BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Faktur pajak fiktif secara sederhana merupakan faktur pajak yang

Transkripsi

1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Faktur pajak fiktif secara sederhana merupakan faktur pajak yang tidak sah, misalnya karena identitas Pengusaha Kena Pajak (PKP) penerbit tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya atau faktur pajak yang diterbitkan pengusaha dengan menggunakan nama, NPWP dan Nomor Pengukuhan PKP lain. Termasuk faktur pajak fiktif juga bila secara formal memenuhi ketentuan undang-undang PPN tetapi secara material tidak ada penyerahan barang atau barang tidak diserahkan kepada pembeli yang sama (Novastria, 2015). Hal ini merupakan salah satu bentuk penyelewengan pajak. Kondisi ini tentu merugikan negara sebab penyelewengan pajak dapat mengurangi penerimaan negara sehingga kinerja pelayanan publik menurun (Torgler, 2005). Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mengungkapkan bahwa proporsi pidana pajak terkait penyalahgunaan faktur fiktif mencapai 60 persen. Menurut Direktur Intelijen dan Penyidikan Ditjen Pajak Yuli Kristiyono kepada pers di Jakarta Angka tersebut terdiri baik dari penerbit, pengedar, dan juga pengguna. Pada 2014 terdapat 15 kasus yang telah disidangkan di pengadilan dengan hasil putusan menyatakan seluruh terdakwa 1

2 2 bersalah dan menyebabkan kerugian negara sebesar 383 (Tiga Ratus Delapan Puluh Tiga) miliar, ditambah denda pidana 582,5 (Lima Ratus Delapan Puluh Dua) miliar. Selama 2014, para WP pengguna faktur fiktif yang telah dikonfirmasi sebanyak 499 (Empat Ratus Sembilan Puluh Sembilan), dan 392 (Tiga Ratus Sembilan Puluh Dua) atau 79 (Tujuh Puluh Sembilan) persen di antaranya telah mengakui perbuatannya tersebut. Nilai faktur pajak fiktif dari 392 WP tersebut mencapai Rp696 miliar, namun baru Rp154 miliar yang diterima dan sisanya akan dilunasi dengan cara dicicil. (Republika, 2015). Menurut Diendra Khairani dan Awwaliatul Mukarromah (2015:8) sistem administrasi atas pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang diterapkan di Indonesia masih sangat rentan terhadap penyelewangan oleh wajib pajak (WP). Sistem yang diberlakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mulai dari registrasi sampai dengan pegawasan masih dalam proses pembangunan dan masih belum cukup kuat. Indikasi sistem administrasi di Indonesia yang belum cukup kuat dapat terlihat dari masih banyaknya penyalahgunaan faktur pajak saat ini. Tentunya, hal ini akan berdampak pada tergerusnya penerimaan pajak negara. Masalah yang terjadi di lapangan selama ini atas prosedur konfirmasi pajak keluaran tersebut adalah kesulitan membedakan apakah PKP tersebut adalah PKP yang nakal atau PKP yang benar-benar lurus. Bagi PKP yang lurus, prosedur koreksi pajak masukan karena jawaban konfirmasi hutang pajak oleh KPP rekanan menunjukkan jawaban tidak ada

3 3 adalah kerugian yang sangat material karena WP tidak dapat mengkreditkan pajak masukan yang seharusnya menjadi haknya (Novastria, 2015). Menurut Diendra Khairani dan Awwaliatul Mukarromah (2015:8) menulis dalam majalah Inside Tax bahwa menurut Alan A.Tait dalam bukunya Value Added Tax (1988:324) peningkatan pengembangan sistem teknologi informasi (IT) sebagai perbaikan sistem administrasi PPN memiliki esensi yang sangat penting. Pemanfaatan sistem IT untuk administrasi PPN yang dirancang dengan baik, tentunya merupakan tools yang sangat berguna bagi administrasi perpajakan dan jika dimanfaatkan secara efektif, penggunaan sistem komputerisasi dengan IT dapat mengurangi biaya kepatuhan dan meningkatkan efesiensi kontrol dan membantu WP untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Namun demikian, untuk dapat mengimplementasikan sistem komputerisasi yang maksimal, bukan hanya peralatan, software, telepon, ataupun jaringan saja yang perlu dibangun, pembangunan SDM yang handal dalam pengoperasian teknologi, merancang, mengimplementasikan dan memelihara kerja sistem juga perlu perhatian khusus. Menurut Diendra Khairani dan Awwaliatul Mukarromah (2015:8) menulis dalam majalah Inside Tax bahwa menurut Satoru Araki and Irius Claus (April 2014):41 dalam Asian Development Bank Report, A Comparative Analysis of Tax Administratio in Asia and The Pacific bahwa baik di negara maju maupun negara berkembang, IT dapat membantu pekerjaan-pekerjaan yang ada dala administrasi perpajakan. Hampir di setiap negara telah

4 4 memanfaatkan IT untuk memberikan pelayanan yang lebih efisien dan efektif jika didukung dengan sistem IT yang baik. Dalam Nota Keuangan RAPBN 2015, optimalisasi penerimaan pajak melalui perbaikan administrasi perpajakan juga tercantum dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2015 (Khairani & Mukarromah, 2015:8) Mengingat banyaknya transaksi fiktif dan Pengusaha Kena Pajak (PKP) fiktif dengan cara memanfaatkan faktur pajak tidak sah untuk memperoleh keuntungan pribadi melalui restitusi, membuat pihak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) segera mengambil tindakan preventif dengan melaksanakan verifikasi Pengusaha Kena Pajak (PKP) terdaftar berdasarkan PMK-73/PMK.03/2011 serta registrasi ulang Pengusaha Kena Pajak (PKP). Program regristrasi ulang PKP telah dicanangkan melalui PER- 05/PJ/2012 dan telah dilaksanakan sejak bulan Februari hingga 31 Agustus 2012, kemudian diperpanjang hingga akhir Desember 2012 melalui PER- 20/PJ/2012. Tujuan regristrasi ulang PKP tersebut adalah untuk meningkatkan pelayanan, ketertiban administrasi, pengawasan, dan menguji pemenuhan kewajiban subjektif dan objektif PKP. Peraturan baru tersebut memuat ketentuan bahwa DJP secara jabatan dapat melakukan pencabutan pengukuhan PKP yang memenuhi kriteria tertentu berdasarkan verifikasi dengan maksud untuk mengetahui apakah Wajib Pajak benar-benar tidak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai ketentuan peraturan perundangundangan untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

5 5 Dalam hal ini DJP menyoroti bahwa mekanisme perombakan administrasi PPN perlu dilakukan demi membasmi faktur-faktur pajak fiktif dan PKP abal-abal yang telah menjamur. Sesuai dengan PER-16/PJ/2014, E-Faktur atau Faktur Pajak yang berbentuk elektronik merupakan faktur pajak yang dibuat melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh DJP. Sejak Juli 2014, sebanyak 45 (Empat Puluh Lima) perusahaan telah ditetapkan sebagai peserta pilot project e-faktur. Bulan Juli 2015 direncanakan program ini akan diberlakukan untuk Pengusaha Kena Pajak (PKP) seluruh Jawa dan Bali. Sedangkan pemberlakukan e-faktur secara nasional akan secara serentak dimulai pada 1 Juli Saat ini seluruh Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak Khusus, Kantor Pelayanan Pajak Madya dan seluruh Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Jawa dan Bali sedang mengadakan sosialisasi e- faktur kepada PKP yang terdaftar di KPP nya, sehingga pada saat penerapan efaktur per 1 Juli 2015 semua PKP yang diwajibkan e-faktur telah siap melaksanakan. Untuk menerapkan pembuatan e-faktur ini, Direktorat Jenderal Pajak telah menyediakan aplikasi yang dapat diinstall di perangkat komputer Pengusaha Kena Pajak dan e-faktur ini otomatis terhubung ke program e- SPT, sehingga akan memudahkan Pengusaha Kena Pajak dalam membuat SPT Masa PPN secara elektronik menggunakan program e-spt.

6 6 Latar belakang DJP membuat aplikasi ini adalah karena memperhatikan masih terdapat penyalahgunaan faktur pajak, diantaranya wajib pajak non PKP yang menerbitkan faktur pajak padahal tidak berhak menerbitkan faktur pajak, faktur pajak yang terlambat diterbitkan, faktur pajak fiktif, atau faktur pajak ganda. Selain itu karena beban administrasi yang begitu besar bagi pihak DJP sehingga suatu sitem elektronik untuk faktur pajak dipandang sangat memberikan efisiensi bagi DJP maupun PKP itu sendiri. Jika berbicara mengenai manfaat, dalam dunia modern tentu semua aplikasi berbentuk elektronik sangat memberikan efisiensi bagi penggunanya. Menurut Krismiaji (2015:1) menuliskan bahwa West Churchman menjelaskan sebuah sistem dapat didefinisikan sebagai serangkaian komponen yang dikordinasikan untuk mencapai serangkaian tujuan. Sesuai dengan definisi tersebut, sebuah sistem memiliki tiga karakteristik, yaitu: 1. Komponen, atau sesuatu yang dapat dilihat, didengar atau dirasakan 2. Proses, yaitu kegiatan untuk mengkoordinasikan komponen yang terlibat dalam sebuah sistem 3. Tujuan, yaitu sasaran akhir yang ingin dicapai dari kegiatan koordinasi komponen tersebut. Krismiaji (2015:16) menjelaskan secara detail dalam bukunya Sistem Informasi Akuntansi bahwa sebuah sistem informasi adalah cara - cara yang diorganisasi untuk mengumpulkan, memasukkan, dan mengolah serta menyimpan data, dan cara - cara yang diorganisasi untuk menyimpan,

7 7 mengelola, mengendalikan, dan melaporkan informasi sedemikian rupa sehingga sebuah organisasi dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Secara garis besar, sebuah sistem informasi memiliki delapan komponen, diantaranya adalah: 1. Tujuan, setiap sistem informasi dirancang untuk mencapai tujuan satu atau lebih tujuan yang memberikan arah bagi sistem tersebut secara keseluruhan. 2. Input, data harus dikumpulkan dan dimasukkan sebagai input ke dalam sistem. Sebagian besar input berupa data transaksi. Namun perlu diingat, bahwa dalam perkembangannya, sebuah sistem informasi akuntansi tidak hanya mengolah data dan menghasilkan informasi keuangan saja, namun juga mengolah data dan menghasilkan informasi non keuangan. Oleh karena itu sebagian input adalah berupa data non keuangan. 3. Output, informasi yang dihasilkan oleh sebuah sistem disebut output. Output dari sebuah sistem yang dimasukkan kembali ke dalam sistem sebagai input disebut dengan umpan balik (feedback). Output sebuah sistem informasi akuntansi biasanya berupa laporan keuangan dan laporan internal lainnya. 4. Penyimpanan data. Data sering disimpang untuk dipakai lagi di masa mendatang. Data yang tersimpan ini harus diperbarui (updated) untuk menjaga keterkinian data. 5. Pemroses. Data harus diproses untuk menghasilkan informasi dengan menggunakan komponen pemroses. Saat ini sebagian besar perusahaan

8 8 mengolah datanya dengan menggunakan komputer, agar dapat dihasilkan informasi secara cepat dan akurat. 6. Instruksi dan Prosedur. Sistem informasi tidak dapat memproses data untuk menghasilkan informasi tanpa instruksi dan prosedur rinci. Perangkat lunak (program) komputer dibuat untuk menginstruksi komputer melakukan pengolahan data. Instruksi dan prosedur untuk para pemakai komputer biasanya dirangkum dalam sebuah buku yang disebut dengan buku pedoman prosedur. 7. Pemakai. Orang yang berinteraksi dengan sistem dan menggunakan informasi yang dihasilkan oleh sistem disebut dengan pemakai. Dalam perusahaan, pengertian pemakai termasuk didalamnya adalah karyawan yang melaksanakan dan mencatat transaksi, yang mengelola dan mengendalikan sistem. 8. Pengamanan dan Pengawasan. Informasi yang dihasilkan oleh sebuah sistem informasi harus akurat, bebas dari berbagai kesalahan, dan terlindung dari akses secara tidak sah. Untuk mencapai kualitas informasi semacam itu, maka sistem pengaman dan pengawasan harus dibuat dan melekat pada sistem. Penggunaan sebuah sistem informasi akuntansi diharapkan mampu memberikan keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif bagi sebuah organisasi. Implementasi teknologi informasi yang efektif dan efisien diharapkan bisa menjadi faktor sukses Direktorat Jenderal Pajak untuk memperbaiki system administrasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

9 9 Pemanfaatan sistem IT (Infomasi Teknologi) untuk mengurangi biaya administrasi, meningkatkan kepatuhan dan meningkatkan penerimaan pajak pertambahan nilai dengan efesiensi kontrol dan membantu WP untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Berkaitan dengan teori-teori mengenai sistem informasi akuntansi tersebut berkaitan dengan penerbitan Faktur Pajak dengan menggunakan aplikasi e-faktur ditetapkan sesuai PER-16/PJ/2014 dan KEP-136/PJ/2014 dimana tahapan penggunaan aplikasi e-faktur dibagi sebagai berikut: 1. Pada tanggal 1 Juli 2014, e-faktur sudah diberlakukan bagi PKP tertentu, yaitu perusahaan-perusahaan yang menjadi pilot project e-faktur 2. Pada tanggal 1 Juli 2015, e-faktur mulai diberlakukan bagi PKP Jawa-Bali secara serempak. 3. Pada tanggal 1 Juli 2016, e-faktur sudah diberlakukan untuk seluruh PKP yang ada di Indonesia. Penerbitan Faktur Pajak tidak lagi membutuhkan tanda tangan basah karena Faktur pajak elektronik ini menggunakan tanda tangan digital (digital signature) berbentuk QR code, kemudian tidak ada kewajiban untuk mencetak faktur pajak, serta aplikasi ini merupakan satu kesatuan dengan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) yang selama ini dilaporkan melalui e- SPT. Sedangkan bagi DJP melalui aplikasi e-faktur ini kita makin mudah melakukan pengawasan dengan adanya proses validasi Pajak Keluaran

10 10 dengan Pajak Masukan (PK-PM), adanya data lengkap dari setiap faktur pajak serta meminimalisir proses penyimpanan dokumen. Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan KEP-136/PJ/2014 menetapkan Wajib Pajak tertentu. Adapun Wajib Pajak tertentu yang telah ditetapkan sebagai perusahaan pilot project implementasi e-faktur terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar. Faktur pajak elektronik merupakan salah satu bentuk strategi untuk menerapkan pendekatan sentralisasi data dalam membangun kepatuhan pajak di masa mendatang. Adanya penerapan sistem e-faktur pajak ini membuat perubahan dalam penerimaan pajak pertambahan nilai, jumlah wajib pajak, jumlah pengusaha kena pajak yang melakukan registrasi ulang di tahun Berdasarkan uraian latar belakang tersebut tersebut penulis bermaksud untuk melakukan penelitian pada Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar mengingat pentinganya penerapan sistem e-faktur pajak, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang mengambil judul : PENGARUH IMPLEMENTASI E-FAKTUR TERHADAP COST DAN BENEFIT BAGI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK.

11 11 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, Penulis menitikberatkan pengaruh implementasi elektronik faktur pajak (e-faktur) terhadap cost dan benefit pada Direktorat Jenderal Pajak Kantor Wilayah Wajib Pajak Besar. Sesuai uraian diatas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Apakah Implementasi e-faktur mempunyai pengaruh terhadap cost yang timbul akibat penerapan implementasi e-faktur? 2. Apakah Implementasi e-faktur mempunyai pengaruh terhadap benefit yang diterima Direktorat Jenderal Pajak? C. Tujuan dan Kontrisbusi Penelitian 1. Tujuan dari penelitian ini adalah : Untuk mengetahui apakah mekanisme pelaksanaan implementasi e-faktur pajak sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku. 2. Kontribusi dari penelitian ini adalah : a. Kontribusi Praktik atau Kebijakan: Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan yang bermanfaat bagi Direktorat Jenderal Pajak untuk memperbaiki sistem administrasi perpajakan.

12 12 b. Kontribusi Akademik: 1. Menambah pemahaman, pengertian serta penguasaan penulis dalam bidang perpajakan khususnya mengenai implementasi e- Faktur pajak. 2. Meningkatkan kemampuan analisis penulis dengan menggunakan teori yang telah didapat selama mengikuti perkuliahan. 3. Sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan study pada jurusan S1 Akuntansi Universitas Mercubuana. 4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan bagi penelitian yang akan datang.