GENDER DALAM PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN (Kasus Pelaksanaan P2KP di Desa Banjarwaru, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "GENDER DALAM PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN (Kasus Pelaksanaan P2KP di Desa Banjarwaru, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)"

Transkripsi

1 GENDER DALAM PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN (Kasus Pelaksanaan P2KP di Desa Banjarwaru, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Oleh DIAN ANNISA A PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 RINGKASAN DIAN ANNISA. GENDER DALAM PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN. Kasus Pelaksanaan P2KP di Desa Banjarwaru, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Di bawah bimbingan SITI SUGIAH MUGNIESYAH). Jumlah penduduk miskin yang tinggi dari tahun ke tahun, mendorong pemerintah untuk mengintroduksikan program penanggulangan kemiskinan untuk mengatasi kondisi tersebut. P2KP merupakan salah satu program penanggulangan kemiskinan yang diintroduksikan oleh pemerintah. Merespon pada kebijakan pemerintah mengenai INPRES Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam pembangunan nasional, seperti tercantum pada Pedoman Umum P2KP, pelaksanaan P2KP ini diantaranya salah satunya harus dilandasi oleh prinsip kesetaraan gender. Tujuan skripsi ini adalah untuk mempelajari mengenai: (1) Pelaksanaan pengintegrasian sistem nilai kesetaraan gender ke dalam proses perencanaan dan pelaksanaan program P2KP, (2) Profil rumahtangga miskin yang menjadi sasaran program P2KP, (3) Akses dan kontrol perempuan dan laki-laki dari rumahtangga miskin, terhadap program P2KP, (4) Peranan aparat pemerintah dalam mengawasi program P2KP, dan (5) Permasalahan yang menghambat tercapainya tujuan P2KP yang responsif gender. Penelitian ini dilakukan di Desa Banjarwaru, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi berdasarkan pertimbangan bahwa desa ini menjadi lokasi pelaksanaan P2KP yang telah dilaksanakan pada periode waktu Selain itu, Desa Banjarwaru pada Tahun 2006 terpilih menjadi juara ketiga desa terbaik pada tingkat Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini mengacu pada beragam konsep, pendekatan dan teori-teori berkenaan gender dan pembangunan, pendekatan evaluasi program dan sistem, serta berbagai aspek berkenaan pelaksanaan P2KP sebagaimana diatur dalam Pedoman Umum P2KP. Di tingkat lapangan, penelitian ini menggunakan metode

3 2 kuantitatif dan kualitatif. Data yang diambil mencakup data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan metode penelitian pencacahan lengkap atau full enumeration survey dan survei. Data sekunder diperoleh melalui kegiatan studi dokumentasi, khususnya yang menyangkut potensi desa serta laporan dan dokumentasi lain yang berkenaan dengan pelaksanaan P2KP di Desa Banjarwaru. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Agustus hingga November Secara umum keberhasilan P2KP diukur oleh faktor-faktor proses dan keluaran (output) dari P2KP yang terjadi pada kelompok sasaran P2KP. Pada faktor proses, dilihat dari keterlibatan atau peranserta; baik laki-laki dan perempuan pada tahap perencanaan P2KP, termasuk dalam pengambilan keputusan. Mengacu pada rumusan tujuan P2KP, terdapat empat indikator keluaran (output) P2KP, yaitu: (1) perbaikan sarana dan prasarana dasar perumahan dan permukiman masyarakat miskin perkotaan serta perbaikan kualitas rumah keluarga miskin, (2) meningkatnya Kegiatan Ekonomis Produktif (KEP) dan pendapatan keluarga miskin, (3) terbentuknya kelembagaan BKM dan KSM yang mengelola program P2KP atas dasar prinsip partisipatif, serta (4) meningkatnya jumlah fasilitator lokal yang membantu masyarakat miskin. Salah satu aspek kesetaraan gender dalam faktor proses, yaitu peranserta antara laki-laki dan perempuan dalam kepengurusan BKM sebagai lembaga pengelola P2KP, juga pada Unit-unit Pengelola. Berdasarkan hal tersebut, terlihat bahwa laki-laki lebih akses dan kontrol terhadap kepengurusan BKM dan Unit Pengelola tersebut, dimana jumlah laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan jumlah perempuan yang terlibat pada kepengurusan tersebut. Berdasarkan jenis kelamin dan statusnya dalam kepengurusan, terlihat bahwa semakin tinggi posisi dalam kepengurusan BKM dan Unit Pengelola, maka semakin rendah akses perempuan terhadap posisi tersebut. Aspek lain yang juga dilihat untuk melihat kesetaraan gender dalam faktor proses, yaitu keterlibatan semua unsur masyarakat dan juga aparat pemerintah dalam tahap perencanaan P2KP pada saat rembug warga untuk menyusun PJM Pronangkis dan penentuan sasaran penerima bantuan P2KP. Diketahui bahwa seluruh unsur masyarakat dan aparat pemerintah ikut serta pada kegiatan tersebut. Namun demikian berdasarkan jenis kelamin yang hadir,

4 3 diketahui bahwa jumlah perempuan jumlahnya jauh lebih rendah dibandingkan dengan jumlah laki-laki yang hadir pada kegiatan rembug warga tersebut. Pelaksanaan P2KP yang dilandasi dengan kesetaraan gender, dilihat dari tingkat akses dan kontrol RMKL dan RMKP terhadap P2KP, yang terdiri dari akses dan kontrol RMKL dan RMKP terhadap bantuan fisik, pinjaman kredit, dan pengembalian pinjaman kredit tersebut. Diketahui bahwa tingkat akses dan kontrol terhadap P2KP yang lebih tinggi ditemui pada RMKL dibandingkan RMKP, seperti terlihat pada akses dan kontrol terhadap bantuan pinjaman kredit, dimana bantuan pinjaman kredit yang diterima oleh RMKL jumlahnya lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah bantuan pinjaman kredit yang diterima oleh RMKP. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat akses dan kontrol RMKL dan RMKP terhadap P2KP, seperti stimulan P2KP, pengelolaan P2KP, karakteristik individu, sumberdaya rumahtangga RMKL dan RMKP, dan faktor lingkungan. Namun demikian diduga tingkat akses dan kontrol yang lebih tinggi pada RMKL terhadap P2KP dipengaruhi oleh faktor status atau jabatannya dalam masyarakat. Pada karakteristik individu, diketahui bahwa tingkat pendidikan ART pada RMKL dan RMKP tergolong rendah. Hal ini terlihat dari mayoritas RMKL dan RMKP yang hanya memiliki tingkat pendidikan hingga Sekolah Dasar (SD). Sedangkan pada status pekerjaan tergolong sedang, dimana ART pada RMKL dan RMKP yang bekerja rata-rata berstatus sebagai buruh upahan dan karyawan. Dalam hal sumberdaya rumahtangga; baik pada RMKL dan RMKP jumlah ART yang bekerja tergolong rendah, dimana hanya kepala keluarga saja yang bekerja. Sedangkan pada status kategori keluarga; baik pada RMKL dan RMKP tergolong tinggi, karena hampir seluruh RMKL dan RMKP tergolong keluarga tidak miskin dengan menggunakan kriteria keluarga miskin yang dikeluarkan oleh BPS. Peranan aparat pemerintah dalam pengawasan selama P2KP berlangsung tergolong rendah. Hal ini terlihat dari peranserta aparat pemerintah yang hanya terlibat pada tahap perencanaan saja, dimana aparat pemerintah dalam hal ini Kepala Desa (tingkat desa) dan PJOK (tingkat kecamatan) hanya terlibat pada saat rembug warga untuk menyusun PJM Pronangkis dan penentuan sasaran penerima bantuan P2KP saja.

5 4 Secara keseluruhan, permasalahan utama yang ditemui pada pelaksanaan P2KP di Desa Banjarawaru adalah pada pelaksanaan bantuan pinjaman kredit ekonomi mikro. Dimana pada pelaksanaan pinjaman kredit tersebut banyak diantara RMKL dan RMKP yang tidak melunasi pinjaman tersebut hingga saat ini, sehingga terjadi kredit macet dan mengakibatkan tidak terjadinya perputaran pada dana BLM P2KP. Menanggapi hal tersebut, peranserta aparat pemerintah dalam pelaksanaan P2KP sebagai pengawas jalannya P2KP akan berguna pada kelancaran pelaksanaan P2KP yang responsif gender.

6 ii GENDER DALAM PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN (Kasus Pelaksanaan P2KP di Desa Banjarwaru, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Oleh DIAN ANNISA A Skripsi Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

7 iii PROGRAM STUDI KOMUNiKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun: Nama No. Pokok Judul : Dian Annisa : A : Geder dalam Program Penanggulangan Kemiskinan (Kasus Pelaksanaan P2KP di Desa Banjarwaru, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing Ir. Siti Sugiah Mugniesyah, MS. NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP Tanggal Lulus Ujian:

8 iv PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL GENDER DALAM PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN (KASUS PELAKSANAAN P2KP DI DESA BANJARWARU, KECAMATAN CIAWI, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT) BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR- BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. Bogor, Maret 2008 Dian Annisa A

9 v RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 12 Oktober 1985, sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan suami istri Atjep Sjafei Sulaiman dan Eni Djulaeha. Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Harjasari I pada Tahun Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikannya di SMPN 2 Bogor. Selanjutnya, Tahun 2000 penulis melanjutkan sekolah di SMUN 3 Bogor dan lulus pada Tahun Pada Tahun 2003, penulis mendapatkan kesempatan untuk belajar di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Peneriman Mahasiswa Baru). Penulis diterima di Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian. Semasa kuliah, penulis aktif dalam beberapa organisasi, baik di dalam maupun luar kampus. Penulis pernah menjabat sebagai staf Departemen Sosial, Himpunan Profesi MISETA periode , dan staf Divisi Jurnalis sebagai reporter pada UKM Gema Almamater periode

10 vi UCAPAN TERIMA KASIH Segala Puji dan Syukur hanya dipanjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan, kesabaran, dan pengetahuan kepada penulis dalam penyelesaian penulisan Skripsi yang mengambil judul Gender dalam Program Penanggulangan Kemiskinan (Kasus Pelaksanaan P2KP di Desa Banjarwaru, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat). Dalam kesempatan ini penulis hendak menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang tulus kepada: 1. Ir. Siti Sugiah Mugniesyah, MS., selaku pembimbing utama yang telah mengarahkan dan memberi masukan sehingga Skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. 2. Ir. Dwi Sadono, MS., selaku penguji utama yang telah memberikan banyak masukan dalam rangka perbaikan Skripsi ini. 3. Martua Sihaloho SP. MS., selaku penguji dari Departemen KPM yang telah banyak mengoreksi kesalahan dalam penulisan Skripsi ini. 4. Ir. Nuraini W. Prasodjo, MS., selaku pembimbing akademik yang banyak memberikan bimbingan dan nasehat. 5. Keluarga besarku yang tercinta, Papap dan Mama yang telah memberikan kasih dan doanya, A Doni dan A Dodi yang senantiasa memberikan aku semangat. Karya kecil ini kepersembahkan bagi kalian. 6. Bapak, Ibu, Uthie, Jowe, dan Ade. Terima kasih telah menjadi keluarga kedua bagiku. 7. Om Kana dan Tante Keukeu di Bandung. Terima kasih atas bantuannya selama ini. 8. Januar Sena. Terimakasih atas bantuannya dalam proses pengeditan Skripsi ini. 9. Keluarga Besar Kartika Abadiari Putri. Om, Tante, Mas Dian, Mima, terutama Tinceu yang selalu mendukung, mendoakan, dan memberikan semangat selama penelitian yang penuh suka dan duka.

11 vii 10. Teman-teman seperjuangan KPM 40, yang telah banyak membantu. Naida, Ceni, Nci, Sasti, Dj, Widi, Reza, Jaum, Iki, Devi, Joko, Ciendo, Ijah, Ii, Tata, Veni, Yeni, Irma, Uthe, Budew, Deni, Eka, Octa, Reza, Dwi, Ema, Tiwi, Grace, Rika, Sinta, Ocha, Karin, Derin, Mine, Puput, Pipit, Yuni, Acild, Dipa, Hendra, Yudi, Upa, Said, Isti, Andin. 11. Tim dosen KPM SOSEK IPB, terimakasih telah memberikan pengajaran yang terbaik, juga untuk seluruh staff KPM (Mbak Maria dan Mbak Nisa) yang telah membantu selama perkuliahan. 12. Pak Wawan, Pak Aris, Bu Titi, Bu Ida dan segenap masyarakat Desa Banjarawaru. Terima kasih atas sambutan dan dukungan selama penelitian. 13. Tidak lupa rasa terima kasih juga kepada semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu per satu atas bantuannya dalam penyusunan dan penyelesaian Skripsi ini. Bogor, Maret 2008 Penulis

12 viii DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xiii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan dan Kegunaan Penelitian...8 BAB II PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Pengertian, Kategori dan Teori-teori Kemiskinan Pengertian dan Kriteria Rumahtangga Miskin Kelembagaan P2KP Pengertian Beberapa Konsep dalam Gender dan Pembangunan dan Teknik Analisis Gender (TAG) Evaluasi Program dan Pendekatan Sistem Kerangka Pemikiran Hipotesis Pengarah Definisi Operasional...29 BAB III BAB IV BAB V METODOLOGI PENELITIAN Metode Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Penentuan Populasi dan Sampel Penelitian Metode Analisis Data...38 PROFIL DESA BANJARWARU Lokasi dan Kondisi Geografis Tata Guna Lahan di Desa Banjarwaru Kondisi Umum Penduduk Desa Banjarwaru...42 PROFIL RUMAHTANGGA MISKIN DI DESA BANJARWARU Karakteristik Individu Jenis Kelamin Umur Tingkat Pendidikan Jenis Pekerjaan Status Pekerjaan...55

13 ix 5.2. Karakteristik Rumahtangga Status Kategori Rumahtangga Jumlah ART yang Bekerja dan/atau Berusaha Ikhtisar...58 BAB VI PROFIL P2KP DI DESA BANJARWARU Program-program P2KP di Desa Banjarwaru Profil Gender dalam Kelembagaan P2KP Ikhtisar...64 BAB VII STIMULAN DAN PENGELOLAAN P2KP STIMULAN P2KP Tingkat Bantuan Dana BLM untuk Pemugaran Rumah, Perbaikan Fasilitas Umum dan Bantuan Sosial Tingkat Kemudahan Sistem Alokasi dan Pengembalian Dana Pinjaman Kredit Mikro Tingkat Kesesuaian Jenis Pelatihan dengan Kebutuhan Sasaran P2KP Pengelolaan P2KP Tipe Pendekatan BKM dalam Pengelolaan P2KP pada Penentuan Sasaran P2KP Frekuensi Kunjungan Pendampingan Fasilitator Ikhtisar...74 BAB VIII AKSES DAN KONTROL RMKL DAN RMKP TERHADAP P2KP Tingkat Akses RMKL dan RMKP Terhadap Dana BLM untuk Pemugaran Rumah, Perbaikan Fasilitas Umum dan Bantuan Sosial Tingkat Kontrol RMKL dan RMKP Terhadap Dana BLM untuk Pemugaran Rumah, Perbaikan Fasilitas Umum dan Bantuan Sosial Tingkat Akses RMKL dan RMKP terhadap Dana Bantuan Pinjaman Kredit Mikro Tingkat Kontrol RMKL dan RMKP Terhadap Dana Bantuan Pinjaman Kredit Mikro Tingkat Akses RMKL dan RMKP pada Pengembalian Dana Bantuan Pinjaman Kredit Mikro Tingkat Kontrol RMKL dan RMKP pada Pengembalian Dana Bantuan Pinjaman Kredit Mikro Ikhtisar...86 BAB IX FAKTOR LINGKUNGAN DAN PERMASALAHAN PADA P2KP Faktor Lingkungan...88

14 x Pengawasan dan Dukungan dari Pemerintah Desa dan Kecamatan serta LSM Permasalahan P2KP Ikhtisar...91 BAB X BAB XI RELASI GENDER DALAM P2KP Hubungan Antara Karakteristik Stimulan P2KP dengan Tingkat Akses dan Kontrol RMKL dan RMKP terhadap P2KP Hubungan Antara Pengelolaan P2KP dengan Tingkat Akses dan Kontrol RMKL dan RMKP terhadap P2KP Hubungan Antara Karakteristik Individu RMKL dan RMKP dengan Tingkat Akses RMKL dan RMKP terhadap P2KP Hubungan Antara Sumberdaya Rumahtangga RMKL dan RMKP dengan tingkat Akses dan Kontrol RMKL dan RMKP terhadap P2KP Hubungan Antara Faktor Lingkungan Pada P2KP dengan Tingkat Akses dan Kontrol RMKL dan RMKP terhadap P2KP Ikhtisar PENUTUP Kesimpulan Saran LAMPIRAN DAFTAR PUSTAKA...110

15 xi DAFTAR TABEL Nomor Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6. Tabel 7. Tabel 8. Tabel 9. Teks Halaman Luas Wilayah Desa Banjarwaru menurut Jenis Peruntukan Lahan, Tahun Jumlah Penduduk Desa Banjarwaru menurut Jenis Kelamin, Tahun Jumlah Penduduk Banjarwaru menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, Tahun 2006 (dalam persen)...43 Jumlah Penduduk Desa Banjarwaru menurut Tingkat Pendidikan, Tahun 2006 (dalam persen)...44 Jumlah Penduduk Desa Banjarwaru menurut Jenis Pekerjaan, Tahun 2006 (dalam persen)...45 Jumlah Penduduk Desa Banjarwaru menurut Agama yang Dianut, Tahun 2006 (dalam persen)...46 Jumlah Kepala Keluarga (KK) di Desa Banjarwaru menurut Jenis Kelamin Kepala Keluarganya, Tahun 2006 (dalam persen)...47 Jumlah Keluarga Desa Banjarwaru menurut Tingkat Kesejahteraan Keluarga, Tahun Jumlah Anggota Rumahtangga Miskin menurut Jenis Kelamin, Tahun Tabel 10. Rumahtangga Miskin menurut Kelompok Umur, Jenis Kelamin Kepala dan Anggota Rumahtangga, Tahun 2007 (dalam persen)...51 Tabel 11. Rumahtangga Miskin menurut Tingkat Pendidikan, Jenis Kelamin Kepala dan Anggota Rumahtangga (dalam persen)...52 Tabel 12. Rumahtangga Miskin menurut Jenis Pekerjaan, Jenis Kelamin Kepala dan Anggota Rumahtangga, Tahun 2007 (dalam persen)...54 Tabel 13. Rumahtangga Miskin menurut Status Pekerjaan, Jenis Kelamin Kepala dan Anggota Rumahtangga, Tahun 2007 (dalam persen)...56 Tabel 14. Jumlah Rumahtangga Miskin menurut Status Kategori Keluarga Miskin, Tahun 2007 (dalam persen)...56 Tabel 15. Jumlah Rumahtangga Miskin menurut Jenis Kelamin Kepala Rumahtangga dan ART yang Bekerja (dalam persen)...58

16 xii Tabel 16. Profil Gender pada Kepengurusan BKM dan Unit-unit Pengelola...62 Tabel 17. Jumlah RMKL dan RMKP Penerima Bantuan Perbaikan Rumah menurut Jumlah Bantuan Dana, Tahun 2007 (dalam persen)...66 Tabel 18. Jumlah Bantuan Dana BLM Bantuan Fisik Perbaikan Fasilitas Umum menurut Jumlah Bantuan Dana yang Diterima Setiap KSM...67 Tabel 19. Tingkat Akses RMKL dan RMKP terhadap Dana Bantuan Fisik menurut Jumlah Jenis Bantuan Fisik yang Diterima (dalam persen)...77 Tabel 20. Pola Pengambilan Keputusan RMKL dan RMKP terhadap Dana Bantuan Fisik (dalam persen)...79 Tabel 21. Tingkat Akses RMKL dan RMKP terhadap Dana Bantuan Pinjaman Kredit Mikro (dalam persen)...80 Tabel 22. Pola Pengambilan Keputusan RMKL dan RMKP terhadap Dana Bantuan Pinjaman Kredit Mikro (dalam persen)...81 Tabel 23. Tingkat Akses RMKL dan RMKP pada Pengembalian Dana Pinjaman Kredit Mikro menurut Jumlah Pengembalian Dana (dalam persen)...83 Tabel 24. Tingkat Kontrol RMKL dan RMKP pada Pengembalian Dana Bantuan Pinjaman Kredit Mikro (dalam persen)...85 Tabel 25. Tingkat Akses dan Kontrol RMKL dan RMKP terhadap Bantuan Fisik, Pinjaman Kredit, dan Pengembaliannya menurut Tingkat Pendidikan...96 Tabel 26. Tingkat Akses dan Kontrol RMKL dan RMKP terhadap Bantuan Fisik menurut Status Pekerjaan...97 Tabel 27. Tingkat Akses dan Kontrol RMKL dan RMKP terhadap Bantuan Fisik, Pinjaman Kredit, dan Pengembaliannya menurut Jumlah ART yang Bekerja...98 Tabel 28. Tingkat Akses dan Kontrol RMKL dan RMKP terhadap Bantuan Fisik, Pinjaman Kredit, dan Pengembaliannya menurut Status Kategori Keluarga...99

17 xiii Nomor DAFTAR GAMBAR Teks Halaman Gambar 1. Struktur Organisasi P2KP...17 Gambar 2. Diagram Kotak Gelap...24 Gambar 3. Bagan Hubungan Antar Peubah Studi Gender dalam Penanggulangan Kemiskinan (P2KP)...28 Gambar 4. Peta Desa Banjarwaru...39

18 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setelah merdeka selama hampir 63 tahun, pemerintah Indonesia masih belum mampu mengantarkan rakyatnya untuk mencapai hidup adil dan makmur seperti tercantum dalam pembukaan UUD Sebagaimana tertulis dalam Peraturan Presiden RI Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) , pemerintah mengakui bahwa penitikberatan pembangunan masa lalu yang menekankan pada pertumbuhan ekonomi semata telah menciptakan kesenjangan kehidupan antar golongan pendapatan, antar wilayah dan antar kelompok masyarakat. Adanya krisis ekonomi yang multidimensional sejak tahun 1997/1998 dilaporkan telah mengakibatkan meningkatnya jumlah penduduk miskin, yakni dari sebanyak 22,5 juta jiwa (11,3 persen) pada tahun 1996 menjadi 49,5 juta jiwa (24,2 persen) pada tahun 1999 atau meningkat lebih dari dua kali lipat total penduduk Indonesia hanya dalam kurun waktu tiga tahun (BPS, 1999 dalam Huraerah, 2006). Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa dewasa ini jumlah penduduk miskin memang cenderung menurun, yakni sebanyak 39,05 juta jiwa pada tahun Namun demikian, BPS memperhitungkan terjadinya peningkatan dalam persentase terhadap total penduduk Indonesia, yakni menjadi 15,97 persen (Badan Pusat Statistik, 2006). Menyadari kondisi tersebut, sejak era reformasi, pemerintah melalui kebijakan yang tertuang dalam Undang-undang No. 25 Tahun 2000 tentang

19 2 Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) telah berupaya mengintroduksikan berbagai program/proyek pengentasan kemiskinan. Beragam upaya tersebut tampaknya membuahkan sedikit hasil. Itu sebabnya dalam RPJMN , pemerintah telah menetapkan salah satu agenda prioritas pembangunan nasional, yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang salah satu dari lima sasaran pokoknya adalah bahwa dengan dukungan stabilitas ekonomi yang tetap terjaga, pada tahun 2009 jumlah penduduk miskin diharapkan menurun menjadi 8,2 persen. Untuk itu, salah satu prioritas dan kebijakan dalam pembangunan nasional dilakukan melalui penanggulangan kemiskinan yang diarahkan untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak dasar masyarakat miskin atas: pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, tanah, lingkungan hidup dan sumberdaya alam, rasa aman serta hak untuk berpartisipasi dalam perumusan kebijakan publik. Satu hal penting yang harus dicermati adalah bahwa dalam membicarakan data tentang penduduk miskin, pemerintah tidak pernah menunjukkan data terpilah menurut jenis kelamin, sehingga data tersebut sama sekali tidak dapat memberi gambaran fenomena gender dalam kemiskinan. Padahal, dalam RPJMN dinyatakan bahwa fenomena kemiskinan itu identik dengan ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya; yang berarti bahwa kemiskinan juga dialami oleh laki-laki dan perempuan. Karenanya fenomena gender dalam kemiskinan merupakan keniscayaan. Diakui bahwa Badan Pusat Statistik (BPS) pernah mengemukakan data penduduk miskin menurut jenis kelamin kepala rumahtangganya. Dilaporkan bahwa pada tahun 2004, dari sebanyak 36,1 juta penduduk miskin, 91,6 persen

20 3 diantaranya berasal dari rumahtangga miskin yang dikepalai laki-laki (RMKL), dan sisanya dari rumahtangga miskin yang dikepalai perempuan (RMKP) 1. Namun demikian, data tersebut tidak dapat menunjukkan kondisi yang sesungguhnya, mengingat pengertian RMKP yang digunakan BPS terbatas pada rumahtangga janda (mati atau cerai). Selama ini, pengertian kepala rumahtangga menunjuk pada seseorang sebagai penanggung jawab atas nafkah seluruh rumahtangga (pencari nafkah utama). Dengan demikian, dimungkinkan bahwa diantara RMKL secara de facto akan dijumpai bahwa pencari nafkah utamanya adalah perempuan. Jika data penduduk miskin menggunakan analisis pada tingkat individu, maka kecenderungannya menjadi lain. Seperti yang dilaporkan oleh BPS pada tahun yang sama, jumlah penduduk miskin menurut jenis kelamin laki-laki dan perempuan menunjukkan persentase yang sama, yakni masing-masing 50 persen dari sebanyak 36,1 juta penduduk miskin. Adapun di Jawa Barat, pada tahun yang sama tercatat 49,5 persen penduduk miskin adalah perempuan, dan sisanya lakilaki. Data selengkapnya disajikan pada Lampiran 1. Dengan mempertimbangkan kecenderungan adanya proporsi penduduk miskin pada kedua jenis kelamin yang cenderung seimbang proporsinya, menuntut pemerintah dan stakeholders untuk melakukan penanggulangan kemiskinan yang berperspektif gender. Hal ini penting, mengingat para ahli menengarai adanya gejala poverty feminization yang mengandung pengertian kemiskinan perempuan akibat ulah tak bertangung jawab laki-laki (Sitorus, 1994). Mengerti masalah wanita akan membantu kita pula untuk mengisi arti 1 Sumber: BPS, 2002; 2003;2004, diolah Mugniesyah (2007)

21 4 pembangunan, yaitu jika pembangunan dirumuskan sebagai suatu proses dimana insan-insan pria dan wanita yang menjadi sasaran pembangunan seyogyanya berpartisipasi sama nilai (equally) dalam proses tersebut (Pudjiwati Sajogyo, 1988). Upaya penanggulangan kemiskinan telah dilakukan sejak tahun 1970-an dan terus berlangsung hingga kini dengan beberapa perubahan pendekatan sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan keadaan (Prabowo dan Wurjanto, 2006). Menurut keduanya, pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar diintroduksikan pada awal tahun 1970-an, dengan fokus pada pemenuhan kebutuhan dasar manusia untuk hidup bermartabat dalam arti akses/mampu menikmati makanan, kesehatan dasar, air bersih dan sanitasi, pendidikan, serta tempat tinggal yang layak. Pendekatan ini bertujuan mengatasi masalah kelaparan, penyakit dan buta huruf yang dialami oleh penduduk miskin pada waktu itu. Pendekatan kedua, pemberdayaan masyarakat yang diintroduksikan sekitar tahun 1993, bertujuan meningkatkan kapabilitas sumberdaya manusia, terutama kelompok miskin di pedesaan. Beragam upaya ditempuh, diantaranya melalui program pembangunan infrastruktur pedesaan, distribusi asset ekonomi dan modal usaha serta penguatan kelembagaan masyarakat. Beberapa program tersebut dikenal sebagai Program Inpres Desa Tertinggal (IDT), Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal (P3DT), Kecamatan Development Program (KDP), dan Jaring Pengaman Sosial (JPS) yang dilaksanakan selama krisis ekonomi tahun Hasil yang dicapai dari beragam program tersebut belum mampu mewujudkan pengentasan kemiskinan. Menurut Ritonga (2006) ada dua faktor

22 5 penting penyebab kegagalan program penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Pertama, program-program tersebut cenderung berfokus pada upaya penyaluran bantuan sosial untuk orang miskin (Program Raskin dan JPS), yang berdampak pada timbulnya ketergantungan mereka pada pemerintah, tidak memberdayakan mereka, bahkan memperburuk moral dan perilaku masyarakat miskin. Bersamaan dengan itu, juga berdampak pada perilaku korupsi di kalangan birokrat dan administrator dalam penyalurannya. Kedua, kurangnya pemahaman berbagai pihak pelaksana program atas faktor-faktor penyebab kemiskinan sehingga program-program tersebut di atas tidak didasarkan pada isu-isu kemiskinan, yang penyebabnya berbeda-beda secara lokal. Oleh karena itu, kemiskinan tetap sebagai suatu kondisi sosial yang umumnya tidak terlihat dan belum dipahami sepenuhnya oleh para pengambil keputusan. Berdasar domisilinya, Adam (2006) mengemukakan bahwa selama ini kemiskinan diidentikkan dengan fenomena desa atau daerah terpencil yang minus sumberdayanya. Namun demikian, seiring dengan meningkatnya urbanisasi dan krisis ekonomi berkepanjangan, kemiskinan lebih banyak ditemui di wilayah perkotaan. Sehubungan dengan itu pemerintah mengintroduksikan Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) yang dalam pelaksanaannya menggunakan paradigma dan pemahaman baru. Proyek ini merupakan salah satu proyek nasional yang diintroduksikan pemerintah, yang pelaksanaannya menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman Departemen Kimpraswil (executing agency). Proyek ini dimaksudkan untuk memulihkan serta memperkuat modal sosial masyarakat dan kapasitas pemerintah daerah agar

23 6 mampu menanggulangi berbagai persoalan kemiskinan yang ada di wilayahnya dan membangun lingkungan permukiman secara mandiri dan berkelanjutan, dengan berbasis pada nilai-nilai universal kemanusiaan seperti keikhlasan, kejujuran dan keadilan (Kimpraswil, 2003). Sebagai salah satu program penanggulangan kemiskinan berparadigma baru, program ini pelaksanakannya dilandasi prinsip partisipatif dan kesetaraan, dalam arti melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, pelaksanaan dan pemanfaatan hasil-hasil program dengan tidak membedakan latar belakang, asal usul, agama, status, maupun jenis kelamin. Mengingat penduduk miskin di perkotaan terdiri atas laki-laki dan perempuan, dan bahwa fenomena poverty feminization masih sangat kuat eksistensinya di perkotaan, maka prinsip kesetaraan dalam P2KP seharusnya secara spesifik merujuk pada kesetaraan gender. Ini penting, karena pelaksanaan P2KP harus merespon pada kebijakan pemerintah sebelumnya, khususnya INPRES Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam pembangunan nasional. Sebagaimana diketahui, melalui kebijakan tersebut, pemerintah menginstruksikan kepada pejabat negara, termasuk Gubernur dan Bupati/Walikota untuk melaksanakan PUG guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi atas kebijakan/program pembangunan nasional yang berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masing-masing, sehingga mampu mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender (KKG) dalam pembangunan (Meneg PP dalam Mugniesyah, 2004).

24 7 Berdasar penjelasan di atas dan dengan mempertimbangkan bahwa P2KP sudah dilaksanakan sejak tahun 1999, perlu ada penelitian untuk menelaah mampu tidaknya program tersebut dalam mewujudkan pengentasan kemiskinan yang dilandasi keadilan dan kesetaraan gender Perumusan Masalah Sebagaimana tercantum pada Pedoman Umum P2KP, pelaksanaan proyek ini diantaranya harus dilandasi oleh prinsip-prinsip demokrasi, partisipasi, transparansi, akuntabilitas, desentralisasi dan nilai kesetaraan gender. Sehubungan dengan itu, apakah prinsip kesetaraan gender telah diintegrasikan ke dalam proses penyusunan dan pelaksanaan program P2KP? Selama ini rumahtangga miskin yang dijadikan target sasaran setiap program penanggulangan kemiskinan ditentukan dengan menggunakan kriteria Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), yakni mereka yang tergolong Keluarga Pra Sejahtera (Pra-KS) dan Keluarga Sejahtera I (KS1). Kriteria tersebut menurut BPS (2005), dianggap kurang realistis karena konsep keluarga Pra-KS dan KS1 sifatnya normatif, lebih sesuai untuk keluarga kecil/inti dan tidak selalu menggambarkan rumahtangga miskin yang sesungguhnya. Di pihak lain, Pedoman Umum P2KP menyatakan bahwa kriteria miskin harus menggunakan ukuran lokal. Oleh karena itu perlu ditelaah, apakah profil rumahtangga miskin yang menjadi sasaran P2KP sesuai dengan rumusan kriteria kemiskinan yang disepakati oleh warga dimana program P2KP dilaksanakan? Sebagaimana diamanatkan oleh INPRES No. 9 Tahun 2000, setiap program/proyek pembangunan diarahkan untuk mewujudkan KKG dalam pencapaian hasil-hasilnya. Di lain pihak para ahli gender dan pembangunan

25 8 memformulasikan Teknik Analisis Gender (TAG), suatu teknik untuk menelaah ada tidaknya KKG dalam beragam aspek pembangunan. Mengacu pada TAG dan hasil empiris penelitian sebelumnya (Mugniesyah, 2004), apakah perempuan dan laki-laki dari rumahtangga miskin, memiliki akses dan kontrol pada keempat program yang dintroduksikan melalui P2KP tersebut? Sebagaimana dikemukakan dalam pedoman P2KP, pelaksanaan P2KP ditentukan oleh pengawasan yang dilakukan oleh pihak aparat pemerintah, khususnya pada tingkat kecamatan dan desa. Sehubungan dengan itu, apakah peranan yang dilaksanakan mereka selama pelaksanaan program P2KP? Apakah peranan mereka mendukung terhadap ketercapaian tujuan P2KP? Pelaksanaan P2KP pastinya tidak akan luput dari permasalahan yang akan menghambat jalannya ketercapaian tujuan dari P2KP, khususnya yang responsif gender. Sehubungan dengan itu, permasalahan apa saja yang ditemui selama pelaksanaan P2KP yang menghambat ketercapaian tujuan P2KP yang responsif gender? 1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Mengetahui sistem nilai kesetaraan gender telah diintegrasikan ke dalam proses perencanaan dan pelaksanaan program P2KP. 2) Mengetahui profil rumahtangga miskin yang menjadi sasaran program P2KP, khususnya dalam hal karakteristik individu dan sumberdaya rumahtangga mereka. 3) Mengetahui akses dan kontrol perempuan dan laki-laki dari rumahtangga miskin, dari program P2KP.

26 9 4) Mengetahui peranan aparat pemerintah dalam mengawasi program P2KP. 5) Mengetahui ada tidaknya permasalahan yang menghambat tercapainya tujuan P2KP yang responsif gender. Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi berbagai pihak, khususnya: 1) Bagi peneliti merupakan bagian dari proses belajar dalam mensintesis beragam konsep dan teori yang relevan untuk menelaah keberhasilan program penanggulangan kemiskinan berdasar perspektif gender. 2) Bagi kalangan akademisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan awal bagi bahan kajian lebih lanjut mengenai fenomena gender dalam kemiskinan. 3) Bagi para penentu kebijakan, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi penyempurnaan dalam pengelolaan proyek penanggulangan kemiskinan berperspektif gender.

27 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1. Tinjauan Pustaka Pengertian, Kategori dan Teori-teori Kemiskinan Definisi kemiskinan dibedakan menurut pendekatan yang digunakan dalam mendefinisikan kemiskinan tersebut (Anonymous, 2003), yaitu pendekatan kebutuhan dasar, pendekatan pendapatan dan pendekatan kemampuan dasar. Menurut pendekatan kebutuhan dasar, kemiskinan diartikan sebagai suatu ketidakmampuan (lack of capabilities) seseorang, keluarga dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup minimum antara lain pangan, sandang, perumahan, pelayanan kesehatan dan pendidikan, penyediaan air bersih, dan sarana sanitasi. Ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar ini akan mengakibatkan rendahnya kemampuan fisik dan mental seseorang, keluarga dan masyarakat dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Menurut pendekatan pendapatan, kemiskinan adalah suatu tingkat pendapatan seseorang, keluarga dan masyarakat yang berada di bawah ukuran tertentu. Jika tingkat pendapatan tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang dapat hidup secara layak, maka orang atau rumahtangga tersebut dikatakan miskin. Adapun menurut pendekatan kemampuan dasar, kemiskinan diartikan sebagai suatu keterbatasan kemampuan dasar seseorang dan keluarga untuk menjalankan fungsi minimal dalam suatu masyarakat. Keterbatasan kemampuan dasar akan menghambat seseorang dan keluarga dalam menikmati hidup yang lebih sehat dan maju.

28 11 Keterbatasan ini juga akan memperkecil kesempatan dalam pengambilan keputusan yang menyangkut kehidupan masyarakat dan mengurangi kebebasan dalam menentukan pilihan terbaik bagi kehidupan pribadi (Anonymous, 2003). Mengacu pada strategi nasional penanggulangan kemiskinan definisi kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Definisi ini beranjak dari pendekatan berbasis hak yang mengakui bahwa masyarakat miskin mempunyai hak-hak dasar yang sama dengan anggota masyarakat lainnya (Propenas). Kemiskinan merupakan permasalahan yang kompleks, banyak faktor yang mempengaruhinya, diantaranya alam, demografi sosial, ekonomi dan yang dominan andil di dalamnya adalah kebijakan pembangunan yang tidak berpihak pada rakyat kecil (Mugniesyah, 2003). Penyebab kemiskinan mencakup empat hal pokok, yaitu (Anonymous, 2003): (1) Kurangnya kesempatan (lack of opportunity), (2) Rendahnya kemampuan (low of capabilities), (3) Kurangnya jaminan (low-level of security), dan (4) Ketidakberdayaan (low of capacity or empowerment). Kemiskinan dari segi tingkat pendapatan dibedakan ke dalam dua kategori, yaitu: (1) Kemiskinan absolut, yaitu seseorang dikatakan miskin secara absolut apabila tingkat pendapatannya lebih rendah daripada garis kemiskinan absolut yang ditetapkan, atau dengan kata lain jumlah pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan minimum yang dicerminkan oleh garis kemiskinan absolut tersebut, (2) Kemiskinan relatif, yaitu keadaan perbandingan antara kelompok pendapatan dalam masyarakat pada suatu wilayah. Dengan

29 12 perbandingan itu dapat disusun pandangan masyarakat mengenai mereka yang tergolong kaya dan relatif miskin di dalam komunitas tersebut. Ukuran yang dipakai adalah ukuran setempat (lokal). Walaupun tingkat pendapatan sudah mencapai tingkat kebutuhan dasar minimum, tetapi bila masih jauh dibandingkan dengan pendapatan masyarakat sekitarnya, maka orang atau rumahtangga tersebut masih berada dalam keadaan miskin. Dengan menggunakan ukuran pendapatan, maka keadaan ini dikenal sebagai ketimpangan distribusi pendapatan (Anonymous, 2003). Bila dilihat dari faktor penyebabnya, kemiskinan dibagi menjadi dua, yaitu: kemiskinan struktural dan kemiskinan kultural. Wignosoebroto (1995) dalam BPS (2005) mendefinisikan kemiskinan struktural sebagai kemiskinan yang ditenggarai atau didalihkan bersebab dari kondisi struktur atau tatanan kehidupan yang tak menguntungkan. Di dalam kondisi struktur yang demikian itu, kemiskinan menggejala bukan oleh sebab-sebab yang alami, melainkan oleh sebab tatanan sosial yang tak adil. Tatanan yang tak adil ini menyebabkan banyak warga masyarakat gagal memperoleh peluang atau akses untuk mengembangkan dirinya serta meningkatkan kualitas hidupnya, sehingga mereka yang malang dan terperangkap ke dalam perlakuan yang tidak adil ini menjadi serba berkekurangan, tak setara dengan tuntutan untuk hidup yang layak dan bermartabat sebagai manusia, sedangkan kemiskinan kultural diakibatkan oleh faktor-faktor adat dan budaya suatu daerah tertentu yang membelenggu seseorang tetap melekat dengan indikator kemiskinan. Kemiskinan karena tradisi sosio-kultural terjadi pada sukusuku terasing, seperti halnya suku Badui di Cibeo Banten Selatan, suku Dayak di pedalaman Kalimantan dan suku Kubu di Jambi.

30 13 Berdasarkan sifatnya, kemiskinan dibagi menjadi dua, yaitu: kemiskinan kronis dan kemiskinan sementara (Anonymous, 2003). Kemiskinan kronis merupakan kondisi kemiskinan yang berlangsung secara terus menerus. Mereka yang mengalami kemiskinan kronis adalah mereka yang selalu berada di bawah kemiskinan pada kurun waktu yang cukup panjang dan berbagai usaha telah mereka lakukan namun tetap miskin. Penyebabnya yaitu: (1) kondisi sosial budaya yang mendorong sikap dan kebiasaan hidup masyarakat yang tidak produktif, (2) keterbatasan sumberdaya dan keterisolasian, terutama penduduk yang tinggal di daerah-daerah kritis sumberdaya alam dan daerah terpencil, serta keterbatasan kemampuan penduduk untuk melakukan perpindahan dalam rangka peningkatan taraf hidup, (3) rendahnya taraf pendidikan dan derajat kesehatan, dan (4) terbatasnya lapangan kerja dan ketidakberdayaan masyarakat dalam mengikuti ekonomi pasar. Kemiskinan sementara terjadi akibat adanya perubahan dari luar yang menyebabkan suatu keluarga atau kelompok masyarakat yang semula tidak miskin menjadi miskin. Perubahan tersebut disebabkan oleh: (1) pergeseran siklus ekonomi dari kondisi normal menjadi krisis ekonomi, (2) perubahan yang bersifat musiman seperti dijumpai pada kasus kemiskinan nelayan dan pertanian tanaman pangan, dan (3) bencana alam, kerusakan sosial atau dampak dari suatu kebijakan tertentu yang menyebabkan menurunnya tingkat kesejahteraan suatu masyarakat. Dari beragam penjelasan mengenai konsep kemiskinan yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa secara garis besar kemiskinan berkaitan dengan dengan aspek-aspek material dan aspek-aspek non-material. Seperti yang dijelaskan oleh Scott (1979) dalam Ala (1996) berikut: Pertama,

31 14 kemiskinan pada umumnya ditinjau dari segi pendapatan dalam bentuk uang ditambah dengan keuntungan-keuntungan non-material yang diterima oleh seseorang. Secara luas kemiskinan didefinisikan meliputi kekurangan atau tidak memiliki pendidikan, keadaan kesehatan yang buruk, kurang akses terhadap transportasi yang dibutuhkan oleh masyarakat. Kedua, kemiskinan didefinisikan dari segi kurang atau tidak memiliki asset-asset seperti tanah, rumah, peralatan, uang, emas, kredit dan lain-lain. Ketiga, kemiskinan non-material meliputi berbagai macam kebebasan, hak untuk memperoleh pekerjaan yang layak, hak atas rumahtangga dan kehidupan yang layak Pengertian dan Kriteria Rumahtangga Miskin Untuk mewujudkan pencapaian tujuan program Keluarga Berencana (KB), pada tahun 1999, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) melakukan pendataan keluarga untuk memperoleh gambaran kondisi keluarga, khususnya status perkembangan kesejahteraannya. Untuk itu BKKBN menetapkan lima kriteria keluarga yang menggambarkan jenjang kesejahteraannya, yaitu: (1) Keluarga Pra-Sejahtera (Pra-KS), (2) Keluarga Sejahtera I (KS I), (3) Keluarga Sejahtera II (KS II), (4) Keluarga Sejahtera III (KS III), dan (5) Keluarga Sejahtera III Plus (KS III-Plus). Dua kategori keluarga yang pertama dikategorikan sebagai keluarga miskin. Kriteria keluarga sejahtera tersebut didasarkan pada lima indikator yang menggambarkan kondisi dimana dalam keluarga dijumpai adanya: (1) anggota keluarga yang melaksanakan ibadah sesuai agama yang dianut masing-masing, (2) seluruh anggota keluarga pada umumnya makan dua kali sehari, (3) seluruh anggota keluarga mempunyai pakaian yang berbeda untuk di rumah, di sekolah,

32 15 bekerja dan bepergian, (4) bagian terluas lantai rumah bukan dari tanah, dan (5) bila anak sakit atau Pasangan Usia Subur (PUS) ingin mengikuti KB pergi ke sarana atau petugas kesehatan. Selanjutnya, BPS melakukan Studi Penentuan Kriteria Penduduk Miskin (SPKPM 2000) untuk mengetahui beberapa karakteristik yang mencirikan konsepsi rumahtangga miskin berdasar pendekatan kebutuhan dasar, yang diharapkan berguna bagi penentuan sasaran program pengentasan kemiskinan. Hasil studi tersebut menemukan adanya delapan variabel penentu rumahtangga miskin atau sejahtera yang mencakup lima aspek, yaitu: (1) ciri tempat tinggal, (2) kepemilikan asset, (3) aspek pangan (makanan), (4) aspek sandang (pakaian), dan (5) kegiatan sosial. Selengkapnya mengenai indikator tersebut dapat dilihat pada Lampiran Kelembagaan P2KP Struktur organisasi pelaksanaan P2KP dapat dilihat pada Gambar 1. Seperti terlihat pada gambar, secara nasional lembaga penyelenggara (executing agency) P2KP adalah Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (Kimpraswil), yang untuk kelancaran tugas membentuk PMU (Project Management Unit). PMU didukung oleh Tim Pengarah Inter Departemen, yang terdiri dari Bappenas, Departemen Kimpraswil, Depdagri, Depkeu dan kantor Menko Kesra. Untuk pelaksanaan lapangan, PMU mengontrak Konsultan Manajemen Pusat (KMP) untuk melakukan manajemen proyek termasuk Konsultan Manajemen Wilayah (KMW) yang akan bertugas di tiap Satuan Wilayah Kerja (SWK) dan dipimpin oleh seorang Team Leader. Begitu juga untuk di tiap sub-wilayah, KMW memiliki Sub-Team Leader yang berkantor di

33 16 Kota/Kabupaten. Penanggung jawab P2KP pada tingkat Propinsi adalah Bappeda Propinsi, sedangkan penanggung jawab pada tingkat Kota/Kabupaten adalah Bappeda Kota/Kabupaten. Unsur pelaksana di tingkat Kecamatan terdiri atas: Camat dan perangkatnya, serta Penanggung Jawab Operasional Kegiatan (PJOK). Pada tingkat Kelurahan/Desa, Lurah/Kepala Desa berperan utama dalam memberikan dukungan dan jaminan agar pelaksanaan P2KP di wilayah kerjanya berjalan dengan lancar dan mampu mewujudkan tujuan P2KP. Di tingkat kelurahan/desa, tiap 10 kelurahan/desa akan didampingi oleh tim fasilitator yang terdiri dari seorang fasilitator senior dan tiga fasilitator. Tim fasilitator ini bertanggung jawab langsung ke KMW. Disamping itu, di tiap kelurahan/desa, warga masyarakat harus memilih tiga sampai dengan lima orang calon Kader Masyarakat yang nantinya akan menjadi Kader Masyarakat P2KP setelah melalui pelatihan oleh KMW. Untuk pelaksanaan P2KP pada tingkat kelurahan/desa dibentuk Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) yang berperan sebagai motor penggerak masyarakat dalam menanggulangi kemiskinan di wilayahnya, sekaligus bertanggung jawab dalam pengelolaan P2KP, sejak perencanaan, pelaksanaan, pemantauan serta evaluasinya di tingkat kelurahan/desa.

34 17 PROYEK MASYARAKAT PEMERINTAH DEPT. KIMPRASWIL DITJEN PERKIM PMU KMP TEAM PENGARAH/ TEKNIS/POKJA NASIONAL Tingkat Pusat KMW TEAM KOORDINASI PROPINSI Tingkat Propinsi SUB-WILAYAH KMW TEAM KOORDINASI KOTA/KABUPATEN FORUM BKM Tingkat Kota TEAM FASILITATOR YANG MENANGANI 10 KELURAHAN/DESA PJOK BLM KELURAHAN Tingkat Kecamatan Tingkat Kelurahan Kader BKM LURAH KSM Gambar 1. Struktur Organisasi P2KP Catatan: : Garis fungsional : Garis fasilitasi : Garis koordinasi Tim Koordinasi Nasional : Terdiri dari perwakilan Bappenas, Departemen Keuangan, Depdagri dan Departemen Kimpraswil sebagai Excecuting Agency PJOK : Penanggungjawab Operasional Kegiatan BLM di tingkat Kecamatan PMU : Project Management Unit KMP : Konsultan Manajemen Pusat KMW : Konsultan Manajemen Wilayah BKM : Badan Keswadayaan Masyarakat UPK : Unit Pengelola Keuangan KSM : Kelompok Swadaya Masyarakat Kader : Kader Masyarakat

35 18 Secara umum keberhasilan P2KP diukur oleh faktor-faktor keluaran (output) dari P2KP yang terjadi pada kelompok sasaran P2KP. Mengacu pada rumusan tujuan P2KP, terdapat empat indikator keluaran (output) P2KP, yaitu: (1) perbaikan sarana dan prasarana dasar perumahan dan permukiman masyarakat miskin perkotaan serta perbaikan kualitas rumah keluarga miskin, (2) meningkatnya Kegiatan Ekonomis Produktif (KEP) dan pendapatan keluarga miskin, (3) terbentuknya kelembagaan BKM dan KSM yang mengelola program P2KP atas dasar prinsip partisipatif, serta (4) meningkatnya jumlah fasilitator lokal yang membantu masyarakat miskin. Pelaksanaan P2KP dibagi menjadi dua komponen kegiatan, yaitu: komponen proyek pengembangan komunitas dan pengelolaan dana Bantuan Langsung ke Masyarakat (BLM). Untuk mengelola dana BLM, BKM membentuk Unit Pengelola Keuangan (UPK). Selain itu, juga membentuk Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang di dalamnya beranggotakan rumahtangga miskin penerima dana pinjaman kredit yang membutuhkan dana tersebut untuk mendanai kegiatan ekonomis produktif. Kegiatan komponen pengembangan masyarakat meliputi pengorganisasian masyarakat (pembentukan BKM) dan penyusunan Perencanaan Jangka Menengah dan Rencana Tahunan Program Penanggulangan Kemiskinan (PJM Pronangkis). Selanjutnya komponen kegiatan pengelolaan BLM mengintroduksikan stimulan berupa dana BLM yang dialokasikan kepada rumahtangga dan komunitas miskin dalam bentuk hibah dan pinjaman kredit mikro. Penggunaan dana hibah dapat berbentuk kegiatan fisik, seperti pembangunan pelayanan sarana dan prasarana dasar perumahan dan permukiman,

36 19 antara lain berupa jalan setapak, dan sarana Mandi-Cuci-Kakus (MCK). Selain itu, dana BLM dapat digunakan untuk kegiatan pelatihan yang memberi manfaat langsung bagi masyarakat dan kegiatan sosial seperti pemberian santunan bagi jompo dan anak yatim piatu. Dalam hal pinjaman kredit mikro, dapat dialokasikan sebagai bantuan untuk kegiatan ekonomis produktif yang akan dilakukan kepada mereka yang bergabung dalam KSM Pengertian Beberapa Konsep dalam Gender dan Pembangunan dan Teknik Analisis Gender (TAG) Terdapat banyak lembaga, ahli dan/atau peminat studi perempuan/gender dan pembangunan yang mengemukakan definisi konsep gender. Menurut ILO (2000) dalam Mugniesyah (2007) gender mengacu pada perbedaan-perbedaan dan relasi sosial antara laki-laki dan perempuan yang dipelajari, bervariasi secara luas diantara masyarakat dan budaya dan berubah sejalan dengan perkembangan waktu/jaman. Kantor Meneg PP (2001) dalam Mugniesyah (2007) mendefinisikan gender sebagai pandangan masyarakat tentang perbedaan peranan, fungsi dan tanggungjawab antara perempuan dan laki-laki yang merupakan hasil konstruksi sosial budaya dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan jaman. Adapun Wood (2001) dalam Mugniesyah (2007) menyatakan bahwa gender sebagai suatu konstruksi sosial yang bervariasi lintas budaya, berubah sejalan perjalanan waktu dalam suatu kebudayaan tertentu, dan bersifat relasional, karena feminitas dan maskulinitas memperoleh maknanya dari fakta dimana masyarakatlah yang menjadikan mereka berbeda. Menurut Moser (1993) seperti yang dikutip Mugniesyah (2006), peranan gender adalah peranan yang dilakukan perempuan dan laki-laki sesuai status,

37 20 lingkungan, budaya dan struktur masyarakatnya. Peranan gender adalah perilaku yang diajarkan pada setiap masyarakat, komunitas dan kelompok sosial tertentu yang menjadikan aktivitas-aktivitas, tugas-tugas dan tanggung jawab tertentu dipersepsikan sebagai peranan perempuan dan laki-laki. Peranan gender tersebut dipengaruhi oleh umur, kelas, ras, etnik, agama dan lingkungan geografi, ekonomi dan politik. Terdapat tiga kategori peranan gender, yaitu: peranan produktif, peranan reproduktif, dan pengelolaan masyarakat. Peranan produktif adalah peranan yang dikerjakan perempuan dan laki-laki untuk memperoleh bayaran/upah secara tunai atau natura; mencakup kegiatan produksi pasar dengan suatu nilai tukar dan atau aktivitas produksi rumahtangga/subsisten dengan suatu nilai guna, tetapi memiliki suatu nilai tukar potensial. Kegiatan bekerja di sektor formal dan informal termasuk dalam peranan ini. Peranan reproduktif adalah peranan yang berhubungan dengan tanggung jawab pengasuhan anak dan tugas-tugas domestik lainnya yang dibutuhkan untuk menjamin pemeliharaan dan reproduksi tenaga kerja yang menyangkut kelangsungan keluarga, seperti melahirkan, memelihara dan mengasuh anak, mengambil air, memasak, mencuci, dan membersihkan rumah (Moser, 1993 dalam Mugniesyah, 2006). Peranan yang ketiga, dibedakan ke dalam dua kategori: peranan dalam pengelolaan masyarakat dan politik. Peranan pengelolaan masyarakat (kegiatan sosial), mencakup semua aktivitas pada tingkat komunitas yang dilakukan sebagai kepanjangan peranan reproduktif, bersifat volunter dan tanpa upah, sebagaimana kegiatan perempuan dalam program Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK). Adapun pengelolaan kegiatan politik mencakup semua peranan berkenaan

38 21 pengorganisasian komunitas pada tingkat formal secara politik, biasanya dibayar (langsung atau tidak langsung), serta meningkatkan kekuasaan atau status; seperti peran serta dalam partai politik (Moser, 1993 dalam Mugniesyah, 2006). Selanjutnya, Moser (1993) dalam Mugniesyah (2006) juga menawarkan suatu konsep yang dapat digunakan untuk menganalisis pengaruh dari manfaat yang dapat dipenuhi oleh program-program pembangunan dalam merespon relasi gender, baik dalam keluarga maupun komunitas, yang dikenal sebagai pemenuhan kebutuhan praktis gender (practical gender needs) dan pemenuhan kebutuhan strategis gender (strategical gender needs). Pemenuhan kebutuhan praktis gender mencakup pemenuhan yang merespon atas kebutuhan-kebutuhan perempuan yang bersifat segera dan praktis, dalam arti secara segera dapat meringankan beban kerja perempuan, namun tidak merubah status subordinasi perempuan. Adapun pemenuhan kebutuhan strategis gender berhubungan dengan upaya untuk mengurangi atau meniadakan subordinasi perempuan, dalam arti meningkatkan kontrol perempuan terhadap program pembangunan sehingga tercipta kesetaraan gender. Pemenuhan kategori kedua ini berupaya menghilangkan ketidaksetaraan (ketimpangan) antara perempuan dan laki-laki di dalam dan luar rumahtangga serta menjamin hak dan peluang perempuan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Untuk menganalisis ada tidaknya ketimpangan gender dalam masyarakat, para pakar mengintroduksikan Teknik Analisis Gender (TAG), yang diartikan sebagai suatu teknik yang menguji secara sistematis terhadap peranan-peranan, hubungan-hubungan dan proses-proses yang memusatkan perhatiannya pada ketidakseimbangan kekuasaan, kesejahteraan dan beban kerja antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Teknik Analisis Gender diaplikasikan terhadap

39 22 proses pembangunan, khususnya untuk melihat bagaimana suatu kebijakan/ program pembangunan menimbulkan pengaruh dan dampak yang berbeda pada laki-laki dan perempuan. Itu sebabnya Surbakti dkk. (2001) menyatakan bahwa teknik analisis gender merupakan langkah awal dalam penyusunan tujuan pembangunan yang responsif gender. Menurut Surbakti dkk. (2001) terdapat empat faktor penting yang tercakup dalam TAG, yaitu: 1) Faktor akses, yang mempertanyakan apakah perempuan dan laki-laki memperoleh akses yang sama terhadap sumber-sumber daya pembangunan? 2) Faktor kontrol, yang mempertanyakan apakah perempuan dan lakilaki memiliki kontrol (kekuasaan) yang sama terhadap sumbersumber daya pembangunan? 3) Faktor partisipasi, yang mempertanyakan bagaimana perempuan dan laki-laki berpartisipasi dalam program-program pembangunan? 4) Faktor manfaat, yang mempertanyakan apakah perempuan dan lakilaki menikmati manfaat yang sama dari hasil pembangunan? Evaluasi Program dan Pendekatan Sistem Evaluasi adalah suatu proses untuk menentukan relevansi, efisiensi, efektivitas dan dampak kegiatan-kegiatan proyek atau program sesuai dengan tujuan yang akan dicapai secara sistematik dan obyektif. Evaluasi ini merupakan proses untuk menyempurnakan kegiatan-kegiatan yang sedang berjalan,

40 23 membantu perencanaan, penyusunan program dan pengambilan keputusan di masa depan (BPLPP, 1989) 2. Terdapat tiga kategori evaluasi proyek/program, yaitu: (1) evaluasi awal (ex-ante evaluation atau pre-evaluation), (2) evaluasi proses (process or on-going evaluation) atau disebut juga sebagai monitoring atau evaluasi formatif, dan (3) evaluasi akhir (ex-post evaluation) atau disebut juga evaluasi sumatif (Mugniesyah, 2006). Evaluasi sumatif atau evaluasi yang dilakukan setelah proyek/program berakhir adalah suatu proses untuk menentukan relevansi, efisiensi, efektivitas dan dampak kegiatan-kegiatan proyek atau program sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan program. Tujuan dari evaluasi adalah mengubah seperangkat sumberdaya yang tersedia (input) untuk menghasilkan output, effect dan impact (BPLPP, 1989). Input (masukan) adalah semua jenis barang, jasa, dana, tenaga manusia, teknologi dan sumberdaya lainnya, yang perlu tersedia untuk terlaksananya kegiatan dalam rangka menghasilkan output (hasil) dan mencapai suatu tujuan program atau proyek. Mengacu pada Eriyatno (1996), input dibedakan ke dalam input terkendali dan tidak terkendali. Input terkendali peranannya sangat penting dan dapat bervariasi selama pengoperasian untuk menghasilkan output yang dikehendaki. Input yang terkendali dapat meliputi aspek manusia, bahan, energi, modal dan informasi. Sedangkan input yang tidak terkendali peranannya tidak cukup penting dalam menghasilkan output, tetapi tetap diperlukan. Output (hasil) adalah produk atau jasa tertentu yang diharapkan dihasilkan oleh suatu kegiatan dari input yang tersedia untuk mencapai tujuan program atau proyek. Effect 2 Badan Pendidikan, Latihan dan Penyuluhan Pertanian

41 24 (pengaruh) adalah hasil yang diperoleh dari pencapaian hasil atau keluaran proyek, sementara impact (dampak) adalah pengaruh lebih lanjut yang dihasilkan dari efek proyek. Sistem adalah suatu gugus dari elemen yang saling berhubungan dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau suatu gugus dari tujuan-tujuan (Manetsch dan Park, 1979 dalam Eriyatno, 1996). Pendekatan sistem merupakan cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan dilakukannya identifikasi terhadap adanya sejumlah kebutuhan-kebutuhan sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap efektif. Metodologi sistem mempunyai tujuan mendapatkan suatu gugus alternatif sistem yang layak untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan yang telah diidentifikasi dan diseleksi (Eriyatno, 1996). Gambar 2. Diagram Kotak Gelap Metodologi sistem pada prinsipnya melalui enam tahap analisis sebelum tahap sintesa (rekayasa), meliputi: (1) analisa kebutuhan, (2) identifikasi sistem, (3) formulasi masalah, (4) pembentukan alternatif sistem, (5) determinasi dari realisasi fisik, sosial dan politik, dan (6) penentuan kelayakan ekonomi dan keuangan (finansial). Yang penting dalam identifikasi sistem adalah setelah membuat suatu rantai hubungan antara pernyataan dari kebutuhan-kebutuhan

42 25 dengan pernyataan khusus dari masalah yang harus dipecahkan untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan tersebut, melanjutkan interpretasi tersebut dan mengkonstruksikannya ke dalam konsep kotak gelap (black box) (Eriyatno, 1996). Dalam meninjau suatu perihal untuk menyusun kotak gelap, perlu diketahui macam informasi yang dikategorikan menjadi tiga golongan yaitu: (1) peubah input, (2) peubah output, dan (3) parameter-parameter yang membatasi struktur sistem. Input terdiri dari dua golongan yaitu yang berasal dari luar sistem (eksogen) atau input lingkungan dan overt input yang berasal dari dalam sistem(eriyatno, 1996) Kerangka Pemikiran Studi Gender dalam Program Penanggulangan Kemiskinan: Kasus Pelaksanaan P2KP di Desa Banjarwaru, Kabupaten Bogor ini secara umum mengacu pada beragam konsep, pendekatan dan teori-teori berkenaan gender dan pembangunan, pendekatan evaluasi program dan sistem, serta berbagai aspek berkenaan pelaksanaan program P2KP sebagaimana diatur dalam Pedoman Umum P2KP. Seperti tercantum pada Pedoman Umum P2KP, pelaksanaan proyek ini diantaranya salah satunya harus dilandasi oleh prinsip kesetaraan gender. Prinsip ini harus diterapkan dengan pelibatan masyarakat pada pelaksanaan dan pemanfaatan P2KP. Kesetaraan gender yang dimaksud yaitu semua pihak; baik laki-laki dan perempuan diberi kesempatan yang sama untuk terlibat dan/atau menerima manfaat P2KP, termasuk dalam pengambilan keputusan. Disebutkan pula bahwa kriteria miskin yang digunakan dalam menentukan sasaran penerima bantuan P2KP harus menggunakan ukuran lokal yang disepakati oleh warga.

43 26 Dengan pertimbangan bahwa pelaksanaan P2KP harus dilandasi oleh nilai kesetaraan gender dan dengan mengacu pada pedoman TAG, variabelvariabel keluaran (output) P2KP berbasis kesetaraan gender meliputi: (1) Tingkat Akses RMKL dan RMKP pada Dana BLM untuk: (a) pemugaran perumahan dan permukiman, (b) perbaikan sarana dan prasarana fasilitas umum, dan (c) kegiatan sosial (Y1), (2) Tingkat Akses RMKL dan RMKP pada Dana BLM untuk Bantuan Pinjaman Kredit Mikro (Y2), (3) Tingkat Akses RMKL dan RMKP pada Pengembalian Dana BLM untuk Bantuan Pinjaman Kredit Mikro (Y3), (4) Tingkat Kontrol RMKL dan RMKP pada Dana Bantuan: (a) pemugaran perumahan dan permukiman, (b) perbaikan sarana dan prasarana fasilitas umum, dan (c) kegiatan sosial (Y4), Tingkat Kontrol RMKL dan RMKP pada Dana BLM untuk Bantuan Pinjaman Kredit Mikro (Y5), dan Tingkat Kontrol RMKL dan RMKP pada Pengembalian dana BLM untuk Bantuan Pinjaman Kredit Mikro (Y6). Dengan menganggap bahwa P2KP merupakan suatu sistem, maka keberhasilan proyek ini dipengaruhi oleh subsistem-subsistem yang berhubungan langsung dengan pelaksanaan P2KP. Sehubungan dengan itu, dalam studi ini keluaran (output) yang dicapai partisipan P2KP diduga dipengaruhi oleh berbagai faktor, yakni: input terkontrol yang berasal dari program P2KP, lingkungan serta karakteristik sumberdaya individu dan rumahtangga partisipan P2KP. Terdapat beberapa variabel pada faktor input terkontrol P2KP yang diduga mempengaruhi keluaran P2KP, yaitu: faktor stimulan fisik, serta pengelolaan oleh kelembagaan P2KP. Pada faktor stimulan, terdapat dua variabel yang diduga mempengaruhi output P2KP, yaitu: Jumlah Bantuan Dana BLM

44 27 untuk: (a) pemugaran rumah dan permukiman, (b) perbaikan sarana dan prasarana fasilitas umum, dan (c) bantuan sosial (X1), Tingkat Kemudahan Sistem Alokasi dan Pengembalian Dana BLM untuk Bantuan Pinjaman Kredit (X2), dan Tingkat Kesesuaian Jenis Pelatihan Ketrampilan/Kewirausahaan (X3). Adapun pada kelembagaan pengelola P2KP variabel-variabel yang diduga berpengaruh adalah: Tipe Pendekatan BKM dalam Pengelolaan P2KP pada: (a) Penentuan Sasaran P2KP dan (b) Pembentukan KSM (X4), serta Frekuensi Kunjungan Pendampingan oleh Fasilitator (X5). Keluaran (output) P2KP berkesetaraan gender pada keluarga partisipan sangat ditentukan oleh karakteristik sumberdaya pribadi dan rumahtangga RMKL dan RMKP itu sendiri. Dalam studi ini, karakteristik sumberdaya pribadi yang diduga berpengaruh terdiri dari dua variabel, yaitu: Tingkat Pendidikan (X6) dan Status Bekerja (X7); sementara pada karakteristik sumberdaya rumahtangga meliputi: Status Kategori Rumahtangga (X8), dan Jumlah Anggota Rumahtangga yang Bekerja dan/atau Berusaha (X9). Dalam studi ini, subsistem lingkungan yang diduga mempengaruhi variabel keluaran P2KP diukur melalui variabel Pengawasan dan Dukungan dari Aparat Pemerintah Tingkat Desa dan Kecamatan serta LSM (X10). Hubungan antara variabel-variabel bebas dalam studi ini, yakni karakteristik individu, karakteristik rumahtangga, stimulan fisik, serta kelembagaan yang mengelola program P2KP dengan variabel tidak bebasnya yakni gender dalam P2KP di dalam studi ini selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 3.

45 28 STIMULAN P2KP X1: Tingkat Bantuan Dana BLM untuk: (a) Pemugaran rumah RMKL/RMKP (b) Perbaikan sarana & prasarana fasilitas umum dan (c) Bantuan sosial X2: Tingkat Kemudahan Sistem Alokasi & Pengembalian Dana Bantuan Pinjaman Kredit Mikro X3: Tingkat Kesesuaian Jenis Pelatihan dengan Kebutuhan Sasaran P2KP PENGELOLAAN P2KP X4: Tipe Pendekatan BKM dalam Pengelolaan P2KP dalam (a) Penentuan Sasaran P2KP dan (b) Pembentukan KSM X5: Frekuensi Kunjungan Pendampingan Fasilitator GENDER DALAM P2KP Y1: Tingkat Akses RMKL & RMKP terhadap Dana BLM untuk: (a) Pemugaran rumah RMKL/RMKP (b) Perbaikan sarana & prasarana fasilitas umum dan (c) Bantuan sosial Y2: Tingkat Akses RMKL & RMKP terhadap Dana Bantuan Pinjaman Kredit Mikro Y3: Tingkat Akses pada Pengembalian Dana Bantuan Pinjaman Kredit Mikro Y4: Tingkat Kontrol RMKL & RMKP terhadap Dana BLM untuk: (a) Pemugaran rumah RMKL/RMKP, (b) Perbaikan sarana & prasarana fasilitas umum dan (c) Bantuan sosial Y5: Tingkat Kontrol RMKL & RMKP terhadap Dana Bantuan Pinjaman Kredit Mikro Y6: Tingkat Kontrol RMKL dan RMKP pada Pengembalian Dana Bantuan Pinjaman Kredit Mikro SUMBERDAYA INDIVIDU RMKL & RMKP X6: Tingkat Pendidikan X7: Status Bekerja SUMBERDAYA RUMAHTANGGA RMKL & RMKP X8: Status Ketegori Rumahtangga X9: Jumlah ART Bekerja/berusaha FAKTOR LINGKUNGAN X10: Pengawasan dan Dukungan dari Pemerintah Desa dan Kecamatan serta LSM Gambar 3. Bagan Hubungan Antar Peubah Studi Gender dalam Penanggulangan Kemiskinan (P2KP)

46 Hipotesis Pengarah Hipotesis Umum: Semakin tinggi sistem nilai kesetaraan gender terinternalisasi di kalangan pengelola P2KP dan warga masyarakat desa, semakin setara akses dan kontrol RMKL dan RMKP terhadap P2KP. Hipotesis Kerja: 1) Semakin tinggi karakteristik stimulan P2KP (tingkat bantuan dana, kemudahan dan kesesuaian), semakin tinggi akses dan kontrol RMKL dan RMKP terhadap/dalam program P2KP. 2) Semakin partisipatif pendekatan yang digunakan dan semakin tinggi frekuensi kunjungan fasilitator, semakin tinggi akses dan kontrol RMKL dan RMKP terhadap/dalam program P2KP. 3) Semakin rendah sumberdaya individu, maka semakin tinggi akses dan kontrol RMKL dan RMKP terhadap/dalam program P2KP. 4) Semakin rendah sumberdaya rumahtangga RMKL dan RMKP semakin tinggi akses dan kontrol RMKL dan RMKP terhadap/dalam program P2KP. 5) Semakin tinggi pengawasan dan dukungan dari aparat pemerintah tingkat desa dan kecamatan serta LSM, semakin tinggi akses dan kontrol RMKL dan RMKP terhadap/dalam program P2KP Definisi Operasional berikut: Definisi operasional variabel-variabel pada penelitian ini adalah sebagai

47 30 1) Tingkat Akses RMKL dan RMKP pada Dana BLM untuk Bantuan Fisik (Y1) adalah jumlah nilai rupiah dana BLM yang diperoleh RMKL dan RMKP dari program P2KP, dibedakan ke dalam kategori: (a) rendah, jika tidak menerima bantuan fisik sama sekali, (b) sedang, jika hanya menerima satu atau dua dari jenis bantuan fisik, dan (c) tinggi, jika menerima semua jenis bantuan fisik. 2) Tingkat Akses RMKL dan RMKP terhadap Dana BLM untuk Bantuan Pinjaman Kredit Mikro (Y2) adalah jumlah rupiah bantuan pinjaman kredit yang diperoleh RMKL dan RMKP, dikategorikan sebagai: (a) rendah, jika jumlahnya lebih rendah dari rata-rata ketentuan P2KP (<Rp ,00), (b) sedang, jika sesuai dengan rata-rata dana yang diterima sama dengan ketetapan P2KP (Rp ,00) dan (c) tinggi, jika di atas rata-rata dana yang ditetapkan P2KP (>Rp ,00). 3) Tingkat Akses RMKL dan RMKP pada Pengembalian Dana BLM untuk Bantuan Pinjaman Kredit Mikro (Y3) adalah ketaatan RMKL dan RMKP dalam mengembalikan dana sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati; dikategorikan: (a) rendah, jika di bawah 50 persen dari jumlah angsuran, (b) sedang, jika diantara 50 persen hingga <80 persen, dan (c) tinggi, jika memenuhi 80 persen atau lebih pengembalian angsuran. 4) Tingkat Kontrol RMKL dan RMKP terhadap Dana BLM untuk Bantuan Fisik (Y4) adalah pola pengambilan keputusan RMKL dan RMKP untuk menentukan bantuan fisik yang akan diperoleh,

48 31 dibedakan ke dalam: (a) rendah, jika pengambilan keputusan hanya dilakukan suami sendiri atau istri sendiri, (b) sedang, jika pola pengambilan keputusannya suami dan istri tapi suami dominan atau suami dan istri tapi istri dominan, serta (c) tinggi, jika suami dan istri setara. 5) Tingkat Kontrol RMKL dan RMKP terhadap Dana BLM untuk Bantuan Pinjaman Kredit Ekonomi Mikro (Y5) adalah pola pengambilan keputusan RMKL dan RMKP untuk menentukan pengalokasian dana bantuan, dibedakan ke dalam pengambilan keputusan: (a) rendah, jika hanya suami sendiri atau istri sendiri, (b) sedang, jika pola pengambilan keputusannya suami dan istri tapi suami dominan atau suami dan istri tapi istri dominan, serta (c) tinggi, jika suami dan istri setara. 6) Tingkat Kontrol RMKL dan RMKP pada Pengembalian Dana BLM untuk Bantuan Pinjaman Kredit Mikro (Y6) adalah pola pengambilan keputusan RMKL dan RMKP dalam menentukan jumlah dana bantuan pinjaman kredit, dibedakan ke dalam pengambilan keputusan: (a) rendah, jika hanya suami sendiri atau istri sendiri, (b) sedang, jika pola pengambilan keputusannya suami dan istri tapi suami dominan atau suami dan istri tapi istri dominan, serta (c) tinggi, jika suami dan istri setara. 7) Tingkat Bantuan Dana BLM Bagi Perumahan dan Sosial (X1) adalah besarnya jumlah bantuan (rupiah) yang dialokasikan kepada RMKL dan RMKP, dikategorikan: (a) rendah, jika di bawah rata-rata dana

49 32 bantuan yang dialokasikan untuk total perumahan dan bantuan sosial, (b) sedang, jika disekitar rata-rata jumlah total bantuan, dan (c) tinggi, jika di atas rata-rata jumlah total bantuan (untuk setiap rumahtangga miskin). 8) Tingkat Kemudahan Sistem Alokasi dan Pengembalian Pinjaman Bantuan Pinjaman Kredit (X2) diartikan sebagai penilaian mudah tidaknya persyaratan yang harus dipenuhi oleh sasaran P2KP (RMKL dan RMKP) untuk memperoleh dana bantuan dan pengembaliannya kepada BKM, dibedakan ke dalam: (a) tingkat kemudahan rendah, jika sulit/tidak dapat dipenuhi RMKL dan RMKP dan (b) tingkat kemudahan tinggi, jika dapat dipenuhi oleh RMKL dan RMKP. 9) Tingkat Kesesuaian Jenis Pelatihan Ketrampilan/Kewirausahaan dengan Kebutuhan Rumahtangga Miskin (X3) adalah kesesuaian antara semua pelatihan yang diberikan BKM dengan permintaan/harapan anggota RMKL dan RMKP, dalam hal: waktu, materi pelatihan, metode pelatihan, dan keahlian pelatihnya, dibedakan ke dalam: (a) kesesuaian rendah, jika lebih rendah atau sama dengan dua komponen pelatihan yang sesuai dan (b) kesesuaian tinggi, jika lebih dari dua komponen pelatihan sesuai permintaan/harapan peserta. 10) Tipe Pendekatan BKM dalam Pengelolaan P2KP (X4) adalah jenis pendekatan yang dilakukan BKM dalam pengelolaan P2KP dalam menentukan sasaran P2KP dan pembentukan KSM, dikategorikan:

50 33 (a) rendah, jika tidak ada yang menggunakan pendekatan partisipatif, (b) sedang, jika hanya salah satu aspek yang partisipatif, dan (c) tinggi, jika kedua aspek tersebut dilakukan secara partisipatif. 11) Frekuensi Kunjungan Pendampingan (X5) adalah jumlah kunjungan yang dilakukan oleh fasilitator terhadap RMKL dan RMKP sejak program P2KP diintroduksikan sampai dengan berakhirnya program tersebut. Dibedakan ke dalam kategori rendah, sedang dan tinggi dengan disesuaikan pada jumlah kunjungan yang seharusnya dilakukan oleh fasilitator selama periode penyelenggaraan P2KP. (a) rendah, jika di bawah 50 persen total frekuensi kunjungan, (b) sedang, jika diantara 50 persen hingga 80 persen total frekuensi kunjungan, dan (c) tinggi, jika memenuhi lebih dari 80 persen total frekuensi kunjungan. 12) Tingkat Pendidikan (X6) adalah pendidikan formal yang pernah diikuti RMKL dan RMKP. Pendidikan formal adalah lamanya (tahun) pendidikan yang ditempuh di bangku sekolah yang ditamatkan, yang dibedakan ke dalam: (a) tingkat pendidikan rendah (tidak sekolah dan tamat SD), (b) sedang (tamat SMP dan SMA) dan (c) tinggi (tamat akademi/perguruan tinggi). 13) Status Pekerjaan (X7) adalah kondisi bekerja yang dialami individu dalam hubungannya dengan ada tidaknya dukungan tenaga kerja lainnya, dibedakan ke dalam: (a) rendah, jika berstatus sebagai pekerja keluarga atau bekerja tanpa upah, (b) sedang, jika bekerja selaku buruh tidak tetap atau berusaha sendiri tanpa bantuan orang

51 34 lain/pekerja keluarga dan (c) tinggi, jika bekerja sebagai karyawan PNS/swasta (dengan gaji tetap) dan/atau berusaha sendiri dengan bantuan pekerja upahan. 14) Status Kategori Rumahtangga RMKL dan RMKP (X8) adalah miskin tidaknya status rumahtangga RMKL dan RMKP dengan menggunakan ukuran BPS 2000/2005, dibedakan: (a) miskin, jika memenuhi lima atau lebih dari variabel kemiskinan yang berskor 1 dan (b) tidak miskin, jika lebih rendah dari lima variabel kemiskinan yang berskor 1. 15) Jumlah Anggota Rumahtangga yang Bekerja dan/atau Berusaha (X9) adalah banyaknya anggota rumahtangga yang bekerja untuk membantu perekonomian keluarga, diukur dengan banyaknya anggota keluarga yang bekerja, dibedakan ke dalam: (a) rendah (hanya kepala keluarga yang bekerja), (b) sedang (kepala keluarga dan istri/suami yang bekerja) dan tinggi (seluruh anggota keluarga bekerja). 16) Tingkat Pengawasan dan Dukungan Aparat Pemerintahan di Tingkat Desa dan Kelurahan, serta LSM (X10) adalah kehadiran dan peranserta ketiga aktor lingkungan tersebut selama P2KP berlangsung. Dikategorikan: (a) rendah, jika hanya salah satu aktor lingkungan saja yang memberikan dukungan/hadir dalam satu atau dua rembug desa dan/atau acara lain yang dianggap penting oleh partisipan RMKL dan RMKP, (b) sedang, jika hanya dua aktor lingkungan saja yang memberikan dukungan/hadir dalam satu atau

52 35 dua rembug desa dan/atau acara lain yang dianggap penting oleh partisipan RMKL dan RMKP, dan (c) tinggi, jika semua aktor lingkungan memberikan dukungan/hadir dalam satu atau dua rembug desa dan/atau acara lain yang dianggap penting oleh partisipan RMKL dan RMKP.

53 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Studi ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Dalam pendekatan kuantitatif digunakan metode penelitian pencacahan lengkap atau full enumeration survey dan survei. Pencacahan lengkap rumahtangga dilakukan di satu RW di Desa Banjarwaru yang warganya dominan menjadi sasaran P2KP. Metode pencacahan lengkap ini digunakan untuk mengumpulkan data profil rumahtangga miskin. Metode survei digunakan terbatas pada rumahtangga miskin contoh yang meliputi data tingkat akses dan kontrol RMKL dan RMKP terhadap P2KP Pengumpulan data pada kedua metode tersebut dilakukan dengan menggunakan kuesioner terstruktur yang diadaptasi dari kuesioner Penelitian Riset Unggulan Terpadu atau RUT VIII dari Mugniesyah dkk. (2001). Metode penelitian yang digunakan dalam pendekatan kualitatif berupa wawancara mendalam (in-depth inteview), untuk mengumpulkan data berkenaan dengan respon RMKL dan RMKP terhadap faktor lingkungan, khususnya tentang pengawasan dan dukungan aparat pemerintah dalam penyelenggaraan P2KP. Selain itu, juga menggunakan observasi, yang dilakukan untuk mengecek stimulan fisik yang diterima RMKL dan RMKP contoh. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer dalam penelitian ini mencakup: (a) data yang terdiri atas semua variabel bebas dan tidak bebas yang ada dalam diagram hubungan antar variabel pada Gambar 3, dan (b) informasi penyelenggaraan P2KP yang diperoleh

54 37 dari informan dan observasi. Adapun data sekunder berupa data yang diperoleh melalui kegiatan studi dokumentasi, khususnya yang menyangkut potensi desa serta laporan dan dokumentasi lain yang berkenaan dengan pelaksanaan P2KP di Desa Banjarwaru Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Banjarwaru, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penentuan desa dilakukan secara sengaja, dengan pertimbangan bahwa desa ini menjadi lokasi pelaksanaan P2KP yang telah dilaksanakan pada periode waktu Dengan perkataan lain, P2KP sudah selesai dilaksanakan, sehingga memungkinkan untuk melakukan evaluasi sumatif terhadap P2KP di desa ini. Selain karena pertimbangan hal tersebut, Desa Banjarwaru pada Tahun 2006 terpilih menjadi juara ketiga desa terbaik pada tingkat Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini telah dilaksanakan selama empat bulan yaitu pada bulan Agustus sampai dengan bulan November Waktu yang cukup lama digunakan pada saat di lapangan dikarenakan sempat tertunda oleh bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Adapun rincian jadwal penelitian dapat dilihat pada Lampiran Penentuan Populasi dan Sampel Penelitian Populasi pada penelitian ini adalah seluruh warga Desa Banjarwaru yang termasuk kategori keluarga miskin dan yang menjadi rumahtangga sampel pada penelitian ini adalah seluruh warga miskin di RW 05 yang mencakup empat RT di

55 38 Desa Banjarwaru yang dominan rumahtangganya sebagai penerima program P2KP. Setelah dilakukan full enumeration survey pada 100 rumahtangga yang tersebar di empat RT yang terdapat di RW 05 untuk mengetahui profil rumahtangga, kemudian dipilih secara purposif 30 rumahtangga contoh, responden pada rumahtangga contoh mencakup RMKL dan RMKP yang menjadi partisipan P2KP. Selain itu, juga dipilih responden yang terdiri atas pengelola P2KP, yakni dari dua orang pengurus BKM dan dua orang ketua KSM. Selain responden, juga dipilih sejumlah informan, baik laki-laki maupun perempuan, khususnya yang berperan sebagai penanggungjawab program di tingkat desa (kepala desa) dan pelaksana program di tingkat kecamatan yang secara langsung bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan program Metode Analisis Data Data yang telah diedit, diolah dan dianalisis ke dalam bentuk tabel frekuensi dan tabulasi silang, sesuai dengan rumusan hipotesis penelitian ini. Bersamaan dengan itu dilakukan pengolahan data dan alat analisis dengan komputer menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel 2003 dan SPSS 13.0 for Windows.

56 BAB IV PROFIL DESA BANJARWARU 4.1. Lokasi dan Kondisi Geografis Desa Banjarwaru merupakan salah satu desa yang secara administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Secara geografis, desa ini berbatasan dengan Desa Bendungan dan Desa Ciawi di bagian Utara, dan di sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Banjarwangi dan Desa Teluk Pinang. Di sebelah Timur desa ini berbatasan dengan Desa Sukamahi, Kecamatan Megamendung, sementara di sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Harjasari, Kota Bogor. Gambar 4. Peta Desa Banjarwaru Desa Banjarwaru terdiri dari tiga dusun, enam Rukun Warga (RW), dan 26 Rukun Tetangga (RT) yang tersebar di empat wilayah perkampungan, yaitu: Babakan, Kubang, Tajur Pugug, dan Gugunung. Perkampungan di desa ini

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pengertian, Kategori dan Teori-teori Kemiskinan Definisi kemiskinan dibedakan menurut pendekatan yang digunakan dalam mendefinisikan kemiskinan tersebut

Lebih terperinci

BAB VII STIMULAN DAN PENGELOLAAN P2KP

BAB VII STIMULAN DAN PENGELOLAAN P2KP BAB VII STIMULAN DAN PENGELOLAAN P2KP 7.1. STIMULAN P2KP 7.1.1. Tingkat Bantuan Dana BLM untuk Pemugaran Rumah, Perbaikan Fasilitas Umum dan Bantuan Sosial Salah satu indikator keberhasilan P2KP yaitu

Lebih terperinci

BAB X RELASI GENDER DALAM P2KP

BAB X RELASI GENDER DALAM P2KP BAB X RELASI GENDER DALAM P2KP 10.1. Hubungan Antara Karakteristik Stimulan P2KP dengan Tingkat Akses dan Kontrol RMKL dan RMKP terhadap P2KP Tingkat bantuan dana fisik yang terdiri dari tiga kegiatan

Lebih terperinci

STUDI GENDER DALAM PROGRAM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO (PLTMH) BAGI RUMAHTANGGA MISKIN

STUDI GENDER DALAM PROGRAM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO (PLTMH) BAGI RUMAHTANGGA MISKIN STUDI GENDER DALAM PROGRAM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO (PLTMH) BAGI RUMAHTANGGA MISKIN (Kasus di Desa Cinta Mekar, Kecamatan Serangpanjang, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat) Oleh: ERNA SAFITRI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana tertulis dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, pemerintah menetapkan visi pembangunan yaitu Terwujudnya Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB VIII AKSES DAN KONTROL RMKL DAN RMKP TERHADAP P2KP

BAB VIII AKSES DAN KONTROL RMKL DAN RMKP TERHADAP P2KP BAB VIII AKSES DAN KONTROL RMKL DAN RMKP TERHADAP P2KP Dengan mempertimbangkan bahwa pelaksanaan P2KP harus dilandasi oleh nilai kesetaraan gender, maka untuk mengetahui keberhasilan P2KP dilihat tingkat

Lebih terperinci

BAB IX FAKTOR LINGKUNGAN DAN PERMASALAHAN PADA P2KP

BAB IX FAKTOR LINGKUNGAN DAN PERMASALAHAN PADA P2KP BAB IX FAKTOR LINGKUNGAN DAN PERMASALAHAN PADA P2KP 9.1. Faktor Lingkungan 9.1.1. Pengawasan dan Dukungan dari Pemerintah Desa dan Kecamatan serta LSM Pada tingkat Kelurahan/Desa, Lurah atau Kepala Desa

Lebih terperinci

BAB V PROFIL RUMAHTANGGA MISKIN DI DESA BANJARWARU

BAB V PROFIL RUMAHTANGGA MISKIN DI DESA BANJARWARU BAB V PROFIL RUMAHTANGGA MISKIN DI DESA BANJARWARU Secara umum, rumahtangga miskin di Desa Banjarwaru dapat dikatakan homogen. Hal ini terlihat dari karakteristik individu dan rumahtangganya. Hasil tersebut

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menteri Negara Perumahan Rakyat. Perumahan. Pemukiman. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menteri Negara Perumahan Rakyat. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. No.369, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menteri Negara Perumahan Rakyat. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT Nomor 05/PERMEN/M/2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia. Jumlah penduduk Indonesia meningkat terus dari tahun ke tahun. Sensus penduduk

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 05/PERMEN/M/2009

MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 05/PERMEN/M/2009 MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 05/PERMEN/M/2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERUMAHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut para ahli, kemiskinan masih menjadi permasalahan penting yang harus segera dituntaskan, karena kemiskinan merupakan persoalan multidimensional yang tidak saja

Lebih terperinci

KEEFEKTIFAN KOMUNIKASI ORGANISASI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI BAGIAN WEAVING PT. UNITEX TBK, BOGOR

KEEFEKTIFAN KOMUNIKASI ORGANISASI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI BAGIAN WEAVING PT. UNITEX TBK, BOGOR KEEFEKTIFAN KOMUNIKASI ORGANISASI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI BAGIAN WEAVING PT. UNITEX TBK, BOGOR Oleh EVITA DWI PRANOVITANTY A 14203053 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman kebutuhan kelompok dan individu masyarakat, tak terkecuali

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman kebutuhan kelompok dan individu masyarakat, tak terkecuali BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prinsip partisipasi, transparansi dan akuntabilitas dalam good governance menjamin berlangsungnya proses pembangunan yang partisipatoris dan berkesetaraan gender. Menurut

Lebih terperinci

Oleh: RESTU DIRESIKA KISWORO A

Oleh: RESTU DIRESIKA KISWORO A PERSEPSI IDENTITAS GENDER DAN KONSEP DIRI TENTANG PERANAN GENDER (Kasus Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor Tahun Ajaran 2007/2008) Oleh: RESTU DIRESIKA KISWORO A 14204030 PROGRAM

Lebih terperinci

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender XVII Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender Salah satu strategi pokok pembangunan Propinsi Jawa Timur 2009-2014 adalah pengarusutamaan gender. Itu artinya, seluruh proses perencanaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan menjadi salah satu ukuran terpenting untuk mengetahui tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga. Sebagai suatu ukuran agregat, tingkat kemiskinan di suatu

Lebih terperinci

BAB 12. PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati

BAB 12. PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati BAB 12. PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA DI INDONESIA Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati Kondisi Kemiskinan di Indonesia Isu kemiskinan yang merupakan multidimensi ini menjadi isu sentral di Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA SABANG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

PERATURAN WALIKOTA SABANG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA PERATURAN WALIKOTA SABANG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA SABANG, Menimbang : a. bahwa dokumen perencanaan

Lebih terperinci

STRATEGI RUMAHTANGGA NELAYAN DALAM MENGATASI KEMISKINAN

STRATEGI RUMAHTANGGA NELAYAN DALAM MENGATASI KEMISKINAN STRATEGI RUMAHTANGGA NELAYAN DALAM MENGATASI KEMISKINAN (Studi Kasus Nelayan Desa Limbangan, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu, Propinsi Jawa Barat) Oleh: ABDUL MUGNI A14202017 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER SALINAN BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN MALANG. BAB I KETENTUAN UMUM

PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN MALANG. BAB I KETENTUAN UMUM BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

ANALISIS GENDER DALAM PROGRAM DESA MANDIRI PANGAN

ANALISIS GENDER DALAM PROGRAM DESA MANDIRI PANGAN ANALISIS GENDER DALAM PROGRAM DESA MANDIRI PANGAN (Studi Kasus: Desa Jambakan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah) Oleh: SITI NURUL QORIAH A14204066 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi,

TINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi, 27 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemiskinan Masyarakat miskin adalah masyarakat yang tidak memiliki kemampuan untuk mengakses sumberdaya sumberdaya pembangunan, tidak dapat menikmati fasilitas mendasar seperti

Lebih terperinci

LEONARD DHARMAWAN A

LEONARD DHARMAWAN A ANALISIS PENGARUH PROGRAM PEMERINTAH TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN MELALUI PROGRAM BANTUAN LANGSUNG TUNAI (BLT) DAN RAKSA DESA (Kasus Desa Cibatok Satu, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pelaksanaan kegiatan pembangunan nasional di Indonesia sesungguhnya merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun-2008-penduduk-miskin-turun-221-juta-.html (diakses 19 Oktober 2009)

BAB I PENDAHULUAN. tahun-2008-penduduk-miskin-turun-221-juta-.html (diakses 19 Oktober 2009) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan memiliki konsep yang beragam. Kemiskinan menurut Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Republik Indonesia (TKPKRI, 2008) didefinisikan sebagai suatu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. masalah klasik dan mendapat perhatian khusus dari negara-negara di dunia.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. masalah klasik dan mendapat perhatian khusus dari negara-negara di dunia. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Landasan Teori dan Konsep 2.1.1. Konsep Kemiskinan Pada umumnya masalah kemiskinan hingga saat ini masih menjadi masalah klasik dan mendapat perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997 banyak menyebabkan munculnya masalah baru, seperti terjadinya PHK secara besar-besaran, jumlah pengangguran

Lebih terperinci

PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN

PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN 1 PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARIMUN, Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:a.bahwa setiap warga negara berhak untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kemiskinan merupakan isu sentral yang dihadapi oleh semua negara di dunia termasuk negara sedang berkembang, seperti Indonesia. Kemiskinan menjadi masalah kompleks yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA MILIK NEGARA TIDAK DIPERDAGANGKAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG PENDIDIKAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 1 PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 118 TAHUN 2015

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 118 TAHUN 2015 BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 118 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

POLA PENGGUNAAN DAN DAMPAK INTERNET DI KALANGAN MAHASISWA INSTITUT PERTANIAN BOGOR (Kasus Mahasiswa Strata 1 Fakultas Ekologi Manusia)

POLA PENGGUNAAN DAN DAMPAK INTERNET DI KALANGAN MAHASISWA INSTITUT PERTANIAN BOGOR (Kasus Mahasiswa Strata 1 Fakultas Ekologi Manusia) POLA PENGGUNAAN DAN DAMPAK INTERNET DI KALANGAN MAHASISWA INSTITUT PERTANIAN BOGOR (Kasus Mahasiswa Strata 1 Fakultas Ekologi Manusia) Oleh: Sushane Sarita A14203008 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan yang dihadapi negara yang berkembang memang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan yang dihadapi negara yang berkembang memang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan yang dihadapi negara yang berkembang memang sangat kompleks. Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 04 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, pemerintah menetapkan bahwa dalam kerangka pencapaian pembangunan

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERKOTAAN TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN MASYARAKAT DI KOTA SURABAYA SKRIPSI

EFEKTIFITAS PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERKOTAAN TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN MASYARAKAT DI KOTA SURABAYA SKRIPSI EFEKTIFITAS PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERKOTAAN TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN MASYARAKAT DI KOTA SURABAYA SKRIPSI Diajukan Untuk memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 46 NOMOR 46 TAHUN 2008

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 46 NOMOR 46 TAHUN 2008 BERITA DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 46 PERATURAN WALIKOTA SEMARANG NOMOR 46 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, PEREMPUAN DAN KELUARGA BERENCANA KOTA

Lebih terperinci

BAB IV PROFIL DESA BANJARWARU

BAB IV PROFIL DESA BANJARWARU BAB IV PROFIL DESA BANJARWARU 4.1. Lokasi dan Kondisi Geografis Desa Banjarwaru merupakan salah satu desa yang secara administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa

Lebih terperinci

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DIDAERAH

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DIDAERAH 1 BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DIDAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BINTAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun , pemerintah mengakui masih rendahnya kualitas sumberdaya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun , pemerintah mengakui masih rendahnya kualitas sumberdaya 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004-2009, pemerintah mengakui masih rendahnya kualitas sumberdaya manusia (SDM) Indonesia. Hal

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM PROGRAM ANTI KEMISKINAN (ANTI POVERTY PROGRAM) KABUPATEN TRENGGALEK TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PENGARUH MENGUNJUNGI TEMPAT HIBURAN MALAM TERHADAP GAYA HIDUP REMAJA (Studi Kasus Mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Jawa Barat)

PENGARUH MENGUNJUNGI TEMPAT HIBURAN MALAM TERHADAP GAYA HIDUP REMAJA (Studi Kasus Mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Jawa Barat) 1 PENGARUH MENGUNJUNGI TEMPAT HIBURAN MALAM TERHADAP GAYA HIDUP REMAJA (Studi Kasus Mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Jawa Barat) HADIJAH NASUTION A14203038 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah memajukan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah memajukan kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Salah satu tujuan Nasional Republik Indonesia yang ada pada Pembukaaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah memajukan kesejahteraan umum. Namun dalam upaya mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sofware dalam hidup dan kehidupan manusia darinya manusia hidup, tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sofware dalam hidup dan kehidupan manusia darinya manusia hidup, tumbuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbincang tentang persoalan pendidikan memang tidak ada habisnya. Semakin dibicarakan dan didialektikakan semakin tidak menemukan ujungnya. Bukan karena pendidikan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

Pendirian Koperasi melalui Fasilitasi UPK-BKM

Pendirian Koperasi melalui Fasilitasi UPK-BKM Draft PETUNJUK PELAKSANAAN Pendirian Koperasi melalui Fasilitasi UPK-BKM I. Pendahuluan Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) merupakan salah satu upaya penanganan masalah kemiskinan di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program

Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program Pengembangan Kecamatan (PPK) mulai tahun Konsepsi Pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI KAJIAN

BAB III METODOLOGI KAJIAN BAB III METODOLOGI KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Dalam menjalankan upaya penanggulangan kemiskinan di wilayah kerjanya, maka Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) membutuhkan suatu kerangka pelaksanaan program

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 119 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 119 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 119 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi hak

Lebih terperinci

Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58 Tambahan Le

Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58 Tambahan Le WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN RENCANA KERJA SATUAN KERJA PEMERINTAH DAERAH BERPERSPEKTIF GENDER KOTA PAREPARE WALIKOTA PAREPARE

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG 1 Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia. Masalah kemiskinan ini

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia. Masalah kemiskinan ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan dan pengangguran menjadi masalah yang penting saat ini di Indonesia, sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia. Masalah kemiskinan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan serangkaian proses multidimensial yang berlangsung secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu terciptanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah sosial yang senantiasa hadir di tengahtengah masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia masalah kemiskinan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 6 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG,

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN UMUM PROGRAM ANTI KEMISKINAN (ANTI POVERTY PROGRAM) KABUPATEN TRENGGALEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DIALEKTIKA PEMBANGUNAN DESA, OTONOMI DAERAH DAN KEMISKINAN

DIALEKTIKA PEMBANGUNAN DESA, OTONOMI DAERAH DAN KEMISKINAN DIALEKTIKA PEMBANGUNAN DESA, OTONOMI DAERAH DAN KEMISKINAN (Kasus Desa Loh Sumber, Kecamatan Loa Kulu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Propinsi Kalimantan Timur) Oleh: BAYU EKA YULIAN A14204037 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana pada FISIP UPN Veteran Jawa Timur. Oleh :

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana pada FISIP UPN Veteran Jawa Timur. Oleh : PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT ( PNPM ) MANDIRI DI KELURAHAN PETEMON KECAMATAN SAWAHAN KOTA SURABAYA (studi mengenai Pengelola Lingkungan) SKRIPSI Diajukan untuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 13 TAHUN TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 13 TAHUN TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 13 TAHUN 2 010 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIVITAS KELOMPOK USAHA BERSAMA SEBAGAI PROGRAM PEMBERDAYAAN RAKYAT MISKIN PERKOTAAN

ANALISIS EFEKTIVITAS KELOMPOK USAHA BERSAMA SEBAGAI PROGRAM PEMBERDAYAAN RAKYAT MISKIN PERKOTAAN ANALISIS EFEKTIVITAS KELOMPOK USAHA BERSAMA SEBAGAI PROGRAM PEMBERDAYAAN RAKYAT MISKIN PERKOTAAN (Studi Kasus di Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan) Oleh: MUTIARA PERTIWI A14304025 PROGRAM STUDI EKONOMI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian dari Pembangunan ekonomi merupakan upaya-upaya yang dilakukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian dari Pembangunan ekonomi merupakan upaya-upaya yang dilakukan 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pembangunan Ekonomi Pengertian dari Pembangunan ekonomi merupakan upaya-upaya yang dilakukan untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan mempertinggi tingkat pendapatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan desentralisasi tercatat mengalami sejarah panjang di Indonesia. Semenjak tahun 1903, Pemerintah Kolonial Belanda mengeluarkan Desentralisatie wet yang menjadi

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELANCARAN PENGEMBALIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (Studi Kasus pada PT Bank BRI Unit Cimanggis, Cabang Pasar Minggu)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELANCARAN PENGEMBALIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (Studi Kasus pada PT Bank BRI Unit Cimanggis, Cabang Pasar Minggu) FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELANCARAN PENGEMBALIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (Studi Kasus pada PT Bank BRI Unit Cimanggis, Cabang Pasar Minggu) SKRIPSI VIRGITHA ISANDA AGUSTANIA H34050921 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)

RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BADAN KELUARGA BERENCANA DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KABUPATEN GARUT TAHUN 2014 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Kemiskinan telah membuat pengangguran semakin bertambah banyak,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Kemiskinan telah membuat pengangguran semakin bertambah banyak, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Kemiskinan telah membuat pengangguran semakin bertambah banyak, inflasi juga naik dan pertumbuhan ekonomi melambat. Kemiskinan yang terjadi dalam suatu

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasar lingkungan yang memadai dengan kualitas perumahan dan permukiman

BAB I PENDAHULUAN. dasar lingkungan yang memadai dengan kualitas perumahan dan permukiman 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan kemiskinan di Indonesia sudah sangat mendesak untuk ditangani. Khususnya di wilayah perkotaan, salah satu ciri umum dari kondisi fisik masyarakat

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 1 KONDISI DAN DAMPAK PUTTING OUT SYSTEM TERHADAP RUMAHTANGGA PEKERJA PEREMPUAN (Kasus:Usaha Kecil Menengah Industri Tas, Desa Bojongrangkas, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) OLEH : CUT AYA

Lebih terperinci

Sambutan Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial RI

Sambutan Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial RI Sambutan Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial RI Sebagaimana telah kita ketahui bersama Bahwa Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional / RPJMN 2005 2025 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

Lebih terperinci

PENGARUH PENDAYAGUNAAN ZAKAT TERHADAP KEBERDAYAAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN RUMAH TANGGA

PENGARUH PENDAYAGUNAAN ZAKAT TERHADAP KEBERDAYAAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN RUMAH TANGGA PENGARUH PENDAYAGUNAAN ZAKAT TERHADAP KEBERDAYAAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN RUMAH TANGGA (Kasus: Program Urban Masyarakat Mandiri, Kelurahan Bidaracina, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur) Oleh: DEVIALINA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya yang terus

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya yang terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya yang terus dilakukan pemerintah dalam rangka mencapai kehidupan yang lebih baik. Upaya pembanguan ini ditujukan

Lebih terperinci

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan I. PENDAHULUAN Pembangunan harus dipahami sebagai proses multidimensi yang mencakup perubahan orientasi dan organisasi sistem sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI KEMISKINAN DAN LINGKUNGAN MASYARAKAT SERTA PROFIL KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT RUBAH

BAB IV KONDISI KEMISKINAN DAN LINGKUNGAN MASYARAKAT SERTA PROFIL KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT RUBAH 31 BAB IV KONDISI KEMISKINAN DAN LINGKUNGAN MASYARAKAT SERTA PROFIL KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT RUBAH 4.1 Kondisi Kemiskinan Kemiskinan memiliki konsep yang beragam. Kemiskinan tidak sematamata didefinisikan

Lebih terperinci

Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional STRATEGI NASIONAL PENANGGULANGAN KEMISKINAN, RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH NASIONAL (RPJMN) 2004 2009,

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.16/Menhut-II/2011 Tanggal : 14 Maret 2011 PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman

Lebih terperinci

PERSEPSI PEKERJA INDUSTRI SKALA KECIL TENTANG PENDIDIKAN (Kasus : RW 09, Desa Pagelaran, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor)

PERSEPSI PEKERJA INDUSTRI SKALA KECIL TENTANG PENDIDIKAN (Kasus : RW 09, Desa Pagelaran, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor) PERSEPSI PEKERJA INDUSTRI SKALA KECIL TENTANG PENDIDIKAN (Kasus : RW 09, Desa Pagelaran, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor) Oleh : WAHYUNI RAHMIATI SIREGAR A14204045 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu isu penting dalam pelaksanaan pembangunan, bukan hanya di Indonesia melainkan hampir di semua negara di dunia. Dalam Deklarasi Millenium Perserikatan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP TERHADAP PERAN GENDER PADA MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR NI NYOMAN SUSI RATNA DEWANTI

ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP TERHADAP PERAN GENDER PADA MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR NI NYOMAN SUSI RATNA DEWANTI ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP TERHADAP PERAN GENDER PADA MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR Oleh: NI NYOMAN SUSI RATNA DEWANTI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

Lebih terperinci

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional I. LATAR BELAKANG Wacana kemiskinan di Indonesia tetap menjadi wacana yang menarik untuk didiskusikan dan dicarikan solusi pemecahannya.

Lebih terperinci

PERSEPSI TERHADAP PERATURAN LARANGAN MEROKOK

PERSEPSI TERHADAP PERATURAN LARANGAN MEROKOK PERSEPSI TERHADAP PERATURAN LARANGAN MEROKOK (Kasus : Perokok Aktif di Kelurahan Pela Mampang, Kecamatan Mampang Prapatan, Kotamadya Jakarta Selatan) Oleh DYAH ISTYAWATI A 14202002 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI

Lebih terperinci

BUPATI PATI PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI PATI PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG BUPATI PATI PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK OPERASIONAL PROGRAM TERPADU PEMBERDAYAAN MASYARAKAT BERPERSPEKTIF GENDER (P2M-BG) KABUPATEN PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PUG DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN PSP

EFEKTIVITAS PUG DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN PSP EFEKTIVITAS PUG DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN PSP Oleh : Sekretariat Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Disampaikan Pada Acara Koordinasi dan Sinkronisasi Pengarusutamaan Gender dalam Mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari tahun-ketahun, tetapi secara riil jumlah penduduk miskin terus

BAB I PENDAHULUAN. dari tahun-ketahun, tetapi secara riil jumlah penduduk miskin terus BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

Lebih terperinci