KONSEP DRAINASE DI LAHAN RAWA Oleh: Rusdi HA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KONSEP DRAINASE DI LAHAN RAWA Oleh: Rusdi HA"

Transkripsi

1 KONSEP DRAINASE DI LAHAN RAWA Oleh: Rusdi HA Perumahan yang dibangun di Banjarmasin dan daerah rawa sekitarnya, tidak terlihat adanya penataan drainase lahan yang sistematis. Keadaan tanah pada daerah rawa adalah jenuh air, yaitu seluruh pori-pori tanah terisi oleh air. Air hujan atau air yang mengalir dipermukaannya, tidak akan diserap oleh tanah. Permukaan tanah hanya berupa suatu luasan yang dapat menampung air diatasnya. Hujan akan segera meninggikan permukaan air bila luasannya sempit dan terkurung. Untuk menanggulangi masalah kemungkinan banjir ini, maka Pemerintah Daerah Kota Banjarmasin mengundangkan peraturan tentang bangunan konstruksi panggung, berupa kewajiban membangun harus berupa konstruksi panggung. Pada Perda tersebut mewajibkan agar pembangunan gedung permanen adalah berupa panggung. Apakah dengan adanya Perda ini genangan air bisa diatasi. Pada artikel ini disampaikan hasil beberapa studi tentang konsep penataan drainase lahan untuk fasilitas di daerah rawa. Hasil studi mendapatkan sbb.: untuk lahan yang tidak jauh dari sungai, bangunan sebaiknya dibuat konstruksi panggung. Kolong bangunan harus dibuat agar selalu terhubung dengan sungai. Bila lahan relatif jauh dari sungai dan lahan tidak terlalu luas dapat diaplikasikan pembuatan saluran di belakang kapling. Bangunan tidak harus konstruksi panggung. Untuk pengembangan fasilitas yang luas, baik perumahan, kampus, terminal atau fasilitas lainnya, maka konsep pembuatan kontur fiktif lebih cocok untuk digunakan. Kata kunci: Rumah panggung, daerah resapan, kolam retensi, kontur fiktif 1. Pendahuluan Persoalan drainase lahan di Kota Banjarmasin dan sekitarnya menjadi persoalan yang pelanpelan muncul, makin lama makin bertambah besar. Lihat saja sebagai satu contoh, kampus Universitas Lambung Mangkurat yang di Banjarmasin, saluran drainase hampir sepanjang waktu terisi air (Gambar 1). Kalau kenaikan muka air diasumsikan 3 cm/pertahun, maka 30 tahun yang akan datang, permukaan air naik sekitar 100 cm. Dengan demikian seluruh kampus akan tergenang air. (a) (b) (c) Gambar 1. Kondisi Selokan Kampus Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin Pada drainase Kota Banjarmasin saat dulu (tahun 60an), terdapat banyak saluran atau sungai yang memotong beberapa area. Area yang relatif jauh dari sungai-sungai, terdapat saluran bawah jalan yang cukup besar (contoh: Jl. Pangeran Samudra). Pada saat itu hampir tidak ada terjadi genangan/banjir di Kota Banjarmasin. 1

2 Seiring dengan berjalannya waktu dengan berkembangnya kota, sungai-sungai menjadi sempit. Sungai-sungai tersebut sebelumnya dapat berfungsi menjadi jalur transportasi. Hampir setiap pasar tradisional di Banjarmasin, bisa disinggahi oleh perahu-perahu penjual yang datang dari desa sekitar Banjarmasin. Sekarang secara praktis, pasar-pasar tradisional tidak bisa lagi disinggahi oleh perahu pedagang tersebut, kecuali pasar yang terletak di pinggir sungai besar, seperti Sungai Martapura dan Sungai Barito. Sungai-sungai kecil sudah berubah menjadi saluran kecil, sehingga kapasitas alirannya telah menurun. Perumahan yang dibangun di Banjarmasin dan sekitarnya, kondisinya sama, tidak terlihat adanya penataan drainase secara teknis. Kapling ditata secara sederhana dengan sistem grid, yaitu petak-petak lurus dan sejajar. Rumah panggung dibangun diatas tanah rawa, sehingga air buangan limbah dan air hujan jatuh ketanah rawa tersebut. Lahan rawa tersebut masih terhubung kepada badan air (sungai, rawa atau saluran alami), sehingga drainase lahan belum ada permasalahan. Sebagai contoh, Komplek Mawar, termasuk perumahan yang dibangun awal di Banjarmasin sekitar tahun Kapling memakai sistem grid, terdiri dari jalan utama, Jl Cempaka Besar ditengah, ke kanan adalah Jl. Cempaka (I s.d. VIII) dan kiri Jl. Kacapiring (I s.d. VII). Semua rumah ukuran 6x9 m, dibangun diatas tanah rawa dengan konstruksi panggung memakai tongkat ulin, dinding/lantai kayu dan atap sirap. Teras kecil di depan rumah terhubung ke 'jalan' melalui sebuah titian. Semua 'jalan' (ditulis dengan tanda kutip) juga dibuat dengan sistem panggung (titian) dari tiang galam dan lantai kayu. Pada saat itu permasalahan drainase dan limbah tidak ada sama sekali, karena air hujan dan air limbah hanya jatuh ke lahan rawa yang relatif luas, terbuka dan terhubung ke badan air. Pada perkembangan selanjutnya, rumah-rumah yang ada berubah menjadi rumah konstruksi beton, ada yang diurug penuh, ada juga yang tetap sistem panggung. Jalan-jalan diurug, ditinggikan dan diperkeras. Halaman sekeliling rumah juga diurug dan ditinggikan. Akibatnya, tampilan depan dari perumahan seperti perumahan permanen di tanah keras, lengkap dengan jalan dan bangunan beton permanen. Tetapi genangan air di bawah kolong satu blok rumah, terkurung oleh jalan dan halaman rumah, terisolir dan tidak terhubung ke sungai. Buangan limbah kebawah rumah, menjadikan kolong rumah sangat tidak sehat. Hujan yang jatuh ke atap rumah terkumpul ke jalan. Bila tidak dialirkan ke saluran atau sungai, maka jalan-jalan akan tergenang air Perumahan-perumahan lain yang dibangun sesudahnya, seperti Komplek Beruntung Jaya di Km.6, Komplek Kayu Tangi dan komplek-komplek lainnya disekitar komplek-komplek tersebut, juga dibangun dan dikembangkan dengan cara yang kurang lebih serupa. Pada perumahanperumahan tersebut drainase air hujan dan air buangan tidak nampak ditangani terencana dengan baik. 2

3 Pengembangan bangunan lain seperti pertokoan, infrastruktur jalan, tidak ada kejelasan bagaimana drainasenya ditangani. Pada jalan-jalan baru, bangunan seperti rumah, ruko dan gedunggedung lainnya, dibangun dengan dinaikkan cukup tinggi terhadap muka tanah asli. Ini dimaksudkan agar bangunan tersebut aman dari banjir. Saluran pinggir jalan juga ada. Tetapi, kearah mana aliran air akan dialirkan, tidak jelas. Selain itu karena saluran cukup panjang, maka kemiringannya tidak sesuai dengan kaidah hidrolika, sehingga besar kemungkinan dengan berjalannya waktu, saluran-saluran tersebut akan tertutup oleh sedimentasi. Tersumbatnya saluran makin bertambah parah dengan adanya perilaku membuang sampah sembarangan. Apalagi kalau saluran tersebut dibuat tertutup (box), seperti di jalan S. Parman. Untuk menanggulangi masalah kemungkinan banjir ini, maka Pemerintah Daerah Kota Banjarmasin (2009) mengundangkan peraturan tentang bangunan konstruksi panggung, berupa Peraturan Daerah no. 14 Tahun 2009, tentang kewajiban membangun harus berupa konstruksi panggung. Pada Perda tersebut Pemerintah mewajibkan agar pembangunan gedung permanen adalah berupa panggung. Perda ini menganggap, banjir yang terjadi di Kota Banjarmasin disebabkan oleh karena bangunan yang konstruksinya sepenuhnya diurug. Pengurugan ini menyebabkan berkurangnya daerah resapan. Dengan mengecilnya daerah resapan maka air hujan yang tidak terserap berubah menjadi genangan Dengan Perda tersebut, diharapkan kolong bangunan pada konstruksi panggung bisa meresapkan air hujan lebih banyak, sehingga kelebihan air hujan bisa terserap habis. Dengan demikian adanya Perda ini, bila dilaksanakan dengan baik, maka persoalan banjir/genangan akan teratasi. Apakah dengan Perda ini Banjarmasin akan terlindungi dari banjir. Hal ini belum sepenuhnya terbukti, karena belum ada penelitian. 1.1 Sifat Tanah Pada Daerah Berkontur Pada daerah yang berkontur, air hujan akan mengalir dengan dua cara yaitu, berupa aliran permukaan (run off) dan aliran air tanah (ground water). Air akan mengalir dan berakhir pada badan air. Badan air disini adalah sungai, danau atau rawa. Tinggi badan air adalah muka air sungai, air tanah atau sumur (Gambar 2). Kaidah-kaidah yang diberlakukan dalam perancangan sistim drainase air permukaan adalah hidrologi hujan dan hidrolika saluran. Teknik drainase permukaan ini telah cukup dikuasai penerapannya. Saluran mengikuti kaidah-kaidah hidrolika antara lain kemiringan memanjang (slope) dan luas penampang saluran. Slope yang kurang dari 2%, menyebabkan kecepatan aliran rendah dan lamalama akan terjadi endapan (sedimentasi), yang pada akhirnya saluran tersumbat. Luas penampang 3

4 saluran harus cukup besar, agar bisa menampung debit air yang mengalir. Penampang yang terlalu kecil menyebabkan air akan meluap keluar saluran. Aliran air tanah adalah porsi aliran air yang meresap pada permukaan tanah dan akan bersifat meninggikan permukaan air tanah di bawahnya. Besarnya porsi aliran ini tergantung pada kondisi permukaan tanah, sifat permeabilitas lapisan tanah dan tebalnya lapisan peresap (dalamnya letak permukaan air tanah). Permukaan yang kedap air akan menghalangi air meresap kedalam. Sifat tanah yang permeabilitasnya tinggi memudahkan aliran air resapan masuk kedalam lapisan tanah. Permukaan air tanah yang jauh di bawah, berarti volume tanah yang bisa diresapi air akan lebih besar, dengan demikian, air yang bisa diresapkan, juga akan lebih banyak. Untuk memperbesar porsi aliran ini, teknik-teknik sumur resapan bisa diaplikasikan. Pada prinsipnya teknik ini adalah memperluas bidang kontak lapisan tanah yang bersinggungan dengan aliran air. Lapisan peresap 1.2 Sifat Tanah di Daerah Rawa Gambar 2. Drainase pada daerah tanah berkontur (sumber: Rusdi HA, 2009) Berbeda daerah yang berkontur, pada daerah rawa muka air tanah, sama dengan permukaan tanah, bahkan pada daerah-daerah tertentu, muka air tanah, lebih tinggi dari muka tanah (Gambar 2a dan Gambar 2b). Keadaan tanah pada daerah rawa adalah jenuh air, yaitu seluruh pori-pori tanah terisi oleh air. Air hujan atau air yang mengalir dipermukaannya, tidak akan diserap oleh tanah. Permukaan tanah hanya berupa suatu luasan yang dapat menampung air diatasnya. Hujan akan segera meninggikan permukaan air bila areanya sempit dan terkurung. Permukaan yang lebih luas dengan sendirinya memperlambat naiknya muka air oleh hujan. MT=MA Gambar 2a. MT = MA Gambar 2b. MT MA MA MT 4

5 Permukaan yang sempit tapi berhubungan dengan permukaan yang lebih luas, terhubung dengan sungai, saluran atau danau, dapat mencegah terjadinya penumpukkan air hujan penyebab genangan. Dengan demikian, drainase lahan pada tanah rawa yang tidak bisa menyerap air tersebut, adalah dengan menjamin terjadinya aliran air hujan ke badan air yaitu, sungai, saluran atau rawa yang lebih luas. Konstruksi panggung saja bisa menjamin tercegahnya banjir, bila kolong bangunan tersebut terhubung dengan badan air. Kolong bangunan hanya berfungsi seperti kolam retensi. 2. Penataan Kavling di Daerah Rawa Sekitar Banjarmasin Perumahan telah banyak dibangun oleh pengembang dalam beberapa dekade ini. Teknik lansekap yang dipakai sebagian besar berupa grid. Pada periode-periode awal, kapling yang dibuat hampir seragam, baik luasannya maupun lebar jalan. Konsumen belum menuntut hal-hal yang rumit, karena pada saat itu kebutuhan rumah masih sangat tinggi. Dengan adanya regulasi dan tuntutan konsumen, beberapa pengembang pada periode berikutnya mulai mengembangkan lansekap dimana jalan-jalan ada yang dibuat lebih lebar, sebagai jalan utama. Pada jalan utama ini pengembang menyediakan fasilitas umum seperti ruang terbuka, sekolah dan fasilitas peribadatan. Walaupun ada perubahan ini, bentuk lansekap pada umumnya masih memakai sistem grid. Saluran drainase pinggir jalan dibuat pada jalan-jalan utama dan jalan-jalan lingkungan. Dari hasil observasi, saluran-saluran ini datar, tidak ada kejelasan kemana airnya dialirkan. Hal ini karena keadaan lahan relatif datar. Pada komplek perumahan yang lahannya tidak begitu luas, air buangan saluran ini akan mengalir keluar komplek ke lahan rawa yang masih kosong dan terus ke sungai. Pada saat rumah-rumah di komplek berkembang, sehingga bangunan sudah memenuhi lahan, maka air buangan belum tentu terfasilitasi mengalir kesungai. Demikian juga kalau komplek tetangga juga dibangun (atau pada suatu komplek yang sangat luas), maka air buangan ini perlu dirancang, kemana akan dialirkan. Untuk menanggulangi hal ini, Pemerintah Kota Banjarmasin, mengeluarkan peraturan (Walikota Banjarmasin, 2009) bahwa bangunan harus dibangun dengan konstruksi panggung. Peraturan ini bermaksud agar kolong di bawah bangunan bisa menerima air buangan saluran dan air hujan. Seperti telah diuraikan sebelumnya, tanah rawa pada sifatnya tidak bisa meresapkan air, karena jenuh air. Jadi terminologi 'kolong bangunan untuk resapan air', tentu tidak tepat. Yang benar adalah kolong bangunan tersebut berfungsi sebagai kolam retensi, menerima air buangan tersebut untuk sementara yang selanjutnya dialirkan ke badan air. Penyelesaian ini cocok bila lahan 5

6 komplek bangunan relatif kecil, sehingga kolong bangunan masih berhubungan dengan lahan terbuka. Pada komplek perumahan yang relatif luas, atau fasilitas yang dibangun lengkap seperti kampus, terminal, dlsb., perlu dirancang pola pengaliran air buangan secara lengkap. Hal ini tentu menjadi suatu sistem drainase tersendiri yang sampai saat ini konsepnya masih sepotong-sepotong dan belum jelas. 3. Konsep Penataan Lahan di Banjarmasin Ada beberapa studi sudah dilakukan dalam penataan kapling yang terkait tentang hal drainase lahan untuk daerah rawa seperti Banjarmasin. Disini akan dipaparkan studi dari Iberahim, Dahliani dan Umar. 3.1 Sistem Saluran pada Kapling Iberahim (2008) merancang sistem drainase pada komplek perumahan berbasis saluran. Perumahan tidak mutlak harus konstruksi panggung. Air buangan rumah tangga dan air hujan disalurkan melewati sistem saluran hingga ke sungai. Pada suatu komplek perumahan setiap kelompok kapling mempunyai saluran drainase di belakang kapling. Dengan demikian setiap kapling tidak berbatasan langsung dengan kapling di belakangnya, tetapi ada jarak untuk mengakomodir saluran (Gambar 3). Saluran Jalan Saluran Gambar 3. Kapling dengan Saluran di Belakang Urutan dari ketinggian permukaan saluran, yang tertinggi adalah saluran kapling, terus menurun, sehingga saluran yang terrendah adalah saluran primer. Saluran kapling tidak perlu terlalu lebar hanya sekitar 0,5 s.d. 1,0 m, karena saluran ini hanya menampung air hujan dan buangan perumahan seluas 1 blok. Ketinggian dasar saluran kapling dibuat sedemikian, yaitu lebih tinggi dari pada air pasang tertinggi, berarti tidak terpengaruh oleh muka air sungai. Dengan demikian, 6

7 saluran ini selalu dalam keadaan kering, sehingga mudah pemeliharaan dan pembersihannya. Fungsinya mengalirkan air buangan dan air hujan. Setiap kapling dapat dibangun seperti halnya di atas tanah yang berkontur, tidak diharuskan konstruksi panggung. Tinggi lantai bangunan dibuat 1 atau 1,5 m lebih tinggi dari pinggir saluran kapling, sehingga air buangan dan air hujan dari lahan kapling dapat mengalir ke saluran tersebut. Saluran pinggir jalan di depan kapling diatur sedemikian rupa agar terhubung juga ke saluran kapling. 3.2 Drainase Kapling Perumahan di Daerah Rawa Dahliani (2012) membuat konsep tapak pemukiman pada daerah rawa berdasarkan data historis pola perkembangan yang ada. Pada saat awal dimana perumahan hanya berupa sekelompok kecil rumah yang terletak tidak jauh dari tepi sungai, maka rumah-rumah dibangun dengan sistem panggung. Jalan-jalan berupa titian kayu atau diurug sebagian untuk menghubungkan antar-rumah dan ke jalan umum (Gambar 4) Pada tahapan ini, persoalan drainase lahan belum ada. Air buangan rumah tangga dan air hujan mengalir secara bebas ke lahan sekitar rumah dan selanjutnya mengalir ke sungai. Gambar 4. Tapak Permukiman Pinggir Sungai (Sumber: Dahliani, 2012) Pola hidup di Banjarmasin dan sekitarnya pada awalnya bertumpu pada sekitar sungai. Tetapi seiring dengan bertambahnya penduduk, maka daerah yang jauh dari sungaipun mulai dimanfaatkan menjadi daerah perumahan. 7

8 Rumah tetap dibangun dengan konstruksi panggung. Halaman depan rumah diurug sehingga terhubung dengan jalan. Tampak depan sepintas lalu perumahan ini seperti terletak dibangun ditanah keras dengan sistem diurug (Gambar 5). Air hujan dan buangan rumah tangga langsung ditampung oleh kolong rumah. Disebelah depan kolong rumah ini tertutup oleh halaman rumah, tetapi ke kiri dan kanan bangunan masih berhubungan. Selanjutnya seluruh komplek perumahan mempunyai sistem saluran yang dapat menyalurkan air buangan ini ke sungai (Gambar 6). Gambar 5. Tapak Pemukiman yang Jauh dari Sungai (Sumber: Dahliani, 2012) saluran sekunder saluran primer saluran primer Gambar 6. Sistem Drainase Komplek Perumahan (Sumber: Dahliani, 2012) Dari usulan Dahliani ini, perumahan masih harus dibangun dengan sistem panggung. Pada komplek yang relatif kecil dan terletak di dekat bantaran sungai, air kolong rumah dianggap masih mudah terhubung ke sungai melalui saluran-saluran tersier, sekunder dan primer. 8

9 3.3 Konsep Drainase Komplek Perumahan di Daerah Rawa Khusus untuk daerah di lahan rawa yang datar seperti di Banjarmasin, Umar (2016) melihat fenomena ini disebabkan karena rancangan pengembangan kota, belum terintegrasi dengan rancangan drainasenya. Selanjutnya ia menyusun suatu konsep pengembangan suatu site di lahan rawa yang terintegrasi dengan perancangan sistem drainasenya. Konsep perancangannya adalah seperti diuraikan berikut. Sebagai contoh, misalkan ada suatu lahan rawa seluas 2 x 2 km, akan dikembangkan menjadi suatu komplek perumahan atau fasilitas lainnya: seperti kampus, terminal atau komplek perkantoran. Hal pertama yang perlu dilihat adalah, dimana letak sungai atau saluran alam lainnya, agar dapat diketahui kearah mana aliran air hujan dan air buangan lainnya dialirkan. Kemudian, dengan lahan yang cukup luas, perlu ada saluran buatan di dalam lahan, agar jarak aliran air tidak terlalu jauh. Saluran buatan ini harus bermuara ke sungai. Gambar 7. Saluran Buatan pada Lahan Kalau lahan masih dianggap terlalu luas, maka saluran-saluran lain juga dibuat sebagai saluran sekunder. Demikian juga selanjutnya kalau perlu dibuat saluran tersier. Hasilnya adalah, lahan akan menjadi terbentuk berupa sektor-sektor (Gambar 7). Tahap selanjutnya adalah, pembuatan kontur disetiap sektor lahan (garis kontur berwarna biru). Kontur ini adalah kontur fiktif, karena pada kenyataannya lahan tersebut tetap datar. Kontur terendah adalah pada saluran. Kontur menaik kearah menjauhi saluran. Hasilnya adalah berupa lahan fiktif yang berkontur, dimana aliran air hujan atau air buangan akan mengalir kearah saluran (Gambar 8). 9

10 Gambar 8. Lahan dengan Kontur Buatan Perancangan selanjutnya adalah pembuatan lansekap. Jalan dan kapling dirancang sesuai kontur fiktif, sebagaimana pada lahan yang berkontur real. Tinggi permukaan jalan dan saluran pinggir, ditinggikan sesuai dengan kontur fiktif: rendah dekat saluran buatan dan meninggi ketika menjauhi saluran tersebut. Bangunan yang nantinya dibangun pada setiap kapling, tingginya disesuaikan dengan kontur fiktif. Ketinggian lahan lainnya tidak berubah. Pada saat seluruh lahan sudah terisi bangunan dengan ketinggian sesuai kontur fiktif, maka masing-masing bangunan akan meninggikan lahan sekitarnya, mengikuti kontur buatan tersebut. Dengan demikian, pada saat seluruh lahan terisi penuh, tidak akan terdapat spot-spot yang terisolir yang bisa digenangi air. Pada perancangan lansekap konvensional, dialokasikan lahan untuk fasilitas umum seperti: jalan, ruang terbuka hijau, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas persampahan dan fasilitas lainnya. Alokasi fasilitas umum ini berbeda-beda untuk setiap daerah, pada umumnya adalah sekitar 30% dari luas lahan keseluruhan. Kalau dilihat contoh konsep drainase diatas, diperlukan fasilitas umum tambahan berupa lahan untuk saluran buatan, baik untuk saluran primer, sekunder maupun tersier. Estimasi panjang saluran dilihat dari skala adalah, saluran primer 3 km, saluran sekunder 4 km dan saluran tersier 6 km. Lebar total saluran primer 6m (3 m + jalur pejalan kaki 2 x 1,5 m), saluran sekunder 2m dan saluran tersier 1m. Jadi luas lahan untuk saluran adalah sbb.: saluran primer : 4000 x 6 = m 2 10

11 saluran sekunder : 4000 x 2 = m 2 saluran tersier : 6000 x 1 = m 2 Jadi total luas lahan untuk saluran adalah: m 2 Total luas lahan seluruhnya 2000 x 2000 m 2 = m 2 Persentasi luas lahan untuk saluran adalah ( : ) x 100% = 0,95% Dari hitungan perkiraan tersebut, maka diperlukan luas fasilitas umum tambahan untuk saluran tersebut adalah < dari 1%. Dengan demikian keperluan lahan untuk saluran tidak mempengaruhi kebutuhan luas lahan untuk fasilitas umum. Konsep ini memerlukan tambahan biaya berupa pembangunan saluran. Biaya tersebut relatif cukup signifikan, karena saluran-saluran sebaiknya diperkuat dengan beton. Saluran primer harus dibuat sepenuhnya dari beton. Saluran sekunder dibangun dengan penguatan tebing. Saluran tersier menggunakan precast beton. Namun adanya saluran, terutama yang primer, dapat memberikan nilai estetik tambahan bagi pengembangan lahan. Sejajar dengan saluran dapat dibuat jalur pejalan kaki dan ruang terbuka hijau disertai fasilitas umum lainnya. Aplikasi dari konsep ini terhadap persoalan yang telah ada di perkotaan, ternyata sulit untuk dilaksanakan. Pembuatan segmentasi lokasi agar bisa didrainase, tidak bisa dilakukan terutama dalam mengatur ketinggian bangunan dan lahan. Aplikasi hanya dapat dilakukan secara terbatas, selebihnya dilakukan improvisasi menyesuaikan keadaan lapangan. 4. Kesimpulan Dari beberapa studi diatas ada beberapa hal yang dapat diambil sebagai kesimpulan dalam melakukan rancangan lansekap untuk tanah rawa datar yang berair. Untuk lahan yang tidak jauh dari sungai, bangunan sebaiknya dibuat konstruksi panggung seperti studi Dahliani. Kolong bangunan harus dibuat agar selalu terhubung dengan sungai. Bila lahan relatif jauh dari sungai dan lahan tidak terlalu luas dapat diaplikasikan hasil studi dari Iberahim, yaitu saluran di belakang kapling. Bangunan tidak harus konstruksi panggung. Untuk pengembangan fasilitas yang luas, baik perumahan, kampus, terminal atau fasilitas lainnya, maka konsep Umar lebih cocok untuk digunakan. 11

12 Daftar Pustaka Dahliani Konsep Pengolahan Tapak Permukiman Di Lahan Rawa, Banjarmasin. Lanting Journal of Architecture, Volume 1, Nomer 2, Agustus Iberahim Studi Pengembangan Sistem Infrastruktur Pengendalian Air Buangan (Drainase) di Kawasan Permukiman pada Daerah Rawa. Tesis Magister Teknik Sipil, Universitas Lambung Mangkurat. Rusdi HA Sistem Tata Kota Yang Baik Menghadapi Bahaya Banjir. Seminar Tatakota: Pemkot Banjarmasin Umar Konsep Pengelolaan Sistem Drainase di Banjarmasin. Tesis Magister Teknik Sipil, Universitas Lambung Mangkurat. Walikota Banjarmasin, Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 14 Tahun 2009 Tentang Bangunan Panggung. 12

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini merupakan hasil temuan dan hasil analisa terhadap kawasan Kampung Sindurejan yang berada di bantaran sungai

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENELITIAN. temuan dan analisis terhadap area rawa yang direklamasi menjadi kawasan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENELITIAN. temuan dan analisis terhadap area rawa yang direklamasi menjadi kawasan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENELITIAN 5.1 Kesimpulan Penelitian Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini merupakan hasil temuan dan analisis terhadap area rawa yang direklamasi menjadi kawasan

Lebih terperinci

TUJUAN PEKERJAAN DRAINASE

TUJUAN PEKERJAAN DRAINASE DRAINASE PERKOTAAN TUJUAN PEKERJAAN DRAINASE Sistem drainase perkotaan : adalah prasarana perkotaan yang terdiri dari kumpulan sistem saluran, yang berfungsi mengeringkan lahan dari banjir / genangan akibat

Lebih terperinci

RC TEKNIK IRIGASI DAN DRAINASE

RC TEKNIK IRIGASI DAN DRAINASE RC 141356 TEKNIK IRIGASI DAN DRAINASE EVALUASI EVALUASI AKHIR SEMESTER : 20 % EVALUASI TGH SEMESTER : 15 % TUGAS BESAR : 15% PENDAHULUAN 1.1. Fasilitas Drainase sebagai Salah Satu Infrastruktur (Sarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring berkembangnya zaman, kegiatan manusia di wilayah perkotaan memberikan dampak positif terhadap kemajuan ekonomi penduduknya. Namun disisi lain juga dapat

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Setelah dilakukan penelitian dengan mengumpulkan data skunder dari instansi terkait, dan data primer hasil observasi dan wawancara maka dapat diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengembangan perumahan di perkotaan yang demikian pesatnya,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengembangan perumahan di perkotaan yang demikian pesatnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan perumahan di perkotaan yang demikian pesatnya, mengakibatkan makin berkurangnya daerah resapan air hujan, karena meningkatnya luas daerah yang ditutupi

Lebih terperinci

Reklamasi Rawa. Manajemen Rawa

Reklamasi Rawa. Manajemen Rawa Reklamasi Rawa Manajemen Rawa Reklamasi lahan adalah proses pembentukan lahan baru di pesisir atau bantaran sungai. tujuan utama reklamasi adalah menjadikan kawasan berair yang rusak atau tak berguna menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN Tinjauan Umum 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum Banjir merupakan salah satu fenomena alam yang menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi manusia. Di samping disebabkan oleh faktor alam, seringkali disebabkan

Lebih terperinci

Bab IV DRAINASE BERWAWASAN LINGKUNGAN

Bab IV DRAINASE BERWAWASAN LINGKUNGAN Bab IV DRAINASE BERWAWASAN LINGKUNGAN Novitasari,ST.,MT. TIU & TIK TIU Memberikan pengetahuan mengenai berbagai metode dalam penanganan drainase, dan mampu menerapkannya dalam perencanaan drainase kota:

Lebih terperinci

KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG

KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG Titik Poerwati Leonardus F. Dhari Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Nasional Malang ABSTRAKSI

Lebih terperinci

SISTEM SANITASI DAN DRAINASI

SISTEM SANITASI DAN DRAINASI SISTEM SANITASI DAN DRAINASI Pendahuluan O Sekitar 80% air minum yang digunakan oleh manusia dibuang atau menjadi air limbah O Air limbah ini mengandung kotoran manusia, bahan sisa pencucian barang dan

Lebih terperinci

BAB IV PEMAHAMAN DAN ANALISIS LAHAN

BAB IV PEMAHAMAN DAN ANALISIS LAHAN BAB IV PEMAHAMAN DAN ANALISIS LAHAN (Analisis Contur)... 15 4.1 PENDAHULUAN... 15 4.1.1 Deskripsi Singkat... 15 4.1.2 Manfaat... 15 4.1.3 Learning Outcomes... 15 4.2 URAIAN MATERI... 15 4.2.1 Peta Kontur...

Lebih terperinci

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan DIPRESENTASIKAN OLEH : 1. MAGDALENA ERMIYANTI SINAGA (10600125) 2. MARSAHALA R SITUMORANG (10600248) 3. SANTI LESTARI HASIBUAN (10600145) 4. SUSI MARIA TAMPUBOLON

Lebih terperinci

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN 2.1 Lokasi Proyek Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi Campuran Perumahan Flat Sederhana. Tema besar yang mengikuti judul proyek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan - 1 -

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan - 1 - BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum Dengan pembangunan dan industrialisasi, pemerintah berusaha mengatasi permasalahan yang timbul akibat pertumbuhan penduduk yang pesat. Dan dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup, termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan perkotaan semakin meningkat sejalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM 1.2 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM 1.2 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Kota Semarang adalah ibukota Provinsi Jawa Tengah, yang terletak di dataran pantai Utara Jawa. Secara topografi mempunyai keunikan yaitu bagian Selatan berupa pegunungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum Kali Tuntang mempuyai peran yang penting sebagai saluran drainase yang terbentuk secara alamiah dan berfungsi sebagai saluran penampung hujan di empat Kabupaten yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan juga benda-benda bersejarah yang tidak ternilai harganya sehingga harus

BAB I PENDAHULUAN. dan juga benda-benda bersejarah yang tidak ternilai harganya sehingga harus 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Museum Bank Indonesia di daerah Kota, Jakarta Barat merupakan salah satu tempat bersejarah yang memiliki nilai historis yang sangat tinggi bagi bangsa Indonesia.

Lebih terperinci

Perencanaan Sistem Drainase Perumahan Grand City Balikpapan

Perencanaan Sistem Drainase Perumahan Grand City Balikpapan JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1 Perencanaan Sistem Drainase Perumahan Grand City Balikpapan Rossana Margaret, Edijatno, Umboro Lasminto Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mungkin terdapat kehidupan. Air tidak hanya dibutuhkan untuk kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. mungkin terdapat kehidupan. Air tidak hanya dibutuhkan untuk kehidupan BAB I PENDAHULUAN I.1. Uraian Umum Air merupakan sumber daya alam yang paling berharga, karena tanpa air tidak mungkin terdapat kehidupan. Air tidak hanya dibutuhkan untuk kehidupan manusia, hewan, dan

Lebih terperinci

SOLUSI MENGATASI BANJIR DAN MENURUNNYA PERMUKAAN AIR TANAH PADA KAWASAN PERUMAHAN

SOLUSI MENGATASI BANJIR DAN MENURUNNYA PERMUKAAN AIR TANAH PADA KAWASAN PERUMAHAN SOLUSI MENGATASI BANJIR DAN MENURUNNYA PERMUKAAN AIR TANAH PADA KAWASAN PERUMAHAN Oleh: Rachmat Mulyana P 062030031 E-mail : rachmatm2003@yahoo.com Abstrak Banjir dan menurunnya permukaan air tanah banyak

Lebih terperinci

KAJIAN PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN AIR HUJAN

KAJIAN PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN AIR HUJAN Spectra Nomor 11 Volume VI Januari 008: 8-1 KAJIAN PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN AIR HUJAN Ibnu Hidayat P.J. Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN Malang ABSTRAKSI Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah sebagian

Lebih terperinci

MENGELOLA AIR AGAR TAK BANJIR (Dimuat di Harian JOGLOSEMAR, Kamis Kliwon 3 Nopember 2011)

MENGELOLA AIR AGAR TAK BANJIR (Dimuat di Harian JOGLOSEMAR, Kamis Kliwon 3 Nopember 2011) Artikel OPINI Harian Joglosemar 1 MENGELOLA AIR AGAR TAK BANJIR (Dimuat di Harian JOGLOSEMAR, Kamis Kliwon 3 Nopember 2011) ŀ Turunnya hujan di beberapa daerah yang mengalami kekeringan hari-hari ini membuat

Lebih terperinci

11/26/2015. Pengendalian Banjir. 1. Fenomena Banjir

11/26/2015. Pengendalian Banjir. 1. Fenomena Banjir Pengendalian Banjir 1. Fenomena Banjir 1 2 3 4 5 6 7 8 Model koordinasi yang ada belum dapat menjadi jembatan di antara kelembagaan batas wilayah administrasi (kab/kota) dengan batas wilayah sungai/das

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya alam yang semakin meningkat tanpa memperhitungkan kemampuan lingkungan telah menimbulkan berbagai masalah. Salah satu masalah lingkungan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang curah hujannya cukup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang curah hujannya cukup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang curah hujannya cukup tinggi, dengan curah hujan lebih dari 2000 mm/tahun. Air merupakan sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEI

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEI BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEI 4.1 GAMBARAN UMUM KOTA SEMARANG Kota Semarang secara geografis terletak pada koordinat 6 0 50-7 0 10 Lintang Selatan dan garis 109 0 35-110 0 50 Bujur Timur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah atau disebut sebagai underground river, misalnya sungai bawah tanah di

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah atau disebut sebagai underground river, misalnya sungai bawah tanah di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai merupakan suatu aliran air yang besar dan memanjang yang mengalir secara terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Berdasarkan perletakkan sungai,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. musim hujan, mengingat hampir semua kota di Indonesia mengalami banjir.

BAB I PENDAHULUAN. musim hujan, mengingat hampir semua kota di Indonesia mengalami banjir. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir merupakan kata yang sangat popular di Indonesia, khususnya dalam musim hujan, mengingat hampir semua kota di Indonesia mengalami banjir. Permasalahan banjir

Lebih terperinci

SISTEM DRAINASE PERMUKAAN

SISTEM DRAINASE PERMUKAAN SISTEM DRAINASE PERMUKAAN Tujuan pekerjaan drainase permukaan jalan raya adalah : a. Mengalirkan air hujan dari permukaan jalan agar tidak terjadi genangan. b. Mengalirkan air permukaan yang terhambat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia dan pusat pemerintahan,

I. PENDAHULUAN. Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia dan pusat pemerintahan, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia dan pusat pemerintahan, dimana hampir semua aktifitas ekonomi dipusatkan di Jakarta. Hal ini secara tidak langsung menjadi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifat-sifatnya dan hubungan dengan lingkungannya terutama

Lebih terperinci

KONSEP PENGOLAHAN TAPAK PERMUKIMAN DI LAHAN RAWA, BANJARMASIN

KONSEP PENGOLAHAN TAPAK PERMUKIMAN DI LAHAN RAWA, BANJARMASIN LANTING Journal of Architecture, Volume 1, Nomer 2, Agustus 2012, Halaman 96-105 ISSN 2089-8916 KONSEP PENGOLAHAN TAPAK PERMUKIMAN DI LAHAN RAWA, BANJARMASIN Dahliani Dosen Program Studi Teknik Arsitektur

Lebih terperinci

B. SUBSTANSI ATURAN BERSAMA

B. SUBSTANSI ATURAN BERSAMA B. SUBSTANSI ATURAN BERSAMA KONDISI FAKTUAL KONDISI IDEAL ATURAN BERSAMA YANG DISEPAKATI A. LINGKUNGAN 1. Jaringan Jalan Rumah yang tidak mendapat akses menuju jalan utama lingkungan maupun jalan penghubung

Lebih terperinci

MAKALAH REKAYASA DRAINASE DRAINASE PERKOTAAN

MAKALAH REKAYASA DRAINASE DRAINASE PERKOTAAN MAKALAH REKAYASA DRAINASE DRAINASE PERKOTAAN OLEH: KELOMPOK V 1. HARLAN TAUFIK (1010942009) 2. HELZA RAHMANIA (1110941001) 3. UTARI AMALINA GHASSANI (1110942006) 4. MEGA WAHYUNI (1110942016) 5. ZOLID ZEFIVO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Jakarta sebagai ibukota negara Indonesia memiliki peranan yang sangat penting sebagai pusat administrasi, pusat ekonomi dan pusat pemerintahan. Secara topografi, 40

Lebih terperinci

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini Abstract Key words PENDAHULUAN Air merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kantor adalah tempat yang sangat berguna bagi seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan saat ini. Dengan adanya kantor kita dapat melakukan suatu pekerjaan dengan nyaman

Lebih terperinci

BAB III Hasil Percobaan dan Pembahasan. VI = = = 11 m

BAB III Hasil Percobaan dan Pembahasan. VI = = = 11 m BAB III Hasil Percobaan dan Pembahasan 3.1 Hasil Percobaan Tugas Praktikum : 1. Tentukan jumlah teras yang dapat dibuat pada suatu lahan apabila diketahui data sebagai berikut : panjang lereng 200 m, kemiringan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Lokasi pekerjaan terletak di Jl. Jendral Sudirman, Kelurahan Karet Semanggi, Kecamatan Setia Budi, Jakarta Pusat. Tepatnya di dalam area perkantoran gedung

Lebih terperinci

SISTEM PENYALURAN AIR LIMBAH DAN DRAINASE

SISTEM PENYALURAN AIR LIMBAH DAN DRAINASE SISTEM PENYALURAN AIR LIMBAH DAN DRAINASE TL 4001 Rekayasa Lingkungan 2009 Program Studi Teknik Lingkungan ITB Pendahuluan o Sekitar 80% air minum yang digunakan oleh manusia dibuang atau menjadi air limbah

Lebih terperinci

SISTEM PENYALURAN AIR LIMBAH DAN DRAINASE

SISTEM PENYALURAN AIR LIMBAH DAN DRAINASE SISTEM PENYALURAN AIR LIMBAH DAN DRAINASE MI 3205 Pengetahuan Lingkungan 2013 D3 Metrologi ITB Pendahuluan o Sekitar 80% air minum yang digunakan oleh manusia dibuang atau menjadi air limbah o Air limbah

Lebih terperinci

Drainase P e r kotaa n

Drainase P e r kotaa n Drainase P e r kotaa n Latar belakang penggunaan drainase. Sejarah drainase Kegunaan drainase Pengertian drainase. Jenis drainase, pola jaringan drainase. Penampang saluran Gambaran Permasalahan Drainase

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Banjir merupakan salah satu permasalahan yang sering terjadi pada saat musim hujan. Peristiwa ini hampir setiap tahun berulang, namun permasalahan ini sampai saat

Lebih terperinci

DOKUMEN ATURAN BERSAMA DESA KARANGASEM, KECAMATAN PETARUKAN, KABUPATEN PEMALANG

DOKUMEN ATURAN BERSAMA DESA KARANGASEM, KECAMATAN PETARUKAN, KABUPATEN PEMALANG DOKUMEN ATURAN BERSAMA DESA KARANGASEM, KECAMATAN PETARUKAN, KABUPATEN PEMALANG KONDISI FAKTUAL KONDISI IDEAL ATURAN BERSAMA YANG DISEPAKATI A. LINGKUNGAN 1. Jaringan Jalan dan Drainase Banyak rumah yang

Lebih terperinci

PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR

PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR Oleh: EVA SHOKHIFATUN NISA L2D 304 153 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi dan pusat pembangunan di Provinsi Sumatera Utara yang

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi dan pusat pembangunan di Provinsi Sumatera Utara yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kota Medan yang menyandang status sebagai Pusat Pemerintahan, pusat pertumbuhan ekonomi dan pusat pembangunan di Provinsi Sumatera Utara yang menuntut kota

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Simpulan pada laporan ini merupakan hasil keseluruhan terhadap tahap perencanaan dan perancangan, dari hasil analisa pada bab 4 bahwa daerah Tanjung Sanyang ini merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN Daerah pemukiman perkotaan yang dikategorikan kumuh di Indonesia terus meningkat dengan pesat setiap tahunnya. Jumlah daerah kumuh ini bertambah dengan kecepatan sekitar

Lebih terperinci

DRAINASE PERKOTAAN BAB I PENDAHULUAN. Sub Kompetensi

DRAINASE PERKOTAAN BAB I PENDAHULUAN. Sub Kompetensi DRAINASE PERKOTAAN BAB I PENDAHULUAN Sub Kompetensi Mengerti komponen-komponen dasar drainase, meliputi : Pengantar drainase perkotaan Konsep dasar drainase Klasifikasi sistem drainase Sistem drainase

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Survey lapangan yang dilakukan bertujuan untuk peninjauan dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Survey lapangan yang dilakukan bertujuan untuk peninjauan dan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Survey Lapangan Survey lapangan yang dilakukan bertujuan untuk peninjauan dan identifikasi awal, mengumpulkan data-data yang diperlukan dalam penelitian, melakukan uji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak sungai,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak sungai, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak sungai, sehingga memiliki potensi sumber daya air yang besar. Sebagai salah satu sumber daya air, sungai memiliki

Lebih terperinci

1.3. Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui pola jaringan drainase dan dasar serta teknis pembuatan sistem drainase di

1.3. Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui pola jaringan drainase dan dasar serta teknis pembuatan sistem drainase di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan kelapa sawit merupakan jenis usaha jangka panjang. Kelapa sawit yang baru ditanam saat ini baru akan dipanen hasilnya beberapa tahun kemudian. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifat sifatnya dan hubungan dengan lingkungannya terutama

Lebih terperinci

INDOCEMENT AWARDS STR WRITING COMPETITION

INDOCEMENT AWARDS STR WRITING COMPETITION INDOCEMENT AWARDS STR WRITING COMPETITION BASEMENT OF WATER TANK WRT-14-075 oleh: BAMBANG JOKO SUTONO UNIVERSITAS BALIKPAPAN Jl. Pupuk kel.gn.bahagia (BALIKPAPAN) (2014) ABSTRAK Rumah merupakan kebutuhan

Lebih terperinci

3.3 KONSEP PENATAAN KAWASAN PRIORITAS

3.3 KONSEP PENATAAN KAWASAN PRIORITAS 3.3 KONSEP PENATAAN KAWASAN PRIORITAS 3.3.1. Analisis Kedudukan Kawasan A. Analisis Kedudukan Kawasan Kawasan prioritas yaitu RW 1 (Dusun Pintu Air, Dusun Nagawiru, Dusun Kalilangkap Barat, dan Dusun Kalilangkap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Saluran drainase adalah salah satu bangunan pelengkap pada ruas jalan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Saluran drainase adalah salah satu bangunan pelengkap pada ruas jalan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saluran drainase adalah salah satu bangunan pelengkap pada ruas jalan dalam memenuhi salah satu persyaratan teknis prasarana jalan. Saluran drainase jalan raya berfungsi

Lebih terperinci

: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; WALIKOTA MAKASSAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN WALIKOTA MAKASSAR NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN KONSERVASI AIR TANAH MELALUI SUMUR RESAPAN DAN LUBANG RESAPAN BIOPORI Menimbang DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PENANGANAN PERMUKIMAN RAWAN BANJIR DI BANTARAN SUNGAI Studi Kasus: Permukiman Kuala Jengki di Kelurahan Komo Luar & Karame, Kota Manado

PENANGANAN PERMUKIMAN RAWAN BANJIR DI BANTARAN SUNGAI Studi Kasus: Permukiman Kuala Jengki di Kelurahan Komo Luar & Karame, Kota Manado PENANGANAN PERMUKIMAN RAWAN BANJIR DI BANTARAN SUNGAI Studi Kasus: Permukiman Kuala Jengki di Kelurahan Komo Luar & Karame, Kota Manado Windy J. Mononimbar Program Studi Arsitektur dan Perencanaan Wilayah

Lebih terperinci

Pengendalian Air Hujan di bangunan

Pengendalian Air Hujan di bangunan Air Hujan Hujan turun ke lingkungan binaan manusia yang di penuhi oleh gedung, jalan, tempat parkir, taman dan mencari jalan ketujuannya secara alami, sebagian lagi mengalir di permukaan mencari daerah

Lebih terperinci

Tata cara perencanaan sumur resapan air hujan untuk lahan pekarangan

Tata cara perencanaan sumur resapan air hujan untuk lahan pekarangan Pt T-22-2000-C PETUNJUK TEKNIS Tata cara perencanaan sumur resapan air hujan untuk lahan pekarangan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH 1 KATA PENGANTAR Tata Cara Perencanaan Sumur Resapan Air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan adalah suatu proses menentukan apa yang ingin dicapai di masa yang akan datang serta menetapkan tahapan-tahapan yang dibutuhkan untuk mencapainya. Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkotaan merupakan pusat segala kegiatan manusia, pusat produsen, pusat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkotaan merupakan pusat segala kegiatan manusia, pusat produsen, pusat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkotaan merupakan pusat segala kegiatan manusia, pusat produsen, pusat perdagangan, sekaligus pusat konsumen. Di daerah perkotaan tinggal banyak manusia, fasilitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang. bertingkat atau permukiman, pertanian ataupun industri.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang. bertingkat atau permukiman, pertanian ataupun industri. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang melaksanakan pembangunan di berbagai sektor. Seperti yang diketahui selama ini, pembangunan memberikan banyak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Polder 2.1.1 Definisi Sistem Polder Sistem polder adalah suatu teknologi penanganan banjir dan air laut pasang dengan kelengkapan sarana fisik, seperti sistem drainase,

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM DRAINASE

PERANCANGAN SISTEM DRAINASE PERANCANGAN SISTEM DRAINASE Perencanaan saluran pembuang harus memberikan pemecahan dengan biaya pelak-sanaan dan pemeliharaan yang minimum. Ruas-ruas saluran harus stabil terhadap erosi dan sedimentasi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifat sifatnya dan hubungan dengan lingkungannya terutama

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI DENGAN

Lebih terperinci

Perencanaan Sistem Drainase Pembangunan Hotel di Jalan Embong Sawo No. 8 Surabaya

Perencanaan Sistem Drainase Pembangunan Hotel di Jalan Embong Sawo No. 8 Surabaya JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (013) 1-6 1 Perencanaan Sistem Drainase Pembangunan Hotel di Jalan Embong Sawo No. 8 Surabaya Tjia An Bing, Mahendra Andiek M, Fifi Sofia Jurusan Teknik Sipil, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan dan pertumbuhan properti di Yogyakarta semakin pesat dari tahun ke tahun, mengingat kota Yogyakarta dikenal dengan kota pelajar. Hal ini menyebabkan kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir dan genangan air dapat mengganggu aktifitas suatu kawasan, sehingga mengurangi tingkat kenyamaan penghuninya. Dalam kondisi yang lebih parah, banjir dan genangan

Lebih terperinci

STUDI PENERAPAN SUMUR RESAPAN DANGKAL PADA SISTEM TATA AIR DI KOMPLEK PERUMAHAN

STUDI PENERAPAN SUMUR RESAPAN DANGKAL PADA SISTEM TATA AIR DI KOMPLEK PERUMAHAN STUDI PENERAPAN SUMUR RESAPAN DANGKAL PADA SISTEM TATA AIR DI KOMPLEK PERUMAHAN Sugeng Sutikno 1, Mutia Sophiani 2 1 Staf Pengajar pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Subang 2 Alumni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena curah hujan dan kejadian banjir di Kota Denpasar akhirakhir

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena curah hujan dan kejadian banjir di Kota Denpasar akhirakhir BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomena curah hujan dan kejadian banjir di Kota Denpasar akhirakhir ini telah semakin menarik untuk dicermati, terkait dengan semakin berkembangnya kawasan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berakar pada faktor-faktor geografi dan sejarah nusantara yang selama berabad-abad

BAB I PENDAHULUAN. berakar pada faktor-faktor geografi dan sejarah nusantara yang selama berabad-abad BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan tepi air ataupun kawasan tepi sungai di Indonesia sebenarnya berakar pada faktor-faktor geografi dan sejarah nusantara yang selama berabad-abad telah menjadi

Lebih terperinci

Air Hujan. Siklus hidrologi

Air Hujan. Siklus hidrologi Air Hujan Hujan turun ke lingkungan binaan manusia yang di penuhi oleh gedung, jalan, tempat parkir, taman dan mencari jalan ketujuannya secara alami, sebagian lagi mengalir di permukaan mencari daerah

Lebih terperinci

DAMPAK PERKEMBANGAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP SISTEM DRAINASE DI KECAMATAN PAAL DUA MANADO

DAMPAK PERKEMBANGAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP SISTEM DRAINASE DI KECAMATAN PAAL DUA MANADO DAMPAK PERKEMBANGAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP SISTEM DRAINASE DI KECAMATAN PAAL DUA MANADO Bimo Sakti, Ir. Pierre H. Gosal, MEDS, dan Hendriek H. Karongkong, ST, MT 3 Mahasiswa S Program Studi Perencanaan

Lebih terperinci

Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan Masyarakat 1 Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemberdayaan komponen sosial masyarakat, usaha dan ekonomi, serta lingkungan sebagai pendekatan pembangunan permukiman yang berkelanjutan KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

Drainase Perkotaan. Pendahuluan

Drainase Perkotaan. Pendahuluan Drainase Perkotaan Pendahuluan Banjir (flood) Kondisi debit pada saluran/sungai atau genangan yang melebihi kondisi normal yang umumnya terjadi. Luapan air dari sungai/saluran ke lahan yang biasanya kering.

Lebih terperinci

SISTEM DRAINASE PERKOTAAN YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN

SISTEM DRAINASE PERKOTAAN YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN SISTEM DRAINASE PERKOTAAN YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN Bambang Sudarmanto Dosen Tetap Jurusan Teknik Sipil Universitas Semarang (USM) Jl. Soekarno-Hatta Semarang Abstrak Sistem Drainase Perkotaan yang Berwawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan Drainase Sistem Sungai Tenggang 1

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan Drainase Sistem Sungai Tenggang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Semarang adalah ibu kota Propinsi Jawa Tengah, yang terletak didataran pantai Utara Jawa, dan secara topografi mempunyai keunikan yaitu dibagian Selatan berupa

Lebih terperinci

4.1 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan Promosi Hygiene

4.1 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan Promosi Hygiene BAB 4 Program Pengembangan Sanitasi saat ini dan yang direncanakan 4.1 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan Promosi Hygiene 4.2 Peningkatan Pengelolaan Air Limbah Domestik 4.3. Peningkatan Pengelolaan

Lebih terperinci

STUDI PENANGGULANGAN BANJIR KAWASAN PERUMAHAN GRAHA FAMILY DAN SEKITARNYA DI SURABAYA BARAT

STUDI PENANGGULANGAN BANJIR KAWASAN PERUMAHAN GRAHA FAMILY DAN SEKITARNYA DI SURABAYA BARAT TUGAS AKHIR RC09-1380 STUDI PENANGGULANGAN BANJIR KAWASAN PERUMAHAN GRAHA FAMILY DAN SEKITARNYA DI SURABAYA BARAT RATNA PUSPITA WIDYANINGRUM NRP 3107 100 060 Dosen Pembimbing : Ir. Sofyan Rasyid, MT JURUSAN

Lebih terperinci

BAB I: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Genangan merupakan dampak dari ketidakmampuan saluran drainase menampung limpasan hujan. Tingginya limpasan hujan sangat dipengaruhi oleh jenis tutupan lahan pada

Lebih terperinci

V. ANALISIS DAN SINTESIS

V. ANALISIS DAN SINTESIS V. ANALISIS DAN SINTESIS 5.1 Analisis 5.1.1 Analisis Fisik 5.1.1.1 Analisis Topografi Wilayah Banjarmasin bagian utara memiliki ketinggian permukaan tanah rata-rata 0,16 m di bawah permukaan air laut,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya,

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifatsifatnya dan hubungan

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP BESARNYA DEBIT(Q) PADA SUATU KAWASAN (STUDI KASUS PASAR FLAMBOYAN)

PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP BESARNYA DEBIT(Q) PADA SUATU KAWASAN (STUDI KASUS PASAR FLAMBOYAN) PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP BESARNYA DEBIT(Q) PADA SUATU KAWASAN (STUDI KASUS PASAR FLAMBOYAN) Ya Dwi Wendika 1), Stefanus Barlian Soeryamassoeka 2), Erni Yuniarti 3) Abstrak Akibat adanya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung

Lebih terperinci

4.17 PERENCANAAN DAN PEMETAAN GARIS SEMPADAN KALI SEMEMI

4.17 PERENCANAAN DAN PEMETAAN GARIS SEMPADAN KALI SEMEMI 83 4.17 PERENCANAAN DAN PEMETAAN GARIS SEMPADAN KALI SEMEMI 4.17.1. UMUM Perencanaan garis sempadan Kali Sememi untuk melindungi dan menjaga kelestarian sungai dengan menciptakan Kali Sememi yang bersih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Semarang adalah ibukota Provinsi Jawa Tengah, yang terletak di dataran pantai Utara Jawa. Secara topografi mempunyai keunikan yaitu bagian Selatan berupa pegunungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. angin bertiup dari arah Utara Barat Laut dan membawa banyak uap air dan

I. PENDAHULUAN. angin bertiup dari arah Utara Barat Laut dan membawa banyak uap air dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai sebuah negara kepulauan yang secara astronomis terletak di sekitar garis katulistiwa dan secara geografis terletak di antara dua benua dan dua samudra, Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sub DAS Cikapundung berada di bagian hulu Sungai Citarum dan merupakan salah satu daerah yang memberikan suplai air ke Sungai Citarum, yang meliputi Kab. Bandung Barat,

Lebih terperinci

TATA CARA PEMBUATAN RENCANA INDUK DRAINASE PERKOTAAN

TATA CARA PEMBUATAN RENCANA INDUK DRAINASE PERKOTAAN 1. PENDAHULUAN TATA CARA PEMBUATAN RENCANA INDUK DRAINASE PERKOTAAN Seiring dengan pertumbuhan perkotaan yang amat pesat di Indonesia, permasalahan drainase perkotaan semakin meningkat pula. Pada umumnya

Lebih terperinci

: MEMBANGUN BARU, MENAMBAH, RENOVASI, BALIK NAMA

: MEMBANGUN BARU, MENAMBAH, RENOVASI, BALIK NAMA Perihal : Permohonan Surat Izin Mendirikan Bangunan Pangkajene Sidenreng,.................... Kepada Yth. Bupati Sidenreng Rappang Cq, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Yang bertandatangan

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN MENGENAI STRATEGI ADAPTASI LINGKUNGAN TERHADAP DAERAH RAWAN BANJIR KELURAHAN PEDURENAN KECAMATAN KARANG TENGAH TANGERANG TAHUN

KUESIONER PENELITIAN MENGENAI STRATEGI ADAPTASI LINGKUNGAN TERHADAP DAERAH RAWAN BANJIR KELURAHAN PEDURENAN KECAMATAN KARANG TENGAH TANGERANG TAHUN KUESIONER PENELITIAN MENGENAI STRATEGI ADAPTASI LINGKUNGAN TERHADAP DAERAH RAWAN BANJIR KELURAHAN PEDURENAN KECAMATAN KARANG TENGAH TANGERANG TAHUN 2016 NO. RESPONDEN : I. PETUNJUK PENGISIAN 1. Baca dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga dapat terjadi di sungai, ketika alirannya melebihi kapasitas saluran air, terutama di kelokan sungai.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kadar Air Tanah Air merupakan salah satu komponen penting yang dibutuhkan oleh tanaman baik pohon maupun tanaman semusim untuk tumbuh, berkembang dan berproduksi. Air yang

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Perencanaan Sistem Drainase Pembangunan Hotel di Jalan Embong sawo No. 8 Surabaya. Tjia An Bing NRP

TUGAS AKHIR. Perencanaan Sistem Drainase Pembangunan Hotel di Jalan Embong sawo No. 8 Surabaya. Tjia An Bing NRP TUGAS AKHIR Perencanaan Sistem Drainase Pembangunan Hotel di Jalan Embong sawo No. 8 Surabaya Tjia An Bing NRP. 3109 100 112 Dosen Pembimbing : Mahendra Andiek M, ST.MT. Ir. Fifi Sofia Jurusan Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Hal ini terungkap mengingat bahwa negara indonesia adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Hal ini terungkap mengingat bahwa negara indonesia adalah salah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara kesatuan republik indonesia bertanggung jawab melindungi segenap bangsa indonesia dengan tujuan untuk memberikan perlindungan terhadap kehidupan dan penghidupan

Lebih terperinci