ANALISIS KESEDIAAN MENERIMA DANA KOMPENSASI DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT ADHITA RAMADHAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS KESEDIAAN MENERIMA DANA KOMPENSASI DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT ADHITA RAMADHAN"

Transkripsi

1 ANALISIS KESEDIAAN MENERIMA DANA KOMPENSASI DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT ADHITA RAMADHAN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 RINGKASAN ADHITA RAMADHAN. Analisis Kesediaan Menerima Dana Kompensasi di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung Kota Depok Jawa Barat. Dibimbing Oleh PINI WIJAYANTI Saat ini sampah merupakan masalah nasional di Indonesia, terutama di kota-kota besar dengan jumlah penduduk yang padat. Hal ini terkait dengan paradigma lama pengelolaan sampah yaitu, sampah hanya dikumpulkan, diangkut, dan dibuang di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) tanpa adanya pengolahan sampah. Kota Depok merupakan salah satu kota di Indonesia dengan jumlah penduduk yang padat dan keterbatasan lahan, oleh karena itu Kota Depok hanya memiliki satu TPAS yaitu TPAS Cipayung. Sejak berdirinya TPAS Cipayung dari tahun , Pemkot Depok belum memiliki Unit Pengolahan Sampah (UPS). Sampah di TPAS Cipayung selama ini hanya ditimbun terus menerus, sehingga saat ini TPAS menjadi over limit. Hal ini menimbulkan eksternalitas negatif berupa penurunan kualitas lingkungan bagi masyarakat yang tinggal di sekitar TPAS. Masyarakat yang terkena dampak negatif dari keberadaan TPAS berhak menerima kompensasi. Masyarakat menunut adanya penanganan lebih lanjut dari Pemkot Depok untuk mengatasi masalah ini. Pemkot Depok berinisiatif untuk memberikan dana kompensasi kepada masyarakat Cipayung yang terkena dampak negatif, sebagai ganti rugi atas penurunan kualitas lingkungan namun besarnya nilai kompensasi belum ditentukan. Tujuan utama penelitian ini adalah mengetahui besar dana kompensasi yang bersedia diterima masyarakat. Adapun tujuan lain yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu: (1) mengkaji persepsi masyarakat Kelurahan Cipayung terhadap keberadaan TPAS Cipayung, (2) menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan masyarakat dalam menerima dana kompensasi,(3) mengkuantifikasikan besarnya nilai dana kompensasi yang bersedia diterima masyarakat dan menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tersebut. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Cipayung, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok, Jawa Barat. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Penelitian ini menggunakan pendekatan Contingent Valuation Method dengan alat analisis yaitu analisis regresi logistik untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan masyarakat menerima dana kompensasi, analisis regresi berganda untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai dana kompensasi yang bersedia diterima masyarakat, dan analisis Willingness to Accept untuk mengkuantifikasikan besarnya nilai dana kompensasi yang bersedia diterima masyarakat. Kondisi lingkungan Cipayung setelah keberadaan TPAS dinilai oleh masyarakat sekitar mengalami penurunan kualitas lingkungan apabila dibandingkan dengan kondisi sebelum didirikannya TPAS. Sebagian besar masyarakat menyatakan bersedia menerima dana kompensasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan masyarkat untuk menerima dana kompensasi adalah tingkat pendidikan dan jarak rumah dari lokasi TPAS. Nilai dana kompensasi yang bersedia diterima masyarakat atas keberadaan TPAS sebesar Rp ,00/bulan/KK dan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tersebut adalah tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, jarak rumah dari TPAS, besarnya biaya yang dikeluarkan responden untuk menggulangi dampak negatif, dan pendapatan.

3 ANALISIS KESEDIAAN MENERIMA DANA KOMPENSASI DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT ADHITA RAMADHAN Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

4 Judul Skripsi : Analisis Kesediaan Menerima Dana Kompensasi di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung Kota Depok Jawa Barat Nama : Adhita Ramadhan NRP : H Disetujui, Dosen Pembimbing Pini Wijayanti, SP, M.Si NIP: Diketahui, Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc NIP: Tanggal Lulus:

5 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ANALISIS KESEDIAAN MENERIMA DANA KOMPENSASI DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. Bogor, 27 Agustus 2009 Adhita Ramadhan H

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 31 Desember Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Achmad Ramadhan dan Nurhotma Ita Ritonga. Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Islam Iqro pada tahun 1993, lalu melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri 01 Kedaung. Pada tahun 1999, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 12 Jakarta dan melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Umum Negeri 34 Jakarta dan masuk dalam program IPA pada tahun Pada tahun 2005, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di berbagai kegiatan kemahasiswaan sebagai fotografer Koran Kampus Institut Pertanian Bogor periode 2005/2006 dan staf divisi Information and Communication Resources Environmental and Economic Student Association (REESA) Periode 2007/2008.

7 KATA PENGANTAR Segala puji senantiasa dipanjatkan ke khadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Sampah merupakan masalah nasional di Indonesia, terutama di kota-kota besar dengan jumlah penduduk yang semakin padat. Semakin padatnya penduduk menyebabkan semakin tingginya tingkat konsumsi yang akhirnya berdampak pada semakin banyaknya jumlah sampah yang dihasilkan. Sementara itu paradigma lama pengelolaan sampah hanya dikumpulkan, diangkut dan dibuang di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS). Tidak adanya pengolahan sampah menyebabkan sampah terus menumpuk hingga TPAS menjadi over limit dan menimbulkan eksternalitas negatif berupa penurunan kualitas lingkungan hidup bagi masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi TPAS. Masyarakat yang terkena dampak negatif berhak menerima dana kompensasi sebagai ganti rugi penurunan kualitas lingkungan. Maka disusunlah skripsi ini dengan judul Analisis Kesediaan Menerima Dana Kompensasi di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung, Kota Depok, Jawa Barat Tidak ada gading yang tak retak. Sksipsi ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kritik dan saran konstruktif diperlukan untuk hal yang lebih baik. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kemaslahatan umat dan bernilai ibadah dalam pandangan ALLAH SWT. Amien. Bogor, Agustus 2009 Penulis

8 UCAPAN TERIMA KASIH Proses penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada: 1. Ibu Pini Wijayanti, SP, M.Si atas bimbingan dan arahan serta motivaasi yang diberikan selama proses penyusunan skripsi ini. 2. Ibu Dr. Ir. Eka Intan KumaIa Putri, MS dan Bapak Novindra, SP atas kesediaannya menjadi dosen penguji. 3. Pihak Pemerintah Kota Depok khususnya Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok dan Kelurahan Cipayung yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian serta bantuan yang diberikan kepada penulis. 4. Papa (Achmad Ramadhan), Mama (Nurhotmaita Ritonga), adik-adik (Putra dan Ardi) dan seluruh keluarga yang telah melimpahkan kasih sayang, doa serta dukungan yang tak terhingga nilainya. 5. Bayu Mahardhika Putra, S.Kom atas kesediaannya memberikan motivasi, semangat, dan dorongan dalam penelitian ini. 6. Teman-teman sebimbingan (etha dan garna), mba Nuva, tri, ratih, nani, dan teman-teman di ESL 42, atas kebersamaannya selama ini dan juga semua keceriaan yang pernah kita lewati bersama. 7. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

9 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman i I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA Sampah Pengertian Sampah Penggolongan Sampah Pengelolaan dan Pengolahan Sampah Dampak Sampah Terhadap Masyarakat Persepsi Semantic Differential Eksternalitas Metode Estimasi Penilaian Lingkungan dengan Contingent Valuation Method Regresi Logistik Penelitian Terdahulu III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Operasional VI. METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengambilan Contoh Metode dan Prosedur Analisis Analisis Persepsi Responden Terhadap Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung Analisis Kesediaan Menerima dari Responden Terhadap Dana Kompensasi Analisis Nilai WTA dari Masyarakat Terhadap TPAS Cipayung Analisis Fungsi Willingness to Accept V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Keadaan Umum Kelurahan Cipayung ii iv v vii

10 5.1.2 Kependudukan Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung Sampah di Kota Depok Volume Sampah Penanganan Sampah Karakteristik Responden Jenis Kelamin Usia Pendidikan Formal Jenis Pekerjaan Tingkat Pendapatan Jumlah Tanggungan Lama Tinggal di Kelurahan Cipayung Jarak Tempat Tinggal dari TPAS Cipayung VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Persepsi Masyarakat Kelurahan Cipayung Terhadap Keberadaan TPAS Persepsi Masyarakat Terhadap Kondisi Lingkungan Sebelum dan Sesudah Keberadaan TPAS Persepsi Responden Atas Keberadaan TPAS Cipayung Analisis Kesediaan Menerima Responden Terhadap Dana... Kompensasi Analisis Willingness to Accept Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Willingness... to Accept VII. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran VIII. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 98

11 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1 Data Sepuluh Jenis Penyakit Terbesar Tahun 2003 di Kelurahan Cipayung Kota Depok Matriks Metode Analisis Data Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin di Kelurahan Cipayung Tahun Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencahariannya di Kelurahan Cipayung Tahun Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kelurahan Cipayung Tahun Timbulan Sampah dan Sampah Terangkut di Kota Depok Pada Bulan Januari-Desember Hasil Perhitungan Persepsi Masyarakat terhadap Kondisi Lingkungan Sebelum dan Setelah Keberadaan TPAS Hasil Perhitungan Persepsi Masyarakat Atas Keberadaan TPAS Cipayung Hasil Analisa Regresi Logistik Kesediaan Menerima Responden Terhadap Dana Kompensasi Distribusi WTA Responden di Kelurahan Cipayung Tahun Total WTA (TWTA) Responden di Kelurahan Cipayung Tahun Hasil Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai WTA... 89

12 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 13 Grafik Perkiraan Timbulan Sampah Menurut Provinsi di Indonesia Periode Volume Sampah yang Dihasilkan Wilayah Pelayanan TPAS Cipayung Periode Januari-Juni (2008) Pertumbuhan Penduduk Kota Depok Periode Transformasi Distribusi Kurva S Menjadi Distribusi Linier Diagram Alur Kerangka Berpikir Peta TPAS Cipayung di Kota Depok Tahun Kondisi Cekungan di TPAS Cipayung Aktivitas Pemulung di TPAS Cipayung Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kelurahan Cipayung Tahun Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan di Kelurahan Cipayung Tahun Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan di Kelurahan Cipayung Tahun Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan di Kelurahan Cipayung Tahun Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Tinggal di Kelurahan Kelurahan Cipayung Tahun Karakteristik Responden Berdasarkan Jarak Tempat Tinggal dari TPAS di Kelurahan Cipayung Tahun Persentase Responden Berdasarkan Pernah Mengalami Penyakit di Kelurahan Cipayung Tahun Persentase Jenis Penyakit yang Banyak Dialami Masyarakat di Kelurahan Cipayung Tahun Persepsi Responden Berdasarkan Penilaian Dampak Negatif. Sampah di Kelurahan Cipayung Tahun Persentase Responden Berdasarkan Dampak Negatif yang Dialami Masyarakat Cipayung Tahun Persepsi Responden Berdasarkan Penilaian Kondisi Air, Udara, dan Lingkungan di Kelurahan Cipayung Tahun Persepsi Responden Berdasarkan Penilaian Kondisi Pemukiman Saat ini di Kelurahan Cipayung Tahun Persepsi Responden Berdasarkan Penilaian Kondisi Sampah di TPAS Saat ini di Kelurahan Cipayung Tahun

13 34 Persepsi Responden Berdasarkan Penilaian Mengganggu atau Tidaknya Keberadaan TPAS di Kelurahan Cipayung Tahun Dugaan Kurva WTA Responden di Kelurahan Cipayung Tahun

14 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 36 Kuesioner Penelitian Tabulasi Karakteristik Responden Masyarakat di Sekitar TPAS Cipayung Kota Depok Tahun Tabulasi Persepsi Responden Masyarakat Cipayung Tentang Kondisi Lingkungan di Sekitar TPAS Cipayung Kota Depok Tahun Tabulasi Persepsi Responden Atas Keberadaan TPAS Cipayung Kota Depok Tahun Hasil Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesediaan Menerima Responden Terhadap Dana Kompensasi Hasil Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai WTA Uji Regresi Berganda Nilai Willingness to Accept Responden Gambar Lokasi TPAS Cipayung Peta Kelurahan Cipayung

15 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelangsungan hidup manusia tidak terlepas dari kebutuhan jasa lingkungan. Manusia memperoleh daya dan tenaga serta pemenuhan kebutuhan primer, sekunder, tersier, dan kebutuhan lainnya dari lingkungan hidup. Oleh karena itu lingkungan harus tetap terjaga agar tetap bisa memberikan manfaat bagi manusia. Timbulnya masalah lingkungan diakibatkan oleh adanya interaksi antara aktivitas manusia, aktivitas ekonomi, dan eksistensi sumberdaya alam yang berdampak timbulnya degradasi kualitas lingkungan. Aktivitas ekonomi yang dilakukan tanpa memikirkan keseimbangan ekologi dapat menyebabkan penurunan daya dukung dan bahkan mungkin terjadinya kerusakan pada sumberdaya alam dan lingkungan. Salah satu aktivitas manusia yang menyebabkan kerusakan lingkungan adalah konsumsi. Laju pertumbuhan penduduk yang sangat pesat mengakibatkan tingginya aktivitas manusia yang berpengaruh pada meningkatnya konsumsi. Tingginya tingkat konsumsi masyarakat serta aktivitas lainnya berdampak semakin bertambahnya pula sampah yang dihasilkan. Hal ini terjadi karena selain diproduksinya barang positif (goods and services), juga dihasilkannya barang negatif salah satunya adalah sampah. Saat ini sampah merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi oleh masyarakat karena dapat menyebabkan kotornya lingkungan yang pada akhirnya akan menurunkan kualitas lingkungan hidup. Menurut Hadiwiyoto (1983), faktor yang menentukan jumlah dan komposisi sampah yang dihasilkan oleh suatu kota adalah jumlah penduduk dan tingkat pertumbuhannya, tingkat pendapatan, pola

16 konsumsi masyarakat, pola penyediaan kebutuhan penduduk, kemajuan teknologi, serta iklim dan musim. Sampah merupakan masalah nasional di Indonesia saat ini. Hal ini timbul dikarenakan paradigma lama pengelolaan sampah yang kurang tepat. Pandangan pemerintah pada pengelolaan sampah hanya menyangkut hal sampah dikumpulkan, diangkut, dan kemudian dibuang. Jumlah sampah yang semakin meningkat terus setiap harinya tanpa adanya pengolahan sampah menjadi barang yang bermanfaat secara ekonomi, akan membuat sampah semakin menumpuk di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS). Sampah yang semakin menumpuk akan berdampak negatif pada penurunan kualitas lingkungan 1. Paradigma pengelolaan sampah seperti ini mengandalkan ketersediaan TPAS dan menganggap pencarian TPAS merupakan satu-satunya jalan dalam menangani masalah ini. Hal ini menjadi permasalahan penting yang harus di tangani daerah perkotaan, dimana daerah perkotaan sering dihadapkan pada kelangkaan lahan untuk TPAS. Berdasarkan data dari Kementrian Negara Lingkungan Hidup (KNLH) tahun 2008, kondisi sampah di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya. Hal ini terlihat dari jumlah sampah yang dihasilkan setiap provinsi di Indonesia yang setiap tahunnya meningkat. Terdapat lima provinsi yang menghasilkan sampah terbesar yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan DKI Jakarta. Perkiraan timbulan sampah kelima provinsi di Indonesia tersebut dapat dilihat pada Gambar diakses 2 Februari 2009

17 12 Timbulan Sampah (Gigagram) Tahun Jawa Barat DKI Jakarta Jawa Tengah Jawa Timur Sumatera Utara Gambar 1. Grafik Perkiraan Timbulan Sampah Menurut Provinsi di Indonesia Periode Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup (2008) Berdasarkan grafik pada Gambar 1, timbulan sampah pada kelima provinsi meningkat setiap tahunnya. Kota-kota besar di setiap provinsi menghasilkan jumlah sampah yang lebih besar dibandingkan kota-kota lainnya. Peningkatan jumlah sampah dipengaruhi oleh jumlah penduduk yang meningkat dan penanganan sampah di masing-masing kota. Timbulan sampah yang paling besar terdapat di Provinsi Jawa Barat. Kota Depok adalah salah satu kota di Provinsi Jawa Barat yang pembangunan dan pertumbuhan penduduknya sangat pesat. Sama seperti kotakota lainnya di Indonesia, Kota Depok memiliki permasalahan sampah yang harus dihadapi. Menurut Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Depok, permasalahan sampah di Kota Depok yaitu meningkatnya volume sampah di Kota Depok setiap tahun dan saat ini telah mencapai /hari. Namun yang terangkut oleh petugas kebersihan hanya /hari dan yang tidak terangkut berjumlah /hari. Meningkatnya volume sampah menyebabkan beban di

18 TPAS semakin berat. Sementara itu sarana dan prasarana pengolahan sampah di Kota Depok terbatas dan kesadaran masyarakat masih rendah terhadap inovasi pengelolaan sampah. Sampah yang dihasilkan wilayah Kota Depok dibuang ke TPAS Cipayung yang merupakan satu-satunya TPAS yang ada di Kota Depok. TPAS Cipayung menjadi satu-satunya TPAS di Kota Depok dikarenakan keterbatasan lahan di Kota Depok dengan jumlah penduduk yang semakin padat. Sampah yang masuk ke TPAS berasal dari pemukiman atau rumah tangga, pasar, pertokoan, restoran dan hotel, fasilitas umum dan sosial, jalan raya serta kawasan industri. Wilayah pelayanan TPAS Cipayung meliputi enam Kecamatan dan 63 Kelurahan yang berada di Kota Depok serta pasar. Kecamatan yang dilayani oleh TPAS Cipayung yaitu Kecamatan Cimanggis, Sukmajaya, Pancoran Mas, Beji, Sawangan, dan Limo. Volume sampah tertinggi yang masuk ke TPAS Cipayung berasal dari Kecamatan Sukmajaya. Data wilayah pelayanan TPAS Cipayung dan volume sampah yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 2. Volume Sampah (m3) Januari Februari Maret April Mei Juni Bulan Cimanggis Sukmajaya Pancoran Mas Beji Sawangan Limo Pasar Gambar 2. Volume Sampah yang Dihasilkan Wilayah Pelayanan TPAS Cipayung Periode Januari-Juni (2008) Sumber: Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok (2008).

19 Pemerintah Kota (Pemkot) Depok masih berpegang pada paradigma mengumpulkan, mengangkut, dan membuang dalam menangani masalah sampah. Sejak berdirinya TPAS Cipayung dari tahun , Pemkot Depok belum memiliki UPS (Unit Pengolahan Sampah). Kota Depok memiliki satu UPS sejak dua tahun terakhir ini. Sehingga sejak tahun 1987 sampai sekarang ini, sampah yang dibuang setiap harinya hanya ditimbun di TPAS tanpa adanya pengolahan sampah. Hal ini menyebabkan timbunan sampah yang menggunung mencapai m di TPAS Cipayung. Jumlah sampah yang meningkat terus seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan pembangunan berdampak pada dibutuhkannya TPAS yang lebih luas untuk menampung sampah dan UPS yang lebih banyak. Hal tersebut akan sulit dipenuhi karena kebutuhan lahan untuk keperluan lainnya seperti pemukiman juga akan meningkat, khususnya di Kota Depok yang semakin padat penduduknya. Kelurahan Cipayung ditetapkan oleh Pemkot Depok sebagai lokasi TPAS untuk seluruh warga Kota Depok. Keberadaan TPAS Cipayung selama 21 tahun telah membawa dampak yang cukup besar bagi masyarakat Kelurahan Cipayung. Dampak negatif yang dirasakan oleh warga adalah timbulnya polusi udara bau, banyaknya lalat-lalat yang menghinggapi rumah-rumah penduduk, serta berjangkitnya berbagai macam penyakit seperti Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA), penyakit kulit, TBC, dan diare. Para penduduk yang mengalami kerugian atas penurunan kualitas tersebut berhak memperoleh ganti rugi. Ganti rugi ini merupakan kompensasi dari rusaknya kualitas lingkungan yang diakibatkan adanya TPAS Cipayung. Selama

20 keberadaan TPAS Cipayung masyarakat tidak memperoleh dana kompensasi dalam bentuk material maupun non material. Masyarakat Cipayung yang terkena dampak negatif dari keberadaan TPAS menuntut adanya penanganan lebih lanjut dari Pemkot Depok untuk mengatasi masalah ini. Oleh karena itu Pemkot Depok berinisiatif untuk memberikan dana kompensasi kepada masyarakat Cipayung yang terkena dampak negatif, sebagai ganti rugi atas penurunan kualitas lingkungan. Namun besarnya nilai kompensasi belum ditentukan. Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu adanya studi mengenai besarnya dana kompensasi yang bersedia diterima oleh masyarakat yang tinggal di sekitar TPAS Cipayung. Kompensasi ini terkait dengan kesediaan menerima (Willingness to Accept) dari masyarakat terhadap penurunan kualitas lingkungan. 1.2 Perumusan Masalah Kota Depok telah menetapkan Kelurahan Cipayung sebagai lokasi TPAS. Alasan utama dipilihnya Kelurahan Cipayung sebagai Lokasi TPAS yaitu bahwa di wilayah Cipayung terdapat banyak cekungan dan bukit kapur. Secara teknis bebatuan atau tanah kapur akan mengurangi dampak negatif timbulan sampah seperti bau serta membantu proses penguraian sampah. Keberadaan TPAS Cipayung yang sekarang memiliki luas 11.6 ha ini telah berlangsung sejak tahun Kewenangan dalam pengoperasian TPAS dipegang oleh Pemkot Depok sejak berdirinya TPAS sampai sekarang. Kegiatan penanganan sampah kota Depok selama ini meliputi : (1) pengambilan sampah dari sumbernya, (2) pengangkutan sampah ke TPAS Cipayung, dan (3) pengolahan sampah dengan teknologi

21 sanitary landfill (setiap ketinggian 2 m tumpukan sampah ditimbun dengan 40 cm lapisan tanah). Pada dasar timbunan itu dibuat saluran air yang mengalir ke sungai di sekitar lokasi TPAS Cipayung. TPAS Cipayung menampung pembuangan sampah dari seluruh kota Depok dalam pengoperasiannya. Berdasarkan data dari DKP Kota Depok volume sampah terus meningkat setiap tahunnya dan saat ini volume sampah yang masuk ke TPAS Cipayung setiap harinya sebesar Hal ini seiring dengan jumlah penduduk Kota Depok yang semakin lama semakin padat. Jumlah penduduk yang semakin padat setiap tahun dapat dilihat dari statistik pertumbuhan penduduk Kota Depok dari tahun pada Gambar 3. Jumlah Penduduk (0rang) Tahun Penduduk Kota Depok Gambar 3. Pertumbuhan Penduduk Kota Depok Periode Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Depok (2008) Berdasarkan Gambar 3, jumlah penduduk Kota Depok meningkat pesat setiap tahunnya. Semakin padatnya penduduk menyebabkan semakin tingginya tingkat konsumsi penduduk yang pada akhirnya berdampak pada meningkatnya jumlah sampah yang dihasilkan penduduk Kota Depok. Sejak beroperasinya TPAS Cipayung dari tahun 1987 sampai tahun 2007, Pemkot Depok belum mendirikan satupun UPS. Baru dua tahun belakangan ini Pemkot

22 Depok mulai membangun UPS dan baru satu UPS yang telah dibangun sampai tahun Sehingga sampah yang diangkut setiap harinya oleh truk-truk pengangkutan sampah hanya dibuang dan ditumpuk di TPAS Cipayung. Padahal setiap harinya sampah yang dihasilkan warga Kota Depok semakin bertambah seiring dengan semakin padatnya penduduk. Hal ini berdampak pada TPAS Cipayung sudah over limit. TPAS Cipayung yang saat ini sudah over limit mengindikasikan bahwa pengelolaan sampah yang ada selama ini belum dilaksanakan secara optimal. Hal ini dikarenakan hanya terdapat satu UPS sampah untuk mengolah dan mengurangi jumlah sampah yang semakin meningkat. Penanganan TPAS yang tidak berjalan sebagaimana mestinya dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Semakin banyaknya sampah yang masuk ke TPAS Cipayung berdampak pada meningkatnya polusi udara di wilayah sekitar TPAS, ditambah lagi lokasi TPAS yang berada di tengah-tengah pemukiman warga. Dampak negatif yang dirasakan warga adalah timbulnya polusi udara bau, banyaknya lalat-lalat yang menghinggapi rumah-rumah penduduk, serta berjangkitnya berbagai macam penyakit seperti Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA), penyakit kulit, TBC, dan diare. Data Puskesmas setempat juga menunjukan bahwa ISPA menempati urutan pertama dalam kategori sepuluh jenis penyakit terbesar tahun Selain ISPA penyakit yang banyak diderita masyarakat Cipayung adalah penyakit kulit, hal ini diperkirakan akibat dari air yang tercemar sebagai dampak keberadaan TPAS. Data sepuluh jenis penyakit terbesar tahun 2003 di Kelurahan Cipayung Kota

23 Depok dapat dilihat pada Tabel 1. Data pada tahun setelah tahun 2003 belum tersedia. Tabel 1. Data Sepuluh Jenis Penyakit Terbesar Tahun 2003 di Kelurahan Cipayung Kota Depok No Uraian Jenis Penyakit Jumlah Orang 1 ISPA Penyakit Kulit Febris yang sebabnya tidak diketahui Gangguan gigi Gastritis Diare Hipertensi Conjunctivitis Sakit Kepala Myeligia 268 Jumlah Sumber: Kelurahan Cipayung (2003) Warga sekitar TPAS harus menanggung semua dampak yang diberikan oleh keberadaan timbunan sampah yang sudah mencapai ketinggian 35 m. Telah banyak kerugian yang diterima masyarakat Kelurahan Cipayung, termasuk terganggunya kesehatan akibat lalat-lalat yang menimbulkan berbagai penyakit dan tingginya polusi udara bau dari sampah. Warga yang terkena penyakit harus berobat dan mengeluarkan biaya pengobatan. Dampak keberadaan TPAS Cipayung bagi masyarakat Cipayung bukan hanya kerugian fisik saja namun juga kerugian material. Permasalahan pengelolaan sampah di Kota Depok tidak mudah untuk diatasi. Pada satu sisi Kota Depok memerlukan TPAS untuk membuang sampah seluruh warga, namun di sisi lain warga yang berada di sekitar lokasi harus menanggung kerugian dari keberadaan TPAS. Hal ini menimbulkan konflik antara Pemkot Depok dengan warga Cipayung, karena warga yang terkena dampak negatif dari

24 keberadaan TPAS selama 21 tahun ini terus menuntut adanya ganti rugi kepada Pemkot Depok. Selama ini Pemkot Depok belum pernah memberikan ganti rugi dalam bentuk apapun kepada warga Cipayung yang mengalami kerugian atas keberadaan TPAS. Oleh karena itu perlu adanya singkronisasi antara kepentingan akan TPAS dengan kerugian yang harus ditanggung warga Cipayung. Demi terwujudnya singkronisasi tersebut, Pemkot Depok berinisiatif untuk memberikan dana kompensasi kepada masyarakat Cipayung. Namun besarnya dana kompensasi belum ditentukan. Dana kompensasi ini sebagai pertanggungjawaban kepada masyarakat Cipayung atas kerugian yang dialami dari keberadaan TPAS. Kompensasi ini merupakan ganti rugi atas penurunan kualitas lingkungan yang diterima warga Cipayung. Penelitian mengenai besarnya dana kompensasi atas keberadaan TPAS telah dilakukan sebelumnya, namun belum dilakukan di wilayah Cipayung. Informasi ini penting untuk wilayah Cipayung yang warganya terkena dampak negatif dari keberadaan TPAS Cipayung. Berdasarkan keadaan tersebut, peneliti menganggap penting dilakukannya studi yang mengkaji tentang besarnya dana kompensasi yang bersedia diterima oleh masyarakat yang bermukim di sekitar TPAS Cipayung, terkait dengan Willingness to Accept (WTA) masing-masing. Berdasarkan perumusan di atas, maka perumusan masalah ini adalah: 1. Bagaimana persepsi masyarakat Kelurahan Cipayung terhadap keberadaan TPAS Cipayung?

25 2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi kesediaan masyarakat dalam menerima dana kompensasi? 3. Berapa besarnya nilai dana kompensasi (WTA) yang bersedia diterima masyarakat dan faktor-faktor apa yang mempengaruhinya? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengkaji persepsi masyarakat Kelurahan Cipayung terhadap keberadaan TPAS Cipayung. 2. Menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan masyarakat dalam menerima dana kompensasi. 3. Mengkuantifikasikan besarnya nilai dana kompensasi (WTA) yang bersedia diterima masyarakat dan menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tersebut. 1.4 Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1. Pemkot Depok selaku penentu kebijakan sebagai informasi untuk bahan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan sampah di TPAS Cipayung dan informasi mengenai penilaian masyarakat terhadap lingkungan dari segi ekonomi.

26 2. Masyarakat sebagai informasi untuk lebih mengenal keberadaan lingkungan sehingga partisipasi dalam menjaga keberlangsungan lingkungan tersebut dapat terus ditingkatkan. 3. Penelitian selanjutnya sebagai bahan referensi. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian TPAS Cipayung memberikan eksternalitas positif dan negatif kepada masyarakat sekitarnya. Pada penelitian ini hanya mengkaji dampak negatif dari keberadaan TPAS Cipayung terhadap warga di sekitar lokasi TPAS. Dampak negatif hanya diukur melalui besarnya nilai dana kompensasi yang bersedia di terima oleh masyarakat berdasarkan akibat yang ditanggung dari eksternalitas negatif. Sedangkan keuntungan yang diperoleh masyarakat dari eksternalitas positif TPAS tidak diteliti.

27 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah Sampah di banyak negara, baik negara yang sudah maju maupun di negara berkembang merupakan suatu masalah yang harus dihadapi. Hal ini disebabkan karena dampak sampah yang begitu luas, terutama dalam kaitanya dengan masalah lingkungan. Berikut ini akan dijelaskan pengertian dari sampah, penggolongan sampah, dan pengelolaan sampah Pengertian Sampah Sampah adalah segala sesuatu yang tidak terpakai lagi dan harus dibuang (Widyati dan Yuliarsih, 2002). Menurut Murthado dan Said (1987) sampah adalah istilah umum yang sering digunakan untuk menyatakan limbah padat. Sedangkan limbah itu sendiri pada dasarnya berarti suatu bahan yang dibuang atau terbuang dari suatu aktivitas manusia, maupun proses-proses alam dan tidak atau belum mempunyai nilai ekonomi, bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi yang negatif. Sampah dikatakan mempunyai nilai negatif karena penanganan untuk membuang atau membersihkannya memerlukan biaya yang cukup besar, disamping juga dapat mencemari lingkungan. Sampah adalah zat-zat atau benda-benda yang sudah tidak terpakai lagi, baik berupa bahan buangan yang berasal dari rumah tangga maupun pabrik sebagai sisa proses industri (Apriadji, 2002). Kesimpulan yang didapat bahwa sampah merupakan bahan buangan yang tidak berguna atau bahan sisa dan dapat menimbulkan gangguan pada kelestarian lingkungan dan menyebabkan pencemaran.

28 2.1.2 Penggolongan Sampah Sampah dapat digolongkan ke dalam beberapa kategori, menurut jenisnya sampah dibagi menjadi: sampah organik seperti daun dan lain-lain, sampah plastik, sampah kertas dan kelompok logam serta kayu (Soekarman, 1983). Menurut Hadiwiyoto (1983) sampah digolongkan menjadi tujuh kelompok berdasarkan kriteria masing-masing, yaitu: a. Berdasarkan asalnya digolongkan menjadi sampah dari hasil kegiatan rumah tangga, sampah dari hasil kegiatan pertanian, sampah dari hasil kegiatan perdagangan, sampah dari hasil pembangunan dan sampah jalan raya. b. Berdasarkan komposisinya dibedakan menjadi sampah seragam dan sampah campuran. c. Berdasarkan bentuknya dibedakan menjadi sampah padat, cair dan gas. d. Berdasarkan lokasinya dibedakan menjadi sampah kota dan sampah daerah. e. Berdasarkan proses terjadinya dibedakan menjadi sampah alami dan sampah non-alami. f. Berdasarkan sifatnya dibedakan menjadi sampah organik dan sampah non organik. g. Berdasarkan jenisnya dibedakan menjadi sampah makanan, sampah kebun, sampah kertas, sampah plastik, karet, kulit, sampah kain, sampah kayu, sampah logam, sampah gelas dan keramik, sampah berupa abu dan debu. Sampah rumah tangga dapat berupa sampah basah, sampah kering, sampah lebut, dan sampah besar (Widyatmoko dan Sintorini, 2003). Sampah lainnya adalah sampah pasar. Sampah pasar dengan jumlah besar akan dijumpai pada pasar yang mempunyai aktivitas perdagangan dengan aneka ragam jenis barang

29 yang diperjualbelikan. Sampah pasar umumnya terdiri dari sampah atau buangan padatan yang berasal dari para pedagang sayuran, sampah pasar umumnya terdiri dari sampah mudah lapuk (garbage) atau sampah organik yang merupakan potongan-potongan sisa sortasi sayur, buah, makanan sisa dan lain-lain Pengelolaan dan Pengolahan Sampah Sampah memerlukan pengelolaan yang hati-hati dan baik agar mengurangi dampak pencemaran terhadap lingkungan. Menurut Murtadho dan Said (1987) pengelolaan sampah adalah perlakuan atau tindakan yang dilakukan terhadap sampah yang meliputi pengumpulan, pengangkutan, penyimpanan dan pengolahan. Sedangkan menurut Hadiwiyoto (1983), penanganan sampah ialah perlakuan terhadap sampah untuk memperkecil atau menghilangkan masalahmasalah yang dalam kaitannya dengan lingkungan dapat ditimbulkan. Oleh karena itu dapat disimpulkan pengelolaan sampah adalah perlakuan terhadap sampah untuk mengurangi masalah-masalah yang berkaitan tentang lingkungan. Menurut Kastaman dan Kramadibrata (2007) pengelolaan sampah meliputi pewadahan sampah, pengumpulan sampah, pemindahan sampah, pengangkutan sampah, pengelolaan dan pemanfaatan sampah, serta pembuangan akhir sampah di TPAS. Metode pembuangan akhir yang banyak dikenal adalah : a. Open dumping, yakni membuang sampah pada tempat pembuangan sampah akhir secara terbuka di suatu lokasi tertentu. b. Control landfill, yakni pembuangan sampah pada tempat pembuangan sampah akhir seperti halnya pada open dumping, namun disini terdapat proses pengendalian atau pengawasan sehingga lebih tertata.

30 c. Sanitary landfill, yakni pembuangan sampah pada tempat pembuangan sampah akhir dengan menimbun sampah ke dalam tanah hingga periode waktu tertentu. Cara ini dapat menekan polusi atau bau dan kebersihan lingkungan lebih baik dari metode lainnya. Konsekuensi dari pembuangan sampah di tempat pembungan sampah akhir ini adalah dibutuhkannya lahan yang luas serta biaya pengelolan yang besar. Pemanfaatan sampah sangat membantu untuk mengurangi jumlah sampah yang berada di lingkungan, dengan memanfaatkan sampah berarti memberikan nilai tambah pada sampah yang semula tidak mempunyai nilai ekonomi menjadi bahan yang mempunyai nilai ekonomi. Penanganan dalam bentuk lainnya dapat mengembalikan (recycling) sampah (limbah padat) menjadi bahan-bahan yang bermanfaat atau yang disebut daur ulang (recycle) Dampak Sampah Terhadap Masyarakat Apabila sampah tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan dampak negatif, begitupun sebaliknya pengelolaan yang dilakukan dengan baik dan semaksimal mungkin akan menimbulkan dampak Positif. Dampak-dampak tersebut adalah sebagai berikut : 1. Dampak Negatif Hadiwiyoto (1983) mengatakan bahwa jika ditinjau dari segi keseimbangan lingkungan, kesehatan, keamanan, dan pencemaran, sampah dapat menimbulkan gangguan pencemaran sebagai berikut: a. Tumpukan sampah dapat menimbulkan kondisi fisik dan kimia yang tidak sesuai dengan lingkungan yang normal. Biasanya dapat menyebabkan

31 kenaikan suhu dan perubahan ph tanah. Keadaan ini akan mengganggu kehidupan di sekitarnya. b. Tumpukan sampah dapat menjadi media berkembangbiak dan tempat mencari makan bagi lalat atau tikus yang akhirnya menjadi tempat berkembang bibit penyakit. c. Sampah dapat menimbulkan pencemaran udara karena selama proses pembusukan dihasilkan gas-gas beracun, bau tidak sedap, daerah yang becek, dan berlumpur terutama pada musim penghujan. d. Kontak langsung dengan sampah yang mengandung kuman penyakit, misalnya sampah yang berasal dari rumah sakit. e. Pasokan air minum yang mengalami kontaminasi dengan bahan kimia beracun dari sampah yang dibuang ke dalam air. f. Dapat mencemari tanah atau pengotoran. Pencemaran dapat berupa udara yang kotor karena mengandung gas-gas yang terjadi dari perombakan sampah, bau yang tidak sedap, daerah yang becek, terutama pada saat musim hujan. g. Sampah yang dibuang ke badan air menyebabkan hambatan saluran air sehingga pada musim penghujan akan menyebabkan banjir. h. Secara estetika, sampah dapat digolongkan sebagai bahan yang dapat mengganggu pemandangan dan keindahan. 2. Dampak Positif Dampak positif dari sampah yaitu sampah dapat diolah menjadi barang yang bermanfaat. Sampah dapat diolah menjadi pupuk sebagai penyubur tanah dan mempercepat pertumbuhan tanaman, dapat digunakan sebagai pakan ternak,

32 dapat dimanfaatkan kembali setelah didaur ulang, gas-gas yang dihasilkan mempunyai nilai ekonomi karena dapat dikonversi menjadi tenaga listrik serta proses pengelolaan sampah dapat membuka lapangan kerja. 2.2 Persepsi Persepsi adalah proses dengan makna kita menjadi sadar akan banyaknya stimulus yang mempengaruhi indra kita. Persepsi mempengaruhi rangsangan (stimulus) atau pesan apa yang kita berikan kepada mereka ketika mereka mencapai kesadaran (Devito, 1997). Jadi persepsi merupakan respon terhadap rangsangan yang datang dari suatu obyek. Respon ini berkaitan dengan penerimaan atau penolakan oleh individu terhadap obyek yang dimaksud. Persepsi dipengaruhi oleh faktor-faktor intern yang ada dalam individu tersebut meliputi bakat, minat, kemauan, perasaan, fantasi, kebutuhan, motivasi, jenis kelamin, umur, kepribadian, kebiasaan, dan faktor sosial ekonomi. Menurut Sarwono (1999), persepsi dalam pengertian psikologi adalh proses pencarian informasi untuk dipahami. Alat untuk memperoleh informasi tersebut adalah pengindraan (penglihatan, pendengaran, peraba, dan sebagainya). Sebaliknya, alat untuk memahaminya adalah kesadaran. 2.3 Semantic Differential Semantic differential atau skala perbedaan semantik dikembangkan oleh Osgood, Suci, dan Tannenbaum, berkehendak untuk mengukur pengertian suatu objek atau konsep oleh seseorang. Skala perbedaan semantik ini dapat digunakan untuk melihat bagaimana pandangan seseorang terhadap suatu konsep atau objek apakah sama atau berbeda. Responden diminta untuk menilai suatu konsep atau

33 objek dalam suatu skala bipolar dengan lima buah titik. Skala bipolar adalah skala yang berlawanan seperti baik-buruk, cepat-lambat, bersih-kotor, dan sebagainya. Alternatif jawaban misalnya, nilai 5 untuk sangat bersih, nilai 4 untuk bersih, nilai 3 untuk biasa saja, nilai 2 untuk kotor, nilai 1 untuk sangat kotor (Nazir, 1988). Menurut Rakhmat (2007), skala perbedaan semantik berusaha mengukur makna suatu objek pada diri seseorang. Responden diminta untuk menilai konsep tertentu. Penilaian dilakukan dengan memberikan tanda cek pada skala yang terdiri dari beberapa butir. Skala ini terdiri dari tiga dimensi : (1) jujur-tidak jujur, bersih-kotor, baik-buruk, bernilai-tidak bernilai (dimensi evaluasi); (2) besarkecil, kuat-lemah (dimensi potensi); (3) aktif-pasif, cepat-lambat, hangat-dingin (dimensi aktivitas). 2.4 Eksternalitas Ekternalitas secara umum diartikan sebagai dampak yang terjadi oleh pihak yang melakukan suatu kegiatan terhadap pihak lain. Mangkoesoebroto (1993) mendefinisikan eksternalitas sebagai keterkaitan suatu kegiatan dengan kegiatan lain yang tidak melalui mekanisme pasar. Eksternalitas terjadi bila suatu kegiatan menimbulkan manfaat dan/atau biaya bagi kegiatan atau pihak di luar pelaksana kegiatan tersebut. Mangkoesoebroto (1993) juga membagi ekternalitas menjadi dua berdasarkan dampak yang ditimbulkannya yaitu ekternalitas negatif dan ekternalitas positif. Eksternalitas positif adalah dampak yang menguntungkan dari suatu tindakan yang dilakukan oleh suatu pihak terhadap orang lain tanpa adanya kompensasi dari pihak yang diuntungkan, sedangkan eksternalitas negatif adalah

34 apabila dampaknya bagi orang lain yang tidak menerima kompensasi sifatnya merugikan. Eksternalitas dalam suatu aktivitas dapat menimbulkan inefisiensi apabila tindakan yang mempengaruhi pihak lain akibat dilakukannya aktivitas tersebut tidak tercermin dalam sistem harga. 2.5 Metode Estimasi Penilaian Lingkungan dengan Contingent Valuation Method Terdapat berbagai metode untuk mengukur nilai dari suatu barang lingkungan, diantaranya adalah Hedonic Pricing (HPM), Travel Cost Method (TCM), Production Function Approach, dan Contingent Valuation Method (CVM) (Hanley dan Spash, 1993). Penelitian ini menggunakan metode CVM. Metode valuasi kontingensi yang diperkenalkan oleh Davis pada tahun 1963, merupakan suatu pendekatan yang memungkinkan semua komoditas yang tidak diperjualbelikan di pasar dapat diestimasi nilai ekonominya, termasuk nilai ekonomi dari barang lingkungan. Metode ini merupakan cara perhitungan secara langsung dengan titik berat preferensi individu menilai benda publik yang penekanannya pada standar nilai uang. Metode CVM menggunakan pendekatan secara langsung yang pada dasarnya menanyakan kepada masyarakat berapa besarnya maksimum kesediaan untuk membayar (WTP) manfaat tambahan yang diperoleh dari penggunaan dan/atau berapa besarnya kesediaan untuk menerima (WTA) kompensasi dari penurunan kualitas barang lingkungan (Hanley dan Spash, 1993). Asumsi dasar dari CVM adalah bahwa individu-individu memahami benar pilihan masing-masing dan cukup mengenal kondisi lingkungan yang dinilai. Selain itu, apa yang dikatakan individu-individu tersebut adalah apa yang

35 sungguh-sungguh akan dilakukan jika pasar untuk barang-barang lingkungan benar-benar terjadi. Tujuan dari CVM adalah untuk menghitung nilai atau penawaran yang mendekati, jika pasar dari barang-barang lingkungan tersebut benar-benar ada. Oleh karena itu, pasar hipotetik (kuesioner dan responden) harus sebisa mungkin mendekati kondisi pasar yang sebenarnya. Responden harus mengenal dengan baik barang yang ditanyakan dalam kuesioner dan alat hipotetik yang dipergunakan untuk pembayaran, seperti pajak dan biaya masuk secara langsung. Terdapat beberapa tahap dalam penerapan analisis CVM (Hanley dan Spash, 1993), yaitu : 1. Membuat Pasar Hipotetik (Setting Up the Hypothetical Market) 2. Mendapatkan Penawaran Besarnya Nilai WTA/WTP (Obtaining Bids) 3. Memperkirakan Nilai Rata-Rata WTP dan/atau Nilai Tengah WTA (Calculating Average WTP and/or Mean WTA) 4. Memperkirakan Kurva Penawaran (Estimating Bid Curve) 5. Menjumlahkan Data (Agregating Data) 6. Mengevaluasi Penggunaan CVM (Evaluating the CVM Exercise) Pendekatan WTA merupakan suatu ukuran dalam konsep penilaian ekonomi dari barang lingkungan. Ukuran ini memberikan informasi tentang besarnya dana kompensasi yang bersedia diterima oleh masyarakat atas penurunan kualitas lingkungan di sekitarnya yang setara dengan biaya perbaikan kualitas lingkungan tersebut. Penilaian barang lingkungan dari sisi WTA mempertanyakan berapakah jumlah minimum uang bersedia diterima oleh seseorang (rumah tangga) setiap bulan atau setiap tahunnya sebagai kompensasi atas diterimanya kerusakan lingkungan.

36 Beberapa pendekatan yang digunakan dalam perhitungan WTA untuk menilai peningkatan atau kemunduran kondisi lingkungan antara lain : 1. Menghitung jumlah yang bersedia diterima oleh individu untuk mengurangi dampak negatif pada lingkungan karena adanya suatu kegiatan pembangunan 2. Menghitung pengurangan nilai atau harga dari suatu barang akibat akibat semakin menurunya kualitas lingkungan. 3. Melalui suatu survei untuk menentukan tingkat kesediaan masyarakat menerima dana kompensasi dalam rangka mengurangi dampak negatif pada lingkungan atau untuk mendapatkan lingkungan yang lebih baik. Perhitungan WTA dapat dilakukan secara langsung (direct method) dengan melakukan survei dan secara tidak langsung (indirect method) dengan menghitung nilai dari penurunan kualitas lingkungan yang terjadi. Dalam penelitian ini perhitungan WTA dilakukan secara langsung (direct method) dengan cara survey dan melakukan wawancara terhadap masyarakat Kelurahan Ciapayung, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok. 2.6 Regresi Logistik Menurut Hutcheson dan Sofroniou dalam Utari (1999), regresi logistik (logistic regression) merupakan suatu teknik permodelan linier secara umum yang memungkinkan dibuatnya prediksi-prediksi dari variabel respon dan taksirantaksiran tingkat kemampuan mempengaruhi dari variabel-variabel penjelas (individu maupun kelompok). Data-data yang dapat dianalisis dengan alat analisis regresi logistik adalah data yang relatif umum dan terdiri atas dichotomous

37 classification. Beberapa permasalahan yang dapat dianalisis dengan logistik antara lain: 1. Seberapa besar pengaruh tingkat keparahan infeksi terhadap kemungkinan seseorang mati 2. Apakah seseorang akan mengkonsumsi kecap lokal atau kecap impor 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang melakukan migrasi 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam mengambil kredit Terdapat tiga komponen dari model linear umum, yaitu komponen acak dari variabel respon, komponen sistematis yang mempresentasikan nilai tetap dari variabel penjelas pada bagian fungsi linier, dan link function yang merupakan alat pemeta komponen sistematis menjadi komponen acak. Regresi logistik mengasumsikan bahwa galat dari komponen acak terdistribusi secara binomial, berbeda dengan regresi Ordinary Least Square (OLS) yang mengasumsikan bahwa galat dari komponen acak terdistribusi secara normal. Komponen sistematis dari regresi logistik sama dengan regresi OLS, dengan variabel penjelas diasumsikan kontinu dan minimal berskala interval. Sebagaimana regresi OLS, variabel penjelas yang tidak dimasukkan ke dalam model menggunakan teknik pengkodean variabel dummy. Perbedaan logistik dengan regresi OLS adalah komponen acak dan komponen sistematis yang ada tidak dapat dipetakan secara langsung satu sama lain. Selain itu, dalam regresi logistik digunakan non-linear link function (fungsi inilah yang dinamakan logit). Model analisis logistik dituliskan dengan, dimana p merupakan peluang, e adalah logaritma natural, dan merupakan parameter komponen linier dari model, dan x sebagai nilai dari variabel penjelas. Konversi

38 dari peluang agar dapat diestimasi dalam linier dengan logit dinamakan odds. Metode untuk menganalisis logit adalah Maximum Likehood (ML). Mengestimasi peluang dengan metode ML, dilakukan dengan proses: (odds) = + x (persamaan linier sehingga dapat diestimasi) (p) = + x (persamaan yang dapat dietimasi dengan ML) Parameter dari model logistik dapat diinterpretasikan dengan cara yang sama seperti OLS, yaitu dengan gradien/slope (parameter ). Gradien ini diinterpretasikan sebagai perubahan logit (p) akibat perubahan satu unit variabel x. Dengan kata lain, menggambarkan perubahan dalam log odds dari adanya perubahan satu unit x. Parameter menunjukkan nilai logit (p) akibat ketika x =0 atau log odds dari keadaan x = 0. Standard error dari logit disebut ASE (Assymtotic Standard Error). Transformasi distribusi kurva S menjadi distribusi linier dapat dilihat dalam Gambar 4. Peluang X Odds dari peluang X

39 Log odds dari peluang X Gambar 4. Transformasi Distribusi Kurva S Menjadi Distribusi Linier Sumber: Hanley dan Spash (1993) 2.7 Penelitian Terdahulu Sejumlah penelitian telah dilakukan terkait dengan penelitian ini. Hasil penelitian Astuti (2005) menyatakan bahwa keberadaan TPAS Cipayung telah membawa dampak sosial dan ekonomi pada masyarakat sekitarnya, dampak tersebut berupa dampak negatif dan positif. Dampak negatif dari pengembangan TPAS Cipayung, yaitu adanya penurunan tingkat kesehatan akibat rendahnya pengetahuan masyarakat tentang tatacara menjaga kesehatan serta kebersihan lingkungan dan tentang standar prosedur operasional TPAS. Sedangkan dampak positif dari keberadaan TPAS Cipayung adalah tersedianya lapangan kerja bagi pemulung, kernet dan sopir serta staf operasional TPAS, memberikan peningkatan ekonomi keluarga dan pada akhirnya menyumbangkan pengembangan ekonomi lokal. Penelitian yang dilakukan oleh Harianja (2006) tentang WTA masyarakat terhadap TPAS Bantar Gerbang dengan pendekatan CVM, dimana pada lokasi ini telah diberlakukan kompensasi kepada masyarakat di sekitar TPAS. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan atau ketidaksediaan menerima dana kompensasi TPAS Bantar Gerbang adalah tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, dan tingkat kepuasan terhadap dana kompensasi yang diberikan. Nilai WTA resonden

40 Ciketing Udik dipengaruhi oleh faktor tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, jarak tempat tinggal, ada tidaknya biaya yang dikeluarkan untuk menanggulangi dampak dari TPAS dan penilaian responden terhadap pengolahan sampah yang dilakukan selama ini. Persentase jumlah responden yang menginginkan dana kompensasi dalam bentuk fisik hampir sama dengan responden yang menginginkan kompensasi dalam bentuk tunai. Hasil penelitian Utari (2006) menjelaskan bahwa nilai WTP masyarakat terhadap TPAS Pondok Rajeg tersebut dipengaruhi oleh faktor tingkat pendapatan, jumlah tanggungan, kepuasan responden terhadap pelayanan pengolahan sampah, dan biaya yang dikeluarkan responden selain biaya retribusi kebersihan. Sedangkan nilai WTA responden tersebut dipengaruhi oleh faktor tingkat pendapatan, jarak tempat tinggal dengan lokasi TPAS, dan tingkat gangguan yang dialami responden akibat keberadaan TPAS. Berdasarkan studi literatur yang dilakukan diperoleh bahwa sudah terdapat beberapa penelitian yang menganalisis nilai ekonomi suatu lingkungan dengan teknik CVM. Penelitian yang mengkaji nilai kesediaan menerima atas penurunan kualitas lingkungan telah dilakukan sebelumnya, namun masih sedikit dan belum dilakukan di wilayah Cipayung. Oleh karena itu penelitian ini perlu dilakukan karena informasi ini penting untuk wilayah Cipayung yang warganya terkena dampak negatif dari penurunan kualitas lingkungan.

41 3.1 Kerangka Operasional III. KERANGKA PEMIKIRAN Sampah yang berasal dari Kota Depok dibuang ke TPAS Cipayung yang merupakan satu-satunya TPAS yang dimiliki Kota Depok. Sejak berdirinya TPAS Cipayung dikelola langsung oleh Pemkot Depok khususnya DKP Kota Depok. Keberadaan TPAS selama 21 tahun tanpa adanya UPS menyebabkan sampah yang dibuang ke TPAS terus menumpuk sementara kapasitas TPAS Cipayung sudah tidak cukup untuk menampung sampah lagi. Keadaan TPAS yang sudah over limit menimbulkan eksternalitas negatif kepada masyarakat disekitar TPAS Cipayung. Dampak tersebut yaitu pencemaran udara dan air, penurunan kesehatan, penurunan estetika lingkungan, dan dampak sosial ekonomi. Masyarakat yang mengalami kerugian atas penurunan kualitas lingkungan tersebut berhak menerima kompensasi. Masyarakat Cipayung yang terkena dampak negatif dari keberadaan TPAS menuntut adanya kompensasi dari Pemkot Depok. Sementara itu Pemkot Depok selaku pengelola TPAS berinisiatif untuk memberikan dana kompensasi kepada masyarakat Cipayung yang terkena dampak negatif, sebagai ganti rugi atas penurunan kualitas lingkungan. Oleh karena itu perlu adanya penelitian mengenai besarnya dana kompensasi yang bersedia diterima masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengkuantifikasikan nilai dana kompensasi yang bersedia diterima masyarakat. Pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mengetahui bagaimana persepsi masyarakat terhadap TPAS Cipayung. Analisis ini bertujuan untuk menggambarkan respon masyarakat di sekitar TPAS terhadap keberadaan TPAS, yaitu apakah keberadaan TPAS memberikan

42 gangguan terhadap kehidupan masyarakat. Analisis persepsi ini menggunakan alat analisis deskriptif yang diukur menggunakan skala perbedaan semantik. Setelah mengetahui persepsi masyarakat mengenai keberadaan TPAS, selanjutnya dalam penelitian ini akan menganalisis kesediaan masyarakat dalam menerima dana kompensasi. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan masyarakat di sekitar TPAS Cipayung untuk menerima dana kompensasi yang diberikan Pemkot Depok. Analisis ini perlu dilakukan untuk mengetahui terlebih dahulu apakah masyarakat di sekitar TPAS Cipayung bersedia atau tidak untuk menerima dana kompensasi. Alat analisis yang digunakan dalam analisi ini adalah analisis regresi logistik. Hipotesa yang digunakan dalam analisa faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan masyarakat dalam menerima dana kompensasi adalah: 1. Sebagian besar masyarakat yang merasakan dampak langsung dari keberadaan TPAS bersedia untuk menerima dana kompensasi yang diberikan oleh pemerintah 2. Tingkat pendidikan dan jarak tempat tinggal dari lokasi TPAS berpengaruh negatif terhadap kesediaan responden dalam menerima dana kompensasi. 3. Jumlah tanggungan, besarnya biaya yang dikeluarkan responden untuk menanggulangi dampak dari keberadaan TPAS, dan lama tinggal di sekitar lokasi TPAS berpengaruh positif terhadap kesediaan responden dalam menerima dana kompensasi. Setelah mengetahui kesediaan masyarakat dalam menerima dana kompensasi, kemudian dalam penelitian akan mencari nilai ekonomi mengenai

43 keberadaan TPAS Cipayung dengan mencari nilai kompensasi yang bersedia diterima masyarakat (WTA) dan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tersebut. Analisis besarnya WTA menggunakan pendekatan CVM, sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTA menggunakan alat analisis regresi berganda. Penelitian ini menggunakan metode CVM karena penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh Harianja (2006), dimana untuk mendapatkan nilai WTA digunakan pendekatan CVM dan untuk menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTA digunakan alat analisis regresi berganda. Asumsi-asumsi yang diperlukan dalam pelaksanaan pengumpulan nilai WTA dari masing-masing responden (penduduk) adalah: 1. Responden yang bersedia menerima dana kompensasi mengenal dengan baik kawasan TPAS Cipayung 2. Pemkot Depok memberikan perhatian terhadap peningkatan kualitas lingkungan, termasuk kualitas TPAS Cipayung 3. Pemkot Depok bersedia untuk memberikan dana kompensasi atas penurunan kualitas lingkungan akibat digunakannya lahan di wilayah Cipayung sebagai TPAS 4. Responden dipilih dari penduduk yang relevan Hipotesa yang digunakan dalam analisa faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTA masyarakat adalah: 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTA masyarakat adalah tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, jarak tempat tinggal, tingkat gangguan, penilaian kondisi sampah, besarnya biaya yang dikeluarkan responden untuk

44 menanggulangi dampak dari keberadaan TPAS, dan penilaian responden terhadap pengolahan sampah 2. Tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, tingkat gangguan, dan besarnya biaya yang dikeluarkan responden untuk menanggulangi dampak dari keberadaan TPAS berpengaruh positif terhadap besarnya nilai WTA. 3. Jarak tempat tinggal, penilaian kondisi sampah, dan penilaian responden terhadap pengolahan sampah berpengaruh negatif terhadap besarnya nilai WTA. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai besarnya dana kompensasi yang diharapkan masyarakat kepada Pemkot Depok selaku pengelola TPAS Cipayung. Informasi ini merupakan rekomendasi untuk Pemkot Depok sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan besarnya dana kompensasi yang akan diberikan kepada masyarakat Cipayung dan dalam menyusun kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan sampah yang lebih baik di TPAS Cipayung, terutama dalam bidang ekonomi lingkungan. Alur peneltian yang lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 5.

45 TPAS Cipayung over limit Eksternalitas Negatif Pengelolaan Sampah Pemerintah Kota Pencemaran udara dan air Penuruna n kesehatan Penurunan estetika lingkungan Dampak sosial ekonomi Diperlukan Kompensasi Persepsi masyarakat terhadap TPA sampah Cipayung Faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan masyarakat dalam menerima dana kompensasi Besar WTA dan Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya WTA Rekomendasi mengenai dana kompensasi atas keberadaan TPAS Cipayung Keterangan: Adalah lingkup penelitian Adalah bukan lingkup penelitian Gambar 5. Diagram Alur Kerangka Berpikir

46 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Cipayung, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Cipayung merupakan satu-satunya lokasi TPAS di Kota Depok, dimana TPAS terletak di tengah-tengah pemukiman masyarakat Cipayung. Pengambilan data primer dilaksanakan dari April hingga Mei Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data cross section. Data sengaja dikumpulkan untuk penelitian ini dalam satu kurun waktu tertentu. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer yang dibutuhkan meliputi: karakteristik seluruh responden, respon seluruh responden mengenai persepsinya terhadap keberadaan TPAS Cipayung, terhadap lingkungan, mengenai kesediaan dan ketidaksediaannya dalam menerima dana kompensasi, serta mengenai seberapa besar mereka bersedia menerima kompensasi yang diberikan oleh Pemkot Depok, ditambah dengan wawancara dengan Lurah Cipayung, tokoh-tokoh masyarakat, Ketua RT dan RW di Kelurahan Cipayung, Ketua LSM Gempita, para petugas kebersihan TPAS Cipayung dan DKP Kota Depok mengenai cara dan pengelolaan sampah. Data primer ini diperoleh melalui kuesioner dan wawancara langsung dengan responden. Data primer tersebut diharapkan dapat menjadi pendukung dari penggunaan metode valuasi kontingensi.

47 Data sekunder meliputi data-data TPAS Cipayung, jumlah dan komposisi sampah yang masuk setiap harinya, data yang terkait dengan daerah penelitian dan data lainnya yang dibutuhkan di dalam penelitian ini. Data sekunder diperoleh dengan jalan pengumpulan data dari DKP Kota Depok, data dari kantor pemerintahan di daerah penelitian, dan literatur-literatur yang relevan dengan penelitian ini serta internet. 4.3 Metode Pengambilan Contoh Pengambilan contoh dilakukan dengan metode Sistematik Sampling, Sinaga (2004). Jumlah sampel yang diambil adalah 100 responden, dimana responden tersebut mewakili rumah tangga. Pemilihan responden dilakukan secara sistematis, yaitu responden dipilih dengan pola memilih secara acak salah satu rumah sebagai responden pertama kemudian setiap selang tiga rumah dipilih sebagai responden selajutnya. 4.4 Metode dan Prosedur Analisis Data yang diperoleh dalam penelitian akan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual dan menggunakan komputer dengan program Microsoft Office Excel 2007 dan Minitab 14. Pada Tabel 2 berikut ini akan ditampilkan matriks metode analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan-tujuan dalam penelitian ini.

48 Tabel 2. Matriks Metode Analisis Data No Tujuan Penelitian Sumber Data dan Jumlah Sampel 1 Mengkaji persepsi Data primer melalui masyarakat terhadap kuesioner dan keberadaan TPAS wawancara dengan Cipayung masyarakat yang menjadi responden dalam penelitian, serta data sekunder dari instansi terkait. Jumlah 2 Analisa faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan masyarakat dalam menerima dana kompensasi 3 WTA masyarakat dan identifikasi faktorfaktor yang mempengaruhi nilai tersebut sampel 100 responden Data primer melalui kuesioner dan wawancara dengan masyarakat yang menjadi responden dalam penelitian. Jumlah sampel 100 responden Data primer melalui kuesioner dan wawancara dengan masyarakat yang menjadi responden dalam penelitian. Jumlah sampel 80 responden Metode Analisis Data Analisis deskriptif menggunakan skala perbedaan semantik dengan Microsoft Office Excel 2007 Analisis regresi logistik dengan Microsoft Office Excel 2007 dan Minitab 14 Analisis regresi berganda dengan Microsoft Office Excel dan Minitab Analisis Persepsi Responden Terhadap Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung Analisis persepsi responden terhadap keberadaan TPAS bertujuan untuk mengetahui respon masyarakat atas keberadaan TPAS. Oleh karena itu terlebih dahulu harus mengidentifikasi karakteristik masyarakat yang menjadi responden dan selanjutnya mengindentifikasi persepsi masyarakat terhadap keberadaan TPAS Cipayung. Karakteristik masyarakat dan persepsi masyarakat diidentifikasi dengan menggunakan analisis deskriptif. Analisis ini memerlukan data responden meliputi penilaian responden tehadap kebersihan lingkungan daerah Cipayung, penilaian kondisi sampah di TPAS Cipayung, dampak dari sampah, pengelolaan

49 sampah dan persepsi responden terhadap keberadaan TPAS Cipayung. Analisis deskriptif ini akan diukur menggunakan skala perbedaan semantik. Persepsi responden mengenai mengganggu atau tidak atas keberadaan TPAS dinilai menggunakan skala perbedaan semantik dengan pemberian nilai oleh responden pada skala yang terdiri dari lima butir mulai dari skala terendah hingga tertinggi, misalnya sangat tidak berbahaya diberi nilai 1, tidak berbahaya diberi nilai 2, cukup berbahaya diberi nilai 3, berbahaya diberi nilai 4 dan sangat berbahaya diberi nilai 5 (Nazir, 1988). Analisis awal yang dilakukan adalah mendeskripsikan data yang diperoleh dengan mempresentasikan hasil tersebut dengan menggunakan software Microsoft Excell 2007 dan tahap akhir adalah menginterpretasikannya Analisis Kesediaan Menerima dari Responden Terhadap Dana Kompensasi Analisis ini bertujuan untuk mengetahui respon masyarakat bersedia atau tidak untuk menerima dana kompensasi dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya. Analisis data ini menggunakan alat analisis regresi logistik, dengan menggunakan model logistik dapat diduga peluang responden untuk menerima atau tidak menerima kompensasi. Berdasarkan teori yang berkaitan dengan WTA, maka bentuk persamaan regresi logistik untuk responden yang bersedia menerima dan tidak bersedia menerima kompensasi adalah sebagai berikut : L X +... (4.1) i = X X X X X 6 i Estimasi parameter yang diharapkan adalah 0, 2, 3, 5 > 0 dan 1, 4, 6 < 0 dimana:

50 L i X 1 X 2 X 3 X 4 X 5 X 6 = peluang responden bersedia menerima dana kompensasi yang diberikan (bernilai 1 untuk bersedia dan bernilai 0 untuk tidak ) = konstanta = koefisien regresi = tingkat pendidikan (tahun) = jumlah tanggungan (orang) = besarnya biaya yang dikeluarkan responden untuk menanggulangi dampak dari TPAS (rupiah/bulan) = jarak tempat tinggal dengan lokasi TPAS (meter) = lama tinggal di sekitar lokasi TPAS (tahun) = pendapatan (rupiah/bulan) i = responden ke i (i=1, 2,, 100) = galat Variabel bebas yang digunakan untuk menganalisis kesediaan atau ketidaksediaan responden dalam menerima dana kompensasi adalah tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, besarnya biaya yang dikeluarkan responden untuk menanggulangi dampak dari TPAS, jarak tempat tinggal dengan lokasi TPAS, lama tinggal di sekitar lokasi TPAS, dan pendapatan. Variabel tingkat pendidikan diduga berbanding terbalik dengan peluang responden bersedia menerima dana kompensasi. Semakin lama waktu pendidikan formal yang diperoleh responden, maka akan semakin banyak pengetahuan responden tentang pentingnya kualitas lingkungan dan bahwa kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh keberadaan TPAS tidak terbayarkan. Sehingga responden cenderung untuk tidak bersedia menerima dana kompensasi. Variabel jarak diduga memiliki hubungan negatif dengan peluang kesediaan menerima kompensasi. Semakin dekat jarak tempat tinggal responden dengan TPAS, maka dampak yang harus ditanggung responden semakin besar, terutama dampak bau, pencemaran air, dan adanya lalat-lalat yang dapat menjadi

51 sumber penyakit. Sehingga responden akan cenderung tidak menyukai TPAS dan cenderung untuk tidak bersedia menerima dana kompensasi. Begitu juga dengan variabel pendapatan yang berbanding terbalik dengan peluang responden bersedia menerima dana kompensasi. Jumlah tanggungan diduga berbanding lurus dengan peluang responden tersebut bersedia menerima kompensasi. Semakin banyak tanggungan responden, semakin banyak pula materi yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehingga responden akan bersedia menerima dana kompensasi. Begitu juga dengan biaya dan lama tinggal responden di sekitar lokasi TPAS diduga memilki hubungan positif dengan peluang kesediaan menerima kompensasi, maka responden akan cenderung bersedia menerimanya Analisis Nilai WTA dari Masyarakat Terhadap Keberadaan TPAS Cipayung Analisis ini bertujuan untuk mengetahui besarnya nilai dana kompensasi (WTA) yang bersedia diterima masyarakat dan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tersebut. Pendekatan CVM akan digunakan untuk mengetahui nilai WTA masyarakat dalam penelitian ini. Pendekatan CVM dalam penelitian ini terdiri dari enam tahap pekerjaan (Hanley dan Spash, 1993), yaitu : 1. Membangun Pasar Hipotesis Dalam penelitian ini, pasar hipotesis dibentuk atas dasar keberadaan TPAS Cipayung yang selain memberikan dampak positif peluang ekonomi, juga menimbulkan dampak negatif berupa kerugian-kerugian bagi masyarakat yang bertempat tinggal di sekitarnya. Eksternalitas negatif yang ditimbulkan oleh keberadaan TPAS antara lain timbulnya bau tidak sedap, banyaknya lalat di

52 sekitar sampah dan tempat tinggal penduduk, pencemaran air terutama di wilayah yang berdekatan dengan sampah serta menjangkitnya berbagai penyakit seperti ISPA, penyakit kulit, dan penyakit pencemaran. Begitu banyaknya kerugian yang harus ditanggung warga di sekitar TPAS atas penurunan kualitas lingkungan, oleh karena itu warga berhak menerima kompensasi yang diberikan oleh pemerintah. Pasar hipotetik dibentuk dengan terlebih dahulu responden diminta untuk mendengarkan atau membaca suatu pernyataan tentang kondisi lingkungan mereka saat ini yang terkena dampak negatif seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Selanjutnya, pasar hipotetis dibentuk dalam skenario sebagai berikut: Skenario 1: Pemkot Depok berencana memberikan ganti rugi kepada masyarakat Cipayung atas penurunan kualitas lingkungan akibat keberadaan TPAS. Ganti rugi ini berupa dana kompensasi yang akan diberikan Pemkot Depok kepada masyarakat di sekitar lokasi TPAS yang terkena dampak negatif. Berdasarkan hal tersebut responden diberikan informasi mengenai rencana pemberian dana kompensasi tersebut. Informasi ini bertujuan agar tercipta singkronisasi antara Pemkot Depok dan masyarakat Cipayung yang terkena dampak negatif atas keberadaan TPAS. Selain itu pemberian dana kompensasi ini ditujukan sebagai pertanggung jawaban atas dipakainya tanah seluas 11,6 ha di wilayah Cipayung yang dijadikan TPAS. Skenario 2:

53 Besarnya dana kompensasi akan ditanyakan kepada masyarakat Cipayung, berapa nilai yang bersedia mereka terima atas penurunan kualitas lingkungan sebagai dampak dari keberadaan TPAS. Kisaran besar dana kompensasi yaitu berkisar antara Rp ,00-Rp ,00/KK/bulan, hal sesuai dengan uji reliabialitas kuesioner yang telah dilakukan terhadap masyarakat Cipayung. 2. Memperoleh Nilai Tawaran Metode yang digunakan untuk memperoleh nilai tawaran pada penelitian ini adalah metode referendum tertutup (close ended question). Metode ini dipilih karena menurut beberapa penelitian, metode ini terbukti lebih mudah dipahami responden mengenai maksud dan tujuan penelitian dibandingkan dengan metode yang lain. Selain itu, metode referendum tertutup memudahkan pengklasifikasian responden yang memiliki kecenderungan bersedia menerima kompensasi pengelolaan sampah dengan responden yang tidak bersedia, sehingga dari kemungkinan jawaban ya untuk setiap nilai yang diberikan dapat diestimasi. 3. Menghitung Dugaan Nilai Tengah WTA WTA i dapat diduga dengan menggunakan nilai tengah dari kelas atau interval WTA responden ke-i. Berdasarkan jawaban responden dapat diketahui bahwa WTA yang benar berada antara jawaban yang dipilih (batas bawah kelas WTA) dengan WTA berikutnya (batas atas kelas WTA). Pada tahap ini, biasanya diabaikan adanya penawaran sanggahan (protest bid) atau respon dari responden yang bingung untuk menentukan jumlah yang mereka ingin terima karena sebenarnya mereka tidak menginginkan keberadaan

54 TPAS Cipayung. Selanjutnya dugaan rataan WTA dihitung dengan rumus (Jordan dan Elnagheeb dalam Sulandari, 1999): n EWTA = W Pf i.... (4.2) i= 0 i dimana: EWTA = dugaan rataan WTA W i P f n i = batas bawah kelas WTA pada kelas ke-i = frekuensi relatif kelas yang bersangkutan = jumlah kelas interval = kelas ke-i 4. Menduga Kurva Penawaran WTA Menduga kurva penawaran merupakan proses menentukan variabel-variabel yang diduga berpengaruh terhadap nilai WTA. Pendugaan kurva penawaran akan dilakukan menggunakan persamaan berikut ini: midwta = f(x1, X2, X 3, X4, X 5, X 6, X 7, X8, )... (4.3) dimana: midwta = nilai tengah WTA responden X 1 = tingkat pendidikan (tahun) X 2 = jumlah tanggungan (orang) X 3 = jarak tempat tinggal dengan lokasi TPA (meter) X 4 = tingkat gangguan (bernilai 1 untuk sangat tidak mengganggu, nilai 2 untuk tidak mengganggu, nilai 3 untuk biasa saja, nilai 4 untuk mengganggu, dan nilai 5 untuk sangat mengganggu ) X 5 = penilaian kondisi sampah (bernilai 1 untuk sangat buruk, nilai 2 untuk buruk, nilai 3 untuk biasa saja, nilai 4 untuk baik, dan nilai 5 untuk sangat baik ) = besarnya biaya yang harus dikeluarkan responden untuk X 6 menanggulangi dampak dari TPAS (rupiah/bulan)

55 X 7 = penilaian responden terhadap pengelolaan sampah (bernilai 1 untuk sangat buruk, nilai 2 untuk buruk, nilai 3 untuk biasa saja, nilai 4 untuk baik, dan nilai 5 untuk sangat baik ) X 8 = pendapatan (rupiah/bulan) = galat 5. Menjumlahkan Data Penjumlahan data merupakan proses dimana nilai tengah penawaran dikonversikan terhadap total populasi yang dimaksud. Setelah menduga nilai tengah WTA maka dapat diduga nilai total WTA dari masyarakat dengan menggunakan rumus (Turner, et al., 1994) : n n i TWTA = WTAi P.... (4.4) i= 0 N dimana: TWTA = total WTA WTA i = WTA individu sampel ke-i P = jumlah populasi n i N P = jumlah sampel ke-i yang bersedia menerima sebesar WTA = jumlah sampel = jumlah populasi i = responden ke-i yang bersedia menerima dana kompensasi (i= 1, 2,, 80) 6. Mengevaluasi Penggunaan CVM Hal ini merupakan penilaian sejauh mana penggunaan CVM telah berhasil. Pada tahap ini memerlukan pendekatan seberapa besar tingkat keberhasilan dalam pengaplikasian CVM. Untuk mengevaluasi pelaksanaan model CVM dapat dilihat tingkat keandalan (reliability) fungsi WTP. Uji yang dapat

56 dilakukan dengan uji Keandalan yang melihat R squared dari model Ordinary Least Square (OLS) Analisis Fungsi Willingness to Accept Analisis fungsi WTA bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi WTA masyarakat Kelurahan Cipayung terhadap peningkatan kesejahteraan melalui penerimaan kompensasi. Alat analisis ini akan digunakan model regresi berganda. Berdasarkan penelitian terdahulu dan teori yang berkaitan dengan WTA, maka persamaan regresi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: midwta = + + i 0 1 X X X X 4 5 X X 8 X + X (4.5) Estimasi parameter yang diharapkan adalah 0, 1 2, 4, 6 > 0; dan 3, 5, 7, 8 < 0 dimana: midwta i 0 1,, 7 X 1 X 2 X 3 = nilai tengah WTA responden = konstanta = koefisien regresi = tingkat pendidikan (tahun) = jumlah tanggungan (orang) = jarak tempat tinggal (meter) X 4 = tingkat gangguan (bernilai 1 untuk sangat tidak mengganggu, nilai 2 untuk tidak mengganggu, nilai 3 untuk biasa saja, nilai 4 untuk mengganggu, dan nilai 5 untuk sangat mengganggu ) X 5 = penilaian kondisi sampah (bernilai 1 untuk sangat buruk, nilai 2 untuk buruk, nilai 3 untuk biasa saja, nilai 4 untuk X 6 baik, dan nilai 5 untuk sangat baik ) = besar biaya yang harus dikeluarkan responden untuk menanggulangi dampak kebenaran TPAS (rupiah) X 7 = penilaian responden terhadap pengelolaan sampah (bernilai 1 untuk sangat buruk, nilai 2 untuk buruk, nilai 3 untuk i

57 biasa saja, nilai 4 untuk baik, dan nilai 5 untuk sangat baik ) X 8 = pendapatan (rupiah/bulan) i = responden ke-i yang bersedia menerima dana kompensasi (i = 1, 2,,80) = galat Variabel yang diduga berbanding lurus dengan nilai WTA adalah variabel tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, tingkat gangguan dan besarnya biaya yang harus dikeluarkan responden untuk menanggulangi dampak keberadaan TPAS. Tingginya tingkat pendidikan seseorang maka orang tersebut memiliki pengetahuan yang tinggi mengenai dampak negatif atas keberadaan TPAS dan akan berpikir bahwa kerugian yang ditanggung harus diganti dengan nilai yang layak dan dapat menutupi semua kerugian yang dialami. Jumlah tanggungan terkait dengan banyaknya anggota keluarga yang harus menanggung dampak dari TPAS. Semakin tinggi jumlah tanggungan maka semakin tinggi pula nilai kompensasi yang diinginkan responden. Tingginya tingkat gangguan yang dirasakan masyarakat diduga juga berpengaruh positif terhadap nilai WTA. Semakin tinggi tingkat gangguan yang dirasakan maka semakin tinggi nilai kompensasi yang bersedia diterima responden. Variabel terakhir yang diduga berpengaruh positif terhadap nilai WTA adalah biaya. Apabila semakin tinggi biaya yang dikeluarkan responden untuk menanggulangi dampak negatif TPAS maka nilai kompensasi yang bersedia diterima responden akan semakin tinggi. Biaya yang dikeluarkan responden mencakup biaya pengobatan dan pencegahan penyakit yang diakibatkan dampak dari keberadaan TPAS.

58 Sedangkan variabel yang diduga berpengaruh negatif terhadap nilai WTA adalah variabel jarak rumah dari lokasi TPAS, penilaian kondisi sampah, penilaian responden terhadap pengolahan sampah, dan pendapatan. Jarak tempat tinggal diduga berpengaruh negatif terhadap nilai WTA, semakin dekat jarak tempat tinggal responden dengan TPAS akan semakin banyak pula dampak yang dirasakan responden sehingga nilai kompensasi yang diinginkan lebih tinggi dibandingkan responden yang tempat tinggalnya jauh dari lokasi TPAS. Penilaian kondisi sampah juga diduga berpengaruh negatif terhadap nilai WTA. Penilaian kondisi sampah yang dimaksudkan disini terkait dengan volume sampah yang masuk ke TPAS setiap harinya. Jika sampah sudah melebihi kapasitas yang sanggup di tanggung TPAS, artinya kondisi sampah sudah buruk dan dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyrakat di sekitar TPAS. Penilaian kondisi sampah disini dinilai dengan nilai 1 untuk sangat buruk, nilai 2 untuk buruk, nilai 3 untuk biasa saja, nilai 4 untuk baik, dan nilai 5 untuk sangat baik. Sehingga semakin buruk kondisi sampah menyebabkan semakin tingginya nilai kompensasi yang bersedia diterima responden. Penilaian responden terhadap pengolahan sampah terkait dengan baik atau buruknya penilaian responden terhadap pengolahan sampah yang telah dilakukan di TPAS. Semakin buruk penilaian responden terhadap pengelolaan sampah, maka semakin tinggi nilai kompensasi yang bersedia diterima masyarakat. Pendapatan responden diduga berpengaruh negatif, yang berarti semakin tinggi pendapatan responden, maka responden tersebut merasa berkecukupan untuk mengeluarkan biaya untuk menanggulangi dampak keberadaan TPAS.

59 V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Keadaan Umum Kelurahan Cipayung Kelurahan Cipayung merupakan salah satu Kelurahan yang terletak di wilayah Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok. Secara administratif, Kelurahan Cipayung berbatasan dengan wilayah Kelurahan Rangkapan Jaya di sebelah utara, sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Cipayung Jaya, sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Pasir Putih, dan sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Ratu Jaya. Peta wilayah Kelurahan Cipayung dapat dilihat pada Lampiran 9. Luas wilayah Kelurahan Cipayung adalah 285,50 ha yang terdiri dari 182 ha digunakan untuk pemukiman, 72,44 ha sawah, 5 ha jalan, 3 ha kolam/empang, 3 ha tanah makam, 1,60 ha lapangan olah raga, 1,50 ha tanah peribadatan, 0,10 ha tanah pertokoan, 0,10 ha sungai, 0,04 ha perkantoran, dan untuk peruntukan lainnya 5,36 ha. Secara geografis Kelurahan Cipayung memiliki ketinggian 110 m di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata 30 C dan beriklim tropika basah. Jarak Kelurahan Cipayung dari Kecamatan Pancoran Mas yaitu 2 km dan dengan Kota Depok adalah 2 km. Letaknya cukup strategis dan ramai kendaraan umum karena terdapat banyak sekolah yang berlokasi di Kelurahan Cipayung, salah satunya adalah SLTP 9 Depok. Keadaan prasarana jalan rata-rata baik dan dapat dijangkau dengan transportasi umum yang tersedia 24 jam. Pemukiman penduduk Cipayung terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu pemukiman umum tersebar (tersebar di wilayah Benda Barat RT 02-RW 06), pemukiman komplek semi real estate (berada di wilayah Blok Rambutan RT 04-

60 RW 04), dan pemukiman pemulung terletak dekat dengan TPAS (berada di wilayah Bulak Barat RT 01-RW 08). Sarana dan prasarana yang terdapat di Kelurahan Cipayung yaitu sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana peribadatan, dan sarana perhubungan. Sarana pendidikan yang terdapat di daerah ini cukup banyak, yaitu sepuluh Taman Kanak-kanak (TK), tujuh Sekolah Dasar (SD), enam Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), tiga Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) dan dua tempat kursus. Sarana kesehatan Kelurahan Cipayung yaitu satu Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), tiga Poliklinik, dan 13 Posyandu. Sarana peribadatan terdiri dari masjid dan mushola di setiap RT dan sarana perhubungan di Kelurahan Cipayung sangat baik terlihat dari jalanjalan yang sebagian besar telah diaspal Kependudukan Kelurahan Cipayung memiliki 11 RW dan 65 RT. Penduduk Kelurahan Cipayung yang tercatat sampai dengan akhir Desember tahun 2008 berjumlah jiwa yang terdiri dari kepala keluarga (KK), dengan rata-rata kepadatan penduduk adalah 65 jiwa/km 2. Jumlah penduduk laki-laki terdiri dari jiwa dan jumlah penduduk perempuan terdiri dari jiwa. Rekapitulasi jumlah penduduk menurut golongan usia dan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa sebagian besar penduduk berusia produktif yaitu 15 tahun sampai dengan kurang dari 59 tahun, dengan persentase 66,50%. Hal ini menunjukan bahwa kelurahan Cipayung mempunyai potensi sebagai penyedia tenaga kerja.

61 Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin di Kelurahan Cipayung Tahun 2008 Kelompok Jenis Kelamin Jumlah Persentase Umur (orang) (%) (tahun) Laki-laki Perempuan , , , , , , , , , , , , , , , , ,28 Jumlah ,00 Sumber:Kelurahan Cipayung (2008) Masyarakat Cipayung terdiri dari dua golongan masyarakat, yaitu masyarakat umum dan masyarakat pemulung. Masyarakat yang tergolong masyarakat umum sebagian besar memenuhi kebutuhannya dengan bermata pencaharian di sektor jasa, sebesar 24,16% masyarakat bekerja sebagai pegawai swasta, 19,26% sebagai buruh bangunan, dan sebagian lagi sebesar 15,30% sebagai tukang ojek. Selain itu, terdapat pula penduduk yang bermata pencaharian di sektor pertanian sebagai petani di sawah dan ladang, berkebun buah-buahan di pekarangan dan memelihara ikan di kolam.

62 Sedangkan jumlah penduduk yang bermata pencaharian sebagai pemulung cukup banyak namun tidak terdata dengan baik. Data Jumlah penduduk menurut mata pencahariannya di Kelurahan Cipayung dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencahariannya di Kelurahan Cipayung Tahun 2008 Mata Pencaharian Jumlah (orang) Persentase (%) Petani ,26 Pedagang 250 8,45 Pegawai Negeri 108 3,65 TNI/Polri 17 0,57 Pensiunan 37 1,25 Peternak 23 0,78 Pengusaha 35 1,18 Pegawai Swasta ,16 Buruh Bangunan/Tukang ,02 Penjahit 136 4,59 Tukang Las 4 0,14 Tukang Ojek ,30 Lain-lain (Jasa, Sopir, dll) 197 6,66 Jumlah ,00 Sumber: Kelurahan Cipayung (2008) Jenis mata pencaharian yang menonjol di masyarakat Kelurahan Cipayung adalah sektor jasa/informal yang tidak membutuhkan pendidikan tinggi dan keterampilan. Hal ini disebabkan kelangkaan kesempatan kerja bagi tenaga berpendidikan rendah dan tanpa keterampilan. Jumlah pengangguran cukup banyak apabila dilihat dari jumlah pekerja seluruhnya yaitu berjumlah 15,73% dari keseluruhan jumlah penduduk Cipayung. Jika dibandingkan dengan jumlah tenaga produktif yang tersedia adalah 66,50% dari keseluruhan jumlah penduduk Cipayung. Hal ini menyebabkan profesi pemulung merupakan pilihan bagi sebagian penduduk Cipayung untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

63 Cukup banyaknya pengangguran dan tenaga kerja tanpa keterampilan di sebabkan tingkat pendidikan masyarakat Cipayung sangat rendah dalam masa kemajuan jaman seperti sekarang. Data Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikannya di Kelurahan Cipayung yang dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kelurahan Cipayung Tahun 2008 Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%) Tamat SD/sederajat ,20 Tamat SLTP/sederajat ,72 Tamat SLTA/sederajat ,81 Tamat Akademi/Diploma 277 5,56 Tamat Perguruan Tinggi 195 3,71 Jumlah ,00 Sumber: Kelurahan Cipayung (2008) Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa persentase terbesar adalah masyarakat dengan tingkat pendidikan tamatan SD/sederajat, yaitu sebesar 37,20%. Rendahya tingkat pendidikan masyarakat Cipayung disebabkan keterbatasan kemampuan dan faktor biaya yang umumnya menjadi faktor penghalang. Hal ini dikarenakan masyarakat Cipayung rata-rata pendapatannya rendah dan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung TPAS Cipayung berlokasi di Kelurahan Cipayung, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok dan merupakan satu-satunya tempat pembuangan sampah yang dimiliki Pemkot Depok. Lokasi TPAS terletak di tengah-tengah pemukiman penduduk. Sebelah utara TPAS berbatasan dengan pemukiman kampung Benda Barat, sebelah selatan berbatasan dengan pemukiman kampung Bulak Barat dan Kelurahan Pasir Putih, sebelah barat berbatasan dengan pemukiman Kelurahan

64 Pasir Putih, serta sebelah timur berbatasan dengan pemukiman Bulak Barat. Peta TPAS Cipayung dapat dilihat pada Gambar 6. Kampung Benda Barat Pasir Putih TPAS Kampung Bulak Barat Gambar 6. Peta TPAS Cipayung di Kota Depok Tahun 2008 Sumber: Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok (2008) Melalui Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) tahun , Pemkot Depok Telah menetapkan Kelurahan Cipayung sebagai lokasi TPAS untuk seluruh wilayah Depok. Alasan utama dipilihnya Kelurahan Cipayung sebagai TPAS adalah karena di wilayah itu banyak cekungan dan terdapat bukit kapur. Secara teknis bebatuan atau tanah kapur akan mengurangi dampak negatif timbunan sampah seperti bau serta membantu proses penguraian sampah. Gambar 7. Kondisi Cekungan di TPAS Cipayung

65 Penunjukan sepihak Kelurahan Cipayung sebagai TPAS menimbulkan pro dan kontra. Mereka yang mendukung adalah warga yang pada saat itu belum mempunyai pekerjaan tetap. Bercermin dari TPAS Bantar Gerbang, mereka berharap dapat mengais rejeki dari TPAS tersebut. Sementara warga yang menolak dengan alasan bahwa yang akan menanggung dampak negatif akibat dibuangnya sampah di TPAS adalah mereka, mulai dari masalah kebisingan, kotoran hingga bau tak sedap. Gambar 8. Aktivitas Pemulung di TPAS Cipayung TPAS Cipayung telah beroperasi sejak tahun 1987 sebagai TPAS alternatif selain TPAS Pondok Rajeg. Setelah berubah menjadi Kota pada tanggal 27 April 1999, Kota Depok mulai mengadakan perubahan-perubahan. Salah satunya dalam pengelolaan sampah. Pemkot Depok sangat menyadari bahwa suatu saat persoalan sampah akan menjadi masalah penting. Oleh karena itu Pemkot Depok berusaha untuk dapat melaksanakan pengelolaan sampah di wilayahnya secara mandiri, dengan

66 mengelola bantuan dari Asia Development Bank (ADB). Dalam pelaksanaannya telah ditetapkan TPAS Cipayung untuk menampung sampah dari seluruh wilayah Kota Depok sedang operasionalnya diserahkan kepada DKP Kota Depok. Bantuan ADB mensyaratkan pengelolaan TPAS Cipayung dengan sistem sanitary landfill yaitu pemusnahan (penimbunan) sampah dilakukan dengan metode tertentu untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan sekitar. Oleh karena itu diperlukan sarana pendukung dan sistem operasi standar. Sarana pendukung berupa jalan, sistem pengolah leachet (lindi) berupa kolam dengan kemiringan yang diatur (sehingga memudahkan pengaliran air lindi secara gravitasi), sistem pengelolaan gas, sistem drainase, sistem penyediaan air bersih, dan pengadaan energi. Sistem operasi standar mencakup pembongkaran sampah, pembentukan sel sampah, pemadatan dan pelapisan sampah dengan lapisan penutup tanah. Sistem sanitary landfill ini membutuhkan areal lahan minimal seluas 10 ha, oleh karena itu TPAS dibangun dengan luas 10,1 ha pada awal berdirinya. Hal lain yang menjadi syarat ADB adalah harus telah dilakukan studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Sejak awal pendirian TPAS Cipayung telah dilakukan studi AMDAL dengan memperhatikan syarat dari ADB dan ditetapkan bahwa radius 1 km dari TPAS tidak boleh ada pemukiman penduduk, tetapi pada prakteknya, bahkan sampai radius 20 m dari TPAS masih terdapat pemukiman. Pengelolaan TPAS Cipayung berada di bawah tanggung jawab kepala Unit Pelaksanaan Teknis Dinas (UPTD) TPAS dari DKP Kota Depok. TPAS Cipayung memiliki peralatan berat yang masih beroperasi sampai sekarang terdiri atas

67 empat unit bulldozer, satu unit back hoe, dan satu unit whell loader. Sarana penunjang yang dibangun oleh pihak DKP Kota Depok meliputi pembuatan jalan aspal akses TPAS yang melewati lokasi pemukiman, penambahan lampu PJU yang ada disepanjang akses dan titik lokasi yang diperlukan warga, dan sekarang ini sedang dibangun pembuatan jalan alternatif lain sebagai akses ke TPAS yang tidak melewati pemukiman warga. Sampah yang diangkut ke TPAS adalah sampah rumah tangga, sapuan jalan, pertokoan, pasar, dan sumber lainnya yang berasal dari masyarakat Kota Depok yang meliputi enam Kecamatan (Cimanggis, Sukmajaya, Pancoran Mas, Beji, Sawangan, Limo) dan Pasar. Walaupun sampah pasar dibuang di TPAS Cipayung pula, namun sampah yang berasal dari pasar dipisahkan pengakutannya. Hal ini dikarenakan penanggung jawab pengangkutan sampah pasar bukan DKP Kota Depok, tetapi kelompok yang khusus menangani sampah pasar. Setelah dilakukannya AMDAL pada awal berdirinya TPAS, diketahui bahwa umur pakai TPAS Cipayung diperkirakan berakhir pada tahun Namun sampai sekarang TPAS masih beroperasi, padahal sampah di TPAS sudah over limit sehingga menyebabkan terdapatnya gunungan-gunungan sampah. Hal ini berdampak negatif bagi warga yang tinggal di sekitar lokasi TPAS. Dampak negatif yang paling terasa adalah bau yang menyengat, menurut warga bau terasa menyengat pada saat ketika malam hari saat proses pembalikan sampah oleh bulldozer di TPAS. Upaya Pemkot Depok dalam menangani masalah TPAS yang sudah over limit adalah membangun UPS. Saat ini sudah dibangun lima UPS yang terletak di lokasi TPAS, namun baru satu UPS yang beroperasi. UPS yang lain belum

68 beroperasi dikarenakan belum adanya mesin pengolahan sampah. Sampah-sampah organik yang masuk ke UPS diolah menjadi kompos untuk kemudian dijual kembali. 5.2 Sampah di Kota Depok Saat ini sampah di Kota Depok merupakan masalah yang harus dihadapi. Hal ini terkait dengan semakin padatnya penduduk Kota Depok yang menyebabkan semakin tinggi tingkat konsumsi penduduk Kota Depok dan pada akhirnya berdampak pada semakin meningkatnya volume sampah Kota Depok Volume Sampah Sampah yang diproduksi oleh Kota Depok berjumlah m 3 /bulan. Volume sampah tersebut merupakan akumulasi sampah yang ada di setiap wilayah Kecamatan yang ada di Kota Depok, yang terdiri dari Kecamatan Cimanggis, Sukmajaya, Pancoran Mas, Beji, Sawangan, dan Limo. Tidak semua sampah dapat terangkut dan tertanggulangi setiap harinya. Volume timbulan sampah dan sampah yang terangkut terhitung Januari sampai dengan Desember 2008 dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Timbulan Sampah dan Sampah Terangkut di Kota Depok Pada Bulan Januari-Desember 2008 No. Jumlah Belum Wilayah Penanganan Tertanggulangi Sampah Sampah (m 3 (m 3 Tertanggulangi /hari) /hari) (m 3 /hari) 1 Cimanggis 287,50 115,00 172,50 2 Sukmajaya 682,70 273,10 409,60 3 Pancoran Mas 319,20 127,70 191,50 4 Beji 244,20 97,70 146,50 5 Sawangan 81,75 32,70 49,05 6 Limo 91,00 36,40 54,60 Jumlah 1706,35 719, ,75 Persentase (%) Sumber: Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok (2008)

69 Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa sebanyak 60% sampah di Kota Depok belum terangkut. Hal ini dikarenakan armada truk pengangkutan sampah yang masih sedikit sehingga tidak dapat mengangkut sampah secara keseluruhan. Selain itu masih banyaknya sampah liar yang tidak terangkut oleh truk sampah Penanganan Sampah Penanganan sampah yang dilakukan oleh DKP Kota Depok mencakup pengangkutan sampah dari sumber ke TPAS Cipayung. Pengelolaan sampah meliputi kegiatan: 1. Sampah yang berasal dari rumah tinggal diangkut ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS) oleh gerobak pengangkut dan/atau truk pengangkut sampah. Sampah-sampah yang masih dapat dipergunakan kemudian didaur ulang, sedangkan sampah-sampah yang sudah tidak dapat dipergunakan langsung dibuang ke TPAS Cipayung. Sedangkan sampah yang berasal dari pasar diangkut langsung ke TPAS Cipayung. 2. Sampah yang berasal dari tempat komersial dapat langsung dibuang ke TPAS Cipayung. 3. Sampah yang berasal dari industri dipisahkan terlebih dahulu. Sampah yang tidak mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) dapat langsung dibuang ke TPAS, sementara sampah yang mengandung B3 harus dibawa ke tempat penelitian limbah terlebih dahulu. 4. Sampah yang berasal dari jalan, taman, dan sungai dapat langsung dibuang ke TPAS

70 5. Setelah sampah-sampah tersebut masuk di TPAS Cipayung kemudian dihamparkan dan diolah dengan sistem sanitary landfill. 5.3 Karakteristik Responden Karakteristik umum responden di Kelurahan Cipayung diperoleh berdasarkan survei yang dilakukan terhadap 100 warga masyarakat. Karakterisitk umum responden ini dinilai dari beberapa variabel meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan formal yang pernah ditempuh, jenis pekerjaan, tingkat pendapatan setiap bulannya, jumlah tanggungan, lama tinggal di sekitar TPAS Cipayung, dan jarak rumah ke TPAS Jenis Kelamin Berdasarkan survei yang dilakukan, jumlah responden laki-laki dan wanita tidak berbeda jauh. Persentase jumlah responden yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 51%, sedangkan jumlah responden yang berjenis kelamin laki-laki 49%. Pemilihan jumlah responden laki-laki dan perempuan yang hampir sama dimaksudkan agar didapatkan informasi yang berbeda dari kedua belah pihak Usia Tingkat usia responden tergolong cukup bervariasi dengan distribusi usia 25 tahun sampai 65 tahun. Persentase jumlah responden tertinggi terdapat pada sebaran usia tahun, yaitu berjumlah 38%. Responden yang berusia antara tahun berjumlah 33,75%, responden yang berusia antara tahun berjumlah 20,00% dan responden yang berusia antara tahun berjumlah 8,75%.

71 5.3.3 Pendidikan Formal Tingkat pendidikan responden bervariasi, mulai dari jenjang sekolah dasar (SD) sampai ke jenjang perguruan tinggi (PT). Persentase jumlah responden tertinggi berdasarkan tingkat pendidikan yang pernah ditempuh yaitu berada pada jenjang lulusan terendah yaitu SD sebesar 37%, dimana mayoritas responden berpendidikan rendah ini merupakan penduduk asli Cipayung. Hal ini dikarenakan kondisi perekonomian di daerah Cipayung tergolong cukup sulit sehingga tidak ada biaya untuk sekolah dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pendidikan masih tergolong rendah. Sedangkan persentase jumlah penduduk yang berpendidikan Sarjana hanya sebesar 15% dan Diploma 14%. Mayoritas responden yang tergolong berpendidikan tinggi ini merupakan penduduk pendatang di Kelurahan Cipayung. Selain itu terdapat pula responden yang tidak pernah menempuh pendidikan formal sejumlah 4%. Perbandingan persentase tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Gambar 9. SD SLTP SLTA Diploma Sarjana Tidak Bersekolah Gambar 9. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kelurahan Cipayung Tahun Jenis Pekerjaan Jenis pekerjaan responden di Kelurahan Cipayung bervariasi, mulai dari pemulung, pegawai negeri sipil, pegawai swasta, pedagang/wiraswasta, ibu rumah

72 tangga dan lainnya. Responden yang dikategorikan pedagang/wiraswasta mencakup pedagang kelontong, pedagang sayur, pengusaha kecil, dan pengusaha menengah, sementara responden yang dikategorikan buruh mencakup buruh pabrik dan buruh bangunan. Mayoritas pekerjaan responden perempuan adalah sebagai ibu rumah tangga, yaitu dengan persentase 35% dari keseluruhan responden. Sedangkan responden laki-laki sebagian besar memiliki pekerjaan sebagai pegawai swasta sebesar 19% dan pedagang/wiraswasta sebesar 17%. Perbandingan persentase jumlah responden pada setiap pekerjaan dapat dilihat pada Gambar 10. Pensiunan Pegawai swasta Pedagang/wiraswasta Ibu rumah tangga Pegawai Negri Sipil Pemulung Buruh Lainnya Gambar 10. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan di Kelurahan Cipayung Tahun Tingkat Pendapatan Tingkat pendapatan responden di Kelurahan Cipayung mayoritas berada pada level Rp ,00 sampai Rp ,00 perbulan berjumlah 35%. Hal ini terkait dengan jenis pekerjaan responden. Berdasarkan Gambar 4 diketahui bahwa ibu rumah tangga merupakan jenis pekerjaan yang terbesar persentasenya dimana sebagian besar responden perempuan adalah ibu rumah tangga. Namun dari survei yang telah dilakukan didapat informasi bahwa sebagian besar suami

73 mereka berprofesi sebagai pegawai swasta dan pedagang yang rata-rata pendapatannya berkisar Rp ,00 sampai Rp ,00 perbulan. Tidak semua responden yang bekerja sebagai pedagang/wiraswasta memiliki pendapatan dengan level tersebut, terdapat pula yang berpenghasilan pada level yang terendah yaitu kurang dari Rp ,00 perbulan. Responden yang pendapatannya pada level rendah tersebut selain terdiri dari responden yang bekerja sebagai pedagang/wiraswasta usaha kecil, juga terdiri dari responden yang bekerja sebagai buruh dan pemulung. Sedangkan responden yang level pendapatannya berada pada level tertinggi yaitu lebih besar dari Rp ,00 perbulan merupakan responden yang bekerja sebagai pegawai swasta, pegawai negeri, dan pedagang/wiraswasta yang cukup berhasil dalam usahanya, misalnya pengusaha toko bangunan. Distribusi tingkat pendapatan responden di Kelurahan Cipayung dapat dilihat pada Gambar 11. Rp ,00 Rp ,00-Rp ,00 Rp ,00-Rp ,00 Rp ,00-Rp ,00 > Rp ,00 Gambar 11. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan di Kelurahan Cipayung Tahun Jumlah Tanggungan Persentase jumlah tanggungan responden terbesar adalah memiliki tiga orang tanggungan, yaitu sebesar 44%. Hal ini dikarenakan di Kelurahan Cipayung program keluarga berencana (KB) sudah diterapkan masyarakatnya.

74 Jumlah tanggungan yang dimaksudkan disini mencakup keluarga inti (istri/suami dan anak) serta tambahan tanggungan bukan keluarga inti yang tinggal di rumah responden. Perbandingan persentase jumlah responden sesuai dengan jumlah tanggungan masing-masing dapat dilihat pada Gambar orang 3 orang 4 orang 5 orang 6 orang > 6 orang Gambar 12. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan di Kelurahan Cipayung Tahun Lama Tinggal di Kelurahan Cipayung Responden dalam penelitian ini terbagi menjadi dua kelompok berdasarkan lamanya responden tersebut berdomisili di Kelurahan Cipayung, yaitu penduduk asli dan penduduk pendatang. Mayoritas Responden merupakan penduduk asli karena sudah tinggal di wilayah Cipayung selama lebih dari 20 tahun yaitu sebesar 72%. Sebagian responden yang merupakan penduduk pendatang ke Cipayung karena memanfaatkan TPAS menjadi sumber pendapatan, tetapi ada pula penduduk pendatang yang tinggal di wilayah Cipayung karena terpaksa (tidak punya anggaran untuk membeli rumah di kawasan lain yang lebih mahal dan alasan lainnya). Persentase jumlah responden sesuai dengan lama responden tersebut tinggal di kelurahan Cipayung dapat dilihat pada Gambar 13.

75 < 10 tahun tahun tahun tahun > 40 tahun Gambar 13. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Tinggal di Kelurahan Cipayung Tahun Jarak Tempat Tinggal Dari TPAS Cipayung TPAS Cipayung terletak di tengah-tengah pemukiman penduduk, maka dari itu tempat tinggal penduduk berada mengelilingi TPAS dan sangat dekat jaraknya. Berdasarkan survei yang dilakukan dari seluruh responden diketahui tempat tinggal mereka merupakan milik sendiri. Persentase responden terbesar yaitu responden yang bertempat tinggal pada jarak terdekat dengan TPAS (kurang dari 200 meter) sebesar 30% dan responden yang bertempat tinggal pada jarak lebih dari 200 sampai 400 meter sebesar 27%. Rata-rata responden yang betempat tinggal pada level terdekat adalah responden yang memiliki pekerjaan sebagai pemulung, namun terdapat pula responden yang bukan berprofesi sebagai pemulung. Sedangkan Jarak tempat tinggal responden pada level yang terjauh yaitu 800 meter adalah responden dengan keadaan ekonomi yang cukup baik. Persentase jumlah responden sesuai dengan jarak tempat tinggal dari TPAS Cipayung dapat dilihat pada Gambar 14. < 200 meter meter meter meter > 800 meter Gambar 14. Karakteristik Responden Berdasarkan Jarak Tempat Tinggal dari TPAS di Kelurahan Cipayung Tahun 2009

76 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Persepsi Masyarakat Kelurahan Cipayung Terhadap Keberadaan TPAS Cipayung Persepsi masyarakat Cipayung terhadap keberadaan TPAS terlebih dahulu dilihat berdasarkan persepsi masyarakat terhadap kondisi lingkungan Kelurahan Cipayung sebelum dan sesudah keberadaan TPAS. Setelah itu baru dilihat berdasarkan persepsi masyarakat atas keberadaan TPAS. Persepsi masyarakat tersebut diukur mengunakan skala perbedaan semantik dengan tujuan mengukur persepsi responden melalui skala bipolar, yaitu skala yang berlawanan seperti sangat baik-sangat buruk, sangat bersih-sangat kotor, sangat tidak berbahayasangat berbahaya, dan sebagainya Persepsi Masyarakat Terhadap Kondisi Lingkungan Sebelum dan Sesudah Keberadaan TPAS Lingkungan merupakan salah satu bagian dari ekosistem tempat manusia hidup dan berinteraksi. Keberadaan lingkungan memiliki arti penting dalam menunjang kehidupan manusia. Kondisi dan kualitas lingkungan yang baik dapat dapat membantu mewujudkan kualitas manusia yang lebih baik. Pembangunan TPAS memberikan perubahan yang besar bagi kondisi dan kualitas lingkungan di Kelurahan Cipayung. Perubahan tersebut berupa pencemaran udara dan air, berkembangnya bibit penyakit yang bersumber dari lalat, terganggunya keindahan alam, dan lainnya. Perubahan kondisi lingkungan dari sebelum keberadaan TPAS dan sesudah keberadaan TPAS sangat dirasakan oleh masyarakat sekitar. Hasil penelitian terhadap 100 responden di Kelurahan Cipayung menunjukan bahwa sebagian besar responden menilai kondisi lingkungan sebelum keberadaan TPAS

77 lebih baik di bandingkan setelah keberadaan TPAS. Namun terdapat responden yang menilai bahwa kondisi lingkungan sebelum dan setelah keberadaan TPAS adalah sama saja bahkan lebih baik setelah TPAS dibangun. Penilaian kondisi lingkungan sebelum dan sesudah keberadaan TPAS ditunjukan dari persepsi masyarakat terhadap keberihan rumah dan lingkungan, kenyamanan tempat tinggal, serta kondisi air sebelum dan setelah keberadaan TPAS. Persepsi masyarakat terhadap kondisi lingkungan sebelum dan setelah keberadaan TPAS Cipayung dalam penelitian ini dinilai menggunakan skala perbedaan semantik dengan pemberian nilai dari 1 sampai 5 oleh responden sesuai dengan kondisi yang mereka alami. Hasil perhitungan rata-rata persepsi masyarakat menggunakan skala perbedaan semantik dari 100 responden dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil Perhitungan Persepsi Masyarakat terhadap Kondisi Lingkungan Sebelum dan Setelah Keberadaan TPAS Tahun 2009 Ketetangan Sebelum TPAS Ada Sesudah TPAS ada Kebersihan Lingkungan 4,26 1,73 Kenyaman Tempat Tinggal 4,14 1,94 Kondisi Air 3,09 2,95 Rata-rata 3,83 2,20 Sumber: Data diolah Penilaian kebersihan kingkungan diukur dengan cara responden diminta memilih dari 1 sampai 5, dimana nilai 1 menunjukkan persepsi responden terhadap kebersihan lingkungan yang sangat kotor, nilai 2 menunjukkan persepsi responden terhadap kebersihan lingkungan yang kotor, nilai 3 menunjukkan persepsi responden terhadap kebersiahan lingkungan yang biasa saja, nilai 4 menunjukkan persepsi responden terhadap kebersihan lingkungan yang bersih, serta nilai 5 menunjukkan persepsi responden terhadap kebersiahn lingkungan yang sangat bersih. Berdasarkan Tabel 7 menunjukkan bahwa perbandingan nilai

78 persepsi rata-rata responden terhadap kebersihan lingkungan sebelum dan sesudah keberadaan TPAS sangat berbeda, yaitu sebelum keberadaan TPAS bernilai 4,26 atau dengan kata lain mendekati nilai 4 yang berarti bahwa persepsi responden terhadap kebersihan lingkungan tergolong bersih, sedangkan setelah keberadaan TPAS bernilai 1,73 atau dengan kata lain mendekati 2 yang berarti persepsi responden terhadap kebersihan lingkungan tergolong kotor. Sebagian besar responden beranggapan bahwa sebelum keberadaan TPAS lingkungan tempat tinggal mereka tergolong sebagai lingkungan yang bersih, tidak ada sampah yang berserakan dan udara masih segar serta jalan-jalan masih bagus. Namun setelah keberadaan TPAS sebagian besar responden beranggapan bahwa lingkungan Cipayung dapat dikategorikan sebagai lingkungan yang kotor. Menurut responden setiap harinya terdapat banyak sekali sampah yang terbawa angin dari lokasi TPAS dan banyak sekali sampah yang berjatuhan dari truk pengangkut sampah yang melewati jalan pemukiman warga menuju TPAS. Selain itu para penduduk Cipayung yang berprofesi sebagai pemulung dan penampung sampah menjadikan halaman pekarangan rumah mereka sebagai lapak (Tempat Penampungan). Sehingga di sepanjang jalan lingkungan pemukiman penduduk terlihat tumpukan karung sampah yang menambah lingkungan menjadi terlihat sangat kotor dan berantakan. Persepsi responden terhadap kenyamanan tempat tinggal sebelum dan sesudah keberadaan TPAS sangat berbeda. Persepsi ini diukur dengan cara responden diminta untuk memilih nilai dari 1 sampai 5, dimana nilai 1 menunjukkan persepsi responden sangat tidak nyaman, nilai 2 menunjukkan persepsi responden tidak nyaman, nilai 3 menunjukkan persepsi responden biasa

79 saja, nilai 4 menunjukkan persepsi responden nyaman, serta nilai 5 menunjukkan sangat nyaman. Berdasarkan Tabel 7, nilai persepsi responden terhadap kenyamanan tempat tinggal sebelum keberadaan TPAS yaitu bernilai 4,14 atau dengan kata lain mendekati nilai 4 yang berarti bahwa responden beranggapan bahwa sebelum keberadaan TPAS tempat tinggal mereka bias dikategorikan nyaman. Sedangkan nilai persepsi responden sesudah keberadaan TPAS bernilai 1,94 atau dengan kata lain mendekati nilai 2 yang berarti responden beranggapan bahwa kenyamanan tempat tinggal sesudah keberadaan TPAS bisa dikategorikan tidak nyaman. Menurut sebagian besar responden sebelum keberadaan TPAS kondisi lingkungan tempat tinggal mereka tergolong lingkungan yang asri dan bersih. Hal ini dikarenakan banyak pepohonan dan pemandangan yang indah dari gunung kapur yang tadinya dijadikan tempat wisata dan perkemahan, serta lingkungan yang masih bersih tidak banyak sampah. Namun pembangunan TPAS menghancurkan gunung kapur yang indah untuk dijadikan sebagai lokasi TPAS. Semakin lama pepohonan semakinan berkurang karena lokasi TPAS yang semakin diperluas untuk menampung sampah dan semakin terganggunya keindahan alam. Dampak lain yang sangat dirasakan masyarakat adalah timbulnya pencemaran bau dan air, serta berkembangnya bibit penyakit yang bersumber dari lalat. Hal ini menyebabkan ketidaknyamanan masyarakat yang tinggal di sekitar TPAS. Selain dari segi ketidaknyamanan lingkungan yang merugikan masyarakat, dari segi ekonomi masyarakat juga merasa dirugikan karena harus mengeluarkan biaya lebih untuk mengatasi ketidaknyamanan ini, yaitu seperti membeli semprotan pengusir lalat, semprotan penghilang bau dan lainnya.

80 Perbandingan nilai persepsi rata-rata responden terhadap kondisi air sebelum dan sesudah keberadaan TPAS juga sangat berbeda. Persepsi ini diukur dengan cara responden diminta memilih nilai dari 1 sampai 5, dimana nilai 1 menunjukkan persepsi responden sangat kotor, nilai 2 menunjukkan persepsi responden kotor, nilai 3 menunjukkan persepsi responden biasa saja, nilai 4 menunjukkan bersih, serta nilai 5 menunjukkan persepsi responden sangat bersih. Berdasarkan Tabel 7 nilai persepsi terhadap kodisi air sebelum keberadaan TPAS bernilai 3,09 atau dengan kata lain mendekati nilai 3 yang berarti bahwa persepsi responden terhadap kondisi air tergolong biasa saja yaitu kondisi air bersih dan tidak berbau. Sedangkan setelah keberadaan TPAS bernilai 2,20 atau dengan kata lain mendekati nilai 2 yang berarti bahwa responden menilai kondisi air tergolong kotor, yaitu air kadang-kadang kotor dan berbau. Sebagian besar responden berpendapat bahwa setelah keberadaan TPAS air yang mereka konsumsi seharihari menjadi kotor dan berbau. Sehingga air hanya dapat digunakan untuk mandi dan mencuci dan beberapa responden harus mengeluarkan biaya lebih untuk membeli air bersih untuk minum. Namun terdapat pula responden yang masih mengkonsumsi air tersebut untuk minum karena tidak memiliki biaya lebih untuk membeli air minum bersih. Berdasarkan Tabel 7, hasil perbandingan penilaian rata-rata dari persepsi terhadap kebersihan lingkungan, kenyamanan tempat tinggal, dan kondisi air dapat disimpulkan bahwa persepsi responden terhadap kondisi lingkungan sebelum keberadaan TPAS jauh lebih baik di bandingkan kondisi lingkungan sesudah keberadaan TPAS. Hal ini merupakan implikasi dari persepsi responden bahwa sebelum keberadaan TPAS lingkungan Cipayung bersih, masyarakat

81 merasa nyaman untuk tinggal dan kondisi air bersih. Namun kebersihan lingkungan menjadi kotor, kenyamanan tempat tinggal menjadi tidak nyaman dan kondisi air menjadi kotor dan berbau sesudah keberadaan TPAS. Selain itu persepsi responden juga diberikan terhadap banyaknya penyakit yang ditimbulkan dari keberadaan TPAS. Berdasarkan hasil survei terhadap 100 orang responden, sebesar 53% responden pernah mengalami penyakit khusus yang disebabkan keberadaan TPAS. Perbandingan persentase jumlah responden yang pernah mengalami penyakit khusus akibat keberadan TPAS dan yang tidak pernah mengalami dapat dilihat pada Gambar 15. Tidak Ya Gambar 15. Persentase Responden Berdasarkan Mengalami Penyakit di Kelurahan Cipayung Tahun 2009 Menurut responden kondisi kesehatan mereka sebelum keberadaan TPAS baik-baik saja. Namun sesudah keberadaan TPAS banyaknya responden yang mengalami penyakit khusus, hal ini mengidikasikan bahwa kondisi dan kualitas lingkungan tempat tinggal mereka tidak baik dan tidak sehat sekarang. Penyakit yang banyak menyerang masyarakat Cipayung adalah ISPA yang disebabkan pencemaran bau yang ditimbulkan keberadaan TPAS. Selain itu penyakit yang banyak diderita masyarakat adalah batuk-batuk, diare, TBC, pusing-pusing akibat bau yang menyengat dan penyakit kulit akibat air yang kotor. Persentase jenis penyakit yang banyak dialami masyarakat Cipayung akibat keberadaan TPAS dapat dilihat pada Gambar 16.

82 ISPA Batuk-batuk Diare Pusing-pusing TBC Penyakit Kulit Gambar 16. Persentase Jenis Penyakit yang Banyak Dialami Masyarakat di Kelurahan Cipayung Tahun 2009 Keberadaan TPAS memberikan kerugian tidak hanya dari segi kesehatan masyarakat yang menurun. Namun juga secara ekonomi karena diperlukan biaya untuk pengobatan, dimana dijaman sekarang ini biaya pengobatan semakin mahal. Bagi masyarakat yang berpenghasilan tinggi biaya pengobatan ke rumah sakit tidak menjadi masalah, tetapi bagi masyarakat yan berpenghasilan rendah dan paspasan hanya bisa berobat ke puskesmas yang biayanya murah. Persoalan penurunan kesehatan masyarakat ini sudah disampaikan kepada pihak Pemkot Depok, namun kebijakan yang baru dapat dilakukan Pemkot Depok adalah memberikan kartu berobat Puskesmas gratis kepada masyarakat miskin di Kelurahan Cipayung. Padahal terkadang ada penyakit yang tidak dapat disembuhkan hanya dengan berobat ke Puskesmas melainkan harus dirujuk ke rumah sakit seperti TBC Persepsi Responden Atas Keberadaan TPAS Cipayung Keberadaan TPAS Cipayung memberikan dampak positif dan negatif bagi masyarakat di sekitar TPAS. Dampak yang dimaksudkan adalah keadaan yang timbul akibat adanya sampah yang dibuang ke TPAS Cipayung. Sejak awal berdirinya TPAS terjadi pro dan kontra di masyarakat Cipayung, ada yang

83 menolak atas keberadaan TPAS dan ada pula yang mendukung atas keberadaan TPAS. Berdasarkan survei yang telah dilakukan terhadap 100 responden diketahui bahwa sebagian besar masyarakat menolak keberadaan TPAS karena beranggapan TPAS memberikan dampak negatif yaitu mengganggu aktifitas kehidupannya. Namun terdapat pula yang tidak menolak keberadaan TPAS, responden yang tidak menolak rata-rata berprofesi sebagai pemulung yang beranggapan bahwa keberadaan TPAS memberikan dampak positif baginya. Persepsi responden mengenai apakah keberadaan TPAS memberikan gangguan terhadap kehidupan sehari-hari mereka ditunjukan dari persepsi responden terhadap dampak negatif dari sampah; keadaan air, udara, dan lingkungan di sekitar TPAS; kondisi pemukiman saat ini; kondisi sampah yang ada di TPAS saat ini; pengelolaan sampah yang telah dilakukan di TPAS, serta persepsi seberapa besar tingkat gangguan yang dialami responden. Persepsi responden atas keberadaan TPAS ini dinilai menggunakan skala perbedaan semantik. Penilaian responden atas keberadaan TPAS dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil Perhitungan Persepsi Masyarakat Atas KeberadaanTPAS Cipayung Tahun 2009 Penilaian Skor Dampak Negatif dari Sampah 4,38 Keadaan air, udara dan lingkungan 4,31 Kondisi Pemukiman Saat ini 1,91 Kondisi Sampah Saat Ini 1,96 Pengelolaan Sampah di TPAS 1,39 Mengganggu atau Tidaknya Keberadaan TPAS 4,53 Sumber: Data diolah Persepsi responden terhadap dampak negatif dari sampah dinilai menggunakan skala perbedaan semantik, dimana responden diminta untuk menentukan nilai yang mereka kehendaki. Nilai 1 menunjukkan persepsi

84 responden terhadap dampak negatif dari sampah sangat tidak berbahaya, nilai 2 menunjukkan persepsi responden terhadap dampak negatif dari sampah tidak berbahaya, nilai 3 menunjukkan persepsi responden terhadap dampak negatif dari sampah biasa saja, nilai 4 menunjukan persepsi responden terhadap dampak negatif dari sampah berbahaya, dan nilai 5 menunjukkan persepsi responden terhadap dampak negatif dari sampah sangat berbahaya. Berdasarkan Tabel 8 menunjukkan nilai rata-rata 4,38 atau dengan kata lain mendekati nilai 4 yang berarti bahwa persepsi responden terhadap dampak negatif sampah dapat dikategorikan berbahaya. Persepsi responden terhadap dampak negatif dari sampah dapat dilihat pada Gambar 17. Gambar 17. Persepsi Responden Berdasarkan Penilaian Dampak Negatif Sampah di Kelurahan Cipayung Tahun 2009 Berdasarkan Gambar 17 dapat dilihat bahwa sebagian besar responden (59% dari seluruh respoden) beranggapan bahwa dampak negatif dari sampah adalah sangat berbahaya. Hal ini terkait dengan dampak negatif yang dialami masyarakat Cipayung yaitu mengganggu pemandangan dan keindahan alam, menimbulkan pencemaran air dan udara, berkembangnya bibit penyakit, berkurangnya oksigen yang ada di TPAS dan lainnya. Persentase dampak negatif yang dialami masyarakat dapat dilihat pada Gambar 18.

85 mengganggu keindahan alam pencemaran air dan udara berkembang bibit penyakit berkurang oksigen di TPAS Gambar 18. Persentase Responden Berdasarkan Dampak Negatif yang Dialami Mayarakat Cipayung Tahun 2009 Berdasarkan Gambar 18 menunjukkan bahwa persentase terbesar gangguan yang dialami masyarakat adalah adanya pencemaran air dan udara. Hal ini berkaitan dengan persepsi responden terhadap kondisi air, udara, dan lingkungan. Persepsi ini dinilai dengan cara responden diminta memberikan nilai mengenai kondisi air, udara, dan lingkungan, dimana nilai 1 menunjukkan persepsi responden terhadap kondisi air, udara, lingkungan yang tidak ada masalah; nilai 2 menunjukkan persepsi responden terhadap kondisi air, udara, lingkungan yang sedikit masalah; nilai 3 menunjukkan persepsi responden terhadap kondisi air, udara, lingkungan yang cukup bermasalah; nilai 4 menunjukkan persepsi responden terhadap kondisi air, udara, lingkungan yang bermasalah; serta nilai 5 menunjukkan persepsi responden terhadap kondisi air, udara, lingkungan yang sangat bermasalah. Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa nilai persepsi rata-rata dari seluruh responden bernilai 4.31 yang berarti bahwa persepsi responden terhadap kondisi air, udara, dan lingkungan tergolong bermasalah. Penilaian responden terhadap kondisi air, udara, dan lingkungan dapat dilihat pada Gambar 19.

86 Cukup bermasalah Bermasalah Sangat Bermasalah Gambar 19. Persepsi Responden Berdasarkan Penilaian Kondisi Air, Udara, dan Lingkungan di Kelurahan Cipayung Tahun 2009 Sebesar 50% responden memberikan persepsi bahwa keberadaan TPAS berdampak terhadap kondisi air, udara, dan lingkungan yang dikategorikan bermasalah. Masalah yang ditimbulkan yaitu tercemarnya air menjadi kotor, bau yang ditimbulkan oleh sampah yang ada di TPAS, dan sampah berserakan yang mengganggu pemandangan dan keindahan lingkungan. Persepsi responden terhadap kondisi pemukiman saat ini dinilai menggunakan skala perbedaan semantik dengan cara responden diminta memberikan penilaian mengenai kondisi pemukiman saat ini, dimana nilai 1 menunjukkan persepsi responden terhadap kondisi pemukiman yang sangat buruk, nilai 2 menunjukkan persepsi responden terhadap kondisi pemukiman yang butuk, nilai 3 menunjukkan persepsi responden terhadap kondisi pemukiman yang cukup, nilai 4 menunjukkan persepsi responden terhadap kondisi pemukiman yang baik, dan nilai 5 menunjukkan persepsi responden terhadap kondisi pemukiman yang sangat baik. Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa nilai persepsi rata-rata dari seluruh responden bernilai 1,91 atau dengan kata lain mendekati nilai 2 yang berarti persepsi responden terhadap kondisi pemukiman saat ini dikategorikan buruk. Penilaian responden terhadap kondisi pemukiman saat ini dapat dilihat pada Gambar 20.

87 Sangat buruk Buruk Cukup Gambar 20. Persepsi Responden Berdasarkan Penilaian Kondisi Pemukiman Saat ini di Kelurahan Cipayung Tahun 2009 Sebesar 43% responden beranggapan bahwa kondisi pemukiman saat ini tergolong buruk, 41% responden beranggapan bahwa kondisi pemukiman saat ini sangat buruk. Bisa disimpulkan bahwa keberadaan TPAS memberikan pengaruh buruk terhadap kondisi pemukiman saat ini. Persepsi responden terhadap kondisi sampah saat ini di TPAS dengan cara responden diminta memberikan nilai mengenai kondisi sampah saat ini di TPAS. Nilai 1 menunjukkan persepsi responden terhadap kondisi sampah saat ini yang sangat buruk, nilai 2 menunjukkan persepsi responden terhadap kondisi sampah saat ini yang buruk, nilai 3 menunjukkan persepsi responden terhadap kondisi sampah saat ini yang dinilai cukup, nilai 4 menunjukkan persepsi responden terhadap kondisi sampah saat ini yang dinilai baik, dan nilai 5 menunjukkan persepsi responden terhadap kondisi sampah saat ini yang sangat baik. Berdasarkan Tabel 8 dihasilkan nilai persepsi rata-rata dari seluruh responden bernilai 1,96 atau dengan kata lain mendekati nilai 2 yang berarti bahwa persepsi responden terhadap kondisi sampah di TPAS saat ini tergolong buruk. Penilaian responden terhadap kondisi pemukiman di TPAS saat ini dapat dilihat pada Gambar 21.

88 21,25% 25.00% Sangat buruk Buruk Cukup 53.75% Gambar 21. Persepsi Responden Berdasarkan Penilaian Kondisi Sampah di TPAS Saat ini di Kelurahan Cipayung Tahun 2009 Menurut sebagian besar responden kondisi sampah saat ini buruk karena banyaknya gunungan sampah. Saat ini tercatat tinggi gunungan sampah di TPAS Cipyung mencapai 11 meter yang setiap hari terus bertambah dan berdampak pada semakin besarnya dampak negatif yang ditimbulkan. Persepsi responden mengenai seberapa besar tingkat gangguan yang dialami atas keberadaan TPAS dinilai dengan cara responden diminta memberikan nilai sesuai dengan tingkat gangguan yang mereka alami. Nilai 1 menunjukkan persepsi responden atas keberadaan TPAS terhadap aktivitasnya sehari-hari tergolong sangat tidak mengganggu, nilai 2 menunjukkan persepsi responden atas keberadaan TPAS terhadap aktivitasnya sehari-hari tergolong tidak mengganggu, nilai 3 menunjukkan persepsi responden atas keberadaan TPAS terhadap aktivitasnya sehari-hari tergolong biasa saja, nilai 4 menunjukkan persepsi responden atas keberadaan TPAS terhadap aktivitasnya sehari-hari tergolong mengganggu, dan nilai 5 menunjukkan persepsi responden atas keberadaan TPAS terhadap aktivitasnya sehari-hari tergolong sangat mengganggu. Berdasarkan Tabel 8 dihasilkan nilai persepsi rata-rata dari seluruh responden bernilai 4,53 atau dengan kata lain mendekati nilai 5 yang berarti bahwa persepsi responden mengenai keberadaan TPAS saat ini tergolong sangat mengganggu kehidupan sehari-hari mereka. Penilaian responden terhadap

89 mengganggu atau tidaknya keberadaan TPAS terhadap kehidupan sehari-hari dapat dilihat pada Gambar 22. Biasa saja Mengga nggu Sangat Mengganggu Gambar 22. Persepsi Responden Berdasarkan Penilaian Mengganggu atau Tidaknya Keberadaan TPAS di Kelurahan Cipayung Tahun 2009 Sebagian besar responden menilai bahwa keberadaan TPAS sangat mengganggu kehidupan sehari-hari mereka. Hal ini terkait dengan persepsi responden mengenai dampak negatif dari sampah yang berbahaya, kondisi air, udara dan lingkungan yang bermasalah, kondisi pemukiman saat ini yang buruk, serta kondisi sampah di TPAS yang buruk. 6.2 Analisis Kesediaan Menerima Responden Terhadap Dana Kompensasi Keberadaan TPAS memberikan dampak negatif terhadap kondisi lingkungan di sekitar TPAS. Hal ini berdampak pada masyarakat yang bermukim di sekitar TPAS. Dampak yang ditimbulkan berupa pencemaran udara bau, pencemaran air, merusak pemandangan alam, dan berjangkitnya penyakit. Dampak negatif tersebut dirasakan masyarakat sangat mengganggu kehidupan sehari-hari mereka. Kondisi ini merugikan masyarakat yang terkena dampak negatif atas keberadaan TPAS. Kerugian yang dirasakan masyarakat tidak hanya berupa non materi tetapi juga kerugian materi. Masyarakat yang tinggal di sekitar TPAS terpaksa mengeluarkan biaya tambahan untuk menanggulangi dampak negatif keberadaan TPAS.

90 Berdasarkan hal tersebut peneliti berpikir perlu adanya ganti rugi yang diberikan kepada masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi TPAS. Ganti rugi ini berupa dana kompensasi atas penurunan kualitas lingkungan tempat tinggal mereka akibat keberadaan TPAS. Maka itu diperlukan adanya informasi mengenai kesediaan masyarakat menerima dana kompensasi. Variabel respon yang digunakan dalam analisis kesediaan menerima masyarakat terhadap dana kompensasi adalah peluang responden memilih bersedia atau tidak bersedia menerima dana kompensasi yang diberikan pemerintah atas diterimanya penurunan kualitas lingkungan akibat keberadaan TPAS Cipayung. Jika responden bersedia menerima dana kompensasi, maka diberi nilai satu, sedangkan jika responden tidak bersedia menerima dana kompensasi, maka diberi nilai nol. Berdasarkan 100 responden yang dimintai pendapatnya mengenai kesediaan atau ketidaksediaan menerima dana kompensasi, terdapat 80% responden yang bersedia menerima dana kompensasi dan 20% responden yang tidak bersedia menerima dana kompensasi. Adapun alasan responden tidak bersedia menerima dana kompensasi antara lain karena kesehatan tidak dapat dibeli dengan uang, dampak negatif yang harus ditanggung oleh masyarakat akibat keberadaan TPAS tidak sebanding dengan dana kompensasi yang akan diberikan, dan seharusnya pemerintah membuat kebijakan realokasi tempat tinggal penduduk ke lokasi yang lebih baik dan layak untuk dijadikan pemukiman. Pengolahan data mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan menerima responden terhadap dana kompensasi dalam penelitian ini dengan memasukan beberapa variabel bebas. Variabel tersebut yaitu tingkat pendidikan

91 responden, jumlah tanggungan, jarak tempat tinggal dari lokasi TPAS, besarnya biaya yang dikeluarkan responden untuk menanggulangi dampak keberadaan TPAS, lama tinggal responden di sekitar lokasi TPAS, dan pendapatan. Berdasarkan hasil analisis regresi logistik, maka didapat model yang tepat untuk peluang responden bersedia atau tidak bebersedia menerima dana kompensasi dan variable-variabel yang secara nyata dapat mempengaruhi peluang. Model ini sebagai model terbaik dari beberapa alternatif dengan memperhatikan persyaratan kriteria spesifikasi model yaitu kriteria ekonomi, kriteria ekonometrika, dan kriteria statistik. Hasil analisis regresi logit untuk peluang responden bersedia atau tidak bersedia menerima dana kompensasi dapat dilihat pada Tabel 9. Data pada Tabel 9 menyajikan informasi mengenai variabel-variabel penjelas yang mempengaruhi atau tidak mempengaruhi peluang jawaban bersedia atau tidak bersedia menerima dana kompensasi. Variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap model dilihat dari nilai P-value dan nilai odds ratio. Hasil perhitungan analisis regresi logistik menampilkan statistik G, derajat bebas (DF), dan P-value. Statistik G adalah pengujian hipotesis untuk melihat apakah semua koefisien faktor-faktor yaitu tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, jarak tempat tinggal dari lokasi TPAS, dan lama tinggal responden di sekitar lokasi TPAS sama dengan nol.

92 Tabel 9. Hasil Analisis Regresi Logistik Kesediaan Menerima Responden Terhadap Dana Kompensasi Variabel Koefisien P-value Odds Ratio Constant 23,389 0,003 X 1-1,583 a 0, X 2-0,968 0,245 0,38 X 4 0,006 c 0,076 1,01 X 5 0,038 0,467 1,04 X 6 0,1E-6 0,812 1,00 Log-Likelihood = -15,422 Test that all slopes are zero : G = 69,236, DF= 5, P-value = 0,000 Goodness-of-Fit Test Method Chi-Square DF P Pearson 26, ,000 Deviance 30, ,000 Hosmer-Lemeshow 3, ,891 Ket: Taraf nyata a, b, c, d, dan e untuk masing-masing 1 %, 5%, 10 %, 15%, dan 20% Berdasarkan hasil log-likelihood sebesar -15,422 menghasilkan statistik G sebesar 69,236 dan P-value bernilai 0,000 yang berarti tolak hipotesis nol pada taraf nyata 0,01. Hal tersebut berarti bahwa terdapat minimal satu slope model yang tidak sama dengan nol atau variabel-variabel bebas secara serentak berpengaruh nyata terhadap peluang responden bersedia atau tidak bersedia menerima dana kompensasi. Selain itu, dengan melihat nilai P pada Pearson bernilai 1,000, Deviance bernilai 1,000, dan Hosmer-Lemeshow bernilai 0,891 dimana nilai P tersebut lebih besar dari taraf nyata 0,01, maka model regresi yang dihasilkan cukup layak. Berdasarkan hasil tersebut maka diperoleh model logit yang sesuai untuk analisa kesediaan menerima responden terhadap dana kompensasi, yaitu: Li = 23,389 1,583 X 1 0,968 X 2 + 0,006 X 4 + 0,038 X 5 + 0,1E-6 X 6 + Pada model tersebut variabel-variabel bebas yang memiliki pengaruh nyata terhadap peluang kesediaan responden menerima dana kompensasi yaitu tingkat pendidikan dan jarak tempat tinggal dari lokasi TPAS. Hal ini dilihat

93 berdasrkan nilai P-value masing-masing yaitu 0,005 dan 0,076 dimana nilai tersebut tidak melebihi nilai alpha sebesar 0,1. Ini berarti ketiga variabel tersebut berpengaruh nyata terhadap kesediaan menerima responden terhadap dana kompensasi. Berikut ini akan diuraikan variabel-variabel bebas yang berpengaruh nyata, yaitu: 1. Tingkat pendidikan Variabel tingkat pendidikan berpengaruh nyata pada taraf 1% dan memiliki nilai koefisien bertanda negatif (-) yang berarti semakin tinggi tingkat pendidikan responden, maka peluang responden untuk bersedia menerima kompensasi akan semakin kecil. Responden tersebut akan berpikir kembali jika akan menyatakan bersedia menerima dana kompensasi. Nilai odds ratio sebesar 0,21 dapat diartikan bahwa responden yang tingkat pendidikannya 1 tahun lebih tinggi, maka peluang kesediaan menerima dana kompensasinya 0,21 kali lebih rendah dibandingkan penduduk yang tingkat pendidikannya 1 tahun lebih rendah, dengan asumsi cateris paribus. Dengan kata lain responden dengan tingkat pendidikan yang tingggi memiliki peluang yang kecil dalam kesediaan menerima dana kompensasi, dengan asumsi cateris paribus. Hal ini dikarenakan semakin tinggi tingkat pendidikan, maka responden semakin mengerti arti penting lingkungan yang baik serta memiliki pengetahuan yang tinggi mengenai dampak negatif atas keberadaan TPAS. Sehingga responden akan berpikir bahwa penurunan kualitas lingkungan dan kerugian yang dialami tidak layak diganti dengan uang, maka responden cenderung untuk tidak akan bersedia menerima dana kompensasi.

94 2. Jarak rumah dari lokasi TPAS Variabel jarak berpengaruh nyata pada taraf 10% dan memiliki nilai koefisien bertanda positif (+) yang berarti semakin jauh jarak rumah responden dari lokasi TPAS, maka peluang reponden untuk bersedia menerima dana kompensasi akan semakin besar. Hal ini berarti responden cenderung akan bersedia menerima dana kompensasi. Nilai odds ratio sebesar 1,01 dapat diartikan bahwa responden yang jarak rumahnya dari lokasi TPAS lebih jauh 1 meter, maka peluang kesediaan menerima dana kompensasinya 1,01 kali lebih tinggi dibandingkan responden yang jarak rumahnya dari lokasi TPAS 1 meter lebih dekat, dengan asumsi cateris paribus. Dengan kata lain responden yang lebih jauh jarak rumahnya dari lokasi TPAS memiliki peluang lebih besar dalam menerima dana kompensasi, cateris paribus. Sedangkan semakin dekat jarak rumah responden dari lokasi TPAS, maka responden cenderung tidak bersedia menerima dana kompensasi. Hal ini berdasarkan fakta dilapangan bahwa semakin dekat jarak rumah responden dari lokasi TPAS maka akan semakin banyak dampak negatif yang dialami. Dampak negatif yang dialami responden yang jarak rumahnya jauh dari TPAS hanyalah bau. Namun responden yang jarak rumahnya dekat dengan TPAS mengalami dampak yang lebih banyak yaitu bau, rawan terkena penyakit, dan sampah-sampah yang berserakan di lingkungan mereka. Maka apabila dilihat dari dampak negatif yang dialami responden, semakin dekat jarak rumah responden dari lokasi TPAS maka semakin banyak kerugian yang dialaminya. Sehingga responden lebih memilih tidak bersedia

95 menerima dana kompensasi dan lebih memilih untuk dipindahkannya lokasi TPAS dari lingkungan Cipayung. Sedangkan semakin jauh jarak rumah responden dari lokasi TPAS maka kerugian yang dilami tidak terlalu banyak, sehingga responden akan cenderung bersedia menerima dana kompensasi. Sedangkan variabel bebas yang tidak berpengaruh nyata dalam model ini adalah variabel jumlah tanggungan, lama tinggal responden di sekitar lokasi TPAS, dan pendapatan. Hal ini dilihat dari nilai P-value masing-masing yaitu 0,245, 0,467, dan 0,812. Nilai P-value ini lebih besar dari 0.2, yang berarti lebih besar dari taraf nyata yang ditolerir yaitu 20%, sehingga variabel tersebut tidak berpengaruh nyata dalam model. Jadi variabel yang berpengaruh nyata terhadap peluang kesediaan responden menerima dana kompensasi adalah tingkat pendidikan dan jarak rumah dari lokasi TPAS, sedangkan variabel yang tidak berpengaruh nyata adalah jumlah tanggungan, lama tinggal responden di sekitar lokasi TPAS, dan pendapatan. Hal ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Harianja (2006) bahwa variabel yang berpengaruh nyata terhadap peluang kesediaan responden menerima dana kompensasi atas keberadaan TPAS Bantar Gerbang adalah tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, dan kepuasan responden terhadap dana kompensasi yang telah diberikan. 6.3 Analisis Willingness to Accept Pendekatan CVM dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis WTA responden terhadap keberadaan TPAS Cipayung. Hasil pelaksanaan enam langkah kerja dalam metode CVM adalah sebagai berikut:

96 1. Membangun pasar hipotetis (setting up the hypothetical market) Pemkot Depok berencana memberikan ganti rugi kepada masyarakat Cipayung atas penurunan kualitas lingkungan akibat keberadaan TPAS. Ganti rugi ini berupa dana kompensasi yang akan diberikan Pemkot Depok kepada masyarakat di sekitar lokasi TPAS yang terkena dampak negatif. Berdasarkan hal tersebut responden diberikan informasi mengenai rencana pemberian dana kompensasi tersebut. Informasi ini bertujuan agar tercipta singkronisasi antara Pemkot Depok dan masyarakat Cipayung yang terkena dampak negatif atas keberadaan TPAS. Selain itu pemberian dana kompensasi ini ditujukan sebagai pertanggungjawaban atas dipakainya tanah seluas 11,6 ha di wilayah Cipayung yang dijadikan TPAS. Besar dana kompensasi akan ditanyakan kepada masyarakat di sekitar TPAS Cipayung. Besarnya dana kompensasi adalah nilai yang bersedia mereka terima atas penurunan kualitas lingkungan sebagai dampak dari keberadaan TPAS. Kisaran nilai dana kompensasi yaitu berkisar antara Rp ,00/KK/bulan sampai Rp ,00/KK/bulan. 2. Memperoleh nilai WTA (obtaining bids) Berdasarkan pernyataan dan interval nilai yang ditawarkan dalam kuesioner, maka diperoleh pilihan besarnya nilai dana kompensasi yang bersedia diterima responden. Berdasarkan hasil perhitungan statistik, diperoleh ratarata nilai WTA responden sebesar Rp ,00. Nilai ini mencerminkan keinginan responden terhadap nilai WTA. Umumnya responden menginginkan dana kompensasi yang tinggi karena biaya hidup yang semakin

97 meningkat sekarang ini. Nilai tersebut dianggap dapat menutup biaya hidup (termasuk biaya kesehatan dan air minum) yang semakin tinggi. 3. Menghitung dugaan nilai tengah WTA (estimating mean WTA/EWTA) Dugaan nilai tengah WTA (EWTA) responden dihitung berdasarkan data distribusi WTA responden. Data distribusi WTA responden dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Distribusi WTA Responden di Kelurahan Cipayung Tahun 2009 Frekuensi No Kelas WTA (Rp/KK/bulan) (orang) Persentase (%) , , , , , , , ,75 Jumlah Sampel ,00 Sumber: Data diolah Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan, maka diperoleh rataan WTA (EWTA) sebesar Rp ,00. Nilai ini lebih besar dibandingkan nilai dana kompensasi yang direncanakan DKP Kota Depok yaitu berkisar Rp ,00 sampai Rp , Menduga bid curve Kurva WTA responden berdasarkan nilai WTA responden terhadap dana kompensasi. Kurva WTA ini menggambarkan hubungan tingkat WTA yang diinginkan (dalam Rp/bulan) dengan jumlah masyarakat (orang). Berdasarkan jawaban yang diperoleh dari responden, didapatkan kurva WTA yang dapat dilihat pada Gambar 23.

98 Gambar 23. Dugaan Kurva WTA Responden di Kelurahan Cipayung Tahun Menentukan WTA total Hasil perhitungan TWTA dapat dilihat pada Tabel 11. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai total WTA responden sebesar Rp ,00 Pemkot Depok tidak pernah memberikan dana kompensasi sebelumnya kepada masyarakat Cipayung. Jika Pemkot berencana memberikan dana kompensasi, maka nilai dana kompensasi yang akan diberikan dalam satuan Rp/bulan. Nilai rata-rata yang diinginkan responden adalah sebesar Rp ,00/KK/bulan. Total WTA (TWTA) responden adalah sebesar Rp ,00/bulan. Setelah diperoleh nilai total WTA responden maka dapat diduga nilai total WTA masyarakat sebesar Rp ,00/bulan. Tabel 11. Total WTA (TWTA) Responden di Kelurahan Cipayung Tahun 2009 No Kelas WTA (Rp/KK/bulan) Frekuensi (orang) Jumlah (Rp) , , , , , , , ,00 Jumlah Sampel ,00 Sumber: Data diolah 6. Evaluasi pelaksanaan CVM Berdasarkan hasil analisa regresi berganda, diperoleh nilai R square sebesar 75,7% dan adjusted R square sebesar 73,7%. Penelitian yang berkaitan

99 dengan benda-benda lingkungan dapat mentolerir nilai R square sampai dengan 15% (Mitchell dan Carson, 1989 dalam Harianja, 2006) dan nilai adjusted R square bertanda positif maka uji t dan uji F dapat dilakukan. Oleh karena itu hasil pelaksanaan CVM dalam penelitian mengenai WTA ini dapat diyakini kebenarannya atau keandalannya (realible). Nilai WTA responden yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah sebesar Rp ,00/bulan. Nilai ini lebih besar bila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Utari tentang WTP dan WTA masyarakat terhadap TPAS Pondok Rajeg Kabupaten Bogor, yaitu nilai WTA sebesar Rp ,00. Hal ini dikarenakan sekarang ini harga-harga sudah meningkat akibat krisis ekonomi yang terjadi belakangan ini, sehingga nilai WTA sebesar RP ,00/bulan dirasa responden cukup layak. 6.4 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Willingness To Accept Pengolahan data mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTA dalam penelitian ini dengan memasukan beberapa variabel bebas. Variabel tersebut yaitu tingkat pendidikan responden, jumlah tanggungan, jarak tempat tinggal dari lokasi TPAS, tingkat gangguan yang dialami akibat keberadaan TPAS, penilaian responden mengenai kondisis sampah saat ini di TPAS, besarnya biaya yang dikeluarkan responden untuk menanggulangi dampak keberadaan TPAS, dan penilaian responden mengenai pengolahan sampah di TPAS. Berdasarkan hasil analisis regresi berganda, maka didapat model untuk faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTA responden. Model ini dipilih sebagai model terbaik dari beberapa alternatif karena memenuhi persyaratan kriteria

100 spesifikasi model yaitu : (1) kriteria ekonomi, dimana model yang baik haruslah memenuhi kriteria teori ekonomi; (2) kriteria ekonometrika, menetapkan apakah suatu taksiran memiliki sifat-sifat yang dibutuhkan seperti unbiasedness, cons istency, sufficiency, dan efficiency; serta (3) kriteria statistik, yang dilihat dari suatu derajat ketepatan yang dikenal dengan koefisien determinasi serta nyata secara statistik. Pada regresi linier berganda R square dan adjusted R square sangat penting untuk diperhatikan karena merupakan koefisien determinasi yang mencerminkan seberapa besar kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan varians variabel terikatnya. R square dan adjusted R square mempunyai nilai antara 0 sampai 1 di mana nilai yang mendekati 1 berarti semakin tinggi kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan varians variabel terikatnya. Semakin tinggi nilai R square maka keeratan hubungan antara X dan Y semakin kuat yang brarti bahwa keseluruhan variabel bebas secara bersama-sama mampu menerangkan variabel dependennya. Hasil analisis regresi berganda untuk faktorfaktor yang mempengaruhi nilai WTA dapat dilihat pada Tabel 12. Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 12, dapat diketahui bahwa variabel bebas berpengaruh nyata pada taraf 1%. Hal ini berarti variabel bebas mempengaruhi model pada tingkat kepercayaan 99%. Data yang digunakan dalam analisis ini telah diuji normalitasnya (menyebar normal), sehingga data tersebut valid untuk diolah dengan teknik regresi berganda.

101 Tabel 12. Hasil Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai WTA Responden Variabel Koefisien Prob. C ,182 X ,7 a 0,000 X a 0,000 X 3-12,503 b 0,012 X ,259 X 6 0,393 a 0,000 X ,329 X 8-0,004 b 0,015 R squared 77,7 % Adjusted R squared 75,5 % S ,7 Ket: Taraf nyata a, b, c, d, dan e untuk masing-masing 1 %, 5%, 10 %, 15 %, dan 20% Sumber: Data diolah Model yang dihasilkan dari analisis regeri berganda tersebut telah diuji multikoliniear, autokolinier, dan heterosledastisitas. Berdasarkan hasil ketiga uji tersebut, tidak diperoleh pelanggaran. Berikut adalah model hasil analisis regresi berganda yang merupakan fungsi nilai WTA : midwta i = ,7 X X 2 12,503 X X 5 + 0,393 X X 7 0,004 X 8 i Nilai R square yang dihasilkan pada model ini bernilai 77,7%, yang berarti keragaman WTA responden 77,7% dapat dijelaskan oleh model, sisanya 22,3% dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Taraf nyata yang digunakan dalam model persamaan ini adalah 5%. Nilai intercept bernilai positif (+) yaitu sebesar yang berarti jika tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, jarak rumah dari TPAS, penilaian kondisi sampah di TPAS, biaya yang dikeluarkan untuk menanggulangi dampak keberadaan TPAS, dan penilaian pengolahan sampah yang ada di TPAS tersebut sama dengan nol, maka kesediaan seseorang

102 menerima dana kompensasi terhadap dampak negatif atas keberadaan TPAS bernilai Rp ,00. Variabel bebas yang berpengaruh nyata dalam model ini adalah tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, jarak rumah dari lokasi TPAS, dan besarnya biaya yang dikeluarkan responden untuk menanggulangi dampak keberadaan TPAS. Masing-masing variabel ini memiliki nilai P-value yaitu 0,000, 0,000, 0,012, dan 0,015. Semua variabel bebas ini memiliki nilai P-value kurang dari Hal ini berarti keempat variabel ini berpengaruh nyata terhadap nilai WTA responden pada taraf = 5%, atau dengan kata lain variabel bebas yang mempengaruhi model pada tingkat kepercayaan 95%. Variabel bebas yang berpengaruh nyata yaitu : 1. Tingkat Pendidikan Variabel tingkat pendidikan memiliki nilai koefisien bertanda positif (+) berarti bahwa adanya hubungan positif antara tingkat pendidikan dengan besarnya nilai WTA responden terhadap keberadaan TPAS, yang berarti semakin tinggi tingkat pendidikan responden maka nilai WTA yang diharapkan responden tersebut semakin besar. Hal ini dikarenakan responden yang berpendidikan tinggi memiliki pengetahuan yang tinggi mengenai dampak negatif atas keberadaan TPAS dan berpikir bahwa kerugian yang ditanggung harus diganti dengan nilai yang layak dan dapat menutupi semua kerugian yang dialami. Koefisien variabel tingkat pendidikan sebesar memiliki arti bahwa peningkatan tingkat pendidikan satu satuan (tahun) akan meningkatkan WTA sebesar Rp 2.381,00, dengan asumsi cateris paribus.

103 2. Jumlah Tanggungan Variabel jumlah tanggungan memiliki nilai koefisien bertanda positif (+) berarti bahwa jika jumlah tanggungan responden semakin banyak, maka nilai WTA yang diharapkan responden tersebut akan semakin besar. Hal ini dikarenakan semakin banyak jumlah anggota keluarga maka semakin banyak biaya yang harus dikeluarkan untuk mengatasi dampak negatif dari TPAS. Oleh karena itu responden yang memiliki jumlah tanggungan lebih banyak menginginkan kompensasi yang lebih besar untuk mengganti kerugian yang dialaminya. Koefisien variabel jumlah tanggungan sebesar memiliki arti bahwa, jika jumlah tanggungan meningkat satu satuan (orang) maka akan meningkatkan WTA sebesar Rp 8.287,00, cateris paribus. 3. Jarak rumah dari TPAS Variabel jarak rumah memiliki nilai nilai koefisien bertanda negatif (-) berarti bahwa adanya hubungan negatif antara jarak rumah dengan besarnya nilai WTA responden, yang berarti semakin dekat jarak rumah responden dengan TPAS maka nilai WTA yang diharapkan responden tersebut semakin besar. Hal ini dikarenakan semakin dekat jarak rumah dengan TPAS maka semakin banyak dampak negatif yang dialami responden, dibandingkan dengan responden yang jarak rumahnya jauh. Dampak negatif yang dialami responden yang jarak rumahnya jauh dengan TPAS hanyalah bau. Namun responden yang jarak rumahnya dekat dengan TPAS mengalami dampak yang lebih banyak yaitu bau, rawan terkena penyakit, dan sampah-sampah yang berserakan di lingkungan mereka. Oleh karena itu responden yang jarak rumahnya dekat dengan TPAS mengharapkan nilai kompensasi yang lebih

104 tinggi dibandingkan dengan responden yang jarak rumahnya jauh dari TPAS. Koefisien variabel jarak sebesar -12,503 memiliki arti bahwa peningkatan jarak satu satuan (meter) akan menurunkan WTA sebesar Rp 12,50, dengan asumsi cateris paribus. 4. Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk menanggulangi dampak keberadaan TPAS Variabel biaya memiliki nilai koefisien bertanda positif (+) berarti bahwa semakin besar biaya yang dikeluarkan untuk menanggulangi dampak keberadaan TPAS, maka nilai WTA yang diinginkan responden akan semakin besar. Hal ini dikarenakan responden menginginkan ganti rugi yang sesuai dengan biaya yang telah ia keluarkan untuk menanggulangi dampak keberadaan TPAS. Koefisien variabel biaya sebesar 0,393 memiliki arti bahwa, jika biaya meningkat Rp 1.000,00 maka akan meningkatkan WTA sebesar Rp 393,00, cateris paribus. 5. Pendapatan Variabel pendapatan memiliki nilai koefisien bertanda negatif (-) yang berarti bahwa semakin tinggi pendapatan responden, maka nilai WTA responden akan semakin kecil. Hal ini dikarenakan responden yang berpendapatan tinggi merasa sudah berkecukupan untuk mengeluarkan biaya menanggulangi dampak negatif keberadaan TPAS, sehingga nlai dana kompensasi yang diharapkan tidak besar. Koefisien variabel pendapatan sebesar 0,004 memiliki arti bahwa, jika pendapatan meningkat Rp ,00 maka akan meningkatkan WTA sebesar Rp 400,00, cateris paribus.

105 Sedangkan variabel bebas penilaian responden mengenai kondisis sampah saat ini di TPAS dan penilaian responden mengenai pengolahan sampah di TPAS tidak berpengaruh nyata dalam model ini. Hal ini dilihat dari nilai P-value masingmasing yaitu 0,259 dan 0,329. Nilai P-value ini lebih besar dari 0.2, yang berarti lebih besar dari taraf nyata yang ditolerir yaitu 20%. Jadi faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTA dalam penelitian ini adalah tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, jarak rumah dari lokasi TPAS, besarnya biaya yang dikeluarkan responden untuk menanggulangi dampak keberadaan TPAS, dan pendapatan. Hal ini tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Harianja (2006) tentang WTA masyarakat terhadap TPAS Bantar Gerbang Kota Bekasi bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTA adalah tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, jarak tempat tinggal, ada tidaknya biaya yang dikeluarkan untuk menanggulangi dampak dari TPAS, dan penilaian responden terhadap pengolahan sampah yang dilakukan selama ini.

106 VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Kondisi lingkungan di sekitar TPAS Cipayung setelah keberadaan TPAS dinilai oleh masyarakat sekitar mengalami penurunan kualitas lingkungan apabila dibandingkan dengan kondisi sebelum didirikannya TPAS, hal ini ditunjukan dengan kondisi pemukiman yang makin buruk. Keberadaan TPAS dinilai sangat mengganggu kehidupan sehari-hari masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan persepsi masyarakat mengenai dampak negatif dari sampah yang berbahaya, kondisi air, udara dan lingkungan yang bermasalah, kondisi pemukiman saat ini yang buruk, dan kondisi sampah di TPAS yang buruk. 2. Sebagian besar masyarakat menyatakan bersedia menerima dana kompensasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan masyarakat menerima dana kompensasi atas keberadaan TPAS Cipayung adalah tingkat pendidikan dan jarak rumah dari lokasi TPAS. 3. Nilai rata-rata WTA responden adalah Rp ,00/bulan/KK, nilai tengah WTA Rp ,00, dan nilai total WTA responden adalah Rp ,00/bulan. Setelah diperoleh nilai total WTA responden maka dapat diduga nilai total WTA masyarakat sebesar Rp ,00/bulan. Nilai WTA responden Cipayung dipengaruhi oleh faktor tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, jarak rumah dari TPAS dan Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk menanggulangi dampak keberadaan TPAS.

107 7.2 Saran Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian maka dapat disarankan: 1. Pemkot Depok seharusnya mencari sistem pengelolaan sampah yang lebih baik dari sistem sanitary landfill dan membangun lebih banyak lagi UPS. Hal ini dimaksudkan dengan semakin banyaknya UPS akan semakin mengurangi jumlah sampah yang ada di TPAS saat ini sehingga TPAS tidak over limit dan tidak menimbulkan eksternalitas negatif. 2. Terkait dengan rencana Pemkot Depok yang berinisiatif untuk memberikan dana kompensasi kepada masyarakat Cipayung, sebaiknya Pemkot Depok menetapkan kebijakan ekonomi lingkungan yang sesuai dengan keinginan masyarakat. Nilai dana kompensasi yang sebaiknya diberikan adalah Rp ,00/KK/bulan. Hal ini terkait dengan WTA masyarakat terhadap TPAS Cipayung, karena dengan demikian dapat terjadinya sinkronisasi antara pemerintah dan masyarakat. Kebijakan lingkungan ini dapat didukung oleh penanganan sampah yang baik dan memberikan manfaat ekonomi. Tetapi di sisi lain, pemerintah juga perlu meningkatkan biaya retribusi sampah dari yang ditetapkan Pemkot Depok sekarang menjadi lebih tinggi agar anggaran untuk dana kompensasi tercukupi. 3. Saran untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya dilakukan penelitian mengenai TPAS Cipayung terutama tentang Willingness to Pay pihak-pihak yang membuang sampah ke TPAS Cipayung untuk mengetahui keseimbangan nilai dana kompensasi. Dengan demikian akan dapat diperoleh surplus produsen yang diterima masyarakat sekitar TPAS Cipayung atau surplus konsumen yang diperoleh pihak pembuang sampah.

108 DAFTAR PUSTAKA Apriadji, W. H Memproses Sampah. Penebar Swadaya, Jakarta. Astuti, E. B Strategi Pemberdayaan Masyarakat Sekitar, TPAS Cipayung Melalui Penguatan Kemampuan Masyarakat dalam Pemeliharaan Lingkungan Sehat. Tesis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Badan Pusat Statistik Kota Depok dalam Angka. BPS, Kota Depok. Devito, J. A Human Communication. Professional Books, New York Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok Data Persampahan Kota Depok. Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok, Depok. Hadiwiyoto, S Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Yayasan Idayu, Jakarta. Hanley, N. dan C. L. Spash Cost-Benefit Analysis and Environmental. Edward Elger Publishing Limited, England. Harianja, V. M Analisis Willingness To Accept Masyarakat Terhadap Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung Dengan Pendekatan Contingent Valuation Method. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kastman, R dan A. M. Kramadibrata Sistem Pengelolaan Reaktor Sampah Terpadu. Humaniora, Bandung. Mangkoesoebroto, G Ekonomi Publik. Fakultas Ekonomi UGM, Yogyakarta. Murtadho, D dan E. G. Said Penanganan dan Pemanfaatan Limbah Padat. Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta. Nazir, M Metode Penelitian. Ghalia Indonesia, Jakarta Rakmat, J Metode Penelitian Komunikasi. Remaja Rosdakarya, Bandung. Sarwono, S. W Psikologi Sosial (Individu dan Teori-Teori Psikologi Sosial). Balai Pustaka, Jakarta. Sinaga, B. M Metode Pengambilan Contoh. Fakultas Pertanian IPB, Bogor. Soekarman, A Sampah dan Pengelolaannya. Gramedia, Jakarta. Sulandari, U Penilaian Jasa Lingkungan Air Minum dan Penentuan Prioritas Bantuan Perbaikan Lingkungan (studi kasus DAS Citarum, Jawa Barat). Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

109 Turner, R. K., D. Pearce, dan I. Batemen Enviromental Economics: An Elementary Introduction Harvester Wheatsheaf, Hertfordshire. Utari, A. Y Analisis Willingness to Pay dan Willingness to Accept Masyarakat Terhadap Tempat Pembuangan Akhir Sampah Pondok Rajeg Kabupaten Bogor. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Widyati, R dan Yuliarsih Higiene dan Sanitasi Umum dan Perhotelan. Gramedia, Jakarta. Widyatmoko dan Sintorini Menghindari, Mengolah dan Menyingkirkan Sampah. Abditandus, Jakarta.

110 LLAMPIRAN

111 Lampiran 1. Kuesioner Penelitian DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN Jl. Kamper level 5 Wing 5 Kampus IPB Darmaga Bogor Telepon (0251) , (0251) , Fax (0251) KUESIONER PENELITIAN WTA Nomor Responden : Nama : Alamat : Tanggal : Kuesioner ini digunakan sebagai bahan skripsi mengenai Kesediaan Menerima Dana Kompensasi di Tempat Pembuangan Akhir Cipayung Kota Depok oleh Adhita Ramadhan, mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB. Saya mohon partisipasi Bapak/Ibu/Saudara/i untuk mengisi kuesioner ini dengan teliti dan lengkap sehingga dapat memberikan data yang obyektif. Informasi yang Bapak/Ibu/Saudara/i berikan akan dijamin kerahasiaannya, tidak untuk dipublikasikan dan tidak digunakan untuk kepentingan politis. Atas perhatian dan partisipasinya Saya ucapkan terima kasih. Petunjuk : Pilihkan salah satu jawaban untuk setiap pertanyaan yang tersedia dengan memberikan tanda ( ) pada bagian yang tersedia dan apabila jawaban Anda tidak terdapat pada pilihan jawaban maka isilah pada bagian yang tersedia. A. Karakteristik Responden 1. Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan 2. Usia : Tahun 3. Pendidikan formal terakhir : SD / Sederajat Diploma SLTP / Sederajat Sarjana SLTA / Sederajat Lainnya : 4. Apakah pekerjaan anda saat ini? Pelajar Pegawai Swasta Pemulung Mahasiswa Wiraswasta/pedagang Buruh Pabrik ABRI Ibu Rumah Tangga Lainnya Pensiunan Pegawai Negri Sipil 5. Rata-rata Pendapatan Saudara per bulan adalah Rp 6. Status Anda: Belum Menikah Sudah Menikah

112 Jika sudah menikah silahkan lanjutkan ke pertanyaan no 7, jika belum menikah silahkan lanjutkan ke pertanyaan no Berapakah jumlah tanggungan anda yang hidup bersama anda lebih dari 3 bulan ini? 1 orang 4 orang Lainnya orang 2 orang 5 orang 3 orang 6 orang 8. Sudah berapa lama Saudara tinggal di sekitar lokasi TPAS Cipayung?.Tahun 9. Status tempat tinggal Saudara? Berpindah-pindah Milik Sendiri Menumpang Lainnya: Sewa/kontrak 10. Berapa jarak rumah Saudara dari lokasi TPAS Cipayung? meter B. Persepsi Responden Tentang Kondisi, Lingkungan, Fasilitas dan Pengelolaan Sampah di TPAS Cipayung Kondisi Lingkungan Sebelum dan Sesudah Keberadaan TPAS Cipayung 1. Bagaimana kebersihan rumah dan lingkungan Saudara sebelum TPAS Cipayung ada? Sangat kotor Biasa saja Sangat bersih Kotor Bersih 2. Bagaimana kebersihan rumah dan lingkungan Saudara setelah TPAS Cipayung ada? Sangat kotor, karena Kotor, karena Biasa saja, karena Bersih, karena Sangat bersih, karena 3. Bagaimana kenyamanan tempat tinggal saudara sebelum TPAS Cipayung Ada? Sangat tidak nyaman Biasa saja Sangat nyaman Tidak nyaman Nyaman 4. Bagaimana kenyamanan tempat tinggal saudara sebelum TPAS Cipayung Ada? Sangat tidak nyaman Biasa saja Sangat nyaman Tidak nyaman Nyaman 5. Bagaimana kondisi air yang saudara gunakan sehari-hari sebelum TPAS Cipayung ada? Sangat kotor, air selalu kotor dan berbau Kotor, air kadang-kadang kotor dan berbau

113 Biasa saja, air tetap bersih, jernih, dan tidak berbau Tidak ada pengaruh karena menggunakan air PAM Lainnya, sebutkan Bagaimana kondisi air yang saudara gunakan sehari-hari sesudah TPAS Cipayung ada? Air selalu kotor dan berbau Air kadang-kadang kotor dan berbau Air tetap bersih, jernih, dan tidak berbau Tidak ada pengaruh karena menggunakan air PAM Lainnya,sebutkan Apakah ada tambahan biaya untuk membeli air minum ataupun air bersih setelah TPAS Cipayung ada? Ya, sebesar Rp../Rumah Tangga/bulan Tidak 8. Apakah Saudara dan keluarga pernah mengalami penyakit khusus yang disebabkan keberadaan TPAS Cipayung? Ya, yaitu Tidak 9. Apakah ada tambahan biaya untuk masalah kesehatan setelah TPAS Cipayung ada? Ya, sebesar Rp../Rumah Tangga/bulan Tidak 10. Apakah ada tambahan biaya selain biaya-biaya tersebut di atas setelah TPAS Cipayung ada? Ya, sebutkan: 1) = Rp /Rumah Tangga/bulan 2)... = Rp /Rumah Tangga/bulan Tidak Persepsi responden atas keberadaan TPAS Cipayung 11. Apakah Anda mengetahui dampak negatif dari sampah? Ya Tidak 12. Apa saja dampak negatif dari sampah yang Anda alami atas keberadaan TPAS Cipayung? Mengganggu pemandangan dan keindahan alam Menimbulkan pencemaran air dan udara Berkembangnya bibit penyakit Di tempat pembuangan sampah akan terjadi kekurangan oksigen Semua jawaban di atas atau lainnya, sebutkan 13. Bagaimanakah dampak negatif dari sampah tersebut? Sangat tidak berbahaya Berbahaya Tidak berbahaya Sangat berbahaya Cukup berbahaya 14. Bagaimana keadaan air, udara, dan lingkungan di sekitar TPAS Cipayung?

114 Tidak ada masalah Bermasalah Sedikit masalah Sangat bermasalah Cukup bermasalah 15. Menurut anda bagaimana kondisi pemukiman yang anda tempati saat ini? Sangat buruk Baik Buruk Sangat baik Cukup 16. Menurut Anda, bagaimana kondisi sampah yang ada di TPAS Cipayung saat ini? Sangat buruk Baik Buruk Sangat baik Biasa saja 17. Menururt Anda, Apakah keberadaan TPAS Cipayung memberikan gangguan terhadap aktivitas dan kehidupan Saudara sehari-hari? Sangat tidak mengganggu Mengganggu Tidak mengganggu Sangat Mengganggu Biasa saja 18. Apa saja bentuk gangguan yang Saudara alami? Bau Sampah Lalat Lainnya, sebutkan.. Nyamuk 19. Seberapa sering Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok memberikan bimbingan dan penyuluhan kebersihan lingkungan? Tidak pernah Sering Jarang Sangat sering Cukup 20. Apakah Saudara mengetahui tentang program pengelolaan sampah di TPAS Cipayung? Ya (lanjut ke No. 21) Tidak (lanjut ke No. 22) 21. Menurut Saudara bagaimana pengelolaan sampah yang selama ini dilakukan oleh pihak pengelola? Sangat buruk Baik Buruk Sangat baik Biasa saja 22. Menurut Saudara, siapakah yang bertanggung jawab atas kebersihan lingkungan Saudara? Pemerintah Masing-masing keluarga Pengelola TPAS Lainya, sebutkan Seluruh warga

115 C. Informasi Tentang Kesediaan Menerima Kompensasi 1. Apakah Anda setuju dengan pengelolaan sampah yang dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok tersebut? Ya Tidak 2. Jika Anda menjawab ya, kompensasi apa saja yang Anda harapkan dari Pemerintah Kota Depok sebagai ganti rugi terhadap dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan? Perbaikan Jalan Saluran air yang bersih Pengadaan klinik kesehatan Penyemprotan untuk menghilangkan bau Listrik yang memadai Semua jawaban di atas, atau lainnya sebutkan 3. Apakah Saudara bersedia menerima apa pun kompensasi/fasilitas yang diberikan oleh Pemerintah Kota Depok berapapun besarnya? Ya Tidak, karena 4. Jika Pemerintah Kota Depok berencana memberikan kompensasi (ganti rugi) berupa uang kepada Saudara per bulan nya. Berapakah besarnya kompensasi yang Saudara mau terima per bulannya? Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Lainya, sebutkan 5. Mengapa Anda mau menerima kompensasi (ganti rugi) sebesar yang saudara pilih? Berikan alasannya!

116 Lampiran 2. Tabulasi Karakteristik Responden Masyarakat Di Sekitar TPAS Cipayung Kota Depok Tahun 2009 (%) Jenis Kelamin Persentase Laki-laki 51 Perempuan 49 Total 100 (%) Usia (Tahun) Persentase < 55 7 Total 100 (%) Pendidikan Terakhir Persentase SD 37 SLTP 8 SLTA 22 Diploma 14 Sarjana 15 Tidak Bersekolah 4 Total 100 (%) Pekerjaan Persentase Pensiunan 2 Pegawai Swasta 19 Wiraswasta/pedagang 17 Ibu rumah tangga 35 Pegawai negeri sipil 15 Pemulung 5 Buruh pabrik/bangunan 6 Lainnya 1 Total 100 (%) Pendapatan Persentase Rp ,00 23 Rp ,00- Rp ,00 35 Rp ,00- Rp ,00 23 Rp ,00- Rp ,00 9 > Rp ,00 10 Total 100

117 (%) Status Pernikahan Persentase Belum menikah 0 Sudah menikah 100 Total 100 (%) Jumlah Tanggungan (Orang) Persentase > 6 1 Total 100 (%) Lama Tinggal di Sekitar TPAS (Tahun) Persentase > Total 100 (%) Status Tempat Tinggal Persentase Berpindah-pindah - Menumpang - Sewa/kontrak - Milik sendiri 100 Lainnya - Total 100 (%) Jarak Tempat Tinggal Dari TPAS (meter) Persentase > Total 100

118 Lampiran 3. Tabulasi Persepsi Responden Masyarakat Cipayung Tentang Kondisi Lingkungan di Sekitar TPAS Cipayung Kota Depok Tahun 2009 (%) Penilaian Kebersihan Rumah dan Persentase Lingkungan Sebelum TPAS ada Sangat kotor - Kotor - Biasa saja 5 Bersih 51 Sangat Bersih 44 Total 100 (%) Penilaian Kebersihan Rumah dan Persentase Lingkungan Setelah TPAS ada Sangat kotor 47 Kotor 46 Biasa saja 7 Bersih - Sangat Bersih - Total 100 (%) Penilaian Kenyamanan Tempat Tinggal Persentase Sebelum TPAS ada Sangat tidak nyaman - Tidak nyaman - Biasa saja 11 Nyaman 49 Sangat nyaman 40 Total 100 (%) Penilaian Kenyamanan Tempat Tinggal Persentase Setelah TPAS ada Sangat tidak nyaman 38 Tidak nyaman 49 Biasa saja 11 Nyaman 2 Sangat nyaman - Total 100

119 (%) Penilaian Kondisi Air Sebelum TPAS Persentase ada Sangat kotor, air selalu kotor dan berbau - Kotor, air kadang-kadang kotor dan berbau - Biasa saja, air tetap bersih dan tidak berbau 93 Tidak ada pengaruh, menggunakan air PAM 7 Lainnya - Total 100 (%) Penilaian Kondisi Air Setelah TPAS ada Persentase Sangat kotor, air selalu kotor dan berbau 2 Kotor, air kadang-kadang kotor dan berbau 19 Biasa saja, air tetap bersih dan tidak berbau 72 Tidak ada pengaruh, menggunakan air PAM 7 Lainnya - Total 100 (%) Adakah Tambahan Biaya Untuk Persentase Membeli Air Bersih/Minum? Tidak 70 Ya 30 Total 100 (%) Besar Biaya Untuk Membeli Air Persentase Bersih/Minum Rp 0 70 Rp 1-Rp Rp Rp Rp Rp >Rp Total 100

120 (%) Apakah Pernah Mengalami Penyakit Persentase Akibat Keberadaan TPAS Tidak 47 Ya 53 Total 100 (%) Jenis Penyakit Yang Dialami Akibat Persentase Keberadaan TPAS ISPA 39,02 Batuk-batuk 18,28 Pusing-pusing 21,95 Diare 14,63 TBC 1,22 Penyakit kulit 4,88 Total 100 (%) Adakah Tambahan Biaya Untuk Persentase Kesehatan Akibat Keberadaan TPAS Tidak 40 Ya 60 Total 100 (%) Besar Biaya Untuk Kesehatan Akibat Persentase Keberadaan TPAS Rp 0 40 Rp 1-Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp > Rp Total 100 (%) Adakah Tambahan Biaya Lain-lain Persentase Setelah TPAS ada Tidak 52 Ya 48 Total 100

121 (%) Besar Biaya Untuk Lain-lain Akibat Persentase Keberadaan TPAS Rp 0 50 Rp 1-Rp Rp Rp Rp Rp > Rp Total 100

122 Lampiran 4. Tabulasi Persepsi Responden Atas Keberadaan TPAS Cipayung Kota Depok Tahun 2009 (%) Mengetahui Dampak Negatif Dari Persentase Sampah Tidak - Ya 100 Total 100 (%) Dampak Negatif Yang Dialami Persentase Mengganggunya pemandangan dan keindahan alam 17,61 Menimbulkan pencemaran air dan udara 35,21 Berkembangnya bibit penyakit 31,34 Di TPAS kekurangan oksigen 9,51 Lain-lainnya 6,34 Total 100 (%) Penilaian Dampak Negatif Dari Sampah Persentase Sangat tidak berbahaya - Tidak berbahaya - Cukup berbahaya 11 Berbahaya 30 Sangat berbahaya 59 Total 100 (%) Penilaian Keadaan Air, Udara, dan Persentase Lingkungan Di Sekitar TPAS Tidak ada masalah - Sedikit masalah - Cukup bermasalah 7 Bermasalah 43 Sangat Bermasalah 50 Total 100 (%) Penilaian Kondisi Pemukiman Saat Ini Persentase Sangat buruk 41 Buruk 43 Cukup 16 Baik - Sangat baik - Total 100

123 (%) Penilaian Kondisi Sampah Yang Ada Persentase Di TPAS Saat Ini Sangat buruk 38 Buruk 45 Cukup 17 Baik - Sangat baik - Total 100 (%) Penilaian Apakah Keberadaan TPAS Persentase Memberikan Gangguan Terhadap Kehidupan Sehari-hari Sangat tidak mengganggu - Tidak mengganggu - Biasa saja 6 Mengganggu 26 Sangat mengganggu 68 Total 100 (%) Bentuk Gangguan Yang Dialami Persentase Bau 30,34 Lalat 30,65 Nyamuk 23,22 Sampah 11,76 Lainnya 4,02 Total 100 (%) Seberapa Sering DKP Kota Depok Persentase Memberikan penyuluhan kebersihan dan Kesehatan Tidak pernah 63 Jarang 35 Cukup 2 Sering - Sangat sering - Total 100 (%) Mengetahui Program Pengelolaan Persentase Sampah Di TPAS Tidak 24 Ya 76 Total 100

124 (%) Penilaian Terhadap Pengelolaan Sampah Persentase Yang Dilakukan Di TPAS Saat Ini Sangat buruk 44,74 Buruk 39,47 Biasa saja 15,79 Baik - Sangat baik - Total 100 (%) Yang Bertanggung Jawab Atas Persentase Kebersihan Lingkungan Masyarakat Sekitar TPAS Pemerintah 100 Pengelolan TPAS - Seluruh warga - Masing-masing keluarga - Lainnya - Total 100 (%) Apakah Setuju Dengan Card2 Tentang Persentase Program Pemberian Kompensasi Tidak - Ya 100 Total 100 (%) Bentuk Kompensasi Yang Diharapkan Persentase Perbaikan jalan 21,19 Pengadaan klinik kesehatan 24,69 Listrik yang memadai 5,29 Saluran air bersih 23,17 Penyemprotan untuk menghilangkan bau 22,42 Lainnya 2,52 Total 100 (%) Bersedia Menerima Kompensasi Berupa Persentase Apapun Tidak 20 Ya 80 Total 100

125 Lampiran 5. Hasil Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesediaan Menerima Responden Terhadap Dana Kompensasi Variabel Model 1 Model 2 Model 3 Model 4* Model 5 Model 6 Constant 26,726 5, ,718 X 1-1,726 b a a b -1,688 b X 2-0, d -0, ,403 X 3-0,4E-4-0.4E-4-0.5E-4-0,6E-4-0.4E-4 X 4 0, E c X 5 0, ,59 X 6 0,8E-6 0,2E-6 0,6E-6 0,1E-6 0,1E-5 0,8E-6 G 73,227 48,504 73,039 69,236 72, Loglikekihood -13,427-25,788-13, ,521-13,832-13,433 P-value 0,000 0,000 0,000 0, Ket: Taraf nyata a, b, c, d, dan e untuk masing-masing 1 %, 5%, 10 %, 15%, dan 20% (*) model terbaik yang dipilih Model 1 Binary Logistic Regression: Li versus X1; X2; X3; X4; X5; X6 Link Function: Logit Response Information Variable Value Count Li 1 80 (Event) 0 20 Total 100 Logistic Regression Table Odds 95% CI Predictor Coef SE Coef Z P Ratio Lower Upper Constant 26, ,6049 2,30 0,021 X1-1, , ,29 0,022 0,18 0,04 0,78 X2-0, , ,43 0,668 0,70 0,13 3,66 X3-0, , ,50 0,132 1,00 1,00 1,00 X4 0, , ,89 0,376 1,00 1,00 1,01 X5-0, , ,18 0,859 0,99 0,85 1,15 X6 0, , ,26 0,206 1,00 1,00 1,00 Log-Likelihood = -13,427 Test that all slopes are zero: G = 73,227, DF = 6, P-Value = 0,000 Goodness-of-Fit Tests Method Chi-Square DF P Pearson 21, ,000 Deviance 26, ,000 Hosmer-Lemeshow 7, ,501

126 Model 2 Binary Logistic Regression: Li versus X2; X3; X4; X5; X6 Link Function: Logit Response Information Variable Value Count Li 1 80 (Event) 0 20 Total 100 Logistic Regression Table Odds 95% CI Predictor Coef SE Coef Z P Ratio Lower Upper Constant 5, , ,73 0,006 X2-0, , ,50 0,134 0,54 0,24 1,21 X3-0, , ,18 0,001 1,00 1,00 1,00 X4 0, , ,18 0,854 1,00 1,00 1,00 X5 0, , ,92 0,358 1,03 0,96 1,11 X6-0, , ,66 0,511 1,00 1,00 1,00 Log-Likelihood = -25,788 Test that all slopes are zero: G = 48,504, DF = 5, P-Value = 0,000 Goodness-of-Fit Tests Method Chi-Square DF P Pearson 62, ,987 Deviance 51, ,000 Hosmer-Lemeshow 9, ,277 Model 3 Binary Logistic Regression: Li versus X1; X3; X4; X5; X6 Link Function: Logit Response Information Variable Value Count Li 1 80 (Event) 0 20 Total 100 Logistic Regression Table Odds 95% CI Predictor Coef SE Coef Z P Ratio Lower Upper Constant 28, ,0667 2,33 0,020 X1-1, , ,60 0,009 0,15 0,04 0,63 X3-0, , ,62 0,105 1,00 1,00 1,00 X4 0, , ,84 0,402 1,00 1,00 1,01 X5-0, , ,30 0,762 0,98 0,84 1,13 X6 0, , ,43 0,152 1,00 1,00 1,00 Log-Likelihood = -13,521 Test that all slopes are zero: G = 73,039, DF = 5, P-Value = 0,000 Goodness-of-Fit Test Method Chi-Square DF P Pearson 22, ,000 Deviance 27, ,000 Hosmer-Lemeshow 3, ,927

127 Model 4 Binary Logistic Regression: Li versus X1; X2; X4; X5; X6 Link Function: Logit Response Information Variable Value Count Li 1 80 (Event) 0 20 Total 100 Logistic Regression Table Odds 95% CI Predictor Coef SE Coef Z P Ratio Lower Upper Constant 23,3888 7, ,94 0,003 X1-1, , ,83 0,005 0,21 0,07 0,62 X2-0, , ,16 0,245 0,38 0,07 1,94 X4 0, , ,77 0,076 1,01 1,00 1,01 X5 0, , ,73 0,467 1,04 0,94 1,15 X6 0, , ,24 0,812 1,00 1,00 1,00 Log-Likelihood = -15,422 Test that all slopes are zero: G = 69,236, DF = 5, P-Value = 0,000 Goodness-of-Fit Tests Method Chi-Square DF P Pearson 26, ,000 Deviance 30, ,000 Hosmer-Lemeshow 3, ,891 Model 5 Binary Logistic Regression: Li versus X1; X2; X3; X5; X6 Link Function: Logit Response Information Variable Value Count Li 1 80 (Event) 0 20 Total 100 Logistic Regression Table Odds 95% CI Predictor Coef SE Coef Z P Ratio Lower Upper Constant 29, ,3491 2,42 0,015 X1-1, , ,19 0,028 0,17 0,04 0,83 X2-0, , ,33 0,745 0,76 0,15 3,91 X3-0, , ,89 0,059 1,00 1,00 1,00 X5-0, , ,92 0,356 0,94 0,83 1,07 X6 0, , ,53 0,125 1,00 1,00 1,00 Log-Likelihood = -13,832 Test that all slopes are zero: G = 72,417, DF = 5, P-Value = 0,000 Goodness-of-Fit Tests

128 Method Chi-Square DF P Pearson 23, ,000 Deviance 27, ,000 Hosmer-Lemeshow 3, ,890 Model 6 Binary Logistic Regression: Li versus X1; X2; X3; X4; X6 Link Function: Logit Response Information Variable Value Count Li 1 80 (Event) 0 20 Total 100 Logistic Regression Table Odds 95% CI Predictor Coef SE Coef Z P Ratio Lower Upper Constant 25,7168 9, ,68 0,007 X1-1, , ,41 0,016 0,18 0,05 0,73 X2-0, , ,50 0,621 0,67 0,13 3,31 X3-0, , ,79 0,073 1,00 1,00 1,00 X4 0, , ,24 0,213 1,00 1,00 1,01 X6 0, , ,32 0,186 1,00 1,00 1,00 Log-Likelihood = -13,443 Test that all slopes are zero: G = 73,194, DF = 5, P-Value = 0,000 Goodness-of-Fit Tests Method Chi-Square DF P Pearson 21, ,000 Deviance 26, ,000 Hosmer-Lemeshow 7, ,471 Lampiran 6. Hasil Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai WTA

129 Variabel Model 1 Model 2 Model 3 Model 4 Model 5* Constant X ,5 a 2899,3 a 3243,3 a 2831,7 a X a 7769 a 2047 a 6894 a 8287 a X 3-13,857 a -14,354 a -13,451 b -20,539 a -12,503 b X d 4379 d 8208 b 6190 c X X 6 0,382 a 0,387 a 0,388 a 0,393 a X X 8-0,003 b -0,003 b 0,7E-3 0,1E-3-0,004 b R squared 78,2% 78,1% 67,5% 66,8% 77,7% Adjusted R squared 75,7% 76,0% 64,4% 63,6% 75,5% S 11302, , , , ,7 Ket: Taraf nyata a, b, c, d, dan e untuk masing-masing 1 %, 5%, 10 %, 15 %, dan 20% (*) model terbaik yang dipilih Model 1 Regression Analysis: WTA versus X1; X2; X3; X4; X5; X6; X7; X8 The regression equation is WTA = X X2-13,9 X X X5 + 0,382 X X7-0,00366 X8 Predictor Coef SE Coef T P Constant ,39 0,695 X1 2843,5 508,6 5,59 0,000 X ,89 0,000 X3-13,857 4,926-2,81 0,006 X ,33 0,189 X ,32 0,748 X6 0, , ,09 0,000 X ,60 0,552 X8-0, , ,13 0,036 S = 11302,2 R-Sq = 78,2% R-Sq(adj) = 75,7% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression ,82 0,000 Residual Error Total Source DF Seq SS X X X

130 X X X X X Unusual Observations Obs X1 WTA Fit SE Fit Residual St Resid 8 6, ,88R 9 9, ,69R 21 15, ,01R 23 12, ,19R 24 6, ,11R R denotes an observation with a large standardized residual. Model 2 Regression Analysis: WTA versus X1; X2; X3; X4; X5; X6; X8 The regression equation is WTA = X X2-14,4 X X X5 + 0,388 X6-0,00336 X8 Predictor Coef SE Coef T P Constant ,80 0,427 X1 2899,3 497,7 5,83 0,000 X ,89 0,000 X3-14,354 4,834-2,97 0,004 X ,55 0,126 X ,42 0,679 X6 0, , ,27 0,000 X8-0, , ,06 0,043 S = 11251,6 R-Sq = 78,1% R-Sq(adj) = 76,0% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression ,64 0,000 Residual Error Total Source DF Seq SS X X X X X X X Unusual Observations Obs X1 WTA Fit SE Fit Residual St Resid 8 6, ,75R 9 9, ,62R

131 21 15, ,09R 23 12, ,19R 24 6, ,07R R denotes an observation with a large standardized residual. Model 3 Regression Analysis: WTA versus X1; X3; X4; X5; X6; X7; X8 The regression equation is WTA = X1-13,5 X X X5 + 0,339 X X7-0,00071 X8 Predictor Coef SE Coef T P Constant ,24 0,813 X1 2047,0 594,2 3,45 0,001 X3-13,451 5,970-2,25 0,027 X ,37 0,020 X ,35 0,727 X6 0, , ,48 0,000 X ,01 0,995 X8-0, , ,36 0,721 S = 13697,2 R-Sq = 67,5% R-Sq(adj) = 64,4% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression ,38 0,000 Residual Error Total Source DF Seq SS X X X X X X X Model 4 Regression Analysis: WTA versus X1; X2; X3; X4; X5; X7; X8 The regression equation is WTA = X X2-20,5 X X X X7-0,00012 X8 Predictor Coef SE Coef T P Constant ,02 0,986 X1 3243,2 617,7 5,25 0,000 X ,26 0,000 X3-20,539 5,883-3,49 0,001 X ,73 0,088 X ,05 0,297 X ,24 0,219 X8-0, , ,06 0,953

132 S = 13844,6 R-Sq = 66,8% R-Sq(adj) = 63,6% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression ,71 0,000 Residual Error Total Source DF Seq SS X X X X X X X Unusual Observations Obs X1 WTA Fit SE Fit Residual St Resid 8 6, ,38R 9 9, ,18R 24 6, ,59R 35 6, ,72R 40 9, ,15R 47 12, ,37R 78 6, ,22R R denotes an observation with a large standardized residual. Model 5 Regression Analysis: WTA versus X1; X2; X3; X5; X6; X7; X8 The regression equation is WTA = X X2-12,5 X X5 + 0,393 X X7-0,00419 X8 Predictor Coef SE Coef T P Constant ,35 0,182 X1 2831,7 511,2 5,54 0,000 X ,39 0,000 X3-12,503 4,845-2,58 0,012 X ,14 0,259 X6 0, , ,27 0,000 X ,98 0,329 X8-0, , ,49 0,015 S = 11361,7 R-Sq = 77,7% R-Sq(adj) = 75,5% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression ,74 0,000 Residual Error Total

133 Source DF Seq SS X X X X X X X Unusual Observations Obs X1 WTA Fit SE Fit Residual St Resid 8 6, ,01R 9 9, ,72R 23 12, ,16R R denotes an observation with a large standardized residual.

134 Lampiran 7. Uji Regresi Berganda Nilai Willingness to Accept Responden 1. Uji Normality Probability Plot of RESI1 Normal Percent 99, Mean -2,17369E-11 StDev N 80 KS 0,069 P-Value >0, , RESI Dari gambar : plot mengikuti garis lurus sisaan menyebar normal. H 0 = sisaan menyebar normal H 1 = sisaan tidak menyebar normal Hasil: p-value>0.150> =0.05 terima H 0 sisaan menyebar normal 2. Uji autokorelasi DW = 2,14894 Du = 1,801 DW= n-k-1 = =73 DW>DU =2,14894> 1,801 menunjukan tidak ada auto kolerasi

135 3. Uji Multikolineritas Regression Analysis: WTA versus BIYA; TANG; PDDK; PEKS; JARK; NOLH The regression equation is WTA = ,343 BIYA TANG PDDK PEKS - 15,5 JARK NOLH Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant ,14 0,259 BIYA 0, , ,58 0,000 2,2 TANG ,75 0,000 1,1 PDDK 2380,3 494,8 4,81 0,000 2,2 PEKS ,16 0,250 2,1 JARK -15,462 4,862-3,18 0,002 1,1 NOLH ,36 0,722 2,4 S = 11760,7 R-Sq = 75,7% R-Sq(adj) = 73,7% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression ,95 0,000 Residual Error Total Source DF Seq SS BIYA TANG PDDK PEKS JARK NOLH Unusual Observations Obs BIYA WTA Fit SE Fit Residual St Resid ,11R ,92R ,94R ,36R ,76 X R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence. Durbin-Watson statistic = 2,14894 Dilihat dari hasil analisis regresi berganda nilai VIF <5, hal ini menunjukan tidak terjadi multikolerasi

136 4. Uji kehomogenan ragam ( heteroskedastisitas) Residual Plots for WTA Percent Normal Probability Plot of the Residuals 99, , Residual Residuals Versus the Fitted Values Residual Fitted Value 30 Histogram of the Residuals Residuals Versus the Order of the Data Frequency Residual Residual Observation Order Dapat dilihat dari plot residual VS Fitted value. Karena plot ini bersifat acak atau tidak membentuk suatu pola tertentu berarti asumsi kehomogenan ragam terpenuhi. Gambar kanan atas: plot menyebar acak/tidak membentuk pola tertentu homoskedastisitas/ragam sisaan homogen Gambar kanan bawah: acak tidak ada autokorelasi

137 Lampiran 8. Gambar Lokasi TPAS Cipayung

138 Lampiran 9. Peta Kelurahan Cipayung

ANALISIS KESEDIAAN MENERIMA DANA KOMPENSASI DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT ADHITA RAMADHAN

ANALISIS KESEDIAAN MENERIMA DANA KOMPENSASI DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT ADHITA RAMADHAN ANALISIS KESEDIAAN MENERIMA DANA KOMPENSASI DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT ADHITA RAMADHAN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

ESTIMASI NILAI PENURUNAN KUALITAS LINGKUNGAN TERHADAP HARGA LAHAN DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT

ESTIMASI NILAI PENURUNAN KUALITAS LINGKUNGAN TERHADAP HARGA LAHAN DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT ESTIMASI NILAI PENURUNAN KUALITAS LINGKUNGAN TERHADAP HARGA LAHAN DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT GARNA YUANA SUHAN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

ESTIMASI MANFAAT DAN KERUGIAN MASYARAKAT AKIBAT KEBERADAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR: Studi Kasus di TPA Bantar Gebang, Kota Bekasi YUDI BUJAGUNASTI

ESTIMASI MANFAAT DAN KERUGIAN MASYARAKAT AKIBAT KEBERADAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR: Studi Kasus di TPA Bantar Gebang, Kota Bekasi YUDI BUJAGUNASTI ESTIMASI MANFAAT DAN KERUGIAN MASYARAKAT AKIBAT KEBERADAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR: Studi Kasus di TPA Bantar Gebang, Kota Bekasi YUDI BUJAGUNASTI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY MASYARAKAT TERHADAP PERBAIKAN LINGKUNGAN PERUMAHAN (Kasus Perumahan Bukit Cimanggu City RW 10) GITA HERDIANI

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY MASYARAKAT TERHADAP PERBAIKAN LINGKUNGAN PERUMAHAN (Kasus Perumahan Bukit Cimanggu City RW 10) GITA HERDIANI ANALISIS WILLINGNESS TO PAY MASYARAKAT TERHADAP PERBAIKAN LINGKUNGAN PERUMAHAN (Kasus Perumahan Bukit Cimanggu City RW 10) GITA HERDIANI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT MASYARAKAT TERHADAP PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN DAS CIDANAU (Studi Kasus Desa Citaman Kabupaten Serang) ANI TRIANI

ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT MASYARAKAT TERHADAP PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN DAS CIDANAU (Studi Kasus Desa Citaman Kabupaten Serang) ANI TRIANI ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT MASYARAKAT TERHADAP PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN DAS CIDANAU (Studi Kasus Desa Citaman Kabupaten Serang) ANI TRIANI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. akan digunakan dalam penelitian ini. Tahapan-tahapan metode CVM akan

KERANGKA PEMIKIRAN. akan digunakan dalam penelitian ini. Tahapan-tahapan metode CVM akan III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Analisis Willingness to Accept Willingness to Accept merupakan salah satu bagian dari metode CVM dan akan digunakan dalam penelitian ini. Tahapan-tahapan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian ini. Terdapat tiga konsep pemikiran teoritis yang dibahas, yaitu:

Lebih terperinci

PENILAIAN EKONOMI DAN JASA LINGKUNGAN PUSAT KONSERVASI TUMBUHAN KEBUN RAYA BOGOR RINDRA RI KI WIJAYANTI

PENILAIAN EKONOMI DAN JASA LINGKUNGAN PUSAT KONSERVASI TUMBUHAN KEBUN RAYA BOGOR RINDRA RI KI WIJAYANTI PENILAIAN EKONOMI DAN JASA LINGKUNGAN PUSAT KONSERVASI TUMBUHAN KEBUN RAYA BOGOR RINDRA RI KI WIJAYANTI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Deskripsi Lingkungan Permukiman Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Galuga Berdasarkan Penilaian Responden

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Deskripsi Lingkungan Permukiman Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Galuga Berdasarkan Penilaian Responden VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Deskripsi Lingkungan Permukiman Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Galuga Berdasarkan Penilaian Responden 6.1.1 Penilaian Responden terhadap Kebersihan Desa Galuga Lingkungan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis meliputi konsep ekonomi pencemaran, Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode valuasi

Lebih terperinci

ANALISIS PERMINTAAN DAN NILAI EKONOMI WISATA PULAU SITU GINTUNG-3 DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN TRI FIRANDARI

ANALISIS PERMINTAAN DAN NILAI EKONOMI WISATA PULAU SITU GINTUNG-3 DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN TRI FIRANDARI ANALISIS PERMINTAAN DAN NILAI EKONOMI WISATA PULAU SITU GINTUNG-3 DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN TRI FIRANDARI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

mg/l yang merupakan tingkat konsentrasi COD tertinggi yang dapat dihasilkan

mg/l yang merupakan tingkat konsentrasi COD tertinggi yang dapat dihasilkan mg/l yang merupakan tingkat konsentrasi COD tertinggi yang dapat dihasilkan oleh perusahaan sebelum adanya upaya dalam proses pengolahan air limbah. Hal ini berarti tidak ada biaya yang dikeluarkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk yang tinggi dengan pertumbuhan cepat di kota bila

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk yang tinggi dengan pertumbuhan cepat di kota bila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepadatan penduduk yang tinggi dengan pertumbuhan cepat di kota bila tidak diimbangi dengan fasilitas lingkungan yang memadai, seperti penyediaan perumahan, air bersih

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK KEMACETAN LALU LINTAS TERHADAP SOSIAL EKONOMI PENGGUNA JALAN DENGAN CONTINGENT VALUATION METHOD (CVM) Kasus: Kota Bogor, Jawa Barat)

ANALISIS DAMPAK KEMACETAN LALU LINTAS TERHADAP SOSIAL EKONOMI PENGGUNA JALAN DENGAN CONTINGENT VALUATION METHOD (CVM) Kasus: Kota Bogor, Jawa Barat) ANALISIS DAMPAK KEMACETAN LALU LINTAS TERHADAP SOSIAL EKONOMI PENGGUNA JALAN DENGAN CONTINGENT VALUATION METHOD (CVM) (Studi Kasus: Kota Bogor, Jawa Barat) RENDY DWI SAPTA DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Karst adalah istilah bagi sebuah bentang alam yang secara khusus

TINJAUAN PUSTAKA. Karst adalah istilah bagi sebuah bentang alam yang secara khusus II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penambangan Kawasan Karst Karst adalah istilah bagi sebuah bentang alam yang secara khusus berkembang pada batuan karbonat (batu gamping dan dolomit), dimana bentang alam tersebut

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. Peningkatan jumlah industri ini diikuti oleh penambahan jumlah limbah, baik

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. Peningkatan jumlah industri ini diikuti oleh penambahan jumlah limbah, baik VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Eksternalitas Negatif yang Timbul dari Pencemaran Sungai Musi Akibat Kegiatan Industri Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah penerima air hujan yang dibatasi oleh

Lebih terperinci

ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT. 7.1 Analisis Willingness To Accept dengan Pendekatan Metode Contingent Valuation Method

ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT. 7.1 Analisis Willingness To Accept dengan Pendekatan Metode Contingent Valuation Method VII. ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT 7.1 Analisis Willingness To Accept dengan Pendekatan Metode Contingent Valuation Method Teknik CVM didasarkan pada asumsi hak kepemilikan, jika individu yang ditanya

Lebih terperinci

ANALISIS PERMINTAAN DAN SURPLUS KONSUMEN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN RANI APRILIAN

ANALISIS PERMINTAAN DAN SURPLUS KONSUMEN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN RANI APRILIAN ANALISIS PERMINTAAN DAN SURPLUS KONSUMEN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN RANI APRILIAN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III STUDI LITERATUR

BAB III STUDI LITERATUR BAB III STUDI LITERATUR 3.1 PENGERTIAN LIMBAH PADAT Limbah padat merupakan limbah yang bersifat padat terdiri dari zat organic dan zat anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL SEKOLAH PASCSARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh peneliti yaitu dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh peneliti yaitu dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Data yang diperoleh dalam penelitian ini bersumber dari instansi yang terkait dengan penelitian, melaksanakan observasi langsung di Tempat Pembuangan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SAMPAH DAN KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PENGELOLAAN SAMPAH RUMAHTANGGA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SAMPAH DAN KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PENGELOLAAN SAMPAH RUMAHTANGGA ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SAMPAH DAN KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PENGELOLAAN SAMPAH RUMAHTANGGA (Studi Kasus di Perumahan Cipinang Elok, Jakarta Timur) GANIS DWI CAHYANI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto (1983), sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan,

Lebih terperinci

DAMPAK KEBERADAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) TERHADAP KONDISI LINGKUNGAN DI DESA SUKOSARI KECAMATAN JUMANTONO KABUPATEN KARANGANYAR

DAMPAK KEBERADAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) TERHADAP KONDISI LINGKUNGAN DI DESA SUKOSARI KECAMATAN JUMANTONO KABUPATEN KARANGANYAR DAMPAK KEBERADAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) TERHADAP KONDISI LINGKUNGAN DI DESA SUKOSARI KECAMATAN JUMANTONO KABUPATEN KARANGANYAR A. Latar Belakang Masalah Geografi merupakan ilmu pengetahuan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam menjalani aktivitas hidup sehari-hari tidak terlepas dari

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam menjalani aktivitas hidup sehari-hari tidak terlepas dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam menjalani aktivitas hidup sehari-hari tidak terlepas dari keterkaitannya terhadap lingkungan. Lingkungan memberikan berbagai sumberdaya kepada manusia dalam

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di daerah hulu dan hilir Sungai Musi, yang

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di daerah hulu dan hilir Sungai Musi, yang IV. METODE PENELITIAN 4.1. Pemilihan Lokasi dan waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di daerah hulu dan hilir Sungai Musi, yang terletak di kota Palembang Sumatera Selatan. Penentuan lokasi dilakukan

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI GUNA EKONOMI DAN DAMPAK PENAMBANGAN PASIR DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR GIAN YUNIARTO WILO HARLAN

ANALISIS NILAI GUNA EKONOMI DAN DAMPAK PENAMBANGAN PASIR DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR GIAN YUNIARTO WILO HARLAN ANALISIS NILAI GUNA EKONOMI DAN DAMPAK PENAMBANGAN PASIR DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR GIAN YUNIARTO WILO HARLAN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sampah merupakan material sisa hasil proses suatu aktifitas, baik karena kegiatan industri, rumah tangga, maupun aktifitas manusia lainnya. Sampah selalu menjadi masalah lingkungan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PERSAMPAHAN

PENGELOLAAN PERSAMPAHAN PENGELOLAAN PERSAMPAHAN 1. LATAR BELAKANG PENGELOLAAN SAMPAH SNI 19-2454-1991 tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan, mendefinisikan sampah sebagai limbah yang bersifat padat, terdiri atas

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian ini mengambil lokasi di Jalan Raya Kasomalang Kabupaten

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian ini mengambil lokasi di Jalan Raya Kasomalang Kabupaten IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di Jalan Raya Kabupaten Subang. Jalan Raya merupakan jalur alternatif untuk menuju Kabupaten Sumedang, Kuningan, Cirebon,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekaligus faktor utama penunjang pembangunan ekonomi karena peningkatan

I. PENDAHULUAN. sekaligus faktor utama penunjang pembangunan ekonomi karena peningkatan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perbaikan kualitas penduduk merupakan tujuan pembangunan dan sekaligus faktor utama penunjang pembangunan ekonomi karena peningkatan kualitas penduduk berarti peningkatan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KOMPOSISI DAN KARAKTERISTIK SAMPAH KOTA BOGOR 1. Sifat Fisik Sampah Sampah berbentuk padat dibagi menjadi sampah kota, sampah industri dan sampah pertanian. Komposisi dan jumlah

Lebih terperinci

VII. ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT RUMAHTANGGA MENERIMA GANTI RUGI PEMUKIMAN Analisis Kesediaan Rumahtangga Menerima Ganti Rugi Pemukiman

VII. ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT RUMAHTANGGA MENERIMA GANTI RUGI PEMUKIMAN Analisis Kesediaan Rumahtangga Menerima Ganti Rugi Pemukiman VII. ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT RUMAHTANGGA MENERIMA GANTI RUGI PEMUKIMAN 7.1. Analisis Kesediaan Rumahtangga Menerima Ganti Rugi Pemukiman Variabel terikat dalam analisis kesediaan rumahtangga menerima

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai menjadi salah satu pemasok air terbesar untuk kebutuhan mahluk hidup yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia. Sungai adalah sumber daya alam yang bersifat

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Maret Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive), menimbulkan eksternalitas positif bagi masyarakat.

IV. METODE PENELITIAN. Maret Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive), menimbulkan eksternalitas positif bagi masyarakat. IV. METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian yang dipilih adalah di daerah sekitar terusan BKB Jakarta, yaitu sepanjang daerah Halimun sampai Karet, Jakarta Pusat. Pengambilan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah

I. PENDAHULUAN. Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah menjadi persoalan serius terutama di kota-kota besar, tidak hanya di Indonesia saja, tapi di seluruh

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Kesediaan untuk Menerima (Willingness to Accept/WTA)

III. KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Kesediaan untuk Menerima (Willingness to Accept/WTA) III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Konsep Kesediaan untuk Menerima (Willingness to Accept/WTA) Willingness to Accept (WTA) menunjukkan seberapa kemampuan individu menerima kerusakan yang

Lebih terperinci

B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN

B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN 1 Sampah merupakan konsekuensi langsung dari kehidupan, sehingga dikatakan sampah timbul sejak adanya kehidupan manusia. Timbulnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fasilitas perkotaan di beberapa kota besar di Indonesia timbul berbagai masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. fasilitas perkotaan di beberapa kota besar di Indonesia timbul berbagai masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai akibat dari perkembangan penduduk, wilayah pemukiman, dan fasilitas perkotaan di beberapa kota besar di Indonesia timbul berbagai masalah yang berhubungan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Konsep Nilai Wisata dan Willingness To Pay Bermacam-macam teknik penilaian dapat digunakan untuk mengkuantifikasikan konsep dari nilai. Konsep dasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Pesatnya pertambahan penduduk menyebabkan meningkatnya berbagai aktivitas sosial ekonomi masyarakat, pembangunan fasilitas kota seperti pusat bisnis, komersial dan industri,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persampahan merupakan isu penting khususnya di daerah perkotaan yang selalu menjadi permasalahan dan dihadapi setiap saat. Akibat dari semakin bertambahnya jumlah

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI MANFAAT REKREASI TAMAN HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN TRAVEL COST METHOD MUTIARA INDAH SUSILOWATI

VALUASI EKONOMI MANFAAT REKREASI TAMAN HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN TRAVEL COST METHOD MUTIARA INDAH SUSILOWATI VALUASI EKONOMI MANFAAT REKREASI TAMAN HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN TRAVEL COST METHOD MUTIARA INDAH SUSILOWATI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

ANALISIS INTERNALISASI BIAYA PENGOLAHAN LIMBAH (Studi Kasus Sentra Industri Tempe di Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor)

ANALISIS INTERNALISASI BIAYA PENGOLAHAN LIMBAH (Studi Kasus Sentra Industri Tempe di Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor) ANALISIS INTERNALISASI BIAYA PENGOLAHAN LIMBAH (Studi Kasus Sentra Industri Tempe di Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor) Oleh : Natalia A14304070 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang untuk memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan. Sadar atau tidak dalam proses pemanfaatan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampah merupakan masalah yang dihadapi oleh seluruh negara di dunia. Selain itu, sampah juga berpotensi besar menimbulkan masalah lingkungan dan kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mengalami proses pembangunan perkotaan yang pesat antara tahun 1990 dan 1999, dengan pertumbuhan wilayah perkotaan mencapai 4,4 persen per tahun. Pulau Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk dan aktivititas masyarakat di daerah perkotaan makin

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk dan aktivititas masyarakat di daerah perkotaan makin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan penduduk dan aktivititas masyarakat di daerah perkotaan makin meningkat seiring dengan kemajuan teknologi, yang juga akan membawa permasalahan lingkungan.

Lebih terperinci

ANALISIS PENURUNAN KUALITAS LINGKUNGAN DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH GALUGA KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT LISANATUL HIFDZIYAH

ANALISIS PENURUNAN KUALITAS LINGKUNGAN DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH GALUGA KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT LISANATUL HIFDZIYAH ANALISIS PENURUNAN KUALITAS LINGKUNGAN DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH GALUGA KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT LISANATUL HIFDZIYAH DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH ELEMEN LANSKAP TERHADAP KUALITAS ESTETIKA LANSKAP KOTA DEPOK. Oleh: Medyuni Ruswan A

ANALISIS PENGARUH ELEMEN LANSKAP TERHADAP KUALITAS ESTETIKA LANSKAP KOTA DEPOK. Oleh: Medyuni Ruswan A ANALISIS PENGARUH ELEMEN LANSKAP TERHADAP KUALITAS ESTETIKA LANSKAP KOTA DEPOK Oleh: Medyuni Ruswan A34201045 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan saling terkait antar satu dengan lainnya. Manusia membutuhkan kondisi lingkungan yang

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA DAN PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG KAMILA HAQQ

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA DAN PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG KAMILA HAQQ ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA DAN PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG KAMILA HAQQ DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

ESTIMASI NILAI PENURUNAN KUALITAS LINGKUNGAN TERHADAP HARGA LAHAN DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT

ESTIMASI NILAI PENURUNAN KUALITAS LINGKUNGAN TERHADAP HARGA LAHAN DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT ESTIMASI NILAI PENURUNAN KUALITAS LINGKUNGAN TERHADAP HARGA LAHAN DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT GARNA YUANA SUHAN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

SURAT PERNYATAAN. Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya untuk dapat dipergunakan bilamana diperlukan

SURAT PERNYATAAN. Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya untuk dapat dipergunakan bilamana diperlukan SURAT PERNYATAAN Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Prahanta Vitra Angga Pratama NIM : 1204105094 Program Studi : Teknik Sipil Fakultas : Teknik Alamat : Jln. Pulau Saelus No. 15 A Sesetan, Denpasar

Lebih terperinci

Contingent Valuation Method (CVM)

Contingent Valuation Method (CVM) Contingent Valuation Method (CVM) Kuliah Valuasi ESDAL Pertemuan Ke-8 2015/2016 Urgensi CVM (1) Contingent Valuation Methods (CVM) merupakan metode yang dianggap dapat digunakan untuk menghitung jasa-jasa

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam pembangunaan kesehatan menuju Indonesia sehat ditetapkan enam

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam pembangunaan kesehatan menuju Indonesia sehat ditetapkan enam BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pembangunaan kesehatan menuju Indonesia sehat ditetapkan enam program pembangunan kesehatan masyarakat salah satunya adalah program lingkungan sehat, perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dianggapnya sudah tidak berguna lagi, sehingga diperlakukan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. yang dianggapnya sudah tidak berguna lagi, sehingga diperlakukan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aktivitas manusia dalam memanfaatkan alam selalu meninggalkan sisa yang dianggapnya sudah tidak berguna lagi, sehingga diperlakukan sebagai barang buangan, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota akan selalu berhubungan erat dengan perkembangan lahan baik dalam kota itu sendiri maupun pada daerah yang berbatasan atau daerah sekitarnya. Selain itu lahan

Lebih terperinci

DAMPAK SAMPAH TERHADAP KESEHATAN LINGKUNGAN DAN MANUSIA

DAMPAK SAMPAH TERHADAP KESEHATAN LINGKUNGAN DAN MANUSIA DAMPAK SAMPAH TERHADAP KESEHATAN LINGKUNGAN DAN MANUSIA Imran SL Tobing Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta ABSTRAK Sampah sampai saat ini selalu menjadi masalah; sampah dianggap sebagai sesuatu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Air Air merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi mahluk hidup dan tanpa air maka tidak akan ada kehidupan. Dalam Pasal 5 UU No.7 tahun 2004 tentang sumberdaya air

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Bantar Gebang mempunyai areal seluas 108 ha. Luas areal kerja efektif kurang lebih 69 ha yang dibagi dalam lima zona, masing-masing

Lebih terperinci

DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KABUPATEN KARANGANYAR

DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KABUPATEN KARANGANYAR DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KABUPATEN KARANGANYAR PENINGKATAN KESADARAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA 1. Latar Belakang Sampah yang menjadi masalah memaksa kita untuk berpikir dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan. Pada satu sisi pertambahan jumlah kota-kota modern menengah dan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan. Pada satu sisi pertambahan jumlah kota-kota modern menengah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan jumlah penduduk yang diikuti oleh perubahan gaya hidup masyarakat telah memunculkan berbagai indikasi yang mengarah pada krisis lingkungan. Pada

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Analisis Eksternalitas Positif Potensi Wisata Air BKB

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Analisis Eksternalitas Positif Potensi Wisata Air BKB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Eksternalitas Positif Potensi Wisata Air BKB Wisata merupakan salah satu bentuk kegiatan yang bermanfaat, selain bisa menghilangkan rasa jenuh juga dapat menjadi sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia

Lebih terperinci

Bagaimana Solusinya? 22/03/2017 PENGELOLAAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA DI KOTA CIAMIS PENGERTIAN SAMPAH

Bagaimana Solusinya? 22/03/2017 PENGELOLAAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA DI KOTA CIAMIS PENGERTIAN SAMPAH SOSIALISASI DAN PELATIHAN PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DI KOTA CIAMIS Nedi Sunaedi nedi_pdil@yahoo.com PENGERTIAN SAMPAH Suatu bahan yang terbuang dari sumber aktivitas manusia dan/atau alam yang tidak

Lebih terperinci

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO RINGKASAN ISVENTINA. H14102124. Analisis Dampak Peningkatan Ekspor Karet Alam Terhadap Perekonomian Indonesia: Suatu Pendekatan Analisis Input-Output. Di bawah bimbingan DJONI HARTONO. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi mengakibatkan bertambahnya volume sampah. Di samping itu, pola konsumsi masyarakat memberikan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN LOKASI Penelitian dimulai pada bulan Oktober sampai Desember 2008, bertempat di beberapa TPS pasar di Kota Bogor, Jawa Barat yaitu pasar Merdeka, pasar Jl. Dewi

Lebih terperinci

Sampah manusia: hasil-hasil dari pencernaan manusia, seperti feses dan urin.

Sampah manusia: hasil-hasil dari pencernaan manusia, seperti feses dan urin. 1. DEFINISI SAMPAH Sampah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Sementara di dalam UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, disebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gas/uap. Maka dari itu, bumi merupaka satu-satunya planet dalam Tata Surya. yang memiliki kehidupan (Kodoatie, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. gas/uap. Maka dari itu, bumi merupaka satu-satunya planet dalam Tata Surya. yang memiliki kehidupan (Kodoatie, 2012). 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Air adalah salah satu kekayaan alam yang ada di bumi. Air merupakan salah satu material pembentuk kehidupan di bumi. Tidak ada satu pun planet di jagad raya ini yang

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan hidup merupakan bagian yang tak terpisahkan

BAB I. PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan hidup merupakan bagian yang tak terpisahkan BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan lingkungan hidup merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan kota. Angka pertumbuhan penduduk dan pembangunan kota yang semakin meningkat secara

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di sentra produksi tahu yang terletak di Desa Kalisari, Kecamatan Cilongok, Purwokerto 1. Penentuan lokasi ini dilakukan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA INDUSTRI KECIL KERUPUK SANJAI DI KOTA BUKITTINGGI. Oleh YORI AKMAL A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA INDUSTRI KECIL KERUPUK SANJAI DI KOTA BUKITTINGGI. Oleh YORI AKMAL A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA INDUSTRI KECIL KERUPUK SANJAI DI KOTA BUKITTINGGI Oleh YORI AKMAL A14302024 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Bogor merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat yang terbagi

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Bogor merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat yang terbagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Bogor merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat yang terbagi menjadi 40 kecamatan dan 410 desa dan 16 kelurahan dengan jumlah penduduk menurut Badan Pusat

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. dilakukan secara sengaja (purposive) karena masyarakat dan instansi di daerah

IV. METODOLOGI PENELITIAN. dilakukan secara sengaja (purposive) karena masyarakat dan instansi di daerah IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Tahura Ir. H. Djuanda dan Desa Ciburial, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Deskripsi Pengelolaan Situ Rawa Badung. akibat pembangunan jalan dan pemukiman (lihat Gambar 3).

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Deskripsi Pengelolaan Situ Rawa Badung. akibat pembangunan jalan dan pemukiman (lihat Gambar 3). VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Deskripsi Pengelolaan Situ Rawa Badung Situ Rawa Badung merupakan salah satu situ DKI Jakarta yang terbentuk secara alami. Semula luas Situ Rawa Badung mencapai 5 Ha, namun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berusaha, memperluas kesempatan kerja, dan lain sebagainya (Yoeti, 2004).

I. PENDAHULUAN. berusaha, memperluas kesempatan kerja, dan lain sebagainya (Yoeti, 2004). I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keragaman kekayaan sumber daya alam yang dimiliki bangsa Indonesia, seperti potensi alam, keindahan alam, flora dan fauna memiliki daya tarik untuk dikunjungi oleh wisatawan

Lebih terperinci

KAJIAN VOLUME SAMPAH DI KOTA KEDIRI ( Lokasi TPA Klotok )

KAJIAN VOLUME SAMPAH DI KOTA KEDIRI ( Lokasi TPA Klotok ) KAJIAN VOLUME SAMPAH DI KOTA KEDIRI ( Lokasi TPA Klotok ) LUCIA DESTI KRISNAWATI, ST *) Pertumbuhan penduduk di kota Kediri, akan memberikan dampak pada permasalahan jumlah timbulan sampah. Sampah merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Jumlah penduduk di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia sudah mencapai 237,6

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu dipelihara

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA DEPOK JAWA BARAT KOTA DEPOK ADMINISTRASI Profil Wilayah Salah satu penyebab Kota ini berkembang pesat seperti sekarang adalah setelah adanya keputusan untuk memindahkan sebagian

Lebih terperinci

KERUGIAN FISIK DAN NONFISIK RUMAHTANGGA PESISIR AKIBAT BANJIR PASANG DI KELURAHAN KAMAL MUARA, PENJARINGAN JAKARTA UTARA SRIHUZAIMAH

KERUGIAN FISIK DAN NONFISIK RUMAHTANGGA PESISIR AKIBAT BANJIR PASANG DI KELURAHAN KAMAL MUARA, PENJARINGAN JAKARTA UTARA SRIHUZAIMAH KERUGIAN FISIK DAN NONFISIK RUMAHTANGGA PESISIR AKIBAT BANJIR PASANG DI KELURAHAN KAMAL MUARA, PENJARINGAN JAKARTA UTARA SRIHUZAIMAH DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Bali dengan luas kurang lebih 5.636,66 km 2. penduduk yang mencapai jiwa sangat rentan terhadap berbagai dampak

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Bali dengan luas kurang lebih 5.636,66 km 2. penduduk yang mencapai jiwa sangat rentan terhadap berbagai dampak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Bali dengan luas kurang lebih 5.636,66 km 2 dengan jumlah penduduk yang mencapai 3.890.757 jiwa sangat rentan terhadap berbagai dampak negatif dari pembangunan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN JENIS MIGRASI DAN PRODUKTIVITAS PEKERJA INDUSTRI KECIL SEPATU DI PERKAMPUNGAN INDUSTRI KECIL PULO GADUNG JAKARTA TIMUR.

KEPUTUSAN JENIS MIGRASI DAN PRODUKTIVITAS PEKERJA INDUSTRI KECIL SEPATU DI PERKAMPUNGAN INDUSTRI KECIL PULO GADUNG JAKARTA TIMUR. KEPUTUSAN JENIS MIGRASI DAN PRODUKTIVITAS PEKERJA INDUSTRI KECIL SEPATU DI PERKAMPUNGAN INDUSTRI KECIL PULO GADUNG JAKARTA TIMUR Oleh: NUR AZMI AFIANTI A14301087 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan tidak mengorbankan kelestarian sumberdaya alam itu sendiri.

I. PENDAHULUAN. dengan tidak mengorbankan kelestarian sumberdaya alam itu sendiri. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya alam dan jasa lingkungan merupakan aset yang menghasilkan arus barang dan jasa, baik yang dapat dikonsumsi langsung maupun tidak untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia melakukan berbagai aktivitas untuk memenuhi kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia melakukan berbagai aktivitas untuk memenuhi kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia melakukan berbagai aktivitas untuk memenuhi kesejahteraan hidupnya dengan memproduksi makanan minuman dan barang lain dari sumber daya alam. Aktivitas tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030,

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Upaya kesehatan lingkungan berdasarkan Sustainable Development Goals (SDGs) tahun 2030 pada sasaran ke enam ditujukan untuk mewujudkan ketersediaan dan pengelolaan

Lebih terperinci

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY PENGELOLAAN SAMPAH PASAR TRADISIONAL KOTA BOGOR TATI MURNIWATI

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY PENGELOLAAN SAMPAH PASAR TRADISIONAL KOTA BOGOR TATI MURNIWATI ANALISIS WILLINGNESS TO PAY PENGELOLAAN SAMPAH PASAR TRADISIONAL KOTA BOGOR TATI MURNIWATI SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRACT TATI MURNIWATI. Willingness to Pay Analysis

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI MANFAAT DAN KERUGIAN PERTAMBANGAN. 6.1 Indentifikasi Manfaat yang Dirasakan Masyarakat dari Kegiatan. Kabupaten. perusahaan.

IDENTIFIKASI MANFAAT DAN KERUGIAN PERTAMBANGAN. 6.1 Indentifikasi Manfaat yang Dirasakan Masyarakat dari Kegiatan. Kabupaten. perusahaan. VI. IDENTIFIKASI MANFAAT DAN KERUGIAN PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN C 6.1 Indentifikasi Manfaat yang Dirasakan Masyarakat dari Kegiatan Pertambangann Banyaknya industri tambang di berbagai skala menjadikan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN I. UMUM Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah mengamanatkan perlunya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Banjir adalah peristiwa meluapnya air yang menggenangi permukaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Banjir adalah peristiwa meluapnya air yang menggenangi permukaan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Banjir Banjir adalah peristiwa meluapnya air yang menggenangi permukaan tanah, dengan ketinggian melebihi batas normal. Banjir umumnya terjadi pada saat aliran air melebihi volume

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) yang dilaksanakan pada Mei 2010 penduduk

I. PENDAHULUAN. Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) yang dilaksanakan pada Mei 2010 penduduk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia cukup tinggi, berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan suatu kota dapat menimbulkan efek negatif terhadap lingkungan. Salah satu efek negatif tersebut adalah masalah lingkungan hidup yang disebabkan

Lebih terperinci

Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang Semarang

Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang Semarang TUGAS AKHIR 108 Periode Agustus Desember 2009 Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang Semarang Oleh : PINGKAN DIAS L L2B00519O Dosen Pembimbing : Ir. Abdul Malik, MSA Jurusan Arsitektur Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan perkembangan Kota

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan perkembangan Kota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan perkembangan Kota Karanganyar yang terus meningkat disertai dengan peningkatan kualitas dan kuantitas kegiatan manusia sehari-hari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara

I. PENDAHULUAN. Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara jumlah sampah yang dihasilkan dengan sampah yang diolah tidak seimbang. Sampah merupakan

Lebih terperinci