BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkelanjutan selama kehidupan manusia berkembang. Pemukiman tepi sungai adalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkelanjutan selama kehidupan manusia berkembang. Pemukiman tepi sungai adalah"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemukiman Tepi Air Pemukiman adalah produk budaya juga ruang tempat manusia berbudaya itu sendiri, yang terus berkembang seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan berkembangnya kebudayaan. Pemukiman akan dengan sendirinya berkembang secara berkelanjutan selama kehidupan manusia berkembang. Pemukiman tepi sungai adalah pemukiman organis/spontan meskipun pada akhirnya secara spasial pemukiman tersebut memunculkan pembentuk lingkungannya sendiri (Budiharjo E., 1993). Pola penyediaan perumahan/pemukiman menurut Turner dalam Yunus (1976) secara garis besar perumahan dibagi menjadi dua kelompok yaitu: a. Housing for people, dimana penyediaan perumahan untuk masyarakat dilakukan oleh badan pemerintah atau lembaga yang ditunjuk dan diawasi oleh pemerintah. Pada kasus di kawasan tepi sungai khususnya Indonesia pola penyediaan permukiman ini tidak pernah dilakukan. b. Housing by people, dimana penyediaan perumahan untuk masyarakat dilakukan sendiri oleh masyarakat tersebut secara individual maupun kelompok. Pada kasus di kawasan tepi sungai khususnya Indonesia pola penyediaan permukiman ini dilakukan bahkan tanpa pengawasan pemerintah dan penentu kebijakan lainnya. Menurut Suprijanto I (2003) secara garis besar karakteristik umum permukiman tepi sungai antara lain:

2 a. Karena belum adanya panduan penataan permukiman yang baku, kawasan permukiman di atas air cenderung rapat dan kumuh. b. Tipologi bangunan menggunakan struktur dan konstruksi tradisional konvensional seperti rumah-rumah kayu dengan struktur sederhana. c. Karakteristik penduduk tergolong ekonomi lemah terbelakang, dengan pendidikan yang relatif terbatas sehingga pengetahuan akan perumahan sehat cenderung masih kurang. d. Dampak dari kondisi diatas terjadi kecenderungan akan berbagai kebiasaan tidak sadar lingkungan seperti: sifat mengotori dan mencemari sumber-sumber air, mencemari lingkungan yang berpengaruh terhadap air permukaan, dan memungkinkan penyebaran penyakit melalui pembuangan air limbah, Terbatasnya teknologi terapan untuk penanganan masalah-masalah di atas seperti system pembuangan air limbah, sampah pengelolaan air bersih. Pembangunan perumahan/pemukiman yang sedemikian pesatnya menyebabkan banyak pertumbuhan pemukiman yang tidak teratur dan terencana dengan baik. Rumah berperan sangat penting dalam kehidupan manusia. Rumah menjadi tempat dimana nilai-nilai sebuah keluarga berlangsung, menjadi ruang dimana manusia mengekspresikan cara melakoni kehidupan, berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang-orang terdekatnya. Rumah juga dijadikan alat untuk menampilkan citra dimana nilai norma dan tradisi lebih berpengaruh dalam citra, bentuk dan ruangnya (Rapoport, A. 1969).

3 Sinulingga B (1999), mengemukakan di dalam setiap rencana kota terlihat bahwa penggunaan lahan untuk pemukiman mengambil bagian yang paling besar untuk pemukiman. Untuk menjadikan pemukiman menjadi suatu kawasan yang utuh dibutuhkan beberapa komponen didalamnya seperti: a. Adanya lahan atau tanah untuk peruntukannya dimana harga dari satuan rumah sangat berpengaruh terhadap lokasi pemukiman itu sendiri. b. Adanya sarana dan prasarana pemukiman seperti jalan lokal, saluran drainase, saluran air kotor, saluran air bersih, jaringan listrik, jaringan telepon. Sarana dan prasarana ini akan menunjang kualitas dari pemukiman c. Adanya perumahan (tempat tinggal yang dibangun) dalam kawasan pemukiman d. Adanya fasilitas umum dan fasilitas sosial didalamnya seperti fasilitas pendidikan, kesehatan, peribadatan, lapangan bermain dan lain-lain. Pada umumnya masalah perumahan di kawasan perkotaan terjadi karena: a. Pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi baik berasal dari pertumbuhan alamiah maupun terjadi akibat arus urbanisasi. b. Mahalnya pembangunan rumah di kota ditunjang dengan keterbatasan lahan. c. Rendahnya kemampuan penduduk untuk tinggal dikawasan pemukiman layak huni karena keterbatasan kondisi ekonomi.

4 d. Keterbatasan sarana dan prasarana untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat terutama masyarakat ekonomi bawah. Dalam tulisan Rapoport, A. (1969) dinyatakan, dalam suatu pemukiman terjadi hubungan antar manusia dengan manusia, dengan alam, serta manusia dengan penciptanya. Perbedaan gaya hidup dan sistim nilai yang dianut suatau masyarakat, berpengaruh besar terhadap bagaimana masyarakat itu membentuk lingkungannya. Faktor yang berperan dalam pengambilan keputusan mengenai bentuk dan pola suatu rumah meliputi faktor kultur, religi dan perilaku. Sedangkan rumah menunjukkan fungsi tertentu yaitu fungsi pertama rumah menunjukkan tempat tinggal, fungsi kedua rumah merupakan mediasi antara manusia dan dunia, fungsi ketiga, rumah merupakan arsenal, dimana manusia mendapat kekuatannya kembali. Pemukiman memiliki banyak bentuk yang khas sesuai dengan kekuatan non fisik yang tumbuh dalam masyarakatnya, antara lain berupa sistim sosial budaya, pemerintahan, tingkat pendidikan serta teknologi yang akan memberi kontribusi fisik lingkungan, Koentjaraningrat (1977) dalam Yudohusodo. Juga menurut Koentjaraningrat (1985) dalam Yudohusodo, perumahan dan pemukiman (rumah dan lingkungannya) sebagai ujud fisik kebudayaan (physical culture) merupakan hasil dari kompleks gagasan suatu sistim budaya yang tercermin pada pola aktifitas sosial masyarakat. Sejalan dengan pendapat Rapoport, A. (1969), bahwa arsitektur terbentuk dari tradisi masyarakat (fork traditional) merupakan bangunan yang mencerminkan secara langsung budaya masyarakat, nilai-nilai yang dianut, kebiasaan-kebiasaan, serta keinginan-keinginan masyarakat.

5 Adapun terbentuknya suatu pemukiman didasarkan pada beberapa faktor yang dianggap dominan dalam menentukan terciptanya suatu lingkungan pemukiman. Pemukiman yang standar (layak huni) maupun tidak memenuhi standar muncul akibat adanya berbagai faktor yang timbul dari kemampuan masyarakat itu sendiri. Mau tidak mau, masyarakat akan membentuk suatu komunitas dan tinggal di daerah daerah jalur hijau dan bantaran sungai, rel kereta api dan juga lahan lahan kosong yang tidak bertuan Kelompok masyarakat yang bermukim pada suatu tempat atau ruang bukanlah merupakan komunitas jika tidak ada keterkaitan hubungan diantara mereka yang bisa terjadi secara sosial, budaya maupun ekonomi, menurut Tetuko (2001) dalam Dhenov mengatakan bahwa komunitas memiliki makna dalam tiga hal yaitu suatu kelompok yang memiliki ruang tertentu, suatu kelompok yang mempunyai sifat sama, suatu kelompok yang dibatasi oleh identitas budaya yang sama dan dibentuk dengan hubungan sosial yang sama. 2.2 Garis Sempadan Sungai Garis sempadan sungai menurut peraturan mengenai sempadan sungai mengacu pada Keppres Nomor 32 Tahun 1990 dan PP No. 47 Tahun 1997 yang menetapkan lebar sempadan pada sungai besar diluar permukiman minimal 100 meter dan pada anak sungai besar minimal 50 meter di kedua sisinya. Untuk daerah permukiman, lebar bantaran adalah sekedar cukup untuk jalan inspeksi meter. PP. 47 Tahun 1997 juga menetapkan bahwa lebar sempadan sungai bertanggul diluar daerah permukiman adalah 5 meter sepanjang kaki tanggul. Sedang lebar sempadan

6 sungai yang tidak bertanggul diluar permukiman dan lebar sempadan sungai bertanggul dan tidak bertanggul di daerah permukiman, ditetapkan berdasarkan pertimbangan teknis dan sosial ekonomis oleh pejabat berwenang (Departemen Kimpraswil, 1995). Secara hidrolis sempadan sungai merupakan daerah bantaran banjir yang berfungsi memberikan kemungkinan luapan air banjir ke samping kanan kiri sungai sehingga kecepatan air kehilir dapat dikurangi, energi air dapat diredam disepanjang sungai, serta erosi tebing dan erosi dasar sungai dapat dikurangi secara simultan. Disamping itu sempadan sungai merupakan daerah tata air sungai yang padanya terdapat mekanisme inflow ke sungai dan outflow ke air tanah. Seperti gambar 2.1 yang menunjukkan potongan melintang sungai. Gambar 2.1 Potongan melintang sungai Sumber: BAPEDAL Jatim online, Peranan Sungai Perkotaan Sungai menurut PP No. 35/1991 mempunyai pengertian sebagai suatu tempat atau wadah serta jaringan pengaliran air mulai mata air sampai muara dengan

7 dibatasi kanan dan kirinya serta disepanjang pengalirannya oleh garis sempadan. Menurut Indratmo dan Sewuko, sungai suatu alur yang panjang diatas permukaan buni yang merupakan tempat mengalirnya air yang berasal dari air hujan dan pada akhirnya melimpah ke danau atau laut. Sungai telah memegang peranan yang sangat penting dalam sejarah perkembangan peradaban dan kebudayaan manusia. Sejak ribuan tahun yang lalu telah dikenal adanya suatu perkembangan, peradaban manusia pada lembah sungai yang melahirkan kota-kota penting di dunia (Mumporo, 1961 dalam Saptorini). Pada awal pertumbuhannya telah ditandai dengan terbentuknya suatu konsentrasi penduduk dengan kelompok pemukiman tertentu di lembah sungai yang subur. Peranan sungai di dalam kehidupan sehari-hari, dengan adanya air, manusia memanfaatkan untuk minum, mandi mencuci. Dan kemudian peran sungai berkembang menjadi sarana transportasi, yang mendorong pertumbuhan permukiman seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan aktifitas social-ekonominya makin lama peranannya makin berkembang dan tidak terpisahkan lagi dari keseluruhan sisitim pelayanan kota. Peranan Sungai dapat dibafi dalam 2 (dua) bagian yaitu berperan sebagai daerah belakang maupun sungai sebagai daerah muka. Sebagai badan akhir pembuangan limbah termasuk sampah penduduk (limbah padat), mandi, cuci. Hal ini menunjukkan sungai berperan sebagai daearah belakang. Sedangkan peranan sungai sebagai daerah muka dimana sungai merupakan elemen tata ruang baik estetika maupun fisik. Hal ini banyak ditemui di luar negeri seperti Venesia (Italia). Meskipun sungai berperan sebagai tempat pembuangan dalam kehidupan sehari-hari. Namun

8 dibantaran sungai banyak dimanfaatkan untuk pemukiman, berjualan, tarnsportasi sehingga mempunyai nilai yang lebih. Peranan sungai sebagai daerah muka memberikan nilai tambah yang besar karena selain secara estetika sungai enak dlihat atau dipandang, juga mendorong masyarakat untuk tetap memperlakukan sungai sebagai tempat pembuangan melainkan sebagai sesuatu yang harus dijaga kebersihannya. Dengan memanfaatkan sungai manusia dapat berpindah-pindah, mendapatkan pemukiman baru mereka unuk selanjutnya menetap dan berkembang menjadi pemukiman yang lebih ramai, menjadi desa, lalu berkembang menjadi kota, bahkan terus berkembang menjadi kota cosmopolitan dan terkenal di dunia. Keberadaan sungai dalam suatu kaasan dengan karakter fisik yang berbeda dari wilayah yang dilewatinya menjadikan sungai sebagai edges (batas/tepi) suatu kawasan (Lynch, 1971). Pemanfaatan badan sungai juga menghasilkan ruang aktifitas ditepinya. Pembentukan ruang terbuka sungai dan tepinya membentuk koridor, yang juga memiliki kontinuitas melewati banyak kawasan variasi fungsi yang di lalui sungai, pengaruh factor alan, sejarah dan budaya masyarakat setempat serta peraturan pemerintah menghasilkan koridor sungai dengan potensinya masing-masing (Rezeki, 1999 dalam Saptorini). Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa secara umum sungai sangat berperan dalam membentuk pewajahan suatu wilayah, yaitu memberikan karakter khusus yang membedakannya dengan wilayah lain.

9 2.4 Klasifikasi Kawasan Sekitar Aliran Sungai Kegiatan yang dikembangkan pada suatu kawasan sekitar aliran sungai sangat tergantung pada potensi yang ada pada kawasan atau area yang dikembangkan. Berdasarkan aktifitas-aktifitas yang dikembangkan didalamnya, kawasan sekitar aliran sungai sapat dikategorikan sebagai serikut (Breen & Rigby, 1994 dalam Saptorini): a. Cultural, mewadahi aktifitas budaya, pendidikan dan ilmu pengetahuan. Aktifitas tersebut memanfaatkan sungai sebagai objek budaya atau ilmu pengetahuan dengan mengorientasikan pengembangan kawasan pada fasilitas-fasilitas pendukung kegiatan budaya. Hal ini dapat dilhat dari beberapa fasilitas yang ada pada kawasan Memorial Fountain (Detroit Michigan), kawasan tepi sungai dengan program/event khusus (Ontario, Kanada), Aquarium (Baltimore, Maryland dan Monterey California. b. Enviromental, Pengembangan kawasan tepi sungai yang bertumpu pada usaha peningkatan kualitas yang mengalami degradasi, mamanfaatkan potensi dari keaslian lingkungan yang tumbuh secara alami, seperti yang dilakukan pada sungai-sungai di Portland, Oregon dan Maryland. Pengembangan kawasan diarahkan pada kegiatan preservasi dan konservasi lingkungan alam, serta memanfaatkannya sebagai taman wisata alam, rekreasi dan taman bermain. c. Historical, Pada umumnya dikembangkan sebagai upaya konservasi dan restorasi bangunan sejarah yang berada di tepi sungai. Konterks kesejarahan yang data dikembangkan dapat berupa dermaga tua seperti di

10 Baltimore, Maryland dan Boston. Bendungan dan jembatan kuno seperti di Pennsylvania, bangunan tua d new Orleans, jalur transportasi tua sepanjang perairan Seattle dan Washington. d. Mixed-Use, Penerapan konsep mixed-use merupakan salah satu upaya untuk menyatukan berbagai kepentingan yang pada umumnya menjadi dilemma dalam megembangkan kawasan tepi sungai perkotaan. Pegambangan mixed-use diarahkan pada penggabungan fungsi perdagangan, rekreasi, perumahan, perkantoran, transportasi wisata dan olahraha e. Recreational, pengembangan kawasan tepi sungai dengan fungsi aktifitas rekreasi dapat didukung dengan berbagai fasilitas antara lain: taman bermain, taman air, taman duduk, taman hiburan, area untuk memancing, riverwalk, amphitheatre, dam, diving, pelabuhan sungai, gardu pandang, fasilitas perkapalan, fasilitas olah raga, museum, hotel, restoran dan aquarium. 2.5 Tipologi Bangunan Purwito (2002) mengemukakan konstruksi bangunan rumah pemukiman tepi air umumnya menggunakan konstruksi kayu dengan tipe rumah panggung untuk rumah yang didirikan di darat maupun di tepi sungai. Rumah yang didirikan di tepian sungai bentuknya sangat sederhana (empat persegi panjang) dengan tipe atap pelana begitu pula tata ruang (denah) rumahnya. Dari segi kenyamanan sebetulnya cukup baik karena semua rumah dilengkapi dengan cukup bukaan (jendela/pintu) hanya

11 untuk kawasan pemukiman padat seperti yang terletak di muara Sungai Kuin dengan Sungai Barito karena kerapatan bangunannya tinggi maka jendela rumah yang satu dengan yang lain kadang-kadang saling berhadapan dan cahaya matahari kurang. Purwito, (2002) menjelaskan beberapa tipe rumah yang terdapat di lokasi adalah sebagai berikut: a. Rumah tipe tunggal tidak bertingkat dan bertingkat kebanyakan didirikan di daratan dengan batas rumah/lahan dan jalan cukup jelas (pagar kayu). Lahan biasanya berupa tanah asli dengan tanaman bunga atau keras seperti kelapa, jambu dll. Untuk rumah yang letaknya di pinggir jalan umumnya berfungsi ganda, yaitu sebagai rumah tinggal dan juga sebagai tempat usaha (warung, toko, bengkel dll). b. Rumah tipe tunggal tidak bertingkat dengan lokasi bagian depan di tepi jalan (daratan), sedangkan bagian belakang ditepian sungai. Batas antara rumah/lahan dengan jalan jelas (pagar kayu). Umumnya bagian depan yang menghadap jalan berfungsi sebagai rumah tinggal sedangkan yang menghadap tepian sungai sebagai tempat usaha (toko, gudang dll). c. Rumah di tepian sungai umumnya tidak bertingkat dan berkelompok serta bergandengan. Kerapatan bangunan sangat tinggi sehingga batas rumah kadang-kadang tidak jelas karena dinding rumah langsung berbatasan dengan jalan (titian kayu). Dari sekian rumah yang dikunjungi hanya ada satu rumah bertingkat ayang ditinggali oleh dua keluarga (orang tua dan anak mereka yang sudah berkeluarga).

12 Bila dikaji lebih dalam lagi, tiap pemukiman tepi sungai mempunyai tingkat kompleksitas permasalahan yang beragam. Hal ini dipengaruhi oleh ragam komunitas yang menempati tiap pemukiman sehingga solusi untuk menangani tiap pemukiman akan berbeda pula. Di samping itu, kondisi sosial- budaya sekitar ikut mempengaruhi suatu pemukiman tersebut. Kawasan pemukiman tepian sungai memiliki tipologi fenomenal yang berbeda dengan pemukiman pada umumnya. Tipologi yang menggejala tersebut ditunjukkan melalui kondisi sosial yang terkait dengan aspek hubungan sosial, pendidikan dan mata pencaharian masyarakatnya. Secara tipologi pemukiman menurut Departemen Kimpraswil, (1995), pemukiman tepi sungai terbagi dua: 1. Tipe pertama terletak di luar garis sempadan sungai baik yang bertanggul maupun tidak, penyebabnya adalah terbatasnya prasarana dan sarana dasar dan lahan untuk prasarana dan sarana dasar, eksploitasi pemanfaatan ruang dalam dan luar secara berlebihan, tingkat pendapatan rendah, kesadaran masyarakat terhadap pengelolaan lingkungan rendah, aksesbilitas terhadap pengadaan prasarana dan sarana dasar terbatas. 2. Tipe kedua, secara historis di area badan sungai bagian tepi sampai dengan tepi sungai karena menempatkan sungai sebagai sarana transportasi vital. Tipe bangunan rakit panggung dan bidang lantai langsung berhubungan dengan tanah penyebabnya adalah penyusutan bangunan dan komponen lingkungan terbangun lainnya, menurun/hilangnya vitalitas lingkungan oleh imbas hilangnya vitalitas

13 kota, ditinggalkan oleh penghuninya kemudian ditempati oleh penyewa/penunggu. Secara arsitektur, bangunan pemukiman tepi sungai dibedakan (Saptorini, 2004) menjadi bangunan di atas tanah, bangunan panggung di darat, bangunan panggung di atas air, bangunan rakit di atas air (gambar 2.2). Bangunan di daratan Bangunan diatas air Gambar 2.2 Bentuk Pemukiman Tepi Air Sumber: Analisa, 2011 Arsitektural bangunan dibuat dengan kaidah tradisional maupun modern, sesuai dengan latar belakang budaya dan suku/etnis masing-masing. a. Tipologi bangunan menggunakan struktur dan konstruksi sederhana, tradisional dan konvensional, yang kurang memperhitungkan pengaruh angin. b. Sering terjadi kebakaran karena kelalaian, penggunaan bahan/peralatan berbahaya, mudah terbakar dan belum tersedianya sarana dan pedoman

14 penanggulangan kebakaran khususnya perumahan diatas air (Suprijanto, 2003). 2.6 Morfologi Pemukiman Tepi Sungai Tinjauan terhadap morfologi kota (pemukiman) ditekankan pada bentuk fisik dari lingkungan kota/pemukiman. Secara fisik yang antara lain tercermin dari pada sistem jalan-jalan yang ada, blok-blok bangunan baik didaerah hunian ataupun bukan perdagangan/industri dan juga bangunan-bangunan individual (Herbert, 1973 dalam Saptorini). Dari hasil teori-teori dan penelitian yang telah dibuat terdahulu, maka terdapat pola-pola atau bentuk dari pemukiman yang ada ditepi sungai disebabkan oleh perkembangan penduduk yang mendiaminya. Pola dan bentuk pemukiman tepi sungai ini juga dipengaruhi oleh bentuk geografi dan pola bentuknya dapat diklasifikasikan (Hassan, 2001) adalah: a. Morfologi arah daratan, pemukiman ini menempati dan berkembang dari tepi sungai ke arah daratan mengikuti garis topografi sungai, di mulai dari rumah-rumah yang di bangun pada bantaran di sepanjang muara sungai, rapat antara satu bangunan rumah dengan yang lainnya. Pola pemukiman ini berbentuk pyramid terbalik seperti terihat pada gambar 2.3.

15 Gambar 2.3 Morfologi ke Arah Daratan Sumber: Hassan, 2001 b. Morfologi arah ke air, pola pemukiman ini mengarah ke tengah sungai dan pemukiman ini didirikan diatas air sungai, berbentuk panggung. Dasar sungai biasanya tidak terlalu dalam dan tinggi bangunan rumah umumnya antara 2,5-5 meter untuk menghindari air pasang surut. Pola pemukiman ini berbentuk pyramid (gambar 2.4). Gambar 2.4 Morfologi ke arah air Sumber: Hassan, 2001 c. Morfologi selari, pemukiman ini terbentuk dan berkembang melalui topografi tepian sungai dan pada belakang rumah-rumah dibangun jalan

16 yang terbuat dari titian kayu sejajar dengan rumah lapisan pertama tadi. Pola pemukiman ini berbentuk melengkung mengikuti topografi tepi sungai. Terbentuknya ruang melalui proses alamiah dan organik. Tidak ada pola khusus dalam penempatan ruang pola permukiman hanya mengikuti pola aliran sungai (gambar 2.5). Gambar 2.5 Morfologi ke arah selari Sumber: Hassan, 2001 d. Morfologi atas air, terbentuknya pemukiman ini diatas tanah di tepian sungai yang selalu terjadi pasang surut sungai atau rawa-rawa di tepi sungai, bentuk rumah panggung terbuat dari kayu dan tata letak bangunannya tidak teratur (gambar 2.6).

17 Gambar 2.6 Morfologi di atas Air Sumber: Hassan, 2001 e. Morfologi muka muara, perkembangan pemukiman ini disepanjang muara sungai dan selat diatas sungai yang mempunyai bentang kecil. Di kedua tepian sungai dihubungkan titian/jembatan kayu yang tidak mengganggu lalu lintas perahu nelayan (gambar 2.7). Gambar 2.7 Morfologi Muka Muara Sumber: Hassan, 2001 f. Morfologi gabungan, pemukiman ini terbentuk berdasarkan gabungan dua atau lebih pola mofologi pemukiman yang diatas. Bentuk pemukiman ini sangat kompleks dan kadang-kadang sulit untuk ditentukan berpola pemukiman apa.

18 Bentuk atau pola perumahan itu sendiri terjadi atas perilaku sosial dan budaya dari masyarakat yang mendiaminya. Dari hasil Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman di tepi air Indonesia terdapat teori-teori (Suprijanto, 2002) antara lain: a. Sejarah awal keberadaan lingkungan perumahan/pemukiman di kota tepi sungai dapat dibedakan atas 2 (dua) kronologis, yaitu: 1. Perkembangan yang dimulai oleh kedatangan sekelompok etnis tertentu di suatu lokasi di tepi sungai, yang kemudian menetap dan berkembang secara turun temurun membentuk suatu komunitas serta cenderung bersifat sangat hemogen, tertutup dan mengembangkan tradisi dan nilai-nilai tertentu, yang pada akhirnya merupakan karakter dan ciri khas pemukiman tersebut. 2. Perkembangan sebagai daerah alternatif pemukiman, karena peningkatan arus urbanisasi, yang berakibat menjadi kawasan liar dan kumuh perkotaan. b. Tahapan perkembangan kawasan pemukiman kota tepi sungai adalah: 1. Tahap awal ditandai oleh dominasi pelayanan kawasan perairan sebagai sumber air untuk keperluan hidup masyarakat kota masih merupakan suatu kelompok pemukiman di tepi sungai dan di atas air. 2. Ketika kota membutuhkan komunikasi dengan lokasi lainnya (kepentingan perdagangan) maka kawasan perairan merupakan prasarana transportasi dan dapat diduga perkembangan fisik kota yang cenderung memanjang di tepi sungai (linier).

19 3. Perkembangan selanjutnya ditandai dengan semakin kompleksnya kegiatan fungsional sehingga intensitas kegiatan di sekitar perairan makin tinggi. Jaringan jalan raya menawarkan lebih banyak kesempatan mengembangkan kegiatan. Walaupun begitu, jenis fungsi perairan tidak berarti mengalami penurunan, bahkan mengalami peningkatan (makin beragam). c. Kawasan pemukiman diatas air cenderung rapat (kepadatan bangunan tinggi dan jarak antar bangunan rapat) dan kumuh (tidak teratur, kotor, dan lain-lain). Dominasi kawasan perumahan/pemukiman nelayan, yang umumnya kumuh dan belum tertata. d. Pola pemukiman di pengaruhi oleh keadaan topografi, dibedakan atas 3 (tiga), yaitu daerah perbukitan cenderung mengikuti kontur tanah, daerah relatif datar dan cenderung memiliki pola relatif teratur, yaitu pola grid atau linear dengan tata letak banguan berada di kiri kanan jalan atau linier sejajar dengan (mengikuti) garis tepi sungai, daerah atas air pada umumnya cenderung memiliki pola cluster, yang tidak teratur dan organik. pada daerah-daerah yang telah ditata umumnya menggunakan pola grid atau linier sejajar garis badan sungai. e. Orientasi bangunan semula umumnya menghadap perairan sesuai dengan orientasi kegiatan berbasiskan perairan. Perkembangan selanjutnya orientasi kegiatan ke darat semakin meningkat (bahkan lebih dominan), maka orientasi bangunan cenderung menghadap ke arah darat dan lebih mempertimbangkan aspek fungsional dan aksesblitas.

20 Disini dibedakan antara tipologi pemukiman nelayan dan pemukiman tepi sungai, antara lain: a. Tipologi pemukiman nelayan, yaitu terletak di luar area antara garis pasang tertinggi dan terendah, mata pencaharian masyarakat dan atau yang terkait dengan nelayan. Hal ini disebabkan oleh perbedaan tertinggi permukaan tanah dan air laut relatif sama sehingga banyak jaringan sanitasi dan drainase yang tak berfungsi, air bersih sangat terbatas, penyusutan dini komponen lingkungan terbangun oleh iklim, terbatasnya lahan untuk prasarana dan sarana dasar, fungsi ruang tumpang tindih karena aktifitas yang padat, tingkat pendapatan tidak menentu, kesadaran masyarakat terhadap pengelolaan lingkungan rendah. b. Tipologi pemukiman tepi sungai, yaitu terletak di luar garis sempadan sungai baik yang bertanggul maupun tidak, mata pencaharian masyarakat tidak hanya nelayan. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya prasarana dan sarana dasar dan lahan untuk prasarana dan sarana dasar, eksplotasi pemanfaatan ruang dalam dan luar secara berlebihan, tingkat pendapatan rendah, kesadaran masyarakat terhadap lingkungan rendah, aksesibilitas terhadap pengadaan prasarana dan sarana dasar terbatas.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Manusia membutuhkan tempat bermukim untuk memudahkan aktivtias seharihari.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Manusia membutuhkan tempat bermukim untuk memudahkan aktivtias seharihari. II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Permukiman Manusia membutuhkan tempat bermukim untuk memudahkan aktivtias seharihari. Permukiman perlu ditata agar dapat berkelanjutan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berakar pada faktor-faktor geografi dan sejarah nusantara yang selama berabad-abad

BAB I PENDAHULUAN. berakar pada faktor-faktor geografi dan sejarah nusantara yang selama berabad-abad BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan tepi air ataupun kawasan tepi sungai di Indonesia sebenarnya berakar pada faktor-faktor geografi dan sejarah nusantara yang selama berabad-abad telah menjadi

Lebih terperinci

PERUMAHAN PINGGIR SUNGAI DI BANJARMASIN AKIBAT PERILAKU PASANG SURUT SUNGAI BARITO

PERUMAHAN PINGGIR SUNGAI DI BANJARMASIN AKIBAT PERILAKU PASANG SURUT SUNGAI BARITO PERUMAHAN PINGGIR SUNGAI DI BANJARMASIN AKIBAT PERILAKU PASANG SURUT SUNGAI BARITO Oleh : Purwito Peneliti Bahan Bangunan dan Konstruksi Puslitbang Permukiman Ringkasan: Sebagai Ibu Kota Propinsi Kalimantan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara

BAB 2 LANDASAN TEORI. kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Redevelopment Redevelopment atau yang biasa kita kenal dengan pembangunan kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara mengganti sebagian dari,

Lebih terperinci

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN Daerah pemukiman perkotaan yang dikategorikan kumuh di Indonesia terus meningkat dengan pesat setiap tahunnya. Jumlah daerah kumuh ini bertambah dengan kecepatan sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2000 persentase penduduk kota di Negara Dunia Ketiga telah

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2000 persentase penduduk kota di Negara Dunia Ketiga telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak tahun 2000 persentase penduduk kota di Negara Dunia Ketiga telah mencapai 40,7% (Maran, 2003). Di Indonesia, persentase penduduk kota mencapai 42,4% pada tahun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sungai merupakan salah satu bentuk badan air lotik yang bersifat dinamis yang berguna bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Sungai memiliki fungsi ekologis yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.2. Tipologi kota-kota perairan di Pulau Kalimantan Sumber: Prayitno (dalam Yudha, 2010)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.2. Tipologi kota-kota perairan di Pulau Kalimantan Sumber: Prayitno (dalam Yudha, 2010) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota-kota di Pulau Kalimantan memiliki kaitan yang erat terhadap sungai. Hal ini dikarenakan kota-kota tersebut merupakan kota yang mengalami perkembangan dari jejalur

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Oleh karena itu,bukan suatu pandangan yang aneh bila kota kota besar di

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Oleh karena itu,bukan suatu pandangan yang aneh bila kota kota besar di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota di Indonesia merupakan sumber pengembangan manusia atau merupakan sumber konflik sosial yang mampu mengubah kehidupan dalam pola hubungan antara lapisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di wilayah perkotaan. Salah satu aspek

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN 5.1. Karakteristik Fisik Lingkungan Perumahan Pahandut Seberang

BAB V KESIMPULAN 5.1. Karakteristik Fisik Lingkungan Perumahan Pahandut Seberang BAB V KESIMPULAN Berdasarkan sejarah awal keberadaannya, Perumahan Pahandut Seberang merupakan perpaduan dari dua tipe kronologis. Tipe kronologis pertama dengan kedatangan kelompok etnis Dayak sebagai

Lebih terperinci

4.17 PERENCANAAN DAN PEMETAAN GARIS SEMPADAN KALI SEMEMI

4.17 PERENCANAAN DAN PEMETAAN GARIS SEMPADAN KALI SEMEMI 83 4.17 PERENCANAAN DAN PEMETAAN GARIS SEMPADAN KALI SEMEMI 4.17.1. UMUM Perencanaan garis sempadan Kali Sememi untuk melindungi dan menjaga kelestarian sungai dengan menciptakan Kali Sememi yang bersih

Lebih terperinci

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961): 44 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi Sungai Aspek ekologi adalah aspek yang merupakan kondisi seimbang yang unik dan memegang peranan penting dalam konservasi dan tata guna lahan serta pengembangan untuk

Lebih terperinci

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa BAB VII RENCANA 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa 7.1.1 Tahapan Pembangunan Rusunawa Agar perencanaan rumah susun berjalan dengan baik, maka harus disusun tahapan pembangunan yang baik pula, dimulai dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia.

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia. BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia. Dimana pada masa perkembangan peradaban kota badan air merupakan satu-satunya

Lebih terperinci

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN 2.1 Lokasi Proyek Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi Campuran Perumahan Flat Sederhana. Tema besar yang mengikuti judul proyek

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Dari asal katanya, geografi berasal dari kata geo yang berarti bumi, dan graphein yang berarti lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30).

Lebih terperinci

INFO TEKNIK Volume 9 No. 1, Juli 2008 (43-50)

INFO TEKNIK Volume 9 No. 1, Juli 2008 (43-50) INFO TEKNIK Volume 9 No. 1, Juli 2008 (43-50) MUTU PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI DI BANJARMASIN Kurnia Widiastuti Jurusan Arsitektur Univ. Lambung Mangkurat Banjarmasin Abstrak Secara empiris daerah bantaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan permukiman yang dihadapi kota kota besar di Indonesia semakin kompleks. Tingginya tingkat kelahiran dan migrasi penduduk yang tinggi terbentur pada kenyataan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Kota Bekasi Berdasarkan Undang-Undang No 14 Tahun 1950, terbentuk Kabupaten Bekasi. Kabupaten bekasi mempunyai 4 kawedanan, 13 kecamatan, dan 95 desa.

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG JARAK BEBAS BANGUNAN DAN PEMANFAATAN PADA DAERAH SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan DIPRESENTASIKAN OLEH : 1. MAGDALENA ERMIYANTI SINAGA (10600125) 2. MARSAHALA R SITUMORANG (10600248) 3. SANTI LESTARI HASIBUAN (10600145) 4. SUSI MARIA TAMPUBOLON

Lebih terperinci

sekitarnya serta ketersediaannya yang belum optimal (pada perbatasan tertentu tidak terdapat elemen gate). d. Elemen nodes dan landmark yang

sekitarnya serta ketersediaannya yang belum optimal (pada perbatasan tertentu tidak terdapat elemen gate). d. Elemen nodes dan landmark yang BAB 5 KESIMPULAN 1. Berdasarkan hasil pengamatan dan penilaian secara subyektif (oleh peneliti) dan obyektif (pendapat responden) maka elemen identitas fisik yang membentuk dan memperkuat karakter (ciri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Kota-Kota Tepian Air di Indonesia Sumber: Heldiyansyah, 2010

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Kota-Kota Tepian Air di Indonesia Sumber: Heldiyansyah, 2010 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan tepian sungai adalah termasuk kawasan tepian air yang memiliki beberapa kelebihan, terutama berkaitan dengan fungsi dan aksessibilitas yang lebih strategis.

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN,

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa sungai, saluran, waduk,

Lebih terperinci

: Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan. b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif

: Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan. b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif MINGGU 7 Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan : Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan : a. Permasalahan tata guna lahan b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif Permasalahan Tata Guna Lahan Tingkat urbanisasi

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 05 TAHUN 2014 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI DENGAN

Lebih terperinci

PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007)

PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007) PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007) pengertian Penataan bangunan dan lingkungan : adalah kegiatan pembangunan untuk merencanakan, melaksanakan, memperbaiki,mengembangkan atau melestarikan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI MASALAH PERMUKIMAN PADA KAMPUNG NELAYAN DI SURABAYA

IDENTIFIKASI MASALAH PERMUKIMAN PADA KAMPUNG NELAYAN DI SURABAYA IDENTIFIKASI MASALAH PERMUKIMAN PADA KAMPUNG NELAYAN DI SURABAYA Vippy Dharmawan 1, Zuraida 2 1+2 Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surabaya Jl. Sutorejo Nomor 59 Surabaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PRT/M/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PRT/M/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PRT/M/2015 TENTANG PENETAPAN GARIS SEMPADAN SUNGAI DAN GARIS SEMPADAN DANAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN

Lebih terperinci

BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 6.1 PROGRAM DASAR PERENCANAAN 6.1.1 Program Ruang Rekapitulasi Ruang Dalam No Jenis Ruang Luas 1 Kelompok Ruang Fasilitas Utama 2996 m2 2 Kelompok Ruang Fasilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermukim pun beragam. Besarnya jumlah kota pesisir di Indonesia merupakan hal

BAB I PENDAHULUAN. bermukim pun beragam. Besarnya jumlah kota pesisir di Indonesia merupakan hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semenjak abad ke-18, pertumbuhan penduduk di dunia meningkat dengan tajam. Lahan lahan dengan potensi untuk dipergunakan sebagai tempat bermukim pun beragam. Besarnya

Lebih terperinci

Sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya.

Sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya. Sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya. Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

MATA KULIAH PERENCANAAN TAPAK

MATA KULIAH PERENCANAAN TAPAK HANDOUT PERKULIAHAN MATA KULIAH DOSEN PENGAMPU PROF. Dr. H. MAMAN HILMAN, MPd, MT. PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK ARSITEKTUR JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ARSITEKTUR FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

Lebih terperinci

RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL

RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL Rencana Lanskap Berdasarkan hasil analisis data spasial mengenai karakteristik lanskap pemukiman Kampung Kuin, yang meliputi pola permukiman, arsitektur bangunan

Lebih terperinci

Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU)

Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU) Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU) 1 Pendahuluan Sungai adalah salah satu sumber daya alam yang banyak dijumpai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tingginya laju pertumbuhan penduduk di suatu daerah diikuti pula dengan laju pertumbuhan permukiman. Jumlah pertumbuhan permukiman yang baru terus meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permukiman perkotaan masa kini mengalami perkembangan yang pesat karena pertumbuhan penduduk dan arus urbanisasi yang tinggi sementara luas lahan tetap. Menurut Rahmi

Lebih terperinci

Pola pemukiman berdasarkan kultur penduduk

Pola pemukiman berdasarkan kultur penduduk Pola Pemukiman Terpusat Pola Pemukiman Linier Pola pemukiman berdasarkan kultur penduduk Adanya pemukiman penduduk di dataran rendah dan dataran tinggi sangat berkaitan dengan perbedaan potensi fisik dan

Lebih terperinci

PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR

PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR Oleh: EVA SHOKHIFATUN NISA L2D 304 153 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota menawarkan berbagai ragam potensi untuk mengakumulasi aset

BAB I PENDAHULUAN. Kota menawarkan berbagai ragam potensi untuk mengakumulasi aset BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota menawarkan berbagai ragam potensi untuk mengakumulasi aset sosial, ekonomi, dan fisik. Kota berpotensi memberikan kondisi kehidupan yang sehat dan aman, gaya hidup

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

BAB I. Persiapan Matang untuk Desain yang Spektakuler

BAB I. Persiapan Matang untuk Desain yang Spektakuler BAB I Persiapan Matang untuk Desain yang Spektakuler Kampung Hamdan merupakan salah satu daerah di Kota Medan yang termasuk sebagai daerah kumuh. Hal ini dilihat dari ketidak beraturannya permukiman warga

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG SUNGAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG SUNGAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG SUNGAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sungai sebagai sumber air sangat penting fungsinya dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami banjir. 2. Memahami gelombang pasang.

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2004 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peranan strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa, dan perlu dibina dan dikembangkan

Lebih terperinci

Persepsi Masyarakat terhadap Permukiman Bantaran Sungai

Persepsi Masyarakat terhadap Permukiman Bantaran Sungai TEMU ILMIAH IPLBI 0 Persepsi Masyarakat terhadap Permukiman Bantaran Sungai Binar T. Cesarin (), Chorina Ginting () () Magister Rancang Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan

Lebih terperinci

3.3 KONSEP PENATAAN KAWASAN PRIORITAS

3.3 KONSEP PENATAAN KAWASAN PRIORITAS 3.3 KONSEP PENATAAN KAWASAN PRIORITAS 3.3.1. Analisis Kedudukan Kawasan A. Analisis Kedudukan Kawasan Kawasan prioritas yaitu RW 1 (Dusun Pintu Air, Dusun Nagawiru, Dusun Kalilangkap Barat, dan Dusun Kalilangkap

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN BAB V KONSEP PERANCANGAN Berangkat dari permasalahan utama pada bab sebelumnya disimpulkan tiga kata kunci yang mendasari konsep desain yang akan diambil. Ketiga sifat tersebut yakni recycle, community

Lebih terperinci

BAB I KONDISI KAWASAN DALAM BEBERAPA ASPEK. kepada permukiman dengan kepadatan bangunan tinggi, dan permukiman ini

BAB I KONDISI KAWASAN DALAM BEBERAPA ASPEK. kepada permukiman dengan kepadatan bangunan tinggi, dan permukiman ini BAB I KONDISI KAWASAN DALAM BEBERAPA ASPEK Kegiatan studi lapangan untuk kasus proyek ini dilakukan untuk mendapatkan data yang dibutuhkan selama dalam pembuatan proyek dan juga untuk mengetahui kondisi

Lebih terperinci

RIVERWALK SEBAGAI RUANG TERBUKA ALTERNATIF DI KAWASAN FLAMBOYAN BAWAH KOTA PALANGKA RAYA

RIVERWALK SEBAGAI RUANG TERBUKA ALTERNATIF DI KAWASAN FLAMBOYAN BAWAH KOTA PALANGKA RAYA Volume 6 / No.2, Desember 2011 Jurnal Perspektif Arsitektur RIVERWALK SEBAGAI RUANG TERBUKA ALTERNATIF DI KAWASAN FLAMBOYAN BAWAH KOTA PALANGKA RAYA Herwin Sutrisno, ST., MT 1 Abstrak Semakin padatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM 1.2 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM 1.2 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Kota Semarang adalah ibukota Provinsi Jawa Tengah, yang terletak di dataran pantai Utara Jawa. Secara topografi mempunyai keunikan yaitu bagian Selatan berupa pegunungan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PERUMAHAN DI KAWASAN TEPI SUNGAI MAHAKAM KASUS KELURAHAN SELILI KECAMATAN SAMARINDA ILIR KOTA SAMARINDA. Dwi Suci Sri Lestari.

KARAKTERISTIK PERUMAHAN DI KAWASAN TEPI SUNGAI MAHAKAM KASUS KELURAHAN SELILI KECAMATAN SAMARINDA ILIR KOTA SAMARINDA. Dwi Suci Sri Lestari. KARAKTERISTIK PERUMAHAN DI KAWASAN TEPI SUNGAI MAHAKAM KASUS KELURAHAN SELILI KECAMATAN SAMARINDA ILIR KOTA SAMARINDA Dwi Suci Sri Lestari Abstrak Kawasan tepi sungai merupakan kawasan tempat bertemunya

Lebih terperinci

PP 35/1991, SUNGAI... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 35 TAHUN 1991 (35/1991)

PP 35/1991, SUNGAI... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 35 TAHUN 1991 (35/1991) PP 35/1991, SUNGAI... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 35 TAHUN 1991 (35/1991) Tanggal: 14 JUNI 1991 (JAKARTA) Sumber: LN 1991/44; TLN NO. 3445 Tentang: SUNGAI

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN KORIDOR JALAN RAYA SERPONG KOTA TANGERANG SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI I. UMUM Di dalam undang-undang no 26 Tahun 2007 tentang penataan Ruang, dijelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kota merupakan sebuah tempat permukiman yang sifatnya permanen

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kota merupakan sebuah tempat permukiman yang sifatnya permanen 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan sebuah tempat permukiman yang sifatnya permanen dengan tingkat kepadatan penduduknya yang mencolok, di mana corak masyarakatnya yang heterogen dan

Lebih terperinci

19 Oktober Ema Umilia

19 Oktober Ema Umilia 19 Oktober 2011 Oleh Ema Umilia Ketentuan teknis dalam perencanaan kawasan lindung dalam perencanaan wilayah Keputusan Presiden No. 32 Th Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Kawasan Lindung

Lebih terperinci

BAB I KONDISI PINGGIRAN SUNGAI DELI

BAB I KONDISI PINGGIRAN SUNGAI DELI BAB I KONDISI PINGGIRAN SUNGAI DELI Keadaan sungai Deli yang sekarang sangat berbeda dengan keadaan sungai Deli yang dahulu. Dahulu, sungai ini menjadi primadona di tengah kota Medan karena sungai ini

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 44, 1991 (PERHUBUNGAN. PERTANIAN. Perikanan. Prasarana. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN

Lebih terperinci

Pokok Bahasan : Konsep Ekologi 2 Sub Pokok Bahasan : a. Lingkungan alamiah dan buatan b. Ekologi kota c. Ekologi kota sebagai lingkungan terbangun

Pokok Bahasan : Konsep Ekologi 2 Sub Pokok Bahasan : a. Lingkungan alamiah dan buatan b. Ekologi kota c. Ekologi kota sebagai lingkungan terbangun MINGGU 4 Pokok Bahasan : Konsep Ekologi 2 Sub Pokok Bahasan : a. Lingkungan alamiah dan buatan b. Ekologi kota c. Ekologi kota sebagai lingkungan terbangun Lingkungan Alamiah Dan Buatan Manusia Para dipahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prasarana kota berfungsi untuk mendistribusikan sumber daya perkotaan dan merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini, kualitas dan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan kota pantai merupakan tempat konsentrasi penduduk yang paling padat. Sekitar 75% dari total penduduk dunia bermukim di kawasan pantai. Dua pertiga dari kota-kota

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI DENGAN

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB VI RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN

BAB VI RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN BAB VI RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN 6.1. Struktur Peruntukan Lahan e t a P Gambar 6.1: Penggunaan lahan Desa Marabau 135 6.2. Intensitas Pemanfaatan Lahan a. Rencana Penataan Kawasan Perumahan Dalam

Lebih terperinci

LAMPIRAN V KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KOTA MEDAN. Kualitas yang diharapkan

LAMPIRAN V KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KOTA MEDAN. Kualitas yang diharapkan LAMPIRAN V KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KOTA MEDAN Zona (berdasarkan Kawasan Lindung Kawasan Hutan Manggrove (Hutan Bakau Sekunder); Sungai, Pantai dan Danau; Rel Kereta Api pelindung ekosistim bakau

Lebih terperinci

KONSEP DRAINASE DI LAHAN RAWA Oleh: Rusdi HA

KONSEP DRAINASE DI LAHAN RAWA Oleh: Rusdi HA KONSEP DRAINASE DI LAHAN RAWA Oleh: Rusdi HA Perumahan yang dibangun di Banjarmasin dan daerah rawa sekitarnya, tidak terlihat adanya penataan drainase lahan yang sistematis. Keadaan tanah pada daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan jumlah penduduk dan urbanisasi merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan jumlah penduduk dan urbanisasi merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk dan urbanisasi merupakan salah satu permasalahan yang umumnya terjadi di daerah perkotaan. Dampak langsung yang dihadapi oleh pemerintah

Lebih terperinci

BUPATI BOGOR PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

BUPATI BOGOR PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR SALINAN BUPATI BOGOR PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR, Menimbang : a. bahwa dengan semakin meningkatnya

Lebih terperinci

HIRARKI IV ZONASI. sub zona suaka dan pelestarian alam L.1. sub zona sempadan lindung L.2. sub zona inti konservasi pulau L.3

HIRARKI IV ZONASI. sub zona suaka dan pelestarian alam L.1. sub zona sempadan lindung L.2. sub zona inti konservasi pulau L.3 LAMPIRAN VI : PERATURAN DAERAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN TABEL-2 KLASIFIKASI ZONA DAN SUB ZONA HIRARKI I fungsi lindung adm fungsi

Lebih terperinci

Pola Permukiman Tepian Air Studi Kasus : Desa Sepuk Laut, Punggur Besar dan Tanjung Saleh Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya

Pola Permukiman Tepian Air Studi Kasus : Desa Sepuk Laut, Punggur Besar dan Tanjung Saleh Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya Putro dan Nurhamsyah Pola Permukiman Tepian Air Studi Kasus : Desa Sepuk Laut, Punggur Besar dan Tanjung Saleh Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya Jawas Dwijo Putro, M. Nurhamsyah Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dayeuhkolot merupakan kawasan perkotaan di Kabupaten Bandung yang berada di sisi Sungai Citarum. Berdasarkan sejarah, Dayeuhkolot yang dalam bahasa sunda berarti kota

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Jaringan jalan merupakan salah satu prasarana untuk meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah. Berlangsungnya kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran 29 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran 1. Tata Guna Lahan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Semarang adalah ibukota Provinsi Jawa Tengah, yang terletak di dataran pantai Utara Jawa. Secara topografi mempunyai keunikan yaitu bagian Selatan berupa pegunungan

Lebih terperinci

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan permukiman merupakan bagian dari lingkungan binaan merupakan bagian

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan permukiman merupakan bagian dari lingkungan binaan merupakan bagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan permukiman merupakan bagian dari lingkungan binaan merupakan bagian pula dari lingkungan hidup. Menyadari adanya hubungan timbal balik antara permukiman

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. musim hujan, mengingat hampir semua kota di Indonesia mengalami banjir.

BAB I PENDAHULUAN. musim hujan, mengingat hampir semua kota di Indonesia mengalami banjir. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir merupakan kata yang sangat popular di Indonesia, khususnya dalam musim hujan, mengingat hampir semua kota di Indonesia mengalami banjir. Permasalahan banjir

Lebih terperinci

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT.

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT. AMDAL Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UULH = Undang-Undang Lingkungan Hidup no 23 Tahun 1997, yang paling baru adalah UU no 3 tahun 2009 tentang

Lebih terperinci

BAB I MELIHAT SUNGAI DELI SECARA KESELURUHAN

BAB I MELIHAT SUNGAI DELI SECARA KESELURUHAN 4 BAB I MELIHAT SUNGAI DELI SECARA KESELURUHAN 1.1 Faktor Tapak dan Lingkungan Proyek Kasus proyek yang dibahas disini adalah kasus proyek C, yaitu pengembangan rancangan arsitektural model permukiman

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KORIDOR JALAN LETJEND S. PARMAN - JALAN BRAWIJAYA DAN KAWASAN SEKITAR TAMAN BLAMBANGAN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan studi berupa temuantemuan yang dihasilkan selama proses analisis berlangsung yang sesuai dengan tujuan dan sasaran studi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks,

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, terdiri dari berbagai sarana dan prasarana yang tersedia, kota mewadahi berbagai macam aktivitas

Lebih terperinci

ARAHAN PENATAAN KAWASAN TEPIAN SUNGAI KANDILO KOTA TANAH GROGOT KABUPATEN PASIR PROPINSI KALIMANTAN TIMUR TUGAS AKHIR

ARAHAN PENATAAN KAWASAN TEPIAN SUNGAI KANDILO KOTA TANAH GROGOT KABUPATEN PASIR PROPINSI KALIMANTAN TIMUR TUGAS AKHIR ARAHAN PENATAAN KAWASAN TEPIAN SUNGAI KANDILO KOTA TANAH GROGOT KABUPATEN PASIR PROPINSI KALIMANTAN TIMUR TUGAS AKHIR Oleh : IKHSAN FITRIAN NOOR L2D 098 440 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. waktu terjadi pasang. Daerah genangan pasang biasanya terdapat di daerah dataran

PENDAHULUAN. waktu terjadi pasang. Daerah genangan pasang biasanya terdapat di daerah dataran PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah genangan pasang adalah daerah yang selalu tergenang air laut pada waktu terjadi pasang. Daerah genangan pasang biasanya terdapat di daerah dataran rendah di dekat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. 4.1 ANALISIS FUNGSIONAL a) Organisasi Ruang

BAB IV ANALISIS. 4.1 ANALISIS FUNGSIONAL a) Organisasi Ruang BAB IV ANALISIS 4.1 ANALISIS FUNGSIONAL a) Organisasi Ruang Skema 1 : Organisasi ruang museum Keterkaitan atau hubungan ruang-ruang yang berada dalam perancangan museum kereta api Soreang dapat dilihat

Lebih terperinci

KRITERIA, INDIKATOR DAN SKALA NILAI FISIK PROGRAM ADIPURA

KRITERIA, INDIKATOR DAN SKALA NILAI FISIK PROGRAM ADIPURA Lampiran IV : Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 01 Tahun 2009 Tanggal : 02 Februari 2009 KRITERIA, INDIKATOR DAN SKALA NILAI FISIK PROGRAM ADIPURA NILAI Sangat I PERMUKIMAN 1. Menengah

Lebih terperinci

KRITERIA DAN TIPOLOGI PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH

KRITERIA DAN TIPOLOGI PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH - 1 - LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 02/PRT/M/2016 TENTANG PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH KRITERIA DAN TIPOLOGI PERUMAHAN KUMUH

Lebih terperinci