ESTIMASI NILAI PENURUNAN KUALITAS LINGKUNGAN TERHADAP HARGA LAHAN DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ESTIMASI NILAI PENURUNAN KUALITAS LINGKUNGAN TERHADAP HARGA LAHAN DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT"

Transkripsi

1 ESTIMASI NILAI PENURUNAN KUALITAS LINGKUNGAN TERHADAP HARGA LAHAN DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT GARNA YUANA SUHAN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 RINGKASAN GARNA YUANA SUHAN. Estimasi Nilai Penurunan Kualitas Lingkungan terhadap Harga Lahan di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung Kota Depok Jawa Barat. Dibimbing Oleh PINI WIJAYANTI Kondisi TPAS Cipayung yang merupakan satu-satunya TPAS di Kota Depok sudah mengalami over limit, sehingga terdapat gunungan sampah yang menimbulkan dampak negatif di sekitar TPAS Cipayung. Dampak negatif tersebut berupa penurunan kualitas lingkungan yang berdampak pada harga lahan. Harga lahan menjadi menarik karena semakin meningkatnya kebutuhan lahan untuk tempat tinggal. Penelitian ini dilakukan untuk menunjukkan adanya dampak negatif pencemaran lingkungan terhadap harga lahan dan menghitung nilai ekonomi dari penurunan kualitas lingkungan di sekitar TPAS Cipayung. Tujuan penelitian ini yaitu: 1) mengkaji penilaian responden mengenai kondisi lingkungan pemukiman di sekitar TPAS Cipayung dengan menggunakan skala perbedaan semantik, 2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga lahan di sekitar TPAS Cipayung dengan menggunakan Hedonic Price Method (HPM), 3) menghitung besarnya nilai ekonomi dari penurunan kualitas lingkungan akibat keberadaan TPAS Cipayung digunakan metode dose-respon. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Cipayung Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dikarenakan di daerah tersebut terdapat TPAS Cipayung yang diduga menyebabkan penurunan kualitas lingkungan yang berdampak pada harga lahan di sekitar TPAS Cipayung. Pengambilan data primer dilaksanakan pada bulan Mei 2008 sampai Juni Hasil penelitian menunjukan bahwa masyarakat sekitar TPAS Cipayung secara umum menilai keberadaan TPAS Cipayung menurunkan kualitas lingkungan, hal ini dapat ditunjukkan dengan penurunan hasil perhitungan nilai rata-rata semantic differential setelah adanya TPAS Cipayung. Selain itu diketahui bahwa responden mengalami beberapa dampak negatif dari keberadaan TPAS Cipayung yang tidak dikelola dengan baik sehingga dapat mengganggu terhadap kehidupan responden. Penurunan kualitas lingkungan tersebut berpengaruh terhadap harga lahan. Berdasarkan HPM diketahui bahwa harga lahan di Kelurahan Cipayung dipengaruhi oleh jarak tempat tinggal dengan TPAS Cipayung, biaya kesehatan, luas bangunan, dan status lahan. Nilai implisit dari jarak tempat tinggal dengan TPAS Cipayung, luas bangunan, dan status lahan bertanda positif, sedangkan nilai implisit dari biaya kesehatan bertanda negatif. Hasil perhitungan menggunakan metode dose-respon diperoleh nilai ekonomi penurunan kualitas lingkungan akibat keberadaan TPAS Cipayung di Kelurahan Cipayung adalah Rp ,00 setiap bulan. Namun demikian nilai ini belum mencerminkan seluruh nilai ekonomi penurunan kualitas lingkungan. i

3 ESTIMASI NILAI PENURUNAN KUALITAS LINGKUNGAN TERHADAP HARGA LAHAN DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT GARNA YUANA SUHAN H Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 ii

4 Judul Skripsi : Estimasi Nilai Penurunan Kualitas Lingkungan terhadap Harga Lahan di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung Kota Depok Jawa Barat Nama : Garna Yuana Suhan NRP : H Menyetujui Dosen Pembimbing, Pini Wijayanti SP., M.Si. NIP Mengetahui Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc. NIP Tanggal Lulus: iii

5 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ESTIMASI NILAI PENURUNAN KUALITAS LINGKUNGAN TERHADAP HARGA LAHAN DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. Bogor, September 2009 Garna Yuana Suhan H iv

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 12 Oktober Penulis adalah putra pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Bermanto Suhan dan Ibu Nining Yuaningsih. Penulis mengawali pendidikan formal di SDN Sukamanah Subang pada tahun Pendidikan menengah pertama penulis bertempat di MTsN Subang pada tahun , sedangkan pendidikan menengah atas penulis dapatkan di SMAN 1 Subang pada tahun Pada tahun 2005, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Akhir semester dua penulis memilih dan diterima di Departeman Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswi IPB, penulis mengikuti beberapa kepanitiaan dalam kegiatan kampus. Selain itu penulis juga aktif dalam beberapa Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) diantaranya yaitu Forum for Scientific Study (FORCES) dan merpati putih. v

7 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Estimasi Nilai Penurunan Kualitas Lingkungan terhadap Harga Lahan di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung Kota Depok Jawa Barat. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Tujuan penulisan skripsi ini adalah mendeskripsikan kondisi lingkungan pemukiman di sekitar TPAS Cipayung berdasarkan penilaian responden dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga lahan di sekitar TPAS Cipayung dengan menggunakan Hedonic Price Method (HPM). Dihitung juga besarnya nilai ekonomi dari penurunan kualitas lingkungan akibat keberadaan TPAS Cipayung. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Akhir kata, semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya pihak yang terkait dengan penelitian ini. Bogor, September 2009 Garna Yuana Suhan vi

8 UCAPAN TERIMA KASIH Proses penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada: 1. Pini Wijayanti, SP., M.Si. atas bimbingan dan arahan serta motivasi yang diberikan selama proses penyusunan skripsi ini. 2. Ir. Nindyantoro, MSP. dan Nuva, SP., M.Sc. atas kesediaannya menjadi dosen penguji. 3. Pihak Pemerintah Kota Depok dan Kelurahan Cipayung yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian serta bantuan yang diberikan kepada penulis. 4. Ibu (Nining Yuaningsih), Bapak (Bermanto Suhan), adik (Rania Yuani Suhan), bibi (Ndeunk), kakek (Suhanta) dan seluruh keluarga yang telah melimpahkan kasih sayang, doa serta dukungan yang tak terhingga nilainya. 5. Eva Nursusandhari dan teman-teman lainnya atas kesediaannya menemani dan membantu penulis dalam melakukan penelitian sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar serta pengaruh positif yang sangat berharga. 6. Keluarga Bapak Suprapto atas doa dan dukungannya sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar. 7. Teman-teman di Saung Kuring, ESL 42, ESL 43, dan kelas A18 TPB atas kebersamaannya selama ini dan juga semua keceriaan yang pernah kita lewati bersama. 8. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. vii

9 DAFTAR ISI RINGKASAN... LEMBAR PERNYATAAN... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN KEORISINILAN... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERMA KASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian... 7 II. TINJAUAN PUSTAKA Sampah Macam-macam Sampah Pengelolaan Sampah Dampak yang Ditimbulkan oleh Sampah Konsep Ideal Tempat Pembuangan Akhir Sampah Harga Lahan Hedonic Price Method Keunggulan dan Keterbatasan Hedonic Price Method Masalah dalam Hedonic Price Method Skala Perbedaan Semantik (Semantic Differential) Metode Dose-Respon (Dose-Response Method) Penelitian Terdahulu III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Operasional Hipotesa IV. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian viii i ii iii iv v vi vii viii xi xii xiii

10 4.2 Jenis dan Sumber Data Metode Pengambilan Contoh Metode dan Prosedur Analisis Penilaian Masyarakat terhadap Kondisi Lingkungan Pemukiman di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Lahan di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung Estimasi Besarnya Nilai Ekonomi Dari Penurunan Kualitas Lingkungan Akibat Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung Gambaran Kondisi Lahan di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung Karakteristik Responden Jenis kelamin Usia Jumlah Tanggungan Pendidikan Formal Jenis Pekerjaan Sumber Pendapatan Tingkat Pendapatan Kategori Penduduk Lama Tinggal Waktu Tinggal Status Lahan VI. DESKRIPSI LINGKUNGAN PEMUKIMAN SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG DAN PENILAIAN LINGKUNGAN OLEH RESPONDEN Harga Lahan Penilaian Responden terhadap Kebersihan Kelurahan Cipayung Penilaian Responden terhadap Kondisi Air Penilaian Responden terhadap Pengelolaan Sampah di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung Tingkat Gangguan yang Dialami Responden VII. ANALISIS FUNGSI HEDONIS DAN NILAI EKONOMI LINGKUNGAN PEMUKIMAN SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG Analisis Harga Lahan Analisis Biaya Kesehatan ix

11 7.3 Nilai Ekonomi Penurunan Kualitas Lingkungan di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung Upaya Meminimalisir Dampak Negatif Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung VIII. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN x

12 DAFTAR TABEL Nomor 1` Halaman Volume Sampah yang Masuk Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung Bulan Juli-September Tahun Matriks Keterkaitan Tujuan, Sumber Data dan Metode Analisis Data Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin di Kelurahan Cipayung Tahun Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kelurahan Cipayung Tahun Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencahariannya di Kelurahan Cipayung Tahun Penilaian Dampak Negatif Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung yang Dirasakan Responden Tahun Hasil Estimasi Fungsi Hedonis Harga Lahan di Kelurahan Cipayung Tahun Sepuluh jenis penyakit terbesar di Kelurahan Cipayung Kota Depok Tahun Statistik Deskriptif Biaya Kesehatan Responden Setiap Bulan.. 66 xi

13 Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kurva Harga Implisit Lingkungan Diagram Alur Berpikir Peta TPAS Cipayung di Kota Depok Tahun Karateristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kelurahan Cipayung Tahun Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan di Kelurahan Cipayung Tahun Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan di Kelurahan Cipayung Tahun Distribusi Harga Lahan Responden di Kelurahan Cipayung Tahun Persepsi Responden Berdasarkan Penilaian Responden terhadap Kebersihan Lingkungan di Kelurahan Cipayung Jaya Tahun Persepsi Responden terhadap Kondisi Air di Kelurahan Cipayung Tahun Persepsi Responden terhadap Pengelolaan Sampah di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung Tahun Persepsi Responden Berdasarkan Penilaian terhadap Tingkat Gangguan yang Dialami Responden di Kelurahan Cipayung Jaya Tahun Kurva Demand Harga Lahan Berdasarkan Jarak Tempat Tinggal dengan TPAS Cipayung xii

14 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1 Hasil Pendugaan Variabel Harga Lahan Tabulasi Karakteristik Responden Masyarakat di Sekitar TPAS Cipayung Kota Depok Tahun Tabulasi Informasi Faktor Harga Lahan di Sekitar TPAS Cipayung Kota Depok Tahun Tabulasi Persepsi Responden Masyarakat Cipayung terhadap Kondisi Lingkungan di Sekitar TPAS Cipayung Kota Depok Tahun Peta Kelurahan Cipayung Tahun Kuesioner Penelitian Foto Penelitian xiii

15 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi oleh masyarakat karena dapat menyebabkan kotornya lingkungan yang pada akhirnya akan menurunkan kualitas lingkungan hidup. Baik kuantitas maupun kualitasnya, sampah sangat dipengaruhi oleh berbagai kegiatan masyarakat (Wahyuningsih, 2004). Kegiatan ini berupa konsumsi dan aktivitas lainnya yang akan menghasilkan sisa/buangan. Sampah dan pengelolaannya di negara-negara berkembang termasuk Indonesia (Suprihatin et al. 1999) dalam Utari (2006), menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut: 1) kandungan persentase bahan organik dalam sampah tergolong tinggi (50 persen 75 persen). 2) pengumpulan ulang, daur ulang, serta pengelolaan sampah lainnya tidak efisien dan tidak terorganisasi secara aman. 3) kondisi sarana pelayanan umum yang rendah. 4) industri besar dan kecil tidak memberikan perhatian yang cukup dalam pengelolaan sampah, sedangkan pemerintah sulit untuk membiayai pengelolaan sampah. 5) belum diterapkannya prinsip bahwa produsen barang harus mengelola sampahnya sendiri. Penelitian Pramono (2009) menunjukkan bahwa timbulan sampah sebesar ,87 ton/hari dari 384 kota di Indonesia hanya 4,2 persen yang tertangani (dibuang dan diangkut) di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Selebihnya adalah 37,6 persen dibakar, 4,9 persen dibuang ke sungai dan tidak tertangani sebesar 53,3 persen. Persoalan sampah terjadi di beberapa kota besar di Indonesia. Jakarta sebagai kota besar memproduksi ton sampah setiap harinya dimana sampah

16 tersebut tidak dapat terangkut semuanya yang menyebabkan pencemaran lingkungan. Persoalan sampah juga terjadi di Bandung dengan penolakan dari masyarakat terhadap pabrik sampah yang menggunakan teknologi incenerator di Kecamatan Gedebage. Beberapa kasus persoalan sampah juga telah menyebabkan pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), baik yang terkait dengan hak atas lingkungan sebagai bagian dari hak ekonomi, sosial dan budaya, maupun sipil dan politik. Hal ini ditunjukkan dengan terjadinya intimidasi dan penembakan terhadap masyarakat, juga ancaman dalam kurun waktu yang panjang di Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bojong. Bencana ekologis juga dapat ditimbulkan akibat buruknya manajemen pengelolaan sampah, longsor sampah dan banjir menjadi permasalahan di kota-kota besar yang memproduksi banyak sampah, seperti yang terjadi di Leuwigajah dan Bantar Gebang. Kota Depok sebagai kota besar di Indonesia mengalami permasalahan mengenai pengelolaan sampah. Berdasarkan data Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Depok setiap hari timbulan sampah yang dihasilkan di Kota Depok mencapai m 3. Sampah ini dibuang ke Tempat Pembuangan akhir sampah Cipayung (TPAS) yang merupakan satu-satunya TPA di kota ini. Setiap harinya sampah yang mampu diangkut berjumlah m 3 dimana sampah tersebut diangkut dengan menggunakan 54 truk sebanyak dua putaran setiap harinya. Sedangkan sisanya tidak bisa dilayani karena kurangnya sarana dan prasana pembuangan sampah di TPAS Cipayung. Sampah yang tidak terangkut biasanya dimusnahkan dengan cara dibakar atau dijadikan kompos oleh masyarakat atau pihak swasta. TPAS seluas 10,1 ha ini melayani enam kecamatan, dimana kecamatan yang menghasilkan volume sampah tertinggi 2

17 adalah Kecamatan Sukmajaya. Lebih lanjut data wilayah pelayanan TPAS Cipayung dan volume sampah yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Volume Sampah yang Masuk Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung Bulan Juli-September Tahun 2004 No Kecamatan Volume Sampah Bulan Juli 2004 (m 3 ) Volume Sampah Bulan Agustus 2004 (m 3 ) Volume Sampah Bulan September 2004 (m 3 ) Korcam TPAS Korcam TPAS Korcam TPAS 1 Cimanggis Sukmajaya Pancoran Mas Beji Sawangan Limo Pasar Jumlah Sumber: Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok (2004) Pengelolaan sampah di Kota Depok masih berpegang pada paradigma lama, yaitu mengumpulkan, mengangkut dan membuang sampah. Sehingga TPAS Cipayung yang telah berfungsi selama 21 tahun tidak mampu menangani sampah di Kota Depok. Hal ini ditunjukkan dengan terdapatnya gunungan sampah setinggi m yang bercampur antara sampah organik dan non-organik. Gunungan sampah ini telah menimbulkan kerugian sosial bagi warga sekitar TPAS Cipayung. Dampak yang dirasakan oleh warga meliputi bau tak sedap dari sampah, banyaknya lalat-lalat di setiap rumah, serta berjangkitnya berbagai penyakit (penyakit kulit, pencernaan dan infeksi saluran pernapasan akut). Bersamaan dengan peningkatan volume sampah akibat meningkatnya jumlah penduduk, maka pertumbuhan penduduk tersebut juga membawa implikasi terhadap kebutuhan lahan untuk tempat tinggal penduduk. Jumlah 3

18 ketersediaan lahan bersifat tetap namun kebutuhan lahan semakin meningkat. Hal ini akan mengakibatkan adanya kompetisi dalam penguasaan suatu unit lahan. Terlebih dengan kepadatan penduduk Indonesia yang semakin lama semakin meningkat, data menunjukkan kepadatan penduduk pada tahun 1990 adalah 105 jiwa/km 2, 108 jiwa/km 2 pada tahun 2000, dan menjadi 113 jiwa/km 2 pada tahun Faktor keterbatasan lahan untuk pemukiman menyebabkan timbulnya masalah pemukiman dimana terdapat kecenderungan semakin diabaikannya persyaratan lingkungan pemukiman. Hal ini mengakibatkan timbulnya lingkungan pemukiman yang kurang memperhatikan persyaratan keamanan dan kesehatan bagi penduduknya. Kondisi ini banyak terjadi di sekitar TPAS Cipayung. Walaupun terjadi penurunan kualitas lingkungan sebagai akibat adanya TPAS Cipayung, kepadatan penduduk semakin meningkat. Hal ini selain diakibatkan meningkatnya jumlah penduduk asli juga diduga diakibatkan meningkatnya jumlah pendatang. Keberadaan TPAS Cipayung memberikan dampak positif dan negatif bagi masyarakat sekitar. Dampak positif tersebut diantaranya menghasilkan lapangan pekerjaan dan menjadi sumber pendapatan masyarakat. Dampak negatifnya yaitu terjadinya penurunan kualitas lingkungan. Bila dilihat lebih jauh, saat ini eksternalitas negatif yang tercipta jauh lebih tinggi dibandingkan eksternalitas positif. Ekternalitas negatif tersebut tentunya berimplikasi terhadap harga lahan di sekitar TPAS Cipayung. Sejauh ini penelitian mengenai implikasi penurunan 1 diakses tanggal 16 Februari

19 kualitas lingkungan akibat keberadaan TPAS Cipayung terhadap harga lahan belum dilakukan. Oleh karena itu penelitian tersebut perlu untuk dilakukan. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji penurunan kualitas lingkungan di sekitar TPAS Cipayung dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga lahan di sekitar TPAS Cipayung. Penelitian ini akan menunjukkan apakah penurunan kualitas lingkungan yang diakibatkan adanya TPAS Cipayung berpengaruh terhadap harga lahan untuk pemukiman di sekitar TPAS Cipayung. 1.2 Perumusan Masalah Keberadaan pemukiman yang memiliki karateristik yang berbeda-beda menyebabkan adanya pilihan seseorang didalam memilih tempat tinggal. Sebuah tempat tinggal akan dipilih berdasarkan kriteria tertentu. Kriteria tersebut disesuaikan dengan kondisi individu yang tinggal di tempat tersebut. Beberapa kriteria yang menjadi pertimbangan untuk memilih tempat tinggal adalah harga, fasilitas yang disediakan, aksesibilitas dan kesesuaian tata ruangnya. Harga menjadi persoalan utama, namun ditentukan juga oleh faktor lainnya. Semakin lengkap fasilitas yang ditawarkan, maka seseorang cenderung untuk memilihnya, demikian halnya dengan aksesibilitas dan kesesuaian tata ruang. Faktor lain yang turut menentukan seseorang untuk memilih tempat tinggal adalah faktor lingkungan, berupa kebersihan dan kenyamanan tempat tinggal. Kebersihan ditunjukkan dengan tempat tinggal yang bersih dari polusi, karena tempat tinggal yang tidak bersih akan rentan terhadap timbulnya penyakit. Kebersihan lingkungan akan sangat menentukan kenyamanan seseorang untuk tetap tinggal di tempat tersebut. 5

20 Kelurahan Cipayung merupakan salah satu kelurahan di Kota Depok yang 3,5 persen luas daerahnya digunakan sebagai TPAS. Dampak negatif yang ditimbulkan dengan adanya TPAS Cipayung adalah bau tak sedap dan timbulnya penyakit akibat pencemaran lingkungan dari gunungan sampah. Semakin banyaknya sampah yang diangkut ke TPAS Cipayung mengakibatkan semakin tingginya tingkat pencemaran lingkungan. Akan tetapi tingginya tingkat pencemaran tersebut tidak menghalangi masyarakat untuk tetap bermukim di daerah tersebut. Masyarakat yang berada di sekitar TPAS Cipayung terganggu dengan adanya pencemaran yang terjadi. Namun bagaimana penilaian masyarakat terhadap pencemaran tersebut belum dilakukan. Pengaruh keberadaan TPAS Cipayung terhadap harga lahan juga belum dikaji lebih lanjut. Hal ini dapat terlihat dari faktor-faktor apa yang mempengaruhi harga lahan di sekitar TPAS Cipayung. Selain itu seberapa besar pencemaran yang terjadi akibat keberadaan TPAS Cipayung juga belum dikaji. Hal ini dapat dikaji dengan menghitung nilai ekonomi dari penurunan kualitas lingkungan akibat keberadaan TPAS Cipayung. Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah dari penelitian ini adalah: 1. Bagaimana penilaian responden mengenai kondisi lingkungan pemukiman di sekitar TPAS Cipayung? 2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi harga lahan di sekitar TPAS Cipayung? 3. Berapa besarnya nilai ekonomi dari penurunan kualitas lingkungan akibat keberadaan TPAS Cipayung? 6

21 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, maka tujuan umum penelitian ini adalah ingin menunjukkan adanya dampak negatif pencemaran lingkungan terhadap harga lahan dan menghitung nilai ekonomi dari penurunan kualitas lingkungan di sekitar TPAS Cipayung. Sementara itu tujuan khususnya yaitu: 1. Mendeskripsikan kondisi lingkungan pemukiman di sekitar TPAS Cipayung berdasarkan penilaian responden. 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga lahan di sekitar TPAS Cipayung. 3. Mengestimasi besarnya nilai ekonomi dari penurunan kualitas lingkungan akibat keberadaan TPAS Cipayung. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi peneliti diharapkan penelitian ini dapat berguna di dalam pengembangan metode hedonic price yang terkait dengan lingkungan. 2. Bagi Pemerintah Kota Depok diharapkan agar menjadi masukan bahwa kebersihan lingkungan mempunyai nilai ekonomi. 3. Bagi para pelaku usaha agar dapat menjadi motivasi untuk membuat usaha dengan memanfaatkan sampah sehingga dapat mengurangi sampah dan menjaga kualitas lingkungan. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini hanya menganalisis dampak negatif keberadaan TPAS Cipayung. Objek penelitian ini adalah harga lahan di sekitar TPAS Cipayung, 7

22 yaitu di Kelurahan Cipayung. Studi ini dilakukan untuk menunjukkan adanya dampak negatif yang berupa estimasi besarnya nilai ekonomi dari penurunan kualitas lingkungan akibat keberadaan TPAS Cipayung dilakukan dengan metode dose respon, karena dapat mengkuantifikasi secara moneter. 8

23 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah Sampah adalah sisa-sisa bahan yang telah mengalami perlakuan, baik karena telah diambil bagian utamanya, telah mengalami pengolahan, atau karena sudah tidak bermanfaat. Ditinjau dari segi sosial ekonomis sampah sudah tidak memiliki harga serta dari segi lingkungan dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan pelestarian alam (Hadiwiyoto, 1983). Sampah juga didefinisikan sebagai semua jenis buangan dan/atau limbah padat domestik yang berasal dari proses alam, kegiatan manusia dan makhluk hidup lain (Keputusan Gubernur DKI Jakarta No.15 Tahun 2002). Sementara Apriadji (2002) memberikan definisi mengenai sampah sebagai zat-zat atau benda-benda yang sudah tidak terpakai lagi, baik berupa bahan buangan yang berasal dari rumah tangga maupun pabrik sebagai sisa proses industri. Dapat disimpulkan bahwa sampah adalah sesuatu yang dihasilkan oleh proses alam atau kegiatan makhluk hidup yang sudah tidak terpakai lagi dan dapat dibuang. Peningkatan jumlah penduduk merupakan faktor penting yang menyebabkan meningkatnya volume sampah perkotaan dari waktu ke waktu. Meskipun terdapat perbedaan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi volume sampah perkotaan, banyak peneliti sepakat bahwa jumlah penduduk merupakan faktor dominan dan menentukan. Hal tersebut sangatlah logis mengingat bahwa semakin banyak jumlah penduduk dari waktu ke waktu maka kecenderungan terjadi peningkatan volume sampah dari waktu ke waktu. Selain jumlah penduduk, penelitian Slamet (1996) juga menunjukkan bahwa daya beli masyarakat akan meningkatkan potensi sampah. Penemuan

24 teknologi merupakan faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan volume sampah. Sementara itu Budiman (2002) memandang bahwa selain jumlah penduduk, kondisi fisik dalam arti penggunaan lahan merupakan faktor lain yang juga mempengaruhi peningkatan volume sampah Macam-macam Sampah Sampah dapat dikategorisasikan berdasarkan aspek-aspek tertentu, seperti sifat fisik, kimia, maupun mikrobiologinya. Slamet (1996) menyatakan bahwa berdasarkan sifat fisik dan kimianya, sampah terdiri dari sampah yang mudah membusuk (garbage), tidak mudah membusuk (refuse), berupa debu, dan berbahaya bagi kesehatan. Menurut Hadiwiyoto (1983) sampah digolongkan menjadi tujuh kelompok berdasarkan kriteria masing-masing, yaitu: a. Berdasarkan asalnya digolongkan menjadi sampah dari hasil kegiatan rumah tangga, pertanian, perdagangan, pembangunan dan jalan raya. b. Berdasarkan komposisinya dibedakan menjadi sampah seragam dan campuran. c. Berdasarkan bentuknya dibedakan menjadi sampah padat, cair dan gas. d. Berdasarkan lokasinya dibedakan menjadi sampah kota dan daerah. e. Berdasarkan proses terjadinya dibedakan menjadi sampah alami dan nonalami. f. Berdasarkan sifatnya dibedakan menjadi sampah organik dan non organik. g. Berdasarkan jenisnya dibedakan menjadi sampah makanan, kebun, kertas, plastik, karet, kulit, kain, kayu, logam, gelas dan keramik, abu dan debu. Penggolongan sampah lainnya adalah menurut Apriadji (2002) menyatakan bahwa sampah dapat digolongkan ke dalam empat kelompok. 10

25 Penggolongan tersebut antara lain meliputi: (1) human excreta, merupakan bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia, meliputi tinja (feces) dan air kencing (urine), (2) sewage, merupakan air limbah yang dibuang oleh pabrik maupun rumah tangga, (3) refuse, merupakan bahan sisa proses produksi atau hasil sampingan kegiatan rumah tangga, dan (4) industrial waste, merupakan bahan-bahan buangan dari sisa proses industri. Berbagai penggolongan sampah tersebut pada kenyataannya masih kurang diketahui oleh masyarakat awam sehingga penggolongan sampah yang kemudian umum digunakan adalah penyederhanaan dari penggolongan sampah tersebut. Secara sederhana, sampah dapat dikelompokkan menjadi sampah yang mudah lapuk (organik), sampah yang tidak mudah lapuk (anorganik), dan sampah yang tergolong bahan berbahaya dan beracun. Lebih sempit lagi, pada umumnya masyarakat hanya mengetahui penggolongan sampah menjadi sampah organik dan anorganik saja Pengelolaan Sampah Hadiwiyoto (1983) mendefinisikan pengelolaan dengan penanganan, dimana yang dimaksud penanganan adalah perlakuan terhadap sampah untuk memperkecil atau menghilangkan masalah-masalah yang muncul berkaitan dengan lingkungan. Penanganan ini dilakukan oleh manusia secara sengaja. Djuwendah (1998) menyatakan bahwa pengelolaan sampah meliputi tiga kegiatan yaitu pengumpulan atau penyimpanan, pengangkutan dan pemusnahan/pembuangan. Sistem pengumpulan yang baik harus meliputi tepat waktu, tepat tempat dan tepat cara, maksudnya sampah dibuang pada tempat yang sudah ditentukan dengan cara yang benar (tidak berceceran). 11

26 Menurut Apriadji (2002), dalam menangani sampah, banyak cara yang dapat dilakukan, seperti berikut: 1. Penimbunan tanah (land fill), sampah yang terkumpul dari rumah tangga dan pasar dimanfaatkan untuk menimbun tanah rendah, kemudian diratakan dan dipadatkan hingga ketinggian yang diinginkan. Cara ini masih banyak dilakukan di kota-kota Indonesia. 2. Penimbunan tanah secara sehat (sanitary land fill), sampah diperlakukan seperti cara land fill, namun setelah mencapai ketinggian yang diinginkan, permukaan atasnya segera ditimbun tanah minimal setebal 60 cm. Teknik ini dapat mengurangi dampak dari timbunan sampah seperti bau tak sedap, lebih baik jika dibandingkan dengan cara land fill. 3. Pembakaran sampah (incineration), teknik ini memerlukan pengawasan lebih, agar sampah yang dibakar tidak tersisa dan tidak menimbulkan banyak asap. 4. Penghancuran (pulverization), sampah dihancurleburkan menjadi potongan kecil sehingga lebih ringkas dan dapat dimanfaatkan untuk menimbun tanah rendah serta dibuang ke laut tanpa menimbulkan pencemaran. 5. Pengomposan (composting), sampah kelompok rubbish disisihkan dan garbage dihancurleburkan sampai lumat agar proses pembusukan sampah (decomposition) oleh mikroorganisme berlangsung baik, ditimbun secara teratur dalam hamparan hingga membusuk sempurna, dikeringkan, kemudian digiling dan siap digunakan. 6. Makanan ternak (hogfeeding), dengan memanfaatkan garbage. 7. Pemanfaatan ulang (recycling), untuk jenis sampah rubbish. 8. Pembuatan briket barang sampah dengan memanfaatkan sampah jenis rubbish. 12

27 Terdapat tiga teknologi pengolahan sampah yang dikenal di Indonesia. Tiga tekonologi tersebut adalah: 1. Pengomposan (Composting) Pengomposan merupakan salah satu contoh proses pengolahan sampah secara aerobik dan anaerobik yang saling menunjang untuk menghasilkan kompos. Sampah yang dapat digunakan dengan baik sebagai bahan baku kompos adalah sampah organik karena sampah jenis ini mudah mengalami proses dekomposisi oleh mikroba-mikroba. Kompos merupakan bahan yang menyerupai humus hasil penguraian bahan organik oleh mikroorganisme dalam kondisi udara dan kelembaban yang cukup (Widyatmoko dan Sintorini, 2002). 2. Pembakaran (Incinerator) Pembakaran sampah dengan menggunakan incinerator adalah salah satu cara pengolahan sampah, baik padat maupun cair. Tujuan utama pembakaran sampah adalah mereduksi volume buangan padat (Widyatmoko dan Sintorini, 2002). Proses yang terdapat pada incinerator terdiri atas enam tahap, yaitu pembakaran, pengolahan abu, pendinginan gas, pengolahan gas, pengolahan air kotor dan pemanfaatan panas. Proses-proses tersebut menunjukan bahwa pengolahan sampah dengan incinerator dilakukan dengan memperhatikan aspek keamanan terhadap lingkungan. 3. Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Menurut Suryanto (1988) dalam Yudiyanto (2007), pembuangan akhir sampah adalah suatu upaya untuk memusnahkan sampah di tempat tertentu yang disebut TPA. Beberapa metode pengolahan sampah dalam pembuangan akhir di TPA, yaitu: 13

28 1. Open Dumping Metode ini merupakan cara pembuangan akhir yang sederhana karena sampah hanya ditumpuk di lokasi tertentu tanpa perlakuan khusus. 2. Controlled Landfill Metode ini merupakan peralihan antara teknik open dumping dan sanitary landfill. Pada metode ini sampah ditimbun dan diratakan. Pipa-pipa ditanam pada dasar lahan untuk mengalirkan air lindi dan ditanam secara vertikal untuk mengeluarkan metan ke udara. Setelah timbunan sampah penuh dilakukan penutupan terhadap hamparan sampah tersebut dengan tanah dan dipadatkan. 3. Sanitary Landfill Teknik sanitary landfill adalah cara penimbunan sampah padat pada suatu hamparan lahan dengan memperhatikan keamanan lingkungan karena telah ada perlakuan terhadap sampah. Pada teknik ini, sampah dihamparkan hingga mencapai ketebalan tertentu lalu dipadatkan, kemudian dilapisi tanah dan dipadatkan kembali, di atas lapisan tanah penutup tadi dapat dihamparkan lagi sampah yang kemudian ditimbun lagi dengan tanah. Demikian seterusnya berselang-seling antara lapisan tanah dan sampah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengelolaan sampah adalah kegiatan yang dilakukan untuk menangani masalah lingkungan yang diakibatkan oleh sampah. Kegiatan pengelolaan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terkait, waktu, tempat dan cara. Terdapat beberapa teknik yang dapat digunakan untuk melakukan pengelolaan sampah, namun yang sering digunakan di kota-kota Indonesia yaitu teknik TPA. 14

29 2.1.3 Dampak yang Ditimbulkan oleh Sampah Sampah memberikan banyak sekali dampak bagi lingkungan sekitarnya. Dampak tersebut dapat berupa dampak yang ditimbulkan terhadap manusia (khususnya kesehatan) maupun lingkungan (Suprihatin et al. 1999) dalam Utari (2006). 1. Dampak terhadap kesehatan Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai (pembuangan sampah yang tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan menarik bagi berbagai binatang seperti lalat dan anjing yang dapat menjangkitkan penyakit. Potensi bahaya kesehatan yang ditimbulkan yaitu diare, kolera, tifus, demam berdarah, jamur dan keracunan. 2. Dampak terhadap lingkungan Cairan rembasan sampah yang masuk ke dalam drainase atau sungai akan mencemari air. Berbagai organisme termasuk ikan dapat mati sehingga beberapa spesies akan lenyap dan mengakibatkan berubahnya ekosistem perairan biologis. Penguraian sampah yang dibuang ke dalam air akan menghasilkan asam organik dan gas cair organik seperti metana. Gas cair organik memiliki bau yang tidak sedap dan dapat meledak dalam konsentrasi tinggi. 3. Dampak terhadap keadaan sosial ekonomi a. Pengelolaan sampah yang kurang baik akan membentuk lingkungan yang kurang menyenangkan bagi masyarakat, antara lain dalam bentuk bau yang tidak sedap dan pamandangan yang buruk karena sampah berantakan. b. Memberikan dampak negatif terhadap kepariwisataan. 15

30 c. Pengelolaan sampah yang tidak memadai menyebabkan rendahnya tingkat kesehatan masyarakat dan menimbulkaan pembiayaan secara langsung (untuk membiayai orang sakit) dan pembiayaan secara tidak langsung (tidak masuk kerja, rendahnya produktivitas). d. Pembuangan sampah padat ke badan air dapat menyebabkan banjir dan akan memberikan dampak bagi fasilitas pelayanan umum seperti jalan, jembatan, drainase dan lain-lain. Hadiwiyoto (1983) mengungkapkan bahwa sampah memiliki dampak positif dan negatif dalam kehidupan manusia, terutama yang tinggal di sekitar TPA. Dampak-dampak tersebut adalah sebagai berikut: 1. Dampak Negatif a. Tumpukan sampah dapat menimbulkan kondisi fisik dan kimia yang tidak sesuai dengan lingkungan yang normal. Biasanya dapat menyebabkan kenaikan suhu dan perubahan ph tanah. Keadaan ini akan mengganggu kehidupan di sekitarnya. b. Tumpukan sampah dapat menjadi media berkembangbiak dan tempat mencari makan bagi lalat atau tikus, dan pada akhirnya tempat berkembang bibit penyakit. c. Dapat menimbulkan pencemaran udara karena selama proses pembusukan dihasilkan gas-gas beracun, bau yang tidak sedap. d. Terjadi kekurangan oksigen. Keadaan ini disebabkan karena selama proses perombakan sampah menjadi senyawa sederhana, diperlukan oksigen yang diambil dari udara sekitarnya sehingga mengganggu kehidupan flora dan fauna disekitarnya. 16

31 e. Kontak langsung dengan sampah yang mengandung kuman penyakit, misalnya sampah yang berasal dari rumah sakit. f. Pasokan air minum yang mengalami kontaminasi dengan bahan kimia beracun dari sampah yang dibuang ke dalam air. g. Keadaan fisik sampah, seperti kaleng bekas, paku, pecahan kaca dan sebagainya mengakibatkan kecelakaan pada manusia. h. Dapat mencemari tanah. i. Sampah yang dibuang ke badan air menyebabkan hambatan aliran air sehingga pada musim penghujan akan menyebabkan banjir. j. Dapat menjadi sumber kebakaran. k. Secara estetika, sampah dapat digolongkan sebagai bahan yang dapat mengganggu pemandangan dan keindahan. l. Mencerminkan sosial dan budaya serta martabat bangsa. m. Mengurangi minat wisatawan baik domestik maupun mancanegara. 2. Dampak Positif a. Dapat dipakai untuk menimbun tanah. b. Dapat digunakan untuk pupuk sebagai penyubur tanah dan mempercepat pertumbuhan tanaman c. Dapat digunakan sebagai pakan ternak. d. Dapat dimanfaatkan kembali setelah didaur ulang. e. Gas yang dihasilkan mempunyai nilai ekonomi karena dapat dikonversi menjadi tenaga listrik. f. Proses pengelolaan sampah dapat membuka lapangan kerja. 17

32 Dapat disimpulkan bahwa keberadaan sampah dapat menimbulkan dampak positif maupun negatif terhadap manusia dan lingkungannya. Dampak tersebut dapat berakibat pada kesehatan, kesejahteraan, keadaan sosial dan berpengaruh juga terhadap harga lahan. Sampah dapat menimbulkan dampak positif jika dilakukan pengolahan sampah yang baik Konsep Ideal Tempat Pembuangan Akhir Sampah Penentuan lokasi TPA sampah berdasarkan SNI tentang tata cara pemilihan lokasi tpa sampah dengan beberapa pertimbangan-pertimbangan (Dardak, 2006), antara lain yaitu TPA sampah tidak boleh berlokasi di danau, sungai dan laut. Disusun berdasarkan tiga tahapan yaitu: pertama, tahap regional yang merupakan tahapan untuk menghasilkan peta yang berisi daerah atau tempat dalam wilayah tersebut yang terbagi menjadi beberapa zona kelayakan. Kedua, tahap penyisih yang merupakan tahapan untuk menghasilkan satu atau dua lokasi terbaik diantara beberapa lokasi yang dipilih dari zona-zona kelayakan pada tahap regional. Ketiga, tahap penetapan yangm erupakan tahap penentuan lokasi terpilih oleh Instansi yang berwenang. Selain itu pemilihan lokasi perlu mempertimbangkan aspek-aspek penataan ruang sebagai berikut: 1. Lokasi TPA sampah diharapkan berlawanan arah dengan arah perkembangan daerah perkotaan (Urbanized Area). 2. Lokasi TPA sampah harus berada di luar dari daerah perkotaan yang didorong pengembangannya (Urban Promotion Area). 3. Diupayakan transportasi menuju TPA sampah tidak melalui jalan utama menuju perkotaan/daerah padat. 18

33 Berdasarkan PP 16 tahun 2005 tentang pengembangan sistem penyediaan air minum yang di dalamnya mengatur masalah persampahan (bagian ketiga pasal 19-22), bahwa penanganan sampah yang memadai perlu dilakukan untuk perlindungan air baku air minum dan secara tegas dinyatakan bahwa TPA sampah wajib dilengkapi dengan zona penyangga dan metoda pembuangan akhirnya dilakukan secara sanitary landfill untuk kota besar dan metropolitan dan controlled landfill untuk kota kecil dan sedang. Selain itu perlu pula dilakukan pemantauan kualitas hasil pengolahan leachate secara berkala. Menurut Soedradjat (2005) kawasan sekitar TPA dibagi menjadi dua, yaitu 1. Zona Penyangga Zona penyangga diukur mulai dari batas terluar tapak TPA sampai pada jarak tertentu sesuai dengan pedoman pengoperasian dan pemeliharaan tempat pembuangan akhir (TPA) Sistem Controlled Landfill dan Sanitary Landfill, yakni 500 meter, dengan pemanfaatan sebagai berikut: a meter diharuskan berupa sabuk hijau. b meter pertanian non pangan, hutan. 2. Zona Budi Daya Terbatas Zona budi daya terbatas ditentukan mulai dari batas terluar zona penyangga sampai pada jarak yang telah aman dari pengaruh dampak TPA yang berupa: a. Bahaya meresapnya lindi ke dalam mata air dan badan air lainnya yang dipakai penduduk untuk kehidupan sehari-hari. b. Bahaya ledakan gas metan. c. Bahaya penyebaran vektor penyakit melalui lalat 19

34 Zona budi daya terbatas ditentukan pada jarak meter dari batas terluar tapak TPA. Pemanfaatan ruang adalah sebagai berikut: a. Rekreasi dan RTH. b. Industri terkait sampah. c. Pertanian non pangan. d. Permukiman di arah hilir bersyarat. e. Permukiman yang telah ada sebelumnya harus memperhatikan persyaratanpersyaratan teknis dalam penggunaan air tanah. Khusus untuk air minum disarankan untuk tidak menggunakan air tanah. 2.2 Harga Lahan Harga lahan (land price) menurut Hartwick dan Olewiller (1986) merupakan ekspektasi seseorang terhadap manfaat yang dapat dihasilkan oleh lahan sepanjang masa. Rent yang diperoleh dari lahan akan menentukan besarnya harga lahan tersebut. Nilai ekonomi lahan menurut Barlowe (1978) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Sewa lahan (contract rent) sebagai pembayaran aktual dari penyewa kepada pemilik dimana pemilik melakukan kontrak sewa dalam jangka waktu tertentu. 2. Keuntungan usaha (economic rent atau land rent) merupakan surplus pendapatan di atas biaya produksi atau harga input lahan yang memungkinkan faktor produksi lahan dapat dimanfaatkan dalam proses produksi. Harga lahan yang digunakan pada penelitian mendekati istilah yang pertama menurut Barlowe (1978), yaitu harga aktual dari jual beli lahan. 20

35 Teori sewa lahan menurut model klasik yang banyak digunakan adalah konsep dari David Ricardian dan Von Thunen (Barlowe, 1978). David Ricardo memberikan konsep tentang sewa lahan atas dasar perbedaan alam kesuburan tanah terutama pada masalah sewa lahan di sektor pertanian, tetapi dalam analisisnya David Ricardo tidak terlepas dari asumsi yaitu pada daerah pemukiman baru terdapat sumberdaya lahan yang subur dan melimpah. Ricardo berpendapat hanya lahan yang subur yang digunakan untuk budidaya pertanian dan tidak ada pembayaran sewa lahan sehubungan dengan penggunaan lahan tersebut, karena penduduk masih jarang atau sedikit jumlahnya. Sewa lahan akan muncul apabila jumlah penduduk bertambah sehingga meningkat permintaan akan lahan yang mengakibatkan digunakannya lahan kurang subur oleh masyarakat. Teori sewa lahan model Ricardo ditentukan berdasarkan perbedaan dalam kualitas lahan yang hanya melihat faktor kemampuan lahan untuk membayar sewa tanpa memperhatikan faktor lokasi lahan. Faktor lokasi lahan dalam menentukan nilai sewa lahan (land rent) dibahas dalam model Von Thunen. Model ini menunjukkan berbagai tanaman yang dihasilkan oleh daerah-daerah subur dekat pusat pasar dan menemukan bahwa sewa lahan di dekat pusat pasar lebih tinggi dari daerah-daerah yang lebih jauh dari pusat pasar. Menurut Von Thunen sewa lahan berkaitan dengan biaya transport dari daerah produksi ke pusat pasar. Semakin jauh jarak lokasi lahan dari pasar akan menyebabkan semakin tingginya biaya transportasi. Lahan yang lokasinya dekat ke pasar oleh masyarakat digunakan untuk daerah pusat kegiatan ekonomi yang akan memberikan pendapatan dengan sewa yang tinggi untuk berbagai alternatif penggunaan. 21

36 Oleh karena itu harga lahan tidak terlepas dari faktor lingkungan, perbedaan lokasi lahan dengan atribut lingkungan yang bervariasi mempunyai pengaruh dalam harga lahan yang bersangkutan atau secara konkrit harga lahan akan semakin meningkat jika kualitas lingkungan bertambah baik. Kualitas lingkungan yang lebih baik akan meningkatkan kepuasan (utility) dan tentunya kepuasan ini akan menambah kesediaan seseorang untuk membayar. 2.3 Hedonic Price Method Hedonic Price Method (HPM) digunakan untuk menentukan nilai suatu ekosistem atau lingkungan. Nilai dari ekosistem atau lingkungan tersebut biasanya mempengaruhi harga dari suatu barang yang dapat dipasarkan. HPM digunakan untuk menentukan keterkaitan yang muncul antara atribut lingkungan dengan harga suatu barang yang mempunyai nllai pasar. Salah satu penggunaan HPM yang sering digunakan adalah menentukan harga lingkungan yang dicerminkan oleh harga rumah atau lahan. Metode ini dapat digunakan untuk mengukur keuntungan dan biaya ekonomi yang terkait dengan kualitas lingkungan, meliputi polusi udara, polusi air dan parameter kualitas lingkungan lainnya. Keputusan individu untuk membeli rumah merupakan suatu fungsi yang tergantung pada tingkat polusi dan kebersihan pada lingkungan. Individu akan membayar lebih untuk mendapatkan rumah yang kualitas udara dan kebersihannya lebih baik. Menurut Rosen (1974) dalam Hufsmidtz et al. (1987), harga hedonik didefinisikan sebagai harga tersirat karakteristik suatu milik (misalnya luas, lokasi, kualitas dan karakteristik unit perumahan) yang dinyatakan dengan melihat berbagai karakteristik lingkungan yang berhubungan dengan hal tersebut. Turner, Pearce, dan Batemen (1994) menyatakan bahwa HPM menilai harga faktor yang 22

37 tidak bisa langsung terlihat datanya di pasar, misalnya harga kualitas lingkungan, harga keindahan taman, juga harga lokasi/jarak ke pusat kota. Sementara Malpezzi (2002) mengungkapkan pendapatnya bahwa alasan dasar menggunakan HPM karena harga merupakan faktor yang berhubungan baik dengan karakteristik atau jasa yang disediakan. Fungsi hedonic price menjelaskan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi harga sebuah rumah/lahan. Menurut Hanley dan spash (1993) harga lahan dipengaruhi oleh karakteristik lahan itu sendiri, karakteristik lingkungan sekitar dan kualitas lingkungan. Pada penelitian ini dilakukan pembatasan variabel, harga lahan diasumsikan hanya dipengaruhi oleh karakteristik lahan itu sendiri (X) dan kualitas lingkungan (Z). Karakteristik lahan dapat meliputi luas lahan, luas bangunan, dan status lahan. Sedangkan, kualitas lingkungan ditunjukkan dengan kualitas udara atau kebersihan lingkungan. Pembatasan variabel dilakukan karena ditakutkan terjadi data yang bias dan juga dikarenakan keterbatasan waktu dan dana untuk memperoleh data yang lebih lengkap. Pembatasan variabel ini juga pernah dilakukan oleh Morancho (2003) yang melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara harga rumah dengan area hijau di perkotaan dengan menggunakan HPM. Fungsi hedonic price dapat ditentukan dengan persamaan regresi. Secara ekonomi dapat ditulis, yaitu: P h = P (X 1, X 2,..., X n, Z)... (2.1) atau secara matematis dapat dituliskan sebagai bentuk: P h = β 0 + β 1 X 1 + β 2 X β n X n + β z Z + ε,... (2.2) dimana: 23

38 P h β = harga lahan = koefisien/intersep X 1, X 2,..., X n = karakteristik lahan itu sendiri Z ε = kualitas lingkungan = error term yang menunjukkan adanya faktor lain yang turut menentukan harga lahan. Setelah model yang menunjukkan fungsi hedonic price dibentuk, maka dapat ditentukan nilai implisit dari karakteristik lingkungan. Nilai implisit tersebut dapat digunakan untuk menunjukkan besarnya pengaruh faktor lingkungan terhadap harga lahan. Besar pengaruh faktor lingkungan disebut nilai implisit dikarenakan faktor lingkungan diperhitungkan nilainya secara implisit di dalam penentuan harga lahan. Sebagai contoh adalah kebersihan lingkungan sekitar lahan. Seseorang akan menghargai lahan yang mempunyai lingkungan yang bersih dengan nilai yang lebih tinggi. Sebaliknya seseorang akan menghargai dengan nilai yang lebih rendah terhadap lahan yang mempunyai lingkungan yang kotor. Hal ini menunjukan bahwa kebersihan lingkungan secara implisit mempengaruhi harga lahan tersebut. Nilai implisit lingkungan ditunjukan dengan nilai dari perubahan marjinal di dalam variabel kualitas lingkungan. Nilai implisit diperoleh dengan cara membuat deferensiasi parsial dari persamaan fungsi hedonic price yang telah diperoleh, sehingga dapat dibentuk: δp h /δz = δ (β 0 + β 1 X 1 + β 2 X β n X n + β z Z) / δq k... (2.3) δp h /δq k disebut dengan rent differential (r). Harga implisit lingkungan atau bisa disebut juga kurva permintaan terbalik dapat ditunjukkan dalam Gambar 1. Kurva 24

39 ini menghubungkan antara harga dari lahan dan kualitas lingkungannya. P (harga) 30 P h = P(Q k ) = harga implisit Q k = kualitas lingkungan tertentu Sumber: Hanley dan Spash (1993) Gambar 1. Kurva Harga Implisit Lingkungan Keunggulan dan Keterbatasan Hedonic Price Method Beberapa studi mengenai valuasi ekonomi yang menggunakam HPM menunjukkan bahwa penggunaan metode ini masih terdapat beberapa keuntungan dan keterbatasan yang perlu diperhatikan dalam penggunaannya. Keuntungan penggunaan HPM adalah sebagai berikut: 1. Dapat digunakan untuk mengestimasi nilai berdasarkan pilihan yang ada. 2. Pasar properti tempat tinggal atau lahan relatif efisien di dalam pengumpulan informasinya. 3. Data yang terkait dengan tempat tinggal atau lahan dan karakteristiknya dapat diperoleh dari berbagai sumber dan dapat dikaitkan dengan sumber data sekunder lainnya untuk menentukan variabel di dalam analisis. 4. Dapat disesuaikan dengan keterkaitan yang ada antara market goods dengan kondisi lingkungannya. 25

40 Keterbatasan penggunaan HPM adalah sebagai berikut: 1. Cakupan keuntungan meliputi kondisi lingkungan yang dapat diukur. 2. Metode tersebut hanya terkait dengan willingness to pay/willingness to accept seseorang terhadap kondisi lingkungan yang ada. Hal ini dapat menyebabkan nilai yang ada tidak mencerminkan harga rumah/lahan yang sebenarnya bagi seseorang yang tidak peduli terhadap kaitan antara kualitas lingkungan dengan keuntungan yang diperolehnya. 3. Asumsi yang digunakan di dalam metode tersebut adalah seseorang mempunyai kesempatan untuk memilih kombinasi yang diinginkannya dengan tingkat pendapatan tertentu. Padahal, suatu pasar rumah/lahan mungkin dipengaruhi oleh faktor lain, misalnya pajak dan tingkat bunga. 4. Hasil yang diperoleh akan sangat ditentukan dengan model yang dibuat. 5. Jumlah data yang dikumpulkan relatif banyak. 6. Aplikasi sangat ditentukan dengan ketersediaan data Masalah dalam Hedonic Price Method Menurut Hanley dan Spash (1993), terdapat beberapa permasalahan dalam metode harga hedonik, yaitu: 1. Penghilangan variabel bias Di dalam pembuatan fungsi hedonik harus dapat diputuskan faktor-faktor yang disertakan sebagai variabel independen di dalam model persamaan tersebut. 2. Multikolinearitas Beberapa variabel yang digunakan dalam fungsi hedonik dapat saling berkorelasi dengan variabel yang lainnya. 26

41 3. Pemilihan model/bentuk fungsi Pemilihan model/bentuk yang tepat dapat mempengaruhi estimasi. 4. Segmentasi pasar Dalam housing market selalu ditemukan segmentasi. Oleh karena itu, di dalam analisis perlu dibedakan berdasarkan segmentasi yang ada. 5. Tingkat karakteristik aktual dan harapan Dalam penggunaan pendekatan HPM, kualitas lingkungan yang ada diasumsikan berpengaruh nyata terhadap harga rumah/lahan. Tetapi adanya harapan terhadap perubahan kualitas lingkungan dapat rnempengaruhi harga rumah/lahan tersebut. 6. Keberadaan asumsi yang menghambat (restriksi) HPM hanya memberikan estimasi yang akurat tentang kualitas lingkungan jika semua pembeli di pasar mendapatkan informasi yang lengkap dan dapat merubah tingkat kepuasannya serta housing market yang terjadi selalu berada pada kondisi keseimbangan. Padahal kondisi tersebut tidak selalu terjadi, sehingga hanya kualitas lingkungan yang berpengaruh di dalam housing market saja yang akan diukur. 2.4 Skala Perbedaan Semantik (Semantic Differential) Menurut Nazir (1999) dalam skala perbedaan semantik responden diminta untuk menilai suatu konsep atau objek dalam suatu skala bipolar. Skala bipolar adalah skala yang berlawanan seperti baik buruk, cepat lambat, dan sebagainya. Skala perbedaan semantik ini dapat digunakan untuk melihat bagaimana pandangan seseorang terhadap suatu konsep atau objek. Prinsip sifat positif diberi nilai paling besar dan sifat negatif diberi nilai paling kecil tetap dipertahankan 27

42 dalam penetapan skala perbedaan semantik. Skala perbedaan semantik digunakan oleh Widodo (2008) dalam penelitian sikap konsumen terhadap jeruk dan pisang lokal segar, skala perbedaan semantik digunakan untuk menilai kualitas buah tersebut dengan skor satu untuk menilai buah yang sangat buruk sampai dengan skor lima untuk menilai buah yang sangat bagus. 2.5 Metode Dose-Respon (Dose-Response Method/DRM) Metode ini menurut Hanley dan Spash (1993) merupakan suatu metode untuk mencari hubungan antara variabel kualitas lingkungan, misalnya dampak kualitas air terhadap kesehatan manusia. metode ini dapat mengkuantifikasi secara moneter dampak kerusakan yang terjadi. Perhitungan dampak ekonominya memerlukan estimasi yang menyangkut nilai kehidupan manusia seperti pengurangan resiko sakit atau meninggal. Langkah-langkah untuk menghitung biaya kesehatan (Golub et al. 2003): 1. Menentukan suatu hubungan antara kualitas lingkungan dengan tingkat kesehatan manusia atau kerusakan materi. Diperlukan studi mengenai penilaian resiko yang mempengaruhi kesehatan. 2. Menghitung besarnya pengaruh terhadap kesehatan sesuai dengan langkah pertama. 3. Evaluasi biaya moneter untuk harga pasar dari biaya pengobatan dan pengurangan resiko sakit. 2.6 Penelitian Terdahulu Astuti (2005) melakukan penelitian mengenai strategi pemberdayaan masyarakat sekitar TPAS Cipayung melalui penguatan kemampuan masyarakat dalam pemeliharaan lingkungan sehat. Berdasarkan identifikasi dan analisis 28

43 masalah diketahui bahwa masyarakat membutuhkan penguatan kemampuan untuk mengetahui masalah yang mereka hadapi dan cara mengatasinya. Program jangka panjang yang dibutuhkan adalah pendidikan masyarakat dalam memperlakukan sampah dan penetapan Peraturan Daerah tentang pengelolaan sampah serta penelitian tentang teknik pengelolaan sampah yang efektif dan efisien. Kurniawan (2006) melakukan penelitian mengenai analisis kualitas air sumur di sekitar wilayah TPAS dengan melihat Indeks Kualitas Air (IKA) sumur sebagai pengaruh pengelolaan TPA (studi kasus di TPA Galuga Cibungbulang Bogor). Hasil pengukuran fisik, kimia dan mikrobiologi air sumur di wilayah sekitar TPA Galuga menunjukan ada 11 parameter yang telah melampaui ambang batas maksimum yang diperbolehkan menurut persyaratan Baku Mutu air Kelas I, yaitu bau, rasa, PH, DO, BOD 5, COD, amonia, nitrit, seng, bakteri coliform dan fecal coli (E.coli). IKA sumur pada jarak 400 m, 600 m dan 700 m tergolong buruk dengan kisaran indeks 41,03 48,36. Nilai IKA rata-rata untuk seluruh lokasi pengamatan adalah 48,65 yang tergolong buruk. Hasil penelitian memberikan gambaran bahwa secara umum kualitas air sumur wilayah sekitar TPA tergolong buruk dan tidak layak dikonsumsi untuk air minum namun masih bisa digunakan untuk keperluan perikanan dan pertanian. Utari (2006) melakukan penelitian untuk mengkaji nilai retribusi (Willingness to Pay/WTP) dan nilai dana kompensasi yang bersedia diterima masyarakat (Willingness to Accept/WTA) serta mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tersebut di TPAS Pondok Rajeg Kabupaten Bogor. Nilai dugaan rataan WTP responden adalah Rp 5.600,00 per KK per bulan, nilai tengah WTP Rp 5.200,00 per KK per bulan, dan totalnya Rp ,00 per 29

44 bulan. Nilai dugaan total WTP masyarakat adalah sebesar Rp ,00 per bulan dan besar surplus konsumen responden adalah Rp 5.000,00 per bulan. Nilai WTP responden Kecamatan Cibinong dipengaruhi oleh faktor tingkat pendapatan, jumlah tanggungan, kepuasan responden terhadap pelayanan pengelolaan sampah, dan biaya yang dikeluarkan responden selain biaya retribusi kebersihan. Nilai dugaan rataan WTA responden adalah Rp ,00 per KK per bulan, nilai tengah WTA Rp ,00 per KK per bulan. Nilai dugaan total WTA masyarakat adalah sebesar Rp ,00 per KK per bulan dan besar surplus produsen adalah Rp 2.300,00 per bulan. Nilai WTA responden Kelurahan Pondok Rajeg dipengaruhi oleh faktor tingkatan pendapatan, jarak tempat tinggal dengan lokasi TPA, dan tingkat gangguan yang dialami responden akibat keberadaan TPA. Hasil penelitian menunjukkan besarnya nilai dugaan total WTA masyarakat Kelurahan Pondok Rajeg yang lebih besar dari nilai dugaan total WTP masyarakat Kecamatan Cibinong. Penetapan kebijakan oleh pemerintah sebaiknya disesuaikan dengan keinginan masyarakat agar tidak menimbulkan konflik. Silalahi (2008) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi harga lahan pemukiman di Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Faktor yang berpengaruh nyata dengan variabel tak bebasnya harga lahan pada model linier dan model double-log adalah luas lahan, jarak lahan ke jalan yang sering dilaui kendaraan roda empat, kepadatan penduduk, fasilitas air dan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Avianto (2005) melakukan penelitian untuk menganalisis fungsi hedonik dari lingkungan tempat tinggal dan menganalisis nilai ekonomi lingkungan tempat tinggal mahasiswa Institut Pertanian Bogor. Pada tingkat kepercayaan 95 persen 30

45 dapat diketahui bahwa faktor yang mempengaruhi tingkat harga sewa adalah fasilitas, luas tempat tinggal dan tingkat keamanan yang berkorelasi positif serta kondisi air dan kondisi udara yang berkorelasi negatif. Sedangkan nilai implisit lingkungan terhadap tingkat harga sewa adalah -0,297 untuk kondisi air, 0,256 untuk kondisi keamanan dan -0,299 untuk kondisi udara. Nilai ekonomi lingkungan pemukiman adalah Rp ,00, diperoleh berdasarkan perkalian antara harga sewa rata-rata dengan jumlah kamar yang terdapat di tempat penelitian tersebut. Jailani (2007) melakukan penelitian untuk mengidentifikasi faktor-faktor penentu harga rumah di Kota Bogor dengan penerapan metode harga hedonik. Hasil penelitian menunjukan bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap harga rumah adalah lokasi (diukur dengan jarak ke pusat kota) dan luas bangunan. Faktor-faktor lain seperti jumlah kamar tidur, jumlah kamar mandi, kapasitas garasi dan luas ruang keluarga diduga juga berpengaruh namun secara statistik tidak nyata begitu dua faktor pertama tersebut di atas dimasukan ke dalam model. Hanum (2007) melakukan penelitian mengenai kebisingan pemukiman pinggiran rel kereta api, dengan melakukan analisis preferensi, persepsi dan WTA (kasus Desa Cilebut Timur Kabupaten Bogor Jawa Barat). Penelitiannya bertujuan untuk mengkaji kesediaan masyarakat Cilebut Timur dalam menerima kompensasi dan besar nilainya dengan menggunakan HPM. Variabel yang secara nyata mempengaruhi nilai WTA responden adalah jumlah tanggungan, harga tanah, pendidikan, jenis pekerjaan, luas tanah, jarak ke sumber kebisingan dan sumber pendapatan. Berdasarkan pendekatan HPM, dibentuk fungsi hedonik. Nilai WTA masyarakat adalah Rp ,25 sampai dengan Rp ,25 per 31

46 meter 2, sehingga bid curve yang terbentuk adalah supply curve antara nilai WTA (Rp/m 2 ) yang diperoleh dengan luas tanah (m 2 ) responden. Morancho (2003) melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara harga rumah dengan area hijau di perkotaan dengan menggunakan HPM. Beberapa variabel konvensional dan tiga variabel lingkungan yang digunakan yaitu keberadaan taman, jarak rumah dengan area hijau, dan ukuran area hijau. Hasil penelitian menunjukan salah satu variabel lingkungan berpengaruh nyata terhadap harga rumah yaitu variabel jarak rumah dengan area hijau. Variabel ini berkorelasi negatif sehingga semakin dekat dengan area hijau maka harga rumah akan semakin mahal. Snyder et al. (2006) melakukan penelitian untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi pasar lahan hutan yang belum berkembang di Minnesota bagian utara. Hasil penelitian menunjukan bahwa karakteristik fisik lahan, kenyamanan, volume kayu yang laku, tipe pembangunan, pembiayaan, dan agen berpengaruh terhadap harga lahan hutan. Tiga faktor utama yang mempengaruhi harga lahan hutan yaitu pembangunan lahan, jarak ke sumber air, dan kontrak pembiayaan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di atas ada beberapa faktor yang mempengaruhi harga lahan atau rumah, selain karakteristik lahan atau rumah, faktor lingkungan juga berpengaruh terhadap harga lahan atau rumah. Selain itu beberapa penelitian menunjukan bahwa terjadi pencemaran lingkungan di sekitar TPA, semakin dekat ke TPA maka degradasi lingkungan itu semakin besar, untuk itu perlu perhatian dari pemerintah setempat untuk mengatasi masalah tersebut. Masalah tersebut dapat diatasi dengan cara memberikan kompensasi, memberikan penyuluhan, ataupun cara lainnya. 32

47 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Operasional Kota Depok merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang setiap harinya menghasilkan sampah yang berasal dari sumber yang berbeda. Produksi sampah berasal dari sampah perumahan atau pemukiman, fasilitas umum (sapuan jalan, terminal, rumah sakit, pasar, dan lain-lainnya) dan industri. Pengolahan sampah Kota Depok dilaksanakan di TPAS Cipayung. Ketersediaan lahan untuk TPA sangat terbatas, sementara volume sampah semakin besar seiring meningkatnya pertumbuhan penduduk. Terjadi ketimpangan yang menyebabkan munculnya timbunan sampah di TPAS Cipayung. Terjadi juga peningkatan pemanfaatan lahan pemukiman seiring meningkatnya jumlah penduduk. Hal ini akan menimbulkan kecenderungan diabaikannya persyaratan lingkungan pemukiman, sehingga terdapat lingkungan pemukiman yang kurang memperhatikan persyaratan kenyamanan bagi penduduknya. Hal ini terlihat dari banyaknya penduduk yang tinggal di sekitar TPAS Cipayung walaupun timbul dampak negatif berupa pencemaran lingkungan di sekitar TPAS Cipayung. Penelitian ini mendeskripsikan kondisi lingkungan pemukiman di sekitar TPAS Cipayung berdasarkan penilaian responden dengan menggunakan analisis deskriptif, serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga lahan di sekitar TPAS Cipayung dengan menggunakan Hedonic Price Method (HPM). Selanjutnya untuk menghitung besarnya nilai ekonomi dari penurunan kualitas lingkungan akibat keberadaan TPAS Cipayung digunakan metode dose-respon.

48 Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengaruh penurunan kualitas lingkungan terhadap harga lahan di sekitar TPAS Cipayung sehingga dapat memberikan rekomendasi upaya yang dapat diambil oleh Pemerintah Kota Depok. Diagram alur berpikir dapat dilihat pada Gambar 2. TPAS Cipayung over limit Pemerintah Kota Depok Pencemaran lingkungan Meningkatnya kebutuhan lahan sebagai pemukiman Penurunan kualitas lingkungan Deskripsi kondisi lingkungan pemukiman sekitar TPAS Cipayung Analisis faktor yang berpengaruh terhadap harga lahan Estimasi nilai penurunan kualitas lingkungan Gambar 2. Diagram Alur Berpikir 3.2 Hipotesa 1. Semakin jauh jarak tempat tinggal dari TPAS Cipayung maka kualitas lingkungan semakin baik. 2. Semakin jauh lokasi lahan dengan TPAS Cipayung maka semakin tinggi harga lahan tersebut. Rekomendasi upaya meminimalisir dampak negatif TPAS 34

49 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Cipayung Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dikarenakan di daerah tersebut terdapat TPAS Cipayung yang menyebabkan kerusakan lingkungan serta berdampak pada pemukiman di sekitar TPAS Cipayung. Pengambilan data primer dilaksanakan pada bulan Mei 2008 sampai Juni Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah time series dan cross section. Sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan menggunakan kuisioner dan wawancara langsung dengan responden. Data sekunder meliputi data-data yang terkait dengan daerah penelitian dan data lainnya yang dibutuhkan di dalam penelitian ini. Data sekunder ini berupa data statistik TPAS Cipayung, data mengenai Kelurahan Cipayung, dan data lainnya yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Data sekunder diperoleh melalui pengumpulan data dari kantor Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok serta kantor pemerintahan lain yang terkait dengan daerah penelitian. 4.3 Metode Pengambilan Contoh Responden di dalam penelitian ini adalah kepala keluarga sekitar TPAS Cipayung di Kelurahan Cipayung. Contoh diambil sebanyak 100 responden. Pengambilan contoh dilakukan secara systematic sampling yaitu suatu metode pengambilan contoh dimana hanya contoh pertama saja yang dipilih secara acak (random start), sedang contoh selanjutnya dipilih secara sistematis menurut suatu

50 pola tertentu (Sinaga, 2004). Adapun alasan digunakannya metode pengambilan contoh tersebut untuk keberagaman data. 4.4 Metode dan Prosedur Analisis Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual dan menggunakan menggunakan komputer dengan program Microsoft Office Excel dan SPSS 16. Pada Tabel 2 akan diuraikan matriks keterkaitan antara sumber data dan metode analisis data yang digunakan untuk menjawab tujuan-tujuan dalam penelitian ini. Tabel 2. Matriks Keterkaitan Tujuan, Sumber Data dan Metode Analisis Data No Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis Data 1 Deskripsi kondisi lingkungan pemukiman di sekitar TPAS Cipayung berdasarkan penilaian responden Data primer (wawancara menggunakan kuisioner) Analisis Deskriptif 2 Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi harga lahan di sekitar TPAS Cipayung 3 Estimasi besarnya nilai ekonomi dari penurunan kualitas lingkungan akibat keberadaan TPAS Cipayung Data primer (wawancara menggunakan kuisioner) Data primer (wawancara menggunakan kuisioner) Analisis Regresi Logistik dengan Microsoft Office Excel dan SPSS 16 Metode dose-respon Penilaian Masyarakat terhadap Kondisi Lingkungan Pemukiman di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung Analisis data yang digunakan untuk mengetahui kondisi lingkungan pemukiman di sekitar TPAS Cipayung dilakukan dengan menggunakan analisis 36

51 deskriptif. Analisis deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuannya adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, aktual dan akurat, mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir, 1999). Data dan informasi yang berasal dari kuisioner akan diolah dan disajikan dalam bentuk diagram pie sederhana dan dikelompokkan berdasarkan jawaban yang sama. Hasil yang diperoleh kemudian dipersentasekan berdasarkan jumlah responden. Persentase terbesar dari setiap hasil merupakan faktor dominan dari masing-masing variabel yang dianalisis. Selain itu akan dihitung nilai rata-rata skala perbedaan semantik (semantic differential) untuk menyimpulkan hasil penilai responden. Skala perbedaan semantik untuk penilaian responden terhadap kebersihan digunakan lima nilai skala, yaitu nilai satu untuk kategori sangat kotor, nilai dua untuk kategori kotor, nilai tiga untuk kategori biasa saja, nilai empat untuk kategori bersih, dan nilai lima untuk kategori sangat bersih. Skala perbedaan semantik untuk penilaian responden terhadap kondisi air digunakan dua nilai skala, yaitu nilai nol untuk kategori tidak tercemar dan nilai satu untuk kategori tercemar. Skala perbedaan semantik untuk penilaian responden terhadap pengelolaan TPAS Cipayung digunakan tiga nilai skala, yaitu nilai satu untuk kategori tidak baik, nilai dua untuk kategori cukup, dan nilai tiga untuk kategori baik. Skala perbedaan semantik untuk penilaian responden terhadap gangguan digunakan lima nilai skala, yaitu nilai satu untuk kategori sangat tidak mengganggu, nilai dua untuk 37

52 kategori tidak mengganggu, nilai tiga untuk kategori biasa saja, nilai empat untuk kategori mengganggu, dan nilai lima untuk kategori sangat mengganggu Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Lahan di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung Fungsi hedonic price menjelaskan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi harga sebuah lahan. Harga lahan dipengaruhi oleh karakteristik lahan itu sendiri dan kualitas lingkungan. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga lahan dilakukan dengan model regresi linier berganda. Bentuk model regresi linier berganda yang digunakan adalah: Y = β 0 + β 1 X1 i + β 2 X2 i + β 3 X3 i + β 4 X4 i + β 5 X5 i + ε... (4.1) estimasi parameter adalah β 0 >0; β 1, β 3, β 4, β 5 >0; β 2 <0 dimana: Y = harga lahan (Rp/m 2 ) X 1 = jarak tempat tinggal dengan TPAS Cipayung (meter) X 2 = biaya kesehatan per bulan (Rp) X 3 = luas lahan (m 2 ) X 4 = luas bangunan (m 2 ) X 5 = status lahan (bernilai 0 jika tidak bersertifikat dan bernilai 1 jika bersertifikat) i ε = responden ke i (i = 1,2,3,,40) = galat Variabel jarak tempat tinggal dengan TPAS Cipayung diduga akan berpengaruh positif terhadap harga lahan karena semakin jauh jarak tempat tinggal dengan TPAS Cipayung maka harga lahan akan semakin tinggi. Variabel 38

53 biaya kesehatan diduga akan berpengaruh negatif terhadap harga lahan, dimana semakin besar biaya kesehatan maka harga lahan akan semakin murah. Variabel luas lahan diduga akan berpengaruh positif terhadap harga lahan, dimana semakin besar luas lahan maka harga lahan semakin mahal. Variabel luas bangunan diduga akan berpengaruh positif terhadap harga lahan, dimana semakin besar luas bangunan maka harga lahan akan semakin mahal. Variabel status lahan diduga akan berpengaruh positif terhadap harga lahan karena lahan yang bersertifikat mempunyai harga jual yang lebih mahal. Variabel karakteristik lahan terdiri dari variabel biaya kesehatan, luas bangunan, luas lahan, dan status lahan, sedangkan variabel jarak lahan dengan TPA sampah Cipayung merupakan variabel kualitas lingkungan. Hal ini dilakukan oleh Morancho (2003) yang menggunakan variabel jarak sebagai variabel lingkungan. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa variabel jarak rumah terhadap area hijau berpengaruh nyata terhadap harga rumah. Berdasarkan persamaan 4.1 dapat diperoleh nilai implisit jarak tempat tinggal dengan TPAS Cipayung yang merupakan variabel kualitas lingkungan yaitu dengan menurunkan fungsi di atas terhadap variabel jarak tempat tinggal dengan TPAS Cipayung. Selain itu dapat juga dibuat kurva demand yang menunjukan tingkat keinginan masyarakat membayar kualitas lingkungan tertentu yang ditunjukan dengan jarak tempat tinggal ke TPAS Cipayung Estimasi Besarnya Nilai Ekonomi dari Penurunan Kualitas Lingkungan Akibat Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung Analisis nilai ekonomi lingkungan dari penurunan kualitas lingkungan akibat keberadaan TPAS Cipayung dapat dilakukan menggunakan Metode dose- 39

54 respon dengan pendekatan biaya kesehatan. Menurut Eshet et al. (2005), fungsi biaya kesehatan adalah cara untuk menghitung efek dari polusi yang berakibat pada kesehatan. Fungsi biaya kesehatan ini merupakan faktor dari lingkungan. Pendekatan biaya kesehatan berasumsi bahwa penurunan kualitas lingkungan akibat polusi akan meningkatkan biaya dalam pembelian barang dan jasa pelayanan kesehatan. Nilai ekonomi tersebut didapatkan dengan cara mengalikan nilai rataan biaya kesehatan dengan kepala keluarga yang terdapat di Kelurahan Cipayung. Secara matematis dapat ditulis: NE = BKSH KK... (4.4) dimana: NE = nilai ekonomi lingkungan (Rp) BKSH = rata-rata biaya kesehatan per bulan (Rp) KK = jumlah kepala keluarga di Kelurahan Cipayung (unit) 40

55 V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Cipayung terletak di Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok. Kelurahan ini terdiri dari 11 Rukun Warga (RW) dan 65 Rukun Tetangga (RT). Secara administratif, Kelurahan Cipayung berbatasan dengan wilayah Kelurahan Rangkapan Jaya di sebelah utara, sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Cipayung Jaya, sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Pasir Putih, dan sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Ratu Jaya. Sarana pendidikan yang terdapat di Kelurahan Cipayung yaitu sepuluh Taman Kanak-kanak (TK), tujuh Sekolah Dasar (SD), enam Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), tiga Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) dan dua tempat kursus. Selain itu, terdapat sarana kesehatan yang terdiri dari satu Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), tiga Poliklinik, dan 13 Posyandu. Terdapat juga sarana peribadatan yang berupa masjid dan mushola di setiap RT. Jumlah penduduk yang tercatat di Kelurahan Cipayung pada tahun 2008 berjumlah jiwa yang terdiri dari kepala keluarga (KK). Jumlah penduduk laki-laki terdiri dari jiwa dan jumlah penduduk perempuan terdiri dari jiwa. Rekapitulasi jumlah penduduk menurut golongan usia dan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 3. Selain itu, kondisi tingkat pendidikan penduduk adalah 37,20 tamatan SD, jumlah ini merupakan persentase terbanyak seperti terlihat pada Tabel 4. Sedangkan menurut mata pencahariannya, sebagian besar penduduk yaitu sebanyak 24,16 persen penduduk bermata pencaharian sebagai pegawai swasta seperti terlihat pada Tabel 5.

56 Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin di Kelurahan Cipayung Tahun 2008 Kelompok Jenis Kelamin Jumlah Persentase Umur (orang) (%) (tahun) Laki-laki Perempuan , , , , , , , , , , , , , , , , ,28 Jumlah ,00 Sumber: Kelurahan Cipayung (2008) Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kelurahan Cipayung Tahun 2008 Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%) Tamat SD/sederajat ,20 Tamat SLTP/sederajat ,72 Tamat SLTA/sederajat ,81 Tamat Akademi/Diploma 277 5,56 Tamat Perguruan Tinggi 195 3,71 Jumlah ,00 Sumber: Kelurahan Cipayung (2008) 42

57 Tabel 5. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencahariannya di Kelurahan Cipayung Tahun 2008 Mata Pencaharian Jumlah (orang) Persentase (%) Petani ,26 Pedagang 250 8,45 Pegawai Negeri 108 3,65 TNI/Polri 17 0,57 Pensiunan 37 1,25 Peternak 23 0,78 Pengusaha 35 1,18 Pegawai Swasta ,16 Buruh Bangunan/Tukang ,02 Penjahit 136 4,59 Tukang Las 4 0,14 Tukang Ojek ,30 Lain-lain (Jasa, Sopir, dll) 197 6,66 Jumlah ,00 Sumber: Kelurahan Cipayung (2008) Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Cipayung berlokasi di Kelurahan Cipayung, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok. TPAS Cipayung ini dibangun pada tahun 1987 dengan bantuan dari Asia Development Bank (ADB) berupa Program LOAN No INO: Metro Botabek Urban Development Sector Project (Metro Botabek UDSP) dengan Luas Areal TPAS Cipayung yaitu 10,1 hektar. Lokasi TPAS Cipayung berjarak sekitar meter dari jalan raya Bojong Gede Cipayung, dengan kondisi jalan baik. Lokasi ini terletak di tengah pemukiman penduduk. Sebelah utara TPAS berbatasan dengan pemukiman kampung Benda Barat, sebelah selatan berbatasan dengan pemukiman kampung 43

58 Bulak Barat, sebelah barat berbatasan dengan pemukiman Kelurahan pasir putih, dan sebelah timur berbatasan dengan pemukiman Blok Rambutan. Peta TPAS Cipayung dapat dilihat pada Gambar 3. Kampung Benda Barat Pasir Putih TPAS Blok Rambutan Kampung Bulak Sumber: Kelurahan Cipayung (2008) Gambar 3. Peta TPAS Cipayung di Kota Depok Tahun 2008 Pengelolaan TPAS Cipayung berada di bawah tanggung jawab kepala pengelola TPA dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok. Pengelolaan sampah di TPAS Cipayung menggunakan sistem sanitary landfill, namun kondisi nyata memperlihatkan bahwa pengelolaan sampah di TPA Cipayung masih belum menerapkan metode tersebut secara prosedural. Lokasi TPA masih terbuka tanpa pagar hijau pelindung yang berfungsi antara lain untuk mengurangi polusi udara bau dari lokasi TPA dan penyebaran lalat ke lingkungan pemukiman sekitarnya. Sarana penunjang yang dibangun oleh DKP Kota Depok meliputi pembuatan jalan khusus akses TPA dari jalan raya Bojonggede Cipayung ke areal TPA yang masih dalam tahap pembuatan dan sistem pengolahan lindi. Sampah-sampah yang diangkut ke TPAS Cipayung adalah sampahsampah rumah tangga, sapuan jalan, pertokoan, dan sumber lainnya yang berasal 44

59 dari masyarakat Kota Depok yang meliputi enam kecamatan dan 63 kelurahan yang berada di Kota Depok. Kecamatan yang dilayani oleh TPAS Cipayung yaitu Kecamatan Cimanggis, Sukmajaya, Pancoran Mas, Beji, Sawangan dan Limo Gambaran Kondisi Lahan di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung Kelurahan Cipayung memiliki luas wilayah 285,5 ha yang terdiri dari tanah basah dan tanah kering dengan penggunaan lahan pemukiman sebesar 182 ha, 72,44 ha sawah, 5 ha jalan, 3 ha kolam/empang, 3 ha tanah makam, 1,6 ha lapangan olah raga, 1,5 ha tanah peribadatan, 0,1 ha tanah pertokoan, 0,1 ha sungai, 0,04 ha perkantoran, dan peruntukan lainnya 5,36 ha. Dapat dikatakan bahwa Kelurahan Cipayung merupakan kawasan pemukiman terlihat dari penggunaan lahan di Kelurahan Cipayung didominasi oleh lahan pemukiman, dengan rata-rata kepadatan penduduk adalah 65 jiwa/km 2. Salah satu penyebab kepadatan penduduk ini karena jarak Kelurahan Cipayung dekat dengan Kota Jakarta yang merupakan kota metropolitan. Penggunaan lahan kedua terbesar yaitu penggunaan lahan sawah. Hal ini dikarenakan Kecamatan Pancoran Mas merupakan salah satu kecamatan di Kota Depok yang diunggulkan pada sektor pertanian. Sementara itu Kelurahan Cipayung berada di bawah pemerintahan Kecamatan Pancoran Mas. Selain itu 10,1 ha lahan Kelurahan Cipayung digunakan sebagai lahan TPAS Cipayung. Penggunaan lahan sebagai TPAS Cipayung ini yang menjadi permasalahan di Kelurahan Cipayung. Keberadaan TPAS Cipayung tersebut mengganggu penduduk di Kelurahan Cipayung karena TPAS Cipayung tersebut dibangun di lingkungan pemukiman. 45

60 5.2 Karakteristik Responden Karakteristik umum responden di Kelurahan Cipayung diperoleh berdasarkan survei yang dilakukan terhadap 100 warga masyarakat. Karakterisitk umum responden ini dinilai dari beberapa variabel meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan formal yang pernah ditempuh, jumlah tanggungan, jenis pekerjaan, tingkat pendapatan setiap bulannya, sumber pendapatan, kategori penduduk, lama tinggal di sekitar TPA Cipayung, waktu tinggal, dan status lahan Jenis Kelamin Hasil pengambilan responden menunjukan responden berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan responden berjenis kelamin perempuan. Responden laki-laki sebanyak 79 persen, sedangkan responden perempuan sebanyak 21 persen. Banyaknya responden laki-laki karena umumnya kepala keluarga lebih mengetahui informasi yang dibutuhkan oleh peneliti Usia Responden memiliki tingkat usia yang bervariasi, dari 25 tahun sampai 64 tahun. Penyebaran usia responden sebagian besar berada pada kisaran tahun sebanyak 37 persen dan kisaran tahun sebanyak 28 persen. Hal ini menunjukan sebagian besar responden masih berada pada usia produktif disebabkan responden merupakan kepala keluarga. Responden yang berusia di bawah 30 tahun sebanyak 17 persen, sedangkan responden yang berusia di atas 46 tahun sebanyak 18 persen. Penetapan skala usia responden berdasarkan perhitungan rata-rata usia dan standard deviasi. 46

61 5.2.3 Jumlah Tanggungan Jumlah tanggungan responden mayoritas adalah dua orang, yakni sebanyak 40 persen. Hal ini dikarenakan di Kelurahan Cipayung program keluarga berencana (KB) sudah diterapkan masyarakatnya. Sementara itu terdapat 35 persen responden yang memiliki tanggungan 3-4 orang, 19 persen responden yang memiliki tanggungan kurang dari dua orang, dan hanya 6 persen responden yang memiliki tanggungan lebih dari empat orang. Jumlah tanggungan yang dimaksudkan disini mencakup keluarga inti (istri/suami dan anak) serta tambahan tanggungan bukan keluarga inti yang tinggal di rumah responden Pendidikan Formal Tingkat pendidikan responden bervariasi mulai dari tidak tamat sekolah dasar hingga memperoleh pendidikan di perguruan tinggi. Persentase terbesar dari responden yakni sebesar 44 persen mencapai pendidikan di sekolah tingkat atas (SLTA) dan sederajat. Hal ini dikarenakan keadaan perekonomian keluarga yang tidak mencukupi untuk melanjutkan pendidikan, dan juga keinginan responden untuk bekerja lebih besar daripada untuk melanjutkan pendidikan setelah selesai SLTA. Responden dengan pendidikan akademik dan perguruan tinggi jumlahnya yaitu sebanyak lima persen dan delapan persen. Terdapat pula responden yang tidak tamat sekolah sebanyak dua persen. Perbandingan persentase tingkat pendidikan dapat dilihat pada Gambar 4. 47

62 Tidak Bersekolah SD SMP SMA Akademik Sarjana Gambar 4. Karateristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kelurahan Cipayung Tahun Jenis Pekerjaan Terdapat beragam jenis pekerjaan yang dilakukan oleh responden di tempat penelitian. Persentase terbesar responden bekerja di sector informal dengan persentase sebesar 45 persen. Pekerjaan ini meliputi tukang ojeg, supir, buruh pabrik atau toko, dan lainnya. Banyak yang menekuni pekerjaan ini karena pekerjaan ini gampang untuk dicari bagi masyarakat di Desa Cipayung. Terdapat pula responden yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), dan wiraswasta. Perbandingan persentase responden berdasarkan jenis pekerjaannya dapat dilihat pada Gambar 5. PNS ABRI Pegawai swasta Pedagang Wiraswasta Buruh Lainnya Gambar 5. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan di Kelurahan Cipayung Tahun

63 5.2.6 Sumber Pendapatan Sumber pendapatan responden dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu pekerjaan yang pendapatannya bersumber dari TPAS Cipayung dan pekerjaan yang pendapatannya tidak bersumber dari TPAS Cipayung. Sebagian besar sumber pendapatan responden bukan berasal dari TPAS Cipayung yakni sebanyak 94 persen, sedangkan empat persen responden lainnya memiliki pendapatan yang bersumber dari TPAS Cipayung Tingkat Pendapatan Jenis pekerjaan yang berbeda akan menunjukan pendapatan yang berbeda pula. Persentase pendapatan terbesar adalah antara Rp ,00-Rp ,00 per bulan. Hal ini terkait dengan jenis pekerjaan responden yang mayoritas adalah buruh. Responden yang memiliki pendapatan di bawah Rp ,00 per bulan sebanyak lima persen, sedangkan responden yang memiliki pendapatan di atas Rp ,00 per bulan sebanyak 15 persen. Distribusi tingkat pendapatan responden dapat dilihat pada Gambar 6. Rp ,00 Rp ,00-Rp ,00 Rp ,00-Rp ,00 >Rp ,00 Gambar 6. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan di Kelurahan Cipayung Tahun

64 5.2.8 Kategori Penduduk Kategori penduduk responden dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu penduduk asli Kelurahan Cipayung dan penduduk pendatang atau migran. Mayoritas responden adalah penduduk asli Kelurahan Cipayung dengan persentase sebesar 79 persen, sedangkan persentase penduduk pendatang atau migran sebesar 21 persen Lama Tinggal Responden umumnya merupakan warga yang telah turun-menurun berada di Kelurahan Cipayung. Hal ini dibuktikan dengan 35 persen telah menetap tahun di Kelurahan Cipayung, 25 persen telah menetap lebih dari 40 tahun di Kelurahan Cipayung, 25 persen telah menetap tahun di Kelurahan Cipayung, dan hanya 15 persen responden yang menetap kurang dari 20 tahun Waktu Tinggal Waktu tinggal responden dikelompokkan menjadi dua yaitu responden yang responden yang menetap sebelum ada TPAS Cipayung dan responden yang menetap setelah ada TPAS Cipayung. Mayoritas responden menetap sebelum didirikan TPAS Cipayung dengan persentase 86 persen, sedangkan persentase responden yang menetap setelah ada TPAS Cipayung sebesar 14 persen Status Lahan Status lahan responden dikelompokkan menjadi dua yaitu lahan responden yang bersertifikat dan lahan responden yang tidak bersertifikat. Sebagian besar responden memiliki sertifikat lahan yakni sebanyak 67 persen, sedangkan 33 persen responden lainnya tidak memiliki sertifikat lahan. 50

65 VI. DESKRIPSI LINGKUNGAN PEMUKIMAN SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG DAN PENILAIAN LINGKUNGAN OLEH RESPONDEN 6.1 Harga Lahan Faktor harga lahan menentukan pilihan seseorang untuk tinggal di suatu tempat. Lahan dengan harga yang lebih murah akan lebih disukai dibandingkan dengan lahan dengan karateristik yang sama dengan harga yang lebih mahal, namun apabila karakteristik lahan tersebut berbeda maka pilihan seseorang tidak hanya ditentukan oleh faktor harga saja. Lahan dengan kondisi lingkungan dan karakteristik yang lebih baik mungkin lebih disukai dibandingkan dengan lahan yang kondisi lingkungan dan karakteristik kurang baik walaupun harganya lebih mahal. Harga lahan responden bervariasi dari Rp ,00/m 2 sampai dengan Rp ,00/m 2. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 14 persen harga lahan responden kurang dari atau sama dengan Rp ,00/m 2, 44 persen harga lahan responden antara Rp ,00/m 2 -Rp ,00/m 2, 17 persen harga lahan responden antara Rp ,00/m 2 -Rp ,00/m 2, dan 25 persen harga lahan responden lebih dari Rp ,00/m 2. Berdasarkan perhitungan diperoleh rataan harga lahan Rp ,00/m 2. Dengan demikian terdapat 58 lahan responden yang harganya berada di bawah rata-rata dan 42 lahan responden yang harganya di atas rata-rata. Distribusi harga lahan responden dapat dilihat pada Gambar 7. Harga lahan responden di Kelurahan Cipayung diduga dipengaruhi oleh keberadaaan TPAS Cipayung. Semakin jauh jarak lahan responden dari TPAS Cipayung maka semakin mahal pula harganya. Selain itu harga lahan responden

66 juga diduga dipengaruhi oleh status lahan tersebut. Responden yang memiliki serftifikat hak milik atas lahan yang dimilikinya maka harga lahannya akan lebih tinggi. Perbedaan harga lahan responden ini diduga dapat menunjukan adanya perbedaan kualitas lingkungan, oleh karena itu digunakan harga lahan sebagai indikator untuk melihat bahwa terjadi perbedaan kualitas lingkungan yang dipengaruhi oleh keberadaan TPAS Cipayung. Rp ,00 Rp ,00-Rp ,00 Rp ,00-Rp ,00 >Rp ,00 Gambar 7. Distribusi Harga Lahan Responden di Kelurahan Cipayung Tahun Penilaian Responden terhadap Kebersihan Kelurahan Cipayung Lingkungan merupakan salah satu bagian dari ekosistem tempat manusia hidup dan berinteraksi. Keberadaan lingkungan memiliki arti penting dalam menunjang kehidupan manusia. Kualitas lingkungan yang baik dapat membantu mewujudkan kualitas hidup manusia yang lebih baik. Penilaian utama yang umumnya dilakukan untuk mengidentifikasi apakah suatu lingkungan dapat dikatakan baik adalah penilaian dari segi kebersihan. Hasil penelitian terhadap 100 responden di Kelurahan Cipayung menunjukkan bahwa penilaian responden terhadap kebersihan lingkungan 52

67 Cipayung berbeda-beda. Perbandingan Persentase penilaian responden terhadap kebersihan lingkungan dapat dilihat pada Gambar 8. Sangat kotor Kotor Biasa saja Bersih Sangat bersih Gambar 8. Persepsi Responden Berdasarkan Penilaian Responden terhadap Kebersihan Lingkungan di Kelurahan Cipayung Jaya Tahun 2009 Sebagian besar responden (48 persen) menilai bahwa kebersihan lingkungannya sedang. Hanya 17 persen dan tujuh persen responden yang menilai bahwa kebersihan lingkungannya kotor dan sangat kotor. Hal ini dikarenakan responden sudah terbiasa dengan keadaan lingkungan yang ada karena sebagian besar responden sudah tinggal di lingkungan pemukiman sekitar TPAS Cipayung dalam waktu yang cukup lama. Apabila digunakan perhitungan nilai rata-rata semantic diferential maka didapatkan nilai sebesar 2,97 untuk nilai kebersihan setelah ada TPA yang nilainya lebih kecil dari nilai rata-rata semantic diferential sebelum ada TPA sebesar 3,38. Hal ini menunjukkan bahwa berdasarkan penilaian dari responden, terjadi penurunan kualitas kebersihan di pemukiman sekitar TPAS Cipayung. Inilah yang menjadi pusat perhatian penelitian, adanya penurunan kualitas lingkungan yang disebabkan oleh keberadaan TPAS Cipayung. Oleh karena itu, untuk melihat lebih jelas penurunan kualitas lingkungan ini dilakukan penelitian 53

68 pengaruh keberadaan TPAS Cipayung terhadap harga lahan yang akan dibahas pada pembahasan selanjutnya. 6.3 Penilaian Responden terhadap Kondisi Air Ketersediaan air bersih di suatu tempat tinggal sangat mempengaruhi tingkat kesehatan penghuninya. Selain air sebagai konsumsi tubuh (air minum), juga digunakan sebagai sarana kebersihan tubuh dan barang. Apabila kualitas air rendah maka tingkat kesehatan penghuninya dapat menurun. Walaupun tidak dikonsumsi, air dengan kualitas rendah dapat menimbulkan penyakit, misalnya penyakit kulit maupun penyakit yang diakibatkan barang-barang yang tidak bersih setelah dicuci dengan air yang berkualitas rendah. Penilaian kondisi air di pemukiman responden dapat dilihat pada Gambar 9. Tercemar Tidak tercemar Gambar 9. Persepsi Responden terhadap Kondisi Air di Kelurahan Cipayung Tahun 2009 Penilaian kualitas air di lingkungan pemukiman Kelurahan Cipayung secara keseluruhan dapat dikatakan cukup baik, ditunjukkan dengan persentase yang rendah (20 persen) untuk penilaian tempat tinggal yang kondisi airnya tercemar, sedangkan 80 persen untuk penilaian tempat tinggal yang tidak mengalami pencemaran air. Selain itu ditunjukkan dengan nilai rata-rata semantic 54

69 diferential yang menunjukan angka 1,8, angka ini mendekati nilai skala dua, sehingga dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan penilaian kondisi air di Kelurahan Cipayung tidak tercemar. Hal ini terjadi karena pengambilan responden berdasarkan jarak tempat tinggal ke TPAS Cipayung, sedangkan tempat tinggal yang biasanya mengalami pencemaran air hanyalah tempat tinggal yang letaknya sangat dekat dengan TPAS Cipayung. Oleh karena itu hanya terdapat sedikit responden yang menilai tempat tinggalnya mengalami pencemaran air. Apabila dikaji kondisi air untuk tempat tinggal yang sangat dekat (kurang dari 500 m) dengan TPAS Cipayung dapat dikatakan bahwa kondisi air sangat buruk, karena mengalami pencemaran air yang ditunjukkan dengan air yang berbau dan berwarna sehingga air tanah di daerah tersebut tidak dapat dikonsumsi, bahkan untuk digunakan keperluan non-konsumsi air tersebut dapat mengganggu kesehatan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Kurniawan (2006), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa IKA pada jarak 400 m, 600 m dan 700 m dari TPA tergolong buruk dengan kisaran indeks 41,03 48,36 sehingga air tersebut tidak dapat dikonsumsi. Implikasi dari kondisi air yang tercemar terhadap sektor ekonomi keluarga menyebabkan pengeluaran menjadi bertambah. Disebabkan kondisi air yang tidak layak dikonsumsi maka masyarakat yang tinggal sangat dekat dengan TPA membeli air kemasan untuk dikonsumsi. 6.4 Penilaian Responden terhadap Pengelolaan Sampah di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung. Sampah yang masuk ke TPAS Cipayung setiap harinya mencapai m 3. Gunungan sampah yang terbentuk sudah mencapai ketinggian m pada 55

70 tanah seluas 10,1 ha. Sampah tersebut berasal dari seluruh kecamatan di Kota Depok. Penilaian responden terhadap pengelolaan sampah di TPAS Cipayung berbeda-beda. Kriteria baik dan buruknya pengelolaan sampah tersebut antara lain terkait dengan volume sampah yang masuk setiap harinya dan timbunan sampah di TPAS Cipayung. Berikut pada Gambar 10 ditunjukkan penilaian responden terhadap pengelolaan sampah di TPAS Cipayung. Tidak baik Cukup Baik Gambar 10. Persepsi Responden terhadap Pengelolaan Sampah di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung Tahun 2009 Sebanyak 13 persen responden berpendapat bahwa pengelolaan sampah yang dilakukan di TPAS Cipayung sudah cukup baik. Sementara itu, 87 persen responden lainnya berpendapat bahwa pengelolaan sampah yang dilakukan di TPAS Cipayung tidak baik atau dapat dikatakan buruk. Sementara itu tidak ada responden yang menyatakan pengelolaan sampah yang dilakukan di TPAS Cipayung sudah baik. Pendapat dari responden ini didukung kondisi sampah yang ada di TPAS Cipayung sudah terlalu menggunung. Selain itu, sampah juga sudah menimbulkan bau yang sangat menyengat. 56

71 Berdasarkan perhitungan nilai rata-rata semantic diferential didapatkan nilai sebesar 1,13, nilai ini mendekati nilai skala satu. Hal ini juga menunjukkan bahwa penilaian terhadap pengelolaan sampah yang telah dilakukan oleh pihak pengelola TPAS Cipayung tidak baik atau dapat dikatakan masih buruk. Pengelolaan sampah di TPAS Cipayung sangat berpengaruh terhadap kualitas lingkungan di Kelurahan Cipayung. Sampah yang tidak dikelola dengan baik dapat memberi dampak negatif bagi lingkungan sekitarnya, bahkan dapat menyebabkan degradasi kualitas lingkungan. Saat penelitian dilakukan, seluruh responden mengetahui bahwa sampah memiliki dampak negatif. Hal ini disebabkan responden mengalami sendiri dampak negatif yang ditimbulkan oleh sampah tersebut, selain dari adanya berita-berita media informasi dan penyuluhan oleh pemerintah. Dampak negatif dari sampah yang diketahui responden dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Penilaian Dampak Negatif Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung yang Dirasakan Responden Tahun 2009 Persentase Dampak Negatif (%) Mengganggu pemandangan dan keindahan 8 Menimbulkan pencemaran udara 34 Mengganggu pemandangan dan keindahan, menimbulkan 7 pencemaran udara Menimbulkan pencemaran udara dan berkembangnya bibit 7 penyakit Menimbulkan pencemaran udara, berkembangnya bibit penyakit, 6 dan di TPA akan terjadi kekurangan oksigen Mengganggu pemandangan dan keindahan, menimbulkan 24 pencemaran udara, dan berkembangnya bibit penyakit Mengganggu pemandangan dan keindahan, menimbulkan 14 pencemaran udara, berkembangnya bibit penyakit, dan di TPA akan terjadi kekurangan oksigen Total

72 Sebagian besar responden mengetahui bahwa sampah dapat mengganggu pemandangan dan keindahan, menimbulkan pencemaran udara, dan merupakan tempat berkembang biak bibit penyakit. Beberapa responden lain mengetahui bahwa selain tiga hal tersebut, ada dampak negatif sampah lainnya, yaitu sampah juga dapat menyebabkan kekurangan oksigen. Responden yang mengetahui ini biasanya adalah responden yang hidupnya atau aktivitas sehari-harinya sangat dekat dengan TPAS Cipayung atau bahkan berada di TPAS Cipayung. 6.5 Tingkat Gangguan yang Dialami Responden Kenyamanan lingkungan sangat berpengaruh dalam memilih tempat tinggal. Seseorang akan berusaha mencari tempat tinggal yang nyaman. Sementara itu, kenyamanan tersebut berkaitan dengan gangguan yang diterima responden sehingga dimungkinkan terdapat perbedaan persepsi mengenai tingkat gangguan yang diterima. Sangat tidak Mengganggu Tidak mengganggu Biasa saja Mengganggu Sangat mengganggu Gambar 11. Persepsi Responden Berdasarkan Penilaian terhadap Tingkat Gangguan yang Dialami Responden di Kelurahan Cipayung Jaya Tahun 2009 Berdasarkan Gambar 11 dapat dilihat penilaian responden terhadap tingkat gangguan yang diterima. Diperoleh informasi bahwa 58 responden menyatakan bahwa keberadaan TPAS Cipayung mengganggu terhadap aktivitas responden 58

73 sehari-hari, lainnya menyatakan bahwa keberadaan TPAS Cipayung sangat mengganggu dan biasa saja terhadap aktivitas responden sehari-hari, masingmasing 31 responden dan 10 responden. Hanya satu responden yang menyatakan bahwa keberadaan TPAS Cipayung tidak mengganggu terhadap aktivitas responden sehari-hari dan tidak ada responden yang menyatakan bahwa keberadaan TPAS Cipayung sangat tidak mengganggu terhadap aktivitas responden sehari-hari. Menurut perhitungan nilai rata-rata semantic diferential didapatkan nilai sebesar 4,19. Nilai tersebut mendekati nilai skala empat, dapat diartikan bahwa responden merasa terganggu dengan adanya TPAS Cipayung. Gangguan ini dapat ditunjukkan dengan adanya beberapa dampak negatif yang ditimbulkan akibat keberadaan TPAS Cipayung. 59

74 VII. ANALISIS FUNGSI HEDONIS DAN NILAI EKONOMI LINGKUNGAN PEMUKIMAN SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG 7.1 Analisis Harga Lahan Estimasi fungsi hedonis harga lahan dilakukan dengan pendekatan analisis regresi berganda. Variabel tidak bebas yang digunakan adalah nilai tengah harga lahan, sedangkan variabel bebasnya adalah variabel jarak tempat tinggal dengan TPAS Cipayung, biaya kesehatan, luas lahan, luas bangunan, dan status lahan. Penelitian yang berkaitan dengan benda-benda lingkungan dapat mentolerir nilai R-squared sampai dengan 15 persen (Hanley dan Spash, 1993), maka hasil regresi berganda harga lahan pada penelitian ini masih dapat diyakini kebenaran atau keandalannya. Nilai R-squared sebesar 70,4 berarti bahwa 70,4 persen keragaman harga lahan masyarakat Kelurahan Cipayung dapat diterangkan oleh variabel-variabel penjelas yang terdapat pada model, sedangkan sisanya (29,6 persen) dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Nilai F hitung sebesar 44,76 dengan P-value sebesar menunjukan bahwa secara serentak, variabelvariabel penjelas berpengaruh nyata terhadap model. Sementara secara individu, variabel yang secara nyata mempengaruhi harga lahan pada taraf α = 5 persen adalah status lahan, biaya kesehatan, dan luas bangunan, sedangkan variabel yang berpengaruh nyata pada taraf α = 15 persen adalah jarak tempat tinggal dengan TPAS Cipayung. Data yang digunakan dalam analisis ini telah diuji normalitasnya sehingga data tersebut valid untuk diolah dengan teknis regresi berganda. Selain itu, dengan uji multikolineritas dan uji heteroskedastisitas menunjukan bahwa model ini tidak terdapat multikolineritas dan heteroskedastisitas. Hasil estimasi fungsi hedonis harga lahan dapat dilihat pada Tabel 7.

75 Tabel 7. Hasil Estimasi Fungsi Hedonis Harga Lahan di Kelurahan Cipayung Tahun 2009 Variabel Koefisisen P R-squared C X 1 X 2 X 3 X 4 X 5 Adjusted R-Squared Durbin-Watson stat 70,4 68,8 1, ,91 b - 3,28 a 142,8 c a a F-statistic Keterangan: a : Nyata pada selang kepercayaan 95 persen b : Nyata pada selang kepercayaan 85 persen c : Tidak berpengaruh nyata Prob(F-statistic) Pada model tersebut, variabel yang berpengaruh nyata adalah: 1. Jarak tempat tinggal dengan TPAS Cipayung ,135 0,002 0,304 0,001 0,001 44,76 0,000 Jarak tempat tinggal dengan TPAS Cipayung memiliki P-value sebesar 0,135 yang artinya bahwa variabel ini berpengaruh nyata terhadap harga lahan. Nilai koefisien bertanda positif menunjukan semakin jauh jarak lahan dari TPAS Cipayung maka semakin mahal harga lahan. Hal ini dapat terjadi karena semakin jauh jarak tempat tinggal dari TPAS Cipayung menyebabkan dampak negatif dari TPAS Cipayung yang dialami semakin sedikit maka kualitas lingkungan akan semakin baik sehingga harga lahan akan semakin tinggi. Ditunjukkan untuk tempat tinggal pada jarak meter harga lahannya sebesar Rp ,00/m 2, sedangkan untuk tempat tinggal yang berjarak 250 meter dari TPAS Cipayung harga lahannya sebesar Rp ,00/m 2. 61

76 2. Biaya Kesehatan Biaya kesehatan memiliki P-value sebesar 0,002 yang artinya bahwa variabel ini berpengaruh nyata terhadap harga lahan. Nilai koefisien bertanda negatif menunjukan semakin besar biaya kesehatan yang harus dikeluarkan maka semakin mahal harga lahan. Hal ini dapat terjadi karena semakin tinggi biaya kesehatan maka semakin banyak biaya yang dikeluarkan untuk menjaga kesehatan yang menunjukkan bahwa semakin tinggi gangguan yang dialami dan kondisi kesehatan akan semakin terancam sehingga akan menurunkan harga lahan. Ditunjukkan ketika biaya kesehatan Rp ,00 per bulan maka harga lahannya Rp ,00/m 2, sedangkan ketika biaya kesehatan Rp 4.000,00 per bulan maka harga lahannya Rp ,00/m Luas Bangunan Luas lahan memiliki P-value sebesar 0,001 yang artinya bahwa variabel ini berpengaruh nyata terhadap harga lahan. Nilai Koefisien bertanda positif menunjukan semakin luas bangunan maka semakin tinggi harga lahan. Hal ini dapat terjadi karena semakin luas bangunan maka menunjukan bahwa lahan tersebut layak untuk digunakan sebagai tempat tinggal sehingga harga lahan akan semakin tinggi. 4. Status lahan Satus lahan memiliki P-value sebesar yang artinya bahwa variabel ini berpengaruh nyata terhadap harga lahan. Nilai koefisien bertanda positif menunjukan jika lahan tersebut bersertifikat maka harga lahan akan semakin tinggi. Hal ini dapat terjadi karena lahan yang bersertifikat dimiliki secara hukum sehingga dapat meningkatkan harga lahan. 62

77 Berdasarkan analisis pada Tabel 7, dapat dibentuk fungsi hedonis yang menggambarkan variabel yang nyata mempengaruhi harga lahan. Fungsi hedonis yang terbentuk dapat ditulis menjadi sebuah model persamaan, yaitu: Y = ,9 X 1 3,28 X ,8 X X X 5 + ε dimana: Y = harga lahan (Rupiah/m 2 ) X 1 = jarak tempat tinggal dengan TPAS Cipayung (meter) X 2 = biaya kesehatan per bulan (Rupiah) X 3 = luas lahan (m 2 ) X 4 = luas Bangunan (m 2 ) X 5 = status lahan (bernilai 0 jika tidak bersertifikat dan bernilai 1 jika bersertifikat) Setelah terbentuk fungsi hedonis maka analisis nilai implisit (r) dapat dilakukan. Nilai implisit menunjukan seberapa besar faktor penjelas mempengaruhi harga lahan. Berdasarkan fungsi hedonis yang terbentuk dapat diketahui bahwa variabel yang berpengaruh nyata terhadap harga lahan adalah jarak tempat tinggal dengan TPAS Cipayung, biaya kesehatan, luas lahan, luas bangunan, dan status lahan. Nilai implisit yang mempengaruhi harga lahan dapat dilihat sebagai berikut: r X1 = dy/dx 1 = 39,91 r X2 = dy/dx 2 = -3,28 r X3 = dy/dx 3 = 142,8 r X4 = dy/dx 4 = r X5 = dy/dx 5 =

78 Nilai implisit jarak tempat tinggal dengan TPAS Cipayung (r X1 ) adalah 39,91. Apabila jarak tempat tinggal dengan TPAS Cipayung meningkat satu meter maka harga lahan meningkat sebesar Rp 39,80/m 2. Nilai implisit biaya kesehatan (r X2 ) adalah -3,28. Apabila biaya kesehatan meningkat Rp 1,00 per bulan maka harga lahan turun sebesar Rp 3,28,00/m 2. Nilai implisit luas lahan (r X3 ) adalah 142,8. Apabila luas lahan meningkat 1m 2 maka harga lahan meningkat sebesar Rp 142,8/m 2. Nilai implisit luas bangunan (r X4 ) adalah Apabila luas bangunan meningkat 1m 2 maka harga lahan meningkat sebesar Rp 1.584,00/m 2. Nilai implisit status lahan (r X5 ) adalah Perbedaan harga antara lahan yang bersertifikat dengan yang tidak bersertifikat adalah sebesar Rp ,00/m 2. Berdasarkan harga lahan yang diperoleh dapat dibentuk kurva demand, yang menggambarkan hubungan antara harga lahan (Rp/m 2 ) yang diperoleh dengan jarak tempat tinggal ke TPAS Cipayung (meter), kurva demand nya berupa kurva demand terbalik. Jarak tempat tinggal ke TPAS Cipayung tersebut menunjukan kualitas lingkungan, semakin jauh jarak maka kualitas lingkungan akan semakin baik. Misalkan pada jarak meter, harga lahannya sebesar Rp ,00/m 2. Hal ini dikarenakan pada jarak meter kualitas lingkungan dapat dikatakan cukup baik karena jauh dari TPAS Cipayung sehingga harga lahan cukup tinggi. Sedangakan untuk tempat tinggal yang berjarak 250 meter dari TPAS Cipayung harga lahannya sebesar Rp ,00/m 2. Hal ini dikarenakan pada jarak 250 meter kualitas lingkungan dapat dikatakan buruk karena sangat dekat dengan TPAS Cipayung. Kurva demand harga lahan dapat ditunjukkan pada Gambar

79 Harga lahan (Rp/m 2 ) jarak tempat tinggal ke TPA (m) Gambar 12. Kurva Demand Harga Lahan Berdasarkan Jarak Tempat Tinggal dengan TPAS Cipayung 7.2 Analisis Biaya Kesehatan Analisis biaya kesehatan responden diperoleh dari jawaban responden. Responden ditanya tentang biaya yang dikeluarkan untuk menjaga kesehatan responden karena keberadaan TPAS Cipayung. Biaya kesehatan ini merupakan biaya pengganti karena dari kualitas lingkungan yang hilang akibat keberadaan TPAS Cipayung. Biaya kesehatan ini dapat berupa biaya untuk membeli air bersih dan air kemasan dan juga biaya pengobatan atau pencegahan penyakit. Urutan pertama dalam kategori sepuluh jenis penyakit terbesar tahun 2003 di Kelurahan Cipayung adalah ISPA. Selain ISPA, penyakit yang banyak diderita masyarakat Cipayung adalah penyakit kulit, hal ini diperkirakan akibat dari air yang tercemar sebagai dampak keberadaan TPAS Cipayung. Sepuluh jenis penyakit terbesar di Kelurahan Cipayung Kota Depok pada tahun 2003 dapat dilihat pada Tabel 8. 65

80 Tabel 8. Sepuluh jenis penyakit terbesar di Kelurahan Cipayung Kota Depok Tahun 2003 No Uraian Jenis Penyakit Jumlah Orang 1 ISPA Penyakit Kulit Febris yang sebabnya tidak diketahui Gangguan gigi Gastritis Diare Hipertensi Conjunctivitis Sakit Kepala Myeligia 268 Jumlah Sumber: Kelurahan Cipayung (2003) Berdasarkan jawaban 100 responden dapat diperoleh informasi mengenai sebaran biaya kesehatan. Seperti ditunjukkan pada tabel 8, biaya kesehatan berkisar antara Rp 3.000,00 sampai dengan Rp ,00. Kisaran biaya kesehatan tersebut mempunyai nilai rata-rata (mean) Rp ,00 dan nilai tengah (median) Rp 9.500,00. sedangkan nilai kuartil satunya (Q 1 ) Rp 4.000,00 dan kuartil tiganya (Q 3 ) Rp ,00. Tabel 9. Statistik Deskriptif Biaya Kesehatan Responden Setiap Bulan Variabel Niai (Rp) Keterangan Min Max Q 1 Q 3 Mean Median Nilai minimum biaya kesehatan Nilai maksimum biaya kesehatan Nilai kuartil satu Nilai kuartil tiga Nilai rata-rata biaya kesehatan Nilai tengah tambahan uang sewa 66

81 Berdasarkan informasi di atas maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar biaya kesehatan responden (sebaran normal) berada di atas Rp 4.000,00 per bulan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai rata-ratanya sebesar Rp ,00 per bulan dan nilai tengahnya Rp 9.500,00 per bulan, serta nila kuartil kesatunya sebesar Rp 4.000,00 per bulan. Sebaran normal dari biaya kesehatan ini menunjukkan biaya kesehatan yang cukup tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas lingkungan sekitar TPAS Cipayung rendah karena belum bisa mendukung kesehatan masyarakat yang tinggal di tempat tersebut. 7.3 Nilai Ekonomi Penurunan Kualitas Lingkungan di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung Nilai ekonomi lingkungan merupakan nilai dari sumberdaya lingkungan. Dikarenakan di dalam peneletian ini dikaji nilai ekonomi penurunan kualitas lingkungan di sekitar TPAS Cipayung maka nilai ekonomi yang dimaksud adalah nilai dari penurunan kualitas lingkungan akibat keberadaan TPAS Cipayung, khususnya di Kelurahan Cipayung. Penghitungan nilai ekonomi berdasarkan metode dose-respon dengan menggunakan pendekatan biaya kesehatan yang dikeluarkan masyarakat. Hal ini dikarenakan sumberdaya lingkungan bukan termasuk market goods atau tidak mempunyai nilai pasar. Dalam penelitian ini akan dihitung nilai ekonomi berdasarkan biaya kesehatan yang dikeluarkan setiap rumah tangga. Secara matematis ditulis: dimana: NE = BKSH x KK NE = nilai ekonomi lingkungan (Rp) BKSH = rata-rata biaya kesehatan per bulan (Rp) 67

82 KK = jumlah kepala keluarga di Kelurahan Cipayung (unit) Berdasarkan data laporan tahunan Kelurahan Cipayung tahun 2008 terdapat KK yang tinggal di Kelurahan Cipayung. Sedangkan biaya kesehatan yang dikeluarkan KK adalah nilai rataan biaya kesehatan, yaitu sebesar Rp ,00 per bulan. Dengan demikian nilai ekonomi lingkungan pemukiman sekitar TPAS Cipayung adalah sebesar Rp ,00 setiap bulan. Nilai ekonomi yang diperoleh di atas menunjukkan dampak negatif dari keberadaan TPAS Cipayung yang dialami oleh masyarakat sekitarnya. Ketersediaaan data yang jelas dan pasti mempengaruhi ketepatan estimasi dari nilai ekonomi penurunan kualitas lingkungan. Selain itu, nilai ekonomi di atas hanya dihitung di daerah Kelurahan Cipayung. Padahal masih terdapat daerah lain juga yang terkena dampak negatif dari keberadaan TPAS Cipayung. Nilai ekonomi ini juga belum mencerminkan seluruh nilai ekonomi dari penurunan kualitas lingkungan. Hal ini sesuai dengan teori Garrod dan Willis (2005) bahwa metode dose-respon belum mencerminkan nilai ekonomi penurunan kualitas lingkungan secara keseluruhan. 7.4 Upaya Meminimalisir Dampak Negatif Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung Upaya untuk meminimalisir dampak negatif keberadaan TPAS Cipayung merupakan suatu langkah penting yang harus dilakukan, terutama oleh Pemerintah Kota Depok. upaya tersebut berupa upaya penanganan lingkungan dan penanganan sampah. Upaya yang sebaiknya diambil dapat merujuk pada hasil penilaian responden terhadap lingkungan sekitarnya. 68

83 Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa masyarakat Kelurahan Cipayung menilai lingkungan tempat tinggalnya sudah mengalami degradasi kualitas. Salah satu bukti dari keadaan ini adalah timbulnya pencemaran udara dan air di sekitar TPAS Cipayung. Udara di Kelurahan Cipayung tercemar bau, bau yang harus dihirup oleh semua orang yang berada di sekitar TPAS Cipayung ini telah menyebabkan timbulnya berbagai penyakit pernafasan, antara lain asma dan infeksi saluran pernafasan akut. Sementara itu, untuk tempat tinggal yang sangat dekat dengan TPA, air tanah yang seharusnya dapat diminum oleh warga kini menjadi tidak layak minum, bahkan di beberapa tempat tinggal, air tanah tersebut sudah tidak layak pakai sama sekali. Selain penurunan kualitas, lingkungan Kelurahan Cipayung juga dinilai telah mengalami penurunan nilai estetika. Penurunan nilai estetika ini berupa memburuknya tata ruang Kelurahan Cipayung akibat berdirinya bedeng-bedeng tempat tinggal pemulung dan kurang indahnya pemandangan akibat tumpukan sampah di pekarangan rumah pemulung dan penampung limbah. Masyarakat juga merasa terganggu dengan lalat yang sering memasuki tempat tinggal masyarakat dan juga terganggu dengan mobil pengangkut sampah yang melewati tempat tinggal masyarakat. Lalat yang memasuki tempat tinggal masyarakat tersebut bersumber dari TPAS Cipayung, lalat tersebut menyerbu makanan yang ada di tempat tinggal masyarakat. Lalat ini bisa menjadi sumber penyakit seperti diare dan penyakit lainnya. Mobil pengangkut sampah masih melewati jalan umum yang melewati tempat tinggal masyarakat, mobil pengangkut sampah ini menimbulkan gangguan seperti menimbulkan bau, kebisingan, dan debu. 69

84 Diterimanya kualitas lingkungan yang semakin buruk dan berkurang daya dukungnya terhadap lingkungan pemukiman sekitar TPAS Cipayung, perlu beberapa upaya yang sebaiknya diambil oleh Pemerintah Kota Depok, diantaranya yaitu memberikan dana kompensasi, meningkatkan biaya retribusi sampah, dan memperbaiki sistem pengelolaan sampah yang ada selama ini. Pemberian dana kompensasi sesuai dengan yang diinginkan masyarakat di sekitar TPAS Cipayung akan mencegah timbulnya konflik seputar TPAS Cipayung seperti yang terjadi belakangan ini. Peningkatan retribusi sampah dapat meningkatkan anggaran pemerintah dan mengurangi jumlah sampah yang ada, dengan peningkatan anggaran pemerintah dapat dilakukan subsidi silang sehingga peningkatan anggaran tersebut dapat disalurkan untuk pemberian dana kompensasi kepada masyarakat di sekitar TPAS Cipayung, selain itu juga peningkatan anggaran tersebut dapat digunakan untuk dana pengelolaan sampah yang lebih baik. Pengelolaan sampah yang baik tidak akan menyisakan residu dalam bentuk penurunan kualitas bagi lingkungan sekitarnya. Pengelolaan sampah yang baik dapat dilakukan dengan beberapa teknik, diantaranya yaitu penimbunan tanah, pembakaran sampah, penghancuran sampah, pengomposan, dan daur ulang. Selain itu dapat dilakukan penanaman pagar tanaman di sekeliling TPAS Cipayung sehingga dapat mengurangi pencemaran udara di pemukiman sekitar TPAS Cipayung dan juga dapat mengurangi lalat yang menuju pemukiman karena dengan adanya pagar tanaman maka lalat tersebut akan menempel pada tanaman tersebut. Hal lain yang juga dapat dilakukan yaitu penetapan batas jarak pemukiman dari TPAS Cipayung dengan cara relokasi tempat tinggal penduduk yang sangat dekat dengan TPAS Cipayung, namun sepertinya ini sangat sulit 70

85 dilakukan dikarenakan mayoritas penduduk lebih dahulu tinggal di tempat tersebut sebelum adanya TPAS Cipayung. Selain itu mobil pengangkut sampah yang melewati pemukiman penduduk sebaiknya menggunakan penutup bak sampah agar tidak terlalu menimbulkan bau, akan lebih baik lagi jika dibuat jalan khusus akses mobil pengangkut sampah menuju TPAS Cipayung sehingga tidak akan melewati pemukiman penduduk. Perlu kesadaran dari semua pihak untuk menjaga kualitas lingkungan yang baik yang juga berpengaruh kepada kehidupan masyarakat itu sendiri. Pemerintah bertugas sebagai pengambil keputusan dan pelaksana di lapangan, sedangkan masyarakat sebagai pendukung dan ikut melaksanakan dalam menjaga kualitas lingkungan. Kerjasama dari semua pihak sangat diharapkan untuk mendukung pelaksanaan penataan pemukiman dengan kualitas lingkungan yang baik. 71

86 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Masyarakat sekitar TPAS Cipayung secara umum menilai keberadaan TPAS Cipayung menurunkan kualitas lingkungan, hal ini dapat ditunjukkan dengan penurunan hasil perhitungan nilai rata-rata semantic differential setelah adanya TPAS Cipayung. Selain itu diketahui bahwa responden mengalami beberapa dampak negatif dari keberadaan TPAS Cipayung yang tidak dikelola dengan baik sehingga dapat mengganggu kehidupan responden. 2. Penurunan kualitas lingkungan berpengaruh terhadap harga lahan. Berdasarkan HPM diketahui bahwa harga lahan di Kelurahan Cipayung dipengaruhi oleh jarak tempat tinggal dengan TPAS Cipayung, biaya kesehatan, luas bangunan, dan status lahan. Nilai implisit dari jarak tempat tinggal dengan TPAS Cipayung, luas bangunan, dan status lahan bertanda positif, sedangkan nilai implisit dari biaya kesehatan bertanda negatif. 3. Hasil perhitungan menggunakan metode dose-respon diperoleh nilai ekonomi penurunan kualitas lingkungan akibat keberadaan TPAS Cipayung di Kelurahan Cipayung adalah Rp ,00 setiap bulan. Nilai ini belum mencerminkan seluruh nilai ekonomi penurunan kualitas lingkungan. 8.2 Saran Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian maka dapat disarankan: 1. Pemerintah sebaiknya memperbaiki pola pengelolaan sampah yang ada selama ini, diantaranya yaitu perlu dilakukan penanaman pagar tanaman di

87 sekeliling TPAS Cipayung, pemberian dana kompensasi, dan pembuatan jalan khusus akses mobil pengangkut sampah ke TPAS Cipayung. Pemerintah juga sebaiknya meningkatkan tarif retribusi sampah. 2. Sistem pengelolaan sampah sanitary landfill tidak sebaiknya diterapkan karena sistem ini hanya menumpuk sampah dan menutupnya dengan tanah tanpa memberikan manfaat ekonomi, sebaiknya diterapkan prinsip 4R, yaitu reduce (mengurangi), reuse (memakai kembali), recycle (mendaur ulang), dan replace (mengganti). 4. Pengelolaan lingkungan pemukiman harus dijadikan sebagai kerja bersama antara berbagai pihak, baik pemerintah maupun masyarakat. Dengan demikian, akan tercipta hubungan mutualisme diantara berbagai pihak serta dapat meningkatkan kualitas lingkungan pemukiman. 5. Nilai ekonomi penurunan kualitas lingkungan pada penelitian ini belum mencerminkan seluruh nilai ekonomi. Oleh karena itu diperlukan penelitian untuk mengetahui nilai ekonomi secara keseluruhan dengan menggunakan metode lainnya. Diperlukan juga penelitian mengenai teknis yang tepat dalam pengelolaan sampah di TPAS Cipayung. 73

88 DAFTAR PUSTAKA Apriadji, W. H Memproses Sampah. Penebar Swadaya. Jakarta. Astuti, E. B Strategi Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung Melalui Penguatan Kemampuan Masyarakat Dalam Pemeliharaan Lingkungan Sehat. Tesis Pascasarjana IPB. Bogor. Avianto, N Estimasi Nilai Ekonomi Lingkungan Pemukiman Mahasiswa IPB: Perspektif Regresi Hedonis. Skripsi Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Badan Pusat Statistik Kepadatan Penduduk Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Barlowe, R Land Resources Economics, The Economics of Real Estate. Michigan State University. Prentice-Hall, Inc. Engelwood Cliffs. New Jersey. Budiman, Y Keterkaitan Aspek Kelembagaan, Teknologi, Ekonomi, dan Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah Perkotaan: Studi Kasus di Kota Pontianak, Propinsi Kalimantan Barat. Tesis Pascasarjana IPB. Bogor. Dardak, A.H Kebijakan Penataan Ruang untuk Persampahan. Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta. Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok Data Persampahan Kota Depok. Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok. Depok. Djuwendah, E Analisis Keragaan Ekonomi Kelembagaan Penanganan Sampah Perkotaan. Tesis Pascasarjana IPB. Bogor. Eshet, T., O. Ayalon, M. Shechter Valuation of Externalities of Selected Waste Management Alternatives: a Comparative Review and Analysis. Elsevier. Israel. Garrod, Guy dan Kenneth G. Willis Economic Valuation of Environment: Methods and Case Studies. Biddles Ltd. Great Britain. Golub, A., D. Dudek, E. Strukova Environmental Protection in Transition Economies. Environmental Defense. United States. Hadiwiyoto, S Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Yayasan Idayu. Jakarta. Hanley, N. dan C. L. Spash Cost-Benefit Analysis and Environmental. Edward Elger Publishing Limited. England. 74

89 Hanum, L Kebisingan Pemukiman Pinggiran Rel Kereta Api: Analisis Preferensi, Persepsi dan Willingness to Accept (Kasus Desa Cilebut Timur Kabupaten Bogor Jawa Barat). Skripsi Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Hartwick, J. M. dan Olewiler, N. D The Economic of Natural Resource Use. Harper & Row Publishers. New York. Hufsmidtz, M., D. E. James, A.D. Meister, B. T. Bower dan J. A. Dixon Environment, Natural System, and Development: An Economic Valuation Guide. The John Hopkin Uninersity Press. Baltimore. Jailani, R Faktor-faktor Penentu Harga Rumah di Kota Bogor (Penerapan Metode Harga Hedonik). Skripsi Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Bogor. Kelurahan Cipayung Laporan Tahunan Kelurahan Cipayung. Kelurahan Cipayung. Depok. Kurniawan, B Analaisis Kualitas Air Sumur Sekitar Wilayah Tempat Pembuangan Akhir Sampah (Studi Kasus di TPA Galuga Cibungbulang Bogor). Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor. Malpezzi, S Hedonic Pricing Models: A Selective and Applied Review. Accessed: February Morancho, Aurelia Bengochea A Hedonic Valuation of Urban Green Areas. Departements of Economics. Universitat Jaume. Nazir, M Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta. Pramono, S. S Studi Sistem Pengumpulan Sampah Perkotaan di Indonesia. Universitas Gunadarma. Depok. Silalahi, R.D.F Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Lahan Pemukiman Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Skripsi Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Sinaga, B. M Metode Pengambilan Contoh. Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Slamet, J. S Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Snyder, Stephanie A., M. A. Kilgore, R. Hudson, dan J. Donnay Determinants of Forest Land Prices in Northern Minnesota: a Hedonic Pricing Approach. Government Employees. United States. Soedradjat, Iman Pedoman Pemanfaatan Kawasan Sekitar TPA. Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta. 75

90 Turner, R.K., D. Pearce, dan I. Batemen Environmental Economics: An Elementary Introduction. Harvester Wheatsheaf. Hertfordshire. Utari, A. Y Analisis Willingness To Pay dan Willingness To Accept Masyarakat Terhadap Tempat Pembuangan Akhir Sampah Pondok Rajeg Kabupaten Bogor. Skripsi Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Wahyuningsih, T. P Pengembangan Masyarakat di Sekitar TPA Sampah (Kasus Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar Gebang Kota Bekasi). Tesis Pascasarjana IPB. Bogor. Warningsih, T Pemetaan Kebisingan dan Penilaian Masyarakat Terhadap Kebisingan Bandar Udara (Studi Kasus Bandar Udara Sultan Syarifkasim II Pekanbaru Riau). Tesis Pascasarjana IPB. Bogor. Widodo Sikap Konsumen terhadap Jeruk dan Pisang Lokal Segar (Kasus: Daerah Istimewa Yogyakarta. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Departemen Pertanian. Bogor. Widyatmoko dan Sintorini Menghindari, Mengolah, dan Menyingkirkan Sampah. Abdi Tandur. Jakarta. Yudiyanto Analisis Sistem Pengelolaan Sampah Pemukiman di Kota Bogor. Tesis Pascasarjana IPB. Bogor. 76

91 LAMPIRAN

92 Lampiran 1. Hasil Pendugaan Variabel Harga Lahan Model Summary b Adjusted R Std. Error of the Change Statistics Durbin- Model R R Square Square Estimate R Square Change F Change df1 df2 Sig. F Change Watson a a. Predictors: (Constant), X5, X3, X1, X4, X2 b. Dependent Variable: Y Coefficients a Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients Collinearity Statistics Model B Std. Error Beta T Sig. Tolerance VIF 1 (Constant) X X X X X a. Dependent Variable: Y 78

93 79

ESTIMASI NILAI PENURUNAN KUALITAS LINGKUNGAN TERHADAP HARGA LAHAN DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT

ESTIMASI NILAI PENURUNAN KUALITAS LINGKUNGAN TERHADAP HARGA LAHAN DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT ESTIMASI NILAI PENURUNAN KUALITAS LINGKUNGAN TERHADAP HARGA LAHAN DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT GARNA YUANA SUHAN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

ANALISIS KESEDIAAN MENERIMA DANA KOMPENSASI DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT ADHITA RAMADHAN

ANALISIS KESEDIAAN MENERIMA DANA KOMPENSASI DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT ADHITA RAMADHAN ANALISIS KESEDIAAN MENERIMA DANA KOMPENSASI DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT ADHITA RAMADHAN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam menjalani aktivitas hidup sehari-hari tidak terlepas dari

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam menjalani aktivitas hidup sehari-hari tidak terlepas dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam menjalani aktivitas hidup sehari-hari tidak terlepas dari keterkaitannya terhadap lingkungan. Lingkungan memberikan berbagai sumberdaya kepada manusia dalam

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh peneliti yaitu dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh peneliti yaitu dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Data yang diperoleh dalam penelitian ini bersumber dari instansi yang terkait dengan penelitian, melaksanakan observasi langsung di Tempat Pembuangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas manusia dan hewan yang berupa padatan, yang dibuang karena sudah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas manusia dan hewan yang berupa padatan, yang dibuang karena sudah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sampah Sampah didefinisikan sebagai semua buangan yang dihasilkan dari aktivitas manusia dan hewan yang berupa padatan, yang dibuang karena sudah tidak berguna atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto (1983), sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan,

Lebih terperinci

ANALISIS PENURUNAN KUALITAS LINGKUNGAN DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH GALUGA KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT LISANATUL HIFDZIYAH

ANALISIS PENURUNAN KUALITAS LINGKUNGAN DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH GALUGA KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT LISANATUL HIFDZIYAH ANALISIS PENURUNAN KUALITAS LINGKUNGAN DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH GALUGA KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT LISANATUL HIFDZIYAH DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pemukiman umumnya merupakan sampah organik yang cepat lapuk (garbage),

II. TINJAUAN PUSTAKA. pemukiman umumnya merupakan sampah organik yang cepat lapuk (garbage), II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sampah Sampah (waste) pada dasarnya adalah zat-zat atau benda-benda yang sudah tidak terpakai lagi, baik berupa buangan domestik (rumah tangga) maupun buangan pabrik

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Deskripsi Lingkungan Permukiman Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Galuga Berdasarkan Penilaian Responden

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Deskripsi Lingkungan Permukiman Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Galuga Berdasarkan Penilaian Responden VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Deskripsi Lingkungan Permukiman Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Galuga Berdasarkan Penilaian Responden 6.1.1 Penilaian Responden terhadap Kebersihan Desa Galuga Lingkungan

Lebih terperinci

PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI

PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI Sampah?? semua material yang dibuang dari kegiatan rumah tangga, perdagangan, industri dan kegiatan pertanian. Sampah yang berasal dari kegiatan rumah tangga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang untuk memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan. Sadar atau tidak dalam proses pemanfaatan sumberdaya

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah merupakan sisa-sisa aktivitas manusia dan lingkungan yang sudah tidak diinginkan lagi keberadaannya. Sampah sudah semestinya dikumpulkan dalam suatu tempat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 LAMPIRAN III UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN Pasal 1 (1.1) Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan saling terkait antar satu dengan lainnya. Manusia membutuhkan kondisi lingkungan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu dipelihara

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KOMPOSISI DAN KARAKTERISTIK SAMPAH KOTA BOGOR 1. Sifat Fisik Sampah Sampah berbentuk padat dibagi menjadi sampah kota, sampah industri dan sampah pertanian. Komposisi dan jumlah

Lebih terperinci

KAJIAN VOLUME SAMPAH DI KOTA KEDIRI ( Lokasi TPA Klotok )

KAJIAN VOLUME SAMPAH DI KOTA KEDIRI ( Lokasi TPA Klotok ) KAJIAN VOLUME SAMPAH DI KOTA KEDIRI ( Lokasi TPA Klotok ) LUCIA DESTI KRISNAWATI, ST *) Pertumbuhan penduduk di kota Kediri, akan memberikan dampak pada permasalahan jumlah timbulan sampah. Sampah merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Pesatnya pertambahan penduduk menyebabkan meningkatnya berbagai aktivitas sosial ekonomi masyarakat, pembangunan fasilitas kota seperti pusat bisnis, komersial dan industri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Bali dengan luas kurang lebih 5.636,66 km 2. penduduk yang mencapai jiwa sangat rentan terhadap berbagai dampak

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Bali dengan luas kurang lebih 5.636,66 km 2. penduduk yang mencapai jiwa sangat rentan terhadap berbagai dampak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Bali dengan luas kurang lebih 5.636,66 km 2 dengan jumlah penduduk yang mencapai 3.890.757 jiwa sangat rentan terhadap berbagai dampak negatif dari pembangunan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PERSAMPAHAN

PENGELOLAAN PERSAMPAHAN PENGELOLAAN PERSAMPAHAN 1. LATAR BELAKANG PENGELOLAAN SAMPAH SNI 19-2454-1991 tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan, mendefinisikan sampah sebagai limbah yang bersifat padat, terdiri atas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Timur. Letak tersebut berada di Teluk Lampung dan diujung selatan pulai

I. PENDAHULUAN. Timur. Letak tersebut berada di Teluk Lampung dan diujung selatan pulai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Secara geografis Kota Bandar Lampung terletak pada kedudukan 5 0 20 sampai dengan 5 0 30 lintang Selatan dan 105 0 28 sampai dengan 105 0 37 bujur Timur.

Lebih terperinci

KAJIAN PELUANG BISNIS RUMAH TANGGA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH

KAJIAN PELUANG BISNIS RUMAH TANGGA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH ABSTRAK KAJIAN PELUANG BISNIS RUMAH TANGGA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH Peningkatan populasi penduduk dan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kuantitas sampah kota. Timbunan sampah yang tidak terkendali terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mengalami proses pembangunan perkotaan yang pesat antara tahun 1990 dan 1999, dengan pertumbuhan wilayah perkotaan mencapai 4,4 persen per tahun. Pulau Jawa

Lebih terperinci

DAMPAK SAMPAH TERHADAP KESEHATAN LINGKUNGAN DAN MANUSIA

DAMPAK SAMPAH TERHADAP KESEHATAN LINGKUNGAN DAN MANUSIA DAMPAK SAMPAH TERHADAP KESEHATAN LINGKUNGAN DAN MANUSIA Imran SL Tobing Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta ABSTRAK Sampah sampai saat ini selalu menjadi masalah; sampah dianggap sebagai sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan (KSNP-SPP),

BAB I PENDAHULUAN. Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan (KSNP-SPP), BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lingkungan yang sehat dan sejahtera hanya dapat dicapai dengan lingkungan pemukiman yang sehat. Terwujudnya suatu kondisi lingkungan yang baik dan sehat salah

Lebih terperinci

Bagaimana Solusinya? 22/03/2017 PENGELOLAAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA DI KOTA CIAMIS PENGERTIAN SAMPAH

Bagaimana Solusinya? 22/03/2017 PENGELOLAAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA DI KOTA CIAMIS PENGERTIAN SAMPAH SOSIALISASI DAN PELATIHAN PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DI KOTA CIAMIS Nedi Sunaedi nedi_pdil@yahoo.com PENGERTIAN SAMPAH Suatu bahan yang terbuang dari sumber aktivitas manusia dan/atau alam yang tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan suatu kota dapat menimbulkan efek negatif terhadap lingkungan. Salah satu efek negatif tersebut adalah masalah lingkungan hidup yang disebabkan

Lebih terperinci

Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang Semarang

Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang Semarang TUGAS AKHIR 108 Periode Agustus Desember 2009 Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang Semarang Oleh : PINGKAN DIAS L L2B00519O Dosen Pembimbing : Ir. Abdul Malik, MSA Jurusan Arsitektur Fakultas

Lebih terperinci

ANALISIS KESEDIAAN MENERIMA DANA KOMPENSASI DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT ADHITA RAMADHAN

ANALISIS KESEDIAAN MENERIMA DANA KOMPENSASI DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT ADHITA RAMADHAN ANALISIS KESEDIAAN MENERIMA DANA KOMPENSASI DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT ADHITA RAMADHAN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberadaan ruang terbuka hijau saat ini mengalami penurunan yang

I. PENDAHULUAN. Keberadaan ruang terbuka hijau saat ini mengalami penurunan yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan ruang terbuka hijau saat ini mengalami penurunan yang disebabkan oleh konversi lahan. Menurut Budiman (2009), konversi lahan disebabkan oleh alasan ekonomi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030,

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Upaya kesehatan lingkungan berdasarkan Sustainable Development Goals (SDGs) tahun 2030 pada sasaran ke enam ditujukan untuk mewujudkan ketersediaan dan pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditanggung alam karena keberadaan sampah. Sampah merupakan masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. ditanggung alam karena keberadaan sampah. Sampah merupakan masalah yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan yang kotor merupakan akibat perbuatan negatif yang harus ditanggung alam karena keberadaan sampah. Sampah merupakan masalah yang dihadapi hampir seluruh

Lebih terperinci

TEKNOLOGI TEPAT GUNA PENGOLAHAN SAMPAH ANORGANIK

TEKNOLOGI TEPAT GUNA PENGOLAHAN SAMPAH ANORGANIK TUGAS SANITASI MASYARAKAT TEKNOLOGI TEPAT GUNA PENGOLAHAN SAMPAH ANORGANIK Disusun Oleh : KELOMPOK Andre Barudi Hasbi Pradana Sahid Akbar Adi Gadang Giolding Hotma L L2J008005 L2J008014 L2J008053 L2J008078

Lebih terperinci

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak dapat dipisahkan dari masyarakat karena mempunyai fungsi sebagai tempat

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak dapat dipisahkan dari masyarakat karena mempunyai fungsi sebagai tempat Keterp aparan 1. La BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang keberadaannya tidak dapat dipisahkan dari masyarakat karena mempunyai fungsi sebagai tempat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian sampah Sampah adalah barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan dibuang oleh pemilik/pemakai sebelumnya, tetapi bagi sebagian orang masih bisa dipakai jika dikelola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dan pertumbuhan kota metropolitan di beberapa negara berkembang telah menimbulkan permasalahan dalam hal pengelolaan sampah (Petrick, 1984). Saat ini

Lebih terperinci

Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang Semarang

Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang Semarang LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang Semarang Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fasilitas perkotaan di beberapa kota besar di Indonesia timbul berbagai masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. fasilitas perkotaan di beberapa kota besar di Indonesia timbul berbagai masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai akibat dari perkembangan penduduk, wilayah pemukiman, dan fasilitas perkotaan di beberapa kota besar di Indonesia timbul berbagai masalah yang berhubungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah

I. PENDAHULUAN. Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah menjadi persoalan serius terutama di kota-kota besar, tidak hanya di Indonesia saja, tapi di seluruh

Lebih terperinci

DAMPAK KEBERADAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) TERHADAP KONDISI LINGKUNGAN DI DESA SUKOSARI KECAMATAN JUMANTONO KABUPATEN KARANGANYAR

DAMPAK KEBERADAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) TERHADAP KONDISI LINGKUNGAN DI DESA SUKOSARI KECAMATAN JUMANTONO KABUPATEN KARANGANYAR DAMPAK KEBERADAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) TERHADAP KONDISI LINGKUNGAN DI DESA SUKOSARI KECAMATAN JUMANTONO KABUPATEN KARANGANYAR A. Latar Belakang Masalah Geografi merupakan ilmu pengetahuan yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Bantar Gebang mempunyai areal seluas 108 ha. Luas areal kerja efektif kurang lebih 69 ha yang dibagi dalam lima zona, masing-masing

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sampah merupakan material sisa hasil proses suatu aktifitas, baik karena kegiatan industri, rumah tangga, maupun aktifitas manusia lainnya. Sampah selalu menjadi masalah lingkungan

Lebih terperinci

Sampah manusia: hasil-hasil dari pencernaan manusia, seperti feses dan urin.

Sampah manusia: hasil-hasil dari pencernaan manusia, seperti feses dan urin. 1. DEFINISI SAMPAH Sampah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Sementara di dalam UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, disebutkan

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara

I. PENDAHULUAN. Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara jumlah sampah yang dihasilkan dengan sampah yang diolah tidak seimbang. Sampah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk dan aktivititas masyarakat di daerah perkotaan makin

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk dan aktivititas masyarakat di daerah perkotaan makin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan penduduk dan aktivititas masyarakat di daerah perkotaan makin meningkat seiring dengan kemajuan teknologi, yang juga akan membawa permasalahan lingkungan.

Lebih terperinci

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) By. Gotri Ruswani, S.Pd.

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) By. Gotri Ruswani, S.Pd. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) By. Gotri Ruswani, S.Pd. Adalah: sisa dari segala macam kegiatan manusia yang fungsinya sudah berubah dari keadaan awal. Karakteristik limbah: a) Fisik: bau tidak sedap, warnanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan pemukiman yang sehat. Terwujudnya suatu kondisi lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan pemukiman yang sehat. Terwujudnya suatu kondisi lingkungan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lingkungan yang sehat dan sejahtera hanya dapat dicapai dengan lingkungan pemukiman yang sehat. Terwujudnya suatu kondisi lingkungan yang baik dan sehat salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan manusia akan protein hewani, ini ditandai dengan peningkatan produksi daging

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan manusia akan protein hewani, ini ditandai dengan peningkatan produksi daging BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan ayam merupakan salah satu sektor yang penting dalam memenuhi kebutuhan manusia akan protein hewani, ini ditandai dengan peningkatan produksi daging dan telur

Lebih terperinci

BAB III STUDI LITERATUR

BAB III STUDI LITERATUR BAB III STUDI LITERATUR 3.1 PENGERTIAN LIMBAH PADAT Limbah padat merupakan limbah yang bersifat padat terdiri dari zat organic dan zat anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar

Lebih terperinci

Repository.Unimus.ac.id

Repository.Unimus.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya air merupakan kemampuan kapasitas potensi air yang dapat dimanfaatkan semua makhluk untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, termasuk manusia dalam menunjang berbagai

Lebih terperinci

Karakteristik Limbah Padat

Karakteristik Limbah Padat Karakteristik Limbah Padat Lab Bioindustri Limbah Padat? hasil buangan industri yang berupa padatan, lumpur, dan bubur yang berasal dari sisa proses pengolahan. Karakteristik serta komposisi limbah sangat

Lebih terperinci

Uji Mikrobiologis Kompos Organik dari Sampah Organik dengan Penambahan Limbah Tomat dan EM-4 SKRIPSI

Uji Mikrobiologis Kompos Organik dari Sampah Organik dengan Penambahan Limbah Tomat dan EM-4 SKRIPSI Uji Mikrobiologis Kompos Organik dari Sampah Organik dengan Penambahan Limbah Tomat dan EM-4 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Biologi Oleh:

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan hidup merupakan bagian yang tak terpisahkan

BAB I. PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan hidup merupakan bagian yang tak terpisahkan BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan lingkungan hidup merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan kota. Angka pertumbuhan penduduk dan pembangunan kota yang semakin meningkat secara

Lebih terperinci

Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA

Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA Disusun oleh: Mirza Zalfandy X IPA G SMAN 78 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas

Lebih terperinci

Pengelolaan Emisi Gas pada Penutupan TPA Gunung Tugel di Kabupaten Banyumas. Puji Setiyowati dan Yulinah Trihadiningrum

Pengelolaan Emisi Gas pada Penutupan TPA Gunung Tugel di Kabupaten Banyumas. Puji Setiyowati dan Yulinah Trihadiningrum Pengelolaan Emisi Gas pada Penutupan TPA Gunung Tugel di Kabupaten Banyumas Puji Setiyowati dan Yulinah Trihadiningrum Jurusan Teknik Lingkungan FTSP, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya * email:

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kelangsungan hidup manusia karena lahan merupakan input penting yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. kelangsungan hidup manusia karena lahan merupakan input penting yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sumberdaya Lahan Lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia karena lahan merupakan input penting yang diperlukan untuk mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gas/uap. Maka dari itu, bumi merupaka satu-satunya planet dalam Tata Surya. yang memiliki kehidupan (Kodoatie, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. gas/uap. Maka dari itu, bumi merupaka satu-satunya planet dalam Tata Surya. yang memiliki kehidupan (Kodoatie, 2012). 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Air adalah salah satu kekayaan alam yang ada di bumi. Air merupakan salah satu material pembentuk kehidupan di bumi. Tidak ada satu pun planet di jagad raya ini yang

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SAMPAH DAN KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PENGELOLAAN SAMPAH RUMAHTANGGA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SAMPAH DAN KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PENGELOLAAN SAMPAH RUMAHTANGGA ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SAMPAH DAN KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PENGELOLAAN SAMPAH RUMAHTANGGA (Studi Kasus di Perumahan Cipinang Elok, Jakarta Timur) GANIS DWI CAHYANI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

Kuesioner Penelitian

Kuesioner Penelitian Lampiran 1. Kuesioner Penelitian PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN ANGGOTA KOMUNITAS PEMUDA PEDULI LINGKUNGAN TENTANG PENCEMARAN LINGKUNGAN DI KELURAHAN SEI KERA HILIR I KECAMATAN MEDAN PERJUANGAN KOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan. Pada satu sisi pertambahan jumlah kota-kota modern menengah dan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan. Pada satu sisi pertambahan jumlah kota-kota modern menengah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan jumlah penduduk yang diikuti oleh perubahan gaya hidup masyarakat telah memunculkan berbagai indikasi yang mengarah pada krisis lingkungan. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tentu saja akan banyak dan bervariasi, sampah, limbah dan kotoran yang

BAB I PENDAHULUAN. yang tentu saja akan banyak dan bervariasi, sampah, limbah dan kotoran yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan manusia untuk mempertahankan dan meningkatkan taraf hidup, menuntut berbagai pengembangan teknologi untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tidak ada

Lebih terperinci

1. Pendahuluan ABSTRAK:

1. Pendahuluan ABSTRAK: OP-26 KAJIAN PENERAPAN KONSEP PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU DI LINGKUNGAN KAMPUS UNIVERSITAS ANDALAS Yenni Ruslinda 1) Slamet Raharjo 2) Lusi Susanti 3) Jurusan Teknik Lingkungan, Universitas Andalas Kampus

Lebih terperinci

TEKNIK PENGELOLAAN SAMPAH DI TPA PIYUNGAN SEBAGAI SUMBER BELAJAR PENGELOLAAN LIMBAH PADAT *) Oleh : Suhartini **) Abstrak

TEKNIK PENGELOLAAN SAMPAH DI TPA PIYUNGAN SEBAGAI SUMBER BELAJAR PENGELOLAAN LIMBAH PADAT *) Oleh : Suhartini **) Abstrak TEKNIK PENGELOLAAN SAMPAH DI TPA PIYUNGAN SEBAGAI SUMBER BELAJAR PENGELOLAAN LIMBAH PADAT *) Oleh : Suhartini **) Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui teknik pengelolaan sampah di TPA Piyungan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah selalu menimbulkan masalah baik secara sosial ekonomi maupun lingkungan. Menurut Hadiwiyoto (1983), sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami

Lebih terperinci

PENGELOLAAN EMISI GAS PADA PENUTUPAN TPA GUNUNG TUGEL DI KABUPATEN BANYUMAS

PENGELOLAAN EMISI GAS PADA PENUTUPAN TPA GUNUNG TUGEL DI KABUPATEN BANYUMAS PENGELOLAAN EMISI GAS PADA PENUTUPAN TPA GUNUNG TUGEL DI KABUPATEN BANYUMAS Puji Setiyowati* dan Yulinah Trihadiningrum Jurusan Teknik Lingkungan FTSP, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya * email:

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Depok merupakan salah satu daerah penyangga DKI Jakarta dan menerima cukup banyak pengaruh dari aktivitas ibukota. Aktivitas pembangunan ibukota tidak lain memberikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian sampah Sampah adalah barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan dibuang oleh pemilik/pemakai sebelumnya, tetapi bagi sebagian orang masih bisa dipakai jika dikelola

Lebih terperinci

Syarat Penentuan Lokasi TPA Sampah

Syarat Penentuan Lokasi TPA Sampah Syarat Penentuan Lokasi TPA Sampah 1. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-3241-1994, membagi kriteria pemilhan loasi TPA sampah menjadi tiga, yaitu: a. Kelayakan regional Kriteria yang digunakan

Lebih terperinci

B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN

B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN 1 Sampah merupakan konsekuensi langsung dari kehidupan, sehingga dikatakan sampah timbul sejak adanya kehidupan manusia. Timbulnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai menjadi salah satu pemasok air terbesar untuk kebutuhan mahluk hidup yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia. Sungai adalah sumber daya alam yang bersifat

Lebih terperinci

SAMPAH SEBAGAI SUMBER DAYA

SAMPAH SEBAGAI SUMBER DAYA SAMPAH SEBAGAI SUMBER DAYA I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Permasalahan Masalah sampah sebagai hasil aktivitas manusia di daerah perkotaan memberikan tekanan yang besar terhadap lingkungan, terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup, sehingga keberadaan air dalam jumlah yang cukup mutlak diperlukan untuk menjaga keberlangsungan hidup

Lebih terperinci

E. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi mengenai sistem pengelolaan sampah yang dilakukan di

E. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi mengenai sistem pengelolaan sampah yang dilakukan di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sampah merupakan salah satu masalah yang perlu mendapat perhatian yang serius. Sampah dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan laju pertumbuhan jumlah

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN I. UMUM Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah mengamanatkan perlunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia

Lebih terperinci

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 9. Cukup jelas. Pasal 2. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6. Cukup jelas.

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 9. Cukup jelas. Pasal 2. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6. Cukup jelas. PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 0000 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA I. UMUM Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk perkotaan di Indonesia akhir-akhir ini mengalami tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk perkotaan di Indonesia akhir-akhir ini mengalami tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan penduduk perkotaan di Indonesia akhir-akhir ini mengalami tingkat pertumbuhan yang tinggi dan pertumbuhan ini akan berlangsung terus dengan percepatan

Lebih terperinci

KRITERIA, INDIKATOR DAN SKALA NILAI FISIK PROGRAM ADIPURA

KRITERIA, INDIKATOR DAN SKALA NILAI FISIK PROGRAM ADIPURA Lampiran IV : Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 01 Tahun 2009 Tanggal : 02 Februari 2009 KRITERIA, INDIKATOR DAN SKALA NILAI FISIK PROGRAM ADIPURA NILAI Sangat I PERMUKIMAN 1. Menengah

Lebih terperinci

TPST Piyungan Bantul Pendahuluan

TPST Piyungan Bantul Pendahuluan TPST Piyungan Bantul I. Pendahuluan A. Latar belakang Perkembangan teknologi yang semakin maju dan kemegahan zaman mempengaruhi gaya hidup manusia ke dalam gaya hidup yang konsumtif dan serba instan. Sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipancarkan lagi oleh bumi sebagai sinar inframerah yang panas. Sinar inframerah tersebut di

BAB I PENDAHULUAN. dipancarkan lagi oleh bumi sebagai sinar inframerah yang panas. Sinar inframerah tersebut di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pancaran sinar matahari yang sampai ke bumi (setelah melalui penyerapan oleh berbagai gas di atmosfer) sebagian dipantulkan dan sebagian diserap oleh bumi. Bagian yang

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SAMPAH DAN KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PENGELOLAAN SAMPAH RUMAHTANGGA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SAMPAH DAN KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PENGELOLAAN SAMPAH RUMAHTANGGA ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SAMPAH DAN KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PENGELOLAAN SAMPAH RUMAHTANGGA (Studi Kasus di Perumahan Cipinang Elok, Jakarta Timur) GANIS DWI CAHYANI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN LOKASI Penelitian dimulai pada bulan Oktober sampai Desember 2008, bertempat di beberapa TPS pasar di Kota Bogor, Jawa Barat yaitu pasar Merdeka, pasar Jl. Dewi

Lebih terperinci

Pengaruh Aktivitas Masyarakat di pinggir Sungai (Rumah Terapung) terhadap Pencemaran Lingkungan Sungai Kahayan Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah

Pengaruh Aktivitas Masyarakat di pinggir Sungai (Rumah Terapung) terhadap Pencemaran Lingkungan Sungai Kahayan Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah MITL Media Ilmiah Teknik Lingkungan Volume 1, Nomor 2, Agustus 2016 Artikel Hasil Penelitian, Hal. 35-39 Pengaruh Aktivitas Masyarakat di pinggir Sungai (Rumah Terapung) terhadap Pencemaran Lingkungan

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan lingkungan hidup tidak bisa dipisahkan dari sebuah pembangunan. Angka pertumbuhan penduduk dan pembangunan kota yang makin meningkat drastis akan berdampak

Lebih terperinci

ANALISIS TEMBAGA, KROM, SIANIDA DAN KESADAHAN AIR LINDI TPA MUARA FAJAR PEKANBARU

ANALISIS TEMBAGA, KROM, SIANIDA DAN KESADAHAN AIR LINDI TPA MUARA FAJAR PEKANBARU ISSN 2085-0050 ANALISIS TEMBAGA, KROM, SIANIDA DAN KESADAHAN AIR LINDI TPA MUARA FAJAR PEKANBARU Subardi Bali, Abu Hanifah Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau e-mail:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pupuk Bokasi adalah pupuk kompos yang diberi aktivator. Aktivator yang digunakan adalah Effective Microorganism 4. EM 4 yang dikembangkan Indonesia pada umumnya

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu negara berkembang dengan jumlah penduduk lebih dari 237 juta jiwa, masalah kesehatan lingkungan di Indonesia menjadi sangat kompleks terutama

Lebih terperinci

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4. LIMBAH Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.B3 PENGERTIAN Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 18/1999 Jo.PP 85/1999

Lebih terperinci

VI. PENGELOLAAN, PENCEMARAN DAN UPAYA PENINGKATAN PENGELOLAAN SAMPAH PASAR

VI. PENGELOLAAN, PENCEMARAN DAN UPAYA PENINGKATAN PENGELOLAAN SAMPAH PASAR VI. PENGELOLAAN, PENCEMARAN DAN UPAYA PENINGKATAN PENGELOLAAN SAMPAH PASAR 6.1. Pengelolaan Sampah Pasar Aktivitas ekonomi pasar secara umum merupakan bertemunya penjual dan pembeli yang terlibat dalam

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas manusia. Jumlah atau volume sampah sebanding dengan tingkat konsumsi manusia terhadap barang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MELAWI, Menimbang : a. bahwa dalam upaya menciptakan wilayah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 54 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH DAN ZAT KIMIA PENGOPERASIAN PESAWAT UDARA DAN BANDAR UDARA DENGAN

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis meliputi konsep ekonomi pencemaran, Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode valuasi

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

Geografi LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN II. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013

Geografi LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN II. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1.

Lebih terperinci

Pengolahan Sampah. Tim Abdimas Sehati Universitas Gunadarma, Bekasi, 7 Desember Disampaikan oleh: Dr. Ridwan, MT- UG

Pengolahan Sampah. Tim Abdimas Sehati Universitas Gunadarma, Bekasi, 7 Desember Disampaikan oleh: Dr. Ridwan, MT- UG Pengolahan Sampah Tim Abdimas Sehati Universitas Gunadarma, Bekasi, 7 Desember 2017 PENDAHULUAN Latar Belakang: Penanganan sampah/problem tentang sampah khususnya di daerah perkotaan belum bisa teratasi

Lebih terperinci