Nurjaya, Ibrahim Adamy, dan Sri Rochayati
|
|
- Sudirman Santoso
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Neraca Hara dan Produktivitas pada Usahatani Padi Sistem Konvensional, PTT, SRI, dan Semi Organik di Lahan Sawah Irigasi dengan Tingkat Kesuburan 22 Nurjaya, Ibrahim Adamy, dan Sri Rochayati Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Penelitian Tanah, Jl. Tentara Pelajar No. 12 Bogor Abstrak. Untuk mendukung pencapaian swasembada beras sebesar 10 juta ton pada tahun 2014, Kementerian Pertanian melalui Badan Litbang Pertanian telah melakukan usaha menggunakan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Bersamaan dengan itu, Kementerian Kimpraswil mengembangkan SRI (System of Rice Intensification) dalam rangka peningkatan efisiensi penggunaan air irigasi. Untuk mengkaji kelebihan dari kedua pendekatan tersebut dilakukan penelitian di lapang di Serang, Banten pada lahan sawah irigasi yang memiliki tingkat kesuburan rendah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis neraca hara dan tingkat produktivitas padi pada sistem pertanian konvensional, PTT, SRI, dan semi organik di lahan sawah irigasi dengan tingkat kesuburan rendah. Penelitian dilakukan selama dua musim tanam dari tahun 2009 dan Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok terdiri atas 6 perlakuan dengan 3 ulangan, perlakuan terdiri atas: sistem pertanian konvensional (petani), PTT, SRI, SPH- 1, SPH-2, dan SPH-3. Parameter yang diamati yaitu: tinggi tanaman dan jumlah anakan umur 30, 45 dan 60 HST, bobot gabah dan jerami serta neraca hara N, P, dan K. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan hara dengan pemberian pupuk organik saja belum mencukupi kebutuhan hara tanaman yang ditunjukkan dengan pertumbuhan tanaman, jumlah anakan, hasil gabah, dan jerami yang lebih rendah dibandingkan dengan sistem pertanian PTT dan semi organik. Neraca hara K negatif pada sistem konvensional dan PTT di lahan sawah dengan tingkat kesuburan rendah di Serang pada MK 2009 dan positif pada MK Usahatani sistem SRI pada tanah sawah dengan tingkat kesuburan rendah menghasilkan bobot gabah dan jerami lebih rendah dibandingkan dengan sistem PTT dan semi organik. Abstract, To support the achievement of self-sufficiency in rice as mach as 10 million tonnes in 2014, the Ministry of Agriculture through Agency for Agriculture Research and Development was been taken on itself by integrated plants management (IPM) approach. But at the same time, the Ministry of Kimpraswil developing the System of Rice Intensification in order to increase the efficiency of irrigation water usage. To examine the advantages of both approaches, it was carried out field experiment in Serang, Banten in the irrigated paddy fields with low fertility rates. The aim of this research is to analyze the nutrient balance and the level of rice productivity on conventional farming systems, IPM, SRI, and semi-organic in irrigated paddy fields with low fertility rates status. Research was conducted over the last two seasons of the years 2009 and The research used a randomized block design consists of 6 treatments, 3 replications. The treatment consisted of: a conventional farming systems (farmer), IPNM, SRI, Nutrient 247
2 Nurjaya et al. Management System (NMS)-1, NMS-2, and NMS-3. Parameters that observed, namely: plant height and number of tillers rice at 30, 45 and 60 days after planting, straw and grain weight, balance of nutrient N, P, and K. The results showed that nutrient management, by adding of organic fertilizer was not enough to supply plant nutrient which are indicated by the plant growth, the number of tillers rice, grain, and straw were low compared to lower agricultural system IPM and semi organic. K balance were negatif in the conventional system in the paddy field with a low fertility rate in Serang in dry season 2009 and positive in dry season Farming system at SRI with low fertility produce grain and straw weight lower than the PTT and semi organic systems. PENDAHULUAN Produktivitas padi di lahan sawah di Indonesia masih beragam dan belum optimal dibandingkan dengan negara lain sesama daerah tropik. Sebenarnya tingkat produktivitas padi Indonesia rata-rata 4,88 t ha -1, nomor dua tertinggi dan sedikit di bawah Vietnam, sedangkan potensinya dapat mencapai 6-7 t ha -1. Menurut Makarim et al. (2000) bahwa belum optimalnya produktivitas padi di lahan sawah antara lain disebabkan oleh rendahnya efisiensi pemupukan, kahat unsur mikro, sifat fisik tanah tidak optimal, penggunaan benih kurang bermutu, varietas yang dipilih kurang adaptif, belum efektifnya pengendalian hama penyakit, dan pengendalian gulma kurang optimal. Untuk mendukung pencapaian swasembada beras sebesar 10 juta ton pada tahun 2014 melalui P2BN (Peningkatan Produksi Beras Nasional), Kementerian Pertanian menggunakan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Pada awal pencanangan P2BN, teknologi PTT diterapkan pada padi sawah seluas 2,0 juta ha. Akan tetapi bersamaan dengan itu, Kementerian Kimpraswil menggunakan SRI (System Rice Intensification) dalam rangka peningkatan efisiensi penggunaan air irigasi. Sejak saat itu timbul dua macam pendekatan, bahkan di Kementerian Pertanian sendiri, yaitu Ditjen Tanaman Pangan menggunakan PTT (telah diselenggarakan Sekolah Latihan PTT), sedangkan Ditjen Pengelolaan Lahan dan Air menggunakan SRI. Di daerah, dualisme ini membingungkan pelaksana di lapang/penyuluh. Jika hal ini dibiarkan terus berlangsung maka dikhawatirkan dapat terjadi kontra produktif. Untuk itu diperlukan persamaan persepsi mengenai pendekatan ini sehingga diharapkan diperoleh satu model pengembangan dari kedua teknologi sistem pertanian di lahan sawah tersebut. Meskipun sistem pertanian model PTT dan SRI telah dikembangkan secara luas, namun pada kenyataannya sebagian besar petani di Indonesia masih mempraktekkan budidaya tanaman padi dengan sistem pertanian konvensional. Pengelolaan hara melalui pemupukan berimbang terpadu spesifik lokasi merupakan kunci untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk, produktivitas, dan pendapatan petani serta mengubah pertanian berbasis eksploitasi tanah menjadi pertanian berbasis pembangunan kesuburan tanah. Pemberian pupuk yang berlebihan selain 248
3 Neraca Hara dan Produktivitas pada Usahatani Padi menurunkan efisiensi pupuk dapat memberikan dampak negatif terhadap lingkungan. Dampak negatif penggunaan pupuk yang berlebihan dan tidak berimbang dapat menyebabkan ketidakseimbangan hara dalam tanah, kerusakan struktur tanah, penurunan keragaman dan populasi biota tanah serta pencemaran lingkungan. Di areal sawah intensifikasi terutama di Pulau Jawa, petani menggunakan pupuk secara berlebihan terutama urea sekitar kg ha -1 bahkan ada yang menggunakan hingga 650 kg ha -1, melampaui takaran yang direkomendasikan sekitar kg ha -1. Pemanfaatan bahan organik dalam sistem pertanian padi sawah merupakan faktor yang sangat penting. Bahan organik sangat diperlukan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Bahan organik dapat berfungsi: (1) menyimpan air tersedia lebih banyak, mengurangi penguapan, membuat kondisi tanah mudah untuk pergerakan akar tanaman baik untuk tanah liat berat maupun tanah berpasir, (2) menyediakan hara makro dan mikro bagi tanaman dalam batas tertentu, (3) meningkatkan daya menahan kation (KTK) dan anion (KTA) sehingga hara tidak mudah hilang dari tanah, (4) menetralkan keracunan Al dan Fe, (5) media tumbuh mikroorganisme tanah, seperti organisme penambat N udara, pelarut P, dan sebagainya (Makarim dan Suhartatik, 2006). Pada prinsipnya sistem pertanian padi sawah harus memaksimalkan pemanfaatan bahan organik secara in situ dan mengurangi penggunaan pupuk kimia anorganik. Penelitian menunjukkan bahwa pada sistem pertanian padi sawah intensif di China dan Vietnam, bahan organik dan pupuk kimia anorganik masih sama-sama digunakan dan saling melengkapi untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman. Penggunaan bahan organik di China dan Vietnam sekitar 25% dari total kebutuhan hara untuk tanaman (Nguyen Van Bo et al. 2002; Portch and Ji-yun, 2002). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis neraca hara dan tingkat porduktivitas padi pada sistem pertanian konvensional, PTT, SRI, dan semi organik di lahan sawah irigasi dengan tingkat kesuburan rendah. METODOLOGI Penelitian dilaksanakan di Serang, Banten, selama dua musim tanam yaitu MT 2009 dan 2010 di lahan sawah irigasi dengan tingkat kesuburan rendah. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok dengan 3 ulangan. Perlakuan terdiri atas: Kontrol lengkap, sistem pertanian konvensional (petani), PTT, SRI, SPH-1, SPH-2, dan SPH-3. Dosis pemupukan petani disesuaikan dengan dosis setempat, PTT dosis berdasarkan uji tanah, SRI (kompos pupuk kandang 3t ha -1 + kompos jerami 12 t ha -1 ); SPH-1 (125 kg urea ha kg SP-36 ha kg KCl ha ,5 t ha -1 kompos jerami+ 6 t ha -1 pupuk kandang), SPH-2 (125 kg urea ha kg SP-36 ha kg KCl ha t ha -1 kompos jerami + 12 t ha -1 pupuk kandang) dan SPH-3 (125 kg urea ha kg SP-36 ha kg KCl ha -1-1,5 t ha -1 kompos jerami+ 6 t ha -1 pupuk kandang). Parameter yang diamati: 249
4 Nurjaya et al. sifat kimia tanah sebelum tanam meliputi: ph (KCl dan H 2 O), C-organik (Kalium Dichromat/Kjeldhal), N-total (Kjeldal), NH 4 + dan NO 3 -, P 2 O 5 dan K 2 O (HCl 25%), P-Bray 1, P-Olsen, nilai tukar kation Ca, Mg, K, dan Na (NH 4 OAc 1M ph 7), KTK, dan kejenuhan basa (KB) (Balai Penelitian Tanah, 2005). Aspek agronomis: tinggi tanaman dan jumlah anakan pada umur 30, 45 dan 60 HST, gabah kering panen (GKP), gabah kering giling (GKG) KA 14%, jerami basah dan jerami kering serta neraca hara (dihitung berdasarkan input dikurangi output dengan menggunakan data pengamatan berasal dari penelitian. Komponen input meliputi hara yang berasal dari pupuk baik anorganik maupun organik, air irigasi (inlet), sumbangan dari mikroba, air hujan, indigenous tanah. Adapun komponen output terdiri dari hara yang terkandung dalam gabah maupun jerami, air drainase (outlet), kehilangan N dalam bentuk gas (NH 3 dan N 2 O). Persamaan neraca hara untuk masing-masing unsur (N, P, dan K) sebagai berikut: Neraca Hara (Cara) = Input Output Komponen input meliputi hara yang berasal dari pupuk baik anorganik maupun organik, air irigasi (inlet), air hujan, indigenous tanah. Adapun komponen output terdiri dari hara yang terkandung dalam gabah maupun jerami, air drainase (outlet), kehilangan N dalam bentuk gas N 2 O. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik tanah lokasi penelitian Data tekstur dan sifat kimia tanah lokasi penelitian di Serang, Banten disajikan pada Tabel 1. Hasil analisis tanah bertekstur lempung berdebu, ph tanah terekstrak H 2 O masam, kadar C-organik, N-total, dan C/N rasio tanah semuanya tergolong rendah. Kadar P terekstrak HCl 25% sangat rendah, kadar K terekstrak HCl 25% lokasi tergolong sangat rendah, P-tersedia (terekstrak Bray 1) tergolong sedang. Nilai tukar kation Ca, Mg, K, dan Na tanah sawah Ciruas tergolong sangat rendah sampai rendah. Kapasitas tukar kation (KTK) dan kejenuhan basa (KB) tergolong sedang. Berdasarkan hasil analisis laboratorium, tanah Inceptisols Ciruas memiliki tingkat kesuburan rendah. nya tingkat kesuburan tanah Inceptisols Serang, Banten dicirikan oleh kandungan C-organik dan N-total serta sifat kimia tanah tergolong rendah, kecuali P- tersedia terekstrak Bray 1 dan kejenuhan basa (KB) tergolong sedang. nya kapasitas tukar kation (KTK) menyebabkan komplek pertukaran tidak dapat mengikat kation-kation Ca, Mg, dan K sehingga kation-kation tersebut mudah tercuci dari komplek pertukaran. 250
5 Neraca Hara dan Produktivitas pada Usahatani Padi Tabel 1. Hasil analisis tanah Inceptisols Serang, Banten sebelum penelitian dilaksanakan Jenis penetapan Nilai Kriteria Lempung berdebu Tekstur: Liat (%) Debu (%) Pasir (%) ph: H 2 O KCl Bahan Organik: C-organik (%) N-total (%)38 C/N P 2 O 5 (HCl 25%) mg 100g -1 K 2 O (HCl 25%) mg 100g -1 P-Bray 1 (mg kg -1 P) Kation: (cmol (+) kg -1 Ca Mg K Na KTK (cmol (+) kg -1 KB (%) 5,0 4,2 1,25 0, ,77 1,18 0,10 0,18 13,69 54 Masam SR SR Sedang SR SR Sedang Tinggi tanaman Data tinggi tanaman padi umur 30, 45, dan 60 HST sebagai respon pada berbagai sistem di Ciruas, Banten pada MT 2009 dan MT 2010 disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Data tinggi tanaman padi umur 30, 45, dan 60 HST pada berbagai sistem pertanian di lahan irigasi Serang, Banten tahun 2009 dan Perlakuan 30 HST 45 HST 60 HST 30 HST 45 HST 60 HST Petani 38,47 b 62,57 b 75,00 b 53,87 a 73,40 a 83,20 a PTT 44,67 a 65,13 b 80,67 ab 49,10 abc 72,73 a 83,63 a SRI 38,60 b 57,77 c 65,33 c 45,00 bc 64,33 b 75,77 b SPH-1 44,47 a 69,01 a 83,33 a 47,30 abc 73,77 a 86,57 a SPH-2 43,50 a 63,03 b 77,00 b 44, 03 c 69,67 a 86,33 a SPH-3 44,30 a 65,20 b 80,67 ab 51,60 ab 72,77 a 82,90 a Pada MT 2009 hasil uji statistik menunjukkan sistem SRI secara nyata menghasilkan pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan sistem pertanian lainnya, sedangkan pada sistem pengelolaan hara 1 (SPH-1) secara nyata menghasilkan pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sistem konvensional dan PTT. Hasil penelitian pada MT 2010 pada pengamatan 45 dan 60 HST sistem SRI secara nyata masih menghasilkan pertumbuhan lebih rendah dibandingkan sistem pertanian lainnya, sedangkan antara sistem konvensional, PTT, dan sistem pengelolaan hara 1, 2, dan 3 (SPH-1, SPH-2, dan SPH-3) tidak berbeda nyata. 251
6 Nurjaya et al. Jumlah anakan Data jumlah anakan padi umur HST disajikan pada Tabel 3. Hasil uji statistik menunjukkan pada MT 2009 secara umum tidak berbeda nyata kecuali dibandingkan dengan sistem pengelolaan hara 2 (SPH-2), sistem SRI secara nyata menghasilkan jumlah anakan lebih rendah. Namun secara kuantitatif sistem pengelolaan hara 2 (SPH-2) menghasilkan jumlah anakan tertinggi yaitu mencapai 28,7 rumpun (29 rumpun) sedangkan jumlah anakan terendah pada sistem SPH-3 yaitu 21,0 rumpun. Pada MT 2010 hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik antara perlakuan berbagai sistem pertanian berbeda nyata kecuali antara sistem SRI dan SPH-1 tidak berbeda nyata. Jumlah anakan tertinggi dicapai pada sistem SPH-2 yaitu mencapai 21,37 rumpun pada umur 60 HST dan terendah pada sistem SPH-3 13,9 rumpun. Berdasarkan data tersebut, sistem SRI menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik yang ditunjukkan dengan peningkatan jumlah anakan yang meningkat mencapai 16,9 rumpun, namun secara nyata masih lebih rendah dibandingkan dengan sistem SPH-2 akan tetapi sistem SRI secara nyata menghasilkan jumlah anakan lebih tinggi dibandingkan dengan sistem PTT dan sistem konvensional. Tabel 3. Data jumlah anakan padi umur 30, 45, dan 60 HST panen pada berbagai sistem pertanian di lahan sawah irigasi Serang, Banten MT 2009 MT 2010 Perlakuan 30 HST 45 HST 60 HST 30 HST 45 HST 60 HST Petani 11,3 b 31,3 b 25,3 abc 15,90 a 19,83 b 14,93 c PTT 13,7 ab 32,7 ab 27,7 ab 11,03 b 15,30 c 14,37 c SRI 11,0 b 27,0 b 22,7 bc 10,53 b 19,73 b 16,97 b SPH-1 17,0 a 32,7 ab 25,3 abc 15,07 a 21,83 ab 16,33 b SPH-2 12,7 b 37,3 a 28,7 a 11,87 b 24,00 a 21,37 a SPH-3 16,7 a 29,0 b 21,0 c 15,37 a 19,90 b 13,87 d Bobot gabah Data bobot gabah kering panen dan kering giling pada MT 2009 sebagai respon terhadap perlakuan pada berbagai sistem pertanian disajikan pada Tabel 4. Terhadap hasil gabah kering panen, hasil uji statistik menunjukkan perbedaan yang nyata antara berbagai sistem pertanian, dimana sistem SPH-1 secara nyata menghasilkan bobot gagah kering panen tertinggi yaitu 7,533 t ha -1 selanjutnya diikuti PTT dan SPH-3 masing-masing 6,639 dan 6,184 t ha -1 sedangkan sistem SRI menghasilkan gabah kering panen terendah hanya mencapai 2,494 t ha -1. Demikian pula terhadap hasil gabah kering giling, sistem SPH-1 secara nyata menghasilkan tertinggi akan tetapi tidak berbeda nyata dibandingkan dengan sistem PTT yang manghasilkan gabah kering giling 4,285 t ha -1. Sedangkan pada sistem SRI menghasilkan gabah kering panen terendah yaitu hanya mecapai 1,171 t ha
7 Neraca Hara dan Produktivitas pada Usahatani Padi Pada MT 2010 hasil uji statistik menunjukkan, sistem PTT secara nyata menghasilkan bobot gagah kering panen tertinggi (6,13 t ha -1 ), dibandingkan dengan dengan sistem pertanian lainnya, dan terendah pada sistem SRI hanya menghasilkan gabah kering panen 2,73 t ha -1. Sedangkan antar sistem SPH-1, SPH-2, SPH-3, dan sistem konvensional (petani) tidak berbeda nyata. Terhadap bobot gabah kering giling, hasil uji statistik menunjukkan antara berbagai sistem tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dibandingkan dengan sistem SRI. Secara kuantitatif antara sistem PTT menghasilkan gabah kering giling tidak jauh berbeda masing-masing 4,23 t ha -1 dan 4,30 t ha -1, walaupun pada sistem SRI menghasilkan gabah kering panen paling rendah yaitu 2,27 t ha -1, namun terjadi peningkatan yang tinggi mencapai 93,8% apabila dibandingkan dengan hasil gabah kering giling pada MT 2009 yang hanya mencapai 1,171 t ha -1. Tabel 4. Data bobot bagah kering panen dan kering giling (t ha -1 ) pada berbagai sistem pertanian di Ciruas, Banten MT 2009 dan MT 2010 Perlakuan MT 2009 MT 2010 Kering panen Kering giling Kering panen Kering giling Petani 5,585 c 3,765 c 4,27 b 3,90 a PTT 6,639 b 4,285 ab 6,13 a 4,23 a SRI 2,494 e 1,171 e 2,73 c 2,27 b SPH-1 7,533 a 4,624 a 4,87 b 4,30 a SPH-2 4,744 d 3,193 d 4,90 b 3,97 a SPH-3 6,184 bc 4,085 bc 5,33 b 3,77 a Bobot jerami Hasil penelitian di Serang pada MT 2009, hasil pengujian menunjukkan, sistem SPH-1 secara nyata menghasilkan bobot jerami basah tertinggi (21,185 t ha -1 ) diikuti PTT dan SPH-3, dan terendah pada sistem SRI hanya mencapai 6,852 t ha -1. Tidak demikian halnya dengan bobot jerami kering, sistem PTT secara kuantitatif menghasilkan bobot kering tertinggi mencapai 6,655 t ha -1 tetapi tidak berbeda nyata dengan sistem SPH-1, SPH-3, petani, dan SPH-2 tetapi berbeda nyata dibandingkan dengan sistem SRI yang menghasilkan bobot jerami kering terendah 3,070 t ha -1. Tabel 5. Data bobot jerami basah dan jerami kering pada berbagai sistem pertanian di Ciruas, Banten MT 2009 dan MT 2010 Perlakuan MT 2009 MT 2010 Basah Kering Basah Kering Petani 14,333 bc 5,325 ab 12,33 ab 5,700 ab PTT 17,482 b 6,655 a 16,17 a 7,527 a SRI 6,852 d 3,070 c 6,13 c 3,660 b SPH-1 21,185 a 6,130 ab 11,60 b 7,773 a SPH-2 11,704 c 4,819 b 10,50 b 7,350 a SPH-3 15,667 b 6,078 ab 12,53 ab 6,917 a 253
8 Nurjaya et al. Pada MT 2010, hasil pengujian menunjukkan sistem SPH-1 secara nyata menghasilkan bobot jerami basah tertinggi yaitu 16,17 t ha -1 berbeda nyata dibandingkan dengan sistem SPH-1, SPH-2, dan SRI; akan tetapi tidak berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan petani dan SPH-3. Hasil jerami basah terendah diperoleh pada sistem SRI yaitu hanya mencapai 6,13 t ha -1. Sedangkan terhadap bobot jerami kering, tertinggi diperoleh pada sistem SPH-1 yaitu mencapai 7,77 t ha -1 tidak berbeda nyata dibandingkan dengan sistem PTT, SPH-1 SPH-2, dan SPH-3 tetapi berbeda nyata dibandingkan dengan sistem SRI. Secara kuantitatif sistem SRI menghasilkan bobot jerami kering terendah hanya mencapai 3,66 t ha -1. Neraca hara Hasil analisis neraca hara pada sistem pertanian konvensional (petani), PTT, SRI, SPH-1, SPH-2, dan SPH-3 disajikan pada (Gambar 1). Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum neraca hara NPK tanah bernilai positif, kecuali pada sistem konvensional (petani) dan PTT neraca hara K negatif atau defisit. Pada sistem konvensional neraca hara K negatif mencapai 85,7 kg K ha -1 dan pada sistem PTT 34,6 kg K ha -1. Neraca hara positif tertinggi diperoleh pada sistem SRI mencapai 158,74 kg N ha -1 dan 220,6 kg K ha -1 selanjutnya pada sistem SPH-2 yang mencapai 163,5 kg N ha -1 dan 200,5 kg K ha -1. Secara umum neraca hara P positif akan tetapi relatif kecil, sehingga untuk menjaga keseimbangan hara dalam tanah maka untuk menanam padi pada musim berikutnya pemberian pupuk P masih diperlukan. Tingginya defisit hara K pada sistem konvensional (petani) disebabkan petani tidak melakukan pemupukan KCl sebagai sumber hara K tapi diberikan dalam bentuk Phonska dengan dosis 200 kg ha -1 atau setara dengan 30 kg KCl ha -1. Pada MT 2010, hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum neraca hara N,P, dan K tanah bernilai positif, neraca hara positif tertinggi untuk N diperoleh pada sistem SPH-2 selanjutnya diikuti SRI dan dan SPH-1 masing-masing mencapai 179,69 kg N ha -1, 165,04 kg N ha -1, dan 122,00 kg N ha -1 dan terendah pada sistem konvensional (petani) yaitu hanya mencapai 36,61 kg N ha -1. Untuk hara P neraca positif tertinggi diperoleh pada sistem pertanian konvesional (petani), selanjutnya diikuti oleh sistem SRI dan SPH-2 yaitu masing-masing 91,00 kg P ha -1, 24,54 kg P ha -1, dan SPH-2 17,74 kg P ha -1 dan terendah pada sistem PTT yaitu hanya mencapai 3,19 kg P ha -1. Sedangkan untuk hara K, neraca hara positif tertinggi dicapai pada sistem SRI mencapai 299,63 kg K ha -1, selanjutnya diikuti oleh sistem SPH-2 dan SPH-1 masing-masing 231,26 kg K ha -1 dan 126,42 kg K ha -1 dan neraca hara K terendah diperoleh pada sistem konvensional (petani) yaitu 20,16 kg K ha
9 Keseimbangan hara (kg/ha) Keseimbangan hara (kg/ha) Neraca Hara dan Produktivitas pada Usahatani Padi Input Output Neraca N P K N P K N P K N P K N P K N P K Petani PTT SRI SPH-1 SPH-2 SPH-3 Sistem pertanian Gambar 1. Neraca hara N, P, dan K pada berbagai sistem pertanian pada lokasi penelitian di Cirusa, Banten MT Neraca Input Output N P K N P K N P K N P K N P K N P K Petani PTT SRI SPH-1 SPH-2 SPH-3 Sistem pertanain Gambar 2. Neraca hara N, P, dan K pada berbagai sistem pertanian pada lokasi penelitian di lahan sawah irigasi di Ciruas, Banten MT 2010 nya tingkat ketersediaan hara N dan K dalam tanah setelah panen serta defisit hara K pada sistem PTT setelah panen, hal ini disebabkan sumber hara berasal dari pupuk anorganik mudah larut sehingga lebih cepat diserap oleh tanaman yang ditunjukkan oleh hasil gabah dan jerami paling tinggi dibandingkan dengan sistem pertanian lainnya (SRI dan semi organik). Sedangkan pada SRI sumber hara semua dari pupuk organik dalam bentuk kompos jerami dan pupuk kandang dengan dosis tinggi sedangkan pada sistem PTT selain dari pupuk anorganik juga berasal dari kompos jerami yang tingkat 255
10 Nurjaya et al. ketersediaannya relatif lambat karena proses pelepasannya secara bertahap, sehingga dalam tanah masih tersedia cukup tinggi. Ditunjukkan dengan hasil gabah dan jeraminya pada sistem SRI lebih rendah dari PTT, pemberian bahan organik dengan dosis tinggi umumnya baru terlihat responnya pada musim berikutnya. KESIMPULAN 1. Pengelolaan hara dengan hanya mengandalkan pemberian pupuk organik saja belum mencukupi kebutuhan hara tanaman yang ditunjukkan hasil gabah dan jerami padi yang rendah. 2. Pengembangan usahatani padi sistem SRI pada tanah sawah dengan tingkat kesuburan rendah menghasilkan bobot gabah dan jerami lebih rendah dibandingkan dengan sistem PTT dan semi organik. 3. Neraca hara N, P, dan K pada usahatani padi sistem SRI positif pada musim tanaman ke dua (MT II), pemberian pupuk organik yang dikombinasi pemberian pupuk anorganik pada sistem pertanian semi organik menghasilkan neraca hara N, P, dan K positif. DAFTAR PUSTAKA Makarim, A.K, S. Abdurachman, dan S. Purba Efisiensi input tanaman pangan melalui prescription farming. Dalam A.K. Makarim dkk. (Eds). Tonggak Kemajuan Penelitian Tanaman Pangan. Konsep dan strategi Peningkatan Produksi Pangan. Puslitbang Tanaman Pangan, Bogor. Makarim, A.K. dan E. Suhartatik Budi daya padi dengan masukan in situ menuju perpadian masa depan. Iptek Tanaman Pangan, No. 1. Nguyen Van Bo, E. Muter, and Bui Huy Hien Balanced fertilization for better crops in Vietnam. Prosiding Lokakarya Pemupukan Berimbang. Lembaga Pupuk Indonesia. Jakarta, 25 Juni Portch, S. and Ji-yun Jin Balanced Fertilizer use in China. Prosiding Lokakarya Pemupukan Berimbang. Lembaga Pupuk Indonesia. Jakarta, 25 Juni
I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan bahan pangan terutama beras akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat peningkatan
Lebih terperinciAPLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG. M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia
APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Dalam budi daya jagung perlu memperhatikan cara aplikasi pupuk urea yang efisien sehingga pupuk yang diberikan
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran.
28 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengamatan 4.1.1 Tinggi Tanaman Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis dan dosis amelioran tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman padi ciherang
Lebih terperinciKAJIAN PADI VARIETAS UNGGUL BARU DENGAN CARA TANAM SISTEM JAJAR LEGOWO
KAJIAN PADI VARIETAS UNGGUL BARU DENGAN CARA TANAM SISTEM JAJAR LEGOWO Yati Haryati dan Agus Nurawan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat Jl. Kayuambon No. 80 Lembang, Bandung Email : dotyhry@yahoo.com
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Lahan 4. 1. 1. Sifat Kimia Tanah yang digunakan Tanah pada lahan penelitian termasuk jenis tanah Latosol pada sistem PPT sedangkan pada sistem Taksonomi, Tanah tersebut
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dimulai dari April 2009 sampai Agustus 2009. Penelitian lapang dilakukan di lahan sawah Desa Tanjung Rasa, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Bogor,
Lebih terperinciREKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor
REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor Data statistik menunjukkan bahwa dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir, rata-rata
Lebih terperinciPENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A
PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A34104064 PROGRAM STUDI AGRONOMI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT
Lebih terperinciPEMUPUKAN LAHAN SAWAH BERMINERAL LIAT 2:1 UNTUK PADI BERPOTENSI HASIL TINGGI
PEMUPUKAN LAHAN SAWAH BERMINERAL LIAT 2:1 UNTUK PADI BERPOTENSI HASIL TINGGI A. Kasno dan Nurjaya ABSTRAK Padi merupakan makanan pokok yang mempunyai nilai strategis dalam keamanan pangan nasional. Swasembada
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Semawung, Kec. Andong, Boyolali (lahan milik Bapak Sunardi). Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan, dimulai bulan
Lebih terperinciSEMINAR DAN EKSPOSE TEKNOLOGI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
RAKITAN TEKNOLOGI SEMINAR DAN EKSPOSE TEKNOLOGI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN Bogor,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Tanah Analisis tanah merupakan salah satu pengamatan selintas untuk mengetahui karakteristik tanah sebelum maupun setelah dilakukan penelitian. Analisis tanah
Lebih terperinciTHE INFLUENCE OF N, P, K FERTILIZER, AZOLLA (Azolla pinnata) AND PISTIA (Pistia stratiotes) ON THE GROWTH AND YIELD OF RICE (Oryza sativa)
JURNAL PRODUKSI TANAMAN Vol. 1 No. 3 JULI-2013 ISSN : 2338-3976 PENGARUH PUPUK N, P, K, AZOLLA (Azolla pinnata) DAN KAYU APU (Pistia stratiotes) PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI SAWAH (Oryza sativa) THE
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Karakteristik Latosol Cikabayan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Bahan tanah yang digunakan dalam percobaan pupuk organik granul yang dilaksanakan di rumah kaca University Farm IPB di Cikabayan, diambil
Lebih terperinciIV. HASIL 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi Tabel 2 No Analisis Metode Hasil Status Hara
IV. HASIL 4.. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi Data fisikokimia tanah awal percobaan disajikan pada Tabel 2. Andisol Lembang termasuk tanah yang tergolong agak masam yaitu
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Karakteristik Tanah di Lahan Percobaan Berdasarkan kriteria Staf Pusat Penelitian Tanah (1983), karakteristik Latosol Dramaga yang digunakan dalam percobaan disajikan
Lebih terperinciTENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI
LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 01/Kpts/SR.130/1/2006 TANGGAL 3 JANUARI 2006 TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK KATA PENGANTAR
Lebih terperinciPemupukan berimbang spesifik lokasi merupakan
Neraca Hara N, P, dan K pada Tanah Inceptisols dengan Pupuk Majemuk untuk Tanaman Padi A. Kasno dan Diah Setyorini Balai Penelitian Tanah Jln. Ir. H. Juanda 98, Bogor ABSTRACT. The N, P, and K Balance
Lebih terperinciEFEKTIFITAS PUPUK HAYATI ECOFERT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG. Syafruddin Balai Penelitian Tanaman Serealia
EFEKTIFITAS PUPUK HAYATI ECOFERT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG Syafruddin Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Penelitian dilaksanakan pada lahan sawah di Bontonompo Gowa-Sulsel yang
Lebih terperinciPengaruh Silikat Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Padi Sawah pada Tanah Ultisol
Pengaruh Silikat Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Padi Sawah pada Tanah Ultisol 20 Didi Ardi Suriadikarta dan Husnain Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Penelitian Tanah, Jl. Tentara Pelajar
Lebih terperinciHanafi Ansari*, Jamilah, Mukhlis
PENGARUH DOSIS PUPUK DAN JERAMI PADI TERHADAP KANDUNGAN UNSUR HARA TANAH SERTA PRODUKSI PADI SAWAH PADA SISTEM TANAM SRI (System of Rice Intensification) Effect of Fertilizer Dosage and Rice Straw to the
Lebih terperinciI. Pendahuluan. II. Permasalahan
A. PENJELASAN UMUM I. Pendahuluan (1) Padi sawah merupakan konsumen pupuk terbesar di Indonesia. Efisiensi pemupukan tidak hanya berperan penting dalam meningkatkan pendapatan petani, tetapi juga terkait
Lebih terperinciVI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL
VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia
Lebih terperinciPENGELOLAAN HARA UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH BUKAAN BARU DI HARAPAN MASA-TAPIN KALIMANTAN SELATAN
PENGELOLAAN HARA UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH BUKAAN BARU DI HARAPAN MASA-TAPIN KALIMANTAN SELATAN LR. Widowati dan S. Rochayati ABSTRAK Salah satu upaya pemenuhan pangan nasional adalah
Lebih terperinciUJI ADAPTASI BEBERAPA PADI HIBRIDA DI LAHAN SAWAH IRIGASI BARITO TIMUR, KALIMANTAN TENGAH
Seminar Nasional : Reformasi Pertanian Terintegrasi Menuju Kedaulatan Pangan UJI ADAPTASI BEBERAPA PADI HIBRIDA DI LAHAN SAWAH IRIGASI BARITO TIMUR, KALIMANTAN TENGAH Asmarhansyah 1) dan N. Yuliani 2)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu merupakan bahan pangan pokok ketiga setelah beras dan jagung. Daunnya dapat digunakan sebagai
Lebih terperinciBALAI PENELITIAN TANAH
No.: 07/RISTEK/BBSDLP/2011 LAPORAN AKHIR Analisis Komparatif Sitem Pertanian Konvensional, PTT dan SRI di Lahan Sawah Irigasi Jawa Barat terhadap Keseimbangan Hara, Dinamika Biologi, Efisiensi Pupuk (>
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) merupakan salah satu tanaman pangan
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) merupakan salah satu tanaman pangan yang berpotensi untuk dikembangkan secara intensif. Permintaan kacang hijau dalam
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Inceptisol Indramayu Inceptisol Indramayu memiliki tekstur lempung liat berdebu dengan persentase pasir, debu, liat masing-masing 38%,
Lebih terperinciPERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN
PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN Tanah sulfat masam merupakan tanah dengan kemasaman yang tinggi
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik
14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga dan komposisi kimia pupuk organik yang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi 4.1.1. Kakteristik Ultisol Gunung Sindur Hasil analisis pendahuluan sifat-sifat kimia tanah disajikan pada tabel.1.
Lebih terperinciPENERAPAN SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO JAGUNG HIBRIDA UNTUK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DI LAHAN INCEPTISOLS GUNUNGKIDUL
Eko Srihartanto et al.: Penerapan Sistem Tanam Jajar PENERAPAN SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO JAGUNG HIBRIDA UNTUK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DI LAHAN INCEPTISOLS GUNUNGKIDUL Eko Srihartanto 1), Sri Wahyuni
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Hasil analisis contoh tanah pada lokasi percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tanah pada lokasi percobaan, tingkat kemasaman tanah termasuk
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di desa Kleseleon, kecamatan Weliman, kabupaten Malaka, proinsi Nusa Tenggara Timur pada lahan sawah bukaan baru yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tanaman padi salah satunya yaitu pemupukan. Pupuk merupakan salah satu faktor
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padi merupakan komoditas utama yang selalu dibudidayakan oleh petani di Indonesia. Tetapi ada banyak hal yang menjadi kendala dalam produktivitas budidaya tanaman padi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan
Lebih terperinciIV. HASIL PENELITIAN
IV. HASIL PENELITIAN Karakterisasi Tanah Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa tanah Ultisol memiliki tekstur lempung dan bersifat masam (Tabel 2). Selisih antara ph H,O dan ph KC1 adalah 0,4; berarti
Lebih terperinciPENGGUNAAN BERBAGAI PUPUK ORGANIK PADA TANAMAN PADI DI LAHAN SAWAH IRIGASI
PENGGUNAAN BERBAGAI PUPUK ORGANIK PADA TANAMAN PADI DI LAHAN SAWAH IRIGASI Endjang Sujitno, Kurnia, dan Taemi Fahmi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Barat Jalan Kayuambon No. 80 Lembang,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
17 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kandungan Hara Tanah Analisis kandungan hara tanah pada awal percobaan maupun setelah percobaan dilakukan untuk mengetahui ph tanah, kandungan C-Organik, N total, kandungan
Lebih terperinciPERANAN UREA TABLET DAN VARIETAS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI PADI DI LAHAN RAWA LEBAK
ISSN 1410-1939 PERANAN UREA TABLET DAN VARIETAS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI PADI DI LAHAN RAWA LEBAK [THE ROLE OF TABLET UREA AND VARIETY IN INCREASING RICE PRODUCTION IN SWAMPY AREA] Waluyo 1, Juliardi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teoritis 2.1.1. Sawah Tadah Hujan Lahan sawah tadah hujan merupakan lahan sawah yang dalam setahunnya minimal ditanami satu kali tanaman padi dengan pengairannya sangat
Lebih terperinciUntuk menunjang pertumbuhannya, tananam memerlukan pasokan hara
Penentuan Takaran Pupuk Fosfat untuk Tanaman Padi Sawah Sarlan Abdulrachman dan Hasil Sembiring 1 Ringkasan Pemanfaatan kandungan fosfat tanah secara optimal merupakan strategi terbaik untuk mempertahankan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berkualitas. Salah satu kendala peningkatan kualitas sumberdaya manusia adalah
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di berbagai bidang memerlukan sumberdaya manusia yang berkualitas. Salah satu kendala peningkatan kualitas sumberdaya manusia adalah defisiensi nutrisi Zn.
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Pertumbuhan Tanaman 4. 1. 1. Tinggi Tanaman Pengaruh tiap perlakuan terhadap tinggi tanaman menghasilkan perbedaan yang nyata sejak 2 MST. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat
Lebih terperinciPENGARUH PUPUK ORGANIK BERKADAR BESI TINGGI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH
AGRIC Vol.25, No. 1, Desember 13: 58-63 PENGARUH PUPUK ORGANIK BERKADAR BESI TINGGI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH EFFECT OF ORGANIC FERTILIZER WITH HIGH IRON CONTENT ON THE GROWTH AND PRODUCTION
Lebih terperinciOleh TIMBUL SIMBOLON ILMU TANAH DEPARTEMEN ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN. Universitas Sumatera Utara
LAJU EMISI GAS METAN (CH 4 ), SUHU UDARA DAN PRODUKSI PADI SAWAH IP 400 PADA FASE VEGETATIF MUSIM TANAM I AKIBAT VARIETAS DAN BAHAN ORGANIK YANG BERBEDA SKRIPSI Oleh TIMBUL SIMBOLON 070303021 ILMU TANAH
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisis Contoh Tanah Hasil analisa sudah diketahui pada Tabel 4.1 dapat dikatakan bahwa tanah sawah yang digunakan untuk penelitian ini memiliki tingkat kesuburan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi
Lebih terperinciUJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN
UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN Suwardi Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Panyipatan, Kabupaten Tanah Laut,
Lebih terperinciAplikasi Pupuk Kandang dan Pupuk SP-36 Untuk Meningkatkan Unsur Hara P Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Inceptisol Kwala Bekala
Aplikasi Kandang dan Untuk Meningkatkan Unsur Hara P Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Inceptisol Kwala Bekala Application of Farmyard Manure and SP-36 Fertilizer on Phosphorus Availability
Lebih terperinciPENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT
PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT Handoko Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur ABSTRAK Lahan sawah intensif produktif terus mengalami alih fungsi,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia.
Lebih terperinciKey words: upland rice local varieties, fertilization N, upland
KAJIAN EFEKTIVITAS PEMUPUKAN N TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI GOGO VARIETAS LOKAL DI LAHAN KERING Zainal Arifin, Indriana Ratna Dewi dan Dwi Setyorini Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk Indonesia. Perkembangan produksi tanaman pada (Oryza sativa L.) baik di Indonesia maupun
Lebih terperinciPengelolaan Hara Terpadu untuk Meningkatkan Produktivitas Padi Lahan Rawa Pasang Surut Sulfat Masam Potensial
Pengelolaan Hara Terpadu untuk Meningkatkan Produktivitas Padi Lahan Rawa Pasang Surut Sulfat Masam Potensial Yulia Raihana dan Muhammad Alwi Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa Jln. Kebun Karet P.O.Box
Lebih terperinciKAJIAN APLIKASI PEMBERIAN KOMBINASI PUPUK ORGANIK DAN AN- ORGANIK TERHADAP PRODUKSI PADI SAWAH
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Juni, 2012 KAJIAN APLIKASI PEMBERIAN KOMBINASI PUPUK ORGANIK DAN AN- ORGANIK TERHADAP PRODUKSI PADI SAWAH Gatot Kustiono 1), Jajuk Herawati 2), dan Indarwati
Lebih terperinciSKRIPSI. Oleh MOCHAMAD IQBAL WALUYO H
SKRIPSI PEMUPUKAN, KETERSEDIAAN DAN SERAPAN K OLEH PADI SAWAH DI GRUMUSOL untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Oleh
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Lahan Sawah. reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat
TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Sawah Perubahan kimia tanah sawah berkaitan erat dengan proses oksidasi reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat ketersediaan hara dan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1. Lahan Sawah Tadah Hujan Sawah tadah hujan adalah lahan sawah yang sangat tergantung pada curah hujan sebagai sumber air untuk berproduksi. Jenis sawah
Lebih terperinciPENGELOLAAN HARA TANAMAN PADI SISTEM GOGORANCAH DI LAHAN SAWAH TADAH HUJAN NUTRIENTS MANAGEMENT OF THE GOGO RANCAH RICE SYSTEM IN RAINFED SKRIPSI
PENGELOLAAN HARA TANAMAN PADI SISTEM GOGORANCAH DI LAHAN SAWAH TADAH HUJAN NUTRIENTS MANAGEMENT OF THE GOGO RANCAH RICE SYSTEM IN RAINFED SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh
Lebih terperinciPENGATURAN POPULASI TANAMAN JAGUNG UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI SIDRAP
PENGATURAN POPULASI TANAMAN JAGUNG UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI SIDRAP M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Pengembangan usahatani jagung yang lebih
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian,Perlakuan dan Analisis Data
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan mulai Oktober 2014 Februari 2015. Penelitian dilaksanakan di Desa Semawung Kec. Andong, Kab. Boyolali,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah dikenal sejak dulu. Ada beberapa jenis tomat seperti tomat biasa, tomat apel, tomat keriting,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tanaman padi merupakan tanaman yang termasuk genus Oryza L. yang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman padi merupakan tanaman yang termasuk genus Oryza L. yang meliputi kurang lebih 25 spesies dan tersebar di daerah tropis dan subtropis seperti di Asia, Afrika,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut
29 TINJAUAN PUSTAKA Sumber-Sumber K Tanah Sumber hara kalium di dalam tanah adalah berasal dari kerak bumi. Kadar kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut mengandung
Lebih terperinciRESPONS TANAMAN KEDELAI TERHADAP PEMBERIAN PUPUK FOSFOR DAN PUPUK HIJAU PAITAN
RESPONS TANAMAN KEDELAI TERHADAP PEMBERIAN PUPUK FOSFOR DAN PUPUK HIJAU PAITAN Sumarni T., S. Fajriani, dan O. W. Effendi Fakultas Pertanian Universitas BrawijayaJalan Veteran Malang Email: sifa_03@yahoo.com
Lebih terperinciSELEKSI POTENSI HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI GOGO DI DESA SIDOMULYO KABUPATEN KULON PROGO
SELEKSI POTENSI HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI GOGO DI DESA SIDOMULYO KABUPATEN KULON PROGO Sutardi, Kristamtini dan Setyorini Widyayanti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta ABSTRAK Luas
Lebih terperinciTHE EFFECT OF AZOLLA AND N FERTILIZER APLICATION ON RICE FIELD (Oryza sativa L.) VARIETY INPARI 13
PENGARUH PEMBERIAN PUPUK AZOLLA DAN PUPUK N PADA TANAMAN PADI (Oryza sativa L.) VARIETAS INPARI 13 THE EFFECT OF AZOLLA AND N FERTILIZER APLICATION ON RICE FIELD (Oryza sativa L.) VARIETY INPARI 13 Gita
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE
III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Agustus 2010. Penelitian dilakukan di lahan percobaan NOSC (Nagrak Organic S.R.I. Center) Desa Cijujung,
Lebih terperinciLampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007)
Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007) Unsur Hara Lambang Bentuk tersedia Diperoleh dari udara dan air Hidrogen H H 2 O 5 Karbon C CO 2 45 Oksigen O O 2
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Melon (Cucumis melo L.) merupakan salah satu buah yang dikonsumsi segar.
PENDAHULUAN Latar Belakang Melon (Cucumis melo L.) merupakan salah satu buah yang dikonsumsi segar. Pada perusahaan makanan dan minuman, melon digunakan sebagai bahan penyedap rasa dan memberikan aroma
Lebih terperinciKeywords : conventional, inorganic fertilizer, organic fertilizer, P uptake and SRI
PENGARUH IMBANGAN PUPUK ORGANIK DAN ANORGANIK TERHADAP SERAPAN P DAN HASIL TANAMAN PADI SAWAH PADA DUA SISTEM BUDIDAYA DI LAHAN SAWAH SUKOHARJO (The Effect of Organic and Inorganic Fertilizers to P-Uptake
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Analisis Tanah Awal Karakteristik Latosol Cimulang yang digunakan dalam percobaan disajikan pada Tabel 2 dengan kriteria ditentukan menurut acuan Pusat Peneltian Tanah
Lebih terperinciPERBAIKAN SIFAT KIMIA TANAH FLUVENTIC EUTRUDEPTS PADA PERTANAMAN SEDAP MALAM DENGAN PEMBERIAN PUPUK KANDANG AYAM DAN PUPUK NPK
PERBAIKAN SIFAT KIMIA TANAH FLUVENTIC EUTRUDEPTS PADA PERTANAMAN SEDAP MALAM DENGAN PEMBERIAN PUPUK KANDANG AYAM DAN PUPUK NPK Improvements Soil Chemical Properties of Fluventic Eutrudepts for Tuberose
Lebih terperinciPENGARUH PUPUK NPK MAJEMUK TERHADAP HASIL PADI VARIETAS CIHERANG DAN SIFAT KIMIA TANAH INCEPTISOL, BOGOR
PENGARUH PUPUK NPK MAJEMUK TERHADAP HASIL PADI VARIETAS CIHERANG DAN SIFAT KIMIA TANAH INCEPTISOL, BOGOR J. Purnomo ABSTRAK Varietas padi dan pengelolaan hara pupuk menentukan hampir 75% dari target produksi
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2010 sampai dengan bulan Januari 2011 di lahan sawah yang berlokasi di Desa Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Elevasi/GPS
Lebih terperinciVERIFIKASI REKOMENDASI PEMUPUKAN P DAN K PADA TANAMAN KEDELAI LAMPUNG TIMUR
VERIFIKASI REKOMENDASI PEMUPUKAN P DAN K PADA TANAMAN KEDELAI LAMPUNG TIMUR Wiwik Hartatik, D. Setyorini, dan H. Wibowo Balai Penelitian Tanah, Bogor E-mail: wiwik_hartatik@yahoo.com ABSTRAK Rekomendasi
Lebih terperinciSTUDY TENTANG TIGA VARIETAS TERUNG DENGAN KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN
STUDY TENTANG TIGA VARIETAS TERUNG DENGAN KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN [STUDY ON THREE EGG PLANT VARIETIES GROWN ON DIFFERENT COMPOSITION OF PLANT MEDIA, ITS EFFECT ON GROWTH
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Konsumsi kedelai di Indonesia setiap tahun semakin meningkat, seiring dengan
I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Konsumsi kedelai di Indonesia setiap tahun semakin meningkat, seiring dengan pertambahan penduduk. Kenaikan konsumsi ini tidak dapat dikejar oleh produksi dalam
Lebih terperinciKomponen PTT Komponen teknologi yang telah diintroduksikan dalam pengembangan usahatani padi melalui pendekatan PTT padi rawa terdiri dari:
AgroinovasI Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Rawa Meningkatkan Produktivitas Dan Pendapatan Petani Di Lampung, selain lahan sawah beririgasi teknis dan irigasi sederhana, lahan rawa juga cukup potensial
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi...
Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi... PENDAHULUAN P ada dasarnya pengelolaan tanaman dan sumber daya terpadu (PTT) bukanlah suatu paket teknologi, akan tetapi lebih merupakan metodologi atau
Lebih terperinciPemanfaatan Pupuk Organik untuk Meningkatkan Populasi Bakteri dan Produksi Tanaman Padi Gogorancah
Kode: SP-014-006 diisi panitia Proceeding Biology Education Conference (ISSN: 2528-5742), Vol 13(1) 2016: 752-756 Pemanfaatan Pupuk Organik untuk Meningkatkan Populasi Bakteri dan Produksi Tanaman Padi
Lebih terperinciMODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI
MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI Prof. Dr. Marwoto dan Prof. Dr. Subandi Peneliti Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian MALANG Modul B Tujuan Ikhtisar
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Hasil Analisis Tanah yang digunakan dalam Penelitian Hasil analisis karakteristik tanah yang digunakan dalam percobaan disajikan pada Tabel 5. Dari hasil analisis
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Tanah merupakan faktor produksi yang penting. Keseimbangan tanah dengan kandungan bahan organik, mikroorganisme dan aktivitas biologi serta keberadaaan unsur-unsur hara
Lebih terperinciPENEMPATAN PUPUK ANORGANIK YANG EFISIEN PADA TANAMAN JAGUNG DI LAHAN KERING. M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia
PENEMPATAN PUPUK ANORGANIK YANG EFISIEN PADA TANAMAN JAGUNG DI LAHAN KERING M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Budidaya jagung yang efisien untuk produksi biji harus memperhatikan cara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai ekonomis, serta harus terus dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat
Lebih terperinciKESEIMBANGAN DAN KETERSEDIAAN KALIUM DALAM TANAH DENGAN BERBAGAI INPUT PUPUK PADA SISTEM SAWAH TADAH HUJAN Sukarjo 1, Anik Hidayah 1 dan Ina Zulaehah 1 1 Balai Penelitian Lingkungan Pertanian, Jl. Raya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman pangan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan menguntungkan untuk diusahakan karena
Lebih terperinciSeminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan KERAGAAN BEBERAPA VARIETAS UNGGUL BARU PADI SAWAH IRIGASI DENGAN MENERAPKAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) DI KABUPATEN KLATEN PERFORMANCE OF SOME
Lebih terperinciPENGARUH PEMBERIAN PUPUK ORGANIK DAN PUPUK ANORGANIK TERHADAP KADAR N, P, DAN K TANAH, SERAPAN N, P, DAN K SERTA PERTUMBUHAN PADI DENGAN SISTEM SRI
PENGARUH PEMBERIAN PUPUK ORGANIK DAN PUPUK ANORGANIK TERHADAP KADAR N, P, DAN K TANAH, SERAPAN N, P, DAN K SERTA PERTUMBUHAN PADI DENGAN SISTEM SRI (System of Rice Intensification) SKRIPSI Oleh : SRY MALYANA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tahun 2009 sekitar ton dan tahun 2010 sekitar ton (BPS, 2011).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung (Zea mays L) termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Jagung tidak hanya sebagai bahan pangan, namun dapat juga
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Menurut Mubyarto (1995), pertanian dalam arti luas mencakup pertanian rakyat atau pertanian dalam arti sempit disebut perkebunan (termasuk didalamnya perkebunan
Lebih terperinciSukristiyonubowo, Suwandi, dan Rahmat H. Balai Penelitian Tanah ABSTRAK
PENGARUH PEMUPUKAN NPK, KAPUR, DAN KOMPOS JERAMI TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH, PERTUMBUHAN, DAN HASIL PADI VARIETAS CILIWUNG YANG DITANAM PADA SAWAH BUKAAN BARU Sukristiyonubowo, Suwandi, dan Rahmat H. Balai
Lebih terperinciPENGARUH PEMBERIAN ZEOLIT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KEDELAI
PENGARUH PEMBERIAN ZEOLIT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KEDELAI Q.D. Ernawanto, Noeriwan B.S., dan Sugiono Peneliti pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur email: qdadang@yahoo.co.id
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang mempunyai arti penting bagi masyarakat. Meskipun disadari bawang merah bukan merupakan kebutuhan pokok, akan
Lebih terperinci