PENGARUH INFUSA DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava, Linn) TERHADAP KEMATIAN Ascaris suum, Goeze IN VITRO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH INFUSA DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava, Linn) TERHADAP KEMATIAN Ascaris suum, Goeze IN VITRO"

Transkripsi

1 PENGARUH INFUSA DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava, Linn) TERHADAP KEMATIAN Ascaris suum, Goeze IN VITRO SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran RISANG GALIH S G FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

2 PENGESAHAN SKRIPSI Skripsi dengan judul : Pengaruh Infusa Daun Jambu Biji (Psidium guajava, Linn) terhadap Kematian Ascaris suum, Goeze In vitro Risang Galih S, G , Tahun 2010 Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Pada Hari Kamis, 4 November 2010 Pembimbing Utama Nama : Sri Haryati, Dra., MKes. NIP : ( ) Pembimbing Pendamping Nama : Sutartinah Sri Handayani, Dra. NIP : ( ) Penguji Utama Nama : Murkati, dr., MKes., Sp.ParK NIP : ( ) Anggotan Penguji Nama : Moch.Arief Tq., dr., MS., PHK NIP : ( ) Surakarta,... Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS Muthmainah, dr., M.Kes Prof. Dr. AA Subijanto, dr., MS. NIP : NIP : ii

3 PERNYATAAN Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain. Kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan adalah daftar pustaka. Surakarta, November 2010 RISANG GALIH S NIM. G iii

4 ABSTRAK Risang Galih S., G , Pengaruh Infusa Daun Jambu Biji terhadap Kematian Ascaris suum, Goeze In vitro. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui pengaruh infusa Daun Jambu Biji (Psidium guajava, Linn) terhadap kematian Ascaris suum, Goeze In vitro. Metode Penelitian : Eksperimental laboratorik dengan post test only controlled group design, menggunakan cacing Ascaris suum dewasa, dibagi dalam 5 kelompok (kelompok kontrol negatif, infusa 60%, infusa 80%, infusa 100%, kelompok obat pembanding, yaitu pyrantel pamoate dengan konsentrasi 5mg/ml). Teknik pengambilan sampel dengan metode purposive sampling. Cacing direndam dalam larutan uji sebanyak 25 ml, diinkubasi pada suhu 37 0 C. Pengamatan dilakukan tiap 1 jam selama 7 jam dan dihitung jumlah cacing yang mati tiap jam. Data dinalisis dengan uji one way ANOVA dilanjutkan uji Post Hoc Least Significance Difference (LSD) dengan tingkat kemaknaan p<0,05. Hasil Penelitian : Terdapat peningkatan jumlah kematian cacing yang sebanding dengan peningkatan konsentrasi infusa daun jambu biji pada konsentrasi 60% hingga 100%. Pada uji One Way ANOVA yang kemudian dilanjutkan dengan uji Post Hoc LSD dapat disimpulkan bahwa infusa daun jambu biji dengan konsentrasi 100% mempunyai efektivitas yang sebanding atau hampir sama dengan pyrantel pamoate yang merupakan drug of choice untuk askariasis. Simpulan Penelitian : Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa infusa daun jambu biji mempunyai pengaruh terhadap kematian Ascaris suum, Goeze In vitro. Kata kunci : Infusa Daun Jambu Biji, Ascaris suum, In vitro iv

5 ABSTRACT Risang Galih S, G , Effect of Guava Leaf Infusa (Psidium guajava, Linn) Toward Ascaris suum, Goeze In vitro. Medical Faculty University of Sebelas Maret Surakarta Objective: To understand the effect of guava leaf infusa (Psidium guajava, linn) toward Ascaris suum, goeze In vitro. Methods : Experimental laboratoric, with post-test only control group design using adult Ascaris suum, Goeze divided into five groups. NaCl 0,9% for negative control, intervention using 60%, 80%, and 100% concentration of guava leaf infusa, and pyrantel pamoate 5mg/ml solution for positive control. Observation is done in every hour until 7 hours and the death worm is counted. Data is analyzed with One Way ANOVA test continued with Post Hoc Least Significance Difference (LSD) significant (p<0,05). Result : The number of death worm is increase in proportion to the increase of guava leaf infusa consentration, start at 60% to 100%. From statistical analysis, this can be concluded that 100% guava leaf infusa has an equivalent effectiveness to pyrantel pamoate that is drug of choice for askariasis. Conclusion : From the research result, it can be concluded that guava leaf infusa has effect toward Ascaris suum, Goeze In vitro. Keywords: Guava Leaf Infusa, Ascaris suum, In vitro v

6 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena limpahan nikmat, rahmat, hidayah, serta ridhonya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Pengaruh Infusa Daun Jambu Biji terhadap Kematian Ascaris suum, Goeze In vitro. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis bahyak mendapatkan pengarahan, bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu perkenankanlah dengan setulus hati penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., MS, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Muthmainah, dr., M.Kes. selaku Ketua Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Sri Haryati, Dra., M.Kes. selaku pembimbing utama yang telah memberikan nasehat, koreksi, kritik dan saran untuk menyempurnakan penyusunan skripsi. 4. Murkati, dr., M.Kes., SpPark sebagai penguji utama yang telah berkenan memberikan waktu bimbingan, saran dan motivasi bagi penulis. 5. Sutartinah Sri Handayani, Dra. sebagai pembimbing pendamping yang telah berkenan memberikan waktu bimbingan, saran dan motivasi bagi penulis. 6. Moch Arief Tq., dr., MS., PHK. Selaku anggota penguji yang telah memberikan nasihat, koreksi, kritik dan saran untuk menyempurnakan penyusunan skripsi. 7. Bapak dan ibu yang selalu memberikan dukungan, doa, semangat, dan selalu mengorbankan segalanya demi kebahagiaan putra-putranya. 8. Reza, Udin, Irfan, Rani, Indi, Teguh, Sahid, atas bantuan yang diberikan untuk penyusunan skripsi ini. 9. Semua pihak yang telah memberi bantuan secara langsung maupun tidak langsung sehingga membantu selesainya skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari kekurangan karena kerterbatasan waktu, tenaga dan pengetahuan penulis. Oleh karena itu, dibutuhkan saran dan masukkan untuk menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu kedokteran pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Surakarta, 25 Oktober 2010 Risang Galih S vi

7 DAFTAR ISI Halaman PRAKATA... vi DAFTAR ISI.. vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR.. x DAFTAR LAMPIRAN xi BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. 1 B. Perumusan Masalah 3 C. Tujuan Penelitian 4 D. Manfaat Penelitian.. 4 BAB II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 5 B. Kerangka Pemikiran. 13 C. Hipotesis 14 BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian.. 15 B. Lokasi dan Waktu Penelitian. 15 C. Subyek Penelitian. 15 D. Teknik Sampling. 15 E. Identifikasi Variabel Penelitian.. 16 F. Definisi Operasional Variabel Penelitian 16 G. Rancangan Penelitian. 19 H. Alat dan Bahan 21 I. Cara Kerja J. Teknik Analisis Data 24 BAB IV. HASIL PENELITIAN A. Data Hasil Penelitian.. 25 vii

8 B. Analisis Data 27 BAB V. PEMBAHASAN.. 32 BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan 35 B. Saran.. 35 DAFTAR PUSTAKA 36 LAMPIRAN viii

9 DAFTAR TABEL Tabel 1. Karakteristik Morfologi 3 Tipe Tanaman Jambu Biji Tabel 2. Hasil Pengamatan Kematian Ascaris suum pada Penelitian Pendahuluan Tabel 3. Hasil pengamatan Kematian Ascaris suum, Goeze dalam Berbagai Konsentrasi pada Penelitian Akhir Tabel 4 Nilai Probabilitas (p) Uji Normalitas Tabel 5 Nilai Probabilitas (p) Uji Homogenitas Tabel 6 Hasil Uji One Way ANOVA Tabel 7 Hasil Uji Post Hoc LSD ix

10 DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Berbagai Jenis Jambu Biji Gambar 2 Skema Kerangka Pemikiran Gambar 3 Skema Rancangan Penelitian Pendahuluan Gambar 4 Skema Rancangan Penelitian Akhir Gambar 5 Grafik Jumlah Rata-rata Kematian Cacing dalam Berbagai Konsentrasi pada Penelitian Akhir x

11 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Uji One Way ANOVA Lampiran 2. Uji Post Hoc LSD Lampiran 3. Analisis Probit Lampiran 4. Foto-foto Alat, Bahan, dan Proses Penelitian Lampiran 5. Surat Keterangan Permintaan Bahan Tanaman Lampiran 6. Surat Keterangan Determinasi Tanaman Lampiran 7. Surat Keterangan Pengambilan Sampel dari Dinas Pertanian Kota Surakarta Lampiran 8. Surat Ijin Penelitian dari Laboratorium Pusat MIPA-Biologi xi

12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Askariasis adalah penyakit parasit yang disebabkan oleh cacing gelang Ascaris lumbricoides, Linn (Rasmaliah, 2001). Penyakit ini merupakan salah satu manifestasi penyakit cacing yang paling sering ditemukan dan merupakan penyakit kedua terbesar yang disebabkan oleh parasit (Wikipedia, 2009; David, 2008). Prevalensinya di dunia diperkirakan berkisar 25% atau sekitar 0,8 1,22 Milyar orang (David, 2008; Kazura JW, 2007). Penularan askariasis bersifat Soil Transmited Helminth (memerlukan tanah) karena tanah merupakan media perkembangan telur menjadi bentuk infektif (Sudoyo dkk, 2006). Askariasis terutama ditemukan di daerah-daerah tropis dengan suhu panas dan sanitasi lingkungan yang kurang baik. Oleh karena daerah seperti ini banyak terdapat di negara-negara berkembang, maka angka kejadian penyakit ini di negara berkembang relatif sangat tinggi (Pohan, 2006). Populasi dengan risiko tinggi adalah di Asia, Afrika, Amerika Latin dan USSR (Jamsheer, 2001). Sedangkan di daerah-daerah yang mempunyai sanitasi yang bagus dan tidak beriklim tropis, angka kejadian askariasis relatif rendah. Misalnya di Eropa Barat, angka kejadiannya hanya sekitar 10%. Di Indonesia sendiri, askariasis terjadi pada hampir semua anak berusia 1-10 tahun, sedangkan pada orang dewasa angka kejadiannya mencapai 60% 1

13 2 (Rampengan, 2007). Untuk mengatasi masalah ini, sering kali pemerintah mengadakan pengobatan massal dan berulang (Gandahusada dkk, 2000). Obat-obat antihelmintik (anticacing) digunakan untuk memberantas atau mengurangi parasit-parasit cacing dari saluran pencernaan. Mebendazole, albendazole dan pyrantel pamoate merupakan obat-obat cacing pilihan pertama terhadap askariasis. Sedangkan obat alternatifnya adalah piperazine ataupun levamisole (Tjay dan Rahardja, 2002; Katzung, 2004). Akan tetapi, pengobatan massal yang berbasis obat-obat modern tersebut memerlukan biaya yang cukup besar serta efek samping yang cukup merugikan. Oleh karena itu, diperlukan adanya alternatif untuk mengatasi masalah askariasis ini. Salah satu alternatif pilihan adalah dengan menggunakan bahan-bahan alami yang biasanya tersedia banyak di alam dan diharapkan mempunyai efek samping yang lebih kecil dibandingkan dengan obat-obat modern yang ada saat ini. Bermacam-macam bahan tradisional telah banyak digunakan di Indonesia untuk mengatasi berbagai kasus penyakit. Di samping murah dan mudah didapat karena ada di mana-mana, juga dapat mengikutsertakan masyarakat serta mengurangi subsidi pemerintah (Herawati, 2000). Salah satu tanaman yang diperkirakan dapat digunakan untuk mengatasi penyakit askariasis ini adalah jambu biji. Selama ini, daun jambu biji telah dikenal sebagai obat tradisional untuk mengatasi diare (Soedjito, 2008). Daun jambu biji mempunyai senyawa tanin sebesar ppm (Duke, 2009). Telah diketahui bahwa senyawa tanin ini merupakan senyawa yang bersifat

14 3 vermifuga, yakni secara langsung berefek pada cacing melalui perusakan protein tubuh cacing (Harvey dan John, 2005; Duke, 2009). Efek antihelmintik tanin dapat dilihat secara In vitro pada percobaan laboratoium, maupun secara In vivo di dalam tubuh kambing dan domba (Brunet dan Hoste, 2006; Iqbal dkk 2007; Cenci dkk, 2007; Anthanasiadou dkk, 2001). Tanin juga memiliki aktivitas penghambatan terhadap migrasi larva cacing pada kambing (Alonso dkk, 2008). Akan tetapi, belum banyak yang menggunakan daun jambu biji ini sebagai obat cacing. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti efek antihelmintik ekstrak daun jambu biji. Cacing gelang yang digunakan pada penelitian ini adalah Ascaris suum, Goeze yang terdapat dalam usus babi. Peneliti menggunakan cacing Ascaris suum, Goeze karena sulitnya mendapatkan cacing Ascaris lumbricoides, Linn dalam keadaan hidup dengan jumlah yang banyak untuk diberi perlakuan. Selain itu, Ascaris suum, Goeze hampir sama dengan Ascaris lumbricoides, Linn, bahkan cacing ini disebut juga Ascaris lumbricoides suum (Miyazaki, 1991; Laskey, 2007). B. Perumusan Masalah 1. Apakah infusa Daun Jambu Biji (Psidium guajava, Linn) dapat membunuh Ascaris suum, Goeze In vitro? 2. Berapakah konsentrasi infusa daun jambu biji (Psidium guajava, Linn) yang dapat menyebabkan jumlah kematian optimal Ascaris suum, Goeze In vitro?

15 4 C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pengaruh infusa Daun Jambu Biji (Psidium guajava, Linn) terhadap kematian Ascaris suum, Goeze In vitro. 2. Untuk mengetahui konsentrasi infusa daun jambu biji yang dapat menyebabkan jumlah kematian optimal Ascaris suum, Goeze In vitro D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis a. Diketahuinya konsentrasi infusa Daun Jambu Biji (Psidium guajava, Linn) yang dapat menyebabkan kematian optimal Ascaris suum, Goeze In vitro. b. Sebagai sumber informasi ilmiah kepada masyarakat ilmiah pada khususnya dan masyarakat luas pada umumnya tentang manfaat infusa Daun Jambu Biji (Psidium guajava, Linn) yang dapat digunakan sebagai antihelmintik. 2. Manfaat aplikatif a. Membuka peluang kemungkinan pembuatan preparat obat antihelmintik dari Daun Jambu Biji (Psidium guajava, Linn). b. Menambah referensi informasi fungsi infusa daun jambu biji (Psidium guajava, Linn.) selain digunakan untuk mengobati diare namun juga dapat digunakan sebagai antihelmintik. c. Dapat menjadi referensi untuk melakukan penelitian In vivo tentang manfaat infusa daun jambu biji (Psidium guajava, Linn) sebagai antihelmintik.

16 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Ascaris suum, Goeze Kingdom : Animalia Subkingdom : Metazoa Filum Kelas Subkelas Bangsa Famili Marga : Nemathelminthes : Nematoda : Scernentea : Ascaridia : Ascarididea : Ascaris Jenis : Ascaris suum, Goeze (Loreille, 2003) Cacing Ascaris suum, Goeze disebut juga Ascaris suilla yang secara morfologi hampir sama dengan Ascaris lumbricoides, Linn. Cacing ini mirip dengan Ascaris Lumbricoides, Linn dalam hal menginfeksi babi percobaan tetapi gejala akibat infeksi Ascaris lumbricoides, Linn berbeda dengan yang diakibatkan oleh Ascaris suum, Goeze. Selain itu, perbedaan lainnya terdapat pada deretan gigi dan bentuk bibirnya (Miyazaki, 1991). Siklus hidup dan cara infeksi cacing Ascaris suum, Goeze sama dengan cacing Ascaris lumbricoides, Linn (Miyazaki, 1991; Robert et al., 2005). Hospes yang penting untuk cacing ini adalah babi. Akan tetapi, cacing ini juga dapat menjadi parasit pada kambing, domba, dan anjing

17 6 (Soedarto, 1992). Yoshihara (2008) menemukan bahwa pada ayam yang terinfeksi Ascaris suum, Goeze terjadi lesi hepatik karena migrasi dari larva cacing ini. Siklus hidup dan cara infeksinya sama dengan Ascaris lumbricoides, Linn. Ascaris suum, Goeze juga dapat menginfeksi manusia namun tidak menimbulkan manifestasi klinis yang berarti (Miyazaki, 1991). 2. Ascaris lumbricoides, Linn a. Taksonomi Kingdom Subkingdom Filum Kelas Subkelas Bangsa Famili Marga : Animalia : Metazoa : Nemathelminthes : Nematoda : Scernentea : Ascaridia : Ascarididea : Ascaris Jenis : Ascaris lumbricoides, Linn ( Utari, 2002) b. Morfologi Cacing jantan berukuran sekitar cm, sedangkan yang betina sekitar cm. Cacing dewasa tubuhnya berwarna kuning kecoklatan serta mempunyai kutikulum yang rata dan bergaris halus. Kedua ujung badan cacing membulat. Mulut cacing mempunyai 3 buah bibir, satu di bagian dorsal dan yang lain di bagian subventral.

18 7 Pada cacing jantan, bagian ekornya melengkung ke arah ventral, serta ditemukan spikula atau bagian seperti untaian rambut di bagian ekornya (posterior), dimana masing-masing spikula berukuran sekitar 2 mm. Cacing betina mempunyai bentuk tubuh posterior yang membulat (conical) dan lurus. Cacing betina pada sepertiga depan terdapat bagian yang disebut cincin atau gelang kopulasi (Zaman, 1997). Cacing dewasa hidup pada usus manusia. Seekor cacing betina dapat bertelur hingga sekitar telur per harinya. Telur yang tidak dibuahi berukuran 90x40 mikron, sedang telur yang telah dibuahi berukuran lebih kecil yaitu sekitar 60x45 mikron. Telur yang telah dibuahi inilah yang dapat menginfeksi manusia (Gandahusada dkk, 2000). c. Habitat, Siklus Hidup, dan Cara Infeksi Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi dapat berkembang menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Bentuk infektif ini bila tertelan oleh manusia akan menetas dalam usus halus. Larvanya menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran limfe lalu dialirkan ke jantung kemudian mengikuti aliran darah ke paru. Di paru, larva menembus dinding pembuluh darah lalu dinding alveolus, masuk ke rongga alveolus kemudian naik ke trakea melalui bronkiolus dan bronkus. Dari trakea, larva ini menuju ke faring sehingga menimbulkan rangsangan pada faring. Penderita batuk karena rangsangan ini dan larva akan tertelan

19 8 ke esofagus, lalu menuju ke usus halus. Di usus halus larva berubah menjadi cacing dewasa. Sejak telur matang tertelan hingga cacing dewasa bertelur diperlukan waktu sekitar 2 bulan (Gandahusada dkk, 2000). Cacing dewasa terdapat di dalam usus halus tetapi kadangkadang dijumpai di bagian usus lainnya. Cacing dewasa dapat hidup pada saluran pencernaan selama 6 24 bulan (Rasmaliah, 2001). Selain di dalam usus manusia, cacing ini juga dapat hidup di dalam usus babi (Soedarto, 1992). d. Patologi dan Gambaran Klinis Sebagian besar kasus tidak menujukkan gejala, akan tetapi karena tingginya angka infeksi, morbiditasnya perlu diperhatikan (Widoyono, 2008). Jumlah cacing yang cukup besar (hyperinfeksi) terutama pada anak-anak akan menimbulkan kekurangan gizi. 20 ekor cacing Ascaris lumbricoides, Linn dewasa di dalam usus manusia mampu mengkonsumsi 2,8 gram karbohidrat dan 0,7 gram protein setiap hari. Selain itu cacing tersebut juga dapat mengeluarkan cairan tubuh yang menimbulkan reaksi toksik sehingga terjadi gejala seperti demam typhoid yang disertai dengan tanda alergi seperti urtikaria, odema di wajah, konjungtivitis, dan iritasi pernapasan bagian atas (Rasmaliah, 2001). Di dalam paru, larva cacing ini akan merusak kapiler paru sehingga dapat menyebabkan kelainan yang disebut Syndrom Loeffler, yaitu gejala-gejala demam, sesak nafas, eosinofilia, dan pada foto Roentgen thoraks terlihat infiltrat yang hilang setelah 3

20 9 minggu (Laskey, 2007). Pada stadium dewasa, di usus cacing akan menyebabkan gejala khas saluran cerna seperti tidak nafsu makan, muntah-muntah, diare, konstipasi, dan mual, serta dapat menyebabkan obstruksi ileus. Bila cacing masuk ke saluran empedu makan dapat menyebabkan kolik atau ikterus. Diagnosis askariasis dilakukan dengan menemukan telur pada tinja pasien atau ditemukan cacing dewasa yang keluar lewat anus, hidung, atau mulut (Gandahusada dkk, 2000; Laskey, 2007). 3. Jambu Biji (Psidium guajava, Linn) a. Klasifikasi Kingdom Divisi Sub Divisi Kelas Suku Marga : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledonae : Myrtaceae : Psidium Spesies : Psidium guajava, Linn (Soedjito, 2008) b. Morfologi Tanaman Jambu biji merupakan tanaman yang berasal dari daerah Amerika Tropik antara Mexico sampai dengan Peru, menyebar ke daerah Asia oleh pedagang Spanyol dan Portugis (Verheij and Coronel, 1999). Tinggi tanaman dapat mencapai 10 meter (Heyne, 2001), mulai berbuah antara umur 2 sampai dengan 4 tahun dan umur

21 10 tanaman produktif tahun (Verheij dan Coronel, 1999). Jambu biji banyak ditanam sebagai pohon buah-buahan, sering tumbuh liar dan terdapat dari dataran rendah sampai 1200 meter di atas permukaan laut. Tumbuhan ini tumbuh pada tanah yang gembur maupun liat, di tempat terbuka dan banyak air. Jenis jambu biji di seluruh dunia ada sekitar 150. Di Indonesia yang banyak ditanam adalah jenis jambu sukun, jambu susu putih, jambu apel, jambu australia, jambu palembang, jambu kamboja, jambu pasar minggu, jambu merah getas, jambu harum manis, jambu sari, dan jambu tukan. Berdasarkan pada karakteristik beberapa jenis jambu biji yang ada di masyarakat saat ini, tanaman ini dapat digolongkan dalam 3 tipe (Yuliani dkk, 2003). Perbedaan karakteristik dari ketiga tipe jambu biji tersebut dapat diamati pada tabel 1. Tabel 1. Karakteristik Morfologi 3 Tipe Tanaman Jambu Biji Karakteristik Tipe Tanaman I II III Batang Bulat, warna Persegi, warna Persegi, warna kemerahan hijau muda kecoklatan Daun Kemerahan Hijau muda Hijau muda, ujung lancip Rata-rata panjang daun 13,03 cm 12,94 cm 11,95 cm Rata-rata lebar daun 6,54 cm 5,94 cm 4,15 cm Rata-rata jumlah tulang daun 16,14 cm 30,53 cm 38,8 cm Rata-rata panjang tangkai 1,12 cm 0,69 cm 0,73 cm Jumlah bunga Banyak Satu Satu Warna kulit buah Kekuningan Kuning Hijau Warna daging buah Putih/Merah Kuning Putih/Merah Rasa buah Asam berpasir Manis renyah Manis halus Sumber: Yuliani dkk (2003)

22 11 Gambar 1. Berbagai Jenis Jambu Biji (Sumber: Soedjito, 2008) c. Kandungan Kimia Daun jambu biji mengandung tanin, minyak atsiri (eugenol, minyak lemak, damar, zat samak, triterpinoid, asam apfel) dan buahnya mengandung asam amino (triptofan, lisin), kalsium, fosfor, besi, belerang, vitamin A, B1 dan C (Wijayakusuma et al., 1994). Kandungan vitamin C buah jambu biji sekitar 87 mg/100 g buah, dua kali lipat dari jeruk manis (49 mg/100 g), serta delapan kali lipat dari lemon (10,5 mg/100 g). Daun jambu biji mempunyai khasiat sebagai antidiare, astringen, mengobati sariawan dan menghentikan perdarahan. Sebagai obat anti diare, jambu biji telah dipasarkan dalam bentuk jamu modern, bahkan industri farmasi telah memformulasikan daun jambu biji menjadi obat fitofarmaka yang sudah banyak beredar di pasaran (Soedjito, 2008). Selain itu, daun jambu biji mempunyai kandungan senyawa tanin yang besar, yaitu sekitar ppm (Duke, 2009). Akan tetapi, kandungan senyawa tanin yang besar ini belum banyak dimanfaatkan sebagai antihelmintik. d. Tanin Alkaloid tanin merupakan poliphenol tanaman yang larut dalam air dan dapat menggumpalkan protein (Westerdarp, 2006). Alkaloid

23 12 tanin memiliki efek vermifuga dengan cara merusak protein tubuh cacing. Hal ini dapat menyebabkan gangguan metabolisme homeostasis pada cacing sehingga cacing akan mati. (Harvey & John, 2005). Hal ini dimungkinkan karena tanin mempunyai gugus karbonil yang menyebabkannya mudah terprotonisasi (menjadi ion bermuatan positif). Ion-ion positif ini kemudian akan menarik ion-ion negatif pada struktur protein, baik mikroorganisme penyebab diare, maupun pada organisme lain pada saluran pencernaan manusia (Sutrasno dkk, 2008). Oleh sebab itulah tanin pada jambu biji ini dapat bersifat sebagai antihelmintik. Efek antihelmintik tanin dapat dilihat secara In vitro maupun In vivo di dalam tubuh kambing dan domba (Brunet dan Hoste, 2006; Iqbal dkk 2007; Cenci dkk, 2007; Anthanasiadou dkk, 2001). Tanin juga memiliki aktivitas penghambatan terhadap migrasi larva cacing pada kambing (Alonso dkk, 2008).

24 13 B. Kerangka Pemikiran Infusa Daun Jambu biji (Psidium guajava, Linn) Tannin Mendenaturasi Protein Cacing Gelang Babi Ascaris suum, Goeze Gangguan Metabolisme dan Homeostasis Variabel luar terkendali Variabel luar tidak terkendali Jenis Cacing Besar Cacing Konsentrasi Larutan Suhu Percobaan Umur cacing Kepekaan cacing Umur daun jambu biji Kematian Cacing Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran

25 14 C. Hipotesis 1. Infusa daun jambu biji (Psidium guajava, Linn) dapat membunuh Ascaris suum, Goeze In vitro. 2. Peningkatan konsentrasi infusa daun jambu biji (Psidium guajava, Linn) dapat meningkatkan kematian Ascaris suum, Goeze In vitro.

26 15 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik yang menggunakan rancangan penelitian the post test only controlled group design. B. Lokasi Penelitian Laboratorium Pusat Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahun Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta. C. Subjek Penelitian Subyek penelitian/hewan uji adalah Ascaris suum, Goeze yang masih aktif bergerak diperoleh dari usus babi dari tempat penyembelihan Dinas Pertanian Kota Surakarta. D. Teknik Sampling Penelitian ini menggunakan teknik sampling purposive sampling dengan cara menyamakan panjang cacing serta tidak membedakan jenis kelamin cacing. Penentuan besar sampel dihitung dengan rumus Federer: (n 1) (t 1) 15 Keterangan : n = besar sampel t = jumlah kelompok perlakuan (Federer, 1955) Karena penelitian ini menggunakan 5 kelompok perlakuan, maka: (n-1)(5-1) 15 4n 19 n 4,75 Masing-masing kelompok akan memiliki sampel sebanyak 5 sampel.

27 16 E. Identifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas Konsentrasi infusa daun jambu biji 2. Variabel Tergantung Jumlah kematian cacing dalam tiap rendaman tiap jam selama 7 jam. 3. Variabel Perancu a. Variabel perancu yang terkendali i. Jenis cacing ii. iii. Ukuran cacing Suhu percobaan b. Variabel perancu yang tidak terkendali 1) Umur cacing 2) Variasi kepekaan cacing terhadap larutan uji 3) Umur tanaman jambu biji F. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Serbuk Daun Jambu Biji Serbuk daun jambu biji adalah serbuk yang dihasilkan dari daun jambu biji yang telah dikeringkan dalam oven pada suhu 40 0 C kemudian dihaluskan dan diayak dengan pengayak nomor Infusa Daun Jambu Biji Infusa daun jambu biji adalah infusa yang dihasilkan setelah serbuk daun jambu biji yang kemudian diekstraksi dengan metode infudasi.

28 17 3. Konsentrasi Infusa Daun Jambu Biji Konsentrasi infusa daun jambu biji yang digunakan adalah 20%, 40%, 60%, 80% dan 100%. 4. Jumlah Kematian Cacing Jumlah kematian cacing adalah jumlah cacing yang mati dalam tiap rendaman pada waktu yang telah ditentukan. Pengamatan dilakukan tiap 1 jam. Cacing dianggap mati apabila disentuh dengan pinset anatomis tidak ada respon gerakan. 5. Variabel Perancu Terkendali a. Jenis cacing Jenis cacing yang digunakan adalah cacing pada usus halus babi (Ascaris suum, Goeze). b. Ukuran cacing Ukuran cacing dikendalikan dengan memilih cacing yang memiliki panjang antara 30 cm sampai 35 cm c. Suhu percobaan Suhu percobaan dikendalikan dengan inkubator bersuhu 37 0 C. 6. Variabel Perancu Tidak Terkendali a. Umur cacing Umur cacing merupakan variabel luar yang tidak dapat dikendalikan karena cacing yang didapat adalah cacing yang berasal dari usus babi yang tidak dapat dipastikan kapan babi tersebut terinfeksi cacing dan kapan telur cacing menetas menjadi cacing dewasa.

29 18 b. Variasi kepekaan cacing terhadap larutan obat yang diujikan Variasi kepekaan cacing terhadap obat larutan yang diujikan merupakan variabel luar yang tidak dapat dikendalikan karena pertumbuhan dipengaruhi oleh banyak faktor. c. Umur daun jambu biji Umur daun jambu biji merupakan variabel yang tidak dapat dikendalikan karena daun merupakan bagian dari tanaman jambu biji yang selalu beregenerasi. Daun yang telah kering akan rontok dan digantikan dengan daun baru yang lebih produktif. Oleh karena itu, sangat sulit untuk mengetahui kapan daun-daun tersebut mulai tumbuh.

30 19 G. Rancangan Penelitian 1. Penelitian Pendahuluan Kelompok kontrol Kelompok perlakuan 5 ekor cacing Ascaris suum direndam dalam 25ml NaCl 0,9% 5 ekor cacing Ascaris suum direndam dalam 25 ml larutan infusa daun jambu biji konsentrasi 20, 40, 60, 80, dan 100% Inkubasi pada suhu 37 0 C Inkubasi pada suhu 37 0 C Pengamatan dilakukan tiap jam dan dihentikan jika salah satu konsentrasi telah dapat membunuh semua cacing Waktu yang didapat digunakan sebagai dasar pada tahap penelitian akhir Gambar 3. Skema Rancangan Penelitian Pendahuluan

31 20 2. Tahap Penelitian Akhir Ascaris suum, Goeze Direndam dalam larutan garam Fisologis (NaCl 0,9%) Direndam dalam larutan infusa daun jambu biji konsentrasi 60%, 80% dan 100% Direndam Mebendazol dalam larutan pyrantel pamoate 5 mg / ml Inkubasi 37 0 C Inkubasi 37 0 C Inkubasi 37 0 C Pengamatan tiap 1 jam hingga waktu yang didapat pada penelitian pendahuluan Pengamatan tiap 1 jam Semua cacing mati hingga waktu yang didapat pada penelitian pendahuluan Pengamatan tiap 1 jam Semua cacing mati hingga waktu yang didapat pada penelitian pendahuluan Replikasi 4 kali Replikasi 4 kali Replikasi 4 kali uji one way ANOVA uji Post Hoc LSD Analisis Probit Gambar 4. Skema Rancangan Penelitian Akhir

32 21 H. Alat dan Bahan 1. Cawan petri diameter 10 cm 2. Batang kaca sebagai pengaduk 3. Gelas ukur 4. Pinset anatomis 5. Labu takar 6. Toples untuk menyimpan cacing 7. Inkubator 8. Larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%) 9. Larutan uji dengan konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100% I. Cara Kerja 1. Pembuatan Infusa Daun Jambu Biji a. Pengambilan Bahan Daun jambu biji yang akan diinfus didapat langsung dari B2P2TOT Tawangmangu. b. Pembuatan Serbuk Daun Jambu Biji Serbuk daun jambu biji adalah serbuk yang dihasilkan dari daun jambu biji yang telah dikeringkan dalam oven pada suhu 40 0 C kemudian dihaluskan dan diayak dengan pengayak nomor 40. c. Pembuatan Infusa Daun Jambu Biji Ekstraksi daun jambu biji dilakukan dengan metode infudasi dan hasil ekstraksi disebut infusa. Infudasi adalah proses penyarian yang umumnya digunakan untuk menyari zat kandungan aktif yang

33 22 larut air dan bahan-bahan nabati. Cara ini sangat sederhana dan sering digunakan oleh perusahaan obat tradisional. Dengan beberapa modifikasi, cara ini sering digunakan untuk membuat ekstrak. Infusa dibuat dengan cara : 1) Membasahi 100 gram serbuk daun jambu biji dengan air sebanyak 100 ml. 2) Dipanaskan selama 15 menit pada suhu 90 0 C 98 0 C dengan menggunakan panci infudasi. 3) Penyaringan dilakukan pada saat cairan masih panas. 2. Penentuan Konsentrasi Larutan Uji yang Digunakan Penelitian ini menggunakan larutan infusa daun jambu biji dengan berbagai macam konsentrasi, yaitu: Konsentrasi I : 20 ml infusa daun jambu biji + 80 ml NaCl 0,9% Larutan infusa daun jambu biji 20% Konsentrasi II : 40 ml infusa daun jambu biji + 60 ml NaCl 0,9% Larutan infusa daun jambu biji 40% Konsentrasi III : 60 ml infusa daun jambu biji + 40 ml NaCl 0,9% Larutan infusa daun jambu biji 60% Konsentrasi IV : 80 ml infusa daun jambu biji + 20 ml NaCl 0,9% Larutan infusa daun jambu biji 80% Konsentrasi V : 100 ml infusa daun jambu biji Larutan infusa daun jambu biji 100%

34 23 3. Langkah Penelitian a. Tahap Penelitian Pendahuluan 1) 7 buah cawan petri disiapkan, diisi larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%) sebanyak 25 ml dan larutan uji dalam 5 konsentrasi (20%, 40%, 60%, 80% dan 100%), dihangatkan dalam inkubator hingga suhu larutan mencapai 37 0 C. 2) Ke dalam masing-masing cawan petri dimasukkan Ascaris suum, Goeze sebanyak 5 ekor dan diinkubasi pada suhu 37 0 C. 3) Untuk menentukan cacing tersebut mati atau hidup cacing-cacing tersebut disentuh dengan pinset. Jika sudah tidak bergerak, maka cacing dinyatakan mati. Pengamatan dilakukan tiap 1 jam. 4) Waktu kematian dan serial konsentrasi yang dapat menyebabkan kematian cacing pada uji ini menjadi dasar tahap penelitian. a. Tahap Penelitian Akhir 1) 5 cawan petri disiapkan, masing-masing diisi larutan NaCl 0,9% (kontrol negatif), larutan pyrantel pamoate (kontrol positif), dan larutan uji dalam konsentrasi 60%, 80%, dan 100% sebanyak 25 ml dan dihangatkan terlebih dahulu pada inkubator hingga suhu larutan mencapai 37 0 C. 2) Ke dalam masing-masing cawan petri dimasukkan Ascaris suum, Goeze sebanyak 5 ekor dan diinkubasi pada suhu 37 0 C.

35 24 3) Untuk menentukan cacing tersebut mati atau hidup cacing-cacing tersebut disentuh dengan pinset. Jika sudah tidak bergerak, maka cacing dinyatakan mati. Pengamatan dilakukan tiap 1 jam. 4) Hasil pengamatan yang diperoleh tiap 1 jam dicatat. 5) Penelitian direplikasi 4 kali J. Teknik Analisis Data Untuk menentukan apakah hasil penelitian ini bermakna atau tidak, data yang diperoleh akan dianalisis secara statistik dengan Analisis Varian satu jalan (Anova) dan uji Post Hoc. Uji Anova satu jalan adalah untuk membandingkan perbedaan mean pada lebih dari 2 kelompok. Setelah itu untuk mengetahui kelompok mana yang mempunyai perbedaan yang signifikan digunakan uji Post Hoc. Kemudian untuk mengetahui konsentrasi optimum yang dapat membunuh cacing digunakan analisis probit (Dahlan, 2008).

36 25 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Data Hasil Penelitian 1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan ini dilakukan dengan mengamati jumlah kematian cacing Ascaris suum serta waktu kematiannya pada perendaman dalam infusa daun jambu biji dengan konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100%. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan didapatkan hasil pada tabel berikut ini : Tabel 2. Hasil Pengamatan Kematian Ascaris suum pada Tiap Konsentrasi dalam Penelitian Pendahuluan Waktu Jumlah Kematian Cacing Kematian (Jam) NaCl 20% 40% 60% 80% 100% Hasil pengamatan pada penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa infusa daun jambu biji dengan konsentrasi 100% dapat membunuh semua cacing dalam waktu 7 jam. Waktu ini menjadi dasar lamanya penelitian pada tahap penelitian akhir. Selain itu, didapatkan pula bahwa pada konsentrasi 20% dan 40% tidak didapatkan cacing yang mati. Oleh karena itu, tahap penelitian akhir hanya digunakan serial konsentrasi 60%, 80% dan 100%.

37 26 2. Penelitian Akhir Hasil pengamatan penelitian pengaruh infusa daun jambu biji terhadap kematian Ascaris suum, Goeze in vitro adalah sebagai berikut: Tabel 3. Hasil Pengamatan Kematian Ascaris suum, Goeze dalam Berbagai Konsentrasi selama 7 Jam pada Penelitian Akhir Waktu Jumlah Kematian Cacing Replikasi (Jam) NaCl 60% 80% 100% PP Mean ,5 3, Mean 0 0 0,5 2,75 3, Mean 0 0 1,25 3, Mean 0 0,25 2,75 3,5 4, Mean 0 1 3,25 4, Mean 0 1,5 3,5 4, Mean

38 27 Hasil pengamatan pada penelitian akhir ini didapatkan bahwa pada konsentrasi 100%, semua cacing mati pada jam ke 7. Sedangkan pada konsentrasi 60% dan 80% masih didapatkan cacing yang hidup pada jam ke 7. Selain itu, didapatkan pula bahwa pada kelompok kontrol positif semua cacing telah mati pada jam ke 5. Tabel 3 di atas dapat dibuat dalam bentuk grafik sebagai berikut: jumlah kematian cacing (ekor) NaCl 60% 80% 100% Pyr Pam waktu (jam) Gambar 5. Grafik Jumlah Rata-rata Kematian Cacing dalam Berbagai Konsentrasi pada Penelitian Akhir Grafik rata-rata jumlah kematian cacing di atas dapat dilihat bahwa pada setiap jam pengamatan, terdapat peningkatan jumlah kematian cacing yang sebanding dengan peningkatan konsentrsi infusa daun jambu biji pada konsentrasi 60% hingga 100%. B. Analisis Data Data hasil pengamatan penelitian akhir pada tabel 3 yang berupa jumlah rata-rata kematian cacing dianalisis dengan menggunakan uji one way ANOVA apabila memenuhi syarat uji.

39 28 1. Uji one way ANOVA Sebelum melakukan uji one way ANOVA ada syarat-syarat yang harus dipenuhi, yaitu distribusi data harus normal dan varians data harus sama (Dahlan, 2008). Pada uji normalitas dan uji homogenitas didapat nilai probabilitas (p) seperti pada tabel berikut : Tabel 4. Nilai Probabilitas (p) Uji Normalitas Konsentrasi Kolgomorov-Smirnov Shapiro-Wilk 60% 0,134 0,079 80% 0,200 0, % 0,200 0,599 PP 0,200 0,184 a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. b. mati is constant when konsentrasi = nacl. It has been omitted. Tabel 5. Nilai Probabilitas (p) Uji Homogenitas Levene Statistic Df1 Df2 Probabilitas 1, ,208 a. mati is constant when konsentrasi = nacl. It has been omitted. Tabel Uji Kolmogorov-Smirnov dan Shapiro Wilk di atas menujukkan nilai probabilitas (p) pada semua kelompok perlakuan >0,05. Hal ini berarti bahwa data berdistribusi normal. Kemudian pada tes homogenitas varians, didapatkan nilai probabilitas 0,208 (> 0,05), sehingga varians data dinyatakan homogen. Oleh karena itu syarat-syarat untuk penggunaan uji one way ANOVA telah terpenuhi. Uji one way ANOVA dilakukan untuk menguji apakah kelompok perlakuan memiliki rerata jumlah kematian cacing yang

40 29 berbeda signifikan atau tidak berbeda signifikan secara statistik. Hasil uji one way ANOVA adalah sebagai berikut : Tabel 6. Hasil Uji One Way ANOVA ANOVA Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Between Groups Within Groups Total Hipotesis untuk uji one way ANOVA adalah sebagai berikut : a. H 0 : Infusa daun jambu biji tidak mempunyai pengaruh terhadap kematian Ascaris suum, Goeze. b. H 1 : Infusa daun jambu biji mempunyai pengaruh terhadap kematian Ascaris suum, Goeze. Pengambilan keputusan : 1). Jika nilai probabilitas < 0,05, maka H 0 ditolak 2). Jika nilai probabilitas > 0,05, maka H 0 diterima Nilai probabilitas pada uji ANOVA tersebut adalah 0,000 atau p <0,05 maka H 0 ditolak dan H 1 diterima. Karena H 1 diterima maka terdapat perbedaan yang signifikan antara kelima rerata kelompok atau paling tidak terdapat perbedaan jumlah kematian cacing yang signifikan pada dua kelompok. Untuk mengetahui kelompok yang mempunyai perbedaan yang signifikan digunakan uji post hoc (Dahlan, 2008). 2. Uji Post Hoc LSD Hasil Uji Post Hoc LSD adalah sebagai berikut:

41 30 Tabel 7. Hasil Uji Post Hoc LSD Kelompok yang Nilai Signifikan/tidak H dibandingkan probabilitas (p) signifikan 0 NaCl 60%.197 Tidak Signifikan Diterima 80% %.000 Signifikan Ditolak PP % NaCl.197 Tidak Signifikan Diterima 80% %.000 Signifikan Ditolak PP % NaCl % %.006 Signifikan Ditolak PP % NaCl %.000 Signifikan Ditolak 80%.006 PP.220 Tidak Signifikan Diterima PP NaCl %.000 Signifikan Ditolak 80% %.220 Tidak Signifikan Diterima Hipotesis untuk uji Post Hoc LSD di atas adalah sebagai berikut : a. H 0 : Rerata jumlah kematian cacing antara kelompok yang dibandingkan memiliki perbedaan yang tidak signifikan b. H 1 : Rerata jumlah kematian cacing antara kelompok yang dibandingkan memiliki perbedaan yang signifikan. Pengambilan keputusan uji Post Hoc LSD: a. Jika nilai probabilitas < 0,05, maka H 0 ditolak b. Jika nilai probabilitas > 0,05, maka H 0 diterima

42 31 Dari tabel uji Post Hoc LSD di atas dapat dilihat bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok NaCl (kontrol negatif), dengan perlakuan 60%, serta pada kelompok perlakuan 100% dengan PP (pyrantel pamoate/kontrol positif). Sedangkan konsentrasi 80% dan 100% serta kelompok kontrol positif (larutan pyrantel pamoate) terdapat perbedaan yang signifikan dengan kelompok kontrol negatif dan kelompok perlakuan 60%. Hasil selengkapnya uji Post Hoc LSD di atas dapat dilihat pada lampiran Analisis Probit Analisis probit digunakan untuk mengetahui konsentrasi infusa daun jambu biji yang dapat membunuh 50% cacing yang dinyatakan dengan LC 50 serta konsentrasi infusa daun jambu biji yang dapat membunuh 90% cacing yang dinyatakan sebagai LC 90. Hasil analisis probit didapatkan bahwa LC 50 infusa daun jambu biji adalah 64,764% dan LC 90 nya adalah 84,782%. Hasil lengkap dari analisis probit dapat dilihat pada lampiran 4.

43 32 BAB V PEMBAHASAN Untuk mengetahui pengaruh infusa daun jambu biji terhadap kematian Ascaris suum, Goeze, penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap penelitian pendahuluan dan tahap penelitian akhir. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui serial konsentrasi infusa daun jambu biji yang dapat membunuh cacing serta waktu minimal yang diperlukan infusa daun jambu biji untuk membunuh semua cacing. Waktu tersebut akan digunakan sebagai dasar untuk tahap penelitian akhir. Selain itu, pada penelitian ini digunakan larutan NaCl 0,9% sebagai kontrol negatif untuk membuktikan bahwa cacing mati karena infusa daun jambu biji, serta digunakan pula larutan pyrantel pamoate sebagai pembanding efektivitas infusa daun jambu biji dalam membunuh cacing Ascaris suum, Goeze karena pyrantel pamoate merupakan drug of choice untuk askariasis. Pada tahap penelitian pendahuluan ini didapatkan waktu minimal yang diperlukan infusa daun jambu biji untuk membunuh semua cacing pada konsentrasi 100% selama 7 jam. Oleh karena itu, pada tahap penelitian akhir digunakan waktu penelitian selama 7 jam. Pada tahap penelitian pendahuluan digunakan lima kosentrasi yaitu 20%, 40%, 60%, 80% dan 100%. Ternyata yang dapat membunuh cacing hanya 3 konsentrasi yaitu 60%, 80%, dan 100%. Maka pada penelitian akhir cacing Ascaris suum, Goeze direndam pada infusa daun jambu biji dengan 3 konsentrasi, yaitu 60%, 80% dan 100%.

44 33 Pada data jumlah kematian cacing (tabel 3) dapat dilihat bahwa pada tiap jam pengamatan, terdapat peningkatan jumlah kematian cacing yang sebanding dengan peningkatan konsentrasi infusa daun jambu biji pada konsentrasi 60% hingga 100% yang terlihat pada grafik jumlah kematian cacing (gambar 5). Selain itu, tampak bahwa jumlah kematian cacing pada larutan pyrantel pamoate lebih tinggi jika dibandingkan dengan infusa daun jambu biji. Perbedaan ini menunjukkan bahwa pyrantel pamoate mempunyai kemampuan yang lebih tinggi untuk membunuh cacing dibandingkan dengan infusa daun jambu biji. Akan tetapi, untuk perbandingan efektivitas infusa daun jambu biji dengan pyrantel pamoate secara statistik akan dibahas lebih lanjut pada bagian akhir bab ini. Hasil penelitian diuji dengan One Way Anova untuk menguji adanya perbedaan yang signifikan antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol. Sebaran data menunjukkan sebaran yang normal dan varians data menunjukkan data yang homogen, sehingga syarat untuk uji anova telah terpenuhi. Pada uji anova didapatkan nilai probabilitas (p) 0,000 atau < 0,05 yang berati bahwa terdapat pengaruh infusa daun jambu biji terhadap kematian Ascaris suum, Goeze. Setelah diketahui adanya perbedaan yang signifikan pada kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol, dilanjutkan dengan uji post hoc untuk mengetahui kelompok mana yang mempunyai perbedaan yang bermakna. Hasil analisis post hoc didapatkan perbedaan yang signifikan antara kelompok perlakuan 80%, 100% dan kontrol positif (pyrantel pamoate) terhadap kontrol negatif. Hal ini menunjukkan bahwa infusa daun jambu biji dengan konsentrasi 80% dan 100% serta pyrantel pamoate mempunyai daya bunuh yang

45 34 berarti terhadap ascaris suum. Sedangkan pada kelompok perlakuan 60% tidak didapatkan perbedaan yang bermakna dengan kontrol negatif. Hal ini menunjukkan bahwa infusa daun jambu biji dengan konsentrasi 60% tidak mempunyai kemampuan yang berarti untuk membunuh cacing Ascaris suum. Hasil analisis post hoc menunjukkan pula bahwa kelompok 60% dan 80% mempunyai perbedaan yang signifikan dengan kelompok kontrol positif, yang berarti bahwa infusa daun jambu biji dengan konsentrasi 60% dan 80% mempunyai daya bunuh yang lebih rendah dari pyrantel pamoate. Sedangkan nilai probabilitas antara infusa daun jambu biji pada konsentrasi 100% dengan larutan pyrantel pamoate menunjukkan 0,220 (> 0,05). Hal ini berarti bahwa infusa daun jambu biji dengan konsentrasi 100% tidak mempunyai perbedaan yang bermakna dengan larutan pyrantel pamoate secara statistik, yang berarti bahwa infusa daun jambu biji dengan konsentrasi 100% mempunyai efektivitas yang identik dengan larutan pyrantel pamoate. Hasil analisis probit didapatkan bahwa toksisitas akut (LC 50 ) infusa daun jambu biji adalah pada konsentrasi 64,764%, dimana pada konsentrasi tersebut 50% cacing mati dalam waktu yang ditentukan (7 jam). Didapatkan pula bahwa konsentrasi yang dapat membunuh 90% cacing (LC 90 ) infusa daun jambu biji adalah 84,782%.

46 35 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan 1. Infusa daun jambu biji (Psidium guajava, Linn) dapat membunuh Ascaris suum, Goeze In vitro 2. Peningkatan konsentrasi infusa daun jambu biji dapat meningkatkan jumlah kematian Ascaris suum, Goeze In vitro B. Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh infusa daun jambu biji (Psidium guajava, Linn) terhadap kematian cacing Ascaris suum, Goeze In vivo. 2. Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut tentang infusa daun jambu biji (Psidium guajava, Linn) sehingga diharapkan dapat menjadi bahan obat untuk askariasis.

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan the post test only controlled group design (Taufiqurahman, 2004).

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan the post test only controlled group design (Taufiqurahman, 2004). BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik dengan rancangan the post test only controlled group design (Taufiqurahman, 2004). B. Lokasi

Lebih terperinci

EFEK ANTIHELMINTIK EKSTRAK ETANOL BIJI ADAS MANIS (Pimpinella anisum L.) PADA CACING GELANG BABI (Ascaris suum GOEZE) IN VITRO SKRIPSI

EFEK ANTIHELMINTIK EKSTRAK ETANOL BIJI ADAS MANIS (Pimpinella anisum L.) PADA CACING GELANG BABI (Ascaris suum GOEZE) IN VITRO SKRIPSI EFEK ANTIHELMINTIK EKSTRAK ETANOL BIJI ADAS MANIS (Pimpinella anisum L.) PADA CACING GELANG BABI (Ascaris suum GOEZE) IN VITRO SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran OKKY

Lebih terperinci

EFEK ANTELMINTIK EKSTRAK ETANOL RIMPANG JAHE MERAH. (Zingiber officinale Roscoe var. rubrum) TERHADAP CACING. Ascaris suum Goeze SECARA IN VITRO

EFEK ANTELMINTIK EKSTRAK ETANOL RIMPANG JAHE MERAH. (Zingiber officinale Roscoe var. rubrum) TERHADAP CACING. Ascaris suum Goeze SECARA IN VITRO EFEK ANTELMINTIK EKSTRAK ETANOL RIMPANG JAHE MERAH (Zingiber officinale Roscoe var. rubrum) TERHADAP CACING Ascaris suum Goeze SECARA IN VITRO SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ascaris lumbricoides Manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagian besar nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat Indonesia (FKUI, 1998). Termasuk dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lamtoro (Leucaena leucocephala (Lam.)) de Wit. 2.1.1 Klasifikasi Lamtoro Kingdom Divisio Sub Divisio Kelas Ordo Suku Genus Spesies : Plantae : Magnoliophyta : Spermatophyta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ascaris lumbricoides merupakan cacing gelang yang. termasuk ke dalam golongan Soil Transmitted Helminths

BAB I PENDAHULUAN. Ascaris lumbricoides merupakan cacing gelang yang. termasuk ke dalam golongan Soil Transmitted Helminths BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ascaris lumbricoides merupakan cacing gelang yang termasuk ke dalam golongan Soil Transmitted Helminths (STH) yaitu cacing yang menginfeksi manusia dengan cara penularannya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. cacing Ascaris suum Goeze yang mati pada perendaman dalam berbagai

BAB IV HASIL PENELITIAN. cacing Ascaris suum Goeze yang mati pada perendaman dalam berbagai BAB IV HASIL PENELITIAN A. Data Hasil Penelitian 1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan digunakan dengan mengamati jumlah cacing Ascaris suum Goeze yang mati pada perendaman dalam berbagai konsentrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lumbricoides) yang ditularkan melalui tanah (Soil Transmitted

BAB I PENDAHULUAN. lumbricoides) yang ditularkan melalui tanah (Soil Transmitted BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit infeksi cacing merupakan salah satu penyakit infeksi yang paling sering ditemukan di negara-negara berkembang (Rasmaliah, 2001). Jenis cacing yang sering

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Suzuki Metode Suzuki adalah suatu metode yang digunakan untuk pemeriksaan telur Soil Transmitted Helmints dalam tanah. Metode ini menggunakan Sulfas Magnesium yang didasarkan

Lebih terperinci

ABSTRAK EFEK INFUSA DAUN GANDARUSA

ABSTRAK EFEK INFUSA DAUN GANDARUSA ABSTRAK EFEK INFUSA DAUN GANDARUSA (Justicia gendarussa Burm. f.) TERHADAP CACING Ascaris suum SECARA IN VITRO Manasye Jutan, 2014 ; Pembimbing I : Rita Tjokropranoto, dr.,m.sc Askariasis adalah infeksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmitted Helminths 1. Pengertian Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan penularannya melalui tanah. Di Indonesia terdapat lima species cacing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lamtoro (Leucaena leucocephala (Lam.)) 2.1.1 Klasifikasi Lamtoro Kingdom Divisio Sub Divisio Kelas Ordo Suku Genus : Plantae : Magnoliophyta : Spermatophyta : Magnolipsida :

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Cacingan Cacing merupakan salah satu parasit pada manusia dan hewan yang sifatnya merugikan dimana manusia merupakan hospes untuk beberapa jenis cacing yang termasuk

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN INFUSA DAUN TEH (Camellia sinensis, Linn) TERHADAP PENINGKATAN KEMATIAN CACING GELANG BABI (Ascaris suum, Goeze) In vitro SKRIPSI

PENGARUH PEMBERIAN INFUSA DAUN TEH (Camellia sinensis, Linn) TERHADAP PENINGKATAN KEMATIAN CACING GELANG BABI (Ascaris suum, Goeze) In vitro SKRIPSI digilib.uns.ac.id PENGARUH PEMBERIAN INFUSA DAUN TEH (Camellia sinensis, Linn) TERHADAP PENINGKATAN KEMATIAN CACING GELANG BABI (Ascaris suum, Goeze) In vitro SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Soil-transmitted helminthiasis merupakan. kejadian infeksi satu atau lebih dari 4 spesies cacing

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Soil-transmitted helminthiasis merupakan. kejadian infeksi satu atau lebih dari 4 spesies cacing BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Soil-transmitted helminthiasis merupakan kejadian infeksi satu atau lebih dari 4 spesies cacing parasit usus, antara lain Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitan the post test only control group design. 1) Larva Aedes aegypti L. sehat yang telah mencapai instar III

BAB III METODE PENELITIAN. penelitan the post test only control group design. 1) Larva Aedes aegypti L. sehat yang telah mencapai instar III 20 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik dengan rancangan penelitan the post test only control group design. B. Lokasi Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penduduk di dunia. Biasanya bersifat symtomatis. Prevalensi terbesar pada daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penduduk di dunia. Biasanya bersifat symtomatis. Prevalensi terbesar pada daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ascaris Lumbricoides Ascariasis merupakan infeksi cacing yang paling sering dijumpai. Diperkirakan prevalensi di dunia berjumlah sekitar 25 % atau 1,25 miliar penduduk di dunia.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. STH adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. STH adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis, 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Trasmitted Helminth Soil Transmitted Helminth ( STH ) merupakan infeksi kecacingan yang disebabkan oleh cacing yang penyebarannya melalui tanah. Cacing yang termasuk STH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.1 Latar Belakang Pada tahun 2007, infeksi cacing di seluruh dunia mencapai 650 juta sampai 1 milyar orang, dengan prevalensi paling tinggi di daerah tropis. Populasi di daerah pedesaan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Linn. var. Assamica) terhadap mortalitas cacing Ascaris suum, Goeze dilakukan

BAB V PEMBAHASAN. Linn. var. Assamica) terhadap mortalitas cacing Ascaris suum, Goeze dilakukan BAB V PEMBAHASAN Penelitian mengenai pengaruh ekstrak daun teh (Camellia sinensis, Linn. var. Assamica) terhadap mortalitas cacing Ascaris suum, Goeze dilakukan dalam 2 tahap, yaitu tahap penelitian pendahuluan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmitted Helminth Soil Transmitted Helminth adalah Nematoda Intestinal yang berhabitat di saluran pencernaan, dan siklus hidupnya untuk mencapai stadium infektif dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Lamtoro (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Lamtoro (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lamtoro (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit) 2.1.1 Klasifikasi tanaman Kingdom Divisio : Plantae : Magnoliophyta Sub division: Spermatophyta Kelas Ordo Famili Genus Species

Lebih terperinci

UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUS BIJI DAN INFUS DAUN PETAI CINA (Leucanea leucocephala) TERHADAP CACING GELANG AYAM (Ascaridia galli) SECARA IN VITRO

UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUS BIJI DAN INFUS DAUN PETAI CINA (Leucanea leucocephala) TERHADAP CACING GELANG AYAM (Ascaridia galli) SECARA IN VITRO UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUS IJI DAN INFUS DAUN PETAI CINA (Leucanea leucocephala) TERHADAP CACING GELANG AYAM (Ascaridia galli) SECARA IN VITRO ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan untuk memenuhi tugas

Lebih terperinci

EFEK GRANUL EKSTRAK BAWANG DAUN (Allium fistulosum L.) TERHADAP MORTALITAS LARVA Aedes aegypti L. SKRIPSI

EFEK GRANUL EKSTRAK BAWANG DAUN (Allium fistulosum L.) TERHADAP MORTALITAS LARVA Aedes aegypti L. SKRIPSI EFEK GRANUL EKSTRAK BAWANG DAUN (Allium fistulosum L.) TERHADAP MORTALITAS LARVA Aedes aegypti L. SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran ELISABETH DEA RESITARANI G0011082

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Trichuris trichiura Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak terdapat pada manusia. Diperkirakan sekitar 900 juta orang pernah terinfeksi

Lebih terperinci

DAYA VERMISIDAL DAN OVISIDAL BIJI PINANG (Areca catechu L) PADA CACING DEWASA DAN TELUR Ascaris suum SECARA IN VITRO

DAYA VERMISIDAL DAN OVISIDAL BIJI PINANG (Areca catechu L) PADA CACING DEWASA DAN TELUR Ascaris suum SECARA IN VITRO DAYA VERMISIDAL DAN OVISIDAL BIJI PINANG (Areca catechu L) PADA CACING DEWASA DAN TELUR Ascaris suum SECARA IN VITRO SKRIPSI Diajukan guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

IV. Hasil dan Pembahasan. A. Hasil penelitian. kamboja putih (Plumeria acuminataw.t.ait ) terhadap hambatan pertumbuhan

IV. Hasil dan Pembahasan. A. Hasil penelitian. kamboja putih (Plumeria acuminataw.t.ait ) terhadap hambatan pertumbuhan IV. Hasil dan Pembahasan A. Hasil penelitian Penelitian mengenai pengaruh konsentrasi larutan getah tangkai daun kamboja putih (Plumeria acuminataw.t.ait ) terhadap hambatan pertumbuhan bakteri Streptococcus

Lebih terperinci

ABSTRAK. EFEK ANTELMINTIK EKSTRAK ETANOL DAUN PARE (Momordica charantia L.) TERHADAP CACING Ascaris suum BETINA SECARA IN VITRO

ABSTRAK. EFEK ANTELMINTIK EKSTRAK ETANOL DAUN PARE (Momordica charantia L.) TERHADAP CACING Ascaris suum BETINA SECARA IN VITRO ABSTRAK EFEK ANTELMINTIK EKSTRAK ETANOL DAUN PARE (Momordica charantia L.) TERHADAP CACING Ascaris suum BETINA SECARA IN VITRO Maria Y. N, 2011; Pembimbing I : Rita Tjokropranoto, dr, M.Sc Pembimbing II:

Lebih terperinci

Lampiran 1. Surat Keterangan Determinasi

Lampiran 1. Surat Keterangan Determinasi Lampiran 1. Surat Keterangan Determinasi 40 Lampiran 2. Hasil Determinasi Daun Kersen 41 Lampiran 2. Lanjutan 42 Lampiran 3. Surat Keterangan telah Melakukan Penelitian 43 44 Lampiran 4. Perhitungan Susut

Lebih terperinci

PELUANG BISNIS BUDIDAYA JAMBU BIJI

PELUANG BISNIS BUDIDAYA JAMBU BIJI PELUANG BISNIS BUDIDAYA JAMBU BIJI Oleh : Nama : Rudi Novianto NIM : 10.11.3643 STRATA SATU TEKNIK INFORMATIKA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA 2011 A. Abstrak Jambu

Lebih terperinci

EFEK GRANUL EKSTRAK DAUN SALAM (Syzygium polyanthum) TERHADAP MORTALITAS LARVA Aedes aegypti L. SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

EFEK GRANUL EKSTRAK DAUN SALAM (Syzygium polyanthum) TERHADAP MORTALITAS LARVA Aedes aegypti L. SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan EFEK GRANUL EKSTRAK DAUN SALAM (Syzygium polyanthum) TERHADAP MORTALITAS LARVA Aedes aegypti L. SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Farkhan Kuncoro G0012075 FAKULTAS

Lebih terperinci

Distribusi Geografik. Etiologi. Cara infeksi

Distribusi Geografik. Etiologi. Cara infeksi Distribusi Geografik Parasit ini ditemukan kosmopolit. Survey yang dilakukan beberapa tempat di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi A. lumbricoides masih cukup tinggi, sekitar 60-90%. Etiologi Cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi yang disebabkan oleh Ascaris lumbricoides atau disebut dengan askariasis merupakan salah satu penyakit yang banyak ditemui di masyarakat. Infeksi cacing nematoda

Lebih terperinci

The Efficacy of Anthelmintic of Carrot Juice (Daucus carota) Against Ascaridia galli

The Efficacy of Anthelmintic of Carrot Juice (Daucus carota) Against Ascaridia galli Efek Antelmintik Perasan Wortel (Daucus carota) terhadap Ascaridia galli The Efficacy of Anthelmintic of Carrot Juice (Daucus carota) Against Ascaridia galli Semmy Damarjatie Rahayu 1, Sri Sundari 2 1

Lebih terperinci

Uji Efektivitas Daya Anthelmintik Ekstrak Biji Mentimun (Cucumis sativum, L) Terhadap Cacing Ascaridia galli secara In Vitro

Uji Efektivitas Daya Anthelmintik Ekstrak Biji Mentimun (Cucumis sativum, L) Terhadap Cacing Ascaridia galli secara In Vitro 67 Uji Efektivitas Daya Anthelmintik Ekstrak Biji Mentimun (Cucumis sativum, L) Terhadap Cacing Ascaridia galli secara In Vitro Leonov Rianto 1, Indri Astuti 2, &Ika Prihatiningrum 2 1,2 Akademi Farmasi

Lebih terperinci

IDENTITAS DOKUMEN (Preview)

IDENTITAS DOKUMEN (Preview) IDENTITAS DOKUMEN (Preview) Judul : DAYA ANTIHELMINTIK AIR REBUSAN DAUN KETEPENG (Cassia alata L) TERHADAP CACING TAMBANG ANJING IN VITRO Nama Jurnal : Jurnal Logika Edisi : Volume 5-Nomor 1-Agustus 28

Lebih terperinci

Lampiran 1 Hasil Uji Friedman, Uji Kruskal Wallis dan Uji Korelasi

Lampiran 1 Hasil Uji Friedman, Uji Kruskal Wallis dan Uji Korelasi Lampiran 1 Hasil Uji Friedman, Uji Kruskal Wallis dan Uji Korelasi a. Tabel Deskripsi Data Jumlah Kematian 2 Jam (ekor) Jumlah Kematian 12 Jam (ekor) Jumlah Kematian 24 Jam (ekor) b. Tabel Hasil Uji Normalitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian the post test only control group design. Yogyakarta pada tanggal 21 Desember Januari 2016.

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian the post test only control group design. Yogyakarta pada tanggal 21 Desember Januari 2016. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik dengan rancangan penelitian the post test only control group design. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Babi merupakan salah satu hewan komersil yang dapat diternakkan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani dikalangan masyarakat. Babi dipelihara oleh masyarakat dengan

Lebih terperinci

PENGARUH EKSTRAK HERBA SAMBILOTO (Andrographis paniculata, Nees) TERHADAP WAKTU KEMATIAN CACING Ascaris suum, Goeze in vitro SKRIPSI

PENGARUH EKSTRAK HERBA SAMBILOTO (Andrographis paniculata, Nees) TERHADAP WAKTU KEMATIAN CACING Ascaris suum, Goeze in vitro SKRIPSI PENGARUH EKSTRAK HERBA SAMBILOTO (Andrographis paniculata, Nees) TERHADAP WAKTU KEMATIAN CACING Ascaris suum, Goeze in vitro SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran CHANIF

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI PERCOBAAN 6

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI PERCOBAAN 6 LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI PERCOBAAN 6 UJI EFEKTIVITAS ANTELMINTIK Dosen Pembimbing Praktikum: Fadli, S.Farm, Apt Hari/tanggal praktikum : Senin, 29 Desember 2014 Disusun oleh: KELOMPOK 5 / GOLONGAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental laboratoris dengan rancangan the post test only control group design. B. Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

EFEK EKSTRAK ETANOL DAUN CEPLUKAN (Physalis angulata L.) TERHADAP. MORTALITAS LARVA NYAMUK Aedes aegypti L. SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

EFEK EKSTRAK ETANOL DAUN CEPLUKAN (Physalis angulata L.) TERHADAP. MORTALITAS LARVA NYAMUK Aedes aegypti L. SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan EFEK EKSTRAK ETANOL DAUN CEPLUKAN (Physalis angulata L.) TERHADAP MORTALITAS LARVA NYAMUK Aedes aegypti L. SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Ajeng Oktavia Griselda

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pembuatan Suspensi Zat Uji

Lampiran 1. Pembuatan Suspensi Zat Uji Lampiran 1 Pembuatan Suspensi Zat Uji Bahan obat herbal X yang merupakan hasil fraksinasi dari daun sukun tidak dapat larut secara langsung dalam air maka dibuat dalam bentuk sediaan suspensi agar dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyerang hewan jenis unggas. Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang

BAB I PENDAHULUAN. menyerang hewan jenis unggas. Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cacing gelang Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang umum menyerang hewan jenis unggas. Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang dalam kehidupannya mengalami

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran digilib.uns.ac.id PENGARUH EKSTRAK DAUN SALAM (Syzygium polyanthum,wight) TERHADAP WAKTU KEMATIAN Ascaris suum, Goeze In Vitro SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Gagat

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN BAB II METODE PENELITIAN A. Kategori dan Rancangan Penelitian Penelitian uji efek tonikum infusa daun landep pada mencit putih jantan ini dapat dikategorikan sebagai penelitian eksperimental dengan rancangan

Lebih terperinci

UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUSA BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP CACING GELANG BABI (Ascaris suum) SECARA IN VITRO SKRIPSI

UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUSA BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP CACING GELANG BABI (Ascaris suum) SECARA IN VITRO SKRIPSI UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUSA BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP CACING GELANG BABI (Ascaris suum) SECARA IN VITRO SKRIPSI Diajukan Oleh : Restian Rudy Oktavianto J500050011 Kepada : FAKULTAS

Lebih terperinci

UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUS DAUN DAN INFUS BIJI PARE (Momordica charantia) TERHADAP CACING GELANG AYAM (Ascaridia galli) SECARA IN VITRO

UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUS DAUN DAN INFUS BIJI PARE (Momordica charantia) TERHADAP CACING GELANG AYAM (Ascaridia galli) SECARA IN VITRO UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUS DAUN DAN INFUS BIJI PARE (Momordica charantia) TERHADAP CACING GELANG AYAM (Ascaridia galli) SECARA IN VITRO ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

Lebih terperinci

Lampiran 1. LEMBAR PENJELASAN CALON SUBJEK PENELITIAN

Lampiran 1. LEMBAR PENJELASAN CALON SUBJEK PENELITIAN Lampiran 1. LEMBAR PENJELASAN CALON SUBJEK PENELITIAN Salam Hormat, Saya yang bernama Anita, mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, ingin melakukan penelitian tentang PERUBAHAN

Lebih terperinci

PENGARUH INFUSA DAUN ALPUKAT (Persea americana Mill.) TERHADAP WAKTU KEMATIAN CACING Ascaris suum, Goeze IN VITRO

PENGARUH INFUSA DAUN ALPUKAT (Persea americana Mill.) TERHADAP WAKTU KEMATIAN CACING Ascaris suum, Goeze IN VITRO PENGARUH INFUSA DAUN ALPUKAT (Persea americana Mill.) TERHADAP WAKTU KEMATIAN CACING Ascaris suum, Goeze IN VITRO SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran REZA HANDRY PRATAMA

Lebih terperinci

Lampiran 1 Data Hasil Penelitian Tabel Persen Degranulasi Mastosit Mencit Jantan

Lampiran 1 Data Hasil Penelitian Tabel Persen Degranulasi Mastosit Mencit Jantan Lampiran 1 Data Hasil Penelitian Tabel Persen Degranulasi Mastosit Mencit Jantan Perlakuan Rata-rata jumlah sel Mencit 1 Mencit 2 Mencit 3 Mencit 4 Mencit 5 % Deg Rata-rata jumlah sel % Deg Rata-rata jumlah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Rerata Zona Radikal. belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) terhadap bakteri penyebab

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Rerata Zona Radikal. belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) terhadap bakteri penyebab BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Rerata Zona Radikal Penelitian untuk menguji kemampuan daya hambat ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) terhadap bakteri penyebab gingivitis

Lebih terperinci

Indonesia merupakan negara berkembang yang kaya akan tumbuhtumbuhan. Banyak sekali tanaman yang berkhasiat sebagai bahan obat telah digunakan secara

Indonesia merupakan negara berkembang yang kaya akan tumbuhtumbuhan. Banyak sekali tanaman yang berkhasiat sebagai bahan obat telah digunakan secara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang dan tidak dapat dipungkiri bahwa banyak masalah kesehatan yang sering terjadi salah satunya adalah diare. Angka kesakitan

Lebih terperinci

Pengaruh ekstrak putri malu (mimosa pudica, linn.) terhadap mortalitas ascaris suum, goeze in vitro

Pengaruh ekstrak putri malu (mimosa pudica, linn.) terhadap mortalitas ascaris suum, goeze in vitro Pengaruh ekstrak putri malu (mimosa pudica, linn.) terhadap mortalitas ascaris suum, goeze in vitro SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Muhammad Arif Nur Syahid G.0006120

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda merupakan spesies cacing terbesar yang hidup sebagai parasit.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda merupakan spesies cacing terbesar yang hidup sebagai parasit. BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Soil-transmitted helminths Nematoda merupakan spesies cacing terbesar yang hidup sebagai parasit. Cacing-cacing ini berbeda satu sama lain dalam habitat, daur hidup dan hubungan

Lebih terperinci

UJI EFEKTIFITAS DAYA ANTELMINTIK INFUS DAUN KETEPENG CINA (Cassia alata L.) TERHADAP CACING GELANG (Ascaris lumbricoides) SECARA IN VITRO ABSTRAK

UJI EFEKTIFITAS DAYA ANTELMINTIK INFUS DAUN KETEPENG CINA (Cassia alata L.) TERHADAP CACING GELANG (Ascaris lumbricoides) SECARA IN VITRO ABSTRAK UJI EFEKTIFITAS DAYA ANTELMINTIK INFUS DAUN KETEPENG CINA (Cassia alata L.) TERHADAP CACING GELANG (Ascaris lumbricoides) SECARA IN VITRO Virginia N. Lasut 1), Paulina V. Y. Yamlean 2), Hamidah Sri Supriati

Lebih terperinci

ABSTRAK. UJI EFEKTIVITAS A TIASCARIS I FUSA BUAH A AS (Ananas comosus L.Merr) SECARA in vitro

ABSTRAK. UJI EFEKTIVITAS A TIASCARIS I FUSA BUAH A AS (Ananas comosus L.Merr) SECARA in vitro ABSTRAK UJI EFEKTIVITAS A TIASCARIS I FUSA BUAH A AS (Ananas comosus L.Merr) SECARA in vitro Surveni E.S.S., 2011. Pembimbing I : Endang Evacuasiany, Dra., Apt., MS., AFK Pembimbing II: Budi Widyarto,

Lebih terperinci

ABSTRAK EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BIJI NIMBA (Azadirachta indica A. Juss) SEBAGAI LARVASIDA TERHADAP NYAMUK AEDES AEGYPTI

ABSTRAK EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BIJI NIMBA (Azadirachta indica A. Juss) SEBAGAI LARVASIDA TERHADAP NYAMUK AEDES AEGYPTI ABSTRAK EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BIJI NIMBA (Azadirachta indica A. Juss) SEBAGAI LARVASIDA TERHADAP NYAMUK AEDES AEGYPTI Evelyn Susanty Siahaan, 2009 Pembimbing I : Endang Evacuasiany, Dra., Apt., MS.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit parasit di Indonesia masih menempati posisi penting seperti juga penyakit infeksi lainnya. Telah banyak upaya yang dilakukan untuk pemberantasan penyakit ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah di Indonesia. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan di daerah perkebunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah di Indonesia. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan di daerah perkebunan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Cacing Tambang Pada umumnya prevalensi cacing tambang berkisar 30 50 % di perbagai daerah di Indonesia. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan di daerah perkebunan seperti di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. personal hygiene. Hygiene berasal dari kata hygea. Hygea dikenal dalam sejarah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. personal hygiene. Hygiene berasal dari kata hygea. Hygea dikenal dalam sejarah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hygiene Perorangan Hygiene perorangan disebut juga kebersihan diri, kesehatan perorangan atau personal hygiene. Hygiene berasal dari kata hygea. Hygea dikenal dalam sejarah Yunani

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dibagi menjadi kelompok kontrol dan perlakuan lalu dibandingkan kerusakan

BAB III METODE PENELITIAN. dibagi menjadi kelompok kontrol dan perlakuan lalu dibandingkan kerusakan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental laboratorik. Penelitian dilakukan dengan memberikan perlakuan pada sampel yang telah dibagi menjadi

Lebih terperinci

UJI AKTIVITAS VERMISIDAL EKSTRAK ETANOL DAUN LAMTORO

UJI AKTIVITAS VERMISIDAL EKSTRAK ETANOL DAUN LAMTORO UJI AKTIVITAS VERMISIDAL EKSTRAK ETANOL DAUN LAMTORO (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit) PADA CACING GELANG BABI (Ascaris suum Goeze) SECARA IN VITRO Skripsi PANDE KETUT SUWANTI DEVI 1108505014 JURUSAN

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR. PEMBUATAN PERMEN JELLY DARI EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI (Psidium Guajava L.)

LAPORAN TUGAS AKHIR. PEMBUATAN PERMEN JELLY DARI EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI (Psidium Guajava L.) LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN PERMEN JELLY DARI EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI (Psidium Guajava L.) Disusun Oleh : TRI HANDAYANI WARIH ANGGRAINI (I8311060) (I8311063) PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA FAKULTAS

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASILTERAPI TABLET EKSTRAK BIJI PINANG (Areca cathecu L) PADA INVESTASI CACING USUS DI KECAMATAN MUMBULSARI- JEMBER

PERBANDINGAN HASILTERAPI TABLET EKSTRAK BIJI PINANG (Areca cathecu L) PADA INVESTASI CACING USUS DI KECAMATAN MUMBULSARI- JEMBER PERBANDINGAN HASILTERAPI TABLET EKSTRAK BIJI PINANG (Areca cathecu L) PADA INVESTASI CACING USUS DI KECAMATAN MUMBULSARI- JEMBER SKRIPSI oleh Taufiq Gemawan NIM 072010101040 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyerang unggas, termasuk ayam (Suripta, 2011). Penyakit ini disebabkan

I. PENDAHULUAN. menyerang unggas, termasuk ayam (Suripta, 2011). Penyakit ini disebabkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Askaridiosis merupakan salah satu penyakit cacing yang sering menyerang unggas, termasuk ayam (Suripta, 2011). Penyakit ini disebabkan oleh cacing Ascaridia galli. Cacing

Lebih terperinci

UJI EFEKTIVITAS DAYA ANTHELMINTIK JUS BIJI MENTIMUN (Cucumis Sativum, L) TERHADAP CACING ASCARIDIA GALLI SECARA IN VITRO

UJI EFEKTIVITAS DAYA ANTHELMINTIK JUS BIJI MENTIMUN (Cucumis Sativum, L) TERHADAP CACING ASCARIDIA GALLI SECARA IN VITRO ISSN CETAK. 2443-115X ISSN ELEKTRONIK. 2477-1821 UJI EFEKTIVITAS DAYA ANTHELMINTIK JUS BIJI MENTIMUN (Cucumis Sativum, L) TERHADAP CACING ASCARIDIA GALLI SECARA IN VITRO Submitted : 2 Mei 2016 Edited :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Cacing Tambang dan Cacing Gelang 1. Cacing Tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale) a. Batasan Ancylostoma duodenale dan Necator americanus kedua parasit ini di

Lebih terperinci

Daya Antihelmintik Nanas (Ananas comocus) terhadap Ascaris lumbricoides secara In Vitro

Daya Antihelmintik Nanas (Ananas comocus) terhadap Ascaris lumbricoides secara In Vitro Mutiara Medika Edisi Khusus Vol. No. : 0, Oktober 00 Daya Antihelmintik Nanas (Ananas comocus) terhadap Ascaris lumbricoides secara In Vitro Antihelmintic Effect of Pineapple (Ananas comocus) for Ascaris

Lebih terperinci

EFEK EKSTRAK ETANOL DAUN PACAR AIR (Impatiens balsamina) TERHADAP MORTALITAS LARVA Anopheles aconitus SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

EFEK EKSTRAK ETANOL DAUN PACAR AIR (Impatiens balsamina) TERHADAP MORTALITAS LARVA Anopheles aconitus SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan EFEK EKSTRAK ETANOL DAUN PACAR AIR (Impatiens balsamina) TERHADAP MORTALITAS LARVA Anopheles aconitus SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran MUTIANI RIZKI G0012142 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengetahuan 2.1.1.1 Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu setelah terjadinya pengindraan terhadap suatu objek menggunakan panca indra manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kejadian kecacingan di Indonesia yang dilaporkan di Kepulauan Seribu ( Agustus 1999 ), jumlah prevalensi total untuk kelompok murid Sekolah Dasar (SD) (95,1 %),

Lebih terperinci

ABSTRAK. EFEKTIVITAS MINYAK ATSIRI DAN LOSION MINYAK DAUN JERUK PURUT (Citrus hystrix D.C.) SEBAGAI REPELEN TERHADAP Aedes aegypti PADA MANUSIA

ABSTRAK. EFEKTIVITAS MINYAK ATSIRI DAN LOSION MINYAK DAUN JERUK PURUT (Citrus hystrix D.C.) SEBAGAI REPELEN TERHADAP Aedes aegypti PADA MANUSIA ABSTRAK EFEKTIVITAS MINYAK ATSIRI DAN LOSION MINYAK DAUN JERUK PURUT (Citrus hystrix D.C.) SEBAGAI REPELEN TERHADAP Aedes aegypti PADA MANUSIA Regina Amalia Putri, 1310172; Pembimbing I: Prof. Dr. Susy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Helminthiasis merupakan masalah kesehatan yang perlu penanganan serius terutama di daerah tropis karena cukup banyak penduduk menderita penyakit tersebut. Di Indonesia,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Desain Penelitian pada penelitian ini adalah eksperimental dengan

III. METODE PENELITIAN. Desain Penelitian pada penelitian ini adalah eksperimental dengan 31 III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain Penelitian pada penelitian ini adalah eksperimental dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan pola post test only control group design.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan rancangan eksperimental dengan Post Test Only

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan rancangan eksperimental dengan Post Test Only 32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian menggunakan rancangan eksperimental dengan Post Test Only Control Group Design. Melibatkan dua kelompok subyek, dimana salah satu kelompok

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan rancangan post test only control group design. Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. dengan rancangan post test only control group design. Penelitian 22 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimental laboratorium dengan rancangan post test only control group design. Penelitian dilakukan dengan beberapa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan rancangan eksperimental dengan randomized pre post test control

BAB III METODE PENELITIAN. dengan rancangan eksperimental dengan randomized pre post test control 37 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian dengan rancangan eksperimental dengan randomized pre post test control group

Lebih terperinci

PENGARUH AIR REBUSAN DAUN SALAM

PENGARUH AIR REBUSAN DAUN SALAM PENGARUH AIR REBUSAN DAUN SALAM (Eugenia polyantha Wight) SEBAGAI BAHAN DESINFEKSI DENGAN TEKNIK SEMPROT TERHADAP JUMLAH KOLONI BAKTERI RONGGA MULUT PADA CETAKAN ALGINAT SKRIPSI diajukan guna melengkapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda disebut juga Eelworms (cacing seperti akar berkulit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda disebut juga Eelworms (cacing seperti akar berkulit BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmitted Helminths 1. Pengertian Nematoda disebut juga Eelworms (cacing seperti akar berkulit halus)cacing tersebut menggulung dan berbentuk kumparan dan biasanya mempunyai

Lebih terperinci

EFEK ANTIHELMINTIK INFUSA HERBA SAMBILOTO (Andrographis paniculata, Nees) TERHADAP Ascaris suum SECARA in vitro SKRIPSI

EFEK ANTIHELMINTIK INFUSA HERBA SAMBILOTO (Andrographis paniculata, Nees) TERHADAP Ascaris suum SECARA in vitro SKRIPSI EFEK ANTIHELMINTIK INFUSA HERBA SAMBILOTO (Andrographis paniculata, Nees) TERHADAP Ascaris suum SECARA in vitro SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran RANI TIYAS BUDIYANTI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit yang masih menjadi fokus utama masyarakat Internasional serta

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit yang masih menjadi fokus utama masyarakat Internasional serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit yang masih menjadi fokus utama masyarakat Internasional serta merupakan jenis penyakit yang berpotensi mematikan adalah demam berdarah dengue (DBD). World

Lebih terperinci

ABSTRAK. EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN PARE ( Momordica charantia ) SEBAGAI LARVASIDA TERHADAP AEDES AEGYPTI

ABSTRAK. EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN PARE ( Momordica charantia ) SEBAGAI LARVASIDA TERHADAP AEDES AEGYPTI ABSTRAK EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN PARE ( Momordica charantia ) SEBAGAI LARVASIDA TERHADAP AEDES AEGYPTI Dwi Iriani Sutami, 2007 Pembimbing I : Budi Widyarto Lana, dr. Pembimbing II: Lusiana darsono, dr.,

Lebih terperinci

ABSTRACT. THE ANTHELMINTIC EFFECT OF PAPAYA SEEDS (Caricae semen) ON Ascaris suum IN VITRO

ABSTRACT. THE ANTHELMINTIC EFFECT OF PAPAYA SEEDS (Caricae semen) ON Ascaris suum IN VITRO ABSTRACT THE ANTHELMINTIC EFFECT OF PAPAYA SEEDS (Caricae semen) ON Ascaris suum IN VITRO Dewi Sylvia Kartika, 2005 1 st Tutor: Budi Widyarto.L,dr 2 nd Tutor:MeilinahHidayat,dr.Mkes Worm infection happen

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Askariasis adalah infeksi parasit yang disebabkan oleh Ascaris lumbricoides. Parasit ini bersifat kosmopolitan karena tersebar luas di seluruh dunia terutama di daerah

Lebih terperinci

Interpretasi: Output Test of Homogenity of Variance Dari hasil output diatas dapat diketahui nilai probabilitas untuk hasil belajar dengan nilai

Interpretasi: Output Test of Homogenity of Variance Dari hasil output diatas dapat diketahui nilai probabilitas untuk hasil belajar dengan nilai 1. Seorang mahasiswa melakukan penelitian eksperimen pendidikan dengan judul Perbandingan Model Pembelajaran Picture And Picture Dan Reciprocal Teaching Dengan Media Power Point Terhadap Biologi Pokok

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecacingan 1. Definisi Kecacingan secara umum merupakan infeksi cacing (Soil transmitted helminthiasis) yang disebabkan oleh cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk

Lebih terperinci

CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER

CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER PENGAMATAN EPIDEMIOLOGI HASIL PEMERIKSAAN KECACINGAN di SD MUH. KEDUNGGONG, SD DUKUH NGESTIHARJO,SDN I BENDUNGAN dan SD CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cacing Ascaris suum Goeze yang menyerang ternak, terutama pada babi muda

BAB I PENDAHULUAN. cacing Ascaris suum Goeze yang menyerang ternak, terutama pada babi muda BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Askariasis merupakan salah satu infeksi parasit usus yang paling sering terjadi serta ditemukan di seluruh dunia.penyakit askariasis disebabkan oleh cacing Ascaris

Lebih terperinci

Pada siklus tidak langsung larva rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan

Pada siklus tidak langsung larva rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan sehingga parasit tertelan, kemudian sampai di usus halus bagian atas dan menjadi dewasa. Cacing betina yang dapat bertelur kira-kira 28 hari sesudah infeksi. 2. Siklus Tidak Langsung Pada siklus tidak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis / Rancangan Penelitian dan Metode Pendekatan Jenis penelitian ini adalah explanatori research, dan pelaksanaanya menggunakan metode eksperimen murni, hal ini berfungsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kecacingan adalah masalah kesehatan yang masih banyak ditemukan. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), lebih dari 1,5

I. PENDAHULUAN. Kecacingan adalah masalah kesehatan yang masih banyak ditemukan. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), lebih dari 1,5 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecacingan adalah masalah kesehatan yang masih banyak ditemukan. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), lebih dari 1,5 miliar orang atau 24% dari populasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Subjek Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMA KRISTEN 1 Salatiga yang terletak di Jl. Osa Maliki no. 32 Salatiga. Subjek penelitian adalah kelas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan konsentrasi ekstrak daun

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan konsentrasi ekstrak daun 36 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan konsentrasi ekstrak daun

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI EKSTRAK DAUN PEPAYA (Carica papaya L.) TERHADAP MORTALITAS CACING Ascaris suum DEWASA SECARA IN VITRO SKRIPSI

PENGARUH KONSENTRASI EKSTRAK DAUN PEPAYA (Carica papaya L.) TERHADAP MORTALITAS CACING Ascaris suum DEWASA SECARA IN VITRO SKRIPSI PENGARUH KONSENTRASI EKSTRAK DAUN PEPAYA (Carica papaya L.) TERHADAP MORTALITAS CACING Ascaris suum DEWASA SECARA IN VITRO SKRIPSI Oleh: Syafi Syaiqur Rahman NIM 090210103030 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan

Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan 39 Lampiran 2. Gambar tumbuhan pisang raja (Musa paradisiaca Linn.) 40 Lampiran 3. Gambar pengolahan air bonggol pisang raja a b c d e f Keterangan: a. Batang pisang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil identifikasi daun poguntano (Picria fel-terrae Lour.)

Lampiran 1. Hasil identifikasi daun poguntano (Picria fel-terrae Lour.) Lampiran 1. Hasil identifikasi daun poguntano (Picria fel-terrae Lour.) 114 Lampiran 2 Simplisia daun poguntano (Picria fel-terrae Lour.) A a b Keterangan: a. Gambar daun poguntano b. Gambar simplisia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Subyek pada penelitian ini adalah bakteri Enterococcus faecalis yang

BAB III METODE PENELITIAN. Subyek pada penelitian ini adalah bakteri Enterococcus faecalis yang BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan termasuk jenis penelitian eksperimental laboratoris murni yang dilakukan secara in vitro. B. Subyek Penelitin Subyek pada penelitian

Lebih terperinci