BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kumpulan beribu ribu pulau, sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kumpulan beribu ribu pulau, sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang majemuk. Hal ini dibuktikan dengan wilayah Indonesia yang membentang dari Sabang sampai Merauke yang terdiri dari kumpulan beribu ribu pulau, sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara kepulauan. Mengingat Indonesia terdiri dari beribu ribu pulau, suku, bangsa, maka kebudayaan yang dimiliki setiap suku maupun wilayahpun berbeda beda. Menurut Ranjabar Jacobus ( 2013 : 41) budaya pada hakikatnya adalah hasil cipta, rasa, dan karsa manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kemampuan cipta (akal) manusia menghasilkan suatu ilmu pengetahuan. Kemampuan rasa manusia melalui alat alat indranya, menghasilkan beragam seni dan bentuk-bentuk kesenian. Karsa manusia menghendaki kesempurnaan hidup, kemuliaan, dan kebahagiaan, sehingga menghasilkan berbagai aktivitas hidup manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Hasil cipta atau karya sendiri terbagi menjadi dua macam yakni, berupa karya seni dan karya sastra. Karya seni dan karya sastra yang ada saat ini, tidak hanya hasil pemikiran masyarakat masa kini saja, akan tetapi ada pula yang merupakan warisan kebudayaan zaman terdahulu. Hal ini juga sebagai bukti kejayaan bangsa Indonesia zaman dahulu. Bentuk konkrit karya seni dan sastra yang masih bisa dinikmati hingga saat ini antara lain candi, artefak, bangunan-bangunan kuna, ragam pola batik, lagu daerah, tarian daerah, bahasa daerah dan aksara daerah. 1

2 2 Berbagai materiil masa lampau seperti yang telah disebutkan di atas, dapat memberikan informasi mengenai suatu keadaan dan budaya yang hidup dan berkembang pada masa lampau di suatu wilayah tertentu. Dahulu masyarakat Indonesia berkomunikasi menggunakan simbol, bahasa, dan istilah. Seperti yang terukir pada dinding-dinding candi, atau bangunan kuno lainnya. Pahatan tidak hanya sebagai hiasan untuk menciptakan nilai estetika saja, akan tetapi juga memuat makna yang tersimpan di dalamnya. Hal ini dapat terungkap melalui penerapan ilmu-ilmu dalam bidang khusus. Misalnya paleografi, antropologi, sosiologi, dan filologi. Masyarakat lebih mengenal candi, prasasti, artefak dalam mengkatagorikan karya peninggalan zaman terdahulu, padahal ada peninggalan masa lampau yang mampu memberikan informasi yang lebih lengkap dan lebih jelas yaitu naskah atau manuskrip/handskrip. Naskah adalah sebuah dokumen masa lampau yang ditulis menggunakan tulisan tangan, isinya berupa pemikiran orang-orang terdahulu. Naskah merupakan karya sastra hasil dari pemikiran nenek moyang terdahulu yang kemudian dituang dan terekam dalam bentuk tulisan tangan menggunakan bahasa dan aksara kuna. Pembuatan naskah sesuai dengan kebudayaan suatu wilayah tertentu. Di wilayah Jawa, mayoritas naskah ditulis dalam aksara Jawa. Kekayaan intelektual nenek moyang berupa naskah ini, biasanya ditulis pada media yang beragam misalnya, daun lontar (rontal daun tal atau daun siwalan ), dluwang, yaitu kertas Jawa yang terbuat dari kulit kayu, bambu, hingga kertas Eropa. Pada abad ke-18 dan ke-19, kertas Eropa yang didatangkan dari Eropa menggantikan peran dluwang, rontal, dan bambu karena kualitasnya dianggap lebih baik sebagai bahan pembuatan naskah di Indonesia (Siti Baroroh Baried,dkk,1994).

3 3 Kertas Eropa memiliki kualitas yang lebih baik untuk pembuatan naskah, akan tetapi untuk keawetan kertas ditentukan oleh masa. Kertas akan bertahan kurang lebih seratus tahun dan selebihnya akan mengalami kerusakan seiring keberjalanan waktu. Kerusakan naskah dapat mengakibatkan bacaan korup dan sulit dibaca. Naskah naskah kuna yang kini sudah berumur puluhan bahkan ratusan tahun sebagian besar sudah mengalami kerusakan baik fisik maupun tulisannya. Naskah naskah warisan nenek moyang terdahulu seperti ini, tidak lagi tersebar secara umum, akan tetapi disimpan menjadi koleksi perpustakaan atau museum. Contohnya di wilayah Surakarta, yaitu Perpustakaan Sana Pustaka yang ada di Keraton Kasunanan Surakarta, Perpustakaan Reksa Pustaka yang bertempat di Pura Mangkunegara, Perpustakaan Museum Radya Pustaka, Yayasan Sastra, Perpustakaan Institut Seni Indonesia di Surakarta, juga disimpan sebagai koleksi pribadi seseorang. Isi naskah bermacam-macam, menurut Nancy K. Florida (2000:5) klasifikasi naskah kuna dikelompokkan menjadi 17 jenis, yaitu: 1. Sejarah : Jawa, Eropa, Islam 2. Religi: Islam, kejawen 3. Roman Islam 4. Piwulang 5. Roman Sejarah 6. Roman Sejarah China 7. Wayang 8. Lakon Wayang 9. Sastra 10. Linguistik dan sastra 11. Syair puisi 12. Sains Jawa 13. Keris dan Mpu-nya 14. Musik dan tari 15. Upacara adat, hukum, adat, dan lainnya 16. Hukum 17. Keraton, Mangkunegaran: arsip dan administrasi

4 4 Klasifikasi naskah di atas berfungsi untuk memberikan informasi kepada peneliti mengenai jenis naskah yang dapat dijadikan sebagai objek penelitian. Dari informasi itu, kemudian peneliti tertarik untuk mengkaji naskah jenis Sains Jawa berjudul Buku Makripating Kapal, yang kemudian disingkat dengan naskah BMK. Sebelum melakukan pengkajian naskah, peneliti melakukan inventarisasi naskah untuk mengetahui kedudukan naskah BMK dalam peta pernaskahan dengan cara melakukan penelusuran dengan bantuan berbagai katalog, yaitu : 1. Descriptive Catalogue of the Javanese manuscripts and Printed Book in the Main Libraries of Surakarta and Yogyakarta (Girardet Sutanto, 1983). 2. Javanese Literature in Surakarta Manuscrips Volume 2 Manuscripts of The Mangkunegaran Palace (Nancy K. florida, 2000). 3. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid I Museum Sonobudoyo Yogyakarta (T.E. Behrend, 1990). 4. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 3-A dan B Fakultas Sastra Universitas Indonesia (T.E. Behrend dan Titik Pujiastuti,1997). 5. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 2 Keraton Yogyakarta (Jennifer Lindsay, R.M. Soetanto, dan Alan Feinstein,1994). 6. Katalog Lokal Perpustakaan Reksa Pustaka Pura Mangkunegaran. Informasi dari katalog-katalog tersebut, naskah berjudul BMK ini hanya terdapat satu buah, yaitu terdapat pada katalog Girardet Sutanto (1983:384) dengan nomor kodek Naskah BMK juga terdapat pada katalog Nancy K. Florida (2000:388) dengan nomor kodek MN 579. Adapun pada katalog lokal Perpustakaan Reksa Pustaka Mangkunegaran katagori fauna flora halaman 23, dengan nomor kodek N6.

5 5 Langkah kedua untuk menentukan naskah BMK merupakan jenis naskah jamak atau tunggal, peneliti kembali melakukan inventarisasi lanjutan yaitu dengan cara melacak naskah dengan judul yang unsurnya hampir sama. Ditemukan sebanyak lima buah naskah, mulai dari Katurangganing Kapal, Katuranggan Kuda, Layang Katuranggan, Primbon, Lakon Kuda. Dari berbagai judul, isi, maupun bentuk teks, penulis menemukan banyak manuskrip yang berisi ilmu pengetahuan tentang kuda. Akan tetapi, tidak ada yang sama dengan isi naskah BMK. Dapat disimpulkan bahwa, naskah BMK merupakan naskah tunggal. Klasifikasi naskah BMK menurut sistem katalogus hampir sama. Pada katalog Girardet Sutanto (1983) termasuk ke dalam jenis ensiklopedi tentang hewan. Sementara itu, pada katalog Nancy K. Florida (2000) termasuk pada katagori Sains Jawa. Adapun dalam katalog lokal termasuk ke dalam naskah fauna dan flora. Penentuan jenis naskah dilanjutkan dengan pembacaan uraian singkat yang tertulis dalam katalog Nancy K. Florida (2000) yang telah menyebutkan bahwa naskah ini berisi petunjuk bergambar untuk menentukan umur, kualitas, dan sifat kuda dengan cara mengamati giginya. Bentuk teks adalah prosa, dan penjelasan menggunakan istilah mistik Islam. Uraian tersebut di atas memberikan gambaran secara umum mengenai isi naskah BMK. Dalam penindaklanjuti jenis naskah, dilanjutkan pembacaan teks BMK secara keseluruhan, sehingga diperoleh kesimpulan bahwa naskah BMK membahas tentang pertumbuhan dan perkembangan kuda dari lahir hingga tua dan

6 6 tenaganya tidak dapat dimanfaatkan lagi. Dalam penjabaran isinya, teks ditulis dengan istilah istilah mistik Islam. Secara harfiah, kata makripat atau makrifat berasal dari kata arafa, yaitu ya rifu, irfan, makrifat yang artinya pengetahuan dan pengalaman. Dapat berarti pengetahuan tantang suatu hal, yaitu ilmu tertinggi yang tidak bisa dirasakan oleh semua orang. Makrifat adalah pengetahuan yang objeknya bersifat abstrak, dan hanya dapat dikethui dengan pemikiran yang lebih mendalam, tidak hanya sekedar wujud yang menampilkan pesan tersurat akan tetapi juga paham makna yang tersirat. Pemikiran yang seperti ini, disebutkan dalam konsep mistisme dan merupakan pemikiran yang paling tinggi. Dimulai dari pemikiran secara syariat, tarekat, hakikat, dan makrifat. Istilah kapal sendiri dalam kamus Bausastra Jawa memiliki dua arti yaitu, kapal yang merupakan perahu besar dan kapal yang mempunyai arti kuda. Dalam naskah BMK, kapal yang dimaksud adalah kuda. Akan tetapi mengingat BMK merupakan naskah mistik dan piwulang, maka peneliti dituntut cermat terhadap amanat maupun makna tersirah yang ada di dalam naskah. Jadi Makripating kapal dapat disimpulkan suatu ilmu yang membahas secara mendalam mengenai kuda. Ilmu yang membahas perkembanan kehidupan kuda, dan dapat dihubungkan dengan perkembangan hidup manusia menyatu dengan Tuhannya.

7 7 Gambar 1: Judul Naskah Buku Makripating Kapal Buku makripating kapal Gambar 2: Judul naskah terdapat dalam teks (Naskah BMK hlm.1) punika makripat dhateng kapal, pambuka katrangan Terjemahan: ini makrifat tentang kuda, keterangan awal Naskah BMK adalah koleksi dari Perpustakaan Reksa Pustaka Pura Mangkunegaran. Kondisi naskah secara umum masih baik, hanya ada beberapa tulisan dengan tinta tebal yang sudah mulai luntur dan membayang di belakang halaman, menyebabkan pembacaan naskah sedikit terganggu. Gambar 3: Tinta mulai luntur dan membayang di belakang halaman (Naskah BMK hlm.27)

8 8 Naskah BMK disajikan dalam bentuk prosa, dengan beberapa bagian teks dilengkapi gambar ilustrasi. Akan tetapi, walaupun berbentuk prosa, setiap paragraf pertama pembahasan selalu diawali dengan penanda bait pada.. Gambar 4: Penanda bait pada diawal paragraph (Naskah BMK hlm.1) Ditemukan penggunaan tanda koma pada lingsa ( ) dan tanda titik ( ) pada lungsi yang disamping digunakan sebagaimana mestinya, pada lingsa ( ) juga digunakan untuk penanda angka. Contohnya seperti penggalan paragraf seperti di bawah ini:

9 9,punika tanpa mawi cêmêng saha lêkok. tuwin warni alit-alit pêthak. manawi sampun kalampahan umur,1000, dintên. dados kirang langkung kapal bêlo umur,3, taun. punika wiwit poèl. têgêsipun awit angrêntahakên untu bêlo, amung sajodho kang têngah, ngantos dumugi umur,2000, dintên. dados kirang langkung kapal bêlo umur,6, taun. (hml. 3) Terjemahan: Gigi-gigi ini tidak berwarna hitam dan berlekuk-lekuk, akan tetapi berbentuk kecil-kecil berwarna putih. Apabila kuda sudah memasuki umur 1000 hari, jadi kurang lebih anak kuda telah berumur 3 tahun ini mulai poèl. Poèl artinya merontokan gigi anak kuda dimulai dari sepasang gigi yang berada di tengah, hal ini terjadi sampai umur 2000 hari. Jadi kurang lebih anak kuda telah berusia 6 tahun ini (hlm. 3) Gambar 5: Penggunaan tanda koma pada lingsa dan tanda titik pada lungsi (Naskah BMK hlm.3)

10 10 Naskah BMK tidak memiliki nomor halaman, tetapi ada penambahan penulisan angka arab oleh tangan ketiga menggunakan pensil di pojok setiap halaman. Setelah dicermati penomoran ini pun ada yang terlewatkan sehingga ada penomoran halaman yang tidak sesuai dengan urutan halaman yang seharusnya. Gambar 6: Catatan tangan ketiga berupa sistem penomoran halaman naskah (Naskah BMK hlm.4) Pemberian nomer halaman yang tidak urut ini, tidak disebabkan oleh kesalah penulisan. Akan tetapi, karena adanya satu lembar teks yang rapuh, terlepas dari jilidannya dan hilang. Hal ini menyebabkan penomoran seakan tidak runtut karena tidak adanya halaman 5 dan 6. Hilangnya teks ini, dibuktikan dengan lanjutan kalimat yang tidak sesuai. Kemudian ketika dilakukan pengecekan melalui bantuan ketiga katalog yang memuat keterangan tentang naskah BMK, menyebutkan jumlah halaman adalah 31. Padahal ketika naskah diperoleh oleh peneliti, hanya mempunyai 29 halaman. Pengarang dalam menjaga kerapian penulisan dengan menggunakan garis bantu pensil tipis untuk membuat margin kanan dan kiri teks. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa Baru ragam bahasa krama, dan juga terdapat beberapa kata serapan dari Bahasa Arab. Berikut terdapat istilah bahasa Arab yang digunakan dalam teks BMK :

11 11 Gambar 7: Sisipan kata Berbahasa Arab, dengan penulisan aksara rekan ( Naskah BMK hlm.23) kadunungan wiradad ing dzad awon Adanya kreatifitas penulis dalam menulis suatu kata. Misalnya dalam penulisan manusa yang berarti manusia, dan penulisan santasa yang berarti santosa. Gambar 8: Penulisan manusa dan santasa (Naskah BMK hlm.24 dan hlm.18) Penulisan pasangan ha, sa, pa yang selalu ditarik memanjang Gambar 9: Penulisan pasangan ha, sa, dan pa (Naskah BMK hlm.1 dan hlm.3)

12 12 Sejalan dengan keunikan yang terdapat pada naskah tersebut, maka peneliti ingin melakukan mengkajian. Naskah BMK dipilih sebagai objek penelitian karena dilatarbelakangi oleh dua alasan yaitu : 1. Segi Filologis Terdapat varian varian penulisan pada naskah BMK. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengkajian secara filologis untuk mendapatkan suntingan teks yang bersih dari kesalahan. Varian penulisan berupa lacuna, adisi, dan hypercorrect, a. Lacuna adalah huruf, suku kata, kata, kelompok kata atau kalimat, bait yang terlewati. Gambar 10: Lakuna a (Naskah BMK hlm.18) bilih katupakan tansah Terjemahan: apabila ditunggangi akan selalu Kekurangan huruf m pada kata katumpakan, mengalami pembetulan kata berdasarkan pertimbangan linguistik menjadi katumpakan. Berasal dari kata dasar tumpak yang telah mendapat panambang (konfiks) yaitu, imbuhan yang terjadi pada suatu kata secara bersamaan. Imbuhan ka- -an. ka + tumpak + an yang artinya ditunggani.

13 13 Gambar 11: Lakuna b (Naskah BMK hlm. 20) mung sumangga ing pagalih Terjemahan: hanya mempersilahkan berfikir ulang Kekurangan ng pada kata pagalih, mengalami pembetulan berdasarkan pertimbangan linguistik menjadi panggalih. Berasal dari kata galih yang telah mendapat awalan (prefik) berupa ater-ater anuswara pa. pa + galih. Kadang kala awalan pa ini diganti pe. Artinya pikiran. b. Adisi yaitu bagian dari kata, suku kata, maupun kelompok kata yang kelebihan. Gambar 12. Adisi a (Naskah BMK hlm.13)...sêpuh lungseng boten kangge Terjemah: tua lungse tidak berguna Kelebihan ng pada kata lungseng, mengalami pembetulan berdasarkan pertimbangan linguistik menjadi lungse. Artinya sangat tua.

14 14 Gambar 13: Adisi b (Naskah BMK hlm. 24) bilih dangweg ing Terjemhan : apabila sudah cukup pada Kelebihan ng pada kata lungseng, mengalami pembetulan berdasarkan pertimbangan linguistik menjadi lungse. Artinya sudah cukup. c. Hypercorrect merupakan perubahan ejaan karena pergeseran lafal. Gambar 14: Hypercorrect a (Naskah BMK hlm.18) kapal wau manawi têgsih Terjemahan: kuda tadi apabila masih Tertulis kata têgsih. Mengalami pembetulan yang disesuaikan berdasarkan pertimbangan linguistik menjadi taksih. Artinya masih. Gambar 15. Hypercorrect b (Naskah BMK hlm.16) manah, lantib dhatêng pangajaran, mila wau Terjemahan: pikiran cerdas pada pelajaran, sehingga tadi

15 15 Tertulis kata lantib. Mengalami pembetulan yang disesuaikan berdasarkan pertimbangan linguistik menjadi lantip. Artinya cerdas. Penjelasan di atas adalah beberapa kesalahan tulis yang terdapat dalam naskah BMK. Berdasarkan kesalahan tulis yang ditemukan, maka BMK perlu diadakan suntingan teks dengan mengkritisi naskah secara ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan. 2. Segi isi Naskah BMK merupakan jenis naskah sains Jawa. Dilihat dari judul naskah sudah memiliki daya tarik untuk dikupas isinya lebih mendalam. Istilah makrifat dalam mistisme Jawa selalu dihubungkan dengan perjalanan mistik dalam upaya individual menyatu dengan Tuhan. Perjalan mistik acap kali dianggap mesti melakukan empat tahap, mulai dari sarengat atau syari ah, tarekat, hakekat, dan makripat atau makrifat (Neils Mulder 2007). Akan tetapi untuk mengetahui ilmu maupun pesan tersirat dari pengarang, seharusnya terlebih dahulu paham pesan tersurat dalam naskah BMK tersebut. Pesan tersurat dalam naskah adalah memahami tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan kuda melalui giginya. Secara garis besar BMK memuat pedoman yang dapat digunakan dalam menentukan umur kuda melalui giginya. Keadaan gigi dari lahir, menjadi anak kuda, hingga kuda tua dan tidak dapat dimanfaatkan lagi. Kuda dalam kehidupan masyarakat Jawa merupakan salah satu hewan klangenan. Bahkan masyarakat Jawa dianggap sempurna apabila memiliki lima hal yang salah satunya yaitu turangga atau kuda. Selain itu, banyaknya penggunaan kata majemuk yang berunsur kuda membuktikan bahwa kuda merupakan hewan

16 16 yang istimewa. Istilah menggunakan unsur kata kuda misalnya kuda lumping (properti yang digunakan pada tari tradisional jaranan maupun jathilan), jaranan (tarian tradisional Jawa Timur), dokar (kereta kuda), kavaleri (prajurit berkendara kuda), pegasus (kuda terbang dalam mitologi Yunani kuno), hour per horse (satuan daya pada bidang otomotif) dan lain sebagainya. Dalam kehidupan sehari hari, kuda memegang peranan yang sangat penting. Mulai dari hewan piaraan, hewan ternak, dan juga sebagai alat transportasi. Beberapa sejarah juga menyebutkan begitu pentingnya kuda pada zaman penjajahan Belanda. Salah satu bukti adalah, penjajah Belanda sadar bahwa kuda merupakan sarana yang efektif untuk menumpas lawan lawannya, hingga merasa perlu membentuk pasukan kavaleri yang berarti suatu pasukan berkuda yang mampu mendukung logistik di medan pertempuran bagi tentaranya (Teuku Nusyirwan Jacoeb 1994). Salah satu ide tersebut kemudian diterapkan pada tradisi kemiliteran Pura Mangkunegara yang biasa disebut Legiun Mangkunegara. Secara resmi, gubernur Jenderal Deandels mengeluarkan surat keputusan (besluit) pada hari Jumat tanggal 29 Juli 1808 yang menetapkan keberadaan Legiun Mangkunegara dalam pasukan gabungan Perancis-Belanda-Jawa dalam perang melawan Inggris. Pasukan kavaleri (berkuda) dan pasukan artileri (meriam) Mangkunegara umumnya terdiri masing masing atas 44 orang. Terdapat pula perempuan dalam tentara Mangkunegara (Korps Prajurit Estri) yaitu kavaleri estri yang pertama kali dipimpin oleh Bandara Raden Ajeng Siti Nurul Kamaril Ngasarati atau yang biasa dikenal sebagai Gusti Nurul (Iwan Santosa 2011). Pengembangan pemanfaatan tenaga kuda tidak hanya sebagai alat angkut atau transportasi dalam jarak jauh saja yang biasa disebut dengan kuda tarik, bahkan

17 17 dewasa ini di daerah perkotaan kuda dimanfaatkan sebagai hobi dan olahraga atau yang biasa disebut dengan kuda pacu. Semakin banyak orang orang yang tertarik untuk memelihara kuda sehingga, sangat penting untuk mengerti bagaimana cara merawat kuda dengan baik dan benar. Lebih lebih seseorang yang memelihara kuda harus memiliki kepahaman dalam hal keadaan fisik dan sifat kuda sesuai dengan umurnya. Isi naskah BMK mendiskripsikan fisik dan sifat kuda sesuai dengan umurnya. Fisik kuda yang dibahas dalam naskah ini tidak secara keseluruhan, tetapi hanya khusus pada bagian gigi kuda. Mulai kuda lahir dari induknya, hingga kuda tua dan tenaganya tidak dapat dimanfaatkan lagi. Melalui perkembangan gigi kuda, orang dapat mengetahui usia kuda dan dari usia kuda tersebut, orang akan mampu mengetahui bagaimana keadaan sifat kuda. Dengan mengetahui keadaan dan sifat kuda sesuai dengan umurnya, maka orang akan bisa merawat kuda dengan baik dan benar. Berikut adalah kutipan bagian dari teks naskah BMK tentang gigi kuda. punika untu kapal bêlo umur 4 taun tumindak. Wiwit angrêntahakên untu bêlo sajodho ingkang têngah, ngantos dumugi umur 2000 dintên. Dados kirang langkung kapal umur 6 taun. Punika anggènipun angrêntahakên untu bêlo têlas (hlm ) Terjemahan: ini gigi anak kuda berumur 4 tahun. Anak kuda ini mulai merontokkan gigi-giginya dimulai dari sepasang gigi yang berada di tengah, sampai berumur 2000 hari. Jadi kurang lebih kuda berumur 6 tahun, peristiwa gigi lepas semua (hlm ) Kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa gigi kuda juga mengalami perkembangan. Mulai dari anak-anak hingga menjadi kuda dewasa. Pada umur tertentu gigi anak kuda akan mulai rontok secara berangsur angsur dan digantikan dengan gigi-gigi yang baru yang permanen.

18 18 Kuda merupakan hewan yang mempunyai sifat unik. Kuda bisa menjadi jinak, akan tetapi kadang kala juga bisa berubah galak. Ada banyak faktor yang mempengaruhi perubahan sifat kuda yaitu, faktor eksternal berupa keadaan lingkungan dan cara perawatan, juga keadaan internal kuda yakni sifat kuda sesuai dengan umurnya. Berikut adalah kutipan teks BMK yang menjelaskan tentang keadaan internal kuda sesuai dengan umurnya. punika untu kapal umur 7 taun ngantos dumugi umur 3000 dintên. Dados kirang langkung kapal umur 9 taun. Punika kadunungan wiradat ing dzat birahi. Ingkang anjalari nuwuhakên kawontênanipun manah, sura tanpa duga, mangkrak murkangkara, nir baya wiweka, tan langgêng lana. Ingkang makatên ing saèstonipun wau kapal tansah awon. Amila sami sumêrêpa, sadaya putra wayah kula ingkang sami rêmên ngingah kapal, tuwin rêmên nitih jaran, manawi kapal dawêg wanci umur sumantên, tamtu kadunungan ingkang makatên. Punika ing panggalih sampun ngantos gêla tuwin cuwa, bilih ngantos gêla cuwa, mangka kapal kalampahan ngantos kabucal. (hlm ) Terjemahan: ini adalah gigi kuda berumur 7 tahun hingga berumur 3000 hari. Jadi kurang lebih kuda berumur 9 tahun ini, ketepatan masa kuda dalam sifat birahi. Yang menyebabkan keadaan sifat dan sifatini adalah serba tanpa dugaan, hanya teriak-teriak, tanpa bisa berhati-hati tidak lestari selamanya. Keadaan seperti ini sebenarnya ketika kondisi kuda senantiasa galak. Sehingga ketahuilah anak cucu saya semua yang menyukai memelihara kuda, juga menyukai menunggang kuda, apabila kuda genap umur sekian ini, pasti dalam keadaan seperti ini. Sehingga jangan sampai kecewa dan menyesal karena apabila sampai kecewa maka kuda bisa-bisa akan kalian buang. (hlm ) Cuplikan teks diatas telah menjelaskan keadaan watak kuda. Orang akan mengetahui keadaan kuda dengan cara melihat tingkah laku dan sifatnya. Jika orang tidak paham tentang fase fase perkembangan kuda, ditakutkan akan merasa kecewa bahkan mengakibatkan kemungkinan terburuk kuda dibuang oleh pemiliknya. Akan tetapi jika pemiliknya paham, maka diharapkan kuda bisa mendapatkan perhatian yang baik dan benar.

19 19 Dari uraian di atas, maka naskah BMK penting untuk diteliti baik secara filologis maupun secara isi. Tinjauan filologis digunakan untuk membahas permasalahan filologis yang ada dalam naskah, sedangkan kajian isi digunakan untuk mengungkap kandungan isi naskah. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian naskah BMK adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana suntingan teks BMK yang bersih dari kesalahan setelah melalui cara kerja filologi? 2. Bagaimana kandungan isi dan ajaran mistik dalam BMK? C. Tujuan Pembahasan Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menyajikan suntingan teks BMK yang bersih dari kesalahan setelah melalui cara kerja filologi. 2. Mengungkapkan kandungan isi dan ajaran mistik dalam BMK. D. Pembatasan Masalah Adanya berbagai bentuk permasalahan dalam naskah BMK memungkinkan naskah tersebut untuk diteliti dari berbagai sudut pandang. Sehingga, diperlukan pembatasan masalah lebih ditekankan pada dua analisis, yaitu tinjauan filologis dan kajian isi. Tinjauan filologis digunakan untuk mengupas permasalahan yakni uraian-uraian di dalam naskah sesuai dengan langkah kerja filologis, mulai dari deskripsi naskah, kritik teks, suntingan teks, dan terjemahan. Adapun kajian isi

20 20 digunakan untuk mengungkap kandungan isi naskah yang berhubungan dengan bentuk gigi dan sifatkuda sebagai penunjuk umur kuda dalam naskah serta menafsirkan makna tersirat yang terkandung dalam naskah BMK. E. Landasan Teori 1. Pengertian Filologi Filologi secara etimologis, berasal dari bahasa Yunani philologia yang berupa gabungan kata dari philos yang berarti cinta dan logos yang berarti kata. Filologi dapat diartikan sebagai cinta kata atau senang bertutur, yang kemudian berkembang menjadi senang belajar, senang ilmu, dan senang kesastraan atau senang kebudayaan (Baried, 1983:1). Filologi merupakan salah satu disiplin ilmu yang mempelajari tentang tata cara, dan bagaimana menangani suatu dokumen kuna dan penting warisan nenek moyang terdahulu. Filologi hampir sama dengan antropologi. Perbedaan antara filologi dan antropologi terletak pada objek fisik kajian. Objek fisik antropologi adalah artefak, candi, patung, arca atau bahan yang terbuat dari bahan batuan atau logam. Sementara itu, filologi memiliki objek fisik kajian yang lebih khusus yaitu naskah atau manuskrip yang terbuat dari bahan lontar, dluwang, bambu, atau kertas. Sebagai istilah, kata filologi mulai dipakai pada kira-kira abad ke 3 SM oleh sekelompok ahli dari Iskandariyah, yaitu untuk menyebut keahlian yang diperlukan untuk mengkaji peninggalan tulisan yang berasal dari kurun beratesratus tahun sebelumnya. Ahli dari Iskandariyah yang pertama kali melontarkan istilah filologi bernama Eratosthenes. Pada waktu itu, mereka harus berhadapan dengan sejumlah peninggalan tulisan yang menyimpan suatu informasi dengan

21 21 bentuk yang bermacam-macam: dalam pada itu, pada fisik peninggalan tulisan itu terdapat sejumlah bacaan yang rusak atau korup (Siti Baroroh Baried, 1994). 2. Objek Penelitian Filologi Suatu penelitian tentu mempunyai metode dan objek. Dari sejarah lahirnya filologi sebagai istilah, dapat diketahui bahwa filologi mempunyai sasaran kerja atau objek penelitian yang berupa naskah atau manuskrip. Ilmu yang berkaitan dengan naskah dan pernaskahan disebut kodikologi, yaitu ilmu tentang kodeks (kata lain untuk naskah). Dalam itu, objek kajian filologi berupa teks, yaitu informasi yang terkandung dalam naskah, yang sering disebut juga muatan naskah (Siti Baroroh Baried, 1994). Menurut Hartini (2012:10), objek penelitian filologi adalah tulisan tangan yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil budaya masa lampau. Semua bahan tulisan tangan tersebut adalah naskah. Dalam filologi istilah naskah merujuk pada wujud fisik sementara teks adalah wujud abstrak atau ilmu yang dikandung dalam naskah tersebut. 3. Pengertian Naskah dan Teks Naskah yang biasa disebut manuskrip/handskrip merupakan hasil karya pemikiran nenek moyang yang dituang ke dalam tulisan tangan. Menurut Siti Baroroh Baried (1994), naskah merupakan ungkapan perasaan sebagai hasil budaya bangsa masa lampau. Ketika peneliti dihadapkan pada proses membaca naskah, maka sebenarnya peneliti dihadapkan pada dua hal yang saling berhubungan yaitu naskah dan teks. Naskah merupakan bentuk fisik dari karya itu sendiri, mulai dari bahan atau media

22 22 penulisan, bentuk tulisan, hingga keadaan naskah secara kasat mata. Sementara itu hal yang lain adalah teks. Teks merupakan bentuk abstrak yang terdapat di dalam naskah itu. Bentuk abstraksi bisa juga merupakan ilmu yang terkandung, amanat, pesan, dan suatu ajaran yang terkandung di dalamnya. Menurut Hartini (2012;19), teks itu sendiri adalah kandungan atau muatan naskah, sesuatu yang abstrak yang hanya dapat dibayangkan saja. Dalam menemukan teks, dan memahaminya, seorang peneliti tidak bisa hanya melihat, melainkan harus membaca dan menelaah terlebih dahulu. Naskah dan teks merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan. Di dalam naskah pasti terdapat teks, sedangkan teks pasti berada di dalam naskah. 4. Langkah Kerja Filologi Secara umum, penelitian akan selalu memiliki langkah kerja secara terperinci. Langkah kerja filologi mulai dari pencarian data berupa naskah atau manuskrip, pengolahan dan penggarapan data, hingga penyajian hasil penelitian dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu meliputi invetarisasi naskah, deskripsi naskah, singkatan naskah, kritik teks, suntingan teks yang dilengkapi dengan aparat kritik, dan terjemahan. Naskah yang dikaji dalam penelitian ini adalah naskah tunggal. Cara kerja penelitian filologi sesuai dengan metode edisi naskah tunggal. Metode edisi naskah tunggal meliputi dua metode yaitu edisi diplomatik dan edisi standar. Edisi diplomatik adalah menyajikan hasil alih aksara apa adanya. Edisi standar menyajikan hasil alih aksara yang telah melalui edisi kritik teks. Artinya

23 23 memberikan atau membetulkan yang dianggap tidak memiliki keteraturan dalam kata, kumpulan kata, frase ataupun kalimat. Penelitian ini menggunakan metode kritik edisi standar dengan pendekatan kritik teks. Cara kerja filologi dalam naskah tunggal ini mengacu pada teori filologi dan cara kerja filologi Menurut Edwar Djamaris (2002:9), langkah kerja filologi meliputi pengumpulan data (inventarisasi naskah), deskripsi naskah, pertimbangan dan pengguguran naskah (recentio dan elimination), dasar-dasar penentuan naskah yang asli (autograf), mendekati asli (arkhetip), atau naskah autoritatif, ringkasan isi cerita, transliterasi naskah, suntingan teks, glosari, dan komentar teks. Penanganan naskah BMK ini mengacu pada tahapan langkah kerja penelitian filologi menurut Edwar Djamaris. Akan tetapi mengingat bahwa naskah ini merupakan naskah tunggal, sehingga tidak menyertakan langkah pertimbangan dan pengguguran naskah (recentio dan elimination), dasar-dasar penentuan naskah yang asli (autograf), mendekati asli (arkhetip), atau naskah autoritatif, di dalam penggarapannya. Secara terperinci, langkah kerja penelitian filologi yang diterapkan dalam penggarapan naskah BMK adalah sebagai berikut a. Inventarisasi Naskah Iventarisasi naskah adalah langkah peneliti dalam mencari informasi, sumber data, dan data yang akan dijadikan sebagai objek kajian, yang pada penelitian ini berupa naskah atau manuskrip. Inventarisasi merupakan langkah awal untuk mendapatkan data secara menyeluruh.

24 24 Inventarisasi naskah dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mendata dan mengumpulkan naskah yang berjudul sama dan sejenis melalui katalog-katalog umum. Setelah di dapatkan informasi judul, dan tempat penyimpanan naskah maka dilakukan inventarisasi lanjutan berupa pendataan naskah melalui katalog lokal. Setelah inventarisasi dengan bantuan katalog selesai, dilakukan mengecek data secara langsung ke tempat penyimpanan naskah sesuai dengan informasi yang diperoleh. Setelah mendapatkan data yang dicari, kemudian dilanjutkan dengan deskripsi atau identifikasi naskah. Menurut Edwar Djamaris (2006: 11), apabila peneliti ingin meneliti suatu cerita berdasarkan naskah menurut cara kerja filologi, pertama-tama hendaklah didaftarkan semua naskah yang terdapat diberbagai perpustakaan universitas atau museum yang biasa menyimpan naskah melalui katalogus naskah yang tersedia. Langkah tersebut dilakukan mengetahui jumlah naskah, tempat penyimpanan, maupun penjelasan lain mengenai keadaan naskah yang akan dijadikan objek penelitian. b. Deskripsi Naskah Objek penelitian, ketika sudah didapatkan langkah penggarapan pertama adalah membuat deskripsi. Deskripsi naskah ialah uraian ringkasan naskah secara terperinci, yang terdiri dari poin-poin khusus guna pengetahuan awal sebelum orang melihat naskahnya. Deskripsi naskah diperlukan untuk mengetahui kondisi naskah dan sejauh mana isi dan kondisi mengenai naskah yang akan diteliti. Adapun sebelum melakukan tindakan deskripsi atau identifikasi naskah, biasanya terlebih dulu peneliti melakukan alih media bahan penelitian ke dalam

25 25 bentuk foto atau digital. Hal ini dilakukan untuk mengurangi sedikit mungkin kontak langsung peneliti terhadap bahan penelitian yang asli. Sebagai salah satu cara menjaga kelestarian dan menghindari kerusakan setelah dilakukan penelitian. Pengambilan gambar menggunakan kamera hendaknya juga memperhatikan dan mematuhi aturan-aturan yang berlaku pada intansi maupun yayasan terkait. Biasanya suatu intansi maupun yayasan pengelola naskah, melarang pemotretan naskah menggunakan blitz yaitu kilatan cahaya yang dihasilkan kamera pada saat proses pemotretan. Efek cahaya dan panas yang ditimbulkan, ditakutkan akan lebih cepat merusak tinta dan kertas naskah. Emuch Herman Sumantri (1986:2) menguraikan bahwa deskripsi naskah merupakan sarana untuk memberikan informasi atau data mengenai: judul naskah, nomor naskah, tempat penyimpanan naskah, asal naskah, keadaan naskah, ukuran naskah, tebal naskah, jumlah baris tiap halaman, huruf, aksara, tulisan, cara penulisan, bahan naskah, bahasa naskah, bentuk teks, umur naskah, pengarang atau penyalin, asal-usul naskah, fungsi sosial naskah, serta ikhtisar teks. c. Transliterasi Naskah Transliterasi adalah penggantian atau pengalihan huruf demi huruf dari abjad yang satu ke abjad yang lain. Dalam proses transliterasi ini sebaiknya peneliti tetap menjaga kemurnian bahasa dalam naskah, khususnya penulisan kata (Edwar Djamaris, 2002:19). Transliterasi biasanya juga disebut dengan alih aksara. Kegiatan ini tidak hanya serta merta mengubah huruf demi huruf dari abjad satu ke abjad yang lain, yang dalam penelitian ini berarti mengubah huruf Jawa ke dalam tulisan Latin, akan

26 26 tetapi seorang peneliti juga harus mempunyai bekal pengetahuan memahami konvensi maupun aturan yang ada dalam abjad atau huruf yang menjadi sasaran. Konvensi tranliterasi atau proses alih aksara pada naskah Jawa harus mencermati konvensi linguistik dan ketentuan dalam paramasastra Jawa. Adakalanya pada huruf Jawa sebuah kata ditulis dengan pasangan atau huruf konsonan dobel, akan tetapi pada saat kata itu diubah dalam huruf latin, konsonan hanya satu. d. Kritik Teks Kritik teks menurut Siti Baroroh Barried (1983:97), kata kritik berasal dari bahasa Yunani krites yang artinya seorang hakim, krinein berarti menghakimi, kriterian berarti dasar penghakiman. Kritik teks memberikan evaluasi terhadap teks, meneliti dan menempatkan teks pada tempatnya yang tepat. Kegiatan kritik teks bertujuan untuk mengembalikan teks ke bentuk aslinya (constutio textus) sebagaimana diciptakan oleh penciptanya. Kritik teks ini dilakukan dengan mengacu pada konvensi-konvensi tertentu. Dalam penelitian ini, kritik teks mengacu pada konvensi linguistic, dan konteks kalimat dalam naskah. e. Suntingan Teks dan Aparat Kritik Suntingan teks adalah menyajikan teks dalam bentuk aslinya, yang bersih dari kesalahan berdasarkan bukti-bukti yang terdapat dalam naskah yang dikritisi. Suntingan teks ini berasal dari hasil alih aksara yang telah dikritik. Adapun bentuk suntingan teks biasanya bait untuk naskah jenis tembang, dan paragraf untuk naskah prosa.

27 27 Adapun dalam penelitian ini, suntingan teks dilengkapi dengan aparat kritik. Aparat kritik ini berwujud catatan kaki yang ada pada luar teks. Hal ini merupakan suatu pertanggungjawaban dalam penelitian naskah yang menyertai suntingan teks dan merupakan kelengkapan kritik teks. Dalam aparat kritik juga ditampilkan kelainan bacaan yang merupakan kata-kata atau bacaan salah di dalam naskah (Edwar jamaris, 2006:8). f. Terjemahan Terjemahan adalah pemindahan bahasa dari bahasa sumber ke bahasa sasaran. Pemindahan bahasa ini tidak bisa terlepas dari unsur makna. Makna yang ada dalam bahasa sumber seharusnya juga sama dengan makna dalam bahasa sasaran. Hasil terjemahan yang baik adalah kesesuaian makna dari bahasa sumber ke bahasa sasarannya. Proses terjemahan tidak hanya mengubah atau memindahkan sebuah teks dari bahasa sumber ke bahasa sasaran, akan tetapi juga memindahkan kandungan isi, pengetahuan sesuai dengan makna dalam bahasa asalnya. Secara garis besar, Catford (1974) membagi terjemahan menjadi tiga jenis : 1. Terjemahan kata per kata : terjemahan yang tiap-tiap kata teks bahasa sumber diikuti oleh kata-kata yang sepadan dalam bahasa sasaran. Jenis terjemahan ini terikat oleh bentuk. Kata kerja dalam bahasa sumber juga harus diikuti kata kerja dalam bahasa sasaran, jika dalam bahasa sumber berupa kata benda terjemahannya juga kata benda, dan semacamnya. 2. Terjemahan harfiah : terjemahan antara terjemahan kata per kata dan terjemahan bebas, berada di antara terjemahan kata per kata dan

28 28 terjemahan bebas. Menerjemahkan secara harfiah dimulai dari menerjemahkan kata per kata kemudian gramatikanya disesuaikan dengan bahasa sasaran 3. Terjemahan bebas : terjemahan yang tidak terikat oleh bentuk satuansatuan kebahasaan. Satuan kata dalam teks sumber terjemahannya tidak harus berupa kata, tetapi boleh berupa frase atau kalimat. Dari ketiga jenis terjemahan di atas, untuk memperoleh interpretasi isi yang terkandung dalam naskah, maka digunakan jenis terjemahan bebas. Dalam penelitian naskah Jawa, hasil alih aksara akan diterjemahkan ke dalam bahasa nasional atau Bahasa Indonesia. Hal ini bertujuan untuk memperluas sasaran pembaca. Diharapkan hasil penelitian ini, tidak hanya bisa dinikmati oleh masyarakat yang menguasai Bahasa Jawa saja, akan tetapi juga masyarakat yang menguasai Bahasa Indonesia. 5. Pengetian Mistik Pengetahuan mistis adalah pengetahuan yang tidak dapat dipahami rasio, pengetahuan yang irasional. Maksudnya, hubungan sebab akibat yang terjadi tidak dapat dipahami rasio. Rasio adalah pemikiran manusia yang didasarkan pada pemikiran akal sehat yang biasa disebut nalar. Pengetahuan ini kadang-kadang mempunyai bukti empiris tetapi kebanyakan tidak dapat dibuktikan secara empiris. Pengetahuan mistis ini bersifat mistik. Menurut asal katanya, kata mistik berasal dari bahasa Yunani mystikos yang artinya rahasia (geheim), serba rahasia (geheimzinnig), tersembunyi (verborgen), gelap (donker) atau terselubung dalam kekelaman (in het duister gehuld). Mistik

29 29 jika dihubungkan dengan spiritualitas yaitu pengetahuan (ajaran atau keyakinan) tentang Tuhan yang diperoleh melalui latihan meditasi atau latihan spiritual, bebas dari ketergantungan indera atau rasio. Pada dasarnya, mistik selalu ada pada suatu agama dalam bentuk kerohanian. Kerohanian ini bersifat subjektif, yang paling tahu penggunaannya adalah pemiliknya. Adapun di kalagan sufi, kegunaan mistik yaitu dapat menentramkan jiwa mereka (Ahmad Tafsir: 2006) Mistisme dalam Islam biasa disebut dengan Tasawuf. Tasawuf adalah adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan akhlaq, membangun dhahir dan batin, untuk memporoleh kebahagian yang abadi. Adapun dalam perkembangannya, tasawuf terbagi menjadi 4 tahap yaitu syariat, hakekat, tarekat, makrifat. Tujuan Tasawuf adalah sampai kepada Dzat yang Haqq atau Mutlak, atau bahkan bersatu dengan Dia (Simuh 2002: 32). Para sufi tidak akan sampai kepada tujuannya kecuali dengan laku dan usaha berupa mujahadah yang membutuhkan waktu lama untuk memusatkan perhatian dan mematikan keinginan keduniawian. Bersatunya jiwa manusia dengan Zat yang Haqq merupakan tingkatan yang paling tinggi di dalam ilmu Tasawuf yang disebut dengan makrifat. Syariat merupakan tahapan paling rendah dari tasawuf. Hal ini biasa dilakukan dengan cara mengindahkan dan hidup menurut pranata hukum agama. Pada agama Islam, syariat ditunjukan pada ketaatan seseorang dalam menjalankan perintah-nya dan menjauhi larangan-nya. Dalam pencapaian kemakrifatan, tidak hanya mencari ridla Allah dengan ibadah dan taqwa seperti yang dianjurkan pada

30 30 tahapan syariat. Dengan demikian, maka perlu menciptakan langkah baru yang disebut dengan tarekat. Tarekat menurut ijtihad para sufi bermacam-macam. Akan tetapi, pada dasarnya menurut Al- Ghazali dalam kitab al-mungidz min al Dlalal terdiri dari tiga jenjang, yaitu penyucian hati (mawas diri dan penguasaan terhadap nafsu), konsentrasi dalam berzikir, dan fana fil lah alu mukasyafah (pemikiran alam gaib). Dengan menjalankan tiga jenjang ini, para sufi merujuk pada satu tujuan yaitu kesadaran leburnya diri dalam samudera ilahi. Tahap ketiga dalam tasawuf adalah hakekat, yaitu perjumaan dengan kebenaran. Seseorang yang berada pada tingkatan hakekat ini, memiliki pemahaman mendalam dalam mengabdikan diri kepada Dzat yang Maha Kuasa. Kemudian dilanjutkan dengan tahap terakhir berupa makrifat. Secara harfiah, kata makrifat berasal dari kata arafa, yaitu ya rifu, irfan, makrifat yang artinya pengetahuan dan pengalaman. Dapat berarti pengetahuan tantang suatu hal, yaitu ilmu tertinggi yang tidak bisa dirasakan oleh semua orang. Makrifat adalah pengetahuan yang objeknya bersifat abstrak, dan hanya dapat diketahui dengan pemikiran yang lebih mendalam, tidak hanya sekedar wujud yang menampilkan pesan tersurat akan tetapi juga paham makna yang tersirat. Pemikiran yang seperti ini, disebutkan dalam konsep mistisme dan merupakan pemikiran yang paling tinggi. Dimulai dari pemikiran secara syariat, tarekat, hakikat, dan makrifat. Dalam konsep mistisme kontemporer atau kebatinan, makrifat merupakan salah satu tingkatan laku menyatukan diri dengan Tuhan. Pada dasarnya, praktek mistisme adalah upaya yang dilakukan secara individual. Dalam mitologi Jawa,

31 31 perjalanan mistik banyak disimbolkan melalui penggambaran dalam kisah pewayangan misalnya lakon Dewa Ruci, Begawan Ciptoning, dan Arjunawiwaha (Niels Mulder, 2007;67-68). 6. Struktur Gigi Kuda Menurut bentuknya, gigi terbagi menjadi dua jenis yaitu Homodontal dan Heterodontal. Homodontal merupakan bentuk gigi geligi yang sama dalam satu rongga mulut. Bentuk gigi tersebut terdapat pada makhluk hidup seperti ikan dan burung. Sedangkan gigi geligi manusia termasuk jenis Heterodontal, karena memiliki gigi geligi dengan berbagai bentuk dan fungsi (Donna Pratiwi:2009). Kuda mempunyai geligi Homodontal. Berbeda dengan gigi pada manusia, selain tumbuh dan bertambah panjang, gigi kuda juga menjadi aus seiring pertambahan umur kuda. Hal tersebut menjadi petunjuk dalam penentuan umur kuda. Umur kuda dapat diketahui dari gigi seri yang terdiri dari dua jenis yaitu gigi sementara dan gigi permanen. Gigi sementara berukuran kecil dan berwarna putih. Sementara itu gigi permanen ukurannya lebih besar dan kuat, warnanya lebih kuning dan panjang. Secara garis besar, gigi kuda terbagi menjadi dua jenis yaitu gigi seri dan geraham. Gigi seri terletak di depan berfungsi untuk memotong rerumputan, sementara gigi geraham terletak di bagian belakang berfungsi untuk mengunyah makanan. Kuda dikatakan mempunyai gigi lengkap ketika mulut telah dipenuhi oleh enam gigi pada rahang atas dan enam gigi pada harang bawah, yang kemudian dapat dibedakan menjadi dua central, dua lateral, dan dua croner.

32 32 Gambar 16: Bentuk dan jumlah gigi kuda sesuai umurnya (penampang atas) Sumber : upperegypt.com 1 year, 2 years, 3 years, 4 years, 5 years, 6 years, 8 years, 10 years, 12 years, 15 years, years, years Terjemahan : 1 tahun, 2 tahun, 3 tahun, 4 tahun, 5 tahun, 6 tahun, 8 tahun, 10 tahun, 12 tahun, 15 tahun, tahun, tahun Berikut adalah fase pertumbuhan gigi: Pertumbuhan gigi ternak dibagi menjadi 3 fase yaitu : fase tumbuh gigi (gigi susu), fase pergantian gigi dan fase keausan gigi. a) Fase gigi susu : Terjadi pada ternak mulai lahir sampai dengan gigi seri bertukar dengan yang baru. b) Pergantian gigi : masa awal dari pergantian gigi sampai dengan selesai c) Keausan gigi : gigi sudah tidak berganti-ganti lagi, melainkan sedikit demi sedikit aus.

33 33 Gambar 17: Perubahan gigi kuda sesuai dengan umurnya (penampang depan dan samping) Sumber : horsegroomingsupplies.com Canine teeth, may urupt in the space between the incisors and molars in, teeth of a one year old horse, teeth of a two year old horse, teeth of a six year old horse, teeth of a six year old horse showing beginning of seven year horse, teeth of a eight year old horse clearly showing seven year hook, teeth of a fifteen year old horse Terjemahan: gigi taring, mungkin meletus di ruang antara gigi seri dan geraham, gigi kuda berumur satu tahun, gigi kuda berusia dua tahun, gigi kuda berusia enam tahun, gigi kuda berusia enam tahun menunjukkan awal tujuh tahun kuda, gigi kuda berusia delapan tahun menunjukan dengan jelas gigi pemauk saat kuda berumur tujuh tahun, gigi kuda berusia lima belas tahun.

34 34 F. Metodologi Penelitian 1. Sumber Data dan Data Sumber data adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan lokasi, tempat, atau keberadaan sehingga peneliti bisa mendapatkan data. Sumber data dari penelitian ini adalah Perpustakaan Reksa Pustaka Mangkunegaran, Rumah Bapak Mujiono di Laweyan Surakarta, dan lapangan stadion Bantul Jogyakarta. Setelah mendapatkan sumber data, peneliti akan mendapatkan data. Data adalah sesuatu yang diperoleh atau dihasilkan dari sumber data itu sendiri. Dalam penetitian ini, data berupa naskah, suntingan teks naskah BMK yang bersih dari kesalahan dan hasil wawancara. Data pada dasarnya terbagi menjadi dua jenis yaitu data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data utama yang dibutuhkan dalam penelitian. Pada penelitian ini, data primer adalah naskah BMK dengan nomor kodek di katalog (Girardet Sutanto, 1983), MN 579 pada (Nancy K. florida, 1996), dan nomor N6 Katalog lokal Perpustakaan Reksa Pustaka Mangkunegara. data kedua berupa suntingan teks naskah BMK yang bersih dari kesalahan dan hasil wawancara. Kemudian data sekunder adalah data pendukung yang mampu menunjang penelitian. Dalam hal ini, data sekunder berupa bahan pustaka tentang kuda, buku tasawuf dan sumber informasi penunjang lainnya yang dapat membantu memberikan informasi penelitian. 2. Bentuk dan Jenis Penelitian Bentuk penelitian ini adalah penelitian filologi, yang objek kajian mendasarkan pada menuskrip atau naskah yang menggunakan bahasa dan aksara

35 35 Jawa yang masih ditulis tangan. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif yang artinya penelitian dilaksanakan melalui pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif. Pada dasarnya penelitian kualitatif menggunakan metode kualitatif yaitu pengamatan, wawancara, atau penelaahan dokumen. Data yang dibutuhkan pada metode kualitatif adalah berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Dengan demikian laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data sebagai gambaran penyajian laporan (Lexy J.Moleong, 2013) Jenis penelitian yang digunakan adalah kajian pustaka atau library research dan penelitian lapangan atau field research. Library research yaitu penelitian yang dilakukan di kamar kerja peneliti atau di ruang perpustakaan, yaitu tempat peneliti memperoleh data dan informasi tentang objek penelitiannya lewat buku-buku atau alat-alat audiovisual lainnya (Attar Semi, 1990:8). Kemudian, field research yaitu penelitian yang berangkat dari hasil observasi lapangan untuk mengadakan pengamatan tentang suatu fenomena dalam suatu keadaan ilmiah (Lexy J.Moleong, 2013). 3. Teknik Pengumpulan Data bertahap,yaitu: Teknik pengumpulan data yang peneliti lakukan adalah secara 1. Mencari informasi dengan bantuan katalog Girardet-Soetanto1964 yang merangkum seluruh judul dan gambaran umum naskah-naskah yang dikoleksi perpustakaan atau intansi yang ada di wilayah Surakarta dan Yogyakarta. Kemudian dari pencarian itu ditemukan naskah

36 36 berjudul Buku Makripating Kapal yang disimpan di Perpustakaan Reksapustaka Pura Mangkunegara Surakarta. 2. Pengumpulan data dilanjutkan dengan mencari informasi melalui bantuan katalog-katalog lainnya, yaitu Javanese Language Manuscrips of Surakarta Central Java A Preliminary Descriptive Catalogus Level II (Nancy K. florida, 1996), Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid I Museum Sonobudoyo Yogyakarta (T.E. Behrend, 1990), Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 3-A dan B Fakultas Sastra Universitas Indonesia (T.E. Behrend dan Titik Pujiastuti,1997), Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 2 Keraton Yogyakarta (Jennifer Lindsay, R.M. Soetanto, dan Alan Feinstein,1994), dan Katalog Lokal Perpustakaan Reksa Pustaka Pura Mangkunegaran. Dari berbagai katalog di atas, ditemukan satu judul naskah dengan tiga nomor kodek pada tiga katalog yang berbeda, akan tetapi dari ketiganya hanya mengarah pada satu naskah dan satu tempat penyimpanan naskah, yaitu Perpustakaan Reksa Pustaka Pura Mangkunegaran. 3. Mengunjungi dan memastikan secara langsung keberadaan naskah pada tempat penyimpanannya yaitu Perpustakaan Reksa Pustaka Mangkunegaran. 4. Mengambil dan meminjam naskah BMK. 5. Untuk mempermudah penggarapan penelitian, juga demi mengurangi kontak langsung terhadap naskah yang dapat mempercepat kerusakan naskah, maka dilakukan pemotretan sesuai dengan syarat yang ditentukan oleh intansi terkait.

37 37 6. Setelah data yang didapatkan cukup, dilanjutkan penelitian sesuai dengan langkah-langkah filologis. 7. Setelah pelaksanaan penelitian, diperoleh suntingan teks yang bersih dari kesalahan. Hal ini, menjadi data dalam pengkajian isi. 8. Melakukan wawancara terhadap narasumber yang berkompeten dalam bidang pemeliharaan dan perawatan kuda, yaitu Bapak Mujiono peternak kuda tarik, Bapak Wempi pelatih kuda balap, dan Mas Nur joki kuda balap. 9. Melalui data berupa suntingan teks BMK yang bersih dari kesalahan dan hasil wawancara tersebut, kemudian dilakukan pengkajian isi terhadap naskah BMK. Pencaraian data sekunder dapat diperoleh melalui jurnal, buku-buku umum, makalah, serta transkip hasil wawancara dan hasil diskusi. 4. Teknik Analisis Data Analis data adalah mengolah data sesuai dengan cara kerja filologi. Proses analisis data diolah sesuai dengan teori langkah kerja penelitian filologi. Dalam penelitian ini digunakan analisis filologis dan analisis isi. Analisis isi dilakukan setelah terjemahan, karena isi dan kandungan naskah dapat diketahui secara lebih jelas setelah langkah kerja filologi diselesaikan, maka analisis yang digunakan adalah metode kritik teks naskah tunggal yaitu edisi standar. Menurut Edwar Djamaris, metode standar adalah metode yang biasa digunakan dalam penyuntingan teks naskah tunggal. Metode standar digunakan pada naskah yang dianggap sebagai cerita biasa, bukan cerita yang dianggap suci atau penting (2002:24).

38 38 Hal-hal yang perlu dilakukan dalam edisi standar antara lain: a. Mentranliterasikan teks. b. Membetulkan kesalahan teks. c. Membuat catatan perbaikan/perubahan. d. Memberi komentar, tafsiran. e. Membagi teks dalam beberapa bagian. Tahap kedua dari analisis data adalah pengungkapan isi yang terkandung dalam teks dengan menggunakan metode content analisys atau analisis isi. Analisis isi adalah suatu metode yang bisa digunakan pada penelitian kualitatif maupun kuantitatif. Pengertian analisis isi adalah pembahasan secara mendalam terhadap isi yang ada pada sutau informasi, baik berupa lisan maupun tertulis yang tedapat pada objek penelitian. G. Sistematika Penyajian Sistematika yang akan disajikan dalam laporan hasil penelitian ini dimaksudkan untuk memberi gambaran yang lebih jelas mengenai laporan hasil penelitian. Sistematika penulisannya sebagai berikut : BAB I Pendahuluan Bab pendahuluan ini didahului oleh latar belakang, perumusan masalah, tujuan pembahasan, pembatasan masalah, teori, metode penelitian, sistematika penyajian. BAB II Tinjauan Filologis Pembahasan pada bab ini, dibatasi mengenai tinjauan filologis. Isi pembahasan yaitu, deskripsi naskah, kritik teks, suntingan teks, dan terjemahan.

BAB III KAJIAN ISI. dari pemikiran nenek moyang terdahulu. Dasar pemikiran serta teori-teori dasar

BAB III KAJIAN ISI. dari pemikiran nenek moyang terdahulu. Dasar pemikiran serta teori-teori dasar BAB III KAJIAN ISI Sumber ilmu dan pengetahuan yang berkembang saat ini, merupakan hasil dari pemikiran nenek moyang terdahulu. Dasar pemikiran serta teori-teori dasar yang kemudian dikembangkan dan dipelajari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangunan besar, benda-benda budaya, dan karya-karya sastra. Karya sastra tulis

BAB I PENDAHULUAN. bangunan besar, benda-benda budaya, dan karya-karya sastra. Karya sastra tulis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia memiliki banyak warisan kebudayaan yang berupa bangunan besar, benda-benda budaya, dan karya-karya sastra. Karya sastra tulis berupa naskah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang luas yang mencakup bidang kebahasaan, kesastraan, dan kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. yang luas yang mencakup bidang kebahasaan, kesastraan, dan kebudayaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Filologi merupakan suatu pengetahuan tentang sastra-sastra dalam arti yang luas yang mencakup bidang kebahasaan, kesastraan, dan kebudayaan (Baroroh-Baried,

Lebih terperinci

Kawruh warnining udheng-udhengan (suatu tinjauan filologis) Budi Kristiono C UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAB I PENDAHULUAN

Kawruh warnining udheng-udhengan (suatu tinjauan filologis) Budi Kristiono C UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAB I PENDAHULUAN Kawruh warnining udheng-udhengan (suatu tinjauan filologis) Budi Kristiono C0199012 UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN FILOLOGIS. filologi yaitu, dimulai dari penjabaran deskripsi BMK, membuat kritik teks,

BAB II TINJAUAN FILOLOGIS. filologi yaitu, dimulai dari penjabaran deskripsi BMK, membuat kritik teks, BAB II TINJAUAN FILOLOGIS Pada bab II ini menguraikan tentang tinjauan filologis yang dilakukan terhadap naskah BMK. Hal ini dilakukan untuk membahas permasalahan secara mendalam yang ada di dalam naksah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan gugusan pulau dan kepulauan yang memiliki beragam warisan budaya dari masa lampau. Kekayaan-kekayaan yang merupakan wujud dari aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. teks yang ditulis dengan huruf bahasa daerah atau huruf Arab-Melayu. Naskah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. teks yang ditulis dengan huruf bahasa daerah atau huruf Arab-Melayu. Naskah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Kepustakaan yang relevan 1.1.1 Transliterasi Transliterasi merupakan salah satu tahap/langkah dalam penyuntingan teks yang ditulis dengan huruf bahasa daerah atau huruf Arab-Melayu.

Lebih terperinci

MENGAPA KITA MEMPELAJARI FILOLOGI???

MENGAPA KITA MEMPELAJARI FILOLOGI??? MENGAPA KITA MEMPELAJARI FILOLOGI??? Peninggalan suatu kebudayaan yang berupa puing bangunan besar, semarak tapi belum cukup. Gambaran pikiran dan perasaan tersebut dapat dipahami lewat dokumen tertulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Butir-butir mutiara kebudayaan Indonesia pada masa lampau sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Butir-butir mutiara kebudayaan Indonesia pada masa lampau sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Butir-butir mutiara kebudayaan Indonesia pada masa lampau sebagai warisan kebudayaan para leluhur antara lain terdapat di dalam berbagai cerita lisan, benda-benda,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai cipta sastra karena teks yang terdapat dalam teks mengungkapkan

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai cipta sastra karena teks yang terdapat dalam teks mengungkapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah-naskah Nusantara sangat beraneka ragam, yang isinya mengemukakan tentang kehidupan manusia misalnya, masalah politik, sosial, ekonomi, agama, kebudayaan, bahasa,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dulu sampai saat ini. Warisan budaya berupa naskah tersebut bermacam-macam

BAB 1 PENDAHULUAN. dulu sampai saat ini. Warisan budaya berupa naskah tersebut bermacam-macam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah kuno adalah benda budaya yang merekam informasi dan pengetahuan masyarakat lampau yang diturunkan secara turun temurun semenjak dulu sampai saat ini. Warisan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. sebuah penelitian diperlukan penggunaan metode yang tepat agar hasil penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. sebuah penelitian diperlukan penggunaan metode yang tepat agar hasil penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Secara umum, metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiono, 2010:3). Dalam sebuah penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra diciptakan pengarang berdasarkan realita (kenyataan) yang ada di dalam masyarakat. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sastra memang mencerminkan kenyataan,

Lebih terperinci

PATHISARI. Wosing těmbung: Sěrat Pangracutan, suntingan lan jarwanipun teks, kalěpasan.

PATHISARI. Wosing těmbung: Sěrat Pangracutan, suntingan lan jarwanipun teks, kalěpasan. PATHISARI Skripsi punika asil saking panaliten filologi tumrap Sěrat Pangracutan ingkang kasimpěn ing Perpustakaan Pura Pakualaman Ngayogyakarta mawi kode koleksi 0125/PP/73. Skripsi punika awujud suntingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada kertas, lontar, kulit kayu atau rotan (Djamaris, 1977:20). Naskah

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada kertas, lontar, kulit kayu atau rotan (Djamaris, 1977:20). Naskah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah merupakan obyek material filologi yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan hasil budaya bangsa pada masa lalu (Baried, 1985:54). Naskah yang dimaksud

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak hanya berupa arca atau prasasti, tetapi juga dapat berasal dari naskahnaskah

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak hanya berupa arca atau prasasti, tetapi juga dapat berasal dari naskahnaskah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai ilmu pengetahuan yang ada pada jaman sekarang dapat dikatakan merupakan buah pikir dari warisan leluhur. Warisan leluhur dapat berupa artefak yang tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Koentjaraningrat mengatakan bahwa kata budaya berasal dari bahasa Sanksekerta budhayah yang berasal dari bentuk jamak kata budhi yang berarti budi dan akal. Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara atau kerajaan tentu mempunyai sistem hirarki dalam

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara atau kerajaan tentu mempunyai sistem hirarki dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Suatu negara atau kerajaan tentu mempunyai sistem hirarki dalam pemerintahan. Seperti yang terdapat pada kerajaan-kerajaan di Indonesia yang hingga saat ini

Lebih terperinci

BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN. (Ratna, 2004:34). Metode berfungsi untuk menyederhanakan masalah, sehingga

BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN. (Ratna, 2004:34). Metode berfungsi untuk menyederhanakan masalah, sehingga BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN Metode dapat diartikan sebagai cara, strategi untuk memahami realitas, langkah-langkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab akibat berikutnya (Ratna, 2004:34).

Lebih terperinci

KAJIAN SEMIOTIK SYAIR SINDHEN BEDHAYA KETAWANG PADA NASKAH SERAT SINDHEN BEDHAYA

KAJIAN SEMIOTIK SYAIR SINDHEN BEDHAYA KETAWANG PADA NASKAH SERAT SINDHEN BEDHAYA KAJIAN SEMIOTIK SYAIR SINDHEN BEDHAYA KETAWANG PADA NASKAH SERAT SINDHEN BEDHAYA Skripsi Diajukan untuk Menempuh Ujian Sarjana Humaniora Program Strata 1 dalam Ilmu Sastra Indonesia Oleh: Fitrianna Arfiyanti

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Filologi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu philos yang

BAB II KAJIAN TEORI. Filologi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu philos yang 7 BAB II KAJIAN TEORI A. Filologi 1. Pengertian Filologi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu philos yang berarti cinta dan logos yang berarti kata. Dengan demikian, kata filologi membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rahmat Allah SWT karena leluhur kita telah mewariskan khazanah kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. rahmat Allah SWT karena leluhur kita telah mewariskan khazanah kebudayaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, yang wajib kita mensyukuri rahmat Allah SWT karena leluhur kita telah mewariskan khazanah kebudayaan yang tidak ternilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tradisi tulis yang berkembang di masyarakat Jawa dapat diketahui melalui

BAB I PENDAHULUAN. Tradisi tulis yang berkembang di masyarakat Jawa dapat diketahui melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi tulis yang berkembang di masyarakat Jawa dapat diketahui melalui naskah kuna. Jenis isi dari naskah kuna sangat beragam. Jenis teks tersebut antara lain berisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesusastraan Melayu klasik telah ada sebelum mesin cetak digunakan di

BAB I PENDAHULUAN. Kesusastraan Melayu klasik telah ada sebelum mesin cetak digunakan di 11 BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Kesusastraan Melayu klasik telah ada sebelum mesin cetak digunakan di Nusantara. Pada masa itu, proses reproduksi naskah dilakukan dengan cara disalin. Naskah-naskah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah kuno merupakan salah satu warisan nenek moyang yang masih tersimpan dengan baik di beberapa perpustakaan daerah, seperti Perpustakaan Pura Pakualaman dan Museum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Perkembangan Islam di Indonesia khususnya pulau Jawa sangat

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Perkembangan Islam di Indonesia khususnya pulau Jawa sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara dengan penduduk pemeluk agama Islam terbesar di dunia. Perkembangan Islam di Indonesia khususnya pulau Jawa sangat pesat, hal ini tak luput

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan bangsa yang sangat kaya. Salah satu kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan bangsa yang sangat kaya. Salah satu kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan bangsa yang sangat kaya. Salah satu kekayaan yang dimiliki yaitu kebudayaan.koentjaraningrat (1985) menyebutkan bahwa kebudayaan terdiri dari tujuh

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. ditarik kesimpulan dan saran sebagai berikut : A. Simpulan. 1. Sêrat Srutjar merupakan naskah jamak. Ditemukan tiga buah naskah yang

BAB IV PENUTUP. ditarik kesimpulan dan saran sebagai berikut : A. Simpulan. 1. Sêrat Srutjar merupakan naskah jamak. Ditemukan tiga buah naskah yang 373 BAB IV PENUTUP Berdasarkan kajian yang telah dilakukan, maka akhir penelitian ini dapat ditarik kesimpulan dan saran sebagai berikut : A. Simpulan 1. Sêrat Srutjar merupakan naskah jamak. Ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat, sejarah, budi pekerti, piwulang, dll. (Nindya 2010:1). Manfaat dalam

BAB I PENDAHULUAN. rakyat, sejarah, budi pekerti, piwulang, dll. (Nindya 2010:1). Manfaat dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah kuna mempunyai peran penting dalam peradaban umat manusia, karena naskah kuna berisi berbagai macam tulisan tentang: adat istiadat, cerita rakyat, sejarah, budi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki banyak warisan hasil budaya dalam bentuk naskah atau manuskrip (Marsono, 2010), yang bahkan sampai saat ini belum dapat dihitung jumlahnya. Manuskrip

Lebih terperinci

ANALISIS SEMIOTIK TEKSKIDUNG RUMEKSA ING WENGI

ANALISIS SEMIOTIK TEKSKIDUNG RUMEKSA ING WENGI ANALISIS SEMIOTIK TEKSKIDUNG RUMEKSA ING WENGI A. PENDAHULUAN Indonesia mempunyai khasanah sastra klasik yang beraneka ragam, yang terdiri dari sastra-sastra daerah. Sastra klasik adalah sastra dalam bahasa

Lebih terperinci

NASKAH KH ANWAR RANJI WETAN MAJALENGKA. (Kajian Filologis) Proposal Skripsi

NASKAH KH ANWAR RANJI WETAN MAJALENGKA. (Kajian Filologis) Proposal Skripsi 1 NASKAH KH ANWAR RANJI WETAN MAJALENGKA (Kajian Filologis) Proposal Skripsi Oleh : Reza Sukma Nugraha 206500034 Jurusan Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah naskah Wawacan Pandita Sawang yang beraksara Arab (Pegon) dan berbahasa Sunda, teks di dalamnya berbentuk puisi/wawacan. Naskah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pikir manusia demi menunjang keberlangsungan hidupnya. Dalam Kamus Besar

BAB I PENDAHULUAN. pikir manusia demi menunjang keberlangsungan hidupnya. Dalam Kamus Besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan salah satu unsur penting dalam kehidupan manusia. Hal itu disebabkan karena budaya merupakan hasil olah rasa dan olah pikir manusia demi menunjang

Lebih terperinci

SERAT MUMULEN (SUNTINGAN TEKS DAN KAJIAN SEMIOTIK)

SERAT MUMULEN (SUNTINGAN TEKS DAN KAJIAN SEMIOTIK) SERAT MUMULEN (SUNTINGAN TEKS DAN KAJIAN SEMIOTIK) SKRIPSI Diajukan untuk Menempuh Ujian Sarjana Program Strata 1 dalam Ilmu Sastra Indonesia Oleh: Ika Cahyaningrum A2A 008 057 FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Pengertian Filologi. kebudayaan suatu bangsa melalui teks-teks tertulis di dalam naskah-naskah klasik

BAB II KAJIAN TEORI. A. Pengertian Filologi. kebudayaan suatu bangsa melalui teks-teks tertulis di dalam naskah-naskah klasik digilib.uns.ac.id BAB II KAJIAN TEORI A. Pengertian Filologi Filologi adalah suatu disiplin ilmu pengetahuan yang bertujuan memahami kebudayaan suatu bangsa melalui teks-teks tertulis di dalam naskah-naskah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Naskah kuno merupakan warisan budaya masa lampau yang penting dan patut

BAB I PENDAHULUAN. Naskah kuno merupakan warisan budaya masa lampau yang penting dan patut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah kuno merupakan warisan budaya masa lampau yang penting dan patut dilestarikan. Kita juga perlu mempelajarinya karena di dalamnya terkandung nilainilai luhur

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Filologi Filologi secara etimologis, berasal dari bahasa Yunani philologia yang berasal dari dua kata yaitu philos yang berarti cinta dan logos yang berarti kata. Sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nusantara memiliki beberapa jenis kesusastraan yang diciptakan, berkembang dan dilestarikan oleh masyarakat pendukungnya. Salah satu kesusastraan yang berkembang

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Naskah SDR yang dijadikan objek penelitian tidak mempunyai nomor

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Naskah SDR yang dijadikan objek penelitian tidak mempunyai nomor BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap naskah SDR, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Naskah SDR yang dijadikan objek penelitian tidak mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa, dan sastra (Baried, 1983: 4). Cipta sastra yang termuat dalam naskah,

BAB I PENDAHULUAN. bahasa, dan sastra (Baried, 1983: 4). Cipta sastra yang termuat dalam naskah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Naskah-naskah yang terdapat di Nusantara memiliki isi yang sangat kaya. Kekayaan itu dapat ditunjukkan oleh aneka ragam aspek kehidupan yang dikemukakan, misalnya masalah

Lebih terperinci

Nilai Pendidikan Moral dalam Serat Pamorring Kawula Gusti dan Relevansinya dalam Kehidupan Sekarang

Nilai Pendidikan Moral dalam Serat Pamorring Kawula Gusti dan Relevansinya dalam Kehidupan Sekarang Nilai Pendidikan Moral dalam Serat Pamorring Kawula Gusti dan Relevansinya dalam Kehidupan Sekarang Oleh: Sugeng Triwibowo Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Miftah1919@gmail.com Abstrak:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. rangkaian dari kebudayaan-kebudayaan masa lalu. Tidak ada salahnya bila ingin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. rangkaian dari kebudayaan-kebudayaan masa lalu. Tidak ada salahnya bila ingin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebudayaan suatu bangsa pada masa sekarang ini merupakan suatu rangkaian dari kebudayaan-kebudayaan masa lalu. Tidak ada salahnya bila ingin memahami lebih dalam mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zainal Arifin Nugraha, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zainal Arifin Nugraha, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Naskah kuno merupakan hasil kebudayaan suatu bangsa yang tak ternilai harganya. Di dalamnya terdapat nilai-nilai luhur yang ingin disampaikan oleh nenek moyang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepulauan Nusantara yang terletak di kawasan Asia Tenggara sejak kurun waktu yang cukup lama memiliki peradaban dan kebudayaan tinggi yang

Lebih terperinci

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN 29 BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN Metode ilmiah dari suatu ilmu pengetahuan adalah segala jalan atau cara dalam rangka ilmu tersebut, untuk sampai kepada kesatuan pengetahuan. Tanpa metode ilmiah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang kehidupan, berbagai buah pikiran, gagasan, ajaran, cerita, paham dan

BAB I PENDAHULUAN. tentang kehidupan, berbagai buah pikiran, gagasan, ajaran, cerita, paham dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai peninggalan tulisan, naskah menyimpan berbagai informasi tentang kehidupan, berbagai buah pikiran, gagasan, ajaran, cerita, paham dan pandangan hidup yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang banyak masyarakat yang berburu naskah-naskah kuna

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang banyak masyarakat yang berburu naskah-naskah kuna BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa sekarang banyak masyarakat yang berburu naskah-naskah kuna untuk mengetahui segala sesuatu yang berkaitan pada masa itu. Naskah yang dijumpai saat ini, antara

Lebih terperinci

Pokok Bahasan Rincian Pokok Bahasan Waktu

Pokok Bahasan Rincian Pokok Bahasan Waktu 1. Fakultas/ Program Studi 2. Mata Kuliah dan Kode : Fakultas Bahasa dan Seni/ Pendidikan Bahasa Jawa : FILOLOGI JAWA I 3. Jumlah SKS : Teori : 2 SKS Praktik : - SKS 4. Kompetensi : Mahasiswa memiliki

Lebih terperinci

2015 KRITIK TEKS DAN TINJAUAN KANDUNGAN ISI NASKAH WAWACAN PANDITA SAWANG

2015 KRITIK TEKS DAN TINJAUAN KANDUNGAN ISI NASKAH WAWACAN PANDITA SAWANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kondisi pernasakahan di Indonesia bisa dikatakan sangat kurang peminat, dalam hal ini penelitian yang dilakukan terhadap naskah. Sedikitnya penelitian terhadap

Lebih terperinci

BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN

BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN 24 BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN Bab ini terdiri dari beberapa uraian yaitu, (1) objek penelitian, (2) metode, (3) prosedur penelitian, (4) teknik pengumpulan data 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dibaca dalam peningglan-peninggalan yang berupa tulisan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat dibaca dalam peningglan-peninggalan yang berupa tulisan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah merupakan sebuah bentuk karya tulis yang berupa bahan kertas atau buku tercipta dalam kurun waktu tertentu dapat terjadi penggerak tentang keadaan dan situasi

Lebih terperinci

2014 SAJARAH CIJULANG

2014 SAJARAH CIJULANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Naskah kuno merupakan salah satu warisan budaya Indonesia dalam bidang keberaksaraan yang telah dilindungi oleh UU RI No. 11 tahun 2010. Ungkapan warisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya-karya peninggalan masa lampau merupakan peninggalan yang menginformasikan buah pikiran, buah perasaan, dan informasi mengenai berbagai segi kehidupan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipegang yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil

BAB I PENDAHULUAN. dipegang yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah merupakan tulisan tangan berupa benda konkret yang dapat dilihat dan dipegang yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil budaya masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tulis terdiri dari dua bentuk, yaitu karya sastra tulis yang berbentuk

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tulis terdiri dari dua bentuk, yaitu karya sastra tulis yang berbentuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra Indonesia terdiri dari karya sastra lisan dan karya sastra tulis. Karya sastra tulis terdiri dari dua bentuk, yaitu karya sastra tulis yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembicaraan karya sastra tidak lepas dari penilaian-penilaian. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu seni adalah yang imajinatif,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masyarakat Jawa telah mengenal budaya bersusastra melalui tulisan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Masyarakat Jawa telah mengenal budaya bersusastra melalui tulisan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Masyarakat Jawa telah mengenal budaya bersusastra melalui tulisan yang tertuang dalam bentuk naskah sejak abad IX 1. Berkaitan dengan tulisan dalam bentuk naskah, Saputra

Lebih terperinci

2016 TEKS NASKAH SAWER PANGANTEN: KRITIK, EDISI, DAN TINJAUAN FUNGSI

2016 TEKS NASKAH SAWER PANGANTEN: KRITIK, EDISI, DAN TINJAUAN FUNGSI 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Naskah merupakan hasil medium tulis yang digunakan pada sastra klasik. Isi naskah tersebut dapat meliputi semua aspek kehidupan budaya bangsa yang bersangkutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra Indonesia bisa diketahui dengan banyaknya karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra Indonesia bisa diketahui dengan banyaknya karya sastra BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki latar belakang budaya tinggi yang tertulis dalam karya sastra. Kekayaan yang dimiliki Indonesia sangat beragam, di antaranya berupa karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan terbentuk sebagai hasil sintesis dari pengalaman-pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan terbentuk sebagai hasil sintesis dari pengalaman-pengalaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebudayaan terbentuk sebagai hasil sintesis dari pengalaman-pengalaman masa lalu. Oleh sebab itu, untuk memahami kebudayaan suatu bangsa dengan baik, informasi-informasi

Lebih terperinci

Etimologi Istilah Filologi

Etimologi Istilah Filologi Modul 1 Etimologi Istilah Filologi E PENDAHULUAN Dr. Kun Zachrun Istanti, S.U. timologi adalah sebuah istilah dalam bidang linguistik yang menyelidiki asal usul kata serta perubahan dalam bentuk dan makna.

Lebih terperinci

Teks, Tekstologi, dan Kritik Teks

Teks, Tekstologi, dan Kritik Teks Teks, Tekstologi, dan Kritik Teks Oleh: Tedi Permadi Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni - Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Hasil penelitian dan pembahasan naskah Sêrat Sêkar Wijåyåkusumå dan

BAB V PENUTUP. Hasil penelitian dan pembahasan naskah Sêrat Sêkar Wijåyåkusumå dan BAB V PENUTUP A. Simpulan Hasil penelitian dan pembahasan naskah Sêrat Sêkar Wijåyåkusumå dan teks Widjåjåkoesoemå telah diuraikan dalam bab IV. Berdasarkan uraian dari bab IV tersebut, dapat diambil simpulan

Lebih terperinci

Please purchase PDFcamp Printer on to remove this watermark.

Please purchase PDFcamp Printer on  to remove this watermark. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kata budaya terdiri dari dua kata yaitu budi dan daya. Koentjaraningrat berpendapat bahwa kata budaya berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah, ialah bentuk jamak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, terdiri dari berbagai suku, bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, terdiri dari berbagai suku, bahasa, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, terdiri dari berbagai suku, bahasa, agama, dan adat istiadat. Berbagai suku bangsa tersebut mewarisi kebudayaan yang telah

Lebih terperinci

Nilai Moral Dalam Serat Dongeng Asmadaya (Sebuah Tinjauan Filologi Sastra)

Nilai Moral Dalam Serat Dongeng Asmadaya (Sebuah Tinjauan Filologi Sastra) Nilai Moral Dalam Serat Dongeng Asmadaya (Sebuah Tinjauan Filologi Sastra) Oleh: Mudika Nofalia Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa liadicha@yahoo.com Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa benda (tangible culture) atau budaya-budaya non-benda (intangible

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa benda (tangible culture) atau budaya-budaya non-benda (intangible BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki banyak kekayaan kebudayaan yang tak ternilai harganya. Kebudayaan yang dimaksud dapat berupa benda (tangible

Lebih terperinci

MANFAAT STUDI FILOLOGI

MANFAAT STUDI FILOLOGI MANFAAT STUDI FILOLOGI Manfaat Studi Filologi Manfaat studi filologi dibagi menjadi dua, yaitu manfaat umum dan manfaat khusus. Mengetahui unsur-unsur kebudayaan masyarakat dalam suatu kurun waktu tertentu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan dinilai sebagai identitas kepribadian dan penentu kemajuan suatu bangsa yang tidak bisa di ukur dan kehadirannya hanya dapat diketahui

Lebih terperinci

Berdasarkan etimologinya, dua kata tersebut kemudian membentuk arti senang berbicara atau senang ilmu (Baried, 1996). Arti ini kemudian berkembang

Berdasarkan etimologinya, dua kata tersebut kemudian membentuk arti senang berbicara atau senang ilmu (Baried, 1996). Arti ini kemudian berkembang PENGANTAR FILOLOGI PENGERTIAN FILOLOGI Filologi secara etimologis berasal dari bahasa Yunani philologia. Philologia berasal dari dua kata, yaitu philos yang berarti teman dan logos yang berarti pembicaraan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Filologi adalah suatu ilmu yang objek penelitiannya naskah-naskah lama

BAB II KAJIAN TEORI. Filologi adalah suatu ilmu yang objek penelitiannya naskah-naskah lama BAB II KAJIAN TEORI A. Hakikat Filologi 1. Pengertian Filologi Filologi adalah suatu ilmu yang objek penelitiannya naskah-naskah lama (Djamaris, 1977: 20). Filologi berasal dari kata Yunani philos yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Secara teoretis kita dapat melakukan berbagai macam bandingan, di antaranya (a) bandingan intratekstual, seperti studi filologi, yang menitikberatkan pada

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. ditemukan dua varian naskah, yaitu naskah Sêrat Driyabrata dengan nomor

BAB V PENUTUP. ditemukan dua varian naskah, yaitu naskah Sêrat Driyabrata dengan nomor BAB V PENUTUP A. Simpulan Hasil penelitian dan pembahasan telah diuraikan dalam bab IV. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tersebut, dapat diambil simpulan sebagai berikut. 1. Inventarisasi naskah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia yang terdiri atas beberapa pulau dan kepulauan serta di pulau-pulau itu terdapat berbagai suku bangsa masing-masing mempunyai kehidupan sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Negara Indonesia ini banyak sekali terdapat benda-benda

BAB I PENDAHULUAN. Di Negara Indonesia ini banyak sekali terdapat benda-benda 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Negara Indonesia ini banyak sekali terdapat benda-benda peninggalan bersejarah dan purbakala yang merupakan warisan dari nenek moyang bangsa ini. Peninggalan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka

BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Penelitian terdahulu pernah meneliti tentang Fitoterapi yang sedang dibahas melalui skripsi ini. Penelitian yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut tersebar di daerah-daerah sehingga setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Masyarakat Jawa merupakan salah satu masyarakat di Indonesia yang memiliki berbagai macam budaya. Salah satu budaya yang terdapat dalam masyarakat Jawa adalah budaya

Lebih terperinci

Wahyu Aris Aprillianto Universitas Muhammadiyah Purworejo

Wahyu Aris Aprillianto Universitas Muhammadiyah Purworejo KAJIAN FILOLOGI SERAT-SERAT ANGGITAN DALEM KANGJENG GUSTI PANGERAN ADIPATI ARIYA MANGKUNEGARA IV JILID I (WANAGIRI JAMAN KANGJENG GUSTI PANGERAN ADIPATI ARIYA MANGKUNEGARA III) Wahyu Aris Aprillianto Universitas

Lebih terperinci

ISSN: METODOLOGI PENELITIAN FILOLOGI Mendekati Teks Kebahasaan dari Sudut Kesejarahan. Fina Aunul Kafi UIN Sunan Ampel Surabaya

ISSN: METODOLOGI PENELITIAN FILOLOGI Mendekati Teks Kebahasaan dari Sudut Kesejarahan. Fina Aunul Kafi UIN Sunan Ampel Surabaya ISSN: 2085-5079 METODOLOGI PENELITIAN FILOLOGI Mendekati Teks Kebahasaan dari Sudut Kesejarahan Fina Aunul Kafi UIN Sunan Ampel Surabaya Abstrak Filologi selama ini dikenal sebagai ilmu yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kearifan nenek moyang yang menciptakan folklor (cerita rakyat, puisi rakyat, dll.)

BAB I PENDAHULUAN. kearifan nenek moyang yang menciptakan folklor (cerita rakyat, puisi rakyat, dll.) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ada peribahasa yang menyebutkan di mana ada asap, di sana ada api, artinya tidak ada kejadian yang tak beralasan. Hal tersebut merupakan salah satu kearifan nenek

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 39 BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Studi filologi merupakan disiplin ilmu yang memanfaatkan naskah naskah sebagai objek kajiannya. Naskah sebagai objek penelitian filologi dikaji

Lebih terperinci

SYAIR NEGERI PATANI : Suntingan Teks dan Analisis Semiotik

SYAIR NEGERI PATANI : Suntingan Teks dan Analisis Semiotik SYAIR NEGERI PATANI : Suntingan Teks dan Analisis Semiotik SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permainan tradisional antara lain Ndolalak, Jathilan, Srandul, Reog, Nini

BAB I PENDAHULUAN. permainan tradisional antara lain Ndolalak, Jathilan, Srandul, Reog, Nini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Permainan tradisional merupakan suatu permainan yang pada dasarnya tersebar secara lisan. Dalam masyarakat Jawa, dikenal beberapa macam jenis permainan tradisional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk dalam berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk dalam berbagai hal, seperti keanekaragaman budaya, lingkungan, alam, dan wilayah geografis. Keanekaragaman

Lebih terperinci

KAJIAN FILOLOGI DAN ISI KITAB PIRASATING SUJALMA MIWAH KATURANGGANING WANITA

KAJIAN FILOLOGI DAN ISI KITAB PIRASATING SUJALMA MIWAH KATURANGGANING WANITA KAJIAN FILOLOGI DAN ISI KITAB PIRASATING SUJALMA MIWAH KATURANGGANING WANITA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Elwin Adlian Raharja, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Elwin Adlian Raharja, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seni bela diri yang menjadi salah satu budaya Indonesia dan juga merupakan saksi jalannya perjuangan rakyat Indonesia pada masa penjajahan adalah seni bela diri pencak

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 75 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari paparan bab-bab sebelumnya dalam skripsi ini dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Kuran Jawi merupakan produk terjemah tafsir Al-Qur'a>n yang merujuk kepada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Sumber Data Sumber data penelitian ini adalah naskah Masaaila Aqiidatu `l-islam ( MAI ) hasil pemikiran Abu Laits As-Samarqandi. Data atau objek penelitian ini adalah teks

Lebih terperinci

KAJIAN FILOLOGI SÊRAT SÊKAR WIJÅYÅKUSUMÅ SKRIPSI

KAJIAN FILOLOGI SÊRAT SÊKAR WIJÅYÅKUSUMÅ SKRIPSI KAJIAN FILOLOGI SÊRAT SÊKAR WIJÅYÅKUSUMÅ SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan oleh

Lebih terperinci

KAJIAN FILOLOGI SÊRAT DWIKARÅNÅ

KAJIAN FILOLOGI SÊRAT DWIKARÅNÅ KAJIAN FILOLOGI SÊRAT DWIKARÅNÅ SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Oleh Nur Jannah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan ungkapan kehidupan manusia yang memiliki nilai dan disajikan melalui bahasa yang menarik. Karya sastra bersifat imajinatif dan kreatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akan tetapi kekayaan bangsa Indonesia mencakup berbagai bidang. Salah satu di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akan tetapi kekayaan bangsa Indonesia mencakup berbagai bidang. Salah satu di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia memang belum menjadi bangsa yang sepenuhnya maju, akan tetapi kekayaan bangsa Indonesia mencakup berbagai bidang. Salah satu di antaranya adalah

Lebih terperinci

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 6 MALANG

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 6 MALANG UKBM 3.1/4.1/1/1-1 BAHASA INDONESIA PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR DINAS PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 6 MALANG UNIT KEGIATAN BELAJAR BIN 3.1/4.1/1/1-1 PENTINGKAH LAPORAN HASIL OBSERVASI Kompetensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan karakter sebagian pemuda-pemudi saat ini sehubungan dengan pendidikan karakter atau kodratnya sebagai makhluk sosial, dapat dikatakan sangat memprihatinkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jika kita membaca berbagai macam karya sastra Jawa, maka di antaranya ada

BAB I PENDAHULUAN. Jika kita membaca berbagai macam karya sastra Jawa, maka di antaranya ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jika kita membaca berbagai macam karya sastra Jawa, maka di antaranya ada karya sastra berbentuk puisi yang dikenal sebagai těmbang macapat atau disebut juga těmbang

Lebih terperinci

METODE EDISI: STEMMA

METODE EDISI: STEMMA METODE EDISI: STEMMA Oleh: Tedi Permadi Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni - Universitas Pendidikan Indonesia Objek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan masa lampau, karena naskah-naskah tersebut merupakan satu dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan masa lampau, karena naskah-naskah tersebut merupakan satu dari berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Khasanah budaya bangsa Indonesia yang berupa naskah klasik, merupakan peninggalan nenek moyang yang masih dapat dijumpai hingga sekarang. Naskah-naskah

Lebih terperinci

Alfian Rokhmansyah, M.Hum.

Alfian Rokhmansyah, M.Hum. Alfian Rokhmansyah, M.Hum. Fakultas Ilmu Budaya Universitas Mulawarman Samarinda Teori Filologi iii TEORI FILOLOGI oleh Alfian Rokhmansyah, M.Hum. Hak cipta dilindungi undang-undang 2017 Penyunting Azizatur

Lebih terperinci