Implikasi Ketentuan Penomoran Faktur Pajak Dalam Pelaksanaan Kewajiban Administrasi PPN Oleh PKP

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Implikasi Ketentuan Penomoran Faktur Pajak Dalam Pelaksanaan Kewajiban Administrasi PPN Oleh PKP"

Transkripsi

1 Implikasi Ketentuan Penomoran Faktur Pajak Dalam Pelaksanaan Kewajiban Administrasi PPN Oleh PKP Rahmanda Prawesta 1 dan Titi Muswati Putranti 2 1. Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia 2. Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Rahmanda.prawesta@gmail.com, Abstrak Penelitan ini menganalisa implikasi peraturan penomoran faktur pajak dalam mendukung reformasi administrasi PPN. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis implikasi penomoran faktur pajak dalam kewajiban administrasi PPN oleh Pengusaha Kena Pajak. Ketentuan penomoran faktur pajak ini menambah prosedur penerbitan faktur pajak terkait hal permohonan nomor seri. Ketentuan dari penomoran faktur pajak dapat melakukan validasi terhadap faktur pajak. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan deskriptif. Hasil penelitiannya adalah implikasi peraturan meningkatkan beban administrasi bagi Pengusaha Kena Pajak dan meningkatkan pengawasan kepada penerbitan faktur pajak. Kata kunci: Penomoran faktur pajak; validasi; ease of administration Implication of VAT Invoice Numbering Affected To VAT Administration by Taxable Person Abstract This research analyze implication of VAT invoice numbering in supporting VAT administration reform. This research aim to analyze implication of VAT invoice numbering in VAT administration by taxable person. This rules increasing procedure in issuing VAT invoice controlling system against false invoicing and describe a good tax administration sytem to as the mechanism to request VAT invoice number. As this rules, Taxable Person can do validation to any VAT Invoice. The research approach is qualitative to the type of descriptive research. The result is implication of VAT invoice numbering is increasing the administration cost and in this rules Taxable Person can do validation to VAT Invoice Keywords: VAT invoice numbering; validation; ease of administration Pendahuluan Sistem self assessment merupakan salah satu sistem penetapan pajak. Sistem self assessment mengutamakan peranan wajib pajak sebagai pihak yang memiliki kewajiban untuk menetapkan pajak, pada sistem ini kantor pajak atau fiskus hanya melakukan proses pengawasan pada setiap wajib pajak. Sistem self asssesment yang digunakan oleh sistem perpajakan Indonesia pada dasarnya merupakan sebuah sistem yang mencerminkan adanya

2 kepercayaan pihak fiskus kepada wajib pajak untuk menghitung, menyetor dan melaporkan pajaknya sendiri. Fiskus hanya berperan untuk menjalankan fungsi pengawasan, pelayanan, dan pembinaan terhadap pemenuhan kewajban perpajakan tersebut Kewajiban administrasi Pengusaha Kena Pajak dalam konteks self assessment PPN adalah memungut pajak pertambahan nilai dan menerbitkan faktur pajak. Faktur pajak merupakan sarana administrasi penting yang digunakan dalam melakukan pengkreditan pajak masukan dan keluaran. Faktur pajak merupakan bukti pungutan pajak yang dibuat oleh pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak. Jika tidak diisi sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan maka dapat mengakibatkan faktur pajak tersebut tidak lengkap, dan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalam faktur pajak tersebut tidak dapat dikreditkan. Pemenuhan kewajiban wajib pajak seringkali tidak mengikuti tata cara yang berlaku sehingga dapat mengakibatkan faktur pajak tersebut tidak memenuhi ketentuan formil. Berdasarkan penerapan sistem faktur pajak ini, terdapat peraturan yang menerapkan bahwa dalam pengisian faktur pajak ini wewenang diberikan kepada pihak Pengusaha Kena Pajak. Setiap transaksi yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak, perlu diterbitkan faktur pajaknya dan dilaporkan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak. Pihak Ditjen Pajak akan menggunakan data tersebut sebagai bukti berapa besaran pajak yang telah dipungut oleh pihak Pengusaha Kena Pajak. Proses pengawasan dapat dilakukan pada saat proses pemeriksaan pajak. Pembaharuan peraturan mengenai pembuatan faktur pajak yang kemudian diatur Per 24/PJ/2012 ini pihak Pengusaha Kena Pajak akan dibatasi nomor kode seri faktur pajaknya. Pihak Ditjen Pajak berkewajiban untuk memberikan nomor kode seri kepada pihak Pengusaha Kena Pajak agar dapat diawasi penggunaan nomor kode seri tersebut. Dalam peraturan ini disebutkan bahwa setiap nomor kode seri yang diberikan merupakan nomor kode seri yang berlaku hanya bagi satu Pengusaha Kena Pajak, sehingga nomor kode seri tersebut dapat diketahui penggunaannya. Pengawasan ini diperlukan karena pihak Ditjen Pajak memiliki tujuan untuk melakukan perlindungan kepada Pengusaha Kena Pajak yang terdaftar dan bertanggung jawab atas setiap beban pajak PPN yang dipungutnya dari pihakpihak yang mencoba melakukan kecurangan melalui penerbitan faktur pajak fiktif. Pada peraturan tersebut disebutkan bahwa setiap Pengusaha Kena Pajak wajib mencantumkan kode, nomor seri dan tanggal pembuatan faktur pajak. Pada tahun 2013 pihak Ditjen Pajak melakukam reformasi administrasi PPN, dalam hal ini yang menjadi latar belakang pihak

3 Ditjen Pajak untuk menyusun reformasi sistem administrasi PPN adalah dengan validasi faktur pajak yaitu melalui ketentuan pemberian nomor seri faktur pajak. Gambar 1 Road Map PPN Pembenahan Sistem Administrasi PPN Peraturan penomoran tahun 2013 ini mengubah proses administrasi PPN yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak. Penerbitan faktur pajak diawali dengan proses permohonan nomor seri kepada kantor pajak. Ketentuan penomoran ini juga memerlukan proses validasi yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak. Validasi yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak ini akan meningkatkan pengawasan kepada penerbitan faktur pajak. Pengawasan yang ditingkatkan ini akan memberikan implikasi kepada pelaksanaan administrasi PPN oleh Pengusaha Kena Pajak. Tinjauan Teoritis Dalam penelitian ini terdapat konsep yang digunakan untuk menganalisis Kepatuhan pajak secara sukarela (voluntary compliance) merupakan kunci keberhasilan pemungutan perpajakan dengan self assessment system yang diterapkan oleh perpajakan di Indonesia. Safri Nurmantu yang telah dikutip Devano dan Rahayu (2006, 110) mengatakan bahwa kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.

4 Kepatuhan Wajib Pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kondisi sistem administrasi perpajakan suatu negara, pelayanan pada Wajib Pajak, penegakan hukum perpajakan, pemeriksaan pajak, dan tarif pajak. (Devano & Rahayu, 2006,112) Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dimana peneliti menggunakan suatu teori sesuai dengan makna yang ada dan menggunakan kriteria-kriteria yang tersedia dalam teori tersebut untuk melakukan penelitian (Creswell, 18). Penelitian ini berawal dari teori biaya kepatuhan. Berdasarkan tujuannya, penelitian ini tergolong dalam penelitian deskriptif dengan manfaat yang bersifat murni tanpa disponsori pihak manapun dan berdasarkan keinginan peneliti untuk melakukan penelitian sejak Februari 2014 hingga Desember Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan melalui wawancara mendalam kepada beberapa informan yang terdiri dari pihak Direkorat Peraturan Perpajakan I, Direktorat Intelijen dan Penyidikan selaku pihak yang berperan dalam pelaksanaan ketentuan penommoran faktur pajak dan Pengusaha Kena Pajak yaitu PT Rekayasa Industri. Data yang berasal dari wawancara mendalam dan studi literatur, analisis diawali dengan melakukan general review untuk mendapatkan gambaran utuh dan menyeluruh atas data yang telah berhasil dikumpulkan. Setelah itu, proses coding dilakukan dalam tiga tahap, yaitu open coding, axial coding, dan selective coding. Setelah proses coding dilakukan, dilakukan reduksi terhadap data yang tidak perlu digunakan. Data yang telah diberi kode kemudian dianalisis sesuai dengan konsep yang digunakan dalam penelitian ini. Hasil Penelitian dan Pembahasan Dalam menganalisis bagaimana implikasi ketentuan penomoran faktur pajak dalam pelaksanaan kewajiban administrasi PPN oleh PKP, digunakan pendekatan pencapaian tujuan sebagai dimensi, dimana analisis dilakukan terhadap hasil wawancara mendalam dengan pihak Direktorat Peraturan Perpajakan I, Direktorat Intelijen dan Penyidikan, selaku perumus dan pelaksana aturan mengenai ketentuan penomoran faktur pajak dan Pengusaha Kena Pajak yaitu PT Rekayasa Industri sebagai pelaksana kewajibana administrasi PPN. Analisis dilakukan terhadap hasil wawancara mendalam yang telah dilakukan kepada pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan ketentuan penomoran faktur pajak. Analisis data yang

5 dilakukan meliputi analisis terhadap hasil studi lapangan dan wawancara mendalam ke beberapa narasumber. Kesiapan Koordinasi Antar Direktorat Pelaksana Ketentuan Penomoran Faktur Pajak Penerapan PPN memiliki karakteristik khusus dibandingkan dengan sistem penerapan Pajak Penghasilan. Karakteristik yang melekat pada penerapan PPN adalah bahwa PPN merupakan jenis pemungutan pajak berdasarkan objek, dan bukan pada subjeknya. Sistem pemungutan pajak akan dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (taxable person). Hal ini merupakan definisi Pengusaha Kena Pajak menurut Rosdiana (2011) Pengusaha Kena Pajak atau taxable person merupakan orang atau badan bertanggung jawab untuk melakukan kewajiban pajak, antara lain memungut, menyetor dan melaporkan pajak terutang. Pengusaha Kena Pajak (PKP) akan menjadi pemungut (tax collection) dan akan memungut pajak dari konsumennya atas penyerahan barang dan/atau jasa (taxable supply). Sebagaimana definisi tentang Pengusaha Kena Pajak dan Penyerahan Barang dan/atau Jasa, setiap Pengusaha Kena Pajak yang melakukan transaksi yang termasuk ke dalam taxable supply akan melakukan pemungutan PPN. Bukti pungutan yang diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak disebut sebagai faktur pajak. Hal ini sebagaimana definisi mengenai faktur pajak yang disebutkan dalam UU PPN No 42 Tahun 2009 Pasal 1 angka 23 tentang definisi faktur pajak. Faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak. Faktur pajak menjadi dokumen penting dalam penerapan administrasi PPN, karena faktur pajak merupakan bukti pungutan pajak yang menjadi dokumen penting dalam mekanisme kredit PPN. Salah satu fungsi faktur pajak sebagaimana dimaksud di atas adalah, faktur pajak dapat menjadi bukti pungutan pajak masukan, pada mekanisme kredit PPN pajak masukan dapat berfungsi sebagai pengurang jumlah PPN yang akan disetor oleh Pengusaha Kena Pajak, sehingga faktur pajak merupakan dokumen penting dalam penerapan administrasi PPN yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak. Ketentuan penomoran faktur pajak PER-24/PJ.2012 merupakan bentuk dari perubahan administrasi PPN. Perubahan administrasi PPN itu adalah berupa pemberian nomor seri yang dilakukan oleh kantor pajak. Ketentuan penomoran faktur pajak ini sebelumnya dilakukan

6 perumusan terlebih dahulu oleh pihak Ditjen Pajak. Pihak yang memiliki kewenangan untuk membuat ketentuan ini adalah Direktorat Peraturan Perpajakan I. Pihak Direktorat Peraturan Perpajakan I merumuskan permasalahan yang berkaitan dengan administrasi PPN khususnya pada administrasi faktur pajak. Ketentuan penomoran faktur pajak ini juga melibatkan beberapa Direktorat yang ada di dalam lingkungan Direktorat Jenderal Pajak. Pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan ketentuan penomoran faktur pajak ini diantaranya adalah Direktorat Teknologi Informasi Perpajakan; Direktorat Transformasi Teknologi Komunikasi dan Informasi; dan Direktorat Intelijen dan Penyidikan. Setiap pihak memiliki tugas dan tanggung jawab dalam menerapkan ketentuan penomoran faktur pajak. Direktorat Teknologi Informasi Perpajakan dan Direktorat Transformasi Teknologi Komunikasi dan Informasi akan mempersiapkan sistem informasi yang dapat memfasilitasi pemberian nomor seri kepada setiap Pengusaha Kena Pajak tanpa ada kemungkinan munculnya nomor seri ganda. Pihak Direktorat Intelijen dan Penyidikan akan melakukan prosedur hukum apabila ditemukan adanya penyimpangan terkati faktur pajak. Koordinasi dalam pelaksanaan penomoran faktur pajak sudah berjalan dengan baik. Pemberian tugas dan kewenangan yang sudah terstruktur dengan baik dapat mendukung penerapan ketentuan penomoran faktur pajak. Penerapan penomoran faktur pajak telah dikoordinir dengan baik, sehingga ketika ada permasalahan yang muncul dalam proses implementasi ketentuan, akan dapat ditanggulangi dengan baik. Validasi Faktur Pajak Melalui Nomor Seri Yang Diberikan Oleh Kantor Pajak Implementasi ketentuan penomoran faktur pajak ini memberikan perbaikan pada tingkat pengawasan penerbitan faktur pajak. Pihak Direktorat Jenderal Pajak dapat memberikan instrumen pengawasan yang dapat dilakukan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak. Faktur pajak yang diterima oleh Pengusaha Kena Pajak dapat dilakukan validasi. Validasi yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak adalah dengan cara melihat apakah nomor seri faktur pajak yang tercantum termasuk ke dalam range nomor yang ada pada surat pemberitahuan nomor seri dari kantor pajak. Penerapan pengawasan faktur pajak juga dilakukan oleh Direktorat Intelijen dan Penyidikan. Direktorat Intelijen dan Penyidikan memiliki peraturan mengenai indikasi-indikasi faktur pajak yang termasuk ke dalam faktur pajak tidak sah.

7 Penerapan peraturan mengenai guidance untuk mengetahui faktur pajak yang termasuk ke dalam faktur pajak tidak sah dapat ditingkatkan pengawasannya. Hal ini sejalan dengan upaya penerapan road map administrasi PPN tentang validasi faktur pajak. ketentuan penomoran faktur pajak ini merupakan upaya untuk melakukan validasi faktur pajak dan disertai dengan adanya pengawasan bagi faktur pajak dari penerapan SE-132/.PJ/2010. Penomoran faktur pajak dan pengawasan akan membuat validasi faktur pajak dapat berjalan dengan baik. Ketentuan penomoran faktur pajak ini dapat melindungi Pengusaha Kena Pajak dari faktur pajak tidak sah. Penerapan penomoran faktur pajak yang memberikan nomor seri tertentu kepada masing-masing Pengusaha Kena Pajak dapat mengurangi jumlah faktur pajak tidak sah. Penerapan ketentuan penomoran faktur pajak dan adanya ketentuan mengenai guidance tentang pengawasan faktur pajak, dapat memberikan rasa aman bagi Pengusaha Kena Pajak. Pembaharuan administrasi PPN dalam hal verifikasi faktur pajak dapat berjalan dengan baik dengan adanya ketentuan penomoran faktur pajak. Gambar 2 Perbedaan Penerapan Nomor Seri Faktur Pajak Penomoran faktur pajak ini dapat berfungsi sebagai alat pengaman yang ada pada faktur pajak. Fungsi faktur pajak sebagai bukti pungutan untuk mekanisme kredit pajak dapat dijalankan dengan baik, apabila faktur pajak yang menjadi alat bukti merupakan faktur pajak yang sah. Direktorat Jenderal Pajak juga melakukan program registrasi ulang untuk mengurangi adanya potensi penerbitan faktur pajak dari Pengusaha Tidak Kena Pajak yang termasuk ke dalam penerbitan faktur pajak tidak sah. Implikasi lain yang ada dalam ketentuan penomoran faktur pajak ini adalah Pengusaha Kena Pajak perlu melakukan validasi pada

8 kelengkapan faktur pajak. Surat permohonan nomor seri yang disertakan dalam faktur pajak, membuat pihak Pengusaha Kena Pajak juga perlu memastikan apakah setiap data yang tercantum di dalam faktur pajak tersebut sudah sesuai dengan yang tertera pada surat permohonan nomor seri atau tidak sesuai Beban Administrasi Yang Bertambah Bagi Pengusaha Kena Pajak Proses yang diterapkan pada ketentuan penomoran faktur pajak, memberikan prosedur tambahan bagi Pengusaha Kena Pajak. Kegiatan permohonan nomor seri yang dilakukan kepada kantor pajak menambah waktu untuk melakukan proses penerbitan faktur pajak. Prosedur penerbitan faktur pajak yang diawali dengan permohonan nomor seri kepada kantor pajak dapat menambah waktu dalam proses administrasi PPN. Pemberian nomor yang terbatas juga dapat mempengaruhi administrasi Pengusaha Kena Pajak. Berdasarkan pernyataan di atas, nomor seri yang diberikan kepada Pengusaha Kena Pajak akan habis. Hal ini dapat mempengaruhi kegiatan bisnis Pengusaha Kena Pajak. Penomoran faktur pajak yang diterapkan akan membuat nomor seri faktur pajak dapat diidentifikasi kebenarannya. Pihak Pengusaha Kena Pajak akan melakukan proses validasi dan verifikasi terhadap faktur pajak dari lawan transaksi. Kegiatan proses verifikasi dan validasi ini akan menambah beban terhadap administrasi yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak. Pengusaha Kena Pajak juga perlu mempersiapkan sistem administrasi yang baik dalam melakukan proses verifikasi faktur pajak. Pengusaha Kena Pajak dapat melakukan sistem pencatatan data secara manual. Proses pendataan internal yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak dapat mempengaruhi administrasi penerbitan faktur pajak. Pihak lawan transaksi yang diketahui menyalahi ketentuan penomoran faktur pajak, akan dikembalikan lagi faktur pajaknya kepada lawan transaksi. Penambahan proses administrasi yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak, dapat mempengaruhi kegiatan bisnis yang dijalankan. Pihak Pengusaha Kena Pajak akan lebih cermat dalam pelaksanaan administrasi penomoran faktur pajak. Proses verifikasi dan validasi yang sebelumnya tidak diterapkan pada PER-13/.PJ/2010 tentang tata cara pembuatan faktur pajak, membuat Pengusaha Kena Pajak perlu mempersiapkan prosedur verifikasi faktur pajak. Proses verifikasi faktur pajak yang harus dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak memberikan dua implikasi pada pelaksanaan administrasi PPN. Bagi Pihak Ditjen Pajak, pelaksanaan penomoran faktur pajak dapat memberi keuntungan dan keamanan pada sektor penerimaan.

9 Pemberian nomor seri oleh kantor pajak memberikan sistem pengawasan yang baik bagi penerbitan faktur pajak, sehingga peluang penghindaran pajak dapat diminimalisir. Bagi Pihak Pengusaha Kena Pajak, pelaksanaan penomoran faktur pajak memberikan beban administratif karena adanya proses verifikasi faktur pajak. Penerapan ketentuan penomoran faktur pajak ini membuat beban administrasi yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak menjadi bertambah. Proses validasi yang dibebankan kepada pihak Pengusaha Kena Pajak menjadi faktor yang menambah beban administrasi Pengusaha Kena Pajak. Hal ini yang dinilai membebani Pengusaha Kena Pajak, di lain pihak Direktorat Jenderal Pajak mendapatkan keuntungan dari adanya penerapan ketentuan penomoran faktur pajak ini. Beban validasi yang ditambahkan kepada Pengusaha Kena Pajak membuat proses validasi yang seharusnya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, menjadi lebih ringan karena telah dilaksanakan dengan baik oleh pihak Pengusaha Kena Pajak. Asas ease of administration atau kemudahan administrasi yang ada dalam penerapan ketentuan penomoran faktur pajak ini, tidak dirasakan oleh pihak Pengusaha Kena Pajak. Proses permohonan nomor seri, kegiatan validasi faktur pajak menjadi faktor yang menambah beban administrasi Pengusaha Kena Pajak. Proses validasi yang dilakukan juga memerlukan prosedur pengawasan yang baik. Pengawasan ini memerlukan beberapa mekanisme untuk memastikan bahwa faktur pajak yang diterima dari pihak lawan transaksi merupakan faktur pajak. Mekanisme validasi faktur pajak memerlukan waktu dan sumber daya manusia secara tersendiri. Penerapan validasi dilakukan dengan cara menyimpan nomor seri yang tertera dalam surat permohonan nomor faktur pajak. Setiap faktur pajak yang diterima dari lawan transaksi akan dicocokkan dengan data manual yang sudah dipersiapkan oleh Pengusaha Kena Pajak. Sistem pengolahan data yang perlu dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak merupakan bentuk compliance cost yang ada melalui ketetapan penomoran faktur pajak ini. Sistem manual yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak ini menjadi sistem validasi yang akan digunakan untuk memeriksa kelengkapan faktur pajak. Validasi yang dilakukan ini akan menambah waktu administrasi yang dilakukan untuk proses kewajiban administrasi PPN terkait dengan faktur pajak. Waktu validasi ini akan terus bertambah seiring dengan jumlah transaksi yang perlu dilakukan pemeriksaan. Pengusaha Kena Pajak Analisis Implikasi Kewajiban Administrasi PPN Oleh Pengusaha Kena Pajak

10 Penerapan ketentuan penomoran faktur pajak ini memberikan implikasi kepada penerapan kewajiban administrasi PPN oleh Pengusaha Kena Pajak. Implikasi yang muncul terkait dengan penerapan administrasi PPN adalah penerbitan faktur pajak dan proses validasi faktur pajak tersebut. Proses yang bertambah dibandingkan dengan pembebasan nomor seri memberikan dampak bagi administrasi PPN Pengusaha Kena Pajak. Permasalahan yang ada tentang validasi faktur pajak adalah mengenai beredarnya faktur pajak tidak sah. Faktur pajak yang disampaikan oleh pihak lawan transaksi bisa menjadi salah satu peluang penggelapan pajak. Fungsi penomoran faktur pajak sebagai alat validasi faktur pajak dapat membuat Pengusaha Kena Pajak merasa aman dan mampu meminimalisir penerbitan faktur pajak tidak sah. Faktur pajak tidak sah ini sendiri merupakan bentuk tindak pidana perpajakan, salah satu cara dalam melakukan penghindaran pajak. Faktur fiktif merupakan bukti pungutan pajak pertambahan nilai yang direkayasa sehingga dapat digunakan sebagai bukti pungutan pajak. Faktur fiktif merupakan faktur pajak dengan transaksi yang sebenarnya tidak terjadi, atau faktur tersebut bukan merupakan faktur yang sebenarnya diperuntukkan untuk transaksi yang ada. Suatu faktur juga dapat dikatakan fiktif ketika pihak yang menerbitkan belum dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak. Karakterisitik faktur pajak ini sendiri dibandingkan dengan faktur pajak yang asli tidak dapat dibedakan secara fisik, faktur pajak yang asli dengan yang fiktif memiliki kesamaan bentuk fisik, akan tetapi bila dilakukan konfirmasi kepada kantor pajak barulah dapat diketahui apakah faktur itu fiktif atau tidak. Faktur fiktif ini dapat diketahui setelah adanya konfirmasi kepada kantor pajak yang penjual terdaftar, dalam prosedur pemeriksaan akan faktur pajak, pihak yang pertama kali dikonfirmasi adalah pihak pembeli yang akan menggunakan faktur pajak tersebut sebagai bukti bahwa PPN telah dipungut dan pembeli memiliki nilai pajak masukan sebagai pengurang beban pajak terutang. Pemeriksaan terhadap faktur pajak itu sendiri perlu dilakukan hingga beberapa tahap baru dapat diketahui apakah faktur pajak yang dilaporkan tersebut merupakan faktur pajak yang fiktif atau bukan. Hal ini tentunya menimbulkan peluang bagi penyimpangan faktur karena adanya peluang bagi pengusaha yang memiliki nilai-nilai pajak keluaran yang besar sementara pajak masukan yang ia bayarkan nilainya masih sedikit. Pemeriksaan yang perlu melalui beberapa proses menyebabkan pihak-pihak yang berupaya mengurangi beban pajak dengan cara menggunakan faktur fiktif.

11 Penomoran faktur pajak ini dapat berfungsi sebagai alat pengaman yang ada pada faktur pajak. Fungsi faktur pajak sebagai bukti pungutan untuk mekanisme kredit pajak dapat dijalankan dengan baik, apabila faktur pajak yang menjadi alat bukti merupakan faktur pajak yang sah. Direktorat Jenderal Pajak juga melakukan program registrasi ulang untuk mengurangi adanya potensi penerbitan faktur pajak dari Pengusaha Tidak Kena Pajak yang termasuk ke dalam penerbitan faktur pajak tidak sah. Implikasi lain yang ada dalam ketentuan penomoran faktur pajak ini adalah Pengusaha Kena Pajak perlu melakukan validasi pada kelengkapan faktur pajak. Surat permohonan nomor seri yang disertakan dalam faktur pajak, membuat pihak Pengusaha Kena Pajak juga perlu memastikan apakah setiap data yang tercantum di dalam faktur pajak tersebut sudah sesuai dengan yang tertera pada surat permohonan nomor seri atau tidak sesuai. Ketentuan penomoran faktur pajak ini membuat pihak Pengusaha Kena Pajak perlu melakukan validasi tidak hanya pada nomor seri yang tertera, tetapi juga kelengkapan lain seperti NPWP, identitas lawan transaksi yang tercantum dalam faktur pajak dan lain sebagainya. Hal ini memerlukan waktu dan biaya untuk melakukan validasi atas setiap faktur pajak, apabila jumlah faktur pajak yang perlu divalidasi jumlahnya banyak tentu akan semakin menambah pekerjaan administrasi Pengusaha Kena Pajak tersebut. Penerapan ketentuan penomoran faktur pajak ini membuat beban administrasi yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak menjadi bertambah. Proses validasi yang dibebankan kepada pihak Pengusaha Kena Pajak menjadi faktor yang menambah beban administrasi Pengusaha Kena Pajak. Hal ini yang dinilai membebani Pengusaha Kena Pajak, di lain pihak Direktorat Jenderal Pajak mendapatkan keuntungan dari adanya penerapan ketentuan penomoran faktur pajak ini. Beban validasi yang ditambahkan kepada Pengusaha Kena Pajak membuat proses validasi yang seharusnya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, menjadi lebih ringan karena telah dilaksanakan dengan baik oleh pihak Pengusaha Kena Pajak. Asas ease of administration atau kemudahan administrasi yang ada dalam penerapan ketentuan penomoran faktur pajak ini, tidak dirasakan oleh pihak Pengusaha Kena Pajak. Proses permohonan nomor seri, kegiatan validasi faktur pajak menjadi faktor yang menambah beban administrasi Pengusaha Kena Pajak. Proses validasi yang dilakukan juga memerlukan prosedur pengawasan yang baik. Pengawasan ini memerlukan beberapa mekanisme untuk memastikan bahwa faktur pajak yang diterima dari pihak lawan transaksi merupakan faktur pajak. Mekanisme validasi faktur pajak memerlukan waktu dan sumber daya manusia secara

12 tersendiri. Penerapan validasi dilakukan dengan cara menyimpan nomor seri yang tertera dalam surat permohonan nomor faktur pajak. Setiap faktur pajak yang diterima dari lawan transaksi akan dicocokkan dengan data manual yang sudah dipersiapkan oleh Pengusaha Kena Pajak. Sistem pengolahan data yang perlu dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak merupakan bentuk compliance cost yang ada melalui ketetapan penomoran faktur pajak ini. Sistem manual yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak ini menjadi sistem validasi yang akan digunakan untuk memeriksa kelengkapan faktur pajak. Validasi yang dilakukan ini akan menambah waktu administrasi yang dilakukan untuk proses kewajiban administrasi PPN terkait dengan faktur pajak. Waktu validasi ini akan terus bertambah seiring dengan jumlah transaksi yang perlu dilakukan pemeriksaan. Pengusaha Kena Pajak. Latar belakang ketentuan penomoran faktur pajak ini adalah untuk melakukan pengawasan penerbitan faktur pajak. Hal ini sudah sesuai dengan penerapannya, yaitu pihak Pengusaha Kena Pajak berkewajiban untuk melakukan permohonan nomor seri ke kantor pajak dimana Pengusaha Kena Pajak terdaftar. Penerapan ketentuan penomoran ini membuat pengawasan lebih baik ketimbang ketika penomoran dibebaskan kepada pihak Pengusaha Kena Pajak. Prosedur yang mewajibkan setiap Pengusaha Kena Pajak untuk melakukan proses permohonan nomor seri, membuat pengawasan atas penerbitan faktur pajak dapat diperketat. Data-data yang berkaitan dengan Pengusaha Kena Pajak tersebut juga dapat dilakukan melalui pendataan dari kantor pajak. Identitas mengenai Pengusaha Kena Pajak tidak dapat ditutuptutupi, sehingga informasi-informasi tersebut dapat digunakan oleh fiskus sebagai alat validasi lanjutan. Ketentuan penomoran faktur pajak ini bertujuan untuk mengembangkan administrasi PPN yang lebih baik. Penerapan ketentuan penomoran faktur pajak ini dimaksudkan untuk memberikan pengawasan yang lebih baik terhadap proses penerbitan faktur pajak. Faktur pajak yang akan terbit sebelumnya untuk melengkapi faktur pajak tersebut, diperlukan prosedur permohonan kepada kantor pajak untuk mendapatkan nomor seri faktur pajak. Penerapan penomoran faktur pajak meningkatkan pengawasan atas faktur pajak, sehingga mempersulit peredaran faktur pajak tidak sah. Implikasi dari adanya pengawasan ini kepada Pengusaha Kena Pajak adalah, apabila dalam penerbitan terdapat kesalahan pencantuman data, Pengusaha Kena Pajak harus mempersiapkan faktur pajak pengganti. Keamanan atas

13 pengawasan faktur pajak berimplikasi pada beban administrasi PPN yang bertambah kepada Pengusaha Kena Pajak Kelemahan dari penerapan ketentuan penomoran faktur pajak ini adalah penerapan ketentuan ini lebih rumit dan memerlukan proses dalam memastikan validasi faktur pajak. Implikasi lain adalah adanya ketentuan penomoran faktur pajak ini yaitu Pengusaha Kena Pajak dapat melakukan pengawasan faktur pajak secara mandiri. Faktur pajak yang beredar dapat dikenali apakah faktur pajak tersebut faktur pajak yang sah atau tidak, melalui nomor seri yang tercantum dalam faktur pajak tersebut. Permasalahan keabsahan faktur pajak ini merupakan reformasi administrasi yang diupayakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Validasi faktur pajak menjadi road map reformasi administrasi PPN di Indonesia. Pengawasan yang lebih ketat, membuat penerbitan faktur pajak tidak sah menjadi sulit untuk dilakukan. Potensi penyimpangan pajak melalui faktur pajak ini dapat dikurangi. Analisis terhadap ketentuan penomoran faktur pajak ini adalah pada ketentuan ini Pengusaha Kena Pajak, akan melakukan prosedur permohonan nomor seri faktur pajak kepada kantor pajak. Aktivasi dan kode password yang diberikan pada saat permohonan awal akan menjadi kode untuk melakukan permohonan nomor seri kepada kantor pajak. Proses selanjutnya adalah, pihak Pengusaha Kena Pajak akan mendapatkan surat pemberitahuan nomor seri yang menjadi dokumen dalam administrasi PPN. Surat pemberitahuan nomor seri mencantumkan blok nomor yang akan dicantumkkan dalam faktur pajak. Penerapan penomoran faktur pajak ini memberikan implikasi kepada administrasi PPN oleh Pengusaha Kena Pajak. Administrasi faktur pajak yang sebelumnya menerapkan pembebasan nomor seri, kini mekanisme penerbitan faktur pajak diawali dengan permohonan nomor seri faktur pajak kepada kantor pajak. Pengusaha Kena Pajak memiliki kewajiban untuk melakukan validasi atas faktur pajak yang diterima dari lawan transaksi. Hal ini yang menambah beban administrasi kepada Pengusaha Kena Pajak, karena proses tersebut memerlukan waktu, biaya, dan kecermatan dalam melakukan proses validasi tersebut. Proses validasi tersebut akan memberikan implikasi positif kepada Pengusaha Kena Pajak, karena pihak Pengusaha Kena Pajak dapat melakukan pengawasan sejak faktur pajak tersebut diterima dari lawan transaksi. Pengawasan yang sudah dapat dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak, membuat faktur pajak yang beredar dapat diawasi sehingga potensi penerbitan faktur pajak tidak sah dapat diminimalisir. Reformasi administrasi PPN yang dilakukan dalam faktur pajak oleh Direktorat Jenderal Pajak selanjutnya adalah, menerapkan e-faktur untuk menggantikan penomoran oleh kantor

14 pajak. Ketentuan e-faktur adalah pihak Pengusaha Kena Pajak melakukan permohonan untuk pembuatan faktur pajak kepada kantor pajak. Pihak Pengusaha Kena Pajak akan diberikan softcopy yang akan dicetak sebagai faktur pajak. Pada ketentuan ini, validasi yang ada sudah lengkap karena pada faktur ini sudah dicantumkan barcode sebagai alat pengesahan faktur pajak, sehingga faktur pajak yang beredar dapat diketahui keabsahannya melalui barcode yang tertera pada faktur pajak tersebut. Penerapan administrasi e-faktur ini dinilai masih terdapat beberapa beban administrasi baru. Penerbitan faktur pajak yang perlu melibatkan kantor pajak, memerlukan kecermatan dalam proses penerbitan faktur pajak. Faktur pajak yang telah disetujui untuk terbit akan langsung diberikan kepada Pengusaha Kena Pajak. Permasalahan timbul saat faktur pajak tersebut diketahui terdapat kesalahan-kesalahan data pada saat faktur pajak siap terbit. Hal ini yang dinilai memerlukan kecermatan dan ketelitian dalam proses input data ke kantor pajak, namun apabila dibandingkan dengan penomoran faktur pajak oleh kantor pajak, ketentuan e-faktur ini dinilai lebih member kemudahan kepada Pengusaha Kena Pajak Kemudahan administrasi juga dapat diupayakan melalui penyatuan faktur pajak dengan faktur komersial. Faktur pajak yang disatukan dengan faktur komersial dapat memudahkan administrasi PPN oleh Pengusaha Kena Pajak. Penyatuan faktur pajak dan faktur komersial ini juga dapat mengurangi kemungkinan penerbitan faktur pajak tidak sah. Penyatuan faktur pajak dengan faktur komersial dapat menjadi salah satu solusi dalam peningkatan pengawasan faktur pajak. Faktur komersial dan faktur pajak yang telah menjadi satu entitas, akan membuat pihak-pihak yang bertransaksi dapat diawasi kebenaran transaksi yang telah dilakukan. Kesimpulan Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa Ketentuan penomoran faktur pajak ini dapat mengurangi penerbitan faktur pajak tidak sah sehingga mengurangi potensi tax loss dari tindak penggelapan pajak. Proses validasi atas faktur pajak juga diatur kembali dalam SE-132/.PJ/2010. Peraturan tersebut dapat menjadi guidance bagi pihak pemeriksa untuk mengindikasikan suatu faktur pajak termasuk ke dalam faktur pajak tidak sah. Implikasi ketentuan penomoran faktur pajak terkait pelaksanaan kewajiban administrasi PPN oleh Pengusaha Kena Pajak adalah adanya peningkatan beban compliance cost bagi Pengusaha Kena Pajak. Hal ini disebabkan dari adanya proses validasi yang menjadi tanggung jawab Pengusaha Kena Pajak.

15 Saran Penerapan ketentuan penomoran faktur pajak memberikan implikasi positif pada pengembangan administrasi PPN, akan tetapi beban compliance cost yang bertambah menjadi beban bagi Pengusaha Kena Pajak. Penerapan penomoran faktur pajak ini perlu dialihkan menjadi ketentuan e-faktur yang dapat mengurangi beban compliance cost pihak Pengusaha Kena Pajak. Direktorat Jenderal Pajak perlu mempersiapkan penerapan e-faktur sebagai reformasi administrasi lanjutan setelah penomoran faktur pajak. beberapa persiapan yang perlu dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak adalah dengan memberikan sosialisasisosialisasi kepada Pengusaha Kena Pajak. Persiapan pada segi infrastruktur penunjang juga perlu dilakukan, yaitu terkait dengan teknologi informasi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak. Daftar Referensi Creswell, John W. Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches: Second Edition. California: Sage Publications, Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Sekilas Modernisasi Administrasi Perpajakan Musgrave, Richard A., dan Peggy B Musgrave, Public Finance in Theory and Practice. McGraw-Hill Book Company, Organisation for Economic Co-Operation and Development. Compliance Risk Management: Managing and Improving Tax Compliance. Centre for Tax Policy and Administration, October Kristianto, Jujuk. Perbedaan Penerapan Nomor Seri Faktur Pajak. Rosdiana, Haula dan Edi Slamet Irianto. Pengantar Ilmu Pajak: Kebijakan dan Implementasi di Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, Direktorat Jenderal Pajak. Pembenahan Sistem Administrasi PPN

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan Nilai (PPN) dengan dasar hukum berdasarkan pada undangundang. Nomor 8 Tahun 1983 yang ditetapkan sejak 1 April 1985

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan Nilai (PPN) dengan dasar hukum berdasarkan pada undangundang. Nomor 8 Tahun 1983 yang ditetapkan sejak 1 April 1985 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan penerimaan negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran negara. Pajak berasal dari iuran masyarakat dan dapat dipaksakan dengan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penulisan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penulisan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penulisan Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang sangat besar pengaruhnya terhadap pembangunan di segala bidang. Penerimaan negara dari sektor pajak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jalannya roda pemerintahan. Lembaga yang ditunjuk untuk mengelola pajak

BAB I PENDAHULUAN. jalannya roda pemerintahan. Lembaga yang ditunjuk untuk mengelola pajak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Penerimaan pajak merupakan sumber utama pendapatan negara dalam pembiayaan pemerintah dan pembangunan. Pajak bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi.pada perekonomian secara keseluruhah pada saat ini teknologi

BAB I PENDAHULUAN. informasi.pada perekonomian secara keseluruhah pada saat ini teknologi BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan dan teknologi pada saat ini sudah semakin maju dan berkembang khususnya pada kemajuan teknologi informasi.penggunaan teknologi informasi sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan

BAB I PENDAHULUAN. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 Tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 Tentang BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut pasal 1 angka 1 Undang-undang perpajakan No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak merupakan sektor pemasukan terbesar kas negara. Penerimaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak merupakan sektor pemasukan terbesar kas negara. Penerimaan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pajak merupakan sektor pemasukan terbesar kas negara. Penerimaan negara dari sektor pajak memegang peranan yang sangat penting untuk kelangsungan sistem pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kewajiban membuat faktur pajak (tax invoice) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kewajiban membuat faktur pajak (tax invoice) merupakan salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kewajiban membuat faktur pajak (tax invoice) merupakan salah satu mata rantai kewajiban Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang diawali dari melaporkan usahanya

Lebih terperinci

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Tahun 2013

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Tahun 2013 Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Tahun 2013 PER-24/PJ/2012, TANGGAL 22 NOVEMBER 2012 PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG BENTUK, UKURAN, TATA CARA PENGISIAN KETERANGAN,

Lebih terperinci

pemungutan pajak dimana wajib pajak menghitung sendiri pajak terutangnya serta secara mandiri menyetorkan ke bank atau kantor pos dan melaporkannya

pemungutan pajak dimana wajib pajak menghitung sendiri pajak terutangnya serta secara mandiri menyetorkan ke bank atau kantor pos dan melaporkannya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN SENGKETA FAKTUR PAJAK CACAT DAMPAKNYA BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK DAN KERUAGIAN NEGARA

BAB IV GAMBARAN SENGKETA FAKTUR PAJAK CACAT DAMPAKNYA BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK DAN KERUAGIAN NEGARA BAB IV GAMBARAN SENGKETA FAKTUR PAJAK CACAT DAMPAKNYA BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK DAN KERUAGIAN NEGARA Didalam bab ini akan dilakukan analisis atau pembahasan hasil pemeriksaan, keberatan sampai dengan keluarnya

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 24/PJ/2012 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 24/PJ/2012 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 24/PJ/2012 TENTANG BENTUK, UKURAN, TATA CARA PENGISIAN KETERANGAN, PROSEDUR PEMBERITAHUAN DALAM RANGKA PEMBUATAN, TATA CARA PEMBETULAN ATAU PENGGANTIAN,

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 24/PJ/2012 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 24/PJ/2012 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 24/PJ/2012 TENTANG BENTUK, UKURAN, TATA CARA PENGISIAN KETERANGAN, PROSEDUR PEMBERITAHUAN DALAM RANGKA PEMBUATAN, TATA CARA PEMBETULAN ATAU PENGGANTIAN,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Faktur pajak fiktif secara sederhana merupakan faktur pajak yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Faktur pajak fiktif secara sederhana merupakan faktur pajak yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Faktur pajak fiktif secara sederhana merupakan faktur pajak yang tidak sah, misalnya karena identitas Pengusaha Kena Pajak (PKP) penerbit tidak sesuai dengan keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Pajak adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Pajak adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan suatu kewajiban dan pengabdian peran aktif warga negara dan anggota masyarakat lainnya untuk membiayai berbagai keperluan negara berupa pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak sebagai sumber penerimaan dalam negeri semakin lama semakin terasa sebagai andalan penerimaan Negara. Oleh karena itu negara menempatkan perpajakan sebagai perwujudan

Lebih terperinci

SOSIALISASI PENOMORAN FAKTUR PAJAK

SOSIALISASI PENOMORAN FAKTUR PAJAK KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK 1 2 3 SOSIALISASI PENOMORAN FAKTUR PAJAK PER-24/PJ/2012, TANGGAL 22 NOVEMBER 2012 PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG BENTUK, UKURAN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan tanpa mendapat jasa timbal secara langsung dan digunakan untuk membayar

Lebih terperinci

SE - 69/PJ/2015 PROSEDUR PEMBERIAN DAN PENCABUTAN SERTIFIKAT ELEKTRONIK

SE - 69/PJ/2015 PROSEDUR PEMBERIAN DAN PENCABUTAN SERTIFIKAT ELEKTRONIK SE - 69/PJ/2015 PROSEDUR PEMBERIAN DAN PENCABUTAN SERTIFIKAT ELEKTRONIK Contributed by Administrator Friday, 13 November 2015 Pusat Peraturan Pajak Online SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Berbagai kasus yang menyeret aparatur pajak dalam beberapa

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Berbagai kasus yang menyeret aparatur pajak dalam beberapa BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Pajak merupakan pendapatan negara yang cukup potensial untuk dapat mencapai keberhasilan pembangunan. Pajak juga merupakan sumber penerimaan negara yang digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya pertumbuhan ekonomi saat ini di negara

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya pertumbuhan ekonomi saat ini di negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan semakin meningkatnya pertumbuhan ekonomi saat ini di negara Indonesia dan semakin bertambahnya jumlah penduduk bangsa Indonesia maka, harus diiringi dengan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemungutan pajak yang menjiwai Undang-Undang Perpajakan

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemungutan pajak yang menjiwai Undang-Undang Perpajakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Sistem pemungutan pajak yang menjiwai Undang-Undang Perpajakan Indonesia adalah sistem self assessment, dimana Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk berperan aktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang dipungut oleh pemeritah

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang dipungut oleh pemeritah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang dipungut oleh pemeritah pusat maupun daerah. Bagi masyarakat pajak dirasakan sebagai beban, sedangkan bagi negara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (dapat di paksakan) yang langsung dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan ekonomi, seperti halnya harga barang-barang kebutuhan pokok yang

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan ekonomi, seperti halnya harga barang-barang kebutuhan pokok yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sudah menjadi informasi umum bahwa salah satu sumber pemasukan negara yang cukup menjanjikan adalah dari sektor pajak. Indonesia sebagai negara berkembang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan pembangunan yang berlangsung secara

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan pembangunan yang berlangsung secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional adalah kegiatan pembangunan yang berlangsung secara terus-menerus yang bersifat memperbaiki dan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Perhitungan PPN Keluaran Dalam hal menghitung Pajak Pertambahan Nilai atau PPN khusunya Pajak Keluaran yang diterbitkan dan dipungut oleh perusahaan merupakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian pajak berdasarkan Undang-Undang Perpajakan No.28 Tahun 2007

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian pajak berdasarkan Undang-Undang Perpajakan No.28 Tahun 2007 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak berdasarkan Undang-Undang Perpajakan No.28 Tahun 2007 Pasal 1 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan: Pajak adalah kontribusi wajib

Lebih terperinci

Faktur pajak (tax invoice) merupakan sarana administrasi

Faktur pajak (tax invoice) merupakan sarana administrasi BAB 1 JENIS, FUNGSI, DAN KEWAJIBAN PEMBUATAN FAKTUR PAJAK Pendahuluan Faktur pajak (tax invoice) merupakan sarana administrasi yang sangat penting dalam pelaksanaan ketentuan pemungutan Pajak Pertambahan

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 17/PJ/2014 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 17/PJ/2014 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 17/PJ/2014 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-24/PJ/2012 TENTANG BENTUK, UKURAN, TATA CARA PENGISIAN KETERANGAN, PROSEDUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional Indonesia merupakan suatu proses yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional Indonesia merupakan suatu proses yang dilakukan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional Indonesia merupakan suatu proses yang dilakukan secara berkesinambungan dengan tujuan untuk memberikan keadilan dan kemakmuran bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan negara serta untuk meningkatkan kesejahteraan hidup

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan negara serta untuk meningkatkan kesejahteraan hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara merupakan suatu wadah berkumpulnya anggota masyarakat dimana terdapat penguasa atau pemimpin yang mempunyai kekuasaan yang dapat mengatur kehidupan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI ELEKTRONIK NOMOR SERI FAKTUR PAJAK SEBAGAI UPAYA PERBAIKAN SISTEM ADMINISTRASI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

IMPLEMENTASI ELEKTRONIK NOMOR SERI FAKTUR PAJAK SEBAGAI UPAYA PERBAIKAN SISTEM ADMINISTRASI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI IMPLEMENTASI ELEKTRONIK NOMOR SERI FAKTUR PAJAK SEBAGAI UPAYA PERBAIKAN SISTEM ADMINISTRASI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Malang Utara) Erick Ferdiawan Kertahadi Bambang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1.Landasan Teori 2.1.1. Definisi Pajak Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan sektor nonmigas. Dalam 5 (lima) tahun terakhir, peran penerimaan. tahun 2004 menjadi 74,9% pada tahun 2009.

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan sektor nonmigas. Dalam 5 (lima) tahun terakhir, peran penerimaan. tahun 2004 menjadi 74,9% pada tahun 2009. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara yang mendapatkan sumber terbesar dari penerimaan pajak. Komposisi pendapatan Negara lebih bertumpu pada sumber sumber penerimaan dari

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Self Assessment System Self assessment system yaitu suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Pembahasan Masalah Menurut Undang-undang No. 42 Tahun 2009 dimana Pengusaha Kena Pajak yang melakukan Penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Bahwa usaha jasa persewaan kendaraan roda 4 (empat) atau lebih

BAB V PENUTUP. menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Bahwa usaha jasa persewaan kendaraan roda 4 (empat) atau lebih 82 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dalam pembahasan pada bab sebelumnya, penulis dapat menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Bahwa usaha jasa persewaan kendaraan roda 4 (empat)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan pemerintah dan pembangunan. Pajak bertujuan meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan pemerintah dan pembangunan. Pajak bertujuan meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerimaan pajak merupakan sumber utama pendapatan negara dalam pembiayaan pemerintah dan pembangunan. Pajak bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui perbaikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli di bidang perpajakan menurut Prof. Dr.

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli di bidang perpajakan menurut Prof. Dr. BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar - dasar Perpajakan Indonesia II.1.1 Definisi dan Unsur Pajak Dibawah ini terdapat beberapa definisi-definisi dan unsur pajak yang terangkum tentang pajak yang dikemukakan

Lebih terperinci

Terdapat definisi mengenai kepatuhan Wajib Pajak yang dikemukan oleh Safri Nurmantu. dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:138) adalah sebagai berikut:

Terdapat definisi mengenai kepatuhan Wajib Pajak yang dikemukan oleh Safri Nurmantu. dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:138) adalah sebagai berikut: KEPATUHAN PAJAK DAN TAX EVASION Terdapat definisi mengenai kepatuhan Wajib Pajak yang dikemukan oleh Safri Nurmantu dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:138) adalah sebagai berikut: Kepatuhan Wajib Pajak dapat

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. Pengusaha Kena Pajak, maka PT. PP (Persero) Tbk mempunyai hak dan

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. Pengusaha Kena Pajak, maka PT. PP (Persero) Tbk mempunyai hak dan BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. PP (Persero) Tbk merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa konstruksi. PT. PP (Persero) Tbk menyediakan berbagai jasa dan solusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak memiliki fungsi budgetair, yaitu sebagai sumber dana bagi

BAB I PENDAHULUAN. Pajak memiliki fungsi budgetair, yaitu sebagai sumber dana bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak memiliki fungsi budgetair, yaitu sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran. Sebagai salah satu unsur penerimaan negara, pajak memiliki peran

Lebih terperinci

JURNAL PENELITIAN TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEBIJAKAN PEMERIKSAAN PAJAK OLEH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK. Disusun oleh: Deddy Arief Setiawan ABSTRAK

JURNAL PENELITIAN TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEBIJAKAN PEMERIKSAAN PAJAK OLEH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK. Disusun oleh: Deddy Arief Setiawan ABSTRAK -1- JURNAL PENELITIAN TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEBIJAKAN PEMERIKSAAN PAJAK OLEH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK Disusun oleh: Deddy Arief Setiawan ABSTRAK Kebijakan pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh Direktorat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi suatu negara menjadi sangat dominan dalam menunjang jalannya roda

BAB I PENDAHULUAN. bagi suatu negara menjadi sangat dominan dalam menunjang jalannya roda BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintahan dan pembangunan di negara kita ini, tentu membutuhkan dana yang cukup besar. Dana tersebut dikumpulkan dari segenap potensi sumber daya yang dimiliki oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Besarnya pengeluaran negara yang digunakan untuk kemakmuran rakyat diikuti juga

BAB I PENDAHULUAN. Besarnya pengeluaran negara yang digunakan untuk kemakmuran rakyat diikuti juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak sebagai sumber utama penerimaan negara yang mempunyai peran penting dalam pengelolaan keuangan dalam Anggaran Pengeluaran Belanja Negara (APBN). Besarnya pengeluaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Tabel Penerimaan Dalam Negeri Tahun (dalam miliar rupiah)

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Tabel Penerimaan Dalam Negeri Tahun (dalam miliar rupiah) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seperti yang telah diketahui bahwa negara dalam hal menyelenggarakan pemerintahan termasuk membiayai pembangunan membutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM), Sumber Daya

Lebih terperinci

II. PASAL DEMI PASAL. Pasal I. Angka 1 Pasal 1. Cukup jelas. Angka 2 Pasal 2

II. PASAL DEMI PASAL. Pasal I. Angka 1 Pasal 1. Cukup jelas. Angka 2 Pasal 2 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN I. UMUM 1. Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang BAB I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan Nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang dilaksanakan secara bertahap, berencana dan berkesinambungan menurut arah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap peningkatan pembangunan dan kelangsungan jalannya roda

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap peningkatan pembangunan dan kelangsungan jalannya roda BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang sangat besar pengaruhnya terhadap peningkatan pembangunan dan kelangsungan jalannya roda pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tujuan tersebut, maka pemerintah perlu banyak memperhatikan masalah

BAB I PENDAHULUAN. tujuan tersebut, maka pemerintah perlu banyak memperhatikan masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-17/PJ/2014 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-17/PJ/2014 TENTANG NOMOR PER-17/PJ/2014 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS NOMOR PER-24/PJ/2012 TENTANG BENTUK, UKURAN, TATA CARA PENGISIAN ATAU PENGGANTIAN, DAN TATA CARA DIREKTUR JENDERAL PAJAK Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Pengantar Perpajakan bagi Account Representative Dasar

Pengantar Perpajakan bagi Account Representative Dasar DIKLAT TEKNIS SUBSTANTIF SPESIALISASI ACCOUNT REPRESENTATIVE TINGKAT DASAR BAHAN AJAR Pengantar Perpajakan bagi Account Representative Dasar Oleh: T i m Widyaiswara Pusdiklat Pajak KEMENTERIAN KEUANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang melakukan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang melakukan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang melakukan pembangunan nasional secara terus menerus. Untuk melakukan pembangunan nasional ini, pemerintah memerlukan dana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengadaan dana merupakan masalah yang penting bagi tercapainya tujuan pembangunan nasional. Sumber pembiayaan pembangunan berasal dari dalam negeri dan luar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Pajak II.1.1 Definisi Pajak Definisi pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut: Pajak

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 62/PJ/2013 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 62/PJ/2013 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK 27 Desember 2013 A. Umum SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 62/PJ/2013 TENTANG PENEGASAN KETENTUAN PERPAJAKAN ATAS TRANSAKSI

Lebih terperinci

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Perpajakan II.1.1 Definisi Pajak Adriani seperti dikutip Brotodihardjo (1998) mendefinisikan, Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara yang dapat bertahan dari dampak krisis tersebut. Hal ini membuat

BAB I PENDAHULUAN. negara yang dapat bertahan dari dampak krisis tersebut. Hal ini membuat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di tengah kondisi krisis dunia, Indonesia merupakan salah satu negara yang dapat bertahan dari dampak krisis tersebut. Hal ini membuat tingkat perekonomian Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembayar pajak, dan (2) melakukan ketentuan perpajakan secara seragam untuk

BAB I PENDAHULUAN. pembayar pajak, dan (2) melakukan ketentuan perpajakan secara seragam untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam menilai keberhasilan penerimaan pajak, perlu diingat beberapa sasaran administrasi perpajakan, seperti : (1) meningkatkan kepatuhan para pembayar pajak,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama. Pembangunan di segala bidang merupakan tanggung jawab pemerintah dan rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejak diadakannya reformasi perpajakan tahun 1983, sebagaimana telah diubah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejak diadakannya reformasi perpajakan tahun 1983, sebagaimana telah diubah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak diadakannya reformasi perpajakan tahun 1983, sebagaimana telah diubah dengan undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 dan undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Keberhasilan suatu bangsa dalam pembangunan nasional sangat ditentukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Keberhasilan suatu bangsa dalam pembangunan nasional sangat ditentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Keberhasilan suatu bangsa dalam pembangunan nasional sangat ditentukan oleh kemampuan bangsa untuk dapat memajukan kesejahteraan masyarakat,

Lebih terperinci

pembiayaan dan pembangunan dalam negeri. Pemerintah Indonesia

pembiayaan dan pembangunan dalam negeri. Pemerintah Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional adalah upaya untuk meningkatkan seluruh aspek kehidupan masyarakat bangsa dan Negara yang sekaligus merupakan proses pengembangan keseluruhan sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2009 Pajak adalah kontribusi

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN DAN KETENTUAN MENGENAI SANKSI PERPAJAKAN DI INDONESIA

BAB 3 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN DAN KETENTUAN MENGENAI SANKSI PERPAJAKAN DI INDONESIA BAB 3 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN DAN KETENTUAN MENGENAI SANKSI PERPAJAKAN DI INDONESIA 3.1. Gambaran Singkat Operasi Perusahaan Agar perencanaan pajak dapat dilakukan dengan baik dan dipahami oleh pihak-pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Permasalahan Perusahaan dalam usaha bisnis apapun mengharapkan produk yang dihasilkan dapat diterima oleh pasar dan menghasilkan keuntungan yang optimal. Penjualan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata. Tujuan yang luhur demikian itu hanya dapat diwujudkan melalui

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata. Tujuan yang luhur demikian itu hanya dapat diwujudkan melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata kehidupan Negara dan Bangsa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia dalam melaksanakan kegiatannya, membutuhkan. ditempuh pemerintah adalah melalui pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia dalam melaksanakan kegiatannya, membutuhkan. ditempuh pemerintah adalah melalui pembangunan nasional. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Indonesia dalam melaksanakan kegiatannya, membutuhkan dana investasi yang tidak sedikit setiap tahunnya yang akan dipergunakan untuk kesejahteraan rakyat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani, pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN DAN PENYAJIAN DATA. Secara garis besar dasar hukumnya sebagai berikut :

BAB III GAMBARAN DAN PENYAJIAN DATA. Secara garis besar dasar hukumnya sebagai berikut : BAB III GAMBARAN DAN PENYAJIAN DATA A. Dasar Hukum Dasar hukum mengenai mekanisme pendaftaran dan pencabutan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak seiring perkembangan ilmu pengetahuan tentang perpajakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk kesejahteraan rakyat. Pajak merupakan salah satu penerimaan terbesar negara perlu terus

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk kesejahteraan rakyat. Pajak merupakan salah satu penerimaan terbesar negara perlu terus BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Definisi Pajak Pajak merupakan kontribusi wajib rakyat kepada negara yang diatur berdasarkan undangundang yang bersifat memaksa, tanpa imbalan atau balas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Self Assessment System yang diterapkan di Indonesia menempatkan administrasi perpajakan sebagai agen pemerintah yang menjalankan fungsi pembinaan, pelayanan, dan pengawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan penerimaan dari sektor pajak sangatlah penting, karena dana yang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan penerimaan dari sektor pajak sangatlah penting, karena dana yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak sebagai sumber penerimaan Negara digunakan untuk mebiayai pengeluaran rutin dan juga membiayai pembangunan. Oleh karena itu upaya untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu tentang penerapan e-faktur diantaranya telah dilakukan oleh Elyong (2016), Oktaviarini (2016), Jovani (2016), dan Susanto (2016).

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. bergerak di bidang teknologi Access Management yang dapat memudahkan konsumen

BAB IV PEMBAHASAN. bergerak di bidang teknologi Access Management yang dapat memudahkan konsumen BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai merupakan salah satu perusahaan di Jakarta yang bergerak di bidang teknologi Access Management yang dapat memudahkan konsumen dalam melakukan

Lebih terperinci

Hukum Pajak. Kewajiban Perpajakan (Pertemuan #9) Semester Genap

Hukum Pajak. Kewajiban Perpajakan (Pertemuan #9) Semester Genap Hukum Pajak Kewajiban Perpajakan (Pertemuan #9) Semester Genap 2015-2016 Tujuan Pembelajaran Fakultas Hukum Mahasiswa memahami pemungutan pajak melalui sistem self assessment; Mahasiswa memahami berbagai

Lebih terperinci

Modul ke: Pertemuan 2. 02Fakultas EKONOMI. Perpajakan I. Program Studi AKUNTANSI

Modul ke: Pertemuan 2. 02Fakultas EKONOMI. Perpajakan I. Program Studi AKUNTANSI Modul ke: 02Fakultas EKONOMI NPWP dan PKP Pertemuan 2 Perpajakan I Program Studi AKUNTANSI Daftar Isi NPWP Tata Cara Pendaftaran NPWP melalui e-registration Cara Pindah KPP Penghapusan NPWP Pengusaha Kena

Lebih terperinci

PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI OLEH BANK BUMN DITINJAU BERDASARKAN ASAS EASE OF ADMINISTRATION AND COMPLIANCE

PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI OLEH BANK BUMN DITINJAU BERDASARKAN ASAS EASE OF ADMINISTRATION AND COMPLIANCE PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI OLEH BANK BUMN DITINJAU BERDASARKAN ASAS EASE OF ADMINISTRATION AND COMPLIANCE Muhammad Rizky Avicenna 1 dan Wisamodro Jati 2 1. Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.13, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Pajak. Kelebihan Pembayaran. Pengembalian. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PMK.03/2013 TENTANG TATA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber penerimaan negara berasal dari dua sektor yaitu sektor migas dan sektor non migas. Salah satu sumber penerimaan negara yang berasal dari non migas adalah penerimaan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5268 EKONOMI. Pajak. Hak dan Kewajiban. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 162) I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS BAB IV PEMBAHASAN IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS Semua badan merupakan Wajib Pajak tanpa terkecuali, mulai saat didirikan atau saat melakukan kegiatan usaha atau memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Asia Tenggara dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 250 juta

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Asia Tenggara dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 250 juta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang berada di wilayah Asia Tenggara dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 250 juta jiwa 1. Sedangkan usia produktif

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK Yth. 1. Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak 2. Para Direktur dan Tenaga Pengkaji di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak 3. Kepala Pusat

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Pajak Pertambahan Nilai, perencanaan pajak, PPN terutang. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Kata kunci: Pajak Pertambahan Nilai, perencanaan pajak, PPN terutang. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Pajak Pertambahan Nilai merupakan suatu hal yang penting bagi perusahaan yang kegiatan operasionalnya melakukan transaksi jual beli Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. Perencanaan Pajak Pertambahan

Lebih terperinci

Page : 1

Page : 1 LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER-37/PJ/2009 TENTANG : PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-27/PJ/2009 TENTANG TATA CARA PENATAUSAHAAN WAJIB PAJAK DAN/ATAU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu instrument yang digunakan negara untuk menjalankan fungsinya

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu instrument yang digunakan negara untuk menjalankan fungsinya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu instrument yang digunakan negara untuk menjalankan fungsinya adalah pajak. Pajak dipungut dengan tujuan untuk membiayai pengadaan public goods.namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan, yakni pada tahun 2015 besarnya belanja negara sebesar

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan, yakni pada tahun 2015 besarnya belanja negara sebesar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Untuk mensukseskan pembangunan nasional, peranan penerimaan dalam negeri sangat penting dan mempunyai kedudukan yang sangat strategis. Pembangunan tidak akan

Lebih terperinci

PENERAPAN E-FAKTUR DAN PERSEPSI PENGUSAHA KENA PAJAK (PKP) (STUDI PADA PENGUSAHA KENA PAJAK DI KABUPATEN BULELENG)

PENERAPAN E-FAKTUR DAN PERSEPSI PENGUSAHA KENA PAJAK (PKP) (STUDI PADA PENGUSAHA KENA PAJAK DI KABUPATEN BULELENG) PENERAPAN E-FAKTUR DAN PERSEPSI PENGUSAHA KENA PAJAK (PKP) I Nyoman Putra Yasa 1 (Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja) 1 Email : putrayasanyoman11@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak sebagai sumber penerimaan dalam negeri semakin lama semakin terasa sebagai andalan penerimaan Negara. Oleh karena itu negara menempatkan perpajakan sebagai perwujudan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia pajak merupakan bagian dari sumber penerimaan negara yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia pajak merupakan bagian dari sumber penerimaan negara yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia pajak merupakan bagian dari sumber penerimaan negara yang dianggap paling potensial, oleh karena itu pajak digunakan sebagai sumber pembiayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, pemerintah mengandalkan sumber-sumber penerimaan negara. Nota Keuangan dan APBN Indonesia tahun 2015 yang diunduh dari

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, pemerintah mengandalkan sumber-sumber penerimaan negara. Nota Keuangan dan APBN Indonesia tahun 2015 yang diunduh dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia terus melaksanakan pembangunan di segala bidang demi mewujudkan kesejahteraan rakyat. Dalam melaksanakan pembangunan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan sosial ekonomi sebagai hasil dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan sosial ekonomi sebagai hasil dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pesatnya perkembangan sosial ekonomi sebagai hasil dari pembangunan nasional serta reformasi di berbagai bidang menempatkan sektor pajak sebagai sektor yang

Lebih terperinci

PERAN KASIH SAYANG DALAM KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA

PERAN KASIH SAYANG DALAM KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA PERAN KASIH SAYANG DALAM KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA Penulis A, Penulis B RSPI Abstract Tax societies should be well understood about tax regulations. Moreover a tax authority is expected to be able

Lebih terperinci

AQLI Lembaga Penelitian dan Penulisan Ilmiah

AQLI Lembaga Penelitian dan Penulisan Ilmiah ISSN: 2597-3991 AQLI Lembaga Penelitian dan Penulisan Ilmiah Volume 1, Nomor 1, 2017 Pengaruh penerapan elektronik nomor faktur (e-nofa) dan faktur pajak fiktif terhadap penerimaan pajak Herry Wahyudi

Lebih terperinci

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Penyajian Data 4.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan CV. Mitra Sinergi merupakan salah satu bentuk perusahaan yang bergerak dalam bidang perdagangan pipa dan bahan bangunan

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN FAKTUR PAJAK TERBARU

ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN FAKTUR PAJAK TERBARU 1 ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN FAKTUR PAJAK TERBARU Firninda Yosi Anggraini Putri Universitas Negeri Surabaya e-mail: yosiap_ninda@yahoo.com Abstract New policy changes is aimed to improve the administration

Lebih terperinci

ROFIUL HUDA 1 1 Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntasi. Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda.Kalimantan Timur

ROFIUL HUDA 1 1 Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntasi. Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda.Kalimantan Timur ANALISIS REGISTRASI ULANG PENGUSAHA KENA PAJAK TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (STUDI KASUS KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SAMARINDA) ROFIUL HUDA 1 1 Fakultas Ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maju dan demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN. maju dan demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional sebagai suatu rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan akan menuntut adanya modernisasi meliputi semua aspek kehidupan. Layaknya sebuah

Lebih terperinci