NAGEKEO, SKRIPSI OGI PAKAN FAKULTAS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "NAGEKEO, SKRIPSI OGI PAKAN FAKULTAS"

Transkripsi

1 POTENSI PENGEMBANGAN TERNAK RUMINANSIA DITINJAU DARI KONDISI TANAH, PRODUKTIVITAS DAN KUALITAS NUTRISII PADANG PENGGEMBALAAN DI KABUPATEN NAGEKEO, FLORES, NTT SKRIPSI FERY DWI RIPTIANINGSIH DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLO OGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 RINGKASAN FERY DWI RIPTIANINGSIH. D Potensi Pengembangan Ternak Ruminansia Ditinjau dari Kondisi Tanah, Produktivitas dan Kualitas Nutrisi Padang Penggembalaan di Kabupaten Nagekeo, Flores, NTT. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor Pembimbing Utama : Dr. Ir. Panca Dewi Manu Hara Karti, M.S. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr. Kabupaten Nagekeo yang berada di Pulau Flores Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki potensi sumber daya alam yang sangat cocok untuk pengembangan ternak ruminansia. Potensi itu berupa tersedianya lahan padang penggembalaan yang tersebar di berbagai wilayah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi pengembangan ternak ruminansia ditinjau dari kondisi tanah, produktivitas dan kualitas nutrisi padang penggembalaan serta melakukan perbandingan dari sembilan desa di Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur. Penelitian ini dilakukan pada enam kawasan yang terdiri dari sembilan desa yaitu Desa Dhereisa, Bidoa, Tedakisa, Renduwawo, Ulupulu, Nagarawe, Rendubutowe, Lambo, dan Natatoto. Masing-masing padang penggembalaan setiap desa diambil sampel tanah dan sampel rumput untuk dianalisis. Analisis tanah meliputi tekstur, ph, bahan organik tanah dan kapasitas tukar kation. Sampel rumput komposit dianalisis komposisi botani, analisis proksimat yang meliputi kadar air, kadar abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan dihitung Total Digestible Nutrient (TDN) dari komposisi proksimat, analisis in vitro yang meliputi Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK), Koefisien Cerna Bahan Organik (KCBO), produksi NH 3, dan produksi Volatile Fatty Acid (VFA). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan desa sebagai perlakuan. Apabila terdapat beda nyata, signifikansi dihitung dengan menggunakan Uji Lanjut Kontras Ortogonal. Selanjutnya dilakukan skoring masing-masing desa terhadap faktor kondisi tanah, nutrisi rumput padang penggembalaan serta kapasitas tampung berdasarkan BK tercerna untuk menentukan desa yang paling potensial untuk pengembangan ternak ruminansia berdasarkan kualitas padang penggembalaannya. Hasil analisis tanah padang penggembalaan di sembilan desa umumnya menunjukkan ph yang agak masam dengan kandungan C organik dan Nitrogen yang rendah, sedangkan Fosfor sangat rendah. Kandungan mineral Ca, Mg, K dan Na yang merupakan kation cukup baik, sehingga kapasitas tukar kation (KTK) tinggi, hal ini menunjukkan bahwa daya mengikat yang cukup baik. Berdasarkan hasil analisis proksimat sampel rumput pada sembilan desa menunjukkan kandungan bahan kering (BK), abu, protein kasar (PK), lemak kasar (LK), Beta-N dan TDN tidak berbeda nyata (P>0,05) pada kesembilan desa dan hanya kandungan serat kasar (SK) yang sangat berbeda nyata (P<0,01) pada kesembilan desa dengan kandungan SK tertinggi pada Desa Natatoto yaitu 28.94%. Secara umum kualitas nutrisi rumput padang penggembalaan di sembilan desa menunjukkan kandungan protein kasar (PK) yang rendah dengan nilai tertinggi hanya 7.12% pada Desa Tedakisa. Kandungan TDN rumput masih tergolong rendah dengan kandungan tertinggi hanya 50.09% pada Desa Tedakisa. Berdasarkan hasil evaluasi nutrisi secara in vitro, ii

3 koefisien cerna bahan kering (KCBK) dan koefisien cerna bahan organik (KCBO) pada kesembilan desa menunjukkan hasil yang sangat berbeda nyata (P<0,01). Desa Natatoto mempunyai hijauan padang penggembalaan dengan nilai KCBK tertinggi yaitu 39,02%. Untuk nilai koefisien cerna bahan organik (KCBO), hijauan pada Desa Dhereisa memiliki nilai tertinggi daripada desa yang lain dengan nilai KCBO 41,44%. Hasil pengukuran produksi NH 3 dan VFA rumput padang penggembalaan pada sembilan desa menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Dari sampel BK rumput (BK/0,25 m 2 ) diperoleh total produksi BK tercerna sebesar 8.093,05 kg BKT/ha/th dengan nilai produksi tertinggi pada desa Renduwawo yaitu sebesar 1.367,88 kg BKT/ha/th. Perhitungan kapasitas tampung berdasarkan ketersediaan BK tercerna didapatkan Desa Renduwawo memiliki nilai tertinggi yaitu 0,42 ST/ha, sedangkan kapasitas tampung terendah yaitu pada Desa Nagarawe dengan nilai 0,17 ST/ha. Desa yang memiliki nilai kapasitas peningkatan populasi yang paling tinggi adalah Desa Natatoto yaitu ST. Berdasarkan hasil skoring masing-masing desa terhadap faktor kondisi tanah, nutrisi rumput padang penggembalaan serta kapasitas tampung berdasarkan BK tercerna, Desa Renduwawo yang menduduki peringkat pertama. Secara umum Kabupaten Nagekeo berpotensi untuk pengembangan ternak ruminansia. Perlu adanya perbaikan kondisi tanah dan peningkatan produktivitas hijauan padang penggembalaan sehingga bisa mencukupi kebutuhan hijauan makanan ternak baik secara kualitas maupun kuantitas. Kata-kata kunci: Ruminansia, padang rumput alam, produktivitas, kualitas nutrisi iii

4 ABSTRACT The Potency of Ruminant Development Based On Soil Condition, Productivity and Nutrition Quality of Range in Nagekeo, Flores Island, NTT Riptianingsih, F. D., P. D. M. H. Karti., and I. G. Permana Nagekeo regency located in Flores Island, Nusa Tenggara Timur have a lot of natural resources suitable for ruminant development. This field research aimed to know range potential for ruminant development based on soil condition, productivity and nutrition quality and give comparative analysis from nine villages as experiment location in Nagekeo regency of Nusa Tenggara Timur. Soil sample and grass sample which taken from the pasture of every village and then to be analyzed. Soil analyzed consists of texture, ph, organic matter, and cationic exchange capacity. Grass sample was analyzed of botany composition, moisture, ash, crude protein, ether extract, crude fiber, Total Digestible Nutrient (TDN), Dry Matter Digestibility (DMD), Organic Matter Digestibility (OMD), NH 3 production, and VFA production. Based on soil condition, nutrition value and carrying capacity from dry matter availability is found that Renduwawo village have the highest score than another village. However, based on calculation increating of population capacity show that Natatoto village have the highest number than another village. Key words: Ruminant, range, productivity, nutrient quality iv

5 POTENSI PENGEMBANGAN TERNAK RUMINANSIA DITINJAU DARI KONDISI TANAH, PRODUKTIVITAS DAN KUALITAS NUTRISI PADANG PENGGEMBALAAN DI KABUPATEN NAGEKEO, FLORES, NTT FERY DWI RIPTIANINGSIH D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 v

6 Judul : Potensi Pengembangan Ternak Ruminansia Ditinjau dari Kondisi Tanah, Produktivitas dan Kualitas Nutrisi Padang Penggembalaan di Kabupaten Nagekeo, Flores, NTT. Nama : Fery Dwi Riptianingsih NIM : D Menyetujui, Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota, (Dr.Ir. Panca Dewi M.H.K., M.S) NIP (Dr.Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr) NIP Mengetahui: Ketua Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (Dr.Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr) NIP Tanggal Ujian: 23 November 2011 Tanggal Lulus: vi

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 28 Februari 1989 di Trenggalek, Jawa Timur. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Hadi Suripto SE dan Ibu Jumiatun S.Pd. Pendidikan formal penulis dimulai sejak Taman Kanak-kanak (TK), diselesaikan di TK Dharma Wanita Tamanan pada tahun 1995, dilanjutkan dengan pendidikan dasar pada SDN Tamanan 3 yang diselesaikan pada tahun 2001, setelah lulus penulis melanjutkan ke SMPN 1 Trenggalek. Setelah lulus pada tahun 2004, penulis kemudian melanjutkan ke SMAN 1 Trenggalek yang diselesaikan pada tahun Penulis diterima di IPB melalui jalur USMI pada tahun Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Institut Pertanian Bogor tahun 2007 atau angkatan 44. Selama mengikuti perkuliahan di IPB, penulis aktif dalam keanggotaan UKM FORCES (Forum For Scientific Studies) dari tahun Penulis juga aktif menulis proposal dalam kompetisi PKM (Program Kreativitas Mahasiswa) yang diselenggarakan oleh DIKTI setiap tahunnya. PKM Penelitian yang berjudul Pupetrin Pupuk Pestisida Urin Two in One Sebagai Penunjang Kesehatan Tanaman yang Praktis dan Ramah Lingkungan serta Pocarichick Sebagai Solusi Penanganan Heat Stress pada Budidaya Ayam Broiler di Daerah Tropis telah berhasil diterima dan didanai oleh DIKTI pada tahun Penulis merupakan salah satu penerima beasiswa Eka Tjipta Foundation (ETF) periode dan dilanjutkan sebagai penerima beasiswa Tanoto Foundation dari tahun 2009 hingga sekarang. Penulis pernah mengikuti program magang yang diselenggarakan oleh University Farm IPB pada bagian pembibitan tanaman-tanaman hias dan buah-buahan selama dua minggu pada tahun vii

8 KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya hingga saat ini penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul Potensi Pengembangan Ternak Ruminansia Ditinjau Dari Kondisi Tanah, Produktivitas dan Kualitas Nutrisi Padang Penggembalaan di Kabupaten Nagekeo, Flores, NTT di bawah bimbingan Dr. Ir. Panca Dewi Manu Hara Karti, M.S., dan Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr. Skripsi ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian langsung yang dilaksanakan oleh tim peneliti di Kabupaten Nagekeo Nusa Tenggara Timur. Data-data pendukung didapatkan melalui studi pustaka dari berbagai sumber. Penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan pembaca umumnya serta untuk kemajuan pembangunan peternakan di Kabupaten Nagekeo dan terutama kemajuan pembangunan peternakan di Indonesia. Bogor, September 2011 Penulis viii

9 DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN... ii ABSTRACT.. iv LEMBAR PERNYATAAN v LEMBAR PENGESAHAN. vi RIWAYAT HIDUP. vii KATA PENGANTAR... viii DAFTAR ISI ix DAFTAR TABEL xi DAFTAR GAMBAR xii DAFTAR LAMPIRAN xiii PENDAHULUAN. 1 Latar Belakang.. 1 Tujuan 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 Gambaran Umum Kabupaten Nagekeo. 3 Padang Penggembalaan. 4 Pengaruh Kondisi Tanah Terhadap Pertumbuhan Tanaman 5 Kapasitas Tampung 7 Analisa Proksimat.. 9 Fermentabilitas Pakan 10 Volatile Fatty Acid (VFA). 10 Amonia (NH 3 ) 11 Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik (KCBK/KCBO) MATERI DAN METODE. 13 Lokasi dan Waktu Materi. 13 Prosedur.. 14 Penentuan Lokasi Penelitian.. 14 Pengambilan Sampel Tanah dan Analisis Tanah.. 14 Pengambilan Sampel Rumput dan Analisis Sampel Rumput Skoring Masing-masing Desa 16 Rancangan dan Analisis Data 17 HASIL DAN PEMBAHASAN. 19 Kondisi Vegetasi. 19 Kondisi Tanah. 22 Kandungan Nutrisi Hijauan Padang Penggembalaan. 26 Kapasitas Tampung Berdasarkan Ketersediaan BK Tercerna 30 ix

10 KESIMPULAN DAN SARAN.. 36 Kesimpulan. 36 Saran UCAPAN TERIMA KASIH.. 37 DAFTAR PUSTAKA. 38 LAMPIRAN 41 x

11 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Luas Padang Penggembalaan Sembilan Desa di Kabupaten Nagekeo 4 2. Kriteria Penilaian Kondisi Vegetasi yang Diidentifikasi pada Sembilan Desa Hasil Analisis Sampel Tanah pada Sembilan Desa Hasil Analisa Proksimat Sampel Hijauan pada Padang Penggembalaan di Sembilan Desa Hasil Analisis In Vitro Sampel Hijauan pada Padang Penggembalaan di Sembilan Desa Perhitungan Kapasitas Tampung Padang Penggembalaan di Sembilan Desa Berdasarkan Ketersediaan BK Tercerna Produktivitas Hijauan Padang Penggembalaan dan Kapasitas Peningkatan Populasi berdasarkan BK Tercerna Kabupaten Nagekeo Penilaian Masing-Masing Parameter Berdasarkan Kriteria Penilaian Nilai Akhir Skoring Padang Penggembalaan di Sembilan Desa.. 35 xi

12 Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Peta Kabupaten Nagekeo Skema Analisa Proksimat Bahan Pakan Kondisi Padang Penggembalaan di Sembilan Desa Gulma Bunga Putih (Chromolaena orodata) dan Bunga Tahi Ayam (Lamtana camara) pada Padang Penggembalaan Kabupaten Nagekeo Spesies-spesies Rumput yang Mendominasi Padang Penggembalaan di Kabupaten Nagekeo Pagar Kayu yang Dapat Diganti dengan Leguminosa Pohon Contoh Kebun Legum Pangkasan di Laboratorium Lapang Agrostologi Fakultas Peternakan, IPB xii

13 Nomor DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Data Hasil Penimbangan Sampel Komposit Hijauan Padang Penggembalaan di Sembilan Desa Nilai Korelasi Antara Sifat Fisik Tanah dengan Kualitas Nutrisi Rumput Hasil Analisis Tanah Desa Ulupulu, Renduwawo, dan Tedakisa Hasil Analisis Tanah Desa Dhereisa, Natatoto, dan Bidoa Hasil Analisis Tanah Desa Lambo, Nagarawe, dan Rendubutowe Hasil Sidik Ragam Kadar Abu Hasil Sidik Ragam Protein Kasar Hasil Sidik Ragam Lemak Kasar Hasil Sidik Ragam Serat Kasar Uji Lanjut Kontras Ortogonal Serat Kasar Hasil Sidik Ragam Beta-N Hasil Sidik Ragam TDN Hasil Sidik Ragam Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK) Uji Lanjut Kontras Ortogonal Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK) Hasil Sidik Ragam Koefisien Cerna Bahan Organik (KCBO) Uji Lanjut Kontras Ortogonal Koefisien Cerna Bahan Organik (KCBO) Hasil Sidik Ragam Produksi NH Hasil Sidik Ragam Produksi VFA Hasil Sidik Ragam Kapasitas Tampung Berdasarkan BK Tercerna Uji Lanjut Kontras Ortogonal Kapasitas Tampung BK Tercerna 51 xiii

14 PENDAHULUAN Latar Belakang Kabupaten Nagekeo adalah salah satu Kabupaten di Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan luas wilayah 1.416,96 km 2 dan berpenduduk jiwa (tahun 2008). Kabupaten Nagekeo tergolong daerah yang beriklim tropis dan terbentang hampir sebagian besar padang rumput, serta kaya dengan fauna, antara lain hewanhewan besar, hewan-hewan kecil, unggas dan binatang liar. Kondisi iklim yang sejuk dan ketersediaan hijauan yang relatif besar sangat cocok bagi pengembangan ternak ruminansia. Daya dukung alami berupa tersedianya padang penggembalaan yang tersebar di 7 kecamatan. Selain sebagai padang penggembalaan, lahan yang tersedia dapat juga didayagunakan sebagai kebun hijauan makanan ternak. Potensi sumber daya alam tersebut harus dimanfaatkan secara optimal untuk mengembangkan peternakan khususnya peternakan ruminansia dalam rangka percepatan pembangunan daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat. Sampai dengan tahun 2009, Direktorat Jenderal Peternakan mencatat total populasi ternak ruminansia di Indonesia yaitu kerbau, sapi potong dan sapi perah telah mencapai angka ekor, sedangkan untuk ternak ruminansia kecil yaitu kambing dan domba telah mencapai angka ekor. Dari total populasi ternak ruminansia di Indonesia ini, sebanyak 56% tersebar di Pulau Jawa dengan kondisi lahan yang terus bersaing baik untuk pemukiman maupun untuk produksi pangan. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk maka dapat dipastikan akan terjadi peningkatan pula dalam kebutuhan daging, sehingga sektor peternakan ruminansia sangat potensial untuk dikembangkan. Hal ini akan mendorong peningkatan populasi ternak yang harus diimbangi dengan meningkatnya jumlah pakan terutama hijauan makanan ternak yang mempunyai kuantitas dan kualitas yang unggul. Lebih dari 60% pakan yang dikonsumsi oleh ternak ruminansia merupakan hijauan makanan ternak. Oleh karena itu, pengembangan ternak ruminansia harus berorientasi pada daerah-daerah di luar Pulau Jawa yang masih potensial dalam hal ketersediaan lahan yang dapat mendukung pemenuhan hijauan makanan ternak yang cukup baik secara kualitas maupun kuantitas. Dalam rangka memasuki otonomi daerah yang telah digulirkan oleh pemerintah, Kabupaten Nagekeo sebagai daerah yang sedang berkembang dituntut

15 untuk mengembangkan potensi sumber daya alam secara optimal dan bertanggung jawab dalam rangka percepatan pembangunan daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kawasan yang potensial bagi pengembangan ternak ruminansia terutama dalam aspek ketersediaan lahan padang penggembalaan, populasi ternak dan tatacara beternak di Kabupaten Nagekeo terdapat di sembilan desa yaitu desa Nagarawe, Ulupulu, Bidoa, Labolewa, Natatoto, Rendubutowe, Renduwawo, Dhereisa, dan Tedakisa dengan total luas padang penggembalaan mencapai ,69 ha. Potensi ini harus didukung dengan kondisi tanah yang baik, produktivitas rumput yang optimal dengan tingkat kandungan nutrisi yang baik agar bisa memenuhi kebutuhan hijauan makanan ternak baik secara kualitas maupun kuantitas. Untuk itu diperlukan analisa terhadap kandungan nutrisi untuk mengetahui sejauh mana pengaruh kondisi lahan di daerah tersebut terhadap kualitas kandungan nutrisi hijauan di padang penggembalaan. Selain itu, diperlukan data produktivitas rumput per ha per tahun untuk melihat daya dukung masing-masing desa terhadap ternak ruminansia melalui perhitungan kapasitas tampung. Informasi kondisi tanah, produktivitas rumput serta kandungan nutrisi hijauan pakan sangat diperlukan dalam menentukan lokasi yang tepat untuk pengembangan ternak ruminansia melalui optimalisasi padang penggembalaan di Kabupaten Nagekeo. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi pengembangan ternak ruminansia ditinjau dari kondisi tanah, produktivitas dan kualitas nutrisi padang penggembalaan serta melakukan analisis perbandingan dari sembilan desa di Kabupaten Nagekeo, Flores, Nusa Tenggara Timur. 2

16 TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Kabupaten Nagekeo Kabupaten Nagekeo terletak di Pulau Flores Nusa Tenggara Timur dengan luas wilayah 1.416,96 km 2 dan berpenduduk jiwa (tahun 2008). Kabupaten Nagekeo terletak di sebelah barat dari Pulau Flores dengan ibukota kabupaten adalah Mbay. Kabupaten Nagekeo dibentuk berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun Wilayah Kabupaten Nagekeo terdiri dari 7 kecamatan yang meliputi 78 desa dan 15 kelurahan (data tahun 2008). Kecamatankecamatan yang terdapat di wilayah Kabupaten Nagekeo meliputi Kecamatan Mauponggo, Kecamatan Keo Tengah, Kecamatan Nangaroro, Kecamatan Boawae, Kecamatan Aesesa, Kecamatan Aesesa Selatan, dan Kecamatan Wolowae (BPS Kabupaten Nagekeo, 2009). Kabupaten Nagekeo tergolong daerah yang beriklim tropis dan terbentang hampir sebagian besar padang rumput, juga ditumbuhi pepohonan seperti kemiri, asam, kayu manis, lontar dan sebagainya serta kaya dengan fauna, antara lain hewanhewan besar, hewan-hewan kecil, unggas, binatang menjalar, dan binatang liar. Potensi padang penggembalaan pada enam kawasan yang meliputi sembilan desa di Kabupaten Nagekeo dapat dilihat pada Tabel 1. Perkembangan ternak di Kabupaten Nagekeo mengalami penurunan, dimana pada tahun 2007 populasi ternak besar adalah sebagai berikut: sapi ; kerbau 7.748; dan kuda ekor. Sementara untuk 3 jenis ternak kecil terdiri dari kambing sebanyak ekor dan domba sebanyak ekor, sedangkan populasi babi sebanyak ekor (BPS Kabupaten Nagekeo, 2009). Secara geografis Kabupaten Nagekeo terletak antara ,12 LS ,24 LS dan ,52 BT ,94 BT. Bagian utara berbatasan dengan Laut Flores, bagian selatan berbatasan dengan Laut Sawu, bagian timur berbatasan dengan Kabupaten Ende dan bagian barat berbatasan dengan Kabupaten Ngada. Sedangkan wilayah dengan ketinggian tanah dari permukaan laut m seluas 30,72%; m seluas 34,84%; m seluas 15,86%; m seluas 10,75%; lebih tinggi dari 1000 m seluas 7,83%. Kondisi iklim yang sejuk dan ketersediaan hijauan yang relatif besar sangat cocok bagi pengembangan ternak

17 sapi. Rata-rata curah hujan di Kabupaten Nagekeo adalah 121,92 mm/thn dengan rata-rata hari hujan adalah 100 hari/tahun (BPS Kabupaten Nagekeo, 2009). Tabel 1. Luas Padang Penggembalaan di Sembilan Desa di Kabupaten Nagekeo. No Kawasan Lokasi (Desa) Luas Padang (Ha) 1 Nagarawe Nagarawe ,16 2 Ndora Ulupulu 2.910,41 3 Ndora Bidoa 4.065,01 4 Lambo Lambo 3.677,13 5 Ratedao Natatoto ,35 6 Rendu Rendubutowe 3.636,90 7 Rendu Renduwawo 7.587,19 8 Rendu Dhereisa 3.713,04 9 Munde Tedakisa 8.618,50 Total ,69 Sumber : BPS Kabupaten Nagekeo (2009) Sumber : BPS Kabupaten Nagekeo (2009) Gambar 1. Peta Kabupaten Nagekeo Padang Penggembalaan Menurut Reksohadiprodjo (1994) padang penggembalaan adalah suatu daerah padangan dimana tumbuh tanaman makanan ternak yang tersedia bagi ternak yang dapat merenggutnya menurut kebutuhannya dalam waktu singkat. Beberapa macam 4

18 padang penggembalaan diantaranya padang penggembalaan alam, padang penggembalaan permanen yang sudah ditingkatkan, padang penggembalaan temporer dan padang penggembalaan irigasi. Beberapa cara menggembalakan ternak di padang penggembalaan antara lain yaitu cara ekstensif dengan menggembalakan ternak di padangan yang luas tanpa rotasi, semi-ekstensif dengan melakukan rotasi namun pemilihan hijauan masih bebas, cara intensif dengan melakukan rotasi tiap petak dengan hijauan dibatasi, strip grazing dengan menempatkan kawat sekeliling ternak yang bisa dipindah dan solling dengan hijauan padangan yang dipotong dan diberikan pada ternak di kandang. Menurut Pearson dan Ison (1987) terdapat beberapa komponen biologis yang saling berhubungan dalam suatu siklus biologi yang dinamis di padang penggembalaan. Komponen tersebut yaitu lingkungan, tanaman dan ternak. Semua komponen tersebut diintegrasikan ke dalam suatu sistem manajemen padang penggembalaan. Crowder dan Chheda (1982) menambahkan bahwa aspek lain yang berhubungan dalam manajemen pastura adalah pengetahuan tentang tanaman pastura, kesuburan tanah, iklim, kesesuaian populasi tanaman dan asosiasi botani. Produksi rumput di padang penggembalaan ditentukan oleh beberapa faktor seperti iklim, pengelolaan, kesuburan tanah, pemeliharaan dan tekanan penggembalaan (Reksohadiprodjo, 1994). Kandungan nutrisi rumput banyak ditentukan oleh umur tanaman saat digembalakan, jenis rumput, intensitas cahaya dan suhu, lingkungan dan manajemen berpengaruh terhadap produktivitas ternak, ternak yang dilahirkan pada musim panas umumnya memiliki bobot badan yang rendah, produksi dan kualitas susu rendah, pertumbuhan anak domba terhambat (Brandano et al., 2004). Pengaruh Kondisi Tanah Terhadap Pertumbuhan Tanaman Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan adalah cahaya, temperatur, air, ketersediaan komponen udara dan kesuburan tanah. Sementara faktor internal yang mendukung pertumbuhan mencakup semua proses fisiologi dari jaringan, kondisi stomata, akumulasi atau ketersediaan bahan makanan seperti glukosa dan perubahan struktural dari jaringan tumbuhan sebagai respon terhadap pertumbuhan, peningkatan umur pohon, serta penyakit yang terdapat pada bagian tumbuhan (Fritts, 1976). 5

19 Topografi dalam hal ini tingkat kemiringan lereng dapat dinyatakan dalam derajat atau persen. Dua titik yang berjarak horizontal 100 m yang mempunyai selisih tinggi 10 m membentuk lereng 10%. Kecuraman lereng 100% sama dengan kecuraman 45º (Arsyad, 1980). Pengaruh dari topografi sangat kompleks, termasuk didalamnya adalah perbedaan tanah, temperatur udara, evapotranspirasi, dan cahaya matahari. Tempat tumbuh dengan topografi yang sama menunjukkan keseragaman yang tinggi terhadap variabilitas lingkaran tumbuh dari tahun ke tahun (Philipson et al.,1971; Oberhuber dan Kofler, 2000). Semakin besar kemiringan lereng menyebabkan peningkatan laju aliran permukaan. Adapun sifat tanah yang mempengaruhi aliran permukaan adalah tekstur, struktur, bahan organik, kedalaman, sifat lapisan bawah dan tingkat kesuburan tanah (Arsyad, 1980). Efisiensi penyerapan hara oleh akar lebih baik pada tanah dengan kondisi lembap daripada kering. Selain dipengaruhi oleh kekeringan, air tanah yang berlebihan tanpa drainase dapat menjadi faktor pembatas pertumbuhan. Hal ini disebabkan oleh terhambatnya pengambilan oksigen, absorpsi air dan serapan hara (Rendig dan Taylor, 1989). Bahan organik tanah merupakan komponen kecil dari tanah mineral, namun mempunyai fungsi dan peranan sangat penting di dalam menentukan kesuburan dan produktivitas tanah melalui pengaruhnya terhadap sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Stevenson, 1982). Menurut Tan (1991), tanah memiliki produktivitas yang baik apabila kadar bahan organik berkisar antara 8 sampai 16%. Oleh karena itu untuk meningkatkan jumlah bahan organik tanah secara bertahap, bahan organik harus dikembalikan ke tanah sehingga akan terjadi akumulasi bahan organik tanah. Stevenson (1982) menyatakan peranan bahan organik terhadap sifat kimia tanah adalah: (1) membentuk kelat dengan ion logam penting seperti Cu, Fe, Al dan Mn, sehingga menjadi bentuk yang stabil dalam tanah dan pada kondisi tanah tertentu dapat dimanfaatkan tanaman atau mikroorganisme tanah, (2) sebagai penyangga perubahan ph tanah, (3) meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah, dan (4) bereaksi dengan senyawa organik lain seperti senyawa dari pestisida atau herbisida yang akhirnya ada yang menyebabkan perubahan bioaktivitasnya. Pada tanah masam, ion Al, Fe dan Mn dapat ditukar tinggi dan akan berpengaruh buruk bagi pertumbuhan tanaman karena daerah jelajah akar menjadi 6

20 sempit (Soepardi, 1983). Unsur P sangatlah penting untuk tanaman karena terlibat hampir pada seluruh proses metabolisme. Unsur P merupakan penyusun yang esensial untuk semua sel hidup, dengan demikian rendahnya kandungan hara tersebut akan mempengaruhi semua aspek metabolisme dan pertumbuhan (Gunarto et al., 1998). Tan (1991) menyatakan bahwa curah hujan yang sangat besar dan jauh melebihi kebutuhan tanah dan tanaman menyebabkan tanah tererosi dan terlindih berat yang mengakibatkan terangkutnya garam terlarut. Pada suasana tersebut kecuali komponen asam hanya Fe dan Al serta beberapa logam oksida saja yang dapat tahan terhadap pelapukan, oleh karena itu reaksi tanah menjadi asam atau sangat asam. Kapasitas Tampung Kapasitas tampung adalah kemampuan padang penggembalaan untuk menghasilkan hijauan makanan ternak yang dibutuhkan oleh sejumlah ternak yang digembalakan dalam luasan satu hektar atau kemampuan padang penggembalaan untuk menampung ternak per hektar (Reksohadiprodjo, 1994). Kapasitas tampung juga dapat diartikan sebagai kemampuan padang rumput dalam menampung ternak (Susetyo, 1980) atau jumlah ternak yang dapat dipelihara per satuan luas padang (Subagio dan Kusmartono, 1988). Dengan demikian kapasitas tampung tersebut tergantung pada berbagai faktor seperti kondisi tanah, pemupukan, faktor klimat, spesies hijauan, serta jenis ternak/satwa yang digembalakan atau terdapat di suatu padangan. Kapasitas tampung identik dengan tekanan penggembalaan (stocking rate) yaitu jumlah ternak atau unit ternak per satuan luas padang penggembalaan. Tekanan penggembalaan optimum merupakan pencerminan dari kapasitas tampung yang sebenarnya dari padang penggembalaan, karena baik pertumbuhan ternak maupun hijauan dalam keadaan optimum atau merupakan pencerminan keseimbangan antara padang rumput dengan jumlah unit ternak yang digembalakan (Susetyo, 1980). 7

21 Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan kapasitas tampung (Subagio dan Kusmartono, 1988) yaitu : 1. Penaksiran kuantitas produksi hijauan. Umumnya dilakukan dengan metode cuplikan dengan memakai frame berukuran tertentu dengan bentuk yang bermacam-macam (persegi, bujur sangkar, lingkaran atau segitiga). Pengambilan sampel dilapangan dilakukan secara acak. Banyaknya ditentukan dengan melihat homogenitas lahan yaitu komposisi botani, penyebaran produksi, serta topografi lahan. Hijauan yang terdapat dalam areal frame dipotong lebih kurang 5-10 cm diatas permukaan tanah dan ditimbang beratnya. 2. Penentuan Proper Use Factor Konsep Proper Use Factor (PUF) besarnya tergantung pada jenis ternak yang digembalakan, spesies hijauan di padangan, tipe iklim setempat serta kondisi tanah padangan. Untuk penggunaan padangan ringan, sedang, dan berat nilai PUF-nya masing-masing adalah 25-30%, 40-45%, dan 60-70%. Konsep ini digunakan dalam menaksir produksi hijauan antara lain karena : Erodibilitas lahan, yaitu jika lahan semakin mudah mengalami erosi dengan hamparan vegetasi rendah, sebaiknya tidak terlalu banyak hijauan dipanen. Pola pertumbuhan kembali hijauan. Bila hijauannya mempunyai pola pertumbuhan setelah panen lamban, maka sebaiknya tidak semua hijauan yang ada diperhitungkan untuk menentukan jumlah ternak yang akan dipelihara. Jenis dan perkiraan jumlah ternak yang akan dipelihara bahwa semakin banyak jenis ternak yang dipelihara maka injakan ternak terhadap rerumputan mengakibatkan tidak 100% hijauan yang ada dapat dikonsumsi ternak. 3. Menaksir kebutuhan luas tanah per bulan Penaksiran ini didasarkan pada kemampuan ternak mengkonsumsi hijauan. Data kebutuhan rumput padang penggembalaan seekor ternak per bulan diestimasi berdasarkan bobot badan untuk selanjutnya digunakan dalam penentuan luas lahan yang dibutuhkan oleh ternak tersebut per bulan dengan mengetahui produksi rumput padang penggembalaan per ha. 8

22 4. Menaksir kebutuhan luas tanah per tahun Suatu padangan memerlukan masa agar hijauan yang telah dikonsumsi ternak tumbuh kembali dan siap untuk digembalai lagi. Masa ini disebut sebagai periode istirahat. Padang rumput tropika membutuhkan waktu 70 hari untuk istirahat setelah digembalai selama 30 hari. Untuk menaksir kebutuhan luas tanah per tahun digunakan rumus Voisin yaitu sebagai berikut : (Y-1)s = r dimana : Y = jumlah satuan luas tanah (paddock) terkecil yang dibutuhkan seekor sapi (1 ST) s = periode merumput (stay) r = periode istirahat (rest) Analisa Proksimat Informasi umum mengenai kualitas bahan pakan dapat diketahui dari hasil analisa proksimat yang telah digunakan lebih dari 100 tahun yang lalu. Analisa tersebut disebut sebagai analisa Weende analisa proksimat yang dikembangkan pada tahun 1860 oleh Henneberg dan Stohmann di Jerman (Aquaculture, 2008). Analisa proksimat merupakan uji analisa suatu bahan pakan yang telah lama ada dan dapat digunakan untuk menduga nilai nutrien dan nilai energi dari bahan atau campuran pakan yang berasal dari bagian komponen bahan pakan tersebut (NRC, 1994). Analisa proksimat dibagi ke dalam enam fraksi zat makanan yaitu kadar air, abu, protein kasar, lemak, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Amrullah, 2004). Adapun skema analisa proksimat bahan pakan ditampilkan pada Gambar 2. Air Bahan makanan Bahan Kering Abu Bahan Organik Protein Bahan Organik Tanpa N Lemak Karbohidrat Serat Kasar Bahan Ekstrak Tanpa N Gambar 2. Skema Analisa Proksimat Bahan Pakan (Amrullah, 2004) 9

23 Pakan yang baik dapat diketahui dari komposisi nutrien yang dikandung, kecernaan nutrien dan kemampuan dalam menyediakan energi serta ada tidaknya penghambat dalam pakan tersebut. Cheeke (1999) menyatakan bahwa terdapat beberapa metode yang biasa digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai komposisi nutrien diantaranya adalah analisis pakan. Metode analisis pakan tersebut meliputi penentuan bahan kering, protein kasar, ekstrak eter, abu, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen. Selanjutnya, menurut Wiseman dan Cole (1990) kebanyakan data kimia bahan pakan merupakan data komposisi kimia bahan pakan berdasarkan hasil analisa proksimat. Ensminger (1991) menyatakan bahwa komposisi hasil analisis kimia pakan merupakan acuan mendasar untuk evaluasi pakan. Selain itu, berdasarkan hasil analisa proksimat suatu bahan pakan yang memiliki nilai komposisi kimia yang bervariasi akan lebih mudah diketahui, jika disusun ke dalam sebuah tabel sehingga menjadi sebuah data tabulasi untuk keperluan pembuatan ransum (Parakkasi, 1990). Kebanyakan penetapan hasil analisis tersebut berdasarkan bahan kering (dry matter basic). Hal tersebut dikarenakan secara alamiah kandungan air (moisture) dari bahan pakan, jaringan tubuh hewan dan sampel yang dianalisis beragam (Church dan Pond, 1988). Fermentabilitas Pakan Bahan makanan yang masuk ke dalam alat pencernaan akan mengalami perubahan fisik dan kimia. Proses pencernaan pada ternak ruminansia terjadi secara mekanis (mulut), pencernaan hidrolitik dan pencernaan fermentatif di dalam rumen (Sutardi, 1980). Proses fermentasi pakan di dalam rumen menghasilkan VFA dan NH 3, serta gas-gas (CO 2, H 2, dan CH 4 ) yang dikeluarkan dari rumen melalui proses eruktasi (Arora, 1989). Volatile Fatty Acid (VFA). Karbohidrat pakan di dalam rumen mengalami dua tahap pencernaan oleh enzim-enzim yang dihasilkan oleh mikroba rumen. Tahap pertama, karbohidrat mengalami hidrolisis menjadi monosakarida, seperti glukosa, fruktosa, dan pentosa. Selanjutnya, gula sederhana tersebut dipecah menjadi asam asetat, asam propionat, asam butirat, CO 2, dan CH 4 (McDonald et al., 2002). 10

24 VFA merupakan produk akhir fermentasi karbohidrat dan merupakan sumber energi utama ruminansia asal rumen. Peningkatan jumlah VFA menunjukkan mudah atau tidaknya pakan tersebut difermentasi oleh mikroba rumen. Oleh sebab itu, produksi VFA di dalam cairan rumen dapat digunakan sebagai tolok ukur fermentabilitas pakan (Hartati, 1998). Menurut Sutardi (1980), kisaran VFA ransum yang optimal adalah mm. Hijauan umumnya memiliki pola fermentasi dengan proporsi molar asetat yang tinggi dan proporsi propionat dan butirat yang rendah, dimana rasio asetat:propionat:butirat adalah 69:17:14. Pakan mengandung tinggi konsentrat umumnya memproduksi fermentasi propionat (55:32:13); pakan yang mengandung tinggi sukrosa menghasilkan fermentasi butirat (55:14:31) (Harrison dan McAllan, 1980). Menurut McDonald et al. (2002), ransum dengan komposisi 40% hijauan:60% konsentrat, akan menghasilkan VFA total sebesar 96 mm dengan perbandingan 61% asetat, 18% propionate dan 8% butirat pada sapi, sedangkan domba akan menghasilkan VFA total sebesar 76 mm dengan perbandingan 52% asetat, 34% propionate dan 12% butirat (McDonald et al., 2002). Amonia (NH 3 ). Protein pakan di dalam rumen dipecah oleh mikroba menjadi peptida dan asam amino, beberapa asam amino dipecah lebih lanjut menjadi ammonia. Amonia diproduksi bersama dengan peptida dan asam amino yang akan digunakan oleh mikroba rumen dalam pembetukan protein mikroba (McDonald et al., 2002). Produksi NH 3 berasal dari protein yang didegradasi oleh enzim proteolitik. Di dalam rumen, protein dihidrolisis pertama kali oleh mikroba rumen. Tingkat hidrolisis protein bergantung dari daya larutnya yang berkaitan dengan kenaikan kadar NH 3 (Arora, 1989). Kadar amonia dalam rumen merupakan petunjuk antara proses degradasi dan proses sintesis protein oleh mikroba rumen. Jika pakan defisien akan protein atau proteinnya tahan degradasi maka konsentrasi amonia dalam rumen akan rendah dan pertumbuhan mikroba rumen akan lambat yang menyebabkan turunnya kecernaan pakan (McDonald et al., 1987). Amonia merupakan sumber nitrogen utama untuk sintesis protein mikroba oleh karena itu konsentrasinya dalam rumen merupakan suatu hal yang perlu diperhatikan (Satter dan Slyier, 1974). Menurut McDonald et al. (2002), kisaran 11

25 konsentrasi NH 3 yang optimal untuk sintesis protein oleh mikroba rumen adalah 6-21 mm. Ranjhan (1977) menyatakan bahwa peningkatan jumlah karbohidrat yang mudah difermentasi akan mengurangi produksi amonia karena terjadi kenaikan penggunaan amonia untuk pertumbuhan protein mikroba. Kondisi yang ideal adalah sumber energi tersebut dapat difermentasi sama cepatnya dengan pembentukan NH 3 sehingga pada saat NH 3 terbentuk terdapat produksi VFA asal karbohidrat yang akan digunakan sebagai sumber dan kerangka karbon dari asam amino protein mikroba telah tersedia. Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik (KCBK dan KCBO) Kecernaan merupakan perubahan fisik dan kimia yang dialami bahan makanan dalam alat pencernaan. Perubahan tersebut dapat berupa penghalusan bahan makanan menjadi butir-butir atau partikel kecil atau penguraian molekul besar menjadi molekul kecil. Selain itu, pada ruminansia pakan juga mengalami perombakan sehingga sifat-sifat kimianya berubah secara fermentatif sehingga menjadi senyawa lain yang berbeda dengan zat makanan asalnya. Kecernaan adalah indikasi awal ketersediaan nutrien yang terkandung dalam bahan pakan tertentu bagi ternak yang mengkonsumsinya. Kecernaan yang tinggi mencerminkan besarnya sumbangan nutrien tertentu pada ternak, sementara itu pakan yang mempunyai kecernaan rendah menunjukkan bahwa pakan tersebut kurang mampu menyuplai nutrien untuk hidup pokok maupun untuk tujuan produksi ternak (Arora, 1989). Kecernaan dapat diukur dengan teknik in vitro menurut Tilley dan Terry (1969). Kecernaan bahan kering dipengaruhi oleh kandungan protein pakan karena setiap sumber protein memiliki kelarutan dan ketahanan degradasi yang berbeda-beda (Sutardi, 1980). Kecernaan bahan organik merupakan faktor penting yang dapat menentukan nilai pakan (Sutardi, 1980). Sutardi (1981) melaporkan bahwa sebagian besar komponen bahan kering terdiri atas bahan organik sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya KCBK akan mempengaruhi juga tinggi rendahnya KCBO. 12

26 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian lapangan dilaksanakan pada enam kawasan yaitu Nagerawe, Ndora, Lambo, Ratedao, Rendu dan Munde, yang terdiri dari sembilan desa yaitu Desa Dhereisa, Bidoa, Tedakisa, Renduwawo, Ulupulu, Nagarawe, Rendubutowe, Lambo, dan Natatoto di Kabupaten Nagekeo, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Analisis proksimat dilakukan di Pusat Studi Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor, sedangkan untuk analisa Kecernaan Bahan Kering (KCBK), Kecernaan Bahan Organik (KCBO), produksi NH 3 dan produksi VFA secara in vitro dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari 2011 sampai dengan bulan Mei Materi Peralatan yang dipergunakan dalam pengambilan sampel rumput padang penggembalaan adalah petak cuplikan berukuran 0,5 x 0,5 m, alat pemotong rumput, dan kantong tempat sampel rumput. Alat yang digunakan untuk pengambilan sampel tanah adalah alat untuk mengambil tanah dan kantong tempat sampel tanah. Peralatan utama yang digunakan dalam pengukuran KCBK, KCBO, produksi NH 3 dan VFA antara lain polyethilen glass 100 ml, tabung gas CO 2, termos, kain penyaring, waterbath suhu 39 o C, cawan Conway, sentrifuse, pompa vakum, oven 105 o C, tanur, magnetic stirrer, destilator, buret, kondensor, tabung fermentor ukuran 100 ml, tutup karet berventilasi, pipet automatic µl, panci press cooker, dan seperangkat alat destilasi. Peralatan yang digunakan dalam analisa proksimat adalah oven 150 o C, tanur 600 o C, labu soxhlet, labu Kjeldahl, dan corong Buchner. Bahan yang digunakan adalah sampel rumput dan sampel tanah masingmasing desa. Untuk analisis KCBK/KCBO, produksi NH 3 dan VFA digunakan cairan rumen yang diambil dari sapi fistula PO (Peranakan Ongole) dengan bobot badan 250 kg.

27 Prosedur Penentuan Lokasi Penelitian Kabupaten Nagekeo terdiri dari 7 kecamatan yang meliputi 78 desa. Dari 7 kecamatan tersebut dipilih enam kawasan yaitu Nagerawe, Ndora, Lambo, Ratedao, Rendu dan Munde, yang terdiri dari sembilan desa yaitu Desa Dhereisa, Bidoa, Tedakisa, Renduwawo, Ulupulu, Nagarawe, Rendubutowe, Lambo, dan Natatoto. Pemilihan desa ini berdasarkan luasan padang penggembalaan yang dimiliki masingmasing desa sangat potensial untuk pengembangan ternak ruminansia. Pengambilan Sampel Tanah dan Analisis Tanah Sampel tanah diambil secara acak pada tiga titik yang berbeda di masingmasing padang penggembalaan, kemudian dikomposit dan diambil sebanyak 200 gram untuk dianalisis di laboratorium. Analisis yang dilakukan meliputi analisis tekstur dengan metode pipet, analisis ph tanah dengan menggunakan ph meter dan analisis nilai tukar kation dengan metode NH 4 -Asetat 1N. Untuk analisis bahan organik yaitu C (karbon) dengan metode Walkey dan Black, analisis N dengan metode Kjeldahl, analisis P 2 O 5 dengan metode Olsen dan analisis K 2 O menggunakan metode Bray 1. Pengambilan Sampel Rumput dan Analisis Sampel Rumput Masing-masing Desa Pengambilan sampel rumput dan pengukuran kapasitas tampung dilakukan dengan menggunakan Metode Hall, yaitu berdasarkan hijauan yang tersedia. Metode untuk menentukan letak petak cuplikan dengan cara pengacakan. Prosedur pengambilan sampel rumput dan penentuan kapasitas tampung dengan Metode Hall adalah sebagai berikut: Sampel rumput diambil pada 3 titik untuk setiap desa. Sampel rumput ditentukan dengan mengambil petak cuplikan pertama secara acak seluas 0,25 m 2. Petak cuplikan kedua diambil jarak 10 langkah ke kanan dari petak cuplikan pertama dengan luas 0,25 m 2. Cuplikan ketiga selanjutnya diambil pada jarak lurus 125 m dari cuplikan kedua. Hijauan tersebut kemudian dimasukkan dalam kantong kemudian ditimbang bobot segarnya. Selanjutnya ditentukan Proper Use Factor (PUF) sehingga dapat ditentukan produksi hijauan yang tersedia untuk ternak. 14

28 Faktor musim berpengaruh terhadap produktivitas padang rumput maka ditentukan waktu istirahat (rest) dan waktu merumput (stay) dengan rumus Voisin yaitu: (Y-1)s = r dimana : Y = jumlah satuan luas tanah (paddock) terkecil yang dibutuhkan seekor sapi (1 ST) s = periode merumput (stay) = 30 hari r = periode istirahat (rest) = 10 minggu = 70 hari Sampel rumput yang telah didapatkan kemudian diidentifikasi jenis rumputnya untuk menentukan komposisi botani padang penggembalaan masingmasing desa. Setelah melakukan identifikasi, sampel kemudian dikomposit dan dimasukkan ke dalam kantong untuk ditimbang bobot segarnya, selanjutnya dikering udara untuk mengetahui berat kering dan dikeringkan di oven 105 ºC untuk diketahui bahan keringnya (BK/0,25 m 2 ). Bahan kering yang didapat kemudian dikonversi ke dalam luasan lahan padang penggembalaan masing-masing desa sehingga didapat total produksi BK masing-masing desa. Selanjutnya dilakukan evaluasi kandungan nutrisi sampel rumput menggunakan analisa proksimat untuk diketahui kandungan kadar air (KA), kadar abu, protein kasar (PK), lemak kasar (LK) dan serat kasar (SK). Untuk penentuan TDN menurut Sutardi (1981) digunakan persamaan regresi berganda untuk menduga TDN dari komposisi proksimat. Nilai TDN untuk hijauan dengan SK > 18% didapatkan dengan rumus : % TDN = 92,464 3,338 SK 6,945 LK 0,762 Beta-N + 1,115 PK + 0,031 SK 2 0,133 LK 2 + 0,036 (SK)(Beta-N) + 0,207 (LK)(Beta-N) + 0,1 (LK)(PK) 0,022 (LK) 2 (PK) Tahap selanjutnya adalah evaluasi kandungan nutrisi sampel rumput secara in vitro yaitu Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK), Koefisien Cerna Bahan Organik (KCBO), produksi NH 3 dan produksi VFA. Perhitungan KCBK dan KCBO berdasarkan Tilley dan Terry (1969). Pengukuran produksi NH 3 menggunakan metode Mikrodifusi Conway (General Laboratory Procedures, 1966). Sedangkan pengukuran produksi VFA dilakukan dengan menggunakan metode steam destilasi (General Laboratory Procedures, 1966). 15

29 Ketersediaan BK/ha dihitung dari produksi BK/ha setelah dikalikan dengan Proper Use Factor (PUF) untuk tekanan penggembalaan sedang yaitu 45%. Ketersediaan BK/ha = 45% x Produksi BK/ha Berdasarkan data kecernaan bahan kering (KCBK) dihitung ketersediaan bahan kering tercerna per ha, dengan rumus : Ketersediaan BK tercerna/ha = BK/ha x %KCBK Ketersediaan BK tercerna masing-masing desa dihitung dengan cara mengalikan ketersediaan BK tercerna/ha dengan luasan padang penggembalaan masing-masing desa. Kemudian dihitung kapasitas tampung berdasarkan ketersediaan BK tercerna. Asumsi: Bobot badan (BB) ternak = 300 kg Konsumsi BK = 3 % BB/hari Pakan = 100% rumput padang penggembalaan Kebutuhan BK = 3% x 300 kg = 9 kg/ekor/hari Nilai kecernaan pakan yang baik bila lebih besar dari 60% (Sutardi,1980) Kebutuhan BK tercerna = 60% x 9 kg/ekor/hari = 5.4 kg/ekor/hari Jumlah satuan luas tanah (paddock) = 3 ; dengan periode istirahat (r) = 10 minggu (70 hari) Kebutuhan luas tanah per bulan (30 hari) = Kebutuhan BK tercerna selama 30 hari Produksi hijauan per ha Kebutuhan luas tanah per tahun (ha/st) = 3 x Kebutuhan luas tanah per bulan Kapasitas tampung (ST/ha) = 1 Kebutuhan luas tanah per tahun Potensi pengembangan ternak ruminansia dihitung berdasarkan kapasitas tampung berdasarkan ketersediaan BK tercerna (ST/ha) dikali dengan luas padang penggembalaan masing-masing desa. Skoring Masing-masing Desa Perhitungan skor masing-masing desa dilakukan dua tahap, pertama penentuan nilai setiap parameter berdasarkan kriteria penilaian (Tabel 2) dan kedua penentuan skor setiap parameter setelah dikalikan dengan bobot setiap parameter. Bobot setiap parameter ditentukan berdasarkan tingkat pengaruhnya terhadap penentuan potensi padang penggembalaan yang berkualitas yaitu untuk bobot kapasitas tampung BK tercerna, kondisi tanah, dan kualitas nutrisi berturut-turut 16

30 adalah 40%, 30% dan 30%. Selanjutnya ditentukan desa yang paling potensial berdasarkan beberapa parameter dengan melihat nilai terbesar yang diperoleh dari masing-masing desa tersebut. Tabel 2. Kriteria Penilaian Sangat Parameter Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Kondisi ph < 5,0 5,1-6,0 6,1-6,5 6,6-6,9 7,0 Tanah* N < 0,1 0,1-0,2 0,21-0,5 0,51-0,75 > 0,75 C < 1,00 1,0-2,0 2,01-3,00 3,01-5,00 > 5,00 P < 10 10,0-15, > 35 K < 0,1 0,1-0,2 0,3-0,5 0,6-1 > 1,0 KTK < 5 5,0-16,9 17,0-24,9 25,0-40,0 > 40,0 Kualitas Nutrisi Protein Kasar a) < 4,0 4,0-6,0 6,1-8,0 8,1-10,0 > 10,0 TDN a) < , > 55 b) NH 3 < 6,0 6,0-7,0 7,1-8,0 8,1-9,0 > 9,0 VFA c) < , ,1-160 > 160 Kapasitas Tampung BK Tercerna** < 0,1 0,11-0,2 0,21-0,3 0, > 0.5 Keterangan : * Kriteria Penelitian Sifat Kimia Tanah (Hardjowigeno, 1993) **Standar Kapasitas Tampung Daerah Tropika (Mcllroy, 1964) a) NRC (2001) b) McDonald et al. (2002) c) Sutardi (1980) Rancangan dan Analisis Data Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan lokasi sebagai perlakuan (9 perlakuan) dan 3 ulangan. Perlakuannya adalah sebagai berikut: P1 = Desa Ulupulu P2 = Desa Renduwawo P3 = Desa Tedakisa P4 = Desa Dhereisa P5 = Desa Natatoto P6 = Desa Bidoa P7 = Desa Lambo P8 = Desa Nagarawe P9 = Desa Rendubutowe 17

31 Model matematik yang digunakan adalah sebagai berikut: Y ij = µ + α i + ε ij Keterangan: Y ij = Hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai rataan umum α i = Pengaruh perlakuan ke-i ε ij = Pengaruh galat pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j i = 1, 2,.., 9 j = 1, 2, 3. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA), jika terdapat perbedaan nyata, signifikansi dihitung dengan menggunakan Uji Lanjut Kontras Ortogonal. 18

32 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Vegetasi Padang penggembalaan di Kabupaten Nagekeo sangat potensial dilihat dari luasan padang penggembalaan dan memerlukan tambahan ternak untuk kegiatan pengembangan ternak ruminansia. Kondisi padang penggembalaan di sembilan desa dapat dilihat pada Gambar 3. Ada indikasi yang ditemukan di beberapa tempat terlihat bahwa penggembalaan yang dilakukan telah memberikan tekanan yang cukup berat terhadap kelangsungan kualitas padang penggembalaan dengan indikasi antara lain : (1) berkurangnya keragaman spesies rumput dan leguminosa lokal yang dapat dijumpai, (2) menjarangnya kepadatan rumput di lapangan (terdapat tandatanda erosi), (3) mulai munculnya gulma bunga putih (Chromolaena orodata) dan bunga tahi ayam (Lamtana camara) (Gambar 4), kondisi pertumbuhan rumput yang sangat pendek ke permukaan tanah, yang mempersulit renggutan dan kadang tercabut oleh renggutan ternak. Spesies-spesies hijauan makanan ternak yang diidentifikasi di padang penggembalaan di sembilan desa dapat dilihat pada Tabel 3. Dari jenis-jenis spesies hijauan pakan yang diidentifikasi, spesies Heteropogon contortus dan Themeda triandra paling banyak ditemukan dan tersebar di sembilan desa tersebut (Gambar 5). Dari eksisting vegetasi hijauan pakan tersebut hanya ada sedikit leguminosa lokal yang dicatat, yaitu jenis-jenis : Alysicarpus vaginalis, Trifolium sp., dan Desmodium sp., sedangkan yang dominan adalah termasuk dalam jenis rumput alam. Hal ini menunjukkan spesies rumput dan legum tersebut paling berhasil beradaptasi pada kondisi iklim dan tanah di Kabupaten Nagekeo. Menurut Fritts (1976), faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan adalah cahaya, temperatur, air, ketersediaan komponen udara dan kesuburan tanah. Sementara faktor internal yang mendukung pertumbuhan mencakup semua proses fisiologi dari jaringan, kondisi stomata, akumulasi atau ketersediaan bahan makanan seperti glukosa dan perubahan struktural dari jaringan tumbuhan sebagai respon terhadap pertumbuhan, peningkatan umur pohon, serta penyakit yang terdapat pada bagian tumbuhan.

33 Desa Ulupulu Desa Bidoa Desa Dhereisa Desa Lambo Desa Natatoto Desa Nagarawe Desa Rendubutowe Desa Renduwawo Desa Tedakisa Gambar 3. Kondisi Padang Penggembalaan Sembilan Desa di Kabupaten Nagekeo. 20

34 Chromolaena orodata Lamtana camara Gambar 4. Gulma Bunga Putih (Chromolaena orodata) dan Bunga Tahi Ayam (Lamtana camara) pada Padang Penggembalaan di Kabupaten Nagekeo. Tabel 3. Kondisi Vegetasi yang Diidentifikasi pada Sembilan Desa Spesies Hijauan Heteropogon contortus Nama Desa Jenis Hijauan Ulu Rendu Teda Dhe Nata Pulu Wawo Kisa reisa Toto Bidoa Lambo Naga Rendu rawe Butowe R Themeda triandra R Heteropogon insignis R Ischaemum timorense R Digitaria sp. R Paspalum sp. R Rottboila sp. R Dischantium sp. R Alsycarpus vaginalis L Trifolium sp. L Desmodium sp. L Keterangan : : ada di daerah tersebut; - : tidak ada di daerah tersebut; R: Rumput; L: Legum 21

35 Rumput Heteropogon contortus Rumput Themeda triandra Gambar 5. Spesies-spesies Rumput yang Mendominasi Padang Penggembalaan di Kabupaten Nagekeo. Kondisi Tanah Padang penggembalaan di Kabupaten Nagekeo secara umum memiliki tanah berstruktur liat, berwarna keabu-abuan dengan bahan organik yang rendah. Hasil analisis sampel tanah pada sembilan desa dapat dilihat pada Tabel 4. Secara umum ph tanah berada pada kisaran agak masam. Umumnya ph yang rendah akan menyebabkan ketersediaan unsur hara makro seperti N, P menjadi kurang tersedia. Pada tanah masam, ion Al, Fe dan Mn dapat ditukar tinggi dan akan berpengaruh buruk bagi pertumbuhan tanaman karena daerah jelajah akar menjadi sempit (Soepardi, 1983). Kandungan bahan organik dapat dilihat dari kadar C organik, N dan P. Stevenson (1982) menyatakan peranan bahan organik terutama kadar C, N dan P terhadap sifat kimia tanah adalah: (1) membentuk kelat dengan ion logam penting seperti Cu, Fe, Al dan Mn, sehingga menjadi bentuk yang stabil dalam tanah dan pada kondisi tanah tertentu dapat dimanfaatkan tanaman atau mikroorganisme tanah, (2) sebagai penyangga perubahan ph tanah, (3) meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah, dan (4) bereaksi dengan senyawa organik lain seperti senyawa dari pestisida atau herbisida yang akhirnya ada yang menyebabkan perubahan bioaktivitasnya. Pada umumnya kandungan C organiknya rendah, kecuali pada Desa Bidoa, Lambo, Renduwawo dan Dhereisa. Menurut Hardjowigeno (1995) mekanisme penyediaan unsur C dan O diambil tanaman dari udara sebagai CO 2 melalui stomata daun dalam proses fotosintesis, sehingga kadar C tanah yang rendah tidak nyata berpengaruh. Kandungan N secara umum terlihat rendah untuk semua desa. 22

36 Defisiensi N pada tanaman menyebabkan terhambatnya pertumbuhan akar dan tajuk, warna daun menjadi kekuningan, ketahanan tanaman terhadap perubahan suhu, kekeringan dan penyakit menurun (Gunarto et al., 2002). Kandungan P secara umum menunjukkan kondisi yang sangat rendah pada ke sembilan desa. Nilai ph yang rendah dapat menyebabkan ketersediaan P rendah. Pada tanah-tanah masam umumnya P terdapat sebagai P-aluminium (P-Al) dan P-besi (P-Fe) dengan kadar rendah dan tidak tersedia bagi tanaman (Tisdale et al., 1990). Unsur P sangatlah penting untuk tanaman karena terlibat hampir pada seluruh proses metabolisme. Unsur P merupakan penyusun yang esensial untuk semua sel hidup, dengan demikian rendahnya kandungan hara tersebut akan mempengaruhi semua aspek metabolisme dan pertumbuhan (Gunarto et al., 1998). Tabel 4. Hasil Analisis Sampel Tanah pada Sembilan Desa Sifat Tanah Tekstur: -Pasir (%) -Debu (%) -Liat (%) ph (H 2 O) C-Organik (%) N-Total (%) P 2 O 5 (ppm) Ca (cmol(+)/kg) Mg (cmol(+)/kg) K (cmol(+)/kg) Na (cmol(+)/kg) KTK(cmol(+)/kg) KB (%) Al 3+ (cmol(+)/kg) Ulu Pulu Rendu Wawo Teda Kisa Dhe reisa Nata Toto Bidoa Lambo Naga rawe Rendu butowe Keterangan : KTK: Kapasitas Tukar Kation; KB: Kejenuhan Basa; Data analisis tanah beserta kriterianya dapat dilihat pada Lampiran 3-5. Nilai Ca dari kesembilan desa berada pada kriteria sedang hingga tinggi dengan nilai tertinggi sebesar 12,51 (cmol (+)/kg) yaitu pada Desa Renduwawo. Fungsi Ca dalam tanaman adalah sebagai penyusun dinding-dinding sel tanaman, berfungsi dalam pembelahan sel dan untuk pertumbuhan (elongation). Kekurangan 23

37 Ca akan menyebabkan tunas dan akar tidak dapat tumbuh (tidak dapat berkembang) karena pembelahan sel terhambat, sedangkan pada jagung kekurangan Ca menyebabkan ujung-ujung daun menjadi coklat dan melipat serta terkulai ke bawah saling melekat dengan daun di bawahnya (Hardjowigeno, 1995). Kandungan Mg pada tanah padang penggembalaan di sembilan desa termasuk dalam kriteria tinggi dengan nilai tertinggi yaitu 5,37 (cmol (+)/kg) pada Desa Renduwawo. Menurut Hardjowigeno (1995), Mg sangat penting untuk tanaman karena berperan dalam pembentukan klorofil, sistem enzim (aktivator) dan pembentukan minyak. Defisiensi Mg akan berakibat daun menguning karena pembentukan klorofil terganggu. Secara keseluruhan kadar K pada padang penggembalaan kesembilan desa menunjukkan nilai yang tinggi dengan nilai tertinggi pada Desa Natatoto yaitu 1,06 (cmol (+)/kg). Menurut Hardjowigeno (1995), K ditemukan dalam jumlah banyak di dalam tanah tetapi hanya sebagian kecil yang dapat digunakan oleh tanaman yaitu yang larut dalam air atau yang dapat dipertukarkan (dalam koloid tanah). Hal ini menunjukkan meskipun hasil analisis tanah di sembilan desa menunjukkan kadar K yang tinggi, tetapi belum dapat mengindikasikan tanah tersebut baik. Unsur K mudah bergerak (mobile) di dalam tanaman sehingga gejala-gejala kekurangan K pada daun terutama terlihat pada daun tua, karena daun-daun muda yang masih tumbuh dengan aktif menyedot K dari daun-daun tua tersebut (Hardjowigeno, 1995). Kadar Na tanah padang penggembalaan di sembilan desa berada pada kisaran nilai rendah hingga sedang. Unsur Na merupakan unsur mikro bagi tanaman. Unsur mikro diperlukan tanaman dalam jumlah yang sangat kecil, jika terdapat dalam jumlah yang berlebihan dapat menjadi racun bagi tanaman. Kelebihan unsur Na dalam tanah dapat menimbulkan toksik bagi tanaman, karena akan meningkatkan tekanan osmotik larutan tanah dan akan menurunkan produktivitas tanaman rumput. Ion Na akan mendispersi partikel liat tanah sehingga permukaan liat penopangnya menjadi banyak (Bintoro, 1989). Ca 2+, Mg 2+, K + dan Na + termasuk kation-kation basa, sedangkan yang termasuk kation-kation asam adalah H + dan Al 3+. Kejenuhan basa menunjukkan perbandingan antara jumlah kation-kation basa dengan jumlah semua kation (kation basa dan kation asam) yang terdapat dalam kompleks jerapan tanah. Jumlah 24

38 maksimum kation yang dapat dijerap tanah menunjukkan besarnya nilai kapasitas tukar kation tanah tersebut (Hardjowigeno, 1995). Nilai kejenuhan basa pada tanah di sembilan desa secara umum menunjukkan nilai yang tinggi hingga sangat tinggi. Desa-desa yang mempunyai nilai kejenuhan basa tanah yang sangat tinggi adalah tanah pada Desa Renduwawo dan Desa Ulupulu dengan nilai kejenuhan basa berturut-turut adalah 73,4% dan 76,3%. Menurut Hardjowigeno (1995), kationkation basa umumnya merupakan unsur hara yang diperlukan tanaman. Di samping itu basa-basa umumnya mudah tercuci, sehingga tanah dengan kejenuhan basa tinggi menunjukkan bahwa tanah tersebut belum banyak mengalami pencucian dan merupakan tanah yang subur. Nilai tukar kation pada beberapa daerah padang penggembalaan secara umum menunjukkan kondisi yang tinggi dengan nilai tertinggi pada padang penggembalaan Desa Renduwawo yaitu 26,10 (cmol (+)/kg). Kapasitas tukar kation merupakan sifat kimia yang sangat erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Menurut Hardjowigeno (1995), tanah dengan KTK tinggi mampu menyerap dan menyediakan unsur hara lebih baik daripada tanah dengan KTK rendah, karena unsur-unsur hara terdapat dalam kompleks jerapan koloid maka unsur-unsur hara tersebut tidak mudah hilang tercuci oleh air. Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau dengan kadar liat tinggi mempunyai KTK lebih tinggi daripada tanah-tanah dengan kandungan bahan organik rendah atau tanah-tanah berpasir. Nilai KTK yang tinggi pada tanah Desa Renduwawo berarti bahwa kesuburan tanah desa tersebut yang cukup baik, selain itu nilai KTK yang tinggi tersebut juga dipengaruhi oleh tekstur tanah kesembilan desa yang bertekstur liat berdasarkan hasil analisis tekstur tanah. Nilai Al pada tanah padang penggembalaan di sembilan desa secara umum tergolong kriteria rendah. Kadar Al yang rendah dalam tanah mengindikasikan tanah tersebut baik karena menurut Konish (1992), aluminium menyebabkan penghambatan perpanjangan akar dan menyebabkan gangguan pada penyerapan dan penggunaan P, Ca, dan Mg serta unsur hara esensial lainnya. Hal ini terjadi karena aluminium di dalam jaringan tanaman mengikat langsung dan meracuni DNA, organel sel penting lainnya. Fleming and Foy (1968) menyatakan bahwa kadar ion Al yang tinggi di dalam tanah menimbulkan dua jenis akibat terhadap tanaman, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Pengaruh langsung adalah mengakibatkan 25

39 kerusakan fisik pada akar tanaman dan akibat tidak langsung adalah akar yang rusak tidak dapat berfungsi secara normal untuk menyerap air dan unsur hara dari dalam tanah. Kandungan Nutrisi Hijauan Padang Penggembalaan Kandungan nutrisi hijauan makanan ternak banyak ditentukan oleh perbandingan daun/batang, fase pertumbuhan pada waktu dipotong atau digembalai, jenis rumput, kesuburan tanah, dan pemupukan serta keadaan iklim. Kandungan nutrisi hijauan makanan ternak sangat berpengaruh terhadap produktivitas ternak, kualitas susu rendah dan pertumbuhan anak terhambat (Brandano et al., 2004). Hasil analisa proksimat sampel hijauan di padang penggembalaan masingmasing desa dapat dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan hasil analisis proksimat sampel hijauan pada sembilan desa menunjukkan kandungan bahan kering (BK), abu, protein kasar (PK), lemak kasar (LK), Beta-N dan TDN tidak berbeda nyata (P>0,05) pada kesembilan desa dan hanya kandungan serat kasar (SK) yang sangat berbeda nyata (P<0,01) pada kesembilan desa dengan kandungan SK tertinggi pada hijauan Desa Natatoto. Tabel 5. Hasil Analisa Proksimat Sampel Hijauan pada Padang Penggembalaan di Sembilan Desa Desa BK (%) Abu (%) PK (%) LK (%) SK (%) Beta N (%) TDN (%)* Ulupulu 50.49± ±6.2 a 4.65± ± ±0.3 b 49.44± ±2.5 Rendu wawo 50.80± ±1.4 b 5.11± ± ±1.6 a 49.51± ±2.0 Tedakisa 40.54± ±1.0 c 7.12± ± ±1.9 a 52.79± ±1.0 Dhereisa 49.14± ±2.8 b 6.47± ± ±2.4 a 48.57± ±0.9 Natatoto 34.75± ±1.0 c 6.03± ± ±0.8 a 53.00± ±0.7 Bidoa 43.78± ±4.3 c 4.98± ± ±2.0 a 53.26± ±3.0 Lambo 42.34± ±0.8 b 5.97± ± ±1.8 b 52.28± ±2.5 Nagarawe 47.80± ±2.1 c 5.01± ± ±0.9 a 51.02± ±2.0 Rendu 55.29± ±2.0 b 5.47± ± ±1.4 b 53.60± ±3.7 butowe Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji Kontras Ortogonal pada taraf nyata 5%. * Sutardi (1981), %TDN = 92,464 3,338 SK 6,945 LK 0,762 Beta-N + 1,115 PK + 0,031 SK 2 0,133 LK 2 + 0,036 (SK)(Beta-N) + 0,207 (LK)(Beta-N) + 0,1 (LK)(PK) 0,022 (LK) 2 (PK) 26

40 Secara umum kualitas nutrisi hijauan padang penggembalaan di sembilan desa menunjukkan kandungan protein kasar (PK) yang rendah dengan nilai tertinggi hanya 7,12 %, sehingga belum mencapai kebutuhan minimal protein dapat dicerna sebesar 0,68 kg/st/hari karena untuk mencapai ukuran tersebut diperlukan kadar protein kasar di atas 10% (Whiteman dan Humphreys, 1984). Rumput alam memiliki kandungan PK 8,2%, SK 31,7%, LK 1,44%, Beta-N 44,2% dan TDN 56,2% (NRC, 2001). Kandungan LK dan Beta-N hijauan padang penggembalaan di sembilan desa hampir sama dengan standar rumput alam dengan kandungan SK yang lebih rendah yaitu sekitar 25-28%. Namun, kandungan TDN hijauan masih tergolong rendah dengan kandungan tertinggi hanya 50.09% pada hijauan Desa Tedakisa. Kandungan TDN yang rendah berkaitan dengan rendahnya kandungan protein kasar pada hijauan padang penggembalaan tersebut. Kandungan protein kasar yang rendah dapat diatasi dengan penanaman campuran dengan leguminosa pada padang penggembalaan atau diberikan suplemen protein pada ternak untuk mencukupi kebutuhan proteinnya. Hasil identifikasi kondisi vegetasi padang penggembalaan di Kabupaten Nagekeo sedikit sekali ditemukan jenis-jenis legum, padahal keadaan optimum padang penggembalaan adalah komposisi 40% legum dan 60% rumput (Whiteman dan Humphreys, 1984). Keadaan ini merupakan salah satu penyebab mutu yang rendah baik secara kualitas maupun kuantitas. Selain itu, kandungan nutrisi rumput padang penggembalaan dapat ditingkatkan dengan pemupukan, karena berdasarkan hasil analisis tanah diperoleh kadar N tanah di sembilan desa secara umum rendah. Pemupukan dengan nitrogen (N) dapat mempertinggi kadar nitrogen dalam hijauan (Mcllroy, 1964). Rendahnya kandungan protein dalam hijauan padang penggembalaan dapat menurunkan performa ternak ruminansia. Pemupukan dengan N pada padang penggembalaan yang luas membutuhkan biaya yang tinggi. Solusi lain untuk mengatasi defisiensi protein adalah dengan memanfaatkan leguminosa pohon sebagai sumber protein untuk alternatif pengganti pagar kayu pada kandang-kandang komunal maupun pagar-pagar kayu pembatas padang penggembalaan (Gambar 6). Selain itu, bisa juga ditambahkan kebun legum pangkasan di sekitar area padang penggembalaan untuk mensuplai kebutuhan protein ternak (Gambar 7). 27

41 Hasil analisis kualitas nutrisi hijauan padang penggembalaan secara in vitro ditampilkan pada Tabel 6. Berdasarkan hasil evaluasi nutrisi secara in vitro, koefisien cerna bahan kering (KCBK) dan koefisien cerna bahan organik (KCBO) pada hijauan di sembilan desa menunjukkan hasil yang sangat berbeda nyata (P<0,01). Hijauan padang penggembalaan pada Desa Ulupulu, Dhereisa, dan Natatoto memiliki nilai KCBK yang lebih tinggi daripada hijauan pada Desa Renduwawo, Tedakisa dan Rendubutowe, sedangkan nilai KCBK paling rendah yaitu hijauan pada Desa Bidoa, Lambo dan Nagarawe. Nilai tertinggi KCBK hijauan padang penggembalaan hanya 39,02% yaitu pada Desa Natatoto. Nilai ini sangat rendah karena menurut Arora (1989) daya cerna bahan kering rumput lapang tanpa fermentasi adalah berkisar 51-55%. Gambar 6. Pagar Kayu yang Dapat Diganti dengan Leguminosa Pohon. Gambar 7. Contoh Kebun Legum Pangkasan di Laboratorium Lapang Agrostologi Fakultas Peternakan, IPB. Nilai kecernaan bahan organik (KCBO) hijauan pada Desa Ulupulu, Dhereisa dan Natatoto lebih tinggi daripada hijauan pada Desa Renduwawo dan Rendubutowe, sedangkan nilai KCBO paling rendah yaitu hijauan pada Desa Tedakisa, Bidoa, 28

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian lapangan dilaksanakan pada enam kawasan yaitu Nagerawe, Ndora, Lambo, Ratedao, Rendu dan Munde, yang terdiri dari sembilan desa yaitu Desa Dhereisa, Bidoa,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Kabupaten Nagekeo

TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Kabupaten Nagekeo TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Kabupaten Nagekeo Kabupaten Nagekeo terletak di Pulau Flores Nusa Tenggara Timur dengan luas wilayah 1.416,96 km 2 dan berpenduduk 132.458 jiwa (tahun 2008). Kabupaten Nagekeo

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian Masalah yang sering dihadapi oleh peternak ruminansia adalah keterbatasan penyediaan pakan baik secara kuantitatif, kualitatif, maupun kesinambungannya sepanjang

Lebih terperinci

Tabel 1. Komposisi Bahan Pakan Ransum Komplit Bahan Pakan Jenis Ransum Komplit 1 (%) Ransum A (Energi Tinggi) 2 Ransum B (Energi Rendah) 3 Rumput Gaja

Tabel 1. Komposisi Bahan Pakan Ransum Komplit Bahan Pakan Jenis Ransum Komplit 1 (%) Ransum A (Energi Tinggi) 2 Ransum B (Energi Rendah) 3 Rumput Gaja MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah serta Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi keseluruhan kecernaan ransum. Nilai kecernaan yang paling

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai dari sumber daya alam yang diperbaharui dan yang tidak dapat diperbaharui. Dengan potensi tanah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Silase Ransum Komplit Karakteristik fisik silase diamati setelah silase dibuka. Parameter yang dilihat pada pengamatan ini, antara lain: warna, aroma silase, tekstur

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak ruminansia yang banyak dipelihara masyarakat dan dimanfaatkan produksinya sebagai ternak penghasil daging dan sebagai tabungan. Domba memiliki

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan produksi protein hewani untuk masyarakat Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh peningkatan penduduk, maupun tingkat kesejahteraan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Sumber Protein secara In Vitro dilaksanakan pada bulan September November

BAB III MATERI DAN METODE. Sumber Protein secara In Vitro dilaksanakan pada bulan September November 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai Fermentabilitas Pakan Komplit dengan Berbagai Sumber Protein secara In Vitro dilaksanakan pada bulan September November 2015 di Laboratorium Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh HASIL DAN PEMBAHASAN Derajat Keasaman (ph) Rumen Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi (P>0,05) antara jenis ransum dengan taraf suplementasi asam fulvat. Faktor jenis ransum

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pakan Ternak Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan beragam dan tidak bisa tumbuh dengan baik bila terus diberi pakan yang sama dalam jangka waktu yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Daun Kersen sebagai Pakan Peningkatan produksi daging lokal dengan mengandalkan peternakan rakyat menghadapi permasalahan dalam hal pakan. Pakan yang digunakan oleh peternak rakyat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Nutrien Berbagai Jenis Rumput Kadar nutrien masing-masing jenis rumput yang digunakan berbeda-beda. Kadar serat dan protein kasar paling tinggi pada Setaria splendida, kadar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya kebutuhan susu merupakan salah satu faktor pendorong bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi peningkatan konsumsi susu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Produksi Bobot Badan Akhir dan Pertambahan Bobot Badan Harian Bobot badan merupakan salah satu indikator untuk mengetahui performa produksi suatu ternak. Performa produksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Perubahan Konsetrasi N-NH 3 Fermentasi pakan di dalam rumen ternak ruminansia melibatkan aktifitas mikroba rumen. Aktifitas fermentasi tersebut meliputi hidrolisis komponen bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Hasil analisis kandungan nutrien silase dan hay daun rami yang dilakukan di Laboratorium PAU IPB dapat dilihat pada Tabel 4 dan kandungan nutrien ransum disajikan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Metode

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Metode MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Kambing Perah, Laboratorium Industri Pakan dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan (UP3) Jonggol, Laboratorium Biologi Hewan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Metode

MATERI DAN METODE. Metode MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Peternakan Kambing Perah Bangun Karso Farm yang terletak di Babakan Palasari, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Analisis pakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan di Indonesia sampai saat ini masih sering dihadapkan dengan berbagai masalah, salah satunya yaitu kurangnya ketersediaan pakan. Ketersediaan pakan khususnya

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar PENGANTAR Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar dalam pengembangan sektor peternakan dalam rangka mendukung upaya pemerintah dalam program pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Minyak daun cengkeh merupakan hasil penyulingan daun cengkeh dengan menggunakan metode penyulingan (uap /steam). Minyak daun cengkeh berbentuk cair (oil) dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai rataan konsumsi protein kasar (PK), kecernaan PK dan retensi nitrogen yang dihasilkan dari penelitian tercantum pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Konsumsi, Kecernaan PK, Retensi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Materi Bahan Alat Peubah yang Diamati

MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Materi Bahan Alat Peubah yang Diamati MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus 2010 sampai Februari 2011 di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi untuk tahap pembuatan biomineral,

Lebih terperinci

KELARUTAN MINERAL KALSIUM (Ca) DAN FOSFOR (P) BEBERAPA JENIS LEGUM POHON SECARA IN VITRO SKRIPSI SUHARLINA

KELARUTAN MINERAL KALSIUM (Ca) DAN FOSFOR (P) BEBERAPA JENIS LEGUM POHON SECARA IN VITRO SKRIPSI SUHARLINA KELARUTAN MINERAL KALSIUM (Ca) DAN FOSFOR (P) BEBERAPA JENIS LEGUM POHON SECARA IN VITRO SKRIPSI SUHARLINA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak disamping manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan adalah faktor manajemen lingkungan. Suhu dan kelembaban yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah yang dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah Friesian Holstein (FH) dan Peranakan Friesian Holstein (PFH) (Siregar, 1993). Sapi FH memiliki ciri-ciri

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. pisang nangka diperoleh dari Pasar Induk Caringin, Pasar Induk Gedebage, dan

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. pisang nangka diperoleh dari Pasar Induk Caringin, Pasar Induk Gedebage, dan 20 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 1) Kulit Pisang Nangka Kulit pisang nangka berfungsi sebagai bahan pakan tambahan dalam ransum domba. Kulit pisang yang digunakan berasal dari pisang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Waktu dan Tempat

MATERI DAN METODE. Waktu dan Tempat MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan November 2008 sampai dengan Maret 2010 di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, Laboratorium Terpadu dan Laboratorium

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penanaman tumpangsari orok-orok dan jagung dilakukan di kebun percobaan

BAB III MATERI DAN METODE. Penanaman tumpangsari orok-orok dan jagung dilakukan di kebun percobaan 19 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai kecernanan dan fermentabilitas tanaman orok-orok secara in vitro sebagai bahan pakan yang ditanam secara tumpangsari dengan jagung manis dilaksanakan pada

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ransum Komplit Ransum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari rumput gajah, konsentrat, tepung daun kembang sepatu, dan ampas teh. Rumput gajah diperoleh dari Laboratorium

Lebih terperinci

POPULASI PROTOZOA, BAKTERI DAN KARAKTERISTIK FERMENTASI RUMEN SAPI PERANAKAN ONGOLE SECARA IN VITRO

POPULASI PROTOZOA, BAKTERI DAN KARAKTERISTIK FERMENTASI RUMEN SAPI PERANAKAN ONGOLE SECARA IN VITRO EVALUASI SUPLEMENTASI EKSTRAK LERAK (Sapindus rarak) TERHADAP POPULASI PROTOZOA, BAKTERI DAN KARAKTERISTIK FERMENTASI RUMEN SAPI PERANAKAN ONGOLE SECARA IN VITRO SKRIPSI ARISMA KURNIAWATI DEPARTEMEN ILMU

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineral Mikro Organik Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh makluk hidup. Sebagian besar mineral akan tertinggal dalam bentuk abu sebagai senyawa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol (UP3J) merupakan areal peternakan domba milik Institut Pertanian Bogor (IPB) yang terletak di desa Singasari

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Lokasi yang digunakan dalam penelitian adalah Laboratorium Ilmu Ternak

BAB III MATERI DAN METODE. Lokasi yang digunakan dalam penelitian adalah Laboratorium Ilmu Ternak 10 BAB III MATERI DAN METODE Lokasi yang digunakan dalam penelitian adalah Laboratorium Ilmu Ternak Potong dan Kerja, Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang. Penelitian dilaksanakan mulai

Lebih terperinci

Komparasi Antara Silase dan Hay Sebagai Teknik Preservasi Daun Rami Menggunakan Model Respon Produktivitas

Komparasi Antara Silase dan Hay Sebagai Teknik Preservasi Daun Rami Menggunakan Model Respon Produktivitas Komparasi Antara Silase dan Hay Sebagai Teknik Preservasi Daun Rami Menggunakan Model Respon Produktivitas Kambing Peranakan Etawah (LAPORAN Hibah Bersaing Tahun-1) Dr. Despal, SPt. MSc.Agr Dr. Idat G.

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan domba-domba lokal. Domba lokal merupakan domba hasil persilangan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan domba-domba lokal. Domba lokal merupakan domba hasil persilangan II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Domba Lokal Domba merupakan jenis ternak yang termasuk dalam kategori ruminansia kecil. Ternak domba yang dipelihara oleh masyarakat Indonesia umumnya merupakan domba-domba lokal.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa 33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3 NH3 atau amonia merupakan senyawa yang diperoleh dari hasil degradasi protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli 2010 hingga April 2011 di peternakan sapi rakyat Desa Tanjung, Kecamatan Sulang, Kabupaten Rembang, dan di Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Kambing Perah, Laboratorium Industri Pakan, dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah (Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja (kandang B) pada bulan Mei sampai dengan bulan November 2010. Analisis sampel dilakukan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. 3.3 Metode Penelitian. 3.1 Waktu dan Tempat

3 METODOLOGI. 3.3 Metode Penelitian. 3.1 Waktu dan Tempat 10 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan. Bahan penelitian berupa hasil samping produksi karagenan diperoleh dari PT. Araminta Sidhakarya, Tangerang. Fermentasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumput Gajah Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) adalah tanaman yang dapat tumbuh di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa tambahan nutrien

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Pakan Fermentasi Parameter kualitas fisik pakan fermentasi dievaluasi dari tekstur, aroma, tingkat kontaminasi jamur dan tingkat keasaman (ph). Dari kedua bahan pakan yang

Lebih terperinci

Tyas Widhiastuti. Pembimbing: Dr. Ir. Anis Muktiani, M.Si Dr. Ir. Mukh. Arifin, M.Sc

Tyas Widhiastuti. Pembimbing: Dr. Ir. Anis Muktiani, M.Si Dr. Ir. Mukh. Arifin, M.Sc Kinerja Pencernaan dan Efisiensi Penggunaan Energi Pada Sapi Peranakan Ongole (PO) yang Diberi Pakan Limbah Kobis dengan Suplemen Mineral Zn dan Alginat Tyas Widhiastuti Pembimbing: Dr. Ir. Anis Muktiani,

Lebih terperinci

MATERI DA METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DA METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DA METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Sapi Madura termasuk dalam sapi lokal Indonesia, yang berasal dari hasil persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan. Pakan dengan kualitas yang baik, memberikan efek terhadap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan. Pakan dengan kualitas yang baik, memberikan efek terhadap 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Ruminansia Pakan merupakan semua bahan pakan yang dapat dikonsumsi ternak, tidak menimbulkan suatu penyakit, dapat dicerna, dan mengandung zat nutrien yang dibutuhkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produktivitas ternak dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya adalah pakan. Davendra, (1993) mengungkapkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan berat badan maupun

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga 9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga tahap, yaitu : tahap pendahuluan dan tahap perlakuan dilaksanakan di Desa Cepokokuning, Kecamatan Batang,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rumput gajah berasal dari afrika tropis, memiliki ciri-ciri umum berumur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rumput gajah berasal dari afrika tropis, memiliki ciri-ciri umum berumur BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) Rumput gajah berasal dari afrika tropis, memiliki ciri-ciri umum berumur tahunan (Perennial), tingginya dapat mencapai 7m dan akar sedalam

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juli sampai Oktober 2011, dan dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biskuit Pakan Biskuit pakan merupakan inovasi bentuk baru produk pengolahan pakan khusus untuk ternak ruminansia. Pembuatan biskuit pakan menggunakan prinsip dasar pembuatan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Januari 2012 di Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang untuk proses pembuatan silase daun singkong,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum 32 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak atau sekelompok ternak selama periode tertentu dan ternak tersebut punya akses bebas pada pakan dan tempat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Diagram Alir Proses Pengolahan Ubi Kayu menjadi Tepung Tapioka Industri Rakyat Sumber : Halid (1991)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Diagram Alir Proses Pengolahan Ubi Kayu menjadi Tepung Tapioka Industri Rakyat Sumber : Halid (1991) TINJAUAN PUSTAKA Onggok sebagai Limbah Agroindustri Ubi Kayu Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) sudah dikenal dan merupakan salah satu sumber karbohidrat yang penting dalam makanan. Berdasarkan Biro Pusat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Jerami Padi

TINJAUAN PUSTAKA. Jerami Padi TINJAUAN PUSTAKA Jerami Padi Jerami padi merupakan bagian dari batang tumbuhan tanpa akar yang tertinggal setelah dipanen butir buahnya (Shiddieqy, 2005). Tahun 2009 produksi padi sebanyak 64.398.890 ton,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ransum merupakan campuran bahan pakan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting dalam pemeliharaan ternak,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan 14 METODE PENELITIAN Penelitian ini dibagi menjadi dua percobaan yaitu 1) Percobaan mengenai evaluasi kualitas nutrisi ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau pada ternak domba dan 2)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,

Lebih terperinci

KECERNAAN DAN FERMENTABILITAS TANAMAN OROK-OROK SECARA IN VITRO SEBAGAI BAHAN PAKAN YANG DITANAM SECARA TUMPANGSARI DENGAN JAGUNG MANIS SKRIPSI

KECERNAAN DAN FERMENTABILITAS TANAMAN OROK-OROK SECARA IN VITRO SEBAGAI BAHAN PAKAN YANG DITANAM SECARA TUMPANGSARI DENGAN JAGUNG MANIS SKRIPSI KECERNAAN DAN FERMENTABILITAS TANAMAN OROK-OROK SECARA IN VITRO SEBAGAI BAHAN PAKAN YANG DITANAM SECARA TUMPANGSARI DENGAN JAGUNG MANIS SKRIPSI Oleh : ATTRIA THANESYA 23010110110027 FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni 2011 sampai Maret 2012. Pemeliharaan, pengamatan bobot badan, penyembelihan dan pengamatan sifat non karkas landak dilakukan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan 12 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro Semarang. Kegiatan penelitian ini berlangsung pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Zat Makanan Berdasarkan analisis statistik, konsumsi bahan kering nyata dipengaruhi oleh jenis ransum, tetapi tidak dipengaruhi oleh jenis domba dan interaksi antara kedua

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu sebanyak-banyaknya, disamping hasil lainnya. Macam - macam sapi perah yang ada di dunia adalah

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba Jonggol R1 (a) dan Domba Jonggol R2 (b) Gambar 4. Domba Garut R1 (a) dan Domba Garut R2 (b)

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba Jonggol R1 (a) dan Domba Jonggol R2 (b) Gambar 4. Domba Garut R1 (a) dan Domba Garut R2 (b) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli sampai Oktober 2011 di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan hewan ternak perah lainnya. Keunggulan yang dimiliki sapi perah tersebut membuat banyak pengusaha-pengusaha

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan

I. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan subsektor peternakan provinsi Lampung memiliki peranan yang sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan ini sejalan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Bahan dan Alat

METODE PENELITIAN. Bahan dan Alat 36 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan yaitu mulai 8 Maret sampai 21 Agustus 2007 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

RESPON PENAMBAHAN AMPAS TEH

RESPON PENAMBAHAN AMPAS TEH RESPON PENAMBAHAN AMPAS TEH (Camellia sinensis) DAN DAUN KEMBANG SEPATU (Hibiscus rosa-sinensis L) PADA KARAKTERISTIK FERMENTASI DAN PRODUKSI GAS IN VITRO SKRIPSI NUR HIDAYAH DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. house) dan penelitian laboratorium yang dilaksanakan mulai bulan Juli-Desember

BAB III MATERI DAN METODE. house) dan penelitian laboratorium yang dilaksanakan mulai bulan Juli-Desember 13 BAB III MATERI DAN METODE Pelaksanaan penelitian ini meliputi penanaman di rumah kaca (green house) dan penelitian laboratorium yang dilaksanakan mulai bulan Juli-Desember 2014. Penanaman kedelai dilaksanakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak 34 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak diekskresikan dalam feses (Tillman, dkk., 1998). Zat

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Ketersediaan Limbah Pertanian Pakan ternak sangat beragam tergantung varietas tanaman yang ditanam petani sepanjang musim. Varietas tanaman sangat berdampak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Rataan konsumsi rumput, konsentrat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk

PENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk PENGANTAR Latar Belakang Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga yang berbasis pada keragaman bahan pangan asal ternak dan potensi sumber

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien dan Asam Fitat Pakan Pakan yang diberikan kepada ternak tidak hanya mengandung komponen nutrien yang dibutuhkan ternak, tetapi juga mengandung senyawa antinutrisi.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Korelasi Analisa Proksimat dan Fraksi Serat Van Soest

HASIL DAN PEMBAHASAN. Korelasi Analisa Proksimat dan Fraksi Serat Van Soest HASIL DAN PEMBAHASAN Korelasi Analisa Proksimat dan Fraksi Serat Van Soest Penelitian ini menggunakan data hasil analisa proksimat (kadar air, abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan ) dan fraksi

Lebih terperinci

Pengaruh Tiga Jenis Pupuk Kotoran Ternak (Sapi, Ayam, dan Kambing) Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Rumput Brachiaria Humidicola

Pengaruh Tiga Jenis Pupuk Kotoran Ternak (Sapi, Ayam, dan Kambing) Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Rumput Brachiaria Humidicola Pengaruh Tiga Jenis Pupuk Kotoran Ternak (Sapi, Ayam, dan Kambing) Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Rumput Brachiaria Humidicola The Effect of Three Kind Manure (Cow, chicken, and goat) to The Vegetative

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan

I. PENDAHULUAN. nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Produktivitas ternak ruminansia sangat tergantung oleh ketersediaan nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan produktivitas ternak tersebut selama

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci