ANALISIS USAHA PENGRAJIN TAHU SUMEDANG SEBELUM DAN SETELAH KENAIKAN HARGA KEDELAI (Studi Kasus: Kecamatan Tanjungsari, Sumedang)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS USAHA PENGRAJIN TAHU SUMEDANG SEBELUM DAN SETELAH KENAIKAN HARGA KEDELAI (Studi Kasus: Kecamatan Tanjungsari, Sumedang)"

Transkripsi

1 ANALISIS USAHA PENGRAJIN TAHU SUMEDANG SEBELUM DAN SETELAH KENAIKAN HARGA KEDELAI (Studi Kasus: Kecamatan Tanjungsari, Sumedang) KIKY FITRIA AMBARWANGI DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Usaha Pengrajin Tahu Sumedang Sebelum dan Setelah Kenaikan Harga Kedelai (Studi Kasus: Kecamatan Tanjungsari, Sumedang) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2014 Kiky Fitria Ambarwangi NIM H

4

5 ABSTRAK KIKY FITRIA AMBARWANGI. Analisis Usaha Pengrajin Tahu Sumedang Sebelum dan Setelah Kenaikan Harga Kedelai (Studi Kasus: Kecamatan Tanjungsari, Sumedang). Dibimbing oleh RATNA WINANDI. Kedelai merupakan salah satu bahan pangan dengan tingkat harga yang berfluktuatif. Kenaikan harga kedelai akan berpengaruh terhadap industri pengolahan kedelai, salah satunya adalah tahu. Kenaikan harga kedelai diduga akan berpengaruh terhadap struktur biaya, penerimaan, keuntungan, dan efisiensi usaha. Penelitian ini mencoba untuk menganalisis usaha tahu sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai. Metode pengambilan data yang digunakan dalam penelitian adalah metode sensus. Data di analisis secara kuantitatif dan kualitatif. Alat analisis yang digunakan adalah R/C ratio, uji t-paired, dan uji anova. Hasil analisis secara total dari 20 pengrajin tahu menunjukkan bahwa kenaikan harga kedelai berpengaruh terhadap biaya variabel, penerimaan, keuntungan, dan R/C ratio, begitupun dengan analisis internal antar skala usaha. Akan tetapi, hasil analisis pada berbagai tingkat skala usaha tidak berbeda. Hal ini dikarenakan jumlah sampel yang kecil pada setiap skala usaha serta strategi yang dilakukan relatif sama pada setiap skala usaha, sehingga tidak bisa mewakili seluruh populasi yang ada di Kecamatan Tanjungsari, Sumedang. Kata kunci : biaya, kenaikan harga kedelai, efisiensi, keuntungan, uji beda ABSTRACT KIKY FITRIA AMBARWANGI. Analysis of Tofu Industry Before and After the Soybean Price Increase (Case Study: Tanjungsari District, Sumedang). Supervised by RATNA WINANDI. Soybean is one of the food that the price level is fluctuated. The soybean price increase will affect the soybean processing industry, one of which is tofu industry. The soybean prices increase are expected to affect the structure of cost, revenue, profit, and the efficiency of a business. This research aimed to analyze of tofu industry business before and after the soybean price increase. The method that used in the study was a census method. Data were analyzed quantitatively and qualitatively. The analytical tool used is the R / C ratio, paired t-test, and anova test. The results of the analysis of a total of 20 respondents showed that the soybean price increase has effect on the cost, revenue, profit, and the R/C ratio, as well as with an internal analysis of business scale. However, the results of the analysis at different levels of scale of business is no different. This is due to the small sample size in each scale of business and strategy performed relatively the same at every scale of business, so it can not represent the whole population in the District Tanjungsari, Sumedang. Keywords: cost, different test, efficinecy, profit, the soybean price increase

6

7 ANALISIS USAHA PENGRAJIN TAHU SUMEDANG SEBELUM DAN SETELAH KENAIKAN HARGA KEDELAI (Studi Kasus: Kecamatan Tanjungsari, Sumedang) KIKY FITRIA AMBARWANGI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

8

9 Judul Skripsi : Analisis Usaha Pengrajin Tahu Sumedang Sebelum dan Setelah Kenaikan Harga Kedelai (Studi Kasus: Kecamatan Tanjungsari, Sumedang) Nama : Kiky Fitria Ambarwangi NIM : H Disetujui oleh Dr Ir Ratna Winandi, MS Pembimbing Skripsi Diketahui oleh Dr Ir Dwi Rachmina, MSi Ketua Departemen Tanggal Lulus:

10

11 PRAKATA Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala berkah dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Usaha Pengrajin Tahu Sumedang Sebelum dan Setelah Kenaikan Harga Kedelai (Studi Kasus: Kecamatan Tanjungsari, Sumedang). Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin dan suri teladan terbaik bagi umat manusia. Terima kasih penulis ucapkan kepada kedua orang tua penulis yang selalu memberikan kasih sayang, cinta, nasehat, motivasi dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada dosen pembimbing Ibu Dr. Ir. Ratna Winandi, MS atas kesabarannya dalam memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini. Terima kasih kepada dosen penguji utama Ibu Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si dan kepada dosen penguji komisi pendidikan Ibu Dr. Ir. Netti Tinaprilla, MM atas saran dan masukan kepada penulis untuk perbaikan skripsi ini. Terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Harianto, MS selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan yang telah diberikan, seluruh dosen yang telah mendidik dan berbagi ilmunya kepada penulis, serta staf Departemen Agribisnis yang telah banyak membantu selama proses perkuliahan. Tidak lupa, penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh pengrajin tahu sumedang yang sudah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada Boyd Thoriqul Abrar yang bersedia menjadi pembahas dalam seminar, atas saran dan masukan yang diberikan dalam skripsi. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) yang telah memberikan beasiswa full studi yaitu melalui Bidik Misi IPB. Penulis mengucapkan terima kasih dan sukses untuk teman-teman Agribisnis 47 khususnya teman sebimbingan, keluarga besar UKM FORCES IPB dan IPB Mengajar, serta para sahabat atas dukungan, motivasi, semangat dalam penyelesaian tugas akhir. Semoga skripsi ini bermanfaat. Bogor, April 2014 Kiky Fitria Ambarwangi

12

13 DAFTAR ISI DAFTAR ISI xii DAFTAR TABEL xiv DAFTAR GAMBAR xv DAFTAR LAMPIRAN xvi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 4 Tujuan Penelitian 6 Manfaat Penelitian 7 Ruang Lingkup Penelitian 7 TINJAUAN PUSTAKA 7 KERANGKA PEMIKIRAN 9 Kerangka Pemikiran Teoritis 9 Konsep Biaya 10 Penerimaan dan Keuntungan 11 Pengaruh Perubahan Harga Input Terhadap Penggunaan Input 12 Analisis Penerimaan-Biaya (R/C) 14 Skala Usaha dan Biaya Produksi 15 Metode Penilaian Investasi 16 Kerangka Pemikiran Operasional 17 METODE PENELITIAN 19 Lokasi dan Waktu Penelitian 19 Jenis dan Sumber Data 19 Metode Pengumpulan Sampel 19 Metode Analisis Data 20 Analisis Struktur Biaya 20 Penerimaan, Keuntungan, dan Efisiensi (R/C ratio) 22 Analisis Statistik Uji Beda T-Paired 23 Analisis Statistik Uji Anova 25 Strategi untuk Menyiasati Kenaikan Harga Kedelai 25

14 GAMBARAN UMUM 26 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 26 Karakteristik Responden 28 Gambaran Usaha Tahu Sumedang 33 HASIL DAN PEMBAHASAN 39 Analisis Struktur Biaya Tahu Sumedang 39 Biaya Tetap Usaha Tahu Sumedang 39 Biaya Variabel Usaha Tahu Sumedang 41 Biaya Total Usaha Tahu Sumedang 45 Biaya Tunai dan Non Tunai Usaha Tahu Sumedang 47 Biaya Eksplisit dan Implisit Usaha Tahu Sumedang 48 Analisis Penerimaan Tahu Sumedang 48 Analisis Keuntungan dan Kelayakan Tahu Sumedang 51 Analisis Uji T-Paired 53 Analisis Uji Anova 58 Strategi untuk Menyiasati Kenaikan Harga Kedelai 59 SIMPULAN DAN SARAN 60 Simpulan 60 Saran 61 DAFTAR PUSTAKA 61 LAMPIRAN 63 RIWAYAT HIDUP 72

15 DAFTAR TABEL 1 Produksi, konsumsi, impor, serta ketergantungan kedelai di Indonesia tahun Perkembangan harga kedelai lokal dan kedelai impor tahun Potensi produk olahan kedelai di Kabupaten Sumedang tahun Harga kedelai impor sebelum dan setelah kenaikan yang diterima oleh masing-masing pengrajin tahu di Kabupaten Sumedang 4 5 Jumlah pengrajin tahu setiap kecamatan di Sumedang tahun Struktur biaya produksi usaha tahu di Kecamatan Tanjungsari 20 7 Rincian peralatan untuk produksi tahu 21 8 Kependudukan Kecamatan Tanjungsari berdasarkan kelompok umur 26 9 Kondisi sosial kependudukan Kecamatan Tanjungsari berdasarkan mata pencaharian tahun Kondisi sosial kependudukan Kecamatan Tanjungsari berdasarkan tingkat pendidikan tahun Sebaran responden pengrajin tahu sumedang berdasarkan jenis kelamin tahun Sebaran responden pengrajin tahu sumedang berdasarkan kelompok usia tahun Sebaran responden pengrajin tahu sumedang berdasarkan tingkat pendidikan tahun Sebaran responden pengrajin tahu sumedang berdasarkan jumlah anggota keluarga tahun Sebaran responden pengrajin tahu sumedang berdasarkan lama usaha tahun Sebaran responden pengrajin tahu sumedang berdasarkan alasan memilih usaha tahun Sebaran responden pengrajin tahu sumedang berdasarkan jumlah kedelai per hari sebelum kenaikan Sebaran responden pengrajin tahu sumedang berdasarkan rata-rata jumlah tenaga kerja tahun Harga kedelai dan jumlah produksi kedelai sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai di Tanjungsari Jumlah peralatan dan biaya peralatan pada usaha tahu sumedang Sebaran responden pengrajin tahu sumedang berdasarkan cara penjualan tahun Komponen biaya tetap usaha tahu sumedang di Kecamatan Tanjungsari pada skala produksi kecil, menegah, dan besar Rata-rata penggunaan kedelai per hari sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai di Kecamatan Tanjungsari pada setiap skala usaha Penggunaan input produksi per hari tahu sumedang sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai di Kecamatan Tanjungsari pada skala usaha kecil, menengah, dan besar tahun

16 25 Komponen biaya variabel usaha tahu sumedang sebelum kenaikan harga kedelai di Kecamatan Tanjungsari pada skala usaha kecil, menengah, dan besar per hari bulan Februari Komponen biaya variabel usaha tahu sumedang setelah kenaikan harga kedelai di Kecamatan Tanjungsari pada skala usaha kecil, menengah, dan besar per hari bulan Oktober Komponen biaya total usaha tahu sumedang sebelum kenaikan harga kedelai di Kecamatan Tanjungsari pada skala usaha kecil, menengah, dan besar per hari bulan Februari Komponen biaya total usaha tahu sumedang setelah kenaikan harga kedelai di Kecamatan Tanjungsari pada skala usaha kecil, menengah, dan besar per hari bulan Oktober Persentase perubahan biaya setelah kenaikan harga kedelai tahun Perbandingan komposisi biaya tunai dan non tunai sebelum kenaikan harga kedelai pada setiap skala usaha Perbandingan komposisi biaya tunai dan non tunai setelah kenaikan harga kedelai pada setiap skala usaha Jumlah output tahu sumedang sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai di Kecamatan Tanjungsari pada skala usaha kecil, menengah, dan besar per hari Rata-rata harga jual output tahu sumedang sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai di Kecamatan Tanjungsari pada skala usaha kecil, menengah, dan besar per hari (dalam Rp) Rata-rata persentase kenaikan harga jual tahu di Kecamatan Tanjungsari pada skala usaha kecil, menengah, dan besar tahun Rata-rata penerimaan usaha tahu sumedang sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai di Kecamatan Tanjungsari pada skala usaha kecil, menengah, dan besar (dalam Rp) Rata-rata keuntungan dan efisiensi usaha tahu sumedang sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai di Kecamatan Tanjungsari pada skala usaha kecil, menengah, dan besar per hari Analisis uji beda t-paired biaya produksi pengrajin tahu sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai per hari pada setiap skala usaha Analisis uji beda t-paired rata-rata penerimaan pengrajin tahu sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai per hari pada setiap skala usaha Analisis uji beda t-paired rata-rata keuntungan pengrajin tahu sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai per hari pada setiap skala usaha Analisis uji beda t-paired rata-rata R/C ratio pengrajin tahu pengrajin tahu sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai per hari pada setiap skala usaha Biaya variabel, penerimaan, keuntungan, dan R/C ratio pada seluruh pengrajin tahu sumedang sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai Hasil analisis uji beda t-paired pada seluruh pengrajin tahu sumedang sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai Hasil analisis uji anova untuk biaya produksi, penerimaan, dan keuntungan antar skala usaha pada kondisi sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai 58

17 44 Strategi yang dilakukan untuk menyiasati kenaikan harga kedelai berdasarkan skala usaha di Kecamatan Tanjungsari tahun DAFTAR GAMBAR 1 Pengaruh perubahan harga input terhadap permintaan input 14 2 Skala produksi ekonomis dan tidak ekonomis 16 3 Kerangka pemikiran operasional 18 4 Proses pembuatan tahu sumedang 37 DAFTAR LAMPIRAN 1 Kebutuhan kedelai per hari pengrajin tahu sumedang untuk setiap skala usaha 63 2 Peralatan dan fungsi peralatan pada usaha tahu sumedang 64 3 Rata-rata biaya per hari (dalam Rp) yang dikeluarkan pengrajin tahu sumedang sebelum kenaikan harga kedelai pada setiap skala usaha tahun Rata-rata biaya per hari (dalam Rp) yang dikeluarkan pengrajin tahu sumedang setelah kenaikan harga kedelai pada setiap skala usaha tahun Penerimaan, keuntungan, dan R/C ratio sebelum kenaikan harga kedelai pada setiap skala usaha 70 6 Penerimaan, keuntungan, dan R/C ratio setelah kenaikan harga kedelai pada setiap skala usaha 71

18

19 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar ke empat di dunia. Jumlah penduduk Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan. Pada tahun 2013 total jumlah penduduk di Indonesia sekitar jiwa dan diperkirakan pada akhir tahun ini mencapai 250 juta jiwa (BPS 2013). Kebutuhan terhadap pangan akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Sampai tahun 2050, kebutuhan pangan diprediksi meningkat sebanyak 70 persen dibandingkan saat ini (Rudy 2013). Akan tetapi, kondisi ini tidak diimbangi dengan meningkatnya ketahanan pangan di Indonesia. Ketahanan pangan tidak hanya mencakup pengertian ketersediaan pangan yang cukup, tetapi juga kemampuan untuk mengakses (termasuk membeli) pangan dan tidak terjadinya ketergantungan pangan pada pihak manapun. Indonesia masih mengalami kekurangan untuk menyuplai bahan pangan, sehingga masih dilakukan impor dari negara lain. Salah satu bahan pangan yang tergolong rawan adalah kedelai. Bahan pangan tersebut diperkirakan masih akan tetap impor, misalnya untuk kedelai Indonesia yang tergantung pada produksi dan impor dari Amerika Serikat. Kedelai merupakan bahan pangan yang dianggap penting karena komoditas ini mengandung protein nabati yang tinggi, sumber lemak, vitamin, dan mineral. Sehingga apabila tersedia dalam jumlah yang cukup di dalam negeri akan mampu memperbaiki gizi masyarakat, yaitu melalui konsumsi kedelai segar maupun melalui konsumsi barang olahan yang berasal dari kedelai seperti tahu, tempe, tauco dan kecap. Akan tetapi, pada kenyataannya ketersediaan kedelai pada tahun 2013 diramalkan akan minus juta ton, padahal kebutuhan kedelai nasional tahun 2013 sebesar 2.2 juta ton (BPS 2013). Konsumsi kedelai diperkirakan akan semakin meningkat dengan bertambahnya jumlah penduduk Indonesia. Produksi kedelai lokal yang rendah menyebabkan ketidakcukupan kedelai lokal memenuhi permintaan industri pengolahan kedelai. Hal ini menyebabkan semakin tergantungnya industri-industri pengolahan kedelai pada kedelai impor. Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa produksi kedelai di Indonesia tahun cenderung menurun, walaupun penurunan yang terjadi setiap tahun tidak terlalu besar. Produksi kedelai Indonesia pernah mencapai jumlah tertinggi pada tahun 2009 yaitu ton. Produksi kedelai di Indonesia tidak mampu memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri, sehingga Indonesia melakukan impor. Tahun 2012 impor kedelai Indonesia mencapai peningkatan tertinggi yaitu ton, sementara produksi dalam negeri hanya mencapai ton. Jumlah produksi kedelai di dalam negeri dan impor kedelai yang dilakukan Indonesia dapat mencerminkan kebutuhan konsumsi kedelai di dalam negeri. Sehingga dapat terlihat bahwa terjadi kesenjangan antara produksi dan kebutuhan konsumsi kedelai di dalam negeri. Di sisi lain, kebutuhan konsumsi kedelai di dalam negeri tetap harus dipenuhi, maka pemerintah mengimpor kedelai dari pasar dunia. Tabel produksi, konsumsi, impor, serta ketergantungan kedelai impor di Indonesia dapat dilihat pada tabel 1.

20 2 Tabel 1 Produksi, konsumsi, impor, serta ketergantungan kedelai di Indonesia tahun Tahun Produksi Konsumsi Impor Tingkat ketergantungan impor (ton) (ton) (ton) (%) a a angka sementara Sumber: Departemen Pertanian (2014) Tabel 1 menunjukkan bahwa kebutuhan konsumsi dalam negeri tidak diimbangi dengan produksi di dalam negeri. Indonesia hanya mampu meproduksi kedelai dalam negeri sekitar ton setiap tahunnya. Secara keseluruhan tingkat ketergantungan impor kedelai terhadap konsumsi pada tahun 2004 hingga 2013 rata-rata sekitar 66 persen dari total konsumsi, sedangkan hanya 34 persen dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Harga kedelai terus melonjak beberapa tahun terakhir ini, bahkan cenderung mengalami peningkatan. Pada kenyataannya yang meningkat bukan harga kedelai, melainkan tarif impor yang naik. Hal ini menyebabkan peningkatan harga kedelai setelah sampai di Indonesia. Rostiani (2013) menjelaskan bahwa faktor utama yang menyebabkan kenaikan harga kedelai adalah 1)produksi kedelai dalam negeri masih minim sehingga mengharuskan negara mengimpor kedelai untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, 2)gejolak nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang menyebabkan nilai rupiah anjlok dan tentu saja mempengaruhi tarif impor kedelai, 3)kekacauan cuaca di tempat produsen kedelai terutama di Amerika Serikat. Perkembangan harga kedelai lokal dan impor dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2 Perkembangan harga kedelai lokal dan kedelai impor tahun Tahun Harga kedelai Perubahan Harga kedelai Perubahan lokal (Rp/kg) (%) impor (Rp/kg) (%) Sumber: Dinas Industri dan Perdagangan (2013) Dari tabel 2 dapat terlihat bahwa harga kedelai sangat berfluktuatif dan cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun harga kedelai lokal dan kedelai impor mengalami peningkatan setiap tahunnya. Harga kedelai lokal mengalami peningkatan tertinggi pada tahun 2008 sebesar persen dari

21 harga awal Rp3 200/kg menjadi Rp7 500/kg. Sama halnya dengan kedelai impor yang mengalami peningkatan tertinggi pada tahun 2008 sebesar persen dari harga awal Rp3 225/kg menjadi Rp5 822/kg. Penggunaan kedelai untuk bahan makanan manusia harus diolah terlebih dahulu. Pengolahan kedelai dapat dikelompokan menjadi dua macam yaitu dengan fermentasi dan tanpa fermentasi. Pengolahan melalui fermentasi akan menghasilkan kecap, oncom, tauco, dan tempe. Sedangkan bentuk olahan tanpa melalui fermentasi adalah susu kedelai, tahu, tauge dan tepung kedelai. Salah satu makanan olahan kedelai yang digemari masyarakat Indonesia adalah tahu. Umumnya industri tahu termasuk ke dalam industri kecil yang dikelola oleh rakyat dan beberapa diantaranya masuk dalam wadah Koperasi Pengusaha Tahu (KOPTI). Sebagian dari konsumsi kedelai Indonesia dipergunakan untuk diolah menjadi tahu. Oleh karena itu, apabila terjadi kenaikan harga kedelai di Indonesia, tentu akan mempengaruhi industri tahu yang ada. Rostiani (2013) juga menjelaskan bahwa kenaikan harga kedelai ini memaksa para produsen tahu menurunkan produksi hingga 40 persen. Menurut pengamatannya, sebagian produsen tahu menutup usaha untuk sementara dan sebagian lainnya tetap memproduksi walaupun harga kedelai masih tetap mahal. Sumedang adalah salah satu daerah dengan produk olahan kedelai yang paling unggul yaitu tahu. Pada tabel 3 dapat dilihat bahwa total industri olahan kedelai di Kabupaten Sumedang berjumlah 331 unit usaha dan bidang usaha yang terbanyak adalah tahu, dibandingkan dengan produk olahan kedelai lainnya. Industri tahu di Kabupaten Sumedang terdiri dari 232 unit usaha, serta menyerap tenaga kerja 812 orang dengan nilai investasi sebesar Rp Potensi produk olahan kedelai di Kabupaten Sumedang dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3 Potensi produk olahan kedelai di Kabupaten Sumedang tahun 2013 Unit usaha Tenaga kerja Nilai investasi No Bidang usaha (unit) (orang) (Rp) 1 T a h u T e m p e O n c o m Jumlah Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sumedang (2013) Pengrajin tahu di Kabupaten Sumedang terpaksa menurunkan produksinya hingga persen sebagai akibat dari kenaikan harga kedelai yang diakibatkan oleh melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar. Para pengrajin kesulitan untuk mendapatkan kedelai. Bahkan dengan kenaikan harga kedelai tersebut banyak pengrajin tahu, terutama pengrajin tahu kecil gulung tikar (Rahmat 2013). Berdasarkan uraian sebelumnya, maka perlu dilakukan penelitian mengenai usaha pada pengrajin tahu sumedang. Mengingat sektor ini mewakili sebagian besar volume produksi kedelai yang dikonsumsi sebagai pangan, serta terkait dengan peran biaya bahan baku kedelai dalam struktur biaya produksi tahu yang merupakan komponen terbesar di dalam biaya total produksi. Sehingga adanya kenaikan harga kedelai akan berpengaruh pada usaha pengrajin tahu sumedang. 3

22 4 Perumusan Masalah Kedelai merupakan bahan baku utama pada industri tahu dan merupakan komponen biaya terbesar yang dikeluarkan pengrajin dalam memproduksi tahu. Pengrajin tahu sumedang menggunakan 100 persen kedelai impor untuk mengolah tahu. Hal ini dikarenakan kedelai yang tersedia di pasar adalah kedelai impor, serta kualitas kedelai impor yang lebih baik dibandingkan dengan kedelai lokal. Kedelai merupakan bahan pangan dengan tingkat harga yang berfluktuatif, termasuk harga kedelai yang diterima oleh para pengrajin tahu sumedang. Berdasarkan tabel 4 dapat dilihat bahwa harga kedelai yang diterima setiap pengrajin tahu cenderung mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan nilai tukar rupiah yang sedang anjlok terhadap dollar AS, sehingga harga kedelai meningkat. Kenaikan harga kedelai ini merupakan kenaikan tertinggi yang diterima oleh pengrajin tahu yang terjadi pada bulan Oktober Persentase kenaikan harga kedelai di Kabupaten Sumedang mencapai angka rata-rata 13.9 persen. Harga kedelai impor sebelum dan setelah kenaikan yang diterima oleh masing-masing pengrajin tahu di Kabupaten Sumedang dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4 Harga kedelai impor sebelum dan setelah kenaikan yang diterima oleh masing-masing pengrajin tahu di Kabupaten Sumedang Sebelum kenaikan harga Setelah kenaikan harga No kedelai kedelai Persentase kenaikan Harga kedelai Harga kedelai harga (Rp/kg) (Rp/kg) (%) Rata-rata Adanya kecenderungan peningkatan harga kedelai, membuat biaya produksi pengrajin tahu cenderung meningkat sehingga membuat keuntungan pengrajin tahu menurun. Santosa (2013) menjelaskan bahwa kenaikan harga kedelai di Indonesia semakin mengancam kebangkrutan pengrajin tahu. Alasannya karena

23 meningkatnya biaya produksi tidak bisa serta merta dialihkan pada harga jual produk karena sebagian besar merupakan pengrajin skala usaha mikro. Pengrajin tahu sumedang membutuhkan jumlah kedelai yang berbeda untuk memproduksi tahu. Jumlah penggunaan kedelai setiap hari dijadikan sebagai ukuran skala usaha, yaitu skala usaha kecil, menengah, dan besar. Beragamnya skala usaha akan mengakibatkan struktur biaya yang berbeda-beda pada masingmasing skala usaha. Secara teoritis, dengan meningkatnya skala usaha akan mengakibatkan struktur biaya yang semakin rendah. Maka dari itu dalam menentukan skala usaha harus mempertimbangkan struktur biaya yang akan terjadi apabila suatu skala usaha dilakukan. Salah satu daerah yang dikenal sebagai penghasil tahu adalah Kabupaten Sumedang seperti terlihat dalam tabel 5. Masyarakat mengenal tahu dari daerah tersebut dengan nama tahu sumedang. Diduga para pengrajin tahu di Kabupaten Sumedang akan merasakan pengaruh yang sama dengan pengrajin di daerah lain ketika harga kedelai mengalami kenaikan. Tabel 5 Jumlah pengrajin tahu setiap kecamatan di Kabupaten Sumedang tahun 2012 No Kecamatan Pengrajin tahu Tenaga kerja Persentase tenaga (orang) (orang) kerja (orang) 1 Sumedang Utara Sumedang Selatan Tanjungsari Cisitu Pamulihan Jatinunggal Cimanggumg Jatigede Situraja Conggeang Ujung Jaya Tanjungkerta Wado Cibugel Cimalaka Darmaraja Paseh Jatinangor Ganeas Tomo Jumlah Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sumedang (2012) Pada penelitian ini yang menjadi fokus utama adalah industri tahu di Kecamatan Tanjungsari, Sumedang. Kecamatan tersebut mempunyai pengrajin tahu sekitar 27 orang pengrajin, serta menyerap tenaga kerja sebesar persen atau sekitar 104 orang. Namun pada kenyataannya pengrajin tahu sumedang di kecamatan Tanjungsari hanya berjumlah 20 pengrajin yang masih aktif, sedangkan yang lainnya sudah tidak aktif dengan alasan beralih profesi dan ada 5

24 6 juga yang gulung tikar. Alasan utama kecamatan tersebut menjadi objek penelitian karena menurut informasi dari Koperasi Tahu Tempe (KOPTI) Kabupaten Sumedang, pengrajin tahu di kecamatan tersebut memiliki skala usaha yang beragam sehingga dapat dijadikan sebagai perbandingan untuk menganalisis usaha pengrajin tahu sumedang, seperti struktur biaya, penerimaan dan keuntungan untuk pengrajin pada setiap skala usaha. Kedelai merupakan bahan baku dalam pembuatan tahu yang mengambil porsi terbesar atas biaya total produksi. Dengan naiknya harga kedelai di duga akan mempengaruhi struktur biaya dari pengrajin tahu. Sehingga diduga akan mempengaruhi penerimaan dan keuntungan yang diperoleh pengrajin tersebut. Oleh karena itu, untuk mengatasi hal tersebut maka pengrajin tahu harus melakukan strategi agar tetap dapat berproduksi dan mendapatkan keuntungan maksimal. Berdasarkan uraian tersebut menjadi penting untuk mengkaji permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana struktur biaya, penerimaan, keuntungan dan efisiensi pada berbagai tingkat skala usaha pengrajin tahu sumedang sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai di Kecamatan Tanjungsari? 2. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan pada struktur biaya, penerimaan, keuntungan dan efisiensi di lihat dari berbagai tingkat skala usaha, seluruh pengrajin tahu, dan antar skala usaha pengrajin tahu sumedang sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai Kecamatan Tanjungsari? 3. Strategi apa saja yang dilakukan pengrajin tahu sumedang dalam menyiasati kenaikan harga kedelai di Kecamatan Tanjungsari? Tujuan Penelitian Secara umum, tujuan dari penelitian ini didasarkan pada latar belakang dan perumusan masalah, yaitu: 1. Menganalisis struktur biaya, penerimaan, keuntungan dan efisiensi pada berbagai tingkat skala usaha pengrajin tahu sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai di Kecamatan Tanjungsari. 2. Mengetahui ada atau tidak perbedaan yang signifikan pada struktur biaya, penerimaan, keuntungan dan efisiensi di lihat dari berbagai tingkat skala usaha, seluruh pengrajin tahu, dan antar skala usaha pengrajin tahu sumedang sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai di Kecamatan Tanjungsari. 3. Mengidentifikasi strategi yang telah dilakukan oleh pengrajin tahu dalam menyiasati kenaikan harga kedelai di Kecamatan Tanjungsari.

25 7 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk memperbaiki apa yang sedang diteliti saat ini. Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah: 1. Menambah wawasan bagi pihak yang berkepentingan, khususnya para pengrajin tahu di Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang dalam mengambil kebijakan terkait dengan pengembangan usaha. 2. Bagi penulis sebagai sarana untuk mengaplikasikan pengetahuan yang telah diperoleh selama kegiatan perkuliahan. 3. Pembaca sebagai wawasan ilmu pengetahuan dan bahan rujukan untuk penelitian mengenai industri tahu selanjutnya. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dari penelitian ini yaitu kajian mengenai analisis usaha yang dilihat dari struktur biaya, penerimaan, keuntungan dan efisiensi pengrajin tahu di Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai. Data harga sebelum kenaikan merupakan harga pada bulan Februari 2014 pada saat kedelai dalam kondisi harga yang normal, sedangkan data harga setelah kenaikan merupakan harga pada bulan Oktober 2013 pada saat kedelai mencapai harga tertinggi. Kemudian dilakukan analisis uji beda terhadap struktur biaya, penerimaan, keuntungan dan efisiensi sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai pada berbagai tingkat skala usaha, untuk seluruh pengrajin tahu sumedang, dan antar skala usaha. Selain itu, dalam penelitian ini diidentifikasi pula strategi yang telah dilakukan oleh pengrajin tahu dalam menyiasati kenaikan harga kedelai. TINJAUAN PUSTAKA Dalam penelitian ini memerlukan suatu sumber informasi yang digunakan sebagai referensi yaitu melalui penelitian-penelitian terdahulu. Hal yang dikaji dalam penelitian terdahulu adalah subjek yang diteliti dan alat analisis yang digunakan. Ada lima penelitian terdahulu yang dikaji dalam penelitian ini antara lain, Nursiah (2013) melakukan penelitian mengenai pengaruh kenaikan harga kedelai terhadap kinerja usaha industri tempe di Kecamatan Citeurep, Bogor. Azis (2012) melakukan penelitian tentang adaptasi ekonomi pengusaha agribisnis tahu dalam menghadapi kenaikan harga kedelai di Kabupaten Banjar. Kurniasari (2010) melakukan penelitian tentang analisis dampak kenaikan harga kedelai di sentra industri tempe kelurahan Semanan Jakarta Barat. Patmawaty (2009) melakukan penelitian tentang analisis dampak kenaikan harga kedelai terhadap pendapatan usaha pengrajin tahu skala kecil dan rumah tangga di Desa Bojong

26 8 Sempu Kecamatan Parung, Bogor. Mustofa (2008) melakukan penelitian tentang analisis pendapatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi tahu. Nursiah (2013) dalam penelitiannya terkait dengan pengaruh kenaikan harga kedelai terhadap kinerja usaha industri tempe di Desa Citeurep Kabupaten Bogor. Dalam melakukan analisa unit usaha tempe dilokasi penelitian dibedakan dalam skala I, II dan III yang didasarkan pada banyaknya jumlah produksi kedelai yang dilakukan setiap hari. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pada produksi skala III mengeluarkan biaya total rata-rata yang lebih rendah dibandingkan pada skala I dan II baik pada saat sebelum dan setelah adanya kenaikan harga kedelai. Sementara, adanya kenaikan harga kedelai menyebabkan keuntungan yang diterima menjadi menurun disebabkan tidak adanya pilihan lain yang dilakukan pengrajin tempe di Desa Citeureup. Dengan demikian menunjukkan adanya kenaikan harga kedelai menurunkan kinerja pengrajin tempe di Desa Citeureup. Azis (2012) melakukan penelitian tentang adaptasi ekonomi pengusaha agribisnis tahu dalam menghadapi kenaikan harga kedelai di Kabupaten Banjar. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kenaikan harga kedelai yang signifikan telah membuat pengusaha agribisnis tahu melakukan adaptasi dengan cara mengurangi pembelian bahan baku kedelai, mengurangi produksi tahu, serta menaikkan harga jual tahu. Dengan dilakukannya adaptasi tersebut maka biaya total, penerimaan total, keuntungan usaha, dan kelayakan usaha mengalami penurunan. Kurniasari (2010) melakukan penelitian tentang analisis dampak kenaikan harga kedelai di sentra industri tempe kelurahan Semanan Jakarta Barat. Tujuan penelitian ini yaitu menganalisis struktur biaya pengrajin tempe dan menganalisis dampak kenaikan harga kedelai pada industri tempe, khususnya dilihat dari perubahan jumlah penggunaan kedelai, keuntungan, dan jumlah penggunaan jam tenaga kerja luar keluarga. Adanya kenaikan harga kedelai membuat pengrajin tempe skala kecil dan menengah memperkecil ukuran tempe yang mereka hasilkan, sedangkan pada pengrajin skala besar cenderung untuk mengurangi jumlah jam penggunaan tenaga kerja luar keluarganya. Berdasarkan hasil analisis Linear Programming, pengrajin tempe skala kecil paling sensitif terhadap kenaikan harga kedelai relatif terhadap sumberdaya yang dimiliki pengrajin yaitu tenaga kerja dalam keluarga dan kere (kajang) bambu yang dimiliki pengrajin. Sebaliknya pengrajin skala menengah paling tidak sensitif terhadap kenaikan harga kedelai juga relatif terhadap sumberdaya yang dimiliki pengrajin skala menengah. Pengrajin skala menengah cenderung memiliki kelebihan ketersediaan jumlah jam tenaga kerja dalam keluarga potensial dan jumlah kere yang dimiliki. Patmawaty (2009) melakukan penelitian tentang analisis dampak kenaikan harga kedelai terhadap pendapatan usaha pengrajin tahu skala kecil dan rumah tangga di Desa Bojong Sempu Kecamatan Parung, Bogor. Penelitian ini menggunakan tiga analisis, yaitu analisis pendapatan, analisis R/C rasio dan analisis titik impas. Industri tahu di desa ini memiliki skala usaha kecil dengan modal terbatas, penggunaan peralatan yang masih tradisional dan sederhana, volume produksi tahu yang masih kecil, sebagian besar menggunakan tenaga kerja keluarga, dan jangkauan pemasaran yang masih kecil. Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa dengan adanya kenaikan harga kedelai yang mencapai persen berdampak pada kemampuan pengrajin dalam produksi, diantaranya

27 perubahan siklus produksi, penurunan volume produksi, penurunan penggunaan faktor input, peningkatan harga jual, penurunan penerimaan dan penurunan pendapatan usaha. Selain itu, hasil analisis rasio penerimaan dan biaya menyatakan bahwa usaha tahu masih menguntungkan dan masih layak untuk dijalankan dan berdasarkan analisis titik impas untuk tetap dapat mempertahankan usahanya dan tidak mengalami kerugian, pengrajin harus meningkatkan volume penjualan dan meningkatkan penerimaan. Mustofa (2008) menganalisis pendapatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi tahu di Jakarta Selatan. Alat analisis yang digunakan adalah penerimaan R/C rasio dan analisis fungsi produksi Cobb-Douglas. Hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa faktor-faktor produksi pada usaha skala besar yang memberikan pengaruh nyata pada output produksi tahu adalah variabel kedelai, sedangkan yang tidak berpengaruh nyata yaitu variabel coko dan tenaga kerja. Pada faktor produksi skala kecil yang berpengaruh nyata adalah variabel kedelai, tenaga kerja dan air, sedangkan yang kurang berpengaruh nyata adalah variabel coko. Nilai elastisitas faktor produksi usaha tahu skala kecil lebih kecil dari pada nilai elastisitas pada usaha skala besar. Nilai elastisitas pada skala besar sehingga berada pada skala usaha kenaikan hasil yang semakin meningkat (increasing return to scale). Nilai elastisitas pada usaha skala kecil sebesar 0.486, nilai elastisitas kurang dari satu dan lebih dari nol mempunyai arti bahwa tambahan sejumlah input tidak diimbangi secara proporsional oleh tambahan output yang diperoleh atau berada pada skala usaha kenaikan hasil yang semakin menurun atau berada pada tahap decreasing return to scale. Penelitian ini mengambil subjek penelitian yang sama dengan Azis (2012), Patmawaty (2009), dan Mustofa (2008) yaitu usaha tahu. Perbedaan penelitian ini yaitu membandingkan usaha tahu antara sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai. Selain itu, dalam penelitian ini juga dilakukan analisis uji beda untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan pada struktur biaya, penerimaan dan keuntungan sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai, serta diteliti juga berbagai strategi yang telah dilakukan oleh pengrajin untuk menyiasati kenaikan harga kedelai. Obyek penelitian yang diteliti yaitu difokuskan kepada para pengrajin tahu yang berada di Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang. Penelitian terdahulu dijadikan sebagai referensi dan perbandingan dengan penelitian ini. 9 KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran dalam penelitian ini meliputi kerangka pemikiran teoritis dan kerangka pemikiran operasional. Kerangka pemikiran teoritis berisi teori-teori yang berkaitan dengan penelitian ini. Teori tersebut meliputi konsep biaya, penerimaan dan keuntungan, pengaruh perubahan harga input terhadap

28 10 penggunaan input, analisis penerimaan-biaya (R/C), skala usaha dan biaya produksi, serta metode penilaian investasi. Konsep Biaya Pengertian biaya menurut Semaoen dan Kiptiyah (2011) adalah nilai moneter dari semua input yang digunakan dalam memproduksi output, pada periode waktu tertentu. Kombinasi input yang memungkinkan menghasilkan output tertentu berkaitan dengan teknologi, kombinasi input yang feasible berbeda pada teknologi yang berbeda. Sedangkan Rosyidi (2003) menjelaskan biaya produksi adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh pengusaha untuk dapat diambil kesimpulan bahwa biaya apa saja yang diperlukan untuk membuat produk, baik barang maupun jasa. Biaya produksi dapat dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Biaya eksplisit Biaya eksplisit adalah pengeluaran-pengeluaran nyata dari kas perusahaan untuk membeli atau menyewa jasa-jasa faktor produksi yang dibutuhkan dalam berproduksi. Contoh: biaya tenaga kerja, sewa gedung, dan lain-lain. 2. Biaya implisit Biaya implisit adalah biaya yang tidak terlihat. Biaya implisit ini tidak dikeluarkan langsung dari kas perusahaan. Biaya implisit diperhitungkan dari faktor-faktor produksi yang dimiliki sendiri oleh perusahaan. Contoh: penggunaan gedung milik perusahaan sendiri. Selain itu, dijelaskan pula bahwa biaya produksi dapat dibedakan berdasarkan periode produksi yaitu: 1. Biaya jangka pendek a. Biaya tetap (fixed cost, FC) Biaya tetap adalah biaya yang timbul akibat penggunaan sumber daya tetap dalam proses produksi. Sifat utama biaya tetap adalah jumlahnya tidak berubah walaupun jumlah produksi mengalami perubahan (naik atau turun). Keseluruhan biaya tetap disebut biaya total (total fixed cost, TFC). b. Biaya variabel (variable cost, VC) Biaya variabel atau sering disebut biaya variabel total (total variable cost, TVC) adalah jumlah biaya produksi yang berubah menurut tinggi rendahnya jumlah output yang akan dihasilkan. Semakin besar output atau barang yang akan dihasilkan, maka akan semakin besar pula biaya variabel yang akan dikeluarkan. c. Biaya total (total cost, TC) Biaya total adalah keseluruhan biaya yang terjadi pada produksi jangka pendek. d. Biaya rata-rata Biaya rata-rata dibedakan menjadi 3, yaitu: a) biaya tetap rata-rata (average fixed cost, AFC) adalah hasil bagi antara biaya tetap total dan jumlah barang yang dihasilkan, b) biaya variabel rata-rata (average variable cost, AVC) adalah biaya variabel satuan unit produk, c) biaya total rata-rata (average cost, AC) adalah biaya per satuan unit output (produksi). e. Biaya marginal (marginal cost, MC)

29 Biaya marginal adalah perubahan biaya total akibat penambahan satu unit output (Q). 2. Biaya jangka panjang Jangka panjang dalam pengertian ini tidak terkait dengan waktu. Penyebutan jangka panjang oleh para ekonom menandai suatu proses produksi dimana sumber daya yang digunakan tidak ada lagi yang bersifat tetap. Semua sumber daya yang digunakan dalam proses produksi bersifat variabel atau jumlahnya dapat berubah-ubah. Produksi dalam jangka panjang memungkinkan perusahaan untuk mengubah skala produksi (tingkat produksi) dengan cara mengubah, baik mengubah maupun mengurangi jumlah sumberdaya. Hal ini tentu akan berdampak pada biaya yang ditimbulkan. Dalam jangka panjang hanya dikenal biaya total ratarata (ATC). Hafsah (2003) menjelaskan biaya produksi adalah semua pengeluaran yang digunakan di dalam mengorganisasi dan melaksanakan proses produksi (termasuk di dalamnya modal, input-input dan jasa-jasa yang digunakan di dalam produksi). Biaya produksi dapat diklasifikasikan menjadi empat kategori atau kelompok biaya sebagai berikut: a. Biaya tetap (fixed cost) Biaya yang penggunaannya tidak habis dalam satu masa produksi. Besarnya biaya tidak tergantung pada jumlah output yang diproduksi dan tetap harus dikeluarkan walaupun tidak ada produksi. Komponen biaya tetap antara lain pajak tanah, penyusutan alat, biaya kredit/pinjaman, mesin dan gaji manajer. Tenaga kerja keluarga dapat dikelompokkan pada biaya tetap bila tidak ada biaya imbangan dalam penggunaannya atau tidak adanya penawaran untuk itu. b. Biaya variabel atau biaya tidak tetap (variable cost) Biaya yang besar kecilnya sangat tergantung kepada biaya skala produksi. Komponen biaya variabel antara lain tenaga kerja upahan, bahan baku, dan biaya pengangkutan bahan baku. Jadi biaya produksi atau total cost merupakan penjumlahan fixed cost dengan variabel cost (TC=FC+VC). c. Biaya tunai Biaya tunai dari biaya tetap dapat berupa pajak tanah, sedangkan biaya tunai yang sifatnya variabel antara lain berupa biaya untuk pemakaian bahan baku dan tenaga kerja luar keluarga (tenaga upahan). d. Biaya tidak tunai (diperhitungkan) Meliputi biaya tetap seperti penyusutan alat-alat dan lain-lain. Sedangkan biaya yang diperhitugkan dari biaya variabel antara lain biaya untuk tenaga kerja keluarga. Penerimaan dan Keuntungan Astuti (2008) mendefinisikan bahwa penerimaan atau revenue adalah semua penerimaan produsen dari hasil penjualan barang atau outputnya. Untuk memperoleh keuntungan, produsen selalu membandingkan biaya produksi dengan penerimaan yang diperoleh dari hasil penjualan outputnya. Secara matematis, total penerimaan (total revenue) dapat dirumuskan sebagai berikut: TR = P x Q...(1) 11

30 12 dimana : TR = total revenue (Rp) P = harga pasar (Rp) Q = hasil produksi/output (satuan) Total penerimaan ini merupakan penerimaan total produsen yang diperoleh dari hasil penjualan outputnya. Total penerimaan diperoleh dengan memperhitungkan output dikalikan harga jualnya. Sedangkan total penerimaan dikurangi biaya adalah keuntungan (profit) yang dirumuskan sebagai berikut : Keuntungan = Π = Total Penerimaan-Total Biaya = TR-TC = Py. Y - TVC - TFC = Py. Y Px. X - TFC...(2) dimana : Π = keuntungan (Rp) TR = total penerimaan (Rp) TC = biaya total (Rp) Py = harga jual produk (Rp) Px = harga beli input produksi TFC = Total Fixed Cost (Biaya Tetap Total) Y = jumlah output X = jumlah input Persamaan (2) menunjukkan bahwa keuntungan dipengaruhi oleh input produksi. Dalam praktiknya produsen menggunakan lebih dari satu input, namun untuk penyederhanaan maka dalam penjelasan tersebut diasumsikan bahwa input yang digunakan hanya satu. Bila harga input meningkat, sesuai dengan teori permintaan, maka permintaan akan input menjadi menurun. Akibatnya produksi menjadi berkurang dan pada akhirnya keuntungan perusahaan akan menurun pula. Pengaruh Perubahan Harga Input Terhadap Penggunaan Input Pengrajin tahu sumedang sebagai sebuah industri tentu membutuhkan input dalam menjalankan kegiatan produksinya. Dengan demikian permintaan dari pengrajin tahu adalah input-input yang dibutuhkan untuk memproduksi tahu, seperti kedelai, garam, minyak goreng, tenaga kerja, dan bahan bakar. Permintaan akan input-input tersebut dikenal sebagai derived demand (permintaan turunan). Hal ini disebabkan permintaan akan input timbul dari permintaan tahu sebagai output dari pengrajin tahu yang diminta oleh konsumen. Jumlah input yang diminta oleh pengrajin tahu, tergantung pada jumlah tahu yang akan diproduksinya. Jumlah tahu yang akan diproduksi tergantung pula pada tingkat keuntungan yang diharapkan pengrajin tahu. Sebagai produsen yang rasional pengrajin tahu tentu akan menerapkan prinsip profit maximization dalam menjalankan usahanya. Astuti (2008) menjelaskan bahwa berdasarkan persamaan (2), untuk mendapatkan keuntungan yang maksimum yaitu turunan pertama dari fungsi keuntungan terhadap biaya variabel harus di buat sama dengan nol, secara matematis yaitu:

31 13 = Py. = MPP = = Py. MPP Px = 0 = NPM = Px...(3) Persamaan (3) menunjukkan bahwa untuk mendapatkan keuntungan yang maksimum atau kondisi yang optimal yaitu rasio harga input dengan output harus sama dengan turunan output terhadap input atau harga output dikalikan dengan produksi marginal (NPM) harus sama dengan harga input. Dengan kata lain hasil tambahan dari input yang terakhir harus sama dengan biaya input tambahan. Dapat juga dikatakan rasio harga input (Px) terhadap harga output (Py) harus sama dengan hasil produksi fisik marginal dari input (MPP = ). Apabila Px meningkat, maka rasio Px dengan Py menjadi semakin besar sehingga MPP menjadi lebih kecil dari rasio Px dengan Py. Akibatnya produsen harus melakukan penyesuaian agar tetap mendapatkan keuntungan yang maksimum yaitu dengan mengubah MPP, bukan mengubah Px atau Py karena diasumsikan produsen berada pada struktur Pasar Persaingan Sempurna (PPS). Adapun asumsi dalam PPS yaitu: (1) produsen dianggap sebagai pembeli kecil di pasar input, sehingga produsen tidak dapat memengaruhi harga input di pasar; (2) terdapat banyak produsen sejenis di pasar, sehingga tidak ada kekuatan produsen untuk mempengaruhi harga output, dengan demikian produsen sebagai price taker sehingga relatif sulit bagi produsen untuk merubah harga outputnya dan sulit pula produsen memengaruhi perubahan harga input. Dengan demikian ketika Px meningkat, maka produsen melakukan penyesuaian dengan mengurangi jumlah input, dan sebagai akibatnya jumlah output yang dihasilkan menurun pula. Berdasarkan syarat untuk memaksimumkan keuntungan seperti yang ditunjukkan persamaan (3), dapat dilihat bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhinya yaitu harga hasil produksi atau output (Py), harga input (Px), dan hubungan produksi fisik yang memengaruhi hasil produksi marginal ( Penjelasan syarat keuntungan maksimum dapat pula didekati dari kurva produksi dan garis rasio harga input dengan output. Kurva produksi adalah kurva yang menggambarkan hubungan antara penggunaan input dengan output yang diproduksi. Dengan demikian kurva ini menjelaskan bahwa output yang diproduksi tergantung dari input yang digunakan. Di sisi lain, input yang digunakan dipengaruhi oleh harga input. Gambar 1 menjelaskan untuk mendapatkan jumlah penggunaan input yang dapat menghasilkan kondisi yang optimal ( dicapai ketika garis rasio harga input dengan output bersinggungan dengan kurva produksi, sehingga didapatlah jumlah penggunaan input yang optimum di X0. Ketika harga input meningkat menjadi Px1, maka rasio harga input dengan output akan semakin besar, sehingga kemiringan garis rasio harga akan meningkat. Ketika garis rasio harga setelah adanya peningkatan harga input ini disinggungkan kembali dengan kurva

32 14 produksi, akan menyebabkan penggunaan input menjadi menurun (X1). Titik-titik yang optimal yaitu ketika garis rasio harga bersinggungan dengan kurva produksi diturunkan ke dalam kurva hubungan antara jumlah penggunaan input dengan harga input, maka akan didapat garis permintaan input yang memiliki slope negatif. Hubungan antara input yang digunakan dengan harga input dapat dilihat pada gambar 1. Gambar 1 Pengaruh perubahan harga input terhadap permintaan input Sumber: Astuti (2008) Analisis Penerimaan-Biaya (R/C) Andrianto (2004) menjelaskan bahwa pendapatan yang besar tidak selalu menunjukkan efisiensi yang tinggi karena ada kemungkinan pendapatan yang besar itu diperoleh dari investasi yang berlebihan. Oleh karena itu analisis pendapatan selalu disertai dengan pengukuran efisiensi. Efisiensi suatu usaha atau kegiatan produksi terhadap penggunaan satu unit input digambarkan oleh nilai rasio penerimaan dan biaya yang merupakan perbandingan antara penerimaan kotor yang diterima usahatani dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam proses

33 produksi. Analisis imbangan antara jumlah penerimaan dengan jumlah biaya merupakan suatu pengujian keuntungan suatu jenis usaha. Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C ratio) didapat berdasarkan pembagian antara total penerimaan dengan total biaya. Kriteria yang digunakan dalam analisis ini adalah apabila nilai R/C lebih besar dari satu maka usaha dikatakan untung, karena memberikan penerimaan yang lebih besar dari pengeluaran. Nilai R/C lebih kecil dari satu dikatakan rugi, karena penerimaan yang diterima lebih kecil dari jumlah pengeluaran. Nilai R/C sama dengan satu dikatakan impas yaitu kondisi dimana usaha memberikan jumlah penerimaan sama dengan jumlah pengeluaran. Semakin besar nilai R/C rasio, maka semakin menguntungkan usaha tersebut. Skala Usaha dan Biaya Produksi Skala usaha dapat dibedakan berdasarkan indikator-indikator tertentu. Indikator tersebut antara lain dilihat dari penggunaan jumlah tenaga kerja, kapasitas produksi, modal, dan teknologi. Pada akhirnya perbedaan indikator tersebut merujuk industri tahu menjadi tiga skala produksi. Skala produksi industri tahu meliputi skala produksi kecil, menengah, dan besar. Dilihat dari sisi penggunaan jumlah tenaga kerja, BPS (2010) mengelompokkan industri secara umum, termasuk industri tahu ke dalam skala kecil bila mempekerjakan kurang dari 20 orang tenaga kerja, sedangkan industri tergolong skala menengah dan besar bila mempekerjakan dua puluh orang atau lebih. Di sisi lain berdasarkan kapasitas produksinya, industri tahu juga dapat dikelompokkan menjadi skala industri kecil, menengah, dan besar. Pengrajin tahu berdasarkan skala produksi atau size of businessnya oleh Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (KOPTI) di Kabupaten Sumedang terbagi menjadi tiga skala yaitu pengrajin tahu skala kecil, menengah dan besar. Pengrajin tahu yang termasuk ke dalam skala kecil adalah pengrajin yang mengolah kurang dari 250 kg kedelai per hari. Pengrajin skala menengah adalah pengrajin yang mengolah mulai dari 251 hingga 350 kg kedelai setiap harinya, sedangkan pengrajin skala besar adalah pengrajin yang mengolah diatas 350 kg kedelai setiap harinya. Jangka panjang merupakan periode waktu yang cukup panjang sehingga memungkinkan perusahaan untuk mengubah jumlah semua input yang digunakannya. Di dalam jangka panjang tidak ada faktor produksi tetap dan tidak ada biaya tetap, dan perusahaan dapat mengembangkan skala operasinya pada berbagai tingkatan (Salvatore 2006). Rahardja dan Manurung (2008) menjelaskan bahwa skala produksi ekonomis (economies of scale) adalah interval tingkat produksi di mana penambahan output akan menurunkan biaya produksi jangka panjang per unit. Sebaliknya, skala produksi tidak ekonomis (diseconomies of scale) adalah interval tingkat produksi di mana penambahan tingkat produksi justru menaikkan biaya produksi jangka panjang per unit. Hal ini karena skala usaha menunjukkan hubungan antara biaya produksi rata-rata dengan perubahan dalam ukuran (size) usaha. Dengan demikian, bila perluasan usaha bertambah, tetap atau berkurang dapat pula mencerminkan bahwa perluasan usaha tersebut diikuti oleh biaya produksi rata-rata yang menurun, tetap atau bertambah. Skala produksi ekonomis dan tidak ekonomis ditunjukkan oleh gambar 2. 15

34 16 Gambar 2 Skala produksi ekonomis dan tidak ekonomis Sumber: Rahardja dan Manurung (2008) Metode Penilaian Investasi Yogi (2006) menjelaskan bahwa salah satu cara dalam mengembangkan suatu usaha adalah dengan melakukan investasi baru. Sebelum melakukan investasi perlu dilakukan perencanaan bisnis untuk memperkirakan apakah investasi yang dilakukan layak atau tidak, salah satunya di tinjau dari sisi keuangan. Pada umumnya ada 2 metode yang biasa dipertimbangkan untuk di pakai dalam penilaian investasi, yaitu: 1. Metode Non Diskonto Metode non diskonto merupakan metode yang tidak memperhatikan nilai uang dalam waktu yang berbeda (time value of money). Karena nilai rupiah yang di terima pada tahun pertama di anggap sama dengan nilai rupiah yang di terima pada tahun-tahun berikutnya tanpa memperhitungkan tingkat bunga atau discount rate. 2. Metode Diskonto Metode diskonto merupakan metode yang secara eksplisit mempertimbangkan nilai uang dalam waktu yang berbeda (time value of money). Penilaian investasi dengan metode ini terdiri dari: a. Metode Net Present Value (NPV), biasanya digunakan untuk investasi yang bernilai besar dan berjangka waktu relatif panjang. b. Profitability Index (PI), metode yang harus dinyatakan dalam indeks dari nilai investasi yang mana berapa besarnya investasi. c. Internal Rate of Return (IRR), suatu discount rate dimana present value dari net cash inflow sama dengan present value dari investasi. Metode penilaian investasi yang digunakan dalam menganalisis usaha pengrajin tahu sumedang adalah metode non diskonto. Metode ini digunakan karena bisa cepat dipakai terutama untuk investasi yang nilainya tidak terlalu besar. Fokus dalam penelitian ini yaitu terhadap harga kedelai sebelum dan setelah kenaikan dengan perhitungan biaya yaitu biaya operasional sesaat, sehingga tidak memperhatikan nilai waktu terhadap uang (time value of money).

35 Selain itu, pengrajin tahu merupakan perusahaan yang miskin kas sehingga investasi yang dipilih merupakan investasi yang cepat pengembaliannya walaupun tingkat keuntungannya rendah dari pada investasi dengan keuntungan yang tinggi tapi lama pengembaliannya. 17 Kerangka Pemikiran Operasional Kedelai merupakan bahan pangan yang mengandung protein nabati yang tinggi, sumber lemak, vitamin dan mineral. Sebagai sumber protein yang tidak mahal, kedelai telah lama dikenal dan digunakan dalam beragam produk makanan, seperti tempe, tahu, dan kecap. Selain itu kedelai juga merupakan bahan baku industri yang penting terutama bagi industri makanan ternak. Akan tetapi, produksi kedelai di Indonesia berfluktuasi bahkan cenderung mengalami penurunan. Artinya produksi kedelai di Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri. Lebih dari 50 persen kebutuhan kedelai dalam negeri dipenuhi oleh kedelai impor, sehingga Indonesia masih ketergantungan terhadap kedelai impor. Harga kedelai dalam negeri cenderung mengikuti harga kedelai impor. Selain itu, pada akhir-akhir ini nilai tukar rupiah melemah terhadap dollar AS. Akibat gejolak nilai tukar rupiah tersebut, menyebabkan kenaikan terhadap harga kedelai. Kenaikan harga kedelai ini mempengaruhi industri tahu karena bahan baku utama pembuatan tahu adalah kedelai. Sehingga apabila terjadi kenaikan harga kedelai, maka dapat mengurangi keuntungan yang diperoleh pengrajin karena dapat mempengaruhi struktur biaya, baik biaya tetap maupun biaya variabel. Dengan adanya kenaikan harga kedelai diduga akan meningkatkan pengeluaran dan menurunkan keuntungan. Sehingga harus ada keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran. Untuk menyiasati hal tersebut, maka pengrajin tahu perlu melakukan berbagai strategi untuk menyiasati kenaikan harga kedelai. Dalam hal ini strategi yang dilakukan seperti memperkecil ukuran produk, mengurangi jumlah produksi, mengganti bahan bakar, mengurangi pemakaian bahan baku, mengurangi tenaga kerja dan lain-lain. Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis usaha yang dilihat dari struktur biaya, penerimaan, keuntungan dan efisiensi pengrajin tahu sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai di Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang. Selain itu, penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah ada perbedaan secara signifikan atau tidak pada struktur biaya, penerimaan, keuntungan dan efisiensi sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai, serta mengidentifikasi strategi apa saja yang dilakukan oleh pengrajin untuk menyiasati keadaan tersebut. Berikut adalah alur pemikiran operasional dari penelitian dapat dilihat pada gambar 3.

36 18 Kenaikan harga kedelai di pasar internasional Kenaikan harga kedelai impor di dalam negeri Analisis usaha pengrajin tahu sumedang Sebelum kenaikan harga kedelai Setelah kenaikan harga kedelai Struktur biaya Penerimaan Keuntungan Efisiensi Struktur biaya Penerimaan Keuntungan Efisiensi Pada berbagai tingkat skala usaha (kecil, menengah, dan besar) Pada seluruh pengrajin tahu sumedang Antar skala usaha pengrajin tahu sumedang Analisis Statistik Uji T-Paired Analisis Statistik Uji Anova Ada atau tidak perbedaan yang signifikan sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai Strategi yang dilakukan oleh pengrajin tahu Saran Gambar 3 Kerangka pemikiran operasional

37 19 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa kawasan tersebut merupakan salah satu sentra industri tahu di Kabupaten Sumedang. Selain itu, pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan pertimbangan bahwa menurut informasi dari Koperasi Tahu Tempe (KOPTI) Kabupaten Sumedang, pengrajin tahu di kecamatan tersebut memiliki skala usaha yang beragam sehingga dapat dijadikan sebagai perbandingan pada struktur biaya, penerimaan, keuntungan dan kelayakan untuk pengrajin pada setiap skala usaha. Kegiatan pengumpulan data dilakukan selama bulan Februari Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui survei kepada para pengrajin tahu menggunakan teknik wawancara dipandu dengan kuesioner yang telah disiapkan. Data primer pada penelitian mencakup karakteristik usaha produksi tahu seperti teknik pengolahan kedelai menjadi tahu, jumlah produksi, biaya produksi, upaya yang dilakukan dalam menghadapi kenaikan harga kedelai, serta informasi lainnya yang berguna untuk menunjang penelitian ini. Data sekunder merupakan pelengkap yang bersumber dari literatur-literatur yang relevan. Data sekunder diperoleh dari catatan, laporan, maupun dokumen dari pihak terkait, seperti Badan Pusat Statistik, Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Sumedang, serta berbagai literatur yang berhubungan dan lembaga-lembaga terkait lainnya. Data harga kedelai yang digunakan sebelum kenaikan merupakan harga pada bulan Februari 2014 pada saat kedelai dalam kondisi harga yang normal, sedangkan data harga setelah kenaikan merupakan harga pada bulan Oktober 2013 pada saat kedelai mencapai harga tertinggi. Metode Pengumpulan Sampel Responden yang dijadikan sampel berjumlah 20 orang yang merupakan para pengrajin tahu yang terdaftar di Kecamatan Tanjungsari. Metode pengumpulan sampel adalah dengan menggunakan metode sensus yaitu keseluruhan dari pengrajin tahu di Kecamatan Tanjungsari, Sumedang. Pengrajin tahu berdasarkan skala produksi atau size of businessnya oleh Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (KOPTI) di Kabupaten Sumedang terbagi menjadi tiga skala yaitu

38 20 pengrajin tahu skala kecil, menengah dan besar. Pengrajin tahu yang termasuk ke dalam skala kecil adalah pengrajin yang mengolah kurang dari 250 kg kedelai per hari sebanyak tujuh orang. Pengrajin skala menengah adalah pengrajin yang mengolah mulai dari 251 hingga 350 kg kedelai setiap harinya sebanyak lima orang, sedangkan pengrajin skala besar adalah pengrajin yang mengolah diatas 350 kg kedelai setiap harinya sebanyak 8 orang. Metode Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif digunakan untuk mengetahui struktur biaya, penerimaan, dan efisiensi dari produksi tahu. Kemudian dilakukan statistik uji beda t-paired dan uji anova. Data tersebut ditampilkan dalam bentuk tabulasi dan grafik untuk menyederhanakan data agar mudah dibaca. Dalam penelitian ini analisis kuantitatif dilakukan dengan bantuan alat perangkat lunak (software) Microsoft Excel 2007, khususnya program SPSS (Statistical Product and Service Solutions) 16. Sedangkan analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui gambaran umum dan karakteristik usaha produksi tahu, serta untuk mengetahui strategi yang dilakukan oleh pengrajin tahu dalam mengatasi kenaikan harga kedelai. Analisis Struktur Biaya Analisis struktur biaya dilakukan dengan mengelompokkan biaya-biaya yang dikeluarkan pada usaha produksi tahu. Struktur biaya tersebut terdiri atas biaya tetap dan biaya variabel. Metode perhitungan struktur biaya tersebut dapat dilihat pada tabel 6: Tabel 6 Struktur biaya produksi usaha tahu di Kecamatan Tanjungsari Uraian Sebelum kenaikan harga Setelah kenaikan harga Biaya Variabel Kedelai Garam Minyak goreng Tenaga Kerja (total) Bahan Bakar : Serbuk gergaji Gas Kayu Bakar Jumlah Biaya Variabel Rata-Rata Biaya Tetap Penyusutan peralatan Penyusutan pabrik Transportasi Listrik (air) Jumlah Biaya Tetap Rata-Rata

39 Secara matematis, perhitungan total biaya (total cost) yang merupakan jumlah dari biaya tetap (TFC) dan biaya variabel (TVC) dapat dirumuskan seperti di bawah ini: TC = TFC + TVC Sedangkan, untuk menghitung total biaya rata-rata (average total cost) adalah penjumlahan biaya tetap rata-rata (TFC) dengan biaya variabel rata-rata. Rumus yang digunakan yaitu: AC = AFC + AVC Penentuan skala usaha yang efisien berdasarkan struktur biaya diketahui dengan melihat total biaya rata-rata paling rendah dengan rumus sebagai berikut: 21 dimana: AC = biaya rata-rata jangka pendek AFC = biaya tetap rata-rata jangka pendek AVC = biaya variabel rata-rata jangka pendek Pada struktur biaya tersebut, terdapat penyusutan alat sebagai biaya tetap. Penyusutan alat di sini artinya pengurangan nilai suatu alat oleh berlalunya waktu. Rincian peralatan yang digunakan dalam produksi tahu yang kemudian akan digunakan untuk perhitungan biaya penyusutan dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 7 Rincian peralatan untuk produksi tahu Jenis alat Jumlah (unit) Harga beli (Rp) Umur pakai (tahun) Mesin penggiling kedelai Tahang Drum Ember Tangok Saringan Ancakan Katel Cetakan Serokan Salvatore (2006) menyatakan bahwa dalam jangka pendek, satu atau lebih (tetapi tidak semua) faktor produksi jumlahnya adalah tetap. Biaya tetap total (TFC) mencerminkan seluruh kewajiban atau biaya yang ditanggung oleh perusahaan per unit waktu atas semua input tetap. Biaya variabel total (TVC) adalah seluruh biaya yang ditanggung oleh perusahaan per unit waktu atas semua input variabel yang digunakan. Biaya total (TC) adalah TFC ditambah TVC. Selain itu, biaya total rata-rata dapat dihitung dengan menjumlahkan antara biaya tetap rata-rata (AFC) dengan biaya variabel rata-rata (AVC).

40 22 Sementara itu Warren CS, Reeve JM, Fess PE. (2005) menjelaskan bahwa aset tetap seperti peralatan, bangunan, dan pengembangan tanah akan kehilangan kemampuan mereka seiring dengan berlalunya waktu, untuk menyediakan manfaat kepada perusahaan sehingga harus ditransfer dari biaya ke beban. Hal tersebut disebut dengan penyusutan. Dalam hal ini memang perlu untuk menghitung biaya penyusutan peralatan produksi yang nantinya akan masuk ke dalam perhitungan biaya tetap. Metode yang digunakan adalah metode garis lurus, yaitu nilai pembelian dikurangi nilai sisa, kemudian dibagi dengan umur ekonomis dari peralatan tersebut. Berikut adalah sistematis perhitungannya. Penyusutan = Penerimaan, Keuntungan, dan Efisiensi (R/C ratio) Penerimaan atau revenue adalah semua penerimaan pengrajin dari hasil penjualan barang atau outputnya, dalam penelitian ini output yang dihasilkan adalah tahu dan ampas. Untuk memperoleh keuntungan, pengrajin tahu selalu membandingkan biaya produksi dengan penerimaan yang diperoleh dari hasil penjualan outputnya. Secara matematis, total penerimaan (total revenue) dapat dirumuskan sebagai berikut: TR = P x Q dimana : TR = total revenue (Rp) P = harga tahu dan ampas tahu (Rp) Q = jumlah tahu dan ampas yang dihasilkan (satuan) Total penerimaan ini merupakan penerimaan total pengrajin tahu yang diperoleh dari hasil penjualan outputnya. Total penerimaan diperoleh dengan memperhitungkan output dikalikan harga jualnya. Sedangkan total penerimaan dikurangi biaya adalah keuntungan (profit) yang dirumuskan sebagai berikut : Π = TR TC dimana : Π = keuntungan pengrajin tahu (Rp) TR = total penerimaan pengrajin tahu (Rp) TC = biaya total yang dikeluarkan oleh pengrajin tahu (Rp) Selain itu, untuk mengetahui nilai efisiensi usaha digunakan analisa Revenue Cost Ratio (RCR). Nilai R/C rasio ini dapat dilihat dengan membandingkan antara penerimaan dan biaya produksi (Soekartawi 1995). Secara matematis dapat digunakan rumus sebagai berikut : dimana : = efisiensi usaha

41 23 TR TC = penerimaan total (Rp) = biaya total (Rp) Nilai R/C > 1 menunjukkan bahwa usaha efisien, artinya penerimaan lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan. R/C = 1 menunjukkan bahwa usaha balik modal, artinya penerimaan sama dengan biaya yang dikeluarkan. Sedangkan R/C < 1 menunjukkan bahwa usaha belum efisien, artinya penerimaan lebih kecil daripada biaya yang dikeluarkan (usaha tidak menguntungkan). Analisis Statistik Uji Beda T-Paired Uji beda dipergunakan untuk mencari perbedaan, baik antara dua sampel data atau antara beberapa sampel data. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji t-paired. Uji ini digunakan pada sampel berpasangan yaitu pada sebuah sampel dengan subjek yang sama namun mengalami dua perlakuan atau pengukuran yang berbeda. Sugiyono (2011) menjelaskan bahwa statistik parametris yang digunakan untuk menguji hipotesis komparatif rata-rata dua sampel bila datanya berbentuk interval atau ratio adalah menggunakan t-test. Uji t-paired ini digunakan untuk melihat perbedaan pada berbagai tingkat skala usaha (skala kecil 7 pengrajin, skala menengah 5 pengrajin, dan skala besar 8 pengrajin), serta pada seluruh responden (20 pengrajin tahu) tanpa memperhatikan stratifikasi. Berikut adalah prosedur uji t-paired yang digunakan untuk menguji hipotesis komparatif dua sampel yang berkorelasi. 1. Menentukan formulasi hipotesis. 2. Menentukan taraf nyata dan nilai t-test yang ditentukan dengan derajat bebas (db) = n-1. Taraf nyata yang digunakan untuk penelitan ini adalah 10 %. 3. Menentukan kriteria pengujian sebagai berikut: Dengan kriteria uji: Jika t-hitung t-tabel, maka diterima dan tidak diterima. Jika t-hitung t-tabel, maka tidak diterima dan diterima. 4. Menentukan nilai statistik uji sebagai berikut. dimana : t = nilai t hitung 5. Membuat kesimpulan. = rata-rata selisih pengukuran 1 dan 2 SD = standar deviasi selisih pengukuran 1 dan 2 N = jumlah sampel

42 24 Analisis uji t-paired dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui ada atau tidak perbedaan yang signifikan pada usaha yang dijalankan oleh pengrajin tahu sumedang, dilihat dari struktur biaya, penerimaan, keuntungan dan kelayakan sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai di Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang. Berikut adalah hipotesis yang digunakan dalam penelitian. a. Uji Beda untuk Struktur Biaya dimana : hipotesis : = rata-rata struktur biaya sebelum kenaikan harga kedelai = rata-rata struktur biaya setelah kenaikan harga kedelai = Tidak ada perbedaan antara rata-rata struktur biaya sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai = Ada perbedaan antara rata-rata struktur biaya sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai b. Uji Beda untuk Penerimaan (TR) dimana : = rata-rata penerimaan (TR) sebelum kenaikan harga kedelai = rata-rata penerimaan (TR) setelah kenaikan harga kedelai hipotesis : = Tidak ada perbedaan antara rata-rata penerimaan (TR) sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai = Ada perbedaan antara rata-rata penerimaan (TR) sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai c. Uji Beda untuk Keuntungan ( dimana : = rata-rata keuntungan ( sebelum kenaikan harga kedelai = rata-rata keuntungan ( setelah kenaikan harga kedelai hipotesis : = Tidak ada perbedaan antara rata-rata keuntungan ( sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai = Ada perbedaan antara rata-rata keuntungan ( sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai d. Uji Beda untuk R/C ratio dimana : = rata-rata R/C ratio sebelum kenaikan harga kedelai = rata-rata R/C ratio setelah kenaikan harga kedelai hipotesis : = Tidak ada perbedaan antara rata-rata R/C ratio sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai = Ada perbedaan antara rata-rata R/C ratio sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai Pada analisis uji t-paired semua responden dalam populasi dimasukkan ke dalam perhitungan. Sedangkan untuk perhitungan biaya, penerimaan, keuntungan, dan R/C ratio secara absolut hanya menghitung rata-rata dari responden dalam

43 populasi yang ada. Oleh karena itu, hasil yang diperoleh melalui analisis uji t- paired menggambarkan signifikansi pada biaya, penerimaan, keuntungan, dan R/C ratio yang lebih baik dibandingkan dengan analisis yang lain karena memperhitungkan seluruh populasi yang ada di Kecamatan Tanjungsari. Analisis Statistik Uji Anova Anova digunakan untuk melihat perbandingan rata-rata beberapa kelompok biasanya lebih dari dua kelompok. Anova satu arah digunakan pada kelompok yang berasal dari sampel yang berbeda tiap kelompok. Jadi dapat disimpulkan bahwa anova bertujuan untuk membandingkan rata-rata kelompok lebih dari dua dengan sampel yang berbeda per kelompok. Dalam penelitian ini uji anova digunakan untuk membandingkan rata-rata biaya produksi, penerimaan, dan keuntungan antar skala usaha pada kondisi sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai. Kriteria pengujiannya sebagai berikut: 25 Rumus uji anova: dimana: hipotesis : sinifikansi: Sb 2 = Varian between Sw 2 = Varian within = Rata-rata (biaya, penerimaan, keuntungan) masing-masing kelompok adalah sama antar skala usaha = Rata-rata (biaya, penerimaan, keuntungan) masing-masing kelompok adalah berbeda antar skala usaha sig (p-value) > 0.05, maka terima sig (p-value) < 0.05, maka tolak Strategi untuk Menyiasati Kenaikan Harga Kedelai Untuk mengetahui strategi pengrajin tahu dalam menyiasati kenaikan harga kedelai, maka dilakukan analisis kualitatif yaitu dengan melakukan analisis deskriptif terhadap hasil wawancara yang dilakukan terhadap pengrajin tahu mengenai strategi yang dilakukan dalam menanggapi kenaikan harga kedelai. Strategi yang di analisis dalam penelitian ini adalah strategi yang mungkin dapat menekan kerugian akibat kenaikan harga kedelai, seperti memperkecil ukuran produk, mengurangi jumlah produksi, mengganti bahan bakar, mengurangi pemakaian bahan baku, mengurangi tenaga kerja, meningkatkan harga jual dan lain-lain.

44 26 GAMBARAN UMUM Gambaran Umum Lokasi Penelitian Gambaran umum lokasi penelitian ini terdiri dari beberapa yaitu letak geografis dari Kecamatan Tanjungsari, kependudukan dan kondisi sosial. Letak geografis lebih membahas pada letak kecamatan dan kondisi lokasi tersebut. Sementara untuk kependudukan dan kondisi sosial lebih membahas pada jumlah penduduk yang ada di Kecamatan Tanjungsari, mata pencaharian, serta latar belakang dari pendidikan penduduk. Letak Geografis Kecamatan Tanjungsari Tanjungsari merupakan salah satu kecamatan yang terletak di Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat. Kecamatan Tanjungsari memiliki luas ha dan terdiri dari 12 desa. Ketinggian dari permukaan laut yang terendah adalah 500 mdpl dan tertinggi adalah mdpl. Perbatasan wilayah Kecamatan Tanjungsari secara geografis dapat dilihat sebagai berikut. Sebelah Utara : Kecamatan Rancakalong Sebelah Timur : Kecamatan Pamulihan Sebelah Selatan : Kecamatan Cimanggung Sebelah Barat : Kecamatan Sukasari Luas lahan di Kecamatan Tanjungsari adalah ha dengan luas sawah ha dan luas darat ha. Penggunaan tanah terbesar untuk hutan sebesar ha dan terendah untuk padang rumput sebesar ha. Kependudukan Jumlah penduduk Kecamatan Tanjungsari sebanyak jiwa, terdiri atas jiwa laki-laki dan jiwa perempuan. Jumlah kepala keluarga di kecamatan ini sebanyak kepala keluarga dengan kepadatan per km 2. Data mengenai jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur di Kecamatan Tanjungsari dapat dilihat pada tabel 8. Tabel 8 Kependudukan Kecamatan Tanjungsari berdasarkan kelompok umur tahun 2013 Kelompok umur Jumlah jiwa Laki-laki Perempuan Jumlah (jiwa) ke atas Sumber: Monografi Kecamatan Tanjungsari (2013)

45 Kondisi Sosial Kondisi sosial kependudukan Kecamatan Tanjungsari di bagi dalam beberapa kelompok mata pencaharian. Kelompok pekerjaan terdiri dari petani, buruh tani, pedagang, buruh/karyawan, PNS dan YNI, serta wiraswasta. Berdasarkan tabel 9 menunjukkan bahwa mata pencaharian penduduk Tanjungsari paling banyak adalah petani, sedangkan paling sedikit adalah PNS dan YNI. Kondisi sosial kependudukan di Kecamatan Tanjungsari dapat dilihat pada tabel 8. Tabel 9 Kondisi sosial kependudukan Kecamatan Tanjungsari berdasarkan mata pencaharian tahun 2013 No Pekerjaan Jumlah 1 Petani Buruh tani Pedagang Buruh/Karyawan PNS dan YNI Wiraswasta Jumlah total Sumber: Monografi Kecamatan Tanjungsari (2013) Kondisi sosial lainnya adalah kependudukan yang dikelompokkan berdasarkan tingkat pendidikan. Dari tabel 10 dapat dilihat bahwa penduduk di Kecamatan Tanjungsari paling banyak adalah tamatan SD dengan jumlah jiwa dan paling sedikit adalah penduduk yang tidak pernah sekolah dengan jumlah 65 jiwa. Data lengkapnya dapat dilihat pada tabel 10. Tabel 10 Kondisi sosial kependudukan Kecamatan Tanjungsari berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2013 No Tingkat Pendidikan Jumlah 1 Tamat SD Tamat SMP Tamat SMU Tamat Perguruan Tinggi Tidak Tamat SD Tidak Tamat SMP Tidak Tamat SMU Tidak Tamat Perguruan Tinggi Tidak Pernah Sekolah Belum Sekolah Jumlah Total Sumber: Monografi Kecamatan Tanjungsari (2013) 27

46 28 Karakteristik Responden Karakteristik pengrajin tahu sumedang diperoleh melalui hasil wawancara sebanyak 20 pengrajin tahu, terdiri dari 7 pengrajin tahu skala kecil, 5 pengrajin tahu skala menengah dan 8 pengrajin tahu skala besar. Karakteristik pengrajin meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, lama usaha, alasan memilih usaha, penggunaan jumlah kedelai dan tenaga kerja. Jenis Kelamin Berdasarkan survei yang dilakukan pada 20 pengrajin tahu sumedang dapat diketahui bahwa sebagian besar pengrajin di Kecamatan Tanjungsari adalah lakilaki. Pengrajin tahu laki-laki sebanyak 17 orang, sedangkan pengrajin tahu perempuan hanya berjumlah 3 orang. Hal ini dikarenakan laki-laki memiliki peranan yang kuat sebagai kepala keluarga dan bertanggungjawab memberikan nafkah kepada keluarga, sedangkan perempuan berperan sebagai seorang istri yang bertugas mengurus rumah tangga dan membantu suami dalam usahanya membuat tahu sumedang. Sebaran jenis kelamin beragam pada setiap skala usaha, untuk skala kecil semua responden adalah laki-laki dengan jumlah 7 orang, untuk skala menengah berjumlah 5 orang dengan jumlah laki-laki 3 orang dan perempuan 2 orang, sedangkan untuk skala besar berjumlah 8 orang dengan jumlah laki-laki 7 orang dan perempuan 3 orang. Sebaran responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 11. Tabel 11 Sebaran responden pengrajin tahu sumedang berdasarkan jenis kelamin tahun 2014 Jenis kelamin Skala usaha Total Persentase Kecil Menengah Besar (responden) (%) Laki-laki Perempuan Jumlah Usia Berdasarkan usianya responden pengrajin tahu sumedang dibedakan berdasarkan empat kelompok, yaitu kelompok usia tahun, tahun, tahun, dan lebih dari 50 tahun. Berdasarkan tabel 11 dapat dilihat bahwa ratarata pengrajin tahu sumedang berusia antara 40 tahun dengan usia termuda 27 tahun. Jumlah responden terbanyak yaitu yang berusia 31 hingga 40 tahun yang berjumlah 11 orang atu 55 persen dari total responden. Sebaran usia paling banyak beragam pada setiap responden, untuk skala kecil dan skala menengah usia terbanyak pada rentang usia 31 hingga 40 tahun dengan jumlah empat orang, sedangkan untuk skala besar usia terbanyak pada rentang 41 hingga 50 tahun dengan jumlah empat orang. Tabel tersebut menunjukkan bahwa besarnya skala pengrajin tahu sumedang di Kecamatan Tanjungsari tidak dipengaruhi oleh usia pengrajin. Sebaran responden berdasarkan kelompok usia dapat dilihat pada tabel 12.

47 Tabel 12 Sebaran responden pengrajin tahu sumedang berdasarkan kelompok usia tahun 2014 Usia (tahun) Skala usaha Total Persentase Kecil Menengah Besar (responden) (%) > Jumlah Tingkat Pendidikan Secara umum tingkat pendidikan yang dimiliki oleh para pengrajin tahu sumedang masih sangat rendah. Secara rinci sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel 13. Tabel 13 Sebaran responden pengrajin tahu sumedang berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2014 Tingkat pendidikan Skala usaha Total Persentase Kecil Menengah Besar (responden) (%) SD SMP SMA Perguruan Tinggi Jumlah Hal ini dapat dilihat pada hasil survei bahwa sebagian besar pengrajin hanya lulusan Sekolah Dasar (SD) dengan jumlah delapan orang (40 persen), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dengan jumlah lima orang (25 persen), Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan jumlah enam orang (30 persen), sedangkan hanya satu pengrajin (5 persen) yang mempunyai pendidikan formal tertinggi Perguruan Tinggi (PT). Dari sebaran tersebut tingkat pendidikan paling banyak pada setiap skala berbeda. Pengrajin skala kecil dan menengah sebagian besar adalah lulusan Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP), sedangkan pengrajin skala besar sebagian besar adalah lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA). Tingkat pendidikan yang masih rendah dikarenakan dalam usaha membuat tahu sumedang tidak diperlukan pendidikan yang tinggi, tetapi cukup keterampilan membuat tahu sumedang yang diwariskan dari generasi sebelumnya, sehingga para orang tua tidak mementingkan pendidikan formal, disamping juga biaya pendidikan yang tidak murah. Jumlah Anggota Keluarga Jumlah anggota keluarga memiliki pengaruh yang cukup penting dalam menggeluti usaha tahu sumedang. Bagi kebanyakan pengrajin, anggota keluarga dapat dijadikan sebagai sumber tenaga kerja untuk memproduksi tahu sumedang. Semakin banyak jumlah anggota keluarga yang dimiliki pengrajin tahu, berarti semakin besar pula kebutuhan dan pengeluaran biaya hidup yang harus ditanggung oleh pengrajin karena pada umumnya para pengrajin ini tidak memiliki pekerjaan lain atau usaha sampingan selain memproduksi tahu. Jumlah 29

48 30 anggota keluarga yang dimiliki oleh para pengrajin tahu juga cukup beragam. Anggota keluarga terdiri dari istri, anak, orang tua dan saudara yang menjadi tanggungan keluarga dan bertempat tinggal pada rumah yang sama. Berdasarkan tabel 14 dapat dilihat rentang jumlah anggota keluarga pengrajin mulai dari dua hingga lebih dari enam tanggungan. Sebagian besar jumlah anggota keluarga pada pengrajin skala kecil, menengah dan besar paling banyak memiliki tanggungan keluarga dengan jumlah empat hingga lima orang dengan persentase 55 persen dari total responden. Secara rinci sebaran responden berdasarkan jumlah anggota keluarga dapat dilihat pada tabel 14. Tabel 14 Sebaran responden pengrajin tahu sumedang berdasarkan jumlah anggota keluarga tahun 2014 Jumlah anggota Skala Usaha Total Persentase Kecil Menengah Besar (responden) (%) Jumlah Lama Usaha Pekerjaan menjadi pengrajin tahu sumedang merupakan mata pencaharian utama bagi mereka. Lama usaha setiap pengrajin dalam menjalani usahanya sangat beragam. Secara rinci sebaran responden berdasarkan lama usaha dapat dilihat pada tabel 15. Tabel 15 Sebaran responden pengrajin tahu sumedang berdasarkan lama usaha tahun 2014 Lama usaha Skala Usaha Total Persentase Kecil Menengah Besar (responden) (%) Jumlah Berdasarkan tabel 15 dapat dilihat dari 20 pengrajin tahu sumedang sebagian besar baru menjalankan usahanya antara satu hingga lima tahun dengan persentase 50 persen. Lama usaha pengrajin berbeda pada setiap skala usaha, untuk skala kecil dan menengah sebagian besar menjalankan usahanya antara satu hingga lima tahun dengan jumlah 4 orang. Sedangkan untuk skala besar sebagian besar sudah menjalankan usahanya lebih dari 15 tahun dengan jumlah 3 orang. Berdasarkan uraian tersebut, maka lama pengalaman usaha bukanlah jaminan apakah usaha produksi tahu sumedang mampu berkembang dengan baik atau tidak karena masih ada faktor lain seperti keterbatasan modal yang dimiliki maupun motivasi pengrajin untuk mengembangkan usahanya. Alasan Memilih Usaha Alasan memilih usaha tahu sumedang sebagai sumber penghasilan keluarga bagi sebagian besar pengrajin karena merupakan usaha turun-temurun dengan

49 persentase 35 persen dari total responden. Alasan memilih usaha berbeda pada setiap skala, untuk skala kecil sebagian besar memilih menjadi pengrajin tahu karena turun-temurun dengan jumlah 5 orang, untuk skala menengah sebagian besar memilih menjadi pengrajin tahu karena modal yang diperlukan tidak terlalu besar dengan jumlah 3 orang, sedangkan untuk skala besar sebagian besar memilih menjadi pengrajin tahu sebagai upaya untuk memperbaiki ekonomi dengan jumlah 5 orang. Secara rinci sebaran responden berdasarkan alasan memilih usaha dapat dilihat pada tabel 16. Tabel 16 Sebaran responden pengrajin tahu sumedang berdasarkan alasan memilih usaha tahun 2014 Alasan memilih usaha Skala Usaha Total Persentase Kecil Menengah Besar (responden) (%) Turun-temurun Modal kecil Banyak permintaan Proses sederhana Perbaikan ekonomi Jumlah Penggunaan Jumlah Kedelai Penggunaan jumlah kedelai yang digunakan setiap hari menjadi patokan untuk pengelompokkan skala usaha dalam penelitian ini. Penggunaan jumlah kedelai yang digunakan didasarkan pada modal yang dimiliki oleh pengrajin. Semakin banyak memiliki modal maka jumlah kedelai yang digunakan semakin banyak. Modal yang digunakan untuk mendirikan usaha diperoleh dari modal sendiri, namun ada beberapa pengrajin yang memperoleh modal dari hasil pinjaman bank. Sebagian besar pengrajin menyebutkan bahwa pada awal mula mereka mendirikan usaha pembuatan tahu sumedang menggunakan modal sedikit karena pada waktu memulai usaha harga kedelai masih rendah. Jumlah kedelai yang digunakan oleh pengrajin tahu sumedang berbeda pada setiap skala. Hal ini dikarenakan beragamnya kemampuan pengrajin dalam membeli kedelai. Secara rinci sebaran responden berdasarkan jumlah kedelai per hari dapat dilihat pada tabel 17. Tabel 17 Sebaran responden pengrajin tahu sumedang berdasarkan jumlah kedelai per hari sebelum kenaikan harga kedelai Jumlah kedelai Skala Usaha Total Persentase (kg/hari) Kecil Menengah Besar (responden) (%) Jumlah Berdasarkan tabel 17, karakteristik responden dapat dibedakan berdasarkan jumlah kedelai yang digunakan untuk produksi tahu sumedang setiap harinya. Pada skala kecil jumlah kedelai paling sedikit yang digunakan adalah 50 kg dan pada skala besar paling banyak adalah kg (lampiran 1). Sebaran responden 31

50 32 dengan skala kecil atau dengan jumlah penggunaan kedelai per hari rata-rata 111 kg sebanyak 7 orang (35 persen), skala menengah atau penggunaan kedelai per hari rata-rata 330 kg sebanyak 5 orang (25 persen), dan skala besar atau penggunaan kedelai per hari rata-rata 969 kg sebanyak 8 orang (40 persen). Tenaga Kerja Tenaga kerja adalah salah satu faktor dalam produksi yang penting. Usaha dapat berjalan dengan baik jika tenaga kerja yang ada memiliki kemampuan yang baik. Dalam hal pembuatan tahu sumedang tenaga kerja yang digunakan tidak memiliki kualifikasi tertentu karena membuat tahu tidak terlalu sulit. Dalam pembuatannya hanya diperlukan tenaga, kejujuran, dan kerajinan. Tenaga kerja yang digunakan bervariasi ada tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Tenaga kerja dalam keluarga yang terlibat dalam proses produksi adalah istri, anak, menantu dan saudara terdekat dari responden. Sedangkan tenaga kerja luar keluarga yang terlibat selama proses produksi berasal dari warga sekitar yang masih berada di wilayah penelitian. Secara rinci sebaran responden berdasarkan jumlah tenaga kerja dapat dilihat pada tabel 18. Tabel 18 Sebaran responden pengrajin tahu sumedang berdasarkan rata-rata jumlah tenaga kerja tahun 2014 Tenaga kerja Skala Usaha Total Persentase Kecil Menengah Besar (responden) (%) Tenaga kerja dalam keluarga Tenaga kerja luar keluarga Tenaga kerja dalam dan luar keuarga Jumlah Berdasarkan tabel 18 dapat dilihat bahwa sebagian pengrajin tahu sumedang menggunakan tenaga kerja luar keluarga dalam usahanya sebanyak 12 responden atau 60 persen dari total responden. Alasan mereka menggunakan tenaga kerja luar keluarga karena kebanyakan masing-masing dari keluarganya lebih memilih untuk mengelola usaha sendiri. Sehingga pada akhirnya para pengrajin mengambil tenaga kerja dari luar. Tenaga gabungan antara keduanya hanya 20 persen dari total responden. Penggunaan tenaga kerja oleh pengrajin tahu sumedang berbeda pada setiap skala. Berdasarkan tabel 18 dapat dilihat bahwa untuk skala kecil sebanyak empat responden menggunakan tenaga kerja dalam keluarga. Hal ini dikarenakan mereka beranggapan bahwa tenaga kerja dalam keluarga lebih loyal dan akan lebih mudah diawasi. Skala menengah dan besar paling banyak menggunakan tenaga kerja luar keluarga dengan jumlah masing-masing adalah empat responden dan lima responden. Kenaikan harga kedelai tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap penggunaan tenaga kerja. Responden tetap mempertahankan para pekerjanya karena merasa kasihan tidak ada pekerjaan yang lain walaupun dengan resiko pendapatan yang diperoleh lebih sedikit. Sistem upah yang diterapkan oleh para pengrajin, baik skala kecil, menengah, maupun besar adalah sistem upah harian.

51 Tenaga kerja tersebut diberi upah setelah pekerjaannya selesai. Upah tenaga kerja dalam keluarga tidak dibayarkan secara tunai, namun dihitung dalam biaya diperhitungkan. 33 Gambaran Usaha Tahu Sumedang Kegiatan Produksi Tahu Sumedang di Kecamatan Tanjungsari Kegiatan produksi tahu sumedang di Kecamatan Tanjungsari memiliki beberapa tahapan. Setiap tahap memerlukan ketelitian yang tinggi dari pengolahannya karena kualitas dari produk yang dihasilkan sangat tergantung dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada setiap tahap produksi. Antara satu pengrajin dengan pengrajin lainnya memiliki perbedaan dalam mengolah bahan baku kedelai menjadi tahu, walaupun pada dasarnya pengolahan tetap sama. Hal ini tergantung dari pengalaman dan keahlian yang mereka miliki. Untuk mendapatkan tahu sumedang dengan kualitas yang baik diperlukan kedelai dengan kualitas yang baik pula, air yang bersih dan pengolahan yang teliti baik dari segi kebersihannya maupun ketepatan waktu pengolahan. Dalam mengolah kedelai menjadi tahu, para pengrajin menggunakan satuan yang dikenal dengan nama jirangan, banyaknya kedelai per jirangan berbeda antara satu pengrajin dengan pengrajin lainnya. Ada yang menggunakan satu jirangan berisi 6.5 kg kedelai, ada pula yang 7 kg kedelai dan bahkan ada yang berisi 8 kg kedelai. Perbedaan jirangan tersebut tergantung dari keinginan masing-masing pengrajin. Kegiatan produksi tahu sumedang di Kecamatan Tanjungsari membutuhkan sarana produksi yang cukup banyak. Pengarajin harus menyediakan mesin penggiling kedelai, tahang (tungku memasak), drum (gentong untuk menyimpan air), ember, lawon (kain saringan), ancakan, serokan, katel, cetakan dan tangok (alat penyaring dari bambu). Perbedaan pada setiap skala, baik skala kecil, menengah dan besar hanya terletak pada jumlah kepemilikan sarana produksi. Dalam hal tenaga kerja juga berbeda untuk setiap skala, ada yang menggunakan tenaga kerja dalam keluarga maupun luar keluarga. Pengadaan Bahan Baku Bahan baku yang digunakan pengrajin untuk memproduksi tahu sumedang adalah kedelai, bahan bakar (solar, kayu bakar, gas), garam, air, cuka bibit. Untuk bahan bakar, para pengrajin menggunakan bahan bakar yang berbeda dalam melakukan proses produksinya yaitu menggunakan kayu bakar, serbuk gergaji, dan gas. Pengrajin mendapatkan kayu bakar dari agen-agen kayu di sekitar Kecamatan Tanjungsari. Untuk serbuk gergaji pengrajin mendapatkannya dari tukang kayu, sedangkan untuk gas para pengrajin biasa membeli dari agen atau warung-warung terdekat dengan membayar langsung pada saat pembelian. Bahan baku lain seperti garam para pengrajin membelinya dari pasar Tanjungsari atau warung-warung terdekat. Untuk air pengrajin menggunakan air yang berasal dari sumur atau mata air. Sedangkan untuk cuka bibit berasal dari penggumpalan pembuatan tahu yang sudah berumur dua hingga tiga hari.

52 34 Bahan baku kedelai yang digunakan oleh pengrajin adalah kedelai impor karena selain kedelai impor yang tersedia di pasar, kualitas kedelai impor juga lebih bagus. Para pengrajin biasa mendapatkan kedelai dari agen-agen yang terdapat di daerah sekitar tempat tinggal mereka, yaitu di daerah Tanjungsari Sumedang dan bahkan ada yang mendapatkan kedelai dari agen yang berada di Bandung. Pembelian bahan baku kedelai oleh pengrajin dilakukan secara individu. Pengrajin tahu membeli kedelai dengan sistem yang berbeda tergantung dari modal yang dimiliki. Pengrajin yang memiliki modal besar biasa membayar lunas saat pembelian, biasanya dilakukan oleh pengrajin skala besar. Sedangkan untuk pengrajin skala kecil dan menengah yang memiliki modal terbatas membayar separuh harga dan melunasi saat pembelian hari berikutnya, bahkan ada yang mengambil kedelai terlebih dahulu dan membayarnya pada saat pembelian berikutnya setelah tahu terjual. Berdasarkan hasil penelitian, sebelum kenaikan harga kedelai para pengrajin tahu sumedang di Kecamatan Tanjungsari biasa melakukan pembelian kedelai seminggu sekali sekaligus sebagai bahan persediaan (stok). Namun setelah terjadi kenaikan harga kedelai, sebagian besar pengrajin tahu sumedang melakukan pembelian kedelai menjadi dua atau setiap hari setelah mendapatkan uang dari hasil penjualan. Sebelum kenaikan harga kedelai, sebagian besar pengrajin biasa membeli kedelai dalam hitungan karung (kwintal), namun setelah kenaikan harga kedelai pengrajin membeli kedelai secara eceran sesuai dengan kebutuhan. Adapun harga kedelai pada saat penelitian berlangsung rata-rata Rp8 283 dan pada saat harga kedelai mengalami kenaikan rata-rata pengrajin membeli dengan harga Rp9 425 dengan persentase perubahan 13.9 persen. Sedangkan jumlah produksi rata-rata sebelum kenaikan sebesar 509 kg dan setelah kenaikan sebesar kg. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 19. Tabel 19 Harga dan jumlah produksi kedelai sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai di Kecamatan Tanjungsari, Sumedang Sebelum kenaikan harga kedelai Setelah kenaikan harga kedelai Persentase kenaikan Skala usaha Jumlah Jumlah Harga kedelai produksi Harga kedelai produksi harga (Rp/kg) (kg) (Rp/kg) (kg) (%) Kecil Menengah Besar Rata-rata

53 Bahan baku kedelai yang dipilih adalah kedelai dengan kualitas baik. Hal ini disebabkan karena kualitas kedelai sangat berpengaruh pada kualitas tahu yang dihasilkan. Kualitas kedelai yang buruk akan menyebabkan kesulitan pada proses pengolahan sehingga tahu menjadi gagal atau tidak mencapai standar kualitas seperti biasa. Hal ini akan menyulitkan pengrajin dalam memasarkan tahunya karena akan menimbulkan keluhan dari para pelanggan. Peralatan Produksi Peralatan yang digunakan dalam membuat tahu sumedang merupakan peralatan yang sederhana, namun tetap dibutuhkan pengalaman dan keterampilan yang cukup untuk dapat menghasilkan tahu sumedang yang baik. Peralatan yang digunakan oleh pengrajin baik skala kecil, menengah dan besar adalah sama, sedangkan yang membedakan hanya dari jumlah peralatan saja. Pada proses pembuatan tahu sumedang peralatan yang digunakan adalah mesin penggiling kedelai, tangok, tahang, kain saringan, drum, ember, ancak (rak bambu), serokan, katel (wajan) dan cetakan. Berdasarkan tabel 20 menunjukkan bahwa peralatan yang dimiliki oleh pengrajin tahu pada setiap skala sama. Akan tetapi, yang membedakannya hanya pada jumlah kepemilikannya saja, serta harga peralatan yang dibeli oleh pengrajin. Penggilingan kedelai dilakukan dengan mesin penggiling kedelai berkapasitas 5-15 kilogram per 10 menit kedelai basah. Mesin penggiling kedelai sudah lebih modern yaitu dengan menggunakan dinamo listrik. Setiap pengrajin memiliki jumlah mesin penggiling kedelai yang bervariasi sesuai dengan skala usahanya. Rata-rata untuk pengrajin skala kecil memiliki satu buah mesin penggiling kedelai dengan harga rata-rata Rp Untuk pengrajin skala menengah rata-rata memiliki dua buah mesin penggiling kedelai dengan harga rata-rata Rp Sedangkan untuk skala besar rata-rata memiliki mesin penggiling kedelai tiga buah dengan harga rata-rata Rp Mesin penggiling kedelai ini mempunyai nilai ekonomis yang panjang sekitar empat tahun. Peralatan lain adalah tangok yang digunakan untuk penyaringan sari kedelai yang sudah di godok. Rata-rata untuk pengrajin skala kecil memiliki satu buah tangok dengan harga rata-rata Rp Untuk pengrajin skala menengah ratarata memiliki dua buah tangok dengan harga rata-rata Rp Sedangkan untuk skala besar rata-rata memiliki tangok empat buah dengan harga rata-rata Rp Tangok ini mempunyai nilai ekonomis yang panjang sekitar tiga tahun. Tahang dan kain saringan digunakan untuk menampung sari kedelai. Ratarata pengrajin skala kecil memiliki tahang dua buah dengan harga rata-rata Rp , sedangkan kain saringan berjumlah empat buah dengan harga rata-rata Rp Rata-rata pengrajin skala menengah memiliki tahang dua buah dengan harga rata-rata Rp , sedangkan kain saringan berjumlah delapan buah dengan harga rata-rata Rp Rata-rata pengrajin skala besar memiliki tahang empat buah dengan harga rata-rata Rp , sedangkan kain saringan berjumlah 11 buah dengan harga rata-rata Rp Tahang memiliki umur ekonomis yang panjang yaitu sekitar empat tahun, sedangkan kain saringan memiliki umur ekonomis sekitar satu bulan. 35

54 36 Drum dan ember digunakan untuk menampung dan memindahkan air, serta merendam kedelai. Rata-rata pengrajin skala kecil memiliki drum delapan buah dengan harga rata-rata Rp , sedangkan ember berjumlah sembilan buah dengan harga rata-rata Rp Rata-rata pengrajin skala menengah memiliki drum enam buah dengan harga rata-rata Rp , sedangkan ember berjumlah delapan buah dengan harga rata-rata Rp Rata-rata pengrajin skala besar memiliki drum 11 buah dengan harga rata-rata Rp , sedangkan ember berjumlah 20 buah dengan harga rata-rata Rp Drum memiliki umur ekonomis enam bulan, sedangkan ember memiliki umur ekonomis satu bulan. Jumlah peralatan dan biaya yang dikeluarkan untuk peralatan produksi dapat dilihat pada tabel 20. Uraian Tabel 20 Jumlah peralatan dan biaya peralatan pada usaha tahu sumedang Jumlah (unit) Skala kecil Skala Menengah Skala Besar Harga Jumlah Harga Jumlah (Rp) (unit) (Rp) (unit) Harga (Rp) Mesin penggiling kedelai Tahang Drum Ember Tangok Saringan Ancak Katel Cetakan Serokan Peralatan lainnya adalah ancak (rak bambu), serokan, katel dan cetakan. Ancak digunakan sebagai tempat tahu mentah hasil cetakan yang terbuat dari anyaman bambu yang berfungsi sebagai peniris. Selain itu, ancak (rak bambu) juga digunakan sebagai tempat tahu yang sudah di goreng. Serokan dan katel digunakan pada saat menggoreng tahu. Sedangkan cetakan merupakan alat yang digunakan untuk mencetak tahu yang terbuat dari kayu atau bambu dengan ukuran 42 x 42 x 5 cm yang dialasi oleh kain saringan kemudian ditutup dan dirumpuk untuk mengeluarkan air yang masih tersisa. Secara rinci peralatan produksi dan fungsinya dapat dilihat pada lampiran 2. Proses Produksi Tahu Sumedang Secara umum pengrajin tahu sumedang di Kecamatan Tanjungsari dibedakan menjadi tiga skala berdasarkan kebutuhan kedelai per hari. Akan tetapi, dalam hal proses produksi tidak berbeda. Proses produksi pada setiap skala masih sederhana. Proses pembuatannya dilakukan di pabrik masing-masing, dimana status pabrik mereka adalah milik sendiri. Sedangkan untuk proses produksi tahu sumedang meliputi perendaman kedelai, penggilingan, pemasakan, penyaringan, penggumpalan, penyaringan, pencetakan dan pematangan tahu. Proses pembuatan tahu sumedang dapat dilihat pada gambar 4.

55 37 Perendaman kedelai Penggilingan kedelai Perebusan kedelai Pencetakan tahu Penggumpalan Penyaringan Penggorengan tahu Tahu matang Gambar 4 Proses pembuatan tahu sumedang Berdasarkan gambar 4 dapat dilihat langkah awal yang dilakukan para pengrajin untuk membuat tahu adalah dengan melakukan perendaman kedelai selama kurang lebih empat jam di dalam ember. Perendaman biasanya dilakukan pada saat malam hari sehingga siap untuk digiling pada pagi harinya. Kedelai yang telah direndam dalam air dimasukkan ke dalam alat kemudian digiling dengan menggunakan mesin penggiling kedelai yang berbahan bakar solar ataupun dynamo listrik. Dalam hal ini semua pengrajin baik pada skala kecil, menengah, maupun besar memiliki mesin penggiling kedelai sendiri. Kedelai yang telah digiling kemudian dimasukkan ke dalam drum untuk dimasak. Bahan bakar yang digunakan oleh para pengrajin untuk memasak bubur kedelai berbeda satu dengan yang lain, ada yang menggunakan gas dan ada juga yang menggunakan kayu bakar. Kayu bakar harganya lebih murah daripada gas. Akan tetapi, para pengrajin yang memilih menggunakan gas dengan alasan mudah diperoleh. Sedangkan untuk kayu bakar sudah sangat sulit didapatkan. Kemudian bubur kedelai yang sudah dimasak disaring dengan saringan kerucut dari bambu/besi (tangok) dan kain saringan (lawon) yang diletakkan di dalam tahang. Setelah itu, di tekan dengan papan kayu sekuat-kuatnya sehingga diperoleh sari kedelai secara optimal. Proses selanjutnya adalah penggumpalan, yaitu sari kedelai yang masih hangat dan berwarna kekuning-kuningan ditambahkan dengan penggumpal.

56 38 Penggumpal yang digunakan adalah air biang yang berasal dari pembuatan tahu sebelumnya. Penggumpalan ini dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan sari kedelai dengan cairan tahu (biang). Kemudian sari kedelai dimasukkan ke dalam cetakan yang bagian alasnya dihamparkan kain saringan. Setelah itu ditutup kembali oleh kain saringan dan bagian atas diberi penutup dari bambu kemudian ditutup oleh penutup cetakan dari kayu, lalu ditumpuk atau diberi beban batu besar untuk mengeluarkan sisa air agar mendapatkan bentuk yang sempurna. Tahu yang sudah dicetak ditiriskan di rak agar airnya dapat terbuang sempurna. Tahu yang sudah ditiriskan dan terbentuk kemudian dipotong berdasarkan ukuran, jumlah dan harga yang diinginkan. Tahu yang telah dipotong kemudian direndam selama kurang lebih dua menit dalam air garam. Setelah itu, tahu tersebut kemudian digoreng. Cara Penjualan Penjualan merupakan aspek yang sangat penting setelah kegiatan produksi karena melalui penjualan ini pengrajin dapat memperoleh penghasilan. Berdasarkan hasil penelitian, pengrajin tahu sumedang di Kecamatan Tajungsari melakukan penjualannya dengan dua cara, yaitu di jual sendiri ke pasar dan melalui perantara. Untuk pengrajin yang menjual melalui perantara artinya pedagang-pedagang dari pasar mengambil langsung tahu kepada pengrajin, sehingga pengrajin tidak mengeluarkan biaya transportasi. Sedangkan untuk pengrajin yang menjual sendiri memerlukan biaya untuk tranportasi ke pasar. Pasar yang dijadikan sebagai tempat penjualan yaitu daerah Bandung, Garut dan ada pula yang hanya memasarkan di daerah Tanjungsari. Untuk lebih jelasnya sebaran responden berdasarkan cara penjualan dapat dilihat pada tabel 21. Tabel 21 Sebaran responden pengrajin tahu sumedang berdasarkan cara penjualan tahun 2014 Penjualan Skala Usaha Total Persentase Kecil Menengah Besar (responden) (%) Di jual sendiri Melalui perantara Jumlah Berdasarkan tabel 21 dapat dilihat bahwa cara penjualan pengrajin sebanyak 95 persen melalui perantara, artinya para pedagang yang mengambil langsung tahu ke tempat pengrajin. Cara penjualan berbeda pada setiap skala, untuk skala kecil semua pengrajin menjual melalui perantara, yaitu sebanyak tujuh orang. Untuk pengrajin skala menengah empat orang menjual melalui perantara dan hanya satu orang yang menjualnya sendiri. Sedangkan untuk pengrajin skala besar semua pengrajin menjual melalui perantara, yaitu sebanyak delapan orang. Perlu diungkapkan bahwa dalam pemasaran produk tahu, umumnya produsen melakukan diversifikasi ukuran, dan proporsi masing-masing ukuran disesuaikan dengan selera golongan pembeli yang dihadapi. Pengrajin tahu skala kecil, sedang dan besar proporsi terbesar golongan pembeli yang dihadapi adalah pedagang perantara. Penjualan produk tahu sumedang dengan lebih mengandalkan golongan pembeli, yaitu pedagang perantara, secara tidak langsung telah memperluas jangkauan penjualan produk

57 tahu yang bersangkutan, dan yang lebih penting produk tahu yang dijual lebih cepat terjual habis. Konsekuensinya, produk tahu membutuhkan waktu penjualan relatif lebih cepat. Sistem pembayaran dalam penjualan produk tahu sumedang umumnya secara tunai karena apabila pembayaran yang dilakukan terutama oleh pedagang perantara tertunda jelas akan mengganggu kelancaran produksi tahu sumedang. Dalam hal penjualan tahu sumedang, pengrajin tahu umumnya memberikan potongan harga khususnya kepada pedagang perantara. Hal ini dimaksudkan untuk menjalin hubungan baik antara pengrajin dengan pelanggan, dan disamping itu umumnya pedagang perantara membeli dalam volume yang relatif besar. Dengan kata lain harga jual yang berlaku adalah harga grosir. 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Struktur Biaya Tahu Sumedang Setiap kegiatan produksi tidak terlepas dari biaya, begitu pula kegiatan produksi tahu sumedang. Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi tahu sumedang meliputi biaya pembelian kedelai, garam, minyak goreng, bahan bakar, tenaga kerja, biaya transportasi, listrik, serta biaya penyusutan peralatan produksi. Dengan demikian, biaya produksi adalah semua pengeluaran yang dilakukan pengrajin tahu sumedang untuk memperoleh bahan baku produksi yang akan digunakan untuk memproduksi tahu sumedang. Biaya Tetap Usaha Tahu Sumedang Biaya tetap yang dikeluarkan oleh pengrajin tahu sumedang di Kecamatan Tanjungsari terdiri dari biaya penyusutan peralatan produksi, penyusutan pabrik, biaya transportasi dan biaya pembayaran listrik. Biaya ini harus tetap dikeluarkan oleh pengrajin tahu berapapun jumlah produksi tahu yang dihasilkan. Untuk biaya penyusutan peralatan produksi dilakukan dengan metode garis lurus. Peralatan merupakan input produksi yang digunakan sebagai alat bantu usaha. Pada proses pembuatan tahu sumedang peralatan yang digunakan adalah mesin penggiling kedelai, tangok, tahang, kain saringan, drum, ember, ancak (rak bambu), serokan, katel (wajan) dan cetakan. Secara rinci peralatan yang digunakan untuk pembuatan tahu sumedang telah dijelaskan pada subbab peralatan produksi. Sedangkan bangunan atau pabrik digunakan sebagai tempat produksi. Biaya listrik digunakan untuk penerangan, air, dan dinamo termasuk ke dalam biaya tetap karena jumlah pemakaian listrik tersebut tidak dipengaruhi oleh besarnya jumlah produksi tahu sumedang yang dihasilkan pengrajin. Dengan demikian bila pengrajin menambah atau mengurangi jumlah penggunaan kedelainya yang nanti akan meningkatkan jumlah produksi tahu, tidak akan mempengaruhi besarnya biaya listrik yang dibayarkan pengrajin tahu. Biaya transportasi digunakan untuk mengangkut tahu yang akan dijual ke pasar. Biaya ini dikeluarkan oleh pengrajin yang menjual tahunya sendiri, sehingga dibutuhkan biaya transportasi. Pada umumnya, semua pengrajin tidak

58 40 mengeluarkan biaya transportasi karena penjualan tahu dilakukan melalui perantara. Namun pada skala menengah masih ada pengrajin yang menjual tahu sendiri ke pasar. Biaya transportasi termasuk pada biaya tetap dikarenakan biaya tersebut tidak dipengaruhi oleh besarnya jumlah produksi tahu sumedang yang dihasilkan pengrajin. Dengan demikian apabila melakukan pengurangan atau penambahan jumlah produksi, maka biaya transportasi ini akan tetap. Berdasarkan tabel 22 dapat dilihat komponen biaya tetap yang dikeluarkan pengrajin tahu sumedang berdasarkan skala usaha. Jumlah responden yang ada pada skala kecil adalah tujuh responden, skala menengah lima responden, dan skala besar delapan responden. Biaya penyusutan peralatan pada masing-masing skala sebesar Rp (80 persen) untuk skala kecil, Rp (65 persen) untuk skala menengah, dan Rp (78 persen) untuk skala besar. Untuk komponen biaya penyusutan peralatan yang paling rendah dialami pada pengrajin skala kecil. Hal ini dikarenakan dalam produksi tahu skala kecil memerlukan jumlah peralatan yang lebih sedikit. Sehingga semakin banyak kedelai yang diolah menjadi tahu sumedang, semakin banyak pula peralatan yang dibutuhkan. Dengan demikian, pengrajin skala besar mengeluarkan biaya penyusutan terbesar yaitu Rp (78 persen) dibandingkan dengan dua skala lainnya. Selain itu ada biaya penyusutan pabrik, untuk pengrajin skala kecil sebesar Rp4 266 (lima persen), skala menengah sebesar Rp5 079 (tiga persen), dan skala besar sebesar Rp6 548 (dua persen). Biaya penyusutan pabrik terbesar ada pada skala besar karena jumlah biaya yang dikeluarkan untuk membuat pabrik juga lebih besar. Biaya transportasi hanya dikeluarkan oleh skala menengah saja. Hal ini dikarenakan pada skala menengah masih ada pengrajin yang menjual tahu nya sendiri, sedangkan untuk dua skala lainnya tahu sudah di ambil langsung oleh pedagang ke tempat pengrajin sehingga tidak ada biaya transportasi. Biaya transportasi yang dikeluarkan oleh pengrajin skala menengah sebesar Rp (tujuh persen). Sedangkan komponen biaya terakhir pada biaya tetap adalah biaya listrik. Listrik tersebut digunakan untuk penerangan, air, dan untuk dinamo pada saat penggunaan mesin penggiling kedelai. Biaya listrik yang dikeluarkan oleh pengrajin skala kecil, menengah, dan besar berturut-turut adalah Rp (15 persen), Rp (25 persen) dan Rp (21 persen). Berikut data mengenai jumlah rata-rata biaya tetap yang dikeluarkan oleh pengrajin tahu sumedang untuk skala kecil, menengah, dan besar. Tabel 22 Komponen biaya tetap usaha tahu sumedang di Kecamatan Tanjungsari pada skala produksi kecil, menengah, dan besar per hari Uraian Biaya Skala kecil (n = 7) Skala menengah (n = 5) Skala besar (n = 8) Rp/pengrajin % Rp/pengrajin % Rp/pengrajin % Penyusutan peralatan Penyusutan pabrik Transportasi Listrik Total biaya tetap Biaya tetap per ancak tahu

59 Untuk mengetahui skala produksi yang paling rendah atau efisien dalam mengeluarkan biaya tetap, yaitu dengan membagi total biaya tetap yang dikeluarkan masing-masing pengrajin pada tiap skala dengan jumlah per ancak tahu yang dihasilkan masing-masing skala pengrajin tahu. Sehingga di dapat biaya tetap rata-rata per ancak tahu. Berdasarkan tabel 22 terlihat biaya tetap rata-rata yang dikeluarkan pengrajin untuk setiap skala usaha berbeda, untuk skala kecil sebesar Rp1 448, skala menengah sebesar Rp808, dan skala besar sebesar Rp776. Terlihat kecencenderungan bahwa semakin besar skala usaha, semakin rendah biaya tetap rata-rata per ancak tahu yang dihasilkan. Sehingga pengrajin tahu skala besar merupakan pengrajin yang paling ekonomis karena mengeluarkan biaya tetap per ancak tahu paling rendah dibandingkan dua skala lainnya. Biaya Variabel Usaha Tahu Sumedang Biaya variabel yang dikeluarkan oleh pengrajin tahu sumedang di Kecamatan Tanjungsari terdiri dari biaya pembelian bahan baku kedelai, garam, minyak goreng, bahan bakar, dan tenaga kerja. Biaya ini dikeluarkan oleh pengrajin tahu sesuai dengan jumlah produksi tahu yang dihasilkan. Komponen biaya variabel terbesar dalam pembuatan tahu sumedang adalah biaya pembelian kedelai yang merupakan bahan baku utama. Dengan adanya kenaikan harga kedelai, rata-rata jumlah kedelai yang digunakan pengrajin untuk produksi tahu per hari mengalami penurunan. Berdasarkan tabel 23, dapat dilihat bahwa penggunaan jumlah kedelai berbeda pada setiap skala usaha. Sebelum kenaikan harga kedelai pengrajin skala kecil menggunakan kedelai sebanyak 111 kg per hari, sedangkan setelah kenaikan harga kedelai pengrajin menggunakan kedelai sebanyak 106 kg per hari. Untuk pengrajin skala menengah menggunakan kedelai sebanyak 330 kg per hari sebelum kenaikan harga kedelai, sedangkan setelah kenaikan harga kedelai pengrajin menggunakan kedelai sebanyak 310 kg per hari. Pengrajin skala besar menggunakan kedelai sebanyak 969 kg per hari sebelum kedelai mengalami kenaikan, sedangkan pengrajin menggunakan kedelai sebanyak 800 kg per hari setelah kedelai mengalami kenaikan. Rata-rata penggunaan kedelai per hari untuk setiap skala usaha dapat dilihat pada tabel 23. Tabel 23 Rata-rata penggunaan kedelai per hari sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai di Kecamatan Tanjungsari pada setiap skala usaha Rata-rata Penggunaan Kedelai (kg/hari) Persentase Skala Usaha Sebelum Kenaikan Harga Setelah Kenaikan Harga Penurunan Kedelai Kedelai (%) Skala Kecil Skala Menengah Skala Besar Perbedaan penggunaan kedelai per hari setelah adanya kenaikan harga kedelai mempengaruhi input yang digunakan oleh pengrajin tahu sumedang. Input yang digunakan diantaranya adalah kedelai, garam, minyak goreng, bahan bakar, dan tenaga kerja. Sehingga dengan adanya perbedaan tersebut akan berpengaruh terhadap biaya variabel. Secara rinci input yang digunakan dapat dilihat pada tabel

60 42 Tabel 24 Penggunaan input produksi per hari tahu sumedang sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai di Kecamatan Tanjungsari pada skala usaha kecil, menengah, dan besar Sebelum Kenaikan Harga Kedelai Setelah Kenaikan Harga Kedelai Uraian Skala Kecil Skala Menengah Skala Besar Skala Kecil Skala Menengah Skala Besar Kedelai (kg) Garam (kg) Minyak Goreng (kg) Bahan Bakar : Serbuk Gergaji (karung) Gas (unit) Kayu Bakar (kubik) Tenaga Upahan Tenaga kerja keluarga Berdasarkan tabel 24 dapat dilihat bahwa kenaikan harga kedelai berpengaruh terhadap input produksi. Besarnya input produksi yang digunakan oleh pengrajin tahu sumedang untuk tiap skala berbeda. Hal tersebut dikarenakan rata-rata penggunaan jumlah kedelai pada setiap skala menurun dengan adanya kenaikan harga kedelai. Sedangkan untuk rata-rata biaya variabel yang dikeluarkan pengrajin pada masing-masing skala sebelum kenaikan harga kedelai dapat dilihat pada tabel 25. Tabel 25 Komponen biaya variabel usaha tahu sumedang sebelum kenaikan harga kedelai di Kecamatan Tanjungsari pada skala usaha kecil, menengah dan besar per hari pada bulan Februari 2014 Skala kecil Skala menengah Skala besar Uraian Biaya Persentase Biaya Persentase Biaya Persentase Biaya (Rp) (%) (Rp) (%) (Rp) (%) Kedelai Garam Minyak goreng Bahan bakar Serbuk- Gergaji Gas Kayu- Bakar Tenaga Upahan Tenaga Kerja Keluaga Total biaya variabel Biaya variabel per ancak tahu

61 Berdasarkan tabel 25 dapat dilihat bahwa komponen biaya variabel terbesar pada setiap skala usaha sebelum kenaikan harga kedelai adalah pembelian bahan baku kedelai, skala kecil sebesar 60.6 persen, skala menengah sebesar 61.3 persen, dan skala besar 66.8 persen. Komponen terbesar lainnya adalah minyak goreng dan bahan bakar. Begitu pula setelah harga kedelai mengalami kenaikan dengan komponen biaya variabel terbesar adalah pembelian bahan baku kedelai. Secara rinci dapat dilihat pada tabel 26 (lihat halaman 43). Berdasarkan tabel 25 dan 26 dapat dilihat bahwa biaya pembelian kedelai merupakan komponen biaya variabel yang terbesar di setiap skala pengusahaan tahu sumedang. Dari data tersebut terlihat bahwa pengrajin skala besar mengeluarkan biaya pembelian kedelai yang terbesar karena jumlah kedelai yang dibutuhkan oleh skala tersebut memang lebih besar dibandingkan dengan dua skala lainnya. Harga kedelai yang berlaku pada saat sebelum kenaikan harga ratarata adalah Rp8 283 per kg. Sedangkan pada saat harga kedelai mengalami kenaikan rata-rata pengrajin membeli dengan harga Rp9 425 per kg. Berdasarkan tabel 25 dan 26 dapat dilihat bahwa pada skala kecil dan menengah, harga pembelian kedelai meningkat meskipun produksi berkurang. Sedangkan pada skala besar, harga pembelian kedelai menurun karena disertai dengan penurunan produksi yang cukup besar yaitu 17.4 persen. Selain itu, pada pengrajin skala besar selisih harga kedelai sebelum dan setelah kenaikan relatif lebih rendah dibandingkan dengan dua skala lainnya. Tabel 26 Komponen biaya variabel usaha tahu sumedang setelah kenaikan harga Kedelai di Kecamatan Tanjungsari pada skala usaha kecil, menengah dan besar per hari pada bulan Oktober 2013 Skala kecil Skala menengah Skala besar Uraian Biaya Persentase Biaya Persentase Biaya Persentase Biaya (Rp) (%) (Rp) (%) (Rp) (%) Kedelai Garam Minyak goreng Bahan bakar Serbuk- Gergaji Gas Kayu- Bakar Tenaga Upahan Tenaga Kerja Keluaga Total biaya variabel Biaya variabel per ancak tahu Komponen biaya lainnya adalah penggunaan bahan bakar. Bahan bakar yang digunakan oleh setiap pengrajin berbeda-beda. Ada pengrajin yang 43

62 44 menggunakan serbuk gergaji, gas dan ada pula pengrajin yang masih menggunakan kayu bakar. Semakin banyak kedelai yang akan di olah maka penggunaan bahan bakarnya juga akan semakin banyak. Untuk pengrajin skala kecil bahan bakar yang digunakan adalah serbuk gergaji, gas dan kayu bakar. Sedangkan untuk pengrajin skala menengah dan besar mereka hanya menggunakan gas dan kayu bakar. Selain itu, minyak goreng juga merupakan salah satu komponen terbesar dalam produksi tahu sumedang karena pedagang-pedagang dari pasar membeli tahu dalam bentuk masak. Harga minyak goreng yang berlaku pada saat penelitian berkisar antara Rp hingga Rp per kg. Untuk mengolah 100 kg kedelai maka dibutuhkan minyak goreng sekitar 20 kg. Maka tidak heran jika biaya produksi yang dikeluarkan untuk minyak goreng juga cukup besar. Komponen lainnya dalam biaya produksi tahu sumedang adalah garam. Garam digunakan untuk merendam tahu yang sudah di cetak. Penggunaan garam sebenarnya bervariasi tergantung dari pengrajin itu sendiri. Akan tetapi, secara umum untuk merendam 100 kg kedelai maka dibutuhkan garam sebanyak 7 kg. Semakin banyak kedelai yang di olah maka akan semakin meningkatkan pula kebutuhan garam. Komponen lainnya adalah penggunaan tenaga kerja. Untuk pengrajin tahu sumedang baik skala kecil, menengah, maupun besar lebih banyak mengolah tahu dengan menggunakan tenaga upahan. Untuk sistem upah tidak ada perbedaan antara tenaga kerja upahan, maupun tenaga kerja dalam keluarga. Sistem upah untuk pengrajin tahu sumedang dihitung berdasarkan banyaknya gilingan. Upah dalam satu gilingan sampai tahu masak sekitar Rp8 500/gilingan. Upah tenaga kerja keluarga dimasukkan ke dalam biaya variabel karena pada dasarnya menerapkan sistem upah yang sama dengan tenaga upahan sehingga dimasukkan ke dalam perhitungan biaya variabel. Akan tetapi pada kenyataannya tenaga kerja keluarga ini termasuk ke dalam biaya yang diperhitungkan (non tunai). Tabel 25 dan 26 juga menunjukkan bagaimana komponen biaya variabel pada kondisi setelah adanya kenaikan harga kedelai. Pada kondisi tersebut komponen biaya yang berubah adalah pada harga kedelai, sedangkan biaya variabel lainnya adalah tetap. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa biaya bahan baku selain kedelai berubah (menurun). Hal ini lebih dikarenakan jumlah produksi kedelai yang menurun. Dengan demikian ada penyesuaian pada bahan baku lain yang digunakan. Selain itu, pengurangan jumlah produksi juga merupakan salah satu cara penyesuaian yang dilakukan untuk menyiasati kenaikan harga kedelai. Setelah adanya kenaikan harga kedelai jumlah biaya yang digunakan untuk pembelian kedelai pun meningkat, sehingga menyebabkan jumlah biaya total variabel pun meningkat. Jika biaya variabel menurun sebenarnya diakibatkan oleh jumlah produksi yang menurun. Biaya variabel rata-rata per ancak tahu akan lebih murah pada skala besar, baik pada keadaan sebelum kenaikan harga kedelai maupun setelah kenaikan harga kedelai. Dikarenakan pada skala ini relatif dapat menekan biaya variabel yang dikeluarkan, artinya skala usaha yang paling ekonomis adalah skala besar. Namun di sisi lain pada penelitian ini menunjukkan bahwa dari biaya variabel rata-rata per ancak tahu, skala kecil lebih ekonomis daripada skala menengah dikarenakan pengrajin skala menengah memperoleh harga kedelai yang lebih tinggi dari agen tempat pemasoknya berasal, baik sebelum maupun setelah harga kedelai naik.

63 Biaya Total Usaha Tahu Sumedang Biaya total adalah penjumlahan dari keseluruhan biaya yang dikeluarkan oleh pengrajin tahu sumedang yang meliputi biaya tetap ditambah biaya variabel. Semakin besar skala pengrajin tahu sumedang, kecenderungannya semakin besar pula biaya produksi yang dikeluarkan oleh pengrajin. Biaya total yang dikeluarkan pengrajin pada masing-masing skala sebelum kenaikan harga kedelai dapat dilihat pada tabel 27 (lihat halaman 45). Secara rinci rata-rata biaya usaha terdapat pada lampiran 3 dan 4. Tabel 27 Komponen biaya total usaha tahu sumedang sebelum kenaikan harga kedelai di Kecamatan Tanjungsari untuk skala usaha kecil, menengah dan besar per hari bulan Februari 2014 Uraian Biaya Skala kecil Skala menengah Skala besar % % Rp % Rp Rp Biaya tetap Biaya variabel Total Biaya Total biaya per ancak tahu Berdasarkan tabel 27 dapat dilihat bahwa komponen biaya variabel pada setiap skala usaha merupakan komponen terbesar, yaitu persen untuk skala kecil, persen untuk skala menengah, dan persen untuk skala besar. Sama halnya dengan kondisi setelah kenaikan harga kedelai. Biaya total yang dikeluarkan pengrajin pada masing-masing skala setelah kenaikan harga kedelai dapat dilihat pada tabel 28. Tabel 28 Komponen biaya total usaha tahu sumedang setelah kenaikan harga kedelai di Kecamatan Tanjungsari untuk skala usaha kecil, menengah dan besar per hari bulan Oktober 2013 Uraian Biaya Skala kecil Skala menengah Skala besar % % Rp % Rp Rp Biaya tetap Biaya variabel Total Biaya Total biaya per ancak tahu Berdasarkan tabel 27 dan 28 dapat ditentukan besarnya total biaya produksi usaha tahu sumedang per ancak tahu. Dari tabel tersebut terlihat kecenderungan bahwa semakin besar skala pengrajin, maka akan menurunkan biaya total rata-rata yang dikeluarkan pengrajin. Pengrajin dengan skala kecil cenderung menunjukkan skala yang paling mahal dalam mengeluarkan biaya produksi relatif terhadap pengrajin skala menengah dan besar. Bila seluruh biaya dihitung, baik biaya yang dikeluarkan secara tunai maupun biaya non tunai (biaya yang diperhitungkan), maka skala pengrajin yang paling murah biayanya dalam berproduksi adalah pengrajin tahu skala besar. Total biaya per ancak diperoleh dari hasil perbandingan antara biaya total dengan rata-rata jumlah per ancak tahu yang dihasilkan. Berdasarkan tabel 27 dan 45

64 46 28 dapat dilihat bahwa total biaya per ancak tahu untuk skala kecil, menengah, dan besar sebelum kenaikan harga kedelai adalah Rp25 583, Rp25 133, dan Rp Sedangkan total biaya per ancak tahu setelah kenaikan harga kedelai untuk skala kecil, menengah, dan besar adalah Rp27 541, Rp27 779, dan Rp Pada tabel 27 dan 28 menunjukkan bahwa pada skala kecil dan menengah terjadi peningkatan atas biaya total pada kondisi sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai. Sedangkan pada skala besar terjadi penurunan atas biaya total. Penurunan tersebut lebih dikarenakan terjadinya penurunan volume produksi tahu sumedang yang besar yaitu 17.4 persen. Selain itu, pada tabel tersebut dapat dilihat pula bahwa total biaya per ancak tahu untuk pengrajin yang berada pada skala besar, cenderung memperlihatkan skala yang paling rendah biaya produksinya atau paling ekonomis dibandingkan dengan dua skala lainnya. Pengrajin skala besar cenderung mendapatkan harga kedelai yang lebih murah dari agen karena membeli dalam jumlah yang banyak dan setia untuk membeli di satu agen tertentu saja. Kondisi ini seperti ada kontrak tidak tertulis atau adanya hubungan kepercayaan yang membuat pengrajin tidak membeli kedelai di agen lainnya. Dengan kata lain pengrajin besar cenderung loyal dengan salah satu agen kedelai tertentu. Berbeda dengan pengrajin skala kecil dan menengah yang bebas untuk membeli kedelai di agen penyuplai kedelai manapun. Dengan kata lain pengrajin skala besar merupakan pengrajin yang paling ekonomis. Akan tetapi, biaya total per ancak tahu pada pengrajin skala menengah lebih besar daripada skala kecil setelah kedelai mengalami kenaikan. Hal ini dikarenakan harga kedelai yang diperoleh pengrajin setelah kenaikan lebih besar dibandingkan dengan pengrajin skala lainnya. Berdasarkan tabel 29 dapat dijelaskan kenaikan harga kedelai terhadap total biaya usaha tahu sumedang pada saat sebelum kenaikan harga kedelai. Dari total biaya usaha pengeluaran terbesar digunakan untuk biaya variabel. Untuk biaya tetap tidak terjadi perubahan baik sebelum kenaikan harga kedelai dan setelah adanya kenaikan harga kedelai. Pada biaya variabel untuk skala kecil terjadi peningkatan sebesar 0.86 persen setelah adanya kenaikan harga kedelai. Peningkatan biaya variabel pada skala kecil tidak terlalu besar dikarenakan pengrajin tahu juga menurunkan jumlah produksinya. Pada biaya variabel skala menengah mengalami peningkatan sebesar 3.99 persen setelah adanya kenaikan harga kedelai. Peningkatan ini terjadi karena harga pembelian kedelai yang diterima pengrajin skala menengah lebih tinggi dibandingkan dengan skala lainnya. Sehingga meskipun jumlah produksi dikurangi tetap saja biaya variabelnya tinggi. Pada skala besar mengalami penurunan biaya variabel sebesar persen. Hal ini dikarenakan jumlah produksi pada skala besar menurun. Persentase perubahan biaya setelah kenaikan harga kedelai dapat dilihat pada tabel 29. Tabel 29 Persentase perubahan biaya setelah kenaikan harga kedelai Uraian Biaya Persentase perubahan biaya (%) Skala kecil Skala Menengah Skala Besar Biaya tetap Biaya variabel Total Biaya

65 Biaya Tunai dan Non Tunai Tahu Sumedang Selain perhitungan biaya tetap dan biaya variabel, penting juga untuk diketahui bagaimana komponen biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan (biaya non tunai) terhadap biaya produksi. Biaya tunai merupakan pengeluaran tunai usaha tahu yang dikeluarkan oleh pengrajin itu sendiri. Sedangkan biaya non tunai merupakan biaya yang tidak dibayar dengan uang, tapi diperlukan untuk memperhitungkan berapa besar nilai sumberdaya yang telah dikeluarkan dalam usaha tahu sumedang. Komponen biaya tunai dan non tunai pada setiap skala usaha tidak terdapat perbedaan. Komponen biaya tunai pada skala kecil, menengah, dan besar meliputi biaya pembelian kedelai, garam, minyak goreng, bahan bakar, tenaga kerja upahan, listrik, dan transportasi. Sementara untuk komponen biaya non tunai pada skala kecil, menengah, dan besar adalah tenaga kerja keluarga, penyusutan peralatan produksi, dan penyusutan pabrik. Berdasarkan tabel 30, biaya yang dikeluarkan pada skala kecil, menengah, dan besar sebagian besar merupakan komponen biaya tunai. Komponen biaya tunai pada skala kecil sebesar persen, skala menengah sebesar persen, dan skala besar sebesar persen. Perbandingan komposisi biaya tunai dan non tunai pada masing-masing skala usaha sebelum kenaikan harga kedelai dapat dilihat pada tabel 30. Tabel 30 Perbandingan komposisi biaya tunai dan non tunai sebelum kenaikan harga kedelai pada setiap skala usaha Uraian Biaya Skala kecil Skala menengah Skala besar Rp/pengrajin % Rp/pengrajin % Rp/pengrajin % Biaya tunai Biaya non tunai Kondisi yang sama terjadi pada saat harga kedelai mengalami kenaikan, komponen biaya tunai pada setiap skala usaha merupakan komponen biaya terbesar. Berdasarkan tabel 31, biaya yang dikeluarkan pada skala kecil, menengah, dan besar sebagian besar merupakan komponen biaya tunai. Komponen biaya tunai pada skala kecil sebesar persen, skala menengah sebesar persen, dan skala besar sebesar persen. Perbandingan komposisi biaya tunai dan non tunai pada masing-masing skala usaha setelah kenaikan harga kedelai dapat dilihat pada tabel 31. Tabel 31 Perbandingan komposisi biaya tunai dan non tunai setelah kenaikan harga kedelai pada setiap skala usaha Uraian Biaya Skala kecil Skala menengah Skala besar Rp/pengrajin % Rp/pengrajin % Rp/pengrajin % Biaya tunai Biaya non tunai Komposisi biaya tunai pada semua skala usaha memiliki persentase yang relatif sama. Hal ini dikarenakan biaya yang dikeluarkan sepenuhnya untuk kegiatan usaha tahu sumedang. Selain itu, komponen biaya tunai di hitung karena 47

66 48 penting untuk mengukur manajemen usaha tahu sumedang, tetapi ukuran tersebut tidak menceritakan keadaan seluruhnya. Biaya Eksplisit dan Implisit Tahu Sumedang Biaya yang dikeluarkan oleh pengrajin tahu sumedang selain biaya tetap, variabel, tunai, dan non tunai, ada juga biaya eksplisit dan implisit. Biaya eksplisit adalah biaya yang secara nyata dikeluarkan pengrajin tahu atau biaya yang dikeluarkan dimana terdapat pembayaran kas. Sedangkan biaya implisit adalah nilai dari input yang dimiliki pengrajin tahu yang digunakan dalam proses produksi, tetapi tidak sebagai pengeluaran nyata yang dikeluarkan pengrajin. Biaya implisit yang berkaitan dengan setiap keputusan jauh lebih sulit untuk dihitung. Biaya-biaya ini tidak melibatkan pengeluaran kas dan karena itu sering diabaikan dalam analisis keputusan. Biaya eksplisit yang dikeluarkan oleh pengrajin tahu sumedang yaitu pengeluaran untuk membeli bahan baku produksi (kedelai, garam, minyak goreng, bahan bakar), biaya untuk membayar tenaga kerja langsung yang berkaitan dengan produksi, biaya listrik dan biaya transportasi. Sedangkan biaya implisit yang dikeluarkan oleh pengrajin tahu sumedang yaitu penggunaan pabrik milik sendiri, serta pengeluaran yang termasuk biaya penyusutan barang modal. Analisis Penerimaan Tahu Sumedang Penerimaan diperoleh dari hasil penjualan barang atau outputnya. Penerimaan pada usaha tahu sumedang di Kecamatan Tanjungsari diperoleh dari hasil penjualan tahu sumedang dan ampasnya. Jumlah tahu sumedang yang dijual kepada para pedagang dihitung dalam satuan ancak (papan). Dalam satu jirangan dibutuhkan kedelai sebanyak tujuh kilogram, sehingga menghasilkan tahu sebanyak empat ancak (papan). Sedangkan untuk ampas dihitung per satu jirangan. Secara rinci jumlah output yang dihasilkan oleh pengrajin pada setiap skala usaha dapat dilihat pada tabel 32. Tabel 32 Jumlah output usaha tahu sumedang sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai di Kecamatan Tanjungsari pada skala usaha kecil, menengah, dan besar per hari Uraian Jumlah Output: Sebelum Kenaikan Harga Kedelai Skala Skala Skala Kecil Menengah Besar Setelah Kenaikan Harga Kedelai Skala Skala Skala Kecil Menengah Besar Tahu (ancak) Ampas (jirangan) Berdasarkan tabel 32 dapat dilihat bahwa jumlah output yang dihasilkan oleh pengrajin tahu setiap skala berbeda, baik pada kondisi sebelum maupun setelah kenaikan harga kedelai. Sebelum kenaikan harga kedelai pengrajin skala kecil menghasilkan tahu 63 ancak dan ampas 16 jirangan, sedangkan setelah

67 kenaikan harga kedelai menghasilkan tahu 59 ancak dan ampas 15 jirangan. Sebelum kenaikan harga kedelai pengrajin skala menengah menghasilkan tahu 187 ancak dan ampas 47 jirangan, sedangkan setelah kenaikan harga kedelai menghasilkan tahu 176 ancak dan ampas 44 jirangan. Sedangkan untuk pengrajin skala besar sebelum kenaikan harga kedelai menghasilkan tahu 556 ancak dan ampas 139 jirangan, sedangkan setelah kenaikan harga kedelai menghasilkan tahu 459 ancak dan ampas 115 jirangan. Secara keseluruhan rata-rata output yang dihasilkan oleh pengrajin tahu sumedang menurun setelah adanya kenaikan harga kedelai dikarenakan menurunnya jumlah produksi. Harga yang ditetapkan oleh pengrajin untuk menjual tahu dan ampas berbeda-beda. Untuk pengrajin skala kecil menetapkan harga antara Rp per ancak hingga Rp per ancak, sedangkan ampas dijual dengan harga antara Rp3 000 hingga Rp7 000 per jirangan. Untuk pengrajin skala menengah menetapkan harga Rp per ancak, sedangkan ampas dijual dengan harga antara Rp2 000 hingga Rp5 000 per jirangan. Untuk pengrajin skala besar menetapkan harga antara Rp per ancak hingga Rp per ancak, sedangkan ampas dijual dengan harga antara Rp3 000 hingga Rp4 500 per jirangan. Namun, ada juga pengrajin yang tidak menjual ampasnya dikarenakan pengrajin tersebut mempunyai ternak sehingga ampasnya digunakan sendiri oleh pengrajin tersebut. Rata-rata harga jual output dari tahu sumedang dapat dilihat pada tabel 33. Tabel 33 Rata-rata harga jual output usaha tahu sumedang sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai di Kecamatan Tanjungsari pada skala usaha kecil, menengah, dan besar per hari (dalam Rp) Uraian Sebelum Kenaikan Harga Kedelai Skala Skala Skala Kecil Menengah Besar Setelah Kenaikan Harga Kedelai Skala Menengah Skala Kecil 49 Skala Besar Harga Jual : Tahu (Rp/ancak) Ampas (Rp/jirangan) Ketika harga kedelai mengalami kenaikan, maka beberapa pengrajin meningkatkan harga jual tahu per ancaknya. Selain itu, ada juga pengrajin yang menurunkan jumlah produksinya. Rata-rata harga jual output usaha tahu sumedang berbeda pada setiap skala. Pada saat kenaikan harga kedelai, pengrajin hanya meningkatkan harga jual tahu per ancak sedangkan harga ampas tidak berubah. Sebelum kenaikan harga kedelai pengrajin skala kecil menetapkan harga jual tahu sebesar Rp per ancak dan ampas Rp4 000 per jirangan, sedangkan setelah kenaikan harga kedelai pengrajin menetapkan harga jual tahu Rp per ancak. Sebelum kenaikan harga kedelai pengrajin skala menengah menetapkan harga jual tahu sebesar Rp per ancak dan ampas Rp3 400 per jirangan, sedangkan setelah kenaikan harga kedelai pengrajin menetapkan harga jual tahu tahu sebesar Rp Sedangkan untuk pengrajin skala besar sebelum kenaikan harga kedelai menetapkan harga jual tahu sebesar Rp per ancak dan ampas Rp3 188 per jirangan, sedangkan setelah kenaikan harga kedelai pengrajin menetapkan harga jual tahu Rp per ancak. Secara keseluruhan

68 50 rata-rata harga jual output tahu yang dihasilkan oleh pengrajin tahu sumedang meningkat setelah adanya kenaikan harga kedelai. Persentase peningkatan harga jual tahu rata-rata sebesar 6.6 persen, sedangkan persentase kenaikan berbeda pada setiap skala. Untuk pengrajin skala kecil sebesar 7.5 persen, skala menengah sebesar 5.6 persen, dan pengrajin skala besar sebesar 6.7 persen. Secara rinci dapat dilihat pada tabel 34. Tabel 34 Rata-rata persentase kenaikan harga jual tahu di Kecamatan Tanjungsari pada skala usaha kecil, menengah, dan besar Skala Usaha Persentase kenaikan harga jual tahu (%) Skala Kecil 7.5 Skala Menengah 5.6 Skala Besar 6.7 Rata-rata 6.6 Penerimaan yang diperoleh pengrajin tahu sumedang sangat dipengaruhi oleh skala usahanya. Hal ini berarti setiap peningkatan skala usaha, maka penerimaan yang diperoleh pengrajin semakin besar. Hal ini dikarenakan jumlah output yang dihasilkan semakin banyak. Tabel 35 memperlihatkan bahwa besaran penerimaan yang diperoleh sangat dipengaruhi oleh tingkat produksi tahu sumedang dan harga jualnya. Secara rinci rata-rata penerimaan dan harga jual yang diperoleh pengrajin tahu sumedang pada setiap skala dapat dilihat pada lampiran 5 dan lampiran 6. Rata-rata penerimaan usaha tahu sumedang dapat dilihat pada tabel 35. Tabel 35 Rata-rata penerimaan usaha tahu sumedang sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai di Kecamatan Tanjungsari pada skala usaha kecil, menengah, dan besar per hari (dalam Rp) Uraian Penerimaan rata-rata Sebelum Kenaikan Harga Kedelai Skala Skala Skala kecil Menengah Besar Setelah Kenaikan Harga Kedelai Skala Skala Skala kecil Menengah Besar Penerimaan pengrajin tahu memperhitungkan output dengan harga jualnya. Berdasarkan tabel 35 dapat dilihat bahwa penerimaan yang diperoleh pengrajin tahu sumedang berbeda setiap skala. Sebelum kenaikan harga kedelai penerimaan pengrajin skala kecil sebesar Rp , sedangkan setelah kenaikan harga kedelai penerimaannya sebesar Rp Untuk pengrajin skala menengah sebelum kenaikan harga kedelai memperoleh penerimaan sebesar Rp , sedangkan setelah kenaikan harga kedelai penerimaannya sebesar Rp Sementara pengrajin skala besar memperoleh penerimaan sebesar Rp sebelum kenaikan harga kedelai, sedangkan penerimaan setelah kenaikan harga kedelai sebesar Rp Penerimaan yang diperoleh pengrajin skala menengah dan besar pada kondisi sebelum maupun setelah kenaikan harga kedelai menurun. Akan tetapi, sebenarnya penurunan penerimaan tersebut dikarenakan rata-rata jumlah produksi menurun, sedangkan harga jual yang ditetapkan oleh pengrajin tahu meningkat. Sedangkan pengrajin skala kecil penerimaannya

69 meningkat karena penurunan jumlah produksi rata-rata hanya 4 kilogram, disertai dengan peningkatan harga jual yang tinggi dibandingkan dengan skala lainnya yaitu 7.5 persen. 51 Analisis Keuntungan dan Efisiensi Tahu Sumedang Keuntungan merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya. Jumlah penerimaan yang diterima pengrajin akan mempengaruhi jumlah keuntungan yang diperoleh. Keuntungan menjadi salah satu cara pengukuran dari keberhasilan suatu usaha. Suatu usaha yang dijalankan akan selalu mengharapkan keuntungan maksimal yang diperoleh. Berdasarkan hasil survei di tempat penelitian, pengrajin tahu mengaku keuntungan mereka berkurang setelah terjadi kenaikan harga kedelai. Hal tersebut lebih dikarenakan produksi mereka yang juga berkurang. Harga kedelai yang terus meningkat menyebabkan biaya yang dikeluarkan pengrajin semakin tinggi dan keuntungan yang diperoleh menurun. Untuk lebih jelasnya jumlah keuntungan dan efisiensi (R/C ratio) setiap skala usaha dapat dilihat pada lampiran 5 dan lampiran 6. Tabel 36 Rata-rata keuntungan dan efisiensi usaha tahu sumedang sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai di Kecamatan Tanjungsari pada skala usaha kecil, menengah, dan besar per hari Sebelum Kenaikan Harga Kedelai Skala Skala Skala kecil Menengah Besar Setelah Kenaikan Harga Kedelai Skala Skala Skala kecil Menengah Besar Uraian Penerimaan rata-rata Total biaya Keuntungan R/C Ratio Berdasarkan tabel 36 menunjukkan bahwa dengan adanya kenaikan harga kedelai akan mempengaruhi keuntungan yang diperoleh pengrajin tahu sumedang di Kecamatan Tanjungsari. Pada saat terjadi kenaikan harga input kedelai, pengrajin tidak dapat melakukan substitusi input tersebut, sehingga pengrajin hanya dapat mengurangi jumlah keuntungan mereka atau mengurangi jumlah kedelai pada setiap jirangan. Hal ini dilakukan menurut beberapa pengrajin relatif paling baik, meskipun tidak semua pengrajin melakukan hal ini. Ada juga pengrajin yang melakukan peningkatan harga jual untuk menutupi peningkatan biaya produksi. Berdasarkan tabel 36 menunjukkan bahwa keuntungan yang diterima pengrajin pada skala menengah dan besar menurun. Hal ini dikarenakan pengrajin pada skala tersebut mengurangi jumlah produksinya, namun peningkatan harga jual sedikit. Sedangkan untuk pengrajin skala kecil keuntungan yang diperoleh meningkat karena harga jual yang ditetapkan jauh lebih tinggi setelah kedelai mengalami kenaikan.

70 52 Analisis imbangan antara total penerimaan dengan total biaya merupakan suatu pengujian keuntungan jenis usaha. Kriteria yang digunakan dalam analisis ini adalah apabila nilai R/C lebih besar dari satu maka usaha dikatakan untung dan layak untuk dijalankan karena besarnya penerimaan lebih besar dari biaya yang dikeluarkan. Nilai R/C lebih kecil dari satu maka usaha dikatakan merugi dan tidak layak untuk dijalankan karena besarnya penerimaan lebih kecil dari pada biaya yang dikeluarkan. Nilai R/C sama dengan nol maka usaha tahu mengalami break even point atau titik impas usaha karena total penerimaan sama dengan total biaya yang dikeluarkan. Sebelum kenaikan harga kedelai nilai R/C atas biaya total pada skala kecil adalah sebesar 1.20, artinya untuk Rp1 00 biaya yang dikeluarkan mampu memberikan penerimaan sebesar Rp1.20. Setelah kenaikan harga kedelai nilai R/C atas biaya total pada skala kecil menurun menjadi sebesar 1.18, artinya untuk Rp1.00 biaya yang dikeluarkan mampu memberikan penerimaan sebesar Rp1.18. Peningkatan nilai R/C atas biaya disebabkan peningkatan total penerimaan yang lebih besar dari peningkatan biaya total. Sebelum kenaikan harga kedelai nilai R/C atas biaya total pada skala menengah adalah sebesar 1.23, artinya untuk Rp1.00 biaya yang dikeluarkan mampu memberikan penerimaan sebesar Rp1.23. Setelah kenaikan harga kedelai nilai R/C atas biaya total pada skala menengah menurun menjadi sebesar 1.16, artinya untuk Rp1.00 biaya yang dikeluarkan mampu memberikan penerimaan sebesar Rp1.16. Penurunan nilai R/C atas biaya disebabkan penurunan total penerimaan yang lebih besar dari penurunan biaya total. Sebelum kenaikan harga kedelai nilai R/C atas biaya total pada skala besar adalah sebesar 1.42, artinya untuk Rp1.00 biaya yang dikeluarkan mampu memberikan penerimaan sebesar Rp1.42. Setelah kenaikan harga kedelai nilai R/C atas biaya total pada skala besar menurun menjadi sebesar 1.40, artinya untuk Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan mampu memberikan penerimaan sebesar Rp1.40. Penurunan nilai R/C atas biaya disebabkan penurunan total penerimaan yang lebih besar dari penurunan biaya total. Pada pengrajin skala kecil, menengah, dan besar nilai R/C ratio setelah kenaikan harga kedelai, mengalami penurunan. Dari hasil analisis R/C ratio menunjukkan bahwa nilai R/C ratio sebelum kenaikan harga kedelai pada setiap skala usaha lebih besar daripada setelah kenaikan harga kedelai. Hal ini dapat diartikan bahwa pada kondisi sebelum kenaikan harga kedelai lebih efisien daripada setelah kenaikan. Namun kondisi keduanya menunjukkan bahwa usaha tahu sumedang masih layak untuk dijalankan. Keberhasilan usaha tahu di Kecamatan Tanjungsari dapat juga digambarkan oleh hasil analisis penerimaan atas biaya yang dikeluarkan (R/C ratio) pada usaha tersebut. Analisis usaha ini menunjukkan berapa penerimaan yang akan diperoleh pengrajin tahu dari setiap biaya yang dikeluarkan untuk proses pembuatan tahu. R/C atas biaya total dapat diperoleh dari hasil perbandingan antara penerimaan dengan biaya total. Nilai R/C biaya total pada penelitian ini sebagian besar dapat dikatakan efisien dan menguntungkan untuk diusahakan karena nilai R/C rasio pada setiap skala usaha tahu sumedang tersebut lebih besar dari satu. Dilihat pada nilai R/C ratio setiap skala usaha, menunjukkan kecenderungan nilai R/C ratio tertinggi ada pada skala besar.

71 53 Analisis Uji T-Paired Untuk menganalisis adanya perbedaan yang signifikan atau tidak pada ratarata biaya produksi, rata-rata penerimaan, rata-rata keuntungan dan rata-rata R/C ratio sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai pada berbagai tingkat skala usaha dan seluruh pengrajin, maka dilakukan analisis uji beda t-paired. Pada analisis uji t-paired semua populasi dimasukkan ke dalam perhitungan, sedangkan analisis R/C ratio hanya menghitung rata-rata dari populasi yang ada. Oleh karena itu, analisis uji t-paired ini lebih baik dibandingkan dengan analisis R/C ratio. Analisis Uji T-Paired Pada Berbagai Tingkat Skala Usaha Pada saat melakukan uji t-paired, biaya yang di uji cukup biaya variabel saja karena biaya ini mempunyai komponen terbesar terhadap perubahan struktur biaya total. Berdasarkan tabel 37 dapat dilihat hasil analisis uji beda t-paired dengan taraf nyata 10 persen pada skala kecil diperoleh nilai t-hitung yang lebih kecil dari t-tabel, pada skala menengah diperoleh nilai t-hitung yang lebih kecil dari t-tabel, dan pada skala besar diperoleh nilai t-hitung yang lebih kecil dari t-tabel. Nilai t-hitung yang lebih kecil dari t-tabel berarti terima Ho dan H1 ditolak, artinya secara uji statistik rata-rata biaya variabel sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai adalah sama (tidak berbeda). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa dengan adanya kenaikan harga kedelai tidak berpengaruh terhadap struktur biaya, khususnya biaya variabel pengrajin tahu sumedang di Kecamatan Tanjungsari. Adapun perbedaan rata-rata biaya variabel produksi per hari pada pengrajin tahu sumedang sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai dapat dilihat pada tabel 37. Tabel 37 Analisis uji beda t-paired biaya produksi pengrajin tahu sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai per hari pada setiap skala usaha Biaya Produksi (Rp) Skala Usaha Sebelum Kenaikan Harga Kedelai Setelah Kenaikan Harga Kedelai Skala kecil Skala menengah Skala besar Skala kecil t-hitung : t-tabel (0.10 ; 6) : (terima Ho) Skala menengah t-hitung : t-tabel (0.10 ; 4) : (terima Ho) Skala besar t-hitung : t-tabel (0.10 ; 7) : (terima Ho) Berdasarkan hasil penelitian di Kecamatan Tanjungsari, pengrajin tahu tidak terpengaruh dengan adanya kenaikan harga kedelai. Biaya produksi juga tidak

72 54 berubah secara signifikan karena para pengrajin tahu tersebut melakukan upaya dengan mengurangi jumlah produksi. Sehingga apabila harga kedelai mengalami kenaikan, rata-rata pengrajin kedelai di Kecamatan Tanjungsari akan mengurangi jumlah penggunaan kedelai. Hal ini dapat dilihat dari hasil uji t-paired bahwa biaya variabel yang dikeluarkan oleh pengrajin tahu relatif sama. Rata-rata penerimaan pengrajin tahu untuk skala kecil sebelum kenaikan harga kedelai adalah Rp , sedangkan penerimaan setelah kenaikan harga kedelai Rp Rata-rata penerimaan pengrajin tahu untuk skala menengah sebelum kenaikan harga kedelai adalah Rp , sedangkan penerimaan setelah kenaikan harga kedelai Rp Rata-rata penerimaan pengrajin tahu untuk skala besar sebelum kenaikan harga kedelai adalah Rp , sedangkan penerimaan setelah kenaikan harga kedelai Rp Berdasarkan tabel 38 dapat dilihat hasil analisis uji beda t-paired dengan taraf nyata 10 persen pada skala kecil diperoleh nilai t-hitung yang lebih kecil dari t-tabel, pada skala menengah diperoleh nilai t-hitung yang lebih kecil dari t-tabel, dan pada skala besar diperoleh nilai t-hitung yang lebih kecil dari t-tabel. Nilai t-hitung yang lebih kecil dari t-tabel berarti terima Ho dan H1 ditolak, artinya secara uji statistik rata-rata penerimaan pengrajin tahu sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai adalah sama. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa dengan adanya kenaikan harga kedelai tidak berpengaruh secara signifikan terhadap rata-rata penerimaan pengrajin tahu sumedang di Kecamatan Tanjungsari. Hal tersebut dikarenakan harga jual tahu meningkat, meskipun jumlah produksi berkurang. Adapun perbedaan rata-rata penerimaan produksi per hari pada pengrajin tahu sumedang sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai dapat dilihat pada tabel 38. Tabel 38 Analisis uji beda t-paired rata-rata penerimaan pengrajin tahu sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai per hari pada setiap skala usaha Penerimaan (Rp) Skala Usaha Sebelum Kenaikan Harga Kedelai Setelah Kenaikan Harga Kedelai Skala kecil Skala menengah Skala besar Skala kecil t-hitung : t-tabel (0.10 ; 6) : (terima Ho) Skala menengah t-hitung : t-tabel (0.10 ; 4) : (terima Ho) Skala besar t-hitung : t-tabel (0.10 ; 7) : (terima Ho) Keuntungan pengrajin tahu sumedang untuk setiap skala diperoleh dari selisih antara penerimaan dengan biaya total produksi. Rata-rata keuntungan pengrajin tahu untuk skala kecil sebelum kenaikan harga kedelai adalah Rp , sedangkan keuntungan setelah kenaikan harga kedelai Rp Rata-rata

73 keuntungan pengrajin tahu untuk skala menengah sebelum kenaikan harga kedelai adalah Rp , sedangkan keuntungan setelah kenaikan harga kedelai Rp Rata-rata keuntungan pengrajin tahu untuk skala besar sebelum kenaikan harga kedelai adalah Rp , sedangkan keuntungan setelah kenaikan harga kedelai Rp Berdasarkan tabel 39 dapat dilihat hasil analisis uji beda t-paired dengan taraf nyata 10 persen pada skala kecil diperoleh nilai t-hitung yang lebih kecil dari t-tabel, pada skala menengah diperoleh nilai t-hitung yang lebih kecil dari t-tabel, dan pada skala besar diperoleh nilai t-hitung yang lebih kecil dari t-tabel. Artinya secara uji statistik rata-rata keuntungan pengrajin tahu skala kecil, menengah, dan besar pada kondisi sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai adalah sama. Adapun perbedaan rata-rata keuntungan pada pengrajin tahu sumedang sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai per hari dapat dilihat pada tabel 39. Tabel 39 Analisis uji beda t-paired rata-rata keuntungan pengrajin tahu sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai per hari pada setiap skala usaha Keuntungan (Rp) Skala Usaha Sebelum Kenaikan Harga Kedelai SetelahKenaikan Harga Kedelai Skala kecil Skala menengah Skala besar Skala kecil t-hitung : t-tabel (0.10 ; 6) : (terima Ho) Skala menengah t-hitung : t-tabel (0.10 ; 4) : (terima Ho) Skala besar t-hitung : t-tabel (0.10 ; 7) : (terima Ho) Penerimaan yang diperoleh pengrajin tahu sumedang dan total biaya produksi yang dikeluarkan pengrajin dalam melakukan usahanya kemudian dilakukan analisis ekonomi penerimaan terhadap biaya total produksi, dengan menggunakan analisis R/C ratio untuk mengetahui efisiensi usaha yang dilakukan oleh pengrajin tahu sumedang pada setiap skala. Berdasarkan tabel 40 dapat dilihat hasil analisis uji beda t-paired dengan taraf nyata 10 persen pada skala kecil diperoleh nilai t-hitung yang lebih kecil dari t-tabel, pada skala menengah diperoleh nilai t-hitung yang lebih kecil dari t-tabel, dan pada skala besar diperoleh nilai t-hitung yang lebih kecil dari t-tabel. Artinya secara uji statistik rata-rata R/C ratio pengrajin tahu sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai pada pengrajin skala kecil, menengah, dan besar adalah sama. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa dengan adanya kenaikan harga kedelai tidak berpengaruh secara signifikan terhadap rata-rata R/C ratio pengrajin tahu sumedang untuk skala menengah. Adapun perbedaan rata-rata 55

74 56 R/C ratio pada pengrajin tahu sumedang sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai per hari dapat dilihat pada tabel 40. Tabel 40 Analisis uji beda t-paired rata-rata R/C ratio pengrajin tahu sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai per hari pada setiap skala usaha Kelayakan (R/C ratio) Skala Usaha Sebelum Kenaikan Harga Kedelai SetelahKenaikan Harga Kedelai Skala kecil Skala menengah Skala besar Skala kecil t-hitung : t-tabel (0.10 ; 6) : (terima Ho) Skala menengah t-hitung : t-tabel (0.10 ; 4) : (terima Ho) Skala besar t-hitung : t-tabel (0.10 ; 7) : (terima Ho) Berdasarkan hasil dari uji t-paired menunjukkan bahwa setelah adanya kenaikan harga kedelai pada pengrajin skala kecil, menengah, dan besar dapat dilihat untuk biaya produksi, penerimaan, keuntungan dan R/C ratio relatif sama. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa sebenarnya kenaikan harga kedelai tidak mempengaruhi pengrajin tahu sumedang pada berbagai tingkat skala usaha di Kecamatan Tanjungsari. Hal ini dikarenakan pengrajin tahu sumedang tersebut melakukan pengurangan jumlah produksi dan peningkatan harga jual untuk menyeimbangkan antara pemasukan dan pengeluaran. Adanya kenaikan harga kedelai tidak secara otomatis menurunkan volume produksi dan menaikkan harga jual, artinya yang berbeda disini terkait perilaku produsen. Seorang produsen mempunyai satu masalah pokok, yaitu bagaimana dengan sumber daya yang terbatas mampu mencapai hasil yang optimal atau keuntungan yang besar. Perilaku produsen sebenarnya dilakukan semata-mata agar tidak merugikan produsen namun juga tidak memberatkan konsumen, sehingga daya beli masyarakat akan stabil. Analisis Uji T-Paired Pada Seluruh Pengrajin Tahu Sumedang Analisis usaha tahu sumedang juga dilakukan terhadap seluruh responden dengan jumlah 20 pengrajin tahu sumedang di Kecamatan Tanjungsari. Analisis ini dilakukan terhadap seluruh pengrajin tahu tanpa memperhatikan tingkat stratifikasi. Berdasarkan tabel 41 dapat di lihat bahwa sebelum kenaikan harga kedelai pengrajin tahu mengeluarkan biaya variabel sebesar Rp , sedangkan setelah kenaikan mengeluarkan biaya variabel sebesar Rp Penerimaan yang dihasilkan oleh pengrajin sebelum kenaikan sebesar Rp , sedangkan setelah kenaikan sebesar Rp Keuntungan yang dihasilkan oleh pengrajin sebelum kenaikan sebesar Rp , sedangkan setelah kenaikan

75 sebesar Rp R/C ratio sebelum kenaikan sebesar 1.28, sedangkan setelah kenaikan sebesar Semua hasil tersebut menunjukkan bahwa kenaikan harga kedelai mempengaruhi biaya variabel, penerimaan, keuntungan, dan R/C ratio pengrajin tahu sumedang, bahkan menyebabkan penurunan. Meskipun demikian berdasarkan hasil R/C ratio dapat dilihat bahwa usaha yang dijalankan pengrajin tahu sumedang masih layak untuk dijalankan. Biaya variabel, penerimaan, keuntungan, dan R/C ratio pada seluruh pengrajin tahu sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai dapat di lihat pada tabel 41. Tabel 41 Biaya variabel, penerimaan, keuntungan, dan R/C ratio pada seluruh pengrajin tahu sumedang sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai Sebelum kenaikan harga Setelah kenaikan harga Uraian kedelai kedelai Biaya variabel (Rp) Penerimaan (Rp) Keuntungan (Rp) R/C ratio Setelah menghitung biaya, penerimaan, keuntungan, dan R/C ratio secara absolut, selanjutnya dihitung pula nilai secara statistik melalui uji t-paired untuk seluruh pengrajin tahu sumedang yang berjumlah 20 pengrajin. Analisis uji t- paired dalam penelitian ini tidak hanya digunakan untuk melihat ada atau tidak perbedaan biaya, penerimaan, keuntungan, dan R/C ratio pada berbagai tingkat skala usaha saja. Akan tetapi, dilakukan pula analisis pada seluruh pengrajin tahu sumedang sebanyak 20 responden tanpa memperhatikan tingkat stratifikasi. Hasil analisis uji t-paired untuk biaya produksi, penerimaan, keuntungan, dan R/C ratio pada seluruh pengrajin sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai dapat dilihat pada tabel Tabel 42 Uraian Hasil analisis uji t-paired pada seluruh pengrajin tahu sumedang sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai Analisis uji t-paired pada seluruh responden Biaya produksi Penerimaan Keuntungan R/C ratio t-tabel (0.10;19) : Kesimpulan Tolak Ho

76 58 Berdasarkan tabel 42 dapat di lihat bahwa hasil analisis uji t-paired sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai pada taraf nyata 10 persen untuk biaya produksi, penerimaan, keuntungan, dan R/C ratio berturut-turut menghasilkan t- hitung 1.400, 1.465, 1.359, dan 1.411, maka tolak Ho. Artinya terdapat perbedaan yang signifikan pada biaya produksi, penerimaan, keuntungan, dan R/C ratio sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai pada seluruh pengrajin tahu sumedang. Berdasarkan hasil uji t-paired dapat disimpulkan bahwa kenaikan harga kedelai berpengaruh terhadap biaya produksi, penerimaan, keuntungan, dan R/C ratio pada seluruh pengrajin tahu sumedang. Pernyataan tersebut menunjukkan hasil yang berbeda dengan uji t-paired apabila memperhatikan stratifikasi atau tingkat skala usaha. Artinya secara keseluruhan kenaikan harga kedelai ini mempengaruhi seluruh pengrajin tahu sumedang di Kecamatan Tanjungsari. Namun apabila di lihat dari berbagai tingkat skala usaha kenaikan harga kedelai tidak berpengaruh. Hal ini dikarenakan jumlah sampel yang kecil pada setiap skala usaha, sehingga tidak bisa mewakili seluruh populasi yang ada di kecamatan tersebut. Analisis Uji Anova Uji anova dalam penelitian ini digunakan untuk melihat ada atau tidak perbedaan rata-rata biaya produksi, penerimaan, dan keuntungan antar skala usaha pada kondisi sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai. Hasil analisis uji anova tersebut dapat di lihat pada tabel 43. Tabel 43 Hasil analisis Uji Anova untuk biaya produksi, penerimaan, dan keuntungan antar skala usaha pada kondisi sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai Uraian Sebelum kenaikan harga kedelai Taraf Signifikansi Kesimpulan Nyata Setelah kenaikan harga kedelai Taraf Signifikansi Kesimpulan Nyata Biaya Produksi Tolak Ho Tolak Ho Penerimaan Tolak Ho Tolak Ho Keuntungan Tolak Ho Tolak Ho Berdasarkan tabel 43 dapat dilihat bahwa sebelum kenaikan harga kedelai, nilai signifikansi biaya antar skala usaha sebesar 0.005, penerimaan sebesar dan keuntungan sebesar Sedangkan setelah kenaikan harga kedelai nilai signifikansi biaya antar skala usaha sebesar 0.000, penerimaan sebesar 0.006, dan keuntungan sebesar Dilihat dari nilai signifikansi biaya, penerimaan, dan keuntungan antar skala usaha pada kondisi sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai adalah lebih kecil dari alpha 0.05 persen. Artinya uji anova tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata untuk biaya, penerimaan, dan keuntungan pada skala usaha kecil, menengah, dan besar. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa semakin besar skala usaha biaya produksi yang dikeluarkan

77 pun semakin besar karena input yang dibutuhkan semakin banyak. Begitu pula dengan penerimaan yang semakin besar karena output yang dihasilkan juga semakin besar, begitu pula dengan keuntungan yang diperoleh. 59 Strategi untuk Menyiasati Kenaikan Harga Kedelai Adanya kenaikan harga kedelai berpengaruh terhadap pengrajin tahu sumedang di Kecamatan Tanjungsari sehingga para pengrajin melakukan berbagai strategi untuk menyiasatinya. Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa strategi pengrajin dalam menghadapi kenaikan harga kedelai cukup beragam. Ada pengrajin yang mengurangi jumlah penggunaan kedelai, memperkecil ukuran tahu, menaikkan harga jual tahu, mengurangi penggunaan jumlah tenaga kerja luar keluarga, dan lain-lain. Strategi yang beragam tersebut ternyata berbeda-beda di setiap skala produksi pengrajin tahu. Data sebaran pengrajin yang menjadi responden dalam penelitian ini berdasarkan strategi apa saja yang mereka lakukan dalam menyiasati kenaikan harga kedelai dapat dilihat pada tabel 44. Tabel 44 Strategi yang dilakukan untuk menyiasati kenaikan harga kedelai berdasarkan skala usaha di Kecamatan Tanjungsari Strategi Skala Kecil Skala Usaha Skala Persentase Skala Besar Jumlah Menengah orang % orang % Orang % % Mengurangi jumlah penggunaan kedelai Memperkecil ukuran tahu Menaikkan harga jual tahu Mengurangi penggunaan jumlah tenaga kerja Berhenti berproduksi Tidak melakukan tindakan apapun Jumlah Berdasarkan tabel 44 dapat dilihat bahwa pengrajin tahu sumedang melakukan berbagai strategi untuk menyiasati kenaikan harga kedelai. Sebagian besar pengrajin, yaitu sebanyak 13 orang (65 persen) meningkatkan harga jual tahu sumedang ketika harga kedelai naik. Strategi yang dilakukan oleh pengrajin pada setiap skala usaha berbeda. Untuk pengrajin skala kecil sebagian besar sebanyak empat orang (57 persen) memilih untuk meningkatkan harga harga jual tahu sumedang dan sebagian lainnya memilih untuk mengurangi jumlah penggunaan kedelai sebanyak empat orang (29 persen), serta satu orang (14

78 60 persen) tidak melakukan apapun. Seluruh pengrajin skala menengah sebanyak lima orang (100 persen) meningkatkan harga jual tahu ketika harga kedelai naik. Sedangkan pengrajin skala besar sebanyak empat orang (50 persen) memilih untuk meningkatkan harga jual tahu, tiga orang (38 persen) memilih untuk mengurangi jumlah penggunaan kedelai, dan satu orang (13 persen) memilih untuk memperkecil ukuran tahunya. Dalam penelitian ini, diperoleh informasi bahwa ada satu pengrajin pada skala menengah yang melakukan beberapa strategi ketika harga kedelai mengalami kenaikan. Strategi yang dilakukan adalah mengurangi penggunaan jumlah kedelai setiap harinya, disertai dengan peningkatan harga jual yang tinggi. Selain itu, pengrajin tersebut melakukan strategi dengan memperkecil ukuran tahu sumedang yang diproduksinya. Dengan demikian pengrajin tersebut sebenarnya memperoleh keuntungan yang lebih dengan adanya kenaikan harga kedelai. Strategi yang telah dilakukan oleh pengrajin tahu sumedang berbeda sesuai dengan perhitungan pengrajin. Perbedaan strategi yang dilakukan ini sebenarnya memiliki tujuan yang sama yakni menutup penurunan keuntungan akibat kenaikan harga bahan baku tahu, yaitu kedelai yang terus meningkat. Strategi manapun yang dilakukan di nilai efisien oleh pengrajin selama pengrajin tetap mendapatkan keuntungan, serta dapat mencukupi semua pengeluaran dalam menjalankan usaha. Dalam melakukan strategi untuk menyiasati kenaikan harga kedelai, pengrajin tahu sumedang di Kecamatan Tanjungsari tidak ada yang mengurangi jumlah tenaga kerja. Selain itu, tidak ada pengrajin tahu sumedang yang berhenti produksi atau bahkan gulung tikar. Pengrajin tahu yang memilih untuk tidak melakukan tindakan apapun, artinya tidak ada yang berubah dengan adanya kenaikan harga kedelai, baik dalam segi harga jual, ukuran, maupun jumlah kedelai yang digunakan. Sedangkan untuk pengrajin yang memilih meningkatkan harga jual dikarenakan untuk menutupi biaya produksi, walaupun pelanggan mengeluh. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kesimpulan dari penelitian analisis usaha pengrajin tahu sumedang sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai adalah sebegai berikut. 1. Setelah kenaikan harga kedelai, pengrajin pada semua skala mengeluarkan biaya tetap yang sama. Biaya variabel dan biaya total pada skala kecil dan menengah meningkat, sedangkan pada skala besar menurun karena penurunan jumlah produksi yang cukup besar dan selisih peningkatan harga kedelai yang relatif rendah. Penerimaan, keuntungan, dan R/C ratio pada skala kecil, menengah, dan besar menurun karena jumlah produksi yang berkurang tidak disertai harga jual yang tinggi. 2. Dari hasil uji beda t-paired dengan taraf nyata 10 persen, dengan adanya kenaikan harga kedelai berpengaruh terhadap biaya variabel, penerimaan,

79 keuntungan, dan efisiensi pengrajin tahu sumedang pada seluruh responden yang berjumlah 20 pengrajin tahu, begitupun dengan uji anova antar skala usaha. Akan tetapi, apabila di lihat secara stratifikasi pada berbagai tingkat skala usaha yang berbeda menunjukkan hasil yang relatif sama, artinya kenaikan harga kedelai tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pengrajin tahu sumedang. Hal ini dikarenakan jumlah sampel yang kecil pada setiap skala usaha serta strategi yang dijalankan pada setiap skala usaha relatif sama, sehingga tidak bisa mewakili seluruh populasi yang ada di Kecamatan Tanjungsari. 3. Pengrajin tahu sumedang pada semua skala sebagian besar memilih strategi untuk menaikkan harga jual tahu ketika kedelai mengalami kenaikan sebanyak 13 orang (65 persen) dari total responden dan mengurangi jumlah penggunaan kedelai sebanyak 5 orang (25 persen) dari total responden. 61 Saran Berdasarkan hasil penelitian saran yang dapat disampaikan yaitu : 1. Pengrajin tahu sumedang lebih mengefisienkan penggunaan bahan baku kedelai karena merupakan komponen biaya variabel dan biaya total terbesar. 2. Pengrajin tahu sebaiknya menggunakan bahan bakar kayu karena harganya relatif lebih murah dibandingkan dengan penggunaan gas yang harganya lebih mahal dan penggunaannnya lebih boros. 3. Penelitian ini terfokus pada tahu sumedang di Kecamatan Tanjungsari, sehingga diperlukan penelitian di lokasi yang lain pada tahu sumedang ataupun tahu yang lainnya seperti tahu kuning, untuk dibandingkan pengaruhnya setelah kenaikan harga kedelai. DAFTAR PUSTAKA Andrianto Budi Daya dan Analisis Usaha Tani Kedelai, Kacang Hijau dan Kacang Panjang. Yogyakarta (ID): Absolut. Astuti Y Diktat Kuliah Matematika Ekonomi. Jakarta (ID): Pusat Pengembangan Bahan Ajar-UMB. Azis Y Adaptasi Ekonomi Pengusaha Agribisnis Tahu Dalam Menghadapi Kenaikan Harga Kedelai di Kabupaten Banjar. Jurnal Agribisnis Pedesaan. Volume 02 Nomor 04 Desember 2012 [BPS] Badan Pusat Statistik Data Statistik Indonesia: Proyeksi Penduduk Indonesia Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun Jakarta (ID): BPS Indonesia.

80 62 [BPS] Badan Pusat Statistik Jumlah Perusahaan Berdasarkan Sub Sektor. Jakarta (ID): BPS Indonesia. [Deptan] Departemen Pertanian Data Kedelai. Jakarta (ID): Deptan. [Disperindag] Dinas Perindustrian dan Perdagangan Harga Kedelai. Jakarta (ID): Disperindag. [Disperindag Sumedang] Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sumedang Potensi Sumedang. Sumedang (ID): Disperindag Sumedang. Hafsah MJ Ekonomi Bisnis. Jakarta (ID): Pustaka Sinar Harapan. Kurniasari E Analisis Dampak Kenaikan Harga Kedelai di Sentra Industri Tempe Kelurahan Semanan Jakarta Barat. [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Mustofa R Analisis Pendapatan dan Pengaruh Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Tahu. [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Nursiah T Pengaruh Kenaikan Harga Kedelai Terhadap Kinerja Industri Tempe di Desa Citeureup Kabupaten Bogor. [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Patmawaty Analisis Dampak Kenaikan Harga Kedelai Terhadap Pendapatan Usaha Pengrajin Tahu Skala Kecil dan Rumah Tangga (Studi Kasus: Desa Bojong Sempu, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor). [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rahardja P, Manurung M Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi & Makroekonomi) edisi ketiga. Jakarta (ID): Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Rahmat Produksi Tahu Tempe di Sumedang Menurun sebagai Imbas Kenaikan Harga Kedelai [internet] [di unduh 2014 Januari 25] tersedia pada Rostiani I Fluktuasi Harga Kedelai. Jakarta (ID): Universitas Gunadharma. Rosyidi S Pengantar Teori Ekonomi: Pendekatan kepada Teori Ekonomi Mikro dan Makro. Jakarta (ID): PT RajaGrafindo Persada. Rudy T Kebutuhan Pangan Nasional Meningkat 70 persen [internet] [di unduh 2013 Nov 20] tersedia pada Salvatore D Mikroekonomi Edisi Empat. New York (US): McGraw-Hill, Inc. Santosa PB Kenaikan Harga Kedelai. [internet] [diunduh 2014 Januari 25] tersedia pada Semaoen I, Kiptiyah SM Mikroekonomi (Level Intermediate). Malang (ID): Universitas Brawijaya Press (UB Press). Soekartawi Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian dan Apliksinya. Jakarta (ID): Rajawali Press. Sugiyono Statistika untuk Penelitian. Bandung (ID): Alfabeta. Warren CS, Reeve JM, Fess PE Pengantar Akuntansi edisi 21. Jakarta (ID): Salemba Empat. Yogi Ekonomi Manajerial Pendekatan Analisis Praktis Edisi II. Jakarta (ID): Prenada Media Group.

81 63 LAMPIRAN Lampiran 1 Kebutuhan kedelai per hari pengrajin tahu sumedang untuk setiap skala usaha Pengrajin Skala Kecil Kebutuhan kedelai (kg/hari) No Nama Sebelum kenaikan harga kedelai Setelah kenaikan harga kedelai 1 Naya Hafid Ade Eman Otoh Ganda Surnoto Rata-Rata Pengrajin Skala Menengah Kebutuhan kedelai (kg/hari) No Nama Sebelum kenaikan harga kedelai Setelah kenaikan harga kedelai 1 Cicih Herman Suhandi Nono TS Kartini Rata-Rata No Nama Pengrajin Skala Besar Kebutuhan kedelai (kg/hari) Sebelum kenaikan harga kedelai Setelah kenaikan harga kedelai Asep Sarina Subarnas Deni Gugum Somantri Ace Nani Daenudin Rata-Rata

82 64 Lampiran 2 Peralatan dan fungsi peralatan pada usaha tahu sumedang Nama peralatan Gambar Fungsi Mesin penggiling kedelai Menggiling kedelai untuk menjadi bubur. Mesin yang digunakan sudah lebih modern, menggunakan dinamo listrik. Tangok Penyaring yang memisahkan antara pati dengan ampas tahu. Tahang Tempat untuk meletakkan bubur kedelai yang telah direbus dan untuk melakukan penggumpalan. Kain saringan Sebagai penyaring kedelai yang sudah direbus untuk memisahkan antara pati dan ampas tahu. Drum Sebagai tempat untuk meletakkan air. Ember Untuk meletakkan dan merendam kedelai.

83 65 Ancak (rak bambu) Untuk meletakkan tahu yang sudah dicetak. Serokan Untuk menggoreng dan menyaring tahu. Katel (wajan) Untuk merebus dan menggoreng tahu hingga matang. Cetakan Sebagai pencetak kedelai yang telah di olah menjadi tahu.

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Untuk mengetahui dampak kenaikan harga kedelai sebagai bahan baku (input) dalam industri tempe, akan digunakan beberapa teori yang berkaitan dengan hal tersebut.

Lebih terperinci

PENGARUH PENINGKATAN HARGA KEDELAI TERHADAP KEUNTUNGAN DAN NILAI TAMBAH INDUSTRI TAHU DI DESA LEUWEUNG KOLOT KECAMATAN CIBUNGBULANG KABUPATEN BOGOR

PENGARUH PENINGKATAN HARGA KEDELAI TERHADAP KEUNTUNGAN DAN NILAI TAMBAH INDUSTRI TAHU DI DESA LEUWEUNG KOLOT KECAMATAN CIBUNGBULANG KABUPATEN BOGOR PENGARUH PENINGKATAN HARGA KEDELAI TERHADAP KEUNTUNGAN DAN NILAI TAMBAH INDUSTRI TAHU DI DESA LEUWEUNG KOLOT KECAMATAN CIBUNGBULANG KABUPATEN BOGOR VERANI RESTIA WIJAYA DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produksi merupakan suatu proses transformasi atau perubahan dari dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi teori dan konsep kajian ilmu yang akan digunakan dalam penelitian. Teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal yang berdasar pada teori yang digunakan dalam penelitian. Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Strategi pembangunan pertanian yang berwawasan agribisnis dan agroindustri pada dasarnya menunjukkan arah bahwa pengembangan agribisnis merupakan suatu upaya

Lebih terperinci

Materi 4 Ekonomi Mikro

Materi 4 Ekonomi Mikro Materi 4 Ekonomi Mikro Teori Produksi Tujuan Pembelajaran : Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami analisis ekonomi konsep biaya, biaya produksi jangka pendek dan panjang. Mahasiswa dapat memahami konsep

Lebih terperinci

BIAYA PRODUKSI. I. Pengertian Biaya produksi. Nama : Abdul Wahab NPM : Kelas : 1 ID 05

BIAYA PRODUKSI. I. Pengertian Biaya produksi. Nama : Abdul Wahab NPM : Kelas : 1 ID 05 Nama : Abdul Wahab NPM : 38409532 Kelas : 1 ID 05 BIAYA PRODUKSI I. Pengertian Biaya produksi Untuk menghasilkan barang atau jasa diperlukan factor-faktor produksi seperti bahan baku, tenaga kerja, modal,

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor)

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) Skripsi AHMAD MUNAWAR H 34066007 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan. [10

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan.  [10 II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka dalam penelitian ini meliputi tinjauan komoditas kedelai, khususnya peranan kedelai sebagai sumber protein nabati bagi masyarakat. Tidak hanya itu, kedelai juga ditinjau

Lebih terperinci

PENGARUH KENAIKAN HARGA KEDELAI TERHADAP STRUKTUR BIAYA DAN KEUNTUNGAN USAHA TEMPE (STUDI KASUS: RUMAH TEMPE INDONESIA DI BOGOR) RIDWAN LUKMANUL HAKIM

PENGARUH KENAIKAN HARGA KEDELAI TERHADAP STRUKTUR BIAYA DAN KEUNTUNGAN USAHA TEMPE (STUDI KASUS: RUMAH TEMPE INDONESIA DI BOGOR) RIDWAN LUKMANUL HAKIM PENGARUH KENAIKAN HARGA KEDELAI TERHADAP STRUKTUR BIAYA DAN KEUNTUNGAN USAHA TEMPE (STUDI KASUS: RUMAH TEMPE INDONESIA DI BOGOR) RIDWAN LUKMANUL HAKIM DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Produksi dan Konsumsi Kedelai di Indonesia Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Produksi dan Konsumsi Kedelai di Indonesia Tahun I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam. Letaknya yang secara geografis dilalui oleh garis khatulistiwa menjadikan Indonesia memiliki iklim tropis yang

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN. 8 [15 Januari 2010]

IV METODE PENELITIAN. 8  [15 Januari 2010] IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kawasan industri tempe Semanan, Jakarta Barat, Propinsi DKI Jakarta. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH KENAIKAN HARGA KEDELAI TERHADAP KINERJA USAHA INDUSTRI TEMPE DI DESA CITEUREUP KABUPATEN BOGOR

ANALISIS PENGARUH KENAIKAN HARGA KEDELAI TERHADAP KINERJA USAHA INDUSTRI TEMPE DI DESA CITEUREUP KABUPATEN BOGOR ANALISIS PENGARUH KENAIKAN HARGA KEDELAI TERHADAP KINERJA USAHA INDUSTRI TEMPE DI DESA CITEUREUP KABUPATEN BOGOR SKRIPSI TITA NURSIAH H34104105 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. [3 Desember 2009] 1 Konsumsi Tempe dan Tahu akan Membuat Massa Lebih Sehat dan Kuat.

I PENDAHULUAN. [3 Desember 2009] 1 Konsumsi Tempe dan Tahu akan Membuat Massa Lebih Sehat dan Kuat. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu komoditas pangan strategis di Indonesia. Arti strategis tersebut salah satunya terlihat dari banyaknya kedelai yang diolah menjadi berbagai

Lebih terperinci

Oleh: PATMAWATY A

Oleh: PATMAWATY A ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA KEDELAI TERHADAP PENDAPATAN USAHA PENGRAJIN TAHU SKALA KECIL DAN RUMAH TANGGA (Studi Kasus: Desa Bojong Sempu, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor) Oleh: PATMAWATY A14103131

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL LINEAR PROGRAMMING

ANALISIS MODEL LINEAR PROGRAMMING VII ANALISIS MODEL LINEAR PROGRAMMING 7.1. Penentuan Model Linear Programming Produksi Tempe Dampak kenaikan harga kedelai pada pengrajin tempe skala kecil, menengah, dan besar dianalisis dengan menggunakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu sistem kondisi, suatu

III. METODE PENELITIAN. meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu sistem kondisi, suatu III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut Mohamad Nazir (2005:54) metode deskriptif adalah suatu metode dalam

Lebih terperinci

BAB V PERUSAHAAN dan PRODUKSI

BAB V PERUSAHAAN dan PRODUKSI BAB V PERUSAHAAN dan PRODUKSI 5.1. Perilaku Produsen Jika konsumen didefinisikan sebagai orang atau pihak yang mengkonsumsi (pengguna) barang dan jasa maka produsen adalah orang atau pihak yang memproduksi

Lebih terperinci

TEORI BIAYA PRODUKSI

TEORI BIAYA PRODUKSI TEORI BIAYA PRODUKSI Konsep Biaya Tujuan dari perusahaan secara umum adalah memaksimalkan laba Laba total = selisih positif antara penerimaan total dengan biaya total Biaya memberikan peranan penting dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan produksi yang kegiatan utamanya yaitu mengolah bahan mentah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan produksi yang kegiatan utamanya yaitu mengolah bahan mentah menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor industri merujuk ke suatu sektor ekonomi yang didalamnya terdapat kegiatan produksi yang kegiatan utamanya yaitu mengolah bahan mentah menjadi barang setengah

Lebih terperinci

BIAYA PRODUKSI PENGERTIAN

BIAYA PRODUKSI PENGERTIAN BIAYA PRODUKSI PENGERTIAN Pengertian Biaya Dalam ilmu ekonomi, biaya diartikan semua pengorbanan yang perlu untuk suatu proses produksi, dinyatakan dalam uang menurut harga pasar yang berlaku. Dalam definisi

Lebih terperinci

TINJAUAN TEORI EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN

TINJAUAN TEORI EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN TINJAUAN TEORI EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN Prinsip-Prinsip Efisiensi Usahatani Usahatani ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi

Lebih terperinci

ANALISIS PENPAPATAN DAN KELAYAKAN USAHA INDUSTRI TAHU DANI DI KOTA PALU. Income and Worthiness Analysis of Industrial Enterprises Tofu Dani in Palu

ANALISIS PENPAPATAN DAN KELAYAKAN USAHA INDUSTRI TAHU DANI DI KOTA PALU. Income and Worthiness Analysis of Industrial Enterprises Tofu Dani in Palu J. Agroland 22 (2) : 169-174, April 2015 ISSN : 0854 641X E-ISSN : 2407 7607 ANALISIS PENPAPATAN DAN KELAYAKAN USAHA INDUSTRI TAHU DANI DI KOTA PALU Income and Worthiness Analysis of Industrial Enterprises

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan komoditas penting dan strategis bagi bangsa Indonesia karena pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia dimana dalam pemenuhannya menjadi tanggung

Lebih terperinci

Adaptasi Ekonomi Pengusaha Agribisnis Tahu dalam Menghadapi Kenaikan Harga Kedelai di Kabupaten Banjar

Adaptasi Ekonomi Pengusaha Agribisnis Tahu dalam Menghadapi Kenaikan Harga Kedelai di Kabupaten Banjar Adaptasi Ekonomi Pengusaha Agribisnis Tahu dalam Menghadapi Kenaikan Harga Kedelai di Kabupaten Banjar Yusuf Azis* *Dosen Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat

Lebih terperinci

PENENTUAN HARGA POKOK DAN SKALA MINIMUM PRODUKSI COMRING HASIL OLAHAN SINGKONG

PENENTUAN HARGA POKOK DAN SKALA MINIMUM PRODUKSI COMRING HASIL OLAHAN SINGKONG 1 PENENTUAN HARGA POKOK DAN SKALA MINIMUM PRODUKSI COMRING HASIL OLAHAN SINGKONG Agus Gusmiran 1) Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi mirand17@yahoo.com Eri Cahrial, Ir.,

Lebih terperinci

AGUS PRANOTO

AGUS PRANOTO ANALISIS USAHA PENGGILINGAN PADI DI DESA RAMBAH BARU KECAMATAN RAMBAH SAMO KABUPATEN ROKAN HULU ARTIKEL ILMIAH Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JAMBI

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JAMBI MC ATC AVC AFC Prof. Dr. Ir. Zulkifli Alamsyah, M.Sc. PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JAMBI Biaya Produksi Slide 2 Biaya adalah dana yang dikeluarkan dalam mengorganisir dan menyelesaikan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan acuan alur pikir dalam melakukan penelitian berdasarkan tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pertimbangan Desa yang memiliki unit usaha industri Gula Kelapa. Kecamatan

BAB III METODE PENELITIAN. pertimbangan Desa yang memiliki unit usaha industri Gula Kelapa. Kecamatan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Lokasi Penelitian Metode penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) yaitu di Desa Wonoanti. Pengambilan sampel Desa dilakukan dengan

Lebih terperinci

23 ZIRAA AH, Volume 38 Nomor 3, Oktober 2013 Halaman ISSN

23 ZIRAA AH, Volume 38 Nomor 3, Oktober 2013 Halaman ISSN 23 ANALISIS USAHA PEMBUATAN TAHU (Studi Kasus pada Pabrik Tahu Berkat Sekumpul Martapura) (Farm Analysis of Tofu Produce) (Case Study in Berkat Sekumpul Tofu Produce Factory at Martapura District) Fitriani,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia mengalami kelesuan. Hal ini tentu berdampak pula pada

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia mengalami kelesuan. Hal ini tentu berdampak pula pada 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1998, perekonomian Indonesia mengalami kelesuan. Hal ini tentu berdampak pula pada hilangnya kesempatan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis LPG bagi pedagang martabak kaki lima dan warung tenda pecel lele di Kota Bogor adalah bahan bakar utama dalam proses produksinya. Kerangka pemikiran

Lebih terperinci

Faktor Produksi, Fungsi Produksi dan Biaya Produksi. Pusat Pengembangan Pendidikan - Universitas Gadjah Mada

Faktor Produksi, Fungsi Produksi dan Biaya Produksi. Pusat Pengembangan Pendidikan - Universitas Gadjah Mada Faktor Produksi, Fungsi Produksi dan Biaya Produksi PRODUKSI Menurut Ilmu Ekonomi : produksi adalah kegiatan menghasilkan barang maupun jasa atau kegiatan menambah nilai kegunaan/manfaat suatu barang.

Lebih terperinci

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Manajemen Usaha Ternak Saragih (1998) menyatakan susu merupakan produk asal ternak yang memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kandungan yang ada didalamnya

Lebih terperinci

Profile Daerah Kabupaten Sumedang Tahun

Profile Daerah Kabupaten Sumedang Tahun B A B PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH 6.1 PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Beberapa penjelasan mengenai pengertian PDRB yaitu PDRB atas dasar harga berlaku, PDRB atas dasar harga konstan, pendapatan

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR

OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR SKRIPSI MAULANA YUSUP H34066080 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan

Lebih terperinci

DAMPAK KENAIKAN HARGA KEDELAI TERHADAP EFISIENSI TEKNIS DAN PENDAPATAN USAHA TEMPE DENGAN PENDEKATAN STOCHASTIC FRONTIER

DAMPAK KENAIKAN HARGA KEDELAI TERHADAP EFISIENSI TEKNIS DAN PENDAPATAN USAHA TEMPE DENGAN PENDEKATAN STOCHASTIC FRONTIER DAMPAK KENAIKAN HARGA KEDELAI TERHADAP EFISIENSI TEKNIS DAN PENDAPATAN USAHA TEMPE DENGAN PENDEKATAN STOCHASTIC FRONTIER (Studi Kasus di Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor) SILMY AMALIA

Lebih terperinci

Kuliah V-Analisis Perilaku Produsen: Biaya Produksi

Kuliah V-Analisis Perilaku Produsen: Biaya Produksi Kuliah V-Analisis Perilaku Produsen: Biaya Produksi DIE-FEUI March 13, 2013 1 Beberapa Definisi Ukuran SR vs LR Ilustrasi 2 Biaya dalam jangka pendek Kurva biaya dalam jangka pendek Antara AC dan MC 3

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian mempunyai peranan penting pada negara berkembang seperti di Indonesia. Kontribusi sektor pertanian ini sangat berpengaruh untuk pembangunan negara. Hal ini

Lebih terperinci

PERFORMANSI NILAI TAMBAH KEDELAI MENJADI TAHU DI KABUPATEN SAMBAS

PERFORMANSI NILAI TAMBAH KEDELAI MENJADI TAHU DI KABUPATEN SAMBAS 99 Buana Sains Vol 12 No 1: 99-103, 2012 PERFORMANSI NILAI TAMBAH KEDELAI MENJADI TAHU DI KABUPATEN SAMBAS Muhsina, S. Masduki dan A A. Sa diyah PS. Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Tribhuwana

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penentuan lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penentuan lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Lokasi Penelitian Metode penentuan lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive method), yaitu di Kecamatan Duduksampeyan Kabupaten Gresik. Alasan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang 46 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI TAHU (Kasus Pengusaha Tahu Anggota Primkopti Jakarta Selatan)

ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI TAHU (Kasus Pengusaha Tahu Anggota Primkopti Jakarta Selatan) ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI TAHU (Kasus Pengusaha Tahu Anggota Primkopti Jakarta Selatan) Oleh RAHMAD MUSTOFA A 14105589 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar ini dilakukan di Desa Gunung Malang yang berada di Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A 14105605 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

DEFINISI TEORI BIAYA PRODUKSI

DEFINISI TEORI BIAYA PRODUKSI DEFINISI TEORI BIAYA PRODUKSI Biaya produksi adalah sebagai semua pengeluaran yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan bahan- bahan mentah yang akan di gunakan untuk menciptakan

Lebih terperinci

Add your company slogan. Biaya. Teori Produksi LOGO

Add your company slogan. Biaya. Teori Produksi LOGO Add your company slogan Biaya Teori Produksi LOGO Asumsi Dalam pembahasan ekonomi, perusahaan selalu diasumsikan bertujuan untuk memaksimalkan keuntungannya. Perusahaan yang didirikan tidak untuk mendapatkan

Lebih terperinci

ANALISIS PROFITABILITAS USAHA PENGOLAHAN KEDELAI PADA IRT TASIK GARUT DI KABUPATEN LEBONG

ANALISIS PROFITABILITAS USAHA PENGOLAHAN KEDELAI PADA IRT TASIK GARUT DI KABUPATEN LEBONG ANALISIS PROFITABILITAS USAHA PENGOLAHAN KEDELAI PADA IRT TASIK GARUT DI KABUPATEN LEBONG (PROFITABILITY ANALISYS OF SOYBEANS PROSSESING IN HOUSEHOLD INDUSTRY OF TASIK GARUT IN LEBONG DISTRICT) Reswita

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Organisasi Produksi Usahatani Menurut Rivai dalam Hernanto (1989) mendefinisikan usahatani sebagai organisasi dari alam, kerja dan modal

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan suatu alur pemikiran yang bersifat teoritis dengan mengacu kepada teori-teori yang berkaitan dengan penelitian.

Lebih terperinci

ANALISIS PROFITABILITAS USAHA TAHU PADA INDUSTRI TAHU AFIFAH DI KOTA PALU

ANALISIS PROFITABILITAS USAHA TAHU PADA INDUSTRI TAHU AFIFAH DI KOTA PALU e-j. Agrotekbis 5 (2) : 238-242, April 2017 ISSN : 2338-3011 ANALISIS PROFITABILITAS USAHA TAHU PADA INDUSTRI TAHU AFIFAH DI KOTA PALU Profitability Analysis of Tofu Business in Tofu Afifah Industry Palu

Lebih terperinci

KAJIAN USAHA PENGOLAHAN HASIL SAYURAN PRODUKSI MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (MKRPL) KABUPATEN BOYOLALI

KAJIAN USAHA PENGOLAHAN HASIL SAYURAN PRODUKSI MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (MKRPL) KABUPATEN BOYOLALI KAJIAN USAHA PENGOLAHAN HASIL SAYURAN PRODUKSI MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (MKRPL) KABUPATEN BOYOLALI Qanytah dan Trie Reni Prastuti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah Bukit Tegalepek,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat dengan responden para petani yang menggunakan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sasaran yang hendak dicapai dalam pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sasaran yang hendak dicapai dalam pembangunan ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu sasaran yang hendak dicapai dalam pembangunan ekonomi nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan efisiensi produksi. Hal ini berarti pembangunan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan studi kasus di Kelurahan Sindang Barang dan Kelurahan Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penentuan

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA

ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA OLEH M. FAJRI FIRMAWAN H14104120 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. konsep efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi, serta konsep penerimaan,

III. KERANGKA PEMIKIRAN. konsep efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi, serta konsep penerimaan, III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan acuan alur berfikir dalam menjalankan penelitian. Penelitian ini mencakup fungsi produksi dan elastisitas,

Lebih terperinci

PBAB II URAIAN TEORITIS

PBAB II URAIAN TEORITIS PBAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Endang Puspasari (1999) skripsi yang berjudul Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Pedagang Kecil di Pasar Pagi Wonosobo. Fakultas Ekonomi. Universitas

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Produksi Produksi merupakan serangkaian proses dalam penggunaan berbagai input yang ada guna menghasilkan output tertentu. Produksi

Lebih terperinci

Pengantar Ekonomi Mikro

Pengantar Ekonomi Mikro Pengantar Ekonomi Mikro Modul ke: 10Fakultas Ekonomi & Bisnis Menjelaskan, Teori Produksi Biaya Jangka pendek Abdul Gani, SE MM Program Studi Manajemen TEORI BIAYA (ONGKOS) PRODUKSI BIAYA/ONGKOS PRODUKSI:

Lebih terperinci

PENGANTAR EKONOMI MIKRO

PENGANTAR EKONOMI MIKRO PENGANTAR EKONOMI MIKRO www.febriyanto79.wordpress.com LOGO Produksi Kegiatan memproses input menjadi output Produsen dalam melakukan kegiatan produksi mempunyai landasan teknis yang didalam teori ekonomi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian dan sektor industri merupakan sektor yang penting bagi perekonomian Indonesia. Di Indonesia, sektor industri berkaitan erat dengan sektor pertanian terutama

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN BIAYA PRODUKSI AGROINDUSTRI TAHU DI DESA PANDANSARI KECAMATAN AJIBARANG KABUPATEN BANYUMAS

ANALISIS PENDAPATAN DAN BIAYA PRODUKSI AGROINDUSTRI TAHU DI DESA PANDANSARI KECAMATAN AJIBARANG KABUPATEN BANYUMAS ANALISIS PENDAPATAN DAN BIAYA PRODUKSI AGROINDUSTRI TAHU DI DESA PANDANSARI KECAMATAN AJIBARANG KABUPATEN BANYUMAS Wiji Santoso, Pujiati Utami, dan Dumasari Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

2014 IMPLEMENTASI D ATA ENVELOPMENT ANALYSIS (D EA) UNTUK MENGUKUR EFISIENSI INDUSTRI TAHU D I KABUPATEN SUMED ANG

2014 IMPLEMENTASI D ATA ENVELOPMENT ANALYSIS (D EA) UNTUK MENGUKUR EFISIENSI INDUSTRI TAHU D I KABUPATEN SUMED ANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Sumedang merupakan salah satu Kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Barat yang tepat berada di tengah-tengah provinsi yang menghubungkan kota dan Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Penelitian tentang optimasi penggunaan input produksi telah dilakukan oleh beberapa peneliti pada komoditas lain, seperti pada tanaman bawang merah dan kubis.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional meliputi pengertian yang digunakan

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional meliputi pengertian yang digunakan 38 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional meliputi pengertian yang digunakan untuk memperoleh dan menganalisis data yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

DAMPAK RELOKASI TERHADAP PENDAPATAN USAHA KECIL KERIPIK BELUT

DAMPAK RELOKASI TERHADAP PENDAPATAN USAHA KECIL KERIPIK BELUT DAMPAK RELOKASI TERHADAP PENDAPATAN USAHA KECIL KERIPIK BELUT Kasus Pada Usaha Kecil Keripik Belut di Desa Sidoagung, Kecamatan Godean, Kabupaten Sleman, D.I Yogyakarta TAHUN 2015 SKRIPSI Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

VI. BIAYA PRODUKSI DAN PENERIMAAN

VI. BIAYA PRODUKSI DAN PENERIMAAN Nuhfil1 6.1. Macam-Macam Biaya Produksi VI. BIAYA PRODUKSI DAN PENERIMAAN Biaya produksi adalah semua pengeluaran perusahaan untuk memperoleh faktorfaktor produksi yang akan digunakan untuk menghasilkan

Lebih terperinci

Materi 8 Ekonomi Mikro

Materi 8 Ekonomi Mikro Materi 8 Ekonomi Mikro Pasar Persaingan Sempurna Tujuan Pembelajaran : Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami metode dan model pasar persaingan sempurna dalam : Karakteristik Pasar Persaingan Sempurna,

Lebih terperinci

ANALISIS PERBEDAAN BIAYA, PENDAPATAN DAN RENTABILITAS PADA AGROINDUSTRI TEMPE ANTARA PENGGUNAAN MODAL SENDIRI DENGAN MODAL PINJAMAN

ANALISIS PERBEDAAN BIAYA, PENDAPATAN DAN RENTABILITAS PADA AGROINDUSTRI TEMPE ANTARA PENGGUNAAN MODAL SENDIRI DENGAN MODAL PINJAMAN ANALISIS PERBEDAAN BIAYA, PENDAPATAN DAN RENTABILITAS PADA AGROINDUSTRI TEMPE ANTARA PENGGUNAAN MODAL SENDIRI DENGAN MODAL PINJAMAN (Studi Kasus di Kecamatan Banjar Kota Banjar) Oleh: Ani Sulistiani 1,

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK GORENG TERHADAP USAHA PENGGORENGAN KERUPUK DI KOTA BEKASI. Oleh : ANGGUN WAHYUNINGSIH A

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK GORENG TERHADAP USAHA PENGGORENGAN KERUPUK DI KOTA BEKASI. Oleh : ANGGUN WAHYUNINGSIH A ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK GORENG TERHADAP USAHA PENGGORENGAN KERUPUK DI KOTA BEKASI Oleh : ANGGUN WAHYUNINGSIH A14103125 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I. PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

DAFTAR ISI. I. PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... DAFTAR ISI Halaman JUDUL... i ABSTRAK... ii ABSTRACT... iii RINGKASAN... iv LEMBARAN PENGESAHAN... vii RIWAYAT HIDUP... viii KATA PENGANTAR... ix DAFTAR ISI... xi DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR GAMBAR... xv

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI KECAP (Studi Kasus pada Pengusaha Kecap Cap Jago di Desa Cibenda Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran)

ANALISIS NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI KECAP (Studi Kasus pada Pengusaha Kecap Cap Jago di Desa Cibenda Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran) ANALISIS NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI KECAP (Studi Kasus pada Pengusaha Kecap Cap Jago di Desa Cibenda Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran) Oleh: 1 Nurul Fitry, 2 Dedi Herdiansah, 3 Tito Hardiyanto 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A14104024 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan terhadap pedagang bakso mangkal dan pedagang bakso keliling di Kota Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan dengan alasan

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA DAN PROFITABILITAS PRODUKSI ROTI PADA BELLA BAKERY DI PONDOK GEDE, BEKASI. Oleh : TANTRI DEWI PUTRIYANA A

ANALISIS BIAYA DAN PROFITABILITAS PRODUKSI ROTI PADA BELLA BAKERY DI PONDOK GEDE, BEKASI. Oleh : TANTRI DEWI PUTRIYANA A ANALISIS BIAYA DAN PROFITABILITAS PRODUKSI ROTI PADA BELLA BAKERY DI PONDOK GEDE, BEKASI Oleh : TANTRI DEWI PUTRIYANA A14104105 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH Oleh : EKO HENDRAWANTO A14105535 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN EKO

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA AYAM KAMPUNG DI DISTRIK SEMANGGA KABUPATEN MERAUKE. Ineke Nursih Widyantari 1) ABSTRACT

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA AYAM KAMPUNG DI DISTRIK SEMANGGA KABUPATEN MERAUKE. Ineke Nursih Widyantari 1) ABSTRACT Agricola, Vol 5 (1), Maret 2015, 4754 pissn : 2088 1673., eissn 23547731 ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA AYAM KAMPUNG DI DISTRIK SEMANGGA KABUPATEN MERAUKE Ineke Nursih Widyantari 1) Surel: inekeenwe@gmail.com

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produk total (TP) adalah jumlah total yang diproduksi selama periode waktu tertentu. Jika jumlah semua input kecuali satu faktor

Lebih terperinci

Teori Produksi dan Biaya. Pertemuan 5

Teori Produksi dan Biaya. Pertemuan 5 Teori Produksi dan Biaya Pertemuan 5 Fungsi Produksi Fungsi Produksi menunjukkan hubungan antara jumlah faktor produksi (input) yang digunakan dengan jumlah barang atau jasa (output) yang dihasilkan. Short

Lebih terperinci

Gambar 1. Kurva Permintaan

Gambar 1. Kurva Permintaan APLIKASI FUNGSI PADA MATEMATIKA EKONOMI. Fungsi Permintaan dan Penawaran Hukum permintaan menyatakan bahwa semakin tinggi harga barang (P) maka permintaan barang tersebut () akan menurun. Semakin rendah

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN DAYA SAING SERTA DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP INDUSTRI TEMPE DI KABUPATEN BOGOR

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN DAYA SAING SERTA DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP INDUSTRI TEMPE DI KABUPATEN BOGOR ANALISIS NILAI TAMBAH DAN DAYA SAING SERTA DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP INDUSTRI TEMPE DI KABUPATEN BOGOR (Kasus : Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup) Oleh: MERIKA SONDANG SINAGA A14304029 PROGRAM

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Produksi Produksi adalah kegiatan menghasilkan output dengan berbagai kombinasi input dan teknologi terbaik yang tersedia (Nicholson,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Peneilitian Penelitian ini dilakukan di Kelompok Ternak Cibinong yang bermitra dengan CV Tunas Mekar Farm (TMF) di Kecamatan Ciluar, Kabupaten Bogor, Provinsi

Lebih terperinci

I. METODE PENELITIAN. A. Metode Dasar Penelitian

I. METODE PENELITIAN. A. Metode Dasar Penelitian A. Metode Dasar Penelitian I. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis. Metode deskriptif analitis merupakan metode yang bertujuan untuk mendeskripsikan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan merupakan suatu rancangan kerja penelitian yang digunakan untuk mengungkapkan konsep dan teori dalam menjawab

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT

OPTIMALISASI PRODUKSI OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT 1 OPTIMALISASI PRODUKSI OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT Oleh : NUR HAYATI ZAENAL A14104112 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA TANI BEBERAPA VARIETAS PADI DENGAN MENGGUNAKAN REVENUE COST RATIO (R/C RATIO) Untari 1) ABSTRACT PENDAHULUAN

ANALISIS USAHA TANI BEBERAPA VARIETAS PADI DENGAN MENGGUNAKAN REVENUE COST RATIO (R/C RATIO) Untari 1) ABSTRACT PENDAHULUAN Agricola, Vol 4 (1), Maret 2014, 1-7 p-issn : 2088-1673., e-issn 2354-7731 ANALISIS USAHA TANI BEBERAPA VARIETAS PADI DENGAN MENGGUNAKAN REVENUE COST RATIO (R/C RATIO) Untari 1) Surel: untari_83@yahoo.com

Lebih terperinci

Biaya produksi jangka pendek vs biaya produksi jangka panjang. Biaya produksi jangka pendek (satu input bersifat variabel)

Biaya produksi jangka pendek vs biaya produksi jangka panjang. Biaya produksi jangka pendek (satu input bersifat variabel) Biaya Produksi Sayifullah sayiful1@gmail.com Materi Presentasi Konsep biaya dalam ilmu ekonomi Biaya produksi jangka pendek vs biaya produksi jangka panjang Biaya produksi jangka pendek (satu input bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teori Produksi dan Biaya Produksi 1

BAB I PENDAHULUAN. Teori Produksi dan Biaya Produksi 1 BAB I PENDAHULUAN Teori tingkah laku konsumen memberikan latar belakang yang penting di dalam memahami sifat permintaan pembeli di pasaar. Dari analisis itu sekarang telah dapat difahami alasana yang mendorong

Lebih terperinci

TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS BRAWIJAYA

TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS BRAWIJAYA TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS BRAWIJAYA Supply dan demand keduanya adalah dua kata yang sering digunakan oleh ahli ekonomi. Supply dan demand merupakan kekuatan yang membuat perekonomian pasar bekerja. Menurut

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk 28 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasiona Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Oleh : Nandana Duta Widagdho A14104132 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Fungsi Produksi Produksi adalah kegiatan menghasilkan barang dan jasa, adapun sumberdaya yang digunakan untuk memproduksi barang

Lebih terperinci

PENGARUH PENERAPAN METODE SRI DAN METODE KONVENSIONAL TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat)

PENGARUH PENERAPAN METODE SRI DAN METODE KONVENSIONAL TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat) PENGARUH PENERAPAN METODE SRI DAN METODE KONVENSIONAL TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat) ERY FEBRURIANI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci