BEBERAPA HAMBATAN YANG DIHADAPI HAKIM DALAM PROSES PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA KORUPSI DI PENGADILAN NEGERI JAMBI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BEBERAPA HAMBATAN YANG DIHADAPI HAKIM DALAM PROSES PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA KORUPSI DI PENGADILAN NEGERI JAMBI"

Transkripsi

1 BEBERAPA HAMBATAN YANG DIHADAPI HAKIM DALAM PROSES PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA KORUPSI DI PENGADILAN NEGERI JAMBI Oleh : Islah.SH.MH 1 Abstract Judges are required to be fair in deciding a case that they handle this certainly is not easy while the judge meet some obstacles in the process dropped the verdict against the defendant, prior to the defendant's criminal corruption case, there are who think this happened because of political factors, material factors and other things. Of course this gives a bad image of judges and court institutions, so as not to arise to know what the negative impact of these barriers. Key Note : criminal corruption A. Pendahuluan Dalam memeriksa, memutus dan menyelesaikan berbagai perkara pidana termasuk perkara pidana korupsi di sidang Pengadilan Negeri Jambi, sebelum putusan diambil dan dijatuhkan hakim pengadilan kepada terdakwa, hakim dapat mengambil suatu putusannya di dasarkan kepada pertimbangan-pertimbangan hakim yang logis, arif, bijaksana dan adil, di antaranya adalah mempertimbangkan fakta yang terungkap di persidangan, yang berisi tentang data pribadi terdakwa, keadaan lingkungan dan keadaan lingkungan keluarga terdakwa yang bersangkutan, putusan yang dijatuhkan dapat dijadikan dasar kuat untuk mengembalikan dan mengantarkan terdakwa untuk menapak masa depan yang lebih baik, efektivitas putusan yang dijatuhkan dan putusan harus bersifat objektif dan adil. Selain pertimbangan yang didasarkan di atas, pertimbangan hakim lainnya dalam menjatuhkan suatu putusan terhadap perkara pidana korupsi, menurut Nanda Agung Dewantara didasarkan kepada Ketentuan perundang-undangan yang berlaku, berdasarkan bukti-bukti dan fakta yang terungkap dalam persidangan, dan memperhatikan pada segala hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa 2. Pertimbangan hakim lainnya dalam menjatuhkan putusan terhadap perkara pidana korupsi di disang pengadilan, adalah didasarkan kepada di samping berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, didasarkan kepada 1 Islah.SH.MH adalah Dosen Tetap PS. Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Batanghari Jambi. 2 Nanda Agung Dewantara, Masalah Kebebasan Hakim Dalam Menangani Suatu Perkara Pidana, Aksara Persada : Jakarta, 2007, Halaman 3. 82

2 bukti-bukti dan fakta yang terungkap di persidangan. Bukti dan fakta yang yuridis relevant. Penemuan fakta-fakta itu erat hubungan dan kaitannya dengan pengetahuan hakim tentang hukumnya. Pengetahuan entang hukum itu mutlak untuk dapat menemukan hukumnya yang diperlukan untuk menjatuhkan putusan. Penemuan hukum itu merupakan kewajiban hakim pengadilan sebagai aparat penegak hukum dan keadilan yang wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Sedangkan pertimbangan hakim lainnya dalam menjatuhkan ptusan adalah dengan memeprhatikan segala hal-hal yang cukup memberatkan dan meringankan terdakwa. Hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa baik yang terletak di dalam maupn di luar ketentuan perundang-undangan, misalnya hal-hal yang memberatkan karena tindak pidana yang dijatuhkan termasuk tindak pidana berat yang diancam pidana 5 (lima) tahun ke atas, pernah melakukan tindak pidana dan lainnya, dan hal-hal yang meringankan karena terdakwa berlaku sopan selama dalam persidangan, terdakwa belum pernah melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman, usia yang relatif masih muda dan lain sebagainya. Setelah hakim mempertimbangkan segala yang ditemukan di dalam persidangan, akhirnya hakim mengambil suatu putusan menurut Nanda Agung Dewantara : Sebelum hakim mengambil suatu putusan, hakim mengadakan musyawarah setelah pemeriksaan perkara selesai, hakim akan mempertimbangkan apakah unsur-unsur didakwa tadi terbukti atau tidak, jika tidak terdakwa dibebaskan dan sebaliknya jika terbukti unsur yang didakwakan hakim menjatuhkan putusan pidana pokok dan pidana tambahan, sesuai dengan kualifikasi jenis pidana dan pasal yang telah dilanggar 3. Dengan selesainya pemeriksaan acara biasa terhadap terdakwa yang melakukan tindak pidana termasuk perkara pidana korupsi, hakim mengadakan musyawarah terakhir untuk mengambil suatu keputusan. Apakah menghukum terdakwa karena bersalah terbukti melakukan tindak pidana korupsi dimaksud ataukah membebaskan terdakwa dari segala tuduhan itu karena salah satu atau lebih unsur yang didakwakan itu tidak terbukti kebenarannya dalam sidang pengadilan. Putusan yang diambil dan dijatuhkan hakim pengadilan tersebut, harus dilakukan dan diucapkan dalam sidang oleh hakim pengadilan secara terbuka dihadapan umum, yang dibacakan secara jelas dan lengkap putusannya. Sebelum hakim mengambil suatu putusan yang bersifat objektif dan seadiladilnya, berbagai hambatan sering ditemui dalam proses pemeriksanan perkara pidana korupsi di persidangan Pengadilan Negeri Jambi, hambatan dimaksud tertundanya proses peneriksaan perkara pidana yang disidangkan karena terdakwanya tidak bisa dihadirkan pada saat persidangan karena alasan sakit, 3 Ibid, Halaman 5. 83

3 sulitnya menghadirkan saksi-saksi yang diperlukan dalam proses pemeriksaan persidangan maupun hambatan lainnya. Dari berbagai permasalahannya di atas, penulis merasa tertarik untuk mengangkat masalah ini dengan menuangkan ke dalam bentuk penulisan karya ilmiah dengan judul Beberapa Hambatan Yang Dihadapi Hakim Dalam Proses Pemeriksaan Perkara Pidana Korupsi Di Pengadilan Negeri Jambi. B. Perumusan Masalah 1. Bagaimanakah proses pemeriksaan perkara pidana korupsi terhadap terdakwa di Pengadilan Negeri Jambi? 2. Apakah hambatan yang dihadapi hakim dalam proses pemeriksaan perkara pidana korupsi terhadap terdakwa di Pengadilan Negeri Jambi? 3. Bagaimana upaya mengatasi hambatan yang dihadapi hakim dalam proses pemeriksaan perkara pidana korupsi terhadap terdakwa di Pengadilan Negeri Jambi? C. Proses Pemeriksaan Perkara Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Jambi merupakan bagian dari lingkungan peradilan umum, merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman yang ditugaskan untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa ataupun perkara dalam lapangan hukum perdata dan dalam lapangan hukum pidana. Sengketa ataupun perkara antara individu (orang perseorangan) dengan individu (orang perseorangan) lain ataupun individu orang perseorangan) dengan badan hukum dalam lapangan hukum keperdataan maupun dalam lapangan hukum kepidanaan, anatra individu (orang per seorangan), badan hukum dan masyarakat tertentu dari tindakan/perbuatan seseorang atau lebih yang merugikan dan melanggar kepentingan masyarakat. Dengan demikian tujuan pengadilan itu diadakan berdasarkan hasil penelitian penulis di lapangan dengan wawancara dengan Haryono : Dalam rangka memberikan pengayoman dan perlindungan kepada rakyat pencari keadilan yang merasa dirinya dirugikan akibat suatu tindakan/perbuatan tertentu seseorang atau lebih 4. Dari tujuan utama pengadilan di atas, tergambarlah secara jelas peran dan tugas hakim dalam memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara pidana dalam rangka memberikan pengayoman dan perlindungan kepada masyarakat pencari keadilan hakim adalah orang yang fungsinya memeriksa dan memberikan putusan dengan menjatuhkan hukuman dalam suatu perkara 5. Untuk melihat sejauhmana peranan hakim dalam menyelesaikan perkara pidana yang dilimpahkan dan diajukan padanya, khususnya di wilayah hukum 4 Haryono, Wawancara, Hakim Pengadilan Negeri Jambi, 10 Desember Wahyu Afandi, Berbagai Masalah Hukum di Indonesia, Alumni : Bandung, 2002, Halaman 4. 84

4 Pengadilan Negeri Jambi tidak terpisah dan terlepaskan dari kegiatan proses penyelesaian dan pemeriksaan perkara pidana di suatu sidang pengadilan. Artinya apabila jaksa selaku penuntut umum yang diberi wewenang oleh KUHP, berpendapat bahwa hasil penyelidikan telah lengkap dan dapat dilakukan penuntutan maka penuntut umum melimpahkan perkara pidana itu disertai surat dakwaan pada Pengadilan Negeri setempat dengan permintaan agar segera mengadili perkara pidana tersebut. Atas pelimpahan berkas perkara pidana korupsi yang dilimpahkan dan dijatuhkan oleh penuntut umum, ternyata setelah diperiksa dan diteliti secara cermat menunjukkan perkara pidana tersebut merupakan batas wewenangnya untuk diperiksa dan diputuskan, tindakan selanjutnya menurut Nelson Sitanggang adalah Ketua Pengadilan Negeri setempat menunjuk hakim yang akan menyidangkan perkara itu dan hakim yang ditunjuk akan menetapkan hari sidang sambil memerintah penuntut umum untuk mengambil terdakwa dan saksi-saksi agar dapat hadir pada waktu yang ditentukan 6. Sebelum sidang dimulai, hakim meneliti jenis perkara pidana tersebut, apakah termasuk di alam pemeriksaan perkara biasa (Pasal 137 ayat 1 KUHAP), acara pemeriksaan singkat (Pasal 203 KUHAP) ataupun termasuk dalam acara pemeriksaan cepat (Pasal 204 KUHAP), setelah diketahui bahwa pemeriksaan perkara pidana yang tergolong ke dalam pemeriksaan biasa, maka hakim ketua membuka sidang dengan menyatakan sidang terbuka untuk umum, terkecuali perkara kesusilaan yang sidangnya dinyatakan tertutup. Setelah sidang dibuka, hakim ketua sidang memerintahkan supaya terdakwa dipanggil masuk dan ia berada dalam tahanan, ia dihadapkan dalam keadaan bebas. Pada permulaan sidang, hakim menanyakan identitas terdakwa dan mengingat supaya memperhatikan segala sesuatu yang di dengar dan di lihat dalam sidang. Selanjutnya hakim mempersilahkan penuntut umum membacakan surat dakwaan, seterusnya hakim menanyakan kepada terdakwa apakah ia sudah mengerti. Jika sudah mengerti, diperintahkan supaya saksi-saksi dipanggil ke dalam sidang seorang demi seorang untuk didengar keterangan, saksi wajib mengangkat sumpah menurut agama dan kepercayaannya masing-masing bahwa ia memberikan keterangan yang sebenar-benarnya. Setelah pemeriksaan dinyatakan selesai, berikutnya penuntut umum mengajukan tuntutan pidana seterusnya terdakwa atau penasehat hukumnya mengajukan pembelaan. Sebelum hakim mengambil putusannya, dari segala rangkaian pentahapan-pentahapan proses penyelesaian dan pemeriksaan perkara pidana termasuk perkara pidana korupsi di sidang pengadilan yang cukup penting dan esesential di antaranya adalah dalam menjatuhkan putusan terhadap terdakwa, putusan yang dijatuhkan hendaknya dilakukan hakim secara rasional, arif, bijaksana dan adil. 6 Nelson Sitanggang, Wawancara, Hakim Pengadilan Negeri Jambi, 10 Desember

5 Hal ini berarti putusan yang diambil dan dijatuhkan hakim terhadap terdakwa yang melakukan tindak pidana korupsi tentu didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan tertentu. Pertimbangan hakim dimaksud, menurut M. Yusuf berisikan yaitu ; 1. Mempertimbangkan fakta yang berisi tentang data pribadi tedakwa, keadaan lingkungan dan kedaan lingkungan keluarga terdakwa yang bersangkutan; 2. Putusan yang dijatuhkan dapat dijadikan dasar kuat untuk mengembalikan dan mengantarkan terdakwa untuk menapak masa depan yang lebih baik; 3. Efektifitas putusan yang dijatuhkan, dan 4. Putusan harus bersifat objektif dan adil 7. Berdasarkan pendapat tersebut di atas, tergambarlah secara jelas bahwa dalam memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara pidana di sidang Pengadilan Negeri Jambi sebelum putusan diambil dan dijatuhkan hakim pengadilan kepada terdakwa, hakim dalam mengambil suatu putusannya didasarkan kepada perrtimbangan-pertimbangan hakim yang logis, arif, bijaksan dan adil. Diantaranya adalah mempertimbangkan fakta yang terungkap di persidangan yang berisi tentang data pribadi terdakwa, keadaan lingkungan dan keadaan lingkungan keluarga terdakwa yang bersangkutan, putusan yang dijatuhkan dapat dijadikan dasar kuat untuk mengembalikan dan mengantarkan terdakwa untuk menapak masa depan yang lebih baik. Efektfitas putusan yang dijatuhkan dan putusan harus bersifat objektif dan adil. Selain pertimbangan yang didasarkan di atas, pertimbanagn hakim lainnya dalam menjatuhkan suatu putusan erhadap perkara pidana korupsi, menurut Haryono didasarkan kepada Ketentuan perundang-undangan yang berlaku, berdasarkan bukti dan fakta yang terungkap dalam persidangan dan memeprhatikan pula segala hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa 8. Pertimbangan hakim lainnya dalam menjatuhkan puusan terhadap perkara pidana korupsi di sidang pengadilan, adalah didasarkan kepada di samping berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, didasarkan kepada bukti-bukti dan fakta yang terungkap di persidangan. Bukti dan fakta yang yuridis relevant, penemuan fakta-fakta itu erat hubungan dan kaitannya dengan pengetahuan hakim tentang hukumnya. Pengetahuan tentang hukum itu mutlak untuk dapat menemukan hukumnya diperlukan untuk menjatuhkan putusan. Penemuan hukum itu merupakan kewajiban hakim pengadilan sebagai aparat penegak hukum dan keadilan yang wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Sedangkan pertimbangan hakim lainnya dalam menjatuhkan putusan adalah dengan memperhatikan segala hal-hal yang cukup memberatkan dan meringankan terdakwa. Hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa baik yang 7 M.Yusuf, Wawancara, Hakim Pengadilan Negeri Jambi, 10 Desember Haryono, Wawancara, Hakim Pengadilan Negeri Jambi, 10 Desember

6 terletak di dalam maupun diluar ketentuan perundang-undangan, misalnya hal-hal yang memberatkan karena tindak pidana yang dijatuhkan termasuk tindak pidana berat yang diancam pidana 5 (lima) tahun ke atas, pernah melakukan tindak pidana dan lainnya dan hal-hal yang meringankan karena terdakwa berlaku sopan selama dalam persidangan, terdakwa belum pernah melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman, usia yang masih relatif muda dan lain sebagainya. Setelah hakim mempertimbangkan segala yang ditemukan di dalam persidangan, akhirnya hakim mengambil suatu putusan, menurut Nelson Sitanggang : Sebelum hakim mengambil suatu putusan, hakim mengadakan musyawarah terakhir untuk mengambil suatu keputusan. Apakah menghukum terdakwa karena bersalah terbukti melakukan tindak pidana dimaksud ataukah membebaskan terdakwa dari segala tuduhan itu, karena salah satu atau lebih unsur yang didakwakan itu tidak terbukti kebenarannya dalam sidang pengadilan 9. Dalam menjatuhkan putusan, ada beberapa jenis putusan yang dapat diambil dan dijatuhkan hakim, yaitu : a. putusan yang mengandung pembebasan terdakwa; b. putusan yang mengandung pelepasan terdakwa dari segala tuntutan hukum, dan; c. putusan yang mengandung suatu penghukuman terdakwa 10. Putusan yang diambil dan dijatuhkan hakim pengadilan tersebut, menurut M. Yusuf : Harus dilakukan dan diucapkan dalam sidang oleh hakim pengadilan secara terbuka dihadapan umum, yang dibacakan secara jelas dan lengkap putusannya 11. Putusan yang dijatuhkan hakim Pengadilan Negeri Jambi, ada yang bersifat menghukum terdakwa untuk menjalani pidana di lembaga pemasyarakatan, ada juga putusan yang dijatuhkan dalam bentuk putusan pidana bersyarat dan ada juga putusan yang membebaskan terdakwa dari segala tuntutan pidana. Untuk lebih jelasnya, putusan yang diambil dan dijatuhkan hakim Pengadilan Negeri Jambi selama 5 (lima) tahun terakhir, mulai dari tahun 2005 hingga tahun 2009, tergambar seperti tertera pada tabel berikut ini; 9 Nelson Sitanggang, Wawancara, Hakim Pengadilan Negeri Jambi, 10 Desember Martiman Prodjohamidjojo, Sistematik Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Ghalia Indonesia : Jakarta, 2006, Halaman M.Yusuf, Wawancara, Hakim Pengadilan Negeri Jambi, 10 Desember

7 Tabel 1 : Keadaan Perkara Pidana Korupsi yang Diperiksa dan Diputus Oleh Hakim Pengadilan Negeri Jambi Selama Tahun 2005 s/d No. Tahun Jumlah Perkara Pidana yang Diputus Hakim Perkara Perkara Perkara Perkara Perkara Jumlah 38 Perkara Sumber Data : Pengadilan Negeri Jambi Berdasarkan data yang tertera pada tabel di atas, terlihat secara jelas keadaan perkara pidana korupsi yang berhasil diselesaikan, diperiksa dan diputus oleh hakim Pengadilan Negeri Jambi selama 5 (lima) tahun terakhir, dari tahun 2005 hingga tahun 2009 sebanyak 38 perkara pidana korupsi, yang setiap tahunnya apabila ditelaah keadaan perkara pidana yang diperiksa dan diputus cukup bervariasi. Dari sejumlah 38 perkara pidana korupsi yang diselesaikan, diperiksa dan diputus oleh hakim Pengadilan Negeri Jambi selama tahun 2009, putusan yang diambil dan dijatuhkan terhadap terdakwa oleh hakim pengadilan cukup bervariasi, seperti terlihat jenis putusan yang dijatuhkan hakim pengadilan dalam bentuk tabel berikut ini : Tabel 2: Jenis Putusan yang Diambil dan Dijatuhkan Hakim Pengadilan Negeri Jambi Selama Tahun No. Jenis Putusan Jumlah Persentase 1 Menghukum terdakwa dengan pidana penjara 8 Perkara 72,72 2 Menghukum terdakwa dengan pidana bersyarat - Perkara - 3 Membebaskan terdakwa dari tuntutan pidana 3 Perkara 27,28 Jumlah 11 Perkara 100,00 Sumber Data : Pengadilan Negeri Jambi Apabila ditelaah dai data yang tertera pada tabel di atas, tergambar secara jelas bahwa selama tahun 2009 dari sebanyak 11 perkara podana yang diperiksa dan 88

8 diputus oleh hakim Pengadilan Negeri Jambi, putusan yang diambil dan dijatuhkan hakim pengadilan cukup bervariasi, sebanyak 8 (72,72) berupa putusan yang bersiat menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 4 tahun, 3 tahun dan seterusnya dan sebanyak 3 (27,28) perkara pidana yang diputus hakim pengadilan dalam bentuk membebaskan terdakwa dari segala tuntutan pidana, karena berdasarkan hasil pemeriksaan di sidang pengadilan tidak ditemukan bukti yang kuat dan secara sah serta meyakinkan terdakwa terbukti melakukan suatu tindak pidana korupsi. D. Beberapa Hambatan yang Dihadapi Hakim Dalam Proses Pemeriksaan Perkara Pidana Korupsi Proses penyelesaian dalam pemeriksaan perkara pidana yang dilimpahkan dan diajukan penuntut umum pada Pengadilan Negeri, pada dasarnya proses pemeriksaan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang digariskan dalam KUHAP, dimana ditentukan jadwal sidang dan penetapan hakim ketua sidang. Hakim ketua sidang membuka sidang dengan menyatakan sidang dibuka dan hakim memerintahkan terdakwa, alat bukti dan barang bukti serta saksi-saksi yang diperlukan agar disiapkan untuk dihadirkan dalam sidang, termasuk jaksa selaku penuntut umum dan pengacara (advokat) yang mendampingi terdakwa, apabila diinginkan terdakwa sesuai dengan kemampuan ekonominya, terkecuali ancaman pidana lebih dari 5 tahun, pengacara (advokat) disiapkan oleh negara. Dalam proses pemeriksaan perkara pidana korupsi yang disidangkan tidak selamanya berjalan lancar sesuai dengan target yang sudah ditetapkan, terkadang ditemui beberapa hambatan yang dihadapi hakim. Hambatan yang ditemui dalam menjatuhkan putusan pidana penjara terhadap terdakwa tindak pidana korupsi, menurut Haryono adalah : 1. Terkadang waktu sidang sudah ditetapkan dan hakim ketua sidang sudah disiapkan, tetapi terdakwa tidak bisa dihadirkan karena dalam kedaan sakit yang memerlukan perawatan dan pengobatan, sehingga sidang terpaksa ditunda sampai pada batas waktu sembuhnya terdakwa dari sakitnya, dan 2. Selain itu, adakalanya sidang sedang berlangsung saksi-saksi yang diperlukan untuk dihadapkan pada hari sidang yang ditentukan, tidak bisa hadir lantaran tidak ada di tempat sedang pergi ke luar daerah, karena berbagai keperluan 12. Apabila ditelaah dari pendapat di atas, dalam proses pemeriksaan perkara pidana korupsi di sidang Pengadilan Negeri Jambi, ada keinginan hakim untuk menyelesaikan perkara pidana korupsi secara cepat dan tepat sesuai dengan yang digariskan dalam KUHAP, akan tetapi berbagai hambatan yang ditemui dalam prakteknya terkadang yang tidak memungkinkan perkara pidana korupsi itu digelar dan diselesaikan secara cepat dan tepat, hambatan tersebut diantaranya, waktu sidang sudah ditetapkan dan hakim ketua sidang sudah disiapkan, tetapi 12 Haryono, Wawancara, Hakim Pengadilan Negeri Jambi, 10 Desember

9 terdakwa tidak bisa dihadirkan karena dalam keadaan sakit, hal ini dibuktikan dengan surat keterangan rujukan diberikan oleh dokter yang memeriksanya yang menyatakan bahwa terdakwa memerlukan perawatan dan pengobatan, sehingga sidang terpaksa ditunda sampai pada batas waktu sembuhnya terdakwa dari sakitnya. Hambatan lainnya yang dihadapi hakim dalam proses penyelesaian perkara pidana di Pengadilan Negeri Jambi, ketika sidang berlangsung saksi-saksi yang diperlukan untuk dihadapkan pada hari sidang yang ditentukan, tidak bisa hadir lantaran tidak ada di tempat sedang pergi ke luar daerah dengan berbagai dalih dan alasan, ada yang karena urusan dinas, urusan keluarga dan lainnya. E. Upaya Mengatasi Beberapa Hambatan yang Dihadapi Hakim Dalam Proses Pemeriksaan Perkara Pidana Korupsi Upaya mengatasi hambatan yang ditemui hakim dalam proses penyelesaian perkara pidana korupsi di Pengadilan Negeri Jambi, menurut Nelson Sitanggang adalah : 1. Terhadap terdakwa yang sewaktu hendak diperiksa di sidang yang mendadak sakit ketidaksiapan untuk mengikuti sidang, hakim selalu bertindak arif dan bijaksana dengan meneliti surat keterangan dokter yang memeriksanya, dan apabila ada keraguan bagi hakim keadaan sakit terdakwa memmang benar sakit atau direkayasa, maka hakim akan mencari dokter lain untuk memeriksa terdakwa tersebut, sehingga dapat diketahui keadaan yang sebenarnya dari terdakwa tersebut. 2. Terhadap saksi-saksi yang dipanggil pada hari sidang yang sudah ditetapkan, sering mangkir dan tidak hadir, maka saksi-saksi tersebut harus dipanggil secraa patut sebanyak 3 (tiga) kali berturut -turut, apabila tidak bisa dan tidak mau hadir akan dipanggil paksa dengan meminta bantuan aparat yang berwenang dan idak juga bersedia hadir akan dapat dikenakan ancaman pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan 13. Apabila ditelaah dari pendapat di atas, terlihat secara jelas langkah antisipasi dalam upaya mengatasi hambatan yang dihadapi hakim dalam menyelesaikan perkara pidana korupsi di Pengadilan Negeri Jambi, upaya yang perlu dilakukan terhadap terdakwa yang sewaktu hendak diperiksa di sidang mendadak sakit sehingga tidak dapat mengikuti sidang, hakim bertindak secara arif dan bijaksana meneliti surat keterangan dokter yang memeriksanya, dan apabila ada keraguan bagi hakim mengenai keadaan sakit terdakwa, maka hakim dapat mencari dokter lain untuk memeriksa terdakwa, sehingga dapat diketahui keadaan yang sebenarnya dari terdakwa tersebut. Terhadap saksi-saksi yang dipanggil pada hari sidang yang sudah ditetapkan, sering mangkir dan tidak hadir, maka saksi-saksi tersebut harus dipanggil secara patut sebanyak 3 (tiga) kali berturut -turut, apabila tidak bisa dan 13 Nelsoon Sitanggang, Wawancara, Hakim Pengadilan Negeri Jambi, 10 Desember

10 tidak mau hadir akan dipanggil paksa dengan meminta bantuan aparat yang berwenang dan tidak juga bersedia hadir akan dapat dikenakan ancaman pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. F. Penutup 1. Proses pemeriksaan perkara pidana korupsi terhadap terdakwa di Pengadilan Negeri Jambi dilaksanakan dengan mengikuti ketentuan yang telah diatur, dimulai dari tahap awal hakim ketua membuka sidang dengan menyatakan sidang terbuka untuk umum. Setelah sidang dibuka, hakim ketua sidang memerintahkan terdakwa dipanggil masuk, permulaan awal sidang hakim menanyakan identitas terdakwa dan mengingatkan agar memperhatikan segala sesuatu yang didengar dan dilihat dalam sidang. Selanjutnya hakim mempersilahkan penuntut umum membacakan surat dakwaan, seterusnya hakim menanyakan kepada terdakwa apakah ia sudah mengerti, jika sudah mengerti diperintahkan saksi-saksi dipanggil ke dalam sidang seorang demi seorang untuk didengar keterangannya, dilanjutkan dengan pembelaan terdakwa. Setelah semua proses pemeriksaan selesai, hakim mengambil putusan dengan menjatuhkan putusan. 2. Hambatan yang dihadapi hakim dalam proses pemeriksaan perkara pidana korupsi terhadap terdakwa di Pengadilan Negeri Jambi, dalam pelaksanaan sidang terdakwa tidak siap mengikuti sidang dikarenakan sakit, kemudian sulitnya untuk menghadirkan saksi-saksi yang diperlukan sehingga sidang tertunda. 3. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan yang dihadapi hakim dalam proses pemeriksaan perkara pidana korupsi terhadap terdakwa di Pengadilan Negeri Jambi, bagi terdakwa yang tidak siap mengikuti sidang dilakukan cross check atau penunjukan dokter untuk memeriksa kesehatan terdakwa, serta bagi saksi yang tidak hadir dalam sidang dipanggil sesuai prosedur jika tidak mau digunakan upaya paksa meminta bantuan aparat keamanan. G. Daftar Pustaka Martiman Prodjohamidjojo Sistematik Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Ghalia Indonesia : Jakarta. Nanda Agung Dewantara Masalah Kebebasan Hakim Dalam Menangani Suatu Perkara Pidana. Aksara Persada Indonesia, Jakarta. Wahyu Afandi Berbagai Masalah Hukum di Indonesia. Alumni, Bandung. 91

II. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini.

II. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penahanan Tersangka Penahanan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 21 KUHAP adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau

Lebih terperinci

ALUR PERADILAN PIDANA

ALUR PERADILAN PIDANA ALUR PERADILAN PIDANA Rangkaian penyelesaian peradilan pidana terdiri atas beberapa tahapan. Suatu proses penyelesaian peradilan dimulai dari adanya suatu peristiwa hukum, misalnya seorang wanita yang

Lebih terperinci

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan Pasal 176 Hakim dilarang menjatuhkan pidana kepada terdakwa, kecuali apabila hakim memperoleh keyakinan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA A. Undang Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban Undang - undang ini memberikan pengaturan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Tentang Kejaksaan a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan Undang-undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia,

Lebih terperinci

EKSISTENSI SAKSI MAHKOTA KAITANNYA DENGAN SPLITSING DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA

EKSISTENSI SAKSI MAHKOTA KAITANNYA DENGAN SPLITSING DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA EKSISTENSI SAKSI MAHKOTA KAITANNYA DENGAN SPLITSING DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA oleh Sang Ayu Ditapraja Adipatni I Wayan Sutarajaya I Wayan Bela Siki Layang Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA Oleh : Sumaidi, SH.MH Abstrak Aparat penegak hukum mengalami kendala dalam proses pengumpulan alat-alat bukti yang sah

Lebih terperinci

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA Disusun Dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Lebih terperinci

ALAT BUKTI PETUNJUK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA. (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Surakarta)

ALAT BUKTI PETUNJUK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA. (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Surakarta) ALAT BUKTI PETUNJUK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Surakarta) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu masyarakat tertentu atau dalam Negara tertentu saja, tetapi merupakan permasalahan

Lebih terperinci

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk BAB II JENIS- JENIS PUTUSAN YANG DIJATUHKAN PENGADILAN TERHADAP SUATU PERKARA PIDANA Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman diserahkan kepada badan- badan peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa,

Lebih terperinci

BAGAN ALUR PROSEDUR PERKARA PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA

BAGAN ALUR PROSEDUR PERKARA PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA BAGAN ALUR PROSEDUR PERKARA PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA Jaksa Ketua PN Para Pihak Melimpahkan berkas perkara ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melalui Panitera Pidana Menunjuk Majelis Hakim dalam jangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3) BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3) yang berbunyi

Lebih terperinci

BAB III DASAR HUKUM PEMBERHENTIAN TIDAK TERHORMAT ANGGOTA KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT PERPRES NO 18 TAHUN 2011

BAB III DASAR HUKUM PEMBERHENTIAN TIDAK TERHORMAT ANGGOTA KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT PERPRES NO 18 TAHUN 2011 BAB III DASAR HUKUM PEMBERHENTIAN TIDAK TERHORMAT ANGGOTA KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT PERPRES NO 18 TAHUN 2011 A. Prosedur tugas dan kewenangan Jaksa Kejaksaan R.I. adalah lembaga pemerintahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Peradilan Pidana Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan pidana, yaitu Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan serta Lembaga Pemasyarakatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi diartikan sebagai penyelenggaraan atau penyalahgunaan uang negara untuk kepentingan pribadi atau orang lain atau suatu korporasi.

Lebih terperinci

SURAT TUNTUTAN (REQUISITOIR) DALAM PROSES PERKARA PIDANA

SURAT TUNTUTAN (REQUISITOIR) DALAM PROSES PERKARA PIDANA SURAT TUNTUTAN (REQUISITOIR) DALAM PROSES PERKARA PIDANA Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Disusun Oleh

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.621, 2015 JAKSA AGUNG. Diversi. Penuntutan. Pelaksanaan. Pedoman. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER- 006/A/J.A/04/2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI

Lebih terperinci

1. HUKUM ACARA PIDANA ADALAH hukum yang mempertahankan bagaimana hukum pidana materil dijalankan KUHAP = UU No 8 tahun 1981 tentang hukum acara

1. HUKUM ACARA PIDANA ADALAH hukum yang mempertahankan bagaimana hukum pidana materil dijalankan KUHAP = UU No 8 tahun 1981 tentang hukum acara 1. HUKUM ACARA PIDANA ADALAH hukum yang mempertahankan bagaimana hukum pidana materil dijalankan KUHAP = UU No 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana 2. PRAPERADILAN ADALAH (Ps 1 (10)) wewenang pengadilan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana 1. Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan

Lebih terperinci

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.98, 2003 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya mengharuskan manusia untuk

Lebih terperinci

TATA CARA PEMERIKSAAN ADMINISTRASI PERSIDANGAN

TATA CARA PEMERIKSAAN ADMINISTRASI PERSIDANGAN TATA CARA PEMERIKSAAN ADMINISTRASI PERSIDANGAN L II.3 TATA CARA PEMERIKSAAN ADMINISTRASI PERSIDANGAN I. PERKARA PERDATA Untuk memeriksa administrasi persidangan, minta beberapa berkas perkara secara sampling

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan transparansi dan

Lebih terperinci

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil. 12 A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang 1. Hukum pidana sebagai peraturan-peraturan yang bersifat abstrak merupakan

Lebih terperinci

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual Hukum Acara Pidana dibuat adalah untuk melaksanakan peradilan bagi pengadilan dalam lingkungan peradilan umum dan Mahkamah Agung dengan mengatur hak serta

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa Negara Kesatuan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

2 tersebut dilihat dengan adanya Peraturan Mahkamah agung terkait penentuan pidana penjara sebagai pengganti uang pengganti yang tidak dibayarkan terp

2 tersebut dilihat dengan adanya Peraturan Mahkamah agung terkait penentuan pidana penjara sebagai pengganti uang pengganti yang tidak dibayarkan terp TAMBAHAN BERITA NEGARA RI MA. Uang Pengganti. Tipikor. Pidana Tambahan. PENJELASAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PIDANA TAMBAHAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA

Lebih terperinci

KONSEKUENSI HUKUM PENGINGKARAN ISI BERITA ACARA PEMERIKSAAN OLEH TERDAKWA DI PERSIDANGAN Oleh :

KONSEKUENSI HUKUM PENGINGKARAN ISI BERITA ACARA PEMERIKSAAN OLEH TERDAKWA DI PERSIDANGAN Oleh : KONSEKUENSI HUKUM PENGINGKARAN ISI BERITA ACARA PEMERIKSAAN OLEH TERDAKWA DI PERSIDANGAN Oleh : Cintya Dwi Santoso Cangi Gde Made Swardhana Bagian Hukum Peradilan, Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

IMPLEMENTATION OF PROVISION OF LEGAL ASSISTANCE FREE OF CHARGE TO DEFENDANT IN COURT KLAS IA PADANG.

IMPLEMENTATION OF PROVISION OF LEGAL ASSISTANCE FREE OF CHARGE TO DEFENDANT IN COURT KLAS IA PADANG. IMPLEMENTATION OF PROVISION OF LEGAL ASSISTANCE FREE OF CHARGE TO DEFENDANT IN COURT KLAS IA PADANG Mila Artika 1, Syafridatati 1, Yetisma Saini 1 1 Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Bung

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: UU 5-1991 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 67, 2004 POLITIK. KEAMANAN. HUKUM. Kekuasaaan Negara. Kejaksaan. Pengadilan. Kepegawaian.

Lebih terperinci

Putusan Sela Daud Sihombing Tanggal 14 Juni 2004

Putusan Sela Daud Sihombing Tanggal 14 Juni 2004 Putusan Sela Daud Sihombing Tanggal 14 Juni 2004 Putusan sela Putusan Sela Nomor 2/A/Abepura/02/2004 demi keadilan terhadap kasus Abepura. Majelis Hakim pengadilan Hak Asasi Manusia pada pengadilan negeri

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.16 No.3 Tahun 2016

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.16 No.3 Tahun 2016 PERTIMBANGAN YURIDIS PENYIDIK DALAM MENGHENTIKAN PENYIDIKAN PERKARA PELANGGARAN KECELAKAAN LALU LINTAS DI WILAYAH HUKUM POLRESTA JAMBI Islah 1 Abstract A high accident rate makes investigators do not process

Lebih terperinci

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN POLTABES LOCUSNYA KOTA BESAR KEJAKSAAN NEGERI KOTA PENGADILAN NEGERI PERISTIWA HUKUM PENGADUAN LAPORAN TERTANGKAP TANGAN PENYELIDIKAN, PEYIDIKAN BAP Berdasarkan

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANGGOTA TENTARA NASIONAL INDONESIA ANGKATAN DARAT (TNI AD) YANG TINDAK PIDANA. Oleh : Dr. Ruslan Abdul Gani, SH, MH

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANGGOTA TENTARA NASIONAL INDONESIA ANGKATAN DARAT (TNI AD) YANG TINDAK PIDANA. Oleh : Dr. Ruslan Abdul Gani, SH, MH PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANGGOTA TENTARA NASIONAL INDONESIA ANGKATAN DARAT (TNI AD) YANG TINDAK PIDANA Oleh : Dr. Ruslan Abdul Gani, SH, MH Abstrak Penelitian ini membahas tentang Penegakan hukum terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur bahwa dalam beracara pidana, terdapat alat bukti yang sah yakni: keterangan Saksi,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N NO. 144/PID.B/2014/PN.SBG

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N NO. 144/PID.B/2014/PN.SBG P U T U S A N NO. 144/PID.B/2014/PN.SBG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga yang mengadili perkara-perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa pada peradilan tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan penelitian lapangan dengan

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan penelitian lapangan dengan IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan penelitian lapangan dengan wawancara terhadap sejumlah responden yang akan memberikan gambaran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah jaksa adalah istilah Indonesia asli (Hindu-Jawa) yang telah dikenal sejak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah jaksa adalah istilah Indonesia asli (Hindu-Jawa) yang telah dikenal sejak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Jaksa Istilah jaksa adalah istilah Indonesia asli (Hindu-Jawa) yang telah dikenal sejak zaman Majapahit sebagai nama pejabat Negara yang melaksanakan peradilan, kemudian

Lebih terperinci

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Penahanan sementara merupakan suatu hal yang dipandang

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.194, 2015 PIDANA. Diversi. Anak. Belum Berumur 12 Tahun. Pedoman. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5732). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Negara juga menjunjung tinggi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENCABUTANKETERANGAN TERDAKWA DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAAAN (BAP) DAN TERDAKWA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENCABUTANKETERANGAN TERDAKWA DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAAAN (BAP) DAN TERDAKWA BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENCABUTANKETERANGAN TERDAKWA DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAAAN (BAP) DAN TERDAKWA 2.1. Pengertian Berita Acara Pemeriksaaan (BAP) Dan Terdakwa Sebelum masuk pada pengertian

Lebih terperinci

ABSTRAK MELIYANTI YUSUF

ABSTRAK MELIYANTI YUSUF 0 ABSTRAK MELIYANTI YUSUF, NIM 271411202, Kedudukan Visum Et Repertum Dalam Mengungkap Tindak Pidana Penganiayaan Pada Tahap Penyidikan (Studi Kasus di Polres Gorontalo Kota). Di bawah Bimbingan Moh. Rusdiyanto

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoril), merugikan masyarakat, asosial sifatnya dan melanggar hukum serta Undang-Undang

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 171/PID.B/2014/PN.BJ

P U T U S A N Nomor : 171/PID.B/2014/PN.BJ P U T U S A N Nomor : 171/PID.B/2014/PN.BJ DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Binjai yang memeriksa dan mengadili perkara perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 3, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 3668) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

NOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

NOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG PERATURAN BERSAMA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA KETUA

Lebih terperinci

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA Nomor : B-69/E/02/1997 Sifat : Biasa Lampiran : - Perihal : Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana -------------------------------- Jakarta, 19 Pebruari 1997 KEPADA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hakim 1. Hakim Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undangundang untuk mengadili (Pasal 1 butir 8 KUHAP). Sedangkan istilah hakim artinya

Lebih terperinci

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

jahat tersebut tentunya berusaha untuk menghindar dari hukuman pidana, yaitu dengan cara

jahat tersebut tentunya berusaha untuk menghindar dari hukuman pidana, yaitu dengan cara A. Pengertian Penahanan Seorang terdakwa akan berusaha untuk menyulitkan pemeriksaan perkara dengan meniadakan kemungkinan akan dilanggar, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Terdakwa yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pembuktian Pengertian dari membuktikan ialah meyakinkan Hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan. Dengan demikian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penggelapan di Indonesia saat ini menjadi salah satu penyebab terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai kehidupan dalam

Lebih terperinci

KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE PADA PROSES PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI ARTIKEL ILMIAH

KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE PADA PROSES PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI ARTIKEL ILMIAH KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE PADA PROSES PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI ARTIKEL ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Kesarjanaan Dalam Ilmu Hukum Oleh: SAKTIAN NARIS

Lebih terperinci

Abstrak. Kata kunci: Peninjauan Kembali, Kehkilafan /Kekeliranan Nyata, Penipuan. Abstract. Keywords:

Abstrak. Kata kunci: Peninjauan Kembali, Kehkilafan /Kekeliranan Nyata, Penipuan. Abstract. Keywords: Abstrak Penelitian hukum ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian alasan terpidana pelaku tindak pidana penipuan dalam mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali dengan dasar adanya suatu kehilafaan hakim

Lebih terperinci

BAB II TINJAUN PUSTAKA. Hukum acara pidana di Belanda dikenal dengan istilah strafvordering,

BAB II TINJAUN PUSTAKA. Hukum acara pidana di Belanda dikenal dengan istilah strafvordering, BAB II TINJAUN PUSTAKA 2.1 Pengertian Hukum Acara Pidana Hukum acara pidana di Belanda dikenal dengan istilah strafvordering, menurut Simons hukum acara pidana mengatur tentang bagaimana negara melalui

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 59, 1991 (ADMINISTRASI. LEMBAGA NEGARA. TINDAK PIDANA. KEJAKSAAN. Warganegara. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran

Lebih terperinci

PEMECAHAN PERKARA (SPLITSING) DALAM PRA PENUNTUTAN

PEMECAHAN PERKARA (SPLITSING) DALAM PRA PENUNTUTAN PEMECAHAN PERKARA (SPLITSING) DALAM PRA PENUNTUTAN Oleh I Gusti Ayu Aditya Wati Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Makalah ini berjudul Pemecahan Perkara (Splitsing)

Lebih terperinci

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan untuk mencari kebenaran dengan mengkaji dan menelaah beberapa

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan untuk mencari kebenaran dengan mengkaji dan menelaah beberapa IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Narasumber Sebagaimana disampaikan sebelumnya bahwa penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian secara yuridis normatif adalah pendekatan penelitian

Lebih terperinci

BAB III PENGATURAN TERHADAP HAK-HAK TERSANGKA YANG TIDAK MAMPU DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA

BAB III PENGATURAN TERHADAP HAK-HAK TERSANGKA YANG TIDAK MAMPU DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA BAB III PENGATURAN TERHADAP HAK-HAK TERSANGKA YANG TIDAK MAMPU DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA 3.1 Hak-Hak Tersangka Tidak Mampu Dalam Perundang-Undangan Indonesia Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah

Lebih terperinci

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan 1 Ahmad Bustomi, 2

Lebih terperinci

Nama Lengkap : HERMANSYAH Als. HERMAN Tempat Lahir : Selayang Umur / Tanggal : 38 tahun / 06 Nopember 1974

Nama Lengkap : HERMANSYAH Als. HERMAN Tempat Lahir : Selayang Umur / Tanggal : 38 tahun / 06 Nopember 1974 1 P U T U S A N Nomor : 117/PID.B/2013/PN.BJ DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Binjai yang memeriksa dan mengadili perkaraperkara Pidana dengan acara pemeriksaan biasa

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017 Keterangan Saksi Yang Diberikan di Bawah Sumpah dan Tidak Hadir Dalam Persidangan Disamakan Nilainya dengan Keterangan Saksi Di Bawah Sumpah Yang Diucapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan 5 besar negara dengan populasi. penduduk terbanyak di dunia. Jumlah penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan 5 besar negara dengan populasi. penduduk terbanyak di dunia. Jumlah penduduk yang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan 5 besar negara dengan populasi penduduk terbanyak di dunia. Jumlah penduduk yang banyak ini tentu akan menyebabkan Indonesia memiliki perilaku dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan

Lebih terperinci

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013 KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral bangsa dan merugikan seluruh lapisan masyarakat, sehingga harus dilakukan penyidikan sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana pencurian sering terjadi dalam lingkup masyarakat, yang kadang menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Tindak pidana pencurian dilakukan seseorang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DAN PENANGANAN ANAK YANG BELUM BERUMUR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan pemeriksaan investigatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan pemeriksaan investigatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran auditor investigatif dalam mengungkap tindak pidana khususnya kasus korupsi di Indonesia cukup signifikan. Beberapa kasus korupsi besar seperti kasus korupsi simulator

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA Hukum formal atau hukum acara adalah peraturan hukum yang mengatur tentang cara bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia dikenal sebagai Negara Hukum. Hal ini ditegaskan pula dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (3) yaitu Negara Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS Setio Agus Samapto STMIK AMIKOM Yogyakarta Abstraksi Didalam kecelakaan lalu - lintas yang

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS Setio Agus Samapto STMIK AMIKOM Yogyakarta Abstraksi Didalam kecelakaan lalu - lintas yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DAN PENANGANAN ANAK YANG BELUM BERUMUR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) 1. Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H, 2. Suriani, S.H.,M.H Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

Laporan Pemantauan Persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur

Laporan Pemantauan Persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur Laporan Pemantauan Persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur A. Latar Belakang Pengadilan adalah satu satu nya institusi negara yang menjadi corong akhir untuk menegakkan keadilan. Pada lembaga inilah

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kedudukannya sebagai instrumen hukum publik yang mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, maka Undang-Undang Nomor 8 Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA Bahan Panja Hasil Timus RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana 1 Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana Novelina MS Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Abstrak Adakalanya dalam pembuktian

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 196/PID.B/2014/PN.BJ

P U T U S A N Nomor : 196/PID.B/2014/PN.BJ P U T U S A N Nomor : 196/PID.B/2014/PN.BJ DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Binjai yang memeriksa dan mengadili perkara perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa

Lebih terperinci

1. PELAPORAN Proses pertama bisa diawali dengan laporan atau pengaduan ke kepolisian.

1. PELAPORAN Proses pertama bisa diawali dengan laporan atau pengaduan ke kepolisian. KASUS PIDANA UMUM CONTOH-CONTOH KASUS PIDANA: Kekerasan akibat perkelahian atau penganiayaan Pelanggaran (senjata tajam, narkotika, lalu lintas) Pencurian Korupsi Pengerusakan Kekerasan dalam rumah tangga

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA OLEH KORPORASI

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA OLEH KORPORASI KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA OLEH KORPORASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci