BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mikroorganisme penyebab penyakit infeksi. Peningkatan sistem imun penting

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mikroorganisme penyebab penyakit infeksi. Peningkatan sistem imun penting"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tubuh memerlukan sistem imun yang kuat agar dapat terlindung dari mikroorganisme penyebab penyakit infeksi. Peningkatan sistem imun penting untuk dilakukan untuk mempertahankan sistem imun agar tetap dapat bekerja maksimal (Baratawidjaja, 2004). Sistem imun dapat ditingkatkan dengan menggunakan senyawa-senyawa imunostimulan. Senyawa imunostimulan dapat diperoleh dari tanaman (Wagner dkk., 1999). Beberapa jenis tanaman obat yang dapat digunakan sebagai adjuvant untuk mempengaruhi sistem imun tubuh yang meliputi sistem imun spesifik dan nonspesifik. Sistem imun tubuh mempunyai peranan penting dalam pencegahan maupun pengobatan berbagai penyakit infeksi. Penurunan sistem imun dapat disebabkan karena terganggunya mekanisme respon imun. Maka, diperlukan usaha untuk menjaga sistem imun agar selalu dalam keadaan normal. Salah satu cara untuk mengatasi penurunan imunitas ini adalah dengan pemberian obat yang bersifat imunomodulator (Abbas dan Litchman, 2005). Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki potensi kekayaan alam yang tinggi. Berbagai jenis tanaman, baik yang sudah dikenal sebagai tanaman obat selama ratusan tahun, maupun jenis tanaman yang berpotensi sebagai tanaman obat dan belum dieksplorasi secara ilmiah dapat ditemukan di wilayah ini. Aktivitas

2 penelitian tanaman obat mulai meningkat sejalan dengan pembangunan sejak tahun Saat ini, industri obat tradisional di Indonesia termasuk industri dengan struktur yang tergolong kuat, dengan industri obat tradisional yang berjumlah ratusan, serta usaha kecil dan mikro obat tradisional yang berjumlah ribuan (Anonim, 2013). Obat tradisional dibagi dalam 3 segmentasi, yaitu jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka. Jamu adalah obat tradisional asli Indonesia yang telah turun temurun digunakan berdasarkan pengalaman empiris. Pada segmen kedua, bentuk-bentuk pengembangan lebih lanjut dari jamu yaitu bahan dalam bentuk ekstrak yang sudah terstandarisasi dibuat untuk memenuhi kebutuhan konsumen yaitu obat herbal terstandar. Obat herbal terstandar telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik. Fitofarmaka sebagai segmen ketiga dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan, suatu sediaan obat harus sudah terstandarisasi, terbukti aman, dan berkhasiat melalui serangkaian penelitian, yaitu teknologi farmasi, uji pra-klinik, dan uji klinik (Anonim, 2014). Salah satu uji praklinik yang penting adalah uji toksisitas akut, karena dalam uji ini dapat ditentukan efek toksik dari suatu senyawa dalam waktu yang singkat setelah pemejanan dalam takaran tertentu. Parameter kuantitatif yang digunakan untuk mengukur toksisitas akut adalah LD50 (Lethal Dose 50), yaitu besarnya dosis yang menyebabkan kematian pada 50% populasi hewan uji. Dengan mengetahui LD50, suatu senyawa dapat digolongkan sebagai senyawa tidak toksik hingga sangat toksik dan dapat ditetapkan pemberian sediaan uji yang tidak menimbulkan ketoksikan akut pada manusia. Tujuan utama dilakukannya uji toksisitas akut 2

3 adalah untuk mendapatkan gambaran potensi toksisitas suatu zat beracun atau senyawa uji (Donatus, 2005). Uji toksisitas akut merupakan salah satu prasyarat formal keamanan calon fitofarmaka (obat) untuk digunakan manusia. Secara ideal uji toksisitas akut dilakukan kepada beberapa jenis hewan, minimal hewan pengerat dalam hal ini menggunakan tikus sebagai hewan uji. Spektrum efek toksik yang diamati pada sistem organ vital seperti kardiovaskuler, susunan saraf, gastrointestinal, pernafasan, dan lain-lain (Anonim, 1992). Tanaman obat seperti meniran (Phyllanthus niruri Linn), umbi keladi tikus (Typhonium flagelliforme (Lodd.) BL) dan daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz. & Pav.) telah banyak digunakan oleh masyarakat untuk pengobatan berbagai penyakit dan telah terbukti mempunyai aktivitas sebagai immunomodulator. Penelitian yang telah dilakukan tidak hanya pada ekstrak tunggal, tetapi juga kombinasi dari tiga ekstrak herba meniran, umbi keladi tikus, dan daun sirih merah. Menurut Sagala (2013), kombinasi ekstrak meniran, keladi tikus, dan sirih merah pada konsentrasi 1, 10, dan 100 μg/ml mampu meningkatkan nilai indeks dan kapasitas fagositosis makrofag mencit jantan galur Balb/c dibandingkan dengan kontrol media dan kontrol DMSO (pelarut ekstrak). Saat ini sudah tersedia produk kombinasi ketiga ekstrak tersebut berupa kapsul yang disebut produk SKM. Produk SKM dikonsumsi manusia untuk meningkatkan daya tahan tubuh, sehingga dapat dikonsumsi hanya pada saat tubuh mengalami penurunan daya tahan. Apabila masa penerapan klinis suatu sediaan 3

4 obat 1 minggu atau kurang, diperlukan uji toksisitas akut untuk mengkaji potensi ketoksikan sediaan (Anonim, 2014). Sebagian masyarakat Indonesia masih beranggapan bahwa tanaman obat tidak mengandung efek samping karena terbuat dari bahan-bahan alami, bukan dari bahan-bahan kimia. Padahal anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar (Anonim, 2014). Sebelumnya, telah dilakukan penelitian untuk mengkaji potensi ketoksikan akut dari ekstrak tunggal masing-masing bahan namun belum dilakukan penelitian toksisitas akut produk kombinasi ketiga ekstrak. Maka, dalam penelitian ini dapat diketahui potensi ketoksikan yang ditimbulkan dari pemberian kombinasi produk ekstrak daun sirih merah, umbi keladi tikus, dan herba meniran secara akut, sehingga didapatkan data perkiraan potensi ketoksikan pada senyawa ini jika digunakan bagi manusia. B. Rumusan Masalah 1. Berapakah potensi ketoksikan akut (LD50) oral produk SKM pada tikus SD jantan? 2. Bagaimana gejala toksisitas akut yang muncul setelah pemberian per oral produk SKM pada tikus SD jantan? 3. Bagaimana spektrum efek toksik yang muncul setelah pemberian per oral produk SKM pada tikus SD jantan? 4

5 C. Tujuan Penelitian 1. Mengkaji potensi ketoksikan akut (LD50) produk SKM yang diberikan per oral pada tikus SD jantan. 2. Mengkaji gejala toksisitas akut yang timbul setelah pemberian per oral produk SKM pada tikus SD jantan. 3. Mengkaji spektrum efek toksik yang muncul setelah pemberian per oral produk SKM pada tikus SD jantan. D. Tinjauan Pustaka 1. Toksikologi a. Toksisitas Toksisitas biasa digunakan dalam memperbandingkan satu zat kimia dengan lainnya, hal seperti itu sangat tidak informatif. Oleh karena itu pendekatan toksikologi melihat efek zat kimia atas berbagai sistem biologi dengan penekanan pada mekanisme efek berbahaya zat kimia itu dan berbagai kondisi dimana efek berbahaya itu terjadi (Loomis, 1978). Definisi dari toksikologi adalah ilmu tentang racun. Racun adalah agen yang menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Hal yang dapat mengubah senyawa kimia menjadi racun tergantung dari lamanya paparan senyawa, dosis atau konsentrasi senyawa, rute paparan, atau formulasi produk (Barile, 2004). Takrif toksikologi kemudian berkembang menjadi ilmu yang mempelajari pengaruh kuantitatif zat kimia atas sistem biologis, terfokus pada aksi berbahaya zat kimia itu (Donatus, 2005). 5

6 b. Asas Umum Toksikologi Berdasarkan atas alur timbulnya efek toksik suatu senyawa maka ada 4 asas utama yang perlu dipahami dalam toksikologi, yaitu kondisi pemejanan dan kondisi makhluk hidup, mekanisme aksi, wujud, dan sifat efek toksik. Keempat asas ini digunakan untuk menentukan keberbahayaan suatu zat dan kemudian dapat ditentukan batas amannya (Donatus, 2005). Kondisi efek toksik terdiri dari kondisi pemejanan dan kondisi makhluk hidup. Kondisi pemejanan terdiri atas jenis, jalur, lama, kekerapan, saat dan takaran pemejanan. Kondisi makhluk hidup merupakan keadaan fisiologi dan patologi yang mempengaruhi ketersediaan racun di sel sasaran dan keefektifan antaraksi (Donatus, 2005). Mekanisme aksi toksik dibagi menjadi dua berdasarkan sifat dan tempat kejadian awalnya, yaitu mekanisme luka intrasel dan mekanisme luka ekstrasel. Terdapat 3 mekanisme efek toksik, yaitu mekanisme berdasarkan sifat dan tempat kejadian, interaksi racun dan tempat aksinya, serta resiko penumpukan racun di dalam gudang penyimpanan tubuh (Donatus, 2005). Perubahan biokimia, fisiologi (fungsional) dan struktural merupakan wujud dari adanya efek toksik. Perubahan ini memiliki sifat yang khas, yaitu terbalikkan dan tak terbalikkan. Wujud efek toksik biokimiawi merupakan wujud efek toksik yang terbalikkan. Wujud efek toksik fisiologis (fungsional) merupakan interaksi senyawa racun dengan reseptor aktif enzim yang bersifat terbalikkan. Wujud efek toksik yang berupa perubahan struktural dapat 6

7 diawali dari proses perubahan biokimiawi ataupun fungsional (Donatus, 2005). Terdapat dua macam sifat efek toksik yaitu efek toksik terbalikkan (reversible) dan tidak terbalikkan (irreversible). Pada sifat yang terbalikkan bila kadar racun yang ada dalam tempat aksi atau reseptor tertentu telah habis maka reseptor tersebut akan kembali ke keadaan semula. Sifat yang tak terbalikkan memiliki ciri, bahwa kerusakan yang terjadi bersifat menetap (Loomis, 1978). c. Uji Toksikologi Dalam hakekatnya maksud obat tradisional diteliti dan dikembangkan adalah untuk dimanfaatkan sebagai obat untuk manusia, maka uji toksisitas obat tradisional harus mampu mengungkapkan keamanannya terkait dengan maksud penggunaannya (Anonim, 2014). Uji toksisitas dibagi menjadi dua yaitu uji ketoksikan tak khas dan uji ketoksikan khas. Uji ketoksikan tak khas adalah uji toksikologi yang dirancang untuk mengevaluasi keseluruhan atau spektrum efek toksik sesuatu senyawa pada aneka ragam jenis hewan uji. Yang termasuk dalam uji ketoksikan tak khas meliputi uji ketoksikan akut, sub kronis, dan kronis. Uji ketoksikan khas adalah uji toksikologi yang dirancang untuk mengevaluasi secara rinci efek toksik yang khas sesuatu senyawa atas fungsi organ atau kelenjar tertentu pada aneka ragam subyek atau hewan uji (Donatus, 2005). Dalam uji toksisitas perlu dibedakan obat tradisional yang dipakai secara singkat (short term use) dan dalam jangka waktu lama (long term use). 7

8 Untuk short term use dipentingkan uji toksisitas akut, sedangkan untuk long term use perlu diteliti juga toksisitas subkronik dan kronik. Uji toksisitas subkronik dapat dilakukan selama 30 hari atau 90 hari, sedangkan uji toksisitas kronik dilakukan selama 6 bulan dan 1 tahun. Uji toksisitas khas seperti teratogenik, karsinogenik, dan lain-lain disesuaikan dengan indikasi obat tradisional yang bersangkutan (Anonim, 2014). d. Ketoksikan Akut Uji toksisitas akut dilakukan dengan memberikan zat kimia yang sedang diuji sebanyak satu kali atau beberapa kali dalam waktu 24 jam. Sebagian besar penelitian semacam ini dirancang untuk menentukan dosis letal median (LD50) yaitu dosis tunggal suatu zat yang secara statistik diharapkan akan membunuh 50% hewan uji. Pengujian ini juga dapat menunjukkan organ sasaran yang mungkin dirusak dan efek toksik spesifiknya, serta memberikan petunjuk tentang dosis yang sebaiknya digunakan dalam pengujian yang lebih lama (Lu, 1995). Secara umum dalam penentuan LD50 digunakan tikus dan mencit. Hewan ini dipilih karena murah, mudah didapat, dan mudah ditangani. Selain itu, terdapat banyak data toksikologi yang menggunakan jenis hewan ini, suatu fakta yang mempermudah pembandingan toksisitas zat-zat kimia. Cara pemejanan suatu senyawa harus diberikan melalui jalur biasa digunakan pada manusia (Lu, 1995). 8

9 Potensi ketoksikan akut dapat diperkirakan berdasarkan harga LD50 yang diperoleh mengikuti kriteria Globally Harmonised Classification System (2001) di bawah ini: 1. Kategori mg/kgbb 2. Kategori mg/kgbb 3. Kategori mg/kgbb 4. Kategori mg/kgbb 5. Kategori mg/kgbb 6. Tidak terklasifikasi > 5000 mg/kgbb Selain dengan kriteria GHS, potensi ketoksikan akut juga dapat diperkirakan berdasarkan kategori menurut Peraturan Kepala BPOM nomor 7 tahun 2014 tentang Pedoman Uji Toksisitas Non-Klinik Secara In Vivo, yaitu meliputi: 1. Sangat toksik 1 mg/kg 2. Toksik 1-50 mg 3. Toksik sedang mg 4. Toksik ringan mg 5. Praktis tidak toksik 5-15 g 6. Relatif tidak membahayakan 15 g 2. Produk SKM Produk SKM adalah produk herbal yang mempunyai khasiat sebagai peningkat daya tahan tubuh dan diproduksi oleh PT. Swayasa Prakarsa. Sediaan berbentuk kapsul dengan ukuran 0 dan ciri-ciri cangkang kapsul berwarna putih 9

10 dan ungu. Kapsul berisi granul kombinasi 3 ekstrak yaitu ekstrak umbi keladi tikus (Typhonium flagelliforme (Lodd.) BL) 100 mg, ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz. dan Pav.) sebesar 75 mg dan ekstrak herba meniran (Phyllantus niruri Linn) sebesar 75 mg. Masing-masing ekstrak ditambahkan zat pengisi sebesar 30% dari bobot ekstrak, kemudian campuran ketiga ekstrak ditambahkan dengan zat pengisi hingga bobot kapsul 500 mg. Zat pengisi yang digunakan yaitu Compercel yang merupakan mikrokristalin selulosa dan Amprotab yang merupakan amilum manihot. Surat keterangan produk dapat dilihat pada lampiran 8. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rosyida (2015), kombinasi ekstrak etanolik Phyllantus niruri, daun Piper crocatum dan umbi Thyponium flagelliforme berefek imunosupresan pada respon imun nonspesifik dan imunostimulan pada respon imun seluler, tetapi tidak mempengaruhi respon imun humoral tikus Sprague-Dawley yang diinduksi dengan vaksin hepatitis B. Secara in vitro, kombinasi tiga ekstrak tidak meningkatkan kemampuan fagositosis makrofag secara signifikan (Khoris, 2015). 3. Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz. dan Pav.) Klasifikasi Piper crocatum Ruiz. dan Pav. Kingdom Sub Kingdom Super Divisi Divisi Kelas : Plantae : Tracheobionta : Spermatophyta : Magnoliophyta : Magnoliopsida 10

11 Sub Kelas Bangsa Suku Marga Jenis : Magnoliidae : Piperales : Piperaceae : Piper : Piper crocatum Ruiz. dan Pav. (Backer & van Den Brink, 1963) Gambar 1. Daun Sirih Merah Tanaman sirih merah tumbuh menjalar seperti sirih hijau. Batangnya berwarna hijau keunguan dan berbentuk bulat. Tanaman sirih merah tidak berbunga. Daunnya bertangkai membentuk jantung dengan bagian atas meruncing, bertepi rata, dan permukaannya mengkilap. Panjang daunnya bisa mencapai cm. Warna daun bagian atas hijau bercorak putih keabu-abuan. Bagian bawah daun berwarna merah hati cerah. Daunnya berlendir, berasa pahit, dan beraroma wangi khas sirih. Batangnya bersulur dan beruas dengan jarak buku 5-10 cm di setiap buku tumbuh daun dan bakal akar. Secara empiris diketahui tanaman sirih merah dapat menyembuhkan penyakit batu ginjal, kolesterol, asam urat, serangan jantung, stroke, radang prostat, radang mata, 11

12 masuk angin dan nyeri sendi (Sudewo, 2005). Gambar daun sirih merah dapat dilihat pada gambar 1. Dalam ekstrak etanol sirih merah terkandung senyawa fitokimia golongan senyawa alkaloid, saponin, monoterpen, seskuiterpen, flavonoid, tannin, polifenol, neolignan, amilum, gula, pati, kuinon, minyak atsiri, dan steroid (Sudewo, 2005). Dari penelitian yang dilakukan oleh Kustiawan (2012) telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi kandungan senyawa aktif daun sirih merah yang termasuk golongan neolignan sebagai imunostimulan, yaitu 2-allil- 4-(1 -(3,4,5 -trimetoksifenil) propan-2 yl)-3,5- dimetoksisikloheksa 3,5- dienon dan 2-allil-4-(1 asetil-1 -(3,4,5 -trimetoksi-fenil)propan-2 il)-3,5- dimetoksi-siklo-heksa-3,5-dienon. Kedua senyawa tersebut mampu meningkatkan fagositosis makrofag dan produksi nitrit oksida, namun tidak dapat meningkatkan proliferasi limfosit (Hartini, 2013). Pemberian ekstrak etanol daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz. dan Pav.) pada dosis 10, 100, dan 300 mg/kgbb dapat meningkatkan indeks fagositosis makrofag tikus yang diinduksi vaksin hepatitis B (Apriyanto, 2011). Senyawa yang berperan terhadap aktivitas fagositosis makrofag merupakan golongan alkaloid dan terpenoid (Kustiawan, 2012). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Rachmawaty (2014), hasil uji toksisitas akut diperoleh nilai Lethal Dose 50 (LD50) ekstrak etanolik mg/kgbb, sehingga tergolong relatif tidak toksik menurut skala Loomis (1978). 12

13 4. Meniran (Phyllanthus niruri Linn) Klasifikasi Phyllanthus niruri Linn Divisi Sub Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledonae : Euphorbiales : Euphorbiaceae : Phyllanthus : Phyllanthus niruri Linn. (Backer & van Den Brick, 1965) Gambar 2. Tanaman Meniran Tumbuhan ini berupa terna, tumbuh tegak, batang berwarna hijau pucat atau hijau kemerahan. Bentuk daun bundar telur sampai bundar memanjang, panjang daun 5 mm sampai 10 mm, lebar 2,5 mm sampai 5 mm, ujung bundar atau meruncing. Bunga keluar dari ketiak daun, bunga jantan terletak di bawah ketiak daun, berkumpul 2 bunga hingga 4 bunga, bunga betina sendiri, letaknya di bagian atas ketiak daun. Helaian mahkota bunga berbentuk bundar telur sampai bundar 13

14 memanjang, tepi berwarna hijau muda. Buah licin, garis tengah 2 mm sampai 2,5 mm (Depkes, 1978). Gambar tanaman meniran dapat dilihat pada gambar 2. Meniran telah banyak digunakan untuk berbagai tujuan dalam sistem pengobatan tradisional atau herbal. Dalam beberapa penelitian klinis tanaman ini menunjukkan kegunaan dalam hepatoprotektor, penghilang nyeri, hipotensi, antispasmodik, antiviral, antibakteri, diuretik, antimutagenik, dan aktivitas hipoglikemik (Taylor, 2003). Meniran juga bermanfaat untuk menghambat patogenesis infeksi Salmonella typhii yang diinduksikan pada mencit. Ekstrak meniran juga mampu meningkatkan secara signifikan produksi interferon-gama (IFN-gamma) dan interleukin-4 (IL-4), serta menunjukkan adanya kemampuan memodulasi nitrat oksida yang dilepaskan oleh makrofag secara in vivo. Kemampuan menstimulasi sistem imun oleh ekstrak meniran ini yang bertanggungjawab atas penggunaannya secara etnomedisin dalam mengatasi penyakit infeksi (Sunarno, 2009; Nworu dkk., 2010). Tanaman obat meniran, mempunyai bermacam-macam kandungan fitokimia dan kegunaan farmakologi. Flavonoid, alkaloid, terpenoid, lignin, polifenol, tannin, kumarin, dan saponin telah teridentifikasi dari beberapa bagian meniran (Paithankar dkk., 2011). Kandungan utama dalam meniran termasuk alkaloid, astragalin, bervifolin, asam karboksilat, korilagin, asam elagat, lignin, niruretin, nirurin, asam repandusinat, quersetin, quersetrol, quersitrin, rutin, dan saponin (Taylor, 2003). Flavonoid yang terkandung dalam meniran dapat menstimulasi respon imun, karena dapat meningkatkan aktivitas dan kapasitas 14

15 fagositosis tikus secara in vivo. Dosis flavonoid yang lebih tinggi menyebabkan sel leukosit (fagosit) menjadi lebih aktif untuk memfagosit sel bakteri (Zalizar, 2013). Pemberian ekstrak Phyllanthus niruri Linn dapat meningkatkan aktivitas dan fungsi beberapa komponen imunitas nonspesifik serta imunitas spesifik, baik humoral maupun selular. Efek terhadap respon imun nonspesifik berupa peningkatan fagositosis dan kemotaksis makrofag, kemotaksis neutrofil, sitotoksisitas sel NK serta aktivitas hemolisis komplemen. Terhadap imunitas seluler, dapat meningkatkan aktivitas limfosit T, limfosit B, meningkatkan sekresi TNFα, IFNγ dan Interleukin (Ogata dkk., 1992). Berdasarkan penelitian ketoksikan akut yang dilakukan oleh Halim (2010), ekstrak air meniran yang diberikan pada mencit Balb/c menunjukkan LD50 sebesar 1588,781 mg/kgbb, sehingga tergolong dalam kriteria sedikit toksik menurut skala Loomis (1978). 5. Keladi Tikus (Typhonium flagelliforme (Lodd.) BL) Klasifikasi Typhonium flagelliforme (Lodd.) BL Divisi Subdivisi Kelas Ordo Familia Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledonae : Arales : Araceae : Typhonium : Typhonium flagelliforme (Lodd.) Blume (Backer & van den Brink, 1968) 15

16 Gambar 3.Tanaman Keladi Tikus Tanaman keladi tikus adalah tanaman sejenis talas setinggi 25 cm hingga 30 cm, termasuk tumbuhan semak, menyukai tempat lembab yang tak terkena sinar matahari langsung. Daun berbentuk bulat dengan ujung runcing, seperti jantung. Berwarna hijau segar. Umbi berbentuk bulat rata sebesar buah pala (Harfia dan Lucie, 2006). Gambar tanaman keladi tikus dapat dilihat pada gambar 3. Senyawa yang terkandung dalam tanaman keladi tikus yaitu alkaloid, saponin, steroid, glikosida flavonoid, dan triterpenoid (Syahid, 2007). Identifikasi terhadap kandungan kimia dalam keladi tikus dilakukan juga oleh Lai dkk. (2010). Kandungan kimia yang teridentifikasi dalam studi ini di antaranya asam heksadekanoat, asam oleat, asam linoleat, asam linolenat, campesterol, stigmasterol, dan beta-sitosterol. Keladi tikus merupakan tanaman dengan multifungsi, di mana memiliki potensi sebagai antikanker, antibakteri, antioksidan, dan penekan batuk (Mankaran dkk., 2013), baik daun maupun umbi keladi tikus menunjukkan aktivitas antibakteri. Ekstrak heksan dari umbi keladi tikus mempunyai aktivitas melawan bakteri gram negatif, Pseudomonas aeruginosa dan Salmonella choleraesuis. 16

17 Menurut penelitian Nurrochmad dkk. (2015), menunjukkan bahwa ekstrak etanolik keladi tikus dapat menurunkan efek penekanan proliferasi limfosit dan meningkatkan secara signifikan proliferasi sel T CD8+ pada tikus terinduksi cyclophosphamide. Ekstrak keladi tikus dengan dosis 250, 500, dan 1000 mg/kgbb dapat meningkatkan fagositosis makrofag tikus yang terinduksi siklofosfamid (Sriyanti, 2012). Berdasarkan studi toksisitas akut yang dilakukan oleh Faiqoh (2011), menunjukkan bahwa dosis suspensi tanaman keladi tikus yang menyebabkan kematian 50% populasi (LD50) adalah 48,081 g/kgbb, sehingga tergolong relatif tidak toksik menurut skala Loomis (1978). Perubahan mikroskopis yang disebabkan oleh tanaman ini menunjukkan efek toksisitas, ditemukan adanya sumbatan, degenerasi, dan nekrosis pada sel hepar. Hal ini mengindikasikan bahwa suspensi tanaman keladi tikus pada uji toksisitas akut dapat menyebabkan efek toksik pada hepar mencit. 6. Histopatologi Organ Pemeriksaan histopatologi merupakan upaya menemukan dan mendiagnosis suatu penyakit berdasarkan hasil pemeriksaan jaringan. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan makroskopik jaringan disertai seleksi sampel jaringan untuk pengamatan mikroskopik. Sebagian besar diagnosis histopatologi berasal dari potongan jaringan dengan pewarnaan hematoksilin-eosin. Jaringan berasal dari biopsi atau eksisi bedah yang dimasukkan dalam larutan fiksasi dan dikirim ke laboratorium histopatologi (Underwood, 1996). 17

18 Suatu zat dicurigai dapat menimbulkan luka seluler melalui aksi langsung pada sel sasaran atau tak langsung pada lingkungan ekstra sel, menuju ke perubahan morfologi yang pada akhirnya terwujud sebagai kekacauan struktural (Donatus, 2005). Senyawa toksik tidak mempengaruhi semua organ secara merata. Pekanya organ dan tingginya kadar bahan kimia atau metabolit di organ sasaran tergantung dari mekanisme yang mendasarinya. Kadar yang lebih tinggi itu dapat meningkat pada berbagai keadaan (Lu, 1995). Respons histopatologi dasar sebagai tanggapan terhadap adanya luka seluler, meliputi degenerasi, proliferasi, inflamasi dan perbaikan. Ketiga respons tersebut menggambarkan urutan dari serangkaian peristiwa seluler setelah terjadi luka pada tingkat molekuler yang dapat diperiksa di bawah mikroskop. Berkaitan dengan golongan respons utama, yakni respons intrasel meliputi degenerasi dan proliferasi, dan respons ekstrasel berupa inflamasi dan perbaikan (Donatus, 2005). Dua golongan respon utama yakni respon intrasel yang meliputi degenerasi dan proliferasi, dan respon ekstrasel yang meliputi inflamasi atau perbaikan. Berbagai respon histologi tersebut, mendasari berbagai perubahan morfologi atau struktural dalam berbagai wujud atau bentuk seperti nekrosis, karsinogenesis, dan lain-lain. Degenerasi merupakan perubahan morfologi akibat luka yang tidak fatal, ragam respon yang ditunjukkan seperti pengecilan sel atau pengurangan jumah organel. Perubahan struktural yang dapat teramati di bawah mikroskop meliputi atrofi, akumulasi intrasel, dan kematian sel (nekrosis). Atrofi merupakan pengecilan atau berkurangnya jumlah sel, hal ini dapat menyebabkan penyusutan atau mengkerutan jaringan. Akumulasi intrasel dapat berupa penumpukan air yang 18

19 juga disebut perubahan hidropik, yang mengarah pada kematian sel (Glaister, 1986). Penumpukan lemak dalam jaringan tak berlemak juga merupakan wujud dari akumulasi intrasel dan tahap awal kematian sel. Bentuk degenerasi yang lainnya adalah nekrosis atau kematian sel. Respon ini seringkali dijumpai karena merupakan hasil dari berbagai mekanisme luka intrasel maupun ekstrasel. Nekrosis merupakan salah satu degenerasi yang tidak terbalikkan. Proliferasi disebabkan oleh adanya tekanan atau luka kimia yang memicu sel untuk meningkatkan pertumbuhan yang tidak terkendali pada tingkat molekular maupun struktural. Proliferasi dapat berupa hipertrofi dan hiperplasia. Hipertrofi merupakan respon yang berkaitan dengan perbesaran sel, sedangkan hiperplasia adalah pertambahan jumlah sel (Glaister, 1986). Selain itu, ada pula jenis proliferasi yang lain seperti metaplasia dan displasia. Metaplasia merupakan keadaan sel yang sedang mengalami diferensiasi diganti dengan jenis sel lain yang telah diferensiasi. Bentuk proliferasi yang paling kacau adalah displasia karena disertai hiperplasia dan metaplasia, hal ini mengakibatkan terjadi pembentukan sel yang melebihi normal dan beragam bentuk, ukuran, dan tingkat diferensiasi. Bentuk proliferasi yang terakhir adalah neoplastik yang memperlihatkan hilangnya respon terhadap kendali pertumbuhan normal. Inflamasi merupakan respon protektif yang berkaitan dengan sel, pembuluh darah, protein dan mediator lainnya yang berguna untuk menyingkirkan penyebab kerusakan sel. Proses inflamasi yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan jaringan. Inflamasi dibagi dua, inflamasi akut dan kronis. Inflamasi akut dapat 19

20 berujung pada perbaikan, abses, dan fibrosis. Inflamasi kronis tidak dapat mengalami perbaikan dan berujung pada fibrosis (Robbins, 2013). Proses perbaikan biasanya terjadi bersamaan dengan inflamasi dan terdiri dari dua proses yaitu regenerasi dan fibrosis. Regenerasi adalah suatu keadaan jaringan yang dapat mengganti sel-sel yang rusak dan kembali menjadi sel yang normal. Regenerasi terjadi pada sel yang berproliferasi dan sudah mencapai kapasitas pembelahan. Respon ini terjadi pada sel yang cepat membelah seperti epitel kulit dan saluran pencernaan atau organ parenkim, khususnya hepar. Fibrosis adalah terjadinya deposisi dari kolagen yang dapat terjadi pada paru-paru, hepar, ginjal, dan organ lainnya sebagai konsekuensi dari inflamasi kronis. Fibrosis dapat menyebabkan disfungsi organ atau bahkan kegagalan fungsi organ (Robbins, 2013). E. Landasan Teori Produk SKM digunakan sebagai peningkat daya tahan tubuh. Produk SKM terbuat dari kombinasi ekstrak etanolik 75 mg daun sirih merah, 75 mg herba meniran, dan 100 mg umbi keladi tikus, dengan zat pengisi yaitu Compercell dan Amprotab. Penelitian mengenai toksisitas akut terhadap masing-masing ekstrak penyusun produk SKM sudah pernah dilakukan sebelumnya. Hasil uji toksisitas akut ekstrak etanolik sirih merah diperoleh nilai Lethal Dose 50 (LD50) sebesar mg/kgbb, sehingga tergolong relatif tidak toksik menurut skala Loomis (Rachmawaty, 2014). Ekstrak air meniran yang diberikan pada mencit Balb/c menunjukkan LD50 sebesar 1588,781 mg/kgbb, sehingga tergolong dalam kriteria sedikit toksik menurut skala Loomis (Halim, 2010). Suspensi tanaman keladi tikus 20

21 yang menyebabkan kematian 50% populasi (LD50) adalah 48,081 g/kgbb, sehingga tergolong relatif tidak toksik menurut skala Loomis. Suspensi tanaman keladi tikus juga terbukti toksik terhadap hepar mencit (Faiqoh, 2011). Uji toksisitas akut dari masing-masing penyusun produk SKM sudah diketahui, tetapi uji toksisitas akut pada produk SKM belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, perlu dilakukan uji toksisitas akut terhadap produk SKM. Uji toksisitas akut ini berguna untuk mengetahui potensi ketoksikan akut, mekanisme yang memperantarai kematian, dan spektrum efek toksik. F. Hipotesis 1. Pemberian produk SKM diduga tidak menimbulkan kematian pada tikus SD jantan. 2. Pemberian produk SKM diduga tidak menimbulkan gejala toksik pada tikus SD jantan. 3. Pemberian produk SKM diduga tidak menunjukkan efek toksik yang nyata pada organ-organ vital. 21

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di Indonesia. Di hutan tropis Indonesia terdapat sekitar tumbuhan, diduga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di Indonesia. Di hutan tropis Indonesia terdapat sekitar tumbuhan, diduga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini penelitian mengenai obat herbal telah banyak dikembangkan di dunia kefarmasian. Hal ini didukung dengan keanekaragaman hayati yang tinggi di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Senyawa-senyawa yang dapat memodulasi sistem imun dapat diperoleh dari tanaman (Wagner et al., 1999). Pengobatan alami seharusnya menjadi sumber penting untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat tradisional merupakan bahan atau ramuan bahan berupa bahan tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan tersebut yang secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menular melalui makanan atau air yang terkontaminasi. 2 Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. menular melalui makanan atau air yang terkontaminasi. 2 Indonesia merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi. 1 Penyakit ini banyak ditemukan di negara berkembang dan menular melalui makanan atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan di sekitar manusia banyak mengandung berbagai jenis patogen, misalnya bakteri, virus, protozoa dan parasit yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia. Infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem imun berfungsi dalam mempertahankan kondisi tubuh terhadap benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus dan parasit. Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obat-obat modern walaupun telah mendominasi dalam pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. Obat-obat modern walaupun telah mendominasi dalam pelayanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat-obat modern walaupun telah mendominasi dalam pelayanan kesehatan, namun penggunaan obat tradisional tetap mendapat tempat yang penting bahkan terus berkembang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mempunyai hasil alam yang berlimpah dan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berbagai kepentingan. Salah satu dari hasil alam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat adalah zat kimia yang dapat mempengaruhi proses hidup suatu organisme. Setiap obat pada dasarnya merupakan racun, tergantung dosis dan cara pemberian, karena dosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, terlebih dengan adanya isu back to nature serta krisis berkepanjangan

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, terlebih dengan adanya isu back to nature serta krisis berkepanjangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan bahan alam, baik sebagai obat maupun tujuan lain cenderung meningkat, terlebih dengan adanya isu back to nature serta krisis berkepanjangan yang mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Manfaat berbagai macam tanaman sebagai obat sudah dikenal luas di negara berkembang maupun negara maju. 70-80% masyarakat Asia dan Afrika masih menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya di dalam masyarakat Indonesia. Sebab, obat-obatan tradisional lebih

BAB I PENDAHULUAN. budaya di dalam masyarakat Indonesia. Sebab, obat-obatan tradisional lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan obat-obatan alami secara luas sudah digunakan menjadi budaya di dalam masyarakat Indonesia. Sebab, obat-obatan tradisional lebih akrab dan lebih mudah diterima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bumi yang menjadi tempat tinggal kita penuh dengan mikroba.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bumi yang menjadi tempat tinggal kita penuh dengan mikroba. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bumi yang menjadi tempat tinggal kita penuh dengan mikroba. Keberadaan organisme, baik tumbuhan maupun hewan dan manusia selalu dihadapkan dengan bahaya yang mengancam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. supaya tidak terserang oleh penyakit (Baratawidjaja, 2000). keganasan terutama yang melibatkan sistem limfatik (Widianto, 1987).

BAB I PENDAHULUAN. supaya tidak terserang oleh penyakit (Baratawidjaja, 2000). keganasan terutama yang melibatkan sistem limfatik (Widianto, 1987). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan disekitar kita banyak mengandung agen infeksius maupun non infeksius yang dapat memberikan paparan pada tubuh manusia. Setiap orang dihadapkan pada berbagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian dan pengembangan tumbuhan obat saat ini berkembang pesat. Oleh karena bahannya yang mudah diperoleh dan diolah sehingga obat tradisional lebih banyak digunakan.

Lebih terperinci

Tanaman Putri malu (Mimosa pudica L.) merupakan gulma yang sering dapat ditemukan di sekitar rumah, keberadaannya sebagai gulma 1

Tanaman Putri malu (Mimosa pudica L.) merupakan gulma yang sering dapat ditemukan di sekitar rumah, keberadaannya sebagai gulma 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan tanaman obat sebagai alternatif pengobatan telah dilakukan oleh masyarakat Indonesia secara turun temurun. Hal tersebut didukung dengan kekayaan alam yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah tanaman kembang bulan [Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray].

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah tanaman kembang bulan [Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray]. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu bahan alam berkhasiat obat yang banyak diteliti manfaatnya adalah tanaman kembang bulan [Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray]. Tanaman kembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obat tradisional telah dikenal dan banyak digunakan secara turun. temurun oleh masyarakat. Penggunaan obat tradisional dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. Obat tradisional telah dikenal dan banyak digunakan secara turun. temurun oleh masyarakat. Penggunaan obat tradisional dalam upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat tradisional telah dikenal dan banyak digunakan secara turun temurun oleh masyarakat. Penggunaan obat tradisional dalam upaya mempertahankan kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

EFEK TOKSISITAS SUBKRONIK EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG SINTOK PADA TIKUS PUTIH GALUR WISTAR* Intisari

EFEK TOKSISITAS SUBKRONIK EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG SINTOK PADA TIKUS PUTIH GALUR WISTAR* Intisari EFEK TOKSISITS SUBKRONIK EKSTRK ETNOL KULIT BTNG SINTOK PD TIKUS PUTIH GLUR WISTR* Sri di Sumiwi, nas Subarnas, Rizki Indriyani, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, e-mail: sri.adi@unpad.ac.id Intisari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menelitinya lebih jauh adalah Coriolus versicolor.

BAB I PENDAHULUAN. untuk menelitinya lebih jauh adalah Coriolus versicolor. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Jamur telah menjadi bahan pengobatan tradisional di daerah oriental, seperti Jepang, Cina, Korea, dan daerah Asia lainnya sejak berabad-abad lalu, (Ooi,

Lebih terperinci

pudica L.) pada bagian herba yaitu insomnia (susah tidur), radang mata akut, radang lambung, radang usus, batu saluran kencing, panas tinggi pada

pudica L.) pada bagian herba yaitu insomnia (susah tidur), radang mata akut, radang lambung, radang usus, batu saluran kencing, panas tinggi pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia sangat bergantung dengan alam untuk memenuhi kebutuhannya dari dulu sampai sekarang ini. Kebutuhan paling utama yang berasal dari alam merupakan kebutuhan makanan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Obat tradisional adalah obat jadi atau ramuan bahan alam yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral, atau campuran bahan bahan tersebut yang secara tradisional telah

Lebih terperinci

Banyak penyakit yang dihadapi para klinisi disebabkan karena respons inflamasi yang tidak terkendali. Kerusakan sendi pada arthritis rheumatoid,

Banyak penyakit yang dihadapi para klinisi disebabkan karena respons inflamasi yang tidak terkendali. Kerusakan sendi pada arthritis rheumatoid, BAB 1 PENDAHULUAN Inflamasi merupakan suatu respons protektif normal terhadap kerusakan jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat-zat mikrobiologik. Inflamasi adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan tumbuhan. Sekitar 30.000 jenis tumbuhan diperkirakan terdapat di dalam hutan tropis Indonesia. Dari jumlah tersebut, 9.600 jenis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat diartikan

Lebih terperinci

EFEK TOKSISITAS SUBKRONIK EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG SINTOK PADA TIKUS PUTIH GALUR WISTAR. Intisari

EFEK TOKSISITAS SUBKRONIK EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG SINTOK PADA TIKUS PUTIH GALUR WISTAR. Intisari EFEK TOKSISITS SUKRONIK EKSTRK ETNOL KULIT TNG SINTOK PD TIKUS PUTIH GLUR WISTR Sri di Sumiwi, nas Subarnas, Rizki Indriyani, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, e-mail: sumiwi@yahoo.co.id Intisari

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah BAB VI PEMBAHASAN Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah Yogyakarta. Banyaknya mencit yang digunakan adalah 24

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi masalah kesehatan. Pengetahuan tentang tanaman berkhasiat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber daya hayati Indonesia sangat berlimpah dan beraneka ragam. Sumbangsih potensi sumber daya alam yang ada di Indonesia terhadap kekayaan keanekaragaman sumber

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini perkembangan penelitian dengan menggunakan bahan alam yang digunakan sebagai salah satu cara untuk menanggulangi berbagai macam penyakit semakin

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Mencit yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari Laboratorium

BAB 5 PEMBAHASAN. Mencit yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari Laboratorium 49 BAB 5 PEMBAHASAN Mencit yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari Laboratorium Biokimia Universitas Muhammdiyah Jogjakarta. Banyaknya mencit yang digunakan adalah 24 ekor, di mana tiap kelompok

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Deskripsi subjek penelitian Subjek dalam penelitian ini berjumlah 60 ekor mencit strain DDY yang terdiri dari 30 mencit jantan dan 30 mencit betina.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh, terhitung sekitar 16% dari berat badan manusia dewasa. Kulit memiliki banyak fungsi penting, termasuk sebagai sistem pertahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cukup populer saat ini dan penggunaannya mulai meningkat. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cukup populer saat ini dan penggunaannya mulai meningkat. Salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanfaatan bahan alam sebagai alternatif pengobatan merupakan tren yang cukup populer saat ini dan penggunaannya mulai meningkat. Salah satu pemanfaatannya adalah sebagai

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian paparan ekstrak etanol daun sirih merah (Piper crocatum) pada mencit galur DDY selama 90 hari adalah sebagai berikut. 4.1.1 Deskripsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demam adalah kenaikan suhu diatas normal. bila diukur pada rectal lebih dari 37,8 C (100,4 F), diukur pada oral lebih dari 37,8 C, dan bila diukur melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pola perilaku makan seseorang dibentuk oleh kebiasaan makan yang merupakan ekspresi setiap individu dalam memilih makanan. Oleh karena itu, ekspresi setiap individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia menderita kanker dan 7,6 juta di antaranya meninggal dunia karena

BAB I PENDAHULUAN. dunia menderita kanker dan 7,6 juta di antaranya meninggal dunia karena 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan salah satu penyakit yang telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia. Setiap tahun, 12 juta orang di seluruh dunia menderita

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tumbuhan yang telah banyak dikenal dan dimanfaatkan dalam kesehatan adalah

I. PENDAHULUAN. tumbuhan yang telah banyak dikenal dan dimanfaatkan dalam kesehatan adalah I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Penelitian Indonesia memiliki keanekaragaman sumber daya hayati yang telah dikenal sejak lama dan dimanfaatkan menjadi obat tradisional sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting sehingga mampu menghadapi serangan zat asing seperti

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting sehingga mampu menghadapi serangan zat asing seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada keadaan normal, paparan mikroorganisme patogen terhadap tubuh dapat dilawan dengan adanya sistem pertahanan tubuh (sistem imun). Pada saat fungsi dan jumlah sel

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara beriklim tropis dengan keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia setelah Brazil. Indonesia memiliki sekitar 25.000-30.000

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan obat tradisional sudah dikenal sejak zaman dahulu, akan tetapi pengetahuan masyarakat akan khasiat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan obat tradisional sudah dikenal sejak zaman dahulu, akan tetapi pengetahuan masyarakat akan khasiat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan obat tradisional sudah dikenal sejak zaman dahulu, akan tetapi pengetahuan masyarakat akan khasiat dan kegunaan tanaman obat hanya berdasarkan pengalaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Luka merupakan kerusakan fisik yang ditandai dengan terganggunya kontinuitas struktur jaringan yang normal. 1 Luka sering terjadi dalam rongga mulut, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sampai sekarang yang digunakan untuk membantu pelayanan pengobatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sampai sekarang yang digunakan untuk membantu pelayanan pengobatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara megabiodiversitas yang memiliki kekayaan hayati begitu besar. Dari 40 ribu spesies tanaman, sebanyak 30 ribu terdapat di Indonesia. Yang berpotensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyakit akibat tubuh tidak mampu melawan zat asing yang masuk ke dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyakit akibat tubuh tidak mampu melawan zat asing yang masuk ke dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penurunan sistem imun dapat menjadi penyebab timbulnya berbagai penyakit akibat tubuh tidak mampu melawan zat asing yang masuk ke dalam tubuh (Murphy et al.,

Lebih terperinci

upaya pengenalan, penelitian, pengujian dan pengembangan khasiat dan keamanan suatu tanaman obat (Wijayakusuma et al,1992). Pengalaman empiris di

upaya pengenalan, penelitian, pengujian dan pengembangan khasiat dan keamanan suatu tanaman obat (Wijayakusuma et al,1992). Pengalaman empiris di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan tentang tanaman obat di Indonesia berawal dari pengetahuan tentang adanya tumbuhan asli Indonesia yang sudah sejak dahulu digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak atau zat-zat mikrobiologi. Inflamasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya teknologi di segala bidang merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Diantara sekian banyaknya kemajuan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minuman herbal merupakan minuman yang berasal dari bahan alami yang bermanfaat bagi tubuh. Minuman herbal biasanya dibuat dari rempah-rempah atau bagian dari tanaman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Wasser, 2002). Polisakarida mempunyai kemampuan untuk meningkatkan sistem

BAB I PENDAHULUAN. (Wasser, 2002). Polisakarida mempunyai kemampuan untuk meningkatkan sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jamur merupakan sumber terbesar dari produk baru dalam bidang farmasi. Lebih dari itu, jamur memiliki peranan penting dalam pengobatan modern, itu menunjukkan sumber

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya semua manusia memiliki sistem imun. Sistem imun diperlukan oleh tubuh sebagai pertahanan terhadap berbagai macam organisme asing patogen yang masuk ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. digunakan sebagai alternatif pengobatan seperti kunyit, temulawak, daun sirih,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. digunakan sebagai alternatif pengobatan seperti kunyit, temulawak, daun sirih, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan bahan alam untuk mengobati penyakit sudah sejak lama diterapkan oleh masyarakat. Pada jaman sekarang banyak obat herbal yang digunakan sebagai alternatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. stomatitis apthosa, infeksi virus, seperti herpes simpleks, variola (small pox),

BAB I PENDAHULUAN. stomatitis apthosa, infeksi virus, seperti herpes simpleks, variola (small pox), BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ulserasi adalah lesi berbentuk seperti kawah pada kulit atau mukosa mulut. Ulkus adalah istilah yang digunakan untuk menyebut luka pada jaringan kutaneus atau mukosa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Inflamasi adalah reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Luka jaringan lunak rongga mulut banyak dijumpai pada pasien di klinik gigi. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman kedondong hutan (Spondias pinnata), suku Anacardiaceae,

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman kedondong hutan (Spondias pinnata), suku Anacardiaceae, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman kedondong hutan (Spondias pinnata), suku Anacardiaceae, merupakan salah satu tanaman yang dimanfaatkan secara tradisional sebagai obat batuk (Syamsuhidayat

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia terletak pada tiga kawasan biogeografi yaitu Sundaland, Wallacea dan Papua, Indonesia juga terletak di antara 2 benua, yaitu Australia dan Asia, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat membentuk pribadi yang kuat (Abednego, 2013:24) namun menerapkan pola

BAB I PENDAHULUAN. dapat membentuk pribadi yang kuat (Abednego, 2013:24) namun menerapkan pola BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang penting dalam kehidupan kita sehari-hari baik waktu sekarang maupun waktu yang akan datang, karena kesehatan dapat membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tingginya angka kesakitandan angka kematian terutama pada negara

BAB I PENDAHULUAN. Tingginya angka kesakitandan angka kematian terutama pada negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya angka kesakitandan angka kematian terutama pada negara berkembang seperti Indonesia masih disebabkan oleh penyakit infeksi. 1 Penyakit infeksi dapat disebabkan

Lebih terperinci

BAB 3 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 3 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 3 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Tumbuhan uji yang digunakan adalah pegagan dan beluntas. Tumbuhan uji diperoleh dalam bentuk bahan yang sudah dikeringkan. Simplisia pegagan dan beluntas yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tumbuh secara liar maupun yang sengaja dibudidayakan. Sejak zaman

BAB I PENDAHULUAN. yang tumbuh secara liar maupun yang sengaja dibudidayakan. Sejak zaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuhan merupakan keragaman hayati yang selalu ada di sekitar kita, baik yang tumbuh secara liar maupun yang sengaja dibudidayakan. Sejak zaman dahulu, tumbuhan sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A.LATAR BELAKANG PENELITIAN. dengan defisiensi sekresi dan atau sekresi insulin (Nugroho, 2012). Organisasi

BAB I PENDAHULUAN A.LATAR BELAKANG PENELITIAN. dengan defisiensi sekresi dan atau sekresi insulin (Nugroho, 2012). Organisasi BAB I PENDAHULUAN A.LATAR BELAKANG PENELITIAN Diabetes mellitus merupakan sindrom kompleks dengan ciri ciri hiperglikemik kronis, gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, terkait dengan defisiensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perhatian adalah buah luwingan (Ficus hispida L.f.). Kesamaan genus buah

I. PENDAHULUAN. perhatian adalah buah luwingan (Ficus hispida L.f.). Kesamaan genus buah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengobatan terhadap penyakit ringan atau berat dapat dilakukan menggunakan obat sintetis ataupun obat yang berasal dari bahan alam. Namun demikian, beberapa pihak terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era ini, masyarakat Indonesia mulai memanfaatkan berbagai tanaman sebagai ramuan obat seperti zaman dahulu yang dilakukan oleh nenek moyang kita. Munculnya kembali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu alternatif pengobatan (Rochani, 2009). Selain harganya

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu alternatif pengobatan (Rochani, 2009). Selain harganya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Obat-obatan tradisional digunakan kembali oleh masyarakat sebagai salah satu alternatif pengobatan (Rochani, 2009). Selain harganya yang relatif lebih murah,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang kaya akan sumber bahan obat dari alam yang secara turun temurun telah digunakan sebagai ramuan obat tradisional. Pengobatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi minuman ini. Secara nasional, prevalensi penduduk laki-laki yang

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi minuman ini. Secara nasional, prevalensi penduduk laki-laki yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minuman beralkohol telah banyak dikenal oleh masyarakat di dunia, salah satunya Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara yang cukup tinggi angka konsumsi minuman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurung (sekuester) agen pencedera maupun jaringan yang cedera. Keadaan akut

BAB I PENDAHULUAN. mengurung (sekuester) agen pencedera maupun jaringan yang cedera. Keadaan akut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurung (sekuester)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman sebagai upaya penyembuhan jauh sebelum obat-obatan modern yang

BAB I PENDAHULUAN. tanaman sebagai upaya penyembuhan jauh sebelum obat-obatan modern yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sejak ratusan tahun yang lalu, nenek moyang kita telah memanfaatkan tanaman sebagai upaya penyembuhan jauh sebelum obat-obatan modern yang sekarang ada. Merebaknya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi yang biasa disebut juga dengan peradangan, merupakan salah satu bagian dari sistem imunitas tubuh manusia. Peradangan merupakan respon tubuh terhadap adanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Alam merupakan sumber bahan baku obat selama ribuan tahun yang mengandung banyak senyawa berkhasiat. Berbagai tanaman obat sudah dimanfaatkan oleh kalangan masyarakat

Lebih terperinci

pengolahan, kecuali pengeringan. Standarisasi simplisia dibutuhkan karena kandungan kimia tanaman obat sangat bervariasi tergantung banyak faktor

pengolahan, kecuali pengeringan. Standarisasi simplisia dibutuhkan karena kandungan kimia tanaman obat sangat bervariasi tergantung banyak faktor BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman akan alamnya. Keanekaragaman alam tersebut meliputi tumbuh-tumbuhan, hewan dan mineral. Negara berkembang termasuk indonesia banyak

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam)

BAB V PEMBAHASAN. fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam) BAB V PEMBAHASAN 1. Kemampuan fagositosis makrofag Kemampuan fagositosis makrofag yang dinyatakan dalam indeks fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam) lebih tinggi dibandingkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Salah satu ciri budaya masyarakat di negara berkembang adalah masih dominannya unsur-unsur tradisional dalam kehidupan sehari-hari. Keadaan ini didukung

Lebih terperinci

Ringkasan Uji Toksisitas Akut. e-assignment

Ringkasan Uji Toksisitas Akut. e-assignment Ringkasan Uji Toksisitas Akut Toksisitas: umum-khusus, tunggalberulang, akut (beda) Minimum LD, No ED LD 50 potensi toksisitas (kelas) Konversi, kapasitas maksimum Aplikasi & makna uji toksisitas akut

Lebih terperinci

tradisional, daun sirih digunakan sebagai pelengkap dalam upacara adat, misalnya dalam perkawinan adat Jawa (Anonim, 2010). Umumnya masyarakat

tradisional, daun sirih digunakan sebagai pelengkap dalam upacara adat, misalnya dalam perkawinan adat Jawa (Anonim, 2010). Umumnya masyarakat BAB 1 PENDAHULUAN Saat ini minat masyarakat untuk memanfaatkan kembali bahan alam bagi kesehatan, terutama obat-obatan dari tumbuhan cenderung meningkat. Hal ini disebabkan karena pengobatan tradisional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkhasiat sebagai obat yang diketahui dari penuturan orang-orang tua dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkhasiat sebagai obat yang diketahui dari penuturan orang-orang tua dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemanfaatan Tumbuhan Obat Tradisional Indonesia sebagai negara beriklim tropis, mempunyai tanaman obat yang sangat beragam, sehingga tradisi penggunaan tanaman obat sudah ada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 3 penyakit menyular setelah TB dan Pneumonia. 1. Diare dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, salah satunya infeksi bakteri.

BAB 1 PENDAHULUAN. 3 penyakit menyular setelah TB dan Pneumonia. 1. Diare dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, salah satunya infeksi bakteri. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyakit infeksi merupakan penyakit yang banyak dialami oleh masyarakat Indonesia. Salah satu penyakit yang sering dialami adalah diare. Penyakit diare merupakan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. anak-anak sampai lanjut usia. Presentase tertinggi pada golongan umur lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. anak-anak sampai lanjut usia. Presentase tertinggi pada golongan umur lebih dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit gigi dan mulut yang terbanyak dialami masyarakat di Indonesia adalah karies gigi. Penyakit tersebut menyerang semua golongan umur, mulai dari anak-anak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibuktikan manfaatnya (Sudewo, 2004; Tjokronegoro, 1992). zingiberaceae, yaitu Curcuma mangga (Temu Mangga). Senyawa fenolik pada

BAB I PENDAHULUAN. dibuktikan manfaatnya (Sudewo, 2004; Tjokronegoro, 1992). zingiberaceae, yaitu Curcuma mangga (Temu Mangga). Senyawa fenolik pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati berupa ratusan jenis tanaman obat dan telah banyak dimanfaatkan dalam proses penyembuhan berbagai penyakit. Namun sampai sekarang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Obat tradisional adalah bahan obat atau ramuan bahan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, hewan, mineral, dan sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara subtropis yang kaya akan keanekaragaman hayati, termasuk di dalamnya adalah tanaman yang banyak digunakan untuk pengobatan. Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dunia setelah kanker paru-paru, hepar dan kolon. Insidensi kanker payudara

BAB I PENDAHULUAN. di dunia setelah kanker paru-paru, hepar dan kolon. Insidensi kanker payudara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker penyebab kematian di dunia setelah kanker paru-paru, hepar dan kolon. Insidensi kanker payudara di Amerika pada tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi masalah kesehatan. Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tumbuhan sebagai salah satu sumber kekayaan yang luar biasa. Banyak tanaman yang tumbuh subur dan penuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia yang menjadi perhatian serius untuk segera ditangani. Rendahnya kesadaran masyarakat akan hidup sehat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yaitu terjadinya kerusakan jaringan tubuh sendiri (Subowo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yaitu terjadinya kerusakan jaringan tubuh sendiri (Subowo, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Imunitas merupakan suatu mekanisme untuk mengenal suatu zat atau bahan yang dianggap sebagai benda asing terhadap dirinya, selanjutnya tubuh akan mengadakan tanggapan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan obat di Indonesia dari bahan tanaman masih begitu rendah. Sedikitnya pembuktian secara ilmiah mengenai khasiat dan keamanan obat dari bahan tanaman pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis kanker yang mempunyai tingkat insidensi yang tinggi di dunia, dan kanker kolorektal) (Ancuceanu and Victoria, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. jenis kanker yang mempunyai tingkat insidensi yang tinggi di dunia, dan kanker kolorektal) (Ancuceanu and Victoria, 2004). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Insiden penyakit kanker di dunia mencapai 12 juta penduduk dengan PMR 13%. Diperkirakan angka kematian akibat kanker adalah sekitar 7,6 juta pada tahun 2008. Di negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang dengan angka kejadian penyakit infeksi yangtinggiyang didominasi oleh infeksi saluran nafas dan infeksi saluran cerna,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk melawan segala macam organisme pengganggu atau toksin yang cenderung merusak jaringan dan organ tubuh. Kemampuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lebih dikenal dengan istilah back to nature (Sari, 2006). Namun demikian,

I. PENDAHULUAN. lebih dikenal dengan istilah back to nature (Sari, 2006). Namun demikian, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat telah lama memanfaatkan sumberdaya alam terutama tanaman atau tumbuhan yang ada di sekitarnya untuk obat tradisional maupun tujuan lainnya (Sutarjadi, 1992;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setelah streptomisin ditemukan pada tahun 1943, ditemukan pula antibiotik lain

BAB I PENDAHULUAN. Setelah streptomisin ditemukan pada tahun 1943, ditemukan pula antibiotik lain 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setelah streptomisin ditemukan pada tahun 1943, ditemukan pula antibiotik lain yang memiliki sifat mirip dengan streptomisin, salah satu antibiotik yang ditemukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem imun berfungsi dalam pertahanan tubuh untuk melawan mikroba

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem imun berfungsi dalam pertahanan tubuh untuk melawan mikroba BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem imun berfungsi dalam pertahanan tubuh untuk melawan mikroba patogen (Abbas dkk., 2012). Tubuh membutuhkan sistem imun yang kuat agar

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia terletak di daerah tropis dan sangat kaya dengan berbagai spesies flora. Dari 40 ribu jenis flora yang tumbuh di dunia, 30 ribu diantaranya tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor seperti radiasi, senyawa kimia tertentu, dan virus. Faktor-faktor

BAB I PENDAHULUAN. faktor seperti radiasi, senyawa kimia tertentu, dan virus. Faktor-faktor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mutasi merupakan perubahan yang terjadi pada gen atau pada kromosom yang berkaitan dengan timbulnya beragam kelainan, termasuk penyakit kanker. Selain dapat terjadi

Lebih terperinci