BAB 2 LANDASAN TEORI. banyak sistem organ (Mocarzel et al., 2015) (Suarjana, 2014), serta respon

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 LANDASAN TEORI. banyak sistem organ (Mocarzel et al., 2015) (Suarjana, 2014), serta respon"

Transkripsi

1 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. TINJAUAN PUSTAKA Systemic Lupus Erythematosus (SLE) Definisi Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah penyakit autoimun kompleks ditandai dengan autoantibodi terhadap inti sel dan melibatkan banyak sistem organ (Mocarzel et al., 2015) (Suarjana, 2014), serta respon imun hiperaktif dan produksi abnormal autoantibodi yang menyebabkan kerusakan jaringan dan organ (Sawla et al., 2012) (Mocarzel et al., 2015)(Comte et al., 2015)(Chen et al., 2015). Menurut Perhimpunan Reumatologi Indonesia (2011), SLE adalah penyakit inflamasi autoimun kronis yang belum jelas etiologinya dengan gambaran klinis dan perjalanan penyakit yang luas dan beragam Epidemiologi Prevalensi SLE di Buenos Aires, sebesar 58.6 per penduduk dengan kejadian pada wanita 4 kali lipat dibandingkan pria (Sconik et al., 2014). Insiden tahunan SLE di Inggris 4.91 per penduduk dengan prevalensi yang meningkat dari tahun 1999 sebesar per penduduk menjadi per penduduk pada Kejadian SLE pada wanita 6 kali lipat lebih tinggi dibandingkan pria (Rees et al., 2014). Data 6

2 7 tahun 2002 di RSUP Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, dilaporkan kasus SLE 1.4% dari total kunjungan pasien di poliklinik Reumatologi Penyakit Dalam. Data di RS Hasan Sadikin Bandung terdapat 291 pasien SLE atau 10.5% dari total pasien yang berobat ke poliklinik reumatologi selama tahun 2010 (Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2011). Data pasien SLE di RSUD Dr. Moewardi Surakarta tahun 2011 adalah 2,75% dari seluruh kunjungan pasien Poli Reumatologi (Adnan, 2012) Imunopatogenesis Etiologi SLE terdiri dari faktor genetik dan faktor lingkungan dengan jenis kelamin wanita sangat kuat mempengaruhi patogenesis. Faktor-faktor tersebut memicu kerusakan ireversibel toleransi imunologis yang bermanifestasi pada respon imun terhadap antigen inti endogen (Bertsias et al., 2012). SLE ditandai hilangnya toleransi diri secara global dengan aktivasi sel T autoreaktif dan sel B yang mengakibatkan produksi autoantibodi patogen dan kerusakan jaringan. Mekanisme imun innate berperan penting terhadap respon imun adaptif yang abnormal pada SLE (Choi et al., 2012). Gangguan mekanisme regulasi imun seperti gangguan pembersihan sel-sel apoptosis dan kompleks imun berperan penting dalam perkembangan SLE. Hilangnya toleransi imun, meningkatnya antigenic load, bantuan sel T yang berlebihan, gangguan supresi sel B dan peralihan respons imun dari T helper 1(Th1) ke Th2 mengakibatkan hiperaktivitas sel B dan memproduksi autoantibodi patogenik. Respons imun akibat terpapar faktor lingkungan seperti radiasi 7

3 8 ultraviolet atau infeksi virus yang cukup lama dapat mengakibatkan disregulasi sistem imun (Suarjana, 2014; Musai, 2010). Faktor genetik, lingkungan, hormonal, epigenetik, dan imunoregulasi berperan berurutan dan simultan pada sistem imun. Faktor-faktor tersebut berinteraksi sehingga muncul autoantibodi, kompleks imun, sel T autoreaktif, dan sitokin-sitokin inflamasi yang mengawali dan memperkuat inflamasi dan kerusakan berbagai organ. Organ target yang terpengaruh dirusak lebih lanjut oleh faktor lokal seperti pada gambar 1 (Tsokos, 2011). G 8

4 9 agambar 1. Ikhtisar patogenesis SLE Aktivasi sel T dan B memerlukan stimulasi gen yang spesifik. Bahan kimia iritatif seperti pristan, DNA, fosfolipid dinding sel bakteri, dan antigen virus dapat menginduksi antibodi anti-dna pada mencit. Selain itu antigen diri seperti kompleks protein-dna dan protein-rna dapat menginduksi produksi autoantibodi. Antigen lingkungan dan antigen diri ditangkap oleh antigen presenting cell (APC) atau diikat antibodi pada permukaan sel B. APC dan sel B memproses antigen menjadi peptida kemudian menyajikannya pada sel T melalui molekul HLA (Human Leukocyte Antigen) pada permukaan sel. Sel T aktif akan merangsang sel B memproduksi autoantibodi patogenik. Interaksi APC, sel T dan sel B difasilitasi oleh berbagai sitokin dan membutuhkan molekul tambahan seperti sistem CD40/CD40L dan B7/CD28/CTLA4 untuk menginisiasi sinyal kedua (Hahn, 2013)(Mok dan Lau, 2003). Perkembangan SLE terjadi dalam beberapa tahap. Periode waktu panjang yaitu sejak predisposisi sampai dengan autoimunitas yang dipengaruhi oleh kecenderungan genetik, jenis kelamin dan paparan 9

5 10 lingkungan, kemudian sebagian kecil akan berkembang menjadi autoantibodi yang biasanya mengawali gejala klinis dalam periode bulan sampai dengan tahun. Sebagian individu dengan autoantibodi berkembang menjadi SLE secara klinis, dimulai dengan keterlibatan sejumlah kecil sistem organ, pemeriksaan laboratorium abnormal dan akhirnya terdiagnosis SLE. Setelah beberapa tahun individu akan mengalami kekambuhan penyakit secara intermiten dan perbaikan walau tidak total, kerusakan organ, komorbiditas, inflamasi kronik (Hahn, 2013). Gambar 2. Imunopatogenesis SLE (Bertsias et al., 2012) Imunopatogenesis SLE dapat dijelaskan melalui berbagai tahapan, seperti ditunjukkan pada gambar 2. Diawali stimulasi respon imun innate dan 10

6 11 adaptif oleh autoantigen. Peningkatan produksi autoantigen selama apoptosis baik terkait dengan paparan sinar ultraviolet dan atau spontan akan merangsang sistem imun innate dan adaptif. Nukleosom mengandung ligan endogen yang mengikat pathogen associated molecule pattern yang tergabung dengan blebs apoptosis sehingga memicu aktivasi sel dendritik untuk memproduksi interferon dan memicu sel B untuk memproduksi autoantibodi (Bertsias et al., 2012). APC adalah sel makrofag/monosit, sel dendritik, dan sel limfosit B yang berproses dan mempresentasikan antigen. Sel-sel pada sistem imun innate diaktifasi melalui jalur TLR (toll like receptors) oleh protein DNA atau RNA. Sel dendritik teraktivasi, berubah dari tolerogenik menjadi sel dendritik pro inflamasi yang mensekresi sitokin inflamasi (IFNα), sel makrofag/monosit mensekresi TNF-α dan IL-1, IL-12, serta IL-23. Sitokin-sitokin tersebut adalah hasil aktifasi sel T efektor yang membantu sel B membentuk imunoglobulin G yang bersifat autoantibodi, menginfiltrasi jaringan dan bersifat sitotoksik. Aktifasi sel limfosit B secara langsung oleh DNA/RNA melalui jalur TLR dan IFNα, dibantu oleh sel T untuk mensekresi autoantibodi juga maturasinya menjadi sel plasma oleh BLyS (B-lymphocyte stimulator)/baff (B cell activating factor), IL-6, dan beberapa sitokin lainnya (Hahn, 2013). Autoantibodi merupakan efektor utama pada SLE. Namun tidak cukup menimbulkan gejala penyakit, sehingga penumpukan autoantibodi di jaringan membutuhkan aktifasi sistem komplemen dan atau mediator inflamasi 11

7 12 lainnya, serta kemotaksis limfosit dan polimorfonuklear, pelepasan sitokin, kemokin, enzim proteolitik, sehingga mengakibatkan kerusakan organ (Hahn, 2013). Kompleks imun adalah penyebab utama kerusakan jaringan pada SLE. Kompleks imun terbentuk dalam jumlah besar sebagai antibodi antinuklear terikat pada materi nuklear di darah dan jaringan yang tidak dapat dibersihkan dengan baik karena reseptor Fc dan komplemen berkurang dalam hal jumlah maupun fungsinya (Tsokos, 2011). Hiperaktifasi sel T dan atau sel B mengakibatkan SLE dengan meningkatkan jumlah autoantibodi dan sitokin pro inflamasi (Hahn, 2013) Interleukin 17 (IL-17) Sitokin berperan penting dalam patogenesis SLE. Sitokin adalah faktor terlarut yang berperan dalam diferensiasi, maturasi dan aktivasi berbagai sel imun. Sitokin juga menyebabkan respon inflamasi lokal yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan jaringan (Yap dan Lai, 2010). Pelepasan dan fungsi abnormal berbagai sitokin terjadi pada pasien SLE maupun hewan coba baik in vitro maupun in vivo. Sitokin-sitokin tersebut dapat memiliki efek pro inflamasi maupun anti inflamasi, atau keduanya tergantung pada lingkungan spesifiknya (Su et al., 2011). Interleukin-17 (IL-17) merupakan sitokin proinflamasi yang kuat yang diproduksi oleh limfosit T yang teraktivasi. Sel Th17 merupakan subset dari CD4+ limfosit T dinamakan setelah sitokin penanda IL-17, yang mewakili prototipe dari keluarga sitokin yang telah diidentifikai sebelumnya berisikan 12

8 13 6 anggota (IL-17A, IL-17B, IL-17C, IL-17D, IL-17E, IL-17F) dan lima reseptor (IL-17RA, IL-17RB, IL-17RC, IL-17RD, IL-17RE). Produksi IL-17 distimulasi oleh IL-23. IL-17 memicu inflamasi dengan menginduksi kemokin lokal dan sekresi sitokin dan penting untuk pembersihan dari beberapa patogen seperti bakteri dan jamur. Frekuensi dari sel T memproduksi IL-17 meningkat pada darah perifer pasien SLE, dan produksi Il-17 abnormal pada pasien SLE. Kadar IL-17 meningkat pada SLE dewasa dan berhubungan dengan aktivitas penyakit.(pelicari et al,. 2015)(Vincent et al,. 2013) (Tabarkiewic et al., 2015) IL-17 dianggap berperan penting dalam pembentukan karakteristik lingkungan pada SLE dan mempromosikan survival sel B dan produksi autoantibodi. IL-17 merupakan sitokin proinflamasi yang terlibat dalam pertahanan host melawan patogen ekstraseluler, intraseluler dan jamur. IL-17 meningkatkan inflamasi pada beberapa tingkat, seperti reseptornya diekspresikan pada sel hematopoetik dan non hematopoetik. Sebagai tambahan terhadap kemampuan proinflamasi yang kuat, IL-17 menggunakan efeknya melalui pengambilan monosit dan netrofil dengan meningkatkan produksi lokal kemokin (IL-8, monocyte chemoattractant protein-1, growthrelated oncogene protein-α), fasilitasi dari inflitrasi dan aktivasi sel T dengan menstimulasi ekspresi dari molekul adhesi interseluler. IL-17 juga dapat menstimulasi produksi antibodi sel B.(Hassan et al,. 2014) (Nalbandian et al,. 2009)(Comte et al., 2015) 13

9 14 IL-17 bersinergi dengan sitokin lain, khususnya dengan IL-1b, tumour necrosis factor (TNF)-α, and interferon (IFN)-g. IL-17RA diekspresikan secara luas dan memediasi efeknya melalui beberapa sel imun dan non imun (terutama sel endotel dan epitel)(nalbandian et al,. 2009). Gambar 3. Peran Th 17 dan IL-17 dalam patogenesis SLE (Nalbandian et al,.2009) Tumor Necrosis factor - α (TNF-α) TNF-α merupakan sitokin pleiotrofik yang diproduksi oleh banyak tipe sel, termasuk makrofag, monosit, limfosit, keratinosit, dan fibroblas, dalam respon terhadap inflamasi, infeksi, luka, dan tantangan lingkungan lainnya. TNF-α bukan hanya sitokin proinflamasi yang kuat tetapi juga memainkan 14

10 15 peran penting dalam aktivasi dan migrasi lekosit, demam, respon fase akut, proliferasi sel, diferensiasi, dan apoptosis. TNF-α merupakan sitokin proinflamasi dan imunoregulator. TNF-α memiliki efek yang berbeda pada sel B, sel T, dan sel dendritik, juga pada proses kematian sel terprogram. Selama respon (auto)imun, TNF-α bertindak sebagai faktor pertumbuhan untuk sel B dan merangsang maturasi sel dendritik tetapi menyebabkan hiporesponsif sel T dan ekspresi molekul anti apoptosis. Terakhir ini sangat penting dalam homeostasis imun : pada satu sisi, TNF-α menahan autoreaktif sel T melalui regulasi negatif dari transduksi sinyal reseptor sel T di darah perifer; pada sisi lain, TNF-α menetralkan apoptosis yng dimediasi Fas melalui aktivasi dari NF-κB dan induksi molekul anti apoptosis, kemudian menurunkan stimulasi sistem imun yang disebabkan oleh apoptosis nukleosom yang diturunkan, dan menghambat produksi autoantibodi. Dilihat dari aspek inflamasi, TNF diinduksi oleh sel dendritik dan merangsang inflamasi dan kerusakan jaringan sekunder; pelepasan autoantigen selama nekrosis dapat memicu autoimunitas. Produksi TNF-α yang tidak teratur, bisa rendah atau tinggi, menandai banyak penyakit. Bukti terbaru mendukung sifat dualistik, peran proinflamasi dan imun atau supresi penyakit untuk TNF-α pada kondisi ini. Dikarenakan kompleks genetik dari SLE dan ikatan yang kuat dai gen Tnf dengan lokus MHC, peran fisiologi dari TNF- α dan adaptornya pada patogenesis lupus masih belum jelas.(zhu et al,. 2010) 15

11 16 Pada SLE, TNF-α memiliki dua aksi yang berbeda. Pertama, TNF-α dapat menjadi mediator imunosupresif dari sintesa autoantibodi. Kedua, TNFα sebagai faktor proinflamasi yang secara akut dilepaskan ke jaringan lokal. Kadar TNF-α yang menurun sebagai fungsi dari aktivitas penyakit menunjukkan kemungkinan peran melindungi pada SLE. Namun, kemungkinan besar TNF-α memiliki sel target dan molekul yang berbeda pada satdium imunopatologi lupus yang berbeda.(hirankarn et al,. 2007) Pada kebanyakan penelitian, TNF-α ditemukan meningkat tajam dan menjadi bioaktif dalam serum pasien SLE aktif, dan kadar TNF-α berhubungan dengan aktivitas penyakit SLE. Penelitian sebelumnya menemukan bahwa pasien SLE terjadi peningkatan kadar TNF-α plasma, namun tidak ada hubungan dengan aktivitas penyakit. Sebuah penelitian telah menunjukan bahwa kadar TNF-α dan rasio TNF/IL-10 lebih tinggi pada pasien dengan penyakit inaktif dibandingkan dengan pasien dengan penyakit sangat aktif dan kontrol, menyimpulkan bahwa TNF-α dapat menjadi faktor pelindung pada pasien SLE.(Zhu et al,. 2010) Sitokin proinflamasi (IL-6, IL-8, TNF-α) hadir dengan kadar yang tinggi dalam serum, sehingga menjamin proliferasi dan diferensiasi limfosit B, bertanggung jawab untuk hiperaktivitas karakteristiknya dengan produksi antibodi pada gangguan autoimun ini. (Avrămescu et al,. 2010) 16

12 17 Gambar 4. Efek Tumor Necrosis Factor (Aringer dan Smolen, 2008) Mencit Model Lupus Mencit BALB/c yang diinjeksi pristan menghasilkan gambaran yang memenuhi kriteria lupus yaitu artritis, ANA, anti-dsdna, anti-sm, immune complex-mediated glomerulonephritis, pulmonary capillaritis (pulmonary vasculitis) dan IFN1 pada darah perifer. Inflamasi perikardium dan pleura juga terjadi pada mencit induksi pristan. Mencit yang diberikan injeksi pristan memenuhi 4 kriteria ACR 1997 untuk penegakan SLE, yaitu anti ds DNA, artritis, lupus nefritis, dan vaskulitis. Seperti SLE pada manusia, SLE pada mencit juga cenderung terjadi pada mencit betina (Reeves et al., 2009). Calvani (2005) meneliti mencit Balb/c yang diberikan injeksi minyak hidrokarbon (pristan) 0,5 ml secara intraperitoneal, menunjukkan bahwa mencit normal dapat mengalami 17

13 18 sindrom autoimun seperti lupus. Penelitian tersebut membuktikan bahwa pristan dapat memicu apoptosis in vitro dan in vivo. Pristan menghentikan pertumbuhan sel dan memicu kematian sel secara apoptosis melalui jalur mitokondria dengan aktivasi caspase. Terbentuknya autoantigen inti yang dipicu oleh pemberian pristan tersebut sehingga terjadi apoptosis sel-sel limfoid di dalam kavum peritoneal yang akan memulai perkembangan autoimunitas (Calvani et al., 2005). Pristan (Tetramethylpentadecane/TMPD) merupakan alkalin isoprenoid yang terdapat pada tumbuhan dan organisme laut (alga, plankton) yang dapat menginduksi SLE pada hewan bila diberikan secara intraperitoneal. Pristan dapat memicu autoantibodi dan manifestasi klinis SLE (Calvani et al., 2005). Injeksi pristan intraperitoneal pada mencit BALB/c akan mengakibatkan glomerulonefritis, arthritis, ANA dan berbagai autoantibodi lupus seperti antidsdna dan anti-sm. Produksi autoantibodi karena pristan ini melalui jalur signal IFN 1 yang merupakan mediator kunci SLE dan menghubungkan respon imun innate dan adaptif. Peningkatan IFN 1 terjadi pada pasien SLE (Reeves et al., 2009). Gambar 5. Struktur kimia pristan (2,6,10,14-tetramethylpentadecane) (Reeves et al, 2009) 18

14 19 Imunoglobulin G antoantibodi yang diinduksi pristan berhubungan dengan SLE, dengan target komponen inti sel yaitu ds DNA, single-stranded DNA, kromatin, Sm, RNP dan ribosomal P. Pristan memicu produksi IFNα dan IFNß oleh monosit imatur (Ly6Chi). Injeksi pristan intrapritoneal akan memicu produksi MCP-1 (CCL2), kemokin yang menginduksi produksi IFN 1 dan menyebabkan keluarnya monosit imatur dengan penanda permukaan sel CD11b, Ly6Chi, Mac- 3, F4/80, dan CCR2 dari sumsum tulang menuju kavum peritoneum. Gambar 6 menunjukkan mekanisme pristan menginduksi lupus (Reeves et al., 2009). Gambar 6. Mekanisme pristan menginduksi lupus (Reeves et al., 2009) Secretome sel punca mesenkimal Sel punca merupakan sel tubuh yang memiliki kemampuan istimewa memperbaharui atau meregenerasi diri sendiri dan berdiferensiasi menjadi sel 19

15 20 lain, sehingga dapat membentuk jaringan dan organ (Hui et al., 2012). Sel punca mesenkimal merupakan prototipe sel punca dewasa yang mempunyai kapasitas memperbarui diri dan berdiferensiasi dengan jaringan distribusi yang luas (Williams dan Hare, 2011). Sel punca messenkimal diidentifikasi di sumsum tulang dan dapat dimurnikan dari berbagai jaringan seperti adiposa (Madrigal et al, 2014), jantung (Hoogduijn et al, 2007), Wharton 's jelly tali pusat (Chao et al, 2008), darah haid (Meng et al, 2007) dan vili korionik (Yang et al, 2013), darah perifer (He et al, 2007). Sel tersebut dapat dikembangkan luas secara in vitro untuk digandakan sampai 50 sel tanpa diferensiasi (Carrion dan Figueroa, 2011). Sel punca mesenkimal dapat menghindar dari pengenalan sel T, menekan respon sel T terhadap mitogen dan memperpanjang survival skin graft pada babon. Ini ditemukan pada penelitian oleh Bartholomew tahun Meskipun memiliki efek imunomodulasi yang beragam dan kemudian terbukti mempengaruhi limfosit T dan B, natural killer dan APC, sel punca mesenkimal bersifat hipoimunogenik (Carrion dan Figueroa, 2011). Sel punca mesenkimal menghasilkan sejumlah besar faktor yang disekresikan seperti sitokin, kemokin dan faktor pertumbuhan yang memediasi beragam fungsi melalui sinyal antara berbagai tipe sel. Di dalam niche, sel punca mesenkimal mengendalikan survival, proliferasi dan diferensiasi sel punca, juga berperan dalam regenerasi jaringan baik secara lokal maupun jarak jauh. Mediator terlarut tersebut dapat bertindak secara langsung, memicu mekanisme intraseluler pada sel yang cedera atau secara tidak langsung memicu sekresi mediator aktif 20

16 21 oleh sel-sel di sekitarnya (Maumus et al., 2013). Aktivitas memodulasi penyakit oleh sel punca mesenkimal karena produk yang disekresikan oleh sel punca tersebut (Madrigal et al, 2014). Efek parakrin ini pertama kali diamati pada mencit model penyakit jantung, sel punca mesenkimal sumsum tulang disuntikkan ke infark jantung tidak berdiferensiasi menjadi kardiomiosit secara fisiologis dalam kondisi in vivo (Murry et al, 2004). Sel punca mesenkimal yang diberikan dengan cara injeksi intravena, sebagian dari sel punca tersebut didapatkan di paru-paru dan jantung dan hanya sebagian kecil memasuki jaringan patologi yang rusak di jantung (Wang et al, 2012). Lee (2009) menunjukkan efek anti-inflamasi dan pengurangan ukuran infark jantung merupakan akibat dari sekresi sel punca. Pada mencit model kandung kemih hiperaktif, sel punca mesenkimal tidak tertanam ke dalam kandung kemih yang rusak, tetapi meningkatkan ekspresi gen sel (Song et al, 2014). Penelitian eksperimental dan uji klinis telah membuktikan bahwa manfaat sel punca mesenkimal sebagian besar bergantung pada faktor pertumbuhan dan sitokin, dan bukan karena transplantasi sel (Gallina et al., 2015). Faktor regulasi yang disekresikan oleh sel punca messenkimal terdiri dari faktor pertumbuhan, sitokin dan kemokin. Sel punca mesenkimal tidak hanya mensekresi faktor regeneratif namun juga faktor akibat respon terhadap stimulus. Kondisi hipoksia, penambahan rangsang inflamasi, dan penumbuhan sel kultur dalam bidang 3 dimensi akan merangsang sekresi dari faktor terapi sesuai yang diharapkan (Madrigal et al., 2014). 21

17 22 Gambar 7. Pemberian sistemik sel punca mesenkimal menimbulkan efek jauh / lokal Sel punca mesenkimal yang diberikan kondisi hipoksia akan mensekresi berbagai mediator terapeutik parakrin. Kondisi hipoksia tersebut mengakibatkan keluarnya VEGF, Fibroblast Growth Factor 2 (FGF-2), Hepatocyte Growth Factor (HGF), Insulin like Growth Factor-1 (IGF-1) melalui jalur NFκB. Kondisi hipoksia juga menambah aktifitas imunomodulator (Madrigal et al, 2014). Pemberian secara sistemik sel punca mesenkimal akan menimbulkan efek jauh atau efek lokal (parakrin) meliputi angiogenesis, diferensiasi dan pertumbuhan sel, hambatan fibrosis dan hambatan apoptosis. Efek imunomodulasi 22

18 23 yaitu : supresi sel T dan sel B, diferensiasi sel T, inhibisi sel NK, inhibisi maturasi sel dendritik, seperti ditunjukkan gambar 6 (Carrión dan Figueroa, 2011). VEGF merupakan modulator kunci angiogenesis, proliferasi sel endotel dan migrasi, kemotaksis, dan permiabilitas kapiler, yang diregulasi dalam sejumlah kondisi fisiologis dan patologis yang berhubungan dengan hipoperfusi dan/atau hipoksia. VEGF bekerja sebagai molekul anti-apoptosis dengan menekan p53 yang dimediasi apoptosis oleh aktivasi FAK (focal adhesi kinase), dan juga dengan mempromosikan Bcl-2 dan A1 (Tachi et al, 2008). HGF sebagai anti apoptotis dengan menghambat peningkatan jumlah sel B, ekspresi MHC kelas II oleh sel B dan IgG serum serta anti-dna. Terapi menggunakan HGF akan menurunkan ekspresi IL4, ekspansi sel B, dan produksi autoantibodi. Sehingga terapi HGF ini menghambat penyakit lupus dengan inhibisi pada sel Th2. Mekanisme HGF menghambat Th2 masih belum diketahui secara pasti. Mekanisme yang mungkin adalah HGF menekan ekspresi MHC kelas 2 oleh sel B sehingga mengurangi presentasi APC ke sel T CD4+. (Kuwoira et al, 2006). Mekanisme lain adalah menekan sel dendritik, induksi fenotip sel CD4+ yang memproduksi IL-10 dan TGF β (Okunishi et al, 2007). 23

BAB I PENDAHULUAN. penyakit beragam (Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2011). Manifestasi klinis SLE

BAB I PENDAHULUAN. penyakit beragam (Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2011). Manifestasi klinis SLE BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah penyakit inflamasi autoimun kronis yang belum jelas penyebabnya dengan gambaran klinis yang luas serta tampilan perjalanan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah penyakit autoimun kompleks yang

BAB II LANDASAN TEORI. Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah penyakit autoimun kompleks yang BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Systemic Lupus Erythematosus (SLE) a. Definisi Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah penyakit autoimun kompleks yang ditandai autoantibodi terhadap inti

Lebih terperinci

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur immunitas, inflamasi dan hematopoesis. 1 Sitokin adalah salah satu dari sejumlah zat yang disekresikan oleh

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lupus Eritematosus Sistemik (SLE) adalah penyakit autoimun yang kompleks ditandai oleh adanya autoantibodi terhadap inti sel dan melibatkan banyak sistem organ dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit ginekologi yang sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan (sel-sel kelenjar dan

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

7.2 CIRI UMUM SITOKIN

7.2 CIRI UMUM SITOKIN BAB 7 SITOKIN 7.1 PENDAHULUAN Defnisi: Sitokin adalah senyawa protein, dengan berat molekul kira-kira 8-80 kda, yang merupakan mediator larut fase efektor imun natural dan adaptif. Nama dari sitokin bermacam-macam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lupus Eritematosus Sistemik (LES) merupakan penyakit multisistem yang disebabkan kerusakan jaringan akibat deposisi kompleks imun berupa ikatan antibodi dengan komplemen.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak tiga jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepsis merupakan kondisi yang masih menjadi masalah kesehatan dunia karena pengobatannya yang sulit sehingga angka kematiannya cukup tinggi. Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Proses Analisis Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh pemberian secretome sel punca mesenkimal terhadap ekspresi IL-6 dan kadar mikroalbuminuria

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu atopos, yang memiliki arti tidak pada

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu atopos, yang memiliki arti tidak pada 4 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Atopi dan uji tusuk kulit Atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu atopos, yang memiliki arti tidak pada tempatnya dan sering digunakan untuk menggambarkan penyakit yang diperantarai

Lebih terperinci

SEL SISTEM IMUN SPESIFIK

SEL SISTEM IMUN SPESIFIK SEL SISTEM IMUN SPESIFIK Diana Holidah Bagian Farmasi Klinik dan Komunitas Fakultas Farmasi Universitas Jember Components of the Immune System Nonspecific Specific Humoral Cellular Humoral Cellular complement,

Lebih terperinci

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN Sel yang terlibat dalam sistem imun normalnya berupa sel yang bersirkulasi dalam darah juga pada cairan lymph. Sel-sel tersebut dapat dijumpai dalam

Lebih terperinci

2 Sebutkan macam-macam klas sel limfosit dan apa fungsi dasar masingmasing limfosit tersebut

2 Sebutkan macam-macam klas sel limfosit dan apa fungsi dasar masingmasing limfosit tersebut TUGAS IMUNOLOGI DASAR TUGAS I : CELLS AND TISSUE IN THE IMMUNE SYSTEM 1 Sebutkan jaringan dan sel yang terlibat dalam system imun Jaringan yang terlibat dalam system imun adalah : a. Primer Bone Marrow

Lebih terperinci

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tubuh manusia, sistem imun sangat memegang peranan penting dalam pertahanan tubuh terhadap berbagai antigen (benda asing) dengan memberantas benda asing tersebut

Lebih terperinci

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER BAB 8 IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER 8.1. PENDAHULUAN Ada dua cabang imunitas perolehan (acquired immunity) yang mempunyai pendukung dan maksud yang berbeda, tetapi dengan tujuan umum yang sama, yaitu mengeliminasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) dan AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. AIDS didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit paru obstruksi kronik adalah salah satu penyebab kematian utama karena merokok (Barnes PJ., 2007). PPOK merupakan masalah kesehatan global yang menjadi penyebab

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Terjadinya diabetes melitus ini

BAB 1 PENDAHULUAN. metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Terjadinya diabetes melitus ini 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Diabetes melitus (DM) yang juga dikenal di Indonesia dengan istilah penyakit kencing manis adalah kelainan metabolisme yang disebabkan oleh banyak faktor dengan gejala

Lebih terperinci

FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS

FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS FATMAWATI MADYA SP2FER S ENDOMETRIOSIS Telah banyak hipotesa diajukan untuk menerangkan patogenesis endometriosis, tapi hingga kini belum ada satupun teori yang

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Analisis jumlah limfosit T CD4+ pada penelitian ini dijadikan baseline yang juga

BAB VI PEMBAHASAN. Analisis jumlah limfosit T CD4+ pada penelitian ini dijadikan baseline yang juga 54 BAB VI PEMBAHASAN Analisis jumlah limfosit T CD4+ pada penelitian ini dijadikan baseline yang juga berperan sebagai Immunological recovery pada saat memulai terapi ARV sehingga dapat memaksimalkan respon

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinis yang khas berupa plak eritematosa berbatas tegas dalam berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinis yang khas berupa plak eritematosa berbatas tegas dalam berbagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA Psoriasis vulgaris adalah suatu penyakit peradangan kulit kronis, dengan gejala klinis yang khas berupa plak eritematosa berbatas tegas dalam berbagai ukuran yang ditutupi oleh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penyandang diabetes cukup besar untuk tahun-tahun

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penyandang diabetes cukup besar untuk tahun-tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidens dan prevalensi diabetes melitus (DM) tipe 2 di berbagai penjuru dunia. WHO

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondiloma akuminata (KA) merupakan infeksi menular seksual yang disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa fibroepitelioma pada

Lebih terperinci

MEKANISME RESPON IMUN TERHADAP KANKER PAYUDARA

MEKANISME RESPON IMUN TERHADAP KANKER PAYUDARA MEKANISME RESPON IMUN TERHADAP KANKER PAYUDARA Penyusun : 1. Tiara Fenny Santika (1500023251) 2. Weidia Candra Kirana (1500023253) 3. Ratih Lianadewi (1500023255) 4. Muna Marzuqoh (1500023259) 5. Luay

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola makan modern yang banyak mengandung kolesterol, disertai intensitas makan yang tinggi, stres yang menekan sepanjang hari, obesitas dan merokok serta aktivitas

Lebih terperinci

GASTROPATI HIPERTENSI PORTAL

GASTROPATI HIPERTENSI PORTAL BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka konseptual VIRUS SEL KUFFER SIMVASTATIN NFkβ IL 6 TNF α IL 1β TGF β1 HEPATOSIT CRP FIBROSIS ECM D I S F U N G S I E N D O T E L KOLAGEN E SELEKTIN inos

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Psoriasis adalah penyakit kulit inflamasi kronis yang sering dijumpai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Psoriasis adalah penyakit kulit inflamasi kronis yang sering dijumpai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis Psoriasis adalah penyakit kulit inflamasi kronis yang sering dijumpai namun penyebab utama masih belum diketahui secara pasti. Pada penyakit ini dapat terjadi papul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya (Cerda et al., 2008). Berbagai macam strategi pencegahan telah

Lebih terperinci

Tahapan Respon Sistem Imun Respon Imune Innate Respon Imunitas Spesifik

Tahapan Respon Sistem Imun Respon Imune Innate Respon Imunitas Spesifik Tahapan Respon Sistem Imun 1. Deteksi dan mengenali benda asing 2. Komunikasi dengan sel lain untuk merespon 3. Rekruitmen bantuan dan koordinasi respon 4. Destruksi atau supresi penginvasi Respon Imune

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anemia hemolitik otoimun (autoimmune hemolytic anemia /AIHA)

BAB I PENDAHULUAN. Anemia hemolitik otoimun (autoimmune hemolytic anemia /AIHA) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Anemia hemolitik otoimun (autoimmune hemolytic anemia /AIHA) merupakan salah satu penyakit otoimun di bagian hematologi. AIHA tergolong penyakit yang jarang, akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat kronis dan kompleks. Penyakit ini dapat menyerang segala usia dan jenis kelamin. Lesi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Asma merupakan penyakit kronik yang sering ditemukan dan merupakan salah satu penyebab angka kesakitan pada anak di seluruh dunia. Di negara maju dan negara berkembang

Lebih terperinci

Respon imun adaptif : Respon humoral

Respon imun adaptif : Respon humoral Respon imun adaptif : Respon humoral Respon humoral dimediasi oleh antibodi yang disekresikan oleh sel plasma 3 cara antibodi untuk memproteksi tubuh : Netralisasi Opsonisasi Aktivasi komplemen 1 Dua cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat. Peningkatan ini terjadi salah satunya karena perubahan pola

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat. Peningkatan ini terjadi salah satunya karena perubahan pola 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akhir-akhir ini insiden kanker sebagai salah satu jenis penyakit tidak menular semakin meningkat. Peningkatan ini terjadi salah satunya karena perubahan pola hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.000 wanita didiagnosa dengan kanker ovarium di seluruh dunia dan 125.000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi yang kompleks terhadap agen penyebab jejas, seperti mikroba dan kerusakan sel. Respon inflamasi berhubungan erat dengan proses penyembuhan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum diketahui. Penyakit ini tidak mengancam jiwa, namun lesi kulit yang terjadi menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) telah dikategorikan sebagai penyakit yang terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan jumlah pasien yang terus meningkat

Lebih terperinci

Imunitas Innate dan Adaptif pada Kulit Adapted from Fitzpatrick s Dermatology in General Medicine, 8th Edition

Imunitas Innate dan Adaptif pada Kulit Adapted from Fitzpatrick s Dermatology in General Medicine, 8th Edition 0 Imunitas Innate dan Adaptif pada Kulit Adapted from Fitzpatrick s Dermatology in General Medicine, 8th Edition Penerjemah : Oki Suwarsa Reyshiani Johan ISBN : Halaman dan Ukuran Buku : 1-40; 18,2x25,7

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia sekarang mengalami penderitaan akibat dampak epidemik dari berbagai penyakit penyakit akut dan kronik yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Penyakit penyakit

Lebih terperinci

Migrasi Lekosit dan Inflamasi

Migrasi Lekosit dan Inflamasi Migrasi Lekosit dan Inflamasi Sistem kekebalan bergantung pada sirkulasi terusmenerus leukosit melalui tubuh Untuk Respon kekebalan bawaan - berbagai limfosit, granulosit, dan monosit dapat merespon Untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Artritis Reumatoid Artritis reumatoid adalah penyakit autoimun dengan karakteristik adanya inflamasi kronik pada sendi disertai dengan manifestasi sistemik seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia,yang bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Lupus Erimatosus Sistemik a. Definisi Lupus Eritematosus Sistemik (SLE) adalah penyakit autoimun yang kompleks ditandai oleh adanya autoantibodi terhadap inti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama kehamilan, wanita dihadapkan pada berbagai komplikasi yang mungkin terjadi, salah satunya adalah abortus. Abortus adalah kejadian berakhirnya kehamilan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Kim et al., 2009). Tuberkulosis pada umumnya terjadi di paru-paru

Lebih terperinci

FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed

FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed 1 PENDAHULUAN Sistem imun melindungi tubuh dari sel asing & abnormal dan membersihkan debris sel. Bakteri dan virus patogenik adalah sasaran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Subyek Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan penurunan kadar HsCRP dan tekanan darah antara pemberian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker kolorektal merupakan keganasan pada usus besar dan rektum. Gangguan replikasi DNA di dalam sel-sel usus yang diakibatkan oleh inflamasi kronik dapat meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan

BAB I PENDAHULUAN. atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Overweight dan obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak abnormal atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan kemakmuran, akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hipertensi dalam kehamilan merupakan penyebab 3 besar kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi dalam kehamilan, syndrom preeklampsia,

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah atopik pertama kali diperkenalkan oleh Coca (1923), yaitu istilah yang dipakai untuk sekelompok penyakit pada individu yang mempunyai riwayat alergi/hipersensitivitas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Multidrug-Resistant Tuberculosis (MDR-TB) yang resisten terhadap dua Obat Anti Tuberkulosis (OAT) lini pertama

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Multidrug-Resistant Tuberculosis (MDR-TB) yang resisten terhadap dua Obat Anti Tuberkulosis (OAT) lini pertama BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Multidrug-Resistant Tuberculosis (MDR-TB) MDR-TB merupakan infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis yang resisten terhadap dua Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum HIV/AIDS HIV merupakan virus yang menyebabkan infeksi HIV (AIDSinfo, 2012). HIV termasuk famili Retroviridae dan memiliki genome single stranded RNA. Sejauh ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh adanya gangguan pada jantung dan pembuluh darah. Data World Heart Organization menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal adalah kondisi patologis yang ditandai adanya kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen periodontal

Lebih terperinci

I. BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. cukup tinggi menyebabkan kematian penduduk dunia dan sekarang ini jumlah

I. BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. cukup tinggi menyebabkan kematian penduduk dunia dan sekarang ini jumlah I. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Gagal ginjal kronis merupakan salah satu penyakit tidak menular yang cukup tinggi menyebabkan kematian penduduk dunia dan sekarang ini jumlah kasusnya terus meningkat.

Lebih terperinci

AUTOIMUNITAS. Apabila terdapat ganggguan autoimunitas, maka terjadi ketidak seimbangan sistem imun dimana sel T dan sel B dapat menjadi

AUTOIMUNITAS. Apabila terdapat ganggguan autoimunitas, maka terjadi ketidak seimbangan sistem imun dimana sel T dan sel B dapat menjadi AUTOIMUNITAS Autoimunitas dan penyakit autoimun sebenarnya merupakan dua istilah yang berbeda. Autoimunitas merupakan suatu keadaan dimana sel limfosit tiba-tiba aktif sendiri. Autoimunitas adalah kegagalan

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah BAB VI PEMBAHASAN Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah Yogyakarta. Banyaknya mencit yang digunakan adalah 24

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak

PENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak dapat berkembang lagi, tetapi justru terjadi penurunan fungsi tubuh karena proses penuaan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS MN / PMN LPS. NLRP3 ASC Adaptor protein OLIGOMERASI INFLAMMASOME. IL-1β SEPSIS SURVIVAL

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS MN / PMN LPS. NLRP3 ASC Adaptor protein OLIGOMERASI INFLAMMASOME. IL-1β SEPSIS SURVIVAL BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Konseptual dan Hipotesis LPS CD14 TLR 4 TRAF poliubikuitinisa IKK MN / PMN LPS EKSTRA SEL SITOSOL Degradasi IKB NFƙB aktif Migrasi ke dalam nukleus NLRP3

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan pada BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Data hasil penelitian jumlah netrofil yang menginvasi cairan intraperitoneal mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. respon terhadap stres adalah hippocampus. Hippocampus merupakan bagian dari

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. respon terhadap stres adalah hippocampus. Hippocampus merupakan bagian dari 14 BAB I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tantangan yang terjadi di masyarakat pada saat ini dapat mengakibatkan stres pada manusia(garciá et al., 2008). Organ yang berperan penting dalam respon terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi kronik memiliki peranan penting dalam patogenesis terjadinya kanker. Salah satu penyakit inflamasi kronik adalah Inflammatory Bowel Disease (IBD) yang dipicu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhasil mencapai target Millenium Development Goal s (MDG s), peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. berhasil mencapai target Millenium Development Goal s (MDG s), peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menjadi tantangan global. Meskipun program pengendalian TB di Indonesia telah berhasil mencapai target

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kusta merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. Kusta merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih mendapatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kusta merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih mendapatkan perhatian khusus dari Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO), terutama di negara-negara

Lebih terperinci

Pengobatan yang menggunakan bagian tertentu dari sistem imun untuk menyembuhkan penyakit. Sering disebut juga biologic therapy atau biotherapy.

Pengobatan yang menggunakan bagian tertentu dari sistem imun untuk menyembuhkan penyakit. Sering disebut juga biologic therapy atau biotherapy. Ika Puspita Dewi 1 Pengobatan yang menggunakan bagian tertentu dari sistem imun untuk menyembuhkan penyakit. Sering disebut juga biologic therapy atau biotherapy. Dapat dilakukan dengan : Menstimulasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasi dari lingkungan hidup manusia. Berat kulit kira-kira 15% dari berat badan seseorang. Kulit merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Endometriosis adalah pertumbuhan jaringan (sel-sel kelenjar dan stroma) abnormal mirip endometrium (endometrium like tissue) diluar kavum uterus. Terutama pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada pria dan 21,6% pada wanita (Zhu et al., 2011). Data tahun 2012 pada populasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada pria dan 21,6% pada wanita (Zhu et al., 2011). Data tahun 2012 pada populasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi hiperurisemia pada populasi manusia cukup tinggi. Studi di Amerika tahun 2011 menunjukkan bahwa prevalensi hiperurisemia sebesar 21,2% pada pria dan 21,6%

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kulit merupakan barier penting tubuh terhadap lingkungan termasuk

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kulit merupakan barier penting tubuh terhadap lingkungan termasuk PENDAHULUAN Latar Belakang Kulit merupakan barier penting tubuh terhadap lingkungan termasuk mikroorganisme. Gangguan atau kerusakan pada struktur anatomi kulit dengan hilangnya fungsi yang berturut-turut

Lebih terperinci

MATURASI SEL LIMFOSIT

MATURASI SEL LIMFOSIT BAB 5 MATURASI SEL LIMFOSIT 5.1. PENDAHULUAN Sintesis antibodi atau imunoglobulin (Igs), dilakukan oleh sel B. Respon imun humoral terhadap antigen asing, digambarkan dengan tipe imunoglobulin yang diproduksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian yang tertinggi seluruh dunia. Sepsis merupakan. penyebab kematian yang ke-10 terbesar di Amerika Serikat,

BAB I PENDAHULUAN. kematian yang tertinggi seluruh dunia. Sepsis merupakan. penyebab kematian yang ke-10 terbesar di Amerika Serikat, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi dan sepsis termasuk salah satu dari penyebab kematian yang tertinggi seluruh dunia. Sepsis merupakan penyebab kematian yang ke-10 terbesar di Amerika Serikat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) masih menjadi salah satu masalah kesehatan dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) masih menjadi salah satu masalah kesehatan dunia, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih menjadi salah satu masalah kesehatan dunia, dimana 2-3 milyar penduduk dunia diperkirakan telah terinfeksi TB (World Health Organization, 2015).

Lebih terperinci

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age Dr. Nia Kurniati, SpA (K) Manusia mempunyai sistem pertahanan tubuh yang kompleks terhadap benda asing. Berbagai barrier diciptakan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. depigmentasi kulit berupa makula hipopigmentasi disebabkan karena hilangnya

BAB I PENDAHULUAN. depigmentasi kulit berupa makula hipopigmentasi disebabkan karena hilangnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Vitiligo merupakan suatu gangguan pigmentasi, ditandai dengan adanya depigmentasi kulit berupa makula hipopigmentasi disebabkan karena hilangnya fungsi melanosit epidermis

Lebih terperinci

SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006

SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006 SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006 1. Imunitas natural :? Jawab : non spesifik, makrofag paling berperan, tidak terbentuk sel memori 2. Antigen : a. Non spesifik maupun spesifik,

Lebih terperinci

] 2 (Steel dan Torrie, 1980)

] 2 (Steel dan Torrie, 1980) BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimental dengan metode post test only control group design. B. Tempat Penelitian Tempat pemeliharaan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi adalah reaksi tubuh terhadap jejas yang terjadi dalam tubuh manusia. Inflamasi, bila terjadi terus menerus dalam waktu lama maka merupakan salah satu faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di. negara-negara maju maupun berkembang, telah banyak penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di. negara-negara maju maupun berkembang, telah banyak penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit jinak ginekologi yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di negara-negara maju maupun berkembang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Kanker serviks merupakan penyebab kematian terbanyak akibat penyakit kanker di negara berkembang. Setiap tahun sekitar 500.000 penderita kanker serviks baru di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Artritis reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit inflamasi kronik yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Artritis reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit inflamasi kronik yang ditandai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Artritis reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit inflamasi kronik yang ditandai dengan peradangan pada sinovium, terutama sendi sendi kecil dan seringkali

Lebih terperinci

Sistem Imun. Leukosit mrpkn sel imun utama (disamping sel plasma, 3. Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal

Sistem Imun. Leukosit mrpkn sel imun utama (disamping sel plasma, 3. Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal Kuntarti, SKp Sistem Imun Fungsi: 1. Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan virus, serta tumor)

Lebih terperinci

APOPTOSIS ERYATI DARWIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

APOPTOSIS ERYATI DARWIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS APOPTOSIS ERYATI DARWIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PENDAHULUAN Kematian sel krn trauma - mekanik - kimia/toksik Kematian sel krn apoptosis - Sinyal Internal - Sinyal external PROSES KEMATIAN

Lebih terperinci

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR PENDAHULUAN Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah penyakit yg disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) HIV : HIV-1 : penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Perumusan masalah Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di Amerika Serikat dan bertanggung jawab terhadap 1,2% seluruh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Rinitis alergi adalah gangguan fungsi hidung akibat inflamasi mukosa hidung yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Rinitis alergi adalah gangguan fungsi hidung akibat inflamasi mukosa hidung yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rinitis alergi adalah gangguan fungsi hidung akibat inflamasi mukosa hidung yang diperantarai IgE yang terjadi setelah mukosa hidung terpapar alergen. 1,2,3 Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyakit akibat tubuh tidak mampu melawan zat asing yang masuk ke dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyakit akibat tubuh tidak mampu melawan zat asing yang masuk ke dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penurunan sistem imun dapat menjadi penyebab timbulnya berbagai penyakit akibat tubuh tidak mampu melawan zat asing yang masuk ke dalam tubuh (Murphy et al.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan seperti trauma, infeksi atau obat-obatan (Van de Kerkhof, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan seperti trauma, infeksi atau obat-obatan (Van de Kerkhof, 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis adalah suatu penyakit inflamasi kronis yang diperantarai oleh sistem imun dan disebabkan oleh kombinasi dari predisposisi poligenik serta pemicu dari lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada pasien gagal ginjal terminal (GGT). Keluhan pruritus yang

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada pasien gagal ginjal terminal (GGT). Keluhan pruritus yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pruritus uremia (PU) masih merupakan keluhan yang paling sering ditemukan pada pasien gagal ginjal terminal (GGT). Keluhan pruritus yang signifikan ditemukan pada 15%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons,

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, mencangkup beberapa komponen inflamasi, berpengaruh terhadap penyembuhan dan nyeri pascabedah.sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Infeksi dengue masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Infeksi dengue disebabkan oleh virus DEN 1,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memiki 2 sistem imun yaitu sistem imun bawaan. (innate immunity) dan sistem imun adaptif (adaptive

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memiki 2 sistem imun yaitu sistem imun bawaan. (innate immunity) dan sistem imun adaptif (adaptive BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia memiki 2 sistem imun yaitu sistem imun bawaan (innate immunity) dan sistem imun adaptif (adaptive immunity). Sistem imun bawaan bersifat non-spesifik sedangkan

Lebih terperinci