sepeda, memotret, menari, melukis dan hobi yang tidak semu orang lakukan pada umumnya. Hal ini mempunyai maksud bahwa Seoul menyedialan fasilitas yang lengkap dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Pada level kedua, pada kedua video ini sama-sama mengambil artis yang sedang terkenal di kala itu sebagai modelnya untuk menarik minat penonton. Pada level ketiga, bagaimana kegiatan-kegiatan tersebut dihubungkan dan diorganisasikan ke dalam koherensi sosial seperti kebudayaan suatu masyarakat. Jurnal nasional yang kedua berjudul Budaya Kaum Muda Perempuan Penggemar Boyband Korea (Sebuah Pendekatan Kriminologi Budaya) oleh Avokanti Nur Arimurti (2012) membahas berbagai macam bentuk kebudayaan para kaum muda perempuan penggemar Berbagai macam bentuk kebudayaan para kaum muda perempuan penggemar boyband Korea seperti terbentuknya fansclub boyband yang diidolakannya, menyerukan fanchat pada saat-saat tertentu seperti ketika melihat konser idolanya, membeli merchandise yang berhubungan dengan tokoh yang diidolakannya, memutar lagu boyband yang diidolakannya, memasang foto boyband foto yang diidolakannya, membuat proyek untuk sang boyband, melakukan stalking ataupun cyberstalking terhadap perkembangan boyband yang diidolakannya, menonton konser, larut dalam perasaan senang atau sedih ketika boyband mengalami hal yang menyenangkan atau menyedihkan, dan memiliki berbagai istilah dalam sebuah komunitas yang mereka ikuti.

20 Jurnal nasional yang terakhir berjudul Analisis Pengaruh Musik Korea Populer Terhadap Gaya Hidup Di Kalangan Remaja oleh Amalia Izzati (2013) membahas musik populer Korea yang sangat mempengaruhi gaya hidup kalangan remaja. Kemajuan teknologi dan keberadaan internet mempermudah kalangan remaja untuk mengakses musik Korea. Budaya Korea yang menjamur di Indonesia bukan hanya dijadikan sebagai hiburan tapi juga beralih menjadi gaya hidup sehari-hari. dari sekian banyak budaya Korea yang disuguhkan, yang paling diminati oleh kalangan remaja khususnya remaja putri adalah boyband Korea. Remaja Indonesia sangat menyukai musik Korea karena menjadi warna baru dalam musik. Artis Korea kebanyakan tidak hanya bisa menyanyi akan tetapi mereka juga menampilkan tarian enerjik yang menarik perhatian penonton. Remaja Indonesia yang menyukai budaya Korea tidak terlepas dari perubahan gaya hidup mereka, cara berpakaian dan bahasa mereka. Mereka juga lebih konsumtif untuk membeli pernak-pernak yang berbau Korea. Media sosial mereka juga lebih luas karena hanya dengan media sosiallah mereka dapat bertemu dan berinteraksi dengan idola mereka. C. LANDASAN TEORI Penulis menggunakan teori sosial postmodern dari Jean Baudrillard. Dalam buku Teori Sosiologi oleh Ritzer (2012; 1087) Jean Baudrillard melihat masyarakat kontemporer atau masyarakat saat ini tidak lagi didominasi oleh produksi, namun oleh media, model sibenertika dan sistem pengendali informasi hiburan dan industri pengetahuan telah dan lain sebagainya. Dapat dikatakan masyarakat telah bergeser dari masyarakat yang didominasi oleh mode produksi menuju masyarakat yang dikontrol oleh kode produksi. Tujuannya telah beralih dari eksploitasi dan laba ke arah dominasi oleh tanda dan sistem yang menghasilkannya.

21 Cara lain yang ditempuh Baudrillard, menggambarkan dunia postmodern bahwa dunia ini ditandai oleh simulasi, ketika pemisahan antara tanda dengan realitas mengalami implosi, sulit memperkirakan hal hal yang riil dari hal hal yang menyimulasikan hal hal riil. Baudrillard menggambarkan dunia ini sebagai Hipperealitas. Sebagai contoh, media mulai tidak lagi menjadi cermin realitas melainkan menjadi realitas atau bahkan lebih riil dari realitas (Ritzer, 2009 : 678 ). Hipperealitas adalah efek, keadaan atau pengalaman kebendaan dan atau ruang yang dihasilkan dari proses tersebut ( Piliang, 2003 : 150 ). Baudrillard mengungkapkan bahwa apa yang direproduksi dalam dunia hiperealitas tidak saja realiitas yang hilang, tetapi juga dunia tak nyata : fantasi, mimpi, ilusi, halusinasi atau science fiction. Hipperealitas adalah duplikat atau kopi dari realitas yang didekodifikasikan ( Piliang, 2003 : 152). Bagi Baudrillard, tidak ada tempat yang lebih hipperealis selain padang pasir, dan padang pasir ini adalah Amerika, Ini, tentunya hanya sebuah metafora yang digunakan Baudrillard untuk menerangkan aspek aspek halusinasi, khayalan dan fatamorgana yang telah menguasai kebudayaan Amerika. Di tengah pasir, seseorang dapat menyaksikan citra citra fatamorgana citra citra yang segera menghilang tatkala seseorang mendatanginya secara lebih dekat. Hal yang sama dapat dijumpai tatkala seseorang berada di depan televisi, film 3D, video, video game dan kini virtual reality lewat computer. Totalitas hidup seseorang ( kegembiraan, kesedihan, kesukaan, keberanian dan sebagainya) secara tak sadar terperangkap di dalam dunia hiperealisme media, namun apabila seseorang tersebut mencoba melihat media dengan kesadaran, maka ia akan menyadari bahwa apa yang ia saksikan tak lebih dari sebuah fantasi, fiksi, atau fatamorgana sebuah kesemuan (Piliang, 2003 : ).

22 Kalimat di atas dapat diuraikan bahwa Media, menjadikan manusia tenggelam dalam hipperealitas. Manusia mengalami sesuatu yang melebihi realitas dan semakin lama kehilangan realitas atau kehidupan sebenarnya yang riil. Contohnya ketika seseorang menonton sinetron atau drama di televisi. Ia tidak berinteraksi dengan siapapun, tetapi ia dapat menghayati isi cerita dalam sinetron tersebut misalnya ia menangis ketika cerita itu menyedihkan atau tertawa ketika ceritanya lucu seperti halnya ia menangis dan tertawa di dunia nyata atau realitas. Baudrillard juga mengungkapkan bahwa realitas dan hipperealitas sulit dibedakan dan bahkan hipperealitas dapat melebihi realitas sebenarnya. Contohnya adalah ketika seorang anak bermain permainan ( game ) jenis First Person Shooter yaitu model permainan perang dengan tampilan tangan dan senjata perang, istilahnya game tembak menembak. Di kehidupan sebenarnya anak tersebut tidak pernah mengikuti perang dan membunuh orang bahkan anak tersebut tidak mampu mengoperasikan senjata, tetapi dalam game itu, hanya dengan memencet beberapa tombol ia bisa menembak, mengisi peluru, menggunakan strategi berperang dan lain lain sampai pada membunuh musuh yang dianggap sebagai suatu kesenangan. Tanpa disadari anak tersebut tenggelam dalam kehidupan yang tidak nyata karena ketagihan dalam fantasi dan imajinasi yang disajikan game tersebut dan lambat laun mulai kehilangan kehidupan nyata atau riil dimana ia biasa bermain dengan teman temannya. Simulasi (simulation) adalah proses penciptaan bentuk nyata melalui model-model yang tidak asal-usul atau referensi realitasnya, sehingga menampakan manusia membuat yang supernatural, ilusi, fantasi, khayalan menjadi tampak nyata. Simulakrum (simulacrum) adalah sebuah duplikasi dari duplikasi, yang aslinya tidak pernah ada, sehingga perbedaan antara duplikasi dan asli menjadi kabur. Tanda (sign) adalah unsur dasar dalam semiotika dan komunikasi, yaitu segala sesuatu yang

23 mengandung makna, yang mempunyai dua unsur, yaitu penanda (bentuk) dan petanda (makna) (Piliang, 2003: 21). Simulasi adalah pola yang merajalela pada tahap sekarang yang dikontrol oleh kode. Simulasi sebagai model produksi penampakan dalam masyarakat konsumen, menurut Baudrillard, tidak lagi berkaitan dengan duplikasi ada (Being) atau substansi dari sesuatu yang diduplikasi, melainkan penciptaan melalui model-model sesuatu yang nyata yang tanpa asal usul atau realitas, hyperealitas (Piliang, 2003:132). Referensi dari duplikasi bukan lagi sekadar realitas, melainkan apa yang tidak nyata-yaitu fantasi. Oleh karena fantasi dapat disimulasi menjadi (seolah-olah) nyata, maka perbedaan antara realitas dan fantasi sebenarnya sudah tidak ada (Piliang, 2003:132). Melalui model produksi simulasi, tidak saja dapat dihasilkan objekobjek hipereal, akan tetapi juga dapat dilakukan proses kompresi, dekonstruksi, dan rekonstruksi ruang, sehingga memampukan manusia mengalami pengalaman ruang yang baru yaitu ruang simulacrum. Objekobjek simulasi-simulakrum-tak lebih dari facsimile dari petanda fiksi atau petanda yang hilang-kembarannya (lihat sebagai contoh King Kong, atau Terminator II, Superman, dan sebagainya). Petanda dari simulacrum adalah fantasi, ilusi, atau nostalgia (kita harus membedakan simulasi dengan realisme atau mimesis, karena yang belakangan masih berkaitan dengan representasi) (Piliang, 2003:133). Bagi Baudrillard, simulasi adalah proses atau strategi intelektual, sedangkan hiperealitas adalah efek, keadaan, atau pengalaman kebendaan dan atau ruang yang dihasilkan dari proses tersebut. Awal dari era hiperealitas, menurut Baudrillard, ditandai dengan lenyapnya petanda, dan metafisika representasi; runtuhnya ideologi, dan bangkrutnya realitas itu sendiri, yang diambil alih oleh duplikasi dari dunia nostalgia dan fantasi,

24 atau, (realitas) menjadi realitas pengganti realitas, pemujaan (fetish) objek yang hilang bukan lagi objek representasi, akan tetapi ektase penyangkalan dan pemusnahan ritualnya sendiri (Piliang, 2003:135). Dunia hiperealitas adalah dunia yang disarati oleh silih bergantinya reproduksi objek-objek simulacrum-objek-objek yang murni penampakan, yang tercabut dari realitas sosial masa lalunya, atau sama sekali tak mempunyai realitas sosial sebagai referensinya (Piliang, 2003:136). Kaitan teori dalam penelitian ini adalah ketika apa yang para remaja sukai ketika mereka melihat artis Korea merupakan penjelmaan sebagai sosok yang secara tidak langsung mereka kagumi. Mereka hanya bisa menjumpai artis Korea ini hanya sebatas melalui media sosial. Banyak berita yang memberitakan kegiatan mereka sehari-hari, apa yang sedang mereka lakukan, dan berbagai foto tiap harinya dapat mereka dapatkan dengan mudah hanya dengan mengikuti fanpage yang ada di facebook, twitter, instagram, line, dan media sosial yang lainnya. Tidak sedikit artis Korea yang memiliki akun sosial pribadi. Hal ini menjadi semakin mudahnya para fans berinteraksi dengan idola mereka. Tidak hanya foto dan berita yang bisa mereka lihat. Para artis Korea juga mengunggah berbagai video aktivitas mereka melalui youtube, vapp dan media sosial berbasis video lainnya. Para Kpopers biasanya tidak hanya melihat music video artis mereka. Music video hanyalah hal biasa. Mereka akan semakin menyukai para artis Korea jika mereka sudah melihat bagaimana karakter dan tingkah laku mereka melalui acara reality show atau berbagai video yang menunjukkan aktivitas mereka. Dalam berbagai video yang mereka lihat dan melihat bagaimana tingkah laku para idola mereka, para Kpopers ini tidak sedikit yang meniru apa yang mereka lakukan dan mereka terapkan dalam kehidupan nyata sehari-hari. Mulai dari pakaian, tas, sepatu, make up apa yang mereka

25 kenakan. Tidak hanya benda yang mereka tirukan, akan tetapi berbagai kebiasaan maupun gaya mereka berbicara atau melucu. Kpopers biasanya didominasi oleh para remaja putri. Banyaknya boyband Korea yang memiliki wajah tampan dan mempunyai karakter yang unik, membuat para remaja ini memiliki seorang sosok baru yang mereka jadikan patokan sebagai pria idaman. Ketika mereka melihat para artis Korea muncul di layar kaca, mereka akan tersenyum sendiri bahkan berteriak kegirangan. Mereka juga akan menangis jika terjadi hal buruk para artis idola mereka. Perilaku dan perasaan seperti inilah yang akan penulis kaitan dengan teori postmodern oleh Jean Baudrillad. Ketika para Kpopers menganggap bahwa artis idola mereka sebagai realita yang mereka jumpai di dunia nyata. Padahal para kenyataannya mereka sehari-harinya hanya menjumpai mereka di dunia maya dan hanya menonton mereka lewat video. Mereka tidak bisa menjumpai artis idola mereka kecuali mereka menonton pertunjukan mereka seperti konser, fan meet ataupun kunjungan lainnya. Itupun jika mereka membeli tiket atau memliki akses untuk menemui mereka. Mereka terlalu menanggapi apa yang terjadi pada artis idola mereka. Setiap hari, setiap jam mereka buka sosial media dan mencari tahu apa yang sedang terjadi. Media sosial menjadi sangat penting peranannya untuk bisa melihat idola mereka. Intensitas para Kpopers mengakses media sosial dan terus berinteraksi dengan sesama penggemar Korea mengakibatkan mereka teralinasi sendiri oleh dunia nyatanya. Apa yang mereka perbincangkan sehari-hari dengan teman hanyalah tentang artis Korea. Apa yang sedang mereka lakukan, kekonyolan apa yang mereka lakukan, lagu apa yang baru saja muncul dan lain sebagainya.

26 Para Kpopers ini seolah-olah lupa akan dunia nyatanya yang tidak hanya sebatas tentang idola mereka. Dalam kehidupan nyata mereka, mereka tertawa dan menangis karena idola mereka. Mereka terjebak di dalam emosi yang mereka lihat di sosial media yang memuat kabar dari artis Korea. Artis Korea yang hanya bisa mereka lihat lewat dunia maya seolah-olah menjadi seseorang yang sangat mempengaruhi hidup mereka sampai di dunia nyata. Bahkan dunia maya mereka bisa lebih nyata daripada dunia nyata. Mereka berkhayal bisa memiliki seorang pendamping seperti apa yang mereka sukai seperti idola mereka. Khayalan mereka tidak hanya sebagai pendamping, ada juga hanya sebatas teman, sahabat, bahkan ada juga yang lebih ekstrim seperti khayalan layaknya hubungan suami istri. Mereka akan sangat menyukai jika ada kembaran atau orang yang sedikit mirip dengan artis idola mereka yang mereka temui di dunia nyata. Biasanya ada orang atau sekelompok orang yang mengikuti gaya para artis Korea dan menunjukkannya di depan umum. Biasanya ini terjadi di kalangan boyband. Banyak sekali kopian dari boyband Korea. Kopian yang biasa mereka lakukan adalah dengan menari dan berpakaian selayaknya boyband Korea. Hal ini sangat menarik minat Kpopers yang tidak bisa melihat boyband yang asli. Setidaknya mereka merasakan atmosfer ketika menonton konser dengan penonton yang banyak dan dengan yel-yel yang biasa mereka ucapkan ketika konser. Dengan hiperialitas yang dialami oleh para Kpopers ini, merupakan alasan mengapa peneliti ingin meneliti tentang representasi budaya pop Korea dalam masyarakat subkultur di Kota Surakarta.

27 D. KERANGKA PEMIKIRAN Salah satu dampak dari globalisasi adalah munculnya suatu budaya populer yang mengakibatkan adanya suatu masyarakat subkultur. Banyak media yang digunakan dalam mempopulerkan budaya pop Korea yaitu berupa media film, drama, musik dan lagu, gaya berbusana, makanan, pariwisata, dan lain-lain. Di dalam semua itu terdapat pengetahuan, informasi, makna dan simbol-simbol tertentu. Salah satu kelompok terkena dampak budaya pop biasa disebut dengan Kpopers. Pengetahuan dan pemahaman mereka terhadap budaya pop Korea hanyalah sekedar sebuah produk hiburan. Sehingga sikap Kpopers terhadap budaya pop Korea tidak signifikan. Namun ketika Kpopers sudah mulai intensif dan memahami simbol-simbol yang ada di dalam budaya pop Korea, maka akan muncul perubahan pengetahuan dan pemahaman baru terhadap budaya pop Korea. Perubahan pengetahuan dan pemahaman Kpopers ini pada akhirnya juga akan mengubah pemaknaan dan sikap Kpopers dalam aktivitas kesehariannya. Perubahan sikap inilah yang akan memunculkan perubahan tindakan para penggemar budaya pop Korea dalam kehidupan sehari-harinya. Hal ini terutama akan terlihat jelas pada suatu komunitas. Suatu wadah dimana di dalamnya memilki kesukaan yang sama. Bagaimana mereka akan mewujudkan gagasan yang ditampilkan budaya pop Korea dalam komunitas dan bagaimana simbol yang ditampilkan budaya pop Korea dalam masyarakat subkultur di Kota Surakarta.

28 Bagan II. 1: Kerangka Berpikir Kpopers (Masyarakat Subkultur) Representasi budaya pop Korea dalam masyarakat subkultur di Kota Surakarta Dimensi Internal Perwujudan gagasan yang ditampilkan budaya pop Korea dalam komunitas Universe Cover Ease Entry (U-Cee) di Kota Surakarta Simbol yang ditampilkan budaya pop Korea dalam masyarakat subkultur di Kota Surakarta Dimensi EKsternal Dampak

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Menurut Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 32 Tentang Kebudayaan ayat 1 bahwa Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Representai Budaya Pop Korea dalam Masyarakat Subkultur Di Kota Surakarta

BAB V PENUTUP. 1. Representai Budaya Pop Korea dalam Masyarakat Subkultur Di Kota Surakarta BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai Representasi Budaya Pop Korea dalam Masyarakat Subkultur (Studi Fenomenologi Pada Universe Cover Ease Entry (U-CEE)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi budaya pop Korea yang biasa dikenal dengan Korean Wave,

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi budaya pop Korea yang biasa dikenal dengan Korean Wave, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi budaya pop Korea yang biasa dikenal dengan Korean Wave, berhasil mempengaruhi sebagian besar masyarakat dunia dengan cara memperkenalkan atau menjual produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Korea menghasilkan sebuah fenomena demam budaya Korea di tingkat. global, yang biasa disebut Korean wave. Korean wave atau hallyu

BAB I PENDAHULUAN. Korea menghasilkan sebuah fenomena demam budaya Korea di tingkat. global, yang biasa disebut Korean wave. Korean wave atau hallyu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan pemerintah Korea Selatan dalam penyebaran budaya Korea menghasilkan sebuah fenomena demam budaya Korea di tingkat global, yang biasa disebut Korean

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini Korean Wave atau Demam Korea sangat digemari di Indonesia, popularitas budaya Korea di luar negeri dan menawarkan hiburan Korea yang terbaru yang mencakup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkait dengan merebaknya popularitas K-pop dengan cepat dinegeri tirai bambu

BAB I PENDAHULUAN. terkait dengan merebaknya popularitas K-pop dengan cepat dinegeri tirai bambu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Istilah hallyu, pertama kali dimunculkan oleh para jurnalis di Beijing terkait dengan merebaknya popularitas K-pop dengan cepat dinegeri tirai bambu tersebut. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemunculannya sebuah kebudayaan baru yang kelihatan lebih atraktif,

BAB I PENDAHULUAN. kemunculannya sebuah kebudayaan baru yang kelihatan lebih atraktif, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tergesernya budaya setempat dari lingkungannya disebabkan oleh kemunculannya sebuah kebudayaan baru yang kelihatan lebih atraktif, fleksibel dan mudah dipahami sebagian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan berkomunikasi dengan manusia lainnya dalam kehidupan sehari-hari, baik itu

I. PENDAHULUAN. dan berkomunikasi dengan manusia lainnya dalam kehidupan sehari-hari, baik itu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial, oleh sebab itu manusia pasti berinteraksi dan berkomunikasi dengan manusia lainnya dalam kehidupan sehari-hari, baik itu secara langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena pengidolaan Korean pop belakangan ini sedang banyak terjadi, Kpop atau

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena pengidolaan Korean pop belakangan ini sedang banyak terjadi, Kpop atau BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Fenomena pengidolaan Korean pop belakangan ini sedang banyak terjadi, Kpop atau juga dikenal dengan Hallyu atau Korean wave adalah istilah yang diberikan untuk

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 155 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI Pada bab ini, peneliti menyimpulkan hasil penelitian yang berjudul PENGARUH KOREAN WAVE TERHADAP PERUBAHAN GAYA HIDUP REMAJA (Studi Kasus terhadap Grup Cover

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serempak dari berbagai macam belahan dunia. Media massa merupakan saluran resmi untuk

BAB I PENDAHULUAN. serempak dari berbagai macam belahan dunia. Media massa merupakan saluran resmi untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini manusia sudah sangat bergantung pada media massa baik cetak maupun elektronik. Media massa hadir untuk mempermudah arus informasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu kebutuhan pokok setiap manusia, karena

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu kebutuhan pokok setiap manusia, karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan suatu kebutuhan pokok setiap manusia, karena manusia merupakan mahluk sosial yang membutuhkan manusia lain untuk dapat berlangsung hidup.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat mendunia. Menurut Korean Culture and Information Service (2011),

BAB I PENDAHULUAN. sangat mendunia. Menurut Korean Culture and Information Service (2011), BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Budaya Korea, terutama musik, telah menjadi sebuah fenomena yang sangat mendunia. Menurut Korean Culture and Information Service (2011), disebutkan bahwa debut

Lebih terperinci

PENGARUH BUDAYA KOREAN POP DALAM TAYANGAN TOP KPOP TV TERHADAP PERILAKU REMAJA DI BSD, KENCANA LOKA BLOK F1

PENGARUH BUDAYA KOREAN POP DALAM TAYANGAN TOP KPOP TV TERHADAP PERILAKU REMAJA DI BSD, KENCANA LOKA BLOK F1 PENGARUH BUDAYA KOREAN POP DALAM TAYANGAN TOP KPOP TV TERHADAP PERILAKU REMAJA DI BSD, KENCANA LOKA BLOK F1 Villia Octariana Putri Binus University, Jakarta, Indonesia Abstrak TUJUAN PENELITIAN Alasan

Lebih terperinci

2015 PENGARUH BUDAYA K-POP TERHADAP NASIONALISME REMAJA

2015 PENGARUH BUDAYA K-POP TERHADAP NASIONALISME REMAJA 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dewasa ini, negara-negara di dunia sedang mengalami perkembangan yang cukup pesat dalam berbagai hal. Perkembangan yang pesat ini kerap kali disebut globalisasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Jumlah Perbandingan Pengguna Media Sosial di Indonesia No Media Sosial Pengguna

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Jumlah Perbandingan Pengguna Media Sosial di Indonesia No Media Sosial Pengguna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi seperti saat ini banyak orang sibuk dengan ponselnya saat perjalanan di kereta, di ruang tunggu, bahkan ketika sedang makan. Mereka menganggap

Lebih terperinci

Representasi Budaya Pop Korea dalam Masyarakat Subkultur (Studi Fenomenologi pada Universe Cover Ease Entry (U-CEE) Komunitas Kpopers Kota Surakarta)

Representasi Budaya Pop Korea dalam Masyarakat Subkultur (Studi Fenomenologi pada Universe Cover Ease Entry (U-CEE) Komunitas Kpopers Kota Surakarta) Representasi Budaya Pop Korea dalam Masyarakat Subkultur (Studi Fenomenologi pada Universe Cover Ease Entry (U-CEE) Komunitas Kpopers Kota Surakarta) Dyah Ayuning Tyas Eko Saputri dyah8294@yahoo.com Surakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara harus memiliki Soft Power (kekuatan lunak). Kekuatan lunak memiliki

BAB I PENDAHULUAN. negara harus memiliki Soft Power (kekuatan lunak). Kekuatan lunak memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi, meningkatkan perekonomian dan memperluas kekuasaan tidak perlu lagi dilakukan dengan genjatan senjata atau peperangan. Jalan lain untuk

Lebih terperinci

dapat dilihat bahwa media massa memiliki pengaruh yang besar dalam

dapat dilihat bahwa media massa memiliki pengaruh yang besar dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang- Undang No 33 tahun 2009 dalam pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar peran minat terhadap perilaku pembelajaran budaya Korea.

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar peran minat terhadap perilaku pembelajaran budaya Korea. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian ini diawali oleh rasa penasaran peneliti ketika menghadiri sebuah konser boyband asal Korea Selatan yakni MBLAQ di MEIS, Ancol Jakarta pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Globalisasi sebagai sebuah fenomena saat ini semakin banyak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Globalisasi sebagai sebuah fenomena saat ini semakin banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi sebagai sebuah fenomena saat ini semakin banyak menimbulkan isu-isu dan permasalahan dalam hubungan antar negara, berbagai macam seperti permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup dengan orang lain dalam kesehariannya. Hal tersebut menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. hidup dengan orang lain dalam kesehariannya. Hal tersebut menciptakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki naluri untuk berinteraksi dan hidup dengan orang lain dalam kesehariannya. Hal tersebut menciptakan peradaban dan semenjak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. musik pop yang berasal dari Negara Korea. Menurut Chua dan Iwabuchi 2008

BAB I PENDAHULUAN. musik pop yang berasal dari Negara Korea. Menurut Chua dan Iwabuchi 2008 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah K-Pop yang merupakan singkatan dari Korean Pop adalah aliran genre musik pop yang berasal dari Negara Korea. Menurut Chua dan Iwabuchi 2008 (dalam Jung 2011

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan budaya yang didorong dengan kemajuan pesat pada perkembangan zaman, seringkali menghadirkan perubahan-perubahan baru yang membuat dunia takjub.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimakan oleh orang Korea. Di Jepang, fenomena Korean wave juga menjadi

BAB I PENDAHULUAN. dimakan oleh orang Korea. Di Jepang, fenomena Korean wave juga menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Budaya Korea sudah terkenal secara global di dunia mulai dari drama, boyband (grup musik pria), baju khas, hingga makanan-makanan yang biasa dimakan oleh orang Korea.

Lebih terperinci

2016 REPRESENTASI SENSUALITAS PEREMPUAN DALAM IKLAN

2016 REPRESENTASI SENSUALITAS PEREMPUAN DALAM IKLAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Parfum Casablanca merupakan produk perawatan tubuh yang berupa body spray. Melalui kegiatan promosi pada iklan di televisi, Casablanca ingin menyampaikan pesan bahwa

Lebih terperinci

HARAJUKU STYLE : KREATIVITAS DAN NILAI-NILAI HIDUP PARA PELAKU SENI COSPLAY PADA KOMUNITAS HARJUKJA DI KOTA SOLO

HARAJUKU STYLE : KREATIVITAS DAN NILAI-NILAI HIDUP PARA PELAKU SENI COSPLAY PADA KOMUNITAS HARJUKJA DI KOTA SOLO HARAJUKU STYLE : KREATIVITAS DAN NILAI-NILAI HIDUP PARA PELAKU SENI COSPLAY PADA KOMUNITAS HARJUKJA DI KOTA SOLO SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S 1 Psikologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. stasiun televisi lokal maupun luar negeri. Setiap harinya stasiun televisi

BAB I PENDAHULUAN. stasiun televisi lokal maupun luar negeri. Setiap harinya stasiun televisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini televisi telah berkembang secara pesat dan menjadi media yang dibutuhkan oleh masyarakat. Berbagai acara televisi dapat disaksikan baik dari stasiun televisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tahun 2005 merupakan tahun saat penulis memasuki masa remaja awal, yakni 15 tahun dan duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Pada saat itu, masa remaja

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini, peneliti menyimpulkan hasil penelitian berdasarkan analisis dan pengolahan data, serta hasil temuan yang diperoleh dari penelitian yang dilaksanakan di Komunitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik di Asia hingga dunia. Perkembangan Budaya Populer di Asia telah menjadi lebih

BAB I PENDAHULUAN. baik di Asia hingga dunia. Perkembangan Budaya Populer di Asia telah menjadi lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Fenomena Budaya Populer Korea saat ini telah merambah ke segala penjuru baik di Asia hingga dunia. Perkembangan Budaya Populer di Asia telah menjadi lebih aktif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rambut dan tata rias wajah yang mengusung gaya ketimuran khususnya tren

BAB I PENDAHULUAN. rambut dan tata rias wajah yang mengusung gaya ketimuran khususnya tren BAB I PENDAHULUAN Penelitian ini menjelaskan mengenai rencana bisnis salon perawatan rambut dan tata rias wajah Korean Beauty. Salon ini merupakan salon perawatan rambut dan tata rias wajah yang mengusung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu bagian terpenting dalam kehidupan bermasyarakat adalah interaksi atau komunikasi. Komunikasi memiliki peran yang sangat pnting pada era sekarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini manusia sedang berada dalam suatu era informasi, di mana segala aspek kehidupan tidak terlepas dengan informasi. Salah satunya adalah melalui media televisi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana hitam sering identik dengan salah dan putih identik dengan benar. Pertentangan konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada keberhasilan khalayak dalam proses negosiasi makna dari pesan yang

BAB I PENDAHULUAN. pada keberhasilan khalayak dalam proses negosiasi makna dari pesan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Film sebagai bagian dari media massa dalam kajian komunikasi masa modern dinilai memiliki pengaruh pada khalayaknya. Munculnya pengaruh itu sesungguhnya sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebarluaskan berita atau pesan kepada masyarakat. Dengan kata lain media massa adalah

BAB I PENDAHULUAN. menyebarluaskan berita atau pesan kepada masyarakat. Dengan kata lain media massa adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media massa merupakan sarana dan saluran resmi untuk mengkomunikasikan dan menyebarluaskan berita atau pesan kepada masyarakat. Dengan kata lain media massa adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. medium yang lain seperti menyebarkan hiburan, menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama,

BAB I PENDAHULUAN. medium yang lain seperti menyebarkan hiburan, menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama, BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Film pertama kali ditemukan pada abad 19, tetapi memiliki fungsi yang sama dengan medium yang lain seperti menyebarkan hiburan, menyajikan cerita, peristiwa, musik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cakupan konsumen hampir seluruh dunia. Tidak hanya dalam sektor tersebut, dalam

BAB I PENDAHULUAN. cakupan konsumen hampir seluruh dunia. Tidak hanya dalam sektor tersebut, dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Korea Selatan merupakan salah satu negara di kawasan Asia Timur dengan perkembangan pembangunan ekonomi yang cukup pesat. Korea Selatan juga telah dinobatkan menjadi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PARASOCIAL RELATIONSHIP

HUBUNGAN ANTARA PARASOCIAL RELATIONSHIP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jenis musik K-Pop kini semakin digandrungi di Indonesia. K-Pop atau Korean Pop adalah jenis musik populer yang berasal dari Korea Selatan. K-Pop adalah salah satu produk

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. di Indonesia ialah budaya korea. Budaya korea disebut juga Hallyu atau "Korean

Bab I Pendahuluan. di Indonesia ialah budaya korea. Budaya korea disebut juga Hallyu atau Korean Bab I Pendahuluan Latar Belakang Masalah Pada zaman globalisasi saat ini, salah satu budaya yang masih berkembang di Indonesia ialah budaya korea. Budaya korea disebut juga Hallyu atau "Korean Wave" adalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. CELEBRITY WORSHIP 1. Definisi Celebrity Worship Menyukai selebriti sebagai idola atau model adalah bagian normal dari perkembangan identitas di masa kecil dan remaja (Greene dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyuguhkan nilai-nilai dan penelitian normativ yang dibaurkan dengan berita dan

BAB I PENDAHULUAN. menyuguhkan nilai-nilai dan penelitian normativ yang dibaurkan dengan berita dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan media informasi seperti media elektronik dan cetak kian mendekatkan kita dengan arus informasi serta globalisasi yang kian deras. Media menyuguhkan

Lebih terperinci

INTISARI BAB I PENDAHULUAN

INTISARI BAB I PENDAHULUAN INTISARI Novel teenlit menjadi fenomena menarik dalam perkembangan dunia fiksi di Indonesia. Hal itu terbukti dengan semakin bertambahnya novel-novel teenlit yang beredar di pasaran. Tidak sedikit pula

Lebih terperinci

PERSEPSI MAHASIWA TERHADAP IKLAN LUX VERSI BANDAR UDARA ATIQAH HASIHOLAN. Ayu Maiza Faradiba. Universitas Paramadina

PERSEPSI MAHASIWA TERHADAP IKLAN LUX VERSI BANDAR UDARA ATIQAH HASIHOLAN. Ayu Maiza Faradiba. Universitas Paramadina PERSEPSI MAHASIWA TERHADAP IKLAN LUX VERSI BANDAR UDARA ATIQAH HASIHOLAN Ayu Maiza Faradiba Universitas Paramadina ABSTRAK Tujuan Penelitian: untuk mengetahui sejauh mana persepsi mahasiswa Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memaknai bahwa kebudayaan itu beragam. Keragamannya berdasarkan norma norma serta

BAB I PENDAHULUAN. memaknai bahwa kebudayaan itu beragam. Keragamannya berdasarkan norma norma serta BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebudayaan sebagai warisan leluhur yang dimiliki oleh masyarakat setempat, hal ini memaknai bahwa kebudayaan itu beragam. Keragamannya berdasarkan norma norma serta

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL PENELITIAN PENGARUH PENAYANGAN VIDEO KOREA TERHADAP BODY IMAGE WANITA YANG MENARIK PADA REMAJA PUTRI

ANALISIS HASIL PENELITIAN PENGARUH PENAYANGAN VIDEO KOREA TERHADAP BODY IMAGE WANITA YANG MENARIK PADA REMAJA PUTRI ANALISIS HASIL PENELITIAN PENGARUH PENAYANGAN VIDEO KOREA TERHADAP BODY IMAGE WANITA YANG MENARIK PADA REMAJA PUTRI Primadhina NPH, Wahyu Selfiana Harta, Leni Nurul Azizah, Fadhilla Dwi Utami Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa. Negara Indonesia di masa yang lampau sebelum. masa kemerdekaan media massa belum bisa dinikmati oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa. Negara Indonesia di masa yang lampau sebelum. masa kemerdekaan media massa belum bisa dinikmati oleh semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Balakang Masalah Media massa sudah menjadi bagian hidup bagi semua orang. Tidak dikalangan masyarakat atas saja media massa bisa diakses, akan tetapi di berbagai kalangan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, remaja hingga orang dewasa. Kerap kali di toko-toko buku atau pun

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, remaja hingga orang dewasa. Kerap kali di toko-toko buku atau pun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini tampaknya komik merupakan bacaan yang digemari oleh para anak-anak, remaja hingga orang dewasa. Kerap kali di toko-toko buku atau pun tempat persewaan buku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial yang saling berinteraksi dalam masyarakat, banyak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial yang saling berinteraksi dalam masyarakat, banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial yang saling berinteraksi dalam masyarakat, banyak individu menganggap bahwa tampil menarik di hadapan orang lain merupakan suatu hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lurus. Mereka menyanyikan sebuah lagu sambil menari. You are beautiful, beautiful, beautiful

BAB I PENDAHULUAN. lurus. Mereka menyanyikan sebuah lagu sambil menari. You are beautiful, beautiful, beautiful BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada suatu scene ada 9 orang perempuan dengan penampilan yang hampir sama yaitu putih, bertubuh mungil, rambut panjang, dan sebagian besar berambut lurus.

Lebih terperinci

RESUME SKRIPSI FAKTOR FAKTOR PENDORONG PERKEMBANGAN KOREAN WAVE DI JEPANG

RESUME SKRIPSI FAKTOR FAKTOR PENDORONG PERKEMBANGAN KOREAN WAVE DI JEPANG RESUME SKRIPSI FAKTOR FAKTOR PENDORONG PERKEMBANGAN KOREAN WAVE DI JEPANG Pada tahun 1990an istilah Hallyu atau Korean Wave menjadi populer di kawasan Asia Timur yang disebabkan oleh meledaknya musik pop

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan definisi budaya Edward T.Hall (1959) dalam Aloliliweri

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan definisi budaya Edward T.Hall (1959) dalam Aloliliweri BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Berdasarkan definisi budaya Edward T.Hall (1959) dalam Aloliliweri (2003: 8) yang menyebutkan bahwa budaya adalah alat kehidupan bagi manusia. Budaya juga dikatakannya

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. ditemukannya teknologi pencitraan tiga dimensi. Video game memiliki efek

BAB VI PENUTUP. ditemukannya teknologi pencitraan tiga dimensi. Video game memiliki efek BAB VI PENUTUP A. KESIMPULAN Paparan, analisis, dan argumentasi pada Bab-bab sebelumnya menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Video game merupakan permainan modern yang kehadirannya diawali sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya sekelompok laki-laki ataupun perempuan yang menari dan menyanyi

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya sekelompok laki-laki ataupun perempuan yang menari dan menyanyi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Munculnya sekelompok laki-laki ataupun perempuan yang menari dan menyanyi dalam penampilan mereka atau yang biasa disebut dengan boyband dan girlband menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di jaman sekarang ini budaya asing sangat besar pengaruhnya terhadap kebudayaan di Indonesia. Salah satunya adalah budaya Barat. Tetapi seiring berubahnya waktu,

Lebih terperinci

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemudahan kepada para remaja yang ingin mempelajari bahasa Korea/Hangeul

BAB I PENDAHULUAN. kemudahan kepada para remaja yang ingin mempelajari bahasa Korea/Hangeul BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan yang ingin dicapai dalam tugas akhir ini adalah memberikan kemudahan kepada para remaja yang ingin mempelajari bahasa Korea/Hangeul yang dikemas menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Televisi merupakan salah satu media komunikasi massa yang sangat penting dan menjadi salah satu kebutuhan hidup masyarakat. Televisi memiliki kelebihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Gisela Puspita Jamil, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Gisela Puspita Jamil, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Budaya Korea (Hallyu Wave) saat ini masih hangat diperbincangkan di media ataupun pada penggemarnya sendiri. Hallyu Wave ini pertama popular di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Televisi saat ini telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Televisi saat ini telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Televisi saat ini telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Televisi menampilkan gambar yang menarik dan menghibur, gambar televisi terkadang

Lebih terperinci

, 2015 FANATISME PENGGEMAR KOREAN IDOL GROUP PELAKU AGRESI VERBAL DI MEDIA SOSIAL

, 2015 FANATISME PENGGEMAR KOREAN IDOL GROUP PELAKU AGRESI VERBAL DI MEDIA SOSIAL BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesatnya kemajuan teknologi informasi di Indonesia berpengaruh sangat besar terhadap berbagai aspek kehidupan manusia, salah satunya adalah dengan masuknya budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sesuatu yang dapat dirasakan, dipikirkan, dan dihayati, dalam seni

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sesuatu yang dapat dirasakan, dipikirkan, dan dihayati, dalam seni BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Musik merupakan hasil karya seni yang mengekspresikan ide, dimana ide merupakan sesuatu yang dapat dirasakan, dipikirkan, dan dihayati, dalam seni musik, bunyi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Oxford University, 1997), Dieter Mack, Apresiasi Musik Musik Populer (Yogyakarta : Yayasan Pustaka Nusatama,

BAB I PENDAHULUAN. Oxford University, 1997), Dieter Mack, Apresiasi Musik Musik Populer (Yogyakarta : Yayasan Pustaka Nusatama, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Musik merupakan salah satu elemen yang tidak bisa dilepaskan dalam keseharian. Musik juga memberi ketenangan ketika seseorang sedang mengalami permasalahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggal masing-masing dengan kondisi yang berbeda. Manusia yang tinggal di

BAB I PENDAHULUAN. tinggal masing-masing dengan kondisi yang berbeda. Manusia yang tinggal di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bumi merupakan tempat tinggal seluruh makhluk di dunia. Makhluk hidup di bumi memiliki berbagai macam bentuk dan jenis yang dipengaruhi oleh tempat tinggal masing-masing

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penontonnya apa yang disebut Simulated Experiece, yaitu pengalaman yang

BAB 1 PENDAHULUAN. penontonnya apa yang disebut Simulated Experiece, yaitu pengalaman yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Televisi merupakan media yang dapat memberikan kepada khalayak penontonnya apa yang disebut Simulated Experiece, yaitu pengalaman yang didapat ketika melihat

Lebih terperinci

BAB 4 KESIMPULAN. Nonton bareng..., Rima Febriani, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 4 KESIMPULAN. Nonton bareng..., Rima Febriani, FIB UI, Universitas Indonesia dibayar. Di Eropa tempat duduk seperti ini biasanya dihuni petinggi klub, pejabat, atau konglomerat sementara suporter biasa duduk di tempat biasa. Ada pula semacam anggapan yang berlaku bahwa suporter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecil seperti inilah yang memunculkan ide dasar dunia kosmetika.

BAB I PENDAHULUAN. kecil seperti inilah yang memunculkan ide dasar dunia kosmetika. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Benni Yohanes, S. Sen., M. Hum. dalam bukunya berjudul Seni Tata Rias dalam Dimensi Sosial, pada dasarnya tata rias adalah sebuah seni dalam menciptakan keindahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hati, sikap, perasaan pikiran, ide, gagasan maupun informasi kepada orang lain

BAB I PENDAHULUAN. hati, sikap, perasaan pikiran, ide, gagasan maupun informasi kepada orang lain 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komunikasi begitu sangat penting di dalam kehidupan manusia, tidak ada yang tidak memerlukan komunikasi, dimana seseorang akan dapat menyampaikan isi hati,

Lebih terperinci

PERAN MEDIA SOSIAL TERHADAP GAYA HIDUP SISWA SMA NEGERI 5 BANDUNG

PERAN MEDIA SOSIAL TERHADAP GAYA HIDUP SISWA SMA NEGERI 5 BANDUNG Elsa Puji Juwita, Peran Media Sosial terhadap Gaya Hidup Siswa PERAN MEDIA SOSIAL TERHADAP GAYA HIDUP SISWA SMA NEGERI 5 BANDUNG Elsa Puji Juwita 1, Dasim Budimansyah 2, Siti Nurbayani 3 1 SMA PGRI Bandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena Hallyu (Korean Wave) mulai berkembang dan menjadi salah satu fenomena budaya pop yang hadir, tumbuh, dan berkembang di tengah-tengah masyarakat saat ini.hallyu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fashion merupakan hal yang memiliki berbagai macam arti. Fashion sendiri sebenarnya tidak hanya mengacu kepada gaya berbusana saja. Dengan kata lain, fashion merujuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. SD, mulai kelas 1-3 SD, antara umur 5-10 tahun. Selain itu dongeng juga

BAB I PENDAHULUAN. SD, mulai kelas 1-3 SD, antara umur 5-10 tahun. Selain itu dongeng juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dongeng merupakan kisah yang disampaikan dengan cara bercerita. Dongeng biasanya disampaikan dan dibacakan oleh guru TK, SD, mulai kelas 1-3 SD, antara umur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sudut pandang saja. Artinya, hampir semua kajian sosial selalu melibatkan komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. sudut pandang saja. Artinya, hampir semua kajian sosial selalu melibatkan komunikasi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hampir semua studi tantang manusia dan kehidupan, selalu berhubungan dengan komunikasi. Komunikasi memang selalu ada pada setiap kegiatan manusia. Banyak ahli yang membahas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Dangdut merupakan musik asli Indonesia yang memiliki banyak peminat.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Dangdut merupakan musik asli Indonesia yang memiliki banyak peminat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Dangdut merupakan musik asli Indonesia yang memiliki banyak peminat. Musik dangdut banyak dipengaruhi oleh musik melayu. Namun biasanya penikmat musik dangdut diidentikkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kegiatan ekonomi melibatkan produksi, distribusi, pertukaran dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam kegiatan ekonomi melibatkan produksi, distribusi, pertukaran dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat merupakan pelaku kegiatan ekonomi dimana masyarakat memenuhi kebutuhan hidup mereka terhadap barang dan jasa. Masyarakat dalam kegiatan ekonomi melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, dunia entertainment selalu dijadikan fenomena oleh

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, dunia entertainment selalu dijadikan fenomena oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dewasa ini, dunia entertainment selalu dijadikan fenomena oleh para masyarakat. Hal ini dikarenakan dunia entertainment dekat sekali dengan kehidupan sehari-hari masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi dan informasi membawa berbagai kemudahan bagi masyarakat untuk

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi dan informasi membawa berbagai kemudahan bagi masyarakat untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menunjukkan skala berkembang, tumbuh besar, mempercepat dan memperdalam dampak arus dan pola interaksi sosial antar benua (Held dan McGrew, 2002:12). Globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri dalam peradaban manusia. Dalam Popular Culture (Strinati, 2004:18),

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri dalam peradaban manusia. Dalam Popular Culture (Strinati, 2004:18), BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, Pop Culture atau budaya populer mulai mendapatkan tempat tersendiri dalam peradaban manusia. Dalam Popular Culture (Strinati, 2004:18), budaya populer diartikan

Lebih terperinci

ini menjadi tantangan bagi perusahaan karena persaingan semakin ketat dan Persaingan antar produsen ini juga terjadi di Indonesia.

ini menjadi tantangan bagi perusahaan karena persaingan semakin ketat dan Persaingan antar produsen ini juga terjadi di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi yang terjadi saat ini, konsumen cenderung semakin aktif dalam memberi produk yang mereka gunakan. Perilaku konsumen yang konsumtif menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia Maya sedang dihebohkan dengan fenomena PPAP (Pen Pineaple

BAB I PENDAHULUAN. Dunia Maya sedang dihebohkan dengan fenomena PPAP (Pen Pineaple BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia Maya sedang dihebohkan dengan fenomena PPAP (Pen Pineaple Apple Pen) yaitu sebuah video tarian dari seorang komedian Jepang yang lirik dan gaya menari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hlm. viii. 1 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: Lkis, 2001),

BAB I PENDAHULUAN. hlm. viii. 1 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: Lkis, 2001), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena modern yang terjadi di awal millennium ketiga ini yang lebih popular dengan sebutan globalisasi memberikan perubahan yang cukup signifikan dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu hubungan dalam kehidupan manusia, tidak pernah terlepas dari adanya

BAB I PENDAHULUAN. Suatu hubungan dalam kehidupan manusia, tidak pernah terlepas dari adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Suatu hubungan dalam kehidupan manusia, tidak pernah terlepas dari adanya komunikasi. Komunikasi adalah hubungan kontak antar dan antara manusia baik individu

Lebih terperinci

PENJAJAHAN TV TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK

PENJAJAHAN TV TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK PENJAJAHAN TV TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK Oleh : Lukman Aryo Wibowo, S.Pd.I. 1 Siapa yang tidak kenal dengan televisi atau TV? Hampir semua orang kenal dengan televisi, bahkan mungkin bisa dibilang akrab

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Dengan kemajuan ekonomi yang dialami Korea Selatan saat ini tidak lepas

BAB IV KESIMPULAN. Dengan kemajuan ekonomi yang dialami Korea Selatan saat ini tidak lepas BAB IV KESIMPULAN Dengan kemajuan ekonomi yang dialami Korea Selatan saat ini tidak lepas dari keputusan presiden Park Chung Hee untuk mengubah perekonomian yang pada awalnya beorientasi kearah impor menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era modern ini, perkembangan jaman yang semakin maju membawa kita untuk masuk ke dalam kehidupan yang tak lepas dari teknologi. Keberadaan teknologi yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin maju dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin maju dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin maju dan arus informasi yang menyajikan kebudayaan barat sudah mulai banyak. Sehingga masyarakat pada umumnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Judul Perancangan 2. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Judul Perancangan 2. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Judul Perancangan Film Pendek Passing note merupakan salah satu media Audio Visual yang menceritakan tentang note cinta yang berlalu begitu saja tanpa sempat cinta itu

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. 6.1 Perempuan Berdaya Bukanlah Mitos Belaka

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. 6.1 Perempuan Berdaya Bukanlah Mitos Belaka BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Perempuan Berdaya Bukanlah Mitos Belaka Ada sebuah lagu klise yang sudah lama bergema di Indonesia. Wanita dijajah pria sejak dulu kala 1, begitu penggalan liriknya. Saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Efek Rumah Kaca adalah nama sebuah band indie pop yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. Efek Rumah Kaca adalah nama sebuah band indie pop yang cukup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Efek Rumah Kaca adalah nama sebuah band indie pop yang cukup terkenal dengan lirik-lirik lagunya yang kritis atas fenomena sosial yang terjadi di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gaya berbusana, atau fashion secara etimologis fashion berasal dari bahasa Latin

BAB I PENDAHULUAN. gaya berbusana, atau fashion secara etimologis fashion berasal dari bahasa Latin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam kehidupan manusia tidak akan pernah lepas dari yang namanya gaya berbusana, atau fashion secara etimologis fashion berasal dari bahasa Latin factio,

Lebih terperinci

BAB 3 EKSISTENSI TIGA ALIRAN MUSIK POPULER CINA DALAM MUSIK CINA: SEBUAH ANALISIS

BAB 3 EKSISTENSI TIGA ALIRAN MUSIK POPULER CINA DALAM MUSIK CINA: SEBUAH ANALISIS BAB 3 EKSISTENSI TIGA ALIRAN MUSIK POPULER CINA DALAM MUSIK CINA: SEBUAH ANALISIS Seluruh dunia sejak tahun 1970an sedang mengalami sebuah tren baru di bidang musik, tren tersebut dikenal dengan musik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Komunikasi bukan hanya sebagai proses, melainkan komunikasi sebagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Komunikasi bukan hanya sebagai proses, melainkan komunikasi sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komunikasi bukan hanya sebagai proses, melainkan komunikasi sebagai pembangkitan makna (the generation of meaning). Ketika kita berkomunikasi dengan orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Korea Selatan merdeka dari penjajahan pada 15 Agustus 1945.

BAB I PENDAHULUAN. Korea Selatan merdeka dari penjajahan pada 15 Agustus 1945. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Korea Selatan merdeka dari penjajahan pada 15 Agustus 1945. Kemudian dalam waktu empat dekade sejak merdeka, negara tersebut berubah menjadi salah satu negara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memposting foto, melakukan update saat berada di suatu tempat dan lain

BAB I PENDAHULUAN. memposting foto, melakukan update saat berada di suatu tempat dan lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mahasiswa/i sering kali menggunakan media sosial path untuk mengutarakan konsep diri mereka. Cara yang dilakukan beraneka ragam seperti, memposting foto,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada zaman modern ini perkembangan teknologi sangat berkembang pesat

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada zaman modern ini perkembangan teknologi sangat berkembang pesat 2 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada zaman modern ini perkembangan teknologi sangat berkembang pesat khususnya perkembangan televisi dan radio. Banyaknya muncul radio dan televisi baru ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut tentu saja membawa dampak dalam kehidupan manusia, baik dampak

BAB I PENDAHULUAN. tersebut tentu saja membawa dampak dalam kehidupan manusia, baik dampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya zaman telah menunjukkan kemajuan yang tinggi dalam berbagai aspek kehidupan. Selain menunjukkan kemajuan juga memunculkan gaya hidup baru

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bahasanya. Bahasa setiap daerah memiliki style atau gaya tersendiri dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bahasanya. Bahasa setiap daerah memiliki style atau gaya tersendiri dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat penting dalam kehidupan individu untuk berinteraksi dengan orang lain. Bahasa dapat digunakan dalam berkomunikasi dengan yang lain, juga untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsep yang canggih namun juga tidak terlepas dari dunia hiburan, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. konsep yang canggih namun juga tidak terlepas dari dunia hiburan, termasuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesuksesan pemasaran sebuah produk tidak hanya tergantung dari konsep yang canggih namun juga tidak terlepas dari dunia hiburan, termasuk bintang iklannya. Banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan akan informasi dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan akan informasi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan akan informasi dan hiburan menjadi begitu penting bagi kita. Hampir setiap orang selalu menyediakan waktunya

Lebih terperinci