TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul Itik di Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul Itik di Indonesia"

Transkripsi

1 9 TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul Itik di Indonesia Berdasarkan sejarahnya, itik pertama kali didomestikasi di China (Cherry & Morris 2008). Meskipun demikian, ada pendapat yang menyatakan bahwa sejarah domestikasi itik dilakukan di dua tempat, yaitu China dan Eropa Barat (Clayton 1984). Selanjutnya disebutkan bahwa Asia Tenggara merupakan pusat utama domestikasi, seperti pada berbagai jenis ayam. Berdasarkan data-data arkeologi, lingkungan pertanian yang disukai oleh itik telah ditemukan di daratan China Selatan. Oleh karena itu, kemungkinan besar itik didomestikasi di daerah tersebut sebelum dikembangkan khusus di Eropa Barat. Pada musim dingin, itik-itik bermigrasi dari wilayah utara ke tempattempat terbuka dengan lingkungan yang tersedia banyak air dan pakan melimpah, terutama air dangkal sebagai area sumber pakannya. Dalam hal bersarang, itik lebih menyukai tempat yang kering, seperti rerumputan di dataran tinggi, di rawarawa kering, atau daerah persawahan yang banyak jerami (Crawford 1993). Salah satu tempat migrasi itik adalah wilayah Indonesia karena memiliki daerah perairan lebih besar jika dibandingkan dengan daratannya. Daerah perairan merupakan tempat paling disukai oleh itik yang dikenal sebagai unggas air (water fowl). Oleh karena itu, keberadaan itik di Indonesia merupakan ternak pendatang. Itik dikelompokkan sebagai ternak lokal, karena daya adaptasinya yang tinggi pada lingkungan di Indonesia selama bertahun-tahun dan mampu berkembang biak (Hardjosworo 1995). Itik domestik diturunkan dari wild mallard (Anas platyrhynchos) dengan ciri-ciri, antara lain warna bulu cokelat pada tubuhnya, terutama itik betina, leher dan kepala berwarna hijau terang mengkilap, paruh dan kakinya berwarna kuning terang, dan warna bulu sayap adalah biru terang (Crawford 1993). Warna-warna terang dan mengkilap tersebut diduga membantu sebagai petunjuk kontak visual ketika sedang bermigrasi (Ogilvie & Pearson 1994). Selain warna bulu, karakteristik khusus pada Anas platyrhynchos jantan adalah adanya empat helai bulu ekor yang mencuat ke atas, dan ini hanya dapat ditemukan pada itik liar (wild mallard) sebagai Anas platyrhynchos (Cherry & Morris 2008).

2 10 Karakterisasi terhadap sifat fenotipik kualitatif itik-itik lokal, yaitu itik alabio, mojosari, cihateup, magelang, tegal, dan damiaking diperoleh hasil pola warna bulu yang hampir sama dengan itik Mallard dengan empat helai bulu ekor jantan yang mencuat ke atas (Susanti & Prasetyo 2007a). Berdasarkan kesamaan ciri-ciri tersebut diduga bahwa itik-itik lokal Indonesia merupakan keturunan itik Mallard (Anas platyrhynchos). Itik Alabio Salah satu rumpun itik lokal di Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian nomor : 19/Permentan/OT.140/2/2008 tentang Penetapan dan Pelepasan Rumpun dan Galur Ternak adalah itik alabio yang berasal dari Kalimantan Selatan, dan saat ini banyak diintroduksi ke daerah-daerah lain di wilayah Indonesia. Rumpun itik alabio memiliki potensi yang tinggi, baik sebagai produsen telur maupun daging (Hetzel 1985). Potensi itik alabio sebagai galur petelur unggul menjadikannya sebagai tetua dalam program persilangan untuk meningkatkan produktivitas itik-itik lokal lain. Prasetyo dan Susanti (2000) melakukan persilangan antara itik alabio dengan itik mojosari yang menghasilkan itik petelur unggul yang disebut itik MA. Itik hasil persilangan tersebut memiliki rataan produksi telur sebanyak butir selama periode produksi 12 minggu, dan memiliki nilai heterosis produksi telur mencapai 11.69%. Selain itu, itik MA memiliki umur pertama bertelur yang lebih cepat dan kualitas telur yang lebih baik daripada induk-induk tetuanya (alabio dan mojosari). Selain sebagai petelur unggul, itik alabio berpotensi pula menjadi itik pedaging. Matitaputty et al. (2011) melakukan persilangan itik alabio (A) dan itik cihateup (C) dengan hasil yang diperoleh menunjukkan nilai persentase heterosis itik persilangan CA lebih unggul dari AC dalam bobot hidup akhir (7.05%), pertambahan bobot hidup (7.32%), bobot karkas (9.24%), dan persentase karkas (2.55%). Pada potongan karkas bagian paha, persentase tertinggi diperoleh itik persilangan AC (10.13%), sementara potongan karkas bagian dada itik tetua murni AA lebih unggul (6.13%). Itik persilangan CA memiliki sifat-sifat unggul lebih banyak dan bernilai ekonomis dibandingkan dengan itik persilangan AC. Berdasarkan performans dapat disimpulkan bahwa hasil persilangan terbaik untuk

3 11 menghasilkan performans dan produksi karkas yang baik adalah itik persilangan cihateup jantan x alabio betina (CA). Keunggulan lain dari itik alabio adalah memiliki ciri-ciri warna bulu hampir seragam yang didominasi oleh warna cokelat, hijau, dan hitam keabuabuan pada sebagian besar tubuhnya, yaitu leher, kepala, punggung, dan dada. Suryana et al. (2010) mengidentifikasi warna bulu itik alabio dan menyimpulkan bahwa itik alabio jantan memiliki warna bulu hijau mengkilap pada kepala, biru mengkilap pada sayap, dan hitam keabu-abuan pada bagian dada dan ekor. Bulu itik alabio betina didominasi warna cokelat bintik-bintik hitam. Bagian tubuh paruh, paha, dan kaki itik alabio didominasi warna kuning dan oranye. Berdasarkan potensi-potensi tersebut tampak bahwa itik alabio mampu mengekspresikan keunggulannya sehingga dalam penelitian ini digunakan itik alabio yang diharapkan mampu mencapai tujuan penelitian ini, yaitu menginisiasi terbentuknya populasi itik yang berproduksi telur tinggi dengan kejadian rontok bulunya yang sudah terkendali. Itik Peking Itik peking merupakan keturunan itik Mallard (Anas plathyrhynchos). Hasil penelusuran sejarah domestikasi itik peking dengan menggunakan analisis penanda mikrosatelit dan mitokondria menunjukkan bahwa itik peking memiliki sekuens yang sama dengan itik Mallard (Qu et al. 2009). Saat ini performans itik peking, dengan postur besar dan berbulu putih, berbeda dari keturunan itik Mallard yang lainnya, dengan postur ramping dan berbulu cokelat kombinasi warna hitam, hijau, dan abu-abu. Hal ini terjadi akibat dari seleksi yang relatif lama terhadap itik peking sehingga menjadi strain atau galur pedaging dengan warna bulu putih dan bobot dewasa 2.7 sampai 3.8 kg (Cherry & Morris 2008; Rouvier 1999). Produksi telur itik peking relatif rendah dibandingkan itik-itik tipe petelur lain yang mempunyai bentuk tubuh ramping. Rata-rata produksi telur itik peking adalah 210 butir per 500 hari atau 42% (Pingel 1990). Itik peking yang dikembangbiakkan di Eropa ternyata mampu menghasilkan telur sebanyak butir dalam 40 minggu dengan cara dipelihara secara intensif (terkurung). Rata-rata pengamatan dilakukan selama 40 minggu, karena setelah 40 minggu itik Comment [T3]: oranye?

4 12 peking mengalami rontok bulu sehingga berhenti produksi telurnya. Itik peking mengalami rontok bulu pada akhir periode produksi sehingga dikelompokkan sebagai itik late molting. Sifat rontok bulu dengan kategori late molting merupakan salah satu keunggulan itik tersebut sehingga digunakan dalam penelitian ini untuk disilangkan dengan itik lokal dengan harapan dapat dipelajari pewarisan sifat rontok bulu yang late molting tersebut, sekaligus mengurangi kejadian rontok bulu pada itik lokal. Persilangan dan Heterosis Prasetyo dan Susanti (1997) menyatakan bahwa program kawin silang telah umum digunakan dalam industri peternakan, jika fenotipe yang diinginkan merupakan kombinasi dari galur-galur yang ada, atau untuk memperbaiki efisiensi produksi melalui penggunaan galur jantan dan betina yang spesifik. Perkawinan antarkelompok genotipe yang berbeda dapat dilakukan, antargalur, antarrumpun, maupun antarbangsa dengan tujuan untuk pembentukan bangsa baru dengan menggabungkan sifat-sifat menguntungkan ke dalam ternak silangan untuk mempercepat peningkatan produktivitas ternak (Martojo 1992; Warwick et al. 1995). Persilangan dilakukan sebagai strategi untuk pemanfaatan keunggulan hibrida yang disebut heterosis. Tejadinya heterosis diduga sebagai akibat dari aksi gen non-aditif seperti efek dominan, overdominan, dan epistasis (Falconer & Mackay 1996; Noor 2010). Besarnya heterosis bergantung pada dominansi dari semua pasangan gen yang mempengaruhinya dan rataan perbedaan frekuensi gen antara kedua tetuanya untuk semua pasangan gen yang ada sehingga semakin jauh perbedaan frekuensi gen antara kedua tetuanya akan semakin tinggi heterosisnya. Heterosis paling baik pada persilangan tunggal antarpopulasi dengan jarak genetik yang jauh akan diperoleh pada generasi pertama, kemudian menurun secara gradual dari F1, F2, F3, dan seterusnya akan hilang pada generasi tertentu. Nilai heterosis umumnya mempunyai nilai yang berlawanan dengan nilai heritabilitas. Noor (2010) mengungkapkan bahwa semakin tinggi nilai heritabilitas suatu sifat akan semakin kecil nilai heterosis. Hal ini disebabkan

5 13 heritabilitas dikontrol oleh aksi gen aditif, sedangkan heterosis dipengaruhi oleh aksi gen nonaditif. Romanov et al. (2002) mempelajari gen major sex-linked dan gen dominan autosomal sebagai gen yang mempengaruhi sifat mengeram melalui persilangan ayam white leghorn yang tidak mengeram dengan ayam bantam yang mengeram. Prasetyo dan Susanti (2000) melakukan persilangan itik alabio dengan mojosari untuk meningkatkan produksi telur pada hasil persilangannya. Huang et al. (2009) mempelajari peta genetik itik melalui AFLP fingerprinting dengan melakukan persilangan antara itik brown tsaiya, sebagai galur petelur lokal di Taiwan, dengan itik peking, yang dikenal sebagai galur pedaging. Berdasarkan uraian di atas, program persilangan dilakukan untuk berbagai tujuan. Pada penelitian ini pun digunakan program persilangan yang serupa, yaitu antara itik peking dan itik lokal alabio untuk mempelajari sifat-sifat rontok bulu secara genetis. Upaya peningkatan produktivitas ternak melalui persilangan biasanya dikombinasikan dengan seleksi. Suksesnya suatu program persilangan bergantung pada materi genetik individu-individu yang disilangkan, metode seleksi dan sistem perkawinan yang digunakan (Warwick et al. 1995). Seleksi Seleksi berperan dalam pengubahan frekuensi gen yang mengatur sifat kualitatif dan kuantitatif (Falconer & Mackay 1996; Noor 2010). Kegiatan seleksi merupakan aktivitas paling penting bagi pemulia dan sebagai dasar utama dalam pemuliaan ternak (Warwick et al. 1995). Tujuan seleksi adalah memilih ternakternak dengan sifat yang diinginkan untuk dijadikan tetua dan dihasilkan generasi berikutnya. Pada sektor peternakan, sifat-sifat yang diinginkan adalah sifat unggul yang berhubungan dengan produktivitas dan biasanya adalah sifat kuantitatif. Di tingkat peternak, seleksi biasanya dilakukan berdasarkan sifat kualitatif yang diduga berhubungan dengan produktivitas karena pada umumnya peternak tidak memiliki catatan produksi. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dicoba mencari peubah dari rontok bulu yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif dan berhubungan dengan produksi telur. Sifat-sifat tersebut diharapkan dapat

6 14 dijadikan sebagai kriteria seleksi sehingga dapat dimanfaatkan oleh peternak secara langsung dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Seleksi yang paling banyak dan mudah dilakukan adalah berdasarkan catatan atau fenotipe individu yang bersangkutan sehingga disebut seleksi individu atau seleksi massa (Noor 2010). Seleksi ini hanya efektif untuk sifat-sifat yang terdapat pada kedua jenis kelamin, namun kurang akurat untuk sifat-sifat yang hanya muncul pada salah satu jenis kelamin saja. Seleksi berdasarkan sifat rontok bulu sebagai peubah sifat kualitatif dapat dilakukan dengan seleksi individu ini. Pada sifat yang hanya muncul pada ternak betina saja, seperti produksi telur, memerlukan metode seleksi yang lain, yaitu seleksi berdasarkan catatan keturunan (progeny test), tetua (silsilah), atau kerabatnya (kolateral), terutama untuk ternak-ternak yang hanya menghasilkan satu keturunan per tahun dengan interval generasi yang panjang. Pada unggas, dengan interval generasi yang relatif singkat, yaitu sekitar 1 tahun, metode seleksi berdasarkan progeny kurang efektif karena ketika informasi tetua unggul diperoleh, tetua tersebut sudah memasuki masa tidak produktif. Oleh karena itu, pemilihan pejantan untuk dikawinkan dengan betina terseleksi dapat memanfaatkan itik-itik jantan yang berasal dari keturunan betina-betina terseleksi segenerasi, dengan asumsi bahwa pejantan tersebut mempunyai sifat unggul yang diinginkan karena berasal dari induk-induk betina terseleksi. Sistem perkawinan dengan memanfaatkan pejantan dan induk dari generasi yang sama dikenal dengan perkawinan interse (Martojo 1992). Perkawinan interse biasanya dilakukan dalam upaya untuk pemantapan galur dengan sifat yang diinginkan sudah terfiksasi. Perkawinan interse akan mengurangi nilai keragaman sifat yang diinginkan tersebut dan galur dikatakan mantap atau stabil apabila nilai keragamannya kurang dari 5%. Pertumbuhan Bulu Pertumbuhan bulu pada hewan unggas dimulai sejak tahapan embrio (Bellairs & Osmond 2005). Folikel-folikel bulu tumbuh pada batas tertentu di permukaan kulit dan disebut pterylae yang tampak pada daerah tulang belakang memanjang dari leher sampai ekor dan sekitar dada. Penampakan pterylae secara

7 15 ventral dan lateral terdapat pada paha, sayap, dan kepala. Pterylae pada itik hampir menyebar di seluruh tubuh, sedangkan pada ayam hanya ada di bagianbagian tertentu dari bagian tubuhnya (Gambar 2). a b Gambar 2 Penyebaran pterylae pada itik (a) dan ayam (b). Pada Gambar 2 tampak bahwa folikel bulu itik menyebar hampir di seluruh permukaan kulit sehingga pterylae pun tampak pada seluruh permukaan kulit, sedangkan folikel bulu ayam hanya tumbuh pada bagian tertentu di permukaan kulit sehingga pterylae tampak jelas membatasi folikel-folikel bulu ayam. Hal ini menyebabkan perbedaan ketika proses membului. Itik memerlukan perlakuan khusus, biasanya menggunakan lilin untuk melepaskan bulunya, sedangkan pada ayam pencabutan bulu dapat dilakukan dengan mudah hanya dengan mencelupkannya pada air panas. La Bonde (1998) menyatakan bahwa fungsi bulu pada spesies unggas sangat penting, yaitu sebagai insulator, pelindung terhadap suhu lingkungan yang ekstrim, untuk terbang, dan memperindah penampilan. Selanjutnya, Bellairs dan Osmond (2005) menyatakan bahwa bulu pada itik dewasa yang menentukan plumage terdapat tiga tipe, yaitu : 1. Bulu kontur (contour feather), yaitu bulu penutup tubuh itik yang terdapat pada sayap dan ekor. Bulu kontur terdiri atas batang atau rachis dengan percabangan (vane) di luar dan di dalam yang disusun parallel seperti duri dan disebut barb yang ditutupi semuanya oleh barbules. Comment [T4]: Cek: contour atau countour

8 16 2. Bulu bagian bawah (down feather) yang terdapat di bawah bulu kontur dengan tekstur bulu halus dan lembut. Bulu-bulu tersebut hanya mempunyai batang yang pendek dengan barb dan barbules yang menyebar bebas. 3. Tipe bulu yang ketiga adalah filoplumae dengan bentuk batang pendek, fleksibel, seperti rambut dengan dibatasi barb sampai ke puncak. Itik yang baru menetas mempunyai bulu penutup dari down feather halus dan pendek, hampir mirip dengan plumule dewasa. Pertumbuhan bulu down feather pada anak itik terjadi selama 10 hari sejak menetas, kemudian bulu-bulu tersebut akan tumbuh dengan cepat menjadi bulu kontur selama 50 sampai 60 hari, termasuk bulu sayap primer maupun sekunder yang tumbuh dengan cepat pada umur 24 sampai 56 hari. Pada molting pertama, bulu-bulu muda muncul dari folikel-folikel yang sama. Bulu-bulu muda yang paling luar mirip dengan bulu kontur pada unggas dewasa, tetapi mempunyai tekstur yang lebih halus. Bagianbagian bulu tersebut tercantum pada Gambar 3. Sumber : Bellairs & Osmond (2005) Gambar 3 Bagian-bagian bulu itik dewasa terdiri atas bulu kontur (a) dan bulu halus (down feather) (b).

9 17 Pertumbuhan bulu baru distimulir oleh hormon tiroksin dan prolaktin (Steven 1996). Setiap folikel bulu mengalami siklus perubahan pertumbuhan dengan merujuk pada fase anagen, bergiliran dengan periode istirahat (fase telogen). Istilah anagen dan telogen diadopsi dari pertumbuhan rambut (Spearman 1971). Fase pertumbuhan folikel bulu terjadi sebelum molting plumage tua yang terjadi setiap tahun. Sekali terjadinya molting, maka feather yang lengkap akan tumbuh pada tempat melekatnya folikel yang rontok tersebut. Pada akhir periode pertumbuhan telogen, folikel sel semula sekali lagi masuk ke dalam periode anagen yang pendek. Seperti halnya pertumbuhan, bulu baru akan tumbuh ke atas mengarah pada permukaan kulit. Bulu-bulu tua didorong ke luar kanal, namun masih tersisa folikel yang ada di dalam pembungkus berbentuk tanduk sebagai tempat tumbuhnya bulu-bulu baru. Ketika pembungkus ini terbuka untuk mendapatkan bulu baru, maka bulu-bulu tua akan jatuh sehingga peristiwa molting adalah murni proses mekanis dari tumbuhnya bulu-bulu generasi baru (Spearman 1971). Proses pertumbuhan bulu baru dan lepasnya bulu lama tercantum pada Gambar 4. Sumber : Spearman (1971) Gambar 4 Siklus pertumbuhan bulu yang dimulai pada (a) fase istirahat (fase telogen), (b) fase anagen awal (pertumbuhan bulu baru), dan (c) fase anagen akhir (lepasnya bulu lama dan munculnya bulu baru pada epidermis).

10 18 Sifat Rontok Bulu Rontok bulu adalah proses lepasnya bulu-bulu lama karena terdorong oleh pertumbuhan bulu-bulu baru (Spearman 1971). Kejadian rontok bulu berkaitan dengan peremajaan saluran reproduksi sehingga masa rontok bulu disebut juga masa istirahat memproduksi telur (Berry 2003). Setiap tahun kebanyakan unggas secara alami mengalami penurunan bobot badan hampir 40% yang berhubungan dengan lepasnya bulu-bulu sayap dan menurunnya aktivitas reproduksi (Brake & Thaxton 1979; Mrosovsky & Sherry 1980). Biasanya hewan liar mengatur sendiri untuk mengambil masa istirahat bertelur pada musim-musim tertentu, terutama ketika kurangnya ketersediaan pakan sehingga kejadian rontok bulunya hanya satu kali dalam setahun (Bell 2003). Pada ternak domestik, banyak hal pemicu munculnya sifat rontok bulu. Setioko (2005) mengungkapkan faktor-faktor penyebab rontok bulu adalah kurangnya ketersediaan pakan, perubahan susunan ransum pada itik yang dikandangkan, perpindahan kandang, adanya hewan pengganggu, dan lingkungan yang tidak nyaman dapat menyebabkan itik mengalami rontok bulu. Banyaknya faktor pemicu tersebut mengakibatkan munculnya rontok bulu dapat terjadi setiap saat secara spontan bersama-sama atau bersifat sporadis. Hal tersebut mengindikasikan bahwa munculnya rontok bulu adalah akibat stress dan kejadiannya bergantung pada ketahanan masing-masing individu terhadap stress tersebut (Webster, 2000; Duncan, 2001). Ketahanan individu terhadap stress dikontrol oleh gen, sehingga munculnya kejadian rontok bulu pun diduga dipengaruhi oleh gen, dan penanganan terhadap rontok bulu dapat dilakukan secara genetis pula. Berry (2003) menyatakan bahwa kejadian mengeram merupakan faktor utama yang menginisiasi rontok bulu secara alami. Hampir semua unggas mengalami penurunan konsumsi pakan dan bobot badan selama masa mengeram (Sherry et al. 1980). Perubahan-perubahan fisiologis ini menyebabkan berhentinya sistem reproduksi sehingga akan menghentikan produksi telur (Park et al. 2004). Unggas-unggas yang telah mengalami masa rontok bulu akan menunjukkan produksi telur yang lebih tinggi, efisiensi pakan yang lebih baik, dan kualitas kerabang yang lebih baik (Lee 1982). Comment [T5]: Terjadi bersamaan tanpa ada hubungan fungsional atau memang harus rontok bulu dulu untuk meremajakan saluran reproduksi?

11 19 Kejadian rontok bulu yang bersifat alami pada unggas ini membuat para peternak berupaya dengan berbagai cara agar ternak peliharaannya mengalami rontok bulu secara serempak atau forced molting yang biasanya dilakukan dengan pengambilan pakan dari kandang atau feed withdrawal, yaitu memuasakan ternak dengan hanya diberi air minum atau pemberian pakan dengan jumlah yang sangat terbatas dan kualitas rendah (Setioko 2005). Kegiatan forced molting banyak ditentang oleh para pencinta binatang karena termasuk kegiatan penyiksaan yang merupakan pelanggaran terhadap animal welfare. Hal ini memerlukan upaya dari bidang ilmu lain untuk mengatasi rontok bulu. Salah satunya dari ilmu genetika yang akan memberikan dampak yang lebih permanen. Rontok bulu dapat dibagi dua, yaitu rontok bulu kecil apabila bulu badan rontok dan rontok bulu besar, yaitu bila bulu sayap yang rontok. Sebelum rontok bulu besar, biasanya itik akan mengalami rontok bulu kecil terlebih dahulu atau terjadi secara bersamaan. Kadang-kadang itik langsung mengalami rontok bulu besar tanpa harus melalui rontok bulu kecil. Rontok bulu besar ialah lepasnya bulu sayap, baik primer maupun sekunder. Andrews et al. (1987) dan Herremans et al. (1988) menyatakan bahwa rontoknya bulu sayap primer berpengaruh pada penampilan reproduksi setelah molting. Hilangnya bulu sayap primer dengan jelas disebabkan oleh tidak adanya pengaruh oestrogenic pada papilla bulu (Peczely 1992). Oleh karena itu, produksi estrogen mencapai titik paling rendah selama terjadinya rontok bulu sayap primer (Park et al. 2004), sedangkan menurut Setioko (2005) rontok bulu besar ditandai dengan lepasnya bulu sayap sekunder ke 12, 13 dan 14 yang akan rontok terlebih dahulu sebelum bulu sayap yang lain. Pada penelitian ini digunakan kategori rontok bulu sayap primer dan sekunder, karena rontoknya kedua jenis bulu tersebut berkaitan dengan berhenti bertelur. Tanda-tanda lain yang perlu mendapat perhatian pada itik yang rontok bulu ialah produksi telur. Gejala penurunan produksi yang tajam tanpa ada alasan atau sebab (biasanya sampai 20-30%) mengindikasikan itik akan segera rontok bulunya. Pada saat rontok bulu, ovarium unggas mengalami pengecilan (regress) sehingga produksi telur secara otomatis akan berhenti. Berry (2003) menyatakan bahwa kejadian mengeram dikontrol oleh hormon prolaktin.

12 20 Hormon Prolaktin Kejadian rontok bulu merupakan hasil interaksi yang sangat kompleks dengan melibatkan peranan hormon gonadotropin dan hormon lain, yaitu tiroksin dan prolaktin (Steven 1996; Berry 2003). Hormon prolaktin terlibat pula dalam pembentukan telur, yaitu dalam proses pembuatan kerabang dalam saluran shell gland (Hazelwood 1983). Berdasarkan fungsi ganda dari hormon prolaktin tersebut maka diduga rontok bulu berkaitan erat dengan berhentinya produksi telur akibat kerja hormon prolaktin. Oleh sebab itu, diduga bahwa gen pengontrol sifat rontok bulu adalah gen prolaktin (Bhattacharya et al. 2011; Alipanah et al. 2011; Cui et al. 2006). Hormon prolaktin adalah salah satu hormon yang dihasilkan oleh hipofisa anterior, bersama-sama dengan hormon gonadotropin yaitu FSH dan LH untuk merangsang kelenjar saluran reproduksi agar menghasilkan hormon seks, yaitu estrogen, progesterone, dan androgen. Hazelwood (1983) menyatakan bahwa hormon prolaktin terlibat dalam pembentukan telur, yaitu ketika proses pembuatan kerabang di saluran shell gland. Efek kerja hormon adalah negative feedback mechanism (Djojosoebagjo 1996), sehingga bila kadar hormon prolaktin di dalam peredaran darah mencapai suatu keadaan yang telah melebihi dari yang diperlukan maka produksi yang terus menerus akan mengacaukan keseimbangan. Konsentrasi prolaktin di dalam darah meningkat setelah masa produksi telur. Level hormon prolaktin yang tinggi akan menurunkan pengeluaran gonadotropinreleasing hormone (GnRH) dari hipotalamus, selanjutnya akan menurunkan pengeluaran luteinizing hormone (LH) dari hipofisis sehingga tidak ada telur yang diovulasikan (Tabibzadeh et al. 1995). Pada spesies unggas yang menunjukkan sifat mengeram, seperti ayam hutan ataupun ayam-ayam domestik lainnya, perubahan hormon endokrin yang terjadi pada saat induksi molting dimulai dengan meningkatnya level prolaktin. Sastrodiharjo (1996) menyatakan bahwa sifat mengeram dikontrol oleh hormon prolaktin. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ayam kampung yang dimandikan setiap dua hari sekali pada saat mengeram akan menurun hormon prolaktinnya dibandingkan dengan yang tidak dimandikan, yaitu masing-masing sebesar 2.66 ng/ml dan 4.17 ng/ml plasma darah. Menurunnya hormon prolaktin ini berkaitan dengan lamanya

13 21 istirahat produksi telur. Istirahat produksi telur pada ayam yang dimandikan adalah 12.7 hari, sedangkan pada ayam yang tidak dimandikan adalah 41.2 hari. Kejadian rontok bulu pada itik-itik lokal juga menyebabkan berhentinya produksi telur sehingga diduga bahwa sifat rontok bulu juga berhubungan dengan hormon prolaktin. Sekresi hormon-hormon reproduksi yang mempengaruhi rontok bulu tersebut diduga dikontrol oleh gen-gen tertentu sehingga kejadian rontok bulu berbeda pada setiap spesies dan jenis unggas. Purba (2005) menyatakan bahwa lamanya rontok bulu pada itik alabio lebih cepat daripada itik mojosari. Hal ini mengindikasikan bahwa sifat rontok bulu dipengaruhi oleh bangsa ternak atau gen. Pola Pewarisan Sifat Rontok Bulu Upaya untuk mengatasi sifat rontok bulu pada itik dapat didekati dengan mempelajari kejadian mengeram pada ayam dengan asumsi bahwa mekanisme genetisnya dikontrol oleh gen yang sama karena proses fisiologisnya yang sama, yaitu terkait dengan kelangsungan produksi telur. Sartika (2005) menyatakan bahwa sifat mengeram merupakan sifat yang diwariskan. Tinggi rendahnya sifat mengeram bergantung pada faktor genetik, seperti bangsa atau strain ayam. Lessons dan Summer (2000), menyatakan bahwa sifat mengeram memiliki nilai heritabilitas relatif tinggi sehingga sifat ini dapat digunakan sebagai kriteria seleksi. Pengamatan secara genetik atas sifat rontok bulu masih jarang dilakukan. Pendekatan dengan sifat mengeram mungkin akan memberikan hasil yang sama. Berdasarkan hasil penelitian Dunn et al. (1998) diperoleh bahwa sifat mengeram dikontrol oleh gen utama yang terpaut kelamin (major gen sex-linked). Dinyatakan pula bahwa lokasi gen mayor sifat mengeram ini terletak pada kromosom Z. Romanov et al. (2002) menegaskan bahwa secara genetik sifat mengeram tidak hanya dipengaruhi oleh gen sex-linked, akan tetapi dipengaruhi pula oleh adanya aksi gen dominan autosomal tidak lengkap pada satu lokus dengan genotipe AA, sedangkan pada ayam yang tidak mengeram dikontrol oleh gen dominan autosomal tidak lengkap sebagai inhibitor dengan genotipe BB.

14 22 Artinya bahwa paling sedikit terdapat 3 pasang gen yang mempengaruhi sifat mengeram, yaitu 1 gen terpaut kelamin pada kromosom Z dan 2 gen autosomal yang terdiri atas 1 penyebab dan 1 penghambat sifat mengeram, dan keduanya mempunyai pengaruh yang sama. Pendugaan pola pewarisan sifat mengeram tersebut dilakukan pada persilangan resiprokal (F1) dan backcross (F2) antara ayam white leghorn yang tidak mengeram dengan ayam bantam yang mempunyai sifat mengeram tinggi. Pola pewarisan sifat rontok bulu diduga sama dengan pola pewarisan sifat mengeram pada ayam. Ilustrasi pola pewarisan tersebut tercantum pada Gambar 5. WL X B aabb AAbb a B X WL AAbb aabb b F1 : AaBb; AaBb F1 : AaBb; AaBb F1( WL X B) X WL AaBb aabb c F2 : ¼ AaBB, ¼ AaBb, ¼ aabb, ¼ aabb; ¼ AaBB, ¼ AaBb, ¼ aabb, ¼ aabb Sumber : Romanov et al. (2002) Gambar 5 Pola pewarisan sifat mengeram pada persilangan resiprokal antara ayam white leghorn jantan dengan bantam betina (a), bantam jantan dengan white leghorn betina (b), dan persilangan backcross F1 jantan dengan white leghorn betina (c).

KETERKAITAN GENETIS SIFAT RONTOK BULU DENGAN PRODUKSI TELUR PADA ITIK ALABIO DAN ITIK PEKING TRIANA SUSANTI

KETERKAITAN GENETIS SIFAT RONTOK BULU DENGAN PRODUKSI TELUR PADA ITIK ALABIO DAN ITIK PEKING TRIANA SUSANTI KETERKAITAN GENETIS SIFAT RONTOK BULU DENGAN PRODUKSI TELUR PADA ITIK ALABIO DAN ITIK PEKING TRIANA SUSANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER

Lebih terperinci

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur.

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur. 23 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Pengamatan terhadap sifat rontok bulu dan produksi telur dilakukan sejak itik memasuki periode bertelur, yaitu pada bulan Januari 2011 sampai Januari 2012.

Lebih terperinci

Gambar 1. Itik Alabio

Gambar 1. Itik Alabio TINJAUAN PUSTAKA Itik Alabio Itik Alabio merupakan salah satu itik lokal Indonesia. Itik Alabio adalah itik yang berasal dari Kabupaten Hulu Sungai Utara, Propinsi Kalimantan Selatan. Habitatnya di daerah

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 360/Kpts/PK.040/6/2015 TENTANG PELEPASAN GALUR ITIK ALABIMASTER-1 AGRINAK

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 360/Kpts/PK.040/6/2015 TENTANG PELEPASAN GALUR ITIK ALABIMASTER-1 AGRINAK KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 360/Kpts/PK.040/6/2015 TENTANG PELEPASAN GALUR ITIK ALABIMASTER-1 AGRINAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

Daging itik lokal memiliki tekstur yang agak alot dan terutama bau amis (off-flavor) yang merupakan penyebab kurang disukai oleh konsumen, terutama

Daging itik lokal memiliki tekstur yang agak alot dan terutama bau amis (off-flavor) yang merupakan penyebab kurang disukai oleh konsumen, terutama PEMBAHASAN UMUM Potensi pengembangan itik potong dengan memanfaatkan itik jantan petelur memiliki prospek yang cerah untuk diusahakan. Populasi itik yang cukup besar dan penyebarannya hampir disemua provinsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan

I. PENDAHULUAN. potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki banyak potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan maupun tumbuhan dapat

Lebih terperinci

III. KARAKTERISTIK AYAM KUB Sifat Kualitatif Warna Bulu, Shank dan Comb

III. KARAKTERISTIK AYAM KUB Sifat Kualitatif Warna Bulu, Shank dan Comb III. KARAKTERISTIK AYAM KUB-1 A. Sifat Kualitatif Ayam KUB-1 1. Sifat Kualitatif Warna Bulu, Shank dan Comb Sifat-sifat kualitatif ayam KUB-1 sama dengan ayam Kampung pada umumnya yaitu mempunyai warna

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Magelang Bangsa itik jinak yang ada sekarang berasal dari itik liar yang merupakan species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi (Susilorini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, tribus Anatini dan genus Anas (Srigandono,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012.

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012. I 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Peternakan puyuh di Indonesia saat ini cukup berkembang, hal ini karena semakin banyaknya usaha peternakan puyuh baik sebagai usaha sampingan maupun usaha utama untuk memenuhi

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING

IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING S. SOPIYANA, A.R. SETIOKO, dan M.E. YUSNANDAR Balai Penelitian Ternak Jl. Veteran III PO Box 221

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan PENGANTAR Latar Belakang Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan ditingkatkan produktivitasnya untuk meningkatkan pendapatan peternak. Produktivitas itik lokal sangat

Lebih terperinci

Bibit induk (parent stock) itik Alabio muda

Bibit induk (parent stock) itik Alabio muda Standar Nasional Indonesia Bibit induk (parent stock) itik Alabio muda ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang Pendahuluan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Peternakan itik lokal telah berkembang dengan cukup pesat karena minat peternak yang semakin meningkat sebagai alternatif sumber pendapatan. Khususnya hal

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN STARTER DAN GROWER ITIK HASIL PERSILANGAN RESIPROKAL ALABIO DAN PEKING

PERTUMBUHAN STARTER DAN GROWER ITIK HASIL PERSILANGAN RESIPROKAL ALABIO DAN PEKING PERTUMBUHAN STARTER DAN GROWER ITIK HASIL PERSILANGAN RESIPROKAL ALABIO DAN PEKING (The Growth of Starter and Grower of Alabio and Peking Reciprocal Crossbreed Ducks) TRIANA SUSANTI 1, S. SOPIYANA 1, L.H.

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Konsumsi ransum Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam jangka waktu tertentu. Ransum yang dikonsumsi oleh ternak digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau PENGANTAR Latar Belakang Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau Wild Mallard). Proses penjinakan telah terjadi berabad-abad yang lalu dan di Asia Tenggara merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Ciamis, Jawa Barat Kabupaten Ciamis merupakan daerah dataran tinggi yang memiliki luasan sekitar 244.479 Ha. Secara geografis Kabupaten Ciamis terletak

Lebih terperinci

Bibit induk (parent stock) itik Mojosari muda

Bibit induk (parent stock) itik Mojosari muda Standar Nasional Indonesia Bibit induk (parent stock) itik Mojosari muda ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...i Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup...1 2 Istilah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada

PENDAHULUAN. dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam Bangkok merupakan jenis ayam lokal yang berasal dari Thailand dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada daya adaptasi tinggi karena

Lebih terperinci

PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN

PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN WAFIATININGSIH 1, IMAM SULISTYONO 1, dan RATNA AYU SAPTATI 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur 2 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Kamruton adalah salah satu bagian dari Kecamatan Lebak Wangi,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Kamruton adalah salah satu bagian dari Kecamatan Lebak Wangi, 1 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Manajemen Pemeliharaan dan Pakan Desa Kamruton adalah salah satu bagian dari Kecamatan Lebak Wangi, yang berbatasan dengan desa teras bendung di sebelah utara dan desa jeruk

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. lokal adalah salah satu unggas air yang telah lama di domestikasi, dan

I PENDAHULUAN. lokal adalah salah satu unggas air yang telah lama di domestikasi, dan I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak unggas penghasil telur, daging dan sebagai binatang kesayangan dibedakan menjadi unggas darat dan unggas air. Dari berbagai macam jenis unggas air yang ada di Indonesia,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. lebih murah dibandingkan dengan daging ternak lain seperti sapi dan domba.

PENDAHULUAN. lebih murah dibandingkan dengan daging ternak lain seperti sapi dan domba. 1 I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ternak unggas merupakan ternak yang sangat populer di Indonesia sebagai sumber daging. Selain cita rasanya yang disukai, ternak unggas harganya relatif lebih murah dibandingkan

Lebih terperinci

ITIK MOJOMASTER-1 AGRINAK

ITIK MOJOMASTER-1 AGRINAK ITIK MOJOMASTER-1 AGRINAK ITIK MOJOMASTER-1 AGRINAK Penyusun: L Hardi Prasetyo Triana Susanti Pius P Ketaren Argono R Setioko Maijon Purba Bess Tiesnamurti PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PETERNAKAN

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Itik atau yang lebih dikenal dimasyarakat disebut bebek (bahasa jawa),

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Itik atau yang lebih dikenal dimasyarakat disebut bebek (bahasa jawa), 1 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Sejarah Perkembangan Itik Itik atau yang lebih dikenal dimasyarakat disebut bebek (bahasa jawa), golongan terdahulunya merupakan itik liar bernama Mallard (Anas plathytynchos)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Bali Sapi bali adalah sapi lokal Indonesia keturunan banteng yang telah didomestikasi. Sapi bali banyak berkembang di Indonesia khususnya di pulau bali dan kemudian menyebar

Lebih terperinci

Keterkaitan Kejadian dan Lamanya Rontok Bulu terhadap Produksi Telur Itik Hasil Persilangan Peking dengan Alabio

Keterkaitan Kejadian dan Lamanya Rontok Bulu terhadap Produksi Telur Itik Hasil Persilangan Peking dengan Alabio JITV Vol. 17 No 2 Th. 2012: 112-119 Keterkaitan Kejadian dan Lamanya Rontok Bulu terhadap Produksi Telur Itik Hasil Persilangan Peking dengan Alabio TRIANA SUSANTI 1, R.R. NOOR 2, P.S. HARDJOSWORO 2 dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring meningkatnya pertumbuhan penduduk, kebutuhan pangan semakin meningkat pula. Pangan yang dibutuhkan oleh masyarakat jenisnya beragam, salah satunya pemenuhan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dari generasi ke generasi di Indonesia sebagai unggas lokal hasil persilangan itik

I PENDAHULUAN. dari generasi ke generasi di Indonesia sebagai unggas lokal hasil persilangan itik I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kementerian Pertanian menetapkan itik Rambon yang telah dibudidayakan dari generasi ke generasi di Indonesia sebagai unggas lokal hasil persilangan itik Tegal dengan itik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (Gallus gallus gallus) dan Ayam Hutan Merah Jawa ( Gallus gallus javanicus).

TINJAUAN PUSTAKA. (Gallus gallus gallus) dan Ayam Hutan Merah Jawa ( Gallus gallus javanicus). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kampung Menurut Mansjoer (1985) bahwa ayam kampung mempunyai jarak genetik yang paling dekat dengan Ayam Hutan Merah yaitu Ayam Hutan Merah Sumatra (Gallus gallus gallus)

Lebih terperinci

PENINGKATAN PERFORMA DAN PRODUKSI KARKAS ITIK MELALUI PERSILANGAN ITIK ALABIO DENGAN CIHATEUP

PENINGKATAN PERFORMA DAN PRODUKSI KARKAS ITIK MELALUI PERSILANGAN ITIK ALABIO DENGAN CIHATEUP PENINGKATAN PERFORMA DAN PRODUKSI KARKAS ITIK MELALUI PERSILANGAN ITIK ALABIO DENGAN CIHATEUP Pendahuluan Seiring dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap daging, pemeliharaan itik jantan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dari hasil domestikasi ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan

TINJAUAN PUSTAKA. dari hasil domestikasi ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kampung Ayam kampung merupakan turunan panjang dari proses sejarah perkembangan genetik perunggasan di tanah air. Ayam kampung diindikasikan dari hasil domestikasi ayam hutan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Lokal di Indonesia Menurut Hardjosubroto (1994) bahwa sapi potong asli indonesia adalah sapi-sapi potong yang sejak dulu sudah terdapat di Indonesia, sedangkan sapi lokal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fungsi, yaitu sebagai ayam petelur dan ayam potong.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fungsi, yaitu sebagai ayam petelur dan ayam potong. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kampung Ayam kampung dikenal sebagai jenis unggas yang mempunyai sifat dwi fungsi, yaitu sebagai ayam petelur dan ayam potong. Wahju (2004) yang menyatakan bahwa Ayam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa

TINJAUAN PUSTAKA. Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Burung Puyuh Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa burung liar yang mengalami proses domestikasi. Ciri khas yang membedakan burung

Lebih terperinci

114 Warna dasar, pola bulu dan corak bulu burung merpati balap sama dengan burung merpati lokal, kecuali warna dasar putih tidak ditemukan pada balap

114 Warna dasar, pola bulu dan corak bulu burung merpati balap sama dengan burung merpati lokal, kecuali warna dasar putih tidak ditemukan pada balap 113 BAHASAN UMUM Gen yang mempengaruhi ekspresi sifat kualitatif terdapat pada kromosom otosom (kromsom Z), sehingga ekspresi pada kedua jenis kelamin sama, kecuali warna bulu adapula yang terpaut seks.

Lebih terperinci

Performan Pertumbuhan dan Produksi Karkas Itik CA [Itik Cihateup x Itik Alabio] sebagai Itik Pedaging

Performan Pertumbuhan dan Produksi Karkas Itik CA [Itik Cihateup x Itik Alabio] sebagai Itik Pedaging Jurnal Peternakan Sriwijaya Vol. 4, No. 2, Desember 2015, pp. 29-34 ISSN 2303 1093 Performan Pertumbuhan dan Produksi Karkas Itik CA [Itik Cihateup x Itik Alabio] sebagai Itik Pedaging Rukmiasih 1, P.R.

Lebih terperinci

KAJIAN PUSTAKA. (Ovis amon) yang berasal dari Asia Tenggara, serta Urial (Ovis vignei) yang

KAJIAN PUSTAKA. (Ovis amon) yang berasal dari Asia Tenggara, serta Urial (Ovis vignei) yang II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Asal-Usul dan Klasifikasi Domba Domba yang dijumpai saat ini merupakan hasil domestikasi yang dilakukan manusia. Pada awalnya domba diturunkan dari 3 jenis domba liar, yaitu Mouflon

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Ayam

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Ayam TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ayam Klasifikasi bangsa ayam menurut Myers (2001) yaitu kingdom Animalia (hewan); filum Chordata (hewan bertulang belakang); kelas Aves (burung); ordo Galliformes; famili Phasianidae;

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping (by product) berupa anak ayam jantan petelur. Biasanya, satu hari setelah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Kegiatan seleksi famili yang dilakukan telah menghasilkan dua generasi yang merupakan kombinasi pasangan induk dari sepuluh strain ikan nila, yaitu TG6, GIFT F2 dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ternak Itik

TINJAUAN PUSTAKA Ternak Itik TINJAUAN PUSTAKA Ternak Itik Ternak itik merupakan ternak unggas penghasil telur yang cukup potensial di samping ayam. Kelebihan ternak itik adalah lebih tahan dibandingkan dengan ayam ras sehingga dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Itik (Anas platyrhynchos)

TINJAUAN PUSTAKA. Itik (Anas platyrhynchos) TINJAUAN PUSTAKA Itik (Anas platyrhynchos) Menurut Achmanu (1997), itik termasuk ke dalam unggas air (waterfowl) yang mempunyai klasifikasi sebagai berikut : kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan Kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang

II. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan Kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Riau, hasil pemekaran dari Kabupaten induknya yaitu Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan salah satu ayam lokal langka Indonesia. Ayam. bandingkan dengan unggas lainnya (Suryani et al., 2012).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan salah satu ayam lokal langka Indonesia. Ayam. bandingkan dengan unggas lainnya (Suryani et al., 2012). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kedu Ayam Kedu merupakan salah satu ayam lokal langka Indonesia. Ayam Kedu berasal dari Desa Karesidenan Kedu Temanggung Jawa Tengah. Ayam Kedu memiliki kelebihan daya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, permintaan

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, permintaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, permintaan konsumen terhadap produk hasil ternak juga meningkat. Produk hasil ternak yang dipilih

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Klasifikasi Domba Berdasarkan taksonominya, domba merupakan hewan ruminansia yang berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua domba termasuk kedalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah burung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah burung 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Merak Hijau (Pavo muticus) Merak hijau (Pavo muticus) termasuk dalam filum chordata dengan subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terbang tinggi, ukuran relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar

PENDAHULUAN. terbang tinggi, ukuran relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puyuh (Coturnix coturnix japonica) merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang pertama

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN KARAKTERISTIK PRODUKTIVITAS Bobot Badan dan Pertambahan Bobot Badan Pertumbuhan itik Cihateup yang terjadi akibat perubahan bentuk dan komposisi tubuh dapat diketahui dengan melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan protein hewani mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi bagi kesehatan. Salah satu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek.

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Burung puyuh (Coturnix coturnix japonica) merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek. Burung ini merupakan burung liar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies. bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies. bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keragaman Bangsa Sapi Lokal Bangsa (breed) adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tersebut, suatu bangsa dapat dibedakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Sapi adalah salah satu hewan yang sejak jaman dulu produknya sudah dimanfaatkan oleh manusia seperti daging dan susu untuk dikonsumsi, dimanfaatkan untuk membajak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terutama telurnya. Telur puyuh sangat disukai karena selain bentuknya yang

PENDAHULUAN. terutama telurnya. Telur puyuh sangat disukai karena selain bentuknya yang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puyuh merupakan ternak unggas yang cukup popular di masyarakat terutama telurnya. Telur puyuh sangat disukai karena selain bentuknya yang mungil yang cocok untuk dimasukkan

Lebih terperinci

ACARA PENGAJARAN (SAP) IV A.

ACARA PENGAJARAN (SAP) IV A. SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP) IV A. 1. Pokok Bahasan : Jenis dan tipe ayam komersial A.2. Pertemuan minggu ke : 6 (2 jam) B. Sub Pokok Bahasan: 1. Ayam tipe petelur 2. Ayam tipe pedaging 3. Ayam tipe dwiguna

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya genetik

PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya genetik 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya genetik ternak tinggi, namun sumber daya genetik tersebut belum dimanfaatkan dengan optimal. Salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Itik adalah salah satu jenis unggas air ( water fowls) yang termasuk dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Itik adalah salah satu jenis unggas air ( water fowls) yang termasuk dalam II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik adalah salah satu jenis unggas air ( water fowls) yang termasuk dalam kelas aves, ordo Anseriformes, Family Anatiade, Subfamily Anatinae, Tribus Anatini dan Genus Anas

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Puyuh adalah spesies atau subspecies dari genus Coturnix yang tersebar di

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Puyuh adalah spesies atau subspecies dari genus Coturnix yang tersebar di 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 1.1 Puyuh (Coturnix coturnix japonica) Puyuh adalah spesies atau subspecies dari genus Coturnix yang tersebar di seluruh daratan, kecuali Amerika. Awalnya puyuh merupakan ternak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai oleh masyarakat. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau konsumen lebih banyak memilih

Lebih terperinci

Bibit induk (parent stock) itik Alabio meri

Bibit induk (parent stock) itik Alabio meri SNI 7557:2009 Standar Nasional Indonesia Bibit induk (parent stock) itik Alabio meri ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional SNI 7557:2009 Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. sebagai alternatif sumber protein hewanidi masyarakat baik sebagai penghasil telur

I PENDAHULUAN. sebagai alternatif sumber protein hewanidi masyarakat baik sebagai penghasil telur I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puyuh merupakan salah satu jenis ternak unggas yang dikembangkan sebagai alternatif sumber protein hewanidi masyarakat baik sebagai penghasil telur maupun daging. Sejak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari Amerika (Masanto dan Agus, 2013). Kelinci New Zealand White memiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari Amerika (Masanto dan Agus, 2013). Kelinci New Zealand White memiliki 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White (NZW) bukan berasal dari New Zealand, tetapi dari Amerika (Masanto dan Agus, 2013). Kelinci New Zealand White memiliki

Lebih terperinci

LABORATORIUM PEMULIAAN DAN BIOMETRIKA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADAJARAN JATINANGOR 2009

LABORATORIUM PEMULIAAN DAN BIOMETRIKA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADAJARAN JATINANGOR 2009 ANALISIS HERITABILITAS POLA REGRESI LAPORAN PRAKTIKUM Oleh Adi Rinaldi Firman 200110070044 LABORATORIUM PEMULIAAN DAN BIOMETRIKA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADAJARAN JATINANGOR 2009 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Puyuh pertama kali di domestikasi di Amerika Serikat pada tahun 1980 dan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Puyuh pertama kali di domestikasi di Amerika Serikat pada tahun 1980 dan II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Definisi Puyuh ( Coturnix Coturnix Japonica) Puyuh pertama kali di domestikasi di Amerika Serikat pada tahun 1980 dan terus berkembang hingga ke penjuru dunia, dikenal dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mengalami perkembangan yang sangat pesat, Populasi ayam lokal pada tahun 2014

PENDAHULUAN. mengalami perkembangan yang sangat pesat, Populasi ayam lokal pada tahun 2014 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dalam bidang sektor peternakan di Indonesia saat ini telah mengalami perkembangan yang sangat pesat, Populasi ayam lokal pada tahun 2014 mencapai 274,1 juta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Petelur Ayam petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang dikembangkan pada tipe

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Bobot Potong Ayam Kampung Unggul Balitnak (KUB) umur 60 hari Bobot potong merupakan hasil identifikasi yang paling sederhana untuk mengukur pertumbuhan yakni dengan cara menimbang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Hasil yang diperoleh pada penelitian ini meliputi persentase jenis kelamin jantan rata-rata, derajat kelangsungan hidup (SR) rata-rata setelah perlakuan perendaman dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia, ayam kampung sudah bukan hal asing. Istilah "Ayam kampung" semula

PENDAHULUAN. Indonesia, ayam kampung sudah bukan hal asing. Istilah Ayam kampung semula I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam kampung merupakan salah satu jenis ternak unggas yang telah memasyarakat dan tersebar di seluruh pelosok nusantara. Bagi masyarakat Indonesia, ayam kampung sudah bukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795. Walaupun demikian semuanya termasuk dalam genus Bos dari famili Bovidae (Murwanto, 2008).

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk Ordo Artiodactyla, Subordo

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk Ordo Artiodactyla, Subordo II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Kambing Peranakan Etawah Kambing merupakan mamalia yang termasuk Ordo Artiodactyla, Subordo Ruminansia, Famili Bovidae, dan Genus Capra atau Hemitragus (Devendra dan Burns,

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. (tekstil) khusus untuk domba pengahasil bulu (wol) (Cahyono, 1998).

KAJIAN KEPUSTAKAAN. (tekstil) khusus untuk domba pengahasil bulu (wol) (Cahyono, 1998). II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Deskripsi Domba Domba merupakan jenis ternak potong yang tergolong ternak ruminansia kecil, hewan pemamah biak dan merupakan hewan mamalia. Disamping sebagai penghasil daging

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih Bobot Lahir HASIL DAN PEMBAHASAN Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih Rataan dan standar deviasi bobot lahir kambing PE berdasarkan tipe kelahiran dan jenis kelamin disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Salah satu produk peternakan yang memberikan sumbangan besar bagi. menghasilkan telur sepanjang tahun yaitu ayam arab.

1. PENDAHULUAN. Salah satu produk peternakan yang memberikan sumbangan besar bagi. menghasilkan telur sepanjang tahun yaitu ayam arab. 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sejalan dengan pertambahan penduduk dan tingkat kesadaran masyarakat akan gizi, diperlukan peningkatan ketersediaan sumber gizi terutama protein hewani. Salah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Salah satu sumber daya genetik asli Indonesia adalah domba Garut, domba

I PENDAHULUAN. Salah satu sumber daya genetik asli Indonesia adalah domba Garut, domba I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu sumber daya genetik asli Indonesia adalah domba Garut, domba Garut merupakan salah satu komoditas unggulan yang perlu dilestarikan sebagai sumber

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh Puyuh yang digunakan dalam penilitian ini adalah Coturnix-coturnix japonica betina periode bertelur. Konsumsi pakan per hari, bobot

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk hasil peternakan yang berupa protein hewani juga semakin meningkat. Produk hasil

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Perah Fries Holland (FH) Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum Subphylum Class Sub class Infra class

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Peranakan Ongole (PO) Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat di Indonesia. Populasi sapi PO terbesar berada di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut, masyarakat akan cenderung mengonsumsi daging unggas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein

I. PENDAHULUAN. Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein hewani yang dibutuhkan bagi hidup, tumbuh dan kembang manusia. Daging, telur, dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi asli Indonesia secara genetik dan fenotipik umumnya merupakan: (1) turunan dari Banteng (Bos javanicus) yang telah didomestikasi dan dapat pula (2) berasal dari hasil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing 1. Kambing Boer Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi selama lebih dari 65 tahun. Kata "Boer" artinya petani. Kambing Boer

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang banyak di pelihara petani-peternak di Sumatera Barat, terutama di Kabupaten Pesisir Selatan. Sapi pesisir dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. banyak dan menyebar rata di seluruh daerah Indonesia. Sayang, ayam yang besar

I. PENDAHULUAN. banyak dan menyebar rata di seluruh daerah Indonesia. Sayang, ayam yang besar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam kampung sudah lama dikenal dan akrab dengan lidah masyarakat Indonesia. Telur dan dagingnya sudah lama digemari orang. Populasinya pun cukup banyak dan menyebar rata

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN

II KAJIAN KEPUSTAKAAN II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Deskripsi Itik Itik merupakan salah satu jenis unggas yang sudah lama dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia. Selain sebagai alat pemenuh kebutuhan konsumsi namun juga berpotensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan dapat meningkatkan rata-rata bobot potong ayam (Gunawan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan dapat meningkatkan rata-rata bobot potong ayam (Gunawan dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kampung Super Ayam kampung super merupakan hasil dari proses pemuliaan yang bertujuan untuk peningkatan produksi daging. Dalam jangka pendek metode persilangan dapat meningkatkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kondisi Umum Kandang Local Duck Breeding and Production Station

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kondisi Umum Kandang Local Duck Breeding and Production Station 29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Kandang Local Duck Breeding and Production Station Local Duck Breeding and Production Station merupakan suatu unit pembibitan dan produksi itik lokal yang berada

Lebih terperinci

Pembibitan dan Budidaya ternak dapat diartikan ternak yang digunakan sebagai tetua bagi anaknya tanpa atau sedikit memperhatikan potensi genetiknya. B

Pembibitan dan Budidaya ternak dapat diartikan ternak yang digunakan sebagai tetua bagi anaknya tanpa atau sedikit memperhatikan potensi genetiknya. B Budidaya Sapi Potong Berbasis Agroekosistem Perkebunan Kelapa Sawit BAB III PEMBIBITAN DAN BUDIDAYA PENGERTIAN UMUM Secara umum pola usahaternak sapi potong dikelompokkan menjadi usaha "pembibitan" yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA.1 Kacang Panjang.1.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Panjang Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : Kerajaan Divisi Kelas Sub kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

PENANGKARAN DAN PERBIBITAN AYAM MERAWANG DI BANGKA BELITUNG

PENANGKARAN DAN PERBIBITAN AYAM MERAWANG DI BANGKA BELITUNG PENANGKARAN DAN PERBIBITAN AYAM MERAWANG DI BANGKA BELITUNG HASNELLY Z., RINALDI dan SUWARDIH Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Bangka Belitung Jl. Mentok Km 4 Pangkal Pinang 33134 ABSTRAK

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. relatif singkat, hanya 4 sampai 6 minggu sudah bisa dipanen. Populasi ayam

PENDAHULUAN. relatif singkat, hanya 4 sampai 6 minggu sudah bisa dipanen. Populasi ayam 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam broiler merupakan ayam ras pedaging yang waktu pemeliharaannya relatif singkat, hanya 4 sampai 6 minggu sudah bisa dipanen. Populasi ayam broiler perlu ditingkatkan

Lebih terperinci

Bibit niaga (final stock) itik Alabio dara

Bibit niaga (final stock) itik Alabio dara Standar Nasional Indonesia Bibit niaga (final stock) itik Alabio dara ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi... 1

Lebih terperinci

Bibit induk (parent stock) itik Mojosari meri

Bibit induk (parent stock) itik Mojosari meri Standar Nasional Indonesia Bibit induk (parent stock) itik Mojosari meri ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan

Lebih terperinci

SILABUS MATA KULIAH MAYOR TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK

SILABUS MATA KULIAH MAYOR TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK SILABUS MATA KULIAH MAYOR TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK PTP101 Dasar Produksi Ternak 3(2-3) Mata kuliah ini memberikan pengetahuan kepada mahasiswa untuk dapat menjelaskan, memahami tentang arti, fungsi jenis

Lebih terperinci