Dimensi Autentisitas di dalam Pembelajaran BIPA. Abstrak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Dimensi Autentisitas di dalam Pembelajaran BIPA. Abstrak"

Transkripsi

1 Dimensi Autentisitas di dalam Pembelajaran BIPA B. Widharyanto PBSID, FKIP, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Abstrak Autentisitas di dalam pembelajaran bahasa asing, seperti BIPA, merupakan aspek yang penting dan harus diperjuangkan. Autentisitas bukan hanya terkait dengan bahasa yang dipelajari oleh pembelajar, namun juga terkait dengan bahan-bahan yang dipersiapkan oleh pengajar, dengan teknik pembelajaran, khususnya yang terlihat dalam tugas-tugas pembelajarannya, serta dengan bentuk-bentuk pengukuran keberhasilan pembelajaran BIPA. Makalah ini secara khusus akan mengupas ihwal autentisitas ini di dalam konteks (1) bahasa yang diajarkan, (2) bahan-bahan pembelajaran bahasa Indonesia yang dipelajari pembelajar asing, (3) tugas-tugas pembelajaran yang diterapkan di dalam kelas-kelas BIPA, dan (4) bentuk-bentuk tes BIPA yang diberikan pada para pembelajar. Dasar pemikiran yang digunakan dalam makalah ini adalah autentisitas bukanlah bersifat hitam dan putih atau autentik dan tidak autentik. Autentisitas dalam hal ini lebih dilihat sebagai suatu kontinum, di mana bahasa, bahan pembelajaran, tugas-tugas pembelajaran, dan bentuk-bentuk tes BIPA selalu mengandung unsur-unsur yang alamiah. Makalah ini juga akan menyuarakan pandangan yang ditujukan kepada para pengajar BIPA, bahwa walaupun kelas bahasa adalah suatu bentuk rekayasa pembelajaran bahasa yang sifatnya tidak autentik, kelas bahasa perlu memaksimalkan sifat-sifat autentik yang terdapat di dalam keempat komponen pembelajaran di atas. 1. Pendahuluan Aktivitas berbahasa yang tercipta sebagai proses pembelajaran di kelas pada dasarnya adalah aktivitas semu. Semua itu merupakan bentuk rekayasa, bentuk peniruan, bentuk penyederhanaan, yang terkadang jauh dari kenyataan pemakaian bahasa sewajarnya. Aktivitas berbahasa seperti itu tidak memenuhi sifat yang disebut sebagai authentic real-life language. Memang tidak mungkin membuat aktivitas berbahasa di kelas 100% autentik. Ini disebabkan oleh sifat hakiki dari pembelajaran di kelas yang memang serba rekayasa itu. Pengajar di dalam interaksi belajar mengajarnya cenderung memodifikasi bahasanya sehingga bahasa pengajar oleh sementara ahli pembelajaran dicurigai penuh dengan simplifikasi dalam banyak hal. Bahasa siswa pun tidak kalah menariknya. Bahasa yang dituturkan siswa di kelas adalah bahasa yang belum sepenuhnya bahasa sasaran atau bahasa target. Banyak ahli yang menyebut fenomena ini sebagai bahasa antara atau interlanguage. Setting yang tercipta di kelas adalah lingkungan fisik yang dibuat oleh pengajar demi tercapainya tujuan pembelajaran.

2 Setting yang seperti ini tidak akan pernah dapat memasukkan seluruh sifat dan karakteristik yang dimiliki oleh setting dalam komunikasi senyatanya. Selanjutnya, topik atau isi yang dibicarakan dalam aktivitas berbahasa, tidaklah muncul menurut kesepakatan antara dua pihak yang berperan dalam aktivitas berbahasa. Topik tersebut sudah ditentukan berdasarkan pada silabus yang disusun secara ketat oleh pengajar atau perancang program pembelajaran. Peran yang dibawakan oleh siswa berkaitan dengan topik yang dibicarakan adalah peran yang sudah dipilihkan. Siswa A berperan sebagai dokter dan siswa B berperan sebagai pasien, misalnya. Semua itu, mengukuhkan bahwa kelas bahasa adalah suatu bentuk aktivitas pembelajaran yang tidak autentik atau tidak alami. Namun demikian, autentisitas di dalam kelas BIPA, terutama kelas yang berdasarkan pada pendekatan komunikatif, perlu diperjuangkan oleh para pengajar BIPA. Karena seperti yang dinyatakan Widharyanto (2000), autentisitas merupakan salah satu karakteristik dari pembelajaran yang komunikatif. 2. Autentisitas sebagai Kontinum Di dalam makalah ini saya berpendapat bahwa autentisitas hendaklah jangan dipandang secara diskret hitam dan putih. Autentisitas adalah suatu kontinum tinggi atau rendah yang di dalamnya terdapat banyak atau sedikit sifat-sifat autentik. Sifatsifat autentik itu terkait antara lain dengan: (1) bahasa yang dipelajari, (2) sumber bahan pembelajaran, (3) tugas-tugas pembelajaran, dan (4) bentuk tes dalam pembelajaran BIPA. Di dalam kelas bahasa sangat dimungkinkan diupayakan autentisitas yang maksimal, yakni dengan melibatkan sebagian besar dari sifat-sifat autentik di atas, walaupun tetap tidak mungkin mencapai autentisitas obsolut 100% karena sifat kelas bahasa yang rekayasa itu. 3. Autentisitas Bahasa Bahasa seperti apakah yang harus diajarkan di kelas bahasa? Pertanyaan seperti ini akan menjadi indikator utama untuk menangkap seberapa besarkah kadar autentisitas dari aspek ini. Dalam pembelajaran BIPA masih terlihat tarik menarik mengenai bahasa yang diajarkan, yakni bahasa yang bebas konteks ataukah bahasa yang peka konteks. Ada sementara pembelajaran BIPA yang mendasarkan diri pada pandangan bahwa bahasa itu suatu struktur, yang di dalamnya terdapat komponen-komponen terpisah yang berinterelasi satu dengan yang lain dan membentuk suatu sistem. Pandangan yang strukturalis seperti ini berakibat pada pembelajaran BIPA yang cenderung diskret dan tatabahasa sentris. Penguasaan kompetensi bahasa oleh karenanya lalu dipandang merupakan penggabungan atas penguasaan komponen-komponen bahasa seperti fonologi, morfologi, sintaksis, membaca, menulis, berbicara, dan menyimak. Pandangan seperti ini memperlihatkan bahwa bahasa yang diajarkan dalam pembelajaran BIPA adalah bahasa yang bebas konteks, bahasa yang dipisahkan dari fungsi-fungsi sosial, dan bahasa yang tidak berakar pada pemakaian senyatanya dalam kehidupan sehari-hari. Karakteristik bahasa seperti ini adalah bahasa yang memiliki tingkat autentisitas rendah.

3 Beberapa pembelajaran BIPA yang lain mendasarkan diri pada pandangan bahwa bahasa itu merupakan alat komunikasi. Sebagai alat komunikasi, bahasa itu merupakan suatu entitas yang utuh, terpadu, dan tidak terpisah-pisah. Bahasa itu dipandang juga memiliki fungsi-fungsi sosial. Di samping itu, bahasa senyatanya seperti yang ada dalam masyarakat penuturnya (real life language) merupakan bahasa yang diberikan dalam proses pembelajaran BIPA, apakah itu dialek, apakah itu bahasa dalam ragam tertentu, dan sebagainya. Penguasaan kompetensi bahasa dalam kaitan dengan ini dipandang merupakan penguasaan kemampuan yang simultan antara bahasa, kemampuan pragmatik, faktor-faktor sosiolinguistik, dan strategi komunikasi. Karakteristik bahasa yang seperti ini adalah bahasa yang memenuhi sifat autentisitas tinggi. Selain isu bahasa bebas konteks dan bahasa peka konteks itu, isu kedua mengenai tarik menarik bahasa yang diajarkan adalah bahasa simplifikasi dan bahasa alami atau apa adanya. Dalam pembelajaran BIPA masih banyak instruktur maupun pengajar yang memaksakan untuk menyederhanakan struktur kalimat, mengganti kata-kata khusus dengan kata-kata umum, menghilangkan implikatur percakapan, sasmita, dan gaya bahasa dengan bentuk-bentuk percakapan yang bersifat langsung dan lugas. Semua upaya ini membawa dampak pada wajah bahasa yang diajarkan menjadi bahasa yang diinginkan oleh instruktur atau pengajarnya, dan bukan bahasa alami atau natural. Karakteristik bahasa simplifikasi ini kurang memiliki autentisitas yang tinggi. Di sisi lain, banyak pula instruktur atau pun pengajar BIPA yang berupaya keras menampilkan bahasa alami di dalam pembelajaranya. Bahasa yang ada dalam komunikasi senyatanya merupakan bahan utama yang diberikan dalam aktivitas berbahasa di kelas. Kesulitan-kesulitan yang muncul sebagai akibat diberikannya bahasa alami pada pembelajar BIPA tidak dianggap sebagai masalah yang mengganggu, namun justru sebagai tantangan yang harus disiasati oleh pengajar BIPA dalam pembelajarannya. Dalam konteks ini, bahasa alami memang memenuhi sifat autentisitas yang sangat tinggi. 4. Autentisitas Bahan-bahan Pembelajaran BIPA Dalam pembelajaran BIPA seleksi bahan merupakan satu tahapan penting yang harus dihadapi oleh seorang pengajar BIPA. Isu yang muncul dalam tahapan ini berkaitan dengan pertanyaan dari manakah asal bahan-bahan pembelajaran BIPA? Ada tiga isu yang menjadi polemik perdebatan, yakni (1) bahan itu murni dibuat dan dihasilkan oleh pengajar BIPA sendiri, (2) bahan itu diambil oleh pengajar BIPA dari bahan-bahan yang ada dalam komunikasi sehari-hari dan mengalami modifikasi seperlunya oleh pengajar, dan (3) bahan diambil oleh pengajar BIPA dari bahan-bahan yang ada dalam komunikasi sehari-hari tanpa mengalami modifikasi sama sekali dari pengajar BIPA. Bahan yang pertama cenderung memiliki tingkat kesulitan yang lebih rendah daripada bahan yang kedua dan ketiga, karena pengajar BIPA dapat menyesuaikan tingkat kesulitan bahannya dengan formula (I + 1), seperti formulanya Krashen (1985). Pengajar BIPA dengan segala imaginasinya dapat membuat percakapan, pengumuman, surat, dan lain sebagainya yang sesuai dengan kegemaran pengajar, gaya dan style pengajar, serta tingkat penguasaan bahasa pembelajarnya. Sementara itu, bahan yang kedua adalah bahan yang biasa digunakan dalam komunikasi sehari-

4 hari seperti percakapan atau dialog di radio maupun di TV, pengumuman di Masjid, undangan hajatan, iklan dalam majalah, berita dalam surat kabar, form atau slip isian dari bank dan lain sebagainya, namun dimodifikasi seperlunya oleh pengajar BIPA demi tujuan tertentu. Bahan yang ketiga adalah bahan yang asli, apa adanya, tidak mendapatkan campur tangan dari pengajar BIPA. Bahan ini cenderung memiliki tingkat kesukaran yang lebih daripada bahan tipe pertama dan kedua. Apabila dibuat dalam suatu rentangan, maka tingkat autentisitas tiga tipe bahan dapat digambarkan dalam Tabel 1 berikut ini. Tabel 1: Tingkat Autentisitas Tiga Tipe Bahan Bahan Tipe 1 Bahan Tipe 2 Bahan Tipe 3 Campur Tangan Pengajar TINGGI Autentisitas Bahan RENDAH RENDAH TINGGI 5. Autentisitas Tugas-Tugas Pembelajaran Dalam pembelajaran BIPA, pengajar dapat memberikan berbagai macam tugas yang harus dilakukan oleh pembelajar sebagai wujud respon atas bahan pembelajaran yang diberikan. Isu yang muncul adalah tugas itu lebih mengarah pada penguasaan grammatical content dan lexical content atau mengarah pada discourse and rhetorical skills. Tugas yang mengarah pada penguasaan grammatical content dan lexical content adalah tugas-tugas yang jauh dari kegiatan komunikatif. Tugas-tugas ini didasari asumsi bahwa kemampuan menyelesaikan soal-soal struktur baik dalam tataran morfologi maupun sintaksis mencerminkan kompetensi berbahasa pembelajar. Tugas-tugas seperti ini bersifat tidak langsung dan memiliki tingkat autentisitas yang sangat rendah. Sebaliknya, ada pula pengajar BIPA yang memberikan tugas-tugas yang mengarahkan pada penguasaan grammatical content dan lexical content dalam konteks pemakaian wacana. Tugas-tugas seperti mengarahkan pembelajar menguasai komponen-komponen bahasa sesuai dengan konteks komunikasi yang nyata, termasuk semua kendala yang umumnya ada pada penggunaan bahasa sehari-hari. Salah satu contoh tugas dari tipe ini adalah pengajar meminta pembelajar untuk merekonstruksi wacana yang elemen-elemen tertentu dihilangkan (lihat bentuk cloze menurut Oller (1979:39)). Tugas-tugas seperti ini oleh sementara ahli pengajaran bahasa dikatakan memenuhi ciri-ciri pragmatik karena melibatkan pembelajar dengan wacana yang mengandung konteks dan bukan semata-mata kalimat dan kata-kata lepas. Namun demikian, tugas-tugas pembelajaran tipe kedua ini walaupun telah melibatkan konteks, tetap saja masih bersifat tugas yang tidak langsung dan lebih menekankan

5 pada kemampuan kebahasaan daripada performansi aktual pembelajar. Berkaitan dengan ini, ada sementara ahli pengajaran bahasa yang mengusulkan tugas tipe ketiga yang bersifat langsung, yakni tugas peformansi aktual. Pembelajar diminta melakukan tugas-tugas komunikatif yang berupa interaksi dalam berbagai situasi berbahasa, seperti menulis pikiran pembaca dalam surat kabar, mewawancarai seorang tokoh, melakukan brifing untuk suatu kegiatan tertentu, dan sebagainya. Tugas tipe ketiga ini, apabila dilihat dari perspektif autentisitas, memiliki sifat autentik yang lebih tinggi daripada tugas tipe satu dan dua karena tugas tipe tiga memiliki sifat-sifat yang mendekati tugas komunikasi senyatanya dalam komunikasi sehari-hari. Apabila dibuat dalam suatu rentangan, maka tingkat autentisitas tiga tipe tugas pembelajaran dapat digambarkan dalam Tabel 2 berikut ini. Tabel 2: Tingkat Autentisitas Tipe Tugas Tipe Tugas Sifat Kegiatan Berbahasa Tingkat Autentisitas Tugas Tipe 1 Tidak Langsung Rendah Tugas Tipe 2 Semi Langsung Cukup Tugas Tipe 3 Langsung Tinggi 6. Autentisitas Alat Tes BIPA Mengukur keberhasilan pembelajar BIPA merupakan tahapan akhir dalam pembelajaran BIPA. Isu yang muncul berkaitan dengan upaya mengukur keberhasilan pembelajar BIPA adalah tipe tes apa yang digunakan oleh para pengajar BIPA? Sampai saat ini paling tidak terdapat beberapa tipe tes yang mengemuka dalam wacana para pengajar BIPA, yakni tes diskret, tes integratif, tes pragmatik, dan tes komunikatif. Berikut ini akan diuraikan satu persatu. Pertama adalah tes diskret. Tes BIPA tipe ini hanya menyangkut satu aspek kebahasaan saja pada satu kesempatan pengetesan, misalnya aspek fonologi, morfologi, sintaksis, atau kosa kata. Tiap-tiap butir soal hanya dimaksudkan untuk mengukur satu aspek kebahasaan saja. Dari segi model jawaban, tes BIPA tipe ini berupa penjodohan (matching), benar-salah (true-false), pilihan ganda (multiple choice), atau mengisi kotak kosong yang disediakan dengan jawaban yang sudah tersedia pada kolom lain. Kedua adalah tes BIPA tipe integratif. Tes BIPA tipe ini merupakan bentuk penyempurnaan dari tes BIPA diskret. Jika dalam tes BIPA diskret aspek-aspek kebahasaan dan kemampuan berbahasa diperlakukan secara terpisah, maka dalam tes BIPA integratif aspek-aspek kebahasaan ini dicakup secara bersamaan. Dasar pemikiran yang diacu dalam penyusunan tes BIPA integratif adalah bahasa itu merupakan integrasi dari bagian-bagian terkecil yang membentuk bagian-bagian yang besar, dan pada akhirnya merupakan bentukan terbesar yang berupa bahasa. Menurut Oller (1979) jika dalam tes diskret hanya diujikan satu aspek kebahasaan saja dalam satu waktu, maka dalam tes integratif berusaha diukur beberapa aspek kebahasaan secara bersamaan. Tes BIPA tipe ini melakukan pengukuran penguasaan kemampuan berbahasa atas dasar penguasaan pembelajar BIPA terhadap gabungan antara beberapa komponen bahasa dan kemampuan berbahasa. Mengubah bentuk suatu kalimat menjadi bentuk kalimat yang lain, misalnya, tidak saja menuntut kemampuan pembelajar tentang pengetahuan struktur kalimat, melainkan juga memerlukan

6 penguasaan perubahan bentuk kata, dan bahkan makna kata yang merupakan bagian dari penguasaan kosa kata. Ketiga adalah tes BIPA pragmatik. Tes BIPA integratif yang berkembang sebagai reaksi terhadap tes BIPA diskret pada dasarnya hanyalah pelibatan beberapa aspek kebahasaan dan keterampilan berbahasa dalam tes yang diujikan pada pembelajar BIPA secara bersamaan. Tes BIPA integratif yang demikian seringkali sulit dibedakan dengan tes BIPA diskret yang melibatkan konteks kalimat. Selain itu, tes BIPA integratif masih terisolasi dari konteks komunikasi yang nyata dan masih tetap berkutat pada pengetesan kompetensi bahasa. Tes BIPA pragmatik muncul sebagai koreksi atas tes BIPA diskret dan tes BIPA integratif. Tes BIPA pragmatik mendasarkan diri pada pandangan fungsional, yakni focus on the total communicative effect. Tes BIPA tipe ini mengukur seberapa baik pembelajar BIPA mempergunakan elemen-elemen bahasa sesuai dengan konteks komunikasi yang nyata, termasuk kendala yang umumnya ada pada penggunaan bahasa sehari-hari. Tes BIPA pragmatik mengaitkan bahasa dengan penggunaan bahasa senyatanya yang melibatkan tidak saja unsur-unsur kebahasaan seperti kata, frasa, atau kalimat, melainkan juga unsur-unsur di luarnya yang selalu terkait dalam setiap bentuk penggunaan bahasa. Beberapa contoh bentuk tes BIPA pragmatik antara lain adalah dikte, tes cloze, dan tes C. Keempat adalah tes BIPA komunikatif. Tes BIPA komunikatif muncul sebagai koreksi terhadap tes BIPA pragmatik. Tes BIPA pragmatik bagaimanapun masih terjebak pada aspek usage dan bukan use dalam pengetesan BIPA. Tes BIPA komunikatif dimaksudkan untuk benar-benar mengukur performansi pembelajar BIPA dalam komunikasi yang sesungguhnya yang di dalamnya tercermin kompetensi gramatikal, kompetensi sosiolinguistik, dan kompetensi strategis. Tipe tes seperti ini selaras dengan apa yang dikemukakan Canale dan Swain (1980) mengenai tes komunikatif pada umumnya. Dalam tes BIPA komunikatif dituntut pengukuran performansi komunikasi pembelajar BIPA dengan cara langsung (direct) dalam konteks komunikasi yang didasarkan pada interaksi yang nyata, baik bentuk lisan maupun tulisan, dan didasarkan pada analisis kebutuhan (need analysis) komunikatif. Apabila keempat tipe tes BIPA ini dilihat dari perspektif indikator keautentikan tes seperti (1) bersifat langsung, (2) orientasi pada use dan bukan usage, (3) mencakup banyak komponen bahasa dan berbahasa, (4) mengukur kompetensi gramatikal sekaligus kompetensi sosiolinguistik dan kompetensi strategis, (5) mengandung konteks, dan (6) didasarkan pada analisis kebutuhan komunikatif, maka tes BIPA yang paling memenuhi sifat-sifat keautentikan tinggi adalah tes BIPA komunikatif. Tiga tipe tes BIPA yang lain, yakni diskret, integratif, dan pragmatik, kurang memenuhi sifat-sifat autentisitas. Tabel 3 berikut ini memperlihatkan fenomena yang dimaksud. Tabel 3: Autentisitas dalam Empat Tipe Tes BIPA Sifat Autentisitas Tes BIPA Tes BIPA diskret Tes BIPA Tes BIPA Tes BIPA integratif pragmatik komunikatif 1. Bersifat langsung 2. Orientasi pada use bukan usage 3. Banyak mencakup komponen bahasa dan keterampilan berbahasa 4. Mengukur kompetensi gramatikal sekaligus

7 kompetensi sosiolinguistik dan kompetensi strategis 5. Konteks 6. Need Analysis 7. Penutup Berikut ini diberikan beberapa kesimpulan berkaitan dengan pokok permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini. Pertama, dimensi autentisitas di dalam pembelajaran BIPA merupakan suatu hal yang penting manakala pembelajaran BIPA bertujuan pada kompetensi komunikatif pembelajar. Kedua, sifat-sifat autentik sangat mungkin untuk diupayakan pada pembelajaran BIPA walaupun sifat hakiki dari pembelajaran BIPA itu adalah suatu bentuk rekayasa yang disengaja. Ketiga, autentisitas tinggi dalam pembelajaran BIPA dapat diupayakan melalui penyajian: (1) bahasa alami atau natural dalam pembelajarannya, (2) bahan-bahan pembelajaran yang dipilih adalah bahan-bahan yang digunakan dalam komunikasi sehari-hari baik lisan maupun tulisan, (3) tugas-tugas pembelajaran yang diberikan adalah tugas-tugas yang berupa unjuk performansi aktual pembelajar, dan (4) alat tes pembelajaran yang digunakan adalah tipe tes BIPA komunikatif. Keempat, dimensi autentisitas dalam pembelajaran BIPA hendaklah dimaknai sebagai suatu kontinum tinggi dan rendah dan bukan suatu pembedaan autentik dan tidak autentik. Referensi Canale, M. dan M. Swain Theoretical Basis of Communicative Approaches to Second Language Teaching and Testing, dalam Applied Linguistics, I: Krashen, S The Input Hypothesis. London: Longman. Oller, Jr. John W Language Test at School. London: Longman. Widharyanto, B Perkembangan Pendekatan Tes Bahasa, dalam Atmadi, A. dan Yuliana Setiyaningsih (eds),transformasi Pendidikan: Memasuki Milenium Ketiga. Yogyakarta: Penerbit Universitas Sanata Dharma.

8 Biodata Calon Pemakalah Penulis makalah ini adalah Dr. B. Widharyanto, M.Pd., dosen dan Kaprodi pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Selain menaruh minat dalam bidang Sosiopolitikolinguistik dan Analisis Wacana Kritis, penulis juga menggeluti bidang Pengajaran BIPA karena di Prodi PBSID, BIPA merupakan paket pilihan dengan jumlah 20 SKS. Alamat penulis adalah sebagai berikut ini: Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Mrican Tromol Pos 29, Yogyakarta, Telp. (0274) (Pesawat 230 atau 330).

AUTENTISITAS DI DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

AUTENTISITAS DI DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA AUTENTISITAS DI DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA B. Widharyanto Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta bwidharyanto@gmail.com ABSTRAK Autentisitas di dalam pembelajaran bahasa Indonesia merupakan aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi yang ampuh untuk mengadakan hubungan komunikasi dan melakukan kerja sama. Dalam kehidupan masyarakat, bahasa menjadi kebutuhan pokok

Lebih terperinci

Modul ke: BAHASA INDONESIA. Ragam Bahasa. Sudrajat, S.Pd. M.Pd. Fakultas FEB. Program Studi Manajemen.

Modul ke: BAHASA INDONESIA. Ragam Bahasa. Sudrajat, S.Pd. M.Pd. Fakultas FEB. Program Studi Manajemen. Modul ke: BAHASA INDONESIA Ragam Bahasa Fakultas FEB Sudrajat, S.Pd. M.Pd. Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian yang berbeda-beda menurut topik

Lebih terperinci

Septia Sugiarsih, M.Pd.

Septia Sugiarsih, M.Pd. Septia Sugiarsih, M.Pd. Purnomo (2002:10) kontekstual adalah pembelajaran yang dilakukan secara konteks, baik konteks linguistik maupun konteks nonlinguistik. Depdiknas (2002:5) pembelajaran yang mengaitkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. Cabang-cabang itu diantaranya adalah fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, pragmatik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam kelangsungan hidupnya manusia selalu membutuhkan orang lain untuk hidup bersama. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi dengan manusia yang lain. Kebutuhan akan bahasa sudah jauh sebelum manusia mengenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa, seperti dikemukakan oleh para ahli, memiliki bermacam fungsi

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa, seperti dikemukakan oleh para ahli, memiliki bermacam fungsi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa, seperti dikemukakan oleh para ahli, memiliki bermacam fungsi dalam kehidupan masyarakat. Fungsi-fungsi itu misalnya dari yang paling sederhana

Lebih terperinci

BAB II KURIKULUM, PRAGMATIK, DAN APLIKASINYA

BAB II KURIKULUM, PRAGMATIK, DAN APLIKASINYA 1 BAB I PENDAHULUAN Pada hakikatnya, belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah diarahkan untuk meningkatkan keampuan siswa dalam berkomunikasi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Analisis turutan..., Bima Anggreni, FIB UI, 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Analisis turutan..., Bima Anggreni, FIB UI, 2008 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat berkomunikasi menggunakan bahasa, manusia saling menyampaikan informasi yang dapat berupa pikiran, gagasan, maksud, perasaan, maupun emosi secara langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memegang peranan penting dalam komunikasi manusia. Melalui bahasa, manusia dapat mengungkapkan perasaan (emosi), imajinasi, ide dan keinginan yang diwujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan-kebijakan tersebut. Di awal kemerdekaan republik ini, dunia pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan-kebijakan tersebut. Di awal kemerdekaan republik ini, dunia pendidikan 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan sistem pendidikan di Indonesia berdampak pada penyusunan kurikulum yang menjadi landasan pengajaran dan penyusunan materi ajar di Indonesia. Semakin sering

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi untuk menyampaikan gagasan, konsep, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi untuk menyampaikan gagasan, konsep, dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi untuk menyampaikan gagasan, konsep, dan pikiran manusia. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif bagi manusia. Tanpa bahasa, sulit

Lebih terperinci

METODE PENGAJARAN BAHASA BERBASIS KOMPETENSI

METODE PENGAJARAN BAHASA BERBASIS KOMPETENSI METODE PENGAJARAN BAHASA BERBASIS KOMPETENSI Berlin Sibarani Universitas Negeri Medan Abstract This paper discusses the concepts of competency based language teaching. The focus of the discussion is mainly

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap individu manusia tidak akan pernah luput dari berkomunikasi

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap individu manusia tidak akan pernah luput dari berkomunikasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap individu manusia tidak akan pernah luput dari berkomunikasi antar sesama, baik dalam kehidupan sehari-hari di keluarga maupun di lingkungan masyarakat tempat

Lebih terperinci

URGENSI LITERASI KOMUNIKASI DALAM PENGEMBANGAN TES KOMPETENSI BERBAHASA INDONESIA UNTUK MAHASISWA ASING

URGENSI LITERASI KOMUNIKASI DALAM PENGEMBANGAN TES KOMPETENSI BERBAHASA INDONESIA UNTUK MAHASISWA ASING The 1st International Conference on Language, Literature and Teaching ISSN 2549-5607 URGENSI LITERASI KOMUNIKASI DALAM PENGEMBANGAN TES KOMPETENSI BERBAHASA INDONESIA UNTUK MAHASISWA ASING Laili Etika

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. Bahasa Jepang merupakan salah satu bahasa asing yang dipelajari di Indonesia.

Bab 5. Ringkasan. Bahasa Jepang merupakan salah satu bahasa asing yang dipelajari di Indonesia. Bab 5 Ringkasan Bahasa Jepang merupakan salah satu bahasa asing yang dipelajari di Indonesia. Tetapi perbedaan struktur kalimat antara bahasa Indonesia dan bahasa Jepang sering menjadi kendala bagi pemelajar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna.

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna. Ujaran-ujaran tersebut dalam bahasa lisan diproses melalui komponen fonologi, komponen

Lebih terperinci

PROGRAM PENDIDIKAN DAN LATIHAN PROFESI GURU BAHASA INDONESIA SD. Oleh: BAHAUDDIN AZMY UNIVERSITAS PGRI ADI BUANA SURABAYA 2012

PROGRAM PENDIDIKAN DAN LATIHAN PROFESI GURU BAHASA INDONESIA SD. Oleh: BAHAUDDIN AZMY UNIVERSITAS PGRI ADI BUANA SURABAYA 2012 PROGRAM PENDIDIKAN DAN LATIHAN PROFESI GURU Oleh: BAHAUDDIN AZMY BAHASA INDONESIA SD UNIVERSITAS PGRI ADI BUANA SURABAYA 2012 A. TUJUAN Setelah mempelajari modul ini, peserta diharapkan mampu: Menguasai

Lebih terperinci

Dimensi Pemerolehan Bahasa

Dimensi Pemerolehan Bahasa Dimensi Pemerolehan Bahasa Dalam penjelasan Tarigan (1988:164) terdapat enam dimensi pemerolehan bahasa, yaitu propensity (kecenderungan), language faculty (kemampuan berbahasa), acces (jalan masuk), sructure

Lebih terperinci

KEMAMPUAN GURU MENGANALISIS KESALAHAN BERBAHASA INDONESIA RAGAM TULIS SISWA

KEMAMPUAN GURU MENGANALISIS KESALAHAN BERBAHASA INDONESIA RAGAM TULIS SISWA KEMAMPUAN GURU MENGANALISIS KESALAHAN BERBAHASA INDONESIA RAGAM TULIS SISWA Kata Kunci : Azhar Umar Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan ABSTRAK Penelitian ini mengkaji kemampuan guru bahasa

Lebih terperinci

IMPLIKATUR PERCAKAPAN DAN DAYA PRAGMATIK PADA IKLAN PRODUK KOSMETIK DI TELEVISI SKRIPSI

IMPLIKATUR PERCAKAPAN DAN DAYA PRAGMATIK PADA IKLAN PRODUK KOSMETIK DI TELEVISI SKRIPSI IMPLIKATUR PERCAKAPAN DAN DAYA PRAGMATIK PADA IKLAN PRODUK KOSMETIK DI TELEVISI SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia

Lebih terperinci

KIS- KISI UJI KOMPETENSI GURU ( UKG) Kompetensi Guru Mapel/Guru Kelas Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

KIS- KISI UJI KOMPETENSI GURU ( UKG) Kompetensi Guru Mapel/Guru Kelas Standar Kompetensi Kompetensi Dasar KIS- KISI UJI KOMPETENSI GURU ( UKG) MATA PELAJARAN : BAHASA INGGRIS JENJANG PENDIDIKAN : SEKOLAH DASAR Kompetensi 1. Pedagogik 1. Menguasai karakteristik peserta 1.1. Memahami karakteristik didik dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup, komunikasi sangat penting dimana komunikasi itu sendiri

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup, komunikasi sangat penting dimana komunikasi itu sendiri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi merupakan suatu hal yang tidak bisa dilepaskan oleh semua makhluk hidup, komunikasi sangat penting dimana komunikasi itu sendiri berfungsi untuk berinteraksi

Lebih terperinci

PENILAIAN HASIL PEMBELAJARAN KEMAHIRAN BERBAHASA INDONESIA DENGAN PENDEKATAN KOMUNIKATIF. Sumadi FBS Universitas Negeri Malang (www.sumadi.um.ac.

PENILAIAN HASIL PEMBELAJARAN KEMAHIRAN BERBAHASA INDONESIA DENGAN PENDEKATAN KOMUNIKATIF. Sumadi FBS Universitas Negeri Malang (www.sumadi.um.ac. PENILAIAN HASIL PEMBELAJARAN KEMAHIRAN BERBAHASA INDONESIA DENGAN PENDEKATAN KOMUNIKATIF Sumadi FBS Universitas Negeri Malang (www.sumadi.um.ac.id) Abstract: Assessment of the Indonesian Language Learning

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitian deskriptif adalah penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membaca yang baik akan menunjang keberhasilan hal-hal yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. membaca yang baik akan menunjang keberhasilan hal-hal yang lainnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan berkomunikasi mempunyai peranan yang sangat penting.agar dapat berkomunikasi dengan baik, seseorang harus terampil berbahasa.bahasa itu sendiri memiliki

Lebih terperinci

KAJIAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL GURU BAHASA INDONESIA SMA NEGERI MAROS

KAJIAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL GURU BAHASA INDONESIA SMA NEGERI MAROS 585 KAJIAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL GURU BAHASA INDONESIA SMA NEGERI MAROS MUHAMMAD BAKRI ABSTRAK Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) peran guru sebagai (a) manejerial yaitu mengelola kegiatan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesalahan berbahasa ini tidak hanya terjadi pada orang-orang awam yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi tertentu, tetapi sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menulis. Menurut Tarigan (2008:21) Proses menulis sebagai suatu cara. menerjemahkannya ke dalam sandi-sandi tulis.

BAB I PENDAHULUAN. menulis. Menurut Tarigan (2008:21) Proses menulis sebagai suatu cara. menerjemahkannya ke dalam sandi-sandi tulis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat yang digunakan untuk berkomunikasi. Kita dapat menyatakan pendapat, perasaan, gagasan yang ada di dalam pikiran terhadap orang lain melalui

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI S2 PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA (PS S2 PBI)

PROGRAM STUDI S2 PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA (PS S2 PBI) PROGRAM STUDI S2 PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA (PS S2 PBI) A. VISI PS S2 PBI menjadi penyelenggara pendidikan tinggi unggul dalam pengembangan ilmu kependidikan lanjut bidang bahasa dan sastra Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Hal ini haruslah disadari benar, terutama oleh guru mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia pada

Lebih terperinci

PEMEROLEHAN DAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA SEBAGAI BAHASA KEDUA BAGI ORANG ASING MELALUI PROSES ATTITUDE DAN APTITUDE

PEMEROLEHAN DAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA SEBAGAI BAHASA KEDUA BAGI ORANG ASING MELALUI PROSES ATTITUDE DAN APTITUDE PEMEROLEHAN DAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA SEBAGAI BAHASA KEDUA BAGI ORANG ASING MELALUI PROSES ATTITUDE DAN APTITUDE Hesti Muliawati Jurdiksatrasia Unswagati Cirebon ABSTRAK Budaya bangsa Indonesia

Lebih terperinci

METODE KONTEMPORER. v RESPON FISIK TOTAL v PENGAJARAN BAHASA KOMUNIKATIF v PENDEKATAN ALAMIAH

METODE KONTEMPORER. v RESPON FISIK TOTAL v PENGAJARAN BAHASA KOMUNIKATIF v PENDEKATAN ALAMIAH METODE KONTEMPORER v RESPON FISIK TOTAL v PENGAJARAN BAHASA KOMUNIKATIF v PENDEKATAN ALAMIAH METODE RESPON FISIK TOTAL (TOTAL PYYSICAL RESPONSE) ü Total Phisical Respons atau TPR ditemukan James Asher

Lebih terperinci

KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI

KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keinginan, dan perbuatan-perbuatannya, serta sebagai alat untuk memengaruhi

I. PENDAHULUAN. keinginan, dan perbuatan-perbuatannya, serta sebagai alat untuk memengaruhi 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah alat yang dipakai manusia untuk membentuk pikiran, perasaan, keinginan, dan perbuatan-perbuatannya, serta sebagai alat untuk memengaruhi dan dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini dititikberatkan pada kajian kemampuan berbahasa. upaya peningkatan kemampuan menulis kalimat bagi siswa asing dalam

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini dititikberatkan pada kajian kemampuan berbahasa. upaya peningkatan kemampuan menulis kalimat bagi siswa asing dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Penelitian ini dititikberatkan pada kajian kemampuan berbahasa sebagai upaya peningkatan kemampuan menulis kalimat bagi siswa asing dalam pembelajaran

Lebih terperinci

tersebut, seperti diskusi, tanya-jawab, ceramah bervariasi, simulasi, latihan, dan penugasan.

tersebut, seperti diskusi, tanya-jawab, ceramah bervariasi, simulasi, latihan, dan penugasan. SILABUS DAN SAP 1. Identitas Mata Kuliah Nama Mata Kuliah : Interpretasi II (Evaluasi Pengajaran ) Kode MK/Jumlah SKS : IND 540/2 Jurusan/Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Prasyarat

Lebih terperinci

Modul ke: BAHASA INDONESIA RAGAM BAHASA. Fakultas EKONOMI DAN BSNIS. Drs. SUMARDI, M. Pd. Program Studi MANAJEMEN

Modul ke: BAHASA INDONESIA RAGAM BAHASA. Fakultas EKONOMI DAN BSNIS. Drs. SUMARDI, M. Pd. Program Studi MANAJEMEN Modul ke: BAHASA INDONESIA Fakultas EKONOMI DAN BSNIS Drs. SUMARDI, M. Pd. RAGAM BAHASA Program Studi MANAJEMEN www.mercubuana.ac.id PENGERTIAN Ragam bahasa diartikan sebagai variasi bahasa menurut pemakaian

Lebih terperinci

Bahasa Jepang merupakan alat untuk berkomunikasi lisan dan tulisan. Berkomunikasi dalam bahasa Jepang

Bahasa Jepang merupakan alat untuk berkomunikasi lisan dan tulisan. Berkomunikasi dalam bahasa Jepang Penguasaan bahasa Jepang merupakan persyaratan penting bagikeberhasilan individu, masyarakat, dan bangsa Indonesia dalam menjawab tantangan zaman pada tingkat global. Penguasaan Bahasa Jepang dapat diperoleh

Lebih terperinci

Cerita Rakyat Sebagai Media Keterampilan Berbahasa

Cerita Rakyat Sebagai Media Keterampilan Berbahasa JURNAL INOVASI PENDIDIKAN Volume 1 Nomer 2, September 2017, Halaman 12-18 Cerita Rakyat Sebagai Media Keterampilan Berbahasa Elva Riezky Maharany Universitas Islam Malang elvmaharany@gmail.com Abstract:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menulis. Keempat aspek keterampilan berbahasa itu saling berhubungan dalam proses

BAB 1 PENDAHULUAN. menulis. Keempat aspek keterampilan berbahasa itu saling berhubungan dalam proses BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran BIPA sangat penting untuk penutur asing karena saat ini Indonesia sudah terbuka di mata dunia internasional. Pembelajaran BIPA memiliki empat aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan situasi tidak resmi akan memberikan kesan menghormati terhadap keadaan sekitar.

BAB I PENDAHULUAN. dan situasi tidak resmi akan memberikan kesan menghormati terhadap keadaan sekitar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan sarana komunikasi yang dijadikan sebagai perantara dalam pembelajaran. Penggunaan bahasa sesuai dengan kedudukannya yaitu pada situasi resmi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI PEMBELAJARAN KEMAMPUAN MENULIS DIALOG SEDERHANA MELALUI METODE KONTEKSTUAL

BAB II LANDASAN TEORI PEMBELAJARAN KEMAMPUAN MENULIS DIALOG SEDERHANA MELALUI METODE KONTEKSTUAL 17 BAB II LANDASAN TEORI PEMBELAJARAN KEMAMPUAN MENULIS DIALOG SEDERHANA MELALUI METODE KONTEKSTUAL 2.1 Kedudukan Pembelajaran Menulis Dialog Sederhana Dalam KTSP Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Kelas

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL PRASASTI (Pragmatik: Sastra dan Linguistik)

SEMINAR NASIONAL PRASASTI (Pragmatik: Sastra dan Linguistik) KETERAMPILAN BERBICARA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA MELALUI PENDEKATAN PRAGMATIK PADA SISWA SMA Oleh: Hesti Muliawati, S.S., M.Pd. Abstrak Bahasa Indonesia berperan sebagai alat untuk mempersatukan

Lebih terperinci

PROSES PEMBENTUKAN KOMPETENSI BAHASA

PROSES PEMBENTUKAN KOMPETENSI BAHASA PROSES PEMBENTUKAN KOMPETENSI BAHASA Bahasa, baik bahasa pertama maupun bahasa kedua dapat berkembang di berbagai tempat; di rumah, di luar rumah, di kelas, dan di tempat-tempat lain (Van Lier, 1989).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pragmatik memiliki lima bidang kajian salah satunya deiksis. berarti penunjukan atau hal petunjuk dalam sebuah wacana atau tuturan.

BAB I PENDAHULUAN. Pragmatik memiliki lima bidang kajian salah satunya deiksis. berarti penunjukan atau hal petunjuk dalam sebuah wacana atau tuturan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pragmatik ialah ilmu bahasa yang mempelajari makna berdasarkan situasi dan tempat tuturan dilakukan. Levinson (dalam Suwandi, 2008: 64) menyatakan pragmatik adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selalu terlibat dalam komunikasi, baik bertindak sebagai komunikator

BAB I PENDAHULUAN. selalu terlibat dalam komunikasi, baik bertindak sebagai komunikator BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat sebagai sarana komunikasi. Setiap anggota masyarakat dan komunitas tertentu selalu terlibat dalam

Lebih terperinci

Kurikulum Bahasa Arab Berbasis Kompetensi Oleh Syihabuddin *)

Kurikulum Bahasa Arab Berbasis Kompetensi Oleh Syihabuddin *) Kurikulum Bahasa Arab Berbasis Kompetensi Oleh Syihabuddin *) Pengantar Kurikulum merupakan cerminan dari filosofi, keyakinan, dan cita-cita suatu bangsa. Melalui dokumen tersebut, seseorang dapat mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi atau berinteraksi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi atau berinteraksi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Interaksi sosial memainkan peran dalam masyarakat individu atau kelompok. Interaksi diperlukan untuk berkomunikasi satu sama lain. Selain itu, masyarakat membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia dengan. terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia dengan. terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Penegasan Judul 1. Latar Belakang Pembelajaran Bahasa Indonesia di arahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai sarana 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai sarana berkomunikasi dan berinteraksi dengan sesamanya. Hal ini karena fungsi bahasa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam keterampilan berbahasa baik berbicara, menyimak, membaca maupun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam keterampilan berbahasa baik berbicara, menyimak, membaca maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam keterampilan berbahasa baik berbicara, menyimak, membaca maupun menulis tidak lepas dari penguasaan aspek kebahasaan. Terlebih dalam keterampilan menulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk pemersatu antarsuku, bangsa dan budaya, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. untuk pemersatu antarsuku, bangsa dan budaya, sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang digunakan sebagai alat komunikasi untuk pemersatu antarsuku, bangsa dan budaya, sehingga perkembangan bahasa Indonesia saat ini

Lebih terperinci

03Teknik RAGAM BAHASA DALAM BAHASA INDONESIA. Ragam Lisan dan Tulisan Bahasa Indonesia Baku Ragam Lisan dan Tulisan Bahasa Indonesia Tidak Baku

03Teknik RAGAM BAHASA DALAM BAHASA INDONESIA. Ragam Lisan dan Tulisan Bahasa Indonesia Baku Ragam Lisan dan Tulisan Bahasa Indonesia Tidak Baku Modul ke: RAGAM BAHASA DALAM BAHASA INDONESIA Fakultas 03Teknik Ragam Lisan dan Tulisan Bahasa Indonesia Baku Ragam Lisan dan Tulisan Bahasa Indonesia Tidak Baku SUGENG WINARNA, M.Pd Program Studi Mesin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. interaksi dan kerjasama dalam kehidupan sehari-hari. Dengan berinteraksi,

BAB I PENDAHULUAN. interaksi dan kerjasama dalam kehidupan sehari-hari. Dengan berinteraksi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada hakekatnya manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi dan kerjasama dalam kehidupan sehari-hari. Dengan berinteraksi, manusia dapat memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 2001: 21). Sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 2001: 21). Sebagai alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa (language) merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengantar Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah menjadi suatu wilayah yang kompleks masyarakatnya. Keadaan ini terjadi karena sekarang semakin

Lebih terperinci

PRATIWI AMALLIYAH A

PRATIWI AMALLIYAH A KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN DEMONSTRATIF PADA WACANA DIALOG JAWA DALAM KOLOM GAYENG KIYI HARIAN SOLOPOS EDISI BULAN JANUARI-APRIL 2010 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek pengajaran yang sangat penting, mengingat bahwa setiap orang menggunakan bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prosa dalam pengertian kesusastraan disebut fiksi (fiction), teks naratif

BAB I PENDAHULUAN. Prosa dalam pengertian kesusastraan disebut fiksi (fiction), teks naratif BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prosa dalam pengertian kesusastraan disebut fiksi (fiction), teks naratif atau wacana naratif. Istilah fiksi dalam pengertian ini berarti cerita rekaan atau cerita

Lebih terperinci

MATA KULIAH KEBAHASAAN PROGRAM DIK DAN NONDIK

MATA KULIAH KEBAHASAAN PROGRAM DIK DAN NONDIK ANCANGAN PRAKTIKUM MATA KULIAH KEBAHASAAN PROGRAM DIK DAN NONDIK 1. TUJUAN Secara umum, tujuan praktikum mata kuliah kebahasaan di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FPBS UPI adalah agar mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang. Dalam mata

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang. Dalam mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Peningkatan hasil belajar siswa merupakan tujuan yang ingin selalu dicapai oleh para pelaksana pendidikan dan peserta didik. Tujuan tersebut dapat berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sepanjang hidupnya, manusia tidak pernah terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi tersebut, manusia memerlukan sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana

BAB I PENDAHULUAN. dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah dapat terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana untuk mengungkapkan ide,

Lebih terperinci

UJI KOMPETENSI 2013 MATA PELAJARAN BAHASA ARAB

UJI KOMPETENSI 2013 MATA PELAJARAN BAHASA ARAB Pedagogik Standar Memahami berbagai Menguasai teori teori belajar dan prinsipprinsip belajar dan prinsipprinsip pembelajaran pembelajaran yang mendidik terkait yang mendidik dengan mata pelajaran yang

Lebih terperinci

Standar Kompetensi Guru KD Indikator Esensial

Standar Kompetensi Guru KD Indikator Esensial Kompetensi Utama Standar Kompetensi Guru KD Indikator Esensial St. Inti/SK Kompet. Guru Mapel Pedagogik Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran bahasa Mandarin sebagai bahasa asing Menguasai

Lebih terperinci

RAGAM BAHASA DALAM BAHASA INDONESIA

RAGAM BAHASA DALAM BAHASA INDONESIA Modul ke: RAGAM BAHASA DALAM BAHASA INDONESIA Ragam Lisan dan Tulisan Bahasa Indonesia Baku Ragam Lisan dan Tulisan Bahasa Indonesia Tidak Baku Fakultas Dadi Waras Suhardjono, S.S., M.Pd. Program Studi

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN HIBAH BERSAING. Oleh

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN HIBAH BERSAING. Oleh EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN HIBAH BERSAING Pengembangan Model Pembelajaran Tematik Berorientasi Life Skills untuk Kelas Permulaan Sekolah Dasar Oleh Ketua Dr. Arju Muti'Ah, M.Pd NIDN:0012036007 Anggota

Lebih terperinci

Bahasa Indonesia. Ragam Bahasa. Dwi Septiani, S.Hum., M.Pd. Modul ke: Fakultas Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Manajemen

Bahasa Indonesia. Ragam Bahasa. Dwi Septiani, S.Hum., M.Pd. Modul ke: Fakultas Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Manajemen Bahasa Indonesia Modul ke: Ragam Bahasa Fakultas Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id Dwi Septiani, S.Hum., M.Pd. Hakikat Bahasa Kedudukan Bahasa Kedudukannya Sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dilakukan. Akan tetapi penelitian tentang interferensi bahasa telah banyak dilakukan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dilakukan. Akan tetapi penelitian tentang interferensi bahasa telah banyak dilakukan. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Relevan Sebelumnya Kajian tentang penggunaan bahasa Suwawa khususnya di lingkungan masyarakat Kecamatan Bone Raya Kabupaten Bone Bolango belum pernah dilakukan. Akan tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa jurnalistik merupakan ragam bahasa tersendiri yang dipakai dalam

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa jurnalistik merupakan ragam bahasa tersendiri yang dipakai dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa menjadi bagian penting bagi manusia secara mayoritas dan menjadi milik masyarakat pemakainya. Salah satu aplikasi bahasa sebagai alat komunikasi adalah penggunaan

Lebih terperinci

USUL KEGIATAN PENGABDIAN MASYARAKAT PROGRAM PENGEMBANGAN INDIVIDUAL DOSEN TAHUN 2014/2015

USUL KEGIATAN PENGABDIAN MASYARAKAT PROGRAM PENGEMBANGAN INDIVIDUAL DOSEN TAHUN 2014/2015 USUL KEGIATAN PENGABDIAN MASYARAKAT PROGRAM PENGEMBANGAN INDIVIDUAL DOSEN TAHUN 2014/2015 PENINGKATAN KOMPETENSI BERBAHASA INDONESIA GURU MIM DI KECAMATAN MATESIH MELALUI KEGIATAN BEDAH SOAL UJI KEMAHIRAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia membutuhkan interaksi dengan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia membutuhkan interaksi dengan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia membutuhkan interaksi dengan manusia lain. Proses interaksi tersebut terjadi karena adanya komunikasi antar anggota masyarakat.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Riqoh Fariqoh, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. Riqoh Fariqoh, 2013 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Moeflich (2011) mengatakan bahwa pengajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing merupakan salah satu cara untuk mengenalkan bahasa Indonesia ke negera-negara lain,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa tidak pernah lepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa tidak pernah lepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa tidak pernah lepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Setiap komunitas masyarakat selalu menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, baik secara lisan maupun

Lebih terperinci

STRATEGI PEMBELAJARAN DALAM MATA KULIAH BAHASA MANDARIN I DI PRODI S1 PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS FIB UB

STRATEGI PEMBELAJARAN DALAM MATA KULIAH BAHASA MANDARIN I DI PRODI S1 PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS FIB UB STRATEGI PEMBELAJARAN DALAM MATA KULIAH BAHASA MANDARIN I DI PRODI S1 PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS FIB UB Diah Ayu Wulan Dosen Sastra Cina FIB UB diahayuwulan96@yahoo.co.id Abstrak Bahasa Mandarin merupakan

Lebih terperinci

PEMAKAIAN DEIKSIS SOSIAL DALAM TAJUK RENCANA HARIAN KOMPAS EDISI JANUARI FEBRUARI 2010 SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan

PEMAKAIAN DEIKSIS SOSIAL DALAM TAJUK RENCANA HARIAN KOMPAS EDISI JANUARI FEBRUARI 2010 SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan PEMAKAIAN DEIKSIS SOSIAL DALAM TAJUK RENCANA HARIAN KOMPAS EDISI JANUARI FEBRUARI 2010 SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Akibatnya, banyak masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Akibatnya, banyak masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia memiliki kedudukan sangat penting, yaitu sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Di samping bahasa Indonesia, terdapat juga bahasa daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Tujuan. Tujuan pembuatan makalah ini salah satunya adalah untuk memenuhi tugas bahasa Indonesia dan bertujuan untuk :

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Tujuan. Tujuan pembuatan makalah ini salah satunya adalah untuk memenuhi tugas bahasa Indonesia dan bertujuan untuk : BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Bahasa memiliki peranan penting dalam kehidupan, karena selain digunakan sebagaialat komunikasi secara langsung, bahasa juga dapat digunakan sebagai alat komunikasi

Lebih terperinci

PENINGKATAN MUTU PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING (BIPA) YANG PROFESIONAL

PENINGKATAN MUTU PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING (BIPA) YANG PROFESIONAL PENINGKATAN MUTU PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING (BIPA) YANG PROFESIONAL Oleh: Khaerudin Kurniawan FPBS Universitas Pendidikan Indonesia Ketika tingkat peradaban manusia

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah

METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah penelitian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ilham Zamzam Nurjaman, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian  Ilham Zamzam Nurjaman, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kurikulum mengamanatkan agar pembelajaran bahasa di sekolah diselenggarakan secara lebih bermakna. Melalui pembelajaran bahasa, siswa memperoleh keahlian

Lebih terperinci

KISI-KISI KOMPETENSI PEDAGOGIK DAN PROFESIONAL GURU SD/MI

KISI-KISI KOMPETENSI PEDAGOGIK DAN PROFESIONAL GURU SD/MI KISI-KISI KOMPETENSI PEDAGOGIK DAN PROFESIONAL GURU SD/MI Kompetensi Subkompetensi Indikator Esensial Deskriptor A. Memiliki kompetensi kepribadian sebagai pendidik B. Memiliki kompetensi pedagogik 1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan produk dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan. wacana. Tindak tutur dapat pula disebut tindak ujar.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan produk dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan. wacana. Tindak tutur dapat pula disebut tindak ujar. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak tutur terdapat dalam komunikasi bahasa. Tindak tutur merupakan produk dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan kesatuan terkecil dari komunikasi

Lebih terperinci

PENANDA KOHESI SUBSITUSI PADA WACANA KOLOM TAJUK RENCANA SUARA MERDEKA BULAN AGUSTUS 2009 SKRIPSI

PENANDA KOHESI SUBSITUSI PADA WACANA KOLOM TAJUK RENCANA SUARA MERDEKA BULAN AGUSTUS 2009 SKRIPSI PENANDA KOHESI SUBSITUSI PADA WACANA KOLOM TAJUK RENCANA SUARA MERDEKA BULAN AGUSTUS 2009 SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemakaian bahasa Indonesia mulai dari sekolah dasar (SD) sampai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pemakaian bahasa Indonesia mulai dari sekolah dasar (SD) sampai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedudukan bahasa Indonesia saat ini semakin mantap sebagai wahana komunikasi, baik dalam hubungan sosial maupun dalam hubungan formal. Pemakaian bahasa Indonesia mulai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Fungsi dan tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia berdasarkan Kurikulum

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Fungsi dan tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia berdasarkan Kurikulum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fungsi dan tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Bahasa Indonesia tahun 2006 bertujuan untuk menjadikan

Lebih terperinci

PENANDA KOHESI SUBTITUSI PADA WACANA KOLOM JATI DIRI JAWA POS EDISI BULAN JANUARI 2008

PENANDA KOHESI SUBTITUSI PADA WACANA KOLOM JATI DIRI JAWA POS EDISI BULAN JANUARI 2008 PENANDA KOHESI SUBTITUSI PADA WACANA KOLOM JATI DIRI JAWA POS EDISI BULAN JANUARI 2008 SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Retnosari, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Retnosari, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa adalah alat komunikasi antarmanusia. Tanpa bahasa, manusia akan sulit berinteraksi dengan orang lain. Menurut data dari Stephen Juan, Ph.D, seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki fungsi: (a) lambang

BAB I PENDAHULUAN. negara. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki fungsi: (a) lambang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia memiliki status sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki fungsi: (a) lambang kebanggaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterampilan menulis merupakan salah satu bagian dari empat keterampilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterampilan menulis merupakan salah satu bagian dari empat keterampilan A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Keterampilan menulis merupakan salah satu bagian dari empat keterampilan berbahasa yang saling mempengaruhi yakni berbicara, menyimak, dan membaca. Keterampilan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS TERBUKA UPBJJ BANDUNG

UNIVERSITAS TERBUKA UPBJJ BANDUNG UNIVERSITAS TERBUKA UPBJJ BANDUNG SOAL TUGAS TUTORIAL III Nama Mata Kuliah : Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD Kode/SKS : PDGK 4504/3 (tiga) Waktu : 60 menit/pada pertemuan ke-7 I. PILIHLAH SALAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penulis) maupun sebagai komunikan (mitra-bicara, penyimak, atau pembaca).

BAB I PENDAHULUAN. penulis) maupun sebagai komunikan (mitra-bicara, penyimak, atau pembaca). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah terlepas dari peristiwa komunikasi. Setiap anggota masyarakat dan komunitas tertentu selalu terlibat dalam komunikasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu lain yang berasal dari daerah atau wilayah lain. Oleh karena itu, bahasa. Indonesia dijadikan sebagai bahasa nasional.

BAB I PENDAHULUAN. individu lain yang berasal dari daerah atau wilayah lain. Oleh karena itu, bahasa. Indonesia dijadikan sebagai bahasa nasional. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan di negara Indonesia. Bahasa Indonesia menjadi perantara bagi lapisan masyarakat dalam berkomunikasi, khususnya bagi

Lebih terperinci

Rancangan Silabus BAHASA INDONESIA SEBAGAI MATAKULIAH UMUM Suatu Tinjauan Pendekatan Pragmatik Oleh : Yuniseffendri. Abstrak

Rancangan Silabus BAHASA INDONESIA SEBAGAI MATAKULIAH UMUM Suatu Tinjauan Pendekatan Pragmatik Oleh : Yuniseffendri. Abstrak Rancangan Silabus BAHASA INDONESIA SEBAGAI MATAKULIAH UMUM Suatu Tinjauan Pendekatan Pragmatik Oleh : Yuniseffendri Abstrak Singuistik tradisional mengkaji bahasa berdasarkan komponen kebahasan, meliputi

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

SATUAN ACARA PERKULIAHAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH KODE : Evaluasi Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) : IN317 Dr. Nuny Sulistiany Idris, M.Pd. Ida Widia, M.Pd. JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk,

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wacana ialah satuan bahasa yang terdiri atas seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk, 2006: 49). Menurut

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan Penelitian jenis proses campur kode menunjukkan hasil yang berbeda-beda antara bahasa yang satu dan bahasa yang lain karena subjek penelitian mereka pun berbeda-beda, baik dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan berbahasa seorang manusia tidak luput dari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan berbahasa seorang manusia tidak luput dari perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakanng Perkembangan berbahasa seorang manusia tidak luput dari perkembangan psikologi menusia tersebut. Kita dapat melihat hal tersebut pada pertumbuhan seorang anak dari

Lebih terperinci