I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang membentuk suatu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang membentuk suatu"

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang membentuk suatu ekosistem yang kompleks dan berperan penting dalam kelangsungan mahkluk hidup. Simon (2010) menyatakan hutan memiliki nilai tangible benefits yaitu hasil hutan yang dapat dinilai dengan uang, seperti hasil hutan berupa kayu maupun non kayu. Hutan juga memiliki nilai intangible benefits yaitu hasil hutan yang tidak mudah dinilai dengan uang, seperti sebagai penyedia udara bersih yaitu oksigen (O 2 ) dan sebagai penyerap karbon (CO 2 ). Sebagai negara tropis, Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa hutan seluas 134,2 juta ha, sebagian besar berada di Kalimantan yang tersebar mulai dari Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah mempunyai hutan seluas 12,7 juta ha atau 83 % dari total wilayah seluas 15,3 juta ha, dari luasan hutan tersebut terdapat 2,5 juta ha atau 19,69 % hutan rawa gambut (Profil kehutanan provinsi Kalimantan Tengah, 2012). Memasuki era tahun 1970 pengelolaan hutan dilakukan dengan sistem HPH (Hak Pengusahaan Hutan) dan selama lebih dari 3 dasawarsa hutan tersebut telah memberikan kontribusi yang besar bagi pembangunan di Kalimantan Tengah pada umumnya. Namun demikian keberadaan HPH tersebut ternyata tidak berpengaruh signifikan bagi kehidupan masyarakat desa sekitar hutan. 1

2 2 Seperti pada umumnya di Kalimantan, sebagian besar desa-desa di Kalimatan Tengah berada di dalam kawasan hutan yaitu sebanyak buah desa dari total buah desa yang ada, dari total tersebut masing-masing 11,86% berada di kawasan hutan lindung dan konservasi, 57,76 % berada di kawasan hutan produksi dan 29,58 % berada di kawasan hutan produksi terbatas (Hariadi, 2009). Masyarakat desa di Kalimantan Tengah sebagian menggantungkan kehidupannya dari hasil hutan, sebanyak 20-40% dari jumlah penduduk di beberapa desa, terutama yang berada di daerah lahan rawa gambut tergolong dalam masyarakat miskin (Sjarkowi, 2005). Dapat disimpulkan bahwa pengelolaan hutan dengan sistem HPH tidak membawa perubahan pada perikehidupan masyarakat desa hutan, justru malah membuat hutan semakin rusak seperti keadaan sekarang ini. Beberapa kesalahan telah terjadi pada pengelolaan hutan di masa lalu, seperti penebangan dalam waktu yang singkat sebanyak-banyaknya dan tidak mengindahkan batas diameter tebangan, menyebabkan kondisi hutan terus mengalami penurunan (Forest Watch Indonesia, 2001). Kesalahan juga terjadi pada pengelolaan hutan rawa gambut berupa inkonsistensi pengaturan batas diameter tebangan, rotasi tebang dan pohon inti, yang penentuannya tidak didukung dengan data riap atau pertumbuhannya (Istomo et al., 2010). Di Kalimantan Tengah setiap tahun luas tutupan lahan hutan semakin menurun yaitu dari 9, 3 juta ha pada tahun 2000 menjadi 8,7 juta ha pada tahun 2009 atau rata rata setiap tahun berkurang 63 ribu ha (Laporan Gubernur Kalimantan Tengah, 2012). Berkurangnya luasan

3 3 tutupan lahan ini diikuti dengan munculnya lahan-lahan kritis. Sampai dengan tahun 2013 lebih dari 95 % lahan rawa gambut berada dalam kondisi kritis dan agak kritis (BP DAS Kahayan, 2013). Selain itu penebangan yang dilakukan cenderung pada jenis-jenis komersial, mengakibatkan menurunnya kuantitas dari jenis-jenis seperti ramin, meranti, jelutung, kapur naga, kempas dan keruing (Simbolon, 2002). Menyadari hal tersebut di atas, pemerintah berusaha meningkatkan kembali potensi hutan rawa gambut dengan melakukan pembangunan kembali kawasan hutan rawa gambut yang telah rusak tersebut. Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah telah membuat suatu ketetapan melalui kebijakan pemerintah berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2007 tentang Percepatan Rehabilitasi dan Revitalisasi Kawasan Pengembangan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah. Realisasi dari kebijakan tersebut kurang lebih 1,1 juta ha dari kawasan pengembangan lahan gambut harus dikonservasikan dan dikembalikan pada keadaan semula. Sehubungan dengan kebijakan tersebut, maka kemudian muncul ketentuan bahwa kawasan gambut dalam sampai sangat dalam atau yang ketebalannya lebih dari 3 m ditetapkan sebagai kawasan konservasi. Di sisi lain hal ini dirasa kurang menguntungkan masyarakat desa hutan karena ternyata mempersempit ruang gerak masyarakat untuk memanfaatkan hasil hutan. Salah satu jalan yang bisa ditempuh untuk menghadapi kondisi seperti ini adalah memanfaatkan hasil hutan dengan tidak melakukan penebangan-penebangan

4 4 terhadap pohonnya. Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) menjadi prioritas yang harus dijalankan agar masyarakat mendapatkan keuntungan dari HHBK dan pemerintah dapat menjalankan kebijakannya. Salah satu jenis tumbuhan dari hutan rawa gambut di Kalimantan Tengah yang prospektif memberikan keuntungan HHBK adalah jelutung. Getah jelutung dapat dimanfaatkan untuk berbagai penggunaan antara lain untuk bahan permen karet, plastik pembungkus kabel, kerajinan tangan dan kosmetik serta digunakan untuk memberi sifat mudah teremas pada komposisi karet (William, 1963; Najiyati et al., 2005). Nilai ekonomis lainnya dari jelutung adalah daun dan kulit dapat digunakan sebagai bahan pengobatan untuk mengatasi peradangan, demam dan nyeri (Wong et al., 2011). Umumnya penggunaan terhadap kayu jelutung antara lain adalah untuk meja gambar, ukiran, meubel, pensil, kayu lapis, peti, sampan, sirap dan lain-lain, selain itu kayu jelutung juga bisa digunakan sebagai komponen pembuatan gitar dan biola (Yahya et al., 2010). Pemanfaatan HHBK berupa getah jelutung paling tidak bisa mengadopsi tiga kepentingan sekaligus yaitu kepentingan konservasi, produksi dan ekonomi untuk masyarakat sekitar hutan. Prospek lainnya yang lebih penting adalah karena jelutung merupakan tumbuhan asli dari hutan rawa gambut, maka jelutung mempunyai daya adaptasi yang tinggi terhadap lahan rawa, baik yang tergenang maupun tidak tergenang (Bahtimi, 2009). Menurut Sofiyuddin et al. (2012), penanaman jelutung di

5 5 lahan gambut lebih mudah diadopsi karena dapat tumbuh bersama-sama dengan tanaman lain seperti kopi, karet, pinang dan sawit. Beberapa penelitian tentang laju pertumbuhan baik pada pohon jelutung maupun spesies lain yang berkaitan dengan tempat tumbuh seperti pada tanah gambut maupun lainnya dan pengaruh lingkungan antara lain oleh Sofiyuddin et al. (2012) di Tanjung Jabung, provinsi Jambi, laju pertumbuhan jelutung pada pola tanam monokultur 1,9 cm/tahun, pada pola tanam campuran dengan sawit 1,6 cm/tahun dan pada pola tanam campuran dengan sawit dan pinang 1,0 cm/tahun. Penelitian Bastoni dan Riyanto, (1999) dalam Bahtimi (2009), yang menyatakan bahwa jelutung mempunyai laju pertumbuhan yang cepat, dalam kondisi alami riap diameter mencapai 1,5-2,0 cm/tahun. Hasil penelitian Sarkkola et al. (2009) pada tanah gambut menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara volume tegakan dengan tingginya permukaan air tanah pada lahan gambut. Penelitian Hidayati et al. (2013) pada pohon jati dari dua tempat tumbuh yang berbeda, menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata pada diameter batang, tinggi pohon dan volume pohon. Hasil penelitian Die et al. (2012) tentang fluktuasi aktifitas kambium dalam hubungannya dengan curah hujan menyatakan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara tebal kambium dengan curah hujan bulanan pada pohon jati. Marcati et al. (2006) yang melakukan penelitian pada Cedrela fissilis menyatakan bahwa kambium memiliki masa aktif dan masa tidur (dorman) masing-masing satu kali per tahun, periode aktif terjadi pada musim hujan sedangkan periode dorman pada musim

6 6 kemarau atau kering. Norline et al. (2011) yang mengamati tentang dimensi sel menyatakan bahwa terdapat perbedaan dimensi sel sebelum dan sesudah dilakukan pinning Permasalahannya adalah salah satu faktor yang memengaruhi kesuburan tanah gambut adalah ketebalan gambut, dimana gambut yang dangkal lebih subur daripada gambut yang dalam (Page et al., 1999). Terdapat hubungan yang erat antara ketebalan gambut dengan kandungan beberapa unsur hara, semakin tebal gambut semakin rendah kandungan unsur hara (Sajarwan, 2007). Tanah gambut mempunyai sifat-sifat yang khas yaitu jenuh air, kelebihan air dalam tanah adalah faktor utama yang membatasi pertumbuhan pohon di lahan gambut (Hokka et al., 2008). Sifat gambut lainnya adalah ph rendah, bobot tanah yang ringan dan miskin unsur hara. Berdasarkan sifat fisik dan sifat kimianya, tanah gambut mempunyai kemampuan yang terbatas untuk pertumbuhan tanaman (Radjagukguk, 2004). Kondisi ketebalan gambut dan sifat-sifat tanahnya diduga akan memengaruhi terhadap laju pertumbuhan jelutung. Selain itu beberapa ahli menyatakan bahwa laju pertumbuhan pohon tergantung pada kondisi lingkungan dimana pohon tersebut tumbuh seperti iklim, curah hujan dan suhu serta kondisi tanah. Menurut Tata et al. (2010) terdapat perbedaan riap antar jenis dan antar lokasi tumbuh, sedangkan Marsoem (2010) mengatakan bahwa pembentukan kayu pada pertumbuhan pohon ditentukan oleh jenis, genetik dan kondisi lingkungan. Menurut Harris (1981) dalam Zobel dan

7 7 Buijtenen (1989) bahwa, tempat tumbuh dengan kondisi lingkungan yang berbeda dapat menjadi sumber variabilitas kayu. Menurut Die et al. (2012) masih sedikit diketahui tentang faktor lingkungan yaitu curah hujan yang memengaruhi differensiasi sel. Laju pertumbuhan pohon ditentukan oleh lajunya aktivitas pembelahan sel dalam kambium. Aktivitas sel yang dimaksud yaitu banyaknya sel membelah diri dan membesarnya diameter sel yang menyebabkan membesarnya diameter batang. Secara umum laju pertumbuhan semakin menurun dengan semakin besar pohon atau semakin bertambah umur pohon (Krisnawati et al., 2011). Berdasarkan pada kondisi di atas maka sangat penting untuk dilakukan penelitian yang bisa menjelaskan pengaruh ketebalan gambut dan diameter batang terhadap laju pertumbuhan pohon, sifat-sifat kayu dan hasil getah jelutung kapur dan jelutung sanaman yang tumbuh di hutan rawa gambut, serta bagaimana keterkaitan antara laju pertumbuhan dan hasil getah dengan suhu dan curah hujan. Penelitian ini didahului dengan pengamatan terhadap distribusi ketebalan gambut dan sifat-sifat tanah gambut di lokasi penelitian. Selain pengamatan laju pertumbuhan secara makroskopis juga dilakukan pengamatan secara mikroskopis, agar dapat menjelaskan pembentukan sel yang terjadi pada periode pertumbuhan tertentu. Pengamatan ini sekaligus agar memahami lebih dalam karakter jelutung melalui pengamatan terhadap sifat anatomi kayu kedua jenis jelutung khususnya susunan dan ukuran selsel penyusun kayu.

8 8 1.2 Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas pemanfaatan hasil hutan bukan kayu mempunyai keunggulan yaitu kerusakan pada hutan sangat minimal karena tidak melakukan penebangan, sekaligus tidak merusak ekosistem, teknologi yang digunakan murah dan sederhana, dapat dilakukan oleh semua kalangan masyarakat. Namun pemanfaatan hasil hutan non kayu tersebut akan tidak optimal apabila belum diketahui potensi, sebaran, pertumbuhan maupun produksinya. Jelutung merupakan salah satu jenis pohon yang mempunyai hasil selain kayu yaitu getah. Jenis pohon hutan rawa gambut ini mempunyai prospek untuk dikembangkan karena merupakan tumbuhan asli dari hutan rawa gambut, sehingga mempunyai adaptasi yang tinggi terhadap lahan rawa. Beberapa hasil penelitian menunjukkan laju pertumbuhan yang beragam dengan berbagai pola tanam, akan tetapi belum diketahui bagaimana kondisi tempat tumbuh, khususnya ketebalan gambut serta bagaimana keterkaitannya dengan kondisi lingkungan lainnya yaitu suhu dan curah hujan. Selain itu juga belum diketahui untuk hasil getah dari berbagai pola tanam tersebut. Permasalahannya adalah ketebalan gambut berpengaruh terhadap sifat-sifat tanah gambut, sedangkan sifat-sifat tanah gambut serta kondisi lingkungan lainnya seperti curah hujan dan suhu berpengaruh terhadap laju pertumbuhan pohon. Terdapat dua jenis jelutung yang tumbuh menyebar secara alami di hutan rawa gambut dengan ketebalan gambut yang beragam yaitu jelutung kapur dan jelutung sanaman. Di dalam satu kawasan dengan jarak 50 m terdapat

9 9 perbedaan ketebalan antara cm. Kondisi ketebalan gambut baik yang terkait dengan sifat-sifat fisik maupun kimia tanah dan kondisi lingkungan seperti suhu dan curah hujan diduga akan mempengaruhi laju pertumbuhan kedua jelutung. Sifat-sifat tanah baik sifat fisik maupun sifat kimia, kondisi iklim seperti suhu dan curah hujan, sistem eksploitasi, jenis, pemeliharaan dan umur, merupakan faktor-faktor yang memengaruhi produktifitas getah. Faktor-faktor tersebut menentukan laju pertumbuhan, makin cepat laju pertumbuhan, makin besar diameter batang dan makin tebal kulit, maka makin banyak getah yang dihasilkan. Namun informasi tentang laju pertumbuhan dan hasil getah jelutung baik jelutung kapur maupun jelutung sanaman, menurut kelas diameter pohon dan menurut ketebalan gambut serta bagaimana keterkaitan suhu dan curah hujan terhadap laju pertumbuhan dan hasil getah masih terbatas. Oleh karena perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana laju pertumbuhan kedua jelutung dengan mengukur pertambahan diameter batang. Pertumbuhan dan perkembangan pada tingkat sel ditandai dengan adanya pembelahan sel, pembesaran sel dan diferensiasi sel. Proses tersebut dapat diketahui dengan pengamatan laju pertumbuhan secara mikroskopis. Melalui pengamatan tersebut dapat secara lebih detil diketahui aktivitas kambium seperti pembentukan sel baik jumlah, proporsi sel dan dimensi sel yang terbentuk dalam suatu periode pertumbuhan. Metode yang dapat dilakukan untuk pengamatan secara mikroskopis adalah metode penusukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah jenis pohon, ketebalan gambut dan kelas diameter pohon

10 10 berpengaruh terhadap laju pertumbuhan dan hasil getah jelutung. Tujuan lainnya untuk mengetahui sifat anatomi kayu jelutung melalui pengamatan secara mikroskopis. Pengetahuan tentang riap dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan agar nantinya didalam pemanfaatan jelutung tidak dilakukan penebangan melebihi dari riap. Hasil penelitian ini diharapkan juga dapat mengetahui jenis yang mana, pada ketebalan gambut berapa dan kelas diameter batang berapa, jelutung dapat tumbuh cepat dan menghasilkan getah yang maksimal. Di sisi lain juga dapat mengetahui berapa hasil getah yang akan diperoleh masyarakat dari jelutung, selanjutnya dapat menghitung berapa pendapatan petani dari hasil getah tersebut. 1.3 Keaslian Penelitian Sepanjang pengetahuan peneliti, penelitian tentang laju pertumbuhan pohon melalui pengamatan pertambahan diameter, laju pertumbuhan melalui pengamatan aktivitas kambium serta hasil getah jelutung menurut jenis, kelas diameter pohon maupun yang membedakan tempat tumbuh yaitu ketebalan gambut belum pernah dilakukan. Selain itu keterkaitan laju pertumbuhan jelutung baik secara makroskopis maupun mikroskopis dengan suhu dan curah hujan juga belum pernah di lakukan. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan di lokasi yang sama dan atau yang berkaitan dengan jelutung pernah dilakukan tetapi tidak dengan fokus yang sama dapat dilihat pada Tabel 1.1.

11 11 No Peneliti (Tahun) 1 Simbolon,H (2002) 2 Imam Wahyudi,Rudi Hartono, Totok Waluyo (2009) 3 Burhanudin (2010) Tabel 1.1 Beberapa penelitian yang berkaitan dengan jelutung Judul Desain Hasil Proses Awal Pemulihan Hutan Gambut Kalampangan Kalimantan Tengah Pasca Kebakaran Hutan Desember 1997 dan September 2002 Teknik penyadapan getah jelutung yang efektif dan ramah lingkungan untuk menghasilkan lateks bermutu tinggi, bagian 1 kaitan pola penyebaran saluran getah dengan teknik penyadapannya Assosiasi jamur mikoriza arbuskula dengan Perepat (Combrecartus rotundus Miq) dan jelutung (Dyera lowii Hook.f.) di lahan gambut Pengamatan struktur dan komposisi tegakan pasca kebakaran Percobaan lapangan Percobaan lapangan dan laboratorium Kerapatan tegakan tergolong tinggi, pohon tersusun dari pohon yang berdiameter kecil. Pengamatan laju pertumbuhan beberapa jenis antara lain Dyera lowii Hook.f 1,12 mm/tahun untuk pohon dengan diameter rata rata 11, 97 cm. Metode penyadapan Setengah Spiral dari kanan ke kiri dgn sudut 37º terhadap sumbu batang ditetapkan sebagai metode atau teknik penyadapan yg direkomendasikan inokulasi dengan JMA jenis Glomus sp 3 yang dikombinasikan dengan pemberian pupuk P takaran 100 ppm dan penanaman pada jeluk muka air tanah 20 cm dan 10 cm dapat meningkatkan pertumbuhan bibit Perepat (C. rotundatus Miq) dan jelutung (D.lowii Hook.f.) di persemaian

12 12 4 Sofiyuddin,m dan Janudianto,P., (2012) Potensi pengembangan dan pemasaran jelutung di Tanjung Jabung Barat. Pengamatan di lapangan Jelutung dapat tumbuh dengan baik pada tanah gambut baik tergenang maupun tidak tergenang. Rata-rata laju pertumbuhan berbagai pola penamanan 1,7 cm/tahun. No Peneliti (Tahun) Tabel 1.1 Lanjutan Judul Desain Hasil 5 Sedik Yahya, Sinin Hamdan,Ismail Jusoh,Mahbu b Hasan (2010) Acoustic properties of selected tropical wood species Percobaan laboratorium Berdasarkan pada nilai rata-rata specific dynamic Young s modulus (E_/γ ), Endospermum Diadenum,Cratoxylum Arborescens, Macaranga Gigantea dan Dyera Polyphylla dapat digunakan untuk membuat semua komponen biola dan gitar 6 Wawan Halwany (2010) Kedekatan ekologis beberapa lahan tanaman jelutung rawa (Dyera polyphylla miq v Steenis) dengan indicator kelimpahan mikrofauna tanah di Kalimantan Tengah Pengamatan lapangan dan laboratorium Terdapat kelimpahan makrofauna tanah permukaan terdiri dari Formicidae dan Gryllidae lebih banyak pada lahan tanaman jelutung di Jabiren dan Hampangin lahan kosong. Terdapat kelimpahan makrofauna tanah dalam lahan terdiri dari Formicidae, Megascolocidae, Aranea dan Blattidae pada lahan jelutung di Hampangin. Untuk kelimpahan jenis Glossoscolecidae terbanyak pada lahan jelutung Jekan dan Jabiren. 7 Wong.SK, You Yun Lim, Noor Rain.A, Fariza Julian Nordin (2011) Assesment of antiproliferative and anti plasmodial activities of five selected Apocynaceae Species Percobaan Laboratorium Daun dan kulit dari Dyera costulata dapat digunakan untuk mengobati demam radang dan nyeri karena memiliki kandungan total fenolik ( TPC ) dan aktivitas radikal - pemulungan (RSA ) tertinggi.

13 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk dapat: 1. Mengungkapkan pengaruh perbedaan ketebalan gambut terhadap sifat-sifat fisika dan kimia tanah gambut. 2. Mengungkapkan pengaruh perbedaan jenis pohon, kelas ketebalan gambut dan kelas diameter batang terhadap laju pertumbuhan jelutung kapur dan jelutung sanaman secara makroskopis. 3. Mengungkapkan laju pertumbuhan jelutung kapur secara mikroskpis pada kelas diameter yang sama dan keterkaitan suhu dan curah hujan dengan pembentukan sel, proporsi dan dimensi sel. 4. Mengungkapkan pengaruh perbedaan jenis pohon, kelas ketebalan gambut dan kelas diameter batang terhadap hasil getah jelutung kapur dan jelutung sanaman 5. Menemukan keterkaitan antara suhu dan curah hujan dengan laju pertumbuhan pohon secara makroskpis dan hasil getah jelutung kapur dan jelutung sanaman. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan nantinya dapat bermanfaat untuk:

14 14 1. Memahami lebih dalam karakter pohon jelutung baik laju pertumbuhan maupun hasil getah, yang tumbuh pada hutan rawa gambut dengan ketebalan gambut yang beragam. 2. Menyediakan informasi sebagai dasar agar dalam pengelolaan dan pemanfaatan hasil jelutung dapat lebih tepat khususnya yang tumbuh di hutan rawa gambut. 3. Bahan masukan bagi para pemangku kebijakan dalam rangka pengelolaan lahan gambut, dengan tetap mengakomodir kepentingan fungsi lindung dan kepentingan masyarakat.

TEKNIK REHABILITASI (REVEGETASI) LAHAN GAMBUT TERDEGRADASI Sumbangsih Pengalaman dan Pembelajaran Restorasi Gambut dari Sumatera Selatan dan Jambi

TEKNIK REHABILITASI (REVEGETASI) LAHAN GAMBUT TERDEGRADASI Sumbangsih Pengalaman dan Pembelajaran Restorasi Gambut dari Sumatera Selatan dan Jambi TEKNIK REHABILITASI (REVEGETASI) LAHAN GAMBUT TERDEGRADASI Sumbangsih Pengalaman dan Pembelajaran Restorasi Gambut dari Sumatera Selatan dan Jambi Oleh Bastoni dan Tim Peneliti Balai Litbang LHK Palembang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di

PENDAHULUAN. Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di Indonesia. Hutan rawa gambut mempunyai karakteristik turnbuhan maupun hewan yang khas yaitu komunitas

Lebih terperinci

Teknologi rehabilitasi hutan rawa gambut

Teknologi rehabilitasi hutan rawa gambut Teknologi rehabilitasi hutan rawa gambut UjI COBA TEKNIK BIO REMEDIASI BERBAGAI KONDISI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT TERDEGRADASI DI SUMSEL Rehabilitasi Hutan Rawa Gambut Sulfat Masam dengan Jenis Melaleuca

Lebih terperinci

Teknologi rehabilitasi hutan rawa gambut terdegradasi

Teknologi rehabilitasi hutan rawa gambut terdegradasi Teknologi rehabilitasi hutan rawa gambut terdegradasi Teknologi Rehabilitasi Hutan Rawa Gambut Ujicoba Teknik Rehabilitasi Hutan Alam Rawa Gambut Bersulfat Masam Dengan Jenis Melaleuca leucadendron Ujicoba

Lebih terperinci

Kata kunci: hutan rawa gambut, degradasi, rehabilitasi, kondisi hidrologi, gelam

Kata kunci: hutan rawa gambut, degradasi, rehabilitasi, kondisi hidrologi, gelam Program : Penelitian dan Pengembangan Produktivitas Hutan Judul RPI : Pengelolaan Hutan Gambut Koordinator : Ir. Atok Subiakto, M.Apl.Sc Judul Kegiatan : Teknologi Rehabilitasi Hutan Rawa Gambut Terdegradasi

Lebih terperinci

Keberadaan lahan gambut selalu dikaitkan dengan keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya. Kondisi lahan gambut yang unik dan khas menjadikan

Keberadaan lahan gambut selalu dikaitkan dengan keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya. Kondisi lahan gambut yang unik dan khas menjadikan Keberadaan lahan gambut selalu dikaitkan dengan keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya. Kondisi lahan gambut yang unik dan khas menjadikan keanekaragaman hayati yang terdapat di dalamnya juga memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disekitarnya. Telah menjadi realita bila alam yang memporak-porandakan hutan,

BAB I PENDAHULUAN. disekitarnya. Telah menjadi realita bila alam yang memporak-porandakan hutan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan adalah sumber kehidupan karena hutan bukan hanya penopang kehidupan manusia namun juga hewan dan bahkan tumbuhan itu sendiri. Kelangsungan hutan terancam oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. karbon dalam jumlah besar. Akumulasi karbon di atmosfer bumi menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. karbon dalam jumlah besar. Akumulasi karbon di atmosfer bumi menyebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini tekanan terhadap lingkungan semakin besar disebabkan peningkatan peradaban manusia dan industrialisasi. Peningkatan peradaban manusia seperti penggunaan

Lebih terperinci

SINTESIS RPI 5 : PENGELOLAAN HUTAN RAWA GAMBUT

SINTESIS RPI 5 : PENGELOLAAN HUTAN RAWA GAMBUT SINTESIS RPI 5 : PENGELOLAAN HUTAN RAWA GAMBUT KOORDINATOR : DR. HERMAN DARYONO Bogor, Maret 2015 Tim pelaksana : Cut Rizlani, Bastoni, Adi Kunarso, Syahban, Taulana Sukandi, Sukaesih Pradjadinata, Hesti

Lebih terperinci

RESPONS PERTUMBUHAN ANAKAN JELUTUNG MERAH

RESPONS PERTUMBUHAN ANAKAN JELUTUNG MERAH RESPONS PERTUMBUHAN ANAKAN JELUTUNG MERAH (Dyera costulata Hook.f) YANG DITANAM PADA LAHAN KERING DAN LAHAN BASAH DI KABUPATEN KAPUAS KALIMANTAN TENGAH Oleh/by SULAIMAN BAKRI Program Studi Budidaya Hutan

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG KESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG 133 PROSIDING Workshop Nasional 2006 134 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG PERTAMA KESIMPULAN 1. Ramin dan ekosistemnya saat ini terancam kelestariannya. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

KAITAN POLA PENYEBARAN SALURAN GETAH

KAITAN POLA PENYEBARAN SALURAN GETAH TEKNIK PENYADAPAN GETAH JELUTUNG YANG EFEKTIF DAN RAMAH LINGKUNGAN UNTUK MENGHASILKAN LATEKS BERMUTU TINGGI KAITAN POLA PENYEBARAN SALURAN GETAH DENGAN TEKNIK PENYADAPANNYA IMAM WAHYUDI 1), RUDI HARTONO

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Luas lahan rawa gambut di Indonesia 20,6 juta ha (52,6% dari dunia).

BAB I. PENDAHULUAN. Luas lahan rawa gambut di Indonesia 20,6 juta ha (52,6% dari dunia). 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luas lahan rawa gambut di Indonesia 20,6 juta ha (52,6% dari dunia). Luas tersebut 5,77 juta ha (27,8%) terdapat di Kalimantan. Luas lahan rawa gambut di Kalimantan

Lebih terperinci

III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3. 1 Luas dan Lokasi Hutan Gambut Merang terletak dalam kawasan Hutan Produksi Lalan di Kecamatan Bayung Lencir Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatra Selatan dengan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. . Gambar 4 Kondisi tegakan akasia : (a) umur 12 bulan, dan (b) umur 6 bulan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. . Gambar 4 Kondisi tegakan akasia : (a) umur 12 bulan, dan (b) umur 6 bulan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian ini dilakukan pada lokasi umur yang berbeda yaitu hutan tanaman akasia (A. crassicarpa) di tegakan berumur12 bulan dan di tegakan berumur 6 bulan. Jarak

Lebih terperinci

BUDIDAYA JELUTUNG RAWA (Dyera lowii Hook.F)

BUDIDAYA JELUTUNG RAWA (Dyera lowii Hook.F) BUDIDAYA JELUTUNG RAWA (Dyera lowii Hook.F) Penanggung Jawab Ir. Choirul Akhmad, ME Penulis Ir. Bastoni, M.Si ISBN : 978-602-98588-3-9 Dipublikasikan Balai Penelitian Kehutanan Palembang Jl. Kolonel H.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Suginingsih (2008), hutan adalah asosiasi tumbuhan dimana pohonpohon

BAB I PENDAHULUAN. dalam Suginingsih (2008), hutan adalah asosiasi tumbuhan dimana pohonpohon BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Definisi atau pengertian tentang hutan menurut Dengler (1930) dalam Suginingsih (2008), hutan adalah asosiasi tumbuhan dimana pohonpohon atau tumbuhan berkayu lainya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman hayati (biological

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Alstonia scholaris (L.) R. Br. atau dikenal dengan nama Pulai merupakan indigenous

I. PENDAHULUAN. Alstonia scholaris (L.) R. Br. atau dikenal dengan nama Pulai merupakan indigenous I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alstonia scholaris (L.) R. Br. atau dikenal dengan nama Pulai merupakan indigenous species (spesies asli) yang cepat tumbuh (fast growing species) (Muslimin dan Lukman,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan rawa gambut merupakan suatu ekosistem yang unik dan di dalamnya terdapat beranekaragam flora dan fauna. Hutan rawa gambut memainkan suatu peranan yang penting

Lebih terperinci

ASPEK Agroforestry JENIS: BAMBANG LANANG GELAM

ASPEK Agroforestry JENIS: BAMBANG LANANG GELAM ASPEK Agroforestry JENIS: BAMBANG LANANG GELAM Program : Pengelolaan Hutan Tanaman Judul RPI : Pengelolaan Hutan Tanaman Penghasil Kayu Pertukangan Koordinator RPI : Drs. Riskan Efendi, MSc. Judul Kegiatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015

TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015 TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015 SIDIK CEPAT PEMILIHAN JENIS POHON HUTAN RAKYAT BAGI PETANI PRODUKTIFITAS TANAMAN SANGAT DIPENGARUHI OLEH FAKTOR KESESUAIAN JENIS DENGAN TEMPAT TUMBUHNYA, BANYAK PETANI YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN, Menimbang : a. bahwa gambut merupakan tipe ekosistem lahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan lingkungan seperti banjir, erosi dan longsor terjadi dimana-mana pada musim penghujan, sedangkan pada musim kemarau terjadi kekeringan dan kebakaran hutan

Lebih terperinci

EKONOMI GAHARU. Oleh : Firmansyah, Penyuluh Kehutanan. Budidaya pohon gaharu saat ini tak terlalu banyak dikenal masyarakat.

EKONOMI GAHARU. Oleh : Firmansyah, Penyuluh Kehutanan. Budidaya pohon gaharu saat ini tak terlalu banyak dikenal masyarakat. EKONOMI GAHARU Oleh : Firmansyah, Penyuluh Kehutanan Budidaya pohon gaharu saat ini tak terlalu banyak dikenal masyarakat. Hanya orangorang tertentu saja yang sudah membudidayakannya. Bukan karena tidak

Lebih terperinci

SINTESA HASIL PENELITIAN BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI SERAT TANAMAN HUTAN

SINTESA HASIL PENELITIAN BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI SERAT TANAMAN HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN REPUBLIK SINTESA HASIL PENELITIAN BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI SERAT TANAMAN HUTAN Bogor, 13-14 Nopember 2014 Kegiatan Penelitian 2010-2014 RPI : Penelitian pengelolaan hutan tanaman

Lebih terperinci

CAPAIAN OUTPUT DAN OUTCOME

CAPAIAN OUTPUT DAN OUTCOME CAPAIAN OUTPUT DAN OUTCOME BOGOR, 13 NOV NO Kegiatan Target Output Penelitian dan Pengembangan Produktifitas Hutan 1. Laporan Hasil Penelitian Pengelolaan Hutan Tanaman Penghasil Kayu 1.1 Studi Kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan target luas lahan yang ditanam sebesar hektar (Atmosuseno,

BAB I PENDAHULUAN. dengan target luas lahan yang ditanam sebesar hektar (Atmosuseno, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sengon merupakan salah satu tanaman cepat tumbuh yang dipilih dalam program pembangunan hutan tanaman industri (HTI) karena memiliki produktivitas yang tinggi dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan merupakan salah satu ekosistem yang jumlahnya cukup luas di Indonesia,

I. PENDAHULUAN. Hutan merupakan salah satu ekosistem yang jumlahnya cukup luas di Indonesia, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Hutan merupakan salah satu ekosistem yang jumlahnya cukup luas di Indonesia, luasnya mencapai 130.609.014,98 ha (Departemen Kehutanan, 2011). Ekosistem tersebut

Lebih terperinci

9/21/2012 PENDAHULUAN STATE OF THE ART GAMBUT DI INDONESIA EKOSISTEM HUTAN GAMBUT KEANEKARAGAMAN HAYATI TINGGI SUMBER PLASMA NUTFAH TINGGI

9/21/2012 PENDAHULUAN STATE OF THE ART GAMBUT DI INDONESIA EKOSISTEM HUTAN GAMBUT KEANEKARAGAMAN HAYATI TINGGI SUMBER PLASMA NUTFAH TINGGI 9/1/1 PEMULIHAN ALAMI HUTAN GAMBUT PASKA KEBAKARAN: OPTIMISME DALAM KONSERVASI CADANGAN KARBON PENDAHULUAN EKOSISTEM HUTAN GAMBUT OLEH: I WAYAN SUSI DHARMAWAN Disampaikan pada acara Diskusi Ilmiah lingkup

Lebih terperinci

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT Dr. David Pokja Pangan, Agroindustri, dan Kehutanan Komite Ekonomi dan Industri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap sumberdaya alam memiliki fungsi penting terhadap lingkungan. Sumberdaya alam berupa vegetasi pada suatu ekosistem hutan mangrove dapat berfungsi dalam menstabilkan

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2 1. Berikut ini yang tidak termasuk kegiatan yang menyebabkan gundulnya hutan adalah Kebakaran hutan karena puntung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemampuan hutan dan ekosistem didalamnya sebagai penyimpan karbon dalam bentuk biomassa di atas tanah dan di bawah tanah mempunyai peranan penting untuk menjaga keseimbangan

Lebih terperinci

TANAMAN PORANG Karakter, Manfaat dan Budidaya

TANAMAN PORANG Karakter, Manfaat dan Budidaya TANAMAN PORANG Karakter, Manfaat dan Budidaya Oleh : Dr. Ir. Ramdan Hidayat, M.S. F. Deru Dewanti, S.P., M.P. Hartojo Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Kebutuhan kayu yang semakin meningkat membutuhkan kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Kebutuhan kayu yang semakin meningkat membutuhkan kenaikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kebutuhan kayu yang semakin meningkat membutuhkan kenaikan pasokan bahan baku, baik dari hutan alam maupun hutan tanaman. Namun, produksi kayu dari hutan alam menurun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perhutani sebanyak 52% adalah kelas perusahaan jati (Sukmananto, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. Perhutani sebanyak 52% adalah kelas perusahaan jati (Sukmananto, 2014). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perum Perhutani merupakan sebuah badan usaha yang diberikan mandat oleh pemerintah untuk mengelola hutan tanaman yang ada di Pulau Jawa dan Madura dengan menggunakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karbon Biomassa Atas Permukaan Karbon di atas permukaan tanah, meliputi biomassa pohon, biomassa tumbuhan bawah (semak belukar berdiameter < 5 cm, tumbuhan menjalar dan

Lebih terperinci

Beberapa Permasalahan di Hutan dan Lahan Gambut

Beberapa Permasalahan di Hutan dan Lahan Gambut PENGEMBANGAN INOVASI KOMODITAS RAMAH GAMBUT: POTENSI DAN TANTANGAN Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kick-Off Seminar Bogor, 13 Oktober 2016 Beberapa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kelapa sawit terluas di dunia. Menurut Ditjen Perkebunan (2013) bahwa luas areal

PENDAHULUAN. kelapa sawit terluas di dunia. Menurut Ditjen Perkebunan (2013) bahwa luas areal PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki areal lahan perkebunan kelapa sawit terluas di dunia. Menurut Ditjen Perkebunan (2013) bahwa luas areal perkebunan kelapa sawit yang

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 22 BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Luas dan Lokasi Wilayah Merang Peat Dome Forest (MPDF) memiliki luas sekitar 150.000 ha yang terletak dalam kawasan Hutan Produksi (HP) Lalan di Kecamatan

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.1.1. Kabupaten Banyuasin Kabupaten Banyuasin merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Selatan.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Tambang batubara merupakan salah satu penggerak roda perekonomian dan pembangunan nasional Indonesia baik sebagai sumber energi maupun sumber devisa negara. Deposit batubara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemanasan global antara lain naiknya suhu permukaan bumi, meningkatnya

I. PENDAHULUAN. pemanasan global antara lain naiknya suhu permukaan bumi, meningkatnya 1 I. PENDAHULUAN Pemanasan global yang terjadi saat ini merupakan fenomena alam meningkatnya suhu permukaan bumi. Dampak yang dapat ditimbulkan dari pemanasan global antara lain naiknya suhu permukaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. 4 TINJAUAN PUSTAKA Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang di tunjuk dan atau di tetapkan oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. Kawasan hutan perlu di tetapkan untuk

Lebih terperinci

ISBN Kontak Hesti Lestari Tata atau

ISBN Kontak Hesti Lestari Tata   atau JELUTUNG RAWA Teknik Budidaya dan Prospek Ekonominya Penulis Hesti L. Tata, Bastoni, M. Sofiyuddin, Elok Mulyoutami, Aulia Perdana, dan Janudianto World Agroforestry Centre (ICRAF) JELUTUNG RAWA: Teknik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terjadi setiap tahun dan cenderung meningkat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Peningkatan kebakaran hutan dan lahan terjadi

Lebih terperinci

DEFINISI DAN JENIS HUTAN

DEFINISI DAN JENIS HUTAN DEFINISI DAN JENIS HUTAN EKONOMI KEHUTANAN ESL 325 (3-0) Dr. Meti Ekayani, S.Hut, M.ScF Dr. Dodik Ridho Nurrochmat, S.Hut, M.ScF Asti Istiqomah, SP, Ms Pokok Bahasan : Jenis dan karakteristik hutan, pengurusan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi dan hal itu telah diakui oleh negara-negara lain di dunia, terutama tentang potensi keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan 32% Papua 30% dan sebagian kecil ada di Sulawesi, Halmahera

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan 32% Papua 30% dan sebagian kecil ada di Sulawesi, Halmahera BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lahan gambut terluas di antara negara tropis, yaitu sekitar 21 juta ha atau 10.8% dari luas daratan Indonesia. Lahan rawa gambut sebagian besar terdapat

Lebih terperinci

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon 1 Presentasi ini terbagi menjadi lima bagian. Bagian pertama, memberikan pengantar tentang besarnya karbon yang tersimpan di lahan gambut. Bagian kedua membahas

Lebih terperinci

MIKORIZA pada Swietenia macrophylla KELOMPOK 5

MIKORIZA pada Swietenia macrophylla KELOMPOK 5 MIKORIZA pada Swietenia macrophylla KELOMPOK 5 Nama Kelompok Rizky Ratna Sari Rika Dhietya Putri Ahmad Marzuki Fiki Rahmah Fadlilah Eka Novi Octavianti Bidayatul Afifah Yasir Arafat . Swietenia macrophylla

Lebih terperinci

Restorasi Gambut Harus Berpihak Kepada Ajas Manfaat

Restorasi Gambut Harus Berpihak Kepada Ajas Manfaat Restorasi Gambut Harus Berpihak Kepada Ajas Manfaat Oleh Momon Sodik Imanudin Lahan gambut adalah lahan dengan kondisi alami memiliki daya menampung air besar,selalu jenuh air, mengandung bahan serasah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. saling terkait. Peristiwa banjir, erosi dan sedimentasi adalah sebagian indikator

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. saling terkait. Peristiwa banjir, erosi dan sedimentasi adalah sebagian indikator BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai bagian dari pembangunan wilayah masih menghadapi berbagai masalah yang kompleks dan saling terkait. Peristiwa banjir,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara yang dikenal memiliki banyak hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan tropis Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi lingkungan yang ekstrim seperti tanah yang tergenang akibat pasang surut laut, kadar garam yang tinggi, dan tanah yang kurang stabil memberikan kesempatan

Lebih terperinci

DISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI

DISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI PERAN EKOSISTEM HUTAN BAGI IKLIM, LOKAL, GLOBAL DAN KEHIDUPAN MANUSIA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI DISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelestarian lingkungan dekade ini sudah sangat terancam, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate change) yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi

BAB I PENDAHULUAN. Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi dan lingkungan yang sangat penting bagi kehidupan manusia baik pada masa kini maupun pada

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.62/Menhut-II/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.62/Menhut-II/2011 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.62/Menhut-II/2011 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN BERBAGAI JENIS PADA IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN TANAMAN INDUSTRI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini kebutuhan kayu di Indonesia semakin meningkat. Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini kebutuhan kayu di Indonesia semakin meningkat. Peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini kebutuhan kayu di Indonesia semakin meningkat. Peningkatan ini terjadi seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, yang mengakibatkan peningkatan konsumsi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil

PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil protein nabati yang sangat penting, baik karena kandungan gizinya, aman dikonsumsi, maupun harganya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan hutan alam produksi, produktivitas hutan menjadi satu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan hutan alam produksi, produktivitas hutan menjadi satu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam pengelolaan hutan alam produksi, produktivitas hutan menjadi satu tuntutan yang harus dipenuhi. Produktivitas ditentukan oleh kualitas tempat tumbuh dan teknik

Lebih terperinci

Karakteristik Lahan Gambut dan Pola Agroforestri Di Kelurahan Kalampangan Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah

Karakteristik Lahan Gambut dan Pola Agroforestri Di Kelurahan Kalampangan Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah Karakteristik Lahan Gambut dan Pola Agroforestri Di Kelurahan Kalampangan Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah Tim Penelit Daniel Itta Asysyifa Trisnu Satriadi PENDAHULUAN Lahan gambut merupakan suatu

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Kebijakan pemerintah dalam penyelenggaraan Negara Kesatuan Republik

1. PENDAHULUAN. Kebijakan pemerintah dalam penyelenggaraan Negara Kesatuan Republik 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan pemerintah dalam penyelenggaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia lebih diserahkan kepada daerah melalui Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di antara dua sungai besar. Ekosistem tersebut mempunyai peran yang besar dan

BAB I PENDAHULUAN. di antara dua sungai besar. Ekosistem tersebut mempunyai peran yang besar dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ekosistem gambut merupakan salah satu tipe ekosistem lahan basah yang terbentuk dari akumulasi bahan organik dan pada umumnya menempati cekungan di antara dua sungai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat disediakan dari hutan alam semakin berkurang. Saat ini kebutuhan kayu

BAB I PENDAHULUAN. dapat disediakan dari hutan alam semakin berkurang. Saat ini kebutuhan kayu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan kayu meningkat setiap tahun, sedangkan pasokan yang dapat disediakan dari hutan alam semakin berkurang. Saat ini kebutuhan kayu dunia diperkirakan sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal

BAB I PENDAHULUAN. tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis dengan curah hujan yang tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal tidak berhutan.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS AGROFORESTRI KAYU BAWANG DI PROVINSI BENGKULU

PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS AGROFORESTRI KAYU BAWANG DI PROVINSI BENGKULU PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS AGROFORESTRI KAYU BAWANG DI PROVINSI BENGKULU Oleh: Hengki Siahaan* dan Agus Sumadi* * Peneliti pada Balai Penelitian Kehutanan Palembang ABSTRAK Pengembangan kayu bawang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman PENDAHULUAN Latar Belakang Terdegradasinya keadaan hutan menyebabkan usaha kehutanan secara ekonomis kurang menguntungkan dibandingkan usaha komoditi agribisnis lainnya, sehingga memicu kebijakan pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia Sampai tahun 2004, Indonesia berada pada urutan ke 15 negara penghasil gas rumah kaca tertinggi di dunia dengan emisi tahunan 378 juta ton

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyerapan karbon oleh hutan dilakukan melalui proses fotosintesis. Pada proses

BAB I PENDAHULUAN. Penyerapan karbon oleh hutan dilakukan melalui proses fotosintesis. Pada proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya alam yang penting untuk kehidupan manusia karena hutan memiliki fungsi sosial, ekonomi dan lingkungan. Fungsi lingkungan dari hutan salah

Lebih terperinci

SINTESA HASIL PENELITIAN RPI AGROFORESTRI TAHUN

SINTESA HASIL PENELITIAN RPI AGROFORESTRI TAHUN SINTESA HASIL PENELITIAN RPI AGROFORESTRI TAHUN 2012-2014 TUJUAN untuk merumuskan model agroforestry yang dapat diterapkan dengan mempertimbangkan aspek budidaya, lingkungan dan sosial ekonomi SASARAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sebaran luas lahan gambut di Indonesia cukup besar, yaitu sekitar 20,6 juta hektar, yang berarti sekitar 50% luas gambut tropika atau sekitar 10,8% dari luas daratan Indonesia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan sektor-sektor yang terkait dengan sektor agribisnis

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan sektor-sektor yang terkait dengan sektor agribisnis I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian dan sektor-sektor yang terkait dengan sektor agribisnis merupakan sektor yang paling penting di hampir semua negara berkembang. Sektor pertanian ternyata dapat

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti secara geografis terletak pada koordinat antara sekitar 0 42'30" - 1 28'0" LU dan 102 12'0" - 103 10'0" BT, dan terletak

Lebih terperinci

KAYU JUVENIL (JUVENILE WOOD)

KAYU JUVENIL (JUVENILE WOOD) KARYA TULIS KAYU JUVENIL (JUVENILE WOOD) Disusun oleh : RUDI HARTONO, S.HUT, MSi NIP 132 303 838 JURUSAN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2006 DAFTAR ISI Kata Pengantar... Daftar

Lebih terperinci

PROGRAM PENGEMBANGAN KELAPA BERKELANJUTAN DI PROVINSI JAMBI

PROGRAM PENGEMBANGAN KELAPA BERKELANJUTAN DI PROVINSI JAMBI PROGRAM PENGEMBANGAN KELAPA BERKELANJUTAN DI PROVINSI JAMBI Hasan Basri Agus Gubernur Provinsi Jambi PENDAHULUAN Provinsi Jambi dibagi dalam tiga zona kawasan yaitu: 1) Zona Timur, yang merupakan Kawasan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Myrtaceae yang diketahui tumbuh pada areal dataran rendah berawa (coastal

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Myrtaceae yang diketahui tumbuh pada areal dataran rendah berawa (coastal I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pohon gelam (Melaleuca sp.) adalah salah satu jenis tumbuhan dari suku Myrtaceae yang diketahui tumbuh pada areal dataran rendah berawa (coastal swampy lowlands) di beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. unsur unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air, vegetasi serta

BAB I PENDAHULUAN. unsur unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air, vegetasi serta BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air, vegetasi serta sumberdaya manusia.das

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan tropis di Indonesia meliputi areal seluas 143 juta hektar dengan berbagai tipe dan peruntukan (Murdiyarso dan Satjaprapdja, 1997). Kerusakan hutan (deforestasi) masih

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya alam seperti air, udara, lahan, minyak, ikan, hutan dan lain - lain merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Penurunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi pertukaran materi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan lingkungan luar (Baker,1979). Di dalam hutan terdapat flora

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan lingkungan luar (Baker,1979). Di dalam hutan terdapat flora BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan suatu asosiasi tumbuh-tumbuhan yang didominasi oleh pohon-pohonan atau vegetasi berkayu lainnya, yang menempati suatu areal yang cukup luas sehingga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA FIKIR. Ikatan Geografi Indonesia (IGI) dalam Nursid Sumaatmadja, 1997:11).

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA FIKIR. Ikatan Geografi Indonesia (IGI) dalam Nursid Sumaatmadja, 1997:11). II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA FIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. Adapun yang membedakannya dengan hutan yang lainnya yaitu

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Hutan tropis ini merupakan habitat flora dan fauna (Syarifuddin, 2011). Menurut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005).

I. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005). I. PENDAHULUAN Hutan adalah masyarakat tetumbuhan dan hewan yang hidup di lapisan permukaan tanah yang terletak pada suatu kawasan, serta membentuk suatu kesatuan ekosistem yang berada dalam keseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

Kondisi 2 Bioecoregion Hutan Indonesia

Kondisi 2 Bioecoregion Hutan Indonesia Peran Teknik SILIN untuk Pencapaian Ekonomi Hijau yang Prospektif, Kompetitif, dan Berkesinambungan Kondisi 2 Bioecoregion Hutan Indonesia Hutan Humida Tropis Indonesia Hutan Monsoon Indonesia 1. Research

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan gambut yang terdapat di daerah tropika diperkirakan mencapai juta hektar atau sekitar 10-12% dari luas

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan gambut yang terdapat di daerah tropika diperkirakan mencapai juta hektar atau sekitar 10-12% dari luas I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan gambut yang terdapat di daerah tropika diperkirakan mencapai 30-45 juta hektar atau sekitar 10-12% dari luas lahan gambut di dunia (Rieley et al., 2008). Sebagian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambut dibentuk oleh timbunan bahan sisa tanaman yang berlapis-lapis, baik

I. PENDAHULUAN. Gambut dibentuk oleh timbunan bahan sisa tanaman yang berlapis-lapis, baik I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gambut dibentuk oleh timbunan bahan sisa tanaman yang berlapis-lapis, baik yang sudah lapuk maupun belum. Proses penimbunan bahan sisa tanaman ini merupakan proses geogenik

Lebih terperinci

Pengukuran Biomassa Permukaan dan Ketebalan Gambut di Hutan Gambut DAS Mentaya dan DAS Katingan

Pengukuran Biomassa Permukaan dan Ketebalan Gambut di Hutan Gambut DAS Mentaya dan DAS Katingan Pengukuran Biomassa Permukaan dan Ketebalan Gambut di Hutan Gambut DAS Mentaya dan DAS Katingan Taryono Darusman 1, Asep Mulyana 2 dan Rachmat Budiono 3 Pendahuluan Lahan gambut merupakan ekosistem lahan

Lebih terperinci

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN Penanggulangan Kerusakan Lahan Akibat Erosi Tanah OLEH: RESTI AMELIA SUSANTI 0810480202 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan

PENDAHULUAN. di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan 15 PENDAHULUAN Latar Belakang Bahan organik merupakan salah satu indikator kesuburan lingkungan baik di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan kualitas tanah dan di perairan

Lebih terperinci