BALAI PENELITIAN TANAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BALAI PENELITIAN TANAH"

Transkripsi

1 No.: 07/RISTEK/BBSDLP/2011 LAPORAN AKHIR Analisis Komparatif Sitem Pertanian Konvensional, PTT dan SRI di Lahan Sawah Irigasi Jawa Barat terhadap Keseimbangan Hara, Dinamika Biologi, Efisiensi Pupuk (> 30%) dan Nilai Ekonomi Usahatani PROGRAM INSENTIF RISET TERAPAN Fokus Bidang Prioritas : Ketahanan Pangan Kode Produk Target : 1.01 Kode Kegiatan : Peneliti Utama : Dr. Sri Rochayati BALAI PENELITIAN TANAH BALAI BESAR LITBANG SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

2 LEMBAR PENGESAHAN Judul Kegiatan : Analisis Komparatif Sistem Pertanian Konvensional, PTT dan SRI di Lahan Sawah Irigasi Jawa Barat terhadap Keseimbangan Hara, Dinamika Biologi, Efisiensi Pupuk (> 30%) dan Nilai Ekonomi Usahatani Fokus Bidang Prioritas : Ketahanan Pangan Kode Produk Target : 1.01 Kode Kegiatan : Lokasi Penelitian : Jawa Barat A. Keterangan Lembaga Pelaksana/Pengelola Penelitian Nama Koordinator : Dr. Sri Rochayati Nama Institusi : Balai Penelitian Tanah Unit Organisasi : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber daya Lahan Pertanian Alamat : Jl. Ir. H. Juanda 98, Bogor Telepon/Fax/ (0251) , (0251) srochayati@gmail.com B. Lembaga Lain Yang Terlibat Nama Lembaga : Jangka Waktu Kegiatan : 3 (tiga) tahun Biaya Tahun 1 : Rp ,- Biaya Tahun 2 : Rp ,- Total biaya : Rp 351,909,095,- Aktivitas Riset (baru/lanjutan) : Lanjutan Rekapitulasi Biaya Tahun yang diusulkan: No. Uraian Jumlah (Rp) 1. Belanja Uang Honor Rp. 39,330,000,- 2. Belanja Bahan Habis Pakai Rp. 29,000,000,- 3. Belanja Perjalanan Rp. 46,500,000,- 4. Belanja Lainnya Rp. 18,806,368,- Total Biaya Rp. 133,636,368,- Setuju Diusulkan: Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian Penanggung Jawab Kegiatan Dr. Muhrizal Sarwani Dr. Sri Rochayati NIP NIP i

3 RINGKASAN Untuk memacu kenaikan produksi beras sebesar 5% per tahun melalui P2BN (Peningkatan Produksi Beras Nasional), Departemen Pertanian menggunakan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Akan tetapi bersamaan dengan itu, Departemen Kimpraswil mengembangkan SRI (System of Rice Intensification) dalam rangka peningkatan efisiensi penggunaan air irigasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis secara komprehensif tentang keseimbangan hara dan dinamika biologi pada sistem pertanian di lahan sawah irigasi dalam rangka peningkatan produksi padi dan efisiensi pupuk sebesar 30%. Penelitian di laksanakan di Cianjur Jawa Barat sebanyak satu unit percobaan, merupakan percobaan baru lanjutan tahun ke tiga. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 5 perlakuan diulang 5 kali. Perlakuan terdiri atas: kontrol, sistem pertanian konvensional (Petani), PTT, SRI, dan Semi organik. Parameter yang diamati yaitu: dinamika hara N, P dan K dan neraca hara, dinamika biologi, pertumbuhan tinggi dan jumlah anakan, bobot gabah dan jerami, nilai RAE, dan analisis usaha tani. Hasil penelitian yang disajikan adalah pertumbuhan tanaman sampai dengan umur 75 HST dan pengamatan sifat kimia pada umur 45 HST. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan pupuk organik dalam sistem pertanian SRI dan kombinasi pemberian pupuk organik dan anorganik dalam sistem pertanian Semi organik dapat meningkatkan C-organik, P dan K-potensial, P-tersedia dan K dapat ditukar serta unsur hara mikro Fe, Mn, Cu dan Zn tanah sawah pada pengamatan 45 hari setelah tanam. Pemberian bahan organik yang dikombinasikan dengan pupuk anorganik dalam sistem pertanian PTT dapat meningkatkan populasi Aktinomisetes, Fungi dan Nitrobacter lebih tinggi dibandingkan sistem pertanian lainya. Sedangkan populasi nitrosomonas tertinggi diperoleh pada sistem pertanian PTT dan Semi organik. Pengelolaan hara dengan cara pemberian pupuk organik tinggi pada sistem pertanian SRI dan PTT yang mengkombinasikan pupuk anorganik dan jerami yang dikomposkan 5 t/ha tidak berbeda nyata dalam meningkatkan jumlah anakan pada umur 75 hari setelah tanam. Kata Kunci: pengelolaan hara,dinamikan hara, pupuk, bahan organik ii

4 ABSTRACT Ministry of Agriculture attempted the program of Integrated Plant Nutrient Management (IPNM) named P2BN (National Program for Improving Rice Production) in order to achieved the target of increasing rice yield up to 5% per year. At the same time, Department of Public Work (Kimpraswil) developed a System of Rice Intensification (SRI) to improve the efficiency of irrigation water used. The main objective of this research was to increased yield and nutrient use efficiency as much as 30% by conducted comprehensive study of nutrient balance and soil biology properties at irrigated rice fields. The study consists of two units of experiments. These experiment were the third year project since We selected farmer fields in Cianjur, West Java Province as new trial sites for this year. The experiments were randomized block design with 5 treatments and 5 replications. The treatments consisted of 1) control, 2) conventional farming systems (farmer practice), 3) PTT (IPNM), 4) SRI (system of rice intensification), and 4) integrated organic and inorganic fertilization. Several parameters were measure including N, P, K dynamics, nutrient balance, soil biology dynamics, plant height, the number of tillers, total grain and straw, RAE and economic analyses of each farming systems. The results showed that application of organic fertilizer under treatment of SRI and Semi organic (integrated organic and inorganic fertilizer used) were obviously increased C-organic, P and K-potential, available-p, exchangeable K and micro nutrients including Fe, Mn, Cu and Zn content in soil. Application of organic materials combined with inorganic fertilizers under treatment agricultural systems and PTT had increased population of Aktinomisetes and population of fungi and Nitrobacter, respectively. The highest Nitrosomonas populations were found under organic farming and Semi PTT. However, the number of tillage was not significantly different between SRI and PTT although high dosage of organic fertilizer were applied at SRI and 5 ton/ha of composted straw combined with inorganic fertilizers applied at PTT. Keywords: nutrient management, nutrient dynamics, fertilizers, organic materials iii

5 PRAKATA Padi merupakan komoditas strategis yang merupakan kebutuhan makan pokok yang masih perlu terus dipertahanakna dan ditingkatkan produktivitasnya secara nasional. Namun pada kenyataannnay masih terdapat kesenjangan produksi yang nyata antara tingkat produktivitas padi aktual dengan potensi produksi padi yang ada. Untuk memacu kenaikan produksi beras sebesar 5% per tahun melalui Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) Departemen Pertanian menggunakan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) yaitu dengan melalui pengelolaan hara anorganik dan organik secara terpadu denga. Melalui program tersebut diharapkan peningkatan produksi padi secara nasional dapat dicapai secara maksimal. Saat ini di lapangan sudah mulai banyak diadopsi oleh petani sistem peratnian SRI (System Rice Internatioanl), dimana pada sistem ini sebagai sumber hara tanaman yang diberikan dalam bentuk pupuk organik dengan dosis tinggi. Namun disisi lain Kementerian Pertanian melalui Badan Litbang Pertaniann mensosialisaikan sistem pertanian menggunakan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Kedua pendekatan pengelolaan hara tersebut memiliki kelebihan dan kekurangnnya masingmasing dan perlu mendapatkan penjelasan yang medasar dan secara ekonomis memberikan keutungan yang lebih kepada petani. Untuk mendapat penjelasan yang memuaskan dan secara ilmiah didukung oleh data, maka perlu dilakuan penelitian sehingga dapat memberikan jawaban secara menyeluruh dan memuaskan. Penelitian ini merupakakan penelitian tahun ke 3 dilakukan pada tanah Inceptisol di Cianjur Jawa Barat. Laporan ini merupakan draf laporan akhir sehingga belum menyajikan data hasil penelitian secara menyeluruh. Ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu sehingga penelitian ini dapat dilakukan dengan baik. Saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak diperlukan untuk perbaikan laporan ini. Bogor, Oktober 2011 Kepala Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Dr. Muhrizal Sarwani, MSc. NIP iv

6 DAFTAR ISI Halaman LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN... i RINGKASAN... ii ABSTRACT... iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Keluaran... 4 II. TINJAUAN PUSTAKA III. TUJUAN DAN MANFAAT... 8 IV. METODOLOGI Lingkup Kegiatan Rancangan Riset.. 10 V. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Tanah Lokasi Penelitian Karakteristik Air Irigasi Dinamika Hara Tanah Sawah Populasi Aktinomisetes, Fungi, Nitrobacter dan Nitrosomonas Pertumbuhan Tanaman VI KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran VII. DAFTAR PUSTAKA v

7 DAFTAR TABEL No Teks Hal 1. Susunan perlakuan dan dosis pupuk lokasi percobaan di Cianjur, Jawa Barat Hasil analisis tanah Inceptisol Cianjur, Jawa barat sebelum penelitian dilaksanakan Rata-rata populasi mikroorganisme Aktinomiset, Fungi, Nitrobacter dan Nitrosomonas sebelum dan setelah pemupukan N ke satu Pertumbuhan tinggi tanaman dan jumlah anakan padi umur HST pada berbagai sistem pertanian di Cianjur, Jawa Barat Jumlah anakan padi umur HST pada berbagai sistem pertanian di Cianjur, Jawa Barat 27 vi

8 DAFTAR GAMBAR No Teks Hal 1. Kadar NH 4 dan NO 3 tanah sebelum tanam pada pengamatan sebelum dan setelah pemupukan umur 7, 25 dan 45 hari setelah tanaman (HST) Kadar N-total dan C-organik tanah sebelum tanam pada pengamatan sebelum dan setelah pemupukan umur 7, 25 dan 45 hari setelah tanaman (HST) Kadar P teresktrak HCl 25% dan Bray 1 tanah pada pengamatan sebelum dan setelah pemupukan umur 7, 25 dan 45 HST Kadar K teresktrak HCl 25% dan K-dd terekstrak NH 4 OAc, 1 N ph 7 tanah sebelum dan setelah pemupukan berumur 7, 25 dan 45 HST Kadar Ca-dd dan Mg-dd teresktrak NH 4 OAc, 1 N ph 7 tanah sebelum dan setelah pemupukan umur 7, 25 dan 45 HST Kandungan Fe dan Mn tersktrak DTPA pada pengamatan sebelum dan setelah pemupukan umur 7, 25 dan 45 HST Kandungan Cu dan Zn tersktrak DTPA pada pengamatan sebelum dan setelah pemupukan umur 7, 25 dan 45 HST Rata-rata populasi Aktinomisetes dan Fungi dalam tanah pada berbagai sistem pertanian pada pengamatan 0 dan 7 HST Rata-rata populasi Nitrobacter dan Nitrosomonas dalam tanah pada berbagai sistem pertanian pada pengamatan 0 dan 7 HST. 24 vii

9 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya penduduk di Indonesia dengan laju pertumbuhan 1,49% memerlukan konsumsi beras yang meningkat 1,1% yang diperkirakan sebanyak 35,17 juta ton beras atau 55,83 juta ton gabah kering giling pada tahun 2010 (Makarim dan Suhartatik, 2006). Pemerintah mempunyai target produksi beras tidak hanya untuk pemenuhan kebutuhan domestik tetapi juga untuk ekspor. Menteri Pertanian menyatakan bahwa Indonesia akan mengekspor sekitar satu juta ton, apabila target produksi beras nasional pada tahun 2009 tercapai. Target produksi beras nasional tahun 2009 sebesar 47 juta ton atau setara 63 juta ton gabah kering giling (GKG) (Antara, 7 Januari 2009). Namun demikian, produktivitas padi di lahan sawah masih beragam dan belum optimal. Dibandingkan dengan negara lain sesama daerah tropik, sebenarnya tingkat produktivitas padi Indonesia rata-rata 4,88 ton ha -1, nomor dua tertinggi dan sedikit di bawah Vietnam, sedangkan potensinya dapat mencapai 6-7 ton ha -1. Menurut Makarim et al. (2000) bahwa belum optimalnya produktivitas padi di lahan sawah, antara lain disebabkan oleh rendahnya efisiensi pemupukan, kahat unsur mikro, sifat fisik tanah tidak optimal, penggunaan benih kurang bermutu, varietas yang dipilih kurang adaptif, belum efektifnya pengendalian hama penyakit, dan pengendalian gulma kurang optimal. Mengingat berkembangnya isu pencemaran dan penurunan kualitas lahan sawah, serta semakin mahalnya harga pupuk dan terbatasnya ketersediaan air, maka suatu keharusan melakukan efisiensi penggunaan input. Pengelolaan hara melalui pemupukan berimbang terpadu spesifik lokasi merupakan kunci untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk, produktivitas dan pendapatan petani serta mengubah pertanian berbasis eksploitasi tanah menjadi pertanian berbasis pembangunan kesuburan tanah. Pemberian pupuk yang berlebihan selain menurunkan efisiensi pupuk, dapat memberikan dampak negative terhadap lingkungan. Dampak negative penggunaan pupuk yang berlebihan dan tidak berimbang dapat menyebabkan ketidakseimbangan hara dalam tanah, kerusakan sturktur tanah, penurunan keragaman dan populasi biota tanah serta pencemaran lingkungan. Di areal sawah intensifikasi terutama di Pulau Jawa, petani menggunakan pupuk secara berlebihan terutama urea sekitar kg ha -1 bahkan ada yang menggunakan hingga 650 kg ha -1, melampaui takaran yang direkomendasikan sekitar kg ha -1. Pemberian pupuk urea yang berlebihan ke lahan sawah berpotensi mencemari kawasan pertanian sekitarnya melalui cemaran nitrat dan pengkayaan unsur hara (eutrofication), menurunnya kualitas air, matinya ikan sebagai sumber protein murah di kawasan 1

10 perairan. Selain itu akan mengganggu kesehatan juga mencemari udara. Emisi N 2 O akan meningkat dengan meningkatnya dosis pupuk N. Nitrat jika tereduksi menjadi nitrit bersifat toksik jika termakan oleh bayi yang dapat menyebabkan baby blue syndrome. Pemanfaatan bahan organik dalam sistem pertanian padi sawah merupakan faktor yang sangat penting. Bahan organik sangat diperlukan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Bahan organik dapat berfungsi (1) menyimpan air tersedia lebih banyak, mengurangi penguapan, membuat kondisi tanah mudah untuk pergerakan akar tanaman baik untuk tanah liat berat maupun tanah berpasir, (2) menyediakan hara makro dan mikro bagi tanaman dalam batas tertentu, (3) meningkatkan daya menahan kation (KTK) dan anion (KTA) sehingga hara tidak mudah hilang dari tanah, (4) menetralkan keracunan Al dan Fe, (5) media tumbuh mikroorganisme tanah, seperti organisme penambat N udara, pelarut P, dsb (Makarim dan Suhartatik, 2006). Bahan organik sebaiknya tersedia in situ berupa hijauan, residu tanaman/sisa panen, kotoran ternak, dan kompos. Namun demikian bahan organik juga mempunyai beberapa kekurangan, antara lain bulky yaitu diperlukan dalam jumlah banyak, tidak dapat digunakan sebagai pupuk susulan seperti urea, pada tanah berdrainase buruk dapat menambah kondusi reduktif sehingga berpotensi keracunan Fe, Mn, pembentukan gas H 2 S, asam-asam organik yang bersifat toksik bagi tanaman, bahan organik segar memerlukan N tersedia tanah sehingga tanaman menjadi kahat N, meningkatkan emisi gas metan yang dapat menyebabkan pemanasan bumi (Makarim dkk., 1996; Wihardjaka dkk., 1999). Oleh karena itu, selain dapat diproduksi secara in situ, bahan organik yang akan dijadikan sebagai masukan dalam sistem pertanian padi sawah juga harus berkualitas. Pada prinsipnya sistem pertanian padi sawah harus memaksimalkan pemanfaatan bahan organik secara in situ dan mengurangi penggunaan pupuk kimia anorganik. Penelitian menunjukkan bahwa pada sistem pertanian padi sawah intensif di China dan Vietnam, bahan organik dan pupuk kimia anorganik masih sama-sama digunakan dan saling melengkapi untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman. Penggunaan bahan organik di China dan Vietnam sekitar 25% dari total kebutuhan hara untuk tanaman (Nguyen Van Bo dkk., 2002; Portch dan Ji-yun, 2002). Pengelolaan air juga merupakan salah satu faktor penting di dalam sistem pertanian di lahan sawah. Total penggunaan air di lahan sawah sangat bervariasi antara 500 dan 3000 mm tergantung kondisi lingkungan dan lamanya periode pertumbuhan padi (Rajesh dan Thanunathan, 2003). Namun, pada umumnya petani menggenangi lahan sawahnya terus menerus selama periode pertumbuhan tanaman sehingga hal ini merupakan pemborosan. Pada kondisi tidak tergenang efisiensi mencapai 19,58% dan 10,91% untuk yang 2

11 digenangi secara terus menerus (Sumardi, dkk. 2007). Dengan terbatasnya ketersediaan air dan untuk pemenuhan kebutuhan pangan, nampaknya terjadi persaingan penggunaan air untuk non-pertanian dan pertanaman padi. Oleh karena itu diperlukan sistem pertanian padi di lahan sawah yang hemat air dengan produktivitas tanaman tetap tinggi. Vijayakumar dkk., (2006) menyatakan bahwa tanaman padi mampu tumbuh dengan sangat baik pada kondisi semi aquatic tanpa mengurangi produktivitas. Air tidak hanya dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman tetapi juga sebagai media pembawa hara sehingga hara dapat ditransport dan diserap akar. Pengelolaan hara dan air yang tepat dapat meningkatkan produktivitas tanaman dan efisiensi penggunaannya sehingga pengelolaan air tidak terpisahkan dari pengelolaan hara yang baik. Pengelolaan air pada lahan sawah sangat penting dalam kaitannya dengan ketersediaan dan dinamika hara (Roy dkk, 2006). Sumber hara tanaman padi sawah berasal dari eksternal dan internal input. Sumber yang berasal dari eksternal, antara lain pupuk anorganik, bahan organik/pupuk organik, air irigasi, dan air hujan. Sedangkan yang berasal dari tanah merupakan sumber internal, antara lain cadangan mineral tanah dan organisme tanah. Hasil dari kegiatan tahun 2009 menunjukkan bahwa (1) Di Ciruas Banten perlakuan SPH- 2 (sistem penglolaan hara) menghasilkan emisi gas N 2 O rendah sedangkan di Sukamandi pada perlakuan SRI, (2) Pemberian pupuk urea di Ciruas dan Sukamandi, secara umum menyebabkan penurunan populasi mikrorganisme dan mikrofauna, (3) Sistem pengelolaan hara dengan mengkombinasikan pupuk organik dan anorganik menghasilkan pertumbuhan tinggi dan jumlah anakan serta hasil gabah yang meningkat (15-20%) di Banten, sedangkan di Sukamandi sistem pengelolaan Petani dan PTT menghasilkan gabah yang lebih tinggi masing-masing sekitar 86% dan 71% dibandingkan SRI, 31% dan 20% dibandingkan Semi Organik, (4) Populasi mikroorganisme tanah seperti: pelarut Fosfat, Sianobakter, Nitrosomonas, Nematoda dan Respirasi tanah memberikan pola yang sama pada lokasi percobaan di Ciruas Banten dan Sukamandi yaitu cenderung menurun (30-75%) dengan pemberian pupuk N, (5) Total emisi gas N 2 O dari lahan sawah di Ciruas dan Sukamandi tertinggi pada sistem pertanian semi organik sekitar g/ha/hari, dan terendah sistem pertanian SRI sekitar 12 g/ha/hari, (6) Dinamika hara N, P dan K dalam tanah sawah selama satu musim tanah belum stabil. Total N tanah sawah di Sukamandi hampir tidak berubah, total P tanah menurun sekitar 45%, dan total K meningkat hampir 5 kali lipat. Di Ciruas, total N, P dan K tanah sawah menurun masingmasing 10, 25 dan 45%. Dinamika N dalam bentuk tersedia (NH + 4 ) cenderung menurun setelah minggu ke 6 dan mencapai sekitar 50% setelah panen di Sukamandi dan Ciruas, - sedangkan NO 3 meningkat sekitar 35% di Sukamandi dan hampir tidak berubah di 3

12 Ciruas. Ketersediaan P (Bray-1) dalam tanah di Sukamandi meningkat hampir 3 kali lipat dan K yang dapat dipertukarkan meningkat sekitar 30%. Sebaliknya di Ciruas, ketersediaan P hampir tidak berubah dan K dapat dipertukarkan menurun sekitar 70%. Kadar C-organik tanah sawah di Sukamandi meningkat sekitar 50% setelah panen, di Ciruas hampir tidak berubah, (7) Secara umum neraca hara N,P, dan K positif kecuali pada perlakuan konvensional (Petani) dan PTT menghasilkan neraca hara K negatif, dan (8) Hasil analisis usaha tani sistem pertanian PTT lebih menguntungkan untuk lokasi pertanian di Ciruas sedangkan di BB. Padi Sukamandi lebih menguntungkan pada sistem pertanian konvensional. Hasil kegiatan dari tahun 2010 menunjukkan bahwa: (1) Pemberian pupuk urea di Serang dan Cianjur secara umum menyebabkan peningkatan populasi bakteri pelarut P dan K, (2) Sistem pengelolaan hara dengan mengkombinasikan pupuk organik dan anorganik menghasilkan pertumbuhan tinggi dan jumlah anakan serta hasil gabah yang meningkat (14-44%) di Banten, sedangkan di Cianjur sistem pengelolaan PTT dan SPH-1 (sistem pengelolaan hara) menghasilkan gabah yang lebih tinggi masing-masing sekitar 36% dan 26% dibandingkan SRI, 23% dan 14% dibandingkan Petani, (3) Populasi mikroorganisme tanah seperti: pelarut Fosfat dan Pelarut K dibandingkan Petani pada lokasi percobaan di Serang Banten dan Cianjur cenderung meningkat dengan pemberian pupuk N, (4) Dinamika hara N, P dan K dalam tanah sawah selama dua musim tanah belum stabil. Total N tanah sawah pada minggu ke 6 meningkat 7-37%, di Serang dan 4-65% dicianjur, P-total tanah di serang meningkat % dan P tersedia meningkat 1-3 kali lipat. Di Cianjur P total tanah meningkat sekitar 40%, dan P tersedia cenderung menurun. K-total meningkat % dan K-teredia cenderung menurun di Serang. Di Cianjur Cenderung K-tersedia menurun 68-88%. Kadar C-organik tanah sawah di Serang meningkat 8-74%, dan di Cianjur meningkat % pada tanah yang diolah sempurna maupun tidak diolah sempurna (5) Hasil analisis usaha tani sistem pertanian PTT lebih menguntungkan untuk lokasi pertanian di Serang dan Cianjur dibandingkan konvensiona dan SRI Keluaran. Jangka Pendek a. Dinamika dan keseimbangan hara, terutama hara N, P, dan K pada sistem pertanian konvensional, PTT, dan SRI b. Neraca hara, terutama N, P, dan K pada sistem pertanian konvensional, PTT, dan SRI c. Sistem pengelolaan hara untuk perbaikan mutu intensifikasi di lahan sawah irigasi 4

13 Jangka Panjang Sistem pengelolaan hara untuk perbaikan mutu intensiifikasi di lahan sawah irigasi yang berkelanjutan dan lebih ramah lingkungan. II. TINJAUAN PUSTAKA Untuk memacu laju kenaikan produksi beras sebesar 5% per tahun melalui P2BN (Peningkatan Produksi Beras Nasional), Departemen Pertanian menggunakan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Pada awal pencanangan P2BN, teknologi PTT diterapkan pada padi sawah seluas 2,0 juta ha. Akan tetapi bersamaan dengan itu, Departemen Kimpraswil menggunakan SRI (System Rice Intensification) dalam rangka peningkatan efisiensi penggunaan air irigasi. Sejak saat itu timbul dua macam pendekatan, bahkan di Departemen Pertanian sendiri, yaitu Ditjen Tanaman Pangan menggunakan PTT (telah diselenggarakan Sekolah Latihan PTT), sedangkan Ditjen Pengelolaan Lahan dan Air menggunakan SRI. Di daerah, dualisme ini membingungkan pelaksana di lapang/penyuluh. Kalau hal ini dibiarkan terus berlangsung maka dikhawatirkan dapat terjadi kontra-produktif. Untuk itu diperlukan persamaan persepsi mengenai pendekatan ini sehingga diharapkan diperoleh satu model pengembangan dari kedua teknologi sistem pertanian di lahan sawah tersebut. Dalam kaitannya dengan pengelolaan hara, terdapat perbedaan yang mendasar dari beberapa sistem pertanian di lahan sawah yang telah berkembang saat ini. Perbedaan tersebut adalah sebagai berikut: Parameter Pupuk anorganik Sistem Pertanian di Lahan Sawah Konvensional PTT SRI Pemupukan Pemupukan N Tanpa berdasarkan berpedoman pada rekomendasi umum atau setempat atau berdasarkan kemampuan petani BWD, pemupukan P dan K berdasarkan tanah dan kebutuhan tanaman (uji tanah) hasil pengukuran dengan PUTS Pupuk organik Tanpa 2 ton/ha kompos bahan organik atau 5 ton/ha jerami sisa panen yang dikembalikan ke lahan Penggunaan kompos bisa sawah atau mencapai 15 ton/ha (bisa berupa kohe (kotoran hewan atau dikomposkan. pukan/pupuk kandang dengan tambahan jerami padi sisa panen). Air Irigasi Tergenang terus Pengaturan pengairan Pengairan 5

14 menerus (pengairan berselang) secara benar sesuai dengan kondisi setempat Jarak tanam 20 cm x 20 cm Sistem tegel (25 cm x 25 cm) atau sistem legowo berselang: kondisi tanah tidak digenangi tapi tetap lembab yang dipertahankan selama pertumbuhan vegetatif; setelah pembungaan sawah digenangi air 1-3 cm Sistem tegel dengan jarak tanam lebar 30 cm x 30 cm Oleh karena itu informasi tentang keseimbangan hara dan dinamika biologi pada ketiga sistem pertanian di lahan sawah irigasi tersebut sangat diperlukan sebagai dasar untuk memperbaiki sistem pengelolaan hara tepat guna. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) pada padi sawah merupakan salah satu model yang mengedepankan pendekatan spesifik lokasi dengan mengimplementasikan berbagai komponen teknologi budidaya yang sinergis untuk mendapatkan hasil optimal dan kelestarian lingkungan (Sumarno, dkk. 2000). Model tersebut menganjurkan petani menerapkan teknologi yang cocok untuk lokasi setempat sesuai pilihan dan kemampuan mereka. Komponen teknologi yang dianjurkan, antara lain penggunaan benih bermutu, pemupukan berimbang terpadu spesifik lokasi yaitu dengan mengkombinasikan pupuk anorganik berdasarkan uji tanah dan penggunaan bahan organik, pengendalian hama/penyakit secara terpadu, sistem pengairan berselang (intermitten), dan penanganan panen dan pasca panen (Las, dkk. 2002). Implementasi model ini dilaporkan dapat meningkatkan produktivitas padi dari sekitar 5,6 ton ha -1 menjadi 7,3 9,6 ton ha -1 dan pendapatan petani meningkat dari Rp. 1,6 juta ha -1 menjadi Rp. 4,1 juta ha -1 (Puslitbangtan, 2000). Selain meningkatkan produktivitas padi dan pendapatan petani, sistem pertanian PTT dapat menghemat dan mengurangi penggunaan pupuk kimia anorganik (Makarim dkk., 2000), serta relevan untuk dikembangkan karena mempertimbangkan faktor spesifik lokasi dan kemauan serta kemampuan petani (Syam, 2006). Pelaksanaan System of Rice Intensification melalui penerapan komponen teknologi secara terpadu berupa paket rekomendasi yang berlaku umum, antara lain meliputi penanaman bibit muda umur 8 15 hari saat tanaman berdaun dua helai dan satu tanaman per lubang yang dilakukan segera setelah dipindah dari persemaian, pengairan berselang (intermitten), pengaturan jarak tanam, penyiangan gulma dengan landak 2 4 kali sebelum fase primordia, penggunaan kompos sebanyak mungkin sebelum tanam, 6

15 pemupukan anorganik dapat juga ditambahkan dengan rekomendasi pemupukan setempat. Model ini mampu memberikan hasil padi antara 7 12 ton ha -1 (Fisher, 1998). Namun demikian sistem pertanian padi sawah dengan SRI tersebut masih terdapat kontroversi. Syam (2006) menyatakan bahwa SRI memerlukan bahan organik yang banyak dalam bentuk pupuk kandang dan sisa tanaman yang ketersediaannya relatif terbatas. Selain itu sistem ini mungkin layak dikembangkan bila Indonesia sudah bebas dari impor beras, kondisi perekonomian nasional sudah lebih baik dan konsumen sudah lebih sadar pangan bebas input kimia dan bersedia membayar harga yang lebih mahal. Namun demikian upaya memasyarakatkan penggunaan bahan organik pada lahan sawah patut dihargai, apabila kaitannya dengan sistem produksi berkelanjutan, kesehatan lingkungan, semakin mahalnya harga pupuk anorganik, dan pemakaian air secara hemat serta mengurangi penggunaan benih. Meskipun sistem pertanian model PTT dan SRI telah dikembangkan secara luas, namun pada kenyataannya sebagian besar petani di Indonesia masih mempraktekkan budidaya tanaman padi dengan sistem pertanian konvensional. Sistem ini menggunakan benih bermutu tersertivikasi, penanaman bibit umur hari dengan 3 4 tanaman per lubang, pemupukan rekomendasi setempat atau yang biasa digunakan petani (bisa lebih atau kurang), sistem pengairan terus menerus dengan kedalaman penggenangan 5 10 cm, pengendalian hama/penyakit menggunakan pestisida. Produktivitas padi yang dihasilkan dari sistem ini rata-rata sekitar 4,77 ton ha -1 (Wulandari dan Syam, 2007). Syam (2006) menyatakan bahwa hasil kajian Balai Penelitian Tanaman Padi menunjukkan bahwa hasil ubinan padi yang ditanam secara konvensional di Garut memberikan hasil lebih tinggi sekitar 0,92 ton ha -1 daripada hasil SRI. Secara ekonomi teknologi intensif konvensional memberikan efisiensi produksi usahatani padi yang lebih tinggi dibanding teknologi SRI. Penelitian teknologi sistem pertanian di lahan sawah yang telah dilakukan umumnya menekankan pada aspek agronomis dan ekonomis. Penelitian dan analisis komprehensif tentang keseimbangan hara dan dinamika biologi pada sistem pertanian di lahan sawah masih sangat terbatas. Penelitian ini sangat diperlukan untuk mendapatkan informasi tentang keseimbangan hara dan dinamika biologi sebagai dasar penyusunan neraca hara dan sistem pengelolaan hara tepat guna yang pada akhirnya untuk meningkatkan produktivitas padi di lahan sawah yang efisien dalam penggunaan pupuk dan air. 7

16 III. TUJUAN DAN MANFAAT 3.1. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis secara komprehensif tentang dinamika dan keseimbangan hara pada sistem pertanian di lahan sawah irigasi sebagai dasar untuk menyusun neraca hara yang akan dijadikan dasar untuk mengembangkan sistem atau model pengelolaan hara dalam rangka memperbaiki mutu intensifikasi sistem pertanian yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan. Tujuan jangka pendek a. Mendapatkan informasi tentang dinamika hara dan keseimbangan hara, terutama hara N, P, dan K pada sisitem pertanian konvensional, PTT dan SRI di lahan sawah irigasi. b. Menelisik mekanisme peranan bahan/pupuk organik terhadap dinamika sifat fisik, biologi dan kimia; biota ;dan mikroba tanah c. Memperbaiki sistem pengelolaan hara dalam rangka perbaikan mutu intensifikasi sistem pertanian di lahan sawah irigasi, sehingga produktivitasi dapat meningkat sekitar 30% d. Menyusun neraca hara, terutama hara N, P dan K pada sistem pertanian konvensional, PTT dan SRI di lahan sawah irigasi, sehingga efisiensi pupuk dapat meningkat sekitar 30% Tujuan jangka panjang Mengembangkan sistem pengelolaan hara tepat guna yang mampu memperbaiki mutu intensifikasi sistem pertanian di lahan sawah irigasi yang berkelanjutan dan lebih ramah lingkungan, dengan peningkatan produktivisi dan efisiensi pupuk sekitar 30% 3.2. Manfaat Dampak hasil penelitian dalam jangka panjang adalah meningkatnya mutu intensifikasi melalui pengembangan sistem pengelolaan hara tepat guna yang diindikasikan dengan meningkatnya produktivitas yang berkelanjutan dan lebih ramah lingkungan serta meningkatnya pendapatan petani. Pada tingkat nasional diharapkan bahwa selain dapat memenuhi kebutuhan beras domestik juga dapat melakukan ekspor. 8

17 IV. METODOLOGI 4.1. Lingkup Kegiatan Tahap persiapan Kegiatan penelitian ini merupakan lanjutan kegiatan tahun Penelitian terdiri dari 1 unit kegiatan yang akan dilaksanakan di daerah volkan di Cianjur. Penelitian dimulai dengan studi literatur dan menyiapkan bahan penunjang seperti peta tanah, peta status hara P dan K serta bahan penunjang lainnya untuk menentukan lokasi penelitian. Lokasi baru untuk kegiatan penelitian akan dipilih pada lahan sawah irigasi daerah volkan dengan tingkat kesuburan sedang/tinggi, terutama hara N, P, K dan C- organik. Untuk menentukan status hara P dan K akan dilakukan dengan menggunakan Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS). Tahap selanjutnya, penentuan tingkat kesuburan tanah dilakukan dengan mengambil contoh tanah dan air irigasi yang kemudian dianalisa di laboratorium. Tahap pelaksanaan Penelitian akan dilaksanakan di lahan sawah irigasi yang mempunyai tingkat kesuburan sedang-tinggi di sekitar Cianjur, Jawa Barat. Sistem pertanian yang akan diteliti dan dianalisis adalah sistem konvensional, PTT dan SRI serta modifikasinya. Pada masing-masing sistem pertanian di lahan sawah yang diteliti akan dipelajari dinamika dan keseimbangan hara, terutama N, P, dan K secara komprehensif dengan menganalisis komponen atau sumber input, proses yang terjadi di dalam tanah serta proses kehilangan hara dari dalam tanah. Setelah itu akan disusun neraca hara N, P, dan K untuk masing-masing sistem pertanian yang diuji. Sistem pengelolaan hara tepat guna untuk masa mendatang akan disusun berdasarkan informasi tentang dinamika dan keseimbangan hara serta neraca hara yang diperoleh pada penelitian ini. Bahan dan Alat Bahan penelitian meliputi bahan-bahan yang diperlukan untuk pelaksanaan penelitian antara lain: Alat tulis kantor (ATK) dan alat penunjang komputer seperti ballpoint, spidol, kertas, tinta komputer, disket, CD, flashdisc, dan lain-lain. Bahan kimia untuk analisis tanah, tanaman dan mikroorganisme di laboratorium Bahan untuk pelaksanaan percobaan lapang, seperti benih padi berpotensi hasil tinggi, pupuk urea, SP-36, KCl, pupuk majemuk NPK, jerami, pupuk kandang, M-Dec 9

18 (Dekomposer) karung, tali rafia, tambang, kantong plastik, bambu/kayu, seng, cat, dan lain-lain. Peralatan yang digunakan untuk pelaksanaan percobaan lapang antara lain: Sungkup untuk gas N 2 O dan perlengkapannya, perlengkapan GC, botol contoh air, GPS, timbangan, meteran, bor tanah dan peralatan untuk diskripsi profil, dan alat penunjang penelitian lapang lainnya, serta peralatan untuk analisis kimia dan mikrobiologi tanah. Lokasi dan Waktu Kegiatan penelitian akan dilaksanakan di Cianjur, Jawa Barat. Kegiatan penelitian ini merupakan kegiatan lanjutan tahun ke tiga. Penelitian telah dimulai sejak musim kemarau II tahun Penentuan lokasi untuk kegiatan penelitian tahun 2011 diarahkan pada lahan sawah irigasi teknis di daerah volkan dengan status hara P dan K sedang/tinggi. Sebagai acuan dalam mencari lokasi percobaan selain peta status hara P dan K, juga dengan menggunakan PUTS. Untuk penentuan lokasi penelitian diambil masing-masing sebanyak 1 contoh tanah komposit untuk setiap lokasi percobaan. Lokasi pengambilan mengacu pada data peta status hara P dan K skala 1: atau skala 1: apabila telah dipetakan. Lokasi percobaan lapang ditentukan dengan kriteria, yaitu (1) berstatus hara sedang tinggi, (2) mewakili hamparan yang luas, (3) terdapat pada daerah yang beririgasi teknis, (4) bukan daerah yang sering terkena banjir dan kekeringan, serta endemi hama penyakit, dan (5) respon/kesanggupan petani 4.2. Rancangan Riset Penelitian terdiri dari satu unit percobaan merupakan kegiatan penelitian baru yang akan dilaksanakan di daerah volkan (sekitar Cianjur, Jawa Barat) dengan tingkat kesuburan sedang/tinggi. Status hara P dan K untuk rekomendasi pemupukan ditentukan dengan PUTS, sedangkan untuk status kesuburan tanah dan kandungan hara dalam air irigasi secara lengkap akan dianalisa di laboratorium penelitian Balai Penelitian Tanah. Penelitian ini dilaksanakan di lahan sawah irigasi di lingkungan petani menggunakan Varietas padi unggul baru yang umum digunakan di sekitar lokasi. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap terdiri dari 5 perlakuan diulang 5 kali dengan susuna perlakuan sebagai berikut: 10

19 1. Kontrol lengkap: tanpa pemberian pupuk, cara pengelolaan disesuaikan dengan kebiasan petani setempat, namun tidak dilakukan pemberian pupuk. 2. Konvensional: menurut kebiasaan petani, baik menyangkut cara tanam, pengelolaan pupuk, pengelolaan air, maupun pengendalian hama penyakit yang ada di pertanaman padi. 3. PTT: o bibit muda (15 hss), 2 bibit per lubang, o pemupukan N berdasarkan BWD, pemupukan P dan K berdasar uji tanah, o kompos dari bahan 5 ton jerami segar/ha o irigasi berselang (intermittent), o cara tanam sistem legowo 2:1, 4. SRI: o Pupuk organik 15 ton/ha (campuran pukan sekitar 12 ton/ha dan kompos dari bahan 3 ton kompos jerami/ha), o bibit 7 hss, o irigasi berselang, o jarak tanam sistem tegel 25 cm x 25 cm, o 1 bibit/lubang, o PHT berdasarkan monitoring dan menggunakan pestisida nabati. 5. Semi Organik: o Pupuk organik insitu dengan dosis 5 ton/ha o pemupukan N berdasarkan BWD, pemupukan P dan K berdasar uji tanah dengan dosis 75% o bibit 15 hss o irigasi berselang o jarak tanam 25 cm x 25 cm o 2 bibit/lubang 11

20 Tabel 1. Susunan perlakuan dan dosis pupuk lokasi percobaan di Cianjur, Jawa Barat No. Perlakuan Ppk. anorganik (kg/ha) Ppk. Organik (t/ha) Urea Phonska SP-36 KCl Jerami Pukan Irigasi Jumlah/Umur Bibit (HSS) Jarak tan. (cm2) 1. Kontrol lengkap Konven. (>2) x Petani Konven. (>2) x PTT BWD (kompos) - Intermiten (1-2) 15 Legowo 2:1 4. SRI (kompos) 12 Intermiten ( 1 ) 7 30 x Semi organik BWD - 37, ton jerami - Intermiten (1-2) x 25 Keterangan: BWD = pemupukan urea pertama 7 HST dengan dosis 100 kg/ha *= 5 ton pupuk organik in situ No. 2 dan No.4 = PHT berdsarkan monitoring No. 3 (SRI), No.5 dan No. 6 = menggunkan pestisida nabati dan PHT berdasarkan monitoring 12

21 Parameter yang diamati, antara lain (1) sifat fisik, kimia dan biologi tanah sebelum perlakuan, setelah pemupukan dan setelah panen, (2) kandungan hara air irigasi pada saat pengolahan tanah, (3) kandungan hara air irigasi yang ditambahkan (inlet) dan yang keluar (outlet) yang dilakukan pada saat pengairan/penggenangan dan pengeringan/drainase, (4) kadar ammonium dalam air genangan dan gas N 2 O pada periode setelah pemupukan urea, (7) kandungan hara dalam biomass (jerami dan gabah). Parameter tersebut akan diukur dan ditetapkan di laboratorium. Sifat fisika tanah yang akan ditepakan: Sebelum tanam: tekstur, BD dan pf Setelah panen: Bd dan pf. Sifat kimia tanah: Sebelum tanam dan setelah panen: meliputi ph (KCl dan H 2 O), C-organik (Kalium Dichromat/Kjeldhal), N-total (Kjeldal), NH + 4 dan NO - 3, P 2 O 5 dan K 2 O (HCl 25%), P-Bray 1, P-Olsen, KTK tergantung ph tanah (unbuffer), KTK dan Ca, Mg, K, dan Na (NH 4 OAc 1M ph 7), Al dan H (KCl 1M), S, Fe, Mn, Zn, Cu, Cd, Pb, erapan P, fraksionasi P (Balai Penelitian Tanah, 2005). Adapun sifat biologi tanah yang diamati antara lain, populasi mikroba seperti BNF (non-simbiotik), nitrosomonas, nitrobacter, bakteri pelarut P sebelum tanam dan setelah panen. Adapun kadar hara tanaman setelah panen (gabah dan jerami) dianalisis di laboratorium, antara lain N, P, K,Ca, Mg, Na, S, Fe, Zn, Cu, Cd, Pb. Pengamatan setelah pemupukan N: Sifat kimia: N-total, P-tersedia, P dan K-total ekstrak HCl 25%, Zn, S dan Cu. Pengamatan NH + 4 dalam air genangan dan gas N 2 O dilakukan satu hari setelah pemupukan urea atau setelah penggenangan kembali. Biologi Tanah: Total bakteri pelarut P, total bakteri N, total mikroba, dan total nematoda Aspek agronomis yang diamati: adalah (1) tinggi tanaman dan jumlah anakan pada umur 15, 30, 60, dan menjelang panen, (2) komponen hasil padi yaitu gabah kering panen (GKP) gabah kering giling (KGG) KA 14%, persentase gabah hampa, dan berat 1000 butir gabah, (4) biomass kering (jerami dan gabah) ubinan yang dikonversikan ke hektar, (5) Relative Agronomis Effectiveness (RAE). Neraca hara dihitung berdasarkan input dikurangi output dengan menggunakan data pengamatan berasal dari penelitian. Komponen input meliputi hara yang berasal dari pupuk baik anorganik maupun organik, air irigasi (inlet), sumbangan dari mikroba, air 13

22 hujan, indegenous tanah. Adapun komponen output terdiri dari hara yang terkandung dalam gabah maupun jerami, air drainase (outlet), kehilangan N dalam bentuk gas (NH 3 dan N 2 O). Persamaan neraca hara untuk masing-masing unsur (N, P, dan K) sebagai berikut: Catatan: Neraca Hara (Cara) = Input (A+B+C+D+E+F) Output (G+H+I+J+K) Neraca hara dihitung dalam satuan kg ha -1 Input (kg ha -1 ) terdiri dari : A : Hara dari tanah/indigenous B : Hara dari pupuk anorganik C : Hara dari pupuk organik D : Hara dari mikroba E : Hara dari air irigasi/inlet F : Hara dari air hujan Output (kg ha -1 ) terdiri dari : G : Hara dalam gabah H : Hara dalam jerami I : Hara yang hilang sebagai gas NH 3 J : Hara yang hilang sebagai gas N 2 O K : Hara dalam air drainase/outlet Neraca hara juga akan dihitung menurut Dierolf et al. (2000) sebagai pembanding yaitu input dikurangi output tetapi menggunakan asumsi-asumsi untuk memperkirakan kehilangan hara dari tanah. Persamaannya adalah sebagai berikut: Neraca hara = Input Out put Input = Hara yang berasal dari pupuk, jerami, pupuk kandang dan air Out put = hara dalam jerami, gabah, air drainase, dan gas (NH 3 dan N 2 O). Perkiraan kehilangan: N = 25% dari total input N, P= 0% dari total input P K = 10% dari total input K Pengamatan dan perhitungan hasil usahatani dari masing-masing sistem yang diuji dilakukan terhadap komponen usahatani, antara lain data input produksi yaitu kebutuhan tenaga kerja, upah tenaga kerja, sarana produksi. Selain itu juga akan ditetapkan indikator ekonomi dari usahatani menggunakan nilai nisbah B/C. 14

23 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Tanah Lokasi Penelitian Data hasil analisis tekstur dan sifat kimia tanah Inceptisol Cianjur sebelum penelitian disajikan pada Tabel 3. Tanah bertekstur liat; ph tanah terekstrak H 2 O masam, agak masam, kadar C-organik tergolong rendah dan, N-total sedang dengan C/N rasio tanah tergolong rendah. Kadar P dan K terekstrak HCl 25% masing-masing tergolong tinggi dan sedang dengan kandungan P tersedia terekstrak Bray 1 tergolong sangat rendah. Nilai tukar kation Ca sedang dan Mg tergolong tinggi, K tergolong rendah, dan Na dapat ditukar tergolong sedang. Tabel 2. Hasil analisis tanah Inceptisol Serang, Banten dan Cianjur, Jawa barat sebelum penelitian dilaksanakan Jenis Penetapan Telstur : Liat (%) Debu (%) Pasir (%) ph : H 2 O KCl Bahan Organik : C-organik (%) N-total (%)38 C/N P 2 O 5 (HCl 25%) mg 100g -1 K 2 O (HCl 25%) mg 100g -1 P-Bray-1 (mg kg -1 P) Kation : (cmol (+)kg -1 Ca Mg K Na KTK (cmol (+)kg -1 KB (%) Unsur mikro ekstrak DTPA (ppm) Fe Mn Cu Zn Cianjur, Jawa Barat Nilai ,3 4,2 1,97 0, ,23 10,43 3,82 0,29 0,43 19, ,12 2,22 Liat masam rendah sedang rendah tinggi sedang rendah sedang tinggi rendah sedang sedang tinggi Tinggi Kriteria Kapasitas tukar kation (KTK) dan kejenuhan basa (KB) masing-masing tergolong sedang dan tinggi. Berdasarkan hasil analisis laboratorium, tanah Inceptiosl Cianjur memiliki ktingkat kesuburan sedangkan. Secara umum permasalah kesuburan tanah sawah lokasi penelitian adalah kandungan bahan organik dan tingkat ketersediaan P yang rendah walaupun memiliki kandungan P-potensial tergolong tinggi. 15

24 5.2. Karakteristik Air Irigasi Karakteristik sifat kimia air irigasi pada lokasi penelitian di Cianjur, MK 2011 mempunyai ph 6,90 dengan daya hantar listrik (DHL) 122 us/cm. Kandungan kation K, Ca, Mg dan Na masing-masing mengandung 2,69; 4,30; 2,82; dan 6,00 mg/l. sedangkan kandungan anion NH + 4, PO , dan SO 4 masing-masing 2,25 mg/l; 0,17 mg/l dan 27,27 mg/l. Kandungan unsur hara mikro Fe 1,88 mg/l; Mn 0,02 mg/l dan Zn 0,01 mg/l sedangkan kandungan unsur mikro Cu dalam air irigasi tidak terdeteksi Dinamika Hara anah Sawah Dinamika hara N Kadar NH 4 dalam tanah disajikan pada Gambar 1, hasil analisis menunjukkan bahwa kadar NH 4 pada semua sistem pertanian membentuk pola yang sama dan konsisten, dimana kandungan NH 4 terjadi peningkatan tertinggi pada umur 7 hari setelah tanam (HST) dengan peningkatan tertinggi pada sistem pertanian Semi organik dari 10 ppm menjadi 161 ppm dan terendah pada PTT dar 8 ppm menjadi 100 ppm. Selanjutnya pada pengamatan 25 HST, kandungan NH 4 menurun secara tajam dengan kandungan NH 4 terendah yaitu 21 ppm. Selanjutnya pada pengamatan 45 HST terjadi peningkatan kembali pada semua sistem pertanain. Kadar NH4 tanah (ppm) Kontrol Petani PTT SRI Semi Org Waktu pengamatan (HST) Kadar NO3 tanah (ppm) Kontrol Petani PTT SRI Semi Org Waktu pengamatan (HST) Gambar 1. Kadar NH 4 dan NO 3 tanah sebelum tanam pada pengamatan sebelum dan setelah pemupukan umur 7, 25 dan 45 hari setelah tanaman (HST) Keadaan tersebut sejalan dengan pertumbuhan tanaman, dimana pada umur 7 HST kebutuhan hara N tanaman relatif masih kecil sehinggan ketersediaan yang tinggi setelah pemupukan pertama. Selanjutnya pada pengamatan 25 HST, tanaman dala fase pertumbuhan dan pembentukan anakan maksimum sehingga kebutuhan hara N meningkat, sehingga kadar NH 4 dalam tanah menurun cukup tajam. Pada pengamatan 45 HST kadar NH 4 dalam tanah meningkat kembali, tertinggi pada sistem pertanian Semi 16

25 organik kemudian diikuti oleh Sistem pertania PTT dan Petani, sedangkan pada sistem pertanian SRI kandungan NH 4 dalam tanah paling rendah. Sedangkan pada SRI rendahnya kadar NH 4 dalam tanah karena NH 4 yang bersumber dari bahan organik yang pelepasannya secara bertahap sehingga tingkat ketersediannya dalam tanah relatif lebih rendah. Dinamika kandungan NO 3 dalam tanah disajikan pada Gambar 1. Hasil analsis menunjukkan, kandungan NO 3 dalam tanah mengalami perubanah yang fluktuatif dimana pada pengamatan 7 HST kandungan NO 3 secara umum terjadi penurunan yang cukup tajam terutama pada sistem pertanian Semi organik, dari 27,47 ppm menjadi 8,81 ppm; pada SRI dari 21,37 ppm mennjadi 7,83 ppm dan pada PTT dari 11,81 ppm menjadi 5,37 ppm. Kecuali pada perlakuan kontrol dan Petni relatif meningkat. Selanjutnya pada pengamtan 25 HST terjadi peningkatan kembali terutama pada sistem pertanian Semi organik SRI dan PTT kemudian menurun kembali pada pengamatan 45 HST. Kecuali pada kontrol polanya berbeda dengan sistem pertanian SRI, Semi organik dan PTT. Sedangkan pada sistem pertanian konvesional (Petani) kandungan NO 3 perubahannya realtif kecil N-total dan C-organik Kandungan N-total dan C-organik tanah pada berbagai sistem pertanian yang diamati sebelum tanam, dan pada umur 7, 25 dan 45 HST disajikan pada Gambar Kontrol Petani PTT SRI Semi Org 3 Kontrol Petani PTT SRI Semi Org N-total tanah (%) C-organik tanah (%) Waktu pengamatan (HST) Waktu pengamatan (HST) Gambar 2. Kadar N-total dan C-organik tanah sebelum tanam pada pengamatan sebelum dan setelah pemupukan umur 7, 25 dan 45 hari setelah tanaman (HST) Kandungan N-total tanah terjadi peningkatan pada umur 7 HST selanjutnya terjadi perubahan yang bervariasi pada berbagai sistem pertanian. Secara umum N-total tanah cenderung meningkat pada pengamatan 7 HST, selanjutnya menurun pada 25 HST kecuali pada sistem pertanian Semi organik relatif terjadi peningkatan dari 0,24% menjadi 0,28%. Kemudian pada pengamatan 45 HST kandungan N-total tanah secara umum 17

26 menurun, teringgi pada sistem pertanian SRI dari 0,28% menjadi 0,18% kemudian pada sistem pertanian organik dari 0,26% menjadi 0,16%. Kandungan C-organik tanah pad berbagai sistem pertanian sebagai pengaruh pemberian pupuk organik dan kombinasi pupuk organik dan anorganik disjaikan pada Gambar 2. Secara umum kandungan C-organik tanah cenderung ada peningkatan pada pengamatan 7 HST, selanjutnya relatif konstan sampai pengamatan 25 HST. Anmun demikian pada pengamatan 45 HST kandungan C-organik tanah cenderung menurun. Penurunan C- organik relatif tertinggi terjadi pada sistem pertanian Semi organik dari 2,33% menjadi 1.36%, sedangkan penurunan C-organik terendah pada sistem pertanian SRI menurun dari 2,20% menjadi 1,74%. Dengan demikian dari hasil analisis tanah menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik dalam bentuk kompos pupuk kandang dan kompos jerami masing-masing 3 dan 12 ton/ha, demikian pula pada sistem pertanian Semi organik pemebrian pupuk organik dalam bentuk kompos pupuk kandang 5 ton jerami yang dikomposkan/ha yang dikombinasikan dengan pupuk anorganik ½ dosis PTT dalam 1 musim belum dapat meningkatkan C-organik tanah Dinamika hara P Kadar P-total (terekstrak HCl 25%) dan P-Bray 1 disajikan pada Gambar 3. Kadar P- terekstrak HCl 25% secara umum cenderung menurun sampai dengan waktu pengamatan umur 7 HST, selanjutnya cenderung meningkat sampai dengan umur 45 HST pada sistem pertanian SRI dan PTT dari 48 mg/100g menjadi 56 mg/100g dan SRI dari 49 mg/100g menjadi 56 mg/100g. Sedangkan pada sistem pertanian konvensional (Petani) dan Semi organik kandungan P meningkat kembali pada pengamatan 25 HST masing-masing menjadi 55 mg/100g dan selanjutnya menurun kemblai pada pengaatan 45 HST masingmasing menjadi 51 dann 54 mg/100g. Tidak demiakan halnya dengan perlakuan Kontrol, kandungan P terekstrak HCl 25% terus menurun sampai dengan pengamatan 45 HST dari 61 mg/100g sebelum tanaman menjadi 55 mg/100g pada pengamatan 45 HST. Penurunan tersebut sangat logis karena tidak ada pemberian P sehingga P yang tersedia dalam tanah akan akan terambil oleh tanaman. Data kadar P tersedia terekstrak Bray 1 disajikan pada Gambar 3. Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar P tersedia polanya brervariasi, secara umum kandungan tersedia menurun pada 7 HST dibandingkan sebelum tanam, selanjutnya meningkat kembali pada 25 HST, peningkatan tertinggi terjadi pada sistem pertanian SRI dari 3,77 ppm menjadi 7,74 ppm, sedangkan pada PTT peningkatannya relatif lebih rendah yaitu dari 4,95 ppm menjadi 5,75 ppm. Pada pengamatan 45 HST, kandungan P tersedia 18

27 cenderung meningkat kembali, kecuali pada sistem pertanian SRI terjadi penurunan yang cukup signifikan dari 7,74 ppm menjadi 4,20 ppm, sedangak pada PTT penurunanya relatif lebih kecil dibandingkan dengan SRI yaitu dari 5,75 mg/100g menjadi 4,40 ppm pada pengamatan 45 HST. P- terekstrak HCl 25% (me/100g) Kontrol Petani PTT SRI Semi Org Waktu pengamatan (HST) P- terekstrak Bray 1 (ppm) Kontrol Petani PTT SRI Semi Org Waktu pengamatan (HST) Gambar 3. Kadar P teresktrak HCl 25% dan Bray 1 tanah pada pengamatan sebelum dan setelah pemupukan umur 7, 25 dan 45 HST Dinamika hara K Kadar P-tereksatrak HCl 25% dan K-dd tanah tereksatrak NH 4 OAc. 1 N ph 7 sebelum tanam mmasing-masing disajikan pada Gambar Kontrol Petani PTT SRI Semi Org 0.9 Kontrol Petani PTT SRI Semi Org K- terekstrak HCl 25% (me/100g) Waktu pengamatan (HST) K-dd (me/100g) Waktu pengamatan (HST) Gambar 4. Kadar K teresktrak HCl 25% dan K-dd terekstrak NH 4 OAc, 1 N ph 7 tanah sebelum dan setelah pemupukan berumur 7, 25 dan 45 HST Pada hari ke 7 kandungan K terekstrak HCl 25% terjadi peningkatan pada semua sistem pertanian tanpa terkecuali Kontrol. Kemudian pada 25 HST terjadi peningkatan pada sistem pertanian PTT mencapai 23 mg/100g, dan SRI serta Semi organik masing-masing 24 mg/100g. Sistem konvensional (Petani) relatif melandai, sedangkan Kotrol terjadi penurunan yang cukup signifikan menjadi 17 mg/100g. Selanjutnya pada pengamatan hari ke 45 HST kandungan K terekstrak HCl 25% mengalami penurun pada semua sistem 19

28 pertanian terutama cukup besar pada sistem konvensional dari 21 menjadi 16 mg/100g hampir mendekati Kontrol 15 mg/100g, kecuali pada sistem pertanian SRI penurunannaya relatif sangat kecil sekali dari 24 mg/100g menjadi 23 mg/100g dan semi organik dari 24 mg/100g menjadi 21 mg/100g. Demikian pula dengan K-dd, pada pengamatan 7 HST terjadi peningkatan pada hampir semua sistem pertanian tertinggi pada sistem pertnian Semi organik mencapai 0,79 me/100g dan terendah pada perlakuan Kontrol hanya 0,46 me/100g. Kemudian pada pengamatan 25 HST kandungan K-dd menurun sampai dengan pengamatan 45 HST, penurunan terendah terjadi pada sistem konvesional menjadi 0,36 me/100g, kecuali pada sistem pertanain SRI terjadi peningkatan kembali kadar K-dd dari 0,56 pada 25 HST menjadi 0,71 ppm pada 45 HST. Sedangkan pada Kontrol penurunan K-dd relatif sangat kecil sekali yaitu bebesar 1 me/100g dari 44 me/100g menjadi 43 me/100g Dinamikan hara Ca dan Mg Dianmika hara Ca dan Md dalam tanah pada pengamatan 7, 25 dan 45 HST disajikan pada Gambar 5. Hasil analsisi menunjukan bahwa kandungan Ca-dd terjadi penurunan pada pengamatan 7 HST terendah terutama pada sistem pertanian Semi organi dari 10,27 me/100 g menjadi8,34 me/100g dan penurunan terendah terjadi pada perlakuan Kontrol dari 10,19 m e/100g menjadi 9,08 me/100g. Sedangkan pada 25 HST kadar Cadd tanah sistem konvesional, PPT dan semi organik relatif konstan, keculai padaperlakuan Kotrol relatif sedikit menurun. Selanjutnya pada pengamatan 45 HST kandungan Ca-dd tanah pada semua sistem pertanian menurun, penurunan tertinggi terjadi pada sistem pertanian Konvensional yaitu dari 9,14 me/100g menjadi 7,09 me/100g dan PTT dari 9,26 m3/100g menjadi 7,22 me/100g, sedangkan penurunan terndah terjadi pada sistem pertanian SRI yaitu dari 8,59 me/100g menjadi 7,30 me/100g. Ca-dd (me/100g) Gambar 5. Kontrol Petani PTT SRI Semi Org Waktu pengamatan (HST) Mg-dd (me/100g) Kontrol Petani PTT SRI Semi Org Waktu pengamatan (HST) Kadar Ca-dd dan Mg-dd teresktrak NH 4 OAc, 1 N ph 7 tanah sebelum dan setelah pemupukan umur 7, 25 dan 45 HST 20

29 Kandungan Mg-dd dalam tanah berfluktuasi, hasil analisis menunjukkan bahwa pada 7 HST kandungan Mg-dd dalam tanah mengalami penurunan pada semua sistem pertanian terendah pada sistem pertanain Semi organik dan tertinggi pada PTT, selanjutnya pada 25 HST kandungan Mg-dd meningkat kebali. Peningkatkan tertinggi terjadi pada Semi organik dan terendah pada perlakuan Kontrol. Kemudian pada pengamatan 45 HST kandungan Mg-dd tanah menurun dimana penurunan tertinggi terjadi pada PTT yaitu dari 3,76 me/100g menjadi 2,74 me/100g dan Semi organik dari 3,95 me/100g menjadi 2,82 me/100g; selanjutnya penurunan terendah diikuti oleh perlkauan Kontrol dari 3,50 me/100g menjadi 2,90 me/100g Dinamikan Hara mikro Fe, Mn, Cu dan Zn Kandungan hara Fe dan Mn dalam tanah pada pengamatan sebelum tanam, 7, 25 dan 45 HST disajikan pada Gambar 6. Hasil analisis menunjukan kandungan Fe dan Mn dalam tanah memiliki pola yang relatif sama pada semua sistem pertanian dan Kontrol. Kandungan Fe tanah terjadi penurunan pada 7 HST kemudian cenderung meningkat pada pengamatan 25 HST. Kemudian pada pengamatan 45 HST kadar Fe dalam tanah mengalami penigkatan kembali realtif mendekati semula. Penurunan Fe relatif lebih tinggi terjadi pada sistem Konvensional dan Semi organik masing-masing menjadi 180 ppm, sedangkan pada sistem SRI kandungan Fe cenderung meningkat dari 189 ppm sebelum tanaman menjadi 201 ppm. Fe terekstrak DTPA (ppm) Kontrol Petani PTT SRI Semi Org Waktu pengamatan (HST) Mn terekstrak DTPA (ppm) Kontrol Petani PTT SRI Semi Org Waktu pengamatan (HST) Gambar 6. Kandungan Fe dan Mn tersktrak DTPA pada pengamatan sebelum dan setelah pemupukan umur 7, 25 dan 45 HST Kandungan hara Mn dalam tanah menujukan pola yang relatif sama pada semua sistem pertanian, penurunan secara tajam terjadi pada pengamatan 7 HST dan terus menurun sampai pada pengamatan 25 HST, kecuali pada sistem pertanian PTT kandungan Mn 21

30 dalam tanah realtif konstan. Selanjutnya pada pengamatann 45 HST kandungan Mn meningkat pada semua sistem pertanian Peningkatan teringgi terjadi pada sistem pertanian Semi organik dari 37 ppm pada 25 HST menjadi 130 ppm pada 45 HST kemudian diikuti perlakuan Kontrol dari 34 ppm menjadi 128 ppm. Cu terekstrak DTPA (ppm) Kontrol Petani PTT SRI Semi Org Zn terekstrak DTPA (ppm) Kontrol Petani PTT SRI Semi Org Waktu pengamatan (HST) Waktu pengamatan (HST) Gambar 7. Kandungan Cu dan Zn tersktrak DTPA pada pengamatan sebelum dan setelah pemupukan umur 7, 25 dan 45 HST Dinamika hara Cu dalam tanah secara umum menujukkan pola yang sama dengan Zn, Secara umum kandungan Cu dan Zn dalam tanah cenderung meningkat pada pengamatan 7 HST selanjutnya menurun pada pengamatan 25 HST dan selanjutnya meningkat kembali pada pengamatan 45 HST. Kecuali pada sistem pertnian PTT dan SRI kandungan hara Cu cenderung terus menurun masing-masing mencapai 3,28 ppm pada pengamatan 45 HST. Kandungan Cu dlam tanah pada pengamatan 45 HST tertinggi pada perlakuan kontrol dan Semi organik masing-masing mencapai 4,15 ppm dan 4,09 ppm. Sedangkan kandungan Zn tertinggi pada pengamatan 45 HST diperoleh pada sperlakuan Kontrol diikuti SRI dan PTT masing-masing 2,83 ppm, 2,52 ppm dan 2,50 ppm Populasi Aktinomisetes, Fungi, Nitrobacter dan Nitrosomonas Hasil penghitungan populasi kelompok aktinomisetes pada tanah dengan 5 perlakuan budidaya padi sawah menunjukan bahwa perlakuan PTT memiliki rata-rata populasi aktinomisetes yang tertinggi dibanding perlakuan yang lain yaitu 1, cfu/g tanah pada pengamatan sebelum tanam, kemudian meningkat menjadi 2, cfu/g tanah pada pengamatan 7 HST. Perlakuan konvensional dan SRI menunjukan populasi aktinomisetes yang meningkat berturut-turut yaitu N dan 4, cfu/g tanah pada pengamatan sebelum tanam menjadi 1, dan 1, cfu/g tanah pada pengamatan 7 HST. Perlakuan Semi organik menunjukan populasi aktinomisetes yang tidak mengalami 22

31 peningkatan pada pengamatan 7 HST. Sedangkan pada control populasi aktinomisetes pada pengamatan 7 HST mengalami penuruan dari cfu/g tanah menjadi cfu/g tanah. Sebagian besar aktinomisetes yang ditemukan adalah dari genus Streptomyces sp. Sebagian besar genus ini mampu menghasilkan fitohormon dan senyawa antipatogen sehingga mampu menekan pathogen tular tanah seperti Rhizoctonia sp, Schlerotium sp dan Fusarium sp. Streptomyces sp berpotensi untuk dimnafaatkan sebagai agen hayati pengendali penyakit (Sahara and Nehran, 2011). Aktinomiset dari genus Micromonospora sp, Streptomyces sp and Nocardiodes sp (Abdulla &El-Shatoury, 2006) berpotensi sebagai perombak bahan organik seperti jerami padi. Tabel 3. Rata-rata populasi mikroorganisme Aktinomiset, Fungi, Nitrobacter dan Nitrosomonas sebelum dan setelah pemupukan N ke satu Perlakuan Rata-rata populasi (*10 4 cfu/gram tanah) Aktinomiset Fungi Nitrobacter Nitrosomonas N0 N1 N0 N1 N0 N1 N0 N1 Kontrol , ,3 446 Konvensional , , ,3 570 PTT 13, , , SRI 4, ,6 640 Semi organik , , , Aktinomiset 180 Fungi Populasi (*10 4 cfu/g tanah) Kontrol Petani PTT SRI Semi org 0 7 Populasi (*10 4 cfu/g tanah) Kontrol Petani PTT SRI Semi org 0 7 Waktu pengamatan (HST) Waktu pengamatan (HST) Gambar 8. Rata-rata populasi Aktinomisetes dan Fungi dalam tanah pada berbagai sistem pertanian pada pengamatan 0 dan 7 HST Populasi fungi tertinggi terdapat pada perlakuan PTT baik pengamatan 7 HST maupun 7 HST yaitu 1,53, dan 1, cfu/g tanah, sedangkan terendah pada SRI yaitu 9, dan 2, cfu/g tanah. Secara jumlah, perlakuan PTT dan Kontrol mengalami penurunan populasi pada pengamatan 7 HST, untuk PTT meskipun mengalami penurunan tetapi jumlahnya tetap tertinggi dibanding perlakuan yang lainnya. Fungi tanah 23

32 berfungsi antara lain sebagai perombak bahan organic, penghasil fitohormon dan agen hayati pengendali penyakit. Fungi yang dijumpai antara lain Trichoderma sp dan Penicilium sp. Fungi tanah juga mempunyai peran untuk meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit serta kekeringan dan penguat agregat tanah (Jenskin, 2005). Fungi juga menghasilkan senyawa hidrofobik yang mempengaruhi sifat-sifat infiltrasi air tanah (Ritz and Young, 2004). Hasil penghitungan populasi Nitrosomas dan Nitrobacter pada semua perlakuan menunjukan peningkatan populasi pada saat pengamatan 7 HST dengan populasi tertinggi pada perlakuan PTT. Kedua bakteri tersebut berperan dalam proses nitrifikasi di dalam tanah. Populasi (*10 4 cfu/g tanah) Nitrobacter Kontrol Petani PTT SRI Semi org 0 7 Waktu pengamatan (HST) Populasi (*10 4 cfu/g tanah) Nitrosomonas Kontrol Petani PTT SRI Semi org 0 7 Waktu pengamatan (HST) Gambar 9. Rata-rata populasi Nitrobacter dan Nitrosomonas dalam tanah pada berbagai sistem pertanian pada pengamatan 0 dan 7 HST Pada pengamatan 7 HST, jumlah populasi Nitrobacter tertinggi sampai terendah berturutturut adalah perlakuan Semi organik 3, cfu/g tanah, SRI 3, cfu/g tanah, PTT 2, cfu/g tanah, Konvensional 1, cfu/g tanah dan Kontrol 7, cfu/g tanah. Sedangkan pada N1 jumlah populasi Nitrobacter dari yang tertinggi sampai terendah adalah PTT 1, cfu/g tanah, Semi organik 1, cfu/g tanah, Konvensional 6, cfu/g tanah, SRI 4, cfu/g tanah dan Kontrol 3, cfu/g tanah. Populasi Nitrosomonas tertinggi pada N1 adalah perlakuan PTT yaitu 1, cfu/g tanah. Meskipun peningkatan pemenuhan kebutuhan nitrogen tanaman melalui aplikasi pupuk anorganik seperti urea, penambatan nitrogen secara biologi, proses reduksi nitrogen atmosfer menjadi ammonia oleh mikroba hampir merupakan hal yang sangat penting dalam pemeliharaan status kesuburan tanah (Postgate, 1982). Nitrosomonas mengoksidasi ammonia menjadi nitrit dan Nitrobacter mengoksidasi nitrit menjadi nitrat. 24

33 5.5. Pertumbuhan Tanaman Tinggi tanaman Data pertumbuhan tinggi tanaman padi umur HST sebagai respon terhadap pemberian pupuk organik dan anorganik pada berbagai sistem pertanian Konvensional, PTT, SRI dan Semi organik disajikan pada Tabel 4. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa sampaiumur 60 hari setelah tanam (HST) perlakuan berbagai sistem pertanian tidak berbeda nyata terhadap tinggi tanaman padi,akan tetapi berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol. Kecuali pada umur 60 HST sistem pertanian SRI secara nyata menghasilkan pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan sistem konvensional (Petani), PTT dan Semi organik tetapi tidak berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol. Sedangkan pada umur 75 HST, Sistem pertanian PTT secaranyata menghasilkan pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan dengan Petani, sistem pertanian SRI dan kontrol akan tetapi tidak berbeda nyata dibandingkan dengan sistem pertanian Semi organik. Secara kuantitatif sistem pertanian PTT menghasilkan pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainya yaitu mencapai 94,22 cm selanjutnya diikuti oleh sistem pertanian Semi organik (94,16 cm) dan sistem konvensional (Petani) yaitu 88,88 cm. Tabel. 4. Pertumbuhan tinggi tanaman dan jumlah anakan padi umur HST pada berbagai sistem pertanian di Cianjur No Perlakuan Tinggi tanaman (cm) 21 HST 30 HST 45 HST 60 HST 75 HST 1 Kontrol 27,00 a 33,40 b 45,44 b 68,04 b 82,16 c 2 Petani 29,92 a 36,28 a 53,16 a 75,34 a 88,88 b 3 PTT 28,96 a 34,96 ab 56,20 a 77,12 a 94,22 a 4 SRI 28,92 a 34,32 ab 54,14 a 67,28 b 86,92 bc 5 Semi Organik 28,36 a 34,44 ab 54,08 a 74,36 a 94,16 a Dengan demikian dapat dinyatkanan bahwa sistem pertanian PTT yang mengkombinasikan pupuk anorganik dengan jerami yang dikomposkan 5 t/ha memberikan respon yang sama terhadap tinggi tanaman dibandingkan dengan sistem pertanian Semi organik umur 75 HST. Tetapi secara nayat menghasilkan pertumbuhan tanaman nyata lebih tinggi dibandingkan dengan SRI. 25

34 Gambar 10. Keragaan pertumbuhan tanamam padi varitas Impari 13 umur 65 HST pada berbagai sistem pertanian pada lokasi penelitian di Cianjur, Jawa Barat Jumlah anakan Data jumlah anakan tanaman padi umur HST sebagai respon pemebrian pupuk organik dan organik padaberbagai sistem pertanian konvensional, PTT, SRI dan Semi organik disajikan pada Tabel 5. Hasil uji statistik menunjukkan sampai umur 45 HST pengaruh pengelolaan hara pada berbagai sistem pertanian tidak berbeda nyata terhadap jumlah anakan, kecuali pada umur 30 HST sistem pertanian organik secara nyata menghasilkan jumlah anakan yang lebih rendah dibandingkan dengan Petani. Sedangkan pada umur 60 HST sistem pertanian SRI secara nyata menghasilkan jumlah anakan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sistem pertanian konvensional (Petani) tetapi tidakberbeda nyata dibandingan dengan sistem pertanian Semi organik. Secara kunatitatif sistem pertanian SRI menghasilkan jumlah anakan yang lebih banyak (19,4 rumpun) dibandingkan dengan sistem pertanian lainnya. Kemudian pada umur 75 HST, sistem pertanian PTT tidak berbeda nyata dibandingkan dengan sistem konvensional, dan SRI tetapi berbeda nyata menghasilkan jumlah anakan yang lebih sedikit dibandingkan dengan sistem pertanian semi organik dan secara kuantitatif sistem pertanian Semi 26

Nurjaya, Ibrahim Adamy, dan Sri Rochayati

Nurjaya, Ibrahim Adamy, dan Sri Rochayati Neraca Hara dan Produktivitas pada Usahatani Padi Sistem Konvensional, PTT, SRI, dan Semi Organik di Lahan Sawah Irigasi dengan Tingkat Kesuburan 22 Nurjaya, Ibrahim Adamy, dan Sri Rochayati Peneliti Badan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dimulai dari April 2009 sampai Agustus 2009. Penelitian lapang dilakukan di lahan sawah Desa Tanjung Rasa, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi...

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi... Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi... PENDAHULUAN P ada dasarnya pengelolaan tanaman dan sumber daya terpadu (PTT) bukanlah suatu paket teknologi, akan tetapi lebih merupakan metodologi atau

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga dan komposisi kimia pupuk organik yang

Lebih terperinci

I. Pendahuluan. II. Permasalahan

I. Pendahuluan. II. Permasalahan A. PENJELASAN UMUM I. Pendahuluan (1) Padi sawah merupakan konsumen pupuk terbesar di Indonesia. Efisiensi pemupukan tidak hanya berperan penting dalam meningkatkan pendapatan petani, tetapi juga terkait

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan bahan pangan terutama beras akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat peningkatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia

Lebih terperinci

UJI ADAPTASI BEBERAPA PADI HIBRIDA DI LAHAN SAWAH IRIGASI BARITO TIMUR, KALIMANTAN TENGAH

UJI ADAPTASI BEBERAPA PADI HIBRIDA DI LAHAN SAWAH IRIGASI BARITO TIMUR, KALIMANTAN TENGAH Seminar Nasional : Reformasi Pertanian Terintegrasi Menuju Kedaulatan Pangan UJI ADAPTASI BEBERAPA PADI HIBRIDA DI LAHAN SAWAH IRIGASI BARITO TIMUR, KALIMANTAN TENGAH Asmarhansyah 1) dan N. Yuliani 2)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Agustus 2010. Penelitian dilakukan di lahan percobaan NOSC (Nagrak Organic S.R.I. Center) Desa Cijujung,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Desa Situ Gede Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2009 Februari 2010. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Semawung, Kec. Andong, Boyolali (lahan milik Bapak Sunardi). Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan, dimulai bulan

Lebih terperinci

TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI

TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 01/Kpts/SR.130/1/2006 TANGGAL 3 JANUARI 2006 TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A34104064 PROGRAM STUDI AGRONOMI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan Produktivitas Padi di Indonesia dan Permasalahannya

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan Produktivitas Padi di Indonesia dan Permasalahannya TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Produktivitas Padi di Indonesia dan Permasalahannya Padi merupakan komoditas strategis yang mendapat prioritas penanganan dalam pembangunan pertanian. Berbagai usaha telah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Lahan 4. 1. 1. Sifat Kimia Tanah yang digunakan Tanah pada lahan penelitian termasuk jenis tanah Latosol pada sistem PPT sedangkan pada sistem Taksonomi, Tanah tersebut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN

PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN Tanah sulfat masam merupakan tanah dengan kemasaman yang tinggi

Lebih terperinci

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor Data statistik menunjukkan bahwa dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir, rata-rata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman pangan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan menguntungkan untuk diusahakan karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu merupakan bahan pangan pokok ketiga setelah beras dan jagung. Daunnya dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan sangat penting. Sektor ini mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, laju pertumbuhannya sebesar 4,8 persen

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Karakteristik Tanah di Lahan Percobaan Berdasarkan kriteria Staf Pusat Penelitian Tanah (1983), karakteristik Latosol Dramaga yang digunakan dalam percobaan disajikan

Lebih terperinci

MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI

MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI Prof. Dr. Marwoto dan Prof. Dr. Subandi Peneliti Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian MALANG Modul B Tujuan Ikhtisar

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 35 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini terdiri dari penelitian survei dan penelitian pot. Penelitian survei pupuk dilaksanakan bulan Mei - Juli 2011 di Jawa Barat, Jawa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teoritis 2.1.1. Sawah Tadah Hujan Lahan sawah tadah hujan merupakan lahan sawah yang dalam setahunnya minimal ditanami satu kali tanaman padi dengan pengairannya sangat

Lebih terperinci

Komponen PTT Komponen teknologi yang telah diintroduksikan dalam pengembangan usahatani padi melalui pendekatan PTT padi rawa terdiri dari:

Komponen PTT Komponen teknologi yang telah diintroduksikan dalam pengembangan usahatani padi melalui pendekatan PTT padi rawa terdiri dari: AgroinovasI Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Rawa Meningkatkan Produktivitas Dan Pendapatan Petani Di Lampung, selain lahan sawah beririgasi teknis dan irigasi sederhana, lahan rawa juga cukup potensial

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau jamu. Selain itu cabai juga memiliki kandungan gizi yang cukup

I. PENDAHULUAN. atau jamu. Selain itu cabai juga memiliki kandungan gizi yang cukup I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting yang bernilai ekonomis tinggi dan cocok untuk dikembangkan di daerah tropika seperti di Indonesia.

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BERBAGAI PUPUK ORGANIK PADA TANAMAN PADI DI LAHAN SAWAH IRIGASI

PENGGUNAAN BERBAGAI PUPUK ORGANIK PADA TANAMAN PADI DI LAHAN SAWAH IRIGASI PENGGUNAAN BERBAGAI PUPUK ORGANIK PADA TANAMAN PADI DI LAHAN SAWAH IRIGASI Endjang Sujitno, Kurnia, dan Taemi Fahmi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Barat Jalan Kayuambon No. 80 Lembang,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Hasil analisis contoh tanah pada lokasi percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tanah pada lokasi percobaan, tingkat kemasaman tanah termasuk

Lebih terperinci

Pengaruh Silikat Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Padi Sawah pada Tanah Ultisol

Pengaruh Silikat Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Padi Sawah pada Tanah Ultisol Pengaruh Silikat Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Padi Sawah pada Tanah Ultisol 20 Didi Ardi Suriadikarta dan Husnain Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Penelitian Tanah, Jl. Tentara Pelajar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan beras di Indonesia pada masa yang akan datang akan meningkat. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi dengan besarnya konsumsi beras

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat PENDAHULUAN Latar Belakang Komoditas padi memiliki arti strategis yang mendapat prioritas dalam pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat Indonesia, baik di pedesaan maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah dikenal sejak dulu. Ada beberapa jenis tomat seperti tomat biasa, tomat apel, tomat keriting,

Lebih terperinci

KAJIAN PADI VARIETAS UNGGUL BARU DENGAN CARA TANAM SISTEM JAJAR LEGOWO

KAJIAN PADI VARIETAS UNGGUL BARU DENGAN CARA TANAM SISTEM JAJAR LEGOWO KAJIAN PADI VARIETAS UNGGUL BARU DENGAN CARA TANAM SISTEM JAJAR LEGOWO Yati Haryati dan Agus Nurawan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat Jl. Kayuambon No. 80 Lembang, Bandung Email : dotyhry@yahoo.com

Lebih terperinci

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul)

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul) Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul) PENDAHULUAN Pengairan berselang atau disebut juga intermitten adalah pengaturan kondisi lahan dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian untuk:

Lebih terperinci

Aplikasi Pupuk Kandang dan Pupuk SP-36 Untuk Meningkatkan Unsur Hara P Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Inceptisol Kwala Bekala

Aplikasi Pupuk Kandang dan Pupuk SP-36 Untuk Meningkatkan Unsur Hara P Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Inceptisol Kwala Bekala Aplikasi Kandang dan Untuk Meningkatkan Unsur Hara P Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Inceptisol Kwala Bekala Application of Farmyard Manure and SP-36 Fertilizer on Phosphorus Availability

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Lahan Sawah. reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Lahan Sawah. reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Sawah Perubahan kimia tanah sawah berkaitan erat dengan proses oksidasi reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat ketersediaan hara dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Pertumbuhan Tanaman 4. 1. 1. Tinggi Tanaman Pengaruh tiap perlakuan terhadap tinggi tanaman menghasilkan perbedaan yang nyata sejak 2 MST. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Karakteristik Latosol Cikabayan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Bahan tanah yang digunakan dalam percobaan pupuk organik granul yang dilaksanakan di rumah kaca University Farm IPB di Cikabayan, diambil

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya

Lebih terperinci

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007)

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007) Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007) Unsur Hara Lambang Bentuk tersedia Diperoleh dari udara dan air Hidrogen H H 2 O 5 Karbon C CO 2 45 Oksigen O O 2

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Inceptisol Indramayu Inceptisol Indramayu memiliki tekstur lempung liat berdebu dengan persentase pasir, debu, liat masing-masing 38%,

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran. 28 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengamatan 4.1.1 Tinggi Tanaman Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis dan dosis amelioran tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman padi ciherang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di desa Kleseleon, kecamatan Weliman, kabupaten Malaka, proinsi Nusa Tenggara Timur pada lahan sawah bukaan baru yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Upaya pemenuhan kebutuhan beras bagi 230 juta penduduk Indonesia

I. PENDAHULUAN. Upaya pemenuhan kebutuhan beras bagi 230 juta penduduk Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Upaya pemenuhan kebutuhan beras bagi 230 juta penduduk Indonesia dewasa ini memerlukan kerja keras dengan melibatkan puluhan juta orang yang berhadapan dengan berbagai

Lebih terperinci

Untuk menunjang pertumbuhannya, tananam memerlukan pasokan hara

Untuk menunjang pertumbuhannya, tananam memerlukan pasokan hara Penentuan Takaran Pupuk Fosfat untuk Tanaman Padi Sawah Sarlan Abdulrachman dan Hasil Sembiring 1 Ringkasan Pemanfaatan kandungan fosfat tanah secara optimal merupakan strategi terbaik untuk mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki secara efektif dan efisien dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan

Lebih terperinci

KAJIAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI GOGO MELALUI PEMANFAATAN LAHAN SELA DI ANTARA KARET MUDA DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU

KAJIAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI GOGO MELALUI PEMANFAATAN LAHAN SELA DI ANTARA KARET MUDA DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU KAJIAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI GOGO MELALUI PEMANFAATAN LAHAN SELA DI ANTARA KARET MUDA DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU BPTP RIAU 2012 PENDAHULUAN Kebutuhan beras sebagai sumber kebutuhan

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN OMISSION PLOT Kajian Efektifitas Pengelolaan Lahan Sawah Irigasi Pada Kawasan Penambangan Nikel Di Wasile - Maluku Utara

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN OMISSION PLOT Kajian Efektifitas Pengelolaan Lahan Sawah Irigasi Pada Kawasan Penambangan Nikel Di Wasile - Maluku Utara PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN OMISSION PLOT Kajian Efektifitas Pengelolaan Lahan Sawah Irigasi Pada Kawasan Penambangan Nikel Di Wasile - Maluku Utara I. PENDEKATAN PETAK OMISI Kemampuan tanah menyediakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai ekonomis, serta harus terus dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat

Lebih terperinci

APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG. M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia

APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG. M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Dalam budi daya jagung perlu memperhatikan cara aplikasi pupuk urea yang efisien sehingga pupuk yang diberikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi 4.1.1. Kakteristik Ultisol Gunung Sindur Hasil analisis pendahuluan sifat-sifat kimia tanah disajikan pada tabel.1.

Lebih terperinci

PEMUPUKAN LAHAN SAWAH BERMINERAL LIAT 2:1 UNTUK PADI BERPOTENSI HASIL TINGGI

PEMUPUKAN LAHAN SAWAH BERMINERAL LIAT 2:1 UNTUK PADI BERPOTENSI HASIL TINGGI PEMUPUKAN LAHAN SAWAH BERMINERAL LIAT 2:1 UNTUK PADI BERPOTENSI HASIL TINGGI A. Kasno dan Nurjaya ABSTRAK Padi merupakan makanan pokok yang mempunyai nilai strategis dalam keamanan pangan nasional. Swasembada

Lebih terperinci

MENINGKATKAN PROUKSI PADI DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI HEMAT AIR

MENINGKATKAN PROUKSI PADI DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI HEMAT AIR MENINGKATKAN PROUKSI PADI DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI HEMAT AIR Oleh : Ir. Indra Gunawan Sabaruddin Tanaman Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman penting karena merupakan makanan pokok sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisis Contoh Tanah Hasil analisa sudah diketahui pada Tabel 4.1 dapat dikatakan bahwa tanah sawah yang digunakan untuk penelitian ini memiliki tingkat kesuburan

Lebih terperinci

THE INFLUENCE OF N, P, K FERTILIZER, AZOLLA (Azolla pinnata) AND PISTIA (Pistia stratiotes) ON THE GROWTH AND YIELD OF RICE (Oryza sativa)

THE INFLUENCE OF N, P, K FERTILIZER, AZOLLA (Azolla pinnata) AND PISTIA (Pistia stratiotes) ON THE GROWTH AND YIELD OF RICE (Oryza sativa) JURNAL PRODUKSI TANAMAN Vol. 1 No. 3 JULI-2013 ISSN : 2338-3976 PENGARUH PUPUK N, P, K, AZOLLA (Azolla pinnata) DAN KAYU APU (Pistia stratiotes) PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI SAWAH (Oryza sativa) THE

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;

Lebih terperinci

Teknologi BioFOB-HES (High Energy Soil)

Teknologi BioFOB-HES (High Energy Soil) Upaya meningkatkan produksi padi Indonesia terus dilakukan dalam upaya untuk mencapai swasembada beras. Hal ini dilakukan untuk mengimbangi laju peningkatan kebutuhan beras yang diperkirakan mencapai 41,5

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PUPUK HAYATI ECOFERT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG. Syafruddin Balai Penelitian Tanaman Serealia

EFEKTIFITAS PUPUK HAYATI ECOFERT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG. Syafruddin Balai Penelitian Tanaman Serealia EFEKTIFITAS PUPUK HAYATI ECOFERT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG Syafruddin Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Penelitian dilaksanakan pada lahan sawah di Bontonompo Gowa-Sulsel yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berkualitas. Salah satu kendala peningkatan kualitas sumberdaya manusia adalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berkualitas. Salah satu kendala peningkatan kualitas sumberdaya manusia adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di berbagai bidang memerlukan sumberdaya manusia yang berkualitas. Salah satu kendala peningkatan kualitas sumberdaya manusia adalah defisiensi nutrisi Zn.

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI BIOMAS JAGUNG MELALUI PENINGKATAN POPULASI TANAMAN. F. Tabri Balai Penelitian Tanaman Serealia

TEKNOLOGI PRODUKSI BIOMAS JAGUNG MELALUI PENINGKATAN POPULASI TANAMAN. F. Tabri Balai Penelitian Tanaman Serealia TEKNOLOGI PRODUKSI BIOMAS JAGUNG MELALUI PENINGKATAN POPULASI TANAMAN F. Tabri Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Teknologi produksi biomas jagung melalui peningkatan populasi tanaman.tujuan pengkajian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh membentuk rumpun dengan tinggi tanaman mencapai 15 40 cm. Perakarannya berupa akar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kandungan Hara Tanah Analisis kandungan hara tanah pada awal percobaan maupun setelah percobaan dilakukan untuk mengetahui ph tanah, kandungan C-Organik, N total, kandungan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Awal Tanah Gambut Hasil analisis tanah gambut sebelum percobaan disajikan pada Tabel Lampiran 1. Hasil analisis didapatkan bahwa tanah gambut dalam dari Kumpeh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Konsumsi kedelai di Indonesia setiap tahun semakin meningkat, seiring dengan

I. PENDAHULUAN. Konsumsi kedelai di Indonesia setiap tahun semakin meningkat, seiring dengan I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Konsumsi kedelai di Indonesia setiap tahun semakin meningkat, seiring dengan pertambahan penduduk. Kenaikan konsumsi ini tidak dapat dikejar oleh produksi dalam

Lebih terperinci

PENGELOLAAN HARA UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH BUKAAN BARU DI HARAPAN MASA-TAPIN KALIMANTAN SELATAN

PENGELOLAAN HARA UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH BUKAAN BARU DI HARAPAN MASA-TAPIN KALIMANTAN SELATAN PENGELOLAAN HARA UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH BUKAAN BARU DI HARAPAN MASA-TAPIN KALIMANTAN SELATAN LR. Widowati dan S. Rochayati ABSTRAK Salah satu upaya pemenuhan pangan nasional adalah

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang mempunyai arti penting bagi masyarakat. Meskipun disadari bawang merah bukan merupakan kebutuhan pokok, akan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemupukan pada Tanaman Tomat 2.1.1 Pengaruh Aplikasi Pupuk Kimia Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada tanaman tomat tertinggi terlihat pada

Lebih terperinci

PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU

PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU Malina Rohmaya, SP* Dewasa ini pertanian menjadi perhatian penting semua pihak karena pertanian memiliki peranan yang sangat besar dalam menunjang keberlangsungan kehidupan

Lebih terperinci

SEMINAR DAN EKSPOSE TEKNOLOGI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

SEMINAR DAN EKSPOSE TEKNOLOGI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN RAKITAN TEKNOLOGI SEMINAR DAN EKSPOSE TEKNOLOGI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN Bogor,

Lebih terperinci

DENGAN HIBRIDA HASIL PRODUKSI PADI MENINGKAT

DENGAN HIBRIDA HASIL PRODUKSI PADI MENINGKAT DENGAN HIBRIDA HASIL PRODUKSI PADI MENINGKAT Penerapan Padi Hibrida Pada Pelaksanaan SL - PTT Tahun 2009 Di Kecamatan Cijati Kabupaten Cianjur Jawa Barat Sekolah Lapang (SL) merupakan salah satu metode

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 KAJIAN TEORITIS 2.1.1 Karakteristik Lahan Sawah Bukaan Baru Pada dasarnya lahan sawah membutuhkan pengolahan yang khusus dan sangat berbeda dengan lahan usaha tani pada lahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Menurut Mubyarto (1995), pertanian dalam arti luas mencakup pertanian rakyat atau pertanian dalam arti sempit disebut perkebunan (termasuk didalamnya perkebunan

Lebih terperinci

PENGARUH MIKROBA KONSORSIA Azotobacter sp. dan Pseudomonas sp. TERHADAP HASIL CAISIM PADA TANAH MASAM ULTISOL JASINGA

PENGARUH MIKROBA KONSORSIA Azotobacter sp. dan Pseudomonas sp. TERHADAP HASIL CAISIM PADA TANAH MASAM ULTISOL JASINGA PENGARUH MIKROBA KONSORSIA Azotobacter sp. dan Pseudomonas sp. TERHADAP HASIL CAISIM PADA TANAH MASAM ULTISOL JASINGA Jati Purwani Balai Penelitian Tanah, Bogor Abstrak Tingkat produktivitas lahan masam

Lebih terperinci

Hanafi Ansari*, Jamilah, Mukhlis

Hanafi Ansari*, Jamilah, Mukhlis PENGARUH DOSIS PUPUK DAN JERAMI PADI TERHADAP KANDUNGAN UNSUR HARA TANAH SERTA PRODUKSI PADI SAWAH PADA SISTEM TANAM SRI (System of Rice Intensification) Effect of Fertilizer Dosage and Rice Straw to the

Lebih terperinci

Keywords : conventional, inorganic fertilizer, organic fertilizer, P uptake and SRI

Keywords : conventional, inorganic fertilizer, organic fertilizer, P uptake and SRI PENGARUH IMBANGAN PUPUK ORGANIK DAN ANORGANIK TERHADAP SERAPAN P DAN HASIL TANAMAN PADI SAWAH PADA DUA SISTEM BUDIDAYA DI LAHAN SAWAH SUKOHARJO (The Effect of Organic and Inorganic Fertilizers to P-Uptake

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi padi varietas Ciherang (Supriatno et al., 2007)

Lampiran 1. Deskripsi padi varietas Ciherang (Supriatno et al., 2007) Lampiran 1. Deskripsi padi varietas Ciherang (Supriatno et al., 2007) Asal persilangan : IR 18349-53-1-3-1-3/IR 19661-131-3-1//IR 19661-131-3-1///IR 64////IR 64 Umur tanaman : 116-125 hari Bentuk tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani. Pembangunan pertanian sebagai bagian integral dari pembangunan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian,Perlakuan dan Analisis Data

BAB III METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian,Perlakuan dan Analisis Data BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan mulai Oktober 2014 Februari 2015. Penelitian dilaksanakan di Desa Semawung Kec. Andong, Kab. Boyolali,

Lebih terperinci

Pupuk Organik Powder 135 (POP 135 Super TUGAMA)

Pupuk Organik Powder 135 (POP 135 Super TUGAMA) Penggunaan pupuk kimia atau bahan kimia pada tanaman, tanpa kita sadari dapat menimbulkan berbagai macam penyakit seperti terlihat pada gambar di atas. Oleh karena itu beralihlah ke penggunaan pupuk organik

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2010 sampai dengan bulan Januari 2011 di lahan sawah yang berlokasi di Desa Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Elevasi/GPS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) merupakan salah satu tanaman pangan

I. PENDAHULUAN. Kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) merupakan salah satu tanaman pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) merupakan salah satu tanaman pangan yang berpotensi untuk dikembangkan secara intensif. Permintaan kacang hijau dalam

Lebih terperinci

ADAPTASI VARIETAS UNGGUL BARU PADA LAHAN RAWA PASANG SURUT DI PROVINSI BENGKULU ABSTRAK

ADAPTASI VARIETAS UNGGUL BARU PADA LAHAN RAWA PASANG SURUT DI PROVINSI BENGKULU ABSTRAK ADAPTASI VARIETAS UNGGUL BARU PADA LAHAN RAWA PASANG SURUT DI PROVINSI BENGKULU Nurmegawati dan Wahyu Wibawa Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jl Irian km 6,5 Kota Bengkulu ABSTRAK Pemanfaatan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. PTT Padi Sawah. Penelitian ini dilakukan di Poktan Giri Mukti II, Desa

BAB III METODE PENELITIAN. PTT Padi Sawah. Penelitian ini dilakukan di Poktan Giri Mukti II, Desa 31 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Tempat Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah respon petani terhadap kegiatan penyuluhan PTT Padi Sawah. Penelitian ini dilakukan di Poktan Giri Mukti II,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Tanah Analisis tanah merupakan salah satu pengamatan selintas untuk mengetahui karakteristik tanah sebelum maupun setelah dilakukan penelitian. Analisis tanah

Lebih terperinci

Pengelolaan Tanaman Terpadu. Samijan, Ekaningtyas Kushartanti, Tri Reni Prastuti, Syamsul Bahri

Pengelolaan Tanaman Terpadu. Samijan, Ekaningtyas Kushartanti, Tri Reni Prastuti, Syamsul Bahri Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) JAGUNG Penyusun Samijan, Ekaningtyas Kushartanti, Tri Reni Prastuti, Syamsul Bahri Design By WAHYUDI H Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Balai Pengkajian Teknologi

Lebih terperinci

EVALUASI KESUBURAN TANAH

EVALUASI KESUBURAN TANAH EVALUASI KESUBURAN ANAH Referensi Dierolf,.,. Fairhurst, and E. Mutert. 2000. Soil Fertility Kit: A toolkit for acid upland soil fertility management in Southeast Asia. PPI. Singapore. NW. Yuwono. Kesuburan

Lebih terperinci

TEKNIK BUDIDAYA PADI DENGAN METODE S.R.I ( System of Rice Intensification ) MENGGUNAKAN PUPUK ORGANIK POWDER 135

TEKNIK BUDIDAYA PADI DENGAN METODE S.R.I ( System of Rice Intensification ) MENGGUNAKAN PUPUK ORGANIK POWDER 135 TEKNIK BUDIDAYA PADI DENGAN METODE S.R.I ( System of Rice Intensification ) MENGGUNAKAN PUPUK ORGANIK POWDER 135 PUPUK ORGANIK POWDER 135 adalah Pupuk untuk segala jenis tanaman yang dibuat dari bahan

Lebih terperinci

PENGARUH PUPUK NPK MAJEMUK TERHADAP HASIL PADI VARIETAS CIHERANG DAN SIFAT KIMIA TANAH INCEPTISOL, BOGOR

PENGARUH PUPUK NPK MAJEMUK TERHADAP HASIL PADI VARIETAS CIHERANG DAN SIFAT KIMIA TANAH INCEPTISOL, BOGOR PENGARUH PUPUK NPK MAJEMUK TERHADAP HASIL PADI VARIETAS CIHERANG DAN SIFAT KIMIA TANAH INCEPTISOL, BOGOR J. Purnomo ABSTRAK Varietas padi dan pengelolaan hara pupuk menentukan hampir 75% dari target produksi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merr) Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. Susunan morfologi kedelai terdiri dari akar, batang, daun, bunga dan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

II. BAHAN DAN METODE. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 15 II. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian yang dilaksanakan terdiri atas dua percobaan yaitu percobaan inkubasi dan percobaan rumah kaca. Percobaan inkubasi beserta analisis tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penambangan batubara dapat dilakukan dengan dua cara: yaitu penambangan dalam dan penambangan terbuka. Pemilihan metode penambangan, tergantung kepada: (1) keadaan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bermata pencarian sebagai petani (padi, jagung, ubi dan sayur-sayuran ). Sektor

I. PENDAHULUAN. bermata pencarian sebagai petani (padi, jagung, ubi dan sayur-sayuran ). Sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris di mana sebagian besar penduduknya bermata pencarian sebagai petani (padi, jagung, ubi dan sayur-sayuran ). Sektor pertanian pula berperan

Lebih terperinci