BAB I PENDAHULUAN. A. Maksud dan Ruang Lingkup

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Maksud dan Ruang Lingkup"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Maksud dan Ruang Lingkup Master Plan Badan Usaha Milik Negara Tahun memuat berbagai kebijakan Kementerian Negara BUMN dalam melaksanakan upaya reformasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang sejalan dengan kebijakan sektoral, yang secara terus menerus disempurnakan untuk menyesuaikan dengan perkembangan lingkungan. Di dalam dokumen ini juga terdapat rumusan visi, misi dan sasaran serta strategi utama pengembangan BUMN ke depan serta pokok-pokok kebijakan sektoral dalam upaya reformasi BUMN. Master Plan ini menjelaskan kebijakan Kementerian Negara BUMN dalam pembinaan BUMN dan perkembangan program reformasi BUMN yang dilakukan dalam kurun waktu , yang dilakukan untuk memperbaiki kinerja dan kondisi BUMN untuk meningkatkan peranannya dalam perekonomian dengan melepaskan diri dari ketergantungan pada Keuangan Negara. Melalui penerbitan dokumen ini, Kementerian Negara BUMN bermaksud memberikan penjelasan mengenai Kebijakan dan Program Reformasi BUMN kepada publik, pembuat kebijakan, manajemen / karyawan BUMN dan para pelaku ekonomi. B. BUMN dan Peran Pemerintah Selama beberapa dasawarsa BUMN telah berperan dalam perekonomian nasional, mendukung dan mendorong gerak pembangunan bangsa Indonesia. Sekedar meninjau ke belakang, tahun an sektor korporasi masih kecil dan didominasi oleh perusahaan asing atau perusahaan dengan kepemilikan yang sangat terpusat. Peranan dan kekuatan Pemerintah pada waktu itu masih terbatas dan lembaga-lembaga yang dibutuhkan untuk membina sektor korporasi dalam perekonomian modern belum didirikan. Di sisi lain dana investasi swasta yang dibutuhkan belum dapat tersedia. Pada tahun 1970-an beberapa sektor yang menyangkut hajat hidup orang banyak belum terkelola dengan baik. Pemerintah menyadari bahwa sektor korporasi yang handal dalam membangun perekonomian nasional dibutuhkan untuk menciptakan lapangan kerja, menghasilkan barang dan jasa untuk dalam negeri maupun ekspor, serta memberi layanan yang optimal bagi konsumen. Pemerintah mulai mengembangkan sektor korporasi (BUMN) yang sebagian berasal dari hasil nasionalisasi perusahaan eks Belanda. Sejak saat itu peranan Pemerintah sampai dengan awal 1970-an mendominasi kegiatan ekonomi, sementara sektor swasta belum menunjukkan kemajuan yang berarti. 1

2 Awal tahun 1980-an Pemerintah mulai menyadari bahwa untuk mendorong perekonomian nasional, tidak cukup diisi dengan peran Pemerintah saja. Peranan sektor korporasi swasta (termasuk usaha kecil dan menengah) dan koperasi perlu segera ditingkatkan. Peranan Pemerintah melalui kegiatan usaha BUMN harus segera dikurangi. Kebijakan-kebijakan pembangunan sejak era itu dikembangkan ke arah peningkatan peran sektor korporasi swasta, hal ini terbukti dengan menurunnya dominasi kontribusi BUMN terhadap Produk Domestik Bruto dari 70% di tahun 1970-an menjadi hanya 40% di tahun Walaupun BUMN-BUMN telah mencapai tujuan awal sebagai agen pembangunan dan pendorong terciptanya sektor korporasi, namun tujuan tersebut dicapai dengan biaya yang relatif tinggi dan kinerja BUMN dinilai belum cukup memadai. Sebagai contoh, pengembalian atas modal (ROE) tahun 2000 dan 2001 hanya mencapai 5.15% dan 8.2% atau jauh lebih rendah dibandingkan dengan tingkat suku bunga di pasar. Sedangkan tahun ROE rata-rata hanya sebesar 9.9%. Pemerintah menyadari bahwa pengelolaan BUMN secara umum selama ini masih harus terus diikuti dengan implementasi praktek-praktek Good Corporate Governance (GCG) yang baik. Praktek-praktek kurang terpuji akibat belum adanya standar etika bisnis dan belum sempurnanya transparansi dalam pengelolaan perusahaan, dapat membuat situasi ekonomi semakin memburuk. Oleh karena itu, praktek-praktek bisnis dengan standar etika dan transparansi, independensi, akuntabilitas, responsibilitas dan fairness serta profesionalisme dalam pengelolaan perusahaan perlu terus di dorong agar perkembangan sektor korporasi baik swasta maupun BUMN senantiasa diikuti dengan perangkat praktek-praktek GCG yang memadai. Perhatian terhadap masalah-masalah yang menyebabkan belum optimalnya kinerja BUMN dan dorongan untuk meningkatkan praktek GCG perlu mendapatkan perhatian besar, sehingga upaya reformasi BUMN melalui restrukturisasi (revitalisasi) diikuti dengan profitisasi, kemudian privatisasi, perlu dilaksanakan. Kebutuhan untuk mereformasi BUMN tidak terlepas dari perubahan iklim usaha yang sedemikian cepat dalam era globalisasi dimana kegiatan perusahaan tidak lagi dibatasi oleh batas-batas antar negara dan adanya saling ketergantungan antar bangsa, pasar dan perusahaan-perusahaan. Fokus pengelolaan BUMN perlu diarahkan pada peningkatan daya saing, pengembangan usaha dan penciptaan peluang-peluang baru melalui manajemen yang dinamis dan profesional untuk dapat memasuki dan berkompetisi dalam era globalisasi, serta keleluasaaan perusahaan dalam upaya mencapai tujuannya. Dalam upaya mereformasi BUMN, langkah restrukturisasi, profitisasi dan privatisasi merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Ketiganya juga merupakan komponen yang lekat dengan konsep reformasi BUMN. Profitisasi diartikan sebagai peningkatan efisiensi perusahaan sehingga mencapai profitabilitas dengan nilai perusahaan yang optimum, sehingga apabila dilakukan privatisasi, perusahaan sudah pada kondisi yang 2

3 optimal pula. Sedangkan restrukturisasi dilakukan dengan maksud menyehatkan BUMN agar dapat beroperasi secara efisien, transparan dan profesional. Restrukturisasi sebagian ataupun menyeluruh terhadap BUMN dibutuhkan untuk peningkatan kinerja dan nilai perusahaan sebelum divestasi dilakukan. Sedangkan pelaksanaan divestasi perlu memperhatikan waktu, situasi dan keadaan pasar yang tepat. C. Perkembangan Lembaga Yang Menangani Pembinaan BUMN 1. Pada kurun waktu pembinaan BUMN secara tehnis dilakukan oleh Departemen Tehnis, sedangkan pembinaan keuangan dilakukan oleh Departemen Keuangan (Menteri Keuangan sebagai Pemegang Saham), yang dilaksanakan oleh unit/lembaga setingkat Eselon II sebagai berikut : a. Direktorat Persero dan PKPN b. Direktorat Persero dan BUN c. Direktorat Pembinaan BUMN Adapun peraturan perundangan yang terkait meliputi : Undang-undang Nomor 19 tahun 1960 Tentang Perusahaan Negara, Undang-undang Nomor 9 tahun 1969 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 tahun 1969 (Lembaran Negara tahun 1969 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2890) Tentang Bentukbentuk Usaha Negara menjadi Undang-undang, Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 1983 Tentang Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan Perusahaan Jawatan (Perjan) Perusahaan Umum (Perum) Perusahaan Perseroan (Persero). 2. Mulai tahun lembaga yang menangani pembinaan pada Departemen Keuangan berubah menjadi Tingkat Eselon I, yakni Direktorat Jenderal Pembinaan BUMN. Khusus pada tahun 1998, dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 1998 dan Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 1998 masing-masing Tentang Perusahaan Perseroan (Persero) dan Tentang Perusahaan Umum (Perum), pembinaan tehnis maupun keuangan dilakukan oleh Departemen Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Pembinaan BUMN. Sedangkan Departemen Tehnis berperan sebagai regulator. Hal ini pula yang menjadi spirit Undang-undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. 3. Selanjutnya sejak tahun 1998 sampai sekarang lembaga yang menangani pembinaan BUMN adalah Kementerian Negara BUMN, kecuali pada tahun 2001, pembinaan kembali dilakukan oleh lembaga setingkat Eselon I pada Departemen Keuangan, yakni Direktorat Jenderal Pembinaan BUMN. Dari penjelasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa sejak tahun 1973 sampai sekarang lembaga yang menangani pembinaan BUMN adalah suatu lembaga pemerintah dengan struktur birokrasi sesuai dengan lembaga pemerintah pada umumnya. 3

4 D. Peraturan-peraturan Yang Terkait Dengan BUMN 1. Peraturan dan Ketentuan Terkait Tentang Nasionalisasi Perusahaanperusahaan Belanda di Indonesia a. Undang-undang Nomor 86 tahun 1958 Tentang Nasionalisasi Perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia; b. Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1959 Tentang Tugas Kewajiban Panitia Penetapan Ganti Kerugian Perusahaan-Perusahaan Milik Belanda Yang Dikenakan Nasionalisasi dan Cara Mengajukan Permintaan Ganti Kerugian; c. Undang-undang Nomor 19 tahun 1960 Tentang Perusahaan Negara. 2. Peraturan dan Ketentuan Terkait Dengan Bentuk Usaha Negara a. Instruksi Presiden Nomor 17 tahun 1967 Tentang Pengarahan dan Penyederhanaan Perusahaan Negara ke dalam Tiga Bentuk Usaha Negara; b. Undang-undang Nomor 9 tahun 1969 Tentang Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 tahun 1969 (Lembaran Negara tahun 1969 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2890) Tentang Bentuk-bentuk Usaha Negara menjadi Undang-undang; c. Undang-undang Nomor 19 tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara. 3. Peraturan dan Ketentuan Terkait Dengan Tingkat Kesehatan BUMN a. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 740/KMK.00/1989 Tentang Peningkatan Efisiensi dan Produktifitas BUMN; b. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 826/KMK.013/1992 Tentang Perubahan Penilaian Tingkat Kesehatan BUMN; c. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 198/KMK.016/1998 Tentang Penilaian Tingkat Kesehatan BUMN; d. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan BUMN/Kepala Badan Pembinaan BUMN Nomor 215/M- BUMN/1999 Tentang Penilaian Tingkat Kesehatan/Penilaian Tingkat Kinerja BUMN; e. Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-100/MBU/2002 Tentang Penilaian Tingkat Kesehatan BUMN. 4. Peraturan dan Ketentuan Terkait Dengan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) & Rencana Jangka Panjang (RJP) BUMN a. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 196/KMK.016/1998 Tentang RKAP BUMN; b. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 197/KMK.016/1998 Tentang RJP BUMN; c. Keputusan Menteri Negara PBUMN Nomor 169/M-PBUMN/1999 Tentang RJP BUMN; d. Keputusan Menteri Negara PBUMN Nomor 210/M-PBUMN/1999 tentang RKAP BUMN; 4

5 e. Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-101/MBU/2002 Tentang Penyusunan RKAP BUMN; f. Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-102/MBU/2002 Tentang Penyusunan RJP BUMN. 5. Peraturan dan Ketentuan Terkait Dengan Komite Audit BUMN a. Keputusan Menteri Negara PBUMN Nomor 133/M-PBUMN/1999 tanggal 8 Maret 1999 Tentang Pembentukan Komite Audit bagi BUMN; b. Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-103/MBU/2002 Tentang Pembentukan Komite Audit bagi BUMN; c. Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor PER-05/MBU/2006 Tentang Komite Audit BUMN. 6. Peraturan dan Ketentuan Terkait Dengan Pelepasan Aktiva Tetap BUMN a. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 89/KMK.013/1991 Tentang Pedoman Pemindahtanganan Aktiva Tetap Badan Usaha Milik Negara; b. Instruksi Menteri Negara BUMN Nomor 01-MBUMN/2002 Tentang Pedoman Kebijakan Pelepasan Aktiva Tetap BUMN; c. Instruksi Menteri BUMN Nomor 02/M.MBU/2002 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pemindahtanganan Aktiva Tetap Berupa Rumah Dinas BUMN. 7. Peraturan dan Ketentuan Terkait Dengan Privatisasi BUMN a. Keputusan Presiden Nomor 103 tahun 1998 Tentang Tim Evaluasi Privatisasi BUMN; b. Keputusan Menteri Koordinator Pengawasan Pembangunan/PAN Nomor 41/KEP/MK.WASPAN/9/1998 Tentang Tata Cara Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak Dari Hasil-Hasil Pengelolaan Kekayaan Negara Yang Dipisahkan; c. Keputusan Presiden Nomor 24 tahun 2001 Tentang Tim Konsultasi Privatisasi BUMN; d. Keputusan Presiden Nomor 122 tahun 2001 Tentang Tim Kebijakan Privatisasi BUMN jo Keputusan Presiden Nomor 7 tahun 2002 Tentang Tim Kebijakan Privatisasi BUMN; e. Keputusan Menteri Negara BUMN Nomor KEP-35/M.BUMN/2001 tentang Prosedur Privatisasi BUMN; f. Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 2005 Tentang Tata Cara Privatisasi; g. Keputusan Presiden Nomor 18 tahun 2006 Tentang Komite Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero). 8. Peraturan dan Ketentuan Terkait Dengan Sinergi BUMN Instruksi Menteri BUMN Nomor 109/MBU/2002 Tentang Sinergi Antar BUMN. 9. Peraturan dan Ketentuan Terkait Dengan Kemitraan dengan Usaha Kecil dan Bina lingkungan 5

6 Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-236/MBU/2003 Tentang Program Kemitraan BUMN Dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. 10. Peraturan dan Ketentuan Terkait Dengan Restrukturisasi Hutang Usaha Kecil dan Menengah Keputusan Menteri BUMN Nomor 576/MBU/2002 Tentang Tindak Lanjut Keputusan Presiden Nomor 56 tahun 2002 Tentang Restrukturisasi Hutang Usaha Kecil dan Menengah. 11. Peraturan dan Ketentuan Terkait Dengan Penilaian Calon Anggota Direksi BUMN a. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 146/KMK.05/2001 tanggal 27 Maret 2001 Tentang Penilaian Calon Anggota Direksi BUMN; b. Keputusan Menteri BUMN Nomor 104/MBU/2002 Tentang Penilaian Calon Direksi BUMN; c. Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-09A/MBU/2005 Tentang Penilaian Kelayakan dan Kepatutan (fit and proper test) Calon Anggota Direksi Badan Usaha Milik Negara; d. Instruksi Presiden Nomor 8 tahun 2005 tanggal 3 Mei 2005 dan Instruksi Presiden Nomor 9 tahun 2005 tanggal 19 Mei Peraturan dan Ketentuan Terkait Dengan Penenerapan GCG bagi BUMN Keputusan Menteri BUMN Nomor 117/M-MBU/2002 tentang Penerapan Praktek GCG Pada BUMN. Isi pokok-pokok peraturan mengenai bentuk-bentuk BUMN maupun yang mengatur tentang pengelolaan BUMN terdapat pada lampiran. E. Perkembangan Kinerja BUMN 1. Perkembangan Jumlah BUMN BUMN di Indonesia pada tahun 2006 berjumlah 139 perusahaan dan beroperasi pada hampir seluruh sektor usaha, khususnya industri hulu. Perkembangan jumlah BUMN dapat dilihat sebagai berikut : Tabel 1 : Perkembangan Jumlah BUMN di Indonesia Periode tahun No. BUMN Jumlah BUMN Persero Tbk Persero Perum Perjan Jumlah Jumlah perusahaan dengan saham Negara kurang dari 51% BUMN Terbuka PT Telkom Tbk PT Bank BRI Tbk PT Semen Gresik Tbk PT Bank Mandiri Tbk PT Bank Kimia Farma Tbk PT Aneka Tambang Tbk PT Bank BNI Tbk PT Indofarma Tbk PT Timah Tbk PT TB Bukit AsamTbk PT PGN Tbk PT Adhi Karya Tbk 6

7 Pada tahun 2005 terjadi penurunan jumlah BUMN, hal ini disebabkan karena 13 BUMN Perjan Rumah Sakit, Perjan Radio Republik Indonesia (RRI) dan Perjan Televisi Republik Indonesia (TVRI) berubah status menjadi Badan Layanan Umum (BLU). Hal ini sejalan dengan perubahan paradigma pengelolaan BUMN, yang tidak mengenal lagi perpanjangan tangan pemerintah terhadap sektor usaha melalui BUMN yang berbentuk Perjan. Disamping itu pengurangan jumlah BUMN tersebut juga disebabkan karena adanya merger 4 BUMN Perikanan pada bulan Oktober 2005 dan likuidasi PT Asean Aceh Fertilizer (AAF) pada akhir tahun 2005 (namun likuidasi PT AAF ditunda sesuai dengan permintaan DPR RI). 2. Perkembangan Kinerja Keuangan BUMN Upaya-upaya untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas dan profitabilitas BUMN yang telah dilakukan oleh Pemerintah sejak tahun 1988, dirasakan masih belum memberikan hasil yang optimal. Data perkembangan ROA, ROE, Laba, Tingkat kesehatan dan Kontribusi BUMN dapat dilihat pada grafik-grafik dan tabel-tabel sebagai berikut : a. Return on Asset (ROA). Return on Asset (ROA) untuk BUMN dikelompokkan menjadi 5 bagian yaitu BUMN Jasa Keuangan, BUMN Non Jasa Keuangan, BUMN Pertamina, BUMN PSO/Subsidi dan BUMN Terbuka. Dimana rata-rata ROA per tahun untuk masing-masing kelompok tersebut adalah 2.45%, 4.82%, 13.92%, (1.32%), dan 4.89%. Gambaran perkembangan ROA tahun dapat dilihat sebagai berikut: Grafik 1: Perkembangan ROA ( ) B UM N Jasa Keuangan B UM N N o n Jasa Keuangan P ertamina B UM N P SO/ Subsidi (2.07) (2.15) 0.81 (0.26) 0.17 B UM N T erbuka Catatan : Data tahun 2006 prognosa b. Return on Equity (ROE) Return on Equity (ROe) untuk BUMN juga dikelompokkan menjadi 5 bagian yaitu BUMN Jasa Keuangan, BUMN Non Jasa Keuangan, BUMN Pertamina, BUMN PSO/Subsidi dan BUMN Terbuka. Dimana rata-rata ROE per tahun untuk masing-masing kelompok tersebut adalah 26.42%, 18.66%, 20.51%, (1.03%), dan 36.62%. Gambaran perkembangan ROE tahun dapat dilihat sebagai berikut: 7

8 Grafik 2: Perkembangan ROE ( ) B UM N Jasa Keuangan B UM N N o n Jasa Keuangan P ert amina B UM N P SO/ S ubsidi (3.02) (3.37) 1.29 ( 0.42) 0.35 B UM N T erbuka Catatan : Data tahun 2006 prognosa c. Perkembangan Total Aktiva, Ekuitas dan Hutang Dilihat dari sisi jumlah aset, tampak terjadi pertumbuhan jumlah aset yang cukup signifikan dalam periode tahun Namun pertumbuhan jumlah aset tersebut dirasakan belum proporsional dengan pertumbuhan modal perusahaan yang pertumbuhannya relatif minim. Hal ini disebabkan sebagian besar dibiayai dari dana eksternal/hutang (Grafik 3). Grafik 3: Perkembangan Total Aktiva, Ekuitas dan Hutang Catatan : Data tahun 2006 prognosa d. Perkembangan Jumlah Laba Total Aktiva Total Ekuitas Total Hutang Sama halnya dengan jumlah aset, jumlah laba yang diperoleh BUMN pada periode tahun juga mengalami pertumbuhan yang signifikan, yaitu rata-rata 37.56%/tahun sebagai terlihat pada grafik 4. Grafik 4: Perkembangan Jumlah Laba Catatan : Data tahun 2006 prognosa 8

9 e. BUMN Laba dan BUMN Rugi Tahun Meskipun jumlah BUMN yang memperoleh laba terus mengalami peningkatan, namun demikian masih terdapat BUMN yang masih mengalami kerugian. Setiap tahunnya terdapat rata-rata 25% dari jumlah BUMN yang ada mengalami kerugian, sebagaimana terlihat pada tabel 2. Tabel 2: BUMN Laba dan BUMN Rugi tahun Uraian Audited Audited Audited Audited Prognosa Jumlah BUMN Jumlah BUMN Penyumbang Dividen Jumlah BUMN memperoleh Laba tapi masih akumulasi rugi dan laba shg tidak membagi laba Total Laba BUMN Memperoleh Laba Total Kerugian (8.85) (8.80) (5.57) (6.48) (2.27) BUMN Merugi f. Tingkat Kesehatan BUMN Perkembangan kinerja BUMN juga dapat dilihat dari berkurangnya jumlah BUMN yang tidak sehat, meskipun hal ini lebih banyak disebabkan shareholder action dari pada corporate action misalnya proses merger/regrouping (perbankan, perkebunan, perdagangan), holding (pupuk, semen, BPIS) dan likuidasi (PT Lokananta, PT Kerta Niaga, PT Perhotelan dan Perkantoran Indonesia serta pembubaran holding PT BPIS). Perkembangan jumlah BUMN sehat dan tidak sehat sebagaimana pada grafik 5. Grafik 5: Tingkat Kesehatan BUMN Rp Triliun Sehat/Sehat Sekali Kurang/Tidak sehat 3. Perkembangan Kontribusi BUMN Kontribusi BUMN terhadap penerimaan negara bersumber dari dividen BUMN, pajak yang disetorkan BUMN dan hasil privatisasi BUMN. 9

10 a. Kontribusi Dividen Pada periode tahun terjadi pertumbuhan kontribusi deviden rata-rata 13.34% per tahun. Pertumbuhan tersebut disamping karena perbaikan keuntungan BUMN, juga disebabkan karena kebijakan pemerintah untuk meningkatkan devidend pay out ratio dari rata-rata 20% sebelum krisis moneter 1997, menjadi sekitar 40% setelah krisis moneter, bahkan beberapa BUMN dikenakan lebih dari 50%. Gambaran kontribusi dividen BUMN sebagaimana pada grafik 6. Grafik 6: Kontribusi Dividen BUMN b. Kontribusi Pajak Kontribusi BUMN lainnya yaitu pajak, pada periode tahun juga mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi yaitu rata-rata 35.4% per tahun. Peningkatan kontribusi pajak BUMN antara lain disebabkan karena adanya perbaikan keuntungan BUMN. Gambaran kontribusi pajak sebagaimana pada grafik 7. Grafik 7: Kontribusi Pajak c. Kontribusi Privatisasi Dari 15 BUMN yang telah diprivatisasi dari 1999 sampai 2006 (2005 tidak ada privatisasi) melalui metode IPO (12 BUMN) dan metode lain (3 BUMN), menghasilkan Rp 25.9 Triliun. Adapun gambaran hasil privatisasi sebagaimana pada grafik 8. 10

11 Grafik 8: Kontribusi Privatisasi Peran 12 BUMN Tbk. dalam Pasar Modal cukup besar, hal ini dapat dilihat dari penguasaan kapitalisasi pasar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang mencapai 36.02% atau senilai Rp Triliun dari total 342 Perusahaan Tbk. (data per 5 Januari 2007). d. Kontribusi Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) Berdasarkan Undang-undang Nomor : 19 Tahun 2003 dan Keputusan Menteri Negara BUMN Nomor : Kep-236/MBU/2003 tanggal 17 Juni 2003 Tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan, BUMN turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat. Adapun definisi Program Kemitraan adalah sebagai berikut : Program Kemitraan BUMN adalah Program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Sumber Dana Program Kemitraan dan Jumlah Unit Usaha Kecil dan Menengah sampai dengan Tahun 2006 (prognosa) adalah sebagai berikut : Tabel 3 : Program Kemitraan s/d Tahun 2006 (prognosa) No. Uraian Laba yang diterima *) (Rp.juta) 1. Akumulasi s/d Tahun 2000 Penyaluran Pinjaman (Rp.juta) Jumlah UKM (Unit) Hibah UKM (Rp.juta) Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Prognosa Jumlah *) Laba bersih BUMN sebesar 1% - 3% (Bagi BUMN Yang Laba) 11

12 Grafik 9 : Komposisi Penyaluran Dana Program Kemitraan Per Sektor/Jenis Usaha s/d Tahun 2006 (prognosa) Perdagangan 36,00% Lainnya 11,00% Perkebunan & Pertanian 7,00% Peternakan & Perikanan 5,00% Jasa 20,00% Industri 21.00% Definisi Program Bina Lingkungan adalah Program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN di wilayah usaha BUMN tersebut melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Dana Program Bina Lingkungan yang telah disalurkan kepada masyarakat sampai dengan tahun 2006 (prognosa), adalah sebagai berikut : Tabel 4 : Penyaluran Dana Bantuan Program Bina Lingkungan Dan Jenis/Bantuan s/d Tahun 2006 (prognosa) No. Uraian Penyaluran Bantuan *) (Rp. Juta) 1. Akumulasi s/d Tahun 2001 Jenis Bantuan Korban Bencana Alam 2. Tahun Pendidikan & Pelatihan Masyarakat Nilai Rp/Juta % Tahun Sarana Umum ,1 4. Tahun Sarana Ibadah ,3 5. Tahun Peningk. Kesehatan ,5 6. Prognosa Lainnya ,3 Jumlah *) Laba bersih BUMN sebesar maksimal 1% (Bagi BUMN Yang Laba) 12

13 Grafik 10 : Komposisi Penyaluran Bina Lingkungan Per Jenis/Bantuan s/d Tahun 2006 (prognosa) Peningkatan Kesehatan Masyarakat 9,5% Lainnya 1,3% Bencana Alam 10,9% Sarana Ibadah 16.3% Sarana Umum (29,1%) Pendidikan & Pelatihan Masyarakarat (32,9%) 4. BUMN dengan Figur Keuangan Terbesar Tahun 2005 Dari 139 jumlah BUMN pada tahun 2005, sebagian besar merupakan perusahaan dengan kinerja dan skala usaha yang relatif kecil. Berdasarkan data per Desember 2005, terdapat 22 BUMN dari 139 BUMN tersebut yang merupakan BUMN dengan figur keuangan terbesar, yaitu yang memenuhi sekurangnya 3 dari 4 figur keuangan di bawah ini : a. Jumlah Asset b. Jumlah Ekuitas c. Jumlah Penjualan d. Perolehan Laba Bersih Penentuan posisi dominan 22 besar BUMN tersebut dengan mengurutkan 139 BUMN yang ada berdasarkan ke 4 figur keuangan di atas (asset, ekuitas, penjualan dan laba bersih), sehingga diperoleh 22 BUMN dengan figur keuangan tersebar sebagaimana digambarkan berikut: Tabel 5 : Daftar Peringkat Figur Keuangan 22 BUMN Terbesar 2005 NO Nama_lengkap Peringkat Figur Keuangan Jumlah Figur Laba/ Status Termasuk 22 Aktiva Ekuitas Penjualan Rugi Lap. Keu. Terbesar Bersih 1 PT Bank Mandiri, Tbk Audited 4 2 PT Pertamina Unaudited 4 3 PT Bank Negara Indonesia, Audited Tbk 4 4 PT Bank Rakyat Indonesia, Audited Tbk 4 5 PT Telekomunikasi Indonesia, Audited Tbk 4 6 PT Jaminan Sosial Tenaga Audited Kerja 4 7 PT Bank Tabungan Negara Audited 4 8 PT Pupuk Sriwidjaja Audited 4 9 PT Perusahaan Gas Negara, Audited Tbk 4 10 PT Krakatau Steel Audited 4 13

14 11 PT Semen Gresik, Tbk Audited 4 12 PT Aneka Tambang, Tbk Audited 4 13 PT Perusahaan Listrik Negara Audited 3 14 PT Taspen Audited 3 15 Perum Bulog Prognosa 3 16 PT Jasa Marga Audited 3 17 PT Bank Ekspor Indonesia Audited 3 18 PT Angkasa Pura I Audited 3 19 PT Pelabuhan Indonesia II Audited 3 20 PT Kereta Api Indonesia Audited 3 21 PT Angkasa Pura II Audited 3 22 PT Tambang Batubara Bukit Asam, Tbk Audited 3 Secara keseluruhan, data-data dengan 4 figur keuangan dari 22 BUMN terbesar di atas adalah sebagai berikut : Tabel 6 : Daftar Kinerja Keuangan Pokok 22 BUMN Terbesar Tahun 2005 Rp Juta No Nama_lengkap Total Aktiva Total Ekuitas Penjualan Laba Bersih 1 PT Bank Mandiri, Tbk , , , ,00 2 PT Pertamina , , , ,00 3 PT Bank Negara Indonesia, Tbk (BNI) , , , ,00 4 PT Bank Rakyat Indonesia, Tbk (BRI) , , , ,00 5 PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk (TELKOM) , , , ,00 6 PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) , , , ,84 7 PT Bank Tabungan Negara (BTN) , , , ,00 8 PT Pupuk Sriwidjaja (PUSRI) , , , ,98 9 PT Perusahaan Gas Negara, Tbk (PGN) , , , ,48 10 PT Krakatau Steel (KS) , , , ,00 11 PT Semen Gresik, Tbk , , , ,49 12 PT Aneka Tambang, Tbk (ANTAM) , , , ,96 13 PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) , , , ,15 14 PT Taspen , , , ,88 15 Perum Bulog , , , ,00 16 PT Jasa Marga , , , ,95 17 PT Bank Ekspor Indonesia (BEI) , , , ,00 18 PT Angkasa Pura I (AP I) , , , ,45 19 PT Pelabuhan Indonesia II (PELINDO II) , , , ,84 20 PT Kereta Api Indonesia (KAI) , , , ,97 21 PT Angkasa Pura II (AP II) , , , ,47 22 PT Tambang Batubara Bukit Asam, Tbk (PTBA) , , , ,00 Jumlah 22 BUMN , , , ,31 Jumlah Seluruh BUMN , , , ,94 14

15 a. 10 BUMN Dengan Laba Terbesar Tahun 2005 Dari 22 BUMN dengan figur keuangan terbesar tersebut di atas, di dalamnya terdapat 10 BUMN dengan perolehan laba terbesar (data per Desember 2005) yang mencakup 81.65% dari total laba seluruh BUMN, sebagai berikut: Tabel 7: 10 BUMN Dengan Laba Terbesar Tahun 2005 No BUMN L/R bersih b. BUMN Dengan Rugi Terbesar Tahun 2005 Dari 139 BUMN terdapat 31 BUMN yang mengalami kerugian (data per Desember 2005) dengan total kerugian sebesar Rp 6, milyar. 10 BUMN dengan rugi terbesar tahun 2005 mencakup 96.3% dari total rugi seluruh BUMN. Adapun 10 BUMN dengan rugi terbesar tersebut adalah : Tabel 8: 10 BUMN Dengan Rugi Terbesar Tahun 2005 Rp. Juta 1 PT Pertamina 16,456, PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk (TELKOM) 7,993, PT Bank Rakyat Indonesia, Tbk (BRI) 3,808, PT Bank Negara Indonesia, Tbk (BNI) 1,414, PT Semen Gresik, Tbk 1,022, PT Perusahaan Gas Negara, Tbk (PGN) 862, PT Pupuk Sriwidjaja (PUSRI) 848, PT Aneka Tambang, Tbk (ANTAM) 841, PT Pelabuhan Indonesia II (PELINDO II) 702, PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) 629, Jumlah 10 BUMN Laba 34,580, Jumlah Seluruh BUMN Laba 42,349, Rp. Juta No BUMN Rugi_bersih 1 PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (4,920,594.15) 2 PT Garuda Indonesia (GIA) (688,466.44) 3 PT Danareksa (182,339.45) 4 PT Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI) (127,821.52) 5 PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari (74,868.98) 6 PT Perkebunan Nusantara II (PTPN II) (68,325.21) 7 PT Pengerukan Indonesia (RUKINDO) (52,207.30) 8 PT Pos Indonesia (POSINDO) (51,409.40) 9 PT Istaka Karya (39,510.00) 10 PT Inhutani I (31,732.90) Jumlah 10 BUMN Rugi (6,237,275.35) Jumlah Seluruh BUMN Rugi 2005 (31 BUMN) (6,479,428.79) 15

16 c. BUMN Terbuka Dalam 22 BUMN Terbesar Tahun 2005 Coverage 22 BUMN dengan figur keuangan terbesar tahun 2005 yang didalamnya terdapat 8 BUMN terbuka dibandingkan dengan total seluruh BUMN dapat digambarkan sebagai berikut : Tabel 9: Kinerja Keuangan 8 BUMN Tbk dalam 22 BUMN Terbesar BUMN Terbesar dan Proporsinya Terhadap total (Rp. Triliun) (Rp. triliun) Aset Ekuitas Penjualan Laba bersih Total ,9 423,5 653,3 42,3 8 Tbk % Σ 625,3 85,5 119,4 17,0 22 BUMN % Σ 1.207,7 392,5 570,8 33,1 16

17 BAB II ARAH KEBIJAKAN MASTER PLAN TAHUN A. Visi dan Misi Presiden 1 Secara umum visi Presiden dalam pembangunan ekonomi adalah sebagai berikut : 1. Pembangunan kesejahteraan rakyat melalui pembangunan ekonomi dengan pertumbuhan tinggi, berkualitas, resisten terhadap goncangan serta terdistribusi secara adil; 2. Pertumbuhan ekonomi ± 6.6% per tahun melalui sekuen pembangunan ekonomi yaitu pemenuhan prakondisi yang meliputi pemenuhan hak dasar, Polkam, Good Governance dan sebagainya, pemberian stimulus fiscal, peningkatan stabilitas makro serta penyehatan dan peningkatan efisiensi perbankan dan pasar modal; 3. Pengurangan pengangguran dan kemiskinan melalui akselerasi pergerakan sektor riil dengan penciptaan lapangan kerja baru yang dipriotaskan pada pembangunan di bidang infrastruktur yaitu pertanian, agroindustri, ekonomi pedesaan dan bidang Infrastruktur penunjang meliputi jalan, pasar jembatan, pelabuhan, energi, listrik, dan air. Khusus mengenai pengelolaan BUMN, Presiden mempunyai visi 2 sebagai berikut : BUMN merupakan pelaku bisnis strategis yang harus dikelola secara profesional, sehingga mempunyai peranan yang penting dalam perekonomian nasional untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk mencapai visi tersebut, misi yang diemban meliputi : 1. Membangun BUMN yang efisien; 2. Menjadikan BUMN sebagai salah satu sumber kesejahteraan rakyat dan; 3. Memisahkan fungsi BUMN sebagai unit usaha dengan fungsi lainnya. Strategi dasar untuk pelaksanaan misi tersebut diatas adalah : 1. Mengelompokkan ulang dan mengevaluasi BUMN ke dalam BUMN yang menangani cabang-cabang produksi penting dan menguasai hajat hidup orang banyak, BUMN yang usahanya lebih bersifat komersial dan strategis serta BUMN yang kegiatan usahanya komersial secara umum; 2. Melaksanakan restrukturisasi yang berkelanjutan; 3. Melakukan sinergi BUMN dan aliansi strategis. B. BUMN dan RPJM Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional tahun ditetapkan sasaran pengelolaan BUMN 5 tahun yaitu meningkatnya kinerja dan daya saing BUMN dalam rangka memperbaiki 1 Raker Kementerian Negara BUMN Agustus 2005, Komisi IV 2 Raker Kementerian Negara BUMN Agustus 2005, Komisi I 17

18 pelayanannya kepada masyarakat dan memberikan sumbangan terhadap keuangan negara. Adapun arah kebijakan pengelolaan BUMN yang tercakup dalam RPJM dimaksud adalah sebagai berikut : 1. Melakukan koordinasi dengan departemen/instansi terkait untuk penataan kebijakan industrial dan pasar BUMN terkait; 2. Memetakan BUMN yang ada ke dalam kelompok BUMN Public Service Obligation (PSO) dan kelompok BUMN komersial (business oriented); 3. Melanjutkan langkah-langkah restrukturisasi yang semakin terarah dan efektif terhadap orientasi dan fungsi BUMN tersebut. Langkah restrukturisasi ini dapat meliputi restrukturisasi manajemen, organisasi, operasi dan sistem prosedur dan lain sebagainya; 4. Memantapkan penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG), yaitu transparansi, akuntabilitas, keadilan dan responsibilitas pada pengelolaan BUMN PSO maupun BUMN komersial; 5. Melakukan sinergi antar BUMN agar dapat meningkatkan daya saing dan memberikan multiplier effect kepada perekonomian Indonesia. Resource Based Sectors yang memberikan nilai tambah akan ditumbuh kembangkan. C. Visi dan Misi Kementerian Negara BUMN 3 Sejalan dengan visi dan misi Presiden serta searah dengan kebijakan pengelolaan BUMN pada RPJM, Kementerian Negara BUMN mempunyai visi: Menjadikan BUMN sebagai pelaku utama ( champion ) yang kompetitif di industrinya. Sedangkan misi Kementerian Negara BUMN adalah: 1. Reformasi BUMN sesuai dengan amanat Konstitusi dan Perundanganundangan yang berlaku; 2. Memfokuskan restrukurisasi BUMN secara Sektoral & Korporasi (Organisasi, Legal, Operational & Financial); 3. Mencari sinergi antar-bumn dan memperbaiki Private-Public Partnership untuk meningkatkan nilai; 4. Memaksimalkan nilai perusahaan melalui peningkatan efisiensi & produktivitas BUMN; 5. Peningkatan daya saing BUMN di dalam dan luar negeri berdasarkan capital market protocol. Dilihat dengan visi dan misi Presiden tentang BUMN maka visi dan misi Kementerian Negara BUMN sejalan dengan visi dan misi Presiden serta searah dengan kebijakan pengelolaan BUMN pada RPJM. 3 Pidato Meneg BUMN pada BUMN Summit

19 D. Sasaran Pengembangan BUMN ke Depan Sasaran umum BUMN di masa depan adalah terciptanya: 1. BUMN yang lebih efisien dan produktif, berdaya saing, nasional maupun regional dibidang-bidang : a. natural resource based; b. financial based; c. energy based; d. technology and knowledge based; e. logistics and infrastructure based. 2. BUMN dengan kontribusi yang optimal kepada Negara dan Stakeholders serta; 3. BUMN dengan struktur keuangan yang sehat dan kondisi operasional yang kuat dengan portfolio usaha yang well managed. Saat ini, kondisi BUMN dirasakan belum optimal. Kegiatan operasional BUMN yang masih terfragmentasi dan budaya usaha yang birokratis menyebabkan BUMN kurang berorientasi pada pasar, kualitas dan kinerja usaha sehingga produktivitas dan utilitas aset juga sangat rendah. Sebagian BUMN masih memiliki sistem pemasaran dan distribusi kurang terkoordinir dengan baik, khususnya untuk produk ekspor yang terfokus pada komoditas atau industri primer. Disamping itu sumber daya alam dan tenaga kerja murah dijadikan sebagai keunggulan komparatif. Sebagaimana diketahui, karakteristik BUMN yang berdaya saing dan berdaya cipta nilai tinggi dapat tercermin dari hal-hal sebagai berikut: 1. Berorientasi pada penciptaan nilai dengan kinerja finansial dan operasi sebanding dengan perusahaan swasta dunia dan pengembangan core competencies dalam usaha bernilai tambah tinggi; 2. Skala usaha ekonomis dalam ukuran global (baik pendapatan, produksi, pemasaran maupun pendanaan) sehingga usaha akan terfokus dan terintegrasi dalam suatu sektor tertentu; 3. Dipimpin oleh CEO kelas dunia dengan tim manajemen yang profesional, mandiri, dan bebas dari intervensi politik. Dengan demikian BUMN diarahkan untuk menjadi BUMN yang tidak saja berskala nasional dan regional, namun juga berskala internasional, terfokus, memiliki core competence, well performed dan well managed serta beberapa di antaranya masuk dalam daftar perusahaan terkemuka di dunia. E. BUMN dan Kebijakan Sektoral 1. Pokok-pokok Kebijakan Sektoral Seluruh visi & misi serta kebijakan berbagai sektor secara umum diarahkan untuk mendukung hal-hal berikut: 19

20 a. Peningkatan efisiensi, produktivitas, dan nilai tambah serta peningkatan daya serap tenaga kerja; b. Penerapan Good Governance; c. Restrukturisasi sektor sesuai tuntutan zaman; d. Pemenuhan kebutuhan dalam negeri baik untuk ketahanan pangan maupun industri; e. Pengembangan sektor riil; f. Peningkatan penerimaan negara, kesejahteraan rakyat dan kualitas pelayanan; g. Pemerataan dan keseimbangan pembangunan antar daerah dan hasilhasilnya. 2. Kebijakan Sektor Keuangan 4 Pengelolaan sektor keuangan khususnya program stabilisasi ekonomi dan sektor keuangan ditujukan untuk : a. Mengendalikan laju inflasi dan nilai tukar; b. Meningkatkan kinerja dan kesehatan, lembaga jasa keuangan; c. Meningkatkan mekanisme koordinasi kebijakan yang terpadu di bidang perekonomian. Adapun langkah-langkah yang akan dilaksanakan adalah : a. Mengaktifkan forum koordinasi kebijakan fiskal dan moneter secara berkala guna mengevaluasi sasaran-sasaran inflasi dan nilai tukar sesuai dengan perkembangan perekonomian; b. Memperkuat struktur bank dan lembaga jasa keuangan lainnya melalui peningkatan pengawasan terhadap penerapan persyaratan modal minimum; c. Meningkatkan fungsi pengawasan bank dan lembaga keuangan lainnya; d. Meningkatkan kualitas pengaturan bank dan jasa perasuransian; e. Meningkatkan kualitas manajemen dan operasi bank dan lembaga keuangan lainnya. BUMN yang bergerak bidang keuangan terbagi atas 3 sektor yaitu sektor perbankan, sektor asuransi dan sektor pembiayaan. Rencana Strategis Kementerian Negara BUMN dalam upaya BUMN lebih berperan dalam stabilisasi ekonomi dan sektor keuangan adalah : a. Untuk Sektor Perbankan, restrukturisasinya diarahkan untuk memenuhi Arsitektur Perbankan Indonesia (API). PT BNI dan PT BTN akan diprivatisasi dalam rangka memperkuat struktur permodalan dan pengembangan usaha. Di samping itu bersamaan dengan upaya-upaya mendorong bank-bank BUMN menjadi bank fokus nasional dan regional serta meningkatkan fungsi intermediasinya, sementara ini kebijakan mempertahankan posisi mayoritas masih akan dijalankan; 4 RPJM BAPPENAS Tahun

21 b. Sektor Asuransi, (PT Askes, PT Asabri, PT Jasa Raharja, PT Taspen dan PT Jamsostek) tetap stand alone sedangkan PT RUI, PT ASEI, PT Jasindo, PT Jiwasraya direncanakan didivestasi; c. Sektor Pembiayaan, Perum Pegadaian, Perum SPU dan PT KBI tetap stand alone. PT Danareksa dan PT PANN MF akan direstrukturisasi dengan kemungkinan divestasi; d. Diupayakan paling lambat pada tahun 2009, 4 BUMN Asuransi (PT Taspen, PT Jamsostek, PT ASKES, PT ASABRI) akan menjadi Lembaga Penyelenggara Sistem Jaminan Sosial Nasional (Undang - undang No. 40/2004) dan PT Bank Ekspor Indonesia akan menjadi Lembaga Penjaminan Ekspor. 5 BUMN tersebut statusnya menjadi Badan Layanan Umum (BLU). 3. Kebijakan Sektor Industri Nasional 5 Struktur Sektor Industri Nasional saat ini hanya didominasi oleh beberapa cabang industri yang tahapan proses industrinya pendek dan memiliki ketergantungan terhadap bahan baku impor sehingga ekspor produk industri dikuasai oleh hanya beberapa cabang industri, pasar domestik terbatas. Kebijakan Sektor Industri tahun meliputi : a. Tumbuhnya industri yang mampu menciptakan lapangan kerja yang besar; b. Selesainya program revitalisasi, konsolidasi dan restrukturisasi industri; c. Teroptimalkannya pasar dalam negeri dalam rangka pembangunan industri komponen lokal dan industri; d. Semakin meningkatnya daya saing industri berorientasi ekspor; e. Tumbuhnya industri-industri potensial yang akan menjadi kekuatan penggerak pertumbuhan industri di masa depan; f. Tumbuh kembangnya IKM, khususnya industri menengah tiga kali lebih cepat daripada industri kecil. BUMN merupakan salah satu pelaku ekonomi nasional yang keberadaannya sangat diharapkan mampu menjadi penggerak sektor industri nasional. Oleh karenanya rencana strategi jangka panjang BUMN dapat diselaraskan dengan kerangka dasar strategi pembangunan industri nasional. Strategi pengembangan industri melalui pembentukan klaster industri dimaksudkan untuk tidak hanya membangun prasarana industrinya namun yang lebih utama adalah membangun daya saing sehingga penciptaan nilai perusahaan dapat dilakukan secara optimal. Keberadaan BUMN di sektor industri meliputi sektor-sektor/ kelompok-kelompok Industri Berbasis Teknologi (eks PT BPIS), Baja dan Konstruksi (eks BPIS), Industri Pertahanan (eks BPIS), Semen, Sandang serta Aneka Industri. BUMN di sebagian besar sektor/kelompok tersebut 5 Dikutip Dari Pokok-pokok Kebijakan Pembangunan Industri Nasional, pada Website Resmi Dep. Perindustrian 21

22 memerlukan restrukturisasi usaha dan permodalan untuk meningkatkan kinerja dan prinsip-prinsip GCG. BUMN yang terkait dengan industri pengolahan hasil laut yakni BUMN Perikanan telah dilakukan restukturisasi dengan penggabungan yang kedepan pengembangannya membutuhkan dukungan armada, modal kerja dan manajemen yang lebih handal. Restrukturisasi BUMN Perikanan perlu diarahkan untuk tidak hanya terfokus pada industri pendukung namun juga agar mengarah ke industri inti yang memiliki nilai tambah cukup tinggi. Di sektor industri tekstil dan produk tekstil (TPT), 2 BUMN yang terkait dengan klaster ini yakni PT Industri Sandang dan PT Cambrics Primissima belum dapat melakukan pengembangan desain dan diversifikasi produk dan kurang didukung dengan kinerja keuangan yang baik untuk melakukan investasi. Untuk PT Cambrics Primissima telah diambil kebijakan untuk melepas saham Negara sebesar 52.79% kepada existing shareholder. Terkait dengan klaster industri petrokimia dimana kebijakan peningkatan produksi amonia dalam rangka memenuhi pasar domestik telah ditentukan, maka upaya BUMN Pupuk saat ini sejalan dengan sasaran pengembangan yang telah ditentukan. Sasaran yang dapat dicapai antara lain pembentukan joint operation antara produsen bahan baku dengan industri petrokimia. Posisi holding BUMN Semen masih tetap dipertahankan dan restrukturisasi BUMN Semen yang dilakukan adalah sejalan dengan pengembangan industri semen nasional dan untuk mempercepat penciptaan nilai perusahaan. Sinergi antara BUMN Semen dengan BUMN Pertambangan juga dapat dipertimbangkan. Sementara BUMN pendukung sektor perindustrian adalah BUMN yang bergerak di sektor kawasan. Di Sektor Kawasan terdapat 5 BUMN dimana Pemerintah Pusat bekerja sama dengan Pemerintah Propinsi/ Kabupaten di beberapa daerah yaitu PT KIM, KIMA, PT KIW, PT PDI Batam, dan PT KBN. Dari data yang dikutip dari beberapa sumber terdapat lebih dari 100 perusahaan di sektor ini dengan total areal kawasan industri hampir 25 juta Ha, namun yang telah dibangun baru sekitar 6 juta Ha dengan melibatkan ± pekerja. Opsi di sektor ini antara lain pelepasan saham Pemerintah Pusat kepada existing shareholder (Pemprov/Pemkot) ataupun pada pihak ketiga, atau pembentukan holding kawasan. 4. Kebijakan Sektor Pertanian 6 Sektor Pertanian memiliki visi yaitu: terwujudnya pertanian tangguh untuk kemantapan ketahanan pangan, peningkatan nilai tambah dan daya saing produk pertanian serta peningkatan kesejahteraan petani. 6 Raker Menteri Pertanian dengan Komisi IV DPR RI, 25 November

23 Sedangkan misi sektor pertanian antara lain sebagai berikut : mewujudkan birokrasi pertanian yang profesional, tangguh, berdaya saing, berwawasan lingkungan serta peningkatan kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian nasional, dan mewujudkan ketahanan pangan melalui peningkatan produksi pertanian dan penganekaragaman konsumsi pangan, memfasilitasi pelaku usaha pertanian serta memperjuangkan kepentingan dan perlindungan petani. Sasaran pembangunan sektor pertanian meliputi : a. Mengembangkan usaha penunjang dan pengolahan hasil pertanian, serta organisasi dan kelembagaan pertanian; b. Meningkatkan produksi pertanian rata-rata (anatara lain tanaman pangan 2%, perkebunan 5%); c. Meningkatkan pendapatan riil petani 3.5% per tahun dan ekspor produk pertanian dari USD 3.7 Miliar (tahun 2004) menjadi USD 9 Miliar (tahun 2009) serta agro industri rata-rata 5% per tahun; d. Meningkatkan kemandirian pangan (mengurangi impor bahan pangan rata-rata 10% per tahun). Disamping penetapan visi, misi, tujuan dan sasaran kebijakan sektor pertanian, juga ditetapkan langkah revitalisasi sektor pertanian yang memiliki sasaran akhir yaitu tingkat pertumbuhan sektor pertanian ratarata sebesar 3.25% per tahun dalam periode tahun dan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Selanjutnya ditetapkan arah kebijakan untuk sasaran revitalisasi sektor pertanian ini antara lain : a. Peningkatan kemampuan petani dan penguatan lembaga pendukungnya; b. Pengamanan ketahanan pangan serta peningkatan produktivitas, produksi, daya saing dan nilai tambah produk pertanian dan perikanan serta; c. Pemanfaatan hutan untuk diversifikasi usaha dan mendukung produksi pangan dengan tetap mempertahankan kesetaraan gender dan kepentingan pembangunan yang berkelanjutan. Untuk Sektor Pertanian, BUMN bergerak/beroperasi di beberapa kelompok meliputi Perkebunan, Perikanan, Penunjang Pertanian dan industri yang terkait dengan Agro Industri, seperti Pupuk, Percetakan dan Kertas. Sektor Pupuk telah direstrukturisasi melalui pembentukan holding yang masih akan dipertajam untuk lebih fokus dan sinergis. Di samping itu Sektor Pupuk juga mengemban PSO melalui produksi pupuk urea. Kemampuan produksi kemudian diversifikasi pupuk yang dilanjutkan dengan penguatan modal merupakan bagian yang penting pada sektor ini, mengingat terdapat beberapa pabrik pupuk yang dalam 2-3 tahun kedepan memerlukan pergantian mesin/pabrik serta membutuhkan dana yang besar. 23

24 Untuk Sektor Perkebunan telah dilakukan kajian independen mengenai opsi restrukturisasi yang akan diterapkan yaitu mengarah pada pembentukan invesment holding. Konsolidasi untuk sektor ini diperlukan dalam rangka penyatuan kegiatan-kegiatan strategis, meliputi investasi, pemasaran dan pengembangan lebih lanjut dengan tanpa meniadakan entitas yang ada sekarang ini (14 PT Perkebunan Nusantara dan PT Rajawali Nusantara Indonesia) yang juga merupakan bagian dari hasil restrukturisasi yang sebelumnya dari sekitar 40 perusahaan. Untuk Sektor Perikanan telah dilakukan merger/konsolidasi 4 BUMN Perikanan menjadi satu BUMN yaitu PT Perikanan Nusantara sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun Pelaksanaan merger/konsolidasi ini bertujuan untuk meningkatkan kinerja perusahaan serta memberikan konstribusi yang lebih baik bagi Industri Perikanan Nasional. Kedepan, dengan pembenahan manajemen, penguatan armada dan modal kerja BUMN ini akan dimasukkan dalam kriteria stand alone untuk selanjutnya didivestasi setelah mencapai kinerja yang lebih baik. 5. Kebijakan Sektor Kehutanan 7 Visi pembangunan sektor kehutanan adalah terwujudnya penyelenggaraan kehutanan untuk menjamin kelestarian hutan dan peningkatan kemakmuran rakyat. Sedangkan misi pembangunan kehutanan adalah: a. Menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional. b. Mengoptimalkan aneka fungsi hutan dan ekosistem perairan yang meliputi fungsi konservasi, lindung dan produksi kayu, non kayu dan jasa lingkungan untuk mencapai manfaat lingkungan social, budaya dan ekonomi yang seimbang dan lestari c. Meningkatkan daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS). d. Mendorong peran serta masyarakat. e. Menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan f. Memantapkan koordinasi antara pusat dan daerah. Kebijakan sektor kehutanan meliputi (1) pemberantasan pencurian kayu di hutan Negara dan perdagangan kayu illegal (2) revitalisasi sektor kehutanan khususnya industri kehutanan (3) rehabilitasi dan konservasi sumber daya hutan (4) pemberdayaan ekonomi masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan dan (5) pemantapan kawasan hutan. Terdapat 5 BUMN yang bergerak disektor kehutanan yaitu PT Inhutani I-IV dan Perum Perhutani. Rencana Strategis Kementerian Negara BUMN adalah melakukan restrukturisasi melalui merger/ konsolidasi PT Inhutani I-IV sedangkan Perum Perhutani adalah stand alone. Tujuannya adalah meningkatkan kinerja BUMN kehutanan, melalui peningkatan efisiensi dan fokus usaha dalam satu pengelolaan sehingga dapat lebih berperan dalam program sektor kehutanan. 7 Dikutip Dari Pokok-pokok Kebijakan Sektor Kehutanan, pada Website Resmi Dep. Kehutanan 24

25 6. Kebijakan Sektor Perhubungan 8 Sektor Perhubungan memiliki visi yaitu terciptanya penyelenggaraan pelayanan perhubungan yang handal, berdaya saing dan memberikan nilai tambah. Sedangkan misi yang diemban meliputi antara lain mempertahankan tingkat jasa pelayanan sarana dan prasarana perhubungan, melaksanakan konsolidasi melalui restrukturisasi dan reformasi sarana dan prasarana perhubungan, meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan jasa perhubungan serta kualitas pelayanan. Adapun arah kebijakan Sektor Perhubungan tahun adalah : a. Fungsi penunjang daerah berkembang/maju, sehingga dapat menjadi pendorong daerah terpencil; b. Mendukung kebijakan otonomi daerah dimana kontribusi terhadap pemberdayaan daerah disesuaikan dengan kewenangannya; c. Mendukung kelancaran mobilitas, distribusi, terutama pada sektor yang berbasis SDA dan sektor strategis lainnya; d. Mengembangkan teknologi transportasi ramah lingkungan, hemat energi dan meningkatkan kinerja keselamatan dan pelayanan; e. Melibatkan swasta dalam pembangunan sarana dan prasarana serta melakukan restrukturisasi segmen usaha sesuai semangat perdagangan bebas; f. Pemetaan tarif jasa perhubungan dengan mempertimbangkan kepentingan operator, user dan regulator. Untuk Sektor Perhubungan, BUMN-BUMN yang bergerak di sektor ini meliputi Angkutan Darat, Pelayaran (Angkutan Laut), Penerbangan, Prasarana Angkutan Darat, Pelabuhan dan Kebandarudaraan. Restrukturisasi BUMN-BUMN di sektor ini disamping untuk meningkatkan kinerja perusahaan juga dalam rangka untuk memperbaiki kualitas pelayanan kepada masyarakat terutama terkait dengan tingkat keamanan (safety), sehingga diharapkan tingkat kecelakaan semakin berkurang. Sektor Kebandarudaraan dan pelabuhan diarahkan untuk direstrukturisasi melalui konsolidasi dalam bentuk holding guna meningkatkan nilai tambah perusahaan. 7. Kebijakan Sektor Pekerjaan Umum 9 Pada Sektor Pekerjaan Umum telah ditetapkan visi : tersedianya infrastruktur pekerjaan umum yang handal, bermanfaat dan berkelanjutan untuk mendukung terwujudnya Indonesia yang aman dan damai, adil dan demokratis, serta lebih sejahtera. Visi tersebut dilengkapi dengan misi 8 Dikutip dari Pokok-pokok Kebijakan Sektor Perhubungan melalui Website Resmi Departemen Perhubungan 9 Dikutip dari Pokok-pokok Kebijakan Sektor Pekerjaan Umum melalui Website Resmi Departemen PU 25

BAB 21 PENINGKATAN PENGELOLAAN BUMN

BAB 21 PENINGKATAN PENGELOLAAN BUMN BAB 21 PENINGKATAN PENGELOLAAN BUMN Sebagai salah satu pelaku kegiatan ekonomi, keberadaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memiliki peran penting untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat sebagaimana diamanatkan

Lebih terperinci

BAB 21 PENINGKATAN PENGELOLAAN BUMN

BAB 21 PENINGKATAN PENGELOLAAN BUMN BAB 21 PENINGKATAN PENGELOLAAN BUMN Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan salah satu pelaku kegiatan ekonomi yang penting di dalam perekonomian nasional, yang bersama-sama dengan pelaku ekonomi lain

Lebih terperinci

BAB 21 PENINGKATAN PENGELOLAAN BUMN

BAB 21 PENINGKATAN PENGELOLAAN BUMN BAB 21 PENINGKATAN PENGELOLAAN BUMN Keberadaan badan usaha milik negara (BUMN) memiliki peran penting untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945. Untuk itu, BUMN diharapkan

Lebih terperinci

Dasar Hukum Privatisasi

Dasar Hukum Privatisasi Dasar Hukum Privatisasi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Pasal 74 84) Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2005 tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero)

Lebih terperinci

Daftar BUMN Indonesia

Daftar BUMN Indonesia Perusahaan Jenis Sektor Perum Perhutani (Persero) Perum Kehutanan Perum Prasarana Perikanan Samudera Perum Perikanan PT Inhutani I (Persero) Perseroan Kehutanan PT Inhutani II (Persero) Perseroan Kehutanan

Lebih terperinci

BAB 21 PENINGKATAN PENGELOLAAN BUMN

BAB 21 PENINGKATAN PENGELOLAAN BUMN BAB 21 PENINGKATAN PENGELOLAAN BUMN Sebagai salah satu pelaku perekonomian nasional, badan usaha milik negara (BUMN) diharapkan, antara lain, (1) memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional

Lebih terperinci

BAB 21 PENINGKATAN PENGELOLAAN BUMN

BAB 21 PENINGKATAN PENGELOLAAN BUMN BAB 21 PENINGKATAN PENGELOLAAN BUMN Badan usaha milik negara (BUMN) merupakan salah satu pelaku dalam perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 tahun

Lebih terperinci

Kementerian SHARING SESSION. Kinerja BUMN. Proyeksi Tahun 2012 BUMN

Kementerian SHARING SESSION. Kinerja BUMN. Proyeksi Tahun 2012 BUMN SHARING SESSION Kinerja Proyeksi Tahun 2012 KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN K 2008-2011 Disclaimer Data dalam paparan ini masih memungkinkan untuk mengalami perubahan mengingat belum semua telah menyampaikan

Lebih terperinci

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Pengembangan Kelembagaan Ekonomi dan Iklim Usaha Kondusif 1. Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi Mendukung terciptanya kesempatan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. BUMN menurut undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 bab I pasal 1 adalah badan

BAB II LANDASAN TEORI. BUMN menurut undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 bab I pasal 1 adalah badan BAB II LANDASAN TEORI II.1 Rerangka Teori dan Literatur II.1.1 BUMN II.1.1.1 Pengertian BUMN BUMN menurut undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 bab I pasal 1 adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BUMN adalah sebuah badan usaha yang mempunyai peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. BUMN adalah sebuah badan usaha yang mempunyai peranan penting BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BUMN adalah sebuah badan usaha yang mempunyai peranan penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Ada dua

Lebih terperinci

MENTERI.BA DAN USAH A MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI.BA DAN USAH A MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA Nomor Sifat Hal MENTERI.BA DAN USAH A MILIK NEGARA S- 01 /MBU/D6/1/2016 Segera/Penting 1 (satu) berkas Permintaan Penunjukan TIC (Team In Charge) Sinergi BUMN Jakarta,05 Januari 2016 Kepada Yth. Direktur

Lebih terperinci

MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPUTUSAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR : SK- 194/MBU/09/2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS LAMPIRAN PERATURAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR: PER-06/MBU/2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. telekomunikasi dan jaringan di wilayah indonesia. Secara umum kegiatan utama

BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. telekomunikasi dan jaringan di wilayah indonesia. Secara umum kegiatan utama BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN 3.1. PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Telkom merupakan BUMN yang bergerak di bidang jasa layanan telekomunikasi dan jaringan di wilayah indonesia. Secara umum kegiatan

Lebih terperinci

SURAT EDARAN NOMOR : SE- 03 IMBU.S/2007 TENTANG. WILAYAH BINAAN DAN BUMN KORDINATOR PKBL TAHUN 2007

SURAT EDARAN NOMOR : SE- 03 IMBU.S/2007 TENTANG. WILAYAH BINAAN DAN BUMN KORDINATOR PKBL TAHUN 2007 SURAT EDARAN MOR : SE- 03 IMBU.S/2007 TENTANG. WILAYAH BINAAN DAN BUMN KORDINATOR PKBL Yth. Direksi Pembina PKBL Di Tempat Sebagai pedoman dalam melaksanakan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL),

Lebih terperinci

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM Pancasila dan Undang-undang Dasar Tahun 1945 merupakan landasan ideologi dan konstitusional pembangunan nasional termasuk pemberdayaan koperasi dan usaha

Lebih terperinci

BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK. 228/M tahun 2001 dan selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 64 tahun

BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK. 228/M tahun 2001 dan selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 64 tahun BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK 2.1 Profil Organisasi Kantor Menteri Negara BUMN dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 228/M tahun 2001 dan selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 64 tahun

Lebih terperinci

DAFTAR PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) DAN PERSEROAN TERBATAS YANG SEBAGIAN SAHAM-SAHAMNYA DIMILIKI OLEH NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DAFTAR PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) DAN PERSEROAN TERBATAS YANG SEBAGIAN SAHAM-SAHAMNYA DIMILIKI OLEH NEGARA REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1998 TENTANG PENGALIHAN PEMBINAAN TERHADAP PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) DAN PERSEROAN TERBATAS YANG SEBAGIAN SAHAMNYA DIMILIKI OLEH NEGARA

Lebih terperinci

MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA SALINAN KEPUTUSAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR : SK- 100/MBU/06/2015 TENTANG PEMBAGIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA YANG MENJADI TUGAS PEMBINAAN DEPUTI DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB 20 PENINGKATAN PENGELOLAAN BUMN

BAB 20 PENINGKATAN PENGELOLAAN BUMN BAB 20 PENINGKATAN PENGELOLAAN BUMN BAB 20 PENINGKATAN PENGELOLAAN BUMN A. KONDISI UMUM Hingga akhir tahun 2004, jumlah BUMN yang dimiliki Pemerintah tercatat sebanyak 158 BUMN. Dari keseluruhan BUMN tersebut

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Ringkasan Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak sangat ketatnya persaingan, dan cepatnya terjadi perubahan lingkungan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG PAKET KEBIJAKAN EKONOMI MENJELANG DAN SESUDAH BERAKHIRNYA PROGRAM KERJASAMA DENGAN INTERNATIONAL MONETARY FUND PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

AIPEG. Implikasi Aksesi TPP pada BUMN: Dampak Ekonomi dan Usulan Strategi Reformasi. Australia Indonesia Partnership for Economic Governance

AIPEG. Implikasi Aksesi TPP pada BUMN: Dampak Ekonomi dan Usulan Strategi Reformasi. Australia Indonesia Partnership for Economic Governance Australia Indonesia Partnership for Economic Governance Implikasi Aksesi TPP pada BUMN: Dampak Ekonomi dan Usulan Strategi Reformasi 22 November 2016 Dampak TPP terhadap BUMN: Benar atau Salah? TPP akan

Lebih terperinci

Undangan Pelantikan dan Pengambilan Sumpah Pejabat Eselon I di lingkungan Kementerian BUMN

Undangan Pelantikan dan Pengambilan Sumpah Pejabat Eselon I di lingkungan Kementerian BUMN KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA GEDUNG KEMENTERIAN BUMN, JL. MEDAN MERDEKA SELATAN NO.13 JAKARTA 10110 TELEPON (021) 2311949, FAKSIMILE (021) 2311737, SITUS: www.bumn.go.id Nomor.

Lebih terperinci

: S /S.MBU/09/2014 : 1 (satu) : Segera : Evaluasi Implementasi Kriteria Penilaian Kinerj a Unggul (KPKU) Tahun 2014

: S /S.MBU/09/2014 : 1 (satu) : Segera : Evaluasi Implementasi Kriteria Penilaian Kinerj a Unggul (KPKU) Tahun 2014 GEDUNG KEMENTERIAN, LANTA1M, JALAN MEDAN MERDEKA SELATAN NO 13, JAKARTA TELEPON (021) 29935678, FAKSIMILI (021) 2311787, SITUS www.bumn.go.id mor Lampiran Sifat Hal : S- 2 7 2 /S.MBU/09/2014 : 1 (satu)

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR : KEP-117/MBU/2005 TENTANG PEMBAGIAN BUMN YANG MENJADI TUGAS PEMBINAAN

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR : KEP-117/MBU/2005 TENTANG PEMBAGIAN BUMN YANG MENJADI TUGAS PEMBINAAN KEPUTUSAN MENTERI NEGARA BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR : KEP-117/MBU/2005 TENTANG PEMBAGIAN BUMN YANG MENJADI TUGAS PEMBINAAN MASING-MASING DEPUTI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN NEGARA BADAN USAHA MILIK NEGARA

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI BUMN (BADAN USAHA MILIK NEGARA) DALAM RANGKAH MENINGKATKAN DEVISA NEGARA Andi Wardhana

EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI BUMN (BADAN USAHA MILIK NEGARA) DALAM RANGKAH MENINGKATKAN DEVISA NEGARA Andi Wardhana EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI BUMN (BADAN USAHA MILIK NEGARA) DALAM RANGKAH MENINGKATKAN DEVISA NEGARA Andi Wardhana Sebagaimana Tujuan didirikan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) ada Beberapa hal yaitu : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Rendahnya penerapan corporate governance merupakan salah satu hal yang memperparah terjadinya krisis di Indonesia pada pertangahan tahun 1997. Hal ini ditandai

Lebih terperinci

MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA Nomor : S-606/MBU/S/06/2018 Klasifikasi : Biasa Lampiran : 1 (satu) berkas Perihal : Dukungan Sosialisasi Asian Games XVIII Tahun 2018 Jakarta, 5 Juni 2018 Yth. Direktur Utama BUMN (daftar terlampir) Di

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. VISI PEMBANGUNAN Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 8 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS Didalam bab tiga penulis membahas tentang Hasil Penelitian dan Analisis. Di dalam pada bagian Hasil Penelitian pembahasan yang berdasarkan pada rumusan masalah yang

Lebih terperinci

RINGKASAN INFORMASI JABATAN PIMPINAN TINGGI PRATAMA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN BUMN JABATAN PIMPINAN TINGGI PRATAMA SETARA DENGAN ESELON II

RINGKASAN INFORMASI JABATAN PIMPINAN TINGGI PRATAMA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN BUMN JABATAN PIMPINAN TINGGI PRATAMA SETARA DENGAN ESELON II Lampiran 1 Pengumuman Nomor : PENG-01/JPT.Pratama/MBU/10/2015 Tanggal : 30 Oktober 2015 RINGKASAN INFORMASI JABATAN PIMPINAN TINGGI PRATAMA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN BUMN NO. A. KELOMPOK JABATAN I 1. Nama

Lebih terperinci

RINGKASAN INFORMASI JABATAN PIMPINAN TINGGI PRATAMA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN BUMN

RINGKASAN INFORMASI JABATAN PIMPINAN TINGGI PRATAMA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN BUMN Lampiran II-1 Pengumuman Nomor : PENG-01/Pansel.MBU/03/2016 Tanggal : 07 Maret 2016 RINGKASAN INFORMASI JABATAN PIMPINAN TINGGI PRATAMA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN BUMN 1. Nama Jabatan Kepala Biro Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisnisnya adalah melakukan restrukturisasi. Alasan utama restrukturisasi untuk

BAB I PENDAHULUAN. bisnisnya adalah melakukan restrukturisasi. Alasan utama restrukturisasi untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka menghadapi era pasar bebas yang semakin ketat persaingan bisnisnya, hal tersebut yang memacu dunia usaha untuk lebih peduli terhadap strategi yang dijalankan.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN BENTUK BADAN HUKUM PERUSAHAAN DAERAH (PD) FLOBAMOR MENJADI PERSEROAN TERBATAS (PT) FLOBAMOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur XII Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur Globalisasi ekonomi menuntut produk Jawa Timur mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain, baik di pasar lokal maupun pasar internasional. Kurang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang ditempuh oleh negara-negara sedang berkembang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang ditempuh oleh negara-negara sedang berkembang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan ekonomi yang ditempuh oleh negara-negara sedang berkembang bertujuan antara lain tercapainya kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program privatisasi pertama kali dikenalkan di Inggris pada masa

BAB I PENDAHULUAN. Program privatisasi pertama kali dikenalkan di Inggris pada masa BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Program privatisasi pertama kali dikenalkan di Inggris pada masa pemerintahan Margareth Thatcher di tahun 1979, dan hingga saat ini privatisasi berkembang menjadi sebuah

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi,

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi, BAB VI. STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komperhensif tentang bagaimana Pemerintah Daerah mencapai tujuan dan sasaran RPJMD dengan efektif dan efisien.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2001 TENTANG TIM KEBIJAKAN PRIVATISASI BADAN USAHA MILIK NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2001 TENTANG TIM KEBIJAKAN PRIVATISASI BADAN USAHA MILIK NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2001 TENTANG TIM KEBIJAKAN PRIVATISASI BADAN USAHA MILIK NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa privatisasi Badan Usaha Milik Negara

Lebih terperinci

KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPUTUSAN SEKRETARIS KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR : SK- 15/S.MBU/04/2016 TENTANG PERUBAHAN PEMBAGIAN BUMN YANG MENJADI TUGAS PEMBINAAN DEPUTI SEBAGAIMANA TERCANTUM DALAM LAMPIRAN

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN BAB V. PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi pembangunan daerah dalam RPJMD adalah visi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah terpilih yang disampaikan pada waktu pemilihan kepala daerah (Pemilukada)

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kerangka ekonomi makro daerah akan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang telah dicapai pada tahun 2010 dan perkiraan tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BUMN yang ditujukan menjadi agent of development, serta mengambil posisi

BAB I PENDAHULUAN. BUMN yang ditujukan menjadi agent of development, serta mengambil posisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu peran pemerintah dalam ekonomi nasional adalah mendirikan BUMN yang ditujukan menjadi agent of development, serta mengambil posisi untuk mencari keuntungan

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN-P 2006 DAN APBN 2007 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN-P 2006 DAN APBN 2007 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DATA POKOK -P DAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Tabel 1 : -.......... 1 Tabel 2 : Penerimaan Dalam Negeri, 1989/1990...... 2 Tabel 3 : Penerimaan Perpajakan, 1989/1990...... 3 Tabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Subsektor perkebunan merupakan salah satu bisnis strategis dan andalan dalam perekonomian Indonesia, bahkan pada masa krisis ekonomi. Agribisnis subsektor ini mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan selalu membutuhkan modal yang cukup dalam. menjalankan kegiatan operasional sehari-hari. Meningkatnya efektifitas

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan selalu membutuhkan modal yang cukup dalam. menjalankan kegiatan operasional sehari-hari. Meningkatnya efektifitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap perusahaan selalu membutuhkan modal yang cukup dalam menjalankan kegiatan operasional sehari-hari. Meningkatnya efektifitas penggunaan modal baik jangka pendek

Lebih terperinci

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) Sub Bidang Sumber Daya Air 1. Pengembangan, Pengelolaan, dan Konservasi Sungai, Danau, dan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA TELEPON (021) 29935678, FAKSIMIL1 (021) 29935742, SITUS www.bumn.go.id SALINAN KEPUTUSAN SEKRETARIS KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR : SK-30/S.MBU/12/2015 TENTANG PERUBAHAN PEMBAGIAN BUMN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia pada tahun 2013 tumbuh sebesar 5,78 persen

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia pada tahun 2013 tumbuh sebesar 5,78 persen BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian Indonesia pada tahun 2013 tumbuh sebesar 5,78 persen dibanding tahun 2012, dimana semua sektor ekonomi mengalami pertumbuhan. Pertumbuhan tertinggi terjadi

Lebih terperinci

DANA PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN BADAN USAHA MILIK NEGARA

DANA PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DANA PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN BADAN USAHA MILIK NEGARA bitheula.blogspot.com I. PENDAHULUAN Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai salah satu alat negara untuk mendukung perekonomian nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dengan keadaan saat ini, khususnya dalam dunia ekonomi, pengelolaan perusahaan (corporate governance) telah dianggap penting sebagaimana pemerintahan negara.

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH 5.1 Sasaran Pokok dan Arah Kebijakan Pembangunan Jangka Panjang Untuk Masing masing Misi Arah pembangunan jangka panjang Kabupaten Lamongan tahun

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR : PER - 04/MBU/2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR : PER - 04/MBU/2011 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR : PER - 04/MBU/2011 TENTANG INDIKATOR PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BADAN USAHA MILIK NEGARA JASA KEUANGAN BIDANG USAHA PERASURANSIAN DAN JASA

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi perekonomian Kota Ambon sepanjang Tahun 2012, turut dipengaruhi oleh kondisi perekenomian

Lebih terperinci

SURAT EDARAN NOMOR: SE- 02 AVIBU/S/03/2016 TENTANG PENYAMPAIAN SPT TAHUNAN PPH MELALUI E-FILING

SURAT EDARAN NOMOR: SE- 02 AVIBU/S/03/2016 TENTANG PENYAMPAIAN SPT TAHUNAN PPH MELALUI E-FILING TELEPON (021) 2311618, FAKSIMILI (021) 2311618, SITUS www.bumn.gojd Yth. Para Direktur Utama BUMN (Daftar BUMN Terlampir) SURAT EDARAN NOMOR: SE- 02 AVIBU/S/03/2016 TENTANG PENYAMPAIAN SPT TAHUNAN PPH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dengan keadaan saat ini, khususnya dalam dunia ekonomi, pengelolaan perusahaan (corporate governance) telah dianggap penting sebagaimana pemerintahan negara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Sedangkan bagi investor atau pemegang saham baik itu individu

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Sedangkan bagi investor atau pemegang saham baik itu individu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pasar modal memiliki peran penting dalam kemajuan perekonomian suatu negara, karena pasar modal merupakan salah satu sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan

Lebih terperinci

Restrukturisasi dan privatisasi BUMN. Sistem Ekonomi Indonesia

Restrukturisasi dan privatisasi BUMN. Sistem Ekonomi Indonesia Restrukturisasi dan privatisasi BUMN Sistem Ekonomi Indonesia Pelopor atau perintis karena swasta tidak tertarik untuk menggelutinya Pengelola bidang-bidang usaha yang strategis dan pelaksana pelayanan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Yang dijadikan objek dalam penelitian ini berupa laporan keuangan BUMN yang terdaftar di dalam Bursa Efek Indonesia (BEI) sampai dengan tahun 2012. Data yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN A. PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Berkaitan dengan manajemen keuangan pemerintah daerah, sesuai dengan amanat UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

Menuju Era Baru Pengelolaan BUMN

Menuju Era Baru Pengelolaan BUMN Menuju Era Baru Pengelolaan BUMN Sunarsip Pada tanggal 25-26 Januari 2005, Kementerian BUMN menggelar acara BUMN Summit yang dihadiri oleh sekitar 500 peserta, yang sebagian besar pesertanya merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem perekonomian yang semakin terbuka karena era globalisasi saat ini

BAB I PENDAHULUAN. Sistem perekonomian yang semakin terbuka karena era globalisasi saat ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sistem perekonomian yang semakin terbuka karena era globalisasi saat ini menjadikan menambah ketatnya persaingan, lalu hal ini memberikan peluang sekaligus

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis statistik Perekonomian Daerah, sebagai gambaran umum untuk situasi perekonomian Kota

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa saat ini sistem perekonomian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa saat ini sistem perekonomian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa saat ini sistem perekonomian setiap Negara saling berhubungan dan memiliki tingkat ketergantungan yang mutualis. Artinya kondisi

Lebih terperinci

RESTRUKTURISASI & PRIVATISASI BUMN RASIONALITAS EKONOMI DAN KEPENTINGAN POLITIK

RESTRUKTURISASI & PRIVATISASI BUMN RASIONALITAS EKONOMI DAN KEPENTINGAN POLITIK BAB XII RESTRUKTURISASI & PRIVATISASI BUMN RASIONALITAS EKONOMI DAN KEPENTINGAN POLITIK Oleh Dewi Triwahyuni KONSEP & LATAR BELAKANG BUMN DEFINSI Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah Badan usaha yang

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN I. VISI Pembangunan di Kabupaten Flores Timur pada tahap kedua RPJPD atau RPJMD tahun 2005-2010 menuntut perhatian lebih, tidak hanya untuk menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Bursa Efek Indonesia adalah perseroan yang berkedudukan di Jakarta yang telah memperoleh izin usaha dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN. PT (Persero) Asuransi Ekspor Indonesia (ASEI) didirikan sebagai realisasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN. PT (Persero) Asuransi Ekspor Indonesia (ASEI) didirikan sebagai realisasi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN 1.1 Gambaran Umum Perusahaan PT (Persero) Asuransi Ekspor Indonesia (ASEI) didirikan sebagai realisasi komitmen Pemerintah untuk mengembangkan ekspor non migas nasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan merupakan suatu badan yang didirikan oleh perorangan atau lembaga dengan tujuan tertentu. Tujuan suatu perusahaan pada umumnya adalah mempertahankan kelangsungan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN. Kegiatan jual beli saham dan obligasi dimulai pada abad-19. Menurut

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN. Kegiatan jual beli saham dan obligasi dimulai pada abad-19. Menurut BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan Kegiatan jual beli saham dan obligasi dimulai pada abad-19. Menurut buku Effectengids yang dikeluarkan oleh Verreniging voor den Effectenhandel pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan sekaligus menjadi tumpuan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan sekaligus menjadi tumpuan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemerintah menyadari pemberdayaan usaha kecil menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat dan sekaligus

Lebih terperinci

Strategi Pengelolaan BUMN Di Masa Mendatang

Strategi Pengelolaan BUMN Di Masa Mendatang Strategi Pengelolaan BUMN Di Masa Mendatang Oleh Sunarsip Kepala Ekonom The Indonesia Economic Intelligence Dalam dua tahun ini, kinerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menunjukkan peningkatan kinerja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2004-2009 di Sektor Industri Manufaktur, Pemerintah Pusat memprioritaskan pengembangan agroindustri. Prioritas

Lebih terperinci

-2- salah satu penyumbang bagi penerimaan Daerah, baik dalam bentuk pajak, dividen, maupun hasil Privatisasi. BUMD merupakan badan usaha yang seluruh

-2- salah satu penyumbang bagi penerimaan Daerah, baik dalam bentuk pajak, dividen, maupun hasil Privatisasi. BUMD merupakan badan usaha yang seluruh TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PEMERINTAH DAERAH. Badan Usaha Milik Daerah. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 305) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN. Visi Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013-

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN. Visi Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013- BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi 2017 adalah : Visi Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013- ACEH TAMIANG SEJAHTERA DAN MADANI MELALUI PENINGKATAN PRASARANA DAN SARANA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1998 TENTANG PENGALIHAN PEMBINAAN TERHADAP PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) DAN PERSEROAN TERBATAS YANG SEBAGIAN SAHAMNYA DIMILIKI OLEH NEGARA REPUBLIK

Lebih terperinci

Kebijakan Corporate Governance. PT. Persero Batam. Tim GCG PT. Persero Batam Hal : 1 of 9

Kebijakan Corporate Governance. PT. Persero Batam. Tim GCG PT. Persero Batam Hal : 1 of 9 Tim GCG Hal : 1 of 9 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 3 1.1 Definisi Good Corporate Governance 3 1.2 Prinsip Good Corporate Governance 3 1.3 Pengertian dan Definisi 4 1.4 Sasaran dan Tujuan Penerapan GCG 5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Prinsip-prinsip GCG 1. Transparansi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Prinsip-prinsip GCG 1. Transparansi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PT PJB Services meyakini bahwa penerapan GCG secara konsisten dan berkesinambungan akan meningkatkan nilai perusahaan secara berkelanjutan. Oleh karena itu PT PJB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan yang telah go public pasti memiliki informasi yang dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan yang telah go public pasti memiliki informasi yang dibutuhkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap perusahaan yang telah go public pasti memiliki informasi yang dibutuhkan pihak internal maupun eksternal perusahaan. Informasi tersebut mencakup laporan perkembangan

Lebih terperinci

TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Visi : Terwujudnya pemerintahan yang baik dan bersih menuju maju dan sejahtera Misi I : Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang profesional, transparan, akuntabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik itu persaingan nasional, regional, maupun internasional. Tahun 2014, indeks

BAB I PENDAHULUAN. baik itu persaingan nasional, regional, maupun internasional. Tahun 2014, indeks BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Era globalisasi menimbulkan adanya persaingan yang ketat diantara semua negara. Hal ini mendorong setiap perusahaan yang ada untuk mempersiapkan strategi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disamping fungsinya sebagai alat pemersatu bangsa. Dalam kaitannya dengan sektorsektor

BAB I PENDAHULUAN. disamping fungsinya sebagai alat pemersatu bangsa. Dalam kaitannya dengan sektorsektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infrastruktur Transportasi baik transportasi darat, laut maupun udara merupakan sarana yang sangat berperan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan wilayah

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. perusahaan energi berkelas dunia yang berbentuk Perseroan, yang mengikuti

1. PENDAHULUAN. perusahaan energi berkelas dunia yang berbentuk Perseroan, yang mengikuti 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan visi menjadi perusahaan energi berkelas dunia yang berbentuk Perseroan, yang mengikuti Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2001 TENTANG UNIT ORGANISASI DAN TUGAS ESELON I MENTERI NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2001 TENTANG UNIT ORGANISASI DAN TUGAS ESELON I MENTERI NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2001 TENTANG UNIT ORGANISASI DAN TUGAS ESELON I MENTERI NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa sebagai tindak lanjut Keputusan Presiden

Lebih terperinci

7. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 228/ Tahun MEMUTUSKAN :

7. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 228/ Tahun MEMUTUSKAN : KEPUTUSAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR : KEP-101/MBU/2002 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN PERUSAHAAN BADAN USAHA MILIK NEGARA MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 VISI Dalam periode Tahun 2013-2018, Visi Pembangunan adalah Terwujudnya yang Sejahtera, Berkeadilan, Mandiri, Berwawasan Lingkungan dan Berakhlak Mulia. Sehingga

Lebih terperinci

STRATEGI DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN

STRATEGI DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN STRATEGI DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN 1. Pendahuluan Sektor pertanian merupakan tumpuan ekonomi dan penggerak utama ekonomi nasional dan sebagian besar daerah, melalui perannya dalam pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Sebagai kebutuhan dasar dan hak asasi manusia, pangan mempunyai arti dan peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam menghadapi persaingan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam menghadapi persaingan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi persaingan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) khususnya di industri perbankan dibutuhkan sebuah bank nasional yang besar, kuat, kompeten, maju,

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan,

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN 10.1. Program Transisii P roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, berlangsung secara terus menerus. RPJMD Kabupaten Kotabaru

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JALAN DI INDONESIA TAHUN

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JALAN DI INDONESIA TAHUN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JALAN DI INDONESIA TAHUN 2005-2010 A. Latar Belakang Pembangunan jalan merupakan kebutuhan yang sangat vital sebagai pendukung utama dinamika dan aktivitas ekonomi baik di pusat maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ekonomi, pemerintah merupakan agen, dimana peran pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ekonomi, pemerintah merupakan agen, dimana peran pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam ekonomi, pemerintah merupakan agen, dimana peran pemerintah adalah menghasilkan barang publik. Barang publik harus dihasilkan pemerintah, terutama karena tidak

Lebih terperinci

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perekonomian Indonesia tahun 2004 yang diciptakan UKM berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp

Lebih terperinci