PENGARUH EKSTRAK BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L) SEBAGAI PENGGUMPAL LATEKS TERHADAP MUTU KARET SKRIPSI KHAIRINA SAFITRI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH EKSTRAK BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L) SEBAGAI PENGGUMPAL LATEKS TERHADAP MUTU KARET SKRIPSI KHAIRINA SAFITRI"

Transkripsi

1 PENGARUH EKSTRAK BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L) SEBAGAI PENGGUMPAL LATEKS TERHADAP MUTU KARET SKRIPSI KHAIRINA SAFITRI DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

2 PENGARUH PENAMBAHAN FILTRAT BELIMBING WULUH (Averrhoa Billimbi L ) SEBAGAI PENGGUMPAL LATEKS TERHADAP MUTU KARET SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sains KHAIRINA SAFITRI DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM\ UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

3 PERSETUJUAN Judul :PENGARUH EKSTRAK BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L) SEBAGAI PENGGUMPAL LATEKS TERHADAP MUTU KARET Kategori : SKRIPSI Nama : KHAIRINA SAFITRI Nomor Induk Siswa : Program Studi : SARJANA (S-1) KIMIA Departemen : KIMIA Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ` Disetujui di: Medan, Desember 2009 Komisi Pembimbing: Pembimbing II Pembimbing I Dr. Marpongahtun, M.Sc. Drs. Syamsul Bachri Lubis, M.Si. NIP NIP Diketahui/Disetujui oleh: Departemen Kimia FMIPA USU, Ketua, DR. Rumondang Bulan Nst, MS. NIP

4 PERYATAAN PENGARUH EKSTRAK BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L) SEBAGAI PENGGUMPAL LATEKS TERHADAP MUTU KARET SKRIPSI Dengan kesadaran sepenuhnya saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing dicantumkan sumber aslinya. Medan, Desember 2009 KHAIRINA SAFITRI

5 PENGHARGAAN Bissmillahirrahmanirrahim, Syukur alhamdulillah, saya ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya, serta shalawat dan salam kepada Rasulullah Muhammad SAW sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu persyaratan untuk meraih gelar Sarjana Kimia pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Sumatera Utara. Selanjutnya saya menyampaikan penghargaan dan cinta kasih tulus kepada Ayahanda tersayang Alm. Saudin, Ibunda tersayang Khairatun Nisaiah dan dengan doa restu dan cintanya yang tiada henti serta berkorban baik moril maupun materil, serta tak lupa terima kasih yang sebesar-besarnya untuk abang saya Khairi Saputra, adik-adik saya Irmaliyani dan Widya Faridayanti sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Dengan segala kerendahan hati, saya mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada: 1. Drs. Syamsul Bachri, M.Si selaku dosen pembimbing I dan Dr. Marpongahtun, M.Sc selaku dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan hingga terselesaikannya skripsi ini. 2. DR. Rumondang Bulan Nst, MS dan Drs. Firman Sebayang, MS selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU 3. Keluarga besar PT. Hadi Baru yang telah memberikan fasilitas selama saya melakukan penelitian sehingga dapat membantu saya dalam menyelesaikan penelitian ini 4. Keluarga besar Laboratorium Kimia Fisika FMIPA USU Alm. Masdelina,bang edy serta teman-teman asisten bang fadli, bang fendi, kak kiki, kak sari, kak tarra, kak sri, rahma, mega, misbah, reni, nia, amy, sri handayani, nia, adi, ismail, destia, rafika, wulan serta tisna dan sahabat yang selalu menginspirasikan saya kak yeni, bang marwan terima kasih atas dukungan dan bantuannya.

6 5. Sahabat-sahabat seperjuangan saya novrida, dwi, salmah, ika, sony, ando, yusma, tetty, ermaiza, dewi, eva, vera, ocha dan seluruh personil Kimia stambuk 2005 yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas kebersamaannya. 6. Segala pihak yang telah membantu saya menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu semua, semoga Allah membalasnya dengan segala yang terbaik. Amin. Saya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, karena keterbatasan penulis baik dalam literatur maupun pengetahuan. Oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat untuk kita semua. Medan, Desember 2009 KHAIRINA SAFITRI

7 ABSTRAK Telah dilakukan penelitian mengenai pemanfaatan ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L) sebagai penggumpal lateks kebun dengan penambahan variasi konsentrasi belimbing wuluh 20% ; 40% ; 60% ; 80% ; dan 100% (v/v karet) pada ph 4.7 yang membentuk koagulum. Sebagai kontrol digunakan asam formiat sebagai penggumpal lateks. Terhadap karet kering hasil penggumpalan selanjutnya dilakukan pengujian mutu berupa Plastisitas Awal (Po), Plastisitas Retensi Index (PRI), Viskositas Mooney (VM) dan kadar abu. Dari hasil penilitian menunjukkan variasi konsentrasi ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L) 20:100 (v/v karet) memilki nilai Plastisitas Awal (Po) 39.33; Plastisitas Retensi Index (PRI) 50% ; Viskositas Mooney (VM) 65.5 dan Kadar Abu 0.16% serta sifat fisika yang dihasikan menurut Standar Indonesia Rubber SIR

8 THE INFLUNCE OF ADDING Averrhoa billimbi L EXTRACT AS LATEX COAGULANT BASED ON RUBBER CHARACTERISTIC ABSTRACT The research about Averrhoa billimbi L extract as coagulant of latex has been done with varied concentration 20% ; 40% ; 60% ; 80% and 100% (v/v rubber) at ph 4.7 and formed coagulum. Formic acid used as a control for coagulant of latex. Quality test of rubber that formed is considered by measure the value of early Plasticity, Plasticity Retention Index, Mooney Viscosity and ash content. The result of research shows that value of early Plasticity (Po) is 39.33,Plasticity Retention Index (PRI) is 50%, Mooney Viscosity is 65.5 and ash content is 0.16% at variety of Averrhoa billimbi L 20:100 (v/v rubber) and also the physic is compareble with SIR

9 DAFTAR ISI Halaman Persetujuan Pernyataan Penghargaan Abstrak Abstract Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar ii iii iv vi vii viii x xi BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan Pembatasan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Metodologi Penelitian Lokasi Penelitian 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Lateks Koloid Penggumpalan Lateks Sistem Koloid Lateks Asam Formiat Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Struktur Kimia Karet Pengolahan Karet Crepe Pengujian Mutu Lateks Plastisitas Viskositas Mooney Kadar Abu Karet SIR BAB 3 METODE PENELITIAN Alat-Alat yang digunakan Bahan-Bahan yang digunakan Metode Penelitian Prosedur Kerja Pembuatan ekstrak belimbing wuluh Penggunaan ekstrak belimbing wuluh

10 (Averrhoa billimbi L) sebagai penggumpal lateks Pengujian mutu karet Penetapan nilai Plastisitas Awal dan Plastisitas Retensi Index (PRI) Penetapan Viskositas Mooney Penetapan Kadar Abu Pengolahan Data Penentuan Kesalahan Kesalahan Sistematik Kesalahan Random (Indeterminate) Penentuan Ketidakpastian dalam Significant Figure Menghitung ketidakpastian volume Analisa Data Analisa Varians Uji Hipotesa Skema Pengambilan Data Pembuatan ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L) Penggunaan ekstrak belimbing wuluh sebagai 37 penggumpal lateks BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembahasan Pengaruh variasi ekstrak belimbing wuluh terhadap nilai 41 Plastisitas Awal (Po) Pengaruh variasi ekstrak belimbing wuluh terhadap nilai 43 Plastisitas Retensi Index (PRI) Pengaruh variasi ekstrak belimbing wuluh terhadap nilai 45 Viskositas Mooney (VM) Pengaruh variasi ekstrak belimbing wuluh terhadap nilai 46 Kadar Abu (AC) BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran 48 DAFTAR PUSTAKA 49 LAMPIRAN 51

11 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1. Komposisi Lateks Segar 7 Tabel 2.2 Standar Indonesia Rubber SIR Tabel 4.1 Nilai Plastisitas Awal dan Plastisitas Retensi Index 38 karet dengan penggumpal ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L) Tabel 4.2 Nilai Viskositas Mooney karet dengan penggumpal 39 ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L) Tabel 4.3 Nilai kadar abu karet dengan penggumpal ekstrak 39 belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L) Tabel 4. Skema Standard Indonesia Rubber (SIR), 54 sesuai dengan SK Menteri Perdagangan No. 184/KP/VII/88, Tabel 5. Data hasil analisis sidik ragam pengaruh penambahan 55 ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L) terhadap Plastisitas Awal (Po) Tabel 6. Data hasil analisis sidik ragam pengaruh penambahan 55 ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L) terhadap Plastisitas Retensi Index (PRI) Tabel 7. Data hasil analisis sidik ragam pengaruh penambahan 55 ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L) terhadap Viskositas Mooney (VM) Table 8. Data hasil analisis sidik ragam pengaruh penambahan 56 ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L) terhadap Kadar Abu (AC)

12 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Grafik hubungan nilai Plastisitas Awal (Po) vs konsentrasi 41 ekstrak belimbing wuluh (v/v karet). Gambar 2. Grafik hubungan nilai Plastisitas Retensi Index (PRI) 43 vs konsentrasi ekstrak belimbing wuluh (v/v karet). Gambar 3. Grafik hubungan nilai Viskositas Mooney (VM) 45 vs konsentrasi ekstrak belimbing wuluh (v/v karet). Gambar 4. Grafik hubungan nilai Kadar Abu vs konsentrasi 47 ekstrak belimbing wuluh (v/v karet). Gambar 5. Viskositas Mooney 57 Gambar 6. Gilingan Laboratorium/Lab.Mill 57 Gambar 7. Plastimeter 58 Gambar 8. Ruang asam 58 Gambar 9. Wallace Punch 59

13 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lateks adalah suatu sistem koloid dimana partikel karet dilapisi oleh protein dan fosfolipid. Protein ini akan memberikan muatan negatif yang mengelilingi partikel karet sehingga mencegah terjadinya interaksi antara sesama partikel karet, dengan demikian sistem koloid lateks akan tetap stabil. Namun dengan adanya mikroorganisme maka protein yang terdapat dalam partikel karet akan rusak dan terjadilah interaksi antara partikel karet membentuk flokulasi atau gumpalan. (1) Pembekuan atau koagulasi bertujuan untuk mempersatukan (merapatkan) butir-butir karet yang terdapat dalam cairan lateks, supaya menjadi suatu gumpalan atau koagulum. Untuk membuat koagulum ini, lateks perlu dibubuhi bahan pembeku (koagulan) seperti asam semut atau asam cuka.. Lateks segar yang diperoleh dari hasil sadapan mempunyai ph 6,5. Agar dapat terjadi penggumpalan atau koagulasi, ph yang mendekati netral tersebut harus diturunkan sampai ph 4,7. (2) Di dalam proses penggumpalan lateks, terjadi perubahan sol ke gel dengan pertolongan zat penggumpal. Pada sol karet terdispersi di dalam serum, tetapi pada gel karet di dalam lateks. Penggumpalan dapat terjadi dengan penambahan asam (menurunkan ph), sehingga koloid karet mencapai titik isoelektrik dan terjadilah penggumpalan. (1) Zahara, Pengaruh Campuran Pengawet (Amonia-Asam Borat) Terhadap Nilai Plastisitas Awal (Po) dan Plastisitas Retensi Index (PRI) Karet Dengan Penggumpal Asam Asetat [Skripsi Jurusan Kimia. FMIPA USU, 2005], hal. 1

14 . (2) Setiamidjaja., D,. Karet [Yogyakarta : Kanisius., 1993], hal 164. Peranan ph sangat menetukan mutu karet. Penggumpalan pada ph yang sangat rendah mengakibatkan warna karet semakin gelap dan nilai modulus karet semakin rendah. Sebaliknya keuntungannya, masa pemeraman singkat dan PRI dapat dipertahankan setinggi mungkin. Penambahan elektrolit yang bermuatan positif juga dapat menetralkan muatan negatif dari partikel karet dan menggumpalkan karet. (3) Banyak tanaman di Indonesia yang sebenarnya dapat memberikan banyak manfaat, namun belum dibudidayakan secara khusus. Salah satu diantaranya adalah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L). Kandungan belimbing wuluh terdiri dari saponin, tanin, sulfur, glukosida, kalsium oksalat, asam format dan peroksida. Pada umumnya, belimbing diolah menjadi penyedap rasa yang disebut asam sunti. Pemanfaatan belimbing wuluh biasanya dimanfaatkan sebagai bumbu masak. Belimbing wuluh memiliki khasiat sebagai pereda berbagai keluhan kesehatan. Rasanya yang asam justru membuat belimbing wuluh memiliki peluang untuk dikembangkan sebagai buah spesifik sekaligus herba. Selama ini rasa asam belimbing wuluh sering dimanfaatkan sebagai penyedap masakan sayur asam, pindang ikan dan sering juga dibuat manisan. Sebetulnya sejak dulu masyarakat memanfaatkannya sebagai obat antara lain untuk penawar sariawan dan darah tinggi. (4) Penelitian mengenai jenis asam yang digunakan sebagai penggumpal lateks telah banyak dilakukan diantaranya Rudi Munzirwan (2004) yang menggunakan asam asetat dan asam formiat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa asam formiat lebih baik digunakan sebagai penggumpal lateks karena menghasilkan nilai Plastisitas Awal, Plastisitas Retensi Index, viskositas mooney dan kadar abu yang lebih tinggi dibandingkan dengan asam asetat. Dian Salawati (2004) menggunakan larutan TSP (Triple Super Phospat) sebagai penggumpal lateks karena larutannya yang bersifat asam. Khairani (1995) dimana memanfaatkan limbah cair tahu sebagai penggumpal lateks.

15 (3) Ompusunggu, M dan Darussamin, A., Pengolahan Umum Lateks. Balai Penelitian Perkebunan Sungei Putih [Medan: BPP Sei Putih,1989], hal 7 (4) Belimbing wuluh Berdasarkan hal tersebut, penulis ingin melakukan penelitian yang memanfaatkan ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) sebagai bahan penggumpal lateks dan dimana diharapkan dapat menghasilkan mutu karet yang lebih baik Permasalahan 1. Apakah ekstrak belimbing wuluh dapat digunakan sebagai penggumpal lateks 2. Apakah ekstrak belimbing wuluh yang digunakan sebagai penggumpal lateks menghasilkan mutu karet yang memenuhi SIR (Standar Indonesia Rubber) Pembatasan Masalah Penelitian ini hanya dibatasi pada : 1. Bahan penggumpal yang digunakan adalah ekstrak belimbing wuluh (Averrohoa Bilimbi L) 2. Lateks yang digunakan berasal dari Perkebunan Rakyat di Galang, Sumatera Utara 3. Koagulum hasil penggumpalan digiling dengan creper sebanyak enam kali, kemudian dikeringkan. 4. Karet kering yang dihasilkan digiling dengan blending mill sebanyak tiga kali 5. Parameter pengujian mutu yang dilakukan dalam penelitian ini adalah Plastisitas Awal (Po), Plastisitas Retensi Index (PRI), Viskositas Mooney dan Kadar Abu

16 1.4. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan diatas, maka penelitian ini bertujuan : 2. Untuk mengetahui kinerja ekstrak belimbing wuluh dalam penggumpalan lateks. 3. Untuk mengetahui mutu SIR (Standar Indonesia Rubber) dari lateks yang digumpalkan dengan ekstrak belimbing wuluh dan dibandingkan dengan asam formiat sebagai penggumpal lateks 1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yaitu penggunaan ekstrak belimbing wuluh sebagai penggumpal lateks pada karet sehingga menghasilkan mutu karet yang lebih baik sehingga dapat digunakan dalam industri lateks Metodologi Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorium dengan menggunakan lateks yang diperoleh dari perkebunan rakyat di Galang, Sumatera Utara sebagai populasi yang bersifat homogen yang kemudian lateks akan digumpalkan melalui penambahan ekstrak belimbing wuluh dengan pengambilan sampel secara acak. Pada proses penggumpalan dilakukan variasi konsentrasi belimbing wuluh, sehingga variabel tersebut disebut dengan variabel bebas. Sedangkan Volume lateks, jumlah gilingan lateks basah, jumlah gilingan lateks kering, lama pengeringan sebagai variable tetap. Kemudian sifat-sifat fisika yang meliputi plastisitas awal, plastisitas retensi index, viskositas mooney dan kadar abu sebagai variabel terikat.

17 Penelitian ini adalah penelitian faktorial 6 x 4 model tetap dengan enam level koagulum yang terbentuk dan empat adalah uji karet. Replikasi dilakukan dua kali untuk setiap perlakuan dari masing-masing sampel. Pengambilan data dari sifat fisika terhadap uji karet adalah: 1. Penentuan plastisitas awal dan plastisitas retensi index dengan plastimeter. 2. Penentuan viskositas mooney dengan mooney viskosimeter. 3. Penentuan kadar abu Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis varians dengan taraf signifikasi 5% 1.7. Lokasi Penelitan Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fisika FMIPA USU, Medan dan Laboratorium PT. Hadi Baru, Jalan Medan-Binjai Km 16,75 Diski, Medan.

18 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lateks Lateks adalah merupakan suatu sistem koloid dimana terdapat partikel karet yang dilapisi oleh protein dan fosfolipid yang terdispersi di dalam serum. Lateks terdiri dari 25-45% hidrokarbon karet selebihnya merupakan bahan-bahan bukan karet. Komposisi karet bervariasi tergantung dari jenis klon, umur tanaman, musim, sistem deres, kondisi tanah. (5) Lateks sebagai bahan baku berbagai hasil karet, harus memiliki kualitas yang baik. Cairan getah ini belum mengalami penggumpalan baik itu dengan tambahan atau tanpa bahan pemantap (zat anti koagulan). Menurut Setyamidjaja 1993 beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas lateks, di antaranya adalah : 1. Faktor di kebun (jenis klon, sistem sadap, kebersihan pohon dan lain-lain). 2. Iklim (musim hujan mendorong terjadinya prokoagulasi, musim kemarau keadaan lateks tidak stabil). 3. Alat-alat yang digunakan dalam pengumpulan dan pengangkutan (yang baik terbuat dari aluminium dan baja tahan karet). 4. Pengangkutan (goncangan, keadaan tangki, jarak, jangka waktu). 5. Kualitas air dalam pengolahan. 6. Bahan-bahan kimia yang digunakan 7. Komposisi lateks

19 (5) Zahara, loc.cit. Menurut Penebar Swadaya (1992) lateks kebun yang baik memenuhi ketentuan sebagai berikut: 1. Lateks disaring dengan saringan berukuran 40 mesh 2. Tidak terdapat kotoran atau benda benda lain seperti daun atau kayu 3. Tidak bercampur dengan bubur lateks, air ataupun serum lateks 4. Warna putih dan berbau karet segar 5. Lateks kebun bermutu 1 mempunyai kadar karet kering 28% dan lateks kebun bermutu 2 mempunyai kadar karet kering adalah 20% Lateks mengandung bahan-bahan karet dan bahan-bahan bukan karet, adapun komposisi lateks segar secara garis besar dipaparkan pada tabel 2.1 Tabel 2.1. Komposisi Lateks Segar Komposisi Persentase (%) Kandungan karet Ion-ion logam 1.65 Protein 2.03 Abu 0.70 Zat gula 0.34 Air (Sumber Setyamidjaja, 1993) Komponen-komponen bukan karet di dalam lateks sangat mempengaruhi sifat lateks, diantaranya ada yang berakibat bagus tetapi ada juga yang berakibat buruk terhadap lateks. Protein

20 Kandungan protein yang terdapat dalam lateks segar berkisar antara 1,0-1,5% (b/v) dan sebagian dari protein tersebut teradsorbsi pada partikel karet, dan sebagian larut dalam serum. Protein yang teradsorbsi pada permukaan partikel karet berfungsi sebagai lapisan pelindung, dimana protein akan memberikan muatan negatif yang mengelilingi partikel karet sehingga mencegah terjadinya interaksi antara sesama partikel karet seperti digambarkan pada gambar H - O + H + H - O H + H+ 1. Partikel karet 2. Lapisan fosfolipid dan protein muatan negatif + H 1 H O- 3. Molekul air - O H + + H O - 2 H + H + H + O - + Gambar 2.1. Partikel karet dengan lapisan pelindung dan molekul air Namun dengan adanya mikroorganisme maka protein tersebut akan terurai sehingga lapisan pelindung partikel karet akan rusak dan terjadilah interaksi antara partikel karet membentuk flokulasi atau gumpalan. Karbohidrat Karbohidrat yang terdapat dalam lateks adalah sukrosa, glukosa, galaktosa dan fruktosa. Ini merupakan sumber energi dan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme, sebagai akibatnya akan terbentuk asam lemak. Asam lemak ini menurunkan kemantapan mekanik dan ph lateks. Jika ph sampai pada titik isoelektrik maka lateks menggumpal. Untuk menghindarkan

21 aktivitas mikroba biasanya ditambahkan bahan pengawet seperti amonia, natrium sulfit dan formaldehid. (6) (6) Ompusunggu, M dan Darussamin, A. Op.cit., hal 2-3 Ion-ion Logam Ion-ion logam seperti ion Ca 2+ dan Mg 2+ yang terdapat di dalam lateks dapat menetralkan muatan negatif dari partikel lateks dan menyebabkan terganggunya kemantapan lateks serta rusaknya kestabilan sistem koloid lateks. Pecahnya partikel koloid lateks akan menyebabkan terbentuknya flokulasi dan lateks menggumpal. Oleh karena itu kandungan ion logam dari lateks sebaiknya rendah karena selain dapat mengganggu kemantapan serta kestabilan sistem koloid lateks. (7) Jika lateks dipusing 3200 rpm maka berdasarkan perbedaan berat jenis akan diperoleh berat jenis fraksi-fraksi sebagai berikut : Fraksi karet terdiri dari partikel-partikel karet yang berbentuk bulat dengan diameter mikron yang diselubungi oleh lapisan pelindung yang terdiri dari protein dan lipida yang berfungsi sebagai pemantap. Fraksi Frey Wessling yang terdiri dari partikel-partikel Frey Wessling yang ditemukan Frey Wessling. Fraksi ini berwarna kuning karena banyak mengandung senyawa karetonoida. Fraksi serum, fraksi ini disebut juga fraksi C, mengandung sebagian besar komponen bukan karet yaitu protein, asam amino, asam-asam organik, ion-ion organik, air, karbohidrat, dan ion-ion logam dalam jumlah yang kecil (trace). Fraksi bawah, terdiri dari partikel-partikel lutoid yang bersifat gelatin, mengandung senyawa nitrogen dan ion-ion kalsium dan magnesium. (8) 2.2. Koloid Perbedaan yang paling utama antara koloid dan larutan kristaloid sejati adalah ukuran partikelnya. Diameter partikel koloid berkisar antara 10 Å sampai Å.

22 (7) (8) Zahara, op.cit, hal 8. Ompusunggu, M dan Darussamin, A, op. cit, hal 3-4. Partikel-partikel yang mempunyai diameter lebih kecil daripada 10 Å akan membentuk larutan sejati, sedangkan partikel-partikel dengan diameter lebih besar dari Å akan membentuk suspensi yang secara cepat akan terpisah ke dalam dua. Partikel-partikel koloid mempunyai sifat kinetik dipengaruhi dua hal. Pertama, adanya gerakan termal. Gerakan ini ditemukan oleh Brown. Gerakan ini disebabkan oleh tumbukan acak yang terjadi antara molekul terdispersi dengan molekul pendispersinya. Hal lain yang menyebabkan partikel koloid mempunyai sifat kinetik adanya gravitasi. Gravitasi ini dapat berupa gravitasi alami yang disebabkan oleh bumi yang menyebabkan pengendapan partikel-partikel besar, atau dapat juga berupa gravitasi buatan yang dapat dicapai dengan jalan memusing larutan koloidal dengan menggunakan sentrifugasi hingga mengakibatkan terjadinya pengendapan terdispersinya. Kebanyakan senyawa, termasuk koloid akan membentuk suatu permukaan bermuatan listrik bila berhubungan dengan medium polar seperti air misalnya. Sumber muatan ini bermacam-macam. Untuk sol hidrofilk seperti larutan protein, muatan diperoleh terutama karena ionisasi gugus karboksil COO - dan gugus amino NH + 3. Karena ionisasi dari gugus-gugus tersebut bergantung pada ph, maka muatan bersih larutan protein bergantung pada ph. Pada ph tinggi, protein akan bermuatan negatif, sedangkan pada ph rendah, ptotein akan bermuatan positif. (9) 2.3. Penggumpalan Lateks Prokoagulasi merupakan pembekuan pendahuluan yang menghasilkan lumps atau gumpalan-gumpalan pada cairan getah sadapan. Kejadian ini sering terjadi di areal

23 perkebunan karet sebelum karet sampai ke pabrik atau tempat pengolahan. Bila hal ini terjadi akan timbul kerugian yang tidak sedikit. (9) Birt, T, KIMIA FISIKA UNTUK UNIVERSITAS [Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 1993], hal Prokoagulasi terjadi karena kemantapan bagian koloidal yang terkandung dalam lateks berkurang. Bagian-bagian koloidal ini kemudian menggumpal menjadi satu dan membentuk komponen yang berukuran lebih besar. Komponen koloidal yang lebih besar ini akan membeku. Inilah yang menyebabkan terjadinya prokoagulasi. (10) Untuk memperoleh hasil karet yang bermutu tinggi, penggumpalan lateks hasil penyadapan di kebun dan kebersihan harus diperhatikan. Hal ini pertama-tama berlaku untuk alat-alat yang dalam pekerjaan penggumpalan lateks bersentuhan dengannya. Selain dari kemungkinan terjadinya pengotoran lateks oleh kotoran-kotoran yang kelak sukar dihilangkan, kotoran tersebut dapat pula menyebabkan terjadinya prokuagulasi dan terbentuknya lump sebelum lateks sampai di pabrik untuk diolah. Penggumpalan lateks dilaksanakan 3-4 jam setelah penyadapan dilakukan. Dalam keadaan tertentu, pada saat penggumpalan lateks biasa juga menggunakan obat anti koagulasi (antikoagulan) untuk mencegah terjadinya prokoagulasi. Anti tetapi pemakaian anti koagulan ini harus dibatasi sampai batas sekecil-kecilnya, karena biayanya cukup besar dan kadang-kadang lateks yang dibubuhi antikoagulan memerlukan obat koagulan (misalnya asam semut) yang terpaksa kadarnya harus dinaikkan. Penambahan asam yang berlebihan dalam proses koagulasi juga dapat menghambat proses pengeringan. (11) Penggumpalan lateks merupakan peristiwa perubahan sol menjadi gel. Proses penggumpalan lateks dapat terjadi dengan sendirinya dan dapat pula karena pengaruh dari luar seperti gaya mekanis (gesekan), listrik panas, elektrolit, enzim, asam, maupun zat penarik air. Penggumpalan lateks karena pengaruh dari luar dilakukan untuk mempercepat penggumpalan dan untuk memperoleh koagulum karet dengan mutu yang lebih baik dengan cara yang lebih efisien dan lebih murah.

24 (10) (11) Tim Penulis PS, Karet, Strategi Pemasaran Tahun 2000 [Jakarta : Penebar Swadaya. 1999], hal 291 Setiamidjaja., D. Op.Cit. hal Beberapa cara penggumpalan lateks yang disebabkan pengaruh dari luar antara lain: 1. Penurunan ph lateks Penurunan ph lateks dapat terjadi karena terbentuknya asam-asam hasil penguraian bakteri atau oleh penambahan larutan asam penggumpal. Asam-asam yang banyak digunakan sebagai bahan penggumpal lateks saat ini adalah asam formiat dan asam asetat. Penambahan larutan asam penggumpal dilakukan secara sekaligus dan ph penggumpalan diusahakan disekitar titik isoelektrik lateks yakni ph agar didapat penggumpalan yang baik serta karet alam yang dihasilkan memiliki sifat serta mutu yang baik pula. 2. Penambahan larutan elektrolit Penambahan larutan elektrolit yang mengandung logam seperti Ca 2+, Mg 2+, Ba 2+, K +, Al 3+ kedalam lateks akan menyebabkan penurunan potensial listrik partikel karet dan mengakibatkan lateks menggumpal. 3. Penambahan senyawa penarik air Penggumpalan lateks dengan cara menarik air (dehidrasi) dilakukan dengan menambahkan senyawa yang dapat mengganggu lapisan molekul air yang mengelilingi partikel karet di dalam lateks. Senyawa yang digunakan antara lain alkohol dan aseton. Penggumpalan dengan cara penambahan senyawa penarik air, jarang dilakukan karena karet yang dihasilkan memiliki mutu yang kurang baik.

25 2.4. Sistem Koloid Lateks Lateks dikatakan mantap apabila sistem koloid stabil, yaitu tidak terjadi flokulasi atau penggumpalan selama penyimpanan. Kemantapan lateks disebabkan partikel karet dikelilingi oleh lapisan pelindung yang terdiri dari protein dan fosfolipid dalam air. Dengan menambahkan bahan pengawet primer yaitu amonia maka fosfolipid akan terhidrasi menghasilkan asam lemak dan bereaksi dengan amonia membentuk sabun amonia. Sabun ini diserap oleh partikel karet sehingga lateks bertambah mantap selama penyimpanan. Di samping itu, protein juga terhidrolisis membentuk polipeptida dan asam amino yang larut dalam air. (12) Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan lateks adalah sebagai berikut: 1. Adanya kecenderungan setiap partikel karet berinteraksi dengan fase air (serum) misalnya assosiasi komponen-komponen bukan karet pada permukaan partikel karet. 2. Adanya interaksi antara partikel-partikel karet itu sendiri. Sistem koloid lateks terbentuk karena adanya lapisan lipida yang teradsorpsi pada permukaan partikel karet (lapisan primer) dan lapisan protein pada lapisan luar (lapisan sekunder) memberikan muatan pada permukaan partikel koloid. Lapisan pelindung lipida, protein, dan lapisan sabun asam lemak tersebut bertindak sebagai pelindung partikel karet dengan molekul air menghasilkan sistem dispersi koloid yang mantap. Jika terjadi pembentukan gel, flokulasi, dan koagulasi maka hal ini menunjukkan bahwa stabilitas koloid lateks terganggu atau rusak. (13) 2.5. Asam Formiat Asam formiat adalah cairan tidak berwarna, berbau tajam, mudah larut dalam air, alkohol, dan eter yang titik didihnya 100,5 0 C dan titik leburnya 8 0 C.

26 (12) Riset, P., Pengaruh Bahan Pengawet Sekunder Pada Kestabilan Lateks Alam Irridiasi [Jakarta : Badan Tenaga Nuklir Nasional, 2004], hal 84 (13) Ompusunggu, M dan Darussamin, A, Op Cit, hal 10. Asam formiat terdapat dalam badan semut merah, dalam beberapa macam tumbuhtumbuhan yang menyebabkan rasa gatal dan dalam jumlah kecil juga terdapat dalam air keringat manusia. (14) Dalam industri asam formiat dibuat dari karbon monoksida dengan uap air yang dialirkan melalui katalis (oksida-oksida logam pada suhu sekitar C dan tekanan besar). Reaksi kimianya yaitu : CO + H 2 O Katalis HCOOH Pembuatan dalam industri : C O H 2 SO 4 O NaOH + CO HC HC + Na 2 SO 4 7 atm ONa OH Asam formiat digunakan dalam industri lateks untuk menggumpalkan lateks 2.6. Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) atau sering disebut belimbing asam merupakan salah satu tanaman yang tumbuh subur di seluruh daerah di Indonesia khususnya di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Tanaman ini termasuk salah satu jenis tanaman tropis yang mempunyai kelebihan yaitu dapat berbuah sepanjang tahun. Belimbing

27 wuluh biasanya terlebih dahulu diolah menjadi manisan, pikel, juice, sirup atau dikeringkan sebelum dikonsumsi. (14) Sanir, I., Kimia Organik II. [Bogor : Departemen Perindustrian dan Perdagangan Akademi Kimia Analis 1997] hal 20 Belimbing wuluh merupakan tumbuhan berbatang keras yang memiliki ketinggian mencapai 11 m. Biasanya ditanam ditempat yang cukup mendapatkan sinar matahari. Batangnya yang keras dan tidak bercabang banyak. Buahnya berwarna hijau muda, berbentuk lonjong sebesar ibu jari dan rasanya asam. Buahnya sering dipakai oleh ibu-ibu untuk memasak sehingga sering disebut juga belimbing sayur ataupun untuk membersihkan noda kain, kuningan dan tembaga. Daunnya yang kecil berhadap-hadapan. Belimbing wuluh bermanfaat sebagai anti radang karena mengandung flavon. Selain itu, kaliumnya melancarkan keluarnya air seni sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Buahnya mengandung zat asam kalium akolat. Adapun kegunaannya untuk hipertensi, diabetes, gondongan, jerawat, rematik, sariawan, gusi berdarah, sakit gigi, batuk rejan, demam dan kelumpuhan (15) Belimbing wuluh memiliki rasa asam dan bersifat sejuk. Pada bagian batang mengandung saponin, tanin, asam format, glukosida, kalsium oksalat, sulfur, dan peroksida. Pada bagian daun mengandung tarlin, sulfur, asam format, peroksida, kalsium oksalat, dan kalium sitrat. (16) 2.7. Struktur Kimia Karet Karet alam umumnya diperoleh dari lateks yang berasal dari pohon Havea Brasiliensis. Karet alam terdapat sebagai suspensi koloid dari berbagai partikel karet yang sangat kecil dalam cairan putih seperti susu yang disebut lateks. (17)

28 (15) Khasiat-belimbing-wuluh. (16) Hariana, H. A., Tumbuhan Obat dan Khasiatnya [Jakarta : Penebar Swadaya, 2004] hal 36 (17) Morton, M. Rubber Technology [New York : Van Nostrand Reinhold, 1987] hal 20 Bentuk utama dari karet alam yang terdiri dari 97% cis-1,4-poliisoprena, dikenal sebagai Havea Rubber. Hampir semua karet alam yang diperoleh sebagai lateks yang terdiri dari sekitar 32-35% karet dan sekitar 5% senyawa lain, termasuk asam lemak, gula, protein, sterol, ester dan garam. (18) H 3 C H C = C H 2 C CH 2 n Gambar 2.2 Cis-1,4 poliisoprena (karet alam) Karet alam adalah suatu komoditi homogen yang cukup baik. Kualitas dan hasil produksi karet alam sangat terkenal dan merupakan dasar perbandingan yang baik untuk barang-barang karet buatan manusia. Karet alam mempunyai daya lentur yang tinggi, kekuatan tensil dan dapat dibentuk dengan panas yang rendah. Daya tahan karet terhadap benturan, goresan dan koyakan sangat baik. (19) Karet alam banyak digunakan dalam industri-industri barang. Umumnya alatalat yang dibuat dari karet alam sangat berguna bagi kehidupan sehari-hari maupun dalam industri seperti mesin-mesin penggerak. Barang yang dibuat dari karet alam antara lain aneka ban kendaraan (seperti ban sepeda, motor, mobil, traktor, hingga pesawat terbang), sepatu karet, sabun penggerak

29 mesin besar dan mesin kecil, pipa karet, kabel, isolator, dan bahan-bahan pembungkus logam. (20) (18) Stevens, M. P., Kimia Polimer [Jakarta : Pradnya Paramita, 2001], hal (19) Spillene, J.J., Komoditi Karet [Yogyakarta : Penerbit Kanisius, 1989] hal (20) Tim Penulis PS, Op Cit, hal 41 Ikatan rangkap pada setiap molekul hidrokarbon cis-1,4-poliisoprena memungkinkan teradisinya atom halogen, oksigen atau belerang. Apabila molekulmolekul tersebut mengadisi atom-atom belerang, maka terjadi proses yang lazimnya disebut proses pematangan (proses vulkanisasi). Karet alam mentah tidak seluruhnya terdiri dari hidrokarbon cis-1,4- poliisoprena, tetapi juga mengandung suatu kadar rendah bahan-bahan bukan karet yang besarnya tidak tetap, karena tergantung pada musim, iklim, keadaan tanah, faktor-faktor biologis tertentu, dan sebagainya. Bahan-bahan bukan karet tersebut antara lain terdiri dari air, protein dan abu. Variasi kadar bahan-bahan bukan karet menyebabkan karet alam mentah mempunyai laju matang yang berbeda-beda. Bahan-bahan bukan karet ini, meskipun kecil kadarnya dalam karet alam mentah, mempunyai pengaruh yang penting pada proses pematangan (proses vulkanisasi) kompon-karet dan sifat fisik vulkanisatnya. Jelas bahwa faktor-faktor pada bahan mentah (jenis klon pada karet, iklim, musim, tanah, dan lain-lain) dan faktor-faktor pengolahan (cara pengkoagulasian, cara pengeringan, dan lain-lain) dapat menjadi sebab adanya perbedaan dalam sifat-sifat karet tersebut. (21) 2.8. Pengolahan Karet Crepe Krep (crepe) adalah produk lainnnya yang dihasilkan dalam pengolahan karet alam. Bila menggunakan bahan baku lateks, pelaksanaan pungutan lateks atau penyadapan

30 di kebun dan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh krep yang baik kualitasnya. (21) Kartowardoyo, S., Penggunaan Wallace-Plastimeter Untuk Penentuan Karakteristik-Karakteristik Pematangan Karet Alam [Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada 1980], hal Proses pembutaan krep dengan bahan baku lateks berlangsung dengan urutan pengolahan : penyaringan, pencampuran dan pengenceran lateks, pembekuan, penggilingan, pengeringan, sortasi dan pembungkusan. (22) Untuk dibuat menjadi karet crepe, lateks segar yang telah dikumpulkan dari kebun terlebih dahulu disaring di tempat pengolahan. Penyaringan dilakukan beberapa kali untuk mendapatkan lateks yang baik dan bersih sebagai bahan baku. Kemudian, lateks diencerkan sampai kadarnya menjadi sekitar 20%. Pengenceran dilakukan dengan natrium bisulfit yang juga merupakan bahan pemutih. Asam format atau asam semut ditambahkan dalam lateks yang dibekukan, bisa juga menggunakan asam asetat. Bila menggunakan asam format sebagai pembeku, dosisnya adalah ml per liter lateks. Sedangkan dosis asam asetat ml untuk setiap liter lateks. Asam pembeku ini diberikan ke lateks segera setelah natrium bisulfit diberikan. Kemudian, larutan diaduk secara merata. Busa atau buih-buih yang timbul pada permukaan larutan segera dibuang. Pembuangan busa yang kurang baik dapat menimbulkan garis-garis pada crepe kering. Untuk mencegah proses oksidasi yang menyebabakan warna ungu pada crepe, ditambahkan air bersih atau larutan natrium bisulfit 1% hingga airnya melebihi permukaan lateks. Pemberian natrium bisulfit juga dapat menghindari/mengurangi warna kuning lateks. Lateks beku dengan ukuran yang besar harus dipotong-potong terlebih dahulu agar mudah digiling. Setelah penggilingan selesai, lembaran crepe digantung agar sisa-sisa air menetes dan dibantu pengeringannya oleh angin. Penggantungan cukup beberapa jam

31 dan dapat langsung dibawa ke kamar pengeringan agar benar-benar kering. Melalui proses-proses di dalam ruangan yang menggunakan alat pemanas selama 5-7 hari, maka crepe siap dipasarkan untuk dijadikan bahan lain. (22) Setiamidjaja, D. Op.Cit, hal 181. Bila tidak menggunakan kamar yang tidak menggunakan alat pemanas, pengeringan bisa berlangsung sangat lama 2-4 minggu. (23) Sifat-sifat karet alam yang terpenting untuk menjamin mutunya: 1. Viskositas harus cukup rendah 2. Ketahanan oksidasi harus cukup tinggi 3. Sifat-sifat pematangan harus cukup cepat matang tanpa penyaluran yang terlalu cepat 4. Kadar zat tambahan dan kotoran harus serendah mungkin Pada pertemuan karet internasional di London pada tahun 1949 delegasi Perancis untuk pertama kalinya mengemukakan suatu cara baru bagi penggolongan mutu karet alam. Menurut cara ini karet alam ini dibedakan jenis-jenis mutunya atas dasar sifat-sifat keterolahan dan sifat pematangan (vulkanisasi)nya diketahui dengan menentukan viskositas-mooney karet alam mentah dengan Mooney-viscosimeter Pengujian Mutu Lateks Plastisitas Suatu bahan yang plastisitasnya tinggi mudah sekali berubah bentuk atau dengan kata lain mudah sekali mengalir, sehingga telah didefenisikan, bahwa plastisitas adalah kepekaan terhadap deformasi, pengertian ini merupakan kebalikan dari pada pengertian viskositas-efektif, sedangkan viskositas-efektif didefenisikan sebagai ketahanan terhadap deformasi. Metode pengujian viskositas umumnya bersifat mengukur konsistensi (ketahanan terhadap deformasi). (24)

32 Plastisitas awal adalah plastisitas karet mentah yang langsung diuji tanpa perlakuan khusus sebelumnya. Plastisitas retensi indeks adalah cara pengujian untuk mengukur ketahanan karet terhadap degradasi oleh oksidasi pada suhu tinggi. (23) (24) Tim Penulis PS, Op Cit, hal Kartowardoyo, S., Op Cit, hal 2, 5 Karet yang mempunyai plastisitas retensi indeks tinggi mempunyai rantai molekul yang tahan terhadap oksidasi, sedangkan yang mempunyai plastisitas retensi yang rendah mudah teroksidasi menjadi karet lunak. Plastisitas retensi indeks ini sangat penting karena plastisitas retensi index menunjukkan keadaan dari molekul itu sendiri, menunjukkan sejauh mana akan terjadi pemecahan karet jika dipanaskan. Plastisitas retensi indeks ukuran terhadap tahan usang karet dan plastisitas retensi indeks dipakai sebagai petunjuk mudah tidaknya karet itu dilunakkan dalam gilingan pelunak (masicator). Plastisitas retensi indeks dapat ditentukan dengan Wallace Plastimeter. Dengan alat ini ditentukan (plastisitas dari karet sebelum dipanaskan pada suhu C selama 30 menit. Nilai plastisitas dari karet dapat menurun oleh karena faktor-faktor: 1. Karet dijemur dibawah sinar matahari 2. Karet dipanaskan terlalu tinggi 3. Karet terlalu banyak digiling atau direndam terlalu lama 4. Karet mengandung banyak kotoran Karet-karet mutu rendah setelah digiling dan diuji beberapa kali, adakalanya mempunyai plastisitas retensi indeks yang sangat rendah. Karet-karet yang sudah teroksidasi terlalu banyak memang mempunyai plastisitas retensi indeks rendah dan karet demikian tidak dapat diperbaiki plastisitas retensi indeksnya. (25) Viskositas Mooney

33 Viskositas Mooney karet alam (Havea Brasiliensis) menunjukkan panjangnya rantai molekul karet atau berat molekul serta derajat pengikatan silang rantai molekulnya. Pada umumnya semakin tinggi berat molekul (BM) hidrokarbon karet semakin panjang rantai molekul dan semakin tinggi tahanan terhadap aliran dengan kata lain karetnya semakin kental dan keras. (25) Walujono, K dan Kartowardoyo, S., Kemungkinan Pengolahan Karet Remah di Indonesia dan Pembahasan Berbagai Proses Karet Butiran Karet Remah. [Jakarta : PT Soeroengan, 1970], hal Dalam pembuatan ban karet alam dengan berat molekul tinggi cukup menarik karena sifat fisik ban yang dihasilkan seperti daya kenyal, tegangan tarik, perpanjangan putus dan sebagainya cukup baik. Derajat pengikat silang rantai molekul yang tinggi menyatakan semakin banyak reaksi ikatan silang yang terjadi sehingga akan meningkatkan nilai viskositas mooney karet alam. (26) Viskositas karet alam mentah mudah mengalami perubahan yang disebabkan oleh kenaikan suhu, lama penyimpanan, lama pengangkutan, dan sebagainya. Viskositas mooney karet mentah dapat ditentukan dengan Mooney Viscosimeter. Menurut Baker dan Greensmith pada kompon murni karet alam laju matang, viskositas wallace awal (atau viskositas mooney) dan plastisitas retensi indeks dari karet mentahnya mempengaruhi sifat-sifat tegangan vulkanisat dari kompon murni tersebut, seperti misalnya modulus, tegangan putus dan perpanjangan putus. (27) Kadar Abu Penentuan maximal dari kadar abu dimaksudkan agar karet yang dijual tidak kemasukan bahan-bahan kimia dalam jumlah yang banyak. Dalam pengolahan karet memang beberapa bahan kimia dipakai misalnya natrium bisulfit atau natrium carbonat. Banyaknya abu lebih dari 1,5% menunjukkan bahwa pengujian kurang bersih. (28)

34 Abu dari karet memberikan sedikit gambaran mengenai jumlah bahan mineral di dalam karet. Beberapa bahan mineral dalam karet yang meninggalkan abu dapat mengurangi sifat dinamika seperti ketahanan retak lentur dari vulkanisasi karet alam. (26) Refrizon, Viskositas Mooney Karet Alam. [Skripsi Jurusan Fisika. FMIPA USU. 2000] hal 3. (27) Kartowardoyo, S., Op Cit, hal 24 (28) Walujono, K dan Kartowardoyo, S., Op Cit, hal 21 Tingginya kadar abu dapat disebabkan beberapa faktor seperti tanah yang mengandung kalsium tinggi, musim gugur (dimana daun akan membusuk). Kadar abu ini dapat tinggi akibat perlakuan yang tidak dianjurkan misalnya penggumpalan lateks dengan amonium sulfat mengakibatkan kadar abu karet keringnya tinggi. Faktor pengolahan dapat mempengaruhi kadar abu, dimana makin besar tingkat pengolahan maka kadar abu semakin rendah misalnya lateks yang digumpalkan tanpa pengenceran mempunyai kadar abu yang lebih tinggi daripada dengan pengenceran. Dengan kata lain semakin encer lateks yang digumpalkan makin rendah kadar abu karet yang diperoleh karena sebagian besar akan tercuci bersama serum. Penentuan kadar abu dimaksudkan untuk melindungi konsumen terhadap penambahan bahan-bahan pengisi ke dalam karet pada waktu pengolahan. (29) Karet SIR 20 Karet SIR 20 berasal dari koagulum (lateks tang sudah mengumpal) atau hsil olahan seperti lum, sit angin, getah keping sisa, merupakan hasil olah pabrik yang bahan olahnya diperoleh dari perkebunan rakyat dengan asal bahan baku yang sama dengan koagulum.

35 Standar mutu karet bongkah Indonesia tercantuk dalam Standar Indonesia Rubber (SIR). SIR adalah karet bongkah (karet remah) yang dikeringkan dan dikilang menjadi bendela-bendela dengan ukuran yang telah tercantum. Prinsip tahapan proses pengolahan karet alam SIR-20 yaitu - Sortasi bahan baku - Pembersihan dan pencampuran makro - Peremahan - Pengeringan - Pengemasan (29) Ibid., hal 28 Perbedaan SIR-5, SIR-10, SIR-20 adalah pada standar spesifikasi mutu kadar kotoran, kadar abu, dan kadar zat menguap sesuai dengan Standar Indonesia Rubber. Langkah proses pengolahan karet SIR-20 bahan baku koagulum (lum mangkok, sleb, sit angin, getah sisa) yaitu disortasi dan dilakukan pembersihan dan pencampuran makro, pengeringan gantung selama 10 hari sampai 20 hari, peremahan, pengeringan, pengempaan bendela (setiap bendela 33 kg atau 35 kg), pengemasan dan karet alam SIR-20 siap untuk diekspor. (31) Karet alam SIR-20 mempunyai spesifikasi berdasarkan Standard Indonesia Rubber (SIR) yang dipaparkan pada tabel 2.2 Tabel 2.2. Standar Indonesia Rubber SIR-20 No Spesifikasi Karet alam SIR-20 1 Kadar kotoran maksimum 0.20% 2 Kadar abu maksimum 1.0% 3 Kadar atsiri maksimum 1.0% 4 PRI minimum 40 5 Plastisitas awal (Po) maksimum 30 6 Kode warna Merah

36 (30) Ompusunggu, M dan Darussamin, A., Op.Cit, hal 12 BAB 3 BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Alat Alat yang digunakan 1. Blending mill Parrel Bridge 2. Lab mill Parrel Bridge 3. Wallace Punch Speed Reducer 4. Plastimeter Wallace 5. Mooney viskosimeter SPRI England 6. Cawan Platina 7. Stopwatch 8. Pembakar Listrik Karl Kolb 9. Oven Gallenkamp 10. Muffle furnace Sybron Termolir 11. Desikator

37 3.2. Bahan Bahan yang digunakan 1. Lateks Perkebunan Rakyat Galang, Sumatera Utara 2. Belimbing wuluh 3. Kertas lakmus indikator 4. Kertas Sigaret 3.3. Metode Penelitian Penelitian ini adalah penelitian laboratorium dengan disain faktorial 6x4 model tetap a. Populasi Dalam penelitian ini yang digunakan sebagai populasi adalah lateks yang diperoleh dari Perkebunan Rakyat Galang, Sumatera Utara dan bersifat homogen. b. Pengambilan Sampel Berdasarkan sifat populasi yang homogen maka tekhnik pengampilan sampel yang digunakan adalah tekhnik pengambilan sampel acak sederhana dimana lateks yang digumpalkan dengan variasi ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L) membentuk koagulum. Hasil dari proses penggumpalan ini kemudian digiling dan setelah itu dilakukan pengujian mutu karet dan pengulangan dilakukan sebanyak dua kali untuk setiap perlakuan dari masing-masing sampel. c. Variabel 2. Variabel bebas : - ekstrak belimbing wuluh 3. Variabel terikat : - plastisitas awal - plastisitas retensi index - viskositas mooney - kadar abu

38 4. Variabel tetap : - volume lateks 100 ml - jumlah gilingan lateks basah 6 kali - jumlah gilingan lateks kering 3 kali - lama pengeringan 7 hari d. Pengambilan Data Data diperoleh dengan : 1. Penentuan plastisitas awal dan plastisitas retensi index dengan plastimeter. 2. Penentuan viskositas mooney dengan mooney viskosimeter. 3. Penentuan kadar abu e. Rancangan Penelitian Dalam penelitian ini menggunkan desain eksperimen faktorial 6x4 model tetap dimana enam adalah koagulum yang digunakan dan empat adalah uji karet dengan perbandingan 20:100 ; 40:100 ; 60:100 ; 80:100 ; 100: Prosedur Kerja Pembuatan ekstrak belimbing wuluh 1. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) dibersihkan dan dipotong kecil-kecil 2. Dihaluskan 3. Diperas kemudian disaring 4. Ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) digunakan sebagai penggumpal lateks Penggunaan ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L) sebagai penggumpal lateks 1. Disediakan lateks kebun sebanyak 600 ml

39 2. Masing-masing 100 ml lateks dimasukkan ke dalam 6 mangkok penggumpal, untuk mangkok 1; ditambahkan asam formiat sebanyak 20 ml, asam formiat digunakan sebagai kontrol. 3. Untuk mangkok ke-2 sampai ke 6 ditambahkan ekstrak belimbing wuluh dengan volume penambahan 20 ml ; 40 ml ; 60 ml ; 80 ml ; dan 100 ml 4. Masing-masing koagulum karet yang terbentuk ditambahkan air secukupnya untuk menutupi permukaan koagulum karet, kemudian didiamkan selama satu malam. 5. Selanjutnya masing-masing koaglum digiling dengan alat creper sebanyak enam kali gilingan dan dikeringkan 7 hari sehingga menghasilkan karet kering. 6. Setelah itu masing-masing koagulum karet yang sudah kering digiling dengan blending mill sebanyak tiga kali 7. Karet kering yang dihasilkan diuji mutu karetnya yaitu Plastisitas Awal (Po), Plastisitas Retensi Indeks (PRI), Viskositas Mooney dan Kadar Abu sesuai dengan ketentuan SIR (Standar Indonesia Rubber) Pengujian mutu karet Penetapan nilai Plastisitas Awal dan Plastisitas Retensi Index (PRI) 1. Ditimbang sekitar 15 gram lateks yang sudah dikeringkan, lalu digiling dengan gilingan laboratorium sebanyak tiga kali 2. Lembaran karet tersebut dilipat dua, ditekan perlahan-lahan dengan telapak tangan 3. Kemudian lembaran karet tersebut dipotong dengan alat wallace punch sebanyak enam buah potongan uji dengan diameter 13 mm seperti gambar di bawah ini :

40 4. Untuk pengukuran plastisitas awal diambil potongan uji (1), sedangkan potongan uji (2) untuk pengukuran plastisitas setelah pengusangan. Diletakkan potongan uji (2) untuk pengukuran plastisitas setelah pengusangan di atas baki dan dimasukkan ke dalam oven pada suhu C selama 30 menit. Lalu dikeluarkan kemudian didinginkan sampai suhu kamar. 5. Sementara potongan uji (1) sebanyak tiga buah diletakkan satu persatu diantara dua lembar kertas sigaret yang berukuran 35 mm x 45 mm selanjutnya diletakkan di atas piringan plastimeter lalu piringan plastimeter tersebut ditutup. 6. Setelah ketukan pertama piringan bawah plastimeter akan bergerak ke atas selama 15 detik dan menekan piringan atas 7. Dilanjutkan sampai ketukan berakhir yang ditandai dengan angka jarum mikrometer berhenti bergerak pada nilai plastisitas karet 8. Sedangkan potongan uji (2) setelah pengusangan tadi diukur dengan cara yang sama 9. Tiga potongan uji dari setiap contoh diambil angka rata-ratanya dan dibulatkan PRI = Pa Po x 100% (3.1) Dimana: Pa = Plastisitas setelah pengusangan Po = Plastisitas sebelum pengusangan Penetapan Viskositas Mooney 1. Sebelum pengukuran dilakukan, alat viskosimeter terlebih dahulu dipanaskan selama 1 jam 2. Masing-masing lembaran contoh karet diambil 2 buah potongan uji dengan menggunakan alat wallace punch sehingga ukuran diameternya sama dengan ukuran diameter rotor. 3. Dimasukkan rotor ke contoh karet pertama yang telah diberi lubang dengan gunting lalu dimasukkan bersama-sama ke stator bawah 4. Contoh kedua diletakkan tepat di atas rotor 5. Ditutup stator atas dan setelah tertutup stopwatch dihidupkan

41 6. Setelah tepat satu menit, dijalankan rotor 7. Setiap setengah menit dilihat nilai viskositas pada alat penunjuk 8. Angka yang ditunjukkan jarum mikrometer setelah menit keempat adalah nilai viskositas karet o ML( 1+ 4)' x 100 C (3.2) Dimana : M = Pembacaan nilai viskositas setelah 4 menit L = Besar rotor yang digunakan 1 = 1 menit waktu pemanasan 4 = Waktu 4 menit lamanya pengujian 100 o C = Suhu pengujian Penetapan Kadar Abu 1. Ditimbang masing-masing 5 gram contoh karet yang telah diseragamkan lalu dipotong-potong 2. Selanjutnya dimasukkan ke dalam cawan platina yang telah dikeringkan dan telah diketahui bobotnya 3. Masing-masing cawan yang berisi karet kemudian dipindahkan di atas pembakar listrik/gas sampai tidak keluar asap 4. Lalu pemijaran diteruskan di dalam tanur pada suhu C selama dua jam (sampai tidak berjelaga lagi) 5. Didinginkan cawan yang berisi abu di dalam desikator sampai suhu kamar selama 30 menit 6. Kemudian ditimbang. Kadar A B Abu = C x 100% (3.3) Dimana: A = Berat cawan platina + abu B = Berat cawan platina C = Berat potongan uji

42 3.6. Pengolahan Data Penentuan Kesalahan Kesalahan Sistemetik Tipe kesalahan ini memiliki nilai tertentu sehingga besarnya dapat dihitung. Kesalahan ini dapat dilihat dari rata-rata data yang berbeda dengan nilai yang sesungguhnya. Kesalahan ini terbagi tiga: a. Kesalahan Instrumental, bersumber dari instrumennya sendiri. Timbul karena efek lingkungan pada instrumen, misalnya kesalahan nol atau penyimpangan nol dalam pembacaan skala. Kesalahan ini diminimalkan dengan kalibrasi seperti cara yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya (kalibrasi alat) atau penggunaan blanko. b. Kesalahan Metode terkandung secara inheren pada metode yang digunakan. Sumbernya adalah sifat kimia dari sistem. Dalam penelitian ini, zat-zat kimia yang dipakai terlebih dahulu distandardisasi untuk memastikan konsentrasinya. c. Kesalahan Personal, adalah kesalahan yang dilakukan oleh seorang analis ataupun karena kesalahan prosedur. Kesalahan ini dapat dikurangi dengan meningkatkan ketelitian dan kedisiplinan analis Kesalahan Random (Indeterminate) Tipe kesalahan ini disebabkan oleh banyaknya variabel bebas dan pengulangan dalam setiap pengukuran kimia dan fisika. Kesalahan terjadi ketika sebuah sistem pengukuran diteruskan hingga ke sensitifitas maksimumnya. Terdapat banyak kontributor kesalahan random, namun tidak ada yang dapat diidentifikasi dan dihitung karena sangat kecil dan tidak dapat dideteksi secara tersendiri. Kesalahan ini dapat dilihat dari data-data yang tersebar di sekitar nilai rata-rata yang merefleksikan ketelitian Kesalahan Gabungan Pengukuran

43 Kebanyakan hasil akhir dalam kimia fisika dihasilkan dari perhitungan pengukuranpengukuran yang digabungkan. Hal ini penting untuk memastikan bagaimana kesalahan pengukuran individual mempengaruhi hasil akhir. Penjumlahan atau pengurangan; jika kuantitas diberi simbol A dan B, dan ketilitian (ketidakpastian) diberikan simbol a dan b, maka untuk memperoleh ketelitian c dari hasil C: A(±a) + B(±b) = C(±c), maka c = a b. (3.4) Perkalian atau pambagian; jika A(±a) x B(±b) = C(±c) atau A(±a) / B(±b) = C(±c), maka 2 2 a b c = C +. (3.5) A B Penentuan Ketidakpastian dalam Significant Figure Menghitung ketidakpastian volume Ketidakpastian gelas ukur 25 ml Preparasi sampel menggunakan gelas ukur 25 ml untuk mengukur volume 20 ml sampel yang akan di transfer ke labu takar 100 ml. Ketidakpastian gelas ukur 25 ml, dengan toleransi ± 0,5 ml dapat dihitung dari penggabungan tiga pengaruh utama terhadap volume, yaitu : kalibrasi, pengaruh suhu dan perulangan. ( 1 ) kalibrasi u ( V25 _ cal ) = = x 10-2 ml ( 2 ) perbedaan suhu laboratorium dengan suhu kalibrasi Suhu yang tertera pada alat gelas volumetri 20 0 C, sedangkan suhu laboratorium bervariasi antara ± 10 0 C. Ketidakpastian karena pengaruh ini dapat dehitung dari perbedaan suhu dengan koefisien pemuaian volume air ( 2,1 x 10-4 o C -1 ), dimana akan memberikan :

44 ± V x t x γ ± 25 x 10 x 2.1 x 10 = ml ( ) u V 20 _ temp = 3 4 = 3.03 x 10-2 ml (3) Perulangan Dalam penelitian ini perulangan tidak ditentukan secara langsung dalam laboratoriun, maka diasumsikan ketidakpastian perulangan pengisian gelar ukur adalah ± dengan distribusi seragan. Ini dikarebakan gelas ukur diisi setetes demi setetes. u ( V ) 25 _ rep = = x 10-2 ml Ketidakpastian Gabungan Gelas Ukur 25 ml u 2 2 ( V ) = u( V ) + u( V ) + u( V ) 25 = 25 _ cal ( x10 ) + ( 3.03 x10 ) + ( x10 ) = x10 2 ml 25 _ temp 2 25 _ rep Analisa Data Data diperoleh dengan metode analisa varians (ANAVA) dengan tingkat signifkasi 5% untuk menolak dan menerima hipotesa yang diajukan. Yang dapat dilihat pada lampiran.

45 Analisa Variansi a) Analisa Jumlah Kuadrat (JK) Utama 1. Faktor Koreksi (FK) = FK 2 Tijk = (3.6) r n 2. Faktor Kuadrat JK total = 2 ( Y ) FK ijk (3.7) 3. Jumlah Kuadrat Perlakuan (JK perlakuan ) JK perlakuan TK = n 2 FK (3.8) 4. Jumlah Kuadrat Galat (JK galat ) JK galat = JK JK (3.9) total perlakuan b. Analisa Jumlah Kuadrat (JK) Faktorial 5. Derajat Bebas v v perlakuan galat = r = n 1 ( n 1) (3.10) 6. Kuadrat Tengah a. Kuadrat Tengah Perlakuan (KT p ) JK p KT p = (3.11) v p

46 b. Kuadrat Tengah Galat (KT g ) JK g KT g = (3.12) vg 7. F hitung KT p F hitung = (3.13) KTg Uji Hipotesa Hipotesa-hipotesa yang diuji pada penelitian ini adalah : 1. Hipotesa nol (Ho) Ho 1 : Ai = 0 ; (i = 1,2,...,a) Dimana i adalah taraf konsentrasi dari ekstrak belimbing wuluh, berarti tidak ada pengaruh konsentrasi ekstrak belimbing wuluh terhadap pengukuran Plastisitas Awal (Po). Ho 2 : Ai = 0 ; (i = 1,2,...,a) Dimana i adalah taraf konsentrasi dari ekstrak belimbing wuluh, berarti tidak ada pengaruh konsentrasi ekstrak belimbing wuluh terhadap pengukuran Plastisitas Retensi Index (PRI). Ho 3 : Ai = 0 ; (i = 1,2,...,a) Dimana i adalah taraf konsentrasi dari ekstrak belimbing wuluh, berarti tidak ada pengaruh konsentrasi ekstrak belimbing wuluh terhadap pengukuran Viskositas Mooney (VM). Ho 4 : Ai = 0 ; (i = 1,2,...,a)

47 Dimana i adalah taraf konsentrasi dari ekstrak belimbing wuluh, berarti tidak ada pengaruh konsentrasi ekstrak belimbing wuluh terhadap pengukuran Kadar Abu. 2. Hipotesa Alternatif (Ha) H 1 A : Ai 0 ; (i = 1,2,...,a) Dimana i adalah taraf konsentrasi dari ekstrak belimbing wuluh, berarti ada pengaruh konsentrasi ekstrak belimbing wuluh terhadap pengukuran Plastisitas Awal (Po). H 2 A : Ai 0 ; (i = 1,2,...,a) Dimana i adalah taraf konsentrasi dari ekstrak belimbing wuluh, berarti ada pengaruh konsentrasi ekstrak belimbing wuluh terhadap pengukuran Plastisitas Retensi Index (PRI). H 3 A : Ai 0 ; (i = 1,2,...,a) Dimana i adalah taraf konsentrasi dari ekstrak belimbing wuluh, berarti ada pengaruh konsentrasi ekstrak belimbing wuluh terhadap pengukuran Viskositas Mooney (VM). H 4 A : Ai 0 ; (i = 1,2,...,a) Dimana i adalah taraf konsentrasi dari ekstrak belimbing wuluh, berarti ada pengaruh konsentrasi ekstrak belimbing wuluh terhadap pengukuran Kadar Abu. - Cara pengujian H 1 dipakai statistik M F = Ay 1 (3.14) M Ey Dengan daerah kritis pengujian ditentukan oleh F(a-1),a(n-1)

48 - Kriteria Pengujian Pada taraf signifikasi α = 0.05 pada daerah kritis pengujian berlaku : H 1 o ; H 2 o ; H 3 o ; H 4 o ; diterima bila F hitung < F tabel H 1 A ; H 2 A ; H 3 A ; H 4 A ; diterima bila F hitung > F tabel 3.8. Skema Pengambilan Data Pembuatan ekstrak belimbing wuluh Belimbing Wuluh Dibersihkan Dipotong kecil-kecil Dihaluskan Diperas Disaring

49 Ekstrak belimbing wuluh Residu Ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) digunakan sebagai penggumpal lateks Lateks Koagulum Dimasukkan kedalam mangkok penggumpal *Ditambahkan ekstrak belimbing wuluh dengan konsentrasi 20% (v/v karet)

50 Creper Digiling dengan alat creper sebanyak 6 kali Dikeringkan selama 7 hari Karet kering Pengujian mutu karet Digiling dengan lab mill sebanyak 3 kali Plastisitas awal (Po) Plastisitas Retensi Index (PRI) Viskositas Mooney Kadar Abu Catatan : * Perlakuan yang sama diulang dengan variasi konsentrasi belimbing wuluh 40%; 60%, 80%, 100% (v/v) karet BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil

51 Hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap pengaruh penambahan ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L) terhadap lateks diperoleh nilai Plastisitas Awal (Po) dan Plastisitas Retensi Index (PRI) yang dipaparkan pada tabel 4.1. Tabel 4.1. Nilai plastisitas awal dan plastisitas retensi index karet dengan penggumpal ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L) Perlakuan 0 ml 20 ml 40 ml 60 ml 80 ml 100 ml Po Nilai Rata- Pa I II III Tengah Rata I II III Nilai Tengah PRI (%) Rata-Rata Hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap pengaruh penambahan ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L) terhadap lateks diperoleh nilai Viskositas Mooney yang dipaparkan pada tabel 4.2. Tabel 4.2. Nilai Viskositas Mooney karet dengan penggumpal ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L). Asam belimbing 1.00' 1.30' 2.00' 2.30' 3.00' 3.30' 4.00' Rata-Rata Rumus 0 ml 20 ml 40 ml ML(1+4)100 C ML(1+4)100 C 66 66ML(1+4)100 C

52 60 ml 80 ml 100 ml ML(1+4)100 C ML(1+4)100 C 68 68ML(1+4)100 C Hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap pengaruh penambahan ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L) terhadap lateks diperoleh nilai kadar abu yang dipaparkan pada tebel 4.3. Tabel 4.3. Nilai kadar abu karet dengan penggumpal ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L). Asam belimbing 0 ml 20 ml 40 ml 60 ml 80 ml 100 ml Berat Karet Berat Cawan Berat Cawan + Abu Berat Abu Nilai AC (%) Rata-Rata Dengan semakin besarnya konsentrasi ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa Billimbi L) yang ditambahkan memberikan pengaruh yang sangat nyata dalam menurunkan nilai Plastisitas Awal, Plastisitas Retensi Index dan kadar abu. Dari hasil penelitian ini juga diperoleh penambahan konsentrasi ekstrak belimbing wuluh 20% lebih mendekati pada Standar Indonesia Rubber (SIR-20).

53 4.2. Pembahasan Pengaruh variasi ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa Billimbi L) terhadap nilai Plastisitas Awal (Po) Besarnya pengaruh penambahan ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L) sebagai penggumpal lateks terhadap Plastisitas Awal sebesar %. Dari

54 persentase tersebut dapat dijelaskan bahwa penambahan ekstrak belimbing wuluh memiliki pengaruh terhadap pembentukan lateks sehingga dapat menurunkan nilai Plastisitas Awal yang digambarkan pada grafik dibawah ini: Grafik 1 Hubungan nilai Plastisitas Awal (Po) vs Konsentrasi ekstrak belimbing wuluh (v/v karet) Plastisitas Awal adalah plastisitas karet mentah yang langsung diuji tanpa perlakuan khusus sebelumnya, yang ditentukan dengan Wallace Plastimeter. Karet yang mempunyai Po yang tinggi, mempunyai rantai molekul yang tahan terhadap oksidasi. Sedangkan yang mempunyai Po yang rendah mudah teroksidasi menjadi karet lunak (Walujuno, 1972). Penambahan konsentrasi ekstrak belimbing wuluh dengan perbandingan 20:100 (v/v karet) menghasilkan nilai Plastisitas Awal yang maksimum sebesar Hal ini disebabkan karena ekstrak belimbing wuluh yang mengandung ion kalsium yang sedikit, sehingga karet yang dihasilkan menjadi keras dan tahan terhadap oksidasi. Nilai dari Plastisitas Awal tersebut memenuhi SIR yang dapat dilihat pada lampiran 4 (tabel 4). Proses penggumpalan lateks terjadi karena lateks

55 merupakan suatu sistem koloid dimana partikel karet dilapisi oleh suatu protein dan fosfolipid yang terdispersi dalam serum, protein ini tersusun atas bermacam-macam asam amino. Asam amino yang mengandung muatan positif dan muatan negatif disebut ion zwitter (Poedjadi, 1994). Setiap asam amino yang muatan positif dan negatifnya berimbang atau muatan bersihnya nol dikatakan berada pada titik isoelektrik. ph pada saat penimbangan ini terjadi disebut ph isoelektrik (Wilbraham, 1992). Fosfolipid merupakan golongan lipida yang mengandung atom fosfor. Senyawa induk fosfolipida adalah asam gliserol fosfat (fosfogliserida). Fosfogliserida mempunyai muatan negatif di gugus fosfat pada ph 7 (Girindra, 1990). Oleh sebab itu lateks mempunyai muatan negatif dari protein dan fosfolipida pada permukaan partikel koloid karet. Adanya muatan negatif pada permukaan partikel koloid karet ini jika diberikan dengan penambahan suatu asam yang bermuatan positif maka akan berinteraksi mengakibatkan partikel koloid karet akan terbentuknya suatu flokulasi atau penggumpalan. Penambahan konsentrasi ekstrak belimbing wuluh dengan perbandingan 100:100 (v/v karet) menghasilkan nilai Plastisitas Awal yang minimum sebesar Hal ini disebabkan karena penggunaan konsentrasi ekstrak belimbing wuluh yang banyak mengandung logam kalsium. Dimana dengan adanya logam Kalsium ini akan mempercepat terjadinya oksidasi oleh oksigen di atmosfer dalam keadaan karet kering sehingga menyebabkan pemecahan rantai hidrokarbon karet sehingga molekul karet menjadi pendek dan karetnya lunak (Kartowardoyo, 1980) Pengaruh variasi ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa Billimbi L) terhadap nilai Plastisitas Retensi Index (PRI) Besarnya pengaruh penambahan ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L) sebagai penggumpal lateks terhadap Plastisitas Retensi Index (PRI) sebesar %. Dari persentase tersebut dapat dijelaskan bahwa penambahan ekstrak

56 belimbing wuluh memiliki pengaruh terhadap pembentukan lateks, dimana dapat menurunkan nilai Plastisitas Retensi Index yang digambarkan pada grafik dibawah ini: Plastisitas Retensi Index (%) konsentrasi ekstrak belimbing wuluh (v/v karet) Gambar 2. Grafik hubungan nilai Plastisitas Retensi Index (PRI) vs Konsentrasi ekstrak belimbing wuluh (v/v karet). Plastisitas Retensi Index (PRI) adalah suatu ukuran ketahanan karet terhadap pengusangan atau oksidasi pada suhu tinggi. Faktor utama yang berpengaruh terhadap nilai plastisitas retensi index adalah zat peroksidan (logam-logam) dan zat-zat anti oksidan (protein dan senyawa lain yang teradsorbsi pada karet). Dari gambar diatas diperoleh yaitu dengan penambahan ekstrak belimbing wuluh dapat menurunkan nilai Plastisitas Retensi Index (PRI). Pada konsentrasi 100%, diperoleh nilai Plastisitas Retensi Index minimum sebesar Hal ini disebabkan karena penambahan larutan asam yang banyak. Proses penggumpalan lateks terjadi karena lateks merupakan suatu sistem koloid dimana partikel karet dilapisi oleh suatu protein dan fosfolipid yang terdispersi dalam serum, protein ini tersusun atas bermacam-macam asam amino. Asam amino yang mengandung muatan positif dan muatan negatif disebut ion zwitter (Poedjadi, 1994). Setiap asam amino yang muatan positif dan negatifnya berimbang atau muatan bersihnya nol dikatakan berada pada titik isoelektrik. ph pada saat penimbangan ini terjadi disebut ph

57 isoelektrik (Wilbraham, 1992). Fosfolipid merupakan golongan lipida yang mengandung atom fosfor. Senyawa induk fosfolipida adalah asam gliserol fosfat (fosfogliserida). Fosfogliserida mempunyai muatan negatif di gugus fosfat pada ph 7 (Girindra, 1990). Oleh sebab itu lateks mempunyai muatan negatif dari protein dan fosfolipida pada permukaan partikel koloid karet. Adanya muatan negatif pada permukaan partikel koloid karet ini jika diberikan dengan penambahan suatu asam yang bermuatan positif maka akan berinteraksi mengakibatkan partikel koloid karet akan terbentuknya suatu flokulasi atau penggumpalan. Penambahan larutan asam tersebut (ekstrak belimbing wuluh) yang banyak mengakibatkan terjadinya penurunan ph lateks. Dimana dengan penurunan ph lateks tersebut terjadi karena terbentuknya asam-asam hasil penguraian bakteri. Semakin banyak konsentrasi belimbing wuluh yang digunakan maka semakin banyak jenis asam yang digunakan sehingga terjadinya penurunan ph dan nilai PRI yang dihasilkan semakin rendah (De Boer, 1952) dan turunnya nilai Plastisitas Retensi Index tersebut karena adanya logam Ca 2+. Adanya ion logam ini akan mempercepat proses oksidasi karet oleh udara yang menyebabkan terjadinya pengusangan karet pada suhu tinggi sehingga karet menjadi lunak dan mudah putus. Mula-mula rantai molekul karet diputuskan oleh tenaga mekanis menjadi radikal-radikal bebas. Dengan adanya oksigen dari udara maka bagian terbesar dari sejumlahradikal-radikal bebas yang terbentuk akan mengikat O 2. Dengan demikian rantai molekul karet terputus menjadi lebih kecil. Pada konsentrasi ekstrak belimbing wuluh 20% diperoleh nilai Plastisitas Retensi Index maksimum sebesar 50. Hal ini disebabkan kandungan ion-ion logam yang terdapat pada ekstrak belimbing wuluh masih sedikit, ion-ion logam yang terdapat pada lateks ini dapat menetralkan muatan negatif pada partikel karet dan meyebabkan terganggunya kemantapan lateks serta rusaknya kestabilan sistem koloid lateks. Pecahnya partikel koloid lateks akan menyebabkan terbentuknya flokulasi dan lateks menggumpal Nilai (Budiman S, 1983) dari Plastisitas Retensi Index (PRI) tersebut memenuhi SIR yang dapat dilihat pada lampiran 4 (tabel 4).

58 Pengaruh variasi ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa Billimbi L) terhadap nilai Viskositas Mooney Besarnya pengaruh penambahan ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L) sebagai penggumpal lateks terhadap Viskositas Mooney sebesar %. Dari persentase tersebut dapat dijelaskan bahwa penambahan ekstrak belimbing wuluh memiliki pengaruh terhadap pembentukan lateks, dimana dapat meningkatkan nilai Viskositas Mooney yang dipaparkan pada grafik dibawah ini: Grafik 3 Hubungan nilai Viskositas Mooney vs Konsentrasi ekstrak belimbing wuluh (v/v karet) Viskositas karet mentah dinyatakan sebagai Viskositas Mooney, yang menunjukkan panjangnya rantai molekul, berat molekul dan derajat pengikatan silang rantai molekulnya. Jika nilai viskositas tinggi berarti karet yang dihasilkan keras sehingga mutu karet yang dihasilkan tinggi, sebaliknya jika nilai viskositas rendah menghasilkan karet yang lunak sehingga mutu karet yang dihasilkan turun. Mooney Viskosimeter adalah alat untuk mengukur gesekan rotor pada karet yang berfungsi sebagai tahanan dengan meletakkan karet di atas dan di bawah rotor yang dapat berputar yang dirancang pada ML(1+4), dimana dengan melakukan pemanasan

59 pendahuluan pada suhu C selama 1 menit dan pembacaan nilai rotor mooney pada menit ke 4 untuk setiap kecepatan rotor (Cocard, S. 2004) Dari gambar diatas diperoleh yaitu dengan penambahan ekstrak belimbing wuluh dapat meningkatkan nilai Viskositas Mooney. Pada konsentrasi 100%, diperoleh nilai Viskositas Mooney maksimum sebesar 68. Hal ini disebabkan ekstrak belimbing wuluh yang mengandung senyawa sulfur. Dimana sulfur ini berfungsi sebagai pembentukan ikatan silang sulfur diantara rantai molekul polimer karet. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan sifat-sifat karet yang lebih baik seperti kekenyalan, kekuatan, dan kemantapan. Molekul-molekul karet diubah menjadi molekul-molekul yang kenyal melalui pembentukan ikatan silang sulfur Nilai d (De Boer, 1952) dari Viskositas Mooney tersebut memenuhi CV yang dapat dilihat pada lampiran 4 (tabel 4). Pemanasan yang terjadi pada karet akan menyebabkan terjadinya pemutusan rantai molekul karet. Rantai-rantai molekul karet ini akan menjadi radikal-radikal bebas, karena pengaruh dari udara yaitu oksigen maka radikal bebas tersebut akan berikatan dengan oksigen. Terikatnya rantai molekul karet dengan oksigen menyebabkan rantai molekul karet menjadi pendek sehingga berat molekul menjadi lebih kecil dan viskositasnya menurun (Kartowardoyo, 1980) Pengaruh variasi ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa Billimbi L) terhadap nilai Kadar Abu Besarnya pengaruh penambahan ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L) sebagai penggumpal lateks terhadap kadar abu sebesar %. Dari persentase tersebut dapat dijelaskan bahwa penambahan ekstrak belimbing wuluh memiliki pengaruh terhadap pembentukan lateks, dimana dapat menurunkan nilai kadar abu yang dipaparkan pada grafik dibawah ini:

60 0.25 Kadar Abu Konsentrasi ekstrak belimbing wuluh (v/v karet) Grafik 4. Hubungan nilai kadar abu vs Konsentrasi ekstrak belimbing wuluh (v/v karet) Kadar abu merupakan gambaran minimum dalam sejumlah mineral yang ada dalam karet. Kadar abu karet bervariasi berupa karbonat dan fosfat dari kalium, magnesium, kalsium, natrium, dan beberapa unsur lain dalam jumlah yang berbeda-beda. Beberapa bahan mineral dalam karet meninggalkan abu yang dapat mengurangi ketahanan karet lentur dari vulkanisasi karet alam. Dari gambar diatas diperoleh yaitu dengan penambahan ekstrak belimbing wuluh dapat meningkatkan nilai kadar abu. Pada konsentrasi 100%, diperoleh nilai kadar abu maksimum sebesar Belimbing wuluh yang mengandung logam calsium yang besar akan meningkatkan kadar abu yang besar. Adanya ion logam ini akan berkorelasi dengan kadar abu di dalam analisis karet. Semakin tinggi konsentrasi ion logam akan semakin tinggi kadar abu. Tingginya kadar abu disebabkan beberapa faktor seperti tanah yang mengandung calsium tinggi. Nilai dari kadar abu tersebut memenuhi SIR yang dapat dilihat pada lampiran 4 (tabel 4). Faktor pengolahan dapat mempengaruhi kadar abu, dimana makin besar tingkat pengolahan maka kadar abu semakin rendah misalnya lateks yang digumpalkan tanpa pengenceran mempunyai kadar abu yang lebih tinggi daripada dengan pengenceran (Kartowardoyo, 1980). Dari hasil penelitian penggunaan konsentrasi ekstrak belimbing wuluh pada 20% (v/v karet) dimana menghasilkan nilai kadar abu yang rendah.

61 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan yang kami lakukan, dapatlah diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Bahwa ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billlimbi L) dapat digunakan sebagai penggumpal lateks yang memenuhi Standar Indonesia Rubber (SIR) yaitu SIR Mutu SIR dari lateks yang digumpalkan dengan variasi konsentrasi ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billlimbi L) pada 20 % (v/v karet), yang memiliki nilai Plastisitas Awal (Po) adalah 39.33, Plastisitas Retensi Index (PRI) adalah 50%, Viskositas Mooney adalah 65.5 ML(1+4), dan Kadar Abu adalah 0.16% Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan hasil yang diperoleh maka disarankan kepada peneliti selanjutnya agar melakukan pengolahan terlebih dahulu terhadap bahan penggumpal alami yang digunakan dan menambahkan bahan pengawet pada lateks yang digunakan. Serta menggunakan uji-uji terhadap sifat fisik yang lain seperti kadar zat menguap dan kadar nitrogen.

62 DAFTAR PUSTAKA Belimbing wuluh. Diakses tanggal 12 Mei, Birt, T KIMIA FISIKA UNTUK UNIVERSITAS. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama Budiman, S Rencana Perbaikan Pengolahan Karet Rakyat dalam Perbaikan Mutu Ekspor. Kelompok Teknologi Pengolahan Hasil Riset Penelitian Perkebunan Sungei Putih Cocard, S Revisiting the Rheological Characterization of NR Using a Mooney Viscometer. France. De Boer, G Pengetahuan Praktis Tentang Karet. Bogor : Balai Penyelidikan Karet Indonesia. Girindra, A Biokimia I. Jakarta : PT Gramedia. Hariana, H. A Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Seri I. Jakarta : Penebar Swadaya. Honggokusumo, S dan Suharto, R Permintaan Konsumen Mengenai Spesifikasi SIR. Vol 3. Warta Perkaretan. Khasiat-belimbing-wuluh. Diakses tanggal 12 Mei, Kartowardoyo, S Penggunaan Wallace-Plastimeter Untuk Penentuan Karakteristik-Karakteristik Pematangan Karet Alam. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada. Morton, M Rubber Technology. 3 rd. New York : Van Nostrand Reinhold.

63 Ompusunggu, M dan Darussamin, A Pengolahan Umum Lateks. Balai Penelitian Perkebunan Sungei Putih. Poedjiadi, A Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta : Universitas Indonesia-Press. Tim Penulis PS Karet, Strategi Pemasaran Tahun Budidaya dan Pengolahan. Cetakan Keenam. Jakarta : Penebar Swadaya. Refrizon Viskositas Mooney Karet Alam. Skripsi Jurusan Fisika. FMIPA USU. Riset, P Pengaruh Bahan Pengawet Sekunder Pada Kestabilan Lateks Alam Irridiasi. Jakarta : Badan Tenaga Nuklir Nasional. Robert, A. D Raw Rubber Science and Technology. New York : Oxford. Sanir, I Kimia Organik II. Bogor : Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Akademi Kimia Analis. Setyamidjaja, D Karet. Yogyakarta : Kanisius. Spillene, J.J Komoditi Karet. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Stevens, M. P Kimia Polimer. Cetakan Pertama. Jakarta : Pradnya Paramita. Walujono, K dan Kartowardoyo, S Kemungkinan Pengolahan Karet Remah di Indonesia dan Pembahasan Berbagai Proses Karet Butiran Karet Remah. Jakarta : PT Soeroengan. Wilbraham, A.C Pengantar Kimia Organik dan Hayati. Jakarta : ITB. Yusuf, W Metode Statisitk. Yogyakarta : UGM Press. Zahara Pengaruh Campuran Pengawet (Amonia-Asam Borat) Terhadap Nilai Plastisitas Awal (Po) dan Plastisitas Retensi Index (PRI) Karet Dengan Penggumpal Asam Asetat. Skripsi Jurusan Kimia. FMIPA USU.

64 Lampiran 1 Tabel 1. Penentuan Plastisitas Awal (Po) dan Plastisitas Retensi Index (PRI) karet dengan penggumpal ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L) Perlakuan 0 ml 20 ml 40 ml 60 ml 80 ml 100 ml Nilai Tengah PRI (%) Po Nilai Rata- Pa I II III Tengah Rata I II III Rata- Rata Jenis SIR 51.4 SIR SIR SIR SIR SIR SIR 20 Keterangan : Persen minimum Plastisitas Awal (Po) dan Plastisitas Retensi Index (PRI) karet untuk Standard Indonesia Rubber (SIR) Jenis SIR Po (minimum) PRI (% minimum SIR SIR SIR

65 Lampiran 2. Tabel 2. Penentuan Viskositas Mooney (VM) karet dengan penggumpal ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L) Asam belimbing 1.00' 1.30' 2.00' 2.30' 3.00' 3.30' 4.00' Rata- Rata Rumus Jenis SIR 0 ml 20 ml 40 ml 60 ml 80 ml 100 ml ML(1+4)100 C CV ML(1+4)100 C CV ML(1+4)100 C CV ML(1+4)100 C CV ML(1+4)100 C CV ML(1+4)100 C CV-70 Keterangan : Persen viskositas mooney (VM) karet untuk Standard Indonesia Rubber (SIR) Jenis CV VM (% maksimum) CV CV CV

66 Lampiran 3 Tabel 3. Penentuan Kadar Abu karet dengan penggumpal ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L) Asam belimbing 0 ml 20 ml 40 ml 60 ml 80 ml 100 ml Berat Karet Berat Cawan Berat Cawan + Abu Berat Abu Nilai Kadar Abu (%) Rata- Rata Jenis SIR 0.23 SIR SIR SIR SIR SIR SIR 20 Keterangan : Persen maksimum Kadar Abu karet untuk Standard Indonesia Rubber (SIR) Jenis SIR Kadar Abu (% maskimum) SIR SIR SIR

67 Lampiran 4 Tabel 4. Skema Standard Indonesia Rubber (SIR), sesuai dengan SK Menteri Perdagangan No. 184/KP/VII/88, Skema SIR 3 CV SIR 3 L SIR 3 WF SIR 5 SIR 10 SIR 20 Spesifikasi Kadar Kotoran, % Maks (b/b) Kadar abu, % Maks (b/b) Kadar zat Menguap, % Maks PRI, Minimum Po, Minimum Nitrogen, % Maks Uji Kemantapan Lateks Koagulum Lapis Tipis Koagulum Lapangan Vis/ ASHT, Maks Viskositas Mooney ML (1+4)100 C Warna Lovibond (*) 6 Warna Lambang Hijau Hijau Hijau Hijau Bergaris Coklat Merah Warna Pembungkus Transparan Transparan Transparan Transparan Transparan Transparan Keterangan : Persen viskositas mooney (VM) karet untuk Standard Indonesia Rubber (SIR) khusus untuk jenis SIR 3-CV Jenis CV VM (% maksimum) CV CV CV

68 Lampiran 5 Tabel 5. Data hasil analisis sidik ragam pengaruh penambahan ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L) terhadap plastisitas awal (Po) SUMBER KERAGAMAN JUMLAH KUADRAT DERAJAT BEBAS RAGAM F RASIO F TABEL Antar Baris Galat total Tabel 6. Data hasil analisis sidik ragam pengaruh penambahan ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L) terhadap plastisitas retensi index (PRI) SUMBER JUMLAH DERAJAT KERAGAMAN KUADRAT BEBAS RAGAM F RASIO F TABEL Antar Baris Galat total Tabel 7. Data hasil analisis sidik ragam pengaruh penambahan ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L) terhadap viskositas mooney (VM). SUMBER JUMLAH DERAJAT KERAGAMAN KUADRAT BEBAS RAGAM F RASIO F TABEL Antar Baris Galat total

69 Lampiran 6 Tabel 8. Data hasil analisis sidik ragam pengaruh penambahan ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L) terhadap kadar abu (AC). SUMBER JUMLAH DERAJAT KERAGAMAN KUADRAT BEBAS RAGAM F RASIO F TABEL Antar Baris Galat total

70 Lampiran 7. Gambar 5. Viskositas Mooney Gambar 6. Gilingan Laboratorium/Lab.Mill

71 Lampiran 8. Gambar 7. Plastimeter Gambar 8. Ruang asam

72

73 Lampiran 9. Gambar 9. Wallace Punch

PENERAPAN IPTEKS PERBANDINGAN ASAM ASETAT DENGAN ASAM FORMIAT SEBAGAI BAHAN PENGGUMPAL LATEKS. Oleh Rudi Munzirwan Siregar

PENERAPAN IPTEKS PERBANDINGAN ASAM ASETAT DENGAN ASAM FORMIAT SEBAGAI BAHAN PENGGUMPAL LATEKS. Oleh Rudi Munzirwan Siregar PERBANDINGAN ASAM ASETAT DENGAN ASAM FORMIAT SEBAGAI BAHAN PENGGUMPAL LATEKS Oleh Rudi Munzirwan Siregar Abstrak Penelitian tentang perbandingan asam asetat dengan asam formiat sebagai bahan penggumpal

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Adapun alat alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

BAB 3 METODE PENELITIAN. Adapun alat alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 30 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat Adapun alat alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Beaker glass 250 ml Blender Cawan platina Gelas ukur 200 ml Gunting Kertas saring

Lebih terperinci

PENENTUAN PLASTISITAS AWAL DAN PLASTISITAS RETENSI INDEKS KARET. Rudi Munzirwan Siregar

PENENTUAN PLASTISITAS AWAL DAN PLASTISITAS RETENSI INDEKS KARET. Rudi Munzirwan Siregar PENENTUAN PLASTISITAS AWAL DAN PLASTISITAS RETENSI INDEKS KARET Rudi Munzirwan Siregar Abstrak Penelitian tentang Penentuan Plastisitas Awal dan Plastisitas Retensi Indeks karet telah dilakukan. Kedalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lateks adalah cairan koloid yang berwarna putih susu yang diperoleh dari pohon karet (Havea Brasiliensis) dengan partikel-partikel karet terdispersi air. Lateks dikenal

Lebih terperinci

PENGARUH BERAT ARANG CANGKANG KEMIRI (Aleurites moluccana) SEBAGAI BAHAN PENGISI TERHADAP MUTU KARET SKRIPSI JANUARMAN SINAGA

PENGARUH BERAT ARANG CANGKANG KEMIRI (Aleurites moluccana) SEBAGAI BAHAN PENGISI TERHADAP MUTU KARET SKRIPSI JANUARMAN SINAGA i PENGARUH BERAT ARANG CANGKANG KEMIRI (Aleurites moluccana) SEBAGAI BAHAN PENGISI TERHADAP MUTU KARET SKRIPSI JANUARMAN SINAGA 070822012 DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya prakoagulasi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya prakoagulasi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA Lateks kebun yang bermutu baik merupakan syarat utama mendapatkan hasil olah karet yang baik. Penurunan mutu biasanya disebab terjadinya prakoagulasi. Prakoagulasi akan menjadi masalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. KARET ALAM DAN KARET ALAM PADAT (SIR 20) Karet alam adalah senyawa hidrokarbon yang dihasilkan melalui penggumpalan getah dari hasil penyadapan tanaman tertentu. Getah tersebut

Lebih terperinci

I. METODOLOGI PENELITIAN

I. METODOLOGI PENELITIAN I. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mutu Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan di Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Aagrobisnis Perkebunan

Lebih terperinci

PENGARUH BEBERAPA JENIS BAHAN PENGGUMPAL LATEKS DAN HUBUNGANNYA DENGAN SUSUT BOBOT, KADAR KARET KERING DAN PLASTISITAS

PENGARUH BEBERAPA JENIS BAHAN PENGGUMPAL LATEKS DAN HUBUNGANNYA DENGAN SUSUT BOBOT, KADAR KARET KERING DAN PLASTISITAS M-2 PENGARUH BEBERAPA JENIS BAHAN PENGGUMPAL LATEKS DAN HUBUNGANNYA DENGAN SUSUT BOBOT, KADAR KARET KERING DAN PLASTISITAS Mili Purbaya 1), Tuti Indah Sari 2), Chessa Ayu Saputri 2), Mutia Tama Fajriaty

Lebih terperinci

Tabel 3. Hasil uji karakteristik SIR 20

Tabel 3. Hasil uji karakteristik SIR 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK BAHAN BAKU 1. Karakteristik SIR 20 Karet spesifikasi teknis yang digunakan dalam penelitian ini adalah SIR 20 (Standard Indonesian Rubber 20). Penggunaan SIR 20

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengeringan Pengeringan adalah satuan unit operasi yang berfungsi untuk memisahkan kandungan air dari suatu bahan dengan menggunakan panas. Kandungan air di dalam bahan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Perdagangan Internasional Suatu Negara membutuhkan negara lain dan saling menjalin hubungan perdagangan dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup bagi masyarakat. Hubungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang keberadaannya sangat penting dan dibutuhkan di Indonesia. Tanaman karet sangat

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN NATRIUM KARBONAT SEBAGAI ANTIKOAGULAN LATEKS (Havea bracileansis)

PENGARUH PENAMBAHAN NATRIUM KARBONAT SEBAGAI ANTIKOAGULAN LATEKS (Havea bracileansis) Serambi Saintia, Vol. IV, No. 2, Oktober 2016 ISSN : 2337-9952 26 PENGARUH PENAMBAHAN NATRIUM KARBONAT SEBAGAI ANTIKOAGULAN LATEKS (Havea bracileansis) Ratu Fazlia Inda Rahmayani 1, Abdul Mujala 2 Fakultas

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN NaCl TERHADAP PERUBAHAN VISKOSITAS BAHAN PENCUCI TANGAN CAIR (HAND SOAP) SKRIPSI SULWAN EFENDI RANGKUTI

PENGARUH PENAMBAHAN NaCl TERHADAP PERUBAHAN VISKOSITAS BAHAN PENCUCI TANGAN CAIR (HAND SOAP) SKRIPSI SULWAN EFENDI RANGKUTI Bahan Seminar Hasil Departemen Kimia PENGARUH PENAMBAHAN NaCl TERHADAP PERUBAHAN VISKOSITAS BAHAN PENCUCI TANGAN CAIR (HAND SOAP) SKRIPSI SULWAN EFENDI RANGKUTI 080822042 DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

Laporan Teknologi Pengolahan Komodit Perkebunan Hulu Pengolahan Lateks. oleh: Faranita Lutfia Normasari

Laporan Teknologi Pengolahan Komodit Perkebunan Hulu Pengolahan Lateks. oleh: Faranita Lutfia Normasari Laporan Teknologi Pengolahan Komodit Perkebunan Hulu Pengolahan Lateks oleh: Faranita Lutfia Normasari 131710101029 Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember 2014

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar di Indonesia. Lampung adalah salah satu sentra perkebunan karet di Indonesia. Luas areal

Lebih terperinci

PETANI DI BABEL MASIH MENGGUNAKAN TAWAS SEBAGAI KOAGULAN LATEKS

PETANI DI BABEL MASIH MENGGUNAKAN TAWAS SEBAGAI KOAGULAN LATEKS Anjloknya harga karet Indonesia akhir-akhir ini berkaitan erat dengan kualitas bokar (bahan olah karet) yang diproduksi oleh petani, dimana dalam pengolahan bokar-nya masih banyak petani karet yang mempergunakan

Lebih terperinci

STUDI EFEK PENAMBAHAN NATRIUM SULFAT (Na 2 SO 4 25%) TERHADAP VISKOSITAS LARUTAN PENCUCI PIRING (dishwashing liquid)

STUDI EFEK PENAMBAHAN NATRIUM SULFAT (Na 2 SO 4 25%) TERHADAP VISKOSITAS LARUTAN PENCUCI PIRING (dishwashing liquid) STUDI EFEK PENAMBAHAN NATRIUM SULFAT (Na 2 SO 4 25%) TERHADAP VISKOSITAS LARUTAN PENCUCI PIRING (dishwashing liquid) Oleh : J. BONY BOY SIHOMBING 080822048 DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. juga produksi kayu yang tinggi. Penelitian untuk menghasilkan klon-klon karet

TINJAUAN PUSTAKA. juga produksi kayu yang tinggi. Penelitian untuk menghasilkan klon-klon karet TINJAUAN PUSTAKA Klon Tanaman Karet PB 260 dan IRR 118 Klon unggul merupakan salah satu komponen teknologi terpenting yang secara langsung berperan dalam meningkatkan potensi hasil tanaman. Sejalan dengan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUMAS DINAS PENDIDIKAN SMA NEGERI PATIKRAJA Jalan Adipura 3 Patikraja Telp (0281) Banyumas 53171

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUMAS DINAS PENDIDIKAN SMA NEGERI PATIKRAJA Jalan Adipura 3 Patikraja Telp (0281) Banyumas 53171 PEMERINTAH KABUPATEN BANYUMAS DINAS PENDIDIKAN SMA NEGERI PATIKRAJA Jalan Adipura 3 Patikraja Telp (0281) 6844576 Banyumas 53171 ULANGAN KENAIKAN KELAS TAHUN PELAJARAN 2010/ 2011 Mata Pelajaran : Kimia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan devisa Indonesia. Pada dasarnya karet berasal dari alam yaitu dari getah

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan devisa Indonesia. Pada dasarnya karet berasal dari alam yaitu dari getah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara penghasil karet alam terbesar di dunia. Awal mulanya karet hanya ada di Amerika Selatan, namun sekarang sudah berhasil

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persiapan dan Karakteristik Bahan Baku 1. Lateks Pekat Jenis lateks pekat yang digunakan dalam penelitian ini adalah lateks pekat perdagangan yang telah ditambahkan amonia.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dijadikan tanaman perkebunan secara besaar besaran, karet memiliki sejarah yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dijadikan tanaman perkebunan secara besaar besaran, karet memiliki sejarah yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Karet Sejak pertama kali ditemukan sebagai tanaman yang tumbuh secara liar sampai dijadikan tanaman perkebunan secara besaar besaran, karet memiliki sejarah yang cukup

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara produsen karet alam terbesar dunia.

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara produsen karet alam terbesar dunia. 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara produsen karet alam terbesar dunia. Khususnya Indonesia kontribusi sebesar 26 persen dan total produksi karet alam dunia. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) merupakan tanaman yang berasal dari Amerika tropis yang menghendaki tempat tumbuh yang tidak ternaungi dan cukup lembab.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karet Alam Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet termasuk tanaman tahunan yang tergolong dalam famili Euphorbiaceae, tumbuh baik di dataran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tiga, yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN)

II. TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tiga, yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Karet di Propinsi Lampung Perkebunan karet di Provinsi Lampung menurut status pengusahaanya dibedakan menjadi tiga, yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

Tanaman karet berasal dari bahasa latin yang bernama Havea brasiliensis yang berasal dari Negara Brazil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan

Tanaman karet berasal dari bahasa latin yang bernama Havea brasiliensis yang berasal dari Negara Brazil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan Tanaman karet berasal dari bahasa latin yang bernama Havea brasiliensis yang berasal dari Negara Brazil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan tanaman karet alam dunia. Saat ini Asia menjadi sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Lateks karet alam didapat dari pohon Hevea Brasiliensis yang berasal dari famili Euphorbia ceae ditemukan dikawasan tropikal Amazon, Amerika Selatan. Lateks karet

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : 19630504 198903 2 001 DIBIAYAI OLEH DANA DIPA Universitas Riau Nomor: 0680/023-04.2.16/04/2004, tanggal

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: SIR (Standard Indonesian Rubber) 20, Aspal Pen 60 yang berasal dari Dinas Pekerjaan Umum Binamarga,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral,

BAB I PENDAHULUAN. Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan merupakan pangan yang memiliki kandungan zat gizi yang tinggi. Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral, karbohidrat, serta kadar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan,

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan pengawet berbahaya dalam bahan makanan seperti ikan dan daging menjadi permasalahan serius yang dihadapi oleh pemerintah. Penggunaan bahan pengawet

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. fisika dan daya tahan karet dipakai untuk produksi-produksi pabrik yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. fisika dan daya tahan karet dipakai untuk produksi-produksi pabrik yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karet Alam Karet alam adalah komoditi homogen yang cukup baik. Karet mempunyai daya lentur yang sangat tinggi, kekuatan tarik dan dapat dibentuk dengan panas yang rendah, daya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hasil perkebunan yang cukup banyak, salah satunya hasil perkebunan ubi kayu yang mencapai 26.421.770 ton/tahun (BPS, 2014). Pemanfaatan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Hasil Itarakterisasi arang aktif Karakterisasi yang dilakukan terhadap arang aktif tempurung keiapa 100 mesh adalah penentuan kadar air, kadar abu, dan daya serap

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman karet (Hevea Brasiliensis) adalah tanaman yang tumbuh subur

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman karet (Hevea Brasiliensis) adalah tanaman yang tumbuh subur 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lateks Tanaman karet (Hevea Brasiliensis) adalah tanaman yang tumbuh subur padaiklimtropis. Tanaman ini dapat tumbuh subur pada temperatur rata-rata 80 o F (27 o C) dan mengalami

Lebih terperinci

Pembuatan Koloid, Denaturasi Protein dan Lem Alami

Pembuatan Koloid, Denaturasi Protein dan Lem Alami Pembuatan Koloid, Denaturasi Protein dan Lem Alami I. Tujuan Pada percobaan ini akan dipelajari beberapa hal mengenai koloid,protein dan senyawa karbon. II. Pendahuluan Bila garam dapur dilarutkan dalam

Lebih terperinci

MAKALAH TEKNIK KARAKTERISASI MATERIAL WALLACE RAPED PLASTIMETER

MAKALAH TEKNIK KARAKTERISASI MATERIAL WALLACE RAPED PLASTIMETER MAKALAH TEKNIK KARAKTERISASI MATERIAL WALLACE RAPED PLASTIMETER Oleh Debi Rianto ( 1301683 ) Nidya Yulfriska ( 1301656 ) Rosi Selfia Putri ( 1301676 ) Dosen Pembimbing : Dra. Yenni Darvina, M.Si JURUSAN

Lebih terperinci

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan PROSES PEMBUATAN TELUR ASIN SEBAGAI PELUANG USAHA Oleh : Andi Mulia, Staff Pengajar di UIN Alauddin Makassar Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 14 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini pemerintah menghimbau masyarakat dan pengusaha untuk meningkatkan ekspor non migas sebagai sumber devisa negara. Sangat diharapkan dari sektor pertanian,

Lebih terperinci

Kelas : XI IPA Guru : Tim Guru HSPG Tanggal : Senin, 23 Mei 2016 Mata pelajaran : Kimia Waktu : WIB

Kelas : XI IPA Guru : Tim Guru HSPG Tanggal : Senin, 23 Mei 2016 Mata pelajaran : Kimia Waktu : WIB Kelas : XI IPA Guru : Tim Guru HSPG Tanggal : Senin, 23 Mei 2016 Mata pelajaran : Kimia Waktu : 10.15 11.45 WIB Petunjuk Pengerjaan Soal Berdoa terlebih dahulu sebelum mengerjakan! Isikan identitas Anda

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Produksi Kerupuk Terfortifikasi Tepung Belut Bagan alir produksi kerupuk terfortifikasi tepung belut adalah sebagai berikut : Belut 3 Kg dibersihkan dari pengotornya

Lebih terperinci

STUDI PEMBUATAN GUM XANTHAN DARI AMPAS TAHU. MENGGUNAKAN Xanthomonas campestris (KAJIAN KONSENTRASI KULTUR DAN PENAMBAHAN GULA) SKRIPSI

STUDI PEMBUATAN GUM XANTHAN DARI AMPAS TAHU. MENGGUNAKAN Xanthomonas campestris (KAJIAN KONSENTRASI KULTUR DAN PENAMBAHAN GULA) SKRIPSI STUDI PEMBUATAN GUM XANTHAN DARI AMPAS TAHU MENGGUNAKAN Xanthomonas campestris (KAJIAN KONSENTRASI KULTUR DAN PENAMBAHAN GULA) SKRIPSI Oleh : Asri Maulina NPM : 103301009 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Bahan olah karet ICS. Badan Standardisasi Nasional

SNI Standar Nasional Indonesia. Bahan olah karet ICS. Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia Bahan olah karet ICS Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Standar Nasional Indonesia...i No...4 Parameter...4 No...5 Parameter...5 i Prakata Standar Nasional Indonesia (SNI)

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

kimia KTSP & K-13 KOLOID K e l a s A. Sistem Dispersi dan Koloid Tujuan Pembelajaran

kimia KTSP & K-13 KOLOID K e l a s A. Sistem Dispersi dan Koloid Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 kimia K e l a s XI KOLOID Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami definisi koloid serta perbedaannya dengan larutan dan suspensi.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakterisasi Minyak Jarak. B. Pembuatan Faktis Gelap

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakterisasi Minyak Jarak. B. Pembuatan Faktis Gelap IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Minyak Jarak Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui karakteristik minyak jarak yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan faktis gelap. Karakterisasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perak Nitrat Perak nitrat merupakan senyawa anorganik tidak berwarna, tidak berbau, kristal transparan dengan rumus kimia AgNO 3 dan mudah larut dalam alkohol, aseton dan air.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tebu Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman ini memerlukan udara panas yaitu 24-30 ºC dengan perbedaan suhu musiman tidak lebih dari 6 ºC, perbedaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013. 2. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daratan Malaya. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) banyak ditemui

I. PENDAHULUAN. daratan Malaya. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) banyak ditemui I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belimbing wuluh merupakan salah satu tanaman buah asli Indonesia dan daratan Malaya. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) banyak ditemui sebagai tanaman pekarangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kadar proksimat dari umbi talas yang belum mengalami perlakuan. Pada penelitian ini talas yang digunakan

Lebih terperinci

ANALISA KADAR ASAM OKSALAT DALAM ASAM SUNTI. Suryani *) ABSTRAK

ANALISA KADAR ASAM OKSALAT DALAM ASAM SUNTI. Suryani *) ABSTRAK ANALISA KADAR ASAM OKSALAT DALAM ASAM SUNTI Suryani *) ABSTRAK Asam Sunti (Belimbing wuluh kering) banyak dikonsumsi oleh masyarakat Aceh. Asam Sunti mengandung ion oksalat yang dapat menimbulkan batu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT 1. Waktu Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013 2. Tempat Laboratorium Patologi, Entomologi, & Mikrobiologi (PEM) Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian kali ini terdiri dari bahan utama yaitu biji kesambi yang diperoleh dari bantuan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Lebih terperinci

Buku Saku. Sistem Koloid. Nungki Shahna Ashari

Buku Saku. Sistem Koloid. Nungki Shahna Ashari Buku Saku 1 Sistem Koloid Nungki Shahna Ashari 2 Daftar Isi Pengertian koloid... 3 Pengelompokan koloid... 4 Sifat-sifat koloid... 5 Pembuatan koloid... 12 Kegunaan koloid... 13 3 A Pengertian & Pengelompokan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus hidrofilik dan gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak.

Lebih terperinci

Evaluasi Belajar Tahap Akhir K I M I A Tahun 2005

Evaluasi Belajar Tahap Akhir K I M I A Tahun 2005 Evaluasi Belajar Tahap Akhir K I M I A Tahun 2005 UN-SMK-05-01 Perhatikan perubahan materi yang terjadi di bawah ini: (1) sampah membusuk (2) fotosintesis (3) fermentasi (4) bensin menguap (5) air membeku

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi) Proses Pembuatan Biodiesel (Proses TransEsterifikasi) Biodiesel dapat digunakan untuk bahan bakar mesin diesel, yang biasanya menggunakan minyak solar. seperti untuk pembangkit listrik, mesinmesin pabrik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. s n. Pengujian Fitokimia Biji Kelor dan Biji. Kelor Berkulit

HASIL DAN PEMBAHASAN. s n. Pengujian Fitokimia Biji Kelor dan Biji. Kelor Berkulit 8 s n i1 n 1 x x i 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Fitokimia Kelor dan Kelor Berkulit s RSD (%) 100% x Pengujian Fitokimia Kelor dan Kelor Berkulit Pengujian Alkaloid Satu gram contoh dimasukkan ke dalam

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK PERCOBAAN H-3 SOL LIOFIL

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK PERCOBAAN H-3 SOL LIOFIL LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK PERCOBAAN H-3 SOL LIOFIL Nama : Winda Amelia NIM : 90516008 Kelompok : 02 Tanggal Praktikum : 11 Oktober 2017 Tanggal Pengumpulan : 18 Oktober 2017 Asisten : LABORATORIUM

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201

PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201 PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201 Disusun Ulang Oleh: Dr. Deana Wahyuningrum Dr. Ihsanawati Dr. Irma Mulyani Dr. Mia Ledyastuti Dr. Rusnadi LABORATORIUM KIMIA DASAR PROGRAM TAHAP PERSIAPAN BERSAMA

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM Kelompok 10 Delis Saniatil H 31113062 Herlin Marlina 31113072 Ria Hardianti 31113096 Farmasi 4B PRODI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur,

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki areal perkebunan jambu mete (Anacardium occidentale L.) seluas 560.813 ha, tersebar di propinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. nabati yang penting di Indonesia. Kelapa minyak sawit mengandung kurang lebih

TINJAUAN PUSTAKA. nabati yang penting di Indonesia. Kelapa minyak sawit mengandung kurang lebih II. TINJAUAN PUSTAKA A. Cangkang Kelapa Sawit Kelapa Sawit (Elleis Guinensis) merupakan salah satu sumber minyak nabati yang penting di Indonesia. Kelapa minyak sawit mengandung kurang lebih 80% pericarp

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Pengenalan Air Air merupakan suatu sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin banyak. Upaya pemenuhan

I. PENDAHULUAN. mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin banyak. Upaya pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Gula merupakan kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Setiap tahun konsumsi gula penduduk Indonesia semakin meningkat. Produksi gula tebu dalam negeri tidak

Lebih terperinci

PENGARUH BERBAGAI JENIS PENGGUMPAL PADAT TERHADAP MUTU KOAGULUM DAN VULKANISAT KARET ALAM

PENGARUH BERBAGAI JENIS PENGGUMPAL PADAT TERHADAP MUTU KOAGULUM DAN VULKANISAT KARET ALAM Jurnal Penelitian Karet, 2014, 32 (1) : 74-80 Indonesian J. Nat. Rubb. Res. 2014, 32 (1) : 74-80 PENGARUH BERBAGAI JENIS PENGGUMPAL PADAT TERHADAP MUTU KOAGULUM DAN VULKANISAT KARET ALAM Effect of Various

Lebih terperinci

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Ekstraksi Tepung Karaginan Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : 1. Sortasi dan Penimbangan Proses sortasi ini bertujuan untuk memisahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karet alam merupakan cairan getah dari tumbuhan Hevea brasiliensis

BAB I PENDAHULUAN. Karet alam merupakan cairan getah dari tumbuhan Hevea brasiliensis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karet alam merupakan cairan getah dari tumbuhan Hevea brasiliensis merupakan polimer alam dengan monomer isoprena. Karet alam memiliki ikatan ganda dalam konfigurasi

Lebih terperinci

TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN

TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Selain itu telur mudah diperoleh dan harganya murah. Telur dapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lateks pekat sebagai bahan utama pada penelitian ini tetap berada dalam bentuk emulsi sebelum diolah menjadi bahan baku pada industri. Biasanya lateks pekat banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kelapa (Cocos Nucifera Linn.) merupakan tanaman yang tumbuh di negara yang beriklim tropis. Indonesia merupakan produsen kelapa terbesar di dunia. Menurut Kementerian

Lebih terperinci

Pengaruh Dosis Serum Lateks terhadap Koagulasi Lateks (Hevea brasiliensis) (The Effect of Dose Latex Serum to Latex Coagulation [Hevea brasiliensis])

Pengaruh Dosis Serum Lateks terhadap Koagulasi Lateks (Hevea brasiliensis) (The Effect of Dose Latex Serum to Latex Coagulation [Hevea brasiliensis]) Jurnal Agro Industri Perkebunan Pengaruh Dosis Serum Lateks terhadap Koagulasi Lateks (Hevea brasiliensis) (The Effect of Dose Latex Serum to Latex Coagulation [Hevea brasiliensis]) Maryanti 1)* dan Rachmad

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI AWAL BAHAN Karakterisistik bahan baku daun gambir kering yang dilakukan meliputi pengujian terhadap proksimat bahan dan kadar katekin dalam daun gambir kering.

Lebih terperinci

MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN

MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN Manisan biasanya dibuat dari buah. Produk ini merupakan bahan setengah kering dengan kadar air sekitar 30 %, dan kadar gula tinggi (>60%). Kondisi ini memungkinkan manisan

Lebih terperinci

perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan

perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Dalam industri kimia sering sekali bahan-bahan padat harus dipisahkan dari suspensi, misalnya secara mekanis dengan penjernihan atau filtrasi. Dalam hal ini pemisahan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Aplikasi pengawet nira dan pembuatan gula semut dilakukan di Desa Lehan Kecamatan

III. BAHAN DAN METODE. Aplikasi pengawet nira dan pembuatan gula semut dilakukan di Desa Lehan Kecamatan 20 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Aplikasi pengawet nira dan pembuatan gula semut dilakukan di Desa Lehan Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Lampung Timur, analisa dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

Bab VI Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit

Bab VI Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit Bab VI Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit Sumber: Dokumentasi Penerbit Air laut merupakan elektrolit karena di dalamnya terdapat ion-ion seperti Na, K, Ca 2, Cl, 2, dan CO 3 2. TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana.

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Percobaan Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yaitu dengan cara mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. Rancangan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. tebu, bit, maple, siwalan, bunga dahlia dan memiliki rasa manis. Pohon aren adalah

I PENDAHULUAN. tebu, bit, maple, siwalan, bunga dahlia dan memiliki rasa manis. Pohon aren adalah I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa

Lebih terperinci

PENGARUH PERBANDINGAN JUMLAH CARBON BLACK

PENGARUH PERBANDINGAN JUMLAH CARBON BLACK PENGARUH PERBANDINGAN JUMLAH CARBON BLACK DAN KALSIUM KARBONAT SEBAGAI BAHAN PENGISI TERHADAP KEKERASAN (HARDNESS) PADA RUBBER COUPLING DENGAN BAHAN BAKU SIR 3L DI PT. INDUSTRI KARET NUSANTARA TUGAS AKHIR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 AREN (Arenga pinnata) Pohon aren (Arenga pinnata) merupakan pohon yang belum banyak dikenal. Banyak bagian yang bisa dimanfaatkan dari pohon ini, misalnya akar untuk obat tradisional

Lebih terperinci

LAPORAN KIMIA ANORGANIK II PEMBUATAN TAWAS DARI LIMBAH ALUMUNIUM FOIL

LAPORAN KIMIA ANORGANIK II PEMBUATAN TAWAS DARI LIMBAH ALUMUNIUM FOIL LAPORAN KIMIA ANORGANIK II PEMBUATAN TAWAS DARI LIMBAH ALUMUNIUM FOIL KELOMPOK : 3 NAMA NIM APRIANSYAH 06111010020 FERI SETIAWAN 06111010018 ZULKANDRI 06111010019 AMALIAH AGUSTINA 06111010021 BERLY DWIKARYANI

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph meter,

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, TEMPERATUR DAN WAKTU PEMASAKAN PADA PEMBUATAN PULP BERBAHAN BAKU SABUT KELAPA MUDA (DEGAN) DENGAN PROSES SODA

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, TEMPERATUR DAN WAKTU PEMASAKAN PADA PEMBUATAN PULP BERBAHAN BAKU SABUT KELAPA MUDA (DEGAN) DENGAN PROSES SODA PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, TEMPERATUR DAN WAKTU PEMASAKAN PADA PEMBUATAN PULP BERBAHAN BAKU SABUT KELAPA MUDA (DEGAN) DENGAN PROSES SODA H.Abdullah Saleh,, Meilina M. D. Pakpahan, Nowra Angelina Jurusan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) Lampiran 2. Pati umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.

LAMPIRAN. Lampiran 1. Umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) Lampiran 2. Pati umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L. LAMPIRAN Lampiran 1. Umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) Lampiran 2. Pati umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) 47 Lampiran. Oven Lampiran 4. Autoklaf 48 Lampiran 5. Tanur Lampiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Aktivitas pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari suatu kegiatan industri merupakan suatu masalah yang sangat umum dan sulit untuk dipecahkan pada saat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Tinjauan Pustaka Ikan merupakan sumber protein hewani dan juga memiliki kandungan gizi yang tinggi di antaranya

Lebih terperinci

POTENSI EKSTRAK KASAR ENZIM BROMELIN PADA BONGGOL NANAS

POTENSI EKSTRAK KASAR ENZIM BROMELIN PADA BONGGOL NANAS POTENSI EKSTRAK KASAR ENZIM BROMELIN PADA BONGGOL NANAS (Ananas comosus) SEBAGAI KOAGULAN ALAMI LATEKS (Hevea brasiliensis) THE POTENTIAL OF CRUDE BROMELAIN ENZYME EXTRACTED FROM PINEAPPLE FRUITS (Ananas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci