Dasar-Dasar Teknik Kimia ISSN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Dasar-Dasar Teknik Kimia ISSN"

Transkripsi

1 PERBANDINGAN PRALAKUAN KOAGULASI DENGAN MENGGUNAKAN FeSO 4.7H 2 O & Al 2 (SO 4 ) 3.18H 2 O TERHADAP KINERJA MEMBRAN MIKROFILTRASI POLYPROPILENE HOLLOW FIBER Eva Fathul Karamah dan Fedy Gusti Kostiano Program Studi Teknik Kimia, Departemen Teknik Gas & Petrokimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia Abstrak Proses pengolahan air dengan menggunakan membran mikrofiltrasi sangat rentan terhadap fouling, sehingga air umpan yang akan memasuki proses harus diberi pralakuan, berupa koagulasi. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan membandingkan sejauh mana pengaruh proses pralakuan koagulasi dengan menggunakan dua koagulan yang berbeda terhadap kinerja membran mikrofiltrasi polypropylene hollow fiber, yaitu peningkatan fluks permeat dan % removal (dilihat dari TDS dan COD-nya), sekaligus memilih koagulan yang tepat untuk proses ini. Dalam penelitian ini, koagulan yang digunakan ialah koagulan berbasis aluminium, yaitu Al 2 (SO 4 ) 3.18H 2 O, dan koagulan berbasis ferrum/besi, yaitu FeSO 4.7H 2 O, dengan variasi dosis tertentu. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa untuk koagulan FeSO 4.7H 2 O, dengan dosis 7 ppm, persentase keefektifan koagulasi dapat mencapai 68% untuk penyisihan (removal) TDS dan 41 % untuk penyisihan COD-nya. Fluks permeat yang diperoleh sebesar,8 m 3 /m 2 /jam. Persentase penyisihan TDS dan COD dalam proses mikrofiltrasinya ialah 57% dan 43%. Sedangkan untuk koagulan Al 2 (SO 4 ) 3.18H 2 O, dengan dosis 7 ppm, persentase keefektifan koagulasi mencapai 55% untuk penyisihan TDS dan 39% untuk penyisihan COD. Fluks permeat yang diperoleh sebesar,2 m 3 /m 2 /jam. Persentase penyisihan TDS dan COD dalam proses mikrofiltrasinya ialah 4% dan 39 %. Untuk penggunaan koagulan FeSO 4.7H 2 O, disarankan ph air umpan berkisar 8 9, dengan kecepatan pengadukan 12 rpm (selama 2 menit), dan 4 rpm (selama 1 menit), waktu pengendapan ± 1 jam. Sedangkan untuk koagulan Al 2 (SO 4 ) 3.18H 2 O, ph umpan berkisar 5,5-6,5, dan kecepatan pengadukan sama dengan koagulan FeSO 4.7H 2 O, namun waktu pengendapan cukup ± 3 menit. Kata kunci: mikrofiltrasi, pengolahan air, koagulasi, aluminium sulfat, ferrous sulfat Abstract Microfiltration membrane in the water treatment process is susceptible to fouling. So, the feed water that enter this process must be pretreated, such as coagulation. The aim of this research are to study and compare the effect of coagulation process by using two different coagulants based on the performance of polypropilene hollow fiber microfiltration membranes, which are the increase of permeate flux and removal percentage of TDS and CO; and to choose the suitable coagulant for this process. In this research, the coagulants used are aluminium based coagulant (Al 2 (SO 4 ) 3.18H 2 O) and ferrum based coagulant (FeSO 4.7H 2 O), which is varied in certain dosages. The result for FeSO 4.7H 2 O coagulant with 7 ppm dosage are, the percentage of coagulant effectivity increase to 68% for the TDS removal, and 41% for COD removal. The permeate flux is,8 m 3 /m 2 /jam, TDS and COD removal percentage are 57% and 43%. While for Al 2 (SO 4 ) 3.18H 2 O coagulant with the same dosage (7 ppm), the percentage of coagulant effectivity is 55% for TDS removal and 39% for COD. The permeate flux is,2 m 3 /m 2 /jam, and TDS and COD removal are 4% and 39%. For the used of FeSO 4.7H 2 O coagulant, it is suggested that feed water ph in the range of 8-9, with mixing speed 12 rpm (2 minutes), 4 rpm (1 minutes), and continued with 1 hour of settling time. For Al 2 (SO 4 ) 3.18H 2 O coagulant, the feed water ph is 5,5-6,5, and mixed with the same speed as FeSO 4.7H 2 O coagulant, but the settling time is only 3 minutes average. Key word: microfiltration, water treatment, coagulation, aluminium sulphate, ferrous sulphate 1

2 1. Pendahuluan Bumi dimana kita berada sekarang memang menyimpan cadangan air yang sangat banyak. Kira-kira 1,4 miliar km 3. Tapi sumber air yang dapat digunakan untuk keperluan sehari-hari (air tanah dan air permukaan) hanya kurang dari 1,5%. Ketersediaan air semakin terbatas diakibatkan oleh pencemaran yang timbul (Gabler, 1988). Salah satu teknologi pengolahan air yang saat ini berkembang dengan pesat dan banyak diminati ialah teknologi membran. Proses pengolahan air dengan menggunakan membran yang biasa digunakan ialah proses mikrofiltrasi. Proses ini efektif untuk memisahkan mikroba-mikroba yang terkandung di dalam air yang merugikan kesehatan seperti bakteri, alga, dan protozoa. Namun akan menjadi kurang efektif jika digunakan untuk memisahkan kontaminan berukuran koloid yang terlarut dalam air karena dapat menimbulkan masalah fouling pada membran. Untuk mengatasi masalah ini maka perlu ditambahkan suatu proses pralakuan, yaitu koagulasi. Koagulan yang mendominasi dan umum digunakan dalam proses koagulasi ialah koagulan berbasis aluminium, yaitu Al 2 (SO 4 ) 3, dan koagulan berbasis ferrum/besi, yaitu FeSO 4, Fe 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3. Kedua jenis koagulan ini sering digunakan dikarenakan mempunyai rentang ph yang cukup besar. Rentang ph optimal untuk aluminium berkisar Sedangkan untuk koagulan besi, mempunyai rentang ph yang lebih besar lagi, yaitu 4-9, sehingga sangat cocok digunakan untuk umpan yang mempunyai rentang ph yang besar. Dalam penelitian ini, koagulan yang digunakan ialah koagulan berbasis aluminium, yaitu Al 2 (SO 4 ) 3.18H 2 O, dan koagulan berbasis ferrum/besi, yaitu FeSO 4.7H 2 O, dengan variasi dosis tertentu. Penggunaan dua koagulan yang berbeda bertujuan untuk melihat sampai sejauh mana pengaruh koagulasi dalam meningkatkan kinerja membran mikrofiltrasi, yaitu berupa peningkatan terhadap fluks permeat dan % removal. Parameter untuk mengetahui peningkatan kinerja membran ini dilihat dari TDS (Total Dissolved Solid) dan COD (Chemical Oxygen Demand)-nya. 2. Penelitian Penelitian dilakukan dengan langkah-langkah yang terlihat pada Gambar 1. Sedangkan skema alat yang digunakan ditampilkan pada Gambar 2. Air umpan yang digunakan untuk proses ini berasal dari danau UI, yang terletak tepat di belakang Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Air umpan untuk koagulan FeSO 4.7H 2 O memiliki rentang ph 7,3 hingga 8,8 dengan kisaran TDS mg/l. Sedangkan untuk koagulan Al 2 (SO 4 ) 3.18H 2 O, ph air umpan ialah 7,3 dan mempunyai rentang TDS mg/l. Pada proses koagulasi dilakukan 3 tahapan, yaitu; pengadukan cepat selama 2 menit (kecepatan 12 rpm), kemudian dilanjutkan dengan pengadukan lambat selama 1 menit (kecepatan 4 rpm), dan diakhiri dengan proses pengendapan selama 3 menit. Pengadukan cepat dilakukan ketika koagulan ditambahkan ke dalam air umpan. Pengadukan ini bertujuan untuk mendispersikan koagulan secara merata ke seluruh bagian air umpan sehingga reaksi hidrolisis yang terjadi dapat berjalan dengan baik. Pengadukan lambat berfungsi untuk membantu pembentukan flok-flok yang lebih besar setelah terjadi reaksi hidrolisis antara koagulan dengan air umpan. Sedangkan pengendapan sendiri mempunyai tujuan agar flok yang terbentuk mempunyai waktu yang cukup untuk mengendap di dasar bak reservoir. Setelah proses koagulasi, air umpan kemudian diproses secara mikrofiltrasi dengan menggunakan membran. Tekanan operasi sebesar 1 cmhg (±,135 bar). Membran yang digunakan untuk proses mikrofiltrasi ialah membran polypropilene hollow fiber. Polypropilene dipilih karena memiliki stabilitas kimia dan termal yang baik. Polypropilene merupakan polimer kristalin, dan kristalinitas polypropilene membuatnya memiliki ketahanan kimia yang baik, karena dengan terdapatnya kristalit-kristalit pada matriks polimer, polypropilene menjadi cukup sulit untuk melarutkan zat (insoluble) dan reagen-reagen kimia agak sulit untuk masuk ke dalamnya (Mulder, 1997). 2

3 Pengambilan Sampel di Danau UI Proses pralakuan koagulasi Dengan Koagulan Al 2 (SO 4 ) 3.18H 2 O Dengan Koagulan FeSO 4.7H 2 O Variasi Dosis Koagulan Variasi Dosis Koagulan Proses Mikrofiltrasi Dengan Membran Polypropilene Analisis Kualitas Hasil Olahan (COD & TDS) Penentuan Koagulan yang Tepat Gambar 1 Diagram Alir Penelitian Valve 2 Recycle line Valve 4 Valve 1 Reservoir 2 Valve 3 Pompa Manometer P Membran Reservoir 1 Valve 5 Flow meter Gambar 2. Skema Alat Permeate 3. Hasil dan Pembahasan Untuk koagulan Al 2 (SO 4 ) 3.18H 2 O, ketika pengadukan cepat disertai dengan penambahan koagulan pada air umpan dilakukan, koagulan Al 2 (SO 4 ) 3 segera bereaksi dengan natural alkalinity yang terdapat dalam air, yaitu Ca(HCO 3 ) 2 untuk membentuk ion aquometalik Al(OH) 3 atau dengan nama lain flok, seperti terlihat dalam reaksi dibawah ini (Peavy et.al., 1985): Al 2 ( SO ) 18H O 3Ca( HCO ) 2 Al ( OH) + 3CaSO + 6CO + 18H O (1) Namun pada kondisi sebenarnya, ada beberapa tahapan raeksi yang harus dilalui, yaitu; ionisasi Al 2 (SO 4 ) 3 dalam air untuk membentuk ion Al 3+ dan ion sulfat `(SO 2-4 ) yang diikuti dengan reaksi hidrolisis antara Al 3+ dengan H 2 O, untuk membentuk ion aquometalik dan ion hidrogen, seperti yang terlihat di bawah ini; Al H 2 O Al(OH) 3 + 3H + (2) 3

4 Ion aquometalik yang terbentuk tidak selamanya berupa Al(OH) 3, namun dapat juga berupa Al(OH) 2+, Al(OH 2 ) + dan Al(OH) - 4, yang tergantung pada ph umpan. Bila ph umpan berada pada ph optimum untuk koagulan Al 2 (SO 4 ) 3 yaitu pada ph 5,5-6,5, maka ion aquometalik yang terbentuk adalah Al(OH) 3, yang mempunyai sifat tidak larut (insoluble), namun bila ph umpan tidak berada pada rentang ph tersebut, maka akan terbentuk ion aquometalik yang lain, seperti Al(OH) - 4 yang bersifat larut sebagian (partial soluble). Sedangkan untuk koagulan FeSO 4.7H 2 O, reaksi yang terjadi mirip dengan reaksi pada koagulan Al 2 (SO 4 ) 3. Ketika pengadukan cepat yang disertai dengan penambahan koagulan dilakukan, maka koagulan FeSO 4 segera bereaksi dengan natural alkalinity untuk membentuk ion aquometalik (flok). Namun ion aquometalik yang terbentuk bersifat larut sebagian, seperti yang terlihat pada reaksi dibawah ini (Powell, 1954): FeSO 4 + Ca(HCO 3 ) 2 Fe(OH) 2 + CaSO 4 + 2CO 2 (3) Jika kondisi air umpan mempunyai ph yang lebih besar dari 6, maka ion aquometalik Fe(OH) 2 akan secara mudah teroksidasi menjadi ferric hydroxide (Fe(OH) 3 ) oleh oksigen yang terlarut dalam air (Singley, 1998), dan membentuk flok yang sangat tidak larut, dengan reaksi sebagai berikut: 4Fe(OH) 2 + O 2 + 2H 2 O 4Fe(OH) 3 (4) Perbandingan antara kedua koagulan diuraikan seperti dibawah ini. 3.1 Berdasarkan Keefektifan Koagulan Penggunaan koagulan yang berbeda berdampak terhadap keefektifan proses koagulasi itu sendiri. Koagulan FeSO 4.7H 2 O dan Al 2 (SO 4 ) 3.18H 2 O ternyata mempunyai tingkat keefektifan yang berbeda dalam memisahkan TDS dan COD Penyisihan TDS % Keefektifan Koagulasi Dosis Koagulan (ppm) Ferrous Sulfat Aluminium Sulfat % Keefektifan Koagulasi Dosis Koagulan (ppm) Ferrous Sulfat Aluminium Sulfat Gambar 3 Kurva % keefektifan koagulasi dalam penyisihan TDS Gambar 4 Kurva % Keefektifan Koagulasi dalam Penyisihan COD Dari Gambar 3 terlihat bahwa untuk masing-masing koagulan, terdapat kecenderungan yang sama, yaitu % keefektifan koagulasi meningkat seiring dengan bertambahnya dosis koagulan. Partikel koloid umumnya bermuatan negatif (Peavy et.al., 1985). Karena adanya pengaruh muatan negatif tersebut, ion-ion positif yang terdapat pada air umpan akan tertarik ke sekeliling partikel koloid dan membentuk suatu lapisan awan, yang disebut awan ionik. Awan ionik ini akan menimbulkan potensial elektrostatik yang dapat menyebabkan timbulnya gaya tolak-menolak antara partikel koloid, yang membuat koloid mempunyai sifat stabil. Ketika suatu koagulan ditambahkan, koagulan tersebut akan terionisasi di dalam air. Ion-ion inilah yang kemudian akan mengurangi gaya potensial elektrostatik yang ada. Hal ini dimungkinkan sebab ion-ion tersebut akan mengkompresi lapisan awan ionik, sehingga membuat gaya van der waals menjadi lebih dominan dibanding dengan potensial elektrostatik. Karena gaya yang ditimbulkan oleh potensial elektrostatik semakin melemah, maka ion aquometalik yang memiliki afinitas yang besar akan teradsorb ke permukaan koloid, sehingga proses penetralan atau destabilisasi koloid terjadi. Setelah proses destabilisasi terjadi, maka awan ionik yang tadinya menyelubungi partikel koloid menghilang, sehingga kontak antar partikel koloid satu dengan yang lainnya dapat terjadi (Peavy et.al., 1985). Semakin tinggi dosis koagulan yang ditambahkan, maka akan semakin banyak ion-ion aquometalik Fe(OH) 3 atau Al(OH) 3 yang mendestabilisasi koloid, sehingga semakin banyak flok yang terbentuk dan akhirnya mengendap. Hal ini menyebabkan % keefektifan koagulan meningkat. 4

5 Dari grafik terlihat bahwa % peningkatan koagulasi FeSO 4 dan Al 2 (SO 4 ) 3 untuk dosis 1 dan 3 ppm tidak terlalu jauh berbeda, namun untuk dosis 5 dan 7 terjadi peningkatan % keefektifan koagulasi yang cukup signifikan pada koagulan FeSO 4. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh ph air yang berada pada rentang ph optimum untuk koagulan FeSO 4 (ph optimum 8-9) (Powell, 1954), yaitu pada ph 8. Untuk dosis koagulan FeSO 4 yang semakin tinggi (5 dan 7 ppm), flok-flok yang terbentuk juga akan semakin banyak. Sehingga membuat % keefektifan koagulasi meningkat tajam. Selain itu, peningkatan % keefektifan koagulasi juga dipengaruhi oleh banyaknya TDS yang terdapat dalam air umpan. Semakin banyak TDS yang terkandung, maka pembentukan flok juga akan menjadi semakin mudah, yang akhirnya membuat % keefektifan menigkat. Sedangkan untuk koagulan Al 2 (SO 4 ) 3, pada dosis 5 dan 7 ppm tidak mengalami kenaikan yang signifikan dikarenakan ph air (ph = 7,3) melewati rentang ph optimum untuk proses koagulasi dengan Al 2 (SO 4 ) 3, yaitu pada rentang 5,5-6,5 (MacKenzie, 1998). Ketika ph optimum telah terlewati, maka kemungkinan besar flok yang terbentuk bukan lagi Al(OH) 3, melainkan Al(OH) 4 yang mempunyai sifat larut sebagian, sehingga flok yang telah terbentuk mudah pecah, dan membuat kenaikan % keefektifan koagulasi menjadi tidak signifikan Penyisihan COD Pada proses mikrofiltrasi, senyawa-senyawa organik sulit untuk dipisahkan, dikarenakan memiliki diameter yang lebih kecil dibandingkan dengan diameter membran. Oleh karenanya diperlukan proses koagulasi yang terbukti efektif dalam memisahkan senyawa organik. COD (Chemical Oxygen Demand) merupakan total oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk mendegradasi senyawa-senyawa organik dan anorganik. Namun yang lebih banyak terdegradasi ialah senyawa organik (Adams, 199). Pada Gambar 4 terlihat bahwa % keefektifan koagulasi semakin meningkat seiring dengan bertambahnya dosis. Persentase keefektifan untuk FeSO 4 dan Al 2 (SO 4 ) 3 tidak berbeda jauh dalam memisahkan senyawasenyawa tersebut, dan mencapai titik optimum pemisahan pada dosis 7 ppm, dimana % keefektifan koagulasi sekitar 4%. Hal ini sesuai dengan teori yang ada, bahwa proses koagulasi dapat memisahkan senyawa-senyawa organik dan anorganik (COD) berkisar antara 3% hingga 6%. Proses yang terjadi dalam pemisahan senyawa-senyawa organik dan anorganik ini, kurang lebih sama dengan proses pemisahan koloid, yaitu berupa proses pendestabilisasian koloid, yang diikuti dengan flokulasi (pembentukan flok-flok), kemudian pengendapan, yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. 3.2 Berdasarkan Fluks Permeat Fluks permeat merupakan salah satu parameter penting dalam melihat kinerja membran mikrofiltrasi. Fluks permeat atau laju permeasi didefinisikan sebagai volume cairan yang menembus membran (volume permeat) per unit area per waktu. Koagulan FeSO 4 dan Koagulan Al 2 (SO 4 ) 3 mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap peningkatan fluks permeat, seperti terlihat pada Gambar 5 dan Gambar 6 di bawah ini Fluks Permeat (m3/m2/jam) ppm 1 ppm 3 ppm 5 ppm 7 ppm Fluks Permeat (m3/m2/jam) ppm 1 ppm 3 ppm 5 ppm 7 ppm Gambar 5 Kurva Fluks Permeat Ferrous Sulfat Gambar 6 Kurva Fluks Permeat Aluminium Sulfat Dari kedua Gambar 5 dan Gambar 6 tersebut, terlihat bahwa fluks permeat terhadap dosis koagulan memiliki kecenderungan yang sama, yaitu semakin tinggi dosis, maka fluks yang dihasilkan juga semakin besar, namun fluks tersebut juga akan semakin turun seiring dengan waktu. Hal ini dikarenakan, semakin tinggi dosis koagulan, flok yang terbentuk juga akan semakin banyak, sehingga kualitas air umpan yang akan memasuki proses membran mikrofiltrasi juga akan semakin bagus, dan hal ini tentu saja memperingan kerja membran, yang membuat fluks permeat semakin meningkat. Selain itu dengan semakin banyaknya flok, filter cake yang terbentuk sebagai akibat dari fouling (penutupan pori membran oleh partikel, bakteri, alga, dan sebagainya) yang terjadi pada membran, akan 5

6 memiliki porositas yang besar, sehingga permeabilitas dalam cake juga menjadi semakin besar, dan membuat air menjadi lebih mudah untuk menembus membran (fluks meningkat) bila dibandingkan dengan fouling yang terjadi tanpa adanya pralakuan koagulasi. Dari Gambar 5 dan Gambar 6 terlihat, bahwa fluks permeat untuk koagulan Ferrous Sulfat lebih kecil bila dibandingkan dengan Aluminium Sulfat. Hal ini kemungkinan besar disebabkan waktu pengendapan (settling time) selama 3 menit masih kurang. Berdasarkan literatur, waktu pengendapan untuk koagulan FeSO 4 ialah sekitar 1 jam (Aguilar, et.el., 21). Oleh karena itu ketika waktu pengendapan hanya 3 menit, masih banyak flok-flok yang belum turun untuk mengendap. Sehingga ketika air umpan tersebut dialirkan ke dalam proses mikrofiltrasi, flok-flok yang telah banyak terbentuk tersebut akhirnya menutupi permukaan membran dan menimbulkan fouling. Hal ini ditandai dengan berubahnya warna membran yang pada awalnya putih, menjadi kecoklatan, sebagai akibat tertutupi flok Fe(OH) 3. Berbeda halnya dengan koagulan Al 2 (SO 4 ) 3. Ketika waktu pengendapan sudah 3 menit, air umpan yang tadinya keruh, berubah menjadi bening, karena sebagian besar flok-flok yang terbentuk selama proses koagulasi sudah mengendap dengan baik di dasar bak. Sehingga ketika air umpan tersebut dialirkan ke proses mikrofiltrasi, kerja membran menjadi jauh lebih ringan, yang ditandai dengan jauh lebih tingginya fluks permeat Al 2 (SO 4 ) 3 bila dibanding dengan FeSO 4. Oleh karenanya, walaupun % keefektifan koagulasi FeSO 4 lebih tinggi dari Al 2 (SO 4 ) 3, namun bila dilihat dari fluks permeatnya, koagulan FeSO 4 memiliki fluks yang jauh lebih kecil dibanding Al 2 (SO 4 ) 3. Sehingga dapat disimpulkan, bahwa waktu pengendapan 3 menit merupakan waktu pengendapan yang tepat untuk koagulan Al 2 (SO 4 ) 3, namun belum cukup untuk koagulan FeSO 4. Dari Gambar 6 terlihat bahwa untuk koagulan Al 2 (SO 4 ) 3, terjadi fenomena yang berbeda pada fluks permeat untuk dosis 7 ppm, bila dibandingkan dengan fluks permeat pada koagulan FeSO 4. Fenomena penurunan fluks yang tajam pada kondisi 7 ppm ini dapat dijelaskan dengan suatu teori (Peavy et.al., 1985), yang menyatakan bahwa penambahan dosis yang terlalu berlebih (over dosis) pada air umpan, akan mengakibatkan stabilnya kembali koloid yang tadinya telah ternetralkan (coloid restabilizing), sehingga muatan koloid yang sebelum ditambahkan koagulan bermuatan negatif, menjadi bermuatan positif, sebagai akibat dari over dosis. Hal ini tentu saja mengakibatkan flok-flok yang telah terbentuk menjadi pecah kembali, yang membuat fouling pada membran bertambah, sehingga fluks permeat turun drastis. 3.3 Berdasarkan % Removal (Penyisihan) TDS TDS (Total Dissolved Solid) atau total padatan terlarut terdiri dari partikel koloid, yaitu, senyawa organik dan anorganik, yang mempunyai ukuran partikel bervariasi, mulai dari,1 µm hingga 1 nm. Persentase penyisihan TDS menyatakan berapa banyak TDS pada umpan yang terpisahkan setelah melewati proses membran. Persentase penyisihan TDS merupakan hasil pengurangan antara TDS pada umpan dengan TDS pada permeat dibagi dengan nilai TDS pada umpan % R (TDS) ppm 1 ppm 3 ppm 5 ppm 7 ppm % R(TDS) ppm 1 ppm 3 ppm 5 ppm 7 ppm Gambar 7 Kurva % Penyisihan TDS Ferrous Sulfat Gambar 8 Kurva % Penyisihan TDS Aluminium Sulfat Dari Gambar 7 dan Gambar 8 terlihat bahwa kurva % Penyisihan TDS memiliki kecenderungan yang sama, yaitu semakin tinggi dosis, dan semakin lamanya waktu operasi, maka % penyisihan TDS-nya juga akan semakin meningkat. Hal ini disebabkan semakin tinggi dosis, maka flok yang terbentuk juga akan semakin banyak, sehingga kualitas air umpan yang masuk ke dalam proses mikrofiltrasi menjadi semakin bagus dan membuat kerja membran menjadi ringan serta dapat melakukan fungsinya secara optimum. Semakin lamanya waktu operasi juga mengakibatkan % penyisihan TDS-nya meningkat. Hal ini karena seiring dengan waktu, fouling yang terjadi juga semakin meningkat, dan membuat semakin banyak filter cake yang terbentuk pada permukaan membran. Filter cake ini akhirnya berfungsi sebagai filter tambahan untuk menyaring umpan sebelum masuk ke dalam proses membran mikrofiltrasi, sehingga membuat % penyisihan TDS meningkat. 6

7 Pada Gambar 7 dan Gambar 8 terlihat bahwa % penyisihan TDS untuk ferrous sulfat lebih tinggi dibanding dengan aluminium sulfat. Hal ini dikarenakan ph umpan yang berada pada ph optimum untuk koagulan FeSO 4. Sehingga proses koagulasi berjalan secara optimum, yang membuat semakin banyaknya flok yang terbentuk. Flok-flok ini tidak semuanya mengendap dikarenakan waktu pengendapan yang kurang optimum. Flok-flok yang belum mengendap ini turut terbawa ke dalam proses mikrofiltrasi hingga menimbulkan fouling dan menyebabkan munculnya filter cake pada membran. Filter cake inilah yang akhirnya menjadi filter tambahan bagi air, sebelum masuk ke dalam membran. Sehingga % penyisihan TDS meningkat. Walaupun % penyisihan TDS koagulan FeSO 4 ini lebih besar dari Al 2 (SO 4 ) 3, namun pada akhirnya memiliki fluks permeat yang lebih kecil. Pada % penyisihan TDS untuk koagulan Al 2 (SO 4 ) 3, sebagai akibat dari kurang optimumnya ph umpan untuk proses koagulasi, menjadikan proses koagulasi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Pada ph umpan yang telah melewati rentang optimum ph koagulasi Al (ph = 5,5-6,5), maka kemungkinan besar flok-flok yang terbentuk tidak lagi merupakan flok Al(OH) 3 yang bersifat tidak larut (insoluble), melainkan Al(OH) 4 yang bersifat larut sebagian (partial soluble), sehingga flok-flok yang terbentuk ini mudah pecah bila mendapat sedikit gangguan saja. Oleh karenanya hal ini berdampak pada tidak optimumnya % penyisihan TDS untuk koagulan Al 2 (SO 4 ) Berdasarkan % Penyisihan COD Dari Gambar 9 dan Gambar 1, terlihat bahwa kurva % penyisihan COD untuk masing-masing koagulan tidak jauh berbeda. Kedua grafik tersebut sama-sama menunjukkan peningkatan persentase removal COD terhadap kenaikan dosis seiring dengan meningkatnya waktu operasi. Proses peningkatan % penyisihan COD ini hampir sama dengan peningkatan % removal TDS, yaitu semakin tinggi dosis, maka flok yang terbentuk juga akan semakin banyak, sehingga kualitas air umpan untuk proses mikrofiltrasi meningkat, yang menyebabkan membran dapat bekerja optimum dalam memisahkan senyawa-senyawa organik dan anorganik % COD Removal Waktu (Jam) ppm 1 ppm 3 ppm 5 ppm 7 ppm % R (COD) ppm 1 ppm 3 ppm 5 ppm 7 ppm Gambar 9 Kurva % Penyisihan COD Ferrous Sulfat Gambar 1 Kurva % Penyisihan COD Aluminium Sulfat 3.5 Usulan Pemilihan Koagulan yang Tepat Berdasarkan aspek-aspek yang telah dibahas sebelumnya, maka dapat disarikan beberapa hal penting yang berkaitan dengan usulan pemilihan koagulan. Tabel 1 Perbandingan Koagulan FeSO 4.7H 2 O dan Al 2 (SO 4 ) 3.18H 2 O Aspek Koagulan FeSO 4.7H 2 O Koagulan Al 2 (SO 4 ) 3.18H 2 O Keefektifan Koagulan dalam Penyisihan TDS Mampu menyisihkan TDS 4 % - 68 % Mampu menyisihkan TDS 4 % - 55 % Keefektifan Koagulan dalam Penyisihan COD Mampu menyisihkan COD 28 % - 41 % Mampu menyisihkan COD 28 % - 39 % Kenaikan Fluks Permeat dari Kenaikan Fluks Permeat dari Fluks Permeat dosis ppm - 7 ppm; dosis ppm - 7 ppm;,3-,8 m 3 /m 2 /jam,1-,2 m 3 /m 2 /jam % Penyisihan TDS % Penyisihan COD Penyisihan TDS dari dosis ppm - 7 ppm; 1 % - 57 % Penyisihan COD dari dosis ppm 7 ppm; 3 % - 43 % Penyisihan TDS dari dosis ppm 7 ppm; 1 % - 43 % Penyisihan COD dari dosis ppm- 7 ppm; 3 % - 39 % 7

8 Dari aspek-aspek tersebut diatas, dapat dilihat bahwa masing-masing koagulan memiliki kelebihan dan kekurangan. Oleh karenanya, pemilihan koagulan yang tepat harus dilandaskan pada kondisi umpan, serta kondisi operasi pada saat proses koagulasi. Sehingga usulan penggunaan koagulan yang tepat dengan melihat kedua kondisi tersebut, adalah sebagai berikut: Penggunaan Koagulan FeSO 4.7H 2 O Penggunaan Koagulan Al 2 (SO 4 ) 3.18H 2 O ph air umpan = 8 9 ph air umpan = 5,5 6,5 Kecepatan Pengadukan = Kecepatan Pengadukan = 12 rpm ( 2 menit) 4 rpm (1 menit) 12 rpm (2 menit) 4 rpm (1 menit) Waktu Pengendapan = ± 1 Jam Waktu Pengendapan = ± 3 menit 4. Kesimpulan Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan beberapa hal mengenai pengaruh proses pralakuan koagulasi terhadap kinerja membran mikroofiltrasi, seperti tersebut dibawah ini; 1. Persentase keefektifan koagulasi meningkat seiring dengan bertambahnya dosis koagulan. Untuk koagulan FeSO 4.7H 2 O, persentase keefektifan koagulasi dapat mencapai 68% untuk penyisihan TDS dan 41 % untuk penyisihan COD-nya pada dosis 7 ppm. Sedangkan untuk koagulan Al 2 (SO 4 ) 3.18H 2 O, persentase keefektifan koagulasi mencapai 55% untuk penyisihan TDS dan 39% untuk penyisihan COD pada dosis 7 ppm. 2. Semakin tinggi dosis, fluks yang dihasilkan juga semakin besar, namun fluks tersebut juga akan semakin turun seiring dengan waktu. Untuk koagulan FeSO 4.7H 2 O, fluks permeat untuk dosis 7 ppm mencapai,8 m 3 /m 2 /jam. Sedangkan untuk koagulan Al 2 (SO 4 ) 3.18H 2 O dapat mencapai hingga,2 m 3 /m 2 /jam. 3. Semakin tinggi dosis, dan semakin lamanya waktu operasi, maka % penyisihan TDS-nya juga akan semakin meningkat. Untuk koagulan FeSO 4.7H 2 O, persentase penyisihan TDS dapat mencapai 57%, dan untuk penyisihan COD-nya sebesar 43% pada dosis 7 ppm. Sedangkan untuk koagulan Al 2 (SO 4 ) 3.18H 2 O, persentase penyisihan TDS mencapai 4%, dan untuk penyisihan COD-nya sebesar 39% pada dosis 7 ppm. 4. Usulan pemilihan koagulan yang tepat dilandaskan pada kondisi umpan, serta kondisi operasi pada saat proses koagulasi berlangsung. Tabel 2 Usulan Pemilihan Koagulan yang Tepat Koagulan FeSO 4.7H 2 O Koagulan Al 2 (SO 4 ) 3.18H 2 O ph air umpan = 8 9 ph air umpan = 5,5 6,5 Kecepatan Pengadukan; Kecepatan Pengadukan; 12 rpm (2 menit) 12 rpm (2 menit) 4 rpm (1 menit) 4 rpm (1 menit) Waktu Pengendapan ± 1 Jam Waktu Pengendapan ± 3 menit Daftar Pustaka Adams, V. Dean, Water and Wastewater Examination Manual, Lewis Publisher, 199. Aguilar, M.I, J. Slaez, M. Llorlens, A. Soler, J.F. Ortuno, Microscopic Observation of Particle Reductin in Slaughterhouse Wastewater by Coagulation-Flocculation Using Ferric Sulphate as Coagulant and Different Coagulant Aids, Water Research, 21. Davis, MacKenzie. David A. Cornwell, Introduction to Environtmental Engineering, 3rd ed, Mc-Graw Hill, Gabler, Raymond. Is Your Water Safe to Drink?. Consumers Union Mulder, Marcel, Basic Principles of Membrane Technology, Kluwer Academic Publisher, Netherlands, Peavy, S. Howard, Donald R. Rowe, George Tchobanoglous, EnvirontmentalEngineering,int. Ed. Mc- Graw Hill, Powell, T. Shepperd. Water Conditioning for Industry, 1st ed, Mc-Graw Hill, Singley, J.E. Encyclopedia of Chemical Technology, 2nd ed. Vol.22, pp 82-14,

PRALAKUAN KOAGULASI DALAM PROSES PENGOLAHAN AIR DENGAN MEMBRAN: PENGARUH WAKTU PENGADUKAN PELAN KOAGULAN ALUMINIUM SULFAT TERHADAP KINERJA MEMBRAN

PRALAKUAN KOAGULASI DALAM PROSES PENGOLAHAN AIR DENGAN MEMBRAN: PENGARUH WAKTU PENGADUKAN PELAN KOAGULAN ALUMINIUM SULFAT TERHADAP KINERJA MEMBRAN PRALAKUAN KOAGULASI DALAM PROSES PENGOLAHAN AIR DENGAN MEMBRAN: PENGARUH WAKTU PENGADUKAN PELAN KOAGULAN ALUMINIUM SULFAT TERHADAP KINERJA MEMBRAN Eva Fathul Karamah, Andrie Oktafauzan Lubis Program Studi

Lebih terperinci

Abstrak. 1. Pendahuluan

Abstrak. 1. Pendahuluan Pengaruh Suhu dan Tingkat Keasaman (ph) pada Tahap Pralakuan Koagulasi (Koagulan Aluminum Sulfat) dalam Proses Pengolahan Air Menggunakan Membran Mikrofiltrasi Polipropilen Hollow Fibre Eva Fathul Karamah

Lebih terperinci

PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (TAMARINDUS INDICA) SEBAGAI KOAGULAN ALTERNATIF DALAM PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI

PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (TAMARINDUS INDICA) SEBAGAI KOAGULAN ALTERNATIF DALAM PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI 85 Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan Vol.7 No.2 PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (TAMARINDUS INDICA) SEBAGAI KOAGULAN ALTERNATIF DALAM PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI Fitri Ayu Wardani dan Tuhu Agung. R Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin tinggi dan peningkatan jumlah industri di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin tinggi dan peningkatan jumlah industri di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penurunan kualitas air merupakan salah satu bentuk penurunan kualitas lingkungan sebagai akibat dari tingkat pertambahan penduduk yang semakin tinggi dan peningkatan

Lebih terperinci

1 Pendahuluan ABSTRACT

1 Pendahuluan ABSTRACT PENGARUH KONSENTRASI KOAGULAN PADA PENYISIHAN BOD 5, COD DAN TSS AIR LINDI TPA SENTAJO DENGAN MENGGUNAKAN KOMBINASI KOAGULASI-FLOKULASI DAN ULTRAFILTRASI Yoseph Rizal, JhonArmedi P., Maria Peratenta S.

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) D-22

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) D-22 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-22 Pemanfaatan Biji Asam Jawa (Tamarindusindica) Sebagai Koagulan Alternatif dalam Proses Menurunkan Kadar COD dan BOD dengan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN BITTERN PADA LIMBAH CAIR DARI PROSES PENCUCIAN INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN

PENGARUH PENAMBAHAN BITTERN PADA LIMBAH CAIR DARI PROSES PENCUCIAN INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN PENGARUH PENAMBAHAN BITTERN PADA LIMBAH CAIR DARI PROSES PENCUCIAN INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN ABSTRACT Dian Yanuarita P 1, Shofiyya Julaika 2, Abdul Malik 3, Jose Londa Goa 4 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit

BAB I PENDAHULUAN. Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit bebas bulu dan urat di bawah kulit. Pekerjaan penyamakan kulit mempergunakan air dalam jumlah

Lebih terperinci

PERBAIKAN KUALITAS AIR LIMBAH INDUSTRI FARMASI MENGGUNAKAN KOAGULAN BIJI KELOR (Moringa oleifera Lam) DAN PAC (Poly Alumunium Chloride)

PERBAIKAN KUALITAS AIR LIMBAH INDUSTRI FARMASI MENGGUNAKAN KOAGULAN BIJI KELOR (Moringa oleifera Lam) DAN PAC (Poly Alumunium Chloride) PERBAIKAN KUALITAS AIR LIMBAH INDUSTRI FARMASI MENGGUNAKAN KOAGULAN BIJI KELOR (Moringa oleifera Lam) DAN PAC (Poly Alumunium Chloride) Etih Hartati, Mumu Sutisna, dan Windi Nursandi S. Jurusan Teknik

Lebih terperinci

OPTIMASI PENGGUNAAN KOAGULAN ALAMI BIJI KELOR

OPTIMASI PENGGUNAAN KOAGULAN ALAMI BIJI KELOR OPTIMASI PENGGUNAAN KOAGULAN ALAMI BIJI KELOR (Moringa oleifera) PADA PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MOCAF Natural Coagulant Optimization Using Moringa Seeds (Moringa oleifera) in Mocaf Wastewater Treatment Elida

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data Hasil Percobaan Pengumpulan data hasil percobaan diperoleh dari beberapa pengujian, yaitu: a. Data Hasil Pengujian Sampel Awal Data hasil pengujian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Kebutuhan yang utama bagi terselenggaranya kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Kebutuhan yang utama bagi terselenggaranya kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi kehidupan manusia, serta untuk memajukan kesejahteraan umum sehingga merupakan modal

Lebih terperinci

Coagulation. Nur Istianah, ST,MT,M.Eng

Coagulation. Nur Istianah, ST,MT,M.Eng Coagulation Nur Istianah, ST,MT,M.Eng Outline Defini tion Stabil ity Metal Natural Chemphysic colloi d Introduction Coagulant Destabilisation Definition Koagulasi merupakan proses destabilisasi dari partikel

Lebih terperinci

Jurusan. Teknik Kimia Jawa Timur C.8-1. Abstrak. limbah industri. terlarut dalam tersuspensi dan. oxygen. COD dan BOD. biologi, (koagulasi/flokulasi).

Jurusan. Teknik Kimia Jawa Timur C.8-1. Abstrak. limbah industri. terlarut dalam tersuspensi dan. oxygen. COD dan BOD. biologi, (koagulasi/flokulasi). KINERJA KOAGULAN UNTUK PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU KETUT SUMADA Jurusan Teknik Kimia Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jawa Timur email : ketutaditya@yaoo.com Abstrak Air

Lebih terperinci

KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH

KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH Spectra Nomor 8 Volume IV Juli 06: 16-26 KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH Sudiro Ika Wahyuni Harsari

Lebih terperinci

PENURUNAN WARNA REAKTIF DENGAN PENGOLAHAN KOMBINASI KOAGULAN PAC (POLY ALUMINIUM CHLORIDE) DAN MEMBRAN MIKROFILTRASI

PENURUNAN WARNA REAKTIF DENGAN PENGOLAHAN KOMBINASI KOAGULAN PAC (POLY ALUMINIUM CHLORIDE) DAN MEMBRAN MIKROFILTRASI PENURUNAN WARNA REAKTIF DENGAN PENGOLAHAN KOMBINASI KOAGULAN PAC (POLY ALUMINIUM CHLORIDE) DAN MEMBRAN MIKROFILTRASI Vina Citrasari Dan Bowo Djoko Marsono Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS REMOVAL OF

Lebih terperinci

Teknik Bioseparasi. Dina Wahyu. Genap/ March 2014

Teknik Bioseparasi. Dina Wahyu. Genap/ March 2014 5. Teknik Bioseparasi Dina Wahyu Genap/ March 2014 Outline Chemical Reaction Engineering 1 2 3 4 5 6 7 Pendahuluan mempelajari ruang lingkup teknik bioseparasi dan teknik cel disruption Teknik Pemisahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. penyamakan kulit dengan menggunakan Spektrofotometer UV-VIS Mini

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. penyamakan kulit dengan menggunakan Spektrofotometer UV-VIS Mini 43 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Proses elektrokoagulasi terhadap sampel air limbah penyamakan kulit dilakukan dengan bertahap, yaitu pengukuran treatment pada sampel air limbah penyamakan kulit dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kehidupan dan kesehatan manusia (Sunu, 2001). seperti Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat,

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kehidupan dan kesehatan manusia (Sunu, 2001). seperti Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan di bidang industri dan teknologi membawa kesejahteraan khususnya di sektor ekonomi. Namun demikian, ternyata juga menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan,

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS JENIS KOAGULAN DAN DOSIS KOAGULAN TEHADAP PENURUNAN KADAR KROMIUM LIMBAH PEYAMAKAN KULIT

EFEKTIVITAS JENIS KOAGULAN DAN DOSIS KOAGULAN TEHADAP PENURUNAN KADAR KROMIUM LIMBAH PEYAMAKAN KULIT EFEKTIVITAS JENIS KOAGULAN (Muhammad Rizki Romadhon )35 EFEKTIVITAS JENIS KOAGULAN DAN DOSIS KOAGULAN TEHADAP PENURUNAN KADAR KROMIUM LIMBAH PEYAMAKAN KULIT THE EFFECTIVITY RATE OF THE TYPE OF COAGULANT

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR APLIKASI ELEKTROKOAGULASI PASANGAN ELEKTRODA BESI UNTUK PENGOLAHAN AIR DENGAN SISTEM KONTINYU. Surabaya, 12 Juli 2010

SEMINAR TUGAS AKHIR APLIKASI ELEKTROKOAGULASI PASANGAN ELEKTRODA BESI UNTUK PENGOLAHAN AIR DENGAN SISTEM KONTINYU. Surabaya, 12 Juli 2010 SEMINAR TUGAS AKHIR APLIKASI ELEKTROKOAGULASI PASANGAN ELEKTRODA BESI UNTUK PENGOLAHAN AIR DENGAN SISTEM KONTINYU Oleh : Andri Lukismanto (3306 100 063) Dosen Pembimbing : Abdu Fadli Assomadi S.Si MT Jurusan

Lebih terperinci

RANCANGAN PENGOLAHAN LIMBAH CAIR. Oleh DEDY BAHAR 5960

RANCANGAN PENGOLAHAN LIMBAH CAIR. Oleh DEDY BAHAR 5960 RANCANGAN PENGOLAHAN LIMBAH CAIR Oleh DEDY BAHAR 5960 PEMERINTAH KABUPATEN TEMANGGUNG DINAS PENDIDIKAN SMK NEGERI 1 (STM PEMBANGUNAN) TEMANGGUNG PROGRAM STUDY KEAHLIAN TEKNIK KIMIA KOPETENSI KEAHLIAN KIMIA

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Dan Pembahasan

Bab IV Hasil Dan Pembahasan Bab IV Hasil Dan Pembahasan IV.1 Analisa Kualitas Air Gambut Hasil analisa kualitas air gambut yang berasal dari Riau dapat dilihat pada Tabel IV.1. Hasil ini lalu dibandingkan dengan hasil analisa air

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mutu air adalah kadar air yang diperbolehkan dalam zat yang akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mutu air adalah kadar air yang diperbolehkan dalam zat yang akan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian air secara umum Mutu air adalah kadar air yang diperbolehkan dalam zat yang akan digunakan.air murni adalah air yang tidak mempunyai rasa, warna dan bau, yang terdiri

Lebih terperinci

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-journal) Volume 4, Nomor 1, Januari 2016 (ISSN: )

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-journal) Volume 4, Nomor 1, Januari 2016 (ISSN: ) Perbedaan Efektivitas Variasi Konsentrasi Feri Klorida DAN Polyalumunium Chloride dalam Menurunkan Kadar Chemical Oxygen Demand (COD) pada Air Lindi TPA Jatibarang Kota Semarang Kartika Permatasari* ),

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

PENGOLAHAN AIR LUMUT DENGAN KOMBINASI PROSES KOAGULASI DAN ULTRAFILTRASI

PENGOLAHAN AIR LUMUT DENGAN KOMBINASI PROSES KOAGULASI DAN ULTRAFILTRASI PENGOLAHAN AIR LUMUT DENGAN KOMBINASI PROSES KOAGULASI DAN ULTRAFILTRASI Arinaldi (L2C007013) dan Ferdian (L2C007045) Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl. Prof. H. Sudharto,

Lebih terperinci

PENGARUH ph PADA PROSES KOAGULASI DENGAN KOAGULAN ALUMINUM SULFAT DAN FERRI KLORIDA

PENGARUH ph PADA PROSES KOAGULASI DENGAN KOAGULAN ALUMINUM SULFAT DAN FERRI KLORIDA Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol. 5, No. 2, Desember 2009, pp. 40-45 ISSN: 1829-6572 PENGARUH PADA PROSES KOAGULASI DENGAN KOAGULAN ALUMINUM SULFAT DAN FERRI KLORIDA Rachmawati S.W., Bambang Iswanto, Winarni

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. s n. Pengujian Fitokimia Biji Kelor dan Biji. Kelor Berkulit

HASIL DAN PEMBAHASAN. s n. Pengujian Fitokimia Biji Kelor dan Biji. Kelor Berkulit 8 s n i1 n 1 x x i 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Fitokimia Kelor dan Kelor Berkulit s RSD (%) 100% x Pengujian Fitokimia Kelor dan Kelor Berkulit Pengujian Alkaloid Satu gram contoh dimasukkan ke dalam

Lebih terperinci

Optimasi Penggunaan Koagulan Pada Pengolahan Air Limbah Batubara

Optimasi Penggunaan Koagulan Pada Pengolahan Air Limbah Batubara Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Kejuangan ISSN 1693 4393 Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya am Indonesia Yogyakarta, 26 Januari 2010 Optimasi Penggunaan Koagulan Pada Pengolahan

Lebih terperinci

Mn 2+ + O 2 + H 2 O ====> MnO2 + 2 H + tak larut

Mn 2+ + O 2 + H 2 O ====> MnO2 + 2 H + tak larut Pengolahan Aerasi Aerasi adalah salah satu pengolahan air dengan cara penambahan oksigen kedalam air. Penambahan oksigen dilakukan sebagai salah satu usaha pengambilan zat pencemar yang tergantung di dalam

Lebih terperinci

Pengolahan Limbah Cair Industri secara Aerobic dan Anoxic dengan Membrane Bioreaktor (MBR)

Pengolahan Limbah Cair Industri secara Aerobic dan Anoxic dengan Membrane Bioreaktor (MBR) Pengolahan Limbah Cair Industri secara Aerobic dan Anoxic dengan Membrane Bioreaktor (MBR) Oleh : Beauty S.D. Dewanti 2309 201 013 Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Tontowi Ismail MS Prof. Dr. Ir. Tri Widjaja

Lebih terperinci

Seminar Nasional Sains dan Teknologi Lingkungan II e-issn Padang, 19 Oktober 2016

Seminar Nasional Sains dan Teknologi Lingkungan II e-issn Padang, 19 Oktober 2016 OP-2 PENGOLAHAN AIR GAMBUT DENGAN MEMBRAN ULTRAFILTRASI SISTEM ALIRAN CROSS FLOWUNTUK MENYISIHKAN ZAT WARNA DENGAN PENGOLAHAN PENDAHULUAN MENGGUNAKAN KOAGULAN CAIR DARI TANAH LEMPUNG LAHAN GAMBUT Syarfi

Lebih terperinci

PROSES PENGOLAHAN LIMBAH ORGANIK SECARA KOAGULASI DAN FLOKULASI

PROSES PENGOLAHAN LIMBAH ORGANIK SECARA KOAGULASI DAN FLOKULASI JRL Vol. 4 No.2 Hal 125-130 Jakarta, Mei 2008 ISSN : 2085-3866 PROSES PENGOLAHAN LIMBAH ORGANIK SECARA KOAGULASI DAN FLOKULASI Indriyati Peneliti di Pusat Teknologi Lingkungan., BPPT Abstrak Soya bean

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahan-bahan yang ada dialam. Guna memenuhi berbagai macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. bahan-bahan yang ada dialam. Guna memenuhi berbagai macam kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia banyak memerlukan berbagai macam bahan-bahan yang ada dialam. Guna memenuhi berbagai macam kebutuhan hidupnya tersebut manusia melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdampak positif, keberadaan industri juga dapat menyebabkan dampak

BAB I PENDAHULUAN. berdampak positif, keberadaan industri juga dapat menyebabkan dampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan sektor industri menjadi salah satu sektor penting, dimana keberadaannya berdampak positif dalam pembangunan suatu wilayah karena dengan adanya industri maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri berat maupun yang berupa industri ringan (Sugiharto, 2008). Sragen

BAB I PENDAHULUAN. industri berat maupun yang berupa industri ringan (Sugiharto, 2008). Sragen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai usaha telah dilaksanakan oleh pemerintah pada akhir-akhir ini untuk meningkatkan taraf hidup serta kesejahteraan masyarakat yang dicita-citakan yaitu masyarakat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI ABSTRAK...

DAFTAR ISI ABSTRAK... DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang Penelitian... 1 1.2. Rumusan

Lebih terperinci

Teori Koagulasi-Flokulasi

Teori Koagulasi-Flokulasi MIXING I. TUJUAN 1. Mengetahui 2. Mengetahui 3. Memahami II. TEORI DASAR Pengadukan (mixing) merupakan suatu aktivitas operasi pencampuran dua atau lebih zat agar diperoleh hasil campuran yang homogen.

Lebih terperinci

Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Warna dan Zat Organik

Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Warna dan Zat Organik JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-167 Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter

Lebih terperinci

KINERJA KOAGULAN POLY ALUMINIUM CHLORIDE (PAC) DALAM PENJERNIHAN AIR SUNGAI KALIMAS SURABAYA MENJADI AIR BERSIH

KINERJA KOAGULAN POLY ALUMINIUM CHLORIDE (PAC) DALAM PENJERNIHAN AIR SUNGAI KALIMAS SURABAYA MENJADI AIR BERSIH Budiman: KINERJA KOAGULAN POLY ALUMINIUM CHLORIDE (PAC) DALAM PENJERNIHAN 25 KINERJA KOAGULAN POLY ALUMINIUM CHLORIDE (PAC) DALAM PENJERNIHAN AIR SUNGAI KALIMAS SURABAYA MENJADI AIR BERSIH Anton Budiman

Lebih terperinci

PENGARUH ph PADA PROSES KOAGULASI DENGAN KOAGULAN ALUMINUM SULFAT DAN FERRI KLORIDA

PENGARUH ph PADA PROSES KOAGULASI DENGAN KOAGULAN ALUMINUM SULFAT DAN FERRI KLORIDA PENGARUH PADA PROSES KOAGULASI DENGAN KOAGULAN ALUMINUM SULFAT DAN FERRI KLORIDA Rachmawati S.W. 1), Bambang Iswanto 2), Winarni 2) 1) Indomas Mulia, Konsultan Air Bersih dan Sanitasi, Jakarta 12430, Indonesia

Lebih terperinci

PENGARUH KOMBINASI PROSES PRETREATMENT (KOAGULASI-FLOKULASI) DAN MEMBRAN REVERSE OSMOSIS UNTUK PENGOLAHAN AIR PAYAU

PENGARUH KOMBINASI PROSES PRETREATMENT (KOAGULASI-FLOKULASI) DAN MEMBRAN REVERSE OSMOSIS UNTUK PENGOLAHAN AIR PAYAU PENGARUH KOMBINASI PROSES PRETREATMENT (KOAGULASI-FLOKULASI) DAN MEMBRAN REVERSE OSMOSIS UNTUK PENGOLAHAN AIR PAYAU Sastra Silvester Ginting 1, Jhon Armedi Pinem 2, Rozanna Sri Irianty 2 1 Mahasiswa Jurusan

Lebih terperinci

PENURUNAN TURBIDITY, TSS, DAN COD MENGGUNAKAN KACANG BABI (Vicia faba) SEBAGAI NANO BIOKOAGULAN DALAM PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK (GREYWATER)

PENURUNAN TURBIDITY, TSS, DAN COD MENGGUNAKAN KACANG BABI (Vicia faba) SEBAGAI NANO BIOKOAGULAN DALAM PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK (GREYWATER) PENURUNAN TURBIDITY, TSS, DAN COD MENGGUNAKAN KACANG BABI (Vicia faba) SEBAGAI NANO BIOKOAGULAN DALAM PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK (GREYWATER) Irawan Widi Pradipta*), Syafrudin**), Winardi Dwi Nugraha**)

Lebih terperinci

KINERJA MEMBRAN KERAMIK BERBASIS TANAH LIAT, ZEOLIT DAN SERBUK BESI DALAM PENURUNAN KADAR FENOL

KINERJA MEMBRAN KERAMIK BERBASIS TANAH LIAT, ZEOLIT DAN SERBUK BESI DALAM PENURUNAN KADAR FENOL KINERJA MEMBRAN KERAMIK BERBASIS TANAH LIAT, ZEOLIT DAN SERBUK BESI DALAM PENURUNAN KADAR FENOL Subriyer Nasir*, Farah Dina, I Made Adi Dewata *Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya

Lebih terperinci

PRE-ELIMINARY PRIMARY WASTEWATER TREATMENT (PENGOLAHAN PENDAHULUAN DAN PERTAMA)

PRE-ELIMINARY PRIMARY WASTEWATER TREATMENT (PENGOLAHAN PENDAHULUAN DAN PERTAMA) PRE-ELIMINARY PRIMARY WASTEWATER TREATMENT (PENGOLAHAN PENDAHULUAN DAN PERTAMA) Tujuan pengolahan pertama (Primary Treatment) dalam pengolahan limbah cair adalah penyisihan bahan padat dari limbah cair

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN KOAGULAN (AIR ASAM TAMBANG DAN ALUMINIUM SULFAT DALAM PENGOLAHAN AIR RUN OFF PERTAMBANGAN BARU BARA)

PENGARUH PENGGUNAAN KOAGULAN (AIR ASAM TAMBANG DAN ALUMINIUM SULFAT DALAM PENGOLAHAN AIR RUN OFF PERTAMBANGAN BARU BARA) PENGARUH PENGGUNAAN KOAGULAN (AIR ASAM TAMBANG DAN ALUMINIUM SULFAT DALAM PENGOLAHAN AIR RUN OFF PERTAMBANGAN BARU BARA) THE INFLUENCE OF COAGULANT USING (ACID MINE DRAINAGE, ALUMINIUM SULFATE) IN THE

Lebih terperinci

Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Warna dan Zat Organik

Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Warna dan Zat Organik 1 Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Warna dan Zat Organik Hani Yosita Putri dan Wahyono Hadi Jurusan Teknik Lingkungan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah perkebunan kelapa sawit adalah limbah yang berasal dari sisa tanaman yang tertinggal pada saat pembukaan areal perkebunan, peremajaan dan panen kelapa sawit.

Lebih terperinci

PENURUNAN BOD DAN COD LIMBAH INDUSTRI KERTAS DENGAN AIR LAUT SEBAGAI KOAGULAN

PENURUNAN BOD DAN COD LIMBAH INDUSTRI KERTAS DENGAN AIR LAUT SEBAGAI KOAGULAN PENURUNAN BOD DAN COD LIMBAH INDUSTRI KERTAS DENGAN AIR LAUT SEBAGAI KOAGULAN Jurusan Teknik Kimia, UPN VETERAN Jatim Email : tritjatur@yahoo.com ABSTRACT This research aims to demote BOD and COD from

Lebih terperinci

Abstrak. Kata kunci: Flotasi; Ozon; Polyaluminum chloride, Sodium Lauril Sulfat.

Abstrak. Kata kunci: Flotasi; Ozon; Polyaluminum chloride, Sodium Lauril Sulfat. Pengaruh Dosis Koagulan PAC Dan Surfaktan SLS Terhadap Kinerja Proses Pengolahan Limbah Cair Yang Mengandung Logam Besi (), Tembaga (), Dan kel () Dengan Flotasi Ozon Eva Fathul Karamah, Setijo Bismo Departemen

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Prosedur Penelitian Tahapan penelitian yang dilakukan kali ini secara keseluruhan digambarkan oleh Gambar III.1. Pada penelitian kali akan digunakan alum sebagai koagulan.

Lebih terperinci

TEKNIK PENYEDIAAN AIR MINUM TL 3105 SLIDE 04. Yuniati, PhD

TEKNIK PENYEDIAAN AIR MINUM TL 3105 SLIDE 04. Yuniati, PhD TEKNIK PENYEDIAAN AIR MINUM TL 3105 SLIDE 04 Yuniati, PhD KOMPONEN SPAM Materi yang akan dibahas : 1.Komponen SPAM 2.Air baku dan bangunan intake KOMPONEN SPAM Sumber air baku Pipa transimisi IPAM Reservoar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Teknologi membran telah banyak digunakan dalam berbagai proses pemisahan dan pemekatan karena berbagai keunggulan yang dimilikinya, antara lain pemisahannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin besarnya laju perkembangan penduduk dan industrialisasi di Indonesia telah mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan. Padatnya pemukiman dan kondisi

Lebih terperinci

Indonesian Journal of Chemical Science

Indonesian Journal of Chemical Science Indo. J. Chem. Sci. 1 (2) (2012) Indonesian Journal of Chemical Science http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ijcs PENURUNAN Cu 2+ PADA LIMBAH INDUSTRI ELEKTROPLATING MENGGUNAKAN LIMBAH BESI DAN KAPUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya sektor industri pertanian meningkatkan kesejahteraan dan mempermudah manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Pengenalan Air Air merupakan suatu sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan,

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DENGAN KANDUNGAN AMONIAK TINGGI SECARA BIOLOGI MENGGUNAKAN MEMBRANE BIOREACTOR (MBR)

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DENGAN KANDUNGAN AMONIAK TINGGI SECARA BIOLOGI MENGGUNAKAN MEMBRANE BIOREACTOR (MBR) PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DENGAN KANDUNGAN AMONIAK TINGGI SECARA BIOLOGI MENGGUNAKAN MEMBRANE BIOREACTOR (MBR) Marry Fusfita (2309105001), Umi Rofiqah (2309105012) Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Tri Widjaja, M.Eng

Lebih terperinci

PENGARUH PENCAMPURAN TERHADAP REAKSI HIDROLISA AlCl 3

PENGARUH PENCAMPURAN TERHADAP REAKSI HIDROLISA AlCl 3 PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES ISSN : 111-1 PENGARUH PENCAMPURAN TERHADAP REAKSI HIDROLISA AlCl R. Yustiarni, I.U. Mufidah, S.Winardi, A.Altway Laboratorium Mekanika Fluida dan Pencampuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Produksi minyak kelapa sawit Indonesia saat ini mencapai

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI BATIK PADA SKALA LABORATORIUM DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEKTROKOAGULASI

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI BATIK PADA SKALA LABORATORIUM DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEKTROKOAGULASI VOLUME 5 NO. 1, JUNI 2009 PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI BATIK PADA SKALA LABORATORIUM DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEKTROKOAGULASI Andik Yulianto, Luqman Hakim, Indah Purwaningsih, Vidya Ayu Pravitasari

Lebih terperinci

STUDI PENDAHULUAN : PENGOLAHAN LIMBAH CAIR HASIL PRODUKSI PATI BENGKUANG DI GUNUNGKIDUL

STUDI PENDAHULUAN : PENGOLAHAN LIMBAH CAIR HASIL PRODUKSI PATI BENGKUANG DI GUNUNGKIDUL SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA V Kontribusi Kimia dan Pendidikan Kimia dalam Pembangunan Bangsa yang Berkarakter Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP UNS Surakarta, 6 April 2013

Lebih terperinci

PENGARUH OZON DAN KONSENTRASI ZEOLIT TERHADAP KINERJA PROSES PENGOLAHAN LIMBAH CAIR YANG MENGANDUNG LOGAM DENGAN PROSES FLOTASI

PENGARUH OZON DAN KONSENTRASI ZEOLIT TERHADAP KINERJA PROSES PENGOLAHAN LIMBAH CAIR YANG MENGANDUNG LOGAM DENGAN PROSES FLOTASI MAKARA, TEKNOLOGI, VOLUME 12, NO. 1, APRIL 28: 43-47 PENGARUH OZON DAN KONSENTRASI ZEOLIT TERHADAP KINERJA PROSES PENGOLAHAN LIMBAH CAIR YANG MENGANDUNG LOGAM DENGAN PROSES FLOTASI Eva Fathul Karamah,

Lebih terperinci

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan Bab IV Data dan Hasil Pembahasan IV.1. Seeding dan Aklimatisasi Pada tahap awal penelitian, dilakukan seeding mikroorganisme mix culture dengan tujuan untuk memperbanyak jumlahnya dan mengadaptasikan mikroorganisme

Lebih terperinci

PENENTUAN KARAKTERISTIK AIR WADUK DENGAN METODE KOAGULASI. ABSTRAK

PENENTUAN KARAKTERISTIK AIR WADUK DENGAN METODE KOAGULASI.   ABSTRAK PENENTUAN KARAKTERISTIK AIR WADUK DENGAN METODE KOAGULASI Anwar Fuadi 1*, Munawar 1, Mulyani 2 1,2 Jurusan Teknik kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Email: arfirosa@yahoo.co.id ABSTRAK Air adalah elemen

Lebih terperinci

I. Tujuan Setelah praktikum, mahasiswa dapat : 1. Menentukan waktu pengendapan optimum dalam bak sedimentasi 2. Menentukan efisiensi pengendapan

I. Tujuan Setelah praktikum, mahasiswa dapat : 1. Menentukan waktu pengendapan optimum dalam bak sedimentasi 2. Menentukan efisiensi pengendapan I. Tujuan Setelah praktikum, mahasiswa dapat : 1. Menentukan waktu pengendapan optimum dalam bak sedimentasi 2. Menentukan efisiensi pengendapan II. Dasar Teori Sedimentasi adalah pemisahan solid dari

Lebih terperinci

JAWABAN 1. REVERSE OSMOSIS (RO)

JAWABAN 1. REVERSE OSMOSIS (RO) PERTANYAAN 1. Suatu industri bermaksud memanfaatkan efluen pengolahan air limbah yang telah memenuhi baku mutu sebagai air baku untuk kebutuhan domestik (karyawan), proses produksi dan boiler. Industri

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1Air Air murni adalah zat yang tidak mempunyai rasa, warna, dan bau yang terdiri dari hidrogen dan oksigen (Linsey,1991). Air merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan.semua makhluk

Lebih terperinci

Judul Tugas Akhir Pengolahan Limbah Laundry menggunakan Membran Nanofiltrasi Zeolit Aliran Cross Flow untuk Filtrasi Kekeruhan dan Fosfat

Judul Tugas Akhir Pengolahan Limbah Laundry menggunakan Membran Nanofiltrasi Zeolit Aliran Cross Flow untuk Filtrasi Kekeruhan dan Fosfat Judul Tugas Akhir Pengolahan Limbah Laundry menggunakan Membran Nanofiltrasi Zeolit Aliran Cross Flow untuk Filtrasi Kekeruhan dan Fosfat Diajukan oleh Tika Kumala Sari (3310100072) Dosen Pembimbing Alia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 18 BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Air bersih merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang diperoleh dari berbagai sumber, tergantung pada kondisi daerah setempat. Kondisi sumber air pada setiap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

APLIKASI ELEKTROKOAGULASI PASANGAN ELEKTRODA BESI UNTUK PENGOLAHAN AIR DENGAN SISTEM KONTINYU

APLIKASI ELEKTROKOAGULASI PASANGAN ELEKTRODA BESI UNTUK PENGOLAHAN AIR DENGAN SISTEM KONTINYU APLIKASI ELEKTROKOAGULASI PASANGAN ELEKTRODA BESI UNTUK PENGOLAHAN AIR DENGAN SISTEM KONTINYU APPLICATION OF ELECTROCOAGULATON IRON ELECTRODE PAIRS FOR WATER TREATMENT WITH CONTINUOUS SYSTEM Andri Lukismanto*

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS ELEKTROFLOKULATOR DALAM MENURUNKAN TSS DAN BOD PADA LIMBAH CAIR TAPIOKA

EFEKTIFITAS ELEKTROFLOKULATOR DALAM MENURUNKAN TSS DAN BOD PADA LIMBAH CAIR TAPIOKA Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1 Juni 10 ISSN : 1979-5858 EFEKTIFITAS ELEKTROFLOKULATOR DALAM MENURUNKAN TSS DAN BOD PADA LIMBAH CAIR TAPIOKA Hery Setyobudiarso (Staf Pengajar Jurusan Teknik Lingkungan

Lebih terperinci

PENGOLAHAN EFLUEN REAKTOR FIXED BED SECARA KOAGULASI

PENGOLAHAN EFLUEN REAKTOR FIXED BED SECARA KOAGULASI J. Tek. Ling Vol. 12 No. 3 Hal. 277-282 Jakarta, September 2011 ISSN 1441-318X PENGOLAHAN EFLUEN REAKTOR FIXED BED SECARA KOAGULASI Indriyati dan Diyono Peneliti di Pusat Teknologi Lingkungan-TPSA Badan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ).

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ). 0.45 µm, ph meter HM-20S, spektrofotometer serapan atom (AAS) Analytic Jena Nova 300, spektrofotometer DR 2000 Hach, SEM-EDS EVO 50, oven, neraca analitik, corong, pompa vakum, dan peralatan kaca yang

Lebih terperinci

UJI TOKSISITAS LIMBAH CAIR BATIK SEBELUM DAN SESUDAH DIOLAH DENGAN TAWAS DAN SUPER FLOK TERHADAP BIOINDIKATOR (Cyprinus carpio L)

UJI TOKSISITAS LIMBAH CAIR BATIK SEBELUM DAN SESUDAH DIOLAH DENGAN TAWAS DAN SUPER FLOK TERHADAP BIOINDIKATOR (Cyprinus carpio L) UJI TOKSISITAS LIMBAH CAIR BATIK SEBELUM DAN SESUDAH DIOLAH DENGAN TAWAS DAN SUPER FLOK TERHADAP BIOINDIKATOR (Cyprinus carpio L) Yuli Pratiwi 1*, Sri Hastutiningrum 2, Dwi Kurniati Suyadi 3 1,2,3 Jurusan

Lebih terperinci

STUDI PENAMBAHAN POLYALUMINIUM CHLORIDAE (PAC) DAL AM PROSES KOAGUL ASI LIMBAH CAIR PADA PRODUKSI ALKALI TREATED COT TONII (ATG)

STUDI PENAMBAHAN POLYALUMINIUM CHLORIDAE (PAC) DAL AM PROSES KOAGUL ASI LIMBAH CAIR PADA PRODUKSI ALKALI TREATED COT TONII (ATG) 1087 Studi penambahan Polyaluminium Chloridae dalam... (Jamal Basmal) STUDI PENAMBAHAN POLYALUMINIUM CHLORIDAE (PAC) DAL AM PROSES KOAGUL ASI LIMBAH CAIR PADA PRODUKSI ALKALI TREATED COT TONII (ATG) ABSTRAK

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU TINGGAL CAIRAN TERHADAP PENURUNAN KEKERUHAN DALAM AIR PADA REAKTOR ELEKTROKOAGULASI. Satriananda 1 ABSTRAK

PENGARUH WAKTU TINGGAL CAIRAN TERHADAP PENURUNAN KEKERUHAN DALAM AIR PADA REAKTOR ELEKTROKOAGULASI. Satriananda 1 ABSTRAK PENGARUH WAKTU TINGGAL CAIRAN TERHADAP PENURUNAN KEKERUHAN DALAM AIR PADA REAKTOR ELEKTROKOAGULASI Satriananda 1 1 Staf Pengajar email : satria.pnl@gmail.com ABSTRAK Air yang keruh disebabkan oleh adanya

Lebih terperinci

PENJERNIHAN AIR DENGAN PROSES KOAGULASI DAN FLOKULASI MENGGUNAKAN FERRI SULFAT

PENJERNIHAN AIR DENGAN PROSES KOAGULASI DAN FLOKULASI MENGGUNAKAN FERRI SULFAT PENJERNIHAN AIR DENGAN PROSES KOAGULASI DAN FLOKULASI MENGGUNAKAN FERRI SULFAT Y U S U F Fakultas Teknik Universitas Dehasen Bengkulu Email : yusufmalikgaffar@yahoo.co.id ABSTRACT Coagulation and flocculation

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LUMPUR ENDAPAN UNTUK MENURUNKAN KEKERUHAN DENGAN SISTEM BATCH HALIFRIAN NURMANSAH

PEMANFAATAN LUMPUR ENDAPAN UNTUK MENURUNKAN KEKERUHAN DENGAN SISTEM BATCH HALIFRIAN NURMANSAH PEMANFAATAN LUMPUR ENDAPAN UNTUK MENURUNKAN KEKERUHAN DENGAN SISTEM BATCH HALIFRIAN NURMANSAH 3307100042 Latar Belakang Rumusan Masalah dan Tujuan Rumusan Masalah Tujuan Berapa besar dosis optimum koagulan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Uji Pengendapan dengan Variasi Konsentrasi Koagulan dan Variasi Konsentrasi Flokulan

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Uji Pengendapan dengan Variasi Konsentrasi Koagulan dan Variasi Konsentrasi Flokulan BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Uji Pengendapan dengan Variasi Konsentrasi Koagulan dan Variasi Konsentrasi Flokulan Hasil pengujian tahap awal ini ditunjukkan pada Gambar 4.1 yaitu grafik pengaruh konsentrasi flokulan

Lebih terperinci

APLIKASI METODE ELEKTROKOAGULASI DALAM PENGOLAHAN LIMBAH COOLANT. Arie Anggraeny, Sutanto, Husain Nashrianto

APLIKASI METODE ELEKTROKOAGULASI DALAM PENGOLAHAN LIMBAH COOLANT. Arie Anggraeny, Sutanto, Husain Nashrianto APLIKASI METODE ELEKTROKOAGULASI DALAM PENGOLAHAN LIMBAH COOLANT Arie Anggraeny, Sutanto, Husain Nashrianto Program Studi Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan Jalan Pakuan PO BOX 452,

Lebih terperinci

RACE-Vol.4, No.1, Maret 2010 ISSN PENGARUH PASANGAN ELEKTRODA TERHADAP PROSES ELEKTROKOAGULASI PADA PENGOLAHAN AIR BUANGAN INDUSTRI TEKSTIL

RACE-Vol.4, No.1, Maret 2010 ISSN PENGARUH PASANGAN ELEKTRODA TERHADAP PROSES ELEKTROKOAGULASI PADA PENGOLAHAN AIR BUANGAN INDUSTRI TEKSTIL RACE-Vol.4, No.1, Maret 21 ISSN 1978-1979 PENGARUH PASANGAN ELEKTRODA TERHADAP PROSES ELEKTROKOAGULASI PADA PENGOLAHAN AIR BUANGAN INDUSTRI TEKSTIL Oleh Agustinus Ngatin Yunus Tonapa Sarungu Mukhtar Gozali

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI SECARA AEROBIC DAN ANOXIC DENGAN MEMBRANE BIOREACTOR (MBR)

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI SECARA AEROBIC DAN ANOXIC DENGAN MEMBRANE BIOREACTOR (MBR) PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI SECARA AEROBIC DAN ANOXIC DENGAN MEMBRANE BIOREACTOR (MBR) Beauty S. D. Dewanti (239113) Pembimbing: Dr. Ir. Tontowi Ismail, MS dan Prof. Dr. Ir. Tri Widjaja, M.Eng Laboratorium

Lebih terperinci

PROC. ITB Sains & Tek. Vol. 36 A, No. 1, 2004,

PROC. ITB Sains & Tek. Vol. 36 A, No. 1, 2004, PROC. ITB Sains & Tek. Vol. 36 A, No. 1, 2004, 63-82 63 Penurunan Zat Organik dan Kekeruhan Menggunakan Teknologi Membran Ultrafiltrasi dengan Sistem Aliran Dead-End (Studi Kasus : Waduk Saguling, Padalarang)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air

BAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya kegiatan manusia akan menimbulkan berbagai masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air karena menerima beban pencemaran yang melampaui

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi membran telah banyak digunakan pada berbagai proses pemisahan dan sangat spesifik terhadap molekul-molekul dengan ukuran tertentu. Selektifitas membran ini

Lebih terperinci

KAJIAN PEMAKAIAN FERRO SULFAT PADA PENGOLAHAN LIMBAH CHROM

KAJIAN PEMAKAIAN FERRO SULFAT PADA PENGOLAHAN LIMBAH CHROM 115 KAJIAN PEMAKAIAN FERRO SULFAT PADA PENGOLAHAN LIMBAH CHROM Prayitno, Rahardjo, Nurimaniwathy dan Endro Kismolo P3TM BATAN ABSTRAK KAJIAN PEMAKAIAN FERRO SULFAT PADA PENGOLAHAN KIMIA LIMBAH CHROM. Penelitian

Lebih terperinci

PENGARUH OZON DAN KONSENTRASI ZEOLIT TERHADAP KINERJA PROSES PENGOLAHAN LIMBAH CAIR YANG MENGANDUNG LOGAM DENGAN PROSES FLOTASI

PENGARUH OZON DAN KONSENTRASI ZEOLIT TERHADAP KINERJA PROSES PENGOLAHAN LIMBAH CAIR YANG MENGANDUNG LOGAM DENGAN PROSES FLOTASI PENGARUH OZON DAN KONSENTRASI ZEOLIT TERHADAP KINERJA PROSES PENGOLAHAN LIMBAH CAIR YANG MENGANDUNG LOGAM DENGAN PROSES FLOTASI Eva Fathul Karamah, Setijo Bismo, Hotdi M Simbolon Departemen Teknik Kimia,

Lebih terperinci

Pengolahan Air Gambut sederhana BAB III PENGOLAHAN AIR GAMBUT SEDERHANA

Pengolahan Air Gambut sederhana BAB III PENGOLAHAN AIR GAMBUT SEDERHANA Pengolahan Air Gambut sederhana BAB III PENGOLAHAN AIR GAMBUT SEDERHANA 51 Nusa Idaman Said III.1 PENDAHULUAN Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu

Lebih terperinci

Aries Kristanto et al., Pengaruh Ekstrak Kasar Tanin dari Daun Belimbing Wuluh... 54

Aries Kristanto et al., Pengaruh Ekstrak Kasar Tanin dari Daun Belimbing Wuluh... 54 Aries Kristanto et al., Pengaruh Ekstrak Kasar dari Daun Belimbing Wuluh... 54 PENGARUH EKSTRAK KASAR TANIN DARI DAUN BELIMBING WULUH (AVERRHA BILIMBI L.) PADA PENGLAHAN AIR (THE EFFECT F CRUDE EXTRACT

Lebih terperinci

Pengolahan Air Limbah Laboratorium dengan Menggunakan Koagulan Alum Sulfat dan Poli Aluminium Klorida (PAC)

Pengolahan Air Limbah Laboratorium dengan Menggunakan Koagulan Alum Sulfat dan Poli Aluminium Klorida (PAC) Jurnal Penelitian Sains Edisi Khusus Desember 2009 (C) 09:12-08 Pengolahan Air Limbah Laboratorium dengan Menggunakan Koagulan Alum Sulfat dan Poli Aluminium Klorida (PAC) Muhammad Said Jurusan Kimia FMIPA,

Lebih terperinci

Oleh: Rizqi Amalia ( ) Dosen Pembimbing: Welly Herumurti ST. M.Sc

Oleh: Rizqi Amalia ( ) Dosen Pembimbing: Welly Herumurti ST. M.Sc Oleh: Rizqi Amalia (3307100016) Dosen Pembimbing: Welly Herumurti ST. M.Sc JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2011 KERANGKA PENELITIAN

Lebih terperinci

PENENTUAN KUALITAS AIR

PENENTUAN KUALITAS AIR PENENTUAN KUALITAS AIR Analisis air Mengetahui sifat fisik dan Kimia air Air minum Rumah tangga pertanian industri Jenis zat yang dianalisis berlainan (pemilihan parameter yang tepat) Kendala analisis

Lebih terperinci

Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung Jl Ganesha 10 Bandung PENDAHULUAN

Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung Jl Ganesha 10 Bandung PENDAHULUAN EVALUASI PERFORMA PENGADUKAN HIDROLIS SEBAGAI KOAGULATOR DAN FLOKULATOR BERDASARKAN HASIL JAR TEST EVALUATING THE PERFORMANCE OF HYDRAULIC MIXING AS COAGULATOR AND FLOCCULATOR BASED ON THE JAR TEST RESULT

Lebih terperinci

Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Kekeruhan dan Total Coli

Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Kekeruhan dan Total Coli JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-162 Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. secara langsung maupun dalam jangka panjang. Berdasarkan sumbernya, limbah

II. TINJAUAN PUSTAKA. secara langsung maupun dalam jangka panjang. Berdasarkan sumbernya, limbah 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Cair Secara sederhana limbah cair dapat didefinisikan sebagai air buangan yang berasal dari aktivitas manusia dan mengandung berbagai polutan yang berbahaya baik secara

Lebih terperinci

(Study Stirring Time)

(Study Stirring Time) Jurnal Teknologi Pertanian, Vol 8 No.3 (Desember 2007) 215-220 PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA ( (Tamarindus indica) ) SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES KOAGULASI LIMBAH CAIR TAHU (KAJIAN KONSENTRASI SERBUK BIJI

Lebih terperinci