ANALISIS GENDER DALAM PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS GENDER DALAM PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH)"

Transkripsi

1 ANALISIS GENDER DALAM PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) (Kasus: Kelurahan Balumbang Jaya, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat) Oleh: VANI PRAVITA YULIANI I DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

2 ABSTRACT VANI PRAVITA YULIANI. THE GENDER ANALYSIS IN PERFORMING OF PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH). Case: Subdistrict of Balumbang Jaya, District of West Bogor, Subprovince of Bogor, Province of West Java (Suppervised by NURAINI W. PRASODJO). This research essentially to see and understand (1) performing of PKH; (2) relevance among desicion making type for allocation to lent fund program with benefit effectiveness program; (3) whatever factor that regard decision making type for allocation to lent fund program; and (4) relevance among associate role and availibility of health facility and education with benefit effectiveness program. The method of this research is using random sampling to decide the sample and use qualitative approach with in-depth interview and observation. Decision making type for allocation to lent fund program regard benefit effectiveness program. Education and state zoom works to constitute factor that regards decision making type for allocation to lent fund program. Associate role and availibility of health facility and eduacation regard benefit effectiveness program. Keywords: gender, PKH, desicion making type, benefit effectiveness program, education and state zoom works, associate role, availibility of health facility and education. ii

3 RINGKASAN VANI PRAVITA YULIANI. ANALISIS GENDER DALAM PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH). Kasus: Kelurahan Balumbang Jaya, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat (Di bawah bimbingan NURAINI W. PRASODJO). Studi ini bertujuan untuk mengkaji (1) pelaksanaan PKH di Kelurahan Balumbang Jaya; (2) hubungan antara tipe pengambilan keputusan Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) untuk alokasi dana PKH dengan efektivitas manfaat PKH; (3) faktor apa saja yang mempengaruhi tipe pengambilan keputusan RTSM untuk alokasi dana PKH; serta (4) hubungan antara peran pendamping dan ketersediaan fasilitas/pelayanan kesehatan serta pendidikan dengan efektivitas manfaat PKH. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan melalui metode survey (Singarimbun, 1989) dengan populasi semua RTSM peserta PKH dan sampel diambil secara acak untuk setiap kategori peserta. Adapun dalam pendekatan kualitatif, digunakan teknik wawancara mendalam dan observasi. Data penelitian ini terdiri atas data primer dan sekunder. Data primer merupakan semua variabel bebas dan tidak bebas yang tercantum pada Bagan Kerangka Pemikiran serta berbagai informasi mengenai pelaksanaan PKH yang didapatkan dari responden dan informan. Sementara itu, data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi dokumentasi tentang gambaran umum kelurahan yang menjadi lokasi penelitian serta dokumentasi dari internet dan Dinas Sosial Kota Bogor. Penelitian dilakukan di Kelurahan Balumbang Jaya, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penelitian dilaksanakan selama satu bulan, yaitu minggu ke-3 Februari hingga minggu ke-3 Maret Populasi pada penelitian ini adalah 93 RTSM peserta PKH di Kelurahan Balumbang Jaya. Sementara itu, sampel penelitian berjumlah 29 RTSM. iii

4 Data primer yang telah terkumpul diedit serta diolah ke dalam bentuk tabel frekuensi dan tabulasi silang. Sementara itu, tahapan analisis data kualitatif berupa klasifikasi data dari catatan lapangan. Pelaksanaan PKH dapat ditinjau dari lima aspek. Aspek-aspek tersebut terdiri atas (1) kelembagaan PKH, (2) peran pendamping, (3) ketersediaan fasilitas/pelayanan kesehatan, (4) ketersediaan fasilitas/pelayanan pendidikan, serta (5) Sistem Pengaduan Masyarakat (SPM). Ada tiga pihak yang berperan dalam pelaksanaan PKH di Kelurahan Balumbang Jaya, yaitu (1) Unit Pelaksana PKH (UPPKH) pusat (Departemen Sosial), (2) UPPKH kota (Dinas Sosial Kota Bogor), dan UPPKH kecamatan (PA dan BI selaku pendamping). Peran pendamping sendiri meliputi (1) kegiatan persiapan program, (2) tugas rutin, serta (3) kegiatan persiapan sebelum masa pencairan dana. Sementara itu, ketersediaan fasilitas kesehatan dan pendidikan mencakup jarak serta aksesibilitas kedua pelayanan tersebut. Adapun SPM PKH, berpusat di Dinas Sosial Kota Bogor. Dalam penelitian ini, ternyata efektivitas manfaat PKH di Kelurahan Balumbang Jaya cenderung tinggi. Studi ini menunjukkan bahwa tipe pengambilan keputusan RTSM untuk alokasi dana PKH mempengaruhi efektivitas manfaat PKH. Pada RTSM dengan tipe pengambilan keputusan yang setara, efektivitas manfaat PKH menjadi cenderung tinggi. Sementara itu, pada RTSM dengan tipe pengambilan keputusan didominasi oleh salah satu pihak, efektivitas manfaat PKH cenderung rendah. Pada penelitian ini, dominasi oleh salah satu pihak mengarah kepada dominasi isteri dalam setiap keputusan terkait penggunaan dana bantuan PKH. Tujuan ke-3 penelitian ini adalah mengkaji faktor apa saja yang mempengaruhi tipe pengambilan keputusan RTSM untuk alokasi dana PKH. Rasio tingkat pendidikan dan kontribusi ekonomi dalam rumah tangga (yang dilihat dari status bekerja) merupakan dua variabel yang diduga mempengaruhi tipe pengambilan keputusan RTSM tersebut. Studi Analisis Gender dalam PKH di Kelurahan Balumbang Jaya ini menunjukkan bahwa rasio tingkat pendidikan RTSM mempengaruhi tipe pengambilan keputusan untuk alokasi dana PKH. Pada rumah tangga dengan tipe rasio tingkat pendidikan salah satu pihak lebih tinggi, cenderung ada kesetaraan dalam kontrol RTSM responden terhadap iv

5 penggunaan dana PKH. Namun, pada RTSM yang memiliki tipe rasio tingkat pendidikan suami dan isteri sama-sama rendah, cenderung ada dominasi oleh isteri dalam kontrol RTSM terhadap alokasi dana PKH. Dalam hal ini, di lokasi penelitian tidak ditemukan RTSM responden yang memiliki rasio tingkat pendidikan sama-sama tinggi antara suami dan isteri. Berkenaan dengan variabel status bekerja, kontribusi ekonomi dalam rumah tangga mempengaruhi tipe pengambilan keputusan RTSM untuk alokasi dana PKH. Pada RTSM dengan tipe suami isteri sama-sama berkontribusi dalam rumah tangga, yang dilihat dari status bekerja, cenderung terjadi kesetaraan untuk pengambilan keputusan RTSM terkait alokasi dana PKH. Sementara itu, pada RTSM responden yang memiliki tipe salah satu pihak berkontribusi dalam rumah tangga, yang dilihat dari status bekerja, pengambilan keputusan untuk alokasi dana PKH cenderung didominasi oleh isteri. Selain faktor tipe pengambilan keputusan RTSM, efektivitas manfaat PKH juga dipengaruhi oleh tiga hal lain, yaitu peran pendamping serta ketersediaan fasilitas/pelayanan kesehatan dan pendidikan di Kelurahan Balumbang Jaya. PA dan BI sebagai pendamping PKH di Kelurahan Balumbang Jaya telah melaksanakan peran dengan baik. Jarak dan kondisi fasilitas kesehatan serta pendidikan pun telah mampu memenuhi kebutuhan RTSM responden peserta PKH. Dalam penelitian ini, penulis memberikan dua rekomendasi utama. Pertama untuk jangka pendek (terkait dengan pelaksanaan PKH), pemerintah seharusnya memetakan calon RTSM peserta PKH. Dana bantuan PKH sebaiknya diberikan kepada RTSM yang pengambilan keputusannya dalam rumah tangga setara. Kesetaraan ini menentukan pemilihan prioritas kebutuhan yang harus dipenuhi. Adapun rekomendasi kedua (untuk jangka panjang), pemerintah tetap harus melakukan penyadaran kesetaraan gender kepada RTSM. Kesetaraan pada pembuatan keputusan ini diperlukan agar suami isteri dapat bermitra dalam setiap program pembangunan. v

6 ANALISIS GENDER DALAM PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) (Kasus: Kelurahan Balumbang Jaya, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat) Oleh: VANI PRAVITA YULIANI I Skripsi Sebagai Bahan Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 vi

7 DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh: Nama : Vani Pravita Yuliani NRP : I Program Studi : Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Judul Skripsi : Analisis Gender dalam Program Keluarga Harapan (PKH) (Kasus: Kelurahan Balumbang Jaya, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat) dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing Ir. Nuraini W. Prasodjo, MS NIP: Mengetahui, Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Dr. Ir. Soeryo Adi Wibowo, MS NIP: Tanggal Lulus: vii

8 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ANALISIS GENDER DALAM PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) (KASUS: KELURAHAN BALUMBANG JAYA, KECAMATAN BOGOR BARAT, KOTA BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT) BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR- BANAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. Bogor, Juni 2010 Vani Pravita Yuliani I viii

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Palu pada 30 Juli 1988 dan merupakan anak pertama dari empat bersaudara, dari pasangan Dhoni Sukardono dan Silvana Siregar. Penulis menamatkan pendidikan di Sekolah Dasar (SD) Muhammadiyah 24 Jakarta Timur pada tahun Setelah itu, penulis menempuh pendidikan pada Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri (SLTPN) 216 Jakarta Pusat dan lulus tahun Pendidikan selanjutnya ditempuh di Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN) 68 Jakarta Pusat dan lulus pada tahun Setelah tamat SMU, melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB), penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan mengambil Major Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (KPM), Fakultas Ekologi Manusia (FEMA). Adapun Minor yang penulis pilih adalah Ilmu Konsumen. ix

10 UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan kesehatan dan rakhmat-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul Analisis Gender dalam Program Keluarga Harapan (PKH) (Kasus: Kelurahan Balumbang Jaya, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat). Tujuan Skripsi ini adalah mengkaji (1) pelaksanaan PKH di Kelurahan Balumbang Jaya; (2) hubungan antara tipe pengambilan keputusan RTSM untuk alokasi dana PKH dengan efektivitas manfaat PKH; (3) faktor apa saja yang mempengaruhi tipe pengambilan keputusan RTSM untuk alokasi dana PKH; serta (4) hubungan antara peran pendamping dan ketersediaan fasilitas/pelayanan kesehatan serta pendidikan dengan efektivitas manfaat PKH. Terdapat sejumlah pihak yang berperan dalam penulisan Skripsi ini. Oleh karena itu, perkenankan penulis untuk berterima kasih kepada: 1. Ir. Nuraini W. Prasodjo, MS selaku dosen pembimbing Skripsi, yang telah begitu sabar dalam memberikan bimbingan dan nasihat. 2. Dra. Winati Wigna, MDS yang telah bersedia untuk menjadi penguji utama dan memberikan banyak masukan bagi penyempurnaan Skripsi ini. 3. Martua Sihaloho, SP., MSi. selaku dosen penguji dari Departemen Sains KPM, yang telah memberikan masukan untuk Skripsi ini. 4. Ir. Siti Sugiah Mugniesyah, MS selaku dosen pembimbing Studi Pustaka. 5. Dr. Ekawati Sri Wahyuni, MS selaku dosen pembimbing akademik atas kesabaran dan bimbingannya. 6. Papa Dhoni Sukardono, Mama Silvana Siregar, serta adik-adik (Sari, Rizky, dan Faisal) atas doa dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi tepat waktu. 7. Dr. Sonny Suwarsono atas doa, dukungan, dan bantuan selama penulis mengalami masa-masa sulit. 8. Yanuar Hotmatua Simamora, S. Si., atas kasih sayang, kesabaran, bantuan, dukungan, dan nasihat selama ini. 9. Dinas Sosial Kota Bogor dan Unit Pelaksana Program Keluarga Harapan (UPPKH) Kecamatan Bogor Barat. x

11 10. Seluruh responden dan informan penelitian di Kelurahan Balumbang Jaya. 11. Ibu Zulfa Ariany, Ibu Arta, dan Mbak Dina dari Badan Pusat Statistik (BPS) serta Mbak Ayu dari Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan (Menneg PP) atas bantuan dalam memberikan informasi berkenaan dengan kependudukan dan gender. 12. Teman-teman sesama mahasiswa akselerasi KPM 43: Sita, Vio, Nadra, Ayu, Ega, Arif, Mian, Indra, Noval, Riri, Yuni, Annisa, Aji, Lingga, Adha, Ika, dan Nadia atas dukungan dan semangat selama menyelesaikan Studi Pustaka dan Skripsi. 13. Teman-teman KPM 43 yang telah memberikan bantuan, dukungan, dan mendengarkan keluh kesah penulis: Asri, Aliyatur, Dewi, Maulani, Yuli, Ratna Fadillah, Nirmala, Nova, Dya, teman-teman kontrakan, Selly, Rizman, dan semua KPM Kakak-kakak KPM 42: Tubagus, Gilang, Ika Puspita, Furqon, Liza, dan Novi atas dukungan serta pengalaman yang diberikan kepada penulis dalam menyusun Studi Pustaka dan Skripsi. 15. Sahabat-sahabat di Kos Regina: Kak Vivin, Citra, dan Deka. 16. Civitas akademis Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat yang telah memberikan pengajaran yang terbaik, juga kepada seluruh staf penunjang (khususnya Mbak Maria dan Mbak Ica) yang telah membantu segala administrasi selama perkuliahan. 17. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis menyadari kekurangan yang ada pada Skripsi ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bermanfaat guna perbaikan mutu Karya Ilmiah ini. Bogor, Februari 2010 Penulis xi

12 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... xii DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xvi BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian... 8 BAB II. PENDEKATAN TEORITIS Program Keluarga Harapan (PKH) Kelembagaan PKH Komponen Pendamping Komponen Pelayanan Kesehatan Komponen Pelayanan Pendidikan Komponen Sistem Pengaduan Masyarakat (SPM) Gender dan Pembangunan Konsep Gender Perspektif-Perspektif Feminisme Ragam Kebijakan Pembangunan Gender Kaitan antara Perspektif Feminisme dan Kebijakan Pembangunan Gender dengan PKH Teori Pengambilan Keputusan Hasil Penelitian yang Berorientasi Gender Kerangka Pemikiran Definisi Konsep dan Definisi Operasional Variabel xii

13 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Metode Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Pemilihan Subjek Penelitian Metode Analisis Data BAB IV. GAMBARAN UMUM KELURAHAN BALUMBANG JAYA Keadaan Umum Kelurahan Balumbang Jaya Kondisi Geografis Sumberdaya Alam (SDA) Kondisi Demografi Karakteristik RTSM Responden Status Bekerja (Aspek Ekonomi) Suami Isteri Rasio Tingkat Pendidikan Suami Isteri Kriteria RTSM Penerima PKH BAB V. PELAKSANAAN PKH DI KELURAHAN BALUMBANG JAYA Kelembagaan PKH Peran Pendamping Ketersediaan Fasilitas/Pelayanan Kesehatan Ketersediaan Fasilitas/Pelayanan Pendidikan Sistem Pengaduan Masyarakat (SPM) BAB VI. ANALISIS EFEKTIVITAS MANFAAT PKH Efektivitas Manfaat PKH Definisi dan Ukuran Efektivitas Manfaat PKH dalam Penelitian Efektivitas Manfaat PKH RTSM Responden di Kelurahan Balumbang Jaya xiii

14 6.2 Analisis Tipe Pengambilan Keputusan RTSM untuk Alokasi Dana PKH Definisi dan Tipe Pengambilan Keputusan Rumah Tangga Hubungan Tipe Pengambilan Keputusan RTSM Responden untuk Alokasi Dana PKH dengan Efektivitas Manfaat PKH Analisis Faktor Pengaruh pada Tipe Pengambilan Keputusan RTSM Responden untuk Alokasi Dana PKH Rasio Tingkat Pendidikan Suami Isteri Status Bekerja Suami Isteri Analisis Kualitatif Terhadap Efektivitas Manfaat PKH RTSM Responden di Kelurahan Balumbang Jaya Peran Pendamping Ketersediaan Fasilitas/Pelayanan Kesehatan dan Pendidikan BAB VII. PENUTUP Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiv

15 DAFTAR TABEL Nomor Halaman Tabel 1. Penggunaan Lahan di Kelurahan Balumbang Jaya Tahun Tabel 2. Jumlah Penduduk Kelurahan Balumbang Jaya Menurut Kelompok Umur Tahun Tabel 3. Mata Pencaharian Masyarakat Kelurahan Balumbang Jaya Tahun Tabel 4. Tingkat Pendidikan Masyarakat Kelurahan Balumbang Jaya Tahun Tabel 5. Jumlah RTSM Responden Menurut Status Bekerja Suami Isteri Tabel 6. Jumlah RTSM Responden Berdasarkan Rasio Tingkat Pendidikan Suami Isteri Tabel 7.Distribusi RTSM Responden Menurut Tipe Pengambilan Keputusan Alokasi Dana PKH dan Efektivitas Manfaat PKH 76 Tabel 8. Distribusi RTSM Responden Berdasarkan Rasio Tingkat Pendidikan Suami Isteri dan Tipe Pengambilan Keputusan Alokasi Dana PKH 81 Tabel 9.Distribusi RTSM Responden Berdasarkan Status Bekerja Suami Isteri dan Tipe Pengambilan Keputusan Alokasi Dana PKH 86 xv

16 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman Gambar 1. Struktur Organisasi Kelembagaan PKH Gambar 2. Matriks Perbedaan antara WID dengan GAD Gambar 3. Kerangka Pemikiran Penelitian Gambar 4. Matriks Jenis Data, Sumber Data, dan Instrumen yang Digunakan xvi

17 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia. Jumlah penduduk Indonesia meningkat terus dari tahun ke tahun. Sensus penduduk mencatat jumlah penduduk Indonesia berturut-turut sejak tahun 2000, 2005, 2008, sampai 2009, yaitu 205,8 juta jiwa, 213,3 juta jiwa, 228,5 juta jiwa, hingga 231,3 juta jiwa (Badan Pusat Statistik/BPS, 2000, 2005, 2008, dan 2009). Layaknya negara berkembang, Indonesia tidak luput dari masalah kemiskinan (Gustina, 2008). Kemiskinan memang merupakan fenomena yang dihadapi oleh hampir semua negara berkembang terutama yang memiliki penduduk dalam jumlah besar. Mengacu kepada strategi nasional penanggulangan kemiskinan, kemiskinan diartikan sebagai suatu kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang (baik laki-laki maupun perempuan) tidak terpenuhi hak-hak dasarnya dalam mempertahankan serta mengembangkan kehidupan yang bermartabat (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional/RPJMN, ). Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan, antara lain tingkat pendapatan, kesehatan, pendidikan, akses terhadap barang dan jasa, lokasi, geografis, gender, serta kondisi lingkungan. Jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak 36,14 juta jiwa dengan distribusi menurut jenis kelamin kepala rumah tangga yang dikepalai oleh lakilaki (RMKL) sebesar 91,62 persen dan sebesar 8,38 persen yang dikepalai oleh perempuan (RMKP) (BPS, 2004). Pada tahun 2007, data RMKL dan RMKP berubah menjadi RMKL sebesar 90,59 persen dan RMKP 9,41 persen (BPS, 2007). Data Kependudukan Tahun 2004 dan 2007 ini memperlihatkan naiknya jumlah RMKP miskin. Untuk menanggulangi kemiskinan di Indonesia, sebenarnya ada beberapa program yang telah dicanangkan oleh pemerintah, seperti pengembangan desa tertinggal, perbaikan kampung, serta gerakan terpadu pengentasan kemiskinan

18 2 (Gustina, 2008). Saat ini, pemerintah menangani program tersebut secara menyeluruh, terutama sejak krisis moneter dan ekonomi melanda Indonesia pada tahun 1997, melalui program-program Jaring Pengaman Sosial (JPS). Dalam JPS, masyarakat sasaran diharapkan dapat terlibat pada berbagai kegiatan. Ternyata, berbagai program intervensi tersebut cenderung tidak efektif (berhasil) dalam menanggulangi kemiskinan. Hal ini karena, program dilaksanakan tanpa koordinasi yang baik dan mengesampingkan peran penting Pemerintah Daerah (Pemda). Padahal, daerah merupakan terminal titik koordinasi bertemunya aspirasi dari bawah (masyarakat) dan kebijakan dari atas (pemerintah pusat). Selain itu, masyarakat cenderung ditempatkan sebagai objek program dan hanya kaum laki-laki yang hampir selalu dilibatkan atau dijadikan sebagai sasaran (peserta) utama (Gustina, 2008). Pada dasarnya, pembangunan ditujukan untuk kesejahteraan seluruh penduduk tanpa membedakan suku, agama, asal, dan jenis kelamin (Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan/Menneg PP dan BPS, 2007). Disinyalir bahwa pembangunan yang dilaksanakan masih bermuatan diskriminasi antara laki-laki dengan perempuan. Pembangunan yang dilakukan di segala bidang lebih banyak menguntungkan laki-laki. Dengan kata lain, terdapat ketimpangan gender dalam pelaksanaan pembangunan. Pemerintah Indonesia memang mengakui adanya ketimpangan gender yang ditunjukkan oleh masih relatif rendahnya Indeks Pembangunan Gender (IPG) dibandingkan dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) (Mugniesyah, 2009) 1. Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) mengukur pencapaian keseluruhan dari suatu negara dalam tiga dimensi dasar pembangunan manusia, yaitu lama hidup, pengetahuan, dan standar hidup yang layak (BPS, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, dan United Nations Development Programme/UNDP, 2001). Dimensi tersebut diukur dengan angka harapan hidup, pencapaian pendidikan, serta pendapatan per kapita yang telah disesuaikan menjadi kemampuan daya beli. 1 Panduan Turun Lapang Mata Kuliah Pendidikan Orang Dewasa (POD) (Bogor, 2009). Bahan Ajar Mata Kuliah POD, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

19 3 Pembangunan manusia di Indonesia selama periode menunjukkan peningkatan (Menneg PP dan BPS, 2007). Pada tahun 1999, angka IPM sebesar 64,3 dan meningkat menjadi 70,1 di tahun Kenaikan ini merupakan dampak semakin baiknya kinerja perekonomian Indonesia selama tujuh tahun terakhir. Menurut UNDP dalam Laporan Pembangunan Manusia (Human Development Report) Tahun 2006, IPM Indonesia menempati urutan ke- 108 dari 177 negara. Urutan ini masih lebih baik daripada lima negara ASEAN lainnya, seperti Vietnam (109), Kamboja (129), Myanmar (130), Laos (133), dan Timor Timur (142). Tidak hanya IPM yang meningkat, tapi juga IPG Indonesia selama kurun waktu Indeks ini merupakan IPM yang disesuaikan untuk menggambarkan ketimpangan gender. Makin besar ketimpangan maka semakin rendah IPG suatu negara terhadap IPM-nya. Di tahun 1999, IPG mencapai 55,9 dan meningkat menjadi 65,7 pada tahun 2006 (Menneg PP dan BPS, 2007). Angka ini masih lebih rendah dibandingkan dengan IPM dalam jangka waktu yang sama. Sebenarnya, pemerintah mendukung penyetaraan dan persamaan hak bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam Pancasila, Undang- Undang Dasar (UUD) 1945, Undang-Undang (UU), dan peraturan tentang hak azasi manusia (HAM), yang dijabarkan ke dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) (Mugniesyah dan Fadhilah, 2001). Selain itu, dalam perjalanan pembangunan Indonesia, sumberdaya manusia (SDM) dinyatakan sebagai sumberdaya insani pembangunan yang partisipasinya sangat diharapkan untuk mewujudkan kesejahteraan nasional. Sejarah mencatat bahwa kebijakan-kebijakan pembangunan dinyatakan netral. Jika menyangkut SDM (baik dalam konteks individu, keluarga, rumah tangga, masyarakat, maupun negara), secara implisit mencakup laki-laki dan perempuan. Kebijakan pembangunan yang netral justru menimbulkan ketidakadilan gender yang menghambat terwujudnya peningkatan kualitas SDM. Berdasarkan kondisi ini, pemerintah kemudian berkomiten untuk memperbaiki kualitas SDM, yang dimulai dengan menegaskan besarnya peran keluarga sebagai tempat utama membangun SDM yang kokoh (Gunarsa dalam

20 4 Fitasari, 2004). Untuk membuktikan komitmen tersebut, pada tahun 2000, Pemerintah Indonesia bersama dengan 188 negara menandatangani Millenium Development Goals (MDGs) dimana beberapa butir pentingnya adalah kesetaraan serta pemberdayaan perempuan, menghilangkan kesenjangan gender, meningkatkan kesehatan ibu, dan menurunkan angka kematian bayi (Menneg PP dan BPS, 2007). Indonesia sendiri, untuk daerah perkotaan, jumlah penduduk laki-laki yang mengeluh sakit pada tahun 2004, 2005, dan 2006 sebesar 48,98 persen, 49,16 persen, serta 49,15 persen (Menneg PP, 2007). Sementara itu, penduduk perempuan yang mengeluh sakit pada ketiga tahun tersebut adalah 51,02 persen, 50,84 persen, dan 50,82 persen. Adapun di daerah perdesaan, jumlah penduduk laki-laki yang mengeluh sakit di tahun sebesar 48,92 persen, 49,24 persen, dan 49,12 persen, sedangkan perempuan sebanyak 51,08 persen, 50,76 persen, serta 50,88 persen. Fakta ini memperlihatkan tingkat kesehatan perempuan di perkotaan dan perdesaan dalam periode lebih rendah daripada lakilaki. Di samping itu, dalam rentang tahun , jumlah balita yang berstatus gizi kurang dan buruk meningkat dari masing-masing 7,53 persen menjadi 8,80 persen serta 17,13 persen menjadi 19,24 persen. Dalam bidang pendidikan, jumlah penduduk laki-laki yang tidak/belum pernah sekolah pada periode sebesar 4,90 persen, 5,00 persen, dan 4,80 persen; masih sekolah sebanyak 20,10 persen, 19,60 persen, dan 19,70 persen; serta tidak sekolah lagi sebesar 75,00 persen, 75,50 persen, dan 75,50 persen. Adapun jumlah penduduk perempuan yang tidak/belum pernah sekolah dalam periode yang sama sebesar 10,90 persen, 10,70 persen, dan 10,00 persen; masih sekolah sebesar 18,40 persen, 18,10 persen, serta 18,30 persen; dan tidak sekolah lagi sebanyak 70,70 persen, 71,20 persen, serta 72,10 persen. Data-data ini menunjukkan tingginya jumlah perempuan yang tidak/belum pernah sekolah dan rendahnya jumlah perempuan yang masih sekolah dibandingkan dengan lakilaki. Untuk mendukung pencapaian MDGs, pemerintah membuat beberapa kebijakan nasional, salah satunya adalah Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG). Instruksi ini

21 5 mengamanatkan pengintegrasian potensi, masalah, serta kebutuhan laki-laki dan perempuan ke dalam perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi program pembangunan (Bappenas dan Menneg PP, 2007). Salah satu program yang diakui oleh pemerintah sebagai program pendukung pencapaian MDGs dan memperhatikan masalah kesetaraan gender adalah Program Keluarga Harapan (PKH) (Pedoman Operasional Kelembagaan PKH, 2008). Program ini dicanangkan pada 23 Juli 2007 dan diharapkan dapat dilaksanakan secara berkesinambungan setidaknya hingga tahun 2015 (Pedoman Operasional Kelembagaan PKH, 2008). Program Keluarga Harapan (PKH) merupakan upaya penanggulangan kemiskinan melalui pemberian bantuan tunai kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) berdasarkan persyaratan tertentu. Tujuan utama PKH adalah mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kualitas SDM terutama pada kelompok masyarakat sangat miskin. Untuk saat ini, komponen PKH difokuskan pada sektor kesehatan dan pendidikan, karena keduanya dianggap sebagai inti peningkatan kualitas hidup masyarakat (Buku Kerja Pendamping PKH, 2008). Sejauh ini, pelaksanaan PKH pada berbagai daerah di Indonesia belum diketahui tingkat keberhasilannya 2. Namun, salah satu wilayah yang sejauh ini dianggap berhasil adalah Jakarta Utara (Kecamatan Cilincing, Tanjung Priuk, Pademangan, Koja, Penjaringan, dan Kelapa Gading) di mana terjadi pengurangan jumlah RTSM penerima PKH. Pada tahun 2008, dana bantuan diberikan kepada RTSM, sedangkan di tahun 2009 hanya diberikan kepada RTSM. Walau penurunan jumlah tidak terjadi secara signifikan, hal tersebut membuktikan program ini bisa membantu warga sangat miskin. Dengan kata lain, terdapat 3,04% RTSM yang telah berhasil mengatasi masalah kesehatan (ibu, bayi, dan balita) serta pendidikan (anak usia SD dan SMP). Keberhasilan ini juga didukung oleh peran para pendamping serta ketersediaan fasilitas/pelayanan kesehatan dan pendidikan terdekat di wilayah tersebut. Daerah perkotaan lainnya yang juga menjadi tempat pelaksanaan PKH adalah Kota Bogor (Provinsi Jawa Barat). Di kota ini, angka harapan hidup penduduk dalam periode menunjukkan peningkatan yang tidak besar, 2 Akmal Towel, Penerima Bantuan PKH Menurun, repository.usu.ac.id/bitstream, 2009, diakses pada 6 Mei 2010 pukul

22 6 yakni dari 68 tahun menjadi 69 tahun (Menneg PP dan BPS, 2007). Angka melek huruf juga memperlihatkan sedikit kenaikan, yaitu dari 98,60 persen pada tahun 2005 menjadi 98,70 persen di tahun 2006 serta bertahan pada posisi 98,70 persen di tahun Adapun rata-rata lama sekolah memperlihatkan angka yang tetap dalam rentang waktu , yakni 10 tahun. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa PKH merupakan salah satu program yang diakui oleh pemerintah sebagai program pendukung pencapaian MDGs dan memperhatikan masalah kesetaraan gender, penelitian Analisis Gender dalam PKH menarik untuk dilakukan. Hal ini guna mengetahui (1) bagaimana relasi gender dalam alokasi dana bantuan di tingkat rumah tangga dan dikaitkan dengan efektivitas manfaat PKH; (2) faktor apa saja yang mempengaruhi relasi gender, serta (3) bagaimana hubungan antara peran pendamping dan ketersediaan fasilitas/pelayanan kesehatan serta pendidikan dengan efektivitas tersebut. 1.2 Perumusan Masalah Secara umum, program pemerintah yang berkaitan dengan rumah tangga bertujuan untuk membebaskan suatu rumah tangga dari belenggu kemiskinan. Pemerintah memberikan bantuan, misalnya uang, namun sumberdaya ini diberikan menurut prosedur yang berlaku. Jika peserta program tidak mampu mengelola dan memanfaatkannya dengan baik, bantuan akan diberhentikan. Secara khusus, PKH dimaksudkan untuk membangun suatu sistem perlindungan sosial bagi RTSM. Karena, setidaknya ada lima komponen MDGs yang akan terbantu oleh PKH, yakni (1) pengurangan penduduk miskin dan kelaparan, (2) pendidikan dasar, (3) kesetaraan gender, (4) pengurangan angka kematian bayi dan balita, serta (5) pengurangan kematian ibu melahirkan (Departemen Komunikasi dan Informatika/Depkominfo, 2007) 3. Sementara itu, sesuai dengan Inpres No. 9 Tahun 2000, setiap program pembangunan memang harus mengintegrasikan aspirasi, permasalahan, kebutuhan, dan pengetahuan Program Keluarga Harapan (PKH), , diakses pada 2 Juli 2009 pukul

23 7 perempuan serta laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi program 4. Berdasarkan faktor MDGs dan Inpres No. 9 tersebut, penulis berasumsi bahwa relasi gender dapat mempengaruhi efektivitas manfaat PKH. Relasi gender yang dimaksud adalah proses pengambilan keputusan diantara suami isteri dalam RTSM peserta PKH. Adapun efektivitas manfaat menunjukkan tingkat keberhasilan program, yang dilihat dari alokasi (penggunaan/pengeluaran) dana bantuan di tingkat rumah tangga. Adapun faktor yang sering diasumsikan berpengaruh terhadap relasi gender adalah tingkat pendidikan dan status bekerja suami isteri. Selain itu, peran pendamping dan ketersediaan fasilitas/pelayanan kesehatan serta pendidikan juga diduga berpengaruh terhadap efektivitas manfaat PKH. Secara ringkas, masalah-masalah tersebut disusun dalam urutan pertanyaan penelitian (questions research) sebagai berikut: 1. Bagaimana PKH dilaksanakan? 2. Bagaimana hubungan antara tipe pengambilan keputusan RTSM untuk alokasi dana PKH dengan efektivitas manfaat PKH? 3. Apa saja faktor yang mempengaruhi tipe pengambilan keputusan RTSM untuk alokasi dana PKH? 4. Bagaimana hubungan antara peran pendamping serta ketersediaan fasilitas/pelayanan kesehatan dan pendidikan dengan efektivitas manfaat PKH? 1.3 Tujuan Penelitian Beberapa sasaran yang ingin dicapai dari penelitian ini, diantaranya mengetahui: 1. Pelaksanaan PKH. 2. Hubungan antara tipe pengambilan keputusan RTSM untuk alokasi dana PKH dengan efektivitas manfaat PKH. 4 Siti Amanah, Pengarusutamaan Gender (PUG) (Bogor, 2008), hal. 1. Bahan Ajar Mata Kuliah Gender dan Pembangunan, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

24 8 3. Faktor apa saja yang mempengaruhi tipe pengambilan keputusan RTSM untuk alokasi dana PKH. 4. Hubungan antara peran pendamping serta ketersediaan fasilitas/pelayanan kesehatan dan pendidikan dengan efektivitas manfaat PKH. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti (khususnya) dan masyarakat (umumnya) untuk menambah wawasan tentang analisis gender dalam program pemerintah terutama pada PKH. Peneliti juga mengharapkan hasil penelitian ini bisa menyumbangkan pengetahuan baru di bidang akademis yang memiliki kaitan dengan gender dan pembangunan.

25 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Program Keluarga Harapan (PKH) Ada lima aspek PKH yang perlu diketahui guna mendapatkan pemahaman yang utuh mengenai program ini (Pedoman Operasional Kelembagaan PKH, 2008). Aspek-aspek tersebut adalah (1) kelembagaan PKH, (2) komponen pendamping, (3) komponen pelayanan kesehatan, (4) komponen pelayanan pendidikan, dan (5) Sistem Pengaduan Masyarakat (SPM) Kelembagaan PKH Program ini bukan kelanjutan Subsidi Langsung Tunai (SLT) yang merupakan salah satu crash programme untuk mengatasi dampak kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Keluarga Harapan merupakan program yang bertujuan untuk mengurangi beban pengeluaran RTSM (jangka pendek) serta memutus rantai kemiskinan antargenerasi melalui pendidikan anak, imunisasi bayi lima tahun (balita), pemeriksaan kandungan bagi ibu hamil, dan perbaikan gizi (jangka panjang). Ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi oleh RTSM saat melakukan registrasi. Syarat-syarat tersebut, yaitu (1) memiliki anak usia sekolah 6 18 tahun, tapi belum menyelesaikan pendidikan dasar 9 tahun; (2) memiliki anak usia 0 5 tahun; serta (3) terdapat ibu yang sedang hamil/nifas. Dengan kata lain, RTSM yang terpilih harus menandatangani persetujuan bahwa akan (1) menyekolahkan anak usia 6 18 tahun, tapi belum menyelesaikan wajib belajar 9 tahun; (2) membawa anak usia 0 5 tahun ke fasilitas kesehatan sesuai dengan prosedur kesehatan PKH; dan (3) ibu hamil harus memeriksakan kesehatan diri serta janin ke fasilitas kesehatan. Adapun bantuan tetap per RTSM/tahun adalah 200 ribu rupiah. Program Keluarga Harapan (PKH) dilaksanakan oleh Unit Pelaksana PKH (UPPKH) pusat, kabupaten/kota, dan pendamping PKH. Peran yang dijalankan oleh setiap pelaksana adalah:

26 10 1. UPPKH pusat: merancang serta mengelola persiapan dan pelaksanaan program, melakukan pengawasan terhadap perkembangan di tingkat daerah, dan menyediakan bantuan yang dibutuhkan. 2. UPPKH kabupaten/kota: melaksanakan program dan memastikan alur informasi yang diterima dari kecamatan ke pusat dapat berjalan dengan baik. Unit ini juga mengelola serta mengawasi kinerja pendamping. 3. Pendamping: aktor kunci yang menjembatani antara para penerima manfaat (peserta PKH) dengan berbagai pihak yang terlibat di tingkat kecamatan dan kabupaten/kota. Pendamping juga melakukan sosialisasi serta pengawasan terhadap peserta dalam menjalankan komitmen. Departemen Sosial (Depsos) UPPKH Pusat Tim Pengendali PKH Tim Pengarah Pusat Tim Teknis Pusat PT Pos Pusat Tim Koordinasi Teknis Provinsi Provinsi Dinas Sosial Tim Koordinasi Teknis Kabupaten/Kota Kab./Kota UPPKH Kabupaten/Kota Pendamping PKH Kecamatan Kantor Pos Kabupaten/Kota Kantor/Petugas Pos Keterangan: garis koordinasi garis komando Gambar 1. Struktur Organisasi. Unit Pelaksana PKH (UPPKH) pusat adalah pelaksana program yang berada di bawah kendali Direktorat Jendral Bantuan dan Jaminan Sosial, Departemen Sosial. Unit ini bertugas untuk merancang serta mengelola persiapan dan pelaksanaan program, mengawasi perkembangan di tingkat daerah, dan

27 11 menyediakan bantuan yang dibutuhkan. Adapun orang-orang yang bekerja di UPPKH pusat terdiri atas pegawai Departemen Sosial, tim asistensi, tenaga ahli, praktisi/narasumber yang ahli di bidangnya, serta tenaga pendukung (operator komputer dan technical support). Unit Pelaksana PKH (UPPKH) daerah merupakan pelaksana program yang memantau semua kegiatan PKH di tingkat provinsi serta memastikan apakah komitmen daerah yang terkait dengan PKH telah dilaksanakan. Tim koordinasi PKH di tingkat daerah mencakup tim koordinasi provinsi dan kabupaten/kota. Unit Pelaksana PKH (UPPKH) kabupaten/kota sebagai pelaksana program bertugas untuk mempersiapkan dan memenuhi tanggung jawab kabupaten/kota dalam melaksanakan PKH serta mengelola dan mengawasi kinerja pendamping. Unit ini merupakan kunci kesuksesan pelaksanaan PKH dan saluran informasi terpenting antara UPPKH kecamatan dengan pusat serta tim koordinasi provinsi dengan kabupaten/kota. Unit Pelaksana PKH (UPPKH) kecamatan dibentuk di setiap kecamatan yang terdapat peserta PKH. Unit Pelaksana ini dikenal sebagai ujung tombak program, karena berhubungan langsung dengan peserta PKH, yakni melakukan kunjungan ke RTSM. Personel UPPKH kecamatan terdiri atas para pendamping program yang berkoordinasi dengan camat dan bertanggungjawab kepada UPPKH kabupaten/kota. Dalam pelaksanaan PKH, terdapat tim koordinasi yang membantu kelancaran program di tingkat provinsi. Selain itu, ada pula PT Pos yang bertugas untuk menyampaikan informasi berupa undangan pertemuan, perubahan data, pengaduan, dan sebagainya, serta bantuan ke tangan peserta PKH. Untuk lembaga di luar struktur yang berperan penting dalam pelaksanaan PKH, terdapat fasilitas/pelayanan kesehatan dan pendidikan di setiap kecamatan di mana PKH dilaksanakan Komponen Pendamping Pendamping adalah pelaksana PKH di tingkat kecamatan. Peran pendamping dibutuhkan guna membantu masyarakat miskin untuk mendapatkan hak serta mendampingi dalam melaksanakan kewajiban sebagai peserta PKH. Hal

28 12 ini karena, sebagian besar orang miskin tidak memiliki kekuatan dalam memperjuangkan hak. Selain itu, UPPKH kabupaten/kota tidak mampu melakukan tugas di seluruh tingkat kecamatan pada waktu bersamaan. Kondisi ini mengakibatkan pendamping mendapatkan julukan mata dan telinga bagi program. Pendamping (secara kelembagaan) nantinya harus melaporkan seluruh kegiatan dan permasalahan ke UPPKH kabupaten/kota. Jumlah pendamping disesuaikan dengan banyaknya peserta PKH di setiap kecamatan. Masing-masing pendamping mendampingi ±375 RTSM peserta PKH dimana setiap 3 4 pendamping dikelola oleh satu koordinator. Lokasi tempat kerja (kantor) pendamping terletak di UPPKH kecamatan yang berada di kantor camat atau kantor yang dekat dengan PT Pos. Pada dasarnya, pendamping menghabiskan sebagian besar waktu di lapangan, yakni mengadakan pertemuan dengan ketua kelompok, berdiskusi dengan pelayan kesehatan dan pendidikan, mengunjungi pemuka daerah, serta bertemu dengan peserta PKH. Ada beberapa tugas persiapan program yang harus dilakukan oleh pendamping. Tugas-tugas tersebut, antara lain: 1. Menyelenggarakan pertemuan awal dengan seluruh peserta PKH; menginformasikan program kepada RTSM peserta PKH dan masyarakat umum. 2. Membagi peserta ke dalam kelompok yang terdiri atas orang untuk mempermudah tugas pendampingan. 3. Memfasilitasi pemilihan ketua kelompok peserta PKH. 4. Membantu peserta dalam mengisi Formulir Klarifikasi Data dan menandatangani Surat Persetujuan serta mengirimkan formulir itu ke UPPKH kabupaten/kota. 5. Mengkoordinasi pelaksanaan kunjungan awal ke Puskesmas dan pendaftaran sekolah. Pendamping tidak hanya bertanggungjawab dalam fase persiapan, tapi juga memiliki beberapa tugas rutin. Tugas-tugas itu, yakni: 1. Menerima pemutakhiran data peserta PKH dan mengirimkan Formulir Pemutakhiran itu ke UPPKH kabupaten/kota.

29 13 2. Menerima pengaduan dari ketua kelompok dan/atau peserta PKH serta menindaklanjutinya sesuai dengan kebijakan UPPKH kabupaten/kota. 3. Mengunjungi peserta PKH yang tidak memenuhi komitmen. 4. Melaksanakan pertemuan dengan semua peserta setiap enam bulan untuk resosialisasi program beserta kemajuan/perubahannya. 5. Berkoordinasi dengan aparat setempat serta pemberi pelayanan pendidikan dan kesehatan. 6. Melakukan pertemuan bulanan dengan ketua kelompok serta pelayan kesehatan dan pendidikan di lokasi pelayanan terkait. 7. Mengadakan pertemuan triwulan dan tiap semester dengan seluruh pelaksana kegiatan (UPPKH daerah, pendamping, dan pelayan kesehatan serta pendidikan). Tahapan pertama yang dilakukan pendamping, yaitu mengadakan pertemuan terbuka dengan calon peserta PKH. Dalam pertemuan itu, dilakukan kegiatan sosialisasi mengenai manfaat program dan bagaimana berpartisipasi dalam program. Selanjutnya, dibentuk kelompok yang terdiri atas ±25 orang. Kelompok ini kemudian memilih ketua sebagai koordinator dan menetapkan jadwal pertemuan rutin untuk berdiskusi bersama dalam menjalankan program. Pada pertemuan awal ini, juga dilakukan pemeriksaan formulir yang digunakan sebagai alat verifikasi keikutsertaan, antara lain pemeriksaan akta lahir anak (dan membantu pengadaannya, jika belum tersedia), penyusunan jadwal kunjungan, dan sebagainya. Pasca pertemuan awal, pendamping UPPKH kecamatan melakukan pelaporan ke UPPKH kabupaten/kota. Pendamping UPPKH kecamatan nantinya memfasilitasi pertemuan awal peserta PKH ke Puskesmas setempat dan mendaftarkan anak dari peserta PKH yang belum bersekolah. Pada saat pencairan dana, pendamping UPPKH kecamatan memiliki tugas utama, yakni melakukan pengawasan dan pengamatan. Persiapan yang harus dilakukan pendamping sebelum pencairan tersebut, yaitu: a. Memberikan/membagikan kartu peserta kepada ketua kelompok PKH, yang kemudian dibagikan kepada seluruh anggota kelompok PKH. Selain itu, diingatkan kepada peserta bahwa kartu wajib dibawa dan tidak boleh hilang ketika pengambilan dana berlangsung.

30 14 b. Berkoordinasi dengan kantor pos untuk meminta jadwal pembayaran dan data peserta PKH. c. Menginformasikan jadwal pencairan dana ke setiap ketua kelompok PKH dan memastikan pengambilan dana dilakukan oleh orang yang tepat. Saat berlangsungnya pencairan dana, mungkin banyak kendala yang terjadi. Oleh karena itu, pendamping berhak untuk membatalkan transaksi, berkoordinasi dengan kantor pos setempat, dan melaporkan kepada UPPKH daerah/pusat untuk ditindaklanjuti. Pada dasarnya, kegiatan pendampingan merupakan tugas utama setiap pendamping UPPKH kecamatan. Pendampingan dilakukan guna memperlancar jalannya program dan memastikan peserta PKH melaksanakan kewajiban. Kegiatan-kegiatan pendampingan berupa: a. Pertemuan bulanan dengan ketua kelompok yang bertujuan untuk mensosialisasikan informasi PKH, memonitoring kondisi kelompok, dan mendeteksi masalah yang ada agar dapat diselesaikan sesuai dengan kesepakatan yang dibuat, serta sebagai forum diskusi interaktif dimana ketua kelompok dapat menyampaikan ide terkait PKH. b. Kunjungan bulanan ke penyedia layanan kesehatan dan pendidikan. Kegiatan ini dikoordinasikan oleh UPPKH daerah, yang bertempat di sekolah atau Puskesmas. c. Temu Komunitas merupakan media berbagi pengetahuan antarpelaksana program, yang dikemas dalam bentuk presentasi dan diskusi yang menghasilkan keluaran pengetahuan baru dan inovasi untuk mengembangkan program agar lebih efektif dan efesien. d. Pendampingan rutin yang dilakukan pada hari Senin sampai Kamis, yaitu kunjungan ke unit pelayanan kesehatan dan pendidikan serta mengunjungi peserta PKH untuk membantu menyelesaikan tugas atau kewajiban sebagai peserta (membantu mencarikan dan mendaftarkan agar bisa bersekolah, memfasilitasi pengaduan peserta). e. Melakukan konsolidasi di kalangan pendamping untuk mengevaluasi kegiatan pendampingan dan berdiskusi agar dapat meningkatkan kapasitas diri.

31 15 Pendamping (dalam praktiknya) disupervisi oleh UPPKH daerah sehingga penilaian kinerjanya dipantau berdasarkan format yang dibuat oleh UPPKH pusat. Hal ini berarti bahwa pemberian penghargaan dan sanksi akan diajukan oleh UPPKH daerah untuk ditindaklanjuti oleh UPPKH pusat. Pendamping yang dianggap berprestasi akan diberikan penghargaan berdasarkan penilaian kinerja yang dilaksanakan secara rutin (minimal) enam bulan sekali. Penghargaan yang diberikan berupa kesempatan meningkatkan kapasitas diri dalam pengembangan karir, antara lain (1) pelatihan, (2) kunjungan, (3) pengakuan prestasi (sertifikasi), dan (4) perpanjangan kontrak kerja. Adapun bentuk pelanggaran yang akan mendapatkan sanksi, diantaranya: 1. Tidak hadir dalam melaksanakan tugas sebanyak-banyaknya tiga kali secara berturut-turut tanpa alasan yang kuat. 2. Mengabaikan tugas sesuai dengan kontrak kerja yang telah disepakati. 3. Menghilangkan atau menyalahgunakan aset negara. 4. Melakukan tindakan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). 5. Memalsukan data. 6. Membocorkan rahasia atau menyebarkan dokumen tanpa seizin yang berhak. 7. Melakukan perbuatan tercela yang melanggar norma agama, adat setempat, dan sebagainya. 8. Menunda, menahan, dan memotong dana bantuan. Untuk pelanggaran yang dilakukan, pendamping tentu akan menerima sanksi. Berbagai sanksi yang diberikan terhadap pelanggaran berupa (1) teguran secara lisan dan/atau tertulis oleh UPPKH daerah, (2) pemberhentian (pemutusan) kontrak kerja, (3) penggantian barang inventaris PKH, (4) pernyataan minta maaf yang disampaikan oleh pendamping kepada khalayak umum, bahkan (5) ancaman pidana Komponen Pelayanan Kesehatan Komponen kesehatan dalam PKH dikembangkan untuk meningkatkan status kesehatan ibu dan anak. Tenaga kesehatan yang kompeten dibutuhkan guna (1) membimbing peserta PKH dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan (Puskesmas), (2) melakukan verifikasi apakah peserta PKH telah memenuhi

32 16 komitmen, seperti memeriksakan kehamilan, dan (3) melayani peserta PKH, diantaranya memberikan kesempatan untuk memeriksakan kesehatan. Peserta yang menerima bantuan komponen kesehatan terdiri atas (1) ibu hamil, (2) ibu nifas, dan (3) anak usia 0 5 tahun. Bantuan tunai akan dibayarkan kepada peserta PKH setiap tiga bulan melalui kantor pos terdekat dengan total dana bantuan 800 ribu rupiah. Dana tahap I diberikan, jika peserta menghadiri pertemuan awal yang dikoordinir oleh UPPKH kecamatan dan telah mengunjungi Puskesmas atau Posyandu. Bantuan tahap triwulan berikutnya dibayarkan, bila anggota PKH telah memenuhi komitmen. Bukti bahwa peserta PKH telah memenuhi komitmen adalah hasil verifikasi oleh petugas kesehatan. Sementara itu, kewajiban peserta PKH meliputi (1) menghadiri pertemuan awal, (2) melakukan kunjungan awal ke Posyandu, dan (3) mematuhi komitmen untuk mengunjungi Pemberi Pelayanan Kesehatan. Ada berbagai fasilitas kesehatan yang dapat diakses oleh peserta PKH. Lembaga-lembaga kesehatan tersebut, diantaranya: 1. Puskesmas: diharapkan untuk mampu memberikan paket layanan kesehatan. 2. Puskesmas Pembantu (Pustu) dan Puskesmas Keliling (Pusling): memberikan pelayanan bagi ibu hamil dan bayi yang baru lahir. 3. Polindes (Pondok Bersalin Desa): pelayanan kesehatan dasar bagi ibu hamil, pertolongan persalinan, dan bayi yang baru lahir. 4. Posyandu: dikelola oleh para kader kesehatan Puskesmas; diharapkan untuk memberikan pelayanan antenatal, perkembangan bayi, serta penyuluhan kesehatan. 5. Bidan desa: pemeriksaan ibu hamil dan memberikan pertolongan pertama pada kasus gawat darurat yang menimpa ibu hamil. Pemberi Pelayanan Kesehatan juga memiliki hak dan kewajiban. Hak-hak yang akan diterima sesuai dengan apa yang diatur dalam Petunjuk Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Adapun beberapa kewajiban Pemberi Pelayanan Kesehatan berupa (1) menetapkan jadwal kunjungan, (2) menghadiri pertemuan awal, (3) memberikan pelayanan kesehatan, dan (4) memverifikasi komitmen peserta PKH.

33 Komponen Pelayanan Pendidikan Sasaran dari adanya aspek pendidikan dalam PKH adalah meningkatkan angka partisipasi pendidikan dasar (wajib belajar 9 tahun) dan mengurangi angka pekerja anak. Untuk itu, syarat penerima bantuan PKH komponen pendidikan, yakni RTSM yang memiliki anak usia 6 15 atau sampai 18 tahun, namun belum menyelesaikan pendidikan dasar. Besarnya bantuan disesuaikan dengan kondisi anak yang dimiliki oleh RTSM. Artinya, dana bantuan untuk anak yang duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) adalah 400 ribu rupiah, sedangkan bagi anak usia Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebesar 800 ribu rupiah. Bantuan tunai tahap I diberikan kepada peserta, bila telah menghadiri pertemuan awal yang dikoordinasi oleh UPPKH kecamatan dan anak-anak dari RTSM peserta PKH sudah terdaftar di lembaga pendidikan tertentu. Dana triwulan berikutnya akan dibayarkan, jika anak-anak dari keluarga peserta PKH telah memenuhi komitmen pendidikan, yakni 85% kehadiran di kelas/kelompok belajar. Ada beberapa lembaga pendidikan formal yang dapat diakses oleh anak dari RTSM peserta PKH, seperti (1) SD, (2) Madrasah Ibtidaiyah (MI), (3) SMP/SMP Terbuka, dan (4) Pesantren Salafiyah. Di samping itu, lembagalembaga pendidikan nonformal yang bisa dimanfaatkan oleh peserta PKH meliputi (1) Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (BPKB), (2) Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), serta Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Berbagai lembaga ini memiliki peran yang hampir sama seperti Pemberi Pelayanan Kesehatan, yakni menerima pendaftaran anak peserta PKH di satuan pendidikan, memberikan pelayanan pendidikan, dan melakukan verifikasi kehadiran anak keluarga penerima bantuan PKH di setiap kelas/kelompok belajar Komponen Sistem Pengaduan Masyarakat (SPM) Pelaksanaan suatu program tidak pernah berjalan sempurna. Oleh karena itu, PKH merancang suatu SPM yang berfungsi untuk mengakomodasi segala jenis pengaduan yang terkait dengan pelaksanaannya. Sistem Pengaduan Masyarakat (SPM) berada di tiap unit pengelola PKH kabupaten/kota. Prinsipprinsip yang ditekankan dalam menangani pengaduan, yakni (1) transparan dan

34 18 sederhana, (2) cepat dan akurat, (3) melalui kelembagaan secara berjenjang, (4) menempuh jalur hukum, bila tidak dapat diselesaikan oleh UPPKH pusat, serta (5) menjamin kerahasiaan pelapor. Adapun keterlibatan unsur-unsur di luar pelaksana program, seperti perguruan tinggi dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dapat berupa kontrol sosial. Tujuannya adalah memastikan adanya pengawasan yang memadai terhadap berbagai bentuk penyimpangan baik dalam penyaluran dan pemanfaatan bantuan tunai maupun tidak dipenuhinya komitmen-komitmen oleh semua pihak (peserta, pelaksana, dan penanggung jawab PKH). Penyampaian pengaduan dapat dilakukan secara langsung atau pun tidak. Penyampaian secara langsung dilakukan dengan cara: 1. Melaporkan kepada ketua kelompok peserta PKH, pendamping PKH yang bertugas di daerah terdekat dengan pelapor, dan kantor UPPKH kabupaten/kota baik dengan mendatangi petugas SPM maupun melalui telepon/fax/ /surat. 2. Mengisi Formulir Pengaduan dimana formulir ini dapat diperoleh dari pendamping PKH, kantor pos, kantor UPPKH, sekolah, dan Puskesmas. Formulir Pengaduan memuat data pelapor dan jenis pengaduan. Jika diperlukan, pendamping dapat membantu peserta dan masyarakat umum dalam mengisi formulir serta meneruskannya ke UPPKH kabupaten/kota. Sementara itu, pengaduan secara tidak langsung juga dapat dilakukan melalui beberapa cara. Teknis pengaduan tidak langsung tersebut disampaikan melalui (1) forum diskusi/musyawarah desa; (2) hasil penelitian perguruan tinggi, lembaga penelitian, dan organisasi kemasyarakatan; (3) aparat pengawas fungsional serta penegak hukum; (4) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD); serta (5) media massa. Semua bagian (staf) yang bertugas dalam SPM, nantinya harus mendokumentasikan dan melaporkan seluruh pengaduan, saran, dan proses penanganan yang mencakup (1) tindakan yang diambil, (2) pihak yang menginformasikan, serta (3) tindak lanjut yang dibutuhkan dalam proses penyelesaian. Pendamping sendiri harus memberikan laporan bulanan mengenai seluruh pengaduan, termasuk hasil pengaduan yang telah ditangani, kepada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia. Jumlah penduduk Indonesia meningkat terus dari tahun ke tahun. Sensus penduduk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan (teknik pengumpulan data) kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan melalui metode survey (Singarimbun,

Lebih terperinci

BAB V PELAKSANAAN PKH DI KELURAHAN BALUMBANG JAYA

BAB V PELAKSANAAN PKH DI KELURAHAN BALUMBANG JAYA BAB V PELAKSANAAN PKH DI KELURAHAN BALUMBANG JAYA 5.1 Kelembagaan PKH Pemilihan rumah tangga untuk menjadi peserta PKH dilakukan berdasarkan kriteria BPS. Ada 14 (empat belas) kriteria keluarga miskin

Lebih terperinci

Syarifah Maihani Dosen Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Almuslim

Syarifah Maihani Dosen Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Almuslim 50-54 PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) DALAM UPAYA MEMBERIKAN PELAYANAN KESEHATAN DAN PENDIDIKAN BAGI KELUARGA SANGAT MISKIN (KSM) DI DESA PAYA CUT KECAMATAN PEUSANGAN KABUPATEN BIREUEN Syarifah Maihani

Lebih terperinci

TENTANG BANTUAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN

TENTANG BANTUAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN TENTANG BANTUAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN A. PEMILIHAN PENERIMA BANTUAN DAN SYARAT PROGRAM Penerima bantuan PKH adalah rumahtangga sangat miskin (RTSM) yang memiliki anggota keluarga yang terdiri dari anak

Lebih terperinci

STUDI GENDER DALAM PROGRAM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO (PLTMH) BAGI RUMAHTANGGA MISKIN

STUDI GENDER DALAM PROGRAM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO (PLTMH) BAGI RUMAHTANGGA MISKIN STUDI GENDER DALAM PROGRAM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO (PLTMH) BAGI RUMAHTANGGA MISKIN (Kasus di Desa Cinta Mekar, Kecamatan Serangpanjang, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat) Oleh: ERNA SAFITRI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekelompok orang yang tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. sekelompok orang yang tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kemiskinan di Indonesia merupakan masalah yang sampai saat ini masih terus dicari langkah yang tepat untuk menanggulanginya. Kemiskinan merupakan masalah multi dimensi

Lebih terperinci

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG, Menimbang : a. bahwa kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang banyak sehingga kemiskinan pun tak dapat dihindari. Masalah kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. yang banyak sehingga kemiskinan pun tak dapat dihindari. Masalah kemiskinan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang dengan jumlah penduduk yang banyak sehingga kemiskinan pun tak dapat dihindari. Masalah kemiskinan merupakan

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN BREBES TAHUN 2011

EVALUASI PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN BREBES TAHUN 2011 EVALUASI PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN BREBES TAHUN 2011 Erna Fidyatun Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro ABSTRAK Program Keluarga Harapan (PKH) merupakan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTARA RUMAHTANGGA SANGAT MISKIN PENERIMA BANTUAN TUNAI DAN PENDAMPING PROGRAM KELUARGA HARAPAN

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTARA RUMAHTANGGA SANGAT MISKIN PENERIMA BANTUAN TUNAI DAN PENDAMPING PROGRAM KELUARGA HARAPAN i EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTARA RUMAHTANGGA SANGAT MISKIN PENERIMA BANTUAN TUNAI DAN PENDAMPING PROGRAM KELUARGA HARAPAN Kasus Kelurahan Balumbang Jaya Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor Oleh : PARNAMIAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 2 Tahun : 2015

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 2 Tahun : 2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 2 Tahun : 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

Lebih terperinci

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PROGRAM KELUARGA PELANGI KABUPATEN BELITUNG TIMUR TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Oleh : Nidya Putri Astari . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Galuh Jln. RE.Martadinata No 150 Ciamis.

Oleh : Nidya Putri Astari  . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Galuh Jln. RE.Martadinata No 150 Ciamis. IMPLEMENTASI PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) OLEH PELAKSANA PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PPKH) DALAM MENINGKATKAN PARTISIPASI PENDIDIKAN (Studi di Kecamatan Rajadesa Kabupaten Ciamis) Oleh : Nidya Putri Astari

Lebih terperinci

PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA

PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA (Dusun Jatisari, Desa Sawahan, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung oleh data kualitatif. Metode kuantitatif yang digunakan adalah dengan metode survai,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan yang dihadapi negara yang berkembang memang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan yang dihadapi negara yang berkembang memang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan yang dihadapi negara yang berkembang memang sangat kompleks. Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan

Lebih terperinci

BAB VI UPAYA IBU MENINGKATKAN KUALITAS KESEHATAN DAN PENDIDIKAN KELUARGA

BAB VI UPAYA IBU MENINGKATKAN KUALITAS KESEHATAN DAN PENDIDIKAN KELUARGA 66 BAB VI UPAYA IBU MENINGKATKAN KUALITAS KESEHATAN DAN PENDIDIKAN KELUARGA 6.1 Penguatan Kapasitas Rumah Tangga Penerima PKH Mutu sumberdaya manusia bukan semata-mata ditentukan oleh seberapa kadar pengetahuan,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 22 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 22 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 22 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN

PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN 1 PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARIMUN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB V. keberlangsungan program atau kebijakan. Tak terkecuali PKH, mengingat

BAB V. keberlangsungan program atau kebijakan. Tak terkecuali PKH, mengingat BAB V KESIMPULAN Proses monitoring dan evaluasi menjadi sangat krusial kaitannya dengan keberlangsungan program atau kebijakan. Tak terkecuali PKH, mengingat terdapat berbagai permasalahan baik dari awal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia telah merdeka hampir mencapai 69 tahun, tetapi masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia telah merdeka hampir mencapai 69 tahun, tetapi masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia telah merdeka hampir mencapai 69 tahun, tetapi masalah kemiskinan masih tetap menjadi masalah fenomenal yang masih belum dapat terselesaikan hingga

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 04 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN SUMEDANG DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 64 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 64 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 64 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang :

Lebih terperinci

Oleh: RESTU DIRESIKA KISWORO A

Oleh: RESTU DIRESIKA KISWORO A PERSEPSI IDENTITAS GENDER DAN KONSEP DIRI TENTANG PERANAN GENDER (Kasus Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor Tahun Ajaran 2007/2008) Oleh: RESTU DIRESIKA KISWORO A 14204030 PROGRAM

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

IDA YUNANI DESTIANTI. Program Keluarga Harapan (PKH) dalam Meningkatkan Taraf Kesehatan oleh

IDA YUNANI DESTIANTI. Program Keluarga Harapan (PKH) dalam Meningkatkan Taraf Kesehatan oleh PELAKSANAAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) DALAM MENINGKATKAN TARAF KESEHATAN OLEH UPPKH KECAMATAN DI DESA CILIANG KECAMATAN PARIGI KABUPATEN PANGANDARAN IDA YUNANI DESTIANTI ABSTRAK Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS ORGANISASI DAN IMPLEMENTASI PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK. Oleh: Annisa Rahmawati I

EFEKTIVITAS ORGANISASI DAN IMPLEMENTASI PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK. Oleh: Annisa Rahmawati I EFEKTIVITAS ORGANISASI DAN IMPLEMENTASI PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK. Oleh: Annisa Rahmawati I34060667 DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

KEEFEKTIFAN KOMUNIKASI ORGANISASI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI BAGIAN WEAVING PT. UNITEX TBK, BOGOR

KEEFEKTIFAN KOMUNIKASI ORGANISASI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI BAGIAN WEAVING PT. UNITEX TBK, BOGOR KEEFEKTIFAN KOMUNIKASI ORGANISASI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI BAGIAN WEAVING PT. UNITEX TBK, BOGOR Oleh EVITA DWI PRANOVITANTY A 14203053 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis dan Demografis Desa Petir merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Jumlah penduduk Desa

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER SALINAN BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

SALINAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 2010 TANGGAL 1 FEBRUARI 2010

SALINAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 2010 TANGGAL 1 FEBRUARI 2010 SALINAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 2010 TANGGAL 1 FEBRUARI 2010 PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) BIDANG PENDIDIKAN TAHUN ANGGARAN 2010 I. KETENTUAN

Lebih terperinci

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DIDAERAH

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DIDAERAH 1 BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DIDAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BINTAN, Menimbang

Lebih terperinci

Pertanyaan Untuk Kepala Bidang Perlindungan Dan Jaminan Sosial. khusus nya Dinas Sosial terhadap masalah kemiskinan?

Pertanyaan Untuk Kepala Bidang Perlindungan Dan Jaminan Sosial. khusus nya Dinas Sosial terhadap masalah kemiskinan? Pertanyaan Untuk Kepala Bidang Perlindungan Dan Jaminan Sosial 1. Apa saja permasalahan utama yang dihadapi pemerintah kabupaten kerinci khusus nya Dinas Sosial terhadap masalah kemiskinan? 2. Dalam mengurangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi individu dengan hidup yang sehat

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi individu dengan hidup yang sehat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi individu dengan hidup yang sehat maka individu akan mampu melaksanakan aktifitas sehari-hari untuk bekerja sehingga

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PENGARUH PENDAYAGUNAAN ZAKAT TERHADAP KEBERDAYAAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN RUMAH TANGGA

PENGARUH PENDAYAGUNAAN ZAKAT TERHADAP KEBERDAYAAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN RUMAH TANGGA PENGARUH PENDAYAGUNAAN ZAKAT TERHADAP KEBERDAYAAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN RUMAH TANGGA (Kasus: Program Urban Masyarakat Mandiri, Kelurahan Bidaracina, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur) Oleh: DEVIALINA

Lebih terperinci

BAB 7 : PENUTUP. pelaksanaan Program Keluarga Harapan Khususnya Bidang Kesehatan.

BAB 7 : PENUTUP. pelaksanaan Program Keluarga Harapan Khususnya Bidang Kesehatan. BAB 7 : PENUTUP 7.1 Kesimpulan 7.1.1 Komponen Input 1. Kebijakan berpedoman dari Kementerian Sosial RI, Kementerian Kesehatan RI dan Surat Keputusan Walikota Padang. Kebijakan ini belum maksimal disosialisasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat diperlukan di masa mendatang (Depkes RI, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat diperlukan di masa mendatang (Depkes RI, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah gizi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat utama di Indonesia. Kekurangan gizi belum dapat diselesaikan, prevalensi masalah gizi lebih dan obesitas

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) Direktorat Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial Republik Indonesia

KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) Direktorat Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial Republik Indonesia KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) Direktorat Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial Republik Indonesia Outline 1. Latar Belakang 2. PKH New Initiatives Pedoman Pelaksanaan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (KPM) DI KABUPATEN BERAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (KPM) DI KABUPATEN BERAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (KPM) DI KABUPATEN BERAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BERAU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

Pengelolaan. Pembangunan Desa Edisi Desember Buku Bantu PENGANGGARAN PELAKSANAAN PERENCANAAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pengelolaan. Pembangunan Desa Edisi Desember Buku Bantu PENGANGGARAN PELAKSANAAN PERENCANAAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Buku Bantu Pengelolaan Pembangunan Desa Edisi Desember 2016 PENGANGGARAN PELAKSANAAN PERENCANAAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PELAPORAN Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. 4.1 Gambaran Umum Kelurahan Balumbang Jaya Kondisi Geografis

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. 4.1 Gambaran Umum Kelurahan Balumbang Jaya Kondisi Geografis 25 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Kelurahan Balumbang Jaya 4.1.1 Kondisi Geografis Kelurahan Balumbang Jaya merupakan salah satu kelurahan yang berada dalam wilayah administratif

Lebih terperinci

BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TORAJA UTARA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN LEMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat : : BUPATI TORAJA

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN MALANG. BAB I KETENTUAN UMUM

PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN MALANG. BAB I KETENTUAN UMUM BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berkaitan, antara lain tingkat pendapatan,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berkaitan, antara lain tingkat pendapatan, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang terjadi di berbagai tempat di Indonesia yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berkaitan, antara lain tingkat pendapatan,

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa setiap

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) Direktorat Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial Republik Indonesia

KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) Direktorat Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial Republik Indonesia KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) Direktorat Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial Republik Indonesia Outline 1. Latar Belakang 3. Tujuan PKH 6. Pendampingan 9.

Lebih terperinci

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M No.73, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Penyelenggaraan. Pembinaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6041) PERATURAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara berhak untuk

Lebih terperinci

POLA PENGGUNAAN DAN DAMPAK INTERNET DI KALANGAN MAHASISWA INSTITUT PERTANIAN BOGOR (Kasus Mahasiswa Strata 1 Fakultas Ekologi Manusia)

POLA PENGGUNAAN DAN DAMPAK INTERNET DI KALANGAN MAHASISWA INSTITUT PERTANIAN BOGOR (Kasus Mahasiswa Strata 1 Fakultas Ekologi Manusia) POLA PENGGUNAAN DAN DAMPAK INTERNET DI KALANGAN MAHASISWA INSTITUT PERTANIAN BOGOR (Kasus Mahasiswa Strata 1 Fakultas Ekologi Manusia) Oleh: Sushane Sarita A14203008 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 3 TAHUN 2009 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 3 TAHUN 2009 T E N T A N G KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DI KABUPATEN CIREBON

Lebih terperinci

Teknik-teknik Pemetaan Swadaya (PS) Kajian Pendidikan

Teknik-teknik Pemetaan Swadaya (PS) Kajian Pendidikan BUKU 4e SERI SIKLUS PNPM Mandiri Perkotaan Teknik-teknik Pemetaan Swadaya (PS) Kajian Pendidikan Perkotaan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM Direktorat Jenderal Cipta Karya Seri Siklus PNPM-Mandiri Perkotaan Panduan

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU,

Lebih terperinci

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender XVII Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender Salah satu strategi pokok pembangunan Propinsi Jawa Timur 2009-2014 adalah pengarusutamaan gender. Itu artinya, seluruh proses perencanaan,

Lebih terperinci

PENGARUH MENGUNJUNGI TEMPAT HIBURAN MALAM TERHADAP GAYA HIDUP REMAJA (Studi Kasus Mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Jawa Barat)

PENGARUH MENGUNJUNGI TEMPAT HIBURAN MALAM TERHADAP GAYA HIDUP REMAJA (Studi Kasus Mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Jawa Barat) 1 PENGARUH MENGUNJUNGI TEMPAT HIBURAN MALAM TERHADAP GAYA HIDUP REMAJA (Studi Kasus Mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Jawa Barat) HADIJAH NASUTION A14203038 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa sistem

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN KOTABARU

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN KOTABARU BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN KOTABARU BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI TENGAH,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara. Tidak hanya di negara berkembang, bahkan di Negara maju sekalipun.

BAB I PENDAHULUAN. Negara. Tidak hanya di negara berkembang, bahkan di Negara maju sekalipun. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan adalah suatu permasalahan dunia yang dialami oleh seluruh Negara. Tidak hanya di negara berkembang, bahkan di Negara maju sekalipun. Permasalah ini sangat

Lebih terperinci

TUJUAN 3. Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan

TUJUAN 3. Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan TUJUAN 3 Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan 43 Tujuan 3: Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan Target 4: Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar

Lebih terperinci

PROGRAM SANGIHE MENGAJAR: Kiat Baru Pemenuhan Guru di Pulau-Pulau dan Desa Terpencil DI KABUPATEN KEPULAUAN SANGIHE, SULAWESI UTARA

PROGRAM SANGIHE MENGAJAR: Kiat Baru Pemenuhan Guru di Pulau-Pulau dan Desa Terpencil DI KABUPATEN KEPULAUAN SANGIHE, SULAWESI UTARA PRAKTIK CERDAS Seri Lembaran Informasi BASICS No. 11 - September 2013 PROGRAM SANGIHE MENGAJAR: Kiat Baru Pemenuhan Guru di Pulau-Pulau dan Desa Terpencil DI KABUPATEN KEPULAUAN SANGIHE, SULAWESI UTARA

Lebih terperinci

MATRIKS 2.2.A TARGET KINERJA PEMBANGUNAN LINTAS BIDANG PERLINDUNGAN ANAK TAHUN 2011

MATRIKS 2.2.A TARGET KINERJA PEMBANGUNAN LINTAS BIDANG PERLINDUNGAN ANAK TAHUN 2011 MATRIKS 2.2.A TARGET KINERJA PEMBANGUNAN LINTAS BIDANG PERLINDUNGAN ANAK TAHUN 2011 No Fokus / Kegiatan Plk (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) 1 Peningkatan kualitas tumbuh 1. APK PAUD (persentase)

Lebih terperinci

VII. PERUMUSAN STRATEGI DAN PROGRAM PROMOSI KESEHATAN DI DESA JEBED SELATAN

VII. PERUMUSAN STRATEGI DAN PROGRAM PROMOSI KESEHATAN DI DESA JEBED SELATAN VII. PERUMUSAN STRATEGI DAN PROGRAM PROMOSI KESEHATAN DI DESA JEBED SELATAN Program Promosi Kesehatan adalah upaya meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 3 TAHUN 2009 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa kemiskinan

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga investasi dalam pendidikan bukan hanya memberikan dampak bagi

BAB I PENDAHULUAN. sehingga investasi dalam pendidikan bukan hanya memberikan dampak bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan jaminan pencapaian hak dalam masyarakat, sehingga investasi dalam pendidikan bukan hanya memberikan dampak bagi peningkatan kualitas kehidupan dan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:a.bahwa setiap warga negara berhak untuk

Lebih terperinci

BUPATI SRAGEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BUPATI SRAGEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA SALINAN NN BUPATI SRAGEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PROGRAM KELUARGA HARAPAN

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PROGRAM KELUARGA HARAPAN BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PROGRAM KELUARGA HARAPAN Pada bab sebelumnya sudah dipaparkan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja PKH di Desa Petir, baik itu faktor internal

Lebih terperinci

MEKANISME PELAKSANAAN. Referensi Pedoman Pelaksanaan PKH Tahun 2016, Bab III - VI

MEKANISME PELAKSANAAN. Referensi Pedoman Pelaksanaan PKH Tahun 2016, Bab III - VI MEKANISME PELAKSANAAN Referensi Pedoman Pelaksanaan PKH Tahun 2016, Bab III - VI Outline 5. Pengembangan Kepesertaan 1. Alur Pelaksanaan PKH 6. Pengelolaan Sumber Daya 2. Penetapan Sasaran 7. Organisasi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GAWI SABARATAAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIVITAS KELOMPOK USAHA BERSAMA SEBAGAI PROGRAM PEMBERDAYAAN RAKYAT MISKIN PERKOTAAN

ANALISIS EFEKTIVITAS KELOMPOK USAHA BERSAMA SEBAGAI PROGRAM PEMBERDAYAAN RAKYAT MISKIN PERKOTAAN ANALISIS EFEKTIVITAS KELOMPOK USAHA BERSAMA SEBAGAI PROGRAM PEMBERDAYAAN RAKYAT MISKIN PERKOTAAN (Studi Kasus di Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan) Oleh: MUTIARA PERTIWI A14304025 PROGRAM STUDI EKONOMI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Millenium Development Goals (MDGs). MDGs berisi delapan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. dalam Millenium Development Goals (MDGs). MDGs berisi delapan tujuan 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN Dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi salah satunya tercantum dalam Millenium Development

Lebih terperinci

WALIKOTA TANGERANG SELATAN

WALIKOTA TANGERANG SELATAN SALINAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN KESATUAN BANGSA, POLITIK DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT KOTA TANGERANG

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PROGRAM JAMINAN PERSALINAN OLEH BIDAN PRAKTIK DI DESA TENGGULUNAN KABUPATEN SIDOARJO SKRIPSI

IMPLEMENTASI PROGRAM JAMINAN PERSALINAN OLEH BIDAN PRAKTIK DI DESA TENGGULUNAN KABUPATEN SIDOARJO SKRIPSI IMPLEMENTASI PROGRAM JAMINAN PERSALINAN OLEH BIDAN PRAKTIK DI DESA TENGGULUNAN KABUPATEN SIDOARJO SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Administrasi Negara Pada

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERBAIKAN GIZI

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERBAIKAN GIZI PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERBAIKAN GIZI I. PENJELASAN UMUM Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals (MDGs) yang terdiri

Lebih terperinci

BUPATI MAGELANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BUPATI MAGELANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA SALINAN BUPATI MAGELANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAGELANG, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

KONDISI KERJA KARYAWAN PEREMPUAN PERKEBUNAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KESEJAHTERAAN KELUARGA

KONDISI KERJA KARYAWAN PEREMPUAN PERKEBUNAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KESEJAHTERAAN KELUARGA KONDISI KERJA KARYAWAN PEREMPUAN PERKEBUNAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KESEJAHTERAAN KELUARGA (Kasus pada PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VI Kebun Kayu Aro, Kecamatan Kayu Aro, Kabupaten Kerinci, Propinsi Jambi)

Lebih terperinci

- 9 - No. Permasalahan Tujuan Tantangan Indikator Keberhasilan Fokus

- 9 - No. Permasalahan Tujuan Tantangan Indikator Keberhasilan Fokus - 9 - Strategi 1: Penguatan Institusi Pelaksana RANHAM Belum optimalnya institusi pelaksana RANHAM dalam melaksanakan RANHAM. Meningkatkan kapasitas institusi pelaksana RANHAM dalam rangka mendukung dan

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG SALINAN BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PEMBAGIAN RINCIAN DANA DESA SETIAP DESA SERTA PENGGUNAAN DANA DESA DI KABUPATEN

Lebih terperinci

BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 505 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 505 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 505 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PELAYANAN JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT (JAMKESMAS) DAN JAMINAN PERSALINAN (JAMPERSAL) PADA FASILITAS

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 36 TAHUN 2012 STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN BELITUNG

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 36 TAHUN 2012 STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN BELITUNG BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 36 TAHUN 2012 STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menyukseskan program kabinet SBY jilid 2, khususnya dalam hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menyukseskan program kabinet SBY jilid 2, khususnya dalam hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam rangka menyukseskan program kabinet SBY jilid 2, khususnya dalam hal ini departemen kesehatan RI mencanangkan program Meningkatkan Kesehatan Masyarakat, maka

Lebih terperinci

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PENGENDALIAN PENDUDUK, KELUARGA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dari 189 negara yang menyepakati

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dari 189 negara yang menyepakati BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dari 189 negara yang menyepakati Deklarasi Millenium di New York pada bulan September 2000. Deklarasi Millenium ini dikenal dengan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN MADIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI SOPPENG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOPPENG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI SOPPENG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOPPENG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH 1 BUPATI SOPPENG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOPPENG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SOPPENG,

Lebih terperinci

Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58 Tambahan Le

Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58 Tambahan Le WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN RENCANA KERJA SATUAN KERJA PEMERINTAH DAERAH BERPERSPEKTIF GENDER KOTA PAREPARE WALIKOTA PAREPARE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama sejak terjadinya krisis ekonomi dan moneter pada tahun 1997.

BAB I PENDAHULUAN. terutama sejak terjadinya krisis ekonomi dan moneter pada tahun 1997. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Permasalahan yang dihadapi oleh Negara Indonesia adalah kemiskinan. Dari tahun ke tahun masalah ini terus menerus belum dapat terselesaikan, terutama sejak

Lebih terperinci