BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi. Motivasi berprestasi (achievement motivation) berarti dorongan yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi. Motivasi berprestasi (achievement motivation) berarti dorongan yang"

Transkripsi

1 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Berprestasi 1. Pengertian Motivasi Berprestasi Motivasi berprestasi (achievement motivation) berarti dorongan yang menyebabkan terjadinya aktivitas aktivitas seseorang untuk berprestasi. Motivasi ini dikatakan sebagai sesuatu yang melatarbelakangi terjadinya perilaku seseorang untuk berprestasi. Sedangkan menurut Mc.Clelland (dalam Walgito, 2010) motivasi berprestasi dapat diartikan sebagai suatu dorongan yang muncul karena adanya suatu rangsangan yang menggerakkan individu untuk dapat menyelesaikan suatu tugas yang sifatnya menantang atau dapat bekerja dengan lebih baik, lebih cepat dan efisien untuk mencapai prestasi yang diinginkan. Menurut Susanto dan Nurhayati (2013) motivasi berprestasi adalah dorongan seseorang untuk meraih kesuksesan. Kesuksesan bukanlah sesuatu yang instan, tetapi melalui proses yang panjang. Orang yang memiliki kecenderungan kuat untuk meraih prestasi selalu berusaha bekerja keras, berusaha mengatasi masalah, berkomitmen, dan berusaha lebih baik dibanding yang lain. Winkel (2009) mengartikan motivasi berprestasi sebagai keseluruhan daya penggerak psikis di dalam diri yang dapat menimbulkan kegiatan, menjamin kelangsungan kegiatan dan memberikan arah pada kegiatan untuk 13

2 14 berprestasi demi tercapainya tujuan. Motivasi berprestasi merupakan penentuan diri yang mengarah pada keberhasilan dalam aktivitas tertentu di mana seseorang terlibat, misalnya dalam lingkup akademik, pekerjaan, maupun kompetisi olahraga. Jadi dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa motivasi berprestasi merupakan suatu dorongan yang timbul oleh adanya rangsangan dari dalam maupun dari luar sehingga seseorang berkeinginan untuk berprestasi demi tercapainya tujuan. Biasanya seseorang yang memiliki motivasi tinggi, maka seseorang tersebut cenderung memiliki semangat yang tinggi dan tidak mudah patah semangat. 2. Aspek-aspek Motivasi Berprestasi Menurut McClelland (dalam Walgito, 2010), ciri-ciri orang yang mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi yaitu: a. Mempunyai tanggung jawab pribadi. Siswa yang mempunyai motivasi berprestasi akan melakukan tugas sekolah atau bertanggung jawab terhadap pekerjaannya. Siswa yang bertanggung jawab terhadap pekerjaan akan puas dengan hasil pekerjaan karena merupakan hasil usahanya sendiri. b. Menetapkan nilai yang akan dicapai atau menetapkan standar unggulan. Siswa menetapkan nilai yang akan dicapai. Nilai itu lebih tinggi dari nilai sendiri (internal) atau lebih tinggi dengan nilai yang dicapai oleh orang lain (eksternal). Untuk mencapai nilai yang sesuai dengan standar keunggulan, siswa harus menguasai secara tuntas materi pelajaran.

3 15 c. Berusaha bekerja kreatif. Siswa yang kreatif memiliki motivasi tinggi, gigih dan giat menyelesaikan tugas menggunakan cara yang kreatif. Siswa mempergunakan beberapa cara belajar yang diciptakannya sendiri, sehingga siswa lebih menguasai materi pelajaran dan akhirnya memperoleh prestasi yang tinggi. d. Berusaha mencapai cita-cita Siswa yang mempunyai cita-cita akan berusaha sebaik-baiknya dalam belajar atau mempunyai motivasi yang tinggi dalam belajar. Siswa akan rajin mengerjakan tugas, belajar dengan keras, tekun dan ulet dan tidak mundur waktu belajar. Siswa akan mengerjakan tugas sampai selesai dan bila mengalami kesulitan ia akan membaca kembali bahan bacaan yang telah diterangkan guru, mengulangi mengerjakan tugas yang belum selesai. Keberhasilan pada setiap kegiatan sekolah dan memperoleh hasil yang baik akan memungkinkan siswa mencapai cita-citanya. e. Memiliki tugas yang moderat. Memiliki tugas yang moderat yaitu memiliki tugas yang tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Siswa dengan motivasi berpretasi yang tinggi, yang harus mengerjakan tugas yang sangat sukar, akan tetapi mengerjakan tugas tersebut dengan membagi tugas menjadi beberapa bahagian, yang tiap bagian lebih mudah menyelesaikanya. f. Melakukan kegiatan sebaik-baiknya Siswa yang mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi akan melakukan semua kegiatan belajar sebaik mungkin dan tidak ada kegiatan lupa

4 16 dikerjakan. Siswa membuat kegiatan belajar dari mentaati jadwal tersebut. Siswa selalu mengikuti kegiatan belajar dan mengerjakan soal-soal latihan walaupun tidak disuruh guru serta memperbaiki tugas yang salah. Siswa juga akan melakukan kegiatan belajar jika ia mempunyai buku pelajaran dan perlengkapan belajar yang dibutuhkan dan melakukan kegiatan belajar sendiri atau bersama secara berkelompok. g. Mengadakan antisipasi. Mengadakan atisipasi maksudnya melakukan kegiatan untuk menghindari kegagalan atau kesulitan yang mungkin terjadi. Antisipasi dapat dilakukan siswa dengan menyiapkan semua keperluan atau peralatan sebelum pergi ke sekolah. Siswa datang ke sekolah lebih cepat dari jadwal belajar atau jadwal ujian, mencari soal atau jawaban untuk latihan. Siswa menyokong persiapan belajar yang perlu dan membaca materi pelajaran yang akan di berikan guru pada hari berikutnya. Heckhausen & Heckhausen (2008) mengungkapkan karakteristik individu yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi. Menurutnya, orang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi memiliki ciri-ciri diantaranya: a. Berorientasi Sukses. Bahwa jika individu diharapkan pada situasi berprestasi ia merasa optimis bahwa sukses akan diraihnya dalam mengerjakan tugas. Seseorang lebih terdorong oleh harapan untuk sukses dari pada menghindar tetapi gagal. b. Berorientasi Kedepan.

5 17 Bahwa seseorang mempunyai kehendak dan tujuan yang luhur di masa mendatang dengan memperhatikan waktu. Seseorang cenderung membuat tujuan-tujuan yang hendak dicapainya dalam waktu yang akan datang dan ia menghargai waktu serta ia lebih dapat menangguhkan pemuasan untuk mendapatkan penghargaan di waktu mendatang. c. Suka Tantangan. Seorang lebih suka jenis tugas yang cukup rawan antara sukses dan gagal. Dan hal itu menjadikan pendorong baginya untuk melaksanakan dengan sungguh-sungguh, suka situasi prestasi yang mengandung resiko yang cukup untuk gagal, dan suka akan perbedaan dan kekhasan tersendiri sesuai dengan kompetensi profesional yang dimiliki. Dengan demikian, maka secara tidak langsung akan mempengaruhi kualitas motivasi dan pencapaian prestasi belajar pada siswa. d. Tangguh. Seorang apabila dihadapkan pada suatu tugas yang berat sekalipun tidak mudah menyerah, tetap bekerja dengan baik untuk mencapai prestasi terbaiknya dibanding dengan orang lain, dalam melakukan tugas-tugasnya menunjukkan keuletannya, dan tidak mudah putus asa dan berusaha terus sesuai dengan kemampuannya. Motivasi berprestasi pada siswa sekolah akan terlihat dari usaha-usaha untuk mendapatkan nilai atau rangking tertinggi di kelas, sekolah maupun tingkat diatasnya. Siswa yang mempunyai motivasi berprestasi akan menunjukkan kemauan yang keras dan berusaha keras untuk berprestasi, serta

6 18 mempunyai tujuan dan orientasi jauh ke depan. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti memberikan penekanan pada aspek-aspek motivasi berprestasi yang dikemukakan oleh Heckhausen & Heckhausen (2008) yaitu berorientasi sukses, berorientasi ke depan, suka tantangan dan tangguh. 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Berprestasi Menurut Woolfolk (2012) faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi terbagi menjadi dua sumber yaitu : a. Faktor intrinsik Faktor intrinsik adalah faktor yang timbul dari dalam diri seseorang untuk berbuat sesuatu (berprestasi) atau sesuatu yang mendorong bertindak seperti nilai-nilai yang terkandung didalam obyek itu sendiri. Faktor intrinsik adalah kecenderungan natural untuk mencari dan mengatasi tantangan karena seseorang mengikuti minat personal dan menggunakan kemampuan atau kapasitasnya. Saat seseorang termotivasi secara intrinsik, seseorang tidak akan membutuhkan insentif atau hukuman, karena aktivitas itu sendiri merupakan suatu reward. b. Faktor ekstrinsik Faktor ekstrinsik adalah faktor yang timbul dari luar atau lingkungan. Seseorang melakukan sesuatu dengan tujuan untuk memperoleh suatu peringkat, menghindari hukuman, mematuhi guru atau alasan alasan lain yang berkaitan dengan tugas itu sendiri. Faktor ekstrinsik dalam berprestasi antara lain berupa penghargaan, pujian, hukuman, celaan, atau ingin meniru tingkah laku seseorang.

7 19 Menurut Hurlock (2010) ada dua faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi, yaitu: a. Faktor Pribadi 1) Keinginan untuk mencapai apa yang dicita citakannya. 2) Pengalaman masa lampau : keberhasilan akan memperkuat keinginan untuk mencapai prestasi dan kegagalan akan melemahkan keinginan tersebut. 3) Pola kepribadian : Sikap yang aktif, tidak minder dan percaya diri untuk memperkuat keinginan dalam meraih prestasi. b. Faktor lingkungan 1) Harapan sosial, yang menekankan bila seseorang berhasil dalam salah satu bidang, maka orang tersebut juga dapat berhasil dalam bidang lainnya sesuai dengan yang diharapkan. 2) Tekanan teman sekolah, yang menekankan bahwa setiap anggota kelompok harus memikirkan kepentingan kelompok serta menyumbangkan pengetahuannya pada orang lain terutama anggota kelompok yang bersangkutan. 3) Penghargaan sosial bagi prestasi tinggi dan ketidakacuhan atau penolakan sosial bagi prestasi rendah. 4) Tradisi budaya yang beranggapan bahwa semua orang dapat mencapai apa yang diinginkannya jika usahanya cukup keras. Menurut Crow dan Crow (dalam Syah, 2008) faktor faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi antara lain:

8 20 a. Faktor psikologis Faktor psikologis merupakan faktor aktivitas yang memberikan dorongan pada individu untuk belajar. Faktor psikologis meliputi : 1) Inteligensi Taraf kecerdasan (inteligensi) yang dimiliki individu akan menentukan atau mempengaruhi prestasi belajar yang diraihnya. Individu dengan taraf kecerdasan tinggi diharapkan memiliki prestasi yang tinggi pula 2) Kepribadian Faktor pribadi seseorang turut memegang peranan dalam pencapaian prestasi belajarnya. Seseorang yang mempunyai sikap pasif, rendah diri dan kurang percaya diri dapat menjadi penghambat bagi individu dalam mencapai prestasi belajarnya. b. Faktor lingkungan Faktor lingkungan dalam hal ini dibagi menjadi tiga golongan, yaitu: 1) Lingkungan sekolah Lingkungan sekolah ini menyangkut sejauh mana kebutuhan siswa dalam berprestasi di sekolah, meliputi fasilitas yang disediakan, hubungan antara siswa dengan guru dan hubungan antar siswa itu sendiri, terutama dengan teman sebaya di sekolah. Bila seorang siswa merasa kebutuhannya untuk berprestasi dengan baik di sekolah terpenuhi, termasuk hubungan yang harmonis antara guru dan teman

9 21 sekelasnya, maka siswa akan terdorong untuk terus meningkatkan prestasinya. 2) Lingkungan masyarakat Lingkungan masyarakat adalah lingkungan sekitar tempat individu hidup dan bergaul sehari hari. Lingkungan sekitar terbanyak memberikan rangsangan intelektual dan akan membantu meningkatkan prestasi belajarnya 3) Lingkungan keluarga Suasana keluarga yang harmonis, hangat, dan memberikan rasa aman akan membuat anak merasa bebas untuk bereksplorasi. Seorang anak yang diberi kesempatan untuk mengekspresikan diri dan berhasil akan merasa tertantang untuk dapat meraih prestasi yang lebih baik. Suasana keluarga disini juga mencakup pola asuh orangtua terhadap anaknya. Pola asuh orangtua dapat bersifat otoriter, demokratis dan permisif, sedangkan pola asuh yang digunakan dalam penelitian ini adalah pola asuh demokratis. Pola asuh ini menggunakan pendekatan musyawarah dan melibatkan anak untuk menyelesaikan serta mengambil keputusan secara bersama-sama. Pola asuh ini banyak digunakan dalam masyarakat, meskipun pola asuh otoriter dan permisif masih ada yang melakukan. Menurut Fernald dan Fernald (dalam Mubiar, 2011) ada empat faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi yaitu:

10 22 a. Pengaruh keluarga dan kebudayaan Besarnya kebebasan yang diberikan orangtua kepada anaknya, jenis pekerjaan orangtua dan jumlah serta urutan anak dalam suatu keluarga memiliki pengaruh yang sangat besar dalam perkembangan motivasi berprestasi. Produk-produk kebudayaan pada suatu negara seperti cerita rakyat sering mengandung tema-tema prestasi yang bisa meningkatkan semangat warga negaranya. b. Kepercayaan diri Apabila seorang individu percaya pada dirinya mampu untuk melakukan sesuatu, maka individu akan termotivasi untuk melakukan hal tersebut sehingga berpengaruh dalam bertingkah laku. c. Pengaruh dari jenis kelamin Prestasi yang tinggi biasanya diidentikkan dengan maskulinitas, sehingga banyak wanita yang belajar tidak maksimal khususnya jika wanita tersebut berada di antara para pria. d. Pengakuan dan prestasi (lingkungan) Individu akan termotivasi untuk bekerja keras jika dirinya merasa dipedulikan oleh orang lain. Berdasarkan uraian diatas dapat dibuat kesimpulan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap motivasi berprestasi ada dua yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Penelitian ini mengambil salah satu dari faktor intrinsik yaitu kepercayaan diri dan faktor ekstrinsik yaitu persepsi pola asuh demokratis orangtua. Kedua faktor seringkali menghambat motivasi sisva dalam

11 23 berprestasi. Apabila siswa percaya mempunyai kepercayaan diri maka ia akan mampu untuk melakukan sesuatu. Siswa tersebut akan termotivasi untuk melakukan hal tersebut sehingga berpengaruh dalam bertingkah laku. Kepercayaan diri pada siswa seringkali kurang tepat, banyak siswa senang mengunggah foto dan kegiatan melalui media sosial namun mereka kurang percaya diri ketika berada di kelas seperti menjawab atau mengajukan pertanyaan, diskusi dan sebagainya. Penelitian Pribadi dan Brotowidagdo (2012) menunjukkan ada hubungan yang signifikan dengan arah yang positif antara kepercayaan diri dengan motivasi berprestasi. Disamping faktor kepercayaan diri masih banyak orangtua hanya menyerahkan sepenuhnya pendidikan kepada sekolah dan kurang komunikasi dengan anaknya sendiri, sehingga kemauan orangtua dan siswa berbeda. Banyak orangtua siswa mempunyai pola asuh yang berbeda-beda seperti memberikan kebebasan sepenuhnya keapa anak, ada juga yang mengekang anaknya ssesuai dengan keinginananya. Kedua hal tersebut tentunya tidak bisa diharapkan akan membuat motivasi siswa berprestasi menjadi tinggi. Penelitian Rahmaisya, dkk (2011) menunjukkan ada perbedaan motivasi berprestasi dengan gaya pengasuhan orangtua. B. Kepercayan Diri 1. Pengertian Kepercayaan Diri Kepercayaan diri secara bahasa menurut Vandenbos (2006) adalah percaya pada kapasitas kemampuan diri dan terlihat sebagai kepribadian yang

12 24 positif. Pendapat itu menunjukkan bahwa orang yang percaya diri memiliki keyakinan untuk sukses. Sementara itu, Lauster (2008) menyatakan bahwa kepercayaan diri ialah suatu sikap atau perasaan yakin akan kemampuan diri sendiri sehingga orang yang bersangkutan tidak cemas dalam bertindak, merasa bebas, tidak malu dan tertahan sekaligus mampu bertanggung jawab atas yang diperbuat. Menurut Supriyo (2008) percaya diri adalah merupakan perasaan yang mendalam pada batin seseorang, bahwa ia mampu berbuat sesuatu yang bermanfaat untuk dirinya, keluarganya, masyarakatnya, umatnya dan agamanya yang memotivasi untuk optimas, kreatif, dan dinamis yang positif. Individu yang percaya diri akan merasa yakin terhadap dirinya sendiri. Individu juga merasa optimis dalam melakukan segala aktivitas sehingga dapat mengoptimalkan kelebihan-kelebihannya serta dapat membuat tujuan hidup yang realistis bagi dirinya, artinya individu itu menetapkan tujuan hidupnya maka ia mampu untuk melakukan sesuatu dalam dirinya sendiri. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kepercayaan diri adalah keyakinan pada diri individu mampu melakukan dengan kemampuan dan kelebihan sendiri. Adanya rasa kepercayaan diri akan membantu seseorang untuk mengeksplor kemampuan dan potensi yang ada di dalam dirinya. 2. Aspek-aspek Kepercayaan Diri Lauster (2008), menjabarkan aspek-aspek kepercayaan diri sebagai berikut:

13 25 a. Percaya pada kemampuan sendiri, yaitu suatu keyakinan atas diri sendiri terhadap segala fenomena yang terjadi yang berhubungan dengan kemampuan individu untuk mengevaluasi serta mengatasi fenomena yang terjadi tersebut. b. Bertindak mandiri dalam mengambil keputusan, yaitu dapat bertindak dalam mengambil keputusan terhadap diri yang dilakukan secara mandiri atau tanpa adanya keterlibatan orang lain dan mampu untuk meyakini tindakan yang diambil. c. Memiliki rasa positif terhadap diri sendiri, yaitu adanya penilaian yang baik dari dalam diri sendiri, baik dari pandangan maupun tindakan yang dilakukan yang menimbulkan rasa positif terhadap diri dan masa depannya. d. Berani mengungkapkan pendapat, adanya suatu sikap untuk mampu mengutarakan sesuatu dalam diri yang ingin diungkapkan kepada orang lain tanpa adanya paksaan atau rasa yang dapat menghambat pengungkapan tersebut. Berkaitan dengan aspek-aspek kepercayaan diri, Yulianto dan Nashori (2006) menyatakan bahwa ada empat aspek kepercayaan diri, yaitu : a. Kemampuan menghadapi masalah b. Bertanggung jawab terhadap keputusan dan tindakannya c. Kemampuan dalam bergaul d. Kemampuan menerima kritik

14 26 Guilford (dalam Munandar 2009) mengemukakan, bahwa ciri-ciri kepercayaan diri dapat dinilai dari tiga aspek, yaitu : a. Merasa yakin terhadap apa yang individu lakukan (merasa bahwa ia dapat melakukan sesuatu yang ingin ia lakukan). b. Merasa dapat diterima oleh kelompoknya (merasa bahwa kelompoknya atau orang lain menyukainya). c. Percaya pada dirinya sendiri dan memiliki ketenangan sikap, yaitu tidak gugup bila ia melakukan atau mengatakan sesuatu secara tidak sengaja dan ternyata hal itu salah. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti memberikan penekanan pada aspek-aspek individu yang dikemukakan oleh Lauster (2008) yaitu percaya pada kemampuan sendiri, bertindak mandiri dalam mengambil keputusan, memiliki rasa positif terhadap diri sendiri, dan berani mengungkapkan pendapat. C. Persepsi Pola Asuh Demokratis Orangtua 1. Pengertian Persepsi Rakhmat (2007) mendefinisikan persepsi sebagai pengalaman tentang suatu objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Walgito (2010) mengemukakan bahwa persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan, yaitu merupakan proses yang berujud diterimanya stimulus oleh individu melalui alat reseptornya. Akan tetapi, proses tersebut tidak berhenti

15 27 sampai di situ saja, melainkan stimulus itu diteruskan ke pusat susunan saraf yaitu otak, dan terjadilah proses psikologis, sehingga individu menyadari apa yang dilihat, apa yang didengar dan sebagainya, individu mengalami persepsi. Proses ini dinamakan proses kealaman (fisik). Stimulus yang diterima oleh alat indera dilanjutkan oleh syaraf sensoris ke otak. Proses ini dinamakan proses fisiologis. Kemudian terjadilah suatu proses di otak, sehingga individu dapat menyadari apa yang ia terima dengan reseptor itu, sebagai suatu akibat dari stimulus yang diterimanya. Proses yang terjadi dalam otak atau pusat kesadaran itulah yang dinamakan proses psikologis. Jadi, taraf terakhir dari proses persepsi ialah individu menyadari tentang apa yang diterima melalui alat indera atau reseptor. Proses ini merupakan proses terakhir dari persepsi dan merupakan persepsi yang sebenarnya. Respons sebagai akibat dari persepsi dapat diambil oleh individu dalam berbagai macam bentuk. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan penafsiran, penilaian maupun pendapat individu tentang suatu objek. Apabila seseorang memiliki persepsi yang baik tentang suatu objek, maka hal itu akan mempengaruhi sikapnya untuk menyukai objek tersebut. 2. Pengertian Pola Asuh Setiap orangtua pasti menginginkan anaknya menjadi orang yang berkepribadian baik, sikap mental yang sehat serta akhlak yang terpuji. Orangtua sebagai pembentuk pribadi yang pertama dalam kehidupan anak, dan harus menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya. Kepribadian orangtua, sikap dan cara hidup merupakan unsur-unsur pendidikan yang

16 28 secara tidak langsung akan masuk ke dalam pribadi anak yang sedang tumbuh. Sebelum berlanjut kepada pembahasan berikutnya, terlebih dahulu akan dikemukakan pengertian dari pola asuh itu sendiri. Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), pola berarti corak, model, sistem, cara kerja, bentuk (struktur) yang tetap. Sedangkan kata.asuh dapat berati menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil, membimbing (membantu; melatih dan sebagainya), dan memimpin (mengepalai dan menyelenggarakan) satu badan atau lembaga. Santrock (2011) berpendapat bahwa pola asuh adalah cara atau metode pengasuhan yang digunakan oleh orangtua agar anak-anaknya dapat tumbuh menjadi individu-individu yang dewasa secara sosial. Pola asuh berarti pendidikan, sedangkan pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pola asuh orangtua adalah cara orangtua memperlakukan anaknya dengan menjaga, merawat, dan mendidik anaknya. Cara perlakuan orangtua akan mencerminkan karakteristik tersendiri yang mempengaruhi pola sikap anak kemudian hari. 3. Macam-macam Pola Asuh Pola pengasuhan menurut Hurlock (2010) terdiri dari tiga kecenderungan pola asuh orangtua, yaitu:

17 29 a. Pola asuh otoriter yang kaku, tegas, suka menghukum, kurang ada kasih sayang serta simpatik, orangtua tidak mendorong serta memberi kesempatan kepada anak untuk mandiri dan jarang memberi pujian. b. Pola asuh demokratis menyatakan bahwa orangtua yang selalu berdialog dengan anak-anaknya, saling memberi dan menerima, selalu mendengarkan keluhan-keluhan dan pendapat anak-anaknya, dalam bertindak selalu memberikan alasannya kepada anak, mendorong anak saling membantu dan bertindak secara obyektif, tegas tetapi hangat dan penuh pengertian. c. Pola asuh permisif menyatakan bahwa orangtua yang cenderung selalu memberikan kebebasan pada anak tanpa memberikan kontrol sama sekali, anak diberi kebebasan untuk mengatur dirinya sendiri dan orangtua tidak banyak mengatur anaknya. 4. Pengertian Persepsi Pola Asuh Demokratis Orangtua Orangtua mempunyai berbagai macam fungsi yang salah satu di antaranya ialah mengasuh putra-putrinya. Padangan orangtua dalam mengasuh anaknya dipengaruhi oleh budaya yang ada di lingkungannya. Selain itu, orangtua juga diwarnai oleh sikap-sikap tertentu dalam memelihara, membimbing, dan mengarahkan putra-putrinya. Sikap tersebut tercermin dalam pola pengasuhan kepada anaknya yang berbeda-beda, karena orangtua mempunyai pola pengasuhan tertentu. Edwards (2006) mendefinisikan pola asuh orangtua demokratis merupakan pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan meraka. Munandar (2009) mengungkapkan

18 30 bahwa pola asuh demokratis adalah penafsiran orangtua mendidik anak, di mana orangtua menentukan peraturan-peraturan tetapi dengan memperhatikan keadaan dan kebutuhan anak. Orangtua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orangtua tipe ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak. Orangtua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan, dan pendekatan nyaman kepada anak bersifat hangat. Pola asuh demokratis adalah suatu bentuk pola asuh yang memperhatikan dan menghargai kebebasan anak, namun kebebasan itu tidak mutlak dan dengan bimbingan yang penuh pengertian antara orangtua dan anak (Gunarsa & Gunarsa, 2009). Pola asuh yang tepat tidak hanya dilihat dari sudut pandangan orangtua, tetapi juga dilihat dari sudut anak. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi pola asuh demokratis adalah penilaian anak terhadap cara orangtua dalam mendidik anak seperti menentukan peraturan-peraturan tetapi tetap memperhatikan keadaan dan kebutuhan anak. 5. Aspek-aspek Persepsi Pola Asuh Demokratis Stewart dan Koch (dalam Djalali, 2009) mengungkapkan bahwa pola asuh demokratis merupakan pola asuh orangtua dengan aspek-aspek sebagai berikut: a. Adanya pandangan dari orangtua bahwa kewajiban dan hak antara orangtua dan anak sama.

19 31 b. Adanya rasa tanggung jawab orangtua terhadap segala sesuatu yang diperbuat oleh anak-anak sampai mereka menjadi dewasa. c. Orangtua selalu berdialog dengan anak-anaknya, saling memberi dan menerima, selalu mendengarkan keluhan-keluhan dan pendapat anakanaknya. Orangtua selalu memberikan alasannya kepada anak-anaknya dalam bertindak, mendorong anak saling membantu dan bertindak secara obyektif, tegas tetapi hangat dan penuh pengertian. Selanjutnya, Munandar (2009) memaparkan bahwa pola asuh orangtua demokratis meliputi aspek-aspek sebagai berikut: a. Adanya musyawarah dalam keluarga, yakni meliputi: mengikutsertakan anak dalam membuat peraturan keluarga, mengajak anak-anak berunding dalam menetapkan kelanjutan sekolah, bermusyawarah dalam memecahkan problem-problem yang dihadapi anak. b. Adanya kebebasan yang terkendali, yakni meliputi: mendengar dan mempertimbangkan pendapat dan keinginan anak, memperhatikan penjelasan anak ketika melakukan kesalahan, anak meminta izin jika hendak keluar rumah, dan memberikan izin bersyarat dalam hal bergaul dengan teman-temannya. c. Adanya pengarahan dari orangtua, yakni meliputi: bertanya kepada anak tentang kegiatan sehari-hari, memberikan penjelasan tentang perbuatan yang baik dan mendukungnya dan memberikan penjelasan tentang perbuatan yang tidak baik dan menganjurkannya untuk ditinggalkan.

20 32 d. Adanya bimbingan dan perhatian, yakni meliputi: memberikan pujian kepada anak jika benar atau berperilaku baik, memberikan teguran kepada anak jika salah atau berperilaku buruk, memenuhi kebutuhan sekolah anak sesuai dengan kemampuan, mengurus keperluan/kebutuhan anak seharihari dan mengingat anak untuk belajar. e. Adanya saling menghormati antar anggota keluarga, yakni meliputi: terdapat tutur kata yang baik antara anggota keluarga, tolong menolong dalam bekerja, saling menghargai antara yang satu dengan yang lainnya, dan bersikap adil terhadap setiap anak dalam pemberian tugas. f. Adanya komunikasi dua arah, yakni meliputi: memberikan kesempatan kepada anak untuk bertanya/berpendapat tentang suatu hal, menjelaskan alasan ditetapkannya suatu peraturan, dan membicarakan segala persoalan yang timbul dalam keluarga. Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, aspek-aspek persepsi pola asuh demokratis orangtua dalam penelitian ini mengacu pada aspek-aspek obyek persepsi yang dikemukakan oleh Munandar (2009) yaitu adanya musyawarah dalam keluarga, adanya kebebasan yang terkendali, adanya pengarahan dari orangtua, adanya bimbingan dan perhatian, adanya saling menghormati antar anggota keluarga dan adanya komunikasi dua arah. D. Hubungan antara Kepercayaan Diri dengan Motivasi Berprestasi Menurut Fernald dan Fernald (dalam Mubiar, 2011) banyak faktor-faktor yang dapat mempengaruhi motivasi berprestasi individu, salah satunya adalah

21 33 apabila individu percaya bahwa dirinya mampu untuk melakukan sesuatu, maka individu akan termotivasi untuk melakukan hal sehingga berpengaruh dalam bertingkah laku. Percaya diri akan membuat individu menjadi lebih mampu dalam memotivasi untuk mengembangkan dan memperbaiki diri serta melakukan berbagai inovasi sebagai kelanjutannya. Seseorang yang mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi cenderung mempunyai tingkat tingkat kepercayaan diri yang tinggi, tanggung jawab, dan aktif dalam kehidupan sosial. Semakin individu kehilangan suatu kepercayaan diri, maka individu tersebut akan semakin sulit melakukan yang terbaik bagi dirinya sendiri. Seseorang tingkat tingkat kepercayaan diri yang tinggi, tanggung jawab, dan aktif dalam kehidupan sosial cenderung mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi. Semakin individu kehilangan suatu kepercayaan diri, maka individu tersebut akan semakin sulit melakukan yang terbaik bagi dirinya sendiri. Adanya kepercayaan diri, inidividu dapat memotivasi dirinya mengenai pola pikirnya, sikap dalam mengambil keputusan, nilai-nilai moral, sikap dan pandangan, harapan dan aspirasi serta katakutan dan kesedihannya. Karena motivasi dalam diri individu merupakan aspek yang paling terbuka untuk mengubah sepanjang kehidupan individu dan merupakan acuan bagi individu untuk melakukan interaksi dengan lingkungan keluarga, adat budaya, kepribadian orang-orang terdekat, prestasi dan juga peristiwa-peristiwa yang terjadi sepanjang kehidupan individu. Siswa yang memiliki kepercayan diri tinggi akan memiliki kekuatan dan kemampuan dalam melandasi keyakinan dan keberhasilannya, sedangkan dengan

22 34 kepercayaan diri yang rendah individu seringkali merasa pesimis dalam menghadapi tantangan, rasa takut, dan khawatir dalam mengungkapkan gagasangagasan dalam menentukan pilihan maupun mengambil keputusan dan hanya memiliki sedikit keinginan untuk bersaing. Kepercayaan diri merupakan penilaian positif terhadap diri sendiri mengenai kemampuan, bakat kepemimpinan, serta kemampuan mental untuk mengurangi pengaruh negatif dari keragu-raguan, memiliki kententraman diri, mampu menyalurkan segala yang siswa ketahui dan segala yang siswa kerjakan, serta merasa mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan di dalam kehidupan. Aspek kepribadian inilah yang mempunyai fungsi untuk meraih keberhasilan. Kepercayaan diri juga berperan dalam memberikan semangat serta motivasi kepada siswa untuk dapat bereaksi secara tepat terhadap tantangan dan kesempatan yang datang pada siswa untuk meraih prestasi yang setinggi-tingginya. Kepercayaan diri akan memberikan kontribusi yang besar bagi motivasi berprestasi sehingga umumnya siswa yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi pun, prestasinya juga tinggi. Hal ini didukung oleh penelitian dari Fatmawati dan Fakhruddiana (2014) yang mengatakan bahwa motivasi berprestasi berhubungan dengan penyesuaian dan kepercayaan diri. Penelitian Pribadi dan Brotowidagdo (2012) telah membuktikan bahwa ada hubungan yang signifikan dengan arah yang positif antara kepercayaan diri dengan motivasi berprestasi pada mahasiswa. Percaya diri dapat membuat individu untuk bertindak dan apabila individu tersebut bertindak atas dasar percaya diri akan membuat individu tersebut mampu mengambil keputusan dan menentukan pilihan yang tepat, akurat, efisien dan efektif. Kepercayaan diri akan

23 35 membuat individu menjadi lebih mampu dalam memotivasi untuk mengembangkan dan memperbaiki diri serta melakukan berbagai inovasi sebagai kelanjutannya. Penelitian Ramadhani, dkk (2014) juga menyebutkan bahwa rasa percaya diri merupakan keyakinan individu terhadap kelebihan yang dimiliki sehingga memunculkan rasa mampu untukmencapai tujuan hidup. Individu yang memiliki keyakinan terhadap dirinya sendiri akan berusaha melakukan segala hal serta dapat juga menentukan tujuan yang ingin dicapai sesuai dengan kemampuan diri. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kepercayaan diri mempunyai hubungan positif dengan motivasi berprestasi. Semakin tinggi kepercayaan diri maka semakin tinggi pula motivasi berprestasi, sebaliknya semakin rendah kepercayaan diri maka semakin rendah pula motivasi berprestasi. D. Hubungan antara Persepsi Pola Asuh Demokratis dengan Motivasi Berprestasi Keluarga adalah wadah yang sangat penting antara individu dan group, dan merupakan kelompok sosial yang pertama dimana anak-anak menjadi anggotanya. Keluarga tentu yang pertama pula menjadi tempat mengadakan sosialisasi kehidupan anaknya. Ibu, ayah dan saudara-saudaranya serta keluarga yang lainnya adalah orang pertama pula untuk mengajar pada anak sebagaimana hidup dengan orang lain. Sampai anak memasuki sekolah, maka anak menghabiskan seluruh waktunya dalam unit keluarga (Ahmadi, 2007). Keluarga

24 36 memiliki peranan yang yang sangat penting dalam upaya mengembangkan pribadi anak. Pola asuh orangtua adalah suatu keseluruhan interaksi antara orangtua dengan anak, di mana orangtua bermaksud menstimulasi anaknya dengan mengubah tingkah laku, pengetahuan serta nilai-nilai yang dianggap paling tepat oleh orangtua, agar anak dapat mandiri, tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal (Susanto & Nurhayati, 2013). Jadi keluarga memiliki peranan yang yang sangat penting dalam upaya mengembangkan pribadi anak. Pendidikan dalam keluarga khususnya orangtua harus peduli terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan anaknya agar tidak melakukan perilaku menyimpang. Serta pemberian nilai-nilai yang dianggap tepat oleh orangtua, akan menjadikan anak mandiri, tumbuh berkembang secara sehat dan optimal. Pola asuh demokratis dalam artian orangtua yang tidak memaksakan kehendak mereka kepada anaknya, dalam hal pendidikan, orangtua akan memberikan bimbingan dan tuntunan sesuai dengan minat dan bakat yang dimiiki anak. Pola asuh demokratis menyatakan bahwa orangtua yang selalu berdialog dengan anak-anaknya, saling memberi dan menerima, selalu mendengarkan keluhan-keluhan dan pendapat anak-anaknya, dalam bertindak selalu memberikan alasannya kepada anak, mendorong anak saling membantu dan bertindak secara obyektif, tegas tetapi hangat dan penuh pengertian. Siswa tidak memiliki paksaan untuk berprestasi atau bersekolah dari orangtua karena dengan pengertian dan pendekatan yang hangat dari orangtua, anak tahu apa yang harus dilakukannya untuk membahagiakan orangtua tanpa harus dipaksakan. Pola asuh tipe ini bersifat

25 37 positif karena anak tidak akan merasa tertekan untuk meraih cita-citanya dan berani bereksplorasi untuk menemukan hal-hal baru serta akan membuat siswa memiliki motivasi untuk berprestasi yang tinggi. Persepsi yang positif terhadap pola asuh demokratis memberikan perasaan aman kepada anak. Adanya rasa aman dalam keluarga sangat penting dalam keberhasilan seseorang siswa dalam belajar. Rasa aman itu membuat seseorang akan terdorong untuk belajar, karena rasa aman merupakan salah satu kekuatan pendorong dari luar yang menambah motivasi untuk belajar (Slameto, 2013). Anak diberi kebebasan untuk mengemukakan pendapat, perasaan dan keinginannya serta belajar untuk dapat menanggapi pendapat orang lain. Orangtua bersikap sebagai pemberi pendapat dan pertimbangan terhadap aktivitas anak. Penelitan Rahmaisya, dkk (2011) menunjukkan ada perbedaan motivasi berprestasi dengan gaya pengasuhan asuh orangtua yang berbeda. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa persepsi siswa terhadap pola asuh orangtua demokratis mempunyai hubungan positif dengan motivasi berprestasi. Semakin tinggi persepsi siswa terhadap pola asuh orangtua demokratis maka semakin tinggi pula motivasi berprestasi, sebaliknya semakin rendah persepsi siswa terhadap pola asuh orangtua demokratis maka semakin rendah pula motivasi berprestasi.

26 38 E. Hubungan antara Kepercayaan Diri dan Persepsi Pola Asuh Demokratis dengan Motivasi Berprestasi Kepercayaan diri adalah suatu perasaan dan keyakinan bahwa dirinya mempunyai kemampuan untuk menguasai dan melakukan sesuatu. Keyakinan ini diperoleh dan dikembangkan melalui pengalaman berhasil yang diperoleh ketika individu menghadapi persoalan dan merasa telah melakukan usaha terarah sehingga diperoleh keberhasilan. Penelitian Pribadi AS dan Brotowidagdo (2012) telah membuktikan bahwa ada hubungan yang signifikan dengan arah yang positif antara kepercayaan diri dengan motivasi berprestasi pada mahasiswa. Percaya diri dapat membuat individu untuk bertindak dan apabila individu tersebut bertindak atas dasar percaya diri akan membuat individu tersebut mampu mengambil keputusan dan menentukan pilihan yang tepat, akurat, efisien dan efektif. Oleh karena itu, siswa yang mempunyai kepercayaan diri yang tinggi akan mendukung motivasi berprestasi yang tinggi pula. Patterson & Loeber sebagaimana dikutip olah Syah (2008) mengungkapkan bahwa kebiasaan yang diterapkan orangtua siswa dalam mengelola keluarga yang keliru, seperti kelalaian orangtua dalam memonitor kegiatan belajar anak baik di rumah maupun di luar rumah, dapat menimbulkan dampak buruk bagi pencapaian prestasi belajar siswa. Ini berarti bahwa apabila orangtua dapat mengelola keluarga dalam arti menciptakan komunikasi yang aktif pada kegiatan belajar siswa maka akan memproleh hasil yang optimal (prestasi belajar yang tinggi). Salah satu tipe pola asuh orangtua yang dapat mendukung prestasi belajar anak adalah pola asuh demokratis. Pola asuh demokratis

27 39 mendorong anak untuk mengembangkan kontrol terhadap perilakunya sendiri dalam beraktivitas termasuk dalam mengatur pola belajar yang nyaman bagi anak. Hal ini memotivasi anak untuk mampu berdiri sendiri, bertanggung jawab dan yakin terhadap diri sendiri bahwa dirinya mampu meraih prestasi belajar yang memuaskan. Rumah tangga yang hangat dan demokratis, juga berarti bahwa orangtua senantiasa mempertimbangkan kebutuhan anak agar tumbuh dan berkembang sebagai individu dan bahwa orangtua memberinya kesempatan berbicara atas suatu keputusan semampu yang diatasi oleh anak. Sasaran orangtua ialah mengembangkan individu yang berpikir, yang dapat menilai situasi dan bertindak dengan tepat, bukan seekor hewan terlatih yang patuh tanpa pertanyaan (Ahmadi, 2007). Oleh karena itu, siswa yang tumbuh dalam keluarga dengan pola asuh demokratis dapat menikmati lingkungan belajar yang optimal untuk mendukung prestasi belajarnya. Penelitian Rahmaisya, dkk (2011) telah membuktikan bahwa ada hubungan yang signifikan antara peran pola asuh orangtua dengan motivasi berprestasi. Gaya pengasuhan orangtua yang otoritatif atau demokratis akan memunculkan keberanian, motivasi dan kemandirian serta dapat mendorong tumbuhnya kemampuan sosial, meningkatkan ras percaya diri dan tanggung jawab sosial pada seseorang anak. Kepercayaan diri pada siswa akan menimbulkan sikap positif untuk mengembangkan potensi diri sehingga menimbulkan motivasi berprestasi. Kepercayaan diri pada siswa akan didukung dengan persepsi pola asuh demokratis

28 40 orangtua, yang memberikan kebebasan untuk mandiri dan berkembang untuk meraih prestasi tinggi. Kepercayaan diri dan persepsi pola asuh demokratis orangtua saling menguatkan motivasi berprestasi. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan kepercayaan diri dan persepsi pola asuh demokratis orangtua berhubungan positif dengan motivasi berprestasi pada siswa. F. Landasan Teori Menurut Woolfolk (2012) faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Ada dua faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi subjek diantaranya faktor internal dan faktor eksternal. Pada faktor internal terdapat adanya perasaan belum berhasil dalam diri, kurang percaya diri terhadap kemampuan akademik dan perasaan beban terhadap tangung jawab. Pada faktor eksternal terdapat terdapat adanya dorongan orangtua dan dukungan lingkungan. Faktor internal yang akan diteliti adalah kepercayaan diri, sedangkan faktor ekternal adalah pola asuh demokratis. Seseorang tingkat tingkat kepercayaan diri yang tinggi, tanggung jawab, dan aktif dalam kehidupan sosial cenderung mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi. Semakin individu kehilangan suatu kepercayaan diri, maka individu tersebut akan semakin sulit melakukan yang terbaik bagi dirinya sendiri. Adanya kepercayaan diri, inidividu dapat memotivasi dirinya mengenai pola pikirnya, sikap dalam mengambil keputusan, nilai-nilai moral, sikap dan pandangan, harapan dan aspirasi serta katakutan dan kesedihannya. Pribadi dan Brotowidagdo

29 41 (2012) telah membuktikan bahwa ada hubungan yang signifikan dengan arah yang positif antara kepercayaan diri dengan motivasi berprestasi pada mahasiswa. Pola asuh orangtua adalah suatu keseluruhan interaksi antara orangtua dengan anak, di mana orangtua bermaksud menstimulasi anaknya dengan mengubah tingkah laku, pengetahuan serta nilai-nilai yang dianggap paling tepat oleh orangtua, agar anak dapat mandiri, tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal (Susanto & Nurhayati, 2013). Jadi keluarga memiliki peranan yang yang sangat penting dalam upaya mengembangkan pribadi anak. Rahmaisya, dkk (2011) menunjukkan ada perbedaan motivasi berprestasi dengan gaya pengasuhan asuh orangtua yang berbeda. Kepercayaan diri pada siswa akan menimbulkan sikap positif untuk mengembangkan potensi diri sehingga menimbulkan motivasi berprestasi. Kepercayaan diri pada siswa akan didukung dengan persepsi pola asuh demokratis orangtua, yang memberikan kebebasan untuk mandiri dan berkembang untuk meraih prestasi tinggi. Anak yang diasuh dengan pola asuh demokratis akan membentuk kepercayaan diri yang tinggi (Handayani, dkk, 2013). Kepercayaan diri dan persepsi pola asuh demokratis orangtua akan berpengaruh terhadap motivasi berprestasi. Siswa yang mempunyai motivasi berprestasi dapat dilihat dari keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran. Fenomena yang dapat dilihat pada diri siswa dengan motivasi berprestasi rendah yaitu akan cepat puas dengan hasil belajar yang diraihnya sehingga semangat untuk memperoleh nilai tertinggi, menjadi juara juga rnudah. Lain halnya siswa dengan motivasi tinggi setelah juara kelas, ingin menjadi juara parael, juara se-kecamatan, juara se-kabupaten

30 42 dan seterusnya. Berdasarkan uraian di atas maka dapat digambarkan landasan teori sebagai berikut: Kepercayaan diri (X 1 ): a. Percaya pada kemampuan diri sendiri b. Bertindak mandiri dalam mengambil keputusan c. Memiliki rasa positif pada diri sendiri d. Berani mengungkapkan pendapat Persepsi pola asuh demokratis orangtua (X 2 ) a. Adanya musyawarah dalam keluarga b. Adanya kebebasan yang terkendali c. Adanya pengarahan dari orangtua d. Adanya bimbingan dan perhatian e. Adanya saling menghormati antar anggota keluarga f. Adanya komunikasi dua arah Motivasi berprestasi (Y) a. Berorientasi sukses b. Berorientasi jauh ke depan c. Suka tantangan d. Tangguh Kepercayaan diri berhubungan dengan motivasi berprestasi. Kepercayaan diri yang tinggi akan diikuti dengan motivasi berprestasi yang tinggi pula, demikian sebaliknya kepercayaan diri yang rendah akan diikuti dengan motivasi berprestasi yang rendah pula. Kepercayaan diri pada siswa akan terlihat dari aspek-aspek percaya pada kemampuan sendiri, bertindak mandiri dalam mengambil keputusan, memiliki rasa positif terhadap diri sendiri, dan berani mengungkapkan pendapat (Lauster, 2008). Persepsi pola asuh demokratis orangtua berhubungan dengan motivasi berprestasi. Persepsi pola asuh demokratis orangtua yang tinggi akan diikuti dengan motivasi berprestasi yang tinggi pula,

31 43 demikian sebaliknya persepsi pola asuh demokratis orangtua yang rendah akan diikuti dengan motivasi berprestasi yang rendah pula. Kepercayaan diri pada siswa akan terlihat dari aspek-aspek percaya pada kemampuan sendiri, bertindak mandiri dalam mengambil keputusan, memiliki rasa positif terhadap diri sendiri, dan berani mengungkapkan pendapat (Lauster, 2008). Persepsi pola asuh demokratis orangtua juga terlihat dari aspek-aspek adanya musyawarah dalam keluarga, adanya kebebasan yang terkendali, adanya pengarahan dari orangtua, adanya bimbingan dan perhatian, adanya saling menghormati antar anggota keluarga dan adanya komunikasi dua arah (Munandar, 2009). Motivasi berprestasi juga akan terlihat dari aspek-aspek berorientasi sukses, berorientasi ke depan, suka tantangan dan tangguh (Heckhausen & Heckhausen, 2008). G. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. Ada hubungan positif antara kepercayaan diri dengan motivasi berprestasi pada siswa kelas X tahun ajaran 2015/2016 di MAN I Wates, Kulon Progo. Semakin tinggi kepercayaan diri maka semakin tinggi pula motivasi berprestasi, sebaliknya semakin rendah kepercayaan diri maka semakin rendah pula motivasi berprestasi. 2. Ada hubungan positif antara persepsi pola asuh demokratis orangtua dengan motivasi berprestasi pada siswa kelas X tahun ajaran 2015/2016 di MAN I Wates, Kulon Progo. Semakin tinggi persepsi pola asuh demokratis orangtua maka semakin tinggi pula motivasi berprestasi, sebaliknya semakin rendah

32 44 persepsi pola asuh demokratis orangtua maka semakin rendah pula motivasi berprestasi. 3. Ada hubungan antara kepercayaan diri dan persepsi pola asuh demokratis orangtua dengan motivasi berprestasi pada siswa kelas X tahun ajaran 2015/2016 di MAN I Wates, Kulon Progo.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi Pada Atlet Sepak Bola. Menurut McClelland (dalam Sutrisno, 2009), motivasi berprestasi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi Pada Atlet Sepak Bola. Menurut McClelland (dalam Sutrisno, 2009), motivasi berprestasi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Berprestasi Pada Atlet Sepak Bola 1. Pengertian Motivasi Berprestasi Menurut McClelland (dalam Sutrisno, 2009), motivasi berprestasi yaitu usaha pada tiap individu dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepercayaan diri tentu saja mengalami pasang surut, seseorang mungkin merasa percaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepercayaan diri tentu saja mengalami pasang surut, seseorang mungkin merasa percaya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepercayaan diri tentu saja mengalami pasang surut, seseorang mungkin merasa percaya diri dalam beberapa situasi, dan ketakutan dalam situasi lainnya, merasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan negara di segala bidang. Agar mendapatkan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan negara di segala bidang. Agar mendapatkan manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia sangat memerlukan sumber daya manusia yang berkualitas untuk mendukung perkembangan dan pembangunan negara

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN MOTIVASI ANAK UNTUK BERSEKOLAH DI KELURAHAN SUKAGALIH KECAMATAN SUKAJADI KOTA BANDUNG

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN MOTIVASI ANAK UNTUK BERSEKOLAH DI KELURAHAN SUKAGALIH KECAMATAN SUKAJADI KOTA BANDUNG Irma Rostiani, Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Motivasi Anak untuk Bersekolah HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN MOTIVASI ANAK UNTUK BERSEKOLAH DI KELURAHAN SUKAGALIH KECAMATAN SUKAJADI KOTA BANDUNG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepadaorang lain. Kemandirian dalam kamus psikologi yang disebut independence yang

BAB II LANDASAN TEORI. dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepadaorang lain. Kemandirian dalam kamus psikologi yang disebut independence yang BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Kemandirian 2.1.1. Pengertian Kemandirian Menurut Sumahamijaya, 2003 Kemandirian berasal dari kata mandiri yang berarti dalam keadaan dapat berdiri sendiri, tidak bergantungpada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu yang menyebabkan

BAB II KAJIAN TEORITIS. diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu yang menyebabkan BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Motif Berprestasi Ditinjau dari asal katanya, motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun

adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Persepsi menurut Irwanto, et al (dalam Rangkuti & Anggaraeni, 2005), adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun peristiwa) sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan terbesar yang dihadapi siswa adalah masalah yang berkaitan dengan prestasi, baik akademis maupun non akademis. Hasil diskusi kelompok terarah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang tua ingin anaknya menjadi anak yang mampu. menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam kehidupannya.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang tua ingin anaknya menjadi anak yang mampu. menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam kehidupannya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap orang tua ingin anaknya menjadi anak yang mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam kehidupannya. Untuk mencapai hal itu, maka orang tua

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prokrastinasi Akademik 2.1.1 Pengertian Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan pro yang berarti mendorong maju atau bergerak maju dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan koloni terkecil di dalam masyarakat dan dari keluargalah akan tercipta pribadi-pribadi tertentu yang akan membaur dalam satu masyarakat. Lingkungan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Motivasi Berprestasi 2.1.1. Pengertian Motivasi Berprestasi Motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti dorongan atau daya penggerak. Motivasi adalah penting karena dengan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN 79 BAB V HASIL PENELITIAN A. Rangkuman Analisis Subjek Berdasarkan hasil penelitian melalui observasi, wawancara, tes proyeksi dan analisis yang telah dilakukan terhadap ketiga subjek, maka dapat dibuat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas BAB II KAJIAN TEORI A. Self Efficacy 1. Pengertian Self Efficacy Sejarah self efficacy pertama kali diperkenalkan oleh Bandura dalam pembelajaran sosial, dimana self efficacy merupakan turunan dari teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan para mahasiswa yang tanggap akan masalah, tangguh, dapat di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan para mahasiswa yang tanggap akan masalah, tangguh, dapat di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah salah satu generasi harapan bangsa dimana masa depan yang dicita-citakan bangsa ini berada di tangan mereka. Banyak orang menganggap bahwa mahasiswa

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian anak, baik di luar dan di dalam sekolah yang berlangsung seumur hidup. Proses

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Motivasi Belajar 2.1.1. Pengertian Motivasi Motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan motif/daya menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk kemajuan pembangunan. Salah satu lembaga pendidikan yang penting adalah perguruan tinggi.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kematangan Emosi Chaplin (2011) mengartikan kematangan (maturation) sebagai: (1) perkembangan, proses mencapai kemasakan/usia masak, (2) proses perkembangan, yang dianggap berasal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam kehidupannya. Pendidikan

I. PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam kehidupannya. Pendidikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan dan salah satu kebutuhan utama bagi setiap manusia untuk meningkatkan kualitas hidup serta untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Suatu keluarga itu dapat berbeda dari keluarga yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Suatu keluarga itu dapat berbeda dari keluarga yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan suatu sistem sosial terkecil dan unik yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari. Suatu keluarga itu dapat berbeda dari keluarga yang satu dengan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Guru berperan penting dalam proses pendidikan anak di sekolah, bagaimana

BAB I PENDAHULUAN. Guru berperan penting dalam proses pendidikan anak di sekolah, bagaimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Guru berperan penting dalam proses pendidikan anak di sekolah, bagaimana guru mengajar, berperilaku dan bersikap memiliki pengaruh terhadap siswanya (Syah, 2006). Biasanya,

Lebih terperinci

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DIRI DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA REMAJA PANTI ASUHAN SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan manusia lainnya. Ketika seorang anak masuk dalam lingkungan sekolah, maka anak berperan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan bantuan orang lain. Oleh karena itu, setiap manusia diharapkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Metode Diskusi 1. Pengertian Diskusi Dalam kegiatan pembejaran dengan metode diskusi merupakan cara mengajar dalam pembahasan dan penyajian materinya melalui suatu problema atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Formal Ibu 1. Pengertian Ibu Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada pada diri anaknya dalam hal mengasuh, membimbing dan mengawasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam upaya meningkatkan Sumberdaya Manusia (SDM) yang berkualitas, bidang pendidikan memegang peranan yang penting. Pendidikan diharapkan mampu meningkatkan mutu pendidikan,

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERANAN ORANG TUA TERHADAP MINAT BELAJAR ANAK USIA DINI. Cut Venny Luciana TK ANNISA MEDAN

HUBUNGAN PERANAN ORANG TUA TERHADAP MINAT BELAJAR ANAK USIA DINI. Cut Venny Luciana TK ANNISA MEDAN HUBUNGAN PERANAN ORANG TUA TERHADAP MINAT BELAJAR ANAK USIA DINI Cut Venny Luciana lucianavenny@yahoo.co.id TK ANNISA MEDAN ABSTRAK Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia membutuhkan interaksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepercayaan Diri Anak Usia Remaja. yang berkualitas adalah tingkat kepercayaan diri seseorang.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepercayaan Diri Anak Usia Remaja. yang berkualitas adalah tingkat kepercayaan diri seseorang. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kepercayaan Diri 1. Pengertian Kepercayaan Diri Anak Usia Remaja a. Pengertian Kepercayaan Diri Salah satu aspek kepribadian yang menunjukkan sumber daya manusia yang berkualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk percakapan yang baik, tingkah laku yang baik, sopan santun yang baik

BAB I PENDAHULUAN. bentuk percakapan yang baik, tingkah laku yang baik, sopan santun yang baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh semua orang atau anggota masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi dan mengidentifikasi diri dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemandirian Anak TK 2.1.1 Pengertian Menurut Padiyana (2007) kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas dorongan

Lebih terperinci

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang paling penting pada seseorang. Kepercayaan diri merupakan atribut yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS. Motivasi berasal dari kata motif yang artinya daya upaya yang mendorong seseorang

BAB II KAJIAN TEORETIS. Motivasi berasal dari kata motif yang artinya daya upaya yang mendorong seseorang BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Pengertian Motivasi Belajar Motivasi berasal dari kata motif yang artinya daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia terlahir dalam keadaan yang lemah, untuk memenuhi kebutuhannya tentu saja manusia membutuhkan orang lain untuk membantunya, artinya ia akan tergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, masalah karakter merupakan salah satu masalah utama dalam dunia pendidikan. Pertanyaan dalam dunia pendidikan adalah apakah pendidikan saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial anak. Hurlock (1993: 250) berpendapat bahwa perkembangan sosial

BAB I PENDAHULUAN. sosial anak. Hurlock (1993: 250) berpendapat bahwa perkembangan sosial 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah perkembangan (developmental) merupakan bagian dari masalah psikologi. Masalah ini menitik beratkan pada pemahaman dan proses dasar serta dinamika perilaku

Lebih terperinci

MENGENAL MODEL PENGASUHAN DAN PEMBINAAN ORANGTUA TERHADAP ANAK

MENGENAL MODEL PENGASUHAN DAN PEMBINAAN ORANGTUA TERHADAP ANAK Artikel MENGENAL MODEL PENGASUHAN DAN PEMBINAAN ORANGTUA TERHADAP ANAK Oleh: Drs. Mardiya Selama ini kita menyadari bahwa orangtua sangat berpengaruh terhadap pengasuhan dan pembinaan terhadap anak. Sebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem pendidikan, sebab seseorang tidak bisa dikatakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh 1.1 Definisi Pengasuhan adalah kegiatan kompleks yang mencakup berbagai tingkah laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh anak (Darling,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penuh konflik. Pada masa ini remaja tumbuh dan berkembang baik secara fisik maupun psikis, perubahan terhadap pola perilaku dan juga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan seseorang berbuat sesuatu (Purwanto, 1998). Motivasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan seseorang berbuat sesuatu (Purwanto, 1998). Motivasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Belajar 1. Pengertian Motivasi Belajar Motivasi berasal dari kata motif yang berarti semua penggerak, alasan-alasan, dorongan-dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Sosialisasi Anak Prasekolah 1. Pengertian Sosialisasi Sosialisasi menurut Child (dalam Sylva dan Lunt, 1998) adalah keseluruhan proses yang menuntun seseorang, yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA. Skripsi HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA Skripsi Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan Oleh: SISKA

Lebih terperinci

INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD. Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan

INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD. Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan L A M P I R A N 57 INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan Anda diminta untuk memilih 1 (satu) pernyataan dari setiap rumpun yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. empiris yang mendasari perubahan kurikulum adalah fakta di lapangan. menunjukkan bahwa tingkat daya saing manusia Indonesia kurang

BAB I PENDAHULUAN. empiris yang mendasari perubahan kurikulum adalah fakta di lapangan. menunjukkan bahwa tingkat daya saing manusia Indonesia kurang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas Sumber Daya Manusia. Kualitas Sumber Daya Manusia bergantung pada kualitas pendidikan (Nurhadi, 2004).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka diperlukan partisipasi penuh dari putra-putri bangsa Indonesia di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. maka diperlukan partisipasi penuh dari putra-putri bangsa Indonesia di berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang giatgiatnya membangun. Agar pembangunan ini berhasil dan berjalan dengan baik, maka diperlukan partisipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. belajar mengajar. Agar proses belajar mengajar lancar, maka seluruh siswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. belajar mengajar. Agar proses belajar mengajar lancar, maka seluruh siswa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan lembaga formal sebagai wadah untuk kegiatan belajar mengajar. Agar proses belajar mengajar lancar, maka seluruh siswa harus mematuhi tata tertib

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Prestasi belajar atau hasil belajar adalah realisasi atau pemekaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Prestasi belajar atau hasil belajar adalah realisasi atau pemekaran BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi Belajar Prestasi belajar atau hasil belajar adalah realisasi atau pemekaran dari kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mandiri, disiplin dalam mengatur waktu, dan melaksanakan kegiatan belajar yang

BAB I PENDAHULUAN. mandiri, disiplin dalam mengatur waktu, dan melaksanakan kegiatan belajar yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua sekolah menghendaki siswanya belajar optimal untuk mencapai prestasi tinggi. Tuntutan belajar tersebut mengharuskan siswa untuk belajar lebih mandiri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk perilaku sosial anak menjadi lebih baik dan berakhlak.

BAB I PENDAHULUAN. membentuk perilaku sosial anak menjadi lebih baik dan berakhlak. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tugas dan kewajiban orang tua bukan hanya memberikan kewajiban secara jasmani anak melainkan juga secara rohani yaitu dengan memberikan pendidikan akhlak yang baik,yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan bebas, sumber daya manusia yang diharapkan adalah yang

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan bebas, sumber daya manusia yang diharapkan adalah yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia saat ini sedang menghadapi era globalisasi dan perdagangan bebas, sumber daya manusia yang diharapkan adalah yang berkualitas. Maka untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Kemajuan suatu kebudayaan bergantung kepada cara kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Kemajuan suatu kebudayaan bergantung kepada cara kebudayaan BAB I PENDAHULUAN I.A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Kemajuan suatu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Pengertian Remaja Pada umumnya remaja didefiniskan sebagai masa peralihan atau transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. tergolong cukup (48.51%). Komitmen afektif masih tergolong cukup dikarenakan

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. tergolong cukup (48.51%). Komitmen afektif masih tergolong cukup dikarenakan BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil analisis dan pemaparan maka diperoleh simpulan sebagai berikut: Komitmen Afektif guru di SMP Negeri Kecamatan Tanah Jawa mayoritas tergolong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Isni Agustiawati,2014

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Isni Agustiawati,2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan keharusan bagi manusia serta mempunyai peran yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia, baik sebagai makhluk individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BAB II pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. BAB II pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki banyak tujuan dalam kehidupan, salah satunya adalah untuk menciptakan manusia yang mandiri. Seperti yang tertera dalam Undang undang Republik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. selalu hidup dalam lingkungan. Manusia tidak bisa dipisahkan dengan. memberikan keakraban dan kehangatan bagi anak-anaknya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. selalu hidup dalam lingkungan. Manusia tidak bisa dipisahkan dengan. memberikan keakraban dan kehangatan bagi anak-anaknya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pola Asuh Orang Tua 2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua Sejak seorang anak lahir, remaja, dewasa sampai tua, manusia akan selalu hidup dalam lingkungan. Manusia tidak bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 21 tahun dan belum menikah (www.google.com). Menurut UU No. 23 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 21 tahun dan belum menikah (www.google.com). Menurut UU No. 23 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Konsep anak didefinisikan dan dipahami secara bervariasi dan berbeda, sesuai dengan sudut pandang dan kepentingan yang beragam. Menurut UU No. 4 Tahun 1979

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Tentang Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Pengertian mandiri berarti mampu bertindak sesuai keadaan tanpa meminta atau tergantung pada orang lain. Mandiri adalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Motivasi Berprestasi 1. Pengertian Motivasi Berprestasi Suatu prestasi atau achievement berkaitan erat dengan harapan (expection). Inilah yang membedakan motivasi berprestasi dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pola Asuh Orang Tua 2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua Menurut Hurlock (1999) orang tua adalah orang dewasa yang membawa anak ke dewasa, terutama dalam masa perkembangan. Tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia sehari-hari. Komunikasi merupakan hal yang membantu manusia dalam bertumbuh dan berkembang serta menemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diharapkan oleh kelompok sosial, serta merupakan masa pencarian identitas untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diharapkan oleh kelompok sosial, serta merupakan masa pencarian identitas untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang penuh konflik, karena masa ini adalah periode perubahan dimana terjadi perubahan tubuh, pola perilaku dan peran yang diharapkan oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. 1 BAB 1 PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. Dimulai dari masa bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan masa tua. Pada setiap masa pertumbuhan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu. mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu. mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu siswa mengembangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Percaya diri adalah sikap yang timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Percaya diri adalah sikap yang timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PERCAYA DIRI 1. Pengertian percaya diri Percaya diri adalah sikap yang timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan berhasil. Dari segi perkembangan, rasa percaya diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan dilakukan agar seseorang memperoleh pemahaman tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan dilakukan agar seseorang memperoleh pemahaman tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dilakukan agar seseorang memperoleh pemahaman tentang suatu ilmu. Pendidikan juga mempermudah seseorang menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN. Adapun hasil dari penelitian tersebut sebagai berikut : A. Sikap Kewirausahaan : a) Percaya diri

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN. Adapun hasil dari penelitian tersebut sebagai berikut : A. Sikap Kewirausahaan : a) Percaya diri BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN 4.1 Hasil Penelitian Penelitian tentang penerapan sikap dan kepribadian wirausaha dilakukan di kalangan mahasiswa Pendidikan Ekonomi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola asuh merupakan interaksi yang diberikan oleh orang tua dalam berinteraksi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dipaparkan penjelasan mengenai teori dari variabelvariabel

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dipaparkan penjelasan mengenai teori dari variabelvariabel BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dipaparkan penjelasan mengenai teori dari variabelvariabel yang diteliti dalam penelitian ini. 2.1 Motivasi Berprestasi 2.1.1 Pengertian Motivasi Menurut Sobur (2009)

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERANAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PENYESUAIAN SOSIAL ANAK DI DESA WONOSARI KECAMATAN KARANGANYAR

BAB IV ANALISIS PERANAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PENYESUAIAN SOSIAL ANAK DI DESA WONOSARI KECAMATAN KARANGANYAR BAB IV ANALISIS PERANAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PENYESUAIAN SOSIAL ANAK DI DESA WONOSARI KECAMATAN KARANGANYAR Atas dasar hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab tiga, maka akan dilakukan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan

BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan kemudian dipertahankan oleh individu dalam memandang dirinya

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP AGRESIFITAS ANAK DI TAMAN KANAK-KANAK KARTIKA 1-61 PADANG

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP AGRESIFITAS ANAK DI TAMAN KANAK-KANAK KARTIKA 1-61 PADANG 1 HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP AGRESIFITAS ANAK DI TAMAN KANAK-KANAK KARTIKA 1-61 PADANG Yozi Dwikayani* Abstrak- Masalah dalam penelitian ini yaitu banyaknya orang tua murid TK Kartika 1-61 Padang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian, 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan asumsi penelitian, hipotesis, metode penelitian,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PENYESUAN SOSIAL 1. Pengertian Penyesuaian sosial merupakan suatu istilah yang banyak merujuk pada proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. KAJIAN TEORI 1. Pola Asuh a. Pengertian Pola Asuh Orang tua hendaknya selalu memberikan kasih sayang kepada anaknya. Yusuf (2010:37) menyatakan bahwa orang tua bertanggung jawab

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang terjadi. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik

I. PENDAHULUAN. yang terjadi. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan utama suatu bangsa sebagai proses membantu manusia menghadapi perkembangan, perubahan, dan permasalahan yang

Lebih terperinci

Nomor : Usia : PETUNJUK PENGISIAN

Nomor : Usia : PETUNJUK PENGISIAN Nomor : Usia : PETUNJUK PENGISIAN 1. Bacalah pernyataan-pernyataan pada lembar berikut, kemudian kerjakanlah dengan sungguh-sungguh sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. 2. Kerjakanlah semua nomor dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya yang terpenting adalah manusia. Sejalan dengan tuntutan dan harapan jaman

BAB I PENDAHULUAN. daya yang terpenting adalah manusia. Sejalan dengan tuntutan dan harapan jaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia bukan hanya merupakan negara yang sedang berkembang melainkan juga negara yang sedang membangun. Dalam usaha untuk membangun itu dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh Keluarga 1.1. Pengertian Pola Asuh Keluarga. Pola asuh merupakan pola perilaku orangtua yang paling dominan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh Keluarga 1.1. Pengertian Pola Asuh Keluarga. Pola asuh merupakan pola perilaku orangtua yang paling dominan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh Keluarga 1.1. Pengertian Pola Asuh Keluarga Pola asuh merupakan pola perilaku orangtua yang paling dominan dalam menangani anaknya sehari-hari. Pengasuhan anak adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu kebutuhan fisik maupun psikologis. Untuk kebutuhan fisik seperti makan,

BAB I PENDAHULUAN. itu kebutuhan fisik maupun psikologis. Untuk kebutuhan fisik seperti makan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki serangkaian kebutuhan yang harus dipenuhi baik itu kebutuhan fisik maupun psikologis. Untuk kebutuhan fisik seperti makan, minum, pakaian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara berpikir remaja mengarah pada tercapainya integrasi dalam hubungan sosial (Piaget dalam Hurlock, 1980).

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Self Efficacy Konsep mengenai self efficacy ini pada dasarnya melibatkan banyak kemampuan yang terdiri dari aspek kegiatan sosial dan kemampuan untuk bertingkah laku.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Uji validitas dan reliabilitas. Hasil try out Penyesuaian diri

Lampiran 1. Uji validitas dan reliabilitas. Hasil try out Penyesuaian diri Lampiran 1 Uji validitas dan reliabilitas Hasil try out Penyesuaian diri No Uji Validitas Keterangan 1 0.382 Diterima 2 0.362 Diterima 3 0.232 Ditolak 4 0.411 Diterima 5 0.317 Diterima 6 0.324 Diterima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan yang terjadi semakin ketat, individu dituntut untuk memiliki tingkat pendidikan yang memadai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, diantaranya dalam bidang pendidikan seperti tuntutan nilai pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, diantaranya dalam bidang pendidikan seperti tuntutan nilai pelajaran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dari waktu ke waktu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi makin pesat mengikuti arus globalisasi yang semakin hebat. Akibat dari fenomena ini antara lain

Lebih terperinci

2.1.2 Tipe-Tipe Kepemimpinan Menurut Hasibuan (2009: ) ada tiga tipe kepemimpinan masing-masing dengan ciri-cirinya, yaitu:

2.1.2 Tipe-Tipe Kepemimpinan Menurut Hasibuan (2009: ) ada tiga tipe kepemimpinan masing-masing dengan ciri-cirinya, yaitu: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan 2.1.1 Pengertian Kepemimpinan Menurut Wukir (2013:134), kepemimpinan merupakan seni memotivasi dan mempengaruhi sekelompok orang untuk bertindak mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang pelatihan berpikir optimis untuk meningkatkan harga diri pada remaja di panti asuhan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional mengharapkan upaya pendidikan formal di sekolah mampu membentuk pribadi peserta didik menjadi manusia yang sehat dan produktif. Pribadi

Lebih terperinci