BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dipaparkan penjelasan mengenai teori dari variabelvariabel

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dipaparkan penjelasan mengenai teori dari variabelvariabel"

Transkripsi

1 BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dipaparkan penjelasan mengenai teori dari variabelvariabel yang diteliti dalam penelitian ini. 2.1 Motivasi Berprestasi Pengertian Motivasi Menurut Sobur (2009) motivasi adalah seluruh proses gerakan, termasuk situasi yang mendorong dan dorongan yang timbul dari diri sendiri dengan memiliki tujuan akhir. Sobur (2009) juga mengatakan bahwa motivasi itu berarti membangkitkan daya gerak atau menggerakkan seseorang atau diri sendiri untuk berbuat sesuatu dalam rangka mencapai suatu kepuasaan atau tujuan. Sedangkan menurut Blanchard & Thacker (2010) motivasi adalah suatu arahan, dorongan, persistensi, dan sejumlah usaha yang dikeluarkan seseorang untuk mencapai tujuan yang spesifik. Lebih jauh, menurut Gea, Wulandari, dan Babari (2002) motivasi juga merupakan daya dorong yang mengarahkan perilaku seseorang dan segala kekuatannya untuk mencapai tujuan yang diinginkannya, yang muncul dari keinginan untuk memenuhi kebutuhan. Berdasarakan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah sejumlah proses daya gerak yang menyebabkan timbulnya, diarahkannya dan terjadinya dorongan-dorongan yang dikeluarkan oleh seseorang dengan segala kekuatannya untuk mencapai tujuan spesifik yang diinginkannya. 1

2 Jenis-Jenis Motivasi McClelland (dalam Walgito, 2010) berpendapat bahwa motivasi itu dapat dibedakan dalam : 1) Motivasi untuk berprestasi (Need of Achievement) Motivasi untuk berprestasi merupakan dorongan untuk mengungguli orang lain, mendapatkan prestasi, berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar yang ada untuk mencapai suatu kesuksesan. Individu yang mempunyai tingkat motivasi untuk berprestasi cukup tinggi akan meningkatkan performancenya untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. 2) Motivasi untuk berkuasa (Need of Power) Motivasi untuk berkuasa adalah motivasi yang membuat orang lain berprilaku dalam suatu cara dimana orang-orang itu tanpa dipaksa tidak akan berprilaku demikian atau suatu bentuk ekspresi dari individu untuk mengendalikan dan mempengaruhi orang lain. Motivasi untuk berkuasa ini sangat berhubungan dengan motivasi dalam mencapai suatu posisi kepemimpinan. 3) Motivasi untuk berafiliasi atau bersahabat (Need of Affiliation) Motivasi untuk berafiliasi adalah keinginan untuk berhubungan antar pribadi yang ramah dan akrab. Individu merefleksikan keinginan untuk mempunyai hubungan yang erat, selalu mencari teman dan mempertahankan hubungan yang telah dibina dengan individu tersebut, kooperatif dan penuh sikap persahabatan dengan pihak lain.

3 Pengertian Motivasi Berprestasi Menurut Santrock (2003), motivasi berprestasi itu adalah keinginan untuk menyelesaikan sesuatu demi tercapainya suatu standar kesuksesan atau melakukan usaha dengan tujuan untuk mendapatkan suatu kesuksesan. Sedangkan menurut McClelland dan Atkinson (dalam Djiwandono, 2002), motivasi yang paling penting untuk seseorang mendapatkan prestasi yang baik adalah motivasi berprestasi, dimana seseorang cenderung berjuang untuk mencapai sukses atau memilih kegiatan yang berorientasi untuk tujuan kesuksesan. Atkinson dan Raynor (dalam Santrock, 2003) menambahkan bahwa seseorang yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi, memiliki harapan untuk sukses yang lebih besar daripada ketakutan akan kegagalan, serta tekun pada setiap usahanya ketika menghadapi tugas dan keadaan yang sulit. Lebih jauh, menurut Hawadi (2001), motivasi berprestasi adalah daya penggerak dalam diri untuk mencapai prestasi sesuai dengan yang ditetapkan oleh individu itu sendiri. Hawadi (2001) menambahkan bahwa seseorang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan menampilkan tingkah laku yang berbeda dengan orang yang memiliki motivasi berprestasi yang rendah Karakteristik atau Ciri-ciri Motivasi Berprestasi Beberapa penelitian memaparkan karakteristik motivasi berprestasi. Karakteristik motivasi berprestasi tersebut adalah :

4 4 1. Pemilihan Tugas a. Tingkat Kesulitan Tugas Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi biasanya mempunyai kecenderungan untuk berorientasi pada tugas (McClelland, 1987; Morgan dkk, 1987). Mereka memilih tugas yang memiliki kesulitan yang sedang daripada tugas yang memiliki tingkat kesulitan tinggi atau rendah (Santrock, 2001; Kingston & White, dalam Setiawati, 1996). Mereka mempunyai tujuan yang realistic dengan derajat kesukaran yang sedang dimana memungkinkan mereka untuk berhasil. (McCleland & Winter, dalam McCleland, 1987). b. Tugas-tugas yang Menantang Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi senang dengan tugas-tugas yang menantang (Enggen & Kauchak, 1997; Parson dkk, 2001). Sebaliknya, individu yang memiliki motivasi berprestasi rendah menghindari tugas-tugas yang menantang (Eggen & Kauchak, 1997). Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi mencari tugas-tugas yang menantang dimana mereka merasa tugas tersebut dapat mereka selesaikan dengan usaha dan ketekunan (Ormrod, 2003). c. Tugas-tugas yang memperlihatkan keunggulan Individu ini lebih mencoba untuk mengerjakan dan menyelesaikan lebih banyak tugas serta tertarik dalam memilih tugas dalam persaingan dimana mereka berkesempatan untuk bersaing dengan orang lain karena situasi persaingan terdapat kemungkinan untuk melebihi orang lain. (McClelland, 1987).

5 5 2. Kebutuhan akan Umpan Balik Untuk karakteristik ini, seorang individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi dapat menerima dan menginginkan umpan balik yang bersifat korektif (Eggen & Kauchak, 1997: Parson dkk, 2001). Mereka memperhatikan umpan balik konkrit dari bagaimana cara mereka mengerjakan tugas dimana umpan balik ini selanjutnya akan dipergunakan untuk memperbaiki prestasinya. (McClelland & Winter, dalam McClelland, 1987). 3. Ketangguhan dalam Mengerjakan Tugas Individu dengan motivasi berprestasi tinggi selalu berusaha mengatasi rintangan untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan (Kingson & White, dalam Setiawati, 1996). Mereka gigih dalam mengejar waktu yang mereka sudah tetapkan untuk mengerjakan tugas-tugas yang sulit dan gigih untuk bekerja dengan baik (Santrock, 2001; Parson dkk, 2001). 4. Pengambilan Tanggung Jawab Individu yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi mempunyai kecenderungan untuk menyelesaikan tugas-tugas yang dikerjakannya (McClelland, 1987). Mereka bertanggung jawab terhadap permasalahan yang mereka hadapi (Morgan dkk, 1987).

6 6 5. Penambahan Usaha-usaha tertentu Individu yang memiliki motivasi berprestasi rendah biasanya melakukan usaha-usaha kecil dalam menghadapi ujian atau tugas yang mereka hadapi (Eggen & Kauchak, 1997). Individu dengan motivasi berprestasi tinggi cenderung untuk memperbesar usahanya agar berhasil (Pintrich & Schunk, 1996). 6. Prestasi yang Diraih Individu dengan motivasi berprestasi rendah mempunyai standar nilai yang rendah, sedangkan individu dengan motivasi berprestasi tinggi memiliki standar nilai yang tinggi (Eggen & Kauchak, 1997). Individu dengan motivasi berprestasi tinggi menetapkan standar kemampuan yang lebih tinggi begitu standar yang terdahulu dapat dilampaui. (Ormrod, 2003). 7. Kepuasan dalam Mengerjakan Tugas Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi merasa berhasil dan merasa puas apabila telah mengerjakan tugas (McClelland & Winter, dalam McClelland, 1987; Morgan dkk, 1987). Mereka merasa puas apabila telah melakukan tugas dengan sebaik mungkin secara umum didasarkan pada keunggulan yang ditetapkan oleh dirinya sendiri (Kingston & White, dalam Setiawati, 1996).

7 7 8. Ketakutan akan Kegagalan Individu dengan motivasi berprestasi tinggi memiliki harapan untuk sukses yang lebih kuat daripada ketakutan akan kegagalan (Ormrod, 2003). Sedangkan individu dengan motivasi berprestasi rendah cenderung merasakan ketakutan akan kegagalan dan melakukan perlindungan dari perasaan malu pada saat melakukan kegagalan (Eggen & Kauchah, 1997) Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Berprestasi McClelland (dalam Siregar,2006) menyebutkan ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi motivasi berprestasi seseorang, yaitu : 1. Keluarga Motivasi berprestasi seseorang dapat dipengaruhi oleh lingkungan sosial seperti orangtua dan teman (Eastwood, 1983). Sedangkan McClelland dalam Schultz & Schultz (1994) mengatakan bahwa bagaimana cara orangtua mengasuh anak berpengaruh terhadap motivasi berprestasi anak. 2. Konsep Diri Konsep diri merupakan bagaimana seseorang berfikir mengenai dirinya sendiri. Apabila individu percaya bahwa dirinya mampu untuk melakukan sesuatu, maka individu akan termotivasi untuk melakukan hal tersebut sehinggah berpengaruh dalam bertingkah laku.

8 8 3. Jenis Kelamin Prestasi yang tinggi biasanya diidentifikasikan dengan maskulinitas, sehinggah banyak para wanita belajar tidak maksimal khususnya jika wanita tersebut berada diantara para pria, yang menurut Stein & Bailey (dalam Fernald & Fernald, 1999) sering disebut sebagai motivasi menghindari kesuksesan. 4. Pengakuan dan Prestasi Individu akan lebih termotivasi untuk bekerja lebih keras apabila dirinya merasa diperdulikan, dihargai atau diperhatikan oleh orang lain serta dirinya mendapatkan prestasi yang baik Pengukuran Motivasi Berprestasi Ada berbagai macam cara yang dapat dilakukan dalam mengukur tingkat motivasi berprestasi dari seseorang. Morgan, King, Weisz, dan Schopler (1986) menyebutkan bahwa alat ukur yang paling sering dipergunakan adalah : 1. Tes Proyeksi Pengukurannya yaitu dengan cara menyimpulkan tema dari cerita yang dibuat oleh individi berdasarkan gambar yang diperlihatkan kepadanya. Adapun tes proyeksi ini yang paling terkenal dalam mengukur motivasi berprestasi yaitu Thematic Apperception test (TAT) dari McClelland yang merupakan modifikasi dari Murray.

9 9 2. Kuesioner Alat ini terdiri atas sejumlah pernyataan atau pertanyaan tentang apa yang akan dilakukan atau apa yang lebih suka dilakukan oleh individu. 3. Observasi tingkah laku dalam situasi tertentu 4. Analisa karya seni atau literatur dari tulisan individu yang bersangkutan. Dari beberapa alat ukur yang telah diutarakan diatas, dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan alat ukur berupa kuesioner dalam bentuk skala. Adapun kuesioner ini sendiri merupakan suatu daftar yang berisikan suatu rangkaian pertanyaan atau pernyataan mengenai suatu hal dalam suatu bidang untuk memperoleh data berupa jawaban-jawaban dari para responden dalam suatu penelitian (Koentjaraningrat, dalam Oktarina, 2002). 2.2 Pola Asuh Pengertian Pola Asuh Pola asuh orang tua merupakan perilaku yang diterapkan pada anak dan bersifat relatif konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh anak dari segi negatif maupun positif (Nuraeni, 2006). Menurut Meichati (1978) Pola asuh didefinisikan sebagai perlakuan orang tua dalam rangka memenuhi kebutuhan, memberi perlindungan, dan mendidik anak dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan pola asuh menurut Darling (1999) adalah aktivitas kompleks yang melibatkan banyak perilaku spesifik yang bekerja secara individual dan bersama-sama untuk mempengaruhi anak.

10 10 Sementara menurut Huxley (2002) pola asuh merupakan cara di mana orangtua menyampaikan atau menetapkan kepercayaan mereka tentang bagaimana menjadi orangtua yang baik atau buruk. Berdasarakan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pola asuh adalah proses aktivitas orang tua untuk mempengaruhi anak dimana orang tua menanamkan nilai-nilai yang dipercayai kepada anak dalam rangka mendidik anak, memberi perlindungan serta memenuhi kebutuhan sehari-hari Jenis-Jenis Pola Asuh Baumrind (1966) mengemukakan tiga jenis pola pengasuhan yang diterapkan orangtua kepada anak-anaknya, yaitu : 1. Pola pengasuhan authoritarian (otoriter) Orang tua dalam pola pengasuhan ini cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti dengan cara memaksa, memerintah ataupun menghukum. Tujuannya adalah untuk membentuk, mengendalikan, dan mengevaluasi perilaku dan sikap anak sesuai dengan standar yang sudah ditentukan. Mereka menganggap bahwa diri mereka lah otoritas tertinggi dalam sebuah keluarga. Oleh karena itu mereka tidak menerima dan mengenal arti kata kompromi dan komunikasi yang sifatnya dua arah. Mereka cenderung membatasi segala aktifitas anak serta meminta anakanak mereka untuk harus menerima dan melakukan segala sesuatu yang mereka minta. Mereka percaya dengan membatasi segala aktifitas anak serta sikap anak yang menerima dan melakukan segala sesuatu yang mereka minta adalah salah satu bentuk hormat dan tanggung jawab kepada orang tua.

11 11 2. Pola pengasuhan authoritative (otoritatif) Orang tua dalam pola pengasuhan ini lebih mengutamakan kepentingan serta kebutuhan anak dan mereka lebih mengarahkan kegiatan anak dalam bentuk sikap rasional. Mereka mempunyai sikap lebih terbuka dalam hal kompromi dan komunikasi yang sifatnya dua arah. Mereka memberikan kebebasan kepada anak dalam mengatur dan melakukan segala aktifitasnya tetapi mereka juga memberikan batasan antara kesenangan dan tugas serta antara kebebasan dan tanggung jawab. Mereka membuat dan menetapkan peraturan keluarga dengan mempertimbangkan perkembangan anak mereka menjadi lebih baik, bukan dengan pertimbangan apa yang anak mereka sukai atau tidak. 3. Pola pengasuhan permissive (permisif). Orang tua dalam pola pengasuhan ini memberikan kebebasan yang lebih besar kepada anak dalam melakukan dan mengatur segala aktifitasnya sendiri, bahkan dalam pengambilan keputusan. Orang tua dalam pola pengasuhan ini juga memiliki sikap tidak memberikan hukuman kepada anak yang melakukan kesalahan. Mereka membuat diri mereka sebagai sosok pemenuh kebutuhan sehari-hari saja tetapi tidak membuat diri mereka sebagai sosok ideal yang dapat dicontoh oleh anak mereka dikemudian hari Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh Supartini (2004) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi pola pengasuhan orangtua kepada anak-anaknya, yaitu :

12 12 1. Usia Orangtua Rentang usia tertentu adalah baik untuk menjalankan peran pengasuhan. Apabila terlalu tua atau muda mungkin tidak dapat menjalankan peran tersebut secara optimal karena diperlukan kekuatan fisik dan psikososial. 2. Keterlibatan Orangtua Kedekatan ibu dan anak sama pentingnya dengan ayah dan anak walaupun secara kodrati akan ada perbedaan. Didalam rumah tangga ayah dapat melibatkan dirinya melakukan peran pengasuhan dengan cara bekerja sama dengan ibu dalam melakukan pengasuhan terhadap anak. 3. Pendidikan Orangtua Shifrin dalam Wong (2001) dalam Supartini (2004) mengemukakan beberapa cara yang dapat dilakukan orangtua untuk lebih siap menjalankan peran pengasuhan dan diantaranya berasal dari latar belakang pendidikan orangtua. 4. Pengalaman dalam Mengasuh Anak Orangtua yang telah mempunyai pengalaman sebelumnya dalam merawat anak akan lebih siap menjalankan pengasuhan. 5. Stress Orangtua

13 13 Stress yang dialami orangtua akan mempengaruhi kemampuan orangtua dalam menjalankan peran pengasuhannya terutama dalam kaitannya dengan startegi Coping yang dimiliki oleh anak. 6. Hubungan Suami Istri Hubungan yang kurang harmonis antara suami istri akan berdampak pada kemampuan dalam menjalankan perannya sebagai orangtua dan merawat serta mengasuh anak dengan penuh rasa bahagia Karakteristik Anak Berdasarkan Pola Asuh Papalia, dkk (2007) mengatakan pola pengasuhan orang tua akan berdampak pada karakteristik perilaku anak. Karakteristik tersebut adalah : 1) Pola pengasuhan otoritatif membuat karakteristik anak menjadi lebih mandiri, mampu mengatasi masalah dengan pengendalian stress yang baik, dapat berkerja sama dengan orang lain, dan lebih mempunyai motivasi untuk mendapatkan hal-hal baru. 2) Pola pengasuhan otoriter membuat karakteristik anak menjadi lebih penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, cemas, tidak percaya diri dan sukar dalam bekerja sama dengan orang lain. 3) Pola pengasuhan permisif membuat karakteristik anak menjadi lebih agresif dalam bertindak, kurang mandiri, tidak patuh mentaati peraturan yang ada, dan mempunyai sikap mau menang sendiri Pengukuran Pola Asuh

14 14 Ada berbagai macam cara yang dapat dilakukan dalam mendapati jenis pola pengasuhan seseorang. Morgan, King, Weisz, dan Schopler (1986) menyebutkan bahwa alat ukur yang paling sering dipergunakan adalah :

15 15 1. Kuesioner Alat ini terdiri atas sejumlah pernyataan atau pertanyaan tentang apa yang akan dilakukan atau apa yang lebih suka dilakukan oleh individu. 2. Observasi tingkah laku dalam situasi tertentu 3. Analisa karya seni atau literature dari tulisan individu yang bersangkutan. 4. Wawancara Dari beberapa alat ukur yang telah diutarakan diatas, dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan alat ukur berupa kuesioner dalam bentuk skala. Adapun kuesioner ini sendiri merupakan suatu daftar yang berisikan suatu rangkaian pertanyaan atau pernyataan mengenai suatu hal dalam suatu bidang untuk memperoleh data berupa jawaban-jawaban dari para responden dalam suatu penelitian (Koentjaraningrat, dalam Oktarina, 2002). 2.3 Mahasiswa Remaja Remaja atau adolescene berasal dari bahasa latin adolescere yang berarti tumbuh atau menjadi dewasa. Istilah ini mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 1999). Monks (1999) membagi remaja dalam tiga kelompok usia, yaitu : 1. Early Adolescence (remaja awal)

16 16 Berada pada rentang usia tahun. Pada masa ini terdapat sikap dan sifat negatif yang belum terlihat dalam masa kanak-kanak. Individu sering merasa bingung, cemas, takut, dan gelisah (Ahmadi & Sholeh, 1991). 2. Middle Adolescence (remaja pertengahan) Berada pada rentang usia tahun. Pada masa ini individu menginginkan sesuatu dan mencari-cari sesuatu. Merasa sunyi dan merasa tidak bisa mengerti dan tidak dimengerti oleh orang lain. (Ahmadi & Sholeh, 1991). 3. Late Adolescence (remaja akhir) Berada pada rentang usia tahun. Pada masa ini, individu mulai merasa stabil, mulai mengenal dirinya, mulai menyadari tujuan hidup dan mempunyai pendirian tertentu. (Ahmadi & Sholeh, 1991) Mahasiswa Pengertian Mahasiswa Kamisa (1997) mengartikan bahwa mahasiswa merupakan individu yang belajar di perguruan tinggi. Montgomery dalam Papalia dkk (2007) menjelaskan bahwa perguruan tinggi atau universitas dapat menjadi sarana atau tempat untuk seorang individu dalam mengembangkan kemampuan intelektual, kepribadian, khususnya dalam melatih keterampilan verbal dan berfikir kritis. Mahasiswa menurut Monks, dkk (2001) dalam perkembangannya berada pada kategori remaja akhir yang berada dalam rentang usia tahun. Ditambahkan oleh Papalia, dkk (2007) bahwa pada usia ini termasuk dalam tahap perkembangan dari remaja atau adolescence menuju dewasa muda atau

17 17 young adulthood. Pada usia ini, perkembangan individu ditandai dengan adanya pencarian identitas diri, adanya pengaruh dari lingkungan, serta sudah mulai dapat membuat keputusan untuk diri mereka sendiri Ciri-ciri Mahasiswa Mahasiswa merupakan anggota masyarakat yang mempunyai ciri-ciri tertentu, antara lain (Kartono, 1985) : 1. Mempunyai kemampuan dan kesempatan untuk belajar di perguruan tinggi. 2. Diharapkan dapat bertindak sebagai pemimpin yang mampu dan terampil. 3. Diharapkan dapat menjadi daya penggerak yang dinamis bagi proses modernisasi. 4. Diharapkan dapat memasuki dunia kerja sebagai tenaga yang berkualitas dan professional. 2.4 Motivasi Berprestasi dan Pola Asuh Mahasiswa sering mengalami masalah, salah satunya merasa tidak mampu mengikuti pelajaran tertentu sehingga mengulang beberapa kali pelajaran tersebut. Hal ini dapat menyebabkan mahasiswa akan pesimis terhadap masa depannya, keinginan untuk sukses semakin surut, yang akhirnya dapat mempengaruhi motivasi berprestasinya (Prabandari, 1989). Bagi Mahasiswa, motivasi untuk berprestasi dan tampil baik merupakan faktor penting bagi keberhasilan di bangku perkuliahan (Ariyanto & Prawasti dalam Siregar 2006). Untuk mengembangkan motivasi berprestasi perlu peran

18 18 orangtua yang menetapkan suatu standar performance yang tinggi (McClelland dalam Schultz & Schultz, 1994). Ini sejalan dengan penelitian oleh Moh. Surya (1979). Moh. Surya melakukan penelitian pada siswa SMA se-kotamadya Bandung dan menemukan bahwa faktor-faktor non intelektual mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap keberhasilan siswa. Salah satu faktornya adalah keluarga. Hal ini menunjukan bahwa keluarga khususnya orangtua sangat penting bagi keberhasilan siswa khususnya dalam bidang akademik. Begitu juga dalam penelitian Manis Rihernati (1997) yang meneliti tentang hubungan intensitas perhatian orangtua terhadap prestasi belajar siswa kelas II SMA Negeri Cirebon menunjukan bahwa perhatian orangtua memberikan peranan positif dan signifikan terhadap prestasi belajar. Menurut penelitian tersebut, munculnya kemampuan siswa dalam mencapai prestasi belajar yang relatif tinggi merupakan hasil gabungan dari berfungsinya faktor-faktor diri siswa seperti minat dan bakat serta berfungsinya faktor-faktor pendukung seperti fasilitas, guru, serta orangtua dan sebagainya. Dengan kata lain bahwa perhatian orangtua merupakan salah satu faktor pendukung yang mempengaruhi anak mencapai prestasi belajar. Kedua penelitian itu juga dikuatkan oleh penelitian oleh Arin Dwi aryani (1999) yang meneliti tentang hubungan persepsi pola asuh orangtua dengan motivasi berprestasi siswa kelas II SMAN Cimahi, dimana penelitian ini menunjukan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara pola asuh Authoritarian dengan motivasi berprestasi siswa dan terdapat hubungan yang positif antara pola asuh Authoritative dengan motivasi berprestasi siswa. Hal ini juga serupa dengan penelitian Siti Rachmi (2000) terhadap siswa kelas II SMAN Baleendah Bandung yang menunjukan bahwa pola asuh Authoritarian dan Permissive yang diterapkan akan semakin rendah motivasi berprestasi siswa

19 19 sedangkan pola asuh Authoritative dapat meningkatkan motivasi berprestasi siswa. Penelitian-penelitian tersebut memperlihatkan bahwa pola asuh orangtua sebagai salah satu faktor dan aspek penting yang dapat mendukung perilaku siswa atau anak untuk mencapai prestasi yang baik. Pola asuh orangtua berpengaruh terhadap perkembangan intelektual anak, termasuk perkembangan motivasi berprestasi anak tersebut. Apabila pola asuh orangtua dapat menunjang motivasi berprestasi yang tinggi, tentu prestasi belajar anak juga akan tinggi.

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa dimana seseorang menghadapi banyak. persoalan dan konflik, termasuk diantaranya kebingungan dalam proses

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa dimana seseorang menghadapi banyak. persoalan dan konflik, termasuk diantaranya kebingungan dalam proses BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masa remaja merupakan masa dimana seseorang menghadapi banyak persoalan dan konflik, termasuk diantaranya kebingungan dalam proses menemukan jati diri (Kartono,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Definisi mahasiswa menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Kamisa,

BAB 2 LANDASAN TEORI. Definisi mahasiswa menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Kamisa, BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Mahasiswa yang Bekerja 2.1.1 Definisi Mahasiswa Definisi mahasiswa menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Kamisa, 1997), bahwa mahasiswa merupakan individu yang belajar di perguruan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh 1.1 Definisi Pengasuhan adalah kegiatan kompleks yang mencakup berbagai tingkah laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh anak (Darling,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, SARAN

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, SARAN 67 BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, SARAN 5.1 Simpulan Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kecemasan dengan motivasi berprestasi dalam menghadapi Ujian Nasional pada siswa SMAN unggulan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah usia seseorang yang sedang dalam masa transisi yang sudah tidak lagi menjadi anak-anak, dan tidak bisa juga dinilai dewasa, saat usia remaja ini anak ingin

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Motivasi Motivasi berasal dari bahasa latin yaitu movere yang berarti bergerak (move). Motivasi menjelaskan apa yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu, dan membantu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Santrock menyebutkan bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa. perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Santrock menyebutkan bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa. perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja Santrock menyebutkan bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 34 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif merupakan pendekatan penelitian yang memungkinkan dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk kemajuan pembangunan. Salah satu lembaga pendidikan yang penting adalah perguruan tinggi.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Motivasi Berprestasi 1. Pengertian Motivasi Berprestasi Suatu prestasi atau achievement berkaitan erat dengan harapan (expection). Inilah yang membedakan motivasi berprestasi dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pola Asuh Orang Tua 2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua Menurut Hurlock (1999) orang tua adalah orang dewasa yang membawa anak ke dewasa, terutama dalam masa perkembangan. Tugas

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Ahmadi, A. & Sholeh, M. (1991). Psikologi Perkembangan. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

DAFTAR PUSTAKA. Ahmadi, A. & Sholeh, M. (1991). Psikologi Perkembangan. Jakarta : PT. Rineka Cipta. DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, A. & Sholeh, M. (1991). Psikologi Perkembangan. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Amadhi. Indatia, R. (2008). Pengaruh pola asuh orang tua terhadap prestasi belajar siswa kelas XI IPS

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Stres Definisi Stres Istilah stres mempunyai banyak definisi, beberapa definisi tentang stres adalah sebagai berikut:

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Stres Definisi Stres Istilah stres mempunyai banyak definisi, beberapa definisi tentang stres adalah sebagai berikut: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Stres 2.1.1 Definisi Stres Istilah stres mempunyai banyak definisi, beberapa definisi tentang stres adalah sebagai berikut: Sarafino (2008) mengartikan stres adalah kondisi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara berpikir remaja mengarah pada tercapainya integrasi dalam hubungan sosial (Piaget dalam Hurlock, 1980).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan kearah yang lebih baik tetapi perubahan ke arah yang semakin buruk pun terus berkembang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup perusahaan. Orang (manusia) merupakan elemen yang selalu

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup perusahaan. Orang (manusia) merupakan elemen yang selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi ini, perusahaan menyadari akan pentingnya sumber daya manusia. Keberhasilan suatu perusahaan ditentukan oleh sumber daya yang ada di dalamnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam sepanjang hidupnya individu mempunyai tugas perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam sepanjang hidupnya individu mempunyai tugas perkembangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sepanjang hidupnya individu mempunyai tugas perkembangan yang berbeda pada masing-masing tahapannya, pada masa dewasa merupakan masa yang paling lama dialami

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Motivasi Berprestasi 2.1.1. Pengertian Motivasi Berprestasi Motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti dorongan atau daya penggerak. Motivasi adalah penting karena dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kematangan Emosi Chaplin (2011) mengartikan kematangan (maturation) sebagai: (1) perkembangan, proses mencapai kemasakan/usia masak, (2) proses perkembangan, yang dianggap berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Konsumtif 1. Pengertian Perilaku Konsumtif Menurut Schiffman & Kanuk (2004), konsumen yang melakukan pembelian dipengaruhi motif emosional seperti hal-hal yang bersifat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara BAB II LANDASAN TEORI A. Harga Diri 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara positif atau negatif (Santrock, 1998). Hal senada diungkapkan oleh

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP AGRESIFITAS ANAK DI TAMAN KANAK-KANAK KARTIKA 1-61 PADANG

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP AGRESIFITAS ANAK DI TAMAN KANAK-KANAK KARTIKA 1-61 PADANG 1 HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP AGRESIFITAS ANAK DI TAMAN KANAK-KANAK KARTIKA 1-61 PADANG Yozi Dwikayani* Abstrak- Masalah dalam penelitian ini yaitu banyaknya orang tua murid TK Kartika 1-61 Padang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. Hasil dari penelitian menunjukkan Ho ditolak sehingga ada hubungan

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. Hasil dari penelitian menunjukkan Ho ditolak sehingga ada hubungan BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Simpulan Penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan, antara lain: 1. Uji Korelasi Hasil dari penelitian menunjukkan Ho ditolak sehingga ada hubungan antara self-efficacy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang diselenggarakan di dalamnya.

Lebih terperinci

ASERTIVITAS DALAM PEMILIHAN STUDI LANJUT SISWA KELAS XII SMA DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH ORANGTUA NASKAH PUBLIKASI

ASERTIVITAS DALAM PEMILIHAN STUDI LANJUT SISWA KELAS XII SMA DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH ORANGTUA NASKAH PUBLIKASI ASERTIVITAS DALAM PEMILIHAN STUDI LANJUT SISWA KELAS XII SMA DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH ORANGTUA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial (zoon politicon). Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial (zoon politicon). Sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial (zoon politicon). Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat melepaskan diri dari jalinan sosial, dimana manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Berprestasi 1. Pengertian Motivasi Berprestasi Motivasi berasal dari kata movere yang berarti dorongan atau daya gerak. Motivasi adalah penting karena dengan adanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhi oleh kematangan emosi baik dari suami maupun istri. dengan tanggungjawab dan pemenuhan peran masing-masing pihak yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhi oleh kematangan emosi baik dari suami maupun istri. dengan tanggungjawab dan pemenuhan peran masing-masing pihak yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan bagi manusia merupakan hal yang penting, karena dengan menikah seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara biologis, psikologis maupun secara

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Pengertian Remaja Pada umumnya remaja didefiniskan sebagai masa peralihan atau transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun

Lebih terperinci

Universitas Kristen Maranatha

Universitas Kristen Maranatha 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan atau proses pembelajaran mempunyai peran yang amat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan Bangsa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas. Istilah pubertas juga istilah dari adolescent yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap BAB II LANDASAN TEORI II. A. Harga Diri II. A. 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri secara rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar

BAB I PENDAHULUAN. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Motivasi Berprestasi 2.1.1 Pengertian Motivasi Motivasi (motivation) melibatkan proses yang memberikan energi, mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adolescence yang berasal dari kata dalam bahasa latin adolescere (kata

BAB I PENDAHULUAN. adolescence yang berasal dari kata dalam bahasa latin adolescere (kata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara psikologis perubahan merupakan situasi yang paling sulit untuk diatasi oleh seseorang, dan ini merupakan ciri khas yang menandai awal masa remaja. Dalam perubahannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan suatu bentuk Organisasi. Organisasi menggambarkan

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan suatu bentuk Organisasi. Organisasi menggambarkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan merupakan suatu bentuk Organisasi. Organisasi menggambarkan adanya suatu aktivitas kerja anggota-anggotanya sesuai dengan fungsi dan tugas yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan globalisasi serta perubahan-perubahan lain yang terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan globalisasi serta perubahan-perubahan lain yang terjadi di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tantangan globalisasi serta perubahan-perubahan lain yang terjadi di sekolah menjadi beberapa sumber masalah bagi siswa SMAN 2 Bangkinang Barat, jika siswa tidak dapat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Tentang Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Pengertian mandiri berarti mampu bertindak sesuai keadaan tanpa meminta atau tergantung pada orang lain. Mandiri adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berlangsung sejak usia 10 atau 11 tahun, atau bahkan lebih awal yang disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah masa remaja. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. adalah masa remaja. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia pasti akan mengalami perkembangan ke arah yang lebih sempurna. Salah satu tahap perkembangan dalam kehidupan manusia adalah masa remaja. Masa remaja merupakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. kebutuhan ini tercermin dengan adanya dorongan untuk meraih kemajuan dan

BAB II LANDASAN TEORI. kebutuhan ini tercermin dengan adanya dorongan untuk meraih kemajuan dan BAB II LANDASAN TEORI A. Motivasi Berprestasi 1. Definisi Motivasi berprestasi Menurut Mc. Clelland (1987) motivasi berprestasi adalah sebuah kebutuhan untuk dapat bersaing atau melampaui standar pribadi.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas BAB II KAJIAN TEORI A. Self Efficacy 1. Pengertian Self Efficacy Sejarah self efficacy pertama kali diperkenalkan oleh Bandura dalam pembelajaran sosial, dimana self efficacy merupakan turunan dari teori

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Peranan ibu sangat banyak, peranan ibu sebagai istri dan ibu dari anak

BAB II TINJAUAN TEORI. Peranan ibu sangat banyak, peranan ibu sebagai istri dan ibu dari anak BAB II TINJAUAN TEORI A. Ibu bekerja Ibu adalah wanita yang melahirkan anak (Purwadarminta, 2003). Peranan ibu sangat banyak, peranan ibu sebagai istri dan ibu dari anak anaknya, ibu mempunyai peran untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bila arah pembangunan mulai memusatkan perhatian terhadap upaya peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. bila arah pembangunan mulai memusatkan perhatian terhadap upaya peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di usia republik yang sudah melebihi setengah abad ini, sudah sepatutnya bila arah pembangunan mulai memusatkan perhatian terhadap upaya peningkatan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti melahirkan anak, merawat anak, menyelesaikan suatu permasalahan, dan saling peduli antar anggotanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diharapkan oleh kelompok sosial, serta merupakan masa pencarian identitas untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diharapkan oleh kelompok sosial, serta merupakan masa pencarian identitas untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang penuh konflik, karena masa ini adalah periode perubahan dimana terjadi perubahan tubuh, pola perilaku dan peran yang diharapkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang pelatihan berpikir optimis untuk meningkatkan harga diri pada remaja di panti asuhan.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 12 BAB II LANDASAN TEORI A. Remaja 1. Pengertian Remaja Kata remaja berasal dari bahasa latin yaitu dari kata adolescence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (Hurlock, 1980). Secara psikologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal ini adalah rumah tangga, yang dibentuk melalui suatu perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal ini adalah rumah tangga, yang dibentuk melalui suatu perkawinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga adalah salah satu unsur pokok dalam masyarakat. Keluarga dalam hal ini adalah rumah tangga, yang dibentuk melalui suatu perkawinan mempunyai tujuan untuk membina

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Motivasi 1. Pengertian Kata motivasi berasal dari bahasa latin yaitu movere, yang berarti bergerak ( move ). Motivasi menjelaskan apa yang membuat orang melakukan sesuatu, membuat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Prestasi Akademik A.1. Pengertian Prestasi Akademik Prestasi akademik merupakan perubahan dalam hal kemampuan yang disebabkan karena proses belajar. Bentuk hasil proses belajar

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka 147 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan: a. Remaja kelas XII SMA PGII 1 Bandung tahun ajaran 2009/2010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara sekianbanyak ciptaan-nya, makhluk ciptaan yang menarik, yang

BAB I PENDAHULUAN. antara sekianbanyak ciptaan-nya, makhluk ciptaan yang menarik, yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna di antara sekianbanyak ciptaan-nya, makhluk ciptaan yang menarik, yang dapat mengidentifikasikan apa yang dilakukannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hana Nailul Muna, 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hana Nailul Muna, 2016 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peserta didik di SMA memasuki masa late adolescence yang berada pada rentang usia 15-18 tahun. Santrock (2007) menjelaskan, remaja mengalami berbagai perubahan

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang

Lebih terperinci

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. LA TAR BELAKANG MASALAH Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prokrastinasi Akademik 2.1.1 Pengertian Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan pro yang berarti mendorong maju atau bergerak maju dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dukungan Keluarga 1. Pengertian Keluarga Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998) Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Teori Komunikasi Keluarga Pengertian Komunikasi

TINJAUAN PUSTAKA Teori Komunikasi Keluarga Pengertian Komunikasi 7 TINJAUAN PUSTAKA Teori Komunikasi Keluarga Pengertian Komunikasi Komunikasi merupakan suatu cara untuk memengaruhi individu agar si pemberi pesan (sender) dan si penerima pesan (receiver) saling mengerti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan terbesar yang dihadapi siswa adalah masalah yang berkaitan dengan prestasi, baik akademis maupun non akademis. Hasil diskusi kelompok terarah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan yang terjadi semakin ketat, individu dituntut untuk memiliki tingkat pendidikan yang memadai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi segala kebutuhan dan keinginan dan keinginan, misalnya dalam bersosialisasi dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepadaorang lain. Kemandirian dalam kamus psikologi yang disebut independence yang

BAB II LANDASAN TEORI. dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepadaorang lain. Kemandirian dalam kamus psikologi yang disebut independence yang BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Kemandirian 2.1.1. Pengertian Kemandirian Menurut Sumahamijaya, 2003 Kemandirian berasal dari kata mandiri yang berarti dalam keadaan dapat berdiri sendiri, tidak bergantungpada

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendapatnya secara terbuka karena takut menyinggung perasaan orang lain. Misalnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendapatnya secara terbuka karena takut menyinggung perasaan orang lain. Misalnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini masih terdapat orang - orang tidak mampu untuk menyatakan pendapatnya secara terbuka karena takut menyinggung perasaan orang lain. Misalnya mengemukakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Self-efficacy Self-efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep Self efficacy pertama kali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan bebas, sumber daya manusia yang diharapkan adalah yang

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan bebas, sumber daya manusia yang diharapkan adalah yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia saat ini sedang menghadapi era globalisasi dan perdagangan bebas, sumber daya manusia yang diharapkan adalah yang berkualitas. Maka untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan intelektual dan kognitif. Kemampuan intelektual ini ditandai

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan intelektual dan kognitif. Kemampuan intelektual ini ditandai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa kanak-kanak akhir disebut juga sebagai usia sekolah dasar. Pada periode ini, anak dituntut untuk melaksanakan tugas belajar yang membutuhkan kemampuan intelektual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan akademik (kognitif) saja namun juga harus diseimbangkan dengan kecerdasan emosional, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007). 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun belakangan. Seseorang bisa dikatakan anak jalanan apabila berumur dibawah 18 tahun, yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja ditandai oleh perubahan yang besar diantaranya kebutuhan untuk beradaptasi dengan perubahan fisik dan psikologis, pencarian identitas dan membentuk hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usia 4-6 tahun merupakan waktu paling efektif dalam kehidupan manusia untuk mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertanyaan tersebut dapat dinyatakan tanpa berbelit-belit dan dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertanyaan tersebut dapat dinyatakan tanpa berbelit-belit dan dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Asertif 1. Pengertian Asertif menurut Corey (2007) adalah ekspresi langsung, jujur dan pada tempatnya dari pikiran, perasaan, kebutuhan, atau hak-hak seseorang tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan mengalami perubahan-perubahan bertahap dalam hidupnya. Sepanjang rentang kehidupannya tersebut,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu yang menyebabkan

BAB II KAJIAN TEORITIS. diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu yang menyebabkan BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Motif Berprestasi Ditinjau dari asal katanya, motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Friz Oktaliza, 2015). Menurut WHO (World Health Organization), remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun, menurut

BAB I PENDAHULUAN. dalam Friz Oktaliza, 2015). Menurut WHO (World Health Organization), remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun, menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi dari anak-anak menuju dewasa, dimana terjadi kematangan fungsi fisik, kognitif, sosial, dan emosional yang cepat pada laki-laki

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menjelaskan mengenai desain dari penelitian, subjek penelitian (populasi, sampel, dan metodologi pengambilan sampel), definisi operasional variabel penelitian, setting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi. Motivasi berprestasi (achievement motivation) berarti dorongan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi. Motivasi berprestasi (achievement motivation) berarti dorongan yang 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Berprestasi 1. Pengertian Motivasi Berprestasi Motivasi berprestasi (achievement motivation) berarti dorongan yang menyebabkan terjadinya aktivitas aktivitas seseorang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu

BAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu BAB II LANDASAN TEORI A. Sibling Rivalry 1. Pengertian Sibling Rivalry Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu keluarga yang sama, teristimewa untuk memperoleh afeksi atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka diperlukan partisipasi penuh dari putra-putri bangsa Indonesia di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. maka diperlukan partisipasi penuh dari putra-putri bangsa Indonesia di berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang giatgiatnya membangun. Agar pembangunan ini berhasil dan berjalan dengan baik, maka diperlukan partisipasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dukungan Sosial Orang Tua Definisi dukungan sosial mengacu pada kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan yang diberikan orang lain atau kelompok kepada individu (Sarafino,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan menguraikan beberapa teori terkait dengan judul yang peneliti sampaikan diatas. Di dalam bab ini akan menguraikan teori mengenai kematangan karir, motivasi berprestasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seseorang, seiring harapan untuk memiliki anak dari hasil pernikahan.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seseorang, seiring harapan untuk memiliki anak dari hasil pernikahan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa menjadi orang tua merupakan masa yang alamiah terjadi dalam kehidupan seseorang, seiring harapan untuk memiliki anak dari hasil pernikahan. Menjadi orangtua membutuhkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PENYESUAN SOSIAL 1. Pengertian Penyesuaian sosial merupakan suatu istilah yang banyak merujuk pada proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, diantaranya dalam bidang pendidikan seperti tuntutan nilai pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, diantaranya dalam bidang pendidikan seperti tuntutan nilai pelajaran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dari waktu ke waktu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi makin pesat mengikuti arus globalisasi yang semakin hebat. Akibat dari fenomena ini antara lain

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Identitas Ego 2.1.1 Definisi Identitas Ego Untuk dapat memenuhi semua tugas perkembangan remaja harus dapat mencapai kejelasan identitas (sense of identity) yang berkaitan dengan

Lebih terperinci