MUAINAH HASIBUAN /PSL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MUAINAH HASIBUAN /PSL"

Transkripsi

1 KAJIAN PENERAPAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT) PADA PETANI PADI DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN T E S I S Oleh MUAINAH HASIBUAN /PSL SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 08

2 KAJIAN PENERAPAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT) PADA PETANI PADI DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN T E S I S Oleh MUAINAH HASIBUAN /PSL SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 08

3 KAJIAN PENERAPAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT) PADA PETANI PADI DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN TESIS Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Dalam Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Oleh MUAINAH HASIBUAN /PSL SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 08

4 Judul Tesis : KAJIAN PENERAPAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT) PADA PETANI PADI DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN Nama Mahasiswa : Muainah Hasibuan Nomor Pokok : Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Menyetujui Komisi Pembimbing (Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS) Ketua (Prof. Dr. Suwardi Lubis, MA) Anggota (Drs. Chairuddin, MSc) Anggota Ketua Program Studi, Direktur, (Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa.B. M.Sc) Tanggal Lulus : 18 Maret 08

5 Telah diuji pada Tanggal : 18 Maret 08 PANITIA PENGUJI TESIS Ketua Anggota : Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS : 1. Prof. Dr. Suwardi Lubis, MA 2. Drs. Chairuddin, M.Sc 3. Ir. Lahmuddin Lubis, MP 4. Dr. Dwi Suryanto, MS

6 ABSTRAK Pengendalian Hama Terpadu ádalah teknologi pengendalian hama yang pendekatannya komprehensif berdasarkan ekologi yang dalam keadaan lingkungan mengusahakan pengintegrasian berbagai taktik pengendalian yang kompatibel satu sama lain serta mempertahankan kesehatan lingkungan dan menguntungkan bagi pihak lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Penerapan Pengendalian Hama Terpadu pada petani padi di Tapanuli Selatan. Penelitian ini dilaksanakan di 6 kecamatan yang ada di Kabupaten Tapanuli Selatan, 3 kecamatan yang ikut Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) dan 3 Kecamatan yang tidak ikut SLPHT. Dengan teknik pengumpulan data ádalah kuisioner. Dengan skala likert lima rintangan. Data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan regresi linier berganda. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa variable ekologi, ekonomi, dan teknologi dalam sistem pengendalian hama terpadu pada petani yang ikut SLPHT diperoleh koefisien regresi pada ekologi sebesar 0,106; pada ekonomi sebesar 0,100 dan pada varioabel teknologi diperoleh sebesar 0,077; sehingga diperoleh koefisien korelasi (r) sebesar 0,225 dan koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 0, 474; dengan F hitung sebesar 7,63 dan F tabel sebesar 3,11 pada taraf α sebesar 5 %. Pada variabel ekologi, ekonomi, dan teknologi dalam sistem pengendalian hama terpadu pada petani yang tidak ikut SLPHT diperoleh koefisien regresi pada ekologi sebesar - 0,046; pada ekonomi sebesar 0,189 dan pada variabel teknologi diperoleh sebesar 0,294; sehingga diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,125 dan koefisien determinasi R 2 sebesar 0,353. dengan F hitung sebesar 3,75 dan F tabel sebesar 3,11 pada tarap α sebesar 5 %. Faktor ekologi, ekonomi, dan teknologi berpengaruh nyata terhadap penerapan PHT bagi petani yang ikut SLPHT dan bagi petani yang tidak ikut SLPHT.. Kata Kunci : Pengendalian Hama Terpadu (PHT), Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT), Petani Padi, Tapanuli Selatan.

7 ABSTRACT Integrated Pest Control (IPM) is the technology using comprehensive approach base on ecology within environment attempts the integration of various compatable controls and to maintain the environment health and profitted farmers. The objectif of study is to know the implementation of IPM to rice farmer in South Tapanuli. The research was performed in 6 regions in South Tapanuli subdistricts, 3 regions belong to Farmer Field School (FFS) and 3 regions don t belong to the FFS, Data was collecved using questioner and analysed using druble linier regretion. The result of analyse on ecologycal variable, economy and technology of the Pest Integrated Control system of the farmers belong to the Farmer Field School was with regretion coefisien of ecology 0.106, economy and technology variable Total correlation coefision (r) was and ditermination coefision (R 2 ) Where F value and F Tabel 7.63 and 3.11 respectively. The regretion coefisien , economy and technology variable 0,294. The correlation coeficien (r) was and ditermination coeficient (R 2 ) 0.353, where F value and F Table were 3.75 and 3.11 respectively. Ecologycal, economyc, and technology factor have significantly influencd toward the application of the Integrated Pest Control (IPM) of the farmers belong to the Farmer Field School (FFS) and also the aplication of Integrated Pest Control of the farmers don t belong to the Farmer Field School give clear influences on their ecology, economy and technology factors Key Words : Integrated Pest Control (IPM), Farmer Field School (FFS), rice farmer, South Tapanuli.

8 KATA PENGANTAR Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang berjudul Kajian Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Pada Petani Padi Di Kabupaten Tapanuli Selatan. Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan bagi mahasiswa yang hendak menyelesaikan pendidikan untuk mencapai gelar Magister Sains pada program studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan tesis ini, penulis banyak menerima bantuan dan dukungan sepenuhnya dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada Bapak Bapak Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS sebagai Ketua, Bapak Prof. Dr. Suwardi Lubis, MA dan Bapak Drs. Chairuddin, MSc sebagai anggota pembimbing, yang penuh dengan kesabaran dan ketulusan memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis guna kesempurnaan tesis ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc selaku Direktur Program Pasca Sarjana USU dan Prof.Dr. Alvi Syahrin, SH.MS serta Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc selaku Ketua dan Sekretaris Program Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan atas kesempatan dan fasilitas yang

9 diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister. Terima kasih juga disampaikan kepada seluruh masyarakat petani yang ada di Kecamatan Batang Toru, Kecamatan Batang Angkola, Kecamatan Padang Sidimpuan Timur, Kecamatan Sayur Matinggi, Kecamatan Siais, Kecamatan Marancar. Teristimewa buat Ayahanda, Ibunda, Abang dan adek-adekku semua yang selalu memberikan semangat dan dorongan buat penulis. Terutama adekku Madihah Hasibuan yang telah banyak membantu penulis dan terima kasih atas segala doa, dukungan serta pengobanan yang telah diberikan kepada penulis selama ini. Untuk teman-teman di kost Sofyan 82 terima kasih atas bantuan dan partisipasinya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan rekan program Magister PSL Angkatan 05 sekolah Pasca sarjana Universitas Sumatera Utara, Medan. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca sehingga dapat memperbaiki dan menyempurnakan tesis ini. Medan, Februari 08 Penulis

10 RIWAYAT HIDUP Nama : Muainah Hasibuan Tempat/Tanggal Lahir : Padang Sidimpuan/18 September 1981 Ayah Ibu Jenis Kelamin Agama : Musaddad Hasibuan : Abidah Rangkuty : : Islam PENDIDIKAN 1. Tahun 1994 Lulus dari Impres Padang Sidimpuan. 2. Tahun 1997 Lulus dari Sekolah Menengah Pertama dari SMP Negeri 1 Padang Sidimpuan. 3. Tahun 00 Lulus dari Sekolah Menengah Umum di SMU Negeri 3 Padang Sidimpuan. 4. Tahun 00 diterima di Jurusan Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian USU Medan, dan lulus Sarjana tahun Tahun 05 Bulan agustus melanjutkan studi pada Sekolah Pasca Sarjana (SPs) USU program studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan.

11 DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... RIWAYAT HIDUP... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii v vi ix xi xii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Hipotesis Penelitian Kegunaan Penelitian Kerangka Penelitian.. 10 II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pengendalian Hama Terpadu Sistem Pengendalian Hama Terpadu Tujuan Pelaksanaan PHT Sasaran dan Strategi PHT Prinsip PHT Pestisida... 18

12 Pengertian Pestisida Kerusakan Lingkungan akibat Pemakaian Pestisida Deskripsi Daerah Penelitian.. 24 III. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Populasi dan Sampel Populasi Penelitian Sampel Penelitian Pengumpulan Data Data Primer Data Skunder Operasional Variabel Analisis Data IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik responden Analisis regresi sederhana dari masing masing peubah pada Penerapan Pengendalian Hama Terpadu bagi responden yang ikut SLPHT di Kabupaten Tapanuli Selatan Analisis regresi ganda dari peubah Bebas Pada penerapan Pengendalian Hama Terpadu bagi responden yang ikut SLPHT Di Kabupaten Tapanuli Selatan Analisis regresi sederhana dari masing masing peubah pada Penerapan Pengendalian Hama Terpadu bagi responden yang tidak Ikut SLPHT di Kabupaten Tapanuli Selatan Pengujian Hipotesis 64

13 Hasil Uji F pada Petani yang Melaksanakan PHT dan yang tidak melaksanakan PHT Pembuktian Hipotesis 65 V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA

14 DAFTAR TABEL No Judul Halaman 1. Daerah kecamatan penelitian beserta luas wilayahnya Luas lahan sawah, pekarangan, tegal, ladang pengembalaan ditiap kecamatan daerah penelitian Jumlah penduduk di tiap kecamatan daerah penelitian tahun Luas Tanam, Panen dan produksi perkecamatan tahun 06 Kabupaten Tapanuli Selatan Jenis OPT padi yang ada ditiap Kecamatan tahun 06 Kabupaten Tapanuli Selatan Jumlah peserta program PHT yang ikut SLPHT Jumlah peserta yang tidak ikut SLPHT Jumlah sampel di tiap kecamatan yang ikut SLPHT Jumlah sampel di tiap kecamatan yang tidak ikut SLPHT Karakteristik responden yang mengikuti SLPHT dan tidak mengikuti SLPHT pada daerah penelitian Penerapan PHT pada tanaman padi di Tapanuli Selatan pada petani yang ikut SLPHT dilihat dari aspek ekologi Penerapan PHT pada tanaman padi di Tapanuli Selatan pada petani yang ikut SLPHT dilihat dari aspek ekonomi Penerapan PHT pada tanaman padi di Tapanuli Selatan pada petaniyang ikut SLPHT dilihat dari aspek teknologi Penerapan PHT pada tanaman padi di Tapanuli Selatan pada petani yang tidak ikut SLPHT dilihat dari aspek ekologi... 45

15 15. Penerapan PHT pada tanaman padi di Tapanuli Selatan pada petani yang tidak ikut SLPHT dilihat dari aspek ekonomi Penerapan PHT pada tanaman padi di Tapanuli Selatan pada petaniyang ikut SLPHT dilihat dari aspek teknologi Pengaruh masing masing peubah pada petani yang ikut SLPHT Pengaruh peubah bebas (X1,X2,X3) terhadap peubah terikat petani yang ikut SLPHT Pengaruh masing masing peubah pada petani yang ikut SLPHT Pengaruh peubah bebas (X1,X2,X3) terhadap peubah terikat petani yang tidak melaksanakan SLPHT... 62

16 DAFTAR GAMBAR No Judul Halaman 1. Kerangka pemikiran kajian penerapan pengendalian hama terpadu (PHT) oleh petani padi di Kabupaten Tapanuli Selatan Grafik penerapan PHT ditinjau dari aspek ekologi Grafik penerapan PHT ditinjau dari aspek ekonomi Grafik penerapan PHT ditinjau dari aspek teknologi Grafik penerapan PHT ditinjau dari aspek ekologi pada petani yang tidak ikut SLPHT Grafik penerapan PHT ditinjau dari aspek ekonomi pada petani yang tidak ikut SLPHT Grafik penerapan PHT ditinjau dari aspek teknologi pada petani yang tidak ikut SLPHT... 60

17 DAFTAR LAMPIRAN No Judul Halaman 1. Karakteristik responden yang ikut PHT di Kecamatan Batang Angkola Karakteristik responden yang ikut PHT di Kecamatan Batang Toru Karakteristik responden yang ikut PHT di Kecamatan Padang Sidimpuan Timur Karakteristik responden yang tidak ikut PHT di Kecamatan Sayur matinggi Karakteristik responden yang tidak ikut PHT di Kecamatan Marancar Karakteristik responden yang tidak ikut PHT di Kecamatan Siais Data rekap kajian penerapan Pengendalian Hama Terpadu pada petani padi di Tapanuli Selatan bagi petani yang ikut SLPHT Data rekap kajian penerapan Pengendalian Hama Terpadu pada petani padi di Tapanuli Selatan bagi petani yang tidak ikut SLPHT Kuisioner yang ikut PHT padi di Kabupaten Tapanuli Selatan Kuisioner yang tidak ikut PHT padi di Kabupaten Tapanuli Selatan Peta KabupatenTapanuli Selatan Peta Kecamatan Batang Angkola... 94

18 13. Peta Kecamatan Batang Toru Peta Kecamatan Padang Sidimpuan Timur Peta Kecamatan Sayur matinggi Peta Kecamatan Marancar Peta Kecamatan Siais... 99

19 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan ini merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Padi adalah salah satu makanan yang mengandung gizi yang cukup bagi tubuh manusia, sebab di dalamnya terkandung bahan bahan yang mudah diubah menjadi energi. Zat yang dikandung oleh beras antara lain adalah karbohitrat, protein, lemak, serat kasar, abu dan vitamin. Disamping itu beras mengandung unsur unsur mineral antara lain : kalsium, magnesium, sodium dan fosfor (Anonimus, 1990). Tanaman padi merupakan sumber pangan utama yang sangat penting guna pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Sampai saat ini padi termasuk salah satu komoditas yang mendapat prioritas pengembangan dari tahun ke tahun. Kebutuhan pangan terutama beras bagi bangsa Indonesia semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk telah mendorong pemerintah untuk melaksanakan program peningkatan produksi padi. Bagi negara agraris seperti Indonesia, peran sektor pertanian sangat penting dalam mendukung perekonomian nasional, terutama sebagai penyedia bahan pangan, sandang dan papan bagi segenap penduduk, serta penghasil komoditas ekspor non migas untuk menarik devisa. Lebih dari itu, mata pencaharian sebahagian besar rakyat Indonesia bergantung pada sektor pertanian. Namun ironis sekali, penghargaan

20 masyarakat umum terhadap pertanian relatif rendah dibandingkan sektor lain seperti industri, pertambangan dan perdagangan. Hal ini menyebabkan penghargaan terhadap lahan pertanian pun terlalu rendah tidak proporsional dengan tingkat manfaatnya (Adimihardja, 06) Peningkatan intensitas pertanaman padi secara terus menerus akan menyebabkan perubahan ekologi dan terciptanya ekosistem pertanian monokultur. Hal ini merupakan faktor pendorong munculnya serangga serangga tertentu yang dapat merusak tanaman. Untung (1993) menyebutkan agroekosistem pada sistem persawahan memiliki keragaman biotik dan genetik yang rendah dan bahkan cenderung semakin tidak beragam. Dalam keadaan demikian ekosistem pertanian padi sawah sangat mudah terjadi peningkatan populasi hama. Mahfudin (1995) menyatakan, pada kondisi demikian serangga hama akan meningkat populasinya apabila penggunaan pestisida tidak sesuai anjuran. Persoalan pertambahan jumlah penduduk yang meningkat mengakibatkan bertambahnya jumlah permintaan bahan pangan. Konsep pengendalian hama terpadu sebagai gerakan pendekatan teknologi produksi pertanian berwawasan lingkungan muncul karena kegagalan cara pengendalian hama konvensional yang pada intinya mencoba menyederhanakan masalah perlindungan tanaman yaitu dengan menggunakan bahan kimiawi. Pengendalian kimiawi menimbulkan masalah baru resistensi hama, resurjensi, terbunuhnya musuh alami, terbunuhnya jasad bukan sasaran dan pencemaran (Metcalf dan Luckman, 1982).

21 Berbagai masalah timbul akibat penggunaan pestisida yang semakin tidak terkendali. Secara ekonomi dan teknologi pengendalian sudah tidak efisien dan cenderung merugikan sehingga mendorong pemerintah mengeluarkan kebijakan Inpres No. 3/ 1986 tentang pelarangan penggunaan 53 jenis insektisida untuk pengendalian hama, kemudian menjadi tonggak sejarah bagi penerapan Pengendalian Hama Terpadu untuk tanaman padi (Untung, 1993). Pada awal tahun 1990-an, pengendalian hama dengan penggunaan pestisida dianggap cara yang paling aman dan baik. Namun anggapan tersebut berkurang dengan adanya laporan penelitian dan kasus kasus yang terjadi akibat penggunaan DDT yang berlebihan. Beberapa jurnal penelitian entomologi dan ahli lingkungan melaporkan bahwa DDT dan sejenisnya dapat menimbulkan resistensi hama, ledakan hama, timbulnya hama sekunder, kontaminasi lingkungan, terdapatnya efek residu pada hasil pertanian dan peternakan serta mengganggu kesehatan manusia (Kusnaedi, 01). Tidak dapat dipungkiri bahwa pestisida merupakan komponen penting dalam mendukung keberhasilan peningkatan produksi pertanian, terutama pangan. Namun kenyataan menunjukkan bahwa pestisida juga menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Untuk itu sejak lebih tahun yang lalu, pemerintah telah menetapkan kebijakan untuk menerapkan konsep pengendalian hama terpadu (PHT) dalam sistem produksi pertanian, terutama tanaman pangan (Setyanto dkk, 06)

22 Apabila penggunaan pestisida harus dikurangi maka masalah yang kemudian muncul dan dihadapi petani sedunia adalah bagaimana cara penggunaan pestisida agar dapat dikurangi, tetapi kehilangan atau kerugian hasil akibat serangan hama dapat dihindari. Konsep PHT merupakan alternatif yang tepat untuk menjawab dilema tersebut karena PHT bertujuan untuk membatasi penggunaan pestisida sedikit mungkin, tetapi sasaran kualitas dan kuantitas produksi masih dapat dicapai. Secara global prinsip PHT sangat didorong oleh semakin meningkatnya kesadaran manusia terhadap kualitas lingkungan hidup dan pengembangan konsep pembangunan yang terlanjutkan. Usaha PHT merupakan salah satu bentuk usaha manusia untuk lebih mengefisienkan penggunaan sumberdaya alami dalam memenuhi kebutuhan manusia yang terus berkembang lebih luas. Penerapan PHT sebagai dasar kebijaksanaan perlindungan tanaman dari serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) ditegaskan melalui Inpres No. 3 tahun 1986, kemudian diperkuat dengan Undang Undang No. 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dan dilengkapi dengan Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 1995 Tentang perlindungan Tanaman. Dengan dikeluarkannya kebijaksanaan pemerintah bahwa pengendalian OPT dilakukan dengan menerapkan PHT, diperlukan suatu masa transisi untuk memasyarakatkan pemahaman PHT melalui pendidikan, penyuluhan, penyiapan sarana teknologi serta penyiapan sistem pelayanan yang diperlukan untuk penerapan PHT, sehingga tumbuh kesadaran untuk menerapkan PHT (Untung, 1993).

23 Program PHT di Indonesia dinyatakan sebagai kebijakan nasional pada tahun 1986 dan dalam pelaksanaannya telah memberikan efek yang sangat besar terhadap produksi pertanian nasional. Usaha untuk memperkenalkan PHT sesungguhnya telah dimulai sejak tahun 1979, setelah Indonesia mendapatkan pengalaman buruk dari serangan hama wereng coklat pada tahun Usaha untuk pengendalian terhadap hama wereng ini, di Indonesia diikuti melalui pendekatan teknologi yang sangat sukses dan kemudian lebih sering disebut sebagai revolusi hijau (Roling, 1998 dalam Utama, 03). Konsep PHT muncul dan berkembang sebagai korelasi terhadap kebijakan pengendalian hama secara konvensional yang menekankan penggunaan pestisida. Penggunaan pestisida dalam rangka penerapan PHT secara konvensional menimbulkan dampak negatif yang merugikan baik ekonomi, kesehatan, maupun lingkungan sebagai akibat pestisida yang tidak tepat dan penggunaan yang berlebihan (Anonimus, 04). Dalam hal pengendalian di lapangan para petani sudah terbiasa memakai pestisida. Padahal penggunaan pestisida sering membawa kerugian yang besar baik secara langsung dan tidak langsung yakni berpengaruh tidak baik terhadap organisme yang bukan sasaran juga dapat menimbulkan resistensi bagi Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dan Jasad Pengganggu Tanaman (JPT). Ditinjau dari segi ekonomi, penggunaan pestisida memerlukan biaya yang cukup besar. Meskipun begitu penggunaan pestisida termasuk taktik penting dalam konsep PHT. Penggunaan

24 pestisida dulu, kini dan yang akan datang tetap masih merupakan hal pokok yang terpenting dalam manajemen pengendalian OPT dan JPT dengan syarat pemakaian dosis yang tepat sesuai anjuran (Wardojo dkk, 1978). Disamping segala keberhasilan pestisida, manusia semakin merasakan dampak negatif pestisida yang semakin memprihatinkan dan juga rasa tanggung jawab terhadap kelangsungan mahluk hidup di biosfer ini. Hal ini dibuktikan bahwa semakin banyaknya korban pestisida baik binatang ternak maupun manusia sendiri. Residu pestisida dalam makanan dan lingkungan semakin menakutkan manusia karena dari bukti penelitian ada indikasi bahwa pestisida tertentu dapat mendorong terbentuknya jaringan kanker. Disamping untuk meningkatkan kualitas pangan hal ini mendorong manusia untuk melihat kembali prinsip dasar yang berwawasan lingkungan (Untung, 1993). Untuk mengatasi kekurangan pangan di masa mendatang perlu adanya terobosan peningkatan produksi padi. Pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa produktivitas padi masih dapat ditingkatkan melalui implementasi program PHT. Contohnya penerapan PHT di Karawang pada tahun 1995 hasil padi petani masih meningkat hingga 37% dengan penanaman varietas tidak tahan wereng dan meningkat 46,3% untuk varietas tahan wereng (Effendi, 06). Penerapan PHT di bidang pertanian diharapkan dapat merubah pola bercocok tanam yang lama yang kurang efisien dan efektif sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan produksi dan pendapatan petani itu sendiri. Pada prakteknya

25 pelaksanaan PHT tidak terlepas pula dari faktor faktor yang dapat mempengaruhinya antara lain : lama pendidikan, luas usaha tani, tanggungan keluarga, pengalaman bertani dan umur petani (Mubyarto, 1986). Indonesia dinilai berhasil dalam menerapkan dan mensosialisasikan PHT melalui proyek nasional PHT. Negara Indonesia juga termasuk pelopor dalam pelaksanaan PHT sebab telah lama mempunyai undang undang yang menyebutkan secara eksplisit bahwa sistem PHT merupakan satu satunya sistem untuk pengendalian PHT di tingkat petani, khususnya tentang pengelolaan penyakit tumbuhan. Kehilangan hasil akibat serangan penyakit pada tanaman padi rata rata mencapai 15,1% dari potensi hasilnya dan kerugian di seluruh dunia mencapai 33 milyar U selama (Abadi,06). Kehilangan hasil akibat penyakit tumbuhan rata rata mencapai 12,22% pada berbagai tanaman penting di dunia, karena permasalahan hama dan penyakit pada tumbuhan yang tetap tinggi setelah kebijakan subsidi pestisida dan kehadiran pencemaran lingkungan meningkat karena penggunaan pestisida. Pemerintah kemudian mengambil keputusan untuk menetapkan konsep PHT dengan Inpres No. 3 tahun 1986 kemudian dikeluarkan UU No. 12 Tahun 1992 tentang Budidaya tanaman yang menyebutkan bahwa perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem PHT. Program PHT nasional di Indonesia dinilai berhasil oleh lembaga Internasional seperti FAO, bahkan Indonesia kemudian dijadikan contoh pelaksanaan PHT bagi negara sedang berkembang di Asia dan Afrika. Keberhasilan pelaksanaan PHT pada

26 tanaman terlihat nyata pada dua hal yaitu menurunnya penggunaan pestisida dan meningkatnya rata rata hasil panen (Abadi, 06). Di daerah penelitian pada tahun 1990/ /1998 sudah ada PHT tapi setelah tahun 1999/00 ke atas tidak ada lagi PHT yang dibiayai atau didukung oleh pendanaan dari bagian proyek PHT. Sekarang PHT harus dijalankan sendiri setelah para petani mendapat pelajaran melalui SLPHT namun ada juga petani yang tidak ikut SLPHT, sehingga penulis ingin melakukan penelitian dengan judul Kajian Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Pada Petani Padi Di Kabupaten Tapanuli Selatan. Untuk melihat bagaimana penerapan PHT setelah berakhirnya program PHT Perumusan masalah Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah : Bagaimanakah pendapat petani padi yang ikut SLPHT dan yang tidak ikut SLPHT mengenai aspek ekologi, aspek ekonomi dan aspek teknologi dalam PHT di Kabupaten Tapanuli Selatan dan bagaimana penerapan PHT pada petani padi di Kabupaten Tapanuli Selatan.

27 1.3. Tujuan penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah : Untuk mengetahui bagaimana PHT setelah adanya program SLPHT terhadap petani ditinjau dari aspek ekologi, aspek ekonomi dan aspek teknologi dalam PHT di Kabupaten Tapanuli Selatan Hipotesis Penelitian Terdapat perbedaan penerapan PHT oleh petani padi yang ikut SLPHT dan yang tidak SLPHT di Kabupaten Tapanuli Selatan Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai : 1. Penggunaan PHT agar memasyarakat di kalangan petani khususnya petani padi. 2. Untuk mengurangi penggunaan pestisida sehingga lingkungan aman dari pemakaian pestisida. 3. Sebagai alternatif pengendalian dalam pengelolaan lingkungan pertanian.

28 1.6. Kerangka Penelitian UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 12 TAHUN 1992 TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN Penerapan PHT Petani SLPHT Petani Non SLPHT Pendapat Petani Tentang Aspek Ekologi Aspek Ekonomi Aspek Teknologi Pertanian Berwawasan Lingkungan Gambar 1. Kerangka Pemikiran Kajian Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Pada Petani Padi Di Kabupaten Tapanuli Selatan

29 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pengendalian Hama Terpadu Smith (1983) dalam Untung (1993) mendefinisikan PHT sebagai pengendalian hama yang menggunakan semua teknik dan metode yang sesuai dalam cara cara yang seharmonis mungkin dalam mempertahankan populasi hama di bawah tingkat yang menyebabkan kerusakan ekonomi di dalam lingkungan dari dinamika populasi spesies hama yang bersangkutan. Pengendalian hama terpadu tidak hanya terbatas sebagai teknologi pengendalian hama yang berusaha memadukan berbagai teknik pengendalian termasuk pengendalian secara kimiawi yang merupakan alternatif terakhir, tetapi mempunyai makna yang lebih mendasar lagi. PHT adalah suatu konsep ekologi, falsafah, cara berpikir, cara pendekatan berdasar pada konsep, ekonomi dan budaya dengan menitikberatkan pada potensi alami seperti musuh alami, cuaca serta menempatkan manusia sebagai pengambil keputusan dalam pengelolaan usaha taninya. Pengendalian Hama Terpadu adalah teknologi pengendalian hama yang didasarkan prinsip ekologis dengan menggunakan berbagai taktik pengendalian yang kompatibel antara satu sama lain sehingga populasi hama dapat dipertahankan di bawah jumlah yang secara ekonomik tidak merugikan serta mempertahankan kesehatan lingkungan dan menguntungkan bagi pihak petani (Oka, 1994).

30 Pengendalian Hama Terpadu merupakan dasar kebijakan pemerintah dalam melaksanakan kegiatan perlindungan tanaman. Penerapan PHT sebagai dasar kebijaksanaan perlindungan tanaman dari serangan OPT ditegaskan melalui Inpres No. 3 tahun Landasan hukum dan dasar pelaksanaan kegiatan perlindungan tanaman tersebut adalah dalam Undang Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman, dan juga Keputusan Menteri Pertanian tertuang dalam No. 887/kpts/OT/1997 tentang pedoman Pengendalian OPT. Smith and Allen (1954); Stern et al; (1959) menyatakan bahwa PHT adalah suatu pendekatan yang menggunakan prinsip prinsip ekologi terapan di dalam memadukan pengendalian secara hayati dan pengendalian secara kimiawi dalam menekan hama (Apple dan Smith, 1976). Pengendalian secara kimiawi hanya digunakan bila benar benar diperlukan dan dengan cara yang sangat hati hati sehingga sekecil mungkin gangguannya terhadap pengendalian hayati yang sudah ada. Van den Bosh (1967) menyatakan bahwa kombinasi pengendalian hayati dan kimiawi saja tidak cukup. Oleh karena itu semua cara dan teknik pengendalian harus dipadukan ke dalam satu kesatuan untuk mencapai suatu haasil panen yang menguntungkan dan gangguan yang seminimal mungkin terhadap lingkungan. Batasan/ defenisi pengendalian hama terpadu yang umum digunakan adalah sebagai berikut :

31 a. PHT adalah suatu sistem pengelolaan populasi hama yang memanfaatkan semua teknik pengendalian yang sesuai dengan tujuan untuk mengurangi populasi hama dan mempertahankannya pada suatu aras yang berada dibawah aras populasi hama yang dapat mengakibatkan kerusakan ekonomi (Smith dan Reynolds, 1966 dalam Untung, 01; Apple dan Smith, 1976) b. Batasan PHT secara bebas adalah suatu sistem pengendalian hama yang mengintegrasikan dua atau lebih cara pengendalian dalam suatu paket yang memenuhi persyaratan : 1. Secara teknik dapat diterapkan 2. Secara ekonomis menguntungkan 3. Secara sosial layak atau tidak bertentangan 4. Secara ekologis tidak atau sedikit mungkin mencemari lingkungan dan 5. Tidak mengganggu atau membahayakan serangga berguna atau fauna berguna lainnya (Sastrosiswojo, 1990) Sistem Pengendalian Hama Terpadu Kebijakan Pemerintah mengenai penerapan PHT sebagai dasar kebijaksanaan perlindungan tanaman dari serangan OPT ditegaskan melalui Inpres No. 3 tahun 1986 diperkuat dengan disyahkannya UU. No. 12 Tahun 1992 Tentang Budidaya Tanaman yang menyatakan bahwa :

32 1. Perlindungan tanaman dilaksanakan dengan system Pengendalian Hama Terpadu (PHT). 2. Pelaksanaan perlindungan tanaman dengan system PHT menjadi tanggung jawab masyarakat dan pemerintah Kemudian dilengkapi dengan PP. No. 6 Tahun 1995 mengenai Perlindungan Tanaman. Dengan demikian keberhasilan dalam pengembangan penerapan PHT sangat tergantung kepada pengetahuan, pengalaman, keterampilan dan kemauan petani untuk menerapkan PHT serta pengetahuan, keterampilan dan dedikasi petugas seperti Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dan Pengamat Hama Penyakit (PHP) (Rasahan dkk, 1999). Penerapan PHT di lapangan adalah mendukung praktek pertanian yang lebih baik. Dalam jangka panjang pemasyarakatan PHT adalah ditujukan untuk menciptakan sistem pertanian yang berkelanjutan dengan sasaran pencapaian produksi yang tinggi, produk berkualitas, perlindungan dan peningkatan kemampuan tanah, air dan sumberdaya lainnya, pembangunan perekonomian desa agar makmur dan memberikan kehidupan yang lebih baik bagi keluarga petani dan komunitas pertanian pada umumnya. Hal ini akan terlaksana pada beberapa dekade mendatang, karena pertanian berkelanjutan sampai saat ini belum memiliki model atau alternatif dalam hubungannnya dengan pertanian yang ekonomis yang dapat dirujuk. Pengembangan PHT dalam pertanian berkelanjutan didasari oleh resistensi hama terhadap insektisida sebagai dampak dari penerapan pertanian modern yang terbukti

33 telah menurunkan kualitas sumberdaya alam. Di lain pihak, pengembangan pertanian berkelanjutan juga di dasarai munculnya pertanian organik (Effendi, 06) Tujuan Pelaksanaan PHT Adapun tujuan umum pelaksanaan PHT di Indonesia adalah 1. Memantapkan hasil dalam tahap yang telah dicapai oleh teknologi pertanian maju. 2. Mempertahankan kelestarian lingkungan. 3. Melindungi kesehatan produsen dan konsumen. 4. Meningkatkan efisiensi pemasukan dalam produksi. 5. Meningkatkan pendapatan atau kesejahteraan petani (Oka, 1994). Pengendalian Hama Terpadu tidak hanya memperhatikan sasaran jangka pendek, melainkan juga sasaran jangka panjang. Selain untuk tindakan pengendalian dan penekanan populasi organisme hama, PHT juga mempertimbangkan peranannya yang lebih luas dan hakiki sebagai bagian dari produksi tanaman dan pengelolaan lingkungan pertanian (Untung, 1993) Sasaran dan Strategis PHT Sasaran yang ingin dicapai oleh PHT adalah 1. Produktivitas pertanian terjamin pada taraf yang tinggi. 2. Populasi dan atau serangan hama tidak menimbulkan kerugian ekonomis.

34 3. Keuntungan ekonomi yang diterima oleh petani maksimal. 4. Kandungan bahan berbahaya dalam produk produk tidak melampaui baku mutu. 5. Fungsi fungsi lingkungan dapat dipelihara. 6. Ketahanan sosial budaya yang kuat dimiliki petani dalam menjalankan usaha tani (Wasiati dan Soekirno, 1998). Strategi yang diterapkan dalam melaksanakan PHT adalah memadukan semua teknik pengendalian OPT dan melaksanakannya dengan taktik yang memenuhi azas ekologi serta ekonomi. Semboyan PHT oleh petani dan bukan untuk petani dan petani menjadi ahli PHT dimaksudkan agar petani dapat menolong dirinya sendiridalam menghadapi masalah produksi, terutama hama yang menyerang tanamannya baik secara berkelompok maupun sendiri dengan cara ya efektif dengan lingkungan (Anonimus, 04). Dalam kaitan dengan PHT petani dihadapkan dengan pilihan baik atau buruk hasil yang diperoleh jika mengikuti PHT atau tidak. Pada PHT teknik perlakuan yang digunakan dalam pengendalian hama dengan melakukan tindakan pemantauan, pengambilan keputusan dan pengambilan tindakan sedangkan pada non PHT perlakukan dalam pengendalian hama yaitu dengan pemberantasan hama dengan penyemprotan pestisida pada tanaman secara berjadwal artinya pada waktu tertentu dan pada waktu pertumbuhan tanaman tertentu. Selain itu pada non PHT kebanyakan

35 pestisida yang digunakan bersifat racun dan membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan sekitarnya (Oka, 1994) Prinsip PHT Ada 4 prinsip dasar penerapan PHT adalah sebagai berikut : 1. Budidaya tanaman sehat Dengan menggunakan paket teknologi produksi dan praktek agronomis untuk mewujudkan tanaman sehat. 2. Pelestarian dan pendayagunaan musuh alami Melalui pengelolaan dan pelestarian faktor biotik dan abiotik agar mampu berperan secara maksimal dalam pengendalian populasi dan penekanan tingkat serangan OPT 3. Pengamatan mingguan secara teratur Pengamatan hasil interaksi faktor biotik dan abiotik dan menimbulkan serangan OPT. Merupakan kegiatan penting yang mendasari pengambilan keputusan pengendalian. 4. Petani berkemampuan dan melaksanakan dan ahli PHT Agar petani memiliki kemampuan dan kemauan untuk menetapkan tindakan pengendalian sesuai prinsip PHT dan berdasarkan hasil pengamatan melalui latihan dan pemberdayaan petani (Anonimus, 04).

36 Pelaksanaan prinsip PHT antara lain mencakup sejauh mana petani mau melaksanakan pengamatan hama/penyakit tanaman secara teratur, bagaimana tata cara melakukan pengamatan hama/penyakit dan bagaimana tanggapan petani atas hasil usaha pengamatan yang telah dilakukan, pengambilan keputusan dalam kegiatan pengendalian hama/penyakit dan bagaimana kinerja petani dalam menyebarluaskan pengetahuan dan keterampilannya tentang PHT ke petani lainnnya (Darwis, 06) Konsep PHT merupakan koreksi terhadap kesalahan dalam pengendalian hama dan penyakit. Penggunaan pestisida memang telah memberikan kontribusi besar bagi peningkatan produksi tanaman, tetapi juga berdampak negatif terhadap lingkungan, seperti munculnya resistensi dan resurjensi beberapa jenis hama. Dalam bercocok tanam padi PHT tidak bisa diimplimentasikan sebagai suatu kegiatan yang mandiri, tetapi merupakan bagian dari sistem produksi. Tujuan utama dari usaha tani padi adalah mendapatkan hasil yang tinggi dengan keuntungan yang tinggi pula dalam proses produksi yang ramah lingkungan. Oleh karena itu PHT perlu diintegrasikan dan menjadi bagian penting dari budidaya padi yang baik (Hidayati, 05) 2.3. Pestisida Pengertian Pestisida Pestisida adalah bahan kimia yang digunakan untuk mengendalikan perkembangan/ pertumbuhan dari hama, penyakit dan gulma. Pestisida secara umum

37 digolongkan kepada jenis organisme yang akan dikendalikan populasinya. Insektisida, herbisida, fungisida dan nematisida digunakan untuk mengendalikan hama, gulma, jamur tanaman yang patogen dan nematoda. Jenis pestisida yang lain digunakan untuk mengendalikan tikus dan siput (Alexander, 1977). Dalam bidang pertanian pestisida merupakan sarana untuk membunuh jasad pengganggu tanaman. Dalam konsep PHT, pestisida berperan sebagai salah satu komponen pengendalian, yang harus sejalan dengan komponen pengendalian hayati, efisien untuk mengendalikan hama tertentu, mudah terurai dan aman bagi lingkungan sekitarnya. Penerapan usaha intensifikasi pertanian yang menerapkan berbagai teknologi seperti penggunaan pupuk, varietas unggul, perbaikan pengairan, pola tanam serta usaha pembukaan lahan baru akan membawa perubahan pada ekosistem yang seringkali diikuti dengan timbulnya masalah serangan jasad pengganggu. Cara lain untuk mengatasi jasad pengganggu selain menggunakan pestisida kadang kadang memerlukan waktu, biaya dan tenaga yang besar dan hanya dapat dilakukan pada kondisi tertentu. Sampai saat ini hanya pestisida yang mampu melawan jasad pengganggu dan berperan besar dalam menyelamatkan kehilangan hasil (Sudarmo, 1991). Penggunaan pestisida telah dianggap sebagai metode yang paling efektif dalam pengendalian hama dan penyakit. Oleh karena itu sejak dipergunakannya secara luas pestisida organik sintetik, maka pada masyarakat timbul pandangan atau pendapat bahwa tanpa pestisida tidak mungkin diperoleh produksi pertanian yang

38 tinggi atau dengan kata lain pestisida merupakan jaminan atau asuransi bagi tercapainya sasaran produksi (Wudyanto, 1997). Pestisida merupakan bahan pencemar paling potensial dalam budidaya tanaman. Oleh karena itu perannya perlu diganti dengan teknologi lain yang berwawasan lingkungan. Pemakaian bibit unggul, pemakaian organik dan pestisida memang mampu memberikan hasil yang tinggi. Swasembada beras yang dicapai di Indonesia pada tahun 1984 tidak terlepas dari ketiga hal tersebut. Namun tanpa disadari praktek ini telah menimbulkan masalah dalam usaha pertanian itu sendiri maupun terhadap lingkungan (Hendarsih dan Widiarta, 05) Kerusakan Lingkungan Akibat Pemakaian Pestisida Pestisida yang paling banyak menyebabkan kerusakan lingkungan dan mengancam kesehatan manusia adalah pestisida sintetik yaitu organoklorin. Tingkat kerusakan yang disebabkan senyawa organoklorin lebih tinggi dibandingkan senyawa lain karena senyawa ini tidak peka terhadap sinar matahari dan tidak mudah terurai (Said, 1994). Dampak negatip penggunaan pestisida antara lain adalah : 1. Meningkatnya resistensi dan resurjensi organisma pengganggu tumbuhan (OPT) 2. Terganggunya keseimbangan biodiversitas termasuk musuh alami (predator) dan organisme penting lainnnya.

39 3. Terganggunya kesehatan manusia dan hewan. 4. Tercemarnya produk tanaman, air, tanah dan udara. Meskipun pengendalian hama terpadu dengan menggunakan pestisida telah memberikan hasil yang nyata dalam menekan serangan hama dan penyakit tanaman dampak yang ditimbulkan sangat berbahaya. Oleh karena itu penggunaan pestisida perlu dikurangi atau dirasionalisasi baik melalui penerapan PHT secara tegas maupun pengembangan system pertanian organik yang lebih mengutamakan penggunaan musuh alami dan pestisida hayati Pencemaran lingkungan terutama lingkungan pertanian disebabkan oleh penggunaan bahan bahan kimia pertanian. Telah dapat dibuktikan secara nyata bahwa bahan bahan kimia pertanian dalam hal ini pestisida, meningkatkan produksi pertanian dan membuat pertanian lebih efisien dan ekonomi. Pencemaran oleh pestisida tidak saja pada lingkungan pertanian tapi juga dapat membahayakan kehidupan manusia dan hewan dimana residu pestisida terakumulasi pada produk produk pertanian dan pada perairan. Sifat sifat pestisida yang akan digunakan dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman harus sesuai dengan prinsip prinsip PHT yaitu 1. Efektif menurunkan populasi hama sasaran yang sedang meningkat di atas ambang ekonomi. 2. Sedapat mungkin tidak mempengaruhi populasi hama hama lain.

40 3. Tidak menurunkan fungsi populasi musuh alami sebagai pengendali hama alami. 4. Pestisida yang sesuai sasaran sesuai dengan prinsip PHT. Dalam kaitan penggunaan pestisida yang ideal, Miller (1993) memberikan kriteria sebagai berikut : 1. Membunuh hama yang menjadi target. 2. Tidak memiliki pengaruh terhadap kesehatan, baik jangka pendek maupun jangka panjang terhadap organisme yang tidak menjadi target. 3. Dapat terurai menjadi zat kimia yang tidak berbahaya dalam waktu singkat. 4. Mencegah perkembangan resistensi genetik pada organisme target. 5. Menghemat uang dibandingkan dengan tanpa melakukan usaha untuk mengendalikan spesies hama. Salah satu faktor yang memicu letusan hama di ekosistem pertanian adalah penggunaan pestisida. Satu satunya alternatif untuk mengurangi praktek penggunaan pestisida yang tidak bijaksana adalah dengan menerapkan PHT yang berorientasi pada kestabilan ekosistem dengan lebih mengutamakan berfungsinya proses pengendalian alami. PHT bukan hanya teknologi atau metode pengendalian hama tetapi merupakan suatu konsep, cara berpikir, cara pendekatan dari berbagai disiplin ilmu atau mengambil dari falsafah ilmu pengetahuan. Konsep PHT dikembangkan dalam bentuk strategi dan taktik penerapan di lapangan sesuai dengan ekosistem dan sistem masyarakat setempat. Taktik PHT dapat berubah sesuai dengan

41 keadaan waktu dan tempat, tetapi konsep dan prinsip PHT harus tetap atau konsisten (Untung, 1993). Meskipun telah ditetapkan Undang Undang yang membatasi penggunaan bahan kimia dalam pengendalian hama dan penyakit tumbuhan, namun dalam pelaksanaannya belum sepenuhnya sesuai dengan sistem PHT, untuk mengurangi dampak negatif penggunaan pestisida dapat ditempuh beberapa cara antara lain hanya menggunakan pestisida yang lebih aman terhadap manusia dan lingkungan hidup dan penerapan budidaya residu minimum dan budidaya organik yaitu dengan cara pemanfaatan sistem pengendalian secara hayati (Setyanto, 06). Di seluruh dunia para petani dan keluarganya yang memakai pestisida atau tinggal dekat dengan orang lain yang memakai pestisida, maka para keluarga dan tetangga yang tinggal dekat mereka perlu diperhatikan. Ternak, ikan dan burung juga harus diperhatikan masyarakat dengan air atau makanan yang terkontaminasi pestisida harus diperhatikan. Perusahaan perusahaan pembuat pestisida pengguna yang aman atau mengiklankan ramah lingkungan (Yayasan Duta Awan, 07).

42 4. Deskripsi Daerah Penelitian Kabupaten Tapanuli Selatan Kabupaten Tapanuli Selatan adalah salah satu Kabupaten yang terdapat di Propinsi Sumatera Utara. Sebahagian penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Tapanuli Selatan terletak antara 0 o 10 s/d 1 o 50 Lintang Utara dan 98 o 50 s/d 100 o 10 Bujur Timur dengan Luas Wilayah ,55 km2. Ketinggian berkisar antara m di atas permukaan laut. Batas batas daerah yaitu Sebelah Utara Sebelah Timur Sebelah Selatan Sebelah Barat : Kabupaten Tapanuli Utara dan tapanuli Tengah : Propinsi Riau dan Kabupaten Labuhan Batu : Propinsi Sumatera Barat dan Kabupaten Madina : Samudra Indonesia dan Kabupaten Madina (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikulturara Tapanuli Selatan, 06). Daerah Kecamatan Penelitian beserta luas wilayahnya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Daerah kecamatan penelitian beserta luas wilayahnya No. Kecamatan Luas wilayah (Ha) 1. Batang angkola Batang Toru Padangsidimpuan Timur Sayur Matinggi Marancar Siais Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Tapanuli Selatan, 06

43 Daerah kecamatan beserta Luas lahan sawah, Pekarangan, Tegal Ladang Pengembalaan di tiap Kecamatan daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Luas lahan sawah, pekarangan, tegal, ladang pengembalaan di tiap kecamatan daerah penelitian No Kecamatan Lahan Sawah Pekarangan dan Bangunan Tegal/ Kebun Ladang Pengembalaan 1. Batang Angkola Batang Toru Padangsidimpuan Timur Sayur Matinggi Marancar Siais Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan HortikulturaTapanuli Selatan, 06 Jumlah penduduk di tiap Kecamatan daerah penelitian Tahun 06 terdapat pada Tabel 3. Tabel 3. Jumlah penduduk di tiap kecamatan daerah penelitian Tahun 06 No. Kecamatan Jumlah Penduduk 1. Batang Angkola Batang Toru Padang Sidimpuan Timur Sayur Matinggi Marancar Siais.459 Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan, 06

44 Kecamatan Batang Angkola Daerah Batang Angkola terletak di ketinggian 235 m 250 m dpl dengan jumlah penduduk terdiri dari jiwa. Kecamatan Batang Angkola berbatasan dengan Sebelaha utara Sebelah Selatan Sebelah Barat : Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara : Kecamatan Sayur Matinggi :Kecamatan Siais dan Kecamatan Muara Batang Gadis Kabupaten Madina Sebelah Timur : Kecamatan Sosopan Kecamatan Sayurmatinggi Sebelah Utara Sebelah Selatan Sebelah Barat Sebelah Timur : Kecamatan Batang Angkola : Kabupaten Madina : Kecamatan Siais : Kecamatan Sosopan Kecamatan Padang Sidimpuan Timur Sebelah Utara Sebelah Selatan Sebelah Barat Sebelah Timur : Kecamatan Batang Angkola dan Sayur Matinggi : Kabupaten Madina : Kecamatan Padang Sidimpuan Barat : Kotamadya Sidimpuan

45 Kecamatan Batang Toru Sebelah Utara Sebelah Selatan Sebelah Barat Sebelah Timur : Kecamatan Padang Sidimpuan Barat : Kabupaten Tapanuli Utara : Kecamatan Siais : Kecamatan Marancar Kecamatan Siais Kecamatan ini terletak pada 350 m s/d 700 m dari permukaan laut. Dengan luas daerah ha. Sebelah Utara Sebelah Selatan Sebelah Barat Sebelah Timur : Kecamatan Padang Sidimpuan Barat : Kecamatan Batang Angkola : Kabupaten Madina, Muara Batang Gadis : Kecamatan Pemko Padang Sidimpuan Kecamatan Marancar Sebelah Utara Sebelah Selatan Sebelah Barat Sebelah Timur : Kecamatan Sipirok : Padang Sidimpuan : Kecamatan Batang Toru : Kecamatan Padang Sidimpuan Timur

46 Tabel 4. Luas tanam, panen dan produksi perkecamatan tahun 06 di Kabupaten Tapanuli Selatan No. Kecamatan Tanam (Ha) Panen Produktivitas (Ton/Ha) Produksi (Ton) Batang Angkola Batang Toru Padang Sidimpuan Timur Sayur Matinggi Siais Marancar 5,598 4,4 6,738 3,625 8,97 2,510 5,198 5,071 7,678 3, ,387 59,75 62,00 56,00 58,62 50,12 53,19 31,058 31,440 42,997 18,366 4,872 12,696 Jumlah 31,861 33,187 56,61 142,023 Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan HortikulturaTapanuli Selatan, 06 Tabel 5. Jenis OPT padi yang ada di tiap Kecamatan tahun 06 Kabupaten Tapanuli Selatan No. Kecamatan Jenis OPT padi Batang Angkola Batang Toru Padang Sidimpuan Timur Sayur Matinggi Siais Marancar tikus, tungro, walang sangit, kepinding tanah, hama putih, kresek tikus, walang sangit, kepinding tanah tikus, walang sangit, kepinding tanah tikus, walang sangit, kepinding tanah, blast walang sangit, blast tikus, walang sangit, kepinding tanah Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan HortikulturaTapanuli Selatan, 06

47 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Tapanuli Selatan di 6 Kecamatan yang ada di Tapanuli Selatan, 3 Kecamatan yang telah mengikuti Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) yaitu Kecamatan Batang Angkola, Kecamatan Batang Toru, Kecamatan Padangsidimpuan Timur dan 3 Kecamatan yang tidak mengikuti SLPHT yaitu Kecamatan Sayur Matinggi, Kecamatan Siais, Kecamatan Marancar. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 07 sampai dengan Oktober Populasi dan Sampel Populasi Penelitian Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah peserta program PHT yang telah mengikuti Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) yang ada di Kecamatan Batang Angkola, Kecamatan Batang Toru dan Kecamatan Padangsidimpuan Timur dan peserta program PHT ini berasal dari adanya program Nasional yaitu pada tahun 1990, dan yang tidak mengikuti Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) yang ada di Kecamatan Sayur Matinggi, Kecamatan Siais dan Kecamatan Marancar.

48 Tabel 6. Jumlah peserta program PHT yang ikut SLPHT No. Kecamatan Jumlah Peserta SLPHT (Orang) 1. Batang Angkola Batang Toru Padang Sidimpuan Timur 100 Jumlah 275 Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultuta Tapanuli Selatan,06 Tabel 7. Jumlah peserta yang tidak ikut SLPHT No. Kecamatan Jumlah Peserta yang tidak ikut SLPHT (Orang) 1. Sayur Matinggi Siais Marancar 100 Jumlah 275 Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultuta Tapanuli Selatan, Sampel Penelitian Penarikan sampel dari populasi adalah dengan melakukan pengambilan sampel dengan tujuan tertentu atau secara sengaja. Agar sampel yang diambil representif maka dalam pengambilan sampel peneliti mengadakan survei awal untuk mengetahui kondisi lokasi penelitian. Pemilihan sampel sebagai responden diambil secara acak sebanyak 30% dari masing masing jumlah populasi petani SLPHT sehingga diperoleh responden sebanyak 83 orang. Proporsi jumlah sampel yang dipilih didasarkan pada pendapat Arikunto (1983) bahwa pemilihan sampel antara 10 15% dan 30% dan jumlah populasi sudah memadai.

49 Untuk lebih jelasnya pemilihan sampel sebagai responden pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 8 dan Tabel 9. Tabel 8. Jumlah sampel berdasarkan Kecamatan yang ikut SLPHT No. Kecamatan Jumlah Petani SLPHT (Orang) 1. Batang Angkola Batang Toru Padangsidimpuan 100 Timur Jumlah Sampel (30%) Jumlah Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Tapanuli Selatan, Tabel 9. Jumlah sampel berdasarkan Kecamatan yang tidak ikut SLPHT No. Kecamatan Jumlah Petani SLPHT (Orang) Jumlah Sampel (30%) Sayur Matinggi Siais Marancar Jumlah Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Tapanuli Selatan, Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan pengumpulan data sebagai berikut : Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh dari petani melalui wawancara dengan petani dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner). Data yang dibutuhkan tentang karakteristik petani meliputi, umur, pendidikan, luas lahan, pengalaman

50 bertani, kepemilikan lahan, pendapat petani terhadap aspek ekologi, aspek ekonomi, aspek teknologi dalam pengendalian hama terpadu (PHT). Adapun wawancara yang dilakukan dibagi atas dua bagian yaitu wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur. Wawancara terstruktur, dalam hal ini sebelum wawancara terlebih dahulu dipersiapkan daftar pertanyaan sebagai panduan yang akan dijawab oleh responden pada lembar jawaban yang telah disediakan. Sedangkan wawancara tidak berstruktur, dalam hal ini tidak ditetapkan daftar pertanyaan sebagaimana termasuk dalam wawancara terstruktur. Caranya agak sederhana dan bebas serta tidak bersifat formal, sehingga tidak menimbulkan kekakuan wawancara Data Sekunder Data sekunder diperoleh dari penelitian dokumentasi yang berasal dari berbagai sumber yaitu Biro Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Dan Hortikultura Kabupaten Tapanuli Selatan dan Kantor Kecamatan di setiap daerah sampel penelitian Operasional Peubah 1. Penerapan PHT a. Aspek ekologi terdiri dari : Hama Penyakit

51 Kultur Teknis Mekanis Waktu Pemberian pupuk Sistem pengairan Jumlah penggunaan pupuk Penggunaan varietas Penggunaan musuh alami b. Aspek ekonomi terdiri dari : Pendapatan Produksi Biaya pengendalian Pertemuan kelompok tani Kunjungan PHP dan PPL c. Aspek teknologi terdiri dari : Agens hayati Pestisida Biopestisida Waktu penyemprotan pestisida Frekuensi penggunaan pestisida Dosis Jenis jenis pestisida

52 2. Pendapat petani padi tentang PHT Pengetahuan tentang PHT Pelaksanaan PHT Manfaat PHT Data dalam kuisioner dibuat dengan skala likert (Sugiono, 00) dengan kriteria keadaan sebagai berikut : 1 = Sangat tidak setuju 2 = Tidak setuju 3 = Kurang setuju 4 = Setuju 5 = Sangat setuju 3.5. Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Regresi Linier Berganda (Multiple Linier Regression) Y = a + b1x 1 + b2x 2 + b3x 3 + e Dimana : Y = Pendapat petani X 1 = Aspek ekologi X 2 = Aspek ekonomi X 3 = Aspek teknologi

53 a = Konstanta b 1 = Koefisien regresi X1 b 2 = Koefisien regresi X2 b 3 = Koefisien regresi X3 e = Std. error

54 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Responden Data penelitian diambil dengan cara kuesioner dari 166 responden, 83 responden yang mengikuti SLPHT dan 83 responden yang tidak mengikuti SLPHT yang berasal dari 6 kecamatan, 3 kecamatan yang mengikuti SLPHT dan 3 Kecamatan yang tidak mengikuti SLPHT. Karakteristik responden dapat dilihat pada Tabel 10. Diketahui bahwa responden petani yang ikut SLPHT keseluruhan yang berjenis kelamin laki-laki 25 responden (30,12%), perempuan 58 responden (69,88%) untuk petani yang tidak ikut SLPHT keseluruhan yang berjenis kelamin laki laki 38 responden (45,78%) dan perempuan 45 responden (54,22%) Usia responden petani yang ikut SLPHT yang paling banyak berumur 31 s.d. 40 tahun (37,35%) dan pada yang tidak ikut SLPHT yang paling banyak berumur 42 s.d. 50 tahun (45,78%) berarti dapat dilihat bahwa petani yang ikut SLPHT umurnya lebih muda dibanding yang tidak ikut SLPHT sehingga semangat belajarnya masih kuat. Pendidikan responden bagi petani yang ikut SLPHT yaitu 34 responden (40,96%), 26 responden SLTP (31,33%), responden SLTA (24,10%), 2 responden diploma (2,41 %) dan 1 responden S 1 (1,%), dan bagi yang tidak ikut SLPHT 39 responden yang berpendidikan (46,99%), 24 responden SLTP (28.92%), 17 responden SLTA (,48%), 1 responden diploma (1,%) dan 2 responden S 1

55 (2,41%). Dari sini dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan yang paling banyak dimiliki baik SLPHT dan yang tidak SLPHT adalah berarti tergolong pendidikannya masih rendah sehingga perlu sekolah unuk lebih memahami tentang PHT. Pada yang ikut SLPHT dapat dilihat bahwa pendidikan yang paling banyak adalah ini disebabkan karena ada syarat syarat tertentu supaya bisa ikut SLPHT yaitu punya lahan sendiri, sudah mempunyai pengalaman bertani, punya lahan dan bisa menyewakan lahannya ke petani lain dan yang bisa memenuhi syarat syarat itu kebetulan yang masih berpendidikan. Selain itu karena pendidikannnya rewndah mereka ingin meningkatkan tarap hidup dan lebih mendalami tentang pertanian maka merekapun ikut SLPHT. Luas lahan bagi petani yang ikut SLPHT adalah 56 responden (67,47%) dari petani hanya mempunyai luas lahan <0,5 ha dan bagi yang tidak ikut SLPHT 53 responden (63,86%) dengan luas lahan 0,5 ha berati didaerah penelitian petani memiliki luas lahan yang masih sedikit. Pengalaman bertani bagi yang ikut SLPHT paling banyak 5 s.d 15 tahun dengan jumlah responden 31 responden (37,35%) dan bagi yang tidak ikut SLPHT 16 s.d 30 tahun dengan jumlah responden 32 responden (27,71%) hal ini dikarenakan petani yang tidak ikut SLPHT lebih percaya cara bertanam yang turun temurun dari nenek moyangnya.

56 Tabel 10. Karakteristrk responden mengikuti SLPHT dan tidak mengikuti SLPHT pada daerah penelitian Uraian Jenis Kelamain - Laki-laki - Usia (thn) - < - 21 s/d s/d s/d 50 - >50 Pendidikan SLTP SLTA Diploma S1 Luas lahan (ha) <0,5 0,6 s/d 2 2,1 s/d 3 3,1 s/d 5 Pengalaman Bertani <5 5 s/d s/d s/d 40 >40 Kepemilikan Lahan Milik Sendiri Sewa Bagi hasil SLPHT 25 (30,12%) 58 (69,88%) 1 (1,%) 9 (10,84%) 31 (37,35%) 27 (32,35%) 15 (18,07%) 34 (40,96%) 26 (31,33%) (24,10%) 2 (2,41%) 1 (1,%) 56 (967,47%) 24 (28,92%) 1 (1,%) 2 (2,41%) 12 (14,46%) 31 (37,35%) 7 (27,71%) 7 (8,43%) 10 (12,05%) 38 (45,78%) 31 (37,35%) 14 (17,87%) Jumlah Tidak SLPHT 25 (30,12%) 58 (69,88%) 1 (1,%) 9 (10,84%) 31 (37,35%) 27 (32,35%) 15 (18,07%) 34 (40,96%) 26 (31,33%) (24,10%) 2 (2,41%) 1 (1,%) 53 (63,86%) 29 (34,94%) 1 (1,%) 0 (0,00%) 9 (10,84%) 23 (27,71%) 10 (38,55%) 12 (14,46%) 31 (8,43%) 56 (67,47%) 25 (30,12%) 2 (2,41%)

57 Pada Tabel 10 dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh bahwa jumlah laki - laki yang ikut SLPHT Berjumlah 25 responden (30,12%) dan yang perempuan berjumlah 58 responden (69,88%) dan yang ikut SLPHT jumlah laki laki berjumlah 38 responden (45,78%) dan yang perempuan berjumlah 45 responden (54,22%), berarti yang paling banyak melakukan SLPHT adalah perempuan hal ini disebabkan karena yang aktif di lapangan adalah perempuan dan lebih mau belajar SLPHT sedangkan yang laki laki banyak yang bekerja berkebun, PNS, berdagang dan biasanya laki laki turun ke sawah pada saat panen atau pada saat menggarap sawah dengan menggunakan traktor. Kepemilikan lahan bagi yang ikut SLPHT yaitu 38 responden (45,78%) yang memiliki lahan sendiri dan yang tidak ikut SLPHT diperoleh 56 responden (67,47%), sewa 31 responden (37,35%) bagi yang ikut SLPHT bagi hasil 14 responden (17,87%) dan bagi yang tidak ikut SLPHT sewa 25 responden (30,12%) bagi hasil 2 responden (2,41%). Hal ini dapat dilihat bahwa di daerah penelitian yang dilakukan di Kabupaten Tapanuli Selatan petani yang tidak ikut SLPHT lebih banyak memiliki lahan sendiri ini diakibatkan warisan turun temurun dari nenek moyangnya. Jadi setiap petani di Tapanuli Selatan hampir memiliki lahan sendiri untuk penanaman padi. Sementara untuk tanah yang disewakan bagi yang tidak ikut SLPHT diperoleh 25 responden lebih banyak dari yang ikut SLPHT sedangkan untuk yang bagi hasil untuk yang ikut SLPHT lebih banyak yang bagi hasil dibandingkan yang tidak ikut SLPHT.

58 Secara terinci pendapat responden yang ikut SLPHT di Tapanuli Selatan dilihat dari aspek ekologi dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Penerapan PHT pada tanaman padi di Tapanuli Selatan pada petani yang ikut SLPHT dilihat dari aspek ekologi No. Peubah Fr % Fr % Fr % Fr % Fr % 1. Apakah menurut bapak/ibu setelah melakukan PHT populasi hama pada tanaman padi meningkat 2. Apakah menurut bapak/ibu setelah melakukan PHT populasi penyakit pada tanaman padi meningkat 3. Apakah bapak/ibu setuju setelah PHT pengendalian yang sering dilakukan adalah kultur teknis 4 Apakah bapak/ibu setuju setelah PHT pengendalian yang sering dilakukan adalah Mekanik 5 Apakah bapak/ibu setuju setelah PHT pengendalian yang sering dilakukan adalah kultur teknis dan mekanik 6. Apakah bapak/ibu setuju setelah PHT pengendalian yang sering dilakukan adalah kultur teknis mekanik dan pestisida. 7. Apakah bapak/ibu setuju setelah PHT tidak melakukan pengendalian sama sekali 8. Menurut bapak/ibu bagaimana pemberian pupuk yang dilakukan setelah adanya PHT 9. Menurut bapak/ibu bagaimana pemberian pupuk Urea dilakukan setelah adanya PHT 10. Menurut bapak/ibu bagaimana pemberian pupuk SP36 yang dilakukan setelah adanya PHT 11. Menurut bapak/ibu bagaimana pemberian pupuk KCL yang dilakukan setelah adanya PHT 41 49, , , , , , , , ,02 4 4, , , ,04 6 7, , , ,57 5 6,02 1 1, 8 9, , ,44 5 6, ,66 8 9, , , , , , , ,45 3 3,61 3 3,61 17, ,67 5 6,02 1 1, 2 2, , ,85 8 9,63 1 1, 1 1, 45 54, , ,25 1 1, 3 3, , ,03 8 9,63 0 0

59 12. Menurut bapak/ibu bagaimana pemberian pupuk ZPT yang dilakukan setelah adanya PHT 13. Bagaimana menurut bapak/ibu jumlah penggunaan pupuk yang dilakukan setelah adanya PHT 14. Apakah bapak/ibu sering melakukan sistem pengairan teknis pada tanaman padi setelah adanya PHT 15. Apakah bapak/ibu sering melakukan sistem pengairan Setengah teknis pada tanaman padi setelah adanya PHT 16. Apakah bapak/ibu sering melakukan sistem pengairan Tadah hujan pada tanaman padi setelah adanya PHT 17. Apakah bapak/ibu setuju penggunaan varietas mempengaruhi produksi tanaman 18. Apakah menurut bapak/ibu penggunaan pestisida berpengaruh terhadap kelestarian musuh alami? 19. Apakah bapak/ibu sering melakukan pengamatan mingguan setelah adanya PHT 19 22, , ,07 5 6, , , , , , , ,65 6 7,22 2 2, , , ,91 5 6,02 4 4, ,46 17,48 8 9,63 1 1, 1 1, 2 2,40 8 9,63 4 4, ,65 17, ,43 1 1, 39 46, ,37 4 4, , , , ,66 Pada Tabel 11 pendapat petani mengenai aspek ekologi bagi petani yang ikut SLPHT yang mana dapat dilihat bahwa setelah melakukan PHT populasi hama dan penyakit pada tanaman padi 41 responden (49,39%) menjawab tidak meningkat jadi setelah adanya PHT populasi menurun. Petani juga setuju pengendalian yang paling banyak mereka gunakan adalah kultur teknis dan mekanik dengan responden sebanyak 50 responden (60,24%) dan sebanyak 29 responden (34,93%) menjawab bahwa petani tidak setuju setelah PHT petani tidak melakukan pengendalian sama sekali karena para petani menggunakan perangkap misalnya perangkap tikus. Waktu

60 pemberian pupuk setelah adanya PHT lebih jarang dengan responden sebanyak 57 responden (68,67%) sehingga petani SLPHT telah diajarkan bagaimana penggunaan pupuk yang berimbang bagi tanaman padi. Sistem Pengairan yang paling banyak dipakai pada petani padi yang ikut SLPHT yaitu sistem pengairan teknis dimana respondenyang menjawab sebanyak 52 responden (62,65%), untuk pengairan setengah teknis sebanyak 24 responden (28,91%) dan untuk tadah hujan sebanyak 8 responden (9,63%). Penggunaan varietas mempengaruhi produksi tanaman dengan jumlah responden menjawab 52 responden (62,65%) menjawab setuju berpengaruh ke tanaman. Varietas yang biasa dipakai petani yaitu IR 64, Citarum. Penggunaan pestisida berpengaruh terhadap musuh alami 36 responden (47,37%) menjawab berpengaruh. Pengamatan mingguan yang dilakukan petani lebih sering dengan 38 responden (45,78%) karena petani lebih mengetahui manfaat dengan dilakukannya pengamatan mingguan sehingga kerusakan yang ditimbulkan tidak melebihi ambang ekonomi. Selain itu dengan melakukan pengamatan mingguan petani akan mengetahui berapa banyak serangga dan musuh alami yang berada di pertanaman padi sehingga petani akan mengetahui apakah serangan dari hama dan penyakit pada tanaman padi sudah melewati batas ambang ekonomi atau belum, dari sini petani akan mengetahui cara pengendalian yang terbaik yang harus dilakukan dalam mengendalikan serangan hama yang ada di pertanaman padi.

61 Tabel 12. Penerapan PHT pada tanaman padi di Tapanuli Selatan pada petani yang ikut SLPHT dilihat dari aspek ekonomi No. Peubah Fr % Fr % Fr % Fr % Fr %. Apakah bapak/ibu setuju dengan adanya penerapan PHT dapat meningkatkan pendapatan 21 Apakah bapak/ibu setuju dengan adanya penerapan PHT dapat meningkatkan produksi pertanian. 22 Apakah bapak/ibu setuju dengan adanya penerapan PHT dapat mengurangi biaya pengendalian. 23 Apakah dengan seringnya diadakan pertemuan kelompok tani pengetahuan bapak/ibu lebih meningkat 24 Apakah dengan seringnya PHP dan PPL memberikan penyuluhanlebih memperoleh pengetahuan tentang cara meningkatkan produksi padi 5 6,02 2 2, ,46 24, , 4 4, , , ,22 1 1, 49 59, ,53 2 2,40 1 1, , ,34 1 1, 1 1, , ,60 Pada Tabel 12 pendapat petani yang ikut SLPHT mengenai aspek ekonomi sebanyak 56 responden (67,42%) menjawab pendapatan petani lebih meningkat karena berkurang pemakaian pestisida sebanyak 49 responden (59,03%) dengan adanya penyuluhan petani lebih memperoleh pengetahuan tentang peningkatkan

62 produksi padi dengan cara memakai varietas yang berlabel dan tahan dari serangan hama. Tabel 13. Penerapan PHT pada tanaman padi di Tapanuli Selatan pada petani yang ikut SLPHT dilihat dari aspek teknologi No. Peubah Fr % Fr % Fr % Fr % Fr % 25. Apakah bapak/ibu dalam mengendalikan hama atau penyakit sering menggunakan agens hayati 26. Apakah bapak/ibu dalam mengendalikan hama atau penyakit sering menggunakan pestisida 27. Apakah bapak/ibu dalam mengendalikan hama atau penyakit sering menggunakan pestisida yang berasal dari tumbuhan (Biopestisida) 28. Apakah bapak/ibu setuju waktu penyemprotan pestisida yang bapak/ibu lakukan lebih sering setelah melakukan PHT 29. Menurut bapak/ibu bagaimana frekuensi penggunaan pestisida yang dilakukan setelah adanya PHT 30. Apakah Bapak/ibu setuju dengan penggunaa pestisida yang bermerek Decis 31. Apakah Bapak/ibu setuju setelah menggunakan PHT dosis pestisida yang digunakan sesuai dengan sasarannya 32. Apakah bapak/ibu mengetahui jenis jenis pestisida pada tanaman padi 33. Apakah bapak/ibu mengetahui cara penggunaan pestisida yang baik untuk kesehatan manusia dan lingkungan 41 49,39 17, ,30 3 3,61 1 1, 15 18, , ,71 1 1, 5 6, , , ,45 7 8,43 2 2, , , , ,45 3 3, , , ,81 2 2,40 7 8, , , , , , 6 7,22 6 7, , ,68 2 2,40 6 7, , ,21 5 6,02 2 2,40 5 6, , ,42 8 9,63

63 Pada Tabel 13 pendapat petani yang ikut SLPHT mengenai aspek ekologi yaitu walaupun petani telah mengikuti SLPHT tapi sebanyak 41 responden (49,39%) menjawab belum pernah menggunakan agens hayati ini dikarenakan tenaga PHP dan PPL yang ada di lapangan masih kurang memberikan pengetahuan tentang agens hayati begitu juga dengan biopestisida sehingga petani tidak menggunakannya. Penyemprotan pestisida lebih berkurang 47 responden (56,62%) menjawab tidak sering lagi melakukan penyemprotan pestisida pada tanaman padi yang petani miliki. Dosis yang digunakan juga sesuai anjuran. Petani ini juga telah mengetahui jenis jenis pestisida 45 responden (54,00%) menjawab yang mengetahui tentang jenis jenis pestisida dan 46 responden (55,42%) yang mengetahui cara penggunaan pestisida yang baik untuk kesehatan manusia dan lingkungan. Tabel 14. Penerapan PHT pada tanaman padi di Tapanuli Selatan pada petani yang tidak ikut SLPHT dilihat dari aspek ekologi No. Peubah Fr % Fr % Fr % Fr % Fr % 1. Apakah menurut bapak/ibu populasi hama pada tanaman padi meningkat 2. Apakah menurut bapak/ibu populasi penyakit pada tanaman padi meningkat 3. Apakah bapak/ibu setuju pengendalian yang sering dilakukan adalah kultur teknis 4. Apakah bapak/ibu setuju pengendalian yang sering dilakukan adalah Mekanik 5. Apakah bapak/ibu setuju pengendalian yang sering dilakukan adalah kultur teknis dan mekanik 12 14, , , , , , , , , , , , 26 31, ,37 24, ,40 24, , ,91 1 1,

64 6. Apakah bapak/ibu setuju pengendalian yang sering dilakukan adalah kultur teknis dan mekanik dan pestisida 7. Apakah bapak/ibu setuju tidak melakukan pengendalian sama sekali 8. Apakah bapak/ibu sering melakukan pemberian pupuk pada tanaman padi 9. Apakah bapak/ibu sering melakukan pemberian pupuk Urea pada tanaman padi 10. Apakah bapak/ibu sering melakukan pemberian pupuk SP36 pada tanaman padi 11. Apakah bapak/ibu sering melakukan pemberian pupuk KCL pada tanaman padi 12. Apakah bapak/ibu sering melakukan pemberian pupuk ZPT pada tanaman padi 13. Apakah menurut bapak/ibu jumlah penggunaan pupuk yang diberikan meningkat 14. Apakah bapak/ibu sering melakukan sistem pengairan teknis pada tanaman padi 15. Apakah bapak/ibu sering melakukan sistem pengairan Setengah teknis pada tanaman padi 16. Apakah bapak/ibu sering melakukan sistem pengairan Tadah hujan pada tanaman padi 17. Apakah bapak/ibu setuju penggunaan varietas mempengaruhi produksi tanaman 18. Apakah menurut bapak/ibu penggunaan pestisida berpengaruh terhadap kelestarian musuh alami? 19. Apakah bapak/ibu sering melakukan pengamatan mingguan 2 2, , , ,62 5 6, , ,03 7 8,43 4 4,81 2 2, , ,90 17,48 1 1, 2 2, , ,12 1 1, 14 16, , ,85 1 1, , , ,08 2 2, , , ,66 1 1, ,63 24, , , , ,27 4 4,81 1 1, , , , , , ,27 4 4,81 1 1, , 5 6, , ,84 1 1, 1 1, 12 14, , , ,55 24, ,04 4 4,81

65 Pada Tabel 14 pendapat petani mengenai aspek ekologi bagi petani yang tidak ikut SLPHT yang mana dapat dilihat populasi hama dan penyakit pada tanaman padi 45 responden (54,00%) menjawab sedikit meningkat untuk hama dan 47 responden (56,62%) menjwab sedikit meningkat untuk penyakit. Petani juga setuju pengendalian yang paling banyak mereka gunakan adalah kultur teknis dengan responden yang menjawab sebanyak 26 responden (31,32%) dan sebanyak 49 responden (59,03%) menjawab bahwa petani tidak setuju bahwa petani tidak melakukan pengendalian sama sekali karena walaupun tidak ikut SLPHT tapi para petani juga menggunakan perangkap untuk menangkap tikus. Waktu pemberian pupuk lebih sering dilakukan yaitu sebanyak 63 responden (75,90%). Jumlah penggunaan pupuk tetap sebanyak 42 responden (50,60%). Sistem Pengairan yang paling banyak dipakai pada petani padi yang tidak ikut SLPHT yaitu sistem pengairan teknis dimana responden yang menjawab sebanyak 4 responden (4,81%), untuk pengairan setengah teknis sebanyak 37 responden (44,57%) dan untuk tadah hujan sebanyak 4 responden (4,81%). Penggunaan varietas mempengaruhi produksi tanaman dengan jumlah responden menjawab 68 responden (81,92%) menjawab setuju berpengaruh ke tanaman. Varietas yang biasa dipakai petani yaitu IR 64. Penggunaan pestisida berpengaruh terhadap musuh alami 69 responden (83,13%) menjawab berpengaruh. Pengamatan mingguan yang dilakukan petani lebih sering responden yang menjawab responden responden (24,09%) jadi lebih sedikit dibanding yang ikut SLPHT. Petani melakukan pengamatan mingguan untuk

66 mengetahui berapa banyak intensitas serangan hama dan penyakit yang sudah terjadi pada tanaman padi sehingga petani dapat memutuskan pengendalian apa yang sesuai yang harus mereka lakukan. Tabel 15. Penerapan PHT pada tanaman padi di Tapanuli Selatan pada petani yang tidak ikut SLPHT dilihat dari aspek ekonomi No. Peubah Fr % Fr % Fr % Fr % Fr %. Apakah bapak/ibu setuju pendapatan meningkat meskipun belum ada program PHT 21 Apakah bapak/ibu setuju produksi meningkat meskipun belum ada PHT 22 Apakah bapak/ibu setuju produksi meningkat meskipun belum ada PHT 23 Apakah dengan seringnya diadakan pertemuan kelompok tani pengetahuan lebih meningkat 24 Apakah dengan seringnya PHP dan PPL memberikan penyuluhan lebih memperoleh pengetahuan tentang cara meningkatkan produksi padi 3 3, , ,03 1 1, 2 2, ,45 24, , , , 78 93,97 2 2,40 3 3, , 75 90,36 4 4,81 2 2, , , ,86 Pada Tabel 15 pendapat petani yang tidak ikut SLPHT mengenai aspek ekonomi yaitu sebanyak 49 responden (59,03%) menjawab bahwa dengan adanya PHT ini pendapatan petani lebih meningkat jadi responden yang menjawab

67 meningkat lebih sedikit dibangdingkan dengan yang ikut SLPHT dan produksi tanaman meningkat dengan responden yang menjawab sebanyak 49 responden (59,03%) menjawab dapat mengurangi biaya pengendalian dan pengetahuan masyarakat juga dapat meningkat, dengan adanya penyuluhan pada pertanian petani lebih memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam tentang cara meningkatkan produksi padi dan cara bercocok tanam yang benar dengan cara memakai varietas yang berlabel, ada juga petani yang masih menggunakan varietas yang tidak berlabel dengan 75 responden (90,36%) menjawab pertemuan kelompok dapat meningkatkan pengetahuan petani. Tabel 16. Penerapan PHT pada tanaman padi di Tapanuli Selatan pada petani yang tidak ikut SLPHT dilihat dari aspek teknologi No. Peubah Fr % Fr % Fr % Fr % Fr % 25. Apakah bapak/ibu dalam mengendalikan hama atau penyakit sering menggunakan agens hayati 26. Apakah bapak/ibu dalam mengendalikan hama atau penyakit sering menggunakan pestisida 27. Apakah bapak/ibu dalam mengendalikan hama atau penyakit sering menggunakan pestisida yang berasal dari tumbuhan (Biopestisida) 28. Apakah bapak/ibu setuju waktu penyemprotan pestisida yang dilakukan lebih sering sebelum ada program PHT 29. Apakah menurut bapak/ibu frekuensi penggunaan pestisida yang dilakukan lebih sering sebelum ada PHT 67 80, , , , ,26 24,09 4 4, , ,45 3 3, ,40 17, , , ,02 24, ,85 5 6,02 0 0

68 30. Apakah Bapak/ibu setuju dengan penggunaan pestisida yang bermerek Decis 31. Apakah Bapak/ibu setuju dosis pestisida yang digunakan sesuai dengan sasarannya 32. Apakah bapak/ibu mengetahui jenis jenis pestisida pada tanaman padi 33. Apakah bapak/ibu mengetahui cara penggunaan pestisida yang baik untuk kesehatan manusia dan lingkungan 1 1, 4 4, , ,62 2 2,40 1 1, 2 2, , ,92 1 1, 4 4, , ,83 24,09 1 1, 3 3,61 3 3, , , Pada Tabel 16 pendapat petani yang tidak ikut SLPHT mengenai aspek ekologi yaitu sebanyak 67 responden (80,72%) menjawab belum pernah menggunakan agens hayati ini jadi masih lebih banyak petani yang SLPHT yang mengunakan agens hayati yaitu sebesar 49 responden (59,03%) yang tidak pernah menggunakan agens hayati. Begitu juga dengan Biopestisida. 50 responden (60,24%) menjawab penyemprotan yang dilakukan lebih sering dari petani menjawab kurang setuju. Dosis yang digunakan juga sesuai sasaran. Petani menjawab sebanyak 68 responden (81,92%). Petani yang tidak ikut SLPHT ini menjawab bahwa mereka tidak mengetahu jenis pestisida yaitu sebanyak 48 responden (57,83%) dan 55 responden (66,26%) tidak mengetahui penggunaan pestisida yang baik untuk kesehatan manusia dan lingkungan Analisis Regresi Sederhana dari Masing masing Peubah pada Penerapan Pengendalian Hama Terpadu bagi Responden yang Ikut SLPHT di Kabupaten Tapanuli Selatan Setelah data diolah secara statistik dapat diketahui bahwa pengaruh dari masing-masing peubah bebas yaitu pada aspek ekologi, pada aspek ekonomi dan pada aspek teknologi terhadap penerapan PHT pada petani yang ikut SLPHT. Analisis

69 Regresi Sederhana dari Masing masing Peubah pada Penerapan PHT bagi Responden yang ikut SLPHT di Kabupaten Tapanuli Selatan dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Pengaruh masing-masing peubah pada petani yang ikut SLPHT Nama Peubah B Std. Error T hit T table 1. Aspek Ekologi (L) Konstanta 17,349 1,470 11,805 1,99 Ekologi 0,118 0,027 4,443 1,99 Koefisien Korelasi 0,443 Koefisien Determinasi (R 2 ) 0,196 F hit 19,74 F table 3,96 2. Aspek Ekonomi (E) Konstanta 19,839 1,789 11,9092 1,99 Ekonomi 0,184 0,082 2,241 1,99 Koefisien Korelasi 0,242 Koefisien Determinasi (R 2 ) 0,058 F hit 5,022 F table 3,96 3. Aspek Teknologi (T) Konstanta ,607 13,606 1,99 Teknologi 0,079 0,065 1,223 1,99 Koefisien Korelasi 0,135 Koefisien Determinasi (R 2 ) 0,018 F hit 1,50 F table 3,96

70 Pada Tabel 17 dapat diketahui bahwa persamaan regresi sederhana dari peubah bebas aspek ekologi, aspek ekonomi dan aspek teknologi terhadap peubah diperoleh masing-masing persamaan regresi adalah Y = 17, ,118; Y = 19, ,184 dan Y = 21, ,079. Masing - masing persamaan regresi tersebut diketahui konstanta sebesar 17,349 X 1 ; 19,839 X 2 dan 21,871 X 3 bila aspek ekologi, ekonomi dan teknologi dianggap konstan maka besarnya penerapan PHT masingmasing sebesar 17,349 X 1 ; 19,839 X 2 dan 21,871 X 3. Aspek ekologi, aspek ekonomi dan aspek teknologi menunjukkan bahwa kenaikan 1 skor ekologi, ekonomi dan teknologi akan menyebabkan kenaikan masing-masing sebesar 0,118, 0,184 dan 0,079 skor penerapan PHT, pada masing-masing harga konstanta dari setiap peubah yang diamati. Grafik persamaan regresi antara masing-masing peubah dapat dilihat pada Gambar 2, 3 dan 4. Normal P-P Plot of Ekologi Expected Cum Prob Observed Cum Prob Gambar 2. Grafik Penerapan PHT Ditinjau Dari Aspek Ekologi

71 Normal P-P Plot of Ekonom Expected Cum Prob Observed Cum Prob Gambar 3. Grafik Penerapan PHT Ditinjau Dari Aspek Ekonomi Normal P-P Plot of Tehnologi Expected Cum Prob Observed Cum Prob Gambar 4. Grafik Penerapan PHT Ditinjau Dari Aspek Teknologi

72 Hasil T-hitung dan F-hit dari peubah bebas aspek ekologi dan aspek ekonomi lebih besar dari T-tabel dan F-tabel yaitu masing masing T-hit sebesar 4,443 dan 2,241, sedangkan F-hit masing-masing sebesar 19,74 dan 5,02 dengan demikian aspek ekologi dan aspek ekonomi berpengaruh nyata terhadap motivasi penerapan PHT, sedangakan T-hit dan F-hit dari peubah bebas aspek teknologi (1,223 dan 1,497) lebih kecil dari T-tabel dan F-tabel (1,99 dan 3,96) dengan demikian aspek teknologi berpengaruh tidak nyata terhadap motivasi penerapan PHT. Harga kofisien korelasi (r hitung ) dari masing-masing peubah bebas aspek ekologi, aspek ekonomi dan aspek teknologi adalah 0,443; 0,242 dan 0,135, harga korelasi tersebut menunjukkan bahwa aspek ekologi, aspek ekonomi dan aspek teknologi hanya sebesar 44,3%, 24.2% dan 13,5% mempengaruhi motivasi penerapan PHT dan bila dibandingkan dengan probabilitas r tabel (5%) = 0,213 menunjukkan bahwa faktor ekologi dan ekonomi berpengaruh nyata, sedangkan faktor teknologi berpengaruh tidak nyata terhadap motivasi penerapan PHT. Dengan adanya penerapan PHT ini sangan mengurangi penggunaan pestisida yang ada di lapangan sehingga lingkungan aman dari pestida. Oka, (1994) yang menyebutkan bahwa dengan sangat menurunnya jumlah formulasi pestisida yang dipergunakan berikut frekuensi aplikasinya setelah PHT dapat diantisipasi bahwa pencemaran lingkungan fisik dapat ditekan sekecil kecilnya. Selain itu resiko kegagalan produksi dapat diperkecil.

73 Para petani yang telah mengikuti SLPHT dengan sukarela mau meneruskan pengetahuan dan keteampilannya tentang PHT kepada rekan rekan mereka yang belum sempat menikmati pelatihan dalam SLPHT. Dengan demikian terjadi proses difusi teknologi PHT secara alamiah dari petani ke petani (Oka, 1994) sehingga tidak begitu jelas dibedakan karena telah adanya penyebaran pengetahuan bagi yang tidak ikut SLPHT 4.3. Analisis Regresi Ganda dari Peubah Bebas (X 1,X 2,X 3 ) pada Penerapan Pengendalian Hama Terpadu bagi Responden yang Ikut SLPHT di Kabupaten Tapanuli Selatan Setelah data yang diperoleh dilapangan diolah secara statistik dapat diketahui bahwa pengaruh dari masing-masing peubah bebas yaitu aspek ekologi (X 1 ), aspek ekonomi (X 2 ) dan aspek teknologi (X 3 ) terhadap Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) pada petani yang ikut SLPHT di Kabupaten Tapanuli Selatan. Pengaruh masing masing peubah ini memberikan pengaruh yang nyata bagi penerapan pengendalian Hama Terpadu. Hasil Analisis Regresi Ganda dari Peubah Bebas (X 1,X 2,X 3 ) pada Penerapan Pengendalian Hama Terpadu bagi Responden yang ikut SLPHT di Kabupaten Tapanuli Selatan dapat dilihat pada tabel 18.

74 Tabel 18. Pengaruh peubah bebas (X 1,X 2,X 3 ) terhadap peubah terikat pada petani yang ikut SLPHT Nama Peubah B Std. Error T hit T table Konstanta 13,974 2,457 5,69 1,99 Ekologi (X 1 ) 0,106 0,028 3,78 1,99 Ekonomi (X 2 ) 0,100 0,080 1,25 1,99 Teknologi (X 3 ) 0,077 0,059 1,31 1,99 Koefisien Korelasi 0,474 Koefisien (R 2 ) F hit Determinasi 0,225 7, F table Data penelitian yang terdapat pada Tabel 18 dapat diketahui bahwa persamaan regresi adalah Y = 13, ,106X 1 + 0,100X 2 + 0,077X 3 hal ini menunjukkan bahwa bilamana aspek ekologi (X 1 ), aspek ekonomi (X 2 ) dan aspek teknologi (X 3 ) dianggap konstan maka penerapan PHT di Kabupaten Tapanuli Selatan sebesar 13,974 dan setiap kenaikan 1 skor aspek ekologi, ekonomi dan teknologi masing-masing menyebabkan kenaikan nilai penerapan PHT sebesar 0,106 untuk aspek ekologi ; 0,100 aspek ekonomi dan 0,077 aspek teknologi.

75 Data penelitian yang dapat dilihat pada Tabel 18 terdapat koefisien korelasi (r) = 0,474 ini menunjukkan hubungan antara peubah bebas dengan peubah terikat adalah sebesar 47.4% sedangkan r tabel (5%) = 0,217 menunjukkan bahwa peubah bebas yaitu ekologi, ekonomi dan teknologi secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap motivasi PHT. Harga r = artinya penerapan PHT di Kabupaten Tapanuli Selatan 47,4% dipengaruhi oleh aspek ekologi (X 1 ), aspek ekonomi (X 2 ) dan aspek teknologi (X 3 ). Harga koefisien korelasi = 0,474, artinya sebesar 47,4% perubahan pada peubah terikat (penerapan PHT) dipengaruhi perubahan-perubahan aspek ekologi (X 1 ), aspek ekonomi (X 2 ) dan aspek teknologi (X 3 ) dan selebihnya (52,6%) akibat faktor lain (diluar ekologi, ekonomi dan teknologi) Analisis Regresi Sederhana dari Masing masing Peubah pada Penerapan Pengendalian Hama Terpadu bagi Responden yang Tidak Ikut SLPHT di Kabupaten Tapanuli Selatan Setelah data yang diperoleh dilapangan diolah secara statistik dapat diketahui bahwa pengaruh dari masing-masing peubah bebas yaitu pada aspek ekologi (X1), aspek ekonomi (X2) dan aspek teknologi (X3) terhadap penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) bagi petani yang tidak ikut SLPHT di Kabupaten Tapanuli Selatan. Pengaruh masing-masing peubah dapat dilihat pada tabel 19.

76 Tabel 19. Pengaruh masing-masing peubah pada petani yang tidak ikut SLPHT Nama Peubah B Std. Error T hit T table 1. Aspek Ekologi (L) Konstanta 21,921 3,491 6,279 1,99 Ekologi -0,021 0, ,99 Koefisien Korelasi Koefisien Determinasi (R 2 ) F hit F table 3,96 2. Aspek Ekonomi (E) Konstanta 21,541 2,746 7,846 1,99 Ekonomi ,145-0,242 1,99 Koefisien Korelasi -0,027 Koefisien Determinasi (R 2 ) 0,001 F hit F table 3,96 3. Aspek Teknologi (T) Konstanta 14,733 2,076 7,097 1,99 Teknologi 0,247 0,083 2,990 1,99 Koefisien Korelasi 0,315 Koefisien Determinasi (R 2 ) 0,099 F hit 8,941 F table 3,96

77 Pada Tabel 19 dapat diketahui bahwa persamaan regresi sederhana dari peubah bebas aspek ekologi, aspek ekonomi dan aspek teknologi terhadap peubah terikat (Y) diperoleh masing-masing persamaan regresi adalah Y = 21,921 0,021; Y = 21, dan Y = ,247. Dari masing - masing persamaan regresi tersebut diketahui konstanta sebesar X 1 ; 21,541 X 2 dan 14,733 X 3 bila aspek ekologi, ekonomi dan teknologi dianggap konstan maka besarnya motivasi penerapan PHT masing-masing sebesar 21,921 X 1 ; 21,541 X 2 dan 14,733 X 3. Dari persamaan regresi aspek ekologi dan aspek ekonomi menunjukkan bahwa kenaikan 1 skor ekologi dan ekonomi akan menurunkan motivasi penerapan PHT sebesar 0,021 dan 0,035, sedangkan aspek teknologi menunjukkan bahwa kenaikan 1 skor teknologi akan menyebabkan kenaikan 0,247 skor penerapan PHT, pada masing-masing harga konstanta dari setiap peubah yang diamati. Grafik persamaan regressi antara masingmasing peuabah dapat dilihat pada Gambar 5, 6 dan 7. Normal P-P Plot of Ekologi Expected Cum Prob Observed Cum Prob Gambar 5. Grafik Penerapan PHT Ditinjau Dari Aspek Ekologi pada Petani yang Tidak SLPHT

78 Normal P-P Plot of Ekonom Expected Cum Prob Observed Cum Prob Gambar 6. Grafik Penerapan PHT Ditinjau Dari Aspek Ekonomi pada Petani yang Tidak SLPHT Normal P-P Plot of Tehnologi Expected Cum Prob Observed Cum Prob Gambar 7. Grafik Penerapan PHT Ditinjau Dari Aspek Teknologi pada Petani yang Tidak SLPHT

79 Hasil T-hitung dan F-hit dari peubah bebas aspek ekologi dan aspek ekonomi lebih kecil dari T-tabel dan F-tabel yaitu masing masing T-hit sebesar -0,300 dan -0,242, sedangkan F-hit masing-masing sebesar 0,090 dan 0,059 dengan demikian aspek ekologi dan aspek ekonomi berpengaruh tidak nyata terhadap motivasi penerapan PHT, sedangakan T-hit dan F-hit dari peubah bebas aspek teknologi lebih besar (2,990 dan 8,941) dari T-tabel dan F-tabel (1,99 dan 3,96) dengan demikian aspek teknologi berpengaruh nyata terhadap penerapan PHT. Harga kofisien korelasi (r hitung ) dari masing-masing peubah bebas aspek ekologi, aspek ekonomi dan aspek teknologi adalah -0,033, -0,027 dan 0,315, harga korelasi tersebut menunjukkan bahwa aspek ekologi dan aspek ekonomi dapat menurunkan motivasi penerapan PHT sebesar 3,3% dan 2,7%, sedangkan aspek teknologi dapat mempengaruhi motivasi penerapan PHT sebesar 31,5% dan bila dibandingkan dengan r tabel (5%) = 0,213 menunjukkan bahwa faktor ekologi dan ekonomi berpengaruh tidak nyata, sedangkan faktor teknologi berpengaruh nyata terhadap peningkatan penerapan PHT. Pengaruh masing-masing peubah bebas terhadap penerapan PHT pada petani yang tidak melaksanakan PHT dapat dilihat pada Tabel dengan persamaan regresi adalah Y = 19,329 0,046X 1 0,189X 2 + 0,294X 3. Hal ini menunjukkan bahwa bilamana aspek ekologi (X 1 ), aspek ekonomi (X 2 ) dan aspek teknologi (X 3 ) dianggap konstan maka penerapan PHT sebesar 19,329 dan setiap pertambahan 1 skor aspek ekologi, ekonomi masing-masing menyebabkan penurunan nilai penerapan PHT

80 sebesar 0,046 dan 0,189 tetapi setiap kenaikan 1 skor aspek teknologi menyebabkan kenaikan nilai penerapan PHT sebesar 0,294. Pengaruh peubah bebas (X 1,X 2,X 3 ) terhadap peubah terikat pada petani yang tidak melaksanakan PHT. Tabel. Pengaruh peubah bebas (X 1,X 2,X 3 ) terhadap peubah terikat pada petani yang tidak melaksanakan PHT Nama Peubah B Std. Error T hit T table Konstanta 19, 329 4,035 4,79 1,99 Ekologi (X 1 ) -0,046 0,069-0,66 1,99 Ekonomi (X 2 ) -0,189 0,147-1,27 1,99 Teknologi (X 3 ) 0,294 0,088 3,33 1,99 Koefisien Korelasi 0,353 Koefisien Determinasi (R 2 ) 0,125 F hit 3,75 F table 3.11 Koefisien korelasi ekologi sebesar -0,046 menunjukkan bahwa peubah ekologi akan menurunkann motivasi penerapan PHT sebesar 4,6% dengan asumsi peubah ekonomi (X 2 ) dan teknologi (X 3 ) tidak mengalami perubahan. Koefisien regressi ekonomi sebesar -0,189 menunjukkan bahwa peubah ekonomi akan menurunkan penerapan PHT sebesar 18,9% dengan asumsi peubah ekologi (X 1 ) dan teknologi (X 3 ) tidak mengalami perubahan. Teknologi sebesar 0,294 menunjukkan bahwa peubah

81 teknologi akan meningkatkan penerapan PHT sebesar 29,4% dengan asumsi peubah ekologi (X 1 ) dan ekonomi (X 2 ) tidak mengalami perubahan. Berdasarkan analisis tersebut dapat diketahui bahwa dari tiga peubah bebas yang diteliti ternyata peubah teknologi mempunyai pengaruh yang paling dominan terhadap penerapan PHT di Kabupaten Tapanuli Selatan dengan koefisien korelasi sebesar 29,4% Pada penelitian diperoleh data pada Tabel bahwa koefisien korelasi (r) = 0,353 yang menunjukkan hubungan antara peubah bebas dengan peubah terikat adalah sebesar 35,3%, artinya penerapan PHT di Kabupaten Tapanuli Selatan 12,5% dipengaruhi oleh aspek ekologi (X 1 ), aspek ekonomi (X 2 ) dan aspek teknologi (X 3 ). Harga Koefisien determinasi (R 2 ) = 0,353, artinya sebesar 35,3% perubahan pada peubah terikat (penerapan PHT) dipengaruhi perubahan-perubahan aspek ekologi (X 1 ), aspek ekonomi (X 2 ) dan aspek teknologi (X 3 ) dan selebihnya (64,7%) akibat faktor lain. Dengan melihat dari petani padi yang ikut SLPHT dan yang tidak ikut SLPHT dapat dilihat perbedaan dilapangan. Pada petani yang ikut SLPHT melakukan pengamatan mingguan. Pengamatan mingguan ini dilakukan supaya kita bisa memantau populasi hama yang ada dilapangan sehingga penggunaan pestisida dapat dikurangi dengan berkurangnya penggunaan pestisida maka pengeluaran petani terhadap pemakaian pestisida jadi menurun yang mengakibatkan ekonomi meningkat

82 dan produksi hasil panen yang diperoleh petani tanpa penggunaan pestida juga meningkat. Sejak melaksanakan PHT Petani lebih jarang menggunakan pestisida karena petani sudah mengetahui bahaya dari penggunaan pestisida. Hal ini dapat dilihat dari penduduk disekitar sungai tidak mau lagi mengambil air sungai yang telah tercemar pestisida karena banyak efek negative yang ditimbulkan pestisida. Penduduk sekarang mengambil air sungai dari sumber mata air yang ada Pengujian Hipotesis Hasil Uji F pada Petani yang Melaksanakan PHT dan yang Tidak Melaksanakan PHT Berdasarkan hasil uji statistik untuk semua peubah bebas (X 1,X 2,X 3 ) diperoleh F hit 7,63 sedangkan F table sebesar 3,11 pada probabilitas 5%. Hal ini menunjukkan bahwa F hit > dari F tabel. Dengan demikian bahwa aspek ekologi, ekonomi dan teknologi secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap penerapan PHT di Kabupaten Tapanuli Selatan. Pada yang tidak ikut PHT untuk semua peubah bebas (X 1,X 2,X 3 ) diperoleh F hit 3,75, sedangkan F table sebesar 3,11 probabilitas 5%. Hal ini menunjukkan bahwa F hit > dari F tabel. Dengan demikian bahwa aspek ekologi, ekonomi dan teknologi secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap penerapan PHT di Kabupaten Tapanuli Selatan.

83 4.6. Pembuktian Hipotesis Berdasarkan hasil uji statistik (uji F) dapat disimpulkan bahwa secara bersama-sama peubah ekologi, ekonomi dan teknologi yang digunakan dalam model penelitian berpengaruh nyata terhadap penerapan PHT baik pada petani yang ikut SLPHT maupun petani yang tidak ikut SLPHT hal ini dapat dilihat dari nilai F hitung dimana nilai F hgitung lebih besar dari nilai F tabel. ( F hitung > F tabel ), dimana nilai F hgitung sebesar 7,63 dan 3,75 sedangkan F tabel sebesar 2,71, artinya secara uji statistik tidak terdapat perbedaan penerapan PHT antara petani yang ikut SLPHT dan yang tidak ikut SLPHT ditinjau dari aspek ekologi,ekonomi dan teknologi hal ini disebabkan hasil analisis statistik dari petani yang ikut SLPHT dan yang tidak ikut SLPHT adalah sama-sama menunjukkan hasil yang sama yaitu berbeda nyata.

84 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1. Semua peubah yang diteliti yaitu faktor ekologi, ekonomi dan teknologi secara bersama sama berpengaruh secara nyata terhadap penerapan PHT bagi petani yang ikut SLPHT, sehingga diperoleh pada aspek ekologi koefisien korelasi sebesar 0,443; aspek ekonomi koefisien korelasi sebesar 0,242 dan aspek teknologi koefisien korelasi sebesar 0, Semua peubah yang diteliti yaitu faktor ekologi, ekonomi dan teknologi secara bersama sama berpengaruh secara nyata terhadap penerapan PHT bagi petani yang tidak ikut SLPHT sehingga diperoleh pada aspek ekologi koefisien korelasi sebesar -0,033; aspek ekonomi koefisien korelasi sebesar -0,027 dan aspek teknologi koefisien korelasi sebesar 0, Saran Untuk penerapan PHT sebaiknya faktor ekologi, ekonomi dan teknologi lebih diperhatikan petani agar keadaan lingkungan lebih aman penggunaan pestisida.

85 DAFTAR PUSTAKA Abadi, L. A. 06. Permasalahan dalam Penerapan System Penerapan Hama Terpadu untuk Mengendalikan Penyakit Tumbuhan. Available at : http : // /search? Latief Abadi google pages. Com Permasalahan dalam Penerapan.doc. Diakses Tanggal 15 November 07. Adimihardja, A. 06. Strategi Mempertahankan Multifungsi Pertanian Di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 25 (3) : Alexander, M Soil Microbiology, Second Edition. John Wiley dan Sons, Ind., New York. Anonimus, Budidaya Tanaman Padi, Kanisius, Yogyakarta. Anonimus, 04. Kebijakan Perlindungan Tanaman. Available at: http : // Perlindungan Tanaman. htm Diakses Tanggal 22 Mei 07. Apple, J.L. dan R. F. Smith, Integrated Pest Management. Plenum Press. New York and London. Arikunto, S Prosedur Penelitian, Rineka Cipta, Jakarta. Azwar, S. 04. Metode Penelitian Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Darwis, V. 06. Penerapan Empat Prinsip PHT Teh. at : http : // www. pustaka deptan.go.id/publikasi/wr pdf 27 (3) : Diakses Tanggal 15 Februari 08 Dinas Pertanian Tanaman Pangan Dan Hortikultura Kabupaten Tapanuli Selatan, 06.Statistik Ketahanan Pangan Tapanuli Selatan tahun Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Tapanuli Selatan. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Dan Hortikultura. Program Penyuluhan Pertanian Tahun 07. BPP. Sayur Matinggi Kecamatan Sayur Matinggi. Kabupaten Tapanuli Selatan.

86 Dinas Pertanian Tanaman Pangan Dan Hortikultura. Program Penyuluhan Pertanian Tahun 07. BPP. Huta Holbung Kecamatan Batang Angkola. Tapanuli Selatan. Effendi, S. B. 06. Mengatasi Kekurangan Produksi Padi Melalui PHT. Available at : Http/news. Sinar tani. Co.id/arc/06/5/6/Mengatasi-kekurangan- Produksi-Padi-Melalui-PHT. Diakses Tanggal 14 Juli 07. Hidayati, U. 05. Menuju Pertanian Berwawasan Lingkungan. Balai Penelitian Sembada, Palembang. Hendarsih, S. dan N. Widiarta. Integrasi Sistem Pengendalian Hama Terpadu ke dalam Model Pengelolaan Tanaman Terpadu. http / www /publication/wr pdf. 25 (4) : 1 3. Diakses tanggal 21 juni 07. Kusnaedi, 01. Pengendalian Hama Tanpa Pestisida, Penebar Swadaya, Jakarta. Mahfudin, Pelestarian Sumberdaya Alam dan Pertanian Berwawasan Lingkungan. Badan Agribisnis Departemen Pertanian/Tim Teknis Komisi Amdal Pusat Departemen Pertanian. Metcalf, R. L. and W. H. Luckman Introduction To Pest Management. Wiley Intersci Publ. Monsiuer John of Metz Wiley and Sons. New York. Miller, G.T Enviromental Science Sustaining the Earth 4 th Ed. Wad Worth Publ. Comp.Belmont, California. Mubyarto, Pengantar Ekonomi Pedesaan, LP3ES, Jaya Pirusa. Oka, N.I Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia. UGM Press. Yogyakarta. Priyono, B.S, A. Purwoko dan C. Irawan. 03. Faktor faktor Penentu Tingkat Adopsi Teknologi Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dan Hubungannnya Terhadap Produktivitas Usahatani Padi (Studi Kasus Di Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu). Jurnal Agrisep 1 (2) : Rasahan, C.Anwar, Hasibuan, Sinulingga, Wibowo, Musa, Darmowiyono, Alimoeso, Napitupulu, Winarno Refleksi Pertanian dan Hortikultura Nusantara, Pustaka Harapan, Jakarta.

87 Sastrosiswoyo, Program Pengendalian Hama Terpadu. Makalah Dalam Pelatihan Jangka Pendek Metodologi dan Management Penelitian PHT Hortikultura di dataran Rendah. Juni Juli Sub balai penelitian Hortikultura Sei Gunung. Said, E.G Dampak Negatif Pestisida Sebuah Catatan bagi kita semua. Available at. http : // www // library.usu.ac.id/modules.php? Agrotek, Vol. 2 (1) : Diakses Tanggal 15 Februari 08 Setiawati, W. 05. Terapkan Pengendalian Hama Terpadu pada Sayuran Anda. 28 (2) : Diakses tanggal Mei 07. Setyanto, A.P, Subagyono, K, Las, I. 06. Isu dan Pengelolaan Lingkungan dalam Revitalisasi Pertanian Available at. http : // www Pustaka deptan.go.id/publication/e jurnal Litbang Pertanian 25 (3) : Diakses tanggal 21 juni 07. Soekartiwi, Prinsip prinsip dasar Ekonomi Pertanian Teori dan Aplikasi, Rajawali Press, Jakarta. Sudarmo, S Pestisida. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Siegel, S Statistik Nonparametrik Untuk Ilmu ilmu Sosial. PT. Gramedia, Jakarta. Untung, K, Konsep Pengendalian Hama Terpadu. Andi Offset. Yogyakarta., Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gadjah Mada University Press. Yogyarata. Undang Undang Republik Indonesia No. 12 Tahun 1992 Tentang Sistem Budidaya Tanaman. Diperbanyak Direktorak jenderal tanaman Pangan dan Hortikultura, Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura I. Medan. Utama, S.P. 03. Kajian Efisiensi Usaha Tani Padi Sawah pada Petani Peserta Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) di Sumatera Barat. Available at. http : // www geocities.com/e jurnal/files/agrisep/sdisi 3/58 pdf htm. Jurnal Akta agrosia 6 (2) : Diakses Tanggal Mei 07.

88 Van den Bosch, R,P.S. Messenger dan A.P. Guitierrez, An Introduction to Biological Control, Plenum Press, New York and London. Wardojo, S, M. Surdjani, T.O. Robson dan H. Susilo Pesticide Management in Southeast Asia. Biotrop in Cooperation With The Kasetsart University, Bangkok. Wasiati dan Sukirno, Pengendalian Hama Terpadu (PHT), Direktorat Bina Perlindungan Tanaman, Dirjen Tanaman Pangan dan Hortikultura, Jakarta. Wudyanto, R Teknik Aplikasi Pestisida, Penebar Swadaya, Jakarta. Yayasan Duta Awan, 07. Pesticide Action Network Asia and The Pasifik. Pestisida berbahaya bagi kesehatan. Http//www. Panap.net/uploade/media/Health-nodule-B.Indonesia.pdf Pestisida Htm. Diakses Tanggal 15 November 07.

89 Lampiran 1. Karakteristik responden yang ikut PHT di Kecamatan Batang Angkola No Jenis Kelamin Laki laki Laki laki Laki laki Laki laki Laki laki Laki laki Laki laki Laki - laki Usia Responden (tahun) > > > > > 50 > > Pendidikan Luas Lahan (ha) SLTA SLTP DIPLOMA SLTA SLTA SLTA SLTP SLTP SLTP SLTA SLTP SLTA SLTA SLTP SLTP SLTP DIPLOMA SLTA S1 SLTP SLTA SLTP < 0, > 0.5 > <0.5 <0.5 <0.5 <0.5 <0.5 <0.5 <0.5 < <0.5 <0.5 < < Pengalaman bertani (tahun) > 40 > > > > 40 > Status kepemilikan lahan Bagi hasil Bagi hasil Bagi hasil Sewa Bagi hasil Bagi hasil Bagi hasil Sewa Sewa Sewa Sewa Sewa Bagi hasil Sewa Sewa Sewa Sewa Bagi hasil Bagi hasil

90 Lampiran 2. Karakteristik responden yang ikut PHT di Kecamatan Batang Toru No Jenis Kelamin Laki - laki Laki - laki Laki laki Laki laki Laki - laki Laki - laki Laki - laki Laki - laki Laki - laki Laki - laki Usia Responden (tahun) < < > > Pendidikan SLTP SLTP SLTA SLTP SLTA SLTA SLTA SLTA SLTP Luas Lahan (ha) > 0.5 > <0.5 <0.5 < < < <0.5 <0.5 Pengalaman bertani (tahun) > < 5 < < < 5 Status kepemilikan lahan Sewa Sewa Sewa Sewa Sewa Bagi hasil Sewa Sewa Bagi hasil

91 Lampiran 3. Karakteristik responden yang ikut PHT di Kecamatan Padang Sidimpuan Timur No Jenis Kelamin Laki - laki Laki - laki Laki - laki perempuan perempuan perempuan perempuan perempuan perempuan Laki l aki Laki laki Laki - laki Usia Responden (tahun) > > > 50 > > > Pendidikan SLTP SLTP SLTA SLTP SLTP SLTA SLTP SLTP SLTA SLTP SLTA SLTA SLTP SLTP SLTP SLTP SLTP SLTA Luas Lahan (ha) 0,6 2 < 0,5 0, <0.5 <0.5 <0.5 <0.5 <0.5 <0.5 <0.5 <0.5 <0.5 <0.5 Pengalam an bertani (tahun) > > 40 < 5 > < < > 40 < > > > 40 Status kepemilikan lahan Sewa Sewa Sewa Sewa Bagi hasil Sewa Sewa Sewa Sewa Sewa Sewa Sewa Sewa Bagi hasil Sewa Sewa Bagi hasil

92 Lampiran 4. Karakteristik responden yang tidak ikut PHT di Kecamatan Sayur Matinggi No Jenis Kelamin Laki - laki Laki - laki Laki - laki Laki - laki Laki - laki Laki - laki Laki- laki Laki -laki perempuan perempuan perempuan Laki - laki Laki - laki Laki - laki Laki - laki Laki - laki Laki - laki Laki - laki Laki - laki Laki laki Laki - laki Usia Responden (tahun) > > > 50 > 50 > Pendidikan SLTA SLTA SLTP SLTA SLTA DIPLOMA SLTP SLTA SLTP SLTP SLTP SLTA SLTA SLTA S-1 SLTP SLTP S-1 Luas Lahan (ha) < 0, < <0.5 <0.5 <0.5 <0.5 Pengalaman bertani (tahun) > > 5 > > > 40 > > < 5 > > Status kepemilikan lahan Sewa Sewa Sewa Sewa Bagi hasil Sewa Sewa Bagi hasil Sewa Sewa Sewa Sewa Sewa

93 Lampiran 5. Karakteristik responden yang tidak ikut PHT di Kecamatan Marancar No Jenis Kelamin Usia Responden (tahun) > >50 >50 Pendidikan Luas Lahan (ha) Pengalaman bertani (tahun) < Status kepemilikan lahan Laki - laki Laki - laki Laki - laki Laki - laki perempuan perempuan Laki - laki Laki - laki Laki - laki Laki - laki Laki - laki SLTA SLTP SLTP SLTP SLTP SLTP SLTP SLTP SLTP SLTP SLTP SLTP Sewa Sewa Sewa Sewa Sewa Sewa Sewa Sewa Sewa Sewa Sewa Sewa

94 Lampiran 6. Karakteristik responden yang tidak ikut PHT di Kecamatan Siais No Jenis Kelamin Laki laki Laki laki Laki laki Laki - laki Laki - laki Laki - laki Laki - laki Laki laki Laki laki Laki laki Laki laki Laki laki Usia Responden (tahun) > 50 > Pendidikan SLTA SLTP SLTA SLTP SLTP SLTP SLTP SLTA SLTA SLTP SLTA SLTA SLTA SLTA Luas Lahan (ha) Pengalaman bertani (tahun) < < 5 < > 40 > Status kepemilikan lahan Sewa Sewa

95 Lampiran 7. Data rekap kajian Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) pada petani padi di Tapanuli Selatan bagi petani yang ikut SLPHT Kec. Batang Angkola Kec. Batang Toru Kec. Padang Sidimpuan Timur Y (X1) (X2) (X3) Y (X1) (X2) (X3) Y (X1) (X2) (X3) Y = Pendapat Petani X1 = Aspek Ekologi X2 = Aspek ekonomi X3 = Aspek Teknologi

96 Lampiran 8. Data rekap kajian penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) pada petani padi di Tapanuli Selatan bagi petani yang tidak ikut SLPHT Kec. Sayur Matinggi Kec. Siais Kec. Marancar Y (X1) (X2) (X3) Y (X1) (X2) (X3) Y (X1) (X2) (X3) Y = Pendapat Petani X1 = Aspek Ekologi X2 = Aspek ekonomi X3 = Aspek Teknologi

97 Lampiran 9. Kuisioner peserta yang ikut SLPHT padi di Kabupaten Tapanuli Selatan DAFTAR KUISIONER KAJIAN PENERAPAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT) PADA PETANI PADI DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN Kecamatan : A. Identitas responden 1. Jenis Kelamin : 1. Laki laki Usia Responden : 1. < S/d s/d s/d > Pendidikan : SLTP 3. SLTA 4. Diploma 5. Sarjana (S1) 4. Luas lahan 1. < 0,5 ha 2. 0,6 ha s/d 2 ha 3. 2,1 ha s/d 3 ha 4. 3,1 ha s/d 5 ha 5. > 5 ha 5. Pengalaman Bertani 1. > 5 tahun 2. 5 s/d 15 tahun s/d 30 tahun

98 4. 31 s/d 40 tahun 5. > 40 tahun 6. Status kepemilikan lahan Sewa 3. Bagi hasil 4. Tegalan 5. Pekarangan B. Aspek Ekologi 1. Apakah menurut bapak/ibu setelah melakukan PHT populasi hama pada tanaman padi meningkat? 1. Tidak meningkat 4. Meningkat 2. Sedikit meningkat 5. Sangat meningkat 3. Tetap 2. Apakah menurut bapak/ibu setelah melakukan PHT populasi Penyakit pada tanaman padi meningkat? 1. Tidak meningkat 4. Meningkat 2. Sedikit meningkat 5. Sangat meningkat 3. Tetap 3. Apakah bapak/ibu setuju setelah PHT pengendalian yang sering dilakukan adalah kultur teknis? 1. Sangat tidak setuju 4. Setuju 2. Tidak setuju 5. Sangat setuju 3. Kurang setuju 4. Apakah bapak/ibu setuju setelah PHT pengendalian yang sering dilakukan adalah mekanik? 1. Sangat tidak setuju 4. Setuju 2. Tidak setuju 5. Sangat setuju 3. Kurang setuju 5. Apakah bapak/ibu setuju setelah PHT pengendalian yang sering dilakukan adalah kultur teknik dan mekanik? 1. Sangat tidak setuju 4. Setuju 2. Tidak setuju 5. Sangat setuju 3. Kurang setuju

99 6. Apakah bapak/ibu setuju setelah PHT pengendalian yang sering dilakukan adalah kultur teknis, mekanik dan pestisida? 1. Sangat tidak setuju 4. Setuju 2. Tidak setuju 5. Sangat setuju 3. Kurang setuju 7. Apakah bapak/ibu setuju setelah PHT tidak melakukan pengendalian sama sekali? 1. Sangat tidak setuju 4. Setuju 2. Tidak setuju 5. Sangat setuju 3. Kurang setuju 8. Menurut bapak/ibu bagaimana pemberian pupuk yang dilakukan setelah adanya PHT? 1. Tidak pernah 4. Sering sekali 2. Jarang 5. Sangat sering sekali 3. Sering 9. Menurut bapak/ibu bagaimana pemberian pupuk Urea yang dilakukan setelah adanya PHT? 1. Tidak pernah 4. Sering sekali 2. Jarang 5. Sangat sering sekali 3. Sering 10. Menurut bapak/ibu bagaimana pemberian pupuk SP 36 yang dilakukan setelah adanyapht? 1. Tidak pernah 4. Sering sekali 2. Jarang 5. Sangat sering sekali 3. Sering 11. Menurut bapak/ibu bagaimana pemberian pupuk KCL yang dilakukan setelah adanya PHT? 1. Tidak pernah 4. Sering sekali 2. Jarang 5. Sangat sering sekali 3. Sering 12. Menurut bapak/ibu bagaimana pemberian pupuk ZPT yang dilakukan setelah adanya PHT? 1. Tidak pernah 4. Sering sekali 2. Jarang 5. Sangat sering sekali 3. Sering

100 13. Bagaimana menurut bapak/ibu jumlah penggunaan pupuk yang dilakukan setelah adanya PHT? 1. Tidak meningkat 4. Meningkat 2. Sedikit meningkat 5. Sangat meningkat 3. Tetap 14. Apakah bapak/ibu sering melakukan sistem pengairan teknis setelah adanya PHT? 1. Tidak pernah 4. Sering sekali 2. Jarang 5. Sangat sering sekali 3. Sering 15. Apakah bapak/ibu sering melakukan sistem pengairan Setengah teknis setelah adanya PHT? 1. Tidak pernah 4. Sering sekali 2. Jarang 5. Sangat sering sekali 3. Sering 16. Apakah bapak/ibu sering melakukan sistem pengairan Tadah hujan setelah adanya PHT? 1. Tidak pernah 4. Sering sekali 2. Jarang 5. Sangat sering sekali 3. Sering 17. Apakah bapak/ibu setuju penggunaan varietas mempengaruhi produksi tanaman? 1. Sangat tidak setuju 4. Setuju 2. Tidak setuju 5. Sangat setuju 3. Kurang setuju 18. Apakah menurut bapak/ibu penggunaan pestisida berpengaruh terhadap kelestarian musuh alami? 1. Sangat tidak berpengaruh 4. Berpengaruh 2. Tidak berpengaruh 5. Sangat berpengaruh 3. Kurang berpengaruh 19. Apakah Bapak/ibu sering melakukan pengamatan mingguan setelah adanya PHT? 1. Tidak pernah 4. Sering sekali 2. Jarang 5. Sangat sering sekali 3. Sering

101 C. Aspek Ekonomi. Apakah bapak/ibu setuju dengan adanya penerapan PHT dapat meningkatkan pendapatan? 1. Sangat tidak setuju 4. Setuju 2. Tidak setuju 5. Sangat setuju 3. Kurang setuju 21. Apakah bapak/ibu setuju dengan adanya penerapan PHT dapat meningkatkan produksi pertanian? 1. Sangat tidak setuju 4. Setuju 2. Tidak setuju 5. Sangat setuju 3. Kurang setuju 22. Apakah bapak/ibu setuju dengan adanya penerapan PHT dapat mengurangi biaya pengendalian? 1. Sangat tidak setuju 4. Setuju 2. Tidak setuju 5. Sangat setuju 3. Kurang setuju 23. Apakah bapak/ibu setuju dengan seringnya diadakan pertemuan kelompok tani pengetahuan lebih meningkat? 1. Sangat tidak setuju 4. Setuju 2. Tidak setuju 5. Sangat setuju 3. Kurang setuju 24. Apakah bapak/ibu setuju dengan seringnya PHP dan PPL memberikan penyuluhan lebih memperoleh pengetahuan tentang cara peningkatkan produksi padi? 1. Sangat tidak setuju 4. Setuju 2. Tidak setuju 5. Sangat setuju 3. Kurang setuju D. Aspek Teknologi 25. Apakah bapak/ibu dalam mengendalikan hama atau penyakit sering menggunakan agens hayati? 1. Tidak pernah 4. Sering sekali 2. Jarang 5. Sangat sering sekali 3. Sering

102 26. Apakah bapak/ibu dalam mengendalikan hama atau penyakit sering menggunakan pestisida? 1. Tidak pernah 4. Sering sekali 2. Jarang 5. Sangat sering sekali 3. Sering 27. Apakah bapak/ibu dalam mengendalikan hama atau penyakit sering menggunakan pestisida yang berasal dari tumbuhan (Biopestisida)? 1. Tidak pernah 4. Sering sekali 2. Jarang 5. Sangat sering sekali 3. Sering 28. Apakah bapak/ibu setuju waktu penyemprotan pestisida yang dilakukan lebih sering setelah adanya PHT? 1. Sangat tidak setuju 4. Setuju 2. Tidak setuju 5. Sangat setuju 3. Kurang setuju 29. Bagaimana frekuensi penggunaan pestisida yang dilakukan setelah adanya PHT? 1. Tidak pernah 4. Sering sekali 2. Jarang 5. Sangat sering sekali 3. Sering 30. Apakah Bapak/ibu setuju dengan penngunaan pestisida yang bermerek Decis? 1. Sangat tidak setuju 4. setuju 2. Tidak setuju 5. Sangat setuju 3. Kurang setuju 31. Apakah Bapak/ibu setuju setelah adanya PHT dosis pestisida yang digunakan sesuai dengan sasarannya? 1. Sangat tidak setuju 4. setuju 2. Tidak setuju 5. Sangat setuju 3. Kurang setuju 32. Apakah bapak/ibu mengetahui jenis jenis pestisida? 1. Sangat tidak mengetahui 4. Mengetahui 2. Tidak mengetahui 5. Sangat mengetahui 3. Kurang mengetahui

103 33. Apakah bapak/ibu mengetahui cara penggunaan pestisida yang baik untuk kesehatan manusia dan lingkungan? 1. Sangat tidak mengetahui 4. Mengetahui 2. Tidak mengetahui 5. Sangat mengetahui 3. Kurang mengetahui Pendapat petani padi tentang PHT 34. Apakah bapak/ibu mengetahui tentang PHT? 1. Sangat tidak mengetahui 4. Mengetahui 2. Tidak mengetahui 5. Sangat mengetahui 3. Kurang mengetahui 35. Apakah menurut bapak/ibu penerapan PHT memberikan manfaat? 1. Sangat tidak bermamfaat 4. Bermamfaat 2. Tidak bermamfaat 5. Sangat bermamfaat 3. Kurang bermamfaat 36. Bagaimana menurut bapak/ibu tentang pelaksanaan PHT yang ada di daerah ini? 1. Sangat tidak baik 4. Baik 2. Tidak baik 5. Sangat baik 3. Kurang baik 37. Apakah bapak/ibu setuju bahwa fungsi dari ekosistem PHT untuk mengurangi penggunaan pestisida? 1. Sangat tidak setuju 4. Setuju 2. Tidak setuju 5. Sangat setuju 3. Kurang setuju 38. Apakah bapak/ibu setuju bahwa program PHT sulit diterapkan dalam kehidupan sehari hari? 1. Sangat tidak setuju 4. Setuju 2. Tidak setuju 5. Sangat setuju 3. Kurang setuju 39. Apakah bapak/ibu setuju Program PHT perlu digalakkan lagi? 1. Sangat tidak setuju 4. Setuju 2. Tidak setuju 5. Sangat setuju 3. Kurang setuju

104 Lampiran 10. Kuisioner peserta yang tidak ikut PHT padi di Kabupaten Tapanuli Selatan DAFTAR KUISIONER KAJIAN PENERAPAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT) PADA PETANI PADI DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN Kecamatan : A. Identitas responden 1. Jenis Kelamin : 1. Laki laki Usia Responden : 1. < S/d s/d s/d > Pendidikan : SLTP 3. SLTA 4. Diploma 5. Sarjana (S1) 4. Luas lahan 1. < 0,5 ha 2. 0,6 ha s/d 2 ha 3. 2,1 ha s/d 3 ha 4. 3,1 ha s/d 5 ha 5. > 5 ha 5. Pengalaman Bertani 1. > 5 tahun 2. 5 s/d 15 tahun s/d 30 tahun

105 4. 31 s/d 40 tahun 5. > 40 tahun 6. Status kepemilikan lahan Sewa 3. Bagi hasil 4. Tegalan 5. Pekarangan B. Aspek Ekologi 1. Apakah menurut bapak/ibu populasi hama pada tanaman padi meningkat? 1. Tidak meningkat 4. Meningkat 2. Sedikit meningkat 5. Sangat meningkat 3. Tetap 2. Apakah menurut bapak/ibu populasi Penyakit pada tanaman padi meningkat? 1. Tidak meningkat 4. Meningkat 2. Sedikit meningkat 5. Sangat meningkat 3. Tetap 3. Apakah bapak/ibu setuju pengendalian yang sering dilakukan adalah kultur teknis? 1. Sangat tidak setuju 4. Setuju 2. Tidak setuju 5. Sangat setuju 3. Kurang setuju 4. Apakah bapak/ibu setuju pengendalian yang sering dilakukan adalah mekanik? 1. Sangat tidak setuju 4. Setuju 2. Tidak setuju 5. Sangat setuju 3. Kurang setuju 5. Apakah bapak/ibu setuju pengendalian yang sering dilakukan adalah kultur teknik dan mekanik? 1. Sangat tidak setuju 4. Setuju 2. Tidak setuju 5. Sangat setuju 3. Kurang setuju 6. Apakah bapak/ibu setuju pengendalian yang sering dilakukan adalah kultur teknis, mekanik dan pestisida? 1. Sangat tidak setuju 4. Setuju 2. Tidak setuju 5. Sangat setuju 3. Kurang setuju

106 7. Apakah bapak/ibu setuju tidak melakukan pengendalian sama sekali? 1. Sangat tidak setuju 4. Setuju 2. Tidak setuju 5. Sangat setuju 3. Kurang setuju 8. Apakah bapak/ibu sering melakukan pemberian pupuk pada tanaman padi? 1. Tidak pernah 4. Sering sekali 2. Jarang 5. Sangat sering sekali 3. Sering 9 Apakah bapak/ibu sering melakukan pemberian pupuk urea pada tanaman padi? 1. Tidak pernah 4. Sering sekali 2. Jarang 5. Sangat sering sekali 3. Sering 10. Apakah bapak/ibu sering melakukan pemberian pupuk SP36 pada tanaman padi? 1. Tidak pernah 4. Sering sekali 2. Jarang 5. Sangat sering sekali 3. Sering 11. Apakah bapak/ibu sering melakukan pemberian pupuk KCL pada tanaman padi? 1. Tidak pernah 4. Sering sekali 2. Jarang 5. Sangat sering sekali 3. Sering 12. Apakah bapak/ibu sering melakukan pemberian pupuk ZPT pada tanaman padi? 1. Tidak pernah 4. Sering sekali 2. Jarang 5. Sangat sering sekali 3. Sering 13.Bagaimana menurut bapak/ibu jumlah penggunaan pupuk yang diberikan? 1. Tidak meningkat 4. Meningkat 2. Sedikit meningkat 5. Sangat meningkat 3. Tetap 14. Apakah bapak/ibu sering melakukan sistem pengairan teknis pada tanaman padi? 1. Tidak pernah 4. Sering sekali 2. Jarang 5. Sangat sering sekali 3. Sering

107 15. Apakah bapak/ibu sering melakukan sistem pengairan Setengah teknis pada tanaman padi? 1. Tidak pernah 4. Sering sekali 2. Jarang 5. Sangat sering sekali 3. Sering 16. Apakah bapak/ibu sering melakukan sistem pengairan Tadah hujan pada tanaman padi? 1. Tidak pernah 4. Sering sekali 2. Jarang 5. Sangat sering sekali 3. Sering 17. Apakah bapak/ibu setuju penggunaan varietas mempengaruhi produksi tanaman? 1. Sangat tidak setuju 4. Setuju 2. Tidak setuju 5. Sangat setuju 3. Kurang setuju 18. Apakah menurut bapak/ibu penggunaan pestisida berpengaruh terhadap kelestarian musuh alami? 1. Sangat tidak berpengaruh 4. Berpengaruh 2. Tidak berpengaruh 5. Sangat berpengaruh 3. Kurang berpengaruh 19. Apakah bapak/ibu pernah melakukan pengamatan mingguan? 1. Tidak pernah 4. Sering sekali 2. Jarang 5. Sangat sering sekali 3. Sering C. Aspek Ekonomi. Apakah bapak/ibu setuju pendapatan meningkat meskipun belum ada program PHT? 1. Sangat tidak setuju 4. Setuju 2. Tidak setuju 5. Sangat setuju 3. Kurang setuju 21. Apakah bapak/ibu setuju produksi pertanian meningkat meskipun belum ada program PHT? 1. Sangat tidak setuju 4. Setuju 2. Tidak setuju 5. Sangat setuju 3. Kurang setuju

108 22. Apakah bapak/ibu setuju biaya pengendalian hama bertambah meskipun belum ada program PHT? 1. Sangat tidak setuju 4. Setuju 2. Tidak setuju 5. Sangat setuju 3. Kurang setuju 23. Apakah bapak/ibu setuju dengan sering mengikuti pertemuan kelompok tani pengetahuan lebih meningkat? 1. Sangat tidak setuju 4. Setuju 2. Tidak setuju 5. Sangat setuju 3. Kurang setuju 24. Apakah bapak/ibu setuju dengan seringnya PHP dan PPL memberikan penyuluhan lebih memperoleh pengetahuan tentang cara peningkatkan produksi padi? 1. Sangat tidak setuju 4. setuju 2. Tidak setuju 5. Sangat setuju 3. Kurang setuju D. Aspek Teknologi 25. Apakah bapak/ibu dalam mengendalikan hama atau penyakit sering menggunakan agens hayati? 1. Tidak pernah 4. Sering sekali 2. Jarang 5. Sangat sering sekali 3. Sering 26. Apakah bapak/ibu dalam mengendalikan hama atau penyakit sering menggunakan pestisida? 1. Tidak pernah 4. Sering sekali 2. Jarang 5. Sangat sering sekali 3. Sering 27. Apakah bapak/ibu dalam mengendalikan hama atau penyakit sering menggunakan pestisida yang berasal dari tumbuhan (biopestisida)? 1. Tidak pernah 4. Sering sekali 2. Jarang 5. Sangat sering sekali 3. Sering

109 28. Apakah bapak/ibu setuju waktu penyemprotan pestisida yang dilakukan lebih sering pada tanaman padi? 1. Sangat tidak setuju 4. Setuju 2. Tidak setuju 5. Sangat setuju 3. Kurang setuju 29. Bagaimana frekuensi penggunaan pestisida yang bapak/ibu lakukan? 1. Tidak pernah 4. Sering sekali 2. Jarang 5. Sangat sering sekali 3. Sering 30. Apakah Bapak/ibu setuju dengan penggunaan pestisida yang bermerek Decis? 1. Sangat tidak setuju 4. Setuju 2. Tidak setuju 5. Sangat setuju 3. Kurang setuju 31. Apakah bapak/ibu setuju dosis pestisida yang digunakan sesuai dengan sasarannya? 1. Sangat tidak setuju 4. Setuju 2. Tidak setuju 5. Sangat setuju 3. Kurang setuju 32. Apakah bapak/ibu mengetahui jenis jenis pestisida? 1. Sangat tidak mengetahui 4. Mengetahui 2. Tidak mengetahui 5. Sangat mengetahui 3. Kurang mengetahui 33. Apakah bapak/ibu mengetahui cara penggunaan pestisida yang baik untuk kesehatan manusia dan lingkungan? 1. Sangat tidak mengetahui 4. Mengetahui 2. Tidak mengetahui 5. Sangat mengetahui 3. Kurang mengetahui Pendapat petani padi tentang PHT 34. Apakah bapak/ibu mengetahui tentang PHT? 1. Sangat tidak mengetahui 4. Mengetahui 2. Tidak mengetahui 5. Sangat mengetahui 3. Kurang mengetahui

110 35. Apakah menurut bapak/ibu penerapan PHT memberikan manfaat? 1. Sangat tidak bermamfaat 4. Bermamfaat 2. Tidak bermamfaat 5. Sangat bermamfaat 3. Kurang bermamfaat 36. Bagaimana menurut bapak/ibu tentang pelaksanaan PHT di daerah ini? 1. Sangat tidak baik 4. Baik 2. Tidak baik 5. Sangat baik 3. Kurang baik 37. Apakah bapak/ibu setuju fungsi dari ekosistem PHT untuk mengurangi penggunaan pestisida? 1. Sangat tidak setuju 4. Setuju 2. Tidak setuju 5. Sangat setuju 3. Kurang setuju 38. Apakah bapak/ibu setuju bahwa program PHT sulit diterapkan dalam kehidupan sehari hari? 1. Sangat tidak setuju 4. Setuju 2. Tidak setuju 5. Sangat setuju 3. Kurang setuju 39. Apakah bapak/ibu setuju Program PHT perlu digalakkan? 1. Sangat tidak setuju 4. Setuju 2. Tidak setuju 5. Sangat setuju 3. Kurang setuju Lampiran 11. Peta Kabupaten Tapanuli Selatan

111

112 Lampiran 12. Peta Kecamatan Batang Angkola

113 Lampiran 13. Peta Kecamatan Batang Toru

114 Lampiran 14. Peta Kecamatan Padang Sidimpuan Timur

115 Lampiran 15. Peta Kecamatan Sayur Matinggi

116 Lampiran 16. Peta Kecamatan Marancar

117 Lampiran 17. Peta Kecamatan Siais

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Tanaman padi adalah termasuk salah satu tanaman pangan yang keberadaannya harus senantiasa terpenuhi, sebab padi merupakan salah satu penghasil makanan pokok

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. hama berdasarkan ekologi yang menitikberatkan pada faktor-faktor mortalitas

TINJAUAN PUSTAKA. hama berdasarkan ekologi yang menitikberatkan pada faktor-faktor mortalitas TINJAUAN PUSTAKA Pengendalian Hama Terpadu Flint dan Robert (1981) mendefenisikan PHT adalah strategi pengendalian hama berdasarkan ekologi yang menitikberatkan pada faktor-faktor mortalitas alami seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran lingkungan yang diakibatkan dari kegiatan pertanian merupakan salah satu masalah lingkungan yang telah ada sejak berdirinya konsep Revolusi Hijau. Bahan kimia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Organik Saat ini untuk pemenuhan kebutuhan pangan dari sektor pertanian mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan lingkungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila

Lebih terperinci

Nama Mabasiswa : YASNIATI LUBIS Nomor Pokok : Program Studi : Pengelolaan Sumber daya Alam dan Lingkungan. Menyetujui Komisi Pembimbing

Nama Mabasiswa : YASNIATI LUBIS Nomor Pokok : Program Studi : Pengelolaan Sumber daya Alam dan Lingkungan. Menyetujui Komisi Pembimbing Judul Penelitian : ANALISIS PROGRAM PENGENDALIAN HAMA TERPADU PADA TANAMAN PADI SAWAH DALAM MENCIPTAKAN PEMBANGUNAN YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN DI KABUPATEN DELI SERDANG. Nama Mabasiswa : YASNIATI LUBIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber matapencaharian dari mayoritas penduduknya, sehingga sebagian besar penduduknya menggantungkan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 3586 (Penjelasan Atas Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 12) UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tingkat produksi budidaya tanaman yang mantap sangat menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agro Ekologi 1

BAB I PENDAHULUAN. Agro Ekologi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengertian agro ekologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang budidaya tanaman dengan lingkungan tumbuhnya. Agro ekologi merupakan gabungan tiga kata, yaitu

Lebih terperinci

1.2 Tujuan Untuk mengetahui etika dalam pengendalian OPT atau hama dan penyakit pada tanaman.

1.2 Tujuan Untuk mengetahui etika dalam pengendalian OPT atau hama dan penyakit pada tanaman. 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan hama dan penyakit pada tanaman merupakan salah satu kendala yang cukup rumit dalam pertanian. Keberadaan penyakit dapat menghambat pertumbuhan dan pembentukan

Lebih terperinci

EKSISTENSI PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN PADI PADA TINGKAT PETANI DI SULAWESI TENGAH

EKSISTENSI PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN PADI PADA TINGKAT PETANI DI SULAWESI TENGAH EKSISTENSI PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN PADI PADA TINGKAT PETANI DI SULAWESI TENGAH Amran Muis, Lintje Hutahaean, dan Syamsul Bakhri Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah ABSTRAK

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family Oryzoideae dan Genus Oryza. Organ tanaman padi terdiri atas organ vegetatif dan organ generatif.

Lebih terperinci

PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN SECARA TERPADU

PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN SECARA TERPADU PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN SECARA TERPADU Oleh : Awaluddin (Widyaiswara) I. LATAR BELAKANG A. Pendahuluan Program peningkatan produksi dan produktivitas tanaman masih banyak kendala yang

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 Tentang : Perlindungan Tanaman

Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 Tentang : Perlindungan Tanaman Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 Tentang : Perlindungan Tanaman Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 6 TAHUN 1995 (6/1995) Tanggal : 28 PEBRUARI 1995 (JAKARTA) Sumber : LN 1995/12; TLN NO. 3586

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor struktur tanah, pencemaran, keadaan udara, cuaca dan iklim, kesalahan cara

BAB I PENDAHULUAN. faktor struktur tanah, pencemaran, keadaan udara, cuaca dan iklim, kesalahan cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan pada tanaman dapat disebabkan oleh faktor biotik ataupun abiotik. Faktor pengganggu biotik adalah semua penyebab gangguan yang terdiri atas organisme atau makhluk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani. Pembangunan pertanian sebagai bagian integral dari pembangunan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

Pengelolaan Agroekosistem dalam Pengendalian OPT. Status Pengendalian

Pengelolaan Agroekosistem dalam Pengendalian OPT. Status Pengendalian Pengelolaan Agroekosistem dalam Pengendalian OPT Dr. Akhmad Rizali Materi: http://rizali.staff.ub.ac.id Status Pengendalian Pengendalian yang berlaku di lapangan masih bersifat konvensional Tujuan : memusnahkan

Lebih terperinci

*) Dibiayai Dana DIPA Universitas Andalas Tahun Anggaran 2009 **) Staf Pengajar Fakultas Pertanian Univ.Andalas Padang

*) Dibiayai Dana DIPA Universitas Andalas Tahun Anggaran 2009 **) Staf Pengajar Fakultas Pertanian Univ.Andalas Padang PENERAPAN PENGGUNAAN INSEKTISIDA BIORASIONAL UNTUK MENGENDALIKAN HAMA KUTU KEBUL, Bemisia tabaci PENYEBAB PENYAKIT VIRUS KUNING KERITING CABAI DI NAGARI BATU TAGAK, KECAMATAN LUBUK BASUNG, KABUPATEN AGAM,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang cocok untuk kegiatan pertanian. Disamping itu pertanian merupakan mata

I. PENDAHULUAN. yang cocok untuk kegiatan pertanian. Disamping itu pertanian merupakan mata I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia dikenal sebagai negara agraris dan memiliki iklim tropis yang cocok untuk kegiatan pertanian. Disamping itu pertanian merupakan mata pencaharian utama

Lebih terperinci

Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan)

Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan) Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan) Memasuki musim hujan tahun ini, para petani mulai sibuk mempersiapkan lahan untuk segera mengolah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sawah irigasi sebagai basis usahatani merupakan lahan yang sangat potensial serta menguntungkan untuk kegiatan usaha tani. Dalam satu tahun setidaknya sawah irigasi dapat

Lebih terperinci

15/12/2015 PENGENDALIAN HAMA DENGAN PERATURAN / PERUNDANG-UNDANGAN

15/12/2015 PENGENDALIAN HAMA DENGAN PERATURAN / PERUNDANG-UNDANGAN PENGENDALIAN HAMA DENGAN PERATURAN / PERUNDANG-UNDANGAN KARANTINA PERTANIAN Suatu lembaga yang dibentuk pemerintah untuk mencegahmasukdan tersebarnyahama & penyakit pertanian (tumbuhan, hewan, ikan) dari

Lebih terperinci

Moch Taufiq Ismail_ _Agroekoteknologi_2013

Moch Taufiq Ismail_ _Agroekoteknologi_2013 Tentang Sistem Pertanian Konvensional Sistem pertanian konvensional adalah sistem pertanian yang pengolahan tanahnya secara mekanik (mesin). Sistem pertanian konvensional memiliki tujuan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor penting di Indonesia. Pembangunan pertanian

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor penting di Indonesia. Pembangunan pertanian I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertanian merupakan sektor penting di Indonesia. Pembangunan pertanian diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan petani, memperluas lapangan pekerjaan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat. Sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat. Sektor pertanian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian bangsa. Sektor pertanian telah berperan dalam pembentukan PDB, perolehan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan. Peningkatan produksi padi dipengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan. Peningkatan produksi padi dipengaruhi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan tanaman serealia penting dan digunakan sebagai makanan pokok oleh bangsa Indonesia. Itulah sebabnya produksi padi sangat perlu untuk ditingkatkan. Peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan. Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan. Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Pembangunan pertanian masih mendapatkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian tanaman pangan di Indonesia sampai dengan tahun 1960 praktis menggunakan teknologi dengan masukan organik berasal dari sumber daya setempat. Varietas lokal dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Peran pertanian antara lain adalah (1) sektor pertanian menyumbang sekitar 22,3 % dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu roda penggerak pembangunan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu roda penggerak pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu roda penggerak pembangunan nasional. Dilihat dari kontribusinya dalam pembentukan PDB pada tahun 2002, sektor ini menyumbang sekitar

Lebih terperinci

WITA KHAIRIA /PSL

WITA KHAIRIA /PSL DAMPAK PENGGUNAAN PESTISIDA TERHADAP KEANEKARAGAMAN ARTHROPODA TANAH DAN KADAR RESIDU PESTISIDA PADA BUAH JERUK (KASUS PETANI HORTIKULTURA DI KABUPATEN KARO) TESIS Oleh WITA KHAIRIA 067004018/PSL S E K

Lebih terperinci

PENGELOLAAN HAMA TERPADU (PHT)

PENGELOLAAN HAMA TERPADU (PHT) OVERVIEW : PENGELOLAAN HAMA TERPADU (PHT) Oleh Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fak. Pertanian Univ. Brawijaya Apakah PHT itu itu?? Hakekat PHT PHT merupakan suatu cara pendekatan atau cara berpikir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kubis merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak dikonsumsi karena berbagai manfaat yang terdapat di dalam kubis. Kubis dikenal sebagai sumber vitamin A, B, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di

I. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman sayuran cukup penting di Indonesia, baik untuk konsumsi di dalam negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di dataran rendah sampai

Lebih terperinci

KONSEP DAN STRATEGI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PESTISIDA NABATI PENDAHULUAN

KONSEP DAN STRATEGI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PESTISIDA NABATI PENDAHULUAN KONSEP DAN STRATEGI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KONSEP DAN STRATEGI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN Haryono KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN PENDAHULUAN Tuntutan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern,

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern, akibatnya agroekosistem menjadi tidak stabil. Kerusakan-kerusakan tersebut menimbulkan

Lebih terperinci

F. Pengendalian Kimiawi

F. Pengendalian Kimiawi PENGENDALIAN HAMA F. Pengendalian Kimiawi Yaitu penggunaan pestisida untuk mengendalikan hama agar hama tidak menimbulkan kerusakan bagi tanaman yang diusahakan. Kelebihannya : 1. Cepat menurunkan populasi

Lebih terperinci

EKOLOGI MANUSIA : PERTANIAN DAN PANGAN MANUSIA. Nini Rahmawati

EKOLOGI MANUSIA : PERTANIAN DAN PANGAN MANUSIA. Nini Rahmawati EKOLOGI MANUSIA : PERTANIAN DAN PANGAN MANUSIA Nini Rahmawati Pangan dan Gizi Manusia Zat gizi merupakan komponen pangan yang bermanfaat bagi kesehatan (Mc Collum 1957; Intel et al 2002). Secara klasik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanian modern atau pertanian anorganik merupakan pertanian yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanian modern atau pertanian anorganik merupakan pertanian yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertanian Anorganik Pertanian modern atau pertanian anorganik merupakan pertanian yang menggunakan varietas unggul untuk berproduksi tinggi, pestisida kimia, pupuk kimia, dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Perlindungan tanaman dengan menggunakan pestisida telah menimbulkan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Perlindungan tanaman dengan menggunakan pestisida telah menimbulkan PENDAHULUAN Latar Belakang Pengendalian Hama Terpadu (PHT) telah menjadi kebijaksanaan pemerintah dalam menangani perlindungan tanaman. Perlindungan tanaman merupakan salah satu bagian penting dalam usaha

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya menyebabkan peningkatan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya menyebabkan peningkatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya menyebabkan peningkatan jumlah konsumsi pangan, sehingga Indonesia mencanangkan beberapa program yang salah satunya adalah

Lebih terperinci

PENGENDALIAN OPT PADI RAMAH LINGKUNGAN. Rahmawasiah dan Eka Sudartik Universitas Cokroaminoto Palopo ABSTRAK

PENGENDALIAN OPT PADI RAMAH LINGKUNGAN. Rahmawasiah dan Eka Sudartik Universitas Cokroaminoto Palopo ABSTRAK PENGENDALIAN OPT PADI RAMAH LINGKUNGAN Rahmawasiah dan Eka Sudartik Universitas Cokroaminoto Palopo ABSTRAK Program ini dapat membantu petani dalam pengendalian OPT pada tanaman padi tanpa menggunakan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PESTISIDA NABATI (MIMBA, GADUNG, LAOS DAN SERAI), TERHADAP HAMA PADA TANAMAN KUBIS (Brassica oleracea L.) SKRIPSI

EFEKTIVITAS PESTISIDA NABATI (MIMBA, GADUNG, LAOS DAN SERAI), TERHADAP HAMA PADA TANAMAN KUBIS (Brassica oleracea L.) SKRIPSI EFEKTIVITAS PESTISIDA NABATI (MIMBA, GADUNG, LAOS DAN SERAI), TERHADAP HAMA PADA TANAMAN KUBIS (Brassica oleracea L.) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

CARA CARA PENGENDALIAN OPT DAN APLIKASI PHESTISIDA YANG AMAN BAGI KESEHATAN 1) SUHARNO 2) 1) Judul karya ilmiah di Website 2)

CARA CARA PENGENDALIAN OPT DAN APLIKASI PHESTISIDA YANG AMAN BAGI KESEHATAN 1) SUHARNO 2) 1) Judul karya ilmiah di Website 2) CARA CARA PENGENDALIAN OPT DAN APLIKASI PHESTISIDA YANG AMAN BAGI KESEHATAN 1) SUHARNO 2) 1) Judul karya ilmiah di Website 2) Lektor Kepala/Pembina TK.I. Dosen STPP Yogyakarta. I. PENDAHULUAN Penurunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanggamus merupakan salah satu daerah penghasil sayuran di Provinsi Lampung.

I. PENDAHULUAN. Tanggamus merupakan salah satu daerah penghasil sayuran di Provinsi Lampung. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanggamus merupakan salah satu daerah penghasil sayuran di Provinsi Lampung. Luas lahan sayuran di Tanggamus adalah 6.385 ha yang didominasi oleh tanaman cabai 1.961

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan penduduk dunia khususnya di negara-negara Asia Tenggara menghendaki adanya pemenuhan kebutuhan bahan makanan yang meningkat dan harus segera diatasi salah

Lebih terperinci

PENGARUH BERBAGAI JENIS BAHAN ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN CABAI (Capsicum annum L.)

PENGARUH BERBAGAI JENIS BAHAN ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN CABAI (Capsicum annum L.) PENGARUH BERBAGAI JENIS BAHAN ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN CABAI (Capsicum annum L.) OLEH M. ARIEF INDARTO 0810212111 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2013 DAFTAR ISI Halaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan. Tumbuhan yang digunakan meliputi untuk bahan pangan,

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan. Tumbuhan yang digunakan meliputi untuk bahan pangan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan flora dan fauna. Kekayaan sumber daya alam hayati itu baru sebagian yang sudah dimanfaatkan. Tumbuhan yang digunakan meliputi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang mempunyai peran dan sumbangan besar bagi penduduk dunia. Di Indonesia, tanaman kedelai

Lebih terperinci

DASAR DASAR AGRONOMI MKK 312/3 SKS (2-1)

DASAR DASAR AGRONOMI MKK 312/3 SKS (2-1) DASAR DASAR AGRONOMI MKK 312/3 SKS (2-1) OLEH : PIENYANI ROSAWANTI PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA 2016 PENGERTIAN-PENGERTIAN DALAM AGRONOMI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berusaha, memberi sumbangan pada pengembangan wilayah. Misi. memberi sumbangan yang besar kepada pembangunan nasional (Abdoel

BAB I PENDAHULUAN. dan berusaha, memberi sumbangan pada pengembangan wilayah. Misi. memberi sumbangan yang besar kepada pembangunan nasional (Abdoel BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertanian diharapkan dapat berperan dalam penyediaan pangan yang cukup bagi para penduduk, mendorong pertumbuhan ekonomi melalui penyediaan bahan baku industri

Lebih terperinci

SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 390/Kpts/TP.600/5/1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM NASIONAL PENGENDALIAN HAMA TERPADU MENTERI PERTANIAN,

SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 390/Kpts/TP.600/5/1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM NASIONAL PENGENDALIAN HAMA TERPADU MENTERI PERTANIAN, SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 390/Kpts/TP.600/5/1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM NASIONAL PENGENDALIAN HAMA TERPADU MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa pengembangan pengendalian hama

Lebih terperinci

Luas areal tanaman Luas areal serangan OPT (ha)

Luas areal tanaman Luas areal serangan OPT (ha) 1 HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI DENGAN TINGKAT ADOPSI TEKNOLOGI PHT PASCA SLPHT PADI DI DESA METUK, KECAMATAN MOJOSONGO, KABUPATEN BOYOLALI Paramesti Maris, Sapja Anantanyu, Suprapto

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan penduduk yang melaju dengan cepat perlu diimbangi dengan kualitas dan kuantitas makanan sebagai bahan pokok, paling tidak sama dengan laju pertumbuhan penduduk.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran penting dibanding dengan jenis sayuran lainnya. Cabai tidak dapat dipisahkan dari kehidupan

Lebih terperinci

TESIS M. AMIN BAKTI

TESIS M. AMIN BAKTI TESIS M. AMIN BAKTI 057004013 SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2011 PENGARUH KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN PELAYANAN KEPELABUHAN TERHADAP KESELAMATAN LINGKUNGAN PELAYARAN DI TERMINAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa orde baru tahun 1960-an produktivitas padi di Indonesia hanya

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa orde baru tahun 1960-an produktivitas padi di Indonesia hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada awal masa orde baru tahun 1960-an produktivitas padi di Indonesia hanya 1-1,5 ton/ha, sementara jumlah penduduk pada masa itu sekitar 90 jutaan sehingga produksi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Menurut Mubyarto (1995), pertanian dalam arti luas mencakup pertanian rakyat atau pertanian dalam arti sempit disebut perkebunan (termasuk didalamnya perkebunan

Lebih terperinci

Lahan rawa untuk budidaya tanaman pangan berwawasan lingkungan Sholehien

Lahan rawa untuk budidaya tanaman pangan berwawasan lingkungan Sholehien Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership) Lahan rawa untuk budidaya tanaman pangan berwawasan lingkungan Sholehien Deskripsi Dokumen: http://lib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=74226&lokasi=lokal

Lebih terperinci

Peran Varietas Tahan dalam PHT. Stabilitas Agroekosistem

Peran Varietas Tahan dalam PHT. Stabilitas Agroekosistem Peran Varietas Tahan dalam PHT Dr. Akhmad Rizali Stabilitas Agroekosistem Berbeda dengan ekosistem alami, kebanyakan sistem produksi tanaman secara ekologis tidak stabil, tidak berkelanjutan, dan bergantung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Aktivitas penyerbukan terjadi pada tanaman sayur-sayuran, buah-buahan, kacangkacangan,

I. PENDAHULUAN. Aktivitas penyerbukan terjadi pada tanaman sayur-sayuran, buah-buahan, kacangkacangan, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Serangga merupakan golongan hewan yang dominan di muka bumi. Dalam jumlahnya serangga melebihi jumlah semua hewan melata yang ada baik di darat maupun di air, dan keberadaannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak

I. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan di sektor pertanian suatu daerah harus tercermin oleh kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak ketahanan pangan. Selain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Sawah organik dan non-organik Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang menghindari penggunaan pupuk buatan, pestisida kimia dan hasil rekayasa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pola integrasi antara tanaman dan ternak atau yang sering disebut dengan pertanian terpadu, adalah memadukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan pada sektor pertanian. Di Indonesia sektor pertanian memiliki peranan besar dalam menunjang

Lebih terperinci

LAPORAN KEMAJUAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM

LAPORAN KEMAJUAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM LAPORAN KEMAJUAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM PENYULUHAN PROGRAM 5T CARA CERDAS PETANI MENGGUNAKAN PESTISIDA GUNA MEMINIMALISASI PENCEMARAN LINGKUNGAN BIDANG KEGIATAN: PKM-M Diusulkan oleh:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan produksi sayuran meningkat setiap tahunnya.

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan produksi sayuran meningkat setiap tahunnya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sayuran adalah produk pertanian yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan memiliki beragam manfaat kesehatan bagi manusia.bagi kebanyakan orang, sayuran memberikan

Lebih terperinci

Komponen Ekosistem Komponen ekosistem ada dua macam, yaitu abiotik dan biotik. hujan, temperatur, sinar matahari, dan penyediaan nutrisi.

Komponen Ekosistem Komponen ekosistem ada dua macam, yaitu abiotik dan biotik. hujan, temperatur, sinar matahari, dan penyediaan nutrisi. MINGGU 3 Pokok Bahasan : Konsep Ekologi 1 Sub Pokok Bahasan : a. Pengertian ekosistem b. Karakteristik ekosistem c. Klasifikasi ekosistem Pengertian Ekosistem Istilah ekosistem merupakan kependekan dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman padi merupakan tanaman yang penting dibudidayakan, karena

I. PENDAHULUAN. Tanaman padi merupakan tanaman yang penting dibudidayakan, karena I. PENDAHULUAN A. Latar Balakang Tanaman padi merupakan tanaman yang penting dibudidayakan, karena menghasilkan sumber makanan pokok bagi masyarakat Indonesia. Menanam padi sudah menjadi tugas pokok petani

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. produksi pertanian baik secara kuantitas maupun kualitas. Pada tahun 1984

I. PENDAHULUAN. produksi pertanian baik secara kuantitas maupun kualitas. Pada tahun 1984 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang memiliki tujuan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani pada khususnya dan masyarakat

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT PARTISIPASI PETANI DALAM KEGIATAN SEKOLAH LAPANGAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SL-PHT) PADA USAHATANI MANGGIS

ANALISIS TINGKAT PARTISIPASI PETANI DALAM KEGIATAN SEKOLAH LAPANGAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SL-PHT) PADA USAHATANI MANGGIS ANALISIS TINGKAT PARTISIPASI PETANI DALAM KEGIATAN SEKOLAH LAPANGAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SL-PHT) PADA USAHATANI MANGGIS (Studi Kasus pada Kelompok Tani Kencana Mekar di Desa Puspajaya Kecamatan Puspahiang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lainnya, baik dalam bentuk mentah ataupun setengah jadi. Produk-produk hasil

I. PENDAHULUAN. lainnya, baik dalam bentuk mentah ataupun setengah jadi. Produk-produk hasil I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan iklim tropis yang sangat cocok untuk pertanian. Sebagian besar mata pencaharian penduduk Indonesia yaitu sebagai petani. Sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tahun. Sumber : [18 Februari 2009]

I. PENDAHULUAN. Tahun. Sumber :  [18 Februari 2009] I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumber daya manusia suatu bangsa termasuk Indonesia. Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar (228.523.300

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. D.I.Yogyakarta tahun mengalami penurunan. Pada tahun 2013

I. PENDAHULUAN. D.I.Yogyakarta tahun mengalami penurunan. Pada tahun 2013 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta (D.I.Yogyakarta) masih memiliki areal pertanian yang cukup luas dan merupakan salah satu daerah pemasok beras dan kebutuhan pangan lainnya di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sumber protein, lemak, vitamin, mineral, dan serat yang paling baik

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sumber protein, lemak, vitamin, mineral, dan serat yang paling baik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman kedelai di Indonesia merupakan tanaman pangan penting setelah padi dan jagung. Kedelai termasuk bahan makanan yang mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian dalam arti luas mencakup perkebunan, kehutanan, peternakan dan

I. PENDAHULUAN. pertanian dalam arti luas mencakup perkebunan, kehutanan, peternakan dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah dunia pertanian mengalami lompatan yang sangat berarti, dari pertanian tradisional menuju pertanian modern. Menurut Trisno (1994), ada dua pertanian yaitu pertanian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Di seluruh dunia, produksi kentang sebanding dengan produksi gandum,

PENDAHULUAN. Di seluruh dunia, produksi kentang sebanding dengan produksi gandum, PENDAHULUAN Latar Belakang Di seluruh dunia, produksi kentang sebanding dengan produksi gandum, jagung, dan beras. Di banyak negara, kentang berfungsi sebagai makanan pokok karena gizi yang sangat baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan hal penting dalam pembangunan pertanian. Salah satu keberhasilan dalam pembangunan pertanian adalah terpenuhinya kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT Handoko Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur ABSTRAK Lahan sawah intensif produktif terus mengalami alih fungsi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam usaha mempertahankan kelangsungan hidupnya, manusia berusaha memenuhi kebutuhan primernya, dan salah satu kebutuhan primernya tersebut adalah makanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan sangat penting. Sektor ini mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, laju pertumbuhannya sebesar 4,8 persen

Lebih terperinci

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I. K e l a s. Kurikulum 2013

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I. K e l a s. Kurikulum 2013 Kurikulum 2013 Geografi K e l a s XI KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami kegiatan pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan derajat dan tarap hidup manusia. Penggunaan pestisida di bidang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan derajat dan tarap hidup manusia. Penggunaan pestisida di bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor pembangunan yang mampu meningkatkan derajat dan tarap hidup manusia. Penggunaan pestisida di bidang pertanian, utamanya di negara-negara

Lebih terperinci

SAFARUDDIN /PWD

SAFARUDDIN /PWD ANALISIS SISTEM INTEGRASI PADI TERNAK (SIPT) TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI DAN DAMPAKNYA TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH (STUDI KASUS DI DESA LUBUK BAYAS KECAMATAN PERBAUNGAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI)

Lebih terperinci

Pertanian Berkelanjutan untuk Mengoptimalkan Sumber Daya Pertanian Indonesia

Pertanian Berkelanjutan untuk Mengoptimalkan Sumber Daya Pertanian Indonesia Pertanian Berkelanjutan untuk Mengoptimalkan Sumber Daya Pertanian Indonesia Delvi Violita Ekowati Abstrak Tanaman merupakan sumber daya hayati yang dimiliki oleh Indonesia. Pemanfaatan sumber daya tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ini belum mampu memenuhi kebutuhannya secara baik, sehingga kekurangannya

I. PENDAHULUAN. ini belum mampu memenuhi kebutuhannya secara baik, sehingga kekurangannya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prospek pengembangan beras dalam negeri cukup cerah terutama untuk mengisi pasar domestik, mengingat produksi padi/beras dalam negeri sampai saat ini belum mampu memenuhi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini pertanian organik menjadi suatu bisnis terbaru dalam dunia pertanian Indonesia. Selama ini produk pertanian mengandung bahan-bahan kimia yang berdampak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pola hidup sehat semakin

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pola hidup sehat semakin 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pola hidup sehat semakin tinggi, hal tersebut diwujudkan dengan mengkonsumsi asupan-asupan makanan yang rendah zat kimiawi sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Gaya

I. PENDAHULUAN. memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Gaya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memasuki abad 21, masyarakat dunia mulai sadar akan bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia sintetis dalam pertanian. Orang semakin arif dalam memilih bahan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN MANFAAT TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT) PERKEBUNAN RAKYAT PADA TANAMAN KOPI, TEH DAN LADA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN MANFAAT TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT) PERKEBUNAN RAKYAT PADA TANAMAN KOPI, TEH DAN LADA LAPORAN AKHIR PENELITIAN MANFAAT TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT) PERKEBUNAN RAKYAT PADA TANAMAN KOPI, TEH DAN LADA Oleh: Budiman Hutabarat Adang Agustian Hendiarto Ade Supriatna Bambang Winarso

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk menambah cita rasa dan kenikmatan makanan. Berbagai kegunaan bawang

I. PENDAHULUAN. untuk menambah cita rasa dan kenikmatan makanan. Berbagai kegunaan bawang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu tanaman sayuran dengan prospek yang cukup baik dalam pengembangan agribisnis di Indonesia. Komoditi ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki secara efektif dan efisien dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang memiliki tujuan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani

I. PENDAHULUAN. nasional yang memiliki tujuan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang memiliki tujuan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani pada khususnya dan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beberapa pakar percaya penyuluhan merupakan ujung tombak pembangunan pertanian dengan membantu petani dan masyarakat disekitarnya dalam meningkatkan sumberdaya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Keputusan Menteri Negara Riset dan Teknologi Republik

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Keputusan Menteri Negara Riset dan Teknologi Republik 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Keputusan Menteri Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia No: 02/M/Kp/ II/2000 tercantum bahwa pembangunan nasional akan berhasil jika didukung oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah kerusakan tanaman yang disebabkan gangguan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) baik hama, penyakit maupun gulma menjadi bagian dari budidaya pertanian sejak manusia

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN

I PENDAHULUAN I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencarian sebagai petani. Hal ini perlu mendapat perhatian berbagai pihak, karena sektor pertanian

Lebih terperinci