ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TINGGI TANJUNG KARANG PERKARA No. 3/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI DANA SERTIFIKASI PENDIDIKAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TINGGI TANJUNG KARANG PERKARA No. 3/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI DANA SERTIFIKASI PENDIDIKAN"

Transkripsi

1 ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TINGGI TANJUNG KARANG PERKARA No. 3/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI DANA SERTIFIKASI PENDIDIKAN Friska Annisa Tartusi, Erna Dewi, Dona Raisa Monica Abstrak Korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan dengan tindak pidana lainnya di berbagai belahan dunia. Tindak pidana korupsi dipandang sebagai tindak pidana yang merugikan negara. Definisi negara disini tidak hanya menyangkut negara dalam lingkup Pemerintah Pusat, tetapi juga menyangkut Pemerintah Daerah. Seperti hal nya tindak pidana korupsi dana sertifikasi pendidikan yang terjadi di Pemerintahan Kabupaten Lampung Utara Provinsi Lampung dalam kasus dengan No. Putusan 3/PID.SUS- TPK/2014/PT.TJK. Hal tersebut tidak hanya menimbulkan dampak kerugian bagi negara namun juga bagi guru-guru di Kabupaten Lampung Utara yang telah kehilangan hak mereka atas dana sertifikasi pendidikan yang semestinya diterima pada triwulan ke-iv tahun Permasalahan dalam skripsi ini apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan No. 3/PID.SUS- TPK/2014/PT.TJK dan apakah putusan tersebut sudah memenuhi rasa keadilan atau belum. Pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diketahui dasar pertimbangan hakim dalam memutus kasus tindak pidana korupsi dana sertifikasi pendidikan didasarkan pada pertimbangan yuridis yakni keterangan saksi, keterangan ahli, keterangan terdakwa serta surat-surat dan pertimbangan non yuridis yang memberatkan serta meringankan putusan tersebut. Hakim juga menggunakan teori pendekatan yakni teori keseimbangan, teori pendekatan keilmuan serta teori ratio decidendi dalam menjatuhkan putusan terhadap kasus ini. Serta dalam kasus ini rasa keadilan substantif belum sepenuhnya terpenuhi. Sebab dalam kasus ini keadilan baru dirasakan oleh terdakwa yang mendapatkan putusan dari majelis hakim tingkat banding lebih ringan dari pada tuntutan Jaksa Penuntut Umum serta putusan pengdilan tingkat pertama sedangkan dari pihak korban belum berasakan keadilan sebab belum adanya penggantian dana sertifikasi pendidikan bagi mereka. Kata Kunci : Analisis, Putusan Pengadilan, Korupsi

2 ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TINGGI TANJUNG KARANG PERKARA No. 3/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI DANA SERTIFIKASI PENDIDIKAN Friska Annisa Tartusi, Erna Dewi, Dona Raisa Monica Abstract Corruption always get more attention than with other crimes in various parts of the world.corruption is considered as crimes that harm the state.the definition of the state here not only related to the country in the scope of the central government, but also on the regional government.as regards his criminal corruption funds certification of education that occurred in the district administration lampung north lampung provincial in the case with no.the award 3 / pid.sus-tpk / 2014 / pt.tjk. This is not only caused the impact of losses for the country but also for teachers in districts north lampung has lost their rights over the certification of education should be accepted in the first ke-iv 2012.Problems in a thesis is what is the basis of consideration in dropping judge decisions no 3 / pid.sus-tpk / 2014 / pt.tjk and Whether the ruling has met a sense of justice or have not.an approach to a problem in this research is the approach of juridical normative and juridical empirical.based on the results of research and discussion we can see the basic consideration of cutting off the judge in the case of criminal acts of corruption funds education certification be based on the consideration of juridical namely witness, expert information, information the defendant as well as letters and consideration non juridical weighting and reducing the ruling. The judge also using the theory of approach is the theory of balance, the theory of the approach of scientific theory and in dropping decidendi ratio decisions on this case.as well as in this case a sense of justice of the substantive not fully met.because in this case justice new perceived by the defendant who received the award of the tribunal judge the appeal of more light on the demands of public prosecutors and the first level pengdilan decisions of the victims while berasakan justice has not yet any reimbursement for certification for their education. Keyword : Analysis, Adjudication, Corruption

3 I. PENDAHULUAN Korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan dengan tindak pidana lainnya di berbagai belahan dunia. Peningkatan korupsi di Indonesia dari tahun ke tahun terus membuat masyarakat resah. Tindak pidana korupsi sudah meluas dalam masyarakat, baik dari jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian Negara, maupun dari segi kualitas tindak pidana yang dilakukan semakin sistematis serta lingkupnya yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat. 1 Reimon Aron seorang sosiolog berpendapat bahwa korupsi dapat mengundang gejolak revolusi, alat yang ampuh untuk mengkreditkan suatu bangsa. Bukanlah tidak mungkin penyaluran akan timbul apabila penguasa tidak secepatnya menyelesaikan masalah korupsi. 2 Tindak pidana korupsi dipandang sebagai tindak pidana yang merugikan negara. Definisi negara disini tidak hanya menyangkut negara dalam lingkup Pemerintah Pusat, tetapi juga menyangkut Pemerintah Daerah, hal ini terjadi karena memang tidak dapat dipungkiri, bahwa kekuasaan baik di pusat maupun daerah memang cendrung lebih mudah untuk korup ( Power tends to Corup). 3 1 Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Sinar Grafika, 2005, hlm B. Simanjuntak, Pengantar Kriminologi dan Pantologi Sosial, Bandung, Tarsino, 1981, hlm Romli Atmasasmita, Sekitar Masalah Korupsi, Aspek Nasional dan Aspek Internasional, Bandung, Mandar Maju, 2004, hlm. 75. Sebagai salah satu contoh korupsi pada tingkat daerah adalah di pemerintahan Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung, yaitu dengan terdakwa Berti Astuti, S.H., M.M. binti Ibrahim mantan Kepala Sub Bagian Keuangan Dinas Pendidikan Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung. Tertanggal 19 Juli 2013, Terdakwa Berti Astuti,S.H.,M.M. atas perintah dari Drs. Hi. Zulkarnain selaku mantan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Lampung Utara telah melakukan pencairan keseluruhan dana Tunjangan Profesi Guru (Sertifikasi) di PT. Bank Lampung Cabang Kotabumi menggunakan Cek Tarik Tunai di PT. Bank Lampung Cabang Kotabumi sebesar Rp ,00 (tujuh puluh tujuh milyar sembilan ratus tujuh puluh empat juta enam ratus dua puluh enam ribu tujuh ratus tiga puluh satu rupiah). 4 Dana Tunjangan Profesi (Sertifikasi) yang masuk ke Rekening Giro Dinas sebesar Rp ,00 (tujuh puluh tujuh milyar sembilan ratus tujuh puluh empat juta enam ratus dua puluh enam ribu tujuh ratus tiga puluh satu rupiah) tersebut, hanya dibayarkan terdakwa sebesar Rp ,00 (tujuh puluh milyar enam ratus dua puluh satu juta dua ratus delapan puluh dua ribu tujuh ratus lima belas rupiah), sehingga terdapat selisih sebesar Rp ,00 (tujuh milyar tiga ratus lima puluh tiga juta tiga ratus empat puluh empat ribu tujuh belas rupiah) yang tidak dibayarkan untuk triwulan ke IV bulan November 2012 dan Desember 2012, yang hal 4 Surat Putusan Nomor 3/PID.SUS- TPK/2014/PN.TK.

4 ini bertentangan dengan Ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 34/PMK.07/2012 tentang Pedoman Umum dan Alokasi Tunjangan Profesi Guru Pegawai Negeri Sipil Daerah Propinsi, Kabaupaten dan Kota Tahun Anggaran 2012 pada Pasal 5 Ayat (1). Penuntut Umum telah mendakwa Berti Astuti dengan Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 4 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasaan Tindak Pidana Korupsi yang diubah UU No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) yang menyatakan terdakwa Berti Astuti telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebesar Rp ,00 (tujuh milyar tiga ratus lima puluh tiga juta tiga ratus empat puluh empat ribu tujuh belas rupiah) serta menjauhkan pidana penjara terhadap terdakwa Berti Astuti, S.H., M.M. binti Ibrahim selama 9 (sembilan) tahun dan membayar denda sebesar Rp ,00 (tiga ratus juta rupiah) Subsidair 3 (Tiga) bulan kurungan serta membayar uang pengganti sebesar Rp ,00 (lima milyar tujuh ratus tujuh belas juta tiga ratus tiga puluh tiga ribu dua ratus tujuh puluh lima rupiah). 5 Putusan hakim terhadap terdakwa ternyata lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum, yakni berdasarkan Putusan No. 13/PID.SUS/TPK/2014/PN.TK, terdawa dijatuhkan pidana 8 (delapan) tahun penjara dan denda Rp ,00 (tiga ratus juta 5 Surat Tuntutan Nomor Register Perkara: PDS 01/K.Bumi/01/2014. rupiah) Subsidair 3 (tiga) bulan kurungan serta membayar uang pengganti sebesar Rp ,00 (tiga milyar enam ratus sembilan puluh lima juta tiga ratus tiga puluh tiga ribu dua ratus tujuh puluh lima rupiah). 6 Sedangkan pada tingkat banding berdasarkan Putusan No. 3/PID.Sus- TPK/2014/ PT.TJK, terdakwa dijatuhkan pidana 6 (enam) tahun penjara dan denda Rp ,00 (dua ratus juta rupiah) serta membayar uang pengganti sebesar Rp ,00 (satu milyar dua ratus empat puluh dua juta delapan ratus tiga puluh tiga ribu dua ratus tujuh puluh lima rupiah). 7 Dikarenakan masih banyaknya kasus tindak pidana korupsi di Indonesia bahkan dana sertifikasi pendidikan yang seharusnya menjadi hak bagi guru pun masih ada celah untuk dijadikan objek tindak pidana korupsi. Serta putusan hakim Pengadilan Tinggi Tanjung Karang yang lebih rendah dari dakwaan jaksa penuntut umum dan putusan hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang atas kasus ini dirasa penulis ditakutkan tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan menulis skripsi dengan judul, Analisis Putusan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang Perkara No. 3/PID.SUS- TPK/2014/PT.TJK tentang Tindak Pidana Korupsi Dana Sertifikasi Pendidikan 6 Surat Putusan Nomor: 13/PID.SUS/TPK/2014/PN.TK. 7 Surat Putusan Nomor 3/PID.SUS- TPK/2014/PN.TK.

5 Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana korupsi dana sertifikasi pendidikan dalam putusan No 3/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK. (2) Apakah putusan hakim pengadilan tinggi tanjung karang No. 3/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK terhadap pelaku tindak pidana korupsi dana sertfikasi pendidikan sudah tepat dan memenuhi rasa keadilan. Pendekatan masalah yang digunakan untuk menjawab permasalahan di atas yaitu pendekatan yuridis normatif, dan pendekatan yuridis empiris. Data yang digunakan adalah data primer, dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan, dan studi lapangan. Data-data tersebut lalu dilakukan pengolahan melalui tahap seleksi data, klasifikasi data, dan sistematisasi data. Data yang sudah diolah tersebut kemudian disajikan dalam bentuk uraian, yang lalu diinterpretasikan atau ditafsirkan untuk dilakukan pembahasan dan dianalisis secara kualitatif, kemudian untuk selanjutnya ditarik suatu kesimpulan dengan menggunakan metode induktif. II. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan Nomor 03/PID.SUS-TPK/2014/PT. TJK tentang Tindak Pidana Korupsi Dana Sertifikasi Pendidikan Berdasarkan wawancara penulis dengan Deni Achmad pada tanggal 13 Desember 2014 pukul 13:30 WIB, menyatakan bahwa putusan pengadilan harus disertai dengan alasan-alasan atau argumentasi yang menjadi dasar untuk mengadili. Alasan tersebut dimaksudkan sebagai pertanggungjawaban pengadilan atas putusan terhadap masyarakat, sehingga mempunyai nilai objektif yang dapat dipertanggungjawabkan. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Sudirman Sitepu pada tanggal 15 Desember 2014 pukul 10:15 WIB, menyatakan ada syaratsyarat yang harus diperhatikan oleh hakim dalam menjatuhkan pidana. Syarat-syarat hakim dalam menjatuhkan pidana tersebut, adalah: 1. Karena pembuktian yang sah menurut undang-undang 2. Dalam Pasal 183 KUHAP ntuk dikatakan terbukti dengan sah sekurang-kurangnya harus ada dua alat bukti yang sah 3. Adanya keyakinan hakim 4. Orang yang melakukan tindak pidana (pelaku) dianggap dapat bertanggung jawab 5. Adanya kesalahan melakukan tindak pidana yang didakwakan atas diri pelaku tindak pidana. Hakim dalam memutus suatu perkara harus berdasarkan pada dua alat bukti yang sah. Dijelaskan dalam Pasal 184 KUHAP, alat bukti yang sah yaitu: 1. Keterangan Saksi 2. Keterangan Ahli 3. Keterangan Terdakwa 4. Surat 5. Petunjuk Menurut Sudirman Sitepu, dalam putusan No. 3/PID.SUS-

6 TPK/2014/PT.TJK terdapat hal yang memberatkan perbuatan terdakwa yaitu bahwa tindak pidana korupsi merupakan tindak kejahatan yang menjadi perhatain pemerintah dan masyarakat untuk diberantas. Sedangkan hal yang meringankan dalam putusan No. 3/PID.SUS- TPK/2014/PT.TJK ini adalah sebagai berikut: 1. Terdakwa jujur dan berterus terang atas perbuatannya sehingga melancarkan proses pemeriksaan. 2. Terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi. 3. Terdakwa belum pernah dihukum. 4. Terdakwa seorang ibu yang anak-anak yang hasus dibimbing dan dibesarkan. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Nikmah Rosidah pada tanggal 7 Januari 2015 pukul 13:00 WIB, putusan hakim merupakan pertanggungjawaban hakim dalam melaksanakann tugasnya untuk menerima, memeriksa dan mengadili perkara yang diajukan kepadanya, dimana pertanggungjawaban itu tidak hanya diyujukan kepada hukum, diri hakim itu sendiri, ataupun kepada masyarakat luas tetapi juga pertanggungjawaban kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pada dasarnya tujuan pemidanaan adalah sebagai korektif, introspektif dan edukatif bagi terdakwa bukan meruoakan alat balas dendam atas tindak pidana yang telah dilakukan terdakwa di masa lalu. Sehingga dari hukuman tersebut diharapkan terdakwa dapat hidup lebih baik di masa depan. Dan yang terpenting dengan pemidaan terdakwa diharapkan juga masyarakat luas yang mengetahui merasa takut dan tidak melakukan hal serupa yang telah dilakukan terdakwa. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis memiliki beberapa analisis bahwa hakim dalam memutus terdakwa Berti Astuti, S.H., M.M. enurut memperhatikan beberapa aspek, yakni: A. Aspek Yuridis 1. Keterangan Saksi Keterangan saksi dalam kasus ini terdiri dari Saksi Zulkarnain selaku Kepala Dinas Penddikan Kabupaten Lampung Utara. Saksi Sahadat Burhan selaku Bendahara Pengeluaran pada Dinas Pendidikan Kabupaten Lampung Utara. Saksi Dedy Alpani selaku Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kabupaten Lampung Utara. Saksi Sayuti selaku Kepala Bidang Perbendaharaan pada Badan Pengelolaan Kekayaan dan Aset Daerah Kabupaten Lampung Utara. 4 (empat) orang saksi Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) yang ada di Dinas Pendidikan Kabupaten Lampung Utara yakni saksi Asma Denti saksi Umar Ahmad saksi Hairul Fadillah dan saksi Heri Suryadi. 3 (tiga) orang saksi dari PT. Bank Lampung Cabang Kotabumi yakni saksi Nirawati selaku Teller, saksi A. Afdhol selaku Pimpinan Bank, dan saksi Levimasordhy selaku Pimpinan Bidang Operasional dan Pelayanan. 2. Keterangan Ahli Keterangan ahli dalam kasus korupsi dana sertifikasi

7 pendidikan ini adalah keterangan dari Pejabat Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). 3. Keterangan Terdakwa Keterangan terdakwa dalam kasus ini adalah Berti Astuti terdakwa kasus korupsi dana sertifikasi pendidikan. 4. Surat Surat-surat dalam kasus korupsi dana sertifikasi pendidikan ini adalah Surat Perintah Membayar (SPM) No. 900/158/11 LU /2012 tanggal 17 April 2012, Surat Perintah Membayar (SPM) No. 900/308/11 LU /2012 tanggal 15 Agustus 2012, Surat Perintah Membayar (SPM) No. 900/333/11 LU /2012 tanggal 01 Oktober 2012, Surat Perintah Membayar (SPM) No. 900/337/11 LU /2012 tanggal 06 Desember 2012, SP2D No. 900/1558/31-LU/2012 tanggal 23 April 2012, SP2D No. 900/5422/31-LU/2012 tanggal 16 Agustus 2012, SP2D No. 900/6436/31-LU/2012 tanggal 02 Oktober 2012, SP2D No. 900/8941/31-LU/2012 tanggal 06 Desember 2012, Surat Pernyataan Melaksakan Tugas No. 800/160/11-LU/2012 tanggal 17 April 2012, Surat Pernyataan Melaksakan Tugas 800/308/11-LU/2012 tanggal 15 Agustus 2012, Surat Pernyataan Melaksakan Tugas No. 800/335/11-LU/2012 tanggal 01 Oktober 2012, Surat Pernyataan Melaksakan Tugas No. 800/338/11-LU/2012 tanggal 06 Desember 2012, surat pengantar No. 800/540/10-LU/2012 tertanggal 04 Juni 2012 yang ditujukan kepada Pimpinan BRI Cabang Kotabumi, surat pengantar No. 800/1064/10- LU/2012 tertanggal 06 September 2012 yang ditujukan kepada Pimpinan BRI Cabang Kotabumi, surat pengantar No. 800/1214/10-LU/2012 tertanggal 19 Oktober 2012 yang ditujukan kepada Pimpinan BRI Cabang Kotabumi, surat pengantar No. 800/1343/10-LU/2012 tertanggal 20 Desember 2012 yang ditujukan kepada Pimpinan BRI Cabang Kotabumi. B. Aspek Non Yuridis Selain melihat aspek yuridis hakim juga melihat kepada aspek non yuridis dalam menjatuhkan putusan terhadap terdakwa dengan mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan juga meringankan putusan terhadap terdakwa. Adapun hal yang memeratkan terdakwa yakni tindak pidana yang dilakukan terdakwa adalah tindak pidana korupsi yang menimbulkan efek keresahan dalam masyarakat. Sedangkan yang meringankan adalah adanya sikap jujur dan keterbukaan dari terdakwa sehingga memperlancar proses pemeriksaan, rasa bersalah yang ditunjukan terdawa, pernyataan terdakwa untuk tidak mengulangi tindak pidana korupsi ataupun tindak pidana lainnya serta status terdakwa yang merupakan seorang ibu dan istri yang memiliki peran penting dalam kelurga. Hakim dalam memutus perkara No. 03/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK juga menggunakan teori pendekatan. Adapun menurut penulis teori pendekatan yang digunakan hakim dalam menjatuhkan putusan yang berkaitan dengan kasus ini adalah:

8 1. Teori keseimbangan Teori keseimbangan disini adalah keseimbangan antara syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang dan kepentingan pihak-pihak yang bersangkutan dan berkaitan dengan perkara, yaitu antara lain seperti adanya keseimbangan yang berkaitan dengan masyarakat, kepentingan terdakwa dan kepentingan korban. 2. Teori Pendekatan Keilmuan Titik tolak dari teori ini adalah pemikiran bahwa proses penjatuhan pidana harus dilakukan secara sistematik dan penuh kehati-hatian khususnya dalam kaitannya dengan putusan-putusan terdahulu dalam rangka menjamin konsistensi dari putusan hakim. 3. Teori Ratio Decidendi Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar, yang mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang disengketakan, kemudian mencari peraturan perundangundangan yang lebih relevan dengan pokok perkara yang di sengketaka sebagai dasar hukum dalam penjatuhan putusan, serta pertimbangan hakim harus didasarkan pada motivasi yang jelas untuk menegakkan hukum dan memberikan keadilan. B. Rasa Keadilan dalam Putusan Nomor 03/PID.SUS-TPK/2014/PT. TJK Keadilan tidak berbentuk dan tidak dapat dilihat namun pelaksanaannya dapat kita lihat dalam perspektif pencarian keadilan. Dalam memberikan putusan terhadap suatu perkara pidana, seharusnya putusan hakim berisi alasan alasan dan pertimbangan-pertimbangan yang bisa memberikan rasa keadilan bagi terdakwa. 8 Menurut Sudirman Sitepu hakim dalam memutuskan putusan yang memenuhi rasa keadilan bagi terdawka, korban dan masyarakat harus melihat dan mempertimbangkan berbagai aspek yuridis, yaitu: 8 1. Dikaji dari aspek keadilan masyarakat, maka perbuatan terdakwa baik langsung maupun tidak langsung dengan tidak membagiak dana sertifikasi pendidikan kepada guru-guru di Kabupaten Lampung Utara yang berhak menerimanya, maka akan berkolerasi adanya korban dalam masyarakat sehingga memicu keresahan masyarakat menyebabkan keseimbangan, keharmonisan dan kekeluargaan relatif dapat terganggu akibat perbuatan terdakwa. 2. Dikaji dari aspek kejiwaan/psikologis terdakwa, ternyata dengan diadili dan dijadikan terdakwa dalam perkara ini maka dikatakan sebagai Nanda Agung Dewantoro, Masalah Kebebasan Hakim dalam Menangani Suatu MasalahPerkara Pidana, Jakarta: Aksara Persada Indonesia, 1987, hlm. 50.

9 sebuah sejarah perjalanan kelam bagi kehidupan terdakwa sebagaimana teori tabularasa dari John Locke dan sekaligus pula akan menimbulkan stigma bagi kehidupan terdakwa dalam masyarakat padahal terdawka harus menjadi panutan bagi keluarganya dan masyarakat pada umumnya. Selain itu dari aspek kejiwaan/psikologis terdakwa ternyata sepanjang pengamatan majelis hakim, terdakwa sehat mental dan tidak nmengalami gangguan jiwa serta gejala sosiopatik atau depresi mental sehingga terdakwa dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya. 3. Dikaji dari aspek edukatif dan aspek agamis/religious dimana terdakwa tinggal dan dibesarkan, dimana terdakwa berpendidikan harusnya lingkungan terdakwa tinggal dan dibesarkan tidak membentuk mental, pribadi dan moral terdakwa melakukan tindak pidana ataupun perbuatan negatif dan bertentangan dengan hukum positif yang berlaku di masyarakat Indonesia. 4. Dikaji dari aspek figure terdakwa dan trial by press, dimana dengan terdakwa diadili dan menjalani proses persidangan maka baik secara langsung maupun tidak langsung akan merubah pandangan masyarakat tentang terdakwa serta keluarganya dan juga dengan adanya pemberitaan dari media massa terhadap kasus yang menimpa dan dijalani oleh terdakwa dengan menyebut nama lengkap terdakwa tanpa merubah inisial aspek ini menurut Sudirman Sitepu merupakan salah satu hukuman moral tersendiri bagi terdakwa beserta keluarganya sebagai salah satu trial by press. 5. Dikaji dari aspek policy/filsafat pemidanaan melahirkan keadilan dan mencegah adanya disparitas dalam hal pemidanaan (sentencing of disparity) yang dianut sistem hukum Indonesia maka pada dasarnya pidana dijatuhkan semata-mata bukan bersifat pembalasan. Aspek policy/filsafat pemidaan hendaknya melahirkan keadilan dan menghindari adanya disparitas dalam pemidanaan sehingga dalam penegakkan hukum timbul adanya keadilan bagi terdakwa. 6. Dikaji dari aspek perspektif model sistem peradilan pidana yang ideal bagi Indonesia, maka hendaknya dianut aspek model keseimbangan kepentingan atau daad-dader strafrecht. Dengan melakukan penjatuhan pidana dengan model daad-dader strafrecht, yaitu model sistem peradilan pidana yang mengacu pada keseimbangan kepentingan. Putusan pemidanaan majelis hakim ini

10 sanksinya berorientasi kepada perlindungan kepentingan Negara, kepetingan masyarakat, kepentingan individu, kepentingan pelaku tindak pidana, kepentingan masyarakat, kepentingan korban kejahatan. Menurut Sudirman sitepu berdasarkan pertimbanganpertimbangan dari aspek yuridis, sosiologis, filosofis, dan prsikologis atau dari aspek legal juctice, moral juctice maka tuntutan pidana Penuntut Umum atas diri terdakwa relatif terlalu berat. Berdasarkan pembelaan terdakwa serta fakta yang terungkap dipersidangan, sebelum majelis hakim menjatuhkan pidana juga memperhatikan hal-hal yang meberatkan serta meringankan terdakwa sesuai dengan Pasal 183 dan 184 KUHAP. Sehingga menurut Sudirman Sitepu vonis yang dijatuhkan majelis hakim dirasa telah adil, memadai, argumentative, manusiawi, proporsional dan sesuai dengan kesalahan yang telah dilakukan terdakwa. Berdasarkan hasil wawancara dengan Deni Achmad, putusan yang memenuhi unsur keadilan adalah putusan yang adil bagi semua yakni masyarakat, penegak hukum, terdakwa, Negara, korban maupun diri hakim itu sendiri yang memutus kasus ini. Putusan yang telah dijatuhkan terhadap terdakwa Berti Astuti menurut Deni Achmad telah memenuhi unsudr adil bagi semua. Berdasarkan hasil wawancara penulisn dengan Nikmah Rosidah, putusan yang ditetapkan oleh majelis hakim telah memenuhi rasa keadilan bagi terdakwa namun tidak adil bagi korban dalam hal ini guru-guru di Kabupaten Lampung Utara yang berhak menerima dana sertfikasi pendidikan sampai mereka mendapat pertanggungjawaban berupa pengembalian dana sertifikasi yang semestinya diterima dan dapat dimanfaatkan bagi para guru yang berhak menerimanya. Berdasarkan penjelasan di atas maka penulis dapat menganalisis, bahwa putusan Nomor 03/PID.SUS- TPK/2014/PT.TJK dengan terdakwa Berti Astuti, S.H., M.M. telah memenuhi rasa keadilan hal ini didasarkan pada telah dilaksanakannya putusan majelis hakim tingkat banding terhadap terdakwa dan telah adanya itikad dari terdakwa untuk mengembalikan kerugian negara meskipun belum sepenuhnya namun dengan sikap proaktif dari penegak hukum untuk mengupayakan pengembalian kerugian negara sepenuhnya maka akan tercipta rasa keadilan tidak hanya bagi terdakwa namun juga oleh korban dan masyarakat sehingga sesuai dengan teori keseimbangan dimana adanya keseimbangan yang berkaitan dengan kepentingan korban, kepentingan terdakwa dan kepentingan masyarakat. III. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian penulis terhadap putusan Nomor 3/PID.SUS- TPK/2014/PT.TJK, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Pertimbangan hakim dalam putusan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang Perkara No. 3/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK didasarkan pada pertimbangan

11 yuridis yakni keterangan saksi, keterangan ahli, keterangan terdakwa serta surat-surat dan pertimbangan non yuridis yang memberatkan serta meringankan putusan tersebut. Hakim juga menggunakan teori pendekatan yakni teori keseimbangan, teori pendekatan keilmuan serta teori ratio decidendi dalam menjatuhkan putusan terhadap kasus ini. Penjatuhan pidana 6 (enam) tahun penjara dan denda Rp ,00 (dua ratus juta rupiah) serta membayar uang pengganti sebesar Rp ,00 (satu milyar dua ratus empat puluh dua juta delapan ratus tiga puluh tiga ribu dua ratus tujuh puluh lima rupiah) telah sesuai dengan ketentuan Pasal (2) Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 2. Putusan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang Perkara No. 3/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK belum sepenuhnya memenuhi rasa keadilan substantif. Sebab dalam kasus ini keadilan baru dirasakan oleh terdakwa yang mendapatkan putusan dari majelis hakim tingkat banding lebih ringan dari pada tuntutan Jaksa Penuntut Umum serta putusan pengdilan tingkat pertama sedangkan dari pihak korban belum berasakan keadilan sebab belum adanya penggantian dana sertifikasi pendidikan bagi mereka. Seorang Hakim dalam memutus suatu perkara harus mempertimbangkan kebenaran yuridis (hukum) dengan kebenaran filosofis (keadilan). Seorang hakim harus membuat keputusan-keputusan yang adil dan bijaksana dengan mempertimbangkan implikasi hukum dan dampaknya yang terjadi di masyarakat. DAFTAR PUSTAKA Buku/Literatur : Atmasasmita, Romli Sekitar Masalah Korupsi, Aspek Nasional dan Aspek Internasional. Bandung: Mandar Maju. Dewantoro, Nanda Agung Masalah Kebebasan Hakim dalam Menangani suatu Perkara Pidana. Jakarta: Aksara Persada. Hartanti, Evi Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Sinar Grafika. Simanjuntak, B Pengantar Kriminologi dan Pantologi Sosial. Bandung: Tarsino. Soedarto Hukum dan Hukum Pidana Bandung: Alumni. Peraturan Perundang-Undangan: Surat Tuntutan Nomor Register Perkara: PDS 01/K.Bumi/01/ Surat Putusan Nomor: 13/PID.SUS/ TPK/2014/PN.TK. Surat Putusan Nomor: 03/PID.SUS- TPK/2014/PT.TJK.

I. PENDAHULUAN. tindak pidana lainnya di berbagai belahan dunia. Fenomena ini dapat dimaklumi

I. PENDAHULUAN. tindak pidana lainnya di berbagai belahan dunia. Fenomena ini dapat dimaklumi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan dengan tindak pidana lainnya di berbagai belahan dunia. Fenomena ini dapat dimaklumi mengingat

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D 101 07 638 ABSTRAK Proses pembangunan dapat menimbulkan kemajuan dalam kehidupan

Lebih terperinci

ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT (STUDI KASUS PUTUSAN NO. 30/PID/2013/PT.

ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT (STUDI KASUS PUTUSAN NO. 30/PID/2013/PT. ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT (STUDI KASUS PUTUSAN NO. 30/PID/2013/PT.TK) (Jurnal) Oleh SEKAR PRAMUDHITA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Narasumber Dan Gambaran Umum

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Narasumber Dan Gambaran Umum 40 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Narasumber Dan Gambaran Umum Sebelum diuraikan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, maka terlebih dahulu akan diuraikan mengenai karakteristik

Lebih terperinci

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan A. Latar Belakang Korupsi merupakan permasalahan yang dapat dikatakan sebagai sumber utama dari permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan telah masuk sampai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penggelapan di Indonesia saat ini menjadi salah satu penyebab terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai kehidupan dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UUPTPK) disebutkan:

I. PENDAHULUAN. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UUPTPK) disebutkan: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana korupsi merupakan salah satu tindak pidana dan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang atau korporasi dengan tujuan untuk menguntungkan diri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana pencabulan adalah suatu tindak pidana yang bertentangan dan melanggar kesopanan dan kesusilaan seseorang mengenai dan yang berhubungan dengan alat kelamin

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor :19 /PIDSUS.K/2012/PT-MDN.

P U T U S A N. Nomor :19 /PIDSUS.K/2012/PT-MDN. P U T U S A N Nomor :19 /PIDSUS.K/2012/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA --------- PENGADILAN TINGGI MEDAN yang mengadili perkara - perkara tindak pidana korupsi dalam peradilan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Disparitas pidana tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir seluruh Negara di

I. PENDAHULUAN. Disparitas pidana tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir seluruh Negara di I. PENDAHULUAN a. Latar Belakang Disparitas pidana tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir seluruh Negara di dunia menghadapi masalah ini. Disparitas pidana yang disebut sebagai the disturbing disparity

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 394/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 394/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 394/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 762/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 762/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 762/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian Tindak pidana merupakan perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan melakukan suatu kejahatan atau

Lebih terperinci

ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAMMENJATUHKAN PIDANA TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA (Studi Putusan Nomor 1303K/PID.

ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAMMENJATUHKAN PIDANA TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA (Studi Putusan Nomor 1303K/PID. ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAMMENJATUHKAN PIDANA TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA (Studi Putusan Nomor 1303K/PID.SUS/2011) ( Jurnal ) Oleh : Reynaldi Rahmatan FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor : 162/Pid.B/2014/PN.Bkn DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Nama : BANGUN ARITONANG Als PAK ENJEL

PUTUSAN Nomor : 162/Pid.B/2014/PN.Bkn DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Nama : BANGUN ARITONANG Als PAK ENJEL PUTUSAN Nomor : 162/Pid.B/2014/PN.Bkn DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Bangkinang yang mengadili perkara pidana pada tingkat pertama dengan acara pemeriksaan biasa telah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Korupsi di Indonesia sudah merupakan virus flu yang menyebarkan seluruh tubuh pemerintahan sehingga sejak tahun 1980 an langkah-langkah pemberantasannya pun masih tersendat-sendat

Lebih terperinci

adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang

adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem peradilan pidana (criminal justice system) maka pidana menempati suatu posisi sentral. Hal ini disebabkan karena keputusan di dalam pemidanaan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. buruk bagi perkembangan suatu bangsa, sebab tindak pidana korupsi bukan

BAB I PENDAHULUAN. buruk bagi perkembangan suatu bangsa, sebab tindak pidana korupsi bukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Korupsi merupakan salah satu tindak pidana yang mempunyai akibat buruk bagi perkembangan suatu bangsa, sebab tindak pidana korupsi bukan saja merugikan keuangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN Diajukan Oleh : Nama : Yohanes Pandu Asa Nugraha NPM : 8813 Prodi : Ilmu

Lebih terperinci

PENGADILAN TINGGI MEDAN

PENGADILAN TINGGI MEDAN P U T U S A N Nomor : 306/PID.SUS/2016/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari generasi muda yang memiliki peranan strategis yang mempunyai ciri dan sifat khusus yang memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Berdasarkan analisa kasus diatas dapat disimpulkan bahwa ada. keterkaitan antara jumlah kerugian negara dengan berat ringannya pidana

BAB III PENUTUP. Berdasarkan analisa kasus diatas dapat disimpulkan bahwa ada. keterkaitan antara jumlah kerugian negara dengan berat ringannya pidana BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan analisa kasus diatas dapat disimpulkan bahwa ada keterkaitan antara jumlah kerugian negara dengan berat ringannya pidana dalam tindak pidana korupsi. Terbukti

Lebih terperinci

PENGADILAN TINGGI MEDAN

PENGADILAN TINGGI MEDAN P U T U S A N Nomor : 17/PID.SUS.TPK/2016/PT.MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara tindak

Lebih terperinci

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N NO: 51 /PID.B/2014/PN-SBG

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N NO: 51 /PID.B/2014/PN-SBG P U T U S A N NO: 51 /PID.B/2014/PN-SBG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga yang memeriksa dan mengadili perkara pidana biasa pada tingkat pertama telah menjatuhkan

Lebih terperinci

ANALISIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP KASUS ASUSILA PADA ANAK. Sulasmin Hudji. Pembimbing I : Dr. Fence M. Wantu, SH.,MH

ANALISIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP KASUS ASUSILA PADA ANAK. Sulasmin Hudji. Pembimbing I : Dr. Fence M. Wantu, SH.,MH 1 ANALISIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP KASUS ASUSILA PADA ANAK (studi kasus Pengadilan Negeri Gorontalo dengan putusan perkara nomor 226/pid.b/2011/PN.grtlo dan putusan perkara nomor 11/pid.b/2013/PN.grtlo)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 16/PID.SUS.Anak/2015/PT.MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 16/PID.SUS.Anak/2015/PT.MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 16/PID.SUS.Anak/2015/PT.MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding,

Lebih terperinci

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N NO. 144/PID.B/2014/PN.SBG

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N NO. 144/PID.B/2014/PN.SBG P U T U S A N NO. 144/PID.B/2014/PN.SBG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga yang mengadili perkara-perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa pada peradilan tingkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari

I. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari berbagai kalangan, bukan saja dalam skala nasional, tetapi juga regional bahkan global, hal

Lebih terperinci

PENGADILAN TINGGI MEDAN

PENGADILAN TINGGI MEDAN P U T U S A N Nomor 374/PID.SUS/2016/PT.MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara pidana dalam pengadilan tingkat Banding,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merugikan hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas. masalah yang serius dan penegakannya tidak mudah.

BAB I PENDAHULUAN. merugikan hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas. masalah yang serius dan penegakannya tidak mudah. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pada saat ini penegakan hukum yang paling ditunggu masyarakat adalah penegakan hukum tindak pidana korupsi. Adanya tuntutan dari masyarakat untuk dilakukanya upaya pemberantasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur bahwa dalam beracara pidana, terdapat alat bukti yang sah yakni: keterangan Saksi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum (Rechtstaat), tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum (Rechtstaat), tidak BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum (Rechtstaat), tidak berdasarkan kekuasaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkaitan satu sama lainnya. Hukum merupakan wadah yang mengatur segala hal

I. PENDAHULUAN. berkaitan satu sama lainnya. Hukum merupakan wadah yang mengatur segala hal I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi penegakan hukum dan Hak Asasi Manusia, hal ini dikarenakan hukum dan Hak Asasi Manusia saling berkaitan satu sama

Lebih terperinci

KENDALA JAKSA DALAM PENERAPAN PIDANA TAMBAHAN UANG PENGGANTI PADA PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI

KENDALA JAKSA DALAM PENERAPAN PIDANA TAMBAHAN UANG PENGGANTI PADA PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI KENDALA JAKSA DALAM PENERAPAN PIDANA TAMBAHAN UANG PENGGANTI PADA PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI Oleh: Ni Nyoman Santiari I Gusti Agung Ayu DikeWidhiyaastuti Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 212/ Pid. B / 2010 / PN. SKH. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 212/ Pid. B / 2010 / PN. SKH. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 212/ Pid. B / 2010 / PN. SKH. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sukoharjo yang memeriksa dan mengadili perkara perkara pidana pada tingkat pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keuangan negara sebagai bagian terpenting dalam pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keuangan negara sebagai bagian terpenting dalam pelaksanaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keuangan negara sebagai bagian terpenting dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang pengelolaannya diimplemantasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai extra ordinary crime karena merupakan tindak pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai extra ordinary crime karena merupakan tindak pidana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 menegaskan bahwa perekonomian nasional disusun berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,

Lebih terperinci

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N NO. 129/PID.B/2014/PN.SBG

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N NO. 129/PID.B/2014/PN.SBG P U T U S A N NO. 129/PID.B/2014/PN.SBG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga yang mengadili perkara-perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa pada peradilan tingkat

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 446/PID.SUS /2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 446/PID.SUS /2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 446/PID.SUS /2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara sebagaimana diatur dalam Penjelasan Umum Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Selanjutnya disebut KUHP), dan secara

I. PENDAHULUAN. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Selanjutnya disebut KUHP), dan secara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem peradilan pidana di Indonesia terdiri dari hukum pidana materil dan hukum pidana formil. Hukum pidana materil di Indonesia secara umum diatur di dalam Kitab

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 21/PID.SUS.K/2014/PT-Mdn DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 21/PID.SUS.K/2014/PT-Mdn DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 21/PID.SUS.K/2014/PT-Mdn DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI PADA PENGADILAN TINGGI MEDAN, yang mengadili perkara Tindak Pidana Korupsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat

I. PENDAHULUAN. harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanah dari Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat dan martabat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kedudukannya sebagai instrumen hukum publik yang mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, maka Undang-Undang Nomor 8 Tahun

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana bisa terjadi kepada siapa saja dan dimana saja. Tidak terkecuali terjadi terhadap anak-anak, hal ini disebabkan karena seorang anak masih rentan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. unsur-unsurnya adalah sebagai berikut : dapat diminta pertanggung jawaban atas perbuatannya.

BAB V PENUTUP. unsur-unsurnya adalah sebagai berikut : dapat diminta pertanggung jawaban atas perbuatannya. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Penerapan unsur-unsur tindak pidana tanpa hak memiliki menyimpan atau menguasai

Lebih terperinci

ABSTRAK. ANALISIS PUTUSAN BEBAS PADA PERKARA NOMOR : 241/Pid.B/2011/PN.Mgl TENTANG TINDAK PIDANA KESUSILAAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI MENGGALA.

ABSTRAK. ANALISIS PUTUSAN BEBAS PADA PERKARA NOMOR : 241/Pid.B/2011/PN.Mgl TENTANG TINDAK PIDANA KESUSILAAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI MENGGALA. ABSTRAK ANALISIS PUTUSAN BEBAS PADA PERKARA NOMOR : 241/Pid.B/2011/PN.Mgl TENTANG TINDAK PIDANA KESUSILAAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI MENGGALA Oleh Andika Nafi Saputra, Tri Andrisman, Rini Fathonah Email

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum tidak bisa dipisahkan dengan masyarakat sebagai kumpulan manusia, karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada sesudah meninggal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap bangsa mempunyai kebutuhan yang berbeda dalam hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap bangsa mempunyai kebutuhan yang berbeda dalam hal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap bangsa mempunyai kebutuhan yang berbeda dalam hal penerapan hukum sebab kehidupan suatu bangsa dipengaruhi oleh susunan masyarakat dan tingkat perkembangan

Lebih terperinci

PENGADILAN TINGGI MEDAN

PENGADILAN TINGGI MEDAN P U T U S A N Nomor 709/PID/2017/PT MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan yang mengadili perkara-perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa dalam tingkat banding

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan yang buruk, yang akan membimbing, dan mengarahkan. jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan yang buruk, yang akan membimbing, dan mengarahkan. jawab atas semua tindakan yang dilakukannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan akal budi dan nurani yang memberikan kepadanya kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang buruk, yang

Lebih terperinci

JURNAL KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI INFORMASI ATAU DOKUMEN ELEKTRONIK DALAM PERADILAN PERKARA PIDANA KORUPSI

JURNAL KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI INFORMASI ATAU DOKUMEN ELEKTRONIK DALAM PERADILAN PERKARA PIDANA KORUPSI JURNAL KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI INFORMASI ATAU DOKUMEN ELEKTRONIK DALAM PERADILAN PERKARA PIDANA KORUPSI Disusun Oleh : MICHAEL JACKSON NAKAMNANU NPM : 120510851 Program Studi : Ilmu Hukum Program

Lebih terperinci

EKSISTENSI SAKSI MAHKOTA KAITANNYA DENGAN SPLITSING DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA

EKSISTENSI SAKSI MAHKOTA KAITANNYA DENGAN SPLITSING DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA EKSISTENSI SAKSI MAHKOTA KAITANNYA DENGAN SPLITSING DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA oleh Sang Ayu Ditapraja Adipatni I Wayan Sutarajaya I Wayan Bela Siki Layang Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pidana denda merupakan salah satu jenis pidana yang telah lama diterima dan diterapkan dalam sistem hukum di berbagai negara dan bangsa di dunia. Akan tetapi, pengaturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya

BAB I PENDAHULUAN. acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam buku pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (selanjutnya disingkat dengan KUHAP) disebutkan bahwa tujuan hukum acara pidana adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. evaluasi hukum. Penegakan hukum pada hakikatnya merupakan interaksi antara

BAB I PENDAHULUAN. evaluasi hukum. Penegakan hukum pada hakikatnya merupakan interaksi antara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan pusat dari seluruh aktivitas kehidupan hukum yang dimulai dari perencanaan hukum, pembentukan hukum, penegakan hukum dan evaluasi hukum.

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejarah korupsi di Indonesia terjadi sejak zaman Hindia Belanda, pada masa

I. PENDAHULUAN. Sejarah korupsi di Indonesia terjadi sejak zaman Hindia Belanda, pada masa 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Korupsi berasal dari bahasa latin Corruptio atau Corruptus, yang kemudian diadopsi oleh banyak bahasa di eropa, misalnya di Inggris dan Perancis Corruption serta

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM DATA PUTUSAN SANKSI PIDANA TERHADAP PENGGELAPAN DANA ASURANSI TENAGA KERJA INDONESIA

BAB III TINJAUAN UMUM DATA PUTUSAN SANKSI PIDANA TERHADAP PENGGELAPAN DANA ASURANSI TENAGA KERJA INDONESIA 50 BAB III TINJAUAN UMUM DATA PUTUSAN SANKSI PIDANA TERHADAP PENGGELAPAN DANA ASURANSI TENAGA KERJA INDONESIA DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2012 PERMENAKER A. Kasus Posisi 1. Identitas

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR : 280/PID/2013/PT- MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Nama Lengkap. Kebangsaan/Kewarganegaraan : Indonesia

P U T U S A N NOMOR : 280/PID/2013/PT- MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Nama Lengkap. Kebangsaan/Kewarganegaraan : Indonesia P U T U S A N NOMOR : 280/PID/2013/PT- MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA ------PENGADILAN TINGGI MEDAN, mengadili perkara pidana dalam tingkat banding, telah menjatuhkan putusan dalam

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan Maia P U T U S A N Nomor 58 PK/Pid.Sus/2016 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara pidana khusus pada pemeriksaan Peninjauan Kembali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu mengalami perkembangan diberbagai bidang. Perkembangan yang diawali niat demi pembangunan nasional tersebut

Lebih terperinci

FAKTOR PENYEBAB DAN PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA TENTANG EKSPLOITASI SEKSUAL SESUAI DENGAN UNDANG- UNDANG PERLINDUNGAN ANAK

FAKTOR PENYEBAB DAN PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA TENTANG EKSPLOITASI SEKSUAL SESUAI DENGAN UNDANG- UNDANG PERLINDUNGAN ANAK FAKTOR PENYEBAB DAN PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA TENTANG EKSPLOITASI SEKSUAL SESUAI DENGAN UNDANG- UNDANG PERLINDUNGAN ANAK Oleh Lidya Permata Dewi Gde Made Swardhana A.A. Ngurah Wirasila Bagian

Lebih terperinci

Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa

Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa balinewsnetwork.com Mantan Bupati Jembrana, I Gede Winasa membantah tudingan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyebut dirinya

Lebih terperinci

P U T U S A N. No. 53 / Pid.B / 2013 / PN. UNH DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. No. 53 / Pid.B / 2013 / PN. UNH DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N No. 53 / Pid.B / 2013 / PN. UNH DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Unaaha yang memeriksa dan mengadili perkara pidana pada peradilan tingkat pertama dengan

Lebih terperinci

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK Oleh : Made Agus Indra Diandika I Ketut Sudantra Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT The paper is titled

Lebih terperinci

PIDANA DAN TINDAKAN TERHADAP TINDAK PIDANA NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK. oleh

PIDANA DAN TINDAKAN TERHADAP TINDAK PIDANA NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK. oleh PIDANA DAN TINDAKAN TERHADAP TINDAK PIDANA NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK ABSTRACT oleh Fredyan Priambodo Ida Ayu Sukihana Program Kekhususan Hukum Pidana Universitas Udayana In the world of medical

Lebih terperinci

ANALISIS PENJATUHAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MENYIMPAN BAHAN BAKAR MINYAK BERSUBSIDI TANPA IZIN

ANALISIS PENJATUHAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MENYIMPAN BAHAN BAKAR MINYAK BERSUBSIDI TANPA IZIN ANALISIS PENJATUHAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MENYIMPAN BAHAN BAKAR MINYAK BERSUBSIDI TANPA IZIN (Studi Putusan No. 516/Pid.Sus.LH/2016/PN.Tjk) (Jurnal Skripsi) Oleh YODHI ROMANSYAH NPM. 1342011173

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan Undang-undang No. 8 tahun 1981 yang disebut dengan Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana (KUHAP), menjelaskan

Lebih terperinci

tertolong setelah di rawat RSU dr. Wahidin Sudiro Husodo, kota Mojokerto. 1

tertolong setelah di rawat RSU dr. Wahidin Sudiro Husodo, kota Mojokerto. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia minuman beralkohol diawasi peredarannya oleh negara, terutama minuman impor. Jenis minuman beralkohol seperti, anggur, bir brendi, tuak, vodka, wiski

Lebih terperinci

V. PENUTUP. polri studi putusan No: 283/pid.B./2011/PN.MGL. Pertanggungjawaban atas

V. PENUTUP. polri studi putusan No: 283/pid.B./2011/PN.MGL. Pertanggungjawaban atas V. PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil pembahasan mengenai permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini pada bab sebelumnya, maka dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pertanggungjawaban pidana

Lebih terperinci

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N NO. 13/PID.B/2014/PN.SBG

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N NO. 13/PID.B/2014/PN.SBG P U T U S A N NO. 13/PID.B/2014/PN.SBG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga yang mengadili perkara-perkara pidana pada peradilan tingkat pertama telah menjatuhkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkembang sejalan dengan perkembangan tingkat peradaban. Berkaitan dengan

I. PENDAHULUAN. berkembang sejalan dengan perkembangan tingkat peradaban. Berkaitan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu persoalan yang muncul dipermukaan dalam kehidupan ialah tentang kejahatan pada umumnya terutama mengenai kejahatan dan kekerasan. Masalah kejahatan merupakan

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan M P U T U S A N Nomor: 4 PK/Pid.Sus/2015 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara tindak pidana korupsi pada pemeriksaan peninjauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak Di Indonesia. hlm Setya Wahyudi, 2011, Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaruan Sistem Peradilan Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Anak Di Indonesia. hlm Setya Wahyudi, 2011, Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaruan Sistem Peradilan Pidana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan Negara. Dengan peran anak yang penting

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI 20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 322/PID/2012/PT-MDN

P U T U S A N Nomor : 322/PID/2012/PT-MDN P U T U S A N Nomor : 322/PID/2012/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA ---- PENGADILAN TINGGI MEDAN, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam peradilan tingkat banding, telah

Lebih terperinci

BEBERAPA HAMBATAN YANG DIHADAPI HAKIM DALAM PROSES PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA KORUPSI DI PENGADILAN NEGERI JAMBI

BEBERAPA HAMBATAN YANG DIHADAPI HAKIM DALAM PROSES PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA KORUPSI DI PENGADILAN NEGERI JAMBI BEBERAPA HAMBATAN YANG DIHADAPI HAKIM DALAM PROSES PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA KORUPSI DI PENGADILAN NEGERI JAMBI Oleh : Islah.SH.MH 1 Abstract Judges are required to be fair in deciding a case that they

Lebih terperinci

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana 1 Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana Novelina MS Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Abstrak Adakalanya dalam pembuktian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan

I. PENDAHULUAN. Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan merupakan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional kedepan. Oleh

Lebih terperinci

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan 1 Ahmad Bustomi, 2

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 566/PID/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Terdakwa ditahan dalam Rumah Tahanan Negara :

P U T U S A N. Nomor : 566/PID/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Terdakwa ditahan dalam Rumah Tahanan Negara : P U T U S A N Nomor : 566/PID/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 255/Pid.B/2015/PN. Bnj. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 255/Pid.B/2015/PN. Bnj. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 255/Pid.B/2015/PN. Bnj. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Binjai yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa

Lebih terperinci

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan BAB II KEBIJAKAN HUKUM PIDANA YANG MENGATUR TENTANG SISTEM PEMIDANAAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA DI INDONESIA A. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 708/PID/2014/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 708/PID/2014/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 708/PID/2014/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Pengadilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan ini tentunya sangat

I. PENDAHULUAN. transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan ini tentunya sangat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu aspek penting dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah Bandar Lampung adalah menyelenggarakan pengelolaan keuangan dengan sebaik-baiknya sebagai

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 103 /PID/2013/PT-MDN.-

P U T U S A N Nomor : 103 /PID/2013/PT-MDN.- P U T U S A N Nomor : 103 /PID/2013/PT-MDN.- DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI SUMATERA UTARA DI MEDAN, dalam mengadili perkara-perkara Pidana pada peradilan tingkat banding

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 568/PID/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 568/PID/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 568/PID/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung merugikan keuangan Negara dan mengganggu terciptanya. awalnya muncul Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang

BAB I PENDAHULUAN. langsung merugikan keuangan Negara dan mengganggu terciptanya. awalnya muncul Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu mengalami perkembangan diberbagai bidang. Perkembangan yang diawali niat demi pembangunan nasional

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor 218/Pid/2014/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor 218/Pid/2014/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor 218/Pid/2014/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI BANDUNG, yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara pidana anak dalam tingkat banding, telah

Lebih terperinci

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) 1. Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H, 2. Suriani, S.H.,M.H Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci