Laporan Teknologi Pengolahan Komodit Perkebunan Hulu Pengolahan Lateks. oleh: Faranita Lutfia Normasari

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Laporan Teknologi Pengolahan Komodit Perkebunan Hulu Pengolahan Lateks. oleh: Faranita Lutfia Normasari"

Transkripsi

1 Laporan Teknologi Pengolahan Komodit Perkebunan Hulu Pengolahan Lateks oleh: Faranita Lutfia Normasari Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember 2014

2

3 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakanag Lateks berasal dari sadapan pohon karet dengan cara melukai atau menggores pembuluh kayu. Banyak orang yang bersepsi bahwa lateks itu karet. Lateks merupakan suatu sistem koloid dimana terdapat partikel karet yang dilapisi oleh protein dan fosfolipid yang terdispersi di dalam serum. Lateks terdiri dari 25-45% hidrokarbon karet selebihnya merupakan bahan-bahan bukan karet. Komposisi karet bervariasi tergantung dari jenis klon, umur tanaman, iklim, sistem deres, dan kondisi tanah (Southron, 1968). Karet merupakan bahan polimer yang elastis dan sangat berguna dalam menghasilkan berbagai macam produk seperti kasur karet, bahan-bahan otomotif, bahan-bahan rumah tangga dan sebagainya. Sebelum produk ini dapat dihasilkan, karet mentah yang digunakan perlu diproses mengikuti prosedur tertentu agar karet mempunyai bentuk fisik dan sifat-sifat yang diperlukan dalam menghasilkan produk yang diinginkan (Spilane, 1989). Selain itu, lateks adalah getah kental, seringkali mirip susu, yang dihasilkan banyak tumbuhan dan membeku ketika terkena udara bebas. Selain tumbuhan, beberapa hifa jamur juga diketahui menghasilkan cairan kental mirip lateks. Pada tumbuhan, lateks diproduksi oleh sel-sel yang membentuk suatu pembuluh tersendiri, disebut pembuluh lateks (Anonim a, 2014). Karet adalah polimer hidrokarbon yang terkandung pada lateks beberapa jenis tumbuhan (Anonim b, 2013). Berdasarkan perbedaan kedua bahan tersebut dapat diketahui bahwa, berbeda pula penggunaanya dan proses pengolahannya. Lateks ini apabila berasal dari perkebunan rakyat akan diolah menjadi BOKAR (Bahan Olahan Karet Rakyat) yang nantinya dapat dimanfaatkan dalam bahan baku pembuatan barang jadi seperti sarung tangan (medis, bedah, industri), balon, dan dot bayi. Akan tetapi, dikarenakn sistem pengolahannya yang masih sederhana, maka hasilnya pun kurang baik. Selain itu, pembuatan lateks pekat yang berasal dari lateks kebun merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk menambah tingkat

4 penghasilan petani. Karena dapat dijual kepada pihak industri yang kemudian akan dijadikan bahan baku barang jadi. Oleh karena itu, dilakukan praktikum ini untuk mengetahui bagaimana cara perhitungan KKK lateks yang baik dan standar yang baik untuk KKK dari lateks segar. Selain itu, juga untuk mengetahui cara pengenceran lateks yang baik dalam pembuatan karet sheet dan crepe. Serta mengetahui jenis pendadih atau pembeku dan teknik yang baik untuk menggumpalkan (pengolahan lateks) karet dalam lateks, sehingga daopat membantu meningkatkan cara pengolahan yang baik pada lateks yang dihasilkan oleh masyarakat dengan cara yang sederhana. 1.2 Tujuan Umum Tujuan umum dari praktikum ini adalah diharapkan praktikan setelah mempelajari secara teoritis dan praktek laboratorium, diharapkan dapat memahami proses pengolahan lateks, faktor-faktor proses, pengendalian proses serta mutu yang dihasilkan Khusus Adapun tujuan khusus dari praktikum lateks antara lain; 1. Dapat menjelaskan pengaruh kualitas bahan dasar terhadap kualitas karet yang dihasilkan, 2. Dapat menjelaskan beberapa macam proses pengolahan karet alam, yaitu karet sheet, crepe, lateks dan crumb rubber, dan 3. Dapat menjelaskan cara-cara pengawasan mutu pada karet sheet, crepe, lateks pekat, dan crumb rubber.

5 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Tanaman Karet Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan tanaman perkebunan yang bernilai ekonomis tinggi. Tanaman tahunan ini dapat disadap getah karetnya pertama kali pada umur tahun ke-5. Dari getah tanaman karet (lateks) tersebut bisa diolah menjadi lembaran karet (sheet), bongkahan (kotak), atau karet remah (crumb rubber) yang merupakan bahan baku industri karet. Kayu tanaman karet, bila kebun karetnya hendak diremajakan, juga dapat digunakan untuk bahan bangunan, misalnya untuk membuat rumah, furniture dan lain-lain (Purwanta dkk, 2008). Berikut ini adalah klasifikasi botani tanaman karet menurut Cahyono (2010): Kingdom/Philum : Plantae (tumbuh-tumbuhan) Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Sub divisi : Angiospermae (biji berada dalam buah) Kelas : Dycotyledonae (biji berkepin dua) Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiales Genus : Hevea Spesies : Hevea bransiliensis Menurut Nazaruddin dan Farry (1992), faktor-faktor yang sangat berpengaruh terhadap produktivitas karet adalah letak daerah terhadap lintang yang mencakup luasan antara 15 o LU sampai 10 o LS, besarnya curah hujan yaitu antara mm setahun, suhu harian rata-rata yang berkisar antar o C, ketinggian tempat dari permukaan laut yang biasanya dapat tumbuh baik pada ketinggian m dari permukaan laut dan ontensitas sinar matahari selama 5-7 jam sehari. 2.2 Lateks Segar dan Pekat Lateks adalah suatu istilah yang dipakai untuk menyebut getah yang dikeluarkan oleh pohon karet. Lateks terdapat pada bagian kulit, daun dan integument biji karet. Lateks diperoleh dari tanaman Hevea brasiliensis, diolah

6 dan diperdagangkan sebagai bahan industri dalam bentukkaret sheet, crepe, lateks pekat dan karet remah (Crumb rubber). Lateks merupakan suatu larutan koloid dengan partikel karet dan bukan karet yang tersupensi di dalam suatu media yang banyak menganding bermacam-macam zat. Bagian-bagian yang terkandung tersebut tidak larut sempurna, melainkan terpencar secara atau merata di dalam air. Partikel-partikel koloidal ini sedemikian kecil dan halusnya sehingga dapat menembus saringan (Tim Penulis PS, 1999). Latek kebun (lateks segar) adalah getah yang baru disadap dengan kandungan karet kering (kkk) sekitar 30%. Lateks kebun ini umumnya sangat encer, jadi perlu dipekatkan lebih dahulu hingga kadar karet kering (kkk) sekitar 60%. Lateks yang telah mengalami kepekatan disebut dengan latek pekat. Berbagai persyaratan lateks pekat, antara lain: 1. Dapat disaring dengan saringan 40 mesh, 2. Tidak terdapat kotoran atau benda-benda lain seperti daun atau kayu, 3. Tidak bercampur dengan bubur lateks, air atau serum lateks, 4. Berwarna putih dan berbau karet segar, dan 5. Mempunyai kadar karet kering berkisar antara 60-62%. Lateks pekat umumnya bersifat tidak stabil atau cepat mengalami penggumpalan. Lateks dikatakan stabil apabila sistem koloidnya stabil yaitu tidak terjadi flokulasi atau penggumpalan selama penyimpanan. Kestabilan lateks yaitu tidak terjadinya penggumpalan pada kondisi yang diinginkan (Abi, 2008). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan lateks antara lain: 1. Adanya kecenderungan setiap partikel karet berinteraksi dengan fase air (serum), dan 2. Adanya interaksi antara partikel-partikel itu sendiri. Di samping kedua faktor di atas, ada tiga faktor lain yang dapat menyebabkan sistem koloid partikel-partikel karet tetap stabil (Ompusunggu, 1989), yaitu: 1. Adanya muatan listrik pada permukaan partikel karet sehingga terjadi gaya tolak menolak antara dua atau lebih partikel karet tersebut, 2. Adanya interaksi antara molekul air dengan partikel karet yang menghalangi terjadi penggabungan partikel-partikel karet tersebut, dan

7 3. Energi bebas antara permukaan yang rendah. Lateks merupakan suatu koloid dengan partikel karet dan bukan karet yang tersuspensi di dalam suatu media yang banyak mengandung bermacam macam zat. Warna lateks adalah putih susu sampai kuning (Djumarti, 2013). Karet mempunyai sifat kenyal (elastic), sifat kenyal tersebut berhubungan dengan viskositas atau plastisitas karet. Lateks sendiri membeku pada suhu 32ºF karena terjadi koagulasi. 2.3 Manfaat dan Aplikasi Lateks Menurut Abednego (1979) lateks atau karet alam banyak digunakan dalam industri-industri barang, antara lain: 1. Bahan mesin-mesin penggerak, 2. Ban kendaraan (dari sepeda, motor, mobil, traktor, hingga pesawat terbang), sepatu karet, sabuk penggerak mesin besardan mesin kecil, pipa karet, kabel, isolator, dan bahan-bahan pembungkus logam, 3. Bahan baku perlengkapan seperti sekat atau tahanan alat-alat penghubung dan penahan getaran, misalnya shock absorbers, 4. Bahan tahanan dudukan mesin, 5. Pembuatan lapisan karet pada pintu, kaca pintu, kaca mobil, dan pada alatalat lain membuat pintu terpasang kuat dan tahan getaran serta tidak tembus air, 6. Pembuatan jembatan sebagai penahan getaran, 7. Sambungan pipa minyak, pipa air, pipa udara, dan macam-macam oil seals banyak juga yang menggunakan bahan baku karet, walaupun kini ada yang menggunakan bahan plastic, 8. Alat-alat rumah tangga dan kantor seperti kursi, lem perekat barang, selang air, kasur busa, serta peralatan tulis menulis seperti karet penghapus menggunakan jasa karet sebagai bahan pembuat, 9. Beberapa alat olahraga seperti bermacam-macam bola maupun peralatan permainan, serta

8 10. Peralatan dan kendaraan perang banyak yang bagian-bagiannya di buat dari karet, misalnya pesawat tempur, tank, panser berlapis baja, truk-truk besar, dan jeep. 2.4 Komponen-Komponen yang Mempengaruhi Sifat Lateks Terdapat beberapa komponen bukan karet didalam lateks sangat mempengaruhi sifat lateks, ada yang berpengaruh buruk dan ada yang berpengaruh baik pada lateks. Berikut ini adalah komponen-komponen tersebut menurut Zahara (2005), antara lain: 1. Protein Kandungan protein yang terdapat dalam lateks segar berkisar antara 1,0-1,5% (b/v) dan sekitar 20% dari protein tersebut teradsorbsi pada partikel karet, dan sebagian larut dalam serum. Protein yang teradsorbsi pada permukaan partikel karet berfungsi sebagai lapisan pelindung, dimana protein akan memberikan muatan negatif yang mengelilingi partikel karet sehingga mencegah terjadinya interaksi antara sesama partikel karet, dengan demikian sistem koloid lateks akan tetap stabil. Namun dengan adanya mikroorganisme maka protein tersebut akan terurai sehingga lapisan pelindung partikel karet akan rusak dan terjadilah interaksi antara partikel karet membentuk flokulasi atau gumpalan. 2. Karbohidrat Karbohidrat yang terdapat dalam lateks adalah sukrosa, glukosa, galaktosa danfruktosa. Ini merupakan sumber energi dan media yang baik bagi pertumbuhanmikroorganisme, sebagai akibatnya akan terbentuk asam lemak. Asam lemak inimenurunkan kemantapan mekanik dan ph lateks. Jika ph berada pada titik isoeletrik maka lateks menggumpal. Untuk menghindarkan aktivitas mikroba biasanya ditambahkan bahan pengawet seperti amonia, natrium sulfit dan formaldehid. 3. Ion-ion Logam Ion-ion logan seperti Ca 2+ dan Mg 2+ yang terdapat di dalam lateks dapat menetralkan muatan negatif dari partikel dan menyebabkan terganggunya kemantapan lateks serta rusaknya kestabilan sistem koloid lateks. Pecahnya

9 partikel koloid lateks akan menyebabkan terbentuknya flokulasi dan lateks menggumpal. Oleh karena itu kandungan ion logam dari lateks sebaiknya rendah karena selain dapat mengganggu kemantapan, juga mengganggu kestabilan sistem koloid lateks tersebut. 2.5 Proses Penggumpalan Pada Lateks Proses penggumpalan (koagulasi) lateks terjadi karena penetralan muatan partikel karet, sehingga daya interaksi karet dengan pelindungnya menjadi hilang. Partikel karet yang sudah bebas akan bergabung sesamanya membentuk gumpalan. Penggumpalan karet di dalam lateks kebun dapat dilakukan dengan penambahan asam dengan menurunkan ph sehingga tercapai titik isolektriknya yaitu ph dimana muatan positif protein seimbang dengan muatan negatif sehingga elektrokinetik potensial sama dengan nol (Ompusunggu, 1989). Penggumpalan dapat juga terjadi dengan cara dehidrasi yaitu dengan menambahkan alkohol yang bersifat menarik air. Penggumpalan dapat juga dilakukan dengan penambahan larutan elektrolit bermuatan positif yang dapat menetralkan muatan negatif dari sistem koloid seperti kalsium dan magnesium (Roberts, 1988). Bahan-bahan penggumpal lateks yang sering digunakan adalah asam asetat (CH 3 COOH) dan asam formiat (HCOOH) atau yang biasa disebut sebagai asam semut. Pada waktu penggumpalan lateks, harus diperhatikan hal-hal berikut: 1. Jumlah asam yang harus sesuai dengan yang dianjurkan yaitu 20 ml CH 3 COOH 2,5 % atau 20 ml HCOOH 2% tiap 1 liter lateks, dan 2. Pengadukan harus hati-hati dan sempurna karena dapat menyebabkan gelembung udara, ketebalan dan kekerasan koagulum yang tidak merata. (Roberts, 1988).

10 2.6 SNI Lateks Tabel 2.1. Syarat Mutu Lateks SNI No Parameter Satuan 1 2 Karet Kering (KK) (min) Mutu I Mutu II Ketebalan (T) Mutu I Mutu II Mutu III Mutu IV % % mm mm mm mm Lateks kebun Persyaratan Sit Slab Lump < > > Kebersihan (B) - Tidak terdapat kotoran Tidak terdapat kotoran Tidak terdapat kotoran Tidak terdapat kotoran 4. Jenis Koagulan Asam semut dan bahan lain yang tidak merusak mutu karet * Asam semut dan bahan lain yang tidak merusak mutu karet *) serta penggumpalan alam Asam semut dan bahan lain yang tidak merusak mutu karet*) serta penggumpala n alami KETERANGAN min = minimal*) Bahan yang tidak merusak mutu karet yang direkomendasikan oleh lembaga penelitian yang kredibel Sumber: Badan Standart Nasional (2002)

11 BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM 3.1 Alat dan Bahan Alat 1. Neraca analitik 2. Gelas ukur 3. Penggilingan laboratorium 4. Beaker glass 5. Saringan 6. Pengaduk spatula 7. Hot plate 8. Kempa hedrolik 9. Pipet volume Bahan 1. Lateks segar 2. Asam format 1% 3. Asam asetat 1% 4. Ammonia 5. Air 6. Tissue 7. Label

12 3.2 Skema Kerja Perhitungan KKK Lateks segar 100 ml lateks segar Masukkan dalam beaker glass + 20 ml larutan asam format Pemanasan Pengadukan hingga menggumpal Pengepresan Kering anginkan Timbang (a gram) Oven (40-45 o C) Timbang (b gram) Tentukan FP dan KKK Gambar 1. Skema kerja penentuan KKK lateks segar

13 3.2.2 Pengenceran Lateks pada Pembuatan Karet Sheet dan Crepe 250 ml lateks Penyaringan 2 mm dan 1 mm Tentukan KKK + Air (AT) Gambar 2. Skema kerja pengenceran lateks Pengaruh Penambahan Bahan Pendadih dan Lama Pemisahan Terhadap Sifat sifat Lateks Pekat 250 ml lateks segar gram ammonia per liter + asam asetat 1% (50 ml, 60 ml, 70 ml per ml) Pengadukan Disimpan 5, 6, 7 hari Amati KKK, warna, dan bau Gambar 3. Skema kerja perbedaan bahan pendadih dan lama pemisahan terhadap sifat lateks

14 BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN 4.1 Hasil Pengamatan Perhitungan Kadar Karet Kering (KKK) Lateks Segar dan Pengenceran Lateks Pada Pembuatan Karet Sheet dan Crepe Lateks Kering Ulangan Berat lateks sebelum Berat lateks setelah pengovenan (a gram) pengovenan (b gram) U1 23,24 g 20,60 g U2 24,68 g 21,56 g U3 27,70 g 24,26 g Pengaruh Penambahan Bahan Pendadih dan Lama Pemisahan Terhadap Sifat-Sifat Lateks Pekat Asam Asetat 60 ml 70 ml Keterangan: Penyimpanan Warna Aroma Berat Sebelum dioven (a gram) Berat Setelah dioven (b gram) 5 Hari Hari Hari Hari ,33 53,14 6 Hari ,57 54,80 7 Hari ,63 54,33 Aroma : semakin (+), semakin menyengat Warna : semakin (+), semakin banyak bercak kuning 4.2 Hasil Perhitungan Perhitungan KKK Lateks Segar dan Pengenceran Lateks pada Pembuatan Karet Sheet Lateks Kering Ulangan FP (%) KKK (%) Rata-Rata U1 11,33 20,60 U2 8,58 22,56 22,47 U3 12,418 24, Pengenceran Lateks pada Pembuatan Karet Sheet dan Crepe Jenis Karet AT (ml) Karet Sheet 49,8

15 Karet Crepe 12, Pengaruh Penambahan Bahan Pendadih dan Lama Pemisahan Terhadap Sifat-Sifat Lateks Pekat Asam Asetat 70 ml Penyimpanan FP (%) KKK (%) 5 Hari 10,433 53, Hari 5, ,8 7 Hari 5, ,72

16 BAB 5. PEMBAHASAN 5.1 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan Perhitungan KKK Lateks Segar Pada perhitungan nilai KKK lateks segar diambil 100 ml lateks segar yang kemudian dimasukkan dalam beaker glass sebagai tempat penggumpalan. Latek segar tersebut kemudian ditambahkan 20 ml asam format untuk menggumpalkan lateks. Lateks yang telah ditambahkan asam format dipanaskan sambil diaduk hingga menggumpal. Fungsi dari pemanasan ini untuk membantu mempercepat proses penggumpalan, karena protein yang menjadi selubung lateks akan terdenaturasi karena pemanasan. Pemanasan juga dilakukan secara bertahap dari shu rendah ke suhu tinggi, agar asam yang ada pada lateks tidak menguap selama pemanasan. Setelah lateks menggumpal dilakukan pengepresan untuk mengeluarkan sisa air dan asam format, serta memperlebar luas permukaan sehingga pengeringan akan optimal. Karena air akan lebih cepat menguap dan efisien. Kemudian dikering anginkan untuk menguapkan air yang ada pada permukaan lateks. Kemudian ditimbang dan diberi tanda a. Dilakukan pengovena pda lateks tersebut pada suhu 40-45ºC untuk menguapkan air yang belum menguap dengan teknik sebelumnya dan setelah itu ditimbang sebagai b. Setelah diketahui kedua data tersebut dapat dilakukan perhitungan FP dan KKK lateks Pengenceran Lateks pada Pembuatan Karet Sheet dan Crepe Pada praktikum ini menggunakan 250 ml lateks yang kemudian dialkukan penyaringan pada saringan 2 mm dan 1 mm untuk menyaring lateks yang telah menggumpal pada lateks segar maupun kotoran lain yang terdapat pada lateks segar. Selanjutnya dilakukan penentuan KKK lateks kebun yang didapatkan dari perhitungan acara 1 dan KE merupakan KKK lateks yang dikehendaki. Setelah dilakukan perhitungan, didapatkanlah jumlah air (AT) yang perlu ditambahkan untuk pengenceran lateks.

17 5.1.3 Pengaruh Penambahan Bahan Pendadih dan Lama Pemisahan Terhadap Sifat-Sifat Lateks Pekat Pada acara pengaruh penambahan bahan pendadih atau penggumpal dan lama pemisahan terhadap sifat-sifat lateks segar diawali dengan pengambilan lateks segar sebanyak 250 ml. Kemudian ditambahkan ammonia sebanyak 4-7 gram/l sebagai zat antikoagulan untuk mencgah terjadinya penggumpalan. Selain itu, juga untuk memantapkan lateks karena amoniak sangat efektif dan relatif lebih murah dibandingkan dengan antikoagulan lainnya dalam memantapkan lateks. Lateks kemudian ditambahkan asam asetat 1% sebanyak 50 ml pada beaker glass pertama, 60 ml pada beaker glass kedua, dan 70 ml pada beaker glass ketiga. Kemudian dilakuakan pengadukan, sehingga asam asetat tercampur merata dengan lateks (homogen), sehingga penggumpalan akan maksimal dan merata di seluruh area dan dibiarkan selama 5,6 dan 7 hari. Fungsi dari perbedaan waktu ini dilakukan untuk mengetahui waktu optimal dari penambahan zat koagulan. Selanjutnya diamati kadar karet kering (KKK), warna, dan aroma untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada masing-masing bahan sehingga dapat diketahui perlakuan yang menghasilkan kualitas karet yang paling baik. 5.2 Analisis Data Perhitungan KKK Lateks Segar Berdasarkan hasil perhitungan yang telah didapat, didapatkan nilai KKK lateks segar adalah 22,47%. Hal ini telah sesuai dengan SNI yang didalamnya menetapkan nilai KKK dari lateks segar (kebun) adalah 20-28%. Selain itu, semakin tinggi nilai KKK kebun maka akan semakin baik mutu dari lateks segar tersebut. Nilai KKK yang berkisar antara 20-28% ini membantu dalam pengenceran lateks segar apabila telah dikirim ke industri. Karena biasanya pada industri pengolahan lateks dengan KKK 20-28% akan diturunkan menjadi ± 15%. Pengenceran ini berfungsi untuk semakin meningkatka kemantapan dari lateks segar, sehingga produk yang dihasilkan juga akan baik Pengenceran Lateks pada Pembuatan Karet Sheet dan Crepe

18 Berdasarkan hasil perhitungan yang telah didapatkan, diketahui nilai AT dari karet sheet adalah 49,8 ml dan nilai AT karet crepe sebesar 12,35 ml, sedangkan nilai KKK (KK) adalah 22,47%. Pada pembuatan karet sheet KKKp (KE) yang dibutuhkan adalah 15% dan pada pembuatan karet crepe KKKp (KE) yang dibutuhkan adalah 20%. Oleh karena itu, nilai AT pada karet sheet lebih besar karena KKKp yang dibutuhkan lebih kecil, dikarenakan perubahan dari KKK ke KKKp yang berselisih jauh begitu juga sebaliknya pada karet crepe yang hanya berubah dari 22,47% menjadi 20%. Berdasarkan teori diketahui bahwa jumlah air (AT) yang digunakan dalam pengenceran lateks dilakukan berdasarkan nilai KKK yang didapatkan, semakin besar nilai KKK maka air yang digunakan akan semakin banyak. Karena apabila nilai KKK terlalu besar akan mengakibatkan bekuan latek menjadi keras, pekerjaan penggilingan bekuan latek menjadi sulit, sheet akan menjadi tebal, dan proses pengeringan akan menjadi lama Pengaruh Penambahan Bahan Pendadih dan Lama Pemisahan Terhadap Sifat-Sifat Lateks Pekat Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh pada penambahan asam astetat 1% 60 ml dan perlakuan ketiga dengan penambahan asam asetat 1% 70 ml diperoleh hasil pengamatan warna lateks selama 5, 6, dan 7 hari yaitu, semakin hari semakin (+) atau semakin banyak bercak kuning. Hal tersebut sesuai dengan teori yang menjelaskan bahwa semakin lama waktu penyimpanan, maka warna yang dihasilkan akan semakin kuning. Karena asam asetat yang berfungsi sebagai penstabil/koagulan memisahkan serum dan butir karet, sehingga butir karet yang mengandung protein terpisah dari serumnya dan menyebabkan warna kuning. Butir karet akan terpisah terkumpul di bagian atas cairan dan serumnya di bagian bawah. Lamannya waktu penyimpanan juga mempengaruhi terpisahya butir karet dengan serum, sehingga warna kuning yang dihasilkan pada lateks semakin banyak. Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh pada perlakuan kedua dengan penambahan asam astetat 1% 60 ml diperoleh hasil pengamatan aroma lateks selama 5, 6, dan 7 hari diperoleh aroma lateks stabil (+++). Pada pengamatan

19 aroma seharusnya semakin lama semakin berbau menyengat karena menggunakan asam asetat yang tidak ada antimikroba. Karena akan menyebabkan terjadinya aktivitas mikroba yang mengurai protein yang tersisa pada lateks. Namun, dari data yang didapatkan pada aroma tetap tidak terjadi perubahan dengan bertambahnya waktu. Hal ini dapat terjadi karena kurang pekanya praktikan dalam membedakan bau lateks dari hari 5, 6, dan 7 sehingga aromanya cenderung stabil, tetapi tidak jauh berbeda dari standar yang ditentukan atau juga dapat dimungkinkan karena teknik penyimpanan yang baik dan mencegah terjadinya aktivitas mikroba. Pada perhitungan pengaruh penambahan bahan pendadih dan lama pemisahan terhadap mutu lateks pekat didapatkan nilai FP dan KKK. Untuk nilai FP dari perlakuan A dan B tidak didapat hasil dikarenakan lateks yang diolah tidak menggumpal sehingga tidak dapat diketahui berat sebelum pengovenan dan berat sesudah pengovenan. Nilai FP yang dihasilkan dari perhitungan hanya pada perlakuan C dengan penambahan asam asetat 1% 70 ml yaitu pada hari ke 5, 6 dan 7 berturut-turut 10,43%; 5,2231 % dan 5,3787 %. Faktor pengeringan dipengaruhi oleh berat lateks sebelum pengovenan dan berat lateks setelah pengovenan. Berdasarkan hasil perhitungan KKK lateks segar didapat hasil KKK pada ulangan 1 sebesar 20,60 %, ulangan 2 sebesar 22,56 %, dan ulangan 3 sebesar 24,26 %. Kemudian setelah dilakukan pengenceran berdasarkan waktu penyimpanan didapatkan data nilai KKK terbesar adalah pada hari ke 6 dengan nilai 54,8% dan termasuk ke dalam lateks pekat. Lateks pekat memiliki kandungan Kadar Karet Kering (KKK) sebesar 55%. Pada penyimpanan hari ke- 7 KKK lateks pekat yang dihasilkan dengan jumlah asetat yang lebih rendah (70 ml) dan adanya pengaruh penambahan ammonia sebagai zat penstabil sehingga terjadi penurunan KKK. Penurunan dikarenakan masih terjadi gerak brown yang dapat memperlambat terjadinya pemisahan antara partikel dengan serum, sehingga kadar karet yang dicapai di bagian atas tidak maksimum.

20 BAB 6. PENUTUP 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil perhitungan praktikum lateks dapat disimpulkan bahwa: 1. KKK lateks segar yang baik adalah sesuai dengan SNI , yaitu 20-28%. 2. Semakin kecil KKKp (KE) yang dibutuhkan, maka akan semakin besar AT yang diperlukan. 3. Semakin hari nilai KKK, warna, dan aroma lateks berdasarkan penyimpanannya akan semakin tinggi untuk KKK, semakin kuning untuk warna, dan beraroma semakin tidak sedap untuk aroma (karena tidak ada senyawa antimikroba). 6.2 Saran Pada saat pengamatan lebih baik diserahkan pada praktikan tertentu, sehingga data yang ada tidak terpencar.

21 DAFTAR PUSTAKA Abednego, J. G Dasar-Dasar Teknologi Karet. Bogor: Balai Penelitian Perkebunan Bogor. Anonim a Lateks. (diakses 18 Desember 2014). Anonim b Karet. (diakses 18 Desember 2014) Cahyono Karet. Medan: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Djumarti Diktat Kuliah Teknologi Pengolahan Tembakau, Gula, dan Lateks. Jember: FTP UJ. Ompusunggu, M dan Darussamin, A Pengolahan Umum Lateks. Balai Penelitian Perkebunan Sungei Putih Tim Penulis PS KARET: Strategi Pemasaran Tahun 2000, Budidaya dan Pengolahan. Jakarta: Penebar Swadaya. Zahara Pengaruh Campuran Pengawet (Amonia-Asam Borat) terhadap Nilai Plastisitas Awal (Po) dan Plastisitas Retensi Indeks (PRI) Karet dengan Penggumpal Asam Asetat. Skripsi Jurusan Kimia FMIPA USU

22 LAMPIRAN 1. Lampiran Perhitungan Perhitungan KKK Lateks Segar Ulangan 1 a gram = 23,24 gram b gram = 20,60 gram Fp = ( ) ( ) ( ) x 100% = ( ) = 0,1133 x 100 % = 11,33 % KKK = Berat basah-(faktor pengering x berat basah) = 23,24 (0,1133 x 23,24) % = 23,24 2,633 = 20,60 % Ulangan 2 a gram = 24,68 gram b gram = 21,56 gram Fp = ( ) ( ) ( ) x 100% = ( ) = 0, x 100 % = 8,58 % KKK = Berat basah-(faktor pengering x berat basah) = 24,68 (0,0858 x 24,68) % = 24,68 2,1175 = 22,56 % Ulangan 3 a gram = 27,70 gram b gram = 24,26 gram

23 Fp = ( ) ( ) ( ) x 100% = ( ) = 0,12418 x 100 % = 12,418 % KKK = Berat basah-(faktor pengering x berat basah) = 27,70 (0,12418 x 27,70) % = ,4397 = 24,26 % Rata-rata KKK = = 22,47 % Pengenceran Lateks Pada Pembuatan Karet Sheet AT = Karet Sheet AT = x 100 ml = 49,8 ml Karet Crepe AT = x 100 ml = 12,35 ml Pengaruh penambahan bahan pendadih dan lama pemisahan terhadap sifat-sifat lateks pekat a. 5 Hari (70 ml) a gram = 59,33 gram b gram = 53,14 gram Fp = ( ) ( ) ( ) x 100%

24 = ( ) = 0,10433 x 100 % = 10,433 % KKK = Berat basah-(faktor pengering x berat basah) = 59,33 (0,10433 x 59,33) % = 59,33 6,1899 = 53,1401 % b. 6 Hari (70 ml) a gram = 57,82 gram b gram = 54,80 gram Fp = erat basah (a) berat kering (b) berat basah (a) x 100% = ( ) = 0, x 100 % = 5,2231 % KKK = Berat basah-(faktor pengering x berat basah) = 57,82 (0, x 57,82) % = 57,82 3,0199 = 54,8 % c. 7 Hari (70 ml) a gram = 54,66 gram b gram = 51,72 gram Fp = erat basah (a) berat kering (b) berat basah (a) x 100% = ( ) = 0,0538 x 100 % = 5,3787 % KKK = Berat basah-(faktor pengering x berat basah) = 54,66 (0,0538 x 54,66) % = 54,66 2,9407 = 51,72 %

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karet Alam Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet termasuk tanaman tahunan yang tergolong dalam famili Euphorbiaceae, tumbuh baik di dataran

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Adapun alat alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

BAB 3 METODE PENELITIAN. Adapun alat alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 30 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat Adapun alat alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Beaker glass 250 ml Blender Cawan platina Gelas ukur 200 ml Gunting Kertas saring

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lateks adalah cairan koloid yang berwarna putih susu yang diperoleh dari pohon karet (Havea Brasiliensis) dengan partikel-partikel karet terdispersi air. Lateks dikenal

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Bahan olah karet ICS. Badan Standardisasi Nasional

SNI Standar Nasional Indonesia. Bahan olah karet ICS. Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia Bahan olah karet ICS Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Standar Nasional Indonesia...i No...4 Parameter...4 No...5 Parameter...5 i Prakata Standar Nasional Indonesia (SNI)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Perdagangan Internasional Suatu Negara membutuhkan negara lain dan saling menjalin hubungan perdagangan dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup bagi masyarakat. Hubungan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya prakoagulasi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya prakoagulasi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA Lateks kebun yang bermutu baik merupakan syarat utama mendapatkan hasil olah karet yang baik. Penurunan mutu biasanya disebab terjadinya prakoagulasi. Prakoagulasi akan menjadi masalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penanganan Pasca Panen Lateks Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang masih segar 35 jam setelah penyadapan. Getah yang dihasilkan dari proses

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar di Indonesia. Lampung adalah salah satu sentra perkebunan karet di Indonesia. Luas areal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang keberadaannya sangat penting dan dibutuhkan di Indonesia. Tanaman karet sangat

Lebih terperinci

PETANI DI BABEL MASIH MENGGUNAKAN TAWAS SEBAGAI KOAGULAN LATEKS

PETANI DI BABEL MASIH MENGGUNAKAN TAWAS SEBAGAI KOAGULAN LATEKS Anjloknya harga karet Indonesia akhir-akhir ini berkaitan erat dengan kualitas bokar (bahan olah karet) yang diproduksi oleh petani, dimana dalam pengolahan bokar-nya masih banyak petani karet yang mempergunakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tiga, yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN)

II. TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tiga, yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Karet di Propinsi Lampung Perkebunan karet di Provinsi Lampung menurut status pengusahaanya dibedakan menjadi tiga, yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. euphorbiaceae, genus hevea dan spesies Hevea brasiliensis.

TINJAUAN PUSTAKA. euphorbiaceae, genus hevea dan spesies Hevea brasiliensis. TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut (Setiawan dan Andoko, 2005) dalam taksonomi tumbuhan, tanaman karet termasuk dalam kelas dicotyledonae, ordo euphorbiales, famili euphorbiaceae, genus hevea dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. produksi karet alam dunia 8,307 juta ton. Diprediksi produk karet alam

BAB 1 PENDAHULUAN. produksi karet alam dunia 8,307 juta ton. Diprediksi produk karet alam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sampai tahun 2004, produksi karet alam Indonesia 1,905 juta ton, masih menempati nomor 2 setelah Thailand sebesar 2,848 juta ton dari produksi karet alam dunia 8,307

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. juga produksi kayu yang tinggi. Penelitian untuk menghasilkan klon-klon karet

TINJAUAN PUSTAKA. juga produksi kayu yang tinggi. Penelitian untuk menghasilkan klon-klon karet TINJAUAN PUSTAKA Klon Tanaman Karet PB 260 dan IRR 118 Klon unggul merupakan salah satu komponen teknologi terpenting yang secara langsung berperan dalam meningkatkan potensi hasil tanaman. Sejalan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Lateks karet alam didapat dari pohon Hevea Brasiliensis yang berasal dari famili Euphorbia ceae ditemukan dikawasan tropikal Amazon, Amerika Selatan. Lateks karet

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. produksinya pun lebih lambat (setyamidjaja, 1993). besar. Tinggi pohon dewasa mencapai m. Batang tanaman biasanya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. produksinya pun lebih lambat (setyamidjaja, 1993). besar. Tinggi pohon dewasa mencapai m. Batang tanaman biasanya BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi tanaman karet Tanaman karet adalah tanaman daerah tropis. Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zone antara 15 o LS dan 15 o LU. Bila di tanam di luar

Lebih terperinci

PENERAPAN IPTEKS PERBANDINGAN ASAM ASETAT DENGAN ASAM FORMIAT SEBAGAI BAHAN PENGGUMPAL LATEKS. Oleh Rudi Munzirwan Siregar

PENERAPAN IPTEKS PERBANDINGAN ASAM ASETAT DENGAN ASAM FORMIAT SEBAGAI BAHAN PENGGUMPAL LATEKS. Oleh Rudi Munzirwan Siregar PERBANDINGAN ASAM ASETAT DENGAN ASAM FORMIAT SEBAGAI BAHAN PENGGUMPAL LATEKS Oleh Rudi Munzirwan Siregar Abstrak Penelitian tentang perbandingan asam asetat dengan asam formiat sebagai bahan penggumpal

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara produsen karet alam terbesar dunia.

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara produsen karet alam terbesar dunia. 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara produsen karet alam terbesar dunia. Khususnya Indonesia kontribusi sebesar 26 persen dan total produksi karet alam dunia. Berdasarkan

Lebih terperinci

I. METODOLOGI PENELITIAN

I. METODOLOGI PENELITIAN I. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mutu Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan di Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Aagrobisnis Perkebunan

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG PENINGKATAN MUTU BAHAN OLAH KARET MELALUI PENATAAN DAN PENGUATAN KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI DENGAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Karet alam (natural rubber, Hevea braziliensis), merupakan komoditas perkebunan tradisional sekaligus komoditas ekspor yang berperan penting sebagai penghasil devisa negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh berbagai faktor. Faktor faktor tersebut selain faktor yang menyangkut

BAB I PENDAHULUAN. oleh berbagai faktor. Faktor faktor tersebut selain faktor yang menyangkut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perindustrian di Indonesia merupakan salah satu komponen perekonomian yang penting. Perindustrian memungkinkan perekonomian kita berkembang pesat dan semakin

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. nabati yang penting di Indonesia. Kelapa minyak sawit mengandung kurang lebih

TINJAUAN PUSTAKA. nabati yang penting di Indonesia. Kelapa minyak sawit mengandung kurang lebih II. TINJAUAN PUSTAKA A. Cangkang Kelapa Sawit Kelapa Sawit (Elleis Guinensis) merupakan salah satu sumber minyak nabati yang penting di Indonesia. Kelapa minyak sawit mengandung kurang lebih 80% pericarp

Lebih terperinci

PENENTUAN PLASTISITAS AWAL DAN PLASTISITAS RETENSI INDEKS KARET. Rudi Munzirwan Siregar

PENENTUAN PLASTISITAS AWAL DAN PLASTISITAS RETENSI INDEKS KARET. Rudi Munzirwan Siregar PENENTUAN PLASTISITAS AWAL DAN PLASTISITAS RETENSI INDEKS KARET Rudi Munzirwan Siregar Abstrak Penelitian tentang Penentuan Plastisitas Awal dan Plastisitas Retensi Indeks karet telah dilakukan. Kedalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Karet dan Lateks Menurut Nazaruddin dan Paimin (2004), dalam dunia tumbuhan tanaman karet tersusun dalam sistematika sebagai berikut : Devisi : Spermatophyta Subdivisi :

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

PENGARUH BEBERAPA JENIS BAHAN PENGGUMPAL LATEKS DAN HUBUNGANNYA DENGAN SUSUT BOBOT, KADAR KARET KERING DAN PLASTISITAS

PENGARUH BEBERAPA JENIS BAHAN PENGGUMPAL LATEKS DAN HUBUNGANNYA DENGAN SUSUT BOBOT, KADAR KARET KERING DAN PLASTISITAS M-2 PENGARUH BEBERAPA JENIS BAHAN PENGGUMPAL LATEKS DAN HUBUNGANNYA DENGAN SUSUT BOBOT, KADAR KARET KERING DAN PLASTISITAS Mili Purbaya 1), Tuti Indah Sari 2), Chessa Ayu Saputri 2), Mutia Tama Fajriaty

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU TERHADAP KESTABILAN INTENSITAS BERKAS CAHAYA PADA LATEKS

PENGARUH WAKTU TERHADAP KESTABILAN INTENSITAS BERKAS CAHAYA PADA LATEKS Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet dan Plastik Ke-5 ISSN : 2477-3298 PENGARUH WAKTU TERHADAP KESTABILAN INTENSITAS BERKAS CAHAYA PADA LATEKS Januar Arif Fatkhurrahman 1 dan Ikha Rasti Julia Sari 1

Lebih terperinci

Tanaman karet berasal dari bahasa latin yang bernama Havea brasiliensis yang berasal dari Negara Brazil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan

Tanaman karet berasal dari bahasa latin yang bernama Havea brasiliensis yang berasal dari Negara Brazil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan Tanaman karet berasal dari bahasa latin yang bernama Havea brasiliensis yang berasal dari Negara Brazil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan tanaman karet alam dunia. Saat ini Asia menjadi sumber

Lebih terperinci

Pembuatan Koloid, Denaturasi Protein dan Lem Alami

Pembuatan Koloid, Denaturasi Protein dan Lem Alami Pembuatan Koloid, Denaturasi Protein dan Lem Alami I. Tujuan Pada percobaan ini akan dipelajari beberapa hal mengenai koloid,protein dan senyawa karbon. II. Pendahuluan Bila garam dapur dilarutkan dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sehari-hari. Banyak penduduk yang hidup dengan mengandalkan komoditas

BAB 1 PENDAHULUAN. sehari-hari. Banyak penduduk yang hidup dengan mengandalkan komoditas 13 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman karet memiliki peranan yang besar dalam kehidupan perekonomian Indonesia, Karena, banyak terdapat kegunaan dari tanaman ini, contohnya tanaman menghasilkan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Aplikasi pengawet nira dan pembuatan gula semut dilakukan di Desa Lehan Kecamatan

III. BAHAN DAN METODE. Aplikasi pengawet nira dan pembuatan gula semut dilakukan di Desa Lehan Kecamatan 20 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Aplikasi pengawet nira dan pembuatan gula semut dilakukan di Desa Lehan Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Lampung Timur, analisa dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

I. PERANAN AIR DI DALAM BAHAN PANGAN. terjadi jika suatu bahan pangan mengalami pengurangan atau penambahan kadar air. Perubahan

I. PERANAN AIR DI DALAM BAHAN PANGAN. terjadi jika suatu bahan pangan mengalami pengurangan atau penambahan kadar air. Perubahan I. PERANAN AIR DI DALAM BAHAN PANGAN A. PENDAHULUAN Air merupakan komponen yang penting dalam pangan. Banyak perubahan kimia yang terjadi jika suatu bahan pangan mengalami pengurangan atau penambahan kadar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan devisa Indonesia. Pada dasarnya karet berasal dari alam yaitu dari getah

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan devisa Indonesia. Pada dasarnya karet berasal dari alam yaitu dari getah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara penghasil karet alam terbesar di dunia. Awal mulanya karet hanya ada di Amerika Selatan, namun sekarang sudah berhasil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia modern saat ini banyak peralatan peralatan yang menggunakan bahan yang sifatnya elastis tidak mudah pecah bila jatuh dari suatu tempat. Peningkatan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan Kebun Batang Serangan dibuka pada tahun 1910 yang dikelola oleh pemerintahan Belanda dengan nama perusahaan NV.BDM (Breningde Deli Maatscappinjen).

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB RUBBER) INDONESIA. Karet merupakan polimer hidrokarbon yang bersifat elastis dan terbentuk

IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB RUBBER) INDONESIA. Karet merupakan polimer hidrokarbon yang bersifat elastis dan terbentuk 48 IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB RUBBER) INDONESIA 4.1. Gambaran Umum Karet Karet merupakan polimer hidrokarbon yang bersifat elastis dan terbentuk dari emulsi kesusuan yang dikenal sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 38/Permentan/OT.140/8/2008 TENTANG PEDOMAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN BAHAN OLAH KARET (BOKAR)

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 38/Permentan/OT.140/8/2008 TENTANG PEDOMAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN BAHAN OLAH KARET (BOKAR) PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 38/Permentan/OT.140/8/2008 TENTANG PEDOMAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN BAHAN OLAH KARET (BOKAR) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN. Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

PENGGUNAAN EKSTRAK BUAH RAMBUTAN SEBAGAI PENGGUMPAL LATEKS PASCA PANEN (STUDI PENGARUH VOLUME,WAKTU DAN PH PENCAMPURAN)

PENGGUNAAN EKSTRAK BUAH RAMBUTAN SEBAGAI PENGGUMPAL LATEKS PASCA PANEN (STUDI PENGARUH VOLUME,WAKTU DAN PH PENCAMPURAN) PENGGUNAAN EKSTRAK BUAH RAMBUTAN SEBAGAI PENGGUMPAL LATEKS PASCA PANEN (STUDI PENGARUH VOLUME,WAKTU DAN PH PENCAMPURAN) Farida Ali, Merry Helina, Yulia Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

Pengaruh Dosis Serum Lateks terhadap Koagulasi Lateks (Hevea brasiliensis) (The Effect of Dose Latex Serum to Latex Coagulation [Hevea brasiliensis])

Pengaruh Dosis Serum Lateks terhadap Koagulasi Lateks (Hevea brasiliensis) (The Effect of Dose Latex Serum to Latex Coagulation [Hevea brasiliensis]) Jurnal Agro Industri Perkebunan Pengaruh Dosis Serum Lateks terhadap Koagulasi Lateks (Hevea brasiliensis) (The Effect of Dose Latex Serum to Latex Coagulation [Hevea brasiliensis]) Maryanti 1)* dan Rachmad

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Pengolahan Hasil Perkebunan STIPAP Medan. Waktu penelitian dilakukan pada

METODE PENELITIAN. Pengolahan Hasil Perkebunan STIPAP Medan. Waktu penelitian dilakukan pada II. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proses Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan STIPAP Medan. Waktu penelitian dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. merupakan salah satu hasil pertanian terkemuka karena banyak menunjang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. merupakan salah satu hasil pertanian terkemuka karena banyak menunjang BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka Karet alam merupakan salah satu komoditi pertanian yang penting, baik untuk lingkup internasional dan teristimewa di

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. 1. Tinjauan Agronomis Karet Alam (Hevea brasiliensis)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. 1. Tinjauan Agronomis Karet Alam (Hevea brasiliensis) II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka 1. Tinjauan Agronomis Karet Alam (Hevea brasiliensis) Karet adalah tanaman perkebunan tahunan berupa pohon batang lurus. Pohon karet pertama

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persiapan dan Karakteristik Bahan Baku 1. Lateks Pekat Jenis lateks pekat yang digunakan dalam penelitian ini adalah lateks pekat perdagangan yang telah ditambahkan amonia.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dijadikan tanaman perkebunan secara besaar besaran, karet memiliki sejarah yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dijadikan tanaman perkebunan secara besaar besaran, karet memiliki sejarah yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Karet Sejak pertama kali ditemukan sebagai tanaman yang tumbuh secara liar sampai dijadikan tanaman perkebunan secara besaar besaran, karet memiliki sejarah yang cukup

Lebih terperinci

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Ekstraksi Tepung Karaginan Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : 1. Sortasi dan Penimbangan Proses sortasi ini bertujuan untuk memisahkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karet Alam Karet sudah lama sekali digunakan orang, penggunaannya meningkat sejak Googyear pertama kali memvulkanisasinya pada tahun 1839 dengan cara memanaskan campuran karet

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Industri Karet Adanya penemuan teknologi dibidang perkaretan menjadikan industri karet

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Industri Karet Adanya penemuan teknologi dibidang perkaretan menjadikan industri karet BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Industri Karet Adanya penemuan teknologi dibidang perkaretan menjadikan industri karet dunia semakin berkembang. Penemuan itu berawal pada abad XIX ketika ditemukan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2015, bertempat di

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2015, bertempat di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2015, bertempat di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian dan Laboratorium Rekayasa Bioproses

Lebih terperinci

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS A.1 Pengujian Viskositas (menggunakan viskosimeter) (Jacobs, 1958) Viskositas Saos Tomat Kental diukur dengan menggunakan viskosimeter (Rion Viscotester Model VT-04F). Sebelum

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. KARET ALAM DAN KARET ALAM PADAT (SIR 20) Karet alam adalah senyawa hidrokarbon yang dihasilkan melalui penggumpalan getah dari hasil penyadapan tanaman tertentu. Getah tersebut

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN NANAS DAN UMBI POHON GADUNG SEBAGAI KOAGULAN TERHADAP KUALITAS BAHAN OLAHAN KARET RAKYAT

PENGARUH PENGGUNAAN NANAS DAN UMBI POHON GADUNG SEBAGAI KOAGULAN TERHADAP KUALITAS BAHAN OLAHAN KARET RAKYAT PENGARUH PENGGUNAAN NANAS DAN UMBI POHON GADUNG SEBAGAI KOAGULAN TERHADAP KUALITAS BAHAN OLAHAN KARET RAKYAT Praharnata, Joko Sulistyo, Hesti Wijayanti*) Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tebu Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman ini memerlukan udara panas yaitu 24-30 ºC dengan perbedaan suhu musiman tidak lebih dari 6 ºC, perbedaan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Maret Juni 2012 bertempat di Bendungan Batu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Maret Juni 2012 bertempat di Bendungan Batu III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Maret Juni 2012 bertempat di Bendungan Batu Tegi Kabupaten Tanggamus dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Departemen

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengasapan Ikan Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan untuk mempertahankan daya awet ikan dengan mempergunakan bahan bakar kayu sebagai penghasil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brazil. Negara tersebut mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brazil. Negara tersebut mempunyai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budidaya Tanaman Karet Karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brazil. Negara tersebut mempunyai iklim dan hawa yang sama panasnya dengan negeri kita, karena itu karet mudah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengeringan Pengeringan adalah satuan unit operasi yang berfungsi untuk memisahkan kandungan air dari suatu bahan dengan menggunakan panas. Kandungan air di dalam bahan yang

Lebih terperinci

Teknologi Pengolahan Bokar Bersih

Teknologi Pengolahan Bokar Bersih Teknologi Pengolahan Bokar Bersih Afrizal Vachlepi disampaikan pada Bimbingan Teknis Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan Berbasis GMP Direktorat Jenderal Perkebunan Pusat Penelitian Karet 23-27 Mei 2016

Lebih terperinci

PRODUKSI DAN KUALITAS LATEKS PADA BERBAGAI JARAK TANAM TANAMAN KARET. Jl. Slamet Riyadi, Broni Jambi Telp

PRODUKSI DAN KUALITAS LATEKS PADA BERBAGAI JARAK TANAM TANAMAN KARET. Jl. Slamet Riyadi, Broni Jambi Telp PRODUKSI DAN KUALITAS LATEKS PADA BERBAGAI JARAK TANAM TANAMAN KARET Hayata 1*, Yuza Defitri 1 dan Afrozi 2 1 Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Batanghari Jl. Slamet Riyadi, Broni

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT 1. Waktu Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013 2. Tempat Laboratorium Patologi, Entomologi, & Mikrobiologi (PEM) Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Metode penelitian eksperimen merupakan metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang bermutu tinggi, yang mampu menyumbangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan makanan pada umumnya sangat sensitif dan mudah mengalami penurunan kualitas karena faktor lingkungan, kimia, biokimia, dan mikrobiologi. Penurunan kualitas bahan

Lebih terperinci

kimia KTSP & K-13 KOLOID K e l a s A. Sistem Dispersi dan Koloid Tujuan Pembelajaran

kimia KTSP & K-13 KOLOID K e l a s A. Sistem Dispersi dan Koloid Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 kimia K e l a s XI KOLOID Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami definisi koloid serta perbedaannya dengan larutan dan suspensi.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. Bahan Dan Alat 1. Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah lateks pekat perdagangan KKK 60%. Bahan-bahan lain yang berfungsi sebagai bahan pembantu dalam penelitian

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan september 2011 hingga desember 2011, yang bertempat di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Indonesia merupakan produsen karet nomor dua terbesar di dunia dengan produksi sebesar 2,55 juta ton pada tahun 2007 setelah Thailand (2,97 juta ton).

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN NATRIUM KARBONAT SEBAGAI ANTIKOAGULAN LATEKS (Havea bracileansis)

PENGARUH PENAMBAHAN NATRIUM KARBONAT SEBAGAI ANTIKOAGULAN LATEKS (Havea bracileansis) Serambi Saintia, Vol. IV, No. 2, Oktober 2016 ISSN : 2337-9952 26 PENGARUH PENAMBAHAN NATRIUM KARBONAT SEBAGAI ANTIKOAGULAN LATEKS (Havea bracileansis) Ratu Fazlia Inda Rahmayani 1, Abdul Mujala 2 Fakultas

Lebih terperinci

PENENTUAN BILANGAN VOLATILE FATTY ACID (VFA) DALAM LATEKS KEBUN PADA PEMBUATAN KARET REMAH KARYA ILMIAH RAHMA TIA HARAHAP

PENENTUAN BILANGAN VOLATILE FATTY ACID (VFA) DALAM LATEKS KEBUN PADA PEMBUATAN KARET REMAH KARYA ILMIAH RAHMA TIA HARAHAP 1 PENENTUAN BILANGAN VOLATILE FATTY ACID (VFA) DALAM LATEKS KEBUN PADA PEMBUATAN KARET REMAH KARYA ILMIAH Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Ahlimadya RAHMA TIA HARAHAP

Lebih terperinci

OPTIMASI PROSES PIROLISIS ASAP CAIR DARI TEMPURUNG KELAPA DAN APLIKASINYA SEBAGAI KOAGULAN LATEKS

OPTIMASI PROSES PIROLISIS ASAP CAIR DARI TEMPURUNG KELAPA DAN APLIKASINYA SEBAGAI KOAGULAN LATEKS JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 2 No.1 ; Juni 2015 OPTIMASI PROSES PIROLISIS ASAP CAIR DARI TEMPURUNG KELAPA DAN APLIKASINYA SEBAGAI KOAGULAN LATEKS JAKA DARMA JAYA 1, NURYATI 1, BADRI 2 1 Staff Pengajar

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat dan Bahan yang Digunakan Alat yang Digunakan

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat dan Bahan yang Digunakan Alat yang Digunakan BAB V METODOLOGI 5.1 Alat dan Bahan yang Digunakan 5.1.1 Alat yang Digunakan Tabel 5. Alat yang Digunakan No. Nama Alat Ukuran Jumlah 1. Baskom - 3 2. Nampan - 4 3. Timbangan - 1 4. Beaker glass 100ml,

Lebih terperinci

MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN

MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN Manisan biasanya dibuat dari buah. Produk ini merupakan bahan setengah kering dengan kadar air sekitar 30 %, dan kadar gula tinggi (>60%). Kondisi ini memungkinkan manisan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN ASAP CAIR SERBUK KAYU SEBAGAI KOAGULAN BOKAR THE UTILIZATION OF LIQUID SMOKE FROM SAWDUST AS BOKAR COAGULANT. Abstrak

PEMANFAATAN ASAP CAIR SERBUK KAYU SEBAGAI KOAGULAN BOKAR THE UTILIZATION OF LIQUID SMOKE FROM SAWDUST AS BOKAR COAGULANT. Abstrak PEMANFAATAN ASAP CAIR SERBUK KAYU SEBAGAI KOAGULAN BOKAR THE UTILIZATION OF LIQUID SMOKE FROM SAWDUST AS BOKAR COAGULANT Eli Yulita (1), (2), (2) Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang (1) Fakultas

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PEMBUATAN SAUS TOMAT Oleh: Masnun Balai Pelatihan Pertanian Jambi I. PENDAHULUAN

TEKNOLOGI PEMBUATAN SAUS TOMAT Oleh: Masnun Balai Pelatihan Pertanian Jambi I. PENDAHULUAN Page1 TEKNOLOGI PEMBUATAN SAUS TOMAT Oleh: Masnun Balai Pelatihan Pertanian Jambi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) merupakan salah satu komoditi sayuran buah yang sangat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Minyak nabati adalah cairan kental yang diambil atau diekstrak dari tumbuhtumbuhan. Komponen utama penyusun minyak nabati adalah trigliserida asam lemak, yang

Lebih terperinci

BAGAIMANA HUBUNGAN ANTARA SIFAT BAHAN KIMIA SEHARI-HARI DENGAN STRUKTUR PARTIKEL PENYUSUNNYA? Kegiatan 2.1. Terdiri dari

BAGAIMANA HUBUNGAN ANTARA SIFAT BAHAN KIMIA SEHARI-HARI DENGAN STRUKTUR PARTIKEL PENYUSUNNYA? Kegiatan 2.1. Terdiri dari Setelah mempelajari dan memahami konsep atom, ion, dan molekul, kini saatnya mempelajari ketiganya dalam bahan kimia sehari-hari. Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak pernah dapat melihat atom, ion,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persediaan minyak bumi di dunia mulai berkurang, sehingga perlu dicari

I. PENDAHULUAN. Persediaan minyak bumi di dunia mulai berkurang, sehingga perlu dicari I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Persediaan minyak bumi di dunia mulai berkurang, sehingga perlu dicari sumber energi alternatif. Energi alternatif yang diteliti dan terus dikembangkan di Indonesia dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

Buku Saku. Sistem Koloid. Nungki Shahna Ashari

Buku Saku. Sistem Koloid. Nungki Shahna Ashari Buku Saku 1 Sistem Koloid Nungki Shahna Ashari 2 Daftar Isi Pengertian koloid... 3 Pengelompokan koloid... 4 Sifat-sifat koloid... 5 Pembuatan koloid... 12 Kegunaan koloid... 13 3 A Pengertian & Pengelompokan

Lebih terperinci

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao PENDAHULUAN Pengolahan hasil kakao rakyat, sebagai salah satu sub-sistem agribisnis, perlu diarahkan secara kolektif. Keuntungan penerapan pengolahan secara kolektif adalah kuantum biji kakao mutu tinggi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Biji Kemiri Sumber : Wikipedia, Kemiri (Aleurites moluccana) merupakan salah satu tanaman tahunan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Biji Kemiri Sumber : Wikipedia, Kemiri (Aleurites moluccana) merupakan salah satu tanaman tahunan yang 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kemiri Gambar 1. Biji Kemiri Sumber : Wikipedia, 2016 Kemiri (Aleurites moluccana) merupakan salah satu tanaman tahunan yang termasuk dalam famili Euphorbiaceae (jarak-jarakan).

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA II KLINIK

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA II KLINIK LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA II KLINIK NAMA NIM KEL.PRAKTIKUM/KELAS JUDUL ASISTEN DOSEN PEMBIMBING : : : : : : HASTI RIZKY WAHYUNI 08121006019 VII / A (GANJIL) UJI PROTEIN DINDA FARRAH DIBA 1. Dr. rer.nat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Minyak nabati adalah sejenis minyak yang terbuat dari tumbuhan. Digunakan dalam makanan dan memasak. Beberapa jenis minyak nabati yang biasa digunakan ialah minyak

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Bahan dan Alat 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian 3.3 Metode Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Bahan dan Alat 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian 3.3 Metode Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lateks pekat, lateks karbohidrat rendah (Double Centrifuge latex/lds), lateks DPNR (Deproteinized Natural Rubber),

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.) memberikan hasil sebagai berikut : Tabel 2 :

Lebih terperinci

KOMODITAS KARET (Hevea brasiliensis) UNTUK SRG DAN PASAR FISIK

KOMODITAS KARET (Hevea brasiliensis) UNTUK SRG DAN PASAR FISIK KOMODITAS KARET (Hevea brasiliensis) UNTUK SRG DAN PASAR FISIK Dr. Sinung Hendratno Pusat Penelitian Karet Kegiatan Pertemuan Teknis Komoditas tentang Paparan Komoditas Karet untuk PBK/SRG/PL Biro Analisis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah karet Sejak pertama kali ditemukan sebagai tanaman yang tumbuh secara liar sampai dijadikan tanaman perkebunan secara besar besaran, karet memiliki sejarah yang cukup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan,

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan pengawet berbahaya dalam bahan makanan seperti ikan dan daging menjadi permasalahan serius yang dihadapi oleh pemerintah. Penggunaan bahan pengawet

Lebih terperinci

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Mingguke-5

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Mingguke-5 PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Mingguke-5 Teknologi Pengawetan dan Produk Susu Cair (Lanjutan). Pengaruh Pasteurisasi (pemanasan) terhadap sifat fisik dan kimia susu Pemanasan dapat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 LOKASI PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Analisa dan Laboratorium Proses Industri Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sumatera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam yang ada di Indonesia digunakan dalam berbagai hal, seperti: sumber energi (bahan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KARET INDONESIA. Di tengah masih berlangsungnya ketidakpastian perekonomian dunia dan

IV. GAMBARAN UMUM KARET INDONESIA. Di tengah masih berlangsungnya ketidakpastian perekonomian dunia dan 59 IV. GAMBARAN UMUM KARET INDONESIA A. Perekonomian Karet Indonesia Di tengah masih berlangsungnya ketidakpastian perekonomian dunia dan memburuknya kinerja neraca perdagangan nasional, kondisi perekonomian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai. Bahan dan Alat Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai. Bahan dan Alat Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Maret sampai Mei 2008. Bahan dan Alat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Nabati Minyak nabati adalah senyawa minyak yang terbuat dari tumbuhan yang diperoleh melaui proses ekstraksi dan pengepressan mekanik. digunakan dalam makanan dan untuk

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT Feri Manoi PENDAHULUAN Untuk memperoleh produk yang bermutu tinggi, maka disusun SPO penanganan pasca panen tanaman kunyit meliputi, waktu panen,

Lebih terperinci

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya.

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya. SUSU a. Definisi Susu Air susu termasuk jenis bahan pangan hewani, berupa cairan putih yang dihasilkan oleh hewan ternak mamalia dan diperoleh dengan cara pemerahan (Hadiwiyoto, 1983). Sedangkan menurut

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci