BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. barriers berupa respon inflamasi, fagositosis, dan pertahanan tubuh yang spesifik

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. barriers berupa respon inflamasi, fagositosis, dan pertahanan tubuh yang spesifik"

Transkripsi

1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aktivitas manusia sehari-hari tidak terlepas dari lingkungan udara, makanan, sentuhan yang secara tidak langsung menghadapkan kita pada mikroorganisme yang bisa menyerang tubuh, mikroorganisme ini dicegah agar tidak menyebabkan penyakit dengan adanya 3 jenis pertahanan tubuh yaitu eksternal barriers berupa kulit dan membran mukosa, nonspesifik internal barriers berupa respon inflamasi, fagositosis, dan pertahanan tubuh yang spesifik (sistem imun spesifik). Perkembangan sistem imunologik sebagai suatu penyesuaian diri respon seluler pada lingkungan yang berubah-ubah dan bermacam-macam untuk setiap tingkatan spesies, individu, bahkan sel. Proses adaptasi diperlukan suatu spesies agar dapat menjamin keberlangsungan hidupnya. Proses adaptasi ini membentuk dasar-dasar filogeni respon imun, baik respon imun spesifik dan nonspesifik. Dalam kehidupan primitif elemen nonspesifik yang paling penting ialah fagositosis dan respons inflamatoris. Dengan adanya evolusi, mekanisme pertahanan ini tetap dan diperkuat oleh penambahan komponen-komponen baru yaitu sistem imun spesifik dan sistem amplifikasi biologi dengan respon-respon yang baru telah berkembang (Bellanti, 1985). Pada saat sistem imun melemah, pemberian produk imunostimulator bagi penderita penyakit infeksi menjadi sangat penting karena secara klinis imunostimulator dapat dimanfaatkan dalam pengobatan maupun pencegahan 1

2 2 suatu penyakit (Sherwood, 1996 cit Sriningsih & Wibowo, 2009). Keanekaragaman hayati Indonesia yang tinggi menyediakan berbagai jenis tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai agen imunostimulator. Tanaman yang telah banyak diteliti sebagai imunomodulator adalah herba meniran (Phyllantus niruri Linn.), umbi keladi tikus (Thyphonium flagelliforme (Lodd.) Blume, dan daun sirih merah (Piper crocatum). Ekstrak etanolik meniran, umbi keladi tikus, dan daun sirih merah mengandung flavonoid dan alkaloid yang kemungkinan menyebabkan tanaman ini berkhasiat sebagai imunomodulator. Flavonoid bisa meningkatkan aktivitas IL-2 dan proliferasi limfosit. Proliferasi limfosit mempengaruhi sel CD4 + dan menyebabkan sel Th1 teraktivasi yang mempengaruhi molekul IFN γ yang dapat mengaktifkan makrofag sehingga mengalami peningkatan metabolik, motilitas dan aktivitas fagositosis secara cepat dan lebih efisien dalam membunuh bakteri atau mikroorganisme patogen sedangkan alkaloid yang mempunyai aktivitas antibakteri dengan menghambat perlekatan protein mikroba ke reseptor polisakarida inang (Ukhrowi, 2011). Berdasarkan penelitian Daulay (2012) ekstrak etanol keladi tikus terbukti memiliki efek imunomodulator dengan parameter kadar IL-10 dan TNF-α yang meningkat pada dosis tertentu yaitu 250 mg/kg dengan harga IC 50 sebesar 632 µg/ml memiliki efek sitotoksik terhadap sel T47D. Senyawa fenolik pada ekstrak tersebut dapat meningkatkan aktivitas sel makrofag karena dapat menstimulasi pelepasan sitokin IL-12 dan IFN-γ (Shen dan Louie, 1999).

3 3 Penelitian Ibnul (2012) ekstrak meniran hijau meningkatkan aktivitas fagositosis makrofag dan produksi nitrit oksida yang meningkat pada mencit Balb/c dan hal ini sesuai dengan penelitian yang terdahulu dilakukan oleh Maat (1996) efeknya pada mencit dapat meningkatkan fagositosis dan kemotaksis makrofag, kemotaksis neutrofil, sitotoksisitas sel NK dan aktivitas hemolisis komplemen. Penelitian dengan ekstrak etanol daun sirih merah tidak mempunyai efek pada respon imun spesifik, yaitu pada proliferasi limfosit dan titer antibodi tetapi dapat meningkatkan respon imun non spesifik, yaitu menaikkan indeks fagositosis makrofag (Wiweko, 2010; Apriyanto, 2011). Penelitian Yuristiyani (2012) melaporkan fraksi tak larut n-heksana ekstrak etanol daun sirih merah pada konsentrasi 0,1 mg/ml, 0,5 mg/ml, dan 1 mg/ml tidak mampu meningkatkan fagositosis makrofag dan menurunkan proliferasi limfosit. Hasil penelitian Werdyani (2012) pada dosis 10 mg/kgbb, 50 mg/kgbb, dan 100 mg/kgbb fraksi n-heksana ekstrak etanolik daun sirih merah mampu meningkatkan fagsitosis makrofag tetapi memiliki kecenderungan menekan jumlah sel TCD4 + dan TCD8 +. Adanya efek imunomodulator masing-masing ekstrak sirih merah, umbi keladi tikus, dan daun sirih merah telah diteliti apabila dipejankan tunggal dan selama ini kajian efek imunomodulator kombinasi ekstrak etanolik herba meniran, umbi keladi tikus, dan daun sirih merah belum pernah dilakukan, sehingga penelitian ini menjadi penting dilakukan untuk mengetahui efek imunomodulator kombinasi ketiga ekstrak tersebut. Parameter yang akan diamati adalah kemampuan fagositosis makrofag.

4 4 B. Rumusan Masalah Apakah kombinasi ekstrak etanolik herba meniran, umbi keladi tikus, dan daun sirih merah mampu meningkatkan aktivitas fagositosis makrofag mencit jantan Balb/c dibandingkan dengan kontrol tanpa perlakuan secara in vitro? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh data ilmiah yang dapat digunakan sebagai dasar pengembangan produk obat herbal sebagai imunomodulator yang terdiri dari kombinasi ekstrak etanolik herba meniran, umbi keladi tikus, dan daun sirih merah. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek immunomodulator kombinasi ekstrak etanolik herba meniran, umbi keladi tikus, dan daun sirih merah secara in vitro, dengan mengevaluasi efek kombinasi ekstrak tersebut terhadap peningkatan aktivitas fagositosis makrofag dibandingkan dengan kontrol tanpa perlakuan. D. Tinjauan Pustaka 1. Sistem Imun Kata imun berasal dari bahasa latin imunitas yang berarti pembebasan (kekebalan) yang kemudian berkembang sehingga pengertiannya berubah menjadi perlindungan terhadap penyakit, dan lebih spesifik lagi terhadap penyakit menular. Sel dan molekul yang bertanggungjawab dalam imunitas adalah sistem imun, dan keseluruhan sistem yang mengatur respon terhadap pengenalan substansi asing disebut dengan respon imun (Abbas & Lichtman, 2005). Sistem imun adalah semua mekanisme yang digunakan tubuh untuk melindungi dan

5 5 mempertahankan keutuhan tubuh dari bahaya yang menyerang tubuh (Tjandrawinata et al., 2005). Menurut Baratawidjaya (1994) sistem imun itu terdiri dari komponen genetik, molekuler, dan seluler yang berinteraksi secara luas dalam merespon antigen endogenus dan eksogenus. Tugas dasar sistem imunitas tersebut antara lain adalah membedakan dirinya sendiri (seluruh sel di dalam tubuh) dengan agen asing (bakteri, virus, toksik, jamur, serta jaringan asing). Menghadapi agen asing tadi, sistem imunitas harus membentuk sel khusus melalui sel darah putih, untuk mengeliminasi pendatang asing tersebut. Karena manusia berinteraksi dengan lingkungan sekitar, sistem imunitas mampu beradaptasi dengan kondisi sehari-hari. Sistem imun terdiri dari sistem imun spesifik dan sistem imun nonspesifik, keduanya berperan terutama dalam proses fagositosis. a. Sistem imun non spesifik. Sistem ini merupakan pertahanan pertama melawan infeksi. Mekanisme sistem imun non spesifik tetap ada meskipun tidak ada induksi mikroba ke dalam tubuh dan secara cepat diaktifkan oleh mikroba sebelum perkembangan lebih lanjut ke respon imun yang spesifik. Komponen sistem imun nonspesifik (Innate Immunity) yaitu : 1) Hambatan fisika dan kimia yang terdiri dari kulit, lapisan mukosa, dan enzim. 2) Protein darah seperti komplemen 3) Sel fagositosis (makrofag, neutrofil) dan natural killer cells (Abbas & Lichtmann, 2005).

6 6 Komponen-komponen sistem imun bawaan selalu berada dalam keadaan siaga, siap melaksanakan tindakan-tindakan pertahanan yang terbatas dan relatif kasar terhadap semua dan semua penyerang. Dalam sistem imun nonspesifik dikenal sel fagositosis yaitu neutrofil dan makrofag yang memiliki protein membran plasma toll-like receptors (TLR) untuk memicu fagositosis. Apabila karbohidrat yang biasanya terdapat pada dinding sel bakteri dan materi lain yang dianggap sebagai substansi asing masuk ke dalam tubuh maka akan mengaktifkan sistem imun nonspesifik. Toll-like receptors tersebut sebagai sensor yang mengenali dan mengikat penanda-penanda di bakteri sehingga sistem imun nonspesifik mengetahui substansi asing yang masuk ke dalam tubuh merupakan musuh yang harus dimusnahkan. Reseptor ini berfungsi sebagai pemicu fagosit untuk menelan, menghancurkan mikroorganisme dan memicu fagosit mengeluarkan mediator peradangan ( Takeda & Akira, 2004). Toll-like receptors menghubungkan sistem imun spesifik dan non spesifik karena sitokin dan mediator lain yang dikeluarkan oleh fagosit penting untuk memicu sistem imun spesifik. Antibodi melalui reseptor Fc dan komplemen melalui reseptornya akan membantu makrofag dalam menelan dan mencerna benda asing dan bahan yang sudah dirusak. b. Sistem imun spesifik (adaptif) Sistem imun spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenal benda asing yang dianggap asing bagi dirinya. Agen asing yang pertama kali muncul dalam tubuh segera dikenal oleh sistem imun spesifik sehingga terjadi sensitisasi sel-sel sistem imum tersebut. Agen asing yang sama bila terpapar ulang akan

7 7 dikenal lebih cepat, kemudian dihancurkan. Oleh karena sistem tersebut hanya dapat menyingkirkan agen asing yang sudah dikenal sebelumnya, maka sistem ini disebut spesifik (Baratawidjaja, 2006). Sistem imun spesifik (adaptif) ini terdapat dua tipe, yaitu cell mediated immunity dan humoral mediated immunity. Sistem imun spesifik dapat bekerja tanpa bantuan sistem imun non spesifik, tetapi pada umumnya terjadi kerjasama yang baik antara antibodi, komplemen dan fagosit dengan sel-t makrofag. Antibodi akan muncul apabila ada antigen yang masuk ke dalam tubuh. Sistem imun spesifik hanya dapat menghancurkan antigen yang telah dikenalnya (Kresno 2001). 2. Makrofag Mekanisme pertahanan host terdiri dari imunitas alami dan imunitas adaptif. Imunitas alami merupakan pertahanan yang paling pertama. Komponen imunitas alami atau innate imunnity terdiri dari barier epitel, fagosit, sel NK, sistem komplemen, dan lain-lain. Selain imunitas alami, juga terdapat sistem imunitas adaptif. Sistem imunitas adaptif ini terdapat dua tipe, yaitu cell mediated immunity dan humoral mediated immunity. Sistem imunitas alami yang berperan melawan mikroba yang masuk menembus epitel ialah sistem fagosit. Sistem fagosit yang bersirkulasi dalam darah terdapat dua tipe, yaitu neutrofil dan monosit. Kedua sel tersebut bekerja pada tempat yang terinfeksi, dimana mereka mengenal dan mencerna mikroba. Neutrofil (juga disebut leukosit polimorfonuklear) yang berjumlah per mm 3 ialah jenis leukosit yang terbanyak di dalam darah. Dalam respon terhadap infeksi, produksi neutrofil

8 8 dari sumsum tulang meningkat cepat sampai melewati angka per mm 3. Produksi dari neutrofil dirangsang oleh sitokin, yaitu mediator yang diproduksi oleh berbagai macam tipe sel sebagai respon terhadap infeksi. Neutrofil ialah tipe sel pertama yang merespon infeksi, baik infeksi bakteri maupun fungi. Sel neutrofil mencerna mikroba dalam sirkulasi, dan sel neutrofil dengan cepat masuk ke dalam jaringan ekstravaskuler pada sisi infeksi, dimana sel ini juga mencerna mikroba dan mati setelah beberapa jam. Tipe sel kedua dalam sistem fagosit ialah sel monosit. Sel tersebut berjumlah per mm 3 darah, lebih sedikit dibandingkan jumlah sel neutrofil. Sel monosit mencerna mikroba dalam darah dan jaringan. Tidak seperti neutrofil, monosit dapat masuk ke dalam jaringan ekstravaskuler dan bertahan di sana dalam waktu yang relatif lebih lama. Sel monosit akan berdiferensiasi menjadi sel makrofag di dalam jaringan. Sel monosit darah dan sel makrofag ialah dua sel yang sejenis, dimana kedua sel tersebut dinamakan sistem fagosit mononuklear. Makrofag adalah monosit yang meninggalkan sirkulasi darah dan berubah agar menetap di jaringan dengan fungsi memfagositosis mikroorganisme dan komplek molekul asing lainnya. Makrofag yang berpindah mengalami diferensisasi sesuai dengan bentuk histologi jaringan yang dituju contohnya kuppfer cells pada hati, alveolar macrophages di paru-paru, splenic macrophages di white pulp, peritoneal macrophages di cairan peritoneal, microglial cells di jaringan saraf ( Coico et al., 2003).

9 9 Makrofag sebagai sel fagosit mampu membunuh mikroorganisme melalui dua mekanisme: a. Proses Oksidatif (oxygen dependent mechanisms) Proses ini terjadi karena penggunaan oksigen yang meningkat akan diubah menjadi reactive oxygen intermediates (ROIs) untuk membunuh mikroorganisme, hal ini diinisisasi oleh ikatan mikroba terhadap reseptor fagositos dan terjadi fusi phagosomes (phagocytic vacuoles) dengan lisosom yang membentuk phagolysosomes sebagai tempat pembunuhan mikroorganisme. Peningkatan produksi hydrogen peroxide (H 2 O 2 ) dan produksi beberapa senyawa seperti superoxide anion, hydroxyl radicals, single oxygen, myeloperoxidase yang dapat saling bereaksi dengan : enzymatic generation of superoxide anion, spontaneous generation of single oxygen and hydroxyl radicals dan enzymatic generation of halogening compound; reaksi fusi inilah yang menghasilkan metabolit oksigen yang toksik sehingga bisa digunakan untuk membunuh mikroba( Abbas & Lichtmann, 2005). b. Proses non oksidatif (oxygen independent mechanism) Sejalan dengan peningkatan reactive oxygen intermediste (ROIs), makrofag menghasilkan reactive nitrogen intermediates dengan bantuan enzyme seperti hydrolitic enzyme, defensins (cationic protein), lysozyme, lactoferrin dan nitric oxide synthase (inos). Nitric oxide synthase merupakan enzim sitosolik yang diaktifkan oleh TLRs yang dikombinasi dengan IFN γ dan hal ini terjadi saat mikroba menginvasi tubuh. Nitric oxide synthase menjadi aktif dan dikatalisis oleh arginin untuk memproduksi nitrit oksid bebas. Phagolysosome tempat

10 10 memungkinkan untuk terjadinya reaksi fagosit oksidase antara nitrit oksid dengan hidrogen peroksida atau superoksida yang menghasilkan radikal peroxynitrit sangat reaktif dan bisa membunuh mikroba (Gambar 1) (Abbas & Lichtmann, 2005) Gambar 1. Fagositosis mikroba di dalam sel. (A) Mikroba berikatan dengan reseptor fagositosis. (B) Membran sel fagosit membentuk fagosom. (C) Mikroba di dalam fagosom dan berfusi dengan lisosom. (D) Mikroba dihancurkan oleh enzim lisosom, ROS, dan NO di dalam fagolisosom (Abbas et al., 2007) Oleh karena itu, ketika makrofag teraktivasi oleh masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh terjadi peningkatan produksi ROIs, nitric oxide, dan enzim lisosom. Selain itu, reaksi inflamasi dengan peningkatan TNF dan IL-1 memicu terjadinya kemotaksis dengan mengundang chemokines IL-12 untuk menstimulasi makrofag ke lokasi inflamasi, mengaktifkan sitokin IFNγ, tipe I IFNs sitokin antivirus dan IL-10 sebagai penghambat makrofag (pengontrol reaksi sistem imun spesifik), sehingga peningkatan aktivitas makrofag sejalan dengan

11 11 peningkatan sitokin tersebut. Makrofag yang aktif juga ikut andil memperbaiki jaringan yang luka dan terinfeksi dengan menghasilkan growth factors untuk sel endotel dan sel fibroblasts. 3. Fagositosis Fagositosis merupakan proses penelanan yang dilanjutkan dengan pencernaan seluler terhadap bahan-bahan asing yang masuk ke dalam tubuh dengan maksud mengganggu sistem homeostasis tubuh. Proses fagositosis secara garis besar dapat dibedakan dalam 3 tahap : a. Pengenalan dan pengikatan bahan asing. b. Penelanan ( ingestion) c. Pencernaan (Bellanti, 1985) Fagositosis sebagian besar diperankan oleh makrofag sebab kemampuan fagositosisnya jauh lebih kuat dibandingkan dengan sel fagosit yang lain. Segera setelah menelan bahan asing tersebut, membran makrofag akan menutup. Partikel tersebut digerakkan ke dalam sitoplasma sel dan terbentuk vakuol fagosit. Lisosom adalah kantung-kantung dengan enzim, bersatu dengan fagosom membentuk fagolisosom. Pada keadaan ini dimulailah proses pencernaan intraseluler dan pembentukan zat bakterisidal jika lisosom gagal menerima bahanbahan asing yang masuk ke dalam tubuh. Makrofag jaringan mempunyai kemampuan serupa makrofag aktif yang mampu mengembara ke seluruh jaringan, yaitu memfagosit bahan-bahan asing.

12 12 4. Imunomodulator Imunomodulator adalah bahan atau senyawa yang dapat merangsang sistem imun atau menekan aspek spesifik dari respon imun. Bahan atau senyawa yang bersifat imunomodulator dapat bekerja dengan immunorestorasi, immunostimulasi, dan immunosupresi. Imunostimulasi atau imunopotensiasi adalah cara memperbaiki fungsi sistem imun dengan menggunakan imunostimulan, yaitu bahan yang dapat merangsang sistem imun. Menurut (Bellanti, 1993) imunostimulator dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu imunostimulasi spesifik dengan senyawa yang mempunyai spesifisitas antigenik dalam respon imun seperti vaksin dan imunostimulasi nonspesifik dengan senyawa yang tidak bersifat antigenik dan imunogenik, tetapi dapat meningkatkan respon imun misalnya adjuvan atau senyawa imunostimulator non spesifik. Imunorestorasi adalah cara untuk mengembalikan fungsi sistem imun yang terganggu dan imunosupresi merupakan tindakan untuk menekan respon imun (Baratawidjaja, 2000). 5. Meniran (Phyllanthus niruri L.) Gambar 2. Herba meniran

13 13 a. Sistematika Tumbuhan Meniran berikut: Herba meniran (Phyllanthus niruri L.) memiliki sistematika sebagai Divisi Sub divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledonae : Euphorbiales : Euphorbiaceae : Phyllanthus : Phyllanthus niruri Linn (Backer & van Den Brink, 1965) b. Mofologi Meniran merupakan terna, semusim, tumbuh tegak, tinggi cm, bercabang cabang. Batang berwarna hijau pucat. Daun tunggal, letak berseling. Helaian daun bundar memanjang, ujung tumpul, pangkal membulat, permukaan bawah berbintik kelenjar, tepi rata, panjang sekitar 1,5 cm, lebar sekitar 7 mm, berwarna hijau. Dalam satu tanaman ada bunga betina dan bunga jantan. Bunga jantan keluar di bawah ketiak daun, sedangkan bunga betina keluar di atas ketiak daun. Buahnya kotak, bulat pipih, licin, bergaris tengah 2-2,5 mm. Bijinya kecil, keras, berbentuk ginjal, berwarna coklat (Hutapea dan Syamsyuhidayat, 1991). c. Daerah Distribusi dan Habitat Herba meniran tumbuh liar di tempat yang lembab dan berbatu, seperti di sepanjang saluran air, semak-semak, dan tanah diantara rerumputan. Meniran juga

14 14 bisa ditemukan di daerah dataran rendah sampai ketinggian 1000 m dari permukaan laut. Tumbuhan ini tumbuh liar di tempat terbuka pada tanah gembur, berpasir di ladang, tepi sungai dan di pantai, bahkan tumbuh liar di sekitar pekarangan rumah. Tanaman ini menyebar luas hampir ke setiap daerah tropis ataupun subtropis seperti India, Cina, Malaysia, Filipina, dan Australia (Dalimarta, 2000). d. Kandungan Kimia Herba meniran banyak mengandung beberapa zat kimia yaitu: flavonoid seperti kuersetin, kuersitrin, isokuersitrin, astragalin, rutin, serta kaempferol-4- ramnopiranosid, eridiktol-7-ramnopiranosid, nirurin, nirurisid, filantin, hipofilantin, triterpen, dan alkaloid sekurinin (ASEAN, 2004); Lignan; Tanin; Alkaloid; Saponin (Bagalkotkar et al., 2006). e. Khasiat Tanaman Meniran adalah salah satu tumbuhan obat Indonesia yang telah lama digunakan secara turun-temurun untuk pengobatan berbagai penyakit seperti diuretik, ekspektoran dan pelancar haid. Selain itu herba meniran juga digunakan untuk pengobatan sembab (bengkak), infeksi dan batu saluran kencing, kencing nanah, menambah nafsu makan, diare, radang usus, konjungtivitas, hepatitis, sakit kuning, rabun senja, sariawan, digigit anjing gila, rabun senja, dan rematik gout (Hutapea dan Syamsuhidayat, 1991). Herba meniran telah terbukti mempunyai berbagai efek farmakologis, antara lain sebagai hepatoprotektif (Munjrekar et al., 2008), antidiabetes (Nwanjo, 2007) dan antioksidan (Ahmeda et al. 2005). Berdasarkan penelitan Maat (1996) menunjukkan bahwa meniran mempunyai

15 15 efek terhadap respon imun nonspesifik maupun spesifik. Efeknya terhadap respon imun nonspesifik yaitu meningkatkan fagositosis dan kemotaksis makrofag, kemotaksis neutrofil, sitotoksisitas sel NK dan aktivitas hemolisis komplemen, sedangkan terhadap respon imun spesifik, pemberian ekstrak meniran meningkatkan proliferasi sel limfosit T, meningkatkan sekresi TNF-α dan IL-4 serta menurunkan aktivitas sekresi IL-2 dan IL-10. Uji klinis terhadap manusia juga telah dilakukan dan menunjukkan bahwa ekstrak meniran meningkatkan kadar IFN γ, kadar CD4 dan rasio CD4/CD8. 6. Sirih merah (Piper crocatum) a. Sistematika sirih merah Gambar 3. Daun sirih merah Kingdom Sub Kingdom Super Divisi Divisi Kelas Sub Kelas Ordo : Plantae (Tumbuhan) : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) : Spermatophyta (Menghasilkan biji) : Magnoliophyta (Tumbuhan Berbunga) : Magnoliopsida (Berkeping dua/dikotil) : Magnoliidae : Piperales

16 16 Famili Genus : Piperaceae (suku sirih-sirihan) : Piper Spesies : Piper crocatum (Backer & van Den Brink, 1963) Nama daerah : Sirih; Suruh (Jawa), seureuh (Sunda); base (Bali); leko, kowak, malo, malu (Nusa Tenggara); dontile, parigi, gamnjeng (Sulawesi); gies, bido (Maluku); sirih, ranub, sereh, sirieh (Melayu) (Moeljanto, 2003). b. Morfologi Perdu, merambat, batang berkayu, berbuku-buku, bersalur, berwarna hijau keabu-abuan. Daunnya bertangkai membentuk jantung hati dan bagian ujung daun meruncing herbaceous atau berair dan jarang terdapat rambut atau bulu serta bertangkai, yang tumbuh berselang-seling di batangnya. Permukaan daun berwarna merah keperakan dan mengkilap saat terkena cahaya serta tidak merata. Perbedaan sirih merah dengan sirih hijau adalah selain daunnya berwarna merah keperakan, bila daunnya disobek maka akan berlendir serta aromanya lebih wangi. Ranting- ranting cenderung kurus. Perilous 1-5 cm; pedunculus 1-2,5 cm; bractea memanjang ±3 mm bunga pada bagian pertama ditutupi oleh daun pelindung tetapi tidak semua bagian ditutupi, bractea biasanya berdiri jauh dari ranting atau cabang dan tidak terbuka. Bunga bulir jantan panjangnya 5-20 cm; stamen 2-4, biasanya 3; terdapat benang-benang halus yang pendek dan tebal;bulir dalam bentuk buah yang panjangnya cm; benang sari 3-4 kecil; buah bini/ellipsoid atau hampir membentuk bola, dengan panjang 4-5 mm (Backer & van Den Brink, 1965)

17 17 Pertumbuhannya tergantung pada kesuburan media tanam dan rendahnya media untuk merambat. Batang berwarna coklat kehijauan, berbentuk bulat, berkerut, dan beruas yang merupakan tempat keluarnya akar. Daun berbentuk jantung, berujung runcing, tumbuh berselang-seling, bertangkai, teksturnya agak kasar jika diraba, dan mengeluarkan bau yang sedap (aromatis) jika diremas (Moeljanto, 2003). Bagian tanaman yang digunakan adalah daun. c. Kandungan Senyawa Kandungan utama dari sirih merah adalah flavonoid, alkaloid, tanin dan minyak atsiri (Sudewo, 2005). Parmar et al. (1997) melaporkan bahwa sirih merah memiliki kandungan seperti alkaloid, lignin, terpen, dan steroid. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Juliantina et al. (2008) sirih merah diketahui mengandung flavonoid, alkaloid, tanin dan minyak atsiri. Hasil penapisan fitokimia ekstrak etanolik daun sirih merah menunjukkan adanya golongan saponin, monoterpen, seskuiterpen, polifenol, dan kuinon (Subarnas et al., 2008). Senyawa fenol yang terkandung pada tanaman ini yaitu metabolit sekunder berupa flavonoid dikatakan oleh Nijveldt et al. (2001) bahwa flavonoid yang terdapat pada tanaman memiliki aktivitas biologis yang dapat mempengaruhi aktivitas makrofag melalui pengaruhnya terhadap produksi nitric oxide (NO), selain itu senyawa ini dapat mempengaruhi mobilisasi leukosit dan produksi asam arakidonat (pada respon inflamasi). Menurut Comalada et al., 2006 ;cit Yuristiyani, 2012 flavonoid juga dapat mempengaruhi ekspresi IL-10.

18 18 d. Khasiat Sirih merah dimanfaatkan untuk penyakit infeksi seperti radang pada gigi, sariawan, radang pada mata, radang prostat, dan lain sebagainya (Sudewo, 2008). Khasiat sirih merah juga untuk beberapa penyakit antara lain diabetes, hipertensi, kanker payudara, hepatitis, peradangan, ambeien, asam urat, maag, luka dan lain-lain (Juliantina et al., 2008). Berdasarkan penelitian, ekstrak etanol sirih merah memiliki aktivitas antiinflamasi, antihiperglikemik (Subarnas et al., 2008 ; Robianto, 2009). Senyawa kimia flavonoid yang berfungsi sebagai antioksidan, antidiabetik, antikanker, antiseptik, dan antiinflamasi, sedangkan senyawa alkaloid yang terkandung berfungsi sebagai penghambat pertumbuhan sel-sel kanker (Ryan dan Enny, 2006; Sudewo, 2005 cit Yuristiyani, 2012). 7. Keladi tikus (Typhonium flagelliforme) a. Sistematika keladi tikus Gambar 4. Keladi tikus Divisi Sub Divisi : Spermatophyta : Angiospermae

19 19 Kelas Ordo Famili Subfamili Genus Spesies : Monocotyledonae : Arales : Araceae : Aroideae : Typhonium : Typhonium flagelliforme (Lodd.) Blume (Backer and van Den Brink, 1968) b. Morfologi Tanaman herba perenial dengan tinggi mencapai 35 cm dan panjang tangkai 7-30 cm (Backer and van Den Brink, 1968). Keladi tikus berdaun tunggal, berwarna hijau dan tersusun di roset, panjang daun 6-16 cm, berbentuk lonjong dengan ujung meruncing seperti tombak. Pangkal daun berbentuk jantung dan bertepi rata serta permukaan daun mengkilap. Ciri khas dari tanaman ini adalah memiliki bunga unik yang bentuknya menyerupai keladi tikus (ekor tikus). Bunga dengan panjang 4-8 cm dan berkelopak bunga bulat lonjong berwarna kekuningkuningan. Bagian atas kelopak memanjang 5-21 cm dan ujungnya meruncing menyerupai ekor tikus (Sudewo, 2004). Bagian tanaman yng digunakan adalah umbi. c. Kandungan senyawa Kandungan kimia pada keladi tikus di antaranya adalah alkaloid, saponin, steroid, glikosida flavonoid dan triterpenoid (Syahid, 2007). Dari hasil penelitian Nobakht et al. (2010), senyawa utama yang terkandung dalam Typhonium

20 20 flagelliforme adalah alkaloid dan flavonoid. Studi etnofarmakologi yang dilakukan pada tikus juga mengindikasikan bahwa ekstrak keladi tikus mampu mencegah terjadinya hepatokarsinogenesis (Choon, 2008). Keladi tikus telah digunakan secara empirik untuk mengobati kanker, gangguan jantung, flu, batuk dan hipertensi (Anonim, 2011). Penelitian Nurrochmad et al. (2011) menunjukkan bahwa ekstrak etanolik keladi tikus memiliki efek sitotoksik terhadap sel kanker payudara T47D dengan harga IC 50 sebesar 632 µg/ml. Semua ekstrak air, alkohol, dan ekstrak ester keladi tikus berefek meredakan batuk, dahak, antiasmatik, analgesik, anti peradangan, dan sedatif (Zhong et al., 2001). 8. Ekstraksi Proses ekstraksi bertujuan untuk memperoleh ekstrak zat aktif dari serbuk daun sirih merah, meniran, dan keladi tikus yang diperoleh dari Gama Herbal. Bahan yang akan diekstrak haruslah dalam keadaan kering karena keberadaan air dalam jaringan bahan bisa melindungi komponen penting dalam bahan dari masuknya penyari untuk mengikat senyawa organik dalam bahan (Harbourne, 1987), kadar air pada bahan juga dapat menurunkan efisiensi proses ekstraksi karena titik didihnya yang lebih tinggi dibandingkan pelarut organik memperlama proses pemekatan (Yudiastuti et al., 2007). Proses ekstraksi yang digunakan dengan metode maserasi merupakan teknik perendaman dengan pelarut tertentu untuk bahan yang tidak tahan panas. Mekanisme pelarutan zat aktif dengan menembusnya penyari melalui dinding sel

21 21 tanaman dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif sehingga zat aktif akan larut. Selama proses maserasi, rendaman disimpan di tempat yang jauh dari sinar cahaya langsung untuk mencegah perubahan warna dan reaksi yang tidak diinginkan (Voight 1994; Indraswari, 2008). Pelarut yang diperbolehkan dalam pembuatan ekstrak adalah air, etanol atau campuran air dan etanol (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1986). Pelarut yang digunakan dalam maserasi ini adalah etanol. Etanol sebagai pelarut polar yang dapat melarutkan senyawa yang bersifar polar seperti flavonoid dengan mekanisme like dissolve like dan didukung oleh pernyataan Badan Pengawas Obat dan Makanan (2004) dan Faraouq (2003) dalam Nurcholis (2008) bahwa etanol merupakan pelarut terbaik untuk ekstraksi simplisia tanaman yang akan dijadikan obat herbal. 9. Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi dilakukan untuk memisahkan komponen yang terkandung dalam ekstrak di mana komponen tersebut terdistribusi di antara dua fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Karakterisasi ekstrak yang dilakukan salah satunya dengan melihat pola kromatogram yang diperoleh dari penelitian ini. Ekstrak daun sirih merah, meniran, dan keladi tikus dielusi pada pelarut yang sesuai dengan metode kromatografi lapis tipis. Metode ini mudah, cepat, tidak mahal, dan memiliki kelebihan dibanding kromatografi kertas yang terbatas penggunaan fase geraknya (Striegel & Hill, 1996). Fase diam yang banyak digunakan adalah silika gel karena dapat menghasilkan resolusi yang baik dan memiliki kemampuan untuk memisahkan

22 22 semua golongan senyawa (Wall, 2005). Fase diam agar dapat memadamkan flouresensi semua senyawa di bawah sinar UV 254 haruslah mengandung indikator flouresensi (Harbourne, 1987). Fase gerak sebagai media transport komponen yang akan dipisahkan. Komponen tersebut akan memisah dengan prinsip kapilaritas dan hasil gaya tarik dari fase gerak dan gaya hambat dari penyerap (Sherma & Fried, 1999). Pelarut yang digunakan tidak boleh sangat polar atau nonpolar. Pelarut yang terlalu polar bisa menyebabkan bercak berekor sedangkan jika terlalu non polar, sampel akan sulit terelusi. E. Landasan Teori Pengobatan penyakit pada saat ini mulai mengeksplorasi obat-obat dari alam yang bisa digunakan untuk meningkatkan sistem imun. Tubuh membutuhkan pertahanan yang baik untuk menghadapi serangan penyakit. Pertahanan tubuh yang baik bisa diperoleh dari alam yang diinisiasi oleh senyawa yang bersifat imunomodulator. Daun sirih merah, herba meniran, dan umbi keladi tikus merupakan tanaman asli Indonesia yang dimanfaatkan secara luas untuk pengobatan berbagai penyakit oleh masyarakat dan telah terbukti memiliki sifat imunomodulator. Penelitian Apriyanto (2011) menyebutkan bahwa pemberian ekstrak etanol daun sirih merah pada tikus dapat menaikkan indeks fagositosis makrofag, tetapi tidak mempengaruhi proliferasi limfosit. Penelitian terdahulu juga telah meneliti umbi keladi tikus yang memberikan efek imunomodulator. Menurut

23 23 Nobakht (2010), senyawa utama yang terkandung dalam Typhonium flagelliforme adalah alkaloid dan flavonoid, sebagaimana dilaporkan Karamina (2011) bahwa senyawa flavonoid berperan dalam meningkatkan presentase sel T CD8+ pada tikus yang dipejani doxorubicin. Penelitian Daulay (2012) ekstrak etanol keladi tikus (Thyphonium flagelliforme) terbukti memiliki efek imunomodulator dengan parameter kadar IL-10 dan TNF-α yang meningkat pada dosis tertentu yaitu 250 mg/kg dengan harga IC 50 sebesar 632 µg/ml memiliki efek sitotoksik terhadap sel T47D dan senyawa fenolik pada ekstrak tersebut dapat meningkatkan aktivitas sel makrofag karena dapat menstimulasi pelepasan sitokin IL-12 dan IFN- γ (Shen dan Louie, 1999). Meniran dilaporkan mengandung golongan metabolit sekunder flavonoid, terpenoid, alkaloid, dan steroid (Kardinan & Kusuma, 2004) yang diduga berperan dalam aktvitas antibakteri. Penelitian Ibnul (2012) ekstrak meniran hijau (Phyllanthus niruri ) meningkatkan aktivitas fagositosis makrofag dan produksi nitrit oksida yang meningkat pada mencit Balb/c. Penelitian mengenai uji imunomodulator pada tiap ekstrak telah dilakukan, tetapi pengaruh kombinasi ketiga ekstrak etanolik tersebut terhadap peningkatan sistem pertahanan tubuh belum pernah dilakukan. Oleh karena itu penelitian ini diperlukan untuk mengetahui pengaruh aktivitas kombinasi ketiga ekstrak tersebut terhadap peningkatan sistem pertahanan tubuh yang dibandingkan dengan kontrol tanpa perlakuan.

24 24 F. Hipotesis Pemberian kombinasi ekstrak etanolik herba meniran, umbi keladi tikus, dan daun sirih merah mempengaruhi efek imunomodulator dengan parameter peningkatan aktivitas fagositosis makrofag.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sirih merah merupakan salah satu tanaman yang sudah dikenal luas di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sirih merah merupakan salah satu tanaman yang sudah dikenal luas di BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sirih merah Sirih merah merupakan salah satu tanaman yang sudah dikenal luas di Indonesia. Sirih merah selain dimanfaatkan sebagai tanaman hias, juga dimanfaatkan sebagai tanaman

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam)

BAB V PEMBAHASAN. fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam) BAB V PEMBAHASAN 1. Kemampuan fagositosis makrofag Kemampuan fagositosis makrofag yang dinyatakan dalam indeks fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam) lebih tinggi dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Kim et al., 2009). Tuberkulosis pada umumnya terjadi di paru-paru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Senyawa-senyawa yang dapat memodulasi sistem imun dapat diperoleh dari tanaman (Wagner et al., 1999). Pengobatan alami seharusnya menjadi sumber penting untuk mendapatkan

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 3 penyakit menyular setelah TB dan Pneumonia. 1. Diare dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, salah satunya infeksi bakteri.

BAB 1 PENDAHULUAN. 3 penyakit menyular setelah TB dan Pneumonia. 1. Diare dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, salah satunya infeksi bakteri. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyakit infeksi merupakan penyakit yang banyak dialami oleh masyarakat Indonesia. Salah satu penyakit yang sering dialami adalah diare. Penyakit diare merupakan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem imun berfungsi dalam pertahanan tubuh untuk melawan mikroba

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem imun berfungsi dalam pertahanan tubuh untuk melawan mikroba BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem imun berfungsi dalam pertahanan tubuh untuk melawan mikroba patogen (Abbas dkk., 2012). Tubuh membutuhkan sistem imun yang kuat agar

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya semua manusia memiliki sistem imun. Sistem imun diperlukan oleh tubuh sebagai pertahanan terhadap berbagai macam organisme asing patogen yang masuk ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem imun berfungsi dalam mempertahankan kondisi tubuh terhadap benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus dan parasit. Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cukup populer saat ini dan penggunaannya mulai meningkat. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cukup populer saat ini dan penggunaannya mulai meningkat. Salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanfaatan bahan alam sebagai alternatif pengobatan merupakan tren yang cukup populer saat ini dan penggunaannya mulai meningkat. Salah satu pemanfaatannya adalah sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah tanaman kembang bulan [Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray].

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah tanaman kembang bulan [Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray]. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu bahan alam berkhasiat obat yang banyak diteliti manfaatnya adalah tanaman kembang bulan [Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray]. Tanaman kembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia yang menjadi perhatian serius untuk segera ditangani. Rendahnya kesadaran masyarakat akan hidup sehat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyakit akibat tubuh tidak mampu melawan zat asing yang masuk ke dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyakit akibat tubuh tidak mampu melawan zat asing yang masuk ke dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penurunan sistem imun dapat menjadi penyebab timbulnya berbagai penyakit akibat tubuh tidak mampu melawan zat asing yang masuk ke dalam tubuh (Murphy et al.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menular melalui makanan atau air yang terkontaminasi. 2 Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. menular melalui makanan atau air yang terkontaminasi. 2 Indonesia merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi. 1 Penyakit ini banyak ditemukan di negara berkembang dan menular melalui makanan atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan di sekitar manusia banyak mengandung berbagai jenis patogen, misalnya bakteri, virus, protozoa dan parasit yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia. Infeksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengaruh dari formula ekstrak herbal terhadap sistem imunitas tubuh ayam dapat diperoleh dengan melihat aktivitas dan kapasitas makrofag peritoneum ayam yang telah ditantang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yaitu terjadinya kerusakan jaringan tubuh sendiri (Subowo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yaitu terjadinya kerusakan jaringan tubuh sendiri (Subowo, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Imunitas merupakan suatu mekanisme untuk mengenal suatu zat atau bahan yang dianggap sebagai benda asing terhadap dirinya, selanjutnya tubuh akan mengadakan tanggapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan

BAB I PENDAHULUAN. benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perlukaan merupakan rusaknya jaringan tubuh yang disebabkan oleh trauma benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan suhu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tumbuh secara liar maupun yang sengaja dibudidayakan. Sejak zaman

BAB I PENDAHULUAN. yang tumbuh secara liar maupun yang sengaja dibudidayakan. Sejak zaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuhan merupakan keragaman hayati yang selalu ada di sekitar kita, baik yang tumbuh secara liar maupun yang sengaja dibudidayakan. Sejak zaman dahulu, tumbuhan sudah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak tiga jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah BAB VI PEMBAHASAN Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah Yogyakarta. Banyaknya mencit yang digunakan adalah 24

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting sehingga mampu menghadapi serangan zat asing seperti

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting sehingga mampu menghadapi serangan zat asing seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada keadaan normal, paparan mikroorganisme patogen terhadap tubuh dapat dilawan dengan adanya sistem pertahanan tubuh (sistem imun). Pada saat fungsi dan jumlah sel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut akibat infeksi Salmonella typhi. Demam tifoid masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting di Indonesia, penyakit

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB 3 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 3 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 3 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Tumbuhan uji yang digunakan adalah pegagan dan beluntas. Tumbuhan uji diperoleh dalam bentuk bahan yang sudah dikeringkan. Simplisia pegagan dan beluntas yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. supaya tidak terserang oleh penyakit (Baratawidjaja, 2000). keganasan terutama yang melibatkan sistem limfatik (Widianto, 1987).

BAB I PENDAHULUAN. supaya tidak terserang oleh penyakit (Baratawidjaja, 2000). keganasan terutama yang melibatkan sistem limfatik (Widianto, 1987). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan disekitar kita banyak mengandung agen infeksius maupun non infeksius yang dapat memberikan paparan pada tubuh manusia. Setiap orang dihadapkan pada berbagai

Lebih terperinci

SIMPLISIA dari SELURUH TANAMAN MENIRAN (I)

SIMPLISIA dari SELURUH TANAMAN MENIRAN (I) SIMPLISIA dari SELURUH TANAMAN MENIRAN (I) Meniran Klasifikasi Meniran Famili : Euphorbiaceae Spesies : Phylanthus urinaria Linn. atau Phyllanthus niruri Sinonim : Phylanthus alatus Bl. ; P. cantonensis

Lebih terperinci

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia terletak di daerah tropis dan sangat kaya dengan berbagai spesies flora. Dari 40 ribu jenis flora yang tumbuh di dunia, 30 ribu diantaranya tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem imunitas didalam tubuh manusia merupakan satu kesatuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Sistem imunitas didalam tubuh manusia merupakan satu kesatuan yang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sistem imunitas didalam tubuh manusia merupakan satu kesatuan yang kompleks dan berlapis-lapis dalam menghadapi invasi patogen yang masuk seperti bakteri, jamur, virus

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. digunakan sebagai alternatif pengobatan seperti kunyit, temulawak, daun sirih,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. digunakan sebagai alternatif pengobatan seperti kunyit, temulawak, daun sirih, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan bahan alam untuk mengobati penyakit sudah sejak lama diterapkan oleh masyarakat. Pada jaman sekarang banyak obat herbal yang digunakan sebagai alternatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh, terhitung sekitar 16% dari berat badan manusia dewasa. Kulit memiliki banyak fungsi penting, termasuk sebagai sistem pertahanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan mangrove Rhizophora stylosa 2.1.1 Klasifikasi Rhizophora stylosa Menurut Cronquist (1981), taksonomi tumbuhan mangrove Rhizophora stylosa sebagai berikut : Kingdom

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. secara empiris dapat mengobati berbagai macam penyakit. Tumbuh subur pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. secara empiris dapat mengobati berbagai macam penyakit. Tumbuh subur pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tanaman Mahkota Dewa Mahkota dewa merupakan tanaman asli Indonesia tepatnya Papua dan secara empiris dapat mengobati berbagai macam penyakit. Tumbuh subur pada ketinggian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyakit infeksi. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyakit infeksi. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingginya tingkat polusi dan perubahan cuaca yang tidak menentu akhir-akhir ini dapat menyebabkan daya tahan tubuh menurun. Daya tahan tubuh berhubungan dengan kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Harty,2003). Perlukaan sering terjadi di dalam rongga mulut, khususnya pada gingiva (Newman dkk, 2002). Luka merupakan kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. (Harty,2003). Perlukaan sering terjadi di dalam rongga mulut, khususnya pada gingiva (Newman dkk, 2002). Luka merupakan kerusakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gingiva merupakan jaringan ikat fibrosa, ditutupi epitel yang mengelilingi dan melekat ke gigi dan tulang alveolar dan meluas ke pertautan mukogingiva (Harty,2003).

Lebih terperinci

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Saat ini, tingkat kematian akibat penyakit degeneratif seperti jantung, kanker, kencing manis dan lain-lain mengalami peningkatan cukup signifikan di dunia.

Lebih terperinci

ulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan.

ulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan. Hasil dari perhitungan rumus di atas diperoleh nilai minimal 3 kali ulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan. 3.6. Analisis Data Data-data yang diperoleh adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. patogen di lingkungan, seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. patogen di lingkungan, seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tubuh memiliki sistem imun sebagai pelindung dari berbagai jenis patogen di lingkungan, seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit yang dapat menyebabkan infeksi. 1

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM IMUN Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM KEKEBALAN TUBUH Imunologi : Ilmu yang mempelajari cara tubuh melindungi diri dari gangguan fisik, kimiawi, dan biologis. . SISTEM IMUN INNATE : Respon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Abad 20 merupakan era dimana teknologi berkembang sangat pesat yang disebut pula sebagai era digital. Kemajuan teknologi membuat perubahan besar bagi peradaban

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Salmonella Typhimurium Gambar 1. Salmonella Typhimurium 13 Sistem taksonomi dari Salmonella Typhimurium : 14 Kingdom Phylum Class Ordo Familia Genus Species : Bacteria : Proteobacteria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah istilah umum untuk pertumbuhan sel tidak normal, (yaitu tumbuh sangat cepat, tidak terkontrol, dan tidak berirama) yang dapat menyusup ke jaringan tubuh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan obat tradisional telah lama digunakan diseluruh dunia dan menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Inflamasi adalah reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tumbuhan sebagai salah satu sumber kekayaan yang luar biasa. Banyak tanaman yang tumbuh subur dan penuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi minuman ini. Secara nasional, prevalensi penduduk laki-laki yang

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi minuman ini. Secara nasional, prevalensi penduduk laki-laki yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minuman beralkohol telah banyak dikenal oleh masyarakat di dunia, salah satunya Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara yang cukup tinggi angka konsumsi minuman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam rangka mempertahankan sistem pertahanan tubuh agar tetap maksimal. Saat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam rangka mempertahankan sistem pertahanan tubuh agar tetap maksimal. Saat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Upaya untuk meningkatkan sistem pertahanan tubuh menjadi penting dilakukan dalam rangka mempertahankan sistem pertahanan tubuh agar tetap maksimal. Saat keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luka ini dapat berasal dari trauma, benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat

BAB I PENDAHULUAN. luka ini dapat berasal dari trauma, benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Luka adalah salah satu dari kasus cedera yang sering terjadi. Luka didefinisikan sebagai hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Penyebab dari luka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi yang biasa disebut juga dengan peradangan, merupakan salah satu bagian dari sistem imunitas tubuh manusia. Peradangan merupakan respon tubuh terhadap adanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkhasiat sebagai obat yang diketahui dari penuturan orang-orang tua dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkhasiat sebagai obat yang diketahui dari penuturan orang-orang tua dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemanfaatan Tumbuhan Obat Tradisional Indonesia sebagai negara beriklim tropis, mempunyai tanaman obat yang sangat beragam, sehingga tradisi penggunaan tanaman obat sudah ada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Uraian Tanaman 1. Sistematika tumbuhan Berdasarkan pustaka, berikut klasifikasi secara umum dari tumbuhan Lamtoro (Leucaena leucocephala) : Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan.

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan. I. PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Luka jaringan lunak rongga mulut banyak dijumpai pada pasien di klinik gigi. Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Banyaknya faktor-faktor yang dapat menurunkan kekebalan tubuh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Banyaknya faktor-faktor yang dapat menurunkan kekebalan tubuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyaknya faktor-faktor yang dapat menurunkan kekebalan tubuh seseorang, seperti tingginya tingkat polusi, perubahan gaya hidup dan pola makan, banyaknya wabah penyakit,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bumi yang menjadi tempat tinggal kita penuh dengan mikroba.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bumi yang menjadi tempat tinggal kita penuh dengan mikroba. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bumi yang menjadi tempat tinggal kita penuh dengan mikroba. Keberadaan organisme, baik tumbuhan maupun hewan dan manusia selalu dihadapkan dengan bahaya yang mengancam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan disekitar kita banyak mengandung agen infeksius maupun non infeksius yang dapat memberikan paparan pada tubuh manusia. Setiap orang dihadapkan pada berbagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar penyakit diawali oleh adanya reaksi oksidasi yang berlebihan di dalam tubuh. Reaksi oksidasi ini memicu terbentuknya radikal bebas yang sangat aktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. infeksi setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Berdasarkan hasil Survei

BAB I PENDAHULUAN. infeksi setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Berdasarkan hasil Survei BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia, diare merupakan penyebab kematian nomor dua karena infeksi setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Berdasarkan hasil Survei Kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Uraian Tumbuhan 1. Sistematika Tumbuhan Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dycotyledoneae Ordo : Annonales Famili : Annonaceae Genus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya teknologi di segala bidang merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Diantara sekian banyaknya kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis kanker yang mempunyai tingkat insidensi yang tinggi di dunia, dan kanker kolorektal) (Ancuceanu and Victoria, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. jenis kanker yang mempunyai tingkat insidensi yang tinggi di dunia, dan kanker kolorektal) (Ancuceanu and Victoria, 2004). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Insiden penyakit kanker di dunia mencapai 12 juta penduduk dengan PMR 13%. Diperkirakan angka kematian akibat kanker adalah sekitar 7,6 juta pada tahun 2008. Di negara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 10 juta jiwa, dan 70% berasal dari negara berkembang, salah satunya Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 10 juta jiwa, dan 70% berasal dari negara berkembang, salah satunya Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku merokok merupakan salah satu ancaman terbesar kesehatan masyarakat dunia. Menurut laporan status global WHO (2016), perilaku merokok telah membunuh sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai saluran cerna. Diagnosis demam tifoid bisa dilakukan dengan

BAB I PENDAHULUAN. mengenai saluran cerna. Diagnosis demam tifoid bisa dilakukan dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna. Diagnosis demam tifoid bisa dilakukan dengan melihat gejala klinis berupa demam,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Inflamasi terjadi di dalam tubuh dimediasi oleh berbagai macam mekanisme molekular. Salah satunya yang sangat popular adalah karena produksi nitrit oksida (NO) yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Berenuk (Crescentia cujete L). a. Sistematika Tumbuhan Kingdom : Plantae Sub kingdom : Tracheobionata Super divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. endemik di Indonesia (Indriani dan Suminarsih, 1997). Tumbuhan-tumbuhan

I. PENDAHULUAN. endemik di Indonesia (Indriani dan Suminarsih, 1997). Tumbuhan-tumbuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya dengan keanekaragaman hayatinya dan menduduki peringkat lima besar di dunia dalam hal keanekaragaman tumbuhan, dengan 38.000 spesies

Lebih terperinci

MEKANISME FAGOSITOSIS. oleh: DAVID CHRISTIANTO

MEKANISME FAGOSITOSIS. oleh: DAVID CHRISTIANTO MEKANISME FAGOSITOSIS oleh: DAVID CHRISTIANTO 136070100011013 PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2016 1 DAFTAR ISI SAMPUL... 1 DAFTAR ISI... 2 BAB I. PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan di sekitar manusia mengandung berbagai jenis unsur patogen,

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan di sekitar manusia mengandung berbagai jenis unsur patogen, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan di sekitar manusia mengandung berbagai jenis unsur patogen, misalnya bakteri, virus, jamur, fungus, protozoa dan parasit yang dapat menyebabkan infeksi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di Indonesia. Di hutan tropis Indonesia terdapat sekitar tumbuhan, diduga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di Indonesia. Di hutan tropis Indonesia terdapat sekitar tumbuhan, diduga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini penelitian mengenai obat herbal telah banyak dikembangkan di dunia kefarmasian. Hal ini didukung dengan keanekaragaman hayati yang tinggi di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup tinggi karena sebagian besar kawasannya berupa perairan. Nontji (2002)

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup tinggi karena sebagian besar kawasannya berupa perairan. Nontji (2002) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi sumber daya laut yang cukup tinggi karena sebagian besar kawasannya berupa perairan. Nontji

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Mencit yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari Laboratorium

BAB 5 PEMBAHASAN. Mencit yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari Laboratorium 49 BAB 5 PEMBAHASAN Mencit yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari Laboratorium Biokimia Universitas Muhammdiyah Jogjakarta. Banyaknya mencit yang digunakan adalah 24 ekor, di mana tiap kelompok

Lebih terperinci

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN Sistem Imun merupakan semua mekanisme pertahanan yang dapat dimobilisasi oleh tubuh untuk memerangi berbagai ancaman invasi asing. Kulit merupakan

Lebih terperinci

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER BAB 8 IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER 8.1. PENDAHULUAN Ada dua cabang imunitas perolehan (acquired immunity) yang mempunyai pendukung dan maksud yang berbeda, tetapi dengan tujuan umum yang sama, yaitu mengeliminasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memiki 2 sistem imun yaitu sistem imun bawaan. (innate immunity) dan sistem imun adaptif (adaptive

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memiki 2 sistem imun yaitu sistem imun bawaan. (innate immunity) dan sistem imun adaptif (adaptive BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia memiki 2 sistem imun yaitu sistem imun bawaan (innate immunity) dan sistem imun adaptif (adaptive immunity). Sistem imun bawaan bersifat non-spesifik sedangkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyakit degeneratif merupakan penyakit tidak menular yang berlangsung kronis seperti penyakit jantung, hipertensi, diabetes dan lainnya. Penyakit ini telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman obat telah lama digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai

I. PENDAHULUAN. Tanaman obat telah lama digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman obat telah lama digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai salah satu alternatif pengobatan, baik untuk pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan (kuratif),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi rongga mulut. Lapisan ini terdiri dari epitel gepeng berlapis baik yang berkeratin maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. anak-anak sampai lanjut usia. Presentase tertinggi pada golongan umur lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. anak-anak sampai lanjut usia. Presentase tertinggi pada golongan umur lebih dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit gigi dan mulut yang terbanyak dialami masyarakat di Indonesia adalah karies gigi. Penyakit tersebut menyerang semua golongan umur, mulai dari anak-anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mikroorganisme penyebab penyakit infeksi. Peningkatan sistem imun penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mikroorganisme penyebab penyakit infeksi. Peningkatan sistem imun penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tubuh memerlukan sistem imun yang kuat agar dapat terlindung dari mikroorganisme penyebab penyakit infeksi. Peningkatan sistem imun penting untuk dilakukan untuk mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demam adalah kenaikan suhu diatas normal. bila diukur pada rectal lebih dari 37,8 C (100,4 F), diukur pada oral lebih dari 37,8 C, dan bila diukur melalui

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan pada BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Data hasil penelitian jumlah netrofil yang menginvasi cairan intraperitoneal mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah kesehatan. Hal ini cukup menguntungkan karena bahan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah kesehatan. Hal ini cukup menguntungkan karena bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan bahan alam yang berasal dari tumbuhan sebagai obat tradisional telah lama dilakukan oleh masyarakat Indonesia untuk menangani berbagai masalah kesehatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minuman herbal merupakan minuman yang berasal dari bahan alami yang bermanfaat bagi tubuh. Minuman herbal biasanya dibuat dari rempah-rempah atau bagian dari tanaman,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan dan manfaat tanaman mahkota dewa. Sistematika tanaman mahkota dewa adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan dan manfaat tanaman mahkota dewa. Sistematika tanaman mahkota dewa adalah sebagai berikut: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Mahkota Dewa Berikut adalah sistematika tanaman, daerah, deskripsi tanaman, bagian yang digunakan dan manfaat tanaman mahkota dewa. 2.1.1 Sistematika Tanaman Sistematika

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tingkat kematian akibat berbagai macam penyakit seperti serangan jantung, angina, gagal jantung, stroke, penuaan, kerusakan otak, penyakit ginjal, katarak,

Lebih terperinci

tradisional, daun sirih digunakan sebagai pelengkap dalam upacara adat, misalnya dalam perkawinan adat Jawa (Anonim, 2010). Umumnya masyarakat

tradisional, daun sirih digunakan sebagai pelengkap dalam upacara adat, misalnya dalam perkawinan adat Jawa (Anonim, 2010). Umumnya masyarakat BAB 1 PENDAHULUAN Saat ini minat masyarakat untuk memanfaatkan kembali bahan alam bagi kesehatan, terutama obat-obatan dari tumbuhan cenderung meningkat. Hal ini disebabkan karena pengobatan tradisional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan mengelilingi gigi. Gingiva terbagi menjadi gingiva tepi, gingiva cekat dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan mengelilingi gigi. Gingiva terbagi menjadi gingiva tepi, gingiva cekat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gingiva merupakan bagian mukosa oral yang menutupi prosesus alveolaris dan mengelilingi gigi. Gingiva terbagi menjadi gingiva tepi, gingiva cekat dan gingiva

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebetulnya secara alami tubuh mempunyai sel-sel yang dapat memelihara sistem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebetulnya secara alami tubuh mempunyai sel-sel yang dapat memelihara sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Imunomodulator merupakan salah satu senyawa yang berfungsi untuk meningkatkan pertahanan tubuh dan memperbaiki sistem imun yang melemah. Sebetulnya secara alami

Lebih terperinci

Banyak penyakit yang dihadapi para klinisi disebabkan karena respons inflamasi yang tidak terkendali. Kerusakan sendi pada arthritis rheumatoid,

Banyak penyakit yang dihadapi para klinisi disebabkan karena respons inflamasi yang tidak terkendali. Kerusakan sendi pada arthritis rheumatoid, BAB 1 PENDAHULUAN Inflamasi merupakan suatu respons protektif normal terhadap kerusakan jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat-zat mikrobiologik. Inflamasi adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan pada 90% dari populasi dunia. Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit gigi dan

Lebih terperinci

pengolahan, kecuali pengeringan. Standarisasi simplisia dibutuhkan karena kandungan kimia tanaman obat sangat bervariasi tergantung banyak faktor

pengolahan, kecuali pengeringan. Standarisasi simplisia dibutuhkan karena kandungan kimia tanaman obat sangat bervariasi tergantung banyak faktor BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman akan alamnya. Keanekaragaman alam tersebut meliputi tumbuh-tumbuhan, hewan dan mineral. Negara berkembang termasuk indonesia banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola hidup kurang baik yang berkembang pada zaman modern ini dikuatirkan dapat mengalami perubahan terhadap segala aspek kehidupan, khususnya pada bidang kesehatan

Lebih terperinci

Lili paris ( Chlorophytum comosum Landep (Barleria prionitis L.) Soka(

Lili paris ( Chlorophytum comosum Landep (Barleria prionitis L.) Soka( Lili paris (Chlorophytum comosum) Kingdom : plantae divisi : magnoliophyta kelas : liliopsida ordo :liliaceae family : anthericaceae genus :chlorophytum spesies : chlorophytum comusum var. vittatum Batang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk melawan segala macam organisme pengganggu atau toksin yang cenderung merusak jaringan dan organ tubuh. Kemampuan

Lebih terperinci