PENINGKATAN PERFORMA DAN PRODUKSI KARKAS ITIK MELALUI PERSILANGAN ITIK ALABIO DENGAN CIHATEUP

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENINGKATAN PERFORMA DAN PRODUKSI KARKAS ITIK MELALUI PERSILANGAN ITIK ALABIO DENGAN CIHATEUP"

Transkripsi

1 PENINGKATAN PERFORMA DAN PRODUKSI KARKAS ITIK MELALUI PERSILANGAN ITIK ALABIO DENGAN CIHATEUP Pendahuluan Seiring dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap daging, pemeliharaan itik jantan lokal sebagai penghasil daging merupakan salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Meskipun saat ini terdapat berbagai upaya untuk memperkenalkan daging itik melalui pengembangan itikitik yang berpotensi sebagai penghasil daging, seperti itik peking, mandalung atau serati (Setioko 2003; Suparyanto 2005) namun ketersediaan DOD itik peking yang terbatas, harus di impor dan membutuhkan biaya yang besar sementara serati masih sangat sulit diperoleh karena tingkat daya tetasnya yang rendah saat dalam proses penetasan. Itik lokal seperti Mojosari dan Alabio yang disilangkan menghasilkan itik MA yang dikembangkan di Balai Penelitian Ternak Ciawi berpotensi besar sebagai penghasil daging khususnya untuk itik jantan, dengan rataan bobot badan umur delapan minggu dapat mencapai 1.3 kg, namun dalam hal penyediaan DOD masih sangat terbatas karena fasilitas pendukung sangat kurang (Prasetyo et al. 2005). Kecenderungan permintaan produk itik terutama daging itik semakin meningkat, hal ini diduga karena masyarakat sudah mulai tertarik dan beralih ke daging itik lokal yang rasanya relatif lebih gurih seperti ayam kampung. Pada pusat-pusat budi daya itik seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan pada umumnya produksi daging itik belum kontinyu sesuai permintaan pasar. Produksi daging itik terutama berasal dari hasil pembesaran pada saat produksi DOD betina meningkat dan juga dari itik betina afkir. Itik Alabio asal Kalimatan Selatan dan itik Cihateup asal Jawa Barat, memiliki postur tubuh yang besar sesuai dengan salah satu ciri itik penghasil daging, namun dari segi potongan karkas bagian dada dan paha itik Cihateup lebih besar masing-masing sebesar 31.42% dan 28.15% dari itik Alabio yaitu sebesar 25.67% dan 21.33%. Kedua itik ini dapat dibedakan dari warna bulu, shank, paruh

2 52 maupun dari bentuk postur tubuh. Itik Cihateup memiliki postur tubuh yang hampir tegak pada saat berdiri atau berjalan, memiliki paruh dan shank yang hitam berbeda dengan itik Alabio yang postur tubuhnya agak datar, dengan warna paruh dan shank yang kuning. Penerapan teknologi untuk memperbaiki penampilan itik lokal dalam hal produksi daging, baik melalui perbaikan manajemen dan pakan sudah sering dilakukan, sementara melalui seleksi dan persilangan masih jarang dilakukan terhadap itik-itik lokal kita, karena membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang cukup mahal. Sebenarnya perbaikan genetik merupakan suatu tindakan yang relatif lebih efektif karena akan memberi dampak yang lebih parmanen dibandingkan dengan perbaikan manajemen atau perbaikan pakan. Noor (2008) menjelaskan bahwa crossbreeding merupakan bentuk silang luar. Silang luar berpengaruh dalam meningkatkan proporsi gen-gen yang heterozigot dan menurunkan proporsi gen yang homozigot. Laju peningkatan heterozigositas akibat silang luar tergantung pada perbedaan genetik dari tetuanya. Makin jauh hubungan kekerabatannya antara kedua ternak tersebut, maka makin sedikit kesamaan gen-gennya dan makin besar pula tingkat heterozigositasnya. Oleh sebab itu umumnya crossbreeding menghasilkan peningkatan derajat heterozigositas lebih cepat dibandingkan dengan persilangan lainnya. Persilangan ini pada dasarnya adalah menggabungkan sifat-sifat baik dan memanfaatkan sejauh mungkin efek heterosis atau hybrid vigor yang timbul pada F1. Itik hibrida yang diperoleh dari hasil persilangan, diharapkan memiliki performa yang lebih baik dalam produksi karkas dan daging diatas rata-rata tetua murninya. Program persilangan dalam penelitian ini tujuan utamanya adalah untuk menghasilkan itikitik silangan yang siap untuk dipotong atau dijual yang lebih dikenal dengan persilangan terminal. Berdasarkan pertimbangan di atas, maka penelitian perbaikan performa dan produksi karkas itik lokal diarahkan pada kedua jenis itik lokal yakni itik Cihateup dan Alabio. Penelitian ini bertujuan, untuk mengevaluasi efek heterosis hasil persilangan timbal balik antara itik Cihateup dengan Alabio, dan menentukan jenis itik silangan yang terbaik terhadap peforma, produksi karkas dan daging. Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan informasi ilmiah

3 untuk pengembangan itik potong ke depan sekaligus sebagai dasar pembentukan galur itik potong di Indonesia. 53 Materi dan Metode Penelitian Waktu dan Tempat Pelaksanaan penelitian selama lima bulan yakni dari mulai Oktober 2010 sampai Februari Penelitian pemeliharaan DOD (Day Old Duck) di Laboratorium Lapangan Ilmu Produksi Ternak Unggas, Departemen Ilmu Produksi dan Tenologi Peternakan, Fakultas Peternakan. Materi Peneltian Materi penelitian terdiri atas DOD jantan umur sehari hasil perkawinan itik AA [Alabio x Alabio ]; CC [Cihateup x Cihateup ]; dan persilangan CA [Cihateup x Alabio ]; AC [Alabio x Cihateup ] yang jumlahnya dari masing-masing jenis itik 30 ekor sehingga keseluruhan DOD yang digunakan 120 ekor. Kandang sebanyak 6 buah yang dibagi 4 petak, tiap petak berukuran 1.25 x 1.25 meter. Setiap petak kandang dilengkapi dengan brooder, lampu pijar 75 watt sebagai pemanas sekaligus penerang, tempat makan dan tempat minum. Ransum untuk itik dalam penelitian ini berupa ransum komersial ayam pedaging, sesuai umur 0 4 minggu (starter), kandungan protein 21-22%, ME 2920 Kkal/kg dan umur 4-8 minggu (finisher) kandungan protein 19-21%, ME 3020 Kkal/kg. Daging bagian paha untuk uji sensori dan analisis komposisi asam lemak. Peralatan lain yang digunakan berupa timbangan digital merk O haus kapasitas 5 kg, selang air, ember, baki, pisau dan freezer. Metode Penelitian DOD hasil perkawinan dan persilangan dari masing-masing jenis itik diberi nomor pada sayap (wing band), ditimbang untuk mengetahui bobot hidup awal dan ditempatkan secara acak pada petak-petak kandang berukuran 1.25 x 1.25 m. Setiap petak kandang dilengkapi dengan brooder, alas litter dengan sekam padi dan lampu sebagai penerang yang sudah dipersiapkan terlebih dahulu. Ransum komersial ayam pedaging berbentuk crumble diberikan sesuai dengan

4 54 umur itik dan diberikan 2 kali dalam sehari yakni pagi dan sore, sedangkan air minum ad libitum. Setiap minggu dilakukan penimbangan untuk mengetahui bobot hidup, pertambahan bobot hidup, jumlah ransum dan sisa ransum hingga akhir penelitian. Pemotongan itik dilakukan setelah itik berumur 8 minggu. Sebelum dipotong itik ditimbang terlebih dahulu, untuk mengetahui bobot potong. Setelah dipotong dilakukan proses pencabutan bulu, pemisahan bagian leher dan kepala, kaki dan isi jeroan dari dalam tubuh itik. Selanjutnya dilakukan penimbangan untuk mendapatkan bobot karkas dan bagian-bagian potongan karkas komersial serta melakukan deboning pada dada dan paha itik. Perhitungan Heterosis Heterosis digunakan untuk menggambarkan keunggulan keturunan kawin silang (F1) terhadap tetuanya. Heterosis diukur berdasarkan keunggulan rataan performa itik silangan terhadap rataan tetuanya dengan rumus menurut Noor (2008) sebagai berikut : % Heterosis = x 100% adalah : Nilai heterosis persilangan timbal balik antara Alabio dengan Cihateup % Heterosis CA = x 100% % Heterosis AC = x 100% Prediksi pendugaan dari setiap persilangan dapat dilakukan dengan mengetahui parameter-parameter seperti direct additive effect, maternal additive effect, direct dominance effect, dan maternal dominance effect melalui program GENUP (Kinghorn 2010).

5 Tabel 12 Perhitungan pendugaan parameter pada crossbreeding Jenis perkawinan Ad1 Ad2 Am1 Am2 Dd Dm Bangsa Bangsa F1 (1x2) 1/2 ½ F1 (2x1) 1/2 ½ Backcross 1x(12) 3/4 ¼ ½ 1/2 ½ 1 Backcross 2x(21) 1/4 ¾ ½ 1/2 1,2 1 Sintetik seimbang (1,2) ½ ½ ½ ½ ½ ½ Sintetik optimum (1,2) Rotasi (1,2) ½ ½ ½ ½ Ad1: Direct additive effect 1; Ad2: Direct additive effect 2; Am1: Maternal additive effect 1; Am2 : Maternal additive effect 2; Dd: Direct dominance effect ; Dm : Maternal dominance effect 55 Direct dominance effect (Dd) sama dengan heterosis yakni selisih antara rataan persilangan dengan rataan kelompok murninya atau dengan rumus : Dd = rataan performa persilangan rataan performa kelompok murni. Maternal dominance effect (Dm) yakni setengah dari Direct dominance effect (Dd) atau dengan rumus : Dm = ½ Dd Direct aditive effect (Ad) sama dengan selisih antara performa bangsa dengan nilai Maternal aditive effect (Am) bangsa tersebut atau dengan rumus : Ad = performa kelompok murni Am Maternal additive effect (Am) sama dengan perbedaan maternal yaitu selisih antara rataan persilangan resiprokolnya atau dengan rumus : Am = (performa persilangan AC performa persilangan CA)/2 Rancangan Statistik Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 6 ulangan. Adapun perlakuannya adalah empat jenis itik yaitu Cihateup x Cihateup (CC), Alabio x Alabio (AA) dan persilangan Cihateup x Alabio (CA), Alabio x Cihateup (AC). Penelitian ini akan menggunakan DOD hasil keturunan pertama (F1), yang merupakan final stock.

6 56 Model dari rancangan ini adalah sebagai berikut : Y ij = µ + α i + ε ij Keterangan : Y ij = nilai pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum α i = pengaruh perlakuan ke- i = pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j ε ij Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan menggunakan Analysis of variance (Anova), jika perlakuan berbeda nyata dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel dan Torrie 1993). Peubah Peubah yang diukur dan diamati dalam penelitian ini sebagai berikut : a. Bobot hidup awal (BHo) : Penimbangan bobot badan awal DOD dilakukan pada hari ketiga setelah telur menetas. b. Bobot hidup akhir (BHt) : Penimbangan bobot badan akhir dilakukan pada akhir penelitian yakni pada umur delapan minggu c. Pertambahan bobot hidup (PBH) : Pertambahan bobot badan dihitung dengan cara mengurangi bobot badan akhir dengan bobot badan awal pengamatan pada periode tertentu. d. Konsumsi ransum: Konsumsi ransum setiap minggu diperoleh dengan cara menghitung selisih jumlah ransum yang diberikan selama satu hari dengan sisa ransum yang ada dalam tempat makanan pada hari yang sama dan membaginya dengan jumlah itik yang ada, kemudian jumlah ransum harian tersebut dijumlahkan sampai satu minggu. Konsumsi ransum kumulatif (selama penelitian) dihitung dengan cara menjumlahkan rataan konsumsi setiap minggunya. e. Konversi ransum: Konversi ransum dihitung dengan cara membagi jumlah ransum yang dikonsumsi selama delapan minggu dengan pertambahan bobot badan pada periode tersebut.

7 57 f. Bobot potong : Diperoleh dengan menimbang bobot badan itik sesaat sebelum dipotong. g. Karkas : Diperoleh dengan menimbang bobot itik yang telah dipotong, dan sudah dibersihkan dari bulu, kepala, kaki dan isi jeroan. h. Potongan komersial karkas : Diperoleh dengan cara menimbang bagian dada, paha, sayap, punggung dan pinggu. i. Persentase daging dan tulang : Dihitung berdasarkan persentase daging (dada dan paha) terhadap tulang (dada dan paha). Ukuran-ukuran Tubuh a. Panjang paruh (cm), jarak antara pangkal maxilla sampai ujung maxilla, diukur dengan jangka sorong. b. Lebar paruh (cm), diukur dari pinggir paruh bagian luar sebelah kiri dan kanan, dengan menggunakan jangka sorong. c. Tinggi kepala (cm), diukur pada bagian kepala yang paling tinggi dengan menggunakan jangka sorong. d. Panjang kepala (cm), diukur dari pangkal paruh hingga kepala bagian belakang, menggunakan jangka sorong. e. Panjang leher (cm), diukur dari tulang first cervical vetebrae sampai dengan last cervical vetebrae menggunakan pita ukur. f. Panjang tibia (cm), yaitu dari persendian pangkal tulang atas tulang tibia sampai dengan persendian bawah tulang tibia, diukur dengan menggunakan pita ukur. g. Panjang femur (cm), diukur dari pangkal tulang femur sampai ujung tulang femur pada persendian tulang lutut (patella) dengan pita ukur. h. Panjang sternum (cm), diukur sepanjang tulang sternum dengan pita ukur. i. Panjang punggung (cm), diukur dari tulang last cervical vertebra hingga pangkal tulang ekor (vertebra caudales) menggunakan pita ukur. j. Panjang sayap (cm), merupakan jarak antara pangkal tulang humerus sampai tulang phalangens, diukur dengan menggunakan pita ukur. k. Panjang jari ketiga (cm), diukur dari pangkal sampai ujung jari ketiga menggunakan jangka sorong.

8 58 (a) (b) Gambar 8 (a) penimbangan DOD untuk mengetahui bobot awal dan (b) kandang indukan (brooder) untuk pemeliharaan DOD sampai umur 3 minggu (a) (b) (c) (d) Gambar 9 (a) petak kandang pemeliharaan; (b) pembesaran itik ; (c) penimbangan itik umur delapan minggu dan (d) tempat proses pemotongan itik

9 59 Hasil dan Pembahasan Penampilan Itik Penelitian Itik yang digunakan dalam penelitian memiliki penampilan warna berbeda, yang mencirikan ciri khas itik-itik tersebut. Falconer dan Meckay (1996) menyebutkan bahwa ragam genetik dan ragam lingkungan bersama-sama membentuk ragam fenotip yang menyebabkan adanya perbedaan penampilan individu. Penampilan itik umur 1 hari dan umur potong 8 minggu dapat dilihat pada penjelasan dibawah ini. a b Gambar A Ciri-ciri B Ciri-ciri Keterangan Itik Alabio jantan dan betina umur 1 hari Jantan dan betina memiliki paruh dan kaki berwarna kuning pucat, leher, dada, perut berwarna kuning, bulu sayap dan punggung warna coklat kelam, serat memiliki garis mata seperti alis. Itik Alabio jantan umur potong 8 minggu Paruh dan kaki berwarna kuning cerah; memiliki warna bulu abu kehitaman dengan totol coklat dibagian punggung; ujung sayap, ekor, dan kepala sedikit kehitam-hitaman, dan memiliki pola garis mata seperti alis. c d Gambar C Ciri-ciri D Ciri-ciri Keterangan Itik Cihateup jantan dan betina umur 1 hari Paruh dan kaki berwarna hitam, memiliki warna bulu coklat kelam Itik Cihateup jantan umur potong 8 minggu Paruh dan kaki berwarna hitam, memiliki warna bulu coklat kehitaman, bahkan bulu disekitar kepala mengarah kehitaman.

10 60 e f Gambar Keterangan E Itik persilangan AC jantan dan betina umur 1 hari Ciri-ciri Jantan dan betina memiliki paruh dan kaki berwarna hitam seperti Cihateup tetapi memiliki warna bulu dan garis mata hitam menyerupai alis seperti Alabio. F Itik persilangan AC jantan umur potong 8 minggu Ciri-ciri Paruh berwarna hitam keabuan, kaki berwarna kuning kehitaman, memiliki garis mata menyerupai alis mata, dibagian bawah leher berwarna putih. Bulu punggung berwarna coklat kelam dengan totol-totol hitam, bagian ujung ekor hitam, dan ujung sayap hijau kebiruan. g h Gambar G Ciri-ciri H Ciri-ciri Keterangan Itik persilangan CA jantan dan betina umur 1 hari Paruh dan kaki berwarna hitam kelam seperti Cihateup tetapi memiliki warna bulu dan garis mata hitam menyerupai alis seperti Alabio, jantan bulu lebih hitam, betina agak coklat cerah. Itik persilangan CA jantan umur potong 8 minggu Paruh berwarna hitam keabuan, kaki berwarna kuning kehitaman, memiliki garis mata, menyerupai alis mata, dibagian bawah leher berwarna putih. Bulu punggung berwarna coklat kelam dengan totol-totol hitam, bagian ujung ekor hitam, dan ujung sayap hijau kebiruan. Karakteristik Ukuran Tubuh Itik Penelitian Penampilan seekor ternak termasuk itik sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan genotip serta interaksi antar keduanya. Selain warna bulu, beberapa ukuran tubuh yang di miliki itik lokal dapat merupakan ciri khas dari itik tersebut, seperti ukuran panjang leher, panjang sayap, panjang badan, panjang dada (sternum), panjang paha (femur), dan panjang betis (tibia). Penampilan

11 ukuran tubuh sangat menentukan besar kecilnya ternak (Noor 2008; Falconer dan Mackay 1996). Ukuran-ukuran tubuh dapat dijadikan parameter dalam pertumbuhan. Tabel 13 memperlihatkan ukuran tubuh itik Alabio dan itik Cihateup yang digunakan sebagai tetua murni dalam penelitian. Tabel 13 Rataan ukuran tubuh itik Alabio dan Cihateup umur 12 bulan Ukuran tubuh Jantan (n:10) Alabio Betina (n:40) Cihateup Jantan (n:10) Betina (n:40) x ± sd x ± sd x ± sd x ± sd (cm) Panjang paruh 6.59± ± ± ±0.30 Lebar paruh 2.82± ± ± ±0.14 Tinggi kepala 4.27± ± ± ±0.11 Panjang kepala 5.86± ± ± ±0.19 Panjang leher 20.10± ± ± ±0.91 Panjang sayap 27.40± ± ± ±1.30 Panjang punggung 24.65± ± ± ±1.37 Panjang sternum 12.90± ± ± ±0.39 Panjang femur 6.90± ± ± ±0.53 Panjang tibia 10.50± ± ± ±0.51 Panjang tarsometatarsus 5.95± ± ± ±0.41 Panjang jari ketiga 6.03± ± ± ± Berdasarkan Tabel 13 di atas secara deskriptif, dapat dijelaskan bahwa Ukuran tubuh yang membedakan itik Cihateup dengan itik Alabio antara lain adalah panjang leher, panjang sayap, panjang femur dan panjang tibia. Ukuran ini pada itik Cihateup jantan dan betina lebih panjang dari itik Alabio jantan dan betina. Sementara ukuran panjang punggung pada itik Cihateup betina lebih panjang dari itik Alabio betina. Perbedaan ukuran tubuh tersebut membuat penampilan itik Cihateup lebih panjang dari itik Alabio. Selanjutnya yang membedakan itik Alabio dengan itik Cihateup adalah ukuran panjang sternum. Panjang tulang sternum itik Alabio lebih panjang dari itik Cihateup. Sementara ukuran punggung itik Alabio jantan lebih panjang dibandingkan itik Cihateup jantan. Bagian-bagian ukuran tubuh yang membedakan kedua itik tersebut, dapat dipastikan karena pengaruh lingkungan dimana itik-itik ini hidup. Ukuran panjang paha, sayap dan leher yang menjadi khas itik Cihateup karena itik ini dikenal sebagai itik gunung. Itik Alabio memiliki ukuran tulang sternum yang lebih

12 62 panjang, hal ini karena kebiasaan hidup itik ini lebih banyak pada daerah perairan, dan suka berenang. Pertumbuhan Performa pertumbuhan dari keempat janis itik AA, CC, AC dan itik CA disajikan pada Tabel 14 dimulai dari periode awal pemeliharaan dengan mengetahui bobot hidup awal (BHo), bobot hidup akhir (BHt) dan pertambahan bobot hidup kumulatif (PBH). Tabel 14 Peubah 1 Rataan bobot hidup awal (BHo), bobot hidup akhir (BHt) dan pertambahan bobot hidup (PBH) itik AA, CC, AC dan itik CA umur 8 minggu 2 Jenis Itik AA (n:30) CC (n:30) AC (n:30) CA (n:30) x ± sd 3 x ± sd x ± sd x ± sd BHo (g/e) a ± c ± a ± b ± 1.08 BHt (g/e) b ± b ± b ± a ± PBH (g/e) b ± b ± b ± a ± BHo : bobot hidup awal, BHt : Bobot hidup akhir, PBH : Pertambahan bobot hidup 2 Jenis itik AA [Alabio x Alabio ]; CC [Cihateup x Cihateup ]; dan persilangan CA [Cihateup x Alabio ]; AC [Alabio x Cihateup ]. a-c Superskrip huruf yang berbeda dalam baris yang sama menyatakan perbedaan yang nyata (P<0.05) 3 sd : Standar deviasi Tabel 14 menunjukkan bahwa rataan bobot hidup awal (BHo) itik AA dan AC tidak berbeda, dibandingkan itik CC dan itik CA. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa bobot hidup awal itik AA dan itik AC lebih besar (P<0.05) dari jenis itik CA dan CC sementara itik CA lebih besar (P<0.05) dari jenis itik CC. Perbedaan bobot awal (BHo) dalam penelitian ini disebabkan oleh bobot telur tetas diantara keempat jenis itik ini, dimana bobot telur tetas itik AA adalah 63.22g, itik CC adalah 59.76g, itik persilangan AC adalah 63.28g dan itik CA adalah 63.06g. Bobot hidup akhir (BHt) yang dicapai oleh itik CA ( g) lebih besar (P<0.05) dibandingkan dengan jenis itik AC ( g), itik CC ( g) dan itik AA ( g). Pada penelitian ini dapat dilihat bahwa bobot hidup awal tidak berpengaruh terhadap bobot hidup akhir pada itik CA yang memiliki bobot hidup

13 63 akhir lebih tinggi. Itik AA dan AC yang memiliki bobot hidup awal tinggi. tetapi bobot hidup akhirnya rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Muliana et al. (2001) menjelaskan bahwa bobot tetas/bobot hidup awal ternyata tidak berpengaruh terhadap bobot potong/ bobot hidup akhir pada umur 6, 8, 10 dan 12 minggu. Hal ini disebabkan karena bobot tetas sangat dipengaruhi oleh besar telur dan perkembangan embrio, sedangkan kemampuan pertumbuhan ditentukan oleh gen-gen penentu bobot badan, jenis kelamin dan umur. Grafik bobot hidup (BH) keempat jenis itik selama delapan minggu disajikan pada Gambar 10. Bobot hidup (g) Umur minggu ke CC AC AA CA Gambar 10 Grafik bobot hidup (BH) itik AA, CC, CA dan itik AC Pada Tabel 14 di atas memperlihatkan pula pertambahan bobot hidup (PBH) yang diperoleh itik CA ( g) lebih tinggi (P<0.05) dibandingkan dengan tiga jenis itik lainya yakni AA ( g), CC ( g) dan itik AC ( g). Hal ini menunjukkan bahwa persilangan jenis itik CA lebih memperlihatkan efek heterosis yang cukup tinggi pada performa pertumbuhan dengan betina Alabio (maternal) yang lebih kuat, dibandingkan dengan AC yang betinaanya Cihateup. Gambar 11 memperlihatkan grafik pertambahan bobot hidup (PBH) maksimum keempat jenis itik yang merupakan titik infleksi atau puncak tertinggi. Titik infleksi secara berturut-turut pada jenis itik AA, CC dan itik CA dicapai pada minggu ketiga, sedangkan pada itik AC titik infleksi terjadi minggu keempat. Dapat dijelaskan bahwa jenis itik AA, CC dan itik CA antara umur

14 64 (1 hari 3 minggu) dan itik AC (1 hari 4 minggu) terjadi laju pertumbuhan akselerasi atau peningkatan kecepatan pertumbuhan, setelah itu sampai dengan umur 8 minggu mengalami pertumbuhan deselerasi atau penurunan kecepatan pertumbuhan. Titik infleksi dari masing-masing jenis itik berfungsi untuk mengetahui puncak pertumbuhan tertinggi dan diharapkan nantinya dalam pemberian ransum dapat diberikan sebelum tercapainya titik infleksi, sehingga itik benar-banar dapat memanfaatkan gizi yang ada untuk pertumbuhan yang optimal. Pertambahan bobot hidup (g) AC CC AA CA Umur minggu ke Gambar 11 Grafik pertambahan bobot hidup (PBH) itik AA, CC, AC dan itik CA Konsumsi dan Konversi Ransum Konsumsi ransum kumulatif merupakan banyaknya ransum yang dikonsumsi tiap ekor itik selama pemeliharaan. Rataan konsumsi ransum kumulatif dan konversi ransum dari keempat jenis itik AA, CC, AC dan itik CA di sajikan pada Tabel 15. Tabel 15 Rataan konsumsi ransum kumulatif dan konversi ransum itik AA, CC, AC dan itik CA umur 8 minggu Jenis Itik 1 Peubah AA (n:30) CC (n:30) AC (n:30) CA (n:30) x ± sd 2 x ± sd x ± sd x ± sd Konsumsi Ransum Kumulatif (g/e) ab ± a ± c ± bc ±83.08 Konversi Ransum 2.79 ab 2.83 a 2.66 cb 2.54 c 1 Jenis itik AA [Alabio x Alabio ]; CC [Cihateup x Cihateup ]; dan persilangan CA [Cihateup x Alabio ]; AC [Alabio x Cihateup ]. a-c Superskrip huruf dalam satu baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada (P<0.05) 2 sd : Standar deviasi

15 65 Berdasarkan Tabel 15 dapat dijelaskan bahwa konsumsi ransum kumulatif tertinggi pada itik CC ( g) dan terendah pada itik AC ( g). Secara statistik menunjukkan bahwa konsumsi ransum itik CC ( g) tidak berbeda dengan itik AA, tetapi lebih tinggi (P<0.05) dari itik CA dan itik AC. Namun konsumsi itik AA sendiri, tidak berbeda dengan itik CA, tetapi berbeda nyata (P<0.05) dengan itik AC, sementara konsumsi ransum itik CA dan itik AC tidak berbeda (P>0.05). Jika diperhatikan dengan cermat konsumsi ransum kumulatif itik persilangan AC dan itik CA lebih sedikit ( g/ekor dan g/ekor), namun memberi pengaruh yang nyata terhadap bobot hidup akhir yang lebih tinggi ( g/ekor dan g/ekor) jika dibandingkan dengan tetua murni itik AA dan itik CC. Dapat dikemukakan bahwa itik AC dan itik CA lebih efisien dalam mengubah ransum menjadi daging. Hal ini sejalan dengan pendapat Prasetyo et al. (2005) bahwa dengan adanya perbaikan manajemen pemeliharaan, misalnya saja penetapan kebutuhan gizi itik pejantan, bentuk ransum, dan manajeman frekuensi pemberian ransum dan bentuk tempat pakan, dapat meningkatkan bobot badan itik yang dicapai lebih tinggi. Konversi ransum merupakan perbandingan antara jumlah ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot hidup akhir. Pada Tabel 15 memperlihatkan bahwa konversi ransum keempat jenis itik AA, CC, AC dan itik CA dengan konversi ransum terendah dimiliki pada itik CA (2.54) diikuti itik AC (2.66), itik AA (2.79) dan yang tertinggi pada itik CC (2.83). Hasil analisis statistik memperlihatkan bahwa konversi ransum itik tetua CC dan itik AA tidak berbeda (P>0.05), namun terhadap itik persilangan AC dan itik CA berbeda nyata (P<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa persilangan dapat memperbaiki konversi ransum. Menurut Ketaren dan Prasetyo (2007) bahwa perbaikan konversi ransum dapat dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu 1) pendekatan genetik dengan memproduksi ternak yang lebih produktif dan efisien; 2) melalui teknologi pakan dengan menetapkan kebutuhan gizi untuk itik pada berbagai umur yang lebih tepat serta 3) manajemen pemberian pakan terutama supaya untuk mengurangi jumlah pakan yang terbuang/tercecer yang sering terjadi pada ternak itik. Perbaikan efisiensi ransum yang terjadi pada itik persilangan AC dan itik CA diwujudkan dalam bentuk daging pada bagian dada dan paha.

16 66 Karkas dan Potongan Karkas Komersial Karkas merupakan organ tubuh yang masak lambat. Seiring dengan bertambahnya umur, pertumbuhannya semakin bertambah dan persentase terhadap bobot potong juga meningkat. Rataan bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, dada, paha, punggung, pinggul dan sayap dari masing-masing jenis itik AA, CC, AC dan itik CA selama penelitian disajikan pada Tabel 16. Pada tabel tersebut tampak bahwa produksi karkas dapat dilihat dari bobot potong, semakin tinggi bobot potong maka produksi karkas semakin meningkat. Tabel 16 Rataan bobot potong, bobot karkas, persentase karkas dan bagianbagian potongan karkas komersial itik AA, CC, AC dan itik CA umur 8 minggu Peubah Jenis itik 1 AA (n:30) CC (n:30) AC (n:30) CA (n:30) x ± sd 2 x ± sd x ± sd x ± sd Bobot Potong (g) a ± a ± a ± b ±33.88 Karkas (g) a ± a ± a ± b ±25.48 Karkas (%) ab ± c ± bc ± a ± 0.65 (% dari bobot karkas) Dada (%) a ± 0, b ± b ± ab ± 0.64 Paha (%) c ± 0, b ± a ± b ± 0.78 Punggung (%) a ± 0, a ± a ± a ± 0.89 Pinggul (%) a ± 0, a ± a ± a ± 0.42 Sayap (%) b ± 0, a ± b ± b ± Jenis itik AA [Alabio x Alabio ]; CC [Cihateup x Cihateup ]; dan persilangan CA [Cihateup x Alabio ]; AC [Alabio x Cihateup ]. a-c Superskrip huruf dalam satu baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05) 2 sd : Standar deviasi Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa bobot potong dan bobot karkas itik CA ( g; g) lebih tinggi (P<0.05) dibandingkan dengan ketiga itik lainnya yakni itik AA ( g; g), itik CC ( g; g) dan itik AC ( g; g). Persentase karkas pada itik CA (63.74%) lebih tinggi dibandingkan dengan itik CC yang memiliki persentase karkas lebih rendah (61.36%) dan secara statistik menunjukkan itik CA lebih besar (P<0.05) dari itik CC (61.36%) dan itik AC (62.08%) tetapi, tidak berbeda dengan itik AA (62.95%), sementara itik AA lebih besar (P<0.05) dari itik CC. Umur pemotongan sangat mempengaruhi bobot potong dan bobot karkas dari ternak unggas. Soeparno (1998) menyatakan bahwa pada unggas persentase

17 67 karkas meningkat selama pertumbuhan, pertambahan umur dan kenaikan bobot badan. Sunari et al. (2001) menjelaskan bahwa perbandingan bobot karkas terhadap bobot hidup sering digunakan sebagai ukuran produksi daging dalam bidang peternakan. Tabel 16 memperlihatkan bahwa persentase potongan karkas berdaging seperti dada dan paha juga bagian karkas tak berdaging seperti punggung, pinggul dan sayap dari keempat jenis itik AA, CC, AC dan itik CA menunjukkan adanya perbedaan. Persentase karkas berdaging bagian dada, itik AA lebih tinggi (P<0.05) dibandingkan dengan itik CC dan itik AC namun dengan itik CA tidak berbeda, sama halnya itik CA tidak berbeda dengan itik CC dan itik AC. Tingginya persentase potongan karkas komersial bagian dada itik AA dan CA, diduga karena ukuran panjang tulang dada (sternum) itik Alabio besar, diturunkan ke itik CA, dimana peran induk Alabio sangat besar. Sementara untuk persentase bagian paha itik AC lebih tinggi (P<0.05) dibandingkan dengan itik CC, CA dan itik AA, sementara itik CC dan itik CA sendiri tidak berbeda tetapi terhadap itik AA berbeda (P<0.05). Tingginya persentase bagian paha pada itik AC diduga diturunkan dari induk CC yang memiliki ukuran panjang tulang paha besar. Persentase bagian karkas yang tak berdaging seperti punggung dan pinggul keempat jenis itik AA, CC, AC, dan itik CA tidak berbeda, sementara terhadap persentase sayap, terlihat bahwa itik CC lebih tinggi (P<0.05) dibandingkan dengan ketiga itik AA, CA dan itik AC. Soeparno (1998), menyatakan bahwa faktor genetik dan lingkungan (fisiologi dan nutrisi) mempengaruhi laju pertumbuhan dan komposisi tubuh dan karkas pada ternak. Pada bangsa yang sama, komposisi tubuh dan karkas dapat berbeda dan menjadi karakteristik ternak tersebut. Persentase Daging dan Tulang Persentase daging dan tulang bagian dada dan paha keempat jenis itik AA, CC, AC dan itik AC dapat dilihat pada Tabel 17. Hasil statistik menunjukkan persentase daging dan tulang bagian dada dan paha keempat jenis itik berbeda. Persentase daging bagian dada itik CA (85.67%) lebih tinggi (P<0.05) dari itik CC (82.40%), itik AC (83.73%) dan itik AA (83.93%). Persentase tulang dada

18 68 itik CA (14.33%) lebih rendah (P<0.05) dibandingkan ketiga kelompok itik AA (16.07%), itik CC (17.60%) dan itik AC (16.27%). Untuk Persentase daging dan tulang pada bagian paha, menunjukkan bahwa itik AC memiliki persentase daging paha (86.62%) lebih tinggi (P<0.05) dibandingkan dengan itik CA (85.48%), AA (84.48%) dan itik CC (83.24%) sementara itik CA lebih tinggi (P<0.05) dari itik AA dan itik CC, dan itik AA lebih tinggi (P<0.05) dari itik CC. Persentase tulang paha itik AC (13.38%) lebih rendah (P<0.05) dibandingkan dengan itik CA (14.52%), itik AA (15.52%) dan itik CC (16.76%), sementara itik CA lebih rendah (P<0.05) dari itik AA dan itik CC, dan itik AA sendiri lebih rendah (P<0.05) dari itik CC. Tabel 17 Rataan persentase daging dada dan paha, rasio daging dan tulang itik AA, CC, AC dan itik CA umur 8 minggu Peubah Jenis Itik 1 AA (n:30) CC (n:30) AC (n:30) CA (n:30) x ± sd 2 x ± sd x ± sd x ± sd Dada (%) Daging b ± b ± b ± a ± 0.99 Tulang a ± a ± a ± b ± 0.99 Rasio daging/tulang 5.35 b ± b ± b ± a ± 0.49 Paha (%) Daging c ± d ± a ± b ± 0.46 Tulang b ± a ± d ± c ± 0.46 Rasio daging/tulang 5.47 c ± d ± a ± b ± Jenis itik AA [Alabio x Alabio ]; CC [Cihateup x Cihateup ]; dan persilangan CA [Cihateup x Alabio ]; AC [Alabio x Cihateup ]. a-d Superskrip huruf dalam satu baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada (P<0.05) 2 sd : Standar deviasi Hasil analisis statistik terhadap perbandingan daging dan tulang (meat bone ratio) memperlihatkan bahwa itik persilangan CA lebih besar (P<0.05) proporsi otot daging dada dibandingkan dengan ketiga jenis itik yang lain, sementara itik persilangan AC lebih besar (P<0.05) pada otot daging paha, diikuti itik CA, AA dan yang terendah adalah itik CC. Hasil persilangan timbal balik antara itik Alabio dengan itik Cihateup secara genetik mewariskan sifat-sifat yang berbeda pada bagian-bagian otot daging untuk itik AC dan itik CA. Pewarisan sifat-sifat yang bernilai ekonomis ini diduga adanya peran dari maternal efek (pengaruh induk) lebih besar. Itik AC persentase otot daging bagian paha lebih besar yang diduga diwariskan dari induk Cihateup, dan hal ini dapat dibuktikan

19 dari ukuran tubuh seperti panjang paha itik Cihateup yang panjang. Sementara itik CA bagian persentase otot daging dada yang terbesar, diduga diwariskan dari induk Alabio, yang juga memiliki ukuran panjang sternum yang lebih panjang. Nilai Heterosis Nilai heterosis dapat menggambarkan apakah keturunan hasil persilangan timbal balik antara itik Alabio dan itik Cihateup, memiliki keunggulan di atas rata-rata tetua murni yakni itik Alabio (AA) maupun itik Cihateup (CC) atau tidak. Besarnya nilai persentase heterosis itik persilangan AC dan itik CA berdasarkan sifat-sifat yang diamati dapat dilihat pada Tabel 18. Besarnya nilai heterosis itik persilangan AC berkisar antara % dengan nilai persentase heterosis tertinggi pada persentase paha (10.14%), sedangkan nilai heterosis terendah pada persentase karkas (-8.15%). Besarnya nilai heterosis itik CA berkisar antara % dengan nilai heterosis tertinggi pada bobot karkas (9.24%), dan terendah pada persentase sayap (-6.81%). Tabel 18 Nilai persentase (%) heterosis itik persilangan AC dan itik CA Sifat yang diamati Jenis Itik AC CA Bobot badan awal Bobot badan akhir Pertambahan bobot badan akhir Konversi Pakan Bobot Potong Bobot Karkas Dada Paha Punggung Pinggul Sayap Daging dada Daging paha Berdasarkan Tabel 18 dapat dijelaskan bahwa nilai heterosis yang diperoleh kedua jenis itik persilangan AC dan itik CA ada yang positif dan ada yang negatif. Nilai heterosis positif berarti dengan melakukan persilangan dapat meningkatkan sifat-sifat yang diinginkan pada individu hasil persilangannya,

20 70 sedangkan nilai heterosis negatif menunjukkan bahwa dengan melakukan persilangan tidak memberikan hasil yang baik, karena sifat-sifat yang diinginkan lebih rendah dari rataan itik tetuanya. Namun pada hasil penelitian ini, dapat dikemukakan bahwa sifat konversi pakan dari kedua jenis itik persilangan AC dan CA nilainya negatif itu bukan berarti nilai heterosisnya jelek, namun sebaliknya sangat bagus karena merupakan keunggulan dari masing-masing itik, karena itik persilangan mampu mengkonsumsi ransum dalam jumlah sedikit dan dapat memanfaatkannya secara efisien, sehingga bobot akhir dapat ditingkatkan. Persilangan antara itik Alabio dan itik Cihateup dalam penelitian ini menghasilkan dua galur itik yang berbeda pada sifat-sifat yang diamati. Falconer dan Mackay (1996) menyatakan bahwa salah satu tujuan persilangan adalah pemanfaatan heterosis yaitu memperoleh ternak keturunan yang memiliki rataan produksi lebih baik dibandingkan rataan produksi tertuanya. Tabel 19 Urutan jenis itik berdasarkan nilai rataan untuk setiap sifat yang diamati Sifat yang diamati Urutan jenis itik 1) Performa Bobot hidup awal (g/e) AA AC CA CC Bobot hidup akhir (g/e) CA AC CC AA Pertambahan bobot hidup (g/e) CA CC AC AA Konsumsi ransum (g/e) AC CA AA CC Konversi ransum CA AC AA CC Karkas dan Potongan Karkas Bobot potong (g/e) CA AC AA CC Karkas (%) CA AA AC CC Dada (%) AA CA AC CC Paha (%) AC CC CA AA Punggung (%) CA CC AA AC Pinggul (%) AA CA AC CC Sayap (%) CC AA CA AC Potongan daging Daging bagian dada CA AA AC CC Daging bagian paha AC CA AA CC 1 Jenis itik AA [Alabio x Alabio ]; CC [Cihateup x Cihateup ]; dan persilangan CA [Cihateup x Alabio ]; AC [Alabio x Cihateup ]. Kedekatan itik hasil persilangan dengan kedua tetuanya, memberikan peran cukup penting hal ini dapat dilihat susunannya berdasarkan sifat-sifat yang diamati. Tabel 19 memperlihatkan urutan sifat-sifat unggul dari itik persilangan

21 AC dan itik CA terhadap tetua murninya. Itik tetua murni yang berpotensi dan memiliki beberapa sifat keunggulan adalah itik AA. Sifat keunggulan yang dimiliki itik AA adalah bobot awal (BHo), persentase potongan komersial bagian dada, dan pinggul yang tinggi, sementara itik CC hanya memiliki keunggulan pada bagian sayap. Itik persilangan CA memiliki sifat keunggulan dan memberi manfaat yang lebih banyak antara lain pada: bobot hidup akhir (BHt), pertambahan bobot hidup (PBH), konversi ransum, bobot potong, persentase karkas, persentase punggung dan potongan daging bagian dada, sementara itik persilangan AC unggul pada sifat konsumsi ransum dan persentase paha. Hal ini sesuai dengan tujuan persilangan yaitu menghasilkan itik hibrida (F1) yang dapat meningkatkan performa dan produksi karkas serta daging yang lebih baik dari itik tetua murni. Selain mengetahui hasil dari persilangan timbal balik antara itik Cihateup dengan Alabio, penelitian ini juga mencoba untuk memprediksi persilangan terbaik antara itik Cihateup dengan itik Alabio pada beberapa bentuk persilangan yang lain (Tabel 20). Persilangan yang dilakukan pada dua bangsa unggas air menurut Noor (2001) yakni persilangan reciprocal, backcross, sintetik seimbang, sintetik optimum dan persilangan rotasi. Tabel 20 Prediksi perhitungan performa dan persentase potongan karkas pada berbagai persilangan antara itik Alabio dengan itik Cihateup dengan GENUP Performa A x A C x C F1 F1 BCr BCr Sint, Sint, Rotasi 2 Jenis persilangan 1 (AxC) (CxA) A(AC) C(CA) Smbg Optm BHo (g) BHa (g) PBH (g) B.Potong (g) Karkas (g) Dada (%) Paha (%) Punggung (%) Pinggul %) Sayap (%) A : Alabio; C : Cihateup; BCr : backcross; Sint Smbg : Sintetik Seimbang; Sint Optm : Sintetik Optimum 2 BHo : Bobot hidup awal; BHt : Bobot hidup akhir; PBH : Pertambahan bobot hidup; B.potong : Bobot Potong Sumber : (Kinghorn 2010) 71

22 72 Pada Tabel 20 di atas disajikan hasil prediksi beberapa jenis persilangan, untuk mengetahui performa, dan persentase karkas dari persilangan itik Alabio dan Cihateup yang dipelihara selama delapan minggu. Tampak bahwa hasil persilangan itik jantan Cihateup dengan betina Alabio (CA), memiliki performa bobot hidup akhir, pertambahan bobot hidup/bobot potong, dan bobot karkas lebih tinggi di antara hasil persilangan yang lainnya. Bila akan melakukan persilangan yang lain misalnya saja backcross yang hasilnya lebih baik dapat dilakukan perkawianan antara betina hasil persilangan CA dengan pejantan Cihateup. Apabila persilangan yang diinginkan bertujuan untuk membentuk kelompok itik sintetik, maka persilangan yang akan memberikan hasil lebih baik adalah dengan melakukan persilangan sintetik seimbang, dibandingkan sintetik optimum. Hasil perhitungan untuk persilangan sintentik seimbang memberikan performa yang lebih tinggi pada bobot hidup akhir, pertambahan bobot hidup, bobot potong, persentase paha dan dada. Persilangan rotasi pada dasarnya juga memanfaatkan adanya efek heterosis, pada persilangan ini ternak betina yang dihasilkan dari hasil persilangan pertama dikawinkan dengan pejantan Alabio, setelah mendapat hasil persilangan, betina hasil persilangan kedua dikawinkan lagi dengan pejantan Cihateup, begitu seterusnya sampai mendapatkan hasil keturunan yang baik. Berdasarkan apa yang telah diuraikan di atas maka program pemuliaan yang tepat untuk dipakai tergantung dari kebutuhan yang diinginkan. Apabila kebutuhan hanya untuk menghasilkan ternak-ternak yang dapat dipotong atau dijual dalam waktu singkat maka persilangan dua bangsa antara (Alabio dengan Cihateup) atau sebaliknya, dapat dilakukan dan hanya menghasilkan keturunan F1 untuk dijual atau dipotong. Persilangan ini dikenal juga dengan persilangan terminal (Martojo 1992). Simpulan Persilangan timbal balik antara itik Alabio dengan Cihateup menghasilkan dua jenis itik hibrida yakni itik AC dan itik CA dengan sifat-sifat performa dan produksi karkas yang lebih baik dibandingkan dengan tetua murni. Itik

23 73 persilangan CA unggul untuk sifat-sifat performa antara lain : bobot hidup akhir (BHt) sebesar g/ekor dengan tingkat heterosis 7.06%; pertambahan bobot hidup (PBH) sebesar g/ekor dengan tingkat heterosis 7.32%; konversi ransum sebesar 2.54; bobot karkas g/ekor dengan tingkat heterosis 9.24%; dan persentase daging dada sebesar 85.67% dengan nilai heterosis 3.02% dibandingkan dengan itik persilangan AC yang hanya unggul pada persentase potongan komersial bagian paha (28.85%) dengan nilai persentase heterosis 10.14% dan persentase daging bagian paha (86.62%) dengan nilai persentase heterosis 3.12%. Peningkatan sifat-sifat ini menunjukkan adanya efek heterosis akibat persilangan yang dilakukan dari dua tetua itik yakni itik Alabio dan itik Cihateup yang memiliki hubungan kekerabatan cukup jauh. Sementara itik tetua murni yang menunjukkan keunggulan dan memberikan manfaat yang berarti adalah itik AA, hal ini dapat dilihat dari keunggulannya pada bobot awal DOD, persentase potongan karkas bagian dada dan pinggul yang tinggi. Pada prediksi beberapa bentuk persilangan menunjukkan bahwa persilangan backcross antara itik betina CA dengan jantan Cihateup lebih baik dari beberapa bentuk persilangan yang dicobakan. Apabila persilangan untuk tujuan membentuk kelompok itik sintetik, maka persilangan yang baik adalah dengan melakukan persilangan sintetik seimbang, dibandingkan sintetik optimum.

Daging itik lokal memiliki tekstur yang agak alot dan terutama bau amis (off-flavor) yang merupakan penyebab kurang disukai oleh konsumen, terutama

Daging itik lokal memiliki tekstur yang agak alot dan terutama bau amis (off-flavor) yang merupakan penyebab kurang disukai oleh konsumen, terutama PEMBAHASAN UMUM Potensi pengembangan itik potong dengan memanfaatkan itik jantan petelur memiliki prospek yang cerah untuk diusahakan. Populasi itik yang cukup besar dan penyebarannya hampir disemua provinsi

Lebih terperinci

Performan Pertumbuhan dan Produksi Karkas Itik CA [Itik Cihateup x Itik Alabio] sebagai Itik Pedaging

Performan Pertumbuhan dan Produksi Karkas Itik CA [Itik Cihateup x Itik Alabio] sebagai Itik Pedaging Jurnal Peternakan Sriwijaya Vol. 4, No. 2, Desember 2015, pp. 29-34 ISSN 2303 1093 Performan Pertumbuhan dan Produksi Karkas Itik CA [Itik Cihateup x Itik Alabio] sebagai Itik Pedaging Rukmiasih 1, P.R.

Lebih terperinci

Performa, Persentase Karkas dan Nilai Heterosis Itik Alabio, Cihateup dan Hasil Persilangannya pada Umur Delapan Minggu

Performa, Persentase Karkas dan Nilai Heterosis Itik Alabio, Cihateup dan Hasil Persilangannya pada Umur Delapan Minggu JITV Vol. 16 No. 2 Th. 2011: 90-97 Performa, Persentase Karkas dan Nilai Heterosis Itik Alabio, Cihateup dan Hasil Persilangannya pada Umur Delapan Minggu P.R. MATITAPUTTY 1, R.R. NOOR 2, P.S. HARDJOSWORO

Lebih terperinci

Gambar 1. Itik Alabio

Gambar 1. Itik Alabio TINJAUAN PUSTAKA Itik Alabio Itik Alabio merupakan salah satu itik lokal Indonesia. Itik Alabio adalah itik yang berasal dari Kabupaten Hulu Sungai Utara, Propinsi Kalimantan Selatan. Habitatnya di daerah

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian Zat Makanan Jumlah (%)

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian Zat Makanan Jumlah (%) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Blok B, Unit Unggas. Pemotongan puyuh dan penelitian persentase karkas dilakukan di Laboratorium Unggas serta uji mutu

Lebih terperinci

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur.

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur. 23 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Pengamatan terhadap sifat rontok bulu dan produksi telur dilakukan sejak itik memasuki periode bertelur, yaitu pada bulan Januari 2011 sampai Januari 2012.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 hingga Februari 2012. Pemeliharaan dan penyembelihan ternak dilakukan di Laboratorium Lapang Blok B, Unit Unggas,

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN STARTER DAN GROWER ITIK HASIL PERSILANGAN RESIPROKAL ALABIO DAN PEKING

PERTUMBUHAN STARTER DAN GROWER ITIK HASIL PERSILANGAN RESIPROKAL ALABIO DAN PEKING PERTUMBUHAN STARTER DAN GROWER ITIK HASIL PERSILANGAN RESIPROKAL ALABIO DAN PEKING (The Growth of Starter and Grower of Alabio and Peking Reciprocal Crossbreed Ducks) TRIANA SUSANTI 1, S. SOPIYANA 1, L.H.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai oleh masyarakat. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau konsumen lebih banyak memilih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan protein hewani mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi bagi kesehatan. Salah satu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada

PENDAHULUAN. dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam Bangkok merupakan jenis ayam lokal yang berasal dari Thailand dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada daya adaptasi tinggi karena

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Februari 2014 di

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Februari 2014 di III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Februari 2014 di Laboratorium Teknologi Produksi Ternak dan Laboratorium Teknologi Pasca Panen,

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi ke-3 sebanyak 9 ekor itik

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi ke-3 sebanyak 9 ekor itik III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Objek Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Itik Rambon dan Cihateup yang digunakan sebagai bahan penelitian adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. periode starter terhadap performans pada Ayam Kedu Hitam umur 0-10 Minggu.

BAB III MATERI DAN METODE. periode starter terhadap performans pada Ayam Kedu Hitam umur 0-10 Minggu. BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh lama periode brooding dan level protein ransum periode starter terhadap performans pada Ayam Kedu Hitam umur 0-10 Minggu. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang Pendahuluan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Peternakan itik lokal telah berkembang dengan cukup pesat karena minat peternak yang semakin meningkat sebagai alternatif sumber pendapatan. Khususnya hal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012.

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012. I 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Peternakan puyuh di Indonesia saat ini cukup berkembang, hal ini karena semakin banyaknya usaha peternakan puyuh baik sebagai usaha sampingan maupun usaha utama untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan terhadap potongan komersial karkas ayam buras super (persilangan ayam Bangkok dengan ayam ras petelur Lohman)

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bangkok dengan betina ras petelur tipe medium keturunan pertama pada umur

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bangkok dengan betina ras petelur tipe medium keturunan pertama pada umur 14 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan adalah ayam hasil persilangan pejantan Bangkok dengan betina ras petelur tipe medium keturunan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga September 2010. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Blok B, Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh Puyuh yang digunakan dalam penilitian ini adalah Coturnix-coturnix japonica betina periode bertelur. Konsumsi pakan per hari, bobot

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi pakan selama penelitian adalah 6.515,29 g pada kontrol, 6.549,93 g pada perlakuan KB 6.604,83 g pada perlakuan KBC dan 6.520,29 g pada perlakuan KBE. Konversi pakan itik perlakuan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 360/Kpts/PK.040/6/2015 TENTANG PELEPASAN GALUR ITIK ALABIMASTER-1 AGRINAK

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 360/Kpts/PK.040/6/2015 TENTANG PELEPASAN GALUR ITIK ALABIMASTER-1 AGRINAK KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 360/Kpts/PK.040/6/2015 TENTANG PELEPASAN GALUR ITIK ALABIMASTER-1 AGRINAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan

BAB III MATERI DAN METODE. protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pemberian pakan menggunakan bahan pakan sumber protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan pada bulan November 2016 sampai

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli sampai Agustus 2011 di Laboratorium Lapang (Kandang B) Bagian Unggas, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KARKAS ITIK LOKAL GEMBA PADA UMUR 12 MINGGU. Growth and Carcass Production in Gemba Lokal Ducks at 12 Weeks Old Age

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KARKAS ITIK LOKAL GEMBA PADA UMUR 12 MINGGU. Growth and Carcass Production in Gemba Lokal Ducks at 12 Weeks Old Age Seminar Nasional Peternakan 2, Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Makassar, 25 Agustus 2016 PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KARKAS ITIK LOKAL GEMBA PADA UMUR 12 MINGGU Growth and Carcass Production in

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian Kandungan Nutrisi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Pakan Penelitian Kandungan nutrisi pakan tergantung pada bahan pakan yang digunakan dalam pakan tersebut. Kandungan nutrisi pakan penelitian dari analisis proksimat

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia.

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di CV Mitra Sejahtera Mandiri, Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Penelitian dilaksanakan selama lima minggu yang dimulai dari

Lebih terperinci

Lampiran 1 Lembaran kuisioner seleksi panelis. I. Identitas Diri Nama :... Umur :... Alamat :... No tlp/hp :... Pekerjaan :

Lampiran 1 Lembaran kuisioner seleksi panelis. I. Identitas Diri Nama :... Umur :... Alamat :... No tlp/hp :... Pekerjaan : 115 Lampiran 1 Lembaran kuisioner seleksi panelis I. Identitas Diri Nama :... Umur :... Alamat :... No tlp/hp :... Pekerjaan :... E-mail :... II. Waktu a. Pada hari kerja mana saja (Senin Jumat) anda punya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terbang tinggi, ukuran relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar

PENDAHULUAN. terbang tinggi, ukuran relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puyuh (Coturnix coturnix japonica) merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang pertama

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang.

BAB III MATERI DAN METODE. Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang. 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni 2015 sampai September 2015 bertempat di Kandang Kambing Laboratorium Produksi Ternak Potong dan Perah, Fakultas Peternakan dan Pertanian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Puyuh petelur Jepang (Coturnix coturnix japonica) merupakan penyedia telur

PENDAHULUAN. Puyuh petelur Jepang (Coturnix coturnix japonica) merupakan penyedia telur I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puyuh petelur Jepang (Coturnix coturnix japonica) merupakan penyedia telur puyuh utama di Indonesia. Dalam satu tahun puyuh ini mampu menghasilkan 250 sampai 300 butir

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Alat Percobaan Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah puyuh Malon betina dewasaumur 4-5 bulan. Jumlah puyuh Malon yang dijadikan sampel sebanyak

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. sebagai alternatif sumber protein hewanidi masyarakat baik sebagai penghasil telur

I PENDAHULUAN. sebagai alternatif sumber protein hewanidi masyarakat baik sebagai penghasil telur I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puyuh merupakan salah satu jenis ternak unggas yang dikembangkan sebagai alternatif sumber protein hewanidi masyarakat baik sebagai penghasil telur maupun daging. Sejak

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial.

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di CV. Mitra Mandiri Sejahtera Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Jarak lokasi kandang penelitian dari tempat pemukiman

Lebih terperinci

Performans Pertumbuhan Itik Talang Benih Jantan dan Betina yang Dipelihara secara Intensif

Performans Pertumbuhan Itik Talang Benih Jantan dan Betina yang Dipelihara secara Intensif Performans Pertumbuhan Itik Talang Benih Jantan dan Betina yang Dipelihara secara Intensif Performance of Male and Female Talang Benih Duck Growth Reared Intensively Kususiyah dan Desia Kaharuddin Jurusan

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Itik atau yang lebih dikenal dimasyarakat disebut bebek (bahasa jawa),

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Itik atau yang lebih dikenal dimasyarakat disebut bebek (bahasa jawa), 1 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Sejarah Perkembangan Itik Itik atau yang lebih dikenal dimasyarakat disebut bebek (bahasa jawa), golongan terdahulunya merupakan itik liar bernama Mallard (Anas plathytynchos)

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus 18 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus androgynus) dalam ransum terhadap persentase potongan komersial karkas, kulit dan meat bone ratio dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Aditif Cair Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16-50 Hari dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Materi

METODE PENELITIAN. Materi METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2011. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda citrifolia) Fermentasi terhadap Penggunaan Protein pada Ayam Kampung Super dilaksanakan pada tanggal 18 November

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Itik (Anas platyrhynchos)

TINJAUAN PUSTAKA. Itik (Anas platyrhynchos) TINJAUAN PUSTAKA Itik (Anas platyrhynchos) Menurut Achmanu (1997), itik termasuk ke dalam unggas air (waterfowl) yang mempunyai klasifikasi sebagai berikut : kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung limbah kecambah kacang hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan dilaksanakan pada tanggal

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai bulan Agustus 2008 di Desa Pamijahan, Leuwiliang, Kabupaten Bogor, menggunakan kandang panggung peternak komersil. Analisis

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai Agustus 2010. Pemeliharaan ayam bertempat di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Unggas sedangkan analisis organ dalam

Lebih terperinci

I. MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan April sampai dengan Mei 2015 di

I. MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan April sampai dengan Mei 2015 di I. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilakukan pada bulan April sampai dengan Mei 2015 di Kandang Percobaan Laboratorium UIN Agriculture Research and Development Station (UARDS)

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING

IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING S. SOPIYANA, A.R. SETIOKO, dan M.E. YUSNANDAR Balai Penelitian Ternak Jl. Veteran III PO Box 221

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Magelang Bangsa itik jinak yang ada sekarang berasal dari itik liar yang merupakan species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi (Susilorini

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hidup sampai penelitian berakhir adalah 13 ekor jantan dan 10 ekor betina Itik

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hidup sampai penelitian berakhir adalah 13 ekor jantan dan 10 ekor betina Itik III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Penelitian 3.1.1. Bahan Penelitian Penelitian menggunakan 30 ekor Itik Rambon dengan jumlah ternak yang hidup sampai penelitian berakhir adalah 13 ekor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan

I. PENDAHULUAN. potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki banyak potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan maupun tumbuhan dapat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010.

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Domba merupakan ternak yang keberadaannya cukup penting dalam dunia peternakan, karena kemampuannya untuk menghasilkan daging sebagai protein hewani bagi masyarakat. Populasi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Ransum terhadap Sifat Fisik Daging Puyuh Jantan dilaksanakan bulan Juni

BAB III MATERI DAN METODE. Ransum terhadap Sifat Fisik Daging Puyuh Jantan dilaksanakan bulan Juni BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Kunyit dan Jahe dalam Ransum terhadap Sifat Fisik Daging Puyuh Jantan dilaksanakan bulan Juni Agustus 2016 di kandang Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu unggas yang sangat efisien dalam menghasilkan daging dan digemari oleh masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakasanakan di Laboratorium Produksi Ternak Potong dan Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas Peternakan Universitas

Lebih terperinci

PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN

PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN WAFIATININGSIH 1, IMAM SULISTYONO 1, dan RATNA AYU SAPTATI 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur 2 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Bali Sapi bali adalah sapi lokal Indonesia keturunan banteng yang telah didomestikasi. Sapi bali banyak berkembang di Indonesia khususnya di pulau bali dan kemudian menyebar

Lebih terperinci

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD Pinky R. P 1), E. Sudjarwo 2), and Achmanu 2) 1) Student of Animal Husbandry Faculty, University of Brawijaya

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di peternakan merpati di area Komplek Alam Sinar Sari, Desa Sinarsari, Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini berlangsung selama bulan

Lebih terperinci

Kombinasi Pemberian Starbio dan EM-4 Melalui Pakan dan Air Minum terhadap Performan Itik Lokal Umur 1-6 Minggu

Kombinasi Pemberian Starbio dan EM-4 Melalui Pakan dan Air Minum terhadap Performan Itik Lokal Umur 1-6 Minggu Kombinasi Pemberian Starbio dan EM-4 Melalui Pakan dan Air Minum terhadap Performan Itik Lokal Umur 1-6 Minggu Riswandi 1), Sofia Sandi 1) dan Fitra Yosi 1) 1) Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring meningkatnya pertumbuhan penduduk, kebutuhan pangan semakin meningkat pula. Pangan yang dibutuhkan oleh masyarakat jenisnya beragam, salah satunya pemenuhan

Lebih terperinci

ANALISIS FEASIBILITAS USAHA TERNAK ITIK MOJOSARI ALABIO

ANALISIS FEASIBILITAS USAHA TERNAK ITIK MOJOSARI ALABIO ANALISIS FEASIBILITAS USAHA TERNAK ITIK MOJOSARI ALABIO I G.M. BUDIARSANA Balai Penelitian Ternak Jl. Veteran III PO Box 221 Bogor 16002 ABSTRAK Analisis feasibilitas merupakan metode analisis ekonomi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Juli - Agustus 2012 di Desa. Alam Panjang Kecamatan Rumbio Jaya Kabupaten Kampar.

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Juli - Agustus 2012 di Desa. Alam Panjang Kecamatan Rumbio Jaya Kabupaten Kampar. III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Juli - Agustus 2012 di Desa Alam Panjang Kecamatan Rumbio Jaya Kabupaten Kampar. 3.2. Bahan dan Alat Anak ayam

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN

II KAJIAN KEPUSTAKAAN II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Deskripsi Itik Itik merupakan salah satu jenis unggas yang sudah lama dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia. Selain sebagai alat pemenuh kebutuhan konsumsi namun juga berpotensi

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK UKURAN KARKAS ITIK GENOTIPE PEKING x ALABIO DAN PEKING x MOJOSARI

KARAKTERISTIK UKURAN KARKAS ITIK GENOTIPE PEKING x ALABIO DAN PEKING x MOJOSARI KARAKTERISTIK UKURAN KARKAS ITIK GENOTIPE PEKING x ALABIO DAN PEKING x MOJOSARI AGUS SUPARYANTO Balai Penelitian Ternak Jl. Veteran III PO Box 221, Bogor 16002 ABSTRAK Persilangan itik Peking dengan lokal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak

BAB III METODE PENELITIAN Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kandang peternakan ayam broiler Desa Ploso Kecamatan Selopuro Kabupaten Blitar pada bulan Februari sampai Mei 2014.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN KARAKTERISTIK PRODUKTIVITAS Bobot Badan dan Pertambahan Bobot Badan Pertumbuhan itik Cihateup yang terjadi akibat perubahan bentuk dan komposisi tubuh dapat diketahui dengan melakukan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN MATERI DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Rawamangun Selatan, Gg. Kana Tanah Merah Lama, Jakarta Timur. Penelitian dilakukan empat bulan, yaitu mulai bulan Agustus sampai

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Percobaan Kandang Bahan dan Alat Prosedur Persiapan Bahan Pakan

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Percobaan Kandang Bahan dan Alat Prosedur Persiapan Bahan Pakan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2011. Pemeliharaan domba dilakukan di kandang percobaan Laboratorium Ternak Ruminansia Kecil sedangkan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Ayam Kedu Jengger Merah dan Jengger Hitam generasi pertama dilaksanakan

BAB III MATERI DAN METODE. Ayam Kedu Jengger Merah dan Jengger Hitam generasi pertama dilaksanakan 7 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai Karakterisasi Sifat Kualitatif dan Sifat Kuantitatif Ayam Kedu Jengger Merah dan Jengger Hitam generasi pertama dilaksanakan pada bulan Maret 2016 - Oktober

Lebih terperinci

METODE. Materi. Tabel 2. Distribusi Ayam Kampung yang Digunakan

METODE. Materi. Tabel 2. Distribusi Ayam Kampung yang Digunakan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di desa Tanjung Manggu Sindangrasa, Imbanagara, Ciamis, Jawa Barat; di desa Dampyak, Mejasem Timur, Tegal, Jawa Tengah dan di desa Duren Talun, Blitar,

Lebih terperinci

Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember Juni 2002.

Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember Juni 2002. MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2001 - Juni 2002. Pemeliharaan dan pengamatan pertumbuhan ternak dilakukan di kandang Unggas Fakultas Petemakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Kamruton adalah salah satu bagian dari Kecamatan Lebak Wangi,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Kamruton adalah salah satu bagian dari Kecamatan Lebak Wangi, 1 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Manajemen Pemeliharaan dan Pakan Desa Kamruton adalah salah satu bagian dari Kecamatan Lebak Wangi, yang berbatasan dengan desa teras bendung di sebelah utara dan desa jeruk

Lebih terperinci

ITIK MOJOMASTER-1 AGRINAK

ITIK MOJOMASTER-1 AGRINAK ITIK MOJOMASTER-1 AGRINAK ITIK MOJOMASTER-1 AGRINAK Penyusun: L Hardi Prasetyo Triana Susanti Pius P Ketaren Argono R Setioko Maijon Purba Bess Tiesnamurti PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PETERNAKAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 hingga Februari 2012. Pemeliharaan puyuh dilakukan di Laboratorium Lapang Blok B, Unit Unggas, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

MATERI. Lokasi dan Waktu

MATERI. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pelet ransum komplit

Lebih terperinci

PERFORMA PRODUKSI ITIK BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN

PERFORMA PRODUKSI ITIK BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN PERFORMA PRODUKSI ITIK BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN (Performance of Duck Based on Small, Big and Mix Groups of Birth Weight) KOMARUDIN 1, RUKIMASIH 2 dan P.S. HARDJOSWORO

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada 12 September 2014 sampai dengan 20 Oktober 2014

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada 12 September 2014 sampai dengan 20 Oktober 2014 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada 12 September 2014 sampai dengan 20 Oktober 2014 di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Jurusan Peternakan Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Mikro Kandang Kandang Penelitian Kandang penelitian yang digunakan yaitu tipe kandang panggung dengan dinding terbuka. Jarak lantai kandang dengan tanah sekitar

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan untuk penelitian ini adalah Ayam Kampung Unggul

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan untuk penelitian ini adalah Ayam Kampung Unggul III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek/Bahan Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Ternak yang digunakan untuk penelitian ini adalah Ayam Kampung Unggul Balitnak (KUB) sebanyak 100 ekor yang dipelihara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. lebih murah dibandingkan dengan daging ternak lain seperti sapi dan domba.

PENDAHULUAN. lebih murah dibandingkan dengan daging ternak lain seperti sapi dan domba. 1 I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ternak unggas merupakan ternak yang sangat populer di Indonesia sebagai sumber daging. Selain cita rasanya yang disukai, ternak unggas harganya relatif lebih murah dibandingkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping (by product) berupa anak ayam jantan petelur. Biasanya, satu hari setelah

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium dan Kandang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas Laboratorium Lapang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. energi metabolis dilakukan pada bulan Juli Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu

BAB III METODE PENELITIAN. energi metabolis dilakukan pada bulan Juli Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu 28 BAB III METODE PENELITIAN Penelitian tentang pengaruh penambahan level protein dan probiotik pada ransum itik magelang jantan periode grower terhadap kecernaan lemak kasar dan energi metabolis dilakukan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja untuk tahap pemeliharaaan serta analisis sampel di Laboratorium Ilmu dan Teknologi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Jenis Kelamin Ciamis Tegal Blitar 45 ekor 20 ekor 38 ekor 56 ekor 89 ekor 80 ekor

MATERI DAN METODE. Jenis Kelamin Ciamis Tegal Blitar 45 ekor 20 ekor 38 ekor 56 ekor 89 ekor 80 ekor MTERI DN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di tiga lokasi yang berbeda, yaitu dilaksanakan di Desa Tanjung Manggu, Ciamis; Desa Mejasem Timur, Tegal; dan di Desa Duren Talun, litar. Penelitian

Lebih terperinci

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja (kandang B) pada bulan Mei sampai dengan bulan November 2010. Analisis sampel dilakukan

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Ternak penelitian yang digunakan adalah Coturnix coturnix Japonica

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Ternak penelitian yang digunakan adalah Coturnix coturnix Japonica III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Perlengkapan penelitian 3.1.1 Objek ternak dan jumlah sampel Ternak penelitian yang digunakan adalah Coturnix coturnix Japonica jantan lokal dan Coturnix coturnix

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April November 2016 di Desa

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April November 2016 di Desa 12 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April November 2016 di Desa Ngrapah, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Analisis data dilaksanakan di Laboraturium

Lebih terperinci

OBJEK DAN METODE PENELITIAN. tradisional Babah Kuya yang terletak di pasar baru. Pasak bumi yang digunakan

OBJEK DAN METODE PENELITIAN. tradisional Babah Kuya yang terletak di pasar baru. Pasak bumi yang digunakan 23 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 Bahan Penelitian Pasak bumi yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari toko obat tradisional Babah Kuya yang terletak di pasar baru.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia karena rasanya disukai dan harganya jauh lebih murah di banding harga daging lainnya. Daging

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Rodalon

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Rodalon MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di kandang itik Balai Penelitian Ternak CiawiBogor. Peneltian dilakukan pada bulan Juni sampai dengan bulan Agustus 2011. Materi Ternak yang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dari 12 September 2014 sampai

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dari 12 September 2014 sampai III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dari 12 September 2014 sampai dengan 20 Oktober 2014 di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. pengembangannya harus benar-benar diperhatikan dan ditingkatkan. Seiring

I PENDAHULUAN. pengembangannya harus benar-benar diperhatikan dan ditingkatkan. Seiring I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Unggas merupakan ternak yang sangat populer di Indonesia sebagai sumber protein hewani daging dan telur. Hal tersebut disebabkan karena ternak unggas harganya relatif murah

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK UKURAN ORGAN DALAM KARKAS ITIK GENOTIPE PEKING x ALABIO DAN PEKING x MOJOSARI

KARAKTERISTIK UKURAN ORGAN DALAM KARKAS ITIK GENOTIPE PEKING x ALABIO DAN PEKING x MOJOSARI KARAKTERISTIK UKURAN ORGAN DALAM KARKAS ITIK GENOTIPE PEKING x ALABIO DAN PEKING x MOJOSARI AGUS SUPARYANTO Balai Penelitian Ternak Jl. Veteran III PO Box 221, Bogor 16002 PENDAHULUAN Itik Peking x Alabio

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terutama telurnya. Telur puyuh sangat disukai karena selain bentuknya yang

PENDAHULUAN. terutama telurnya. Telur puyuh sangat disukai karena selain bentuknya yang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puyuh merupakan ternak unggas yang cukup popular di masyarakat terutama telurnya. Telur puyuh sangat disukai karena selain bentuknya yang mungil yang cocok untuk dimasukkan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 26 hari mulai 15 April--10 Mei 2014, di

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 26 hari mulai 15 April--10 Mei 2014, di III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 26 hari mulai 15 April--10 Mei 2014, di kandang closed house milik PT. Rama Jaya Lampung, Dusun Sidorejo,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Laut (Gracilaria verrucosa) terhadapproduksi Karkas Puyuh (Cotunix cotunix

BAB III MATERI DAN METODE. Laut (Gracilaria verrucosa) terhadapproduksi Karkas Puyuh (Cotunix cotunix 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Teoung Limbah Rumput Laut Laut (Gracilaria verrucosa) terhadapproduksi Karkas Puyuh (Cotunix cotunix japonica) Jantan Umur 10 Minggu.

Lebih terperinci